KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Kajian Triwulanan Periode Agustus 2017

2 Agustus 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

3 Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveillance Jl. Pejanggik No.2 Mataram Nusa Tenggara Barat Telp. : Fax : dhita_an@bi.go.id andaru_s@bi.go.id ferawati_i@bi.go.id hanif_gp@bi.go.id Fotografer : Imran Iswadi (imran.putra.sasak@gmail.com) Hanif Galih (hanifgalihp@gmail.com)

4 Visi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat Menjadi Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang kredibel dalam pelaksanaan tugas dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional. Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat Menjalankan kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai Rupiah, stabilitas sistem keuangan, efektivitas Pengelolaan Uang Rupiah (PUR) dan kehandalan Sistem Pembayaran (SP) untuk mendukung pembangunan ekonomi daerah maupun nasional jangka panjang yang inklusif dan berkesinambungan. Nilainilai Strategis Organisasi Bank Indonesia Trust and Integrity Professionalism Excellence Public Interest Coordination and Team Work.

5 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas perkenaannya buku dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) edisi Agustus 2017 dapat dipublikasikan. Buku ini menyajikan asesmen perkembangan dan prospek perekonomian Provinsi NTB triwulan II Asesmen mencakup: perkembangan ekonomi makro daerah; keuangan pemerintah; inflasi; stabilitas keuangan daerah, pengembangan akses keuangan dan UMKM; penyelenggaraan sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah; ketenagakerjaan dan kesejahteraan; serta prospek perekonomian daerah. Secara ringkas, ekonomi Provinsi NTB pada triwulan II 2017 masih mengalami kontraksi (tumbuh negatif) sebesar 1,96% (yoy), sama dengan triwulan I 2017 yang juga mengalami kontraksi sebesar 3,74% (yoy). Kuota ekspor yang lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya berdampak pada produksi tambang yang mempengaruhi kinerja sektor pertambangan. Adapun pertumbuhan ekonomi ekonomi tanpa memperhitungkan sektor pertambangan sebesar 6,93% (yoy). Tekanan inflasi pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Stabilitas keuangan daerah masih terjaga. Sementara itu, ketenagakerjaan dan kesejahteraan terlihat menurun, sejalan dengan kondisi perekonomian yang mengalami kontraksi. Memperhatikan perkembangan ekonomi yang terjadi, pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2017 diperkirakan lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi pada triwulan III Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah berkontribusi positif atas terbitnya publikasi ini. Kami berharap buku KEKR ini dapat memberikan manfaat bagi para pengambil kebijakan, pemerhati ekonomi, dan masyarakat yang membutuhkan. Masukan dan saran konstruktif kami harapkan untuk perbaikan buku KEKR ke depan. Mataram, Agustus 2017 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA Ttd i Prijono Deputi Direktur

6 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN DAERAH INDIKATOR EKONOMI DAN MONETER Provinsi Nusa Tenggara Barat INDIKATOR EKONOMI MAKRO REGIONAL I II V I II V I 2017 Indeks Harga Konsumen Kota Mataram Kota Bima Laju Inflasi Tahunan (yoy %) Kota Mataram Kota Bima PDRBharga berlaku (miliar Rp) 23,754 25,280 28,557 26,275 27,395 28,753 31,141 29,043 28,102 30,346 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 5,460 5,808 6,105 5,059 5,998 6,592 6,711 5,495 6,496 7,029 Pertambangan dan Penggalian 4,584 5,236 6,590 5,515 5,841 6,049 7,041 6,443 4,829 5,480 Industri Pengolahan ,429 1, ,557 1, Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi 2,069 2,070 2,290 2,420 2,359 2,461 2,518 2,554 2,486 2,748 Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Se 3,017 3,266 3,415 3,190 3,418 3,700 3,798 3,508 3,718 4,057 Transportasi dan Pergudangan 1,740 1,837 2,121 2,166 2,031 2,134 2,317 2,347 2,193 2,398 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan ,023 1,024 1,022 Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial 1,575 1,623 1,656 1,769 1,693 1,708 1,698 1,872 1,778 1,878 Jasa Pendidikan 1,108 1,058 1,172 1,270 1,276 1,222 1,254 1,368 1,385 1,337 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya Nilai Ekspor Nonmigas (USD Juta) Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton) Nilai Impor Nonmigas (USD Juta) Volume Impor Nonmigas (ribu ton) PERBANKAN Total Aset (Rp triliun) Dana Pihak Ketiga (Rp triliun) Kredit Lokasi Bank (Rp triliun) Loan to Deposit Ratio NPL gross (%) Bank Umum : Total Aset (Rp triliun) Dana Pihak Ketiga (Rp triliun) Tabungan (%) Giro (%) Deposito (%) Kredit (Rp triliun) berdasarkan bank pelapor Modal Kerja Investasi Konsumsi Total Kredit UMKM (Rp triliun) Loan to Deposit Ratio NPL (%) ii

7 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN DAERAH INDIKATOR I II V I II V I Bank Perkreditan Rakyat : Total Aset (Rp triliun) Dana Pihak Ketiga (Rp triliun) Tabungan (%) Giro (%) Deposito (%) Kredit (Rp triliun) berdasarkan bank pelapor Modal Kerja Investasi Konsumsi Loan to Deposit Ratio NPL (%) SISTEM PEMBAYARAN Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) 3, , , , , , , , , , Volume Transaksi RTGS (lembar) 2,752 2,605 2,585 2,439 1,823 1,591 1,138 1, Ratarata Harian Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) Ratarata Harian Volume Transaksi RTGS (lembar) Nominal Kliring Kredit (Rp miliar) 1, , , , , , , , , , Volume Kliring Kredit (lembar) 51,643 38,074 65,661 87,398 91, , , ,803 90,365 86,709 Ratarata Harian Nominal Kliring Kredit (Rp miliar) Ratarata Harian Volume Kliring Kredit (lembar) , , , , , , , , iii

8 DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Indikator Ekonomi dan Moneter...ii Daftar Isi... iv Daftar Grafik... vi Daftar Tabel...x Ringkasan Eksekutif... xi Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah Kondisi Umum Sisi Permintaan Konsumsi Investasi Ekspor Impor Sisi Sektoral Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Perdagangan Besar, Eceran, dan Reparasi Mobil dan Motor Prospek Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II Bab 2 Keuangan Pemerintah Perkembangan Keuangan Pemerintah Realisasi Pendapatan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di Provinsi NTB Risiko Fiskal dari Sumber Pendapatan Daerah Rasio Efektivitas Rasio Kemandirian Realisasi Belanja Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di Provinsi NTB Risiko Fiskal dari Belanja Pemerintah Daerah Rasio Belanja Modal Terhadap Total Belanja Rasio Belanja Pegawai Terhadap Total Belanja Rasio Belanja Pegawai Terhadap PAD Boks 1 Optimalisasi Dana Desa Terhadap Perekonomian NTB Bab 3 Perkembangan Inflasi Daerah Kondisi Umum Inflasi Berdasarkan Komoditas Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau Perumahan, Listrik, Air dan Gas Sandang iv

9 Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga Transport, Komunikasi dan Jasa Inflasi Periodikal Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Provinsi Nusa Tenggara Barat Kota Mataram Kota Bima Pengendalian Inflasi Daerah Prospek Inflasi Triwulan I Bab 4 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Asesmen Ketahanan Korporasi Asesmen Ketahanan Rumah Tangga Perkembangan Kondisi Rumah Tangga Ketahanan Sektor Rumah Tangga Asesmen Lembaga Keuangan Perkembangan Bank Umum Intermediasi Bank Umum Intermediasi Bank Umum Syariah Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Kredit UMKM Program Pengembangan Klaster Boks 2 Pengembangan Klaster Bawang Putih Organik Sembalun Bab 5 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaam Uang Rupiah Perkembangan Sistem Pembayaran Transaksi Pembayaran Tunai Transaksi Pembayaran Non Tunai Bab 6 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Kemiskinan Nilai Tukar Petani Indikator Survei Konsumen Bab 7 Prospek Perekonomian Daerah Prospek Perekonomian Provinsi NTB Perkiraan Inflasi Provinsi NTB v

10 DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1 Pertumbuhan PDRB Tahunan (yoy) Provinsi NTB dan Nasional Tahunan... 2 Grafik 1.2 Indikator Nowcasting Pertumbuhan Ekonomi NTB... 2 Grafik 1.3 Realisasi Belanja Pemerintah di Provinsi NTB... 4 Grafik 1.4 Konsumsi Energi di Provinsi NTB... 4 Grafik 1.5 Perkembangan Kredit Konsumsi Bank Umum di Provinsi NTB... 4 Grafik 1.6 Pertumbuhan SubKomponen Konsumsi Rumah Tangga... 4 Grafik 1.7 Penjualan Kendaraan Bermotor di Provinsi NTB... 5 Grafik 1.8 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen di Provinsi NTB... 5 Grafik 1.9 Realisasi Investasi PMA dan PMDN di Provinsi NTB... 6 Grafik 1.10 Realisasi Belanja Modal Pemerintah di Provinsi NTB... 6 Grafik 1.11 Realisasi Konsumsi Semen di Provinsi NTB... 6 Grafik 1.12 Penyaluran Kredit Investasi Bank Umum di Provinsi NTB... 6 Grafik 1.13 Arus Komoditas Pangan Masuk dan Keluar Provinsi NTB... 7 Grafik 1.14 Perbandingan Nilai Penjualan Konsentrat Tembaga dibanding Ekspor Prov. NTB... 7 Grafik 1.15 Perkembangan Nilai Ekspor Impor di Provinsi NTB... 7 Grafik 1.16 Arus Bongkar Muat di Pelabuhan Lembar Berdasarkan Estimasi Nilai... 7 Grafik 1.17 Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Provinsi NTB... 8 Grafik 1.18 Pertumbuhan Sektor Utama Ekonomi Provinsi NTB... 8 Grafik 1.19 PDRB Provinsi NTB Sektor Pertanian... 9 Grafik 1.20 Produksi Tanaman Padi, Jagung, dan Kedelai di Provinsi NTB... 9 Grafik 1.21 Indeks El Nino/La Nina Grafik 1.22 Nilai dan Pertumbuhan Kredit Sektor Pertanian Bank Umum di Provinsi NTB Grafik 1.23 PDRB Provinsi NTB Sektor Pertambangan dan Penggalian Grafik 1.24 Perbandingan Nilai Produksi Konsentrat Tembaga dibanding PDRB Pertambangan 11 Grafik 1.25 Harga Kosentrat dan Komoditas Internasional Emas, Perak dan Tembaga Grafik 1.26 Penyaluran Kredit Bank Umum ke Sektor Pertambangan Grafik 1.27 PDRB Provinsi NTB Sektor Perdagangan Besar, Eceran dan Reparasi Mobil Grafik 1.28 Grafik Penjualan Kendaraan Bermotor Grafik 1.29 Perkembangan Kedatangan Penumpang Pesawat ke Provinsi NTB Grafik 1.30 Perkembangan Tamu Hotel Bintang Provinsi NTB Grafik 1.31 PDRB Provinsi NTB Sektor Penyediaan Akomodasi Makan dan Minum Grafik 1.32 Realisasi Usaha Survei Kegiatan Dunia Usaha Provinsi NTB Sektor PHR Grafik 1.33 Nowcasting Pertumbuhan Ekonomi NTB Grafik 1.34 Nowcasting Pertumbuhan Ekonomi NTB nontambang Grafik 1.35 PDRB Provinsi NTB Sektor Industri Pengolahan Grafik 1.36 PDRB Provinsi NTB Sektor Pengadaan Listrik, Gas Grafik 1.37 PDRB Provinsi NTB Sektor Pengadaan Air Grafik 1.38 PDRB Provinsi NTB Sektor Konstruksi Grafik 1.39 PDRB Provinsi NTB Sektor Jasa Lainnya Grafik 1.40 PDRB Provinsi NTB Sektor Transportasi dan Pergudangan vi

11 Grafik 1.41 PDRB Provinsi NTB Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Grafik 1.42 PDRB Provinsi NTB Sektor Informasi dan Komunikasi Grafik 1.43 PDRB PDRB Provinsi NTB Sektor Jasa Perusahaan Grafik 1.44 PDRB Provinsi NTB Sektor Administrasi Pemerintahan Grafik 1.45 PDRB Provinsi NTB Sektor Jasa Pendidikan Grafik 1.46 PDRB Provinsi NTB Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Grafik 1.47 PDRB Provinsi NTB Sektor Real Estate Grafik 1.48 PDRB Provinsi NTB Sektor Jasa Keuangan Grafik 2.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah di Provinsi NTB Grafik 2.2 Realisasi Pendapatan dan Belanja Seluruh Kota/Kab di Provinsi NTB Grafik 2.3 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat di Provinsi NTB Grafik 2.4 Realisasi Pendapatan Pemerintah Pusat dan Daerah di Provinsi NTB Grafik 2.5 Realisasi Pendapatan Kota/Kab di Provinsi NTB s.d.i Grafik 2.6 Rasio Efektivitas Kota/Kabupaten di Provinsi NTB I Grafik 2.7 Rasio Kemandirian Kota/Kabupaten di Provinsi NTB I Grafik 2.8 Realisasi Belanja Pemerintah Pusat dan Daerah di Provinsi NTB Grafik 2.9 Realisasi Belanja Kota/Kab di Provinsi NTB I Grafik 2.10 Penyerapan Belanja Modal Kota/Kabupaten dan Provinsi NTB I Grafik 2.11 Penyerapan Belanja Pegawai Kota/Kab di Prov. NTB I Grafik 3.1 Perkembangan Inflasi Tahunan Provinsi NTB dan Nasional Grafik 3.2 Perkembangan Inflasi Bulanan Provinsi NTB dan Nasional Grafik 3.3 Perkembangan Inflasi Tahun Kalender Provinsi NTB dan Nasional Grafik 3.4 Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi NTB dan Nasional Grafik 3.5 Perkembangan Harga Beras Grafik 3.6 Perkembangan Harga Aneka Cabai Grafik 3.7 Perkembangan Harga BBM Grafik 3.8 Perkembangan Harga Tiket Pesawat Grafik 3.9 Perkembangan Inflasi Komoditas Bahan Makanan Grafik 3.10 Perkembangan Inflasi Bulanan Berdasarkan Kelompok Kom. Bahan Makanan Grafik 3.11 Perkembangan Inflasi Komoditas Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau Grafik 3.12 Perkembangan Inflasi Bulanan Berdasarkan Kelompok Komoditas Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau Grafik 3.13 Perkembangan Inflasi Komoditas Perumahan, Listrik, Air dan Gas Grafik 3.14 Perkembangan Harga Gas Elpiji Grafik 3.15 Perkembangan Inflasi Komoditas Sandang Grafik 3.16 Perkembangan Inflasi Bulanan Berdasarkan Kelompok Komoditas Sandang Grafik 3.17 Perkembangan Inflasi Komoditas Kesehatan Grafik 3.18 Perkembangan Inflasi Bulanan Berdasarkan Kelompok Komoditas Kesehatan Grafik 3.19 Perkembangan Inflasi Komoditas Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Grafik 3.20 Perkembangan Inflasi Bulanan Berdasarkan Kelompok Komoditas Pendidikan, Rekerasi dan Olahraga Grafik 3.21 Perkembangan Inflasi Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Grafik 3.22 Perkembangan Inflasi Bulanan Berdasarkan Komoditas Transportasi, vii

12 Komunikasi dan Jasa Grafik 3.23 Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi NTB Grafik 3.24 Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi NTB Berdasarkan Komoditas Grafik 3.25 Perkembangan Inflasi Tahunan Provinsi NTB Berdasarkan Komoditas Grafik 3.26 Disagregasi Inflasi Bulanan Provinsi NTB Grafik 3.27 Disagregasi Inflasi Tahunan Provinsi NTB Grafik 3.28 Disagregasi Inflasi Bulanan Kota Mataram Grafik 3.29 Disagregasi Inflasi Tahunan Kota Mataram Grafik 3.30 Disagregasi Inflasi Bulanan Kota Bima Grafik 3.31 Disagregasi Inflasi Tahunan Kota Bima Grafik 3.32 Prospek Inflasi Triwulan I Grafik 3.33 Survei Pemantauan Harga Bank Indonesia Grafik 4.1 Pertumbuhan Kredit dan Rasio NPL Bank Umum di Provinsi NTB Grafik 4.2 Perkembangan Konsumsi Rumah Tangga dalam PDRB Grafik 4.3 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 4.4 Persepsi Rumah Tangga terhadap Ekonomi Saat Ini Grafik 4.5 Persepsi Rumah Tangga terhadap Ekonomi 6 Bulan Mendatang Grafik 4.6 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Triwulan I Grafik 4.7 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Triwulan II Grafik 4.8 Perkembangan Kredit Konsumsi Grafik 4.9 Rasio NPL Kredit Konsumsi Grafik 4.10 Perkembangan Kredit Pemilikan Rumah Grafik 4.11 Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor Grafik 4.12 Perkembangan Aset, DPK dan Kredit Bank Umum di Prov. NTB Grafik 4.13 Pertumbuhan Aset, DPK, dan Kredit Bank Umum di Prov. NTB Grafik 4.14 Perkembangan Kredit, DPK, dan LDR Bank Umum di Prov. NTB Grafik 4.15 Pertumbuhan Kredit Bank Umum di Provinsi NTB Grafik 4.16 Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 4.17 Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi Grafik 4.18 Perkembangan Kredit Bank Umum Syariah Grafik 4.19 Pertumbuhan Kredit Bank Umum Syariah Grafik 4.20 Perkembangan Kredit Bank Perkreditan Rakyat Grafik 4.21 Perkembangan Kredit UMKM Grafik 4.22 Kredit UMKM berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik Boks. 2.1 Perkembangan Harga Bawang Putih NTB Grafik Boks. 2.2 Provinsi Penghasil Bawang Putih Grafik 5.1 Perkembangan Nominal Infow, Outflow, Net Flow Grafik 5.2 Perkembangan Pengedaran Uang di Provinsi NTB Grafik 5.3 Perkembangan Transaksi Non Tunai Grafik 5.4 Perkembangan Transaksi RTGS di Provinsi NTB Grafik 5.5 Perkembangan Transaksi Kliring di Provinsi NTB Grafik 6.1 Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi NTB Grafik 6.2 Persentase Distribusi Penduduk Miskin viii

13 Grafik 6.3 Nilai Tukar Petani Provinsi NTB Grafik 6.4 Pertumbuhan NTP dan Komponen Pembentuknya Grafik 6.5 Indikator Survei Konsumen Grafik 6.6 Ekspektasi Inflasi Masyarakat Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTB Grafik 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Kategori Utama Grafik 7.3 Composite Leading Indicator Konsumsi Rumah Tangga Grafik 7.4 Composite Leading Indicator Investasi Grafik 7.5 Proyeksi Inflasi Tahunan Grafik 7.6 Ekspektasi Inflasi Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia ix

14 DAFTAR TABEL Tabel 1.1 PDRB Provinsi NTB Sisi Permintaan... 3 Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTB Sisi Penawaran... 9 Tabel 2.1 Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi NTB dan Kab/Kota di Provinsi NTB s.d. Triwulan II Tabel 2.2 Belanja Daerah Pemerintah Provinsi NTB dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTB s.d. Triwulan II Tabel Boks 1.1 Perkembangan Dana ke Desa Tahun Anggaran Tabel Boks 1.2 Matriks Pemberian Sanksi Terhadap Pelanggaran Dana Desa Tabel 3.1 Komoditas Penyumbang Inflasi Tahunan Provinsi NTB Triwulan II Tabel 3.2 Ringkasan Perkembangan Inflasi Provinsi NTB Tabel 3.3 Langkah Pengendalian Inflasi Provinsi NTB Tabel 4.1 Perkembangan NPL Bank Umum Berdasarkan Lapangan Usaha di Provinsi NTB Tabel 4.2 Perkembangan Kredit Bank Umum Berdasarkan Sektor Ekonomi di Provinsi NTB Tabel 4.3 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Berdasarkan Pendapatan pada TW II Tabel 4.4 Dana RT untuk Membayar Cicilan dan Perubahannya Berdasarkan Pendapatan Tabel 4.5 Perkembangan Jumlah Bank dan Jaringan Kantor di Provinsi NTB Tabel 4.6 Perkembangan Indikator Bank Umum di Provinsi NTB Tabel 4.7 Perkembangan Indikator Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi NTB Tabel 5.1 Inflow, Outflow, dan Net Inflow Uang Per Pecahan x

15 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN DAERAH Perkembangan Ekonomi Makro Daerah Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB triwulan II 2017 terkontraksi sebesar 1,96% (yoy). Pertumbuhan ekonomi nontambang Provinsi NTB triwulan II 2017 sebesar 6,93% (yoy). Pertumbuhan ekonomi NTB pada triwulan II 2017 kembali mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif), sebagaimana triwulan sebelumnya. Hal tersebut masih disebabkan oleh menurunnya kinerja ekspor luar negeri karena terbatasnya kuota ekspor tembaga. Namun, kontraksi tersebut membaik dari triwulan sebelumnya. Di luar sektor tambang, pertumbuhan ekonomi NTB triwulan II 2017 tercatat lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, seiring dengan meningkatnya konsumsi rumah tangga pada bulan puasa dan perayaan Hari Raya Idul Fitri 1438 H. Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB triwulan III 2017 diperkirakan meningkat seiring meningkatnya kinerja ekspor tambang. Pada triwulan III 2017 pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB diperkirakan meningkat. Peningkatan tersebut ditopang oleh membaiknya kinerja ekspor pertambangan dan investasi yang diperkirakan mulai mengalami peningkatan. Keuangan Pemerintah Realisasi belanja pemerintah meningkat. Penyerapan belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) Pemerintah Provinsi NTB dan seluruh kota/kabupaten di Provinsi NTB sampai dengan triwulan II 2017 mencapai Rp6,73 Triliun. Penyerapan belanja tersebut secara besaran sedikit lebih tinggi dibandingkan penyerapan dalam periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp6,28 Triliun. Secara persentase, penyerapan belanja pada triwulan II 2017 sebesar 34,55% dari anggaran belanja, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 35,07%. Sementara itu, realisasi pendapatan dalam APBD Provinsi dan kota/kabupaten di Provinsi NTB sampai dengan triwulan II 2017 sebesar Rp9,51 Triliun, lebih tinggi dibandingkan realisasi pendapatan dalam periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp8,52 Triliun. Secara persentase, realisasi pendapatan xi

