III. LANDASAN TEORITIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. LANDASAN TEORITIS"

Transkripsi

1 III. LANDASAN TEORITIS 3.1. Quality Function Deployment (QFD) QFD dikembangkan pertama kali oleh Mitsubishi s Kobe Shipyard sebagai cara menjabarkan harapan konsumen, selanjutnya secara sistematis diterjemahkan ke dalam proses internal (Zairi, 1994). Konsep yang mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan konsumen pada pengembangan produk, melahirkan disiplin untuk menjamin persyaratan mutu (Ansari dan Modarress, 1994). QFD memungkinkan integrasi perekayasaan guna menjamin efektivitas biaya pada setiap bagian proses guna menghasilkan produk bermutu. Pelaksanaan QFD melalui penjabaran sejumlah persyaratan mutu dengan informasi berasal dari konsumen. Persyaratan dimaksud kemudian ditempatkan pada bagian horizontal yang disebut tabel konsumen dari rumah mutu. Bagian vertikal dari matriks rumah mutu, berisi informasi teknis berdasarkan masukan konsumen yang disebut tabel teknis (Marimin, 2004). Dengan hubungan matriks antara elemen persyaratan mutu dengan spesifikasi teknikal dan membandingkan antara masing-masing elemen spesifikasi teknik maka dapat dikaji secara terstruktur dan konsisten proses yang relevan dalam mewujudkan mutu sebagaimana diharapkan konsumen. Tujuan penjabaran harapan konsumen terhadap tanaman obat dimaksudkan untuk memperoleh kriteria mutu agar dapat diterjemahkan kedalam pengelolaan dan pengendalian proses. Pengumpulan data dilaksanakan melalui wawancara petani, pengumpul dan wakil industri yang telah memahami persyaratan mutu, dan proses mewujudkkan mutu serta keterkaitan antar proses. Responden menilai aspek mana yang memberikan pengaruh kuat hingga lemah dalam mewujudkan atribut mutu kemudian menghubungkan antara aspek proses dan atribut mutu dengan nilai yang sudah ditetapkan.

2 Terlebih dahulu ditanyakan kepada responden persyaratan konsumen dengan menggunakan pembobotan. Bobot merupakan nilai preferensi dengan sifat : 0 W e 1 dimana W e = bobot ke e dan e = 1,2, k k e= 1 W e = 1 Pemberian bobot dilakukan secara langsung pada setiap kriteria, yang dilakukan oleh orang yang mengerti, dan berpengalaman. Penentuan bobot dilakukan dengan melakukan perubahan urutan menjadi nilai dimana urutan pertama dengan tingkat yang tertinggi dan urutan kedua dengan tingkat di bawahnya demikian seterusnya (Maarif, 2003). Bilamana terdapat beberapa kriteria keputusan maka urutan 1 mempunyai nilai = k 1 dan seterusnya. Formula penentuan bobot adalah sebagai berikut : We = k e= 1 n j= 1 λej λej n j= 1 eej untuk e = 1,2, k λej = nilai tujuan ke λ oleh pakar ke j. Jumlah pakar = n e ej = nilai ke e oleh pakar ke j Bobot kriteria ke 1 = (nilai urutan 1* jumlah pakar yang memberikan nilai pada urutan 1) + ( nilai urutan 2 * jumlah pakar yang memberikan nilai pada urutan 2 ) + (nilai urutan ke n* jumlah pakar yang memberikan nilai dari urutan n ) dibagi dengan (nilai urutan 1 * jumlah pakar yang memberikan nilai dari urutan 1 tersebut dan seterusnya) dijumlahkan sampai urutan ke n untuk seluruh kriteria. Rumah mutu sebagaimana pada gambar 4, terdiri dari lajur tabel konsumen yang memberikan penilaian atas atribut produk berdasarkan

3 persyaratan konsumen. Kolom horisontal terdiri dari daftar proses yang relevan atau aspek teknikal yang berkaitan dengan persyaratan konsumen. Kombinasi atau matriks hubungan antara teknikal dan persyaratan konsumen akan menggunakan simbol-simbol seperti : = hubungan kuat = hubungan sedang = hubungan sangat lemah Matrik korelasi pada atap digunakan untuk mengidentifikasikan persyaratan teknikal mana yang saling mendukung satu sama lain di dalam desain produk. Pemberian simbol pada matrik korelasi terdiri dari : ++ = hubungan proses berkorelasi sangat erat + = hubungan proses berkorelasi erat Pada lajur paling kanan dignakan untuk mengukur kinerja teknik lyakni dengan membandingkan antara target dan realisasi. Hasil akhir matriks adalah nilai target untuk setiap persyaratan teknikal, dengan demikian pengambil keputusan dari internal organisasi dapat terfokus dan menerapkan langkah implementasi yang tepat dalam mewujudkan atribut produk sebagaimana dikehendaki melalui peryaratan konsumen.

4 MATRIKS KORELASI DESAIN ATRIBUT (HOW) H A R A P A N K O N S U M E N B O B O T HUBUNGAN HARAPAN KONSUMEN DAN DESAIN ATRIBUT (HUBUNGAN MATRIKS) PENILAIAN KOMPETITIF KONSUMEN BENCHMARK UKURAN KINERJA/ TECHNICAL IMPORTANCE RATING Gambar 4. Rumah mutu (Bounds, 1994); Marimin, 2004). Berdasarkan hasil preferensi konsumen, terdapat tiga elemen mutu sebagai persyaratan bahan baku yakni : (1) mutu bahan baku, (2) kemampuan pasokan dan (3) kemampuan teknis pengelolaan Sub-elemen mutu bahan terbagi atas : (K1) kadar air, (K2) kebersihan dari cemaran kotoran, tanah, ranting, (K3) kandungan metabolit sekunder. Pengertian elemen kemampuan pasokan menunjukkan sejauh mana pemasok sanggup memenuhi jadwal dan jumlah pasokan. Pedagang pengumpul dan industri cenderung menanyakan elemen tersebut sebagai dasar perencanaan pengadaan bahan baku dan produksi.

5 Kemampuan pasokan terurai dalam sub elemen : (L1) kontinuitas pasokan, dan (L2) jumlah pasokan. Elemen pengelolaan menunjukkan kondisi operasional usaha pengadaan bahan baku pemasok sebagai cermin profesionalitas. Walaupun kemampuan pengelolaan jarang dipergunakan sebagai penentu seleksi pemasok bahan baku, tetapi pemasok yang berkemampuan mengelola sesuai harapan industri memiliki nilai tambah dan berpeluang lebih diperhatikan. Dalam menjalin kemitraan jangka panjang, pihak pembeli dimungkinkan melakukan tinjauan pengecekan hingga ke lokasi pengolahan bahan baku sehingga calon pembeli dapat melihat sejauh mana kesiapan pemasok. Kemampuan teknis terdiri atas sub-elemen : (T1) ketersediaan alat dan (T2) kemampuan sumber daya manusia. Aplikasi diawali dengan meminta pendapat responden mengenai urutan kepentingan atau prioritas dari pertanyaan yang telah disajikan dan pendapat responden kemudian diolah sehingga menghasilkan bobot sub elemen. Berdasarkan masukan dari wawancara responden ahli diperoleh masukan karakteristik proses ditinjau dari sepuluh aspek teknikal atau operasi (AO) sebagai berikut : AO1. pembersihan AO6. penyimpanan AO2. pencucian AO7. pengemasan AO3. pengirisan AO8. pengelolaan lahan AO4. pengeringan AO9. pengelolaan dana AO5. pemilahan AO10.pengelolaan operasional Responden diminta memberikan pendapat atas perbandingan berpasangan antara harapan terhadap pasokan tanaman obat dan aspek teknis operasi dengan memberikan nilai 10 mewakili hubungan kuat. Nilai tersebut memberikan pengertian aspek teknis sangat berpengaruh mewujudkan harapan konsumen, nilai 5 mewakili hubungan sedang, 3 mewakili hubungan lemah, 1 mewakili hubungan sangat lemah dan 0 tidak ada hubungan sama

6 sekali. Responden ahli berasal dari pihak industri yang mengerti mengenai persyaratan tanaman obat, pengumpul dan petani yang masing-masing diajukan pertanyaan yang sama. Dari aplikasi QFD tersebut, menjadi masukan merancang desain fungsi dari lembaga jaringan yang dapat menjadi perhatian dan pembelajaran bagi anggota sehingga produk yang dihasilkan memenuhi peryaratan konsumen Interpretative Structural Modeling (ISM) Kompleksitas rantai pasokan bahan baku agroindustri farmasi dengan kerumitan interaksi antar elemen dan dinamika masing-masing aktor dipandang strategis didekati dengan pendekatan kesisteman. Pertanyaan dan pemikiran kritis digali guna memahami harapan berbagai pihak dan konflik kepentingan yang timbul. Teknik ISM digunakan sebagai proses pengkajian kelompok di mana model struktural dihasilkan untuk memotret sistem yang kompleks melalui pola yang dirancang secara seksama dengan grafis dan kalimat (Eriyatno,1999). Struktur diperlukan untuk menjelaskan pemahaman pokok kajian dari sistem yang berjenjang. Penentuan tingkat jenjang didasarkan atas lima kriteria, yakni (1) kekuatan pengikat, (2) frekuensi relatif terhadap guncangan, (3) konteks, (4) liputan tingkat dan (5) hubungan fungsional. Kemudian program yang telah disusun secara berjenjang itu, dibagi menjadi elemen-elemen. Menurut Saxena (1992), dalam Eriyatno (1999), program dapat dibagi menjadi sembilan elemen yakni : a) Sektor masyarakat yang terpenuhi b) Kebutuhan program c) Kendala d) Perubahan yang dimungkinkan e) Tujuan program f) Tolok ukur penilaian tujuan g) Aktivitas yang akan dilaksanakan h) Ukuran aktivitas i) Lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program

7 Elemen-elemen tersebut dijabarkan dalam sub-elemen yang berasal dari masukan pakar. Selanjutnya ditetapkan hubungan kontekstual antar sub elemen tersebut, kemudian disusun SSIM atau Structural Self Interaction Matrix. Penyusunan SSIM menggunakan simbol V,A, X dan O yaitu : V adalah e ij = 1 dan e ji = 0 A adalah e ij = 0 dan e ji = 1 X adalah e ij = 1 dan e ji = 1 O adalah e ij = 0 dan e ji = 0 Simbol 1 mengandung pengertian terdapat hubungan kontekstual antar elemen i dan j yang diperbandingkan, sedangkan simbol 0 tidak terdapat hubungan kontestual di antara elemen i dan j. Hubungan kontekstual dapat berupa : (a) pembandingan komperatif, (b) pernyataan, (c) pengaruh, (d) keruangan, (e) waktu. Perhitungan aturan Transivity dilakukan untuk mengoreksi SSIM sampai matriks menjadi tepat dan tertutup, bilamana : A mempengaruhi B B mempengaruhi C Sehingga seharusnya A mempengaruhi C Tabel Reachability Matrix dibuat untuk menggambarkan ada tidaknya hubungan satu arah antar sub-elemen yang satu dengan lainnya, setelah dilakukan pengecekan menggunakan Transivity. Hasil revisi SSIM dan matriks yang memenuhi aturan Transivity ini diolah untuk menetapkan pilihan jenjang. Hasil pengolahan diklasifikasikan dalam empat sektor :

8 Sektor 1 Weak Driver Weak Dependent Variable ( Autonomous ). Variabel sektor ini umumnya tidak berkaitan dengan sistem atau mungkin mempunyai hubungan sedikit, meskipun hubungan tersebut bisa saja kuat. Sektor 2 Weak Driver Strongly Dependent Variable (Dependent). Umumnya variabel bersifat tidak bebas. Sektor 3 Strong Driver Strongly Dependent Variable (Linkage). Variabel sektor ini harus dikaji secara hati hati, sebab hubungan antar variabel tidak stabil. Setiap tindakan pada variabel tersebut akan memberikan dampak terhadap lainnya. Sektor 4 Strong Driver Weak Dependent Variable ( Independent ). Merupakan variabel bebas, sebagai sisa dari sistem. Pengolahan pendapat responden dilakukan menggunakan alat bantu program ISM terbagai atas daftar pakar, analisis pakar, survei, hasil survei, dan resume survei dengan penjelasan sebagai berikut : 1) menu daftar pakar, berisi identifikasi responden yang akan memberikan pendapat, 2) menu analisis pakar, untuk menjabarkan sub elemen dari setiap elemen yang akan dikaji, 3) menu survei, menampung pendapat pakar 4) hasil survei, menampilkan struktur hirarki pendapat dan dependence driver power. Analisis elemen ISM meliputi : tujuan, perubahan yang diinginkan, kendala program, dan aktivitas program Analytical Hierarchy Process (AHP) Kehidupan yang semakin kompleks dengan berbagai interaksi dan saling ketergantungan di antara berbagai faktor memerlukan pendekatan yang dapat mewakili situasi tersebut. Cara memandang masalah dalam suatu kerangka teroganisir tetapi kompleks, memungkinkan adanya interaksi dan saling ketergantungan antar faktor.

9 AHP yang dikembangkan oleh Saaty (1993), merupakan metode untuk memecahkan situasi kompleks dan tidak berstruktur tersebut ke dalam komponen-komponen yang tersusun secara hirarki, baik struktural maupun fungsional. AHP memberikan satu model tunggal yang mudah dimengerti, untuk aneka ragam persoalan tak berstuktur, memadukan ancangan deduktif dan ancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks. Proses sistemik AHP memungkinkan pengambil keputusan mempelajari interaksi dari komponen-komponen yang telah disusun dalam hirarki secara simultan. Keharusan untuk memberikan nilai numerik pada setiap variabel masalah akan membantu pengambil keputusan mempertahankan pola pikir yang kohesif dan mencapai suatu kesimpulan. Sistem yang kompleks dapat mudah dipahami bilamana dipecah menjadi berbagai elemen dan elemen tersebut disusun secara hirakis. Hirarki melibatkan pengindentifikasian elemen suatu persoalan, pengelompokan elemen-elemen ke dalam kumpulan yang homogen dan menata kumpulan pada tingkat yang berbeda. Terdapat dua macam hirarki, struktural dan fungsional. Pada hirarki struktural, sistem yang kompleks disusun ke dalam komponen pokoknya dengan urutan menurun menurut sifat struktural. Sedangkan hirarki fungsional menguraikan sistem yang kompleks menjadi elemen elemen pokok menurut hubungan esensial. Penyusunan secara hirarkis AHP mencerminkan pemilahan elemen sistem dalam beberapa tingkat yang berlainan dan pengelompokan unsur serupa pada setiap tingkat. Setiap perangkat elemen dalam hirarki fungsional menduduki satu tingkat hirarki. Tingkat puncak yang disebut fokus, hanya terdiri atas satu elemen yaitu sasaran keseluruhan yang sifatnya luas. Pada tingkat berikutnya masing masing dapat memiliki beberapa elemen, meskipun jumlahnya biasanya kecil antara lima dan sembilan. Elemen-elemen dari suatu tingkat akan dibandingkan satu dengan lainnya terhadap kriteria yang berada di tingkat atas, sehingga elemenelemen pada setiap tingkat harus dari derajat besaran yang sama. Selain

10 identifikasi faktor penting dalam struktur hirarki, juga diperlukan cara untuk memutuskan apakah faktor mempunyai pengaruh yang sama terhadap hasil atau apakah sebagian boleh diabaikan. Unit dasar analisis adalah perbandingan berpasangan dengan hubungan a ji =1/a ij. Bilamana matriks menunjukkan a ij = 5 berarti aktivitas i penting dan sangat penting dibandingkan dengan aktivitas j. Ancangan dalam menyusun hirarki tergantung pada jenis keputusan yang perlu diambil. Jika persoalannya memilih alternatif, dapat dimulai dari tingkat dasar dengan menderetkan semua alternatif. Tingkat berikutnya harus terdiri atas kriteria untuk mempertimbangkan alternatif tersebut dan tingkat puncak terdiri atas satu elemen saja yakni fokus tujuan menyeluruh. Selain itu, AHP juga memberi peluang menguji konsistensi penilai. Bilamana terjadi penyimpangan terlalu jauh, maka penilaian perlu diperbaiki atau hirarki distruktur ulang (Marimin, 2004). Skala banding berpasangan menurut Saaty dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 7. Skala Banding Berpasangan pada AHP Intensitas Definisi Keterangan 1 Kedua elemen sama penting Dua elemen menyumbang sama besar pada sifat tersebut 3 Elemen yang satu sedikit Pengalaman dan pertimbangan lebih penting dibanding sedikit mendukung satu lainnya elemen atas lainnya 5 Elemen yang satu penting atau sangat penting dibanding elemen lain 7 Satu elemen jelas lebih penting dari elemen lainnya 9 Satu elemen mutlak lebih penting dibanding elemen lainnya 2,4,6,8 Nilai-nilai di antara dua pertimbangan yang berdekatan. Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat mendukung satu elemen atas elemen lainnya. Satu elemen dengan kuat didukung, dan terlihat dominan pada praktek. Bukti yang mendukung elemen yang satu atas lainnya memiliki tingkat penegasan atau yang mungkin menguatkan. Kompromi diperlukan antara dua pertimbangan. Kebalikan : Jika aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i.

11 AHP juga dapat dipergunakan bagi penyelesaian masalah konflik. Menurut Saaty (1993), terlebih dahulu dilakukan identifikasi dari pihak pihak yang berkonflik, sasaran dan keingingan masing-masing pihak, solusi yang diharapkan, asumsi cara yang diinginkan oleh masing-masing pihak terutma dalam pandangannya terhadap pentingnya sasaran dan hasil. Namun, pemecahan masalah konflik dan pencarian informasi dari berbagai pihak yang terlibat resiko memungkinkan terjadinya bias dalam memahami situasi. Tabtabai dan Thomas (2004), menyatakan perlunya terlebih dahulu memformulasikan masalah keputusan pada struktur hirarki. Setelah hirarki dibangun, maka mulai memprioritaskan prosedur untuk menetapkan kepentingan relatif dari elemen dalam masing-masing tingkat hirarki. Contoh tingkat hirarki AHP dapat dilihat sebagaimana gambar 5. Tingkat I FOKUS FOKUS Tingkat 2 SKENARIO SKENARIO 1 SKENARIO 2 SKENARIO 3 Tingkat 3 FAKTOR FAKTOR 1 FAKTOR 2 FAKTOR 3 FAKTOR 4 FAKTOR 5 Tingkat 4 ALTERNATIF ALTERNATIF 1 ALTERNATIF 2 ALTERNATIF 3 ALTERNATIF 4 Gambar 5. Struktur hirarki AHP. Elemen setiap tingkat diatur dalam kelompok yang homogen dan dibandingkan dengan perhatian terhadap kepentingan dalam membuat keputusan yang penuh pertimbangan. Perbandingan dari dua elemen mana yang lebih penting dengan memperhatikan (with respect to) kriteria pada

12 tingkat yang lebih atas menggunakan skala 1 9. Pengalihan bentuk verbal diterjemahkan dalam angka absolut 1, 3, 5, 7 dan 9 dengan 2, 4, 6 dan 8 sebagai nilai tengah/ antara di antara dua pertimbangan yang berdekatan. Perbandingan rating untuk masing-masing tingkat dimulai dari atas hirarki ke bawah. Ketika membandingkan elemen A dengan B, apabila A lebih penting maka angkat tertinggi diterakan, kemudian B menjadi angka sebaliknya. Menurut Saaty, menjadi penting untuk mengetahui konsistensi penetapan keputusan para pengambil keputusan. Mencapai tingkat konsistensi sempurna memang sulit, tetapi sebaliknya konsistensi yang rendah juga akan merefleksikan pertimbangan yang tidak fokus. Konsistensi ini menjadi penting guna memperoleh hasil yang sahih pada dunia nyata. Rasio konsistensi menjadi parameter yang digunakan untuk memeriksa perbandingan berpasangan telah dilakukan konsekuen. Rasio konsistensi (CR) diperoleh dengan pembagian indeks konsistensi dibagi indeks random atau CR = CI/ RI. Nilai CR seharusnya tidak lebih dari 0, Analytical Network Process (ANP) Analytical Network Process (ANP) merupakan generasi lanjutan pendekatan AHP yang dikembangkan oleh Saaty. ANP menjawab kondisi bahwa nilai dan pendapat antar individu sangat bervariasi dan dibutuhkan suatu pengetahuan baru untuk membantu mencapai objektivitas dan universalitas. Menurut Saaty, banyak keputusan tidak dapat distrukturkan secara hirarki karena melibatkan interaksi dan ketergantungan mulai dari elemen yang tinggi hingga elemen paling rendah. ANP ini dimaksudkan untuk membuat model permasalahan yang tidak terstruktur dalam bidang ekonomi, sosial maupun manajemen. Perbedaan dengan AHP bahwa struktur ANP terdiri atas ketergantungan antar elemen di dalam komponen (inner dependence) dan dari ketergantungan antar elemen dari komponen di luar (outer dependence) dan terdapat hirarki kontrol. Hirarki kontrol pada pendekatan ANP sangat penting. Hirarki ini lebih berupa jaringan.

13 Kriteria pada hirarki kontrol digunakan untuk membandingkan komponen-komponen yang biasanya merupakan kriteria utama. Sedangkan sub-kriteria digunakan untuk membandingkan elemen komponen. Dengan demikian kriteria untuk komponen lebih luas dibanding sub-kriteria untuk elemen komponen. Dengan kata lain, kriteria digunakan untuk membandingkan komponen sistem. Jaringan dalam ANP memungkinkan menampilkan beberapa elemen secara terfokus pada awal proses dan akhir seperti pada AHP. Gambaran bagaimana ketergantungan antar elemen pada ANP dapat dilihat pada gambar 6 berikut ini. Komponen sumber Komponen sumber (lingkar umpan balik) Komponen antara Komponen tersembunyi Gambar 6. Ketergantungan antar elemen dalam ANP (Saaty, 1996). ANP merupakan struktur non linear terdiri dari sumber, siklus dan looping yang memiliki prioritas, tidak hanya pada elemen tetapi juga pada komponen atau klaster. ANP merupakan teori nilai matematik yang didasarkan pada skala rasio secara berpasangan. Masing-masing skala rasio menunjukkan perbandingan berpasangan antar elemen di dalam suatu komponen, dan dengan elemen di luar komponen. Elemen yang tidak memberikan pengaruh pada elemen lain memberikan nilai nol. Hasil perbandingan diwujudkan dalam bentuk matriks vertikal dan horizontal, bersifat stokhastik yang disebut supermatriks. Guna meninjau

14 semua faktor dan kriteria yang digunakan dan keterkaitannya satu sama lain diperlukan pendekatan holistik. Pendekatan ANP akan mengukur pengaruh dominan elemen yang harus memenuhi standar atau kriteria. Bentuk pertanyaan yang diajukan kepada pakar dalam perbandingan berpasangan adalah : mana yang lebih berpengaruh antara komponen atau elemen, berdasarkan kriteria kontrol dibandingkan dengan kandungan komponen atau elemen yang lain? Hasil analisis supermatrik ANP menghasilkan nilai BCOR (benefit, cost, opportunity dan risk) dimana pengambilan keputusan merupakan proses berdasarkan pertimbangan yang menguntungkan dan merugikan. Pertimbangan yang menguntungkan disebut sebagai manfaat dan pertimbangan yang merugikan disebut sebagai biaya. Selain itu juga dipertimbangkan adanya kemungkinan positif di masa datang yang disebut peluang dan kemungkinan negatif disebut resiko Penilaian Investasi Pengambilan keputusan untuk program sistem pasokan bahan baku berbasis jaringan, harus didasarkan pada pertimbangan kelayakan finansial sehingga program layak atau tidak untuk dilaksanakan. Beberapa parameter yang digunakan adalah : a. Payback Period (PBP) b. Net Present Value (NPV) c. Benefit-Cost Ratio (B/C) d. Internal Rate of Return (IRR) a. Metode Payback Period Payback period merupakan periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran suatu investasi dengan mengunakan aliran kas masuk neto yang diperoleh. Terlebih dahulu dijabarkan seluruh biaya dan kemungkinan penyusutan bahan baku yang berkorelasi pada biaya. Kemudian arus kas masuk dijabarkan berdasarkan perkiraan penjualan bahan baku yang telah diolah lebih lanjut. Arus kas masuk netto

15 diperhitungkan setelah pengeluaran pajak dan penyusutan. Formula mencari payback periode adalah : PBP = Nilai Investasi Aliran kas masuk x 1 tahun Rumus ini dipergunakan bilamana aliran kas masuk tetap setiap tahun. Bilamana aliran kas masuk tidak sama, maka sisa investasi yang belum kembali diperhitungan dengan aliran kas masuk netto pada tahun berikutnya sehingga PBP terdiri atas tahun di mana aliran kas netto yang telah berhasil ditutup ditambah total bulan sisa nilai investasi, dapat ditutup secara proporsional. b. Metode Net Present Value ( NPV) Metode PBP memiliki kelemahan karena tidak memperhitungkan nilai waktu uang, padahal uang memiliki nilai yang berbeda apabila waktu memperolehnya berbeda. Hal ini dikarenakan faktor diskonto berupa bunga dan biaya modal yang lain. Metode NPV akan mengakomodasikan kedua hal tersebut. Metode NPV mencari selisih nilai sekarang dari aliran kas netto dengan nilai sekarang dari suatu investasi. NPV n = t= 0 At I t ( 1+ i) 0 A t I o r t = Aliran kas netto pada periode ke t = Nilai Investasi = Discount rate = Jangka waktu proyek investasi / umur proyek investasi

16 c. Metode Benefit Cost Ratio (B/C) Metode Benefit Cost Ratio atau Profitability Index merupakan metode yang memiliki hasil keputusan sama dengan metode NPV. Apabila suatu proyek investasi diterima, maka akan diterima pula jika dihitung dengan menggunakan formula. Suatu usulan proyek investasi akan diterima atau layak apabila > 1. Formula yang dipergunakan dalam menghitung B/C adalah : B / C = Total PV dari arus kas bersih Investasi d. Metode Internal Rate of Return ( IRR ) Metode Internal Rate of Return merupakan metode penilaian investasi untuk mencari tingkat bunga (discount rate) yang menyamakan nilai sekarang dari aliran kas neto ( Present Value of Proceeds ) dan investasi (Initial Outlays). Pada saat IRR tercapai, maka NPV sama dengan nol. Pengambilan keputusan menggunakan metode IRR akan sejalan dengan perhitungan menggunakan metode NPV walaupun kadang kadang terjadi pertentangan antara kedua metode tersebut. IRR dapat dihitung dengan rumus NPVrk IRR = rk + TPVrk TPVrb ( rb rk) IRR = Internal Rate of Return rk = tingkat bunga yang rendah rb = tingkat bunga yang tinggi PV rk = present value dari arus kas netto pada tingkat bunga kecil PV rb = present value dari arus kas netto pada tingkat bunga besar

III. LANDASAN TEORETIS

III. LANDASAN TEORETIS III. LANDASAN TEORETIS 1. Pemodelan Deskriptif dengan Metode ISM (Interpretative Structural Modeling) Eriyatno (1999) mengemukakan bahwa dalam proses perencanaan strategik seringkali para penyusunnya terjebak

Lebih terperinci

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kajian Usaha pengolahan pindang ikan dipengaruhi 2 (dua) faktor penting yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi aspek produksi, manajerial,

Lebih terperinci

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren.

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren. 44 V. PEMODELAN SISTEM Dalam analisis sistem perencanaan pengembangan agroindustri aren di Sulawesi Utara menunjukkan bahwa terdapat berbagai pihak yang terlibat dan berperan didalam sistem tersebut. Pihak-pihak

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Kerangka Pemikiran

IV. METODOLOGI 4.1. Kerangka Pemikiran IV. METODOLOGI 4.1. Kerangka Pemikiran Manajemen rantai pasokan berkembang menjadi langkah strategis yang menyinergikan pemasaran, pabrikasi, dan pengadaan dalam suatu hubungan yang kompleks dalam rangkaian

Lebih terperinci

3.2 METODE PERBANDINGAN EKSPONENSIAL

3.2 METODE PERBANDINGAN EKSPONENSIAL III. LANDASAN TEORI 3.1 TEKNIK HEURISTIK Teknik heuristik adalah suatu cara mendekati suatu permasalahan yang kompleks ke dalam komponen-komponen yang lebih sederhana untuk mendapatkan hubungan-hubungan

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rekayasa sistem kelembagaan penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran 62 BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Agroindustri sutera alam merupakan industri pengolahan yang mentransformasikan bahan baku kokon (hasil pemeliharaan ulat sutera) menjadi benang, kain sutera,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 14 LANDASAN TEORI 2.1 Proses Hierarki Analitik 2.1.1 Pengenalan Proses Hierarki Analitik Proses Hierarki Analitik (Analytical Hierarchy Process AHP) dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton

Lebih terperinci

Bab 7 Teknik Penganggaran Modal (Bagian 2)

Bab 7 Teknik Penganggaran Modal (Bagian 2) M a n a j e m e n K e u a n g a n 103 Bab 7 Teknik Penganggaran Modal (Bagian 2) Mahasiswa diharapkan dapat memahami, menghitung, dan menjelaskan mengenai penggunaan teknik penganggaran modal yaitu Accounting

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian 36 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian dipilih secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa daerah

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperkuat dan mendukung analisis penelitian adalah:

IV METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperkuat dan mendukung analisis penelitian adalah: IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Balai Pengembangan Teknologi (BPT) Mekanisasi Pertanian Jawa Barat yang terletak di Jalan Darmaga Timur Bojongpicung, Cihea,

Lebih terperinci

III. LANDASAN TEORI A. PERENCANAAN PROYEK INVESTASI

III. LANDASAN TEORI A. PERENCANAAN PROYEK INVESTASI III. LANDASAN TEORI A. PERENCANAAN PROYEK INVESTASI Menurut Khadariah (986), proyek adalah suatu keseluruhan kegiatan yang menggunakan sumber-sumber untuk memperoleh manfaat (benefit), atau suatu kegiatan

Lebih terperinci

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS Untuk memperkenalkan AHP, lihat contoh masalah keputusan berikut: Sebuah kawasan menghadapi kemungkinan urbanisasi yang mempengaruhi lingkungan. Tindakan apa yang harus dilakukan

Lebih terperinci

Bab 6 Teknik Penganggaran Modal (Bagian 1)

Bab 6 Teknik Penganggaran Modal (Bagian 1) M a n a j e m e n K e u a n g a n 96 Bab 6 Teknik Penganggaran Modal (Bagian 1) Mahasiswa diharapkan dapat memahami, menghitung, dan menjelaskan mengenai penggunaan teknik penganggaran modal yaitu Payback

Lebih terperinci

IV. PEMODELAN SISTEM. A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01

IV. PEMODELAN SISTEM. A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01 IV. PEMODELAN SISTEM A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01 Sistem penunjang keputusan pengarah kebijakan strategi pemasaran dirancang dalam suatu perangkat lunak yang dinamakan EssDSS 01 (Sistem Penunjang Keputusan

Lebih terperinci

BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM

BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM 83 BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM 5.1. Konfigurasi Model Analisis sistem pada Bab IV memperlihatkan bahwa pengembangan agroindustri sutera melibatkan berbagai komponen dengan kebutuhan yang beragam,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vendor Dalam arti harfiahnya, vendor adalah penjual. Namun vendor memiliki artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam industri yang menghubungkan

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL

PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL VI. PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Pengembangan Agroindustri Manggis dirancang dan dikembangkan dalam suatu paket perangkat lunak ng diberi nama mangosteen

Lebih terperinci

PENERAPAN TEKNIK INTERPRETIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) DAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

PENERAPAN TEKNIK INTERPRETIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) DAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) PENERAPAN TEKNIK INTERPRETIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) DAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Heri Apriyanto NRP. P062100201 Dadang Subarna NRP. P062100081 Prima Jiwa Osly NRP. P062100141 Program Studi

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN 27 III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Penelitian ini dilakukan berdasarkan pendekatan ilmiah dengan kerangka berfikir logis. Kajian strategi pengembangan agroindustri bioetanol

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 18 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan September-November 2010 di Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Pemerintahan Aceh

Lebih terperinci

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS Formatted: Swedish (Sweden) Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 menunjukkan bahwa sistem kemitraan setara usaha agroindustri

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data-data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan gabungan antara data primer dan data sekunder. Data primer mencakup hasil penggalian pendapat atau

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM. Konfigurasi Model. Data Pengetahuan Model. Perumusan Strategi Bauran Pemasaran MEKANISME INFERENSI SISTEM PENGOLAHAN TERPUSAT

PEMODELAN SISTEM. Konfigurasi Model. Data Pengetahuan Model. Perumusan Strategi Bauran Pemasaran MEKANISME INFERENSI SISTEM PENGOLAHAN TERPUSAT PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rancang bangun model pengembangan industri kecil jamu dirancang dalam bentuk paket program komputer sistem manajemen ahli yang terdiri dari komponen : sistem manajemen

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan Pemerintah Daerah Kota Bogor dan lingkungan industri Kota Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pembangunan daerah merupakan langkah yang ditempuh dalam mewujudkan visi dan misi yang ingin dicapai oleh Kota Depok, pembangunan daerah memiliki

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 16 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Usaha pengembangan kerupuk Ichtiar merupakan suatu usaha yang didirikan dengan tujuan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Melihat dari adanya peluang

Lebih terperinci

III. PELAKSANAAN TUGAS AKHIR

III. PELAKSANAAN TUGAS AKHIR 26 III. PELAKSANAAN TUGAS AKHIR A. Lokasi, Waktu dan Pembiayaan 1. Lokasi Kajian Kajian tugas akhir ini dengan studi kasus pada kelompok Bunga Air Aqua Plantindo yang berlokasi di Ciawi Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. KERANGKA TEORI 2.1.1. Pengertian Studi Kelayakan Bisnis Studi Kelayakan bisnis adalah suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang kegiatan atau usaha atau bisnis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual III. METODE PENELITIAN Nilai tambah yang tinggi yang diperoleh melalui pengolahan cokelat menjadi berbagai produk cokelat, seperti cokelat batangan merupakan suatu peluang

Lebih terperinci

PEMILIHAN LOKASI PERGURUAN TINGGI SWASTA DI JAWA BARAT BERDASARKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Oleh : RATNA IMANIRA SOFIANI, SSi

PEMILIHAN LOKASI PERGURUAN TINGGI SWASTA DI JAWA BARAT BERDASARKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Oleh : RATNA IMANIRA SOFIANI, SSi PEMILIHAN LOKASI PERGURUAN TINGGI SWASTA DI JAWA BARAT BERDASARKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Oleh : RATNA IMANIRA SOFIANI, SSi ABSTRAK Tulisan ini memaparkan tentang penerapan Analitycal

Lebih terperinci

Ada tiga prinsip dasar dalam proses hirarki analitik, yaitu : secara hirarkis, yaitu memecah-mecah persoalan menjadi unsur-unsur yang terpisah-pisah.

Ada tiga prinsip dasar dalam proses hirarki analitik, yaitu : secara hirarkis, yaitu memecah-mecah persoalan menjadi unsur-unsur yang terpisah-pisah. 3. LANDASAN TEORI 3.1. Analytical Hierarchy Process Ai?nl~?rcnl Hrermc/?j9 P~~ocess (AHP) atau Proses Hirarki Analitik (PHA) ditujukan untuk membuat suatu model pel-inasalahan yang tidak mempunyai struktur

Lebih terperinci

Mata Kuliah - Kewirausahaan II-

Mata Kuliah - Kewirausahaan II- Mata Kuliah - Kewirausahaan II- Modul ke: Analisa Investasi dalam Berwirausaha Fakultas FIKOM Ardhariksa Z, M.Med.Kom Program Studi Marketing Communication and Advertising www.mercubuana.ac.id Evaluasi

Lebih terperinci

ANALISIS DATA Metode Pembobotan AHP

ANALISIS DATA Metode Pembobotan AHP ANALISIS DATA Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan konsumen dan pakar serta tinjauan langsung ke lapangan, dianalisa menggunakan metode yang berbeda-beda sesuai kebutuhan dan kepentingannya.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran PT NIC merupakan perusahaan yang memproduksi roti tawar spesial (RTS). Permintaan RTS menunjukkan bahwa dari tahun 2009 ke tahun 2010 meningkat sebanyak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. lokasi penelitian secara sengaja (purposive) yaitu dengan pertimbangan bahwa

BAB III METODE PENELITIAN. lokasi penelitian secara sengaja (purposive) yaitu dengan pertimbangan bahwa BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Tempat Penelitian Objek penelitian ini adalah strategi pengadaan bahan baku agroindustri ubi jalar di PT Galih Estetika Indonesia Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Proyek Kegiatan proyek dapat diartikan sebagai satu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang tujuannya untuk menyajikan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 56 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dipaparkan mengenai perancangan penelitian yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam penulisan ini. Penelitian ini memiliki 2 (dua) tujuan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) ini dilaksanakan di PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat pada

Lebih terperinci

5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN

5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN 5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN Dalam bab ini akan membahas mengenai strategi yang akan digunakan dalam pengembangan penyediaan air bersih di pulau kecil, studi kasus Kota Tarakan. Strategi

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN 47 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Meningkatnya aktivitas perkotaan seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi masyarakat yang kemudian diikuti dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk akan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Studi Kelayakan Bisnis 2.1.1 Pengertian Studi Kelayakan Bisnis Kata bisnis berasal dari bahasa Inggris busy yang artinya sibuk, sedangkan business artinya kesibukan. Bisnis dalam

Lebih terperinci

BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN

BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN 23 BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN 4.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 4.1.1 Studi Kelayakan Usaha Proyek atau usaha merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan manfaat (benefit) dengan menggunakan sumberdaya

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN BISNIS METODE PEMIILIHAN INVESTASI IRR, PI, NPV, DISCOUNT PI

STUDI KELAYAKAN BISNIS METODE PEMIILIHAN INVESTASI IRR, PI, NPV, DISCOUNT PI STUDI KELAYAKAN BISNIS METODE PEMIILIHAN INVESTASI IRR, PI, NPV, DISCOUNT PI Putri Irene Kanny Putri_irene@staff.gunadarma.ac.id POKOK BAHASAN Konsep nilai waktu uang Kriteria investasi IRR, PI, NPV, discount

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Agrifarm, yang terletak di desa Cihideung Udik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

Makalah Analisis Bisnis dan Studi Kelayakan Usaha

Makalah Analisis Bisnis dan Studi Kelayakan Usaha Makalah Analisis Bisnis dan Studi Kelayakan Usaha ANALISIS BISNIS DAN STUDI KELAYAKAN USAHA MAKALAH ARTI PENTING DAN ANALISIS DALAM STUDI KELAYAKAN BISNIS OLEH ALI SUDIRMAN KELAS REGULER 3 SEMESTER 5 KATA

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam suatu bentuk kesatuan dengan mempergunakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ini dilakukan di Dapur Geulis yang merupakan salah satu restoran di Kota Bogor. Penelitian ini dimulai dengan melakukan identifikasi bauran pemasaran

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pengelolaan pengadaan paprika, yaitu pelaku-pelaku dalam pengadaan paprika,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pengelolaan pengadaan paprika, yaitu pelaku-pelaku dalam pengadaan paprika, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Tempat Penelitian Objek yang diteliti dalam penelitian ini antara lain adalah sistem pengelolaan pengadaan paprika, yaitu pelakupelaku dalam pengadaan paprika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dewasa ini ditandai dengan semakin. meningkatnya persaingan yang ketat di berbagai bidang usaha, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dewasa ini ditandai dengan semakin. meningkatnya persaingan yang ketat di berbagai bidang usaha, hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia usaha dewasa ini ditandai dengan semakin meningkatnya persaingan yang ketat di berbagai bidang usaha, hal ini menyebabkan banyak perusahaan

