IX. STRUKTURISASI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KOPI RAKYAT DI KUPK SIDOMULYO, KABUPATEN JEMBER

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IX. STRUKTURISASI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KOPI RAKYAT DI KUPK SIDOMULYO, KABUPATEN JEMBER"

Transkripsi

1 IX. STUKTUISASI PENGEMBANGAN AGOINDUSTI KOPI AKYAT DI KUPK SIDOMULYO, KABUPATEN JEMBE 9.1. Pendahuluan Sistem pengolahan kopi obusta rakyat berbasis produksi bersih yang diupayakan untuk diterapkan di KUPK Desa Sidomulyo membutuhkan perencanaan yang terkait dengan upaya pengembangan agroindustri kopi rakyat. Perencanaan agroindustri hendaknya dilakukan melalui pendekatan sistem secara berkelanjutan sehingga dapat menghasilkan operasional sistem yang lebih efektif. Dengan demikian untuk menjamin keberlanjutan penerapan sistem pengolahan kopi rakyat berbasis produksi bersih dalam agroindustri kopi rakyat di KUPK Desa Sidomulyo dibutuhkan upaya strukturisasi sistem pengembangan yang dapat memberikan dasar dalam memahami permasalahan terkait. Strukturisasi sistem pengembangan agroindustri kopi rakyat di KUPK Desa Sidomulyo tidak bisa terlepas dari keberadaan koperasi sebagai suatu lembaga yang menaungi kelompok tani dan berperan penting dalam pengambilan keputusan. Kelembagaan pada dasarnya mempunyai dua pengertian, yaitu kelembagaan sebagai suatu aturan main (rule of the game) dalam interaksi personal dan kelembagaan sebagai suatu organisasi yang memiliki hirarki (Hayami dan Kikuchi 1981). Kelembagaan sebagai aturan main diartikan sebagai sekumpulan aturan baik formal maupun informal, tertulis maupun tidak tertulis mengenai tata hubungan manusia dan lingkungannya, yang menyangkut hak-hak dan perlindungan hak-hak serta tanggung jawabnya. Kelembagaan sebagai suatu organisasi menurut Winardi (2003), dapat dinyatakan sebagai sebuah kumpulan orang-orang yang dengan sadar berusaha untuk memberikan sumbangsih mereka ke arah pencapaian suatu tujuan umum. Kelembagaan sebagai suatu organisasi biasanya merujuk pada lembaga-lembaga formal seperti departemen dalam pemerintah, koperasi, bank, dan sebagainya Pembangunan kelembagaan merupakan suatu proses untuk memperbaiki kemampuan suatu lembaga (institution) dalam menggunakan sumberdaya yang tersedia, berupa manusia (human) maupun dana (financial) secara efektif. Keefektifan suatu lembaga tergantung pada lokasi, aktivitas, dan teknologi yang 219

2 220 digunakan oleh suatu lembaga. Konsep keefektifan diartikan sebagai kemampuan suatu lembaga dalam mendefinisikan seperangkat standar dan menyesuaikannya dengan tujuan operasionalnya. Koperasi merupakan salah satu bentuk kelembagaan sosial ekonomi yang sesuai diterapkan dalam pengembangan pertanian. Koperasi adalah lembaga yang tidak hanya mementingkan aspek sosial saja tetapi juga memperhatikan aspekaspek ekonomi (Baga el al. 2009). Pengembangan koperasi di KUPK Sidomulyo, Kabupaten Jember dilatarbelakangi oleh kelemahan Kelompok Tani Sidomulyo I terhadap akses layanan usaha, seperti lembaga keuangan dan lembaga pemasaran. Keinginan untuk mengembangkan usaha agroindustri kopi melalui lembaga ekonomi yang dapat menjalankan fungsi kemitraan dengan adil dan menghilangkan ketergantungan terhadap pedagang pengumpul serta adanya dukungan dari stakeholder terkait melahirkan KSU (Koperasi Serba Usaha) Buah Ketakasi pada tahun Upaya penerapan modifikasi teknologi olah basah berbasis produksi bersih bertujuan meningkatkan mutu kopi rakyat sekaligus meningkatkan nilai tambah agroindustri kopi rakyat akan lebih mudah diterapkan dalam pengelolaan koperasi Buah Ketakasi. Melalui KSU Buah Ketakasi, dukungan pemerintah, lembaga pendidikan dan penelitian serta lembaga keuangan maupun eksportir kopi dapat disalurkan dan dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan strukturisasi langkah-langkah pengembangan agroindustri kopi rakyat dalam menerapkan modifikasi teknologi olah basah Metode Penelitian Sumber dan Teknik Pengumpulan Data Data yang diperoleh untuk tahapan perumusan strategi pengembangan agroindustri kopi rakyat berbasis produksi bersih meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari kuisioner dan wawancara, in-depth interview dengan kelompok tani, pakar, dan instansi terkait. Data sekunder meliputi potensi pengembangan kopi rakyat, data sosial ekonomi, aspek lingkungan dalam agroindustri kopi rakyat yang diperoleh dari studi literatur.

3 Variabel yang diamati Variabel analisis ISM (Interpretative Structural Modelling) berupa faktorfaktor pendukung yang dibutuhkan dalam upaya penerapan teknologi pengolahan kopi rakyat berbasis produksi bersih dalam agroindustri kopi rakyat. Faktorfaktor pendukung ini diperoleh dari hasil analisis keberlanjutan dan desain proses pengolahan kopi rakyat. Beberapa contoh variabel analisis ISM adalah kebutuhan, kendala pengembangan, perubahan yang diinginkan, tujuan pengembangan, dan indikator pengembangan. Hubungan langsung berkaitan dengan hubungan kontekstual Metode Analisis Data Langkah-langkah analisis ISM disajikan pada Gambar 87. ISM dapat digunakan untuk mengembangkan beberapa tipe struktur, termasuk struktur pengaruh (misalnya: dukungan atau pengabaian), struktur prioritas (Marimin 2004). Deskripsi singkat langkah-langkah ISM: a. Mengidentifikasi kemudian mendata elemen. Hal ini dapat diperoleh melalui penelitian ataupun brainstorming. b. Membangun sebuah hubungan kontekstual antar elemen yang tergantung pada tujuan pemodelan. c. Membuat matriks interaksi tunggal terstruktur (Structural Self Interaction Matrix/SSIM). Matriks ini mewakili elemen persepsi responden terhadap elemen hubungan yang dituju. Empat simbol yang digunakan untuk mewakili tipe hubungan yang ada antara 2 elemen dari sistem, adalah o V : hubungan dari elemen Ei terhadap Ej, tidak sebaliknya o A : hubungan dari elemen Ej terhadap Ei, tidak sebaliknya o X : hubungan interrelasi antara Ei dan Ej (dapat sebaliknya) o O : menunjukkan bahwa Ei dan Ej tidak berkaitan d. Mempersiapkan Matriks eachability (eachability Matrix/M) untuk mengubah simbol-simbol SSIM ke dalam sebuah matriks biner. Aturan konversi sebagai berikut: o Jika hubungan V dalam SSIM, maka Eij = 1 dan Eji = 0 dalam M. o Jika hubungan A dalam SSIM, maka Eij = 0 dan Eji = 1 dalam M o Jika hubungan X dalam SSIM, maka Eij = 1 dan Eji = 1 dalam M

4 222 o Jika hubungan O dalam SSIM, maka Eij = 0 dan Eji = 0 dalam M. e. Pengujian dan transformasi menjadi Matrik eachability. Matrik E bersifat eachability jika memenuhi syarat berikut: 1) eflexive, E + I = E, 2) Transitif, jika (E )2 = E f. Mengklasifikasi sub-elemen berdasarkan urutan nilai Driver Power dan nilai Dependence masing-masing sub elemen. g. Membuat digraph (directional graph), yaitu sebuah grafik dari elemen-elemen yang saling berhubungan secara langsung dan level hirarki, h. Membangkitkan ISM dengan memindahkan seluruh jumlah elemen dengan deskripsi elemen aktual,. Program Studi Pustaka/survey pakar/brainstorming, diskusi pakar Penentuan elemen, sub elemen Penentuan hubungan kontekstual antara sub elemen pada setiap elemen Pembuatan matriks SSIM untuk setiap elemen Bentuk eachability Matrix (M) setiap elemen Uji matriks dengan aturan transitivity OK Ya tidak Modifikasi SSIM Tentukan level melalui pemilihan Tetapkan Drive dan Drive Power setiap subelemen Ubah M menjadi format lower triangular M Susun digraph dari lower triangular Tentukan rank dan hirarki dari subelemen Tetapkan Drive Dependence Mantriks setiap elemen Susun ISM dari setiap elemen Plot sub elemen pada empat sektor 9.3. Hasil dan Pembahasan Klasifikasi sub elemen pada 4 peubah kategori Gambar 87 Tahapan analisis dalam software ISM Strukturisasi sistem pengembangan agroindustri kopi rakyat direkayasa dengan menggunakan Teknik Permodelan Interpretasi Struktural (Interpretative

5 223 Structure Modeling - ISM). Elemen-elemen dalam sistem pengembangan terdiri dari 5 elemen dengan masing-masing sub elemen. Elemen sistem pengembangan terdiri dari. (1) Kebutuhan Pengembangan. (2) Kendala Pengembangan. (3) Perubahan Yang Diinginkan. (4) Tujuan Pengembangan. (5) Indikator Pengembangan Proses strukturisasi sistem pengembangan agroindustri kopi rakyat di KUPK Desa Sidomulyo didasarkan atas masukan pendapat stakeholder terkait hubungan kontekstual antar sub-elemen sistem. Hubungan kontekstual antar subelemen sistem disajikan pada Tabel 38. Model transformasi hubungan kontekstual antar elemen tersebut menjadi matriks hubungan biner yang disebut model ISM-VAXO. Analisisnya dilakukan dalam simulasi program komputer. Informasi yang penting untuk memahami struktur sistem pengembangan adalah hirarki sub-elemen di antara sub elemen yang lain, klasifikasi sub-elemen berdasarkan karakteristik yang dinyatakan dengan tingkat driver-power dan tingkat dependency masing-masing sub-elemen serta identifikasi sub-elemen kunci. Identifikasi sub elemen kunci berdasarkan nilai driver-power tertinggi. Tabel 38 Hubungan kontekstual elemen sistem pengembangan Nama elemen Hubungan Kontekstual Kebutuhan Sub-elemen kebutuhan yang satu mendukung terpenuhinya sub-elemen kebutuhan yang lain Kendala/Masalah Sub-elemen kendala yang satu menyebabkan sub elemen kendala yang lain Perubahan Sub-elemen perubahan yang satu dibutuhkan untuk mendukung atau mendorong sub-elemen perubahan yang lain Tujuan Sub-elemen tujuan yang satu memberikan kontribusi tercapainya sub-elemen tujuan yang lain Indikator Sub-elemen indikator pencapaian tujuan pengembangan yang satu memberikan kontribusi terhadap sub-elemen indikator yang lain

6 Strukturisasi Elemen Kebutuhan Pengembangan Elemen kebutuhan dalam sistem pengembangan agroindustri kopi rakyat yang menerapakan modifikasi olah basah berbasis produksi bersih di KUPK Desa Sidomulyo berdasarkan hasil kajian terdiri dari 9 sub-elemen kebutuhan. (1) Pengembangan Teknologi Pasca Panen (B-1) (2) Pengembangan Kelembagaan Usaha (B-2) (3) Pengembangan Peralatan Pasca Panen (B-3) (4) Pengembangan Pasar (B-4) (5) Pengembangan Alternative Sumber Modal (B-5) (6) Pembinaan Petani (B-6) (7) Pemanfaatan Limbah Proses Pengolahan (B-7) (8) Peningkatan Pendapatan (B-8) (9) Pengembangan Pertanian Berbudaya Industri yang Berkelanjutan (B-9). Berdasarkan keluaran model ISM-VAXO, struktur hirarki sub-elemen kebutuhan terhadap pengembangan agroindustri kopi rakyat terdiri dari 2 tingkatan seperti disajikan pada Gambar 88. Struktur hirarki menunjukkan hubungan langsung dan kedudukan relatif antar sub-elemen kebutuhan, dimana terpenuhinya sub-elemen kebutuhan didukung oleh terpenuhinya sub-elemen pada hirarki di bawahnya. LEVEL 1 1. Pengbangan Tek. Pasca Panen 2. Pengmbangan Kelembagaan 3. Pengmbangan Peralatan Pasca Panen 5. Pengmbangan Alt. Sumber Modal 6. Pembinaan Petani 7. Pemanfaatan Limbah Proses 9. Pengmbangan Pertanian Berbud. Industri LEVEL 2 4. Pengembangan Pasar 8. Peningkatan Pendapatan Gambar 88 Struktur hirarki sub elemen kebutuhan sistem

7 225 D I V E P O W E Independent Autonomous Linkage Dependent DEPENDENCE Gambar 89 Diagram klasifikasi sub elemen kebutuhan sistem Berdasarkan struktur hirarki sub elemen kebutuhan sistem, sub elemen kunci dari elemen kebutuhan sistem adalah sub elemen pengembangan pasar (B- 4) dan sub elemen peningkatan pendapatan (B-8). Sub elemen pengembangan pasar termasuk dalam kelompok independent. Hal ini berarti keberhasilan dalam memenuhi kebutuhan pengembangan pasar (B-4) akan membantu terpenuhinya kebutuhan pengembangan yang lain. Sub elemen kunci kebutuhan peningkatan pendapatan (B-8) dapat bersifat independent ataupun autonomous terhadap sub elemen yang lain. Akan tetapi untuk kehati-hatian, sub elemen kebutuhan peningkatan pendapatan (B-8) akan dimasukkan ke dalam kelompok independent sehingga menjadi salah satu sub elemen kebutuhan yang dapat mempengaruhi sub elemen kebutuhan lainnya. Berdasarkan diagram klasifikasi sub elemen kebutuhan sistem dari model ISM, kebutuhan pengembangan teknologi pasca panen (B-1), kebutuhan pengembangan kelembagaan (B-2), kebutuhan pengembangan peralatan (B-3) dan pembinaan petani (B-6) termasuk dalam kelompok autonomous yang berarti memiliki faktor ketergantungan dan pendorong yang rendah atau memiliki pengaruh tidak langsung terhadap sub elemen yang lain. Kebutuhan pengembangan sub elemen B-1, B-2, B-3, dan B-6 dapat terpenuhi tanpa pengaruh langsung dari kebutuhan pengembangan sub elemen yang lain.

8 226 Sub elemen pengembangan alternatif sumber modal (B-5), pemanfaatan limbah proses penanganan (B-7), dan pengembangan pertanian berbudaya industri yang berkelanjutan (B-9) termasuk kelompok dependent. Hal ini berarti sub elemen B-5, B-7, dan B-9 memiliki ketergantungan dalam pengembangannya terhadap sub elemen yang lain. Dengan demikian kebutuhan untuk mengembangkan sub elemen (B-5), (B-7), dan (B-9) akan sangat ditentukan terhadap pemenuhan kebutuhan pengembangan sub elemen yang lain. Apabila dikaitkan dengan upaya penerapan konsep produksi bersih pada agroindustri kopi rakyat, peran elemen pengembangan pasar cukup dominan. Hal ini semakin diperkuat dengan kebutuhan akan peningkatan pendapatan yang menjadi sub elemen independent. Elemen kebutuhan pemanfaatan limbah dan pengembangan pertanian berbudaya industri yang berkelanjutan adalah salah satu ciri penerapan konsep produksi bersih. Apabila pasar menginginkan produk yang berasal dari proses pengolahan yang ramah lingkungan, agroindustri kopi rakyat dapat berubah untuk memenuhi kebutuhan pasar dengan harapan akan terjadi peningkatan pendapatan. Meskipun di dalam prakteknya, upaya perubahan ini masih menghadapi kendala yang membutuhkan keikutsertaan stakeholder terkait untuk mengatasi kendala-kendala Strukturisasi Elemen Kendala/Masalah Pengembangan Sub elemen kendala/masalah dalam pengembangan agroindustri kopi rakyat berbasis produksi bersih di KUPK Desa Sidomulyo terdiri atas 9 sub elemen kendala/masalah. (1) Skala usaha yang kecil (K-1) (2) Keterbatasan penguasaan teknologi pengolahan (K-2) (3) Keterbatasan pemahaman akan nilai sumberdaya alam (K-3) (4) Keterbatasan akses pasar/ekspor (K-4) (5) Keterbatasan sumber modal (K-5) (6) Ketergantungan pada pedagang pengumpul dan eksportir (K-6) (7) Ketergantungan lahan pengusahaan kopi (K-7) (8) Kualitas bahan baku dan produk yang rendah (K-8) (9) Konflik internal antara anggota kelompok tani (K-9)

