4.1 Algoritma Ortogonalisasi Gram-Schmidt yang Diperumum

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4.1 Algoritma Ortogonalisasi Gram-Schmidt yang Diperumum"

Transkripsi

1 BAB 4 ORTOGONALISASI GRAM-SCHMIDT YANG DIPERUMUM Diberikan sebarang barisan hingga vektor di ruang Hilbert berdimensi hingga. Pada bab ini akan diberikan algoritma untuk menghitung frame Parseval pada subruang yang dibangun oleh barisan vektor yang berhingga tersebut, sambil tetap mempertahankan sifat redundancy-nya. Di bagian akhir diberikan beberapa contoh penerapan algoritma tersebut. 4.1 Algoritma Ortogonalisasi Gram-Schmidt yang Diperumum Ortogonalisasi Gram-Schmidt merupakan algoritma standar untuk mendapatkan basis ortogonal. Misalkan V adalah ruang hasil kali dalam dan {v 1, v 2,..., v n } adalah basis bagi V. Kita bentuk basis ortogonal {w 1, w 2,..., w n } untuk V dengan menggunakan v 1, v 2,..., v n. Pertama, bentuk w 1 = v 1 ( 0). Untuk k dengan 1 < k n 19

2 BAB 4. ORTOGONALISASI GRAM-SCHMIDT YANG DIPERUMUM 20 kita bentuk w k secara induktif, melalui: w k = v k j=1 v k, w j w j, w j w j. Lebih jauh, w k = 0 jika dan hanya jika v k span {w 1,..., w k 1 }. Diberikan ruang Hilbert H berdimensi m dan barisan vektor f = (f i ) n H, dengan m < n. Kita bisa saja melakukan ortogonalisasi Gram-Schmidt yang akan menghasilkan basis ortogonal untuk subruang ini disertai sejumlah maksimal vektor nol. Akan tetapi, redundancy adalah bagian terpenting dari frame yang ingin kita pertahankan. Untuk itu, kita akan memperumum ortogonalisasi Gram-Schmidt agar dapat menghasilkan frame Parseval yang bukan merupakan basis ortogonal; dan lebih jauh tetap mempertahankan redundancy secara tepat. Berikut ini, akan diberikan algoritma untuk menghitung frame Parseval g = (g i ) n H untuk span {(f i ) n }. Untuk selanjutnya kita akan menyebut algoritma ini sebagai prosedur GGSP (Generalized Gram-Schmidt orthogonalization to compute Parseval frames). Misalkan Ω menyatakan pemetaan (f i ) n (g i ) n dari suatu barisan vektor di H ke barisan vektor yang lain di H yang diberikan oleh prosedur GGSP. Kita juga akan menggunakan notasi ((f i ) n, g) := (f 1,..., f n, g) untuk (f i ) n H dan g H. Dari Teorema 21 diketahui bahwa menerapkan S 1/2 pada barisan vektor (f i ) n H akan menghasilkan frame Parseval, dengan S menyatakan operator frame untuk barisan ini. Dalam prosedur GGSP, pada setiap iterasi, saat kita menambahkan satu vektor baru yang bergantung linier terhadap vektor-vektor lain yang telah dimodifikasi, kita menerapkan S 1/2 ke vektor-vektor tersebut dan vektor tambahannya, dimana dalam hal ini S menyatakan frame operator untuk himpunan vektor yang baru ini. Jika yang kita tambahkan adalah vektor yang bebas linier, kita mengortogonalisasi satu vektor ini menggunakan langkah Gram-Schmidt. Jadi, prosedur GGSP adalah suatu perumuman dari ortogonalisasi Gram-Schmidt.

3 BAB 4. ORTOGONALISASI GRAM-SCHMIDT YANG DIPERUMUM 21 Prosedur GGSP (n, f; g) 0 untuk k := 1 hingga n lakukan 1 mulai 2 jika f k = 0 maka 3 g k := 0; 4 jika tidak 5 mulai 6 g k := f k k 1 j 1 f k, g j g j ; 7 jika g k 0 maka 8 g k := 1 g k g k; 9 jika tidak 10 mulai 11 untuk i := 1 hingga k 1 lakukan ) g i :=g i f 1 g i, f k f k ; k 2 f k 2 ( 12 g k := 1 1+ f k 2 g k; 13 akhiri; 14 akhiri; 15 akhiri; akhiri. Teorema berikut ini akan menunjukkan bahwa prosedur GGSP tidak hanya menghasilkan frame Parseval untuk span {(f i ) n }, tetapi bahkan pada setiap iterasi juga menghasilkan frame Parseval spesial untuk span { (f i ) k }, k = 1,..., n. Teorema 22. Misalkan n N dan (f i ) n H. Maka, untuk setiap k {1,..., n} barisan vektor Ω((f i ) k ) adalah frame Parseval untuk span { } (f i ) k = span { Ω((f i ) k ) }. Lebih khusus, untuk setiap k {1,..., n} berlaku kondisi berikut ini. 1. Jika f k span { f i ) k }, maka Ω((f i ) k ) = (S 1/2 (Ω((f i ) k 1 ), f k)),

4 BAB 4. ORTOGONALISASI GRAM-SCHMIDT YANG DIPERUMUM 22 Dengan S adalah operator frame untuk (Ω((f i ) k 1 ), f k). 2. Jika f k / span { (f i ) k }, maka dan Ω((f i ) k ) = (Ω((f i ) k 1 ), g k), g k H, g k = 1 g k Ω((f i ) k 1 ). Bukti. Kita akan membuktikan klaim pertama dengan induksi dan sementara itu di setiap langkah akan kita buktikan bahwa, secara khusus, klaim (i) dan (ii) dipenuhi. Pertama, misalkan l menyatakan bilangan terkecil di {1,..., n} dengan f l 0. Jelas bahwa untuk setiap k {1,..., l 1}, himpunan vektor g k yang dibangun (lihat baris 3 dari prosedur GGSP) membentuk frame Parseval untuk span { (f i ) k } = 0 dan karena itu (i) dipenuhi. Hipotesis (ii) tidak berlaku untuk hal ini. Berikutnya perhatikan bahwa dalam kasus k = l kita peroleh g k := 1 f k f k (baris 8), yang jelas merupakan frame Parseval untuk span { (f i ) k } = span {fk }. Dengan mudah dapat dilihat bahwa (i) dan (ii) dipenuhi. Sekarang perhatikan untuk k {l + 1,..., n}, ambil k tetap. Asumsikan bahwa barisan ( g k ) k 1 := Ω((f i ) k 1 ) adalah frame Parseval untuk span { (f i ) k 1 } = span { ( g k ) k 1 }. Masalah ini dapat dibagi menjadi dua kasus. Kasus 1: vektor g k trivial. Ini mengimplikasikan bahwa := f k k 1 j=1 f k, g j g j yang dihitung di baris 6 bersifat span { } { } { } (f i ) k 1 = span ( gi ) k 1 = span (fi ) k (4.1) Karena jika tidak demikian maka langkah ortogonalisasi Gram-Schmidt akan menghasilkan vektor yang tidak trivial. Secara khusus, hanya hipotesis (i) yang berlaku. Sekarang misalkan P adalah proyeksi ortogonal dari H pada span {f k }. Untuk menghitung S 1/2, dengan S adalah operator frame untuk (( g i ) k 1, f k), pertamatama akan kita tunjukkan bahwa setiap (I P ) g i, i = 1,..., k 1 adalah vektor eigen untuk S yang berhubungan dengan nilai eigen 1 atau vektor nol. Klaim ini

5 BAB 4. ORTOGONALISASI GRAM-SCHMIDT YANG DIPERUMUM 23 berasal dari kenyataan bahwa S(I P ) g i = = (I P ) g i, g j g j + (I P ) g i, f k f k j=1 (I P ) g i, g j g j j=1 = (I P ) g i, karena ( g i ) k 1 adalah frame Parseval untuk span { ( g i ) k 1 }. Selain itu, fk juga merupakan vektor eigen untuk S, yang berhubungan dengan nilai eigen 1 + f k 2, yang dibuktikan oleh perhitungan berikut: Sf k = f k, g j g j + f k, f k f k = (1 + f k 2 )f k. j=1 Menggunakan f k sebagai basis eigen untuk P (span { ( g i ) k 1 } ) dan sebarang basis eigen untuk (I P )(span { ( g i ) k 1 } ), kita dapat mendiagonalisasikan S untuk menghitung S 1/2. Bersama dengan fakta bahwa (I P ) g i, i = 1,..., k 1 adalah vektor eigen untuk S yang berhubungan dengan nilai eigen 1 dan bahwa S(I P )f k = 0 menghasilkan S 1/2 g i = f k 2 P g i + (I P ) g i untuk 1 i k 1 dan S 1/2 f k = f k 2 f k. Bandingkan persamaan ini dengan baris 11 dan 12 dari prosedur GGSP. Maka, akan kita dapatkan fakta bahwa Ω((f i ) k ) = (S 1/2 (( g i ) k 1, f k)), yaitu (i). Dari Teorema 21 dan (4.1), kita peroleh implikasi bahwa barisan Ω((f i ) k ) adalah frame Parseval untuk span { Ω((f i ) k ) } = span { (f i ) k }. Kasus 2: Kondisi di baris 7 terjadi, yaitu kita peroleh g k := (f k k 1 j=1 f k, g j g j )/ ( fk ) k 1 j=1 f k, g j g j 0. Kemudian, kita bentuk g i := g i untuk setiap i = 1,..., k 1. Jelas bahwa g k = 1. Lebih jauh, dari hipotesis induksi telah kita tunjukkan bahwa ( g i ) k 1 membentuk frame Parseval, maka untuk setiap i = 1,..., k 1,

6 BAB 4. ORTOGONALISASI GRAM-SCHMIDT YANG DIPERUMUM 24 kita peroleh g i, f k f k, g j g j = g i, f k g i, f k = 0. j=1 Jadi g k adalah vektor yang ternormalkan, yang orthogonal terhadap g 1,..., g k 1. Dengan demikian, (ii) dipenuhi dan, untuk semua h span { (g i ) k }, kita dapatkan k h, g i 2 = (I P )h, g i 2 + P h, g k 2 = (I P )h 2 + P h 2 = h 2, dengan P adalah proyeksi ortogonal dari H pada span {g k }. Hal ini membuktikan bahwa (g i ) k = Ω((f i ) k ) adalah frame Parseval untuk span { Ω((f i ) k ) }. Lebih jauh, kita peroleh span { Ω((f i ) k ) } { = span (f i ) k 1, f k } k 1 j=1 f k, g j g j = span { (f i ) k }. Dengan demikian kita telah sampai pada akhir dari bukti karena hipotesis (i) tidak berlaku dalam kasus ini. Algoritma prosedur GGSP dapat dipandang sebagai prosedur Gram-Schmidt yang berjalan mundur dengan pemahaman bahwa di setiap iterasi, jika vektor yg ditambahkan bergantung linier terhadap vektor-vektor lain yang telah dihitung, tidak hanya vektor ini yang dimodifikasi, tetapi juga semua vektor yang lain disusun ulang bersesuaian dengan vektor yang baru tadi sehingga himpunan vektor yang baru akan membentuk frame Parseval. 4.2 Implementasi Algoritma Prosedur GGSP Untuk memberi gambaran lebih jauh dari prosedur GGSP, pada subbab ini kita akan mempelajari 4 contoh. Contoh pertama dan kedua menunjukkan bahwa urutan vektor sangat berpengaruh pada frame Parseval yang dihasilkan. Contoh ketiga menunjukkan bahwa frame Parseval yang diperoleh mewarisi bentuk geometri dari vektor-vektor masukan secara khusus. Contoh keempat menunjukkan kelemahan prosedur GGSP. Akan tetapi, tugas akhir ini tidak akan terlalu rinci membahas bagaimana prosedur GGSP mewariskan sifat geometri serta kelemahan prosedur GGSP tersebut.

7 BAB 4. ORTOGONALISASI GRAM-SCHMIDT YANG DIPERUMUM 25 Contoh 3. Diberikan barisan vektor: ((1, 0.1), (1, 0.2), (1, 0.3), (1, 0.4), (1, -0.1), (1, -0.2), (1, -0.3) (1, -0.4)) sebagai input untuk prosedur GGSP. Untuk setiap contoh tersebut diberikan gambar-gambar yang menunjukkan proses perubahan vektor akibat prosedur GGSP. Ortogonalisasi Gram-Schmidt terjadi dua kali karena barisan vektor yang kita gunakan sebagai contoh berada di ruang vektor R 2. Di langkah-langkah berikutnya, vektor tambahan yang baru bergantung linier terhadap vektor-vektor yang telah dimodifikasi. Karena itu, proses kita harus melewati baris 11 dan 12, dan vektor-vektor yang telah dimodifikasi tadi akan kembali diubah di setiap langkah.

8 BAB 4. ORTOGONALISASI GRAM-SCHMIDT YANG DIPERUMUM 26 Contoh 4. Diberikan barisan vektor: ((1, -0.4), (1, -0.3), (1, -0.2), (1, -0.1), (1, 0.4), (1, 0.3), (1, 0.2) (1, 0.1)) sebagai input untuk prosedur GGSP. Urutan dari barisan vektor ini merupakan kebalikan dari barisan vektor pada contoh 3. Meskipun himpunan vektor yang digunakan pada contoh 3 dan contoh 4 sama, akan tetapi dapat dilihat bahwa frame Parseval yang dihasilkan oleh barisan vektor di contoh 4 sangat berbeda dengan contoh 3. Hal ini merupakan dampak dari ortogonalisasi Gram-Schmidt yang sensitif terhadap urutan vektor. Untuk contoh 5, kita gunakan barisan vektor di contoh 2. Selama prosedur GGSP dijalankan, vektor-vektor yang sudah dimodifikasi tetap mempertahankan bentuk

9 BAB 4. ORTOGONALISASI GRAM-SCHMIDT YANG DIPERUMUM 27 geometrinya. Contoh 5 bisa jadi mengindikasikan bahwa hingga suatu tingkatan tertentu, barisan vektor yang dihasilkan mewarisi sifat geometri dari barisan vektor inputnya. Contoh 5. Diberikan barisan vektor: ((1, 0), (0, 1), (-1, 0), (0, -1)) sebagai input untuk prosedur GGSP; yaitu barisan vektor di contoh 2 yang merupakan frame ketat dengan batas frame = 2. Pada contoh 6, kita gunakan barisan vektor yang dihasilkan oleh prosedur GGSP untuk contoh 5. Meskipun barisan vektor yang digunakan adalah frame Parseval, ternyata prosedur GGSP tidak mampu mengenalinya, bahkan justru menghasilkan barisan vektor yang berbeda (tidak terlalu mewarisi sifat geometri dari barisan vektor yang diberikan). Pengertian dari mewarisi sifat geometri adalah barisan vektor input dan barisan vektor yang dihasilkan memiliki bentuk yang sejenis. Lihat contoh 6, jika kita hubungkan setiap 2 titik terdekat dengan sebuah garis lurus, maka barisan vektor input akan membentuk suatu belah ketupat sempurna, sedangkan barisan vektor

10 BAB 4. ORTOGONALISASI GRAM-SCHMIDT YANG DIPERUMUM 28 yang dihasilkan tidak. Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai kelemahan prosedur GGSP ini dapat dirujuk ke [5]. Contoh 6. Diberikan barisan vektor: 1 / 2 2 ((1, 0), (0, 1), ( 1, 0), (0, 1)) sebagai input untuk prosedur GGSP. Perhatikan bahwa barisan vektor tersebut merupakan frame Parseval yang kita peroleh dari contoh 5.

BAB 2 RUANG HILBERT. 2.1 Definisi Ruang Hilbert

BAB 2 RUANG HILBERT. 2.1 Definisi Ruang Hilbert BAB 2 RUANG HILBERT Pokok pembicaraan kita dalam tugas akhir ini berpangkal pada teori ruang Hilbert. Untuk itu di bab ini akan diberikan definisi ruang Hilbert dan ciri-cirinya, separabilitas ruang Hilbert,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembahasan mendasar mengenai matriks terutama yang berkaitan dengan matriks yang dapat didiagonalisasi telah jelas disajikan dalam referensi yang biasanya digunakan

Lebih terperinci

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT Herry P. Suryawan 1 Geometri Ruang Hilbert Definisi 1.1 Ruang vektor kompleks V disebut ruang hasilkali dalam jika ada fungsi (.,.) : V V C sehingga untuk setiap x, y, z

Lebih terperinci

dari ruang vektor berdimensi hingga V (dimana I adalah suatu himpunan indeks) disebut basis bagi V jika V = span(ψ) dan vektorvektor

dari ruang vektor berdimensi hingga V (dimana I adalah suatu himpunan indeks) disebut basis bagi V jika V = span(ψ) dan vektorvektor BAB 3 FRAME Sinyal kontinu dapat kita diskritisasi dengan menggunakan ekspansi vektor. Sifat yang paling esensial untuk melakukan hal tersebut adalah adanya operator yang menjamin bahwa ekspansi vektor

Lebih terperinci

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Ruang Norm Sumanang Muhtar Gozali UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Definisi. Misalkan suatu ruang vektor atas. Norm pada didefinisikan sebagai fungsi. : yang memenuhi N1. 0 N2. 0 0 N3.,, N4.,, Kita dapat

Lebih terperinci

Ruang Hasil Kali Dalam

Ruang Hasil Kali Dalam Ruang Hasil Kali Dalam (Gram Schmidt) Wono Setya Budhi KKAG FMIPA ITB v 0.1 Maret 2015 Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret 2015 1 / 13 Misalkan S subhimpunan di V, kita

Lebih terperinci

BAB III MATRIKS HERMITIAN. dan konsep-konsep lainnya yang berkaitan dengan matriks Hermitian. Matriks

BAB III MATRIKS HERMITIAN. dan konsep-konsep lainnya yang berkaitan dengan matriks Hermitian. Matriks BAB III MATRIKS HERMITIAN Pada bab ini, akan dibahas beberapa konsep penting dari matriks Hermitian dan konsep-konsep lainnya yang berkaitan dengan matriks Hermitian. Matriks Hermitian merupakan kelas

Lebih terperinci

Analisis Fungsional. Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Analisis Fungsional. Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Analisis Fungsional Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Lingkup Materi Ruang Metrik dan Ruang Topologi Kelengkapan Ruang Banach Ruang Hilbert

Lebih terperinci

SUBRUANG VEKTOR. Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Aljabar Linier. Dosen Pembimbing: Abdul Aziz Saefudin, M.Pd

SUBRUANG VEKTOR. Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Aljabar Linier. Dosen Pembimbing: Abdul Aziz Saefudin, M.Pd SUBRUANG VEKTOR Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Aljabar Linier Dosen Pembimbing: Abdul Aziz Saefudin, M.Pd Disusun Oleh : Kelompok 6/ III A4 1. Nina Octaviani Nugraheni 14144100115 2. Emi Suryani 14144100126

Lebih terperinci

SUBRUANG MARKED. Suryoto Jurusan Matematika, FMIPA-UNDIP Semarang. Abstrak

SUBRUANG MARKED. Suryoto Jurusan Matematika, FMIPA-UNDIP Semarang. Abstrak SUBRUANG MARKED Suryoto Jurusan Matematika, FMIPA-UNDIP Semarang Abstrak Misalkan V suatu ruang vektor berdimensi hingga atas lapangan kompleks C, T operator linier nilpoten pada V dan W subruang T-invariant

Lebih terperinci

BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT. Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi

BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT. Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT 3.1 Operator linear Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi real yaitu suatu fungsi dari ruang vektor ke ruang vektor. Ruang

Lebih terperinci

ORTOGONALISASI GRAM-SCHMIDT YANG DIPERUMUM UNTUK MEMBANGUN FRAME PARSEVAL

ORTOGONALISASI GRAM-SCHMIDT YANG DIPERUMUM UNTUK MEMBANGUN FRAME PARSEVAL ORTOGONALISASI GRAM-SCHMIDT YANG DIPERUMUM UNTUK MEMBANGUN FRAME PARSEVAL TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Sidang Sarjana Program Studi Matematika ITB Disusun oleh: Maria Anestasia 10103014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fungsional merupakan salah satu cabang dari kelompok analisis

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fungsional merupakan salah satu cabang dari kelompok analisis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis fungsional merupakan salah satu cabang dari kelompok analisis yang membahas operator, operator linear dan sifat-sifatnya. Sebuah pemetaan antar ruang bernorm

Lebih terperinci

Beberapa Sifat Operator Self Adjoint dalam Ruang Hilbert

Beberapa Sifat Operator Self Adjoint dalam Ruang Hilbert Vol 12, No 2, 153-159, Januari 2016 Beberapa Sifat Operator Self Adjoint dalam Ruang Hilbert Firman Abstrak Misalkan adalah operator linier dengan adalah ruang Hilbert Pada operator linier dikenal istilah

Lebih terperinci

PERTEMUAN 11 RUANG VEKTOR 1

PERTEMUAN 11 RUANG VEKTOR 1 PERTEMUAN 11 RUANG VEKTOR 1 TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Setelah menyelesaikan pertemuan ini mahasiswa diharapkan : Dapat mengetahui definisi dan sifat-sifat dari ruang vektor Dapat mengetahui definisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ruang metrik merupakan ruang abstrak, yaitu ruang yang dibangun oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Ruang metrik merupakan ruang abstrak, yaitu ruang yang dibangun oleh II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Metrik Ruang metrik merupakan ruang abstrak, yaitu ruang yang dibangun oleh aksioma-aksioma tertentu. Ruang metrik merupakan hal yang fundamental dalam analisis fungsional,

Lebih terperinci

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN Pada bab 1 ini akan dibahas definisi kode, khususnya kode linier atas dan pencacah bobot Hammingnya. Di samping itu, akan dijelaskanan invarian, ring invarian dan

Lebih terperinci

BAB III RUANG VEKTOR R 2 DAN R 3. Bab ini membahas pengertian dan operasi vektor-vektor. Selain

BAB III RUANG VEKTOR R 2 DAN R 3. Bab ini membahas pengertian dan operasi vektor-vektor. Selain BAB III RUANG VEKTOR R DAN R 3 Bab ini membahas pengertian dan operasi ektor-ektor. Selain operasi aljabar dibahas pula operasi hasil kali titik dan hasil kali silang dari ektor-ektor. Tujuan Instruksional

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS VETERAN BANGUN NUSANTARA SUKOHARJO

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS VETERAN BANGUN NUSANTARA SUKOHARJO PERANGKAT PEMBELAJARAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER 2 KODE : MKK414515 DOSEN PENGAMPU : Annisa Prima Exacta, M.Pd. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Aljabar Linear Elementer

Aljabar Linear Elementer BAB I RUANG VEKTOR Pada kuliah Aljabar Matriks kita telah mendiskusikan struktur ruang R 2 dan R 3 beserta semua konsep yang terkait. Pada bab ini kita akan membicarakan struktur yang merupakan bentuk

Lebih terperinci

Operasi perkalian skalar merupakan suatu aturan yang mengasosiasikan setiap skalar k dan setiap objek u pada v dengan suatu objek ku, yang disebut

Operasi perkalian skalar merupakan suatu aturan yang mengasosiasikan setiap skalar k dan setiap objek u pada v dengan suatu objek ku, yang disebut RUANG VEKTOR REAL Aksioma ruang vektor, dinyatakan dlam definisi beikut, dimana aksiona merupakan aturan permainan dalam ruang vektor. Definisi : Jika V merupakan suatu himpunan tidak kosong dari objek

Lebih terperinci

MA2111 PENGANTAR MATEMATIKA Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan

MA2111 PENGANTAR MATEMATIKA Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan MA2111 PENGANTAR MATEMATIKA Semester I, Tahun 2015/2016 Hendra Gunawan 6 KUANTOR III: INDUKSI (c) Hendra Gunawan (2015) 2 Pernyataan Berkuantor Universal (1) Pada bab sebelumnya kita telah membahas metode

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Matriks 1 Pengertian Matriks Definisi 21 Matriks adalah kumpulan bilangan bilangan yang disusun secara khusus dalam bentuk baris kolom sehingga membentuk empat persegi panjang

Lebih terperinci

BAB III KEKONVERGENAN LEMAH

BAB III KEKONVERGENAN LEMAH BAB III KEKONVERGENAN LEMAH Bab ini membahas inti kajian tugas akhir. Di dalamnya akan dibahas mengenai kekonvergenan lemah beserta sifat-sifat yang terkait dengannya. Sifatsifat yang dikaji pada bab ini

Lebih terperinci

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan.

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan. 2. Grup Definisi 1.3 Suatu grup < G, > adalah himpunan tak-kosong G bersama-sama dengan operasi biner pada G sehingga memenuhi aksioma- aksioma berikut: a. operasi biner bersifat asosiatif, yaitu a, b,

Lebih terperinci

Aljabar Linier Sistem koordinat, dimensi ruang vektor dan rank

Aljabar Linier Sistem koordinat, dimensi ruang vektor dan rank Aljabar Linier Sistem koordinat, dimensi ruang vektor dan rank khozin mu tamar 9 Oktober 2014 PERTEMUAN-4 : SISTEM KOORDINAT, DIMEN- SI RUANG VEKTOR DAN RANK 1. Sistem koordinat (a) Ketunggalan scalar

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan

II. LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan II. LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini sehingga dapat dijadikan sebagai landasan berfikir dalam melakukan penelitian dan akan mempermudah

Lebih terperinci

7. NILAI-NILAI VEKTOR EIGEN. Nilai Eigen dan Vektor Eigen Diagonalisasi Diagonalisasi Ortogonal

7. NILAI-NILAI VEKTOR EIGEN. Nilai Eigen dan Vektor Eigen Diagonalisasi Diagonalisasi Ortogonal 7. NILAI-NILAI VEKTOR EIGEN Nilai Eigen dan Vektor Eigen Diagonalisasi Diagonalisasi Ortogonal Nilai Eigen, Vektor Eigen Diketahui A matriks nxn dan x adalah suatu vektor pada R n, maka biasanya tdk ada

Lebih terperinci

DIAGONALISASI MATRIKS KOMPLEKS

DIAGONALISASI MATRIKS KOMPLEKS Buletin Ilmiah Mat Stat dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No 3 (2015), hal 337-346 DIAGONALISASI MATRIKS KOMPLEKS Heronimus Hengki, Helmi, Mariatul Kiftiah INTISARI Matriks kompleks merupakan matriks

Lebih terperinci

Eigen value & Eigen vektor

Eigen value & Eigen vektor Eigen value & Eigen vektor Hubungan antara vektor x (bukan nol) dengan vektor Ax yang berada di R n pada proses transformasi dapat terjadi dua kemungkinan : 1) 2) Tidak mudah untuk dibayangkan hubungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Sebagai acuan penulisan penelitian ini diperlukan beberapa pengertian dan teori yang berkaitan dengan pembahasan. Dalam sub bab ini akan diberikan beberapa landasan teori berupa pengertian,

Lebih terperinci

ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. September 12, Dosen FMIPA - ITB

ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. September 12, Dosen FMIPA - ITB (Semester I Tahun 2011-2012) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. September 12, 2011 Teorema 11 pada Bab 3 memberi kita cara untuk menyelidiki kekonvergenan sebuah barisan tanpa harus mengetahui

Lebih terperinci

Kaitan Antara Homomorfisma Pada Graf dan Homomorfisma Pada Aljabar Graf

Kaitan Antara Homomorfisma Pada Graf dan Homomorfisma Pada Aljabar Graf Kaitan Antara Homomorfisma Pada Graf dan Homomorfisma Pada Aljabar Graf Nunung Nurhidayah, Rizky Rosjanuardi, Isnie Yusnitha Departemen Pendidikan Matematika, Universitas Pendidikan Indonesia Correspondent

Lebih terperinci

Pertama, daftarkan kedua himpunan vektor: himpunan yang merentang diikuti dengan himpunan yang bergantung linear, perhatikan:

Pertama, daftarkan kedua himpunan vektor: himpunan yang merentang diikuti dengan himpunan yang bergantung linear, perhatikan: Dimensi dari Suatu Ruang Vektor Jika suatu ruang vektor V memiliki suatu himpunan S yang merentang V, maka ukuran dari sembarang himpunan di V yang bebas linier tidak akan melebihi ukuran dari S. Teorema

Lebih terperinci

TRANSFORMASI LINIER (Kajian Fungsi antar Ruang Vektor)

TRANSFORMASI LINIER (Kajian Fungsi antar Ruang Vektor) Outline TRANSFORMASI LINIER (Kajian Fungsi antar Ruang Vektor) Drs. Antonius Cahya Prihandoko, M.App.Sc PS. Pendidikan Matematika PS. Sistem Informasi University of Jember Indonesia Jember, 2009 Outline

Lebih terperinci

Aljabar Linier. Kuliah 3. 5/9/2014 Yanita FMIPA Matematika Unand

Aljabar Linier. Kuliah 3. 5/9/2014 Yanita FMIPA Matematika Unand Aljabar Linier Kuliah 3 5/9/2014 Yanita FMIPA Matematika Unand 1 Materi Kuliah 3 Jumlah Langsung, Hasilkali Langsung Himpunan Pembangun (Spans) dan Bebas Linier 5/9/2014 Yanita FMIPA Matematika Unand 2

Lebih terperinci

Ketaksamaan Cauchy-Schwarz, Ketaksamaan Bessel, dan Kesamaan Parseval di Ruang n-hasilkali Dalam Baku. Hendra Gunawan

Ketaksamaan Cauchy-Schwarz, Ketaksamaan Bessel, dan Kesamaan Parseval di Ruang n-hasilkali Dalam Baku. Hendra Gunawan Ketaksamaan Cauchy-Schwarz, Ketaksamaan Bessel, dan Kesamaan Parseval di Ruang n-hasilkali Dalam Baku Hendra Gunawan Departemen Matematika, ITB, Bandung 40132 hgunawan@dns.math.itb.ac.id 1 Abstrak Beberapa

Lebih terperinci

Aljabar Linier Elementer

Aljabar Linier Elementer Aljabar Linier Elementer Kuliah 15 dan 16 11/11/2014 1 Materi Kuliah Kebebasan Linier Basis dan Dimensi 11/11/2014 Yanita, Matematika Unand 2 5.3 Kebebasan Linier Definisi Jika S = v 1, v 2,, v r adalah

Lebih terperinci

Edisi Juni 2011 Volume V No. 1-2 ISSN SIFAT-SIFAT RUANG HASIL KALI DALAM-n KOMPLEKS

Edisi Juni 2011 Volume V No. 1-2 ISSN SIFAT-SIFAT RUANG HASIL KALI DALAM-n KOMPLEKS SIFAT-SIFAT RUANG HASIL KALI DALAM-n KOMPLEKS Sri Maryani Program Studi Matematika, Fakultas Sains dan Teknik Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto Email : sri.maryani@unsoed.ac.id Abstract Inner

Lebih terperinci

PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL

PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat

Lebih terperinci

Latihan 5: Inner Product Space

Latihan 5: Inner Product Space Latihan 5: Inner Product Space Diketahui vektor u v w ϵ R di mana u = v = Hitunglah : a b c d e f Diketahui vektor u v ϵ R di mana u = dan v = Carilah

Lebih terperinci

BAB 7 TRANSFORMASI LINEAR PADA RUANG VEKTOR

BAB 7 TRANSFORMASI LINEAR PADA RUANG VEKTOR BAB 7 TRANSFORMASI LINEAR PADA RUANG VEKTOR A. DEFINISI DASAR 1. Definisi-1 Suatu pemetaan f dari ruang vektor V ke ruang vektor W adalah aturan perkawanan sedemikian sehingga setiap vektor v V dikawankan

Lebih terperinci

Kode, GSR, dan Operasi Pada

Kode, GSR, dan Operasi Pada BAB 2 Kode, GSR, dan Operasi Pada Graf 2.1 Ruang Vektor Atas F 2 Ruang vektor V atas lapangan hingga F 2 = {0, 1} adalah suatu himpunan V yang berisi vektor-vektor, termasuk vektor nol, bersama dengan

Lebih terperinci

BAB III PEREDUKSIAN RUANG INDIVIDU DENGAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA. Analisis komponen utama adalah metode statistika multivariat yang

BAB III PEREDUKSIAN RUANG INDIVIDU DENGAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA. Analisis komponen utama adalah metode statistika multivariat yang BAB III PEREDUKSIAN RUANG INDIVIDU DENGAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA Analisis komponen utama adalah metode statistika multivariat yang bertujuan untuk mereduksi dimensi data dengan membentuk kombinasi linear

Lebih terperinci

RENCANA KEGIATAN PERKULIAHAN Kode Mata Kuliah : MAA 526 Nama Mata Kuliah : Analisis Fungsional

RENCANA KEGIATAN PERKULIAHAN Kode Mata Kuliah : MAA 526 Nama Mata Kuliah : Analisis Fungsional Ming gu ke RENCANA KEGIATAN PERKULIAHAN Kode Mata Kuliah : MAA 56 Nama Mata Kuliah : Analisis Fungsional T o p i k S u b T o p i k 1. Ruang Banach - Ruang metrik - Ruang vektor bernorm - Barisan di ruang

Lebih terperinci

Jika titik O bertindak sebagai titik pangkal, maka ruas-ruas garis searah mewakili

Jika titik O bertindak sebagai titik pangkal, maka ruas-ruas garis searah mewakili 4.5. RUMUS PERBANDINGAN VEKTOR DAN KOORDINAT A. Pengertian Vektor Posisi dari Suatu Titik Misalnya titik A, B, C Dan D. adalah titik sebarang di bidang atau di ruang. Jika titik O bertindak sebagai titik

Lebih terperinci

CHAPTER 6. Ruang Hasil Kali Dalam

CHAPTER 6. Ruang Hasil Kali Dalam CHAPTER 6. Ruang Hasil Kali Dalam Hasil Kali Dalam Sudut dan Ortogonal dalam Ruang Hasil Kali Dalam Orthonormal Bases; Gram-Schmidt Process; QR-Decomposition Best Approximation; Least Squares Orthogonal

Lebih terperinci

Aljabar Linier. Kuliah 2 30/8/2014 2

Aljabar Linier. Kuliah 2 30/8/2014 2 30/8/2014 1 Aljabar Linier Kuliah 2 30/8/2014 2 Bab 1 Subpokok Bahasan Ruang Vektor Subruang Subruang Lattice Jumlah Langsung Himpunan Pembangun dan Bebas Linier Dimensi Ruang Vektor Basis Terurut dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkalian skalar perplectic merupakan bagian dari teori perkalian skalar indefinite. Untuk menjelaskan pengertian perkalian skalar perplectic, terlebih dahulu

Lebih terperinci

SUMMARY ALJABAR LINEAR

SUMMARY ALJABAR LINEAR SUMMARY ALJABAR LINEAR SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat serta

Lebih terperinci

PROYEKSI ORTOGONAL PADA RUANG HILBERT. Skripsi

PROYEKSI ORTOGONAL PADA RUANG HILBERT. Skripsi PROYEKSI ORTOGONAL PADA RUANG HILBERT Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memenuhi Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BASIS DAN DIMENSI. dengan mengurangkan persamaan kedua dengan persamaan menghasilkan

BASIS DAN DIMENSI. dengan mengurangkan persamaan kedua dengan persamaan menghasilkan BASIS DAN DIMENSI Representasi Basis Jika S={v 1,v,...,v n ) adalah suatu basis dari ruang vektor V, maka tiap vektor v pada V dapat dinyatakan dalam bentuk v= c 1 v 1 + c v +... c n v n dengan cepat satu

Lebih terperinci

KS KALKULUS DAN ALJABAR LINEAR Ruang Vektor TIM KALIN

KS KALKULUS DAN ALJABAR LINEAR Ruang Vektor TIM KALIN KS091206 KALKULUS DAN ALJABAR LINEAR Ruang Vektor TIM KALIN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Setelah menyelesaikan pertemuan ini mahasiswa diharapkan: Dapat mengetahui definisi dan sifat-sifat dari ruang vektor

Lebih terperinci

ANALISIS NUMERIK LANJUT. Hendra Gunawan, Ph.D. 2006/2007

ANALISIS NUMERIK LANJUT. Hendra Gunawan, Ph.D. 2006/2007 ANALISIS NUMERIK LANJUT Hendra Gunawan, Ph.D. 2006/2007 BAB I. RUANG LINEAR Pelajari definisi dan contoh: ruang linear (hal. 1-3); subruang (hal. 3); kombinasi linear (hal. 4); bebas/bergantung linear

Lebih terperinci

REDUNDANSI FRAME DAN PENGARUHNYA PADA DEKOMPOSISI FUNGSI DI RUANG HILBERT

REDUNDANSI FRAME DAN PENGARUHNYA PADA DEKOMPOSISI FUNGSI DI RUANG HILBERT Page 1 of 33 REDUNDANSI FRAME DAN PENGARUHNYA PADA DEKOMPOSISI FUNGSI DI RUANG HILBERT SUZYANNA NRP.1208 201 002 July 13, 2010 ABSTRAK Page 2 of 33 Konsep frame di ruang hasil kali dalam dapat dipandang

Lebih terperinci

RUANG VEKTOR UMUM AKSIOMA RUANG VEKTOR

RUANG VEKTOR UMUM AKSIOMA RUANG VEKTOR 7//5 RUANG VEKTOR UMUM Yang dibahas.. Ruang vektor umum. Subruang. Hubungan dependensi linier 4. Basis dan dimensi 5. Ruang baris, ruang kolom, ruang nul, rank dan nulitas AKSIOMA RUANG VEKTOR V disebut

Lebih terperinci

Table of Contents. Table of Contents 1

Table of Contents. Table of Contents 1 Table of Contents Table of Contents 1 1 Pendahuluan 2 1.1 Koreksi dan deteksi pola kesalahan....................... 5 1.2 Laju Informasi.................................. 6 1.3 Efek dari penambahan paritas..........................

Lebih terperinci

BAB 6 RUANG HASIL KALI DALAM. Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT.

BAB 6 RUANG HASIL KALI DALAM. Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT. BAB 6 RUANG HASIL KALI DALAM Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT. KERANGKA PEMBAHASAN 1. Hasil Kali Dalam 2. Sudut dan Keortogonalan pada Ruang Hasil Kali Dalam 3.Basis Ortogonal, Proses Gram-Schmidt 4.Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umum ruang metrik dan memperluas pengertian klasik dari ruang Euclidean R n, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. umum ruang metrik dan memperluas pengertian klasik dari ruang Euclidean R n, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Permulaan munculnya analisis fungsional didasari oleh permasalahan pada kurang memadainya metode analitik klasik pada fisika dan astronomi matematika.

Lebih terperinci

Pengantar Vektor. Besaran. Vektor (Mempunyai Arah) Skalar (Tidak mempunyai arah)

Pengantar Vektor. Besaran. Vektor (Mempunyai Arah) Skalar (Tidak mempunyai arah) Pengantar Vektor Besaran Skalar (Tidak mempunyai arah) Vektor (Mempunyai Arah) Vektor Geometris Skalar (Luas, Panjang, Massa, Waktu dan lain - lain), merupakan suatu besaran yang mempunyai nilai mutlak

Lebih terperinci

8.1 Transformasi Linier Umum. Bukan lagi transformasi R n R m, tetapi transformasi linier dari

8.1 Transformasi Linier Umum. Bukan lagi transformasi R n R m, tetapi transformasi linier dari 8.1 Transformasi Linier Umum Bukan lagi transformasi R n R m, tetapi transformasi linier dari ruang vektor V vektor W. Definisi Jika T: V W adalah suatu fungsi dari suatu ruang vektor V ke ruang vektor

Lebih terperinci

NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN disebut vektor eigen dari matriks A =

NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN disebut vektor eigen dari matriks A = NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN >> DEFINISI NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN Jika A adalah sebuah matriks n n, maka sebuah vektor taknol x pada R n disebut vektor eigen (vektor karakteristik) dari A jika Ax adalah

Lebih terperinci

Analisis Matriks. Ahmad Muchlis

Analisis Matriks. Ahmad Muchlis Analisis Matriks Ahmad Muchlis January 22, 2014 2 Notasi Pada umumnya matriks yang kita bicarakan dalam naskah ini adalah matriks kompleks. Himpunan semua matriks kompleks [real] berukuran m n dinyatakan

Lebih terperinci

BAB IV TRANSFORMASI LINEAR. sebuah vektor yang unik di dalam W dengan sebuah vektor di dalam V, maka kita mengatakan F

BAB IV TRANSFORMASI LINEAR. sebuah vektor yang unik di dalam W dengan sebuah vektor di dalam V, maka kita mengatakan F BAB IV TRANSFORMASI LINEAR 4.. Transformasi Linear Jika V dan W adalah ruang vektor dan F adalah sebuah fungsi yang mengasosiasikan sebuah vektor yang unik di dalam W dengan sebuah vektor di dalam V, maka

Lebih terperinci

Aljabar Linier & Matriks

Aljabar Linier & Matriks Aljabar Linier & Matriks 1 Vektor Orthogonal Vektor-vektor yang saling tegak lurus juga sering disebut vektor orthogonal. Dua vektor disebut saling tegak lurus jika dan hanya jika hasil perkalian titik-nya

Lebih terperinci

KS KALKULUS DAN ALJABAR LINEAR Independensi Linear Basis & Dimensi TIM KALIN

KS KALKULUS DAN ALJABAR LINEAR Independensi Linear Basis & Dimensi TIM KALIN KS091206 Independensi Linear Basis & Dimensi TIM KALIN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Setelah menyelesaikan pertemuan ini mahasiswa diharapkan: Dapat mengetahui apakah suatu vektor bebas linier atau tak bebas

Lebih terperinci

I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde 1 (Review)

I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde 1 (Review) I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde (Review) November 0 () I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde (Review) November 0 / 6 Teori Umum Bentuk umum sistem persamaan diferensial linier orde satu

Lebih terperinci

9. Teori Aproksimasi

9. Teori Aproksimasi 44 Hendra Gunawan 9 Teori Aproksimasi Mulai bab ini tema kita adalah aproksimasi fungsi dan interpolasi Diberikan sebuah fungsi f, baik secara utuh ataupun hanya beberapilai di titik-titik tertentu saja,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam bab ini akan diberikan beberapa materi yang akan diperlukan di dalam pembahasan, seperti: matriks secara umum; matriks yang dipartisi; matriks tereduksi dan taktereduksi; matriks

Lebih terperinci

SOLUSI PENDEKATAN TERBAIK SISTEM PERSAMAAN LINEAR TAK KONSISTEN MENGGUNAKAN DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR

SOLUSI PENDEKATAN TERBAIK SISTEM PERSAMAAN LINEAR TAK KONSISTEN MENGGUNAKAN DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR Buletin Ilmiah Math. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 03, No. 1 (2014), hal 91 98. SOLUSI PENDEKATAN TERBAIK SISTEM PERSAMAAN LINEAR TAK KONSISTEN MENGGUNAKAN DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR Febrianti,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini diterangkan materi yang berkaitan dengan penelitian, diantaranya konsep

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini diterangkan materi yang berkaitan dengan penelitian, diantaranya konsep II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini diterangkan materi yang berkaitan dengan penelitian, diantaranya konsep bilangan bulat, bilangan prima,modular, dan kekongruenan. 2.1 Bilangan Bulat Sifat Pembagian

Lebih terperinci

Aljabar Linier Elementer. Kuliah ke-9

Aljabar Linier Elementer. Kuliah ke-9 Aljabar Linier Elementer Kuliah ke-9 Materi kuliah Hasilkali Titik Proyeksi Ortogonal 7/9/2014 Yanita, FMIPA Matematika Unand 2 Hasilkali Titik dari Vektor-Vektor Definisi Jika u dan v adalah vektor-vektor

Lebih terperinci

KS KALKULUS DAN ALJABAR LINEAR Eigen Value Eigen Vector TIM KALIN

KS KALKULUS DAN ALJABAR LINEAR Eigen Value Eigen Vector TIM KALIN KS091206 KALKULUS DAN ALJABAR LINEAR Eigen Value Eigen Vector TIM KALIN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Setelah menyelesaikan pertemuan ini mahasiswa diharapkan: Dapat menghitung eigen value dan eigen vector

Lebih terperinci

Aljabar Linier & Matriks

Aljabar Linier & Matriks Aljabar Linier & Matriks 1 Pendahuluan Ruang vektor tidak hanya terbatas maksimal 3 dimensi saja 4 dimensi, 5 dimensi, dst ruang n-dimensi Jika n adalah bilangan bulat positif, maka sekuens sebanyak n

Lebih terperinci

ALJABAR LINIER JILID II (Aproksimasi terbaik;kuadrat terkecil)

ALJABAR LINIER JILID II (Aproksimasi terbaik;kuadrat terkecil) ALJABAR LINIER JILID II (Aproksimasi terbaik;kuadrat terkecil) Setelah lama blog ini kosong sama tulisan,akhirnya ada tulisan baru juga. Pada tulisan kali ini sya di tuntut untuk menjelaskan materi pada

Lebih terperinci

Bab 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pengantar Proses Stokastik

Bab 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pengantar Proses Stokastik Bab 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diberikan penjelasan singkat mengenai pengantar proses stokastik dan rantai Markov, yang akan digunakan untuk analisis pada bab-bab selanjutnya. 2.1 Pengantar Proses

Lebih terperinci

MATRIKS BENTUK KANONIK RASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN PEMBAGI ELEMENTER INTISARI

MATRIKS BENTUK KANONIK RASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN PEMBAGI ELEMENTER INTISARI Buletin Ilmiah Math. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 6, No. (17), hal 7 34. MATRIKS BENTUK KANONIK RASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN PEMBAGI ELEMENTER Ardiansyah, Helmi, Fransiskus Fran INTISARI Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam ilmu matematika, banyak pembahasan di bidang analisis dan topologi yang memerlukan pengertian ruang Hilbert. Ruang Hilbert merupakan konsep abstrak yang mendasari

Lebih terperinci

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016 Hendra Gunawan 4. Fungsi Kontinu 4.1 Konsep Kekontinuan Fungsi kontinu Limit fungsi dan limit barisan Prapeta himpunan buka 4.2 Sifat-Sifat Fungsi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG MASALAH... 1 B. PEMBATASAN MASALAH... 2 C.

Lebih terperinci

6 Sistem Persamaan Linear

6 Sistem Persamaan Linear 6 Sistem Persamaan Linear Pada bab, kita diminta untuk mencari suatu nilai x yang memenuhi persamaan f(x) = 0. Pada bab ini, masalah tersebut diperumum dengan mencari x = (x, x,..., x n ) yang secara sekaligus

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR. Topik Tugas Akhir : Kajian Matematika Murni PENERAPAN PROSES ORTHOGONALISASI GRAM-SCHMIDT DALAM MEMBENTUK FAKTORISASI QR

LAPORAN TUGAS AKHIR. Topik Tugas Akhir : Kajian Matematika Murni PENERAPAN PROSES ORTHOGONALISASI GRAM-SCHMIDT DALAM MEMBENTUK FAKTORISASI QR LAPORAN TUGAS AKHIR Topik Tugas Akhir : Kajian Matematika Murni PENERAPAN PROSES ORTHOGONALISASI GRAM-SCHMIDT DALAM MEMBENTUK FAKTORISASI QR TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 4 RUANG VEKTOR EUCLID. Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT.

BAB 4 RUANG VEKTOR EUCLID. Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT. BAB 4 RUANG VEKTOR EUCLID Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT. KERANGKA PEMBAHASAN 1. Ruang n Euclid 2. Transformasi Linier dari R n dan R m 3. Sifat-sifat Transformasi Linier 4.1 RUANG N EUCLID Jika di bab

Lebih terperinci

Aljabar Linier Elementer. Kuliah 26

Aljabar Linier Elementer. Kuliah 26 Aljabar Linier Elementer Kuliah 26 Materi Kuliah Transformasi Linier Umum Kernel dan Range 10/11/2014 Yanita, Matematika FMIPA Unand 2 Transformasi Linier Umum Definisi Misalkan V dan W adalah ruang vektor

Lebih terperinci

Pertemuan Ke 2 SISTEM PERSAMAAN LINEAR (SPL) By SUTOYO,ST.,MT

Pertemuan Ke 2 SISTEM PERSAMAAN LINEAR (SPL) By SUTOYO,ST.,MT Pertemuan Ke SISTEM PERSAMAAN LINEAR (SPL) By SUTOYO,ST,MT Pendahuluan Suatu sistem persamaan linier (atau himpunan persaman linier simultan) adalah satu set persamaan dari sejumlah unsur yang tak diketahui

Lebih terperinci

OPERATOR FREDHOLM. Kartika Yulianti December 20, 2007

OPERATOR FREDHOLM. Kartika Yulianti December 20, 2007 OPERATOR FREDHOLM Kartika Yulianti 20106010 December 20, 2007 1 Orientasi De nition 1 Misalkan X, Y adalah ruang Banach. Sebuah operator A 2 B(X; Y ) disebut operator Fredholm dari X ke Y, jika : 1. (A)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Integral Lebesgue merupakan suatu perluasan dari integral Riemann.

BAB I PENDAHULUAN. Integral Lebesgue merupakan suatu perluasan dari integral Riemann. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Integral Lebesgue merupakan suatu perluasan dari integral Riemann. Sebagaimana telah diketahui, pengkonstruksian integral Riemann dilakukan dengan cara pemartisian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ilmu Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang berperan penting dalam berbagai bidang. Salah satu cabang ilmu matematika yang banyak diperbincangkan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN UNIVERSITAS GUNADARMA

SATUAN ACARA PERKULIAHAN UNIVERSITAS GUNADARMA Mata Kuliah : Matematika Diskrit 2 Kode / SKS : IT02 / 3 SKS Program Studi : Sistem Komputer Fakultas : Ilmu Komputer & Teknologi Informasi. Pendahuluan 2. Vektor.. Pengantar mata kuliah aljabar linier.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Misalkan diberikan suatu ruang vektor atas lapangan R atau C. Jika

BAB I PENDAHULUAN. Misalkan diberikan suatu ruang vektor atas lapangan R atau C. Jika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Misalkan diberikan suatu ruang vektor atas lapangan R atau C. Jika dilengkapi dengan suatu norma., maka dikenal bahwa suatu ruang vektor bernorma. Kemudian

Lebih terperinci

BAB 5 RUANG VEKTOR A. PENDAHULUAN

BAB 5 RUANG VEKTOR A. PENDAHULUAN BAB 5 RUANG VEKTOR A. PENDAHULUAN 1. Definisi-1. Suatu ruang vektor adalah suatu himpunan objek yang dapat dijumlahkan satu sama lain dan dikalikan dengan suatu bilangan, yang masing-masing menghasilkan

Lebih terperinci

Syarat Perlu dan Cukup Struktur Himpunan Transformasi Linear Membentuk Semigrup Reguler 1

Syarat Perlu dan Cukup Struktur Himpunan Transformasi Linear Membentuk Semigrup Reguler 1 Syarat Perlu dan Cukup Struktur Himpunan Transformasi Linear Membentuk Semigrup Reguler Karyati Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta E-mail: yatiuny@yahoocom Abstrak Pada kajian

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER KODE / SKS : IT / 2 SKS

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER KODE / SKS : IT / 2 SKS SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER KODE / SKS : IT0143231 / 2 SKS Deskripsi: - Mata kuliah ini mempelajari konsep aljabar linear sebagai dasar untuk membuat algoritma dalam permasalahan

Lebih terperinci

BAB III FUNGSI UJI DAN DISTRIBUSI

BAB III FUNGSI UJI DAN DISTRIBUSI BAB III FUNGSI UJI DAN DISTRIBUSI Bab ini membahas tentang fungsi uji dan distribusi di mana ruang yang memuat keduanya secara berturut-turut dinamakan ruang fungsi uji dan ruang distribusi. Ruang fungsi

Lebih terperinci

Candi Gebang Permai Blok R/6 Yogyakarta Telp. : ; Fax. :

Candi Gebang Permai Blok R/6 Yogyakarta Telp. : ; Fax. : ii Aljabar Linear Kata Pengantar iii iv Aljabar Linear ALJABAR LINEAR Oleh : Setiadji Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2008 Hak Cipta 2008 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak

Lebih terperinci

OPERATOR PADA RUANG BARISAN TERBATAS

OPERATOR PADA RUANG BARISAN TERBATAS OPERATOR PADA RUANG BARISAN TERBATAS Muslim Ansori *,Tiryono 2, Suharsono S 2,Dorrah Azis 2 Jurusan Matematika FMIPA Universitas Lampung,2 Jln. Soemantri Brodjonegoro No Bandar Lampung email: ansomath@yahoo.com

Lebih terperinci

ALGORITMA ELIMINASI GAUSS INTERVAL DALAM MENDAPATKAN NILAI DETERMINAN MATRIKS INTERVAL DAN MENCARI SOLUSI SISTEM PERSAMAAN INTERVAL LINEAR

ALGORITMA ELIMINASI GAUSS INTERVAL DALAM MENDAPATKAN NILAI DETERMINAN MATRIKS INTERVAL DAN MENCARI SOLUSI SISTEM PERSAMAAN INTERVAL LINEAR Buletin Ilmiah Math. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No. 3 (2015), hal 313 322. ALGORITMA ELIMINASI GAUSS INTERVAL DALAM MENDAPATKAN NILAI DETERMINAN MATRIKS INTERVAL DAN MENCARI SOLUSI SISTEM

Lebih terperinci

MODUL DAN KEUJUDAN BASIS PADA MODUL BEBAS

MODUL DAN KEUJUDAN BASIS PADA MODUL BEBAS MODUL DAN KEUJUDAN BASIS PADA MODUL BEBAS MODULES AND BASES OF FREE MODULES Dian Mardiani Pendidikan Matematika, STKIP Garut Garut, Indonesia Alfid51@yahoo.com Abstrak Penelitian ini membahas beberapa

Lebih terperinci

MA2111 PENGANTAR MATEMATIKA Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan

MA2111 PENGANTAR MATEMATIKA Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan MA2111 PENGANTAR MATEMATIKA Semester I, Tahun 2015/2016 Hendra Gunawan 5 KUANTOR II: METODE MEMILIH (c) Hendra Gunawan (2015) 2 Masih Berurusan dengan Kuantor Sekarang kita akan membahas metode memilih,

Lebih terperinci

MUH1G3/ MATRIKS DAN RUANG VEKTOR

MUH1G3/ MATRIKS DAN RUANG VEKTOR MUHG3/ MATRIKS DAN RUANG VEKTOR TIM DOSEN 6 Ruang Hasil Kali Dalam Sub Pokok Bahasan Definisi Ruang Hasilkali Dalam Himpunan ortonormal Proses Gramm Schmidt Aplikasi RHD Metode Optimasi seperti metode

Lebih terperinci