6 METODE PENELITIAN IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PENGEMBANGAN AGROPOLITAN KONSEP PENGEMBANGAN AGROPOLITAN BERBASIS AGROINDUSTRI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "6 METODE PENELITIAN IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PENGEMBANGAN AGROPOLITAN KONSEP PENGEMBANGAN AGROPOLITAN BERBASIS AGROINDUSTRI"

Transkripsi

1 6 METODE PENELITIAN 6.1 Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Model pengembangan agropolitan yang dibangun adalah agropolitan yang dapat diterapkan dan terjaga keberlangsungannya. Kajian dimulai dengan menyelesaikan permasalahan pengembangan agropolitan yang kemudian menghasilkan suatu konsep pengembangan agropolitan berbasis agroindustri. Konsep tersebut diterapkan ke dalam rekayasa sistem pendukung keputusan intelijen. Kerangka pemikiran penelitian pengembangan agropolitan berbasis agroindustri dapat dilihat pada Gambar 14. KONSEP AGROPOLITAN KONDISI RIIL PENGEMBANGAN AGROPOLITAN IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PENGEMBANGAN AGROPOLITAN KONSEP PENGEMBANGAN AGROPOLITAN BERBASIS AGROINDUSTRI Studi Pustaka PERANCANGAN MODEL PENGEMBANGAN AGROPOLITAN BERBASIS AGROINDUSTRI DENGAN PENDEKATAN SISTEM Komoditi Unggulan Pewilayahan Agropolitan Produk Prospektif Sarana Prasarana Desain Agroindustri Kelembagaan Pengetahuan Pakar MODEL PENGEMBANGAN AGROPOLITAN BERBASIS AGROINDUSTRI Verifikasi dan Validasi KONSEP DAN MODEL PENGEMBANGAN AGROPOLITAN BERBASIS AGROINDUSTRI YANG DIREKOMENDASI Data Kabupaten Probolinggo Gambar 14 Kerangka pemikiran konseptual penelitian 6.2 Kerangka Pemikiran Sistem Pengembangan Agropolitan Pengembangan kawasan agropolitan merupakan suatu usaha pemerataan pembangunan yang diharapkan dapat mengoptimalisasikan pemanfaatan potensi sumberdaya suatu wilayah. Selain itu perencanaan pengembangan kawasan

2 62 agropolitan dengan pendekatan bottom up yang melibatkan seluruh stakeholder akan menjamin keberlangsungan kawasan agropolitan. Untuk itu dalam perencanaan dan pengembangannya diperlukan keterlibatan lintas sektoral. Pengembangan agropolitan merupakan proses yang berorientasi jangka panjang serta memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi. Kompleksitas ini menyangkut: 1) berbagai tujuan dan kepentingan yang dapat saling bertentangan, 2) faktor dan kriteria yang tidak seluruhnya dapat dinyatakan secara kuantitatifnumerik, akan tetapi bersifat kualitatif dan bahkan fuzzy, dan 3) berada pada lingkungan yang dinamis. Selain itu pengembangan agropolitan juga merupakan sistem yang memiliki banyak ketidakpastian, dengan demikian dalam pengembangan agropolitan perlu dilakukan pendekatan sistem, sehingga diperoleh penyelesaian yang utuh dan komperhensif. Kerangka pemikiran sistem pengembangan agropolitan dapat dilihat pada Gambar 15. Karakteristik Pengembangan Agropolitan: Tujuan dan kepentingan kompleks Permasalahan dan preferensi kualitatif dan fuzzy Lingkungan dinamis PENDEKATAN SISTEM Model Komoditi Unggulan Model Pusat Agropolitan Model Agroindustri Prospektif Model Sarana Prasarana Model Kerjasama dan Kelembagaan REKAYASA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN INTELIJEN SISTEM PENGEMBANGAN AGROPOLITAN BERBASIS AGROINDUSTRI Gambar 15 Kerangka pemikiran sistem pengembangan agropolitan Pemusatan wilayah mendukung proses kumulatif pengembangan suatu wilayah sehingga penentuan pusat wilayah sangat penting untuk dilakukan. Wilayah yang akan ditetapkan sebagai pusat agropolitan adalah wilayah dengan potensi kinerja pembangunan (yaitu kinerja ekonomi dan kinerja ekonomi

3 63 pertanian) yang tinggi serta memiliki sumberdaya yang potensial, seperti sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya buatan, dan sumberdaya sosial. Pusat agropolitan dipengaruhi oleh komoditi unggulan yang telah dipilih sebelumnya. Komoditi unggulan ini merupakan komoditi yang memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif, diterima secara sosial masyarakat serta menguntungkan secara ekonomi dan finansial. Agroindustri yang menghasilkan produk prospektif adalah agroindustri yang berbahan baku komoditi unggulan, produknya diterima di pasar, memiliki nilai tambah yang tinggi dan menguntungkan secara finansial. Prasarana seperti fasilitas transportasi, telekomunikasi, dan utilitas untuk selanjutnya ditetapkan agar dapat mendukung pengembangan agropolitan. Kelembagaan dan pola kerjasama, merupakan hal yang penting untuk ditentukan agar sistem berkelanjutan. Hal ini disebabkan karena kelembagaan dapat meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, kapabilitas kelembagaan dan dapat meningkatkan akses masyarakat perdesaan terhadap sumberdaya. Kelembagaan ini termasuk kelembagaan untuk koordinasi vertikal dan horizontal Pendekatan Sistem Pendekatan sistem (system approach) merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan melakukan identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif (Eriyatno 1996). Terdapat tiga tahapan yang harus dilakukan dalam pendekatan sistem, yaitu analisis kebutuhan, formulasi permasalahan, dan identifikasi sistem Analisis Kebutuhan Dalam pengembangan agropolitan berbasis agroindustri terdapat beberapa pihak yang secara langsung maupun secara tidak langsung terlibat di dalamnya. Analisis kebutuhan masing-masing pihak merupakan permulaa pengkajian dari pendekatan suatu system. Pada analisis kebutuhan ditentukan kebutuhan dari pihak-pihak terkait yang merupakan pelaku sistem pengembangan agropolitan, seperti yang diperlihatkan pada Tabel 8.

4 64 Tabel 8 Analisis kebutuhan pengembangan agropolitan berbasis agroindustri No. Pihak Kebutuhan 1 Petani - Harga jual komoditi yang stabil dan layak - Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan - Jaminan Pemasaran - Bimbingan teknis/teknologis 2 Agroindustri - Peningkatan keuntungan perusahaan - Penurunan biaya produksi - Kontinuitas bahan baku - Peningkatan produktifitas - Kemudahan memperoleh kredit dan pinjaman - Kelayakan usaha 3 Dinas Perindustrian dan Perdagangan 4 Dinas Koperasi dan Pembinaan Usaha Kecil Menegah - Peningkatan kualitas komoditi pertanian serta produk olahannya - Peningkatan devisa negara - Peningkatan pangsa pasar dan daya saing produk komoditi Pertanian - Peningkatan kesadaran kehidupan berkoperasi di kalangan petani - Pengembangan usaha koperasi - Peningkatan peran koperasi dalam mensejahterakan masyarakat perdesaan 5 Lembaga Keuangan - Tingkat suku bunga yang memadai - Pengembalian kredit yang lancar - Terjaminnya modal yang diinvestasikan 6 Pemerintah Daerah - Peningkatan lapangan pekerjaan - Peningkatan investasi daerah - Peningkatan sarana dan prasarana daerah 7 Pemerintah Pusat - Pemerataan pembangunan nasional - Peningkatan pertumbuhan perekonomian nasional - Kesejahteraan masyarakat Indonesia 8 Pedagang - Peningkatan keuntungan - Kemudahan dalam kegiatan perdagangan - Harga jual produk yang menguntungkan 9 Masyarakat - Kesempatan kerja - Kelestarian lingkungan terjaga - Peningkatan sarana dan prasarana - Lingkungan sosial budaya terjaga Formulasi Permasalahan Dalam Pengembangan kawasan agropolitan berbasis agroindustri, maka beberapa permasalahan yang harus diputuskan adalah sebagai berikut: a. Penetapan pusat agropolitan yang berfungsi sebagai berikut: - Pasar konsumen produk pertanian - Pusat perdagangan dan transportasi pertanian - Pusat pengolahan produk pertanian - Penyedia pekerjaan non pertanian

5 65 b. Penetapan unit-unit kawasan pengembangan yang berfungsi sebagai berikut: - Pusat Produksi Pertanian - Intensifikasi pertanian - Pusat pendapatan perdesaan dan permintaan untuk barang dan jasa - Produksi pertanian siap jual c. Penetapan agroindustri unggulan dan kemungkinan pengembangannya - Merupakan agroindustri unggulan yang didukung oleh sektor hilirnya - Didukung oleh kegiatan agribisnis yang banyak melibatkan pelaku dan masyarakat yang paling besar (sesuai dengan kearifan lokal) - Keselarasan agroindustri yang ramah lingkungan, sehingga secara sosial mampu memberikan manfaat bagi sebagian besar penduduk sekitar. - Mempunyai skala ekonomi yang memungkinkan untuk dikembangkan dengan orientasi ekspor - Jaminan hasil produksi yang mengandung nilai tambah yang tinggi yang mampu menembus standar kualitas pasar termasuk pasar internasional d. Dukungan infrastruktur Dukungan infrastruktur berupa jaringan jalan, irigasi, sumber-sumber air dan jaringan utilitas (listrik dan telekomunikasi). e. Dukungan sistem kelembagaan - Dukungan kelembagaan pengelola pengembangan kawasan agropolitan yang merupakan bagian dari Pemerintah Daerah - Pengembangan sistem kelembagaan yang mendukung proses kerjasama (kemitraan) yang mampu memberikan tingkat keuntungan yang optimal bagi semua pelaku yang terlibat dalam usaha bersama - Sistem kelembagaan yang mampu merealisasikan konsep kerjasama dalam format agropolitan terpadu yang mampu menata kepemilikan atas asset dari masing-masing pihak yang berpartisipasi, dengan pembagian (distribusi) manfaat yang adil. - Kelembagaan yang mampu mengelola jalannya proses dari hulu hingga akhir perdagangan, melibatkan semua pihak yang berkepentingan