9 227 Analisis ISM-VAXO menunjukkan bahwa struktur hirarki sub elemen kendala/masalah pengembangan terdiri atas 2 tingkatan (2 level) seperti yang disajikan pada Gambar 90. Sub elemen kunci dari kendala/masalah agroindustri kopi rakyat adalah keterbatasan akses pemasaran produk (K-4) khususnya untuk produk biji kopi robusta yang berasal dari pengolahan basah. Elemen kunci sekaligus merupakan kendala langsung yang mempengaruhi sub elemen kendala lainnya. Teratasinya sub elemen kunci akan memberikan kontribusi yang sangat berarti untuk keberhasilan sistem pengembangan agroindustri kopi rakyat. Pemasaran kopi rakyat yang selama ini dihasilkan oleh KUPK Desa Sidomulyo terutama masih dalam bentuk biji dan sedikit dalam bentuk bubuk dari proses pengolahan kering. Adapun penjualan kopi rakyat hasil pengolahan basah masih terbatas kepada eksportir dalam kondisi kering angin atau kadar air berkisar 40% yang selanjutnya akan dikeringkan di tingkat eksportir. Meskipun demikian kelompok tani melalui KSU Buah Ketakasi telah berusaha memulai melakukan pengolahan lanjutan dari biji kopi hasil pengolahan basah sehingga dapat memperluas diversifikasi produk meski masih dipasarkan secara terbatas. LEVEL 1 1. Skala Usaha yang Kecil 2. Ktbatasan penguasan tek. pengolahan 3. Ktbatasan pmhaman nilai SDA 5. Ktbatasan sumber modal 6. Ktgantungan pedgang pgmpul & eksportir 7. Ktgantungan lahan pgusahaan kopi 8. Kualitas bahan baku & produk rendah 9. Konflik internal antar anggota klpk LEVEL 2 4. Ktbatasan akses pasar/ ekspor Gambar 90 Struktur hirarki sub elemen kendala/masalah pengembangan Kopi sebagai tanaman yang bernilai ekonomi mempunyai tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap perkembangan harga di pasar internasional. Kenaikan dan penurunan harga kopi tersebut berpengaruh kepada tingkat kesejahteraan petani dan sikap petani dalam melakukan investasi terhadap kebun kopi yang dimiliki. Sikap petani dalam merespon perubahan harga di pasar internasional tersebut berkaitan erat dengan sistem usaha tani kopi rakyat. Sistem hubungan kelompok tani dengan eksportir secara langsung melalui koperasi merupakan salah satu alternative sistem tataniaga kopi. Pada sistem ini sangat

10 228 penting mencantumkan besarnya harga dasar pembelian (floor price) oleh eksportir dan besarnya harga dasar ini dapat dibuat berdasarkan kualitas ekspor yang dihasilkan. Suatu insentif harga untuk kopi yang berkualitas baik akan sangat membantu kontinuitas penerapan modifikasi teknologi olah basah. Pada langkah awal usaha penerapan modifikasi teknologi olah basah, bantuan dari stakeholder seperti lembaga keuangan dan eksportir akan sangat membantu koperasi dalam menanggulangi kesulitan dana. Dana ini dibutuhkan untuk membeli buah kopi yang berkualitas dari anggota kelompok tani, terutama apabila terjadi penurunan harga kopi dunia. Selanjutnya koperasi diharapkan dapat memiliki Dana Kopi sendiri yang pemanfaatannya haruslah diatur secara rinci dan jelas. Pemerintah dapat dilibatkan sebagai pengawas untuk menjaga keberlanjutan kerjasama antara koperasi, lembaga keuangan, dan eksportir. Lembaga keuangan dan koperasi hendaknya berada dalam bentuk kerjasama simbiosis mutualisme dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian untuk mewujudkan manfaat bagi keduanya. Dalam hal ini, lembaga keuangan tidak hanya berperan sebagai penyedia tambahan modal usaha, tetapi sebaiknya menjadi sumber informasi dan konsultan bagi koperasi. Sub elemen skala usaha yang kecil (K-1), keterbatasan penguasaan teknologi pengolahan (K-2), keterbatasan pemahaman nilai SDA (K-3), ketergantungan pada pedagang pengumpul (K-6), ketergantungan lahan pengusahaan kopi (K-7), kualitas bahan baku dan produk yang rendah (K-8), konflik internal antara anggota kelompok tani (K-9) merupakan sub elemen yang termasuk kelompok autonomous (Gambar 91) dan cenderung tidak dipengaruhi oleh kendala/masalah sub elemen kendala lain. Meskipun di dalam realitas, tidak sepenuhnya seluruh sub elemen dalam kelompok autonomous dapat berdiri sendiri dan tidak mendapat pengaruh dari sub elemen lain. Meskipun demikian, hal tersebut dapat juga berarti bahwa stakeholder agroindustri kopi rakyat tidak menganggap bahwa sub elemen K-1, K-2, K-3, K-6, K-7, K-8, K-9, termasuk dalam kendala dominan yang dapat mempengaruhi upaya pengembangan agroindustri kopi rakyat berbasis produksi bersih.

11 229 D I V E P O W E Independent Autonomous Linkage Dependent DEPENDENCE Gambar 91 Diagram klasifikasi sub elemen kendala/masalah pengembangan Adapun sub elemen kendala keterbatasan sumber modal (K-9) termasuk kelompok dependent yang memiliki tingkat ketergantungan tinggi terhadap sub elemen kendala lainnya. Hal ini berarti sub elemen kendala K-9 dapat diatasi apabila sub elemen kendala lainnya dalam sistem pengembangan agroindustri dapat diselesaikan. Sub elemen kendala K-9 dan K-4 termasuk sub elemen dimensi ekonomi yang menjadi indikator masih besarnya faktor ekonomi mempengaruhi upaya pengembangan agroindustri kopi rakyat Strukturisasi Elemen Perubahan Dalam Pengembangan Pengembangan agroindustri kopi rakyat yang berbasis pada produksi bersih diharapkan dapat memberikan perubahan yang dikehendaki. Berdasarkan hasil penelitian, elemen perubahan yang diinginkan dalam pengembangan terdiri dari 9 sub elemen. (1) Penerapan teknologi perkebunan kopi berbasis ekologis (P-1) (2) Pengembangan pola pengolahan kopi rakyat berbasis kelompok berorientasi bisnis (P-2) (3) Peningkatan kontinuitas serta kualitas bahan baku (P-3) (4) Penerapan teknologi pengolahan kopi yang ramah lingkungan (P-4) (5) Peningkatan peran dan keterlibatan instansi pemberi modal (P-5) (6) Peningkatan kualitas dan diversifikasi produk kopi (P-4) (7) Perluasan pasar dan ekspor (P-7)

12 230 (8) Peningkatan pola kelembagaan yang mendukung peran serta stakeholder agribisnis kopi (P-8) (9) Peningkatan efisiensi proses produksi (P-9) Hasil verifikasi strukturisasi pengembangan agroindustri kopi rakyat menghasilkan keluaran model ISM-VAXO berupa struktur hirarki elemen perubahan yang diinginkan dalam 2 tingkatan, seperti disajikan pada Gambar 92. Hal ini dapat berarti perubahan pada satu sub-elemen di tingkat 2 akan mendorong terjadinya sub elemen perubahan pada hirarki di atasnya. LEVEL 1 1. Penerapan tek. perkbunan berbasis ekologi 3. Peningkatan kontinuitas & kualitas bhn bku 4.Penerapan tek.p olah ramah lngkungan 5.Peran& K terlibatan pemberi modal 6. Kualitas & diversifikasi produk 8. Pola lembaga m dukung stakeholder 9. Efisiensi proses produksi LEVEL 2 2. Pgbangan berbasis kelpk bisnis 7. Perluasan pasar & ekspor Gambar 92 Struktur hirarki sub elemen perubahan yang diinginkan D I V E Independent Linkage P O W E Autonomous DEPENDENCE Dependent Gambar 93 Diagram klasifikasi sub elemen perubahan yang diinginkan Sub elemen pengembangan pola pengolahan kopi yang berbasis kelompok dan berorientasi bisnis (P-2), dan sub elemen perluasan pasar dan ekspor (P-7) termasuk ke dalam kelompok independent yang memiliki ketergantungan rendah

13 231 dan pengaruh cukup tinggi terhadap sub elemen perubahan lainnya. Kedua sub elemen ini menjadi sub elemen kunci dari perubahan yang diinginkan dalam pengembangan agroindustri kopi rakyat berbasis produksi bersih. Berdasarkan Gambar 92 dapat diketahui bahwa dengan adanya perubahan dari sub elemen kunci akan mendorong secara langsung terjadinya perubahan-perubahan lain yang diinginkan dalam pengembangan agroindustri kopi rakyat. Pengembangan produk-produk hasil pengolahan langsung dari biji kopi merupakan salah satu upaya perubahan untuk meningkatkan nilai tambah industri kopi rakyat. Melalui pembudayaan minum kopi tidak hanya merangsang pertumbuhan industri kopi rakyat juga membuka peluang promosi kopi Indonesia, sehingga petani kopi rakyat tidak hanya tergantung pada ekspor semata. Sub elemen perubahan dari penerapan teknologi perkebunan yang berbasis ekologis (P-1) termasuk kelompok dependent. Sub elemen perubahan penerapan teknologi perkebunan ditentukan oleh perubahan sub elemen lain dan adanya perubahan sub elemen ini memiliki kekuatan pengaruh yang rendah terhadap perubahan sub elemen lainnya. Perkebunan kopi rakyat yang telah mendapat sertifikasi organic melalui anggota eksportir kopi merupakan salah satu upaya kerjasama antara kelompok tani dan stakeholder untuk meningkatkan kualitas perkebunan kopi rakyat. Peran PPL (Petugas Penyuluh Lapangan) dari dinas perkebunan dan keikutsertaan peneliti dari Puslitkoka cukup dominan mempengaruhi perubahan usaha perkebunan kopi ke arah organik. Kategori organic harus dipertahankan karena menjadi salah satu karakteristik kopi rakyat di KUPK Sidomulyo, Jember yang telah mendapat pengakuan internasional. Menurut Todaro (1983), penggunaan teknologi merupakan salah satu faktor atau komponen pertumbuhan ekonomi disamping akumulasi modal dan pertumbuhan populasi. Teknologi yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, umumnya membutuhkan investasi yang cukup besar di awal terutama terkait investasi yang membutuhkan modal dan keterampilan yang cukup tinggi. Karakteristik penyerapan tenaga kerja yang sangat khusus turut mempengaruhi perubahan pada budaya industri kopi rakyat. Hubungan antara petani kopi dan kebun kopi sangat fluktuatif seiring dengan fluktuasi harga kopi di pasar yang pada gilirannya akan berpengaruh pada penyerapan tenaga kerja.

14 232 Pemilihan buah kopi petik merah yang merupakan salah satu persyaratan untuk pengolahan basah tentu membutuhkan tenaga kerja lebih terampil dibandingkan pengolahan kering. Selain itu operasional proses pengolahan yang menggunakan mesin dan peralatan yang lebih kompleks dibandingkan pengolahan kering membutuhkan tenaga kerja khusus. Tenaga kerja tersebut dapat diperoleh dari anggota kelompok tani yang telah mendapatkan pelatihan. Berdasarkan pendapat seluruh pakar yang diagregatkan, sebagian besar sub elemen perubahan berada dalam kelompok autonomous (Gambar 93). Sub elemen peningkatan kontinuitas dan kualitas bahan baku (P-3), sub elemen penerapan teknologi pengolahan yang ramah lingkungan (P-4), sub elemen peran dan keterlibatan pemberi modal (P-5), sub elemen kualitas dan diversifikasi produk (P-6), sub elemen pola kelembagaan yang mendukung peran stakeholder (P-8), dan sub elemen efisiensi proses produksi (P-9) memiliki ketergantungan dan pengaruh yang tidak langsung terhadap sub elemen lainnya. Meskipun demikian perubahan yang signifikan pada ke enam sub elemen perubahan tersebut dapat memberikan nilai perubahan terhadap perkembangan agroindustri kopi rakyat Strukturisasi Elemen Tujuan Pengembangan Elemen tujuan pengembangan dari agroindustri kopi rakyat yang berupaya menerapkan konsep produksi bersih berdasarkan hasil penelitian dapat diuraikan menjadi 11 sub elemen tujuan meliputi hal-hal berikut. (1) Peningkatan pendapatan petani (T-1) (2) Peningkatan kualitas lingkungan (T-2) (3) Perbaikan efisiensi dan produktivitas (T-3) (4) Pengembangan nilai tambah produk kopi rakyat (T-4) (5) Peningkatan posisi tawar kopi rakyat (T-5) (6) Peningkatan kualitas bahan baku dan produk kopi rakyat (T-6) (7) Perluasan akses dan kemudahan memperoleh modal usaha (T-7) (8) Peningkatan pendapatan daerah (T-8) (9) Penurunan konflik internal pengurus dan peserta (T-9) (10) Peningkatan nilai ekspor bagi kopi rakyat (T-10) (11) Perbaikan kinerja kelembagaan usaha kopi rakyat (T-11)

15 233 Analisis model ISM-VAXO terhadap sub elemen tujuan pengembangan disajikan dalam struktur hirarki dan diagram klasifikasi sub elemen tujuan pengembangan. Strukturisasi sub elemen tujuan pengembangan agroindustri kopi rakyat diwujudkan dalam bentuk diagram alir struktur dua level (Gambar 94). Sub elemen kunci tujuan pengembangan berada pada level 2 yang akan mempengaruhi sub elemen kunci di atasnya. LEVEL 1 1. Peningkatan pendapatan petani 2. Peningkatan kualitas lingkungan 3. Perbaikan efisiensi dan produktivitas 4. Pngembangan nilai tambah produk 5. Peningkatan posisi tawar kopi rakyat 7. Perluasan akses modal usaha 8. Peningkatan pendapatan daerah 9. Penurunan konflik internal LEVEL 2 6. Peningkatan kualitas bahan baku & produk 10. Peningkatan nilai ekspor 11. Perbaikan kinerja kelembagaan Gambar 94 Struktur hirarki sub tujuan pengembangan Sub elemen peningkatan kualitas bahan baku dan produk kopi rakyat (T-6), peningkatan nilai ekspor kopi rakyat (T-10) dan perbaikan kinerja kelembagaan usaha kopi rakyat (T-11) menjadi sub elemen kunci tujuan pengembangan dan termasuk dalam kelompok independent (Gambar 95). Hal ini berarti ketiga sub elemen kunci tujuan pengembangan tersebut berpengaruh dan menjadi pendorong untuk terwujudnya sub elemen tujuan pengembangan lainnya. Dengan demikian segala kegiatan yang akan dilakukan dalam aktifitas agroindustri kopi rakyat hendaknya bertujuan untuk mewujudkan ketiga sub elemen kunci tersebut. Perbaikan kinerja kelembagaan salah satu nya adalah melakukan kerjasama dengan lembaga terkait seperti Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Jember, Puslitkoka, Perkebunan Besar, AEKI dan lain-lain. Kerja sama dengan AEKI dijalin melalui sistem Bapak Asuh. Sebagai asosiasi eksportir kerja sama tidak hanya pada pemasaran, melainkan dalam semua hal yang berkaitan dengan kopi. Sebagai penyalur ke pasar luar negeri, eksportir berkepentingan terhadap mutu kopi yang baik, dimana hal ini harus dimulai sejak awal proses menghasilkan kopi. Tujuan kerjasama adalah membina petani kopi yang meliputi peningkatan produktivitas dan mutu serta pendapatan petani. Untuk itu kerjasama diarahkan pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani, peningkatan

16 234 produktivitas dan mutu, perbaikan harga di tingkat petani serta pengadaan sarana dan prasarana penunjang. Sub elemen tujuan peningkatan pendapatan petani (T-1), perbaikan efisiensi dan produktivitas (T-3), pengembangan nilai tambah produk kopi rakyat (T-4), peningkatan nilai tawar posisi kopi rakyat (T-5), perluasan akses dan kemudahan memperoleh modal usaha (T-7), dan sub elemen tujuan penurunan konflik internal (T-9) termasuk ke dalam kelompok autonomous. Dengan demikian terwujudnya tujuan sub elemen T-1, T-3, T-4, T-5, T-7, dan T-9 memiliki pengaruh dan pendorong yang tidak besar terhadap terwujudnya tujuan sub elemen lain. Meskipun demikian terwujudnya tujuan sub elemen dalam kelompok autonomous dapat berpengaruh tidak langsung terhadap terwujudnya sub elemen tujuan lain. D I V E Independent Linkage P O W E Autonomous DEPENDENCE Dependent Gambar 95 Diagram klasifikasi sub elemen tujuan pengembangan Sub elemen tujuan peningkatan kualitas lingkungan (T-2) berada di antara kelompok dependent dan autonomous. Akan tetapi untuk kehati-hatian, sub elemen T-2 dimasukkan ke dalam kelompok dependent bersama sub elemen peningkatan pendapatan daerah (T-8). Hal ini berarti sub elemen tujuan peningkatan kualitas lingkungan (T-2) dan sub elemen tujuan peningkatan pendapatan daerah (T-8) akan tercapai apabila sub elemen tujuan lainnya telah terpenuhi.

17 Strukturisasi Elemen Indikator Pengembangan Elemen indikator pengembangan agroindustri kopi rakyat yang berbasis produksi bersih merupakan upaya untuk melakukan penilaian awal bagaimana konsep produksi bersih sebagai bagian dari upaya keberlanjutan agroindustri kopi rakyat dapat diterapkan. Elemen indikator pengembangan agroindustri kopi rakyat yang berbasis produksi bersih dapat diwujudkan secara rinci menjadi 12 sub elemen indicator. (1) Meningkatnya kualitas biji dan produk kopi (I-1) (2) Meningkatnya kualitas lingkungan (menurunnya tingkat pencemaran) (I-2) (3) Meningkatnya nilai tambah produk dan proses pengolahan kopi (I-3) (4) Meningkatnya peluang kerja dan pendapatan petani kopi (I-4) (5) Dapat diterapkannya upaya perbaikan sanitasi lingkungan (I-5) (6) Dapat diterapkannya konsep dan upaya K-3/Keselamatan dan Kesehatan Kerja (I-6) (7) Meningkatnya kinerja kelembagaan kopi rakyat (I-7) (8) Tingkat kepuasan dan persepsi petani terhadap agroindustri kopi baik (I-8) (9) Mudahnya akses dana dan bantuan modal (I-9) (10) Terpenuhinya kebutuhan mendasar pekerja dan petani secara berkelanjutan (I-10) (11) Menurunnya tingkat konflik antar stakeholder yang terlibat (I-11) (12) Meningkatnya efisiensi dan produktivitas proses produksi (I-12) Keluaran model ISM-VAXO berupa struktur hirarki elemen indikator sistem pengembangan agroindustri kopi rakyat yang berbasis produksi bersih terdiri atas 2 tingkat seperti yang disajikan pada Gambar 96. Sub elemen kunci dari indikator pengembangan agroindustri kopi rakyat adalah terpenuhinya kebutuhan mendasar pekerja dan petani secara berkelanjutan (I-10). Sub elemen kunci indikator pengembangan termasuk kelompok independent sebagaimana sub elemen kunci pada elemen lain pengembangan agroindustri kopi yang telah diuraikan sebelumnya. Hal ini berarti dalam menerapkan konsep produksi bersih untuk mengembangkan agroindustri kopi rakyat, pemenuhan kebutuhan dasar pekerja dan petani merupakan hal yang penting untuk dilaksanakan. Pemenuhan

18 236 terhadap sub elemen kunci ini akan mempengaruhi terwujudnya sub elemen indikator pengembangan lainnya. Apabila dikaitkan dengan analisis keberlanjutan yang telah dilaksanakan, pemenuhan terhadap indikator kebutuhan mendasar pekerja dan petani ini sesuai dengan indikator keberlanjutan sosial. Hal ini berarti terwujudnya indikator kebutuhan mendasar petani dan pekerja menjamin keberlanjutan sosial agroindustri kopi rakyat di KUPK Desa Sidomulyo. LEVEL 1 1. Meningkat kualitas biji & produk kopi 2. Meningkat kualitas lingkungan 3. Meningkatnya nilai tambah 4. Meningkatnya peluang kerja & pendapatan 5. Perbaikan sanitasi lingkungan 6. Penerapan konsep & upaya K3 7. Meningkat kinerja kelembagaan 8. Tingkat kepuasan & persepsi petani 9. Akses dana dan bantuan mudah 11. Menurunnya konflik stakeholder 12. Efisiensi & produktivitas meningkat LEVEL Terpnuhi kbthan dasar pekerja,petani Gambar 96 Struktur hirarki sub elemen indikator pengembangan D I V E Independent Linkage P O W E Autonomous DEPENDENCE Dependent Gambar 97 Diagram klasifikasi sub elemen indikator pengembangan Keluaran model ISM-VAXO menunjukkan bahwa indikator meningkatnya kualitas biji dan produk kopi (I-1), meningkatnya kualitas lingkungan (I-2), meningkatnya nilai tambah (I-3), meningkatnya peluang kerja dan pendapatan

19 237 petani (I-4), penerapan konsep K3 (I-6), meningkatnya kinerja kelembagaan (I-7), kemudahan memperoleh dana dan bantuan (I-9), menurunnya konflik antar stakeholder (I-11), dan meningkatnya efisiensi dan produktivitas produksi (I-12) termasuk ke dalam kelompok autonomous (Gambar 97). Sub elemen perbaikan sanitasi lingkungan (I-5) dan sub elemen tingkat kepuasan dan persepsi petani (I- 8) termasuk dalam kelompok dependent. Sub elemen yang termasuk kelompok dependent berarti terwujudnya indikator ditentukan oleh terwujudnya sub elemen indikator lainnya. Adapun sub elemen indikator yang termasuk kelompok autonomous berarti terwujudnya indikator tersebut tidak dipengaruhi langsung oleh sub elemen indikator lainnya. KEBUTUHAN: 1. Pengembangan Pasar 2. Peningkatan Pendapatan KENDALA/MASALAH: 1. Keterbatasan Akses Pasar/Ekspor PEUBAHAN: 1. Pengembangan Pola Pengolahan Kopi akyat Berbasis Kelompok Berorientasi Bisnis 2. Perluasan Pasar & Ekspor SISTEM PENGEMBANGAN AGOINDUSTI KOPI AKYAT BEBASIS PODUKSI BESIH TUJUAN: 1. Peningkatan Kualitas Bahan Baku dan Produk Kopi akyat 2. Peningkatan Nilai Ekspor Kopi akyat 3. Perbaikan Kinerja Kelembagaan Usaha Kopi akyat INDIKATO: 1. Terpenuhinya Kebutuhan Mendasar Pekerja & Petani Secara Berkelanjutan Gambar 98 Sub elemen kunci sistem pengembangan agroindustri kopi rakyat berbasis produksi bersih berkelanjutan. Secara umum, strukturisasi elemen dalam sistem pengembangan agroindustri kopi rakyat disajikan dalam Gambar 98. Strukturisasi pengembangan agroindustri kopi rakyat yang akan menerapkan sistem pengolahan kopi rakyat berbasis produksi bersih terutama diharapkan dapat mewujudkan kebutuhan pasar terutama pasar ekspor. Mengingat saat ini sebagian besar biji kopi yang diproduksi adalah untuk memenuhi kebutuhan ekspor. Peningkatan kualitas biji kopi ekspor merupakan salah satu tujuan diterapkannya sistem pengolahan kopi rakyat berbasis produksi bersih. Mengingat pelaksanaan pengolahan kopi berbasis produksi bersih tidak mungkin dilakukan perseorangan

20 238 melainkan dalam suatu organisasi, terkait dengan institusi lain dalam suatu aturan dan hubungan, maka peningkatan kinerja kelembagaan juga menjadi tujuan pengembangan. Beberapa kendala yang harus dihadapi oleh KUPK Desa Sidomulyo dalam pengembangan agroindustri kopi rakyat adalah keterbatasan akses pasar terutama pasar ekspor. Mengingat masih terbatasnya pasar kopi obusta rakyat yang diolah secara basah. Saat ini belum ada perbedaan harga secara signifikan antara kopi obusta yang diolah kering dengan kopi obusta yang diolah basah. Oleh karena itu harapan adanya insentif harga langsung dari pemerintah bagi petani yang bersedia melakukan olah basah untuk meningkatkan mutu biji kopi obusta masih dinantikan. AEKI yang diwakili oleh anggotanya (PT Indocom) saat ini menjadi bapak asuh petani produsen melalui KSU Buah Ketakasi. AEKI memberikan bantuan prasarana produksi, menjamin pemasaran petani dengan langsung menampung produksi petani. Sebagai imbalannya, petani harus menjual kopi dalam keadaan baik. Adanya sertifikasi kopi yang dikelola melalui eksportir, meningkatkan upaya petani untuk mempertahankan keberadaan pemeliharaan tanaman kopi sesuai criteria organik. Pengembangan agroindustri kopi rakyat merupakan salah satu kegiatan perekonomian nasional yang berbasis di perdesaan dan mengakar ke rakyat. Dengan demikian memiliki peluang besar untuk mempercepatan pemerataan dan pertumbuhan ekonomi. Pengembangan teknologi pengolahan yang berbasis produksi bersih pada agroindustri kopi obusta rakyat selain bertujuan untuk meningkatkan kualitas biji kopi, meningkatkan pendapatan petani dan menjaga kualitas lingkungan. Oleh karena itu melalui konsep tersebut, agroindustri kopi rakyat sebagai bagian dari industri perkebunan dapat menciptakan kondisi yang seimbang antara dimensi sosial, lingkungan dan ekonomi untuk mencapai keberlanjutannya. Melalui keseimbangan tersebut diharapkan tidak akan timbul permasalahan kekurangan/kelebihan bahan baku, pencemaran lingkungan, dan konflik sosial. Pakpahan (1999), menegaskan bahwa industri perkebunan dan kehutanan masa depan harus efisien, produktif, berkeadilan, dan berkelanjutan. Masyarakat perkebunan sudah selayaknya memiliki tradisi baru yaitu acquisitive

21 239 atau technological and knowledge based society. Hal ini berarti dalam pengembangan agroindustri kopi, petani sebagai komponen sosial diharapkan memiliki kemampuan untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian melalui pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan konsep produksi bersih dalam rangka meningkatkan mutu produk, lingkungan, nilai ekonomi serta keberlanjutannya. Kelembagaan koperasi yang telah ada dalam sentra kopi rakyat hendaknya dapat memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan organisasi-organisasi bisnis lainnya yang ada saat ini untuk bisa bertahan dalam perekonomian global. Keunggulan kompetitif didefinisikan sebagai suatu kekuatan organisasional yang secara jelas menempatkan suatu perusahaan di posisi terdepan dibandingkan pesaing-pesaingnya. Salah satu keunggulan kompetitif koperasi adalah hubungannya dengan anggota. Partisipasi anggota merupakan hal yang penting dalam pengembangan koperasi. Tanpa adanya partisipasi anggota, akan menyebabkan terjadinya penurunan efisiensi dan efektifitas koperasi. Salah satu tolak ukurnya adalah kontribusi anggota untuk selalu ikut serta dalam program pengembangan koperasi Kesimpulan Strukturisasi pengembangan agroindustri kopi rakyat di KUPK Sidomulyo, Kabupaten Jember yang akan menerapkan sistem pengolahan kopi rakyat berbasis produksi bersih terutama diharapkan dapat mewujudkan kebutuhan pasar ekspor. Pengembangan agroindustri kopi rakyat ini dilaksanakan dalam wadah kelembagaan koperasi yang tumbuh dari keinginan anggota kelompok tani untuk mengembangkan usahanya. Strukturisasi upaya pengembangan dilakukan untuk mengetahui kebutuhan, kendala, perubahan, tujuan pengembangan yang ingin dicapai oleh seluruh stakeholder. Selain itu penentuan indikator pengembangan dalam suatu sistem agroindustri yang berkelanjutan akan membantu koperasi di masa mendatang dalam melakukan evaluasi perubahan yang akan dilakukan. Peran serta anggota koperasi untuk dapat mengikuti perubahan akan memberikan kemudahan dalam mencapai posisi pasar yang kuat. Penjagaan hubungan antar stakeholder akan memberikan kesempatan bagi koperasi untuk selalu belajar. Proses belajar dibutuhkan dalam menghadapi perubahan yang

22 240 berkaitan dengan kemajuan teknologi, perbaikan kualitas, dan upaya diversifikasi produk sesuai preferensi konsumen. Hal ini diharapkan akan mendukung keberlanjutan agroindustri kopi rakyat khususnya di KUPK Sidomulyo, Kabupaten Jember.

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pembangunan daerah merupakan langkah yang ditempuh dalam mewujudkan visi dan misi yang ingin dicapai oleh Kota Depok, pembangunan daerah memiliki

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 18 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan September-November 2010 di Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Pemerintahan Aceh

Lebih terperinci

MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN

MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN 140 MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN Model kelembagaan klaster agroindustri minyak nilam dirancang melalui pendekatan sistem dengan menggunakan metode ISM (Interpretative Structural Modelling). Gambar 47 menunjukkan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 67 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Kakao merupakan komoditas ekspor unggulan non-migas yang bernilai ekonomi tinggi dan tercatat sebagai penyumbang devisa bagi perekonomian nasional. Ekspor produk

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 2013

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 2013 Analisis Terhadap Kendala Utama Serta Perubahan yang Dimungkinkan dari Pengelolaan Lingkungan di Kawasan Ziarah Umat Katholik Gua Maria Kerep Ambarawa Ari Wibowo 1) *, Boedi Hendrarto 2), Agus Hadiyarto

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan Pemerintah Daerah Kota Bogor dan lingkungan industri Kota Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada

Lebih terperinci

VIII. STAKESHOLDER YANG BERPERAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK. Kata kunci: Selat Rupat, pencemaran minyak, pengendalian pencemaran.

VIII. STAKESHOLDER YANG BERPERAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK. Kata kunci: Selat Rupat, pencemaran minyak, pengendalian pencemaran. 104 VIII. STAKESHOLDER YANG BERPERAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK Abstrak Industri pengolahan minyak, transportasi kapal di pelabuhan serta input minyak dari muara sungai menyebabkan perairan Selat

Lebih terperinci

Kata Kunci: Analisis stuktur, kemitraan, agribisnis sayuran

Kata Kunci: Analisis stuktur, kemitraan, agribisnis sayuran ANALISIS STRUKTUR SISTEM KEMITRAAN PEMASARAN AGRIBISNIS SAYURAN (Studi Kasus di Kecamatan Nongkojajar Kabupaten Pasuruan) Teguh Sarwo Aji *) ABSTRAK Pemikiran sistem adalah untuk mencari keterpaduan antar

Lebih terperinci

BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM

BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM 83 BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM 5.1. Konfigurasi Model Analisis sistem pada Bab IV memperlihatkan bahwa pengembangan agroindustri sutera melibatkan berbagai komponen dengan kebutuhan yang beragam,

Lebih terperinci

5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN

5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN 5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN Dalam bab ini akan membahas mengenai strategi yang akan digunakan dalam pengembangan penyediaan air bersih di pulau kecil, studi kasus Kota Tarakan. Strategi

Lebih terperinci

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren.

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren. 44 V. PEMODELAN SISTEM Dalam analisis sistem perencanaan pengembangan agroindustri aren di Sulawesi Utara menunjukkan bahwa terdapat berbagai pihak yang terlibat dan berperan didalam sistem tersebut. Pihak-pihak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA SISTEM

BAB IV ANALISA SISTEM 71 BAB IV ANALISA SISTEM 4.1. Analisa Situasional Agroindustri Sutera Agroindustri sutera merupakan industri pengolahan yang menghasilkan sutera dengan menggunakan bahan baku kokon yaitu kepompong dari

Lebih terperinci

PENERAPAN TEKNIK INTERPRETIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) DAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

PENERAPAN TEKNIK INTERPRETIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) DAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) PENERAPAN TEKNIK INTERPRETIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) DAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Heri Apriyanto NRP. P062100201 Dadang Subarna NRP. P062100081 Prima Jiwa Osly NRP. P062100141 Program Studi

Lebih terperinci

III. LANDASAN TEORETIS

III. LANDASAN TEORETIS III. LANDASAN TEORETIS 1. Pemodelan Deskriptif dengan Metode ISM (Interpretative Structural Modeling) Eriyatno (1999) mengemukakan bahwa dalam proses perencanaan strategik seringkali para penyusunnya terjebak

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rekayasa sistem kelembagaan penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda,

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 66 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian perancangan model pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri dilakukan berdasarkan sebuah kerangka berpikir logis. Gambaran kerangka

Lebih terperinci

V. ANALISIS KEBIJAKAN

V. ANALISIS KEBIJAKAN V. ANALISIS KEBIJAKAN 5.1. Pendekatan Kebijakan Kegiatan pertambangan mineral di Kabupaten Mimika secara signifikan telah memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar, pemerintah daerah dan pusat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS Formatted: Swedish (Sweden) Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 menunjukkan bahwa sistem kemitraan setara usaha agroindustri

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dengan lokasi meliputi kawasan DKI Jakarta dan Perairan Teluk Jakarta yang dilaksanakan pada bulan Agustus 005-April 006. Teluk Jakarta,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. DAFTAR ISI... xii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR TABEL... xvii DADTAR LAMPIRAN... xviii DAFTAR SINGKATAN... xix

DAFTAR ISI. Halaman. DAFTAR ISI... xii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR TABEL... xvii DADTAR LAMPIRAN... xviii DAFTAR SINGKATAN... xix DAFTAR ISI DAFTAR ISI... xii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR TABEL... xvii DADTAR LAMPIRAN... xviii DAFTAR SINGKATAN... xix 1. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Formulasi Permasalahan... 8 1.3.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran 62 BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Agroindustri sutera alam merupakan industri pengolahan yang mentransformasikan bahan baku kokon (hasil pemeliharaan ulat sutera) menjadi benang, kain sutera,

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

STAKESHOLDER YANG BERPERAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK DI SELAT RUPAT. Syahril Nedi 1)

STAKESHOLDER YANG BERPERAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK DI SELAT RUPAT. Syahril Nedi 1) Jurnal Perikanan dan Kelautan 17,1 (2012) : 26-37 STAKESHOLDER YANG BERPERAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK DI SELAT RUPAT ABSTRACT Syahril Nedi 1) 1) Staf Pengajar Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena

Lebih terperinci

APLIKASI TEKNIK PEMODELAN INTERPRETASI STRUKTURAL (Interpretive Structural Modeling) Teori dan Pemodelan Sistem

APLIKASI TEKNIK PEMODELAN INTERPRETASI STRUKTURAL (Interpretive Structural Modeling) Teori dan Pemodelan Sistem APLIKASI TEKNIK PEMODELAN INTERPRETASI STRUKTURAL (Interpretive Structural Modeling) Teori dan Pemodelan Sistem 1 Information Cycle NUMBER/ TERMS MIS DATA INFORMATION DSS DECISION ALTERNATIVE MES ACTION

Lebih terperinci

BAB 7 ANALISIS KELEMBAGAAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN PERIKANAN ARTISANAL

BAB 7 ANALISIS KELEMBAGAAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN PERIKANAN ARTISANAL BAB 7 ANALISIS KELEMBAGAAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN PERIKANAN ARTISANAL Pencapaian sasaran tujuan pembangunan sektor perikanan dan kelautan seperti peningkatan produktivitas nelayan dalam kegiatan pemanfaatan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN 42 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Kerangka Pemikiran Pemerintah daerah Sumatera Barat dalam rangka desentralisasi dan otonomi daerah melakukan upaya memperbaiki perekonomian dengan menfokuskan pengembangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah seluruh wilayah Provinsi DKI Jakarta. Waktu penelitian pada bulan November 2006 Juni 2007. Beberapa pertimbangan penentuan

Lebih terperinci

Form A Kuesioner Profil Usaha Tani Program Penelitian Pemberdayaan Agroindustri Nilam di Pedesaan dalam Sistem Klaster

Form A Kuesioner Profil Usaha Tani Program Penelitian Pemberdayaan Agroindustri Nilam di Pedesaan dalam Sistem Klaster 200 Lampiran 1 Profil Usahatani, Industri Kecil Penyulingan dan Pedagang/Pengumpul Form A Kuesioner Profil Usaha Tani Program Penelitian Pemberdayaan Agroindustri Nilam di Pedesaan dalam Sistem Klaster

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah seyogyanya bertumpuh pada sumberdaya lokal yang dimiliki dan aktivitas ekonomi yang mampu melibatkan dan menghidupi sebagian besar penduduk. Pemanfaatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di Indonesia sejak tahun 2001 berdasarkan UU RI Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, yang selanjutnya

Lebih terperinci

ANALISIS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN PEMANFAATAN AIR TANAH YANG BERKELANJUTAN DI KOTA SEMARANG ABSTRAK

ANALISIS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN PEMANFAATAN AIR TANAH YANG BERKELANJUTAN DI KOTA SEMARANG ABSTRAK ANALISIS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN PEMANFAATAN AIR TANAH YANG BERKELANJUTAN DI KOTA SEMARANG Agus Susanto FMIPA Universitas Terbuka Email Korespondensi: Sugus_susanto@yahoo.com ABSTRAK Kota Semarang yang

Lebih terperinci

VI KEBIJAKAN PENGELOLAAN KOLABORATIF DI DANAU RAWA PENING

VI KEBIJAKAN PENGELOLAAN KOLABORATIF DI DANAU RAWA PENING 86 VI KEBIJAKAN PENGELOLAAN KOLABORATIF DI DANAU RAWA PENING 6.1 Identifikasi Stakeholders dalam Pengelolaan Danau Rawa Pening Secara umum, stakeholders kunci yang terlibat dalam pengelolaan Danau Rawa

Lebih terperinci

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE 257 11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE 11.1 Pendahuluan Perikanan tangkap merupakan salah satu aktivitas ekonomi yang sangat kompleks, sehingga tantangan untuk memelihara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun sebagai sumber mata pencaharian sementara penduduk Indonesia.

I. PENDAHULUAN. maupun sebagai sumber mata pencaharian sementara penduduk Indonesia. 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan sebagai salah satu subsektor pertanian, mempunyai peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional. Baik sebagai sumber penghasil devisa

Lebih terperinci

8 KEBIJAKAN STRATEGIS PENGEMBANGAN PERIKANAN

8 KEBIJAKAN STRATEGIS PENGEMBANGAN PERIKANAN 8 KEBIJAKAN STRATEGIS PENGEMBANGAN PERIKANAN 8.1 Perumusan Kebijakan Strategis Pengembangan Perikanan Kajian Pengembangan Perikanan Berbasis Karakteristik Spesifik dari Potensi Daerah menghasilkan dua

Lebih terperinci

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT 7.1. Kinerja Lembaga Penunjang Pengembangkan budidaya rumput laut di Kecamatan Mangarabombang membutuhkan suatu wadah sebagai

Lebih terperinci

MODEL SISTEM KELEMBAGAAN PENGEMBANGAN INDUSTRI TALAS

MODEL SISTEM KELEMBAGAAN PENGEMBANGAN INDUSTRI TALAS AGROINTEK Vol 4, No. 2 Agustus 21 87 MODEL SISTEM KELEMBAGAAN PENGEMBANGAN INDUSTRI TALAS Iffan Maflahah Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Korespondensi : Jl.

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Visi, Misi, dan Strategi Pengelolaan PBK

PEMBAHASAN UMUM Visi, Misi, dan Strategi Pengelolaan PBK PEMBAHASAN UMUM Temuan yang dibahas dalam bab-bab sebelumnya memperlihatkan bahwa dalam menghadapi permasalahan PBK di Kabupaten Kolaka, pengendalian yang dilakukan masih menumpu pada pestisida sebagai

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Industri karet remah di Indonesia sebagian besar merupakan industri yang melibatkan petani karet sebagai penghasil bahan baku berupa bokar dan pabrik karet sebagai

Lebih terperinci

SISTEM PENGEMBANGAN BUNGA HIAS DI BALI

SISTEM PENGEMBANGAN BUNGA HIAS DI BALI SISTEM PENGEMBANGAN BUNGA HIAS DI BALI I Putu Restu Wiana 1, I.A. Mahatma Tuningrat 2,A.A.P.Agung Suryawan Wiranatha 2 Email: restuwiana@ymail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk membuat model struktural

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di Indonesia. Selain sebagai sumber pendapatan masyarakat tani pekebun,

I. PENDAHULUAN. di Indonesia. Selain sebagai sumber pendapatan masyarakat tani pekebun, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber pendapatan masyarakat tani pekebun, komoditas ini juga memberikan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRACT...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRACT... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL..... HALAMAN PENGESAHAN...... KATA PENGANTAR..... DAFTAR ISI..... DAFTAR TABEL..... DAFTAR GAMBAR..... ABSTRAK... ABSTRACT... i ii iii v vii x xi xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan sumberdaya alam, terutama dari hasil pertanian. Sektor pertanian menjadi sektor penting sebagai penyedia

Lebih terperinci

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI PENGERTIAN AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI Agribisnis adalah segala bentuk kegiatan bisnis yang berkaitan dengan usaha tani (kegiatan pertanian) sampai dengan pemasaran komoditi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berbasis pada sektor pertanian, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian di masa depan. Globalisasi dan liberalisasi

Lebih terperinci

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , ,99. Total PDRB , , ,92

I. PENDAHULUAN , , ,99. Total PDRB , , ,92 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian menjadi salah satu sektor penting dalam pembangunan untuk meningkatkan perekonomian bangsa. Menurut Pujiasmanto (2012), sektor ini akan berperan dalam

Lebih terperinci

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah 4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah Mencermati isu-isu strategis diatas maka strategi dan kebijakan pembangunan Tahun 2014 per masing-masing isu strategis adalah sebagaimana tersebut pada Tabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan salah satu bisnis strategis dan andalan dalam perekonomian Indonesia, bahkan pada masa krisis ekonomi. Agribisnis subsektor ini mempunyai

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN 39 III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Penelusuran data dan informasi dimulai dari tingkat provinsi sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kopi adalah komoditas perkebunan yang penting bagi perekonomian Indonesia. Komoditas kopi merupakan sumber pendapatan utama bagi tidak kurang dari 1,84 juta keluarga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah bersangkutan (Soeparmoko, 2002: 45). Keberhasilan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. daerah bersangkutan (Soeparmoko, 2002: 45). Keberhasilan pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN 76 VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN Sistem pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara terdiri atas sistem lokasi unggulan, industri inti unggulan, produk unggulan,

Lebih terperinci

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN 158 VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN Pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten Bengkalis dilakukan berdasarkan atas strategi rekomendasi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam perdagangan dan perekonomian negara. Kopi berkontribusi cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai tantangan, baik dari faktor internal ataupun eksternal (Anonim, 2006a). Terkait dengan beragamnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ternak. Penanaman tanaman dengan sistem agroforestri ini dapat meningkatkan

I. PENDAHULUAN. ternak. Penanaman tanaman dengan sistem agroforestri ini dapat meningkatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroforestri adalah sistem dan teknologi lahan dimana tanaman berkayu ditanam secara sengaja pada unit manajemen lahan yang sama dengan pertanian dan/atau ternak. Penanaman

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi Pertumbuhan dan perkembangan sektor usaha perkebunan di Indonesia dimotori oleh usaha perkebunan rakyat, perkebunan besar milik pemerintah dan milik swasta. Di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Hal ini didasarkan pada kesadaran bahwa negara Indonesia adalah negara agraris yang harus melibatkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian subsektor perkebunan mempunyai arti penting dan strategis terutama di negara yang sedang berkembang, yang selalu berupaya: (1) memanfaatkan kekayaan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran untuk menguraikan nalar dan pola pikir dalam upaya menjawab tujuan penelitian. Uraian pemaparan mengenai hal yang berkaitan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu menciptakan penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena pengusahaannya dimulai dari kebun sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral dari sektor pertanian memberikan kontribusi penting pada proses industrialisasi di wilayah

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1) Penelitian yang dilakukan dengan pendekatan sistem menghasilkan Model Strategi Pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Kakao Indonesia

I. PENDAHULUAN. pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Kakao Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, sumber pendapatan dan devisa negara. Disamping itu kakao

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 DIREKTORAT TANAMAN SEMUSIM DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 0 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian adalah seluruh kegiatan yang meliputi hulu sampai hilir yaitu,

I. PENDAHULUAN. Pertanian adalah seluruh kegiatan yang meliputi hulu sampai hilir yaitu, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertanian adalah seluruh kegiatan yang meliputi hulu sampai hilir yaitu, usahatani, agroindustri, pemasaran, dan jasa penunjang pengelolaan sumber daya alam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM 48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama

Lebih terperinci

VALIDASI MODEL Model Strategi Sistem Pengembangan Agrokakao

VALIDASI MODEL Model Strategi Sistem Pengembangan Agrokakao 104 VALIDASI MODEL Model Strategi Sistem Pengembangan Agrokakao Prioritas strategi sistem pengembangan Agrokakao pola-jasa dianalisis melalui komponen aktor, faktor, dan tujuan untuk mendapatkan skala

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan pertanian dewasa ini telah berorientasi bisnis (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut usahatani (on-farm agribusiness)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gaya hidup pada zaman modern ini menuntun masyarakat untuk mengkonsumsi

I. PENDAHULUAN. Gaya hidup pada zaman modern ini menuntun masyarakat untuk mengkonsumsi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gaya hidup pada zaman modern ini menuntun masyarakat untuk mengkonsumsi makanan dan minuman berkualitas. Salah satu contoh produk yang sangat diperhatian kualitasmya

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di TNKL (Gambar 3) dengan pertimbangan bahwa (1) TNKL memiliki flora dan fauna endemik Flores yang perlu dipertahankan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

Analisis kelembagaan Pengembangan Agroindustri (Studi kasus kabupaten Tebo, Jambi)

Analisis kelembagaan Pengembangan Agroindustri (Studi kasus kabupaten Tebo, Jambi) Analisis kelembagaan Pengembangan Agroindustri (Studi kasus kabupaten Tebo, Jambi) Institutional Analysis of Agroindustrial Development (A Case Study at Tebo egency, Jambi) Ammar Sholahuddin Peneliti Kelembagaan

Lebih terperinci

MANFAAT KEMITRAAN USAHA

MANFAAT KEMITRAAN USAHA MANFAAT KEMITRAAN USAHA oleh: Anwar Sanusi PENYULUH PERTANIAN MADYA pada BAKORLUH (Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian,Perikanan dan Kehutanan Prov.NTB) Konsep Kemitraan adalah Kerjasama antara usaha

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN. 6.1 Konsep Pengembangan Kawasan Agropolitan

BAB VI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN. 6.1 Konsep Pengembangan Kawasan Agropolitan 82 BAB VI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN 6.1 Konsep Pengembangan Kawasan Agropolitan Konsep pengembangan kawasan agropolitan di Kecamatan Leuwiliang adalah dan mengembangakan kegiatan pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia karena merupakan tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia. Lebih dari setengah angkatan kerja

Lebih terperinci

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI 8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI Pengembangan agroindustri terintegrasi, seperti dikemukakan oleh Djamhari (2004) yakni ada keterkaitan usaha antara sektor hulu dan hilir secara sinergis dan produktif

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN 27 III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Penelitian ini dilakukan berdasarkan pendekatan ilmiah dengan kerangka berfikir logis. Kajian strategi pengembangan agroindustri bioetanol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor utama yang menunjang perkembangan perekonomian Indonesia. Pada saat ini, sektor pertanian merupakan sektor penghasil devisa bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan kegiatan ekonomi pedesaan melalui pengembangan usaha berbasis pertanian. Pertumbuhan sektor pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditi perkebunan yang masuk dalam kategori komoditi

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditi perkebunan yang masuk dalam kategori komoditi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan komoditi perkebunan yang masuk dalam kategori komoditi strategis di Indonesia. Indonesia adalah produsen kopi terbesar ketiga di dunia setelah Brazil dan

Lebih terperinci

Analisis Elemen Kunci untuk Pengembangan Usaha dengan Metode Interpretative Structural Modelling (ISM) (Studi Kasus di KUD Dau, Malang)

Analisis Elemen Kunci untuk Pengembangan Usaha dengan Metode Interpretative Structural Modelling (ISM) (Studi Kasus di KUD Dau, Malang) Analisis Elemen Kunci untuk Pengembangan Usaha dengan Metode Interpretative Structural Modelling (ISM) (Studi Kasus di KUD Dau, Malang) Enggar D. Kartikasari 1), Wike A. P. Dania 2), Rizky L. R. Silalahi

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari. pembangunan Nasional yang bertujuan untuk mewujudkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari. pembangunan Nasional yang bertujuan untuk mewujudkan I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan Nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undangundang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan

Lebih terperinci

KAJIAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AKAR WANGI (Vetiveria zizanoides L.) MENGGUNAKAN INTERPRETATIVE STRUCTURAL MODELLING

KAJIAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AKAR WANGI (Vetiveria zizanoides L.) MENGGUNAKAN INTERPRETATIVE STRUCTURAL MODELLING KAJIAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AKAR WANGI (Vetiveria zizanoides L.) MENGGUNAKAN INTERPRETATIVE STRUCTURAL MODELLING Analysis Of (Vetiveria zizanoides L.) Industry Development Using Interpretative Structural

Lebih terperinci

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE Berdasarkan tinjauan pustaka yang bersumber dari CIFOR dan LEI, maka yang termasuk dalam indikator-indikator ekosistem hutan mangrove berkelanjutan dilihat

Lebih terperinci

8 Penerapan Intrepretative Structural Modeling...(Makmur S)

8 Penerapan Intrepretative Structural Modeling...(Makmur S) 8 Penerapan Intrepretative Structural Modeling...(Makmur S) PENERAPAN INTREPRETATIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) DALAM PENENTUAN ELEMEN PELAKU DALAM PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN SISTEM BAGI HASIL PETANI KOPI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci