1. Target: mahasiswa undergraduate menjelang tingkat akhir atau mahasiswa graduate tanpa latar belakang fisika zat padat.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "1. Target: mahasiswa undergraduate menjelang tingkat akhir atau mahasiswa graduate tanpa latar belakang fisika zat padat."

Transkripsi

1 Pengantar 1. Target: mahasiswa undergraduate menjelang tingkat akhir atau mahasiswa graduate tanpa latar belakang fisika zat padat. 2. Penjelasan Mata kuliah: tujuan perkuliahan ini adalah untuk memberikan pendahuluan fisika zat padat. Perkuliahan ini dibuat untuk memberi konsep dasar sekaligus tinjauan menyeluruh mengenai fisika zat padat. 3. Prasyarat perkuliahan: mekanika kuantum dasar. 4. Buku teks: Introduction to solid state physics, Charles Kittel, John Willey & Sons, Inc. 5. Pengajar: Agus Purwanto Ph.D, purwanto 6. Grading: PR 30 %, UTS 30 %, UAS 40 % i

2 ii Tabel 0.1: Silabus Pendahuluan Fisika Zat Padat (diluar ekskursi dan ujian) Minggu Topik Subtopik 1 Struktur Kristal 2 Difraksi 3 Ikatan dalam kristal 4 Dinamika kristal vibrasi kisi 5 sifat termal 6 Elektron dalam zat padat model elektron bebas 7 pengaruh potensial periodik 8 struktur pita dan permukaan Fermi 9 hantaran listrik pada logam 10 Kristal semikonduktor elektron dan lubang 11 sifat transport 12 Magnetisme diamagnetisme 13 paramagnetisme 14 feromagnetisme 15 antiferomagnetisme Agus Purwanto, Ph. D ii January 17, 2006

3 Daftar Isi 1 Struktur Kristal Susunan Atom Periodik Vektor Translasi Kisi Basis dan Struktur Kristal Sel Kisi Primitif Operasi Simetri Titik Koordinat Hexagonal Jenis Dasar Kisi Jenis Kisi 2-D Jenis Kisi 3-D Sistem Kristal Triklinik Monoklinik Ortorombik Latihan Tetragonal Kubus Trigonal dan Heksagonal Kesimpulan Mengenai Sistem Kristal Centering Kisi Pemusatan Badan / Body Centering (I) Pemusatan Muka / Face Centering (F) Pemusatan Satu-Muka (One-face centering / base centering) Pemusatan Dua-Muka Pemusatan Khusus R Kisi Bravais Triklinik Monoklinik Ortorombik Tetragonal Kubus iii

4 DAFTAR ISI iv Hexagonal, Trigonal (dan Rombohedral) Sel Primitif dari 14 Kisi Bravais Sel Satuan Wigner-Seitz Sistem Indeks untuk Bidang Kristal Sifat berkaitan dengan bilangan rational Arah Kristalografi Bidang Kristal Struktur Kristal Sederhana Struktur Sodium Chloride Struktur Hexagonal Close-packed (hcp) Struktur Intan Struktur kubus zinc sulfide Pendahuluan Latar Belakang Sinar-X Neutron Hamburan oleh Pusat Penghambur Tunggal Difraksi dari Bahan Kristal Sel Satuan Fungsi Periodik Hubungan antara konstanta kisi Kristal Tunggal vs. Polikristal Struktur Magnet Sederhana Konvolusi Konvolusi yang melibatkan Fungsi Delta Agus Purwanto, Ph. D iv January 17, 2006

5 Bab 1 Struktur Kristal Fisika zat padat banyak berkenaan dengan kristal dan elektron dalam kristal. Pemahaman mengenai fisika zat padat dimulai pada awal abad ke 20 setelah penemuan difraksi sinar-x oleh kristal dan sederet publikasi mengenai perhitungan sederhana dan prediksi yang sukses mengenai sifat kristal. Jika kristal ditumbuhkan dalam lingkungan yang konstan, blok yang identik akan berkembang secara teratur. Masing-masing blok tersebut merupakan atom atau sekelompok atom yang tersusun secara periodik dalam 3 dimensi. Hal ini sesuai dengan penemuan pada abad ke 18 mengenai bilangan indeks berupa bilangan bulat berkenaan dengan arah bidang kristal sebagaimana akan dibahas pada bab ini. Penemuan tersebut membuktikan bahwa kristal terdiri dari atom-atom yang tersusun secara periodik. Model atom periodik tersebut memungkinkan fisikawan berpikir lebih jauh mengenai sifat bahan kristal. Studi diperluas hingga mencakup bahan amorf (=nonkristalin=glass). Bidang yang lebih luas adalah fisika zat mampat dimana bahan cair juga dipelajari. 1.1 Susunan Atom Periodik Suatu kristal yang idela tersusun dari satuan struktur yang identik yang berulang tak-hingga. Pada kristal sederhana, satuan struktural tersebut berupa atom tunggal, seperti pada tembaga, perak, emas, besi, alumunium dan logam alkali. Pada kristal tidak sederhana, satuan struktural tersebut dapat terdiri dari banyak atom atau molekul. Struktur kristal dapa digambarkan melalui kisi dengan atom atau kelompok atom berada pada titik kisi tertentu. Kelompok atom tersebut di sebut sebagai basis, jika berulang dalam ruang membentuk struktur kristal. 1

6 1.1. SUSUNAN ATOM PERIODIK Vektor Translasi Kisi Kisi didefinisikkan sebagai 3 vektor translasi dasar a 1, a 2 dan a 3 sedemikian sehingga susunan atom terlihat sama dalam segala hal ketika dilihat dari titik r ataupun dari titik r = r + u 1 a 1 + u 2 a 2 + u 3 a 3, (1.1) dengan u 1, u 2, u 3 berupa bilangan bulat. Sekumpulan titikr sesuai dengan Pers. (1.1) mendefinisikan kisi. Kisi adalah susunan kelompok atom yang tersusun secara periodik dalam ruang. Kisi merupakan abstraksi matematis; struktur kristal tersusun ketika basis atom secara identik terletak pada titik kisi. Hubungan logisnya adalah: kisi + basis = struktur kristal. (1.2) Kisi dan vektor translasi a 1, a 2, a 3 dikatakan primitif jika susunan atom yang memenuhi Pers. (1.1) menghasilkan volume yang terkecil. Kita biasa menggunakan vektor translasi primitif untuk mendefinisikan sumbu kristal. Namun demikian, sumbu kristal nonprimitif terkadang digunakan untuk memudahkan hubungan simetri kristal. Sumbu kristal a 1, a 2, a 3 membentuk parallelepiped. Jika titik kisi hanya terletak di sudut parallelepiped, maka ia disebut sebagai parallelepiped primitif. Operasi translasi kisi didefinisikan sebagai pergeseran melalui vektor translasi: T = u 1 a 1 + u 2 a 2 + u 3 a 3. (1.3) Dua titik kisi terhubung melalui vektor sesuai Pers. (1.3). Untuk menggambarkan struktur kristal, terdapat beberapa pertanyaan penting untuk dijawab: Apa kisinya? Bagaimana pemilihan sumbu kristal a 1, a 2, a 3 yang kita pilih? Apa basisnya? Lebih dari satu kisi selalu dimungkinkan untuk struktur tertentu, dan lebih dari satu set sumbu dapat digunakan untuk kisi tertentu. Basis ditentukan setelah pilihan-pilihan tersebut diambil. Semua (termasuk pola difraksi) konsisten asalkan Pers. (1.3) dipenuhi. Operasi simetri pada kristal membawa kristal tersebut ke dirinya sendiri. Hal ini mencakup pula operasi translasi kisi. Terdapat pula operasi rotasi dan refleksi, yang disebut sebagai operasi titik. Lebih lanjut, operasi simetri translasi dapat dikombinasikan dengan simetri titik. Buku teks kristalografi banyak membahas hal tersebut Basis dan Struktur Kristal Suatu basis atom terikat pada setiap titik kisi, dimana setiap basis adalah identik dalam komposisi, susunan dan arah. Jumlah atom dalam basis bisa saja satu, atau lebih dari satu. Posisi atom ke-j (di dalam basis) relatif terhadap titik kisinya adalah r j = x j a 1 + y j a 2 + z j a 3. (1.4) Kita selalu dapat memilih pusat koordinat sebagai titik kisi sehingga 0 x j, y j, z j 1. Agus Purwanto, Ph. D 2 January 17, 2006

7 1.2. OPERASI SIMETRI TITIK Sel Kisi Primitif Parallelepiped yang didefinisikan dengan sumbu primitif a 1, a 2, a 3 disebut sebagai sel primitif. Sebuah sel primitif adalah sel terkecil yang berulang secara periodik dalam 3 dimensi. Terdapat banyak cara untuk memilih sumbu primitif yang mendefinisikan sel primitif untuk setiap kisi. Banyak atom dalam seuatu sel primitif atau basis primitif selalu sama untuk setiap struktur kristal. Sel primitif selalu mengandung 1 titik kisi. Jika sel primitif adalah parallelepiped dengan titik kisi di setiap ujungnya (ada 8 ujung), maka jumlah total titik kisi dari sel tersebut adalah = 1. Volume dari parallelepiped dengan sumbu a 1, a 2, a 3 adalah V c = a 1 a 2 a 3, (1.5) yang diperoleh dengan analisis vektor dasar. Basis berkenaan dengan sel primitif disebut sebagai basis primitif. Tidak ada basis yang mengandung atom kurang dari atom yang berada dalam basis primitif. 1.2 Operasi Simetri Titik Operasi simetri titik adalah operasi simetri terhadap suatu titik dalam ruang yang tidak bergerak selama operasi. Contohnya adalah rotasi dan cermin. Simetri translasi tidak termasuk disini karena translasi menyebabkan semua titik berpindah tempat. Kita juga ingin menyatakan simetri secara matematis. Kita ambil vektor a, b dan c yang diukur dari titik pusat yang sama, sedemikian sehingga a dan b tidak collinear sedangkan c tidak coplanar dengan bidang-ab. Catatan, ketiga vektor tersebut berfungsi sebagai sumbu acuan dan tidak harus saling tegak-lurus. Beberapa contoh hasil operasi simetri ditinjau dari operasi aktif dimana objek aktif (bergerak) dan operasi pasif dimana objek pasif (tidak bergerak) dapat dilihat pada Gambar 1.1. Ada dua cara untuk menyatakan efek dari operasi simetri: 1. operator aktif dimana operasi simetri memindahkan objek (vektor posisi) sedangkan sumbu acuannya tetap ditempatnya (lihat Gambar 1.1). 2. operator pasif dimana sumbu acuannya berpindah sedangkan objeknya tetap di tempat (lihat Gambar 1.1). Identitas Simetri terpenting adalah simetri yang dimiliki oleh semua benda: operasinya adalah operasi tidak melakukan apapun. Simetri operasi ini dilambangkan dengan 1 untuk notasi internasional dan E untuk notasi Schoenflies. Pernyataan matriksnya merupakan matriks satu atau matriks identitas. Agus Purwanto, Ph. D 3 January 17, 2006

8 1.2. OPERASI SIMETRI TITIK 4 HASIL OPERASI SIMETRI Rotasi lipat-2 AKTIF b a a PASIF b Rotasi lipat-4 b a a b Refleksi b a a b Inversi b a Gambar 1.1: Contoh operasi simetri ditinjau dari operasi aktif dimana objek bergerak dan operasi pasif dimana objek tidak bergerak. Lingkaran dengan garis terputus menunjukkan posisi benda sebelum operasi aktif dilakukan. b 01 a Agus Purwanto, Ph. D 4 January 17, 2006

9 1.2. OPERASI SIMETRI TITIK 5 Rotasi Operasi simetri rotasi sebesar 2π/α dengan α disebut sebagai order-rotasi diberi simbol α(c a lpha) dalam notasi internasional(schoenflies) [3]. Rotasi ini sering disebut sebagai rotasi murni atau proper. 1 Pada tulisan ini hanya α = 1, 2, 3, 4, 6 yang akan dibahas. Menyatakan arah dari sumbu putar cukup diperlukan, karena rotasi dilakukan terhadap sumbu rotasi dengan arah tertentu. Karena sumbu rotasi merupakan garis dengan arah tertentu, kita dapat menyatakannya terhadap sumbu a, b dan c dengan vektor S = ua + vb + wc (1.6) dimana panjang vektor S diatur agar u, v dan w merupakan bilangan bulat. Konvensi kristalografi untuk menunjukkan arah adalah [uvw]. Operasi rotasi dinyatakan sebagai α[uvw] dalam notasi internasional atau C α [uvw]. Salah satu cara untuk menyatakan operasi simetri adalah dengan gambar [3, 1, 2]. Lingkaran digunakan untuk mewakili atom atau kumpulan atom. Tanda +( ) digunakan untuk menyatakan bahwa objek nya berada di atas(bawah) bidang halaman. Inversi Operasi inversi sering pula disebut sebagai operasi inversi melalui suatu titik (lihat Gambar 1.2). Operasi ini lebih sulit dibandingkan dengan operasi rotasi karena sistem koordinatnya berubah dari sistem tangan kanan ke tangan kiri atau sebaliknya. Operasi ini megakibatkan titik dengan koordinat (x, y, z) dalam ruang menjadi titik dengan koordinat ( x, y, z). Sebagai catatan, dalam kristalografi, tanda minus biasa diletakkan di atas sehingga koordinat tersebut adalah (x, y, z). Secara matematis, operasi inversi tersebut dapat ditulis sebagai: {1(i)(x, y, z) = (x, y, z)} (1.7) Jika lingkaran digunakan untuk menggambarkan operasi simetri, perubahan chirality atau tangan secara konvensi ditunjukkan dengan koma yang digambarkan dalam lingkaran tersebut. Tangan kanan dikatakan berhubungan secara enantiomorph dengan tangan kiri dan operasi inversi dikatakan sebagai operasi enantiomorphous. Akan kita lihat nanti bahwa bayangan cermin mempunyai sifat yang sama dengan sifat di atas sehingga sering dikatakan bahwa dua objek yang berhubungan secara enantiomorph merupakan bayangan cermin satu dengan lainnya. Dapat pula dikatakan bahwa yang satu adalah sistem tangan kanan sedangkan yang lainnya adalah sistem dengan tangan kiri. Tidak mungkin kedua sistem tersebut dihubungkan dengan simetri rotasi biasa. Sebagai catatan: jika kedua objek mempunyai sistem tangan yang sama, keduanya dikatakan saling kongruen. Tambahan, objek yang mempunyai simetri inversi di tengah (center) dikatakan bahwa objek itu centrosymmetric. 1 rotasi improper adalah rotasi yang diikuti dengan inversi atau refleksi. Agus Purwanto, Ph. D 5 January 17, 2006

10 1.2. OPERASI SIMETRI TITIK 6 (i) (ii) (iii) (a) Rotasi (i) 2, (ii) 3, (iii) 6 -, + (b) Inversi 1. pandangan parallel tegak lurus +, + -, + (c) Refleksi m=2. + -,, + - (d) Rotasi-inversi 4 Gambar 1.2: Operasi simetri titik. Agus Purwanto, Ph. D 6 January 17, 2006

11 1.2. OPERASI SIMETRI TITIK 7 Pantulan terhadap bidang Operasi ini sering pula disebut sebagai operasi pantulan cermin (lihat Gambar 1.2) dan dilambangkan dengan m dalam notasi Internasional dan σ dalam notasi Schoenflies. Bidang pantul disebut sebagai bidang cermin. Misalkan suatu titik dengan koordinat (x, y, z) dipantulkan terhadap bidang cermin pada bidang x z, operasi tersebut dapat ditulis sebagai {m[010]}(x, y, z) = (x, y, z) (1.8) Sebagai catatan, untuk menyatakan arah dari bidang cermin, digunakan simbol [uvw] yang memberikan arah dari suatu garis yang tegak lurus pada bidang cermin. Rotasi-inversi (rotasi improper) Operasi simetri ini merupakan operasi paduan, yaitu operasi yang merupakan perkalian dari dua operasi lainnya (lihat Gambar 1.2). Sistem Internasional [3] dengan sistem Schoenflies [5] menggunakan pendekatan yang berbeda. Dalam SI digunakan rotasi-inversi sedangkan dalam sistem Schoenflies digunakan rotasi-refleksi. Keduanya merupakan rotasi improper Koordinat Hexagonal A simetri 6 3 (-x,-y,z) A (y-x,-x,z) 2 simetri 3 A -x x-y -y (-y,x-y,z) simetri 3 A b (y,y-x,z) 5 simetri 6 a A x-y x B (x,y,z) A simetri 1 B (x-y,x,z) simetri 6 Gambar 1.3: Posisi ekuivalen dalam sistem heksagonal. Agus Purwanto, Ph. D 7 January 17, 2006

12 1.3. JENIS DASAR KISI 8 Gambar 1.3 menunjukkan efek operasi 6 m untuk m = 1, 2, 3, 4, 5, 6. Sistem koordinat dikaitkan dengan sumbu-sumbu hexagonal. Gambar tersebut menunjukkan koordinat dari titiktitik yang dihasilkan dan bagaimana mereka diperoleh relatif terhadap sumbu hexagonal, a dan b yang membentuk sudut satu dengan lainnya. Dengan menggunakan gambar di atas, kita dapat pula melihat hubungan antara 3 m dengan 6 m. Jika kita mengoperasikan simetri 6 pada titik B di (x, y, z), kita akan mendapatkan titik B di (x y, x, z) yang diperoleh dari: 1.3 Jenis Dasar Kisi {6}(x, y, z) = x y z (1.9) Kisi kristal dapat di petakan ke dirinya sendiri dengan translasi kisi T dan berbagai operasi simetri lain. Operasi simetri lain tersebut antara lain adalah operasi simetri rotasi (lihat Gambar 1.2) dengan sumbu melalui titik kisi. Besar sumbu rotasi adalah 2π, 2π/2, 2π/3, 2π/4, 2π/6 radian dan kelipatan bilangan bulatnya. Rotasi dengan besar sudut tersebut di atas, masingmasing di sebut sebagai rotasi lipat satu, dua, tiga, empat dan enam dan biasanya diberi simbol 1, 2, 3, 4, dan 6. Simetri rotasi lipat 5 tidak berlaku dalam kristalografi karena tidak semua bagian dalam ruang 3-D dapat ditutup oleh segi-lima (lihat Gambar 1.4). Grup titik kisi adalah sekumpulan operasi simetri yang bila diaplikasikan pada titik kisi akan memetakan kisi tersebut pada dirinya. Rotasi yang mungkin telah dibahas di atas. Dalam grup tersebut bisa terdapat simetri cermin m. Operasi simetri inversi terdiri dari operasi simetri rotasi lipat 2 diikuti dengan operasi simetri refleksi terhadap bidang yang tegak lurus sumbu rotasi; efeknya adalah mengganti r dengan r Jenis Kisi 2-D Jumlah kisi yang mungkin adalah tak terbatas untuk 2 dimensi karena tidak ada batasan alamiah dari panjang vektor translasi kisi atau sudut di antaranya. Namun kisi khusus berjenis oblique invariant dalam rotasi 2π/3, 2π/4 atau 2π/6 atau dalam refleksi cermin. Kita harus memberi kondisi batas pada a 1 dan a 2, jika kita ingin membangun kisi yang invariant dalam satu atau lebih operasi ini. Ada 4 jenis batasan yang berbeda dan masing-masingnya menghasilkan jenis kisi khusus. Jadi secara keseluruhan terdapat 5 jenis kisi yang berbeda dalam 2-D: kisi oblique dan 4 kisi khusus. Jenis kisi yang berbeda sering disebut sebagai kisi Bravais; kita katakan terdapat 5 kisi Bravais atau net dalam 2-D Jenis Kisi 3-D Grup simetri titik dalam 3-D membutuhkan 14 jenis kisi yang berbeda seperti tertera pada Tabel 1.1. Penjelasan mengenai timbulnya 14 jenis kisi tersebut dapat dilihat pada subbab 1.6 Agus Purwanto, Ph. D 8 January 17, 2006

13 1.4. SISTEM KRISTAL 9 yang diawali dengan pembahasan pada subbab 1.4. Tabel 1.1: 14 jenis kisi dalam 3 dimensi Sistem jumlah kisi batasan dalam sel konvensional Triklinik 1 a 1 a 2 a 3 α β γ Monoklinik 2(P,C) a 1 a 2 a 3 α = γ = 90 0 β Ortorombik 4(P,I,F,C) a 1 a 2 a 3 α = β = γ = 90 0 Tetragonal 2(P,I) a 1 = a 2 a 3 α = β = γ = 90 0 Kubus 3(P,I,F) a 1 = a 2 = a 3 α = β = γ = 90 0 Trigonal 1 a 1 = a 2 = a 3 α = β = γ < Hexagonal 1 a 1 = a 2 a 3 α = β = 90 0 ; γ = Sistem Kristal Sebelum menurunkan sistem kristal, perlu dipilih konvensi. Kita gunakan sistem koordinat tangan kanan dengan sumbu sel satuan a, b, dan c dengan sudut α, β dan γ. Perhatikan pemilihan sudutnya. Abjad untuk sudut dapat dianggap bersesuaian dengan abjad untuk sumbu dan kombinasi abjad antara sumbu dengan sudut adalah saling melengkapi. Misalnya, sudut diantara sumbu a dengan b adalah γ. Kita akan memulai penurunan sistem kristal dari operasi simetri terendah pada suatu sel satuan, dengan perkecualian sumbu putar tingkat-3 dan tingkat-6 menuju ke simetri tertinggi. Kita lakukan perkecualian tersebut karena komplikasinya, sehingga pembahasan untuk itu ditunda. Tujuh sistem kristal muncul karena aplikasi rotasi proper dan improper pada sumbu sel satuan atau vektor translasi dari kisi. Kita akan membahasnya secara matematis sederhana yang melibatkan matriks. Pertimbangkan operasi simetri R diaplikasikan pada vektor posisi umum r. Vektor posisi ini adalah vektor dari titik pusat dari suatu sel satuan. Titik pusat tersebut dipilih berimpit dengan titik kisi untuk mempermudah pembahasan. Vektor posisi tersebut dapat dinyatakan sebagai komponen sepanjang sumbu a, b dan c. Komponen-komponen tersebut biasa dinyatakan sebagai pecahan dari panjang sumbu sel satuan. Ini berarti bahwa titik dalam sel satuan dengan koordinat (x, y, z) terletak dengan jarak xa, yb, zc, dari titik pusat sel satuan. Koordinat pecahan tersebut dinamakan sebagai parameter posisi atom karena kita menggunakannya sebagai Agus Purwanto, Ph. D 9 January 17, 2006

14 1.4. SISTEM KRISTAL 10 C A O B D Gambar 1.4: AOC= COD = BOD = Sisanya dari 360 0, yaitu = 36 0, adalah AOB. posisi atom dalam suatu struktur kristal. Vektor posisi r yang menghubungkan titik pusat ke titik (x, y, z) dapat ditulis sebagai: r = xa + yb + zc (1.10) Sesudah mengoperasikan simetri R, titik baru pada (x, y, z ) diperoleh : x a 11 a 12 a 13 x y = a 21 a 22 a 23 y (1.11) z a 31 a 32 a 33 z Koordinatnya merupakan pecahan karena titik kisi berada pada sel satuan. Titik baru tersebut adalah r = Rr = x a + y b + z c; (1.12) Karena kita mengambil R sebagai operasi simetri ketika membandingkan vektor komponen sepanjang sumbu sebelum dan sesudah operasi tersebut, kita memperoleh hubungan antara sumbu-sumbu sel satuan. Kita akan melihat bahwa operasi simetri pada kisi menimbulkan batasan-batasan tertentu pada geometri sel satuan yang merupakan hubungan antara panjang sumbu dengan sudut antar sumbu. Operasi rotasi pada sistem kristal adalah rotasi proper dan improper n dengan n = 1, 2, 3, 4, 6. Nilai n lain tidak dapat menutupi ruang dengan baik. Secara khusus untuk simetri rotasi lipat-5, keterbatasan geometri segi-lima untuk menutupi ruang diperlihatkan pada Gambar Triklinik Kasus ini sangat trivial sehingga simetri yang ada hanyalah 1 atau 1. Dengan menggunakan yang pertama, kita dapat menulis: r = {1}r = r = x a + y b + z c (1.13) dimana x =1x+0y+0z y =0x+1y+0z z =0x+0y+1z (1.14) Agus Purwanto, Ph. D 10 January 17, 2006

15 1.4. SISTEM KRISTAL 11 atau: r = xa + yb + zc (1.15) Dalam kasus mudah ini, koordinat tidak berubah. Dengan cara yang sama, kita dapat mengoperasikan 1, sehingga: r = {1}r = xa yb zc (1.16) Dalam kasus ini, semua tanda dibalik. Sebagai catatan, untuk kedua kasus di atas, koordinat x, y dan z tetap terikat dengan sumbu a, b dan c. Hal ini berarti tidak ada ketergantungan antar sumbu sehingga tidak ada batasan dalam geometri sel satuan. Oleh karenanya operasi simetri 1 dan 1 mendefinisikan sebuah sel satuan yang disebut triklinik dengan a b c α β γ (1.17) Berikut ini adalah catatan penting. Tanda berarti bahwa simetri tidak membutuhkan harga yang sama. Dalam eksperimen mungkin diperoleh bahwa sel satuan mempunyai sumbu-sumbu yang sama panjang dalam ketepatan eksperimental. Hal ini tidak berarti bahwa kristal tersebut mempunyai simetri tinggi. Dalam banyak kasus, simetri sebenarnya hanya jelas terlihat jika simetri dari susunan atomnya dalam sel satuan atau sifat fisis tertentu dipertimbangkan. Misalnya geometri sel satuan dari PbZrO 3, kristal tampak seperti tetragonal. Namun, susunan atim menunjukkan simetri yang jauh dari tetragonal. Terkadang, perubahan temperatur memungkinkan sel satuan terdistorsi sehingga simetri sebenarnya lebih jelas. Ingat bahwa simetri memberi keterbatasan pada sumbu dan sudutnya, dan bukan sebaliknya Monoklinik Dalam sistem kristal ini elemen simetri penting adalah rotasi tingkat-2 dan/atau cermin m. Misalkan sumbu rotasi dipilih sejajar dengan sumbu-c. Ini disebut first setting dan merupakan konvensi yang biasa digunakan oleh saintis zat padat. 2 Sekarang kita perhatikan, keterbatasan yang muncul akibat operasi rotasi tersebut. Jelas bahwa utuk mendapatkan a menjadi a karena rotasi, sumbu-a harus tegak lurus terhadap sumbu rotasi. Hal yang sama berlaku untuk sumbu b, sehingga b harus tegak lurus terhadap sumbu c namun tidak ada keterbasan terhadap sumbu-a. Operasi rotasinya secara matematis dapat ditulis sebagai: dan efek operasi m (dengan m tegak lurus c) adalah r = {2[001]} r = xa yb + zc (1.18) r = {m[001]} r = xa + yb zc (1.19) 2 Umumnya kristalografer menggunakan second setting dimana sumbu dipilih sejajar dengan b. Agus Purwanto, Ph. D 11 January 17, 2006

16 1.4. SISTEM KRISTAL 12 Perbedaan tanda dalam Pers antara komponen sepanjang sumbu c disatu pihak dan komponen pada arah a dan b dilain pihak menunjukkan hubungan tegak lurus sebagaimana ditunjukkan dengan perkalian skalar dari komponen-komponen tersebut sebelum dan sesudah transformasi. Sebelum transformasi, untuk sumbu a dan c kita mempunyai: Sesudah transformasi: xa zc (1.20) x a z c = xa zc (1.21) dimana ruas kanan diperoleh dengan menggunakan Pers yang menunjukkan x = x dan z = z. Pers. (1.20) dan (1.21) adalah invariant (bentuknya sama) karena kristalnya tidak berubah sehingga: x z a c cos β = x z a c cos β (1.22) sehingga atau cosβ = cosβ (1.23) β = 90 0 (1.24) β = 90 0 berarti a tegak lurus terhadap c. Dengan cara yang sama, ditemukan b tegak lurus terhadap c (α = 90 0 ). Untuk a dan b: x y a b cosγ = x y a b cos γ (1.25) yang jika Pers (1.18) digunakan, tidak ada kesimpulan yang dapat ditarik. Oleh karenanya γ tidak punya keterbatasan. Kenyataan bahwa kita tidak harus saling menukar besaran sumbu berarti bahwa tidak ada keterbatasan pada panjangnya. Oleh karenanya, untuk first setting dalam sistem monoklinik: a b c α = β = 90 0 γ 90 0 (1.26) Sebagai catatan, biasanya dipilih γ > Penggunaan Pers. (1.19) akan menghasilkan kesimpulan yang sama. Untuk second setting dimana sumbu rotasi sejajar dengan sumbu-b atau bidang cermin tegak lurus dengan sumbu-b, diperoleh: a b c α = γ = 90 0 β 90 0 (1.27) Setting ini biasa digunakan kristalografer dan dipilih sebagai gambaran monoklinik yang paling sering digunakan. Agus Purwanto, Ph. D 12 January 17, 2006

17 1.4. SISTEM KRISTAL Ortorombik Dalam sistem ini, kita tinjau efek simetri 2 atau 2 (analog dengan bidang cermin). Misalkan terdapat sumbu putar lipat 2 sepanjang sumbu a (atau [100]) dan sumbu b (atau [010]). Maka: dan Dengan mengalikan kedua persamaan di atas, diperoleh: {2[100]}r = xa yb zc (1.28) {2[010]}r = xa + yb zc (1.29) {2[100]}{2[010]}r = xa yb + zc (1.30) yang tidak lain merupakan rotasi lipat-2 dengan sumbu sejajar terhadap sumbu-c (atau [001]). Hal ini berarti bila kita mempunyai dua sumbu putar lipat-2, kita otomatis mempunyai yang ketiga. Lebih dari itu, pertukaran tanda menunjukkan hubungan tegak lurus. Persamaan (1.28) menunjukkan bahwa a tegak lurus terhadap b dan c. Persamaan (1.29) menunjukkan bahwa b tegak lurus terhadap a dan c. Hal ini adalah analog dengan pembahasan pada monoklinik. Oleh karenanya, ketiga sumbu yang dihasilkan adalah saling tegak lurus. Karena koordinat tidak saling bertukar, maka tidak ada pembatasan dalam hal panjang sumbu. Kesimpulannya adalah sumbu lipat-2 menghasilkan sistem kristal yang disebut ortorombik dengan a b c α = β = γ = 90 0 (1.31) LAT IHAN 1.1 Lakukan hal di atas dengan bidang cermin Tetragonal Dalam kasus ini, kita tinjau pembatasan yang timbul akibat operasi rotasi lipat-4 atau 4. Dengan penalaran yang sama dengan sistem monoklinik, didapat bahwa jika dipilih sumbu rotasi sejajar dengan sumbu-c (pilihan konvensional), a dan b harus tegak lurus terhadap c. Operasi lipat-4 juga berarti bahwa (+a) pindah ke (+b), (+b) pindah ke (-a), (-a) pindah ke (-b), (-b) pindah ke (+a). Secara matematis, hal ini dapat ditulis sebagai: Demikian pula: r = {4[001]} r = ya + xb + zc (1.32) r = {4 3 [001]} r = ya xb + zc (1.33) Sekali lagi, tanda yang berlawanan menunjukkan bahaw a, b dan c adalah saling tegak lurus. Perhatikan bahwa sekarang ada saling pertukaran antara x dan y yang berarti bahwa a dan b Agus Purwanto, Ph. D 13 January 17, 2006

18 1.4. SISTEM KRISTAL 14 harus mempunyai panjang yang sama. Oleh karenanya, simetri 4 atau 4 menghasilkan sistem kristal baru yang disebut tetragonal dengan Tentu saja c bisa lebih besar atau kecil daripada a = b Kubus a = b c α = β = γ = 90 0 (1.34) Sistem ini merupakan sistem dengan simetri tertinggi. Kita harus berhati-hati dalam mendefinisikan sistem ini. Simetri merupakan hal penting untuk mendefinisikan sistem kristal. Simetri menentukan pemilihan sumbu dan tidak sebaliknya. Apakah elemen simetri terpenting dalam sistem kubus? Mungkin mengherankan, namun simetri tersebut bukanlah sumbu lipat-4 yang saling tegak lurus. Simetri terpenting tersebut adalah empat sumbu lipat-3 yang berhubungan dengan diagonal badan, < 111 >, dari sel satuan kubus. 3 Dalam bab berikutnya akan dibahas bahwa kubus mungkin saja tidak mempunyai sumbu lipat-4 dalam simetrinya. Dapat dibuktikan dengan teori grup atau trigonometri bola, bahwa jika kristal mengandung lebih dari satu sumbu lipat-3, maka kristal tersebut harus mengandung keempat sumbu lipat-3 sekaligus, dengan saling membentuk sudut Sekarang kita akan membuktikan bahwa empat sumbu lipat-3 akan menghasilkan sel satuan kubus. Rotasi lipat-3 sejajar dengan [111] dioperasikan pada vektor r menghasilkan: dan {3[111]} r = za + xb + yc (1.35) {3 2 [111]} r = ya + zb + xc (1.36) Karena komponen telah saling bertukar secara bebas, mereka haruslah sama panjang. Rotasi lipat-3 sejajar dengan [111], menghasilkan: dan {3[111]} r = ya zb xc (1.37) {3 2 [111]} r = za + xb yc (1.38) Sebagai tambahan dari sama panjangnya sumbu-sumbu, kita melihat bahwa tandanya berpermutasi yang menandakan bahwa semua sumbunya saling tegak lurus. Maka pilihan kita dari empat sumbu lipat-3 memberikan sistem kristal baru yang dinamakan sistem kristal kubus dengan a = b = c α = β = γ = 90 0 (1.39) 3 kurung angular melambangkan kumpulan arah dengan simetri yang ekuivalen. Dalam hal ini, < 111 > berarti kumpulan [111], [111], [111], [111], [111], [111], [111], dan [111]. Agus Purwanto, Ph. D 14 January 17, 2006

19 1.4. SISTEM KRISTAL Trigonal dan Heksagonal Kita telah sengaja menunda pembahasan mengenai sistem ini karena keduanya mengandung permasalahan khusus yang membuatnya berbeda degnan sistem kristal lain. Berbagai hal yang membingungkan muncul dalam literatur; diharapkan pembahasan berikut akan membantu memperjelas permasalahan. Kita mulai dengan sistem heksagonal. Sistem kristal ini dapat didefinisikan dengan simetri 6 atau 6. Perhatikan bahwa kita menemukan kesulitan yang konseptual karena 6 adalah ekuivalen dengan rotasi improper lipat-3 dari tipe Schoenflies S 5 3, atau proper rotasi lipat-3 dengan refleksi tegak lurus (3/m dalam notasi Internasional). Ini cukup membingungkan karena heksagonal dapat dijelaskan dengan sumbu lipat-6 dan lipat-3. Untuk heksagonal, sumbu-a dengan b membentuk sudut Operasi simetri 6 menghasilkan: dimana: sehingga: r = {6[001]} r = Dengan cara yang sama diperoleh: dan seterusnya x = 1x 1y + 0z y = 1x + 0y + 0z z = 0x + 0y + 1z r = x a + y b + z c (1.40) (1.41) {6[001]} r = x(a + b) ya + zc (1.42) r = {6 2 [001]} r = xb + y( a) b + zc (1.43) a b a b b a a+b Gambar 1.5: Sumbu-sumbu dalam sistem heksagonal. Adanya saling tukar koordinat x dan y, relatif terhadap sumbu a dan b, menunjukkan bahwa a dan b harus mempunyai panjang yang sama. Lebih lanjut, akan diperlihatkan bahwa persamaan ini konsisten dengan sumbu a dan b membentuk sudut Perkalian skalar dari Agus Purwanto, Ph. D 15 January 17, 2006

20 1.4. SISTEM KRISTAL 16 komponen sepanjang sumbu a dan b sebelum transformasi dapat dihubungkan dengan perkalian sesudah transformasi. Untuk {6[001]}r: Maka: xa yb = x(a + b) ( ya) (1.44) x y a b cos γ = x y [ a b cosγ a 2 ] (1.45) dan karena a = b, hal tersebut menghasilkan: cos γ = 1/2 (1.46) Maka sumbu-a dan b saling membentuk sudut Dengan cara yang sama, kita dapat membuktikan bahwa c adalah tegak lurus terhadap a dan b. Kesimpulannya adalah bahwa simetri lipat-6 menghasilkan: a = b c α = β = 90 0 γ = (1.47) Perlu dicatat bahwa selain sumbu-a dan b, terdapat arah lain, a b yang ekuivalen dalam besaran dan dari a dan b. Kita dapat memilihnya sebagai sebuah sumbu, sehingga terdapat empat sumbu yang mungkin dalam sistem ini. Keempat sumbu tersebut biasa digunakan dalam analisa morfologi kristal. Namun demikian kita hanya akan menggunakan notasi dengan 3 sumbu. Catatan lain adalah ada buku yang menggambarkan bahwa sel satuan kisi heksagonal adalah prisma heksagonal. Ini adalah salah. Sel satuan primitif heksagonal berbentuk parallelepiped. Kita mendefinisikan sistem kristal trigonal sebagai ditentukan oleh operasi simetri tunggal 3 atau 3. Catat lagi kesulitan konseptual dengan simetri 3. Kini, beberapa penulis memperlakukan sistem trigonal sebagai kasus khusus dari sistem heksagonal karena keduanya mempunyai hubungan yang sama antara sumbu-sumbu sel satuannya. Permasalahannya adalah sebagai berikut: terdapat dua cara untuk mendefinisikan sistem kristal. Yang pertama adalah menggunakan simetri dari kristal (sebagaimana kita gunakan) dan yang kedua adalah dengan menggunakan simetri dari kisi. Dalam kasus terakhir ini, kita mempunyai kisi heksagonal (diberi lambang P), dengan simetri lipat-6 sehingga muncul sistem kristal heksagonal. Sistem lain dalam skema ini adalah sistem kristal rombohedral (diberi lambang R) dimana terdapat simetri lipat-3 tanpa simetri lipat-6. Pemilihan sumbu koordinatnya dapat dilihat pada Gambar 1.6. Dalam pendekatan ini, tidak ada sistem trigonal, walaupun jumlah total sistem kristal tetap tujuh. Walaupun ada keuntungan dengan menggunakan sistem ini, kita akan menggunakan sistem Tabel Internasional dimana kita mempunyai sistem heksagonal dan trigonal yang terpisah, dengan sistem rombohedral sebagai kasus khusus dari sistem trigonal. Sekarang kita akan membahas kasus khusus tersebut dengan menjelaskan sel satuan rombohedral. Kondisi sumbu dan sudut adalah a = b = c α = β = γ (1.48) Agus Purwanto, Ph. D 16 January 17, 2006

21 1.4. SISTEM KRISTAL 17 (a) F A G E B D C b c F G E A D C b a (b) a B (c) Gambar 1.6: Sumbu-sumbu dalam sistem rombohedral dimana simetri 3 atau 3 membuat sudut yang sama antara a, b dan c. Untuk menurunkan sistem kristal rombohedral, kita mulai dengan kisi heksagonal lalu melakukan center dengan menambahkan atom pada posisi (2/3, 1/3, 1/3) dan (1/3, 2/3, 2/3). Titik-titik tersebut ditambahkan sehingga total hasil kumpulan titik (titik kisi heksagonal original plus titik baru tersebut) mempunyai simetri trigonal dan tidak lagi mempunyai simetri heksagonal. Centering dalam sistem kristal akan dibahas secara lengkap dalam subbab 1.5 (dimulai pada halaman 19), sehingga kita akan membahas detailnya nanti. Namun demikian, perlu dicatat bahwa sel satuan rombohedral adalah primitif dan konsisten dengan sistem kristal trigonal namun tidak dengan sistem kristal heksagonal karena rombohedral tidak mempunyai simetri 6 atau Kesimpulan Mengenai Sistem Kristal Panjang sumbu dan sudut antar sumbu untuk tujuh sistem kristal ditentukan oleh kondisi simetri. Hasilnya dilampirkan berikut ini. Daripada menggunakan tanda seperti sebelumnya, lebih baik menekankan hanya parameter yang mempunyai keterbatasan saja. Dalam subbab 1.5 (dimulai pada halaman 19) dan 1.6 (dimulai pada halaman 21) akan ditunjukkan bahwa hanya ada 14 kisi yang berbeda untuk memenuhi seluruh ruang. Kisi ini disebut sebagai 14 kisi ruang atau lebih sering disebut sebagai 14 kisi Bravais [1, 2]. Sebagaimana dibahas pada subbab 1.4 (dimulai pada halaman 9), terdapat 7 sistem kristal. Mungkin terpikirkan bahwa dengan mengkombinasikan 7 sistem kristal dengan ide kisi primitif diperoleh total 7 kisi bravais yang berbeda (satu untuk setiap sistem kristal). Namun demikian, kisi trigonal dan heksagonal adalah ekuivalen, sehingga hanya terdapat 6 kisi bravais yang dibentuk dengan cara demikian. Kisi-kisi tersebut merupakan sel satuan primitif dan diberi label P. Agus Purwanto, Ph. D 17 January 17, 2006

22 1.4. SISTEM KRISTAL 18 Tabel 1.2: Tujuh Sistem Kristal Simetri Penentu Sistem Kristal Kondisi 1 atau 1 Triklinik tidak ada 2 atau 2 Monoklinik α = β = 90 0 (1stsetting) α = γ = 90 0 (2ndsetting) tiga sumbu lipat-2 atau 2 Ortorombik α = β = γ 4 atau 4 Tetragonal a = b α = β = γ = 90 0 empat sumbu lipat-3 atau 3 Kubus a = b = c α = β = γ = atau 6 Heksagonal a = b α = β = 90 0 ; γ = atau 3 Trigonal sama seperti heksagonal (a = b = c; α = β = γ) Agus Purwanto, Ph. D 18 January 17, 2006

23 1.5. CENTERING KISI 19 Delapan kisi Bravais lainnya diperoleh dengan mengambil 6 kisi-p dan mempertimbangkan apa yang terjadi jika titik kisi lainnya ditambahkan pada tempat-tempat tertentu 4. Pertanyaan pertama yang muncul adalah, sesudah centering, apakah susunan yang baru masih merupakan kisi? Pertanyaan kedua adalah apakah ia akan membentuk kisi baru? Hal ini menghasilkan 8 kisi centered dimana 7 dengan nama yang diberikan (body-centered, face-centered dan oneface-centered) dan sebuah simbol baru (I, F, dan A, B, atau C). Kisi baru kedelapan adalah kisi heksagonal centered yang dapat dianggap sebagai kisi rombohedral primitif sesudah meredefinisi sumbu acuan. Akan ditunjukkan bahwa satu sistem kristal dapat mempunyai semua kisi ruang (P, I, F, dan C) sementara beberapa sistem kristal hanya dapat mempunyai kisi-p. Untuk setiap sistem kristal, jelas bahwa kisi I, F, atau C mempunyai sel satuan yang mengandung lebih dari satu titik kisi karena berbagai titik kisi centering. Sebagaimana dibahas pada bab terdahulu, sel satuan dengan lebih dari satu titik kisi merupakan sel satuan multiply-primitive. 1.5 Centering Kisi Sebagaimana dikemukakan terdahulu, pemberian sumbu acuan dihubungkan dengan simetri rotasi dari sistem kristal akan memberikan kisi-p atau primitif. Untuk kisi-kisi tersebut, kita ingin menambahkan titik lain sedemikian sehingga kondisi kisinya masih dipertahankan. Pada saat yang sama, penambahan tersebut jangan sampai merubah sistem kristal. Ini adalah dua kondisi yang penting jika kita ingin membentuk kisi Bravais baru. Sebagai contoh, jika kita mulai dengan kisi primitif kubus dan menambahkan titik kisi lain sedemikian sehingga kita masih mempunyai kisi, kita juga harus memastikan bahwa kisi baru ini masih mempunyai simetri kubus. Kita membahas penambahan titik kisi secara umum pada bagian ini dan hasil khusus untuk masing-masing sistem kristal pada bagian lain. Karena kondisi kisi harus dipertahankan jika titik baru ini ditambahkan, titik harus ditambahkan pada posisi dengan simetri tinggi dari kisi-p. Jenis posisi ini adalah: titik tunggal pada pusat badan dari setiap sel satuan; sebuah titik pada pusat dari permukaan dari sel satuan; sebuah titik pada pusat dari satu muka dari sel satuan; dan centering khusu pada sistem trigonal yang memberi sistem rombohedral. Kita akan membahas masing-masing centering secara terpisah Pemusatan Badan / Body Centering (I) Untuk jenis pemusatan ini, titik tambahan harus ditempatkan pada akhir dari vektor (a/2 + b/2 + c/2). Hasil kisinya diberi simbol I (berasal dari bahasa Jerman Innenzentrierung). Perhatikan bahwa sel satuan ini mengandung dua titik kisi, satu pada titik pusat (0,0,0) dan satu pada pusat badan (1/2,1/2,1/2). Titik kisi lain adalah milik dari sel satuan sebelahnya. Alternat- 4 Proses penambahan tersebut dinamakan centering. Agus Purwanto, Ph. D 19 January 17, 2006

24 1.5. CENTERING KISI 20 ifnya, kita dapat mengatakan 1/8 dari titik kisi pada setiap 8 sudut dari sel satuan dan satu titik kisi berada pada posisi pusat badan Pemusatan Muka / Face Centering (F) Untuk jenis pemusatan ini, tiga titik baru ditambahkan pada sel satuan primitif. Mereka diletakkan pada pusat dari setiap muka pada setial sel satuan arau pada posisi di titik akhir dari vektor (a/2 + b/2), (a/2 + c/2), dan (b/2 + c/2). Kisi yang diperoleh diberi lambang F. Sel satuan konvensionalnya mengandung 4 titik kisi pada (0,0,0), (1/2, 1/2, 0), (1/2, 0, 1/2), dan (0, 1/2, 1/2). Alternatifnya, kita dapat mengatakan bahwa sel satuan ini mengandung 1/8 atom pada setiap titik kisi di setiap 8 sudut dan 1/2 dari titik kisi pada setiap 6 muka Pemusatan Satu-Muka (One-face centering / base centering). Dalam pemusatan ini, hanya satu muka yang dipusatkan. Jika pemusatan dilakukan pada bidang-ab (pada a/2 + b/2), kisi yang dihasilkan diberi lambang C. Demikian pula, kisi diberi lambang A jika pemusatana dilakukan pada bidang-bc. Dalam setiap kasus, terdapat dua titik kisi per sel satuan. Ringkasnya: untuk pemusatan A: (0,0,0) dan (0,1/2,1/2) untuk pemusatan B: (0,0,0) dan (1/2,0,1/2) untuk pemusatan C: (0,0,0) dan (1/2,1/2,0) Pemusatan Dua-Muka Pemusatan dengan dua-muka yang independen tidak akan pernah membentuk kisi, karena lingkungan untuk semua titik tidak sama Pemusatan Khusus R Kita telah membahas pada bab sebelumnya bahwa sel satuan trigonal dapat dipusatkan sedemikian sehingga membentuk sel rombohedral. Ada dua posisi pemusatan rombohedral, pada ±(2/3, 1/3, 1/3) dan ±(1/3, 2/3, 1/3). Kisi yang dihasilkan diberi simbol R. Kisi rombohedral cukup membingungkan. Bagian dari kebingungan tersebut muncul dari kisi rombohedral yang dapat diacu sebagai sumbu rombohedral sehingga menghasilkan sel satuan rombohedral dengan satu titik kisi, atau sebagai sumbu heksagonal dengan sel satuan yang mirip heksagonal dan mempunyai tiga titik kisi per sel. Pada kisi rombohedral pemusatan badan atau muka dapat dilakukan. Namun demikian, kisi yang dihasilkan tidak merupakan kisi yang baru karena kisi-r masih dapat dibentuk, dengan sudut yang berbeda untuk sumbu-sumbunya dan dengan hanya satu titik kisi per sel. Agus Purwanto, Ph. D 20 January 17, 2006

25 KISI BRAVAIS Kisi Bravais Untuk membahas 14 kisi Bravais, kita akan mempertimbangkan 7 sistem kristal dan melihat kisi ruang yang unik yang dapat dibentuk untuk setiap kasus. Sebagaimana pada bab terdahulu, kita akan memulai dengan simetri terendah, triklinik dan secara bertahap menuju ke simetri tertinggi. Seperti sebelumnya, kita akan menunda pembahasan mengenai sistem trigonal dan heksagonal Triklinik Dalam sistem ini, tidak terdapat pembatasan pada panjang atau arah dari sumbu sel satuan. Oleh karenanya kita selalu dapat melakukan pemusatan dan kisi yang dihasilkannya akan selalu unik. Namun demikian, tidak ada yang baru dari kisi baru tersebut. Sel primitif yang lebih kecil dapat ditentukan dengan panjang dan arah sumbu yang sembarang. Oleh karenanya, untuk sistem kristal triklinik, hanya terdapat satu kisi Bravais, yaitu primitif atau kisi-p Monoklinik Pada paragraf ini kita menggunakan 1st setting yang mengambil sumbu lipat-2 unik sebagai sumbu-c. Jika kita melakukan C-centering (bidang-ab), tidak ada kisi baru yang terbentuk (lihat Gambar 1.7). Kisi yang terbentuk masih dapat digambarkan sebagai kisi-p dengan nilai a a b Gambar 1.7: Kisi monoklinik C-Centered diproyeksikan pada bidang a b dengan atom-atom berada pada posisi (0, 0, 0) dan (1/2, 1/2, 0), dan kisinya digambarkan dengan garis terputus. Sel satuan dengan garis tidak-putus dan diarsir menunjukkan monoklinik kisi-p dengan parameter kisi yang berbeda dengan parameter kisi-c. dan γ yang berbeda namun masih merupakan monoklinik dimana c tegak lurus terhadap a dan b dengan γ dan semua panjang sumbunya tidak saling berhubungan. Maka untuk sistem kristal monoklinik, P C. Namun demikian, kisi baru didapatkan untuk pusat muka B. Hal ini adalah kaerna tidak mungkin mempertahankan kondisi dasar monoklinik dan tetap menggambarkannya sebagai kisi-p. Kita tahu bahwa kisi masih mempunyai simetri lipat-2. Kisi dengan pusat muka B disebut sebagai kisi-b. Dengan cara yang analog, bidang bc dapat dipusatkan sehingga memperoleh Agus Purwanto, Ph. D 21 January 17, 2006

26 KISI BRAVAIS 22 kisi-a. Dapat dibuktikan bahwa dengan pemilihan sumbu-a dan b, monoklinik kisi-f dan I dapat digambarkan sebagai kisi-b (B F I A). Oleh karena itu, dalam monoklinik 1st setting, hanya terdapat dua kisi Bravais, P dan B. 2ndsetting, yang lebih disukai oleh kristalografer, menggunakan sumbu lipat-2 unik sebagai sumbu-b. Dalam kasus ini, pembahasan di atas masih berlaku namun dengan peruabahan sumbu. Oleh karenanya, untuk setting ini, dua kisi Bravais-nya adalah kisi-p dan C dengan C F I A Ortorombik Kita dapat menganggap bahwa kisi ortorombik primitif muncul dari kisi monoklinik primitif dengan menambahakn batasan bahwa sudut ketiga harus Maka semua vektor translasi sel satuan adalah 90 0 satu dengan lainnya namun dengan panjang yang saling tidak berhubungan. Dalam sel ortorombik, setiap muka dapat dipusatkan, namun jika kita mencoba untuk membuat sel satuan primitif darinya, dengan cara yang sama seperti sel monoklinik C-centered, kita akan mendapatkan sumbu yang tidak ortogonal. Karenanya, kita dapat memperoleh kisi C-centered yang dapat digambarkan sebagai kisi-a atau B dengan mengubah sumbu. Dalam sistem kristal ini, kisi-f dan I berbeda dari kisi-p atau C. Oleh karenanya, untuk sistem kristal ortorombik, terdapat 4 kisi Bravais unik, P, I, F dan C. Sekalilagi, pusat muka-c, A dan B adalah identik namun dengan mempertukarkan sumbu Tetragonal Kita telah mengetahui bahwa secara umum kisi tidak akan diperoleh jika dua muka, muka-a dan B dipusatkan (centered). Lebih lanjut, kondisi tetragonal dengan simetri lipat-4 tidak akan terpenuhi jika satu dari dua muka dipusatkan. Jadi, untuk pusat muka tunggal, hanya pusat muka-c saja yang harus dipertimbangkan. Pemusatan ini memang menghasilkan kisi namun masih saja sama dengan kisi-p yang diputar 45 0 dengan sumbu-c. Oleh karenanya, dalam sistem tetragonal, P C. Karena sel primitif merupakan sel yang lebih kecil, sel-p biasa dipilih. Bagaimana dengan pusat badan? Sebagaimana pada kisi ortorombik, pusat badan dari kisi tetragonal masih memberi kisi. Lingkungan dari setiap titik masih identik, dengan setiap titik mempunyai 8 tetangga terdekat dengan jarak dan arah yang sama. Simetri lipat-4 masih terpenuhi. Oleh karenanya, kisi-i merupakan kisi baru dalam sistem kristal tetragonal. Pemusatan muka (Face-centering) juga memberikan kisi dalam sistem kristal tetragonal. Namun, seperti kisi-p yang dapat diperoleh dari kisi-c dengan memutar sumbu tetragonal 45 0, kisi I dapat diperoleh dari kisi-f. Oleh karenanya F I dalam sistem kristal tetragonal dan karena sel I kecil dibandingkan dengan F, sel-i lebih sering digunakan. Kesimpulan dalam sistem tetragonal adalah bahwa hanya terdapat dua kisi Bravais yang berbeda, yaitu kisi-p dan kisi-i. Sebagai catatan, C P dan F I. Agus Purwanto, Ph. D 22 January 17, 2006

27 KISI BRAVAIS Kubus Untuk pusat badan, setiap titik dikelilingi oleh 8 tetangga terdekat, semuanya dengan posisi relatif yang sama, dan empat sumbu lipat-3. Maka kristal kubus dapat membentuk kisi-i yang sering disebut sebagai kisi bcc (body-centered cubic). Untuk pusat muka, setiap titik kisi dikelilingi oleh 12 tetangga terdekat. Lebih lanjut, 4 sumbu lipat-3 masih dimiliki. Kisi-F ini sering dilambangkan sebagai kisi f cc (face-centered cubic). Kubus tidak dapat memiliki kisi pusat dasar karena pemusatan hanya satu muka akan merusak empat sumbu lipat-3. Kesimpulannya adalah bahwa untuk sistem kristal kubus, kisi Bravaisnya adalah kisi P, I dan F Hexagonal, Trigonal (dan Rombohedral) (a) (b) (c) b γ a Gambar 1.8: Berbagai aspek heksagonal dan trigonal. Dalam Gambar 1.8, kita gambar 4 sel satuan primitif. Kita lakukan centering seperti pada sistem kristal lain. Pertama, kita pertimbangkan titik pada pusat badan untuk semua sel primitif tersebut [pada posisi (a/2 + b/2)]. Kisi hexagonal tidak terbentuk karena simetri 6 atau 6 tidak berlaku. Bahkan sistem kristal adalah ortorombik. Kisi hexagonal juga tidak terbentuk jika dilakukan centering pada (a/2 + b/2) + c/2). Pusat muka juga tidak membentuk kisi hexagonal. Kisi hexagonal akan tetap terpenuhi jika dilakukan centering pada posisi (1/3, 2/3, 0) dan (2/3, 1/3, 0). Namun demikian, kisi tersebut masih primitif dengan panjang dan arah yang berbeda dengan sel awal. Dilain pihak, dengan melakukan centering pada posisi (1/3, 2/3, 2/3) dan (2/3, 1/3, 1/3) yang keduanya dapat ditulis ±(1/3, 2/3, 2/3) kita memperoleh kisi baru. Kisi tersebut mempunyai simetri 3 dan tidak lagi mempunyai simetri 6 atau 6. Sebagaimana dibahas sebelumnya, sekarang kita dapat mendefinisikan sel baru dengan bentuk rombohedral dan kisi primitif yang terbentuk disebut sebagai kisi rombohedral. Dilain pihak kita masih dapat menganggapnya sebagai hexagonal dengan 3 titik kisi per sel satuan. Oleh karenanya kita dapat mengambil sel satuan primitif yang mempunyai a = b = c dan α = β = γ dengan sumbu lipat-3 yang membentuk sudut yang sama terhadap ketiga sumbu, atau kita dapat mengambil sumbu lipat- 3 sebagai sumbu utama c. Yang disebut terakhir adalah sel satuan rombohedral dengan sumbu hexagonal dengan a = b, α = β = 90 0, γ = Simbol R digunakan untuk kisi rombohedral, tidak tergantung sumbu acuan heksagonal atau rombohedral. Agus Purwanto, Ph. D 23 January 17, 2006

28 KISI BRAVAIS 24 Perlu dicatat hal lain yang juga menimbulkan kebingungan: kita melakukan centering dari kisi heksagonal untuk menghasilkan kisi baru dengan simetri lipat-3. Kisi demikian dapat disebut sebagai trigonal. Kisi rombohedral yang terbentuk dapat dianggap sebagai sistem trigonal. Namun demikian, jika didefinisikan dengan sel satuan awal, kita masih mengatakannya sebagai sumbu acuan heksagonal dan bukan trigonal. Alasannya adalah untuk kisi primitif, tidak ada perbedaan antara heksagonal dan trigonal; perbedaan muncul jika centering dilakukan. Walaupun sel satuan rombohedral mempunyai keuntungan karena hanya mengandung satu titik kisi, lebih mudah mempertimbangkan sel satuan hexagonal karena koordinat heksagonal lebih mudah divisualisasi. Sumbu rombohedral dapat diarahkan relatif terhadap sumbu heksagonal dengan 2 cara. Daripada melakukan centering pada ±(2/3, 1/3, 1/3), kita dapat mengambil ±(1/3, 2/3, 1/3). Rombohedron yang terbentuk adalah terputar terhadap yang pertama. Setting yang pertama disebut obverse sedangkan yang kedua disebut reverse. Setting pertama sering digunakan, dan pembahasan berikut menggunakan yang pertama. Ada gunanya menulis hubungan antara sistem koordinat rombohedral dengan heksagonal. Subscript r menunjukkan rombohedral sedangkan h untuk heksagonal. Untuk mengubah dari sumbu heksagonal ke rombohedral: Sehingga: a r b r c r = 2/3 1/3 1/3 2/3 1/3 1/3 1/3 2/3 1/3 a h b h c h (1.49) a r = (2/3)a h + (1/3)b h + (1/3)c h (1.50) Dengan mengambil perkalian skalar dengan dirinya sendiri, kita menemukan: a r a r = a 2 r = (4/9)a 2 h + (1/9)b 2 h + (1/9)c 2 h + (4/9) a h b h cos (1.51) yang dapat disederhanakan menjadi: a r = (1/3)(3a 2 h + c2 h )1/2 = (a h /3)(3 + c 2 h /a2 h )1/2 (1.52) Sudut rombohedral dapat diperoleh dengan cara yang sama. skalar antara a r dan b r, kita memperoleh: Akan tetapi: Sehingga: Dengan mengambil perkalian a r b r = [(2/3)a h + (1/3)b h + (1/3c h )] [ (1/3)a h + (1/3)b h + (1/3c h )] (1.53) = (2/9)a 2 h + (1/9)b 2 h + (1/9)c 2 h + (1/9)a h b h cos a r b r = a 2 r cosγ r (1.54) cos α r = cosβ r = cosγ r (1.55) = (1/3)(c h/a h ) 2 (1/2) (1/3)(c h /a h ) Agus Purwanto, Ph. D 24 January 17, 2006

4. Buku teks: Introduction to solid state physics, Charles Kittel, John Willey & Sons, Inc.

4. Buku teks: Introduction to solid state physics, Charles Kittel, John Willey & Sons, Inc. Pengantar. Target: mahasiswa undergraduate menjelang tingkat akhir atau mahasiswa graduate tanpa latar belakang fisika zat padat. 2. Penjelasan Mata kuliah: tujuan perkuliahan ini adalah untuk memberikan

Lebih terperinci

Sistem Kristal dan Kisi Bravais

Sistem Kristal dan Kisi Bravais Sistem Kristal dan Kisi Bravais Sistem kristal dapat dibagi ke dalam 7 sistem kristal. Adapun ke tujuh sistem kristal tersebut adalah Kubus, tetragonal, ortorombik, heksagonal, trigonal, monoklin, dan

Lebih terperinci

Struktur Kristal. Modul 1 PENDAHULUAN

Struktur Kristal. Modul 1 PENDAHULUAN F PENDAHULUAN Modul 1 Struktur Kristal Dr. I Made Astra, M.Si. isika zat padat secara umum berfokus pada atom dan elektron di dalam kristal. Kajian fisika zat padat dimulai pada permulaan abad 20 mengikuti

Lebih terperinci

BAB I STRUKTUR KRISTAL

BAB I STRUKTUR KRISTAL BAB I STRUKTUR KRISTAL Sebagian besar materi fisika zat padat adalah kristal dan elektron di dalamnya, fisika zat padat mulai dikembangkan awal abad ke, mengikuti penemuan difraksi sinar-x oleh kristal.

Lebih terperinci

PERUBAHAN SIFAT MELALUI STRUKTUR ATOM

PERUBAHAN SIFAT MELALUI STRUKTUR ATOM PERUBAHAN SIFAT MELALUI STRUKTUR ATOM 1.1 STRUKTUR ATOM Setiap atom terdiri dari inti yang sangat kecil yang terdiri dari proton dan neutron, dan di kelilingi oleh elektron yang bergerak. Elektron dan

Lebih terperinci

Prof. Drs.H.Darsono, M.Sc

Prof. Drs.H.Darsono, M.Sc Prof. Drs.H.Darsono, M.Sc FMIPA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN) aquariusdus@yahoo.com Klas A: Kehadiran=10 Kuis=10 PR=20 UTS=30 UAS=30 Klas B: Kehadiran=10 Kuis=5 PR=20 UTS=30 UAS=35 PUSTAKA 1. M.A.Omar, Elementary

Lebih terperinci

MODUL IV JUDUL : KRISTALOGRAFI I BAB I PENDAHULUAN

MODUL IV JUDUL : KRISTALOGRAFI I BAB I PENDAHULUAN MODUL IV JUDUL : KRISTALOGRAFI I BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Modul IV ini adalah modul yang akan memberikan gambaran umum tentang kristalografi, pengetahuan tentang kristalografi sangat penting

Lebih terperinci

MAKALAH FISIKA BAHAN STRUKTUR & GEOMETRI KRISTAL (BCC, FCC, HCP) : KERAPATAN KRISTAL

MAKALAH FISIKA BAHAN STRUKTUR & GEOMETRI KRISTAL (BCC, FCC, HCP) : KERAPATAN KRISTAL MAKALAH FISIKA BAHAN STRUKTUR & GEOMETRI KRISTAL (BCC, FCC, HCP) : KERAPATAN KRISTAL Disusun Oleh: Kelompok 3 1. Zuhrotul Ainy (2411 100 019) 2. Evita Wahyundari (2411 100 031) 3. Dhira Gunawan (2411 100

Lebih terperinci

KIMIA FISIKA KESETIMBANGAN CAIR-UAP & PADAT-UAP. Prof. Heru Setyawan Jurusan Teknik Kimia FTI ITS

KIMIA FISIKA KESETIMBANGAN CAIR-UAP & PADAT-UAP. Prof. Heru Setyawan Jurusan Teknik Kimia FTI ITS KIMIA FISIKA KESETIMBANGAN CAIR-UAP & PADAT-UAP Prof. Heru Setyawan Jurusan Teknik Kimia FTI ITS 2 Kesetimbangan Fasa Satu Komponen Perubahan fasa yang terjadi ketika cairan yang dipanaskan dalam wadah

Lebih terperinci

SUSUNAN ATOM DALAM. 1. Irfa Hambali 2. Rezki Al Khairi. 4. Junedi Ramdoner 5. Priselort D. 7. Venti Nuryati

SUSUNAN ATOM DALAM. 1. Irfa Hambali 2. Rezki Al Khairi. 4. Junedi Ramdoner 5. Priselort D. 7. Venti Nuryati SUSUNAN ATOM DALAM BENDA PADAT 1. Irfa Hambali 2. Rezki Al Khairi 3. M. Cakra Megasakti 4. Junedi Ramdoner 5. Priselort D 6. Joko Prianto 7. Venti Nuryati Anggota Kelompok 1 Joko Prianto Irfa Hambali Rezki

Lebih terperinci

Kerapatan atom struktur kristal bisa dicari dengan persamaan:

Kerapatan atom struktur kristal bisa dicari dengan persamaan: Faktor penumpukan atom untuk sel satuan HCP adalah sama dengan sel satuan FCC. Logam yang mempunyai struktur kristal ini antara lain: cadmium, magnesium, titanium dan seng. KERAPATAN ATOM Kerapatan atom

Lebih terperinci

SUSUNAN ATOM BENDA PADAT

SUSUNAN ATOM BENDA PADAT SUSUNAN ATOM BENDA PADAT RADEN IRWAN FEBRIYANTO (NPM :0906602982) ANWAR SHIDDIQ ABDUL RACHMAN (NPM : 0906602420) ACHMAD GUNAWAN (NPM : 0906602364) ARIEF BUDIMAN (NPM : 0906602433) FERRY RAYA (NPM : 0906602641)

Lebih terperinci

Simetri. Operasi Simetri 13/03/2015. Pertemuan ke-5 Kristalografi (Simetri: Simbol & Operasinya) Nurun Nayiroh, M.Si

Simetri. Operasi Simetri 13/03/2015. Pertemuan ke-5 Kristalografi (Simetri: Simbol & Operasinya) Nurun Nayiroh, M.Si DIFRAKSI SINAR-X Pertemuan ke-5 Kristalografi (Simetri: Simbol & Operasinya) Nurun Nayiroh, M.Si Simetri Operasi simetri: Translasi Inversi (Pusat Simetri) Rotasi Pencerminan Screw Glide Muka kristal (review

Lebih terperinci

B. HUKUM-HUKUM YANG BERLAKU UNTUK GAS IDEAL

B. HUKUM-HUKUM YANG BERLAKU UNTUK GAS IDEAL BAB V WUJUD ZAT A. Standar Kompetensi: Memahami tentang ilmu kimia dan dasar-dasarnya serta mampu menerapkannya dalam kehidupan se-hari-hari terutama yang berhubungan langsung dengan kehidupan. B. Kompetensi

Lebih terperinci

01 : STRUKTUR MIKRO. perilaku gugus-gugus atom tersebut (mungkin mempunyai struktur kristalin yang teratur);

01 : STRUKTUR MIKRO. perilaku gugus-gugus atom tersebut (mungkin mempunyai struktur kristalin yang teratur); 01 : STRUKTUR MIKRO Data mengenai berbagai sifat logam yang mesti dipertimbangkan selama proses akan ditampilkan dalam berbagai sifat mekanik, fisik, dan kimiawi bahan pada kondisi tertentu. Untuk memanfaatkan

Lebih terperinci

ANALISIS STURKTUR KOGNITIF MAHASISWA PENDIDIKAN FISIKA PADA KONSEP STRUKTUR KRISTAL

ANALISIS STURKTUR KOGNITIF MAHASISWA PENDIDIKAN FISIKA PADA KONSEP STRUKTUR KRISTAL DOI: doi.org/10.21009/0305010408 ANALISIS STURKTUR KOGNITIF MAHASISWA PENDIDIKAN FISIKA PADA KONSEP STRUKTUR KRISTAL Marungkil Pasaribu Pendidikan Fisika, Universitas Tadulako, Palu, 94000 Email: pasar67@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I Geometri dan Prinsip Dasar Kristal

BAB I Geometri dan Prinsip Dasar Kristal BAB I Geometri dan Prinsip Dasar Kristal 1.1. Geometri analitik 1.1.1. Sistem koordinat... 1.1.2. Persamaan bidang... 1.1.3. Sistem koordinat resiprok... 1.1.4. Perbandingan aksial 1.1.5. Zona dan sumbu

Lebih terperinci

Sistem Kristal Hexagonal

Sistem Kristal Hexagonal Sistem Kristal Hexagonal A. Pengertian Sistem Kristal Hexagonal Sistem heksagonal adalah uniaksial, yang berarti itu didasarkan pada satu sumbu utama, dalam hal ini sumbu rotasi enam kali lipat, yang unik

Lebih terperinci

Bab 1 Vektor. A. Pendahuluan

Bab 1 Vektor. A. Pendahuluan Bab 1 Vektor A. Pendahuluan Dalam mata kuliah Listrik Magnet A, maupun mata kuliah Listrik Magnet B sebagaii lanjutannya, penyajian konsep dan pemecahan masalah akan banyak memerlukan pengetahuan tentang

Lebih terperinci

Matematika Semester IV

Matematika Semester IV F U N G S I KOMPETENSI DASAR Mendeskripsikan perbedaan konsep relasi dan fungsi Menerapkan konsep fungsi linear Menggambar fungsi kuadrat Menerapkan konsep fungsi kuadrat Menerapkan konsep fungsi trigonometri

Lebih terperinci

ISTIYANTO.COM. memenuhi persamaan itu adalah B. 4 4 C. 4 1 PERBANDINGAN KISI-KISI UN 2009 DAN 2010 SMA IPA

ISTIYANTO.COM. memenuhi persamaan itu adalah B. 4 4 C. 4 1 PERBANDINGAN KISI-KISI UN 2009 DAN 2010 SMA IPA PERBANDINGAN KISI-KISI UN 009 DAN 00 SMA IPA Materi Logika Matematika Kemampuan yang diuji UN 009 UN 00 Menentukan negasi pernyataan yang diperoleh dari penarikan kesimpulan Menentukan negasi pernyataan

Lebih terperinci

POLA ABSTRAK KRISTALOGRAFI DALAM ANYAMAN BAMBU

POLA ABSTRAK KRISTALOGRAFI DALAM ANYAMAN BAMBU POLA ABSTRAK KRISTALOGRAFI DALAM ANYAMAN BAMBU Geovani Debby Setyani 1), Yustina Dwi Astuti 2) 1,2 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma email: 1 geovanidebbys@gmail.com 2 ystna29@gmail.com

Lebih terperinci

Soal UN 2009 Materi KISI UN 2010 Prediksi UN 2010

Soal UN 2009 Materi KISI UN 2010 Prediksi UN 2010 PREDIKSI UN 00 SMA IPA BAG. (Berdasar buku terbitan Istiyanto: Bank Soal Matematika-Gagas Media) Logika Matematika Soal UN 009 Materi KISI UN 00 Prediksi UN 00 Menentukan negasi pernyataan yang diperoleh

Lebih terperinci

Bab 1 : Skalar dan Vektor

Bab 1 : Skalar dan Vektor Bab 1 : Skalar dan Vektor 1.1 Skalar dan Vektor Istilah skalar mengacu pada kuantitas yang nilainya dapat diwakili oleh bilangan real tunggal (positif atau negatif). x, y dan z kita gunakan dalam aljabar

Lebih terperinci

SURVEI POLA GRUP KRISTALOGRAFI BIDANG RAGAM BATIK TRADISIONAL

SURVEI POLA GRUP KRISTALOGRAFI BIDANG RAGAM BATIK TRADISIONAL JMA, VOL. 11, NO. 2, DESEMBER, 2012, -- 1 SURVEI POLA GRUP KRISTALOGRAFI BIDANG RAGAM BATIK TRADISIONAL A.D.GARNADI, S. GURITMAN, A. KUSNANTO, F. HANUM Departemen Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB 21 TRANSFORMASI GEOMETRI 1. TRANSLASI ( PERGESERAN) Contoh : Latihan 1.

BAB 21 TRANSFORMASI GEOMETRI 1. TRANSLASI ( PERGESERAN) Contoh : Latihan 1. TRANSFORMASI GEOMETRI BAB Suatu transformasi bidang adalah suatu pemetaan dari bidang Kartesius ke bidang yang lain atau T : R R (x,y) ( x', y') Jenis-jenis transformasi antara lain : Transformasi Isometri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sebelum pembahasan mengenai irisan bidang datar dengan tabung lingkaran tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut. A. Matriks Matriks adalah himpunan skalar (bilangan

Lebih terperinci

VEKTOR Matematika Industri I

VEKTOR Matematika Industri I VEKTOR TIP FTP UB Pokok Bahasan Pendahuluan: Kuantitas skalar dan vektor Representasi vektor Komponen-komponen vektor yang diketahui Vektor dalam ruang Kosinus arah Hasilkali skalar dari dua vektor Hasilkali

Lebih terperinci

WUJUD ZAT. SP-Pertemuan 1

WUJUD ZAT. SP-Pertemuan 1 WUJUD ZAT SP-Pertemuan 1 WUJUD ZAT (PADATAN) SP-Pertemuan 1 Padatan: Suatu susunan satuan (atom atau molekul) yang tersusun sangat teratur dan diikat oleh gaya tertentu Tergantung sifat gaya: Ikatan kovalen:

Lebih terperinci

dengan vektor tersebut, namun nilai skalarnya satu. Artinya

dengan vektor tersebut, namun nilai skalarnya satu. Artinya 1. Pendahuluan Penggunaan besaran vektor dalam kehidupan sehari-hari sangat penting mengingat aplikasi besaran vektor yang luas. Mulai dari prinsip gaya, hingga bidang teknik dalam memahami konsep medan

Lebih terperinci

TRANSFORMASI GEOMETRI

TRANSFORMASI GEOMETRI TRNSFORMSI GEOMETRI. TRNSLSI Minggu lalu, Candra duduk di pojok kanan baris pertama di kelasnya. Minggu ini, ia berpindah ke baris ketiga lajur keempat yang minggu lalu ditempati Dimas. Dimas sendiri berpindah

Lebih terperinci

STANDAR KOMPETENSI. 5. Menggunakan konsep matriks, vektor, dan transformasi dalam pemecahan masalah KOMPETENSI DASAR

STANDAR KOMPETENSI. 5. Menggunakan konsep matriks, vektor, dan transformasi dalam pemecahan masalah KOMPETENSI DASAR STANDAR KOMPETENSI 5. Menggunakan konsep matriks, vektor, dan transformasi dalam pemecahan masalah KOMPETENSI DASAR 5.1 Menggunakan sifat-sifat dan operasi matriks untuk menunjukkan bahwa suatu matriks

Lebih terperinci

II. KEGIATAN BELAJAR 2 STRUKTUR KRISTAL BAHAN PADAT. Struktur kristal bahan padat dapat dijelaskan dengan benar

II. KEGIATAN BELAJAR 2 STRUKTUR KRISTAL BAHAN PADAT. Struktur kristal bahan padat dapat dijelaskan dengan benar II. KEGIATAN BELAJAR 2 STRUKTUR KRISTAL BAHAN PADAT A. Sub Kompetensi Struktur kristal bahan padat dapat dijelaskan dengan benar B. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu

Lebih terperinci

FONON I : GETARAN KRISTAL

FONON I : GETARAN KRISTAL MAKALAH FONON I : GETARAN KRISTAL Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendahuluan Fisika Zat Padat Disusun Oleh: Nisa Isma Khaerani ( 3215096525 ) Dio Sudiarto ( 3215096529 ) Arif Setiyanto ( 3215096537

Lebih terperinci

SIMETRI BAHAN BELAJAR MANDIRI 3

SIMETRI BAHAN BELAJAR MANDIRI 3 BAHAN BELAJAR MANDIRI 3 SIMETRI PENDAHULUAN Secara umum bahan belajar mandiri ini menjelaskan tentang konsep simetri lipat dan simetri putar serta penerapannya ke dalam papan geoboard. Setelah mempelajari

Lebih terperinci

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM 02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM 2.1. Cacat Kristal Diperlukan berjuta-juta atom untuk membentuk satu kristal. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila terdapat cacat atau ketidakteraturan dalam tubuh kristal.

Lebih terperinci

Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I

Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I Oleh Hendra Gunawan, Ph.D. Departemen Matematika ITB Sasaran Belajar Setelah mempelajari materi Kalkulus Elementer I, mahasiswa diharapkan memiliki (terutama):

Lebih terperinci

2.2 kinematika Translasi

2.2 kinematika Translasi II KINEMATIKA PARTIKEL Kompetensi yang akan diperoleh setelah mempelajari bab ini adalah pemahaman dan kemampuan menganalisis serta mengaplikasikan konsep kinematika partikel pada kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 Sistem Koordinat Parameter SistemKoordinat Koordinat Kartesian Koordinat Polar Sistem Koordinat Geosentrik Sistem Koordinat Toposentrik Sistem Koordinat

Lebih terperinci

MATEMATIKA. Sesi TRANSFORMASI 2 CONTOH SOAL A. ROTASI

MATEMATIKA. Sesi TRANSFORMASI 2 CONTOH SOAL A. ROTASI MATEMATIKA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 14 Sesi NGAN TRANSFORMASI A. ROTASI Rotasi adalah memindahkan posisi suatu titik (, y) dengan cara dirotasikan pada titik tertentu sebesar sudut tertentu.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. 1. Vektor

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. 1. Vektor BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Vektor Ada beberapa besaran fisis yang cukup hanya dinyatakan dengan suatu angka dan satuan yang menyatakan besarnya saja. Ada juga besaran fisis yang tidak

Lebih terperinci

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1]

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1] BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Momen Magnet Sifat magnetik makroskopik dari material adalah akibat dari momen momen magnet yang berkaitan dengan elektron-elektron individual. Setiap elektron dalam atom mempunyai

Lebih terperinci

TUGAS 4 FISIKA ZAT PADAT. Penurunan Rumus Amplitudo Hamburan. Oleh : Aldo Nofrianto ( /2014 ) Pendidikan Fisika A. Dosen Pengampu Mata kuliah

TUGAS 4 FISIKA ZAT PADAT. Penurunan Rumus Amplitudo Hamburan. Oleh : Aldo Nofrianto ( /2014 ) Pendidikan Fisika A. Dosen Pengampu Mata kuliah TUGAS 4 FISIKA ZAT PADAT Penurunan Rumus Amplitudo Hamburan Oleh : Aldo Nofrianto ( 14033047/2014 ) Pendidikan Fisika A Dosen Pengampu Mata kuliah Drs. Hufri, M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

Vektor. Vektor memiliki besaran dan arah. Beberapa besaran fisika yang dinyatakan dengan vektor seperti : perpindahan, kecepatan dan percepatan.

Vektor. Vektor memiliki besaran dan arah. Beberapa besaran fisika yang dinyatakan dengan vektor seperti : perpindahan, kecepatan dan percepatan. Vektor Vektor memiliki besaran dan arah. Beberapa besaran fisika yang dinyatakan dengan vektor seperti : perpindahan, kecepatan dan percepatan. Skalar hanya memiliki besaran saja, contoh : temperatur,

Lebih terperinci

ANALISIS KESULITAN KONSEP STRUKTUR KRISTAL PADA PERKULIAHAN FISIKA ZAT PADAT BAGI CALON GURU FISIKA

ANALISIS KESULITAN KONSEP STRUKTUR KRISTAL PADA PERKULIAHAN FISIKA ZAT PADAT BAGI CALON GURU FISIKA ANALISIS KESULITAN KONSEP STRUKTUR KRISTAL PADA PERKULIAHAN FISIKA ZAT PADAT BAGI CALON GURU FISIKA Hera Novia 1,2, Dadi Rusdiana 2, Ida Kaniawati 2 1 Sekolah Pasca Sarjana, Program Studi IPA, Universitas

Lebih terperinci

Matriks biasanya dituliskan menggunakan kurung dan terdiri dari baris dan kolom: A =

Matriks biasanya dituliskan menggunakan kurung dan terdiri dari baris dan kolom: A = Bab 2 cakul fi080 by khbasar; sem1 2010-2011 Matriks Dalam BAB ini akan dibahas mengenai matriks, sifat-sifatnya serta penggunaannya dalam penyelesaian persamaan linier. Matriks merupakan representasi

Lebih terperinci

Silabus dan Rencana Perkuliahan

Silabus dan Rencana Perkuliahan Silabus dan Rencana Perkuliahan Matakuliah : Pend,Fisika Zat Padat Kode : FI 362 SKS : 3 sks Semester : Semua Nama Dosen : WD, dkk Standar Kompotensi : Menguasai pengetahuan tentang Pendahuluan Fisika

Lebih terperinci

VEKTOR. Gambar 1.1 Gambar 1.2 Gambar 1.3. Liduina Asih Primandari, S.Si., M.Si.

VEKTOR. Gambar 1.1 Gambar 1.2 Gambar 1.3. Liduina Asih Primandari, S.Si., M.Si. VEKTOR 1 A. Definisi vektor Beberapa besaran Fisika dapat dinyatakan dengan sebuah bilangan dan sebuah satuan untuk menyatakan nilai besaran tersebut. Misal, massa, waktu, suhu, dan lain lain. Namun, ada

Lebih terperinci

BAB 1 BESARAN VEKTOR. A. Representasi Besaran Vektor

BAB 1 BESARAN VEKTOR. A. Representasi Besaran Vektor BAB 1 BESARAN VEKTOR TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menjelaskan definisi vektor, dan representasinya dalam sistem koordinat cartesius 2. Menjumlahan vektor secara grafis dan matematis 3. Melakukan perkalian vektor

Lebih terperinci

1 Mengapa Perlu Belajar Geometri Daftar Pustaka... 1

1 Mengapa Perlu Belajar Geometri Daftar Pustaka... 1 Daftar Isi 1 Mengapa Perlu Belajar Geometri 1 1.1 Daftar Pustaka.................................... 1 2 Ruang Euclid 3 2.1 Geometri Euclid.................................... 8 2.2 Pencerminan dan Transformasi

Lebih terperinci

BESARAN VEKTOR. Gb. 1.1 Vektor dan vektor

BESARAN VEKTOR. Gb. 1.1 Vektor dan vektor BAB 1 BESARAN VEKTOR Tujuan Pembelajaran 1. Menjelaskan definisi vektor, dan representasinya dalam sistem koordinat cartesius 2. Menjumlahkan vektor secara grafis dan dengan vektor komponen 3. Melakukan

Lebih terperinci

Modul ini adalah modul ke-7 dalam mata kuliah Matematika. Isi modul ini

Modul ini adalah modul ke-7 dalam mata kuliah Matematika. Isi modul ini PENDAHULUAN Modul ini adalah modul ke-7 dalam mata kuliah Matematika. Isi modul ini membahas tentang transformasi. Modul ini terdiri dari 2 kegiatan belajar. Pada kegiatan belajar 1 akan dibahas mengenai

Lebih terperinci

Getaran Dalam Zat Padat BAB I PENDAHULUAN

Getaran Dalam Zat Padat BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Getaran atom dalam zat padat dapat disebabkan oleh gelombang yang merambat pada Kristal. Ditinjau dari panjang gelombang yang digelombang yang digunakan dan dibandingkan

Lebih terperinci

GEOMETRI ANALITIK PERTEMUAN2: GARIS LURUS PADA BIDANG KOORDINAT. sofyan mahfudy-iain Mataram 1

GEOMETRI ANALITIK PERTEMUAN2: GARIS LURUS PADA BIDANG KOORDINAT. sofyan mahfudy-iain Mataram 1 GEOMETRI ANALITIK PERTEMUAN2: GARIS LURUS PADA BIDANG KOORDINAT sofyan mahfudy-iain Mataram 1 Sasaran kuliah hari ini 1. Mahasiwa dapat menjelaskan konsep kemiringan garis/gradien 2. Mahasiswa dapat menentukan

Lebih terperinci

Arahnya diwakili oleh sudut yang dibentuk oleh A dengan ketigas umbu koordinat,

Arahnya diwakili oleh sudut yang dibentuk oleh A dengan ketigas umbu koordinat, VEKTOR Dalam mempelajari fisika kita selalu berhubungan dengan besaran, yaitu sesuatu yang dapat diukur dan dioperasikan. da besaran yang cukup dinyatakan dengan nilai (harga magnitude) dan satuannya saja,

Lebih terperinci

Struktur Kristal Logam dan Keramik

Struktur Kristal Logam dan Keramik Struktur Kristal Logam dan Keramik 1. Selayang Pandang Muhammad Fauzi Mustamin [*] Jurusan Fisika, Universitas Hasanuddin Maret 2015 Material padat dapat diklasifikasi berdasarkan karakteristik atom atau

Lebih terperinci

2009 ACADEMY QU IDMATHCIREBON

2009 ACADEMY QU IDMATHCIREBON NASKAH UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2008/2009 Jenjang Sekolah : SMA/MA Hari/Tanggal : Rabu/22 April 2009 Program Studi : IPA Waktu : 08.00 10.00 Petunjuk: Pilihlah satu jawababan yang tepat! 1. Perhatikan

Lebih terperinci

KISI-KISI UJIAN SEKOLAH TAHUN 2016

KISI-KISI UJIAN SEKOLAH TAHUN 2016 KISI-KISI UJIAN SEKOLAH TAHUN 2016 MATA PELAJARAN : MATEMATIKA WAJIB Penyusun : Team MGMP Matematika JENJANG : SMA SMA DKI Jakarta KURIKULUM : Kurikulum 2013 No Urut Kompetensi Dasar Bahan Kls/Smt Materi

Lebih terperinci

4. Himpunan penyelesaian dari sistem persamaan linear x + y = 5 dan x - 2y = -4 adalah... A.{ (1, 4) }

4. Himpunan penyelesaian dari sistem persamaan linear x + y = 5 dan x - 2y = -4 adalah... A.{ (1, 4) } 1. Diketahui himpunan P = ( bilangan prima kurang dari 13 ) Banyak himpunan bagian dari P adalah... 5 25 10 32 P = {Bilangan prima kurang dari 13} = {2, 3, 5, 7, 11} n(p) = 5 2. Dari diagram Venn di bawah,

Lebih terperinci

PEMBANGKITAN RAGAM BATIK KONTEMPORER DENGAN POLA MENGIKUTI GRUP KRISTALOGRAFI BIDANG

PEMBANGKITAN RAGAM BATIK KONTEMPORER DENGAN POLA MENGIKUTI GRUP KRISTALOGRAFI BIDANG PEMBANGKITAN RAGAM BATIK KONTEMPORER DENGAN POLA MENGIKUTI GRUP KRISTALOGRAFI BIDANG AGAH D.GARNADI 1, PUTRANTO H. UTOMO 2, FARIS S. ROMZA, MUCHAMMAD FACHRI, F. HANUM 1 1 Departemen Matematika Fakultas

Lebih terperinci

VEKTOR. 45 O x PENDAHULUAN PETA KONSEP. Vektor di R 2. Vektor di R 3. Perkalian Skalar Dua Vektor. Proyeksi Ortogonal suatu Vektor pada Vektor Lain

VEKTOR. 45 O x PENDAHULUAN PETA KONSEP. Vektor di R 2. Vektor di R 3. Perkalian Skalar Dua Vektor. Proyeksi Ortogonal suatu Vektor pada Vektor Lain VEKTOR y PENDAHULUAN PETA KONSEP a Vektor di R 2 Vektor di R 3 Perkalian Skalar Dua Vektor o 45 O x Proyeksi Ortogonal suatu Vektor pada Vektor Lain Soal-Soal PENDAHULUAN Dalam ilmu pengetahuan kita sering

Lebih terperinci

Bagian 2 Matriks dan Determinan

Bagian 2 Matriks dan Determinan Bagian Matriks dan Determinan Materi mengenai fungsi, limit, dan kontinuitas akan kita pelajari dalam Bagian Fungsi dan Limit. Pada bagian Fungsi akan mempelajari tentang jenis-jenis fungsi dalam matematika

Lebih terperinci

Penerapan Pemodelan Matematika untuk Visualisasi 3D Perpustakaan Universitas Mercu Buana

Penerapan Pemodelan Matematika untuk Visualisasi 3D Perpustakaan Universitas Mercu Buana Penerapan Pemodelan Matematika untuk Visualisasi 3D Perpustakaan Universitas Mercu Buana Walid Dulhak 1, Abdusy Syarif 2 dan, Tri Daryanto 3 Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas

Lebih terperinci

KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN MATEMATIKA PEMINATAN TP 2015 / 2016

KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN MATEMATIKA PEMINATAN TP 2015 / 2016 KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN MATEMATIKA PEMINATAN TP 2015 / 2016 Nama Sekolah : SMA NEGERI 56 JAKARTA Mata Pelajaran : MATEMATIKA PEMINATAN Kurikulum : KUR 2013 MATERI KELAS X P1 P2 P3 mor 1. Menganalisis

Lebih terperinci

Pentalogy BIOLOGI SMA

Pentalogy BIOLOGI SMA GENTA GROUP in PLAY STORE CBT UN SMA IPA Buku ini dilengkapi aplikasi CBT UN SMA IPA android yang dapat di-download di play store dengan kata kunci genta group atau gunakan qr-code di bawah. Kode Aktivasi

Lebih terperinci

KB.2 Fisika Molekul. Hal ini berarti bahwa rapat peluang untuk menemukan kedua konfigurasi tersebut di atas adalah sama, yaitu:

KB.2 Fisika Molekul. Hal ini berarti bahwa rapat peluang untuk menemukan kedua konfigurasi tersebut di atas adalah sama, yaitu: KB.2 Fisika Molekul 2.1 Prinsip Pauli. Konsep fungsi gelombang-fungsi gelombang simetri dan antisimetri berlaku untuk sistem yang mengandung partikel-partikel identik. Ada perbedaan yang fundamental antara

Lebih terperinci

BAB I BESARAN DAN SATUAN

BAB I BESARAN DAN SATUAN BAB I BESARAN DAN SATUAN A. STANDAR KOMPETENSI :. Menerapkan konsep besaran fisika, menuliskan dan menyatakannya dalam satuan dengan baik dan benar (meliputi lambang, nilai dan satuan). B. Kompetensi Dasar

Lebih terperinci

DIKTAT MATEMATIKA II

DIKTAT MATEMATIKA II DIKTT MTEMTIK II (VEKTOR) Drs.. NN PURNWN, M.T JURUSN PENDIDIKN TEKNIK MESIN FKULTS PENDIDIKN TEKNOLOGI DN KEJURUN UNIVERSITS PENDIDIKN INDONESI 004 VEKTOR I. PENDHULUN 1.1. PENGERTIN Sepotong garis berarah

Lebih terperinci

PUSAT MASSA DAN TITIK BERAT

PUSAT MASSA DAN TITIK BERAT PUSAT MASSA DAN TITIK BERAT Pusat massa dan titik berat suatu benda memiliki pengertian yang sama, yaitu suatu titik tempat berpusatnya massa/berat dari benda tersebut. Perbedaannya adalah letak pusat

Lebih terperinci

DIKTAT KULIAH MATERIAL TEKNIK

DIKTAT KULIAH MATERIAL TEKNIK DIKTAT KULIAH MATERIAL TEKNIK FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA DIKTAT KULIAH MATERIAL TEKNIK Disusun : ASYARI DARYUS Jurusan Mesin Fakultas Teknik Universitas Darma Persada Jakarta. KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

MATEMATIKA EKONOMI DAN BISNIS. Nuryanto.ST.,MT

MATEMATIKA EKONOMI DAN BISNIS. Nuryanto.ST.,MT MATEMATIKA EKONOMI DAN BISNIS Fungsi Dalam ilmu ekonomi, kita selalu berhadapan dengan variabel-variabel ekonomi seperti harga, pendapatan nasional, tingkat bunga, dan lainlain. Hubungan kait-mengkait

Lebih terperinci

OSN Guru Matematika SMA (Olimpiade Sains Nasional)

OSN Guru Matematika SMA (Olimpiade Sains Nasional) ocsz Pembahasan Soal OSN Guru 2012 OLIMPIADE SAINS NASIONAL KHUSUS GURU MATEMATIKA SMA OSN Guru Matematika SMA (Olimpiade Sains Nasional) Disusun oleh: Pak Anang Halaman 2 dari 26 PEMBAHASAN SOAL OLIMPIADE

Lebih terperinci

Gambar dibawah memperlihatkan sebuah image dari mineral Beryl (kiri) dan enzim Rubisco (kanan) yang ditembak dengan menggunakan sinar X.

Gambar dibawah memperlihatkan sebuah image dari mineral Beryl (kiri) dan enzim Rubisco (kanan) yang ditembak dengan menggunakan sinar X. EKO NURSULISTIYO Gambar dibawah memperlihatkan sebuah image dari mineral Beryl (kiri) dan enzim Rubisco (kanan) yang ditembak dengan menggunakan sinar X. Struktur gambar tersebut disebut alur Laue (Laue

Lebih terperinci

ANALISIS VEKTOR. Aljabar Vektor. Operasi vektor

ANALISIS VEKTOR. Aljabar Vektor. Operasi vektor ANALISIS VEKTOR Aljabar Vektor Operasi vektor Besaran yang memiliki nilai dan arah disebut dengan vektor. Contohnya adalah perpindahan, kecepatan, percepatan, gaya, dan momentum. Sementara itu, besaran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN FISIKA ZAT PADAT. Dra. Wiendartun, M.Si

PENDAHULUAN FISIKA ZAT PADAT. Dra. Wiendartun, M.Si PENDAHULUAN FISIKA ZAT PADAT ( FI 362 / 3 sks ) Dra. Wiendartun, M.Si I. MATERI : Struktur Kristal 1.1 kisi kristal dan basis 1.2 definisi struktur kristal. 1.3 sel konvensional dan sel primitif kristal.

Lebih terperinci

Selain besaran pokok dan turunan, besaran fisika masih dapat dibagi atas dua kelompok lain yaitu besaran skalar dan besaran vektor

Selain besaran pokok dan turunan, besaran fisika masih dapat dibagi atas dua kelompok lain yaitu besaran skalar dan besaran vektor Selain besaran pokok dan turunan, besaran fisika masih dapat dibagi atas dua kelompok lain yaitu besaran skalar dan besaran vektor Besaran skalar adalah besaran yang hanya memiliki nilai saja. Contoh :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Objek tiga dimensi merupakan salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Objek tiga dimensi dibentuk oleh sekumpulan

Lebih terperinci

Ringkasan Materi Soal-soal dan Pembahasan MATEMATIKA. SD Kelas 4, 5, 6

Ringkasan Materi Soal-soal dan Pembahasan MATEMATIKA. SD Kelas 4, 5, 6 Ringkasan Materi Soal-soal dan Pembahasan MATEMATIKA SD Kelas 4, 5, 6 1 Matematika A. Operasi Hitung Bilangan... 3 B. Bilangan Ribuan... 5 C. Perkalian dan Pembagian Bilangan... 6 D. Kelipatan dan Faktor

Lebih terperinci

Perhitungan Struktur Elektronik Graphene dan Carbon Nanotube

Perhitungan Struktur Elektronik Graphene dan Carbon Nanotube Bab 3 Perhitungan Struktur Elektronik Graphene dan Carbon Nanotube 31 Metode Penentuan Hubungan Dispersi Perangkat matriks Hamiltonian dan fungsi basis yang diberikan sebelumnya kini akan dimanfaatkan

Lebih terperinci

Bab 6 Konduktor dalam Medan Elektrostatik. 1. Pendahuluan

Bab 6 Konduktor dalam Medan Elektrostatik. 1. Pendahuluan Bab 6 Konduktor dalam Medan Elektrostatik 1. Pendahuluan Pada pokok bahasan terdahulu tentang hukum Coulomb, telah diasumsikan bahwa daerah di antara muatan-muatan merupakan ruang hampa. Di sini akan dibahas

Lebih terperinci

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) UNIVERSITAS DIPONEGORO

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) UNIVERSITAS DIPONEGORO GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) UNIVERSITAS DIPONEGORO SPMI- UNDIP GBPP 10.09.04 PAF 219 Revisi ke - Tanggal 13 September 2013 Dikaji Ulang Oleh Ketua Program Studi Fisika Dikendalikan Oleh GPM

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Anda harus dapat

PENDAHULUAN Anda harus dapat PENDAHULUAN Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Teori Pita Energi yang mencakup : asal mula celah energi, model elektron hampir bebas, model Kronig-Penney, dan persamaan sentral. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

KRISTAL DAN KRISTALOGRAFI I

KRISTAL DAN KRISTALOGRAFI I KRISTAL DAN KRISTALOGRAFI I A. Definisi Kristal Kristal merupakan zat padat yang memiliki atom atau senyawa yang mempunyai susunan secara teratur dan berulang hingga membentuk bidang bidang kristal. Kristal

Lebih terperinci

Bab 6. Elektron Dalam Zat Padat (Teori Pita Energi)

Bab 6. Elektron Dalam Zat Padat (Teori Pita Energi) Bab 6 Elektron Dalam Zat Padat (Teori Pita Energi) Teori Pita Energi Untuk Zat Padat (Model Untuk Teori Pita Energi) Berdasarkan daya hantar listrik, zat padat dibedakan menjadi tiga jenis : Logam dan

Lebih terperinci

Materi Aljabar Linear Lanjut

Materi Aljabar Linear Lanjut Materi Aljabar Linear Lanjut TRANSFORMASI LINIER DARI R n KE R m ; GEOMETRI TRANSFORMASI LINIER DARI R 2 KE R 2 Disusun oleh: Dwi Lestari, M.Sc email: dwilestari@uny.ac.id JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

KESEIMBANGAN BENDA TEGAR

KESEIMBANGAN BENDA TEGAR Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 KESEIMBANGAN BENDA TEGAR Pendahuluan. Dalam cabang ilmu fisika kita mengenal ME KANIKA. Mekanika ini dibagi dalam 3 cabang ilmu yaitu : a. KINE MATI KA = Ilmu

Lebih terperinci

INDIKATOR 10 : Menyelesaikan masalah program linear 1. Pertidaksamaan yang memenuhi pada gambar di bawah ini adalah... Y

INDIKATOR 10 : Menyelesaikan masalah program linear 1. Pertidaksamaan yang memenuhi pada gambar di bawah ini adalah... Y INDIKATOR : Menyelesaikan masalah program linear. Pertidaksamaan yang memenuhi pada gambar di bawah ini adalah... Y 8 8 X x + y 8; x + y ; x + y x + y 8; x + y ; x + y x + y 8; x + y ; x + y x + y 8; x

Lebih terperinci

Bab 3 Medan Listrik. A. Pendahuluan

Bab 3 Medan Listrik. A. Pendahuluan Bab 3 Medan Listrik A. Pendahuluan Pada pokok bahasan ini, akan disajikan tentang medan listrik, baik konsep maupun cara memperolehnya dari beragam distribusi muatan, baik distribusi muatan diskrit (sistem

Lebih terperinci

Studi Adsorpsi Molekul Nh 3 Pada Permukaan Cr(111) Menggunakan Program Calzaferri

Studi Adsorpsi Molekul Nh 3 Pada Permukaan Cr(111) Menggunakan Program Calzaferri Jurnal Gradien Vol.3 No.1 Januari 2007 : 210-214 Studi Adsorpsi Molekul Nh 3 Pada Permukaan Cr(111) Menggunakan Program Calzaferri Charles Banon Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

Transformasi Geometri Sederhana. Farah Zakiyah Rahmanti 2014

Transformasi Geometri Sederhana. Farah Zakiyah Rahmanti 2014 Transformasi Geometri Sederhana Farah Zakiyah Rahmanti 2014 Grafika Komputer TRANSFORMASI 2D Transformasi Dasar Pada Aplikasi Grafika diperlukan perubahan bentuk, ukuran dan posisi suatu gambar yang disebut

Lebih terperinci

Transformasi Geometri Sederhana

Transformasi Geometri Sederhana Transformasi Geometri Sederhana Transformasi Dasar Pada Aplikasi Grafika diperlukan perubahan bentuk, ukuran dan posisi suatu gambar yang disebut dengan manipulasi. Perubahan gambar dengan mengubah koordinat

Lebih terperinci

SILABUS. Mengenal matriks persegi. Melakukan operasi aljabar atas dua matriks. Mengenal invers matriks persegi.

SILABUS. Mengenal matriks persegi. Melakukan operasi aljabar atas dua matriks. Mengenal invers matriks persegi. SILABUS Nama Sekolah Mata Pelajaran Kelas / Program Semester : SMA NEGERI 2 LAHAT : MATEMATIKA : XII / IPA : GANJIL STANDAR KOMPETENSI: 3. Menggunakan konsep matriks, vektor, dan transformasi dalam pemecahan

Lebih terperinci

VEKTOR. Besaran skalar (scalar quantities) : besaran yang hanya mempunyai nilai saja. Contoh: jarak, luas, isi dan waktu.

VEKTOR. Besaran skalar (scalar quantities) : besaran yang hanya mempunyai nilai saja. Contoh: jarak, luas, isi dan waktu. VEKTOR Kata vektor berasal dari bahasa Latin yang berarti "pembawa" (carrier), yang ada hubungannya dengan "pergeseran" (diplacement). Vektor biasanya digunakan untuk menggambarkan perpindahan suatu partikel

Lebih terperinci

BESARAN, SATUAN & DIMENSI

BESARAN, SATUAN & DIMENSI BESARAN, SATUAN & DIMENSI Defenisi Apakah yang dimaksud dengan besaran? Besaran : segala sesuatu yang dapat diukur dan dinyatakan dengan angka (kuantitatif). Apakah yang dimaksud dengan satuan? Satuan

Lebih terperinci

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 Sistem Koordinat Parameter SistemKoordinat Koordinat Kartesian Koordinat Polar Sistem Koordinat

Lebih terperinci

GEOMETRI. Transformasi & Analitik Ruang UNIVERSITAS HASANUDDIN. M Saleh AF. Geometri Transformasi Dan Analitik Ruang LKPP.

GEOMETRI. Transformasi & Analitik Ruang UNIVERSITAS HASANUDDIN. M Saleh AF. Geometri Transformasi Dan Analitik Ruang LKPP. GEOMETRI Transformasi & Analitik Ruang D M M Refleksi M Saleh AF LKPP UNIVERSITAS HASANUDDIN BAB II TRANSFORMASI GEOMETRI DI A. Pendahuluan Salam hangat dan sejahtera bagi para pembelajar Kreatif! Bab

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angin Angin adalah gerakan udara dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah. Kekuatan angin berlebihan dapat dikontrol menggunakan sistem manual atau otomatik.

Lebih terperinci

( ) 2. Nilai x yang memenuhi log 9. Jadi 4x 12 = 3 atau x = 3,75

( ) 2. Nilai x yang memenuhi log 9. Jadi 4x 12 = 3 atau x = 3,75 Here is the Problem and the Answer. Diketahui premis premis berikut! a. Jika sebuah segitiga siku siku maka salah satu sudutnya 9 b. Jika salah satu sudutnya 9 maka berlaku teorema Phytagoras Ingkaran

Lebih terperinci

Matematika II : Vektor. Dadang Amir Hamzah

Matematika II : Vektor. Dadang Amir Hamzah Matematika II : Vektor Dadang Amir Hamzah sumber : http://www.whsd.org/uploaded/faculty/tmm/calc front image.jpg 2016 Dadang Amir Hamzah Matematika II Semester II 2016 1 / 24 Outline 1 Pendahuluan Dadang

Lebih terperinci

fi5080-by-khbasar BAB 1 Analisa Vektor 1.1 Notasi dan Deskripsi

fi5080-by-khbasar BAB 1 Analisa Vektor 1.1 Notasi dan Deskripsi BB 1 nalisa Vektor Vektor, dibedakan dari skalar, adalah suatu besaran yang memiliki besar dan arah. rtinya untuk mendeskripsikan suatu besaran vektor secara lengkap perlu disampaikan informasi tentang

Lebih terperinci