16 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN DAERAH pada triwulan II 2017 sebesar 50,47% lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 48,25%. Perkembangan Inflasi Daerah Di triwulan II 2017 inflasi tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Tekanan inflasi tahunan Provinsi NTB pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yaitu sebesar 3,38% (yoy). Hal tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya kelompok komoditas yang harganya diatur pemerintah (administered price) pada bulan Ramadhan dan menjelang perayaan Hari Raya Idul Fitri 1438 H. Stabilitas Keuangan Daerah dan Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Stabilitas keuangan daerah Provinsi NTB pada triwulan II 2017 masih relatif terjaga. Stabilitas keuangan daerah Provinsi NTB pada triwulan II 2017 masih relatif terjaga. Ketahanan sektor korporasi dan rumah tangga masih berada pada level aman. Hal ini tercermin dari indikator Non Performing Loan (NPL) relatif sama dengan triwulan sebelumnya. Risiko kredit sektor rumah tangga cenderung menurun, terlihat dari indikator Debt Service Ratio (DSR) > 30% yang mengalami penurunan. Optimisme rumah tangga juga meningkat tercermin dari meningkatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Pada triwulan II tahun 2017 terjadi peningkatan kebutuhan uang tunai di Provinsi NTB Pada triwulan II 2017 terjadi peningkatan kebutuhan uang tunai di Provinsi NTB. Hal ini tampak dari net outlfow uang yaitu jumlah uang tunai yang keluar (cash outflow) lebih banyak dari jumlah uang tunai yang masuk (cash inflow). Peningkatan ini sejalan dengan meningkatnya aktivitas ekonomi di Provinsi NTB terkait siklus musiman pada bulan Ramadhan dan hari besar keagamaan Idul Fitri. Demikian pula dengan transaksi xii

17 Indikator kesejahteraan menunjukan tren penurunan sejalan dengan penurunan kondisi ekonomi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN DAERAH nontunai secara total transaksi (RTGS dan kliring) meningkat dibandingkan dengan triwulanan sebelumnya. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Indikator kesejahteraan Provinsi NTB menunjukkan penurunan sejalan dengan kondisi ekonomi yang menurun pada triwulan II Hal itu terlihat dari beberapa indikator seperti tingkat kemiskinan yang sedikit mengalami peningkatan. Selain itu, indikator Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan II 2017 menunjukan arah yang lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB pada triwulan IV 2017 diperkirakan melambat, namun ekonomi non tambang diperkirakan terakselerasi Prospek Perekonomian Daerah Perekonomian Provinsi NTB (termasuk tambang) pada triwulan IV 2017 diperkirakan terkontraksi. Ekonomi triwulan IV 2017 diperkirakan tumbuh 1,0 s.d 0,5% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan triwulan III 2017 sebesar 4,2 s.d 4,6% (yoy). Terkontraksinya pertumbuhan tersebut disebabkan kinerja ekspor luar negeri yang masih belum pulih. Perekonomian Provinsi NTB (termasuk tambang) secara keseluruhan tahun 2017 diperkirakan tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan tahun Sementara itu, perekonomian Provinsi NTB nontambang triwulan IV 2017 diprakirakan tumbuh 5,4 s.d 5,8% (yoy), sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan triwulan III 2017 sebesar 5,1 s.d 5,5% (yoy). Hal tersebut disebabkan meningkatnya konsumsi masyarakat menjelang akhir tahun dan Maulid Nabi. Perekonomian Provinsi NTB nontambang secara keseluruhan tahun 2017 diprakirakan tumbuh sedikit lebih rendah dibandingkan dengan tahun Tekanan inflasi tahunan pada triwulan IV 2017 diperkirakan sebesar 3,5 s.d 3,9% (yoy), berada dalam target inflasi nasional sebesar 4 ± 1% (yoy). xiii

18 BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH Pertumbuhan ekonomi NTB pada triwulan II 2017 kembali mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif), sebagaimana triwulan sebelumnya. Hal tersebut masih disebabkan oleh menurunnya kinerja ekspor luar negeri karena terbatasnya kuota ekspor tembaga. Namun, kontraksi tersebut membaik dari triwulan sebelumnya. Di luar sektor tambang, pertumbuhan ekonomi NTB triwulan II 2017 tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, seiring dengan meningkatnya konsumsi rumah tangga pada bulan puasa dan perayaan Hari Raya Idul Fitri 1438 H. 1.1 KONDISI UMUM Pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pada triwulan II 2017 mengalami kontraksi sebesar 1,96% (yoy). Menurunnya ekspor luar negeri dibandingkan dengan tahun lalu masih menjadi faktor penyebab terjadinya kontraksi pertumbuhan ekonomi lanjutan sejak triwulan I Meski begitu, angka pertumbuhan ekonomi NTB pada triwulan II 2017 tersebut masih lebih tinggi dibandingkan dengan angka pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi 3,74% (yoy). Hal ini menunjukan bahwa meski masih mengalami kontraksi, ekonomi NTB pada triwulan ini masih tumbuh lebih baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Tumbuhnya Konsumsi Rumah Tangga dan Konsumsi Lembaga Nonpemerintah dan Rumah Tangga (LNPRT), serta Investasi menjadi faktor pendorong ekonomi pada triwulan II Angka pertumbuhan ekonomi NTB pada triwulan II 2017 lebih rendah dibanding dengan angka pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat sebesar 5,14% (yoy). Ekonomi nontambang Provinsi NTB pada triwulan II 2017 mencatatkan angka pertumbuhan sebesar 6,93% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,17% (yoy). Membaiknya angka pertumbuhan ekonomi nontambang NTB terutama ditopang oleh sektor penggalian (1,43%), sektor konstruksi (1,00%), dan transportasi (0,90%). Secara umum, pada triwulan II 2017 seluruh sektor ekonomi di Provinsi NTB mengalami pertumbuhan, kecuali sektor Pertambangan dan sektor Pengadaan Listrik dan Gas yang mengalami kontraksi pertumbuhan. Sektor Konstruksi menjadi sektor ekonomi dengan akselerasi pertumbuhan tertinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, diikuti sektor transportasi dan pergudangan. Perkembangan Ekonomi Makro Daerah 1

19 Growth (% yoy) Agustus Aktual PDRB Nowcast Bridge '15 I'15 II'15 V'15 '16 I'16 II'16 V'16 '17 I'17 gnasional (yoy) gntb (yoy) gntb Tanpa Tambang (yoy) Grafik 1.1 Pertumbuhan PDRB Tahunan (yoy) Provinsi NTB dan Nasional Tahunan Grafik 1.2 Indikator Nowcasting Pertumbuhan Ekonomi NTB 2.80 Realisasi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTB dengan perhitungan atas dasar harga berlaku pada triwulan II 2017 mencapai Rp30,34 triliun. Dengan pencapaian realisasi tersebut, Provinsi NTB menyumbang 0,89% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional. 1.2 SISI PERMINTAAN Dari sisi permintaan, terkontraksinya pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB pada triwulan II 2017 disebabkan oleh menurunnya besaran Ekspor Luar Negeri dibandingkan dengan tahun lalu. Penurunan kinerja ekspor luar negeri yang terkontraksi tersebut disebabkan oleh kinerja ekspor perusahaan tambang yang belum stabil paskaperalihan kepemilikan dan peralihan izin dari Kontrak Karya ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Lebih lanjut, kuota ekspor konsentrat tembaga yang disetujui pemerintah relatif lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Angka kuota ekspor pada tahun 2017 untuk jangka waktu 1 (satu) tahun, sehingga jika dibandingkan dengan sebelumnya yang diberikan untuk jangka waktu 6 bulan menyebabkan ratarata kuota ekspor pada tahun 2017 secara bulanan relatif lebih kecil. Di sisi lain, angka pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga dan Konsumsi LNPRT meningkat sehingga menahan kontraksi ekonomi Provinsi NTB lebih dalam. Momen ibadah puasa pada bulan Ramadhan dan peringatan Hari Raya Idul Fitri diperkirakan menjadi faktor utama pendorong Konsumsi Rumah Tangga. Sementara itu, meningkatnya aktivitas ekonomi terkait dengan agenda pemilihan kepala daerah di Provinsi NTB, termasuk pemilihan Gubernur dan beberapa kepala daerah di Kabupaten Perkembangan Ekonomi Makro Daerah 2

20 dan Kota di Provinsi NTB, yang akan dilaksanakan pada tahun 2018 mulai terlihat pada triwulan II Komponen (ADHB, Rp Miliar) Tabel 1.1 PDRB Provinsi NTB Sisi Permintaan TW II 2017 Kontribusi per Kategori I 2017 (%) Pertumbuhan V 2016 (% yoy) Pertumbuhan 2017 (% yoy) Pertumbuhan I 2017 (% yoy) 1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 62,018 65,940 70,961 18, Pengeluaran Konsumsi LNPRT 1,386 1,512 1, Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 15,388 16,968 18,253 4, PMTB 31,846 36,058 41,750 11, Perubahan Inventori , Ekspor Barang dan Jasa 4,947 20,979 22,303 4, Impor Barang dan Jasa 2,817 3,934 3, Net Ekspor Antar Daerah (32,022) (34,359) (36,026) (8,686) NTB 81, , ,247 30, Konsumsi Secara agregat, tingkat konsumsi pada triwulan II 2017 tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, terutama disumbang oleh Konsumsi Rumah Tangga dan Konsumsi LNPRT. Konsumsi Rumah Tangga mengalami akselerasi pertumbuhan dari 2,12% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 2,66% (yoy) pada triwulan II Momen bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri diperkirakan menjadi pendorong utama konsumsi. Hal ini tercermin pada komponen pembentuk konsumsi rumah tangga yang terakselerasi lebih tinggi, diantaranya konsumsi transportasi dan komunikasi, konsumsi perumahan dan perlengkapan rumah tangga, serta konsumsi makan dan minum selain restoran. Konsumsi Lembaga Nonpemerintah dan Rumah Tangga (LNPRT) juga mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yaitu mencapai 6.71% (yoy) pada triwulan II 2017 dibandingkan dengan 4,07% (yoy) pada triwulan I Akselerasi konsumsi LNPRT mulai terlihat pada pertengahan tahun 2017 sehubungan dengan dimulainya aktivitas politik dalam rangka Pemilihan Kepala Daerah di Provinsi NTB dan beberapa Kabupaten/Kota di Provinsi NTB pada tahun Sebaliknya, konsumsi pemerintah mencatat angka pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan II 2017 konsumsi pemerintah tercatat tumbuh 2,39% (yoy), sedangkan pada triwulan sebelumnya angka pertumbuhan mencapai 2,87% (yoy). Angka pertumbuhan tersebut sejalan dengan realisasi belanja pemerintah Provinsi NTB dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTB pada triwulan II 2017 yang menunjukkan penurunan secara tahunan. Perkembangan Ekonomi Makro Daerah 3

21 Rp Triliun I Tw III Tw IV I Tw III Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTB, Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah Prov. NTB, diolah Tw IV I Tw III Tw IV I Realisasi Belanja Pemerintah Grafik 1.3 Realisasi Belanja Pemerintah di Provinsi NTB Rp Miliar 1,200 1, , , BBM Gas Listrik II'16 V'16 '17 I'17 Sumber: PT Pertamina(Persero) dan PT PLN (Persero), diolah Grafik 1.4 Konsumsi Energi di Provinsi NTB Beberapa indikator menunjukan bahwa menguatnya Konsumsi Rumah Tangga pada triwulan II 2017 bersifat seasonal dan terbatas. Perkembangan beberapa indikator, seperti perkembangan konsumsi energi dan tingkat optimisme masyarakat dari hasil Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia menunjukkan peningkatan yang tidak terlalu tinggi pada season bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Begitu pula dengan perkembangan kredit konsumsi yang meski tumbuh namun menunjukkan perlambatan pada triwulan II Bahkan, jumlah penjualan kendaraan bermotor di Provinsi NTB menunjukkan penurunan tahunan (year on year) dalam 3 (tiga) triwulan terakhir. 18,000 16,000 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Kredit Konsumsi (Rp miliar)kiri Grafik 1.5 Perkembangan Kredit Konsumsi Bank Umum di Provinsi NTB Growth (%yoy)kanan (2.00) Sumber: BPS, diolah Konsumsi Rumah Tangga Makanan dan Minuman, Selain Restoran Perumahan dan Perlengkapan Rumahtangga Transportasi dan Komunikasi I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik 1.6 Pertumbuhan SubKomponen Konsumsi Rumah Tangga Indikator Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia yang tumbuh terbatas dapat dilihat lebih detail per indeks pembentuknya dan perbandingan pertumbuhan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) hasil Survei Konsumen menunjukan arah yang selaras dengan penguatan konsumsi rumah tangga pada triwulan II Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Perkembangan Ekonomi Makro Daerah 4

22 Miliar Agustus 2017 pada triwulan II 2017 meningkat menjadi 109,9, lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I 2017 sebesar 105,8. Indeks pembentuk IKK yang terdiri dari Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. IKE dan IEK triwulan II 2017 masingmasing sebesar 106,7 dan 113,2, meningkat dibanding dengan triwulan sebelumnya masingmasing sebesar 99,2 dan 112,3. Namun jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya indeks hasil Survei Konsumen triwulan II 2017 masih lebih rendah. IKK, IKE dan IEK pada triwulan II 2016 masingmasing sebesar 118,4; 106,7; dan 130,1. 1,200 1, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (10) (20) (30) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Total Motor Mobil growth total (%,yoy)kanan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) g Konsumsi Rumah Tangga Kanan Sumber: Bappenda Provinsi NTB, diolah Grafik 1.7 Penjualan Kendaraan Bermotor di Provinsi NTB Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia, diolah Grafik 1.8 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen di Provinsi NTB Investasi Investasi mulai tumbuh pada triwulan II 2017 setelah sebelumnya mengalami kontraksi. Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 1,33% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I 2017 yang terkontraksi sebesar 0,52% (yoy). Meski begitu, angka pertumbuhan tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan angka pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu yang tumbuh sebesar 9,32% (yoy). Tumbuhnya investasi pada triwulan II 2017 terutama didorong oleh investasi nonbangunan yang tumbuh sebesar 3,12%, sedangkan investasi bangunan hanya tumbuh sebesar 0,54%.Perkembangan investasi bangunan yang tumbuh terbatas tersebut tercermin dari indikator penjualan semen pada triwulan II 2017, dimana angka penjualan semen pada triwulan II 2017 lebih kecil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Perkembangan Ekonomi Makro Daerah 5

23 Rp Milliar %, Yoy Agustus , , , , , , Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q Total Investasi Sumber: BKPMPT Prov. NTB, diolah gyoy (Kanan) Grafik 1.9 Realisasi Investasi PMA dan PMDN di Provinsi NTB Rp Triliun I II V I II V I II V I Belanja Modal Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTB, Biro Keuangan Prov. NTB, diolah Grafik 1.10 Realisasi Belanja Modal Pemerintah di Provinsi NTB Menurut data BKPMPT Provinsi NTB, pada triwulan II 2017 tercatat jumlah investasi yang ditanamkan melalui Penanaman Modal Asing (PMA) di Provinsi Nusa Tenggara Barat mencapai Rp155 Miliar, sedangkan melalui Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mencapai Rp2,1 Triliun. Secara agregat, nilai investasi tersebut lebih kecil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun periode yang sama pada tahun sebelumnya. Secara spasial, sebagaimana triwulan sebelumnya, mayoritas realisasi penanaman modal dilaksanakan di Kabupaten Sumbawa Barat. Hal ini menunjukan bahwa aktivitas ekspansi bisnis perusahaan tambang yang berlokasi di Kabupaten Sumbawa Barat sejak triwulan lalu masih berlanjut. Penanaman modal di Sumbawa Barat tersebut mayoritas melalui PMDN dan memiliki pangsa yang sangat dominan, yaitu sekitar 90% dari total investasi yang direalisasikan di Provinsi NTB pada triwulan II , , , , , ,000 50,000 Volume Penjualan Semen (ton) Pertumbuhan semen (%,yoy)kanan Pertumbuhan Investasi Kanan I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II (10) (20) (30) 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0 Kredit Investasi (Rp miliar)kiri) Growth (yoy %)Kanan Growth (qtq %)Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (6.61) Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah Grafik 1.11 Realisasi Konsumsi Semen di Provinsi NTB Grafik 1.12 Penyaluran Kredit Investasi Bank Umum di Provinsi NTB Perkembangan Ekonomi Makro Daerah 6

24 Milyar (Rp) Rp Milliar Agustus Ekspor Impor Ekspor luar negeri Provinsi NTB pada triwulan II 2017 terkontraksi 28,03% (yoy). Kontraksi pertumbuhan tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan kontraksi triwulan sebelumnya yang lebih dalam, sebesar 35,73% (yoy). Mayoritas penurunan ekspor terjadi pada ekspor barang sehubungan dengan terkontraksinya sektor pertambangan. Sekitar 99% komoditas ekspor luar negeri Provinsi NTB berupa komoditas pertambangan. 5,000 4,500 4,000 3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1, ,624 Keluar Masuk Net Ekspor Sumber: BKP Provinsi NTB, diolah 1, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 1.13 Arus Komoditas Pangan Masuk dan Keluar Provinsi NTB 10,000 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 I II III IV I II III IV I II III IV I II ADHB Ekspor Sales Tambang Sumber : Perusahaan Pertambangan di Provinsi NTB dan BPS, diolah Grafik 1.14 Perbandingan Nilai Penjualan Konsentrat Tembaga dibanding Ekspor Provinsi NTB Impor luar negeri Provinsi NTB pada triwulan II 2017 tumbuh positif setelah sebelumnya mengalami kontraksi. Kebutuhan impor luar negeri Provinsi NTB mayoritas adalah untuk kebutuhan produksi tambang. Meningkatnya impor barang luar negeri sejalan dengan kondisi ekspor luar negeri yang mulai meningkat. Kedua hal tersebut selaras karena barangbarang yang diimpor adalah untuk kebutuhan produksi dan eksplorasi pertambangan, seperti barangbarang dari besi, baja, dan pesawat mekanis. 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 Trw I Trw II Trw III Trw IV Trw I Trw II Trw III Trw IV Trw I Trw II Trw III Grafik 1.15 Perkembangan Nilai Ekspor Impor di Provinsi NTB Trw IV Trw I Trw II Ekspor Luar Negeri Impor Luar Negeri Miliar (431) (595) (624) (528) (641) (507) (685) (580) (732) (502) (528) (810) (565) (596) (640) I II V I II V I II V I II V Total Net Ekspor Total Ekspor Total Impor Sumber: PT Pelindo III (Persero) Cabang Lembar, diolah Grafik Arus Bongkar Muat di Pelabuhan Lembar Berdasarkan Estimasi Nilai (716) Perkembangan Ekonomi Makro Daerah 7

25 % yoy % yoy Agustus 2017 Ekspor dan impor antardaerah pada triwulan II 2017 mengalami perlambatan pertumbuhan. Ekspor antardaerah tumbuh sebesar 44,56% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 59,17% (yoy). Impor antardaerah tumbuh sebesar 11,44% (yoy). Juga lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 14,01% (yoy). 1.3 SISI SEKTORAL Dari sisi sektoral, kontraksi pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB disebabkan oleh kontraksi sektor Pertambangan. Meski begitu, akselerasi pertumbuhan beberapa sektor ekonomi utama di Provinsi NTB menahan angka pertumbuhan terkontraksi lebih dalam, antara lain sektor Konstruksi dan sektor Transportasi dan Pergudangan. Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB pada triwulan II 2017 disumbang oleh sektor Penggalian (1,43%), sektor Konstruksi (1,00%), dan sektor Transportasi (0,90%) Transportasi Konstruksi Perdagangan Pertanian Lainnya Transportasi Konstruksi Perdagangan Pertambangan & Penggalian 6.16 Dengan Tambang Non Tambang Penggalian Pertanian Lainnya Grafik 1.17 Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Provinsi NTB Tw I'15 Tw II'15 Tw III'15 Tw IV'15 Tw I'16 Tw II'16 Tw III'16 Tw IV'16 Tw I'17 Tw II'17 Pertanian Perdagangan Transportasi Pertambangan (kanan) Konstruksi Grafik 1.18 Pertumbuhan Sektor Ekonomi Utama Provinsi NTB Di luar sektor pertambangan, perekonomian Provinsi NTB meningkat, terutama disebabkan oleh lebih cepatnya pertumbuhan beberapa sektor ekonomi pada triwulan II 2017, antara lain sektor konstruksi, serta sektor transportasi dan pergudangan. Beberapa sektor ekonomi lainnya tumbuh lebih lambat, seperti sektor pertanian dan sektor industri pengolahan. Perkembangan Ekonomi Makro Daerah 8

26 Ribu ton Agustus 2017 Kat egor i ( ADHB, Rp Mi l i ar ) Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTB Sisi Penawaran 2014 P ertanian, Kehutanan, dan P erikanan 19,468 22,432 24,797 7, Pertambangan dan Penggalian 9,231 21,925 25,373 5, Indus tri P engolahan 3,818 4,064 4, P engadaan L is trik, Gas Pengadaan Air Kons truks i 7,704 8,849 9,893 2, P erdagangan B es ar dan E ceran, dan R eparas i Mobil dan Sepeda Motor 11,573 12,887 14,423 4, T rans portas i dan P ergudangan 6,799 7,864 8,829 2, Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1,945 2,207 2, Informas i dan Komunikas i 1,732 1,861 2, J asa Keuangan 2,807 3,186 3,704 1, R eal E s tate 2,875 3,198 3, J asa P erusahaan Adminis tras i P emerintahan, P ertahanan dan 6,623 6,972 1,878 J aminan S os ial Wajib 5, J asa P endidikan 4,065 4,609 5,120 1, Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,641 1,836 1, J asa lainnya 1,770 2,001 2, NTB (R p Miliar) 81, , ,247 30, NTB tanpa Tambang (R p Miliar) 74,858 86,280 93,906 25, Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan TW I I 2017 Kont r i bus i per Kat egor i I 2017 ( %) Per t umbuhan Tw I V 2016 ( yoy) Per t umbuhan 2017 ( yoy) Sektor Pertanian pada triwulan II 2017 tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sektor pertanian tumbuh sebesar 2,24% (yoy) pada triwulan II 2017, lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,37% (yoy). Menurunnya pertumbuhan sektor Pertanian pada triwulan II 2017 disebabkan oleh menurunnya produktivitas pertanian sehubungan dengan telah usainya masa panen dan mulai masuknya masa tanam. Per t umbuhan Tw I I 2017 ( yoy) (2.00) 2015 I II V I 2016 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Kanan II V I 2017 Grafik 1.19 PDRB Provinsi NTB Sektor Pertanian Rp Triliun Growth (yoy %)Kiri 1,200 1, Sumber : Dinas Pertanian Provinsi NTB, diolah Grafik 1.20 Produksi Tanaman Pangan Padi, Jagung dan Kedelai di Provinsi NTB , I II III IV I II III IV I II III IV I II Padi Jagung Kedelai Menurunnya kinerja sektor pertanian terlihat dari statistik produksi tanaman pangan, dimana produksi tanaman pangan utama seperti padi dan jagung mengalami penurunan setelah peningkatan tinggi pada triwulan I Begitu pula penyaluran kredit lokasi proyek di Provinsi NTB untuk sektor pertanian yang menunjukan perlambatan pertumbuhan. Melambatnya pertumbuhan sektor pertanian terjadi karena bergesernya periode tanam dan panen, dimana masa panen terjadi Perkembangan Ekonomi Makro Daerah 9

27 DJF FMA AMJ JJA ASO OND DJF FMA AMJ JJA ASO OND DJF FMA AMJ JJA ASO OND DJF FMA AMJ Agustus 2017 pada triwulan pertama, berbeda dibandingkan dengan tahuntahun sebelumnya dimana panen terjadi pada triwulan kedua. Terkait dengan kondisi cuaca yang memiliki pengaruh langsung dengan kinerja sektor pertanian, musim kemarau diperkirakan telah dimulai sejak bulan Mei Oleh karena itu, risiko kekeringan tetap harus diwaspadai pada semester kedua karena dapat mempengaruhi produktivitas pertanian secara langsung. Meski begitu, perkembangan indeks El Nino/La Nina 1 pada tahun 2017 menunjukan penurunan risiko terjadinya potensi anomali cuaca , , , , Kredit Sektor Pertanian (Rp miliar)kiri Growth (%yoy)kanan Growth (%qtq)kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik 1.21 Indeks El Nino/La Nina Grafik 1.22 Nilai dan Pertumbuhan Kredit Sektor Pertanian Bank Umum di Provinsi NTB Pertambangan dan Penggalian Sektor pertambangan terkontraksi pada triwulan II Sektor pertambangan tercatat terkontraksi sebesar 24,11% (yoy), namun masih lebih baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat terkontraksi 28,25% (yoy). Paskaperalihan kepemilikan dan peralihan izin pertambangan dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), izin ekspor konsentrat tembaga diberikan kepada perusahaan tambang besar di Provinsi NTB dengan kuota sebesar wmt (wet metric ton) untuk jangka waktu 12 bulan (Februari 2017 Februari 2018). Pada triwulan I 2017, kinerja sektor pertambangan terkontraksi sangat dalam karena tidak adanya aktivitas ekspor pada bulan Februari Hingga akhir triwulan II 2017, kinerja ekspor konsentrat tembaga belum menunjukan peningkatan yang cukup signifikan meski secara akumulasi lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan produksi pada triwulan II 2017 tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. 1 Indeks El Nino/La Nina bersumber dari National Oceanic and Atmosphere Administration (NOAA). Threshold suhu yang digunakan adalah ±0,4, suhu di atas 0,4 menunjukan indikasi El Nino, sebaliknya suhu di bawah 0,4 menunjukan indikasi La Nina Perkembangan Ekonomi Makro Daerah 10

28 Rp Milliar Agustus (50.00) 2015 I II V Pertambangan dan Penggalian Kanan I II V I 2017 Growth (yoy %)Kiri Grafik 1.23 PDRB Provinsi NTB Sektor Pertambangan dan Penggalian Rp Triliun ,000 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 I II III IV I II III IV I II III IV I II ADHB tambang Sales Tambang Sumber: Perusahaan Pertambangan di Provinsi NTB, diolah Grafik 1.24 Perbandingan Nilai Produksi Konsentrat Tembaga dibandingkan dengan PDRB Pertambangan Peningkatan signifikan penjualan ekspor tambang pada Juli 2017 dan kenaikan harga konsentrat tembaga mengindikasikan perbaikan kinerja sektor tambang pada semester II Selain itu, dampak dari tingginya penyaluran kredit ke sektor pertambangan sejak akhir tahun lalu diperkirakan mulai terlihat pada semester II Dua faktor tersebut diperkirakan menjadi sinyal mulai meningkatnya penjualan semester II Konsentrat (US/ton) Perak US sen/onz) Emas (US/Onz) Tembaga (US/ton) RHS Rp Milyar 4,000 40, ,500 3,000 Pertambangan % YOY 35, , ,500 2,000 1,500 1,000 25, , , , , TW 1 TW 2 TW 3 Tw 4 Tw 1 Tw 2 Tw 3 Tw 4 Tw 1 Tw (5,000.00) Sumber: Perusahaan Pertambangan di NTB dan Bloomberg, diolah Grafik 1.25 Harga Konsentrat dan Komoditas Internasional Emas, Perak dan Tembaga Grafik 1.26 Penyaluran Kredit Bank Umum ke Sektor Pertambangan Perkembangan Ekonomi Makro Daerah 11

29 Miliar Agustus Perdagangan Besar, Eceran, dan Reparasi Mobil dan Motor Sektor Perdagangan Besar, Eceran, dan Reparasi Mobil (PBER) mengalami percepatan pertumbuhan pada triwulan II Sektor PBER tumbuh sebesar 5,63% (yoy) lebih besar dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 5,13% (yoy). Akselerasi pertumbuhan sektor Perdagangan sejalan dengan meningkatnya Konsumsi Rumah Tangga sehubungan dengan momen bulan Ramadhan dan Idul Fitri I 2015 II V I 2016 Perdagangan Besar dan Eceran Kanan II V I 2017 Triliun Growth (yoy %)Kiri 1,200 1, (10) (20) (30) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Total Motor Mobil growth total (%,yoy)kanan Grafik 1.27 PDRB Provinsi NTB Sektor Perdagangan Besar, Eceran dan Reparasi Mobil Sumber: Bappenda Provinsi NTB, diolah Grafik 1.28 Grafik Penjualan Kendaraan Bermotor Selain konsumsi masyarakat di Provinsi NTB, dilaksanakannya beberapa event keagamaan sepanjang bulan Ramadhan dan diakhiri dengan libur panjang selama satu minggu pada akhir bulan Ramadhan menjadi faktor yang mendorong meningkatnya kunjungan wisatawan ke Provinsi NTB. Hal ini tercermin pada statistik perkembangan kedatangan penumpang pesawat dan statistik perkembangan tamu hotel bintang yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik, dimana kedua data statistik tersebut menunjukan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sejalan dengan pola konsumsi rumah tangga sebagaimana dijelaskan sebelumnya, sektor Perdagangan yang tergerak dengan konsumsi Rumah Tangga pada triwulan II 2017 adalah sektor perdagangan yang terkait dengan konsumsi makanan, peralatan rumah tangga, dan transportasi antarkota atau antarprovinsi. Namun demikian, pertumbuhan sektor PBER pada triwulan II 2017 tertahan oleh penurunan penjualan kendaraan bermotor. Perkembangan Ekonomi Makro Daerah 12

30 Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun ribu Ribu Agustus ,200 1, I II III IV I II III IV I II III IV I II Total Domestik Internasional Growth (% yoy, kanan) (5.00) (10.00) Grafik 1.29 Perkembangan Kedatangan Penumpang Pesawat ke Provinsi NTB Total DN LN Groth (yoy) kanan Grafik 1.30 Perkembangan Tamu Hotel Bintang Provinsi NTB Ke depan, faktor yang dapat mendorong pertumbuhan sektor PBER adalah potensi peningkatan kunjungan wisatawan ke Provinsi NTB. Sektor pariwisata yang tercermin dari pertumbuhan sektor akomodasi & makan minum (PAMM) mengalami peningkatan yang tinggi sepanjang tahun 2016 sebesar 10,44% (yoy). Meningkatnya awareness mengenai potensi pariwisata sebagai penggerak ekonomi utama yang baru diperkirakan mampu menjaga kinerja sektor pariwisata sepanjang tahun I 2015 II V I 2016 II V Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Kanan 2017 I 2017 Rp Triliun 0.80 Grafik 1.31 PDRB Provinsi NTB Sektor Penyediaan Akomodasi Makan dan Minum Growth (yoy %)Kiri Tabel 1. Kegiatan Usaha Tabel 3. Tenaga Kerja Tabel 2. Harga Jual I II V I II V I II V I Grafik 1.32 Realisasi Usaha Survei Kegiatan Dunia Usaha Provinsi NTB Sektor PHR Perkembangan Ekonomi Makro Daerah 13

31 Growth (% yoy) Growth (% yoy) Agustus Prospek Pertumbuhan Ekonomi Triwulan III 2017 Pada triwulan III 2017 pertumbuhan ekonomi NTB diperkirakan tumbuh positif. Terdapat beberapa faktor yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi NTB pada triwulan III Kinerja sektor tambang pada triwulan III 2017 diperkirakan meningkat cukup tinggi setelah pada triwulan sebelumnya mengalami kontraksi. Investasi diperkirakan akan mengalami peningkatan pada triwulan III 2017, selaras dengan kinerja sektor konstruksi yang juga diperkirakan akan mengalami peningkatan. Penyaluran kredit investasi yang cukup tinggi dalam 3 (tiga) triwulan terakhir diperkirakan mendorong peningkatan tersebut. ber: B dan PT s Aktual PDRB Nowcast DLM Aktual PDRBNT Nowcast Grafik 1.33 Nowcasting Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTB apurai Grafik 1.34 Nowcasting Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTB Nontambang I II V Industri Pengolahan Kanan I II V I 2017 Growth (yoy %)Kiri Rp Triliun Grafik 1.35 PDRB Provinsi NTB Sektor Industri Pengolahan (5.00) (10.00) 2015 I II V Pengadaan Listrik, Gas Kanan I II V I 2017 Growth (yoy %)Kiri Rp Triliun Grafik 1.36 PDRB Provinsi NTB Sektor Pengadaan Listrik, Gas Perkembangan Ekonomi Makro Daerah 14

32 I II V Pengadaan Air Kanan 2016 I II V Growth (yoy %)Kiri 2017 I 2017 Rp Triliun Grafik 1.37 PDRB Provinsi NTB Sektor Pengadaan Air I II V I II V Konstruksi Kanan Growth (yoy %)Kiri 2017 I 2017 Rp Triliun Grafik 1.38 PDRB Provinsi NTB Sektor Konstruksi I II V I II V I Jasa lainnya Kanan Growth (yoy %)Kiri Grafik 1.39 PDRB Provinsi NTB Sektor Jasa Lainnya Rp Triliun I 2015 II 2015 V Transportasi dan Pergudangan Kanan I 2016 II 2016 V I 2017 Growth (yoy %)Kiri Grafik 1.40 PDRB Provinsi NTB Sektor Transportasi dan Pergudangan Rp Triliun I II V I II V Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Kanan 2017 I 2017 Rp Triliun 0.80 Grafik 1.41 PDRB Provinsi NTB Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Growth (yoy %)Kiri I 2015 II V Informasi dan Komunikasi Kanan I II V I 2017 Growth (yoy %)Kiri Rp Triliun Grafik 1.42 PDRB Provinsi NTB Sektor Informasi dan Komunikasi Perkembangan Ekonomi Makro Daerah 15

33 I 2015 II 2015 V Jasa Perusahaan Kanan I 2016 II 2016 V I 2017 Growth (yoy %)Kiri Grafik 1.43 PDRB Provinsi NTB Sektor Jasa Perusahaan Rp Triliun I II V Administrasi Pemerintahan Kanan I II V I 2017 Growth (yoy %)Kiri Grafik 1.44 PDRB Provinsi NTB Sektor Administrasi Pemerintahan Rp Triliun I II V Jasa Pendidikan Kanan I II V Growth (yoy %)Kiri I 2017 Grafik 1.45 PDRB Provinsi NTB Sektor Jasa Pendidikan Rp Triliun I II V I II V Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Kanan 2017 I 2017 Rp Triliun 0.60 Grafik 1.46 PDRB Provinsi NTB Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Growth (yoy %)Kiri I 2015 II 2015 Real Estate Kanan V I 2016 II 2016 Growth (yoy %)Kiri V I 2017 Grafik 1.47 PDRB Provinsi NTB Sektor Real Estate Rp Triliun I 2015 II 2015 V I 2016 II 2016 V 2016 Jasa Keuangan Kanan Growth (yoy %)Kiri 2017 I 2017 Grafik 1.48 PDRB Provinsi NTB Sektor Jasa Keuangan Rp Triliun Perkembangan Ekonomi Makro Daerah 16

34 Agustus 2017 BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH Penyerapan belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) pemerintah Provinsi NTB dan seluruh kota/kabupaten di Provinsi NTB sampai dengan triwulan II 2017 mencapai Rp6,73 Triliun, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan penyerapan dalam periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp6,28 Triliun. Hal tersebut disebabkan pos belanja modal, belanja barang dan belanja bantuan sosial cukup signifikan penyerapan belanjanya. Penyerapan belanja Provinsi NTB dan kota/kabupaten di Provinsi NTB masingmasing sebesar 36,77% dan 33,78% dari target. Sementara itu, realisasi pendapatan dalam APBD Provinsi dan kota/kabupaten di Provinsi NTB sampai dengan triwulan II 2017 sebesar Rp9,51 Triliun, lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi pendapatan dalam periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp8,52 Triliun. Tingginya realisasi pendapatan APBD tersebut disebabkan oleh peningkatan pendapatan daerah berupa pajak daerah dan pendapatan lainlain yang sah. 2.1 PERKEMBANGAN KEUANGAN PEMERINTAH Realisasi pendapatan dalam APBD Provinsi dan kota/kabupaten di Provinsi NTB sampai dengan triwulan II 2017 sebesar Rp9,51 Triliun, lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi pendapatan dalam periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp8,52 Triliun. Tingginya realisasi pendapatan APBD tersebut disebabkan oleh peningkatan pendapatan daerah berupa pajak daerah dan pendapatan lainlain yang sah. Realisasi tersebut tumbuh 11,59% (yoy) setelah triwulan sebelumnya mengalami penurunan. Dari sisi persentase realisasi pendapatan daerah (Provinsi NTB dan kota/kabupaten) triwulan II 2017 dibandingkan dengan anggaran pendapatan 2017 mencapai 50,47%. Persentase tersebut lebih tinggi dibanding dengan persentase realisasi triwulan II 2016 yang sebesar 48,25% dari anggaran pendapatan. Realisasi pendapatan pemerintah Provinsi NTB sebesar Rp2,37 Triliun atau 49,57% dari anggaran pendapatan 2017, sedangkan pemerintah kota/kabupaten sebesar Rp7,14 Triliun atau 50,78% dari anggaran pendapatan Selain realisasi pendapatan daerah Provinsi NTB dan kota/kabupaten, juga terdapat realisasi pendapatan pemerintah pusat di Provinsi NTB yang berupa pendapatan pajak dan nonpajak. Keuangan Pemerintah 17

35 Sebagian besar realisasi pendapatan pemerintah pusat di Provinsi NTB didominasi oleh pendapatan pajak. Sampai dengan triwulan II 2017, pendapatan pemerintah pusat tersebut mencapai Rp1,74 Triliun, lebih rendah dibandingkan dengan capaian triwulan yang sama tahun 2016 yang sebesar Rp1,88 Triliun. Hal tersebut disebabkan penurunan realisasi pendapatan baik dari pajak maupun bukan pajak. Penyerapan belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) pemerintah Provinsi NTB dan seluruh kota/kabupaten di Provinsi NTB sampai dengan triwulan II 2017 mencapai Rp6,73 Triliun, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan penyerapan dalam periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp6,28 Triliun. Hal tersebut disebabkan pos belanja modal, belanja barang dan belanja bantuan sosial cukup signifikan penyerapan belanjanya. Penyerapan belanja Provinsi NTB dan kota/kabupaten di Provinsi NTB masingmasing sebesar 36,77% dan 33,78% dari target. Penyerapan belanja tersebut mencatat pertumbuhan meskipun masih dalam skala terbatas sebesar 7,07% (yoy). Pertumbuhan tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencatat penurunan dan pertumbuhan pada triwulan yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 32,88% (yoy). Pertumbuhan penyerapan belanja yang masih dalam skala tersebut disebabkan penurunan belanja pegawai sebesar 7,10% (yoy). Namun pos belanja selain belanja pegawai menunjukkan pertumbuhan positif, terutama belanja modal yang tumbuh signifikan sebesar 42,22% (yoy). Pertumbuhan belanja modal pemerintah daerah tersebut merupakan salah satu penopang investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) di dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Belanja modal tersebut diharapkan dapat mendorong efek multiplier bagi sektorsektor ekonomi potensial di Provinsi NTB. Persentase penyerapan belanja pemerintah daerah sampai dengan triwulan II 2017 terhadap anggaran belanja 2017 sebesar 34,55%. Persentase tersebut sedikit lebih rendah dibanding dengan realisasi belanja daerah periode yang sama tahun 2016 yang sebesar 35,07% dari anggaran belanja Realisasi belanja pemerintah Provinsi NTB mencapai Rp1,84 Triliun atau 36,77% dari anggaran belanja 2017, sedangkan pemerintah kota/kabupaten di Provinsi NTB merealisasikan belanja daerah sebesar Rp4,88 Triliun atau 33,78% dari anggaran belanja Selain penyerapan belanja pemerintah Provinsi NTB dan kota/kabupaten di Provinsi NTB juga terdapat penyerapan belanja pemerintah pusat di Provinsi NTB yang seluruhnya merupakan belanja operasi (tidak termasuk transfer ke daerah dan dana desa), sampai dengan triwulan II 2017 menunjukkan penurunan sebesar 14,83% (yoy). Belanja operasi tersebut terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, dan belanja bantuan sosial semua Keuangan Pemerintah 18

36 menunjukkan penurunan secara tahunan. Penyerapan anggaran belanja tersebut sebesar 37,81% dari anggaran tahun 2017, lebih rendah dibanding dengan triwulan yang sama tahun 2016 yang sebesar 40,61%. Terkait dengan dana desa dibahas secara lebih detail di Boks 1. Rp Triliun I II V I II V I % Pendapatan % Belanja Realisasi Pendapatan Realisasi Belanja Rp Triliun I II V I II V I % Pendapatan % Belanja Realisasi Pendapatan Realisasi Belanja Sumber: Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Prov. NTB, diolah Grafik 2.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Provinsi NTB Sumber: Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Prov. NTB, diolah Grafik 2.2 Realisasi Pendapatan dan Belanja Seluruh Kota/Kabupaten di Provinsi NTB Rp Triliun I II V I II V I % Belanja Realisasi Pendapatan Realisasi Belanja Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTB, diolah Grafik 2.3 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat di Provinsi NTB Keuangan Pemerintah 19

37 2.2 REALISASI PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH DI PROVINSI NTB Tabel 2.1 Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi NTB dan Kota/Kabupaten di Provinsi NTB s.d Triwulan II 2017 No Uraian APBD REALISASI APBD % Realisasi Kota/Kab Prov Total Kota/Kab Prov Total APBD Kota/Kab Rp Juta % Realisasi APBD Prov I. PENDAPATAN 1.1. PENDAPATAN ASLI DAERAH 1,524,117 1,501,611 3,025, , ,295 1,355, Pajak Daerah 501,943 1,122,139 1,624, , , , Retribusi Daerah 198,237 18, ,696 62,120 9,723 71, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan 98,844 92, ,402 10, , Lainlain Pendapatan Asli Daerah 725, , , , , , PENDAPATAN TRANSFER 12,174,224 3,275,916 15,402,436 6,260,288 1,716,651 7,976, Transfer Pemerintah Pusat Dana Perimbangan 10,894,447 3,222,521 14,116,968 5,585,571 1,689,954 7,275, Bagi Hasil Pajak 444, , , , , , Bagi Hasil Bukan Pajak 515, , , ,955 99, , Dana Alokasi Umum 7,232,566 1,496,973 8,729,539 3,700, ,163 4,517, Dana Alokasi Khusus 2,520,116 1,372,423 3,892, , ,583 1,365, Transfer Pemerintah Pusat Lainnya 761,778 53, , ,848 26, , LAINLAIN PENDAPATAN YANG SAH 356,079 13, , ,609 18, , JUMLAH PENDAPATAN 14,054,421 4,791,397 18,798,114 7,136,932 2,374,946 9,511, Sumber: Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Prov. NTB, diolah Realisasi pendapatan pemerintah daerah sampai dengan triwulan II 2017 mencapai Rp9,51 Triliun, yang terdiri dari Rp2,37 Triliun realisasi pendapatan pemerintah Provinsi NTB, dan Rp7,14 Triliun realisasi pendapatan pemerintah kota/kabupaten di Provinsi NTB. Sebagian besar realisasi pendapatan daerah tersebut merupakan pendapatan transfer dari pemerintah pusat yang sebesar 82,76%, sedangkan pendapatan daerah sebesar 15,22% dan lainlain pendapatan yang sah sebesar 2,02%. Secara proporsi pendapatan asli daerah terhadap total pendapatan meningkat dibanding dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 11,23%. Realisasi pendapatan pemerintah daerah sampai dengan triwulan II 2017 meningkat 11,59% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya turun sebesar 2,77% (yoy). Peningkatan realisasi pendapatan asli daerah yang berupa pajak daerah dan lainlain pendapatan asli daerah menopang peningkatan pendapatan pemerintah daerah. Selain itu, peningkatan di pos lainlain pendapatan yang sah yang berasal dari pendapatan hibah juga meningkat cukup signifikan. Keuangan Pemerintah 20

38 Kota Mataram Lombok Barat Lombok Tengah Lombok Timur Lombok Utara Sumbawa Barat Sumbawa Dompu Kab. Bima Kota Bima Provinsi NTB Agustus 2017 Berbeda dengan Provinsi NTB dan kota/kabupaten, realisasi pendapatan pemerintah pusat di Provinsi NTB menunjukkan penurunan, yaitu sebesar 7,67% (yoy). Penurunan tersebut masih sama dengan triwulan sebelumnya yang juga menurun sebesar 7,05% (yoy). Penerimaan negara berupa pajak dan nonpajak pada triwulan ini masingmasing menurun sebesar 3,55% (yoy) dan 31,64% (yoy). Secara keseluruhan pendapatan negara sampai dengan triwulan II 2017 mencapai Rp1,74 Triliun. Rp Triliun I II V I II V I 7 Rp Triliun Pemerintah Pusat Pemerintah Provinsi Pemerintah Kota/Kab Anggaran Pendapatan % Realisasi Pendapatan Realisasi Pendapatan Sumber: Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Prov. NTB dan Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTB, diolah Grafik 2.4 Realisasi Pendapatan Pemerintah Pusat dan Daerah di Provinsi NTB Sumber: Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Prov. NTB, diolah Grafik 2.5 Realisasi Pendapatan Pemerintah Kota/Kabupaten di Provinsi NTB s.d I 2017 Secara spasial, kota/kabupaten yang memiliki realisasi pendapatan daerah terbesar sampai dengan triwulan II 2017 adalah Kabupaten Lombok Timur dengan jumlah sebesar Rp1,22 Triliun, sedangkan yang terkecil adalah Kota Bima dengan jumlah sebesar Rp401,33 Miliar. Jika berdasarkan persentase realisasi pendapatan terhadap anggaran pendapatan, kota/kabupaten yang memiliki persentase realisasi pendapatan terbesar adalah Kabupaten Sumbawa Barat sebesar 53,08% dan kota/kabupaten yang memiliki persentase terkecil adalah Kabupaten Lombok Barat sebesar 47,53% RISIKO FISKAL DARI SUMBER PENDAPATAN Berdasarkan sudut pandang risiko, APBD yang baik adalah APBD yang mempunyai ketahanan fiskal yang baik. Hal ini tercipta jika pendapatan daerah tersebut tidak terlalu bergantung pada transfer dari pemerintah pusat. Daerah yang pendapatannya sebagian besar berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan rasio efektivitas minimal 100% dan rasio kemandirian Keuangan Pemerintah 21

