PENERAPAN TEKNIK INTERPRETIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) DAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENERAPAN TEKNIK INTERPRETIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) DAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)"

Transkripsi

1 PENERAPAN TEKNIK INTERPRETIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) DAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Heri Apriyanto NRP. P Dadang Subarna NRP. P Prima Jiwa Osly NRP. P Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor 2011

2 I. TEKNIK INTERPRETIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) Studi Kasus : PROGRAM PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI YANG BERKELANJUTAN

3 LATAR BELAKANG Membahas penerapan Teknik Interpretive Structural Modeling (ISM) dalam mengidentifikasi struktur yang ada pada suatu sistem, yang selanjutnya digunakan untuk mendukung dalam pengambilan keputusan Studi Kasus untuk penerapan ISM dalam Program Pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang Berkelanjutan Pengelolaan DAS adalah rangkaian upaya yang dilakukan oleh manusia untuk memanfaatkan sumberdaya alam DAS secara rasional guna memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan taraf hidup, seraya membina hubungan yang harmonis antara sumberdaya alam dan manusia serta keserasian ekosistem secara lestari Pengelolaan DAS ini melibatkan multi-sektor, multi-disiplin ilmu, lintas wilayah administrasi, terjadi interaksi hulu hilir, sehingga harus terpadu Perlu diketahui Struktur aktor/pelaku yang berperan dalam pengelolaan DAS dan Struktur kebutuhan untuk pengelolaan DAS yang berkelanjutan.

4 Interpretive Structural Modeling (ISM) Teknik ISM merupakan suatu proses pengkajian kelompok dimana model-model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafik serta kalimat (Eriyatno 1998). Tahapan Teknik ISM

5 Prinsip dasar : Identifikasi dan struktur di dalam suatu sistem akan memberikan nilai manfaat yang tinggi guna merancang sistem secara efektif dan pengambilan keputusan yang lebih tinggi. Dalam teknik ISM, program yang ditelaah perjenjangan strukturnya dibagi menjadi elemen-elemen di mana setiap elemen selanjutnya diuraikan menjadi sejumlah sub-elemen Program dapat dibagi menjadi sembilan elemen, yaitu : sektor masyarakat yang terpengaruh, kebutuhan dari program, kendala utama, perubahan yang dimungkinkan, tujuan dari program, tolok ukur untuk menilai setiap tujuan, aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan, ukuran aktivitas guna mengevaluasi hasil yang dicapai oleh setiap aktivitas, lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program.

6 A. ELEMEN PELAKU PROGRAM PENGELOLAAN DAS BERKELANJUTAN Kode Sub Elemen Pelaku A1 Balai Pengelolaan DAS A2 Balai Wilayah Sungai A3 Dewan Sumber Daya Air A4 Dinas Kehutanan A5 Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air A6 Forum DAS A7 Akademisi A8 Masyarakat/LSM Structural Self-Interaction Matrix (SSIM) dengan menggunakan simbol V, A, X dan 0, di mana: V adalah eij = 1 dan eji = 0; A adalah eij = 0 dan eji = 1; X adalah eij = 1 dan eji = 1; O adalah eij = 0 dan eji = 0 3 PAKAR

7 HASIL DAN PEMBAHASAN I 2 3 No. A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A1 O A V O X X X A2 A O V X X X A3 V V V A A A4 X A X A A5 A X A A6 A A A7 X A8 No. A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A1 V V V O X A X A2 A X V X A X A3 V V V X X A4 X O X A A5 A X A A6 X A A7 X A8 No. A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A1 A A V O X X O A2 A O V X X X A3 V V X X O A4 X O X A A5 A O X A6 A A A7 X A8 TABEL SSIM Elemen Pelaku Program Pengelolaan DAS yang berkelanjutan (3 pakar dan agregat) AGREGAT No. A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A1 O O V O X A O A2 A O V X A X A3 V V V A O A4 X O X A A5 A O A A6 A A A7 X A8

8 Tabel. Reachability Matrix (RM) Awal Elemen Pelaku Program Pengelolaan DAS berkelanjutan No. A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A A A A A A A A Analisis Transivity rule Tingkat Konsistensi pendapat pakar = 76,5% No. A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 Driver Rang Power king A A A A A A A A Depen dence Level Tabel. Reachability Matrix (RM) Final Elemen Pelaku Program Pengelolaan DAS berkelanjutan

9 Tabel. Structural Self Interaction Matrix (SSIM) Final yang telah memenuhi Aturan Transivitas Elemen Pelaku Program Pengelolaan DAS Berkelanjutan No. A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A1 X O X V X A A A2 X X V X A X A3 X V V X A A4 X X X A A5 A X A A6 A A A7 X A8

10 Penentuan tingkat (level) dari setiap sub elemen dilakukan dengan 2 cara, yaitu : berdasarkan rangking yang merajuk pada aspek Driver Power secara langsung berdasarkan proses iterasi setiap variabel untuk menemukan intersection dari masing-masing reachability dan antecendent Penentuan jenjang sub elemen melalui iterasi Iterasi Variabel Reachability Antecendent Intersection Level i A1 1,2,4,5,6 1,2,4,6,7,8 1,2,4,6 A2 1,2,3,4,5,6,8 1,2,4,5,6,7,8 1,2,4,5,6,8 A3 3,4,5,6,7 2,3,4,7,8 3,7 A4 1,2,3,4,5,6,7 1,2,3,4,5,6,7,8 1,2,3,4,5,6,7,8 I A5 2,4,5,7 1,2,3,4,5,6,7,8 2,4,5,7 I A6 1,2,4,5,6 1,2,3,4,6,7,8 1,2,4,6 A7 1,2,3,4,5,6,7,8 3,4,5,7,8 3,4,5,7,8 A8 1,2,3,4,5,6,7,8 2,7,8 2,7,8 Iterasi Variabel Reachability Antecendent Intersection Level ii A1 1,2,6, 1,2,6,7,8 1,2,6 II ii A6 1,2,6 1,2,3,6,7,8 1,2,6 II iii A3 3,7 2,3,7,8 3,7 III iv A2 2,8 2,7,8 2,8 IV iv A8 2,7,8 2,7,8 2,7,8 IV v A V

11 Berdasarkan 2 (dua) cara tersebut maka dalam sub elemen pelaku pengelolaan ini diperoleh hasil yang berbeda : cara (1) diperoleh 4 (empat) tingkat hirarki, maka yang menempati tingkat pertama adalah A5 (Dinas Pengembangan Sumber Daya Air) dengan elemen kunci (key element) adalah A7 (akademisi) dan A8 (masyarakat/lsm) cara (2) diperoleh 5 (lima) tingkat hirarki. Sub elemen A4 (Dinas Kehutanan) dan A5 (Dinas Pengembangan Sumber Daya Air) menempati tingkat pertama, dengan sub elemen kunci adalah A7 (akademisi).

12 Penentuan model struktual dari elemen pelaku pengelolaan secara detail, maka dilakukan dengan menyusun dalam suatu tabel Tabel. Menentukan hubungan antar sub elemen pada setiap level No A4 A5 A1 A6 A3 A2 A8 A7 A A A A A A A A Struktur hirarki sub elemen aktor/pelaku pengelolaan DAS yang berkelanjutan

13 DRIVER POWER Diagram Klasifikasi sub elemen pelaku pengelolaan DAS yang berkelanjutan Independent Autonomous A DEPENDENCE A7 A3 A1 Linkage A2 A6 Dependent Keterangan : A1. BP DAS ; A2. Balai WS; A3. Dewan SDA; A4. Dinas Kehutanan A5. Dinas PSDA; A6. Forum DAS; A7. Akademisi; A8. Masyarakat/LSM A4 A5 Klasifikasi : Variabel pelaku dari A1 sampai A7 berada pada Sektor III atau Linkages (pengait) posisi ini, yang berarti tindak-tindakan dari para pelaku ini akan mendukung keberhasilan dari pengelolaan DAS yang berkelanjutan, sedangkan jika tidak dilakukan tindakan dari para pelaku ini, maka pengelolaan DAS yang berkelanjutan dapat tidak berjalan dengan baik (atau gagal). Variabel A8 (masyarakat/lsm) berada pada Sektor IV atau Independent, yang berarti variabel ini mempunyai kekuatan penggerak (driver power) yang besar, namun mempunyai sedikit ketergantungan terhadap program ini. Pada sektor yang lain (I / Autonomous dan II / Dependent) tidak terdapat variabel pelaku, yang berarti tidak ada variabel dalam sub elemen pelaku ini yang tidak terkait dengan sistem serta tidak ada variabel yang sangat tergantung dari input dan tindakan yang diberikan pada sistem.

14 B. ELEMEN KEBUTUHAN PROGRAM PENGELOLAAN DAS BERKELANJUTAN Kode Sub Elemen kebutuhan B1. Penegakan hukum B2. Peningkatan luas kawasan lindung B3. Peningkatan pendapatan masyarakat B4. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan aparat B5. Restrukturisasi kelembagaan B6. Tata Ruang yang tepat B7. Pemberian insentif dan disinsentif B8. Peningkatan kesadaran stake holder B9. Penetapan Pedoman pengelolaan DAS B10. Pengembangan kearifan lokal B11. Peningkatan lapangan pekerjaan B12. Teknologi pengelolaan DAS

15 DENGAN CARA YANG SAMA DENGAN SUB ELEMEN PELAKU Hasil analisis transitivity rule terhadap RM menunjukkan tingkat konsistensi pendapat dari pakar sebesar 88,8%, yaitu terdapat sejumlah 16 sel yang direvisi, sedangkan jumlah sel keseluruhannya ada 144 sel. Perhitungannya adalah ([(144-16)/144)] x 100% = 88,8%. Tabel. Reachability Matrix (RM) Final Sub Elemen Kebutuhan Pengelolaan DAS berkelanjutan No. B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10 B11 B12 DP B B B B B B B B B B B B Dep Level Rangk ing

16 Tabel Penentuan jenjang variabel-variabel dalam sub elemen melalui iterasi Berdasarkan 2 (dua) cara (berdasarkan DP dan iterasi setiap variabel untuk menentukan intersection) tersebut maka dalam sub elemen kebutuhan pengelolaan ini diperoleh : 7 (tujuh) tingkat hirarki. Pada cara (1) dan (2), maka yang menempati tingkat pertama adalah B3 (peningkatan pendapatan masyarakat) dengan elemen kunci (key element) adalah B8 (peningkatan kesadaran stakeholder). Namun terdapat perbedaan pada tingkat hirarki antara ke II VI. Iterasi Variabel Reachability Antecendent Intersection Level i B1 1,2,3,4,5,7,9,10,11 1,2,4,5,7,8,9, 1,2,4,5,7,9 B2 1,2,3,4,7,9,10,12 1,2,4,5,6,8,9,10,12 1,2,4,9,10,12 B3 3,5,9,10 1,2,3,4,5,6,8,9,10,11,12 3,5,9,10 I B4 1,2,3,4,5,6,8,10,11 1,2,4,5,6,7,12 1,2,4,5,6 B5 1,2,3,4,5,6,7,10,11,12 1,3,4,5,6,8 1,3,4,5,6 B6 2,3,4,5,6,7,9,10,11,12 4,5,6,8,9,12 4,5,6,9,12 B7 1,4,7,11,12 1,2,5,6,7,8,9,10,11,12 1,7,11,12 B8 1,2,3,5,6,7,8,9,10,11,12 4,8,9,11 8,9,11 B9 1,2,3,6,7,8,9,10,11,12 1,2,3,6,8,9 1,2,3,6,8,9 B10 2,3,7,10,11 1,2,3,4,5,6,8,9,10,12 2,3,10, B11 3,7,8,11,12 1,4,5,6,7,8,9,10,11,12 7,8,11,12 B12 2,3,4,6,7,10,11,12 2,5,6,7,8,9,11,12 2,6,7,11,12 Iterasi Variabel Reachability Antecendent Intersection Level ii B11 7,8,11,12 1,4,5,6,7,8,9,10,11,12 7,8,11,12 II iii B7 1,4,7,12 1,2,4,5,6,7,8,9,10,12 1,7,12 III iii B10 2,7,10, 1,2,4,5,6,7,8,9,10,11 2,7,10 III iv B1 1,2,4,5,9, 1,2,4,5,8,9, 1,2,4,5,9 IV iv B2 1,2,4,9,12 1,2,4,5,6,8,9,12 1,2,4,9,12 IV v B6 4,5,6,9,12 4,5,6,8,9,12 4,5,6,9,12 V vi B4 4,5, 4,5,12 4,5, VI vi B5 4,5,8 4,5,8 4,5, VI vi B9 8,9 8,9 8,9 VI vi B ,8,9,12 12 VI vii B VII

17 Tabel. Menentukan hubungan antar sub elemen pada setiap level B3 B11 B7 B10 B1 B2 B6 B4 B5 B9 B12 B8 B B B B B B B B B B B B B1. Penegakan hukum B2. Peningkatan luas kawasan lindung B3. Peningkatan pendapatan masyarakat B4. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan aparat B5. Restrukturisasi kelembagaan B6. Tata Ruang yang tepat B7. Pemberian insentif dan disinsentif B8. Peningkatan kesadaran stake holder B9. Penetapan Pedoman pengelolaan DAS B10. Pengembangan kearifan lokal B11. Peningkatan lapangan pekerjaan B12. Teknologi pengelolaan DAS Struktur hirarki sub elemen KEBUTUHAN untuk pengelolaan DAS yang berkelanjutan

18 Diagram Klasifikasi sub elemen kebutuhan untuk pengelolaan DAS yang berkelanjutan g j Independent Linkage B8 B6 B5 B4 B1 B12 B2 DRIVER POWER B11 B10 B7 B Autonomous Dependent DEPENDENCE B1. Penegakan hukum B2. Peningkatan luas kawasan lindung B3. Peningkatan pendapatan masyarakat B4. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan aparat B5. Restrukturisasi kelembagaan B6. Tata Ruang yang tepat B7. Pemberian insentif dan disinsentif B8. Peningkatan kesadaran stake holder B9. Penetapan Pedoman pengelolaan DAS B10. Pengembangan kearifan lokal B11. Peningkatan lapangan pekerjaan B12. Teknologi pengelolaan DAS

19 KLASIFIKASI : Sub elemen dari B1 (Penegakan hukum), B2 (Peningkatan luas kawasan lindung), B4 (Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan aparat), B5 (Restrukturisasi kelembagaan), B6 (Tata Ruang yang tepat), dan B12 (Teknologi pengelolaan DAS) berada pada Sektor III atau Linkages (pengait), yang berarti pemenuhan kebutuhan ini akan mendukung keberhasilan dari program pengelolaan DAS yang berkelanjutan, sedangkan jika kebutuhan ini tidak dipenuhi, maka pengelolaan DAS yang berkelanjutan dapat tidak berjalan dengan baik (atau gagal). Sektor II (Dependent) terdapat subelemen B3 (Peningkatan pendapatan masyarakat), B7 (Pemberian insentif dan disinsentif), B10 (Pengembangan kearifan lokal), dan B11 (Peningkatan lapangan pekerjaan). Variabel-variabel ini sangat tergantung dari input dan tindakan yang diberikan pada sistem. Sub elemen B8 (peningkatan stakeholder) beradapadasektor IV atau Independent, yang berarti variabel ini mempunyai kekuatan penggerak (driver power) yang besar, namun mempunyai sedikit ketergantungan terhadap program ini. Pada Sektor I / Autonomous tidak terdapat variabel kebutuhan, yang berarti tidak ada variabel dalam sub elemen kebutuhan ini yang tidak terkait dengan sistem.

20 KESIMPULAN Teknik ISM menghasilkan model struktural sub elemen dan matrik DP D untuk menginterprestasikan hirarki dan keterkaitan antara masing-masing sub elemen - sub elemen yang dianalisis, yaitu pelaku dan kebutuhan dalam Program Pengelolaan DAS yang berkelanjutan Perumusan Program Pengelolaan DAS yang berkelanjutan dengan elemen-elemen kunci pada elemen kebutuhan adalah peningkatan kesadaran stakeholder, sedangkan elemen pelaku yang menjadi kunci untuk mendukung tercapainya program ini adalah kalangan akademisi.

21 II. METODA ANALYTICAL HIRARCHY PROCESS (AHP) Studi Kasus : PEMBUATAN KEPUTUSAN DALAM MANAJEMEN PROYEK

22 Latar Belakang Membahas penerapan metoda Analytical Hirarchy Process (AHP) dalam pembuatan keputusan dalam manajemen proyek Seorang pimpinan proyek beserta tim dihadapkan pada masalah dalam memilih perusahaan/kontraktor untuk melaksanakan proyeknya dengan baik Sebelum tender dilakukan maka perlu dilakukan prakualifikasi untuk memilih perusahaan terbaik Masalah prakualifikasi kontraktor adalah tahapan dalam pelaksanaan manajemen proyek yang dijadika contoh di dalam makalah ini Struktur hirarki dibangun untuk memenuhi kriteria prakualifikasi dan kontraktor yang berkeinginan untuk melakukan proyek harus melalui tahap prakualifikasi Dengan menerapkan AHP maka kriteria prakualifikasi dapat diprioritaskan dan daftar tingkatan kontraktor yang semakin menurun sesuai prioritas kriteria dapat dibuat untuk memilih kontraktor terbaik dalam rangka pelaksanaan proyek tersebut.

23 Saaty (1986) mengembangkan beberapa langkah dalam menerapkan AHP, yaitu : 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan tujuannya 2. Struktur hirarki dari puncak (tujuan dari titik pandang pembuat keputusan) sampai ke tingkat menengah (kriteria dimana tingkat selanjutnya bergantung) terhadap tingkat yang biasanya mengandung daftar alternatif) 3. Membuat sebuah matrik perbandingan berpasangan (ukuran nxn) untuk setiap tingkat paling bawah dengan satu matriks untuk setiap elemen dalam tingkat di atasnya dengan menggunakan ukuran skala relatif seperti terlihat pada Tabel 1. Perbandingan berpasangan dilakukan dalam hal elemen yang mana mendominasi terhadap elemen lainnya

24 4. Terdapat n(n-1) / penilaian yang diperlukan untuk membangun gugus matriks dalam langkah 3. Kebalikannya secara otomatis diberikan pada setiap perbandingan berpasangan. 5. Sintesis hirarki digunakan untuk pembobotan vektor eigen dengan bobot kriteria-kriteria dan jumlahkan semua entri vektor eigen terbobot yang bersangkutan dengan entri dari tingkat bawah berikutnya. 6. Dengan membuat semua perbandingan berpasangan maka konsistensi ditentukan dengan menggunakan nilai eigen λmax, untuk menghitung indek konsistensi (CI) sebagai CI=( λmax-n)(n- 1), dimana n adalah ukuran matriks. Konsistensi penilaian dapat diuji dengan membuat rasio konsistensi (CR) dari CI dengan nilai yang cocok dengan indeks kosnsistensi acak Tabel 2. CR diterima jika tidak melebihi Jika lebih, maka matriks penilaian tidak konsisten. Untuk memperoleh matriks konsistensi maka penilaian harus ditelaah kembali dan ditingkatkan. 7. Langkah 3-7 dilakukan untuk semua tingkat dalam hirarki.

25 Tabel Skala perbandingan berpasangan untuk preferensi AHP (Saaty, 1986) Nilai/Rate numerik 9 Penilaian preferensi verbal Preferensi mutlak/mutlak lebih penting (Extreme) 8 Preferensi sangat kuat sampai mutlak 7 Preferensi sangat kuat/sangat jelas penting (Very Strong) 6 Preferensi kuat sampai sangat kuat 5 Preferensi kuat/jelas lebih penting (Strong) 4 Preferensi menengah sampai kuat 3 Preferensi menengah/sedikit lebih penting (Moderate) 2 Preferensi sama sampah menengah 1 Preferensi sama/sama penting (Equal) 1/(1-9) Kebalikan nilai tingkat kepentingan dari skala 1-9

26 Tabel Rata-rata konsistensi acak (R1) (Saaty, 1986) Ukuran Matriks Konsistensi Acak ,58 0,9 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49

27 Kriteria Perusahaan Tabel 3. Kriteria para kontraktor Kontraktor A Kontraktor B Kontraktor C Kontraktor D Kontraktor E Pengalaman 5 tahun 7 tahun 8 tahun 10 tahun 15 tahun 2 proyek yang sama 1 proyek yang sama Bukan proyek yang sama 2 proyek yang sama Bukan proyek yang sama Pengalaman Mendapatkan proyek khusus 1 proyek Internasional Stabilitas Keuangan Aset 7 M Aset 10 M Aset 14 M Aset 11 M Aset 6 M Laju pertumbuhan tinggi, tidak ada liabilitas Liabilitas 5,5 M, bagian dari kelompok usaha Liabilitas 6 M Liabilitas 4 M, berhubungan baik dengan bank Liabilitas 1,5 M Kualitas Kinerja Organisasi baik Organisasi rata-rata Organisasi baik Organisasi baik Organisasi buruk C.M pribadi C.M pribadi C.M tim Reputasi baik Teknis kurang etis Reputasi baik 2 proyek tertunda Penghargaan pemerintah Beberapa sertifikat 1 proyek diakhiri Sertifikat beberapa Program keselamatan Reputasi baik Kenaikan biaya dalam beberapa proyek Kualitas ratarata Program keselamatan QA/QC Program

28 Sumber Daya Manusia Pekerja 150 Pekerja 100 Pekerja 120 Pekerja 90 Pekerja keahlian khusus 200 subkontrak Keahlian pekerja baik 130 subkontrak 260 subkontrak Tersedia saat puncak beban kerja 25 keahlian khusus Sumber Daya Peralatan 4 mesin mixer, 1 ekskavator, 15 mesin lain 6 mesin mixer,1 ekskavator, 1 buldoser,20 mesin lain, sf steel formwork 1 batching plant, 2 truk, 2 mesin mixer,1 ekskavator,1 buldoser,16 mesin lain, sf baja fomwork 4 mesin mixer, 1 ekskavator, 9 mesin lain 2 mesin mixer, 10 mesin lainnya, 2000 sf baja, formwork, 6000 sf kayu formwork Beban kerja saat ini 1 proyek besar berakhir 2 proyek berakhir 1 proyek menengah mulai 2 proyek besar berakhir 2 proyek kecil dimulai 2 proyek pertengahan (1 menengah + 1 kecil) 1 besar +1 menengah) 2 proyek berakhir ( 1 besar + 1 menengah 1 proyek menengah di pertengahan 3 proyek berarkhir ( 2 kecil + 1 menengah)

29 Sesuai dengan prosedur AHP yang digambarkan dalam bagian 3 maka hirarki masalah dapat dibangun seperti pada gambar dibawah Gambar Hirarki permasalahan memilih kontraktor yang cocok dalam prakulifikasi pelaksanaan proyek

30 Untuk tahap 3, pembuat keputusan harus menunjukkan preferensi atau prioritas untuk setiap alternatif keputusan dalam hal bagaimana berkontribusi terhadap masing-masing kriteria seperti pada Tabel dibawah... Tabel Matriks perbandingan berpasangan untuk aspek pengalaman Pengalaman A B C D E A 1 1/3 1/2 1/6 2 B /2 4 C 2 1/2 1 1/3 3 D E 1/2 1/4 1/3 1/7 1 Σ 12,50 4,08 6,83 2,14 17

31 Berikutnya dapat dilakukan secara manual atau dengan perangkat lunak AHP, seperti Expert Choice: Sintesa matriks perbandingan berpasangan Menghitung vektor prioritas untuk kriteria seperti pengalaman Menghitung rasio konsistensi Menghitung λmax Menghitung indeks konsistensi, CI Memilih nilai yang tepat dari rasio konsistensi acak Menguji konsistensi matriks perbandingan berpasangan, apakah perbandingan pembuat keputusan telah konsisten atau tidak.

32 Matrik Sintesa Untuk Aspek Pengalaman Pengalaman A B C D E Vektor Prioritas A 0,08 0,082 0,073 0,078 0,118 0,086 B 0,24 0,245 0,293 0,233 0,235 0,249 C 0,16 0,122 0,146 0,155 0,176 0,152 D 0,48 0,489 0,439 0,466 0,412 0,457 E 0,04 0,061 0,049 0,066 0,059 0,055 λ max =5,037, CI=0,00925, RI=1,12, CR=0,0082 < 0,1 OK Σ =0,999

33 Expert Choice Untuk Pemilihan Kontraktor Berdasarkan Aspek Pengalaman

34 Dengan menduga rasio konsistensi sebagai berikut , / 2 1 / 3 1 0,249 1 / / 4 1 / 2 2 0, / 3 1 / 6 1 / 2 0,457 1 / / 7 2 0, ,259 0,055 3 = 0, , ,276 Matriks jumlah terboboti Dengan membagi semua elemen dari matriks jumlah terboboti dengan elemen vektor prioritas masing-masing diperoleh... 0,431 0,086 = 5, ,259 0,249 = 0,766 5, ,152 = 5, ,312 0,457 = 0,276 5, ,055 Lalu dihitung rata-rata dari nilai ini untuk memperoleh λmax... λ (5,012+ 5,056+ 5,039+ 5,059+ 5,018) = 5 max = 5,037 Lalu dihitung indeks konsistensi, CI sebagai berikut... = 5,018 CI λmax n = n 1 = 5, = 0,00925

35 Dengan memilih nilai yang tepat dari rasio kosistensi acak, RI, untuk ukuran matriks 5 dengan mengunakan Tabel 2, didapat RI=1,12. Lalu dihitung rasio konsistensi CR... CR = 0, ,12 = 0,0082 Bila nilai CR < 0,1 maka penilaian dapat diterima

36 Dengan cara yang sama maka matriks perbandingan berpasangan dan matriks vektor prioritas untuk kriteria lainnya didapat masing-masing pada Tabel dibawah.

37 Matriks Perbandingan Berpasangan dan Hasil Expert Choice Untuk Prioritas Pemilihan Kontraktor Berdasarkan Stabilitas Keuangan Stabilitas Keuangan A B C D E Vektor Prioritas A ,425 B 1/6 1 1/4 1/2 3 0,088 C 1/ /3 5 0,178 D 1/ ,268 E 1/7 1/3 1/5 1/7 1 0,039 λ max =5,32, CI=0,08, RI=1,12, CR=0,071 < 0,1 OK Σ =0,998

38 Matriks Perbandingan Berpasangan dan Hasil Expert Choice Untuk Prioritas Pemilihan Kontraktor Berdasarkan Kualitas Kinerja Kualitas Kerja A B C D E Vektor Prioritas A 1 7 1/ ,269 B 1/7 1 1/5 1/4 4 0,074 C ,461 D 1/2 4 1/ ,163 E 1/8 1/4 1/9 1/6 1 0,031 Σ =0,998 λ max =5,38, CI=0,095, RI=1,12, CR=0,085 < 0,1 OK

39 Matriks Perbandingan Berpasangan dan Hasil Expert Choice Untuk Prioritas Pemilihan Kontraktor Berdasarkan Sumber Daya Manusia Sumber Daya Manusia A B C D E Vektor Prioritas A 1 1/2 1/ ,151 B 2 1 1/ ,273 C ,449 D 1/2 1/5 1/ ,081 E 1/5 1/7 1/6 1/2 1 0,045 Σ =0,999 λ max =5,24, CI=0,059, RI=1,12, CR=0,053 < 0,1 OK

40 Matriks Perbandingan Berpasangan dan Hasil Expert Choice Untuk Prioritas Pemilihan Kontraktor Berdasarkan Sumber Daya Peralatan Sumber Daya Peralatan A B C D E Vektor Prioritas A 1 1/6 1/ ,084 B 6 1 1/ ,264 C ,556 D 1/2 1/5 1/ ,057 E 1/3 1/7 1/9 1/2 1 0,038 λ max =5,28, CI=0,071 RI=1,12, CR=0,063 < 0,1 OK Σ =0,999

41 Matriks Perbandingan Berpasangan dan Hasil Expert Choice Untuk Prioritas Pemilihan Kontraktor Berdasarkan Beban Kerja Saat Ini Beban Kerja A B C D E Vektor Prioritas A 1 1/5 1/ ,144 B ,537 C 3 1/ ,173 D 1/3 1/6 1/ ,084 E 1/3 1/6 1/2 1/2 1 0,062 λ max =5,40, CI=0,10, RI=1,12, CR=0,089 <0,1 OK Σ =0,999

42 Untuk matriks perbandingan alternatif keputusan juga digunakan prosedur perbandingan berpasangan yang sama terhadap gugus prioritas untuk semua enam kriteria dalam hal pentingnya masing-masing berkontribusi terhadap tujuan. Tabel pada slide selanjutnya selanjutnya menunjukkan matriks perbandingan berpasangan dan matriks vektor prioritas untuk enam kriteria

43 Matriks Perbandingan Berpasangan dan Hasil Expert Choice Untuk Prioritas Pemilihan Kontraktor Berdasarkan Enam Kriteria Pengalaman Stabilitas keuangan Kualitas kinerja sumber Daya manusia sumber daya peralatan beban kerja saat ini Vektor Prioritas Pengalaman ,372 stabilitas keuangan 1/ ,293 kualitas kinerja 1/3 1/ ,156 sumber daya manusia sumber daya peralatan beban kerja saat ini 1/6 1/6 1/ /2 0,053 1/6 1/6 1/4 1/2 1 1/4 0,039 1/5 1/5 1/ ,087 λ max =6,31, CI=0,062, RI=1,24, CR=0,05 < 0,1 OK Σ =1,00

44 Sensitivitas

45 Tabel Matriks Prioritas Untuk Prakualifikasi Kontraktor Pengalaman (0,372) stabilitas keuangan (0,293) kualitas kinerja (0,156) sumber daya manusia (0,053) sumber daya peralatan (0,039) beban kerja saat ini (0,087) Vektor Prioritas keseluruhan A ,222 B 1/ ,201 C 1/3 1/ ,241 D 1/6 1/6 1/ /2 0,288 E 1/6 1/6 1/4 1/2 1 1/4 0,041 Σ =1,00 Dari Tabel diatas nilai yang terbesar didapat oleh kontraktor D. Sehingga untuk permasalahan prakualifikasi seluruh kontraktor dapat dirangking sesuai dengan prioritasnya adalah D, C, A, B dan E. Sehingga KONTRAKTOR D adalah kontraktor yang layak untuk mengerjakan proyek

46 KESIMPULAN Pengelolaan suatu proyek melibatkan situasi pembuatan keputusan yang kompleks yang memerlukan kemampuan berfikir yang logis dan suatu metoda untuk membuat keputusan yang tepat. Makalah ini telah membahas penerapan AHP sebagai metoda pembuatan keputusan yang mempertimbangkan kriteria mejemuk. Contoh yang dipaparkan adalah masalah prakualifikasi kontraktor dalam mengikuti tender dari suatu proyek. Prakualifikasi kontraktor melibatkan berbagai kriteria dan prioritas yang harus diambil dan ditentukan oleh pemilik proyek yang menentukan persyaratan dan preferensi untuk karakteristik kontraktor yang akan menjalankan proyek.

47 Sekian dan Terima Kasih

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRACT...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRACT... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL..... HALAMAN PENGESAHAN...... KATA PENGANTAR..... DAFTAR ISI..... DAFTAR TABEL..... DAFTAR GAMBAR..... ABSTRAK... ABSTRACT... i ii iii v vii x xi xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan Pemerintah Daerah Kota Bogor dan lingkungan industri Kota Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pembangunan daerah merupakan langkah yang ditempuh dalam mewujudkan visi dan misi yang ingin dicapai oleh Kota Depok, pembangunan daerah memiliki

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 18 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan September-November 2010 di Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Pemerintahan Aceh

Lebih terperinci

III. LANDASAN TEORI. Tabel 3.1 Matriks Model Multi Sectoral Qualitative Analysis (MSQA)

III. LANDASAN TEORI. Tabel 3.1 Matriks Model Multi Sectoral Qualitative Analysis (MSQA) III. LANDASAN TEORI 3.1 Multi Sectoral Qualitative Analysis Teknik Multi Sectoral Qualitative Analysis (MSQA) yang dikembangkan oleh Roberts dan Stimson (1998) digunakan untuk mengevaluasi daya saing dan

Lebih terperinci

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren.

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren. 44 V. PEMODELAN SISTEM Dalam analisis sistem perencanaan pengembangan agroindustri aren di Sulawesi Utara menunjukkan bahwa terdapat berbagai pihak yang terlibat dan berperan didalam sistem tersebut. Pihak-pihak

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 2013

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 2013 Analisis Terhadap Kendala Utama Serta Perubahan yang Dimungkinkan dari Pengelolaan Lingkungan di Kawasan Ziarah Umat Katholik Gua Maria Kerep Ambarawa Ari Wibowo 1) *, Boedi Hendrarto 2), Agus Hadiyarto

Lebih terperinci

III. LANDASAN TEORETIS

III. LANDASAN TEORETIS III. LANDASAN TEORETIS 1. Pemodelan Deskriptif dengan Metode ISM (Interpretative Structural Modeling) Eriyatno (1999) mengemukakan bahwa dalam proses perencanaan strategik seringkali para penyusunnya terjebak

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Sebagaimana daerah aliran sungai pada umumnya, DAS Bila dipisahkan

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Sebagaimana daerah aliran sungai pada umumnya, DAS Bila dipisahkan 39 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Sebagaimana daerah aliran sungai pada umumnya, DAS Bila dipisahkan oleh punggung bukit/pegunungan, sehingga secara geografis berbatasan dengan DASDAS lain

Lebih terperinci

Kuliah 11. Metode Analytical Hierarchy Process. Dielaborasi dari materi kuliah Sofian Effendi. Sofian Effendi dan Marlan Hutahaean 30/05/2016

Kuliah 11. Metode Analytical Hierarchy Process. Dielaborasi dari materi kuliah Sofian Effendi. Sofian Effendi dan Marlan Hutahaean 30/05/2016 1 Kuliah 11 Metode Analytical Hierarchy Process Dielaborasi dari materi kuliah Sofian Effendi METODE AHP 2 Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Analytical Network Process (ANP) dapat digunakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dengan lokasi meliputi kawasan DKI Jakarta dan Perairan Teluk Jakarta yang dilaksanakan pada bulan Agustus 005-April 006. Teluk Jakarta,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI Analytial Hierarchy Process (AHP) Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP)

BAB 2 LANDASAN TEORI Analytial Hierarchy Process (AHP) Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP) BAB 2 LANDASAN TEORI 2 1 Analytial Hierarchy Process (AHP) 2 1 1 Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP) Metode AHP merupakan salah satu metode pengambilan keputusan yang menggunakan faktor-faktor

Lebih terperinci

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT Multi-Attribute Decision Making (MADM) Permasalahan untuk pencarian terhadap solusi terbaik dari sejumlah alternatif dapat dilakukan dengan beberapa teknik,

Lebih terperinci

VIII. STAKESHOLDER YANG BERPERAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK. Kata kunci: Selat Rupat, pencemaran minyak, pengendalian pencemaran.

VIII. STAKESHOLDER YANG BERPERAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK. Kata kunci: Selat Rupat, pencemaran minyak, pengendalian pencemaran. 104 VIII. STAKESHOLDER YANG BERPERAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK Abstrak Industri pengolahan minyak, transportasi kapal di pelabuhan serta input minyak dari muara sungai menyebabkan perairan Selat

Lebih terperinci

III. LANDASAN TEORITIS

III. LANDASAN TEORITIS III. LANDASAN TEORITIS 3.1. Quality Function Deployment (QFD) QFD dikembangkan pertama kali oleh Mitsubishi s Kobe Shipyard sebagai cara menjabarkan harapan konsumen, selanjutnya secara sistematis diterjemahkan

Lebih terperinci

2 METODE PENELITIAN. Kerangka Pemikiran

2 METODE PENELITIAN. Kerangka Pemikiran di Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Kota Surakarta meliputi: 1. Strategi Pemasaran (Relation Marketing) dilaksanakan dengan fokus terhadap pelayanan masyarakat pengguna, sosialisasi kepada masyarakat

Lebih terperinci

MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN

MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN 140 MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN Model kelembagaan klaster agroindustri minyak nilam dirancang melalui pendekatan sistem dengan menggunakan metode ISM (Interpretative Structural Modelling). Gambar 47 menunjukkan

Lebih terperinci

PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN DENGAN METODE ANALY TICAL HIERARCHY P ROCESS (AHP) Jefri Leo, Ester Nababan, Parapat Gultom

PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN DENGAN METODE ANALY TICAL HIERARCHY P ROCESS (AHP) Jefri Leo, Ester Nababan, Parapat Gultom Saintia Matematika ISSN: 2337-9197 Vol. 02, No. 03 (2014), pp. 213-224. PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN DENGAN METODE ANALY TICAL HIERARCHY P ROCESS (AHP) Jefri Leo, Ester Nababan, Parapat Gultom

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) ini dilaksanakan di PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat pada

Lebih terperinci

MODEL SISTEM KELEMBAGAAN PENGEMBANGAN INDUSTRI TALAS

MODEL SISTEM KELEMBAGAAN PENGEMBANGAN INDUSTRI TALAS AGROINTEK Vol 4, No. 2 Agustus 21 87 MODEL SISTEM KELEMBAGAAN PENGEMBANGAN INDUSTRI TALAS Iffan Maflahah Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Korespondensi : Jl.

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rekayasa sistem kelembagaan penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda,

Lebih terperinci

Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa

Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa Rizal Afriansyah Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Email : rizaldi_87@yahoo.co.id Abstrak - Transportasi mempunyai

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN 27 III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Penelitian ini dilakukan berdasarkan pendekatan ilmiah dengan kerangka berfikir logis. Kajian strategi pengembangan agroindustri bioetanol

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 56 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dipaparkan mengenai perancangan penelitian yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam penulisan ini. Penelitian ini memiliki 2 (dua) tujuan,

Lebih terperinci

BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM

BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM 83 BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM 5.1. Konfigurasi Model Analisis sistem pada Bab IV memperlihatkan bahwa pengembangan agroindustri sutera melibatkan berbagai komponen dengan kebutuhan yang beragam,

Lebih terperinci

Fasilitas Penempatan Vektor Eigen (yang dinormalkan ) Gaji 0,648 0,571 0,727 0,471 0,604 Jenjang 0,108 0,095 0,061 0,118 0,096

Fasilitas Penempatan Vektor Eigen (yang dinormalkan ) Gaji 0,648 0,571 0,727 0,471 0,604 Jenjang 0,108 0,095 0,061 0,118 0,096 PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PEMILIHAN PERUSAHAAN BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN) SEBAGAI TEMPAT KERJA MAHASISWA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA (USU) 1. Permasalahan Pemilihan Perusahaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data-data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan gabungan antara data primer dan data sekunder. Data primer mencakup hasil penggalian pendapat atau

Lebih terperinci

VII KELEMBAGAAN PENGELOLAAN KAWASAN PERMUKIMAN DI DAS CILIWUNG HULU

VII KELEMBAGAAN PENGELOLAAN KAWASAN PERMUKIMAN DI DAS CILIWUNG HULU 137 VII KELEMBAGAAN PENGELOLAAN KAWASAN PERMUKIMAN DI DAS CILIWUNG HULU 7.1 Pendahuluan Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sumberdaya alam milik bersama atau Common pool resources (CPRs). Sebagai CPRs,

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN 47 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Meningkatnya aktivitas perkotaan seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi masyarakat yang kemudian diikuti dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk akan

Lebih terperinci

BAB 7 ANALISIS KELEMBAGAAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN PERIKANAN ARTISANAL

BAB 7 ANALISIS KELEMBAGAAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN PERIKANAN ARTISANAL BAB 7 ANALISIS KELEMBAGAAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN PERIKANAN ARTISANAL Pencapaian sasaran tujuan pembangunan sektor perikanan dan kelautan seperti peningkatan produktivitas nelayan dalam kegiatan pemanfaatan

Lebih terperinci

PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI

PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI Dwi Nurul Izzhati Fakultas Teknik, Universitas Dian Nuswantoro, Semarang 50131 E-mail : dwinurul@dosen.dinus.ac.id

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vendor Dalam arti harfiahnya, vendor adalah penjual. Namun vendor memiliki artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam industri yang menghubungkan

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN LBB PADA KAMPUNG INGGRIS PARE MENGGUNAKAN METODE AHP

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN LBB PADA KAMPUNG INGGRIS PARE MENGGUNAKAN METODE AHP SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN LBB PADA KAMPUNG INGGRIS PARE MENGGUNAKAN METODE AHP Mayang Anglingsari Putri 1, Indra Dharma Wijaya 2 Program Studi Teknik Informatika, Jurusan Teknik Elektro, Politeknik

Lebih terperinci

ANALISIS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN PEMANFAATAN SITU BERKELANJUTAN (STUDI KASUS SITU KEDAUNG, KECAMATAN PAMULANG, TANGERANG SELATAN)

ANALISIS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN PEMANFAATAN SITU BERKELANJUTAN (STUDI KASUS SITU KEDAUNG, KECAMATAN PAMULANG, TANGERANG SELATAN) ANALISIS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN PEMANFAATAN SITU BERKELANJUTAN (STUDI KASUS SITU KEDAUNG, KECAMATAN PAMULANG, TANGERANG SELATAN) Agus Susanto Prodi Perencana Wilayah dan Kota FMIPA-UT Email: sugus.susanto@gmail.com

Lebih terperinci

ANALISIS SISTEM PEMBAYARAN PERKULIAHAN DI UKRIDA MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

ANALISIS SISTEM PEMBAYARAN PERKULIAHAN DI UKRIDA MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Jurnal Teknik dan Ilmu Komputer ANALISIS SISTEM PEMBAYARAN PERKULIAHAN DI UKRIDA MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) AN ANALYSIS OF THE TUITION FEE PAYMENT SYSTEM IN UKRIDA USING ANALYTICAL

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pengambilan keputusan baik yang maha penting maupun yang sepele.

BAB II LANDASAN TEORI. pengambilan keputusan baik yang maha penting maupun yang sepele. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manusia dan Pengambilan Keputusan Setiap detik, setiap saat, manusia selalu dihadapkan dengan masalah pengambilan keputusan baik yang maha penting maupun yang sepele. Bagaimanapun

Lebih terperinci

ANALISIS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN PEMANFAATAN AIR TANAH YANG BERKELANJUTAN DI KOTA SEMARANG ABSTRAK

ANALISIS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN PEMANFAATAN AIR TANAH YANG BERKELANJUTAN DI KOTA SEMARANG ABSTRAK ANALISIS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN PEMANFAATAN AIR TANAH YANG BERKELANJUTAN DI KOTA SEMARANG Agus Susanto FMIPA Universitas Terbuka Email Korespondensi: Sugus_susanto@yahoo.com ABSTRAK Kota Semarang yang

Lebih terperinci

PENERAPAN AHP (ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS) UNTUK MEMAKSIMALKAN PEMILIHAN VENDOR PELAYANAN TEKNIK DI PT. PLN (PERSERO) AREA BANYUWANGI

PENERAPAN AHP (ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS) UNTUK MEMAKSIMALKAN PEMILIHAN VENDOR PELAYANAN TEKNIK DI PT. PLN (PERSERO) AREA BANYUWANGI PENERAPAN AHP (ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS) UNTUK MEMAKSIMALKAN PEMILIHAN VENDOR PELAYANAN TEKNIK DI PT. PLN (PERSERO) AREA BANYUWANGI Harliwanti Prisilia Jurusan Teknik Industri Universitas 17 Agustus

Lebih terperinci

PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA

PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA Desy Damayanti Mahasiswa Magister Manajemen Aset FTSP ITS Ria Asih Aryani Soemitro Dosen Pembina Magister Manajemen Aset FTSP

Lebih terperinci

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP)

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP) BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK 3.1 Pengertian Proses Hierarki Analitik Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP) pertama kali dikembangkan oleh Thomas Lorie Saaty dari Wharton

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. keripik pisang Kondang Jaya binaan koperasi BMT Al-Ikhlaas. yang terletak di

BAB IV METODE PENELITIAN. keripik pisang Kondang Jaya binaan koperasi BMT Al-Ikhlaas. yang terletak di 135 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian merupakan studi kasus yang dilakukan pada suatu usaha kecil keripik pisang Kondang Jaya binaan koperasi BMT Al-Ikhlaas. yang terletak

Lebih terperinci

PENGAMBILAN KEPUTUSAN ALTERNATIF ELEMEN FAKTOR TENAGA KERJA GUNA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KERJA DENGAN SWOT DAN ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS

PENGAMBILAN KEPUTUSAN ALTERNATIF ELEMEN FAKTOR TENAGA KERJA GUNA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KERJA DENGAN SWOT DAN ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS PENGAMBILAN KEPUTUSAN ALTERNATIF ELEMEN FAKTOR TENAGA KERJA GUNA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KERJA DENGAN SWOT DAN ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS Endang Widuri Asih 1 1) Jurusan Teknik Industri Institut Sains

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN

BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN 4.1. Objek Pengambilan Keputusan Dalam bidang manajemen operasi, fleksibilitas manufaktur telah ditetapkan sebagai sebuah prioritas daya saing utama dalam sistem

Lebih terperinci

JURNAL ILMIAH TEKNIK INDUSTRI

JURNAL ILMIAH TEKNIK INDUSTRI JURNAL ILMIAH TEKNIK INDUSTRI ANALISIS RISIKO PELAKSANAAN PEKERJAAN MENGGUNAKAN KONTRAK UNIT PRICE (Studi Kasus: Peningkatan dan Pelebaran Aset Infrastruktur Jalan Alai-By Pass Kota Padang Sebagai Jalur

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 25 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran merupakan miniatur keseluruhan dari proses penelitian. Kerangka pemikiran akan memberikan arah yang dapat dijadikan pedoman bagi para

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pengembangan agroindustri kelapa sawit sebagai strategi pembangunan nasional merupakan suatu keniscayaan guna memperkecil kesenjangan pembangunan

Lebih terperinci

STAKESHOLDER YANG BERPERAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK DI SELAT RUPAT. Syahril Nedi 1)

STAKESHOLDER YANG BERPERAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK DI SELAT RUPAT. Syahril Nedi 1) Jurnal Perikanan dan Kelautan 17,1 (2012) : 26-37 STAKESHOLDER YANG BERPERAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK DI SELAT RUPAT ABSTRACT Syahril Nedi 1) 1) Staf Pengajar Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN. 3.1 Penerapan AHP dalam Menentukan Prioritas Pengembangan Obyek Wisata Di Kabupaten Toba Samosir

BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN. 3.1 Penerapan AHP dalam Menentukan Prioritas Pengembangan Obyek Wisata Di Kabupaten Toba Samosir 29 BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Penerapan AHP dalam Menentukan Prioritas Pengembangan Obyek Wisata Di Kabupaten Toba Samosir Penerapan AHP dalam menentukan prioritas pengembangan obyek wisata dilakukan

Lebih terperinci

VIII. PRIORITAS KEBIJAKAN PEMBERANTASAN ILLEGAL LOGGING DI INDONESIA

VIII. PRIORITAS KEBIJAKAN PEMBERANTASAN ILLEGAL LOGGING DI INDONESIA 114 VIII. PRIORITAS KEBIJAKAN PEMBERANTASAN ILLEGAL LOGGING DI INDONESIA 8.1. Pendahuluan Upaya pemberantasan IL yang dilakukan selama ini belum memberikan efek jera terhadap pelaku IL dan jaringannya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI (Lanjutan)

DAFTAR ISI (Lanjutan) DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISTILAH xviii xviii 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Kesenjangan Penelitian 3 Pertanyaan Penelitian 8 Tujuan Penelitian

Lebih terperinci

repository.unisba.ac.id DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

repository.unisba.ac.id DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iv viii xv xvi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1 1.2 Perumusan Masalah...

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Dalam penelitian mengenai strategi bauran pemasaran pertama kali peneliti akan mempelajari mengenai visi misi dan tujuan perusahaan, dimana perusahaan yang

Lebih terperinci

PEMILIHAN SUPPLIER ALUMINIUM OLEH MAIN KONTRAKTOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

PEMILIHAN SUPPLIER ALUMINIUM OLEH MAIN KONTRAKTOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS PEMILIHAN SUPPLIER ALUMINIUM OLEH MAIN KONTRAKTOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS Mohamad Aulady 1) dan Yudha Pratama 2) 1,2) Program Studi Teknik Sipil FTSP ITATS Jl. Arief Rahman

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN. Data kajian ini dikumpulkan dengan mengambil sampel. Kabupaten Bogor yang mewakili kota besar, dari bulan Mei sampai November

III. METODE KAJIAN. Data kajian ini dikumpulkan dengan mengambil sampel. Kabupaten Bogor yang mewakili kota besar, dari bulan Mei sampai November III. METODE KAJIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Data kajian ini dikumpulkan dengan mengambil sampel pemerintah kabupaten/kota, secara purposif yaitu Kota Bogor yang mewakili kota kecil dan Kabupaten Bogor yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 19 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analytic Hierarchy Process (AHP) Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 70 an ketika di Warston school. Metode AHP merupakan salah

Lebih terperinci

OLEH : TOMI DWICAHYO NRP :

OLEH : TOMI DWICAHYO NRP : OLEH : TOMI DWICAHYO NRP : 4301.100.036 LATAR BELAKANG Kondisi Kab. Blitar merupakan lahan yang kurang subur, hal ini disebabkan daerah tersebut merupakan daerah pegunungan berbatu. Sebagian Kab. Blitar

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analytic Hierarchy Process (AHP) Sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya dikarenakan faktor ketidakpasatian atau ketidaksempurnaan informasi saja. Namun masih terdapat penyebab

Lebih terperinci

Jurnal SISTEMASI, Volume 4, Nomor 3, September 2015 : 54 59

Jurnal SISTEMASI, Volume 4, Nomor 3, September 2015 : 54 59 SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN CALON PEMENANG TENDER PROYEK DENGAN METODE ANALITYC HIERARCHY PROCESS (AHP) PADA DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Saripah, Abdullah Program Studi Sistem

Lebih terperinci

Bab 3 Kerangka Pemecahan Masalah

Bab 3 Kerangka Pemecahan Masalah Bab 3 Kerangka Pemecahan Masalah 3.1. Flowchart Penelitian Agar penelitian ini berjalan dengan sistematis, maka sebelumnya peneliti membuat perencanaan tentang langkah-langkah pemecahan masalah yang akan

Lebih terperinci

Pengertian Metode AHP

Pengertian Metode AHP Pengertian Metode AHP Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan yang kompleks dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Tampilan Hasil Berikut ini dijelaskan tentang tampilan hasil dari sistem pendukung keputusan seleksi pemilihan agen terbaik dengan sistem yang dibangun dapat dilihat sebagai

Lebih terperinci

Penyebaran Kuisioner

Penyebaran Kuisioner Penentuan Sampel 1. Responden pada penelitian ini adalah stakeholders sebagai pembuat keputusan dalam penentuan prioritas penanganan drainase dan exspert dibidangnya. 2. Teknik sampling yang digunakan

Lebih terperinci

5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN

5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN 5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN Dalam bab ini akan membahas mengenai strategi yang akan digunakan dalam pengembangan penyediaan air bersih di pulau kecil, studi kasus Kota Tarakan. Strategi

Lebih terperinci

Analytic Hierarchy Process (AHP)

Analytic Hierarchy Process (AHP) Permasalahan pada AHP didekomposisikan ke dalam hirarki kriteria dan alternatif MASALAH KRITERIA- KRITERIA-2 KRITERIA-n KRITERIA-, KRITERIA-n, ALTERNATIF ALTERNATIF 2 ALTERNATIF m Saya ingin membeli HP

Lebih terperinci

Analytical hierarchy Process

Analytical hierarchy Process Analytical hierarchy Process Pengertian AHP Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. AHP menguraikan masalah multi faktor atau

Lebih terperinci

Sesi XIII AHP (Analytical Hierarchy Process)

Sesi XIII AHP (Analytical Hierarchy Process) Mata Kuliah :: Riset Operasi Kode MK : TKS 4019 Pengampu : Achfas Zacoeb Sesi XIII AHP (Analytical Hierarchy Process) e-mail : zacoeb@ub.ac.id www.zacoeb.lecture.ub.ac.id Hp. 081233978339 Pendahuluan AHP

Lebih terperinci

TEKNIK INTERPRETATIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) UNTUK STRATEGI IMPLEMENTASI MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

TEKNIK INTERPRETATIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) UNTUK STRATEGI IMPLEMENTASI MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Juni 2013 Vol. 2 No.1 Hal : 75-86 ISSN 2302-6308 Available online at: http://umbidharma.org/jipp TEKNIK INTERPRETATIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) UNTUK STRATEGI IMPLEMENTASI

Lebih terperinci

PENDEKATAN ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PENENTUAN URUTAN PENGERJAAN PESANAN PELANGGAN (STUDI KASUS: PT TEMBAGA MULIA SEMANAN)

PENDEKATAN ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PENENTUAN URUTAN PENGERJAAN PESANAN PELANGGAN (STUDI KASUS: PT TEMBAGA MULIA SEMANAN) PEDEKT LITYCL HIERRCHY PROCESS (HP) DLM PEETU URUT PEGERJ PES PELGG (STUDI KSUS: PT TEMBG MULI SEM) urlailah Badariah, Iveline nne Marie, Linda Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas

Lebih terperinci

VIII. STRATEGI ARAHAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN GAS IKUTAN YANG MENGUNTUNGKAN SECARA EKONOMI, EKOLOGI DAN SOSIAL

VIII. STRATEGI ARAHAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN GAS IKUTAN YANG MENGUNTUNGKAN SECARA EKONOMI, EKOLOGI DAN SOSIAL VIII. STRATEGI ARAHAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN GAS IKUTAN YANG MENGUNTUNGKAN SECARA EKONOMI, EKOLOGI DAN SOSIAL Abstrak Besarnya potensi gas yang dimiliki Indonesia dan semakin menurunnya produksi bahan bakar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian Terkait Menurut penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dita Monita seorang mahasiswa program studi teknik informatika dari STMIK Budi Darma Medan

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERUMAHAN DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERUMAHAN DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS ISSN : 2338-4018 SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERUMAHAN DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS Ambar Widayanti (ambarwidayanti@gmail.com) Muhammad Hasbi (hasbb63@yahoo.com) Teguh Susyanto (teguh@sinus.ac.id)

Lebih terperinci

Penerapan Analytical Hierarchy Process (AHP) Dalam Evaluasi Agen Pangkalan LPG 3 kg

Penerapan Analytical Hierarchy Process (AHP) Dalam Evaluasi Agen Pangkalan LPG 3 kg Prosiding INSAHP5 Semarang,14 Mei 2007 ISBN :... Penerapan Analytical Hierarchy Process (AHP) Dalam Evaluasi Agen Pangkalan LPG 3 kg Evi Yuliawati Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

Lebih terperinci

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Definisi AHP (Analytic Hierarchy Process) merupakan suatu model pengambil keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty yang menguraikan masalah multifaktor

Lebih terperinci

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Definisi AHP (Analytic Hierarchy Process) merupakan suatu model pengambil keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty yang menguraikan masalah multifaktor

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Obyek pada penelitian ini adalah CV. Bagiyat Mitra Perkasa. Lokasi

BAB III METODE PENELITIAN. Obyek pada penelitian ini adalah CV. Bagiyat Mitra Perkasa. Lokasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Obyek dan Lokasi Penelitian Obyek pada penelitian ini adalah CV. Bagiyat Mitra Perkasa. Lokasi perusahaan berada di Jalan Taman Srinindito VII/1 Semarang. Perusahaan ini

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang tujuannya untuk menyajikan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperkuat dan mendukung analisis penelitian adalah:

IV METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperkuat dan mendukung analisis penelitian adalah: IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Balai Pengembangan Teknologi (BPT) Mekanisasi Pertanian Jawa Barat yang terletak di Jalan Darmaga Timur Bojongpicung, Cihea,

Lebih terperinci

IX. STRUKTURISASI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KOPI RAKYAT DI KUPK SIDOMULYO, KABUPATEN JEMBER

IX. STRUKTURISASI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KOPI RAKYAT DI KUPK SIDOMULYO, KABUPATEN JEMBER IX. STUKTUISASI PENGEMBANGAN AGOINDUSTI KOPI AKYAT DI KUPK SIDOMULYO, KABUPATEN JEMBE 9.1. Pendahuluan Sistem pengolahan kopi obusta rakyat berbasis produksi bersih yang diupayakan untuk diterapkan di

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR SINGKATAN... viii

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR SINGKATAN... viii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR SINGKATAN... viii 1 PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 3 1.3 Tujuan Penelitian... 5

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Bab ini menjelaskan mengenai metode Analytic Hierarchy Process (AHP) sebagai metode yang digunakan untuk memilih obat terbaik dalam penelitian ini. Disini juga dijelaskan prosedur

Lebih terperinci

MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PENILAIAN DESA DALAM PROGRAM DESA MAJU INHIL JAYA. Muh. Rasyid Ridha

MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PENILAIAN DESA DALAM PROGRAM DESA MAJU INHIL JAYA. Muh. Rasyid Ridha MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PENILAIAN DESA DALAM PROGRAM DESA MAJU INHIL JAYA Muh. Rasyid Ridha Program Studi Sistem Informasi, Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitasi Islam Indragiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Pendukung Keputusan 2.1.1. Definisi Keputusan Keputusan (decision) yaitu pilihan dari dua atau lebih kemungkinan. Keputusan dapat dilihat pada kaitannya dengan proses,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan akan transportasi dan merangsang perkembangan suatu wilayah atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan akan transportasi dan merangsang perkembangan suatu wilayah atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi pada dasarnya mempunyai dua fungsi utama, yaitu melayani kebutuhan akan transportasi dan merangsang perkembangan suatu wilayah atau daerah tertentu. Masalah

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN

RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN Yosep Agus Pranoto Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri

Lebih terperinci

Kata Kunci: Analisis stuktur, kemitraan, agribisnis sayuran

Kata Kunci: Analisis stuktur, kemitraan, agribisnis sayuran ANALISIS STRUKTUR SISTEM KEMITRAAN PEMASARAN AGRIBISNIS SAYURAN (Studi Kasus di Kecamatan Nongkojajar Kabupaten Pasuruan) Teguh Sarwo Aji *) ABSTRAK Pemikiran sistem adalah untuk mencari keterpaduan antar

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data 19 4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Papua Barat. Pemilihan lokasi didasarkan pada pertimbangan bahwa Papua Barat sebagai wilayah yang mempunyai potensi sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Sistem Pendukung Keputusan Pada dasarnya sistem pendukung keputusan merupakan pengembangan lebih lanjut dari sistem informasi manajemen terkomputerisasi. Sistem

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan digunakan dalam penelitian ini, berdasarkan berbagai kajian literatur yang ada.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan digunakan dalam penelitian ini, berdasarkan berbagai kajian literatur yang ada. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan diuraikan secara lebih terperinci tentang kerangka teori dan peralatan analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini, berdasarkan berbagai kajian literatur

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN GURU YANG BERHAK MENERIMA SERTIFIKASI MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN GURU YANG BERHAK MENERIMA SERTIFIKASI MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN GURU YANG BERHAK MENERIMA SERTIFIKASI MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERUMAHAN DENGAN METODE AHP (Analytical Hierarchy Process)

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERUMAHAN DENGAN METODE AHP (Analytical Hierarchy Process) SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERUMAHAN DENGAN METODE AHP (Analytical Hierarchy Process) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Komputer (S.Kom)Pada Jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. lokasi penelitian secara sengaja (purposive) yaitu dengan pertimbangan bahwa

BAB III METODE PENELITIAN. lokasi penelitian secara sengaja (purposive) yaitu dengan pertimbangan bahwa BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Tempat Penelitian Objek penelitian ini adalah strategi pengadaan bahan baku agroindustri ubi jalar di PT Galih Estetika Indonesia Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.

Lebih terperinci

PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENERIMA BEASISWA DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (STUDI KASUS : SMK NEGERI 1 PUGUNG, TANGGAMUS)

PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENERIMA BEASISWA DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (STUDI KASUS : SMK NEGERI 1 PUGUNG, TANGGAMUS) PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENERIMA BEASISWA DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (STUDI KASUS : SMK NEGERI PUGUNG, TANGGAMUS) Nungsiati Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer Jl. Wismarini

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM III.1. Analisis Masalah Siswa berprestasi merupakan dambaan bangsa yang diharapkan untuk menjadi pemimpin ataupun generasi yang dapat memajukan bangsa Indonesia. Namun

Lebih terperinci

ANALISA FAKTOR PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERGURUAN TINGGI TINGKAT SARJANA MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALITICAL HIRARKI PROCESS)

ANALISA FAKTOR PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERGURUAN TINGGI TINGKAT SARJANA MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALITICAL HIRARKI PROCESS) ANALISA FAKTOR PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERGURUAN TINGGI TINGKAT SARJANA MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALITICAL HIRARKI PROCESS) M.Fajar Nurwildani Dosen Prodi Teknik Industri, Universitasa Pancasakti,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. San Diego Hills. Visi dan Misi. Identifikasi gambaran umum perusahaan dan pasar sasaran

METODE PENELITIAN. San Diego Hills. Visi dan Misi. Identifikasi gambaran umum perusahaan dan pasar sasaran 24 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran San Diego Hills Visi dan Misi Identifikasi gambaran umum perusahaan dan pasar sasaran Bauran Pemasaran Perusahaan: 1. Produk 2. Harga 3. Lokasi 4. Promosi

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS 4.1 Pelaksanaan Survai Pelaksanaan survai dilakukan dengan melakukan penyebaran kuesioner kepada responden yang telah ditentukan. Dalam hal penyebaran kuesioner, cara

Lebih terperinci

APLIKASI TEKNIK PEMODELAN INTERPRETASI STRUKTURAL (Interpretive Structural Modeling) Teori dan Pemodelan Sistem

APLIKASI TEKNIK PEMODELAN INTERPRETASI STRUKTURAL (Interpretive Structural Modeling) Teori dan Pemodelan Sistem APLIKASI TEKNIK PEMODELAN INTERPRETASI STRUKTURAL (Interpretive Structural Modeling) Teori dan Pemodelan Sistem 1 Information Cycle NUMBER/ TERMS MIS DATA INFORMATION DSS DECISION ALTERNATIVE MES ACTION

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok, 98 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHICAL PROCESS (AHP) UNTUK PEMILIHAN DOSEN BERPRESTASI DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER

PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHICAL PROCESS (AHP) UNTUK PEMILIHAN DOSEN BERPRESTASI DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHICAL PROCESS (AHP) UNTUK PEMILIHAN DOSEN BERPRESTASI DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER Wiwik Suharso Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM. Konfigurasi Model. Data Pengetahuan Model. Perumusan Strategi Bauran Pemasaran MEKANISME INFERENSI SISTEM PENGOLAHAN TERPUSAT

PEMODELAN SISTEM. Konfigurasi Model. Data Pengetahuan Model. Perumusan Strategi Bauran Pemasaran MEKANISME INFERENSI SISTEM PENGOLAHAN TERPUSAT PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rancang bangun model pengembangan industri kecil jamu dirancang dalam bentuk paket program komputer sistem manajemen ahli yang terdiri dari komponen : sistem manajemen

Lebih terperinci