Bab 3. Solusi Persamaan Nirlanjar

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab 3. Solusi Persamaan Nirlanjar"

Transkripsi

1 Bab 3 Solusi Pesamaan Nilanja Saya tidak tahu bagaimana saya tampak pada dunia; tetapi bagi saya sendii saya nampaknya hanyalah sepeti seoang anak laki-laki yang bemain-main di pantai, dan mengalihkan dii sendii sekaang dan kemudian menemu kan koal yang lebih halus atau keang yang lebih indah daipada yang biasa, sementaa samudea besa kebenaan semuanya tebentang di hadapan saya tak teungkapkan. (Isaac Newton) Dalam bidang sains dan ekayasa, paa ahli ilmu alam dan ekayasawan seing behadapan dengan pesoalan mencai solusi pesamaan lazim disebut aka pesamaan (oots of equation) atau nilai-nilai nol yang bebentuk f() = 0. Bebeapa pesamaan sedehana mudah ditemukan akanya. Misalnya 2 3 = 0, pemecahannya adalah dengan memindahkan -3 ke uas kanan sehingga menjadi 2 = 3, dengan demikian solusi atau akanya adalah = 3/2. Begitu juga pesaman kuadatik sepeti = 0, aka-akanya mudah ditemukan dengan caa pemfaktoan menjadi ( 5)( + 1) = 0 sehingga 1 = 5 dan 2 = -1. Umumnya pesamaan yang akan dipecahkan muncul dalam bentuk nilanja (non linea) yang melibatkan bentuk sinus, cosinus, eksponensial, logaitma, dan fungsi tansenden lainnya. Misalnya, 1. Tentukan aka iil tekecil dai = 0 2. Kecepatan ke atas sebuah oket dapat dihitung dengan memakai umus beikut: m0 v = u ln gt m qt 0 Bab 3 Solusi Pesamaan Nilanja 59

2 yang dalam hal ini v adalah kecepatan ke atas, u adalah kecepatan pada saat bahan baka dikeluakan elatif tehadap oket, m 0 massa awal oket pada saat t = 0, q laju pemakaian bahan baka, dan g pecepatan gavitasi (= 9.8 m/det 2 ). Jika u = 2200 m/det, m 0 = kg, dan q = 2680 kg/det, hitunglah waktu saat v = 1000 m/det. (Nyatakan pesamaan dengan uas kanan sama dengan 0: v - u ln[m 0 /(m 0 - qt)] + gt = 0 ) 3. Dalam teknik kelautan, pesamaan gelombang bedii yang dipantulkan oleh demaga pelabuhan dibeikan oleh h = h 0 { sin(2π/λ) cos (2πtv/λ) + e - } Tentukan jika h = 0.5h 0, λ = 20, t = 10 dan v = 50! (Nyatakan pesamaan dengan uas kanan sama dengan 0: h - h 0 { sin(2π/λ) cos (2πtv/λ) + e - } = 0 ) 4. Suatu aus osilasi dalam angkaian listik dibeikan oleh I = 10e -t sin(2π t) yang dalam hal ini t dalam detik. Tentukan semua nilai t sedemikan sehingga I = 2 ampee. (Nyatakan pesamaan dengan uas kanan sama dengan 0: I - 10e -t sin(2π t) = 0 ) 5. Dalam bidang teknik lingkungan, pesamaan beikut ini dapat digunakan untuk menghitung tingkat oksigen pada hili sungai dai tempat pembuangan limbah: c = 10-15(e e -0.5 ) yang dalam hal ini adalah jaak hili sungai ke tempat pembuangan limbah. Tentukan jaak hili sungai tesebut bila pembacaan petama pada alat penguku tingkat oksigen adalah 4 bila penguku beada 5 mil dai pembuangan. (Nyatakan pesamaan dengan uas kanan sama dengan 0: ) c (e e -0.5 ) = 0 60 Metode Numeik

3 6. Reaksi kesetimbangan 2A + B C dapat diciikan oleh hubungan setimbang K = [ C] 2 [ A] [ B] yang dalam hal ini [.] menyatkan konsentasi zat kimia. Andaikan bahwa kita mendefenisikan peubah sebagai jumlah mol C yang dihasilkan. Hukum kekekalan massa dapat dipakai untuk meumuskan ulang hubungan keseimbangan itu sebagai K = [ C0 ] + [ A ] 2)( [ B ] ) ( 0 0 yang dalam hal ini indeks 0 menounjukkan konsentasi awal tiap unsu. Jika diketahui tetapan kesetimbangan K = , dan konsentasi lautan [A 0 ] = 50, [B 0] = 40, dan [C 0 ] = 5, hitunglah. (Nyatakan pesamaan dengan uas kanan sama dengan 0: [ C 0] + [ A ] 2)( [ B ] K = 0 ) ) ( 0 0 Keenam contoh di atas mempelihatkan bentuk pesamaan yang umit/kompleks yang tidak dapat dipecahkan secaa analitik (sepeti pesamaan kuadatik pada paagaf awal). Bila metode analitik tidak dapat menyelesaikan pesamaan, maka kita masih bisa mencai solusinya dengan menggunakan metode numeik. 3.1 Rumusan Masalah Pesoalan mencai solusi pesamaan nilanja dapat diumuskan secaa singkat sebagai beikut: tentukan nilai yang memenuhi pesamaan f() = 0 (P.3.1) yaitu nilai = s sedemikian sehingga f(s) sama dengan nol. Bab 3 Solusi Pesamaan Nilanja 61

4 3.2 Metode Pencaian Aka Dalam metode numeik, pencaian aka f() = 0 dilakukan secaa lelaan (iteatif). Sampai saat ini sudah banyak ditemukan metode pencaian aka. Secaa umum, semua metode pencaian aka tesebut dapat dikelompokkan menjadi dua golongan besa: 1. Metode tetutup atau metode penguung (backeting method) Metode yang temasuk ke dalam golongan ini mencai aka di dalam selang [a, b]. Selang [a, b] sudah dipastikan beisi minimal satu buah aka, kaena itu metode jenis ini selalu behasil menemukan aka. Dengan kata lain, lelaannya selalu konvegen (menuju) ke aka, kaena itu metode tetutup kadang-kadang dinamakan juga metode konvegen. 2. Metode tebuka Bebeda dengan metode tetutup, metode tebuka tidak memelukan selang [a, b] yang mengandung aka. Yang dipelukan adalah tebakan (guest) awal aka, lalu, dengan posedu lelaan, kita menggunakannya untuk menghitung hampian aka yang bau. Pada setiap kali lelaan, hampian aka yang lama dipakai untuk menghitung hampian aka yang bau. Mungkin saja hampian aka yang bau mendekati aka sejati (konvegen), atau mungkin juga menjauhinya (divegen). Kaena itu, metode tebuka tidak selalu behasil menemukan aka, kadang-kadang konvegen, kadangkala ia divegen. 3.3 Metode Tetutup Sepeti yang telah dijelaskan, metode tetutup memelukan selang [a,b] yang mengandung aka. Sebagaimana namanya, selang tesebut menguung aka sejati. Tata-ancang (stategy) yang dipakai adalah menguangi leba selang secaa sistematis sehingga leba selang tesebut semakin sempit, dan kaenanya menuju aka yang bena. Dalam sebuah selang mungkin tedapat lebih dai satu buah aka atau tidak ada aka sama sekali. Secaa gafik dapat ditunjukkan bahwa jika: (1) f(a)f(b) < 0 maka tedapat aka sebanyak bilangan ganjil (Gamba 3.1). 62 Metode Numeik

5 a b a b (a) (b) Gamba 3.1 Banyaknya aka ganjil (2) f(a)f(b) > 0 maka tedapat aka sebanyak bilangan genap atau tidak ada aka sama sekali (Gamba 3.2). a b a b (a) (b) Gamba 3.2 Banyaknya aka genap Syaat Cukup Kebeadaan Aka Gamba 3.1 mempelihatkan bahwa selalu ada aka di dalam selang [a, b] jika nilai fungsi bebeda tanda (+/-) di = a dan = b. Tidak demikian halnya jika nilai fungsi di ujung-ujung selang sama tandanya, yang mengisyaatkan mungkin ada aka atau tidak ada sama sekali. Jadi, jika nilai fungsi bebeda tanda tanda di ujung-ujung selang, pastilah tedapat paling sedikit satu buah aka di dalam selang tesebut. Dengan kata lain, syaat cukup kebeadaan aka pesamaan kita tulis sebagai beikut: Jika f(a) f(b) < 0 dan f() meneus di dalam selang [a, b], maka paling sedikit tedapat satu buah aka pesamaan f() = 0 di dalam selang [a, b]. Bab 3 Solusi Pesamaan Nilanja 63

6 Syaat ini disebut syaat cukup 1 -bukan syaat pelu- sebab meskipun nilai-nilai di ujung selang tidak bebeda tanda, mungkin saja tedapat aka di dalam selang tesebut (sepeti ditunjukkan pada Gamba 3.2). Syaat cukup kebeadaan aka ini ditunjukkan pada Gamba 3.3. y = f() a aka b Gamba 3.3 Lokasi aka Ada dua masalah yang tejadi kaena ketidaktepatan mengambil selang [a, b]. Masalah petama adalah bila di dalam selang [a, b] tedapat lebih dai satu buah aka. Sekali suatu metode tetutup digunakan untuk mencai aka di dalam selang [a, b], ia hanya menemukan sebuah aka saja. Kaena itu, bila kita mengambil selang [a, b] yang mengandung lebih dai satu aka, hanya satu buah aka saja yang behasil ditemukan (lihat kembali Gamba 3.1(b)). Masalah kedua adalah bila mengambil selang [a, b] yang tidak memenuhi syaat cukup. Adakalanya kita dapat kehilangan aka kaena selang [a, b] yang diambil tenyata tidak memenuhi syaat cukup f(a)f(b) < 0. Sehingga, kita mungkin sampai pada kesimpulan tidak tedapat aka di dalam selang [a, b] tesebut, padahal sehausnya ada (lihat kembali Gamba 3.2 (b)). Untuk mengatasi kedua masalah di atas, pengguna metode tetutup disaankan mengambil selang yang beukuan cukup kecil yang memuat hanya satu aka. Ada dua pendekatan yang dapat kita gunakan dalam memilih selang tesebut. 1 Bentuk implikasi jika p maka q bisa dibaca sebagai p adalah syaat cukup untuk q. Di dalam kalkulus poposisi, penyataan jika p maka q (dilambangkan dengan p q) adalah bena kecuali jika p bena dan q salah. Jadi, penyataan tesebut tetap bena meskipun f(a)f(b) > 0 dan di dalam selang [a, b] tedapat paling sedikit satu buah aka atau tidak tedapat aka sama sekali. Penyataan tesebut jelas salah bila f(a)f(b) > 0 dan di dalam selang [a, b] tedapat paling sedikit satu buah aka (tidak mungkin). 64 Metode Numeik

7 Pendekatan petama adalah membuat gafik fungsi di bidang X-Y, lalu melihat di mana pepotongannya dengan sumbu-x. Dai sini kita dapat mengia-ngia selang yang memuat titik potong tesebut. Gafik fungsi dapat dibuat dengan pogam yang ditulis sendii, atau lebih paktis menggunakan paket pogam yang dapat membuat gafik fungsi. Pendekatan yang kedua adalah dengan mencetak nilai fungsi pada titik-titik absis yang bejaak tetap. Jaak titik ini dapat diatu cukup kecil. Jika tanda fungsi beubah pada sebuah selang, pasti tedapat minimal satu aka di dalamnya. Pogam 3.1 beisi posedu untuk menemukan selang yang cukup kecil yang mengandung aka. Pogam ini mencetak tabel titik-titik sepanjang selang [a, b]. Dai tabel tesebut kita dapat menentukan upaselang yang nilai fungsi di ujungujungnya bebeda tanda. Kebehasilan dai pendekatan ini begantung pada jaak antaa titik-titik absis. Semakin kecil jaak titik absis, semakin besa peluang menemukan selang yang mengandung hanya sebuah aka. Pogam 3.1 Menemukan selang kecil yang mengandung aka pocedue Cai_SelangKecilYangMengandungAka(a, b, h: eal); { Menentukan dan mencetak nilai-nilai fungsi untuk absis di dalam selang [a, b]. Jaak antaa tiap absis adalah h. K.Awal: a dan b adalah ujung-ujung selang, nilainya sudah tedefenisil; h adalah jaak antaa tiap absis K.Akhi: tabel yang beisi dan f() dicetak ke laya } va : eal; begin :=a; witeln(' '); witeln(' f() '); witeln(' '); while <= b do begin witeln(:5:2, f():10:6); :=+h; end; { > b } witeln(' '); end; Bila Pogam 3.1 digunakan untuk mencai selang kecil yang mengandung aka pada fungsi f() = e mulai dai a = -0.5 sampai b = 1.4 dengan kenaikan absis sebesa h = 0.1, maka hasilnya tampak pada tabel beikut: Bab 3 Solusi Pesamaan Nilanja 65

8 f() Bedasakan tabel di atas, selang yang cukup kecil yang mengandung aka adalah [-0.40, -0.30] dan [0.60, 0.70] kaena nilai fungsi beubah tanda di ujung-ujung selangnya. Selang [0.00, 1.00] juga dapat kita ambil tetapi cukup leba, demikian juga [-0.50, 1.40], [-0.30, 0.80], dan seteusnya. Ada dua metode klasik yang temasuk ke dalam metode tetutup, yaitu metode bagidua dan metode egula-falsi. Masing-masing metode kita bahas lebih inci di bawah ini Metode Bagidua 2 Misalkan kita telah menentukan selang [a, b] sehingga f(a)f(b) < 0. Pada setiap kali lelaan, selang [a, b] kita bagi dua di = c, sehingga tedapat dua buah upaselang yang beukuan sama, yaitu selang [a, c] dan [c, b]. Selang yang diambil untuk lelaan beikutnya adalah upaselang yang memuat aka, begantung pada apakah f(a)f(c) < 0 atau f(c)f(b) < 0. 2 Nama lainnya adalah metode Bolzano 66 Metode Numeik

9 [a, b] bagi dua di = c [a, c] [c, b] f(a)f(c) < 0? ya tidak selang bau: [a, b] [a, c] selang bau: [a, b] [c, b] Selang yang bau dibagi dua lagi dengan caa yang sama. Begitu seteusnya sampai ukuan selang yang bau sudah sangat kecil (lihat Gamba 3.4). Kondisi behenti lelaan dapat dipilih salah satu dai tiga kiteia beikut: 1. Leba selang bau: a - b < ε, yang dalam hal ini ε adalah nilai toleansi leba selang yang menguung aka. 2. Nilai fungsi di hampian aka: f(c) = 0. Bebeapa bahasa pemogaman membolehkan pembandingan dua buah bilangan iil, sehingga pebandingan f(c) = 0 dibenakan. Namun kalau kita kembali ke konsep awal bahwa dua buah bilangan iil tidak dapat dibandingkan kesamaannya kaena epesentasinya di dalam mesin tidak tepat, maka kita dapat menggunakan bilangan yang sangat kecil (misalnya epsilon mesin) sebagai pengganti nilai 0. Dengan demikian, menguji kesamaan f(c) = 0 dapat kita hampii dengan f(c) < epsilon_mesin. 3. Galat elatif hampian aka: (c bau - c lama )/c bau < δ, yang dalam hal ini δ adalah galat elatif hampian yang diinginkan. y = f() a c 0 c 1 b c 2 Gamba 3.4 Poses pembagian selang [a, b] dengan metode bagidua Bab 3 Solusi Pesamaan Nilanja 67

10 Pogam 3.2 beisi algoitma metode bagidua. Di dalam algoitma tesebut, fomat penulisan keluaan tidak dituliskan untuk menghindai keumitan algoitma dai hal-hal yang tidak esensial. Pogam 3.2 Metode bagidua pocedue BagiDua(a,b: eal); { Mencai aka f()=0 di dalam selang [a,b] dengan metode bagidua K.Awal : a dan b adalah ujung-ujung selang sehingga f(a)*f(b) < 0, nilai a dan b sudah tedefinisi. K.Akhi : Hampian aka tecetak di laya. } const epsilon1 = ; {batas leba selang akhi lelaan} epsilon2 = ; {bilangan yang sangat kecil, mendekati nol} begin epeat c:=(a+b)/2; { titik tengah [a,b]} if f(a)*f(c) < 0 then b:=c {selang bau [a,b]=[a,c]} else a:=c; {selang bau [a,b]=[c,b]} until (ABS(a-b)< epsilon1) o (f(c)) < epsilon2); { c adalah aka pesamaan } witeln( Hampian ka =, :10:6); end; Kasus yang Mungkin Tejadi pada Penggunaan Metode Bagidua 1. Jumlah aka lebih dai satu Bila dalam selang [a, b] tedapat lebih dai satu aka (banyaknya aka ganjil), hanya satu buah aka yang dapat ditemukan (lihat kembali Gamba 3.1(b)). Caa mengatasinya: gunakan selang [a,b] yang cukup kecil yang memuat hanya satu buah aka. 2. Aka ganda. Metode bagidua tidak behasil menemukan aka ganda. Hal ini disebabkan kaena tidak tedapat pebedaan tanda di ujung-ujung selang yang bau (Gamba 3.5). Contoh: f() = ( - 3) 2 = ( - 3)( - 3), mempunyai dua aka yang sama, yaitu = Metode Numeik

11 y = f() aka ganda Gamba 3.4 Aka ganda Caa mengatasinya: akan dibahas pada upabab Singulaitas. Pada titik singula, nilai fungsinya tidak tedefinisi. Bila selang [a, b] mengandung titik singula, lelaan metode bagidua tidak penah behenti. Penyebabnya, metode bagidua menganggap titik singula sebagai aka kaena lelaan cendeung konvegen. Yang sebenanya, titik singula bukanlah aka, melainkan aka semu (Gamba 3.6) y titik singula a b Gamba 3.6 Fungsi singula Caa mengatasinya: peiksa nilai f(b) - f(a). Jika f(b) - f(a) konvegen ke nol, aka yang dicai pasti aka sejati, tetapi jika f(b) - f(a) divegen, aka yang dicai meupakan titik singula (aka semu). Pada setiap lelaan pada metode bagidua, kita mencatat bahwa selisih antaa aka sejati dengan aka hampian tidak penah melebihi setengah panjang selang saat itu. Penyataan ini dinyatakan degan teoema beikut. Bab 3 Solusi Pesamaan Nilanja 69

12 TEOREMA 3.1. Jika f() meneus di dalam selang [a,b] dengan f(a) f(b) < 0 dan s [a, b] sehingga f(s) = 0 dan c = (a + b )/2, maka selalu belaku dua ketidaksamaan beikut: dan Bukti: (i) s c b a / 2 b a (ii) s c, = 0,1, 2, Misalkan pada lelaan ke- kita mendapatkan selang [a, b ] yang panjangnya setengah panjang selang sebelumnya, [a -1, b -1 ]. Jadi, b a = b a 1 1 / 2 Jelaslah bahwa b 1 - a 1 = b 0 - a 0 /2 = b - a /2 b 2 - a 2 = b 1 - a 1 /2 = b - a /2 2 b 3 - a 3 = b 2 - a 2 /2 = b - a / b - a = b -1 - a -1 /2 = b - a /2 Pada lelaan ke-, posisi c (aka hampian) dan s (aka sejati) adalah sepeti diagam beikut: a s c b Bedasakan diagam di atas jelaslah bahwa s c b a 2 Selanjutnya, b a 1 b a b a s c = = Metode Numeik

13 Jadi, selisih antaa aka sejati dengan aka hampian tidak penah lebih dai setengah epsilon. Dengan mengingat kiteia behenti adalah b - a < ε, maka dai (i) telihat bahwa s c < a / 2 sehingga b a ε < > b a / ε ln(2) > ln ( b a ) ln ( ε ) ln ( b a ) ln ( ε ) ket: ln adalah logaitma natual > ln R > ln ( 2) ( b a ) ln ( ε ) ln ( 2) yang dalam hal ini R adalah jumlah lelaan (jumlah pembagian selang) yang dibutuhkan untuk menjamin bahwa c adalah hampian aka yang memiliki galat kuang dai ε. Contoh 3.1 Temukan aka f() = e di dalam selang [0, 1] dan ε = Penyelesaian: Tabel lelaan menggunakan metode bagidua: a c b f(a) f(c) f(b) Selang bau Lebanya [c, b] [a, c] [a, c] [c, b] [c, b] [a, c] [c, b] [a, c] [c, b] [c, b] Bab 3 Solusi Pesamaan Nilanja 71

14 [c, b] [c, b] [a, c] [a, c] [c, b] [a, c] [c, b] Jadi, hampian akanya adalah = Jumlah lelaan yang dibutuhkan R > ln( 1 0 ) ln( ) ln(2) > Jadi, dibutuhkan minimal 17 kali lelaan ( =0 sampai dengan =16), sesuai dengan jumlah lelaan pada tabel, aga galat aka hampian kuang dai ε Metode Regula-Falsi Meskipun metode bagidua selalu behasil menemukan aka, tetapi kecepatan konvegensinya sangat lambat. Kecepatan konvegensi dapat ditingkatkan bila nilai f(a) dan f(b) juga tuut dipehitungkan. Logikanya, bila f(a) lebih dekat ke nol daipada f(b) tentu aka lebih dekat ke = a daipada ke = b. Metode yang memanfaatkan nilai f(a) dan f(b) ini adalah metode egula-falsi (bahasa Latin) atau metode posisi palsu. (false position method). Dengan metode egula-falsi, dibuat gais luus yang menghubungkan titik (a, f(a)) dan (b, f(b)). Pepotongan gais tesebut dengan sumbu- meupakan taksian aka yang dipebaiki. Gais luus tadi seolah-olah belaku menggantikan kuva f() dan membeikan posisi palsu dai aka. y y = f() B a C c b A Gamba 3.7 Metode egula-falsi 72 Metode Numeik

15 Pehatikan Gamba 3.7: gadien gais AB = gadien gais BC f ( b) f ( a) b a = ( b) f 0 b c yang dapat disedehanakan menjadi c = ( b)( b a) ( b) f ( a) f b (P.3.2) f Algoitma egula-falsi (lihat Pogam 3.3) hampi sama dengan algoitma bagidua kecuali pada pehitungan nilai c. Pogam 3.3 Metode egula-falsi pocedue egula_falsi(a, b: eal); { Mencai aka f()=0 di dalam selang [a,b] dengan metode egulafalsi K.Awal : a dan b adalah ujung-ujung selang sehingga f(a)*f(b) < 0, haga a dan b sudah tedefenisi K.Akhi : Hampian aka tecetak di laya } const epsilon1 = ; {batas leba selang akhi lelaan} epsilon2 = ; {bilangan yang sangat kecil, bisa diganti } begin epeat c:=b-(f(b)*(b-a)/(f(b)-f(a))); if abs(f(c))< epsilon2 then {f(c) = 0, c adalah aka} begin a:=c; b:=c; end else if f(a)*f(c) < 0 then b:=c; {selang bau [a,b]=[a,c]} else a:=c; {selang bau [a,b]=[c,b]} until ABS(a-b)< epsilon1; { c adalah hampian aka } witeln( Hampian aka :, c:10:6); end; Secaa umum, metode egula-falsi lebih cepat konvegensinya dibandingkan dengan metode bagidua. Namun, pada bebeapa kasus kecepatan konvegensinya justu lebih lambat. Bila kita memakai Pogam 3.4 untuk menghitung aka f() = e di dalam selang [0, 1] dan ε = , maka tabel lelaannya yang dihasilkan adalah sebagai beikut: Bab 3 Solusi Pesamaan Nilanja 73

16 a c b f(a) f(c) f(b) Selang bau Lebanya [c,b] [c,b] [c,b] [c,b] [c,b] [c,b] [c,b] [c,b] [c,b] [c,b] [c,b] [c,b] [c,b] [c,b] [c,b] [c,b] [c,b] [c,b] [c,b] [c,b] [c,b] [a,c] Hampian aka = Jumlah lelaan tabel di atas = 22, lebih banyak daipada jumlah lelaan metode bagidua. Bila dipehatikan, dai lelaan 12 sampai lelaan 21, nilai a, b, c tidak penah beubah, padahal f(c) sudah sangat kecil ( 0). Kasus sepeti ini akan tejadi bila kuva fungsinya cekung (konkaf) di dalam selang [a, b]. Akibatnya, gais potongnya selalu teletak di atas kuva (bila kuvanya cekung ke atas) atau selalu teletak di bawah kuva (bila kuvanya cekung ke bawah). Pehatikan Gamba 3.8. y = f() a 0 a 1 =c 0 a 2 =c 1 c 2 b 0 b 1 b 2... Gamba 3.8 Gais potong selalu teletak di atas kuva y = f() 74 Metode Numeik

17 Pada kondisi yang paling ekstim, b - a tidak penah lebih kecil dai ε, sebab salah satu titik ujung selang, dalam hal ini b, selalu tetap untuk setiap lelaan = 0, 1, 2,.... Titik ujung selang yang tidak penah beubah itu dinamakan titik mandek (stagnant point). Pada titik mandek, b - a = b - a = 0, 1, 2,... yang dapat mengakibatkan pogam mengalami looping. Untuk mengatasi hal ini, kondisi behenti pada algoitma egula-falsi haus kita tambah dengan memeiksa apakah nilai f(c) sudah sangat kecil sehingga mendekati nol. Jadi, kondisi pada epeat-until menjadi until (ABS(a-b) < epsilon1) o (ABS(f(c)) < epsilon2) Bila peubahan ini diteapkan pada soal pencaian aka di atas dengan epsilon2 = , lelaannya akan behenti pada = 12 dengan aka = Pebaikan Metode Regula-Falsi Untuk mengatasi kemungkinan kasus titik mandek, metode egula-falsi kemudian dipebaiki (modified false position method). Caanya, pada akhi lelaan = 0, kita sudah mempeoleh selang bau akan dipakai pada lelaan = 1. Bedasakan selang bau tesebut, tentukan titik ujung selang yang tidak beubah (jumlah peulangan > 1) - yang kemudian menjadi titik mandek. Nilai f pada titik mandek itu diganti menjadi setengah kalinya, yang akan dipakai pada lelaan = 1. Misalkan fungsi f() cekung ke atas di dalam selang [a, b] sepeti yang ditunjukkan pada Gamba 3.9. y = f() a 0 c 0 c 1 f(b)/2 c 2 b Gamba 3.9 Pebaikan metode egula-falsi Bab 3 Solusi Pesamaan Nilanja 75

18 Setelah menghitung nilai c 0 pada lelaan = 0, ujung selang b untuk lelaan = 1 tidak beubah. Titik b menjadi titik mandek. Kaena itu, untuk lelaan = 1, nilai f(b) yang dipakai adalah f(b)/2. Begitu juga untuk lelaan = 2, nilai f(b) yang dipakai adalah setengah dai nilai f(b) sebelumnya. Pada akhi lelaan = 2, c 2 sudah teletak di bawah kuva y = f(). Selang yang dipakai selanjutnya adalah [c 1, c 2 ]. Dengan caa ini kita dapat menghilangan titik mandek yang bekepanjangan. Pogam 3.3 kita modifikasi menjadi Pogam 3.4. Pogam 3.4 Metode egula-falsi yang dipebaiki pocedue pebaikan_egula_falsi(a, b: eal); { Mencai aka f()=0 di dalam selang [a,b] dengan metode egula-falsi yang dipebaiki K.Awal : a dan b adalah ujung-ujung selang sehingga f(a)*f(b) < 0, haga a dan b sudah tedefenisi K.Akhi : aka pesamaan tecetak di laya } const epsilon1 = ; {batas leba selang akhi lelaan} epsilon2 = ; {batas galat nilai fungsi di hampian aka} va FA, FB, simpan : eal; mandek_kii, mandek_kanan : intege; {jumlah peulangan titik ujung selang} begin FA:=f(a); FB:=f(b); mandek_kii:=1; mandek_kanan:=1; epeat c:=b-(fb*(b-a)/(fb-fa)); if abs(f(c)) < epsilon2 then {f(c) = 0, c adalah aka} begin a:=c; b:=c; end else begin if f(a)*f(c) < 0 then begin b:=c {selang bau [a,b]=[a,c]} FB:=f(c); mandek_kii:=mandek_kii + 1; mandek_kanan:=0; if mandek_kii > 1 then FA:=FA/2; {a menjadi titik mandek } end else begin a:=c; {selang bau [a,b]=[c,b]} FA:=f(c); mandek_kanan:=mandek_kanan + 1; mandek_kii:=0; if mandek_kanan > 1 then FB:=FB/2; {b menjadi titik mandek} end; 76 Metode Numeik

19 end; until (ABS(a-b)< epsilon1) OR (ABS(f(c)) < epsilon2); { c adalah taksian aka ) witeln( Hampian aka :, c:10:6); end; Tabel lelaan dai Pogam 3.4 untuk menghitung aka f() = e di dalam selang [0, 1] dengan ε = dan δ = adalah sebagai beikut: a c b f(a) f(c) f(b) Selang bau Lebanya [c,b] (*/2) [a,c] [c,b] [c,b] (*/2) [a,c] [c,b] Hampian aka = Telihat bahwa jumlah lelaannya bekuang menjadi sepetiga semula. Haus dicatat bahwa metode egula-falsi yang dipebaiki tetap belaku untuk fungsi yang tidak cekung sekalipun. Jadi, jika anda mempogam dengan metode egula-falsi, pakailah Pogam 3.4 ini untuk semua kemungkinan kasus fungsi. 3.4 Metode Tebuka Tidak sepeti pada metode tetutup, metode tebuka tidak memelukan selang yang menguung aka. Yang dipelukan hanya sebuah tebakan awal aka atau dua buah tebakan yang tidak pelu menguung aka. Inilah alasan mengapa metodenya dinamakan metode tebuka. Hampian aka sekaang didasakan pada hampian aka sebelumnya melalui posedu lelaan. Kadangkala lelaan konvegen ke aka sejati, kadangkala ia divegen. Namun, apabila lelaannya konvegen, konvegensinya itu belangsung sangat cepat dibandingkan dengan metode tetutup. Yang temasuk ke dalam metode tebuka: 1. Metode lelaan titik-tetap (fied-point iteation) 2. Metode Newton-Raphson 3. Metode secant Bab 3 Solusi Pesamaan Nilanja 77

20 Metode Lelaan Titik-Tetap Metode ini kadang-kadang dinamakan juga metode lelaan sedehana, metode langsung, atau metode sulih beuntun. Kesedehanaan metode ini kaena pembentukan posedu lelaannya mudah dibentuk sebagai beikut: Susunlah pesamaan f() = 0 menjadi bentuk = g(). Lalu, bentuklah menjadi posedu lelaan +1 = g( ) (P.3.3) dan tekalah sebuah nilai awal 0, lalu hitung nilai 1, 2, 3,..., yang mudahmudahan konvegen ke aka sejati s sedemikian sehingga f(s) = 0 dan s = g(s). Kondisi behenti lelaan dinyatakan bila +1 - < ε atau bila menggunakan galat elatif hampian < δ dengan ε dan δ telah ditetapkan sebelumnya. Pogam lelaan titik-tetap ditunjukkan oleh Pogam 3.5. Pogam 3.5 Metode lelaan titik-tetap pocedue lelaan_titik_tetap(:eal); { mencai aka f() = 0 dengan metode lelaan titik-tetap K.Awal : adalah tebakan awal aka, nilainya sudah tedefinisi K.Akhi: aka pesamaan tecetak di laya } const epsilon = ; va _sebelumnya: eal; function g(:eal): eal; {mengembalikan nilai g(). Definisikan g(), ), lihat Contoh 3.2 } begin epeat _sebelumnya:=; 78 Metode Numeik

21 :=g(); until ABS(-_sebelumnya) < epsilon; { adalah hampian aka } wite( Hampian aka =, :10:6); end; Pogam 3.5 hanya menangani lelaan yang konvegen. Pogam haus dimodifikasi menjadi Pogam 3.6 untuk menangani lelaan yang divegen. Salah satu caa penanganannya adalah dengan membatasi jumlah maksimum lelaan (Nmaks). Jika jumlah lelaan lebih besa dai Nmaks, maka diasumsikan lelaannya divegen. Pogam 3.6 Metode lelaan titik-tetap (dengan penanganan kasus divegen) pocedue lelaan_titik_tetap(:eal); { mencai aka f() = 0 dengan metode lelaan titik-tetap K.Awal : adalah tebakan awal aka, nilainya sudah tedefinisi K.Akhi: aka pesamaan tecetak di laya } const epsilon = ; Nmaks = 30; va _sebelumnya: eal; { hampian nilai aka pada lelaan sebelumnya } i : intege; { pencacah jumlah lelaan } function g(:eal): eal; {mengembalikan nilai g(). Definisikan g() di sini, lihat Contoh 3.2 } begin i:=0; epeat _sebelumnya:=; :=g(); i:=i+1; until (ABS(-_sebelumnya) < epsilon) o (i > Nmaks); { adalah hampian aka } if i > Nmaks then wite( Divegen! ) else wite( Hampian aka =, :10:6); end; Contoh 3.2 Cailah aka pesamaan f() = = 0 dengan metode lelaan titik-tetap. Gunakan ε = Penyelesaian: Tedapat bebeapa kemungkinan posedu lelaan yang dapat dibentuk. (a) = 0 Bab 3 Solusi Pesamaan Nilanja 79

22 2 = = (2 + 3) Dalam hal ini, g() = (2 + 3). Posedu lelaannya adalah +1 = (2 + 3). Ambil tekaan awal 0 =4 Tabel lelaannya: Hampian aka = (konvegen monoton) (b) = 0 (-2) = 3 = 3/( - 2) Dalam hal ini, g() = 3/( - 2). Posedu lelaannya adalah +1 = 3/( - 2). Ambil tekaan awal 0 = 4 Tabel lelaannya: i Metode Numeik

23 Hampian aka = (konvegen beosilasi) (c) = 0 = ( 2-3)/2 Posedu lelaannya adalah +1 = ( 2-3)/2. Ambil tekaan awal 0 =4 Tabel lelaannya: i Tenyata lelaannya divegen! Contoh 3.3 Apa yang tejadi dengan pemilihan beagam nilai 0 pada pencaian aka pesamaan = 0 dengan posedu lelaan = [PUR84] 6 Cobakan dengan: 0 = 0.5, 0 = 1.5, 0 = 2.2, 0 = 2.7 Bab 3 Solusi Pesamaan Nilanja 81

24 Penyelesaian: Tabel lelaannya adalah sebagai beikut: Konvegen Divegen Telihat dengan pengambilan 0 yang cukup dekat ke aka sejati, poses akan konvegen, tetapi jika kita mengambil 0 telalu jauh dai aka sejati, ia akan divegen. Kadang-kadang lelaan konvegen, kadang-kadang ia divegen. Adakah suatu tanda bagi kita untuk mengetahui kapan suatu lelaan konvegen dan kapan divegen? Kiteia konvegensi Dibeikan posedu lelaan +1 = g( ) (P.3.4) Misalkan = s adalah solusi f() = 0 sehingga f(s) = 0 dan s = g(s). Selisih antaa +1 dan s adalah +1 - s = = g( ) - s ( ) ( s) g s ( s) (P.3.5) Teapkan teoema nilai ata-ata pada pesamaan (P.3.5) sehingga +1 - s = g'(t)( - s) (P.3.6) 82 Metode Numeik

25 yang dalam hal ini +1 < t < s. Misalkan galat pada lelaan ke- dan lelaan ke-(+1) adalah ε = - s dan ε +1 = +1 - s Pesamaan (P.4.6) dapat kita tulis menjadi ε +1 = g'(t) ε (P.3.7) atau dalam tanda mutlak ε +1 = g'(t) ε K ε Beapakah batas-batas nilai K itu? Misalkan 0 dan beada di dalam selang sejauh 2h dai s, yaitu s - h < < s + h. Jika lelaan konvegen di dalam selang tesebut, yaitu 0, 1, 2, 3,... menuju s, maka galat setiap lelaan bekuang. Jadi, hauslah dipenuhi kondisi ε +1 K ε K 2 ε -1 K 3 ε K +1 ε 0 Kondisi tesebut hanya belaku jika g'() K < 1 Kaena K < 1, maka K +1 0 untuk ; di sini +1 - s 0. TEOREMA 3.2. Misalkan g() dan g'() meneus di dalam selang [a,b] = [s-h, s+h] yang mengandung titik tetap s dan nilai awal 0 dipilih dalam selang tesebut. Jika g'() < 1 untuk semua [a, b] maka lelaan +1 = g( ) akan konvegen ke s. Pada kasus ini s disebut juga titik ataktif. Jika g'() > 1 untuk semua [a, b] maka lelaan +1 = g( ) akan divegen dai s. Teoema 3.2 dapat kita saikan sebagai beikut: Di dalam selang I = [s-h, s+h], dengan s titik tetap, jika 0 < g'() < 1 untuk setiap I, maka lelaan konvegen monoton; jika -1< g'() < 0 untuk setiap I, maka lelaan konvegen besosilasi; jika g'() > 1 untuk setiap I, maka lelaan divegen monoton; jika g'() < -1 untuk setiap I, maka lelaan divegn beosilasi. Semuanya diangkum sepeti pada Gamba Bab 3 Solusi Pesamaan Nilanja 83

26 Sebagai catatan, keadaan g'() = 1 tidak didefinisikan. Catat juga bahwa semakin dekat nilai g'() ke nol di dekat aka, semakin cepat kekonvegenan metode lelaan titik-tetap ini [PUR84]. y y = y = g() y y = y = g() s 0 s 0 (a) Konvegen monoton: 0 < g () < 1 (b) Konvegen beosilasi: 1 < g () < 0 y y = g() y = y y = y = g() s 0 s 0 (c) Divegen monoton: g () > 1 (d) Divegen beosilasi: g () < -1 Gamba 3.10 Jenis-jenis kekonvegenan Sekaang, mai kita analisis mengapa pencaian aka pesamaan = 0 pada Contoh 3.2 dan pencaian aka pesamaan = 0 pada Contoh 3.3 dengan bemacam-macam posedu lelaan dan tebakan awal kadang-kadang konvegen dan kadang-kadang divegen. (i) Posedu lelaan petama: = 2 3 g ( ) = ( 2 + 3) Metode Numeik

27 g ' ( ) = 2 1 ( 2 + 3) Telihat bahwa g'() < 1 untuk di sekita titik-tetap s = 3. Kaena itu, pengambilan tebakan awal 0 = 4 akan menghasilkan lelaan yang konvegen sebab ' ( 4) = 1/ [ 2 ( 8 + 3) = < 1 g. (ii) Posedu lelaan kedua: +1 = 3/( - 2) g() = 3/(-2) g'() = -3/(-2) 2 Telihat bahwa g'() < 1 untuk di sekita titik-tetap s = 3. Kaena itu, pengambilan tebakan awal 0 = 4 akan menghasilkan lelaan yang konvegen sebab g'(4) = -3/(4-2) 2 = 0.75 < 1. (iii) Posedu lelaan ketiga +1 = ( 2-3)/2 g() = ( 2-3)/2 g'() = Telihat bahwa g'() > 1 untuk di sekita titik-tetap s = 3. Kaena itu, pengambilan tebakan awal 0 = 4 akan menghasilkan lelaan yang divegen sebab g'(4) = 4 = 4 > 1. (iv) Posedu lelaan pada Contoh 3.3: +1 = ( )/6 g() = ( )/6 g'() = - 2 /2 Telihat bahwa g'() < 1 untuk di sekita titik-tetap s = Pemilihan 0 = 0.5 akan menjamin lelaan konvegen sebab g'( 0 ) < 1. Untuk 0 = 1.5 dan 0 = 2.2 memang nilai g'( 0 ) > 1 tetapi lelaannya masih tetap konvegen, namun 0 = 2.7 telalu jauh dai titik-tetap sehingga lelaannya divegen. Dapatkah kita menentukan batas-batas selang yang menjamin posedu lelaan akan konvegen di dalamnya? Temukan jawabannya pada Contoh 3.4 di bawah ini. Bab 3 Solusi Pesamaan Nilanja 85

28 Contoh 3.4 Pada Contoh 3.3 di atas, tentukan selang sehingga posedu lelaan +1 = ( )/6 konvegen? Penyelesaian: g() = ( )/6 g '()=- 2 /2 Syaat konvegen adalah g'() < 1. Jadi, - 2 /2 < 1-1 < - 2 /2 < 1 2 > 2 > -2-2 < 2 < 2 Uai satu pe satu: (i) 2 > -2 { tidak ada yang memenuhi) (ii) 2 < 2, dipenuhi oleh 2-2 < 0-2 < < 2 Jadi, posedu lelaan +1 = ( )/6 konvegen di dalam selang - 2 < < 2. Kita dapat memilih 0 dalam selang tesebut yang menjamin lelaan akan konvegen. Contoh 3.5 Gunakan metode lelaan titik-tetap untuk mencai aka pesamaan dalam selang [1, 2] [PUR84] Catatan : selang [1, 2] ini sebenanya tidak digunakan dalam poses lelaan sebagaimana halnya pada metode bagidua. Selang ini dibeikan untuk memastikan bahwa suatu posedu lelaan titik-tetap konvegen di dalamnya. Kuva fungsi y = dipelihatkan pada Gamba Metode Numeik

29 y y = Gamba 3.11 Kuva y = Penyelesaian: (i) +1 = ( 3 + 1)/3 Tetapi, kaena g '() = 2 > 1 dalam selang [1, 2], maka posedu lelaan ini tidak digunakan. (ii) +1 = -1/( 2-3) Tetapi, kaena g'() = 2 /( 2-3) 3 > 1 dalam selang [1, 2], maka posedu lelaan ini tidak digunakan. (iii) +1 = 3/ - 1/ 2 Tenyata g '() = (-3 + 2)/ 3 1 di dalam selang [1, 2], yaitu, g '() naik dai g '(1) = -1 ke g '(2)=-1/2. Jadi, g '() lebih kecil dai 1 dalam selang [1, 2]. Dengan mengambil = 1.5, posedu lelaannya konvegen ke aka = sepeti pada tabel beikut ini Bab 3 Solusi Pesamaan Nilanja 87

30 Contoh 3.5 menunjukkan bahwa ada dua hal yang mempengauhi kekonvegenan posedu lelaan: 1. Bentuk fomula +1 = g( ) 2. Pemilihan tebakan awal Catatan: Meskipun g'() > 1 menyatakan lelaan divegen, tetapi kita haus hatihati dengan penyataan ini. Sebabnya, walaupun divegen dai suatu aka, untunan lelaannya mungkin konvegen ke aka yang lain. Kasus sepeti ini ditunjukkan pada Contoh 3.6 di bawah ini. Contoh 3.6 Tentukan aka pesamaan f() = = 0 dengan posedu lelaan Penyelesaian: +1 = ( 2 + 3)/4 Jika posedu lelaan +1 = ( 2 + 3)/4 konvegen ke titik-tetap s, maka sehingga limit = s s = (s 2 + 3)/4 s 2-4s + 3 = 0 (s - 3)(s - 1) = 0 yang membeikan s 1 = 1 atau s 2 = 3. Jadi, lelaan konvegen ke aka = 1 atau aka = 3. Dai dipeoleh g() = ( 2 + 3)/4 g '() = /2 Gambakan kuva y = dan y = ( 2 + 3)/4 sepeti pada Gamba Poseda lelaan akan konvegen bila g '() > 1-1 < /2 < 1 atau -2 < < 2 88 Metode Numeik

31 Sehingga pemilihan 0 dalam selang -2 < < 2 menjamin lelaan konvegen ke aka = 1. Dai Gamba 3.12 telihat bahwa lelaan juga konvegen ke aka = 1 untuk pemilihan 0 dalam selang 2 < < 3. Padahal, kalau dihitung, dalam selang 2 < < 3, g '() > 1 yang menyatakan bahwa lelaannya divegen. Lelaan divegen dai aka = 3 tetapi konvegen ke aka = 1. y y = ( 2 +3)/4 y = Gamba 3.12 Kuva y = dan y=( 2 + 3)/4 Sebagai contoh teakhi metode lelaan titik-tetap, mai kita hitung aka fungsi pada Contoh 3.1, yaitu f() = e Contoh 3.7 Hitunglah aka f() = e dengan metode lelaan titik-tetap. Gunakan ε = Tebakan awal aka 0 =1. Penyelesaian: Salah satu posedu lelaan yang dapat dibuat adalah e = 0 e = 5 2 = e /5 +1 = SQRT(EXP( )/5) Tabel lelaannya: i Bab 3 Solusi Pesamaan Nilanja 89

32 Hampian aka = Metode Newton-Raphson 3 Di antaa semua metode pencaian aka, metode Newton-Raphsonlah yang paling tekenal dan paling banyak dipakai dalam teapan sains dan ekayasa. Metode ini paling disukai kaena konvegensinya paling cepat diantaa metode lainnya. Ada dua pendekatan dalam menuunkan umus metode Newton-Raphson, yaitu: (a) penuunan umus Newton-Raphson secaa geometi, (b) penuunan umus Newton-Raphson dengan bantuan deet Taylo. (a) Penuunan umus Newton-Raphson secaa geometi y = g() Gais singgung kuva di i dengan gadien = f '( i ) i+1 i Gamba 3.13 Tafsian geometi metode Newton-Raphson 3 Bebeapa buku menyebutnya metode Newton saja. Joseph Raphson ( ) adalah matematikawan Inggis yang mempublikasikan metode Newton. 90 Metode Numeik

33 Dai Gamba 3.13, gadien gais singgung di adalah ( ) y f 0 m = f ' ( ) = = (P.3.8) + 1 atau ( ) f f '( ) = (P.3.9) + 1 sehingga posedu lelaan metode Newton-Raphson adalah ( ) '( ) f + 1 =, f '( ) 0. (P.3.10) f (b) Penuunan umus Newton-Raphson dengan bantuan deet Taylo Uaikan f( +1 ) di sekita ke dalam deet Taylo: f ( ) f ( ) + ( ) f ( ) ( ) ' + f " < + 2 ( t), < t 1 (P.3.11) yang bila dipotong sampai suku ode-2 saja menjadi f( +1 ) f( ) + ( +1 - )f '( ) (P.3.12) dan kaena pesoalan mencai aka, maka f( +1 ) = 0, sehingga 0 = f( ) + ( +1 - ) f '( ) (P.3.13) atau ( ) '( ) f + 1 =, f '( ) 0 (P.3.14) f yang meupakan umus metode Newton-Raphson. Bab 3 Solusi Pesamaan Nilanja 91

34 Kondisi behenti lelaan Newton-Raphsin adalah bila +1 - < ε atau bila menggunakan galat elatif hampian < δ dengan ε dan δ adalah toleansi galat yang diinginkan. Catatan: 1. Jika tejadi f '( ) = 0, ulang kembali pehitungan lelaan dengan 0 yang lain. 2. Jika pesamaan f() = 0 memiliki lebih dai satu aka, pemilihan 0 yang bebeda-beda dapat menemukan aka yang lain. 3. Dapat pula tejadi lelaan konvegen ke aka yang bebeda dai yang dihaapkan (sepeti halnya pada metode lelaan titik-tetap). Pogam 3.7 Metode Newton-Raphson pocedue Newton_Raphson(:eal); { Mencai aka pesamaan f() = 0 dengan metode Newton-Raphson K.Awal : adalah tebakan awal aka, nilainya sudah tedefinisi K.Akhi: aka pesamaan tecetak di laya } const epsilon = ; va _sebelumnya: eal; function f(:eal):eal; { mengembalikan nilai f(). Definisi f() begantung pada pesoalan } function f_aksen(:eal):eal; { mengembalikan nilai f'(). Definisi f () begantung pada pesoalan } begin epeat _sebelumnya:=; := - f()/f_aksen(); until (ABS(-_sebelumnya) < epsilon) end; { adalah hampian aka pesamaan } wite( Hampian aka =, :10:6); 92 Metode Numeik

35 Catatan: Pogam 3.7 ini belum menangani kasus pembagian dengan 0 atau 0 dan kasus divegen. Pogam 3.8 di bawah ini meupakan modifikasi dai Pogam 3.7 untuk menangani pembagian dengan 0 dan kasus divegen. Pogam 3.8 Metode Newton-Raphson (dengan penanganan kasus divegen dan pembagian dengan 0) pocedue Newton_Raphson(:eal); { Mencai aka pesamaan f() = 0 dengan metode Newton-Raphson K.Awal : adalah tebakan awal aka, nilainya sudah tedefinisi K.Akhi: aka pesamaan tecetak di laya } const epsilon1 = ; { toleansi galat aka hampian } epsilon2 = ; { toleansi nilai yang hampi 0 } Nmaks = 30; { jumlah maksimum lelaan } va _sebelumnya: eal; i : intege; behenti : boolean; { jika f () <<<< 0, stop! } function f(:eal):eal; { mengembalikan nilai f(). Definisi f() begantung pada pesoalan } function f_aksen(:eal):eal; { mengembalikan nilai f'(). Definisi f () begantung pada pesoalan } begin i:=0; behenti:=false; epeat if ABS(f_aksen()) < epsilon2 then behenti:=tue; { menghindai pembagian bilangan yang 0} else begin _sebelumnya:=; := - f()/f_aksen(); i:=i+1; end; until (ABS(-_sebelumnya) < epsilon1) o (behenti) o (i > Nmaks) if behenti then witeln( Pembagian dengan bilangan yang hampi 0 ) else if i > Nmaks then witeln( Divegen ) else { adalah hampian aka pesamaan } wite( Hampian aka =, :10:6); {endif} {endif} end; Bab 3 Solusi Pesamaan Nilanja 93

36 Contoh 3.8 Hitunglah aka f() = e dengan metode Newton-Raphson. Gunakan ε = Tebakan awal aka 0 = 1. Penyelesaian: f() = e f '() = e - 10 Posedu lelaan Newton-Raphson: e = e 10 Tebakan awal 0 = 1 Tabel lelaannya: i Hampian aka = Contoh 3.8 di atas mempelihatkan bahwa metode Newton-Raphson memelukan sedikit lelaan, dibandingkan dengan metode bagidua, metode egula falsi, dan metode lelaan titik-tetap. Metode Newton-Raphson sangat beguna untuk menghitung fungsi-fungsi dasa, sepeti aka bilangan, nlai e, acsin (), dan sebagainya. Contoh 3.9 dan Contoh 3.10 mempelihatkan penggunaan metode Newton-Raphson untuk menghitung aka bilangan dan nilai pecahan. Contoh 3.9 Tentukan bagaimana caa menentukan c dengan metode Newton-Raphson. Penyelesaian: Misalkan c =. Kuadatkan kedua uas sehingga c = c = 0. Di sini f() = 2 - c dan f '() = 2. Posedu lelaan Newton-Raphsonnya adalah 94 Metode Numeik

37 2 c + = = 0.5( + c / 2 1 Untuk c = 2, dengan memilih 0 = 1 dan ε = , kita peoleh 1 = = = = ) Jadi, Contoh 3.10 Bagaimana menghitung nilai 1/c dengan metode Newton-Raphson? Penyelesaian: Misalkan 1/c = 1/ = c 1/ - c = 0. Di sini f() = 1/ - c dan f '() = -1/ 2. Posedu Newton-Raphsonnya adalah = (1/ c) = 2 1/ (2 c + 1 Untuk c = 7, dengan memilih 0 = 0.2 dan ε = , kita peoleh 1 = = = = = = ) Jadi, 1/ Secaa umum, bila metode Newton-Raphson konvegen, kekonvegenannya itu belangsung sangat cepat, sepeti yang dilukiskan pada Gamba Titik potong gais singgung fungsi dengan sumbu- semakin cepat begeak mendekati aka sejati. Bab 3 Solusi Pesamaan Nilanja 95

38 y = g() 1 0 Gamba 3.14 Kecepatan konvegensi metode Newton-Raphson sangat cepat Kaena metode Newton-Raphson tegolong metode tebuka, maka dalam bebeapa kasus lelaannya mungkin divegen. Bahkan, kalau kuvanya sepeti pada Gamba 3.15 seta pemilihan 0 yang jauh dai aka sejati, lelaannya akan beosilasi di sekita cekungan lain Gamba 3.15 Lelaan metode Newton-Raphson yang divegen Membuat gafik fungsi sangat membantu dalam pencaian aka. Gafik fungsi dapat mempelihatkan secaa visual lokasi aka sejati. Dengan demikian tebakan awal yang bagus untuk aka dapat dituunkan. Pemilihan tebakan awal sebaiknya cukup dekat dengan aka. Selain itu, kita juga dapat mengetahui apakah fungsi tesebut mempunyai aka tidak. Pada kasus tidak ada aka, lelaannya akan divegen beosilasi. 96 Metode Numeik

39 Kiteia konvegensi metode Newton-Raphson Apakah pesyaatan aga metode Newton-Raphson konvegen? Tinjau kembali bentuk umum posedu lelaan metode tebuka, +1 = g( ) Kaena metode Newton-Raphson temasuk metode tebuka, maka dalam hal ini, g() = f ( ) f '( ) Dengan mengingat syaat pelu aga lelaan konvegen adalah g'() < 1, maka g'() = 1 = [ f '( ) f '( ) f ( ) f "( ) ] [ f '( ) ] 2 ( ) f "( ) [ f '( ) ] 2 f (P.3.18) Kaena itu, metode Newton-Raphson akan konvegen bila ( ) f" ( ) 2 [ f '( ) ] f < 1 dengan syaat f () Ode Konvegensi Metode Tebuka Posedu lelaan pada setiap metode tebuka dapat ditulis dalam bentuk +1 = g( ) (P.3.19) misalnya pada metode Newton-Raphson g( ) = - f( )/f '( ). Misalkan adalah hampian tehadap aka sejati s sehingga s = g(s). Maka, bedasakan konsep galat yang sudah dijelaskan di dalam Bab 2, s = + ε dengan ε adalah galat dai. Uaikan g(s) di sekita : g(s) = g( ) + g'( )(s - ) + ½ g ( )(s - ) 2 + = g( ) + g'( )ε + ½ g ( )ε 2 + (P.3.20) Kuangi pesamaan (P.3.20) dengan pesamaan (P.3.19): Bab 3 Solusi Pesamaan Nilanja 97

40 g(s) = g( ) + g'( )ε + ½ g ( )ε = g( ) g(s) - +1 = g'( )ε + ½ g ( )ε 2 + Kaena g(s) = s, maka s - +1 = g'( )ε + ½ g ( )ε 2 + Misalkan s - +1 = ε +1, sehingga ε +1 = g'( )ε + ½ g ( )ε 2 + (P.3.21) Bilangan pangkat dai ε menunjukkan ode (atau laju) konvegensi posedu lelaan: (a) ε +1 g'(t)ε (P.3.22), < t < +1 : posedu lelaan beode satu (b) ε +1 ½ g (t )ε 2, < t < +1 : posedu lelaan beode dua (P.3.23) Metode Newton-Raphson temasuk ke dalam metode tebuka beode dua. Penyataan ini kita buktikan di bawah ini. Ode konvegensi metode Newton-Raphson Pada netode Newton-Raphosn, g( ) = - f( ) / f '( ). Tuunan petama dai g( ) adalah (dai pesamaan P.3.18): g'( ) = f ( ) f "( ) [ f '( )] 2 Jika adalah aka pesamaan f() = 0, maka f( ) = 0, sehingga g'( ) = 0 (P.3.24) Ini beati metode Newton-Raphson paling sedikit beode dua. Tuunan kedua dai g( ) adalah g ( ) = f ( ) / f '( ) (P.3.25) Sulihkan (P.3.25) ke dalam (P.3.23): 98 Metode Numeik

41 ε +1 = f " 2 ( ) ε f '( ) 2 (P.3.26) Pesamaan (P.3.26) ini mempunyai tiga ati: 1. Galat lelaan sekaang sebanding dengan kuadat galat lelaan sebelumnya. Jika galat lelaan sekaang misalnya 0.001, maka pada lelean beikutnya galatnya sebanding dengan Hal inilah yang menyebabkan metode Newton-Raphson sangat cepat menemukan aka (jika lelaannya konvegen). 2. Jumlah angka bena akan belipat dua pada tiap lelaan. Ini meupakan konsekuensi dai hal nomo 1 di atas. 3. Ode konvegensi metode Newton-Raphson adalah kuadatik. sehingga ia dinamakan juga metode kuadatik. Caa lain untuk menemukan ode konvegensi metode Newton-Raphson adalah dengan meneuskan penuunan umus Newton-Raphson dai dai deet Taylonya sebagai beikut. Pehatikan kembali pesamaan (P.3.11) di atas. Bila +1 = s sehingga f( +1 ) = f(s) = 0, dalam hal ini s adalah aka sejati, sulihkan s ke dalam pesamaan (P.3.11) di atas: 0 = f ( 2 ( s ) f "( t) ) + ( s ) f '( ) + (P.3.27) 2 Kuangi (P.3.27) dengan ( P.3.13): 0 = f ( ) + ( s ) f '( ) + 2 ( s ) f "( t) 0 = f( ) + ( +1 - )f '( ) 2 0 = 2 ( s ) f "( t) ( s + 1) f '( ) + (P.3.28) 2 Misalkan s - +1 = ε +1 dan s - = ε, maka pesamaan (P.3.28) dapat ditulis menjadi atau ε + ( t) ε f " 1 f '( ) + = Bab 3 Solusi Pesamaan Nilanja 99

SolusiPersamaanNirlanjar

SolusiPersamaanNirlanjar SolusiPesamaanNilanja (Bagian2) Bahan Kuliah IF4058 Topik Khusus Infomatika I Oleh; Rinaldi Muni(IF-STEI ITB) Rinaldi Muni - Topik Khusus Infomatika I 1 MetodeSecant Posedu lelaan metode Newton-Raphson

Lebih terperinci

SolusiPersamaanNirlanjar

SolusiPersamaanNirlanjar SolusiPersamaanNirlanjar Bahan Kuliah IF4058 Topik Khusus Informatika I Oleh; Rinaldi Munir(IF-STEI ITB) Rinaldi Munir - Topik Khusus Informatika I 1 RumusanMasalah Persoalan: Temukan nilai yang memenuhi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON TRIGONOMETRI disusun untuk memenuhi salah satu tugas akhi Semeste Pendek mata kuliah Tigonometi Dosen : Fey Fedianto, S.T., M.Pd. Oleh Nia Apiyanti (207022) F PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

Gambar 4.3. Gambar 44

Gambar 4.3. Gambar 44 1 BAB HUKUM NEWTON TENTANG GERAK Pada bab kita telah membahas sifat-sifat geak yang behubungan dengan kecepatan dan peceaptan benda. Pembahasan pada Bab tesesbut menjawab petanyaan Bagaimana sebuah benda

Lebih terperinci

TRANSFER MOMENTUM TINJAUAN MIKROSKOPIK GERAKAN FLUIDA

TRANSFER MOMENTUM TINJAUAN MIKROSKOPIK GERAKAN FLUIDA TRANSFER MOMENTUM TINJAUAN MIKROSKOPIK GERAKAN FLUIDA Hingga sejauh ini kita sudah mempelajai tentang momentum, gaya-gaya pada fluida statik, dan ihwal fluida begeak dalam hal neaca massa dan neaca enegi.

Lebih terperinci

METODE NUMERIK TKM4104. Kuliah ke-3 SOLUSI PERSAMAAN NONLINIER 1

METODE NUMERIK TKM4104. Kuliah ke-3 SOLUSI PERSAMAAN NONLINIER 1 METODE NUMERIK TKM4104 Kuliah ke-3 SOLUSI PERSAMAAN NONLINIER 1 SOLUSI PERSAMAAN NONLINIER Metode pengurung (Bracketing Method) Metode Konvergen Mulai dengan terkaan awal yang mengurung atau memuat akar

Lebih terperinci

METODE NUMERIK TKM4104. KULIAH KE-3 SOLUSI PERSAMAAN NONLINIER 1

METODE NUMERIK TKM4104. KULIAH KE-3 SOLUSI PERSAMAAN NONLINIER 1 METODE NUMERIK TKM4104. KULIAH KE-3 SOLUSI PERSAMAAN NONLINIER 1 METODE NUMERIK TKM4104 Kuliah ke-3 SOLUSI PERSAMAAN NONLINIER 1 SOLUSI PERSAMAAN NONLINIER Metode pengurung (Bracketing Method) Metode Konvergen

Lebih terperinci

GRAFITASI. F = G m m 1 2. F = Gaya grafitasi, satuan : NEWTON. G = Konstanta grafitasi, besarnya : G = 6,67 x 10-11

GRAFITASI. F = G m m 1 2. F = Gaya grafitasi, satuan : NEWTON. G = Konstanta grafitasi, besarnya : G = 6,67 x 10-11 GRAFITASI Si Isaac Newton yang tekenal dengan hukum-hukum Newton I, II dan III, juga tekenal dengan hukum Gafitasi Umum. Didasakan pada patikel-patikel bemassa senantiasa mengadakan gaya taik menaik sepanjang

Lebih terperinci

Ini merupakan tekanan suara p(p) pada sembarang titik P dalam wilayah V seperti yang. (periode kedua integran itu).

Ini merupakan tekanan suara p(p) pada sembarang titik P dalam wilayah V seperti yang. (periode kedua integran itu). 7.3. Tansmisi Suaa Melalui Celah 7.3.1. Integal Kichhoff Cukup akses yang bebeda untuk tik-tik difaksi disediakan oleh difaksi yang tepisahkan dapat dituunkan dai teoema Geen dalam analisis vekto. Hal

Lebih terperinci

BAB II MEDAN LISTRIK DI SEKITAR KONDUKTOR SILINDER

BAB II MEDAN LISTRIK DI SEKITAR KONDUKTOR SILINDER BAB II MDAN ISTRIK DI SKITAR KONDUKTOR SIINDR II. 1 Hukum Coulomb Chales Augustin Coulomb (1736-1806), adalah oang yang petama kali yang melakukan pecobaan tentang muatan listik statis. Dai hasil pecobaannya,

Lebih terperinci

CNH2G4/ KOMPUTASI NUMERIK

CNH2G4/ KOMPUTASI NUMERIK CNHG4/ KOMPUTASI NUMERIK TIM DOSEN KK MODELING AND COMPUTATIONAL EXPERIMENT SOLUSI NUMERIK PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA Pendahuluan Pesamaan Diffeensial : Gabungan dai fungsi ang tidak diketahui dengan

Lebih terperinci

Bab. Garis Singgung Lingkaran. A. Pengertian Garis Singgung Lingkaran B. Garis Singgung Dua Lingkaran C. Lingkaran Luar dan Lingkaran Dalam Segitiga

Bab. Garis Singgung Lingkaran. A. Pengertian Garis Singgung Lingkaran B. Garis Singgung Dua Lingkaran C. Lingkaran Luar dan Lingkaran Dalam Segitiga ab 7 Sumbe: www.homepages.tesco Gais Singgung Lingkaan Lingkaan mungkin meupakan salah satu bentuk bangun data yang paling tekenal. Konsep lingkaan yang meliputi unsu-unsu lingkaan, luas lingkaan, dan

Lebih terperinci

TRANSFER MOMENTUM ALIRAN DALAM ANULUS

TRANSFER MOMENTUM ALIRAN DALAM ANULUS SEMESTER GENAP 008/009 TRANSFER MOMENTUM ALIRAN DALAM ANULUS Alian dalam anulus adalah alian di antaa dua pipa yang segais pusat. Jadi ada pipa besa dan ada pipa kecil. Pipa kecil beada dalam pipa besa.

Lebih terperinci

PAM 252 Metode Numerik Bab 2 Persamaan Nonlinier

PAM 252 Metode Numerik Bab 2 Persamaan Nonlinier PAM 252 Metode Numerik Bab 2 Persamaan Nonlinier Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas Semester Genap 2016/2017 1 Mahdhivan Syafwan Metode Numerik: Persamaan Nonlinier Solusi persamaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, subjek

BAB III METODE PENELITIAN. identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, subjek 9 BAB III METODE PEELITIA A. Identifikasi Vaiabel Penelitian Pada bagian ini akan diuaikan segala hal yang bekaitan dengan identifikasi vaiabel penelitian, definisi opeasional vaiabel penelitian, subjek

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Teoritis

BAB II Tinjauan Teoritis BAB II Tinjauan Teoitis BAB II Tinjauan Teoitis 2.1 Antena Mikostip 2.1.1 Kaakteistik Dasa Antena mikostip tedii dai suatu lapisan logam yang sangat tipis ( t

Lebih terperinci

Gerak Melingkar. Gravitasi. hogasaragih.wordpress.com

Gerak Melingkar. Gravitasi. hogasaragih.wordpress.com Geak Melingka Gavitasi Kinematika Geak Melingka Beatuan Sebuah benda yang begeak membentuk suatu lingkaan dengan laju konstan v dikatakan mengalami geak melingka beatuan. Besa kecapatan dalam hal ini tetap

Lebih terperinci

BAB 11 GRAVITASI. FISIKA 1/ Asnal Effendi, M.T. 11.1

BAB 11 GRAVITASI. FISIKA 1/ Asnal Effendi, M.T. 11.1 BAB 11 GRAVITASI Hukum gavitasi univesal yang diumuskan oleh Newton, diawali dengan bebeapa pemahaman dan pengamatan empiis yang telah dilakukan oleh ilmuwan-ilmuwan sebelumnya. Mula-mula Copenicus membeikan

Lebih terperinci

BAB PENERAPAN HUKUM-HUKUM NEWTON

BAB PENERAPAN HUKUM-HUKUM NEWTON 1 BAB PENERAPAN HUKUM-HUKUM NEWTON Sebelumnya telah dipelajai tentang hukum Newton: hukum I tentang kelembaban benda, yang dinyatakan oleh pesamaan F = 0; hukum II tentang hubungan gaya dan geak, yang

Lebih terperinci

Geometri Analitik Bidang (Lingkaran)

Geometri Analitik Bidang (Lingkaran) 9 Geometi nalitik idang Lingkaan) li Mahmudi Juusan Pendidikan Matematika FMIP UNY) KOMPETENSI Kompetensi ang dihaapkan dikuasai mahasiswa setelah mempelajai ab ini adalah sebagai beikut. Menjelaskan pengetian

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif. Karena

METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif. Karena 35 III. METODOLOGI PENELITIAN 1.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskiptif. Kaena penelitian ini mengkaji tentang Pengauh Kontol Dii dan Lingkungan Keluaga Tehadap

Lebih terperinci

Teori Dasar Medan Gravitasi

Teori Dasar Medan Gravitasi Modul Teoi Dasa Medan Gavitasi Teoi medan gavitasi didasakan pada hukum Newton tentang medan gavitasi jagat aya. Hukum medan gavitasi Newton ini menyatakan bahwa gaya taik antaa dua titik massa m dan m

Lebih terperinci

Hand Out Fisika 6 (lihat di Kuat Medan Listrik atau Intensitas Listrik (Electric Intensity).

Hand Out Fisika 6 (lihat di Kuat Medan Listrik atau Intensitas Listrik (Electric Intensity). Hand Out Fisika 6 (lihat di http:).1. Pengetian Medan Listik. Medan Listik meupakan daeah atau uang disekita benda yang bemuatan listik dimana jika sebuah benda bemuatan lainnya diletakkan pada daeah itu

Lebih terperinci

Perbandingan Kecepatan Komputasi Beberapa Algoritma Solusi Persamaan Nirlanjar

Perbandingan Kecepatan Komputasi Beberapa Algoritma Solusi Persamaan Nirlanjar Perbandingan Kecepatan Komputasi Beberapa Algoritma Solusi Persamaan Nirlanjar Bernardino Madaharsa Dito Adiwidya - 13507089 1 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut

Lebih terperinci

Pengaturan Footprint Antena Ground Penetrating Radar Dengan Menggunakan Susunan Antena Modified Dipole

Pengaturan Footprint Antena Ground Penetrating Radar Dengan Menggunakan Susunan Antena Modified Dipole Pengatuan Footpint Antena Gound Penetating Rada Dengan Menggunakan Susunan Antena Modified Dipole Ande Eka Saputa (1324243) Jalu Pilihan Teknik Telekomunikasi Sekolah Teknik Elekto dan Infomatika Institut

Lebih terperinci

FISIKA. Kelas X HUKUM NEWTON TENTANG GRAVITASI K-13. A. Hukum Gravitasi Newton

FISIKA. Kelas X HUKUM NEWTON TENTANG GRAVITASI K-13. A. Hukum Gravitasi Newton K- Kelas X ISIKA HUKUM NEWON ENANG GAVIASI UJUAN PEMELAJAAN Setelah mempelajai matei ini, kamu dihaapkan memiliki kemampuan beikut.. Menjelaskan hukum gavitasi Newton.. Memahami konsep gaya gavitasi dan

Lebih terperinci

Bab 2 Gravitasi Planet dalam Sistem Tata Surya

Bab 2 Gravitasi Planet dalam Sistem Tata Surya PEA KONSEP Bab Gavitasi Planet dalam Sistem ata Suya Gavitasi Gavitasi planet Hukum Gavitasi Newton Hukum Keple Menentukan massa bumi Obit satelit bumi Hukum I Keple Hukum II Keple Hukum III Keple 0 Fisika

Lebih terperinci

FISIKA. Sesi LISTRIK STATIK A. GAYA COULOMB

FISIKA. Sesi LISTRIK STATIK A. GAYA COULOMB ISIKA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 04 Sesi NGAN LISTRIK STATIK A. GAYA COULOMB Jika tedapat dua atau lebih patikel bemuatan, maka antaa patikel tesebut akan tejadi gaya taik-menaik atau tolak-menolak

Lebih terperinci

Bab. Bangun Ruang Sisi Lengkung. A. Tabung B. Kerucut C. Bola

Bab. Bangun Ruang Sisi Lengkung. A. Tabung B. Kerucut C. Bola Bab Sumbe: www.contain.ca Bangun Ruang Sisi Lengkung Di Sekolah Dasa, kamu telah mengenal bangun-bangun uang sepeti tabung, keucut, dan bola. Bangun-bangun uang tesebut akan kamu pelajai kembali pada bab

Lebih terperinci

HUKUM COULOMB Muatan Listrik Gaya Coulomb untuk 2 Muatan Gaya Coulomb untuk > 2 Muatan Medan Listrik untuk Muatan Titik

HUKUM COULOMB Muatan Listrik Gaya Coulomb untuk 2 Muatan Gaya Coulomb untuk > 2 Muatan Medan Listrik untuk Muatan Titik HKM CMB Muatan istik Gaya Coulomb untuk Muatan Gaya Coulomb untuk > Muatan Medan istik untuk Muatan Titik FISIKA A Semeste Genap 6/7 Pogam Studi S Teknik Telekomunikasi nivesitas Telkom M A T A N Pengamatan

Lebih terperinci

BAB 17. POTENSIAL LISTRIK

BAB 17. POTENSIAL LISTRIK DFTR ISI DFTR ISI... 7. POTENSIL LISTRIK... 7. Potensial dan eda Potensial... 7. Dipole Listik...6 7.3 Kapasitansi Listik...9 7.4 Dielektikum... 7.5 Penyimpanan Enegi Listik...5 7.6 Pealatan : Tabung Sina

Lebih terperinci

GROUP 1 ORDINARY DIFFERENTIAL HELEN P. SYIFA N. A. DITA W. A. LILIK H. HIDAYATUL M. AGUSYARIF R. N. RIDHO A. EQUATIONS

GROUP 1 ORDINARY DIFFERENTIAL HELEN P. SYIFA N. A. DITA W. A. LILIK H. HIDAYATUL M. AGUSYARIF R. N. RIDHO A. EQUATIONS GROUP HELEN P. SYIFA N. A. DITA W. A. LILIK H. HIDAYATUL M. AGUSYARIF R. N. RIDHO A. ORDINARY DIFFERENTIAL EQUATIONS DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Dan koefisien korelasi parsial antara Y, X 2 apabila X 1 dianggap tetap, dinyatakan sebagai r y 2.1 rumusnya sebagai berikut:

Dan koefisien korelasi parsial antara Y, X 2 apabila X 1 dianggap tetap, dinyatakan sebagai r y 2.1 rumusnya sebagai berikut: Koelasi Pasial Koelasi Pasial beupa koelasi antaa sebuah peubah tak bebas dengan sebuah peubah bebas sementaa sejumlah peubah bebas lainnya yang ada atau diduga ada petautan dengannya, sifatnya tetentu

Lebih terperinci

Ilustrasi Persoalan Matematika

Ilustrasi Persoalan Matematika Pendahuluan Persoalan yang melibatkan model matematika banyak muncul dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan, seperti dalam bidang fisika, kimia, ekonomi, atau pada persoalan rekayasa (engineering), seperti

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PENERIMA BEASISWA MAHASISWA KURANG MAMPU PADA STMIK BUDIDARMA MEDAN MENERAPKAN METODE PROFILE MATCHING

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PENERIMA BEASISWA MAHASISWA KURANG MAMPU PADA STMIK BUDIDARMA MEDAN MENERAPKAN METODE PROFILE MATCHING SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PENERIMA BEASISWA MAHASISWA KURANG MAMPU PADA STMIK BUDIDARMA MEDAN MENERAPKAN METODE PROFILE MATCHING T.M Syahu Ichsan (1111667 ) Mahasiswa Pogam Studi Teknik Infomatika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. Jenis dan Lokasi Penelitian 3.. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian ekspeimen semu (quasi ekspeimental eseach, kaena penelitian yang akan dilakukan

Lebih terperinci

Gerak Melingkar. B a b 4. A. Kecepatan Linear dan Kecepatan Anguler B. Percepatan Sentripetal C. Gerak Melingkar Beraturan

Gerak Melingkar. B a b 4. A. Kecepatan Linear dan Kecepatan Anguler B. Percepatan Sentripetal C. Gerak Melingkar Beraturan B a b 4 Geak Melingka Sumbe: www.ealcoastes.com Pada bab ini, Anda akan diajak untuk dapat meneapkan konsep dan pinsip kinematika dan dinamika benda titik dengan caa menganalisis besaan Fisika pada geak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. banyaknya komponen listrik motor yang akan diganti berdasarkan Renewing Free

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. banyaknya komponen listrik motor yang akan diganti berdasarkan Renewing Free BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Pendahuluan Bedasakan tujuan penelitian ini, yaitu mendapatkan ekspektasi banyaknya komponen listik moto yang akan diganti bedasakan Renewing Fee Replacement Waanty dua dimensi,

Lebih terperinci

SUMBER MEDAN MAGNET. Oleh : Sabar Nurohman,M.Pd. Ke Menu Utama

SUMBER MEDAN MAGNET. Oleh : Sabar Nurohman,M.Pd. Ke Menu Utama SUMER MEDAN MAGNET Oleh : Saba Nuohman,M.Pd Ke Menu Utama Medan Magnetik Sebuah Muatan yang egeak Hasil-hasil ekspeimen menunjukan bahwa besanya medan magnet () akibat adanya patikel bemuatan yang begeak

Lebih terperinci

Fisika Dasar I (FI-321)

Fisika Dasar I (FI-321) Fisika Dasa I (FI-31) Topik hai ini (minggu ) Geak dalam Satu Dimensi (Kinematika) Keangka Acuan & Sistem Koodinat Posisi dan Pepindahan Kecepatan Pecepatan GLB dan GLBB Geak Jatuh Bebas Mekanika Bagian

Lebih terperinci

LISTRIK STATIS. F k q q 1. k 9.10 Nm C 4. 0 = permitivitas udara atau ruang hampa. Handout Listrik Statis

LISTRIK STATIS. F k q q 1. k 9.10 Nm C 4. 0 = permitivitas udara atau ruang hampa. Handout Listrik Statis LISTIK STATIS * HUKUM COULOM. ila dua buah muatan listik dengan haga q dan q, saling didekatkan, dengan jaak pisah, maka keduanya akan taik-menaik atau tolak-menolak menuut hukum Coulomb adalah: ebanding

Lebih terperinci

Bahan Ajar Fisika Teori Kinetik Gas Iqro Nuriman, S.Si, M.Pd TEORI KINETIK GAS

Bahan Ajar Fisika Teori Kinetik Gas Iqro Nuriman, S.Si, M.Pd TEORI KINETIK GAS Bahan ja Fisika eoi Kinetik Gas Iqo uian, S.Si,.Pd EORI KIEIK GS Pendahuluan Gas eupakan zat dengan sifat sifatnya yang khas diana olekul atau patikelnya begeak bebas. Banyak gajala ala yang bekaitan dengan

Lebih terperinci

Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral

Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral Sudaatno Sudiham Studi Mandii Fungsi dan Gafik Difeensial dan Integal oleh Sudaatno Sudiham i Dapublic Hak cipta pada penulis, 010 SUDIRHAM, SUDARYATNO Fungsi dan Gafik, Difeensial dan Integal Oleh: Sudaatmo

Lebih terperinci

IDENTITAS TRIGONOMETRI. Tujuan Pembelajaran

IDENTITAS TRIGONOMETRI. Tujuan Pembelajaran Kuikulum 03 Kelas X matematika WAJIB IDENTITAS TRIGONOMETRI Tujuan Pembelajaan Setelah mempelajai matei ini, kamu dihaapkan memiliki kemampuan beikut.. Memahami jenis-jenis identitas tigonometi.. Dapat

Lebih terperinci

trigonometri 4.1 Perbandingan Trigonometri

trigonometri 4.1 Perbandingan Trigonometri tigonometi 4.1 Pebandingan Tigonometi 0 Y x P(x,y) y X x disebut absis y disebut odinat jai-jai sudut positif diuku dai sumbu X belawanan aah putaan jaum jam Definisi : = x + y sin = y cos = x tan = y

Lebih terperinci

Liston Hasiholan 1) dan Sudradjat 2)

Liston Hasiholan 1) dan Sudradjat 2) EVALUASI KINERJA KARYAWAN MENGGUNAKAN METODE PEMROGRAMAN LINEAR FUY *) Liston Hasiholan 1) dan Sudadjat 2) ABSTRAK Pengukuan kineja kayawan meupakan satu hal yang mutlak dilakukan secaa peiodik oleh suatu

Lebih terperinci

1 Sistem Koordinat Polar

1 Sistem Koordinat Polar 1 Sistem Koodinat ola ada kuliah sebelumna, kita selalu menggunakan sistem koodinat Katesius untuk menggambakan lintasan patikel ang begeak. Koodinat Katesius mudah digunakan saat menggambakan geak linea

Lebih terperinci

Akar-Akar Persamaan. Definisi akar :

Akar-Akar Persamaan. Definisi akar : Akar-Akar Persamaan Definisi akar : Suatu akar dari persamaan f(x) = 0 adalah suatu nilai dari x yang bilamana nilai tersebut dimasukkan dalam persamaan memberikan identitas 0 = 0 pada fungsi f(x) X 1

Lebih terperinci

Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral

Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral Sudaatno Sudiham Studi Mandii Fungsi dan Gafik Difeensial dan Integal ii Dapublic BAB 7 Koodinat Pola Sampai dengan bahasan sebelumna kita membicaakan fungsi dengan kuva-kuva ang digambakan dalam koodinat

Lebih terperinci

The Production Process and Cost (I)

The Production Process and Cost (I) The Poduction Pocess and Cost (I) Yang dimaksud dengan Input (Kobanan) misalnya Mesin sebagai Kapital (Capital) dan Tenaga Keja sebagai Labou (L), sedangkan Q = Tingkat Output (Poduksi) yang dihasilkan

Lebih terperinci

Gerak melingkar beraturan

Gerak melingkar beraturan 13/10/01 Geak melingka beatuan geak melingka beatuan adalah geak dimensi dengan laju tetap, Aahnya beubah kecepatan beubah v i = vekto kecepatan awal v f = vekto kecepatan akhi θ = pepindahan sudut Gamba

Lebih terperinci

BAB MEDAN DAN POTENSIAL LISTRIK

BAB MEDAN DAN POTENSIAL LISTRIK 1 BAB MEDAN DAN POTENSIAL LISTRIK 4.1 Hukum Coulomb Dua muatan listik yang sejenis tolak-menolak dan tidak sejenis taik menaik. Ini beati bahwa antaa dua muatan tejadi gaya listik. Bagaimanakah pengauh

Lebih terperinci

KORELASI. menghitung korelasi antar variabel yang akan dicari hubungannya. Korelasi. kuatnya hubungan dinyatakan dalam besarnya koefisien korelasi.

KORELASI. menghitung korelasi antar variabel yang akan dicari hubungannya. Korelasi. kuatnya hubungan dinyatakan dalam besarnya koefisien korelasi. KORELASI Tedapat tiga macam bentuk hubungan anta vaiabel, yaitu hubungan simetis, hubungan sebab akibat (kausal) dan hubungan Inteaktif (saling mempengauhi). Untuk mencai hubungan antaa dua vaiabel atau

Lebih terperinci

ANALISIS TAHAN HIDUP DATA TERSENSOR TIPE II MENGGUNAKAN MODEL DISTRIBUSI WEIBULL PADA PENDERITA HEPATITIS C

ANALISIS TAHAN HIDUP DATA TERSENSOR TIPE II MENGGUNAKAN MODEL DISTRIBUSI WEIBULL PADA PENDERITA HEPATITIS C pepustakaan.uns.ac.id ANALISIS TAHAN HIDUP DATA TERSENSOR TIPE II MENGGUNAKAN MODEL DISTRIBUSI WEIBULL PADA PENDERITA HEPATITIS C Budi Santoso, Respatiwulan, dan Ti Atmojo Kusmayadi Pogam Studi Matematika,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB PENDAHULUAN. Lata belakang Pekembangan suatu teknologi sangat dipengauhi dengan pekembangan suatu ilmu pengetahuan. Tanpa peanan ilmu pengetahuan, bisa dipastikan teknologi akan sulit untuk bekembang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian merupakan rencana atau metode yang akan ditempuh

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian merupakan rencana atau metode yang akan ditempuh BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian meupakan encana atau metode yang akan ditempuh dalam penelitian, sehingga umusan masalah dan hipotesis yang akan diajukan dapat dijawab

Lebih terperinci

PAM 252 Metode Numerik Bab 2 Persamaan Nonlinier

PAM 252 Metode Numerik Bab 2 Persamaan Nonlinier PAM 252 Metode Numerik Bab 2 Persamaan Nonlinier Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas Semester Genap 2013/2014 1 Mahdhivan Syafwan Metode Numerik: Persamaan Nonlinier Solusi persamaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISA PENGUKURAN

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISA PENGUKURAN BAB IV Hasil Simulasi Dan Analisa Pengukuan BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISA PENGUKURAN 4.1. Pehitungan Saluan Pencatu Saluan pencatu yang digunakan pada Tugas Akhi ini menggunakan mikostip feedline.

Lebih terperinci

METODE NUMERIK. ROBIA ASTUTI, M.Pd. STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung

METODE NUMERIK. ROBIA ASTUTI, M.Pd. STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung METODE NUMERIK ROBIA ASTUTI, M.Pd. STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung BAB I METODE NUMERIK SECARA UMUM Metode numerik : Teknik yang di gunakan untuk memformulasikan persoalan matematika sehingga dapat

Lebih terperinci

Konsep energi potensial elektrostatika muatan titik : Muatan q dipindahkan dari r = ke r = r A Seperti digambarkan sbb :

Konsep energi potensial elektrostatika muatan titik : Muatan q dipindahkan dari r = ke r = r A Seperti digambarkan sbb : Knsep enegi ptensial elektstatika muatan titik : Muatan q dipindahkan dai = ke = A Sepeti digambakan sbb : q + Enegi ptensial muatan q yang tepisah pada jaak A dai Q U( A ) = - A Fc d Fc = 4 Q q ˆ = -

Lebih terperinci

Solusi Persamaan Diferensial Biasa

Solusi Persamaan Diferensial Biasa Bab 8 Solusi Pesamaan Difeensial Biasa Penalaan adala metode yang lambat dan beliku-liku dengan mana meeka yang tidak mengetaui kebenaan menemukannya. Hati mempunyai penalaan sendii sedangkan penalaan

Lebih terperinci

HUKUM NEWTON TENTANG GRAVITASI DAN GERAK PLANET

HUKUM NEWTON TENTANG GRAVITASI DAN GERAK PLANET HUKUM NEWTON TENTANG GAVITASI DAN GEAK PLANET Kompetensi Dasa 3. Mengevaluasi pemikian diinya tehadap keteatuan geak planet dalam tatasuya bedasakan hukum-hukum Newton Penahkah Anda mempehatikan dan memikikan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN III.1 Pehitungan Pegeakan Robot Dai analisis geakan langkah manusia yang dibahas pada bab dua, maka dapat diambil bebeapa analisis untuk membuat ancangan geakan langkah

Lebih terperinci

TRIGONOMETRI. Untuk SMA dan Sederajat. Penerbit. Husein Tampomas

TRIGONOMETRI. Untuk SMA dan Sederajat. Penerbit. Husein Tampomas TRIGONOMETRI Untuk SM dan Sedeajat Husein Tampomas Penebit 0 Husein Tampomas, Tigonometi, Unntuk SM dan Sedeajat, 018 PENGERTIN 1 PENGNTR KE FUNGSI TRIGONOMETRI Dalam bahasa Yunani, tigonometi tedii dai

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN. penelitian korelasional dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan

BAB II METODE PENELITIAN. penelitian korelasional dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan BAB II METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Bentuk penelitian yang dipegunakan dalam penelitian ini adalah bentuk penelitian koelasional dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan menggunakan umus

Lebih terperinci

Hand Out Fisika II MEDAN LISTRIK. Medan listrik akibat muatan titik Medan listrik akibat muatan kontinu Sistem Dipol Listrik

Hand Out Fisika II MEDAN LISTRIK. Medan listrik akibat muatan titik Medan listrik akibat muatan kontinu Sistem Dipol Listrik MDAN LISTRIK Medan listik akibat muatan titik Medan listik akibat muatan kontinu Sistem Dipol Listik Mach 7 Definisi Medan Listik () Medan listik pada muatan uji q didefinisikan sebagai gaya listik pada

Lebih terperinci

III. TEORI DASAR. Metoda gayaberat menggunakan hukum dasar, yaitu Hukum Newton tentang

III. TEORI DASAR. Metoda gayaberat menggunakan hukum dasar, yaitu Hukum Newton tentang 14 III. TEORI DASAR A. Hukum Newton Metoda gayabeat menggunakan hukum dasa, yaitu Hukum Newton tentang gavitasi dan teoi medan potensial. Newton menyatakan bahwa besa gaya taik menaik antaa dua buah patikel

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA A. Perambatan Bunyi di Luar Ruangan

TINJAUAN PUSTAKA A. Perambatan Bunyi di Luar Ruangan Kebisingan yang belebihan akan sangat bepengauh tehadap indea pendengaan. Seseoang yang telalu seing beada pada kawasan dengan kebisingan yang tinggi setiap hainya dapat mengalami gangguan pendengaan sementaa

Lebih terperinci

r, sistem (gas) telah melakukan usaha dw, yang menurut ilmu mekanika adalah : r r

r, sistem (gas) telah melakukan usaha dw, yang menurut ilmu mekanika adalah : r r 4. USH 4.1 System yang beada dalam keadaan setimbang akan tetap mempetahanan keadan itu. Untuk mengubah keadaan seimbang ini dipelukan pengauh-pengauh dai lua; sistem haus beinteaksi dengan lingkungannya.

Lebih terperinci

INDUKSI ELEKTROMAGNETIK

INDUKSI ELEKTROMAGNETIK INDUKSI ELEKTROMAGNETIK Oleh : Saba Nuohman,M.Pd Ke Menu Utama Pehatikan Tampilan eikut agaimana Listik dipoduksi dalam skala besa? Apakah batu bateai atau Aki saja bisa memenuhi kebutuhan listik manusia?

Lebih terperinci

Peningkatan Kinerja Pemodelan Resistivitas DC 3D dengan GPU Berkemampuan CUDA

Peningkatan Kinerja Pemodelan Resistivitas DC 3D dengan GPU Berkemampuan CUDA Peningkatan Kineja Pemodelan Resistivitas DC 3D dengan GPU Bekemampuan CUDA Haiil Anwa 1,a), Achmad Imam Kistijantoo 1,b) dan Wahyu Sigutomo 2,c) 1 Laboatoium Sistem edistibusi, Kelompok Keilmuan Infomatika,

Lebih terperinci

Kata. Kunci. E ureka. A Gerak Melingkar Beraturan

Kata. Kunci. E ureka. A Gerak Melingkar Beraturan Kata Kunci Geak melingka GM (Geak Melingka eatuan) GM (Geak Melingka eubah eatuan) Hubungan oda-oda Pada bab sebelumnya, kita sudah mempelajai geak luus. Di bab ini, kita akan mempelajai geak dengan lintasan

Lebih terperinci

MOMENTUM LINEAR DAN TUMBUKAN

MOMENTUM LINEAR DAN TUMBUKAN MOMENTUM LINEAR DAN TUMBUKAN 1. MOMENTUM LINEAR Momentum sebuah patikel adalah sebuah vekto P yang didefinisikan sebagai pekalian antaa massa patikel m dengan kecepatannya, v, yaitu: P = mv (1) Isac Newton

Lebih terperinci

Medan Listrik. Medan : Besaran yang terdefinisi di dalam ruang dan waktu, dengan sifat-sifat tertentu.

Medan Listrik. Medan : Besaran yang terdefinisi di dalam ruang dan waktu, dengan sifat-sifat tertentu. Medan Listik Pev. Medan : Besaan yang tedefinisi di dalam uang dan waktu, dengan sifat-sifat tetentu. Medan ada macam : Medan skala Cnthnya : - tempeatu dai sebuah waktu - apat massa Medan vekt Cnthnya

Lebih terperinci

BAB III EKSPEKTASI BANYAKNYA PENGGANTIAN KOMPONEN LISTRIK MOTOR BERDASARKAN FREE REPLACEMENT WARRANTY DUA DIMENSI

BAB III EKSPEKTASI BANYAKNYA PENGGANTIAN KOMPONEN LISTRIK MOTOR BERDASARKAN FREE REPLACEMENT WARRANTY DUA DIMENSI BAB III EKSPEKTASI BANYAKNYA PENGGANTIAN KOMPONEN LISTRIK MOTOR BERDASARKAN FREE REPLACEMENT WARRANTY DUA DIMENSI 3. Pendahuluan Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan ekspektasi banyaknya komponen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode meupakan caa keja yang digunakan untuk memahami, mengeti, segala sesuatu yang behubungan dengan penelitian aga tujuan yang dihaapkan dapat tecapai. Sesuai

Lebih terperinci

II. KINEMATIKA PARTIKEL

II. KINEMATIKA PARTIKEL II. KINEMATIKA PARTIKEL Kinematika adalah bagian dai mekanika ang mempelajai tentang geak tanpa mempehatikan apa/siapa ang menggeakkan benda tesebut. Bila gaa penggeak ikut dipehatikan, maka apa ang dipelajai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB III METODE PENELITIAN. Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : BAB III METODE PEELITIA A. Identifikasi Vaiabel Penelitian Pada bagian ini akan diuaikan segala hal yang bekaitan dengan identifikasi vaiabel penelitian, definisi opeasional vaiabel penelitian, subjek

Lebih terperinci

ELEMEN RANGKAIAN LISTRIK

ELEMEN RANGKAIAN LISTRIK MATA KULIAH KODE MK Dosen : FISIKA DASA II : EL-22 : D. Budi Mulyanti, MSi Petemuan ke-5 CAKUPAN MATEI. ESISTANSI DAN HUKUM OHM 2. ANGKAIAN LISTIK SEDEHANA 3. DAYA LISTIK DAN EFISIENSI JAINGAN SUMBE-SUMBE:.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. ilmiah, apabila penelitian tersebut menggunakan metode atau alat yang tepat. dan menguji kebenaran suatu pengetahuan.

III. METODE PENELITIAN. ilmiah, apabila penelitian tersebut menggunakan metode atau alat yang tepat. dan menguji kebenaran suatu pengetahuan. 8 III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Suatu penelitian dapat behasil dengan baik dan sesuai dengan posedu ilmiah, apabila penelitian tesebut menggunakan metode atau alat yang tepat. Dengan menggunakan

Lebih terperinci

Untuk mempermudah memahami materi ini, perhatikan peta konsep berikut ini. Listrik Statis. membahas. Muatan Listrik. ditinjau menurut.

Untuk mempermudah memahami materi ini, perhatikan peta konsep berikut ini. Listrik Statis. membahas. Muatan Listrik. ditinjau menurut. Bab 7 Listik Statis Pada minggu yang ceah, Icha menyetika baju seagamnya. Sambil menunggu panasnya setika, ia menggosok-gosokkan setika pada bajunya yang tipis. Tenyata Icha melihat dan measakan seakan-akan

Lebih terperinci

MODIFIKASI DISTRIBUSI MASSA PADA SUATU OBJEK SIMETRI BOLA

MODIFIKASI DISTRIBUSI MASSA PADA SUATU OBJEK SIMETRI BOLA p-issn: 2337-5973 e-issn: 2442-4838 MODIFIKASI DISTIBUSI MASSA PADA SUATU OBJEK SIMETI BOLA Yuant Tiandho Juusan Fisika, Univesitas Bangka Belitung Email: yuanttiandho@gmail.com Abstak Umumnya, untuk menggambakan

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. on maka S 1. akan off. Hal yang sama terjadi pada S 2. dan S 2. Gambar 2.1 Topologi inverter full-bridge

BAB 2 DASAR TEORI. on maka S 1. akan off. Hal yang sama terjadi pada S 2. dan S 2. Gambar 2.1 Topologi inverter full-bridge BAB 2 DASAR EORI 2. Pendahuluan Konvete dc-ac atau biasa disebut invete adalah suatu alat elektonik yang befungsi untuk menghasilkan keluaan ac sinusoidal dai masukan dc dimana magnitudo dan fekuensinya

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIK ANTARA KONSUMSI DAN TABUNGAN DALAM WAKTU KONTINU

ANALISIS DINAMIK ANTARA KONSUMSI DAN TABUNGAN DALAM WAKTU KONTINU Posiding SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN:2089-3582 ANALISIS DINAMIK ANTARA KONSUMSI DAN TABUNGAN DALAM WAKTU KONTINU 1 Lian Apianna, 2 Sudawanto, dan 3 Vea Maya Santi Juusan Matematika,

Lebih terperinci

Studi Pencarian Akar Solusi Persamaan Nirlanjar Dengan Menggunakan Metode Brent

Studi Pencarian Akar Solusi Persamaan Nirlanjar Dengan Menggunakan Metode Brent Studi Pencarian Akar Solusi Persamaan Nirlanjar Dengan Menggunakan Metode Brent Tommy Gunardi / 13507109 1 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung,

Lebih terperinci

Solusi Persamaan Ricci Flow dalam Ruang Empat Dimensi Bersimetri Bola

Solusi Persamaan Ricci Flow dalam Ruang Empat Dimensi Bersimetri Bola Bab 3 Solusi Pesamaan Ricci Flow dalam Ruang Empat Dimensi Besimeti Bola Bedasakan bentuk kanonik metik besimeti bola.18, dapat dibuat sebuah metik besimeti bola yang begantung paamete non-koodinat τ sebagai,

Lebih terperinci

Xpedia Fisika. Mekanika 03

Xpedia Fisika. Mekanika 03 Xpedia Fisika Mekanika 03 halaan 1 01. Manakah diaga dai dua planet di bawah ini yang ewakili gaya gavitasi yang paling besa diantaa dua benda beassa? 0. Sebuah satelit beada pada obit engelilingi bui.

Lebih terperinci

Model Matematika Sistem Persediaan (Q, R) Yang Terkait Dengan Mutu Barang Dan Informasi Permintaan Lengkap

Model Matematika Sistem Persediaan (Q, R) Yang Terkait Dengan Mutu Barang Dan Informasi Permintaan Lengkap Vol. 3, No., 7-79, Januai 7 Model Matematika Sistem Pesediaan (Q, R) Yang Tekait Dengan Mutu Baang Dan Infomasi Pemintaan Lengkap Agus Sukmana Abstact This pape deals with an inventoy model fo continuous

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGGUNAAN SUMBER BELAJAR DAN MINAT BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR PENGUKURAN DASAR SURVEY

HUBUNGAN PENGGUNAAN SUMBER BELAJAR DAN MINAT BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR PENGUKURAN DASAR SURVEY ISSN 085-05 Junal Penelitian Bidang Pendidikan Volume 0(): 6 -, 04 HUBUNGAN PENGGUNAAN SUMBER BELAJAR DAN MINAT BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR PENGUKURAN DASAR SURVEY Dedek Suhendo dan Kistian Juusan Pendidikan

Lebih terperinci

Analisis Numerik Ragam pada Pelat Utuh dan Retak: Studi Interaksi Dinamis Struktur dengan Udara ABSTRAK

Analisis Numerik Ragam pada Pelat Utuh dan Retak: Studi Interaksi Dinamis Struktur dengan Udara ABSTRAK Volume 6, Nomo 1, Pebuai 2009 Junal APLIKASI Analisis Numeik pada Pelat Utuh dan Retak: Studi Inteaksi Dinamis Stuktu dengan Udaa Agung Budipiyanto Pogam Diploma Teknik Sipil FTSP ITS email: agungbp@ce.its.ac.id

Lebih terperinci

IV. STABILITAS LERENG. I. Umum Lereng alam Bukit Galian Basement Lereng buatan Timbunan tanggul jalan bendung. Dorong membuat tanah longsor

IV. STABILITAS LERENG. I. Umum Lereng alam Bukit Galian Basement Lereng buatan Timbunan tanggul jalan bendung. Dorong membuat tanah longsor IV. STABILITAS LERENG I. Umum Leeng alam Bukit Galian Basement Leeng buatan Timbunan tanggul jalan bendung Gaya-gaya d o o n g Doong membuat tanah longso Lawan kuat gese tanah - Beat sendii tanah (γ b,

Lebih terperinci

FISIKA DASAR 2 PERTEMUAN 2 MATERI : POTENSIAL LISTRIK

FISIKA DASAR 2 PERTEMUAN 2 MATERI : POTENSIAL LISTRIK UNIVERSITAS BUANA PERJUANGAN KARAWANG Teknik Industi FISIKA DASAR PERTEMUAN MATERI : POTENSIAL LISTRIK SILABI FISIKA DASAR Muatan dan Medan Listik Potensial Listik Kapasito dan Dielektik Aus dan Resistansi

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. hasil. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (2002:136) metode penelitian

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. hasil. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (2002:136) metode penelitian 7 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode adalah suatu caa atau jalan yang ditempuh untuk mencapai suatu hasil. Sedangkan menuut Suhasimi Aikunto (00:36) metode penelitian adalah caa

Lebih terperinci

Talk less... do more...!!!!!

Talk less... do more...!!!!! Talk less... do moe...!!!!! CLCULUS VEKTOR Difeensiasi fungsi VEKTOR Integasi fungsi Vekto Difeensiasi fungsi VEKTOR Difeensiasi Biasa dai fungsi vekto Jika i j zk Dan ( u); ( u); dan z z( u) Dimana u

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pokok yang harus diperhatikan yaitu dilaksanakan secara sistematis,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pokok yang harus diperhatikan yaitu dilaksanakan secara sistematis, 8 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Suatu penelitian yang dilakukan dengan baik pada dasanya ada tiga hal pokok yang haus dipehatikan yaitu dilaksanakan secaa sistematis, beencana dan

Lebih terperinci

BANGUN RUANG SISI LENGKUNG

BANGUN RUANG SISI LENGKUNG MGMP MATEMATIKA SMP KOTA MALANG BANGUN RUANG SISI LENGKUNG MODUL/BAHAN AJAR KELAS 9 PENYUSUN Ds.WIJANARKO EDITOR ANIK SUJIATI,S.Pd. MM BANGUN RUANG SISI LENGKUNG BAB 2BANGUN RUANG SISI LENGKUNG Setelah

Lebih terperinci

MEDAN LIST S RIK O eh : S b a a b r a Nu N r u oh o m h an a, n M. M Pd

MEDAN LIST S RIK O eh : S b a a b r a Nu N r u oh o m h an a, n M. M Pd MEDAN LISTRIK Oleh : Saba Nuohman, M.Pd Ke Menu Utama Pehatikan Video Beikut: Mengapa itu bisa tejadi? Muatan Listik Penjelasan seputa atom : Diamete inti atom Massa potonmassa neton Massa elekton Muatan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1. Pengertian Umum

BAB II DASAR TEORI 2.1. Pengertian Umum BAB II DASAR TEORI.1. Pengetian Umum Gokat meupakan salah satu poduk yang saat dengan teknologi dan pekembangan. Ditinjau dai segi komponen, Gokat mempunyai beagam komponen didalamnya, namun secaa gais

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari aplikasi Fisika Kuantum dalam fisika atom

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari aplikasi Fisika Kuantum dalam fisika atom PENDAHULUAN Di dalam modul ini Anda akan mempelaai aplikasi Fisika Kuantum dalam fisika atom dan fisika molekul yang mencakup: Fisika atom dan Fisika Molekul. Oleh kaena itu, sebelum mempelaai modul ini

Lebih terperinci

EVALUASI DANA PENSIUN DENGAN METODE BENEFIT PRORATE CONSTANT PERCENT. Abstrak

EVALUASI DANA PENSIUN DENGAN METODE BENEFIT PRORATE CONSTANT PERCENT. Abstrak EVALUASI DANA PENSIUN DENGAN METODE BENEFIT PRORATE CONSTANT PERCENT Sudianto Manullang Yasifati Hia Abstak Pengelolaan dana pensiun dapat menentukan dan mendoong peningkatan poduktivitas angkatan keja.

Lebih terperinci