BAB III PEMETAAN TAK MENGEMBANG PADA RUANG BANACH. Konsep dari Ruang Banach-2 pada ruang linear bemonn-2

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PEMETAAN TAK MENGEMBANG PADA RUANG BANACH. Konsep dari Ruang Banach-2 pada ruang linear bemonn-2"

Transkripsi

1 BAB III PEMETAAN TAK MENGEMBANG PADA RUANG BANACH. Konsep dari Ruang Banach-2 pada ruang linear bemonn-2 pertama sekali dikemukan oleh Gahler [1963/65], beberapa konsep Iain pada ruang banach-2 ini telah pun dikembangkan oleh Gahler sendiri [1965] serta Diminne [1973,75,76,77,79,82] serta banyak lagi penuus lainnya. Akhir-akhir ini Cho, White, KJm dan Iain-lain banyak mengembangkan teorem titik tetap serta konveksitas dan titik ekstrim pada ruang Banach ini. Pada bahagian ini akan dibahas beberapa eksistenti titik tetap imtuk pemetaan tak mengembang dan pemetaan quasi tak mengembang pada ruang Banach, yaitu ruang Banach yang berasal dari ruang bemorm yang biasa maupun ruang linear bemorm Titik Tetap pada ruang Banach. Pada bagian ini akan diperlemah syarat dari pemetaan tak mengembang yang ada pada bab n, yaitu dengan memperlemah definisi dari pemetaan tak mengembang tersebut yang dalam hal ini disebut dengan pemetaan quasi tak mengembang, yang sebelumnya akan dibahas tentang konvergen kuat dan konvergen lemah pada ruang linear bemorm. 13

2 Definisi Barisan {Xn} pada ruang linear bemorm X dikatakan konvergen kuat jika terdapat x G X sehingga lim jxn-x =0, n-><n yang dituus dengan notasi 1 i m x = x atau Xn > x. n->io Misalkan X suatu ruang Banach dan T suatu fimgsional linear dari X into R, maka himpunan semua fungsional linear dari X into R dikatakan dengan ruang dual dari X dan dinotasikan dengan X* - { T T : X > R }. Definisi Barisan {x } pada ruang linear bemorm X dikatakan konvergen lemah, jika terdapat x G X, sehingga untuk setiap T G X* berlaku limt(xo) = T(x) dan dinotasikan dengan x. ^ x. Definisi Misalkan X ruang Banach dan C himpunan bagian dari X. Pemetaan T : C > C dikatakan kuasi tak mengembang bila untuk setiap p titik tetap bagi T, berlaku Tx - p < x-p untuk sebarang x G C. Definisi Ruang Banach X dikatakan konvek seragam, jika untuk setiap e > 0 terdapat 5 > 0, sedemikian sehingga x + y < 2(1-5) bila x -y > e dan x = \\y\\ < 1, dengan x, y G X. 14

3 Definisi Pemetaan T : C > X dikatakan demi close, jika untuk setiap barisan {Xn} di C dan setiap x, y e X, maka Xn konvergen lemah ke x dan li mt(x ) = y dan Tx = y. Misalkan X hin^unan bagian konvek pada X, pilih Xi e C sebarang dan definisikan barisan {Xn} sebagai berikut Xo^i = ( 1 - a ) x + a Tx (3.1.1). Dengan ocn merupakan barisan bilangan real positip, a e [a, b] dan 0 < a < b < 1. Opial [1967] mengatakan bahwa pada imtuk barisan yang dikontruksi di atas, barisan {Xn} adalah konvergen lemah ke x dan untuk semua y^x, akan berlaku liminf xn -x < liminf xn -y. Selanjutnya misalkan F(T) adalah merupan kumpulan semua titik tetap dari pemetaan T, berdasarkan konsep di atas, dapat dikontruksi tiga buah lema berikut ini. Lema Misalkan X ruang linear bemorm, C himpunan bagian konveks dari X dan pemetaan T : C > C quasi tak mengembang. Misalkan {Xn} berisan seperti pada persamaan (3.1.1) di atas, maka li m llxn - xll ada imtuk setiap x e F(T). n-><o Bukti: Misalkan T pemetaan quasi tak mengembang, maka berdasarkan definisi di atas diperoleh Tx - x\\ < xn - x dengan {x } adalah barisan seperti yang didefinisikan pada persamaan di atas, sehingga diperoleh hubungan berikut x,ri-i - x = ( a Tx + (1 - a ) Xn - x = I a (Tx - X) + ( 1 - oc )( Xn - x) 15

4 <a i TXn-x +(l-a ) l x -x < x -x yang berlaku untuk setiap x e F(T). Sehingga barisan { Xn - x } adalah barisan yang tidak naik dan terbatas di bawah. Oleh karena itu 1 i m x - x ada untuk setiap X F(T). Dengan menggunakan definisi dan lema di atas, juga akan diperoleh lema berikut ini. n ym Lema Misalkan X ruang Banach konveks seragam 0 < a < b< 1 dengan a > 0, tn e [b,c] dan {Xn}, {yn} masing-masing barisan di X sedemikian sehingga limsup (xn < a, limsup yn <a. serta lim tnxa + (l -t )yn maka lim xn -yn = a. Bukti: Misalkan barisan {Xn}n=i dan {yn}r=i ^ X, sedemikian sehingga lim sup xn II < a, lim sup y < a dan lim jt x + (1-1 )y = a untuk suatu a > 0, t [b, c], dengan 0 < b < c < 1. Andaikan lim Xn - yn ^ s, untuk setiap e > 0. Karena X ruang Banach konvek seragam, maka terdapat 6 > 0 sedemikian sehingga lim x +y < 2(1-5) 16

5 dari hubimgan ketaksamaan. a= lim t x =(l-tjy <lim x +yj< 2(1-5) n->«> ini mustahil bila diambil a > 2. Jadi haruslah: lim x - yn = 0. n->«> Lema Misalkan X ruang Banach konvek seragam, C himpunan bagian konveks dari X dan T : C > C pemetaan quasi tak mengembang, {Xn} berisan seperti persamaan3.1.1 maka lim x - TXn = 0. Bukti : Misalkan x titik tetap dari T, karena T adalah pemetaan quasi tak mengembang, maka berlaku Tx -x < x -x Dari lema diperoleh lim xn - x ada untuk setiap x G F(T). Untuk itu misalkan lim x -x =d, (3.L2) sehingga berlaku limsup Tx -x j <d (3.1.3) Dari hubimgan kesamaan Xn+l - X = ( (X Tx + ( 1 - On ) Xn - X = a (Tx -x) + (l-a )(x -x) maka lim xn+i -x - lim a ( Txn-x) + (1 -a ) (x -x) 17

6 dan juga lim a (Tx -x) + ( 1-ao)(Xn-x) = lim x -x =d (3.1.4) Sehingga dari persamaan (3.1.2), (3.1.3) dan (3.1.4) serta lema (3.1.2) diperoleh lim Tx +i-xn 11=0. Teroema Misalkan X ruang Banach konvek seragam yang memenuhi kondisi opial, C himpunan bagian konvek dari X, dan T pemetaan quasi tak mengembang dari C into C. dengan I - T demi close ke nol. Maka barisan yang didefinisikan oleh persamaan (3.1.1) konvergen lemah kesuatu titik tetap dari T. Bukti : Misalkan {x<pn} dan {x^,n} sub barisan dari {Xn} yang masing-masing konvergen lemah ke x dan z di C. Klarena X ruang Banach konveks seragam dan C himpunan bagian konveks daii X, maka berdasarkan lema3.1.2 berlaku lim Txo+i-Xn (1=0 Selanjutnya karena I - T demi close menuju nol, maka berdasarkan definisi diperoleh Tx = x dan Tz = z, kemudian misalkan lim xn-x 11= a dan lim Txn-z = b, dengan asumsi x ^ z. Karena {x<pn} konvergen lemah ke x dan memenuhi kondisi Opial dengan x^z, maka a= lim inf ( x,p -x < lim inf II x<p -z II =b (3.1.6). Dilain pihak juga {x^, } konvergen lemah ke z dan memenuhi kondisi Opial dengan x^z, maka 18

7 b = lim inf [[ x,pn- z j < lim inf ( x<po-x 11 = a (3.1.7). Berdasarkan persamaan (3.1.6) dan (3.1.7) di atas, haruslah berlaku a = b yang menyebabkan x = z, jadi berlaku Tx = x= z, sehingga kedua sub barisan di atas konvergen lemah ke x dengan x titik tetap dari T. Akibat Misalkan X ruang Hilbert Real, C himpunan bagian konveks tump pada X dan T : C > C quasi tak mengembang pada C dengan I - T demiclose ke nol, {Xn} barisan yang didefinisikan seperti persamaan (3.1.1). Maka {Xn} konvergen lemah ke suatu titik tetap dari T. Bul^ti : Misalkan X ruang Hilbert Real, Akan ditunjukkan ruang Hilbert Real adalah konveks seragam. Misalkan x, y e X, maka x+y!r+iix-yir={ dengan ( x = [ y j < 1 dan ( x - y > e, maka lu + yf = { xr+ y r}-ix-y ' < = 4 - misalkan s = -J4-4(1 - sy, maka x + yf <4-(V4-4(l-^)^) < 4 (1-5)^ Jadi x + y II <2(l-5). 19

8 Ini mengatakan bahwa X adalah konveks seragam. Karena ruang Hilbert Real memenuhi kondisi Opial, maka {Xo} konvergen lemah ke x dengan x merupakan titik tetap dari T. Teorema Misalkan C adalah tutup lemah, terbatas dan konveks dan C himpunan bagian dari ruang Banach X yang konveks lokal seragam, misalkan pemetaan T : C > C tak mengembang dan I-T demi closed. Maka T mempunyai titik tetap di C. Bukti : Karena X merupakan ruang Banach dan C c X dengan C tutup lemah dan terbatas, maka C lengkap. Jadi C juga kompak barisan secara lemah. Sehingga terdapat barisan bagian jx^ dari {x^} sehingga x: ^ konvergen ke x. Dengan x J = 1 dan fx = 1. Selanjutnya karena C juga konveks, maka dapat didefinisikan Tj : C > C dengan Tj(x) = T(x) + a f(x) untuk a G (0, 1) dan f e X* dan / = 1. KembaU lagi karena jc ^ konvergen ke x, maka Tj konvergen ke Tj(x) secara lemah. Akan ditunjukkan Tj merupakan pemetaan tak mengembang. Dari hubungan ketaksamaan ^_, }- r, ix)\\ < 7x ^ - Tx\\ + a\\f(x ^) - fix) dan karena C konvek lemah, dan fungsional yang berhubungan dengan {x } konvergen seragam di C, maka /(x )-/(x) konvergen ke nol 20

9 dan karena T tak mengembang maka dari ketaksamaan di atas diperoleh Ini menunjukkan bahwa Tj juga tak mengembang. Dari x: ^ konvergen ke x dan T kontinu, maka Tj konvergen ke Tj(x), Tj tak mengembang dan kontinu, maka {Tj I} juga konvergen seragam di C. jadi diperoleh dengan kata lain ^y(^ ^) - Tj(x) konvergen ke nol. Karena I-T demi closed, maka diperoleh \\lix)-t(x)\\=\\ljix)-tjix)\ Yang konvergen ke nol secara kuat. Jadi Tx = x Titik Tetap pada ruang Banach-2. Pengembangan teorem titik tetap pada ruang banach-2 telahpun di lakukan oleh Cho [1975], yang menghubimgkan konsep konveks seragam dengan keberadaan titik tetap. Dengan menggunakan teorem dari White, Cho dan Kim [1998] maka akan dikembangkan beberapa keberadaan titik tetap pada ruang bemorm-2. Pengembangan teorema titik tetap yang akan dibahas berikut ini adalah kewujudan titik tetap untuk 21

10 barisan sqjerti yang didefinisikan pada persamaan (3.1.1), akan tetapi barisannya berada pada ruang linear bemorm-2. Sedangkan pemetaan T tetap mempakan pemetaan quasi tak mengembang. Definisi Misalkan X ruang linear berdimensi lebih dari 1 dan misalkan pula I.,. 11 sxiatu fungsi bemilai nyata pada XxX yang memenuhi syarat berikut 1. IIx,y II = 0 jika dan hanya jika x dan y bergantung secara linear. 2. x,y = y,x 3. a.x,y II = oc x,y, dengan a bilangan real. 4. x,y+z < x,z (+y,z. Fungsi II.,. II dikatakan bemorm-2 bagi X dan pasangan (X;.,. ) dikatakan ruang bemorm-2. Dari definisi di atas dapat ditunjukkan sifat-sifat dasar daripada bemorm- 2, yaitu : 1. x,y II > 0, untuk semua x, y G X. (Ini juga bermakna bahwa bemorm-2 adalah berstfat tak-negatip 2. x,y+ax = x,y, yang berlaku untuk semua x, y e X. Ruang linear bemorm-2 (X;.,. ) dikatakan Konveks sempuma jika x+y,z = x,z = y,z dan z ^ V(x,y), menyebabkan y = a X. dengan V(x,y) adalah ruang linear yang dijana oleh x dan y yang dituhs dalam bentuk V(x,y) = {w w = ax + PY, a dan p nombor nyata. }. Definisi Suatu ruang linear bemorm-2 (X;.,. ) dikatakan ruang banach-2 jika setiap barisan cauchy-2 di X adalah konvergen. 22

11 Definisi Misalkan X ruang banach-2 dan C subset bagi X, pemetaan T : C > C dikatakan tak mengembang bila untuk sebarang x, y G C berlaku II Tx-Ty, z < x-y, z untuk sebarang z G C. Pemetaan T : C > C dikatakan kuasi tak mengembang bila untuk setiap p titik tetap bagi T, berlaku TX - P, Z 1 < x - y, z imtuk sebarang x, z G C. Selanjutnya misalkan F(T) merupakan kumpulan semua titik tetap bagi T. Bila C konveks subset bagi X, untuk Xi G C definisikan barisan {Xn} sama seperti pendefinisian pada persamaan (3.1.1) di atas, akan tetapi dalam hal ini Xa berada pada ruang linear bemorm-2. Xo+i = (l-a )Xn + On TXn (3.2.1). Teorem 3.2. l._ Misalkan X ruang linear bemomi-2 dan C subset konveks bagi X. T : C > C quasi tak mengembang, misalkan Xi G C dan definisikan barisan {Xn} seperti persamaan (3.2.1), maka lim x - x, z ada untuk setiap x G F(T). n->«o Bukti: Kerana T suatu pemetaan yang quasi tak mengembang, maka x,^i - X, z = ((l-o( )x + a Tx ) - X, z II = oc Txn - ocnx + a x + (l-a )Xn - x, z = I (On TX - CX X) + (l-onxxn " X), Z < IKonTxn - a x), z + (l-a )(Xn -x), z II = a (Tx - X), z II + (l-a ) (x - x), z < On II (x - x), z II + (l-a ) II(x - X), z II = (x -x),z 23

12 Yang berlaku untuk setiap z G C, dan x G F(T). Jadi barisan { (Xn - x), z } monoton tidak menokok dan terbatas, maka lim j (x - x), z ada. Teorem _ Misalkan X ruang linear bemonn-2 dan C sub set konveks bagi X. dan T : C > C imtuk setiap x, y GC berlaku ketaksamaan Tx - Ty, z < a x-y,z + b ( x - Tx, z + y - Ty, z ) + c( x-ty,z! + y-tx,z ) Misalkan Xi G C dan definisikan barisan {Xn} seperti (3.2.1), maka lim x--x,z ada untuk setiap X G F(T) n->«bukti: Dari hubungan ketaksamaan X,^1 - X, z = (((1-(X )X + On TXo) - X, Z II = \\cla Txn - OLaX + (XnX + - X, Z = ((x Tx - a x) + (l-a )(x - x), z < (a Tx - a x), z + (l-a )(x - x), z = K(Tx - x), z II + (l-(x ) (x - X), z II = a (Txo - Tx), z II + (l-a ) (x - x), z dan kerana = a II (Tx - Tx), z II + (l-ot ) (x - x), z (3.2.2) (Tx - Tx), z II < a (x -x), z II+b( (x -Tx ), z II + (x - Tx), z ) + c( (x -Tx),z + (x-tx ),z ) <a (x -x), z +b( (x -x), z + (x-tx ),z ) + c( (x -Tx),z + (Tx -x),z 24

13 <a (x -x),z ( +b( (x -x), z II + (Tx -x), z ) + c( (x -x), z l+ (Tx -x), z. Maka (1-b-c) (Tx -Tx),z II <(a + b + c) (x -x),z Tx -x,z) a + b + c (x -x),z 1-b-c Selanjutnya oleh kerana a + b + c<l-b-c, diperoleh (Tx - X, z) < (x - x), z Maka ketaksamaan (3.2.2) menjadi X ^1 - X, Z < On II (Xn - X), Z j + (1-0C ) (Xo - X), Z = (x -x), z II yang berlaku untuk setiap z e C, dan x G F(T). jadi barisan { (Xn - x), z } monoton tidak naik dan terbatas, maka lim (x - x), z ada. 25

URAIAN POKOK-POKOK PERKULIAHAN

URAIAN POKOK-POKOK PERKULIAHAN Pertemuan ke-: 10, 11, dan 12 Penyusun : Kosim Rukmana Materi: Barisan Bilangan Real 7. Barisan dan Limit Barisan 6. Teorema Limit Barisan 7. Barisan Monoton URAIAN POKOK-POKOK PERKULIAHAN 7. Barisan dan

Lebih terperinci

Ruang Metrik dan Ruang Metrik-n

Ruang Metrik dan Ruang Metrik-n 5 BAB II Ruang Metrik dan Ruang Metrik-n Pada Bahagian ini akan dixiraikan beberapa konsep dasar tentang ruang, ruang bemonna-2 beserta hubungannya dengan ruang hasil kali dalam-2 dan ruang bemorma-2 serta

Lebih terperinci

BAB III KEKONVERGENAN LEMAH

BAB III KEKONVERGENAN LEMAH BAB III KEKONVERGENAN LEMAH Bab ini membahas inti kajian tugas akhir. Di dalamnya akan dibahas mengenai kekonvergenan lemah beserta sifat-sifat yang terkait dengannya. Sifatsifat yang dikaji pada bab ini

Lebih terperinci

BAB II RUANG LINEAR BERNORM

BAB II RUANG LINEAR BERNORM BAB II RUANG LINEAR BERNORM Sebcliiin kita meinbahas permasalahan yang sesunggiihnya, sebelumnya akan dijelasakan beberapa teori pendukung yang mendasari penelitian ini. Adapun hal-hal yang - kan dibahas

Lebih terperinci

BAB V KEKONVERGENAN BARISAN PADA DAN KETERKAITAN DENGAN. Pada subbab 4.1 telah dibahas beberapa sifat dasar yang berlaku pada koleksi

BAB V KEKONVERGENAN BARISAN PADA DAN KETERKAITAN DENGAN. Pada subbab 4.1 telah dibahas beberapa sifat dasar yang berlaku pada koleksi BAB V KEKONVERGENAN BARISAN PADA DAN KETERKAITAN DENGAN Pada subbab 4.1 telah dibahas beberapa sifat dasar yang berlaku pada koleksi semua fungsi yang terintegralkan Lebesgue, 1. Sebagaimana telah dirumuskan

Lebih terperinci

Teorema Titik Tetap di Ruang Norm-2 Standar

Teorema Titik Tetap di Ruang Norm-2 Standar Teorema Titik Tetap di Ruang Norm- Standar Muh. Nur Universitas Hasanuddin Abstract Pada tulisan ini, akan dipelajari ruang norm- standar, yakni ruang hasil kali dalam yang dilengkapi dengan norm- standar.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Ruang Norm Sumanang Muhtar Gozali UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Definisi. Misalkan suatu ruang vektor atas. Norm pada didefinisikan sebagai fungsi. : yang memenuhi N1. 0 N2. 0 0 N3.,, N4.,, Kita dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Misalkan diberikan suatu ruang vektor atas lapangan R atau C. Jika

BAB I PENDAHULUAN. Misalkan diberikan suatu ruang vektor atas lapangan R atau C. Jika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Misalkan diberikan suatu ruang vektor atas lapangan R atau C. Jika dilengkapi dengan suatu norma., maka dikenal bahwa suatu ruang vektor bernorma. Kemudian

Lebih terperinci

BAB III INTEGRAL LEBESGUE. Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa ruang dibangun oleh

BAB III INTEGRAL LEBESGUE. Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa ruang dibangun oleh BAB III INTEGRAL LEBESGUE Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa ruang dibangun oleh fungsi-fungsi terukur dan memenuhi sifat yang berkaitan dengan integral Lebesgue. Kajian mengenai keterukuran suatu

Lebih terperinci

BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT. Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi

BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT. Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT 3.1 Operator linear Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi real yaitu suatu fungsi dari ruang vektor ke ruang vektor. Ruang

Lebih terperinci

TRANSFORMASI LINIER PADA RUANG BANACH

TRANSFORMASI LINIER PADA RUANG BANACH TRANSFORMASI LINIER PADA RUANG BANACH Nur Aeni, S.Si., M.Pd Jurusan Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, UINAM nuraeniayatullah@gmail.com ABSTRAK Info: Jurnal MSA Vol. 2 No. 1 Edisi: Januari Juni

Lebih terperinci

11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS)

11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS) 11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS) 11.1 Definisi dan Limit Fungsi Monoton Misalkan f terdefinisi pada suatu himpunan H. Kita katakan bahwa f naik pada H apabila untuk setiap x, y H dengan x < y berlaku

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini akan dibahas beberapa konsep mendasar meliputi ruang vektor,

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini akan dibahas beberapa konsep mendasar meliputi ruang vektor, II. TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas beberapa konsep mendasar meliputi ruang vektor, ruang Bernorm dan ruang Banach, ruang barisan, operator linear (transformasi linear) serta teorema-teorema

Lebih terperinci

OPERATOR PADA RUANG BARISAN TERBATAS

OPERATOR PADA RUANG BARISAN TERBATAS OPERATOR PADA RUANG BARISAN TERBATAS Muslim Ansori *,Tiryono 2, Suharsono S 2,Dorrah Azis 2 Jurusan Matematika FMIPA Universitas Lampung,2 Jln. Soemantri Brodjonegoro No Bandar Lampung email: ansomath@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umum ruang metrik dan memperluas pengertian klasik dari ruang Euclidean R n, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. umum ruang metrik dan memperluas pengertian klasik dari ruang Euclidean R n, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Permulaan munculnya analisis fungsional didasari oleh permasalahan pada kurang memadainya metode analitik klasik pada fisika dan astronomi matematika.

Lebih terperinci

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016 Hendra Gunawan 3. Topologi Garis Bilangan Real 3.1 Teori Limit Limit, supremum, dan infimum Titik limit 3.2 Himpunan Buka dan Himpunan Tutup 3.3

Lebih terperinci

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT Herry P. Suryawan 1 Geometri Ruang Hilbert Definisi 1.1 Ruang vektor kompleks V disebut ruang hasilkali dalam jika ada fungsi (.,.) : V V C sehingga untuk setiap x, y, z

Lebih terperinci

BAB II TITIK TETAP PADA RUANG METRIK

BAB II TITIK TETAP PADA RUANG METRIK BAB II TITIK TETAP PADA RUANG METRIK 2.1 Teorema Titik Tetap Misalkan (X,d) ruang metrik. Pemetaan T: JSf->Xdikatakan pemetaan kontraksi jika terdapat bilangan real k dengan 0

Lebih terperinci

16. BARISAN FUNGSI. 16.1 Barisan Fungsi dan Kekonvergenan Titik Demi Titik

16. BARISAN FUNGSI. 16.1 Barisan Fungsi dan Kekonvergenan Titik Demi Titik 16. BARISAN FUNGSI 16.1 Barisan Fungsi dan Kekonvergenan Titik Demi Titik Bila pada bab-bab sebelumnya kita membahas fungsi sebagai sebuah objek individual, maka pada bab ini dan selanjutnya kita akan

Lebih terperinci

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016 Hendra Gunawan 4. Fungsi Kontinu 4.1 Konsep Kekontinuan Fungsi kontinu Limit fungsi dan limit barisan Prapeta himpunan buka 4.2 Sifat-Sifat Fungsi

Lebih terperinci

EKSISTENSI TITIK TETAP DARI SUATU TRANSFORMASI LINIER PADA RUANG BANACH

EKSISTENSI TITIK TETAP DARI SUATU TRANSFORMASI LINIER PADA RUANG BANACH EKSISTENSI TITIK TETAP DARI SUATU TRANSFORMASI LINIER PADA RUANG BANACH Nur Aeni Prodi Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, UINAM nuraeniayatullah@gmailcom Info: Jurnal MSA Vol 3 No 1 Edisi: Januari

Lebih terperinci

MA5032 ANALISIS REAL

MA5032 ANALISIS REAL (Semester I Tahun 2011-2012) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. August 16, 2011 Pada bab ini anda diasumsikan telah mengenal dengan cukup baik bilangan asli, bilangan bulat, dan bilangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ruang metrik merupakan ruang abstrak, yaitu ruang yang dibangun oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Ruang metrik merupakan ruang abstrak, yaitu ruang yang dibangun oleh II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Metrik Ruang metrik merupakan ruang abstrak, yaitu ruang yang dibangun oleh aksioma-aksioma tertentu. Ruang metrik merupakan hal yang fundamental dalam analisis fungsional,

Lebih terperinci

BAB V DUALITAS RUANG ORLICZ

BAB V DUALITAS RUANG ORLICZ BAB V DUALITAS RUANG ORLICZ Karena ketaksamaan Holder yang telah dipelajari pada bab sebelumnya, Untuk sembarang h L θ, kita dapat mendefinisikan suatu fungsional linear kontinu l h yang memetakan L θ

Lebih terperinci

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016 Hendra Gunawan 4.2 Sifat-Sifat Fungsi Kontinu Diberikan f dan g, keduanya terdefinisi pada himpunan A, kita definisikan f + g, f g, fg, f/g secara

Lebih terperinci

Analisis Fungsional. Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Analisis Fungsional. Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Analisis Fungsional Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Lingkup Materi Ruang Metrik dan Ruang Topologi Kelengkapan Ruang Banach Ruang Hilbert

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Integral Lebesgue merupakan suatu perluasan dari integral Riemann.

BAB I PENDAHULUAN. Integral Lebesgue merupakan suatu perluasan dari integral Riemann. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Integral Lebesgue merupakan suatu perluasan dari integral Riemann. Sebagaimana telah diketahui, pengkonstruksian integral Riemann dilakukan dengan cara pemartisian

Lebih terperinci

BAGIAN KEDUA. Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan

BAGIAN KEDUA. Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan BAGIAN KEDUA Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan 51 52 Hendra Gunawan Pengantar Analisis Real 53 6. FUNGSI 6.1 Fungsi dan Grafiknya Konsep fungsi telah dipelajari oleh Gottfried Wilhelm von Leibniz

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan

II. LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan II. LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini sehingga dapat dijadikan sebagai landasan berfikir dalam melakukan penelitian dan akan mempermudah

Lebih terperinci

PROYEKSI ORTHOGONAL PADA RUANG HILBERT. ROSMAN SIREGAR Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Jurusan Matematika Universitas Sumatera Utara

PROYEKSI ORTHOGONAL PADA RUANG HILBERT. ROSMAN SIREGAR Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Jurusan Matematika Universitas Sumatera Utara PROYEKSI ORTHOGONAL PADA RUANG HILBERT ROSMAN SIREGAR Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Jurusan Matematika Universitas Sumatera Utara Pendahuluan Pada umumnya suatu teorema mempunyai ruang lingkup

Lebih terperinci

RENCANA KEGIATAN PERKULIAHAN Kode Mata Kuliah : MAA 526 Nama Mata Kuliah : Analisis Fungsional

RENCANA KEGIATAN PERKULIAHAN Kode Mata Kuliah : MAA 526 Nama Mata Kuliah : Analisis Fungsional Ming gu ke RENCANA KEGIATAN PERKULIAHAN Kode Mata Kuliah : MAA 56 Nama Mata Kuliah : Analisis Fungsional T o p i k S u b T o p i k 1. Ruang Banach - Ruang metrik - Ruang vektor bernorm - Barisan di ruang

Lebih terperinci

PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL

PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat

Lebih terperinci

KEKONVERGENAN BARISAN DI RUANG HILBERT PADA PEMETAAN TIPE-NONSPREADING DAN NONEXPANSIVE

KEKONVERGENAN BARISAN DI RUANG HILBERT PADA PEMETAAN TIPE-NONSPREADING DAN NONEXPANSIVE Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 1 Hal. 42 51 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND KEKONVERGENAN BARISAN DI RUANG HILBERT PADA PEMETAAN TIPE-NONSPREADING DAN NONEXPANSIVE DEBI OKTIA HARYENI

Lebih terperinci

MA3231 Analisis Real

MA3231 Analisis Real MA3231 Analisis Real Hendra Gunawan* *http://hgunawan82.wordpress.com Analysis and Geometry Group Bandung Institute of Technology Bandung, INDONESIA Program Studi S1 Matematika ITB, Semester II 2016/2017

Lebih terperinci

MA3231 Analisis Real

MA3231 Analisis Real MA3231 Analisis Real Hendra Gunawan* *http://hgunawan82.wordpress.com Analysis and Geometry Group Bandung Institute of Technology Bandung, INDONESIA Program Studi S1 Matematika ITB, Semester II 2016/2017

Lebih terperinci

REFLEKSIVITAS PADA RUANG ORLICZ DENGAN KEKONVERGENAN RATA-RATA

REFLEKSIVITAS PADA RUANG ORLICZ DENGAN KEKONVERGENAN RATA-RATA REFLEKSIVITAS PADA RUANG ORLICZ DENGAN KEKONVERGENAN RATA-RATA Mila Apriliani Utari, Encum Sumiaty, Sumanang Muchtar Departemen Pendidikan Matematika FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia *Coresponding

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI ( ) =

II. LANDASAN TEORI ( ) = II. LANDASAN TEORI 2.1 Fungsi Definisi 2.1.1 Fungsi Bernilai Real Fungsi bernilai real adalah fungsi yang domain dan rangenya adalah himpunan bagian dari real. Definisi 2.1.2 Limit Fungsi Jika adalah suatu

Lebih terperinci

Keterbatasan Lokal Suatu Operator Superposisi Pada Ruang Barisan Real. Lina Nurhayati, Universitas Sanggabuana

Keterbatasan Lokal Suatu Operator Superposisi Pada Ruang Barisan Real. Lina Nurhayati, Universitas Sanggabuana Keterbatasan Lokal Suatu Operator Superposisi Pada Ruang Barisan Real Lina urhayati, Universitas Sanggabuana nurhayati_lina@yahoo.co.id Abstrak Misalkan P suatu operator superposisi terbatas dan T adalah

Lebih terperinci

BAB II RUANG METRIK-2 DAN TITIK TETAP DENGAN 2 PEMETAAN. Untuk dapat memahami penelitian ini sebelumnya akan dijelaskan beberapa

BAB II RUANG METRIK-2 DAN TITIK TETAP DENGAN 2 PEMETAAN. Untuk dapat memahami penelitian ini sebelumnya akan dijelaskan beberapa BAB II RUANG METRIK-2 DAN TITIK TETAP DENGAN 2 PEMETAAN Untuk dapat memahami penelitian ini sebelumnya akan dijelaskan beberapa hal yang menipakan teori pendukung pada pembahasan berikutnya, Bab ini akan

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ANALISIS MATEMATIKA

DASAR-DASAR ANALISIS MATEMATIKA (Bekal untuk Para Sarjana dan Magister Matematika) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. December 11, 2007 Misalkan f terdefinisi pada suatu himpunan H. Kita katakan bahwa f naik pada H apabila

Lebih terperinci

BAB I TEOREMA TEOREMA LIMIT BARISAN

BAB I TEOREMA TEOREMA LIMIT BARISAN BAB I TEOREMA TEOREMA LIMIT BARISAN Definisi : Barisan bilangan real X = (x n ) dikatakan terbatas jika ada bilangan real M > 0 sedemikian sehingga x n M untuk semua n N. Catatan : X = (x n ) terbatas

Lebih terperinci

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016 Hendra Gunawan 3.3 Himpunan Kompak Himpunan tak terhingga lebih sulit ditangani daripada himpunan terhingga. Namun ada himpunan tak terhingga yang

Lebih terperinci

0. Pendahuluan. 0.1 Notasi dan istilah, bilangan kompleks

0. Pendahuluan. 0.1 Notasi dan istilah, bilangan kompleks 0. Pendahuluan Analisis Fourier mempelajari berbagai teknik menganalisis sebuah fungsi dengan menguraikannya sebagai deret atau integral fungsi tertentu (yang sifat-sifatnya telah kita kenal dengan baik,

Lebih terperinci

MA3231 Analisis Real

MA3231 Analisis Real MA3231 Analisis Real Hendra Gunawan* *http://hgunawan82.wordpress.com Analysis and Geometry Group Bandung Institute of Technology Bandung, INDONESIA Program Studi S1 Matematika ITB, Semester II 2016/2017

Lebih terperinci

BAB III TRANSFORMASI MATRIKS DERET DIRICHLET HOLOMORFIK. A. Transformasi Matriks Mengawetkan Kekonvergenan

BAB III TRANSFORMASI MATRIKS DERET DIRICHLET HOLOMORFIK. A. Transformasi Matriks Mengawetkan Kekonvergenan BAB III TRANSFORMASI MATRIKS DERET DIRICHLET HOLOMORFIK A. Transformasi Matriks Mengawetkan Kekonvergenan Pada bagian A ini pembahasan dibagi menjadi dua bagian, yang pertama membahas mengenai transformasi

Lebih terperinci

ANALISIS NUMERIK LANJUT. Hendra Gunawan, Ph.D. 2006/2007

ANALISIS NUMERIK LANJUT. Hendra Gunawan, Ph.D. 2006/2007 ANALISIS NUMERIK LANJUT Hendra Gunawan, Ph.D. 2006/2007 BAB I. RUANG LINEAR Pelajari definisi dan contoh: ruang linear (hal. 1-3); subruang (hal. 3); kombinasi linear (hal. 4); bebas/bergantung linear

Lebih terperinci

CATATAN KULIAH ANALISIS REAL LANJUT

CATATAN KULIAH ANALISIS REAL LANJUT CATATAN KULIAH ANALISIS REAL LANJUT May 26, 203 A Lecture Note Acknowledgement of Sources For all ideas taken from other sources (books, articles, internet), the source of the ideas is mentioned in the

Lebih terperinci

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1 Matematika STKIP Tuanku Tambusai Bangkinang

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1 Matematika STKIP Tuanku Tambusai Bangkinang Pertemuan 2. BAHAN AJAR ANALISIS REAL Matematika STKIP Tuanku Tambusai Bangkinang 0. Bilangan Real 0. Bilangan Real sebagai bentuk desimal Pada pembahasan berikutnya kita diasumsikan telah mengetahui dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSATAKA

II. TINJAUAN PUSATAKA 4 II. TINJAUAN PUSATAKA 2.1 Operator Definisi 2.1.1 (Kreyszig, 1989) Suatu pemetaan pada ruang vektor khususnya ruang bernorma disebut operator. Definisi 2.1.2 (Kreyszig, 1989) Diberikan ruang Bernorm

Lebih terperinci

Analisis Riil II: Diferensiasi

Analisis Riil II: Diferensiasi Definisi Turunan Definisi dan Teorema Aturan Rantai Fungsi Invers Definisi (Turunan) Misalkan I R sebuah interval, f : I R, dan c I. Bilangan riil L dikatakan turunan dari f di c jika diberikan sebarang

Lebih terperinci

BAGIAN PERTAMA. Bilangan Real, Barisan, Deret

BAGIAN PERTAMA. Bilangan Real, Barisan, Deret BAGIAN PERTAMA Bilangan Real, Barisan, Deret 2 Hendra Gunawan Pengantar Analisis Real 3 0. BILANGAN REAL 0. Bilangan Real sebagai Bentuk Desimal Dalam buku ini pembaca diasumsikan telah mengenal dengan

Lebih terperinci

Sifat Barisan Subhimpunan Tutup di Ruang Metrik yang Completion-nya adalah Ruang Atsuji

Sifat Barisan Subhimpunan Tutup di Ruang Metrik yang Completion-nya adalah Ruang Atsuji Sifat Barisan Subhimpunan Tutup di Ruang Metrik yang Completion-nya adalah Ruang Atsuji Hendy Fergus A. Hura 1, Nora Hariadi 2, Suarsih Utama 3 1 Departemen Matematika, FMIPA UI, Kampus UI Depok, 16424,

Lebih terperinci

Aljabar Boole. Meliputi : Boole. Boole. 1. Definisi Aljabar Boole 2. Prinsip Dualitas dalam Aljabar

Aljabar Boole. Meliputi : Boole. Boole. 1. Definisi Aljabar Boole 2. Prinsip Dualitas dalam Aljabar Aljabar Boole Meliputi : 1. Definisi Aljabar Boole 2. Prinsip Dualitas dalam Aljabar Boole 3. Teorema Dasar Aljabar Boole 4. Orde dalam sebuah Aljabar Boole Definisi Aljabar Boole Misalkan B adalah himpunan

Lebih terperinci

KUANTOR KHUSUS (Minggu ke-8)

KUANTOR KHUSUS (Minggu ke-8) KUANTOR KHUSUS (Minggu ke-8) 1 4 Kuantor Jenis Lain Terdapatlah satu dan hanya satu x yang mempunyai sifat P. ( x)(p(x) ( y)(p(y) = y = x)) Terdapat x yang memenuhi sifat p dan untuk setiap y yang memenuhi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada

BAB II DASAR TEORI. Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada BAB II DASAR TEORI Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada pembahasan BAB III, mulai dari definisi sampai sifat-sifat yang merupakan konsep dasar untuk mempelajari Fungsi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan uraian pada Bab III dan Bab IV maka dapat disimpulkan sebagai

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan uraian pada Bab III dan Bab IV maka dapat disimpulkan sebagai BAB V KESIMPULAN Berdasarkan uraian ada Bab III dan Bab IV maka daat disimulkan sebagai berikut 1. Keluarga emetaan K C,δ (R, R) dan L C,δ (R, R) adalah beberaa bentuk keluarga emetaan demi linear dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 ; untuk k = n 0 ; untuk k n. e [n]

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 ; untuk k = n 0 ; untuk k n. e [n] BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Barisan bilangan real adalah suatu fungsi bernilai real yang didefinisikan pada himpunan N = 0, 1, 2,.... Dengan kata lain, barisan bilangan real adalah suatu fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ilmu Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang berperan penting dalam berbagai bidang. Salah satu cabang ilmu matematika yang banyak diperbincangkan

Lebih terperinci

BEBERAPA TEOREMA TITIK TETAP UNTUK PEMETAAN NONSELF. Kata kunci : pemetaan nonexpansive, pemetaan condensing, pemetaan kompak.

BEBERAPA TEOREMA TITIK TETAP UNTUK PEMETAAN NONSELF. Kata kunci : pemetaan nonexpansive, pemetaan condensing, pemetaan kompak. BEBERAPA TEOREMA TITIK TETAP UNTUK PEMETAAN NONSELF Oleh: Rindang Kasih Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UNIVET Sukoharjo Jl. Letjend Sujono Humardani No.1 Kampus Jombor Sukoharjo, e-mail: Rindang_k@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB III FUNGSI TERUKUR LEBESGUE. Setelah dibahas mengenai ukuran Lebesgue dan beberapa sifatnya pada

BAB III FUNGSI TERUKUR LEBESGUE. Setelah dibahas mengenai ukuran Lebesgue dan beberapa sifatnya pada BAB III FUNGSI TERUKUR LEBESGUE Setelah dibahas mengenai ukuran Lebesgue dan beberapa sifatnya pada Bab II, selanjutnya pada bab ini akan dipelajari gagasan mengenai fungsi terukur Lebesgue. Gagasan mengenai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan Integral Bawah Darboux, Integral Darboux, Teorema Bolzano Weierstrass,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan Integral Bawah Darboux, Integral Darboux, Teorema Bolzano Weierstrass, II. TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas beberapa konsep mendasar meliputi Integral Atas dan Integral Bawah Darboux, Integral Darboux, Teorema Bolzano Weierstrass, serta teorema-teorema yang mendukung

Lebih terperinci

SUATU KAJIAN TITIK TETAP PEMETAAN k-pseudononspreading SEJATI DI RUANG HILBERT

SUATU KAJIAN TITIK TETAP PEMETAAN k-pseudononspreading SEJATI DI RUANG HILBERT Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 1 Hal. 52 60 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND SUATU KAJIAN TITIK TETAP PEMETAAN k-pseudononspreading SEJATI DI RUANG HILBERT DESI RAHMADANI Program Studi

Lebih terperinci

2 BARISAN BILANGAN REAL

2 BARISAN BILANGAN REAL 2 BARISAN BILANGAN REAL Di sekolah menengah barisan diperkenalkan sebagai kumpulan bilangan yang disusun menurut "pola" tertentu, misalnya barisan aritmatika dan barisan geometri. Biasanya barisan dan

Lebih terperinci

Analisis Real A: Teori Ukuran dan Integral

Analisis Real A: Teori Ukuran dan Integral Analisis Real A: Teori Ukuran dan Integral Johan Matheus Tuwankotta 1 February 2, 2012 1 Departemen Matematika, FMIPA, Institut Teknologi Bandung, jl. Ganesha no. 10, Bandung, Indonesia. mailto:theo@math.itb.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemetaan linear merupakan salah satu jenis pemetaan yang dikenal dalam bidang matematika, khususnya dalam bidang matematika analisis. Diberikan ruang vektor

Lebih terperinci

ITERASI TIGA LANGKAH PADA PEMETAAN ASIMTOTIK NON- EKSPANSIF

ITERASI TIGA LANGKAH PADA PEMETAAN ASIMTOTIK NON- EKSPANSIF ITERASI TIGA LANGKAH PADA PEMETAAN ASIMTOTIK NON- EKSPANSIF Agung Anggoro, Siti Fatimah 1, Encum Sumiaty 2 Departemen Pendidikan Matematika FPMIPA UPI *Surel: agung.anggoro@student.upi.edu ABSTRAK. Misalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, maksud dan tujuan penulisan, tinjauan pustaka serta sistematika penulisan skirpsi ini. 1.1.

Lebih terperinci

Muhafzan FUNGSI KONTINU. Muhafzan, Ph.D

Muhafzan FUNGSI KONTINU. Muhafzan, Ph.D 1 FUNGSI KONTINU, Ph.D FUNGSI KONTINU 3 1 Kekontinuan Bab ini akan diawali dengan klas fungsi yang terpenting dalam analisis riil, yaitu klas fungsi-fungsi kontinu. Terlebih dahulu akan didenisikan gagasan

Lebih terperinci

BAB III FUNGSI UJI DAN DISTRIBUSI

BAB III FUNGSI UJI DAN DISTRIBUSI BAB III FUNGSI UJI DAN DISTRIBUSI Bab ini membahas tentang fungsi uji dan distribusi di mana ruang yang memuat keduanya secara berturut-turut dinamakan ruang fungsi uji dan ruang distribusi. Ruang fungsi

Lebih terperinci

SISTEM BILANGAN REAL

SISTEM BILANGAN REAL DAFTAR ISI SISTEM BILANGAN REAL. Sifat Aljabar Bilangan Real......................2 Sifat Urutan Bilangan Real..................... 6.3 Nilai Mutlak dan Jarak Pada Bilangan Real.............4 Supremum

Lebih terperinci

Daftar Isi 3. BARISAN ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. Dosen FMIPA - ITB

Daftar Isi 3. BARISAN ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. Dosen FMIPA - ITB (Semester I Tahun 2011-2012) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. August 29, 2011 Dalam kisah Zeno tentang perlombaan lari antara Achilles dan seekor kura-kura, ketika Achilles mencapai

Lebih terperinci

BAB 2 RUANG BERNORM. 2.1 Norm dan Ruang `p. De nisi 2.1 Misalkan V ruang vektor atas R, Sebuah fungsi k:k : V! R yang memenuhi sifat-sifat berikut :

BAB 2 RUANG BERNORM. 2.1 Norm dan Ruang `p. De nisi 2.1 Misalkan V ruang vektor atas R, Sebuah fungsi k:k : V! R yang memenuhi sifat-sifat berikut : BAB 2 RUANG BERNORM 2. Norm dan Ruang ` De nisi 2. Misalkan V ruang vektor atas R, Sebuah fungsi kk V! R yang memenuhi sifat-sifat berikut [N] kxk 0 jika dan hanya jika x 0 [N2] kxk jj kxk untuk setia

Lebih terperinci

Memahami definisi barisan tak hingga dan deret tak hingga, dan juga dapat menentukan

Memahami definisi barisan tak hingga dan deret tak hingga, dan juga dapat menentukan 4 BARISAN TAK HINGGA DAN DERET TAK HINGGA JUMLAH PERTEMUAN : 5 PERTEMUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS : Memahami definisi barisan tak hingga dan deret tak hingga, dan juga dapat menentukan kekonvergenan

Lebih terperinci

BARISAN BILANGAN REAL

BARISAN BILANGAN REAL BAB 2 BARISAN BILANGAN REAL Di sekolah menengah barisan diperkenalkan sebagai kumpulan bilangan yang disusun menurut pola tertentu, misalnya barisan aritmatika dan barisan geometri. Biasanya barisan dan

Lebih terperinci

BAB 2 RUANG HILBERT. 2.1 Definisi Ruang Hilbert

BAB 2 RUANG HILBERT. 2.1 Definisi Ruang Hilbert BAB 2 RUANG HILBERT Pokok pembicaraan kita dalam tugas akhir ini berpangkal pada teori ruang Hilbert. Untuk itu di bab ini akan diberikan definisi ruang Hilbert dan ciri-cirinya, separabilitas ruang Hilbert,

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT HIMPUNAN PROXIMINAL

SIFAT-SIFAT HIMPUNAN PROXIMINAL Prima: Jurnal Pendidikan Matematika Vol. 2, No. 1, Januari 2018, hal. 49-56 P-ISSN: 2579-9827, E-ISSN: 2580-2216 SIFAT-SIFAT HIMPUNAN PROXIMINAL Arta Ekayanti Universitas Muhammadiyah Ponorogo, Jl. Budi

Lebih terperinci

Dari contoh di atas fungsi yang tak diketahui dinyatakan dengan y dan dianggap

Dari contoh di atas fungsi yang tak diketahui dinyatakan dengan y dan dianggap BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persamaan Diferensial Definisi 2.1 Persamaan diferensial Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat variabel bebas, variabel tak bebas, dan derivatif-derivatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teori titik tetap merupakan teori matematika yang sering digunakan untuk menjamin eksistensi solusi masalah nilai awal dan syarat batas persamaan diferensial

Lebih terperinci

KEKONVERGENAN LEMAH PADA RUANG HILBERT

KEKONVERGENAN LEMAH PADA RUANG HILBERT KEKONVERGENAN LEMAH PADA RUANG HILBERT Moch. Ramadhan Mubarak 1), Encum Sumiaty 2), Cece Kustiawan 3) 1), 2), 3) Departemen Pendidikan Matematika FPMIPA UPI *Surel: ramadhan.101110176@gmail.com ABSTRAK.

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ANALISIS MATEMATIKA

DASAR-DASAR ANALISIS MATEMATIKA (Bekal untuk Para Sarjana dan Magister Matematika) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. November 19, 2007 Secara geometris, f kontinu di suatu titik berarti bahwa grafiknya tidak terputus

Lebih terperinci

Konvergensi Barisan dan Teorema Titik Tetap

Konvergensi Barisan dan Teorema Titik Tetap JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. (016) 337-350 (301-98X Print) A-59 Konvergensi Barisan dan Teorema Titik Tetap pada Ruang b-metrik Cahyaningrum Rahmasari, Sunarsini, dan Sadjidon Jurusan Matematika,

Lebih terperinci

2 BARISAN BILANGAN REAL

2 BARISAN BILANGAN REAL 2 BARISAN BILANGAN REAL Di sekolah menengah barisan diperkenalkan sebagai kumpulan bilangan yang disusun menurut "pola" tertentu, misalnya barisan aritmatika dan barisan geometri. Biasanya barisan dan

Lebih terperinci

MA3231 Analisis Real

MA3231 Analisis Real MA3231 Analisis Real Hendra Gunawan* *http://hgunawan82.wordpress.com Analysis and Geometry Group Bandung Institute of Technology Bandung, INDONESIA Program Studi S1 Matematika ITB, Semester II 2016/2017

Lebih terperinci

TEOREMA TITIK TETAP BANACH

TEOREMA TITIK TETAP BANACH TEOREMA TITIK TETAP BANACH Esih Sukaesih Abstrak Ruang Banach menjamin setiap barisan akan konvergen ke vektor di ruang tersebut. Barisan iterasi yang kontraktif menjamin bahwa barisan tersebut akan konvergen

Lebih terperinci

Sistem Bilangan Real

Sistem Bilangan Real TUGAS I ANALISIS REAL I Sistem Bilangan Real Tugas 1 Analisis Real I Disusun oleh : Nariswari Setya D. Kartini Marvina Puspito M0108022 M0108050 M0108056 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

KONVERGENSI DAN KELENGKAPAN PADA RUANG QUASI METRIK

KONVERGENSI DAN KELENGKAPAN PADA RUANG QUASI METRIK JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol 2, No 1, (2013) 1-6 1 KONVERGENSI DAN KELENGKAPAN PADA RUANG QUASI METRIK Fikri Firdaus, Sunarsini, Sadjidon Jurusan Matematika, Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam,

Lebih terperinci

Sifat-sifat Ruang Banach

Sifat-sifat Ruang Banach Vol. 11, No. 2, 115-121, Januari 2015 Sifat-sifat Ruang Banach Muhammad Zakir Abstrak Tulisan ini membahas tentang himpunan operator (pemetaan) linier dari ruang vektor ke ruang vektor yang dilambangkan

Lebih terperinci

MA3231 Analisis Real

MA3231 Analisis Real MA3231 Analisis Real Hendra Gunawan* *http://hgunawan82.wordpress.com Analysis and Geometry Group Bandung Institute of Technology Bandung, INDONESIA Program Studi S1 Matematika ITB, Semester II 2016/2017

Lebih terperinci

MA3231. Pengantar Analisis Real. Hendra Gunawan, Ph.D. Semester II, Tahun

MA3231. Pengantar Analisis Real. Hendra Gunawan, Ph.D. Semester II, Tahun MA3231 Pengantar Analisis Real Semester II, Tahun 2016-2017 Hendra Gunawan, Ph.D. Tentang Mata Kuliah MA3231 Mata kuliah ini merupakan mata kuliah wajib bagi mahasiswa program studi S1 Matematika, dengan

Lebih terperinci

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1 DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN. 0212088701 PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO 2015 1 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Pemetaan merupakan konsep yang tidak pernah terlepas dari bahasan matematika analisis. Pengaitan setiap anggota dari suatu himpunan dengan tepat satu

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Bab III terbagi menjadi tiga sub-bab, yaitu sub-bab A, sub-bab B, dan subbab

BAB III PEMBAHASAN. Bab III terbagi menjadi tiga sub-bab, yaitu sub-bab A, sub-bab B, dan subbab BAB III PEMBAHASAN Bab III terbagi menjadi tiga sub-bab, yaitu sub-bab A, sub-bab B, dan subbab C. Sub-bab A menjelaskan mengenai konsep dasar C[a, b] sebagai ruang vektor beserta contohnya. Sub-bab B

Lebih terperinci

Variabel Banyak Bernilai Real 1 / 1

Variabel Banyak Bernilai Real 1 / 1 Fungsi Variabel Banyak Bernilai Real Turunan Parsial dan Turunan Wono Setya Budhi KK Analisis dan Geometri, FMIPA ITB Variabel Banyak Bernilai Real 1 / 1 Turunan Parsial dan Turunan Usaha pertama untuk

Lebih terperinci

MAT PENGANTAR ANALISIS

MAT PENGANTAR ANALISIS UNlVERSlTl SAINS MALAYSIA Peperiksaan Semester Kedua Sidang Akademik 2004/2005 Mac 2005 MAT 202 - PENGANTAR ANALISIS Masa : 3 jam Sila pastikan bahawa kertas peperiksaan ini mengandungi LIMA [5] muka surat

Lebih terperinci

CARA LAIN PEMBUKTIAN TEOEMA ARZELA-ASCOLI DAN HUBUNGANNYA DENGAN EKSISTENSI PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL (SUATU KAJIAN TEORITIS)

CARA LAIN PEMBUKTIAN TEOEMA ARZELA-ASCOLI DAN HUBUNGANNYA DENGAN EKSISTENSI PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL (SUATU KAJIAN TEORITIS) CARA LAIN PEMBUKTIAN TEOEMA ARZELA-ASCOLI DAN HUBUNGANNYA DENGAN EKSISTENSI PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL SUATU KAJIAN TEORITIS) Sufri Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jambi Kampus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ilmu matematika merupakan ilmu dasar yang digunakan di berbagai bidang. Teori titik tetap merupakan salah satu cabang dalam ilmu matematika, khususnya matematika

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan XI IPA2 pada bulan April- Mei Pada bulan April 2014 peneliti

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan XI IPA2 pada bulan April- Mei Pada bulan April 2014 peneliti 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilaksanakan di SMAN 1 Kasihan untuk kelas XI IPA1 dan XI IPA2 pada bulan April- Mei 2014. Pada bulan April 2014 peneliti melakukan

Lebih terperinci

Pengantar. Pengantar Analisis Fungsional

Pengantar. Pengantar Analisis Fungsional Pengantar Analisis Fungsional Pengantar Diktat atau Hand-out AnalisisFungsional ini ditulis atas inisatif jurusan dengan harapan agar mahasiswa lebih mudah memahami materi-materi perkuliahaan yang diadakan/diselenggarakan

Lebih terperinci

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016 Hendra Gunawan 2.2 Sistem Bilangan Real sebagai Lapangan Terurut Operasi Aritmetika. Sifat-sifat dasar urutan dan aritmetika dari Sistem Bilangan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA SKRIPSI DANIEL SALIM FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI MATEMATIKA DEPOK 2012

UNIVERSITAS INDONESIA SKRIPSI DANIEL SALIM FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI MATEMATIKA DEPOK 2012 UNIVERSITAS INDONESIA SPEKTRUM DAN HIMPUNAN RESOLVENT DARI OPERATOR LINEAR TERBATAS DAN OPERATOR LINEAR SELF ADJOINT TERBATAS SKRIPSI DANIEL SALIM 0906511385 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci