KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL"

Transkripsi

1

2

3 Mei KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pulau Padar, Taman Nasional Komodo

4 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang NTT [38] / ; fax : [38]

5 KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan moneter. Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan perumusan kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan dapat bermanfaat bagi eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta stakeholder lainnya. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup Ekonomi Makro Regional, Realisasi Keuangan Pemerintah, Perkembangan Inflasi, Perkembangan Stabilitas Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, Kesejahteraan serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi/asosiasi/pelaku usaha terkait. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran, kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang. Kupang, Mei Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Naek Tigor Sinaga Deputi Direktur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI iii

6 DAFTAR ISI Halaman Judul Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Grafik Daftar Tabel Daftar Gambar Ringkasan Umum Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur I iii iv viii xii xiii xiv xvi BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL 1.1 Kondisi Umum 1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan Konsumsi Pembentukan Modal Tetap Bruto/Investasi Ekspor dan Impor Ekspor dan Impor Antar Daerah Ekspor dan Impor Luar Negeri 1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor Sektor-Sektor Lainnya BOKS 1. Perkembangan Industri Gula di Indonesia dan Potensi Investasi Industri Gula di NTT BAB II KEUANGAN DAERAH 2.1 Kondisi Umum 2.2 Pendapatan Daerah 2.3 Belanja Daerah Belanja APBN Belanja Pemerintah provinsi NTT Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota iv KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI

7 DAFTAR ISI 2.4 Dana Pemerintah di Perbankan BOKS 2. Pembangunan Infrastruktur Utama di NTT BAB III PERKEMBANGAN INFLASI 3.1. Kondisi Umum Inflasi Bulanan 3.2. Inflasi Berdasarkan Komoditas Bahan Makanan Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Komoditas Lainnya 3.3. Disagregasi Inflasi NTT Volatile foods Administered prices Inflasi Inti (Core) 3.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota Inflasi Kota Kupang Inflasi Kota Maumere 3.5. Proyeksi Inflasi Provinsi NTT Triwulan II 3.6. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID BOKS 3. Pola Inflasi Menjelang Hari Raya Idul Fitri dan Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di NTT BOKS 4. Korelasi Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Hari Raya Idul Fitri di NTT dengan Kota Lain di Indonesia BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH 4.1. Kondisi Umum 4.2. Asesmen Ketahanan Rumah Tangga Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga Eksposur Rumah Tangga di Perbankan 4.3. Perkembangan Akses Keuangan dan UMKM Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI v

8 DAFTAR ISI Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM Perkembangan Risiko Kredit UMKM 4.4. Asesmen Ketahanan Korporasi Eksposur Perbankan Pada Sektor Korporasi 4.5. Asesmen Perbankan Kinerja Bank Umum Kinerja Bank Perkreditan Rakyat BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 5.1. Kondisi Umum 5.2. Transaksi Pembayaran Tunai Aliran Uang Masuk (Inflow) dan Aliran Uang Keluar (Outflow) Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dan Uang Palsu (UPAL) 5.3. Transaksi Pembayaran Non Tunai 5.4. Perkembangan Layanan Keuangan Digital BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 6.1 Kondisi Umum 6.2. Kondisi Ketenagakerjaan Kondisi Ketenagakerjaan Secara Umum Kondisi Ketenagakerjaaan Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama Kondisi Ketenagakerjaaan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Status Pekerjaan Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) 6.3. Kondisi Kesejahteraan Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Survei Konsumen (SK) dan Indeks Tendensi Konsumen (ITK) vi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI

9 DAFTAR ISI BAB VI PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 7.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan III Pertumbuhan Sisi Penggunaan Pertumbuhan Sisi Sektoral Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 7.2 Inflasi Inflasi Triwulan-I Tahun Inflasi Tahun KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI vii

10 DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT dibandingkan Nasional Grafik 1.2 PDRB & Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT, Bali, NTB & Nasional Grafik 1.3 Survei Konsumen Grafik 1.4 Survei Penjualan Eceran Grafik 1.5 Indeks Tendensi Konsumen Grafik 1.6 Indeks Kegiatan Dunia Usaha Grafik 1.7 Perkembangan Konsumsi BBM Grafik 1.8 Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga Grafik 1.9 Penyaluran Kredit Konsumsi Grafik 1.1 Perkembangan Realisasi Investasi di Provinsi NTT Grafik 1.11 Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT Grafik 1.12 Perkembangan Peti Kemas Grafik 1.13 Aktivitas Bongkar Muat Grafik 1.14 Perkembangan Ekspor dan Impor Grafik 1.15 Negara Tujuan Ekspor Grafik 1.16 Perkembangan Nilai Tukar Petani Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau Grafik 1.18 Perkembangan Kredit Pertanian Grafik 1.19 Perkembangan SKDU Pertanian Grafik 1.2 Proyeksi SKDU Pertanian Grafik 1.21 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah Grafik 1.22 Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan Grafik 1.23 Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan Grafik 1.24 Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan Grafik 1.25 Proyeksi SKDU Perdagangan Grafik 1.26 Perkembangan Tamu Hotel Grafik 1.27 Perkembangan Penumpang Bandara Grafik 1.28 Perkembangan NTB Perbankan Grafik Boks 1.1. Nilai Konsumsi dan Produksi Gula di Indonesia beserta Pertumbuhannya Grafik Boks 1.2. Negara Asal Impor Utama Gula ke Indonesia viii KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI

11 DAFTAR GRAFIK Grafik Boks 1.3. Pangsa Produksi Gula Nasional Grafik Boks 1.4. Produksi Gula (ton) per ha Lahan Grafik 2.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Grafik 2.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBN Grafik 2.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBD Provinsi/Kab-Kota Grafik 2.4 Realisasi Pendapatan Pemerintah Kabupaten/Kota dan Komponennya Triwulan-I Grafik 2.5 Perkembangan Realisasi Belanja Daerah Grafik 2.6 Perkembangan Realisasi Belanja Modal Grafik 2.7 Pertumbuhan Realisasi Belanja Modal Grafik 2.8 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kab/Kota NTT Grafik 2.9 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN Pemerintah dan APBD Grafik 2.1 Realisasi Belanja dan Komponennya Kabupaten/ Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur Grafik 2.11 Dana Pihak Ketiga Pemerintah di Perbankan NTT Grafik Boks Perkembangan Pagu Belanja Modal Pemerintah di Provinsi NTT Grafik Boks 2.2. Akumulasi Realisasi Belanja Modal Pemerintah di Provinsi NTT Grafik 3.1 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional Grafik 3.2 Perbandingan Inflasi 5 regional di Indonesia Grafik 3.3 Perbandingan Inflasi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara Grafik 3.4 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan Grafik 3.5 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan Grafik 3.7 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok 38 Komoditas Grafik 3.8 Inflasi Kelompok Komoditas Makanan Jadi,Minuman dan Tembakau secara Triwulanan, Tahunan 39 dan Bulanan Grafik 3.9 Inflasi Kelompok Komoditas Komoditas Makanan Jadi,Minuman Dan Tembakau per Sub 39 Kelompok Komoditas Grafik Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar secara Triwulanan, 39 Tahunan dan Bulanan KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI ix

12 DAFTAR GRAFIK Grafik Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar per Sub Kelompok 39 Komoditas Grafik 3.12 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur Grafik 3.13 Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 Bulan ke Depan Grafik Disagregasi Inflasi Tahunan Kota Kupang Grafik Disagregasi Inflasi Tahunan Kota Maumere Grafik Boks Pergerakan Inflasi NTT dalam 8 tahun Terakhir Grafik Boks 3.2. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Jelang Hari Raya Idul Fitri Grafik Boks Korelasi Pergerakan Inflasi antar Kawasan dengan Inflasi Indonesia Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi RT terhadap Agregat Grafik 4.2 IKK, IKE dan IEK Grafik 4.3 Indeks Pengeluaran Membeli Barang Tahan Lama Grafik 4.4 Pangsa DPK Rumah Tangga dan Non Rumah Tangga Grafik 4.5 Pertumbuhan DPK Grafik 4.6 Preferensi DPK Rumah Tangga Grafik 4.7 Pertumbuhan DPK Rumah Tangga Grafik 4.8 Kredit Rumah Tangga Grafik 4.9 Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Grafik 4.1 Perkembangan Dunia Usaha Grafik 4.11 Kondisi Keuangan Grafik 4.12 Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik 4.13 NPL UMKM Grafik 4.14 Pertumbuhan Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha Grafik 4.15 Pertumbuhan Kredit UMKM 7 Sektor Ekonomi Grafik 4.16 NPL UMKM Berdasarkan Jenis Usaha Grafik 4.17 NPL UMKM 3 Sektor Grafik 4.18 Pertumbuhan Tahunan Kredit Korporasi Grafik 4.19 NPL Kredit Sektor Korporasi Grafik 4.2 NPL Kredit 4 Sektor Korporasi Grafik 4.21 Pertumbuhan DPK (yoy) dan Kredit (yoy) x KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI

13 DAFTAR GRAFIK Grafik 4.22 Perkembangan LDR Grafik 4.23 BOPO dan ROA Bank Umum Grafik 4.24 LDR dan CAR BPR Grafik 4.25 BOPO, ROA, NPL BPR Grafik 5.1 Perkembangan Inflow/Outflow di Povinsi NTT Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi Tunai Grafik 5.3 Perkembangan Transaksi Kliring Grafik 5.4 Share Setoran Bank Triwulan I Grafik 5.5 Share Bayaran Bank Triwulan I Grafik 5.6 Perkembangan UTLE di Provinsi NTT Grafik 5.7 Perkembangan UPAL di Provinsi NTT Grafik 5.8 Pertumbuhan Jumlah Agen LKD Grafik 6.1. Perkembangan Tenaga Kerja di NTT Grafik 6.2. Perkembangan Status Pekerja Grafik 6.3. Struktur Tenaga Kerja di NTT Bulan Februari Grafik 6.4. Perkembangan Tenaga Kerja menurut Lapangan Usaha Grafik 6.5. Perkembangan Status Pekerjaan Masyarakat Grafik 6.6. Persentase Penyerapan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Sedang dan Besar Grafik 6.7. Perkembangan Produktivitas Industri Manufaktur Besar dan Sedang Grafik 6.8. Perkembangan Indeks Tenaga Kerja SKDU Grafik 6.9. Perkembangan Nilai Tukar Petani Grafik 6.1. Nilai Tukar Petani Per Sektor Grafik Perkembangan Survei Konsumen-BI dan Indeks Tendensi Konsumen-BPS Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan-III Grafik 7.2 Survei Konsumen Grafik 7.3. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun Grafik 7.4 Prediksi Inflasi Tw III dan KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI xi

14 DAFTAR TABEL Tabel 1.1 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan I Tabel 1.2 PDRB Komponen Konsumsi Rumah Tangga Provinsi NTT Triwulan I Tabel 1.3. PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah Provinsi NTT Triwulan I Tabel 1.4. PDRB Komponen PMTB/Investasi Provinsi NTT Triwulan I Tabel 1.5. Lokasi dan Sektor Utama Investasi di NTT s.d. April Tabel 1.6. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan I Tabel 2.1. Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten /Kota di Provinsi NTT Tabel 2.2. Komposisi DPK Pemerintah di NTT Tabel 2.3. Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT Tabel 3.2. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT Tabel 3.3. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT Tabel 3.4. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas Tabel 3.5. Komoditas Volatile Food Penyumbang Utama Inflasi Tabel 3.6. Komoditas Administered Prices Penyumbang Utama Inflasi Tabel 3.7. Komoditas Core Penyumbang Utama Inflasi Tabel 3.8. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas Tabel 3.9. Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas Tabel Boks 3.1. Pola Inflasi Hari Raya Idul Fitri di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Prospek Pengaruh Inflasi di tahun Tabel Boks 4.1. Peta Korelasi Inflasi di Indonesia Tabel Boks 4.2. Tingkat Korelasi Inflasi Antar Kawasan Berdasarkan Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Hari Raya Idul Fitri di NTT Tabel Boks 4.3. Perhitungan Tingkat Korelasi Inflasi Komoditas dengan Daerah Lain di Indonesia Tabel 4.1 Komposisi Kredit Rumah Tangga di Provinsi NTT Tabel 4.2 Perkembangan Indikator Utama Bank Umum di NTT Tabel 5.1.Perkembangan Kegiatan KPw BI Provinsi NTT xii KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI

15 DAFTAR GAMBAR Gambar Boks 1.1. Sebaran Daerah Penghasil Tebu di Indonesia Gambar Boks 1.2. Rantai Nilai Produk Tebu dan Turunannya Gambar 2.1. Realisasi Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur Gambar Boks 2.1. Ringkasan Pembangunan Infrastruktur Utama di Nusa Tenggara Timur Gambar 3.1. Peta Analisis Curah Hujan April Gambar 3.2. Peta Analisis Curah Hujan Mei Gambar 3.3. Peta Analisis Curah Hujan Juni Gambar 3.4 Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan III dan Sebaran Pembentukan TPID KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI xiii

16 RINGKASAN UMUM EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan I mengalami perlambatan jika dibandingkan triwulan IV, begitu pula apabila dibandingkan triwulan I. Adanya peningkatan produksi sektor pertanian, kehutanan dan perikanan serta peningkatan kegiatan perdagangan besar dan eceran belum mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dikarenakan oleh menurunnya pengeluaran pada sektor jasa pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib. Dari sisi pengeluaran, perlambatan ekonomi terlihat dari pertumbuhan investasi yang tidak setinggi triwulan yang sama tahun sebelumnya dikarenakan perpanjangan proyek yang hanya 5 hari, lebih kecil dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 9 hari. Lebih rendahnya nilai proyek pemerintah diduga turut berkontribusi terhadap perlambatan yang terjadi. Nilai konsumsi yang tumbuh lebih rendah juga menahan pertumbuhan ekonomi yang terlihat dari peningkatan DPK rumah tangga. Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan I mencapai 4,98% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan IV yang sebesar 5,19% (yoy) begitu pula dibandingkan periode yang sama tahun yang tumbuh 5,7% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT tercatat berada di bawah nasional yang sebesar 5,1% (yoy). Pertumbuhan ekonomi triwulan II diperkirakan mengalami peningkatan yang didorong oleh pertumbuhan pada sektor perdagangan seiring tibanya momen bulan Puasa Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri serta mulai meningkatnya sektor konstruksi dan administrasi pemerintahan seiring berjalannya proyek-proyek pemerintah dan swasta. KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Berdasarkan data per 31 Maret, realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT pada triwulan I- tercatat Rp 5,99 triliun atau 23,38% dari total rencana pendapatan tahun sebesar Rp 25,67 triliun, meningkat apabila dibandingkan triwulan I yang sebesar 2,73%. Peningkatan lebih disebabkan oleh realisasi dana alokasi umum yang meningkat cukup besar pada beberapa kabupaten, sehingga meningkatkan realisasi pendapatan pemerintah secara total. Di sisi lain, realisasi belanja pemerintah mencapai Rp 3,13 triliun atau 8,91% dibandingkan pagu belanja tahun sebesar Rp 35,19 triliun, sedikit meningkat dibandingkan triwulan I yang sebesar 8,7%. Namun demikian secara nominal, realisasi belanja hanya meningkat 1,39%. PERKEMBANGAN INFLASI Inflasi Provinsi NTT pada triwulan I masih relatif terkendali. Adanya kenaikan inflasi di bulan Januari dan Februari dapat diredam oleh deflasi yang cukup besar di bulan Maret. Kenaikan inflasi lebih disebabkan oleh kenaikan inflasi komoditas administered prices seiring dengan kenaikan tarif listrik untuk rumah tangga dengan daya 9VA, kenaikan biaya perpanjangan STNK ataupun kenaikan tarif cukai rokok. Adapun inflasi komoditas volatile food dan inflasi inti masih relatif terjaga. Inflasi pada triwulan II diperkirakan mengalami kenaikan yang cukup besar terutama disebabkan oleh adanya kenaikan listrik rumah tangga dengan daya 9VA yang ketiga serta adanya Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada bulan Juni. xiv KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI

17 PERKEMBANGAN STABILITAS KEUANGAN Stabilitas sistem keuangan di provinsi NTT masih menunjukkan kinerja positif yang terindikasi dari adanya pertumbuhan kredit sektor rumah tangga dan UMKM pada triwulan-i yang masih positif meskipun melambat. Di sisi lain, adanya peningkatan rasio Non Performing Loan (NPL) pada kedua sektor tersebut perlu dijadikan perhatian walaupun masih berada di bawah ambang batas toleransi sebesar 5%. Berdasarkan pelaku ekonomi, Kredit sektor rumah tangga pada triwulan laporan tercatat tumbuh sebesar 6,51% (yoy) melambat dibandingkan triwulan IV- yang sebesar 6,84%. Rasio NPL pada triwulan laporan tercatat sebesar 1,32%. Pertumbuhan kredit UMKM mencapai 14,86% (yoy) melambat dibandingkan triwulan IV- yang sebesar 16,71% (yoy). Sementara itu, rasio NPL tercatat sebesar 3,58% (yoy). Kredit korporasi juga tumbuh tinggi hingga 44,27% (yoy). Namun rasio NPL yang masih cukup tinggi sebesar 6,18% perlu untuk menjadi perhatian perbankan. Kinerja industri perbankan di Provinsi NTT menunjukkan kinerja positif dengan pertumbuhan kredit mencapai 12,51% (yoy) sedang kinerja Dana Pihak Ketiga (DPK) masih tumbuh melambat sebesar 2,82% (yoy). Di sisi lain, pertumbuhan aset mengalami kontraksi -1,15% (yoy) yang terutama disebabkan strategi bank seperti peralihan aset antar kantor dan pengurangan penempatan pada bank lain. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Perlambatan sistem pembayaran masih terus berlanjut semenjak melambat di triwulan III. Indikator ekonomi menunjukkan adanya perlambatan yang lebih besar, terlihat dari indikator net setoran yang mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Penggunaan fasilitas Non Tunai (SKNBI) di NTT pada Triwulan I juga mengalami penurunan seiring dengan menurunnya transaksi SKNBI secara Nasional. Terjadi pengungkapan kasus uang palsu yang cukup besar di Kabupaten Kupang pada triwulan I. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Perkembangan sektor kesejahteraan dan ketenagakerjaan menunjukkan peningkatan di awal tahun. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan Februari tercatat turun menjadi 3,21% atau sebanyak 8,25 ribu jiwa dibandingkan Februari yang sebesar 3,59% atau 87,7 ribu jiwa. Secara sektoral, peningkatan terbesar terjadi pada sektor pertanian seiring masa panen yang lebih panjang di awal tahun. PROSPEK PEREKONOMIAN Ke depan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan III diperkirakan tumbuh pada rentang 5,-5,4% (yoy). Sementara perkembangan pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT sepanjang tahun diperkirakan masih berada pada rentang proyeksi sebelumnya sebesar 5,1%-5,5% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan pertumbuhan tahun sebesar 5,18% (yoy). Adapun inflasi pada triwulan III diperkirakan berada pada rentang 5,-5,4% (yoy) dan pada akhir tahun berkisar 4,4-4,8% (yoy) atau lebih tinggi daripada yang sebesar 2,48% (yoy). Pertumbuhan ekonomi triwulan III diperkirakan didorong oleh peningkatan investasi dan realisasi anggaran belanja pemerintah yang mendorong pertumbuhan sektor konstruksi serta administrasi pemerintahan. Sementara itu, tekanan inflasi pada triwulan III diperkirakan sedikit mereda seiring penurunan konsumsi masyarakat pasca libur sekolah dan perayaan Hari Raya Idul Fitri KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI xv

18 Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur I. EKONOMI MAKRO REGIONAL INDIKATOR Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku) Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku) Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku) Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku) 1. Konsumsi Rumah Tangga 2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT) 3. Konsumsi Pemerintah 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 5. Perubahan Inventori 6. Ekspor Luar Negeri 7. Impor Luar Negeri 8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor) Data Ekspor Impor di Provinsi NTT Ekspor Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD) Volume Ekspor Nonmigas (ton) Impor Nilai Impor Nonmigas (ribu USD) Volume Impor Nonmigas (ton) 76.19, ,5 1.73,5 94,9 43,6 47,2 7.98, , ,6 487, , ,5 2.54,3 235, , 7.33, , , , , , , ,1 967, , 261, , , , ,8 1.34,3 59,4 49, 9.95, , ,3 586, , ,9 2.29,5 257, , 8.13, , 1.771, , , , , , 458, ,6 274, , %YOY, 5,18 2,23 5,66 4,98 14,61,38 8,46 6,77 6,73 14,46 6,76 8,47 3,41 2,83 5,63 4,18 6,19 3,55 5,18 6,8,41-18,26 5,6-55,8-2,81 5,91-7,4 87,77 36,49 132,36 643,5 I IV 19.64, , ,9 6.94,6 268,5 39,4 239,1 279,2 14, 16, 11,4 12,8 2.41, , 2.114, ,9 1.46,5 1.21,7 128, 159, , ,3 781,7 899, 526,1 577,5 59,8 69, , ,9 1.9, , 414, 473,6 421,8 462, , , , ,2 583,5 744, , , , ,2 23,5 166,7 297,8 315,3 55,2 51,9-7.18, , I 21.4, , 28,8 262,3 15,1 11, , , ,3 14, ,2 87,4 551,5 65,1 2.58,9 2.68,2 449,4 459,4 21.4, ,1 655, ,5 8.58,4 11,6 38,2 28,2-8.37, %QTQ,, -5,8 1,29-8,81-6,67-11,53-7,6-12,26-6,65-6,16-12,76-5,76-4,13-5,17-7,15-9,92-3,98-4,85-1,69-5,8-5,51-13,47-33,4-15,42-39,11 8,57 318,6-27,59-36,64-21,92 177,2-96,3 %YOY,,, 4,98 5,5 3,45 5,9-1,89 1,78 5,9 7,34 4,61 7,38 6,72 6,9 5,6 3,98 -,57 5,71 5,45 5,43 4,98 5,85 9,31 5,72 5,89 322,7 25,3 284,38 7,78 175,21 2,12-9,73-99,91 Ket:*) dalam Miliar Rupiah (ADHB) **) Pertumbuhan Q4 dibandingkan Q3 ***) Pertumbuhan Q4 dibandingkan Q4 ****) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB harga konstan II, INFLASI Indikator I II III IV I II III IV I APR Indeks Harga Konsumen NTT - Kota Kupang - Maumere Laju Inflasi Tahunan (yoy %) NTT - Kota Kupang - Maumere 118,59 119,47 112,81 5,39 5,81 2, ,78 121,54 115,77 6,74 7,8 4,44 125,2 126,15 117,6 4,92 5,7 3,89 124,56 125,64 117,5 5,4 5,16 4, ,24 129,19 122,1 2,95 2,83 3,84 128,54 129,57 121,8 3,15 3,4 3,96 xvi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI

19 III. PERBANKAN INDIKATOR II III IV II III IV A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain) 1. Total Aset DPK Giro Tabungan Deposito Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek Investasi Modal Kerja Konsumsi Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang Investasi Modal Kerja Konsumsi LDR (%) 9.8% 12.1% 87.7% 84.3% 84.6% 9.8% 89.1% 87.5% 96.% 12.1% 98.2% Kredit UMKM B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain). Total Aset Dana Pihak Ketiga Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang LDR (%) 76.7% 75.2% 8.5% 82.4% 8.5% 76.7% 77.6% 79.8% 77.9% 75.2% 77.6% C. Grand Total (A+B) 1. Total Aset Dana Pihak Ketiga Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total 1. Total Aset (%) 1.8% 2.% 1.4% 1.4% 1.4% 1.8% 1.7% 1.7% 1.9% 2.% 2.% 2. Dana Pihak Ketiga (%) 1.7% 2.1% 1.6% 1.5% 1.6% 1.7% 1.8% 1.7% 1.9% 2.1% 2.% 3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%) 1.8% 2.% 1.9% 1.9% 1.8% 1.8% 1.8% 1.8% 1.9% 2.% 2.% IV. SISTEM PEMBAYARAN INDIKATOR II III IV I II III IV I Inflow (Rp. Triliun) Outflow (Rp. Triliun) Uang Palsu (lembar) Transaksi Non Tunai BI-RTGS To NTT Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun) Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat) Kliring Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun) Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat) Cek/BG Kosong KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI xvii

20

21 1 Ekonomi Makro Regional Pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan I mengalami perlambatan jika dibandingkan triwulan IV, begitu pula apabila dibandingkan triwulan I. Pertumbuhan Investasi dan konsumsi yang tidak setinggi triwulan yang sama tahun sebelumnya diduga menjadi penyebab melambatnya pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Perpanjangan pekerjaan proyek hingga 5 hari masih menjadi penyebab utama peningkatan investasi, namun kenaikannya tidak sebesar tahun sebelumnya seiring dengan perpanjangan proyek hingga 9 hari kerja. Relatif lebih rendahnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga lebih disebabkan oleh aktivitas menahan diri dalam melakukan konsumsi yang terlihat dari adanya peningkatan tabungan rumah tangga. Dari sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi terutama berasal dari sektor 1) pertanian, kehutanan dan perikanan serta 2) perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor. Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan I mencapai 4,98% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan IV yang sebesar 5,19% (yoy) begitu pula dibandingkan periode yang sama tahun yang tumbuh 5,7% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT tercatat berada di bawah nasional yang sebesar 5,1% (yoy). Pertumbuhan ekonomi triwulan II diperkirakan mengalami peningkatan yang didorong oleh pertumbuhan pada sektor perdagangan seiring tibanya momen bulan Puasa Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri serta mulai meningkatnya sektor konstruksi dan administrasi pemerintahan seiring berjalannya proyek-proyek pemerintah dan swasta.

22 1.1 Kondisi Umum Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan-i tercatat sebesar Rp 21,4 triliun (ADHB) dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,98% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-i mengalami perlambatan apabila dibandingkan triwulan-iv yang sebesar 5,19%, begitu pula jika dibandingkan triwulan I yang sebesar 5,7% (yoy). Perlambatan ekonomi dibandingkan periode yang sama tahun lalu lebih disebabkan oleh aktivitas konsumsi dan investasi yang tidak seaktif tahun sebelumnya, yang terlihat dari pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/Investasi sebesar 5,89% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan I yang sebesar 1,65% (yoy) ataupun konsumsi rumah tangga yang tumbuh sebesar 5,85% (yoy) di triwulan I, tidak lebih besar dari pertumbuhan triwulan I yang sebesar 6,6% (yoy). Dari sisi sektoral pertumbuhan terutama didorong oleh sektor pertanian, kehutanan dan perikanan yang tumbuh sebesar 5,5% (yoy) serta perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor yang tumbuh 7,34% (yoy). Pertumbuhan pada sektor pertanian, kehutanan dan perikanan di antaranya disebabkan oleh panen raya komoditas padi pada awal tahun di daerah produsen utama Provinsi NTT yakni Kabupaten Manggarai, Manggarai Barat, Manggarai Timur, Nagekeo, Ngada, Sumba Barat dan Sumba Timur yang terbantu salah satunya oleh meningkatnya pasokan air sebagai dampak adanya La Nina Barat. Pengiriman ternak juga mulai menunjukkan adanya peningkatan walaupun sempat terhenti hingga bulan Februari karena belum keluarnya ijin operasional kapal. Sementara itu, pertumbuhan pada sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor dibandingkan periode yang sama tahun lalu meningkat terutama disebabkan oleh adanya momen Tahun Baru Imlek, Hari Raya Paskah dan Pilkada sehingga mendorong konsumsi masyarakat. Secara spasial, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan I- sebesar 4,98% (yoy) tercatat lebih rendah dibandingkan nasional dan Provinsi Bali. Pertumbuhan nasional mencapai 5,1% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan I dan triwulan IV yang sebesar 4,92% (yoy) dan 4,94% (yoy) seiring perbaikan harga komoditas utama non migas Indonesia, terutama pertanian seperti beras, kedelai dan ikan serta komoditas tambang seperti bijih besi, alumunium dan tembaga, yang didukung pula penguatan pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang Indonesia seperti Tiongkok, Amerika Serikat dan Singapura. Sementara pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali tercatat sebesar 5,75% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan IV yang sebesar 5,47% (yoy), didorong terutama oleh pariwisata yang tercermin dari peningkatan pertumbuhan sektor penyediaan akomodasi dan makan minum dari 6,31% (yoy) pada triwulan IV menjadi 7,78% (yoy) pada triwulan I. Kunjungan liburan Kerajaan Arab Saudi, hari libur Imlek serta hari besar keagamaan seperti Nyepi, Galungan dan Paskah menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Bali di triwulan I dari sektor penyediaan akomodasi dan makan minum. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB mengalami kontraksi ekonomi sebesar -4,18% (yoy) terutama disebabkan oleh penurunan ekspor hasil tambang hingga 38,19% (yoy). GRAFIK 1.1. PDRB (ADHB) DAN PERTUMBUHAN PDRB PROVINSI NTT DIBANDING NASIONAL (%YOY) GRAFIK 1.2. PDRB DAN PERTUMBUHAN PDRB NTT, BALI, NTB DAN NASIONAL (% YOY) 22 TRILIUN RP I PDRB NTT (TRILIUN RP) NTT (%YOY) NASIONAL (%YOY) 4,98 5,1 22,1 21, PDRB ADHB (TRILIUN) NTT NTB BALI NAS -,34-5,8-6,26-1,34 NAS NTT NTB BALI QTQ 5,1 4,98-4,18 5,75 NAS NTT NTB BALI YOY Sumber:BPS (diolah) Sumber : BPS (diolah) 2 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI

23 Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan II diperkirakan akan meningkat dengan kisaran 5-5,4% (yoy). Pertumbuhan diperkirakan didorong terutama oleh sektor konstruksi seiring berjalannya proyek-proyek pembangunan pemerintah yang telah selesai dilakukan penandatanganan paket proyek pada Mei, sektor informasi dan komunikasi seiring penambahan 6 BTS 4G di Provinsi NTT oleh Telkomsel dan momen libur Hari Raya Idul Fitri serta sektor jasa pendidikan, sejalan peningkatan aktivitas kursus, pelatihan kerja dan pengembangan balai pelatihan kerja. 1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN Konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang pertumbuhan ekonomi NTT yang tumbuh sebesar 5,85% (yoy), diikuti oleh pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto (PMTB)/investasi tercatat mencapai 5,89% (yoy). Sektor lain yang mengalami pertumbuhan cukup besar yaitu konsumsi lembaga non privat yang lebih disebabkan oleh adanya pilkada serentak di 3 kabupaten/kota. Dibandingkan triwulan IV yang tumbuh sebesar 4,42% (yoy), pertumbuhan PMTB/investasi pada triwulan I tersebut cukup meningkat, meskipun melambat apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun yang tumbuh sebesar 1,65% (yoy). Peningkatan terutama didorong oleh dispensasi penyelesaian proyek tahun yang terlambat selama 5 hari seperti pembangunan jalan dan jembatan, serta investasi swasta berupa perumahan yang tersebar di empat kabupaten/kota (Kab. Manggarai Barat, Kota Kupang, Kab. Timor Tengah Selatan dan Kab. Kupang), hotel bintang di tiga kabupaten/kota seperti Kab. Kupang, Kota Kupang dan Kab. Manggarai Barat serta perkebunan tebu di Kab. Sumba Timur. Namun demikian pertumbuhan investasi tidak setinggi periode yang sama tahun lebih disebabkan oleh periode perpanjangan proyek yang tidak selama tahun sebelumnya yang mencapai 9 hari kerja, juga disebabkan oleh adanya perubahan numenklatur dan pergantian pejabat yang cukup menghambat realisasi anggaran. Dari sisi konsumsi rumah tangga, meskipun masih menjadi penopang utama perekonomian Provinsi NTT dari sisi penggunaan dan tumbuh sebesar 5,85% (yoy), namun demikian terjadi perlambatan dibandingkan triwulan IV dan triwulan I yang tumbuh masing-masing sebesar 7,27% (yoy) dan 6,6% (yoy). Hal ini sejalan dengan penurunan indeks tendensi konsumen pada triwulan I menjadi 97,3 dari sebelumnya triwulan IV dan triwulan I masing-masing sebesar 19,62 dan 98,15, yang mengindikasikan penurunan ekonomi konsumen yang di antaranya disebabkan menurunnya pendapatan rumah tangga dan pengaruh inflasi terhadap total pengeluaran rumah tangga, selain juga pengaruh faktor siklikal/musiman. Sementara dari sisi lain, net impor antar daerah yang masih tumbuh cukup tinggi 7,78% (yoy) tetap menjadi salah satu penghambat utama dalam mendorong perekonomian Provinsi NTT untuk tumbuh lebih tinggi. Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan I URAIAN TOTAL I IV I Bobot qtq I yoy PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA 57,361,61 64,246,464 15,69,152 17,39,21 16,355, PENGELUARAN KONSUMSI LNPRT 2,539,48 2,636, , , , PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH 21,765,744 22,518,264 2,971,465 7,359,416 3,285, PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO 3,996,63 35,724,984 7,732,454 1,143,179 8,58, PERUBAHAN INVENTORI 967, ,34 23, ,71 11, EKSPOR LUAR NEGERI 1,592,15 1,287, , ,296 38, IMPOR LUAR NEGERI 261, ,813 55,159 51,931 28, NET EKSPOR ANTAR DAERAH (38,769,998) (42,425,1) (7,18,272) (13,971,251) (8,37,464) P D R B 76,19,854 84,172,637 19,64,391 22,96,563 21,4, Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah) KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI 3

24 1.2.1 Konsumsi Pengeluaran konsumsi pada triwulan I tercatat tumbuh sebesar 5,94% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan IV yang terkontraksi sebesar -6,4% (yoy). Peningkatan konsumsi terutama didorong oleh adanya pilkada di 3 kabupaten kota yang terlihat dari pertumbuhan konsumsi lembaga non privat hingga 9,31% (yoy) dan juga konsumsi rumah tangga yang masih cukup kuat walaupun tidak sebesar periode sebelumnya. Kecenderungan menahan konsumsi terlihat dari pertumbuhan DPK rumah tangga sebesar 7,13% (yoy) yang lebih tinggi dibandingkan triwulan IV yang sebesar 6,79% (yoy). Tabel 1.2. PDRB Komponen Konsumsi Rumah Tangga Provinsi NTT Triwulan I URAIAN YOY I IV I Bobot I yoy KONS MAKANAN DAN MINUMAN 24,81,155 27,349,82 6,718,367 7,476,732 6,984, KONS PAKAIAN & ALAS KAKI 2,775,99 3,14, , ,33 783, KONS PERUMAHAN & PERL RT 1,73,481 1,341,297 2,744,537 2,895,669 2,76, KESEHATAN & PENDIDIKAN 4,53,827 4,95,624 1,293,448 1,325,72 1,67, TRANSPORTASI & KOMUNIKASI 12,928,43 13,351,581 3,138,881 3,35,726 2,948, RESTORAN & HOTEL 2,38,62 3,894, ,88 1,99, , KONSUMSI LAINNYA 1,41,124 1,298,292 35,16 353,184 38, KONSUMSI 57,361,61 64,246,464 16,73,52 17,39,21 16,355, Sumber: BPS (diolah) Terdapat perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga menjadi 5,85% (yoy) pada triwulan I dari sebelumnya triwulan IV sebesar 7,27% (yoy). Berdasarkan komponen pembentuknya terlihat bahwa perlambatan pertumbuhan konsumsi lebih disebabkan oleh tingginya pengeluaran rumah tangga untuk kesehatan dan pendidikan, konsumsi perumahan dan konsumsi pakaian dan alas kaki yang membuat rumah tangga harus menahan pengeluaran lainnya seperti penurunan konsumsi transportasi dan melambatnya pertumbuhan konsumsi makanan dan minuman. Pengeluaran pendidikan dan kesehatan mampu tumbuh hingga 42,81% (yoy) terutama di triwulan I, Begitu pula halnya dengan pengeluaran untuk konsumsi perumahan dan peralatan rumah tangga yang tumbuh hingga 9,42% (yoy). Tingginya konsumsi pada komoditas tersebut di atas membuat rumah tangga mengurangi konsumsi pada komoditas lainnya seperti transportasi dan komunikasi yang terkontraksi menjadi -6,36% (yoy) dari sebelumnya triwulan IV sebesar 4,89% (yoy) ataupun konsumsi makanan dan minuman yang tumbuh melambat sebesar 4,76% (yoy) dibanding konsumsi triwulan sebelumnya yang sebesar 7,27% (yoy) atau triwulan yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 4,87% (yoy). Adanya kecenderungan perlambatan konsumsi makanan di triwulan I lebih disebabkan oleh perilaku menahan konsumsi setelah konsumsi cukup besar pada saat perayaan hari raya Natal dan tahun baru. Pertumbuhan konsumsi restoran dan hotel yang melambat lebih disebabkan oleh kegiatan rapat/ even nasional yang tidak sebanyak tahun sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan I juga terlihat dari pertumbuhan Survei Konsumen (SK) dan Survei Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia. SK menunjukkan penurunan pada sisi Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE). Selain itu, SPE juga menunjukkan penurunan pertumbuhan omzet menjadi 11,15% (yoy) dari sebelumnya triwulan IV 27,13% (yoy). Perlambatan terutama berasal dari perdagangan bahan makanan, tembakau, BBM, semen dan bahan konstruksi logam. Penurunan penjualan barang dagangan tersebut juga mengindikasikan penurunan daya beli masyarakat yang sering terjadi setiap triwulan I. 4 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI

25 GRAFIK 1.3. SURVEI KONSUMEN GRAFIK 1.4. SURVEI PENJUALAN ECERAN II III IV I INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE) 6, 5, 4, 3, 2, 1, SURVEI PENJUALAN ECERAN (RP JUTA) I PERTUMBUHAN (%YOY) 35% 3% 25% 2% 15% 1% 5% % -5% -1% Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Pola siklikal penurunan secara triwulanan juga terlihat dari angka Indeks Tendensi Konsumen (ITK) yang menurun. Pendapatan rumah tangga yang menurun menjelaskan penurunan ITK tersebut. Namun yang perlu menjadi perhatian adalah ITK pada triwulan I tercatat lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun, yakni 97,3 dibandingkan 98,15 pada triwulan I. Hal ini menunjukkan adanya penurunan ekonomi selain dari faktor siklikal/musiman, di antaranya pengaruh dari inflasi yang disumbang terutama oleh administered prices di awal tahun, seperti kenaikan biaya STNK dan BPKB, pengurangan subsidi listrik 9 MW, naiknya cukai rokok serta cenderung lesunya ekonomi daerah di awal tahun. Masih lesunya ekonomi daerah di awal tahun terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang menunjukkan penurunan kegiatan usaha di triwulan I bila dibandingkan triwulan I sementara harga jual meningkat. Perlambatan juga tercermin dari konsumsi listrik yang menurun secara triwulanan sebesar -7,35% (qtq) meskipun secara tahunan mengalami pertumbuhan sebesar 1,26% (yoy). Sementara itu, penyaluran kredit konsumsi pada triwulan I mencapai Rp 14,95 triliun atau tumbuh 6,33% (qtq), meningkat dibandingkan triwulan IV yang sebesar 2,82% (qtq) dan secara tahunan sebesar 16,5% (yoy) kemungkinan besar untuk pendanaan kesehatan dan pendidikan serta perumahan dan perlengkapan rumah tangga. GRAFIK 1.5. INDEKS TENDENSI KONSUMEN GRAFIK 1.6. INDEKS KEGIATAN DUNIA USAHA I I ITK PENDAPATAN RT PROYEKSI ITK KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA Sumber:BPS (diolah) Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah GRAFIK 1.7. PERKEMBANGAN KONSUMSI BBM GRAFIK 1.8. PERKEMBANGAN KONSUMSI LISTRIK RUMAH TANGGA % 1% 8% 6% 4% 2% % -2% -4% % I I 3% 25% 2% 15% 1% 5% % PENJUALAN BBM HK- (RP JUTA) PERTUMBUHAN (%-YOY) KONSUMSI (RIBU KWH) GROWTH (YOY) Sumber : PT Pertamina (Persero), diolah Sumber : PT PLN, diolah KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI 5

26 GRAFIK 1.9. PENYALURAN KREDIT KONSUMSI Komponen Konsumsi Lembaga Non Profit yang 16 TRILIUN 17% Melayani Rumah Tangga (LNPRT) tumbuh 9,31% I 16% 15% 14% 13% 12% 11% 1% 9% 8% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan IV yang terkontraksi -,29% (yoy). Pertumbuhan terjadi seiring adanya Pilkada serentak di tiga daerah yaitu Kota Kupang, Kab. Lembata dan Kab. Flores Timur. KONSUMSI KONSUMSI (YOY) Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Komponen Konsumsi Pemerintah pada triwulan I tumbuh sebesar 5,72% (yoy) namun melambat dibandingkan triwulan I yang sebesar 7,11% (yoy). Perlambatan konsumsi pemerintah tersebut lebih disebabkan oleh belum normalnya roda birokrasi karena dampak adanya perubahan numenklatur dan pergantian pejabat yang cukup sering, sehingga menghambat realisasi anggaran di awal tahun. Adanya anjuran untuk memangkas belanja tak langsung di semester 2 juga langsung terlihat dari perlambatan realisasi anggaran belanja konsumsi pemerintah pada triwulan III hingga saat ini. Tabel 1.3. PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah Provinsi NTT Triwulan I URAIAN YOY I IV I Bobot I yoy KONS KOLEKTIF PEMERINTAH 12,815,32 11,198,391 1,815,32 2,92,5 1,941, KONS INDIVIDU PEMERINTAH 8,95,713 7,158,788 1,156,145 1,962,56 1,343, KONSUMSI PEMERINTAH Sumber: BPS (diolah) 21,765,744 18,357,179 2,971,465 4,883,6 3,285, Di sisi lain, tracking pertumbuhan komponen konsumsi pada triwulan II diperkirakan masih cenderung stabil. Pertumbuhan diperkirakan terjadi pada seluruh komponen konsumsi seiring dorongan belanja pemerintah untuk pembayaran gaji ke-13 dan 14 serta belanja rumah tangga dalam rangka pemenuhan kebutuhan bulan Puasa Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Indikasi pertumbuhan juga terlihat dari Survei Konsumen Bank Indonesia pada bulan Maret yang menunjukkan peningkatan di seluruh indeks yakni Indeks Ekspektasi Konsumen, Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) serta berada di angka > 1 yang menunjukkan masih terjaganya optimisme masyarakat. Indikasi pertumbuhan positif juga terlihat pada proyeksi Survei Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia bulan April yang menunjukkan peningkatan pada hampir semua kelompok barang. Indikator lain yang mencerminkan pertumbuhan adalah proyeksi Indeks Tendensi Konsumen-Badan Pusat Statistik yang menunjukkan adanya peningkatan proyeksi indeks dan pendapatan rumah tangga Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/Investasi Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/investasi di Provinsi NTT pada triwulan I mengalami pertumbuhan sebesar 5,89% (yoy), atau meningkat dibandingkan triwulan IV yang sebesar 4,42% (yoy). Peningkatan terutama disumbang oleh investasi berupa bangunan yang tumbuh sebesar 15,74% (yoy) sementara investasi non bangunan tumbuh negatif -32,88% (yoy). Tabel 1.4. PDRB Komponen PMTB/Investasi Provinsi NTT Triwulan I URAIAN YOY I IV I Bobot I yoy PMTB BANGUNAN 24,89,547 28,518,52 5,959,887 8,393,27 7,12, PMTB NON BANGUNAN 6,96,516 7,26,932 1,772,567 1,75,152 1,46, PMTB Sumber: BPS (diolah) 3,996,63 35,724,984 7,732,454 1,143,179 8,58, KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI

27 Pertumbuhan terutama didorong oleh perpanjangan kegiatan proyek pemerintah yang belum selesai di tahun selama 5 hari di tahun, seperti pembangunan jalan dan jembatan serta investasi swasta di antaranya pembangunan perumahan di empat kabupaten/kota yakni Kab. Manggarai Barat, Kota Kupang, Kab. Timor Tengah Selatan dan Kab. Kupang, yang mencapai Rp 364,5 miliar, investasi perkebunan tebu di Sumba Timur sebesar Rp 79,6 miliar dan pembangunan hotel bintang di tiga kabupaten/kota yakni Kab. Kupang, Kota Kupang dan Kab. Manggarai Barat senilai Rp 62,34 miliar. Selain itu juga terdapat proyek-proyek multiyears yang masih berjalan seperti pengembangan Pos Lintas Batas Negara Wini dan Motamasin, Bendungan Raknamo dan Rotiklot. Di sisi lain, meskipun investasi non bangunan mencatatkan pertumbuhan negatif, namun demikian masih terdapat realisasi investasi cukup besar seperti investasi angkutan udara untuk penumpang sebesar Rp 38 miliar berupa peningkatan daya tampung pesawat dan penumpang di bandara El Tari, ataupun peningkatan keamanan dan keselamatan bandara. Sementara itu, indikator konsumsi semen di Provinsi NTT menunjukkan adanya penurunan konsumsi pada triwulan I dibandingkan triwulan IV. Hal ini menunjukkan kecenderungan penurunan konsumsi di awal tahun seiring dengan baru akan berjalannya proses tender dan penunjukkan pemenang. Adapun penurunan konsumsi bila dibandingkan dengan triwulan I lebih disebabkan oleh tenor perpanjangan penyelesaian pekerjaan fisik pemerintah yang lebih lambat (5 hari) bila dibandingkan tenor perpanjangan pengerjaan fisik tahun yang mencapai 9 hari kerja. Secara umum, pertumbuhan investasi pada triwulan I tidak setinggi periode yang sama tahun sebesar 1,65% (yoy). Tenor perpanjangan proyek yang lebih pendek menjadi penyebab utama perlambatan pertumbuhan investasi, selain disebabkan pula oleh adanya hambatan dalam realisasi proyek-proyek pemerintah sehubungan dengan perubahan numenklatur dan pergantian pejabat. GRAFIK 1.1. PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI DI PROVINSI NTT GRAFIK REALISASI KONSUMSI SEMEN PROVINSI NTT 2,5 RP MILIAR 2,11 2, 1,444 1, , I 5% 4% 3% 2% 1% % -1% -2% RIBU TON YOY Sumber : BKPMD NTT, diolah Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah Tabel 1.5. Lokasi dan Sektor Utama Investasi di NTT s.d. April LOKASI INVESTASI JUMLAH REALISASI NOMINAL KAB. MANGGARAI BARAT (19) KOTA KUPANG (RP 517,36 M) KAB. KUPANG (12) KAB. MANGGARAI BARAT (RP 175,9 M) KOTA KUPANG (11) KAB. SUMBA TIMUR (RP 12,29 M) KAB. SUMBA TIMUR (8) KAB. KUPANG (RP 81,18 M) KAB. SUMBA BARAT DAYA (4) KAB. SIKKA (RP 19,68 M) Sumber: BKPMD NTT, diolah INVESTASI SEKTORAL JUMLAH REALISASI NOMINAL REAL ESTATE (13) REAL ESTATE (RP 364,5 M) PERKEBUNAN TEBU (2) ANGKUTAN UDARA (RP 38 M) HOTEL BINTANG (8) PERKEBUNAN TEBU (RP 79,6 M) INDUSTRI PENGOLAHAN (3) HOTEL BINTANG (RP 62,34 M) ANGKUTAN UDARA (1) INDUSTRI PENGOLAHAN (RP 37,43 M) Berdasarkan tracking triwulan II, pertumbuhan PMTB/investasi secara tahunan diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan I. Pertumbuhan kemungkinan didorong oleh selesainya penandatanganan paket proyek pemerintah untuk tahun pada bulan Mei sehingga dapat segera dilakukan pengerjaan pembangunan. Dampak perubahan numenklatur diperkirakan juga sudah mereda seiring dengan sudah selesainya permasalahan administrasi dan penyesuaian tugas pokok dan jabatan di satuan kerja. Pengerjaan pembangunan infrastruktur tetap akan menjadi kontributor utama terhadap investasi di Provinsi NTT triwulan II seperti pembangunan jalan dan jembatan, PLBN KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI 7

28 Winni dan Motamasin serta Bendungan Napun Gete yang mulai proses pembangunan, ataupun investasi pada sektor informasi dan komunikasi terutama oleh Telkomsel terkait target penambahan 6 BTS 4G di Provinsi NTT tahun ini Ekspor Impor Ekspor-Impor Antar Daerah Provinsi NTT masih tercatat sebagai provinsi importir komoditas dari daerah lain, sebagaimana tercermin dari pertumbuhan net impor pada triwulan I yang mencapai 7,78% (yoy) dan aktivitas bongkar muat di pelabuhan yang masih sangat didominasi oleh aktivitas bongkar. Sementara secara triwulanan net impor mengalami penurunan -27,59% (qtq) yang lebih disebabkan oleh pengaruh siklikal (musiman) penurunan aktivitas ekonomi di awal tahun, sebagaimana juga terlihat dari pertumbuhan peti kemas yang turun -17,85% (qtq). Secara tahunan, terjadi perlambatan pertumbuhan net impor menjadi 7,78% (yoy) dibandingkan triwulan I yang sebesar 11,8% (yoy). Hal tersebut terkonfirmasi pula dari pertumbuhan peti kemas yang melambat menjadi 7,9% (yoy) dari triwulan I sebesar 32,5% (yoy) serta pertumbuhan net-unloading bongkar yang melambat menjadi 79,51% (yoy) dari triwulan I sebesar 97,81% (yoy). Perlambatan net impor secara tahunan sejalan dengan perlambatan konsumsi karena memang impor yang dilakukan dari daerah lain mayoritas ditujukan masih untuk kegiatan konsumsi. Keterbatasan untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan rumah tangga masih menjadi penyebab utama ketergantungan Provinsi NTT terhadap daerah lain. Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan mengundang investasi terkait peningkatan pangan dan kebutuhan rumah tangga. GRAFIK PERKEMBANGAN PETI KEMAS GRAFIK AKTIVITAS BONGKAR MUAT 35, 3, 25, 2, 15, 1, 5, TEUS 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % -1% I , 8, 6, 4, 2, -2, -4, -6, -8, -1, TON I 18% 16% 14% 12% 1% 8% 6% 4% 2% % -2% TEUS PERTUMBUHAN (% YOY) BONGKAR MUAT NET NET UNLOADING (% YOY) Sumber : Pelindo III, diolah Sumber : Pelindo III, diolah Pada triwulan II net impor diperkirakan akan meningkat. Peningkatan diperkirakan seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat pada saat Puasa Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Di samping itu, mulai masuknya musim kemarau disertai gelombang yang cukup tinggi bagi kapal nelayan akibat angin kencang dapat mengurangi pasokan produksi pangan Provinsi NTT sehingga turut meningkatkan kecenderungan mendatangkan barang dari daerah lain Ekspor-Impor Luar Negeri Aktivitas ekspor luar negeri NTT pada triwulan I mengalami peningkatan baik secara tahunan maupun triwulanan. Peningkatan ekspor secara tahunan mencapai 25,3% (yoy) dan triwulan mencapai 8,57% (qtq). Berdasarkan data ekspor-impor Bank Indonesia, pada triwulan I Provinsi NTT mengalami net ekspor sebesar US$5,55 juta. Ekspor terbesar Provinsi NTT berupa garam, belerang dan kapur yang ditujukan ke Timor Leste sebesar US$1,9 juta. Sementara impor terbesar terutama barang hasil industri lainnya yakni mesin/pesawat mekanik sebesar US$1,54 juta dari Tiongkok dan Uni Emirates Arab masing-masing US$978,7 ribu dan US$559,74 ribu. Di samping itu, berdasarkan data 8 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI

29 ekspor-impor Bank Indonesia terdapat ekspor buah olahan ke Vietnam sebesar US$2,92 juta yang kemungkinan adalah komoditas jambu mete namun tidak tercatat sebagai sumbangan PDRB untuk Provinsi NTT karena pengiriman ke luar negeri yang melalui luar daerah Provinsi NTT. GRAFIK 1.14.PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR GRAFIK NEGARA TUJUAN EKSPOR 13 JUTA USD JUTA USD I 214 I EKSPOR IMPOR NET EKSPOR USA AUSTRALIA INDIA JAPAN RRC TIMOR LESTE SINGAPURA Sumber : Cognos BI, diolah Sumber : Cognos BI, diolah Aktivitas ekspor luar negeri Provinsi NTT pada triwulan II diperkirakan mengalami perlambatan. Perlambatan diperkirakan disebabkan oleh turunnya kebutuhan dari negara tujuan utama yakni Timor Leste seiring masa rekonsiliasi ekonomi pasca Pemilihan Umum di negara tersebut sehingga kegiatan ekonomi sedikit melambat, sementara dari sisi internal diperkirakan komoditas ekspor seperti garam, belerang dan kapur akan lebih diprioritaskan untuk pemenuhan kebutuhan domestik Provinsi NTT yang meningkat seiring Puasa Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri serta mulainya proyek-proyek infrastruktur PERKEMBANGAN EKONOMI SISI SEKTORAL Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi triwulan I didorong terutama oleh sektor pertanian, kehutanan dan perikanan yang tumbuh sebesar 5,5% (yoy). Pertumbuhan pada sektor pertanian terjadi seiring masa panen yang lebih panjang hingga memasuki awal tahun di tempat-tempat produsen utama padi seperti Kabupaten Manggarai Barat, Manggarai, Manggarai Timur, Nagekeo, Ngada, Sumba Barat dan Sumba Timur yang terbantu oleh meningkatnya pasokan air sebagai dampak adanya La Nina Barat. Pertumbuhan juga didorong oleh sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor yang tumbuh 7,34% (yoy) seiring adanya Tahun Baru Imlek, Hari Raya Paskah dan Pilkada sehingga mendorong konsumsi masyarakat. Tabel 1.6. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan I A B C D E F G H I J K L M,N O P Q R,S,T,U URAIAN Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PDRB YOY 22,765,546 24,315,826 1,73,475 1,166,764 94,862 1,34,289 43,569 59,49 47,15 48,99 7,98,227 9,95,349 8,272,331 9,321,848 3,986,583 4,528,29 487,91 586,79 5,477,449 5,878,513 2,995,475 3,362,944 2,54,341 2,29, , ,185 9,374,991 1,664,989 7,33,246 8,13,265 1,585,475 1,767,997 1,639,515 1,771,425 76,19,854 84,172,637 I IV 5,781,853 6,94, ,514 39, , ,169 14,49 15,975 11,45 12,841 2,41,236 2,464,95 2,114,826 2,487,99 1,46,523 1,21, ,17 159,845 1,383,555 1,569, , , ,12 577,531 59,81 69,53 2,471,111 2,827,864 1,9,8 2,181, ,36 473, , ,317 19,64,391 22,96,563 I 6,211,1 28, ,286 15,124 11,924 2,181,566 2,356,733 1,117,29 14,92 1,491,165 87, ,478 65,7 2,58,92 2,68, , ,431 21,4,939 Bobot qtq I yoy Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah) *Dalam Juta Rp KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI 9

30 1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan secara tahunan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan IV maupun triwulan I. Pertumbuhan tercatat sebesar 5,5% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan IV yang sebesar 4,53% (yoy) dan triwulan I yang sebesar,26% (yoy). Secara triwulanan, sektor pertanian, kehutanan dan perikanan pun juga mengalami peningkatan sebesar 1,29% (qtq). Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, pertumbuhan di antaranya terutama didorong oleh masa panen yang lebih panjang hingga memasuki awal tahun di kabupaten-kabupaten produsen utama padi seperti Kabupaten Manggarai, Manggarai Timur, Nagekeo, Ngada, Sumba Barat dan Sumba Timur yang terbantu adanya peningkatan pasokan air sebagai dampak adanya La Nina Barat. Pengoperasian kembali kapal ternak KM. Camara Nusantara I setelah perpanjangan kontrak antara Kementerian Perhubungan dengan PT Pelni juga telah kembali memulihkan pengiriman ternak terutama di bulan Maret. Dengan pangsa sebesar 27,58% dari keseluruhan PDRB Provinsi NTT dari sisi sektoral, maka peningkatan sektor ini cukup mampu menahan perlambatan pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan I. Sementara itu, indeks nilai tukar petani (NTP) menunjukkan sedikit penurunan dari 11,85 di triwulan IV menjadi 11,2 di triwulan I. Penurunan tersebut tercermin dari peningkatan indeks harga yang dibayar petani yang lebih tinggi dibandingkan peningkatan indeks harga yang diterima petani, sehingga secara keseluruhan indeks nilai tukar petani menjadi menurun. Hal tersebut mengindikasikan bahwa biaya hidup dan produksi pertanian cenderung mengalami kenaikan. Peningkatan biaya hidup untuk perumahan dan biaya produksi untuk pengadaan bibit menjadi dua komponen biaya terbesar yang meningkat sehingga cukup menggerus pendapatan petani. Inflasi administered prices yang terjadi pada triwulan I seperti pengurangan subsidi pelanggan listrik 9 Watt, kenaikan cukai rokok dan biaya pengurusan kendaraan (STNK dan BPKB) serta kenaikan tarif pulsa telepon diperkirakan cukup banyak berpengaruh terhadap penurunan indeks nilai tukar petani. GRAFIK PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI GRAFIK DATA PERKEMBANGAN PENGIRIMAN TERNAK RIBU EKOR 8, , 4, , (2,) (4,) I 95 I (6,) IT IB NTP-AXIS KANAN SAPI KERBAU KUDA GROWTH Sumber :BPS, diolah Sumber : Dinas Peternakan, diolah GRAFIK PERKEMBANGAN KREDIT PERTANIAN GRAFIK PERKEMBANGAN SKDU PERTANIAN 35 MILYAR RP 2% % % % -1 1 % % % -4 I I PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN PERTANIAN (%YOY) KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah 1 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI

31 Berdasarkan kredit pertanian dan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia, sektor pertanian masih relatif stabil. Kredit pertanian pada triwulan I masih mengalami pertumbuhan tinggi sebesar 32,53% (yoy) atau menjadi Rp 29,28 miliar walaupun sedikit melambat dibanding triwulan IV yang tumbuh sebesar 4,58% (yoy) atau senilai Rp 278,25 miliar. Sementara itu SKDU pertanian menunjukkan adanya perbaikan kegiatan usaha. Pada triwulan II, kinerja sektor pertanian diperkirakan mengalami peningkatan. Hal tersebut terlihat dari hasil indeks proyeksi kegiatan usaha SKDU pertanian yang menunjukkan tren peningkatan seiring peningkatan tenaga kerja dan permintaan ternak sapi dari daerah lain untuk memenuhi kebutuhan daging saat Puasa Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Selain itu, puncak panen raya jagung yang jatuh pada bulan April di kabupaten-kabupaten seperti Kupang, Sikka, SBD, Malaka, Timor Tengah Selatan, Flores Timur dan Alor juga turut mendorong peningkatan kinerja sektor pertanian. Pertumbuhan diperkirakan akan sedikit tertahan oleh perikanan seiring berkurangnya nelayan yang melaut karena angin dan gelombang yang cukup tinggi sehingga produksi ikan tangkap berkurang. GRAFIK 1.2. PROYEKSI SKDU PERTANIAN I II KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Pertumbuhan sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib secara tahunan pada triwulan I melambat dibandingkan periode yang sama tahun, begitu pula dibandingkan triwulan IV. Pada triwulan I, sektor administrasi pemerintahan terkontraksi sebesar -,57% (yoy) atau menurun dibandingkan triwulan I yang sebesar 7,49% (yoy) dan triwulan IV yang sebesar 1,6% (yoy). Secara triwulanan, pertumbuhan pun juga tercatat menurun -9,92% (qtq), lebih rendah dari triwulan I yang sebesar -7,95% (qtq). Penurunan sektor administrasi pemerintahan dipicu diantaranya oleh turunnya realisasi belanja Pemerintah Provinsi baik untuk belanja modal maupun belanja konsumsi menjadi 13,26% dari triwulan I yang sebesar 14,17%. Selain itu juga disebabkan oleh penurunan realisasi belanja konsumsi Pemerintah Kabupaten/Kota yang menurun menjadi 9,47% dari triwulan I yang tercatat 9,57%. Hal tersebut diperkirakan sebagai imbas dari adanya perubahan numenklatur dan pergantian pejabat di tubuh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sehingga memerlukan adanya penyesuaian dan cukup menghambat realisasi anggaran. KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI 11

32 GRAFIK REALISASI BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH TRIWULAN I GRAFIK PERKEMBANGAN SIMPANAN PEMERINTAH DI PERBANKAN 2,5 2, 1,5 1,,5, 2,2 2,3.8% BELANJA PEGAWAI,46, % BELANJA BARANG DAN JASA,33, % BELANJA HIBAH BANTUAN KEUANGAN *RP TRILIUN -49.9%,3,2 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1, 214 I 11% 9% 7% 5% 3% 1% -1% -3% -5% -7% TW I- TW I- SIMPANAN (RP MILIAR) PERT (%YOY) Sumber : Ditjen Perbendaharaan+Biro Keuangan NTT Sumber: Cognos Bank Indonesia, diolah Di sisi lain, simpanan pemerintah di perbankan menunjukkan peningkatan 152,45% (qtq) atau menjadi Rp 5,7 triliun dari triwulan IV sebesar Rp 2,1 triliun. Besarnya peningkatan tersebut selain disebabkan oleh sudah cukup rendahnya posisi DPK pemerintah bulan sebelumnya, juga mengindikasikan bahwa pada triwulan I dana pemerintah yang masih berada di perbankan dan belum direalisasikan dalam bentuk belanja daerah (belanja modal dan konsumsi) lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun, di antaranya kemungkinan terhambat oleh adanya perubahan numenklatur dan rotasi pejabat. Namun demikian, posisi dana pemerintah yang relatif lebih rendah dibanding triwulan I tersebut juga menunjukkan cukup berhasilnya himbauan kementrian keuangan untuk mengoptimalkan SILPA yang ada. Pada triwulan II, pertumbuhan sektor administrasi pemerintahan diperkirakan akan meningkat. Peningkatan diperkirakan didorong oleh realisasi anggaran belanja pegawai dan hibah serta belanja modal seiring dimulainya proyek-proyek pembangunan pemerintah. Faktor risiko yang dapat menghambat pertumbuhan sektor administrasi pemerintahan di antaranya keterlambatan lelang barang dan jasa untuk proyek tahun berjalan Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor pada triwulan I masih menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang cukup kuat dan terjaga. Pertumbuhan tercatat sebesar 7,34% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan IV sebesar 7,57% (yoy), namun demikian meningkat dibandingkan triwulan I yang tumbuh 4,97% (yoy). Pertumbuhan sektor perdagangan Provinsi NTT tercatat lebih tinggi cukup signifikan. Hal ini didorong oleh musim panen yang lebih panjang hingga masuk awal tahun sehingga meningkatkan kegiatan perdagangan komoditas hasil pertanian. Banyaknya curah hujan akibat dari anomali musim secara positif membantu meningkatkan hasil produksi pertanian tanaman pangan, walaupun di sisi lain juga menurunkan produksi hortikultura. Namun demikian, secara nilai peningkatan produksi yang terjadi lebih besar dibanding penurunan produksi yang terjadi. Sektor perikanan juga menunjukkan pemulihan produksi terutama di bulan Maret yang terlihat dari besarnya deflasi komoditas ikan segar. Perdagangan sapi antar daerah juga sudah menunjukkan adanya peningkatan seiring dengan telah dikeluarkannya ijin pengoperasian KM ternak Cemara Nusantara 1. Namun demikian secara triwulanan tetap mengalami penurunan karena sempat berhentinya operasional kapal hingga bulan Februari. Perlambatan sektor perdagangan juga tercermin dari indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) dan Survei Konsumen (SK). Indikator SKDU berupa indeks kegiatan usaha menunjukkan penurunan yang mengindikasikan perlambatan kegiatan perdagangan di awal tahun sebagaimana terjadi setiap triwulan I. Indikasi yang sama juga tampak pada hasil SK Bank Indonesia yang menunjukkan penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks Kondisi 12 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI

33 Ekonomi Saat Ini (IKE). Namun demikian hasil SK seluruhnya masih menghasilkan angka di atas 1 yang menunjukkan masih terjaganya optimisme konsumen. Sementara itu, kredit yang disalurkan untuk sektor perdagangan sampai dengan triwulan I tercatat sebesar Rp 6,37 triliun atau tumbuh 23,26% (yoy) yang juga menjelaskan bahwa secara tahunan kegiatan perdagangan tumbuh cukup signifikan. GRAFIK PERKEMBANGAN SKDU SEKTOR PERDAGANGAN GRAFIK PERKEMBANGAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN I TRILIUN IV I 45% 4% 35% 3% 25% 2% 15% 1% 5% % KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN PERT (%YOY) Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Pada triwulan II, sektor perdagangan diperkirakan cukup stabil dibandingkan triwulan I dengan kecenderungan sedikit meningkat. Telah habisnya masa panen padi pada triwulan I serta kurang kondusifnya gelombang laut bagi kapal nelayan pada triwulan II akan sedikit menahan pertumbuhan sektor perdagangan. Namun demikian, momen panen raya jagung yang jatuh pada bulan April dan permintaan sapi ternak dari daerah lain serta kebutuhan pangan dan rumah tangga yang meningkat seiring datangnya bulan Puasa Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri akan mampu mendorong peningkatan kinerja sektor perdagangan. Hal tersebut juga didukung oleh proyeksi SKDU Bank Indonesia untuk triwulan II yang menunjukkan peningkatan sektor perdagangan pada sisi kegiatan usaha. GRAFIK PROYEKSI SKDU PERDAGANGAN I II* KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sektor-sektor Lainnya Sektor konstruksi tumbuh sebesar 5,9% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan IV yang tumbuh 8,48% (yoy) dan triwulan I sebesar 8,69% (yoy). Perlambatan pertumbuhan sektor konstruksi terutama disebabkan oleh lebih panjangnya waktu tambahan penyelesaian proyek pada tahun yang mencapai 9 hari kerja dibanding tahun yang sebanyak 5 hari kerja. Selain itu, nilai investasi pemerintah tahun juga relatif menurun yang berdampak pada turunnya aktivitas konstruksi. KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI 13

34 Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum pada triwulan I tumbuh sebesar 7,38% (yoy) atau melambat dibandingkan periode yang sama tahun yang tumbuh 12,53% (yoy), begitu pula dibandingkan triwulan IV yang tumbuh 13,1% (yoy). Perlambatan sektor ini tercermin dari perkembangan tamu hotel yang tumbuh melambat menjadi 2,63% (yoy) dari triwulan I sebesar 7,76% (yoy). Selain itu, perlambatan juga tampak dari jumlah penumpang angkutan udara pada triwulan I yang tumbuh melambat 12,1% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebesar 44,24% (yoy). Perlambatan terjadi selain karena telah tingginya pertumbuhan pada triwulan I sehubungan ramainya acara pemerintah seperti Rapat Koordinasi Pusat dan Daerah di Kota Kupang dan penyelenggaraan rapat-rapat koordinasi pemerintah yang mendorong tingkat okupansi hotel, juga karena kondisi cuaca dan gelombang tinggi hingga bulan Januari yang menghambat kegiatan wisata alam sebagai objek andalan Provinsi NTT. GRAFIK PERKEMBANGAN TAMU HOTEL GRAFIK PERKEMBANGAN PENUMPANG BANDARA RIBU ORANG 214 2,63% I 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % RIBU ORANG ,1% I 5% 45% 4% 35% 3% 25% 2% 15% 1% 5% % TAMU HOTEL PERT (%YOY) PENUMPANG PERT (%YOY) Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Pertumbuhan sektor akomodasi dan makan minum pada triwulan II diperkirakan mulai mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi dibandingkan triwulan I seiring dengan kondisi cuaca yang mulai kondusif yang diprediksi dapat meningkatkan arus kunjungan wisatawan ke NTT. Kegiatan pemerintah diperkirakan juga sudah mulai stabil seiring dengan mulai normalnya kegiatan birokrasi paska pergantian numenklatur dan mutasi pegawai dan pimpinan SKPD yang ada. Namun demikian secara tahunan, pertumbuhan ekonomi pada sektor ini tidak setinggi tahun sebelumnya yang disebabkan oleh selain cukup tingginya posisi pertumbuhan di tahun sebelumnya, juga disebabkan oleh tibanya bulan Puasa Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada akhir bulan Juni, sehingga wisatawan wisatawan domestik diprediksi akan sedikit lebih menahan diri untuk melakukan kegiatan wisata. Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi tumbuh sebesar 6,9% (yoy) pada triwulan I atau melambat dibandingkan triwulan IV yang tumbuh 8,38% (yoy), namun meningkat dibandingkan triwulan I yang tumbuh sebesar 5,24% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kegiatan jasa keuangan dan asuransi tercermin dari pertumbuhan indikator Nilai Tambah Bank (NTB) untuk bank umum yang tumbuh melambat menjadi 12,62% (yoy) dari triwulan IV sebesar 15,2% (yoy). Perlambatan dikontribusikan oleh penurunan pendapatan Financial Intermediation Services Indirectly Measured (FISIM) atau pendapatan bank dari margin suku bunga, Pendapatan Provisi/Komisi dan Pendapatan Sekunder Bank menjadi Rp 655,71 miliar dari sebelumnya triwulan IV sebesar Rp 684,84 miliar. Perkembangan jasa keuangan dan asuransi pada triwulan II diperkirakan tumbuh cukup stabil. Pertumbuhan didorong oleh tingginya kebutuhan masyarakat terutama berupa pendanaan dari jasa keuangan untuk kegiatan konsumsi rumah tangga seiring tibanya musim libur sekolah, bulan Puasa Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri serta kebutuhan produksi terutama pertanian seiring dimulainya masa tanam kedua. 14 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI

35 GRAFIK PERKEMBANGAN NTB PERBANKAN 7 NTB (RP MILIAR) % (YOY) I NTB % (YOY) Sumber : Bank Indonesia, diolah Sektor transportasi dan pergudangan tercatat tumbuh sebesar 4,61% (yoy), atau melambat dibandingkan triwulan IV yang tumbuh 5,48% (yoy) dan triwulan I sebesar 6,97% (yoy). Perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh minimnya pembukaan rute baru pesawat, sementara investasi tercatat sebesar Rp38 miliar oleh PT. Transnusa Aviation Mandiri terkait angkutan udara untuk penumpang diperkirakan baru akan memberikan dampak terhadap pertumbuhan pada triwulan depan seiring bertambahnya jadwal penerbangan. Selain itu, cuaca dan gelombang laut yang buruk di periode awal triwulan I juga cukup menyebabkan penurunan penggunaan kapal laut dan angkutan udara untuk perjalanan. Pertumbuhan pada triwulan II diperkirakan masih cukup stabil didorong oleh momen libur Hari Raya Idul Fitri yang dimanfaatkan untuk kembali ke kampung halaman dan meningkatnya kebutuhan tempat penyimpanan komoditas terutama pangan dan keperluan rumah tangga seiring kebutuhan konsumsi di triwulan II. Sektor real estate tercatat tumbuh 5,6% (yoy) pada triwulan I atau meningkat dibandingkan triwulan IV yang tumbuh 3,53% (yoy). Pertumbuhan sektor real estate terutama didorong oleh investasi pembangunan perumahan sebesar Rp 364,5 miliar di empat kabupaten/kota yakni Kab. Manggarai Barat, Kota Kupang, Kab. Timor Tengah Selatan dan Kab. Kupang yang mencapai Rp364,5 miliar. Pertumbuhan sektor real estate pada triwulan II diperkirakan meningkat seiring upaya REI Provinsi NTT menyelesaikan target 3. unit rumah bersubsidi di tahun. Sektor industri pengolahan tumbuh 5,9% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan IV yang sebesar 3,41% (yoy) maupun triwulan I yang tumbuh 4,98% (yoy). Pertumbuhan positif didukung beberapa pabrik kelas menengah kecil seperti air kemasan dan rumput laut di Sabu Raijua. Investasi pada sektor industri pengolahan pada triwulan I masih tercatat cukup rendah sebesar Rp 37,43 miliar untuk industri pengolahan dan pengawetan ikan di Kabupaten Flores Timur dan Sikka serta sebagian kecil industri pengolahan lainnya di Kota Kupang. Porsi dan pertumbuhan sektor industri pengolahan saat ini masih belum cukup berkontribusi terhadap total perekonomian Provinsi NTT. Untuk itu, pemerintah perlu terus mendorong pengembangannya baik bersama dengan sesama Pemerintah Daerah maupun masyarakat melalui model industri pengolahan yang memberdayakan masyarakat lokal dan tetap menjaga kelestarian lingkungan alam Provinsi NTT. Pembentukan industri pengolahan juga penting untuk memenuhi kebutuhan internal daerah dan mengurangi ketergantungan dari daerah lain. Dari hasil Focus Group Discussion yang pernah dilakukan antara Bank Indonesia dengan Satuan Kerja Pemerintah Daerah mengenai diskusi sumber diversifikasi pertumbuhan ekonomi daerah, sektor agroindustri terutama agroindustri lahan kering dapat menjadi salah satu industri utama yang dapat didorong mengingat ketersediaan lahan yang masih begitu besar dan karakter cuaca yang sangat menunjang untuk tanaman lahan kering. Beberapa investasi yang sudah masuk seperti industri gula, garam, tembakau, kakao, serat rami, kopi dan rumput laut sekiranya dapat terus didukung dan KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI 15

36 dikembangkan agar industrialisasi pertanian di NTT dapat berjalan. Sementara itu, prospek pada triwulan II diperkirakan masih akan cukup stabil dan belum tumbuh terlalu besar dikarenakan belum adanya perubahan signifikan dalam struktur perekonomian. Sektor informasi dan komunikasi tercatat tumbuh 6,72% (yoy) atau sedikit melambat dibandingkan triwulan IV yang tumbuh 7,23% (yoy). Walaupun melambat, pertumbuhan ekonomi di sektor ini masih cenderung di atas rata-rata NTT ataupun nasional yang lebih disebabkan oleh masih tumbuhnya sektor komunikasi terutama komunikasi data di NTT. Untuk meningkatkan layanan, saat ini sedang dilakukan realisasi pengembangan 6 BTS 4G oleh Telkomsel dengan perkembangan terkini telah mencapai 4%. Dengan terus tumbuhnya penggunaan telepon seluler dan paket data di Provinsi NTT, prospek pertumbuhan sektor ini diperkirakan akan terus progresif dan pada triwulan II diperkirakan meningkat didorong adanya momen Hari Raya Idul Fitri serta didukung pula oleh pembangunan jaringan fiber optik oleh Telkom dari Makassar menuju Flores untuk mengantisipasi gangguan jaringan dari sebagaimana beberapa kali telah terjadi. 16 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI

37 Boks 1. Perkembangan Industri Gula di Indonesia dan Potensi Investasi Industri Gula di NTT Konsumsi gula di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang luar biasa. Sejak tahun 211, konsumsi gula mengalami pertumbuhan di atas 1%. Penurunan pertumbuhan hanya terjadi pada tahun 214 dan kembali meningkat sebesar 7,18% (yoy) di tahun. Pada tahun, konsumsi gula diperkirakan mengalami kenaikan signifikan yang terlihat 1 dari kenaikan impor raw sugar yang cukup tinggi hingga 39,8%, yaitu dari 3,3 juta ton di tahun menjadi 4,6 juta ton 2 di tahun. Dengan asumsi produksi tahun mengalami penurunan menjadi hanya sebesar 2,3 juta ton dikarenakan masalah cuaca ekstrim, maka total penyediaan gula nasional pada tahun mencapai 6,9 juta ton, atau tumbuh 16,9% dibanding posisi tahun yang sebesar 5,9 juta ton. Tingginya konsumsi gula yang cukup signifikan tersebut dan tidak diimbangi dengan peningkatan produksi dalam negeri membuat defisit neraca perdagangan gula menjadi semakin lebar. Dengan nilai impor hingga 4,6 juta ton, setidaknya dibutuhkan 26 triliun rupiah untuk mendatangkan gula dari luar negeri. Pada triwulan I, sudah dilakukan impor raw sugar sebanyak,9 juta ton atau setara dengan 6 triliun rupiah untuk memenuhi kebutuhan gula industri di dalam negeri. GRAFIK BOKS 1.1. NILAI KONSUMSI DAN PRODUKSI GULA DI INDONESIA BESERTA PERTUMBUHANNYA GRAFIK BOKS 1.2. NEGARA ASAL IMPOR UTAMA GULA KE INDONESIA JUTA TONS ,9 2%,33 7% 1,26 27% (2) (4) (6) 2,12 46% BRAZIL THAILAND AUSTRALIA LAINNYA PRODUKSI IMPOR TOTAL G TOTAL Sumber : BPS, diolah Sumber : Bea Cukai, diolah Rendahnya harga gula internasional diperkirakan masih menjadi alasan utama tingginya impor raw sugar di Indonesia. Hal ini terlihat dari rata-rata harga impor raw sugar yang hanya,43 USD atau setara dengan Rp 5.676,-, jauh lebih rendah dibanding harga gula lokal di pasar yang tidak pernah lebih rendah dari angka Rp 13.,- atau harga pokok petani (HPP) 3 tahun yang sebesar Rp 9.1,-. Berdasarkan negara asal barang, Thailand menjadi supplier raw sugar terbesar untuk Indonesia dengan nilai mencapai 2,12 juta ton atau setara 46,2%, disusul oleh Brasil dengan pangsa mencapai 4 27,3% dan Australia dengan pangsa sebesar 19,5%. Rendahnya harga yang hanya sebesar Rp 5.148,- menjadi alasan utama importir membeli gula dari Thailand. Bersama-sama, ketiga negara tersebut berkontribusi terhadap 92,9% impor gula rafinasi di Indonesia. 1. Menggunakan metode SITC (Standard Industrial Trade Clasification) 2. Asosiasi Gula Indonesia 3. Permendag Nomor 42/M-DAG/PER/5/ tentang penetapan harga patokan petani gula kristal putih tertanggal 31 Mei 4. Asumsi nilai kurs Rp 13.2 per dolar KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI 17

38 GAMBAR BOKS 1.1. SEBARAN DAERAH PENGHASIL TEBU DI INDONESIA Sumber : BPS, diolah Beberapa roadmap pengembangan gula sudah disusun untuk mengembalikan produksi gula nasional, namun produksi juga belum menunjukkan adanya peningkatan dan justru semakin menurun. Sejak tahun 28, rata-rata produksi gula nasional justru mengalami penurunan hingga -,23% (av-yoy), dan bahkan apabila produksi gula benar mengalami penurunan, maka rata-rata penurunan justru semakin besar. Saat ini, total luas lahan tebu di Indonesia mencapai 455,8 ribu ha, menurun 3,57% (yoy) dari luas lahan tahun sebelumnya yang sebesar 472,7 ribu ha. Adapun produksi tebu dan gula di Indonesia saat ini masih hanya terfokus di 9 Provinsi antara lain Jawa Timur, Lampung, Jawa Tengah, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Gorontalo dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada tahun, sebenarnya sudah ada beberapa wilayah yang juga mengembangkan tebu seperti Nusa Tenggara Barat yang sudah mulai operasi sejak akhir tahun, Aceh dan Nusa Tenggara Timur yang sedang dalam tahap ujicoba. Tingginya harga jual gula di Indonesia sebenarnya sangat menarik bagi investor untuk berinvestasi di sektor ini terutama dikarenakan oleh potensi balik modal yang besar. Berdasarkan pangsa produksi gula nasional, 48,7% produksi masih didominasi oleh Provinsi Jawa Timur, disusul oleh Lampung (29,8%), Jawa Tengah (8,1%), Jawa Barat (4,%) dan Gorontalo (3,5%). Namun demikian, apabila dilihat dari besar produksi gula per hektar, Gorontalo justru menjadi daerah dengan tingkat produktivitas tertinggi hingga 6,37 ton gula/ha, diikuti Lampung (6,7 ton/ha), Jawa Timur (5,97 ton/ha) sedangkan 6 Provinsi lainnya memiliki produktivitas kurang dari 5 ton/ha. Rendahnya produktivitas tersebut baik disebabkan oleh rendahnya produksi tebu per hektar ataupun rendahnya rendeman gula membuat petani cenderung mengalihkan produksi ke komoditas lain yang lebih menguntungkan. 18 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI

39 GRAFIK BOKS 1.3. PANGSA PRODUKSI GULA NASIONAL GRAFIK BOKS 1.4. PRODUKSI GULA (TON) PER HA LAHAN GORONTALO 6,37 LAMPUNG 6,7 8,1% 29,8% 48,7% JAWA TIMUR LAMPUNG JAWA TENGAH SUMATERA SELATAN JAWA BARAT GORONTALO SULAWESI SELATAN D.I.YOGYAKARTA SUMATERA UTARA JAWA TIMUR SUMATERA SELATAN JAWA TENGAH D.I.YOGYAKARTA JAWA BARAT SUMATERA UTARA SULAWESI 4,59 4,38 4,37 4,14 3,83 3,33 5,97 Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Berdasarkan rantai nilai produksi tebu, olahan tebu dapat diproses menjadi beberapa produk turunan. Pada prosesnya, kebun tebu yang sudah berproduksi akan menghasilkan tebu yang nantinya akan digunakan untuk produksi gula. Hasil turunan dari pabrik gula sendiri terdiri dari beberapa jenis seperti tetes/molases, blothong/filter cake, ampas/bagasses ataupun gula itu sendiri. Adapun pucuk tebu juga dapat digunakan untuk pakan ternak untuk peternakan sapi. Produk tetes dapat diolah lebih lanjut menjadi bioethanol, blothong dapat digunakan sebagai pupuk dan ampas dapat digunakan sebagai sumber energi untuk pembangkit energi biomasa. GAMBAR BOKS 1.2. RANTAI NILAI PRODUK TEBU DAN TURUNANNYA 1 ESTATE (Tebu) SUGARCANE (Tebu) 3 ELECTRICITY 2a 2b POWER PLANT PLN SUGAR MILL BREEDING PROJECT BARGASSES FILTE CAKE MOLASSES SUGAR 4 5 ORGANIC FERTILIZER BIOETHANOL Sumber : berbagai sumber, diolah KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI 19

40 Berdasarkan karakteristiknya, tanaman tebu akan sangat baik ditanam pada daerah kering dengan penyinaran matahari yang tinggi. Tingginya intensitas penyinaran akan dapat meningkatkan proses fotosintesa yang pada akhirnya akan membantu peningkatan sukrosa tebu. Penanaman tebu juga membutuhkan perbedaan suhu siang dan malam yang tidak lebih dari 1ºC sehingga proses penimbunan sukrosa dapat menjadi lebih efektif dan dapat dihasilkan rendeman yang tinggi. Tanaman tebu paling baik ditanam pada tanah dengan ketinggian kurang dari 5 meter, kemiringan lahan kurang dari 8%, tingkat kelembaban lebih dari 7%, suhu ideal pada 24ºC-34ºC, kecepatan angin kurang dari 1 km/jam, PH tanah antara 6-7,5, dan cocok ditanam pada tanah aluvial, grumosol, latosol ataupun regusol. Pada masa vegetatif, tanaman tebu sangat membutuhkan air, tetapi menjelang panen penggunaan air menurun sangat signifikan. Tanaman tebu bisa ditanam pada daerah dengan musim kering minimal 3 bulan, dan membutuhkan penyinaran antara jam setiap harinya. Berdasarkan karakteristik tersebut di atas, Provinsi NTT jelas memiliki keunggulan komparatif dibanding daerah lain di Indonesia. Sebagai daerah yang relatif kering dengan musim kering mencapai 7-8 bulan dan penyinaran matahari yang relatif lama, serta kecocokan kondisi tanah yang mayoritas berupa tanah mediteran, latosol dan gramosol potensi untuk meningkatkan rendeman juga sangat tinggi. Hasil penelitian BPPG (1985) yang meneliti 9 varietas gula di NTT juga menunjukkan hasil rendeman rata-rata sebesar 12,5%, sedikit di atas rata-rata rendeman di Thailand yang mencapai 12%, sedikit di bawah Brasil yang memiliki rendeman 14-16% dan jauh di atas rata-rata rendeman nasional yang hanya di kisaran 7,26%. Apabila dilihat dari potensi hasil tanam tebu mencapai lebih dari 1 ton per hektar, maka potensi hablur gula yang dihasilkan bisa mencapai lebih dari 1 ton per ha, bahkan lebih tinggi dibanding Brasil sebagai produsen gula terbesar dunia yang secara rata-rata memiliki hablur gula 9,5-9,8 ton per ha. Berdasarkan data peta zona agroekologi BPPT NTT (27), terdapat ha lahan potensial yang tersebar di Pulau Sumba, Flores dan Pulau Timor. Besarnya lahan tersebut sangat memungkinkan bagi provinsi NTT untuk mengembangkan agroindustri gula berskala nasional. Oleh karena itu, DPMPTSP telah menjembatani beberapa investor untuk melakukan investasi di NTT. Beberapa daerah yang cukup berprospek yang sudah ditawarkan antara lain Sumba Timur, Manggarai Timur, Malaka dan Timor Tengah Utara. Bahkan investasi pembangunan agroindustri gula sudah dilakukan di Sumba Timur dan saat ini sedang menunggu proses kerjasama lainnya di beberapa daerah. Namun demikian berdasarkan hasil FGD, masih terdapat beberapa hal yang perlu menjadi perhatian bersama antara lain permasalahan perijinan, infrastruktur dan pembebasan lahan. Oleh karena itu, peran kita bersama dalam mensukseskan investasi yang ada baik berupa kemudahan dalam membantu pengurusan hak ulayat tanah, perijinan-perijinan hingga pembangunan infrastruktur pendukung dirasa sangat penting dalam mendorong tumbuhnya investasi di NTT. Dengan adanya dukungan dari semua pihak, maka diharapkan investor agroindustri gula berminat masuk untuk berinvestasi di NTT. Sehingga, ke depan diharapkan, NTT dapat menjadi salah satu provinsi produsen gula di Indonesia dan dengan potensi luas lahan yang ada, diharapkan NTT dapat masuk menjadi 5 besar provinsi penghasil gula di Indonesia. 2 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI

41 2 Keuangan Daerah Berdasarkan data per 31 Maret, realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT pada triwulan I- tercatat Rp 5,99 triliun atau 23,38% dari total rencana pendapatan tahun sebesar Rp 25,67 triliun, meningkat apabila dibandingkan triwulan I yang sebesar 2,73% Di sisi lain, realisasi belanja pemerintah mencapai Rp 3,13 triliun atau 8,91% dibandingkan pagu belanja tahun sebesar Rp 35,19 triliun, sedikit meningkat dibandingkan triwulan I yang sebesar 8,7%. KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI 21

42 2.1 KONDISI UMUM Total anggaran belanja fiskal Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun sebesar Rp 35,19 triliun, terdiri dari belanja APBD Provinsi sebesar Rp 4,66 triliun (pangsa 13,25%), belanja APBD kabupaten/kota sebesar Rp 21,43 triliun (pangsa 6,9%) dan belanja APBN sebesar Rp 9,1 triliun (pangsa 25,85%). Anggaran belanja APBD kabupaten/kota tertinggi dibuat oleh Kabupaten Timor Tengah Selatan yang mencapai Rp 1,51 triliun, sementara terendah Kabupaten Sumba Tengah sebesar Rp 555,26 miliar. Sampai dengan triwulan I, secara keseluruhan realisasi anggaran pendapatan daerah mencapai 23,38% atau lebih tinggi dibandingkan realisasi periode yang sama tahun yang sebesar 2,73%. Realisasi APBD Provinsi Nusa Tenggara Timur mencapai 23,56%, lebih rendah daripada pencapaian triwulan I dan yang sebesar 26,5% dan 25,62%. Rendahnya realisasi pendapatan terutama disebabkan masih terbatasnya aktivitas ekonomi di awal tahun yang sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sementara itu, realisasi pendapatan APBD Kabupaten/Kota sebesar 21,3%, lebih tinggi dibandingkan pencapaian triwulan I yang sebesar 18,7%. Tingginya realisasi pendapatan APBD Kabupaten/Kota terutama didorong oleh realisasi pendapatan transfer Dana Alokasi Umum dan PAD yang tinggi. Dari sisi belanja, realisasi belanja ketiga anggaran tersebut cukup baik. Secara keseluruhan, realisasi anggaran belanja daerah mencapai 8,91% atau lebih tinggi dibandingkan realisasi triwulan I dan triwulan I yang sebesar 8,7% dan 7,3%. Pencapaian tersebut didorong oleh realisasi anggaran belanja APBD kabupaten/kota yang lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun dan, yakni sebesar 7,67% dibandingkan periode yang sama tahun dan sebesar 7,31% dan 7,49%. Di samping itu, realisasi anggaran belanja APBD Provinsi Nusa Tenggara Timur mencapai 13,26% dengan realisasi terbesar pada belanja konsumsi yang mencapai 14,94%, sementara belanja APBN sampai periode laporan terealisasi 9,6%. Secara spasial, Kabupaten Flores Timur menjadi kabupaten dengan realisasi belanja terbesar di triwulan laporan, yakni sebesar 12,33% seiring realisasi belanja pegawai yang mencapai 17,4%. Di sisi lain, realisasi terendah terjadi di Kabupaten Sumba Barat Daya yakni hanya 4,85% seiring belum adanya realisasi belanja modal di triwulan laporan. GRAFIK 2.1. REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Total Pendapatan dan Belanja Pemerintah Realisasi Pendapatan Pemerintah Realisasi Belanja Pemerintah ANGGARAN REALISASI TRILIUN RP 25 2 ANGGARAN REALISASI % Triliun Rp 18% 2% 9% ANGGARAN 25 2 ANGGARAN REALISASI Triliun Rp 13% 26% 2% 28% ANGGARAN % 75% APBN KAB PROV 15 61% 52% APBN KAB PROV PORSI REALISASI PENDAPATAN PORSI REALISASI BELANJA PENDAPATAN DAERAH 3.13 BELANJA DAERAH APBN KAB PROV APBN KAB PROV Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah 22 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI

43 9,5% 5,1% 2.2 PENDAPATAN DAERAH Total pendapatan pemerintah di Provinsi Nusa Tenggara Timur sampai dengan triwulan I mencapai Rp 5,99 triliun atau 23,38% dari rencana pendapatan tahun yang sebesar Rp 25,65 triliun. Persentase pendapatan tersebut lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebesar 2,73%. Komposisi pendapatan daerah tersebut terdiri dari pendapatan APBD Provinsi sebesar Rp 1,11 triliun atau 23,56% dari total rencana pendapatan sebesar Rp 4,72 triliun. Pendapatan tertinggi Pemerintah Provinsi berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 535,84 miliar (3,5%) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp 327,2 miliar (17,88%). Pendapatan Pemerintah Kabupaten/Kota mencapai Rp 4,3 triliun atau 21,3% didominasi pula oleh DAU sebesar Rp 3,71 triliun (31,32%) dan DAK sebesar Rp 212,4 miliar (5,35%). Komposisi pendapatan tersebut menunjukkan bahwa sampai saat ini pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota masih sangat tergantung pada dana subsidi dari Pemerintah Pusat, sehingga perlu terus dilakukan upaya peningkatan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang salah satunya melalui pembangunan infrastruktur pendukung investasi swasta di Provinsi NTT. Sementara itu, pendapatan APBN di Provinsi NTT tercatat sebesar Rp 582,21 miliar atau 123,5% dari total rencana pendapatan sebesar Rp 473,16 miliar dengan porsi terbesar berasal dari pajak penghasilan sebesar Rp 234,4 miliar. GRAFIK 2.2 PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBN GRAFIK 2.3 PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBD PROVINSI/ KAB-KOTA,9% 2,5%,4% 37,57% 1,32% 2,36% 4,2%,4%,1% PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PENDAPATAN PAJAK LAINNYA PENDAPATAN BEA MASUK PAJAK BUMI & BANGUNAN CUKAI PAJAK PENGHASILAN 36,5% 12,9% 5,2% 9,5% 5,1% KAB/ KOTA 67,4% 34,6% 25,5% PAD DAU DAK OTSUS LAINNYA Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT Secara spasial, Kota Kupang menjadi kabupaten/kota dengan pencapaian realisasi pendapatan tertinggi pada triwulan I yaitu 28,55% atau Rp 311,83 miliar dari target sebesar Rp 1,9 triliun. Pendapatan tertinggi berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) dari Pemerintah Pusat sebesar Rp 22,39 miliar atau 7,68% dari total realisasi pendapatan. Realisasi pendapatan cukup tinggi (>2%) juga dicapai oleh 16 kabupaten/kota lainnya, sementara lima kabupaten masih mencatat realisasi pendapatan yang cukup rendah (<2%), yaitu Kab. Sumba Timur (19,61%), Kab. Lembata (16,98%), Kab. Nagekeo (15,79%), Kab. Ngada (14,9%) dan Kab. Sabu Raijua (1,38%). Rendahnya realisasi pendapatan kelima kabupaten tersebut terutama dipengaruhi oleh penerimaan Dana Alokasi Umum (DAU) dari Pemerintah Pusat yang masih rendah. Dominasi DAU dalam realisasi pendapatan di tiap kabupaten/kota pada triwulan laporan masih tinggi dengan rata-rata 86,9%, meskipun sedikit menurun dibandingkan triwulan I yang sebesar 89,35%. Sementara itu, komposisi PAD tertinggi dipegang oleh Kab. Sumba Barat sebesar 17,61%, DAK tertinggi oleh Kab. Kupang sebesar 22,5% dan pendapatan lain-lain tertinggi oleh Kab. Manggarai Barat sebesar 1,75% terutama disumbang oleh dana penyesuaian dan otonomi khusus sebesar Rp 22,75 miliar. KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI 23

44 GRAFIK 2.4. REALISASI PENDAPATAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DAN KOMPONENNYA TRIWULAN-I 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % 1% 8% 6% 4% 2% % KAB. KUPANG KOTA KUPANG SUMBA BARAT SUMBA TENGAH FLOTIM ROTE TTU TTS BELU ALOR ENDE MABAR SIKKA MALAKA MATIM SBD MANGGARAI SUMBA TIMUR LEMBATA NAGEKEO NGADA SABU RAIJUA PENDAPATAN ASLI DAERAH BAGI HASIL DANA ALOKASI UMUM DANA ALOKASI KHUSUS PENDAPATAN LAIN-LAIN REALISASI (LINE KANAN) Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah 2.3 BELANJA DAERAH Realisasi anggaran belanja APBN dan APBD Pemerintah di Provinsi NTT hingga triwulan I mencapai Rp 3,13 triliun atau 8,91% dari total pagu belanja tahun sebesar Rp 35,19 triliun. Pencapaian realisasi belanja sebesar 8,91% tersebut sedikit lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun yang sebesar Rp 3,9 triliun atau 8,7% dari total pagu belanja tahun sebesar Rp 35,52 triliun. Berdasarkan kategori pemerintahan, realisasi belanja Pemerintah Provinsi masih menjadi yang tertinggi sebesar 13,26%. Sementara menurut realisasi belanja modal, realisasi APBN menjadi yang tertinggi sebesar 4,38% meskipun turun dibandingkan pencapaian periode yang sama tahun sebesar 6,12%. Penurunan realisasi belanja modal pada APBN diperkirakan dipengaruhi oleh proyek-proyek strategis multiyears, seperti Bendungan Raknamo dan Pos Lintas Batas Negara Motaain dan Motamasin yang telah memasuki tahap penyelesaian, serta menyisakan proyek yang masih berjalan seperti pembangunan jalan perbatasan Sabuk Merah Sektor Timur sepanjang 14 km pada tahun ini, dari tahun sebelumnya telah tersambung 48,19 km dan sisanya dikerjakan pada 218 (total panjang 176,19 km). Di sisi lain, proyek baru seperti Bendungan Napunggete di Kabupaten Sikka yang telah ditandatangani kontraknya pada Desember senilai Rp 849,9 miliar, pengerjaannya baru mencapai,7% dari target selesai 22 dan Bendungan Temef di Kab. Timor Tengah Selatan yang masih dalam tahap perencanaan. Secara tahunan, peningkatan realisasi belanja didorong oleh realisasi belanja kabupaten/kota terutama belanja modal yang meningkat menjadi 1,41% dibanding triwulan I yang sebesar,85%. Sedangkan realisasi belanja APBN dan APBD Provinsi melambat masing-masing menjadi 9,6% dan 13,26% dari triwulan I sebesar 1,2% dan 14,17%. Melambatnya realisasi belanja APBD Provinsi dibanding triwulan I disebabkan rendahnya realisasi investasi yang baru mencapai 1%, terutama disebabkan oleh adanya perubahan numenklatur dan pergantian pejabat yang menghambat pencapaian target anggaran. Dari sisi komponen belanja, Kab. Timor Tengah Selatan (95,31%), Kab. Sumba Barat Daya (92,96%) dan Kab. Timor Tengah Utara (91,59%) menjadi tiga daerah dengan komponen belanja pegawai tertinggi. Sementara untuk komponen belanja modal, Kab. Sabu Raijua (3,51%), Kab. Ende (23,37%) dan Kab. Sikka (11,72%) menjadi tiga daerah tertinggi sampai dengan triwulan laporan. 24 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI

45 GRAFIK 2.5. PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA DAERAH GRAFIK 2.6. PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA MODAL I I APBN KAB/KOTA PROVINSI TOTAL APBN KAB/KOTA PROVINSI TOTAL Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan GRAFIK 2.7. PERTUMBUHAN REALISASI BELANJA (YOY) 45 % ,55% IV 22,69% 4,64% 21,23% 4,97% 1,39% I Secara umum, realisasi belanja tertinggi pada triwulan laporan masih dipegang oleh belanja konsumsi yang mencapai 11,7%, sementara belanja modal baru mencapai 2,6%. Komponen belanja konsumsi tertinggi berada pada belanja pegawai sebesar 64,87% atau Rp 2,3 triliun. Berdasarkan kewenangan, realisasi belanja konsumsi tertinggi berada pada Pemerintah Provinsi sebesar 14,94% terutama diperuntukan bagi belanja pegawai sebesar Rp 227,2 miliar atau meningkat dibandingkan periode yang sama tahun seiring dengan adanya pengalihan kewenangan pembayaran gaji guru SMA ke Provinsi. Realisasi belanja hibah Pemerintah Provinsi pada triwulan I juga masih cukup tinggi sebesar Rp 227,8 miliar, meskipun menurun dari periode yang sama tahun yang sebesar Rp 319,81 miliar, dalam rangka melanjutkan program Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Desa Mandiri Anggur Merah dan bantuan alat produksi masyarakat seperti alat tangkap nelayan dan alat produksi pertanian. GRAFIK 2.8. REALISASI BELANJA APBN DAN APBD PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT 9,6 13, 7,7 9,5 13,3 14,9 8,9 11,1 % URAIAN BELANJA DAERAH BELANJA MODAL BELANJA KONSUMSI RENCANA , , ,4 REALISASI NOMINAL % 3.134,1 234, 2.9,1 8,91 2,61 11,7 PANGSA (%) 1 7,47 92,53 4,4 1,4 1,5 2,6 BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG DAN JASA BELANJA HIBAH BELANJA BANTUAN SOSIAL 12.66, , ,4 12,5 2.33,2 532,1 271, 5,3 16,6 6,84 17,24 4,37 64,87 16,98 8,65,17 APBN KAB PROV TOTAL BELANJA BAGI HASIL BANTUAN KEUANGAN 427, ,5 32,4 17, 7,59,48 1,3,54 BELANJA DAERAH BELANJA MODAL BELANJA KONSUMSI KONSUMSI LAINNYA BELANJA LAINNYA 71,6 2,7 9, - 12,58 -,29 - Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah (*Miliar Rp) KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI 25

46 Perkembangan realisasi belanja dari masing-masing tingkat pemerintahan dapat dijabarkan sebagai berikut : Belanja APBN Hingga triwulan I, realisasi belanja APBN tercatat baru mencapai Rp 873,42 miliar (9,6%) dari total pagu sebesar Rp 9,1 triliun. Realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebesar 1,2% disebabkan oleh masih berlangsungnya penyesuaian pos anggaran dengan adanya perubahan numenklatur dan pergantian pejabat di tingkat Provinsi, sehingga menghambat realisasi anggaran. Pangsa realisasi belanja APBN tertinggi pada triwulan I dipegang oleh belanja pegawai sebesar Rp 479,55 miliar (54,9%) diikuti belanja barang dan jasa sebesar Rp 235,89 miliar (27,1%), sementara belanja modal hanya sebesar Rp 157,98 miliar (18,9%). Pangsa realisasi belanja modal masih perlu terus ditingkatkan agar lebih berdampak produktif terhadap perekonomian Provinsi NTT, misalnya dengan mendorong percepatan realisasi pembangunan infrastruktur utama seperti saluran irigasi dan jalan raya Belanja Pemerintah Provinsi NTT Sampai dengan triwulan I realisasi belanja Pemerintah Provinsi NTT tercatat sebesar Rp 618,18 miliar atau baru mencapai 13,26% dari total pagu anggaran sebesar Rp 4,66 triliun. Pencapaian tersebut lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun yang sebesar 14,17%. Hal tersebut dipengaruhi oleh rendahnya realisasi anggaran investasi yang hingga triwulan I baru terealisasi sekitar 1%, terutama disebabkan oleh adanya perubahan numenklatur dan pergantian pejabat di tingkat GRAFIK 2.9. PANGSA REALISASI BELANJA KONSUMSI APBN PEMERINTAH DAN APBD 1% 7.1 9% 27,1 8% 36,73 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % 54,9 18,9 19,76 36,75 KONSUMSI LAINNYA BANTUAN KEUANGAN BELANJA BAGI HASIL BELANJA BANTUAN SOSIAL BELANJA HIBAH BELANJA BARANG DAN JASA BELANJA PEGAWAI BELANJA MODAL APBN PROV Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah kelembagaan Provinsi NTT yang menghambat pencapaian target anggaran. Secara komposisi, pangsa realisasi belanja Pemerintah Provinsi pada triwulan I terutama disumbang oleh belanja pegawai sebesar Rp 227,2 miliar (36,75%) dan belanja hibah sebesar Rp 227,8 miliar (36,73%). Pencapaian belanja pegawai pada triwulan laporan lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama terutama didorong oleh pengalihan kewenangan pembayaran gaji guru SMA ke Provinsi mulai tahun ini. Belanja hibah juga masih cukup tinggi terutama dipergunakan untuk penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan program Desa Mandiri Anggur Merah sesuai kebijakan pemberdayaan masyarakat oleh Pemerintah Provinsi NTT. Sementara itu realisasi belanja barang dan jasa pada triwulan laporan sebesar Rp 122,17 miliar (19,76%) atau lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun. Hal ini berbeda dengan realisasi belanja modal yang lebih rendah yakni Rp 8,55 miliar (1,47%) dibandingkan Rp 17,76 miliar (3,16%) pada triwulan I sehingga perlu terus dipercepat realisasinya demi mengejar target pencapaian tahun Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota Pada triwulan I, realisasi belanja Pemerintah Kabupaten/Kota mencapai Rp 1,64 triliun atau 7,67% dari total pagu belanja Rp 21,43 triliun. Secara persentase, pencapaian tersebut lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun yang tercatat sebesar 7,31% (Rp 1,69 triliun) dari total pagu. Lebih tingginya pencapaian realisasi belanja tersebut selain dipengaruhi pagu anggaran tahun yang lebih kecil yakni Rp 21,43 triliun dari sebelumnya tahun sebesar Rp 23,1 triliun, juga didorong oleh realisasi belanja modal kabupaten/kota yang lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun, yakni mencapai Rp 67,51 miliar (1,41%) dari sebelumnya Rp 5,8 miliar (,85%). 26 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI

47 Realisasi belanja Pemerintah Kabupaten/Kota terbesar berada pada belanja pegawai sebesar Rp 1,33 triliun dengan pangsa 8,76% dari total belanja, diikuti belanja barang dan jasa sebesar Rp 174,7 miliar (1,6%) dan belanja modal sebesar Rp 67,51 miliar (4,11%). Secara spasial, rata-rata realisasi belanja di tiap Kabupaten/Kota mencapai 7,58% dengan rata-rata realisasi belanja pegawai sebesar 17,22% dan belanja modal sebesar 1,53%. Persentase realisasi belanja tertinggi berada di Kab. Flores Timur yakni sebesar Rp 131,55 miliar (12,33%), diikuti Kab. Manggarai Timur sebesar Rp 91,34 miliar (9,63%) dan Kab. Rote Ndao sebesar Rp 68,28 miliar (9,54%). Di sisi lain, realisasi belanja terendah terjadi di Kab. Sumba Barat Daya yang baru mencapai Rp 43,13 miliar (4,85%), diikuti oleh Kab. Sumba Barat Rp 37,4 miliar (5,29%) dan Kab. Sumba Tengah Rp 32,33 miliar (5,82%), terutama disebabkan oleh masih rendahnya belanja langsung pegawai dan belanja modal. GRAFIK 2.1. REALISASI BELANJA DAN KOMPONENNYA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % FLOTIM MATIM ROTE MALAKA ALOR ENDE KOTA KUPANG KAB. KUPANG LEMBATA SIKKA TTU BELU MANGGARAI MABAR SUMBA TIMUR NGADA NAGEKEO TTS SABU RAIJUA SUMBA TENGAH SUMBA BARAT SBD 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG DAN JASA BELANJA MODAL BELANJA LAINNYA % REALISASI Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah GAMBAR 2.1. REALISASI BELANJA MODAL KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Sumber: Dinas Pendapatan dan Aset Provinsi NTT, diolah 2.4 DANA PEMERINTAH DI PERBANKAN Pada triwulan I, dana milik pemerintah yang disimpan di perbankan tercatat sebesar Rp 5,7 triliun. Jumlah tersebut meningkat 152,45% (qtq) dibandingkan triwulan IV yang sebesar Rp 2,1 triliun. Peningkatan tersebut sejalan dengan telah ditransfernya sebagian besar dana dari Pemerintah Pusat ke rekening Pemerintah Daerah untuk anggaran tahun. Peningkatan DPK terutama terjadi di Kabupaten/Kota sebesar 157,92% (qtq) dari triwulan sebelumnya sebesar Rp 1,67 triliun untuk pembiayaan belanja Kabupaten/Kota di tahun. Berdasarkan jenis simpanan, giro meningkat sebesar 2,2% (qtq) dari sebelumnya Rp 1,36 triliun, tabungan turun sebesar 33,96% (qtq) dari sebelumnya Rp 198,92 miliar dan deposito meningkat sebesar 9,48% (qtq) dari sebelumnya Rp 447,28 miliar. Simpanan pemerintah terbesar masih dalam bentuk giro sebesar Rp 4,9 triliun. KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI 27

48 GRAFIK DANA PIHAK KETIGA PEMERINTAH DI PERBANKAN NTT TABEL 2.2. KOMPOSISI DPK PEMERINTAH DI NTT 8 7 TRILIUN RP PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK PUSAT 73,58,33-73, PROVINSI 448,85 5,63 229,89 684, I KOTA KABUPATEN 185, ,28 16,89 18,51 84,93 537,14 287, ,93 PUSAT PROVINSI PEMKOT PEMKAB TOTAL TOTAL 4.86,51 131,37 851, ,83 Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Sumber : Bank Indonesia, diolah Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur APBN / APBD REALISASI APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH Belanja Modal Belanja Konsumsi Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Bantuan Keuangan Konsumsi Lainnya Belanja Lainnya SURPLUS/DEFISIT PEMBIAYAAN DAERAH Penerimaan SILPA Tahun Lalu Lainnya Pengeluaran Penyertaan Modal Lainnya PEMBIAYAAN NETTO SILPA SEKARANG ( ) ( ) (59.546) ( ) (291.25) Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah 28 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI

49 Boks 2. Pembangunan Infrastruktur Utama di NTT Pada tahun, Provinsi NTT kembali mengalami penurunan alokasi belanja modal dari Rp 9,4 triliun tahun menjadi Rp 9, triliun di tahun atau turun 4,13%. Penurunan alokasi belanja modal pada tahun ini lebih disebabkan oleh turunnya belanja pemerintah kabupaten/kota hingga sebesar -19,84%, diikuti oleh penurunan belanja modal pemerintah provinsi sebesar -4,42%. Belanja pemerintah pusat pada tahun ini kembali menunjukkan peningkatan 27,62% yang disebabkan oleh mulai dilakukannya pembangunan fisik bendungan sehingga cukup menahan penurunan belanja modal yang terjadi. Berdasarkan data realisasi penyerapan belanja modal juga terlihat bahwa potensi penurunan penyerapan belanja modal sebenarnya sudah terlihat sejak triwulan III yang mulai menunjukkan adanya perlambatan realisasi belanja dan mencapai puncaknya pada triwulan IV. Pada triwulan I, realisasi belanja modal terlihat masih mengalami perlambatan, namun sudah menunjukkan adanya pola perbaikan yang ditunjukkan oleh nilai penurunan realisasi belanja modal yang relatif kecil. GRAFIK BOKS PERKEMBANGAN PAGU BELANJA MODAL PEMERINTAH DI PROVINSI NTT GRAFIK BOKS 2.2. KUMULASI REALISASI BELANJA MODAL PEMERINTAH DI PROVINSI NTT MILYAR 1,983 9,872 7, , MILLIONS 214 I BONGKAR MUAT APBN APBN PROVINSI APBD KAB/KOTA TOTAL Sumber : BPS diolah Sumber : BPS diolah Anomali penganggaran belanja modal terjadi pada alokasi belanja modal pemerintah kabupaten/kota yang turun cukup signifikan. Setelah menjadi pendorong utama investasi infrastruktur di tahun, pada tahun, alokasi belanja modal pemerintah kabupaten/kota justru mengalami penurunan menjadi sebesar Rp 4,8 triliun, atau turun Rp 1,2 triliun dari alokasi anggaran tahun yang sebesar Rp 6, triliun, bahkan lebih kecil dibanding realisasi belanja modal tahun yang Rp 4,9 triliun. Adanya penurunan alokasi pendapatan kabupaten/kota sebesar Rp 134,4 miliar yang diikuti dengan rasionalisasi belanja daerah hingga Rp 1,7 triliun tidak mampu menjelaskan penurunan alokasi belanja modal yang terjadi. Bahkan penurunan belanja yang cukup besar tersebut justru disebabkan oleh penurunan alokasi belanja modal. Adanya pilkada dan 218 di 13 daerah yang diduga menurunkan alokasi belanja modal karena adanya pengalihan alokasi belanja untuk pilkada juga tidak terbukti yang ditunjukkan oleh tetap adanya peningkatan alokasi belanja modal pada Kota Kupang, Kabupaten TTS dan Kabupaten Sikka, di sisi lain, 7 kabupaten yang tidak melaksanakan pilkada juga justru mengalami penurunan anggaran belanja modal. Hasil FGD yang menyatakan bahwa penurunan anggaran terutama disebabkan oleh adanya pergantian numenklatur pemerintah daerah dan rotasi pejabat yang cukup sering, ataupun ketakutan pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam merealisasikan proyek karena banyaknya PPK yang ditangkap oleh kepolisian atau kejaksaan, juga belum bisa dijadikan rujukan karena tidak relevan dengan data yang ada. KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI 29

50 Hal yang cukup menggembirakan adalah kembali meningkatnya belanja modal APBN setelah di tahun sebelumnya mengalami penurunan yang cukup besar. Kenaikan anggaran terutama didorong oleh besarnya alokasi belanja jalan terutama konstruksi jalan dan jembatan baru di daerah perbatasan maupun peningkatan kelas jalan dan jembatan di NTT. Adanya program pemerintah Jokowi yang menyatakan akan membangun negara dari pinggiran, benar-benar dirasakan Provinsi NTT yang terlihat dari besarnya alokasi belanja modal yang diberikan. Peningkatan signifikan juga terjadi pada alokasi belanja sumber daya air (SDA) dengan alokasi anggaran mencapai Rp 1,25 triliun rupiah. Tingginya alokasi anggaran tersebut terutama diperuntukkan bagi penyelesaian fisik bendungan Raknamo yang ditargetkan pada akhir tahun sudah dapat beroperasi, ataupun pembangunan fisik bendungan Rotiklot yang sudah mulai berjalan dan pembuatan lanskap bendungan Napunggete. Pada tahun, Pemerintah juga memfokuskan pada pembangunan daerah irigasi (DI) Wae Dingin dan Gising di Manggarai Timur dengan luas daerah irigasi mencapai 3.2 ha, DI Kodi Sumba Barat Daya (67ha) dan DI Raknamo (1.323 ha), sehingga total pembangunan daerah irigasi baru lebih dari 5.ha, belum termasuk perbaikan DI Malaka yang mencapai 6.ha. Investasi pemerintah lainnya adalah berupa peningkatan layanan, keamanan dan keselamatan bandara sebesar Rp 15 miliar dan peningkatan kapasitas bandara di bawah Kementrian Perhubungan sebesar Rp 85 miliar. Peningkatan infrastruktur laut yang dilakukan lebih berupa peningkatan layanan kepelabuhan dengan nilai investasi mencapai Rp 132 miliar. Terkait pembangunan perumahan, maka pemerintah pada tahun telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 141 miliar, terutama untuk pembangunan rumah susun sebesar Rp 39 miliar ataupun infrastruktur permukiman seperti jaringan penanganan persampahan, penataan bangunan dan perpipaan air baku dengan total investasi mencapai Rp 19 miliar. GAMBAR BOKS 2.1. RINGKASAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UTAMA DI NUSA TENGGARA TIMUR Sumber : Ditjen Perbendaharaan, PLN, Angkasa Pura, PT. Telkomsel, Pelindo III, diolah Selain investasi pemerintah, swasta dan BUMN juga melakukan investasi infrastruktur di tahun. Pembangunan infrastruktur yang cukup besar dilakukan oleh PT PLN di tahun adalah berupa pembangunan jaringan listrik untuk 64 desa di NTT dengan nilai investasi sebesar Rp 9 miliar. Selain itu, PLN juga sedang membangun jaringan kelistrikan Timor yang sudah terkoneksi sejak bulan Mei, jaringan kelistrikan Flores dari Labuan Bajo PLTPB Ulumbu, serta 3 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI

51 pembangunan PLTU IPP Kupang yang saat ini sudah operasi 1 unit dan menunggu penyelesaian 1 unit. PT Angkasa Pura juga melakukan pengembangan bandara El Tari Kupang dengan total nilai investasi mencapai Rp 178 miliar. Pembangunan akan difokuskan pada pembangunan 2 garbarata, penambahan 3 apron pesawat, maupun perluasan kapasitas bandara, dari saat ini seluas 7.5 m2 menjadi 2. m2 dan diperkirakan dapat menampung lebih dari 2 juta orang per tahun. Investasi akan dimulai pada bulan Juli dan selesai pada triwulan III 218. Pembangunan lain yang juga cukup signifikan adalah berupa penarikan jaringan kabel fiber optik Makasar Flores. Dengan adanya dua sumber fiber optik, maka potensi putusnya kabel fiber optik sebagaimana sering terjadi pada jaringan Bali NTB NTT yang dapat mengganggu semua aktivitas ekonomi dapat dimitigasi. Investasi besar lainnya adalah peningkatan kualitas dan kapasitas jaringan internet melalui pembangunan 6 BTS jaringan 4G di NTT. Cukup besarnya investasi pemerintah pusat dan swasta yang terjadi tersebut selain diharapkan dapat menahan penurunan investasi pemerintah daerah, juga dapat terus meningkatkan konektivitas dan kapasitas ekonomi di NTT. Dukungan masyarakat terlebih dalam mempermudah pembebasan lahan untuk pembangunan infrastruktur sangat diperlukan agar kualitas infrastruktur di NTT menjadi semakin baik ke depan. KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI 31

52

53 3 Perkembangan Inflasi Inflasi Provinsi NTT pada triwulan I masih relatif terkendali. Adanya kenaikan inflasi di bulan Januari dan Februari dapat diredam oleh deflasi yang cukup besar di bulan Maret. Kenaikan inflasi terutama lebih disebabkan oleh kenaikan inflasi komoditas administered prices seiring dengan kenaikan tarif listrik untuk rumah tangga dengan daya 9VA, kenaikan biaya perpanjangan STNK ataupun kenaikan tarif cukai rokok. Adapun inflasi komoditas volatile food dan inflasi inti masih relatif terjaga. Berdasarkan komoditas, makanan jadi menjadi penyumbang inflasi utama terutama disebabkan oleh masih tingginya harga rokok dan tembakau walaupun mulai mengalami perlambatan. Inflasi Kota Maumere masih relatif lebih tinggi dibanding inflasi Kota Kupang terutama disebabkan oleh relatif lebih tingginya inflasi pada komoditas bahan makanan, makanan jadi, minuman dan tembakau serta perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar. Inflasi pada triwulan II diperkirakan mengalami kenaikan yang cukup besar terutama disebabkan oleh adanya kenaikan listrik rumah tangga dengan daya 9VA yang ketiga serta adanya Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada bulan Juni

54 3.1. KONDISI UMUM Inflasi Provinsi NTT pada triwulan I masih terjaga rendah dengan nilai inflasi sebesar 2,95% (yoy), lebih rendah dibanding rata-rata inflasi dalam 3 tahun terakhir yang sebesar 4,46% (yoy) atau inflasi nasional yang sebesar 3,6% (yoy). Nilai inflasi NTT yang masih relatif terjaga ini terutama disebabkan oleh rendahnya inflasi bahan makanan dan transportasi. Kenaikan yang cukup tinggi hanya terjadi pada komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau yang terutama disebabkan oleh kenaikan cukai rokok, sedangkan inflasi kelompok komoditas lainnya relatif stabil, bahkan lebih rendah dari rata-rata inflasi dalam tiga tahun terakhir. Berdasarkan pergerakan inflasi, penurunan inflasi yang terjadi sebenarnya tidak sebesar tahun sebelumnya yang disebabkan oleh beberapa hal seperti kondisi anomali cuaca La Nina yang membuat produksi sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan terganggu, pasokan ikan berkurang karena nelayan tidak bisa melaut ataupun gangguan distribusi karena tingginya ombak di perairan NTT. Tingginya kenaikan harga terlihat dari inflasi bulan Januari dan Februari. Namun demikian, ketika cuaca membaik di 9,1 8,1 7,1 6,1 5,1 4,1 3,1 2,1 1,1,1 GRAFIK 3.1. INFLASI TAHUNAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL INFLASI TAHUNAN (%) Sumber : BPS, diolah 214 NASIONAL NTT 4,17 3,15 I 4 bulan Maret, NTT dapat mengalami deflasi yang cukup besar, sehingga menahan laju inflasi yang terjadi. Adanya kenaikan tarif listrik rumah tangga dengan daya 9 VA pada bulan Januari dan Maret, biaya perpanjangan STNK, biaya pulsa telepon dan cukai rokok juga menjadi penyebab utama inflasi di triwulan I. 3,6 2,95 Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT PENYUMBANG INFLASI UTAMA KOMODITAS INFLASI YOY SUM YOY CABAI RAWIT TARIP LISTRIK ROKOK KRETEK FILTER CABAI MERAH KANGKUNG PERPANJANGAN STNK ROKOK KRETEK BAYAM TAHU MENTAH DAGING BABI Sumber : BPS diolah PENYUMBANG DEFLASI UTAMA KOMODITAS DEFLASI YOY SUM YOY KEMBUNG DAGING AYAM RAS BERAS BENSIN SEMEN SAWI HIJAU DAGING AYAM KAMPUNG BESI BETON TEMPE SEPATU (34.9) (17.87) (2.62) (6.42) (4.58) (28.22) (22.51) (3.48) (6.68) (12.9) (.37) (.2) (.17) (.17) (.11) (.4) (.3) (.3) (.2) (.2) Komoditas cabai rawit menjadi penyumbang inflasi utama di NTT di triwulan I dengan inflasi mencapai 15,44% (yoy) dan memberikan sumbangan inflasi hingga,5% (sum-yoy), diikuti oleh kenaikan tarif listrik, rokok kretek filter, cabai merah, kangkung dan biaya perpanjangan STNK. Kenaikan cabai rawit lebih disebabkan oleh adanya penurunan pasokan secara nasional yang disebabkan oleh kondisi curah hujan yang tinggi, sehingga panen yang dihasilkan berkurang. Masalah yang sama juga dialami oleh komoditas cabai merah dan sayur-sayuran yang mengalami kenaikan cukup tinggi. Adapun beberapa komoditas administered prices pada triwulan ini menjadi penyumbang inflasi utama seperti tarif listrik seiring dengan pencabutan subsidi bertahap oleh pemerintah, biaya perpanjangan STNK maupun kenaikan cukai rokok yang berdampak pada kenaikan inflasi rokok kretek dan rokok kretek filter. Adapun komoditas yang menjadi pendorong utama deflasi antara lain ikan kembung yang disebabkan oleh cukup besarnya hasil tangkapan ikan terutama di bulan Maret, daging ayam yang disebabkan oleh mulai pulihnya pasokan 34 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI

55 setelah tahun sebelumnya mengalami kenaikan seiring dengan adanya kekurangan DOC, ataupun stabilnya pasokan beras di pasar yang membuat harga relatif stabil dan cenderung mengalami penurunan. Adapun deflasi bensin, besi beton dan semen lebih disebabkan oleh adanya deflasi yang cukup besar di tahun sebelumnya Inflasi Bulanan Inflasi di Provinsi NTT secara triwulanan menunjukkan nilai yang masih relatif terjaga sebesar,1% (qtq). Namun demikian, apabila dibandingkan rata-rata inflasi dalam 3 tahun terakhir yang mengalami deflasi -,25% (av-qtq), nilai tersebut relatif besar. Kondisi cuaca akibat anomali alam La Nina masih menjadi penyebab utama inflasi yang terlihat dari tingginya inflasi sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan di triwulan I. Adanya kenaikan beberapa komoditas administered prices seperti tarif listrik dan biaya perpanjangan STNK di awal tahun juga menjadi penyebab utama Inflasi di triwulan I. Secara bulanan, inflasi pada bulan Januari mengalami kenaikan yang cukup tinggi hingga,79% (mtm), sedikit lebih tinggi dari rata-rata inflasi 3 tahun terakhir yang sebesar,7% (av-mtm). Tingginya inflasi terutama disebabkan oleh adanya kenaikan harga ikan segar dikarenakan tidak adanya pasokan ikan di pasar seiring dengan buruknya cuaca yang terjadi. Adanya kenaikan tarif listrik rumah tangga dengan daya 9 VA, kenaikan tarif pulsa ponsel ataupun biaya perpanjangan STNK hingga 12,93% (mtm) juga meningkatkan inflasi di bulan ini. Bahkan, kenaikan cabai rawit yang cukup tinggi hingga 58,% (mtm) membuat pemerintah harus melakukan operasi pasar untuk menstabilkan harga. Di sisi lain, adanya penurunan tarif angkutan udara seiring dengan sepinya penumpang di awal tahun serta penurunan harga daging ayam ras dan beberapa bahan makanan lainnya mampu menahan inflasi yang terjadi. JANUARI Komoditas Inflasi (%) Tarip Listrik 6.51 Tarip Pulsa Ponsel 9.18 Cabai Rawit 58. Tembang Perpanjangan Stnk Mobil 7.58 Kangkung 8.52 Kakap Merah Daging Babi 1.59 Cakalang/sisik Sumber : BPS diolah Tabel 3.2. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT Andil (%) FEBRUARI Komoditas Inflasi (%) Andil (%) Bayam Kangkung Ekor Kuning Tomat Sayur Daun Singkong Kayu Balokan Celana Panjang Jeans Tahu Mentah Sawi Hijau Kakap Merah MARET Komoditas Inflasi (%) Andil (%) Tarip Listrik Sawi Putih Angkutan Udara Cabai Rawit Terong Panjang Beras Tomat Sayur APRIL Komoditas Inflasi (%) Angkutan Udara Kangkung 2.82 Wortel Tahu Mentah 8.58 Pucuk Labu Daun Seledri 85.6 Rokok Kretek Filter 1.36 Perbaikan Ringan Kendaraan Besi Beton 2.93 Kol Putih Sandal Kulit Terong Panjang Celana Panjang Jeans Andil (%) Pada bulan Februari, Provinsi NTT masih mengalami inflasi namun melambat dibanding bulan sebelumnya. Adanya kenaikan harga sayur-sayuran seperti bayam, kangkung, tomat sayur, daun singkong, sawi hijau, dll serta kenaikan biaya tempat tinggal menjadi penyebab utama inflasi yang terjadi. Adanya deflasi pada kelompok komoditas daging dan hasilhasilnya, bumbu-bumbuan, ikan segar serta biaya tempat tinggal mampu menahan laju inflasi yang terjadi. Pada bulan Maret, NTT mengalami deflasi yang cukup tinggi sebesar -,79% (mtm). Membaiknya kondisi cuaca menjadi penyebab utama deflasi yang terjadi, terutama disebabkan oleh meningkatnya pasokan komoditas ikan segar seperti ikan kembung, kakap merah, tongkol dan cakalang, meningkatnya pasokan ayam ras maupun tersedianya pasokan sayursayuran di pasar. Adanya kenaikan tarif listrik kedua di bulan ini, serta kenaikan harga sawi putih dan angkutan udara tidak terlalu berdampak terhadap deflasi yang terjadi. KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI 35

56 Tabel 3.3. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT JANUARI FEBRUARI MARET APRIL Komoditas Deflasi (%) Andil (%) Angkutan Udara Sawi Putih Ayam Hidup Bawang Merah Daging Ayam Ras Tomat Sayur Bunga Pepaya Beras Pucuk Labu Sepatu (1.48) (25.45) (1.4) (7.34) (3.25) (9.38) (17.7) (.38) (16.64) (4.7) (.3) (.27) (.8) (.4) (.4) (.3) (.3) (.3) (.2) (.1) Sumber : BPS diolah Komoditas Deflasi (%) Andil (%) Daging Ayam Ras Tembang Bawang Merah Tarip Pulsa Ponsel Kembung Televisi Berwarna Telur Ayam Ras Ayam Hidup Bunga Pepaya Bawang Putih (6.76) (17.62) (13.27) (3.31) (4.9) (12.3) (4.5) (4.4) (21.62) (7.1) (.8) (.7) (.7) (.6) (.5) (.4) (.4) (.3) (.3) (.3) Komoditas Deflasi (%) Andil (%) Daging Ayam Ras Kangkung Kembung Cakalang Kakap Merah Tongkol Bayam Tarip Pulsa Ponsel Labu Siam Telur Ayam Ras (21.32) (21.76) (11.57) (36.59) (26.29) (1.4) (14.2) (1.88) (4.67) (3.7) (.24) (.21) (.13) (.9) (.8) (.6) (.6) (.4) (.3) (.3) Komoditas Deflasi (%) Andil (%) Kembung Ekor Kuning Beras Cabai Rawit Daging Ayam Ras Tembang Cakalang/Sisik Tomat Sayur Semen (1.16) (41.57) (1.6) (14.62) (6.12) (11.96) (21.56) (8.45) (.97) (.1) (.8) (.7) (.6) (.5) (.4) (.3) (.3) (.2) Daging Ayam Kampung (16.22) (.2) Pencapaian inflasi Balinusra pada triwulan ini mencapai 3,73% (yoy) atau mencapai peringkat ketiga tertinggi setelah wilayah Kalimantan dan Sumatera. Secara triwulanan, pencapaian inflasi Balinusra menduduki peringkat kedua tertinggi dengan nilai mencapai 1,41% (qtq) setelah wilayah Sulampua yang inflasi sebesar 1,49% (qtq). GRAFIK 3.2. PERBANDINGAN INFLASI 5 REGIONAL DI INDONESIA GRAFIK 3.3. PERBANDINGAN INFLASI DI WILAYAH BALINUSRA 4,5 4,19 4,48 3,92 4,5 4, 3,73 3,45 3,43 3,5 3,5 3, 2,5 2,5 2, 1,37 1,49 1,41 1,4 1,5 1,5 1,,37,5,5 - KALIMANTAN SULAMPUA BALINUSRA TAHUNAN JAWA SUMATERA KALIMANTAN SULAMPUA BALINUSRA TRIWULANAN JAWA SUMATERA (,5) (1,5) 2,58 BALI NTB NTT BALI NTB NTT TAHUNAN 2,96 1,96 1,4 TRIWULANAN,1 Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Di regional Balinusra, Inflasi tahunan Provinsi NTT menduduki posisi kedua terendah setelah NTB yang mencapai inflasi sebesar 2,58% (yoy). Namun demikian, secara triwulanan, inflasi di Provinsi NTT menduduki posisi terendah dengan nilai sebesar,1% (qtq), jauh lebih rendah dibanding Provinsi Bali dan NTB yang memiliki inflasi di atas 1%. Buruknya kondisi cuaca di awal tahun menjadi penyebab utama tingginya inflasi Provinsi Bali dan NTB di awal tahun INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS Berdasarkan kelompok komoditas, komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau masih menjadi pendorong utama inflasi di Provinsi NTT. Tingginya kenaikan harga rokok masih menjadi penyebab utama inflasi meskipun mengalami perlambatan. Inflasi kelompok komoditas bahan makanan menunjukkan adanya penurunan yang cukup besar setelah meningkat di akhir tahun. Kenaikan inflasi terlihat pada komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar serta pendidikan dan rekreasi dan olah raga, sedang komoditas lainnya cenderung stabil atau bahkan mengalami sedikit penurunan. 36 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI

57 KOMODITI INFLASI UMUM BAHAN MAKANAN Tabel 3.4. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas JAN FEB MAR APR MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA Sumber : BPS diolah (.8) (.) (.3) (.4) (.2) (.8) (3.5).1.2 (.1) (.)..3.2 (.8) (.1) YOY I APR Bahan Makanan Inflasi bahan makanan pada triwulan I mengalami penurunan dengan nilai inflasi hanya sebesar 2,66% (yoy), jauh lebih rendah dibanding rata-rata inflasi dalam 3 tahun terakhir yang sebesar 4,35% (av-yoy). Rendahnya inflasi lebih disebabkan oleh turunnya harga kelompok komoditas ikan segar, padi-padian dan daging dan hasil-hasilnya seiring dengan adanya peningkatan pasokan. Namun demikian, adanya anomali cuaca La Nina masih berdampak terhadap tingginya harga bumbu-bumbuan, sayur-sayuran maupun ikan diawetkan yang disebabkan oleh penurunan hasil produksi dan produktivitas akibat dari buruknya kondisi cuaca. Penurunan inflasi bahan makanan sangat terlihat pada pergerakan harga triwulanan dan bulanan yang menunjukkan penurunan yang sangat signifikan terutama di triwulan I. GRAFIK 3.4. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN GRAFIK 3.5. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS (5.) 2,66 (2,23) (3,55),72 (,84) (4,39) PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA BAHAN MAKANAN LAINNYA DAGING DAN HASIL-HASILNYA LEMAK DAN MINYAK 1-1 IKAN SEGAR -2 BUMBU - BUMBUAN IKAN DIAWETKAN QTQ YOY (1.) YOY QTQ MTM BUAH - BUAHAN KACANG - KACANGAN SAYUR-SAYURAN TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Berdasarkan rincian komoditas dapat diketahui bahwa tingginya inflasi bumbu-bumbuan hingga 25,57% (yoy) terutama disebabkan oleh tingginya kenaikan harga cabai rawit hingga 15,44% (yoy), cabai merah (94,55%-yoy) dan bawang merah (2,13%-yoy). Adanya anomali cuaca La Nina membuat tanaman tersebut rentan terkena hama yang menyebabkan produktifitas mengalami penurunan serta banyak petani yang mengalihkan produksinya ke tanaman yang lebih tahan air, sehingga pasokan komoditas tersebut mengalami penurunan secara nasional dan berdampak pada kenaikan harga yang signifikan. Komoditas sayur-sayuran juga mengalami inflasi yang cukup tinggi sebesar 12,43% (yoy) terutama disebabkan oleh kenaikan harga beberapa komoditas sayur seperti bayam, kangkung, sawi putih, kentang, terong panjang, buncis, kacang panjang maupun pucuk labu. Kenaikan harga komoditas ini cukup menarik dikarenakan walaupun tingkat kerentanan terhadap cuaca tidak sebesar komoditas cabai ataupun bawang merah, namun fluktuasi harga beserta kenaikan yang terjadi masih relatif cukup tinggi. Dengan struktur pasar mayoritas berupa persaingan sempurna, maka kelangkaan pasokan sepatutnya dapat dihindarkan. KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI 37

58 Kelompok komoditas ikan segar mengalami deflasi cukup besar hingga -1,83% terutama disebabkan oleh meningkatnya pasokan ikan kembung di pasar yang menyebabkan penurunan harga hingga 34,9% (yoy). Lancarnya pasokan beras seiring adanya peningkatan produksi secara nasional juga telah menurunkan harga padi-padian sebesar 2,38% (yoy), demikian pula dengan harga daging dan hasil-hasilnya yang mengalami penurunan sebesar 1,64% (yoy). Penurunan inflasi terutama disebabkan oleh menurunnya harga daging ayam ras dan daging ayam kampung. Namun demikian, adanya fluktuasi harga yang sangat tinggi dalam satu tahun terakhir sekiranya dapat menjadi peringatan akan kecukupan ketersediaan pasokan di NTT Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan mulai menunjukkan adanya kenaikan inflasi pada triwulan I setelah hampir sepanjang tahun cenderung mengalami deflasi. Kenaikan biaya perpanjangan STNK hingga sebesar 12,93% (yoy) di awal tahun mampu menyumbang inflasi transportasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar,1% (sum-yoy). Selain itu, kenaikan harga mobil hingga 8,42% (yoy) di awal tahun, kenaikan tarif pulsa ponsel serta angkutan udara di bulan Maret turut menyebabkan kenaikan inflasi di triwulan I. GRAFIK 3.6. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN GRAFIK 3.7. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS 18, 25% TAHUNAN 13, 2% 8, 3, (2,) 1,39,64,35 5,2 2,1 1,94 15% 1% 5% % (7,) % YOY QTQ MTM TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN KOMUNIKASI DAN PENGIRIMAN TRANSPOR JASA KEUANGAN SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Adapun yang tetap perlu diperhatikan adalah besarnya fluktuasi harga angkutan udara terlebih di Maumere yang menunjukkan adanya keterbatasan pasokan angkutan udara di NTT Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau Walaupun dalam tren melambat, Kelompok komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau pada triwulan I masih menjadi penyumbang utama inflasi di Provinsi NTT dengan nilai inflasi mencapai 6,3% (yoy). Tingginya harga rokok akibat kenaikan tarif cukai rokok masih menjadi penyebab utama tingginya inflasi. Kenaikan inflasi rokok di kawasan Balinusra bahkan menjadi kawasan dengan kenaikan tertinggi mencapai 14,76% (yoy), dengan Kota Denpasar sebagai kota dengan inflasi rokok kretek filter terbesar di Indonesia hingga 21,34% (yoy). Adapun komoditas lain yang juga menjadi penyumbang inflasi utama antara lain rokok kretek dan rokok putih, mie, gula pasir, kopi bubuk, kue kering dan roti manis. Adanya pasokan baru gula pasir dari Kabupaten Dompu mulai bulan Maret diprediksi dapat menekan inflasi komoditas tersebut. 38 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI

59 GRAFIK INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN GRAFIK 3.9. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU PER SUB KELOMPOK KOMODITAS (2.) ,3,81, ,7,57,19 25% YOY 2% 15% 1% 5% % YOY QTQ MTM MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU MINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL MAKANAN JADI TEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Inflasi kelompok komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar menunjukkan adanya peningkatan sebesar 2,38% (yoy) setelah dalam 2 tahun terakhir terus mengalami tren penurunan. Adanya kenaikan tarif listrik rumah tangga dengan daya 9 VA pada bulan Januari dan Maret menjadi penyebab utama kembali meningkatnya inflasi kelompok komoditas ini. Selain itu, kenaikan harga pasir, seng, sewa rumah, kayu balokan dan upah pembantu menjadi komoditas utama lainnya yang mendorong inflasi. Buruknya cuaca diduga menjadi penyebab utama penurunan pasokan pasir dan kayu balokan. Adapun penurunan harga semen, besi beton dan keramik karena penurunan permintaan, serta penurunan harga perlengkapan rumah tangga dan beberapa peralatan elektronik mampu menghambat terjadinya inflasi yang lebih tinggi. GRAFIK 3.1. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN GRAFIK INFLASI KELOMPOK KOMODITAS PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR PER SUB KELOMPOK KOMODITAS 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1, - (1,) (2,) ,38 1,72, ,72,74,8 16% YOY 14% 12% 1% 8% 6% 4% 2% % -2% -4% YOY QTQ MTM PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB BAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR BIAYA TEMPAT TINGGAL PERLENGKAPAN RUMAH TANGGA PENYELENGGARAAN RUMAHTANGGA Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Komoditas Lainnya Inflasi pada kelompok komoditas lainnya menunjukkan adanya kenaikan pada komoditas pendidikan, dan perlambatan pada komoditas sandang dan kesehatan. Inflasi komoditas pendidikan mengalami kenaikan 3,86% (yoy) terutama disebabkan oleh kenaikan biaya pendidikan dari SD hingga perguruan tinggi. Inflasi komoditas sandang masih menunjukkan cukup tingginya inflasi sebesar 3,8% (yoy) terutama disebabkan oleh tingginya inflasi komoditas sandang laki-laki. Biaya kesehatan menunjukkan adanya perlambatan inflasi menjadi 1,98% (yoy) yang terutama disebabkan oleh relatif stabilnya harga obat-obatan. KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI 39

60 3.3. DISAGREGASI INFLASI Berdasarkan disagregasi, pada triwulan I, inflasi administered prices mengalami peningkatan yang cukup signifikan menjadi 4,96% (yoy), diikuti oleh inflasi volatile food yang sebesar 2,87% (yoy) dan inflasi komoditas inti sebesar 2,3% (yoy). Kenaikan inflasi terutama disebabkan oleh meningkatnya tarif listrik, cukai rokok, dan perpanjangan STNK, sedangkan pada komoditas volatile food lebih dipengaruhi oleh kondisi cuaca yang sempat memburuk di awal tahun GRAFIK DISAGREGASI INFLASI DAN SUMBANGAN INFLASI TAHUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Sumber : BPS, diolah SUM_CORE SUM_AP INFLASI AP SUM_VF VF CORE Kelompok Volatile food Inflasi komoditas volatile food masih melanjutkan tren melambat setelah pada triwulan I mengalami inflasi 2,87%, menurun dibanding inflasi triwulan IV yang sebesar 4,12%. Perlambatan inflasi terutama disumbang oleh adanya deflasi 31 komoditas pembentuknya, sedangkan 52 komoditas lainnya mengalami inflasi. Kondisi cuaca yang membaik terutama di bulan Maret berhasil menurunkan harga beberapa komoditas. Namun demikian, perlambatan harga tidak terjadi secepat tahun-tahun sebelumnya yang cenderung mengalami penurunan sejak bulan Februari terutama disebabkan oleh bertambah panjangnya musim penghujan di NTT karena anomali cuaca La Nina. Dampak dari adanya anomali cuaca tersebut terlihat dari tingginya kenaikan harga beberapa komoditas bumbu-bumbuan dan sayur-sayuran seperti cabai rawit, cabai merah, sawi putih, bawang merah, tahu mentah dan kentang yang mengalami kenaikan harga secara signifikan karena penurunan produksi. Komoditas sayur lainnya seperti kangkung, bayam, pisang dan terong panjang juga turut mengalami kenaikan harga walaupun tidak terlalu dipengaruhi oleh cuaca. Komoditas lainnya yang juga mengalami kenaikan antara lain daging babi yang lebih disebabkan oleh adanya kenaikan harga pakan dan permintaan. Tabel 3.5. Komoditas Volatile food Penyumbang Utama Inflasi KOMODITAS INFLASI YOY SUM YOY KOMODITAS DEFLASI YOY Cabai Rawit Kangkung Daging Babi Cabai Merah Tahu Mentah Kembung Daging Ayam Ras Beras Daging Ayam Kampung Jeruk (37.78) (18.6) (2.59) (22.49) (29.54) SUM YOY (.6) (.2) (.18) (.4) (.3) Penurunan inflasi juga terjadi terutama disebabkan oleh menurunnya harga ikan kembung seiring dengan adanya peningkatan pasokan paska membaiknya kondisi cuaca di bulan Maret. Harga daging ayam ras maupun ayam kampung juga kembali mengalami penurunan setelah di tahun sebelumnya cenderung mengalami kenaikan karena kelangkaan pasokan. Melimpah dan lancarnya pasokan beras dari Makasar, Jawa ataupun Sumbawa juga mampu menjaga harga beras tetap rendah, demikian juga dengan menurunnya harga komoditas buah-buahan yang lebih disebabkan oleh tidak adanya permasalahan pasokan. Harga tempe bisa mengalami penurunan lebih disebabkan oleh bahan baku tempe yang menggunakan kedelai impor yang relatif tidak ada gangguan pasokan dibanding tahu yang lebih menggunakan bahan baku kedelai lokal. 4 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI

61 3.3.2 Kelompok Administered prices Inflasi administered prices pada triwulan I justru mulai menunjukkan peningkatan yang cukup besar terutama disebabkan oleh naiknya tarif listrik 9 VA di bulan Januari dan Maret, serta adanya kenaikan biaya perpanjangan STNK hingga lebih dari 1%. Adanya kenaikan tarif cukai rokok yang cukup tinggi di tahun - juga masih menjadi penyebab utama kenaikan inflasi komoditas rokok, namun demikian pengaruh kenaikan terlihat mulai mengalami perlambatan. Penurunan harga bensin, solar dan bahan bakar rumah tangga di tahun masih mampu menahan kenaikan inflasi yang terjadi. Berdasarkan pergerakan harga secara nasional dapat diketahui bahwa hampir semua komoditas administered prices memiliki pola perubahan inflasi yang sama kecuali pada komoditas rokok yang masing masing daerah memiliki pola pergerakan yang berbeda tergantung kebijakan distributor masingmasing rokok di daerah. Tabel 3.6. Komoditas Administered prices Penyumbang Utama Inflasi KOMODITAS INFLASI YOY SUM YOY KOMODITAS DEFLASI YOY SUM YOY Tarip Listrik Rokok Kretek Filter Angkutan Udara Rokok Kretek Biaya Perpanjangan STNK Bensin Solar Bahan Bakar Rumah Tangga (6.43) (8.9) (.85) (.19) (.2) (.1) Kelompok Inti (core) Kelompok inflasi inti menjadi kelompok inflasi dengan jumlah komoditas terbanyak di NTT dengan total 326 komoditas dan bobot terhadap total inflasi mencapai 57,7% (share). Inflasi kelompok komoditas ini mengalami inflasi paling rendah sebesar 2,3% (yoy) dibanding dua komoditas lainnya terutama disebabkan oleh relatif stabilnya harga komoditas pembentuknya. Inflasi terjadi pada 177 komoditas pembentuknya dengan sumbangan inflasi tertinggi disebabkan oleh adanya kenaikan harga mobil hingga 8,56% (yoy) yang mampu menyumbang inflasi hingga,11% (sum-yoy). Kondisi cuaca yang relatif buruk juga meningkatkan harga pasir dikarenakan oleh jumlah pasokan yang juga cenderung menurun. Kenaikan harga juga terjadi pada beberapa komoditas lainnya antara lain mie, tarif pulsa ponsel, sewa rumah, biaya pendidikan, gula pasir, upah pembantu, dll. Kenaikan inflasi lebih disebabkan oleh adanya penurunan pasokan, mengikuti pola kenaikan tahunan seperti biaya pendidikan, sewa rumah dan upah pembantu, ataupun karena adanya kenaikan biaya investasi dan operasional. Selain inflasi, deflasi juga dialami oleh 8 komoditas dalam kelompok inti dengan sumbangan deflasi tertinggi disebabkan oleh penurunan harga semen seiring dengan cukupnya pasokan dan mulai terjadi penurunan permintaan paska perpanjangan proyek fisik pemerintah di bulan Februari. Penurunan permintaan bahan bangunan juga membuat harga besi beton, keramik, kain gorden dan batako mengalami penurunan. Adapun komoditas lainnya seperti sepatu, gelas, gaun, celana panjang, kulkas, ataupun kursi juga mengalami penurunan yang kemungkinan disebabkan oleh turunnya permintaan dan dalam rangka mengurangi stok lama yang ada. Tabel 3.7. Komoditas Core Penyumbang Utama Inflasi KOMODITAS INFLASI YOY SUM YOY KOMODITAS DEFLASI YOY Mobil Pasir Mie Tarip Pulsa Ponsel Sewa Rumah Semen Besi Beton Sepatu Keramik Gelas Minum (4.75) (3.67) (12.59) (3.62) (12.5) SUM YOY (.12) (.3) (.3) (.3) (.3) KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI 41

62 Ekspektasi harga konsumen dalam 3 dan 6 bulan GRAFIK EKSPEKTASI HARGA KONSUMEN 3 DAN 6 BULAN KE DEPAN mendatang menunjukkan adanya penurunan hingga bulan April dan berangsur mengalami kenaikan hingga bulan Juni. Penurunan ekspektasi inflasi lebih disebabkan oleh kondisi permintaan yang relatif stabil, sedangkan potensi kenaikan harga lebih disebabkan oleh adanya momen puasa, hari raya Idul Fitri maupun libur sekolah. Harga diperkirakan akan kembali mengalami (.5) (1.) (1.5) EKSPEKTASI HARGA 3 BLN YAD EKSPEKTASI HARGA 6 BLN YAD INFLASI penurunan setelah libur sekolah. Sumber : Bank Indonesia, diolah 3.4. INFLASI NTT BERDASARKAN KOTA Inflasi Kota Kupang Inflasi Kota Kupang pada triwulan I mencapai 2,83% (yoy), jauh lebih rendah dibanding rata-rata inflasi Kota Kupang dalam 3 tahun terakhir yang sebesar 4,6% (av-yoy). Rendahnya inflasi bahan makanan, perumahan, transportasi dan kesehatan mampu menahan laju inflasi yang terjadi. Walaupun mengalami inflasi yang cukup tinggi pada bulan Januari dan Februari (,79% dan,18% - mtm), Kota Kupang kembali mengalami deflasi di bulan Maret sebesar -,87% (mtm) menjadikan inflasi hingga bulan Maret sebesar,9% (ytd) relatif rendah dibanding rata-rata inflasi nasional yang sebesar 1,18% (ytd). Berdasarkan disagregasi inflasi, kenaikan inflasi terutama disebabkan oleh meningkatnya inflasi kelompok administered prices sebesar 4,76% (yoy) terutama disumbang oleh kenaikan tarif listrik dan inflasi komoditas rokok. Komoditas BBM masih menjadi penahan utama inflasi seiring dengan adanya penurunan harga BBM di tahun. Inflasi kelompok inti hanya sebesar 1,34% (yoy) terutama tertahan oleh deflasi komoditas bahan bangunan seperti semen, besi beton, keramik, dan batako. Inflasi kelompok inti terutama disebabkan oleh kenaikan harga mobil di Kota Kupang, diikuti oleh kenaikan harga pasir, mie, tarif pulsa ponsel, biaya pendidikan dari SD hingga perguruan tinggi, sewa rumah dan lainnya. Inflasi volatile food menjadi kelompok komoditas dengan inflasi terendah sebesar,58% (yoy) terutama disebabkan oleh adanya deflasi 31 komoditas pembentuknya. Ikan kembung, daging ayam ras dan ayam kampung serta beras dan buah-buahan menjadi sumber deflasi terbesar sedangkan kenaikan harga cabai rawit dan merah, kangkung, daging babi, tahu mentah, bayam dan sawi putih menjadi penyebab utama inflasi di Kota Kupang. GRAFIK DISAGREGASI INFLASI TAHUNAN KOTA KUPANG 14 YOY SUM_VF SUM_AP VF AP SUM_CORE INFLASI CORE Sumber : BPS, diolah 42 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI

63 Tabel 3.8. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas KOMODITI INFLASI UMUM BAHAN MAKANAN MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA Sumber : BPS diolah JAN (.9) FEB (.4) (.5) (.2) MAR (.9) (3.9).1.1 (.2) (.).1.4 APR.3 (.8) (.1) I YOY APR Berdasarkan kelompok komoditas, makanan jadi, minuman dan tembakau menjadi penyumbang utama inflasi. Kenaikan cukai rokok menjadi penyebab utama kenaikan inflasi tembakau. Adapun penyumbang inflasi lainnya antara lain kenaikan biaya pendidikan dan sandang terutama kenaikan harga sandang laki-laki. Walaupun terjadi kenaikan inflasi yang cukup tinggi pada komoditas sarana dan penunjang transportasi, namun pengaruh terhadap inflasi transportasi dan komunikasi tidak terlalu besar yang disebabkan oleh cukup rendahnya inflasi komoditas transportasi yang memiliki bobot komoditas tertinggi Inflasi Kota Maumere Inflasi Kota Maumere pada triwulan I sebesar 3,84% (yoy), lebih besar dibanding inflasi Kota Kupang yang sebesar 2,83% (yoy). Secara umum, inflasi Kota Maumere mengalami sedikit kenaikan terutama disebabkan oleh cukup tingginya inflasi bahan makanan dan perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar. Secara bulanan, inflasi mengalami sedikit kenaikan sebesar,4% (mtm) pada bulan Januari, kemudian mengalami deflasi pada bulan Februari (-,5%-mtm) dan Maret (-,23%-mtm). Secara triwulanan, masih mengalami inflasi sebesar,12% (qtq), sedikit lebih rendah dibanding rata-rata inflasi triwulan I Kota Maumere dalam 3 tahun terakhir yang sebesar 2,2% (qtq). Berdasarkan disagregasi inflasi, inflasi kelompok administered prices menjadi kelompok dengan nilai inflasi tertinggi yaitu sebesar 7,12% (yoy), diikuti oleh kelompok volatile food yang sebesar 5,38% (yoy) dan kelompok inti dengan inflasi sebesar 2,23% (yoy). Tingginya inflasi kelompok administered prices terutama disebabkan oleh kenaikan tarif listrik yang meningkat hingga 14,84% (yoy), tingginya harga rokok, kenaikan air PAM ataupun biaya perpanjangan STNK. Inflasi volatile food terutama digerakkan 38 komoditas pembentuknya dengan sumbangan inflasi tertinggi disebabkan oleh inflasi pisang yang naik 44,55% (yoy), diikuti oleh inflasi ikan layang (29,46%-yoy), tongkol (15,35%-yoy), minyak goreng (1,28%-yoy) dan bawang merah (27,4%-yoy). Deflasi terjadi pada komoditas beras (-1,24%-yoy), daging ayam kampung (29,14%-yoy), tulang sapi (22,68%-yoy), bayam (7,33%-yoy) dan tauge (21,24%-yoy). Berbeda dengan penyebab inflasi di Kota Kupang, inflasi komoditas inti di Kota Maumere lebih disebabkan oleh kenaikan upah pembantu rumah tangga sebesar 7,38% (yoy), diikuti oleh inflasi tukang bukan mandor (6,3%-yoy), sewa rumah (5,97%-yoy), tarif pulsa ponsel (5,48%-yoy) dan kenaikan biaya SMA (3,96%-yoy). Berdasarkan kelompok komoditas, terdapat 4 kelompok komoditas dengan inflasi di atas 4% antara lain bahan makanan, makanan jadi, minuman dan tembakau, perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, serta komoditas sandang. Adapun inflasi terendah terjadi pada komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan diikuti oleh inflasi pendidikan, rekreasi dan olah raga serta kesehatan. KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI 43

64 GRAFIK DISAGREGASI INFLASI TAHUNAN KOTA MAUMERE YOY SUM_VF SUM_AP VF AP SUM_CORE INFLASI CORE Sumber : BPS, diolah Tabel 3.9. Inflasi Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas KOMODITI JAN FEB MAR APR I YOY APR INFLASI UMUM.4 (.) (.2) (.2) BAHAN MAKANAN (.4) (1.6) (1.1) (.9) MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU.3.7. (.) PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA.1.3 (.1) (.) TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA 2.4 (.5) (.2) Sumber : BPS diolah 3.5. PROYEKSI INFLASI PROVINSI NTT TRIWULAN II Inflasi pada triwulan II diperkirakan mengalami peningkatan cukup besar terutama disebabkan oleh adanya perayaan hari raya Idul Fitri dan kenaikan tarif listrik untuk rumah tangga 9VA yang ketiga pada bulan Mei. Adanya kenaikan tarif listrik diperkirakan menjadi penyebab utama kenaikan inflasi di triwulan II selain kenaikan tarif angkutan udara seiring dengan tingginya permintaan angkutan udara jelang hari raya. Inflasi komoditas rokok diperkirakan juga akan terjadi namun tidak sebesar tahun sebelumnya. Adapun inflasi komoditas bahan makanan diperkirakan akan relatif lebih stabil seiring dengan baiknya kondisi cuaca di NTT paska musim hujan dan anomali cuaca La Nina yang terjadi. Potensi gangguan inflasi lebih disebabkan oleh adanya musim angin pada pertengahan tahun. GAMBAR 3.1. PETA ANALISIS CURAH HUJAN APRIL GAMBAR 3.2. PETA ANALISIS CURAH HUJAN MEI GAMBAR 3.3. PETA ANALISIS CURAH HUJAN JUNI Pada bulan April, terjadi inflasi sebesar,24% (mtm) terutama disebabkan oleh kenaikan tarif angkutan udara seiring dengan adanya long weekend karena libur paskah ataupun hari raya Isra Mi raj Nabi Muhammad SAW yang jatuh pada bulan April. Komoditas bahan makanan juga mendominasi sebagai penyumbang inflasi tertinggi antara lain kangkung, wortel, tahu mentah, pucuk labu, daun seledri, dan terong panjang. Komoditas lainnya antara lain rokok kretek filter, besi beton dan tarif pulsa telepon. Deflasi pada sebagian besar komoditas ikan segar menjadi penahan utama inflasi di bulan April, demikian juga dengan deflasi beras, cabai rawit dan daging ayam ras dan kampung. 44 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Agustus 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2 Kupang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur triwulan I 2015 FOTO : PULAU KOMODO Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur November 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2

Lebih terperinci

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang NTT (38) 832-364 / 827-916 ; fax : [38] 822-13 www.bi.go.id Daftar Isi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Kantor Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur Menyongsong Pembangunan di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang Berkualitas Februari 2017 Untuk

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur. Triwulan I Foto Cover : Joni Trisongko

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur. Triwulan I Foto Cover : Joni Trisongko KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Triwulan I Foto Cover : Joni Trisongko 0I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pantai Walakiri - Waingapu Foto By: Misha NR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Februari. pegunungan flores

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Februari. pegunungan flores Februari 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR pegunungan flores Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan Jl. Tom Pello No. 2 Kupang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Tari Caci - Manggarai Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl.

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur. Triwulan I Foto Cover : Joni Trisongko

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur. Triwulan I Foto Cover : Joni Trisongko KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan I 2016 Foto Cover : Joni Trisongko Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II - 2014

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN 2015 Halaman Ini Sengaja Di Kosongkan 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Penerbit : KANTOR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 73/11/52/X/2016, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 TUMBUH 3,47 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2015 FOTO : DANAU KELIMUTU Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 11/02/35/Th.XV, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 TUMBUH 5,55 PERSEN MEMBAIK DIBANDING TAHUN 2015 Perekonomian Jawa Timur

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016 No. 12/02/51/Th. XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN EKONOMI BALI TAHUN TUMBUH 6,24 PERSEN MENINGKAT JIKA DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN SEBELUMNYA. Perekonomian Bali tahun yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 51/11/Th.XIX, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III - EKONOMI ACEH TRIWULAN III TAHUN DENGAN MIGAS TUMBUH 2,22 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 3,31 PERSEN

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 12/02/52/Th.X, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2016 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TUMBUH 5,82 PERSEN Sampai dengan triwulan IV-2016 perekonomian

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74 i ii ii 1.1. Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran... 3 1.1.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan... 4 1.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian... 6 1.1.3. Sektor Industri Pengolahan... 8 1.1.4. Sektor

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental.

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental. NOVEMBER 2017 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... xi Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xiii Ringkasan Eksekutif... xvii Bab 1 Perkembangan Ekonomi

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan IV 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 13/02/52/Th.IX, 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 TUMBUH 5,06 PERSEN Perekonomian Provinsi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 52/08/52/Th. XI, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2017 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2017 MENGALAMI KONTRAKSI 1,96 PERSEN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan i Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717 422411.

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR i Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 31/05/52/Th XI, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017 EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017 MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung i Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717 422411.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017 No. 31/05/51/Th. XI, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017 EKONOMI BALI TRIWULAN I-2017 TUMBUH SEBESAR 5,75% (Y-ON-Y) NAMUN MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR 1,34% (Q-TO-Q) Total perekonomian Bali

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017 No. 54/08/19/Th.XI, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017 EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II-2017 TUMBUH 1,70 PERSEN MENINGKAT DIBANDING PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan i Edisi Mei 2017 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. NOVEMBER 2016 (Kajian Triwulan III-2016)

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. NOVEMBER 2016 (Kajian Triwulan III-2016) KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH NOVEMBER 216 (Kajian Triwulan III-216) VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan II 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Kajian Triwulanan Periode Agustus 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Agustus 2016 KANTOR PERWAKILAN

Lebih terperinci

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 EKONOMI NASIONAL KONDISI EKONOMI NASIONAL TRIWULAN II 2016 INFLASI=2,79% GROWTH RIIL : 2,4% Ekonomi Nasional dapat tumbuh lebih dari 5,0% (yoy) pada triwulan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 52/08/35/Th.XV, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 TUMBUH 5,03 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN II-2016 Perekonomian

Lebih terperinci

Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti Ekspektasi Inflasi...

Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti Ekspektasi Inflasi... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 72/11/35/Th.XIV, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III 2016 TUMBUH 5,61 PERSEN MENINGKAT DIBANDING TRIWULAN III-2015

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Tim

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2016 No. 32/05/51/Th. X, 4 Mei 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2016 EKONOMI BALI TRIWULAN I-2016 TUMBUH SEBESAR 6,04% (Y-ON-Y) NAMUN MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR 1,46% (Q-TO-Q) Total perekonomian Bali

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH AGUSTUS 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH AGUSTUS 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH AGUSTUS 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional. MISI

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Mei - 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 09/02/Th.XX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH EKONOMI ACEH SELAMA TAHUN DENGAN MIGAS TUMBUH 3,31 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 4,31 PERSEN. Perekonomian Aceh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014 Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL (www.bi.go.id) KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN UTARA AGUSTUS 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Utara Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17 Kalimantan Tengah Pertumbuhan Ekonomi & Inflasi Tahun 2017 Pasca meningkat cukup tinggi pada triwulan I 2017, ekonomi Kalimantan Tengah diperkirakan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Mei 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Februari 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA TAHUN 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA No. 10/02/94/Th. X, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA TAHUN 2016 EKONOMI PAPUA TAHUN 2016 TUMBUH 9,21 PERSEN TUMBUH LEBIH CEPAT DIBANDING TAHUN LALU Perekonomian

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci