VIII. PEMBAHASAN 8.1 Kebijakan Pengembangan Klaster

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VIII. PEMBAHASAN 8.1 Kebijakan Pengembangan Klaster"

Transkripsi

1 VIII. PEMBAHASAN 8.1 Kebijakan Pengembangan Klaster Intervensi pemerintah pada kebijakan pengembangan klaster menurut Raines (2002), dapat terdiri dari: (1) Tindakan yang difokuskan pada keterkaitan spesifik, yang dapat meningkatkan networking antara anggota klaster untuk suatu tujuan atau proyek tertentu. Tindakan yang mendukung networking dan kerjasama antara satu pelaku usaha dengan pelaku usaha lain, atau antara pelaku usaha dengan lembaga penelitian. Keterkaitan antara pelaku usaha sangat penting untuk pengembangan pemasok agar dapat mencapai economies of scale atau terjadinya alih pengalaman, keterampilan dan teknologi. Keterkaitan antara pelaku usaha dengan lembaga penelitian dapat meningkatkan komersialisasi dan kemampuan riset. (2) Tindakan untuk meningkatkan common resources, seperti: informasi pasar dan informasi bisnis, sumber daya manusia yang terampil dan pelatihannya, infrastruktur umum dan khusus, yang tidak terdapat pada klaster. Tindakan ini ditujukan untuk mengembangkan common resources yang dapat meningkatkan daya saing kelompok perusahaan dalam klaster. (3) Tindakan untuk meningkatkan community building, yang bertujuan untuk mengupayakan agar anggota klaster berpikir dan bertindak untuk menciptakan identitas klaster tersebut. Identitas klaster dapat dibangun melalui dukungan terhadap pembentukan asosiasi diantara para pelaku usaha klaster, mendorong hubungan yang lebih sering diantara para anggota, meningkatkan pemahaman anggota, dan meningkatkan sense of belongings para anggota. Identitas yang terbentuk dapat memberikan image tertentu yang bermanfaat untuk kegiatan pemasaran dan menarik investasi ke dalam klaster. Hal ini dapat dilakukan melalui: (a) Forum pertemuan reguler anggota klaster untuk membahas masalah, mencari solusi dan menumbuhkan perasaan kebersamaan; (b) Komunikasi untuk meningkatkan image; (c) Konsentrasi anggota yang tinggi pada suatu daerah, penting untuk menarik investor dan melakukan upaya pemasaran; (d) Branding: Digunakan untuk menghimpun potensi berbagai bagian dari klaster melalui karakteristik bersama.

2 Pengembangan Klaster Agroindustri Unggulan Daerah Hasil pemeringkatan kelompok agroindustri 3-digit KBLI 2000 dengan analisa AHP pada Bab terdahulu memperlihatkan bahwa Kelompok Agroindustri Makanan menempati peringkat satu, yang kemudian diikuti secara berurutan oleh Kelompok Agroindustri Kertas, Barang dari Kertas; dan Kelompok Agroindustri Kayu, Rotan dan Bambu. Hasil tersebut menunjukkan bahwa Kelompok Agroindustri Makanan merupakan agroindustri unggulan di daerah Kabupaten Bogor ditinjau dari gabungan beberapa kriteria: kompetensi inti, konsentrasi industri, tingkat pertumbuhan, kemampuan ekspor, keterkaitan dengan usaha lain, jumlah tenaga kerja dan nilai tambah. Dari analisa AHP tersebut, dapat diketahui bahwa subelemen dari elemen Tujuan yang paling berpengaruh adalah subelemen Memperluas Lapangan Kerja (bobot: 0,5396) dan diikuti secara berurutan oleh subelemen : Memperluas Pasar Domestik dan Ekspor (bobot: 0,2741), Meningkatkan produktivitas Usaha (bobot: 0,1418), dan Meningkatkan Pendapatan Daerah (bobot: 0,0445). Sedang subelemen dari elemen Kriteria yang paling berpengaruh adalah subelemen Nilai Tambah (bobot: 0,3193) dan diikuti oleh subelemen: Kemampuan Ekspor (bobot: 0,2695), Tingkat Pertumbuhan (bobot: 0,1323), Kompetensi Inti (bobot: 0,1312), Keterkaitan Usaha (bobot: 0,1007), dan Jumlah Tenaga Kerja (bobot: 0,0043). Subelemen dari elemen Alternatif yang paling berpengaruh adalah subelemen Agroindustri Makanan (bobot: 0,2042), disusul secara berurutan oleh: Agroindustri Kertas dan Barang dari Kertas (bobot: 0,1740), Agroindustri Karet dan Barang dari Karet (bobot: 0,1612), Agroindustri Kulit (bobot: 0,1544), dan dan Agroindustri Minuman (bobot: 0,1412). Salah satu kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil analisa AHP ini adalah bahwa Kelompok Agroindustri Makanan sebagai kelompok yang paling berpotensi untuk dikembangkan sebagai klaster agroindustri sangat dipengaruhi oleh kriteria: Nilai Tambah, Kemampuan Ekspor, Tingkat Pertumbuhan, dan Kompetensi Inti. Ini berarti bahwa untuk lebih meningkatkan kinerja Kelompok Agroindustri Makanan, maka masing-masing kriteria ini perlu lebih ditingkatkan. Kriteria Nilai Tambah, Kemampuan Ekspor dan Tingkat Pertumbuhan merupakan atribut yang melekat pada kelompok industri tersebut, sedang kriteria Kompetensi

3 168 Inti merupakan hal yang melekat pada daerah, sehingga pengembangan komponen-komponen dari Kompetensi Inti yang dapat berpengaruh positif pada peningkatan Nilai Tambah, Kemampuan Ekspor dan Tingkat Pertumbuhan perlu mendapatkan prioritas. Penelitian lebih lanjut untuk pemilihan industri inti klaster pada Kelompok Agroindustri Makanan dilakukan melalui dua tahap yaitu: seleksi awal dan seleksi lanjutan. Seleksi awal dimaksudkan untuk mengidentifikasi industri 5-digit KBLI 2000 yang termasuk pada kelompok agroindustri makanan 3-digit KBLI 2000 dengan nilai LQ >1. Kelompok dengan LQ >1 mengindikasikan bahwa kelompok tersebut cukup memiliki daya saing secara nasional. Seleksi lanjutan dilakukan untuk menentukan peringkat industri inti pada agroindustri makanan dengan menggunakan kriteria: jumlah perusahaan, jumlah tenaga kerja, dan besarnya nilai tambah. Seleksi awal untuk mengidentifikasi industri 5-dijit KBLI yang memiliki LQ >1 menghasilkan: Industri pengalengan buah -buahan dan sayuran; Industri pengasinan dan pemanisan buah-buahan dan sayuran; Industri pelumatan buahbuahan dan sayuran; Industri susu; Industri ransum pakan ternak dan ikan; Industri roti dan sejenisnya; Industri makanan dari cokelat dan kembang gula; Industri makaroni, mie, spagheti, bihun dan sejenisnya; dan Industri pengolahan teh dan kopi. Seleksi lanjutan untuk mengidentifikasi peringkat industri 5-dijit KBLI pada industri inti menghasilkan: Industri pengolahan teh dan kopi sebagai peringkat pertama industri inti pada agroindustri makanan yang secara berturut-turut diikuti oleh Industri roti dan sejenisnya; Industri ransum pakan ternak dan ikan; Industri makaroni, mie, spagheti, bihun dan sejenisnya; Industri makanan dari cokelat dan kembang gula; Industri pengasinan atau pemanisan, buah-buahan dan sayuran, Industri susu; Industri pengalengan buah-buahan dan sayuran; dan Industri pelumatan buah-buahan dan sayuran. Hasil identifikasi di atas menunjukkan bahwa menurut pakar, perusahaan yang termasuk dalam kelompok industri pengolahan teh dan kopi merupakan industri yang paling berpotensi pada inti klaster agroindustri makanan. Industri-industri ini mempunyai potensi tertinggi

4 169 untuk menjadi pendorong perkembangan klaster agroindustri makanan di daerah Kabupaten Bogor. Menurut Keeney dan Swirski (Austrian 2000) pemetaan klaster dapat dilakukan dengan membagi anggota atas 4 komponen yaitu: Pasar (pelanggan), Produk Ekspor (produk yang dijual ke luar Kabupaten), Pemasok (pemasok bahan baku, industri terkait dan industri pendukung), Infrastruktur (fisik dan non fisik). Berdasarkan metode tersebut pemetaan klaster agroindustri makanan di Kabupaten Bogor adalah sebagaimana konfigurasi pada Gambar 8.1 berikut. Pasar (pelanggan) Pedagang dan Distributor Peternak, Petambak Konsumen Akhir Produk Ekspor Teh Kering dan Teh Celup (15491) Roti, Kue Kering, Biskuit dan Snack (15410) Buah dalam Kaleng, Manisan dan asinan buahbuahan, Saos cabe dan agaragar (15131, 15132, 15133) Bihun, Mie Telor dan Mie Instant (15440) Pakan Ternak, Pakan Ikan dan Pakan Udang (15331) Susu bubuk (15211) Makanan dari Coklat dan Kembang Gula (15432) Pemasok Bahan Pengawet, Bahan Pewarna Daun Teh Tepung Terigu, Tepung Beras, Umbi-umbian Gula, Coklat, Susu Kemasan dan Palet Angkutan Darat Infrastruktur Lembaga Keuangan Jaringan Transportasi Darat Asosiasi-asosiasi Produsen Industri Makanan Lembaga Pendidikan Umum Lembaga Litbang Lembaga Pendidikan Kejuruan Instansi Pembinaan Industri Tingkat Kabupaten Gambar 8.1 Klaster Agroindustri Makanan Kab. Bogor

5 170 Dari pemetaan pada Gambar 8.1 dapat dilihat bahwa pada klaster agroindustri makanan ini sebagian besar elemen yang diperlukan untuk terbentuknya suatu klaster sudah ada, namun masih perlu diu payakan keterkaitan antara elemen-elemen tersebut agar klaster tersebut dapat menjadi klaster yang operasional. Elemen penting yang belum terbentuk adalah asosiasi anggota klaster kabupaten dan lembaga pengembangan klaster industri kabupaten. Berdasarkan strukturisasi yang dilakukan dengan metode ISM, maka pada setiap elemen sistem pengembangan klaster agroindustri yang terdiri dari elemenelemen: Tujuan, Pelaku, Kendala, Peran Pemerintah dan Aktivitas Dunia Usaha telah diidentifikasi subelemen-subelemen kunci dan subelemen -subelemen penting yang memiliki driver power yang kuat, serta karakteristik setiap subelemen berdasarkan tingkat driver power dan tingkat dependency masingmasing subelemen tersebut. Pada Gambar 8.2 disajikan hasil identifikasi subelemen kunci yang berada pada level hierarki tertinggi dan subelemen penting yang memiliki driver power kuat yang berada pada level hierarki dibawahnya pada masing-masing elemen sistem pengembangan. Hasil tersebut menunjukkan subelemen-subelemen dari masing-masing elemen yang memiliki daya dorong besar untuk pengembangan klaster agoindustri. Untuk itu perlu dikelola secara optimal, agar dapat menghasilkan satu aktivitas yang dapat saling melengkapi dan saling menguatkan. Keluaran model Strukturisasi Elemen Sistem Pengembangan ini baru memperlihatkan hubungan -hubungan antar subelemen dalam masing-masing elemen pengembangan Peran Pemerintah dan elemen pengembangan Aktivitas Dunia Usaha. Untuk mengetahui prioritas dari berbagai subelemen kegiatan pada elemen Peran Pemerintah dan elemen Aktivitas Dunia Usaha dalam pencapaian elemen Tujuan, perlu dilakukan analisa untuk mengetahui tingkat kepentingan dari setiap subelemen pada elemen Peran Pemerintah dan elemen Aktivitas Dunia Usaha berdasarkan agregasi kriteria Tujuan dengan metode IPE.

6 171 TUJUAN 1. Meningkatkan keterkaitan antar sektor 1) 2. Pemanfaatan sumber daya alam daerah 1) 3. Meningkatkan produktivitas 2) 4. Menurunkan biaya transaksi 2) 5. Meningkatkan kem ampuan inovasi 2) KENDALA 1. Rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan 1) 2. Perbedaan kepentingan antar perusahaan 1) 3. Kurang adanya dukungan peraturan pemerintah 2) 4. Perbedaan budaya kerja antar perusahaan 2) SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI MAKANAN PELAKU 1. Pemerintah daerah 1) 2. Lembaga keuangan 3) 3. Lembaga pendidikan dan pelatihan 3) 4. Lembaga penelitian dan pengembangan 3) 5. Lembaga pengujian, standardisasi, Setifikasi 3) 6. Asosiasi produsen 3) PERANAN PEMERINTAH 1. Melakukan koordinasi antar instansi 1) 2. Membangun komunikasi dan kerjasama anggota klaster 1) 3. Menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan 2) 4. Melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan pada perguru an tinggi dan lembaga riset pemerintah 2) 5. Menerbitkan peraturan untuk persaingan yang sehat 3) 6. Menyediakan fasilitas umum dan sosial di daerah 3) AKTIVITAS DUNIA USAHA 1. Mendirikan asosiasi khusus anggota klaster 1) 2. Mensponsori kegiatan penelitian dan pengembangan 1) 3. Melakukan usaha pemasaran bersama 2) 4. Melakukan promosi dagang dan investasi bersama pemerintah 2) 5. Melaksanakan kursus dan seminar unt uk meningkatkan pengetahuan 2) Gambar 8.2 Subelemen dengan Driver Power yang kuat pada Sistem Pengembangan Klaster Agroindustri Unggulan Keterangan : 1) Subelemen kunci pada sektor Independent 2) Subelemen dengan driver power kuat pada sektor Independent 3) Subelemen dengan driver power kuat pada sektor Linkage Hasil identifikasi mengenai driver power dengan metode ISM dan identifikasi tingkat kepentingan dengan motoda IPE untuk setiap subelemen pada elemen Peran Pemerintah dan elemen Aktivitas Dunia Usaha dalam Sistem Pengembangan Agroindustri Makanan sebagaimana disajikan pada Tabel 7.21, Tabel 7.23, Tabel 7.25 dan Tabel 7.27, menunjukkan bahwa sublemen kunci dan subelemen yang memiliki driver power yang tinggi dan memiliki peringkat sangat penting dan penting pada elemen Peran Pemerintah dalam pencapaian elemen Tujuan dari Sistem Pengembangan Klaster Agroindustri Makanan adalah: Melakukan koordinasi antar instansi yang terkait dengan klaster; Membangun komunikasi dan kerjasama antar anggota klaster; Menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan; Menerbitkan peraturan yang mendukung terbentuknya

7 172 persaingan yang sehat; Melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan pada perguruan tinggi dan lembaga riset pemerintah; Menyediakan fasilitas umum dan sosial di daerah ; dan Melakukan upaya menarik investor ke dalam klaster. Sedangkan untuk elemen Aktivitas Dunia Usaha adalah : Mendirikan asosiasi khusus anggota klaster; Mensponsori kegiatan penelitian dan pengembangan sesuai kebutuhan spesifik klaster; Melakukan usaha pemasaran bersama anggota klaster; Melakukan promosi dagang dan investasi bersama pemerintah daerah; dan Melaksanakan kursus dan seminar untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan anggota klaster. Sintesis hasil pengolahan data pemikiran pakar pada proses strukturisasi dan klasifikasi subelemen untuk masing-masing elemen, pemeringkatan tingkat kepentingan Peran Pemerintah dan tingkat kepentingan Aktivitas Dunia Usaha untuk mencapai tujuan pengembangan klaster agroindustri di atas, dan kebijakan yang ditetapkan untuk mengembangkan agroindustri daerah menggunakan kompetensi inti membawa implikasi pada perlunya pengembangan kelembagaan untuk mengkoordinasikan berbagai aktivitas agar menghasilkan aktivitas yang saling melengkapi dan saling menguatkan, pengembangan infrastruktur baik fisik maupun non fisik untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi perkembangan agroindustri, pengembangan sumber daya manusia agar lebih mampu berinovasi, pengembangan teknologi untuk meningkatkan efesiensi dan efektivitas dalam berproduksi dan pengembangan pasar untuk meningkatkan pangsa pasar yang lebih besar dan tersebar di berbagai negara. 8.3 Implikasi Kebijakan Pengembangan Klaster Agroindustri Pembahasan terdahulu menunjukkan bahwa pengembangan klaster agroindustri dapat meningkatkan daya saing produk yang dihasilkan melalui peningkatan keterkaitan antar sektor, peningkatan produktivitas, penurunan biaya transaksi dan peningkatkan kemampuan inovasi. Namun demikian, agar kebijakan tersebut dapat mencapai tujuan seperti yang diharapkan, perlu pengembangan kelembagaan, infrastruktur, sumber daya manusia, teknologi dan pasar. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa pemerintah dan dunia usaha (swasta) mempunyai peran penting dalam mengembangkan klaster agroindustri melalui

8 173 penyusunan kebijakan dan pelaksanan berbagai program pengembangan, peraturan pelaksanaan, pemberian fasilitas bantuan dan implementasi pelaksanaan. Dari hasil pengolahan data pada elemen Peran Pemerintah dan Aktivitas Dunia Usaha terlihat bahwa subelemen Peran Pemerintah yang sangat penting dan penting yang perlu sepenuhnya dilakukan oleh Pemerintah adalah: Menyusun program-program kebijakan yang mengarah pada peningkatan koordinasi antar instansi yang terkait dengan pengembangan klaster agroindustri; Penyusunan peraturan-peraturan yang mengarahkan terbentuknya persaingan yang sehat di bidang investasi dan perdagangan ; Menyediakan fasilitas umum dan sosial; Meningkatkan sistem transportasi, komunikasi dan infrastruktur lainnya untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif dan Melakukan kegiatan pengumpulan dan diseminasi data dan informasi. Kegiatan yang perlu dilakukan pemerintah dengan partisipasi dunia usaha adalah : Membangun komunikasi dan kerjasama anggota klaster; Menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan; Melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan pada perguruan tinggi dan lembaga riset pemerintah, antara lain untuk pemanfaatan sumber daya lokal; Melakukan upaya menarik investor ke dalam klaster; Mensponsori kegiatan standardisasi, pengujian dan sertifikasi; Melakukan promosi penjualan dan ekspor. Kegiatan yang sepenuhnya perlu dilakukan oleh dunia usaha adalah : Melakukan usaha pemasaran bersama oleh anggota klaster; Melakukan kerjasama dengan lembaga pendidikan dan kejuruan dalam menyusun kurikulum; Membangun sikap saling percaya diantara anggota klaster; Membangun jaringan formal dan informal untuk berbagi pengetahuan dan informasi; Mengumpulkan dan mendesiminasi data dan informasi yang dibutuhkan klaster melalui asosiasi. Kegiatan yang perlu dilakukan dunia usaha dengan dukungan pemerintah adalah : Mendirikan asosiasi khusus anggota klaster; Menspnsori kegiatan penelitian dan pengembangan sesuai kebutuhan spesifik klaster; Melakukan promosi dan investasi bersama pemerintah daerah; Melakukan komunikasi dengan pemerintah untuk menerbitkan dan memperbaiki aturan ; Melakukan kerjasama

9 174 dengan pemerintah untuk mendirikan lembaga standardisasi, pengujian dan sertifikasi Pengembangan Kelembagaan Hasil pengolahan data elemen pelaku dengan metode ISM menghasilkan klasifikasi seperti pada Gambar 7.5. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa subelemen Lembaga Keuangan (E5), Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (E6), Lembaga Penelitian dan Pengembangan (E7), Lembaga Pengujian, Standardisasi dan Sertifikasi (E8), dan Asosiasi Produsen (E9) menempati sektor 3 (Linkage). Hal ini menunjukan bahwa diantara subelemen -subelemen ini terdapat keterkaitan yang kuat. Apabila pada subelemen ini diberi tindakan positif, akan menimbulkan dampak positif pada subelemen lainnya, serta akan memperbesar output yang dikehendaki. Umpan balik pengaruh yang ditimbulkan oleh subelemn-subelemen ini dapat memperbesar dampak posistif pada output yang dikehendaki melalui manajemen pengendalian pada subelemen input yang dapat dikendalikan. Karena sistem dirancang dengan menggunakan sistem umpan balik, maka pengaruh positif akan terjadi secara iteratif dan makin besar. Dis amping subelemensubelemen ini memiliki keterkaitan yang kuat, subelemen-subelemen ini juga memiliki daya dorong yang besar dengan nilai Driver Power = 8. Hal ini memberi pengertian bahwa subelemen lembaga-lembaga ini, disamping saling terkait, juga secara potensial memiliki kekuatan yang besar untuk mendorong tercapainya tujuan pengembangan klaster agroindustri. Untuk itu, agar subelemen -subelemen ini dapat berperan secara optimal dalam mencapai tujuan pengembangan klaster agroindustri, diperlukan pengembangan kelembagaan, pengembangan infrastruktur, pengembangan sumber daya manusia dan pengembangan pasar. Hasil klasifikasi subelemen pada elemen pelaku atau institusi terlihat bahwa subelemen Lembaga Keuangan, Lembaga Pendidikan dan Pelatihan, Lembaga Penelitian dan Pengembangan, Lembaga Pengujian, Standardisasi dan Sertifikasi, dan Asosiasi Produsen termasuk perubah pengkait dari sistem. Setiap tindakan positif pada pelaku atau institusi tersebut akan memberikan keberhasilan program pengembangan klaster agroindustri, sedangkan lemahnya perhatian terhadap

10 175 pelaku atau institusi tersebut akan menyebabkan kegagalan program pengembangan klaster agroindustri. Lembaga keuangan melalui fungsi intermediasinya dapat memberikan modal usaha kepada para pelaku industri. Dengan adanya modal, pelaku usaha dapat meningkatkan kapasitas produksi, baik melalui penambahan investasi pada peralatan produksinya maupun melalui penambahan input produksi sehingga produktivitas usaha meningkat. Penambahan peralatan dan input produksi berdampak pada peningkatan volume penjualan dan kebutuhan tenaga kerja. Peningkatan volume penjualan akan meningkatkan keuntungan perusahaan yang pada akhirnya akan meningkatkan deviden bagi para pemegang saham dan meningkatkan investasi. Peningkatan kebutuhan tenaga kerja akan memperluas kesempatan kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan penerimaan pajak negara. Peran yang demikian besar dari lembaga keuangan terhadap pengembangan ekonomi bangsa tersebut memerlukan berbagai kebijakan perbankan sehingga mudah diakses dengan tidak melepaskan prinsip kehati-hatian. Lembaga pendidikan dan pelatihan melalui fungsinya dapat meningkatkan pengetahuan dan teknologi para pelaku usaha. Peningkatan pengetahuan dan teknologi akan meningkatkan kemampuan inovasi pelaku sehingga produk yang dihasilkan semakin berkualitas, beragam dan berbiaya rendah. Dengan demikian daya saing meningkat dan keuntungan yang didapat juga meningkat yang pada akhirnya kesejahteraan masyarakat meningkat dan pendapatan daerah juga meningkat. Lembaga Penelitian dan Pengembangan melalui fungsinya dapat mengembangkan produk baru, proses produksi yang lebih efisien dan penggunaan bahan baku alternatif. Dengan dikembangkannya produk baru, akan mencip takan rantai nilai baru, akibatnya tumbuh usaha-usaha baru, kesempatan kerja makin luas dan kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Munculnya usaha-usaha baru akan meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam daerah, sehingga pendapatan daerah juga semakin meningkat. Lembaga Pengujian, Standardisasi dan Sertifikasi mempunyai fungsi untuk memberikan jaminan bahwa produk yang dihasilkan mempunyai karakteristik

11 176 sesuai dengan spesifikasi seperti yang tercantum dalam label. Dengan adanya spesikasi ini konsumen akan lebih mudah mencocokan antara kebutuhan dengan persediaan. Di samping itu, produk yang standard memungkinkan penggunaan yang lebih luas, lebih mudah dan tidak beragam. Akibatnya volume penjualan meningkat, harga jual meningkat yang pada akhirnya keuntungan juga meningkat dan pasar pun semakin luas. Adanya pengujian juga memungkinkan adanya proses sertifikasi terhadap produk-produk yang diuji. Hal ini akan memberi informasi kepada konsumen bahwa produk tersebut mempunyai kualitas seperti yang tercantum dalam spesifikasi produknya. Asosiasi Produsen dapat berperan sebagai penghimpun para produsen. Himpunan produsen yang besar akan meningkatkan posisi tawar bagi para produsen. Posisi tawar yang tinggi memungkinkan untuk memperoleh keuntungan yang besar. Keberadaan asosiasi produsen akan meningkatkan keterkaitan diantara produsen. Hal ini memungkinkan terjadinya transfer teknologi dan pengetahuan. Akibatnya kemampuan sumber daya manusia mengelola bisnisnya meningkat. Peningkatan kemampuan sumber daya manusia akan mendorong peningkatan berinovasi dan produktivitas usaha. Hasil pengolahan data tingkat kepentingan peran pemerintah dalam mencapai tujuan menunjukkan bahwa melakukan koordinasi antar instansi yang terkait, membangun komunikasi dan mendorong terbentuknya kerjasama antar anggota adalah sangat penting. Untuk menjalankan peran tersebut, pemerintah perlu membentuk lembaga atau forum yang dapat berfungsi untuk melakukan koordinasi, komunikasi dan kerjasama. Pembentukan Lembaga atau Forum ini harus mendapat dukungan dari para stakeholders, jika tidak lembaga ini tidak dapat berfungsi sebagai mana mestinya. Untuk itu perlu disusun aturan yang mengatur tentang hak dan kewajiban, wewenang serta mekanisme hubungan diantara anggotanya. Hasil analisa pada subelemen pelaku atau institusi yaitu Lembaga Keuangan, Lembaga Pendidikan dan Pelatihan, Lembaga Penelitian dan Pengembangan, Lembaga Pengujian, Standardisasi dan Sertifikasi, dan Asosiasi Produsen di atas, memperlihatkan bahwa meskipun subelemen -subelemen tersebut memiliki aktivitas yang saling berkaitan, namun masing-masing

12 177 subelemen pelaku atau institusi mempunyai fungsi yang berlainan. Perbedaan fungsi ini harus dipertimbangkan dalam merancang sistem kelembagaan, karena dapat mengakibatkan sistem kelembagaan yang dirancang menjadi tidak efektif sebagai akibat dari perbedaan fungsi masing-masing pelaku atau institusi yang tidak terakomodasi secara baik. Bentuk struktur kelembagaan sudah banyak dikembangkan diantaranya adalah lini, dimana karakteristik dari struktur lini adalah bahwa diantara anggota terletak dalam satu garis vertikal dan bertingkat, dimana tingkat diatasnya merupakan atasan dari tingkat dibawahnya. Bentuk lain adalah staf yang memiliki karakterisitik hampir sama dengan lini, hanya perbedaannya adalah penambahan beberapa spesialis dengan tujuan untuk membebaskan pimpinan puncak dari beberapa bebannya. Bentuk struktur jaringan kerja merupakan desain organisasi baru yang sedang populer. Bentuk ini memberikan fleksibilitas yang cukup besar kepada manajemen dalam menanggapi perubahan. Bentuk ini juga sesuai untuk perusahaan -perusahaan yang operasi manufakturnya membutuhkan perusahaanperusahaan lain yang lokasinya tersebar. Desain struktur jaringan kerja (network structure) adalah sebuah organisasi sentral yang menyandarkan diri pada organisasi lain untuk melakukan aktivitas logistik, produksi, distribusi, pemasaran atau fungsi-fungsi bisnis penting lainnya atas dasar perjanjian kerjasama. Merujuk karakteristik bentuk organisasi dengan struktur jaringan di atas dan hasil analisa pelaku atau institusi yang terlibat dalam pengembangan klaster agroindustri, maka struktur kelembagaan yang cocok untuk pengembangan klaster agroindustri adalah struktur jaringan, karena struktur ini memberi indep endensi pada anggotanya untuk melakukan aktivitas bisnis sesuai dengan perusahaannya atau institusinya dan fleksibilitas untuk melakukan kerjasama dengan institusi lain dalam melakukan kegiatan pengadaan, produksi, penyimpanan, distribusi, pemasaran, serta fungsi-fungsi usaha lain berdasarkan kerjasama yang saling menguntungkan. Pengembangan klaster agroindustri dengan struktur jaringan di daerah agar efektif memerlukan Lembaga Pengembangan Klaster Agroindustri Kabupaten. Lembaga ini merupakan forum komunikasi untuk melakukan fungsi koordinasi,

13 178 fasilitasi dan pengawasan yang terkait dengan semua kegiatan untuk mengembangkan klaster agroindustri agar terdapat bekerjasama yang sinergis. Lembaga ini terdiri dari unsur pemerintah dan unsur dunia usaha, lembaga keuangan, lembaga pendidikan dan pelatihan, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga pengujian, standardisasi dan sertifikasi, asosiasi produsen dan eksportir dan dipimpin secara bersama oleh unsur pemerintah dan unsur dunia usaha. Fungsi koordinasi dilakukan untuk menjamin bahwa aktivitas yang dilakukan oleh masing-masing anggota dapat berjalan dengan saling melengkapi, menguatkan dan menguntungkan. Fungsi fasilitasi dilakukan untuk menjamin bahwa aktivitas yang dijalankan anggota dapat dilaksanakan dengan sebaik mungkin dan fungsi pengawasan dilakukan untuk menjamin bahwa aktivitas yang dilakukan oleh masing-masing anggota dapat berjalan dengan baik. Lembaga ini membawahi unit yang berfungsi merumuskan strategi dan fasilitasi untuk klaster agroindustri yang akan dikembangkan, yang dipimpin oleh seorang Koordinator. Unit ini harus memiliki kemampuan yang tinggi sehingga dipercaya dan dipandang oleh anggota klaster. Demikian pula Koordinator yang memimpin unit ini haruslah seorang wakil dunia usaha yang mempunyai kemampuan tinggi sehingga dipercaya oleh anggota klaster. Ia harus dapat meyakinkan anggota klaster untuk mengimplementasikan strategi yang telah ditetapkan. Bersama Pemerintah dan dunia usaha ia harus mampu melahirkan suatu Visi yang menjadi pegangan dan landasan kerja semua anggota klaster. Dari uraian di atas maka model kelembagaan klaster agroindustri unggulan menggunakan kompetensi inti di daerah yang dirancang adalah tersaji pada Gambar 8.3. Keterkaitan hubungan aktivitas antara satu pelaku atau institusi dengan pelaku atau institusi lainnya pada model rancangan dapat berupa aliran informasi atau materi. Keterkaitan materi dapat berupa produk, teknologi, permodalan atau peralatan. Keterkaitan ini dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas, menumbuhkan inovasi dan meningkatkan daya saing produk agroindustri yang dikembangkan melalui pendekatan klaster. Namun demikian, struktur jaringan kerja tidak mempunyai kontrol yang ketat terhadap organisasi yang menjadi mitranya dalam melaksanakan kegiatan bisnis, seperti kepastian mengenai pasokan bahan baku. Di samping itu kelemahan

14 179 struktur jaringan kerja juga tidak bisa menjaga secara ketat inovasi-inovasi yang berada di bawah pimpinan manajemen klaster untuk tidak menyebar ke organisasi lain. Akan tetapi, dengan kemajuan teknologi informasi yang begitu canggih yaitu mampu melakukan komunikasi secara on-line melalui jaringan internet, maka struktur jaringan kerja menjadi alternatif yang sangat menarik untuk dikembangkan. Lembaga Pengembangan Klaster Agroindustri Kabupaten Unit Strategi dan Fasilitasi Klaster Agroindustri Makanan Lembaga Keuangan Modal Eksportir dan Pedagang Informasi Regulasi Dinas Perindustrian Kabupaten Modal Produk Informasi Regulasi Mesin Alat Jasa Industri Pendukung Industri Inti Industri Terkait Sertifikat Lembaga Pengujian, Standardisasi, Sertifikasi Informasi Teknologi Manajemen Asosiasi Pelaku Usaha Klaster Lembaga Litbang Teknologi Manajemen Gambar 8.3 Model Kelembagaan Klaster Agroindustri Unggulan Daerah Keterangan : Aliran informasi Aliran materi Pengembangan Infrastruktur Proses pengolahan data pada tingkat kepentingan peran pemerintah dalam mencapai tujuan pengembangan klaster industri dengan metode IPE menghasilkan informasi bahwa menerbitkan peraturan yang mendukung pengembangan usaha

15 180 yang sehat, melakukan upaya menarik investor, serta menyediakan fasilitas umum dan sosial di daerah adalah penting. Hasil ini menunjukkan bahwa peran pemerintah dalam mengembangkan infrastruktur, baik keras seperti sarana prasarana transportasi, telekomunikasi dan energi, maupun lunak seperti peraturan perizinan dan perpajakan dalam pendirian perusahaan, penggunaan jalan raya, perpajakan badan usaha atau pertambahan nilai adalah penting untuk menumbuhkan usaha-usaha baru, memperluas lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan daerah. Pengembangan infrastruktur akan menciptakan iklim usaha yang kondusif, sehingga menarik investor, meningkatkan investasi, memperluas lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan daerah Pengembangan Sumber Daya Manusia Proses pengolahan data pada tingkat kepentingan peran pemerintah dalam mencapai tujuan pengembangan klaster industri dengan metode IPE juga menghasilkan informasi bahwa menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan adalah penting. Hasil ini menunjukkan bahwa pendidikan dan pelatihan mempunyai peran penting dalam meningkatkan produktivitas dan inovasi usaha. Pendidikan dan pelatihan akan meningkatkan kemampuan dan keterampilan sumber daya manusia. Hal ini akan mengurangi kegagalan dalam melaksanakan kegiatan dan meningkatkan kinerja perusahaan. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan adalah melalui perbaikan, penyesuaian kurikulum dan silabus, menata kelembagaan, penyediaan sarana dan prasarana yang memadai dan peningkatan kualitas tenaga pengajar serta meningkatkan manajemen penyelenggaraan pendidikan. Untuk itu, peranan pemerintah sangat penting dalam memfasilitasi dan mengkoordinasi penyelenggaraan pendidikan Pengembangan Teknologi Proses pengolahan data tingkat kepentingan subelemen peran pemerintah dan swasta dalam mencapai tujuan pengembangan klaster industri dengan metode IPE menghasilkan informasi bahwa menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan, melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan pada perguruan tinggi dan lembaga riset pemerintah adalah penting bagi program pemerintah,

16 181 sedangkan untuk swasta bahwa mensponsori kegiatan penelitian dan pengembangan merupakan hal yang sangat penting, dan melaksanakan kursus dan seminar untuk meningkatkan pengetahuan adalah penting. Teknologi merupakan metode, mesin dan peralatan, serta keterampilan yang digunakan untuk merubah input menjadi output melalui peningkatan nilai tambah. Kegiatan pendidikan, penelitian dan pelatihan akan meningkatkan teknologi. Peningkatan teknologi akan meningkakan kualitas produk yang dihasilkan, meningkatkan efesiensi dan efektivitas serta meningkatkan kecepatan dan ketepatan pelayanan Pengembangan Pasar Proses pengolahan data pada tingkat kepentingan peran pemerintah dalam mencapai tujuan pengembangan klaster industri dengan metode IPE menghasilkan informasi bahwa melakukan usaha pemasaran bersama dan melakukan promosi dagang dan investasi bersama adalah penting. Karena kegiatan ini akan berdampak pada perluasan pasar yang berarti akan meningkatkan volume penjualan, meningkatkan pendapatan dan meningkatkan keuntungan. Pengembangan pasar dapat dilakukan melalui promosi, lobby, penyebaran informasi, pameran dagang dan bermitra dengan perusahaan luar negeri. Aktivitas ini sulit dilakukan dan memerlukan biaya yang besar. Untuk industri besar, kegiatan promosi ini mungkin dapat didanai sendiri, tetapi untuk industri sedang bantuan pemerintah sangat diperlukan, karena pada umumnya memiliki keterbatasan dalam modal, akses dan informasi pasar. 8.4 Pengukuran Kinerja Klaster Pengukuran kinerja klaster dimaksudkan untuk mengetahui arah perkembangan klaster dan memantau implikasi kebijakan Pemerintah terhadap perkembangan klaster. Berhubung data statistik yang diperlukan masih sangat terbatas, maka perlu ditetapkan indikator pengukuran yang dapat menggunakan data statistik yang saat ini sudah dikumpulkan oleh instansi yang berwenang. Untuk sementara ini maka data yang digunakan dalam model StraKlas adalah: jumlah tenaga kerja, jumlah perusahaan, jumlah nilai investasi, jumlah nilai penjualan, jumlah nilai tambah. Data-data ini perlu dikumpulkan sekurangkurangnya setahun sekali dan diperbandingkan dengan data-data dari tahun

17 182 sebelumnya sehingga dapat diketahui perubahannya dari tahun ke tahun. Pada tahap lebih lanjut, indikator kinerja perlu diperluas dengan memasukkan antara lain data: pangsa pasar, aliansi strategis perusahaan dan jumlah paten. 8.5 Prasyarat Implementasi Model Model Straklas direkayasa dengan menggunakan masukan berupa data kuantitatif dan pendapat ahli. Agar model dapat diimplementasikan, maka perlu tersedianya data kuantitatif menurut jenis dan klasifikasi tertentu, dan masukan berupa pendapat dari ahli yang menguasai masalah tertentu sesuai kebutuhan model. Jenis data kuantitatif yang minimal diperlukan adalah jumlah tenaga kerja, jumlah perusahaan, nilai tambah menuru t klasifikasi KBLI 2000 untuk perusahaan besar dan perusahaan sedang menurut pengelompokan 3-digit dan 5-digit. Di samping itu diperlukan masukan dari ahli untuk menilai kompetensi inti daerah, keterkaitan usaha dan kemampuan ekspor dari setiap kelompok agroindustri guna mendapatkan nilai bobotnya. Selanjutnya diperlukan pula pendapat ahli untuk melakukan perbandingan berpasangan dalam rangka Analytical Hierarchy Process dan penetapan elemen dan keterkaitan antar subelemen dalam teknik Interpretive Structural Modelling dan penentuan tingkat kepentingan subelemen dari Peran Pemerintah dan subelemen Aktivitas Dunia Usaha dengan teknik Independent Preference Evaluation. Dalam implementasi model, pendapat ahli selain sebagai masukan juga dimintakan untuk membahas hasil keluaran model apabila diperlukan. 8.6 Model dan Wilayah Administratif Pada dasarnya model StraKlas direkayasa untuk digunakan pada wilayah dimana data yang diperlukan cukup tersedia. Wilayah tersebut dapat terdiri dari satu atau beberapa wilayah administratif yang saling berbatasan. Wilayah administratif dapat berupa kecamatan, kabupaten dan propin si. Karena dalam metode analisanya antara lain membandingkan data dari suatu wilayah dengan wilayah diatasnya, misalnya kabupaten terhadap propinsi atau nasional, maka model ini hanya dapat digunakan paling tinggi pada wilayah propinsi, dengan pembandingnya adalah wilayah nasional. Pemakaian model untuk wilayah yang

18 183 terdiri dari beberapa wilayah administratif berbatasan akan menghadapi kendala dalam implementasinya, karena akan memerlukan koordinasi yang baik dan intensif dalam pembuatan kebijakan-kebijakan. 8.7 Perbandingan dengan Penelitian Sejenis Menurut Feser dan Bergman (2000) identifikasi klaster pada tingkat subnasional banyak menggunak an metode Location Quotient karena tidak tersedianya data yang diperlukan. Alternatif lain adalah metode National Industry Cluster Template, yang menggunakan keterkaitan industri pada tingkat nasional sebagai pola untuk mengidentifikasi klaster industri pada tingkat subnasional. Hal ini hanya dapat dilakukan jika tersedia data tabel Input-Output pada tingkat nasional. Metoda ini telah mereka gunakan untuk penelitian mengenai klaster industri di North Carolina. Stough et al. (2000) menggunakan tabel Input-Output untuk mengidentifikasi klaster industri di negara bagian Virginia. Munnich Jr et al. (1996) menggunakan metoda Location Quotient untuk mengidentifikasi klaster industri di daerah Southern Minnesota. Model StraKlas yang dirancang telah memperkenalkan metode yang merupakan rangkaian metoda Location Quotient, metoda Shift-share, beberapa metoda Heuristik dan Pendapat Ahli untuk mengidentifikasi klaster industri secara lebih baik di daerah -daerah subnasional.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1) Penelitian yang dilakukan dengan pendekatan sistem menghasilkan Model Strategi Pengembangan

Lebih terperinci

V. ANALISA SISTEM. 5.1 Agroindustri Nasional Saat Ini

V. ANALISA SISTEM. 5.1 Agroindustri Nasional Saat Ini V. ANALISA SISTEM 5. Agroindustri Nasional Saat Ini Kebijakan pembangunan industri nasional yang disusun oleh Departemen Perindustrian (5) dalam rangka mewujudkan visi: Indonesia menjadi Negara Industri

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1 Kerangka Pemikiran Konseptual

IV. METODOLOGI 4.1 Kerangka Pemikiran Konseptual IV. METODOLOGI 4.1 Kerangka Pemikiran Konseptual Pendekatan klaster industri telah ditetapkan sebagai strategi pengembangan industri nasional dalam Undang-undang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN 76 VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN Sistem pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara terdiri atas sistem lokasi unggulan, industri inti unggulan, produk unggulan,

Lebih terperinci

BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM

BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM 83 BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM 5.1. Konfigurasi Model Analisis sistem pada Bab IV memperlihatkan bahwa pengembangan agroindustri sutera melibatkan berbagai komponen dengan kebutuhan yang beragam,

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rekayasa sistem kelembagaan penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.9, 2017 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Sarana. Prasarana. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6016) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor. Di bawah bimbingan SETIADI DJOHAR dan IDQAN FAHMI. Sektor pertanian bukan merupakan sektor

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya industri pengolahan nonmigas (manufaktur) menempati

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 99/M-IND/PER/8/2010 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran 62 BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Agroindustri sutera alam merupakan industri pengolahan yang mentransformasikan bahan baku kokon (hasil pemeliharaan ulat sutera) menjadi benang, kain sutera,

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI 8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI Pengembangan agroindustri terintegrasi, seperti dikemukakan oleh Djamhari (2004) yakni ada keterkaitan usaha antara sektor hulu dan hilir secara sinergis dan produktif

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA SISTEM

BAB IV ANALISA SISTEM 71 BAB IV ANALISA SISTEM 4.1. Analisa Situasional Agroindustri Sutera Agroindustri sutera merupakan industri pengolahan yang menghasilkan sutera dengan menggunakan bahan baku kokon yaitu kepompong dari

Lebih terperinci

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM 48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Penelitian ini dilakukan berdasarkan pendekatan ilmiah dengan kerangka berfikir logis. Pemodelan sistem kelembagaan pasokan bahan baku agroindustri

Lebih terperinci

PERSIAPAN DAERAH dalam menghadapi

PERSIAPAN DAERAH dalam menghadapi PERSIAPAN DAERAH dalam menghadapi Outline 1 Gambaran Umum Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 2 MEA dalam RKP 2014 3 Strategi Daerah dalam Menghadapi MEA 2015 MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015 Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN jiwa (Central Intelligence Agency (CIA),2017). Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN jiwa (Central Intelligence Agency (CIA),2017). Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia adalah salah satu negara berkembang di Asia Tenggara. Negara dengan jumlah penduduk ke empat terbesar di dunia yaitu dengan 258.316.051 jiwa (Central Intelligence

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.105, 2015 SUMBER DAYA ALAM. Perkebunan. Kelapa Sawit. Dana. Penghimpunan. Penggunaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN

Lebih terperinci

MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN

MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN 140 MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN Model kelembagaan klaster agroindustri minyak nilam dirancang melalui pendekatan sistem dengan menggunakan metode ISM (Interpretative Structural Modelling). Gambar 47 menunjukkan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nenas diyakini berasal di Selatan Brazil dan Paraguay kemudian

BAB I PENDAHULUAN. Nenas diyakini berasal di Selatan Brazil dan Paraguay kemudian BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Nenas diyakini berasal di Selatan Brazil dan Paraguay kemudian menyebar ke seluruh benua dengan perantara penduduk asli. James Drummond Dole adalah orang pertama yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis 5Kebijakan Terpadu Pengembangan Agribisnis Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan kondisi yang makin seimbang. Persentase sumbangan sektor pertanian yang pada awal Pelita I sangat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 49 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Dalam penelitian ini dipelajari upaya-upaya agar agroindustri halal di Indonesia mampu bersaing secara global dan mampu memenuhi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015 Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Kementerian Perindustrian 2015 I. LATAR BELAKANG 2 INDUSTRI AGRO Industri Agro dikelompokkan dalam 4 kelompok, yaitu

Lebih terperinci

GAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

GAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH, SALINAN GAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN PROVINSI

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2010, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan Pelabuhan Perikanan Nasional (PPN) Palabuhanratu sebagai lokasi proyek minapolitan perikanan tangkap.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 140/M-IND/PER/10/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 140/M-IND/PER/10/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA MOR 140/M-IND/PER/10/2009 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, dengan batasan waktu data dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Pertimbangan pemilihan lokasi kajian antar

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 96/M-IND/PER/8/2010 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 5 TAHUN : 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN PRODUK LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO,

Lebih terperinci

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. Pengembangan kawasan agribisnis hortikultura. 2. Penerapan budidaya pertanian yang baik / Good Agriculture Practices

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transformasi sektor pertanian ke sektor industri bagi negara berkembang seperti Indonesia tidaklah dapat dihindarkan, karena Indonesia beranjak dari negara agraris menuju

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2014 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Perencanaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa usaha kecil merupakan bagian integral dari perekonomian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46 RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2015 Jakarta, 5 Februari 2015 Rapat Kerja Menteri Perindustrian Tahun 2015 dengan tema Terbangunnya Industri yang Tangguh dan Berdaya Saing Menuju

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. Teknologi. Industri. Pengguna. Pembinaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. Teknologi. Industri. Pengguna. Pembinaan. No.227, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. Teknologi. Industri. Pengguna. Pembinaan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PEMBINAAN TEKNOLOGI DAN INDUSTRI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

No Upaya untuk menyelenggarakan Standardisasi Industri melalui perencanaan, penerapan, pemberlakuan, pembinaan dan pengawasan Standar Nasional

No Upaya untuk menyelenggarakan Standardisasi Industri melalui perencanaan, penerapan, pemberlakuan, pembinaan dan pengawasan Standar Nasional TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6016 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Sarana. Prasarana. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 9) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Ringkasan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan, dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan

Lebih terperinci

BAB V KEMITRAAN ANTAR STAKEHOLDERS DAN ARAHAN PENINGKATANNYA DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL KERAJINAN

BAB V KEMITRAAN ANTAR STAKEHOLDERS DAN ARAHAN PENINGKATANNYA DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL KERAJINAN BAB V KEMITRAAN ANTAR STAKEHOLDERS DAN ARAHAN PENINGKATANNYA DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL KERAJINAN Dari hasil analisis kemitraan antar stakeholders pada ketiga sentra industri di Kabupaten Gunungkidul,

Lebih terperinci

Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara BOX 1

Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara BOX 1 BOX 1 LAPORAN HASIL PENELITIAN DASAR POTENSI EKONOMI DAERAH DALAM RANGKA PENGEMBANGAN KOMODITI UNGGULAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN 2007 (BASELINE ECONOMIC SURVEY

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari sektor pertanian. Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam pembangunan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 67 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Kakao merupakan komoditas ekspor unggulan non-migas yang bernilai ekonomi tinggi dan tercatat sebagai penyumbang devisa bagi perekonomian nasional. Ekspor produk

Lebih terperinci

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Copyright (C) 2000 BPHN PP 32/1998, PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL *35684 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 32 TAHUN 1998 (32/1998) TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas

Lebih terperinci

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU Ubi kayu menjadi salah satu fokus kebijakan pembangunan pertanian 2015 2019, karena memiliki beragam produk turunan yang sangat prospektif dan berkelanjutan sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1.tE,"P...F.3...1!..7. INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

STRATEGI PEMASARAN KOPI BUBUK CAP TIGA SENDOK DI KOTA PADANG

STRATEGI PEMASARAN KOPI BUBUK CAP TIGA SENDOK DI KOTA PADANG STRATEGI PEMASARAN KOPI BUBUK CAP TIGA SENDOK DI KOTA PADANG SKRIPSI SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA PERTANIAN OLEH RIFI YANTI 0810221051 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap pembentukan klaster industri kecil tekstil dan produk tekstil pada Bab IV. Pada bagian ini akan dilakukan analisis terhadap model

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran

METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sistem pasokan bahan baku dalam suatu agroindustri merupakan salah satu faktor yang penting untuk menjaga kelangsungan proses produksi. Sistem pasokan ini merupakan

Lebih terperinci

STRATEGI DAN KEBIJAKAN INOVASI PENGEMBANAGAN AGROINDUSTRI ROTAN DI KALIMANTAN TENGAH

STRATEGI DAN KEBIJAKAN INOVASI PENGEMBANAGAN AGROINDUSTRI ROTAN DI KALIMANTAN TENGAH STRATEGI DAN KEBIJAKAN INOVASI PENGEMBANAGAN AGROINDUSTRI ROTAN DI KALIMANTAN TENGAH Oleh Dr.Ir.H.Saputera,Msi (Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Makanan Tradisional dan Tanaman Obatobatan Lemlit

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

IV.C.6. Urusan Pilihan Perindustrian

IV.C.6. Urusan Pilihan Perindustrian 6. URUSAN PERINDUSTRIAN Urusan perindustrian mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi yaitu sebagai pemicu kegiatan ekonomi lain yang berdampak ekspansif atau meluas ke berbagai sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdekatan dengan kota Bandung, sehingga mempunyai kedudukan strategis

BAB I PENDAHULUAN. berdekatan dengan kota Bandung, sehingga mempunyai kedudukan strategis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kabupaten Garut merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang berdekatan dengan kota Bandung, sehingga mempunyai kedudukan strategis dalam memasok kebutuhan

Lebih terperinci

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga investasi pada hakekatnya merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman

Lebih terperinci

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren.

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren. 44 V. PEMODELAN SISTEM Dalam analisis sistem perencanaan pengembangan agroindustri aren di Sulawesi Utara menunjukkan bahwa terdapat berbagai pihak yang terlibat dan berperan didalam sistem tersebut. Pihak-pihak

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah merupakan tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan wilayah tersebut dengan meningkatkan pemanfaatan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Peneliti : Dr. Lilis Yuliati, S.E., M.Si 1 Mahasiswa Terlibat : - Sumber Dana : BOPTN Universitas Jember Tahun 2014

ABSTRAK. Peneliti : Dr. Lilis Yuliati, S.E., M.Si 1 Mahasiswa Terlibat : - Sumber Dana : BOPTN Universitas Jember Tahun 2014 ABSTRAK Analisis Peningkatan Produk Derivat/Turunan Tebu (Pdt) dan Implementasi Teknologi Berdasarkan Produk Derivat Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) Peneliti : Dr. Lilis Yuliati, S.E., M.Si

Lebih terperinci

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN Paradigma pembangunan saat ini lebih mengedepankan proses partisipatif dan terdesentralisasi, oleh karena itu dalam menyusun

Lebih terperinci

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari tiga belas faktor yang diteliti ada dua belas (panah biru) faktor saling

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari tiga belas faktor yang diteliti ada dua belas (panah biru) faktor saling BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1. KESIMPULAN Dari tiga belas faktor yang diteliti ada dua belas (panah biru) faktor saling terkait mendukung perlunya integrasi ke hulu agar perusahaan mendapatkan pasokan

Lebih terperinci

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 10.1. Program Transisii P roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, berlangsung secara terus menerus. RPJMD Kabupaten Kotabaru

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka percepatan pembangunan industri perikanan nasional

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.146, 2015 Sumber Daya Industri. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5708). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 Tahun 2015

Lebih terperinci

Kegiatan Prioritas Tahun 2010

Kegiatan Prioritas Tahun 2010 Kementerian Perindustrian pada Tahun Anggaran 2010 mendapat alokasi pagu definitif sebesar Rp.1.665.116.721.000. Kegiatan Prioritas Tahun 2010 Pembangunan sektor industri tahun 2010 akan difokuskan pada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk lebih mempercepat perwujudan perekonomian nasional yang mandiri dan andal sebagai usaha

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI UNGGULAN MENGGUNAKAN KOMPETENSI INTI DI DAERAH KABUPATEN DAN KELEMBAGAANNYA AIDIL JUZAR

MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI UNGGULAN MENGGUNAKAN KOMPETENSI INTI DI DAERAH KABUPATEN DAN KELEMBAGAANNYA AIDIL JUZAR MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI UNGGULAN MENGGUNAKAN KOMPETENSI INTI DI DAERAH KABUPATEN DAN KELEMBAGAANNYA AIDIL JUZAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa usaha kecil merupakan bagian integral dari perekonomian nasional

Lebih terperinci

Lampiran I. Kuesioner Penelitian Analisis Strategi Bisnis Pada PT Rekadaya Elektrika

Lampiran I. Kuesioner Penelitian Analisis Strategi Bisnis Pada PT Rekadaya Elektrika 128 Lampiran I Kuesioner Penelitian Analisis Strategi Bisnis Pada PT Rekadaya Elektrika Jakarta, 17 April 2009 Kepada Yth : PT Rekadaya Elektrika Jakarta Dengan Hormat, Sehubungan dengan adanya analisis

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk lebih mempercepat perwujudan perekonomian nasional yang mandiri dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian 36 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian dipilih secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa daerah

Lebih terperinci

Kerangka Kebijakan Pengembangan Dan Pendayagunaan Telematika Di Indonesia

Kerangka Kebijakan Pengembangan Dan Pendayagunaan Telematika Di Indonesia Lampiran Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor : 6 tahun 2001 Tanggal : 24 april 2001 Kerangka Kebijakan Pengembangan Dan Pendayagunaan Telematika Di Indonesia Pendahuluan Pesatnya kemajuan teknologi

Lebih terperinci

BOKS 2. A. Latar Belakang

BOKS 2. A. Latar Belakang BOKS 2 PENELITIAN KOMODITAS/PRODUK/JENIS USAHA (KPJU) UNGGULAN DI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2011 A. Latar Belakang Mengingat besarnya kontribusi UMKM terhadap perekonomian baik nasional maupun daerah di

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk lebih mempercepat perwujudan perekonomian nasional yang mandiri dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN Bab ini menjelaskan beberapa hal mengenai perusahaan yang menjadi tempat penelitian, yaitu PT. XYZ. Beberapa hal tersebut adalah sejarah perusahaan, ruang lingkup bidang

Lebih terperinci

BAB VII. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYUSUN STRATEGI PROMOSI INSTITUT PERTANIAN ORGANIK (IPO) AIE ANGEK

BAB VII. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYUSUN STRATEGI PROMOSI INSTITUT PERTANIAN ORGANIK (IPO) AIE ANGEK BAB VII. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYUSUN STRATEGI PROMOSI INSTITUT PERTANIAN ORGANIK (IPO) AIE ANGEK 7.1 Identifikasi Tujuan IPO Aie Angek Melakukan Kegiatan Promosi Sebelum melakukan analisis pemilihan

Lebih terperinci