39 Kota Mataram Lombok Barat Lombok Tengah Lombok Timur Lombok Utara Sumbawa Barat Sumbawa Dompu Kab. Bima Kota Bima Provinsi NTB Kota Mataram Lombok Barat Lombok Tengah Lombok Timur Lombok Utara Sumbawa Barat Sumbawa Dompu Kab. Bima Kota Bima Provinsi NTB Agustus 2017 yang besar (>50%) akan memiliki ketahanan fiskal yang lebih baik. Kemampuan pemerintah daerah dalam menghasilkan pendapatan yang bersumber dari daerahnya sendiri terutama dari pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan daerah yang dipisahkan, serta lainlain pendapatan asli daerah dapat dilihat dari rasio kemandirian. Rasio kemandirian dapat memperhitungkan Dana Bagi Hasil (DBH) yang merupakan salah satu pendapatan daerah yang bersumber dari daerah sendiri 1. Pendapatan daerah di Provinsi NTB dan Kota/Kabupaten di Provinsi NTB tersebut terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pendapatan Transfer, dan Lainlain Pendapatan yang Sah. Sebagian besar pendapatan daerah Provinsi NTB dan Kota/Kabupaten di Provinsi NTB merupakan Pendapatan Transfer. Kota/Kabupaten yang memiliki PAD terbesar secara nominal sampai dengan triwulan II 2017 adalah Kabupaten Lombok Tengah yaitu sebesar Rp220,48 Miliar. Sedangkan kota/kabupaten yang memiliki PAD terkecil secara nominal adalah Kabupaten Dompu, yaitu sebesar Rp1,80 Miliar. Potensi daerah dan skala ekonomi suatu wilayah diperkirakan mempengaruhi kota/kabupaten dalam memperoleh PAD sehingga terdapat disparitas PAD antar kota/kabupaten di Provinsi NTB % Rasio Efektivitas (Realisasi PAD / Target PAD) Sumber: Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Prov. NTB, diolah Grafik 2.6 Rasio Efektivitas Kota/Kabupaten di Provinsi NTB I 2017 % Rasio Kemandirian (Realisasi PAD / Realisasi Total Pendapatan) % Rasio Kemandirian ((Realisasi PAD + DBH) / Realisasi Total Pendapatan) Sumber: Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Prov. NTB, diolah Grafik 2.7 Rasio Kemandirian Kota/Kabupaten di Provinsi NTB I Rasio efektivitas merupakan perbandingan antara Realisasi PAD dan Target PAD. Rasio Kemandirian adalah perbandingan antara Realisasi PAD dan Realisasi Total Pendapatan. Rasio kemandirian yang semakin tinggi menunjukkan bahwa daerah tersebut semakin mandiri dan tidak bergantung kepada bantuan eksternal (pemerintah pusat dan/atau pemerintah provinsi). Rasio kemandirian yang semakin tinggi juga menunjukkan semakin tingginya tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah yang ditunjukkan dengan semakin tingginya partisipasi dalam membayar pajak dan retribusi daerah (Ika, 2013). Keuangan Pemerintah 22

40 RASIO EFEKTIVITAS Pada triwulan II 2017 rasio efektivitas Provinsi NTB dan Kota/Kabupaten di Provinsi NTB secara keseluruhan mencapai 44,79%. Pemerintah kota/kabupaten secara keseluruhan di Provinsi NTB memiliki rasio efektivitas yang lebih tinggi yaitu sebesar 46,91% dibanding dengan pemerintah Provinsi NTB yang sebesar 42,64%. Rasio efektivitas kota/kabupaten secara keseluruhan di Provinsi NTB yang lebih tinggi dibanding dengan Provinsi NTB tersebut menandakan kinerja dalam realisasi PAD kota/kabupaten di Provinsi NTB lebih baik dibanding dengan Provinsi NTB. Secara spasial, kota/kabupaten yang memiliki rasio efektivitas tertinggi adalah Kabupaten Lombok Tengah sebesar 129,47%, dan yang terendah adalah Kabupaten Dompu sebesar 2,37% RASIO KEMANDIRIAN Rasio kemandirian Provinsi NTB dan kota/kabupaten di Provinsi NTB pada triwulan II 2017 secara keseluruhan sebesar 14,25%. Secara terpisah, Provinsi NTB memiliki rasio kemandirian sebesar 26,96%, lebih tinggi dibanding dengan kota/kabupaten di Provinsi NTB yang hanya sebesar 10,02%. Secara spasial rasio kemandirian kota/kabupaten di Provinsi NTB yang tertinggi adalah Kota Mataram, yaitu sebesar 22,34%. Hal ini menandakan Kota Mataram memiliki kemampuan yang lebih kuat dalam menghasilkan pendapatan yang bersumber dari daerahnya sendiri dibandingkan dengan kota/kabupaten lainnya. Kota Mataram berhasil membukukan PAD sebesar Rp152,43 Miliar sampai dengan triwulan II PAD tersebut merupakan terbesar kedua di antara kota/kabupaten lainnya di Provinsi NTB. Jika rasio kemandirian memperhitungkan Dana Bagi Hasil (DBH), kota/kabupaten di Provinsi NTB yang tertinggi adalah Kabupaten Sumbawa Barat dengan rasio sebesar 45,30%. Tingginya rasio tersebut terutama ditopang oleh Dana Bagi Hasil Bukan Pajak yang cukup besar dibandingkan dengan kota/kabupaten lain. Keuangan Pemerintah 23

41 2.3 REALISASI BELANJA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH DI PROVINSI NTB Tabel 2.2 Belanja Daerah Pemerintah Provinsi NTB dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTB s.d Triwulan II 2017 No Uraian APBD REALISASI ANGGARAN % Realisasi Kota/Kab Prov Total Kota/Kab Prov Total APBD Kota/Kab Rp Juta % Realisasi APBD Prov II. BELANJA 2.1 BELANJA OPERASI 11,102,660 3,482,322 14,584,982 4,196,859 1,342,891 5,539, Belanja Pegawai 6,368,215 1,383,301 7,751,516 2,482, ,122 3,114, Belanja Barang 2,745, ,212 3,529, , ,236 1,082, Belanja Bunga 4,563 4,563 4,524 4, Belanja Subsidi 8, , Belanja Hibah 457,772 1,262,358 1,720, , , , Belanja Bantuan Sosial 130,181 48, , ,728 1, , Belanja Bantuan Keuangan 1,396,733 3,711 1,400, , , BELANJA MODAL 3,043, ,737 4,034, , , , BELANJA TAK TERDUGA 30,329 4,000 34,329 6,056 6, Belanja Tidak Terduga 30,329 4,000 34,329 6,056 6, TRANSFER 62, , , Transfer Bagi Hasil ke Kab/Kota/Desa 280, , ,055 62, , , Bagi Hasil Pajak 41, , ,806 62, , , Bagi Hasil Retribusi 5,010 5, Bagi Hasil Pendapatan Lainnya 233, ,239 JUMLAH BELANJA 14,457,061 5,008,997 19,466,058 4,884,194 1,841,623 6,725, SURPLUS/DEFISIT (402,640) (217,600) (620,240) 2,252, ,324 2,178,846 Sumber: Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Prov. NTB, diolah Penyerapan belanja Pemerintah Provinsi NTB dan Kota/Kabupaten di Provinsi NTB sampai dengan triwulan II 2017 sebesar Rp6,73 Triliun, yang terdiri dari Rp1,84 Triliun yang merupakan realisasi belanja Provinsi NTB dan Rp 4,88 Triliun yang merupakan realisasi belanja Kota/Kabupaten di Provinsi NTB. Sebagian besar (82,37%) penyerapan belanja tersebut merupakan belanja operasi, yaitu sebesar Rp5,54 Triliun, sedangkan selebihnya merupakan belanja modal Rp820,94 Miliar (12,21%), serta belanja tak terduga dan belanja transfer bagi hasil kota/kabupaten/desa sebesar Rp359,07 Miliar (5,43%). Pertumbuhan belanja daerah sampai dengan triwulan II 2017 secara year on year meningkat dibanding dengan triwulan sebelumnya, walaupun masih dalam skala terbatas tidak sebesar Keuangan Pemerintah 24

42 Kota Mataram Lombok Barat Lombok Tengah Lombok Timur Lombok Utara Sumbawa Barat Sumbawa Dompu Kab. Bima Kota Bima Provinsi NTB Agustus 2017 triwulan yang sama tahun sebelumnya. Sampai dengan triwulan II 2017, realisasi belanja daerah meningkat sebesar 7,07% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya turun sebesar 2,26% (yoy). Peningkatan tersebut ditopang oleh peningkatan belanja modal, belanja barang dan belanja bantuan sosial yang cukup signifikan. Belanja modal sampai dengan triwulan II 2107 meningkat sebesar 42,22% (yoy), belanja barang meningkat 25,58% (yoy) dan belanja bantuan sosial juga meningkat sebesar 20,77% (yoy). Namun, pertumbuhan belanja daerah sampai dengan triwulan II tersebut sedikit tertahan terkait dengan penurunan belanja pegawai sebesar 7,10% (yoy). Penyerapan belanja pemerintah pusat di Provinsi NTB (tidak termasuk transfer ke daerah dan dana desa) menunjukkan penurunan secara year on year (tahunan) sebagaimana triwulan sebelumnya. Penyerapan belanja daerah pemerintah pusat sampai dengan triwulan II 2017 sebesar Rp2,78 Triliun, menurun 14,83% (yoy). Penurunan pertumbuhan tahunan terjadi pada belanja pegawai, belanja barang, belanja modal dan belanja bantuan sosial. Belanja pegawai dan belanja barang merupakan komponen belanja terbesar, dengan proporsi masingmasing sebesar 43,14% dan 36,49%. Rp Triliun I II V I II V I Sumber: Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Prov. NTB, diolah Grafik 2.8 Realisasi Belanja Pemerintah Pusat dan Daerah di Provinsi NTB Pemerintah Pusat Pemerintah Provinsi Pemerintah Kota/Kab Rp Triliun Belanja Daerah % Realisasi Belanja Realisasi Belanja Sumber: Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Prov. NTB, diolah Grafik 2.9 Realisasi Belanja Kota/Kabupaten di Provinsi NTB I Persentase penyerapan belanja terhadap anggaran belanja Kota/Kabupaten di Provinsi NTB secara keseluruhan pada triwulan II 2017 mencapai 33,78%. Persentase penyerapan belanja tertinggi adalah Kabupaten Lombok Timur yang sebesar 37,20%, sedangkan kota/kabupaten yang memiliki persentase terkecil adalah Kabupaten Dompu sebesar 24,41%. Keuangan Pemerintah 25

43 Kota Mataram Lombok Barat Lombok Tengah Lombok Timur Lombok Utara Sumbawa Barat Sumbawa Dompu Kab. Bima Kota Bima Provinsi NTB Kota Mataram Lombok Barat Lombok Tengah Lombok Timur Lombok Utara Sumbawa Barat Sumbawa Dompu Kab. Bima Kota Bima Provinsi NTB Agustus RISIKO FISKAL DARI BELANJA PEMERINTAH DAERAH Sama seperti halnya pendapatan, belanja juga merupakan sumber risiko fiskal. Pertumbuhan belanja yang semakin tinggi tanpa adanya dukungan pendapatan akan menjadi sumber risiko bagi daerah. Pemerintah daerah akan memperoleh manfaat yang berkelanjutan apabila belanja diarahkan pada jenis belanja modal. Dengan naiknya belanja modal maka multiplier yang tercipta akan lebih panjang dan berdampak pada sektorsektor yang lebih luas. Namun di sisi lain, pemerintah daerah selain mengalokasikan belanja untuk kepentingan publik dalam bentuk belanja modal juga membiayai operasional pemerintahan (Ika, 2013). Total penyerapan belanja modal pemerintah Provinsi NTB dan kota/kabupaten di Provinsi NTB pada triwulan II 2017 mencapai Rp820,94 Miliar, yang terdiri dari Rp202,06 Miliar belanja modal pemerintah Provinsi NTB, dan Rp618,78 Miliar belanja modal pemerintah kota/kabupaten di Provinsi NTB. Sementara itu, penyerapan belanja pegawai pemerintah Provinsi NTB dan kota/kabupaten di Provinsi NTB pada triwulan II 2017 mencapai Rp3,11 Triliun yang terdiri dari Rp632,12 Miliar belanja pegawai pemerintah Provinsi NTB, dan Rp2,48 Triliun belanja pegawai pemerintah kota/kabupaten di Provinsi NTB. Rp Miliar 100 Rp Miliar Rasio Realisasi Belanja Modal thd Realisasi Total Belanja (%) Belanja Modal Sumber: Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Prov. NTB, diolah Grafik 2.10 Penyerapan Belanja Modal Kota/Kabupaten di Provinsi NTB 2017 Belanja Pegawai Rasio Realisasi Belanja Pegawai thd Realisasi Total Belanja (%) Sumber: Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Prov. NTB, diolah Grafik 2.11 Penyerapan Belanja Pegawai Kota/Kabupaten di Provinsi NTB I 2017 Keuangan Pemerintah 26

44 RASIO BELANJA MODAL TERHADAP TOTAL BELANJA Penyerapan belanja modal Provinsi dan kota/kabupaten di Provinsi NTB pada triwulan II 2017 yang meningkat secara signfikan sebesar 42,22% (yoy), lebih tinggi dibanding dengan triwulan sebelumnya dan triwulan yang sama tahun 2016 yang masingmasing mencatat penurunan 37,55% (yoy) dan 5,78% (yoy). Peningkatan penyerapan belanja secara signifikan tersebut mendorong peningkatan rasio belanja modal terhadap total belanja. Rasio penyerapan belanja modal terhadap penyerapan total belanja pemerintah Provinsi NTB dan kota/kabupaten di Provinsi NTB secara keseluruhan sebesar 12,21% 2, lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dan triwulan yang sama tahun 2016 yang masingmasing sebesar 2,71% dan 9,19%. Secara terpisah rasio penyerapan belanja modal terhadap total belanja pemerintah Provinsi NTB dan kota/kabupaten di Provinsi NTB masingmasing sebesar 10,98% dan 12,67%. Rasio penyerapan belanja modal terhadap total belanja Provinsi NTB dan kota/kabupaten di Provinsi NTB tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang masingmasing sebesar 1,55% dan 3,19%. Penyerapan belanja modal Provinsi NTB dan kota/kabupaten di Provinsi NTB didominasi oleh belanja jalan, irigasi dan jaringan. Kabupaten Sumbawa pada triwulan II 2017 menyerap belanja modal tertinggi di antara kota/kabupaten lain di Provinsi NTB, yaitu sebesar Rp91,02 Miliar, dan Kabupaten Dompu menyerap belanja modal terendah di antara kota/kabupaten lain di Provinsi NTB, yaitu sebesar Rp26,27 Miliar. Dari sisi rasio penyerapan belanja modal terhadap realisasi total belanja, Kabupaten Sumbawa Barat merupakan tertinggi di antara kota/kabupaten lain di Provinsi NTB dengan rasio sebesar 20,86%, dan Kabupaten Bima merupakan terendah di antara kota/kabupaten lain di Provinsi NTB dengan rasio sebesar 7,20% RASIO BELANJA PEGAWAI TERHADAP TOTAL BELANJA Pada triwulan II 2017 rasio penyerapan belanja pegawai terhadap penyerapan total belanja pemerintah Provinsi NTB dan pemerintah kota/kabupaten di Provinsi NTB secara keseluruhan sebesar 46,31%, sedangkan secara terpisah pemerintah Provinsi NTB dan pemerintah kota/kabupaten di Provinsi NTB masingmasing memiliki rasio sebesar 34,32% dan 50,83%. Rasio penyerapan belanja pegawai terhadap realisasi total belanja Provinsi NTB dan 2 Rasio realisasi belanja modal terhadap realisasi total belanja digunakan untuk mengukur seberapa besar pemerintah daerah mengalokasikan porsi total belanjanya untuk belanja modal (Ika, 2013). Keuangan Pemerintah 27

45 kota/kabupaten di Provinsi NTB tersebut lebih tinggi dibanding dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 41,61% dan 73,06%. Kota/kabupaten yang memiliki penyerapan belanja pegawai tertinggi adalah adalah Kabupaten Lombok Timur dengan nilai sebesar Rp433,47 Miliar, sedangkan kota/kabupaten yang memiliki penyerapan belanja pegawai terendah adalah Kabupaten Lombok Utara dengan nilai sebesar Rp102,78 Miliar. Dari sisi rasio penyerapan belanja pegawai terhadap penyerapan total belanja, Kabupaten Bima merupakan yang tertinggi dengan angka rasio sebesar 58,01%, sedangkan Kabupaten Sumbawa Barat merupakan kota/kabupaten yang terendah dalam rasio penyerapan belanja pegawai terhadap penyerapan total belanja yaitu sebesar 35,31% RASIO BELANJA PEGAWAI TERHADAP PAD Pada triwulan II 2017, Provinsi NTB memiliki PAD yang cukup untuk belanja pegawai, namun PAD kota/kabupaten di Provinsi NTB belum mencukupi untuk membiayai belanja pegawainya. Hal ini tampak dari rasio penyerapan belanja pegawai terhadap PAD 3 Provinsi NTB sebesar 98,72%, sedangkan sedangkan kota/kabupaten di Provinsi NTB secara gabungan sebesar 347,18%. Rasio penyerapan belanja pegawai terhadap PAD masingmasing kota/kabupaten juga di atas 100%. Persentase rasio yang di atas 100% tersebut menandakan bahwa seluruh Kota/Kabupaten di Provinsi NTB masih belum mampu membiayai belanja pegawai hanya dari PAD. Pemerintah kota/kabupaten di Provinsi NTB menggunakan dana transfer baik dari pemerintah pusat maupun Provinsi NTB sebagai tambahan untuk membiayai belanja pegawai. 3 Rasio realisasi belanja pegawai terhadap realisasi PAD menggambarkan berapa banyak PAD yang digunakan oleh pemerintah daerah untuk membiayai pegawainya. Jika lebih dari 100% berarti pemerintah daerah mengambil sebagian dana transfer dari pusat atau provinsi untuk belanja pegawai (Ika, 2013). Keuangan Pemerintah 28

46 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN DAERAH BOKS 1: OPTIMALISASI DANA DESA Sesuai dengan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa (Pasal 72), Dana Desa adalah anggaran yang diperuntukkan bagi Desa dan Desa Adat yang ditransfer melalui APBD Kabupaten/Kota yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, serta pemberdayaan masyarakat dan kemasyarakatan. Dana Desa bersumber dari Belanja Pusat dengan mengefektifkan program yang berbasis Desa dialokasikan secara merata dan berkeadilan. Besaran Dana Desa adalah 10% dari dan di luar dana transfer ke daerah (on top) secara bertahap. Dana Desa dihitung berdasarkan jumlah desa dan dialokasikan dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis. Desa memperoleh pendapatan yang bersumber dari: 1. Pendapatan Asli Desa 2. Alokasi APBN: dari relokasi anggaran pusat berbasis desa, 10% dari dan diluar dana transfer ke daerah secara bertahap 3. Bagian dari PDRD (Pajak Daerah dan Retribusi Daerah) kabupaten/kota: paling sedikit 10% 4. Alokasi Dana Desa (ADD): paling sedikit 10% dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dikurangi DAK, pemerintah dapat menunda dan/atau mengurangi dana perimbangan jika kota/kabupaten tidak mengalokasikan ADD 5. Bantuan keuangan dari APBD Provinsi/Kabupaten/Kota 6. Hibah dan sumbangan pihak ketiga 7. Lainlain pendaptan yang sah. Tabel Boks 1.1. Perkembangan Dana ke Desa Tahun Anggaran Dana ke Desa (Rp Miliar) Dana Desa (DD) 20,766 46,982 60,000 Alokasi Dana Desa (ADD) 33,835 35,455 40,068 Bagi Hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) 2,650 2,849 3,119 Total 57,251 85, ,187 Jumlah Desa 74,093 74,754 74,954 Ratarata Dana Per Desa (dlm Juta Rupiah) , , Sumber: Kementerian Keuangan BOKS 1: OPTIMALISASI DANA DESA 29

47 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN DAERAH Sumber: Kementerian Keuangan *) IKG = Indeks Kesulitan Geografis IKK = Indeks Kemahalan Konstruksi Gambar Boks 1. Pengalokasian Dana Desa A. Mengoptimalkan Pemanfaatan Dana Desa Optimalisasi Dana Desa bertujuan untuk memastikan agar penggunaan dana desa memiliki dampak stimulus bagi ekonomi. Penggunaan Dana Desa diarahkan untuk: 1. Meningkatkan tingkat pendapatan masyarakat desa sehingga konsumsi Rumah Tangga dapat terjaga; 2. Peningkatan pelayanan dasar berskala, terutama di sektor kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur. Konektivitas desa melalui pembangunan infrastruktur sangat penting untuk mendorong stabilitas harga dan distribusi yang merata. Prioritas penggunaan Dana Desa diarahkan untuk membiayai: biaya pembangunan dan bidang pemberdayaan masyarakat desa. Cara pelaksanaan diutamakan melalui swakelola dengan menyerap tenaga kerja setempat, bahan baku lokal, serta kegiatan lainnya yang mendorong masyarakat produktif secara ekonomi. Kegiatan propoor meliputi pelayanan kesehatan masyarakat miskin, pendidikan masyarakat miskin, pemberian gizi masyarakat miskin, pembinaan fakir miskin, pembinaan anak terlantar, dan pembinaan para penyandang cacat. Hasil evaluasi dari Kementerian Keuangan terhadap penggunaan dana desa secara nasional adalah sebagai berikut: a. Penggunaan dana desa di luar bidang prioritas, b. Pengeluaran dana desa tidak didukung dengan bukti yang memadai, c. Pekerjaan yang diutamakan secara swakelola dengan memberdayakan masyarakat setempat dan bahan baku lokal, dikerjakan seluruhnya oleh pihak ketiga/peyedia jasa, d. Pemungutan dan penyetoran pajak tidak sesuai, e. Desa belum mengenal mekanisme uang persediaan, sehingga dana yang telah disalurkan ke rekening Desa, ditarik dan disimpan di luar rekening Desa, f. Belanja di luar yang telah dianggarkan dalam APBDesa. BOKS 1: OPTIMALISASI DANA DESA 30

48 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN DAERAH Pada tahun 2016, kinerja penyaluran dana desa secara nasional pada tahap 1 dan 2 sebagai berikut: Tahap dari 434 daerah tersalurkan Paling banyak disalurkan pada bulan April 2016 Sebanyak 21 daerah disalurkan Dana Desa Tahap I melampaui semester I 2016 Tahap dari 434 daerah tersalurkan Paling banyak disalurkan pada bulan September dan Oktober 2016 Sebanyak 77 daerah disalurkan Dana Desa Tahap II pada bulan Desember B. Sanksi Apabila Terdapat Pelanggaran Dana Desa Menteri Keuangan Tabel Boks 1.2. Matriks Pemberian Sanksi Terhadap Pelanggaran Dana Desa Pemberi Sanksi Jenis Pelanggaran Jenis Sanksi Bupati/Walikota tidak menyalurkan Dana Penundaan DAU dan/atau DBH Desa tepat waktu Kab/Kota sebesar selisih kewajiban Dana Desa yang harus disalurkan ke Bupati/Walikota Bupati/Walikota tidak menyampaikan prasyarat penyaluran setiap tahap. Bupati/Walikota tidak menyampaikan perubahan Peraturan Kepala Daerahmengenai tata cara pembagian dan penetapan rincian Dana Desa setiap Desa yang dalam Peraturan Kepala Daerah sebelumnya tidak sesuai ketentuan. Bupati/Walikota tidak dapat memenuhi persyaratan penyaluran Tahap II sampai dengan berakhirnya tahun anggaran Laporan penundaan penyaluran dari bupati/walikota Laporan pemotongan penyaluran Dana Desa dari bupati/walikota Kepala Desa tidak menyampaikan peraturan desa mengenai Anggaran Pendapatan Belanja (APB) Desa Kepala Desa tidak menyampaikan laporan realisasi penggunaan Dana Desa tahap sebelumnya Terdapat usulan dari aparat pengawas fungsional daerah Terdapat sisa Dana Desa > 30% selama 2 tahun berturutturut. Berdasarkan penjelasan dan hasil pemeriksaan ditemukan penyimpangan berupa SILPA tidak wajar Desa Penundaan Penyaluran Dana Desa Kab/Kota Sisa anggaran Dana Desa Tahap II menjadi Sisa Anggaran Lebih pada Rekening Kas Umum Negara (RKUN) dan tidak dapat disalurkan kembali Pemotongan Dana Desa Penundaan penyaluran Dana Desa ke Desa Pemotongan Dana Desa ke Desa BOKS 1: OPTIMALISASI DANA DESA 31

49 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN DAERAH Sumber: Kementerian Keuangan C. Pemanfaatan Dana Desa Berdasarkan data Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi secara nasional pada tahun 2016, Dana Desa lebih banyak digunakan untuk infrastruktur (90 persen). Sedangkan untuk tahun 2017 lebih banyak untuk program pemberdayaan. Penggunaan dana desa untuk infrastruktur efektif untuk menciptakan lapangan pekerjaan di desa serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi di desa. Ratarata tingkat pertumbuhan ekonomi di desa mencapai 8% per tahun, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi di kota. Selain pertumbuhan ekonomi, Dana Desa juga berperan dalam percepatan penanggulangan kemiskinan di pedesaan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan dana desa agar optimal adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan pembinaan dan pendampingan desa. Peningkatan pembinaan dan pendampingan desa diperlukan mulai dari perencanaan pemanfaatan Dana Desa (DD), alokasi dana desa (ADD), dan Bagi Hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), pelaksanaan program, dan pertanggungjawaban penggunaan dana. Peningkatan pembinaan dan pendampingan desa diperlukan agar dampak dari pemanfaatan dana tersebut dapat menggerakkan perekonomian desa sekaligus pengentasan kemiskinan di desa. Selain itu pendampingan diperlukan untuk meningkatan akuntabilitas pemanfaatan dana sekaligus mencegah keterlambatan pelaporan pertanggungjawaban yang dapat berpotensi pengenaan sanksi baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 2. Peningkatan peran BUMDes. Dengan adanya dana desa, BUMDes dapat didorong menjadi di desa yang akan memenuhi kebutuhan penduduk desa. Beberapa BUMDes di Provinsi NTB telah berhasil dalam pengelolaan simpan pinjam, air bersih, ekowisata yang dapat di jadikan percontohan oleh BUMDes lainnya. Ke depan, diperlukan perluasan kerjasama dengan perbankan sebagai agen bank yang akan melayani masyarakat yang membutuhkan produk dan layanan jasa perbankan. 3. Alignment program yang dicanangkan oleh Provinsi dengan Kabupaten dan Desa. Saat ini pengembangan Sapi, Jagung, dan Rumput Laut (PIJAR), Penguatan Badan Usaha Desa (BUMDes), penambahan desa wisata, pemantapan ketahanan pangan dan pemenuhan infrastruktur dasar (perumahan, air bersih, dan sanitasi lingkungan) merupakan program strategis untuk penanggulangan kemiskinan di pedesaan di Provinsi NTB yang dapat diselaraskan dengan program kabupaten dan desa. 4. Pengelolaan Dana Desa menggunakan transaksi nontunai baik dalam pendapatan maupun belanja. Hal ini perlu dilakukan agar pengelolaan dana desa dapat tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab. BOKS 1: OPTIMALISASI DANA DESA 32

50 1 Agustus 2017 BAB 3 INFLASI Tekanan inflasi tahunan Provinsi NTB pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya kelompok komoditas yang harganya diatur pemerintah (administered price) pada Bulan Ramadhan dan menjelang perayaan Hari Raya Idul Fitri 1438 H. 3.1 KONDISI UMUM Tekanan inflasi tahunan Provinsi NTB pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan. Tekanan inflasi pada akhir triwulan II 2017 (Juni 2017) sebesar 3,38% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi triwulan I 2017 sebesar 2,58% (yoy), namun lebih rendah dibanding inflasi pada triwulan yang sama pada tahun lalu sebelumnya sebesar 4,38% (yoy). Angka inflasi NTB tersebut juga lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional yang tercatat sebesar 4,37% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi tahunan pada triwulan II 2017 terjadi terutama disebabkan oleh tekanan inflasi ada administered price 1 sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat selama Bulan Ramadhan dan menjelang perayaan Idul Fitri pada triwulan II 2017, khususnya untuk kebutuhan transportasi. Komoditas kelompok volatile food secara tahunan mengalami deflasi pada triwulan II 2017, sementara itu tekanan inflasi pada kelompok inti dan administered price mengalami peningkatan. Deflasi kelompok volatile food disumbang oleh beberapa komoditas utama, diantaranya bawang merah, tomat sayur, pir, kangkung, dan jagung manis. Sementara itu, inflasi dari komoditas inti disumbang oleh tukang bukan mandor, sedangkan biaya perpanjangan STNK, tarif listrik, dan tarif listrik menjadi kontributor utama dari komoditas administered price. 1 Disagregasi Inflasi dibagi kedalam 3 kelompok besar, yaitu: Administered Price : Kelompok komoditas yang pergerakan harganya diatur oleh regulasi pemerintah, seperti bensin, tarif listrik Volatile food : Kelompok komoditas yang harganya cenderung bergejolak, sebagian besar adalah kelompok bahan makanan. Inti / Core : Kelompok komoditas yang harganya relatif stabil. Inflasi 33

51 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agustus Nasional Provinsi NTB Grafik 3.1 Perkembangan Inflasi Tahunan Provinsi NTB dan Nasional % (mtm) Nasional Provinsi NTB Grafik 3.2 Perkembangan Inflasi Bulanan Provinsi NTB dan Nasional Jika dilihat secara bulanan, perkembangan inflasi bulanan NTB pada triwulan II 2017 menunjukan tren peningkatan. Tekanan inflasi bulanan pada bulan April 2017 tercatat sebesar 0,03% (mtm 2 ), terjadi peningkatan dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tercatat deflasi sebesar 0,68% (mtm). Peningkatan tekanan inflasi tersebut terutama disumbang oleh penyesuaian harga beberapa komoditas administered price oleh pemerintah, antara lain biaya perpanjangan STNK, tarif listrik, dan rokok kretek filter. Penyesuaian biaya perpanjangan STNK dan harga pita cukai rokok yang dilaksanakan pada awal tahun 2017 masih memberikan dampak tekanan inflasi bagi masyarakat hingga Bulan April 2017, begitu pula dengan penyesuaian tarif listrik yang dilaksanakan untuk pelanggan 900 VA pada bulan Maret 2017 lalu turut memberikan dampak tekanan inflasi terutama bagi pelanggan listrik paskabayar. Meningkatnya tekanan inflasi berlanjut pada bulan Mei 2017 yang mencapai sebesar 0,52% (mtm). Peningkatan tekanan inflasi bulanan terjadi karena terbatasnya pasokan beberapa komoditas pangan yang menyebabkan meningkatnya harga, antara lain tomat sayur, daging ayam ras, bawang putih, telur ayam ras, dan kacang panjang. Kenaikan harga pada triwulan II 2017 mencapai puncaknya pada bulan Juni yang tercatat inflasi sebesar 0,58% (mtm). Meskipun demikian, angka inflasi tersebut tercatat masih lebih rendah dibandingkan dengan angka inflasi nasional sebesar 0,69% (mtm). Inflasi tersebut mayoritas disumbang oleh komoditas core inflation sehubungan dengan meningkatnya konsumsi 2 yoy : Year on Year, inflasi dihitung berdasarkan perbandingan IHK bulan tertentu dengan bulan yang sama tahun sebelumnya. qtq : Quartal to Quartal, inflasi dihitung berdasarkan perbandingan IHK bulan tertentu di akhir kuartal dengan bulan di akhir kuartal sebelumnya. mtm : Month to Month, inflasi dihitung berdasarkan perbandingan bulan tertentu dengan IHK bulan sebelumnya ytd : Year to Date, inflasi dihitung berdasarkan perbandingan IHK bulan tertentu dengan IHK akhir tahun sebelumnya Inflasi 34

52 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agustus 2017 masyarakat terhadap nasi dengan lauk dan kebutuhan sandang pada saat bulan Ramadhan dan menjelang perayaan Hari Raya Idul Fitri. Tabel 3.1 Komoditas Penyumbang Inflasi Tahunan Provinsi NTB pada Triwulan II 2017 No Mataram Bima Umum Volatile Food Umum Volatile Food 1 Tarif Listrik Tongkol/Ambuambu Tarif Listrik Beras 2 Tukang Bukan Mandor Tongkol Pindang Beras Bandeng/Bolu 3 Biaya Perpanjangan STNK Jeruk Batu Bata/Batu Tela Kakap Merah 4 Rokok Kretek Filter Tempe Rokok Kretek Filter Selar/Tude 5 Tarip Air Minum PAM Tenggiri Biaya Perpanjangan STNK Bawang Putih 6 Sewa Rumah Daging Sapi Rokok Kretek Jeruk 7 Kue Kering Berminyak Minyak Goreng Bandeng/Bolu Bawang Merah 8 Rokok Kretek Mie Kering Instant Rokok Putih Kelapa 9 Mie Teri Kakap Merah Cumicumi 10 Upah Pembantu RT Kacang Panjang Sepeda Motor Mie Kering Instan % (ytd) Nasional Provinsi NTB Grafik 3.3 Perkembangan Inflasi Tahun Kalender Provinsi NTB dan Nasional % (qtq) Nasional Provinsi NTB Grafik 3.4 Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi NTB dan Nasional 3.2 INFLASI BERDASARKAN KOMODITAS Berdasarkan pengelompokan komoditas meningkatnya tekanan inflasi Provinsi NTB pada triwulan II 2017 disebabkan oleh meningkatnya inflasi dari kelompok sandang, kelompok perumahan, listrik, air dan gas, dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau. Meningkatnya tekanan harga kelompok sandang karena meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap kebutuhan sandang menjelang bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Sedangkan kelompok bahan makanan yang harganya relatif bergejolak, pada triwulan II 2017 tercatat deflasi. Beberapa komoditas, seperti beras harganya relatif stabil bahkan komoditas cabai Inflasi 35

53 MI MII MIII MIV MI MII MIII MIV MI MII MIII MIV MI MII MIII MIV MI MII MIII MIV MI MII MIII MIV MI MII MIII MIV MI MII MIII MIV MI MII MIII MIV MI MII MIII MIV M I MII MIII MIV M I MII MIII M I MII MIII MIV MV MI MII MIII MIV MI MII MIII MIV M I MII MIII MIV M I MII MIII M I MII MIII MIV MV MI MII MIII MIV MI MII MIII MIV Agustus 2017 menunjukkan penurunan. Begitu pula tiket pesawat pada triwulan II 2017 relatif tidak menunjukkan kenaikan harga. Rp / Kg 12,000 Harga Beras (Rp/Kg) Rp / Kg 160,000 Harga Cabai Merah & Rawit (Rp/Kg) 10, ,000 8,000 6,000 4, Medium I Medium II Super I Super II Sumber: Survei Pemantauan Harga Bank Indonesia Grafik 3.5 Perkembangan Harga Beras 80,000 40, Cabe Merah Besar Cabe Rawit Hijau Cabe Merah Keriting Cabe Rawit Merah Sumber: Survei Pemantauan Harga Bank Indonesia Grafik 3.6 Perkembangan Harga Aneka Cabai Rp/Liter 10,000 Rp 2,000,000 9,000 1,600,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 1,200, , , Premium Pertamax Pertalite Sumber: PT. Pertamina (Persero) Grafik 3.7 Perkembangan Harga BBM Tiket Pesawat Lombok Jakarta Sumber: Survei Pemantauan Harga Bank Indionesia Grafik 3.8 Perkembangan Harga Tiket Pesawat Inflasi Komoditas Tabel 3.2 Ringkasan Perkembangan Inflasi Provinsi NTB IHK 2017 MTM 2017 I 2017 April Mei Juni April Mei Juni Qtq Ytd Yoy Nasional 123,19 123,48 124,29 0,09 0,39 0,69 1,17 2,38 4,37 Umum 126,59 127,25 127,99 0,03 0,52 0,58 1,14 2,19 3,38 Bahan Makanan 128,90 130,52 131,28 0,77 1,26 0,58 1,06 1,35 0,86 Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 129,00 129,15 130,53 0,34 0,12 1,07 1,53 2,78 5,17 Perumahan, Listrik, Air, dan Gas 126,45 127,07 127,24 0,18 0,49 0,13 0,81 3,41 5,51 Sandang 118,92 119,30 120,87 0,55 0,32 1,32 2,20 4,49 6,34 Kesehatan 120,17 120,29 120,74 0,34 0,10 0,37 0,82 2,12 4,34 Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga 121,81 121,86 121,94 0,03 0,04 0,07 0,14 0,01 1,78 Transportasi, Komunikasi, dan Jasa 126,61 127,14 128,13 0,21 0,42 0,78 1,42 4,78 3,35 Inflasi 36

54 3.2.1 Bahan Makanan Kelompok komoditas bahan makanan pada triwulan II 2017 mengalami deflasi sebesar 0,86% (yoy). Deflasi tersebut tidak sedalam yang terjadi pada bulan triwulan I 2017 yang mengalami deflasi mencapai 1,72% (yoy). Faktor utama yang mempengaruhi rendahnya harga bahan makanan pada triwulan II 2017 secara tahunan adalah jumlah pasokan komoditas pangan utama yang cukup tinggi paskapanen raya pada bulan Maret Tingginya pasokan komoditas pangan utama dari tingkat produsen dapat mengendalikan harga di tingkat pasar % (mtm) % (yoy) sisi kanan 5.00 jan feb mar apr mei jun jul agu sep okt nov des jan feb mar apr mei jun jul % (mtm) % (yoy) sisi kanan Grafik 3.9 Perkembangan Inflasi Komoditas Bahan Makanan Jul Jun 2016 Aug BAHAN MAKANAN 10 Padipadian, Umbiumbian dan Hasilnya Mei 2016 Sep Daging dan Hasilhasilnya 0 Ikan Segar 2017 Apr 2017 Mar 2017 Feb Jan 2016 Des 2016 Okt 2016 Nov Ikan Diawetkan Telur, Susu dan Hasilhasilnya Sayursayuran Kacang kacangan Buah buahan Bumbu bumbuan Lemak dan Minyak Bahan Makanan Lainnya Grafik 3.10 Perkembangan Inflasi Bulanan Berdasarkan Kelompok Komoditas Bahan Makanan Jika dilihat per jenis komoditas, komoditas sayursayuran menjadi penyumbang utama deflasi, disusul buahbuahan. Hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) Bank Indonesia menunjukan secara umum pergerakan harga beberapa komoditas pangan utama yang cenderung menurun selama triwulan II Selama triwulan II 2017, komoditas pangan yang menjadi penyumbang deflasi adalah daging ayam ras segar pada bulan April dan Mei 2017 dan bawang merah pada bulan Juni Harga daging ayam ras mencapai Rp per kilogram pada bulan April 2017, namun harga kembali stabil pada harga Rp per kilogram pada akhir bulan Juni Kenaikan harga ini diduga tidak hanya karena menjelang Bulan Ramadhan, namun juga adanya kelangkaan akibat berhentinya pasokan dari Jawa. Sedangkan komoditas cabai rawit merah dan bawang merah cenderung rendah paskapanen raya Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau Kelompok komoditas makanan jadi, minuman, dan tembakau pada triwulan II 2017 mengalami inflasi 5,17% (yoy), menurun dibandingkan dengan inflasi pada triwulan I 2017 sebesar 5,44% (yoy). Namun secara triwulan, tekanan inflasi pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan yang cukup signifikan yakni 1,53% (qtq) dibandingkan dengan triwulan Inflasi 37

55 sebelumnya yakni sebesar 0,56% (qtq). Subkomoditas yang menyumbang tekanan inflasi utama pada triwulan II 2017 adalah makanan jadi. Meningkatnya tekanan inflasi pada subkomoditas tersebut diakibatkan meningkatnya konsumsi masyarakat menjelang bulan Ramadhan. Terkendalinya tekanan inflasi pada komoditas makanan jadi, minuman, dan tembakau sejalan dengan upaya stabilisasi harga yang intensif dilakukan pada bulan puasa 2017, khususnya pada komoditas gula pasir. Hal tersebut berdampak pada menurunnya harga gula pasir sepanjang triwulan II % (mtm) % (yoy) sisi kanan jan feb mar apr mei jun jul agu sep okt nov des jan feb mar apr mei jun jul % (mtm) % (yoy) sisi kanan Grafik 3.11 Perkembangan Inflasi Komoditas Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau Grafik 3.12 Perkembangan Inflasi Bulanan Berdasarkan Kelompok Komoditas Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau Perumahan, Listrik, Air dan Gas Kelompok komoditas perumahan, listrik, air dan gas pada triwulan II 2017 mengalami inflasi 5,51% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I 2017 sebesar 4,83% (yoy). Meningkatnya tekanan harga komoditas tersebut terutama disumbang oleh subkomoditas biaya bahan bakar, penerangan dan air. Peningkatan harga subkomoditas tersebut tidak terlepas dari dilaksanakannya penyusaian skema subsidi tarif listrik oleh pemerintah. Subsidi untuk pelanggan listrik daya 900 VA dikurangi secara bertahap hingga sepenuhnya tidak disubsidi. Pada triwulan I dan triwulan II 2017, penyesuaian tersebut dilaksanakan pada bulan Januari, Maret, dan Mei 2017, masingmasing sebesar 31%. Sementara itu, harga gas elpiji cenderung stabil sejak awal tahun Ke depan, risiko yang perlu mendapatkan perhatian adalah perkembangan harga minyak dunia yang fluktuatif yang dapat berpengaruh pada penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Harga minyak dunia tersebut secara langsung dipengaruhi situasi geo politik dunia yang saat ini sedang tidak menentu. Inflasi 38

56 % (mtm) % (yoy) sisi kanan 1.00 jan feb mar apr mei jun jul agu sep okt nov des jan feb mar apr mei jun jul % (mtm) % (yoy) sisi kanan Grafik 3.13 Perkembangan Inflasi Komoditas Perumahan, Listrik, Air dan Gas Grafik 3.14 Perkembangan Harga Gas Elpiji Sandang Kelompok komoditas sandang dalam triwulan II 2017 mengalami inflasi 6,34% (yoy), meningkat dibandingan triwulan I 2017 yakni sebesar 5,49% (yoy). Kelompok komoditas sandang termasuk kedalam kelompok inflasi inti, sehingga pergerakan inflasinya cenderung tidak terlalu bergejolak dan lebih dominan dipengaruhi oleh naikturunnya permintaan dan daya beli masyarakat. Pada triwulan II 2017, puncak peningkatan harga sandang terjadi pada bulan Juni Hal tersebut terjadi karena meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap kebutuhan sandang menjelang bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Pada perkembangan selanjutnya di bulan Juli 2017, inflasi tahunan komoditas sandang kembali mengalami penurunan jan feb mar apr mei jun jul agu sep okt nov des jan feb mar apr mei jun jul % (mtm) % (yoy) sisi kanan % (mtm) % (yoy) sisi kanan Grafik 3.15 Perkembangan Inflasi Komoditas Komoditas Sandang Grafik 3.16 Perkembangan Inflasi Bulanan Berdasarkan Kelompok Komoditas Sandang Inflasi 39

57 3.2.5 Kesehatan Kelompok komoditas kesehatan pada triwulan II 2017 mengalami inflasi 4,34% (yoy). Inflasi pada kelompok komoditas tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 4,18% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi kelompok komoditas kesehatan terutama didorong oleh meningkatnya subkomoditas perawatan jasmani dan kosmetika % (mtm) % (yoy) sisi kanan jan feb mar apr mei jun jul agu sep okt nov des jan feb mar apr mei jun jul % (mtm) % (yoy) sisi kanan Grafik 3.17 Perkembangan Inflasi Komoditas Kesehatan Grafik 3.18 Perkembangan Inflasi Bulanan Berdasarkan Kelompok Komoditas Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga Kelompok komoditas pendidikan, rekreasi, dan olah raga dalam triwulan II 2017 mengalami inflasi 1,78% (yoy). Tekanan inflasi tersebut sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mengalami inflasi 1,77% (yoy). Meningkatnya laju inflasi tersebut masih disebabkan oleh biaya Pendidikan yang akan memasuki tahun ajaran baru % (mtm) % (yoy) sisi kanan jan feb mar apr mei jun jul agu sep okt nov des jan feb mar apr mei jun jul % (mtm) % (yoy) sisi kanan Grafik 3.19 Perkembangan Inflasi Komoditas Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga Grafik 3.20 Perkembangan Inflasi Bulanan Berdasarkan Kelompok Komoditas Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga Inflasi 40

58 3.2.7 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan Tekanan inflasi kelompok komoditas transpor, komunikasi, dan jasa keuangan pada triwulan II 2017 sebesar 3,35% (yoy), meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 0,68% (yoy). Tekanan inflasi tersebut meningkat tajam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Subkomoditas utama yang mengalami peningkatan inflasi tahunan terbesar adalah sarana dan penunjang transport khususnya biaya perpanjangan STNK. Kenaikan biaya perpanjangan yang terjadi pada awal tahun 2017 masih memberikan pengaruh inflasi tahunan pada subkomoditas sarana dan penunjang transpor. Sedangkan subkomoditas transpor menunjukkan deflasi secara tahunan % (mtm) % (yoy) sisi kanan 3.00 jan feb mar apr mei jun jul agu sep okt nov des jan feb mar apr mei jun jul % (mtm) % (yoy) sisi kanan Grafik 3.21 Perkembangan Inflasi Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Grafik 3.22 Perkembangan Inflasi Bulanan Berdasarkan Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa 3.3 INFLASI PERIODIKAL INFLASI TRIWULANAN Inflasi triwulanan NTB dalam triwulan II 2017 lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Inflasi triwulanan NTB pada triwulan II 2017 sebesar 1,14% (qtq), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 1,04% (qtq). Meningkatnya inflasi pada triwulan II 2017 disebabkan meningkatnya tekanan harga pada komoditas sandang dan makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan tersebut diakibatkan meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap komoditas sandang menjelang bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Sejalan dengan hal tersebut, kebutuhan terhadap makanan jadi juga mengalami peningkatan, terutama menjelang Bulan Ramadhan. Sedangkan dari bahan makanan, pada triwulan II 2017 mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan Inflasi 41

59 triwulan I 2017 yang cenderung menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya akibat meningkatnya jumlah pasokan dari tingkat produsen pada masa panen raya. Grafik 3.23 Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi NTB Grafik 3.24 Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi NTB Berdasarkan Komoditas Inflasi Tahunan Secara tahunan inflasi Provinsi NTB pada akhir triwulan II 2017 sebesar 3,38% (yoy), lebih tinggi dibanding triwulan yang sama pada tahun sebelumnnya sebesar 2,58% (yoy). Capaian inflasi tersebut berada dibawah koridor target inflasi Bank Indonesia sebesar 4+1% (yoy). Tren inflasi tahunan NTB menunjukan arah yang cenderung meningkat dalam setahun terakhir dikarenakan pada tahun 2017 ini Hari Raya Idul Fitri pada bulan Juni. Grafik 3.25 Perkembangan Inflasi Tahunan Provinsi NTB Berdasarkan Komoditas Inflasi 42

60 3.4 DISAGREGASI INFLASI Provinsi Nusa Tenggara Barat Berdasarkan disagregasi inflasi, meningkatnya tekanan inflasi pada triwulan II 2017 disebabkan oleh inflasi pada kelompok administered price yang yakni sebesar 8,41% (yoy). Kelompok administered price atau kelompok harga yang ditetapkan oleh pemerintah, mengalami inflasi yang cukup tinggi dibandingkan dengan kelompok lainnya (kelompok inti dan bahan makanan bergejolak). Inflasi tersebut disebabkan karena efek penyesuaian tarif dasar listrik berturutturut yang dilaksanakan pada bulan Maret dan Mei Selain tarif dasar listrik, biaya perpanjangan STNK dan tarif cukai rokok yang diterapkan pada awal tahun 2017 juga turut meningkatkan tekanan inflasi. Kelompok inti mengalami inflasi 3,37% (yoy), sedangkan kelompok volatile food atau komoditas bahan makanan bergejolak mengalami deflasi sebesar 1,45% (yoy). Laju inflasi kelompok inti mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya namun mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Beberapa komoditas kelompok inti yang mendorong meningkatnya inflasi pada komoditas tersebut, diantaranya tukang bukan mandor dan biaya sewa rumah. Grafik 3.26 Disagregasi Inflasi Bulanan Provinsi NTB Grafik 3.27 Disagregasi Inflasi Tahunan Provinsi NTB Kota Mataram Inflasi Kota Mataram pada triwulan II 2017 sebesar 3,59% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 2,83% (yoy). Meningkatnya inflasi pada triwulan II 2017 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, terutama disumbang oleh Inflasi 43

61 meningkatnya harga komoditas administered price, diantaranya penyesuaian tarif dasar listrik untuk pengguna daya 900 VA dan biaya perpanjangan STNK. Grafik 3.28 Disagregasi Inflasi Bulanan Kota Mataram Grafik 3.29 Disagregasi Inflasi Tahunan Kota Mataram Kota Bima Laju inflasi Kota Bima pada triwulan II 2017 meningkat. Inflasi Kota Bima pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 2,64% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 1,63% (yoy). Seperti halnya yang terjadi di Mataram, kelompok yang memiliki kontribusi paling tinggi dalam meningkatnya tekanan inflasi adalah kelompok administered price atau kelompok harga yang ditentukan oleh pemerintah, diantaranya penyesuaian tarif dasar listrik untuk pengguna daya 900 VA dan biaya perpanjangan STNK. Grafik 3.30 Disagregasi Inflasi Bulanan Kota Bima Grafik 3.31 Disagregasi Inflasi Tahunan Kota Bima Inflasi 44

62 3.5 PENGENDALIAN INFLASI DAERAH Meski tekanan inflasi hingga triwulan II 2017 cukup terkendali, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi NTB tetap waspada terhadap berbagai risiko tekanan harga pada masa yang akan datang. Koordinasi dan konsolidasi TPID diperkuat melalui Rapat Koordinasi Wilayah TPID Provinsi NTB dan perwakilan TPID dari seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi NTB. TPID Provinsi NTB bersama satgas pangan NTB secara intensif melakukan sidak pasar untuk memastikan tidak terjadi penimbunan komoditas pangan, sehingga berdampak pada kenaikan harga. Selain itu, TPID Provinsi NTB bersama TPID seluruh Kab/Kota juga melaksanakan pasar murah terintegrasi secara bersamaan, guna memastikan ketersediaan pasokan bahan makanan sepanjang bulan puasa hingga Hari Raya Lebaran. Tabel 3.3 Langkah Pengendalian Inflasi pada bulan Ramadhan Aspek Langkah Pengendalian Inflasi Pengendalian Ekspektasi 1. Sosialisasi kepada masyarakat mengenai bijak dalam konsumsi melalui Masyarakat jalur dakwah dan iklan layanan masyarakat. 2 Mengeluarkan himbauan kepada Pegawai Negeri Sipil untuk tidak menggunakan gas elpiji 3 Kg. Kerjasama Intra/Antar Daerah 1. Pemenuhan pasokan pangan secara bersamasama antara daerah Lombok dan Sumbawa. 2. Penyelenggaraan pasar murah terintegrasi dengan berbagai pihak (Pemerintah Daerah, Swasta, BUMN, BUMD, Badan Amil Zakat Nasional). Produksi/Distribusi/Konektivitas 1. Penjadwalan masa tanam komoditas antar periode. Kelembagaan 2. Meningkatkan promosi Rumah Pangan Kita (RPK) dan Toko Tani Indonesia kepada masyarakat disertai peningkatan kualitas pelayanan dan cakupan komoditas yang dijual. 3. Program Sapi Indukan Wajib Bunting 4. Program Rantai Dingin, membagikan fasilitas pendingin untuk menjaga ketersediaan pasokan ikan. 1. Koordinasi anggota TPID setiap bulan. 2. Kerjasama dengan Satgas Pangan yang bekerjasama dengan pihak Kepolisian. Selain beberapa langkah tersebut, TPID Provinsi NTB terus mendorong dilaksanakannya beberapa langkah strategis berikut: 1. Penyusunan neraca beberapa komoditas strategis yang akurat dengan series data bulanan 2. Pengaturan tata niaga yang efektif dan terstruktur 3. Perluasan akses informasi harga pangan di masyarakat. Inflasi 45

63 3.6 PROSPEK INFLASI TRIWULAN III 2017 Pada awal triwulan III 2017 tekanan inflasi menunjukkan penurunan. Inflasi bulanan pada Juli 2017 menurun menjadi 0,41% (mtm) dari bulan Juni sebesar 0,58% (mtm). Hal ini seiring menurunnya permintaan masyarakat setelah bulan puasa dan perayaan Hari Raya Idul Fitri. Secara historis dalam 5 (lima) tahun terakhir, ratarata inflasi Agustus dan September masingmasing sebesar 0,55% (mtm) dan 0,22% (mtm). Namun, tekanan inflasi secara keseluruhan pada triwulan III 2017 diperkirakan meningkat. Meningkatnya tekanan inflasi akan terlihat pada perkiraan inflasi bulan Agustus 2017 yang lebih tinggi dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun sebelumnya. Beberapa faktor diperkirakan mempengaruhi tekanan harga pada triwulan III 2017, yaitu: meningkatnya kebutuhan konsumsi masyarakat seiring peningkatan kunjungan wisatawan, risiko kekeringan pada musim kemarau yang berisiko menurunkan produksi palawija pada fase panen kedua dan risiko administered price terkait dengan perkembangan harga minyak dunia yang fluktuatif dapat mempengaruhi harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Namun demikian, inflasi triwulan III 2017 secara umum diperkirakan terkendali, berada dalam rentang target inflasi 4+1% (yoy), yaitu sebesar 4 s.d 4,4% (yoy). Sumber: BPS Provinsi NTB dan Proyeksi Bank Indonesia, diolah Grafik 3.32 Prospek Inflasi Tahunan Triwulan III 2017 Grafik 3.33 Survei Pemantauan Harga Bank Indonesia Inflasi 46

64 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Stabilitas keuangan daerah Provinsi NTB pada triwulan II 2017 masih relatif terjaga. Ketahanan sektor korporasi dan rumah tangga masih berada pada level aman. Hal ini tercermin dari indikator Non Performing Loan (NPL) relatif sama dengan triwulan sebelumnya. Risiko kredit sektor rumah tangga cenderung menurun, terlihat dari indikator Debt Service Ratio (DSR) > 30% yang mengalami penurunan. Optimisme rumah tangga juga meningkat tercermin dari meningkatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga. 4.1 ASESMEN KETAHANAN KORPORASI Ketahanan sektor korporasi pada triwulan II2017 masih berada pada level aman dan relatif sama dengan triwulan sebelumnya. Hal ini tercermin dari indikator rasio Non Performing Loan (NPL). Rasio Non Performing Loan (NPL) sektor korporasi pada triwulan II 2017 sebesar 1,78% relatif sama dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 1,79%. Rasio NPL tersebut masih terjaga di bawah ambang batas 5%. Secara sektoral, NPL yang perlu dicermati adalah NPL pada sektor lainlain yang nilainya relatif tinggi dan di atas ambang batas, yaitu sebesar 22,61%. Grafik 4.1 Pertumbuhan Kredit dan Rasio NPL Bank Umum di Provinsi NTB Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 47

65 Pada triwulan II 2017, penyaluran kredit perbankan Provinsi NTB kepada sektor korporasi produktif masih tumbuh tinggi sebesar 37,91% (yoy), namun melambat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 46,28% (yoy). Pertumbuhan yang tinggi tersebut ditopang oleh penyaluran kredit investasi kepada sektor pertambangan dan penggalian sejak triwulan IV Sedangkan perlambatan pertumbuhan seiring dengan penurunan jumlah baki debet kredit investasi khususnya sektor pertambangan dan penggalian dengan adanya pembayaran cicilan sejak awal tahun Selain kredit investasi, kredit modal kerja dan konsumsi juga mengalami perlambatan. Berdasarkan sektor ekonomi utama di Provinsi NTB, yakni pertanian, perdagangan, dan pertambangan, kredit bank umum paling besar disalurkan kepada sektor perdagangan dengan porsi sebesar 53,06% dari total kredit produktif atau 25,53% dari total keseluruhan kredit. Kredit yang disalurkan kepada sektor perdagangan tersebut tumbuh sebesar 8,60% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 13,97% (yoy). Kredit sektoral yang mencatat pertumbuhan paling tinggi di antara sektor yang lain pada triwulan II 2017 adalah kredit pertambangan dan penggalian, serta sektor jasa kemasyarakatan; dengan pertumbuhan masingmasing sebesar 167,40% (yoy) dan 65,56% (yoy). Tabel 4.1 Perkembangan NPL Bank Umum Berdasarkan Lapangan Usaha di Provinsi NTB NPL Berdasarkan Lapangan Usaha (%) TW 4 TW 4 TW 1 TW 2 TW 3 TW 4 TW 1 TW2 Total Kredit 1,74 1,99 2,15 2,07 2,04 1,58 1,79 1,78 Kredit Produktif 2,54 3,09 3,30 3,22 3,20 2,14 2,53 2,59 Pertanian, Perburuan, dan Kehutanan 1,55 1,62 1,45 1,17 1,73 1,25 1,72 1,68 Perikanan 5,62 2,56 2,92 2,26 1,77 1,48 1,11 1,78 Pertambangan dan Penggalian 43,08 35,07 18,18 24,43 19, Industri Pengolahan 4,35 3,93 5,03 5,37 5,05 4,22 5,44 3,45 Listrik, Gas, dan Air 1,76 1,31 0,83 0,54 0,38 0,01 0,02 Konstruksi 3,19 2,39 2,79 2,93 2,84 2,46 2,86 2,52 Perdagangan Besar dan Eceran 2,74 3,52 3,67 3,68 3,69 3,34 3,73 3,78 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1,41 3,09 2,89 0,93 0,90 0,62 0,91 0,94 Transportasi, Pergudangan, dan Komunikasi 0,85 1,99 2,57 1,91 2,05 1,50 1,74 1,47 Perantara Keuangan 2,04 1,49 1,37 6,84 1,82 1,92 1,27 0,93 Real Estate dan Jasa Perusahaan 1,05 0,87 1,76 2,12 1,98 1,69 2,93 3,00 Administrasi Pemerintahan 1,23 1,72 4,45 16,88 Jasa Pendidikan 1,55 0,98 0,61 1,47 0,58 1,23 1,40 1,38 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,26 0,16 0,18 0,25 0,14 0,08 0,07 0,04 Jasa Kemasyarakatan 1,45 2,17 2,94 2,55 3,28 2,74 2,75 2,63 Jasa Rumah Tangga 0,92 2,14 2,51 2,20 2,69 4,62 4,76 4,72 Jasa Lainnya Lainlain 22,39 24,99 13,59 13,17 6,73 7,03 22,61 Bukan Lapangan Usaha 1,13 1,19 1,31 1,22 1,19 1,01 1,08 1,04 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 48

66 Tabel 4.2 Perkembangan Kredit Bank Umum Berdasarkan Sektor Ekonomi di Provinsi NTB Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi dan Lokasi Bank (%) TW 4 TW 4 TW 1 TW 2 TW 3 TW 4 TW 1 TW2 Total Kredit 15,52 12,88 13,74 14,53 14,72 30,85 26,50 22,33 Kredit Produktif 11,04 10,97 12,02 13,47 18,09 56,85 46,28 37,91 Pertanian, Perburuan, dan Kehutanan 9,72 36,19 55,84 79,64 102,75 71,56 60,52 63,97 Perikanan (3,58) 37,90 19,80 44,74 47,50 43,48 56,52 44,01 Pertambangan dan Penggalian 91,41 (18,14) (29,29) (38,46) (25,00) Industri Pengolahan 25,67 24,88 21,28 26,77 23,79 14,14 10,19 11,65 Listrik, Gas, dan Air 54,43 16,88 2,21 26,67 33,33 86,67 114,29 49,39 Konstruksi (28,69) 35,50 37,78 30,79 23,90 20,03 11,07 10,61 Perdagangan Besar dan Eceran 10,62 5,43 8,83 14,34 17,01 19,16 15,49 9,80 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 29,94 20,55 24,55 21,00 21,52 17,11 9,21 5,01 Transportasi, Pergudangan, dan Komunikasi 8,79 1,59 3,69 10,76 13,38 15,82 17,28 8,93 Perantara Keuangan 25,77 (37,87) (39,65) (51,18) (39,33) (36,25) (1,41) 54,02 Real Estate dan Jasa Perusahaan 19,18 81,59 48,16 6,36 2,13 0,68 (36,12) (35,37) Administrasi Pemerintahan 72,32 (68,83) (62,22) (50,00) (50,00) (100,00) 25,55 Jasa Pendidikan 112,82 10,15 7,88 15,38 7,69 (13,33) (12,50) 11,02 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3,37 2,01 1,25 1,44 0,70 8,33 1,24 Jasa Kemasyarakatan 74,85 (35,12) (43,95) (42,99) 19,44 36,99 64,59 64,38 Jasa Rumah Tangga 45,77 24,47 (3,73) (17,24) (31,25) (32,26) (22,22) (15,66) Jasa Lainnya Lainlain (55,24) (54,17) (42,11) 43,75 46,67 (3,98) Kredit Bukan Lapangan Usaha 18,39 15,20 15,04 15,35 12,35 12,05 12,01 10, ASESMEN KETAHANAN RUMAH TANGGA Perkembangan Kondisi Rumah Tangga Tingkat konsumsi rumah tangga dalam PDRB Provinsi NTB yang meningkat pada triwulan II 2017 juga tercermin dari keyakinan rumah tangga yang juga meningkat. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2017 sebesar 2,66% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 2,12% (yoy). Kegiatan konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh keyakinan rumah tangga terhadap perekonomian. Ketika rumah tangga yang optimis terhadap kondisi perekonomian, mereka akan meningkatkan kegiatan konsumsi dan begitu pula sebaliknya. Tingkat optimisme tersebut dapat dilihat dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang dihasilkan oleh Survei Konsumen. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 49

67 100% 80% 60% 40% 20% 0% I II III IV I II III IV I II % 5.00% 4.00% 3.00% 2.00% 1.00% 0.00% Porsi Konsumsi Rumah Tangga Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga sisi kanan (yoy) Sumber: BPS, diolah Grafik 4.2 Perkembangan Konsumsi Rumah Tangga dalam Produk Domestik Regional Bruto Provinsi NTB Sumber: Survei Konsumen, diolah Grafik 4.3 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Percepatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada PDRB Provinsi NTB triwulan II 2017 tersebut juga terlihat dari Indeks Keyakinan Konsumen yang juga menunjukkan terjadinya peningkatan pada triwulan II Indeks Keyakinan Konsumen yang dihasilkan oleh Survei Konsumen Bank Indonesia pada triwulan II 2017 sebesar 109,92, lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 105,80. Meningkatnya angka IKK tersebut didorong oleh peningkatan pada Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK). Sumber: Survei Konsumen, diolah Grafik 4.4 Persepsi Rumah Tangga terhadap Ekonomi Saat Ini Sumber: Survei Konsumen, diolah Grafik 4.5 Persepsi Rumah Tangga terhadap Ekonomi 6 (Enam) Bulan Mendatang Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 50

68 Rumah tangga di Provinsi NTB masih memiliki optimisme yang cukup tinggi terhadap kondisi penghasilan dan pembelian barang tahan lama untuk saat ini (triwulan II 2017). Untuk 6 (enam) bulan ke depan, secara umum rumah tangga masih tetap optimis. Hal ini ditandai dengan adanya ekspektasi penghasilan, usaha, dan lapangan kerja dengan indeks di atas 100. Namun perlu diwaspadai terkait tingkat optimisme ketersediaan lapangan pekerjaan saat ini yang angkanya di bawah 100 yang berarti rumah tangga cenderung pesimis dalam ketersediaan lapangan pekerjaan. Pengeluaran rumah tangga lebih banyak digunakan untuk konsumsi dengan porsi sebesar 66,6% pada triwulan II 2017, diikuti dengan tabungan sebesar 19,9%, dan cicilan pinjaman sebesar 13,5%. Porsi konsumsi pada triwulan II 2017 juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yaitu dari 64,4% menjadi 66,6%. Porsi dana yang digunakan untuk menabung juga mengalami peningkatan dari 16,6% pada triwulan I 2017 menjadi 19,9% pada triwulan II Dengan bertambahnya porsi konsumsi dan dana yang digunakan untuk menabung, dana yang disisihkan untuk membayar cicilan pinjaman berkurang, yaitu dari 19,0% menjadi 13,5%. 16.6% 19.0% TW I % Konsumsi Cicilan/Pinjaman Tabungan Sumber: Survei Konsumen, diolah Grafik 4.6 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Triwulan I 2017 Sumber: Survei Konsumen, diolah Grafik 4.7 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Triwulan II 2017 Berdasarkan pengeluaran, tingkat pengeluaran konsumsi yang tertinggi dilakukan oleh kelompok rumah tangga berpengeluaran Rp6,17 juta dan Rp1 2 juta. Dari sisi tingkat pembayaran cicilan pinjaman, yang tertinggi (23%) dilakukan kelompok rumah tangga dengan pengeluaran Rp7,18 Juta. Hal tersebut menyebabkan potensi tabungan yang semakin rendah dari kelompok rumah tangga berpengeluaran tinggi. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 51

69 Tabel 4.3 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Berdasarkan Pendapatan pada Triwulan II 2017 Komposisi Tingkat Konsumsi, Cicilan dan Tabungan (adjustmen) Penggunaan Pengeluaran/bulan Rp1 2 jt Rp2,1 3 jt Rp3,1 4 jt Rp4,1 5 jt Rp5,1 6 jt Rp6,1 7 jt Rp7,1 8 jt >Rp8 jt Ratarata Konsumsi 72,2% 62,8% 63,2% 65,0% 70,0% 75,0% 62,0% 33,3% 66,6% Cicilan/Pinjaman 13,0% 16,3% 14,0% 14,0% 10,0% 10,0% 23,0% 13,3% 13,5% Tabungan 14,8% 21,0% 22,8% 21,0% 20,0% 15,0% 15,0% 53,3% 19,9% Total 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% Sumber: Survei Konsumen, diolah Ketahanan Sektor Rumah Tangga Pada triwulan II 2017 terjadi penurunan risiko dari sisi kredit karena secara agregat terjadi penurunan jumlah rumah tangga yang memiliki debt service ratio lebih dari 30% pendapatannya (DSR > 30%). Jumlah rumah tangga dengan DSR > 30% pada triwulan II 2017 turun sebesar 21,1% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Rumah tangga dengan DSR > 30% memiliki risiko kredit lebih tinggi dibanding kelompok rumah tangga dengan DSR < 30% dan dapat menjadi penyebab kredit bermasalah. Peningkatan DSR > 30% terutama terjadi pada kelompok rumah tangga dengan pendapatan Rp2,13 Juta dengan peningkatan sebesar 23,8%, sementara itu penurunan DSR > 30% tertinggi terjadi pada kelompok rumah tangga dengan pendapatan Rp6,1 7 Juta. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 52

70 Tabel 4.4 Dana Rumah Tangga untuk Membayar Cicilan dan Perubahannya Berdasarkan Pendapatan Pengeluaran/ bulan 010% 10%20% 20%30% >30% Rp1 2 jt 27,8% 6,8% 8,8% 5,2% Rp1 2 jt 0,0% 0,3% 0,3% 48,2% 0,0% Rp2,1 3 jt 15,2% 5,7% 8,8% 4,3% Rp2,1 3 jt 0,0% 0,3% 0,8% 32,8% 0,0% Rp3,1 4 jt 6,5% 1,7% 1,5% 1,5% Rp3,1 4 jt 0,0% 0,2% 0,3% 10,7% 0,0% Rp4,1 5 jt 1,3% 0,5% 0,3% 0,3% Rp4,1 5 jt 0,0% 0,0% 0,2% 2,3% 0,0% Rp5,1 6 jt 1,0% 0,7% 0,0% 0,2% Rp5,1 6 jt 0,0% 0,0% 0,0% 1,8% 0,0% Rp6,1 7 jt 0,2% 0,2% 0,0% 0,0% Rp6,1 7 jt 0,0% 0,0% 0,0% 0,3% 0,0% Rp7,1 8 jt 0,2% 0,2% 0,3% 0,2% Rp7,1 8 jt 0,0% 0,0% 0,0% 0,8% 0,0% >Rp8 jt 0,3% 0,0% 0,0% 0,2% >Rp8 jt 0,0% 0,2% 0,2% 0,2% 0,0% Total 52,5% 15,7% 19,8% 11,8% Total 0,0% 1,0% 1,8% 97,2% 0,0% Pengeluaran/ bulan 010% Triwulan II 2017 Debt Service Ratio (DSR) Perubahan Debt Service Ratio (DSR)* 10%20% 20%30% >30% Pengeluaran/ bulan 110% *TBM = Tidak Bisa Menabung Pengeluaran/ bulan Rp1 2 jt 29,5% 10,8% 24,3% 16,2% Rp1 2 jt 0,50 0,71 0,11 1,00 Rp2,1 3 jt 35,8% 9,7% 5,4% 23,8% Rp2,1 3 jt 1,00 0,38 0,19 Rp3,1 4 jt 0,0% 100,0% 65,4% 55,0% Rp3,1 4 jt 0,50 0,50 0,24 Rp4,1 5 jt 14,3% 66,7% 60,0% 60,0% Rp4,1 5 jt 0,50 0,42 Rp5,1 6 jt 33,3% 0,0% 100,0% 75,0% Rp5,1 6 jt 1,00 0,45 Rp6,1 7 jt 50,0% 66,7% 100,0% 100,0% Rp6,1 7 jt 0,71 Rp7,1 8 jt 66,7% 0,0% 0 0,0% Rp7,1 8 jt 0,00 >Rp8 jt 100,0% 100,0% 0 0,0% >Rp8 jt 0,00 0,50 Total 22,6% 3,3% 26,5% 21,1% Total 1,00 0,52 0,02 1,00 *Perubahan tw II 2017 dibandingkan tw I 2017 *Perubahan tw II 2017 dibandingkan tw I % 10%20% 10%20% Triwulan II 2017 Tabungan 20%30% 20%30% >30% Perubahan Tabungan* >30% TBM* TBM Sumber : Survei Konsumen, diolah Risiko dari sisi kredit mengalami penurunan dan ketahanan sektor rumah tangga pada triwulan II 2017 meningkat. Hal ini tercermin pada rasio NPL kredit konsumsi yang sebesar 1,04%, relatif menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 1,08%. Rasio tersebut masih berada di bawah ambang batas maksimal sebesar 5%. Sementara itu, outstanding kredit konsumsi yang disalurkan bank umum di Provinsi NTB pada triwulan II 2017 sebesar Rp16,38 Triliun, tumbuh sebesar 10,72% (yoy). Pertumbuhan tersebut cenderung melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 12,01% (yoy). Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 53

71 Grafik 4.8 Perkembangan Kredit Konsumsi Grafik 4.9 Rasio NPL Kredit Konsumsi Rasio NPL kredit konsumsi terbesar masih merupakan kredit Ruko atau Rukan yaitu sebesar 2,88%. Rasio NPL kredit konsumsi terbesar berikutnya secara berurutan adalah rasio NPL Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sampai dengan tipe 70, KPR di atas tipe 70, kredit kendaraan bermotor, dan kredit konsumsi lainnya, yang masingmasing sebesar 2,14%, 1,78%, 1,42%, dan 0,72%. Rasio NPL kredit tersebut masih di bawah ambang batas maksimal yaitu sebesar 5%. Grafik 4.10 Perkembangan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Grafik 4.11 Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor Penyaluran kredit KPR sampai dengan tipe 70 dan KPR di atas tipe 70 tumbuh masingmasing sebesar 8,76% (yoy) dan 8,48% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang masingmasing sebesar 6,96% (yoy) dan 4,18% (yoy). Perlambatan pertumbuhan pertumbuhan penyaluran kredit dialami oleh kredit konsumsi lainnya, yaitu sebesar 11,84% (yoy) lebih rendah dibandingkan dengan triwulan I 2017 yang sebesar 13,93% (yoy). Sedangkan untuk kredit ruko Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 54

72 atau rukan dan kredit kendaraan bermotor justru mengalami kontraksi masingmasing sebesar 5,15% (yoy) dan 2,56% (yoy). Penurunan kredit ruko atau rukan berdasarkan hasil survei kepada pelaku usaha diperkirakan karena supply ruko atau rukan lebih dari permintaan. Selain itu, terdapat alternatif tempat usaha lain di pusat perbelanjaan modern yang masih memiliki kapasitas yang cukup untuk memenuhi permintaan pelaku usaha. 4.3 ASESMEN LEMBAGA KEUANGAN Perkembangan Bank Umum Jumlah bank umum dan BPR/S di NTB pada triwulan II 2017 masingmasing sebanyak 32 bank umum dan 32 BPR/S. Jumlah kantor bank umum mengalami peningkatan dari 373 kantor pada triwulan I 2017 menjadi 377 kantor pada triwulan II 2017, sedangkan jumlah kantor BPR/S masih sama, yaitu sebanyak 123 kantor. Kategori Tabel 4.5 Perkembangan Jumlah Bank dan Jaringan Kantor di Provinsi NTB I II III IV I II Bank Umum Konvensional Unit Usaha Syariah Syariah Jumlah Kantor Bank Umum BPR/S Jumlah Kantor BPR/S Total Kantor Bank Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Daerah (SEKDA), diolah Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 55

73 Tabel 4.6 Perkembangan Indikator Bank Umum di Provinsi NTB Indikator Bank Umum (RP Milyar) Tw 4 Tw 4 Tw 1 Tw 2 Tw 3 Tw 4 Tw 1 Tw 2 Aset Kredit Berdasarkan Lokasi Bank Kredit Modal Kerja Kredit Investasi Kredit Konsumsi Kredit UMKM Dana Pihak Ketiga Giro Tabungan Deposito NPL (%) LDR (%) Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek Kredit Modal Kerja Kredit Investasi Kredit Konsumsi Grafik 4.12 Perkembangan Aset, DPK, dan Kredit Bank Umum di Provinsi NTB Grafik 4.13 Pertumbuhan Aset, DPK dan Kredit Bank Umum di Provinsi NTB Secara umum, kinerja bank umum (konvensional dan syariah) pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan. Total aset bank umum di Provinsi NTB pada triwulan II 2017 mencapai Rp39,12 Triliun atau tumbuh sebesar 21,33% (yoy). Pertumbuhan tersebut sedikit meningkat peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 20,64% (yoy). Peningkatan aset bank umum sejalan dengan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang juga meningkat. Namun di sisi lain, penyaluran kredit mencatat adanya perlambatan pertumbuhan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 56

74 Sebagian besar aset bank umum di Provinsi NTB merupakan aset pada kelompok bank pemerintah dengan porsi sebesar 77,48%, sementara kelompok bank swasta nasional dan bank asing campuran masingmasing sebesar 22,36% dan 0,17%. Jika dilihat berdasarkan tingkat pertumbuhan tahunan, aset bank pemerintah dan bank swasta mengalami peningkatan pertumbuhan masingmasing sebesar 26,67% (yoy) dan 6,03% (yoy) pada triwulan II Pertumbuhan tersebut meningkat dibandingkan dengan triwulan I 2017 dimana masingmasing tumbuh sebesar 25,86% (yoy) dan 5,83% (yoy). Sedangkan aset bank asing dan campuran mengalami penurunan sebesar 3,48% (yoy). Penghimpunan DPK pada triwulan II 2017 mencatat peningkatan pertumbuhan tahunan. Jumlah nominal DPK bank umum pada triwulan II 2017 sebesar Rp23,70 Triliun dengan tingkat pertumbuhan sebesar 13,63% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan I 2017 sebesar 11,33% (yoy). DPK bank umum di Provinsi NTB didominasi oleh tabungan dengan porsi sebesar 50,90% dari total DPK yang dihimpun, diikuti dengan deposito dengan porsi sebesar 31,89% dan giro dengan porsi sebesar 17,21% dari total DPK. Dilihat dari sisi pertumbuhan, tabungan dan deposito meningkat pertumbuhannya dibanding triwulan sebelumnya, sedangkan giro mengalami perlambatan pertumbuhan. Penyaluran kredit bank umum masih mencatat pertumbuhan yang cukup tinggi meski melambat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan II 2017, penyaluran kredit tumbuh sebesar 22,33% (yoy), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yakni sebesar 26,51% (yoy). Penyaluran kredit bank umum pada triwulan II 2017 mencapai Rp31,57 Triliun. Perlambatan pertumbuhan penyaluran kredit tersebut terutama pada kredit korporasi yang digunakan sebagai investasi Intermediasi Bank Umum Intermediasi bank umum yang ditunjukkan dengan indikator Loan to Deposit Ratio (LDR) masih di atas 100%, namun lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, Pada triwulan II 2017 rasio LDR sebesar 133,24%, lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 140,65%. Penurunan angka LDR tersebut terkait penyaluran kredit yang melambat dan diiringi dengan peningkatan pertumbuhan penghimpunan DPK. Rasio LDR yang mencapai di atas 100% menandakan bahwa bank umum menggunakan sumber dana selain dari penghimpunan DPK. Bank umum di Provinsi NTB melakukan transaksi antar kantor maupun antar bank untuk memenuhi likuiditas yang digunakan untuk menyalurkan kredit, selain pemenuhan likuiditas yang berasal dari penghimpunan DPK. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 57

75 Grafik 4.14 Perkembangan Kredit, DPK, dan LDR Bank Umum di Provinsi NTB Grafik 4.15 Pertumbuhan Kredit Bank Umum di Provinsi NTB Penyaluran kredit bank umum di Provinsi NTB pada triwulan II 2017 sebesar Rp31,57 Triliun. Jika memperhitungkan kantor cabang bank umum dari luar Provinsi NTB yang menyalurkan kredit di Provinsi NTB (kredit berdasarkan lokasi proyek), kredit pada triwulan II 2017 mencapai Rp32,30 Triliun. Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan penyaluran kredit berdasarkan lokasi bank, pertumbuhan penyaluran kredit berdasarkan lokasi proyek juga melambat. Pertumbuhan kredit berdasarkan lokasi proyek pada triwulan II 2017 sebesar 11,85% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan I 2017 yang sebesar 12,92% (yoy). Berdasarkan jenis penggunaan, kredit yang disalurkan oleh bank umum di Provinsi NTB di dominasi oleh kredit konsumsi yaitu sebesar 51,88% dari total kredit, sedangkan porsi kredit produktif yaitu kredit modal kerja dan investasi masingmasing sebesar 30,06% dan 18,07%. Berdasarkan sektor ekonomi, sebagian besar kredit dalam bentuk kredit produktif bank umum di Provinsi NTB disalurkan kepada sektor perdagangan yang merupakan salah satu sektor utama dalam PDRB Provinsi NTB. Porsi kredit perdagangan (tidak termasuk hotel dan restoran) sebesar 25,53% dari total kredit atau 53,06% dari total kredit di sektor ekonomi produktif. Jika berdasarkan lokasi proyek dimana kantor bank umum di luar Provinsi NTB yang menyalurkan kredit di Provinsi NTB juga diperhitungkan, porsi kredit perdagangan sebesar 24,82% dari total kredit atau 52,69% dari total kredit sektor ekonomi produktif. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 58

76 Grafik 4.16 Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 4.17 Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi Sementara itu, kredit sektor pertanian dan perikanan yang juga merupakan kategori utama dalam PDRB Provinsi NTB memiliki porsi sebesar 5,43% (berdasarkan lokasi bank) dan 8,84% (berdasarkan lokasi proyek) dari total kredit produktif. Pelaku usaha sektor pertanian dan perikanan di Provinsi NTB pada umumnya merupakan pelaku usaha individual yang memanfaatkan pembiayaan dari modal sendiri atau pihak lain di luar perbankan Intermediasi Bank Umum Syariah Pembiayaan bank umum berbasis syariah merupakan salah satu pilihan pembiayaan bagi masyarakat Provinsi Nusa Tenggara Barat, baik untuk konsumsi maupun usaha produktif. Peranan perbankan syariah dalam intermediasi menunjukan perkembangan yang positif di Provinsi NTB dan melengkapi layanan perbankan konvensional yang telah ada. Grafik 4.18 Perkembangan Kredit Bank Umum Syariah Grafik 4.19 Pertumbuhan Kredit Bank Umum Syariah Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 59

77 Pada triwulan II 2017, pembiayaan yang disalurkan oleh bank umum syariah di Provinsi NTB mencapai Rp2,71 Triliun, tumbuh sebesar 30,31% (yoy). Berbeda dengan perlambatan pertumbuhan kredit pada bank umum secara keseluruhan, pembiayaan yang disalurkan oleh bank umum syariah mengalami peningkatan pertumbuhan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 19,47% (yoy). Penyaluran pembiayaan syariah di Provinsi NTB selain dilakukan oleh bank umum syariah yang berlokasi di Provinsi NTB juga dilakukan kantor bank umum syariah di luar Provinsi NTB. Jika dihitung berdasarkan lokasi proyek, pembiayaan bank umum syariah pada triwulan II 2017 mencapai Rp2,89 Triliun atau tumbuh sebesar 20,39% (yoy). Pertumbuhan tersebut meningkat dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 14,46% (yoy) Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat Tabel 4.7 Perkembangan Indikator Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi NTB Berbeda dengan perbankan umum, pertumbuhan aset Bank Perkreditan Rakyat (BPR) pada triwulan II 2017 mengalami perlambatan. Aset BPR pada triwulan II 2017 mencapai Rp1,28 Triliun atau tumbuh sebesar 3,45% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,85% (yoy). Penghimpunan DPK dan penyaluran kredit BPR pada triwulan II 2017 juga mengalami perlambatan. Total penghimpunan DPK BPR pada triwulan II 2017 mencapai Rp818,78 Miliar atau tumbuh sebesar 3,45% (yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan I 2017 yang tumbuh sebesar 4,26% (yoy). Sementara itu, penyaluran kredit BPR pada triwulan II 2017 mencapai Rp993,47 Miliar atau tumbuh sebesar 4,08% (yoy). Pertumbuhan penyaluran kredit tersebut melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,08% (yoy). Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 60

78 Perlambatan penyaluran kredit BPR diikuti oleh penurunan kualitas kreditnya, dimana rasio NPL mengalami peningkatan, dari 12,26% pada triwulan I 2017 menjadi 12,97% pada triwulan II Rasio LDR BPR mencapai 121,33%, menunjukkan peningkatan dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 115,72%. Rasio NPL BPR yang masih tinggi di atas bank umum dan adanya peningkatan menunjukkan risiko kredit bagi BPR yang semakin meningkat. Ke depan, selain meningkatkan fungsi intermediasinya, BPR juga diharapkan dapat meningkatkan prinsip kehatihatiannya dalam penyaluran kredit guna menekan rasio NPL BPR yang masih cukup tinggi tersebut. Grafik 4.20 Perkembangan Kredit Bank Perkreditan Rakyat 4.4 PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Kredit UMKM Kredit UMKM yang disalurkan oleh bank umum di Provinsi NTB pada triwulan II 2017 mencapai Rp10,28 Triliun, tumbuh sebesar 15,80% (yoy). Tingkat pertumbuhan kredit UMKM tersebut melambat dibandingkan dengan triwulan I 2017 yang sebesar 20,18% (yoy). Sebagian besar kredit UMKM yang disalurkan oleh bank umum merupakan kredit modal kerja, yaitu sebesar 78,76%, dan selebihnya merupakan kredit investasi sebesar 21,24%. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 61

79 Grafik 4.21 Perkembangan Kredit UMKM Grafik 4.22 Kredit UMKM berdasarkan Jenis Penggunaan PROGRAM PENGEMBANGAN KLASTER Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB telah mengembangkan program klaster ketahanan pangan sejak tahun Sampai dengan tahun 2017 program pengembangan klaster yang telah di kembangkan sejumlah 7 (tujuh) klaster antara lain: 1. Klaster Usaha Ternak Sapi di Kabupaten Sumbawa Barat (Tahun 2011 s.d 2014) 2. Klaster Usaha Penangkaran Benih Kedelai di Kabupaten Bima (2014 s.d 2016) 3. Klaster Usaha Ternak Sapi di Kabupaten Sumbawa (2015 s.d 2017) 4. Klaster Cabai di Kabupaten Lombok Timur (2015 s.d 2017) 5. Klaster Usaha Ternak Sapi di Kabupaten Lombok Utara (2016 s.d 2018) 6. Klaster Pengembangan Ekonomi Kreatif di Kabupaten Lombok Timur (2016 s.d 2018) 7. Klaster Bawang Putih di Kabupaten Lombok Timur (2017 s.d. 2019) Progres pengembangan klaster eksisting sampai dengan triwulan II 2017 meliputi: 1. Klaster Usaha Ternak Sapi di Kabupaten Sumbawa Pengembangan Klaster Usaha Ternak Sapi berlokasi di Desa Batu Tering, Kecamatan Moyo Hulu, Kabupaten Sumbawa dengan anggota klaster sebanyak 1 kelompok, yaitu Kelompok Leang Bukal. Saat ini, kelompok telah memperoleh sertifikat program PRONA 70 persil (70 ha) lahan pertanian/ladang. Pemberian Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) berupa kandang kolektif dengan kapasitas 50 ekor telah diselesaikan secara swadaya oleh kelompok dan diresmikan pada bulan Oktober Selama triwulan II2017, jumlah sapi yang terjual sebanyak 11 ekor. Jumlah ternak tersedia yang dikandangkan saat ini sebanyak Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 62

80 80 ekor, 50 ekor diantaranya berada di kandang kolektif dan 30 ekor sisanya dipelihara secara intensif di sekitar kandang komunal. Pemasaran kelompok saat ini masih di pasar lokal. Terkait akses keuangan, dari total anggota kelompok yang berjumlah 29 orang, sebanyak 25 orang telah mendapatkan pinjaman KUR (dari BRI sejumlah Rp.20 Juta/orang) yang digunakan untuk pembelian bibit sapi (bakalan) dan sebagian digunakan untuk usaha pertanian (pembelian pupuk, bibit padi atau jagung, dan lainlain). 2. Klaster Cabai di Kabupaten Lombok Timur Pengembangan Klaster Cabai berlokasi di Desa Lendang Nangka, Kabupaten Lombok Timur dengan anggota klaster sebanyak 181 orang petani terdiri dari Kelompok TetuTetu 20 orang, Kelompok Mele Maju 15 orang, Kelompok Tojang Maju 13 orang, Kelompok Pade Girang 15 orang, Kelompok Patuh Kene 13 orang, Kelompok Lebak Makmur 45 orang dan Tunas Muda 65 orang. Jumlah lahan kelompok klaster secara keseluruhan di Desa Lendang Nangka dan Kerongkong adalah 3,00 Ha. Jumlah lahan kelompok klaster secara keseluruhan (Desa Lendang Nangka dan Kerongkong) adalah 44,30 Ha, namun lahan yang digunakan untuk pengembangan demplot pada triwulan II 2017 hanya seluas 3 Ha. Lahan tersebut digunakan untuk produksi cabai (rawit dan keriting) di Kelompok Tojang Maju (80 are) dan Mele Maju (2,3 Ha). Pada triwulan II 2017, telah dilakukan pemantapan pelatihan pembuatan pupuk padat dan cair dengan pemanfaatan MA 11 (Alpafah) kepada kelompok klaster. Pelatihan dilaksanakan di Kelompok TetuTetu, dengan pengembangan demplot seluas 10 Are (screen house) yang dijadikan sebagai pusat belajar integrated farming total organik. Selain itu juga dilakukan pelatihan untuk pengolahan paskapanen produk turunan cabai kepada KWT (Kelompok Wanita Tani) Tetutetu. 3. Klaster Usaha Ternak Sapi di Kabupaten Lombok Utara Pengembangan Klaster Usaha Ternak Sapi berlokasi di Desa Genggelang, Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara dengan anggota klaster sebanyak 1 kelompok, yaitu Kelompok Ngiring Datu. Saat ini, Kelompok Ngiring Datu sudah memiliki kemampuan dalam mengembangkan pupuk organik dan pakan menggunakan Microbacter Alfaafa11 (MA11). Pengolahan produk turunan (kotoran hewan/kohe) dengan pemanfaatan MA11 telah digunakan oleh internal kelompok. Jumlah ternak yang dikandangkan secara kolektif per 30 Juni 2017 sebanyak 142 ekor. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 63

81 4. Klaster Pengembangan Ekonomi Kreatif di Kabupaten Lombok Timur Pengembangan Klaster Ekonomi Kreatif berlokasi di Desa Pringgasela, Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur dengan anggota klaster sebanyak 5 kelompok, yaitu Kelompok Sundawa Makmur, Seleman Adil, Pesiraman, Aman Maksan, dan Santosa Sasak Tenun. Penandatanganan MoU Klaster telah dilaksanakan pada Bulan Desember Kegiatan pembinaan yang telah dilakukan pada triwulan II 2017 diantaranya adalah Pelatihan Capacity Building mengenai diversifikasi tenun dan turunannya. 5. Klaster Bawang Putih di Kabupaten Lombok Timur Pengembangan Klaster Bawang Putih berlokasi di Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur dengan anggota klaster sebanyak 1 kelompok, yaitu Kelompok Makem. Penandatanganan MoU Klaster telah dilaksanakan pada bulan Juni Kegiatan yang telah dilakukan pada triwulan II 2017 antara lain pelatihan pengolahan pupuk organik berbasis MA11, pengolahan tanah dan penanaman bawang putih pada demplot seluas 1,1 Ha, dan pendampingan untuk pembuatan pestisida organik. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 64

82 BOKS 2: Pengembangan Klaster Bawang Putih Organik Sembalun Sebagai salah satu komoditas pangan, bawang putih dalam beberapa waktu terakhir cukup sering menjadi komoditas penyumbang inflasi. Kenaikan harga bawang putih di Provinsi NTB sempat mencapai level yang cukup tinggi pada bulan Mei 2017 sebesar Rp50.000/Kg, lebih tinggi dari level harga normalnya pada kisaran Rp Rp35.000/Kg. Kenaikan harga tersebut tidak hanya terjadi di Provinsi NTB saja, melainkan hampir di seluruh daerah di Indonesia. Hal tersebut terindikasi disebabkan oleh berkurangnya pasokan bawang putih Tiongkok, dimana sebagian besar kebutuhan bawang putih Indonesia dipenuhi dari negeri tersebut. Berdasarkan data statistik, tingkat konsumsi bawang putih masyarakat di Indonesia cukup tinggi, sebesar 400 ribu ton per tahun. Namun sayangnya hal tersebut masih belum diimbangi dengan kapasitas produksi yang mencukupi. Data produksi bawang putih Nasional pada tahun 2015 tercatat hanya sebesar 20 ribu ton/tahun, atau setara dengan 5% dari total kebutuhan konsumsi. Hal tersebut akhirnya berdampak pada tingginya impor bawang putih untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dalam jangka panjang, impor bawang putih yang tinggi tersebut berisiko memberikan tekanan kepada nilai tukar rupiah, sehingga perlu dilakukan mitigasi risiko sejak dini dengan meningkatkan produksi bawang putih dalam negeri. Sumber: Survei Pemantauan Harga BI, diolah Grafik Boks 2.1 Perkembangan Harga Bawang Putih NTB Grafik Boks 2.2 Provinsi Penghasil Bawang Putih Salah satu daerah di Indonesia yang cukup potensial dikembangkan sebagai sentra produksi bawang putih adalah Kecamatan Sembalun Lombok Timur Provinsi NTB. Provinsi NTB sendiri BOKS 2: Pengembangan Klaster Bawang Putih Organik Sembalun 65

83 menjadi Provinsi dengan produksi bawang putih tertinggi di Indonesia, dengan tingkat produksi mencapai ton di tahun 2015, atau 48% dari total produksi bawang putih nasionl. Kecamatan sembalun sendiri sempat menjadi daerah sentra sekitar tahun Namun demikian tingkat produksi bawang putih sembalun dalam beberapa tahun terakhir menunjukan tren penurunan, terindikasi karena kualitas tanah yang menurun seiring penggunaan zat kimia yang kurang tepat. Melihat hal tersebut, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB berinisiatif untuk membangkitkan kembali kejayaan bawang putih nasional, dengan daerah Sembalun menjadi ujung tombok peningkatan produksi bawang putih. Hal tersebut diwujudkan dengan mengembangkan bawang putih dengan konsep total organik, melalui pemberian berbagai pelatihan kepada kelompok tani binaan Bank Indonesia. Pengembangan klaster bawang putih tersebut merupakan sinergi antara Bank Indonesia, Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Timur, dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) NTB. Dengan teknik total organik tersebut diharapkan unsur hara tanah akan kembali meningkat. Hal tersebut berdampak pada ukuran umbi bawang putih yang lebih besar, kualitas yang tahan lama, serta rasa yang semakin kuat. Penanaman yang dilakukan di lahan demplot seluas 1,1 ha tersebut menghasilkan 8 ton bawang putih pada panen perdana yang dilakukan. Kedepannya, hasil panen perdana tersebut sebagian akan digunakan sebagai bibit tanaman untuk ditanam pada fase tanam berikutnya. Dengan demikian, konsep total organik dapat terimplementasikan secara berkelanjutan untuk periodeperiode yang akan datang. BOKS 2: Pengembangan Klaster Bawang Putih Organik Sembalun 66

84 BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Pada triwulan II 2017 terjadi peningkatan kebutuhan uang tunai di Provinsi NTB. Hal ini tampak dari net outflow uang yaitu jumlah uang tunai yang keluar (cash outflow) lebih banyak dari jumlah uang tunai yang masuk (cash inflow). Peningkatan ini sejalan dengan meningkatnya aktivitas ekonomi di Provinsi NTB terkait siklus musiman pada bulan Ramadhan dan hari besar keagamaan Idul Fitri. Demikian pula dengan transaksi non tunai secara total transaksi (RTGS dan kliring) meningkat dibanding dengan triwulanan sebelumnya. 5.1 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Transaksi Pembayaran Tunai Permintaan terhadap uang kartal triwulan II 2017 meningkat dibanding dengan triwulan sebelumnya. Permintaan uang kartal masyarakat tampak dari indikator net outflow atau uang tunai yang keluar lebih besar dibandingkan dengan uang tunai yang masuk melalui setoran bank ke Bank Indonesia. Jumlah net outflow meningkat 36,98% (yoy), lebih tinggi dibanding dengan triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 18,32% (yoy). Hal ini sejalan dengan peningkatan aktivitas ekonomi di Provinsi NTB, terutama dari sisi konsumsi rumah tangga, yang tumbuh sebesar 2,66% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,12% (yoy). Aktivitas ekonomi yang signifikan mempengaruhi peningkatan uang kartal adalah bulan Ramadhan, perayaan Hari Raya Idul Fitri, dan persiapan penerimaan siswa baru di sekolah. Pada triwulan II tahun 2017, transaksi pembayaran secara tunai menunjukkan uang tunai yang keluar bersih (net outflow) sebesar Rp2,40 Triliun. Uang tunai yang masuk selama triwulan II 2017 sebanyak Rp1,52 Triliun, mengalami penurunan sebesar 2,60% (yoy). Sedangkan uang tunai yang keluar pada triwulan II 2017 sebesar Rp3,92 Triliun, meningkat sebesar 18,32% (yoy). Hal tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan uang tunai selama triwulan II tahun 2017 di masyarakat meningkat dibanding dengan triwulan sebelumnya. Faktor yang dominan Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 67

85 menentukan tren permintaan uang tunai pada triwulan II 2017 adalah perayaan hari besar keagamaan dan event ekonomi lain seperti tahun ajaran baru. Tren triwulanan khusus triwulan II selama 5 (lima) tahun terakhir dari tahun 2013 s.d 2017 selalu terjadi net outflow. Namun, pada triwulan ini terjadi net outflow terbesar secara nominal yaitu sebesar Rp2,40 Triliun, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan II 2013 yang sebesar Rp501,12 miliar. Pada triwulan II tahun 2013 s.d 2017 selalu mencatatkan pertumbuhan net outflow secara tahunan (kecuali triwulan II 2013 yang mencatatkan penurunan). Periode triwulan II 2016 merupakan kenaikan terbesar net outflow tahunan yaitu sebesar 108,05% (yoy). Pada triwulan II 2017 kenaikan net outflow cukup besar yaitu sebesar 36,98% (yoy), namun masih lebih rendah jika dibandingkan dengan persentase kenaikan tahunan pada triwulan II Peningkatan aktifitas ekonomi di masyarakat dalam 5 (lima) tahun terakhir mendorong kebutuhan akan uang kartal khususnya pada triwulan II yang terkait dengan perayaan hari besar keagamaan nasional, penerimaan siswa baru dan peningkatan pengerjaan proyek konstruksi baik swasta maupun pemerintah. Grafik 5.1 Perkembangan Nominal Inflow, Outflow, dan Net Flow di Provinsi NTB Grafik 5.2 Perkembangan Pengedaran Uang di Provinsi NTB Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 68

86 Tabel 5.1 Inflow, Outflow, dan Net Inflow Uang Per Pecahan (ribu lembar) Tahun (ribu lembar) Triwulan Flow Uang Kertas Uang Logam Jumlah UK+UL Inflow I Outflow Net Flow (301) (95) (443) (162) 585 (250) (212) Inflow II Outflow Net Flow (5.145) (5.177) (1.167) (2.148) (3.749) (2.753) (483) 688 (224) (300) (19.076) Inflow III Outflow Net Flow (893) (4.778) (516) (505) (459) 273 (224) (323) (0) (5.902) Inflow IV Outflow Net Flow (2.006) (3.422) (514) 182 (298) (362) (0) 97 Inflow Total Outflow Net Flow (10.488) (872) (1.490) (3.258) (375) (1.617) (996) (1.197) 0 (12.229) Inflow I Outflow Net Flow (671) (110) (373) (515) Inflow II Outflow Net Flow (11.450) (8.748) (2.481) (5.616) (8.745) (8.614) 792 (1.277) (629) (790) (845) 0 (48.403) Inflow III Outflow Net Flow (358) (227) (355) (683) Inflow IV Outflow Net Flow (87) (1.507) (701) (592) (404) (378) Inflow Total Outflow Net Flow (129) (1.222) (1.203) (523) (3.008) (1.558) (1.922) (2.421) Inflow I Outflow Net Flow (527) (268) (305) (414) Inflow II Outflow Net Flow (11.658) (20.898) (3.365) (6.045) (9.035) (6.010) (324) (964) (532) (392) (129) (20) (59.373) Berdasarkan pecahan uang, baik cash inflow maupun cash outflow didominasi oleh pecahan besar yakni Rp50.000, dan Rp , sebesar 34,75% dari total lembar uang kertas cash inflow dan 35,82% dari total lembar uang kertas cash outflow pada triwulan II Demikian pula pada triwulan sebelumnya, pecahan besar juga mendominasi baik cash inflow ataupun cash outflow. Hal ini menunjukkan pilihan masyarakat saat ini lebih cenderung untuk menggunakan pecahan besar dibandingkan dengan pecahan kecil untuk melakukan transaksi. Kecenderungan tersebut antara lain juga dipengaruhi pembayaran gaji yang masih menggunakan uang tunai dan sebagian besar pecahan besar. Selain itu juga dipengaruhi pecahan yang digunakan di mesin ATM merupakan uang pecahan besar. Namun demikian, Bank Indonesia tetap berupaya untuk menyediakan uang kartal baik dalam pecahan besar maupun pecahan kecil secara optimal sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 69

87 Dalam rangka peningkatan kualitas dan pemenuhan permintaan uang Rupiah dengan pecahan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB telah melakukan langkahlangkah sebagai berikut: a. Pelayanan Kas Keliling sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas uang di masyarakat baik di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa, layanan Kas Keliling akan terus diperluas ke pulaupulau terpencil di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Pada triwulan II 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB telah melakukan kegiatan kas keliling sebanyak 34 (tiga puluh empat) kali di wilayah kerja di Provinsi NTB. Frekuensi kas keliling tersebut meningkat dibanding dengan triwulan sebelumnya sebanyak 22 (dua puluh dua) kali karena menjelang beberapa event pada triwulan II 2017, yaitu bulan Ramadhan dan perayaan Hari Raya Idul Fitri. b. Untuk meningkatkan efisiensi perbankan dan optimalisasi pengelolaan uang, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB mendorong Transaksi Uang Kartal Antar Bank (TUKAB). Selain itu, kerja sama dengan perbankan dalam rangka memberikan pelayanan penukaran uang juga akan terus ditingkatkan. Untuk keterjangkauan pelayanan perkasan di Pulau Sumbawa, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB telah melakukan kerjasama Kas Titipan dengan bank umum di Kota Bima dan juga penambahan kerjasama Kas Titipan dengan bank umum di Kabupaten Sumbawa sejak triwulan I c. Sosialisasi 3D (Didapat, Disayang, Disimpan) kepada semua lapisan masyarakat agar kualitas uang yang beredar tetap terjaga. Pada periode triwulan II 2017 telah dilakukan sosialisasi 3D sebanyak 2 (dua) kali. d. Sebagai upaya peningkatan kualitas uang, maka Bank Indoenesia melakukan survei untuk mengetahui soil level uang yang beredar di masyarakat. Survei tersebut dilakukan secara berkala di setiap semester dan pada semester I dilakukan pada bulan Mei Survei tersebut merupakan bagian dari strategi ke depan dalam upaya peningkatan kualitas uang Transaksi Pembayaran Non Tunai Berbeda dengan transaksi tunai, transaksi non tunai pada triwulan II 2017 menunjukkan penurunan secara tahunan (yoy). Transaksi non tunai baik RTGS maupun kliring secara keseluruhan pada triwulan II 2017 secara nominal mencapai Rp8,57 Triliun, menurun 8,82% (yoy). Penurunan secara tahunan tersebut juga sama dengan triwulan sebelumnya yang mengalami penurunan sebesar 7,05% (yoy). Sedangkan dari sisi jumlah Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 70

88 warkat RTGS dan kliring secara total mencapai 87,56 ribu lembar, menurun dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar 15,77% (yoy). Jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (qtq), transaksi non tunai terjadi peningkatan sebesar 11,97% (qtq), dari Rp7,65 Triliun pada triwulan I 2017 menjadi Rp8,57 Triliun pada triwulan II Peningkatan tersebut ditopang transaksi RTGS dengan persentase kenaikan sebesar 37,22% (qtq), sedangkan transaksi kliring mengalami penurunan sebesar 13,33% (qtq). Pertumbuhan secara triwulanan tersebut diperkirakan terkait dengan percepatan aktivitas ekonomi di Provinsi NTB, terutama dari sisi konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah yang mulai meningkat pada triwulan II 2017 dibanding dengan triwulan sebelumnya. Meskipun peningkatan tersebut masih terbatas, jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya pencapaian triwulan II 2017 masih lebih rendah. Dalam rangka untuk terus meningkatkan transaksi non tunai, Bank Indonesia bersama berbagai pihak terus mendorong pemanfaatan uang elektronik melalui Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT). GNNT ini ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan instrumen non tunai yang dapat mendukung sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB, dalam berbagai kesempatan baik di lingkungan pemerintahan, pelaku usaha, akademisi, maupun kepada masyarakat umum terus melakukan sosialisasi GNNT. Grafik 5.3 Perkembangan Transaksi Non Tunai Pada triwulan II 2017, nilai transaksi dan warkat RTGS mengalami peningkatan secara tahunan. Nilai transaksi RTGS mencapai Rp5,26 Triliun atau tumbuh sebesar 11,85% (yoy), pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang menurunan sebesar Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 71

89 2,19% (yoy). Di sisi lain jumlah warkat RTGS pada triwulan II 2017 menurun 46,51% (yoy), dengan jumlah warkat mencapai 0,85 ribu lembar. Transaksi kliring triwulan II 2017 mencapai Rp3,31 Triliun, turun sebesar 29,51% (yoy), penurunan ini lebih dalam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang juga mengalami penurunan sebesar 11,47% (yoy). Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan nominal transaksi kliring, jumlah warkat kliring juga turun sebesar 11,72% (yoy). Grafik 5.4 Perkembangan Transaksi RTGS di Provinsi NTB Grafik 5.5 Perkembangan Transaksi Kliring di Provinsi NTB Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 72

90 Agustus 2017 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Indikator kesejahteraan Provinsi NTB secara umum menunjukkan penurunan. Hal ini terlihat dari beberapa indikator seperti tingkat kemiskinan yang sedikit mengalami peningkatan. Selain itu, indikator Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) menurun. Nilai Tukar Petani (NTP) meskipun menunjukkan peningkatan secara umum, namun khusus NTP Hortikultura dan NTP Perkebunan menunjukkan penurunan secara tahunan. 6.1 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Menurunnya perekonomian NTB pada triwulan II 2017, sejalan dengan menurunnya beberapa indikator kesejahteraan masyarakat. Persentase kemiskinan mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan September 2016 yang tidak terlepas dari adanya penyesuaian tarif dasar listrik. Sejalan dengan Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia yang menunjukan optimisme konsumen dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) mengalami penurunan, terutama disebabkan oleh menurunnya penghasilan masyarakat dibandingkan dengan 6 bulan yang lalu. Indikator Nilai Tukar Petani (NTP) juga masih tumbuh terbatas. 6.2 KEMISKINAN Presentase penduduk miskin sebesar 16,07%, sedikit meningkat dibandingkan dengan kondisi bulan September 2016 yang sebesar 16,02%. Peningkatan tersebut tidak terlepas dari adanya penyesuaian tarif dasar listrik untuk Rumah Tangga 900 VA berturutturut pada bulan Januari dan Maret Dari sisi jumlah, jika dibandingkan dengan tahun , penduduk miskin di Provinsi NTB Maret 2017 relatif rendah. Hal ini diperkirakan seiring dengan inflasi yang rendah dalam 3 (tiga) tahun terakhir dan programprogram pengentasan kemiskinan yang dicanangkan oleh pemerintah daerah. Penduduk miskin dihitung berdasarkan berapa jumlah penduduk yang pengeluaran per kapita per bulannya berada di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan tersebut terbentuk dari komposit hargaharga komoditas (makanan maupun nonmakanan) yang berada di dalamnya, sehingga tingkat inflasi menjadi faktor yang mempengaruhi pergerakan garis kemiskinan. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 73

91 Grafik 6.1 Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi NTB Grafik 6.2 Persentase Distribusi Penduduk Miskin Penduduk miskin di Provinsi NTB masih didominasi oleh penduduk di pedesaan. Sebanyak 51,24% penduduk miskin di Provinsi NTB terdapat di pedesaan dan sebanyak 48,76% terdapat di perkotaan. Kondisi tersebut menunjukan pemerataan pertumbuhan ekonomi yang masih dapat ditingkatkan di Provinsi NTB. Dengan pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi total secara provinsi dapat ditingkatkan dengan lebih optimal. Memperbaiki kinerja sektorsektor ekonomi utama seperti sektor pertaniaan, melalui inovasi pertanian dan penggunaan teknologi pertanian, serta mendorong tumbuhnya sektor ekonomi potensial yang padat karya seperti pariwisata diharapkan dapat memberikan multiplier effect yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. 6.3 NILAI TUKAR PETANI NTP Provinsi NTB meski menunjukkan peningkatan secara umum, khusus NTP Hortikultura dan Perkebunan menunjukkan penurunan. Hingga bulan Juni 2017, Indeks NTP Provinsi NTB tercatat 105,09, tumbuh 0,91% (yoy). Angka indeks tersebut meningkat dibandingkan dengan angka indeks pada bulan Maret 2017 yang tercatat sebesat 104,71 yang secara tahunan tumbuh 0,32% (yoy). NTP Hotikultura dan NTP Perkebunan masingmasing tercatat 90,20 dan 93,32. Selain indeks NTP tersebut yang di bawah 100, indeks tersebut menunjukkan penurunan secara tahunan. Pada periode yang sama tahun sebelumnya, NTP Hotikultura dan Perkebunan masingmasing sebesar 94,37 dan 94,47. Secara umum, tren pertumbuhan NTP sampai dengan triwulan II 2017 cenderung menunjukan perlambatan dibanding dengan tahun sebelumnya. Jika dilihat per komponen NTP, khusus NTP Hortikultura dan NTP Perkebunan bahkan menunjukkan penurunan tahunan dari awal tahun 2017 sampai dengan triwulan II Penurunan NTP yang paling dalam terjadi pada NTP Hortikultura, kemudian diikuti NTP Perkebunan. Jika dilihat per subkomponen, Indeks yang Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 74

92 Diterima petani mengalami pertumbuhan lebih rendah dibandingkan dengan Indeks yang Dibayar petani sebagai indikasi meningkatnya tingkat konsumsi masyarakat dan harga barang. Grafik 6.3 Nilai Tukar Petani Provinsi NTB Grafik 6.4 Pertumbuhan NTP dan Komponen Pembentuknya Terbatasnya pertumbuhan NTP perlu mendapat perhatian, terutama untuk mencapai target penurunan kemiskinan. Pergerakan nilai tukar petani berkorelasi cukup kuat dengan penduduk miskin, karena sebagian besar penduduk miskin bekerja di sektor pertanian. Upaya untuk meningkatkan pendapatan petani dan menjaga harga komoditas tetap terjangkau akan berdampak positif dalam hal meningkatkan NTP, yang pada akhirnya akan membantu menurunkan angka kemiskinan di Provinsi NTB. 6.4 INDIKATOR SURVEI KONSUMEN Kesejahteraan masyarakat NTB diperkirakan mengalami peningkatan kedepannya, tercermin dari optimisme masyarakat terhadap perekonomian Provinsi NTB yang membaik. Hal tersebut tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada triwulan II 2017 sebesar 109,92 atau lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 105,8. Meningkatnya keyakinan konsumen tersebut disebabkan karena meningkatnya penghasilan saat ini dibandingkan dengan 6 bulan yang lalu. Sejalan dengan itu, pengeluaran konsumen untuk membeli barang tahan lama meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya Perkiraan konsumen terhadap kondisi perekonomian 6 bulan yang akan datang tercermin dari Indeks Ekspektasi Konsumen yang dijabarkan dalam 3 faktor, antara lain ekspektasi penghasilan, kondisi ekonomi Indonesia, dan ketersediaan lapangan kerja. Dari seluruh indikator tersebut, hanya ekspektasi penghasilan yang mengalami penurunan. Hal tersebut Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 75

93 menunjukkan bahwa masyarakat cukup optimis terhadap kondisi perekonomian 6 bulan yang akan datang. Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Grafik 6.5 Indikator Survei Konsumen Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Grafik 6.6 Ekspektasi Inflasi Masyarakat Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 76

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Kajian Triwulanan Periode Mei 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Mei 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Kajian Triwulanan Periode Mei 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Mei 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Kajian Triwulanan Periode Agustus 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Agustus 2016 KANTOR PERWAKILAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I 2014

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I 2014 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Triwulan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Triwulan III212 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Triwulan II-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Triwulan IV2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Triwulan IV2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Triwulan I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 11/02/35/Th.XV, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 TUMBUH 5,55 PERSEN MEMBAIK DIBANDING TAHUN 2015 Perekonomian Jawa Timur

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Triwulan I211 Kantor Bank Indonesia Mataram KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Triwulan I211 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 73/11/52/X/2016, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 TUMBUH 3,47 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 12/02/52/Th.X, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2016 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TUMBUH 5,82 PERSEN Sampai dengan triwulan IV-2016 perekonomian

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA TAHUN 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA No. 10/02/94/Th. X, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA TAHUN 2016 EKONOMI PAPUA TAHUN 2016 TUMBUH 9,21 PERSEN TUMBUH LEBIH CEPAT DIBANDING TAHUN LALU Perekonomian

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 31/05/52/Th XI, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017 EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017 MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Agustus 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2 Kupang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Triwulan III21 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Triwulan III21 Kantor Bank Indonesia Mataram KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 52/08/52/Th. XI, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2017 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2017 MENGALAMI KONTRAKSI 1,96 PERSEN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014 Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL (www.bi.go.id) KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III 2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Triwulan III2013

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Papua Barat (Pabar) periode triwulan IV-2014 ini dapat

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur triwulan I 2015 FOTO : PULAU KOMODO Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II - 2014

Lebih terperinci

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang NTT (38) 832-364 / 827-916 ; fax : [38] 822-13 www.bi.go.id Daftar Isi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 52/08/35/Th.XV, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 TUMBUH 5,03 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN II-2016 Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017 No. 31/05/51/Th. XI, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017 EKONOMI BALI TRIWULAN I-2017 TUMBUH SEBESAR 5,75% (Y-ON-Y) NAMUN MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR 1,34% (Q-TO-Q) Total perekonomian Bali

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 72/11/35/Th.XIV, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III 2016 TUMBUH 5,61 PERSEN MENINGKAT DIBANDING TRIWULAN III-2015

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Triwulan III211 KANTOR BANK INDONESIA MATARAM Penerbit : BANK INDONESIA MATARAM Kelompok Kajian Statistik dan Survei Jl. Pejanggik No.2 Mataram Nusa

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Triwulan II21 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Triwulan II21 Kantor Bank Indonesia Mataram KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan IV 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 13/02/52/Th.IX, 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 TUMBUH 5,06 PERSEN Perekonomian Provinsi

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur November 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016 No. 12/02/51/Th. XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN EKONOMI BALI TAHUN TUMBUH 6,24 PERSEN MENINGKAT JIKA DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN SEBELUMNYA. Perekonomian Bali tahun yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 TUMBUH 5,21 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 TUMBUH 5,21 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2015 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 09/08/Th.XVII, 5 Agustus 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 TUMBUH 5,21 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2015 Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN II TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN II TAHUN 2015 No. 38/08/36/Th.IX, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN II TAHUN 2015 EKONOMI BANTEN TRIWULAN II TAHUN 2015 TUMBUH 5,26 PERSEN LEBIH CEPAT DIBANDINGKAN DENGAN TRIWULAN YANG SAMA TAHUN SEBELUMNYA

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-211 Kantor Bank Indonesia Bandung KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017 2 BPS PROVINSI DI YOGYAKARTA No 46/08/34/ThXIX, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II 2017 TUMBUH 5,17 PERSEN LEBIH LAMBAT

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan II 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan II 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan II 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2017 No. 74/08/71/Th. XI, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2017 PEREKONOMIAN SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2017 TUMBUH 5,80 PERSEN Perekonomian Sulawesi Utara Triwulan II-2017 yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan II tahun 2013 tumbuh sebesar 3,89% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,79% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci