BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM"

Transkripsi

1 83 BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM 5.1. Konfigurasi Model Analisis sistem pada Bab IV memperlihatkan bahwa pengembangan agroindustri sutera melibatkan berbagai komponen dengan kebutuhan yang beragam, baik kebutuhan yang saling menguatkan maupun yang saling melemahkan. Kondisi ini menyebabkan pengembangan agroindustri sutera menghadapi masalah yang kompleks. Untuk itu perlu pemodelan sistem untuk menyederhanakan sistem nyata. Pemodelan sistem pengembangan agroindustri sutera dengan pendekatan klaster mencakup model pengembangan industri inti, model kelembagaan klaster, dan model kelayakan usaha. Dinamika lingkungan yang selalu berubah terhadap waktu, memerlukan model yang memiliki karakteristik cepat dan tepat. Salah satu bentuk model yang memiliki karakteristik seperti ini adalah model yang dirancang dalam suatu perangkat lunak berbasis komputer. Dengan demikian, model yang dirancang merupakan model sistem penunjang keputusan berbasis komputer dari sistem pengembangan agroindustri sutera alam yang diberi nama AI-Sutera. AI-Sutera ditujukan untuk membantu pengguna dalam proses pengambilan keputusan secara interaktif dengan tujuan keputusan dapat diambil lebih cepat dan akurat, apabila terjadi perubahan lingkungan. AI-Sutera dirancang dengan bahasa pemograman Microsoft Visual Basic Versi 6.0. Terdiri dari tiga komponen utama yaitu sistem manajemen basis model, sistem manajemen basis data, dan sistem manajemen dialog. Konfigurasi model sistem penunjang keputusan pengembangan agroindustri sutera dengan pendekatan klaster yang tercakup dalam AI-Sutera disajikan pada Gambar 23.

2 84 DATA MODEL Sistem Manajemen Basis Data Data Lokasi Jumlah Unit Usaha (UU) Sutera Alam di Kab-Kota Jumlah UU Industri Kab-Kota Jumlah UU Sutera Alam Nasional Jumlah UU Industri Nasional Pendapat Pakar Data Industri Inti Rantai Nilai Agroindustri Sutera Alam Elemen Sistem Pendapat Pakar Data Kelembagaan Elemen Pelaku Pendapat Pakar Data Kelayakan Usaha Luas Lahan Produktivitas lahan, alat, mesin Struktur biaya Harga Jual Sistem Manajemen Basis Model Model Lokasi Klaster Model Industri Inti Model Kelembagaan Model Kelayakan Usaha Model Kesetaraan Harga SISTEM PENGOLAHAN TERPUSAT SISTEM MANAJEMEN DIALOG PENGGUNA Gambar 23. Konfigurasi Sistem Pendukung Keputusan Strategi Pengembangan Agroindustri Sutera dengan Pendekatan Klaster

3 Sistem Manajemen Basis Model Basis model dalam AI-Sutera terdiri dari 5 (lima) model utama yaitu (1) Model Lokasi Pengembangan Klaster, (2) Model Industri Inti, (3) Model Kelembagaan Klaster Agroindustri Sutera Alam, (4) Model Kelayakan Usaha Agroindustri dan (5) Model Kesetaraan. Konfigurasi basis model secara lengkap disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Konfigurasi Basis Model Sistem Pengembangan Agroindustri Sutera Alam Basis Model Model Sub Model Lokasi 1. Identifikasi Lokasi Pengembangan 2. Pemilihan Lokasi Pengembangan 1. Identifikasi Elemen Rantai Nilai Industri Inti 2. Pemilihan Industri Inti 3. Pengembangan Industri Inti Pengembangan Sistem Agroindustri Sutera Alam Melalui Pendekatan Klaster Kelembagaan 1. Identifikasi Elemen 2. Strukturisasi Elemen 3. Keberhasilan Klaster 4. Hambatan Pembentukan Klaster 5. Peran Pemerintah Kelayakan Usaha Kesetaraan 1. Usaha Perkebunan/Pemeliharaan ulat sutera 2. Usaha Industri Pemintalan sutera 3. Usaha Industri Pertenunan sutera 4. Usaha Integrasi Kebun dan Industri Harga 5.3. Model Pengembangan Agroindustri Sutera Alam Melalui Pendekatan Klaster Model pengembangan agroindustri sutera alam melalui pendekatan klaster merupakan model deskriptif yang dirancang dengan tujuan untuk mendapatkan keterkaitan hubungan antar pelaku dengan industri/institusi yang terlibat dalam mengembangkan agroindustri sutera alam. Model dirancang dari keluaran sub model sebagaimana digambarkan pada Tabel 7.

4 Model Pemilihan Lokasi Pengembangan Klaster Agroindustri sutera alam Dalam pemilihan lokasi/wilayah pengembangan klaster agroindustri sutera alam diawali dengan pengidentifikasian kabupaten/kota yang mempunyai industri sutera alam, kemudian ditentukan lokasi/wilayah yang paling potensial untuk pengembangan agroindustri sutera alam melalui pendekatan klaster. Secara garis besar model pemilihan lokasi dapat dilihat pada Gambar 24. Input: Daerah Potensial agroindustri sutera alam Identifikasi Daerah Potensial Agroindustri sutera alam dengan teknik Location Quotient (LQ) Daerah Potensial pengembangan agroindustri sutera alam Bobot Terbesar? Pemilihan Lokasi (metoda AHP) Lokasi pengembangan agroindustri sutera alam Gambar 24. Diagram Alir Model Pemilihan Lokasi Pengembangan Agroindustri Sutera Alam

5 Model Pemilihan Industri Inti Dalam penentuan industri inti kajian diawali dengan mengidentifikasi rantai nilai agroindustri sutera alam, kemudian ditentukan elemen-elemen rantai nilai yang tergolong inti. Secara garis besar model penentuan industri inti dapat dilihat pada Gambar 25. Input: Rangkaian kegiatan agroindustri sutera alam mulai dari hulu ke hilir Identifikasi Rantai Nilai Agroindustri sutera alam: Produsen kokon, Petani/Pemelihara ulat sutera, industri pemintalan sutera, industri pertenunan sutera, industri pembatikan, pedagang perantara Rantai nilai utama agroindustri sutera alam Bobot Prioritas rantai nilai utama agroindustri sutera alam Pemilihan industri inti (metoda AHP) Bobot Terbesar? Industri Inti Gambar 25. Diagram Alir Model Pemilihan Industri Inti Agroindustri sutera alam

6 Model Pengembangan Industri Inti Model pengembangan industri inti terdiri dari sub model identifikasi elemen dan strukturisasi elemen. 1) Sub Model Identifikasi Elemen Pengembangan Industri inti Proses identifikasi elemen pengembangan industri inti menggunakan teknik Independent Preference Evaluation (IPE). Gambar 26 menunjukkan diagram alir sub model Identifikasi Elemen Pengembangan Industri Inti. Nama dan jumlah elemen Nama dan jumlah subelemen Nama dan Jumlah Pakar Jumlah skala penilaian Penentuan Bobot nilai Hasil penilaian pakar Penilaian pakar Nilai Hasil Pembobotan Penentuan urutan elemen pengembangan industri inti Urutan elemen Gambar 26. Diagram Alir Sub Model Identifikasi Elemen Pengembangan Industri Inti. 2). Sub Model Strukturisasi Elemen Sistem Pengembangan Industri Inti Setelah dilakukan identifikasi elemen sistem pengembangan, maka selanjutnya akan dilakukan strukturisasi elemen sistem pengembangan industri inti. Struktur sistem dinyatakan dalam hirarki dan klasifikasi elemen yang dihasilkan dari proses strukturisasi elemen sistem dengan menggunakan teknik Interpretative Structural Modelling (ISM). Tahapan proses permodelan adalah (1) penyusunan matriks SSIM, (2) transformasi matriks SSIM menjadi matriks Reachability, (3) Revisi matriks Reachability menjadi Reachability final, (4) Penentuan sub elemen

7 89 kunci, struktur sub-elemen dan klasifikasi sub elemen ke dalam koordinat Driver Power-Dependency. Secara digramatik model strukturisasi sistem dapat dilihat pada Gambar 27. Jumlah dan Nama Elemen Jumlah dan Nama Sub-Elemen Jumlah dan Nama Pakar Structural Self Interaction Matrix (SSIM) untuk setiap Elemen pada setiap Pakar Penilaian Hubungan Kontekstual antar Sub elemen untuk setiap Elemen pada setiap Pakar Pembentukan Reachability Matrix (RM) untuk setiap elemen pada setiap Pakar Transitive Modifikasi SSIM Tidak Ya Pembentukan RM Gabungan Penentuan Sub elemen Kunci Penentuan Struktur Sub elemen Penentuan Kategori Sub elemen RM Gabungan Sub elemen Kunci, Struktur dan Kategori Sub elemen dari Elemen Sistem Pengembangan Gambar 27. Diagram Alir Sub Model Strukturisasi Elemen Sistem Pengembangan Industri Inti

8 Model Pengembangan Kelembagaan Model pengembangan Kelembagaan terdiri dari sub model identifikasi elemen pelaku/lembaga dan strukturisasi elemen pelaku/lembaga SubModel Identifikasi Elemen Pelaku/Lembaga Proses identifikasi elemen pelaku/lembaga menggunakan teknik Independent Preference Evaluation (IPE). Gambar 28 menunjukkan diagram alir sub model Identifikasi Elemen Pelaku/Lembaga. Nama dan jumlah elemen Nama dan jumlah subelemen Nama dan Jumlah Pakar Jumlah skala penilaian Penentuan Bobot nilai Hasil penilaian pakar Penilaian pakar Nilai Hasil Pembobotan Penentuan urutan elemen Pelaku/ Lembaga Urutan elemen Gambar 28. Diagram Alir Sub Model Identifikasi Elemen Pelaku/Lembaga Sub Model Strukturisasi Elemen Pelaku/Lembaga Setelah dilakukan identifikasi elemen pelaku/lembaga maka selanjutnya akan dilakukan strukturisasi elemen pelaku/lembaga. Struktur sistem dinyatakan dalam hirarki dan klasifikasi elemen yang dihasilkan dari proses strukturisasi elemen sistem dengan menggunakan teknik Interpretative Structural Modelling (ISM). Tahapan proses permodelan adalah (1) penyusunan matriks SSIM, (2) transformasi matriks SSIM menjadi matriks Reachability, (3) Revisi matriks Reachability menjadi Reachability final, (4) Penentuan sub elemen kunci, struktur sub-elemen dan

9 91 klasifikasi sub elemen ke dalam koordinat Driver Power-Dependency. Secara digramatik model strukturisasi sistem dapat dilihat pada Gambar 29. Jumlah dan Nama Elemen Jumlah dan Nama Sub-Elemen Jumlah dan Nama Pakar Structural Self Interaction Matrix (SSIM) untuk setiap Elemen pada setiap Pakar Penilaian Hubungan Kontekstual antar Sub elemen untuk setiap Elemen pada setiap Pakar Pembentukan Reachability Matrix (RM) untuk setiap elemen pada setiap Pakar Transitive Modifikasi SSIM Tidak Ya Pembentukan RM Gabungan Penentuan Sub elemen Kunci Penentuan Struktur Sub elemen Penentuan Kategori Sub elemen RM Gabungan Sub elemen Kunci, Struktur dan Kategori Sub elemen dari Elemen Pelaku/Lembaga Gambar 29. Diagram Alir Sub Model Strukturisasi Elemen Pelaku/Lembaga

10 Model Kelayakan Usaha Model kelayakan usaha dirancang untuk membantu pengguna dalam menganalisis kelayakan dan resiko usaha agroindustri sutera alam. Model ini terdiri dari 5 (lima) sub model yaitu (1) sub-model kelayakan usaha pemeliharaan ulat sutera/penghasil kokon, (2) sub-model kelayakan pemintalan sutera dan (3) sub model kelayakan pertenunan sutera, (4) sub model kelayakan pembatikan dan (5) sub-model usaha integrasi kedua usaha di atas. Gambar 30,31,32, 33 dan 34 menyajikan diagram alir sub-model sub-model kelayakan usaha agroindustri sutera alam. Gambar 30 menunjukkan kelayakan usaha pemeliharaan ulat sutera, Gambar 31 menunjukkan kelayakan usaha industri pemintalan sutera, Gambar 32 menunjukkan kelayakan usaha industri pertenunan sutera, Gambar 33 menunjukkan kelayakan usaha pembatikan sutera dan Gambar 34 menunjukkan kelayakan usaha integrasi kebun dan industri.

11 93 Input Finansial : Biaya investasi kebun Biaya pengadaan tanaman murbey Fix cost, Variable cost Input Teknis : Luas Lahan, Produktivitas lahan Produktivitas pemeliharaan ulat sutera Input Skenario Usaha : Pembiayaan Harga Jual Proses Perhitungan : Rugi Laba, Cash-Flow, Kelayakan Usaha Tidak NPV > 0, IRR > 18%, Net B/C > 1, PBP < 10? Tidak Ya Output : Rugi Laba, Cash flow, NPV, IRR, Net B/C, PBP Gambar 30. Diagram Alir Sub Model Kelayakan Usaha Kebun dan Pemeliharaan Ulat Sutera

12 94 Input Finansial : Biaya investasi mesin/alat, sarana prasarana Fix cost Variable cost Input Teknis : Produktivitas mesin Input Skenario Usaha : Pembiayaan Harga Jual Proses Perhitungan : Rugi Laba, Cash-Flow, Kelayakan Usaha NPV > 0, IRR > 18 %, Net B/C > 1, PBP < 10? Tidak Ya Output : Rugi Laba, Cash flow, NPV, IRR, Net B/C, PBP Gambar 31. Diagram Alir Sub Model Kelayakan Usaha Pemintalan Sutera

13 95 Input Finansial : Biaya investasi peralatan, sarana prasarana Fix cost Variable cost Input Teknis : Produktivitas peralatan Input Skenario Usaha : Pembiayaan Harga Jual Proses Perhitungan : Rugi Laba, Cash-Flow, Kelayakan Usaha NPV > 0, IRR > 18%, Net B/C > 1, PBP < 10? Tidak Ya Output : Rugi Laba, Cash flow, NPV, IRR, Net B/C, PBP Gambar 32. Daiagram Alir Sub Model Kelayakan Usaha Pertenunan Sutera

14 96 Input Finansial : Biaya investasi mesin/alat, sarana prasarana Fix cost Variable cost Input Teknis : Produktivitas Tenaga Kerja Input Skenario Usaha : Pembiayaan Harga Jual Proses Perhitungan : Rugi Laba, Cash-Flow, Kelayakan Usaha NPV > 0, IRR > 18%, Net B/C > 1, PBP < 10? Tidak Ya Output : Rugi Laba, Cash flow, NPV, IRR, Net B/C, PBP Gambar 33. Diagram Alir Sub Model Kelayakan Usaha Pembatikan Sutera

15 97 Input Finansial : Biaya investasi kebun, mesin/alat, bangunan Biaya pengadaan tanaman Fix cost Variable cost Input Teknis : Produktivitas lahan, Produktivitas kokon Produktivitas mesin dan peralatan, tenaga kerja Input Skenario Usaha : Pembiayaan Harga Jual Proses Perhitungan : Rugi Laba, Cash-Flow, Kelayakan Usaha NPV > 0, IRR > 18%, Net B/C > 1, PBP < 10? Tidak Ya Output : Rugi Laba, Cash flow, NPV, IRR, Net B/C, PBP Gambar 34. Diagram Alir Model Kelayakan Usaha Integrasi

16 Model Kesetaraan Harga Model kesetaraan harga merupakan model yang dirancang dengan tujuan untuk mencari titik kesetaraan hubungan antara pemelihara ulat sutera/produsen kokon dengan industri pemintalan benang sutera dan pertenunan. Diagram alir model kesetaraan dapat ditunjukkan pada Gambar 35. Kelayakan : NPV, IRR, PBP, B/C, Keuntungan (U), Target produksi (Tp), Kapasitas produksi (Kp), Keuntungan maksimum (Um). Perhitungan kesetaraan harga: Min B/C (P) 1 - (P) 2 B/C (P) 1 1 B/C (P) 2 1 P > 0 Kesesuaian/ Harmonisasi harga Gambar 35. Diagram Alir Model Kesetaraan/Harmonisasi Harga

17 Sistem Manajemen Basis Data Sistem manajemen basis data merupakan komponen Sistem Penunjang Keputusan (SPK) yang terdiri dari basis data dan set program pengelola untuk menambah, menghapus, mengambil dan membaca. data. Melalui sistem manajemen basis data (Data Base Manajemen System/DBMS), akses dan ekstraksi data cepat dilakukan. Menurut Suryadi dan Ramdhani (2000), kemampuan yang dibutuhkan dari manajemen basis data pada dasarnya adalah (1) Kemampuan untuk mengkombinasikan berbagai variasi data melalui pengambilan dan ekstraksi data; (2) Kemampuan untuk menambahkan sumber data secara cepat dan mudah; (3) Kemampuan untuk menggambarkan struktur data sesuai dengan pengertian pemakai sehingga pemakai mengetahui apa yang tersedia dan dapat menentukan kebutuhan penambahan dan pengurangan data; (4) Kemampuan untuk mengolah berbagai variasi data. Basis data dalam model AI-Sutera mencakup data lokasi, data industri inti, data kelembagaan, data kelayakan usaha dan data kesetaraan harga. Basis Data Lokasi mencakup data Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, jumlah unit usaha agroindustri sutera alam di masing-masing Kabupaten Kota, jumlah unit usaha industri di masing-masing Kabupaten /Kota, jumlah agroindustri sutera alam nasional dan jumlah industri nasional serta data pendapat pakar. Basis data industri inti mencakup data rantai nilai agroindustri sutera alam, elemen sistem pengembangan dan data pendapat pakar. Basis data kelembagaan meliputi data pelaku dalam klaster dan data pendapat pakar. Basis data kelayakan usaha mencakup biaya tetap, biaya tidak tetap, skala usaha, kapasitas produksi, harga, produk, bunga bank. Data masukan pada basis data kelayakan usaha terdiri dari struktur biaya usaha tani/pemelihara ulat sutera, pemintalan, pertenunan dan pembatikan. Data pada struktur biaya usaha tani meliputi biaya pengolahan tanah, pembibitan, pemupukan, pemeliharaan, pemanenan, distribusi, biaya atas modal dan harga jual kokon. Data pada struktur biaya usaha pemintalan meliputi biaya-biaya pembelian mesin peralatan, depresiasi, pemeliharaan, pengadaan bahan baku, biaya tenaga kerja, distribusi/pemasaran dan harga jual. Data pada struktur biaya usaha pertenunan meliputi biaya-biaya pembelian peralatan, depresiasi, pengadaan bahan

18 MODEL 100 baku dan biaya produksi, distribusi/pemasaran dan harga jual benang. Data pada struktur biaya usaha pembatikan meliputi biaya-biaya pembelian peralatan, zat warna, depresiasi, pemeliharaan, pengadaan bahan baku, tenaga kerja, distribusi/pemasaran dan harga jual. Data kesetaraan harga mencakup data yang dihasilkan dari kelayakan usaha Sistem Pengolahan Terpusat Sistem pengolahan terpusat sering juga disebut subsistem pengolahan problematik yang mempunyai fungsi utama adalah sebagai penyangga untuk menjamin adanya keterkaitan antar system atau sebagai koordinator dan pengendali dari operasi SPK secara menyeluruh. Subsistem ini menerima input dari ketiga subsistem lainnya dalam bentuk baku dan menyerahkan output ke subsistem yang dikehendaki dalam bentuk baku juga.

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren.

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren. 44 V. PEMODELAN SISTEM Dalam analisis sistem perencanaan pengembangan agroindustri aren di Sulawesi Utara menunjukkan bahwa terdapat berbagai pihak yang terlibat dan berperan didalam sistem tersebut. Pihak-pihak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran 62 BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Agroindustri sutera alam merupakan industri pengolahan yang mentransformasikan bahan baku kokon (hasil pemeliharaan ulat sutera) menjadi benang, kain sutera,

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rekayasa sistem kelembagaan penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda,

Lebih terperinci

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS Formatted: Swedish (Sweden) Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 menunjukkan bahwa sistem kemitraan setara usaha agroindustri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 61 HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem manajemen ahli model SPK agroindustri biodiesel berbasis kelapa sawit terdiri dari tiga komponen utama yaitu sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis pengetahuan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA SISTEM

BAB IV ANALISA SISTEM 71 BAB IV ANALISA SISTEM 4.1. Analisa Situasional Agroindustri Sutera Agroindustri sutera merupakan industri pengolahan yang menghasilkan sutera dengan menggunakan bahan baku kokon yaitu kepompong dari

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL

PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL VI. PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Pengembangan Agroindustri Manggis dirancang dan dikembangkan dalam suatu paket perangkat lunak ng diberi nama mangosteen

Lebih terperinci

IV. PEMODELAN SISTEM. A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01

IV. PEMODELAN SISTEM. A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01 IV. PEMODELAN SISTEM A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01 Sistem penunjang keputusan pengarah kebijakan strategi pemasaran dirancang dalam suatu perangkat lunak yang dinamakan EssDSS 01 (Sistem Penunjang Keputusan

Lebih terperinci

Sistem Manajemen Basis Data

Sistem Manajemen Basis Data 85 KONFIGURASI MODEL Hasil analisis sistem menunjukkan bahwa sistem pengembangan Agrokakao bersifat kompleks, dinamis, dan probabilistik. Hal tersebut ditunjukkan oleh banyaknya pelaku yang terlibat dalam

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM. Konfigurasi Model. Data Pengetahuan Model. Perumusan Strategi Bauran Pemasaran MEKANISME INFERENSI SISTEM PENGOLAHAN TERPUSAT

PEMODELAN SISTEM. Konfigurasi Model. Data Pengetahuan Model. Perumusan Strategi Bauran Pemasaran MEKANISME INFERENSI SISTEM PENGOLAHAN TERPUSAT PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rancang bangun model pengembangan industri kecil jamu dirancang dalam bentuk paket program komputer sistem manajemen ahli yang terdiri dari komponen : sistem manajemen

Lebih terperinci

III. LANDASAN TEORETIS

III. LANDASAN TEORETIS III. LANDASAN TEORETIS 1. Pemodelan Deskriptif dengan Metode ISM (Interpretative Structural Modeling) Eriyatno (1999) mengemukakan bahwa dalam proses perencanaan strategik seringkali para penyusunnya terjebak

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1) Penelitian yang dilakukan dengan pendekatan sistem menghasilkan Model Strategi Pengembangan

Lebih terperinci

MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN

MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN 140 MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN Model kelembagaan klaster agroindustri minyak nilam dirancang melalui pendekatan sistem dengan menggunakan metode ISM (Interpretative Structural Modelling). Gambar 47 menunjukkan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 67 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Kakao merupakan komoditas ekspor unggulan non-migas yang bernilai ekonomi tinggi dan tercatat sebagai penyumbang devisa bagi perekonomian nasional. Ekspor produk

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Industri karet remah di Indonesia sebagian besar merupakan industri yang melibatkan petani karet sebagai penghasil bahan baku berupa bokar dan pabrik karet sebagai

Lebih terperinci

IV. PEMODELAN SISTEM A. KONFIGURASI SISTEM

IV. PEMODELAN SISTEM A. KONFIGURASI SISTEM IV. PEMODELAN SISTEM A. KONFIGURASI SISTEM Sistem Penunjang Keputusan Rantai Pasok Sutera Alam berbasis Web dirancang sebagai alat bantu yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan rantai

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 18 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan September-November 2010 di Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Pemerintahan Aceh

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1 Kerangka Pemikiran Konseptual

IV. METODOLOGI 4.1 Kerangka Pemikiran Konseptual IV. METODOLOGI 4.1 Kerangka Pemikiran Konseptual Pendekatan klaster industri telah ditetapkan sebagai strategi pengembangan industri nasional dalam Undang-undang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Identifikasi Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian...

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Identifikasi Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian... DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... i ABSTRAK... ii ABSTRACT... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

VI. VERIFIKASI DAN VALIDASI MODEL

VI. VERIFIKASI DAN VALIDASI MODEL 52 VI. VERIFIKASI DAN VALIDASI MODEL Model klaster agroindustri aren dirancang dan dibangun sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan pengembangan di Sulawesi Utara terdiri atas 3 (tiga) blok model

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SUTERA ALAM MELALUI PENDEKATAN KLASTER. Oleh : DJONI TARIGAN

STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SUTERA ALAM MELALUI PENDEKATAN KLASTER. Oleh : DJONI TARIGAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SUTERA ALAM MELALUI PENDEKATAN KLASTER Oleh : DJONI TARIGAN SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

A. KERANGKA PEMIKIRAN

A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Agroindustri sutera alam terutama untuk produk turunannnya berupa kokon, benang sutera, dan kain merupakan suatu usaha yang menjanjikan. Walaupun iklim dan kondisi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pembangunan daerah merupakan langkah yang ditempuh dalam mewujudkan visi dan misi yang ingin dicapai oleh Kota Depok, pembangunan daerah memiliki

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRACT...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRACT... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL..... HALAMAN PENGESAHAN...... KATA PENGANTAR..... DAFTAR ISI..... DAFTAR TABEL..... DAFTAR GAMBAR..... ABSTRAK... ABSTRACT... i ii iii v vii x xi xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar

Lebih terperinci

7 REKAYASA SISTEM. Intelijensi Mesin inferensi Penalaran /Inference. Pengendalian/Control. Supervisor. Penghubung bahasa natural.

7 REKAYASA SISTEM. Intelijensi Mesin inferensi Penalaran /Inference. Pengendalian/Control. Supervisor. Penghubung bahasa natural. 7 REKAYASA SISTEM 7.1 Konfigurasi Sistem Sistem Pendukung Keputusan Intelijen untuk pengembangan agropolitan berbasis agroindustri dirancang dalam bentuk perangkat lunak komputer Visual Basic versi 6.0

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SUTERA ALAM MELALUI PENDEKATAN KLASTER A STRATEGY FOR THE DEVELOPMENT OF SILK AGROINDUSTRY USING CLUSTER APPROACH

STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SUTERA ALAM MELALUI PENDEKATAN KLASTER A STRATEGY FOR THE DEVELOPMENT OF SILK AGROINDUSTRY USING CLUSTER APPROACH STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SUTERA ALAM MELALUI PENDEKATAN KLASTER A STRATEGY FOR THE DEVELOPMENT OF SILK AGROINDUSTRY USING CLUSTER APPROACH Djoni Tarigan 1)*, Anas Miftah Fauzi 2), Sukardi 2),

Lebih terperinci

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN 94 SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN Konfigurasi Model Hasil analisis sistem menunjukkan bahwa sistem pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri bersifat kompleks, dinamis, dan

Lebih terperinci

X. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Model Pengembangan Usaha Agroindustri Nenas AINI-MS yang dihasilkan

X. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Model Pengembangan Usaha Agroindustri Nenas AINI-MS yang dihasilkan X. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Model Pengembangan Usaha Agroindustri Nenas AINI-MS yang dihasilkan adalah model yang menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic versi 6.0. Model AINI-MS merupakan

Lebih terperinci

Pertemuan 3 PEMODELAN

Pertemuan 3 PEMODELAN Pertemuan 3 PEMODELAN DEFINISI Model adalah abstraksi dari sesuatu, yang mewakili beberapa fenomena berbentuk objek atau aktivitas. Fenomena dapat berupa entity, jika fenomena itu berupa instansi maka

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi merupakan langkah-langkah sistematis yang dipergunakan untuk mempermudah dalam mengembangkan Sistem Pendukung Keputusan. Metodologi penelitian adalah cara yang

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 2013

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 2013 Analisis Terhadap Kendala Utama Serta Perubahan yang Dimungkinkan dari Pengelolaan Lingkungan di Kawasan Ziarah Umat Katholik Gua Maria Kerep Ambarawa Ari Wibowo 1) *, Boedi Hendrarto 2), Agus Hadiyarto

Lebih terperinci

PEMODELAN. Model adalah abstraksi dari sesuatu, yang mewakili beberapa fenomena berbentuk objek atau aktivitas.

PEMODELAN. Model adalah abstraksi dari sesuatu, yang mewakili beberapa fenomena berbentuk objek atau aktivitas. PEMODELAN DEFINISI Model adalah abstraksi dari sesuatu, yang mewakili beberapa fenomena berbentuk objek atau aktivitas. Fenomena dapat berupa entity, jika fenomena itu berupa instansi maka instansi sebagai

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan Pemerintah Daerah Kota Bogor dan lingkungan industri Kota Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN 76 VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN Sistem pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara terdiri atas sistem lokasi unggulan, industri inti unggulan, produk unggulan,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 66 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian perancangan model pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri dilakukan berdasarkan sebuah kerangka berpikir logis. Gambaran kerangka

Lebih terperinci

BAB VII PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI SUTERA ALAM

BAB VII PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI SUTERA ALAM 151 BAB VII PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI SUTERA ALAM 7.1. Kebijakan Pengembangan Klaster Dalam era globalisasi dan peningkatan persaingan timbul banyak tantangan terhadap kemampuan perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

III. LANDASAN TEORITIS

III. LANDASAN TEORITIS III. LANDASAN TEORITIS 3.1. Quality Function Deployment (QFD) QFD dikembangkan pertama kali oleh Mitsubishi s Kobe Shipyard sebagai cara menjabarkan harapan konsumen, selanjutnya secara sistematis diterjemahkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 51 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Agrondustri perikanan laut merupakan salah satu jenis industri yang sangat potensial untuk dikembangkan, mengingat potensi sumber daya ikan dari perairan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Jenis Data dan Cara Pengumpulan Data 3.3 Metode Analisis Data Analisis Biaya Produksi

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Jenis Data dan Cara Pengumpulan Data 3.3 Metode Analisis Data Analisis Biaya Produksi BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November-Desember 2011 di Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat dan Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. 3.2

Lebih terperinci

METODOLOGI Kerangka Pemikiran

METODOLOGI Kerangka Pemikiran METODOLOGI Kerangka Pemikiran Penelitian ini dilakukan dalam rangka mendorong pengembangan industri rumput laut secara berkelanjutan melalui pendekatan klaster. Penelitian ini bermaksud merancang suatu

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PADA INDUSTRI JAGAD SUTERA DI KELURAHAN KAMONJI KECAMATAN PALU BARAT KOTA PALU

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PADA INDUSTRI JAGAD SUTERA DI KELURAHAN KAMONJI KECAMATAN PALU BARAT KOTA PALU J. Agroland 22 (2) : 70-75, Agustus 2015 ISSN : 0854 641X E-ISSN : 2407 7607 ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PADA INDUSTRI JAGAD SUTERA DI KELURAHAN KAMONJI KECAMATAN PALU BARAT KOTA PALU Analysis of Financial

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 26 III. METODE PENELITIAN III.1. Kerangka pemikiran Penelitian ini mencoba memadukan pendalaman konsep yang berkaitan dengan agroindustri, pembangunan wilayah, dan manajemen stratejik sebagai konsep dasar

Lebih terperinci

IV. KONFIGURASI MODEL

IV. KONFIGURASI MODEL IV. KONFIGURASI MODEL A. DIAGRAM ALIRAN DATA (DATA FLOW DIAGRAM/DFD) Metode yang digunakan dalam memodelkan program aplikasi Sidi- Kuu adalah menggunakan diagram aliran data. Diagram aliran data memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN BAB III METODE KAJIAN Pengambilan data primer berupa data gapoktan dan kuesioner AHP terhadap pakar dilakukan dari tanggal 16 Maret sampai dengan 29 April 2013. Data gapoktan diambil dari gapoktan penerima

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penelitian ini, maka penulis dapat menarik simpulan sebagai berikut:

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penelitian ini, maka penulis dapat menarik simpulan sebagai berikut: BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan permasalahan serta maksud dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka penulis dapat menarik simpulan sebagai berikut: 1. Estimasi incremental

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Sistem Manajemen Basis Pengetahuan Evaluasi resiko usaha

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Sistem Manajemen Basis Pengetahuan Evaluasi resiko usaha PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Model evaluasi kelayakan pembiayaan agroindustri minyak atsiri dengan pola syariah dirancang dalam suatu perangkat lunak komputer sistem manajemen ahli (SMA), dengan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian 36 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian dipilih secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa daerah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Verifikasi dan Validasi Model Verifikasi Model Verifikasi Model KlasteRula dilakukan untuk memastikan bahwa model klaster industri rumput laut terbebas dari kekeliruan proses logis

Lebih terperinci

PENERAPAN TEKNIK INTERPRETIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) DAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

PENERAPAN TEKNIK INTERPRETIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) DAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) PENERAPAN TEKNIK INTERPRETIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) DAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Heri Apriyanto NRP. P062100201 Dadang Subarna NRP. P062100081 Prima Jiwa Osly NRP. P062100141 Program Studi

Lebih terperinci

AGROINTEK Volume 7, No.2 Agustus

AGROINTEK Volume 7, No.2 Agustus AGROINTEK Volume 7, No.2 Agustus 2013 103 PENENTUAN LOKASI INDUSTRI PALA PAPUA BERDASARKAN PROSES HIERARKI ANALITIK (ANALYTIC HIERARCHY PROCESS ) DAN APLIKASI SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN (SPK) DI KABUPATEN

Lebih terperinci

6 METODE PENELITIAN IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PENGEMBANGAN AGROPOLITAN KONSEP PENGEMBANGAN AGROPOLITAN BERBASIS AGROINDUSTRI

6 METODE PENELITIAN IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PENGEMBANGAN AGROPOLITAN KONSEP PENGEMBANGAN AGROPOLITAN BERBASIS AGROINDUSTRI 6 METODE PENELITIAN 6.1 Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Model pengembangan agropolitan yang dibangun adalah agropolitan yang dapat diterapkan dan terjaga keberlangsungannya. Kajian dimulai dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dengan lokasi meliputi kawasan DKI Jakarta dan Perairan Teluk Jakarta yang dilaksanakan pada bulan Agustus 005-April 006. Teluk Jakarta,

Lebih terperinci

Diagnosis Prasyarat Pengembangan Klaster. Prasyarat Ekologi Prasyarat Ekonomi Prasyarat Sosial Prasyarat Kelembagaan. Layak?

Diagnosis Prasyarat Pengembangan Klaster. Prasyarat Ekologi Prasyarat Ekonomi Prasyarat Sosial Prasyarat Kelembagaan. Layak? PEMODELAN SISTEM Sistem nyata pengembangan klaster industri rumput laut yang berkelanjutan adalah sangat kompleks. Agar lebih efektif dan efisien dalam melakukan kajian, maka dilakukan pemodelan sistem.

Lebih terperinci

RANCANGAN IMPLEMENTASI

RANCANGAN IMPLEMENTASI RNCNGN IMPLEMENTSI Kelebihan dan Keterbatasan Model Perekayasaan suatu model tentunya memiliki kelebihan dan kelemahan. Model Ekpama-Syariah memiliki kelebihan dalam implementasi sebagai berikut: 1. Model

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kerangka pemikiran penelitian ini diawali dengan melihat potensi usaha yang sedang dijalankan oleh Warung Surabi yang memiliki banyak konsumen

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pakar yang dilibatkan dalam penelitian

Lampiran 1. Pakar yang dilibatkan dalam penelitian 177 Lampiran 1. Pakar yang dilibatkan dalam penelitian No Nama Pakar Jabatan Keterangan 1 Prof. Dr. Ir. Rafiq Karsidi, MSi Pemb.Rektor I UNS Akademisi 2 Dr. Ir Makhmudun Ainuri, MSi Ketua Jurusan Teknologi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian model pengelolaan energi berbasis sumberdaya alam di pulau kecil difokuskan kepada energi listrik. Penelitian dilaksanakan di gugus pulau

Lebih terperinci

Form A Kuesioner Profil Usaha Tani Program Penelitian Pemberdayaan Agroindustri Nilam di Pedesaan dalam Sistem Klaster

Form A Kuesioner Profil Usaha Tani Program Penelitian Pemberdayaan Agroindustri Nilam di Pedesaan dalam Sistem Klaster 200 Lampiran 1 Profil Usahatani, Industri Kecil Penyulingan dan Pedagang/Pengumpul Form A Kuesioner Profil Usaha Tani Program Penelitian Pemberdayaan Agroindustri Nilam di Pedesaan dalam Sistem Klaster

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN 27 III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Penelitian ini dilakukan berdasarkan pendekatan ilmiah dengan kerangka berfikir logis. Kajian strategi pengembangan agroindustri bioetanol

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli

III. METODE PENELITIAN. Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian pendirian agroindustri berbasis ikan dilaksanakan di Kabupaten Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan

Lebih terperinci

IX. STRUKTURISASI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KOPI RAKYAT DI KUPK SIDOMULYO, KABUPATEN JEMBER

IX. STRUKTURISASI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KOPI RAKYAT DI KUPK SIDOMULYO, KABUPATEN JEMBER IX. STUKTUISASI PENGEMBANGAN AGOINDUSTI KOPI AKYAT DI KUPK SIDOMULYO, KABUPATEN JEMBE 9.1. Pendahuluan Sistem pengolahan kopi obusta rakyat berbasis produksi bersih yang diupayakan untuk diterapkan di

Lebih terperinci

LAMPIRAN-LAMPIRAN 118

LAMPIRAN-LAMPIRAN 118 LAMPIRAN-LAMPIRAN 118 Lampiran 1. Kuesioner SKB A. Gambaran Umun Perusahaan No Uraian Keterangan 1 Sejarah Perusahaan 2 Lokasi Perusahaan 3 Tujuan Perusahaan Visi : Misi : 4 Kegiatan Bisnis PT ASG B. Aspek

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Gula merah tebu merupakan komoditas alternatif untuk memenuhi kebutuhan konsumsi gula. Gula merah tebu dapat menjadi pilihan bagi rumah tangga maupun industri

Lebih terperinci

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kajian Usaha pengolahan pindang ikan dipengaruhi 2 (dua) faktor penting yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi aspek produksi, manajerial,

Lebih terperinci

V. IMPLEMENTASI EssDSS 01

V. IMPLEMENTASI EssDSS 01 V. IMPLEMENTASI EssDSS 01 A. Program Utama EssDSS 01 Paket program EssDss 01 merupakan paket dari sistem program yang mengintegrasikan beberapa model yang berkaitan di dalamnya. Model-model ini membantu

Lebih terperinci

VIII. PEMBAHASAN 8.1 Kebijakan Pengembangan Klaster

VIII. PEMBAHASAN 8.1 Kebijakan Pengembangan Klaster VIII. PEMBAHASAN 8.1 Kebijakan Pengembangan Klaster Intervensi pemerintah pada kebijakan pengembangan klaster menurut Raines (2002), dapat terdiri dari: (1) Tindakan yang difokuskan pada keterkaitan spesifik,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Capital Budgeting, Payback Period, Net Present Value, dan Internal Rate of Return. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Kata Kunci: Capital Budgeting, Payback Period, Net Present Value, dan Internal Rate of Return. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PT. Citra Jaya Putra Utama merupakan salah satu perusahaan jasa yang bergerak di bidang distribusi farmasi. Perusahaan saat ini ingin melakukan investasi modal dalam bentuk cabang baru di Surabaya

Lebih terperinci

MODEL SISTEM KELEMBAGAAN PENGEMBANGAN INDUSTRI TALAS

MODEL SISTEM KELEMBAGAAN PENGEMBANGAN INDUSTRI TALAS AGROINTEK Vol 4, No. 2 Agustus 21 87 MODEL SISTEM KELEMBAGAAN PENGEMBANGAN INDUSTRI TALAS Iffan Maflahah Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Korespondensi : Jl.

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN Peningkatan luas lahan perkebunan kelapa sawit telah mampu meningkatkan kuantitas produksi minyak sawit mentah dan minyak inti sawit dan menempatkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Penelitian ini dilakukan berdasarkan pendekatan ilmiah dengan kerangka berfikir logis. Pemodelan sistem kelembagaan pasokan bahan baku agroindustri

Lebih terperinci

V. PEMODELAN SISTEM. Pengguna. Sistem Manajemen Dialog. Sistem Pengolahan Pusat. Gambar 7. Konfigurasi Program Aplikasi SCHATZIE 1.

V. PEMODELAN SISTEM. Pengguna. Sistem Manajemen Dialog. Sistem Pengolahan Pusat. Gambar 7. Konfigurasi Program Aplikasi SCHATZIE 1. V. PEMODELAN SISTEM 5.1. KONFIGURASI SISTEM Model perencanaan bahan baku industri teh di PTPN VIII Kebun Cianten dirancang dan dibuat dalam satu paket komputer sistem manajemen yang diberi nama SCHATZIE

Lebih terperinci

KUISIONER PENELITIAN

KUISIONER PENELITIAN LAMPIRAN Lampiran 1. Kuisioner Penelitian KUISIONER PENELITIAN ANALISIS PENGAJUAN KREDIT USAHA RAKYAT PETANI SUTERA ALAM PADA BANK RAKYAT INDONESIA CABANG BOGOR (Studi Kasus : Petani Plasma Rumah Sutera

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung

Lebih terperinci

A. Kerangka Pemikiran

A. Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran Analisis kelayakan pendirian industri bioinsektisda Bta di Bogor merupakan analisis yang dilakukan sebagai bagian dari tahap pra invetasi pada proyek pembangunan industri

Lebih terperinci

BAB 5 RANCANG BANGUN MODEL

BAB 5 RANCANG BANGUN MODEL 71 BAB 5 RANCANG BANGUN MODEL 5.1 Konfigurasi Model Rancang bangun model peningkatan kinerja agroindustri kelapa sawit PBUMN dibangun dalam bentuk perangkat lunak dengan nama Pin-KK dengan tiga komponen

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari penelitian Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan Agroindustri

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari penelitian Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan Agroindustri BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dari penelitian Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan Agroindustri Perikanan Lele Lahan Kering didapatkan kesimpulan, bahwa: 1. Penelitian ini telah menghasilkan

Lebih terperinci

Pengantar Teknologi. Informasi (Teori) Minggu ke-10. Sistem Pendukung Keputusan (SPK) Oleh : Ibnu Utomo WM, M.Kom UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

Pengantar Teknologi. Informasi (Teori) Minggu ke-10. Sistem Pendukung Keputusan (SPK) Oleh : Ibnu Utomo WM, M.Kom UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO Pengantar Teknologi FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO http://www.dinus.ac.id Informasi (Teori) Minggu ke-10 Sistem Pendukung Keputusan (SPK) Oleh : Ibnu Utomo WM, M.Kom Definisi SPK Sistem

Lebih terperinci

BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN

BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN 23 BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN 4.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 4.1.1 Studi Kelayakan Usaha Proyek atau usaha merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan manfaat (benefit) dengan menggunakan sumberdaya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu

TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Sterilisasi Salah satu jenis olahan susu yang dapat dijumpai di pasaran Indonesia adalah susu sterilisasi. Susu sterilisasi adalah salah satu contoh hasil pengolahan susu

Lebih terperinci

Lampiran 1. Rugi Laba

Lampiran 1. Rugi Laba LAMPIRAN Lampiran 1. Rugi Laba Uraian Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10 PENERIMAAN Kapasitas Pengolahan (kg buah) 480,000 480,000 480,000 480,000 480,000

Lebih terperinci

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian. 3.2 Jenis, Sumber dan Metode Analisis Data

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian. 3.2 Jenis, Sumber dan Metode Analisis Data 13 3 METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi wilayah Kabupaten yang mencakup 10 kecamatan. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 6 bulan yaitu dari bulan Mei sampai Oktober

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SUTERA ALAM MELALUI PENDEKATAN KLASTER. Oleh : DJONI TARIGAN

STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SUTERA ALAM MELALUI PENDEKATAN KLASTER. Oleh : DJONI TARIGAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SUTERA ALAM MELALUI PENDEKATAN KLASTER Oleh : DJONI TARIGAN SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengambil tempat di kantor administratif Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat yang berlokasi di Kompleks Pasar Baru Lembang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi

III. METODOLOGI. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi 23 III METODOLOGI Penelitian ini dilakukan dalam empat tahapan penelitian yaitu tahap pengumpulan data dan informasi, tahap pengkajian pengembangan produk, tahap pengkajian teknologi, tahap uji coba dan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Sistem Agribisnis Agribisnis sering diartikan secara sempit, yaitu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian.sistem agribisnis sebenarnya

Lebih terperinci

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN VII. HASIL DAN PEMBAHASAN 7.1 PROGRAM UTAMA mangosteen 1.0 Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Pengembangan Agroindustri Manggis dirancang dalam sebuah paket program bernaman mangosteen 1.0. Model mangosteen

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual III. METODE PENELITIAN Nilai tambah yang tinggi yang diperoleh melalui pengolahan cokelat menjadi berbagai produk cokelat, seperti cokelat batangan merupakan suatu peluang

Lebih terperinci

VI. IMPLEMENTASI MODEL

VI. IMPLEMENTASI MODEL 45 VI. IMPLEMENTASI MODEL Pengembangan model investasi fuzzy memerlukan perangkat keras dan mendukung perangkat lunak yang digunakan sehingga sistem ini dapat berjalan sesuai dengan fungsinya. Perangkat

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang berhubungan dengan penelitian studi kelayakan usaha pupuk kompos pada Kelompok Tani

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam suatu bentuk kesatuan dengan mempergunakan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI 3.1 LANGKAH PENYUSUNAN TUGAS AKHIR 3.2 PENGUMPULAN DATA

BAB 3 METODOLOGI 3.1 LANGKAH PENYUSUNAN TUGAS AKHIR 3.2 PENGUMPULAN DATA BAB 3 METODOLOGI 3.1 LANGKAH PENYUSUNAN TUGAS AKHIR Analisis yang dilakukan dalam studi ini merupakan gabungan antara studi kelayakan dengan simulasi operasi atau analisis komputasi menggunakan perangkat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Langkah-Langkah Penelitian Sistem Pendukung Keputusan (SPK) yang dibangun merupakan sistem

BAB III METODE PENELITIAN Langkah-Langkah Penelitian Sistem Pendukung Keputusan (SPK) yang dibangun merupakan sistem BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Langkah-Langkah Penelitian Sistem Pendukung Keputusan (SPK) yang dibangun merupakan sistem untuk menentukan peringkat siswa berdasarkan penilaian hasil belajar siswa. Hasil

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoretis Kerangka pemikiran teoretis merupakan suatu penalaran peneliti yang didasarkan pada pengetahuan, teori, dalil, dan proposisi untuk menjawab suatu

Lebih terperinci

REKAYASA SISTEM PENUNJANG MANAJEMEN PRODUKSI BERSIH AGROINDUSTRI KARET REMAH. Konfigurasi Model

REKAYASA SISTEM PENUNJANG MANAJEMEN PRODUKSI BERSIH AGROINDUSTRI KARET REMAH. Konfigurasi Model 97 REKAYASA SISTEM PENUNJANG MANAJEMEN PRODUKSI BERSIH AGROINDUSTRI KARET REMAH Konfigurasi Model Model untuk sistem penunjang manajemen produksi bersih agroindustri karet remah dirancang dalam satu paket

Lebih terperinci

Kata Kunci: Analisis stuktur, kemitraan, agribisnis sayuran

Kata Kunci: Analisis stuktur, kemitraan, agribisnis sayuran ANALISIS STRUKTUR SISTEM KEMITRAAN PEMASARAN AGRIBISNIS SAYURAN (Studi Kasus di Kecamatan Nongkojajar Kabupaten Pasuruan) Teguh Sarwo Aji *) ABSTRAK Pemikiran sistem adalah untuk mencari keterpaduan antar

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN 39 III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Penelusuran data dan informasi dimulai dari tingkat provinsi sampai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah seluruh wilayah Provinsi DKI Jakarta. Waktu penelitian pada bulan November 2006 Juni 2007. Beberapa pertimbangan penentuan

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis finansial bertujuan untuk menghitung jumlah dana yang diperlukan dalam perencanaan suatu industri melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata

I.PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata I.PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam

Lebih terperinci