PROYEKSI ORTHOGONAL PADA RUANG HILBERT. ROSMAN SIREGAR Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Jurusan Matematika Universitas Sumatera Utara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROYEKSI ORTHOGONAL PADA RUANG HILBERT. ROSMAN SIREGAR Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Jurusan Matematika Universitas Sumatera Utara"

Transkripsi

1 PROYEKSI ORTHOGONAL PADA RUANG HILBERT ROSMAN SIREGAR Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Jurusan Matematika Universitas Sumatera Utara Pendahuluan Pada umumnya suatu teorema mempunyai ruang lingkup yang terbatas seperti pada Teorema Proyeksi Orthogonal. Teorema Proyeksi Orthogonal pada Ruang Hilbert berperan sangat penting dalam membicarakan Teorema Spectral untuk operator-operator Linier Terbatas yang self-adjoint. Dengan melihat dan mempelajari kasus-kasus inilah maka penulis merasa tertarik mengadakan studi literatur tentang sifat-sifat Proyeksi Orthogonal pada Ruang Hilbert. Dengan tujuan untuk melihat beberapa sifat suatu Proyeksi dan sifat-sifat Orthogonal dalam suatu Ruang Hilbert dan sekaligus menunjukkan adanya kaitan antara Proyeksi dan Orthogonal. Metodologi Adapun metode yang dipakai penulis pada tulisan ini adalah metode Deskripsi dan Explanatory dengan langkah-langkah sebagai berikut : Langkah I : Meninjau beberapa Teorema dan pendefenisian pada Ruang Linier kemudian dilanjutkan pada Ruang Linier Bernorm. Langkah II : Mengartikan Ruang Hilbert dan menunjukkan sifat-sifat khusus yang dimiliki Ruang Hilbert yang berkaitan dengan Proyeksi-proyeksi. Langkah III : Menggunakan Teorema mengenai sifat-sifat Orthogonal pada Ruang Hilbert. Langkah IV Langkah V : Menunjukkan sifat-sifat dari suatu Proyeksi pada Ruang Hilbert. : Membuktikan Teorema-teorema Proyeksi Orthogonal yang berkaitan pada Ruang Hilbert. Dalam hal ini sebagai dasar pemikiran pada Teorema Pectral untuk operator linier terbatas yang sellf-adjoint digitized by USU digital library 1

2 Landasan Teori Sebagai landasan teori pada tulisan ini ditinjau beberapa teorema dan defenisi pada Ruang Linier yang kemudian berkaitan dengan Ruang Linier Bernorm. Kemudian pokok permasalahan adalah Proyeksi-proyeksi Orthogonal pada Ruang Hilbert, maka perlu juga dipahami sifat-sifat suatu Proyeksi dan Orthogonal, Operator Linier Terbatas yang Self-Adjoint dan Ruang Hilbert itu sendiri Ruang Linier Suatu Ruang Linier atas Field K dapat didefenisikan sebagai berikut : Defenisi Jika E adalah suatu Himpuan tak kosong ( E 0 ) maka E adalah suatu Ruang Linier atas Field K, dinotasikan dengan ( E, K, +,. ), dimana + dan. merupakan pemetaan yang didefenisikan sebagai berikut : + : E x E E + ( x, y ) x + y. : K x E E. ( α, x ) α x Dengan memenuhi aksioma-aksioma berikut : 1. x + ( y + z ) = ( x + y ) + z ; x, y E 2. x + y = y + x ; x, y E 3. θ E x + θ = x ; x E 4. x E -x E x + (-x) = θ 5. ( α + β ) x = α x + β x ; x E & α, β K 6. α ( x + y ) = α x + β y ; x, y E, α K 7. α ( β x ) = ( α β ) x ; x E, α, β K x = x. 1 = x ; x E 9. θ. x = θ ; x E Jika K = R (Himpunan Bilangan Riel) maka E disebut Ruang Vektor Riel atau Ruang Linier Riel. Jika K = C (Himpunan Bilangan Kompleks) maka E disebut Ruang Vektor Kompleks atau Ruang Linier Kompleks Ruang Linier Bernorm Suatu Ruang Linier Bernorm didefenisikan sebagai berikut : Defenisi Andaikan E suatu Ruang Linier atas K. : E R adalah suatu pemetaan dengan : x. (x) = x disebut norm pada E jika dan hanya jika memenuhi axioma-axioma sebagai berikut : 1. x 0 ; x E 2. x = 0 x = 0 ; x E 3. α x = α x ; x E ; α K 4. x + y x + y ; x, y E Suatu Ruang Linier Bernorm atass K adalah pasangan ( E,. ) dimana E suatu Ruang Linier atas K dan. adalah norm pada E. Defenisi digitized by USU digital library 2

3 Suatu himpunan bagian F dari Ruang Linier E atas K dikatakan Ruang Bagian Linier dari E jika dan hanya jika x + y F dan α x F; x, y F dan α K. Defenisi Andaikan F dan G adalah Ruang Bagian Linier dari Ruang Linier E. ruang E disebut Direct Sum (jumlah langsung) dari F dan G jika dan hanya jika : E = F + G dan F G = { 0 } Ditulis bahwa : F + G = { x + y ; x F, y G } Jadi E adalah Direct Sum dari F dan G ditulis : E = F G Jelaslah bahwa E = F G jika dan hanya jika untuk setiap x E maka dapat disajikan secara tunggal bahwa : x = y + z dimana y F dan z G 2.3. Ruang Banach Suatu Ruang Banach dapat didefenisikan sebagai berikut : Defenisi Ruang Linier Bernorm E yang lengkap disebut Ruang Banach jika dan hanya jika Barisan cauchy Konvergen di E Ruang Dual Kata Fungsional digunakan untuk mengenal pemetaan-pemetaan dari suatu Ruang Linier atas K terhadap K sendiri. Defenisi Andaikan E suatu Ruang Linier atas K : f : E K disebut fungsional linier jika memenuhi axioma sebagai berikut : f ( α x + β y ) = α f (x) + β f (y) ; x, y E ; α, β K\ Defenisi Ruang Babach L ( E, K ) dari semua functional linier teerbatas pada Ruang Linieer Bernorm E atas K disebut Ruang Dual ( Ruang Rangkap ) dari E, dan dinotasikan dengan E*. Elemen-elemen dari Ruang Dual E* dinyatakan dengan x #, y #, Annihilator Defenisi E adalah suatu Ruang Linier Bernorm atas K, X E dimana Y E* dimana X, Y didefenisikan sebagai berikut : X = { x* E* ; x* (x) = 0 ; x X } Y = { x E ; x* (x) = 0 ; x* Y } Himpunan X dan Y masing-masing disebut Annihilator dari X dan Y Operator Linier Operator T adalah pemetaan dari suatu Ruang Linier E ke Ruang Linier F ( T : E F ) dimana E dan F adalah Ruang Linier atas Field K yang sama. Defenisi E dan F Ruang Linier atas Field K yang sama. Operator T dari dan F disebut Operator Linier jika memenuhi sifat-sifat sebagai berikut : 1. T ( x 1 + x 2 ) = T ( x 1 ) + T ( x 2 ) ; x E 2. T ( α x ) = α T ( x ) ; x E ; α K Umumnya T ( x ) cukup ditulis dengan Tx digitized by USU digital library 3

4 Defnisi Dari F Ruang Linier Bernorm, Operator Linier T dari E ke F disebut Operator Linier Terbatas jika dan hanya jika : { Tx : x 1, x E } adalah himpunan bilangan riel yang terbatas. Jadi : T terbatas M Tx M bilamana x 1. Defenisi Andaikan T L ( E, F ). ℵ ( T ) = { x : Tx = 0 } disebut Ruang Null dari T. Range dari T ditunjukkan dengan R ( T ). Jelasnya ℵ ( T ) dan R ( T ) adalah Ruang Bagian Linier dari E dan F. Defenisi Suatu operator T L ( H ) dikatakan self-adjoint jika dan hanya jika : T = T* Himpunan dai semua operator-operator linier terbatas yang self-adjoint pada H dinyatakan dengan S. Defenisi Andaikan T L ( H ). Operator tunggal T* L ( H ) yang memenuhi : Tx, y = x, T*y ; x, y H disebut Adjoint Ruang Hilbert dari T. Jelasnya untuk semua x, y H T*x, y = y, T*x = Ty, x = x, Ty Dari sini : T L ( H ) adalah self-adjoint jika dan hanya jika : Tx, y = x, Ty ; x, y H Defenisi Operator T L ( E ) dikatakan suatu Regular jika dan hanya jika ada S L ( E ) sehingga : TS = ST = I Operator S disebut invers dari T, I disebut Operator Identitas. Jika S 1, S 2 L ( E ) dan TS 1 = S 1 T = I, TS 2 = S 2 T = I Maka : S 1 = IS 1 = ( S 2 T ) S 1 = S 2 ( TS 1 ) = S 2 I = S 2. Dengan demikian S 1 dan S 2, ini menunjukkan bahwa invers T adalah tunggal. Lemma Andaikan T, S L ( H ) dan α K, maka kondisi-kondisi berikut dipenuhi. a.. ( T + S )* = T* + S* b. (α T )* = ά T* c. ( TS )* = S* T* d. ( T* )* = T e. I* = I f. T adalah regular T* adalah Regular dan jika T Regular ( T* ) -1 = ( T -1 )* Berdasarkan defenisi diperoleh : a. x, ( T + S )* y = ( T + S )x, y = Tx, y + sx, y = x, T*y + x, S*y 2002 digitized by USU digital library 4

5 = x, ( T* + S* )y Dari sini ( T + S )* = T* + S* b. Dari defenisi diperoleh : ( α T )*y, x = y, (α T )x = y, α ( Tx ) = ά y, Tx = ά T*y, x = ά T*y, x Dari sini ( T )* = T* c. ( TS )* = S* T* Dari defenisi diperoleh : x, ( TS )*y = ( TS )x, y = Sx, T*y = x, S* T* y Dari sini ( TS )* = S* T* d. ( T* )* Dari defenisi diperoleh : ( T* )*x, y = x, T*y = Tx, y Dari sini ( T* )* = T e. I* = I Dari defenisi diperoleh : I*y, x = y, I*x = ( Iy, x Dari sini I* = I f. Andaikan T adalah regular maka : I = TT -1 = T -1 T Dengan menggunakan sifat ( c ) dan ( e ) diperoleh : I = I* = ( TT -1 )* = ( T -1 )* Ini menunjukkan T* adalah regular, an ( T* ) -1 = ( T -1 )* Dengan demikian, jika T* adalah regular maka dengan sifat ( d ) : T = ( T* )* juga regular Teorema Andaikan T, S S dan α, β R maka : α T + β S S jadi TS S TS = ST Dari Lemma ( a ) dan ( b ) diperoleh : α T + β S S dengan demikian Lemma ( c ) diperoleh : ( TS )* = S* T* = ST Jadi ( TS )* = TS jika dan hanya jika TS = ST Defenisi Suatu Operator T S dikatakan positive jika dan hanya jika Tx, x 0, x H Himpunan dari semua operator-operator positive dalam S dinyatakan dengan S*. Lemma Untuk setiap T S diperoleeh T 2 S* T 2 x, x = Tx, Tx 0, x H Jelaslah bahwa operator-operator 0 dan I adalah positive digitized by USU digital library 5

6 Jika T L ( H ) maka T*T S* sebab : T*Tx, x = Tx, Tx Ruang Hilbert Pada bagian ini H adalah suatu Ruang Hilbert dengan Inner Product B. Defenisi E suatu Ruang Linier atas K. B : E x E K dikatakan suatu bentuk Symetric Hermitean, jika dan hanya jika : a. B ( α x + β y, z ) = α B ( x, z ) + β B ( y, z ) ; x, y, z E α β K b. B ( x, y ) = B ( y, x ) ; x, y E c. B ( x, x ) 0 ; x E d. B ( x, x ) = 0 x = 0 Suatu bentuk Simetris Hermitean Positif pada E disebut suatu Inner Product atau suatu Skalar Produk pada E. Contoh n Persamaan B ( x, y ) = ξ k ή k k= 1 dimana : x = ( ξ 1, ξ 2,, ξ n ) dan y = ( η 1, η 2,, η n ) dalam K n, di defenisikan suatu Inner Product pada K n. Defenisi Suatu Ruang Hilbert adalah suatu Ruang Linier H atas K bersamaan dengan suatu Inner Produk B sedemikian hingga dihubungkan ke Ruang Linier Bernorm ( H,. ) dimana : x = B ( x, x ) ½, x H adalah lengkap. Dengan demikian suatu Ruang Hilbert dapat dikatakan suatu Ruang Banach yang mana norm ditentukan oleh suatu Inner Product. Dalam penulisan lebih sederhana, Inner Product b ( x, y ) pada Ruang Hilbert dinotasikan dengan x, y. Dengan demikian B ( x, y ) = x, y. Lemma Andaikan B adalah suatu Inner Product pada E dan ambil x, y E sehingga : B ( x, z ) = B ( y, z ) z E x = y B ( x y, x y ) = B ( x, x y ) - B ( y, x y ) = 0 B ( x, x y ) = B ( y, x- y ) Maka dari sini x = y Teorema Andaikan B adalah suatu bentuk Simetris Hermitean non negatif pada E, maka : B ( x, y ) 2 B ( x, y ) B ( y, y ) ; x, y E Ambil x, y E; untuk setiap t R dan α K dimana α = 1 diperoleh t 2 B ( x, x ) + 2 t Re ( α b ( x, x ) + B ( y, y ) ) 0..( 1 ) Ketidaksamaan ( 1 ) mencakup untuk semua bilangan-bilangan riel t, maka diperoleh ( Re ( α B ( x, y ) ) ) 2 B ( x, x ) B ( y, y ) ( 2 ) Untuk setiap α K dengan α = 1 Dengan memilih α sehingga : 2002 digitized by USU digital library 6

7 α B ( x, y ) = B ( x, y ) Dari ketidaksamaan ( 2 ) diperoleh B ( x, y ) 2 B ( x, x ) B ( y, y ) Teorema Andaikan B suatu bentuk Simetris Hermitean non negatip pada E maka : B ( x + y, x + y ) = B ( x, x ) + 2 Re B ( x, y ) + B ( y, y) B ( x, x ) + 2 B ( x, y ) + B ( y, y ) B ( x, x ) + 2 B ( x, x ) ½ B ( y, y ) ½ + B ( y, y ) = { B (x, x ) ½ + B ( y, y ) ½ } 2 { B (x, x ) ½ + B ( y, y ) ½ } 2 Dari sini diperoleh : B ( x + y, x + y ) ½ B ( x, x ) ½ + B ( y, y ) ½ Lemma Andaikan B adalah perkalian dalam pada E dan ambil. suatu norm pada E yang didefenisikan dengan : x = B ( x, x ) ½, maka ( x, y ) B ( x, y ) adalah pemetaan kontinu dari E x E into K. E x E adalah Ruang Linieer Bernorm dengan norm yang didefenisikan dengan : ( x, y ) = max { x, y }. Dengan menggunakan ketidaksamaan diperoleh : B ( x, y ) - B ( x 0, y 0 ) = B ( x - x 0, y ) = B ( x 0, y y 0 ) B ( x x 0, y ) + B ( x 0, y y 0 ) x x 0 y + x 0 y y 0 Dengan demikian jika : y y 0 1 diperoleh : B ( x, y ) - B ( x 0, y 0 ) ( 1 - x 0 - y 0 ) maksimum dari : { x x 0, y y 0 } yang mana pemetaan :: ( x, y ) B ( x, y ) adalah kontinu pada ( x 0, y 0 ) digitized by USU digital library 7

8 Proyeksi-proyeksi Orthogonal pada Ruang Hilbert Bab ini adalah merupakan pokok peermasalahan, dimana akan diamati hubungan antara Proyeksi dan sifat-sifat Orthogonal, dan dari sini dapat ditunjukkan adanya kaitan antara Proyeksi ddan Orthogonal Representasi Proyeksi dan Orthogonal Pada Ruang Hilbert Defenisi Suatu Operator Linier P pada E dikatakan suatu Proyeksi jika daan hanya jika P 2 = P. Lemma Andaikan P adalah suatu Proyeksi pada E, maka : a. I - P adalah Proyeksi pada E b. R ( P ) = { x E : Px = x } c. R ( P ) = ( I P ) d. E = R ( P ) R ( I P ) e. Jika P adalah terbatas maka ( P ) dan ( I P ) adalah tertutup a. Karena I P adalah Proyeksi pada E maka : ( I P ) = I 2-2 P + P 2 = I - 2P + P = I - P b. Jelasnya bahwa { x E : Px = x } R ( P ). Pada sisi lain diandaikan x R ( P ) x = Py Untuk beberapa y E diperoleh : Px = P 2 y = Py = x, ini menunjukkan bahwa : { x E ; Px = x } = ( P). c. Pembuktian ini lanjutan dari ( b ), dan pengamatan bahwa ( I P)x = 0 jika dan hanya jika x = Px. d. Untuk setiap x E diperoleh : x = Px + ( I P )x. Dengan demikian E = R ( P ) + R ( I P ). Jika x R ( P ) R ( I P ) maka dengan memakai sifat ( b ), yaitu : R ( P ) = { x E : Px = x } dikaitkan ke P dan I P diperoleh : x = Px = ( I P )x Dari sini : x = Px = P ( ( I P )x ) = ( P - P* )x = ( P - P )x = 0 Ini menunjukkan bahwa R ( P ) R ( I P ) = { 0 } dan dari sini jelaslah bahwa : E = R ( P ) R ( I P ). e. Ini dibuktika dari bahagian ( c ), jika dikaitkan ke P dan I P diperoleh : R ( P ) = ℵ ( I P ) dan R ( I P ) = ℵ ( P ), dan dari sini R ( P ) dan R ( I P ) adalah tertutup sebab Ruang Null yang manapun dari Operator Linier Terbatas adalah tertutup. Lemma Andaikan M dan N adalah Ruang Bagian Linier dari E dimana E = M N maka ada suatu Proyeksi tunggal P dan E dengan R ( P ) = M dan R ( I P ) = N digitized by USU digital library 8

9 Andaikan x E maka ada suatu titik yang tunggal yaitu y M dan z N dimana x = y + z. Misalkan Px = y, ini mendefenisikan suatu pemetaan P dari E ke P itu sendiri, dan mudah untuk menunjukkan bahwa P adalah linier. R ( P ) = M dan ℵ ( P ) = N Untuk setiap x E diperoleh Px M dan oleh karena itu P ( Px ) = Px, ini menunjukkan bahwa P 2 = P dan jelaslah bahwa P adalah Proyeksi pada E. Telah diketahui bahwa : R ( P ) = M dan ℵ ( P ) = N dengan lemma ( c ) jika dikaitkan ke I - P diperoleh : ℵ ( P ) = R ( I - P ) jadi R ( I P ) = N. Selanjutnya dimisalkan Q adalah suatu Proyeksi E dimana : R ( Q ) = M dan R ( I P ) = N untuk setiap x E diperoleh : x = QX + ( I - Q ) x, Qx M dan ( I Q ) x N. Dengan demikian dari defenisi haruslah didapat Px = Qx, ini membuktikan bahwa : P = Q Bagian ( d ) dan ( e ) dari lemma menunjukkan bahwa jika P adalah suatu Proyeksi terbatas pada, maka E mempunyai peruraian jumlah langsung. E = R ( P ) R ( I P ) dimana R ( P ) dan R ( I P ) adalah Ruang Bagian Linier Tertutup di E. Toerema Andaikan E adalah Ruang Banach dan misalkan M dan N adalah Ruang Bagian Linier Tertutup dari E dimana E = M N maka ada suatu Proyeksi yang tunggal dan terbatas P pada E, sehingga : R ( P ) = M dan R ( I P ) = N. Dengan lemma ada suatu Proyeksi tunggal pada E sehingga R ( P ) = M dan R ( I P ) = N. Disini akan dibuktikan bahwa P adalah tertutup. Andaikan : ( x n ) suatu barisan dalam E sehingga : lim x n = x dan lim Px n = y n n Karena Px n M dan M adalah tertutup diperoleh y M Jadi : x n - Px n = ( I P ) x n N dan N tertutup Oleh karena itu : x - y = lim ( x n - Px n ) N n Dengan lemma ( b ) Py = y dan dengan lemma ( c ) dikaitkan pada I P diperoleh : ( P ( x y ) ) = 0 Akibatnya : y = Py = Px, ini membuktikan bahwa P adalah tertutup. Teorema Andaikan K adalah suatu Himpunan Bagian Convveeks Tertutup yang tak kosong dari H dan x 0 H, maka ada suatu titik yang tunggal k 0 K dengan : d ( x 0, K ) = x 0 - k 0 Ambil δ = d ( x 0, K ) dan pilih satu barisan ( k n ) dalam K dengan : Lim k n - x n = δ 2002 digitized by USU digital library 9

10 Akan dibuktikan bahwa ( k n ) Barisan Cauchy dengan menggunakan Hukum Parallelogram diperoleh : 2 k m x k n x n 2 = ( k m + k n ) 2x k m k n 2 ( 1 ) Untuk m, n = 1, 2, Karena K adalah conveks maka ½ ( k m + k n ) K Jadi : ( k m + k n ) 2x 0 = 2 ½ ( k m + k n ) x 0 2 δ.. ( 2 ) Untuk m, n = 1, 2, Selanjutnya karena : lim k n x 0 = δ memberikan ε > 0 ada suatu bilangan bulat positif N n dimana : kn x0 < ( δ 2 + ε 2 / 4 ) ½ n N ( 3 ) Dari ( 1 ), ( 2 ) dan ( 3 ) maka : k m k n < ε ; m, n N Ini menunjukkan bahwa ( k n ) Barisan Cauchy dari H yang lengkap, maka barisan ( k n ) konvergen. Ambil : K 0 = lim k n diperoleh k 0 K, sebab k n K dan K tertutup. n Jadi : k 0 x 0 = lim k n x 0 = δ. n Tinggal membuktikan bahwa k 0 adalah tunggal. Andaikan k 0 K dan k 0 x 0 = δ, ambil ( h n ) suatu barisan yang diberikan oleh : H 2n 1 = k 0 dan h 2n = k 0 ; untuk n = 1, 2, Maka h n K dan lim h n x 0 = δ sehingga : Terbuktilah bahwa ( h n ) barisan konvergen. Ini hanya mungkin berlaku apabila k 0 = k 0 Jadi terbuktilah k 0 titik tunggal dimana k 0 K. Defenisi Suatu titik x H dikatakan Orthogonal terhadap titik y H jika dan hanya jika : x, y = 0 x Orthogonal terhadap y jika dan hanya jika y Orthogonal terhadap x. Diberikan suatu himpunan bagian A dari H ditulis : A = { x H : x, y = 0 y A } Himpunan A disebut Complement Orthogonal dari A dalam H. jelaslah bahwa 0 A untuk setiap himpunan bagian A dari H. Simbol digunakan dalam 2 arti yang berbeda yaitu sebagai simbol Annihilator dan Complement Orthogonal. Untuk menunjukkan Annihilator dari suatu himpunan bagian X dari Ruang Linier Bernorm E digunakan simbol X, sedangkan simbol Complement Orthogonal A H adalah A. Annihilator X adalah suatu himpunan bagian dari Dual E*. Lemma Andaikan A adalah Himpunan Bagian yang tak kosong dari H, maka A adalah Ruang Bagian Linier Tertutup dari H dan A ( A ) Ambil x, y A dan α, β K maka untuk semua z diperoleh : 2002 digitized by USU digital library 10

11 α x + β y, z = α x,, z + β y, z = 0 Ini menunjukkan bahwa α x + β y A dan dari sini A adalah Ruang Bagian linier dari H. Andaikan ( x n ) suatu Barisan Convergent dalam A dengan lim x n = x maka n untuk setiap y A, dari lemma dinyatakan bahwa : x, y = lim x n, y = 0 n Ini menunjukkan bahwa x A dan A tertutup. Jelaslah bahwa : A ( A ) Teorema Andaikan A suatu Ruang Bagian Linier tertutup dari H maka H = A A Disini harus dibuktikan bahwa H = A + A dan A A = { 0 }. Jelaslah bahwa A A = { 0 } Ambil x H, karena A adalah tertutup dan conveks, oleh teorema ditunjukkan bahwa ada suatu titik tunggal x A, dengan x x 1 = d ( x, A ) Akan dibuktikan bahwa : x x 1 A, andaikanlah kontradiksi maka : x x 1 A dan pilih suatu titik y A dengan x x 1, y 0 Karena A adalah Ruang Bagian Linier dari H, ambil α y sebagai pengganti y untuk beberapa α K yang sesuai maka : x x 1, y adalah riel. Untuk setiap bilangan riel t dipenuhi : x x 1 ty 2 = x x 1 ty, x x 1 ty = x x 1 2 2t x x 1, y + t 2 y 2 Ambil t 0 = y -2 x x 1, y disini jelas y 0, Sehingga persamaan menjadi : x x 1 t 0 y 2 = x x y -2 x x 1, y 2 < x x 1 2 Dari x 1 + t 0 y A ini jelas kontradiksi, maka kenyataanya adalah x x 1 = d(x,a ). Sebagai konsekuensinya harus dipenuhi : x x 1 A. Dari x = x 1 + ( x x 1 ) ini, terbuktilah H = A + A. Karena A A = { 0 } dan H = A + A maka terbuktilah H = A A. Lemma Andaikan A adalah Ruang Bagian Linier Tertutup dari H maka A = ( A ). Disini perlu ditunjukkan A ( A ) dan ( A ) A. Jelaslah bahwa dari lemma A ( A ). Andaikan x ( A ), dengan teorema diperoleh x = y + z dengan y A dan z A. Karena : y, z = 0 diperoleh : z + z = y, z + z, z = y + z, z = x, z = 0 dari sini z = 0 Ini menunjukkan bahwa ( A ) A. Karena A ( A ) dan ( A ) A terbuktilah : A = ( A ) digitized by USU digital library 11

12 3.2. Pembuktian Teorema Proyeksi Orthogonal pada Ruang Hilbert. Defenisi Suatu Proyeksi Orthogonal pada H adalah Proyeksi pada H yang juga merupakan Operator Linier Terbatas yang self-adjoint pada H. Sebenarnya Proyeksi-proyeksi Orthogonal pada H merupakan Proyeksiproyeksi yang dihubungkan dengan penguraian jumlah langsung (direct sum decomposition) dari bentuk : H = F F dimana : F adalah Ruang Bagian Linier Tertutup dari H Lemma Andaikan P suatu Proyeksi Orthogonal pada H maka : R ( P ) = R ( I P ) Andaikan x R ( P ) maka untuk setiap y H diperoleh : Px, y = x, Py = 0 Dan dengan menggunakan lemma didapat Px = 0 Dengan demikian : x = ( I P ) x R ( I P ) Sebaliknya andaikan pula x R ( I P ) maka Px = 0 Dengan lemma ( b ) dimana : P dan I P saling bertukar. Jadi untuk setiap y H diperoleh : x, Py = Px, y = 0 Dengan demikian x R ( P ). Teorema Andaikan F suatu Ruang Bagian Linier Tertutup dari H. maka ada suatu Proyeksi Orthogonal yang tunggal P pada H dimana : R ( P ) = F Dengan menggunakan teorema diperoleh : H = F F dan akibatnya dengan lemma ada suatu Proyeksi tunggal P pada H dimana : R ( P ) = F dan R ( I P ) = F. Untuk setiap x H diperoleh : x = Px + ( I P )x dan Px, ( I P )x = 0 Jadi : x 2 = x, x = Px, Px + ( I P )x, ( I P )x = Px 2 + ( I P )x 2 Dan oleh karena itu : Px x. Ini membuktikan bahwa P terbatas dan P 1. Misalkan x, y H maka karena : Px, ( I P )y = ( I P )x, Py = 0 diperoleh : Px, y = Px, Py + ( I P )y = Px, Py = Px + ( I P )x, Py = x, Py Ini menunjukkan bahwa : P adalah self-adjoint, dan dari P adalah suatu Proyeksi Orthogonal digitized by USU digital library 12

13 Andaikan bahwa Q adalah satu Proyeksi Orthogonal pada H, dimana R ( Q ) = F maka dengan lemma R ( I Q ) = R ( Q ) = F Akibatnya : Dengan sifat tunggal dari P diperoleh P = Q. Dengan demikian : R ( P ) = F Lemma Andaikan P adalah suatu Proyeksi Orthogonal pada H, maka : a. P S + b. Px, x = Px 2 ; x H c. P = 1 kecuali P = 0 Untuk setiap x H, diperoleh : Px, x = Px 2, x = Px, Px = Px 2 0 Ini membuktikan ( a ) dan ( b ), seperti dalam bukti teorema bahwa : P 1 Anggap bahwa P 0 dan pilih x H dimana : Px 0 maka : Px = P( Px ) P Px yang memberikan P 1 dan ini membuktikan ( c ) yaitu : P = 1 dimana P 0 Teorema Andaikan P dan Q adalah Proyeksi Orthogonal pada H, maka ke 4 syarat berikut adalah equivalent. a. R ( P ) R ( Q ) b. P Q c. P = PQ d. P = QP Misalkan bahwa R ( P ) R ( Q ), maka untuk setiap x H diperoleh : P (x) R ( Q ) dari sini Px = Q ( Px ) Ini menunjukkan bahwa : P = QP Dari pembuktian ( a ) terbuktilah ( d ). Misalkan bahwa P + QP, maka : P = P* = ( QP )* = P*Q* = PQ. Dengan demikian dari pembuktian ( d ) terbuktilah ( c ) Andaikan bahwa P + PQ maka dengan lemma bagian ( b ) dan ( c ) diperoleh. Untuk setiap x H, Px, x = Px 2 = PQx 2 P 2 Qx 2 = Qx, x digitized by USU digital library 13

14 Ini menunjukkan bahwa P Q sehingga terbuktilah ( b ) dari pembuktian ( c ). Akhirnya anggap bahwa P Q dan andaikan : x R ( P ) maka : x, x = Px, x Qx, x Dari sini : ( I Q ) x, x 0 Dengan lemma bagian ( a ) diperoleh : ( I Q ) x, x 0 Akibatnya dengan lemma bagian ( b ) diperoleh : ( I Q )x 2 = ( I Q )x, x = 0 Dengan demikian : x = Qx - ( I Q )x = Qx R ( Q ). Ini menunjukkan bahwa : R ( P ) R ( Q ), maka dari pembuktian ( b ) terbuktilah ( a ). Jadi jika P dan Q adalah Proyeksi-proyeksi Orthogonal pada H yang memenuhi salah satu syarat-syarat adalah teorema diatas maka : P = PQ 2002 digitized by USU digital library 14

15 Rangkuman Dari pembicaraan mengenai studi pembuktian teorema Proyeksi Orthogonal pada Ruang Hibeert diatas, maka dapat dibuat rangkuman sebagai berikut : 1. F suatu ruang bagian linier tertutup dari Ruang Hilbert H, maka : F = H H 2. B suatu Inner Product pada E dan x, y E. B ( x, z ) = B ( y, z ). Untuk setiap z E maka x = y. 3. E dan F Ruang Linier Bernorm, t L ( E, F ) maka Ruang Null dari T ditunjukkan dengan : ℵ ( T ) = { x E : Tx = 0 } 4. A 0 ; A H Maka : Complement Orthogonal dari A dalam H dinotasikan dengan : A = { x H : x, y = 0 y A } 5. P adalah Proyeksi Linier pada E dan P dikatakan suatu Proyeksi jika : P 2 = P. 6. x H dikatakan Orthogonal terhadap titik y H jika dan hanya jika : x, y = 0 Atau : x Orthogonal terhadap y jika dan hanya jika y Orthogonal terhadap x dimana H adalah Ruang Hilbert digitized by USU digital library 15

16 DAFTAR PUSTAKA 1. Brown, A.L. and Page, A, Element of Functional Analysis, Van Nostrad Reinhold Company, London, Yosida Kosaku, Functional Analysis, Sixth Edition, Springer Verlag Berlin Heidelberg, New York, Kreyzig Erwin, Introductory Functional Analysis With Applcations, John Wiley & Sons Second Edition, New York Chichester Brishane Toronto Limaye, Balmohan, Vishnu, Functional Analysis, Wiley Eastern Limited, New Delhi, Rudin, Walter, Functional Analysis, Tata MC Graw Hill Publishing Company Ltd, New Delhi, digitized by USU digital library 16

Beberapa Sifat Operator Self Adjoint dalam Ruang Hilbert

Beberapa Sifat Operator Self Adjoint dalam Ruang Hilbert Vol 12, No 2, 153-159, Januari 2016 Beberapa Sifat Operator Self Adjoint dalam Ruang Hilbert Firman Abstrak Misalkan adalah operator linier dengan adalah ruang Hilbert Pada operator linier dikenal istilah

Lebih terperinci

Karakteristik Operator Positif Pada Ruang Hilbert

Karakteristik Operator Positif Pada Ruang Hilbert SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 05 A - 4 Karakteristik Operator Positif Pada Ruang Hilbert Gunawan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Purwokerto gunoge@gmailcom

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini akan dibahas beberapa konsep mendasar meliputi ruang vektor,

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini akan dibahas beberapa konsep mendasar meliputi ruang vektor, II. TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas beberapa konsep mendasar meliputi ruang vektor, ruang Bernorm dan ruang Banach, ruang barisan, operator linear (transformasi linear) serta teorema-teorema

Lebih terperinci

BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT. Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi

BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT. Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT 3.1 Operator linear Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi real yaitu suatu fungsi dari ruang vektor ke ruang vektor. Ruang

Lebih terperinci

BAB 3 KONDISI SPECTRUM. Pada bab ini akan diperlihatkan hasil utama dari penelitian ini. Hasil utama yang

BAB 3 KONDISI SPECTRUM. Pada bab ini akan diperlihatkan hasil utama dari penelitian ini. Hasil utama yang BAB 3 KONDISI SPECTRUM Pada bab ini akan diperlihatkan hasil utama dari penelitian ini. Hasil utama yang diperoleh berdasarkan penjelasan - penjelasan yang telah dipaparkan pada bab - bab sebelumnya. Hasil

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan

II. LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan II. LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini sehingga dapat dijadikan sebagai landasan berfikir dalam melakukan penelitian dan akan mempermudah

Lebih terperinci

BAB 2 RUANG HILBERT. 2.1 Definisi Ruang Hilbert

BAB 2 RUANG HILBERT. 2.1 Definisi Ruang Hilbert BAB 2 RUANG HILBERT Pokok pembicaraan kita dalam tugas akhir ini berpangkal pada teori ruang Hilbert. Untuk itu di bab ini akan diberikan definisi ruang Hilbert dan ciri-cirinya, separabilitas ruang Hilbert,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ruang metrik merupakan ruang abstrak, yaitu ruang yang dibangun oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Ruang metrik merupakan ruang abstrak, yaitu ruang yang dibangun oleh II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Metrik Ruang metrik merupakan ruang abstrak, yaitu ruang yang dibangun oleh aksioma-aksioma tertentu. Ruang metrik merupakan hal yang fundamental dalam analisis fungsional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ilmu Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang berperan penting dalam berbagai bidang. Salah satu cabang ilmu matematika yang banyak diperbincangkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSATAKA

II. TINJAUAN PUSATAKA 4 II. TINJAUAN PUSATAKA 2.1 Operator Definisi 2.1.1 (Kreyszig, 1989) Suatu pemetaan pada ruang vektor khususnya ruang bernorma disebut operator. Definisi 2.1.2 (Kreyszig, 1989) Diberikan ruang Bernorm

Lebih terperinci

TRANSFORMASI LINIER PADA RUANG BANACH

TRANSFORMASI LINIER PADA RUANG BANACH TRANSFORMASI LINIER PADA RUANG BANACH Nur Aeni, S.Si., M.Pd Jurusan Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, UINAM nuraeniayatullah@gmail.com ABSTRAK Info: Jurnal MSA Vol. 2 No. 1 Edisi: Januari Juni

Lebih terperinci

OPERATOR PADA RUANG BARISAN TERBATAS

OPERATOR PADA RUANG BARISAN TERBATAS OPERATOR PADA RUANG BARISAN TERBATAS Muslim Ansori *,Tiryono 2, Suharsono S 2,Dorrah Azis 2 Jurusan Matematika FMIPA Universitas Lampung,2 Jln. Soemantri Brodjonegoro No Bandar Lampung email: ansomath@yahoo.com

Lebih terperinci

EKSISTENSI TITIK TETAP DARI SUATU TRANSFORMASI LINIER PADA RUANG BANACH

EKSISTENSI TITIK TETAP DARI SUATU TRANSFORMASI LINIER PADA RUANG BANACH EKSISTENSI TITIK TETAP DARI SUATU TRANSFORMASI LINIER PADA RUANG BANACH Nur Aeni Prodi Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, UINAM nuraeniayatullah@gmailcom Info: Jurnal MSA Vol 3 No 1 Edisi: Januari

Lebih terperinci

RENCANA KEGIATAN PERKULIAHAN Kode Mata Kuliah : MAA 526 Nama Mata Kuliah : Analisis Fungsional

RENCANA KEGIATAN PERKULIAHAN Kode Mata Kuliah : MAA 526 Nama Mata Kuliah : Analisis Fungsional Ming gu ke RENCANA KEGIATAN PERKULIAHAN Kode Mata Kuliah : MAA 56 Nama Mata Kuliah : Analisis Fungsional T o p i k S u b T o p i k 1. Ruang Banach - Ruang metrik - Ruang vektor bernorm - Barisan di ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fungsional merupakan salah satu cabang dari kelompok analisis

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fungsional merupakan salah satu cabang dari kelompok analisis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis fungsional merupakan salah satu cabang dari kelompok analisis yang membahas operator, operator linear dan sifat-sifatnya. Sebuah pemetaan antar ruang bernorm

Lebih terperinci

Analisis Fungsional. Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Analisis Fungsional. Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Analisis Fungsional Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Lingkup Materi Ruang Metrik dan Ruang Topologi Kelengkapan Ruang Banach Ruang Hilbert

Lebih terperinci

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Ruang Norm Sumanang Muhtar Gozali UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Definisi. Misalkan suatu ruang vektor atas. Norm pada didefinisikan sebagai fungsi. : yang memenuhi N1. 0 N2. 0 0 N3.,, N4.,, Kita dapat

Lebih terperinci

Sifat Barisan Subhimpunan Tutup di Ruang Metrik yang Completion-nya adalah Ruang Atsuji

Sifat Barisan Subhimpunan Tutup di Ruang Metrik yang Completion-nya adalah Ruang Atsuji Sifat Barisan Subhimpunan Tutup di Ruang Metrik yang Completion-nya adalah Ruang Atsuji Hendy Fergus A. Hura 1, Nora Hariadi 2, Suarsih Utama 3 1 Departemen Matematika, FMIPA UI, Kampus UI Depok, 16424,

Lebih terperinci

Keterbatasan Lokal Suatu Operator Superposisi Pada Ruang Barisan Real. Lina Nurhayati, Universitas Sanggabuana

Keterbatasan Lokal Suatu Operator Superposisi Pada Ruang Barisan Real. Lina Nurhayati, Universitas Sanggabuana Keterbatasan Lokal Suatu Operator Superposisi Pada Ruang Barisan Real Lina urhayati, Universitas Sanggabuana nurhayati_lina@yahoo.co.id Abstrak Misalkan P suatu operator superposisi terbatas dan T adalah

Lebih terperinci

RUANG LIPSCHITZ. Departemen Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. *Surel: : (, ) Ϝ

RUANG LIPSCHITZ. Departemen Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. *Surel: : (, ) Ϝ RUANG LIPSCHITZ Muhammad Rifqi Agustian 1), Rizky Rosjanuardi 2), Endang Cahya 3) 1), 2), 3) Departemen Pendidikan Matematika FPMIPA UPI *Surel: Muhammadrifqyagustian@yahoo.co.id ABSTRAK. Diberikan ruang

Lebih terperinci

KEKONVERGENAN BARISAN DI RUANG HILBERT PADA PEMETAAN TIPE-NONSPREADING DAN NONEXPANSIVE

KEKONVERGENAN BARISAN DI RUANG HILBERT PADA PEMETAAN TIPE-NONSPREADING DAN NONEXPANSIVE Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 1 Hal. 42 51 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND KEKONVERGENAN BARISAN DI RUANG HILBERT PADA PEMETAAN TIPE-NONSPREADING DAN NONEXPANSIVE DEBI OKTIA HARYENI

Lebih terperinci

BAB III KEKONVERGENAN LEMAH

BAB III KEKONVERGENAN LEMAH BAB III KEKONVERGENAN LEMAH Bab ini membahas inti kajian tugas akhir. Di dalamnya akan dibahas mengenai kekonvergenan lemah beserta sifat-sifat yang terkait dengannya. Sifatsifat yang dikaji pada bab ini

Lebih terperinci

KEKONVERGENAN LEMAH PADA RUANG HILBERT

KEKONVERGENAN LEMAH PADA RUANG HILBERT KEKONVERGENAN LEMAH PADA RUANG HILBERT Moch. Ramadhan Mubarak 1), Encum Sumiaty 2), Cece Kustiawan 3) 1), 2), 3) Departemen Pendidikan Matematika FPMIPA UPI *Surel: ramadhan.101110176@gmail.com ABSTRAK.

Lebih terperinci

Sifat-sifat Ruang Banach

Sifat-sifat Ruang Banach Vol. 11, No. 2, 115-121, Januari 2015 Sifat-sifat Ruang Banach Muhammad Zakir Abstrak Tulisan ini membahas tentang himpunan operator (pemetaan) linier dari ruang vektor ke ruang vektor yang dilambangkan

Lebih terperinci

Teorema Titik Tetap di Ruang Norm-2 Standar

Teorema Titik Tetap di Ruang Norm-2 Standar Teorema Titik Tetap di Ruang Norm- Standar Muh. Nur Universitas Hasanuddin Abstract Pada tulisan ini, akan dipelajari ruang norm- standar, yakni ruang hasil kali dalam yang dilengkapi dengan norm- standar.

Lebih terperinci

Ruang Linear Metrik: Sifat Sifat Dasar Dan Struktur Ruang Dalam Ruang Linear Metrik

Ruang Linear Metrik: Sifat Sifat Dasar Dan Struktur Ruang Dalam Ruang Linear Metrik Ruang Linear Metrik: Sifat Sifat Dasar Dan Struktur Ruang Dalam Ruang Linear Metrik Oleh : Iswanti 1, Soeparna Darmawijaya 2 Iswanti, Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Semarang, Semarang, Jawa

Lebih terperinci

PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL

PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT TOPOLOGI RUANG LINEAR. Nila Kurniasih Program Studi Pendidikan Matematika Jalan KHA Dahlan 3 Purworejo. Abstrak

SIFAT-SIFAT TOPOLOGI RUANG LINEAR. Nila Kurniasih Program Studi Pendidikan Matematika Jalan KHA Dahlan 3 Purworejo. Abstrak SIFAT-SIFAT TOPOLOGI RUANG LINEAR Nila Kurniasih Program Studi Pendidikan Matematika Jalan KHA Dahlan 3 Purworejo Abstrak Penulisan ini bertujuan menyelidiki sifat-sifat yang berlaku di dalam topologi

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Bab III terbagi menjadi tiga sub-bab, yaitu sub-bab A, sub-bab B, dan subbab

BAB III PEMBAHASAN. Bab III terbagi menjadi tiga sub-bab, yaitu sub-bab A, sub-bab B, dan subbab BAB III PEMBAHASAN Bab III terbagi menjadi tiga sub-bab, yaitu sub-bab A, sub-bab B, dan subbab C. Sub-bab A menjelaskan mengenai konsep dasar C[a, b] sebagai ruang vektor beserta contohnya. Sub-bab B

Lebih terperinci

Kelengkapan Ruang l pada Ruang Norm-n

Kelengkapan Ruang l pada Ruang Norm-n Jurnal Matematika, Statistika,& Komputasi Vol.... No... 20... Kelengkapan Ruang l pada Ruang Norm-n Meriam, Naimah Aris 2, Muh Nur 3 Abstrak Rumusan norm-n pada l merupakan perumuman dari rumusan norm-n

Lebih terperinci

TOPOLOGI RUANG LINEAR

TOPOLOGI RUANG LINEAR TOPOLOGI RUANG LINEAR Nila Kurniasih Jurusan Pendidikan Matematika FKIP Universitas Muhammadiyah Purworejo Jalan KHA. Dahlan 3 Purworejo e-mail: kurniasih.nila@yahoo.co.id Abstrak Tulisan ini bertujuan

Lebih terperinci

Ketunggalan titik Tetap Pemetaan Kondisi Tipe Kontraktif pada Ruang Banach

Ketunggalan titik Tetap Pemetaan Kondisi Tipe Kontraktif pada Ruang Banach Ketunggalan titik Tetap Pemetaan Kondisi Tipe Kontraktif pada Ruang Banach Badrulfalah 1,Khafsah Joebaedi 2 1 Departemen Matematika FMIPA Universitas Padjadjaran badrulfalah@gmail.com 2 Departemen Matematika

Lebih terperinci

OPERATOR SELF ADJOINT PADA RUANG HILBERT

OPERATOR SELF ADJOINT PADA RUANG HILBERT OPERATOR SELF ADJOINT PADA RUANG HILBERT Gunawan Universitas Muhammadiah Purwokerto, gun.oge@gmail.om Abstrat. In this artile, will disuss definition, examples, algebra properties, and some harateristi

Lebih terperinci

dari ruang vektor berdimensi hingga V (dimana I adalah suatu himpunan indeks) disebut basis bagi V jika V = span(ψ) dan vektorvektor

dari ruang vektor berdimensi hingga V (dimana I adalah suatu himpunan indeks) disebut basis bagi V jika V = span(ψ) dan vektorvektor BAB 3 FRAME Sinyal kontinu dapat kita diskritisasi dengan menggunakan ekspansi vektor. Sifat yang paling esensial untuk melakukan hal tersebut adalah adanya operator yang menjamin bahwa ekspansi vektor

Lebih terperinci

ITERASI TIGA LANGKAH PADA PEMETAAN ASIMTOTIK NON- EKSPANSIF

ITERASI TIGA LANGKAH PADA PEMETAAN ASIMTOTIK NON- EKSPANSIF ITERASI TIGA LANGKAH PADA PEMETAAN ASIMTOTIK NON- EKSPANSIF Agung Anggoro, Siti Fatimah 1, Encum Sumiaty 2 Departemen Pendidikan Matematika FPMIPA UPI *Surel: agung.anggoro@student.upi.edu ABSTRAK. Misalkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PEMETAAN LINEAR DAN BILINEAR

HUBUNGAN ANTARA PEMETAAN LINEAR DAN BILINEAR HUBUNGAN ANTARA PEMETAAN LINEAR DAN BILINEAR Mustafa A.H. Ruhama Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan MIPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Unveristas Khairun ABSTRAK Let UU,

Lebih terperinci

FOURIER Oktober 2014, Vol. 3 No. 2, KONSEP DASAR RUANG METRIK CONE. Yogyakarta

FOURIER Oktober 2014, Vol. 3 No. 2, KONSEP DASAR RUANG METRIK CONE. Yogyakarta FOURIER Oktober 014, Vol. 3 No., 146 166 KONSEP DASAR RUANG METRIK CONE A. Rifqi Bahtiar 1, Muchammad Abrori, Malahayati 3 1,, 3 Program Studi Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Kalijaga

Lebih terperinci

TEOREMA TITIK TETAP PADA RUANG BERNORMA CONE BERNILAI-

TEOREMA TITIK TETAP PADA RUANG BERNORMA CONE BERNILAI- JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 TEOREMA TITIK TETAP PADA RUANG BERNORMA CONE BERNILAI- Hajar Grestika Murti, Erna Apriliani, Sunarsini Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

Konvergensi Barisan dan Teorema Titik Tetap

Konvergensi Barisan dan Teorema Titik Tetap JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. (016) 337-350 (301-98X Print) A-59 Konvergensi Barisan dan Teorema Titik Tetap pada Ruang b-metrik Cahyaningrum Rahmasari, Sunarsini, dan Sadjidon Jurusan Matematika,

Lebih terperinci

ANALISIS REAL 2 SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS

ANALISIS REAL 2 SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS ANALISIS REAL 2 SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat serta salam

Lebih terperinci

0. Pendahuluan. 0.1 Notasi dan istilah, bilangan kompleks

0. Pendahuluan. 0.1 Notasi dan istilah, bilangan kompleks 0. Pendahuluan Analisis Fourier mempelajari berbagai teknik menganalisis sebuah fungsi dengan menguraikannya sebagai deret atau integral fungsi tertentu (yang sifat-sifatnya telah kita kenal dengan baik,

Lebih terperinci

2 G R U P. 1 Struktur Aljabar Grup Aswad 2013 Blog: aswhat.wordpress.com

2 G R U P. 1 Struktur Aljabar Grup Aswad 2013 Blog: aswhat.wordpress.com 2 G R U P Struktur aljabar adalah suatu himpunan tak kosong S yang dilengkapi dengan satu atau lebih operasi biner. Jika himpunan S dilengkapi dengan satu operasi biner * maka struktur aljabar tersebut

Lebih terperinci

Kriteria Struktur Aljabar Modul Noetherian dan Gelanggang Noetherian

Kriteria Struktur Aljabar Modul Noetherian dan Gelanggang Noetherian Kriteria Struktur Aljabar Modul Noetherian dan Gelanggang Noetherian Rio Yohanes 1, Nora Hariadi 2, Kiki Ariyanti Sugeng 3 Departemen Matematika, FMIPA UI, Kampus UI Depok, 16424, Indonesia rio.yohanes@sci.ui.ac.id,

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT PEMETAAN BILINEAR

SIFAT-SIFAT PEMETAAN BILINEAR SIFAT-SIFAT PEMETAAN BILINEAR Mustafa A.H. Ruhama Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam FKIP Universitas Khairun ABSTRACT Let UU, VV and WW are vector

Lebih terperinci

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT Herry P. Suryawan 1 Geometri Ruang Hilbert Definisi 1.1 Ruang vektor kompleks V disebut ruang hasilkali dalam jika ada fungsi (.,.) : V V C sehingga untuk setiap x, y, z

Lebih terperinci

SYARAT FRITZ JOHN PADA MASALAH OPTIMASI BERKENDALA KETAKSAMAAN. Caturiyati 1 Himmawati Puji Lestari 2. Abstrak

SYARAT FRITZ JOHN PADA MASALAH OPTIMASI BERKENDALA KETAKSAMAAN. Caturiyati 1 Himmawati Puji Lestari 2. Abstrak Syarat Fritz John... (Caturiyati) SYARAT FRITZ JOHN PADA MASALAH OPTIMASI BERKENDALA KETAKSAMAAN Caturiyati 1 Himmawati Puji Lestari 2 1,2 Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY 1 wcaturiyati@yahoo.com

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT HIMPUNAN PROXIMINAL

SIFAT-SIFAT HIMPUNAN PROXIMINAL Prima: Jurnal Pendidikan Matematika Vol. 2, No. 1, Januari 2018, hal. 49-56 P-ISSN: 2579-9827, E-ISSN: 2580-2216 SIFAT-SIFAT HIMPUNAN PROXIMINAL Arta Ekayanti Universitas Muhammadiyah Ponorogo, Jl. Budi

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI ( ) =

II. LANDASAN TEORI ( ) = II. LANDASAN TEORI 2.1 Fungsi Definisi 2.1.1 Fungsi Bernilai Real Fungsi bernilai real adalah fungsi yang domain dan rangenya adalah himpunan bagian dari real. Definisi 2.1.2 Limit Fungsi Jika adalah suatu

Lebih terperinci

KAJIAN OPERATOR ACCRETIVE DAN SIFAT KETERBATASAN PADA RUANG HILBERT

KAJIAN OPERATOR ACCRETIVE DAN SIFAT KETERBATASAN PADA RUANG HILBERT Seminar Nasional Matematika dan Aplikasinya, 1 Oktober 017 KAJIAN OPERATOR ACCRETIVE DAN SIFAT KETERBATASAN PADA RUANG HILBERT Susilo Hariyantoe 1), Y.D Sumanto ), Solikhin 3), Abdul Aziz 1 Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Integral Lebesgue merupakan suatu perluasan dari integral Riemann.

BAB I PENDAHULUAN. Integral Lebesgue merupakan suatu perluasan dari integral Riemann. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Integral Lebesgue merupakan suatu perluasan dari integral Riemann. Sebagaimana telah diketahui, pengkonstruksian integral Riemann dilakukan dengan cara pemartisian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam ilmu matematika, banyak pembahasan di bidang analisis dan topologi yang memerlukan pengertian ruang Hilbert. Ruang Hilbert merupakan konsep abstrak yang mendasari

Lebih terperinci

MATERI ALJABAR LINEAR LANJUT RUANG VEKTOR

MATERI ALJABAR LINEAR LANJUT RUANG VEKTOR MATERI ALJABAR LINEAR LANJUT RUANG VEKTOR Disusun oleh: Dwi Lestari, M.Sc email: dwilestari@uny.ac.id JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Lebih terperinci

RUANG FAKTOR. Oleh : Muhammad Kukuh

RUANG FAKTOR. Oleh : Muhammad Kukuh Muhammad Kukuh, Ruang RUANG FAKTOR Oleh : Muhammad Kukuh Abstraksi Pada struktur aljabar dikenal istilah grup faktor yaitu Jika grup dan N Subgrup normal G, maka grup faktor dengan operasi Apabila G ruang

Lebih terperinci

VARIABEL KOMPLEKS SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ALJABAR & ANALISIS

VARIABEL KOMPLEKS SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ALJABAR & ANALISIS VARIABEL KOMPLEKS SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ALJABAR & ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2009 2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI 2 1 Sistem Bilangan Kompleks (C) 1 1 Pendahuluan...............................

Lebih terperinci

REPRESENTASI OPERATOR PADA RUANG BARISAN TERBATAS. ( Skripsi ) Oleh ANGGER PAMBUDHI

REPRESENTASI OPERATOR PADA RUANG BARISAN TERBATAS. ( Skripsi ) Oleh ANGGER PAMBUDHI REPRESENTASI OPERATOR PADA RUANG BARISAN TERBATAS ( Skripsi ) Oleh ANGGER PAMBUDHI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017 ABSTRACT REPRESENTATION OF OPERATOR

Lebih terperinci

STRUKTUR ALJABAR: RING

STRUKTUR ALJABAR: RING STRUKTUR ALJABAR: RING BAHAN AJAR Oleh: Rippi Maya Program Studi Magister Pendidikan Matematika Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) SILIWANGI - Bandung 2016 1 Pada grup telah dipelajari

Lebih terperinci

BIMODUL-C* HILBERT. Oleh: Raden Muhammad Hadi. Departemen Pendidikan Matematika, Universitas Pendidikan Indonesia

BIMODUL-C* HILBERT. Oleh: Raden Muhammad Hadi. Departemen Pendidikan Matematika, Universitas Pendidikan Indonesia BIMODUL-C* HILBERT Oleh: Raden Muhammad Hadi hadimaster65555@gmail.com Departemen Pendidikan Matematika, Universitas Pendidikan Indonesia Agustus 2015 Dosen Pembimbing : Rizky Rosjanuardi dan Isnie Yusnitha

Lebih terperinci

GRUP ALJABAR DAN -MODUL REGULAR SKRIPSI SARJANA MATEMATIKA OLEH: FITRIA EKA PUSPITA

GRUP ALJABAR DAN -MODUL REGULAR SKRIPSI SARJANA MATEMATIKA OLEH: FITRIA EKA PUSPITA GRUP ALJABAR DAN -MODUL REGULAR SKRIPSI SARJANA MATEMATIKA OLEH: FITRIA EKA PUSPITA 07934028 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 ABSTRAK Misalkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG MASALAH... 1 B. PEMBATASAN MASALAH... 2 C.

Lebih terperinci

BEBERAPA TEOREMA TITIK TETAP UNTUK PEMETAAN NONSELF. Kata kunci : pemetaan nonexpansive, pemetaan condensing, pemetaan kompak.

BEBERAPA TEOREMA TITIK TETAP UNTUK PEMETAAN NONSELF. Kata kunci : pemetaan nonexpansive, pemetaan condensing, pemetaan kompak. BEBERAPA TEOREMA TITIK TETAP UNTUK PEMETAAN NONSELF Oleh: Rindang Kasih Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UNIVET Sukoharjo Jl. Letjend Sujono Humardani No.1 Kampus Jombor Sukoharjo, e-mail: Rindang_k@yahoo.com

Lebih terperinci

ALJABAR-C* KOMUTATIF Commutative C*-algebra

ALJABAR-C* KOMUTATIF Commutative C*-algebra Jurnal Barekeng Vol. 7 No. 1 Hal. 31 35 (2013) ALJABAR-C* KOMUTATIF Commutative C*-algebra HARMANUS BATKUNDE Staf Jurusan Matematika FMIPA UNPATTI Jl. Ir. M. Putuhena, Kampus Unpatti, Poka-Ambon, Maluku

Lebih terperinci

R maupun. Berikut diberikan definisi ruang vektor umum, yang secara eksplisit

R maupun. Berikut diberikan definisi ruang vektor umum, yang secara eksplisit BAB I RUANG EKTOR UMUM Dalam bab ini akan dipelajari tentang konsep ruang vektor umum, sub ruang vektor dan sifat-sifatnya. Pada pembicaraan ini, para mahasiswa dianggap sudah mengenal konsep dan sifat

Lebih terperinci

Teorema Titik Tetap Pada Ruang Ultrametrik Diskrit

Teorema Titik Tetap Pada Ruang Ultrametrik Diskrit JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol 3, No2, (2014) 2337-3520 (2301-928X Print) A-58 Teorema Titik Tetap Pada Ruang Ultrametrik Diskrit Wihdatul Ummah, Sunarsini dan Sadjidon Jurusan Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol. 4. No. 2, 65-70, Agustus 2001, ISSN : SYARAT PERLU LAPANGAN PEMISAH

JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol. 4. No. 2, 65-70, Agustus 2001, ISSN : SYARAT PERLU LAPANGAN PEMISAH JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol 4 No 2, 65-70, Agustus 2001, ISSN : 1410-8518 SYARAT PERLU LAPANGAN PEMISAH Bambang Irawanto Jurusan Matematika FMIPA UNDIP Abstact Field is integral domain and is a

Lebih terperinci

PROYEKSI ORTOGONAL PADA RUANG HILBERT. Skripsi

PROYEKSI ORTOGONAL PADA RUANG HILBERT. Skripsi PROYEKSI ORTOGONAL PADA RUANG HILBERT Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memenuhi Gelar Sarjana

Lebih terperinci

REPRESENTASI OPERATOR LINIER PADA RUANG BARISAN

REPRESENTASI OPERATOR LINIER PADA RUANG BARISAN REPRESENTASI OPERATOR LINIER PADA RUANG BARISAN (Skripsi) Oleh RISA OKTARINA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG 2017 ABSTRACT REPRESENTATION OF LINEAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Misalkan diberikan suatu ruang vektor atas lapangan R atau C. Jika

BAB I PENDAHULUAN. Misalkan diberikan suatu ruang vektor atas lapangan R atau C. Jika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Misalkan diberikan suatu ruang vektor atas lapangan R atau C. Jika dilengkapi dengan suatu norma., maka dikenal bahwa suatu ruang vektor bernorma. Kemudian

Lebih terperinci

TEOREMA TITIK TETAP PADA RUANG ULTRAMETRIK DISKRIT

TEOREMA TITIK TETAP PADA RUANG ULTRAMETRIK DISKRIT JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol 2, No1, (2014) 2337-3520 (2301-928X Print) 1 TEOREMA TITIK TETAP PADA RUANG ULTRAMETRIK DISKRIT Wihdatul Ummah, Sunarsini dan Sadjidon Jurusan Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Himpunan dan Fungsi. Modul 1 PENDAHULUAN

Himpunan dan Fungsi. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Himpunan dan Fungsi Dr Rizky Rosjanuardi P PENDAHULUAN ada modul ini dibahas konsep himpunan dan fungsi Pada Kegiatan Belajar 1 dibahas konsep-konsep dasar dan sifat dari himpunan, sedangkan pada

Lebih terperinci

SUATU KAJIAN TITIK TETAP PEMETAAN k-pseudononspreading SEJATI DI RUANG HILBERT

SUATU KAJIAN TITIK TETAP PEMETAAN k-pseudononspreading SEJATI DI RUANG HILBERT Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 1 Hal. 52 60 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND SUATU KAJIAN TITIK TETAP PEMETAAN k-pseudononspreading SEJATI DI RUANG HILBERT DESI RAHMADANI Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teori titik tetap merupakan teori matematika yang sering digunakan untuk menjamin eksistensi solusi masalah nilai awal dan syarat batas persamaan diferensial

Lebih terperinci

GRUP MONOTETIK TOPOLOGI DISKRIT BERHINGGA PADA DUALITAS PONTRYAGIN

GRUP MONOTETIK TOPOLOGI DISKRIT BERHINGGA PADA DUALITAS PONTRYAGIN Saintia Matematika Vol. 1, No. 6 (2013), pp. 591 602. GRUP MONOTETIK TOPOLOGI DISKRIT BERHINGGA PADA DUALITAS PONTRYAGIN L.F.D. Bali, Tulus, Mardiningsih Abstrak. Dalam teori grup topologi kompak lokal,

Lebih terperinci

yang Dibangun oleh Ukuran Bernilai Proyeksi

yang Dibangun oleh Ukuran Bernilai Proyeksi SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2015 Integral pada A - 3 yang Dibangun oleh Ukuran Bernilai Proyeksi Arta Ekayanti dan Ch. Rini Indrati. FMIPA Universitas Gadjah Mada arta_ekayanti@ymail.com

Lebih terperinci

SYARAT PERLU LAPANGAN PEMISAH. Bambang Irawanto Jurusan Matematika FMIPA UNDIP. Abstact. Keywords : extension fields, elemen algebra

SYARAT PERLU LAPANGAN PEMISAH. Bambang Irawanto Jurusan Matematika FMIPA UNDIP. Abstact. Keywords : extension fields, elemen algebra JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol 4 No 2, 65-70, Agustus 2001, ISSN : 1410-8518 SYARAT PERLU LAPANGAN PEMISAH Bambang Irawanto Jurusan Matematika FMIPA UNDIP Abstact Field is integral domain and is a

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Matriks 1 Pengertian Matriks Definisi 21 Matriks adalah kumpulan bilangan bilangan yang disusun secara khusus dalam bentuk baris kolom sehingga membentuk empat persegi panjang

Lebih terperinci

SILABUS MATAKULIAH TEORI INTEGRAL (MAA 525)

SILABUS MATAKULIAH TEORI INTEGRAL (MAA 525) SILABUS MATAKULIAH TEORI INTEGRAL (MAA 525) JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FPMIPA UPI BANDUNG 200 A. IDENTITAS MATAKULIH. Nama Matakuliah : Teori Integral 2. Kode Matakuliah : MAA 525 3. Program : Pendidikan

Lebih terperinci

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan.

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan. 2. Grup Definisi 1.3 Suatu grup < G, > adalah himpunan tak-kosong G bersama-sama dengan operasi biner pada G sehingga memenuhi aksioma- aksioma berikut: a. operasi biner bersifat asosiatif, yaitu a, b,

Lebih terperinci

Ruang Norm-n Berdimensi Hingga

Ruang Norm-n Berdimensi Hingga Jurnal Matematika Integratif. Vol. 3, No. 2 (207), pp. 95 04. p-issn:42-684, e-issn:2549-903 doi:0.2498/jmi.v3.n2.986.95-04 Ruang Norm-n Berdimensi Hingga Moh. Januar Ismail Burhan Jurusan Matematika dan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 2. METODE PENELITIAN 3. HASIL DAN PEMBAHASAN. Abstrak

1. PENDAHULUAN 2. METODE PENELITIAN 3. HASIL DAN PEMBAHASAN. Abstrak Kajian mengenai Konstruksi Aljabar Simetris Kiri Menggunakan Fungsi Linier Sofwah Ahmad Departemen Matematika FMIPA UI Kampus UI Depok 16424 sofwahahmad@sciuiacid Abstrak Aljabar merupakan suatu ruang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bilangan Kompleks Bilangan merupakan suatu konsep dalam matematika yang digunakan untuk pencacahan dan pengukuran. Sistem bilangan yang dikenal saat ini merupakan hasil perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Y dikatakan linear jika untuk setiap x, Diberikan ruang Hilbert X atas lapangan F dan T B( X ), operator T

BAB I PENDAHULUAN. Y dikatakan linear jika untuk setiap x, Diberikan ruang Hilbert X atas lapangan F dan T B( X ), operator T BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang dan Permasalahan Bidang ilmu analisis meruakan salah satu cabang ilmu matematika yang di dalamnya banyak membicarakan konse, aksioma, teorema, lemma disertai embuktian

Lebih terperinci

ANALISIS REAL 1 SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS

ANALISIS REAL 1 SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS ANALISIS REAL 1 SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat serta salam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan Integral Bawah Darboux, Integral Darboux, Teorema Bolzano Weierstrass,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan Integral Bawah Darboux, Integral Darboux, Teorema Bolzano Weierstrass, II. TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas beberapa konsep mendasar meliputi Integral Atas dan Integral Bawah Darboux, Integral Darboux, Teorema Bolzano Weierstrass, serta teorema-teorema yang mendukung

Lebih terperinci

REFLEKSIVITAS PADA RUANG ORLICZ DENGAN KEKONVERGENAN RATA-RATA

REFLEKSIVITAS PADA RUANG ORLICZ DENGAN KEKONVERGENAN RATA-RATA REFLEKSIVITAS PADA RUANG ORLICZ DENGAN KEKONVERGENAN RATA-RATA Mila Apriliani Utari, Encum Sumiaty, Sumanang Muchtar Departemen Pendidikan Matematika FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia *Coresponding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umum ruang metrik dan memperluas pengertian klasik dari ruang Euclidean R n, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. umum ruang metrik dan memperluas pengertian klasik dari ruang Euclidean R n, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Permulaan munculnya analisis fungsional didasari oleh permasalahan pada kurang memadainya metode analitik klasik pada fisika dan astronomi matematika.

Lebih terperinci

SYARAT PERLU MENGKONSTRUKSIKAN RELASI EKIVALENSI PADA RING TIDAK KOMUTATIP ELVINA HERAWATY

SYARAT PERLU MENGKONSTRUKSIKAN RELASI EKIVALENSI PADA RING TIDAK KOMUTATIP ELVINA HERAWATY SYARAT PERLU MENGKONSTRUKSIKAN RELASI EKIVALENSI PADA RING TIDAK KOMUTATIP ELVINA HERAWATY Jurusan Matematika Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Abstrak Diketengahkan metode memperluas himpunan

Lebih terperinci

KESTABILAN PERSAMAAN FUNGSIONAL JENSEN.

KESTABILAN PERSAMAAN FUNGSIONAL JENSEN. KESTABILAN PERSAMAAN FUNGSIONAL JENSEN Hilwin Nisa, Hairur Rahman, 3 Imam Sujarwo Jurusan Matematika, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang jurusan Matematika, Universitas Islam Negeri

Lebih terperinci

Himpunan Ω-Stabil Sebagai Daerah Faktorisasi Tunggal

Himpunan Ω-Stabil Sebagai Daerah Faktorisasi Tunggal Vol. 9, No.1, 49-56, Juli 2012 Himpunan Ω-Stabil Sebagai Daerah Faktorisasi Tunggal Nur Erawaty 1, Andi Kresna Jaya 1, Nirwana 1 Abstrak Misalkan D adalah daerah integral. Unsur tak nol yang bukan unit

Lebih terperinci

untuk setiap x sehingga f g

untuk setiap x sehingga f g Jadi ( f ( f ) bernilai nol untuk setiap x, sehingga ( f ( f ) fungsi nol atau ( f ( f ) Aksioma 5 Ambil f, g F, R, ( f g )( f g ( g( g( ( f g)( Karena ( f g )( ( f g)( untuk setiap x sehingga f g Aksioma

Lebih terperinci

0,1,2,3,4. (e) Perhatikan jawabmu pada (a) (d). Tuliskan kembali sifat-sifat yang kamu temukan dalam. 5. a b c d

0,1,2,3,4. (e) Perhatikan jawabmu pada (a) (d). Tuliskan kembali sifat-sifat yang kamu temukan dalam. 5. a b c d 1 Pada grup telah dipelajari himpunan dengan satu operasi. Sekarang akan dipelajari himpunan dengan dua operasi. Ilustrasi 1.1 Perhatikan himpunan 0,1,2,3,4. (a) Apakah grup terhadap operasi penjumlahan?

Lebih terperinci

KAJIAN KONSEP RUANG NORMA-2 DENGAN DOMAIN PEMETAAN BERUPA RUANG BERDIMENSI HINGGA

KAJIAN KONSEP RUANG NORMA-2 DENGAN DOMAIN PEMETAAN BERUPA RUANG BERDIMENSI HINGGA Jurnal Matematika Murni dan Teraan εsilon Vol. 07, No.01, 013), Hal. 13 0 KAJIAN KONSEP RUANG NORMA- DENGAN DOMAIN PEMETAAN BERUPA RUANG BERDIMENSI HINGGA Wahidah 1 dan Moch. Idris 1, Program Studi Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Ditinjau dari bidang ilmu pengetahuan, teori persamaan diferensial merupakan suatu cabang analisis matematika yang banyak dipakai dalam kehidupan nyata,

Lebih terperinci

Program Studi Teknik Mesin S1

Program Studi Teknik Mesin S1 SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : MATEMATIKA TEKNIK 2 KODE/SKS : IT042227 / 2 SKS Pertemuan Pokok Bahasan dan TIU 1 Pendahuluan Mahasiswa mengerti tentang mata kuliah Matematika Teknik 2 : bahan ajar,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA SKRIPSI DANIEL SALIM FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI MATEMATIKA DEPOK 2012

UNIVERSITAS INDONESIA SKRIPSI DANIEL SALIM FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI MATEMATIKA DEPOK 2012 UNIVERSITAS INDONESIA SPEKTRUM DAN HIMPUNAN RESOLVENT DARI OPERATOR LINEAR TERBATAS DAN OPERATOR LINEAR SELF ADJOINT TERBATAS SKRIPSI DANIEL SALIM 0906511385 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Pada bab ini akan diuraikan beberapa landasan teori untuk menunjang penulisan skripsi ini. Uraian ini terdiri dari beberapa bagian yang akan dipaparkan secara terperinci

Lebih terperinci

MATRIKS SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH MATEMATIKA TEKNIK 1

MATRIKS SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH MATEMATIKA TEKNIK 1 Mata : MATEMATIKA TEKNIK 1 Jurusan : TEKNIK ELEKTRO SKS : 2 Sks Kode Mata : KD-041205 MATRIKS SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH MATEMATIKA TEKNIK 1 Minggu Ke Pokok Bahasan dan TIU 1 Vektor tentang pengertian

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada

BAB II DASAR TEORI. Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada BAB II DASAR TEORI Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada pembahasan BAB III, mulai dari definisi sampai sifat-sifat yang merupakan konsep dasar untuk mempelajari Fungsi

Lebih terperinci

Ekuivalensi Norm-n dalam Ruang R d

Ekuivalensi Norm-n dalam Ruang R d Jurnal Matematika Statistika & Komputasi 1 Vol No 201 Ekuivalensi Norm-n dalam Ruang R d Taufik Akbar Muh Zakir uh Nur Abstrak Sebuah ruang vektor dapat dilengkapi lebih dari satu buah norm Hal yang sama

Lebih terperinci

REPRESENTASI OPERATOR LINIER PADA RUANG BARISAN. Oleh ARTHA KURNIA ALAM

REPRESENTASI OPERATOR LINIER PADA RUANG BARISAN. Oleh ARTHA KURNIA ALAM REPRESENTASI OPERATOR LINIER PADA RUANG BARISAN Oleh ARTHA KURNIA ALAM JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017 ABSTRACT REPRESENTATION OF

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, maksud dan tujuan penulisan, tinjauan pustaka serta sistematika penulisan skirpsi ini. 1.1.

Lebih terperinci