INTEGRAL RIEMANN-LEBESGUE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INTEGRAL RIEMANN-LEBESGUE"

Transkripsi

1 INTEGRAL RIEMANN-LEBESGUE Ikram Hamid Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam FKIP Universitas Khairun ABSTRACT In this paper, we discuss a Riemann-type integrals, we called RL-integral. Then, we will construct the RL-integral on [, ] by studying some basic properties of RL-integrable functions, the characteristics of RL-primitive, the relation between the RL-integral and the Henstock Integral, and some convergence theorems for RL-Integral. Key words: Henstock Integral, RL-Integral, RL-Primitive, Convergence Theorems. PENDAHULUAN Dalam definisi integral, integral Riemann menggunakan suatu konstanta positif, sedangkan integral Henstock menggunakan suatu fungsi positif. Namun ke dua jenis integral tersebut dalam masalah numerik, yang lebih dipilih konstanta positif. Hal ini memberikan motivasi untuk memperkenalkan suatu jenis integral yang menggunakan peran konstanta positif, namun tetap mempertahankan sifat dari integral Henstock. Jenis integral yang dimaksud adalah integral Riemann-Lebesgue atau disebut dengan integral-rl. Definisi integral-rl telah diperkenalkan oleh (Lee, 1989) dengan beberapa sifat yang kajiannya belum mendalam. Oleh karena itu, dalam paper ini akan diselediki lebih mendalam sifat-sifat integral-rl, antara lain sifat-sifat dasar integral-rl, Karakteristik primitif-rl, hubungan antara integral-rl dengan integral Henstock, dan beberapa teorema kekonvergenan pada integral-rl. METODE Metode penelitian yang digunakan adalah studi literatur, yaitu mengumpulkan materi-materi penelitian yang dimbil dari beberapa buku analisis yang memuat tentang integral Riemann-Lebesgue. Selanjutnya mempelajari dan membahas materi tersebut. PEMBAHASAN 1. Partisi dan Integral Henstock Dalam kajian berikut ini, akan dibicarakan beberapa konsep awal yang diperlukan untuk mengkonstruksi sifat-sifat yang berlaku pada integral-rl. 19

2 1.1 Partisi Konsep partisi memberikan kontribusi penting dalam membangun teori integral. Berikut ini akan diperkenalkan pengertian partisi Lebesgue dan partisi Peon δ fine. Definisi (Pfeffer, 1993) Diberikan [uu 1, vv 1 ], [uu 2, vv 2 ],, [uu, vv ] interval-interval yang tidak saling tumpang-tindih di dalam interval [, ] R dan xx 1, xx 2,, xx di dalam [, ] R. a) Koleksi pasangan interval-titik PP = {([uu, vv], xx)} = {([uu ii, vv ii ], xx ii ); ii = 1,2,, } disebut (i) partisi Lebesgue pada [, ] jika ii=1 [uu ii, vv ii ] = [, ] (ii) partisi parsial Lebesgue di dalam [, ] jika ii=1[uu ii, vv ii ] b) Diberikan fungsi δδ: [, ] R. Koleksi pasangan interval-titik PP = {([uu, vv], xx)} = {([uu ii, vv ii ], xx ii ); ii = 1,2,, } disebut (i) (ii) Partisi Peon δδ ffffffff pada [, ] jika xx ii [uu ii, vv ii ] xx ii δδ(xx ii ), xx ii + δδ(xx ii ) dan ii=1 [uu ii, vv ii ] partisi parsial Peon δδ ffffffff di dalam [, ] jika xx ii [uu ii, vv ii ] xx ii δδ(xx ii ), xx ii + δδ(xx ii ) dan ii=1[uu ii, vv ii ] [, ]. = [, ] [, ]. Partisi yang digunakan pada pembahasan integral Riemann-Lebesgue adalah partisi Lebesgue. Selanjutnya, eksistensi partisi Peron δδ-fine pada interval [, ] R yang selanjutnya disebut partisi δδ-fine pada interval [, ], dijamin oleh Teorema Teorema (Lemma Cousin) (Pfeffer, 1993) Untuk setiap fungsi positif δδ pada selang [, ] terdapat parisi δδ-fine pada [, ]. Bukti: Dibuktikan dengan kontradiksi. Andaikan terdapat fungsi positif δδ pada [, ] sehingga tidak terdapat partisi δδ-fine pada E. Diambil selang EE = [, ], xx jj EE dengan xx jj = jj + jj, jj = 1,2,, nn. Hal ini mengakibatkan selang E terbagi menjadi 2 2 bagian dengan panjang sama. Karena dalam selang E tidak terdapat partisi δδ-fine maka paling sedikit salah satu selang bagian tersebut tidak mempunyai partisi δδ-fine. Namakan salah satu selang bagian yang dimaksud dengan EE 1 = [ 1, 1 ]. Diambil xx jj EE dengan xx jj = jj jj, jj = 1,2,, nn, diperoleh 2 bagian di dalam selang EE 1 yang 2 salah satu selang bagiannya tidak mempunya partisi δδ-fine. Namakan salah satu 20

3 interval bagian yang dimaksud dengan EE 2 = [ 2, 2 ]. Proses ini dilanjutkan terusmenerus sehingga diperoleh barisan selang tertutup {EE nn } untuk nn = 1,2, yang tidak mempunyai partisi δδ-fine dengan sifat (1) EE EE 1 EE 2 (2) lim nn EE nn = 0, dengan EE nn menyatakan panjang selang EE nn. Jadi {EE nn } merupakan barisan selang susut yang memenuhi syarat-syarat teorema selang susut (nested interval ). Oleh karena itu terdapat tepat satu xx EE nn, untuk setiap n. Karena lim nn EE nn = 0 dan xx EE nn untuk setiap n, maka terdapat EE kk sehingga EE kk BB xx, δδ(xx). Jelas bahwa (EE kk, xx) merupakan partisi δδ-fine pada selang EE kk. Hal ini merupakan suatu kontradiksi. Jadi pengandaian salah. 1.2 Integral Henstock Selanjutnya, diberikan pengertian integral Henstock dan beberapa sifat Integral Henstock yang akan digunakan pada pembahasan-pembahasan selanjutnya. Definisi (Lee, 1999) Fungsi ff [, ] R dikatakan terintegral Henstock pada [, ], dituliskan ff HH[, ], jika terdapat bilangan real A dengan sifat untuk setiap εε > 0 terdapat fungsi positif δδ pada [, ] sehingga untuk setiap partisi δδfinedd = {([uu, vv]; xx)} = {([uu ii, vv ii ], xx ii ); ii = 1,2,3, pp} pada [, ] berlaku (DD) ff(xx)(vv uu) AA < εε. Selanjutnya, bilangan A di dalam Definisi disebut nilai integral Henstock fungsi f pada [, ], dan dituliskan AA = (HH) ff = (HH) ff(xx) dddd. Diberikan fungsi f terintegral Henstock pada [, ] dan fungsi FF: [, ] R, dengan rumus xx FF(xx) = (HH) ff(xx)dddd, untuk setiap xx [, ]. Selanjutnya F disebut fungsi primitif dari fungsi yang terintegral Henstock pada [, ] atau F disebut primitif-h fungsi f pada [, ]. Berdasarkan pembentukan fungsi F di atas akan diberikan beberapa sifat integral Henstock pada [, ] yang berhubungan dengan primitif-h fungsi f pada [, ]. 21

4 Teorema (Lemma Henstock) (Lee dan Vyy bornyy, 1999) Jika fungsi f terintegral Henstock pada [, ], yaitu untuk setiap εε > 0 terdapat fungsi positif δδ pada [, ] dengan sifat untuk setiap DD partisi δδ-fine pada [. ] berlaku (DD) {ff(xx)(vv uu) FF(uu, vv)} < εε maka untuk sebarang DD 1 DD partisi parsial δδ-fine di dalam [, ] berlaku (DD 1 ) {ff(xx)(vv uu) FF(uu, vv)} < 2εε dengan F menyatakan primitif-h fungsi f pada [, ]. Diketahui fungsi ff [, ] R. Untuk setiap N, dibentuk ff NN fungsi pada [, ] sebagai berikut ff(xx), ff NN (xx) = NN, NN, ff(xx) NN ff(xx) > NN ff(xx) < NN, untuk setiap xx [, ]. Selanjutnya, ff NN disebut fungsi terpancung (truncated function) pada [, ]. Berdasarkan pendefinisian fungsi terpancung di atas dapat dibangun Lemma Lemma (Lee, 1989) Jika fungsi f terintegral Henstock mutlak pada [, ] maka ff NN terintegral Henstock pada [, ] dan primitif dari ff NN kontinu mutlak pada [, ]. Teorema kekonvergenan di dalam integral Henstock memberikan syarat cukup agar limit nilai integral Henstock barisan fungsi terintegral Henstock sama dengan nilai integral fungsi terintegral. Hal tersebut dapat dilihat pada Teorema Teorema (Teorema Kekonvergenan Monoton) (Lee, 1989) Jika barisan fungsi {ff nn }, ff nn : [, ] R untuk nn = 1,2, memenuhi (i) (ii) ff nn konvergen ke ff hampir di mana-mana pada E untuk nn dan ff nn terintegral Henstock pada [, ], untuk setiap n, ff 1 ff 2 hampir di mana-mana pada [, ], (iii) (HH) ff nn konvergen ke A, maka f terintegral Henstock pada [, ] dan lim (HH) ff nn nn = (HH) ff. 22

5 2. Integral Riemann-Lebesgue Integral Henstock dalam definisinnya menggunakan fungsi δδ, sedangkan integral Riemann-Lebesgue menggunakan konstanta δδ. Dalam kajian berikut ini, akan dikonstruksi sifat-sifat integral Rieman-Lebesgue sehingga bisa memiliki hubungan dengan integral Henstock. Definisi 2.1 (Lee, 1989) Diketahui ff [, ] R fungsi non-negatif pada [, ], dan R. f dikatakan terintegral-rl pada [, ] dituliskan ff RRRR[, ], jika terdapat bilangan real A, dengan sifat untuk setiap εε > 0 dan ηη > 0, terdapat konstanta δδ > 0 dan himpunan terbuka G, dengan GG < ηη dan untuk setiap partisi DD = {([uu, vv]; xx)} = {([uu ii, vv ii ]; xx ii ), ii = 1,2,, pp }, dengan 0 < vv uu < δδ dan xx [uu, vv] GG berlaku (DD) ff(xx)(vv uu) AA < εε. Selanjutnya bilangan A di dalam Definisi disebut nilai integral-rl fungsi f pada [, ], dituliskan AA = (RRRR) ff = (RRRR) ff(xx) dddd. Teorema 2.2 Diberikan ff dan gg fungsi non-negatif pada [, ]. Jika fungsi f dan gg terintegral-rl pada [, ], maka berlaku (i) cf terintegral-rl pada [, ] untuk setiap skalar cc 0, dengan (RRRR) cccc = cc(rrrr) ff. (ii) ff + gg terintegral-rl pada [, ], dengan (RRRR) (ff + gg) = (RRRR) ff + (RRRR) gg. (iii) Jika ff gg hampir di mana-mana pada [, ], maka (RRRR) ff (RRRR) gg. (iv) Jika fungsi ff = 0 hampir di mana-mana pada [, ] maka f terintegral-rl pada [, ] dan (RRRR) ff = 0. (v) Jika fungsi f terintegral-rl pada [, ] dan ff = gg hampir di mana-mana pada [, ] maka gg terintegral pada [, ]. Di dalam Definisi 3.1, bilangan real A digunakan untuk menentukan fungsi f terintegral-rl pada [, ], dimana bilangan real A merupakan nilai integral-rl pada 23

6 [, ] yang dapat dihampiri oleh jumlahan berhingga ff(xx)(vv uu) atas partisi Lebesgue pada [, ]. Di sisi lain, dapat ditemukan kriteria untuk menentukan fungsi f terintegral-rl pada [, ], dengan menggunakan selisih dua buah jumlahan 1 dan 2 atas sebarang dua partisi Lebesgue yang berbeda pada [, ]. Kriteria yang dimaksud adalah kriteria Cauchy seperti dinyatakan pada Teorema 3.3. Teorema 2.3 (Kriteria Cauchy) Fungsi ff EE R non-negatif pada [, ] dan terintegral-rl pada [, ] jika dan hanya jika untuk setiap εε > 0 dan ηη > 0 terdapat konstanta δδ > 0 dan himpunan terbuka G, dengan GG < ηη dan untuk setiap partisi DD 1 = {([uu, vv]; xx)} = {([uu ii, vv ii ]; xx ii ), ii = 1,2,, pp }, DD 2 = {([uu, vv]; xx)} = {([uu ii, vv ii ]; xx ii ), ii = 1,2,, qq }, dengan 0 < vv uu < δδ dan xx [uu, vv] GG berlaku dan (DD 1 ) ff(xx)(vv uu) (DD 2 ) ff(xx)(vv uu) < εε. Berdasarkan Kriteria Cauchy pada Teorema 3.3, dapat diberikan Teorema 3.4. Teorema 2.4 Jika f fungsi non-negatif dan terintegral-rl pada [, ] dan [cc, dd] [, ] maka f terintegral-rl pada [cc, dd]. Bukti: Diberikan εε > 0 dan ηη > 0 sebarang. Karena f terintegral-rl pada [, ], berarti terdapat konstanta δδ > 0 dan himpunan terbuka G, dengan GG < ηη dan untuk setiap partisi DD = {([uu, vv]; xx)} = {([uu ii, vv ii ]; xx ii ), ii = 1,2,, pp }, dan DD = {([uu, vv]; xx)} = {([uu ii, vv ii ]; xx ii ), ii = 1,2,, qq }, dengan 0 < vv uu < δδ dan xx [uu, vv] GG berlaku (DD ) ff(xx)(vv uu) (DD ) ff(xx)(vv uu) < εε. Namakan DD, DD cc, dan DD dd berturut-turut merupakan partisi pada [cc, dd], pada [, cc], dan pada [dd, ]. Kemudian DD partisi lainnya pada [cc, dd]. Diperhatikan bahwa, PP = DD DD c DD dd dan PP = DD DD c DD dd merupakan partisi pada [, ]. Dengan demikian maka diperoleh (DD ) ff(xx)(vv uu) (DD ) ff(xx)(vv uu) = (PP) ff(xx)(vv uu) (PP ) ff(xx)(vv uu) < εε. Berdasarkan Kreteria Cauchy, f terintegral-rl pada [cc, dd]. 24

7 Teorema 2.5 Diberikan f fungsi non-negatif pada[, ]. Jika f terintegral-rl pada [, cc] dan f terintegral-rl pada [cc, ] maka f terintegral-rl pada [, ]. Lebih lanjut (RRRR) ff = (RRRR) ff + (RRRR) ff. cc Berdasarkan Teorema 3.4, dapat didefinisikan primitif-rl atas fungsi terintegral-rl pada [, ] sebagai berikut. Definisi 2.6 Diberikan f fungsi non-negatif pada [, ] dan f terintegral-rl pada [, ]. Fungsi FF: [. ] R disebut fungsi primitif dari fungsi yang terintegral-rl pada [. ], jika f terintegral pada [, xx], dengan xx dan dituliskan xx FF(xx) = (RRRR) ff (xx)dddd, untuk setiap xx [. ]. Selanjutnya, F disebut primitif-rl fungsi f pada [, ]. Setelah didefinisikan primitif-rl atas fungsi terintegral-rl pada [, ], integral-rl dapat didefinisikan sebagai berikut. cc SIMPULAN Dalam penelitian ini telah berhasil mengkonstruksi sifat-sifat integral-rl pada [a, b] dengan tetap mempertahankan sifat-siafat integral Henstock pada selang yang sama, dengan demikian integral-rl memiliki ekuivalensi dengan integral Henstock. DAFTAR PUSTAKA Lee, P. Y., Lanzhou Leactures on Henstock Integration, World Scientific, Singapore Lee, P. Y, dan Vy borny, R., Integral: An Easy Approach after Kurzweil and Henstock, Cambridge University Press, New York, USA Pfeffer, W. F., The Riemann Approach to Integration, Cambridge University Press, New York, USA 25

KONSTRUKSI INTEGRAL MENGGUNAKAN FUNGSI SEDERHANA δ PADA [, ] Jl. Prof. H. Soedarto, S.H., Tembalang, Semarang, 50275

KONSTRUKSI INTEGRAL MENGGUNAKAN FUNGSI SEDERHANA δ PADA [, ] Jl. Prof. H. Soedarto, S.H., Tembalang, Semarang, 50275 KONSTRUKSI INTEGRAL MENGGUNAKAN FUNGSI SEDERHANA δ PADA [,] Abdul Aziz 1, YD. Sumanto 2 1,2 Departemen Matematika, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro Jl. Prof. H. Soedarto, S.H., Tembalang,

Lebih terperinci

DEFINISI TIPE RIEMANN UNTUK INTEGRAL LEBESGUE 1. Drajad Maknawi 2 dan Muslich 3 Jurusan Matematika FMIPA UNS. Abstrak

DEFINISI TIPE RIEMANN UNTUK INTEGRAL LEBESGUE 1. Drajad Maknawi 2 dan Muslich 3 Jurusan Matematika FMIPA UNS. Abstrak DEFINISI TIPE RIEMANN UNTUK INTEGRAL LEBESGUE 1 An-2 1. PENDAHULUAN Drajad Maknawi 2 dan Muslich 3 Jurusan Matematika FMIPA UNS Abstrak Tujuan dari tulisan ini adalah membahas tentang integral Lebesgue

Lebih terperinci

PEMETAAN KONTRAKSI CIRIC-MATKOWSKI PADA RUANG METRIK TERURUT. Mariatul Kiftiah

PEMETAAN KONTRAKSI CIRIC-MATKOWSKI PADA RUANG METRIK TERURUT. Mariatul Kiftiah PEMETAAN KONTRAKSI CIRIC-MATKOWSKI PADA RUANG METRIK TERURUT Mariatul Kiftiah Program Studi Matematika Fakultas MIPA Universitas Tanjungpura Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak, Kalimantan Barat

Lebih terperinci

BAB V KEKONVERGENAN BARISAN PADA DAN KETERKAITAN DENGAN. Pada subbab 4.1 telah dibahas beberapa sifat dasar yang berlaku pada koleksi

BAB V KEKONVERGENAN BARISAN PADA DAN KETERKAITAN DENGAN. Pada subbab 4.1 telah dibahas beberapa sifat dasar yang berlaku pada koleksi BAB V KEKONVERGENAN BARISAN PADA DAN KETERKAITAN DENGAN Pada subbab 4.1 telah dibahas beberapa sifat dasar yang berlaku pada koleksi semua fungsi yang terintegralkan Lebesgue, 1. Sebagaimana telah dirumuskan

Lebih terperinci

BAB III INTEGRAL LEBESGUE. Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa ruang dibangun oleh

BAB III INTEGRAL LEBESGUE. Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa ruang dibangun oleh BAB III INTEGRAL LEBESGUE Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa ruang dibangun oleh fungsi-fungsi terukur dan memenuhi sifat yang berkaitan dengan integral Lebesgue. Kajian mengenai keterukuran suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Aljabar dapat didefinisikan sebagai manipulasi dari simbol-simbol. Secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Aljabar dapat didefinisikan sebagai manipulasi dari simbol-simbol. Secara 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aljabar Definisi II.A.: Aljabar (Wahyudin, 989:) Aljabar dapat didefinisikan sebagai manipulasi dari simbol-simbol. Secara historis aljabar dibagi menjadi dua periode waktu,

Lebih terperinci

Integral Baire-1 Stieltjes, Henstock-Stieltjes dan Riemann-Stieltjes. The Stieltjes Integrals of Baire-1, Henstock and Riemann

Integral Baire-1 Stieltjes, Henstock-Stieltjes dan Riemann-Stieltjes. The Stieltjes Integrals of Baire-1, Henstock and Riemann Integral Baire-1 Stieltjes, Henstock-Stieltjes dan Riemann-Stieltjes Kalfin D Muchtar 1, Jullia Titaley 2, Mans L Mananohas 3 1 Program Studi Matematika, FMIPA, UNSRAT Manado, kalfin_muchtar@yahoocom 2

Lebih terperinci

EKUIVALENSI INTEGRAL BOCHNER DENGAN INTEGRAL MCSHANE KUAT UNTUK FUNGSI DENGAN NILAI DI DALAM RUANG BANACH. Y.D. Sumanto Jurusan Matematika FMIPA UNDIP

EKUIVALENSI INTEGRAL BOCHNER DENGAN INTEGRAL MCSHANE KUAT UNTUK FUNGSI DENGAN NILAI DI DALAM RUANG BANACH. Y.D. Sumanto Jurusan Matematika FMIPA UNDIP EKUIVALENSI INTEGRAL BOCHNER DENGAN INTEGRAL MCSHANE KUAT UNTUK FUNGSI DENGAN NILAI DI DALAM RUANG BANACH Y.D. Sumanto Jurusan Matematika FMIPA UNDIP Abstrak Integral McShane fungsi-fungsi bernilai real

Lebih terperinci

BAB III FUNGSI TERUKUR LEBESGUE. Setelah dibahas mengenai ukuran Lebesgue dan beberapa sifatnya pada

BAB III FUNGSI TERUKUR LEBESGUE. Setelah dibahas mengenai ukuran Lebesgue dan beberapa sifatnya pada BAB III FUNGSI TERUKUR LEBESGUE Setelah dibahas mengenai ukuran Lebesgue dan beberapa sifatnya pada Bab II, selanjutnya pada bab ini akan dipelajari gagasan mengenai fungsi terukur Lebesgue. Gagasan mengenai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Ilmu pengetahuan merupakan hal yang mengalami perkembangan secara terus-menerus. Diantaranya teori integral yaitu ilmu bidang matematika analisis yang

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI ( ) =

II. LANDASAN TEORI ( ) = II. LANDASAN TEORI 2.1 Fungsi Definisi 2.1.1 Fungsi Bernilai Real Fungsi bernilai real adalah fungsi yang domain dan rangenya adalah himpunan bagian dari real. Definisi 2.1.2 Limit Fungsi Jika adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Integral merupakan salah satu konsep penting dalam matematika dan banyak aplikasinya. Dalam kehidupan sehari-hari integral dapat diaplikasikan dalam berbagai

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT PEMETAAN BILINEAR

SIFAT-SIFAT PEMETAAN BILINEAR SIFAT-SIFAT PEMETAAN BILINEAR Mustafa A.H. Ruhama Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam FKIP Universitas Khairun ABSTRACT Let UU, VV and WW are vector

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan Integral Bawah Darboux, Integral Darboux, Teorema Bolzano Weierstrass,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan Integral Bawah Darboux, Integral Darboux, Teorema Bolzano Weierstrass, II. TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas beberapa konsep mendasar meliputi Integral Atas dan Integral Bawah Darboux, Integral Darboux, Teorema Bolzano Weierstrass, serta teorema-teorema yang mendukung

Lebih terperinci

FOURIER Oktober 2014, Vol. 3, No. 2, KONSEP FUNGSI SEMIKONTINU. Malahayati 1

FOURIER Oktober 2014, Vol. 3, No. 2, KONSEP FUNGSI SEMIKONTINU. Malahayati 1 FOURIER Oktober 2014, Vol. 3, No. 2, 117 132 KONSEP FUNGSI SEMIKONTINU Malahayati 1 1 Program Studi Matematika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga Jl. Marsda Adisucipto No. 1 Yogyakarta 55281

Lebih terperinci

Lemma Henstock untuk Suatu Fungsi Bernilai Vektor di dalam Ruang Metrik Kompak Lokal

Lemma Henstock untuk Suatu Fungsi Bernilai Vektor di dalam Ruang Metrik Kompak Lokal 22 ISSN 2302-7290 Vol. 2 No. 1, Oktober 2013 Lemma Henstock untuk Suatu Fungsi Bernilai Vektor di dalam Ruang Metrik Kompak Lokal (The Henstock Lemma of a Vector Valued Function in a Locally Compact Metric

Lebih terperinci

BAB III KEKONVERGENAN LEMAH

BAB III KEKONVERGENAN LEMAH BAB III KEKONVERGENAN LEMAH Bab ini membahas inti kajian tugas akhir. Di dalamnya akan dibahas mengenai kekonvergenan lemah beserta sifat-sifat yang terkait dengannya. Sifatsifat yang dikaji pada bab ini

Lebih terperinci

YOHANA SUWANDI NIM 83950

YOHANA SUWANDI NIM 83950 INTEGRAL MCSHANE TUGAS AKHIR untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar sarjana sains YOHANA SUWANDI NIM 83950 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. memahami sifat-sifat dari barisan fungsi. Pada bab ini akan diuraikan materimateri

BAB II KAJIAN TEORI. memahami sifat-sifat dari barisan fungsi. Pada bab ini akan diuraikan materimateri BAB II KAJIAN TEORI Analisis kekonvergenan pada barisan fungsi, apakah barisan fungsi itu? Apakah berbeda dengan barisan pada umumnya? Tentunya sebelum membahas mengenai barisan fungsi, apa saja jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Integral Lebesgue merupakan suatu perluasan dari integral Riemann.

BAB I PENDAHULUAN. Integral Lebesgue merupakan suatu perluasan dari integral Riemann. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Integral Lebesgue merupakan suatu perluasan dari integral Riemann. Sebagaimana telah diketahui, pengkonstruksian integral Riemann dilakukan dengan cara pemartisian

Lebih terperinci

PERBANDINGAN SOLUSI NUMERIK INTEGRAL LIPAT DUA PADA FUNGSI FUZZY DENGAN METODE ROMBERG DAN SIMULASI MONTE CARLO

PERBANDINGAN SOLUSI NUMERIK INTEGRAL LIPAT DUA PADA FUNGSI FUZZY DENGAN METODE ROMBERG DAN SIMULASI MONTE CARLO PERBANDINGAN SOLUSI NUMERIK INTEGRAL LIPAT DUA PADA FUNGSI FUZZY DENGAN METODE ROMBERG DAN SIMULASI MONTE CARLO Ermawati i, Puji Rahayu ii,, Faihatus Zuhairoh iii i Dosen Jurusan Matematika FST UIN Alauddin

Lebih terperinci

MA3231 Analisis Real

MA3231 Analisis Real MA3231 Analisis Real Hendra Gunawan* *http://hgunawan82.wordpress.com Analysis and Geometry Group Bandung Institute of Technology Bandung, INDONESIA Program Studi S1 Matematika ITB, Semester II 2016/2017

Lebih terperinci

REFLEKSIVITAS PADA RUANG ORLICZ DENGAN KEKONVERGENAN RATA-RATA

REFLEKSIVITAS PADA RUANG ORLICZ DENGAN KEKONVERGENAN RATA-RATA REFLEKSIVITAS PADA RUANG ORLICZ DENGAN KEKONVERGENAN RATA-RATA Mila Apriliani Utari, Encum Sumiaty, Sumanang Muchtar Departemen Pendidikan Matematika FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia *Coresponding

Lebih terperinci

BARISAN SIMBOL DAN UKURAN INVARIAN FUNGSI MONOTON SEPOTONG-SEPOTONG KONTINU

BARISAN SIMBOL DAN UKURAN INVARIAN FUNGSI MONOTON SEPOTONG-SEPOTONG KONTINU BARISAN SIMBOL DAN UKURAN INVARIAN FUNGSI MONOTON SEPOTONG-SEPOTONG KONTINU Rinurwati Jurusan Matematika FMIPA-ITS Jl. Arif Rahman Hakim Surabaya 60 Abstract. Let g [0 ] [0] is piecewise continuous monotone

Lebih terperinci

METODE GARIS SINGGUNG DALAM MENENTUKAN HAMPIRAN INTEGRAL TENTU SUATU FUNGSI PADA SELANG TERTUTUP [, ]

METODE GARIS SINGGUNG DALAM MENENTUKAN HAMPIRAN INTEGRAL TENTU SUATU FUNGSI PADA SELANG TERTUTUP [, ] METODE GARIS SINGGUNG DALAM MENENTUKAN HAMPIRAN INTEGRAL TENTU SUATU FUNGSI PADA SELANG TERTUTUP [, ] Zulfaneti dan Rahimullaily* Program Studi Pendidikan Matematika STKIP PGRI Sumbar Abstract: There is

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PEMETAAN LINEAR DAN BILINEAR

HUBUNGAN ANTARA PEMETAAN LINEAR DAN BILINEAR HUBUNGAN ANTARA PEMETAAN LINEAR DAN BILINEAR Mustafa A.H. Ruhama Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan MIPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Unveristas Khairun ABSTRAK Let UU,

Lebih terperinci

SILABUS MATAKULIAH TEORI INTEGRAL (MAA 525)

SILABUS MATAKULIAH TEORI INTEGRAL (MAA 525) SILABUS MATAKULIAH TEORI INTEGRAL (MAA 525) JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FPMIPA UPI BANDUNG 200 A. IDENTITAS MATAKULIH. Nama Matakuliah : Teori Integral 2. Kode Matakuliah : MAA 525 3. Program : Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini, akan diuraikan definisi-definisi dan teorema-teorema yang

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini, akan diuraikan definisi-definisi dan teorema-teorema yang BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan diuraikan definisi-definisi dan teorema-teorema yang akan digunakan sebagi landasan pembahasan untuk bab III. Materi yang akan diuraikan antara lain persamaan diferensial,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada

BAB II DASAR TEORI. Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada BAB II DASAR TEORI Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada pembahasan BAB III, mulai dari definisi sampai sifat-sifat yang merupakan konsep dasar untuk mempelajari Fungsi

Lebih terperinci

16. BARISAN FUNGSI. 16.1 Barisan Fungsi dan Kekonvergenan Titik Demi Titik

16. BARISAN FUNGSI. 16.1 Barisan Fungsi dan Kekonvergenan Titik Demi Titik 16. BARISAN FUNGSI 16.1 Barisan Fungsi dan Kekonvergenan Titik Demi Titik Bila pada bab-bab sebelumnya kita membahas fungsi sebagai sebuah objek individual, maka pada bab ini dan selanjutnya kita akan

Lebih terperinci

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK UJI KONVERGENSI Januari 208 Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK Uji Integral Teorema 3 Jika + k= u k adalah deret dengan suku-suku tak negatif, dan jika ada suatu konstanta M sedemikian hingga s n = u + u 2 +

Lebih terperinci

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol., No., (203) -6 Kajian Ukuran Keirasionalan pada Bilangan Real Taurusita Kartika Imayanti dan Sunarsini Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Lebih terperinci

INTEGRAL RIEMANN BERNILAI BARISAN. (Skripsi) Oleh PURNOMO AJI

INTEGRAL RIEMANN BERNILAI BARISAN. (Skripsi) Oleh PURNOMO AJI INTEGRAL RIEMANN BERNILAI BARISAN (Skripsi) Oleh PURNOMO AJI JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016 ABSTRAK INTEGRAL RIEMANN BERNILAI BARISAN

Lebih terperinci

, maka., maka 1 = 1 +1 <3 1 < = 10 3 =1

, maka., maka 1 = 1 +1 <3 1 < = 10 3 =1 LATIHAN 4.1 1. Tentukan sebuah kondisi pada 1 yang akan menjamin bahwa : a. 1 < Penyelesaian: Kita perhatikan 1 = 1 +1

Lebih terperinci

ANALISIS VARIABEL REAL 2

ANALISIS VARIABEL REAL 2 2012 ANALISIS VARIABEL REAL 2 www.alfirosyadi.wordpress.com UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 1/1/2012 IDENTITAS MAHASISWA NAMA : NIM : KELAS : KELOMPOK : 2 PENDAHULUAN Modul ini disusun untuk membantu mahasiswa

Lebih terperinci

Ruang Norm-n Berdimensi Hingga

Ruang Norm-n Berdimensi Hingga Jurnal Matematika Integratif. Vol. 3, No. 2 (207), pp. 95 04. p-issn:42-684, e-issn:2549-903 doi:0.2498/jmi.v3.n2.986.95-04 Ruang Norm-n Berdimensi Hingga Moh. Januar Ismail Burhan Jurusan Matematika dan

Lebih terperinci

ANALISIS KEKONVERGENAN PADA BARISAN FUNGSI

ANALISIS KEKONVERGENAN PADA BARISAN FUNGSI 34 Jurnal Matematika Vol 6 No 1 Tahun 2017 ANALISIS KEKONVERGENAN PADA BARISAN FUNGSI THE CONVERGENCE ANALYZE ON THE SEQUENCE OF FUNCTION Oleh: Restu Puji Setiyawan 1), Dr. Hartono 2) Program Studi Matematika,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN TES KEMAMPUAN DASAR SAINS DAN TEKNOLOGI SBMPTN 2013 KODE 431

PEMBAHASAN TES KEMAMPUAN DASAR SAINS DAN TEKNOLOGI SBMPTN 2013 KODE 431 PEMBAHASAN TES KEMAMPUAN DASAR SAINS DAN TEKNOLOGI SBMPTN 203 KODE 43. Persamaan lingkaran dengan pusat (,) dan menyinggung garis 3xx 4yy + 2 0 adalah Sebelum menentukan persamaan lingkarannya, kita tentukan

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT SIFAT GRAF PEMBAGI-NOL DARI RING KOMUTATIF DENGAN ELEMEN SATUAN

KAJIAN SIFAT SIFAT GRAF PEMBAGI-NOL DARI RING KOMUTATIF DENGAN ELEMEN SATUAN KAJIAN SIFAT SIFAT GRAF PEMBAGI-NOL DARI RING KOMUTATIF DENGAN ELEMEN SATUAN STUDY OF PROPERTIES OFZERO-DIVISOR GRAPH OF A COMMUTATIVE RING WITH UNITY Satrio Adi Wicaksono (1209 100 069) Pembimbing: Soleha,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Integral tipe Stieltjes merupakan salah satu topik yang banyak dipelajari dalam matematika analisis. Beberapa di antaranya adalah integral Riemann-Stieltjes,

Lebih terperinci

DERET TAK HINGGA. Contoh deret tak hingga :,,, atau. Barisan jumlah parsial, dengan. Definisi Deret tak hingga,

DERET TAK HINGGA. Contoh deret tak hingga :,,, atau. Barisan jumlah parsial, dengan. Definisi Deret tak hingga, DERET TAK HINGGA Contoh deret tak hingga :,,, atau. Barisan jumlah parsial, dengan Definisi Deret tak hingga,, konvergen dan mempunyai jumlah S, apabila barisan jumlah jumlah parsial konvergen menuju S.

Lebih terperinci

T DAR INTEGRAL TAK MUTLAK

T DAR INTEGRAL TAK MUTLAK INTEGRAL TAK MUTLAK T 515.43 DAR INTEGRAL TAK MUTLAK A B S T R A K Setiap teori integral selalu memuat masalah sebagai berikut. Jika untuk setiap n berlaku fungsi f» terintegral dan barisan fungsi {f n

Lebih terperinci

Memahami definisi barisan tak hingga dan deret tak hingga, dan juga dapat menentukan

Memahami definisi barisan tak hingga dan deret tak hingga, dan juga dapat menentukan 4 BARISAN TAK HINGGA DAN DERET TAK HINGGA JUMLAH PERTEMUAN : 5 PERTEMUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS : Memahami definisi barisan tak hingga dan deret tak hingga, dan juga dapat menentukan kekonvergenan

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN. pengembangan sistem yang menggunakan metode SDLC (System Development

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN. pengembangan sistem yang menggunakan metode SDLC (System Development BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN A. Implementasi Implementasi adalah suatu proses penerapan rancangan program yang telah dibuat kedalam sebuah pemrograman sesuai dengan rencana yang telah di rancang sebelumnya

Lebih terperinci

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FPMIPA - UNIVERSITAS PENDIDKAN INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FPMIPA - UNIVERSITAS PENDIDKAN INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FPMIPA - UNIVERSITAS PENDIDKAN INDONESIA 1 MINGGU KE- POKOK DAN SUB POKOK BAHASAN TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATAKULIAH : TEORI UKURAN DAN INTEGRAL

Lebih terperinci

URAIAN POKOK-POKOK PERKULIAHAN

URAIAN POKOK-POKOK PERKULIAHAN Pertemuan ke-: 10, 11, dan 12 Penyusun : Kosim Rukmana Materi: Barisan Bilangan Real 7. Barisan dan Limit Barisan 6. Teorema Limit Barisan 7. Barisan Monoton URAIAN POKOK-POKOK PERKULIAHAN 7. Barisan dan

Lebih terperinci

KEKONVERGENAN SOLUSI PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA ORDE SATU MENGGUNAKAN METODE ITERASI VARIASIONAL

KEKONVERGENAN SOLUSI PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA ORDE SATU MENGGUNAKAN METODE ITERASI VARIASIONAL KEKONVERGENAN SOLUSI PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA ORDE SATU MENGGUNAKAN METODE ITERASI VARIASIONAL Dita Apriliani, Akhmad Yusuf, M. Mahfuzh Shiddiq Program Studi Matematika Fakultas MIPA Universitas Lambung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ruang metrik merupakan ruang abstrak, yaitu ruang yang dibangun oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Ruang metrik merupakan ruang abstrak, yaitu ruang yang dibangun oleh II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Metrik Ruang metrik merupakan ruang abstrak, yaitu ruang yang dibangun oleh aksioma-aksioma tertentu. Ruang metrik merupakan hal yang fundamental dalam analisis fungsional,

Lebih terperinci

PENGANTAR ANALISIS REAL

PENGANTAR ANALISIS REAL Seri Analisis dan Geometri No. 1 (2009), -15 158 (173 hlm.) PENGANTAR ANALISIS REAL Oleh Hendra Gunawan Edisi Pertama Bandung, Januari 2009 2000 Dewey Classification: 515-xx. Kata Kunci: Analisis matematika,

Lebih terperinci

MA3231 Analisis Real

MA3231 Analisis Real MA3231 Analisis Real Hendra Gunawan* *http://hgunawan82.wordpress.com Analysis and Geometry Group Bandung Institute of Technology Bandung, INDONESIA Program Studi S1 Matematika ITB, Semester II 2016/2017

Lebih terperinci

Arie Wijaya, Yuni Yulida, Faisal

Arie Wijaya, Yuni Yulida, Faisal Vol.9 No.1 (215) Hal. 12-19 HUBUNGAN ANTARA TRANSFORMASI LAPLACE DENGAN TRANSFORMASI ELZAKI Arie Wijaya, Yuni Yulida, Faisal PS Matematika Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat Jl. A. Yani Km. 36

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LANDASAN TEORI

PENDAHULUAN LANDASAN TEORI 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, banyak permasalahan yang dapat dimodelkan dengan proses stokastik. Proses stokastik dapat dibedakan menjadi dua yaitu proses stokastik dengan waktu

Lebih terperinci

BAB IV REDUKSI BIAS PADA PENDUGAAN

BAB IV REDUKSI BIAS PADA PENDUGAAN BAB IV REDUKSI BIAS PADA PENDUGAAN 4.1. Asimtotik Orde-2 Berdasarkan hasil simulasi pada Helmers dan Mangku (2007) kasus kernel seragam, aproksimasi asimtotik orde pertama pada ragam dan bias, gagal memprediksikan

Lebih terperinci

SOLUSI PERSAMAAN DIFERENSIAL FRAKSIONAL LINIER HOMOGEN DENGAN METODE MITTAG-LEFFLER. Helfa Oktafia Afisha, Yuni Yulida *, Nurul Huda

SOLUSI PERSAMAAN DIFERENSIAL FRAKSIONAL LINIER HOMOGEN DENGAN METODE MITTAG-LEFFLER. Helfa Oktafia Afisha, Yuni Yulida *, Nurul Huda SOLUSI PERSAMAAN DIFERENSIAL FRAKSIONAL LINIER HOMOGEN DENGAN METODE MITTAG-LEFFLER Helfa Oktafia Afisha, Yuni Yulida *, Nurul Huda Program Studi Matematika Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Non-Hirarki Cluster (K-Means Cluster) 4.1.1 Print Output dan Analisa Output A. Initial Cluster Center Initial Cluster Centers Cluster 1 2 Kenyamanan 2 5 Kebersihan 3 5 Luas_Parkir

Lebih terperinci

OPERATOR PADA RUANG BARISAN TERBATAS

OPERATOR PADA RUANG BARISAN TERBATAS OPERATOR PADA RUANG BARISAN TERBATAS Muslim Ansori *,Tiryono 2, Suharsono S 2,Dorrah Azis 2 Jurusan Matematika FMIPA Universitas Lampung,2 Jln. Soemantri Brodjonegoro No Bandar Lampung email: ansomath@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Analisis merupakan salah satu cabang matematika yang mempelajari antara lain barisan, limit, deret, kekontinuan, kekonvergenan, integral, dan yang lainnya.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Perumusan Masalah Misalkan adalah proses Poisson nonhomogen pada interval dengan fungsi intensitas yang tidak diketahui. Fungsi intensitas diasumsikan terintegralkan lokal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab II ini dibahas teori-teori pendukung yang digunakan untuk pembahasan selanjutnya yaitu tentang Persamaan Nonlinier, Metode Newton, Aturan Trapesium, Rata-rata Aritmatik dan

Lebih terperinci

Misal, dan diberikan sebarang, terdapat sehingga untuk setiap

Misal, dan diberikan sebarang, terdapat sehingga untuk setiap PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNMUH PONOROGO PENYELESAIAN SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP TA 2012/2013 Mata Ujian : Analisis Real 1 Tipe Soal : Reguler Dosen : Dr. Julan HERNADI Waktu : 90 menit

Lebih terperinci

Oleh : Hilda Rizky Ningtyas Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember 2012

Oleh : Hilda Rizky Ningtyas Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember 2012 Oleh : Hilda Rizky Ningtyas 1208 100 019 Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember 2012 Latar Belakang Teori Graf Pelabelan Pelabelan Ajaib Latar

Lebih terperinci

BARISAN BILANGAN REAL

BARISAN BILANGAN REAL BAB 2 BARISAN BILANGAN REAL Di sekolah menengah barisan diperkenalkan sebagai kumpulan bilangan yang disusun menurut pola tertentu, misalnya barisan aritmatika dan barisan geometri. Biasanya barisan dan

Lebih terperinci

Gambar 1.1 BAB II LANDASAN TEORI

Gambar 1.1 BAB II LANDASAN TEORI 9 Gambar 1.1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Probabilitas Dasar Andrei Kolgomorov (193-1987) meletaan landasan matematis teori peobabilitas dan teori acak. Dalam tulisaya, Kolgomorov menggunakan teori probabilitas

Lebih terperinci

Definisi 1 Deret Tak Hingga adalah suatu ekspresi yang dapat dinyatakan dalam bentuk:

Definisi 1 Deret Tak Hingga adalah suatu ekspresi yang dapat dinyatakan dalam bentuk: DERET TAK HINGGA Definisi 1 Deret Tak Hingga adalah suatu ekspresi yang dapat dinyatakan dalam bentuk: u k = u 1 + u 2 + u 3 + + u k + Bilangan-bilangan u 1, u 2, u 3, disebut suku-suku dalam deret tersebut.

Lebih terperinci

ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. September 12, Dosen FMIPA - ITB

ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. September 12, Dosen FMIPA - ITB (Semester I Tahun 2011-2012) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. September 12, 2011 Teorema 11 pada Bab 3 memberi kita cara untuk menyelidiki kekonvergenan sebuah barisan tanpa harus mengetahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dikemukakan teori-teori yang mendukung pembahasan penyelesaian persamaan diferensial linier tak homogen dengan menggunakan metode fungsi green antara lain: persamaan

Lebih terperinci

SYARAT SYARAT FUNGSI DI RUANG METRIK AGAR RUANG METRIKNYA MEMILIKI ATSUJI COMPLETION

SYARAT SYARAT FUNGSI DI RUANG METRIK AGAR RUANG METRIKNYA MEMILIKI ATSUJI COMPLETION SYARAT SYARAT FUNGSI DI RUANG METRIK AGAR RUANG METRIKNYA MEMILIKI ATSUJI COMPLETION Azki Nuril Ilmiyah Departemen Matematika, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 azki.nuril@ui.ac.id ABSTRAK Nama Program Studi

Lebih terperinci

HUBUNGAN LIMIT FUNGSI DAN LIMIT BARISAN PADA TOPOLOGI REAL

HUBUNGAN LIMIT FUNGSI DAN LIMIT BARISAN PADA TOPOLOGI REAL HUBUNGAN LIMIT FUNGSI DAN LIMIT BARISAN PADA TOPOLOGI REAL Ukhti Raudhatul Jannah Program Studi Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Madura Alamat Jalan Raya Panglegur 3,5 KM Pamekasan Abstrak: Tulisan

Lebih terperinci

RUANG LIPSCHITZ. Departemen Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. *Surel: : (, ) Ϝ

RUANG LIPSCHITZ. Departemen Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. *Surel: : (, ) Ϝ RUANG LIPSCHITZ Muhammad Rifqi Agustian 1), Rizky Rosjanuardi 2), Endang Cahya 3) 1), 2), 3) Departemen Pendidikan Matematika FPMIPA UPI *Surel: Muhammadrifqyagustian@yahoo.co.id ABSTRAK. Diberikan ruang

Lebih terperinci

KEKONVERGENAN LEMAH PADA RUANG HILBERT

KEKONVERGENAN LEMAH PADA RUANG HILBERT KEKONVERGENAN LEMAH PADA RUANG HILBERT Moch. Ramadhan Mubarak 1), Encum Sumiaty 2), Cece Kustiawan 3) 1), 2), 3) Departemen Pendidikan Matematika FPMIPA UPI *Surel: ramadhan.101110176@gmail.com ABSTRAK.

Lebih terperinci

Sesi Perdagangan Pasar Saat ini Setelah Perubahan Sesi Pra-Pembukaan Reguler s.d s.d Sesi I

Sesi Perdagangan Pasar Saat ini Setelah Perubahan Sesi Pra-Pembukaan Reguler s.d s.d Sesi I PERUBAHAN JAM PERDAGANGAN BURSA Peraturan No II-A Tentang Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas Diberlakukan: 2 Januari 2013 Pokok Perubahan 1. Memajukan 30 menit awal waktu perdagangan. 2. Penerapan sesi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Ruang Norm Sumanang Muhtar Gozali UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Definisi. Misalkan suatu ruang vektor atas. Norm pada didefinisikan sebagai fungsi. : yang memenuhi N1. 0 N2. 0 0 N3.,, N4.,, Kita dapat

Lebih terperinci

BAB III TRANSFORMASI MATRIKS DERET DIRICHLET HOLOMORFIK. A. Transformasi Matriks Mengawetkan Kekonvergenan

BAB III TRANSFORMASI MATRIKS DERET DIRICHLET HOLOMORFIK. A. Transformasi Matriks Mengawetkan Kekonvergenan BAB III TRANSFORMASI MATRIKS DERET DIRICHLET HOLOMORFIK A. Transformasi Matriks Mengawetkan Kekonvergenan Pada bagian A ini pembahasan dibagi menjadi dua bagian, yang pertama membahas mengenai transformasi

Lebih terperinci

TITIK TETAP NADLR FUNGSI MULTI NILAI KONTRAKTIF PADA RUANG METRIK ( ) Rinurwati Jurusan Matematika FMIPA-ITS Jl. Arif Rahman Hakim Surabaya 60111

TITIK TETAP NADLR FUNGSI MULTI NILAI KONTRAKTIF PADA RUANG METRIK ( ) Rinurwati Jurusan Matematika FMIPA-ITS Jl. Arif Rahman Hakim Surabaya 60111 TITIK TETAP NADLR FUNGSI MULTI NILAI KONTRAKTIF PADA RUANG METRIK ( ) Rinurwati Jurusan Matematika FMIPA-ITS Jl. Arif Rahman Hakim Surabaya 60111 Abstract. In this paper was discussed about Nadlr fixed

Lebih terperinci

yang Dibangun oleh Ukuran Bernilai Proyeksi

yang Dibangun oleh Ukuran Bernilai Proyeksi SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2015 Integral pada A - 3 yang Dibangun oleh Ukuran Bernilai Proyeksi Arta Ekayanti dan Ch. Rini Indrati. FMIPA Universitas Gadjah Mada arta_ekayanti@ymail.com

Lebih terperinci

MA3231 Analisis Real

MA3231 Analisis Real MA3231 Analisis Real Hendra Gunawan* *http://hgunawan82.wordpress.com Analysis and Geometry Group Bandung Institute of Technology Bandung, INDONESIA Program Studi S1 Matematika ITB, Semester II 2016/2017

Lebih terperinci

TRANSFORMASI FOURIER DAN TRANSFORMASI FOURIER QUATERNION

TRANSFORMASI FOURIER DAN TRANSFORMASI FOURIER QUATERNION TANSFOMASI FOUIE DAN TANSFOMASI FOUIE QUATENION Muh. Irwan i Muhammad idwan ii i Prodi Matematika, UIN Alauddin, muhirwan@uin-alauddin.ac.id ii Prodi Matematika, UIN Alauddin, muhammadridwan@uin-alauddin.ac.id

Lebih terperinci

Sifat Barisan Subhimpunan Tutup di Ruang Metrik yang Completion-nya adalah Ruang Atsuji

Sifat Barisan Subhimpunan Tutup di Ruang Metrik yang Completion-nya adalah Ruang Atsuji Sifat Barisan Subhimpunan Tutup di Ruang Metrik yang Completion-nya adalah Ruang Atsuji Hendy Fergus A. Hura 1, Nora Hariadi 2, Suarsih Utama 3 1 Departemen Matematika, FMIPA UI, Kampus UI Depok, 16424,

Lebih terperinci

BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT

BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT 29 BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT 4.1 Perumusan Penduga Misalkan adalah proses Poisson nonhomogen

Lebih terperinci

ITERASI TIGA LANGKAH PADA PEMETAAN ASIMTOTIK NON- EKSPANSIF

ITERASI TIGA LANGKAH PADA PEMETAAN ASIMTOTIK NON- EKSPANSIF ITERASI TIGA LANGKAH PADA PEMETAAN ASIMTOTIK NON- EKSPANSIF Agung Anggoro, Siti Fatimah 1, Encum Sumiaty 2 Departemen Pendidikan Matematika FPMIPA UPI *Surel: agung.anggoro@student.upi.edu ABSTRAK. Misalkan

Lebih terperinci

Bab 2 Fungsi Analitik

Bab 2 Fungsi Analitik Bab 2 Fungsi Analitik Bab 2 ini direncanakan akan disampaikan dalam 4 kali pertemuan, dengan perincian sebagai berikut: () Pertemuan I: Fungsi Kompleks dan Pemetaan. (2) Pertemuan II: Limit Fungsi, Kekontiuan,

Lebih terperinci

Herlyn Basrina, Yuni Yulida, Thresye Program Studi Matematika Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat

Herlyn Basrina, Yuni Yulida, Thresye Program Studi Matematika Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat Jurnal Matematika Murni dan Terapan εpsilon SOLUSI DARI PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA LINIER ORDE 2 DALAM BENTUK POLINOMIAL TAYLOR Herlyn Basrina, Yuni Yulida, Thresye Program Studi Matematika Fakultas MIPA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Matriks 1. Pengertian Matriks Definisi II.A.1 Matriks didefinisikan sebagai susunan persegi panjang dari bilangan-bilangan yang diatur dalam baris dan kolom. Contoh II.A.1: 9 5

Lebih terperinci

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY HIBAH DISERTASI DOKTOR

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY HIBAH DISERTASI DOKTOR ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY HIBAH DISERTASI DOKTOR Judul: INTEGRAL HENSTOCK-KURZWEIL DI DALAM RUANG FUNGSI KONTINU C[a,b] Tim Peneliti Firdaus Ubaidillah, S.Si, M.Si NIDN 0006067003 UNIVERSITAS JEMBER

Lebih terperinci

Kekontraktifan Pemetaan pada Ruang Metrik Kerucut

Kekontraktifan Pemetaan pada Ruang Metrik Kerucut Jurnal Matematika Integratif ISSN 1412-6184 Vol 9 No 2, Oktober 2013 pp 53-57 Kekontraktifan Pemetaan pada Ruang Metrik Kerucut Badrulfalah dan Iin Irianingsih Jurusan Matematika, Fakultas MIPA, Universitas

Lebih terperinci

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016 Hendra Gunawan 2.2 Sistem Bilangan Real sebagai Lapangan Terurut Operasi Aritmetika. Sifat-sifat dasar urutan dan aritmetika dari Sistem Bilangan

Lebih terperinci

KEKONVERGENAN MSE PENDUGA KERNEL SERAGAM FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT

KEKONVERGENAN MSE PENDUGA KERNEL SERAGAM FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT KEKONVERGENAN MSE PENDUGA KERNEL SERAGAM FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT Ro fah Nur Rachmawati Mathematics & Statistics Department, School of Computer Science, Binus

Lebih terperinci

TINJAUAN SINGKAT KALKULUS

TINJAUAN SINGKAT KALKULUS A TINJAUAN SINGKAT KALKULUS Salah satu syarat yang diperlukan untuk mempelajari komputasi numerik adalah pengetahuan dasar tentang kalkulus, termasuk pengenalan beberapa notasi dalam kalkulus, sifat-sifat

Lebih terperinci

Daftar Isi 5. DERET ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. Dosen FMIPA - ITB September 26, 2011

Daftar Isi 5. DERET ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. Dosen FMIPA - ITB   September 26, 2011 (Semester I Tahun 2011-2012) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. September 26, 2011 Diberikan sejumlah terhingga bilangan a 1,..., a N, kita dapat menghitung jumlah a 1 + + a N. Namun,

Lebih terperinci

Rizkun As Syirazi, Thresye, Nurul Huda Program Studi Matematika Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat

Rizkun As Syirazi, Thresye, Nurul Huda Program Studi Matematika Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat ISSN: 978-44 Vol. No. (Juni 07) Hal. 30-37 SIFAT-SIFAT FUNGSI PHI EULER DAN BATAS PRAPETA FUNGSI PHI EULER Rizkun As Syirazi, Thresye, Nurul Huda Program Studi Matematika Fakultas MIPA Universitas Lambung

Lebih terperinci

FUNGSI COMPUTABLE. Abstrak

FUNGSI COMPUTABLE.  Abstrak FUNGSI COMPUTABLE Ahmad Maimun 1, Suarsih Utama. 1, Sri Mardiyati 1 1 Departemen Matematika, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 ahmad.maimun90@gmail.com, suarsih.utama@sci.ui.ac.id, sri_math@sci.ui.ac.id

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. 2. P bersifat aditif tak hingga, yaitu jika dengan. 2.1 Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang

II. LANDASAN TEORI. 2. P bersifat aditif tak hingga, yaitu jika dengan. 2.1 Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang II. LANDASAN TEORI 2.1 Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang Dalam suatu percobaan sering kali diperlukan pengulangan yang dilakukan dalam kondisi yang sama. Semua kemungkinan hasil yang akan muncul akan

Lebih terperinci

KAJIAN KELENGKUNGAN PERSAMAAN

KAJIAN KELENGKUNGAN PERSAMAAN KAJIAN KELENGKUNGAN PERSAMAAN KURVA DI RR Iis Herisman, Komar Baihaqi Jurusan Matematika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya iis@matematikaitsacid, komar@matematikaitsacid Abstrak Tujuan dari

Lebih terperinci

KUANTOR KHUSUS (Minggu ke-8)

KUANTOR KHUSUS (Minggu ke-8) KUANTOR KHUSUS (Minggu ke-8) 1 4 Kuantor Jenis Lain Terdapatlah satu dan hanya satu x yang mempunyai sifat P. ( x)(p(x) ( y)(p(y) = y = x)) Terdapat x yang memenuhi sifat p dan untuk setiap y yang memenuhi

Lebih terperinci

PEMETAAN KONTRAKTIF LEMAH MULTIVALUED DI RUANG METRIK PARSIAL

PEMETAAN KONTRAKTIF LEMAH MULTIVALUED DI RUANG METRIK PARSIAL Jurnal Ilmiah Matematika dan Pendidikan Matematika (JMP) Vol. 9 No. 2, Desember 2017, hal. 1-10 ISSN (Cetak) : 2085-1456; ISSN (Online) : 2550-0422; https://jmpunsoed.com/ PEMETAAN KONTRAKTIF LEMAH MULTIVALUED

Lebih terperinci

FOURIER Oktober 2014, Vol. 3 No. 2, KONSEP DASAR RUANG METRIK CONE. Yogyakarta

FOURIER Oktober 2014, Vol. 3 No. 2, KONSEP DASAR RUANG METRIK CONE. Yogyakarta FOURIER Oktober 014, Vol. 3 No., 146 166 KONSEP DASAR RUANG METRIK CONE A. Rifqi Bahtiar 1, Muchammad Abrori, Malahayati 3 1,, 3 Program Studi Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Kalijaga

Lebih terperinci

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016 Hendra Gunawan 3. Topologi Garis Bilangan Real 3.1 Teori Limit Limit, supremum, dan infimum Titik limit 3.2 Himpunan Buka dan Himpunan Tutup 3.3

Lebih terperinci

MODUL RESPONSI MAM 4222 KALKULUS IV

MODUL RESPONSI MAM 4222 KALKULUS IV MODUL RESPONSI MAM 4222 KALKULUS IV Mata Kuliah Wajib 2 sks untuk mahasiswa Program Studi Matematika Oleh Dr. WURYANSARI MUHARINI KUSUMAWINAHYU, M.Si. PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini dibahas mengenai langkah-langkah yang dilakukan untuk menguji kerja daya sisip dari citra terhadap pesan menggunakan kecocokan nilai warna terhadap pesan berbahasa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini akan dibahas beberapa konsep mendasar meliputi ruang vektor,

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini akan dibahas beberapa konsep mendasar meliputi ruang vektor, II. TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas beberapa konsep mendasar meliputi ruang vektor, ruang Bernorm dan ruang Banach, ruang barisan, operator linear (transformasi linear) serta teorema-teorema

Lebih terperinci