Ruang Hasil Kali Dalam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Ruang Hasil Kali Dalam"

Transkripsi

1 Ruang Hasil Kali Dalam (Gram Schmidt) Wono Setya Budhi KKAG FMIPA ITB v 0.1 Maret 2015 Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

2 Misalkan S subhimpunan di V, kita akan mencari basis di span (S) yang bersifat orthogonal. Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

3 Misalkan S subhimpunan di V, kita akan mencari basis di span (S) yang bersifat orthogonal. Misalkan S = {v 1, v 2, v 3 }, sekali lagi kita akan mencari basis di span (S). Kita dapat anggap bahwa v i = 0 setiap i. Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

4 Misalkan S subhimpunan di V, kita akan mencari basis di span (S) yang bersifat orthogonal. Misalkan S = {v 1, v 2, v 3 }, sekali lagi kita akan mencari basis di span (S). Kita dapat anggap bahwa v i = 0 setiap i. Pertama y 1 = v 1, panjang vektor ini satu. v 1 Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

5 Misalkan S subhimpunan di V, kita akan mencari basis di span (S) yang bersifat orthogonal. Misalkan S = {v 1, v 2, v 3 }, sekali lagi kita akan mencari basis di span (S). Kita dapat anggap bahwa v i = 0 setiap i. Pertama y 1 = v 1, panjang vektor ini satu. v 1 Selanjutnya, kita akan mencari vektor y 2 = v 2 + αv 1 yang panjang 1 dan orthogonal terhadap y 1 atau v 1. Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

6 Misalkan S subhimpunan di V, kita akan mencari basis di span (S) yang bersifat orthogonal. Misalkan S = {v 1, v 2, v 3 }, sekali lagi kita akan mencari basis di span (S). Kita dapat anggap bahwa v i = 0 setiap i. Pertama y 1 = v 1, panjang vektor ini satu. v 1 Selanjutnya, kita akan mencari vektor y 2 = v 2 + αv 1 yang panjang 1 dan orthogonal terhadap y 1 atau v 1. Jadi y 2, v 1 = 0 v 2 + αv 1, v 1 = 0 Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

7 Misalkan S subhimpunan di V, kita akan mencari basis di span (S) yang bersifat orthogonal. Misalkan S = {v 1, v 2, v 3 }, sekali lagi kita akan mencari basis di span (S). Kita dapat anggap bahwa v i = 0 setiap i. Pertama y 1 = v 1, panjang vektor ini satu. v 1 Selanjutnya, kita akan mencari vektor y 2 = v 2 + αv 1 yang panjang 1 dan orthogonal terhadap y 1 atau v 1. Jadi atau α = v 2,v 1 v 1 2. y 2, v 1 = 0 v 2 + αv 1, v 1 = 0 Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

8 Misalkan S subhimpunan di V, kita akan mencari basis di span (S) yang bersifat orthogonal. Misalkan S = {v 1, v 2, v 3 }, sekali lagi kita akan mencari basis di span (S). Kita dapat anggap bahwa v i = 0 setiap i. Pertama y 1 = v 1, panjang vektor ini satu. v 1 Selanjutnya, kita akan mencari vektor y 2 = v 2 + αv 1 yang panjang 1 dan orthogonal terhadap y 1 atau v 1. Jadi atau α = v 2,v 1 v 1 2. y 2, v 1 = 0 v 2 + αv 1, v 1 = 0 Panjang y 2 2 = 1 atau y 2 = v 2+αv 1 v 2 +αv 1 2. Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

9 Perhatikan bahwa span {v 1, v 2 } = span {y 1, y 2 } Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

10 Perhatikan bahwa span {v 1, v 2 } = span {y 1, y 2 } Sekarang, kita akan mencari vektor y 3 = v 3 + αv 1 + βv 2 dengan y 3 orthogonal terhadap y 1 (v 1 ) dan y 2 (v 2 ). Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

11 Perhatikan bahwa span {v 1, v 2 } = span {y 1, y 2 } Sekarang, kita akan mencari vektor y 3 = v 3 + αv 1 + βv 2 dengan y 3 orthogonal terhadap y 1 (v 1 ) dan y 2 (v 2 ). Jadi y 3, v 1 = v 3 + αv 1 + βv 2, v 1 = 0 y 3, v 2 = v 3 + αv 1 + βv 2, v 2 = 0 Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

12 Perhatikan bahwa span {v 1, v 2 } = span {y 1, y 2 } Sekarang, kita akan mencari vektor y 3 = v 3 + αv 1 + βv 2 dengan y 3 orthogonal terhadap y 1 (v 1 ) dan y 2 (v 2 ). Jadi y 3, v 1 = v 3 + αv 1 + βv 2, v 1 = 0 y 3, v 2 = v 3 + αv 1 + βv 2, v 2 = 0 Hasilnya y 3 = v 3 v 3, v 1 v 1 2 v 1 v 3, v 2 v 2 2 v 2 Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

13 Kita sudah mempunyai span {v 1, v 2 } = span {y 1, y 2 } Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

14 Kita sudah mempunyai span {v 1, v 2 } = span {y 1, y 2 } dan juga span {v 1, v 2, v 3 } = span {y 1, y 2, y 3 } Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

15 Kita sudah mempunyai span {v 1, v 2 } = span {y 1, y 2 } dan juga dan tentu saja span {v 1, v 2, v 3 } = span {y 1, y 2, y 3 } span {v 1 } = span {y 1 } Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

16 Kita sudah mempunyai span {v 1, v 2 } = span {y 1, y 2 } dan juga dan tentu saja span {v 1, v 2, v 3 } = span {y 1, y 2, y 3 } span {v 1 } = span {y 1 } demikian seterusnya. Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

17 Theorem Misalkan S = {v 1, v 2,..., v k } himpunan orthonormal di V, dan y span (S), maka y = k j=1 y, v j v j Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

18 Theorem Misalkan S = {v 1, v 2,..., v k } himpunan orthonormal di V, dan y span (S), maka Karena y span (S), maka y = k j=1 y, v j v j y = α 1 v α k v k Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

19 Theorem Misalkan S = {v 1, v 2,..., v k } himpunan orthonormal di V, dan y span (S), maka Karena y span (S), maka Kemudian, dengan menghitung y = k j=1 y, v j v j y = α 1 v α k v k y, v i = α 1 v 1, v i α i v i, v i α k v k, v i Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

20 Theorem Misalkan S = {v 1, v 2,..., v k } himpunan orthonormal di V, dan y span (S), maka Karena y span (S), maka Kemudian, dengan menghitung Jadi α i = y, v i. y = k j=1 y, v j v j y = α 1 v α k v k y, v i = α 1 v 1, v i α i v i, v i α k v k, v i Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

21 Corollary Misalkan V ruang hkd dan β = {v 1,..., v n } basis orthonormal di V. Jika T : V V operator linear, maka [T ] β = [a ij ] dengan a ij = T (v j ), v i Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

22 Corollary Misalkan V ruang hkd dan β = {v 1,..., v n } basis orthonormal di V. Jika T : V V operator linear, maka [T ] β = [a ij ] dengan a ij = T (v j ), v i Kita mengetahui bahwa T (v j ) = n a ij v i i=1 Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

23 Corollary Misalkan V ruang hkd dan β = {v 1,..., v n } basis orthonormal di V. Jika T : V V operator linear, maka [T ] β = [a ij ] dengan Kita mengetahui bahwa a ij = T (v j ), v i T (v j ) = n a ij v i i=1 Dengan menggunakan penyajian vektor orthonormal, diperoleh T (v j ) = n i=1 T (v j ), v i v i Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

24 Corollary Misalkan V ruang hkd dan β = {v 1,..., v n } basis orthonormal di V. Jika T : V V operator linear, maka [T ] β = [a ij ] dengan Kita mengetahui bahwa a ij = T (v j ), v i T (v j ) = n a ij v i i=1 Dengan menggunakan penyajian vektor orthonormal, diperoleh jadi a ij = T (v j ), v i. T (v j ) = n i=1 T (v j ), v i v i Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

25 Definition Misalkan S subhimpunan di ruang hkd V. S = {x V : x, y = 0 untuk semua y S} Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

26 Definition Misalkan S subhimpunan di ruang hkd V. S = {x V : x, y = 0 untuk semua y S} Mudah dibuktikan bahwa S merupakan subruang. Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

27 Definition Misalkan S subhimpunan di ruang hkd V. S = {x V : x, y = 0 untuk semua y S} Mudah dibuktikan bahwa S merupakan subruang. Dapat diuji bahwa {0} = V dan V =... Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

28 Definition Misalkan S subhimpunan di ruang hkd V. S = {x V : x, y = 0 untuk semua y S} Mudah dibuktikan bahwa S merupakan subruang. Dapat diuji bahwa {0} = V dan V =... Jika S = {e 3 } R 3, maka S = {(x, y, 0) : x, y R} Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

29 Theorem Misalkan W subruang tak nol dari ruang hkd V dan misalkan y V. Ada satu vektor u W dan z W sehingga y = u + z Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

30 Theorem Misalkan W subruang tak nol dari ruang hkd V dan misalkan y V. Ada satu vektor u W dan z W sehingga y = u + z Jika {v 1,..., v k } basis orthonormal di W, maka u = k i=1 y, v i v i Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

31 y u, v j = y, v j u, v j = y, v j y, v j = 0 Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13 Theorem Misalkan W subruang tak nol dari ruang hkd V dan misalkan y V. Ada satu vektor u W dan z W sehingga y = u + z Jika {v 1,..., v k } basis orthonormal di W, maka u = k i=1 y, v i v i Jika y V diketahui, definisikan u W seperti di atas, maka y u memenuhi

32 Jika y V diketahui, definisikan u W seperti di atas, maka y u memenuhi y u, v j = y, v j u, v j = y, v j y, v j = 0 Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

33 Jika y V diketahui, definisikan u W seperti di atas, maka y u memenuhi y u, v j = y, v j u, v j = y, v j y, v j = 0 Jadi y u W, maka z = y u W Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

34 Jika y V diketahui, definisikan u W seperti di atas, maka y u memenuhi y u, v j = y, v j u, v j = y, v j y, v j = 0 Jadi y u W, maka z = y u W Misalkan ada dua, y = u 1 + z 1 = u 2 + z 2 dengan u 1, u 2 W dan z 1, z 2 W, maka u 1 u 2 = z 2 z 1 W W Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

35 Jika y V diketahui, definisikan u W seperti di atas, maka y u memenuhi y u, v j = y, v j u, v j = y, v j y, v j = 0 Jadi y u W, maka z = y u W Misalkan ada dua, y = u 1 + z 1 = u 2 + z 2 dengan u 1, u 2 W dan z 1, z 2 W, maka u 1 u 2 = z 2 z 1 W W Vektor... hanya yang berada di W W. Jadi... Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

36 Corollary Misalkan W subruang tak nol dari ruang hkd V dan misalkan y V. Vektor u = k i=1 y, v i v i dengan {v 1,..., v k } basis orthonormal di W merupakan vektor di W yang terdekat dengan y, artinya untuk setiap x W. y u y x Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

37 Corollary Misalkan W subruang tak nol dari ruang hkd V dan misalkan y V. Vektor u = k i=1 y, v i v i dengan {v 1,..., v k } basis orthonormal di W merupakan vektor di W yang terdekat dengan y, artinya untuk setiap x W. Misalkan z = y u W, maka y u y x Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

38 Corollary Misalkan W subruang tak nol dari ruang hkd V dan misalkan y V. Vektor u = k i=1 y, v i v i dengan {v 1,..., v k } basis orthonormal di W merupakan vektor di W yang terdekat dengan y, artinya untuk setiap x W. Misalkan z = y u W, maka y u y x y x 2 = u + z x 2 = u x + z 2 = u x 2 + z Re u x, z Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

39 : Vektor terdekat Misalkan z = y u W, maka Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

40 : Vektor terdekat Misalkan z = y u W, maka y x 2 = u + z x 2 ditambah dengan 2 u x, z = 0. = u x + z 2 = u x 2 + z 2 Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

41 : Vektor terdekat Misalkan z = y u W, maka y x 2 = u + z x 2 = u x + z 2 = u x 2 + z 2 ditambah dengan 2 u x, z = 0. Jadi y x 2 z 2 = y u 2 Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

42 : Perluasan Basis Theorem Misalkan S = {v 1,..., v k } basis orthonormal dari ruang vektor berdimensi n. S dapat diperluas menjadi basis orthonormal {v 1,..., v k, v k+1,..., v n } untuk V. Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

43 : Perluasan Basis Theorem Misalkan S = {v 1,..., v k } basis orthonormal dari ruang vektor berdimensi n. S dapat diperluas menjadi basis orthonormal {v 1,..., v k, v k+1,..., v n } untuk V. Jika W = span (S), maka S 1 = {v k+1,..., v n } basis dari W. Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

44 : Perluasan Basis Theorem Misalkan S = {v 1,..., v k } basis orthonormal dari ruang vektor berdimensi n. S dapat diperluas menjadi basis orthonormal {v 1,..., v k, v k+1,..., v n } untuk V. Jika W = span (S), maka S 1 = {v k+1,..., v n } basis dari W. Jika W sebarang subruang, maka dim (V ) = dim (W ) + dim ( W ). Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

45 : Perluasan Basis Theorem Misalkan S = {v 1,..., v k } basis orthonormal dari ruang vektor berdimensi n. S dapat diperluas menjadi basis orthonormal {v 1,..., v k, v k+1,..., v n } untuk V. Jika W = span (S), maka S 1 = {v k+1,..., v n } basis dari W. Jika W sebarang subruang, maka dim (V ) = dim (W ) + dim ( W ). Misalkan S = {v 1,..., v k } basis orthonormal, maka dapat diperluas menjadi {v 1,..., v k, w k+1,..., w n } Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

46 : Perluasan Basis Theorem Misalkan S = {v 1,..., v k } basis orthonormal dari ruang vektor berdimensi n. S dapat diperluas menjadi basis orthonormal {v 1,..., v k, v k+1,..., v n } untuk V. Jika W = span (S), maka S 1 = {v k+1,..., v n } basis dari W. Jika W sebarang subruang, maka dim (V ) = dim (W ) + dim ( W ). Misalkan S = {v 1,..., v k } basis orthonormal, maka dapat diperluas menjadi {v 1,..., v k, w k+1,..., w n } Selanjutnya dengan menggunakan GramSchmidt pada {v 1,..., v k, w k+1,..., w n }, maka {w k+1,..., w n } dapat diubah menjadi {v 1,..., v k, v k+1,..., v n } menjadi basis orthonormal di V. Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

47 : Perluasan Basis Theorem Misalkan S = {v 1,..., v k } basis orthonormal dari ruang vektor berdimensi n. S dapat diperluas menjadi basis orthonormal {v 1,..., v k, v k+1,..., v n } untuk V. Jika W = span (S), maka S 1 = {v k+1,..., v n } basis dari W. Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

48 : Perluasan Basis Theorem Misalkan S = {v 1,..., v k } basis orthonormal dari ruang vektor berdimensi n. S dapat diperluas menjadi basis orthonormal {v 1,..., v k, v k+1,..., v n } untuk V. Jika W = span (S), maka S 1 = {v k+1,..., v n } basis dari W. Jika W sebarang subruang, maka dim (V ) = dim (W ) + dim ( W ). Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

49 : Perluasan Basis Theorem Misalkan S = {v 1,..., v k } basis orthonormal dari ruang vektor berdimensi n. S dapat diperluas menjadi basis orthonormal {v 1,..., v k, v k+1,..., v n } untuk V. Jika W = span (S), maka S 1 = {v k+1,..., v n } basis dari W. Jika W sebarang subruang, maka dim (V ) = dim (W ) + dim ( W ). Dalam hal ini mudah dilihat bahwa S 1 W. Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

50 : Perluasan Basis Theorem Misalkan S = {v 1,..., v k } basis orthonormal dari ruang vektor berdimensi n. S dapat diperluas menjadi basis orthonormal {v 1,..., v k, v k+1,..., v n } untuk V. Jika W = span (S), maka S 1 = {v k+1,..., v n } basis dari W. Jika W sebarang subruang, maka dim (V ) = dim (W ) + dim ( W ). Dalam hal ini mudah dilihat bahwa S 1 W. Untuk melihat membangun W, misalkan x V, maka x = n i=1 x, v i v i, dan khususnya jika x W, maka x, v i = 0 untuk i = 1,..., k. Jadi x = n x, v i v i i=k+1 Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

51 : Perluasan Basis Theorem Misalkan S = {v 1,..., v k } basis orthonormal dari ruang vektor berdimensi n. S dapat diperluas menjadi basis orthonormal {v 1,..., v k, v k+1,..., v n } untuk V. Jika W = span (S), maka S 1 = {v k+1,..., v n } basis dari W. Jika W sebarang subruang, maka dim (V ) = dim (W ) + dim ( W ). Dalam hal ini mudah dilihat bahwa S 1 W. Untuk melihat membangun W, misalkan x V, maka x = n i=1 x, v i v i, dan khususnya jika x W, maka x, v i = 0 untuk i = 1,..., k. Jadi x = n x, v i v i i=k+1 Untuk yang terakhir, akibat dari sifat di atas. Wono Setya Budhi (KKAG FMIPA ITB) Ruang Hasil Kali Dalam v 0.1 Maret / 13

MODEL VEKTOR DAN MATRIKS DARI DOKUMEN SERTA SUDUT ANTARA DUA VEKTOR DAN DUA SUBRUANG UNTUK MENDUGA DINI PLAGIARISME DOKUMEN

MODEL VEKTOR DAN MATRIKS DARI DOKUMEN SERTA SUDUT ANTARA DUA VEKTOR DAN DUA SUBRUANG UNTUK MENDUGA DINI PLAGIARISME DOKUMEN MODEL VEKOR DAN MARIKS DARI DOKUMEN SERA SUDU ANARA DUA VEKOR DAN DUA SUBRUANG UNUK MENDUGA DINI PLAGIARISME DOKUMEN Prasetyaning Diah R. Lestari, R. Agustian, R. Gafriadi, A.Febriyanti, dan A.D. Garnadi

Lebih terperinci

Catatan Kuliah KALKULUS II BAB V. INTEGRAL

Catatan Kuliah KALKULUS II BAB V. INTEGRAL BAB V. INTEGRAL Anti-turunan dan Integral TakTentu Persamaan Diferensial Sederhana Notasi Sigma dan Luas Daerah di Bawah Kurva Integral Tentu Teorema Dasar Kalkulus Sifat-sifat Integral Tentu Lebih Lanjut

Lebih terperinci

Bab 5 RUANG HASIL KALI DALAM

Bab 5 RUANG HASIL KALI DALAM Bab 5 RUANG HASIL KALI DALAM 5 Hasil Kali Dalam Untk memotiasi konsep hasil kali dalam diambil ektor di R dan R sebagai anak panah dengan titik awal di titik asal O = ( ) Panjang sat ektor x di R dan R

Lebih terperinci

BAB I VEKTOR DALAM BIDANG

BAB I VEKTOR DALAM BIDANG BAB I VEKTOR DALAM BIDANG I. KURVA BIDANG : Penyajian secara parameter Suatu kurva bidang ditentukan oleh sepasang persamaan parameter. ; dalam I dan kontinue pada selang I, yang pada umumnya sebuah selang

Lebih terperinci

Sifat Sifat Material

Sifat Sifat Material Sifat Sifat Material Secara garis besar material mempunyai sifat-sifat yang mencirikannya, pada bidang teknik mesin umumnya sifat tersebut dibagi menjadi tiga sifat. Sifat sifat itu akan mendasari dalam

Lebih terperinci

Bab I. Fungsi Dua Peubah atau Lebih. Pengantar

Bab I. Fungsi Dua Peubah atau Lebih. Pengantar Bab I Fungsi Dua Peubah atau Lebih Pengantar Seperti halna dengan fungsi satu peubah kita dapat mendefinisikan fungsi dua peubah atau lebih sebagai pemetaan dan sebagai pasangan berurut.fungsi dengan peubah

Lebih terperinci

Fungsi, Persamaaan, Pertidaksamaan

Fungsi, Persamaaan, Pertidaksamaan Fungsi, Persamaaan, Pertidaksamaan Disampaikan pada Diklat Instruktur/Pengembang Matematika SMA Jenjang Dasar Tanggal 6 s.d. 9 Agustus 004 di PPPG Matematika Oleh: Drs. Markaban, M.Si. Widyaiswara PPPG

Lebih terperinci

9 Menghitung Besar Sudut di Titik Sudut

9 Menghitung Besar Sudut di Titik Sudut 9 Menghitung Besar Sudut di Titik Sudut Besar sudut di setiap titik sudut pada segi-banyak relatif mudah dihitung. Pada segi-n beraturan, besar sudut di setiap titik sudutnya sama dengan 180 o 360 o /n.

Lebih terperinci

MEKANIKA KUANTUM DALAM TIGA DIMENSI

MEKANIKA KUANTUM DALAM TIGA DIMENSI MEKANIKA KUANTUM DALAM TIGA DIMENSI Sebelumnya telah dibahas mengenai penerapan Persamaan Schrödinger dalam meninjau sistem kuantum satu dimensi untuk memperoleh fungsi gelombang serta energi dari sistem.

Lebih terperinci

TEORI BAHASA DAN OTOMATA

TEORI BAHASA DAN OTOMATA TEORI BAHASA DAN OTOMATA Bentuk Normal Greibach/Greibach Normal Form (GNF) adalah suatu tata bahasa bebas konteks (CFG) yang aturan produksinya berada dalam bentuk : A a a : simbol terminal(tunggal), a

Lebih terperinci

Studi Aliran Daya Optimum Mempertimbangkan Kestabilan Transien Sistem Menggunakan Simulasi Domain Waktu

Studi Aliran Daya Optimum Mempertimbangkan Kestabilan Transien Sistem Menggunakan Simulasi Domain Waktu JURNAL TEKNIK POMITS 1 Studi Aliran Daya Optimum Mempertimbangkan Transien Sistem Menggunakan Simulasi Domain Mochammad Reza, Ardyono Priyadi 1), Rony Seto Wibowo 2). Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

PENYUSUTAN ATAS ASET TETAP PEMERINTAH. Abstract

PENYUSUTAN ATAS ASET TETAP PEMERINTAH. Abstract PENYUSUTAN ATAS ASET TETAP PEMERINTAH Oleh Margono WIDYAISWARA PADA PUSDIKLAT KEKAYAAN NEGARA DAN PERIMBANGAN KEUANGAN BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Abstract Salah satu point

Lebih terperinci

syarat tertentu yang diberikan. Atau bisa juga diartikan sebagai lintasan dari sebuah

syarat tertentu yang diberikan. Atau bisa juga diartikan sebagai lintasan dari sebuah 2 Tempat Kedudukan dan Persamaan 2.1. Tempat Kedudukan Tempat kedudukan (locus) adalah himpunan titik-titik yang memenuhi suatu syarat tertentu yang diberikan. Atau bisa juga diartikan sebagai lintasan

Lebih terperinci

QUERI GANDA PADA SISTEM TEMU-KEMBALI INFORMASI BERBASIS JARINGAN INFERENSI

QUERI GANDA PADA SISTEM TEMU-KEMBALI INFORMASI BERBASIS JARINGAN INFERENSI QUERI GANDA PADA SISTEM TEMU-KEMBALI INFORMASI BERBASIS JARINGAN INFERENSI Yahma Wisnani Departemen Matematika, FMIPA, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia E-mail : ywisnani@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB VI LIMIT FUNGSI. 6.1 Definisi. A R. Titik c R adalah titik limit dari A, jika untuk setiap persekitaran-δ dari c,

BAB VI LIMIT FUNGSI. 6.1 Definisi. A R. Titik c R adalah titik limit dari A, jika untuk setiap persekitaran-δ dari c, BAB VI LIMIT FUNGSI Sesungguhnya yang dimaksud dengan fungsi f mempunyai limit L di c adalah nilai f mendekati L, untuk x mendekati c. Dengan demikian dapat diartikan bahwa f(x) terletak pada sembarang

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 40 TAHUN 1996 (40/1996) Tanggal : 17 JUNI 1996 (JAKARTA)

Lebih terperinci

3 OPERASI HITUNG BENTUK ALJABAR

3 OPERASI HITUNG BENTUK ALJABAR OPERASI HITUNG BENTUK ALJABAR Pada arena balap mobil, sebuah mobil balap mampu melaju dengan kecepatan (x + 10) km/jam selama 0,5 jam. Berapakah kecepatannya jika jarak yang ditempuh mobil tersebut 00

Lebih terperinci

4. Himpunan penyelesaian dari sistem persamaan linear x + y = 5 dan x - 2y = -4 adalah... A.{ (1, 4) }

4. Himpunan penyelesaian dari sistem persamaan linear x + y = 5 dan x - 2y = -4 adalah... A.{ (1, 4) } 1. Diketahui himpunan P = ( bilangan prima kurang dari 13 ) Banyak himpunan bagian dari P adalah... 5 25 10 32 P = {Bilangan prima kurang dari 13} = {2, 3, 5, 7, 11} n(p) = 5 2. Dari diagram Venn di bawah,

Lebih terperinci

PERTIDAKSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL. Sumber: Dok. Penerbit

PERTIDAKSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL. Sumber: Dok. Penerbit 4 PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL Sumber: Dok. Penerbit Pernahkah kalian berbelanja alat-alat tulis? Kamu berencana membeli 10 buah bolpoin, sedangkan adikmu membeli 6 buah bolpoin dengan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2009 TENTANG TARIF PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGHASILAN BERUPA UANG PESANGON, UANG MANFAAT PENSIUN, TUNJANGAN HARI TUA, DAN JAMINAN HARI TUA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1996 TENTANG PEMILIKAN RUMAH TEMPAT TINGGAL ATAU HUNIAN OLEH ORANG ASING YANG BERKEDUDUKAN DI INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB II HARGA POKOK PRODUKSI

BAB II HARGA POKOK PRODUKSI BAB II HARGA POKOK PRODUKSI Bab ini berisi teori yang akan digunakan sebagai dasar melakukan analisis data. Mencakup pengertian dan penggolongan biaya serta teori yang berkaitan dengan penentuan harga

Lebih terperinci

Pendahuluan. Angka penting dan Pengolahan data

Pendahuluan. Angka penting dan Pengolahan data Angka penting dan Pengolahan data Pendahuluan Pengamatan merupakan hal yang penting dan biasa dilakukan dalam proses pembelajaran. Seperti ilmu pengetahuan lain, fisika berdasar pada pengamatan eksperimen

Lebih terperinci

AKAR-AKAR POLINOMIAL SEPARABEL SEBAGAI PEMBENTUK PERLUASAN NORMAL

AKAR-AKAR POLINOMIAL SEPARABEL SEBAGAI PEMBENTUK PERLUASAN NORMAL AKAR-AKAR POLINOMIAL SEPARABEL SEBAGAI PEMBENTUK PERLUASAN NORMAL (Oleh: Sulastri Daruni, Bayu Surarso, Bambang Irawanto) Abstrak Misalnya F adalah lapangan perluasan dari lapangan K dan f(x) adalah polinomial

Lebih terperinci

CARA MENENTUKAN HASIL AKAR PANGKAT TIGA

CARA MENENTUKAN HASIL AKAR PANGKAT TIGA CARA MENENTUKAN HASIL AKAR PANGKAT TIGA Oleh : Paini, A.Ma.Pd. SDN 1 Karangan Kabupaten Trenggalek Jawa Timur Dalam kehidupan sehari-hari muncul berbagai macam masalah. Masalah-masalah tersebut dapat diselesaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijual kembali agar diperoleh laba atas penjualan tesebut. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijual kembali agar diperoleh laba atas penjualan tesebut. Dengan demikian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aktiva tetap adalah aktiva tetap berwujud yang mempunyai nilai guna ekonomis jangka panjang, dimiliki perusahaan untuk menjalankan operasi guna menunjang perusahaan

Lebih terperinci

BABAK PENYISIHAN SELEKSI TINGKAT PROVINSI BIDANG KOMPETISI

BABAK PENYISIHAN SELEKSI TINGKAT PROVINSI BIDANG KOMPETISI LAMPIRAN 5 BABAK PENYISIHAN SELEKSI TINGKAT PROVINSI BIDANG KOMPETISI Laporan 2 Pelaksanaan OSN-PERTAMINA 2012 69 Olimpiade Sains Nasional Pertamina 2012 Petunjuk : 1. Tuliskan secara lengkap Nama, Nomor

Lebih terperinci

PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN DENGAN HARGA MUTLAK PENDAHULUAN

PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN DENGAN HARGA MUTLAK PENDAHULUAN Drs. Karso Modul 9 PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN DENGAN HARGA MUTLAK PENDAHULUAN Modul ang sekarang Anda pelajri ini adalah modul ang kesembilan dari mata kuliah Matematika Sekolah Dasar Lanjut. Adapun

Lebih terperinci

B. Persoalan Batasan Campuran

B. Persoalan Batasan Campuran B. Persoalan Batasan Campuran Tempat kerajinan membuat tas kantor dan tas kulit. Laba tas kantor $ 400 dan laba tas koper $ 200. Tempat kerajinan tersebut harus menyediakan untuk pelanggan 30 tas setiap

Lebih terperinci

DECISION THEORY DAN GAMES THEORY

DECISION THEORY DAN GAMES THEORY DECISION THEORY DAN GAMES THEORY PENGANTAR Lingkungan di mana keputusan dibuat sering digolongkan kedalam empat keadaan: certainty, risk, uncertainty, dan conflict. Decision theory terutama berhubungan

Lebih terperinci