VII. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VII. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 VII. HASIL DAN PEMBAHASAN 7.1 PROGRAM UTAMA mangosteen 1.0 Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Pengembangan Agroindustri Manggis dirancang dalam sebuah paket program bernaman mangosteen 1.0. Model mangosteen dirancang untuk dijadikan sebagai alat bantu bagi para pengambil keputusan dalam menganalisa faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kegiatan perencanaan pengembangan agroindustri manggis. Pengguna program ini adalah pengusaha atau calon pengusaha agroindustri. Selain itu, pihak-pihak yang berkaitan langsung atupun tidak langsung dalam perencanaan agroindutri manggis dapat menggunakan program ini. Pihak-pihak tersebut diantaranya petani manggis, pengusaha agroindustri, pemerintah, investor, lembaga keuangan dan peneliti. Keluaran dari program ini adalah rekomendasi bagi para pengambil keputusan dalam mengambil keputusan untuk menentukan produk olahan manggis paling tepat dan prospektif untuk dikembangkan, menentukan lokasi terbaik untuk pendirian industri, analisis kelayakan finansial budidaya, penentuan daerah sentra pemasok bahan baku, kelayakan finansial agroindustri manggis dan strategi pengembangan agroindutri manggis. Selain itu pengguna program ini akan mendapatkan informasi yang lengkap mengenai manggis, budidaya manggis serta pemeliharaannya, syarat mutu manggis, teknologi proses produk olahan manggis, serta kondisi wilayah kabupaten Bogor dan potensinya dalam pengembangan budidaya maupun agroindustri manggis. Paket perangkat lunak mangosteen 1.0 dirancang menggunakan bahasa pengembangan pascal dengan perangkat lunak Embarcadero Delphi XE. mangosteen terbagi ke dalam 5 bagian utama, yaitu Sistem Pengolahan Terpusat, Sistem Manajemen Dialog, Sistem Menajemen Basis Data ini terdiri atas dua bagian yaitu Sistem Manajemen Basis Data Statis, Sistem Manajemen Basis Data Dinamis dan Sistem Manajemen Basis Model Sistem Pengolahan Terpusat Paket program mangosteen memiliki sistem pengolahan terpusat, dimana pengguna dapat mengakses keseluruhan informasi dan data. Sistem pengolahan terpusat mengatur keseluruhan interaksi antara sistem manajemen basis data dan sistem manajemen basis model. Pengguna dapat mengakses secara menyeluruh dengan adanya sistem pengolahan terpusat. Paket program mangosteen apabila dijalankan pertama kali adalah tampilan menu login. paket program ini dilengkapi dengan pengamanan data dengan dibedakan menjadi user dan administrator. Pengguna dengan akses sebagai user tidak dapat memanipulasi data sedangkan pengguna sebagai administrator dapat menggunakan seluruh fasilitas yang ada. Menu login adalah menu awal yang akan menghantarkan pengguna program ke menu utama program. Pengguna yang masuk akan dimintai password pada menu login ini. Pengguna yang belum memiliki password perlu melakukan registrasi (sign up) untuk masuk ke dalam program. Setelah pengguna memilih akses pada menu login, pengguna akan masuk pada menu utama mangosteen seperti pada Gambar 23 berikut ini. 48

2 Gambar 23. Tampilan Login mangosteen Setelah melalui menu login pengguna akan masuk ke dalam tampilan utama program. Menu utama dari program mangosteen didesain dengan tujuan untuk memudahkan pengguna dalam mengoperasikannya. program ini dibuat lebih user friendly agar pengguna tidak merasa bosan selama berinteraksi dengan paket program ini. Tampilan menu utama program dapat dilihat pada Gambar 24. Gambar 24. Tampilan menu utama mangosteen Sistem Manajemen Basis Data Sistem Manajemen Basis Data ini terdiri atas dua bagian yaitu Sistem Manajemen Basis Data Statis dan Sistem Manajemen Basis Data Dinamis. Sistem Manajemen Basis Data Statis merupakan bagian sistem yang didalamnya berisi data yang bersifat tetap atau statis. Sistem Manajemen Data Statis akan mengorganisasikan data dalam menu Informasi yang terdiri dari sekelompok data yaitu data dan informasi umum mengenai manggis dan Kabupaten Bogor. Basis Data Statis ini menampilkan informasi yang meliputi 1) Informasi profil Kabupaten Bogor, 2) Informasi deskripsi buah manggis, 3) Informasi usaha budidaya manggis, 4) Teknologi proses agroindustri manggis, 5) informasi lain yang berkaitan dengan manggis yang dideskripsikan oleh sistem. 49

3 Gambar 25. Tampilan basis data statis mangosteen Paket program mangosteen 1.0 memiliki sistem manajemen Basis Data Dinamis yang dibedakan menjadi enam kelompok, yaitu Kelompok Data Produk Olahan, Kelompok Data Lokasi, Kelompok Data Sentra Produksi Manggis, Data Strategi Pengembangan Agroindustri dan Kelompok Data Finansial terdiri dari Data Struktur Biaya Investasi, Data Struktur Biaya Tetap dan Data Struktur Biaya Variabel. Gambar 26. Tampilan basis data dinamis mangosteen 50

4 7.2 SUB MODEL PENENTUAN PRODUK PROSPEKTIF Sub Model Penentuan Produk Prospektif merupakan model yang digunakan untuk menentukan produk olahan manggis yang memiliki potensi yang besar dan prospektif untuk dikembangkan. Kriteria yang digunakan dalam menentukan produk prospektif adalah sebagai berikut: 1) ketersediaan bahan baku menunjukan ketersediaan pasokan bahan baku dan bahan penunjang untuk produk agroindustri unggulan yang akan dikembangkan. Tidak berkembangnya agroindustri umumya disebabkan ketersediaan bahan baku yang tidak terjamin keberadaannya. Kriteria ini meliputi jenis, jumlah, spesifikasi, mutu, kemudahan pasokan dan harga. 2) potensi pasar menunjukan prospek dari produk olahan manggis yang diunggulkan. Semakin besar peluang serta semakin banyak permintaan produk olahan yang dipilih maka produk tersebut semakin potensial tersebut untuk dikembangkan. 3) penguasaan teknologi proses menunjukan penguasaan teknologi proses yang digunakan dalam mengembangkan produk olahan manggis. Teknologi yang dipakai harus dipahami dan dikuasai sepenuhnya sehingga akan memberikan hasil produk yang baik yang berkaitan dengan kualitas produk. 4) kebijakan pemerintah menunjukan kebijakan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang mendukung pengembangan agroindustri manggis. 5) nilai tambah produk mengacu kepada pertambahan nilai dan fungsi dari manggis setelah mengalami serangkaian proses. Semakin besar nilai tambah dari suatu produk olahan maka semakin besar pula penilaiannya. Masing-masing kriteria tersebut diatas kemudian akan ditentukan bobotnya tergantung tingkat kepentingan dan pengaruhnya terhadap penentuan produk dengan menggunakan metode komparasi berpasangan (Pairwise Comparison) pada software Expert Choice 2000 dengan skala komparasi antara 1 sampai 9 atau kebalikannya. Pembobotan kriteria pemilihan dilakukan dengan mengambil pendapat pakar. Hasil pembobotan yang dihasilkan kemudian akan dikaliakan dengan faktor konversi. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk menentukan bobot standar yang sesuai dengan metode perbandingan ekponensial (MPE) yang digunakan dalam penentuan produk prospektif. Tabel 8 menunjukan hasil perhitungan dan bobot untuk setiap kriteria penentuan produk prospektif. Tabel 8. Bobot krtiteria penentuan produk prospektif No Kriteria Bobot AHP Bobot (Faktor konversi = 10) 1 Ketersediaan bahan baku 0, Potensi Pasar 0, Penguasaan teknologi proses 0, Kebijakan pemerintah 0, Nilai tambah produk 0,352 4 Setelah bobot dari masing-masing kriteria diketahui, selanjutnya akan dilakukan pemilihan terhadap produk olahan prospektif. Produk yang dipilih merupakan produk olahan dari komoditas manggis. Terdapat empat produk yang akan dinilai dalam model ini, diantaranya sirup, xanthone, puree, dan dodol. Produk-produk tersebut akan diberikan penilaian sesuai dengan parameter yang telah ditetapkan. Parameter penilaian untuk setiap kriteria akan disajikan pada tabel-tabel berikut ini. 51

5 Tabel 9. Kriteria ketersediaan bahan baku Kriteria Nilai Ketersediaan bahan baku sangat kurang 1 Ketersediaan bahan baku kurang 2 Ketersediaan bahan baku cukup banyak 3 Ketersediaan bahan baku banyak 4 Ketersediaan bahan baku sangat banyak 5 Tabel 10. Kriteria potensi pasar Kriteria Nilai Potensi pasar sangat kecil 1 Potensi pasar kecil 2 Potensi pasar cukup besar 3 Potensi pasar besar 4 Potensi pasar sangat besar 5 Tabel 11. Kriteria penguasaan teknologi proses Kriteria Nilai Penguasaan teknologi proses sangat buruk 1 Penguasaan teknologi proses buruk 2 Penguasaan teknologi proses cukup baik 3 Penguasaan teknologi proses baik 4 Penguasaan teknologi proses sangat baik 5 Tabel 12. Kriteria kebijakan pemerintah Kriteria Nilai Kebijakan pemerintah sangat buruk 1 Kebijakan pemerintah buruk 2 Kebijakan pemerintah cukup baik 3 Kebijakan pemerintah baik 4 Kebijakan pemerintah sangat baik 5 Tabel 13. Kriteria nilai tambah produk Kriteria Nilai Nilai tambah sangat kecil 1 Nilai tambah kecil 2 Nilai tambah cukup besar 3 Nilai tambah besar 4 Nilai tambah sangat besar 5 Penilaian alternatif produk prospektif dilakukan dengan mengambil pendapat dari pakar. Alternatif produk yang memiliki hasil nilai MPE terbesar merupakan produk prospektif yang terpilih. Hasil dari penilaian produk terhadap kriteria produk unggulan dapat dilihat pada Tabel

6 Tabel 14. Hasil penilaian produk prospektif Kriteria Bobot Sirup Xanthone Puree dodol Ketersediaan bahan baku Potensi Pasar Penguasaan teknologi proses Kebijakan pemerintah Nilai tambah produk Berdasarkan data-data tersebut diatas, kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan metode MPE. Nilai perhitungan dan urutan prioritas produk prospektif dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Hasil penilaian produk dengan metode MPE Prioritas Alternatif terpilih Nilai MPE 1 Xanthone Sirup Dodol Puree 157 Hasil analisis menunjukkan alternatif produk yang paling prospektif dan potensial untuk dikembangkan adalah xanthone dengan nilai 782. Hasil tersebut cukup relevan mengingat xanthone merupakan produk yang memiliki nilai tambah yang besar baik dari segi proses maupun harga. Gambar 27 menunjukan tampilan sub model penentuan produk prospektif. Gambar 27. Tampilan sub model penentuan produk prospektif. 7.3 SUB MODEL PENENTUAN LOKASI UNGGULAN Sub Model penentuan lokasi unggulan merupakan model yang digunakan untuk menganalisis serta menentukan lokasi yang paling sesuai untuk dijadikan lokasi pendirian agroindustri manggis di Kabupaten Bogor. Lokasi yang menjadi alternatif dalam penentuan lokasi unggulan ini adalah 34 kecamatan di Kabupaten Bogor. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dipilihnya Kabupaten bogor ialah letak Kabupaten Bogor yang cukup stategis untuk mendirikan sebuah industri karena memiliki akses pemasaran yang dekat ke ibukota dan berbagai daerah lainnya. Selain itu Kabupaten 53

7 Bogor juga didukung oleh agroekosistem yang cocok untuk budidaya komoditas manggis, dan merupakan salah satu sentra produksi manggis terbesar di Jawa Barat. Dalam penentuan lokasi unggulan tersebut digunakan beberapa kriteria untuk mendapatkan lokasi yang paling sesuai. Kriteria yang digunakan dalam menentukan lokasi unggulan tersebut adalah kemudahan akses dengan bahan baku, ketersediaan infrastrktur yang baik, ketersediaan sarana utilitas, kemudahan akses dengan bahan penunjang, kemudahan akses pemasaran, ketersediaan tenaga kerja, dan kondisi sosial budaya. Masing-masing kriteria tersebut diatas kemudian akan ditentukan bobotnya tergantung tingkat kepentingan dan pengaruhnya terhadap penentuan lokasi unggulan. Penilaian akan menggunakan skala dari 1 sampai 9 dimana kriteria yang memiliki tingkat kepentingan paling tinggi akan diberi nilai 9 dan kriteria yang memiliki tingkat kepentingan paling rendah akan diberikan nilai 1. Pembobotan kriteria pemilihan dilakukan dengan mengambil pendapat beberapa orang pakar. Hasil pembobotan kriteria penentuan lokasi unggulan dapat dilihat pada Lampiran 3. Setelah bobot dari masing-masing kriteria diketahui, selanjutnya akan dilakukan pemilihan terhadap lokasi unggulan. Lokasi yang menjadi alternatif penilaian dalam penentuan lokasi unggulan adalah 34 kecamatan di Kabupaten Bogor. Penilaian yang dilakukan terhadap masing-masing lokasi didasarkan pada data kuantitatif yang didapatkan dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bogor dan penilaian kualitatif dari pendapat pakar. Data kuantitatif dari BPS selanjutnya akan menjadi input penilaian lokasi pada model penentuan lokasi unggulan ini berdasarkan parameter yang telah ditentukan. Data lokasi berdasarkan masing-masing kriteria yang dinilai dapat dilihat pada Lampiran 4-5. Kriteria dan parameter penilaian yang digunakan dalam menentukan lokasi unggulan adalah sebagai berikut: 1) Kemudahan akses bahan baku : penilaian dari variabel ini adalah jauh tidaknya sumber bahan baku dengan alternatif lokasi. Alternatif lokasi yang baik adalah lokasi yang memliki akses terdekat dan termudah dengan sumber bahan baku. Parameter penilaian untuk kriteria kemudahan akses bahan baku dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Parameter penilaian untuk kriteria kemudahan akses bahan baku Jarak lokasi dengan bahan Nilai baku (km) di bawah di atas ) Kondisi Infrastruktur : penilaian dari variabel ini adalah baik tidaknya kondisi infrastruktur pada suatu alternatif lokasi. Infrastuktur meliputi jalan dan sarana prasarana transportasi seperti jalan tol, terminal angkutan, stasiun dan sebagainya. Alternatif lokasi yang baik adalah yang memiliki lokasi infrastruktur yang memadai. Parameter penilaian untuk kriteria kondisi infrastruktur dapat dilihat pada Tabel

8 Tabel 17. Parameter penilaian untuk kriteria kondisi infrasturktur Kondisi Infrastruktur Nilai Sangat Baik 5 Baik 4 Cukup Baik 3 Buruk 2 Sangat Buruk 1 3) Sarana Utilitas : penilaian dari variabel ini adalah baik tidaknya kondisi sarana utilitas pada suatu alternatif lokasi. Sarana utilitas yang dimaksud meliputi, fasilitas air, fasilitas listrik, jaringan komunikasi dan prasarana umum. Alternatif lokasi yang baik adalah yang memiliki kondisi sarana utilitas yang memadai. Parameter penilaian untuk kriteria ketersediaan sarana utilitas dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Parameter penilaian untuk kriteria ketersediaan sarana utilitas Ketersediaan sarana utilitas Nilai Semua parameter terpenuhi 5 Terdapat satu parameter tidak terpenuhi 4 Terdapat dua parameter tidak terpenuhi 3 Terdapat tiga parameter tidak terpenuhi 2 Terdapat empat parameter tidak terpenuhi 1 4) Kemudahan akses bahan penunjang : penilaian dari variabel ini adalah jauh tidaknya bahan penunjang yang mendukung berjalannya industri dengan alternatif lokasi. Alternatif lokasi yang baik adalah lokasi yang memliki akses terdekat dan termudah dengan sumber bahan penunjang. Parameter penilaian untuk kriteria kemudahan akses bahan penunjang dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Parameter penilaian untuk kriteria kemudahan akses bahan penunjang Jarak lokasi dengan bahan Nilai penunjang (km) di bawah di atas ) Ketersediaan tenaga kerja : penilaian dari variabel ini adalah banyak tidaknya tenaga kerja yang tersedia pada suatu alternatif lokasi dan mahal tidaknya gaji tenaga kerja pada daerah tersebut. Alternatif lokasi yang baik adalah lokasi yang terdapat banyak tenaga kerja dan berbiaya minimum untuk gaji pekerjanya. Parameter penilaian untuk kriteria ketersediaan tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel

9 Tabel 20. Parameter penilaian untuk kriteria ketersediaan tenaga kerja Jumlah pencari kerja Nilai di atas di bawah ) Kondisi Sosial Budaya : penilaian dari variabel ini adalah kondusif tidaknya budaya dan kebiasaan masyarakat yang tinggal pada suatu alternatif lokasi. Misalnya tingkat kriminalitas dan jumlah kasus pidana maupun perdata. Alternatif lokasi yang baik adalah lokasi yang masyarakatnya mendukung berdirinya suatu industri baru dengan tingkat kriminalitas yang rendah. Parameter penilaian untuk kriteria kondisi sosial budaya dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Parameter penilaian untuk kriteria kondisi sosial budaya Jumlah kasus kriminalitas Nilai kurang dari lebih dari ) Kemudahan akses pemasaran : penilaian dari variabel ini adalah mudah tidaknya akses pemasaran yang terbentuk pada suatu alternatif lokasi. Akses pemasaran yag baik dapat dilihat melalui mudah tidaknya akses keluar masuk produk dan barang dari dan ke alternatif lokasi tersebut. Alternatif lokasi yang baik adalah yang akses pemasaran yang terbentuk dengan baik dan akses keluar masuk produk dan barang mudah. Parameter penilaian untuk kriteria kemudahan akses pemasaran dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Parameter penilaian untuk kriteria kemudahan akses pemasaran Akses pemasaran Nilai Sangat Baik 5 Baik 4 Cukup Baik 3 Buruk 2 Sangat Buruk 1 Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi unggulan ialah metode perbandingan ekponensial (MPE). Alternatif lokasi sebanyak 34 kecamatan di Kabupaten Bogor tersebut akan dianalisis dengan menggunakan metode MPE. Hasil perhitungan MPE untuk seluruh kecamatan dapat dilihat pada Lampiran 6. 56

10 Tabel 23. Hasil peniaian lokasi dengan MPE Prioritas Alternatif Lokasi Nilai MPE 1 Kecamatan Dramaga Kecamatan Ciampea Kecamatan Ciomas Kecamatan Ciawi Kecamatan Sukaraja Hasil nilai perhitungan dan urutan prioritas produk prospektif menunjukan bahwa Kecamatan Dramaga berada urutan pertama lokasi unggulan kemudian disusul oleh Kecamatan Ciampea diurutan kedua dan Kecamatan Ciomas pada urutan ketiga. Dari data tersebut diketahui bahwa kebanyakan kecamatan unggulan terpilih merupakan kecamatan yang berada di sektor barat Kabupaten Bogor. Hal ini dapat disebabkan oleh banyaknya kecamatan penghasil manggis di daerah barat Kabupaten Bogor dan didukung oleh sarana prasarana yang memadai serta didukung oleh faktor-faktor lainnya yang berpengaruh dalam penentuan lokasi unggulan. Tampilan sub model penentuan lokasi unggulan dapat dilihat pada Gambar 28. Gambar 28. Tampilan sub model penentuan lokasi unggulan 7.4 SUB MODEL ANALISA KELAYAKAN FINANSIAL BUDIDAYA Sub model snalisa kelayakan finansial budidaya manggis digunakan untuk mengukur tingkat kelayakan budidaya manggis. Kriteria yang digunakan dalam menentukan kelayakan finansial tersebut ialah nilai NPV, IRR, PBP dan B/C ratio. Kelayakan finansial budidaya manggis ini dinilai pada budidaya dengan pola monokultur. Dalam penentuan kelayakan finansial ini digunakan beberapa asumsi. 57

11 Adapun asumsi-asumsi yang ditetapkan dalam menentukan kelayakan finansial budidaya ini antara lain: 1) umur proyek selama 20 tahun 2) luas lahan 1 hektar dengan jumlah tanaman sebanyak 125 pohon 3) mulai panen pada tahun ke-6, dengan rincian sebagai berikut: Panen perdana tahun ke 6, Hasil rata-rata 30 buah/pohon Panen tahun ke 7 Hasil rata-rata 200 buah/pohon Panen tahun ke 8 Hasil rata-rata 800 buah/pohon Panen tahun ke 9 Hasil rata-rata 900 buah/pohon Panen tahun ke 10 Hasil rata-rata buah/pohon Panen tahun ke 11 Hasil rata-rata1.750 buah/pohon Panen tahun ke Hasil rata-rata buah/pohon Panen tahun ke 19 Hasil rata-rata buah/pohon Panen tahun ke 20 Hasil rata-rata buah/pohon 4) Persentase keberhasilan 80 % 5) Harga jual Rp. 500/ buah dan akan mengalami kenaikan Rp.100/buah setiap 5 tahun. 6) Tingkat suku bunga yang digunakan ialah 6.75% Hasil asumsi-asumsi tersebut didapatkan dari data sekunder yang diperoleh serta wawancara dengan pakar budidaya manggis. Walaupun asumsi-asumsi telah ditetapkan, namun program ini memungkinkan pengguna untuk mengubah asumsi-asumsi tersebut sesuai dengan kondisi dan keinginan pengguna. Komponen biaya usaha budidaya manggis ini terdiri dari biaya investasi sebesar Rp dan biaya variabel sebesar Rp Rincian lengkap mengenai struktur biaya investasi dan biaya operasional usaha budidaya manggis dapat dilihat pada Lampiran Dalam penentuan kelayakan finansial perlu dilakukan pengujian terhadap tingkat sensitivitasnya. Pengujian dilakukan pada tiga kondisi berbeda. Skenario pertama adalah kondisi normal dengan menggunakan asumsi yang telah ditetapkan. Skenario kedua adalah kondisi dimana terjadi penurunan harga jual manggis sebesar 15% dan skenario ketiga adalah kondisi dimana terjadi kenaikan biaya operasional sebesar 10%. Hasil perhitungan sub model ini dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Hasil perhitungan parameter kelayakan finansial usaha budidaya manggis dengan tiga skenario. Parameter kelayakan Skenario I (Kondisi Normal) Skenario II (Harga Jual turun 15%) Skenario III (Biaya Operasional Naik 20%) Keuntungan bersih per tahun NPV (Rp) IRR (%) 9,54% 8.7% 9,16% PBP (Tahun) 12 tahun 5 bulan 13 tahun 2 bulan 13 tahun 10 bulan B/C Ratio 3,57 3,22 3,38 KELAYAKAN LAYAK LAYAK LAYAK Pada skenario satu yang merupakan kondisi normal, usaha budidaya manggis untuk masa proyek 20 tahun memiliki rata-rata keuntungan bersih per tahun sebesar Rp , NPV sebesar Rp , B/C Ratio sebesar 3,57, IRR sebesar 9,54% dengan PBP selama 12 tahun 5 bulan. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada kondisi normal usaha budidaya manggis layak untuk 58

12 dijalankan. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata keuntungan bersih yang positif, nilai NPV yang positif, IRR yang lebih besar dari diskonto yang digunakan serta B/C ratio yang lebih dari 1 dengan PBP kurang dari umur proyek. Untuk menguji tingkat sensitivitas usaha budidaya manggis terhadap perubahan nilai parameter kelayakan ini, maka dibuat skenario II dan skenario III. Dari hasil perhitungan pada skenario II dan skenario III diketahui bahwa usaha budidaya manggis layak dijalankan baik dengan skenario II dimana terjadi penurunan harga jual sebesar 15% maupun pada skenario II dimana terjadi kenaikan biaya operasional sebesar 20%. Namun demikian usaha budidaya manggis ini masih belum banyak diminati oleh investor yang ingin menanamkan investasinya di usaha budidaya manggis mengingat jangka waktu pengembalian modal atau Pay Back Period (PBP) msih tergolong lama yaitu sekitar tahun. Berdasarkan analisis sensitivitas, usaha budidaya manggis lebih sensitif terhadap perubahan harga dibandingkan terhadap kenaikan biaya operasional. 7.5 SUB MODEL ANALISA SENTRA PRODUKSI Sub model analisa sentra produksi digunakan untuk menentukan daerah sentra yang akan menjadi pemasok bahan baku yang akan digunakan untuk proses pengolahan produk agroindustri manggis. Sub model ini dibuat dengan dilatarbelakangi oleh karakteristik manggis yang bersifat musiman atau berbuah tergantung kondisi alam yang ada saat itu sehingga terkadang manggis sebagai bahan baku utama agroindustri manggis sulit didapat dan akan menghambat proses produksi. Namun demikian dengan kondisi iklim yang ada di Indonesia, manggis tetap berbuah sepanjang tahun di Indonesia hanya saja berada di tempat yang berbeda hampir setiap bulannya. Hal ini dapat berpengaruh terhadap kelayakan finansial agroindustri sehingga dibuatlah sub model analisa sentra produksi manggis yang diharapkan mampu membantu pengguna untuk menangani masalah ini. Sentra produksi manggis yang akan dianalisa pada sub model ini ialah 25 sentra produksi manggis di berbagai tempat di Indonesia. Model ini menggunakan metode sorting atau pengurutan dalam penentuan daerah pemasok bahan baku. Pada model ini pengguna akan diberikan data sentra pemasok bahan baku yang ada di seluruh indonesia dan kemudian diberikan pilihan untuk mengurutkan sesuai kriteria yang diinginkan. Rincian mengenai data sentra penghasil manggis beserta bulan panennya dapat dilihat pada Lampiran 11. Pertama-tama pengguna akan diarahkan untuk melakukan pemilihan data sentra berdasarkan bulan panen dengan memilih pada kolom yang telah disediakan. Kemudian data-data yang telah dipilih tersebut akan diolah. Penentuan daerah sentra terbaik didapatkan dengan mengurutkan kriteriakriteria yang ada. Kriteria-kriteria tersebut antara lain bulan panen, puncak panen, produksi, dan jarak. Setelah kriteria tersebut diurutkan berdasarkan keinginan, pengguna kemudian akan membandingkan daerah sentra pemasok bahan baku berdasarkan harga dengan cara memasukkan harga. Model ini memberikan fasilitas dimana pengguna dapat membandingkan dua daerah sentra untuk menentukan daerah sentra pemasok terbaik. Kedua daerah tersebut dibandingkan dengan cara memasukkan input-input yang tersedia, diantaranya harga aktual manggis yang berlaku, daerah sentra, dan banyaknya manggis yang dibeli. Pada perhitungan model ini digunakan perhitungan matematika dengan menggunakan beberapa asumsi. Model ini mengasumsikan pengiriman dari sentra ke lokasi pabrik dengan menggunakan kendaraan milik pabrik dengan 1 liter bensin dapat menempuh jarak 8 km dan biaya yang harus dikeluarkan untuk 1 liter bensin ialah Rp Asumsi-asumsi tersebut akan digunakan untuk melakukan simulasi perhitungan total biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan baku manggis yang kemudian dapat dibandingkan antara satu lokasi dengan lokasi 59

13 yang lainnya. Pengguna akan mendapatkan hasil perbandingannya dengan menekan tombol hitung yang berada di tengah sub model. Tampilan sub model analisa sentra pemasok bahan baku dapat dilihat pada Gambar 29. Gambar 29. Tampilan sub model analisis sentra produksi Selain itu, program ini juga memfasilitasi pengguna untuk melakukan perhitungan biaya apabila menggunakan jasa pengiriman. Hal ini dikhususkan terutama untuk daerah sentra yang berda di luar pulau jawa. Program ini terhubung dengan web yang menyediakan fasilitas untuk mengetahui biaya pengiriman menggunakan berbagai jasa pengiriman. Pengguna dapat mengkalkulasikan biaya pengiriman yang telah disediakan pada program ini dan dapat membandingkan daerah sentra yang akan dipilih sehingga akan didapat daerah sentra yang paling tepat untuk menjadi pemasok bahan baku. Pada model ini kriteria pemilihan ditentukan oleh pengguna itu sendiri sehingga memberikan keleluasaan pada pengguna untuk menentukan daerah pemasok bahan baku sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Hal ini dilakukan mengingat faktor kritis dari sub model ini adalah harga yang bersifat dinamis dan berubah-ubah dari waktu ke waktu. Daerah sentra terbaik yang dipilih ialah daerah dengan total biaya termurah sehingga dapat memperkecil biaya produksi. 7.6 SUB MODEL ANALISA KELAYAKAN FINANSIAL AGROINDUSTRI Sub model analisa kelayakan finansial agroindustri manggis digunakan untuk mengukur tingkat kelayakan agroindustri manggis yaitu xanthone manggis. Kriteria yang digunakan dalam menentukan kelayakan finansial tersebut ialah nilai NPV, IRR, BEP, PBP dan B/C ratio. Dalam menentukan kelayakan finansial ini digunakan beberapa asumsi. Adapun asumsi-asumsi yang ditetapkan dalam menentukan kelayakan finansial budidaya ini antara lain: 1) Umur proyek 10 tahun 2) Jangka waktu pengembalian pinjaman 10 tahun 3) Persentase produk yang terjual sebsar 85% 60

14 4) Harga produk Rp / botol 5) Persentase nilai sisa 10% 6) Biaya pemeliharaan mesin 2% 7) Pajak bangunan sebesar 2,5% 8) Persentase produksi tahun ke-1 sebesar 60% 9) Persentase produksi tahun ke-2 sebesar 80% 10) Persentase produksi tahun ke-3 sampai tahun ke-10 sebesar 100% 11) Suku Bunga yang berlaku 18 % Pada sub model ini pengguna dapat menganalisis dengan memasukkan input berupa nilai asumsi dan data struktur biaya investasi dan biaya operasional. Komponen biaya usaha agroindustri manggis ini terdiri dari biaya investasi sebesar Rp dan biaya operasional sebesar Rp Agroindustri xanthone manggis ini diasumsikan memiliki kapasitas produksi botol/tahun. Rincian lengkap mengenai struktur biaya investasi dan biaya operasional usaha agroindustri manggis dapat dilihat pada Lampiran Model mangosteen 1.0 ini juga dapat memasukkan, mengubah dan menghapus data yang terhubung langsung dengan database struktur biaya. Tampilan input data untuk sub model kelayakan finansial agroindustri dapat dilahat pada Gambar 30. Gambar 30. Tampilan input sub model kelayakan finansial agroindustri Dalam penentuan kelayakan finansial perlu dilakukan pengujian terhadap tingkat sensitivitasnya. Pengujian dilakukan pada tiga kondisi berbeda. Skenario pertama adalah kondisi normal dengan menggunakan asumsi yang telah ditetapkan. Skenario kedua adalah kondisi dimana terjadi penurunan harga jual produk sebesar 22% dan skenario ketiga adalah kondisi dimana terjadi kenaikan harga bahan baku sebesar 15%. Hasil perhitungan sub model ini dapat dilihat pada Tabel

15 Tabel 25. Hasil perhitungan parameter kelayakan finansial agroindustri manggis dengan tiga skenario. Parameter kelayakan Skenario I (Kondisi Normal) Skenario II (Biaya Bahan Baku Naik 15%) Skenario III (Harga Jual turun 22%) Keuntungan bersih per tahun NPV (Rp) IRR (%) 52% 31%% 17% PBP (Tahun) 3 tahun 3 bulan 3 tahun 11 bulan 6 tahun 1 bulan B/C Ratio KELAYAKAN LAYAK LAYAK TIDAK LAYAK Hasil kelayakan finansial untuk ketiga skenario di atas menunjukkan bahwa agroindustri pada skenario I dan skenario II layak untuk dijalankan sedangkan untuk skenario III agroindustri tidak layak dijalankan. Hal ini dapat dilihat dari nilai parameter kelaykan untuk masing-masing kondisi. Suatu proyek dikatakan layak secara finansial apabila NPV-nya bernilai positif, nilai Internal Rate Ratio (IRR) lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku dan B/C Ratio lebih besar dari satu. Pada skenario satu yang merupakan kondisi normal, agroindustri manggis untuk masa proyek 10 tahun memiliki rata-rata keuntungan bersih per tahun sebesar Rp , NPV sebesar Rp , B/C Ratio sebesar 2.76, IRR sebesar 52% % dengan PBP selama 3 tahun 3 bulan. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada kondisi normal usaha agroindustri xanthone manggis layak untuk dijalankan. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata keuntungan bersih yang positif, nilai NPV yang positif, IRR yang lebih besar dari diskonto yang digunakan serta B/C ratio yang lebih dari 1 dengan PBP kurang dari umur proyek. Untuk menguji tingkat sensitivitas usaha agroindustri xanthone manggis terhadap perubahan nilai parameter kelayakan ini, maka dibuat skenario II dan skenario III. Dari hasil perhitungan pada skenario II diketahui bahwa usaha agroindustri xanthone manggis layak dijalankan dimana terjadi kenaikan harga bahan baku sebesar 15%. Hal ini dapat dilihat dari parameter kelayakan yang tetap menunjukkan hasil yang positif dan telah melewati batas kelayakan secara finansial. Pada skenario III dimana terjadi penurunan harga jual sebesar 22%, agroindustri xanthone manggis dinyatakan tidak layak untuk dijalankan. Hal ini disebabkan oleh pada skenario ini NPV bernilai negatif, IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga yang berlaku dan B/C ratio yang bernilai kurang dari satu. Berdasarkan analisis sensitivitas, usaha agroindustri xanthone manggis lebih sensitif terhadap perubahan harga jual produk dibadingkan dengan kenaikan harga bahan baku. Dari hasil analisis tersebut pengembangan agroindustri xanthone manggis dapat dijalankan dengan menentukan harga jual produk secara tepat sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi industri dan produksi dapat terus berjalan dengan baik. Selain itu perlu juga ada dukungan dari sektor pemasaran dan pengaturan terhadap pasokan produk di pasaran untuk mendukung stabilnya harga produk yang dijual. Dari kriteria-kriteria kelayakan investasi tersebut, maka investasi agroindustri manggis dinyatakan layak untuk dijalankan terlebih lagi apabila didukung dengan penyusunan strategi yang tepat untuk strategi pengembangan. Tampilan keluaran sub model analisa kelayakan finansial agroindustri manggis dapat dilihat pada Gambar

16 Gambar 31. Tampilan keluaran sub model analisa kelayakan finansial agroindustri 7.7 SUB MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI Sub model ini digunakan untuk menentukan perumusan strategi pengembangan agroindustri manggis di Kabupaten Bogor. Dalam perancangannya, penyusunan hierarki dilakukan melalui beberapa tahapan. Tahapan tersebut antara lain tinjauan pustaka, tinjauan langsung terhadap lokasi verifikasi, diskusi dan wawancara dengan pakar terkait. Hierarki yang disusun terdiri dari lima level yaitu level pertama fokus dalam hal ini ialah pengembangan agroindustri manggis di Kabupaten Bogor, level kedua adalah faktor-faktor yang berpengaruh yang terdiri dari harga bahan baku dan bahan penunjang, kontinuitas produksi, kebijakan pemerintah, distribusi dan pemasaran produk dan harga jual produk. Level ketiga adalah aktor-aktor yang berperan yang terdiri dari pemerintah, investor, pemasok bahan baku, pelaku industri dan industri terkait lain. Pada level keempat terdapat tujuan-tujuan yang ingin dicapai diantaranya memaksimumkan keuntungan, memperoleh pasokan bahan baku secara kontinu dengan harga minimum, dan memenuhi kebutuhsan pasar agroindustri manggis. Level kelima adalah alternatif tindakan yang dapat dilakukan dalam pengembangan agroindustri manggis. Alternatif-alternatif tersebut antara lain menjalin kerjasama dengan instansi lain sebagai pemasok bahan baku, promosi,penyuluhan dan pembangunan distribusi langsung dari petani serta menjalin kemitraan dengan instansi lain sebagai industri penyalur produk olahan. Pada dasarnya, ketiga alternatif strategi tersebut dapat dilakukan oleh para pengambil keputusan. Namun melalui teknik AHP ini, pengambil keputusan dapat mengetahui prioritas alternatif strategi terbaik berdasarkan bobot atau peringkat dari perhitungannya. Perhitungan pembobotan setiap kriteria dilakukan dengan menggunakan software Expert Choice 2000 yang sudah terhubung dengan paket program mangosteen 1.0 dimana hasil perhitungannya langsung dapat diperoleh setelah memasukkan masing-masing bobot oleh tiap pakar. Penilaian terhadap kriteria dari masing-masing level struktur hierarki model penentuan strategi pengembangan agroindustri manggis diperoleh dari hasil wawancara dan hasil pengisian kuisioner oleh para pakar. Kriteria dan alternatif tersebut diberikan rentang penilaian dengan skala 1 sampai 9 dengan metode perbandingan berpasangan (pairwaise comparison) dalam teknik AHP (Analitical Hierarchy Process) yang dilakukan oleh pakar. Selain itu, nilai inconsistency ratio dari 63

17 setiap level masing-masing pakar harus kurang dari 0,1. Apabila nilainya lebih besar dari 0,1 maka dilakukan revisi penilaian atau pemberian bobot kembali oleh pakar yang bersangkutan. Struktur hierarki penetuan strategi pengembangan agroindustri manggis dapat dilihat pada Gambar 32. Fokus Penentuan Strategi Pengembangan Agroindustri Manggis Faktor Harga bahan baku dan bahan penunjang Kebijakan Pemerintah Kontinuitas Produksi Distribusi dan pemasaran produk Harga jual produk Aktor Pemerintah Investor Pemasok Bahan Baku Pelaku Industri Industri terkait lain Tujuan Memaksimalkan keuntungan (profit) Memperoleh pasokan bahan baku secara kontinu dengan harga yang minimum Memenuhi kebutuhan pasar agroindustri manggis Alternatif Menjalin kerja sama dengan instansi lain sebagai pemasok bahan baku Promosi, penyuluhan dan pembangunan distribusi langsung ke petani Menjalin kemitraan dengan instansi lain sebagai industri penyalur produk olahan Gambar 32. Struktur hierarki model penentuan strategi pengembangan agroindustri manggis Hasil perhitungan dengan menggunakan proses hierarki analitik ini berupa urutan prioritas dari tiap elemen pada tiap level. Data tiap level dimasukkan terlebih dahulu sehingga didapat nilai total masing-masing elemen yang terdapat dalam masing-masing hierarki. Hasil perhitungan pada analisis faktor (level 2) dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Hasil perhitungan pada analisis faktor (level 2) No. Level 2 (Faktor) Bobot Peringkat 1 harga bahan baku dan bahan penunjang distribusi dan pemasaran produk kontinuitas produksi harga jual produk kebijakan pemerintah

18 Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, faktor harga bahan baku dan bahan penunjang merupakan faktor yang paling utama yang harus dipertimbangkan dalam analisis penentuan strategi pengembangan agroindustri manggis dengan nilai bobot paling tinggi yaitu sebesar Hal tersebut menjadi faktor terpenting yang patut dipertimbangkan karena harga bahan baku dan harga bahan penunjang menjadi faktor kritis dalam pengembangan agroindustri manggis sehingga untuk mendapatkan harga bahan baku yang rendah, perlu diambil strategi yang tepat. Sedangkan urutan faktor lain berdasarkan perhitungan tersebut adalah faktor distribusi dan pemasaran produk dengan nilai bobot sebesar 0.247, faktor kontinuitas produksi pada urutan ketiga dengan nilai bobot sebesar 0.228, faktor harga jual pada urutan keempat dengan nilai bobot sebesar 0.117, dan faktor kebijakan pemerintah (Regulasi Pemda) pada urutan terakhir dengan nilai bobot sebesar Hasil perhitungan agregat level 3 (aktor) dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27. Hasil perhitungan pada analisis aktor (level 3) No. Level 3 (Aktor) Bobot Peringkat 1 Pelaku industri Pemasok bahan baku Investor Industri terkait Pemerintah Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, aktor pelaku industri merupakan aktor yang paling utama yang mempengaruhi penentuan strategi pengembangan agroindustri manggis dengan nilai bobot paling tinggi yaitu sebesar Sedangkan urutan aktor lain berdasarkan perhitungan tersebut adalah aktor pemasok bahan baku pada urutan kedua dengan nilai bobot sebesar 0.242, investor berada pada urutan ketiga dengan nilai bobot sebesar 0.178, aktor industri terkait pada urutan keempat dengan nilai bobot sebesar dan aktor pemerintah pada urutan terakhir dengan nilai bobot sebesar Berikutnya adalah perhitungan pada level 4 (tujuan). Hasil perhitungan agregat level 4 (tujuan) dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28. Hasil perhitungan pada analisis tujuan (level 4) No. Level 4 (Tujuan) Bobot Peringkat 1 memaksimumkan keuntungan (profit) memperoleh pasokan bahan baku secara kontinu dengan harga minimum memenuhi kebutuhan pasar agroindustri manggis Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, tujuan memaksimumkan keuntungan (profit) merupakan tujuan yang paling utama yang mempengaruhi penentuan strategi pengembangan agroindustri manggis dengan nilai bobot paling tinggi yaitu sebesar Sedangkan urutan tujuan berikutnya adalah memperoleh pasokan bahan baku secara kontinu yang berada pada urutan kedua dengan bobot sebesar dan tujuan memenuhi kebutuhan pasar agroindustri manggis berada pada urutan terakhir dengan nilai bobot sebesar Perhitungan terakhir ialah perhitungan pada level 5 (alternatif). Hasil perhitungan agregat level 4 (tujuan) dapat dilihat pada Tabel

19 Tabel 29. Hasil perhitungan pada analisis alternatif strategi (level 5) No. Level 5 (alternatif) Bobot Peringkat menjalin kerjasama dengan instansi lain sebagai pemasok bahan baku menjalin kemitraan dengan instansi lain sebagai industri penyalur produk olahan promosi,penyuluhan dan pembangunan distribusi langsung dari petani Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, alternatif strategi menjalin kerjasama dengan instansi lain sebagai pemasok bahan baku terpilih menjadi alternatif strategi dengan prioritas utama dibandingkan yang lainnya karena memiliki bobot tinggi yaitu sebesar 0.429, sedangkan alternatif yang berada pada peringkat kedua yaitu alternatif menjalin kemitraan dengan instansi lain sebagai industri penyalur produk olahan dengan bobot sebesar 0.302, alternatif strategi yang berda pada urutan terakhir ialah strategi promosi,penyuluhan dan pembangunan distribusi langsung dari petani dengan bobot sebesar Gambar 33. Tampilan sub model strategi pengembangan agroindustri manggis 66

PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL

PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL VI. PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Pengembangan Agroindustri Manggis dirancang dan dikembangkan dalam suatu paket perangkat lunak ng diberi nama mangosteen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli

III. METODE PENELITIAN. Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian pendirian agroindustri berbasis ikan dilaksanakan di Kabupaten Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan

Lebih terperinci

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS Formatted: Swedish (Sweden) Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 menunjukkan bahwa sistem kemitraan setara usaha agroindustri

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rekayasa sistem kelembagaan penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda,

Lebih terperinci

Aplikasi mangosteen 1.0

Aplikasi mangosteen 1.0 LAMPIRAN 75 Lampiran 1. Petunjuk instalasi dan pemakaian program mangosteen 1.0 Aplikasi mangosteen 1.0 Program aplikasi mangosteen 1.0 merupakan program yang berbasis stand alone, artinya dapat diinstal

Lebih terperinci

Sistem Manajemen Basis Data

Sistem Manajemen Basis Data 85 KONFIGURASI MODEL Hasil analisis sistem menunjukkan bahwa sistem pengembangan Agrokakao bersifat kompleks, dinamis, dan probabilistik. Hal tersebut ditunjukkan oleh banyaknya pelaku yang terlibat dalam

Lebih terperinci

IV. PEMODELAN SISTEM. A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01

IV. PEMODELAN SISTEM. A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01 IV. PEMODELAN SISTEM A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01 Sistem penunjang keputusan pengarah kebijakan strategi pemasaran dirancang dalam suatu perangkat lunak yang dinamakan EssDSS 01 (Sistem Penunjang Keputusan

Lebih terperinci

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren.

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren. 44 V. PEMODELAN SISTEM Dalam analisis sistem perencanaan pengembangan agroindustri aren di Sulawesi Utara menunjukkan bahwa terdapat berbagai pihak yang terlibat dan berperan didalam sistem tersebut. Pihak-pihak

Lebih terperinci

III METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Penentuan Metode Destilasi Minyak Pala

III METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Penentuan Metode Destilasi Minyak Pala 50 III METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian 3.1.1 Penentuan Metode Destilasi Minyak Pala a. Penentuan Kriteria dan Alternatif : Diperlukan data primer berupa kriteria yang digunakan dalam pemilihan

Lebih terperinci

V. IMPLEMENTASI EssDSS 01

V. IMPLEMENTASI EssDSS 01 V. IMPLEMENTASI EssDSS 01 A. Program Utama EssDSS 01 Paket program EssDss 01 merupakan paket dari sistem program yang mengintegrasikan beberapa model yang berkaitan di dalamnya. Model-model ini membantu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian 36 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian dipilih secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa daerah

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN Lidah buaya adalah tanaman yang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan tubuh maupun perawatan kulit manusia. Tanaman ini juga memiliki kecocokan hidup dan dapat

Lebih terperinci

AGROINTEK Volume 7, No.2 Agustus

AGROINTEK Volume 7, No.2 Agustus AGROINTEK Volume 7, No.2 Agustus 2013 103 PENENTUAN LOKASI INDUSTRI PALA PAPUA BERDASARKAN PROSES HIERARKI ANALITIK (ANALYTIC HIERARCHY PROCESS ) DAN APLIKASI SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN (SPK) DI KABUPATEN

Lebih terperinci

IV. PEMODELAN SISTEM A. KONFIGURASI SISTEM

IV. PEMODELAN SISTEM A. KONFIGURASI SISTEM IV. PEMODELAN SISTEM A. KONFIGURASI SISTEM Sistem Penunjang Keputusan Rantai Pasok Sutera Alam berbasis Web dirancang sebagai alat bantu yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan rantai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kerangka pemikiran penelitian ini diawali dengan melihat potensi usaha yang sedang dijalankan oleh Warung Surabi yang memiliki banyak konsumen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sebuah lokasi yang berada Desa Kanreapia Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 67 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Kakao merupakan komoditas ekspor unggulan non-migas yang bernilai ekonomi tinggi dan tercatat sebagai penyumbang devisa bagi perekonomian nasional. Ekspor produk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual III. METODE PENELITIAN Nilai tambah yang tinggi yang diperoleh melalui pengolahan cokelat menjadi berbagai produk cokelat, seperti cokelat batangan merupakan suatu peluang

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Agrifarm, yang terletak di desa Cihideung Udik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

3.2 METODE PERBANDINGAN EKSPONENSIAL

3.2 METODE PERBANDINGAN EKSPONENSIAL III. LANDASAN TEORI 3.1 TEKNIK HEURISTIK Teknik heuristik adalah suatu cara mendekati suatu permasalahan yang kompleks ke dalam komponen-komponen yang lebih sederhana untuk mendapatkan hubungan-hubungan

Lebih terperinci

A. Kerangka Pemikiran

A. Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran Analisis kelayakan pendirian industri bioinsektisda Bta di Bogor merupakan analisis yang dilakukan sebagai bagian dari tahap pra invetasi pada proyek pembangunan industri

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah : III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Kelayakan Investasi Pengertian Proyek pertanian menurut Gittinger (1986) adalah kegiatan usaha yang rumit karena penggunaan sumberdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. budidaya perikanan, hasil tangkapan, hingga hasil tambaknya (Anonim, 2012).

I. PENDAHULUAN. budidaya perikanan, hasil tangkapan, hingga hasil tambaknya (Anonim, 2012). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah potensial penghasil perikanan dan telah menyokong produksi perikanan nasional sebanyak 40 persen, mulai dari budidaya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 61 HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem manajemen ahli model SPK agroindustri biodiesel berbasis kelapa sawit terdiri dari tiga komponen utama yaitu sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis pengetahuan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Studi kelayakan pengembangan bisnis merupakan suatu analisis mendalam mengenai aspek-aspek bisnis yang akan atau sedang dijalankan, untuk mengetahui apakah

Lebih terperinci

VII. IMPLEMENTASI MODEL

VII. IMPLEMENTASI MODEL VII. IMPLEMENTASI MODEL A. HASIL SIMULASI Simulasi model dilakukan dengan menggunakan data hipotetik berdasarkan hasil survey, pencarian data sekunder, dan wawancara di lapangan. Namun dengan tetap mempertimbangkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Sangkuriang Jaya yang terletak di Desa Babakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor berkeinginan untuk melakukan pengembangan usaha untuk meraup

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengambil tempat di kantor administratif Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat yang berlokasi di Kompleks Pasar Baru Lembang

Lebih terperinci

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN 94 SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN Konfigurasi Model Hasil analisis sistem menunjukkan bahwa sistem pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri bersifat kompleks, dinamis, dan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoretis Kerangka pemikiran teoretis merupakan suatu penalaran peneliti yang didasarkan pada pengetahuan, teori, dalil, dan proposisi untuk menjawab suatu

Lebih terperinci

II. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN II. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan kumpulan teori yang digunakan dalam penelitian. Teori-teori ini berkaitan erat dengan permasalahan yang ada

Lebih terperinci

A. Kerangka Pemikiran

A. Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Penelitian ini mengkaji studi kelayakan pendirian industri pengolahan keripik nangka di kabupaten Semarang. Studi kelayakan dilakukan untuk meminimumkan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN KONSEPTUAL Gambir merupakan salah satu produk ekspor Indonesia yang prospektif, namun hingga saat ini Indonesia baru mengekspor gambir dalam bentuk gambir asalan.

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek memiliki beberapa pengertian. Menurut Kadariah et al. (1999) proyek ialah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis aspek finansial bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan.

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis finansial bertujuan untuk menghitung jumlah dana yang diperlukan dalam perencanaan suatu industri melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran 62 BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Agroindustri sutera alam merupakan industri pengolahan yang mentransformasikan bahan baku kokon (hasil pemeliharaan ulat sutera) menjadi benang, kain sutera,

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang berhubungan dengan penelitian studi kelayakan usaha pupuk kompos pada Kelompok Tani

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi

III. METODOLOGI. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi 23 III METODOLOGI Penelitian ini dilakukan dalam empat tahapan penelitian yaitu tahap pengumpulan data dan informasi, tahap pengkajian pengembangan produk, tahap pengkajian teknologi, tahap uji coba dan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT Mekar Unggul Sari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Gula merah tebu merupakan komoditas alternatif untuk memenuhi kebutuhan konsumsi gula. Gula merah tebu dapat menjadi pilihan bagi rumah tangga maupun industri

Lebih terperinci

VII. RENCANA KEUANGAN

VII. RENCANA KEUANGAN VII. RENCANA KEUANGAN Rencana keuangan bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan. Untuk melakukan

Lebih terperinci

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kajian Usaha pengolahan pindang ikan dipengaruhi 2 (dua) faktor penting yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi aspek produksi, manajerial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dewasa ini, jumlah penduduk Indonesia berkembang pesat. Kondisi perkembangan ini akan memberikan dampak pada berbagai bidang kehidupan. Salah satunya adalah dampak

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Laboratorium Percontohan Pabrik Mini Pusat Kajian Buah Tropika (LPPM PKBT) yang berlokasi di Tajur sebagai sumber informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah dibuka maka investasi harus terus dilanjutkan sampai kebun selesai

BAB I PENDAHULUAN. telah dibuka maka investasi harus terus dilanjutkan sampai kebun selesai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bisnis perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu bisnis yang dinilai prospektif saat ini. Karakteristik investasi dibidang perkebunan kelapa sawit teramat berbeda

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah di 45 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah di Provinsi Lampung yaitu Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Lampung,

Lebih terperinci

A. KERANGKA PEMIKIRAN

A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Agroindustri sutera alam terutama untuk produk turunannnya berupa kokon, benang sutera, dan kain merupakan suatu usaha yang menjanjikan. Walaupun iklim dan kondisi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pada bagian ini dijelaskan tentang konsep yang berhubungan dengan penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembudidayaan tanaman Rosella pada saat ini sangat diminati oleh masyarakat. Bunga rosella memiliki banyak manfaat. Banyak orang mengonsumsi rosella untuk menurunkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor perikanan pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Potensi sektor perikanan tangkap Indonesia diperkirakan mencapai 6,4

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kota depok yang memiliki 6 kecamatan sebagai sentra produksi Belimbing Dewa. Namun penelitian ini hanya dilakukan pada 3 kecamatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN III. 1. KERANGKA PEMIKIRAN Terbatasnya sumber daya minyak dan kemampuan kapasitas produksi minyak mentah di dalam negeri telah menjadikan sekitar 50% pemenuhan bahan bakar nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pertambangan membutuhkan suatu perencanaan yang baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik dari segi materi maupun waktu. Maka dari

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Sistem Agribisnis Agribisnis sering diartikan secara sempit, yaitu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian.sistem agribisnis sebenarnya

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan milik Bapak Sarno yang bertempat di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG LAMPIRAN 83 Lampiran 1. Kuesioner kelayakan usaha KUESIONER PENELITIAN KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM. Konfigurasi Model. Data Pengetahuan Model. Perumusan Strategi Bauran Pemasaran MEKANISME INFERENSI SISTEM PENGOLAHAN TERPUSAT

PEMODELAN SISTEM. Konfigurasi Model. Data Pengetahuan Model. Perumusan Strategi Bauran Pemasaran MEKANISME INFERENSI SISTEM PENGOLAHAN TERPUSAT PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rancang bangun model pengembangan industri kecil jamu dirancang dalam bentuk paket program komputer sistem manajemen ahli yang terdiri dari komponen : sistem manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi

BAB III METODE PENELITIAN. Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi 23 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di industri pembuatan tempe UD. Tigo Putro di Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan

Lebih terperinci

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN: IDENTIFIKASI LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN GULA MERAH LONTAR DI KABUPATEN JENEPONTO

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN: IDENTIFIKASI LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN GULA MERAH LONTAR DI KABUPATEN JENEPONTO IDENTIFIKASI LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN GULA MERAH LONTAR DI KABUPATEN JENEPONTO SYAHMIDARNI AL ISLAMIYAH Email : syahmi1801@gmail.com Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Proyek merupakan suatu kegiatan untuk membangun sistem yang belum ada. Sistem dibangun dahulu oleh proyek, kemudian dioperasionalkan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014.

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014. II. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014. Tempat Pengambilan sampel harga pokok produksi kopi luwak dilakukan di usaha agroindustri

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data-data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan gabungan antara data primer dan data sekunder. Data primer mencakup hasil penggalian pendapat atau

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Proyek Menurut Kadariah et al. (1999) proyek merupakan suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN BAB III METODE KAJIAN Pengambilan data primer berupa data gapoktan dan kuesioner AHP terhadap pakar dilakukan dari tanggal 16 Maret sampai dengan 29 April 2013. Data gapoktan diambil dari gapoktan penerima

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikirian Teoritis Penelitian tentang analisis kelayakan yang akan dilakukan bertujuan melihat dapat tidaknya suatu usaha (biasanya merupakan proyek atau usaha investasi)

Lebih terperinci

MATERI 7 ASPEK EKONOMI FINANSIAL

MATERI 7 ASPEK EKONOMI FINANSIAL MATERI 7 ASPEK EKONOMI FINANSIAL Analisis kelayakan finansial adalah alat yang digunakan untuk mengkaji kemungkinan keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman modal. Tujuan dilakukan analisis kelayakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Rugi Laba

Lampiran 1. Rugi Laba LAMPIRAN Lampiran 1. Rugi Laba Uraian Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10 PENERIMAAN Kapasitas Pengolahan (kg buah) 480,000 480,000 480,000 480,000 480,000

Lebih terperinci

V. ANALISA MANFAAT DAN BIAYA BUDIDAYA IKAN HIAS AIR TAWAR

V. ANALISA MANFAAT DAN BIAYA BUDIDAYA IKAN HIAS AIR TAWAR V. ANALISA MANFAAT DAN BIAYA BUDIDAYA IKAN HIAS AIR TAWAR Analisa Biaya Manfaat Ikan Hias Air Tawar Layak tidaknya usaha dapat diukur melalui beberapa parameter pengukuran seperti Net Present Value (NPV),

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Penelitian Usaha warnet sebetulnya tidak terlalu sulit untuk didirikan dan dikelola. Cukup membeli beberapa buah komputer kemudian menginstalnya dengan software,

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN Peningkatan luas lahan perkebunan kelapa sawit telah mampu meningkatkan kuantitas produksi minyak sawit mentah dan minyak inti sawit dan menempatkan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Proyek Kegiatan proyek dapat diartikan sebagai satu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi

Lebih terperinci

VI. IMPLEMENTASI MODEL

VI. IMPLEMENTASI MODEL 45 VI. IMPLEMENTASI MODEL Pengembangan model investasi fuzzy memerlukan perangkat keras dan mendukung perangkat lunak yang digunakan sehingga sistem ini dapat berjalan sesuai dengan fungsinya. Perangkat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. A. Kerangka Pemikiran. B. Pendekatan Studi Kelayakan

III. METODOLOGI. A. Kerangka Pemikiran. B. Pendekatan Studi Kelayakan III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran Pengembangan industri tepung dan biskuit dari tepung kepala ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) harus mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu analisis pasar dan pemasaran,

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN B. PENDEKATAN SISTEM

IV. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN B. PENDEKATAN SISTEM IV. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Lele merupakan salah satu ikan air tawar yang sudah cukup dikenal oleh masyarakat Indonesia. Banyak jenis maupun varietas yang ada dan dikembangbiakkan di Indonesia.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan dan Investasi Studi kelayakan diadakan untuk menentukan apakah suatu usaha akan dilaksanakan atau tidak. Dengan kata lain

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Analisis Kelayakan Usaha Analisis Kelayakan Usaha atau disebut juga feasibility study adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Studi kelayakan merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu gagasan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 10 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Wangunjaya Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan selama satu

Lebih terperinci

PEMODELAN. Model adalah abstraksi dari sesuatu, yang mewakili beberapa fenomena berbentuk objek atau aktivitas.

PEMODELAN. Model adalah abstraksi dari sesuatu, yang mewakili beberapa fenomena berbentuk objek atau aktivitas. PEMODELAN DEFINISI Model adalah abstraksi dari sesuatu, yang mewakili beberapa fenomena berbentuk objek atau aktivitas. Fenomena dapat berupa entity, jika fenomena itu berupa instansi maka instansi sebagai

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Dian Layer Farm yang terletak di Kampung Kahuripan, Desa Sukadamai, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Manfaat dan Biaya Dalam menganalisa suatu usaha, tujuan analisa harus disertai dengan definisi-definisi mengenai biaya-biaya dan manfaat-manfaat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya pola hidup masyarakat secara global yang semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya pola hidup masyarakat secara global yang semakin hari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bergesernya pola hidup masyarakat secara global yang semakin hari semakin menginginkan pola hidup yang sehat, membuat adanya perbedaan dalam pola konsumsi

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Sistem

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Sistem BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Sistem Sistem Informasi dan Pengambilan Keputusan Gapoktan PUAP atau disingkat SIPK-GP 1.13 adalah sistem informasi manajemen untuk pengelolaan kinerja gapoktan

Lebih terperinci

Tabel 1. Luas areal terbesar 5 kabupaten provinsi Sumatera Utara. Tabel 2. Luas areal terbesar 5 kabupaten provinsi Riau

Tabel 1. Luas areal terbesar 5 kabupaten provinsi Sumatera Utara. Tabel 2. Luas areal terbesar 5 kabupaten provinsi Riau Lampiran 3. Luas areal perkebunan kelapa sawit tahun 2009. Tabel 1. Luas areal terbesar 5 kabupaten provinsi Sumatera Utara Kabupaten Luas Areal (Ha) Labuhan Batu 85527 Tapanuli Selatan 57144 Simalungun

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN digilib.uns.ac.id 76 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1. Mekanisme Rantai Pasok Jagung Di Kabupaten Grobogan Struktur rantai pasok jagung di Kabupaten Grobogan terdiri atas beberapa tingkatan pelaku mulai dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, dengan batasan waktu data dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Pertimbangan pemilihan lokasi kajian antar

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Domba Tawakkal, yang terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32, Kecamatan Caringin, Kabupaten

Lebih terperinci

X. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Model Pengembangan Usaha Agroindustri Nenas AINI-MS yang dihasilkan

X. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Model Pengembangan Usaha Agroindustri Nenas AINI-MS yang dihasilkan X. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Model Pengembangan Usaha Agroindustri Nenas AINI-MS yang dihasilkan adalah model yang menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic versi 6.0. Model AINI-MS merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Peranan tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang devisa,

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data 19 4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Papua Barat. Pemilihan lokasi didasarkan pada pertimbangan bahwa Papua Barat sebagai wilayah yang mempunyai potensi sumber

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Pemilihan lokasi secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan kambing perah Prima Fit yang terletak di Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Obyek dan Lokasi Penelitian Obyek penelitian yang akan diangkat pada penelitian ini adalah Perencanaan budidaya ikan lele yang akan berlokasi di Desa Slogohimo, Wonogiri.

Lebih terperinci