6 Identifikasi Sistem Identifikasi sistem dapat dilakukan dengan cara menggambarkan sistem yang dikaji dalam bentuk diagram input output. Diagram input output pada prinsipnya menggunakan hubungan antar komponen di dalam pengembangan kawasan agropolitan. Diagram tersebut dapat dilihat pada Gambar 16 dan selanjutnya diagram tersebut akan digunakan sebagai dasar pengembangan pemodelan. INPUT LINGKUNGAN: 1. Kebijakan pemerintah (GBHN, Peraturan, UU) 2. Peraturan perdagangan dunia (WTO) 3. Kerjasama ekonomi antar kawasan (AFTA, APEC) INPUT TIDAK TERKENDALI: 1. Permintaan pasar 2. Fluktuasi harga komoditi 3. Tingkat suku bunga 4. Sosial budaya, demografi dan Geografi OUTPUT DIKEHENDAKI: 1. Peningkatan nilai tambah 2. Peningkatan daya saing 3. Peningkatan lapangan kerja 4. Peningkatan investasi / kerjasama 5. Peningkatan pendapatan & kesejahteraan 6. Percepatan pembangunan perdesaan MODEL PENGEMBANGAN AGROPOLITAN BERBASIS AGROINDUSTRI INPUT TERKENDALI : 1. Infrastruktur, sarana dan prasarana 2. Mutu komoditi 3. Teknologi budidaya 4. Teknologi proses produksi 5. Sistem Produksi 6. Pinjaman modal /investasi OUTPUT TIDAK DIKEHENDAKI : 1. Kerusakan lingkungan 2. Kelebihan produksi 3. Produktivitas rendah 4. Kerugian usaha 5. Konflik sosial Manajemen Kawasan Agropolitan Gambar 16 Diagram input output model pengembangan kawasan agropolitan berbasis agroindustri 6.3 Pengembangan Sistem Berdasarkan kerangka pemikiran konseptual pemikiran, diketahui bahwa pendekatan sistem digunakan untuk merekayasa sistem yang dapat membantu dalam pengembangan agropolitan berbasis agroindustri. Untuk mewujudkan hal tersebut maka dilakukan tahapan-tahapan penelitian mengikuti tahapan pengembangan sistem yang diajukan Turban (1990). Tahapan-tahapan tersebut

7 67 adalah sebagai berikut: 1) tahap perencanaan, 2) tahap penelitian, 3) tahap analisis, 4) tahap rekayasa (konstruksi, dan 5) tahap desain, 6) tahap implementasi, dan 7) tahap pemeliharaan Tahap Perencanaan Perencanaan pada dasarnya berkaitan dengan need assessment dan diagnosa masalah. Dalam proses perencanaan, ditentukan tujuan Sistem Pengambilan Keputusan (SPK) intelijen serta keputusan-keputusan kunci (key decision) yang akan digunakan dalam SPK intelijen Tahap Penelitian dan Analisis Data Tahap ini melibatkan identifikasi pendekatan yang relevan untuk mengetahui kebutuhan pemakai dan ketersediaan sumber daya (perangkat keras, perangkat lunak, vendor, sistem, studi-studi dan pengalaman yang berkaitan dengan organisasi lain, dan menelaah riset yang relevan). Pada tahap analisis ditentukan pendekatan terbaik dan sumberdaya spesifik yang diperlukan dalam pelaksanaan sistem, meliputi sumberdaya teknis, staf keuangan dan organisasi Tahap Konstruksi Tahap konstruksi adalah tahapan yang merancang konfigurasi modelmodel pengambilan keputusan, jenis-jenis database, basis pengetahuan dan dialog (user interface) sebagai komponen dari sistem pendukung keputusan intelijen (intelligent decision support sistem) Tahap Desain Spesifikasi detail dari komponen sistem, struktur dan fitur ditentukan dalam tahap ini. Proses desain dibagi dalam bagian-bagian yang berhubungan erat dengan komponen utama SPK intelijen, yaitu sub sistem manajemen basis data, sub sistem manajemen basis model, sub sistem akuisisi pengetahuan, mesin inferensi, dan sub sistem dialog. Dalam proses ini dipilih sarana dan pembangkit perangkat lunak (seperti manajemen basis data dan grafik) yang digunakan.

8 Tahap Validasi dan Implementasi Sistem Validasi operasional sistem merupakan tahapan dari pengembangan sistem yang melakukan pengujian model dengan menggunakan data empiris dan operasional. Validasi operasional merupakan langkah perbaikan dan penyempurnaan model dan sistem yang dikembangkan (Simatupang 1994; Sargent 2007). Pada akhir tahap konstruksi, sistem telah siap untuk diterapkan dalam dunia nyata. Dalam tahap implementasi, beberapa kegiatan perlu dilakukan dalam waktu yang bersamaan sebagai berikut: a. Pengujian data mengenai kinerja sistem dikumpulkan dan dibandingkan dengan spesifikasi desainnya. b. Evaluasi, sistem dievaluasi untuk melihat sejauh mana sistem dapat memenuhi keinginan pengguna. Testing dan evaluasi pada umumnya menciptakan perubahan dalam desain dan konstruksi. Proses ini merupakan proses yang berulang kali (siklus). c. Demonstrasi kemampuan sistem yang telah beroperasi penuh kepada pengguna merupakan tahap yang penting. Dengan demonstrasi, diharapkan pengguna dapat dengan baik menerima sistem. d. Penyebaran sistem yang telah beroperasi penuh kepada seluruh anggota dalam komunitas pengguna. 6.4 Pengumpulan dan Pengolahan Data Pengumpulan dan pengolahan data dilakukan dengan metode studi pustaka dan survei lapangan. Survei lapangan ditujukan untuk memperoleh data primer dengan cara observasi, wawancara dan pengisian kuesioner. Survey pada penelitian ini berorientasi terhadap pengumpulan pengetahuan (knowledge acquisition) atau domain keahlian tertentu dari pakar dan pihak terkait dengan penelitian ini. Hal ini sesuai dengan kaidah yang dianut dalam pengembangan sistem pakar yang merupakan bagian dari SPK intelijen yang direkayasa. Pakar yang dilibatkan dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu: 1) Pakar yang menyelesaikan pendidikan formal S2/S3 pada bidang yang dikaji, 2) pakar yang berpengalaman pada bidang yang dikaji, tetapi memiliki pendidikan formal di bidang lain, 3) pakar yang berpendidikan formal dan berpengalaman pada bidang

9 69 yang dikaji, dan 4) pakar yang berasal dari praktisi di dalam kehidupan sehari-hari (kaya akan pengalaman empiris). Tahap pengumpulan dan pengolahan data dilakukan untuk memvalidasi sistem yang telah dikembangkan sehingga dapat ditentukan pusat agroplitan, komoditi unggulan dan sentra produksinya, produk prospektif berdasarkan potensi pasar, teknologi, nilai tambah dan kelayakan finansialnya, dan kemudian ditentukan pula sarana prasarana serta pola kerjasama atau kelembagaan yang dapat menunjang pengembangan agropolitan. Tahapan pengumpulan dan pengolahan data dapat dilihat pada Gambar 17. MULAI Penentuan Komoditi Tanaman Pangan & Horti Unggulan Alat Analisis: IPE satu peubah Penentuan Produk Agroindustri Prospektif Alat Analisis: Analytical Network Process /ANP Perancangan Agroindustri Prospektif Alat Analisis: forecasting, NPV, IRR, B/C Tidak Layak Ya Pengklasteran Wilayah Agropolitan Alat Analisis: Clustering Analysis Penentuan Pusat Agropolitan & Wilayah Pendukungnya Alat Analisis: Sistem Pakar Penentuan Pola Kelembagaan Alat Analisis: Analytical Network Process Penentuan Prasarana Alat Analisis: IPE dua peubah SELESAI Gambar 17 Diagram alir tahapan pengolahan data Penentuan Komoditi Tanaman Pangan dan Hortikultura Unggulan Pemilihan komoditi unggulan dilakukan terhadap komoditi-komoditi tanaman pangan dan hortikultura dengan menggunakan metode Multi Expert- Multi Criteria Decision Making (ME-MCDM). Seleksi komoditi unggulan dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, sehingga dihasilkan

10 70 komoditi yang diunggulkan dan selanjutnya ditentukan wilayah sentra produksinya. ME-MCDM model Multi Expert-Multi Criteria Decision Making (ME- MCDM) untk pengambilan keputusan dengan banyak kriteria secara berkelompok menggunakan penilaian non-numeric atau linguistic label. Teknik evaluasi pilihan bebas (Independent Preference Evaluation/IPE) merupakan salah satu cara untuk pengambilan keputusan dengan kaidah teori gugus tidak pasti (fuzzy set theory). Teknik tersebut untuk mengevaluasi kesukaan atau pilihan yang dapat ditempuh dengan metode perhitungan non-numerik. Langkah-langkah perhitungan dapat dilihat pada Bab 4 Pendekatan Sistem Penentuan Pusat Agropolitan dan Wilayah Pendukungnya Model Penentuan Pusat Agropolitan menggunakan Clustering Analysis. Cluster analysis merupakan analisis variabel ganda yang dipergunakan untuk mengelompokkan n objek (dalam hal ini kecamatan) menjadi m gerombol (sehingga m<n). Kecamatan-kecamatan dalam gerombol yang sama akan memiliki keragaman yang lebih homogen apabila dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan dalam gerombol yang berlainan. Analisis gerombol dilakukan berdasarkan jarak antar skor total, sehingga kecamatan-kecamatan yang berada dalam cluster memiliki karateristik yang berdekatan. Analisis ini dipergunakan untuk mengelompokkan wilayah-wilayah berdasarkan data tingkat perkembangan dan kinerja perekonomian dan non perekonoian wilayah, tingkat ketimpangan distribusi pendapatan, transformasi struktur, dan potensi sumberdaya wilayah. Dari hasil analisis ini, seluruh kecamatan yang ada di kabupaten Probolinggo dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yang dapat diketahui keunggulan masing-masing kelompok, sehingga dapat diketahui kalster mana yang terbaik dan kemudian dijadikan sebagai pusat agropolitan Analisis Tingkat Perkembangan Aspek Non Ekonomi Analisis perkembangan aspek non ekonomi dilakukan terhadap beberapa variabel dalam aspek sosial dan lingkungan. Indikator-indikator yang digunakan

11 71 untuk mengetahui tingkat perkembangan wilayah dalam aspek sosial meliputi kependudukan, pendidikan dan kesehatan Analisis Pemusatan Ekonomi Wilayah Location quotient merupakan metode analisis yang umum digunakan dalam ekonomi geografi. Analisis ini digunakan untuk menunjukkan lokasi pemusatan aktyivitas dan mengetahui kapasitas ekspor perekonomian wilayah serta kecukupan barang/jasa dari produksi lokal suatu wilayah. Nilai LQ merupakan indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktivitas tertentu dengan pangsa total aktivitas tersebut dalam total aktivitas wilayah atau dapat dikatakan LQ didefinisikan sebagai rasio persentase aktivitas pada sub wilayah terhadap persentase aktivitas total terhadap wilayah yang diamati. Asumsi yang digunakan dalam analisis LQ adalah sebagai berikut: 1) kondisi geografis relatif seragam, 2) aktivitas bersifat seragam, dan 3) setiap aktivitas menghasilkan produk yang seragam. Rumus perhitungan LQ dapat dilihat pada Bab 7 Rekayasa Sistem Analisis Potensi Sumberdaya Wilayah Metode skalogram dipakai untuk menganalisis hirarki pusat-pusat pelayanan berdasarkan ketersediaan infrastruktur atau fasilitas-fasilitas pelayanan yang dimiliki. Asumsi yang digunakan adalah bahwa wilayah yang memiliki rangking tertinggi adalah lokasi yang dapat menjadi pusat pelayanan. Berdasarkan analisis ini dapat ditentukan prioritas pengadaan sarana dan prasarana si setiap unit wilayah yang dianalisis. Indikator yang digunakan dalam analisis skalogram adalah jumlah penduduk, jumlah jenis, jumlah unit serta kualitas fasilitas pelayanan yang dimiliki masing-masing kecamatan Pemilihan Agroindustri Prospektif Pemilihan dan perancangan agroindustri yang menghasilkan produk prospektif dilakukan berdasarkan aspek pemasaran, aspek teknologi, peningkatan nilai tambah, aspek finansial, dan dampak sosial ekonomi masyarakat. Pemilihan agroindustri prospektif dilakukan agar investasi yang direncanakan dapat berjalan

12 72 lancar dan selain akan memberikan peningkatan usaha dan laba perusahaan, diharapkan berdampak secara ekonomis terhadap masyarakat sekitar. Metode yang digunakan untuk pembobotan kriteria dan pembobotan prioritas agroindustri adalah ANP. Metode ANP berguna pada perusahaan besar atau sektor publik yang memerlukan pengambilan keputusan dalam jumlah informasi, interaksi serta feedback yang banyak dan memiliki tingkat kompleksitas tinggi. Sebagai metode pengembangan dari metode AHP, ANP masih menggunakan cara Pairwise Comparison Judgement Matrices (PCJM) antar elemen yang sejenis. Perbandingan berpasangan dalam ANP dilakukan antar elemen dalam komponen/kluster untuk setiap interaksi dalam network Saaty (1996) dan Saaty (2001). Tahap ini dilakukan dengan menganalisis peluang pasar berdasarkan kecenderungan permintaan dan tingkat persaingan pada alternatif produk, kemudian analisis teknologi dilakukan terhadap tingkat investasi dan pengadaannya serta tingkat penguasaan dan penggunaan teknologi. Analisis finansial menggunakan metode NPV, IRR, dan B/C dimana rumus yang digunakan dijelaskan pada Bab Rekayasa Sistem Penentuan Pola Kerjasama dan Kelembagaan Penentuan pola kerjasama dan kelembagaan dilakukan berdasarkan data mengenai budaya masyarakat, kebutuhan masyarakat, dan biaya transformasi ekonomi. Menurut Pranadji (2003), Kebutuhan masyarakat dikaitkan dengan kebutuhan terhadap pengembangan dan adopsi teknologi, kebutuhan terhadap kegiatan ekonomi, kegiatan sosial (pengurangan kesenjangan lapangan kerja, peluang berusaha, dan pemerataan pendapatan), kebutuhan akan kegiatan hukum dan politik, serta kebutuhan akan ekolosistem dan sumberdaya. Menurut Haris (2006), Biaya transformasi ekonomi terdiri dari biaya informasi, biaya negoisasi dan biaya penegakan aturan. Metode yang digunakan untuk pembobotan kriteria dan pembobotan prioritas pola kerjasama dan kelembagaan adalah ANP.

13 Penentuan Penyediaan Sarana dan Prasarana Penentuan penyediaan sarana dan prasarana dilakukan berdasarkan topografi (bukit, lembah, gunung), geologi tanah dan batuan, sistem drainase (persawahan dan pemukiman), meteorologi atau iklim, potensi material (batuan dan pasir), lingkungan hidup dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Data dilengkapi dengan peta jaringan jalan dan sungai, peta land use, dan peta tanah sub wilayah pengembangan Kabupaten. Metode penentuan pengembangan sarana prasarana yang digunakan untuk pembobotan kriteria dan pembobotan prioritas penyediaan sarana dan prasarana adalah dengan pendekatan ME-MCDM menggunakan teknik Independent Preference Evaluation / IPE dua peubah.

7 REKAYASA SISTEM. Intelijensi Mesin inferensi Penalaran /Inference. Pengendalian/Control. Supervisor. Penghubung bahasa natural.

7 REKAYASA SISTEM. Intelijensi Mesin inferensi Penalaran /Inference. Pengendalian/Control. Supervisor. Penghubung bahasa natural. 7 REKAYASA SISTEM 7.1 Konfigurasi Sistem Sistem Pendukung Keputusan Intelijen untuk pengembangan agropolitan berbasis agroindustri dirancang dalam bentuk perangkat lunak komputer Visual Basic versi 6.0

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran 62 BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Agroindustri sutera alam merupakan industri pengolahan yang mentransformasikan bahan baku kokon (hasil pemeliharaan ulat sutera) menjadi benang, kain sutera,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 61 HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem manajemen ahli model SPK agroindustri biodiesel berbasis kelapa sawit terdiri dari tiga komponen utama yaitu sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis pengetahuan

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM

BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM 83 BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM 5.1. Konfigurasi Model Analisis sistem pada Bab IV memperlihatkan bahwa pengembangan agroindustri sutera melibatkan berbagai komponen dengan kebutuhan yang beragam,

Lebih terperinci

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS Formatted: Swedish (Sweden) Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 menunjukkan bahwa sistem kemitraan setara usaha agroindustri

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rekayasa sistem kelembagaan penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda,

Lebih terperinci

4.1 Sistem Pendukung Keputusan (SPK)

4.1 Sistem Pendukung Keputusan (SPK) 4 PENDEKATAN SISTEM Pendekatan sistem adalah pendekatan terpadu yang memandang suatu objek atau masalah yang kompleks dan bersifat interdisiplin sebagai bagian dari suatu sistem. Pendekatan sistem mencoba

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor. Di bawah bimbingan SETIADI DJOHAR dan IDQAN FAHMI. Sektor pertanian bukan merupakan sektor

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 67 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Kakao merupakan komoditas ekspor unggulan non-migas yang bernilai ekonomi tinggi dan tercatat sebagai penyumbang devisa bagi perekonomian nasional. Ekspor produk

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 66 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian perancangan model pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri dilakukan berdasarkan sebuah kerangka berpikir logis. Gambaran kerangka

Lebih terperinci

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren.

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren. 44 V. PEMODELAN SISTEM Dalam analisis sistem perencanaan pengembangan agroindustri aren di Sulawesi Utara menunjukkan bahwa terdapat berbagai pihak yang terlibat dan berperan didalam sistem tersebut. Pihak-pihak

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN BAB III METODE KAJIAN Pengambilan data primer berupa data gapoktan dan kuesioner AHP terhadap pakar dilakukan dari tanggal 16 Maret sampai dengan 29 April 2013. Data gapoktan diambil dari gapoktan penerima

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA SISTEM

BAB IV ANALISA SISTEM 71 BAB IV ANALISA SISTEM 4.1. Analisa Situasional Agroindustri Sutera Agroindustri sutera merupakan industri pengolahan yang menghasilkan sutera dengan menggunakan bahan baku kokon yaitu kepompong dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Wilayah dan Pembangunan wilayah Budiharsono (2001) menyebutkan bahwa ruang atau kawasan sangat penting dalam pembangunan wilayah.

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1 Kerangka Pemikiran Konseptual

IV. METODOLOGI 4.1 Kerangka Pemikiran Konseptual IV. METODOLOGI 4.1 Kerangka Pemikiran Konseptual Pendekatan klaster industri telah ditetapkan sebagai strategi pengembangan industri nasional dalam Undang-undang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004

Lebih terperinci

METODA PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian

METODA PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian IV. METODA PENELITIAN 4.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Komoditi sapi potong merupakan sumber daya lokal yang sangat potensial dikembangkan di Sumatera Barat. Pengembangan sapi potong di Sumatera

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL

PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL VI. PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Pengembangan Agroindustri Manggis dirancang dan dikembangkan dalam suatu paket perangkat lunak ng diberi nama mangosteen

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 20 3. METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian Pengembangan agroindustri udang merupakan hal yang sangat penting dalam siklus rantai komoditas udang. Pentingnya keberadaan agroindustri udang

Lebih terperinci

Sistem Manajemen Basis Data

Sistem Manajemen Basis Data 85 KONFIGURASI MODEL Hasil analisis sistem menunjukkan bahwa sistem pengembangan Agrokakao bersifat kompleks, dinamis, dan probabilistik. Hal tersebut ditunjukkan oleh banyaknya pelaku yang terlibat dalam

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agroindustri suatu daerah diarahkan untuk menjamin pemanfaatan hasil pertanian secara optimal dengan memberikan nilai tambah melalui keterkaitan antara budidaya,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Penelitian perancangan model pengukuran kinerja sebuah sistem klaster agroindustri hasil laut dilakukan dengan berbagai dasar dan harapan dapat dijadikan sebagai perangkat bantuan untuk pengelolaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Provinsi Jawa Timur. Penetapan lokasi penelitian didasarkan atas pertimbangan mempunyai potensi yang memungkinkan untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan.

PENDAHULUAN. memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan. PENDAHULUAN Latar Belakang Sejarah menunjukkan bahwa sektor pertanian di Indonesia telah memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Beberapa peran penting sektor pertanian antara

Lebih terperinci

PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan

PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember www.adamjulian.net Pengembangan Kawasan Pertanian Industrial

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 08 Teknik Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Tata Ruang Tujuan Sosialisasi Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik ik & Lingkungan,

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN 42 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Kerangka Pemikiran Pemerintah daerah Sumatera Barat dalam rangka desentralisasi dan otonomi daerah melakukan upaya memperbaiki perekonomian dengan menfokuskan pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data 19 4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Papua Barat. Pemilihan lokasi didasarkan pada pertimbangan bahwa Papua Barat sebagai wilayah yang mempunyai potensi sumber

Lebih terperinci

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era otonomi daerah, pembangunan ekonomi menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam daerah maupun faktor eksternal, seperti masalah kesenjangan dan isu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli

III. METODE PENELITIAN. Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian pendirian agroindustri berbasis ikan dilaksanakan di Kabupaten Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan

Lebih terperinci

IV. PEMODELAN SISTEM. A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01

IV. PEMODELAN SISTEM. A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01 IV. PEMODELAN SISTEM A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01 Sistem penunjang keputusan pengarah kebijakan strategi pemasaran dirancang dalam suatu perangkat lunak yang dinamakan EssDSS 01 (Sistem Penunjang Keputusan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah merupakan tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan wilayah tersebut dengan meningkatkan pemanfaatan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Agropolitan Ciwidey yang meliputi Kecamatan Pasirjambu, Kecamatan Ciwidey dan Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung.

Lebih terperinci

I.1. Latar Belakang strategi Permasalahan Dari sisi pertanian

I.1. Latar Belakang strategi  Permasalahan Dari sisi pertanian 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sebagai industri yang mengolah hasil pertanian, yang menggunakan dan memberi nilai tambah pada produk pertanian secara berkelanjutan maka agroindustri merupakan tumpuan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Pada pembiayaan investasi pola musyarakah, hasil laba operasional usaha dibagi antar investor dengan menggunakan nisbah tertentu. Ketidakpastian tingkat hasil laba

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko.

RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko. RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, 2005. Analisis Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan Agribisnis di Kabupaten Dompu Propinsi Nusa Tenggara Barat. Di Bawah bimbingan E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko.

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN Peningkatan luas lahan perkebunan kelapa sawit telah mampu meningkatkan kuantitas produksi minyak sawit mentah dan minyak inti sawit dan menempatkan

Lebih terperinci

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN VII. HASIL DAN PEMBAHASAN 7.1 PROGRAM UTAMA mangosteen 1.0 Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Pengembangan Agroindustri Manggis dirancang dalam sebuah paket program bernaman mangosteen 1.0. Model mangosteen

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1) Penelitian yang dilakukan dengan pendekatan sistem menghasilkan Model Strategi Pengembangan

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PERSYARATAN PRODUK

BAB I PERSYARATAN PRODUK BAB I PERSYARATAN PRODUK I.1 Pendahuluan Pesatnya perkembangan teknologi dewasa ini membuat banyak pihak merasakan manfaat yang luar biasa. Bukan hanya sebagai pelengkap kebutuhan manusia, namun keberadaan

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung

Lebih terperinci

A. KERANGKA PEMIKIRAN

A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Agroindustri sutera alam terutama untuk produk turunannnya berupa kokon, benang sutera, dan kain merupakan suatu usaha yang menjanjikan. Walaupun iklim dan kondisi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data-data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan gabungan antara data primer dan data sekunder. Data primer mencakup hasil penggalian pendapat atau

Lebih terperinci

AGROINTEK Volume 7, No.2 Agustus

AGROINTEK Volume 7, No.2 Agustus AGROINTEK Volume 7, No.2 Agustus 2013 103 PENENTUAN LOKASI INDUSTRI PALA PAPUA BERDASARKAN PROSES HIERARKI ANALITIK (ANALYTIC HIERARCHY PROCESS ) DAN APLIKASI SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN (SPK) DI KABUPATEN

Lebih terperinci

3 KERANGKA PEMIKIRAN

3 KERANGKA PEMIKIRAN 12 ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas basis tanaman pangan. Tahap ketiga adalah penentuan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan oleh para stakeholder dengan metode Analytical Hierarchy

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI KABUPATEN REJANG LEBONG BUPATI REJANG LEBONG,

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI KABUPATEN REJANG LEBONG BUPATI REJANG LEBONG, PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI KABUPATEN REJANG LEBONG BUPATI REJANG LEBONG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendorong percepatan

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN 76 VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN Sistem pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara terdiri atas sistem lokasi unggulan, industri inti unggulan, produk unggulan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Transmigrasi pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan daerah sebagai upaya untuk mempercepat pembangunan, terutama di kawasan yang

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MAHAKAM ULU TEMA RKPD PROV KALTIM 2018 PENGUATAN EKONOMI MASYRAKAT MENUJU KESEJAHTERAAN YANG ADIL DAN MERATA

PEMERINTAH KABUPATEN MAHAKAM ULU TEMA RKPD PROV KALTIM 2018 PENGUATAN EKONOMI MASYRAKAT MENUJU KESEJAHTERAAN YANG ADIL DAN MERATA PEMERINTAH KABUPATEN MAHAKAM ULU TEMA RKPD PROV KALTIM 2018 PENGUATAN EKONOMI MASYRAKAT MENUJU KESEJAHTERAAN YANG ADIL DAN MERATA Strategi dan Program Prioritas Penguatan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Mahulu

Lebih terperinci

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian. 3.2 Jenis, Sumber dan Metode Analisis Data

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian. 3.2 Jenis, Sumber dan Metode Analisis Data 13 3 METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi wilayah Kabupaten yang mencakup 10 kecamatan. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 6 bulan yaitu dari bulan Mei sampai Oktober

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan sistem yang melibatkan parameterparameter penting yang diperlukan dalam pengambilan keputusan pengembangan agroindustri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan dan hubungan fungsional berupa perencanaan dan pengelolaan

Lebih terperinci

CUPLIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN : VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN

CUPLIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN : VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN CUPLIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN 2001-2004: VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN Visi Pembangunan Pertanian Visi pembangunan pertanian dirumuskan sebagai : Terwujudnya masyarakat yang sejahtera

Lebih terperinci

ANALISA SISTEM. Analisa Situasional

ANALISA SISTEM. Analisa Situasional ANALISA SISTEM Metodologi sistem didasari oleh tiga pola pikir dasar keilmuan tentang sistem, yaitu (1) sibernetik, atau berorientasi pada tujuan. Pendekatan sistem dimulai dengan penetapan tujuan melalui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, dengan batasan waktu data dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Pertimbangan pemilihan lokasi kajian antar

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 55 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Membangun agroindustri yang tangguh dan berdaya saing tinggi seharusnya dimulai dengan membangun sistem jaringan rantai pasokan yang tangguh dan saling menguntungkan

Lebih terperinci

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE 257 11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE 11.1 Pendahuluan Perikanan tangkap merupakan salah satu aktivitas ekonomi yang sangat kompleks, sehingga tantangan untuk memelihara

Lebih terperinci

METODOLOGI Kerangka Pemikiran

METODOLOGI Kerangka Pemikiran METODOLOGI Kerangka Pemikiran Penelitian ini dilakukan dalam rangka mendorong pengembangan industri rumput laut secara berkelanjutan melalui pendekatan klaster. Penelitian ini bermaksud merancang suatu

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian.

METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan

Lebih terperinci

REKAYASA SISTEM PENUNJANG MANAJEMEN PRODUKSI BERSIH AGROINDUSTRI KARET REMAH. Konfigurasi Model

REKAYASA SISTEM PENUNJANG MANAJEMEN PRODUKSI BERSIH AGROINDUSTRI KARET REMAH. Konfigurasi Model 97 REKAYASA SISTEM PENUNJANG MANAJEMEN PRODUKSI BERSIH AGROINDUSTRI KARET REMAH Konfigurasi Model Model untuk sistem penunjang manajemen produksi bersih agroindustri karet remah dirancang dalam satu paket

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2014 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Perencanaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perikanan tangkap pada hakekatnya ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan, sekaligus untuk menjaga kelestarian

Lebih terperinci

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel 54 ANALISIS SISTEM Sistem pengembangan agroindustri biodiesel berbasis kelapa seperti halnya agroindustri lainnya memiliki hubungan antar elemen yang relatif kompleks dan saling ketergantungan dalam pengelolaannya.

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH 5.1 Sasaran Pokok dan Arah Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang Untuk Masing masing Misi Arah pembangunan jangka panjang Kabupaten Lamongan tahun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah seyogyanya bertumpuh pada sumberdaya lokal yang dimiliki dan aktivitas ekonomi yang mampu melibatkan dan menghidupi sebagian besar penduduk. Pemanfaatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Manajemen risiko rantai pasok melalui pendekatan distribusi risiko (Risk Sharing) merupakan proses yang kompleks. Kompleksitas lingkungan tempat keputusan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran

3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran 65 3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Permasalahan utama yang dihadapi industri gula nasional yaitu rendahnya kinerja khususnya produktivitas dan efisiensi pabrik gula. Untuk menyelesaikan permasalahan

Lebih terperinci

IX STRATEGI PENGELOLAAN USDT BERKELANJUTAN

IX STRATEGI PENGELOLAAN USDT BERKELANJUTAN 185 IX STRATEGI PENGELOLAAN USDT BERKELANJUTAN 9.1 Karakteristik Responden Dalam rangka pengambilan keputusan maka perlu dilakukan Analytical Hierarchy Process (AHP) Pengelolaan Usahatani Sayuran Dataran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 40 III. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Perencanaan dan pembangunan suatu daerah haruslah disesuaikan dengan potensi yang dimiliki daerah bersangkutan dan inilah kunci keberhasilan program pengembangan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBENTUKAN SENTRA HASIL HUTAN BUKAN KAYU UNGGULAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN 8.1. Rekomendasi Kebijakan Umum Rekomendasi kebijakan dalam rangka memperkuat pembangunan perdesaan di Kabupaten Bogor adalah: 1. Pengembangan Usaha Ekonomi Masyarakat, adalah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Metode Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Juni hingga September 2011.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN. merumuskan kebijakan pemerintah di bidang penanaman modal, baik dari dalam

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN. merumuskan kebijakan pemerintah di bidang penanaman modal, baik dari dalam BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN 3.1. Riwayat Perusahaan Badan Koordinasi Penanaman Modal (Investment Coordinating Board) adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen Indonesia yang bertugas untuk merumuskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Impian pemerintah dalam hal pemenuhan kebutuhan daging Sapi dan Kerbau domestik tidak pernah berhenti. Tercatat bahwa telah tiga kali ini pemerintah mengupayakan supaya

Lebih terperinci

2.8 Kerangka Pemikiran Penelitian Hipotesis.. 28

2.8 Kerangka Pemikiran Penelitian Hipotesis.. 28 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN PRAKATA DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN.. ix INTISARI... x ABSTRACK... xi I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN 5.1. Visi Proses Pembangunan Kabupaten Musi Rawas lima tahun ke depan tidak bisa dilepaskan dari capaian kinerja lima tahun terakhir, selain telah menghasilkan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran

METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sistem pasokan bahan baku dalam suatu agroindustri merupakan salah satu faktor yang penting untuk menjaga kelangsungan proses produksi. Sistem pasokan ini merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari. pembangunan Nasional yang bertujuan untuk mewujudkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari. pembangunan Nasional yang bertujuan untuk mewujudkan I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan Nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undangundang

Lebih terperinci

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM 48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN TEKNOLOGI TERHADAP PERKEMBANGAN KLASTER PADI ORGANIK KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: A. ARU HADI EKA SAYOGA L2D

PENGARUH PERUBAHAN TEKNOLOGI TERHADAP PERKEMBANGAN KLASTER PADI ORGANIK KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: A. ARU HADI EKA SAYOGA L2D PENGARUH PERUBAHAN TEKNOLOGI TERHADAP PERKEMBANGAN KLASTER PADI ORGANIK KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: A. ARU HADI EKA SAYOGA L2D 003 322 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Hermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan,

Hermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembagunan pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5.1 Kinerja Rantai Pasok Kinerja rantai pasok merupakan ukuran kinerja secara keseluruhan rantai pasok tersebut (Chopra

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

Materi Pengantar Agroindustri

Materi Pengantar Agroindustri Materi Pengantar Agroindustri Sistem Informasi Terpadu (Hulu Hilir) Sistem Informasi dalam Pengembangan Agroindustri Sistem Efisiensi dan Produktivitas Kelayakan Pengembangan Agroindustri Studi Kasus Pengembangan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Sesuai dengan amanat Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Kubu Raya Tahun 2009-2029, bahwa RPJMD

Lebih terperinci