MEDAN KLEIN-GORDON DAN MEDAN DIRAC PADA RUANG MINKOWSKI TAK KOMUTATIF

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MEDAN KLEIN-GORDON DAN MEDAN DIRAC PADA RUANG MINKOWSKI TAK KOMUTATIF"

Transkripsi

1 SKRIPSI MEDAN KLEIN-GORDON DAN MEDAN DIRAC PADA RUANG MINKOWSKI TAK KOMUTATIF Timothy Siahaan 99/126784/PA/07593 Departemen Pendidikan Nasional Universitas Gadjah Mada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Yogyakarta 2004

2 SKRIPSI MEDAN KLEIN-GORDON DAN MEDAN DIRAC PADA RUANG MINKOWSKI TAK KOMUTATIF Timothy Siahaan 99/126784/PA/07593 Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh derajat Sarjana S1 Program Studi Fisika pada Jurusan Fisika Departemen Pendidikan Nasional Universitas Gadjah Mada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Yogyakarta 2004

3 SKRIPSI MEDAN KLEIN-GORDON DAN MEDAN DIRAC PADA RUANG MINKOWSKI TAK KOMUTATIF Timothy Siahaan 99/126784/PA/07593 Dinyatakan lulus ujian skripsi oleh tim penguji pada tanggal 8 Juli 2004 Tim Penguji Dr.rer.nat. M. Farchani Rosyid Pembimbing I Dr. Kamsul Abraha Penguji I Pembimbing II Juliasih Partini, M.Si. Penguji II Penguji III

4 Skripsi ini kupersembahkan Bagi Dia yang menciptakan segala keteraturan Untuk Papa, Mama, dan Adikku Andres tercinta Untuk Ria tersayang iii

5 Janganlah kecut dan tawar hati, sebab Tuhan, Allahmu, menyertai engkau, ke manapun engkau pergi (Yosua 1:9 Apabila aku ingat kepada-mu di tempat tidurku, merenungkan Engkau sepanjang kawal malam,- sungguh Engkau telah menjadi pertolonganku, dan dalam naungan sayap-mu aku bersorak-sorai (Mazmur 63:7,8 Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan (Amsal 1:7 iv

6 PRAKATA Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala rahmat serta kasih setianya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sesungguhnya Tuhanlah Pencipta alam semesta, dan segala usaha kita untuk mengungkap rahasia ciptaannya akan sia-sia tanpa campur tangan Sang Pencipta yang Agung. Segala kata tidak akan dapat melukiskan puji syukur penulis kepadanya atas semua campur tangan pertolongannya dalam proses penulisan skripsi ini. Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa apa yang penulis dapatkan di bangku perkuliahan belumlah apa-apa dibandingkan dengan ilmu fisika. Penulis juga menjadi terbuka wawasannya dan menyadari bahwa ilmu fisika, khususnya fisika teori, terus berkembang selama manusia masih dapat berpikir. Kesadaran penulis akan hal itu menyebabkan penulis dipenuhi semangat untuk berkreasi mengembangkan teori yang telah ada. Sekarang setelah penulis merampungkan skripsi ini, penulis menyadari bahwa dibutuhkan dua hal agar manusia dapat melakukan sesuatu, yakni izin Tuhan serta optimisme manusia tersebut bahwa dia mampu melakukannya. Dalam penulisan skripsi dan masa perkuliahan banyak pihak yang telah berjasa kepada penulis, kepada mereka penulis mengucapkan terima kasih. Adapun ucapan terima kasih penulis tujukan kepada: 1. Tuhan Yesus Kristus, yang begitu baik bagi penulis, membuka cakrawala dan memberi gagasan-gagasan kreatif dalam pikiran penulis. 2. Papa dan Mama tercinta, yang tidak henti-hentinya memberi dukungan moral, semangat, dan cinta kasih yang tak pernah menuntut balas. 3. Dr.rer.nat. M. Farchani Rosyid, selaku pembimbing penulisan skripsi ini, yang telah memberi banyak masukan berupa tema skripsi yang menarik, bahan perkuliahan dan berbagai pemahaman mengenai berbagai teori, dan yang terpenting v

7 vi adalah teladan dan semangat untuk memberi kontribusi kepada ilmu pengetahuan. Penulis saat ini hanya dapat membalas semua yang bapak berikan dengan ucapan terima kasih, dan di kemudian hari sekiranya Tuhan mengizinkan, penulis ingin membalas semua kebaikan yang telah bapak berikan kepada penulis dan juga berkolaborasi dalam usaha memberi kontribusi bagi fisika. 4. Dr. Mirza Satriawan, yang telah banyak memberikan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis, berdiskusi, dan memberikan wawasan mengenai fisika. Kalau Tuhan mengizinkan, penulis ingin sekali berkolaborasi dengan bapak dalam berbagai riset yang menantang. 5. Prof.Dr. Muslim, yang banyak memberi teladan untuk tidak takut kepada kerumitan perhitungan. Walaupun penulis mendapat perkuliahan dari bapak hanya pada tahun pertama, tetapi torehan selama tahun pertama itu membekas sampai saat ini sehingga penulis memutuskan untuk terjun dalam fisika teori. 6. Staf pengajar program studi fisika yang telah membimbing selama masa perkuliahan, yang telah mau diganggu oleh pertanyaan-pertanyaan penulis selama di kelas. 7. Ria Endriana Utami, yang terus memberikan dukungan moril dan kasih sayang yang tidak henti-hentinya kepada penulis. Terima kasih untuk semua yang kamu berikan kepada penulis. Kejarlah terus cita-citamu dan sukses untuk kita berdua. 8. Teman-teman kelompok "underground" Mathematical and Theoritical Physics, yang telah menjadi teman diskusi yang menyenangkan. Penulis memimpikan suatu saat nanti kita menorehkan nama kita di jurnal-jurnal fisika internasional bahkan persamaan-persamaan dengan nama kita tertulis di berbagai buku teks perkuliahan fisika di dunia.

8 vii 9. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu demi satu, yang telah banyak memberi bantuan, baik dalam penulisan skripsi ini maupun dalam perkuliahan. Akhirnya penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan gagasan-gagasan baru bagi yang membacanya sehingga skripsi ini memberi suatu kontribusi bagi fisika serta dapat menjadi batu loncatan menuju penelitian-penelitian lainnya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak lepas dari berbagai kesalahan, untuk itu penulis mohon maaf. Terakhir penulis mengutip peribahasa lama: Bila ada jarum yang patah, jangan disimpan di dalam peti. Bila ada sikap dan perilaku saya selama ini yang salah, mohon jangan disimpan di dalam hati. Yogyakarta, 21 Juni 2004 Penulis

9 DAFTAR ISI Halaman Judul i Halaman Pengesahan ii Halaman Persembahan iii Halaman Motto iv PRAKATA v INTISARI xii I PENDAHULUAN 1 1. Latar Belakang Masalah Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Tinjauan Pustaka Ruang Lingkup Kajian Sistematika Penulisan Metode Penelitian II RUANG TAK KOMUTATIF Beberapa Contoh Ruang Tidak Komutatif a. Ruang fase klasik (p, x dalam bahasan mekanika kuantum.. 12 b. Elektron pada medan magnet yang sangat kuat Bidang Tak Komutatif Ruang Minkowski Tak Komutatif viii

10 ix 4. Sifat-Sifat Perkalian Bintang III FORMULASI LAGRANGAN YANG DIPERUMUM DAN KESETANGKU- PAN Persamaan Euler-Lagrange Yang Diperumum Kesetangkupan dan Kaidah Noether Untuk Teori Lagrangan Suatu Medan Yang Diperumum Homogenitas Ruang-Waktu Isotropi Ruang IV MEDAN KLEIN-GORDON PADA RUANG MINKOWSKI TAK KO- MUTATIF Medan Klein-Gordon Riil Medan Klein-Gordon Kompleks V MEDAN DIRAC PADA RUANG MINKOWSKI TAK KOMUTATIF 54 VI KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Yang Diperoleh Dari Perluasan Teori Lagrangan Untuk Suatu Medan Kesimpulan Yang Diperoleh Dari Kajian Mengenai Medan Klein- Gordon Pada Ruang Minkowski Tak Komutatif Kesimpulan Yang Diperoleh Dari Kajian Mengenai Medan Dirac Pada Ruang Minkowski Tak Komutatif Saran A PEMBUKTIAN PERSAMAAN (II.22 74

11 ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN R C Himpunan bilangan riil. Himpunan bilangan kompleks. R n Produk kartesis n buah himpunan bilangan riil R. a A a adalah anggota himpunan A. Untuk setiap. B A Himpunan B adalah subhimpunan dari himpunan A. C (R n, C Himpunan fungsi-fungsi licin (smooth functions bernilai kompleks pada R n. A B Pemetaan dari himpunan A ke himpunan B. ζ[d] Bayangan himpunan D oleh pemetaan ζ. ξ B Pemetaan ξ terbatas pada himpunan B. Perkalian-bintang (star-product. [f, g] Sama dengan f g g f. e Muatan listrik elementer, dalam satuan SI sebesar 1, C. δ (n Fungsi delta Dirac. := Definisi Tak terhingga. d n x Sama dengan dx 1 dx 2 dx n atau dx 0 dx 1 dx n 1. Integral meliputi seluruh domain integrand. δ ɛ µνα δ µ ν g µν Variasi Epsilon Kronecker. Delta Kronecker. Tensor metrik. Dalam skripsi ini yang dipakai adalah tensor metrik x

12 xi Minkowski yakni g µν = diag( = g µν. k Operator nabla pada ruang koordinat. Operator nabla pada ruang momentum. 2 Operator Laplasan (Laplacian. r Penjumlahan meliputi semua nilai r. Vektor ket. Vektor bra. Hasil kali skalar antara vektor ket dan vektor bra. T αν P ν Tensor energi-momentum kontravarian. Vektor momentum-4 kontravarian. J jk = ɛ jkl J l Komponen momentum sudut total ke arah sumbu x l. M jk = ɛ jkl M l Komponen momentum sudut orbital ke arah sumbu x l. S jk = ɛ jkl S l Komponen momentum sudut intrinsik ke arah sumbu x l. h Tetapan Planck. Dalam satuan SI besarnya adalah 6, J.s. e Tetapan Planck tereduksi, sama dengan h 2π. Muatan listrik elementer. Dalam satuan SI besarnya adalah 1, C. c Laju rambat cahaya pada ruang hampa, dalam satuan SI besarnya adalah 2, m/s. k ν Komponen suatu vektor 4 kontravarian (kecuali ada keterangan tambahan. k µ t µ Sama dengan 3 µ=0 k µt µ atau 3 µ,ν=0 k µt ν g µν.

13 INTISARI MEDAN KLEIN-GORDON DAN MEDAN DIRAC PADA RUANG MINKOWSKI TAK KOMUTATIF Oleh : Timothy Siahaan 99/126784/PA/07593 Telah dilakukan kajian mengenai medan Klein-Gordon dan medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif dengan menggunakan teori Lagrangan untuk medan yang telah diperumum. Perumuman teori Lagrangan untuk medan menghasilkan perumuman definisi Hamiltonan, momentum, dan momentum sudut suatu medan. Definisi-definisi tersebut digunakan dalam kajian mengenai medan Klein-Gordon dan medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif. xii

14 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Gagasan mengenai ketidakkomutatifan ruang dan waktu merupakan gagasan lama yang telah dipikirkan oleh para fisikawan. Hal ini pertama kali dipublikasikan oleh Snyder pada tahun Snyder mengemukakan bahwa invariansi Lorentz tidak mensyaratkan ruang-waktu sebagai suatu kontinuum. Dalam artikelnya [Snyder, 1947] Snyder mengemukakan gagasannya mengenai ruang-waktu yang diskret. Ruang-waktu yang diskret dapat mengakibatkan ruang-waktu tidak lagi komutatif. Bahkan Snyder melangkah lebih jauh dengan melakukan telaah mengenai medan elektromagnet pada ruang-waktu yang diskret. Namun gagasan mengenai ruangwaktu yang tidak komutatif seakan tenggelam karena kurang mendapat tanggapan para fisikawan. Hal ini dikarenakan kemunculan gagasan tersebut berdekatan waktunya dengan "booming" renormalisasi kala itu. Perkembangan penelitian teoritis di bidang fisika energi tinggi dan karya besar Connes mengenai geometri tak komutatif [Connes, 1994] mengingatkan kembali gagasan mengenai ruang-waktu tak komutatif yang telah lama dilupakan orang. Perkembangan kajian teoritis menyatakan bahwa pada skala Planck 1 struktur ruangwaktu berubah menjadi tidak komutatif. Namun karena data eksperimen mengenai struktur ruang-waktu pada skala yang sangat kecil (dengan kata lain pada energi yang sangat tinggi sangat terbatas, maka para fisikawan berusaha menyusun berbagai model yang diperkirakan dapat menggambarkan tidak komutatifnya ruang-waktu tersebut. Model yang dipakai dalam skripsi ini adalah model yang paling sederhana, 1 Skala Planck secara numerik diberikan oleh panjang Planck l P cm dan selang waktu Planck t P s. 1

15 2 yakni model yang berdasarkan kaitan komutasi [ˆx µ, ˆx ν ] = iθ µν, (I.1 dengan θ µν suatu tensor yang bernilai riil dan antismetris terhadap pertukaran indeks. Kaitan komutasi (I.1 berimbas pada terbentuknya suatu aljabar fungsi-fungsi licin (smooth functions yang terdefinisikan pada ruang Minkowski (dapat dilihat misalnya pada [Siahaan dkk, 2004]. Berbagai kajian teoritis mengenai teori medan (kuantum pada ruang-waktu tak komutatif telah dilakukan dan artikel-artikel mengenai teori medan pada ruangwaktu tak komutatif telah dipublikasikan, namun belum ada artikel yang secara khusus membahas medan Klein-Gordon dan medan Dirac 2. Dalam berbagai artikel disebutkan bahwa pembahasan mengenai medan bebas tidak akan memberikan hal yang baru (lihat misalnya [Girotti, 2003], [Sochichiu, 2002], [Szabo, 2003] karena sifat dari perkalian tak komutatif (disebut sebagai perkalian-bintang atau star-product ( akan dibahas pada bab kedua dalam skripsi ini antara dua fungsi licin yang terintegralkan secara kuadratis akan tereduksi menjadi perkalian biasa jika dilakukan integrasi ke seluruh ruang-waktu f gd 4 x = fgd 4 x. (I.2 Sifat di atas berlaku jika terdapat fungsi licin f(k (dan juga g(k pada ruang momentum- 4 sedemikian sehingga f(x = f(ke ikµxµ d 4 x. (I.3 Hal ini akan dibahas pada bab II. Dalam berbagai artikel tersebut dikemukakan bah- 2 Sebenarnya artikel yang membahas medan Klein-Gordon dan medan Dirac sudah ada, namun yang artikel tersebut merupakan karya penulis dan merupakan bentuk ringkas dari skripsi ini [Siahaan dkk, 2004].

16 3 wa sifat (II.1 menyebabkan aksi untuk suatu medan bebas pada ruang-waktu tak komutatif tidak berbeda dengan aksi medan bebas pada ruang-waktu yang komutatif. Namun demikian suatu aksi merupakan integral suatu rapat Lagrangan meliputi sembarang daerah integrasi pada ruang-waktu berdimensi 4 (lihat misalnya [Ryder, 1996]p.82-87, [Mandl dan Shaw, 1984]p.30. Selain itu, sifat (I.2 tidak berlaku untuk medan Klein-Gordon dan medan Dirac, karena ekspansi Fourier medan-medan tersebut di ruang momentum-4 dibatasi oleh persyaratan-persyaratan fisis, yakni ketidaknegatifan energi dan kaitan energi-momentum Einstein, sehingga wakilannya di ruang momentum-4 bukan fungsi licin yang berakibat medan-medan tersebut tidak dapat diekspansikan seperti pada persamaan (I.3. Dengan demikian pernyataan bahwa pembahasan mengenai medan bebas tidak akan memberikan hal yang baru karena berlakunya persamaan (I.2 tidak dapat diterima. Karena itu pembahasan medan Klein-Gordon dan medan Dirac, yang merupakan medan-medan bebas, pada ruangwaktu yang tidak komutatif (lebih tepat disebutkan sebagai ruang Minkowski yang tidak komutatif masih harus dilakukan. 2. Perumusan Masalah Dari uraian di atas jelas bahwa kajian mengenai medan Klein-Gordon dan medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif masih harus dilakukan. Hal ini dikarenakan belum terdapatnya teori yang menjelaskan medan-medan tersebut pada ruang Minkowski tak komutatif. Selain itu medan Klein-Gordon dan medan Dirac merupakan dua medan yang paling sederhana kajiannya namun berkaitan dengan zarah-zarah elementer yang terdapat di alam. Pembahasan mengenai suatu medan biasanya berangkat dari suatu rapat Lagrangan yang menggambarkan medan tersebut. Demikian pula dalam pembahasan medan Klein-Gordon dan medan Dirac, kajian akan dilakukan dengan meninjau ra-

17 4 pat Lagrangan medan-medan tersebut. Namun dalam teori medan yang lazim dikaji rapat Lagrangan hanya gayut pada suatu medan dan turunan pertamanya sedangkan pada kajian kali ini rapat Lagrangan gayut bukan saja pada suatu medan dan turunan pertamanya tetapi juga pada turunan-turunan parsial berderajat tinggi sebagai akibat deformasi (penggantian perkalian biasa (perkalian per titik atau pointwise multiplication antara medan-medan menjadi perkalian-bintang. Untuk itu perlu diadakan perumuman teori Lagrangan untuk suatu medan (Lagrangian field theory dengan rapat Lagrangan yang gayut pada suatu medan dan turunan-turunan parsial hingga sembarang orde. Perumuman tersebut menyebabkan perlunya pendefinisian ulang beberapa kuantitas yang berkaitan dengan suatu medan, yakni Hamiltonan, momentum, serta momentum sudut, yang merupakan perumuman kuantitas-kuantitas tersebut pada teori Lagrangan untuk suatu medan yang biasa. Selanjutnya teori Lagrangan untuk suatu medan yang diperumum (Generalized Lagrangian field theory tersebut digunakan dalam menelaah medan Klein-Gordon dan medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif. 3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Melakukan perumuman teori Lagrangan untuk suatu medan dan merumuskan persamaan Euler-Lagrange yang diperumum, Hamiltonan, momentum, serta momentum sudut suatu medan. 2. Merumuskan bentuk rapat Lagrangan untuk medan Klein-Gordon dan medan Dirac baik yang bernilai riil maupun kompleks pada ruang Minkowski tak komutatif. 3. Mencari bentuk eksplisit Hamiltonan, momentum, dan momentum sudut medan

18 5 Klein-Gordon dan medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif dengan menggunakan teori Lagrangan untuk suatu medan yang diperumum. 4. Tinjauan Pustaka Kajian mengenai teori medan (kuantum tak komutatif 3 meliputi tiga aspek, yakni ruang yang tidak komutatif, deformasi aljabar yang terdefinisikan pada ruang tersebut, serta teori medan (kuantum pada ruang yang tidak komutatif. Connes (1994 mengemukakan gagasan mengenai geometri yang tidak komutatif (noncommutative geometry. Torrielli (2002 mengemukakan bahwa gagasan ruang-waktu yang tidak komutatif cocok dengan dugaan bahwa struktur ruang-waktu berubah pada skala penyatuan teori gravitasi dengan teori kuantum [Torrielli, 2002]. Sochichiu (2002 mengemukakan konsep ruang tak komutatif dan kaitannya dengan fisika disertai dengan beberapa model dan contoh ruang yang tidak komutatif [Sochichiu, 2002]. Kajian Calmet (2004 mengenai ruang-waktu yang tidak komutatif memberikan hasil bahwa batas-batas ketidakkomutatifan ruang-waktu gayut pada model yang ditinjau [Calmet, 2004]. Konsep ruang tak komutatif memiliki akar pada konsep penguantuman Moyal [Moyal, 1949]. Dalam artikel tersebut Moyal memperkenalkan suatu prosedur penguantuman melalui deformasi aljabar pada ruang fase klasik sebagai akibat ketidakkomutatifan ruang fase pada bahasan mekanika kuantum. Penguantuman tersebut kemudian dikenal sebagai penguantuman Moyal. Bayen dkk (1978 membahas teori penguantuman deformasi [Bayen dkk, 1978] yang menjadi landasan bagi penguantuman Moyal. Girotti (2003 menurunkan bentuk perkalian-bintang (starproduct sebagai manifestasi asumsi bahwa ruang-waktu yang ditinjau tidak lagi komutatif. Penurunan bentuk perkalian-bintang tersebut analog dengan penguantuman 3 Pengertian istilah teori medan (kuantum tak komutatif mengacu pada teori medan (kuantum pada ruang yang tidak komutatif [Barbon, 2001].

19 6 Moyal. Pembahasan secara kompak mengenai perkalian-bintang dengan parameter ketidakkomutatifan yang berupa konstanta telah dilakukan oleh Meyer (2003. Kajian mengenai teori medan (kuantum pada ruang tak komutatif telah banyak dilakukan. Torrielli (2002 menunjukkan kaitan antara teori medan (kuantum pada ruang-waktu tak komutatif dengan teori string (string theory. Kaitan tersebut adalah bahwa teori medan (kuantum pada ruang-waktu tak komutatif dapat diturunkan sebagai penggambaran efektif teori string pada energi rendah dengan latar belakang yang antisimetris (effective description of string theory in antisymmetric background. Selanjutnya Torrielli membahas teori gangguan medan kuantum tidak komutatif [Torrielli, 2002]. Sochichiu (2002 membahas invariansi tera dan medan tera pada ruang tak komutatif, pembahasan ini juga disertai pembahasan mengenai lintasan Wilson dan simpal Wilson pada ruang tak komutatif. Girotti (2003 membahas berbagai suku interaksi pada Lagrangan medan yang tidak komutatif. Meyer (2003 membahas model-model medan tera pada ruang tak komutatif. Selain yang telah disebutkan masih banyak artikel yang membahas teori medan (kuantum pada ruang tak komutatif. Namun demikian belum ada yang melakukan kajian mengenai medan bebas pada ruang Minkowski tak komutatif, sehingga kajian dalam skripsi ini merupakan hal yang baru. 5. Ruang Lingkup Kajian Kajian mengenai medan Klein-Gordon dan medan Dirac pada ruang-waktu yang tidak komutatif dibatasi hanya untuk medan bebas, yakni medan yang tidak berinteraksi dengan medan lain. Selain itu medan yang ditelaah adalah medan klasik, yakni belum diadakan penguantuman terhadap medan Klein-Gordon dan Dirac. Model ruang-waktu tak komutatif yang digunakan adalah model yang memenuhi kaitan komutasi (I.1 dan merupakan ruang-waktu yang flat disertai dengan metrik Minkows-

20 7 ki. 6. Sistematika Penulisan Skripsi ini ditulis dalam enam bab, dengan penjelasan bab demi bab adalah sebagai berikut: Pada bab I mengemukakan latar belakang penelitian yang dilakukan, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, sistematika penulisan, serta penjelasan mengenai metode pelaksanaan penelitian. Bab II berisi penjelasan mengenai konsep ruang tak komutatif serta beberapa contoh ruang yang tidak komutatif. Pada bab ini dilakukan penurunan bentuk perkalian tak komutatif (perkalian-bintang yang merupakan akibat dari ketidakkomutatifan suatu ruang yang ditinjau. Bab III membahas perumuman teori Lagrangan untuk suatu medan. Pada bab ini dirumuskan persamaan Euler-Lagrange yang diperumum, serta kuantitaskuantitas yang berkaitan dengan suatu medan yakni Hamiltonan, momentum, serta momentum sudut. Pada bab IV dibahas medan Klein-Gordon pada ruang Minkowsi tak komutatif. Pembahasan tersebut dilakukan dengan menggunakan teori Lagrangan untuk suatu medan yang telah diperumum pada bab III. Pada bab ini dirumuskan rapat Lagrangan medan Klein-Gordon pada ruang Minkowski yang tidak komutatif baik yang bernilai riil maupun kompleks, serta dilakukan juga perumusan Hamiltonan, momentum, serta momentum sudut medan Klein-Gordon. Pada akhirnya bentuk eksplisit Hamiltonan, momentum, serta momentum sudut medan Klein-Gordon pada ruang Minkowski tak komutatif (baik medan yang bernilai riil maupun yang bernilai kompleks dinyatakan pada bab ini.

21 8 Bab V membahas medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif dengan menggunakan teori Lagrangan untuk suatu medan yang telah diperumum. Seperti halnya pada bab IV, pada bab ini juga dirumuskan rapat Lagrangan medan Dirac pada ruang Minkowski yang tidak komutatif serta Hamiltonan, momentum, dan momentum sudut medan Dirac. Hasil-hasil tersebut digunakan untuk merumuskan bentuk eksplisit kuantitas-kuantitas tersebut. Bab VI berisi kesimpulan mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan serta saran-saran untuk penelitian mendatang mengenai topik-topik yang telah berkaitan dengan topik yang dikemukakan dalam skripsi ini. 7. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian teoritis terhadap teori Lagrangan untuk suatu medan pada ruang Minkowski tak komutatif. Untuk melakukan kajian mengenai medan Klein-Gordon dan medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif, mula-mula diperkenalkan konsep ruang tak komutatif. Konsep yang diperkenalkan bukanlah konsep yang mendetail secara matematis namun merupakan konsep yang memberikan gambaran kasar mengenai ruang tak komutatif. Dalam pembahasan mengenai konsep ruang tak komutatif juga dibahas perkalian tak komutatif yang disebut sebagai perkalian-bintang (star-product yang digunakan dalam menelaah rapat Lagrangan medan Klein-Gordon dan medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif. Selanjutnya dilakukan perluasan teori Lagrangan untuk suatu medan. Hal ini dilakukan karena teori Lagrangan yang lazim dibahas tidak memadai dalam pembahasan yang akan dilakukan selanjutnya. Dalam perluasan teori Lagrangan untuk suatu medan ini dilakukan pendefinisian ulang Hamiltonan, momentum, serta momentum sudut suatu medan. Hasil-hasil yang diperoleh dari perluasan teori Lagrangan untuk medan kemudian digunakan dalam kajian mengenai

22 9 medan Klein-Gordon dan medan Dirac, yakni untuk merumuskan rapat Lagrangan, Hamiltonan, momentum, serta momentum sudut medan-medan tersebut.

23 BAB II RUANG TAK KOMUTATIF Andaikan (C (R n, C, +, aljabar asosiatif di atas lapangan kompleks (complex field yang beranggotakan fungsi-fungsi licin pada ruang R n. Aljabar asosiatif (C (R n, C, +, merupakan suatu aljabar yang dibangkitkan oleh koordinatkoordinat x µ, µ = 1, 2,..., n. Andaikan pula O n himpunan yang beranggotakan operator-operator linier pada ruang Hilbert H yang diperoleh dari anggota-anggota C (R n, C melalui pemetaan P n : C (R n, C O n sebagai berikut: f(x 1, x 2,..., x n ˆf(ˆx 1, ˆx 2,..., ˆx n, f C (R n, C. (II.1 Pemetaan P n mengimbas terbentuknya aljabar (O n, +, di atas lapangan kompleks yang dibangkitkan oleh operator-operator ˆx µ, µ = 1, 2,..., n. Kajian mengenai kekomutatifan ruang R n terkait erat dengan kedua aljabar di atas. Ruang Minkowski tak komutatif yang akan menjadi ruang konfigurasi dalam pembahasan medan Klein- Gordon dan medan Dirac dalam skripsi ini merupakan kasus khusus untuk n = 4 dengan disertakannya metrik Minkowski pada R 4. Menurut definisi (II.1 setiap anggota O n dapat diperoleh dari setiap fungsi f C (R n, C dengan penggantian tiap-tiap peubah x µ dengan operator ˆx µ. Pemetaan P n yang menjembatani himpunan C (R n, C dan O n merupakan suatu pemetaan yang bijektif. Bijektivitas P n mengakibatkan struktur aljabar pada C (R n, C dan pada O n saling berkaitan, yakni deformasi (pengubahan struktur aljabar di himpunan O n akan menyebabkan deformasi struktur aljabar pada himpunan C (R n, C, demikian pula sebaliknya. Karena x µ membangkitkan suatu sruktur aljabar pada himpunan C (R n, C dan ˆx µ membangkitkan suatu struktur aljabar pada O n, maka kai- 10

24 11 tan komutasi antara ˆx µ, yang menentukan bentuk perkalian antara operator-operator anggota himpunan O n akan mempengaruhi bentuk perkalian antara fungsi-fungsi anggota himpunan C (R n, C. Jika ˆx µ saling komut, yakni [ˆx µ, ˆx ν ] = 0, (II.2 maka [x µ, x ν ] = 0, (II.3 dan bentuk perkalian baik pada O n maupun pada C (R n, C bersifat komutatif. Salah satu bentuk perkalian yang komutatif antara fungsi-fungsi f, g C (R n, C adalah bentuk perkalian biasa antara fungsi-fungsi yang telah dikenal. Suatu ruang R n yang menjadi ruang basis (base space bagi aljabar asosiatif dan komutatif (C (R n, C, +, di atas lapangan kompleks disebut sebagai ruang R n komutatif. Jika kaitan komutasi pada persamaan (II.2 didideformasi sedemikian sehingga [ˆx µ, ˆx ν ] = iθ µν (II.4 dengan θ µν merupakan unsur-unsur suatu matriks θ berukuran n n yang antisimetris, maka perkalian pada O n berubah menjadi perkalian yang tidak komutatif. Unsur-unsur θ µν disebut parameter ketakkomutatifan. Hal ini akan mengimbas terbentuknya suatu perkalian tak komutatif antara fungsi-fungsi licin pada himpunan C (R n, C yang diparameterkan oleh θ µν. Bentuk perkalian tersebut harus kembali ke bentuk perkalian komutatif untuk limit θ µν 0. Ruang R n yang menjadi ruang basis bagi aljabar asosiatif tak komutatif (C (R n, C, +, θ, dengan ( θ merupakan perkalian tak komutatif yang disebut diatas, disebut sebagai ruang R n tak komutatif. Menurut persamaan (II.4, ruang R n tak komutatif sangat bergantung pada θ µν, sehingga model ruang tak komutatif ditentukan oleh parameter θ µν.

25 12 Seperti yang telah disebutkan pada bab sebelumnya, pembahasan dalam skripsi ini dibatasi hanya pada model ruang tak komutatif yang ditentukan oleh parameter θ µν yang merupakan suatu konstanta bernilai riil, antisimetris terhadap pertukaran indeks, sehingga membentuk suatu matriks konstan berorde n n. Matriks θ yang dibentuk oleh θ µν haruslah merupakan matriks yang swanilainya tidak merosot, sehingga mensyaratkan dimensi n bernilai genap. Hal ini disebabkan karena trθ harus bernilai nol, sedangkan trθ berkaitan dengan jumlah swanilai matriks θ. Untuk n yang bernilai genap dan swanilainya merosot, selalu dapat dilakukan transformasi koordinat sedemikian sehingga terdapat pasangan-pasangan koordinat yang saling komut. Artinya ruang yang tidak komutatif adalah R n 2m R n, 2m < n. Transformasi yang demikian mengakibatkan θ = NθN 1 dapat tereduksi, yang berarti R n dapat terbagi mendaji R 2m yang komutatif dan R n 2m yang tidak komutatif. Jika n bernilai ganjil, det θ = 0. Hal ini berarti dapat diadakan transformasi koordinat yang menyebabkan transformasi θ θ dengan θ diagonal. Karena determinan suatu matriks tidak akan berubah karena transformasi pendiagonalan, maka det θ = 0, yang berarti terdapat swanilai matriks θ yang lenyap. Dengan kata lain jika n bernilai ganjil, maka selalu dapat diadakan transformasi koordinat yang akan mengubah matriks θ sedemikian sehingga ruang R n tersebut atau subruang dari R n komutatif. 1. Beberapa Contoh Ruang Tidak Komutatif a. Ruang fase klasik (p, x dalam bahasan mekanika kuantum Ruang fase (p, x merupakan ruang R 2 yang tidak komutatif. Melalui penguantuman kanonik p ˆp; x ˆx; [ˆx, ˆp] = i, (II.5 (II.6

26 13 maka terbentuk aljabar operator yang dibangkitkan oleh operator-operator ˆp dan ˆx yang tidak lagi komutatif. Kaitan komutasi (II.6 mengimbas terbentuknya aljabar fungsi-fungsi licin (C (R 2, C, +, M, dengan M adalah perkalian Moyal (Moyalproduct [Moyal, 1949] yang tidak lagi bersifat komutatif dan mempertahankan struktur (II.6 di C (R 2, C yakni [x, p] M := x M p p M x = i. (II.7 b. Elektron pada medan magnet yang sangat kuat Ditinjau elektron yang berada pada suatu bidang (x 1, x 2 dengan suatu vektor potensial A i = 1 2 Bɛ ijx j, i, j = 1, 2. Bentuk Lagrangan bagi sistem tersebut adalah L = 1 2 m eẋ j ẋ j e 2 Bɛ ijx i ẋ j, (II.8 dengan m e adalah massa elektron. Lagrangan (II.8 merupakan penggambaran suatu sistem yang terdiri dari sebuah elektron yang berada dalam suatu medan magnet seragam (uniform yang tegak lurus bidang (x 1, x 2. Jika tenaga kinetik elektron jauh lebih kecil dibandingkan dengan tenaga yang ditimbulkan akibat interaksi elektron tersebut dengan medan magnet, maka Lagrangan (II.8 tereduksi menjadi L e 2 Bɛ ijx i ẋ j. (II.9 Komponen-komponen momentum konjugat yang diperoleh dari Lagrangan (II.9 adalah π j = dl dẋ j = e 2 Bɛ ijx i, (II.10

27 14 sehingga dengan penguantuman kanonis, diperoleh [ˆπ j, ˆx l ] = δ l j = e 2 Bɛ ij[ˆx i, ˆx l ], (II.11 atau [ˆx i, ˆx l ] = i 2 eb ɛil. (II.12 Jika dibandingkan dengan persamaan (II.4, maka θ il = 2 eb ɛil, i, l = 1, 2. (II.13 Hal ini berkaitan dengan aras-aras Landau. 2. Bidang Tak Komutatif Ditinjau kasus ruang tak-komutatif yang paling sederhana yakni bidang yang tidak komutatif dan himpunan C (R 2, C. Selanjutnya hendak dibentuk aljabar tak komutatif (C (R 2, C, +, 2, yakni dengan membentuk perkalian tak komutatif antara fungsi-fungsi anggota himpunan C (R 2, C melalui pemetaan P 1 2 : O 2 C (R 2, C. Pada kasus bidang tak komutatif, koordinat-koordinat x 1, x 2 merupakan observabel, sehingga wakilan operator liniernya ˆx 1, ˆx 2 bersifat Hermitan. Untuk itu ditinjau himpunan S R 2 C (R 2, C yang beranggotakan fungsi-fungsi licin yang semua turunannya (orde berapapun meluruh lebih cepat daripada 1/ r N, N = 1, 2,..., ketika r. Setiap fungsi φ S R 2 disebut sebagai fungsi yang meluruh dengan cepat (rapidly decreasing function[dunford dan Schwartz, 1971] 1. Untuk setiap φ = φ( r = φ(x 1, x 2 S R 2, terdapat padanannya di ruang 1 S R 2 disertai operasi penjumlahan membentuk suatu ruang vector yang dikenal sebagai ruang fungsi Schwartz yang terdefinisikan pada R 2. Secara umum ruang fungsi Schwartz dapat didefinisikan pada ruang R D, D = 1, 2,..., dan selanjutnya dilambangkan dengan S R D, D = 1, 2,... dengan D adalah dimensi ruang yang menjadi domain dari tiap-tiap anggota S R D.

28 15 momentum-2 [Dunford dan Schwartz, 1971] φ( p = φ(p 1, p 2 = h 1 φ( re i p r d 2 x, (II.14 dan sebaliknya φ( r dapat dinyatakan sebagai transformasi Fourier balik φ( r = h 1 φ( pe i p r d 2 p. (II.15 Pemetaan Ŵ := P 2 SR 2 memetakan tiap anggota S R 2 ke Ŵ [S R 2] O 2, dengan perkalian pada O 2 digantikan menjadi perkalian tak komutatif menurut kaitan [ˆx j, ˆx k ] = iθ jk, j, k = 1, 2. (II.16 Bayangan φ di Ŵ [S R2] adalah Ŵ [φ] = ˆφ = h 1 φ( pe i p j ˆx j d 2 p. (II.17 Jika didefinisikan operator ˆT ( p ˆT ( p := e i p j ˆx j, (II.18 maka persamaan (II.17 dapat dituliskan sebagai ˆφ = h 1 φ( p ˆT ( pd 2 p. (II.19 Bayangan balik operator ˆφ dapat diperoleh dengan menggunakan sifat-sifat

29 16 operator ˆT ( p, yakni ˆT ( p = ˆT ( p; (II.20 ˆT ( p ˆT ( p = ˆT ( p + p e i 2 2 p ip j θij ; (II.21 tr ˆT ( p = h 2 δ (2 ( p. (II.22 Persamaan (II.21 diperoleh dengan menggunakan rumus Baker-Campbell-Hausdorff, sedangkan persamaan (II.22 dibuktikan pada lampiran A. Jika ˆφ dikalikan dari kanan dengan ˆT ( p dan dilanjutkan dengan mengambil trace operator ˆφ T ( p, diperoleh tr[ ˆφ ˆT ( p ] = h φ( pe i 2 2 p jp k θjk δ (2 ( p p d 2 p = h φ( p, (II.23 atau φ( p = h 1 tr[ ˆφ ˆT ( p], (II.24 sehingga dengan menggunakan persamaan (II.15, diperoleh φ( r = h 2 e i p r tr[ ˆφ ˆT ( p]d 2 p. (II.25 Pemetaan Ŵ merupakan pemetaan bijektif dari S R 2 menuju Ŵ [S R2]. Andaikan Ŵ [S R 2] subaljabar dari (O 2, +, dengan perkalian pada O 2 merupakan perkalian yang tidak komutatif menurut kaitan (II Perkalian antara operator-operator ˆφ 1, ˆφ 2,..., ˆφ n Ŵ [S R2] adalah ˆφ 1 ˆφ2 ˆφ n = h n φ 1 ( p 1 φ 2 ( p 2 φ n ( p n 2 Asumsi ini benar jika (S R 2, +, 2, dengan 2 perkalian tak komutatif yang hendak diturunkan bentuk eksplisitnya, merupakan suatu aljabar asosiatif tak komutatif di atas lapangan kompleks.

30 17 = e i 2 2 θ n lm j<k pl j pm k n ˆT ( p j d 2 p 1 d 2 p 2. j=1 (II.26 Jika kedua ruas persamaan (II.26 dikalikan dari kanan dengan ˆT ( p dan diambil nilai trace-nya, maka diperoleh tr[ ˆφ 1 ˆφ2 ˆφ n ˆT ( p] = h 2 n e i 2 2 θ lm n δ( j=1 n j<k pl j pm i k e 2 2 θ lm p j pd 2 p 1 d 2 p n. φ 1 ( p 1 φ 2 ( p 2 φ n ( p n n j=1 pl j pm (II.27 Dengan mengalikan kedua ruas persamaan (II.27 dengan he i p r dan dilanjutkan dengan pengintegralan ke seluruh nilai p 1, p 2, diperoleh Ŵ 1 [ ˆφ 1 ˆφ2 ˆφ n ] = h 2 e i p r tr[ ˆφ 1 ˆφ2 ˆφ n ]d 2 p = h n φ( p 1 φ( p 2 φ n ( p n e i p r e i 2 2 θ lm n j<k pl j pm k d 2 p 1 d 2 p n i 2 = e θ lm n j<k x j l x k m φ 1 ( r 1 φ 2 ( r 2 φ n ( r n r1 = = r n= r := (φ 1 2 φ φ n ( r (II.28 yang merupakan definisi perkalian tak komutatif antara anggota-anggota S R 2, untuk n = 2 i 2 (φ 1 φ 2 ( r = e θlm x 1 l = (φ 1 φ 2 ( r + x 2 m φ1 ( r 1 φ 2 ( r 2 n=1 r1 = r 2 = r ( n i 1 2 n! θj 1k1 θ jnkn n φ 1 n φ 2 x j 1 x j n ( r x k 1 x k n ( r, (II.29

31 18 yang merupakan anggota S R 2. Dengan demikian ( 2 merupakan operasi biner pada S R 2. Karena menurut persamaan (II.28 perkalian ( 2 bersifat asosiatif, maka (S R 2, +, 2 merupakan aljabar asosiatif tak komutatif di atas lapangan kompleks. Hal ini juga membuktikan kebenaran asumsi bahwa Ŵ [S R2] merupakan subaljabar dari (O 2, +,. Karena Ŵ = P 2 SR 2 dan P 2 bersifat bijektif, maka perkalian ( 2 merupakan perkalian tak komutatif pada C (R 2, C sehingga terbentuklah aljabar (C (R 2, C, +, 2 yang asosiatif dan tidak komutatif di atas lapangan kompleks. Perkalian ( 2 disebut sebagai perkalian-bintang (star-product yang terdefinisikan pada bidang R 2 tak komutatif. 3. Ruang Minkowski Tak Komutatif Penurunan bentuk perkalian-bintang yang terdefinisikan pada bidang R 2 dilakukan berdasarkan kenyataan bahwa dalam mekanika kuantum koordinat-koordinat x j merupakan observabel yang berarti memiliki wakilan operator linier yang Hermitan di ruang Hilbert H. Penjabaran konsep ruang-waktu R 4 tak komutatif yang diikuti dengan pendefinisian perkalian-bintang pada ruang-waktu R 4 analog dengan penjabaran konsep bidang tak komutatif. Tetapi hal ini terkendala oleh kenyataan bahwa dalam bahasan mekanika kuantum waktu bukanlah observabel melainkan suatu parameter, sehingga tidak terdapat operator linier yang Hermitan bagi waktu 3. Dalam pembahasan teori medan, waktu dan ruang bukan lagi suatu observabel melainkan suatu parameter, sehingga dapat dilakukan pembentukan ruang-waktu yang tidak komutatif dengan memperkenalkan operator-operator linier yang Hermitan di ruang Hilbert 3 Kedudukan waktu dalam mekanika kuantum masih menjadi perdebatan hingga kini. Beberapa fisikawan (salah satunya adalah Goswami. Hal ini dapat diacu pada [Goswami, 1997] menyatakan tidak terdapat operator waktu. Namun andaikan waktu merupakan suatu observabel keberadaan operator linier yang hermitan bagi observabel waktu tidak dimungkinkan secara matematis [Dwandaru dkk, 2004].

32 19 H bagi parameter ruang-waktu x µ yang mematuhi kaitan komutasi [ˆx µ, ˆx ν ] = iθ µν, µ, ν = 0, 1, 2, 3. (II.30 Kuantitas θ µν merupakan komponen suatu tensor kontravarian antisimetris dengan rank 2 yang [L] 2 ([L] adalah dimensi observabel/besaran panjang. Kaitan komutasi pada persamaan (II.30 menyebabkan aljabar (O 4, +, di atas lapangan kompleks tidak lagi komutatif, dan melalui pemetaan P 1 4 ketidakkomutatifan aljabar (O 4, +, mengimbas terbentuknya aljabar (C (R 4, C, +, yang tidak komutatif di atas lapangan kompleks, dengan perkalian ( adalah perkalian tak komutatif yang hendak dicari bentuk eksplisitnya. Untuk mencari bentuk eksplisit perkalian ( dilakukan penurunan yang analog dengan penurunan bentuk eksplisit perkalian-bintang pada bidang R 2 tak komutatif. Ditinjau S R 4 C (R 4, C, di mana setiap ψ = ψ(x = ψ( r, t S R 4 mempunyai padanan di ruang k berdimensi 4 yang diperoleh melalui transformasi Fourier ψ(k = (2π 2 ψ(xe ikµxµ d 4 x, (II.31 dan ψ(x dapat dinyatakan sebagai transformasi Fourier balik dari ψ(k ψ(x = (2π 2 ψ(ke ikµxµ d 4 k. (II.32 Dengan adanya pemetaan Ŵ4 := P 4 SR 4, maka bayangan ψ(x di Ŵ 4 [S R 4] O 4 adalah ˆψ = Ŵ4[ψ] = (2π 2 ψ(ke ikµxµ d 4 k, (II.33

33 20 dan bayangan baliknya di S R 4 adalah Ŵ 1 4 [ ˆψ] = ψ(x = (2π 4 e ikµxµ tr[ ˆψ ˆT (k]d 4 k, (II.34 dengan operator ˆT (k didefinisikan sebagai ikµ ˆxµ ˆT (k := e (II.35 yang memiliki sifat-sifat yang mirip dengan ˆT ( p = ˆT (p 1, p 2 pada persamaan (II.20, (II.21, dan (II.22, yakni ˆT (k = ˆT ( k; (II.36 ˆT (k ˆT (k = ˆT (k + k e i 2 θµν k µk ν ; (II.37 tr[ ˆT (k] = (2π 4 δ (4 (k. (II.38 Persamaan (II.38 merupakan analogi sifat pada persamaan (II.22 [Sochichiu, 2004]. Perkalian tak komutatif ( pada S R 4 didefinisikan sebagai Ŵ 1 4 [ ˆψ 1 ˆψ2 ˆψ n ] := ψ 1 ψ 2 ψ n = (2π 4 e ikµxµ tr[ ˆψ 1 ˆψ2 ˆψ n ˆT (k]d 4 k i n 2 = e θµν j<k x j µ x k ν ψ 1 (x 1 ψ 2 (x 2 ψ n (x n x1 =...=x n=x, (II.39 sehingga untuk n = 2, diperoleh hasil yang serupa dengan (II.29 (ψ 1 ψ 2 (x = e i 2 θµν x µ y ν ψ 1 (xψ 2 (y x=y

34 21 = (ψ 1 ψ 2 (x + n=1 ( n i 1 2 n! θµ 1ν 1 θ µ 2ν2 θ µnνn n ψ 1 n ψ 2 x µ 1 x µ n (x x ν 1 x ν n (x. (II.40 Persamaan (II.40 menyatakan bahwa ψ 1 ψ 2 S R 4, dan dari persamaan (II.39 jelas bahwa (S R 4, +, merupakan aljabar asosiatif tak komutatif di atas lapangan kompleks. Dengan memberlakukan perkalian ( pada C (R 4, C S R 4, diperoleh aljabar asosiatif tak komutatif (C (R 4, C, +, dengan (S R 4, +, subaljabar dari (C (R 4, C, +,. Perkalian ( disebut sebagai perkalian-bintang yang didefinisikan pada ruang-waktu R 4. Suatu ruang yang menjadi basis bagi aljabar asosiatif yang tak komutatif itu disertai dengan metrik Minkowski disebut ruang Minkowski tak komutatif. 4. Sifat-Sifat Perkalian Bintang Menurut persamaan (II.40 jelas bahwa untuk setiap f, g C (R 4, C berlaku (f g (x = (g f (x. (II.41 Selanjutnya dengan melakukan pengintegralan persamaan (II.39 diperoleh ψ 1 ψ 2 ψ n d 4 x = tr[ ˆψ 1 ˆψ2 ˆψ n ]. (II.42 Karena nilai trace dari perkalian operator-operator invarian terhadap permutasi siklis tr[ ˆψ 1 ˆψ2 ˆψ n ] = tr[ ˆψ π(1 ˆψπ(2 ˆψ π(n ], π permutasi siklis, (II.43

35 22 maka ψ 1 ψ 2 ψ n d 4 x = ψ π(1 ψ π(2 ψ π(n d 4 x, π permutasi siklis, dengan ψ j S R 4, j = 1, 2,..., n. Khusus untuk n = 2 berlaku (II.44 ψ 1 ψ 2 d 4 x = = ψ 1 ψ 2 d 4 x + n=1 n ψ 1 n ψ 2 x µ 1 x µ n x ν 1 x ν n d 4 x ψ 1 ψ 2 d 4 x, ( n i 1 θ µ 1ν1 θ µnνn 2 n! (II.45 karena θ µ n ψ 1ν1 θ µnνn 1 n ψ 2 x µ 1 x µ n x ν 1 x ν n = θ µ 1ν1 θ µnνn x µ 1 ( n 1 ψ 1 x µ n n ψ 2 x ν 1 x ν n d 4 x θ µ 1ν1 θ µnνn n 1 ψ 1 x µ n n+1 ψ 2 x µ 1 x ν 1 x ν n d 4 x = 0 (II.46 dengan menerapkan hukum Gauss pada ruang berdimensi 4 dan menggunakan sifat θ µν yang antisimetris terhadap pertukaran indeks. Untuk fungsi-fungsi licin yang terdefinisikan pada ruang berdimensi 4 dan terintegralkan secara mutlak, serta padanannya di ruang k yang berdimensi 4 juga merupakan fungsi licin, maka f 1 f 2 f n d 4 x = (2π 4 δ (4 ( f 1 (k 1 f 2 (k 2 f n (k n e i 2 θµν n j<k kj µk k ν n kd 4 k 1 d 4 k n C, j=1 (II.47

36 23 karena faktor e i 2 θµν n j<k kj µk k ν hanyalah suatu faktor fase belaka. Jika ˆfj = P 4 [f j ], maka tr[ ˆf 1 ˆf2 ˆf n ] = f 1 f 2 f n d 4 x (II.48 ada, sehingga persamaan (II.44 juga berlaku untuk fungsi-fungsi licin anggota himpunan (C (R 4, C yang terintegralkan secara mutlak dan padanannya di ruang k berdimensi 4 juga merupakan fungsi-fungsi licin. Selain itu, untuk n = 2 f 1 f 2 d 4 x = = = (2π 4 d 4 k 1 d 4 k 2 e i 2 θµνkµ 1 kν 2 f1 (k 1 f 2 (k 2 f 1 (k 1 f 2 ( k 1 d 4 k 1 f 1 f 2 d 4 x. (II.49 Jika ϕ C (R 4, C terintegralkan secara mutlak tetapi wakilannya di ruang k berdimensi 4 tidak licin, sifat persamaan (II.48 dan (II.49 tidak berlaku. Hal inilah yang telah dikemukakan pada bab I. Bentuk yang akan banyak dipakai dalam pembahasan mengenai medan Klein- Gordon dan medan Dirac adalah komutator-bintang [, ] dan antikomutator-bintang,. Komutator-bintang dan antikomutator-bintang antara f, g C (R 4, C adalah ( 1 [f, g] (x = 2i sin 2 θµν f(xg(y, x µ y ν x=y (II.50 dan ( 1 f, g (x = 2 cos 2 θµν f(xg(y. x µ y ν x=y (II.51

37 BAB III FORMULASI LAGRANGAN YANG DIPERUMUM DAN KESETANGKUPAN Pada bab sebelumnya telah diturunkan bentuk perkalian tak komutatif sebagai manifestasi dari asumsi bahwa ruang Minkowski yang terlibat tidak lagi komutatif. Perkalian yang tidak komutatif tersebut akan digunakan dalam telaah teori medan yang akan dilakukan pada bab-bab selanjutnya, yakni dengan menggantikan perkalian biasa pada rapat Lagrangan suatu medan tertentu dengan perkalian-bintang (star-product yang tidak komutatif. Pada persamaan (II.39 dan (II.40 tampak bahwa perkalian tak komutatif tersebut akan mengandung turunan suatu fungsi sampai orde tak terhingga, sehingga rapat Lagrangan suatu medan tidak lagi hanya gayut pada suatu medan dan turunan orde pertamanya. Untuk itu perlu dilakukan perluasan terhadap teori Lagrangan suatu medan untuk dapat mewadahi pembahasan mengenai teori medan pada ruang Minkowski yang tak komutatif. Hal ini pada akhirnya akan membawa perubahan definisi beberapa kuantitas atau observabel yang dimiliki suatu medan. Dalam bab ini akan dilakukan perumuman teori Lagrangan suatu medan serta perumuman definisi beberapa kuantitas atau observabel yang biasa dibahas dalam teori Lagrangan medan yang biasa. 1. Persamaan Euler-Lagrange Yang Diperumum Suatu aksi I didefinisikan sebagai berikut: I = t2 t 1 Ldt, t 2 > t 1, (III.1 24

38 25 dengan L = L(q i, q i, t adalah Lagrangan yang mengambarkan suatu sistem fisis tertentu. Dalam Lagrangan L tersebut, q i adalah koordinat umum dan t adalah waktu, yang menjadi parameter Lagrangan tersebut. Dalam Mekanika Klasik suatu sistem yang digambarkan oleh Lagrangan L berevolusi dari saat t 1 sampai t 2 sedemikian sehingga I mencapai nilai ekstrim. Prinsip ini dikenal sebagai prinsip aksi terkecil (the principle of least action. Penerapan prinsip ini menghasilkan persamaan Euler- Lagrange d = 0. q i dt q i (III.2 Dalam teori medan, peranan koordinat umum q i dan turunan pertamanya terhadap waktu, q i, digantikan oleh medan ψ dan ψ x µ = ( 1 c ψ, ψ, di mana ψ gayut t pada x = (ct, r. Dengan demikian x dipandang sebagai parameter pada Lagrangan. Penggantian peran ini dapat digambarkan sebagai berikut: q i (t ψ(x; q i (t ψ x µ (x; t x µ. Lagrangan suatu sistem merupakan suatu integral dari suatu rapat Lagrangan L meliputi suatu daerah Ω pada ruang konfigurasi R 3 [Goldstein, 1980] L = Ld 3 x, Ω (III.3 dengan L = L(ψ, ψ x µ, x µ. Substitusi persamaan (III.3 ke dalam persamaan (III.1 menghasilkan I = R Ld 4 x, (III.4 dengan R adalah suatu daerah integrasi pada ruang berdimensi empat yang dibatasi

39 26 oleh R. Dengan menerapkan prinsip aksi terkecil, maka diperoleh persamaan Euler-Lagrange untuk suatu medan ψ diberikan oleh ψ x µ ( ψ x µ = 0. (III.5 Berbagai persamaan fisika (yang merupakan persamaan-persamaan medan dapat diturunkan dari persamaan (III.5 dengan membentuk suatu rapat Lagrangan L tertentu. Rapat Lagrangan yang gayut pada suatu medan dan turunan orde pertamanya sudah cukup untuk membahas berbagai persamaan medan yang telah dikenal selama ini. Namun demikian secara umum suatu rapat Lagrangan tidak terbatas hanya pada yang tergantung terhadap suatu medan dan turunan orde pertamanya. Rapat Lagrangan L dapat merupakan suatu fungsi dari medan ψ serta turunan-turunannya hingga orde ke-n, L = L(ψ, aksi I dapat dituliskan sebagai ψ x µ 1, 2 ψ x µ 1 x µ 2,..., n ψ x µ 1 x µ 2 x µn, x ν. Dengan demikian I = R L(ψ, ψ x µ 1, 2 ψ x µ 1 x µ 2,..., n ψ x µ 1 x µ n, x ν d 4 x. (III.6 Ketika aksi I mencapai ekstrim maka I tidak berubah jika diadakan variasi infinitesimal x µ x ν = x ν + δx ν ψ(x ψ (x = ψ(x + δψ (III.7 yang kemudian mengimbas variasi infinitesimal turunan-turunan ψ x µ 1 x (x

40 27 x µ 1 x (x = x µ 1 x (x + δ x µ 1 x, (III.8 dengan j = 1, 2,..., n, serta dengan menyertakan syarat δx ν = δψ = δ 0 di R, maka variasi aksi adalah x µ 1 x = δi = L(ψ, ψ R x,..., n ψ µ 1 x µ 1 x µ n, x ν d 4 x ψ L(ψ, x,..., n ψ µ 1 x µ 1 x µ n, x ν d 4 x. R (III.9 Karena d 4 x = J(x /xd 4 x, dengan J(x /x adalah Jacobian untuk transformasi x x, dan x ν x λ = δν λ + δxν x λ, (III.10 maka ([Ryder, 1996] p ( ( x x ν J = det x x λ = 1 + δxν x ν. (III.11 Dengan demikian persamaan (III.9 menjadi δi = = (δl + L δxν d 4 x R x ν [ n R ψ δψ + j=1 ( j ψ x µ 1 x µ 2 x δ j ψ x µ 1 x + ] x ν δxν + L δxν d 4 x. x ν (III.12 Karena δ n j=1 ( x µ 1 x µ 2 x = x µ 1 x µ 2 x j δψ x µ 1 x µ 2 x, maka j δψ x µ 1 x =

41 28 ( n j [ ( 1 k 1 k 1 x µ k x µ 1 j=1 k=1 x µ k 1 ( ] j k δψ x µ k+1 x + ( 1 j j x µ 1 x ( x µ 1 x µ 2 x x µ 1 x µ 2 x δψ, (III.13 sehingga δi = [ n R ψ + ( 1 j j x µ 1 j=1 x ( j ψ ( n j [ + ( 1 k 1 k 1 R x µ k x µ 1 j=1 k=1 x µ k 1 ( ] j k ψ δ x µ k+1 x + x ν (Lδxν d 4 x. x µ 1 x µ 2 x ] δψd 4 x x µ 1 x µ 2 x (III.14 Integral terakhir pada persamaan (III.14 lenyap dengan menggunakan teorema Gauss pada ruang berdimensi empat, sehingga suku yang tersisa adalah δi = R n ψ + ( 1 j j x µ 1 x j=1 ( ( x µ 1 x µ 2 x δψd 4 x (III.15 yang harus lenyap untuk sembarang δψ dan R. Agar hal tersebut tercapai, maka integrand persamaan (III.15 harus bernilai nol, sehingga diperoleh persamaan Euler- Lagrange yang diperumum yakni n ψ + ( 1 j j x µ 1 x j=1 = 0. (III.16 ( j ψ x µ 1 x µ 2 x Untuk n = 1, yang berarti L = L(ψ, ψ x ν, x ν, persamaan (III.16 akan kembali ke bentuk persamaan (III.5.

42 29 2. Kesetangkupan dan Kaidah Noether Untuk Teori Lagrangan Suatu Medan Yang Diperumum Pada bagian sebelumnya telah dibahas prinsip aksi terkecil yang diterapkan dalam penurunan persamaan Euler-Lagrange yang diperumum. Persamaan Euler- Lagrange yang diperumum pada akhirnya akan menghasilkan persamaan-persamaan medan yang menggambarkan dinamika suatu medan. Dengan demikian persamaan Euler-Lagrange yang diperumum ekivalen dengan persamaan-persamaan medan tersebut, dengan kata lain persamaan Euler-Lagrange yang diperumum menggambarkan dinamika suatu medan. Prinsip aksi terkecil selain menghasilkan (III.16 juga dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai kesetangkupan dan teorema Noether. Suatu sistem fisis digambarkan oleh rapat Lagrangan L dan aksi I yang saling terkait oleh persamaan (III.6. Suatu sistem fisis dikatakan setangkup terhadap suatu transformasi jika transformasi tersebut tidak menyebabkan perubahan pada persamaan yang menggambarkan dinamika medan. Hal ini dapat terpenuhi jika aksi I invarian terhadap transformasi yang berkaitan. Teorema Noether mengatakan bahwa kesetangkupan suatu sistem fisis terhadap suatu transformasi berkaitan dengan keberadaan suatu kuantitas yang lestari. Dalam telaah berikut akan ditunjukkan bahwa teorema Noether merupakan konsekuensi dari prinsip aksi terkecil. Ditinjau persamaan (III.6 dengan R sembarang daerah integrasi pada ruang berdimensi empat. Selain itu persyaratan δx ν = δψ = δ x µ 1 x µ 2 x tidak lagi diberlakukan. Dengan demikian persamaan (III.14 menjadi = 0 di R δi = [ n R ψ + ( 1 j j x µ 1 j=1 x ( n j + ( 1 k 1 k 1 R x µ 1 x µ k 1 ( j=1 k=1 x µ 1 x µ 2 x ] x µ 1 x µ 2 x δψd 4 x

43 30 j k δψ x µ k+1 x dσ µk + R Lδx ν dσ ν. Karena untuk setiap nilai k integrasi kedua meliputi daerah R yang sama dan juga karena µ k merupakan indeks boneka (dummy indices, maka dapat di-set dσ µ1 = dσ µ2 = = dσ µk = dσ α dengan mengadakan pertukaran indeks µ k dengan α, sehingga persamaan di atas menjadi δi = [ n R ψ + ( 1 j j x µ 1 j=1 x ( n j + ( 1 k 1 k 1 R x µ 1 j=1 k=1 x µ k 1 ( j k δψ x µ k+1 x dσ α + Lδx ν dσ ν. R x µ 1 x µ 2 x ] δψd 4 x x µ 1 x µ k 1 x α x (III.17 Jika suatu sistem fisis setangkup terhadap transformasi (III.7 dan (III.8, maka persamaan (III.16 tetap berlaku sehingga R [ n ψ + ( 1 j j x µ 1 x j=1 ( x µ 1 x µ 2 x ] δψd 4 x = 0. (III.18 Medan ψ dan turunan-turunannya x µ 1 x µ 2 x selain mengalami transformasi ψ ψ + δψ x µ 1 x µ 2 x x µ 1 x µ 2 x = + δ x µ 1 x µ 2 x x µ 1 x µ 2 x + j δψ x µ 1 x µ 2 x juga akan tertransformasi karena transformasi ruang-waktu x ν x ν + δx ν. Akibatnya terdapat variasi total untuk ψ dan x µ 1 x µ 2 x ψ = ψ (x ψ(x = δψ + ψ x ν δxν sebagai berikut

44 31 x µ 1 x = x µ 1 x (x x µ 1 x (x = δ x µ 1 x + ( x ν x µ 1 x δx ν. (III.19 Dengan mensubstitusikan persamaan (III.18 ke dalam persamaan (III.17 dan menggunakan persamaan (III.19, maka persamaan (III.17 menjadi δi = ( n j ( 1 k 1 k 1 R x µ 1 j=1 k=1 x µ k 1 ( [ n j k ψ j x µ k+1 x ( 1 k 1 j=1 k=1 k 1 x µ 1 x µ k 1 ( j ψ x µ 1 x α x ]δx ν dσ α. Lδ α ν x µ 1 x α x ( x ν j k ψ x µ k+1 x (III.20 Dengan mendefinisikan T α ν = n j=1 k=1 x ν j ( 1 k 1 k 1 x µ 1 x µ k 1 ( j k ψ x µ k+1 x Lδ α ν ( x µ 1 x α x (III.21 sebagai tensor energi-momentum, maka persamaan (III.20 dapat dituliskan sebagai berikut: δi = R [ n j=1 k=1 j k ψ x µ k+1 x j ( 1 k 1 k 1 x µ 1 x µ k 1 ( x µ 1 x µ 2 x T µ k ν δx ν ]dσ µk. (III.22

45 32 Kesetangkupan suatu sistem fisis mensyaratkan bahwa I tidak berubah oleh transformasi (III.7 dan (III.8, yang berarti I tetap memenuhi prinsip aksi terkecil, akibatnya δi = 0. (III.23 Dengan menggunakan teorema Gauss serta persamaan (III.23 dan (III.22 diperoleh [ n j ( 1 k 1 k 1 R x α x µ 1 j=1 k=1 x µ k 1 ] j k ψ x µ k+1 x T ν α δx ν d 4 x = 0. ( x µ 1 x α x (III.24 Karena R sembarang, maka integrand persamaan (III.24 harus lenyap, sehingga diperoleh persamaan kontinuitas berikut: [ n j ( 1 k 1 k 1 x α x µ 1 j=1 k=1 x µ k 1 ( j ψ x µ 1 x α x ] j k ψ x µ k+1 x T ν α δx ν = 0. (III.25 Pengintegralan terhadap kedua ruas pada persamaan (III.25 meliputi seluruh ruang konfigurasi menghasilkan 0 = [ n j ( 1 k 1 k 1 x α x µ 1 j=1 k=1 x µ k 1 ( ] j k ψ x µ k+1 x T ν α δx ν d 3 x = d [ n j ( 1 k 1 dx 0 j=1 k=1 k 1 x µ 1 x µ k 1 ( j ψ x 0 x µ 1 x µ k 1 x µ k+1 x ] d 3 x. j k ψ x µ k+1 x T νδx 0 ν x µ 1 x α x (III.26

Simetri dan Kekekalan

Simetri dan Kekekalan Simetri dan Kekekalan Miftachul Hadi Disupervisi oleh: Unggul Pundjung Juswono, M.Sc Abdurrouf, S.Si Departemen Fisika FMIPA Universitas Brawijaya E-mail: itpm.id@gmail.com 9 Juni 2014 1 Supervisor I:

Lebih terperinci

Teori Dasar Gelombang Gravitasi

Teori Dasar Gelombang Gravitasi Bab 2 Teori Dasar Gelombang Gravitasi 2.1 Gravitasi terlinearisasi Gravitasi terlinearisasi merupakan pendekatan yang memadai ketika metrik ruang waktu, g ab, terdeviasi sedikit dari metrik datar, η ab

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.4. Hipotesis 1. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki perbedaan mulai kisaran energi 0.3 sampai 1.0. 2. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki kesamaan pada kisaran energi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Teori Relativitas Umum Einstein

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Teori Relativitas Umum Einstein BAB II DASAR TEORI Sebagaimana telah diketahui dalam kinematika relativistik, persamaanpersamaannya diturunkan dari dua postulat relativitas. Dua kerangka inersia yang bergerak relatif satu dengan yang

Lebih terperinci

POK O O K K O - K P - OK O O K K O K MAT A ERI R FISIKA KUANTUM

POK O O K K O - K P - OK O O K K O K MAT A ERI R FISIKA KUANTUM POKOK-POKOK MATERI FISIKA KUANTUM PENDAHULUAN Dalam Kurikulum Program S-1 Pendidikan Fisika dan S-1 Fisika, hampir sebagian besar digunakan untuk menelaah alam mikro (= alam lelembutan micro-world): Fisika

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Relativitas Einstein Relativitas merupakan subjek yang penting yang berkaitan dengan pengukuran (pengamatan) tentang di mana dan kapan suatu kejadian terjadi dan bagaimana

Lebih terperinci

APLIKASI MATEMATIKA UNTUK FISIKA DAN TEKNIK

APLIKASI MATEMATIKA UNTUK FISIKA DAN TEKNIK APLIKASI MATEMATIKA UNTUK FISIKA DAN TEKNIK Penulis : Dr. Asep Yoyo Wardaya Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau

Lebih terperinci

Cacat dalam Mekanika Kuantum dan Beberapa Kesalahan Konsep dalam Buku Teks Mekanika Kuantum

Cacat dalam Mekanika Kuantum dan Beberapa Kesalahan Konsep dalam Buku Teks Mekanika Kuantum Cacat dalam Mekanika Kuantum dan Beberapa Kesalahan Konsep dalam Buku Teks Mekanika Kuantum M. Ardhi K. email : muhammad ardhi@walisongo.ac.id web : http://abu-khadijah.web.id 2 Mei 2013 However, if you

Lebih terperinci

Teori Medan Klasik. USSR Academy of Sciences. Miftachul Hadi. Applied Mathematics for Biophysics Group. Physics Research Centre LIPI

Teori Medan Klasik. USSR Academy of Sciences. Miftachul Hadi. Applied Mathematics for Biophysics Group. Physics Research Centre LIPI Teori Medan Klasik L. D. Landau 1, E. M. Lifshitz 2 1,2 Institute of Physical Problems USSR Academy of Sciences Miftachul Hadi Applied Mathematics for Biophysics Group Physics Research Centre LIPI Puspiptek,

Lebih terperinci

DAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s)

DAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s) DAFTAR SIMBOL n κ α R μ m χ m c v F L q E B v F Ω ħ ω p K s k f α, β s-s V χ (0) : indeks bias : koefisien ekstinsi : koefisien absorpsi : reflektivitas : permeabilitas magnetik : suseptibilitas magnetik

Lebih terperinci

Bab 2. Persamaan Einstein dan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann

Bab 2. Persamaan Einstein dan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann Bab 2 Persamaan Einstein dan Ricci Flow 2.1 Geometri Riemann Sebuah himpunan M disebut sebagai manifold jika tiap titik Q dalam M memiliki lingkungan terbuka S yang dapat dipetakan 1-1 melalui sebuah pemetaan

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI MELLY FRIZHA

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI MELLY FRIZHA PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains MELLY FRIZHA

Lebih terperinci

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas Teori Relativitas Mirza Satriawan December 7, 2010 Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus Quiz 1 Tuliskan perumusan kelestarian jumlah partikel dengan memakai vektor-4 fluks jumlah partikel. 2 Tuliskan

Lebih terperinci

Bagian 2 Matriks dan Determinan

Bagian 2 Matriks dan Determinan Bagian Matriks dan Determinan Materi mengenai fungsi, limit, dan kontinuitas akan kita pelajari dalam Bagian Fungsi dan Limit. Pada bagian Fungsi akan mempelajari tentang jenis-jenis fungsi dalam matematika

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan fisika teoritik melalui Teori Relativitas Umum (TRU) yang dikemukakan oleh Albert Einstein sudah sangat pesat dan cukup baik dalam mendeskripsikan ataupun memprediksi fenomena-fenomena

Lebih terperinci

BIFURKASI TRANSKRITIKAL PADA SISTEM DINAMIK SKRIPSI

BIFURKASI TRANSKRITIKAL PADA SISTEM DINAMIK SKRIPSI BIFURKASI TRANSKRITIKAL PADA SISTEM DINAMIK SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Upaya para fisikawan, khususnya fisikawan teoretik untuk mengungkap fenomena alam adalah dengan diajukannya berbagai macam model hukum alam berdasarkan

Lebih terperinci

Kemudian, diterapkan pengortonormalan terhadap x 2 dan x 3 pada persamaan (1), sehingga diperoleh

Kemudian, diterapkan pengortonormalan terhadap x 2 dan x 3 pada persamaan (1), sehingga diperoleh SOLUSI VAKUM PERSAMAAN MEDAN EINSTEIN UNTUK BENDA SIMETRI AKSIAL STASIONER MENGGUNAKAN PERSAMAAN ERNST Aldytia Gema Sukma 1, Drs. Bansawang BJ, M.Si, Dr. Tasrief Surungan, M.Sc 3 Universitas Hasanuddin,

Lebih terperinci

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar

Lebih terperinci

BAB 1 BESARAN VEKTOR. A. Representasi Besaran Vektor

BAB 1 BESARAN VEKTOR. A. Representasi Besaran Vektor BAB 1 BESARAN VEKTOR TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menjelaskan definisi vektor, dan representasinya dalam sistem koordinat cartesius 2. Menjumlahan vektor secara grafis dan matematis 3. Melakukan perkalian vektor

Lebih terperinci

ANALISIS VEKTOR. Aljabar Vektor. Operasi vektor

ANALISIS VEKTOR. Aljabar Vektor. Operasi vektor ANALISIS VEKTOR Aljabar Vektor Operasi vektor Besaran yang memiliki nilai dan arah disebut dengan vektor. Contohnya adalah perpindahan, kecepatan, percepatan, gaya, dan momentum. Sementara itu, besaran

Lebih terperinci

Materi Aljabar Linear Lanjut

Materi Aljabar Linear Lanjut Materi Aljabar Linear Lanjut TRANSFORMASI LINIER DARI R n KE R m ; GEOMETRI TRANSFORMASI LINIER DARI R 2 KE R 2 Disusun oleh: Dwi Lestari, M.Sc email: dwilestari@uny.ac.id JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB III TENSOR. Berdasarkan uraian bab sebelumnya yang telah menjelaskan beberapa

BAB III TENSOR. Berdasarkan uraian bab sebelumnya yang telah menjelaskan beberapa BAB III TENSOR Berdasarkan uraian bab sebelumnya yang telah menjelaskan beberapa istilah dan materi pendukung yang berkaitan dengan tensor, pada bab ini akan dijelaskan pengertian dasar dari tensor. Tensor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah menunjukkan adanya peranan saling memengaruhi antara matematika dan fisika. Banyak fisikawan mencurahkan perhatian mereka dalam menggali lebih jauh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah ciptaan Tuhan yang sangat istimewa. Manusia diberi akal budi oleh sang pencipta agar dapat mengetahui dan melakukan banyak hal. Hal lain yang

Lebih terperinci

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut : 1.1 Pengertian Persamaan Differensial Banyak sekali masalah terapan (dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, kimia, sosial, dan lain-lain), yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk persamaan

Lebih terperinci

BAB III OPERATOR 3.1 Pengertian Operator Dan Sifat-sifatnya

BAB III OPERATOR 3.1 Pengertian Operator Dan Sifat-sifatnya 1 BAB III OPERATOR 3.1 Pengertian Operator Dan Sifat-sifatnya Perhatikan persamaan Schrodinger satu dimensi bebas waktu yaitu: d + V (x) ( x) E( x) m dx d ( x) m + (E V(x) ) ( x) 0 dx (3-1) (-4) Suku-suku

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS A. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya-gaya pada benda 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gerak objek 3. Menentukan pasangan

Lebih terperinci

Bab IV Gravitasi Braneworld IV.1 Pendahuluan

Bab IV Gravitasi Braneworld IV.1 Pendahuluan Bab IV Gravitasi Braneworld IV.1 Pendahuluan Pada Bab III, telah diperoleh sebuah deskripsi teori efektif 4-dimensi dari teori 5- dimensi dengan cara mengkompaktifikasi pada orbifold dalam kerangka kerja

Lebih terperinci

Skenario Randal-Sundrum dan Brane Bulk

Skenario Randal-Sundrum dan Brane Bulk Bab VI Skenario Randal-Sundrum dan Brane Bulk VI.1 Pendahuluan Bab ini bertujuan untuk menggeneralisasi hasil yang diperoleh untuk sistem dua buah brane, dengan memperluas skema perturbasi yang telah dibahas

Lebih terperinci

1/32 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) KINEMATIKA. menu. Mirza Satriawan. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta

1/32 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) KINEMATIKA. menu. Mirza Satriawan. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta 1/32 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) KINEMATIKA Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id Definisi KINEMATIKA Kinematika adalah cabang ilmu fisika yang

Lebih terperinci

Fisika Matematika II 2011/2012

Fisika Matematika II 2011/2012 Fisika Matematika II 2/22 diterjemahkan dari: Mathematical Methods for Engineers and Scientists, 2, dan 3 K. T. Tang Penterjemah: Imamal Muttaqien dibantu oleh: Adam, Ma rifatush Sholiha, Nina Yunia, Yudi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Berikut ini adalah beberapa definisi dan teorema yang menjadi landasan dalam penentuan harga premi, fungsi permintaan, dan kesetimbangannya pada portfolio heterogen. 2.1 Percobaan

Lebih terperinci

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 23, Pengantar Kelengkungan. M. Satriawan Teori Relativitas

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 23, Pengantar Kelengkungan. M. Satriawan Teori Relativitas Teori Relativitas Mirza Satriawan December 23, 2010 Pengantar Kelengkungan Quiz 1 Apakah basis vektor dalam sistem koordinat melengkung selalu konstan? 2 Dalam sistem koordinat apakah basis vektornya selalu

Lebih terperinci

0. Pendahuluan. 0.1 Notasi dan istilah, bilangan kompleks

0. Pendahuluan. 0.1 Notasi dan istilah, bilangan kompleks 0. Pendahuluan Analisis Fourier mempelajari berbagai teknik menganalisis sebuah fungsi dengan menguraikannya sebagai deret atau integral fungsi tertentu (yang sifat-sifatnya telah kita kenal dengan baik,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Atom Pion Atom pion sama seperti atom hidrogen hanya elektron nya diganti menjadi sebuah pion negatif. Partikel ini telah diteliti sekitar empat puluh tahun yang lalu, tetapi

Lebih terperinci

Pentalogy BIOLOGI SMA

Pentalogy BIOLOGI SMA GENTA GROUP in PLAY STORE CBT UN SMA IPA Buku ini dilengkapi aplikasi CBT UN SMA IPA android yang dapat di-download di play store dengan kata kunci genta group atau gunakan qr-code di bawah. Kode Aktivasi

Lebih terperinci

Teori Ensambel. Bab Rapat Ruang Fase

Teori Ensambel. Bab Rapat Ruang Fase Bab 2 Teori Ensambel 2.1 Rapat Ruang Fase Dalam bagian sebelumnya, kita telah menghitung sifat makroskopis dari suatu sistem terisolasi dengan nilai E, V dan N tertentu. Sekarang kita akan membangun suatu

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak BAB II DASAR TEORI Ada beberapa teori yang berkaitan dengan konsep-konsep umum mengenai aliran fluida. Beberapa akan dibahas pada bab ini. Diantaranya adalah hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan momentum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Energi-diri sebuah elektron adalah energi total elektron tersebut di dalam ruang bebas ketika terisolasi dari partikel-partikel lain (Majumdar dan Gupta, 1947).

Lebih terperinci

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

MEDAN SKALAR DENGAN SUKU KINETIK POWER LAW

MEDAN SKALAR DENGAN SUKU KINETIK POWER LAW Prosiding Seminar Nasional Fisika (E-Journal) SNF016 http://snf-unj.ac.id/kumpulan-prosiding/snf016/ VOLUME V, OKTOBER 016 p-issn: 339-0654 e-issn: 476-9398 DOI: doi.org/10.1009/030500505 KOMPAKTIFIKASI

Lebih terperinci

Integral yang berhubungan dengan kepentingan fisika

Integral yang berhubungan dengan kepentingan fisika Integral yang berhubungan dengan kepentingan fisika 14.1 APLIKASI INTEGRAL A. Usaha Dan Energi Hampir semua ilmu mekanika ditemukan oleh Issac newton kecuali konsep energi. Energi dapat muncul dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan dunia sains, ilmu fisika mempunyai peran penting untuk memahami fenomena alam dari yang sederhana sampai yang kompleks. Hal itu dapat dilihat

Lebih terperinci

Transformasi Laplace Peninjauan kembali variabel kompleks dan fungsi kompleks Variabel kompleks Fungsi Kompleks

Transformasi Laplace Peninjauan kembali variabel kompleks dan fungsi kompleks Variabel kompleks Fungsi Kompleks Transformasi Laplace Metode transformasi Laplace adalah suatu metode operasional yang dapat digunakan secara mudah untuk menyelesaikan persamaan diferensial linear. Dengan menggunakan transformasi Laplace,

Lebih terperinci

dengan vektor tersebut, namun nilai skalarnya satu. Artinya

dengan vektor tersebut, namun nilai skalarnya satu. Artinya 1. Pendahuluan Penggunaan besaran vektor dalam kehidupan sehari-hari sangat penting mengingat aplikasi besaran vektor yang luas. Mulai dari prinsip gaya, hingga bidang teknik dalam memahami konsep medan

Lebih terperinci

Reproduksi Kurva Magnetisasi bagi Superkonduktor Mesoskopik Tipe II Berdasarkan Simulasi Numerik Persamaan TDGL

Reproduksi Kurva Magnetisasi bagi Superkonduktor Mesoskopik Tipe II Berdasarkan Simulasi Numerik Persamaan TDGL FOTON, Jurnal Fisika dan Pembelajarannya Volume 11, Nomor 2, Agustus 27 Reproduksi Kurva Magnetisasi bagi Superkonduktor Mesoskopik Tipe II Berdasarkan Simulasi Numerik Persamaan TDGL Hari Wisodo Jurusan

Lebih terperinci

Teori Ensambel. Bab Rapat Ruang Fase

Teori Ensambel. Bab Rapat Ruang Fase Bab 2 Teori Ensambel 2. Rapat Ruang Fase Dalam bagian sebelumnya, kita telah menghitung sifat makroskopis dari suatu sistem terisolasi dengan nilai E, V dan N tertentu. Sekarang kita akan membangun suatu

Lebih terperinci

BESARAN VEKTOR. Gb. 1.1 Vektor dan vektor

BESARAN VEKTOR. Gb. 1.1 Vektor dan vektor BAB 1 BESARAN VEKTOR Tujuan Pembelajaran 1. Menjelaskan definisi vektor, dan representasinya dalam sistem koordinat cartesius 2. Menjumlahkan vektor secara grafis dan dengan vektor komponen 3. Melakukan

Lebih terperinci

DERET FOURIER. n = bilangan asli (1,2,3,4,5,.) L = pertemuan titik. Bilangan-bilangan untuk,,,, disebut koefisien fourier dari f(x) dalam (-L,L)

DERET FOURIER. n = bilangan asli (1,2,3,4,5,.) L = pertemuan titik. Bilangan-bilangan untuk,,,, disebut koefisien fourier dari f(x) dalam (-L,L) DERET FOURIER Bila f adalah fungsi periodic yang berperioda p, maka f adalah fungsi periodic. Berperiode n, dimana n adalah bilangan asli positif (+). Untuk setiap bilangan asli positif fungsi yang didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Telah banyak model fisika partikel yang dikembangkan oleh fisikawan untuk mencoba menjelaskan keberadaan partikel-partikel elementer serta interaksi yang menyertainya.

Lebih terperinci

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013 Soal-Jawab Fisika Teori OSN 0 andung, 4 September 0. (7 poin) Dua manik-manik masing-masing bermassa m dan dianggap benda titik terletak di atas lingkaran kawat licin bermassa M dan berjari-jari. Kawat

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika 25 BAB 3 DINAMIKA Tujuan Pembelajaran 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya pada benda diam 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gaya dan percepatan benda 3. Menentukan pasangan

Lebih terperinci

SILABUS PENGALAMAN BELAJAR ALOKASI WAKTU

SILABUS PENGALAMAN BELAJAR ALOKASI WAKTU SILABUS Mata Pelajaran : Matematika Satuan Pendidikan : SMA Ungguan BPPT Darus Sholah Jember kelas : XII IPA Semester : Ganjil Jumlah Pertemuan : 44 x 35 menit (22 pertemuan) STANDAR 1. Menggunakan konsep

Lebih terperinci

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP)

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) Revisi ke: Tanggal: GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) SPMI-UNDIP/GBPP/xx.xx.xx/xxx Disetujui oleh Dekan Fak Mata Kuliah : Fisika Matematika II Kode/ Bobot : PAF 215/4 sks Deskripsi singkat : Mata

Lebih terperinci

FUNGSI dan LIMIT. 1.1 Fungsi dan Grafiknya

FUNGSI dan LIMIT. 1.1 Fungsi dan Grafiknya FUNGSI dan LIMIT 1.1 Fungsi dan Grafiknya Fungsi : suatu aturan yang menghubungkan setiap elemen suatu himpunan pertama (daerah asal) tepat kepada satu elemen himpunan kedua (daerah hasil) fungsi Daerah

Lebih terperinci

BAB II PEMODELAN MATEMATIS SISTEM INVERTED PENDULUM

BAB II PEMODELAN MATEMATIS SISTEM INVERTED PENDULUM BAB II PEMODELAN MATEMATIS SISTEM INVERTED PENDULUM Model matematis diturunkan dari hubungan fisis sistem. Model tersebut harus dapat menggambarkan karakteristik dinamis sistem secara memadai. Tujuannya

Lebih terperinci

Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi :

Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi : Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi : Teori Relativitas Umum Sebelum teori Relativitas Umum (TRU) diperkenalkan oleh Einstein pada tahun 1915, orang mengenal sedikitnya tiga

Lebih terperinci

Bab II Konsep Dasar Metode Elemen Batas

Bab II Konsep Dasar Metode Elemen Batas Bab II Konsep Dasar Metode Elemen Batas II.1 II.1.1 Kalkulus Dasar Teorema Gradien Misal menyatakan domain pada ruang dimensi dua dan menyatakan batas i x + j 2 2 x 2 + 2 2 elanjutnya, penentuan integral

Lebih terperinci

Menuju Mekanika Kuantum Relativistik Melalui Aljabar Clifford

Menuju Mekanika Kuantum Relativistik Melalui Aljabar Clifford Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009 Intisari Menuju Mekanika Kuantum Relativistik Melalui Aljabar Clifford Romy

Lebih terperinci

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menambah informasi dan referensi mengenai interaksi nukleon-nukleon

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menambah informasi dan referensi mengenai interaksi nukleon-nukleon F. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menambah informasi dan referensi mengenai interaksi nukleon-nukleon di dalam inti atom yang menggunakan potensial Yukawa. 2. Dapat

Lebih terperinci

Bil Riil. Bil Irasional. Bil Bulat - Bil Bulat 0 Bil Bulat + maka bentuk umum bilangan kompleks adalah

Bil Riil. Bil Irasional. Bil Bulat - Bil Bulat 0 Bil Bulat + maka bentuk umum bilangan kompleks adalah ANALISIS KOMPLEKS Pendahuluan Bil Kompleks Bil Riil Bil Imaginer (khayal) Bil Rasional Bil Irasional Bil Pecahan Bil Bulat Sistem Bilangan Kompleks Bil Bulat - Bil Bulat 0 Bil Bulat + Untuk maka bentuk

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Ringkasan Relativitas Umum

LAMPIRAN A. Ringkasan Relativitas Umum LAMPIRAN A Ringkasan Relativitas Umum Besaran fisika harus invarian terhadap semua kerangka acuan. Kalimat tersebut merupakan prinsip relativitas khusus yang pertama. Salah satu besaran yang harus invarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mekanika geometrik merupakan bidang kajian yang membahas subyek-subyek seperti persamaan diferensial, kalkulus variasi, analisis vektor dan tensor, aljabar

Lebih terperinci

Keunggulan Pendekatan Penyelesaian Masalah Fisika melalui Lagrangian dan atau Hamiltonian dibanding Melalui Pengkajian Newton

Keunggulan Pendekatan Penyelesaian Masalah Fisika melalui Lagrangian dan atau Hamiltonian dibanding Melalui Pengkajian Newton Keunggulan Pendekatan Penyelesaian Masalah Fisika melalui Lagrangian dan atau Hamiltonian dibanding Melalui Pengkajian Newton Nugroho Adi P January 19, 2010 1 Pendekatan Penyelesaian Masalah Fisika 1.1

Lebih terperinci

2.11 Penghitungan Observabel Sebagai Rerata Ensambel

2.11 Penghitungan Observabel Sebagai Rerata Ensambel 2.11. PENGHITUNGAN OBSERVABEL SEBAGAI RERATA ENSAMBEL33 2.11 Penghitungan Observabel Sebagai Rerata Ensambel Dalam pendahuluan ke teori ensambel, kita mengasumsikan bahwa semua observabel dapat dituliskan

Lebih terperinci

PERHITUNGAN CROSS SECTION HAMBURAN ELEKTRON-ATOM DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS GELOMBANG PARSIAL SKRIPSI TONI APRIANTO MANIK

PERHITUNGAN CROSS SECTION HAMBURAN ELEKTRON-ATOM DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS GELOMBANG PARSIAL SKRIPSI TONI APRIANTO MANIK PERHITUNGAN CROSS SECTION HAMBURAN ELEKTRON-ATOM DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS GELOMBANG PARSIAL SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains TONI APRIANTO MANIK

Lebih terperinci

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17,

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17, 3. ORBIT KEPLERIAN AS 2201 Mekanika Benda Langit 1 3.1 PENDAHULUAN Mekanika Newton pada mulanya dimanfaatkan untuk menentukan gerak orbit benda dalam Tatasurya. Misalkan Matahari bermassa M pada titik

Lebih terperinci

MODUL PEMBELAJARAN KALKULUS II. ALFIANI ATHMA PUTRI ROSYADI, M.Pd

MODUL PEMBELAJARAN KALKULUS II. ALFIANI ATHMA PUTRI ROSYADI, M.Pd MODUL PEMBELAJARAN KALKULUS II ALFIANI ATHMA PUTRI ROSYADI, M.Pd IDENTITAS MAHASISWA NAMA : KLS/NIM :. KELOMPOK:. Daftar Isi Kata Pengantar Peta Konsep Materi. BAB I Analisis Vektor a. Vektor Pada Bidang.6

Lebih terperinci

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT Herry P. Suryawan 1 Geometri Ruang Hilbert Definisi 1.1 Ruang vektor kompleks V disebut ruang hasilkali dalam jika ada fungsi (.,.) : V V C sehingga untuk setiap x, y, z

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam dunia mikroskopik, fisika klasik mengalami kegagalan untuk menjelaskan setiap fenomena yang ada. Spektrum khas yang dimiliki oleh atom, teramatinya dua komponen

Lebih terperinci

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN Menurut Bartle dan Sherbet (1994), Analisis matematika secara umum dipahami sebagai tubuh matematika yang dibangun oleh berbagai konsep limit. Pada bab sebelumnya kita telah mempelajari limit barisan,

Lebih terperinci

Tinjauan Ulang 23 Juni 2013

Tinjauan Ulang 23 Juni 2013 Tinjauan Ulang 23 Juni 2013 Daftar Isi 1 Logika Matematika, Himpunan, Relasi, dan Pemetaan 3 1.1 Logika Matematika................................ 3 1.2 Formalisme Himpunan..............................

Lebih terperinci

Bab 1 Vektor. A. Pendahuluan

Bab 1 Vektor. A. Pendahuluan Bab 1 Vektor A. Pendahuluan Dalam mata kuliah Listrik Magnet A, maupun mata kuliah Listrik Magnet B sebagaii lanjutannya, penyajian konsep dan pemecahan masalah akan banyak memerlukan pengetahuan tentang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nyata (fenomena-fenomena alam) ke dalam bagian-bagian matematika yang. disebut dunia matematika (mathematical world).

II. TINJAUAN PUSTAKA. nyata (fenomena-fenomena alam) ke dalam bagian-bagian matematika yang. disebut dunia matematika (mathematical world). 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemodelan Matematika Definisi pemodelan matematika : Pemodelan matematika adalah suatu deskripsi dari beberapa perilaku dunia nyata (fenomena-fenomena alam) ke dalam bagian-bagian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensial Coulomb untuk Partikel yang Bergerak Dalam bab ini, akan dikemukakan teori-teori yang mendukung penyelesaian pembahasan pengaruh koreksi relativistik potensial Coulomb

Lebih terperinci

DINAMIKA GERAK FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) Mirza Satriawan. menu. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.

DINAMIKA GERAK FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) Mirza Satriawan. menu. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac. 1/30 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) DINAMIKA GERAK Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id Definisi Dinamika Cabang dari ilmu mekanika yang meninjau

Lebih terperinci

MATERI PERKULIAHAN. Gambar 1. Potensial tangga

MATERI PERKULIAHAN. Gambar 1. Potensial tangga MATERI PERKULIAHAN 3. Potensial Tangga Tinjau suatu partikel bermassa m, bergerak dari kiri ke kanan pada suatu daerah dengan potensial berbentuk tangga, seperti pada Gambar 1. Pada daerah < potensialnya

Lebih terperinci

Chap 7. Gas Fermi Ideal

Chap 7. Gas Fermi Ideal Chap 7. Gas Fermi Ideal Gas Fermi pada Ground State Distribusi Fermi Dirac pada kondisi Ground State (T 0) memiliki perilaku: n p = e β ε p μ +1 1 ε p < μ 1 0 jika ε p > μ Hasil ini berarti: Seluruh level

Lebih terperinci

HUKUM NEWTON TENTANG GERAK DINAMIKA PARTIKEL 1. PENDAHULUAN

HUKUM NEWTON TENTANG GERAK DINAMIKA PARTIKEL 1. PENDAHULUAN HUKUM NEWTON TENTANG GERAK DINAMIKA PARTIKEL 1. PENDAHULUAN Pernahkah Anda berpikir; mengapa kita bisa begitu mudah berjalan di atas lantai keramik yang kering, tetapi akan begitu kesulitan jika lantai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sebelum pembahasan mengenai irisan bidang datar dengan tabung lingkaran tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut. A. Matriks Matriks adalah himpunan skalar (bilangan

Lebih terperinci

Pendahuluan. Setelah mempelajari bab 1 ini, mahasiswa diharapkan

Pendahuluan. Setelah mempelajari bab 1 ini, mahasiswa diharapkan 1 Pendahuluan Tujuan perkuliahan Setelah mempelajari bab 1 ini, mahasiswa diharapkan 1. Mengetahui gambaran perkuliahan. Mengerti konsep dari satuan alamiah dan satuan-satuan dalam fisika partikel 1.1.

Lebih terperinci

Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I

Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I Oleh Hendra Gunawan, Ph.D. Departemen Matematika ITB Sasaran Belajar Setelah mempelajari materi Kalkulus Elementer I, mahasiswa diharapkan memiliki (terutama):

Lebih terperinci

Aplikasi Bilangan Kompleks pada Dinamika Fluida

Aplikasi Bilangan Kompleks pada Dinamika Fluida Aplikasi Bilangan Kompleks pada Dinamika Fluida Evita Chandra (13514034) Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron PENDAHUUAN Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron bebas dalam satu dimensi dan elektron bebas dalam tiga dimensi. Oleh karena itu, sebelum mempelajari modul

Lebih terperinci

FI2202 Listrik Magnet: Magnetostatika

FI2202 Listrik Magnet: Magnetostatika FI2202 Listrik Magnet: Magnetostatika Agus Suroso 1 Sem. 2 2017-2018 Topik magnetostatika diawali dengan pembahasan mengenai gaya Lorentz (yaitu interaksi antara medan magnetik dengan muatan listrik yang

Lebih terperinci

RPKPM (RANCANGAN PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN)

RPKPM (RANCANGAN PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN) 1. Nama Mata Kuliah : Mekanika Analitik 2. Kode/SKS : MFF 2403 / 3 SKS 3. Prasarat : Mekanika 4. Status Matakuliah : Wajib 5. Deskripsi singkat matakuliah: RPKPM (RANCANGAN PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik Moh. Ivan Azis September 13, 2011 Daftar Isi 1 Pendahuluan 1 2 Masalah nilai batas 1 3 Persamaan integral batas 2 4 Hasil

Lebih terperinci

Momen Inersia. distribusinya. momen inersia. (karena. pengaruh. pengaruh torsi)

Momen Inersia. distribusinya. momen inersia. (karena. pengaruh. pengaruh torsi) Gerak Rotasi Momen Inersia Terdapat perbedaan yang penting antara masa inersia dan momen inersia Massa inersia adalah ukuran kemalasan suatu benda untuk mengubah keadaan gerak translasi nya (karena pengaruh

Lebih terperinci

Keep running VEKTOR. 3/8/2007 Fisika I 1

Keep running VEKTOR. 3/8/2007 Fisika I 1 VEKTOR 3/8/007 Fisika I 1 BAB I : VEKTOR Besaran vektor adalah besaran yang terdiri dari dua variabel, yaitu besar dan arah. Sebagai contoh dari besaran vektor adalah perpindahan. Sebuah besaran vektor

Lebih terperinci

Pertama, daftarkan kedua himpunan vektor: himpunan yang merentang diikuti dengan himpunan yang bergantung linear, perhatikan:

Pertama, daftarkan kedua himpunan vektor: himpunan yang merentang diikuti dengan himpunan yang bergantung linear, perhatikan: Dimensi dari Suatu Ruang Vektor Jika suatu ruang vektor V memiliki suatu himpunan S yang merentang V, maka ukuran dari sembarang himpunan di V yang bebas linier tidak akan melebihi ukuran dari S. Teorema

Lebih terperinci

, ω, L dan C adalah riil, tunjukkanlah

, ω, L dan C adalah riil, tunjukkanlah . Jika z j j PROBLEM SE# Sistem Bilangan Kompleks, tentukanlah bagian riil dan bagian imajiner dari bilangan kompleks z z. Carilah harga dan y yang memenuhi persamaan : y j y, j, ( ) ( ). Carilah bentuk

Lebih terperinci

KONSEP USAHA DAN ENERGI

KONSEP USAHA DAN ENERGI KONSEP USAHA DAN ENERGI 1/18 FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) USAHA DAN ENERGI Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id Konsep Usaha dan Energi Disamping

Lebih terperinci

BENDA TEGAR FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) Mirza Satriawan. menu. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta

BENDA TEGAR FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) Mirza Satriawan. menu. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta 1/36 FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) BENDA TEGAR Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id Rotasi Benda Tegar Benda tegar adalah sistem partikel yang

Lebih terperinci

BAB I VEKTOR DALAM BIDANG

BAB I VEKTOR DALAM BIDANG BAB I VEKTOR DALAM BIDANG I. KURVA BIDANG : Penyajian secara parameter Suatu kurva bidang ditentukan oleh sepasang persamaan parameter. ; dalam I dan kontinue pada selang I, yang pada umumnya sebuah selang

Lebih terperinci

Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang

Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2

Lebih terperinci

Apa itu Atom? Miftachul Hadi. Applied Mathematics for Biophysics Group. Physics Research Centre, Indonesian Institute of Sciences (LIPI)

Apa itu Atom? Miftachul Hadi. Applied Mathematics for Biophysics Group. Physics Research Centre, Indonesian Institute of Sciences (LIPI) Apa itu Atom? Miftachul Hadi Applied Mathematics for Biophysics Group Physics Research Centre, Indonesian Institute of Sciences (LIPI) Kompleks Puspiptek, Serpong, Tangerang 15314, Banten, Indonesia E-mail:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk

Lebih terperinci