Gambar 6.30 PAL CODER Standar NTSC

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Gambar 6.30 PAL CODER Standar NTSC"

Transkripsi

1 NTSC CODER Pada prinsipnya erdapa iga macam normalisasi pemancar elevisi yang digunakan, yaiu pemancar elevisi sandar PAL (Jerman), SECAM 1957 (Sequeniel a Memoire = Perancis) maupun pemancar elevisi sandar NTSC 1953 (Amerika), pemancar elevisi sandar PAL 1967 (Phase Alernaing Line) dikembangkan berdasarkan konsep dari NTSC. Gambar 6.30 memperlihakan skema blok perekaman aau pengambilan objek sampai pada ingka pengiriman dari pemancar elevisi warna menuru norma NTSC (Naional Television Sysem Commiee). Gambar 6.30 PAL CODER Sandar NTSC Perbedaan perama anara sisem pemancar sandar NTSC dan PAL adalah erleak pada proses pengiriman dan pengolahan sinyal perbedaan warna R-. Pada sisem (PAL = Phase Alernaing Line) pengiriman sinyal perbedaan warna anara R- seiap garisnya disaklar berganian dengan perbedaan polarias sudu sebesar 90 0, Proses ini dikerjakan oleh saklar PAL (PAL Swich), hal ini berujuan unuk memperbaiki aau mengeliminasi kesalahan sudu warna pada saa proses pengiriman sinyal dari pemancar. Perbedaan kedua erleak pada besarnya reduksi sinyal perbedaan warna (R-) dan (B-) Kompaibilias Sebelum konsep elevisi warna diemukan dan berkembang seperi sekarang ini, erlebih dahulu yang elah ada yakni konsep elevisi hiam

2 734 puih (monokrom). nuk iu dasar pemikiran bagaimana diemukannya konsep elevisi warna pada dasarnya idak boleh merubah konsep elivisi hiam puih yang elah ada sebelumnya. Sinyal elevisi hiam puih merupakan egangan angga anara level hiam (0) dan level puih (1), unuk iu problem uama konsep dasar diemukannya elevisi warna adalah bagaimana membenuk sinyal angga (luminansi) dari elevisi warna ersebu sama persis dengan konsep pada elevisi hiam puih, sehingga konsep pemancar elevisi warna dapa dierima oleh penerima elevisi hiam puih, begiu sebaliknya pemancar elevisi hiam puih dapa dierima dan diproses oleh penerima elevisi warna (kompaibel). Televisi warna dapa menerima siaran sinyal hiam puih dan menghasilkan gambar hiam puih dengan baik, sebaliknya Televisi hiam puih dapa menerima sinyal warna dan menghasilkan gambar hiam puih dengan baik karena sinyal luminansi memungkinkan penerima monokrom unuk mereproduksi gambar hiam dan puih dengan gambar berwarna. nuk jelasnya, penerima elevisi warna dapa memakai sinyal monokrom unuk mereproduksi gambar dalam hiam dan puih. Syara kompaibelias ini dapa dijelaskan dengan memasukkan suau fakor luminansi dalam sisem elevisi warna. Sehubungan dengan hal ersebu ada juga sinyalsinyal pening lainnya yaiu sinyal perbedaan warna (R-) da (B-) yang membawa informasi warna sehingga kompaibelias yang dimaksud diaas dapa dipenuhi. Sinyal inilah yang dapa membua penerima monokrom dapa mereproduksi gambar hiam puih, sedangkan unuk elevisi warna menggunakan sinyal lumnansi maupun sinyal perbedaan warna (R-) dan (B-). Kompaibelias dapa erpenuhi apabila persamaan beriku erpenuhi : V R- = V R V V R- = V R (0,3V R + 0,59V G + 0,11V B ) V R- = 0,7V R 0,59V G 0,11V B (6.14) dan, V B- = V B V V B- = V B (0,3V R + 0,59V G + 0,11V B ) V B- = -0,3V R 0,59V G + 0,89V B (6.15) Corak (HE) dan Saurasi Warna Pada bab sebelumnya elah kia pelajari bagaimana sinar merah, hijau dan biru diubah menjadi sinyal-sinyal lisrik dan memungkinkan elevisi warna compaible dengan elevisi hiam puih. Selain iu erdapa persoalan-persoalan dengan kompaibelias yakni bahwa pemancaran hiam puih dan warna ak dapa dilakukan sekaligus bersamaan dalam sau pembawa sub subcarrier gambar, sebab unuk kedua hal ersebu

3 735 ada perbedaan aau permasalahan dalam hal lebar pia bandwidh -nya, dimana unuk yang warna berisi sinyal, (R-), dan (B-) sedangkan unuk pemancar hiam puih hanya berisi sinyal luminansi saja. Oleh karena sinyal-sinyal ersebu dalam proses pengiriman semuanya dinyaakan dalam benuk egangan lisrik, maka dari iu suau persoalan muncul bahwa jika sinyal-sinyal, (R-) dan (B-) adalah sanga idak mungkin dipancarkan dalam sau rangkaian yang sama dan kesulian uama adalah bagaimana sinyal-sinyal ersebu dibedakan sau dengan yang lainnya pada waku direproduksi kembali pada penerima. Gambar 6.31a Spekrum warna Gambar 6.31b Kurva sensiifias warna

4 736 Gambar 6.3. Diagram Kromaisias dan Warna-warna Dasar Koordina siku-siku yang menunjukkan semua perbedaan sudu phasa yang membenuk keseluruhan dari warna-warna disebu KROMATISITAS, dimana warna-warna dasar merah (R), hijau (G) dan biru (B) secara kromais diunjukkan dari besarnya vekor X, dan Z seperi yang diperlihakan Gambar Marik Oleh ingka marik sinyal V R, V G dan V B yang diamdil dari objek dan kemudian direkam oleh kamera warna RGB diproses menjadi iga komponen, yaiu sinyal perbedaan warna R-, sinyal perbedaan warna B- dan sinyal luminansi. Dengan menggunakan persamaan 6.14 dan 6.15 ampliudo sinyal, (R-) dan (B-) akan dihasilkan benuk pola lajur warna sesuai dengan ingka luminansinya. Gambar 6.34 memperlihakan pola lajur (Bars), ampliude puih menempai level paling inggi (1=100%) sebagai harga referensi, sehingga ingka luminansi yang lainnya dari puih ke abu-abu dan hiam dapa dienukan nilainya sesuai dengan pernyaaan pada persaman 6.14.

5 737 Gambar 6.33 Pencampuran Warna Dasar Addiif Gambar 6.33 memperlihakan ilusrasi penjumlahan dari warna primer merah (R), hijau (G), biru (B), dan dengan menggunakan persamaan 6.14 diperoleh egangan angga luminansi Marik Luminansi () Sebelumnya elah dijelaskan bahwa unuk memenuhi persyaraan kompaibelias, maka sebagai solusinya adalah bagaimana membenuk sinyal luminansi () elevisi hiam puih dari elevisi berwarna. Gambar 6.34, beriku memperlihakan bagaimana egangan keluaran dari kamera berwarna (V G ), V R, dan V B dapa diproses pada rangkaian blok marik sehingga didapakan egangan luminansi () unuk elevisi hiam puih. Tugas rangkaian marik salah saunya adalah menjumlahkan egangan keluaran dari kamera V G, V R, dan V B dengan perbandingan erenu sehingga didapakan egangan angga luminansi (). Agar didapakan egangan angga seperi konsep elevisi hiam puih, unuk iu berlaku persamaan = 0,30 V R + 0,59 V G + 0,11 V B. Secara sederhana konsep dasar dari marik dapa dibangun dengan hanya menggunakan empa buah resisor, yaiu dengan perbandingan 0,30 unuk egangan merah (V R ), 0,59 unuk egangan hijau (V G ), dan 0,11 unuk egangan biru (V B ). Gambar memperlihakan konsep sederhana dari rangkaian blok marik luminansi () dan Tabel 6.5 memperlihakan prosenase egangan luminansi () yang diperoleh dari penjumlahan egangan warna primer (V R ), (V G ), dan (V B ). Gambar 6.34 menunjukkan proses pembenukan sinyal luminansi () dari warna primer V R, V G, dan V B.

6 738 Pola- Sinyal Kamera V G Kamera V R Kamera V B Gambar 6.34 Pola lajur (Bars) Sinyal Luminansi Gambar Marik Luminansi

7 739 Tabel 6.5 Prosenase egangan luminansi () dari egangan warna primer (V R ), (V G ), dan (V B ) Warna Luminansi (%) Tegangan Keluaran Kamera V R (%) V G (%) V B (%) Puih 100% = 1 30% 59% 11% Kuning 89% = 0,89 30% 59% 0% Cyan 70% = 0,70 0% 59% 11% Hijau 59% = 0,59 0% 59% 0% Purpur 41% = 0,41 30% 0% 11% Merah 30% = 0,30 30% 0% 0% Biru 11% = 0,11 0% 0% 11% Hiam 0% = 0 0% 0% 0% Marik Perbedaan Warna (R-) dan (B-) Pada sisem pemancar elevisi warna hanya sinyal perbedaan warna (R- ) dan sinyal perbedaan warna (B-) yang dipancarkan. Sedangkan sinyal perbedaan warna (G-) idak iku dipancarkan. nuk memperoleh sinyal perbedaan warna (G-) dapa dilakukan pada penerima, yaiu dengan mensubsusikan persamaan = 0,30VR + 0,59VG + 0,11VB erhadap persamaan luminansi = 0,30V R + 0,59V G + 0,11V B sehingga didapakan persamaan marik (G-) = -0,51(R-) 0,19(B-) aau marik (G-) = 0,51(R-) + 0,19(B-). Gambar 6.37, memperlihakan proses pembenukan sinyal perbedaan warna primer (R-) dengan sinyal perbedaan warna primer (B-). Gambar Rangkaian Blok Sinyal Perbedaan Warna Primer (R-) dan (B-)

8 740 Sinyal (R-) (G-) (B-) Gambar Pola lajur Sinyal Perbedaan Warna (R-) dan (B-) Rangkaian marik pembenuk sinyal perbedaan warna primer (R-) dan (B-) dapa dibangun seperi yang diperlihakan pada Gambar nuk memperoleh sinyal luminansi negaif (-) dapa digunakan rangkaian pengua common emier aau pengua membalik (invering amplifier). Kombinasi dari abel 6.5 dengan rangkaian yang diperlihakan Gambar 6.36 akan diperoleh gambar sinyal seperi pada Gambar 6.37.

9 741 Tabel 6.6. Proses pembenukan sinyal perbedaan warna primer (R-) dan (B-) Warna Sinyal Luminansi (%) Tegangan Keluaran Kamera (%) Sinyal Perbedaan Warna (%) VR VG VB (R-) (B-) Puih 100% 100% 100% 100% 0% 0% Kuning 89% 100% 100% 0% 11% -89% Cyan 70% 0% 100% 100% -70% 30% Hijau 59% 0% 100% 0% -59% -59% Purpur 41% 100% 0% 100% 59% 59% Merah 30% 100% 0% 0% 70% -30% Biru 11% 0% 0% 100% -11% 89% Hiam 0% 0% 0% 0% 0% 0% Koordina Warna Besarnya egangan akar kuadra F yang merupakan represenasi aau resulan dari sinyal perbedaan warna primer (R-) dan (B-) sanga menenukan ingka kejenuhan dan corak warna primernya, sehingga pada akhirnya juga berpengaruh erhadap proses pembenukan warna skunder berikunya. Pada kuadra I merupakan represenasi vekor F dari warna magena dengan posisi sudu 45 0 komplemen dari warna dasar hijau (G) kuadran III pada posisi sudu kromaisias 5 0. Gambar Diagram Koordina/Vekor Lajur Warna dan Tingka Luminansi

10 74 Pada kuadran III merupakan vekor F dari warna dasar merah (R) dengan posisi sudu dengan komplemen dari warna cyan kuadran IV pada posisi sudu kromaisias Pada kuadran IV merupakan vekor F dari warna dasar merah (B) dengan posisi sudu dengan komplemen dari warna kuning kuadran II pada posisi sudu kromaisias Perlu dikeahui bahwa sinyal perbedaan warna (R-) mengandung unsur warna komplemen kuning dengan nilai prosenase posiif (+0,11), sedangkan unuk sinyal perbedaan warna (B-) mengandung unsur kuning dengan nilai prosenase negaif (-0,89). Tiik poong koordina kedua sinyal perbedaan warna ersebu harus erleak pada iik poong puih (0) dengan panjang egangan vekor warna kuning sebesar F dengan lebar sudu. Dengan menggunakan dalil pyhagoras, maka besarnya egangan vekor warna komplemen kuning dapa dicari dengan menggunakan persamaan 1.10 beriku ini, F R B - (6.16) F 0, 11-0,89 0,011 0,79 0,8 F 0,89 Menenukan besarnya sudu pada kuadran II (B -) an (6.17) (R -) an (B - ) (R - ) - 0,89 0, Sehingga besarnya sudu warna komplemen kuning adalah = = Dengan cara yang sama, maka besarnya egangan vekor F dan sudu phasa unuk masing-masing warna dapa diliha seperi pada Tabel 6.7 beriku ini; Tabel 6.7 Hasil Pehiungan Tegangan Vekor F dan Sudu Phasa Warna Tegangan Vekor F (%) Sudu Phasa (.. 0 ) Puih - - Kuning 89% Cyan 76% 93 0 Hijau 84% 5 0 Magena 84% 45 0 Merah 76% Biru 89% 353 0

11 743 Hiam Pemicu dan Osilaor Warna nuk keperluan proses pengiriman sinyal (R-), (B-) dan luminansi diperlukan suau sinkornisasi dan pembawa. nuk menyelesaikan persoalan ersebu diperlukan rangkaian pembangki gelombang pembawa (carrier), dimana fungsinya idak lain adalah agar pada saa proses pengiriman sinyal (R-) dan (B-) dapa dilakukan secara erpisah dengan sinyal luminansi, hal ini berujuan unuk membedakan dan mempermudah pada ingka penerima. Gelombang pembawa ini dinamakan Subcarrier warna. Dengan cara ini dapa membedakan anara sinyal (R-) dan (B-) erhadap sinyal luminansi, sedangkan secara deail perbedaan anara sinyal (R-) dan (B-) akan dijelaskan pada bab berikunya. Kesulian didalam mengidenifikasi anara sinyal (R- ) dan (B-) sau sama lainnya pada modulasi yang sama dalam sau subcarrier warna. Masalah ini sanga erganung darai fakor SKALAR yaiu suau bilangan yang menunjukkan ukuran dari modulasi dan egangan. Disamping iu juga perlu adanya fakor lain disamping fakor SKALAR yang berhubungan dengan modulasi, fakor ersebu adalah VEKTOR, dengan demikian baru dapa dibedakan anara sinyal (R-) dan (B-). Hasil dari produk inner secor (produk scalar) dari sinyal (R-) dan (B-) ini akan sebanding dengan beda phasa dari sinyal (R-) dan (B-). Kaakanlah bila beda beda phasanya sama denga 90 0 maka produk inner menjadi sama dengan nol, sehingga memungkinkan sinyal (R-) dan (B-) dipancarkan secara erpisah sau dengan lainnya. Oleh karena iu modulasi sinyal (R-) dan (B-) pada subcarrier warna R- dan (B-) haruslah beda phasa Ide dasar enang pemisahan kedua sinyal ersebu yang dipakai oleh sisem NTSC dan aau sisempal. Gambar 6.39 memperlihakan hubungan phasa dari dua subcarrier warna. Gambar Hubungan Phasa dari Subcarrier Warna Rangkaian blok osilaor berugas unuk membedakan sinyal perbedaan warna (R-) dan (B-), yaiu sebesar 90 derajad sebelum dimodulasi

12 744 pada rangkaian blok modulaor, membangkikan sinyal burs dan pulsa unuk proses sinkronisasi. Dengan riger osilaor, maka perbedaan phasa anara sinus dan cosinus menjadi memsahkan proses modulasi anara sinyal perbedaan warna (R-) dan (B-) Lebar Pia (Bandwidh) dan Rangkaian Tunda Agar dihasilkan kualias gambar yang baik dan erhindar dari gangguan sebelum dimodulasi, maka oleh rangkaian blok LPF, pembaasan lebar pia (bandwidh) dari kedua sinyal perbedaan warna R- dan B- harus dilakukan, hal ini berujuan unuk efisiensi sekaligus unuk mengurangi gangguan sebelum diproses oleh masing-masing rangkaian blok modulaor R- dan modulaor B-. Hal pening yang perlu diperhaikan adalah proses kombinasi maemaik dari sinyal luminansi dengan sinyal perbedaan warna R- dan sinyal perbedaan warna B- adalah masalah perbedaan lebar pia anara sinyal luminansi (5MHz) dengan kedua sinyal perbedaan warna R- dan G-. mempunyai pia frekuensi lebih lebar daripada kedua sinyal perbedaan warna, unuk iu diperlukan rangkaian unda sinyal luminansi. Ini arinya waku yang diperlukan unuk mencapai puncak kecerahan puih (1) sampai pada iik paling gelap hiam (0) diperlukan waku 0, s aau 1 s sebanding dengan sau MHz. T 1 f 1 0, s (1.18) x 10 Gambar Perbedaan Waku Sabil Sinyal Luminansi dan Perbedaan Warna Waku sabil dari sinyal perbedaan warna dengan lebar band 600kHz mempunyai waku empuh sampai mencapai seady sae sekiar 1,6 s jauh lebih lamba bila dibandingkan dengan sinyal luminansi. nuk iu sinyal luminansi Reduksi Sinyal Pebedaan Warna Pada ingka pemancar, ampliudo sinyal perbedaan warna anara R- dan B- perlu direduksi sebelum diproses oleh masing-masing blok rangkaian modulaor, hal ini berujuan unuk mengurangi ingka

13 745 kejenuhan warna aau modulasi ampliudo yang berlebihan. Hal lain yang perlu dikeahui adalah ugas dan fungsi rangkaian blok modulaor adalah hanya unuk mereduksi ampliude warna bukan sudu modulasi dari sinyal perbedaan warna (R-) dan sinyal perbedaan warna (B-). Karena proses maemaik erbenuknya kedua sinyal perbedaan warna (R-) dan (B-) didalamnya mengandung sinyal luminansi hiam-puih dengan ingka kecerahan yang berbeda, oleh karena iu besarnya ampliudo yang direduksi dari kedua sinyal perbedaan warna adalah berbeda. Gambar 6.41, memperlihakan sinyal video dengan modulasi warna 100%, dinama nampak unuk modulasi warna biru bagian posiif melebihi baas iik hiam, sdangkan unuk modulasi warna kuning melebihi baas iik puih (sinyal vdeo negaif). Perlu dikeahui bahwa modulasi warna dileakan sesuai dengan ingka kecerahan dari sinyal luminansi () yang membenuk angga abu-abu erleak dianara level puih (10%) dan level hiam (75%). Gambar Permasalahan modulasi 100% dari Sinyal Video Negaif Sedangkan level 100% merupakan baas puncak dari pulsa sinkronisasi. nuk warna kuning yang mempunyai hue dengan ingka kecerahan paling inggi posisi modulasi dileakan pada iik skala angga abu-abu diaas puih, sedangkan unuk warna biru posisi modulasi dileakan pada iik skala angga paling gelap aau sebelum hiam. Selain posisi modulasi semua warna dileakan pada posisi yang epa sesuai dengan ingka skala luminan, masalah lain yang perlu diperhaikan adalah level egangan warna yang akan dimodulasi idak boleh melebihi baas level iik puih dan level puncak iik hiam. Sinyal vekor perbedaan warna

14 746 ermodulasi V F dan ereduksi dapa dinyaakan seperi persamaan (6.19) beriku: F R ' B ' V ' V V V - V (6.19) F R ' v w - (6.0) B Reduksi nuk Modulasi Perbedaan Warna Biru (B-) Dengan menggunakan persamaan (6.0), maka persamaan fakor reduksi (w) unuk modulasi warna biru (B) dapa dienukan, dengan harga sinyal perbedaan warna (V R -V ) = -0,11 dan sinyal perbedaan warna (V B -V ) = 0,89, dan nilai egangan vekor V F = 0,44, dengan demikian dihasilkan persamaan kuadra reduksi seperi beriku: F R V ' v V V w V - V (6.1) B 0,44 v 0, 11 w 0,89 0,44 v - 0,11 w 0,89 Sehingga kuadra reduksi egangan unuk modulasi warna biru (B) 0,1936 0,011v 0,791w (6.) Reduksi unuk Modulasi Perbedaan Warna Merah (R-). Dengan menggunakan persamaan 6.0, maka persamaan fakor reduksi (v) unuk modulasi warna merah (R) dapa dienukan, dengan harga sinyal perbedaan warna (V R -V ) = 0,7 dan sinyal perbedaan warna (V B - V ) = -0,3, dan nilai egangan vekor V F = 0,63, dengan demikian dihasilkan persamaan kuadra reduksi seperi beriku: F R B V ' v V V w V - V (6.3) 0,63 v 0 7, w - 0,3 0,63 v 0,7 w - 0,3 0,3969 0,49 v 0,09 w (6.4) nuk menenukan nilai fakor reduksi (w), unuk iu besarnya fakor reduksi (v) dari persamaan 6. difakorkan dengan bilangan 0,49, sehingga didapakan persamaan 6.5 seperi beriku: 0,1936 x 0,49 0,011 v 0,791 w x 0,49 0,0948 0,00599v 0,38819w (6.5)

15 747 nuk menenukan nilai fakor reduksi (w), unuk iu besarnya fakor reduksi (v) dari persamaan 6.4 difakorkan dengan bilangan 0,011, sehingga didapakan persamaan 6.6 seperi beriku: 0,3969 x 0,011 0,49 v 0,09 w x 0,011-0,0048 0,00599v 0, w (6.6) Dengan mensubsiusikan persamaan (6.5) dan persamaan (6.6), maka fakor reduksi (w) dapa dienukan: 0,0948-0,0048 0,09 0,00599v 0,00599v 0 0,38819w 0, w 0,387039w w 0,09 0, ,4 sehinggga fakor reduksi unuk sinyal perbedaan warna (B-) adalah: w 0,4 0,49 aau 1 w 1 (B - ) 1 0,49,03 Dengan memasukan nilai fakor reduksi (w = 0,49) kedalam persamaan (1.16), maka besarnya fakor reduksi (v) dari komponen (R-) dapa dienukan: 0,3969 0,49 v 0,09 0,4 0,3969 0,49 v 0,49 v 0,3969 0,016 0,016 v 0,3969-0,016 0,49 v 0,3753 0,49 0,76 Dengan demikian besarnya fakor reduksi (v) dari komponen (R-) adalah: v 0,76 0,87 aau

16 748 1 v 1 (B - ) 1 0,87 1, Warna Kuning Warna komplemen kuning merupakan penjumlahan dari warna dasar merah (R) dan warna dasar hijau (G). Didalam warna komplemen kuning mengandung unsur sinyal perbedaan warna (R-) dengan nilai 0,11 danjuga berisi sinyal perbedaan warna (B-) dengan nilai -0,89. Dengan demikian unuk menenukan besarnya besarnya fakor reduksi warna kuning cukup difakorkan dengan nilai vakor reduksi (v = 0,87), sehingga diperoleh nilai (R-) sebesar: (R-) = 0,87 x (R-) (R-) = 0,87 x 0,11 (R-) = 0,0957 Karena warna komplemen kuning merupakan hasil penjumlahan anara warna dasar merah (R) dan warna dasar hijau (G), dengan demikian unuk memperoleh nilai (B-) dikalikan dengan fakor reduksi (w = 0,49), sehingga diperoleh nilai (B-) seperi beriku: (B-) = 0,49 x (B-) (B-) = 0,49 x (0,89) (B-) = -0,4361 Besarnya egangan vekor F kuning seelah direduksi adalah V F ' V R V ' V B - V ' V F' 0,0957-0,4361 ' F 0, ,19018 ' F 0 1, 9933 Sehingga didapakan egangan vekor, ' F 0,446 0,44 Besarnya sudu phasa an ' (B -) (R -) - 0,4361 an ' an ' - 4,5569 ' 77,6 0 0,0957

17 749 Sehingga besarnya sudu warna komplemen kuning erleak pada kuadran II seelah direduksi adalah = = 167, Warna Cyan Warna komplemen cyan merupakan penjumlahan dari warna dasar biru (B) dan warna dasar hijau (G). Didalam warna komplemen cyan mengandung unsur sinyal perbedaan warna (R-) dengan nilai -0,70 dan juga berisi sinyal perbedaan warna (B-) dengan nilai 0,30. Dengan demikian unuk menenukan besarnya besarnya fakor reduksi warna kuning cukup difakorkan dengan nilai vakor reduksi (v = 0,87), sehingga diperoleh nilai (R-) sebesar: (R-) = 0,87 x (R-) (R-) = 0,87 x -0,70 (R-) = -0,609 Karena warna komplemen cyan merupakan hasil penjumlahan anara warna dasar merah (R) dan warna dasar hijau (G), dengan demikian unuk memperoleh nilai (B-) dikalikan dengan fakor reduksi (w = 0,49), sehingga diperoleh nilai (B-) seperi beriku: (B-) = 0,49 x (B-) (B-) = 0,49 x (0,30) (B-) = -0,147 Besarnya egangan vekor F cyan seelah direduksi adalah F ' R ' B - ' F' 0,609 0,147 ' F ' F 0, ,3949 0,01609 Sehingga didapakan egangan vekor, ' F 0,66 0,63 Besarnya sudu phasa an ' (B -) (R -) an ' 0,147 an ' - - 0,609 0,414 ' 13,57 0

18 750 Sehingga besarnya sudu warna komplemen cyan erleak pada kuadran IV seelah direduksi adalah = 13, = 83, Warna Hijau (G) Warna dasar hijau (G) mengandung unsur sinyal perbedaan warna (R-) dengan nilai -0,59 dan juga berisi sinyal perbedaan warna (B-) dengan nilai -0,59. Dengan demikian unuk menenukan besarnya besarnya fakor reduksi warna kuning cukup difakorkan dengan nilai vakor reduksi (v = 0,87), sehingga diperoleh nilai (R-) sebesar: (R-) = 0,87 x (R-) (R-) = 0,87 x -0,59 (R-) = -0,5133 nuk mendapakan nilai sinyal perbedaan warna (B-) dikalikan dengan fakor reduksi (w = 0,49), sehingga diperoleh nilai (B-) seperi beriku: (B-) = 0,49 x (B-) (B-) = 0,49 x (-0,59) (B-) = -0,891 Besarnya egangan vekor F hijau seelah direduksi adalah F ' R ' B - ' F' 0,5133-0,891 ' F ' F 0, , , Sehingga didapakan egangan vekor, ' F 0,589 0,59 Besarnya sudu phasa an ' (B -) (R -) - 0,891 an ' an ' 0,563 ' 9,39 0-0,5133 Sehingga besarnya sudu warna dasar hijau (G) erleak pada kuadran III seelah direduksi adalah = ,39 0 = 40,

19 Warna Magena Warna komplemen magena merupakan penjumlahan dari warna dasar biru (B) dan warna dasar merah (R). Didalam warna komplemen cyan mengandung unsur sinyal perbedaan warna (R-) dengan nilai 0,59 dan juga berisi sinyal perbedaan warna (B-) dengan nilai 0,59. Dengan demikian unuk menenukan besarnya besarnya fakor reduksi warna kuning cukup difakorkan dengan nilai vakor reduksi (v = 0,87), sehingga diperoleh nilai (R-) sebesar: (R-) = 0,87 x (R-) (R-) = 0,87 x 0,59 (R-) = 0,5133 Karena warna komplemen magena merupakan hasil penjumlahan anara warna dasar merah (R) dan warna dasar biru (B), dengan demikian unuk memperoleh nilai (B-) dikalikan dengan fakor reduksi (w = 0,49), sehingga diperoleh nilai (B-) seperi beriku: (B-) = 0,49 x (B-) (B-) = 0,49 x (0,59) (B-) = 0,891 Besarnya egangan vekor F magena seelah direduksi adalah F ' R ' B - ' F' 0,5133 0,891 ' F ' F 0, , , Sehingga didapakan egangan vekor, ' F 0, Besarnya sudu phasa an ' (B -) (R -) 0,811 an ' an ' 0,5476 ' 8,70 0 0,5133 Sehingga besarnya sudu warna komplemen magena erleak pada kuadran I seelah direduksi adalah = ,70 0 = 61,

20 Warna Merah (R) Warna dasar merah (R) mengandung unsur sinyal perbedaan warna (R- ) dengan nilai 0,70 dan juga berisi sinyal perbedaan warna (B-) dengan nilai -0,30. Dengan demikian unuk menenukan besarnya besarnya fakor reduksi warna kuning cukup difakorkan dengan nilai vakor reduksi (v = 0,87), sehingga diperoleh nilai (R-) sebesar: (R-) = 0,87 x (R-) (R-) = 0,87 x 0,70 (R-) = 0,609 nuk mendapakan sinyal perbedaan warna (B-) dikalikan dengan fakor reduksi (w = 0,49), sehingga diperoleh nilai (B-) seperi beriku: (B-) = 0,49 x (B-) (B-) = 0,49 x (-0,30) (B-) = -0,147 Besarnya egangan vekor F merah (R) seelah direduksi adalah F ' R ' B - ' F' 0,609-0,147 ' F ' F 0, ,3949 0,01609 Sehingga didapakan egangan vekor, ' F 0,665 0,63 Besarnya sudu phasa an ' (B -) (R -) - 0,147 an ' an ' - 0,414 ' 13,57 0 0,609 Sehingga besarnya sudu warna dasar merah (R) erleak pada kuadran II seelah direduksi adalah = 13, = 103, Warna biru (B) Warna dasar biru (B) mengandung unsur sinyal perbedaan warna (R-) dengan nilai -0,11 dan juga berisi sinyal perbedaan warna (B-) dengan nilai 0,89. Dengan demikian unuk menenukan besarnya besarnya fakor

21 753 reduksi warna kuning cukup difakorkan dengan nilai vakor reduksi (v = 0,87), sehingga diperoleh nilai (R-) sebesar: (R-) = 0,87 x (R-) (R-) = 0,87 x -0,11 (R-) = -0,0957 nuk mendapakan sinyal perbedaan warna (B-) dikalikan dengan fakor reduksi (w = 0,49), sehingga diperoleh nilai (B-) seperi beriku: (B-) = 0,49 x (B-) (B-) = 0,49 x (0,89) (B-) = 0,4361 Besarnya egangan vekor F biru (B) seelah direduksi adalah F ' R ' B - ' F' 0,0957 0,4361 F ' 0, , ' 0 1, Sehingga didapakan egangan vekor, ' F 0,446 0,44 Besarnya sudu phasa an ' (B -) (R -) an ' 0,4361 an ' - - 0,0957 4,557 ' 77,6 0 Sehingga besarnya sudu warna biru (B) erleak pada kuadran IV seelah direduksi adalah = 77, = 347, Sudu warna yang dimaksud diperlihakan pada Gambar 6.4. Hiam dan puih merupakan luminan bukan ermasuk warna dengan demikian dalam proses QAM=Quadraure Ampliude Modulaion. F

22 754 Gambar 6.4 Reduksi Quadraure Ampliude Modulaion (QAM) sandar PAL Tabel 6.8 Perbadingan koordina warna sebelum dan sesudah direduksi Warna Tegangan Vekor dalam (%) Sudu Phasa F F Puih Kuning 89% 44% Cyan 76% 63% Hijau 84% 59% Magena 84% 59% Merah 76% 63% Biru 89% 44% Hiam

23 755 Gambar 6.43 memperlihakan perbedaan egangan F sebelum direduksi (garis puus-puus) erhadap egangan F seelah direduksi. Gambar 6.43 Sinyal Video Seelah Direduksi Konversi Modulasi Aksis NTSC ke Modulasi Aksis PAL Sinyal perbedaan warna pada NTSC menggunakan model pendekaan sinyal perbedaan warna I dan Q, unuk PAL menggunakan model pendekaan sinyal perbedaan warna dan V. ang dimaksud sinyal perbedaan warna pada sisem PAL sama dengan I unuk sisem NTSC yang maksudnya adalah sinyal perbedaan warna anara (R-). Sedangkan yang dimaksud sinyal perbedaan warna V pada sisem PAL sama dengan Q unuk sisem NTSC yang maksudnya adalah sinyal perbedaan warna anara (B-). I kependekan dari Inphase dan Q singkaan dari Quadraurphase dari sisem ampliudo modulasi. Ada perbedaan didalam proses penglihaan daerah ampak dari spekrum warna, unuk iu ada sediki perbedaan didalam meneapkan koordina dari sudu warna anara sisem NTSC dan PAL. Gambar 6.44, beriku memperlihakan perbedaan sisem koordina didalam meneapkan aksis sudu perbedaan warna anara (R-), (B-) dengan sinyal perbedaan warna I dan Q. Sifa dari maa manusia mempunyai perbedaan resolusi didalam proses ransformasi anara sinyal perbedaan (R-) dan (B-). Hasil peneliian menunjukkan bahwa sifa maa manusia ernyaa lebih suli menerima sinyal perbedaan warna (B-) bila dibandingkan dengan sinyal perbedaan warna (R-). nuk alasan ersebu mengapa pemilihan lebar pia frekuensi pada sisem NTSC unuk sinyal perbedaan warna Q dipilih lebih sempi (± 600kHz) bila dibandingkan dengan sinyal perbedaan warna I (± 1,8MHz). Gambar 6.45, memperlihakan lebar pia frekuensi unuk sinyal luminansi (), sinyal perbedaan warna dari sinyal I dan Q.

24 756 Gambar 6.44 Konversi Aksis I dan Q erhadap (R-) dan (B-. Gambar Lebar Pia Frekuensi Sinyal Perbedaan Warna I dan Q sisem NTSC

25 757 Oleh karena pada sisem NTSC lebar pia frekuensi unuk sinyal perbedaan warna anara I dan Q berbeda, unuk iu sebagai unuan di ingka pemancar maupun penerima diperlukan sebuah rangkaian unda unuk sinyal perbedaan warna I. Berbeda dengan sisem yang dipakai PAL, bahwa lebar pia dari sinyal perbedaan warna I pada sisem NTSC dinggap erlalu besar sehinggga pada akhirnya dapa menyebabkan pemborosan energi baik di ingka pemancar maupun penerima, unuk iu pemilihan lebar pia frekuensi sinyal perbedaan V aau (R-) dan aau (B-) perlu dibaasi didalam sisem PAL, dimana keduanya dibaasi dan dibua sama yaiu ± 600kHz, unuk iu posisi pemilihan sudu aksis dari kedua sinyal perbedaan warna juga dibua berbeda. Gambar 6.46, memperlihakan pemilihan lebar pia frekuensi sinyal perbedaan warna (R-), (B-) dan sinyal luminan () sisem PAL. Suau kelebihan pada sisem PAL, bahwa lebar pia frekuensi unuk sinyal perbedaan warna anara (R-) dan (B-) dibua sama, maka dari iu baik di ingka pemancar maupun penerima idak lagi memerlukan rangkaian unda unuk kedua sinyal perbedaan warna (R-) dan (B-). Gambar 6.46 Lebar Pia Frekuensi Sinyal Perbedaan Warna (R-) dan (B-) sisem PAL Konversi Modulasi I dan Q erhadap (R-) dan (B-) Diaas elah dijelaskan, bahwa erdapa perbedaan anara sinyal perbedaan warna I dan Q erhadap sinyal perbedaan warna seelah direduksi (R-) dan (B-) didalam menempakan posisi aksis sudu modulasi unuk kedua sinyal perbedaan warna. Pada sisem NTSC dipilih sudu aksis unuk sinyal perbedaan warna I dan Q sebesar Persamaan 6.7 beriku memperlihakan konversi sinyal perbedaan warna I dan Q erhadap sinyal perbedaan warna (R-) dan (B-). I = (R-).cos (B-).sin 33 0 (6.7) Q = (R-).sin (B-).cos 33 0 (6.8)

26 758 Sehingga didapakan konversi fakor reduksi dari sinyal (R-) dan (B-) seperi persamaan beriku: I = (R-).0,87.cos (B-).0,49.sin 33 0 I = 0,74.(R-) - 0,7.(B-) (6.9) Q = (R-).sin (B-).cos 33 0 dan, Q = (R-).0,87.sin (B-).0,49.cos 33 0 Q = 0,48.(R-). + 0,41.(B-) (6.30) Konversi Warna Pola BARS Warna Kuning (R-) = 0,11 dan (B-) = -0,89 nuk sinyal I diperoleh: I = 0,74.(R-) - 0,7.(B-) I = 0,74 x (0,11) - 0,7 x (-0,89) I = 0, (-0,403) = 0, ,403 I = 0,317 3% Dan unuk Q didapakan Q = 0,48.(R-). + 0,41.(B-) Q = 0,48 x (0,11). + 0,41 x (-0,89) Q = 0,058-0,3649 Q = -0,311-31% Warna Cyan (R-) = -0,70 dan (B-) = 0,30 nuk sinyal I diperoleh: I = 0,74.(R-) - 0,7.(B-) I = 0,74 x (-0,70) - 0,7 x (0,30) I = -0,518-0,081 I = -0,599-60% Dan unuk Q didapakan Q = 0,48.(R-). + 0,41.(B-) Q = 0,48 x (-0,70) + 0,41 x (0,30)

27 759 Q = -0, ,13 Q = -0,13-1% Warna Hijau (R-) = -0,59 dan (B-) = -0,59 nuk sinyal I diperoleh: I = 0,74.(R-) - 0,7.(B-) I = 0,74 x (-0,59) - 0,7 x (-0,59) I = -0, ,1593 I = -0,773-8% Dan unuk Q didapakan Q = 0,48.(R-). + 0,41.(B-) Q = 0,48 x (-0,59). + 0,41 x (-0,59) Q = -0,83-0,419 Q = -0,551-5% Warna Magena (R-) = 0,59 dan (B-) = 0,59 nuk sinyal I diperoleh: I = 0,74.(R-) - 0,7.(B-) I = 0,74 x (0,59) - 0,7 x (0,59) I = 0,4366-0,1593 I = 0,773 8% Dan unuk Q didapakan Q = 0,48.(R-). + 0,41.(B-) Q = 0,48 x (0,59). + 0,41 x (0,59) Q = -0,83 + 0,419 Q = 0,551 5% Warna Merah (R-) = 0,70 dan (B-) = -0,30 nuk sinyal I diperoleh: I = 0,74.(R-) - 0,7.(B-) I = 0,74 x 0,70-0,7 x (-0,30)

28 760 I = 0, ,081 I = 0,599 60% Dan unuk Q didapakan Q = 0,48.(R-). + 0,41.(B-) Q = 0,48 x 0, ,41 x (-0,30) Q = 0,336-0,13 Q = 0,13 1% Warna Biru (R-) = -0,11 dan (B-) = 0,89 nuk sinyal I diperoleh: I = 0,74.(R-) - 0,7.(B-) I = 0,74 x (-0,11) - 0,7 x (0,89) I = -0,0814-0,403 I = -0,317-3% Dan unuk Q didapakan Q = 0,48.(R-). + 0,41.(B-) Q = 0,48 x (-0,11). + 0,41 x (0,89) Q = -0, ,3649 Q = 0,311 31% Tabel 6.9. Konversi I dan Q erhadap (R-) dan (B-) Warna Sinyal Perbedaan Warna dalam (%) (R-) I (B-) Q Puih Kuning 10% 3% -43% -31% Cyan -6% -60% 14% -1% Hijau -5% -8% -8% -5% Magena 5% 8% 8% 5% Merah 6% 60% -14% 1% Biru -10% -3% 43% 31% Hiam

29 761 Gambar 6.47 Konversi Sinyal Perbedaan warna I dan Q erhadap (R-) dan (B-) Kedua sinyal perbedaan warna (R-) sisem (PAL) erhadap (I) sisem NTSC mempunyai kemiripan benuk, sedangkan unuk sinyal perbedaan warna (B-) sisem (PAL) erhadap (Q) sisem (NTSC) mempunyai pola yang berbeda Koordina Warna NTSC dan PAL Koordina perbedaan warna sisem PAL berbeda dengan sisem NTSC. Gambar 6.48 Koordina warna I dan Q erhadap aksis (R-) dan (B-)

30 76 Tabel 6.10 Konversi koordina warna sisem NTSC erhadap sisem PAL Warna V F dalam (%) Sudu Phasa 0 V F I + Q I & Q Puih Kuning 44% 44% Cyan 63% 63% Hijau 59% 59% Magena 59% 59% Merah 63% 63% Biru 44% 44% Hiam Modulaor R- dan B- Pembaasan lebar pia anara sinyal perbedaan warna R- dan sinyal perbedaan warna B- dilakukan secara erpisah, hal ini berujuan unuk memudahkan proses modulasi (pengolahan) kedua sinyal perbedaan warna pada ingka modulaor baik iu di ingka pemancar maupun demodulaor pada ingka penerima. Oleh karena kedua sinyal perbedaan warna mempunyai lebar pia yang sama dan unuk memudahkan sekaligus membedakan kedua sinyal perbedaan warna sedemikian rupa sehingga idak saling mengganggu sau sama lain di ingka modulaor Sinyal perbedaan warna R- dimodulasi dengan sudu awal (Ao cos ), sebaliknya unuk sinyal perbedaan warna B- dimodulasi dengan sudu awal (Ao sin ). Sinkronisasi warna dilakukan oleh Burs Penjumlah Tingka Warna Sinyal hasil modulasi dari rangkaian blok modulaor adalah sinyal perbedaan warna (R-) dan sinyal perbedaan warna (B-) yang elah direduksi ampliudonya keduanya dijumlahkan pada rangkaian blok penjumlah HF. Proses modulasi kedua sinyal perbedaan warna pada ingka modulaor dan proses penjumlahan pada ingka penjumlah HF pada sisem PAL menggunakan meoda modulasi ampliudo kuadra aau lebih dikenal dengan sebuan QAM-Quadraur Ampliude Modulaion. Hasil penjumlahan pada ingka ini menghasilkan sinyal modulasi F, yaiu merupakan represenasi aau resulan dari penjumlahan sinyal perbedaan warna (R-) dan (B-) secara akar kuadra (vekor) Penjumlah Tingka Video (Composie) Blok rangkaian pada ingka ini berugas unuk menjumlahkan sinyal modulasi V F, yaiu hasil dari penjumlahan secara akar kuadra dan sinyal luminansi, dimana proses penjumlahan pada ingka ini anara kecerahan sinyal luminansi dan kecerahan warna dari sinyal modulasi V F posisi keduanya selalu disesuaikan dengan ingka kecerahannya. Sera dijumlahkan dengan pulsa sinkron (ermasuk pemai / blanking) dan

31 763 sinyal burs unuk penyingkron warna. Sinyal ini disebu sinyal composie aau sinyal video yang dalam isilah Jerman disebu dengan FBAS (Farb,Bild,Ausas,Sinkronizaion) V VF Sinkron Burs R1 R R3 R4 Sinyal Video R PEMANCAR NTSC Gambar 6.49 Rangkaian Penjumlah Terminal masukan dari NTSC CODER yang erkoneksi dengan sinyal warna merah (R), hijau (G) dan biru (B) merupakan egangan dengan benuk pulsa dari keluaran kamera warna yang dilengkapi dengan koreksi gamma, kemudian diproses oleh bagian marik. Rangkaian marik menghasilkan iga macam sinyal yang berbeda benuknya menuru norma NTSC, yaiu, I dan Q. Gambar 6.50 Blok Pemencar NTSC Sinyal merupakan represenasi ingka kecerahan (luminan) yang merupakan hasil penjumlahan dari warna primer RGB sesuai dengan pernyaaan persamaan Sinyal I merupakan represenasi dari pernyaaan persamaan 6.31a yang menunjukkan suau sinyal perbedaan warna anara warna primer merah (R) dan luminan ( ) aau lebih dikenal dengan sinyal (R-). Sedangkan unuk sinyal Q merupakan represenasi dari pernyaaan persamaan 6.31b yang menunjukkan suau sinyal perbedaan warna anara warna primer biru (B) dan luminan ( ) aau lebih dikenal dengan sinyal (B-).

32 764 V = 0,30.V R + 0,59.V G + 0,11.V B (6.31) V I = 0,60.V R 0,8.V G 0,3.V B V Q = 0,1.V R 0,5.V G + 0,31.V B (6.31a) (6.31b) Berdasarkan dari pernyaaan diaas, maka prinsip dan ugas dari rangkaian marik ada macam, perama sebagai rangkaian penjumlah, yaiu menjumlahkan sinyal-sinyal warna primer merah (R), hijau (G) dan biru (B). Sedangkan fungsi yang kedua adalah sebagai rangkaian pengurang, yaiu mengurangi egangan warna merah (R) dengan egangan luminan (). Fungsi yang keiga adalah sama dengan fungsi kedua, yaiu mengurangi egangan warna biru (B) dengan egangan luminan (). KAMERA WARNA R R 0,30R G G B B Pengua RGB 0,59G 0,11B Redukor RGB + Marik Luminan- Sinyal- Tunda ~1,0 s Sinyal-' ANTENA Pembalik (R-) Filer LPF 1,3MHz (R-) Redukor 1,03 (R-)' Ring Modulaor Penjumlah VM1 (VV) Penjumlah FBAS (Composie) + (B-)' VAM + + VF AM-Mod. 38,9MHz HF Modulaor Generaor Pulsa Pembagi Sinkronisasi Gambar Frekuensi Verikal G 50Hz 1565Hz f n f (B-) LPF 0,6MHz (B-) Generaor Warna VFT Penggeser Phasa VFT G VFT , VM (V) Vhor Vver Audio Generaor Pulsa Sinkronisasi Garis Horisonal G Vhor Monosabil 1 VFT Pinu Burs Burs Burs Saklar PAL Vhor Gambar 6.51 Blok Skema Pemancar Sandar PAL Gambar 6.5 Blok Marik Luminan dan Perbedaan Warna

33 765 Gambar 6.5 memperlihakan rangkaian blok marik luminan (), sinyal perbedaan warna (R-) dan (B-). Rangkaian marik luminan () dapa dibangun dengan menggunakan 4 buah resisor dengan fakor perbandingan seperi pernyaaan dari persamaan (6.31), kemudian dimasukan ke masukan pengua membalik (invering amplifier) yang fungsinya adalah membalikan phasa dari sinyal () sebesar Gambar 6.53 Rangkaian Marik Luminan dan Perbedaan Warna nuk membenuk rangkaian pengurang yang diperlukan unuk memdapakan sinyal perbedaan warna V I = Vv = (R-) dan V Q = Vu = (B- ) diperlukan masing-masing 3 buah resisor.gambar memperlihakan implemenasi dari rangkaian marik sinyal luminan (), sinyal perbedaan warna (R-) dan (B-). Susunan resisor R1, R, R3 dan R4 membenuk jaringan rangkaian marik luminan (). Transisor T1 merupakan pengua yang fungsinya adalah unuk membalik sinyal luminansi () sebesar Rangkaian pengurang yang dibenuk oleh resisor R5, R10 dan R1 menghasilkan sinyal perbedaan warna (R-) aau dikenal juga dengan sebuan sinyal V I, sedangkan jaringan yang dibenuk oleh resisor R6, R11 dan R13 menghasilkan sinyal perbedaan warna (B-) aau disebu sinyal Q. Sinyal perbedaan warna VI dan VQ sebelum dimasukan pada rangkaian modulaor I dan modulaor Q erlebih dahulu lebar pia frekuensinya masing-masing harus dibaasi. Karena lebar pia frekuensi dari sinyal luminan (), sinyal perbedaan warna (I) dan sinyal perbedaan warna (Q) mempunyai lebar pia yang berbeda beda, unuk iu diperlukan dua buah rangkaian unda, yaiu rangkaian unda unuk sinyal luminan () dan sinyal perbedaan warna (I) Karena sinyal perbedaan warna (Q) mempunyai lebar pia frekuensi paling kecil bila dibandingkan dengan sinyal luiminan () dan sinyal perbedaan warna (I), unuk iu idak diperlukan rangkaian unda AM Modulasi

34 766 Tabel 6.11 Modulasi Produk - Tegangan = Modulasi Produk Vu + Vo V T x Vi Mod.Prod cos cos cos cos Trigger + cos -cos sin sin sin sin cos cos + Tegangan Trigger V T cos sin sin + Tegangan Trigger V T cos Hasil V AM dengan Informasi V AM dengan Informasi Ampliudo Modulasi cos sin cos Rangkaian modulaor menyediakan egangan keluaran (I) dan (Q) yang sudah ermodulasi, sinyal modulasi dari keluaran modulaor (I) dan modulaor (Q) dapa dinyaakan seperi pada persamaan 6.30 beriku: sin sin cos sin cos V FI = V I.cos(.f FT. + / ) (6.3) V FQ = V Q.cos(.f FT ) (6.33) dimana, V FI = Sinyal modulasi dari sinyal perbedaan warna (I) aau (R-) V FQ = Sinyal modulasi dari sinyal perbedaan warna (Q) aau (B-) V I = Sinyal perbedaan warna (I) aau (R-) V Q = Sinyal perbedaan warna (Q) aau (B-) f FT = Frekuensi rigger unuk warna = Waku Frekuensi rigger warna disaklar pada sudu phasa 0 0 dan 13 0 secara berganian aau digeser dengan sudu Ring Modulaor Gambar 6.54 Memperlihakan rangkaian ring modulaor, dimana rangkaian dasar modulaor cincin dapa dibangun dengan menggunakan 4 buah dioda frekuensi inggi, bilamana anara erminal 1 dan

35 767 dileakkan egangan informasi V I sebesar 0V, sedangkan pada erminal 3 dan 4 dileakkan egangan rigger V T dengan polarias seperi yang diunjukkan conoh pada Gambar 6.54a. Kondisi unuk warna biru, bila erminal 3 mendapa polarias egangan lebih posiif erhadap erminal 4. Pada keadaan ini dioda D 1 dan D 4 menghanarkan arus (konduksi), sedangkan dioda D dan D 3 dalam kondisi idak menghanarkan arus (menyumba). Pada siuasi seperi ini dihasilkan arah arus pada gulungan kumparan ransformaor sekunder T 1 dan arah arus pada gulungan primer ransformaor T saling berlawanan arah, sehingga menyebabkan pada erminal keluaran 5 dan 6 idak ada egangan induksi pada sisi gulungan sekunder ransformaor T. 1 T 1 D1 T 1 VM Vi =0V D D3 VM = D4 VT arus VT posiif arus VT negaif Gambar 6.54a Prinsip Ring Modulaor Saa Vi = 0 1 D1 T 1 T 6 Vi VM D D D VT= arus Vi posiif arus Vi posiif Gambar 6.54b. Prinsip Ring Modulaor Saa V T = 0 Pada saa kondisi warna hiam, bila erminal 3 mendapa egangan lebih negaive erhadap erminal 4. Pada keadaan ini dioda D 1 dan D 4 idak menghanarkan arus (menyumba), sedangkan dioda D dan D 3 dalam kondisi menghanarkan arus (konduksi). Pada siuasi seperi ini dihasilkan arah arus pada gulungan kumparan ransformaor sekunder T 1 dan arah arus pada gulungan primer ransformaor T berkebalikan arah

36 768 seperi kejadian unuk kondisi warna biru, sehingga siuasi seperi ini juga menyebabkan pada keluaran gulungan sekunder ransformaor T erminal 5 dan 6 idak menghasilkan egangan induksi. Dari kedua kejadian dapa disimpulkan, bahwa rangkaian ring modulaor dapa difungsikan unuk menghilangkan aau menekan egangan rigger aau menekan frekuensi pembawa pada penerima. Gambar 6.54b, memperlihakan kondisi yang berbeda, dimana erminal masukan 1 dan dileakkan egangan informasi V I lebih besar daripada 0V, sebaliknya unuk erminal 3 dan 4 dileakkan egangan rigger sama dengan 0V. nuk kondisi ini, dimana egangan rigger V T = 0 aliran arus yang menuju sisi sekunder ransformaor T 1 baik unuk warna merah maupun hijau dihasilkan polarias aliran arus hubung singka. Dengan menganggap semua dioda mempunyai resisansi dinamis arah maju sama besar, dengan demikian akiba dari egangan rigger arus yang mengalir pada masing-masing dioda juga sama besar. Secara prinsip dengan mengkondisikan egangan rigger V T = 0 aau egangan informasi Vi = 0,keduanya dihasilkan egangan modulasi V M = 0. 1 D1 T1 T 6 Vi D3 D Vi (a) D4 3 4 VT arus Vi posiif arus VT posiif 1 D1 T1 T 6 Vi D3 D VM D4 5 (b) 3 4 VT arus Vi posiif arus VT negaif Gambar Prinsip Dasar Rangkaian Modulaor Cincin saa V i posiif

37 769 Dengan menghubungkan erminal 1 dan egangan informasi Vi dan erminal 3 dan 4 egangan rigger V T secara bersamaan.gambar 6.56 memperlihakan prinsip kerja modulaor ring. Gambar 6.55(a) memperlihakan saa 0-1 V i (+) dan V T (+) menghasilkan V M (+).Gambar 6.55 (b) memperlihakan saa 1- V i (+) dan V T (-) menghasilkan V M (-). Gambar 6.56(a) memperlihakan saa 6-7 V i (-) dan V T (+) menghasilkan V M (-).Gambar 6.56(b) memperlihakan saa 7-8 V i (-) dan V T (-) menghasilkan V M (+). 1 D1 T 1 T 6 Vi D3 D VM (a) D4 3 4 VT arus Vi posiif arus VT negaif 1 D1 T 1 T 6 Vi D3 D VM D4 5 (b) 3 4 VT arus Vi negaif arus VT negaif Gambar Prinsip Dasar Rangkaian Modulaor Cincin saa V i negaif nuk menghidupkan dioda D 1, D, D 3 dan D 4 pada iik kerja yang baik, unuk iu eapkan sedemikian rupa sehingga egangan rigger V T cukup besar unuk mengendalikan egangan konduksi dioda-dioda ersebu. nuk modulasi pada umumnya egangan rigger V T dibua lebih besar daripada egangan informasi Vi.

38 770 Gambar 6.57 Hubungan Tiik Kerja Dioda Terhadap Tegangan Trigger V T. Pada saa kondisi egangan rigger V T posiif area warna biru ik kerja dioda D1, D berada pada daerah maju-konduksi sebaliknya diode D3, D4 mendapa bias mundur-menyumba, sehingga menyebabkan aliran arus dengan anda warna merah. Pada saa kondisi egangan rigger V T negaif area warna hiam ik kerja dioda D3, D4 berada pada daerah maju-konduksi sebaliknya diode D1, D mendapa bias mundurmenyumba, sehingga menyebabkan aliran arus dengan anda warna hijau. Dari dua kejadian ersebu dihasilkan egangan modulasi V M seperi yang diperlihakan Gambar 6.58 beriku, VM Gambar 6.58 Tegangan hasil modulasi Tegangan modulasi V M merupakan hasil perkalian dari egangan informasi i dengan egangan rigger V T, kelemahan dari hasil perkalian ersebu adalah perganian phasa dari posiif ke negaif aau sebaliknya, sehingga dihasilkan egangan keluaran V M anara erminal 5 dan 6. Tabel 6.1 beriku memperlihakan egangan modulasi V M yang merupakan hasil perkalian dari egangan informasi Vi dan egangan rigger V T, dimana pada abel ersebu diilusrasikan iga kali kejadian phasa sama. Tabel 6.1 Perkalian egangan informasi dengan egangan rigger V I V T V M negaif

39 771 Gambar 6.59 Perkalian egangan informasi dengan egangan rigger Gambar 6.60 Benuk Vekor Modulasi AM Gambar Skema Blok Modulaor

40 Conoh Modulasi Sinyal warna Gambar 6.6 beriku sebuah conoh modulasi sinyal warna, pada gambar kiri jika layar elevisi menampilkan gambar dua warna (gambar paling aas). Sedanng gambar kanan bila layar elevisi menampilkan gambar iga warna (gambar paling aas). +VI1 0 +0,59 (R-) +VI1 0 +0,70 (R-) -VI1-0,59 -VI1-0,70-0,11 +VI +0,59 (B-) 0 -VI -0,59 +VI 0 -VI -0,30 (B-) +0,30-0,80 +VM1 +VM VM1 fasa melonca -VM1 fasa melonca +VM +VM 0 0 -VM -VM fasa resulan fasa resulan +VF +VF 0 0 -VF -VF +0,59 VM1 +0,59 +0,3 VF VM +0,7 VF -0,11 VF -0,59-0,7 VM VF +0,59 VM1-0,3 Gambar 6.6 Proses Modulasi Sinyal Warna +0,3 VF

BAB 2 KINEMATIKA. A. Posisi, Jarak, dan Perpindahan

BAB 2 KINEMATIKA. A. Posisi, Jarak, dan Perpindahan BAB 2 KINEMATIKA Tujuan Pembelajaran 1. Menjelaskan perbedaan jarak dengan perpindahan, dan kelajuan dengan kecepaan 2. Menyelidiki hubungan posisi, kecepaan, dan percepaan erhadap waku pada gerak lurus

Lebih terperinci

PERSAMAAN GERAK VEKTOR SATUAN. / i / = / j / = / k / = 1

PERSAMAAN GERAK VEKTOR SATUAN. / i / = / j / = / k / = 1 PERSAMAAN GERAK Posisi iik maeri dapa dinyaakan dengan sebuah VEKTOR, baik pada suau bidang daar maupun dalam bidang ruang. Vekor yang dipergunakan unuk menenukan posisi disebu VEKTOR POSISI yang diulis

Lebih terperinci

MODUL 1 RANGKAIAN THEVENIN, PEMBEBANAN DAN ARUS TRANSIEN

MODUL 1 RANGKAIAN THEVENIN, PEMBEBANAN DAN ARUS TRANSIEN MODUL 1 FI 2104 ELEKTRONIKA 1 MODUL 1 RANGKAIAN THEVENIN, PEMBEBANAN DAN ARUS TRANSIEN 1. TUJUAN PRAKTIKUM Seelah melakukan prakikum, prakikan diharapkan elah memiliki kemampuan sebagai beriku : 1.1. Mampu

Lebih terperinci

BAB KINEMATIKA DENGAN ANALISIS VEKTOR

BAB KINEMATIKA DENGAN ANALISIS VEKTOR BAB KINEMATIKA DENGAN ANALISIS VEKTOR Karakerisik gerak pada bidang melibakan analisis vekor dua dimensi, dimana vekor posisi, perpindahan, kecepaan, dan percepaan dinyaakan dalam suau vekor sauan i (sumbu

Lebih terperinci

Integral dan Persamaan Diferensial

Integral dan Persamaan Diferensial Sudaryano Sudirham Sudi Mandiri Inegral dan Persamaan Diferensial ii Darpublic 4.1. Pengerian BAB 4 Persamaan Diferensial (Orde Sau) Persamaan diferensial adalah suau persamaan di mana erdapa sau aau lebih

Lebih terperinci

B a b 1 I s y a r a t

B a b 1 I s y a r a t TKE 305 ISYARAT DAN SISTEM B a b I s y a r a Indah Susilawai, S.T., M.Eng. Program Sudi Teknik Elekro Fakulas Teknik dan Ilmu Kompuer Universias Mercu Buana Yogyakara 009 BAB I I S Y A R A T Tujuan Insruksional.

Lebih terperinci

x 4 x 3 x 2 x 5 O x 1 1 Posisi, perpindahan, jarak x 1 t 5 t 4 t 3 t 2 t 1 FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #1: Kinematika Satu Dimensi Dr.

x 4 x 3 x 2 x 5 O x 1 1 Posisi, perpindahan, jarak x 1 t 5 t 4 t 3 t 2 t 1 FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #1: Kinematika Satu Dimensi Dr. Pekan #1: Kinemaika Sau Dimensi 1 Posisi, perpindahan, jarak Tinjau suau benda yang bergerak lurus pada suau arah erenu. Misalnya, ada sebuah mobil yang dapa bergerak maju aau mundur pada suau jalan lurus.

Lebih terperinci

BAB 4 PENGANALISAAN RANGKAIAN DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDE DUA ATAU LEBIH TINGGI

BAB 4 PENGANALISAAN RANGKAIAN DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDE DUA ATAU LEBIH TINGGI BAB 4 PENANAISAAN RANKAIAN DENAN PERSAMAAN DIFERENSIA ORDE DUA ATAU EBIH TINI 4. Pendahuluan Persamaan-persamaan ferensial yang pergunakan pada penganalisaan yang lalu hanya erbaas pada persamaan-persamaan

Lebih terperinci

1.4 Persamaan Schrodinger Bergantung Waktu

1.4 Persamaan Schrodinger Bergantung Waktu .4 Persamaan Schrodinger Berganung Waku Mekanika klasik aau mekanika Newon sanga sukses dalam mendeskripsi gerak makroskopis, eapi gagal dalam mendeskripsi gerak mikroskopis. Gerak mikroskopis membuuhkan

Lebih terperinci

MODUL 1 MODULASI ANALOG

MODUL 1 MODULASI ANALOG Uni I Ampliude Modulaion MODUL 1 MODULASI ANALOG Tujuan Prakikum 1. Memahami prinsip kerja modulasi dan demodulasi Ampliude Modulaion (AM) dan Frequency Modulaion (FM). Dapa menganalisa pengaruh index

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Produksi Produksi padi merupakan suau hasil bercocok anam yang dilakukan dengan penanaman bibi padi dan perawaan sera pemupukan secara eraur sehingga menghasilkan suau produksi

Lebih terperinci

Percobaan PENYEARAH GELOMBANG. (Oleh : Sumarna, Lab-Elins, Jurdik Fisika FMIPA UNY)

Percobaan PENYEARAH GELOMBANG. (Oleh : Sumarna, Lab-Elins, Jurdik Fisika FMIPA UNY) Percobaan PENYEARAH GELOMBANG (Oleh : Sumarna, Lab-Elins, Jurdik Fisika FMIPA UNY) E-mail : sumarna@uny.ac.id) 1. Tujuan 1). Mempelajari cara kerja rangkaian penyearah. 2). Mengamai benuk gelombang keluaran.

Lebih terperinci

SISTEM KOMUNIKASI MODULASI ANALOG: PM (Phase Modulation) & FM (Frequency Modulation) PRODI D3 TT TELKOM UNIVERSITY

SISTEM KOMUNIKASI MODULASI ANALOG: PM (Phase Modulation) & FM (Frequency Modulation) PRODI D3 TT TELKOM UNIVERSITY SISTEM KOMUNIKASI MODULASI ANALOG: PM (Phase Modulaion) & FM (Frequeny Modulaion) PRODI D3 TT TELKOM UNIVERSITY PENDAHULUAN Lahirnya Konsep modulasi rekuensi diurunkan dari konsep modulasi sudu/asa Apa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengerian dan Manfaa Peramalan Kegiaan unuk mempeirakan apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang disebu peramalan (forecasing). Sedangkan ramalan adalah suau kondisi yang

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Permasalahan Nyata Penyebaran Penyakit Tuberculosis

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Permasalahan Nyata Penyebaran Penyakit Tuberculosis BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Permasalahan Nyaa Penyebaran Penyaki Tuberculosis Tuberculosis merupakan salah sau penyaki menular yang disebabkan oleh bakeri Mycobacerium Tuberculosis. Penularan penyaki

Lebih terperinci

Darpublic Nopember 2013

Darpublic Nopember 2013 Darpublic Nopember 01 www.darpublic.com 4.1. Pengerian 4. Persamaan Diferensial (Orde Sau) Sudarano Sudirham Persamaan diferensial adalah suau persamaan di mana erdapa sau aau lebih urunan fungsi. Persamaan

Lebih terperinci

Aplikasi Metode Seismik 4D untuk Memantau Injeksi Air pada Lapangan Minyak Erfolg

Aplikasi Metode Seismik 4D untuk Memantau Injeksi Air pada Lapangan Minyak Erfolg Aplikasi Meode Seismik 4D unuk Memanau Injeksi Air pada Lapangan Minyak Erfolg Prillia Aufa Adriani, Gusriyansyah Mishar, Supriyano Absrak Lapangan minyak Erfolg elah dieksploiasi sejak ahun 1990 dan sekarang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan unuk memperkirakan apa yang akan erjadi di masa yang akan daang. Sedangkan ramalan adalah suau aau kondisi yang diperkirakan akan erjadi

Lebih terperinci

BAB II MODULASI AMPLITUDO

BAB II MODULASI AMPLITUDO BAB II MODULASI AMPLITUDO Secara umum, modulasi adalah suau proses dimana properi aau parameer dari suau gelombang divariasikan secara proporsional erhadap gelombang yang lain. Parameer yang diubah erganung

Lebih terperinci

BAB 2 RESPONS FUNGSI STEP PADA RANGKAIAN RL DAN RC. Adapun bentuk yang sederhana dari suatu persamaan diferensial orde satu adalah: di dt

BAB 2 RESPONS FUNGSI STEP PADA RANGKAIAN RL DAN RC. Adapun bentuk yang sederhana dari suatu persamaan diferensial orde satu adalah: di dt BAB ESPONS FUNGSI STEP PADA ANGKAIAN DAN C. Persamaan Diferensial Orde Sau Adapun benuk yang sederhana dari suau persamaan ferensial orde sau adalah: 0 a.i a 0 (.) mana a o dan a konsana. Persamaan (.)

Lebih terperinci

LIMIT FUNGSI. 0,9 2,9 0,95 2,95 0,99 2,99 1 Tidak terdefinisi 1,01 3,01 1,05 3,05 1,1 3,1 Gambar 1

LIMIT FUNGSI. 0,9 2,9 0,95 2,95 0,99 2,99 1 Tidak terdefinisi 1,01 3,01 1,05 3,05 1,1 3,1 Gambar 1 LIMIT FUNGSI. Limi f unuk c Tinjau sebuah fungsi f, apakah fungsi f ersebu sama dengan fungsi g -? Daerah asal dari fungsi g adalah semua bilangan real, sedangkan daerah asal fungsi f adalah bilangan real

Lebih terperinci

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun 43 BAB METODE PEMUUAN EKPONENA TRPE DAR WNTER Meode pemulusan eksponensial elah digunakan selama beberapa ahun sebagai suau meode yang sanga berguna pada begiu banyak siuasi peramalan Pada ahun 957 C C

Lebih terperinci

Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan Waktu

Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan Waktu Sudaryano Sudirham Analisis Rangkaian Lisrik Di Kawasan Waku 2-2 Sudaryano Sudirham, Analisis Rangkaian Lisrik (1) BAB 2 Besaran Lisrik Dan Model Sinyal Dengan mempelajari besaran lisrik dan model sinyal,

Lebih terperinci

Faradina GERAK LURUS BERATURAN

Faradina GERAK LURUS BERATURAN GERAK LURUS BERATURAN Dalam kehidupan sehari-hari, sering kia jumpai perisiwa yang berkaian dengan gerak lurus berauran, misalnya orang yang berjalan kaki dengan langkah yang relaif konsan, mobil yang

Lebih terperinci

GERAK LURUS BESARAN-BESARAN FISIKA PADA GERAK KECEPATAN DAN KELAJUAN PERCEPATAN GLB DAN GLBB GERAK VERTIKAL

GERAK LURUS BESARAN-BESARAN FISIKA PADA GERAK KECEPATAN DAN KELAJUAN PERCEPATAN GLB DAN GLBB GERAK VERTIKAL Suau benda dikaakan bergerak manakalah kedudukan benda iu berubah erhadap benda lain yang dijadikan sebagai iik acuan. Benda dikaakan diam (idak bergerak) manakalah kedudukan benda iu idak berubah erhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II 3.1 Pendahuluan Daa dere waku adalah daa yang dikumpulkan dari waku ke waku unuk menggambarkan perkembangan suau kegiaan (perkembangan produksi, harga, hasil penjualan,

Lebih terperinci

IR. STEVANUS ARIANTO 1

IR. STEVANUS ARIANTO 1 GERAK TRANSLASI GERAK PELURU GERAK ROTASI DEFINISI POSISI PERPINDAHAN MEMADU GERAK D E F I N I S I PANJANG LINTASAN KECEPATAN RATA-RATA KELAJUAN RATA-RATA KECEPATAN SESAAT KELAJUAN SESAAT PERCEPATAN RATA-RATA

Lebih terperinci

Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan s

Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan s Sudaryano Sudirham Analisis angkaian Lisrik Di Kawasan s Sudaryano Sudirham, Analisis angkaian Lisrik () BAB 3 Fungsi Jargan Pembahasan fungsi jargan akan membua kia memahami makna fungsi jargan, fungsi

Lebih terperinci

ARUS,HAMBATAN DAN TEGANGAN GERAK ELEKTRIK

ARUS,HAMBATAN DAN TEGANGAN GERAK ELEKTRIK AUS,HAMBATAN DAN TEGANGAN GEAK ELEKTK Oleh : Sar Nurohman,M.Pd Ke Menu Uama Liha Tampilan Beriku: AUS Arus lisrik didefinisikan sebagai banyaknya muaan yang mengalir melalui suau luas penampang iap sauan

Lebih terperinci

3. Kinematika satu dimensi. x 2. x 1. t 1 t 2. Gambar 3.1 : Kurva posisi terhadap waktu

3. Kinematika satu dimensi. x 2. x 1. t 1 t 2. Gambar 3.1 : Kurva posisi terhadap waktu daisipayung.com 3. Kinemaika sau dimensi Gerak benda sepanjang garis lurus disebu gerak sau dimensi. Kinemaika sau dimensi memiliki asumsi benda dipandang sebagai parikel aau benda iik arinya benuk dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Masalah persediaan merupakan masalah yang sanga pening dalam perusahaan. Persediaan mempunyai pengaruh besar erhadap kegiaan produksi. Masalah persediaan dapa diaasi

Lebih terperinci

Pekan #3. Osilasi. F = ma mẍ + kx = 0. (2)

Pekan #3. Osilasi. F = ma mẍ + kx = 0. (2) FI Mekanika B Sem. 7- Pekan #3 Osilasi Persamaan diferensial linear Misal kia memiliki sebuah fungsi berganung waku (. Persamaan diferensial linear dalam adalah persamaan yang mengandung variabel dan urunannya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 35 BAB LANDASAN TEORI Meode Dekomposisi biasanya mencoba memisahkan iga komponen erpisah dari pola dasar yang cenderung mencirikan dere daa ekonomi dan bisnis. Komponen ersebu adalah fakor rend (kecendrungan),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Masalah Dalam sisem perekonomian suau perusahaan, ingka perumbuhan ekonomi sanga mempengaruhi kemajuan perusahaan pada masa yang akan daang. Pendapaan dan invesasi merupakan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR ANTENA

BAB II TEORI DASAR ANTENA BAB II TEORI DASAR ANTENA.1. endahuluan Anena didefinisikan oleh kamus Webser sebagai ala yang biasanya erbua dari meal (sebagai iang aau kabel) unuk meradiasikan aau menerima gelombang radio. Definisi

Lebih terperinci

Oleh : Danny Kurnianto; Risa Farrid Christianti Sekolah Tinggi Teknologi Telematika Telkom Purwokerto

Oleh : Danny Kurnianto; Risa Farrid Christianti Sekolah Tinggi Teknologi Telematika Telkom Purwokerto Oleh : Danny Kurniano; Risa Farrid Chrisiani Sekolah Tinggi Teknologi Telemaika Telkom Purwokero Pendahuluan Seelah kia mempelajari anggapan alamiah dari suau rangkaian RL aau RC, yaiu anggapan saa sumber

Lebih terperinci

KINEMATIKA GERAK DALAM SATU DIMENSI

KINEMATIKA GERAK DALAM SATU DIMENSI KINEMATIKA GERAK DALAM SATU DIMENSI PENDAHULUAN Kinemaika adalah bagian dari mekanika ang membahas enang gerak anpa memperhaikan penebab benda iu bergerak. Arina pembahasanna idak meninjau aau idak menghubungkan

Lebih terperinci

1 dz =... Materi XII. Tinjaulah integral

1 dz =... Materi XII. Tinjaulah integral Maeri XII Tujuan :. Mahasiswa dapa memahami menyelesiakan persamaan inegral yang lebih kompleks. Mahasiswa mampunyelesiakan persamaan yang lebih rumi 3. Mahasiswa mengimplemenasikan konsep inegral pada

Lebih terperinci

adalah. A. 1,3 x 10-7 m D. 6,7 x 10-7 m B. 2;2 x lo -7 m E. 10,0 x lo -7 m C. 3,3 x lo -7 m

adalah. A. 1,3 x 10-7 m D. 6,7 x 10-7 m B. 2;2 x lo -7 m E. 10,0 x lo -7 m C. 3,3 x lo -7 m 1. Dalam suau percobaan celah ganda Young jarak pisah y anara pia erang ke sau dan pia erang pusa adalah 0,0240 m, keika cahaya yang digunakan mempunyai panjang gelombang 4800 A. Jarak pisah y keika cahaya

Lebih terperinci

MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN (2 sks)

MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN (2 sks) Polieknik Negeri Banjarmasin 4 MODUL PERTEMUAN KE 3 MATA KULIAH : ( sks) MATERI KULIAH: Jarak, Kecepaan dan Percepaan; Gerak Lurus Berauran, Percepaan; Gerak Lurus Berauran, Gerak Lurus Berubah Berauran

Lebih terperinci

Bab II Dasar Teori Kelayakan Investasi

Bab II Dasar Teori Kelayakan Investasi Bab II Dasar Teori Kelayakan Invesasi 2.1 Prinsip Analisis Biaya dan Manfaa (os and Benefi Analysis) Invesasi adalah penanaman modal yang digunakan dalam proses produksi unuk keunungan suau perusahaan.

Lebih terperinci

FIsika KTSP & K-13 KINEMATIKA. K e l a s A. VEKTOR POSISI

FIsika KTSP & K-13 KINEMATIKA. K e l a s A. VEKTOR POSISI KTSP & K-13 FIsika K e l a s XI KINEMATIKA Tujuan Pembelajaran Seelah mempelajari maeri ini, kamu diharapkan mampu menjelaskan hubungan anara vekor posisi, vekor kecepaan, dan vekor percepaan unuk gerak

Lebih terperinci

PERTEMUAN 2 KINEMATIKA SATU DIMENSI

PERTEMUAN 2 KINEMATIKA SATU DIMENSI PERTEMUAN KINEMATIKA SATU DIMENSI RABU 30 SEPTEMBER 05 OLEH: FERDINAND FASSA PERTANYAAN Pernahkah Anda meliha aau mengamai pesawa erbang yang mendara di landasannya? Berapakah jarak empuh hingga pesawa

Lebih terperinci

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan BAB 2 URAIAN EORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan memperkirakan aau memprediksi apa yang erjadi pada waku yang akan daang, sedangkan rencana merupakan penenuan apa yang akan dilakukan

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Mercu Buana MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA DASAR (4 sks)

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Mercu Buana MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA DASAR (4 sks) MODUL PERTEMUAN KE 3 MATA KULIAH : (4 sks) MATERI KULIAH: Jarak, Kecepaan dan Percepaan; Gerak Lurus Berauran, Percepaan; Gerak Lurus Berauran, Gerak Lurus Berubah Berauran POKOK BAHASAN: GERAK LURUS 3-1

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoriis 3.1.1 Daya Dukung Lingkungan Carrying capaciy aau daya dukung lingkungan mengandung pengerian kemampuan suau empa dalam menunjang kehidupan mahluk hidup secara

Lebih terperinci

HUMAN CAPITAL. Minggu 16

HUMAN CAPITAL. Minggu 16 HUMAN CAPITAL Minggu 16 Pendahuluan Invesasi berujuan unuk meningkakan pendapaan di masa yang akan daang. Keika sebuah perusahaan melakukan invesasi barang-barang modal, perusahaan ini akan mengeluarkan

Lebih terperinci

B a b 1 I s y a r a t

B a b 1 I s y a r a t 9 TKE 35 ISYARAT DAN SISTEM B a b I s y a r a (bagian 2) Indah Susilawai, S.T., M.Eng. Program Sudi Teknik Elekro Fakulas Teknik dan Ilmu Kompuer Universias Mercu Buana Yogyakara 29 2.4. Isyara Periodik

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode 20 BAB 2 LADASA TEORI 2.1. Pengerian Peramalan Meode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Saisika. Salah sau meode peramalan adalah dere waku. Meode ini disebu sebagai meode peramalan dere waku karena

Lebih terperinci

PERHITUNGAN PARAMETER DYNAMIC ABSORBER

PERHITUNGAN PARAMETER DYNAMIC ABSORBER PERHITUNGAN PARAMETER DYNAMIC ABSORBER BERBASIS RESPON AMPLITUDO SEBAGAI KONTROL VIBRASI ARAH HORIZONTAL PADA GEDUNG AKIBAT PENGARUH GERAKAN TANAH Oleh (Asrie Ivo, Ir. Yerri Susaio, M.T) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekaan Peneliian Jenis peneliian yang digunakan dalam peneliian ini adalah peneliian evaluasi dan pendekaannya menggunakan pendekaan kualiaif non inerakif (non

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan BAB II LADASA TEORI 2.1 Pengerian peramalan (Forecasing) Peramalan (Forecasing) adalah suau kegiaan yang mengesimasi apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang dengan waku yang relaif lama (Assauri,

Lebih terperinci

Sekilas Pandang. Modul 1 PENDAHULUAN

Sekilas Pandang. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Sekilas Pandang Drs. Irlan Soelaeman, M.Ed. S PENDAHULUAN uau hari, saya dan keluarga berencana membawa mobil pergi ke Surabaya unuk mengunjungi salah seorang saudara. Sau hari sebelum keberangkaan,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Defenisi Persediaan Persediaan adalah barang yang disimpan unuk pemakaian lebih lanju aau dijual. Persediaan dapa berupa bahan baku, barang seengah jadi aau barang jadi maupun

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS INTERVENSI. Analisis intervensi dimaksudkan untuk penentuan jenis respons variabel

BAB III ANALISIS INTERVENSI. Analisis intervensi dimaksudkan untuk penentuan jenis respons variabel BAB III ANALISIS INTERVENSI 3.1. Pendahuluan Analisis inervensi dimaksudkan unuk penenuan jenis respons variabel ak bebas yang akan muncul akiba perubahan pada variabel bebas. Box dan Tiao (1975) elah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia merupakan salah satu pelengkap alat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia merupakan salah satu pelengkap alat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Sumber Daya Alam (SDA) yang ersedia merupakan salah sau pelengkap ala kebuuhan manusia, misalnya anah, air, energi lisrik, energi panas. Energi Lisrik merupakan Sumber

Lebih terperinci

FISIKA. Kelas X GLB DAN GLBB K13 A. GERAK LURUS BERATURAN (GLB)

FISIKA. Kelas X GLB DAN GLBB K13 A. GERAK LURUS BERATURAN (GLB) K3 Kelas X FISIKA GLB DAN GLBB TUJUAN PEMBELAJARAN Seelah mempelajari maeri ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan beriku.. Memahami konsep gerak lurus berauran dan gerak lurus berubah berauran.. Menganalisis

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengerian Mobil Robo Mobil robo adalah robo yang memiliki kemampuan unuk berpindah empa mobiliy, mobil robo yang bergerak dari posisi awal ke posisi yang diinginkan, suau sisem

Lebih terperinci

1. Pengertian Digital

1. Pengertian Digital Kegiaan elajar. Pengerian Digial Tujuan Khusus Pembelajaran Pesera harus dapa: Menyebukan definisi besaran analog Menyebukan definisi besaran digial Menggambarkan keadaan logika Menyebukan perbedaan nilai

Lebih terperinci

APLIKASI PEMULUSAN EKSPONENSIAL DARI BROWN DAN DARI HOLT UNTUK DATA YANG MEMUAT TREND

APLIKASI PEMULUSAN EKSPONENSIAL DARI BROWN DAN DARI HOLT UNTUK DATA YANG MEMUAT TREND APLIKASI PEMULUSAN EKSPONENSIAL DARI BROWN DAN DARI HOLT UNTUK DATA YANG MEMUAT TREND Noeryani 1, Ely Okafiani 2, Fera Andriyani 3 1,2,3) Jurusan maemaika, Fakulas Sains Terapan, Insiu Sains & Teknologi

Lebih terperinci

B a b. Aplikasi Dioda

B a b. Aplikasi Dioda Aplikasi ioda B a b 2 Aplikasi ioda Seelah mengeahui konsruksi, karakerisik dan model dari dioda semikondukor, diharapkan mahasiswa dapa memahami pula berbagai konfigurasi dioda dengan menggunkan model

Lebih terperinci

MODULASI AM(DSB- SC,SSB dan VSB) SISTEM KOMUNIKASI (DTG2F3) PRODI D3 TEKNIK TELEKOMUNIKASI

MODULASI AM(DSB- SC,SSB dan VSB) SISTEM KOMUNIKASI (DTG2F3) PRODI D3 TEKNIK TELEKOMUNIKASI MODULASI AM(DSB- SC,SSB dan VSB) 1 SISTEM KOMUNIKASI (DTG2F3) PRODI D3 TEKNIK TELEKOMUNIKASI 2 Apa iu Modulasi? Modulasi adalah pengauran parameer dari sinyal pembawa (carrier) yang berfrequency inggi

Lebih terperinci

ROTASI (PUTARAN) Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah GEOMETRI TRANSFORMASI yang diampuh oleh Ekasatya Aldila A., M.Sc.

ROTASI (PUTARAN) Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah GEOMETRI TRANSFORMASI yang diampuh oleh Ekasatya Aldila A., M.Sc. ROTSI (UTRN) Diajukan unuk memenuhi ugas maa kuliah GEOMETRI TRNSFORMSI yang diampuh oleh Ekasaya ldila., M.Sc. Di susun oleh: NIM: SEKOLH TINGGI KEGURUN DN ILMU ENDIDIKN (STKI) GRUTJl. ahlawan No. 32

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LADASA TEORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan (forecasing) adalah suau kegiaan yang memperkirakan apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang. Meode peramalan merupakan cara unuk memperkirakan

Lebih terperinci

2 Modulasi Amplitudo

2 Modulasi Amplitudo Mdulasi Ampliud dari 3 Mdul 3 Mdulasi Ampliud Tujuan pengajaran: Seelah mempelajari mdul ini, mahasiswa diharapkan bisa memahami. ujuan dari prses mdulasi dan manfaanya. karakerisik dari mdulasi ampliud

Lebih terperinci

Matematika EBTANAS Tahun 1988

Matematika EBTANAS Tahun 1988 Maemaika EBTANAS Tahun 988 EBT-SMA-88- cos = EBT-SMA-88- Sisi sisi segiiga ABC : a = 6, b = dan c = 8 Nilai cos A 8 4 8 EBT-SMA-88- Layang-layang garis singgung OAPB, sudu APB = 6 dan panjang OP = cm.

Lebih terperinci

RANK DARI MATRIKS ATAS RING

RANK DARI MATRIKS ATAS RING Dela-Pi: Jurnal Maemaika dan Pendidikan Maemaika ISSN 089-855X ANK DAI MATIKS ATAS ING Ida Kurnia Waliyani Program Sudi Pendidikan Maemaika Jurusan Pendidikan Maemaika dan Ilmu Pengeahuan Alam FKIP Universias

Lebih terperinci

Soal-Jawab Fisika OSN 2015

Soal-Jawab Fisika OSN 2015 Soal-Jawab Fisika OSN 5. ( poin) Tinjau sebuah bola salju yang sedang menggelinding. Seperi kia ahu, fenomena menggelindingnya bola salju diikui oleh perambahan massa bola ersebu. Biarpun massa berambah,

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN EMBAHASAN 4.1 Karakerisik dan Obyek eneliian Secara garis besar profil daa merupakan daa sekunder di peroleh dari pusa daa saisik bursa efek Indonesia yang elah di publikasi, daa di

Lebih terperinci

Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri. SAINTEK Fisika Kode:

Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri. SAINTEK Fisika Kode: Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri SAINTEK Fisika 2013 Kode: 131 TKD SAINTEK FISIKA www.bimbinganalumniui.com 1. Gerak sebuah benda dinyaakan dalam sebuah grafik kecepaan erhadap waku beriku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TIJAUA TEORITIS 2.1 Peramalan (Forecasing) 2.1.1 Pengerian Peramalan Peramalan dapa diarikan sebagai beriku: a. Perkiraan aau dugaan mengenai erjadinya suau kejadian aau perisiwa di waku yang akan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Peneliian Jenis peneliian kuaniaif ini dengan pendekaan eksperimen, yaiu peneliian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi erhadap objek peneliian sera adanya konrol.

Lebih terperinci

KINEMATIKA GERAK LURUS

KINEMATIKA GERAK LURUS Kinemaika Gerak Lurus 45 B A B B A B 3 KINEMATIKA GERAK LURUS Sumber : penerbi cv adi perkasa Maeri fisika sanga kenal sekali dengan gerak benda. Pada pokok bahasan enang gerak dapa imbul dua peranyaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 39 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waku dan Meode Peneliian Pada bab sebelumnya elah dibahas bahwa cadangan adalah sejumlah uang yang harus disediakan oleh pihak perusahaan asuransi dalam waku peranggungan

Lebih terperinci

Pemodelan Data Runtun Waktu : Kasus Data Tingkat Pengangguran di Amerika Serikat pada Tahun

Pemodelan Data Runtun Waktu : Kasus Data Tingkat Pengangguran di Amerika Serikat pada Tahun Pemodelan Daa Runun Waku : Kasus Daa Tingka Pengangguran di Amerika Serika pada Tahun 948 978. Adi Seiawan Program Sudi Maemaika, Fakulas Sains dan Maemaika Universias Krisen Saya Wacana, Jl. Diponegoro

Lebih terperinci

Analisis Model dan Contoh Numerik

Analisis Model dan Contoh Numerik Bab V Analisis Model dan Conoh Numerik Bab V ini membahas analisis model dan conoh numerik. Sub bab V.1 menyajikan analisis model yang erdiri dari analisis model kerusakan produk dan model ongkos garansi.

Lebih terperinci

DESAIN DAN IMPLEMENTASI SELF TUNING LQR ADAPTIF UNTUK PENGATURAN GENERATOR SINKRON 3 FASA

DESAIN DAN IMPLEMENTASI SELF TUNING LQR ADAPTIF UNTUK PENGATURAN GENERATOR SINKRON 3 FASA DESAIN DAN IMPLEMENTASI SELF TUNING LQR ADAPTIF UNTUK PENGATURAN GENERATOR SINKRON 3 FASA Arif Hermawan Jurusan Teknik Elekro FTI, Insiu Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Sukolilo, Surabaya 60111

Lebih terperinci

Suatu Catatan Matematika Model Ekonomi Diamond

Suatu Catatan Matematika Model Ekonomi Diamond Vol. 5, No.2, 58-65, Januari 2009 Suau aaan Maemaika Model Ekonomi Diamond Jeffry Kusuma Absrak Model maemaika diberikan unuk menjelaskan fenomena dalam dunia ekonomi makro seperi modal/kapial, enaga kerja,

Lebih terperinci

=====O0O===== Gerak Vertikal Gerak vertikal dibagi menjadi 2 : 1. GJB 2. GVA. A. GERAK Gerak Lurus

=====O0O===== Gerak Vertikal Gerak vertikal dibagi menjadi 2 : 1. GJB 2. GVA. A. GERAK Gerak Lurus A. GERAK Gerak Lurus o a Secara umum gerak lurus dibagi menjadi 2 : 1. GLB 2. GLBB o 0 a < 0 a = konsan 1. GLB (Gerak Lurus Berauran) S a > 0 a < 0 Teori Singka : Perumusan gerak lurus berauran (GLB) Grafik

Lebih terperinci

v dan persamaan di C menjadi : L x L x

v dan persamaan di C menjadi : L x L x PERSMN GELOMBNG SSIONER. Pada proses panulan gelombang, erjadi gelombang panul ang mempunai ampliudo dan frekwensi ang sama dengan gelombang daangna, hana saja arah rambaanna ang berlawanan. hasil inerferensi

Lebih terperinci

PEMODELAN PRODUKSI SEKTOR PERTANIAN

PEMODELAN PRODUKSI SEKTOR PERTANIAN Seminar Nasional Saisika IX Insiu Teknologi Sepuluh Nopember, 7 November 2009 PEMODELAN PRODUKSI SEKTOR PERTANIAN Brodjol Suijo Jurusan Saisika ITS Surabaya ABSTRAK Pada umumnya daa ekonomi bersifa ime

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Perumbuhan ekonomi merupakan salah sau ukuran dari hasil pembangunan yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Perumbuhan ersebu merupakan rangkuman laju-laju

Lebih terperinci

2014 LABORATORIUM FISIKA MATERIAL IHFADNI NAZWA EFEK HALL. Ihfadni Nazwa, Darmawan, Diana, Hanu Lutvia, Imroatul Maghfiroh, Ratna Dewi Kumalasari

2014 LABORATORIUM FISIKA MATERIAL IHFADNI NAZWA EFEK HALL. Ihfadni Nazwa, Darmawan, Diana, Hanu Lutvia, Imroatul Maghfiroh, Ratna Dewi Kumalasari 2014 LAORATORIUM FISIKA MATERIAL IHFADNI NAZWA EFEK HALL Ihfadni Nazwa, Darmawan, Diana, Hanu Luvia, Imroaul Maghfiroh, Rana Dewi Kumalasari Laboraorium Fisika Maerial Jurusan Fisika, Deparemen Fisika

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa BAB 2 TINJAUAN TEORITI 2.1. Pengerian-pengerian Peramalan adalah kegiaan unuk memperkirakan apa yang akan erjadi di masa yang akan daang. edangkan ramalan adalah suau siuasi aau kondisi yang diperkirakan

Lebih terperinci

PENGUJIAN HIPOTESIS. pernyataan atau dugaan mengenai satu atau lebih populasi.

PENGUJIAN HIPOTESIS. pernyataan atau dugaan mengenai satu atau lebih populasi. PENGUJIAN HIPOTESIS 1. PENDAHULUAN Hipoesis Saisik : pernyaaan aau dugaan mengenai sau aau lebih populasi. Pengujian hipoesis berhubungan dengan penerimaan aau penolakan suau hipoesis. Kebenaran (benar

Lebih terperinci

BAB X GERAK LURUS. Gerak dan Gaya. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas VII 131

BAB X GERAK LURUS. Gerak dan Gaya. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas VII 131 BAB X GERAK LURUS. Apa perbedaan anara jarak dan perpindahan? 2. Apa perbedaan anara laju dan kecepaan? 3. Apa yang dimaksud dengan percepaan? 4. Apa perbedaan anara gerak lurus berauran dan gerak lurus

Lebih terperinci

BAB II PERTIDAKSAMAAN CHERNOFF

BAB II PERTIDAKSAMAAN CHERNOFF BAB II PERTIDAKSAMAAN CHERNOFF.1 Pendahuluan Di lapangan, yang menjadi perhaian umumnya adalah besar peluang dari peubah acak pada beberapa nilai aau suau selang, misalkan P(a

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk,dan Grafein

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk,dan Grafein BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengerian Demografi Keadaan penduduk sanga era kaiannya dengan demografi. Kaa demografi berasal dari bahasa Yunani yang berari Demos adalah rakya aau penduduk,dan Grafein adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Perumbuhan ekonomi merupakan salah sau ukuran dari hasil pembangunan yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Perumbuhan ersebu merupakan rangkuman laju perumbuhan

Lebih terperinci

KINEMATIKA. gerak lurus berubah beraturan(glbb) gerak lurus berubah tidak beraturan

KINEMATIKA. gerak lurus berubah beraturan(glbb) gerak lurus berubah tidak beraturan KINEMATIKA Kinemaika adalah mempelajari mengenai gerak benda anpa memperhiungkan penyebab erjadi gerakan iu. Benda diasumsikan sebagai benda iik yaiu ukuran, benuk, roasi dan gearannya diabaikan eapi massanya

Lebih terperinci

BAB I PERSAMAAN GERAK

BAB I PERSAMAAN GERAK BAB I PERSAMAAN GERAK. Seseorang mengendarai mobil menuju sebuah koa A ang berjarak 6 km dengan arah imur lau. Naakan ekor perpindahan r dalam noasi ekor sauan dengan menggunakan sisem koordina ke imur,

Lebih terperinci

Arus Bolak-Balik. Tegangan dan arus bolak balik dapat dinyatakan dalam bentuk

Arus Bolak-Balik. Tegangan dan arus bolak balik dapat dinyatakan dalam bentuk Arus Bolak-Balik Arus bolak balik dihasilkan oleh generaor yang enghasilkan egangan bolak-balik dan biasanya dala benuk fungsi sinusoida sinus aau cosinus. Tegangan dan arus bolak balik dapa dinyaakan

Lebih terperinci

Desain dan Simulasi Inverter Tiga Fase Sumber Arus Menggunakan Metode Current Space Vector Modulation (CSVM) Untuk Aplikasi UPS

Desain dan Simulasi Inverter Tiga Fase Sumber Arus Menggunakan Metode Current Space Vector Modulation (CSVM) Untuk Aplikasi UPS Desain dan Simulasi Inverer Tiga Fase Sumber Arus Menggunakan Meode Curren Space Vecor Modulaion (CSVM) Unuk Aplikasi UPS Haris Amrullah, Mochamad Ashari, Heri Suryoamojo. Bidang Sudi Teknik Sisem Tenaga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Pada dasarnya peramalan adalah merupakan suau dugaan aau perkiraan enang erjadinya suau keadaan di masa depan. Akan eapi dengan menggunakan meodemeode erenu peramalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tepat rencana pembangunan itu dibuat. Untuk dapat memahami keadaan

BAB I PENDAHULUAN. tepat rencana pembangunan itu dibuat. Untuk dapat memahami keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Dalam perencanaan pembangunan, daa kependudukan memegang peran yang pening. Makin lengkap dan akura daa kependudukan yang esedia makin mudah dan epa rencana pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN. Bab ini membahas suatu vektor tidak nol x dan skalar l yang mempunyai

BAB IV NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN. Bab ini membahas suatu vektor tidak nol x dan skalar l yang mempunyai BAB IV NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN Bab ini membahas suau vekor idak nol dan skalar l yang mempunyai hubungan erenu dengan suau mariks A. Hubungan ersebu dinyaakan dalam benuk A λ. Bagaimana kia memperoleh

Lebih terperinci

KLASIFIKASI DOKUMEN TUGAS AKHIR MENGGUNAKAN ALGORITMA K-MEANS. Wulan Fatin Nasyuha¹, Husaini 2 dan Mursyidah 3 ABSTRAK

KLASIFIKASI DOKUMEN TUGAS AKHIR MENGGUNAKAN ALGORITMA K-MEANS. Wulan Fatin Nasyuha¹, Husaini 2 dan Mursyidah 3 ABSTRAK KLASIFIKASI DOKUMEN TUGAS AKHIR MENGGUNAKAN ALGORITMA K-MEANS Wulan Fain Nasyuha¹, Husaini 2 dan Mursyidah 3 1,2,3 Teknologi Informasi dan Kompuer, Polieknik Negeri Lhokseumawe, Jalan banda Aceh-Medan

Lebih terperinci

ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Studi kasus pada CV Cita Nasional.

ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Studi kasus pada CV Cita Nasional. JURNAL ILMIAH RANGGAGADING Volume 7 No. 1, April 7 : 3-9 ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Sudi kasus pada CV Cia Nasional. Oleh Emmy Supariyani* dan M. Adi Nugroho *Dosen

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KONSEP FUNGSI CONVEX UNTUK MENENTUKAN SENSITIVITAS HARGA OBLIGASI

PENGGUNAAN KONSEP FUNGSI CONVEX UNTUK MENENTUKAN SENSITIVITAS HARGA OBLIGASI PENGGUNAAN ONSEP FUNGSI CONVEX UNU MENENUAN SENSIIVIAS HARGA OBLIGASI 1 Zelmi Widyanuara, 2 Ei urniai, Dra., M.Si., 3 Icih Sukarsih, S.Si., M.Si. Maemaika, Universias Islam Bandung, Jl. amansari No.1 Bandung

Lebih terperinci

MODUL 2. Gerak Berbagai Benda di Sekitar Kita

MODUL 2. Gerak Berbagai Benda di Sekitar Kita MODUL 2 MODUL 2 Gerak Berbagai Benda di Sekiar Kia i Kaa Penganar Dafar Isi Pendidikan kesearaan sebagai pendidikan alernaif memberikan layanan kepada mayaraka yang karena kondisi geografis, sosial budaya,

Lebih terperinci