BAB I PENDAHULUAN I.1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN I.1"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I. Laar Belakang Dermaga merupakan salah sau fasilias di pelabuhan yang memiliki fungsi sebagai empa kapal merapa dan beramba sehingga mempermudah kegiaan perpindahan barang dan penumpang. Dalam perencanaan pembangunan dermaga harus memperhiungkan fakor-fakor yang akan mempengaruhi kesabilan bangunan dermaga sera keamanan kapal-kapal yang berlabuh, fakor-fakor ersebu adalah angin, gelombang dan pasang suru (Triamodjo b, 2003). Pasang suru menjadi fakor yang harus diperhiungkan karena kejadiannya yang bersifa periodik dan pasi mempengaruhi bangunan dermaga, baik pada saa persiapan, pembangunan maupun pemakaian. Produk pasang suru yaiu highes high waer level (HHWL) merupakan komponen dasar dalam perhiungan design waer level (DWL) unuk menenukan nilai elevasi dermaga. Nilai HHWL dienukan berdasarkan pengamaan pasang suru selama minimal 5 hari, dimana daa pasang suru 5 hari dianggap elah mencakup sau siklus pasang suru yaiu pasang purnama hingga pasang perbani (Triamodjo a, 2003). Di Indonesia sendiri pengamaan pasang suru unuk keperluan prakis seperi perencanaan bangunan panai hanya dilakukan selama 5 pianan (seri pendek) aau 29 pianan (seri panjang) (Poerbandono dan Djunarsjah, 2005). Pasal 8 aya 2 Perauran Pemerinah Republik Indonesia Nomor 6 ahun 2009 enang kepelabuhan menegaskan bahwa Meneri meneapkan rencana induk pelabuhan ermasuk didalamnya hal pengoperasian pelabuhan secara aman unuk jangka waku 20 ahun. Selanjunya seelah periode ersebu akan dilakukan pengonrolan seiap 5 ahun sekali. Berdasarkan uraian di aas maka dalam perencanaan pembangunan dermaga di Indonesia, daa pasu dengan lama pengamaan 5 hari aau 30 hari dianalisis harmonik dan dihiung nilai HHWL nya sehingga didapa nilai elevasi dermaga yang dinyaakan aman unuk jangka waku panjang. Konrol keamanan elevasi dermaga merupakan nilai

2 2 HHWL dari daa pasu hasil prediksi hingga jangka waku panjang. Suau dermaga dinyaakan aman jika idak ergenang air lau, dan menuru sandar krieria desain pelabuhan Indonesia (984) baas aman inggi HHWL adalah maksimal 30 cm di bawah lanai dermaga yang nilainya bereferensi erhadap MSL. Tinggi air pada pengamaan pasu merupakan resulan dari berbagai gelombang (konsana pasu) yang dominan dibangkikan akiba adanya gaya graviasi bumi dengan bulan dan maahari. Benda-benda langi ersebu masing-masing bergerak dengan siklusnya yang membenuk pola harmonik sederhana dengan periode yang eap (NN., 200 dalam Perbani, 200). Jika periode suau konsana pasu eap maka frekuensinya juga eap, sedangkan yang selalu berubah adalah nilai ampliudo dan fasenya. Sebagai daa diskre, daa pasu akan membaasi konsana pasu yang dapa dianalisis. Panjang pengamaan pasu memegang peranan pening dalam analisis harmonik sehingga dapa memisahkan konsana-konsana pasu sau sama lain dengan baik. Namun jika keersediaan daa pengamaan pasu hanya dalam periode pendek, maka jumlah konsana pasu yang dapa dianalisis sediki. Selanjunya dalam perhiungan prediksinya pun hanya akan melibakan konsana-konsana pasu yang nilainya masih erkonaminasi oleh energi konsana pasu lain yang idak erwakili (Perbani, 200). Daa hasil prediksi idak akan bisa merekonsruksi kejadian-kejadian yang mempengaruhi inggi pasu selama jangka waku panjang, karena daa masukannya merupakan daa idak sabil yang hanya menggambarkan fenomena pembangki pasu pada periode pendek seperi fraksi seengah bulan aau sau bulan. Penggunaan daa pasu periode pendek unuk penenuan elevasi dermaga sebelumnya pernah dilakukan. Elevasi dermaga dihiung berdasarkan nilai high waer spring (HWS) dari daa pengamaan pasu selama sau ahun. Sedangkan sebagai konrol keamanannya adalah nilai perkiraan kenaikan muka air lau dan nilai HWS pada iga ahun ke depan yang didapa dari daa pasu hasil prediksi (Rachmayani, dkk, 20). Namun demikian, daa pasu hasil prediksi idak diuji keandalannya sehingga idak dikeahui apakah nilai HHWL yang digunakan sebagai konrol keamanan sudah benar.

3 3 Sehubungan dengan iu maka perlu adanya peneliian mengenai pengaruh periode daa pasu erhadap hasil nilai elevasi dermaga dan nilai HHWL sebagai konrol keamanannya. Penulis dalam peneliian ini membandingkan nilai HHWL dari masing-masing daa pasu berbeda periode pengamaan dengan nilai elevasi dermaga yang dihasilkan. Daa pasu dikelompokkan menjadi lima kelompok berdasarkan periode pergerakan bumi, bulan, dan maahari, yaiu 5 hari, 30 hari, ahun, 8,85 ahun, dan 8,6 ahun. Nilai HHWL merupakan hasil penjumlahan nilai muka air lau reraa dan ampliudo konsana uama pasu yang didapa dari analisis harmonik dan prediksi pasu dengan meode leas square. Nilai konsana pasu dari daa pasu hasil prediksi dianalisis ingka presisinya erhadap nilai konsana pasu dari daa pengamaan asli menggunakan uji saisik. Dari proses ersebu maka dikeahui apakah daa pasu periode pendek dapa digunakan unuk penenuan nilai elevasi dermaga yang aman sera periode daa pasu yang opimal unuk melakukan prediksi jangka panjang. Berkenaan dengan pelaksanaan peneliian ersebu, kelengkapan daa pasu dengan lama pengamaan minimal 8,6 ahun sanga dibuuhkan. Sasiun pasang suru Jepara milik Badan Informasi Geospasial (BIG) yang erleak di LS, BT merupakan salah sau sasiun pasu yang memiliki daa pasu dengan lama pengamaan selama 20 ahun erhiung dari ahun 994. Selain karena keersediaan daa pasu dengan lama pengamaan yang panjang, area perairan Jepara dipilih sebagai lokasi peneliian karena sekiar 20 meer ke bara dari sasiun pasu Jepara erdapa dermaga Panai Karini yang berfungsi khusus sebagai dermaga kapal ferry. Dermaga ersebu merupakan dermaga skala regional yang pening peranannya dalam bidang ransporasi lau dan perekonomian di pulau Jawa. I.2 Rumusan Masalah Daa pasu periode pendek merupakan daa pasu yang idak sabil, karena idak semua pengaruh fenomena pergerakan benda-benda langi erkandung di dalamnya. Selain iu nilai ampliudo konsana pasu hasil analisis harmoniknya masih ercampur

4 4 dengan nilai konsana pasu lain yang idak dapa dipisahkan. Sedangkan unuk kepeningan prakis khususnya perencanaan bangunan dermaga, daa pasu periode pendek biasa digunakan unuk mengiung nilai HHWL dalam penenuan elevasi dermaga sekaligus sebagai nilai konrol keamanannya unuk jangka waku panjang. Berdasarkan uraian rumusan masalah di aas maka dalam peneliian ini dienukan beberapa peranyaan ilmiah sebagai beriku:. Bagaimana pengaruh periode pengamaan pasu berdasarkan sisem pergerakan bumi, bulan, dan maahari erhadap nilai MSL dan ampliudo konsana pasu sera daa pasu hasil prediksinya? 2. Bagaimana hubungan nilai HHWL dari daa pasu periode 5 hari, 30 hari, ahun, 8,85 ahun dan 8,6 ahun dan prediksinya selama 8,6 ahun erhadap nilai elevasi dermaga yang dihasilkan? 3. Berapa lama periode daa pasu yang opimal unuk prediksi daa pasu selama 8,6 ahun? I.3 Tujuan Peneliian Tujuan yang ingin dicapai dalam peneliian ini adalah sebagai beriku :. Menganalisis pengaruh lama pengamaan daa pasu berdasarkan sisem pergerakan bumi, bulan dan maahari erhadap nilai MSL dan ampliudo konsana pasu sera daa pasu hasil prediksinya. 2. Menganalisis hubungan nilai HHWL dari masing-masing kelompok daa pasu berdasarkan pergerakan bumi, bulan, dan maahari dan daa pasu prediksinya selama 8,6 ahun erhadap nilai elevasi dermaga yang dihasilkan. 3. Menenukan periode daa pasu yang opimal unuk prediksi pasu selama 8,6 ahun ke depannya.

5 5 I.4 Manfaa Peneliian Manfaa yang didapa dari peneliian ini adalah dihasilkan evaluasi perbandingan nilai elevasi muka air lau acuan dan nilai elevasi dermaga dari kelompok daa prediksi dengan kelompok daa asli pengamaan 8,6 ahun. Diharapkan hasil peneliian ini dapa dijadikan salah sau bahan perimbangan pembuaan kebijakan khususnya dibidang rekayasa mengenai perencanaan pembangunan bangunan panai di daerah perairan Jepara dan sekiarnya. I.5 Baasan Masalah Baasan masalah dalam peneliian ini adalah sebagai beriku :. Daa pasang suru yang digunakan adalah daa pasang suru di perairan Jepara selama periode 9 ahun dari ahun 994 sampai ahun 202 yang sudah divalidasi oleh BIG. 2. Pengolahan daa pasang suru menggunakan meode leas square dan anpa ada proses inerpolasi pada daa kosong. 3. DWL dienukan berdasar HHWL dan nilai SLR (sea level rise) global dengan idak memperhiungkan nilai sorm surge aau wind se-up. 4. Nilai baas keamanan elevasi dermaga sesuai dengan krieria desain pelabuhan Indonesia (984) unuk dermaga yang melayani kapal kecil. I.6 Tinjuan Pusaka Peneliian dengan opik yang hampir serupa elah pernah dilakukan yaiu, Rachmayani, dkk (20) melakukan peneliian mengenai penenuan HWS (High Waer Spring) dengan menggunakan komponen pasu unuk penenuan elevasi dermaga. Peneliian ersebu menggunakan daa pasu perairan Teluk Lamong dengan periode sau ahun selama ahun Daa pasu diolah dengan meode leas square menggunakan sofware WXTide 32 dan Qinsy 7.5, sehingga menghasilkan nilai ampliudo delapan komponen pasu yaiu M2, S2, N2, K, O, MS4, dan M4 dengan M2 dan K merupakan komponen yang lebih mendominan dibandingkan dengan komponen yang

6 6 lain. Nilai ampliudonya sebesar 42,4 cm unuk komponen M2 dan 4,5 cm unuk komponen K. Pada peneliian ersebu elevasi muka air lau yang dipilih sebagai acuan adalah HWS dengan nilai sebesar 2,884 meer. Prediksi elevasi air lau juga dilakukan unuk periode ahun 200, pada daa prediksi ahun 200 didapakan nilai HWS sebesar 283,4 cm, dari nilai ersebu dapa dikeahui bahwa erjadi penurunan sebesar 5 cm apabila dibandingkan dengan HWS ahun Elevasi dermaga dienukan sesuai Sandar Krieria Desain unuk Pelabuhan Indonesia (984) dan mengacu pada pea baimeri area rencana dermaga dengan kedalaman yang dikehendaki sebesar 20 meer. Elevasi dermaga dihiung menggunakan nilai HWS ahun 2007 dengan idak memperhiungkan nilai sorm surge dan kenaikan muka air lau (sea rise level) akiba pemanasan global, sehingga elevasi dermaga yang dihasilkan adalah 4,884 meer. Berdasarkan hasil nilai HWS daa prediksi pasu ahun 200 sera nilai perkiraan kenaikan muka air lau pada ahun 2050 yaiu sebesar 0,25-0,5 meer, maka nilai elevasi dermaga yang dihasilkan masih berada di baas aman, karena lanai dermaga idak mengalami banjir saa erjadi pasang inggi. Selain iu erdapa beberapa peneliian lainnya mengenai analisis pasang suru lau yang dijadikan sebagai rujukan sekaligus pembanding dianaranya adalah, Sinaga (200) dengan peneliiannya yang berema analisis perbandingan anara daa pasu dan prediksi pasu unuk pendefinisian LAT. Peneliian ersebu menggunakan daa pasu selama ahun dari empa sasiun pasu yaiu, sasiun pasu pulau Chrismas, sasiun pasu Perancis, sasiun pasu Galveson, dan sasiun pasu Guam. Koreksi daa melipui koreksi spike dan koreksi daa kosong. Koreksi daa kosong dilakukan dengan inerpolasi menggunakan meode polynomial deraja enam dan sesuai oleransi BIG yaiu, panjang daa kosong yang diperbolehkan diinerpolasi idak lebih dari 24 jam. Proses prediksi pasu dilakukan dengan meode leas square menggunakan daa pasu selama sau ahun perama unuk memprediksi inggi muka air lau selama 8,6 ahun kedepannya. Nilai LAT dienukan dengan cara mencari nilai erendah dari keseluruhan daa diseiap se daa, hasilnya dapa diliha pada abel I..

7 7 Tabel I. Nilai LAT daa pengamaan dan daa prediksi empa sasiun pasu Daa Pengamaan Daa Prediksi Sasiun Pasu Periode LAT (cm) Periode LAT (cm) Pulau Chrismas Prancis Galveson Guam Sumber: Sinaga, 200 Hermawan (202) melakukan peneliian enang pengaruh pengamaan daa dan kualias daa inggi muka air lau erhadap hasil prediksi ampliudo dan daum pasu. Daa yang diolah adalah daa pasu dari sasiun pasu Bekapai, Dela Mahakam, Kalimanan Timur periode Januari 200 hingga 3 Desember 200. Daa ersebu dipecah menjadi sembilan kelompok daa yaiu, daa uuh sau ahun, daa enam bulan, daa iga bulan, iga kelompok daa sau bulan, dan iga kelompok daa 5 hari. Masingmasing kelompok daa digunakan unuk memprediksi inggi muka air lau selama sau ahun di ahun yang sama dengan meode leas square, daa prediksi dianalisis kembali unuk mendapakan nilai ampliudo besera kesalahannya yang selanjunya digunakan dalam penenuan nilai MLWS, MHWS, HAT, dan LAT. Unuk mengeahui pengaruh daa dan kualias daa maka daa pengamaan sau ahun diberi kesalahan berupa daa kosong dan daa spike, lalu dilakukan prediksi dan diolah lagi unuk mendapakan nilai konsana pasu, kesalahan ampliudo, dan nilai daumnya. Hasil peneliian ersebu dapa diliha diabel I.2. Kesimpulan dari peneliian ersebu adalah nilai variansi dari hasil prediksi pasu berganung pada jumlah daa yang digunakan, semakin panjang daa dan kualiasnya baik dalam hal ini kecilnya jumlah daa kosong dan daa spike maka semakin kecil nilai varian yang dihasilkan.

8 8 Tabel I.2 Nilai daum dan variansi dengan iga pengaruh Daum dan Pengaruh Panjang daa (Periode) Pengaruh Daa Kosong (Prosenase) Pengaruh Daa Spike (Prosenase) Variansi 5 (meer) Tahun Bulan Hari 7% 0,8% 0,03% 6% 3% 0,25% Variansi 0,0085 0,047 0,06 0,0086 0,0086 0,0085 0,0086 0,0085 0,0085 MLWS 2,576 2,553 2,570 2,585 2,578 2,575 2,585 2,594 2,553 MHWS 2,285 2,307 2,29 2,296 2,267 2,267 2,296 2,28 2,275 HAT 3,839 3,725 3,770 3,843 3,839 3,839 3,840 3,840 3,840 LAT,349,387,332,357,348,350,348,349,348 Sumber: Hermawan, 202 Rachmadi (20) dalam peneliiannya yang berjudul Analisis Kualias Daa Pasu unuk Pendifinisian Char Daum menganalisis kualias daa pasang suru di enam sasiun pasu milik BIG yaiu sasiun pasu Baam, Cilacap, Lembar, Mahalayai, Tarakan dan Sorong. Daa pasu ersebu merupakan daa pengamaan selama ahun Daa pasu diolah menggunakan pendekaan grafik unuk pengecekan kesalahan daa spike dan offse, analisis meode kuadra erkecil dan prediksi menggunakan aplikasi T-Tide. Hasil peneliian ersebu adalah daa dari iga sasiun pasu yaiu sasiun pasu Cilacap, Malahayai, dan Sorong idak lolos proses konrol kualias daa, ini dikarenakan erdapa daa kosong lebih dari 24 jam. Tiga sasiun pasu sisanya yang daanya memenuhi konrol kualias daa yaiu sasiun pasu Baam, Lembar dan Tarakan, masing-masing dilakukan analisis konsana pasu dan menghasilkan 70 komponen pasu yang selanjunya digunakan unuk prediksi. Hasil prediksinya dinyaakan memiliki akurasi persebaran daa yang baik, karena nilai RMS nya mendekai nol yaiu, 0,027 meer unuk sasiun pasu Baam, 0,03 unuk sasiun Lembar, dan 0,027 unuk sasiun Tarakan. Peneliian yang dilakukan oleh penulis mengambil lokasi peneliian di perairan Jepara, daa yang digunakan adalah daa pasu sasiun pasu Jepara milik BIG dengan

9 9 panjang periode daa dari ahun Daa ersebu dibagi menjadi empa kelompok daa pengamaan dan prediksi yaiu kelompok daa 30 hari, sau ahun, 8,85 ahun, dan 8,6 ahun. Konrol kualias daa melipui koreksi daa kosong, koreksi offse, dan koreksi daa spike menggunakan uji saisik dengan ingka kepercayaan 2σ. Meode hiungan yang dipakai adalah meode leas quare unuk mendapakan nilai HHWL dari masing-masing kelompok daa yang selanjunya digunakan unuk menghiung elevasi dermaga. Hasil hiungan berupa nilai komponen pasu dan elevasi muka air lau acuan dari masing-masing kelompok daa dibandingkan dan diarik kesimpulan enang pengaruh periode dan kualias daa pasu erhadap nilai elevasi dermaga yang dihasilkan. I.7 Landasan Teori I.7. Pasang Suru Lau Pasang suru merupakan pergerakan permukaan air lau secara periodik yang memiliki hubungan fase dan ampliudo erhadap periode gaya geofisik (Inernaional Oceanographic Comission, 985). Tinggi muka air lau pada perisiwa pasang suru merupakan resulan dari berbagai gelombang yang dominan dibangkikan akiba adanya pengaruh variasi gaya graviasi benda langi khususnya bulan dan maahari erhadap pergerakan reguler bumi dan bulan sera sisem bumi dan maahari. Fakor-fakor nonasronomi seperi konfigurasi garis panai, kedalaman lokal air lau, opografi dasar lau, dan pengaruh hidrografi sera meereologi lainnya juga memiliki peran pening dalam mengubah range dari pasu, inerval waku anara air inggi dan air rendah, dan waku kedaangan gelombang (NOAA, 2007). Perisiwa pasang suru lau sebenarnya elah dipelajari sejak lama. Pada ahun 687, Sir Isaac Newon menggunakan eori equilibrium pasang suru unuk menjelaskan respon dari lau di permukaan bumi erhadap pengaruh gaya graviasi bulan dan maahari (de Jong, e all, 200). Teori equilibrium menolak benuk, kedalaman dan konfigurasi dari basin, pergeseran, massa anah, inersia dari massa air, dan gaya koriolis. Teori equilibrium mengasumsikan bumi dalam kondisi yang ideal dengan asumsi sebagai beriku :

10 0. Bumi berbenuk bola. 2. Permukaan bumi seluruhnya diselimui oleh air dengan densias dan kedalaman yang sama. 3. Bumi mengiari maahari dengan kecepaan konsan sera orbi berbenuk lingkaran. 4. Bidang orbi bumi mengelilingi maahari berimpi dengan bidang equaor bumi. Teori equilibrium aau eori pasu seimbang ini mampu memberikan gambaran fenomena pasu secara kualiaif namun belum bisa unuk meramalkan pasu secara kuaniaif. Maka unuk menjelaskan fenomena erjadinya pasang suru yang lebih real dikembangkan eori gaya pembangki pasu lau. Sir Isaac Newon menyaakan bahwa maahari dan bulan membangkikan medan gaya di sekeliling bumi, dimana arah dan besarnya gaya berubah-ubah secara periodik sesuai dengan posisi kedua benda langi (bulan dan maahari) erhadap bumi. Gaya-gaya inilah yang membangkikan pasu lau dan disebu gaya pembangki pasu (GPP) (de Jong, e all, 200). Gaya pembangki pasu erdiri dari dua gaya yaiu gaya graviasi bulan dan gaya senrifugal sebagai gaya penyeimbang. Hukum Newon enang graviasi universal menyaakan bahwa gaya graviasi anara dua benda berbanding lurus dengan massanya dan berbanding erbalik dengan kuadra jarak anar dua benda ersebu. Hukum newon ersebu secara maemaik dinyaakan melalui rumus I. (de Jong, e all, 200) :... (I.) Keerangan rumus : Fg : magniude gaya graviasi G : konsana graviasi universal (6, m 3 kg - s -2 ) m dan m 2 : besar massa benda dan benda 2

11 R : jarak anara pusa massa kedua benda Maahari 27 jua kali lebih besar dari bulan, api jarak maahari ke bumi 390 kali lebih jauh dari jarak bulan ke bumi (NOAA, 2007). Berdasarkan rumus hukum newon diaas dikombinasikan dengan hukum enang dua benda langi yang bergerak bersama erhadap pusa massa bersamanya maka dapa dikeahui bahwa gaya pembangki pasu oleh maahari berkurang (59 jua kali) dibandingkan dengan gaya pembangki pasu oleh bulan, besarnya gaya pembangki pasu yang dihasilkan oleh maahari adalah 46% dari gaya pembangki pasu oleh bulan, dengan kaa lain magniude gaya graviasi bulan lebih besar dibanding maahari sehingga dominan dalam membangkikan pasu di bumi dengan arah gayanya diseiap iik di permukaan bumi selalu menuju ke bulan. Komponen gaya pembangki pasu berikunya adalah gaya senrifugal, gaya ini merupakan gaya penyeimbang. Gaya senrifugal lebih besar dari gaya graviasi dan nilainya sama unuk seiap iik diseluruh permukaan bumi dengan arah gaya menjauhi bulan. Besarnya gaya senrifugal secara maemaik dinyaakan dalam rumus I.2 (de Jong, e all, 200) :... (I.2) Keerangan : Fs : magniude gaya senrifugal G : konsana graviasi universal (6, m 3 kg - s -2 ) Mm : besar massa bulan r : jarak dari iik dipermukaan bumi ke pusa massa bulan I.3 dan I.4 : Selanjunya besarnya nilai gaya pembangki pasu dihiung menggunakan rumus.. (I.3)

12 2.. (I.4) Pada rumus I.4 operasi hiungan menjadi minus dikarenakan komponen gaya pembangki pasu merupakan dua vekor yang berlawanan arah, unuk lebih jelasnya dapa diliha pada gambar I., dimana iik P merupakan suau iik di permukaan bumi dengan r merupakan jarak dari iik P ke pusa bulan, R E merupakan jari-jari bumi, dan d M merupakan jarak dari pusa bumi ke pusa bulan. Fs Fg Gambar I..Geomeri pembangki pasu di iik P dalam sisem bumi bulan (Sumber : dimodifikasi dari de Jong, e all, 200) Gaya pembangki pasu menghasilkan dua pasang lau di dua sisi bumi yang berbeda. Pasang yang dibangkikan oleh gaya graviasi bulan erleak di sisi bumi yang deka dengan bulan, sedangkan di sisi bumi sebaliknya aau yang jauh dari bulan juga mengalami pasang yang dibangkikan oleh gaya senrifugal seperi yang diunjukkan pada gambar I.2.

13 3 Gambar I.2.Pasang dan suru dalam sisem bumi bulan (Sumber : de Jong, e all, 200) I.7.2 Gerakan Periodik Bulan, Bumi, dan Maahari Posisi benda-benda langi yaiu bulan dan maahari erhadap bumi selalu berubahubah secara periodik. Variasi posisi ersebu merupakan akiba dari gerakan periodik nya. Pada peneliian ini gerakan gerakan periodik benda langi yang dibahas adalah sebagai beriku :. Revolusi bulan mengelilingi bumi. Periode bulan mengelilingi bumi sama dengan periodenya unuk beroasi yaiu 29,5 hari (solar day) (Pugh, 996). Revolusi bulan pada orbinya yang berbenuk ellips mengakibakan variasi posisi bulan erhadap bumi dan maahari yang disebu dengan fase bulan. Fase perama adalah fase bulan baru dan fase bulan mai. Waku yang dibuuhkan unuk mengalami fase bulan baru ke bulan baru selanjunya aau fase bulan mai ke bulan mai selanjunya adalah 29,5 hari. Fase bulan baru dan bulan mai merupakan posisi dimana bumi, bulan dan maahari erleak pada sau garis seperi yang diunjukkan pada gambar I.3. Fase bulan baru mengakibakan lau di permukaan bumi yang erdeka dan erjauh dari bulan mengalami pasang eringgi (spring ide), sekaligus suru ersuru di permukaan bumi lainnya.

14 4 Gambar I.3.Fase bulan baru dan fase bulan mai (full moon) (Sumber: de Jong, e all, 200) Fase berikunya adalah fase seperempa bulan (quarer). Sebagaimana diunjukkan pada gambar I.4, pada fase ini posisi bulan bumi maahari membenuk sudu 90 sehingga menghasilkan pasang perbani (neap ide). Gambar I.4.Fase seperempa bulan (Sumber: de Jong, e all, 200) Fase erakhir adalah fase dimana posisi bulan erleak dianara posisi bulan baru dan seperempa bulan, fase ini dapa diliha pada gambar I.5.

15 5 Gambar I.5.Fase bulan sabi (Sumber: de Jong, e all, 200) 2. Revolusi bumi mengelilingi maahari. Waku yang dibuuhkan bumi unuk melakukan sau kali revolusi adalah hari (solar days) aau sau ahun (Vernicek dan Krakiwsky, 982). Bumi berevolusi pada bidang orbinya yang berbenuk ellips yang disebu dengan bidang eklipik. Bidang ini membenuk sudu (inklinasi) erhadap bidang equaor sebesar 23,5. Bidang orbi bumi yang berbenuk ellips menyebabkan posisi bumi selama berevolusi bisa berada pada iik erdeka dengan maahari (perihelion) dan iik erjauh dari maahari (aphelion) sebagaimana diunjukkan pada gambar I.6. Saa bumi berada di perihelion range pasu di bumi inggi, sedangkan keika bumi berada di aphelion maka range pasu rendah (NOAA, 2003)

16 6 Gambar I.6.Gerakan ahunan bumi berevolusi (Sumber: Vernicek dan Krakiwsky,982) 3. Gerakan presesi orbi bulan. Bidang orbi bulan mengalami perubasi sehingga iik perigee bulan idak eap pada posisi yang sama. Gerakan presesi orbi bulan merupakan gerakan perpuaran orbi bulan dimana iik perigee bulan kembali ke iik perigee bulan yang semula dengan lama periode 8,85 ahun (Pugh,996). Ilusrasi gerakan presesi orbi bulan dapa diliha pada gambar I.7. Bulan Bumi Perigee Gambar I.7.Gerakan presesi orbi bulan 4. Gerakan presesi nodal. Selain mengalami perubasi, bidang orbi bulan memiliki inklinasi erhadap bidang eklipik bumi sebesar 5 (Mueller, 969 dalam Vernicek dan Krakiwsky, 982). Perpoongan anara bidang orbi bulan dengan bidang eklipik bumi dikeahui sebagai iik nodal, dan

17 7 erjadi seiap 8,6 ahun sekali (Vernicek dan Krakiwsky, 982), unuk lebih jelasnya dapa diliha pada gambar I.8. I.7.3 Konsana Pasu lau Gambar I.8.Gerakan presesi nodal (Sumber: Vernicek dan Krakiwsky,982) Konsana pasu lau merupakan parameer bernilai yang menyebabkan erjadinya perisiwa pasang suru lau. Konsana pasu imbul akiba gaya arik bulan dan maahari, pengaruh geomeri, dan bahimeri panai. Persamaan I.5 menunjukkan hubungan anara konsana pasu erhadap inggi muka air lau dalam model persamaan sinusoidal (Rahmasari, 202):.. (I.5) Pada rumus I.5, y B adalah inggi muka air lau saa, A B adalah nilai ampliudo konsana pasu, ω adalah kecepaan sudu konsana pasu, dan θ adalah beda fase dari konsana pasu. Konsana-konsana pasu masing-masing memiliki simbol, sera nilai ampliudo dan fase yang nilainya berbeda-beda di seiap lokasi. Secara umum, konsana pasu uama yang imbul akiba gaya graviasi bulan dan maahari dibagi menjadi iga yaiu :. Konsana pasu diurnal, yaiu kali pasang dan kali suru dalam sehari. 2. Konsana pasu semidiurnal, yaiu 2 kali pasang dan 2 kali suru dalam sehari.

18 8 3. Konsana pasu periode panjang. Selain iga konsana pasu uama ersebu, erdapa konsana pasu perairan dangkal yang imbul akiba pengaruh geomeri dan bahimeri panai yang berineraksi konsana-konsana pasu uama. Tabel I.3 menunjukkan dafar konsana-konsana pasu dengan nilai kecepaan sudu dan periodenya yang selalu eap. Tabel I.3 Konsana-konsana pasu Konsana pasu Kecepaan sudu (deraja/jam) Periode (jam) Semidiurnal Principal Lunar (M2) 28,984 2,42 Principal Solar (S2) 30,0000 2,00 Larger Lunar Ellipic (N2) 28,4397 2,66 Luni Solar (K2) 30,082,97 Diurnal Luni Solar (K) 5,04 23,33 Principal Lunar (O) 3, ,82 Principal Solar (P) 4, ,07 Periode panjang Diurnal Fornighly (Mf), ,82 Lunar Monhly (Mm) 0, ,30 Solar Semi Annual (Ssa) 0,082 29,43 Perairan dangkal Shallow waer semidiurnal (2SM2) 3,06,6 MNS2 27,4240 3,3 Shallow waer erdiurnal (MK3) 44,0250 8,8 Shallow waer overides of principal lunar (M4) 57,9680 6,2 Shallow waer quarer diurnal (MS4) 58,0840 6,20 I.7.4 Periode Sinodik Sumber: Ali, dkk 2004 dalam Rufaida, 2008 Periode sinodik adalah panjang pengamaan yang diperlukan unuk memisahkan dua buah konsana pasu. Sebagai daa diskre, maka daa pasu akan membaasi konsana pasu yang dapa dianalisis, dimana pembaasannya berganung pada nilai frekuensi eringgi, nilai frekuensi erendah, dan panjang daa pengamaan. Panjang daa

19 9 pengamaanlah yang memegang peranan pening dalam menenukan frekuensi erendah dan resolusi unuk memisahkan konsana-konsana pasu sau sama lain. Periode sinodik dapa dienukan menggunakan persamaan I.6 :. (I.6) Dimana: T : periode sinodik (jam) ω dan ω 2 : kecepaan sudu dari konsana dan konsana 2 (deraja/jam) Sebagai conoh konsana M2 dan S2 memiliki beda frekuensi 0, rad/jam, maka periode sinodiknya adalah 354,4 jam aau seara dengan 5 hari, dengan kaa lain dibuuhkan daa dengan panjang daa minimal 5 hari unuk memisahkan konsana M2 dan S2. Selain konsana pasu uama, biasanya nilai periode sinodiknya akan lebih lama bahkan bisa hingga fraksi ahunan. Semakin kecil perbedaan frekuensi dua buah konsana, maka semakin panjang daa yang diperlukan unuk memisahkan dua komponen ersebu (Ali, dkk, 2004 dalam Banna, 204). I.7.5 Analisis Harmonik Pasu Meode Leas square Analisis harmonik pasu digunakan unuk menenukan ampliudo dan beda fase konsana-konsana pasu erhadap keadaan pasu seimbang. Pada peneliian ini, meode yang digunakan unuk analisis harmonik pasu adalah meode leas square. Meode leas square adalah meode pendekaan yang dapa digunakan unuk regresi aau pembenukan persamaan dari iik-iik daa diskrinya, dan unuk analisis kesalahan pengukuran. Konsep meode ini didasarkan pada pemaksaan suau kondisi maemais, yaiu jumlah kuadra kesalahan dikalikan bobonya adalah minimum, seperi yang diunjukkan pada persamaan I.7 : Σv 2 = min...(i.7) Dengan v adalah residu pengamaan.

20 20 Analisis harmonik pasu meode leas square menggunakan persamaan dasar fungsi inggi muka air lau erhadap waku, sebagaimana yang didefinisikan pada persamaan I.8 (Soeprapo, 993 dalam Banna, 204):.. (I.8) Keerangan : x() : inggi muka air saa v( n ) : residu x o k Ai ωi gi : inggi muka air reraa : waku : jumlah konsana : ampliudo konsana ke-i : kecepaan sudu konsana ke-i : beda fase konsana ke-i Persamaan I.8 kemudian diuraikan dengan sifa rigonomeri sehingga menjadi persamaan I.9:... (I.9) Jika dimisalkan:, dan.. (I.0) Lalu disubsiusikan ke dalam persamaan I.9, hasilnya menjadi persamaan I. yang linear:. (I.)

21 2 Keerangan : Ar dan Br : konsana pasu ke-i n pengamaan) : waku pengamaan ( n = -n, n+, n; n = 0 adalah waku engah-engah Tinggi muka air lau hasil hiungan (x()) dengan persamaan I.8 akan mendekai inggi muka air pengamaan (x( n )) jika :. (I.2) Persamaan I.2 kemudian diurunkan erhadap Ari, Bri dan x o, sehingga:,, dengan i =, 2,., k.. (I.3) Berdasarkan hubungan persamaan di aas maka dapa dienukan nilai xo, Ar dan Br melalui ahapan dengan prinsip meode leas square beriku :. Menenukan persamaan observasi yaiu persamaan inggi muka air lau, L = AX 2. Meneukan persamaan koreksi, V = (AX) L 3. Menghiung nilai parameer, X = (A T PA) - A T PL Sehingga persamaan observasinya dapa diulis :.. (I.4) Beriku merupakan desain marik dalam analisis harmonik pasu meode leas square (Rachmadi, 20):. Marik A merupakan marik koefisen yang mana merupakan hasil limearisasi persamaan observasi.

22 22 A n n n n k n k k 2 k k 2 k k 2 sin sin cos sin cos sin sin cos sin cos sin sin cos sin cos 2. Marik L merupakan marik daa pengamaan inggi muka air lau. 3. Marik X merupakan marik parameer konsana harmonik pasu Nilai ampliudo konsana pasu dienukan dari persamaan I.0 sebelumnya:,. (I.5) Kemudian nilai beda fase juga dienukan dari persamaan I.0 :,

23 23.. (I.6) I.7.6 Prediksi Pasu Meode Leas square Prediksi pasu berujuan unuk meramalkan inggi muka air lau di suau lokasi pada renang waku erenu di masa mendaang. Dalam prediksi pasu diperlukan daa ampliudo dan beda fase dari konsana-konsana pembangki pasu. Pada peneliian ini prediksi pasu dilakukan menggunakan meode leas square dengan persamaan I.7: (I.7) Keerangan : x() xo N A f ω v g : inggi muka air lau hasil prediksi : inggi muka air lau raa-raa : jumlah konsana pasu : ampliudo konsana pasu : fakor nodal (koreksi ampliudo) : kecepaan sudu konsana pasu : waku : argumen asronomi : beda fase Dari persamaan I.7 dapa dikeahui bahwa inggi muka air lau hasil prediksi sanga berganung pada jumlah konsana pasu yang digunakan dalam formula hiungan, yang mana jumlah konsana pasu berganung pada panjang daa pengamaannya. Semakin panjang daa pengamaan, maka semakin banyak konsana pasu yang dapa

24 24 dihasilkan, semakin banyak pula konsana pasu yang akan dilibakan dalam formula prediksi. I.7.7 Daa Pasu Lau Sasiun Pasu BIG Jepara Daa pasu merupakan daa diskre, yaiu daa dere waku yang diamai dengan inerval erenu (Perbani, 200). Daa ersebu didapa dari hasil pengamaan menggunakan ala perekam pasu. Ala ini bisa berupa ala manual yaiu ide gauge, maupun ala digial aau oomais yang memanfaakan sensor erenu. BIG aau Badan Informasi Geospasial memiliki 3 sasiun pasang suru yang ersebar di seluruh Indonesia. Salah sau sasiun pasu milik BIG yang erdapa di pulau Jawa adalah sasiun pasu Jepara. Sasiun pasu Jepara menggunakan ala perekam pasu digial berupa floaing gauge digial dengan merek OTT Thalimedes. Cara kerja floaing gauge pada dasarnya menggunakan sebuah abung (ube) unuk memfiler air lau yang masuk ke dalam abung, kemudian di dalam abung ersebu erdapa sebuah pelampung sensiif yang dihubungkan dengan kawa baja yang melingkar pada sebuah karol yang akan mengkonversi gerakan naik urunnya pelampung akiba pasu menjadi gerakan horizonal yang akan menggerakkan pen unuk mencaa inggi muka air lau dalam skala erenu pada gulungan paper char. Pada floaing gauge digial, paper char diganikan dengan encoder digial yang merekam inggi muka air lau dalam benuk angka digial. Hasil ala perekam daa pasu di sasiun pasu Jepara adalah daa inggi muka air per meni dengan sauan cenimeer. Selanjunya daa ersebu dilakukan validasi berupa pembuangan daa spike sera koreksi offse menggunakan sofware MGPS-DB (Khasanah, 204). Daa yang sudah divalidasi akan memiliki inerval waku per jam dan berbenuk mariks berdimensi 24 x 30, 24 merupakan jumlah jam dan 30 merupakan jumlah hari yang berganung pada bulan seperi yang diunjukkan pada gambar I.9. Daa disimpan dengan forma daa umum aau.dat sera forma penamaan berupa kode sasiun pasu_bulan_ahun, sebagai conoh nama daa: S0800.

25 25 Keerangan: S08 : sasiun pasu Jepara 0 : bulan Januari 0 : ahun 200 Gambar I.9.Daa pasu sasiun pasu Jepara pada Januari 200 I.7.8 Konrol Kualias Daa Pasu Seiap daa hasil pengukuran pasi megandung kesalahan, ermasuk daa hasil pengukuran pasu. Konrol kualias daa pasu berujuan unuk memverifikasi daa sehingga dapa erdeeksi kesalahan yang berupa offse, ouliers aau spikes, sera perubahan ime series dari daa pasu (SHOM, 202 dalam Banna, 204). Kesalahan offse merupakan perbedaan unggang pasu dalam sau pake daa yang diakibakan oleh perbedaan nilai referensi inggi. Kesalahan ouliers aau spikes adalah kesalahan yang berupa daa melonjak sehingga keluar dari range daa pasunya. Perubahan ime series dari daa pasu diakibakan oleh adanya beberapa daa kosong yang erleak di engahengah renang daa pengamaan.

26 26 Konrol kualias daa dilakukan sebelum analisis harmonik meode leas square. Terdapa dua konrol kualias daa pasu yang dilakukan pada peneliian ini:. Konrol kualias daa secara visual. Konrol kualias ini dilakukan dengan menginepreasi secara visual ada idaknya kesalahan spike, kesalahan offse, dan daa kosong sera leak dari kesalahan ersebu pada kurva daa pengamaan. Khusus unuk kesalahan daa kosong dideeksi dengan meliha perubahan ime series pada daa secara langsung. 2. Uji saisik. Uji saisik dapa mendeeksi kesalahan pada daa berdasarkan nilai simpangan bakunya. Nilai simpangan baku yang besar erhadap nilai raa-raa daa pengamaan, biasanya mengindikasikan erdapa kesalahan pada daa. Pada peneliian ini uji saisik dilakukan dua kali, yaiu saa sebelum peraaan dan seelah peraaan. Kedua uji saisik ersebu beruruuru melipui : a. Uji global dengan simpangan baku 2σ. Simpangan baku aau sandar deviasi dihiung unuk meliha seberapa presisi aau kedekaan daa pengamaan dengan raa-raa daa. Selain mendeeksi leak kesalahan, uji ini juga dapa langsung menghilangkan kesalahan yang berupa kesalahan spike dengan cara menolak daa yang berada diluar baas berdasarkan ingka kepercayaan erenu yang dierapkan pada simpangan bakunya menggunakan kaidah disribusi normal. Simpangan baku secara maemais dihiung menggunakan rumus I.8 (Sugiyono, 2007 dalam Banna 204):. (I.8) Keerangan: σ Xi : simpangan baku aau sandar deviasi : daa pengamaan

27 27 : raa-raa dari daa pengamaan n : jumlah daa pengamaan b. Uji Signifikansi parameer dua meode dengan uji (suden). Uji (suden) dapa digunakan unuk menguji dua buah nilai parameer dari peraaan dua meode unuk obyek yang sama. Prosesnya diawali dengan penyusunan dua hipoesis, yaiu hipoesis awal (Ho) dan hipoesis pembanding (Ha). Hipoesis awal akan dierima apabila dipenuhi besaran krieria pada persamaan (I.9) (Wolf, P. R. dan Ghilani, C. D., 997) : (I.9) Keerangan: xi i : parameer ke-i meode I xii i : parameer ke-i meode II σ xii σ xiii α,f : simpangan baku parameer ke-i meode I : simpangan baku parameer ke-i meode II : sebaran fungsi dari abel (suden) dengan araf uji (α) dan f deraja kebebasan. c. RMS (roo mean square) Pada peneliian ini nilai RMS digunakan unuk meliha kecocokan model prediksi yang baik dengan daa pengamaan yang asli. Semakin kecil nilai RMS maka model prediksi dinyaakan baik dan dapa mendekai daa pengamaan yang asli. Dalam hal ini nilai RMS dihiung menggunkan rumus I.20 (Rahmasari, 202): (I.20)

28 28 Keerangan: RMS : nilai RMS (meer) μ : nilai raa-raa dari selisih anara daa pengamaan dengan daa pasu hasil prediksi y i n I.7.9 Aplikasi T-Tide : selisih anara daa pengamaan dengan daa pasu hasil prediksi : jumlah daa pasu Aplikasi T-Tide merupakan aplikasi yang berisi program unuk mengolah daa pasu yang perama kali dibua oleh Mike G.G. Foreman dalam bahasa Forran, kemudian S. Lenz dan B. Beardsley mengkonversi kode ersebu ke dalam bahasa Malab, dan R. Pawlowicz kemudian melengkapinya dengan menambahkan perhiungan yang kompleks. Fenomena pasu dalam aplikasi T-Tide dihiung dengan menggunakan persamaan yang mengasumsikan pasu yang erjadi sebagai pasu seimbang, dan proses analisis harmoniknya menggunakan meode leas square. Pake program T-Tide erdiri beberapa program beriku program yang digunakan (Anggun, 202 dalam Akbar, 203) :. Program analisis harmonik dan pendukungnya a. _ide.m, unuk menghiung analisis pasu dari rangkaian waku yang nyaa dan kompleks. b. _predic.m, unuk menghiung prediksi pasu menggunakan hasil dari program _ide c. _vuf.m, unuk menghiung koreksi nodal dan argumenasi asronomi. d. _geconss.m, mengeksrak berbagai macam daa konsana harmonik (konsiuen) berdasar file daa dari pake program forran. e. _synh.m, unuk menenukan konsana harmonic (konsiuen) yang digunakan dalam prediksi pasu. 2. File dokumenasi

29 29 a. _readme.m, merupakan file yang berisi penjelasan mengenai pake program _ide b. _error.m, penjelasan mengenai inerval kepercayaan dan bagaimana hal ersebu dapa dikembangkan 3. File demonsrasi a. _demo.m, conoh demo penggunaan program _ide dengan mengunakan daa keinggian di sasiun pasu Tukoyukuk. 4. Daa file pendukung T_equilib.da file yang berfungsi unuk menghiung ampliudo seimbang dari konsana harmonik uama sesuai linang yang dimasukkan. 5. Daa program lainnya : a. Tide3.da, berisi file daa konsana harmonik sandar dari pake analisis Insiue of Ocean Sciences (IOS), file ini dibaca sekali dan hasilnya ersimpan dalam srukur daa dalam _consiuens.ma. b. _equilib.da file yang berisi fakor ampliudo A dan B. c. _consiuens.ma, berisi srukur daa konsana harmonik. d. _example.ma, conoh daa se keinggian muka lau di sasiun pasu Tukoyukuk. I.7.0 Elevasi Muka Air Lau Pening Daa pasu menghasilkan nilai elevasi muka air lau yang pening unuk dikeahui, beberapa dianaranya dijadikan sebagai referensi inggi dalam pengukuran aau daum pasu, beriku penjelasan singka mengenai jenis elevasi muka air lau pening yang digunakan dalam peneliian ini (Triamodjo b, 2003):. MSL (mean sea level) aau muka air reraa adalah muka air reraa anara muka air inggi reraa dengan muka air rendah reraa. Elevasi ini digunakan sebagai referensi mulak unuk elevasi di daraan. 2. HHWL (highes high waer level) aau muka air inggi eringgi adalah air eringgi pada saa pasang suru purnama aau bulan mai. Nilai HHWL

30 30 dihiung menggunakan persamaan I.2 (Ongkosono dan Suyarso, 989 dalam Nugraha, dkk, 203): (I.2) Dengan: So : inggi muka air lau reraa A(M2), A(S2), : nilai ampliudo konsana M2, nilai ampliudo konsana S2, I.7. Dermaga Dermaga menuru Bambang Triamodjo b (2003) didefinisikan sebagai Suau bangunan pelabuhan yang digunakan unuk merapa dan menambakan kapal yang melakukan bongkar mua barang dan menaik-urunkan penumpang. I.7.. Design Waer Level (DWL) Design Waer Level (DWL) aau elevasi muka air lau rencana sebenarnya merupakan hasil penjumlahan beberapa parameer yaiu pasang suru, sunami, wave seup, wind seup, dan kenaikan muka air lau global. Dalam pembuaan DWL, semua parameer diaas dilibakan dan dianggap erjadi dalam waku yang bersamaan, namun kemungkinan kejadian ersebu adalah sanga kecil. Semenara iu pasang suru mempunyai periode 2 jam aau 24 jam, yang berari dalam sehari bisa erjadi sau kali aau dua kali pasang suru. Kemungkinan erjadinya kejadian air pasang suru ini sanga besar, dengan demikian pasang suru merupakan fakor erpening dalam menenukan DWL. DWL dienukan berdasar pemilihan salah sau elevasi muka air lau dari daa pasang suru sebagai acuan dalam perencanaan. Dari beberapa definisi elevasi muka air lau sebelumnya. HHWL biasa digunakan unuk menenukan elevasi puncak pemecah gelombang, dermaga, panjang ranai pelampung penampba dan sebagainya. Pemilihan

31 3 penggunaan HHWL sebagai referensi dalam hiungan berganung pada keersediaan daa pasang suru dalam pekerjaan. Dalam peneliian ini digunakan persamaan I.22 unuk menenukan nilai DWL dengan idak memperhiungkan sorm surge aau wind-seup karena keerbaasan daa gelombang (Nugraha, dkk, 203) : (I.22) Keerangan: DWL HHWL SLR (sea level rise) : nilai elevasi muka air lau rencana (meer) : elevasi muka air lau acuan (meer) : kenaikan muka air lau akiba pemanasan global (mm/ahun) I.7..2 Elevasi Puncak Dermaga Bangunan dermaga harus mampu mengamankan gelombang air lau unuk kelancaran maneuver kapal dan operasi pelabuhan. Elevasi puncak dermaga dihiung berdasar DWL yang dienukan dengan nilai HHWL unuk menganisipasi air pasang inggi (Rachmayani dan Yuwono, 20). Elevasi dermaga bereferensi erhadap nilai MSL seempa, sebagaimana diunjukkan gambar I.0. HHWL MSL Nilai elevasi dermaga LLWL Char Daum Gambar I.0.Skesa nilai elevasi dermaga Nilai elevasi dermaga dihiung menggunakan rumus I.23 :. (I.23)

32 32 keerangan: DWL : nilai elevasi muka air lau rencana (meer) Clearence : inggi jagaan menuru Sandar Krieria Desain Pelabuhan Indonesia (984) (meer) I.8 Hipoesis Elevasi dermaga yang dihiung berdasarkan HHWL akan menghasilkan nilai yang berbeda unuk seiap kelompok periode daa, karena nilai ampliudo unuk konsana pasu yang sama pada kelompok periode daa pasu yang berbeda akan berbeda pula, hal ini disebabkan nilai ampliudo relaif erhadap panjang periode pengamaan yang berpengaruh pada jumlah konsana yang dapa dipisahkan (Perbani, 200). Kelompok daa pasu periode pendek yaiu 5 hari, 30 hari, dan sau ahun merupakan kelompok daa pasu yang idak sabil, karena belum mencakup semua fenomena asronomis pembangki pasu. Sedangkan kelompok daa pasu periode panjang yaiu 8,85 ahun relaif lebih sabil, karena elah mencakup gerakan revolusi bulan, revolusi bumi, presesi orbial dan separuh gerakan presesi nodal. Berdasarkan asumsi ersebu, maka hipoesis peneliian ini adalah sebagai beriku :. Kelompok daa pasu periode erpanjang yaiu 8,6 ahun menghasilkan jumlah konsana signifikan erbanyak, sera nilai MSL yang paling sabil. 2. Nilai HHWL dari daa pasu periode pendek (5 hari, 30 hari, dan ahun) dan daa hasil prediksinya idak mampu mewakili nilai HHWL pada periode panjang, sehingga nilai elevasi dermaga yang dihasilkan oleh daa pasu periode pendek idak aman hingga jangka waku panjang. 3. Periode opimal unuk memprediksi daa pasu 8,6 ahun adalah periode 8,85 ahun.

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.. Laar Belakang Muka suruan pea aau char daum merupakan bidang referensi kedalaman unuk proses pemeaan di lau. Char daum merupakan bidang erendah yang mungkin erjadi dan nilai suru

Lebih terperinci

BAB 2 KINEMATIKA. A. Posisi, Jarak, dan Perpindahan

BAB 2 KINEMATIKA. A. Posisi, Jarak, dan Perpindahan BAB 2 KINEMATIKA Tujuan Pembelajaran 1. Menjelaskan perbedaan jarak dengan perpindahan, dan kelajuan dengan kecepaan 2. Menyelidiki hubungan posisi, kecepaan, dan percepaan erhadap waku pada gerak lurus

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LADASA TEORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan (forecasing) adalah suau kegiaan yang memperkirakan apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang. Meode peramalan merupakan cara unuk memperkirakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Produksi Produksi padi merupakan suau hasil bercocok anam yang dilakukan dengan penanaman bibi padi dan perawaan sera pemupukan secara eraur sehingga menghasilkan suau produksi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengerian dan Manfaa Peramalan Kegiaan unuk mempeirakan apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang disebu peramalan (forecasing). Sedangkan ramalan adalah suau kondisi yang

Lebih terperinci

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II 3.1 Pendahuluan Daa dere waku adalah daa yang dikumpulkan dari waku ke waku unuk menggambarkan perkembangan suau kegiaan (perkembangan produksi, harga, hasil penjualan,

Lebih terperinci

1.4 Persamaan Schrodinger Bergantung Waktu

1.4 Persamaan Schrodinger Bergantung Waktu .4 Persamaan Schrodinger Berganung Waku Mekanika klasik aau mekanika Newon sanga sukses dalam mendeskripsi gerak makroskopis, eapi gagal dalam mendeskripsi gerak mikroskopis. Gerak mikroskopis membuuhkan

Lebih terperinci

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan BAB 2 URAIAN EORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan memperkirakan aau memprediksi apa yang erjadi pada waku yang akan daang, sedangkan rencana merupakan penenuan apa yang akan dilakukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan BAB II LADASA TEORI 2.1 Pengerian peramalan (Forecasing) Peramalan (Forecasing) adalah suau kegiaan yang mengesimasi apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang dengan waku yang relaif lama (Assauri,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 35 BAB LANDASAN TEORI Meode Dekomposisi biasanya mencoba memisahkan iga komponen erpisah dari pola dasar yang cenderung mencirikan dere daa ekonomi dan bisnis. Komponen ersebu adalah fakor rend (kecendrungan),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Masalah persediaan merupakan masalah yang sanga pening dalam perusahaan. Persediaan mempunyai pengaruh besar erhadap kegiaan produksi. Masalah persediaan dapa diaasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Peneliian Jenis peneliian kuaniaif ini dengan pendekaan eksperimen, yaiu peneliian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi erhadap objek peneliian sera adanya konrol.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Masalah Dalam sisem perekonomian suau perusahaan, ingka perumbuhan ekonomi sanga mempengaruhi kemajuan perusahaan pada masa yang akan daang. Pendapaan dan invesasi merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode 20 BAB 2 LADASA TEORI 2.1. Pengerian Peramalan Meode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Saisika. Salah sau meode peramalan adalah dere waku. Meode ini disebu sebagai meode peramalan dere waku karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia merupakan salah satu pelengkap alat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia merupakan salah satu pelengkap alat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Sumber Daya Alam (SDA) yang ersedia merupakan salah sau pelengkap ala kebuuhan manusia, misalnya anah, air, energi lisrik, energi panas. Energi Lisrik merupakan Sumber

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan unuk memperkirakan apa yang akan erjadi di masa yang akan daang. Sedangkan ramalan adalah suau aau kondisi yang diperkirakan akan erjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TIJAUA TEORITIS 2.1 Peramalan (Forecasing) 2.1.1 Pengerian Peramalan Peramalan dapa diarikan sebagai beriku: a. Perkiraan aau dugaan mengenai erjadinya suau kejadian aau perisiwa di waku yang akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tepat rencana pembangunan itu dibuat. Untuk dapat memahami keadaan

BAB I PENDAHULUAN. tepat rencana pembangunan itu dibuat. Untuk dapat memahami keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Dalam perencanaan pembangunan, daa kependudukan memegang peran yang pening. Makin lengkap dan akura daa kependudukan yang esedia makin mudah dan epa rencana pembangunan

Lebih terperinci

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun 43 BAB METODE PEMUUAN EKPONENA TRPE DAR WNTER Meode pemulusan eksponensial elah digunakan selama beberapa ahun sebagai suau meode yang sanga berguna pada begiu banyak siuasi peramalan Pada ahun 957 C C

Lebih terperinci

BAB KINEMATIKA DENGAN ANALISIS VEKTOR

BAB KINEMATIKA DENGAN ANALISIS VEKTOR BAB KINEMATIKA DENGAN ANALISIS VEKTOR Karakerisik gerak pada bidang melibakan analisis vekor dua dimensi, dimana vekor posisi, perpindahan, kecepaan, dan percepaan dinyaakan dalam suau vekor sauan i (sumbu

Lebih terperinci

MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN (2 sks)

MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN (2 sks) Polieknik Negeri Banjarmasin 4 MODUL PERTEMUAN KE 3 MATA KULIAH : ( sks) MATERI KULIAH: Jarak, Kecepaan dan Percepaan; Gerak Lurus Berauran, Percepaan; Gerak Lurus Berauran, Gerak Lurus Berubah Berauran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Pada dasarnya peramalan adalah merupakan suau dugaan aau perkiraan enang erjadinya suau keadaan di masa depan. Akan eapi dengan menggunakan meodemeode erenu peramalan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN EMBAHASAN 4.1 Karakerisik dan Obyek eneliian Secara garis besar profil daa merupakan daa sekunder di peroleh dari pusa daa saisik bursa efek Indonesia yang elah di publikasi, daa di

Lebih terperinci

Faradina GERAK LURUS BERATURAN

Faradina GERAK LURUS BERATURAN GERAK LURUS BERATURAN Dalam kehidupan sehari-hari, sering kia jumpai perisiwa yang berkaian dengan gerak lurus berauran, misalnya orang yang berjalan kaki dengan langkah yang relaif konsan, mobil yang

Lebih terperinci

3. Kinematika satu dimensi. x 2. x 1. t 1 t 2. Gambar 3.1 : Kurva posisi terhadap waktu

3. Kinematika satu dimensi. x 2. x 1. t 1 t 2. Gambar 3.1 : Kurva posisi terhadap waktu daisipayung.com 3. Kinemaika sau dimensi Gerak benda sepanjang garis lurus disebu gerak sau dimensi. Kinemaika sau dimensi memiliki asumsi benda dipandang sebagai parikel aau benda iik arinya benuk dan

Lebih terperinci

Analisis Model dan Contoh Numerik

Analisis Model dan Contoh Numerik Bab V Analisis Model dan Conoh Numerik Bab V ini membahas analisis model dan conoh numerik. Sub bab V.1 menyajikan analisis model yang erdiri dari analisis model kerusakan produk dan model ongkos garansi.

Lebih terperinci

PERSAMAAN GERAK VEKTOR SATUAN. / i / = / j / = / k / = 1

PERSAMAAN GERAK VEKTOR SATUAN. / i / = / j / = / k / = 1 PERSAMAAN GERAK Posisi iik maeri dapa dinyaakan dengan sebuah VEKTOR, baik pada suau bidang daar maupun dalam bidang ruang. Vekor yang dipergunakan unuk menenukan posisi disebu VEKTOR POSISI yang diulis

Lebih terperinci

I Elevasi Puncak Dermaga... 31

I Elevasi Puncak Dermaga... 31 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... v HALAMAN PERNYATAAN.. vi HALAMAN PERSEMBAHAN... vii INTISARI... viii ABSTRACT... ix KATA PENGANTAR...x DAFTAR ISI... xii DAFTAR GAMBAR... xvi DAFTAR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Air merupakan kebuuhan pokok bagi seiap makhluk hidup di dunia ini ermasuk manusia. Air juga merupakan komponen lingkungan hidup yang pening bagi kelangsungan hidup

Lebih terperinci

x 4 x 3 x 2 x 5 O x 1 1 Posisi, perpindahan, jarak x 1 t 5 t 4 t 3 t 2 t 1 FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #1: Kinematika Satu Dimensi Dr.

x 4 x 3 x 2 x 5 O x 1 1 Posisi, perpindahan, jarak x 1 t 5 t 4 t 3 t 2 t 1 FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #1: Kinematika Satu Dimensi Dr. Pekan #1: Kinemaika Sau Dimensi 1 Posisi, perpindahan, jarak Tinjau suau benda yang bergerak lurus pada suau arah erenu. Misalnya, ada sebuah mobil yang dapa bergerak maju aau mundur pada suau jalan lurus.

Lebih terperinci

PERHITUNGAN PARAMETER DYNAMIC ABSORBER

PERHITUNGAN PARAMETER DYNAMIC ABSORBER PERHITUNGAN PARAMETER DYNAMIC ABSORBER BERBASIS RESPON AMPLITUDO SEBAGAI KONTROL VIBRASI ARAH HORIZONTAL PADA GEDUNG AKIBAT PENGARUH GERAKAN TANAH Oleh (Asrie Ivo, Ir. Yerri Susaio, M.T) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian ini dilaksanakan di PT Panafil Essenial Oil. Lokasi dipilih dengan perimbangan bahwa perusahaan ini berencana unuk melakukan usaha dibidang

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian ini dilakukan di Dafarm, yaiu uni usaha peernakan Darul Fallah yang erleak di Kecamaan Ciampea, Kabupaen Bogor, Jawa Bara. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Mercu Buana MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA DASAR (4 sks)

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Mercu Buana MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA DASAR (4 sks) MODUL PERTEMUAN KE 3 MATA KULIAH : (4 sks) MATERI KULIAH: Jarak, Kecepaan dan Percepaan; Gerak Lurus Berauran, Percepaan; Gerak Lurus Berauran, Gerak Lurus Berubah Berauran POKOK BAHASAN: GERAK LURUS 3-1

Lebih terperinci

FIsika KTSP & K-13 KINEMATIKA. K e l a s A. VEKTOR POSISI

FIsika KTSP & K-13 KINEMATIKA. K e l a s A. VEKTOR POSISI KTSP & K-13 FIsika K e l a s XI KINEMATIKA Tujuan Pembelajaran Seelah mempelajari maeri ini, kamu diharapkan mampu menjelaskan hubungan anara vekor posisi, vekor kecepaan, dan vekor percepaan unuk gerak

Lebih terperinci

Sekilas Pandang. Modul 1 PENDAHULUAN

Sekilas Pandang. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Sekilas Pandang Drs. Irlan Soelaeman, M.Ed. S PENDAHULUAN uau hari, saya dan keluarga berencana membawa mobil pergi ke Surabaya unuk mengunjungi salah seorang saudara. Sau hari sebelum keberangkaan,

Lebih terperinci

=====O0O===== Gerak Vertikal Gerak vertikal dibagi menjadi 2 : 1. GJB 2. GVA. A. GERAK Gerak Lurus

=====O0O===== Gerak Vertikal Gerak vertikal dibagi menjadi 2 : 1. GJB 2. GVA. A. GERAK Gerak Lurus A. GERAK Gerak Lurus o a Secara umum gerak lurus dibagi menjadi 2 : 1. GLB 2. GLBB o 0 a < 0 a = konsan 1. GLB (Gerak Lurus Berauran) S a > 0 a < 0 Teori Singka : Perumusan gerak lurus berauran (GLB) Grafik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. universal, disemua negara tanpa memandang ukuran dan tingkat. kompleks karena pendekatan pembangunan sangat menekankan pada

BAB I PENDAHULUAN. universal, disemua negara tanpa memandang ukuran dan tingkat. kompleks karena pendekatan pembangunan sangat menekankan pada BAB I PENDAHULUAN A. Laar Belakang Disparias pembangunan ekonomi anar daerah merupakan fenomena universal, disemua negara anpa memandang ukuran dan ingka pembangunannya. Disparias pembangunan merupakan

Lebih terperinci

GERAK LURUS BESARAN-BESARAN FISIKA PADA GERAK KECEPATAN DAN KELAJUAN PERCEPATAN GLB DAN GLBB GERAK VERTIKAL

GERAK LURUS BESARAN-BESARAN FISIKA PADA GERAK KECEPATAN DAN KELAJUAN PERCEPATAN GLB DAN GLBB GERAK VERTIKAL Suau benda dikaakan bergerak manakalah kedudukan benda iu berubah erhadap benda lain yang dijadikan sebagai iik acuan. Benda dikaakan diam (idak bergerak) manakalah kedudukan benda iu idak berubah erhadap

Lebih terperinci

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV SATU WAKTU SEBELUMNYA 1. PENDAHULUAN

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV SATU WAKTU SEBELUMNYA 1. PENDAHULUAN PEMODELAN NILAI UKAR RUPIAH ERHADAP $US MENGGUNAKAN DERE WAKU HIDDEN MARKOV SAU WAKU SEBELUMNYA BERLIAN SEIAWAY, DIMAS HARI SANOSO, N. K. KUHA ARDANA Deparemen Maemaika Fakulas Maemaika dan Ilmu Pengeahuan

Lebih terperinci

B a b 1 I s y a r a t

B a b 1 I s y a r a t TKE 305 ISYARAT DAN SISTEM B a b I s y a r a Indah Susilawai, S.T., M.Eng. Program Sudi Teknik Elekro Fakulas Teknik dan Ilmu Kompuer Universias Mercu Buana Yogyakara 009 BAB I I S Y A R A T Tujuan Insruksional.

Lebih terperinci

KINEMATIKA. gerak lurus berubah beraturan(glbb) gerak lurus berubah tidak beraturan

KINEMATIKA. gerak lurus berubah beraturan(glbb) gerak lurus berubah tidak beraturan KINEMATIKA Kinemaika adalah mempelajari mengenai gerak benda anpa memperhiungkan penyebab erjadi gerakan iu. Benda diasumsikan sebagai benda iik yaiu ukuran, benuk, roasi dan gearannya diabaikan eapi massanya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Defenisi Persediaan Persediaan adalah barang yang disimpan unuk pemakaian lebih lanju aau dijual. Persediaan dapa berupa bahan baku, barang seengah jadi aau barang jadi maupun

Lebih terperinci

Pemodelan Data Runtun Waktu : Kasus Data Tingkat Pengangguran di Amerika Serikat pada Tahun

Pemodelan Data Runtun Waktu : Kasus Data Tingkat Pengangguran di Amerika Serikat pada Tahun Pemodelan Daa Runun Waku : Kasus Daa Tingka Pengangguran di Amerika Serika pada Tahun 948 978. Adi Seiawan Program Sudi Maemaika, Fakulas Sains dan Maemaika Universias Krisen Saya Wacana, Jl. Diponegoro

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoriis 3.1.1 Daya Dukung Lingkungan Carrying capaciy aau daya dukung lingkungan mengandung pengerian kemampuan suau empa dalam menunjang kehidupan mahluk hidup secara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Usahatani belimbing karangsari adalah kegiatan menanam dan mengelola. utama penerimaan usaha yang dilakukan oleh petani.

III. METODE PENELITIAN. Usahatani belimbing karangsari adalah kegiatan menanam dan mengelola. utama penerimaan usaha yang dilakukan oleh petani. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Usahaani belimbing karangsari adalah kegiaan menanam dan mengelola anaman belimbing karangsari unuk menghasilkan produksi, sebagai sumber

Lebih terperinci

Jurnal Bidang Teknik ENGINEERING, ISSN , Vol. 6 No. 1 April 2013 Fakultas Teknik Universitas Pancasakti Tegal

Jurnal Bidang Teknik ENGINEERING, ISSN , Vol. 6 No. 1 April 2013 Fakultas Teknik Universitas Pancasakti Tegal SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA OMBAK LATERAL DAN TENAGA ANGIN PUTARAN RENDAH Soebyako, Ahmad Farid Dosen soebyako@yahoo.com, farield_s@yahoo.com Absrak Sisem pembangki lisrik enaga ombak laeral dan enaga

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengerian Mobil Robo Mobil robo adalah robo yang memiliki kemampuan unuk berpindah empa mobiliy, mobil robo yang bergerak dari posisi awal ke posisi yang diinginkan, suau sisem

Lebih terperinci

LIMIT FUNGSI. 0,9 2,9 0,95 2,95 0,99 2,99 1 Tidak terdefinisi 1,01 3,01 1,05 3,05 1,1 3,1 Gambar 1

LIMIT FUNGSI. 0,9 2,9 0,95 2,95 0,99 2,99 1 Tidak terdefinisi 1,01 3,01 1,05 3,05 1,1 3,1 Gambar 1 LIMIT FUNGSI. Limi f unuk c Tinjau sebuah fungsi f, apakah fungsi f ersebu sama dengan fungsi g -? Daerah asal dari fungsi g adalah semua bilangan real, sedangkan daerah asal fungsi f adalah bilangan real

Lebih terperinci

BAB III RUNTUN WAKTU MUSIMAN MULTIPLIKATIF

BAB III RUNTUN WAKTU MUSIMAN MULTIPLIKATIF BAB III RUNTUN WAKTU MUSIMAN MULTIPLIKATIF Pada bab ini akan dibahas mengenai sifa-sifa dari model runun waku musiman muliplikaif dan pemakaian model ersebu menggunakan meode Box- Jenkins beberapa ahap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 1990-an, jumlah produksi pangan terutama beras, cenderung mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 1990-an, jumlah produksi pangan terutama beras, cenderung mengalami 11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Laar Belakang Keahanan pangan (food securiy) di negara kia ampaknya cukup rapuh. Sejak awal ahun 1990-an, jumlah produksi pangan eruama beras, cenderung mengalami penurunan sehingga

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Poensi sumberdaya perikanan, salah saunya dapa dimanfaakan melalui usaha budidaya ikan mas. Budidaya ikan mas yang erus berkembang di masyaraka, kegiaan budidaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Perumbuhan ekonomi merupakan salah sau ukuran dari hasil pembangunan yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Perumbuhan ersebu merupakan rangkuman laju perumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR ANTENA

BAB II TEORI DASAR ANTENA BAB II TEORI DASAR ANTENA.1. endahuluan Anena didefinisikan oleh kamus Webser sebagai ala yang biasanya erbua dari meal (sebagai iang aau kabel) unuk meradiasikan aau menerima gelombang radio. Definisi

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE TRIPLE EXPONENTIAL SMOOTHING UNTUK MENGETAHUI JUMLAH PEMBELI BARANG PADA PERUSAHAAN MEBEL SINAR JEPARA TANJUNGANOM NGANJUK.

PENERAPAN METODE TRIPLE EXPONENTIAL SMOOTHING UNTUK MENGETAHUI JUMLAH PEMBELI BARANG PADA PERUSAHAAN MEBEL SINAR JEPARA TANJUNGANOM NGANJUK. PENERAPAN METODE TRIPLE EXPONENTIAL MOOTHING UNTUK MENGETAHUI JUMLAH PEMBELI BARANG PADA PERUAHAAN MEBEL INAR JEPARA TANJUNGANOM NGANJUK. ii Rukayah*), Achmad yaichu**) ABTRAK Peneliian ini berujuan unuk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. yang digunakan untuk mengetahui dan pembahasannya mengenai biaya - biaya

METODE PENELITIAN. yang digunakan untuk mengetahui dan pembahasannya mengenai biaya - biaya III. METODE PENELITIAN A. Meode Dasar Peneliian Meode yang digunakan dalam peneliian ini adalah meode kuaniaif, yang digunakan unuk mengeahui dan pembahasannya mengenai biaya - biaya usaha melipui biaya

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POLA DATA TIME SERIES

IDENTIFIKASI POLA DATA TIME SERIES IDENTIFIKASI POLA DATA TIME SERIES Daa merupakan bagian pening dalam peramalan. Beriku adalah empa krieria yang dapa digunakan sebagai acuan agar daa dapa digunakan dalam peramalan.. Daa harus dapa dipercaya

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian ini dilaksanakan pada kasus pengolahan ikan asap IACHI Peikan Cia Halus (PCH) yang erleak di Desa Raga Jaya Kecamaan Ciayam, Kabupaen Bogor,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu propinsi yang mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. Propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu propinsi yang mempunyai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Propinsi Sumaera Uara merupakan salah sau propinsi yang mempunyai perkembangan yang pesa di bidang ransporasi, khususnya perkembangan kendaraan bermoor. Hal ini dapa

Lebih terperinci

PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN GENIUS LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA

PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN GENIUS LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA ISSN 5-73X PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN GENIUS LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR ISIKA SISWA Henok Siagian dan Iran Susano Jurusan isika, MIPA Universias Negeri Medan Jl. Willem Iskandar, Psr V -Medan

Lebih terperinci

PENGUJIAN HIPOTESIS. pernyataan atau dugaan mengenai satu atau lebih populasi.

PENGUJIAN HIPOTESIS. pernyataan atau dugaan mengenai satu atau lebih populasi. PENGUJIAN HIPOTESIS 1. PENDAHULUAN Hipoesis Saisik : pernyaaan aau dugaan mengenai sau aau lebih populasi. Pengujian hipoesis berhubungan dengan penerimaan aau penolakan suau hipoesis. Kebenaran (benar

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS INTERVENSI. Analisis intervensi dimaksudkan untuk penentuan jenis respons variabel

BAB III ANALISIS INTERVENSI. Analisis intervensi dimaksudkan untuk penentuan jenis respons variabel BAB III ANALISIS INTERVENSI 3.1. Pendahuluan Analisis inervensi dimaksudkan unuk penenuan jenis respons variabel ak bebas yang akan muncul akiba perubahan pada variabel bebas. Box dan Tiao (1975) elah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN A III METODE PEELITIA Salah sau komponen peneliian yang mempunyai ari pening dalam kaiannya dengan proses sudi secara komprehensif adalah komponen meode peneliian. Meode peneliian menjelaskan bagaimana

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORI 7 BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan unuk memperkirakan apa yang akan erjadi di masa yang akan daang. Sedangkan ramalan adalah suau siuasi aau kondisi yang diperkirakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk,dan Grafein

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk,dan Grafein BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengerian Demografi Keadaan penduduk sanga era kaiannya dengan demografi. Kaa demografi berasal dari bahasa Yunani yang berari Demos adalah rakya aau penduduk,dan Grafein adalah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian Quasi Eksperimental Design dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian Quasi Eksperimental Design dengan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Desain Peneliian Peneliian ini adalah peneliian Quasi Eksperimenal Design dengan kelas eksperimen dan kelas conrol dengan desain Prees -Poses Conrol Group Design

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Perumbuhan ekonomi merupakan salah sau ukuran dari hasil pembangunan yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Perumbuhan ersebu merupakan rangkuman laju-laju

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waku Peneliian mengenai kelayakan pengusahaan pupuk kompos dilaksanakan pada uni usaha Koperasi Kelompok Tani (KKT) Lisung Kiwari yang menjalin mira dengan Lembaga

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Tahapan Pemecahan Masalah Tahapan pemecahan masalah berfungsi unuk memudahkan dalam mencari jawaban dalam proses peneliian yang dilakukan agar sesuai dengan arah

Lebih terperinci

Muhammad Firdaus, Ph.D

Muhammad Firdaus, Ph.D Muhammad Firdaus, Ph.D DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FEM-IPB 010 PENGERTIAN GARIS REGRESI Garis regresi adalah garis yang memplokan hubungan variabel dependen (respon, idak bebas, yang dipengaruhi) dengan variabel

Lebih terperinci

Matematika EBTANAS Tahun 1988

Matematika EBTANAS Tahun 1988 Maemaika EBTANAS Tahun 988 EBT-SMA-88- cos = EBT-SMA-88- Sisi sisi segiiga ABC : a = 6, b = dan c = 8 Nilai cos A 8 4 8 EBT-SMA-88- Layang-layang garis singgung OAPB, sudu APB = 6 dan panjang OP = cm.

Lebih terperinci

Pekan #3. Osilasi. F = ma mẍ + kx = 0. (2)

Pekan #3. Osilasi. F = ma mẍ + kx = 0. (2) FI Mekanika B Sem. 7- Pekan #3 Osilasi Persamaan diferensial linear Misal kia memiliki sebuah fungsi berganung waku (. Persamaan diferensial linear dalam adalah persamaan yang mengandung variabel dan urunannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kabupaten Labuhan Batu merupakan pusat perkebunan kelapa sawit di Sumatera

BAB 1 PENDAHULUAN. Kabupaten Labuhan Batu merupakan pusat perkebunan kelapa sawit di Sumatera BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Kabupaen Labuhan Bau merupakan pusa perkebunan kelapa sawi di Sumaera Uara, baik yang dikelola oleh perusahaan negara / swasa maupun perkebunan rakya. Kabupaen Labuhan

Lebih terperinci

ADOPSI REGRESI BEDA UNTUK MENGATASI BIAS VARIABEL TEROMISI DALAM REGRESI DERET WAKTU: MODEL KEHILANGAN AIR DISTRIBUSI DI PDAM SUKABUMI

ADOPSI REGRESI BEDA UNTUK MENGATASI BIAS VARIABEL TEROMISI DALAM REGRESI DERET WAKTU: MODEL KEHILANGAN AIR DISTRIBUSI DI PDAM SUKABUMI ADOPSI REGRESI BEDA UNTUK MENGATASI BIAS VARIABEL TEROMISI DALAM REGRESI DERET WAKTU: MODEL KEHILANGAN AIR DISTRIBUSI DI PDAM SUKABUMI Yusep Suparman Universias Padjadjaran yusep.suparman@unpad.ac.id ABSTRAK.

Lebih terperinci

Bab 2 Landasan Teori

Bab 2 Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori 2.1 Keseimbangan Lini 2.1.1 Definisi Keseimbangan Lini Penjadwalan dari pekerjaan lini produksi yang menyeimbangkan kerja yang dilakukan pada seiap sasiun kerja. Keseimbangan lini

Lebih terperinci

Aplikasi Metode Seismik 4D untuk Memantau Injeksi Air pada Lapangan Minyak Erfolg

Aplikasi Metode Seismik 4D untuk Memantau Injeksi Air pada Lapangan Minyak Erfolg Aplikasi Meode Seismik 4D unuk Memanau Injeksi Air pada Lapangan Minyak Erfolg Prillia Aufa Adriani, Gusriyansyah Mishar, Supriyano Absrak Lapangan minyak Erfolg elah dieksploiasi sejak ahun 1990 dan sekarang

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 Waku dan Tempa Peneliian Peneliian mengenai konribusi pengelolaan huan rakya erhadap pendapaan rumah angga dilaksanakan di Desa Babakanreuma, Kecamaan Sindangagung, Kabupaen Kuningan,

Lebih terperinci

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV HAMILTON*

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV HAMILTON* PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV HAMILTON* BERLIAN SETIAWATY DAN HIRASAWA Deparemen Maemaika Fakulas Maemaika dan Ilmu Pengeahuan Alam Insiu Peranian Bogor

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengerian Supply Chain Managemen Supply chain managemen merupakan pendekaan aau meode dalam memanajemen hubungan perusahaan dengan supplier dan konsumen yang erjadi pada pengendalian

Lebih terperinci

Fisika Dasar. Gerak Jatuh Bebas 14:12:55. dipengaruhi gaya. berubah sesuai dengan ketinggian. gerak jatuh bebas? nilai percepatan gravitasiyang

Fisika Dasar. Gerak Jatuh Bebas 14:12:55. dipengaruhi gaya. berubah sesuai dengan ketinggian. gerak jatuh bebas? nilai percepatan gravitasiyang Gerak Jauh Bebas 14:1:55 Gerak Jauh Bebas Gerak jauh bebas merupakan gerakan objekyang dipengaruhi gaya graiasi. Persamaan maemaik gerak jauh bebas sama dengan persamaan gerak1d unuk percepaan konsan.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Peramalan Peramalan adalah kegiaan memperkirakan apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang. Ramalan adalah sesuau kegiaan siuasi aau kondisi yang diperkirakan akan erjadi

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) D-108

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) D-108 JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No., (013) ISSN: 337-3539 (301-971 Prin) D-108 Simulasi Peredaman Gearan Mesin Roasi Menggunakan Dynamic Vibraion Absorber () Yudhkarisma Firi, dan Yerri Susaio Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waku dan Lokasi Peneliian Peneliian ini dilakukan pada bulan Juni hingga Juli 2011 yang berlokasi di areal kerja IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alas Mandiri, Kabupaen Mamberamo

Lebih terperinci

KINEMATIKA GERAK LURUS

KINEMATIKA GERAK LURUS Kinemaika Gerak Lurus 45 B A B B A B 3 KINEMATIKA GERAK LURUS Sumber : penerbi cv adi perkasa Maeri fisika sanga kenal sekali dengan gerak benda. Pada pokok bahasan enang gerak dapa imbul dua peranyaan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KONSEP FUNGSI CONVEX UNTUK MENENTUKAN SENSITIVITAS HARGA OBLIGASI

PENGGUNAAN KONSEP FUNGSI CONVEX UNTUK MENENTUKAN SENSITIVITAS HARGA OBLIGASI PENGGUNAAN ONSEP FUNGSI CONVEX UNU MENENUAN SENSIIVIAS HARGA OBLIGASI 1 Zelmi Widyanuara, 2 Ei urniai, Dra., M.Si., 3 Icih Sukarsih, S.Si., M.Si. Maemaika, Universias Islam Bandung, Jl. amansari No.1 Bandung

Lebih terperinci

Gambar 2. Letak Geografis Kota Tangerang

Gambar 2. Letak Geografis Kota Tangerang METODOLOGI Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian dilakukan di wilayah adminisrasi Koa Tangerang, Propinsi Banen. Proses peneliian dimulai dengan pengumpulan daa, analisis dan diakhiri dengan penyusunan laporan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salad ke piring setelah dituang. Minyak goreng dari kelapa sawit juga memiliki sifat

BAB I PENDAHULUAN. salad ke piring setelah dituang. Minyak goreng dari kelapa sawit juga memiliki sifat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Dalam kehidupan sehari hari kia biasa menjumpai produk makanan yang sifanya kenal. Sebagai conoh produk mayonaisse yang diambahkan pada salad. Viskosias (kekenalan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia telah menjadi semakin saling tergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia telah menjadi semakin saling tergantung pada BAB I PENDAHULUAN A. Laar Belakang Masalah Perekonomian dunia elah menjadi semakin saling erganung pada dua dasawarsa erakhir. Perdagangan inernasional merupakan bagian uama dari perekonomian dunia dewasa

Lebih terperinci

Integral dan Persamaan Diferensial

Integral dan Persamaan Diferensial Sudaryano Sudirham Sudi Mandiri Inegral dan Persamaan Diferensial ii Darpublic 4.1. Pengerian BAB 4 Persamaan Diferensial (Orde Sau) Persamaan diferensial adalah suau persamaan di mana erdapa sau aau lebih

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 39 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waku dan Meode Peneliian Pada bab sebelumnya elah dibahas bahwa cadangan adalah sejumlah uang yang harus disediakan oleh pihak perusahaan asuransi dalam waku peranggungan

Lebih terperinci

Soal-Jawab Fisika OSN 2015

Soal-Jawab Fisika OSN 2015 Soal-Jawab Fisika OSN 5. ( poin) Tinjau sebuah bola salju yang sedang menggelinding. Seperi kia ahu, fenomena menggelindingnya bola salju diikui oleh perambahan massa bola ersebu. Biarpun massa berambah,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekaan Peneliian Jenis peneliian yang digunakan dalam peneliian ini adalah peneliian evaluasi dan pendekaannya menggunakan pendekaan kualiaif non inerakif (non

Lebih terperinci

MODUL III ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI

MODUL III ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI 3.. Tujuan Ö Prakikan dapa memahami perhiungan alokasi biaya. Ö Prakikan dapa memahami analisis kelayakan invesasi dalam pendirian usaha. Ö Prakikan dapa menyusun proyeksi/proforma

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian yang dilakukan mengenai analisis perencanaan pengadaan una berdasarkan ramalan ime series volume ekspor una loin beku di PT Tridaya Eramina

Lebih terperinci

ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Studi kasus pada CV Cita Nasional.

ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Studi kasus pada CV Cita Nasional. JURNAL ILMIAH RANGGAGADING Volume 7 No. 1, April 7 : 3-9 ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Sudi kasus pada CV Cia Nasional. Oleh Emmy Supariyani* dan M. Adi Nugroho *Dosen

Lebih terperinci

APLIKASI PEMULUSAN EKSPONENSIAL DARI BROWN DAN DARI HOLT UNTUK DATA YANG MEMUAT TREND

APLIKASI PEMULUSAN EKSPONENSIAL DARI BROWN DAN DARI HOLT UNTUK DATA YANG MEMUAT TREND APLIKASI PEMULUSAN EKSPONENSIAL DARI BROWN DAN DARI HOLT UNTUK DATA YANG MEMUAT TREND Noeryani 1, Ely Okafiani 2, Fera Andriyani 3 1,2,3) Jurusan maemaika, Fakulas Sains Terapan, Insiu Sains & Teknologi

Lebih terperinci

MODUL 2. Gerak Berbagai Benda di Sekitar Kita

MODUL 2. Gerak Berbagai Benda di Sekitar Kita MODUL 2 MODUL 2 Gerak Berbagai Benda di Sekiar Kia i Kaa Penganar Dafar Isi Pendidikan kesearaan sebagai pendidikan alernaif memberikan layanan kepada mayaraka yang karena kondisi geografis, sosial budaya,

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Permasalahan Nyata Penyebaran Penyakit Tuberculosis

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Permasalahan Nyata Penyebaran Penyakit Tuberculosis BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Permasalahan Nyaa Penyebaran Penyaki Tuberculosis Tuberculosis merupakan salah sau penyaki menular yang disebabkan oleh bakeri Mycobacerium Tuberculosis. Penularan penyaki

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 26 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penilaian perkembangan kinerja keuangan PT. Goodyear Indonesia Tbk dilakukan dengan maksud unuk mengeahui sejauh mana perkembangan usaha perusahan yang

Lebih terperinci

Bab IV Pengembangan Model

Bab IV Pengembangan Model Bab IV engembangan Model IV. Sisem Obyek Kajian IV.. Komodias Obyek Kajian Komodias dalam peneliian ini adalah gula pasir yang siap konsumsi dan merupakan salah sau kebuuhan pokok masyaraka. Komodias ini

Lebih terperinci