Untuk Keluarga Tercinta ii

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1. KONSEP DASAR. d y ; 3x = d3 y ; y = 3 d y ; x = @u @z 5 6. d y = 7 y x Dalam bahan ajar ini pemba

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2

PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA ORDE SATU

BAB PDB Linier Order Satu

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2.1 PDB Linier Order Satu Homogen PDB order satu dapat dinyatakan dalam atau dalam bentuk derivatif = f(x y) dx M(x y)dx +

Untuk Keluarga Tercinta

BAB 1 Konsep Dasar 1

Persamaan Diferensial Biasa

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 1 - I

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDE SATU

4. Dibawah ini persamaan diferensial ordo dua berderajat satu adalah

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2

PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER NON HOMOGEN

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

Persamaan Di erensial Orde-2

Persamaan Differensial Biasa

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDE SATU

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA

PERSAMAAN DIFFERENSIAL LINIER

BAB 2 PERSAMAAN DIFFERENSIAL BIASA

BAB I KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB 1 Konsep Dasar 1

Persamaan Diferensial Biasa. Rippi Maya

Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat satu atau lebih turunan fungsi yang tidak diketahui.

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA(PDB) ORDE SATU

Kuliah PD. Gaya yang bekerj a pada suatu massa sama dengan laju perubahan momentum terhadap waktu.

Persamaan Diferensial

BAB I PENDAHULUAN. Kompetensi

HANDOUT PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA PDB 4)SKS. DOSEN Efendi, M.Si. BUKU)REFERENSI: )Persamaan )Diferensial)oleh)Dr.St. Budi Waluya, M.

Program Perkuliahan Dasar Umum Sekolah Tinggi Teknologi Telkom Persamaan Diferensial Orde II

BAB I PENDAHULUAN. Kompetensi

BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1.

TURUNAN. Bogor, Departemen Matematika FMIPA-IPB. (Departemen Matematika FMIPA-IPB) Kalkulus: Turunan Bogor, / 50

Mata Kuliah :: Matematika Rekayasa Lanjut Kode MK : TKS 8105 Pengampu : Achfas Zacoeb

Universitas Indonusa Esa Unggul Fakultas Ilmu Komputer Teknik Informatika. Persamaan Diferensial Orde II

Catatan Kuliah MA1123 KALKULUS ELEMENTER I BAB III. TURUNAN

Integral Tak Tentu. Modul 1 PENDAHULUAN

Persamaan Diferensial

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1. Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang

MATEMATIKA TEKNIK 2 S1-TEKNIK ELEKTRO. Mohamad Sidiq

BAB IV PERSAMAAN TAKHOMOGEN

Hendra Gunawan. 16 Oktober 2013

PERSAMAAN DIFERENSIAL I PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world

Persamaan Diferensial

BAB VIII PERSAMAAN DIFERENSIAL (PD)

BAB 1 PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDER SATU

Persamaan Diferensial

DIKTAT. Persamaan Diferensial

BAB III Diferensial. Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia

Persamaan Difusi. Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M. Jamhuri. April 7, UIN Malang. M. Jamhuri Persamaan Difusi

BAB I PENGERTIAN DASAR

BAB 1 Konsep Dasar 1

I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde 1 (Review)

Hendra Gunawan. 25 April 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

= + atau = - 2. TURUNAN 2.1 Definisi Turunan fungsi f adalah fungsi yang nilainya di setiap bilangan sebarang c di dalam D f diberikan oleh

KALKULUS MULTIVARIABEL II

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA(PDB) ORDE SATU

Kalkulus 2. Teknik Pengintegralan ke - 1. Tim Pengajar Kalkulus ITK. Institut Teknologi Kalimantan. Januari 2018

Persamaan Diferensial: Pengertian, Asal Mula dan Penyelesaian

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 1 - II

BERBAGAI MODEL MATEMATIKA BERBENTUK PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA TINGKAT SATU

BAB Solusi Persamaan Fungsi Polinomial

Kalkulus Diferensial week 09. W. Rofianto, ST, MSi

BAB III PD LINIER HOMOGEN

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1

MODUL MATEMATIKA II. Oleh: Dr. Eng. LILYA SUSANTI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB VI INTEGRAL TAK TENTU DAN PENGGUNAANNYA

digunakan untuk menyelesaikan integral seperti 3

DERET FOURIER. n = bilangan asli (1,2,3,4,5,.) L = pertemuan titik. Bilangan-bilangan untuk,,,, disebut koefisien fourier dari f(x) dalam (-L,L)

BANK SOAL METODE KOMPUTASI

Kalkulus Variasi. Masalah Kalkulus Variasi, Fungsional Objektif, Variasi, Syarat Perlu Optimalitas. Toni Bakhtiar. Departemen Matematika IPB

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

FUNGSI-FUNGSI INVERS

Persamaan Diferensial Orde Satu

Sudaryatno Sudirham. Integral dan Persamaan Diferensial

MA1201 KALKULUS 2A (Kelas 10) Bab 7: Teknik Pengintegral

Masalah Kalkulus Variasi, Fungsional Objektif, Variasi, Syarat Perlu Optimalitas

SOLUSI PERSAMAAN DIFFERENSIAL

MODIFIKASI METODE RUNGE-KUTTA ORDE-4 KUTTA BERDASARKAN RATA-RATA HARMONIK TUGAS AKHIR. Oleh : EKA PUTRI ARDIANTI

Matematika Teknik I. Prasyarat : Kalkulus I, Kalkulus II, Aljabar Vektor & Kompleks

MA1201 KALKULUS 2A (Kelas 10) Bab 7: Teknik Pengintegral

PERSAMAAN DIFERENSIAL

Keep running VEKTOR. 3/8/2007 Fisika I 1

Persamaan Diferensial Biasa

dy = f(x,y) = p(x) q(y), dx dy = p(x) dx,

METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN NILAI BATAS PADA PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR ABSTRACT

Setelah kita mengetahui hasil dari masing-masing persamaan, kemudian kita kembali gabungkan kedua persamaan tersebut :

Bab 16. LIMIT dan TURUNAN. Motivasi. Limit Fungsi. Fungsi Turunan. Matematika SMK, Bab 16: Limit dan Turunan 1/35

MASALAH SYARAT BATAS (MSB)

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan

Bab 16. Model Pemangsa-Mangsa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

PERSAMAAN DIFRENSIAL BIASA (Buku pegangan mata kuliah Persamaan Difrensial) Oleh Drs. D a f i k, M.Sc. NIP. 132 052 409 Program Pendikan Matematika FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JEMBER Februari, 1999

Untuk Keluarga Tercinta ii

Daftar Isi Daftar Tabel v Daftar Gambar vi Kata Pengantar vii 1 Konsep Dasar 1 1.1 Klasikasi Persamaan Difrensial................... 1 1.2 Solusi PDB.............................. 3 1.3 Metoda Penyelesaian......................... 4 1.4 Masalah Nilai Awal (MNA)..................... 7 2 PDB Linier Order Satu 13 2.1 PDB Linier Order Satu Homogen.................. 13 2.1.1 PDB Eksak.......................... 13 2.1.2 Solusi PDB Eksak...................... 15 2.1.3 Faktor Integrasi........................ 16 2.1.4 Teknik Variabel Terpisah................... 18 2.2 PDB Linier Order Satu Nonhomogen................ 20 iii

3 Aplikasi PDB Order Satu 24 3.1 Masalah Dalam Mekanik....................... 24 3.2 Pertumbuhan dan Peluruhan..................... 27 3.2.1 Pertumbuhan Populasi.................... 27 3.2.2 Peluruhan Radioaktif..................... 30 3.3 Hukun Pendinginan Newton..................... 31 3.4 Campuran............................... 32 4 PDB Linier Order Dua 38 4.1 PDB Order n Homogen........................ 38 4.2 PDB Order n Nonhomogen..................... 42 4.3 PDB Order Dua............................ 42 4.3.1 PDB Order Dua Homogen.................. 42 4.3.2 PDB Order Dua Nonhomogen................ 46 iv

Daftar Tabel 4.1 Panduan permisalan solusi khusus PDB non homogen....... 47 v

Daftar Gambar 1.1 Diagram kekonvekan untuk D 2 R 2................. 5 1.2 Diagram kekonvekan untuk D 2 R 2................. 8 3.1 Solusi kualitatif persamaan pertumbuhan populasi......... 28 3.2 Proses campuran dalam tangki.................... 33 3.3 Gerakan benda pada bidang miring.................. 35 vi

Kata Pengantar Puji syukur kehadirat Allah S.W.T karena atas anugerah dan karuniahnya penulis dapat menyelesaikan buku pegangan kuliah dengan judul "Persamaan Diferensial Biasa (PDB): Masalah Nilai Awal dan Batas". Buku pegangan ini dibuat untuk membantu mahasiswa menemukan refrensi utama mata kuliah Persamaan Difrensial Biasa memandang cukup langkanya buku-buku persamaan difrensial dalam bahasa Indonesia. Dalam buku ini dijelaskan bagaimana konsep Persamaaan difrensial secara umum, PDB order satu homogen dan nonhomogen, PDB order dua atau lebih serta aplikasi dari suatu PDB. Pokok bahasan ini disajikan dengan harapan mahasiswa memahami esensi dari persamaan difrensial dan sekaligus sebagai penunjang langsung materi perkuliahan. Dalam buku pegangan ini dilengkapi beberapa fungsi dalam MAPLE programming serta latihan soal-soal tutorial untuk memperdalam wawasan pemahaman mahasiswa tentang PDB. Semua materi dalam buku ini ditulis dalam LATEX2E word processing sehingga ekspresi fungsi matematik dapat disajikan dengan benar. Selanjutnya dalam kesempatan ini penulis tak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada yang terhormat: 1. Rektor Universitas Jember. vii

2. Dekan FKIP Universitas Jember. 3. Pimpinan Proyek Peningkatan Universitas Jember yang telah mendanai pengembangan bahan ajar Mata Persamaan Diferensial I. 4. Ketua Program Pendidikan Matematika yang telah memberikan motivasi dan rekomendasi penggunaannya dalam perkuliahan. 5. Semuapihak yang terlibat langsung maupun tak langsung dalampenyusunan buku ajar ini. Semoga bantuan rielnya mendapat balasan yang setimpal dari Allah S.W.T. Akhirnya penulis berharap agar buku pegangan ini memberikan manfaat bagi pembaca, oleh karena itu kritik dan saran masih penulis harapkan untuk penyempurnaan dikemudian hari. Jember, Agustus 2003 Penulis viii

Daftar Isi ix

Daftar Tabel x

Daftar Gambar xi

BAB 1 Konsep Dasar 1.1 Klasikasi Persamaan Difrensial Pada umumnya dikenal dua jenis persamaan difrensial yaitu Persamaan Difrensial Biasa (PDB) dan Persamaan Difrensial Parsial (PDP). Untuk mengetahui perbedaan kedua jenis persamaan difrensial itu dapat dilihat dalam denisi berikut. Denisi 1.1.1 Persamaan Difrensial Suatu persamaan yang meliputi turunan fungsi dari satu atau lebih variabel terikat terhadap satu atau lebih variabel bebas disebut Persamaan Difrensial. Selanjutnya jika turunan fungsi itu hanya tergantung pada satu variabel bebas maka disebut Persamaan Difrensial Biasa (PDB) dan bila tergantung pada lebih dari satu variabel bebas disebut Persamaan Difrensial Parsial (PDP) Contoh 1.1.1 Kelompokkan persamaan diferensial dibawah ini kedalam PDB dan PDP. 1. @y @x + @y @t + xy = 5 1

BAB 1. KONSEP DASAR 2 2. dy dx + d2 y dx 2 + dy dx 2 ; 3x = 0 3. @2 y @s 2 4. d3 y dx 3 + + @y @t ; y = 0 d 2 y dx 2 3 + dy dx 2 ; x = 2y 5. @u @x + @u @y + @u 6. dy dx @z = 5 5 + d2 y dx 2 + dy dx 2 = 7 y x Dalam bahan ajar ini pembahasan persamaan difrensial akan difokuskan pada Persamaan Difrensial Biasa (PDB). Sehingga semua contoh soal dan aplikasinya akan dikaitkan dengan model fenomena persamaan difrensial yang hanya terikat pada satu variabel bebas. Denisi 1.1.2 Order Order suatu PDB adalah order tertinggi dari turunan dalam persamaan F (x y 0 y 00 : : : y (n) ) = 0. Denisi 1.1.3 Linieritas dan Homogenitas PDB Order n dikatakan linier bila dapat dinyatakan dalam bentuk a 0 (x)y (n) + a 1 (x)y (n;1) + + a n (x)y = F (x) dimana a 0 (x) 6= 0 Selanjutnya: 1. Bila tidak dapat dinyatakan dengan bentuk diatas dikatakan tak linier 2. Bila koesien a 0 (x) a 1 (x) : : : a n (x) konstan dikatakan mempunyai koesien konstan bila tidak, dikatakan mempunyai koesien variabel. 3. Bila F (x) = 0 maka PDB tersebut dikatakan homogen bila tidak, disebut nonhomogen.

BAB 1. KONSEP DASAR 3 1.2 Solusi PDB Berikut ini akan dijelaskan pengertian dan bentuk solusi suatu PDB. Denisi 1.2.1 Suatu PDB order n yang ditulis dalam persamaan berikut: F ; x y y 0 y 00 : : : y (n) ) = 0 (1.1) dimana F adalah fungsi real dengan (n + 2) argumen akan mempunyai solusi eksplisit dan implisit dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Bila f adalah suatu fungsi dimana f 2 C(I) dan f 2 C n (I) untuk 8x 2 I dan I adalah sebarang interval real, maka f dikatakan solusi eksplisit dari (1.1) jika F ; x f f 0 f 00 : : : f (n) ) 2 C(I) dan F ; x f f 0 f 00 : : : f (n) ) = 0 untuk 8x 2 I. 2. Sedangkan g(x y) = 0 disebut solusi implisit dari (1.1) jika fungsi g dapat ditransformasikan dalam fungsi eksplisit f 2 C(I) untuk 8x 2 I dan minimal satu merupakan solusi eksplisitnya. Secara umum kedua solusi ini masih dikategorikan lagi kedalam tiga jenis solusi yaitu 1. Solusi umum,yaitu solusi PDB yang mengandung konstanta esensial, katakanlah C. Sebagai contoh, diketahui sutau PDB y 0 = 3y + 1 maka solusi umunnya adalah y = ;1=3 + Ce 3x. 2. Solusi khusus, yaitu solusi yang tidak mengandung konstanta esensial yang disebabkan oleh tambahan sarat awal pada suatu PDB. Misal PDB itu y 0 = 3y + 1 y(0) = 1 maka solusi khususnya adalah y = ;1=3 + 4 3 e3x.

BAB 1. KONSEP DASAR 4 3. Solusi singular, yaitu solusi yang tidak didapat dari hasil mensubstitusikan suatu nilai pada konstanta pada solusi umumnya. Contoh y = Cx + C 2 adalah solusi umum dari (y 0 ) 2 + xy 0 = y, namun demikian disisi lain PDB ini mempunyai solusi singular y = ; 1 4 x2. 1.3 Metoda Penyelesaian Terdapat tiga jenis metoda yang dapat digunakan untuk menentukan solusi dari suatu PDB yaitu: 1. Metoda Analitik. Metoda ini dapat menghasilkan dua bentuk solusi yaitu bentuk eksplisit dan implisit, yang dicari melalui teknik deduktif analogis dengan menggunakan konsep-konsep matematik. Kelebihannya dapat mengetahui bentuk fungsi solusinya namun tidak cukup eksibel untuk masalah-masalah yang komplek. Dengan komputer dapat diselesaikan dengan software MATLAB atau MAPLE. Prosedur dalam MATLAB ditulis sebagai berikut: %Menggunakan fungsi dsolve dsolve('dy=3*y+1, y(0)=1') 2. Metoda kualitatif. Solusi ini hanya dapat memberikan gambaran secara geometris bagaimana visualisasi dari solusi PDB. Dengan mengamati pola grak gradien "eld" (direction eld) maka dapat diestimasi solusi PDB itu. Keunggulannya dapat memahami secara mudah kelakuan solusi suatu PDB namun fungsi asli dari solusinya tidak diketahui, dan juga kurang

BAB 1. KONSEP DASAR 5 eksibel untuk kasus yang komplek. Dengan MATLAB direction eld dapat digambar sebagai berikut: %Menggunakan fungsi eldplot atau DEplot %Misal akan diamati pola solusi dari PDB y 0 = 1 ; 2ty with(plots): eldplot([t 1 ; 2 t y] t = ;1::4 y = ;1::2 arrows = LINE color = t) %Atau dengan menggunakan fungsi DEplot eq1:=di(y(t),t)=1-2*t*y(t) DEplot(eq1,y(t),t=-1..4,y=-1..2) Hasil dari menjalankan fungsi ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Gambar 1.1: Diagram kekonvekan untuk D 2 R 2 Atau dengan menggunakan prinsip-prinsip yang ada dalam matematika untuk menggambar suatu fungsi, (lihat KALKULUS). 3. Metoda Numerik. Pada saat sekarang metoda ini merupakan metoda

BAB 1. KONSEP DASAR 6 yang sangat eksibel. Metoda ini berkembangan sesuai dengan perkembangan komputer dan dapat menyelesaiakan suatu PDB dari level yang mudah sampai level yang komplek. Walaupun fungsi solusi tidak diketahui secara eksplisit maupun implisit namun data yang diberikan dapat divisualisir dalam grak sehingga dapat dianalisis dengan baik. Namun metoda ini berdasarkan pada prinsip-prinsip aproksimasi sehingga solusi yang dihasilkan adalah solusi hampiran (pendekatan). Sebagai konsukwensi dari penggunaan metoda ini adalah adanya evaluasi berulang dengan menggunakan komputer untuk mendapatkan hasil yang akurat. Salah satu metoda ang telah anda kenal adalah metoda EULER dengan rumus y n+1 = y n + hf(t y), (lihat catatan Algoritma dan Pemerograman). Dibawah diberikan programming metoda EULER dengan menggunakan MATLAB programming. %Programming Untuk Menyelesaikan PDB %y 0 = y ; t 2 + 1 y(0) = 0:5 %Dengan menggunakan metoda Euler n=input('jumlah iterasi :') y(1)=0.5 t(1)=0 h=0.2 for i=2:n fprintf('nn y(i) = 1:2 y(i ; 1) ; 0:2 t(i ; 1) 2 + 0:2 t(i) = t(1) + (i ; 1) h end plot(t,y) hold on f = t: 2 + 2: t + 1 ; 0:5: exp(t) plot(t,f,'o')

BAB 1. KONSEP DASAR 7 1.4 Masalah Nilai Awal (MNA) Persamaan difrensial order satu secara umum ditulis dengan y 0 = dy dx = f(x y) dimana f adalah kontinyu atas variabel x y pada domain D (dalam bidang xy). Misal (x 0 y 0 ) adalah titik pada D, maka masalah nilai awal yang berkenaan dengan dengan y 0 = f(x y) adalah masalah untuk menentukan solusi y yang memenuhi nilai awal y(x 0 ) = y 0. Dengan notasi umum sebabagai berikut: y 0 = f(x y) y(0) = y 0 (1.2) Permasalahannya sekarang apakah solusi y(x) yang memenuhi y(x 0 ) = y 0 selalu ada (principle of existence), kalau benar apakah solusi itu tunggal (principle of uniqueness). Pertanyaan ini merupakan hal yang sangat penting untuk didahulukan mengingat betapa kompleknya suatu model fenomena riel yang banyak dimungkinkan tidak dapat diselesaikan dengan metoda analitik ataupun kualitatif. Untuk memudahkan pemeriksaan awal tentang dua hal ini dalam hal ini dikembangkan teorema Lipschitz dan teorema Picard. Denisi 1.4.1 (Sarat Lipschitz) Suatu fungsi f(t y) dikatakan memenuhi sarat Lipschitz dalam variabel y di suatu domain D 2 R 2 jika ada konstanta L > 0 sedemikian hingga jjf(t y 1 ) ; f(t y 2 )jj Ljjy 1 ; y 2 jj untuk sebarang (t y 1 ) (t y 2 ) 2 D. Selanjutnya konstanta L disebut sebagai konstanta Lipschitz.

BAB 1. KONSEP DASAR 8 Denisi 1.4.2 (Konvek) Suatu himpunan D 2 R 2 dikatakn konvek bila untuk sebarang (t y 1 ) (t y 2 ) 2 D maka titik ((1 ; )t 1 + t 2 (1 ; )y 1 + y 2 ) juga merupakan elemen dari D untuk 2 [0 1]. Secara geometris dapat digambarkan sebagai berikut (t, y ) 1 1 (t, y ) 2 2 (t, y ) 1 1 (t, y ) 2 2 Konvek Tidak Konvek Gambar 1.2: Diagram kekonvekan untuk D 2 R 2 Teorema 1.4.1 Teorema Lipschitz. Andaikata f(t y) terdenisi dalam himpunan konvek D 2 R 2 dan ada konstanta L > 0 dimana df dy (t y) L untuk semua (t y) 2 D (1.3) maka f memenuhi suatu sarat Lipschitz. Teorema 1.4.2 Misal D = f(t y)ja t b ;1 y 1g dan f(t y) adalah fungsi kontinyu dalam D, kemudian bila f memenuhi sarat Lipschitz dalam variabel y maka masalah nilai awal y 0 (t) = f(t y) a t b y(a) = mempunyai solusi tunggal y(t) untuk a t b. Contoh 1.4.1 y 0 = 1 + t sin(ty) 0 t 2 y(0) = 0. Tentukan apakah persamaan ini mempunyai solusi tunggal.

BAB 1. KONSEP DASAR 9 Penyelesaian 1.4.1 f(t y) = 1 + t sin(ty), kemudian terapkan teorema nilai rata-rata pada KALKULUS yaitu untuk sebarang y 1 < y 2, maka ada bilangan 2 (y 1 y 2 ) sedmikian hingga f(t y 2 ) ; f(t y 1 ) y 2 ; y 1 = @ @y f(t ) = t2 cos(t): Kemudian f(t y 2 ) ; f(t y 1 ) = (y 2 ; y 1 )t 2 cos(t) jjf(t y 2 ) ; f(t y 1 )jj = jj(y 2 ; y 1 )t 2 cos(t)jj jjy 2 ; y 1 jjjjt 2 cos(t)jj jjy 2 ; y 1 jjjj max t 2 cos(t)jj 0t2 = 4jjy 2 ; y 1 jj: Degan demikian sarat Lipschitz terpenuhi yaitu jjf(t y 1 );f(t y 2 )jj Ljjy 1 ;y 2 jj, dimana konstanta Lipschitznya adalah L = 4, berarti persamaan itu mempunyai solusi tunggal. Teorema 1.4.3 Teorema Picard. Suatu masalah nilai awal y 0 = f(x y) y(x 0 ) = y 0 mempunyai solusi tunggal y = (x) pada interval jx;x 0 j, dimana adalah bilangan positif dan kecil sekali, bila 1. f 2 C(D) dimana D adalah daerah pada bidang xy, yaitu D = f(x y) a < x < b c < y < dg 2. @y @x 2 C(D) yang memuat nilai kondisi awal (x 0 y 0 )

BAB 1. KONSEP DASAR 10 Latihan Tutorial 1 1. Kelompokkan persamaan diferensial dibawah ini kedalam PDB dan PDP. (a) @y @x + @y (b) dy dx + d2 y dx 2 + (c) @2 y @s 2 (d) d3 y dx 3 + dy dx 2 ; 3x = 0 @t + xy = 5 + @y d 2 y dx 2 3 + @t ; y = 0 (e) @u @x + @u @y + @u (f) dy dx = 5 @z 5 + d2 y + dx 2 dy dx 2 ; x = 2y dy dx 2 = 7 y x 2. Tentukan orde dan sifat-sifat kelinieran dari persamaan diferensial berikut ini (a) @y @x + xy = xe x (b) d4 y dx 4 + 3 (c) d2 y + ysinx = 0 dx 2 (d) d6 u dt 6 + d 2 y dx 2 5 + 5y = 0 d 2 u dt 2 (e) x 2 dy + y 2 dx = 0 (f) (g) (h) d3 y dt 3 d 2 y dx 2 5 + xsiny = 0 d 2 u dt 2 4 = d 5 u + t = 2u dt 5 q d 5 u + t = 2u dt 5 + t dy dt + (cos2 t)y = t 2 (i) (1 + s 2 ) d2 y ds 2 + s dy ds + y = es

BAB 1. KONSEP DASAR 11 (j) d4 y dt 4 (k) (l) d2 y dt 2 + d3 y dt 3 + d2 y dt 2 + y = 0 d 3 y dx 3 2 + xtan 2 (xy) = 0 (m) (1 + t 2 ) d2 y dt 2 + dy dt + (cos2 (t + 2))y = t 2 + t dy dt + tey = 0 (n) d5 y ds 5 + cosec(2s 2 ; 2) = siny 3. Ulangilah soal nomor 2, tentukan sifat kehomgenan dari masing-masing soal tersebut 4. Selidikilah apakah solusi yang diberikan merupakan solusi dari persamaan diferensial berikut ini (a) y 00 + 2y 0 ; 3y = 0 y 1 (t) = e ;3t y 2 (t) = e t (b) ty 0 ; y = t 2 y(t) = 3t + t 2 (c) y (4) + 4y (3) + 3y = t y 1 (t) = t 3 y 2(t) = e ;t + t 3 (d) 2t 2 y 00 + 3ty 0 ; y = 0 t > 0 y 1 (t) = t 1 2 y 2 (t) = t ;1 (e) y 0 ; 2ty = 1 y(t) = e t2 R t 0 e;s2 ds + e t2 5. Cermati apakah fungsi solusi dibawah ini merupakan solusi terhadap masalah nilai awal yang bersesuaian (a) y 0 = ;y y(0) = 2 y(x) = 2e ;x (b) y 00 + 4y = 0 y(0) = 1 y 0 (0) = 0 y(x) = cos(2x) (c) y 00 + 3y 0 + 2y = 0 y(0) = 0 y 0 (0) = 1 y(x) = e ;x ; e ;2x 6. Periksalaha mana diantara soal berikut ini yang memenuhi teorema Lipschitz:

BAB 1. KONSEP DASAR 12 (a) f(t y) = y cos t 0 t 1 y(0) = 1 (b) f(t y) = 1 + t sin y 0 t 2 y(0) = 0 (c) f(t y) = 2 t y + t2 e 2 1 t 2 y(1) = 0 (d) f(t y) = 4t3 y 1+t 4 0 t 1 y(0) = 1 dan tentukan besar konstanta Lipschitz dari masing-masing soal ini. 7. Selidiki apakah persamaan diferensial berikut ini mempunyai solusi tunggal pada interval yang memuat kondisi awal berikut (a) y 0 = ;1 ; 2y y(0) = 0 (b) y 0 = ;2 + t ; y y(0) = 1 (c) y 0 = e ;t + y y(1) = 3 (d) y 0 = ; y x y(0) = 1 8. Tentukan untuk titik-titik (x 0 y 0 ) yang mana PDB berikut ini memenuhi teori kewujudan dan ketunggalan dari Picard. (a) y 0 = x2 +y x;y (b) y 0 = (2x ; y) 1 3 (c) y 0 = (1 ; x 2 ; 2xy 2 ) 3 2 (d) 2xy 0 = x 2 + y 2

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2.1 PDB Linier Order Satu Homogen PDB order satu dapat dinyatakan dalam atau dalam bentuk derivatif dy = f(x y) dx M(x y)dx + N(x y)dy = 0 (2.1) 2.1.1 PDB Eksak Denisi 2.1.1 Misal F suatu fungsi dari dua variabel real, dan F kontinyu pada turunan pertama pada domain D maka jumlah difrensial df didenisikan sebagai df (x y) = @F(x y) dx + @x @F(x y) dy @y untuk semua (x y) 2 D. 13

BAB 2. PDB LINIER ORDER SATU 14 Denisi 2.1.2 Persamaan 2.1 disebut difrensial eksak pada domain D jika ada fungsi F dari dua variabel x y sedemikian hingga ekspresi tersebut sama dengan jumlah df (x y) untuk 8(x y) 2 D. Sesuaikan denisi 2.1.1 dengan persamaan 2.1 diperoleh M(x y) = N(x y) = @F(x y) @x @F(x y) @y Teorema 2.1.1 Persamaan 2.1 dengan M N kontinyu pada turunan pertamanyan (M N 2 C 1 (D)) akan memenuhi dua kondisi berikut: 1. Bila 2.1 PDB eksak di D maka @M(x y) @y = @N(x y) @x untuk 8(x y) 2 D 2. Sebaliknya bila @M(x y) @y = @N(x y) @x untuk 8(x y) 2 D maka dikatakan 2.1 adalah PDB eksak. Bukti Akan dibutkikan bagian pertama dari teorema ini. Jika 2.1 eksak di D maka Mdx+ Ndy adalah eksak difrensial di D. Dengan denisi 2.1.1 dan 2.1.2, maka terdapat suatu fungsi F sedemikian hingga @F(x y) @x = M(x y) dan @F(x y) @y = N(x y) untuk 8(x y) 2 D. Selanjutnya turunkan M terhadap y dan N terhadap x diperoleh @ 2 F (x y) @x@y = @M(x y) dan @2 F (x y) @y @y@x = @N(x y) @x Kita tahu bahwa @F(x y) @x@y = @F(x y) @y@x

BAB 2. PDB LINIER ORDER SATU 15 untuk 8(x y) 2 D, sehingga dapat disimpulkan @M(x y) @y = @N(x y) @x 8(x y) 2 D. Selanjutnya gunakan fakta ini untuk membuktikan bagian yang kedua. 2.1.2 Solusi PDB Eksak Ada dua cara menyelesaikan PDB jenis ini, yaitu menggunakan prosedur dalam teorema atau dengan teknik pengelompokan. Contoh 2.1.1 Tentukan solusi PDB eksak (3x 2 + 4xy)dx + (2x 2 + 2y)dy = 0 Penyelesaian 2.1.1 Jelas persamaan ini adalah PDB eksak karena @M(x y) @y = 4x = @N(x y) @x 8(x y) 2 D. Dengan menggunakan cara yang pertama maka kita mempunyai @F(x y) @x = 3x 2 + 4y dan @F(x y) @y = 2x 2 + 2y Integralkan bentuk pertama F (x y) = Z M(x y)@x + (y) = Z (3x 2 + 4xy)@x + (y) Kemudian turunkan terhadap y @F(x y) @y = 2x 2 + d(y) dy padahal kita punya @F(x y) @y = N(x y) = 2x 2 + 2y

BAB 2. PDB LINIER ORDER SATU 16 sehingga 2x 2 + 2y = 2x 2 + d(y) dy atau d(y) dy = 2y: Integralkan persamaan terakhir ini diperoleh (y) = y 2 + c 0, dengan demikian F (x y) menjadi F (x y) = x 3 + 2x 2 y + y 2 + c 0 : Bila F (x y) merupakan solusi umum maka keluarga solusi itu adalah F (x y) = c 1 sehingga ) x 3 + 2x 2 y + y 2 + c 0 = c1 atau x 3 + 2x 2 y + y 2 = c yang merupakan solusi persamaan PDB eksak yang dimaksud. Cara yang kedua adalah dengan menggunakan teknik pengelompokan, lihat catatan dalam perkuliahan. 2.1.3 Faktor Integrasi Faktor integrasi ini digunakan untuk menyelesaikan PDB order satu tidak eksak. Langkah yang dimaksud adalah merubah PDB tidak eksak menjadi eksak. Renungkan lagi persamaan 2.1, bila @M(x y) @y sedemikian hingga 6= @N(x y) @x maka dapat ditentukan (x y) (x y)m(x y)dx + (x y)n(x y)dy = 0 (2.2)

BAB 2. PDB LINIER ORDER SATU 17 merupakan PDB eksak. Sekarang bagaimana prosedur menentukan (x y), dapatlah digunakan teorema 2.1.1 diatas. Bila persamaan 2.2 eksak maka @(M) @y @ @y M + @M @y @M @y ; @N @x = @(N) @x = @ @x N + @N @x = N @ @x ; M @ @y (x y) = N @ ; M @ @x @y @M @y ; @N @x (2.3) adalah merupakan formula faktor integrasi secara umum. Contoh 2.1.2 Tentukan solusi PDB berikut ini 1. (4xy+3y 2 ;x)dx+x(x+2y)dy = 0, bila faktor integrasinya hanya tergantung pada x saja 2. (x 2 y + 2xy 2 + 2x + 3y)dx + (x 3 + 2x 2 y + 3x)dy = 0, bila faktor integrasinya hanya tergantung pada xy Penyelesaian 2.1.2 Soal nomor 1 bisa dilihat dalam catatan, selanjutnya kita bahas soal nomor 2. Jika tergantung pada xy ini berarti = (x y) misal z = xy maka sedangkan @ @x = @(z) @ y atau @z @y = @(z) @z x @M @y = x2 + 4xy + 3 dan @N @x = 3x2 + 4xy + 3:

BAB 2. PDB LINIER ORDER SATU 18 Sekarang gunakan faktor integrasi 2.3 dan substitusikan nilai-nilai diatas ini, maka didapat Z = (x3 + 2x 2 y + 3x) @(z) @z = @ @z @z = 1 Z @ 1 @z = @ z = ln y ; (x2 y + 2xy 2 + 2x + 3y) @(z) x @z (x 2 + 4xy + 3) ; (3x 2 + 4xy + 3) = e z = e xy Dengan demikian faktor integrasinya adalah (x y) = e xy. Sekarang soal nomor dua menjadi PDB eksak dengan mengalikan faktor integrasi terhadap sukusukunya dimasing-masing ruas. e xy (x 2 y + 2xy 2 + 2x + 3y)dx + e xy (x 3 + 2x 2 y + 3x)dy = 0 Dengan meyakini persamaan ini merupakan PDB eksak cara menyelesaikan sama dengan teknik diatas yakni terdapat dua cara. Coba anda kerjakan sebagai latihan 2.1.4 Teknik Variabel Terpisah Bila persaman 2.1 kita transformasikan kedalam bentuk f 1 (x)g 1 (y)dx + f 2 (x)g 2 (y)dy = 0 (2.4) selanjutnya kalikan persamaan ini dengan g 1 (y)f 2 (x) maka akan diadapat f 1 (x) f 2 (x) dx + g 2(x) dy = 0 (2.5) g 1 (y)

BAB 2. PDB LINIER ORDER SATU 19 Persamaan 2.4 tidak eksak namun persamaan 2.5 adalah eksak sehingga teknik penyelesaiannya menyesuaikan. Bisa juga dengan mengintegralkan langsung bentuk itu menjadi Z f1 (x) f 2 (x) dx + Z g2 (x) g 1 (y) dy = 0 Contoh 2.1.3 Tentukan solusi PDB berikut ini dengan menggunakan teknik pemisahan variabel. 1. (x + y) 2 dx ; xydy = 0 2. (2xy + 3y 2 )dx ; (2xy + x 2 )dy = 0 Penyelesaian 2.1.3 Soal nomor 1 bisa dilihat dalam catatan, selanjutnya kita bahas soal nomor 2. Ambil suatu permisalan y = vx dan tentunya dy = vdx+xdv, lalu substitusikan kedalam persamaan nomor 2. (2x 2 v + 3x 2 v 2 )dx ; (2x 2 v + x 2 )(vdx + xdv) = 0 2x 2 vdx + 3x 2 v 2 dx ; 2x 2 v 2 dx ; 2x 3 vdv ; x 2 vdx ; x 3 dv = 0 x 2 (v + v 2 )dx ; x 3 (2v ; 1)dv = 0 1 (2v ; 1) dx ; x (v + v 2 ) dv = 0 Jelas persamaan terakhir ini merupakan PDB eksak sehingga gunakan cara yang sama untuk menyelesaikannya. Atau bisa diintegralkan langsung menjadi Z 1 x dx ; Z (2v ; 1) (v + v 2 ) dv = 0 ln x + c 0 + ln v ; 3 ln(1 + v) + c 1 = 0 ln x + c 0 + ln(y=x) ; 3 ln(1 + (y=x)) + c 1 = 0 ) ln x + ln(y=x) ; 3 ln(1 + (y=x)) = c Persamaan terakhir adalah solusi umum dari PDB yang dimaksud.

BAB 2. PDB LINIER ORDER SATU 20 2.2 PDB Linier Order Satu Nonhomogen Pada umumnya PDB linier order satu nonhomogen dapat dinyatakan dengan Untuk persamaan 2.6 dapat kita tulis dalam dy + P (x)y = Q(x) dx (2.6) dy dx + P (x)y = Q(x)yn (2.7) (P (x)y ; Q(x))dx + dy = 0 sehingga M(x y) = P (x)y ; Q(x) dan N(x y) = 1: Sekarang @M(x y) @y = P (x) dan @N(x y) @x = 0 dengan demikian persamaan ini bukan merupakan PDB eksak, sehingga perlu ditentukan faktor integrasinya. Kita pilih faktor integrasi yang hanya tergantung pada x, yaitu (x). sedemikian ((x)p (x)y ; (x)q(x))dx + (x)dy = 0 merupakan PDB eksak, yang berakibat bahwa @ (x)p (x)y ; (x)q(x) @y = @(x) @x Selesaikan bentuk ini didapat P (x)dx = ln jj = 1 (x) @(x) Z P (x)dx ) = e R P (x)dx > 0

BAB 2. PDB LINIER ORDER SATU 21 Kalikan terhadap persamaan 2.6 didapat e R P (x)dx dy dx + er P (x)dx P (x)y = Q(x)e R P (x)dx yang mana hal ini sama dengan d e R P (x)dx y dx = Q(x)e R P (x)dx atau e R P (x)dx y = Z e R P (x)dx Q(x)dx + c atau ) y = e ; R P (x)dx R e R P (x)dx Q(x)dx + c (2.8) Persamaan ini disebut Persamaan Bernoulli Selanjutnya untuk persamaan 2.7 dapat kita tulis dalam Misal v = y 1;n maka dy = 1 dv yn dx (1;n) dx ;n dy y dx + P (x)y1;n = Q(x): sehingga persamaan diatas menjadi dv + (1 ; n)p (x)v = Q(x)(1 ; n) dx Misal P p (x) = (1 ; n)p (x) dan Q q (x) = (1 ; n)q(x) maka persamaan diatas dapat direduksi kedalam bentuk ) dv dx + P p(x)v = Q q (x) adalah persaman sebagaimana 2.6, sehingga cara menyelesaikan sama. Contoh 2.2.1 Tentukan solusi PDB berikut ini

BAB 2. PDB LINIER ORDER SATU 22 1. (x 2 + 1) dy + 4xy = x y(2) = 1 dx 2. dy dx + y = xy3 y(0) = 2 Penyelesaian 2.2.1 Soal nomor 1 dapat diselesaikan langsung dengan persamaan 2.8, sehingga maka P (x) = 4x (x 2 +1) dy dx + 4x (x 2 + 1) y = x (x 2 + 1) dan Q(x) = x (x 2 +1) y = e ; R P (x)dx Z sehingga dengan menggunakan e R P (x)dx Q(x)dx + c y dapat ditentukan sebagai y = x 4 4(x 2 + 1) 2 + x 2 2(x 2 + 1) 2 + c (x 2 + 1) 2 untuk y(2) = 1 maka substitusikan ke persamaan ini didapat c = 19, akhirnya solusi khususnya adalah ) y = x 4 4(x 2 + 1) 2 + x 2 2(x 2 + 1) 2 + 19 (x 2 + 1) 2 Ikuti langkah dalam prosedur yang telah diberikan untuk mengerjakan soal nomor 2. Anda kerjakan sebagai latihan

BAB 2. PDB LINIER ORDER SATU 23 Latihan Tutorial 2 1. Mana diantara soal-soal berikut ini yang merupakan PDB order 1 eksak. (a) (y sec 2 x + sec x tan x)dx + (tan x + 2y)dy = 0 (b) ( 2 + 1) cos rdr + 2 sin rd = 0 2s;1 s;s (c) ds + dt 2 = 0 t t 2 2. Selesaikanlah PD order 1 eksak berikut ini (a) (2y sin x cos x + y 2 sin x)dx + (sin 2 x ; 2y cos x)dy = 0 y(0) = 3! 1+8xy (b) 2=3 dx + 2x4=3 y 2=3 ;x!dy 1=3 = 0 y(1) = 8 x 2=3 y 1=3 y 4=3 3. Tentukan faktor integrasi untuk masing-masing soal berikut ini (a) (x 2 y + 2xy 2 + 2x + 3y)dx + (x 3 + 2x 2 y + 3x)dy = 0, bila tergantung pada xy (b) (y 3 ; 2x 2 y)dx + (2xy 2 ; x 3 )dy = 0, bila tergantung pada x + y 4. Gunakan metoda variabel terpisah untuk menyelesaikan beberapa persoalan berikut ini (a) (x tan y + y)dx ; xdy = 0 x (b) ( p x + y + p x ; y)dx + ( p x ; y ; p x + y)dy = 0 5. Gunakan metoda Bernoulli untuk menyelesaikan PD berikut ini (a) (x 2 + x ; 2) dy + 3(x + 1)y = x ; 1 dx (b) dr d + r tan = cos r( pi 4 ) = 1

BAB 3 Aplikasi PDB Order Satu 3.1 Masalah Dalam Mekanik Misal 4x adalah perubahan jarak yang ditimbulkan benda bergerak selama waktu 4t maka kecepatan rata-rata didenisikan Selanjutnya kecepatan sesaat adalah v r = 4x 4t = x B ; x A t B ; t A : 4x v = lim v r = lim 4!0 4t!0 4t v = dx (m=dt): dt v = dv dt (m=dt 2 ) Hukum 3.1.1 (Hukum Newton I) Hukum ini juga disebut hukum Kelembaman Newton yang berbunyi ' setiap benda akan tetap berada pada keadaan diam atau bergerak lurus beraturan kecuali jika benda itu dipaksa oleh gaya-gaya yang bekerja pada benda itu'. 24

BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU 25 Hukum 3.1.2 (Hukum Newton II) Percepatan yang ditimbulkan oleh gaya yang bekerja pada sebuah benda berbanding lurus (sebanding) dengan besar gaya itu, dan berbanding terbalik dengan massa kelembaman banda itu. Secara matematis dapat ditulis sebagai a = F=m atau F = ma dimana F adalah gaya dan m suatu massa. Analog dengan hukum Newton II ini, gerak jatuh bebas suatu benda dengan berat W tanpa mengikutsertakan gaya gesek udara adalah W = mg: F dalam hal ini direpresentasikan dengan W dan a = g, sehingga bisa kita tulis mg = W ma = F m dv dt = F m dv dx dx dt = F mv dv dx = F adalah model dari PDB order satu. Contoh 3.1.1 Benda dengan berat 8 newton dijatuhkan dari suatu ketinggian tertentu, yang bearawal dari keadaan diam. Jika kecepatan benda jatuh itu v, dan kecepatan gravitasi bumi adalah g = 10m=dt 2, serta gaya gesek udara adalah ;2v. Tentukan ekspresi kecepatan v dan jarak x pada saat tertentu.

BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU 26 Penyelesaian 3.1.1 Hukum newton mengatakan F = ma atau P F = ma. Dalam hal ini f 1 = W = 8 newton (gaya kebawah), dan F 2 =gaya gesek udara = ;2v (gaya keatas) sehingga m dv dt = F 1 + F 2 8 dv 10 dt = 8 ; 2v 1 8 ; 2v dv = 10 8 dt Karena benda berawal dari keadaan diam maka v(0) = 0, sehingga model PDB sekarang adalah 1 8 ; 2v dv = 10 8 dt v(0) = 0 Integralkan kedua ruasnya didapat ; 1 2 ln(8 ; 2v) + c 0 = 10 8 t + c 1 ln(8 ; 2v) = ; 5 2 t + c 2 (8 ; 2v) = e ; 5 2 t+c 2 2v = ;Ce ; 5 2 t + 8 v = 1 2 (8 ; Ce; 5 2 t ) Dengan memasukkan nilai awal v(0) = 0 maka c = 4 sehingga ekspresi kecepatan adalah v(t) = 4 ; 2e ; 5 2 t : Selanjutnya untuk menentukan ekspresi jarak maka rubah v(t) kedalam v = dx dt

BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU 27 sehingga model PDB sekarang adalalah dx dt x(0) = 0 = 4 ; 2e ; 5 2 t Dengan cara yang sama untuk solusi PDB ini maka ekspresi jarak terhadap waktu adalah x(t) = 4t ; 4 5 e 5 2 t + 4 5 3.2 Pertumbuhan dan Peluruhan Jika Q menunjukkan jumlah, kuantitas atau kualitas sesuatu dalam waktu t, maka perubahan (bertambah=pertumbuhan atau berkurang=peluruhan) yang disimbulkan dengan dq dt berbanding lurus dengan kuantitas Q, dengan kata lain dq dt dq dt = rq pertumbuhan = ;rq peluruhan 3.2.1 Pertumbuhan Populasi Jika y adalah jumlah populasi dalam waktu t, k adalah konstanta proportionalitas atau tingkat pertumbuhan maka model PDB pertumbuhan populasi adalah dy dt = ky y(t 0 ) = y 0

BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU 28 Selanjutnya bila k berubah-ubah maka dapat kita ganti dengan h(y) yang dapat dipilih h(y) = r ; ay maka model pertumbuhan menjadi dy dt = (r ; ay)y dy dt = r(1 ; y K )y dimana K = r a y(t 0 ) = y 0 PDB ini dikenal dengan persamaan Verhulst atau persamaan Logistik. Solusi kualitatif persamaan ini untuk r dan K positip adalah tertera dalam Gambar 3.1. Asymptotic solution y(x) -1-0.5 0.5 1 1.5 2 2.5 x -1-2 -3 3 2 1 0 Gambar 3.1: Solusi kualitatif persamaan pertumbuhan populasi. Contoh 3.2.1 Pertumbuhan populasi memenuhi model sebagai berikut dx dt = 1 100 x ; 1 (10) 8 x2 Bila tahun 1980 jumlah populasinya 100,000 maka 1. berapa besar populasi tahaun 2000 2. tahun berapa jumlah populasi akan menjadi 2 tahun 1980 3. berapa jumlah populasi terbesar untuk t > 1980

BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU 29 Penyelesaian 3.2.1 Bila tahun 1980 jumlah populasi 100,000 maka dapat dikatakan x(1980) = 100 000 sehingga model PDB sekarang adalah dx dt = 1 100 x ; 1 (10) 8 x2 x(t 0 ) = x 0 Rubah kedalam kedalam PD dengan variabel terpisah 1 dx = dt (10) ;2 x ; (10) ;8 2 x Integralkan kedua ruasnya Z Z 1 (10) ;2 x(1 ; (10) ;6 x) dx = 100 Z 1 x + (10);6 1 ; (10) ;6 x dx = Z dt dt 100 ; ln x ; ln(1 ; (10) ;6 x) + c 0 = t + c 1 x ln 1 ; (10) ;6 x = t 100 + c 2 x 1 ; (10) ;6 x = e t 100 +c 2 x 1 ; (10) ;6 x = ce t 100 x = Terapkan nilai awal x(1980) = 100 000 didapat c = (10)6 9e 19:8 x(t) = ce t 100 1 + (10) ;6 ce t 100 sehingga 10 6 1 + 9e 19:8;t=100 (3.1) Dengan demikian beberapa pertanyaan itu dapat diselesaikan sebagai berikut 1. jumlah populasi tahun 2000 artinya t = 2000. Substitusikan nilai t ini kedalam persamaan 3.1 didapat x = 119 495. Dengan demikian jumlah populasi tahun 2000 adalah 119,495 orang.

BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU 30 2. jumlah populasi 2 tahun 1980, berarti x = 200 000. Substitusikan nilai x ini kedalam persamaan 3.1 didapat t = 2061. Dengan demikian jumlah populasi akan dua kali lipat tahun 1980 dicapai pada tahun 2061. 3. Besar populasi untuk waktu yang tidak terbatas (t! 1) berarti x = lim t!1 10 6 1 + 9e 19:8;t=100 x = lim t!1 10 6 1 + 9e 19:8 e t=100 x = 10 6 = 1 000 000 Dengan demikian jumlah maksimum populasi untuk waktu yang tidak terbatas adalah satu juta orang. 3.2.2 Peluruhan Radioaktif Contoh 3.2.2 Radioaktif isotop Thorium-234 meluruh pada tingkat yang sebanding dengan jumlah isotop. Jika 100 mg dari material meluruh menjadi 82.04 mg dalam satu minggu, maka 1. tentukan ekspresi jumlah pada saat tertentu 2. tentukan interval waktu sehingga isotop itu meluruh menjadi setengah dari jumlah semula. Penyelesaian 3.2.2 Gunakan rumuspeluruhan. Misal Q jumlahisotop Thorium- 234 maka dalam waktu t model peristiwa peluruhan itu adalah dq dt = ;rq Q(0) = 100

BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU 31 Kemudian selesaikan PDB ini akan diperoleh Q(t) = 100e ;rt Kemudian terapkan sarat kedua, yakni dalam satu minggu (7 hari) isotop menjadi 82.04 mg artinya Q(7) = 82:04 mg akan didapat nilai r, sedemikian hingga ekspresi jumlah terhadap waktu (hari) adalah Q(t) = 100e ;0:02828t : Dengan mengetahui ekspresi ini akan menjadi mudah untuk mengerjakan pertanyaanpertanyaan diatas. (Teruskan sebagai latihan.) 3.3 Hukun Pendinginan Newton Perubahan suhu suatu benda atau bahan yang mengalami proses pendinginan sebanding dengan perbedaan antara suhu benda dan suhu disekitarnya. Dengan demikian bila Suhu benda itu adalah x dan suhu sekitarnya itu adalah x s maka proses pendinginan Newton terhadap waktu t digambarkan dengan dx dt = k(x ; x s) k > 0 dimana k adalah konstanta tingkat pendinginan. Contoh 3.3.1 Suatu benda dengan suhu 80 o C diletakkan diruangan yang bersuhu 50 o C pada saat t = 0. Dalam waktu 5 menit suhu benda tersebut menjadi 70 o C, maka 1. tentukan fungsi suhu pada saat tertentu 2. tentukan besarnya suhu benda pada 10 menit terakhir

BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU 32 3. kapan suhu menjadi 60 o C Penyelesaian 3.3.1 Dengan memahami persoalan ini maka model PDB proses pendinginan dapat ditulis sebagai dx dt = k(x ; 50) x(0) = 80 dan x(5) = 70 Solusi dari persamaan itu adalah ln(x ; 50) + c 0 = kt + c 1 (x ; 50) = ce kt x = 50 + ce kt Masukkan nilai awal maka nilai c = 30 sehingga persamaan menjadi x = 50 + 30e kt Dan masukkan kondisi kedua didapat sehingga ekspresi terakhir menjadi ; e k 2 1 5 = 3 ; 2 t 5 x(t) = 50 + 30 3 Selanjutnya anda selesaikan pertanyaan diatas dengan memakai ekspresi ini. 3.4 Campuran Suatu bahan dengan konsentrasi terterntu dicampur dengan bahan lain dalam suatu tempat sehingga bahan bercampur dengan sempurna dan menjadi campuran lain dengan konsentrasi berbeda. Bila Q menunjukkan jumlah bahan pada

BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU 33 saat tertentu, maka perubahan Q terhadap t ditunjukkan dengan dq dt. Kemudian bila proses yang terjadi adalah terdapat campuran masuk dan campuran yang keluar, dimana laju jumlah bahan masuk dinyatakan dengan proses IN dan laju jumlah bahan keluar dinyatakan dengan proses OUT maka dq dt = IN ; OUT v =r liter/min k =s gram/liter v =r liter/min K= L liter Q(0) = Q_0 gram Gambar 3.2: Proses campuran dalam tangki. Dimana bila laju masuk sama dengan laju keluar maka Contoh 3.4.1 IN = kv = sr gram=liter OUT = Q K v = Qr L gram=liter Suatu tangki mula-mula berisi 200 liter larutan yang mengandung 100 gram garam. Larutan (lain) yang mengandung garam dengan konsentrasi 1 gram/liter masuk kedalam tangki dengan laju 4 liter/menit dan bercampur dengan sempurna, kemudian campuran itu diperkenankan keluar dengan laju 4 liter/menit. 1. Formulasikan masalah nilai awal tersebut

BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU 34 2. Tentukan jumlah garam Q setiap saat. Penyelesaian 3.4.1 Formula campuran adalah dq dt = IN ; OUT: Diketahui s = 1 gram=liter r = 4 liter=menit L = 200 liter dan Q(0) = 100 didapat Sehingga IN = kv = s gram=liter r liter=menit = 4 gram=liter OUT = Q K v = Q K gram=liter r liter=menit = 4Q 200 gram=liter 1. Model PDBnya adalah dq dt = 4 ; 4Q 200 = 4 ; Q 50 Q(0) = 100 2. Dengan menyelesaikan PDB ini didapat ekspresi jumlah garam setiap saat Q(t) = 200 ; 100e ;t=50

BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU 35 Latihan Tutorial 3 1. Suatu benda yang massanya 50 kg dari keadaan diam di suatu puncak bergerak diatas bidang miring dengan panjang 20 m dari puncak ketanah, dan sudut kemiringan 45 o (lihat Gambar 1). Bila koesien gesek kinitis k = 0:2. Tentukan: (i) ekspresi fungsi kecepatan dalam waktu t, (ii) berapa jarak yang ditempuh benda selama 5 detik, dan (iii) berapa waktu t yang dibutuhkan untuk mencapai tanah. N f gesek 45 o W 45 o Gambar 3.3: Gerakan benda pada bidang miring. fpetunjuk : uraikan gaya-gaya yang bekerja pada benda dan ingat f gesek = k N g. 2. Suatu benda dengan massa konstan m ditembakkan tegak lurus keatas menjauhi permukaan bumi dengan kecepatan awal V 0 km=dt 2. Bila diasumsikan tidak ada gesekan udara namun berat benda berubah dalam jarak-jarak tertentu terhadap bumi, maka tentukan (a) model matematik dari kecepatan V (t) selama benda itu meluncur (b) tentukan V 0 untuk mencapai ketinggian maksimum 100 km

BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU 36 (c) tentukan maksimum V 0 supaya benda yang ditembakkan tadi tidak kembali kebumi. (Petunjuk : gunakan g = 0:098 km=dt 2, jari-jari bumi R = 6378:388 km dan fungsi berat dalam jarak x terhadap bumi yang umumnya dinyatakan sebagai w(x) = mgr2 (R+x) 2 ) 3. Model pertumbuhan populasi dapat ditulis dalam persamaan dy dt = ry; 1 T y; 1 untuk r dan T konstanta positip, maka (a) gambar grak f(y) dan y. (b) tentukan model grak y dan t untuk memberikan gambaran solusi kualitatif dari PD tersebut. 4. Jam 10.00 WIB seseorang mengambil secangkir kopi panas dari microwave oven dan meletakkan di ruang tamu dengan maksud untuk meminumnya setelah agak dingin. Awal mula suhu kopi adalah 95 o C. Selanjutnya 10 menit kemudian besar suhu kopi menjadi 75 o C. Asumsikan suhu ruang tamu itu adalah konstan 27 o C. (a) Berapa besar suhu kopi pada jam 10.18 WIB (b) Orang ini suka meminum kopi yang suhunya antara 55 o C sampai 60 o C, maka antara jam berapa dia harus minum kopi itu. 5. Sebuah tangki besar awal mula berisi 300 liter larutan yang mengandung 5 kg garam. Larutan lain yang mengandung garam de-ngan konsentrasi 1kg/liter dituangkan kedalam tangki dengan laju 5 liter/menit dan campu- 2 ran dalam tangki mengalir keluar dengan laju 3 liter/menit.

BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU 37 (a) Tentukan model matematik tentang banyaknya garam dalam tangki setiap saat. (b) Bila kapasitas maksimum tangki 750 liter tentukan domain waktu t sehingga model diatas tetap berlaku. (c) Pada poin (b) berapa besar konsentrasi larutan pada saat tangki penuh. (d) Bila tangki tidak mempunyai kapasitas maksimum, tentukan konsentrasi larutan untuk jangka waktu tak terbatas. 6. Suatu tangki berkapasitas 500 liter mula-mula berisi 200 liter larutan yang mengandung 100 gram garam. Larutan (lain) yang mengandung garam dengan konsentrasi 1 gram/litermasuk kedalam tangki dengan laju 3 liter/menit dan campuran dalam tangki diperkenankan keluar dengan laju 2 liter/menit. Tentukan model matematik yang menyatakan banyaknya garam dalam tangki setiap saat (sebelum dan sesudah tangki penuh).

BAB 4 PDB Linier Order Dua Untuk memulai pembahasan ini terlebih dahulu akan ditinjau beberapa teorema tentang konsep umum PDB order n. 4.1 PDB Order n Homogen Denisi 4.1.1 Bila f 1 f 2 : : : f m adalah fungsi kontinyu pada sebarang x 2 [a b] dan c 1 c 2 : : : c m adalah konstanta sebanyak m maka kombinasi linier fungsi ini ditulis dengan c 1 f 1 + c 2 f 2 + + c m f m Denisi 4.1.2 Fungsi f 1 f 2 : : : f m dikatakan tergantung linier pada interval [a b] bila terdapat c 1 c 2 : : : c m yang tidak semuanya nol sedemikian hingga c 1 f 1 + c 2 f 2 + + c m f m = 0 untuk sebarang x 2 [a b], dan dikatakan bebas linier bila semua c 1 c 2 : : : c m sama dengan nol. Teorema 4.1.1 Suatu PDB disajikan dalam a 0 (x)y (n) + a 1 (x)y (n;1) + + a n (x)y = 0 dimana a 0 (x) 6= 0: (4.1) 38

BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA 39 Misal f 1 f 2 : : : f m solusi sebanyak m maka solusi umum PDB ini merupakan kombinasi bebas linier dari fungsi-fungsi ini, yaitu y = c 1 f 1 + c 2 f 2 + + c m f m. Bukti : Turunkan solusi umum ini sebanyak n kali kemudian substitusikan kedalam persamaan (4.3). y = c 1 f 1 + c 2 f 2 + + c m f m maka a 0 (x) y 0 = c 1 f 0 1 + c 2 f 0 2 + + c m f 0 m. y (n;1) = c 1 f (n;1) 1 + c 2 f (n;1) 2 + + c m f (n;1) m y (n) = c 1 f (n) 1 + c 2 f (n) 2 + + c m f (n) m c 1 f (n) 1 + c 2 f (n) 2 + + c m f m (n) + a 1 (x) c 1 f (n;1) 1 + c 2 f (n;1) 2 + + c m f m (n;1) + +a n (x) c 1 f 1 +c 2 f 2 + +c m f m = 0, dan dapat disederhanakan menjadi c 1 a 0 (x)f (n) 1 +a 1 (x)f (n;1) 1 + +a n (x)f 1 +c 2 a 0 (x)f (n) 2 +a 1 (x)f (n;1) 2 + + a n (x)f 2 + + c m a 0 (x)f m (n) + a 1 (x)f m (n;1) + + a n (x)f m = 0. Analog dari persamaan (4.3) maka ruas kiri persamaan terakhir akan sama dengan nol, sehingga terbukti y = c 1 f 1 + c 2 f 2 + + c m f m merupakan solusi umum. 2 Denisi 4.1.3 Misal f 1 f 2 : : : f m adalah fungsi riel yang kontinyu pada turunan ke (n ; 1) dalam interval [a b] maka W (f 1 f 2 : : : f n ) = f 1 f 2 : : : f n f 0 1 f 0 2 : : : f 0 n.. f (n;1) 1 f (n;1) 2 : : : f n (n;1) disebut determinan matrik "Wronskian" yang terdenisi pada [a b]...

BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA 40 Teorema 4.1.2 Fungsi-fungsi solusi f 1 f 2 : : : f n dari PDB homogen order n dikatakan bebas linier bila W (f 1 f 2 : : : f n ) 6= 0 Contoh 4.1.1 Buktikan bahwa 1. Jika sin x cos x merupakan solusi dari y 00 +y = 0 maka y = c 1 sin x+c 2 cos x juga solusi PDB ini, dan buktikan solusi-solusi itu bebas linier. 2. Jika e x e ;x e 2x merupakan solusi dari y 00 ; 2y 00 ; y 0 + 2y = 0 maka y = c 1 e x +c 2 e ;x +c 3 e 2x juga solusi PDB ini, dan buktikan solusi-solusi itu bebas linier. Cara sederhana untuk menyelesaikan PDB homogen order n ini adalah dengan cara mereduksi ordernya. Teorema 4.1.3 Suatu PDB a 0 (x)y (n) + a 1 (x)y (n;1) + + a n (x)y = 0 a 0 (x) 6= 0 maka permisalan y = f(x)v akan mengurangi order PDB menjadi (n ; 1). Contoh 4.1.2 Salah satu solusi PDB (x 2 + 1)y 00 ; 2xy 0 + 2y = 0 adalah f 1 = x maka tentukan solusi umumnya. Penyelesaian 4.1.1 Misal f 2 = y = f 1 v = xv y 0 = v + xv 0 y 00 = 2v 0 + xv 00 :

BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA 41 Substitusikan kedalam PDB pada persoalan ini didapat x(x 2 +1)v 00 +2v 0 = 0 dan misal w = v 0 maka x(x 2 + 1) dw dx + 2w = 0 dw dx = ; 2w x(x 2 + 1) 1 w dw = ; 2 x(x 2 + 1) dx = ; ; 2 x + 2x (x 2 + 1) dx ln w = ln x ;2 + ln(x 2 + 1) + ln c ln w = ln 1 x 2 (x2 + 1) sehingga solusi umunnya adalah ) w = 1 x 2 (x2 + 1): Sementara w = v 0, maka persamaan terakhir dapat diperoses menjadi dv dx = c(x2 + 1) x 2 dv = (x2 + 1) pilih c = 1 x 2 dv = 1 + 1x dx 2 v = x ; 1 x : Sekarang f 2 = f 1 v = x ; x ; 1 x = x2 ; 1 maka solusi umum dari PDB diatas adalah ) y = c 1 x + c 2 (x 2 ; 1):

BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA 42 4.2 PDB Order n Nonhomogen Suatu PDB order n nonhomogen disajikan dalam bentuk a 0 (x)y (n) + a 1 (x)y (n;1) + + a n (x)y = F (x) a 0 (x) 6= 0 (4.2) Teorema 4.2.1 Bila u adalah solusi umum PDB homogen dari persamaan (4.4) dan v solusi khusus persamaan (4.4) maka u + v adalah solusi umum PDB nonhomogen. Misal diberikan PDB y 00 + y = x. Bila solusi umum PDB y 00 + y = 0 adalah y u = c 1 sin x + c 2 cos x dan solusi khusus y 00 + y = x adalah y k = x maka solusi umum PDB ini adalah y = y u + y k atau y = c 1 sin x + c 2 cos x + x. 4.3 PDB Order Dua 4.3.1 PDB Order Dua Homogen Suatu PDB order dua didenisikan dengan persamaan p(x)y 00 + q(x)y 0 + r(x)y = 0 (4.3) bila p q r adalah fungsi konstan maka dapat ditulis dengan persamaan berikut ay 00 + by 0 + cy = 0: (4.4) Persamaan karakteristik dari persamaan ini diperoleh dengan cara memisalkan y = e rt y 0 = re rt y 00 = r 2 e rt

BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA 43 sehingga persamaan (4.4) menjadi ar 2 e rt + bre rt + ce rt = 0 (ar 2 + br + c)e rt = 0: Bila e rt 6= 0 maka ar 2 + br + c = 0 merupakan persamaan karakteristik dari PDB order dua homogen dengan dengan koesien konstan, dan y = e rt merupakan solusi dari persamaan (4.4). Akar-Akar Riel dan Berbeda Bila persamaan karakteristik mempunyai akar-akar riel dan berbeda (D > 0) maka ditemukan r 1 6= r 2 sehingga solusi PDB dalam persamaan (4.4) adalah ) y = c 1 e r1t + c 2 e r2t : Misal diberikan PDB y 00 + 5y 0 + 6y = 0 maka persamaan karakteristiknya adalah r 2 + 5r + 6 = 0, dengan akar-akar r 1 = ;2 dan r 2 = ;3, sehingga solusi umumnya y = c 1 e ;2t + c 2 e ;3t. Selanjutnya bila diterapkan nilai awal y(0) = 2 dan y 0 (0) = 3 maka nilai c 1 c 2 dapat diperoleh dengan cara menurunkan solusi umum dua kali, yaitu y 0 = ;2c 1 e ;2t ; 3c 2 e ;3t dan y 00 = 4c 1 e ;2t + 9c 2 e ;3t dan substitusikan kedua nilai awal itu kedalam persamaan ini, diperoleh sistem c 1 + c 2 = 2 ;2c 1 ; 3c 2 = 3 dimana c 1 = 9 dan c 2 = ;7 dan solusi khususnya menjadi y = 9e ;2t ; 7e ;3t. Contoh 4.3.1 Selesaikan persoalan berikut 1. 4y 00 ; 8y 0 + 3y = 0 y(0) = 2 y 0 (0) = 1 2

BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA 44 2. 6y 00 + 4y 0 + 3y = 0 y(0) = 4 y 0 (0) = 0 3. y 00 + 5y 0 + 3y = 0 y(0) = 1 y 0 (0) = 0 Akar-Akar Komplek Persamaan karakteristik persamaan PDB order dua homogen adalah ar 2 +br+c = 0. Jika D < 0 maka akar-akarnya adalah bilangan komplek, yaitu r 1 = + i dan r 2 = ; i, dengan demikian solusi kompleknya adalah y 1 = c 1 e (+i)t (4.5) y 2 = c 1 e (;i)t (4.6) Teorema 4.3.1 (Teorema Taylor) Jika f(t) mempunyai n + 1 turunan kontinyu pada interval [a b] untuk beberapa n 0 dan bila t t 0 2 [a b] maka f(t) p n (t) + R n+1 (t) p n (t) = f(t 0 ) + (t ; t 0) f 0 (t 0 ) + + (t ; t 0) n f (n) (t 0 ) 1! n! R n+1 (t) = 1 n! untuk antara t 0 dan t. Z t t 0 (t ; t) n f (n+1) (t)dt = (t ; t 0) n+1 f (n+1) () (n + 1)! Dengan menerapkan teorema ini maka aproksimasi untuk fungsi-fungsi berikut pada t 0 = 0 adalah: e at = 1 + at + (at)2 2! sin at = (at)1 1! cos at = (at)0 0! ; (at)3 3! ; (at)2 2! + (at)3 3! + (at)5 5! + (at)4 4! + = ; = ; = 1X 1X n=0 1X n=1 n=0 (at) n n! n;1 (at)2n;1 (;1) (2n ; 1)! (;1) n (at)2n (2n)!

BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA 45 Selanjutnya dalam ekspresi solusi komplek e it dapat ditulis sebagai berikut e it = 1 + it + (it)2 2! = 1X n=0 + (it)3 3! + : : : X (;1) n (at)2n 1 (2n)! + i n;1 (at)2n;1 (;1) (2n ; 1)! n=1 = cos t + i sin t: Dengan menerapkan persamaan terakhir ini maka solusi komplek (4.5) dan (4.6) menjadi y 1 = e (+i)t = e t; cos t + i sin t y 2 = e (;i)t = e t; cos t ; i sin t : Bila keduanya dijumlahkan dan dikurangkan maka u(t) = y 1 + y 2 = 2e t cos t v(t) = y 1 ; y 2 = 2ie t sin t: Abaikan bilangan 2 dan 2i dengan pertimbangan diganti dengan konstanta esensial lainnya maka solusi umum PDB dengan persamaan akar karakteristik komplek adalah ) y = c 1 u(t) + c 2 v(t) = c 1 e t cos t + c 2 e t sin t : Suatu contoh dapat ditunjukkan untuk menyelesaikan PDB y 00 + y 0 + y = 0. Persamaan karakteristik PDB ini adalah r 2 + r + 1 = 0 sehingga akar-akar q q kompleknya adalah r 12 = ; 1 i 3. Jadi = ; 1 dan = 3 sehingga solusi 2 4 2 4 q q umunya y = c 1 e ; 1 2 t 3 cos t + c 4 2e ; 1 2 t 3 sin t. 4

BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA 46 Akar-Akar Riel dan Sama Untuk kasus ini, persamaan karakteristik ar 2 + br + c = 0 akan mempunyai D = b 2 ; 4ac = 0 sehingga r 1 = r 2 = ; b. Dengan demikian salah satu solusi 2a PDB adalah y k = e ; b 2a t. Misal solusi umumnya adalah y = v(t)y k (t) = v(t)e ; b 2a t maka y 0 = v 0 (t)e ; b 2a t ; b 2a v(t)e; b 2a t y 00 = v 00 (t)e ; b 2a t ; b a v0 (t)e ; b 2a t + b2 4a 2 v(t)e; b 2a t Sehingga dengan mensubstitusikan kedalam PDB ay 00 + by 0 + cy = 0 diperoleh a v 00 (t) ; b a v0 (t)+ b2 v(t) + b v 0 (t) ; b v(t) + cv(t) e ; b t 4a 2 2a = 0: Bila e ; b t 2a 6= 0 2a maka av 00 (t)+ ; b2 4a + c = 0: Karena b 2 ; 4ac = 0 maka persamaan ini menjadi av 00 (t) = 0 dimana solusi umumnya adalah v(t) = c 1 t + c 2. Dengan demikian solusi umum PDB dengan akar persamaan karakteristik berulang adalah: ) y = v(t)y 1 (t) = c 1 e ; b 2a t + c 2 te ; b 2a t 4.3.2 PDB Order Dua Nonhomogen Suatu PDB disajikan dalam persamaan berikut: L[y] = y 00 + p(t)y 0 + q(t)y = g(t) (4.7) L[y] = y 00 + p(t)y 0 + q(t)y = 0 (4.8) Teorema 4.3.2 Jika Y 1 dan Y 2 adalah solusi persamaan (4.7) maka Y 1 ; Y 2 adalah solusi persamaan (4.7). Dan bila y 1 y 2 solusi persamaan (4.7) maka Y 1 (t) ; Y 2 (t) = c 1 y 1 (t) + c 2 y 2 (t)

BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA 47 Ini berarti solusi umum dari persamaan (4.7) adalah ) y(t) = c 1 y 1 (t) + c 2 y 2 t +y {z } k (t) solusi homogen Diberikan PDB y 00 ; 3y 0 ; 4y = 3e 2t. Solusi persamaan homogennya adalah y h = c 1 e ;t + c 1 e 4t. Kemudian akan ditentukan solusi persamaan nonhomogen dengan memisalkan y k = Ae 2t sebagai solusi. Berikutnya adalah menentukan nilai A yang dalam dalam hal ini diperoleh dari menurunkannnya dua kali y 0 k = 2Ae2t dan y 00 k = 4Ae2t kemudian mensubstitusikan kedalam PDB diperoleh A = ; 1 2. Sehingga solusi umumnya adalah y = c 1 e ;t + c 1 e 4t ; 1 2 e2t : Permasalahan yang paling banyak dihadapi nantinya adalah bagaimana membuat permisalan untuk menentukan solusi khusus y k. Kadangkala pemisalahan itu harus diulang dua kali untuk menentukan koesien yang tepat bagi solusi ini. Oleh karena itu untuk memudahkannya diberikan panduan berikut. g i (t) Y i (t) P n (t) = a 0 t n + a 1 t n;1 + + a n t s (A 0 t n + A 1 t n;1 + + a N ) P n (t)e at t s (A 0 t n + A 1 t n;1 + + a N )e at sin t P n (t)e at t (A s 0 t n + A 1 t n;1 + + a N )e at cos t+ cos t (A 0 t n + A 1 t n;1 + + a N )e at sin t Tabel 4.1: Panduan permisalan solusi khusus PDB non homogen. Contoh 4.3.2 Selesaikan persoalan berikut 1. y 00 ; 3y 0 ; 4y = 2 sin t 2. y 00 ; 2y 0 ; 3y = ;8e t cos 2t 3. y 00 ; y 00 ; 2y = 5e 5t + 2 sin 3t ; 18e t cos 4t

BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA 48 Variasi Parameter Diberikan PDB nonhomogen y 00 (t) + p(t)y 0 (t) + q(t)y(t) = g(t) (4.9) maka y h (t) = c 1 y 1 (t) + c 2 y 2 (t) adalah solusi PDB homogen y 00 + p(t)y 0 + q(t)y = 0: (4.10) Kemudian bila c 1 diganti dengan u 1 (t) dan c 2 dengan u 2 (t) maka diperoleh y(t) = u 1 (t)y 1 (t) + u 2 (t)y 2 (t) (4.11) adalah solusi umum persamaan (4.9). Turunkan satu kali y 0 (t) = u 0 1(t)y 1 (t) + u 1 (t)y 0 1(t) + u 0 2(t)y 2 (t) + u 2 (t)y 0 2(t): Set u 0 1(t)y 1 (t) + u 0 2(t)y 2 (t) = 0 (4.12) maka y 0 (t) = u 1 (t)y 0 1 (t) + u 2(t)y 0 2 (t) y 00 (t) = u 0 1(t)y 0 1(t) + u 1 (t)y 00 1(t) + u 0 2(t)y 0 2(t) + u 2 (t)y 00 2(t): Substitusikan dua persamaan terakhir ini kedalam persamaan (4.9) diperoleh u 1 (t) y 00 1 (t)+p(t)y0 1 (t)+q(t)y 1(t) +u 2 (t) y 00 2 (t)+p(t)y0 2 (t)+q(t)y 2(t) +u 0 1 (t)y0 1 (t)+ u 0 2(t)y 0 2(t) = g(t). Suku pertama dan kedua adalah sama dengan nol, karena y 1 y 2 adalah solusi PDB (4.11) sehingga u 0 1 (t)y0 (t) + 1 u0 2 (t)y0 2 (t) = g(t) (4.13)

BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA 49 Dua persamaan (4.12) dan (4.13) akan membentuk sistem persamaan linier dimana u 0 (t) dan 1 u0 2 (t) dapat ditentukan sebagai berikut: u 0 1 (t) = u 0 2(t) = 0 y 2 (t) g(t) y 0 2(t) W (y 1 y 2 )(t) y 1 (t) 0 y 0 1(t) g(t) W (y 1 y 2 )(t) = ; y 2(t)g(t) W : = y 1(t)g(t) W : Sehingga u 1 (t) = u 2 (t) = Z ; y 2(t)g(t) W dt + c 1 Z y1 (t)g(t) W dt + c 2: Dan solusi umum (4.11) menjadi ) y(t) = R ; y 2(t)g(t) W R dt y y 1(t) + 1 (t)g(t) dt y W 2(t) Sebagai contoh dapat diselesaikan PDB y 00 +4y = 3 csc t. Persamaan homogennya adalah y 00 +4y = 0 dengan persamaan karakteristik r 2 +4 = 0 dan mempunyai akar komplek r 12 = 0 2i. Dengan demikian solusinya y h = c 1 cos 2t + c 2 sin 2t. Dari keseluruhan soal ini dapat disimpulkan bahwa g(t) = 3 csc t y 1 (t) = cos 2t dan y 2 = sin 2t sehingga y 0 (t) = ;2 sin 2t dan 1 y0 2 (t) = ;2 sin 2t. Dengan menerapkan prosedur diatas maka u 0 1(t) = 0 y 2 (t) g(t) y2(t) 0 W (y 1 y 2 )(t) 3 sin 2t csc t = ; 2[cos 2 2t + sin 2 2t]

BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA 50 u 0 2(t) = y 1 (t) 0 y 0 (t) 1 g(t) W (y 1 y 2 )(t) = 3 csc t ; 3 sin t 2 Dengan proses yang sederhana diperoleh u 1 (t) = ;3 sin t + c 1 u 2 (t) = 3 2 ln j csc t ; cot tj + 3 cos t + c 2 Sehingga solusi umumnya adalah ) y(t) = c 1 cos 2t + c 2 sin 2t ; 3 sin t cos 2t + 3 cos t sin 2t + 3 ln j csc t ; cot tj sin 2t 2

BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA 51 Latihan Tutorial 4 1. Tentukan solusi umum dari masing-masing persamaan diferensial order dua berikut ini: (a) y 00 ; 2y 0 ; 8y = 4e 2x ; 21e ;3x (b) y 00 + 2y 0 + 5y = 6 sin 2x + 7 cos 2x (c) 2y 00 + 32y 0 ; 2y = 6x 2 e x ; 4x 2 + 12 (d) y 00 + 4y = 4 sin 2x + 8 cos 2x (e) y 00 + y 0 ; 2y = 6e ;2x + 3e x ; 4x 2 (f) y 00 ; 6y 0 + 5y = 24x 2 e x + 8e 5x (g) y 00 ; 4y 0 + 5y = 6e 2x cos x (h) y 00 + 4y 0 = 4 sin 2x + 8 cos 2x (i) y 00 + y 0 ; 6y = 10e 2x ; 18e 3x ; 6x ; 11 (j) y 00 + 4y = 12x 2 ; 16x cos 2x (k) 4y 00 ; 4y 0 + y = e x=2 + e ;x=2 (l) y 00 + 2y 0 + 10y = 5xe ;2x (m) y 00 + 6y 0 + 5y = 2e x + 10e 5x (n) y 00 + 2y 0 + 4y = 13 cos 4x 2. Selesaikan masalah nilai awal berikut ini: (a) y 00 ; 4y 0 + 3y = 9x 2 + 4 y(0) = 6 y 0 (0) = 8 (b) y 00 + 5y 0 + 4y = 16x + 20e x y(0) = 0 y 0 (0) = 3