Lebih terperinci

PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI

PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI Dwi Nurul Izzhati Fakultas Teknik, Universitas Dian Nuswantoro, Semarang 50131 E-mail : dwinurul@dosen.dinus.ac.id

Lebih terperinci

PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODA ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (STUDI KASUS DI PT. EWINDO BANDUNG)

PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODA ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (STUDI KASUS DI PT. EWINDO BANDUNG) PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODA ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (STUDI KASUS DI PT. EWINDO BANDUNG) Hendang Setyo Rukmi Hari Adianto Dhevi Avianti Teknik Industri Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi

BAB III METODE PENELITIAN. Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi 23 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di industri pembuatan tempe UD. Tigo Putro di Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI Sistem Manajemen Ahli

LANDASAN TEORI Sistem Manajemen Ahli LANDASAN TEORI Sistem Manajemen Ahli Para pengambil keputusan sering dihadapkan pada tantangan baik internal dan eksternal yang semakin komplek. Semakin banyaknya informasi pada satu sisi memberikan keuntungan

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Menurut Surakhmad, (1994: ), metode deskriptif analisis, yaitu metode

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Menurut Surakhmad, (1994: ), metode deskriptif analisis, yaitu metode BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Metodelogi Penelitian Menurut Surakhmad, (1994:140-143), metode deskriptif analisis, yaitu metode yang memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. budidaya perikanan, hasil tangkapan, hingga hasil tambaknya (Anonim, 2012).

I. PENDAHULUAN. budidaya perikanan, hasil tangkapan, hingga hasil tambaknya (Anonim, 2012). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah potensial penghasil perikanan dan telah menyokong produksi perikanan nasional sebanyak 40 persen, mulai dari budidaya

Lebih terperinci

II. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN II. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan kumpulan teori yang digunakan dalam penelitian. Teori-teori ini berkaitan erat dengan permasalahan yang ada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor mulai Desember 2010 Maret 2011. 3.2 Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014.

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014. II. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014. Tempat Pengambilan sampel harga pokok produksi kopi luwak dilakukan di usaha agroindustri

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Perubahan lingkungan internal dan eksternal menuntut perusahaan untuk meningkatkan keunggulan kompetitif agar dapat bertahan dan berkembang. Disaat perusahaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis, yaitu suatu metode penelitian mengenai gambaran lengkap tentang hal-hal

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pengembangan agroindustri kelapa sawit sebagai strategi pembangunan nasional merupakan suatu keniscayaan guna memperkecil kesenjangan pembangunan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah : III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Kelayakan Investasi Pengertian Proyek pertanian menurut Gittinger (1986) adalah kegiatan usaha yang rumit karena penggunaan sumberdaya

Lebih terperinci

III METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Penentuan Metode Destilasi Minyak Pala

III METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Penentuan Metode Destilasi Minyak Pala 50 III METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian 3.1.1 Penentuan Metode Destilasi Minyak Pala a. Penentuan Kriteria dan Alternatif : Diperlukan data primer berupa kriteria yang digunakan dalam pemilihan

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUTUSAN INVESTASI (CAPITAL BUDGETING) Disampaikan Oleh Ervita safitri, S.E., M.Si

ANALISIS KEPUTUSAN INVESTASI (CAPITAL BUDGETING) Disampaikan Oleh Ervita safitri, S.E., M.Si ANALISIS KEPUTUSAN INVESTASI (CAPITAL BUDGETING) Disampaikan Oleh Ervita safitri, S.E., M.Si PENDAHULUAN Keputusan investasi yang dilakukan perusahaan sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup perusahaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang semakin berkembang saat ini, di mana ditunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang semakin berkembang saat ini, di mana ditunjukkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia usaha yang semakin berkembang saat ini, di mana ditunjukkan dengan meningkatnya persaingan yang ketat di berbagai sektor industri baik dalam industri yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Makan Sudi Mampir di Kecamatan Bone Pantai Kabupaten Bone Bolango. Waktu penelitian adalah bulan April sampai

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI Analytial Hierarchy Process (AHP) Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP)

BAB 2 LANDASAN TEORI Analytial Hierarchy Process (AHP) Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP) BAB 2 LANDASAN TEORI 2 1 Analytial Hierarchy Process (AHP) 2 1 1 Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP) Metode AHP merupakan salah satu metode pengambilan keputusan yang menggunakan faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. keripik pisang Kondang Jaya binaan koperasi BMT Al-Ikhlaas. yang terletak di

BAB IV METODE PENELITIAN. keripik pisang Kondang Jaya binaan koperasi BMT Al-Ikhlaas. yang terletak di 135 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian merupakan studi kasus yang dilakukan pada suatu usaha kecil keripik pisang Kondang Jaya binaan koperasi BMT Al-Ikhlaas. yang terletak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Bab ini menjelaskan mengenai metode Analytic Hierarchy Process (AHP) sebagai metode yang digunakan untuk memilih obat terbaik dalam penelitian ini. Disini juga dijelaskan prosedur

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu B. Metode Kerja 1. Pengumpulan data

III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu B. Metode Kerja 1. Pengumpulan data 15 III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu Pengambilan data dilakukan di PT. Mitra Bangun Cemerlang yang terletak di JL. Raya Kukun Cadas km 1,7 Kampung Pangondokan, Kelurahan Kutabaru, Kecamatan Pasar

Lebih terperinci

KONSEP DAN METODE PENILAIAN INVESTASI

KONSEP DAN METODE PENILAIAN INVESTASI KONSEP DAN METODE PENILAIAN INVESTASI 4.1. KONSEP INVESTASI Penganggaran modal adalah merupakan keputusan investasi jangka panjang, yang pada umumnya menyangkut pengeluaran yang besar yang akan memberikan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Bisnis Studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis aspek finansial bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan.

Lebih terperinci

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP)

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP) BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK 3.1 Pengertian Proses Hierarki Analitik Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP) pertama kali dikembangkan oleh Thomas Lorie Saaty dari Wharton

Lebih terperinci

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT Multi-Attribute Decision Making (MADM) Permasalahan untuk pencarian terhadap solusi terbaik dari sejumlah alternatif dapat dilakukan dengan beberapa teknik,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. San Diego Hills. Visi dan Misi. Identifikasi gambaran umum perusahaan dan pasar sasaran

METODE PENELITIAN. San Diego Hills. Visi dan Misi. Identifikasi gambaran umum perusahaan dan pasar sasaran 24 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran San Diego Hills Visi dan Misi Identifikasi gambaran umum perusahaan dan pasar sasaran Bauran Pemasaran Perusahaan: 1. Produk 2. Harga 3. Lokasi 4. Promosi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Analisis Kelayakan Usaha Analisis Kelayakan Usaha atau disebut juga feasibility study adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN BISNIS PADA USAHA TOKO BIN AGIL DI JALAN RAYA CONDET, JAKARTA TIMUR : MUAMMAL IRZAD NPM :

STUDI KELAYAKAN BISNIS PADA USAHA TOKO BIN AGIL DI JALAN RAYA CONDET, JAKARTA TIMUR : MUAMMAL IRZAD NPM : STUDI KELAYAKAN BISNIS PADA USAHA TOKO BIN AGIL DI JALAN RAYA CONDET, JAKARTA TIMUR NAMA : MUAMMAL IRZAD NPM : 14212737 JURUSAN : MANAJEMEN DOSEN PEMBIMBING : BUDI UTAMI, SE., MM Latar Belakang Perdagangan

Lebih terperinci

Pertemuan 12 Investasi dan Penganggaran Modal

Pertemuan 12 Investasi dan Penganggaran Modal Pertemuan 12 Investasi dan Penganggaran Modal Disarikan Gitman dan Sumber lain yang relevan Pendahuluan Investasi merupakan penanaman kembali dana yang dimiliki oleh perusahaan ke dalam suatu aset dengan

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 2013

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 2013 Analisis Terhadap Kendala Utama Serta Perubahan yang Dimungkinkan dari Pengelolaan Lingkungan di Kawasan Ziarah Umat Katholik Gua Maria Kerep Ambarawa Ari Wibowo 1) *, Boedi Hendrarto 2), Agus Hadiyarto

Lebih terperinci

ANALISIS INVESTASI BUDI SULISTYO

ANALISIS INVESTASI BUDI SULISTYO ANALISIS INVESTASI BUDI SULISTYO ASPEK INVESTASI UU & PERATURAN BIDANG USAHA STRATEGI BISNIS KEBIJAKAN PASAR LINGKUNGAN INVESTASI KEUANGAN TEKNIK & OPERASI ALASAN INVESTASI EKONOMIS Penambahan Kapasitas

Lebih terperinci

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6.1 Pendahuluan Industri surimi merupakan suatu industri pengolahan yang memiliki peluang besar untuk dibangun dan dikembangkan. Hal ini didukung oleh adanya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kata Kunci analytical hierarchy process, analytic network process, multi criteria decision making, zero one goal programming.

METODE PENELITIAN. Kata Kunci analytical hierarchy process, analytic network process, multi criteria decision making, zero one goal programming. PENENTUAN MULTI CRITERIA DECISION MAKING DALAM OPTIMASI PEMILIHAN PELAKSANA PROYEK Chintya Ayu Puspaningtyas, Alvida Mustika Rukmi, dan Subchan Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi

III. METODOLOGI. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi 23 III METODOLOGI Penelitian ini dilakukan dalam empat tahapan penelitian yaitu tahap pengumpulan data dan informasi, tahap pengkajian pengembangan produk, tahap pengkajian teknologi, tahap uji coba dan

Lebih terperinci

PENGANGGARAN MODAL (CAPITAL BUDGETING)

PENGANGGARAN MODAL (CAPITAL BUDGETING) Modul ke: PENGANGGARAN MODAL (CAPITAL BUDGETING) Fakultas FEB MEILIYAH ARIANI, SE., M.Ak Program Studi Akuntansi http://www.mercubuana.ac.id Penganggaran Modal ( Capital Budgeting) Istilah penganggaran

Lebih terperinci

ANALISIS STUDI KELAYAKAN INVESTASI PEMBUKAAN CABANG BARU PADA USAHA JASA FOTOKOPI DAULAY JAYA

ANALISIS STUDI KELAYAKAN INVESTASI PEMBUKAAN CABANG BARU PADA USAHA JASA FOTOKOPI DAULAY JAYA ANALISIS STUDI KELAYAKAN INVESTASI PEMBUKAAN CABANG BARU PADA USAHA JASA FOTOKOPI DAULAY JAYA Nama : Rani Eva Dewi NPM : 16212024 Jurusan : Manajemen Pembimbing : Nenik Diah Hartanti, SE.,MM Latar Belakang

Lebih terperinci

PENGAMBILAN KEPUTUSAN ALTERNATIF ELEMEN FAKTOR TENAGA KERJA GUNA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KERJA DENGAN SWOT DAN ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS

PENGAMBILAN KEPUTUSAN ALTERNATIF ELEMEN FAKTOR TENAGA KERJA GUNA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KERJA DENGAN SWOT DAN ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS PENGAMBILAN KEPUTUSAN ALTERNATIF ELEMEN FAKTOR TENAGA KERJA GUNA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KERJA DENGAN SWOT DAN ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS Endang Widuri Asih 1 1) Jurusan Teknik Industri Institut Sains

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pengambilan keputusan baik yang maha penting maupun yang sepele.

BAB II LANDASAN TEORI. pengambilan keputusan baik yang maha penting maupun yang sepele. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manusia dan Pengambilan Keputusan Setiap detik, setiap saat, manusia selalu dihadapkan dengan masalah pengambilan keputusan baik yang maha penting maupun yang sepele. Bagaimanapun

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam bab ini akan dibahas beberapa teori yang mendukung terhadap studi kasus yang akan dilakukan seperti: Strategic Planning Decision Support System (DSS) Evaluasi Supplier 2.1 Strategic

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Pemilihan lokasi secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

ANALISIS STUDI KELAYAKAN INVESTASI PEMBUKAAN CABANG BARU PADA USAHA JASA FOTOKOPI PRIMA JAYA

ANALISIS STUDI KELAYAKAN INVESTASI PEMBUKAAN CABANG BARU PADA USAHA JASA FOTOKOPI PRIMA JAYA ANALISIS STUDI KELAYAKAN INVESTASI PEMBUKAAN CABANG BARU PADA USAHA JASA FOTOKOPI PRIMA JAYA Nama : Alif Ammar Nugraha NPM : 10212632 Jurusan : Manajemen Pembimbing : Budi Sulistyo, SE.,MM Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 30 BAB III METODE PENELITIAN Dalam melakukan penelitian/studi kelayakan sangat diperlukan rancangan yang tepat agar penelitian bisa terarah. Rancangan penelitian merupakan rencana yang dibuat oleh peneliti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus dan data yang digunakan menggunakan kuantitatif

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), proyek pada dasarnya merupakan kegiatan yang menyangkut pengeluaran modal (capital

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kerangka pemikiran penelitian ini diawali dengan melihat potensi usaha yang sedang dijalankan oleh Warung Surabi yang memiliki banyak konsumen

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data dilakukan di Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pemikiran. 3.2 Metode Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pemikiran. 3.2 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Ketersediaan bahan baku ikan hasil tangkap sampingan yang melimpah merupakan potensi yang besar untuk dijadikan surimi. Akan tetapi, belum banyak industri di Indonesia

Lebih terperinci