KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN 2015

2 Halaman Ini Sengaja Di Kosongkan

3 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

4 Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan Jl. Tom Pello No. 2 Kupang NTT Telp : [0380] Fax : [0380] msyahrial@bi.go.id petrus_ee@bi.go.id yohan_ah@bi.go.id alip_f@bi.go.id achmad_aa@bi.go.id novan_p@bi.go.id hafiz_ps@bi.go.id ii

5 Kata Pengantar Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan moneter. Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan perumusan kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan dapat bermanfaat bagi eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta stakeholder lainnya. Kajian Ekonomi Regional (KER) ini mencakup Ekonomi Makro Regional, Perkembangan Inflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, Keuangan Pemerintah, Kesejahteraan serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi terkait. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran, kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang. Kupang, November 2015 Kepala Perwakilan Bank Indonesia Naek Tigor Sinaga Deputi Direktur iii

6

7 Daftar Isi Halaman Judul Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Grafik Daftar Tabel Ringkasan Umum Tabel Indikator Ekonomi Terpilih BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL 1.1 Kondisi Umum 1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan Konsumsi Pembentukan Modal Tetap Bruto/Investasi Ekspor dan Impor Ekspor dan Impor Antar Daerah Ekspor dan Impor Luar Negeri 1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor Sektor-Sektor Lainnya BOKS 1. Kesiapan Industri Pariwisata di 5 KSPN di NTT BAB II PERKEMBANGAN INFLASI 2.1. Kondisi Umum 2.2. Inflasi Berdasarkan Komoditas Bahan Makanan Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar Komoditas Lainnya 2.3. Disagregasi Inflasi NTT Volatile Foods Administered Prices Inflasi Inti (Core) i iii v vii xii xiii xvii Triwulan 2015 v

8 Daftar Isi 2.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota Inflasi Kota Kupang Inflasi Kota Maumere 2.5. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID BOKS 2. Karakteristik Inflasi Komoditas Pada Hari Raya Natal dan Tahun Baru BAB PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 3.1. Kondisi Umum 3.2. Perkembangan Kinerja Bank Umum Aset dan Aktiva Produktif Dana Pihak Ketiga Penyaluran Kredit Pembiayaan Kualitas Kredit Suku Bunga Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah 3.3. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 3.4. Kinerja Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau Pulau Flores Pulau Sumba Pulau Timor 3.5. Sistem Pembayaran Transaksi Non Tunai Transaksi Kliring (SKNBI) Transaksi RTGS Transaksi Tunai Aliran Uang Masuk dan Uang Keluar Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Temuan Uang Palsu (Upal) BOKS 3. Gerakan Cinta Rupiah di Perbatasan Atambua Kab. Belu NTT BOKS 4. Layanan Keuangan Digital di Provinsi NTT BAB IV KEUANGAN PEMERINTAH 4.1 Kondisi Umum 4.2 Pendapatan Daerah 4.3 Belanja Daerah vi Triwulan 2015

9 Daftar Isi BAB V KESEJAHTERAAN DAN KETENAGAKERJAAN 5.1 Kondisi Umum 5.2 Perkembangan Ketenagakerjaan Kondisi Ketenagakerjaan Umum Kondisi Ketenagakerjaan Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Status Pekerjaan Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha 5.3 Perkembangan Kesejahteraan Kondisi Kesejahteraan Umum Tingkat Kemiskinan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) BAB VI OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH 6.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Ekonomi NTT Triwulan IV Pertumbuhan Sisi Sektoral Pertumbuhan Sisi Penggunaan Pertumbuhan Ekonomi Sepanjang Tahun Inflasi BOKS 5. Sosialisasi MoU BI-Polda Triwulan 2015 vii

10 Daftar Grafik Grafik 1.1 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibandingkan Nasional Grafik 1.2 PDRB & Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT,Bali, NTB & Nasional Grafik 1.3 Indeks Riil Penjualan Eceran Triwulan 2015 Grafik 1.4 Rincian Pertumbuhan Triwulanan Penjualan Eceran Grafik 1.5 Indeks Tendensi Konsumen Grafik 1.6 Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga Grafik 1.7 Indeks Kegiatan Dunia Usaha Grafik 1.8 Penyaluran Kredit Konsumsi Grafik 1.9 Realisasi Investasi PMA & PMDN Grafik 1.10 Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT Grafik 1.11 Realisasi Dana Masuk/Keluar Provinsi NTT dalam RTGS Grafik 1.12 Perkembangan Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi Grafik 1.13 Perkembangan Peti Kemas Grafik 1.14 Aktivitas Bongkar Muat Grafik 1.15 Ekspor Impor Antar Negara Grafik 1.16 Negara Tujuan Ekspor NTT Grafik 1.17 Perkembangan Nilai Tukar Petani Grafik 1.18 Pengiriman Ternak (yoy) Grafik 1.19 Perkembangan SKDU Pertanian Grafik 1.20 Perkembangan Kredit Pertanian Grafik 1.21 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah Grafik 1.22 Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan Grafik 1.23 Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan Grafik 1.24 Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan Grafik 1.25 Perkembangan Tamu Hotel Grafik 1.26 Perkembangan Penumpang Bandara Grafik 2.1 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional Grafik 2.2 Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan Nasional Grafik 2.3 Perbandingan Inflasi Tahunan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara Grafik 2.4 Perbandingan Inflasi Triwulanan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara Grafik 2.5 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan Grafik 2.6 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas viii Triwulan 2015

11 Daftar Grafik Grafik 2.7 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan Grafik 2.8 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok Komoditas Grafik 2.9 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan Grafik 2.10 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar per Sub Kelompok Komoditas Grafik 2.11 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Grafik 2.12 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Bulanan Grafik 2.13 Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 Bulan ke Depan Grafik 2.14 Inflasi Tahunan Kota Kupang Grafik 2.15 Inflasi Triwulanan Kota Kupang Grafik 2.16 Inflasi Bulanan Kota Kupang Grafik 2.17 Inflasi Tahunan Kota Maumere Grafik 2.18 Inflasi Triwulanan Kota Maumere Grafik 2.19 Inflasi Bulanan Kota Maumere Grafik Boks 2.1 Karakteristik Inflasi di Provinsi NTT Grafik 3.1 Perkembangan Kinerja Perbankan Grafik 3.2 Perkembangan LDR & NPL Grafik 3.3 Perkembangan SKNBI Grafik 3.4 Komposisi Aset Berdasarkan Kelompok Bank Grafik 3.5 Share Deposito Berdasarkan Jangka Waktu Grafik 3.6 DPK Berdasarkan Golongan Nasabah Grafik 3.7 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) Grafik 3.8 Komposisi DPK Grafik 3.9 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 3.10 Komposisi Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 3.11 Lima Sektor Utama Pendorong Kredit Grafik 3.12 Perkembangan NPL Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 3.13 Perkembangan Kredit, NPL dan BI Rate Grafik 3.14 Perkembangan Kredit Berdasarkan Suku Bunga Grafik 3.15 Komposisi Kredit UMKM Triwulan 2015 ix

12 Daftar Grafik Grafik 3.16 Share Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi Grafik 3.17 Perkembangan UMKM Grafik 3.18 Perkembangan UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 3.19 Komposisi DPK BPR Grafik 3.20 Pertumbuhan DPK BPR Grafik 3.21 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi Grafik 3.22 Share Kredit dan NPL Berdasarkan Sektor Ekonomi Grafik 3.23 Perkembangan Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau Grafik 3.24 Komposisi DPK di Pulau Flores Grafik 3.25 Komposisi Kredit di Pulau Flores Grafik 3.26 Komposisi DPK di Pulau Sumba Grafik 3.27 Komposisi Kredit di Pulau Sumba Grafik 3.28 Komposisi DPK di Pulau Timor Grafik 3.29 Komposisi Kredit di Pulau Timor Grafik 3.30 Perkembangan SKNBI NTT Grafik 3.31 Perkembangan SKNBI Nasional Grafik 3.32 Perkembangan SKNBI Berdasarkan Kelompok Bank Grafik 3.33 Perkembangan BI-RTGS Berdasarkan Volume Grafik 3.34 Perkembangan BI-RTGS Berdasarkan Nominal Grafik 3.35 Perkembangan Transaksi Tunai Grafik 3.36 Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-Outflow) Grafik 3.37 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) di NTT Grafik 3.38 Perkembangan Uang Palsu (UPAL) di NTT Grafik 4.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur Grafik 4.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di Provinsi NTT Grafik 4.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTT Grafik 4.4 Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD di Provinsi NTT Grafik 4.5 Realisasi Pendapatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Grafik 4.6 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Grafik 4.7 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT 46 x Triwulan 2015

13 Daftar Grafik Grafik 4.8 Persentase Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT 46 Grafik 4.9 Realisasi Belanja dan Belanja Modal Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur 46 Grafik 4.10 Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota pada Perbankan di Wilayah Nusa Tenggara Timur Grafik 5.1 Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka Grafik 5.2 Perkembangan Angkatan Kerja Sesuai dengan Tingkat Pendidikan Grafik 5.3 Perkembangan Pengangguran Sesuai Tingkat Pendidikan Grafik 5.4 Struktur Tenaga Kerja di NTT Agustus 2014 dan 2015 Grafik 5.5 Struktur Tenaga Kerja di NTT Bulan Agustus 2015 Grafik 5.6 Perkembangan Struktur Tenaga Kerja sesuai dengan Status Grafik 5.7 Perkembangan Status Pekerjaan Masyarakat Grafik 5.8 Perkembangan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Besar dan Sedang Grafik 5.9 Perkembangan Produktivitas Industri Manufaktur Besar dan Sedang Grafik 5.10 Perkembangan Indeks Tenaga Kerja SKDU Grafik 5.11 Perkembangan Nilai Tukar Petani Grafik 5.12 Perbandingan Prosentase Kemiskinan Provinsi NTT dan Nasional Grafik 5.13 Sepuluh Provinsi dengan Jumlah Prosentase Penduduk Miskin Tertinggi Grafik 5.14 Presentase Penduduk Miskin di NTT Grafik 5.15 Perkembangan Garis Kemiskinan Grafik 5.16 Indeks Kedalaman Kemiskinan Grafik 5.17 Indeks Keparahan Kemiskinan Grafik 5.18 Sepuluh Provinsi dengan Angka IPM Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan IV-2015 Grafik 6.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT 2015 Grafik 6.3. Perkembangan SKDU Sektor Pertanian Grafik 6.4. Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan Grafik 6.5. Indeks Tendensi Konsumen Grafik 6.6. Perkembangan Inflasi NTT Triwulan 2015 xi

14 Daftar Tabel Tabel 1.1 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Tw Tabel 1.2 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Tw Tabel Boks 1.1 Statistik Kepariwisataan 5 KSPN NTT Tabel 2.1 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT Tabel 2.2 Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT Tabel 2.3 Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas Tabel 2.4 Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas Tabel 2.5 Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas Tabel Boks Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahun di Kota Kupang Tabel Boks Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahun di Kota Maumere Tabel 3.1 Perkembangan BI-RTGS Tabel 3.2 Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan Tabel Boks 4.1 Tingkat Penetrasi Tabungan di Provinsi NTT Tabel Boks 4.2 Hasil Identifikasi Kabupaten yang Berpotensi untuk Penerapan LKD Tabel Boks 4.3 Indikator Penilaian dalam Kajian Identifikasi Potensi LKD di Provinsi NTT Tabel 4.1 Realisasi Pendapatan Daerah Tabel 4.2 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten /Kota di Provinsi NTT Tabel 4.3 Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Tabel 4.4 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT 47 Daftar Gambar Gambar Boks 1.1 Kondisi Industri Pariwisata pada 5 KSPN di NTT Gambar 2.1 Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan 2015 dan Sebaran Pembentukan TPID Gambar Boks 3.1 Formasi Tari Tebe Dilihat dari Ketinggian Gambar Boks 3.2 Sanksi atas Penggunaan Mata Uang Asing di Wilayah Indonesia Gambar Boks 4.1. Bank dan Agen yang sudah menyalurkan LKD di Provinsi NTT Gambar 5.1 IPM Kabupaten/Kota di NTT Gambar 6.1 Perkiraan Curah Hujan Bulan November 2015 Gambar 6.2 Perkiraan Curah Hujan Bulan Desember 2015 Gambar Boks 5.1. Pembukaan Sosialisasi Nota Kesepahaman dan Pedoman Kerja Gambar Boks 5.2. Penjabaran Empat Pedoman Kerja PPK BI-Polda NTT xii Triwulan 2015

15 Ringkasan Umum EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan tumbuh sebesar 5,11% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,03% (yoy). Angka pertumbuhan pada triwulan 2015 ini masih lebih tinggi dibandingkan nasional yang tumbuh hanya sebesar 4,73% (yoy). Sementara itu pertumbuhan ekonomi secara triwulanan juga mengalami peningkatan. Jika pada triwulan sebelumnya pertumbuhan ekonomi tercatat 4,24% (qtq), maka pada triwulan laporan, perekonomian tumbuh mencapai angka 5,65% (qtq). Peningkatan perekonomian terutama didorong oleh kenaikan investasi/pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB). Di sisi lain kinerja konsumsi rumah tangga masih menunjukkan angka positif walaupun melambat, sementara konsumsi pemerintah menunjukkan penurunan. Selanjutnya, perlambatan impor antar daerah juga turut berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi di triwulan Dari sisi sektoral, semua sektor mengalami pertumbuhan. Dari sektor Administrasi Pemerintahan adanya gaji ke-13 Pegawai Negeri Sipil mendorong peningkatan kinerja sektor administrasi pemerintah, sektor perdagangan besar dan eceran terpacu oleh adanya musim liburan sekolah, masa ajaran baru dan libur Idul Fitri, sementara sektor konstruksi terbantu oleh peningkatan investasi pemerintah melalui pembangunan jalan, rehabilitasi bandara, rehabilitasi pelabuhan, gedung pemerintahan dan jaringan irigasi. INFLASI REGIONAL Pada triwulan 2015, (NTT) masih mengalami inflasi walaupun tidak sebesar inflasi di triwulan sebelumnya. Puncak inflasi di Provinsi NTT terjadi pada bulan Juli 2015 seiring dengan adanya libur sekolah dan perayaan Hari Raya Idul Fitri yang meningkatkan tarif angkutan udara pada level tertinggi di tahun Pada bulan Agustus terjadi deflasi sebagai dampak dari kembali normalnya harga-harga terutama angkutan udara di Provinsi NTT. Di bulan September, Provinsi NTT kembali mengalami inflasi terutama disebabkan oleh meningkatnya harga beras setelah mengalami penurunan di dua bulan sebelumnya. Secara tahunan, inflasi di Provinsi NTT mengalami kenaikan dibanding triwulan sebelumnya yang membuat selisih inflasi NTT dengan nasional semakin menyempit. Inflasi tahunan NTT pada triwulan 2015 sebesar 6,74% (yoy), hanya sedikit lebih rendah dibanding nasional yang sebesar 6,83% (yoy). Di sepanjang tahun 2015, inflasi NTT sebesar 1,36% (ytd) masih lebih rendah dibanding inflasi nasional yang sebesar 2,24% (ytd). Secara triwulanan, inflasi provinsi NTT hanya naik sebesar 0,58% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya, lebih rendah dibanding inflasi nasional yang sebesar 1,27% (qtq). Dalam rangka perkembangan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), telah terbentuk 21 TPID yang terdiri dari 1 TPID Provinsi dan 20 TPID Kabupaten/Kota. Hingga saat ini, hanya Kab. Timor Tengah Selatan (TTS) dan Kab. Malaka yang belum membentuk TPID. Sementara itu, kegiatan TPID pada triwulan lebih difokuskan pada pengendalian inflasi komoditas selama hari raya idul fitri melalui operasi pasar dan pasar murah, serta implementasi GTCK (Gerakan Tanam Cabai di Musim Kering). PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN Kinerja perbankan di Provinsi NTT pada Triwulan 2015 relatif meningkat serta pertumbuhannya masih berada di atas kinerja perbankan Nasional. Peningkatan tercermin dari beberapa indikator perbankan, diantaranya penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang meningkat sebesar 18,35% (yoy), lebih tinggi dari Triwulan II sebesar 15,99% (yoy).kredit perbankan juga tumbuh sebesar 14,33% (yoy), lebih tinggi dibanding Triwulan II yang hanya mencapai 14,20% (yoy). Sejalan dengan peningkatan pertumbuhan DPK dan kredit, tingkat intermediasi perbankan juga relatif stabil yang ditandai dengan LDR sebesar 83,99% hanya sedikit meningkat dari Triwulan II 2015 yang sebesar 83,94%. Satu-satunya indikator Triwulan 2015 xiii

16 perbankan yang melambat hanyalah aset perbankan di Provinsi NTT yang masih tumbuh sebesar 20,90% (yoy), namun lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai 24,20% (yoy). Sementara itu, rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) Gross perbankan mengalami penurunan dari 2,09% pada Triwulan II menjadi 2,00% di Triwulan. Angka tersebut masih tetap berada pada level aman yakni dibawah batas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu NPL gross sebesar 5%. Perkembangan sistem pembayaran Provinsi NTT pada Triwulan 2015 masih menunjukkan peningkatan. Sistem Pembayaran Tunai mengalami net-outflow sebesar Rp.846,35 miliar atau meningkat 46,69% (yoy). Net outflow terutama disebabkan oleh adanya perayaan Hari Raya Idul Fitri yang membuat konsumsi rumah tangga mengalami peningkatan serta meningkatnya pembayaran proyek investasi. Sementara itu, transaksi non tunai juga mengalami perkembangan positif. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dari sisi volume maupun nominal mengalami peningkatan. Volume kliring di Provinsi NTT mengalami peningkatan sebesar 28,15% (yoy) dan nominal meningkat sebesar 52,03% (yoy). Sementara itu, transaksi BI-RTGS masih mengalami net-to-ntt atau transfer uang yang masuk ke dalam Provinsi NTT. Dari sisi nominal net to NTT meningkat sebesar 39,17% (yoy) atau mencapai Rp.8,02triliun, walaupun dari sisi volume mengalami penurunan sebesar 51,68% (yoy). Temuan Uang Palsu yang dilaporkan dan tercatat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada Triwulan 2015 mencapai 52 lembar, tercatat menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 966 lembar. Temuan uang palsu tersebut disebabkan karena semakin membaiknya tingkat kepatuhan perbankan dan tingkat kesadaran masyarakat dalam melaporkan uang yang diragukan keasliannya, serta pengungkapan kasus tindak pidana uang palsu oleh kepolisian. KEUANGAN PEMERINTAH Secara akumulatif, anggaran belanja Pemerintah (Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota) di Provinsi NTT hingga triwulan laporan mencapai Rp32,07 triliun atau meningkat Rp0,98 triliun (3,15%) dibanding triwulan sebelumnya. Peningkatan alokasi anggaran belanja tersebut seiring dengan telah disahkannya APBD-P di beberapa kabupaten/ kota serta peningkatan pagu belanja pemerintah pusat sebesar 30 miliar. Persentase realisasi belanja daerah di Provinsi NTT hingga triwulan 2015 tercatat 46,8% atau sebesar Rp15,02 triliun dari total pagu anggaran belanja. Masih relatif rendahnya penyerapan anggaran belanja daerah tersebut disebabkan oleh beberapa permasalahan antara lain: belum terlaksananya proyek pembangunan infrastruktur daerah seperti pembangunan sejumlah rumah sakit umum di Provinsi NTT (RS Johannes, RSUD Ruteng, RSUD Kota Kupang, RSUD Atambua), pembangunan gedung tiga universitas di kota Kupang dan beberapa proyek pembangunan infrastruktur daerah yang masih dalam proses pengerjaan. Sementara itu, realisasi anggaran pendapatan daerah untuk pemerintah di provinsi NTT telah mencapai 80,90% dari rencana pendapatan APBN dan APBD tahun Realisasi pendapatan tertinggi pada Dana Alokasi Umum (DAU) kepada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebesar Rp9,38 triliun (77,96%), realisasi Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus sebesar Rp1,69 triliun (77,04%) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) pada triwulan sebesar Rp1,48 triliun (70,31% ). KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Pada triwulan 2015, kondisi kesejahteraan masyarakat NTT yang tercermin dari data ketenagakerjaan dan kemiskinan menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan.. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi NTT pada bulan Agustus 2015 adalah 3,83% ( jiwa) meningkat dibandingkan Agustus 2014 sebesar 3,26%( jiwa). Angka kemiskinan hingga Maret 2015 mencapai 22,61%, meningkat dibandingkan periode September 2014 yang xiv Triwulan 2015

17 sebesar 19,60%. Peningkatan jumlah penduduk miskin diperkirakan terjadi seiring perlambatan ekonomi Indonesia yang terjadi di Indonesia. Sementara itu, angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTT pada tahun 2014 tercatat 62,26 meningkat dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 61,68 namun masih berada pada peringkat 31 dari 34 Provinsi di Indonesia. PROSPEK PEREKONOMIAN Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada Triwulan-IV 2015 diperkirakan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Optimisme peningkatan didasarkan oleh berbagai indikator survei dan liaison yang dilakukan. Proyeksi pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV diperkirakan berada pada rentang 5,0 5,4% (yoy), sehingga proyeksi pertumbuhan ekonomi NTT sepanjang tahun 2015 diperkirakan berada pada rentang 4,9 5,3 (yoy) diatas proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional yang berada pada rentang 4,7 5,1% (yoy). Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib serta sektor konstruksi menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi di Provinsi NTT. Pertumbuhan kedua sektor tersebut diperkirakan menjadi pendorong ekonomi NTT, baik di Triwulan IV maupun secara keseluruhan pada tahun Pada triwulan IV, pertumbuhan ekonomi terbantu oleh percepatan belanja pemerintah, realisasi belanja dana desa dan realisasi proyek-proyek. Selain itu, pertumbuhan sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan seiring masa panen ke-2 untuk padi irigasi, serta peningkatan sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor seiring perayaan natal dan tahun baru di akhir tahun juga turut mendorong pertumbuhan ekonomi. Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2015 diperkirakan mengalami penurunan. Inflasi Provinsi NTT pada akhir tahun 2015 diperkirakan berada pada kisaran 3,8% - 4,1% (yoy) jauh dibawah inflasi tahun 2014 yang sebesar 7,76% (yoy). Penurunan terutama disebabkan oleh harga BBM bersubsidi yang relatif terjaga pada tahun 2015, penurunan tarif dasar listrik, penurunan harga solar serta relatif stabilnya harga bahan pangan, seperti ikan segar dan bumbu-bumbuan. Namun di sisi lain, komoditas yang masih tercatat sebagai penyumbang inflasi tahunan cukup tinggi di tahun 2015 adalah angkutan udara dan beras. Sementara itu secara triwulanan (qtq), inflasi pada triwulan IV diperkirakan lebih tinggi dibandingkan triwulan yang disebabkan oleh momen natal dan tahun baru di akhir tahun. Kenaikan harga pangan, terutama beras, harga makanan jadi (kue) serta harga sandang akibat peningkatan permintaan di akhir tahun diperkirakan menjadi penyebab utama. Triwulan 2015 xv

18

19 TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR I. EKONOMI MAKRO REGIONAL INDIKATOR II 2014 IV 2015 II II %QTQ* %YOY* Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku) Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku) Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku) Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku) 1. Konsumsi Rumah Tangga 2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT) 3. Konsumsi Pemerintah 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 5. Perubahan Inventori 6. Ekspor Luar Negeri 7. Impor Luar Negeri 8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor) Data Ekspor Impor di Provinsi NTT Ekspor Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD) Volume Ekspor Nonmigas (ton) Impor Nilai Impor Nonmigas (ribu USD) Volume Impor Nonmigas (ton) , ,4 894,2 758,8 23,6 41, , , ,3 367, , , ,5 188, , , , , , , , , , , ,3 923, , , , ,3 843,7 31,5 45, , , ,9 422, , , ,9 210, , , , , , , , , ,0 994, , , , , ,1 220,0 193,3 6,9 10, , ,3 808,8 95, ,2 638,3 433,3 49, , ,2 309,9 358, , ,1 572, , ,8 167,8 309,1 121, , , ,5 305,6 231,6 9,5 11, , ,6 974,6 116, ,5 731,9 496,4 55, , ,4 394,6 390, , ,9 580, , ,4 277,4 391,7 452, , , ,8 324,3 222,4 9,4 11, , ,3 955,5 116, ,7 706,4 496,0 57, , ,0 393,3 406, , ,8 603, , ,7 149,7 379,2 141, , , , , , , , , , , , , , , ,249 27, % 3.6% 5.6% 7.3% -3.0% 6.1% 6.3% 6.3% 4.3% 6.5% 7.0% 8.7% 6.1% 4.8% 9.0% 6.2% 0.9% 1.7% 5.65% 3.7% 11.0% 16.5% 8.9% 166.7% 38.4% -62.2% 15.5% -5.5% 57.7% -97.5% -66.0% 5.1% 2.0% 6.2% 5.1% 12.6% 1.1% 6.5% 6.5% 4.8% 6.4% 7.5% 7.9% 4.9% 5.1% 6.8% 6.0% 6.2% 3.6% 5.11% 5.4% 17.5% -11.1% 16.1% 45.6% 38.4% -75.9% 7.3% 38.1% 58.4% -94.8% -97.4% Dalam Rp Miliar *) Pertumbuhan Triwulan II 2015 dibandingkan Triwulan I 2015 **) Pertumbuhan Triwulan II 2015 dibandingkan Triwulan II 2014 ***) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB Harga Konstan II. INFLASI Indikator I II IV I II IV I 2015 II Indeks Harga Konsumen NTT - Kota Kupang - Maumere Laju Inflasi Tahunan (yoy %) NTT - Kota Kupang - Maumere ,15 113,50 110,85 4,13 4,27 3,19 119,15 120,06 113,20 7,76 8,32 4, ,07 121,09 113,42 6,01 6,57 2, Triwulan 2015 xvii

20 . PERBANKAN INDIKATOR I II IV 2014 I II IV 2015 II A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain) 1. Total Aset 22,434 25,600 21,017 21,291 22,055 22,434 23,316 26,398 27,114 25,600 29,877 32,778 32, DPK 16,402 18,571 15,351 15,836 15,923 16,402 17,078 18,791 19,092 18,571 19,798 21,764 22,568 - Giro 2,917 3,717 3,781 3,999 3,903 2,917 4,137 5,516 5,091 3,717 5,474 6,379 6,647 - Tabungan 9,933 10,385 7,575 7,751 8,029 9,933 8,577 8,568 9,041 10,385 9,092 9,149 9,704 - Deposito 3,552 4,469 3,995 4,087 3,990 3,552 4,363 4,707 4,960 4,469 5,232 6,236 6, Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek 15,624 17,759 13,546 14,528 15,276 15,624 15,756 16,652 17,220 17,759 16,907 17,845 18,552 - Investasi 4,447 5,316 3,480 3,949 4,269 4,447 4,439 4,881 5,122 5,316 5,011 5,392 5,618 - Modal Kerja 1,412 1,537 1,141 1,270 1,358 1,412 1,344 1,444 1,444 1,537 1,260 1,303 1,286 - Konsumsi 9,765 10,905 8,925 9,309 9,649 9,765 9,972 10,326 10,654 10,905 10,636 11,150 11, Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang 14,918 17,094 12,844 13,862 14,568 14,918 15,071 15,947 16,532 17,094 17,226 18,198 18,897 - Investasi 4,340 5,252 3,439 3,889 4,172 4,340 4,322 4,742 5,008 5,252 5,218 5,626 5,848 - Modal Kerja 1,150 1, ,008 1,095 1,150 1,115 1,201 1,235 1,309 1,318 1,359 1,338 - Konsumsi 9,427 10,534 8,574 8,965 9,301 9,427 9,634 10,004 10,289 10,534 10,690 11,212 11,710 LDR (%) 91.0% 92.0% 83.7% 87.5% 91.5% 91.0% 88.3% 84.9% 86.6% 92.0% 87.0% 83.6% 83.7% Kredit UMKM 4,007 5,162 3,294 3,741 3,889 4,007 4,185 4,753 5,000 5,162 5,234 5,611 5,996 B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain). Total Aset Dana Pihak Ketiga Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang LDR (%) 84.3% 79.4% 81.4% 84.6% 83.9% 84.3% 82.6% 85.6% 84.1% 79.40% 80.5% 82.4% 80.5% C. Grand Total (A+B) 1. Total Aset 22,771 26,016 21,271 21,555 22,357 22,771 23,660 26,753 27,487 26,016 30,314 33,232 33, Dana Pihak Ketiga 16,649 18,880 15,533 16,020 16,134 16,649 17,328 19,048 19,367 18,880 20,109 22,095 22, Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang 15,174 17,413 13,025 14,074 14,810 15,174 15,341 16,241 16,838 17,413 17,556 18,547 19,250 D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total 1. Total Aset (%) 1.5% 1.6% 1.2% 1.2% 1.4% 1.5% 1.5% 1.3% 1.4% 1.6% 1.4% 1.4% 1.4% 2. Dana Pihak Ketiga (%) 1.5% 1.6% 1.2% 1.1% 1.3% 1.5% 1.4% 1.4% 1.4% 1.6% 1.5% 1.5% 1.5% 3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%) 1.7% 1.8% 1.4% 1.5% 1.6% 1.7% 1.8% 1.8% 1.8% 1.8% 1.9% 1.9% 1.8% IV. SISTEM PEMBAYARAN INDIKATOR I II IV I II IV II Inflow (Rp. Triliun) ,5 0.8 Outflow (Rp. Triliun) ,9 1.7 Uang Palsu (lembar) Transaksi Non Tunai BI-RTGS To NTT Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun) , Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat) 29,516 33,747 5,687 6,142 8,209 9,478 7,809 7,868 8,776 9,294 5, ,877 From NTT Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun) , Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat) 46,994 42,931 9,704 9,333 12,630 15,327 10,696 10,475 10,707 11,053 6, ,812 Net To-From NTT Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun) , Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat) -17,478-9,184-4,017-3,191-4,421-5,849-2,887-2,607-1,931-1, Kliring Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun) , Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat) 139, ,284 31,839 32,715 34,848 39,605 34,677 36,188 37,809 43,610 39, ,453 Cek/BG Kosong xviii Triwulan 2015

21 01 Ekonomi Makro Regional Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada Triwulan- mengalami kenaikan seiring dengan peningkatan investasi pemerintah dan swasta. Dari sisi sektoral, peningkatan terutama didorong oleh sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib, sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor serta sektor Konstruksi. Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT mencapai 5,11% (yoy) meningkat dibandingkan pertumbuhan ekonomi triwulan sebelumnya sebesar 5,03% (yoy) dan nasional sebesar 4,73% (yoy). Secara triwulanan, pertumbuhan ekonomi NTT mencapai 5,65% (qtq) terutama didorong oleh peningkatan sektor Administrasi Pemerintahan.

22

23 1.1 KONDISI UMUM Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan menunjukkan adanya akselerasi pertumbuhan. Ekonomi mengalami peningkatan hingga 5,11% (yoy), tumbuh dibanding triwulan II 2015 yang sebesar 5,03% (yoy). Dari sisi penggunaan, peningkatan investasi/ Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) menjadi pendorong utama bagi pertumbuhan ekonomi. Peningkatan Investasi/PMTB tercermin dari peningkatan belanja modal pemerintah guna pembangunan sarana jalan, saluran irigasi, dan sarana prasarana publik lainnya. Dari sisi sektoral, perkembangan sektor administrasi pemerintahan pertahanan dan jaminan sosial wajib terdorong oleh realisasi gaji ke-13 Pegawai Negeri Sipil. Sementara perkembangan sektor konstruksi sejalan dengan peningkatan investasi/pmtb melalui pembangunan berbagai infrastruktur publik dan swasta. Realisasi belanja pemerintah yang masih cukup rendah dan tingginya ketergantungan NTT terhadap impor dari daerah lain menjadi beberapa permasalahan pengembangan ekonomi di Provinsi NTT. Sampai akhir triwulan 2015, realisasi anggaran pemerintah di NTT (APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota) tercatat masih cukup rendah, yaitu sebesar 46,84% (Rp 15,02 triliun dari total pagu anggaran 2015 sebesar Rp 32,06 triliun). Rendahnya realisasi juga terjadi pada belanja modal sebagai pendorong pembangunan infrastruktur publik yang dapat mengakselerasi kegiatan perekonomian dan sosial di NTT. Tercatat realisasi belanja modal hingga akhir triwulan baru mencapai 29,74%. Beberapa faktor yang menghambat diantaranya: 1) keterlambatan proses lelang, 2) Penyesuaian pada aplikasi termin dan penerapan Perpres baru, 3) Kendala penguasaan teknis administrasi di tingkat desa yang masih rendah (untuk dana desa) hingga 4) keengganan pegawai untuk menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Selain pemasalahan teknis, beberapa permasalahan di tingkat pelaksanaan pengerjaan proyek juga teridentifikasi, diantaranya: 1) Proses pelengkapan administrasi (Masterplan dan Amdal) yang cukup lama, serta 2) pemasalahan sengketa lahan. Dari sisi impor antar daerah, masih terbatasnya produk-produk industri pengolahan di NTT menjadi penyebab utama. Oleh karena itu, usaha pemerintah dan BUMN (PT. Semen Kupang dan PT. Semen Indonesia) untuk membangun pabrik Semen Kupang Tiga dengan kapasitas produksi 1,5 juta ton/tahun perlu diapresiasi. Selain itu, beberapa potensi pengembangan industri lainnya, diantaranya adalah pabrik pengolahan garam di Kab. Kupang dan Nagekeo, serta pengembangan kawasan industri Bolok sebagai sentra industri. Di sisi lain, beberapa hal yang perlu dilakukan untuk pengembangan perekonomian di NTT diantaranya: 1) perbaikan infrastruktur yang perlu terus dilakukan. Permasalahan infrastruktur dan konektivitas membuat NTT menjadi salah satu daerah dengan biaya hidup yang tinggi, karena tingginya biaya distribusi barang dari satu daerah ke daerah lain, 2) Pengembangan kualitas pendidikan dan kesehatan, serta 3) Pengembangan jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) guna membuka lapangan usaha baru di Provinsi NTT. Grafik 1.1. PDRB (ADHB) dan Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibanding Nasional 20 triliun I II IV I II IV I II 18, PDRB NTT (TRILIUN) NTT (%YOY) NASIONAL (%YOY) 19,98 5,11 4,47 6,50 6,00 5,50 5,00 4,50 4,00 Grafik 1.2. PDRB dan Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT, Bali, NTB dan Nasional PDRB ADHB (triliun) 19,98 27,68 45,39 NAS NTT NTB BALI NAS NTT NTB BALI QTQ 2.982,6 NTT NTB BALI NAS YOY Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah Triwulan

24 Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan 2015 mencapai 5,11% (yoy), lebih tinggi dibandingkan nasional yang sebesar 4,73% (yoy). Peningkatan investasi dan PMTB serta realisasi gaji ke-13 menjadi pendorong utama peningkatan pertumbuhan ekonomi. Total PDRB NTT pada triwulan mencapai Rp 19,98 triliun. Sementara di tingkat nasional, perbaikan terutama ditunjang oleh peningkatan pertumbuhan konsumsi pemerintah. Apabila dibandingkan dengan daerah di koridor Bali dan Nusa Tenggara (Balinusra) lainnya, pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan tercatat masih yang terendah. Struktur ekonomi NTT yang mayoritas masih mengandalkan pertanian konvensional, serta terbatasnya industri menjadi faktor penghambat akselerasi perekonomian di NTT. Ketergantungan impor yang tinggi seiring terbatasnya produk asli lokal dan dibarengi kebutuhan yang tinggi dari >5 juta penduduk NTT (terbanyak ke-2 di Kawasan Timur Indonesia, dibawah Sulawesi Selatan) juga turut menjadi penghambat. Pertumbuhan ekonomi tertinggi di koridor Balinusra berada di Provinsi NTB sebesar 26,12% (yoy) yang terutama masih disebabkan oleh peningkatan produksi pertambangan bijih logam oleh PT. Newmont Nusa Tenggara (NNT) seiring adanya relaksasi ekspor oleh Pemerintah pusat. Sementara, pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali pada triwulan tercatat sebesar 6,29% (yoy) yang terutama bersumber dari peningkatan konsumsi rumah tangga yang tercermin dari pertumbuhan sektor Perdagangan Besar dan Eceran (8,86%-yoy), selain itu dorongan juga berasal dari peningkatan investasi/pmtb. Di sisi lain, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum sebagai sektor utama di Bali cenderung melambat dengan pertumbuhan sebesar 5,35% (yoy). Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT Masih di bawah Prov NTB, namun berada di atas Prov Bali. Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan 2015 sebesar 5,65% (qtq), masih dibawah pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB yang sebesar 9,86% (qtq), namun masih diatas Provinsi Bali yang sebesar 3,00% (qtq). Dorongan perekonomian NTB terutama berasal dari sektor industri pengolahan seiring peningkatan produksi industri pengolahan tembakau. Sementara pertumbuhan ekonomi NTT lebih disebabkan olah sektor Administrasi Pemerintahan seiring adanya realisasi gaji ke-13 Pegawai Negeri Sipil. 1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN Secara tahunan, kinerja investasi/pmtb menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi triwulan. Pertumbuhan investasi/pmtb yang mencapai 16,05% (yoy) mampu menjadi pendorong kinerja perekonomian secara keseluruhan. Sementara itu, kinerja konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 5,44% (yoy) yang menunjukkan masih cukup baiknya daya beli masyarakat di NTT. Di sisi lain, kinerja konsumsi pemerintah mengalami penurunan sebesar - 11,13% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Selain itu, sebagai imbal balik dari peningkatan investasi dan masih terbatasnya produksi lokal di NTT, terjadi peningkatan impor antar daerah sebesar 7,33% (yoy). Secara triwulanan, kinerja perekonomian NTT mengalami peningkatan sebesar 5,65%(qtq). Peningkatan pertumbuhan ekonomi secara triwulan disebabkan oleh peningkatan konsumsi pemerintah sebesar 16,51% (qtq) yang terutama didorong oleh realisasi gaji ke-13 PNS, peningkatan realisasi belanja barang dan jasa, serta belanja hibah (dana desa). Peningkatan juga didorong oleh kenaikan investasi/pmtb sebesar 8,89% (qtq) lebih tinggi dibandingkan triwulan-ii yang sebesar 4,81% (qtq). 02 Triwulan 2015

25 URAIAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA PENGELUARAN KONSUMSI LNPRT PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO PERUBAHAN INVENTORI EKSPOR LUAR NEGERI IMPOR LUAR NEGERI NET EKSPOR ANTAR DAERAH P D R B Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah) Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan ,368,797 1,868,305 16,889,933 20,586, ,724 1,196,294 3,733,059 (23,797,857) 61,325,467 YOY ( ) ,232, ,673 7,932,731 6,890, , , ,016 (10,996,237) 18,076,895 II 13,879, ,754 6,485,299 7,841, , , ,513 (10,639,850) 18,557, ,509, ,518 7,692,259 9,006, , ,776 57,095 (12,765,116) 19,981,066 Bobot qtq yoy ctc Konsumsi Pengeluaran konsumsi pada triwulan menunjukkan sedikit peningkatan sebesar 0,57% (yoy) dibandingkan periode yang sama pada tahun Peningkatan terutama didorong oleh konsumsi rumah tangga seiring libur sekolah dan idul fitri, gaji ke-13 PNS serta mulai berjalannya proyek-proyek pemerintah. Peningkatan konsumsi rumah tangga terlihat dari indeks riil penjualan eceran yang mengalami peningkatan. Berdasarkan rincian komoditas, mayoritas komoditas juga menunjukkan adanya perbaikan dan peningkatan penjualan. Peningkatan tertinggi terutama berasal dari komoditas pakaian dan perlengkapannya. Musim liburan sekolah dan libur Idul Fitri diperkirakan menjadi pendorong meningkatnya penjualan komoditas tersebut. Grafik 1.3. Indeks Riil Penjualan Eceran Triwulan 2015 Grafik 1.4. Rincian Pertumbuhan Triwulanan Penjualan Eceran 160,00 140,00 120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 - I II IV I II IV I II IRPE IRPE (QTQ) CRT PDRB (QTQ) 30,00% 25,00% 20,00% 15,00% 10,00% 5,00% 0,00% -5,00% -10,00% -15,00% -20,00% 80% 60% 40% 20% 0% -20% -40% -60% BAHAN KONSTRUKSI SUKU CADANG PERLENGKAPAN RUMAH TANGGA BARANG KERAJINAN MAKANAN DAN TEMBAKAU PAKAIAN DAN PERLENGKAPANNYA BAHAN BAKAR TOTAL I II IV I II Sumber: SPE Bank Indonesia, diolah Sumber: SPE Bank Indonesia, diolah Peningkatan konsumsi masyarakat juga telihat dari Indeks Tendensi Konsumen (ITK) yang menunjukkan peningkatan. Tingkat kepercayaan masyarakat menunjukkan peningkatan yang terlihat dari Indeks Tendensi Konsumen (ITK) yang mengalami kenaikan. Sementara, untuk konsumsi listrik rumah tangga pada triwulan 2015 mengalami penurunan sebesar -5,73% (qtq) apabila dibandingkan triwulan II namun bila dibandingkan periode yang sama tahun 2014 mengalami peningkatan cukup tinggi sebesar 13,62% (yoy). Penurunan konsumsi listrik secara triwulanan diperkirakan lebih terjadi karena masalah teknis, yaitu pemeliharaan PLTU Bolok pada awal bulan Juli dan musibah terbakarnya PLTU Bolok pada pertengahan Agustus, sehingga berdampak pada berkurangnya kapasitas listrik yang dapat dialirkan kepada masyarakat. Di sisi lain, Indeks Kegiatan Usaha dari hasil Survei Bank Indonesia menunjukkan adanya penurunan namun masih dalam batasan positif, sehingga mendukung adanya pertumbuhan yang masih tetap terjadi. Sementara itu, Penyaluran kredit konsumsi secara triwulanan masih tumbuh positif sebesar 4,4% (qtq) dan secara tahunan tumbuh sebesar 13,8% (yoy). Konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) menunjukkan adanya peningkatan yang cukup tinggi sebesar 17,51% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun 2014 (8,64%- yoy). Peningkatan konsumsi lembaga non profit diperkirakan terjadi seiring makin dekatnya penyelenggaraan pilkada serentak pada 9 Kabupaten di Provinsi NTT (Kab. Ngada, Kab. Manggarai, Kab. Manggarai Barat, Kab. Sumba Barat, Kab. Sumba Timur, Kab. Malaka, Kab. Timor Tengah Utara (TTU), Kab. Sabu Raijua dan Kab. Belu). Triwulan

26 Grafik 1.5. Indeks Tendensi Konsumen Grafik 1.6. Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga % indeks % 20% 15% 10% 5% 0% % 80 I II IV I II IV I II I II IV I II IV I II IV I II % ITK PENDAPATAN RT PROYEKSI ITK KONSUMSI (RIBU KWH) GROWTH (QTQ) GROWTH (YOY) Sumber : BPS, diolah Grafik 1.7. Indeks Kegiatan Dunia Usaha Sumber : PT PLN, diolah Grafik 1.8. Penyaluran Kredit Konsumsi triliun 25,0% 20,0% 15,0% I II IV I II IV I II I II IV I II IV I II II 10,0% 5,0% 0,0% -30 KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA KONSUMSI KONSUMSI (YOY) KONSUMSI (QTQ) Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Secara tahunan, konsumsi pemerintah menunjukkan adanya penurunan sebesar -11,13% (yoy) pada triwulan Namun secara triwulan mengalami peningkatan sebesar 16,51% (qtq). Penurunan secara tahunan tersebut cukup kontradiktif dengan peningkatan pada 17 sektor dalam perhitungan PDRB. Secara nominal (ADHB), belanja konsumsi pemerintah hingga triwulan 2015 mengalami kenaikan hingga lebih dari dua triliun rupiah. Namun 1 demikian, besarnya deflator PDRB untuk konsumsi pemerintah membuat pertumbuhan ekonomi atas pengeluaran pemerintah mengalami penurunan. Rendahnya belanja konsumsi terutama terjadi pada realisasi belanja barang dan jasa (37,27% dari pagu) serta realisasi belanja bantuan sosial (39,10% dari pagu). Namun, penurunan konsumsi pemerintah dapat tertahan oleh peningkatan belanja pegawai melalui realisasi gaji ke-13 pada bulan Juli Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ Investasi Pertumbuhan investasi di Provinsi NTT pada triwulan mengalami kenaikan cukup tinggi sebesar 16,05% (yoy). Kenaikan investasi diperkirakan berasal dari kegiatan investasi pemerintah yang meningkat, walaupun realisasi belanja modal pemerintah baru mencapai 29,74%. Beberapa proyek APBN yang sudah mulai dijalankan diantaranya pembangunan dan rehabilitasi sumber daya air, pembangunan/pelebaran Jalan di Kawasan Strategis, Perbatasan, Wilayah Terluar dan Terdepan, pengembangan pelabuhan dan dermaga, pengembangan 14 bandara, pengembangan jaringan distribusi listrik, serta pengembangan fasilitasi pendidikan tinggi. Selain itu, pengembangan investasi juga dilakukan oleh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota melalui pembangunan kantor pemerintahan yang baru. Di akhir tahun 2015, telah direncanakan pula tahap awal pembangunan (groundbreaking) bendungan Rotiklot di Kabupaten Belu. Di sisi lain, realisasi belanja modal yang belum optimal masih menjadi hambatan dalam pengembangan investasi pemerintah. Beberapa permasalahan yang teridentifikasi terutama berupa kendala administrasi dan SDM, 1. Kenaikan satuan harga pada PDRB 04 Triwulan 2015

27 seperti keterlambatan proses lelang dan penerapan Perpres yang baru, serta kendala di lapangan, seperti permasalahan lahan. Permasalahan hukum yang menjerat beberapa pejabat di tataran pemerintah juga menyebabkan adanya keengganan untuk menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sehingga menghambat proses lelang. Oleh karena itu, pemahaman mendalam mengenai prosedur lelang dan pengawasan serta advisory yang baik dari pimpinan satker perlu untuk ditingkatkan. Selain proyek pemerintah, beberapa proyek swasta juga sudah dilaksanakan pada triwulan tahun Proyek-proyek yang dikembangankan oleh pihak swasta, diantaranya adalah pembangunan Base Transceiver Station (BTS) oleh PT. Telkomsel (Persero) di wilayah perbatasan, pembangunan infrastuktur kelistrikan yang terus dilakukan oleh PT. PLN (Persero), serta pembangunan beberapa hotel baru, seperti di Kota Kupang. Peningkatan investasi juga terlihat dari data realisasi investasi BKPM dan Penjualan Semen. Berdasarkan data BKPM, pada triwulan 2015 telah terealisasi Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar US$ 21,9 juta atau meningkat 630,2% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun Peningkatan juga terlihat dari indikator penjualan semen yang mengalami peningkatan sebesar 11,4% (qtq). Grafik 1.9. Realisasi Investasi Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri Grafik Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT % 300,00 50,0% % 500% 400% 300% 250,00 200,00 150,00 40,0% 30,0% 20,0% 10,0% I II IV I II IV I II % 100% 0% -100% -200% 100,00 50,00 - I II IV I II IV I II ,0% -10,0% -20,0% -30,0% PROYEK PMA (JUTA US$) PROYEK PMDN (MILIAR RP) PMA (%YOY) PMDN (%YOY) RIBU TON YOY QTQ Sumber : BKPM, diolah Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah Dari data sistem pembayaran nontunai juga terlihat adanya peningkatan uang masuk ke NTT. Data Real-Time Gross Settlement (RTGS) menunjukkan adanya net to NTT sebesar Rp 8,01 triliun atau meningkat 39,42% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu dari indikator perbankan, pertumbuhan kredit modal kerja sebesar 16,9% (yoy) dan kredit investasi sebesar 8,2% (yoy) cenderung lebih lambat dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Namun dengan angka pertumbuhan yang masih cukup tinggi menunjukkan adanya perkembangan kegiatan investasi di NTT yang cukup baik. Sedangkan rendahnya pertumbuhan kredit investasi kemungkinan besar disebabkan oleh tingginya bunga kredit investasi, sehingga debitur memilih meminjam menggunakan pilihan kredit yang lain. Grafik Realisasi Dana Masuk/ Keluar Provinsi NTT dalam RTGS Grafik Perkembangan Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi 50 triliun 7,00 triliun 60,0% 40 6,00 50,0% ,00 4,00 3,00 2,00 40,0% 30,0% 20,0% - (10) (20) I II IV I II RTGS OUT RTGS IN NET RTGS II 1,00 0,00 I II IV I II IV I II MODAL KERJA INVESTASI MODAL KERJA (YOY) INVESTASI (YOY) 10,0% 0,0% Sumber : Bank Indonesia, diolah Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Triwulan

28 1.2.3 Ekspor Impor Ekspor-Impor Antar Daerah Peningkatan aktivitas ekonomi juga terlihat dari perkembangan aktivitas bongkar muat di pelabuhan. Pada triwulan, net impor antar daerah di Provinsi NTT tumbuh sebesar 15,51% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya atau tumbuh sebesar 7,33% (yoy) dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Apabila dilihat dari bongkar muat peti kemas, terjadi peningkatan pertumbuhan sebesar 4,3% (yoy), namun secara triwulanan mengalami penurunan sebesar -19,6% (qtq). Di sisi lain, bongkar muat curah masih menunjukkan defisit masuk barang ke NTT yang cukup besar. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kegiatan ekonomi di NTT berkorelasi postif dengan pasokan barang dari daerah lain. Terbatasnya industri dan tingginya kebutuhan sumber daya pangan di NTT menyebabkan ketergantungan dengan daerah lain masih tinggi. Grafik Perkembangan Peti Kemas Grafik Aktivitas Bongkar Muat Teus I II IV I II IV I II TEUS PERTUMBUHAN (% YOY) PERTUMBUHAN (% QTQ) 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% -10% -20% -30% -40% Ton I II IV I II IV I II BONGKAR MUAT NET NET UNLOADING (% YOY) 100% 80% 60% 40% 20% 0% -20% -40% -60% -80% -100% Sumber : Pelindo, diolah Sumber : Pelindo, diolah Ekspor-Impor Luar Negeri Aktivitas ekspor bersih Provinsi NTT pada triwulan masih mengikuti perkembangan triwulan sebelumnya yang meningkat. Peningkatan net ekspor NTT mencapai 292,3% (yoy) pada triwulan yang disebabkan oleh nilai ekspor yang meningkat tinggi dan dibarengi dengan impor yang menurun. Ekspor NTT pada triwulan bernilai US$ 6,24 juta dengan tujuan utama ekspor adalah Timor Leste. Komoditas utama ekspor adalah semen dan kendaraan bermotor roda 4 dan lebih, sementara ekspor dari sektor pertanian terutama ikan tuna/tongkol. Sementara itu, impor NTT pada triwulan hanya sebesar US$ dengan komoditas impor utama adalah kopi serta buah/sayur olahan yang berasal dari Timor Leste. Grafik Ekspor Impor Antar Negara Grafik Negara Tujuan Ekspor NTT Juta USD 10,00 Juta USD 9,00 8,00 7,00 6,00 5 5, ,00 3,00 2,00 1,00 0,00 I II IV I II IV I II IV I II EKSPOR IMPOR NET EKSPOR USA THAILAND INDIA JAPAN RRC TIMOR LESTE Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah 06 Triwulan 2015

29 1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI SEKTORAL Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan 2015 didorong oleh adanya realisasi gaji ke-13 PNS, peningkatan belanja masyarakat seiring libur sekolah, idul fitri dan tibanya musim ajaran baru, serta peningkatan kegiatan konstruksi di NTT. Secara tahunan, semua sektor mengalami pertumbuhan pada triwulan 2015 yang menunjukkan adanya peningkatan aktivitas ekonomi pada tahun Sementara pada periode triwulanan, hanya sektor pengadaaan listrik dan gas yang mengalami penurunan. Permasalahan operasional PLTU Bolok yang sempat terhambat seiring pemeliharaan dan musibah kebakaran yang terjadi diperkirakan menjadi penyebab utama. Tabel1.2.PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan 2015 URAIAN 2013 YOY II 2015 Bobot qtq yoy ctc A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan ,446,913 5,429,343 5,696,653 6,009, B Pertambangan dan Penggalian ,070, , , , C Industri Pengolahan , , , , D Pengadaan Listrik dan Gas ,539 7,437 9,348 9, E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang ,529 12,009 11,494 12, F Konstruksi ,095,979 1,851,177 1,899,771 2,051, G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor ,285,709 1,914,901 1,998,350 2,151, H Transportasi dan Pergudangan ,566, , ,527 1,014, I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum , , , , J Informasi dan Komunikasi ,134,426 1,326,414 1,321,882 1,416, K Jasa Keuangan dan Asuransi ,714, , , , L Real Estate ,860, , , , M,N Jasa Perusahaan ,879 54,621 57,442 61, O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib ,392,732 2,301,375 2,193,833 2,461, P Jasa Pendidikan ,568,193 1,734,950 1,737,853 1,918, Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial ,414, , , , R,S,T,U Jasa lainnya ,496, , , , PDRB ,602,633 18,076,895 18,557,582 19,981, Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah) Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Sektor sektor pertanian masih mengalami pertumbuhan walaupun melambat dibandingkan periode yang sama tahun 2014 maupun triwulan-ii Sektor pertanian pada triwulan 2015 mengalami perlambatan pertumbuhan sebesar 2,04% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun 2014 sebesar 4,58% (yoy) dan triwulan-ii 2015 sebesar 3,02% (yoy). Peningkatan terutama diperkirakan berasal dari komoditas ternak seiring tingginya kebutuhan dari daerah lain untuk perayaan Idul Adha. Selain itu, beberapa komoditas perkebunan yang sudah mulai panen, seperti jambu mete, asam, kopi dan kakao juga menjadi pendorong. Komoditas perikanan juga diperkirakan menjadi pendorong, hal ini terlihat dari adanya peningkatan nilai ekspor ikan, terutama tuna/tongkol ke luar negeri yang meningkat sebesar 244,7% (yoy). Sementara komoditas padi diperkirakan menurun seiring belum tibanya musim panen ke-2. Di sisi lain, dampak El-Nino diperkirakan tidak akan begitu besar bagi produksi komoditas pertanian, terutama padi. Dari data Dinas Pertanian, kerusakan lahan baik dari El Nino, serangan hama dan bencana banjir hanya mencapai 2.988,13 ha dari total luas tanam padi sebesar ,43 ha. Hal ini juga dikonfirmasi dengan Angka Ramalan-II BPS yang menyebutkan adanya peningkatan produksi padi sebesar 14,2% pada tahun Peningkatan diperkirakan turut ditunjang oleh adanya bantuan Pemerintah melalui anggaran upaya khusus APBN sebanyak Rp 319 miliar guna perbaikan jaringan irigasi, pembelian traktor, combine harvester, benih, pupuk dan sarana produksi lainnya. Pertumbuhan sektor pertanian juga terkonfirmasi dari indikator Nilai Tukar Petani (NTP) dan pengiriman ternak. Indikator nilai tukar petani pada triwulan menunjukkan peningkatan sebesar 102,2 yang terutama ditunjang oleh petani di subsektor peternakan dan palawija. Sementara itu, trafik pengiriman ternak dari NTT juga mengalami kenaikan hingga 50,2% (yoy) atau ekor pada triwulan. Diperkirakan peningkatan kebutuhan sapi menjelang perayaan Idul Adha di luar NTT menjadi penyebab utama. Triwulan

30 Grafik Perkembangan Nilai Tukar Petani Grafik Pengiriman Ternak (yoy) % 100% I II IV I II IV I II IV I II I II IV I II IV I II % 0% -50% -100% IT IB NTP - AXIS KANAN PENGIRIMAN TERNAK BONGKAR PERT (%YOY) PERT (%QTQ) Sumber : BPS, diolah Sumber : PT Pelindo, diolah Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) di sektor pertanian menunjukkan adanya perlambatan kegiatan usaha pada triwulan Hal ini terlihat dari adanya penurunan nilai indeks kegiatan usaha dan tenaga kerja. Sementara itu, indeks harga jual justru mengalami kenaikan. Hasil produksi yang masih terbatas, terutama paska panen untuk komoditas padi menyebabkan melambatnya indeks kegiatan usaha dan tenaga kerja. Sementara indeks harga jual yang tinggi disebabkan oleh kenaikan harga akibat produksi yang masih terbatas. Dari sisi pembiayaan, kredit pertanian menunjukkan adanya pertumbuhan sebesar 13,6% (yoy) pada triwulan dan cenderung melambat dibandingkan periode yang sama tahun Grafik Perkembangan SKDU Pertanian Grafik Perkembangan Kredit Pertanian 30,0 20,0 10,0 0,0-10,0-20,0-30,0 I II IV 2013 I II IV I II Milyar Rp I II IV I II IV I II % 600% 500% 400% 300% 200% 100% 0% -100% -200% -40,0 KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN PERTANIAN (%YOY) PERTANIAN (%QTQ) Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Beberapa permasalahan yang dapat menghambat perkembangan sektor pertanian terutama berasal dari keterbatasan sarana dan proses produksi. Dari subsektor perikanan, keterbatasan sarana melaut yang masih menggunakan kapal ukuran kecil, serta sarana cold storage menjadi hambatan. Dari subsektor peternakan, prosedur kuota pengiriman sapi dan banyaknya sapi betina usia produktif yang dipotong merupakan beberapa hambatan yang teridentifikasi. Sementara dari sektor pertanian palawija, perlunya jalan usaha tani yang menghubungkan jalan utama ke areal pertanian serta distribusi pupuk bersubsidi diharapkan dapat menjadi prioritas perbaikan pada periode yang akan datang. Selain itu, permasalahan lainnya adalah turunnya harga komoditas, terutama rumput laut Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Secara tahunan, pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib pada triwulan 2015 sebesar 6,79% (yoy) melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya maupun triwulan II Belanja konsumsi pemerintah pada tahun 2015 mengalami peningkatan sebesar 11,48% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, hingga akhir September, total anggaran yang terealisasi baru mencapai 54,2%. Realisasi belanja barang dan jasa serta bantuan sosial (dibawah 40%) menjadi beberapa pos anggaran yang masih relatif 08 Triwulan 2015

31 minim terealisasi. Realisasi belanja pegawai pemerintah kabupaten/kota dinilai masih cukup rendah walaupun relatif wajar, sedangkan belanja pertahanan dan jaminan sosial wajib relatif cukup bagus yang terlihat dari realisasi belanja pegawai APBN yang terserap sesuai anggaran. Lambatnya penyerapan anggaran juga terlihat dari simpanan pemerintah di perbankan yang masih cukup tinggi. Dana pemerintah yang tersimpan di perbankan NTT hingga akhir Triwulan 2015 mencapai Rp 7,64 triliun atau meningkat 3,5% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya. Hal ini merupakan anomali, dibanding tahun-tahun sebelumnya yang cenderung selalu menurun pada periode yang sama. Peningkatan upaya penyerapan anggaran yang tepat sasaran bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat di akhir periode anggaran diharapkan dapat menjadi prioritas utama di triwulan IV Grafik Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah Grafik Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan 23,000 22,500 22,000 21,500 21,000 20,500 20,000 19,500 19,000 18,500 miliar Realisasi ,7 % Real , ,48% 20, ,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0 I II IV I II IV I II ,0% 100,0% 80,0% 60,0% 40,0% 20,0% 0,0% -20,0% -40,0% -60,0% TOTAL BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH PERTUMBUHAN BELANJA KONSUMSI SIMPANAN (RP MILYAR) PERT (%YOY) PERT (%QTQ) Sumber : Biro Keuangan dan Kanwil Ditjen Perbendaharaan, diolah Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor pada triwulan 2015 sebesar 6,51% (yoy) lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya maupun pada triwulan II Pertumbuhan sektor perdagangan terutama didorong oleh perbaikan daya beli masyararakat dan peningkatan kebutuhan pada waktu liburan sekolah, libur Idul Fitri dan masuknya musim ajaran baru. Peningkatan daya beli masyarakat diperkirakan turut didorong oleh adanya gaji ke-13 PNS pada bulan Juli dengan pertimbangan jumlah pegawai negeri di 2 NTT yang mencapai ribuan orang. Selain itu, dorongan peningkatan belanja pemerintah juga mampu menggerakan perekonomian secara keseluruhan, baik dalam hal penyediaan tenaga kerja dan perdagangan barang di NTT. Berdasarkan indikator survei SKDU dan kinerja kredit perdagangan di triwulan II 2015, terlihat adanya peningkatan dibandingkan periode sebelumnya. Indikator SKDU menunjukkan adanya peningkatan pada indikator kegiatan usaha dan tenaga kerja, sementara untuk harga jual cenderung tidak berubah terlalu besar. Peningkatan ini menunjukkan adanya geliat ekonomi dari sektor perdagangan yang ditunjukkan oleh peningkatan kegiatan usaha, baik dari sisi omset dan kuantitas penjualan serta penyerapan tenaga kerja. Dari sisi kredit perdagangan, terjadi pertumbuhan kredit mencapai 24,9% (yoy) pada triwulan 2015, meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 19,1% (yoy). 2. data BPS sebanyak orang pada tahun 2014, belum termasuk PNS Provinsi dan instansi/lembaga Pusat di Daerah Triwulan

32 Grafik Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan Grafik Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan 10 6,0 triliun 60% 8 5,0 50% 6 4 4,0 40% 2 3,0 30% I II IV I II IV I II ,0 1,0 20% 10% -6 0,0 I II IV I II IV I II 0% KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN PERT (%YOY) PERT (%QTQ) Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Sektor-sektor Lainnya Sektor konstruksi memiliki pertumbuhan sebesar 6,53% (yoy) dan merupakan salah satu sektor yang mampu tumbuh cukup tinggi pada triwulan Peningkatan kegiatan proyek pemerintah, menjadi beberapa faktor pendorong sektor konstruksi. Dari sisi swasta, pembanguan pusat perbelanjaan dan hotel, serta upaya pembangunan real estate guna mendukung program 1 juta rumah pemerintah juga menjadi pendorong. Hal ini sejalan dengan kinerja investasi yang juga mengalami peningkatan. Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum pada triwulan 2015 mengalami pertumbuhan hingga mencapai 6,35% (yoy) yang turut didorong oleh penyelenggaraan beberapa even pariwisata, seperti Amazing Flobamor dan Pameran Pembangunan di Kota Kupang, serta Festival Adventure Indonesia di Alor. Peningkatan jumlah wisatawan juga diperkirakan turut disebabkan oleh dampak positif menguatnya dolar terhadap rupiah. Hal ini terindikasi dari adanya peningkatan jumlah tamu hotel yang berasal dari mancanegara sebesar 12,4% (yoy) dibanding periode yang sama tahun Jumlah okupansi dan tamu hotel yang menginap di wilayah Provinsi NTT sendiri pada triwulan 2015 mengalami kenaikan hingga 24,5% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Jumlah penumpang yang terbang dari dan menuju NTT juga menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, mencapai 13,4% (yoy). Penambahan jumlah maskapai yang melayani penerbangan dari dan ke NTT diperkirakan juga menjadi salah satu pendorong. Grafik Perkembangan Tamu Hotel Grafik Perkembangan Penumpang Bandara 60 Ribu orang % 24.5% 80% 60% 40% 20% 0% Ribu orang % 13.4% 40% 30% 20% 10% 0% -10% 10-20% % -40% 0-30% I II IV I II IV I II I II IV I II IV I II II TAMU HOTEL PERT (%QTQ) PERT (%YOY) PENUMPANG PERT (%QTQ) PERT (%YOY) Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sektor komunikasi dan informasi menjadi salah satu sektor yang tumbuh cukup tinggi pada triwulan 2015 sebesar 7,52% (yoy). Peningkatan diperkirakan berasal dari adanya pembangunan Base Transceiver Station (BTS) oleh Telkomsel di beberapa daerah perbatasan. Sektor pendidikan tumbuh positif yang diperkirakan didorong oleh pencairan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) periode semester II dan adanya peningkatan alokasi dana untuk perguruan tinggi. Sektor pertambangan dan penggalian mengalami kenaikan, walaupun produksi mangan cenderung menurun akibat adanya 10 Triwulan 2015

33 moratorium tambang di beberapa daerah. Sektor pengadaan listrik dan gas juga cenderung mengalami peningkatan seiring penambahan daya yang dilakukan. Namun demikian, dibanding triwulan sebelumnya, nilai tambah sektor pengadaan listrik dan gas mengalami penurunan yang disebabkan oleh adanya gangguan pasokan akibat dari terbakarnya konveyer batubara pada pembangkit listrik di Bolok. Triwulan

34 01 Kesiapan Industri Pariwisata di 5 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Nusa Tenggara Timur Kontribusi sektor pariwisata terhadap perekonomian dalam menghadapi persaingan MEA di Asia Tenggara diperkirakan akan mengalami peningkatan signifikan. Di tengah lesunya perekonomian dunia, sektor pariwisata masih mampu tumbuh melebihi rata-rata pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat terlihat dari PDRB provinsi yang mengandalkan pariwisata sebagai pendorong perekonomian yang masih tumbuh lebih tinggi dibanding rata-rata nasional. Sebagai contoh : Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta maupun Nusa Tenggara Timur yang masih mampu tumbuh di atas 5% di triwulan Dalam rangka mendukung program kepariwisataan nasional, pemerintah telah menetapkan provinsi NTT dalam wilayah kepariwisataan Great Bali. Tujuan dari program tersebut adalah untuk meningkatkan posisi kepariwisataan nasional yang saat ini masih berada di peringkat 4 di Asia Tenggara 1, setelah Malaysia, Thailand dan Singapura. Dengan berbagai macam keindahan alam dan budaya, seharusnya Indonesia mampu untuk hanya sekedar mengalahkan negara tetangga tersebut. Dalam rangka menyukseskan program kepariwisataan nasional tersebut, pemerintah telah menetapkan 5 wilayah di Provinsi NTT sebagai 5 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) yaitu KSPN Komodo di Kab. Manggarai Barat, KSPN Ende-Kelimutu, KSPN Alor-Kalabahi, KSPN Nemberalla di Pulau Rote dan KSPN Waikabubak-Manupeh Tanah Daru di Kab. Sumba Barat. Kelima wilayah tersebut memiliki karakter wisata yang kuat di masing-masing daerah. Labuan Bajo terkenal dengan binatang endemik komodo. Ende terkenal dengan danau tiga warna Kelimutu. Alor terkenal dengan taman lautnya. Pulau Rote terkenal dengan Pantai Nembrala, salah satu spot surfing terbaik di Indonesia. Dan terakhir, KSPN Waikabubak di Sumba Barat terkenal dengan adat Pasola, bangunan megalitik dan pantai yang sangat Indah. Gambar Boks 1.1. Kondisi Industri Pariwisata pada 5 KSPN di NTT Sumber : BPS, diolah Dengan karakteristik pesona alam yang kuat tersebut, seharusnya kunjungan wisatawan di Provinsi NTT dapat tumbuh dengan baik. Namun demikian, banyaknya kendala, baik sarana dan prasarana penunjang pariwisata maupun kondisi industri pariwisata yang masih sangat terbatas menjadi penghambat utama pengembangan wisata di NTT. Permasalahan utama pengembangan wisata di NTT saat ini adalah akses penghubung antar wilayah pariwisata yang dapat dikatakan masih terbatas. Untuk KSPN Komodo dan Waikabubak, wisatawan justru lebih mudah berkunjung melalui Denpasar yang terlihat dari banyaknya rute penerbangan dari Denpasar yang mencapai 47 kali penerbangan per minggu ke Labuan Bajo 1. Total wisman ke Indonesia sebanyak 9,4 juta orang (Kemenpar, 2015). Sedangkan data wisman di Malaysia sebanyak 27 juta, Thailand juga 27 juta, Singapura 15 juta dan Vietnam 8 juta wisman (BMI, 2015) 12 Triwulan 2015

35 dan 21 kali penerbangan per minggu ke Sumba Barat, jauh lebih banyak dibanding jadwal penerbangan dari Kupang yang hanya 28 kali dan 7 kali per minggu. Hanya KSPN Kelimutu yang sarana transportasinya masih relatif berimbang. Sedangkan KSPN Alor dan Rote Ndao justru hanya ada penerbangan dari Kupang dan rata-rata hanya satu penerbangan perhari. Apabila dilakukan simulasi perhitungan, kelima KSPN tersebut per tahun hanya mampu menampung 210 ribu wisatawan pertahun. Selain itu, jumlah hotel berbintang juga relatif minim yang membuat keinginan berkunjung juga berkurang. Berdasarkan daya dukung transportasi udara, kapasitas penumpang pesawat terbang untuk kelima KSPN tersebut per tahun hanya sebanyak 706 ribu penumpang per tahunnya. Apabila penumpang menggunakan pesawat setiap keberangkatan dan kepulangan, maka kapasitas penumpang hanya sebanyak 353 ribu penumpang. Rasio penggunaan pesawat oleh wisatawan di tahun 2014 bahkan sudah mencapai 43,86%. Walaupun terlalu tinggi dibanding realitas yang ada seiring adanya pilihan moda transportasi lain seperti kapal laut dan jalur darat, rasio tersebut menunjukkan kepada kita betapa minimnya kapasitas angkutan udara di NTT terlebih di 5 KSPN tersebut. Kawasan Strategis Pariwisata Nasional MANGGARAI BARAT ROTE NDAO ALOR ENDE MAUMERE SUMBA BARAT SUMBA BARAT DAYA TOTAL TOTAL NTT RASIO WISATAWAN 43,681 1,400 1,603 13,184 9, , , Sumber : BPS dan Dinas Pariwisata Provinsi NTT, diolah Tabel Boks 1.1. Statistik Kepariwisataan 5 KSPN NTT Wisatawan Hotel Restoran Pesawat WISMAN WISDOM TOTAL JUMLAH 43,681 1,400 1,603 13,184 9, , , ,681 1,400 1,603 13,184 9, , , ,681 1,400 1,603 13,184 9, , , JUMLAH KAMAR 43,681 1,400 1,603 13,184 9, , , JUMLAH TEMPAT TIDUR 43,681 1,400 1,603 13,184 9, , , KAPASITAS HOTEL* 43,681 1,400 1,603 13,184 9, , , JUMLAH 43,681 1,400 1,603 13,184 9, , , RUTE/ MINGGU 43,681 1,400 1,603 13,184 9, , , RUTE/ TAHUN 43,681 1,400 1,603 13,184 9, , , KAPASITAS PENUMPANG / TAHUN** 43,681 1,400 1,603 13,184 9, , , RASIO WISATAWAN / PESAWAT 43,681 1,400 1,603 13,184 9, , , Berdasarkan permasalahan diatas, diketahui bahwa dengan kapasitas infrastruktur sarana dan prasarana yang ada, ke depan masih dibutuhkan penambahan fasilitas pendukung kepariwisataan seperti jumlah hotel dan frekuensi penerbangan maupun akses yang menghubungkan tempat-tempat pariwisata di NTT. Selain itu,program-program pemerintah terkait pembenahan sarana infrastruktur menjadi fokus utama yang saat ini harus di percepat. Berdasarkan data Dinas Perhubungan NTT, total anggaran tahun 2015 untuk membenahi 5 Bandara di 5 KSPN NTT mencapai 255 Milyar Rupiah. Sementara itu untuk anggaran sektor pelabuhan di 5 wilayah KSPN mencapai total anggaran sebesar 78 Milyar Rupiah. Saat ini hanya dibutuhkan usaha yang lebih keras dari pemerintah untuk mengembangkan kelima KSPN yang ada tersebut. Promosi pariwisata yang lumayan gencar setidaknya dapat diimbangi dengan kemudahan dan promosi investasi yang juga gencar, sehingga adanya peningkatan kunjungan wisatawan dapat langsung dirasakan manfaatnya berkat kesiapan industri pariwisata di NTT. 2. asumsi tingkat penghunian kamar sebesar 50% dan rata-rata waktu tinggal tiap wisatawan selama dua hari. Triwulan

36

37 02 Perkembangan Inflasi Inflasi Provinsi NTT pada triwulan 2015 relatif terkendali dibanding tahun sebelumnya maupun rata-rata inflasi nasional. Adanya kenaikan inflasi yang cukup tinggi di bulan Juli 2015, mampu kembali diredam dengan deflasi di bulan Agustus Pada bulan September 2015, NTT kembali mengalami inflasi namun dalam nilai yang cukup rendah. Kelompok inflasi inti menjadi penyumbang utama inflasi di Provinsi NTT Inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan bahan makanan dan sandang karena hari raya idul fitri. Biaya pendidikan juga mengalami kenaikan cukup besar seiring dengan pergantian tahun ajaran baru. Kota Maumere mengalami inflasi yang lebih besar dari Kota Kupang dikarenakan tingginya inflasi beras, ayam hidup dan biaya pendidikan. Fokus TPID di triwulan adalah pengendalian inflasi menjelang dan selama hari raya Idul Fitri melalui operasi pasar, pemantauan harga dan stok komoditas maupun pasar murah.

38

39 2.1 KONDISI UMUM Pada triwulan 2015, (NTT) masih mengalami inflasi walaupun tidak sebesar inflasi di triwulan sebelumnya. Puncak inflasi di Provinsi NTT terjadi pada bulan Juli 2015 seiring dengan adanya libur sekolah dan perayaan Hari Raya Idul Fitri yang meningkatkan tarif angkutan udara pada level tertinggi di tahun Pada bulan Agustus terjadi deflasi sebagai dampak dari kembali normalnya hargaharga terutama angkutan udara di Provinsi NTT. Di bulan September, Provinsi NTT kembali mengalami inflasi terutama disebabkan oleh meningkatnya harga beras setelah mengalami penurunan di dua bulan sebelumnya. Secara tahunan, inflasi di Provinsi NTT mengalami kenaikan dibanding triwulan sebelumnya. Hal ini membuat jarak inflasi NTT dengan nasional semakin menyempit. Inflasi tahunan NTT pada triwulan 2015 sebesar 6,74% (yoy), hanya sedikit lebih rendah dibanding nasional yang sebesar 6,83% (yoy). Di sepanjang tahun 2015, inflasi NTT sebesar 1,36% (ytd) masih lebih rendah dibanding inflasi nasional yang sebesar 2,24% (ytd). Secara triwulanan, inflasi provinsi NTT hanya naik sebesar 0,58% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya, lebih rendah dibanding inflasi nasional yang sebesar 1,27% (qtq). Grafik 2.1. Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional Grafik 2.2. Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan Nasional 9.00% NASIONAL NTT 6.0% NASIONAL NTT 8.00% 7.00% 6,83% 5.0% 4.0% 6.00% 6,74% 3.0% 5.00% 2.0% 1,27% 4.00% 1.0% 3.00% I II IV I II IV I II IV I II % -1.0% I II IV I II IV I II IV I ,58% II 2015 Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Secara tahunan, Inflasi di Provinsi NTT masih sedikit lebih rendah dibanding nasional walaupun semakin mendekati angka inflasi nasional. Inflasi di triwulan 2015 mencapai 6,74% (yoy) dengan penyumbang inflasi terbesar pada kelompok komoditas transportasi dan bahan makanan. Adapun komoditas penyumbang inflasi utama antara lain beras dengan kenaikan dalam setahun mencapai lebih dari 19% (yoy). Tingginya inflasi kelompok komoditas transportasi lebih disebabkan oleh adanya pengaruh kenaikan BBM di akhir tahun 2014, yang menyebabkan kenaikan tarif angkutan dalam kota, tarif sewa motor, tarif listrik, dan bensin. Harga tiket angkutan udara juga relatif tinggi lebih disebabkan oleh relatif kurangnya trafik penerbangan di wilayah NTT, sehingga adanya sedikit gangguan dan peningkatan permintaan angkutan udara langsung berimbas pada kenaikan harga tiket yang cukup tinggi. Secara triwulanan, Inflasi di Provinsi NTT masih cukup terkendali dengan inflasi hanya sebesar 0,58% (qtq), lebih rendah dibanding nasional yang mencapai 1,27% (qtq). Relatif rendahnya inflasi di Provinsi NTT lebih disebabkan oleh mayoritas masyarakat yang beragama non-muslim, sehingga perayaan Hari Raya yang biasanya menjadi penyebab kenaikan harga utama tidak terlalu berdampak di NTT. Komoditas utama yang menyumbang kenaikan dalam 3 bulan terakhir antara lain ikan kembung yang lebih disebabkan oleh harga yang kembali normal setelah mengalami penurunan yang cukup besar di awal tahun. Beras menjadi penyumbang inflasi terbesar kedua terutama disebabkan oleh kenaikan harga beras pada bulan September dikarenakan adanya kenaikan harga di tingkat pedagang besar. Pada triwulan juga terdapat kenaikan biaya sekolah hingga lebih kurang 10%, kenaikan biaya sewa dan kontrak rumah, dan kenaikan harga rokok menyesuaikan kenaikan cukai rokok. Tarif angkutan udara justru menjadi penghambat deflasi terbesar yang lebih disebabkan oleh kembali normalnya tarif setelah mengalami kenaikan tinggi selama Hari Raya Idul Fitri. Triwulan

40 Tabel 2.1. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT Komoditas ANGKUTAN UDARA Juli Inflasi (%) Andil (%) 0.49 Komoditas DAGING AYAM RAS Agustus Inflasi (%) 5.18 Andil (%) 0.05 Komoditas BERAS September Inflasi (%) 3.35 Andil (%) 0.23 KEMBUNG TELUR AYAM RAS KEMBUNG KONTRAK RUMAH SAWI PUTIH ROKOK KRETEK FILTER SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DAGING BABI SEWA RUMAH SEKOLAH DASAR TAMAN KANAK-KANAK SENG CABAI RAWIT LAYANG/BENGGOL TOMAT SAYUR AYAM HIDUP PUCUK LABU SEPATU (0.19) 0.02 DAUN SINGKONG DAUN SINGKONG BUNGA PEPAYA CELANA PANJANG BAHAN DRILL KELOMPOK BERMAIN KAKAP MERAH TONGKOL LENGKUAS NASI DENGAN LAUK Sumber : BPS diolah Tabel 2.2. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT Juli Agustus September Komoditas Inflasi (%) Andil (%) Komoditas Inflasi (%) Andil (%) Komoditas Inflasi (%) SEPATU BAWANG PUTIH DAGING AYAM RAS TELUR AYAM RAS KANGKUNG SENG TOMAT SAYUR BERAS BAYAM BAWANG MERAH 2.37 (6.40) (2.48) (3.58) (5.41) (4.68) (15.35) (0.91) (24.23) (31.11) (0.02) (0.02) (0.03) (0.03) (0.04) (0.05) (0.05) (0.06) (0.08) (0.12) BUNCIS BAYAM AYAM HIDUP KOL PUTIH/KUBIS BERAS BESI BETON KANGKUNG TONGKOL TOMAT SAYUR ANGKUTAN UDARA (22.96) (11.62) (4.68) (33.14) (1.06) (7.60) (11.46) (17.71) (32.37) (12.64) (0.02) (0.03) (0.03) (0.03) (0.07) (0.07) (0.09) (0.09) (0.09) (0.44) MINUMAN RINGAN CELANA PANJANG JEANS CAKALANG DAGING SAPI EKOR KUNING PISANG DAGING AYAM RAS KANGKUNG BAWANG MERAH ANGKUTAN UDARA (2.75) (6.26) (15.15) (4.47) (12.58) (6.87) (3.95) (7.46) (22.99) (8.81) Sumber : BPS diolah Andil (%) (0.01) (0.01) (0.02) (0.02) (0.02) (0.03) (0.04) (0.05) (0.06) (0.27) Secara bulanan, inflasi mengalami kenaikan tertinggi di tahun 2015 pada bulan Juli Tingginya inflasi terutama disebabkan oleh adanya kenaikan cukup tinggi pada tarif angkutan udara. Di saat bersamaan, Biaya pendidikan, biaya kontrak rumah juga mengalami kenaikan sesuai dengan ritme kenaikan tarif yang biasanya dilakukan setahun sekali. Komoditas sandang juga mengalami kenaikan lebih dikarenakan adanya intensi dari pedagang untuk meningkatkan harga terlebih dahulu sebelum memberikan diskon penjualan. Komoditas bahan makanan justru mengalami deflasi sehingga mampu menahan inflasi. Pada bulan Agustus, Provinsi NTT mengalami deflasi yang cukup besar disebabkan oleh kembali normalnya harga tiket angkutan udara setelah mengalami kenaikan tinggi pada Hari Raya Idul Fitri. Kelompok komoditas bahan makanan juga mengalami deflasi yang cukup besar seiring dengan melimpahnya pasokan paska hari raya dan libur sekolah. Kelompok komoditas pendidikan masih mengalami inflasi terutama bersumber dari kenaikan biaya pendidikan taman kanak-kanak dan kelompok bermain. Komoditas bahan makanan juga mengalami penurunan terutama pada komoditas sayur-sayuran, padi-padian dan ikan segar yang disebabkan oleh melimpahnya pasokan seiring dengan kondisi cuaca yang cukup mendukung. Pada bulan September, Provinsi NTT kembali mengalami inflasi sebesar 0,26% (mtm). Di sisi lain, nasional justru mengalami deflasi -0,05% (mtm) yang membuat selisih inflasi NTT dan nasional kembali merapat. Kenaikan harga beras yang cukup tinggi menjadi penyebab utama inflasi pada bulan September Ikan kembung masih mengalami kenaikan dikarenakan harga jual yang masih lebih rendah dibanding rata-rata. Harga rokok di bulan September juga mengalami kenaikan seiring dengan adanya kenaikan cukai rokok di bulan yang sama. Biaya sewa rumah mengalami kenaikan mengikuti kenaikan biaya kontrak rumah yang sudah meningkat dua bulan sebelumnya. Makanan jadi juga menyumbang inflasi cukup tinggi walaupun kenaikan harganya tidak terlalu besar. 16 Triwulan 2015

41 Grafik Perbandingan Inflasi Tahunan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara Grafik Perbandingan Inflasi Triwulanan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara BALI NTB NTT - BALI NTB NTT YOY QTQ Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Apabila dibandingkan dengan Provinsi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara, inflasi tahunan di Provinsi NTT masih mengalami kenaikan tertinggi, diikuti Provinsi Bali dan NTB. Namun demikian, secara triwulanan, inflasi di Provinsi NTT menunjukkan kenaikan terendah, diikuti Provinsi Bali dan Provinsi NTB. Tingginya inflasi di Provinsi NTB dinilai wajar dikarenakan oleh mayoritas penduduk yang 96% beragama Islam sehingga permintaan komoditas pangan, transportasi maupun sandang meningkat tinggi dalam rangka menyambut hari raya INFLASI BERDASARKAN KOMODITAS Secara triwulanan, komoditas pendidikan justru menjadi penyumbang inflasi tertinggi seiring dengan adanya kenaikan biaya pendidikan. Kenaikan inflasi makanan jadi, minuman dan tembakau juga cukup besar seiring dengan adanya kenaikan harga makanan jadi dan cukai rokok. Komoditas transportasi justru mengalami deflasi terutama di bulan Agustus dan September Tabel 2.3. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas KOMODITAS IHK 2015 YOY YTD QTQ JUL AGUST SEP INFLASI UMUM BAHAN MAKANAN MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA (3.21) 0.58 (0.02) (1.07) Sumber : BPS diolah MTM JUL AGUST SEP 1.06 (0.73) 0.26 (0.10) (1.21) (0.31) (0.43) (2.36) (1.31) Secara tahunan, komoditas transportasi masih menjadi penyumbang inflasi tertinggi bersama dengan komoditas bahan makanan dan makanan jadi, minuman dan tembakau. Namun demikian, inflasi transportasi sepanjang tahun 2015 justru mengalami deflasi seiring dengan hilangnya efek kenaikan BBM di akhir tahun. Inflasi tinggi justru terjadi pada komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau serta komoditas pendidikan yang mengalami kenaikan biaya di semua tingkat pendidikan Bahan Makanan Inflasi komoditas bahan makanan hingga triwulan 2015 masih relatif terjaga yang terlihat dari kinerja inflasi sepanjang tahun 2015 yang hanya sebesar 0,15% (ytd). Cukup tingginya inflasi bahan makanan secara tahunan lebih disebabkan oleh tingginya inflasi pada akhir tahun Hal ini dikarenakan adanya peningkatan permintaan menjelang hari raya natal dan sentimen negatif kenaikan BBM di akhir tahun. Secara triwulanan, inflasi komoditas bahan makanan justru menunjukkan deflasi. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi bahan makanan tidak mengalami kenaikan berarti selama hari raya, dan pasokan dapat dipenuhi dengan baik seiring dengan kondisi cuaca yang cukup baik. Kenaikan inflasi bahan makanan hanya terjadi pada bulan September 2015 terutama disebabkan oleh meningkatnya harga beras, ikan segar dan sayur-sayuran setelah mengalami deflasi di bulan sebelumnya. Triwulan

42 Grafik Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan Grafik 2.6. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas (2.00) Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Lemak dan Minyak Bumbu - bumbuan Bahan Makanan Lainnya Padi padian, Umbi - umbian dan Daging dan Hasilhasilnya Ikan Segar Ikan Diawetkan (4.00) (6.00) (0.02) Buah - buahan Telur, Susu dan Hasil-hasilnya (8.00) YOY QTQ MTM Kacang - kacangan Sayur-sayuran yoy qtq Sumber : BPS (diolah) Sumber : BPS (diolah) Berdasarkan sub kelompok komoditas pembentuknya, kenaikan besar justru terlihat pada kenaikan komoditas padipadian yang naik lebih dari 10% baik dibanding tahun sebelumnya maupun di sepanjang tahun Ikan diawetkan juga mengalami kenaikan hingga 19,69% (yoy) dibanding tahun sebelumnya, namun hanya sedikit menyumbang inflasi dikarenakan bobot konsumsi masyarakat yang relatif rendah. Komoditas daging dan hasil-hasilnya juga menunjukkan adanya kenaikan cukup tinggi terutama di triwulan 2015 seiring dengan meningkatnya harga ayam hidup di Kota Maumere yang saat ini juga berdampak pada meningkatnya harga daging ayam kampung di Kota Kupang dan Maumere di sepanjang triwulan Komoditas ikan segar pada triwulan 2015 mengalami inflasi yang cukup tinggi mencapai 7,24% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya lebih disebabkan oleh rendahnya harga di awal tahun akibat adanya isu formalin, sehingga harga jual saat ini sedang kembali menuju pada harga jual normal Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan 2015 justru mengalami deflasi setelah mengalami inflasi yang cukup tinggi di triwulan sebelumnya. Deflasi terutama disebabkan oleh adanya penurunan tarif angkutan udara di bulan Agustus dan September setelah mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi di bulan Juli Meskipun demikian, inflasi secara tahunan masih menunjukkan nilai yang tinggi terutama disebabkan oleh inflasi pada sub kelompok komoditas transportasi yang masih cukup tinggi. Tingginya inflasi disebabkan oleh masih terimbas dampak kenaikan BBM di akhir tahun Berdasarkan kinerja inflasi di sepanjang tahun 2015, komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan justru menunjukkan deflasi -3,22% (ytd) dikarenakan oleh adanya penurunan tarif angkutan dalam kota. Grafik Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan Grafik 2.8. Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok Komoditas % 19% 14% 9% 4% -2% -7% 0.25 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan qtq Transpor Komunikasi Dan Pengiriman Sarana dan Penunjang Transpor Jasa Keuangan Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep (1.07) Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep (5.00) (1.31) (10.00) YOY QTQ MTM Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Komoditas yang perlu dipantau lebih intens adalah inflasi pada komoditas angkutan udara. Di Bulan September 2015, inflasi angkutan udara di sepanjang tahun 2015 hanya sebesar hampir 5% (ytd). Namun demikian, hal yang perlu diperhatikan lebih adalah adanya fluktuasi kenaikan/penurunan tarif yang cukup besar. Pada bulan Juli 2015, inflasi angkutan udara mencapai lebih dari 30% (ytd) dan menjadi kenaikan tarif angkutan udara terbesar di sepanjang tahun Triwulan 2015

43 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Inflasi komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar pada triwulan 2015 sebesar 0,44% (qtq). Namun demikian, dikarenakan bobot komoditas yang cukup tinggi terhadap total inflasi, membuat sumbangan komoditas terhadap inflasi relatif besar dan mencapai 0,11% (sum qtq) terhadap total inflasi NTT yang sebesar 0,58% (qtq). Kenaikan inflasi komoditas terutama disebabkan oleh adanya kenaikan biaya kontrak rumah di bulan Juli 2015 yang berimbas pada kenaikan biaya sewa rumah di bulan September Inflasi kelompok komoditas perumahan masih dapat tertahan terutama disumbang oleh penurunan harga komoditas besi beton di bulan Agustus Grafik Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan Grafik Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar per Sub Kelompok Komoditas (2.00) Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep YOY QTQ MTM 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% 0% -1% Perumahan,Air, Listrik,Gas & Bb Biaya Tempat Tinggal qtq Bahan Bakar, Penerangan dan Air Perlengkapan Rumahtangga Penyelenggaraan Rumahtangga Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep yoy Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Secara tahunan, inflasi kelompok komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar masih terus menunjukkan adanya penurunan menjadi sebesar 3,92% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. secara tahunan, inflasi tarif listrik masih menjadi penyumbang inflasi tertinggi lebih disebabkan oleh kenaikan bertahap yang terjadi di tahun sebelumnya. Adapun sepanjang tahun 2015, inflasi komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar hanya sebesar 0,88% (ytd) Komoditas Lainnya Komoditas pendidikan, rekreasi dan olah raga menjadi penyumbang inflasi terbesar kedua setelah inflasi komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau. Total inflasi di triwulan 2015 sebesar 3,00% dan menyumbang inflasi hingga sebesar 0,24% (sum qtq) dari total inflasi di triwulan 2015 yang sebesar 0,58% (qtq). Tingginya inflasi pendidikan terutama disebabkan oleh kenaikan biaya pendidikan di awal tahun ajaran baru. Komoditas sandang juga menyumbang inflasi cukup besar di triwulan 2015 seiring dengan kenaikan harga sandang selama Hari Raya Idul Fitri. Kenaikan tertinggi terjadi pada bulan Juli bertepatan dengan libur sekolah dan perayaan lebaran. Pada bulan Agustus 2015 harga komoditas sandang mengalami penurunan namun tidak sebesar kenaikan yang telah terjadi. Kelompok komoditas makanan, minuman dan tembakau mengalami inflasi yang cukup besar di triwulan 2015 sebesar 1,77% (qtq) dan menyumbang hingga 0,25% (sum qtq) terhadap total inflasi NTT yang sebesar 0,58% (qtq). Secara tahunan, kenaikan harga pada kelompok komoditas makanan, minuman dan tembakau mencapai 9,32% (yoy) dan di sepanjang tahun 2015 terjadi inflasi sebesar 6,34% (ytd). Kenaikan harga rokok dan nasi dengan lauk menjadi penyebab utama inflasi makanan, minuman dan tembakau di Provinsi NTT. Bahkan banyak komoditas mengalami inflasi lebih dari 10%, seperti buah pinang, biskuit, kopi, air kemasan, kue kering dan pabrikan serta beberapa komoditas lainnya. Triwulan

44 2.3. DISAGREGASI INFLASI Berdasarkan disagregasi inflasi, administered price mampu menjadi penghambat inflasi walaupun sempat mengalami kenaikan yang cukup tinggi di bulan Juli Inflasi inti menjadi penyumbang inflasi terbesar dengan penyumbang utama adalah kenaikan biaya pendidikan dan makanan jadi. Volatile food juga menunjukkan kenaikan walaupun tidak terlalu besar. Secara bulanan, inflasi volatile food mampu menjadi penghambat inflasi di bulan Juli dan Agustus. Sebaliknya, inflasi administered price justru mengalami kenaikan tinggi di bulan Juli 2015 seiring dengan kenaikan biaya angkutan udara. Inflasi inti juga mengalami kenaikan yang cukup tinggi terutama dikarenakan kenaikan harga komoditas pendidikan, sandang, biaya tempat tinggal dan makanan jadi. Di Bulan Agustus, inflasi inti dan administered price juga mengalami deflasi. Pada bulan September 2015, inflasi volatile food mengalami kenaikan terutama disebabkan oleh kenaikan harga beras. Inflasi juga terjadi pada inflasi inti yang terutama disebabkan oleh kenaikan biaya tempat tinggal, makanan jadi dan sandang. Inflasi administered price masih mengalami deflasi di bulan September 2015 dikarenakan penurunan tarif angkutan udara yang mengalami kenaikan tertinggi di bulan Juli Grafik Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasii Tahunan Grafik Perkembangan Disagregasi Inflasi dan di NTT Sumbangan Inflasii Bulanan SUM AP SUM VF SUM CORE INFLASI (YOY) INF CORE INF VF INF AP SUM AP SUM VF SUM CORE INFLASI (MTM) CORE VOL FOOD ADM PRICE Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Kelompok Volatile Food Inflasi pada komoditas yang bergejolak (volatile foods) pada triwulan 2015 secara umum mengalami penurunan dibanding triwulan sebelumnya. Deflasi terjadi pada bulan Juli dan agustus 2015 terutama disebabkan oleh penurunan harga komoditas padi-padian, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan. Kondisi cuaca yang relatif mendukung membuat produksi hortikultura cukup melimpah di NTT. Beberapa daerah juga mengalami panen padi, sehingga pasokan beras cukup banyak di pasar. Inflasi terjadi pada kelompok komoditas daging dan hasil-hasilnya terutama komoditas ayam hidup dan daging ayam kampung. Kenaikan harga diduga disebabkan oleh tingginya harga DOC ayam kampung dikarenakan kelangkaan bibit ayam kampung di Masyarakat. Inflasi pada komoditas ikan segar lebih disebabkan oleh harga yang sudah mengalami penurunan cukup besar di awal tahun, sehingga harga ikan segar saat ini mulai kembali ke kondisi normal. Pada bulan September, komoditas volatile food kembali mengalami inflasi terutama didorong oleh meningkatnya harga beras. Secara tahunan, inflasi volatile food mencapai 7,48% (yoy) yang disebabkan oleh kenaikan harga bahan makanan yang cukup tinggi di Bulan November dan Desember 2014, serta bulan Januari Sepanjang tahun 2015, inflasi komoditas volatile food hanya sebesar 0,98%, terutama disebabkan oleh penurunan harga komoditas ikan segar yang mengalami penurunan cukup besar antara bulan Februari-Mei 2015 karena isu ikan berformalin. 20 Triwulan 2015

45 2.3.2 Kelompok Administered Prices Inflasi administered price pada triwulan 2015 mengalami penurunan dibanding triwulan sebelumnya, terutama disebabkan oleh penurunan tarif angkutan udara pada bulan Agustus dan September setelah mengalami kenaikan cukup tinggi di bulan Juli Deflasi kelompok komoditas transportasi dikarenakan oleh harga yang sudah terlalu tinggi dibanding tahun sebelumnya, sehingga tarif angkutan mengalami penyesuaian kembali. Secara tahunan, kelompok administered price masih mengalami inflasi sebesar 11,97% (yoy). Tingginya inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan inflasi yang cukup tinggi pada akhir tahun 2014 seiring dengan kenaikan BBM di akhir tahun Sepanjang tahun 2015, kinerja kelompok administered price justru mengalami deflasi sebesar -0,95% (ytd) dibanding posisi inflasi di akhir tahun Kenaikan cukup besar terutama pada komoditas tembakau dan minuman beralkohol seiring dengan adanya kenaikan harga cukai rokok. Permasalahan lainnya yang sering terjadi adalah inflasi kelompok komoditas transportasi angkutan udara yang terlalu berfluktuasinya sehingga berdampak pada tingginya fluktuasi inflasi bulanan di NTT Kelompok Inti (core) Inflasi kelompok inti masih relatif terkendali dalam satu tahun terakhir. Namun demikian, di sepanjang tahun 2015 inflasi kelompok inti mengalami kenaikan paling besar dibanding inflasi volatile food dan administered price. Inflasi inti di sepanjang tahun 2015 sebesar 3,25% (ytd) cukup besar bila dibandingkan inflasi volatile food yang sebesar 0,98% (ytd), maupun inflasi administered price yang sebesar -0,95% (ytd). Kenaikan inflasi inti terutama disebabkan oleh adanya kenaikan makanan jadi, minuman, biaya pendidikan, sandang dan biaya perawatan jasmani dan kesehatan.. Inflasi kelompok inti yang cukup besar terjadi pada triwulan 2015 yang mengalami inflasi hingga 1,27% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya. Adanya momen hari raya idul Fitri telah meningkatkan biaya sandang, makanan jadi dan biaya perawatan jasmani dan kosmetika. Sedangkan permulaan tahun ajaran baru menjadi kesempatan bagi sekolah untuk menaikkan biaya pendidikan. Grafik Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 bulan ke Depan 4% 3% 2% 1% 0% 1% 2% INFLASI EKSPEKTASI 3 BULAN YAD EKSPEKTASI 6 BULAN YAD Sumber : Bank Indonesia, diolah 2.4. INFLASI NTT BERDASARKAN KOTA Inflasi Kota Kupang Inflasi Kota Kupang hingga triwulan 2015 masih relatif terkendali. Pada triwulan 2015, inflasi kota Kupang hanya sebesar 0,37% (qtq), relatif rendah walaupun pada periode ini bersamaan dengan perayaan Hari Raya Idul Fitri, libur panjang sekolah dan hari raya kemerdekaan RI. Secara tahunan, inflasi kota Kupang sebesar 7,08% (yoy), lebih tinggi dibanding inflasi tahunan di Provinsi NTT yang sebesar 6,74% (yoy). Namun demikian, inflasi Kota Kupang di sepanjang tahun 2015 hanya sebesar 1,23% (ytd), masih lebih rendah dibandingkan kinerja inflasi NTT yang Triwulan

46 sebesar 1,36% (ytd). Secara triwulanan, inflasi kota Kupang juga relatif lebih rendah dengan nilai inflasi sebesar 0,37% (qtq), bandingkan dengan inflasi provinsi NTT yang sebesar 0,58% (qtq). Peningkatan inflasi terutama terjadi pada bulan Juli yang disebabkan oleh kenaikan tarif angkutan udara, harga jual sandang, maupun kenaikan harga makanan jadi. Pada bulan Agustus 2015, inflasi mengalami penurunan seiring dengan penurunan tarif angkutan udara. Dan pada bulan September, inflasi sedikit meningkat dikarenakan adanya kenaikan harga kelompok komoditas padi-padian. Grafik Inflasi Tahunan Kota Kupang Grafik Inflasi Triwulanan Kota Kupang Grafik Inflasi Bulanan Kota Kupang 10.00% KUPANG NTT 7.0% KUPANG NTT KUPANG NTT 9.00% 6.0% 4.0% 8.00% 7.08% 5.0% 3.0% 7.00% 4.0% 2.0% 1,02% 1,06% 6.00% 6.74% 3.0% 1.0% 0,27% 0,26% 5.00% 2.0% 0.0% % 1.0% 0.58% -1.0% ,73% 3.00% I II IV I II IV I II IV I II 0.0% I II IV I II IV I II IV I 0.37% II -2.0% -0,92% % Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Berdasarkan kelompok komoditas, tingginya inflasi lebih disebabkan oleh kenaikan biaya makanan jadi, sandang, dan kesehatan. Penurunan tarif transportasi baru terjadi setelah hari raya Idul Fitri berakhir. Biaya pendidikan mengalami kenaikan cukup besar terutama di triwulan 2015 bersamaan dengan dimulainya tahun ajaran baru sekolah. Pada bulan September 2015, harga beras mengalami kenaikan cukup tinggi sebagai dampak dari kenaikan harga gabah dan beras di tingkat produsen dan pedagang besar yang sudah terjadi di bulan sebelumnya. Tabel 2.4. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas KOMODITAS JUL IHK 2015 AGUST SEP YOY YTD QTQ MTM JUL AGUST SEP INFLASI UMUM (0.92) 0.27 BAHAN MAKANAN (0.54) (0.40) (1.53) 1.41 MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR (0.33) 0.30 SANDANG (0.51) 0.11 KESEHATAN PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA (3.26) (1.42) 2.87 (2.77) (1.43) Sumber : BPS diolah Inflasi Kota Maumere Secara tahunan, inflasi Kota Maumere relatif rendah hanya sebesar 4,44% (yoy), jauh lebih rendah dibanding inflasi NTT yang sebesar 6,74% (yoy). Namun demikian, adanya kenaikan bahan makanan dan pendidikan yang cukup tinggi di triwulan 2015 membuat inflasi triwulanan di Kota Maumere mengalami inflasi yang cukup tinggi sebesar 2,07% (qtq), lebih besar dibanding inflasi di Provinsi NTT yang sebesar 0,58% (qtq). Tingginya inflasi bahan makanan terutama disebabkan oleh kenaikan inflasi padi-padian yang sepanjang tahun 2015 saja telah mengalami kenaikan hingga 20% (ytd). Biaya pendidikan di Kota Maumere juga mengalami kenaikan yang tinggi. Di sepanjang tahun 2015 saja telah terjadi kenaikan biaya pendidikan hingga lebih dari 15% (ytd). 22 Triwulan 2015

47 Grafik Inflasi Tahunan Kota Maumere Grafik Inflasi Triwulanan Kota Maumere Grafik Inflasi Bulanan Kota Maumere 9.00% 8.00% 7.00% 6.00% 5.00% 4.00% 3.00% 2.00% I MAUMERE NTT IV I II IV I II IV I II % 4.44% 6.0% 5.0% 4.0% 3.0% 2.0% 1.0% 0.0% -1.0% MAUMERE NTT 2.07% 0.58% I II IV I II IV I II IV I II % 3.0% 2.0% 1.0% 0.0% -1.0% -2.0% MAUMERE NTT 1,33% 1,06% 0,53% 0,20% ,26% -0,73% Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sub kelompok komoditas daging dan hasil-hasilnya bahkan mengalami inflasi lebih tinggi hingga 30,50% (ytd) terutama disebabkan oleh tingginya inflasi ayam hidup, sejak terjadi kelangkaan DOC ayam kampung. Inflasi kelompok komoditas bahan makanan dapat ditahan berkat deflasi pada sub kelompok komoditas ikan segar dan sayur-sayuran yang mencapai sebesar -31,70% (ytd) dan -25,05% (ytd). Pada triwulan 2015, inflasi di Kota Maumere disebabkan oleh kenaikan harga kelompok komoditas bahan makanan terutama di bulan Juli 2015, serta kenaikan biaya pendidikan di bulan yang sama. Hampir semua kelompok komoditas mengalami kenaikan pada triwulan ini. Hanya kelompok komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar yang relatif tetap dibanding triwulan sebelumnya. Berdasarkan data bulanan, inflasi yang terus terjadi di bulan Juli, Agustus dan September 2015 dinilai menjadi penyebab utama meningkatnya inflasi di Kota Maumere di triwulan 2015 ini. Tabel 2.5. Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas KOMODITAS JUL IHK 2015 AGUST SEP YOY YTD QTQ MTM JUL AGUST SEP INFLASI UMUM BAHAN MAKANAN (1.26) MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR (0.20) 0.10 SANDANG (0.13) KESEHATAN PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA (0.26) TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA (2.89) (0.38) Sumber : BPS diolah 2.5. AKTIVITAS PENGENDALIAN INFLASI OLEH TPID Hingga triwulan 2015, TPID yang sudah terbentuk di provinsi NTT sebanyak 21 TPID, terdiri dari 1 TPID di tingkat provinsi dan 20 TPID di tingkat kabupaten/kota. Kegiatan utama TPID di triwulan ini lebih difokuskan pada pengendalian inflasi komoditas selama hari raya Idul Fitri. Hingga saat ini, hanya tinggal kabupaten Timor Tengah Selatan dan Malaka yang belum membentuk TPID. Sepanjang tahun 2015, telah dilakukan pembentukan 5 TPID baru diantaranya TPID kabupaten Sumba Barat Daya, Ngada, Nagekeo, Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Utara. Rapat konsolidasi atas pembentukan TPID baru belum dapat dilakukan dikarenakan masih fokus pada upaya pengendalian inflasi sepanjang hari raya. Triwulan

48 Gambar 2.1. Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan I 2015 dan Sebaran Pembentukan TPID Adapun kegiatan pengendalian harga yang dilakukan antara lain pemantauan pasar menjelang hari raya oleh kota Kupang, operasi pasar dan pasar murah oleh pemerintah provinsi NTT. Sebelumnya, pemerintah provinsi NTT juga melakukan rapat high level meeting (HLM) TPID yang langsung dipimpin oleh Gubernur Provinsi NTT. Pemerintah Kota Kupang juga telah melakukan rapat persiapan melalui rapat HLM TPID bahkan telah dilakukan dua kali untuk memastikan pemantauan komoditas penyumbang inflasi dapat dilakukan dengan baik. Adapun program terkait penyelesaian permasalahan fundamental juga sudah dilakukan bekerjasama dengan pemerintah provinsi dan TPID Kabupaten Kupang berupa gerakan tanam cabe di musim kering (GTCK) yang diperkirakan akan memasuki musim panen Perdana pada akhir November Rapat konsolidasi dengan TPID Kabupaten Rote Ndao juga telah berhasil dilakukan pada tanggal 2 September Triwulan 2015

49 02 Karakteristik Inflasi Komoditas Pada Hari Raya Natal Dan Tahun Baru Karakteristik inflasi di relatif berbeda dibanding daerah lain. Ketika sebagian besar provinsi hanya mengalami puncak inflasi pada saat hari raya Idul Fitri, NTT mengalami dua periode inflasi besar yaitu pada saat Hari Raya Idul Fitri serta Hari Raya Natal dan Tahun Baru. Perbedaan karakter inflasi lebih disebabkan oleh mayoritas penduduk yang menganut agama Kristen, sehingga peningkatan permintaan masyarakat terjadi pada saat perayaan Hari Raya Natal dan Tahun Baru. Tingginya inflasi di Hari Raya Idul Fitri lebih disebabkan oleh tingginya inflasi transportasi dikarenakan tingginya arus mudik dan balik warga pendatang, sehingga biaya transportasi meningkat signifikan. Adanya gaji ke-13 membuat belanja sandang meningkat signifikan, dan biaya pendidikan biasanya mengalami kenaikan cukup besar seiring dengan adanya peralihan tahun ajaran baru. Grafik Boks 2.1. Karakteristik Inflasi di Provinsi NTT Inflasi NTT % % 1.95% 1.23% 1.48% 1.69% 0.55% % 0.23% % Sumber : BPS, diolah Pada akhir tahun, inflasi Provinsi NTT lebih didominasi oleh meningkatnya harga bahan makanan. Peningkatan harga bahan makanan selain disebabkan oleh meningkatnya permintaan selama perayaan hari raya Natal, juga disebabkan oleh kondisi cuaca yang memburuk di akhir tahun, sehingga terjadi gangguan pasokan komoditas. Berdasarkan karakter pergerakan harga, inflasi selama dua bulan di akhir tahun cukup tinggi yaitu mencapai 1-2%. Anomali inflasi tinggi hanya terjadi pada akhir tahun 2014 yang lebih disebabkan oleh adanya kenaikan BBM bersubsidi, sehingga mempengaruhi sentimen inflasi masyarakat. Berdasarkan analisa data antara tahun (4 tahun), diketahui bahwa terdapat 9 komoditas yang secara persisten menjadi penyumbang inflasi tertinggi di Kota Kupang, dan 8 komoditas yang secara persisten menjadi penyumbang inflasi tertinggi di Kota Maumere. Preferensi konsumsi masyarakat di dua kota perhitungan inflasi ini juga relatif berbeda yang terlihat dari jenis komoditas tertinggi penyumbang inflasi yang berbeda di masing-masing kota. Hanya komoditas cabe rawit dan beras yang secara persisten sama-sama menyumbang inflasi tertinggi di dua kota tersebut. Di Kota Kupang, komoditas yang secara persisten menyumbang inflasi pada bulan November adalah komoditas beras, sawi putih, daging ayam ras, bawang merah, tarif listrik dan wortel. Sedangkan Komoditas yang persisten menyumbang inflasi pada bulan Desember adalah komoditas sawi putih, ikan kembung, beras, daging ayam ras, bawang merah, cabe rawit, dan telur ayam ras. Di Kota Maumere, komoditas yang persisten menyumbang inflasi di bulan November antara lain cabe rawit, kangkung, tongkol dan labu siam. Sedangkan komoditas yang persisten menyumbang inflasi di bulan Desember adalah sawi hijau, cabe rawit, ayam hidup, kubis, kangkung, beras, dan ikan selar. Triwulan

50 Tabel Boks Komoditas Utama Penyumbang Inflasi tahun Kota Kupang Tabel Boks Komoditas Utama Penyumbang Inflasi tahun Kota Maumere KOMODITAS PENYUMBANG UTAMA Count Inflasi Nov Des TOT Count Inflasi Nov Des TOT KOMODITAS PENYUMBANG UTAMA Count Inflasi Nov Des TOT Count Inflasi Nov Des TOT BERAS SAWI HIJAU SAWI PUTIH CABE RAWIT KEMBUNG/GEMBUNG AYAM HIDUP DAGING AYAM RAS KANGKUNG BAWANG MERAH KOL PUTIH/KUBIS CABE RAWIT BERAS TARIP LISTRIK SELAR WORTEL TONGKOL TELUR AYAM RAS BENSIN ANGKUTAN DALAM KOTA LABU SIAM/JIPANG Kenaikan harga beras lebih disebabkan oleh kondisi pasokan yang berkurang. Pasokan diperkirakan akan terus berkurang hingga musim panen pertama tahun 2016 dilakukan. Adanya impor beras diperkirakan tidak terlalu berdampak dikarenakan harga sudah terlanjur mengalami kenaikan di tingkat pedagang besar seiring minimnya pasokan. Kenaikan harga sayur-sayuran selain disebabkan oleh kenaikan permintaan, juga disebabkan oleh penurunan produksi dikarenakan adanya musim hujan. Penurunan pasokan ikan lebih disebabkan oleh kondisi cuaca yang buruk selama musim penghujan, sehingga nelayan tidak bisa melaut. Demikian pula dengan penyediaan daging ayam yang terganggu kondisi cuaca, sehingga pasokan relatif terhambat. Dengan mengetahui permasalahan yang terjadi, diharapkan pemerintah dapat bergerak aktif untuk mengatasi permasalahan yang berpotensi terjadi. Penyediaan beras dapat segera ditingkatkan dan dipantau terus kondisinya. Sebagai contoh, kebutuhan beras di Kota Kupang per hari tidak kurang dari 150 ton beras. Oleh karena itu, stok beras harus dipastikan selalu tersedia, baik di BULOG maupun di tangan pedagang untuk memasok masyarakat dalam waktu yang aman. Terkait ketersediaan ikan tangkap, pemerintah dapat mengaktifkan cold storage yang ada. Adanya kondisi El Nino diharapkan juga dapat dimanfaatkan dengan baik. Mundurnya musim hujan yang diperkirakan baru turun pada bulan Desember sekiranya dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan. Adapun terkait pemenuhan kebutuhan sayur-mayur, pemerintah dapat memulai dengan melakukan penanaman menjelang musim hujan, sesuatu yang jarang dilakukan oleh petani. Dengan waktu tanam lebih kurang 30 hari, masih ada peluang untuk menjaga inflasi agar tidak naik sebagaimana sebelumnya. Adanya keterlambatan musim hujan akibat El Nino diharapkan dapat sungguh-sungguh dimanfaatkan dalam menjaga pasokan yang biasanya sudah terhambat karena adanya cuaca buruk pada awal musim penghujan. 26 Triwulan 2015

51 03 Perkembangan Perbankan Dan Sistem Pembayaran Kinerja perbankan dan sistem pembayaran mengalami peningkatan. Indikator kinerja perbankan secara year-on-year (yoy) dan triwulanan (qtq) mengalami peningkatan. Peningkatan ini juga masih berada di atas pertumbuhan Nasional. Selain itu, beberapa indikator sistem pembayaran juga masih menunjukkan peningkatan. Hal ini dapat menggambarkan adanya perkembangan ekonomi yang positif di Provinsi NTT.

52

53 3.1. KONDISI UMUM Perkembangan kinerja perbankan di Provinsi NTT pada Triwulan 2015 relatif meningkat di atas kinerja perbankan Nasional. Peningkatan tersebut tercermin oleh beberapa indikator perbankan, diantaranya penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang pada Triwulan 2015 mengalami peningkatan sebesar 18,35% (yoy), lebih tinggi dari Triwulan II 2015 sebesar 15,99% (yoy) atau dengan nominal mencapai Rp. 22,92 triliun. Kemudian kredit perbankan pada Triwulan 2015 mencapai Rp.19,25 triliun atau tumbuh sebesar 14,33% (yoy), juga lebih tinggi dibanding Triwulan II 2015 yang hanya mencapai 14,20% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan aset perbankan secara umum di Provinsi NTT pada Triwulan 2015 tercatat sebesar Rp. 33,23 triliun atau mengalami perlambatan sebesar 20,90% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai 24,20% (yoy). Rasio kredit macet Non Performing Loan (NPL) Gross perbankan di Provinsi NTT pada Triwulan 2015 mengalami penurunan, dari 2,09% pada Triwulan II 2015 menjadi 2,00% di Triwulan Angka tersebut juga masih tetap berada pada level aman yakni dibawah batas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu NPL Nett sebesar 5%. Selain itu, angka rasio likuiditas atau Loan to Deposit Ratio (LDR) pada Triwulan 2015 sebesar 83,99% sedikit lebih tinggi dari Triwulan II 2015 yang mencapai 83,94%. Grafik 3.1. Perkembangan Kinerja Perbankan Grafik 3.2. Perkembangan LDR dan NPL 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 30,00% 25,00% 20,00% 15,00% 10,00% 5,00% 94% 92% 90% 88% 86% 84% 82% 80% 2,5% 2,0% 1,5% 1,0% 0,5% 0 IV I II IV I II IV 2014 I II ,00% 78% IV I II IV I II IV 2014 I II ,0% ASET (MILIAR) KREDIT (MILIAR) DPK (MILIAR) YOY ASET YOY KREDIT YOY DPK LDR NPL Secara umum perkembangan sistem pembayaran di Provinsi NTT pada Triwulan 2015 masih menunjukkan peningkatan. Sistem Pembayaran Tunai masih mengalami net-outflow sebesar Rp.846,35 miliar atau meningkat 46,69% (yoy). Besarnya Net Outflow terutama disebabkan oleh adanya perayaan Hari Raya Idul Fitri yang membuat konsumsi rumah tangga mengalami peningkatan serta meningkatnya pembayaran proyek investasi. Temuan Uang Palsu yang dilaporkan dan tercatat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada Triwulan 2015 mencapai 52 lembar, lebih sedikit apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 966 lembar. Temuan uang palsu tersebut disebabkan oleh semakin membaiknya tingkat kepatuhan perbankan dan tingkat kesadaran masyarakat dalam melaporkan uang yang diragukan keasliannya kepada Bank Indonesia, serta pengungkapan kasus tindak pidana uang palsu oleh kepolisian. Pada Triwulan 2015 transaksi non tunai mengalami peningkatan. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dari sisi volume maupun nominal mengalami peningkatan. Volume kliring di Provinsi NTT mengalami peningkatan sebesar 28,15% (yoy), dan nominalnya meningkat sebesar 52,03% (yoy). Tidak hanya itu, perkembangan SKNBI di Provinsi NTT juga masih tetap berada di atas pertumbuhan Nasional. Sementara itu, transaksi BI-RTGS pada Triwulan 2015 masih mengalami net-to-ntt atau transfer uang yang masuk ke dalam Provinsi NTT lebih besar dari transfer uang yang keluar. Dari sisi nominal naik sebesar 39,17% (yoy) atau mencapai Rp.8.017,86 miliar, dan dari sisi volume mengalami penurunan Triwulan

54 sebesar 51,68% (yoy), namun penurunannya tidak sebesar Triwulan II 2015 yang mencapai 81,55% (yoy). Pada triwulan ini juga pertumbuhan tersebut masih berada di atas pertumbuhan Nasional. Aliran dana yang masuk ke NTT (NettToNTT ) pada Triwulan 2015, diperkirakan adalah untuk pembayaran gaji ke 13 serta transfer dana pembayaran termin proyek ke. Grafik 3.3. Perkembangan SKNBI 40.00% YOY % 30.00% % 20.00% 10.00% 0.00% % I II IV 2012 I II IV 2013 I II IV 2014 I II % % % % 0.00% % % VOLUME KLIRING NOMINAL KRILING VOLUME CEK/BG KOSONG NOMINAL CEK/BG KOSONG Tabel 3.1.Perkembangan BI-RTGS Transaksi RTGS I II IV I II DARI (FROM) NTT Nominal (Rp.Miliar) , , , , , , , ,32 Volume (Lbr Warkat) Growth Nominal 14,73% -24,24% -5,85% 17,73% 5,23% -1,95% 84,39% 94,40% Growth Volume 1,80% -10,63% -12,49% -13,70% -27,89% -16,90% -43,78% -37,31% MENUJU (TO) NTT Nominal (Rp.Miliar) , , , , , , , ,01 Volume (Lbr Warkat) Growth Nominal 22,75% 6,58% -42,61% 69,58% 36,00% 16,23% 144,03% 235,18% Growth Volume 2,55% 4,90% -4,40% 9,21% -1,94% 1,72% -23,37% -22,65% FROM-TO NTT Nominal (Rp.Miliar) , , , , , , , ,54 Volume (Lbr Warkat) Growth Nominal 325,42% 131,06% -17,11% 114,10% 116,62% 86,55% 480,44% 586,15% Growth Volume 17,27% 12,61% -9,95% 20,45% 18,45% 10,37% -20,60% -3,49% NET FROM (TO) NTT Nominal (Rp.Miliar) , , , , , , , ,69 Volume (Lbr Warkat) Growth Nominal -22,79% -67,97% -969,65% -296,19% 1159,36% -137,29% -197,21% -149,16% Growth Volume 0,47% -36,18% -30,29% -56,23% -69,93% -50,43% -99,00% -81,55% , ,50% -37,50% ,64 5,877 37,82% -34,45% , ,77% -30,76% , ,17% -51,68% 3.2. PERKEMBANGAN KINERJA BANK UMUM Kinerja Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan 2015 mengalami peningkatan dibanding triwulan sebelumnya. Walaupun pertumbuhan total aset mengalami perlambatan, namun kredit yang disalurkan maupun dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat menunjukkan adanya peningkatan pertumbuhan. Rasio penyaluran kredit relatif meningkat, dan kredit bermasalah juga relatif berkurang dibanding triwulan sebelumnya. Peningkatan kinerja perbankan ini terutama disebabkan oleh meningkatnya konsumsi selama perayaan Hari Raya Idul Fitri yang terlihat dari peningkatan kredit konsumsi di masyarakat. Peningkatan dana pihak ketiga lebih disebabkan oleh adanya peningkatan deposito dan giro pemerintah, seiring dengan pencairan dana transfer ke pemerintah daerah. Total Aset pada Triwulan 2015 tumbuh 20,79% (yoy) atau sebesar Rp.32,75 triliun, lebih rendah dibandingkan Triwulan II 2015 yang mampu tumbuh mencapai 24,17% (yoy). Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Triwulan 2015 naik 20,79% (yoy) atau sebesar Rp.22,57 tirliun, meningkat jika dibandingkan Triwulan II 2015 yang hanya tumbuh sebesar 15,82% (yoy). Pertumbuhan kredit hingga Triwulan 2015 mencapai 14,30% (yoy) atau mencapai Rp.18,90 triliun, pertumbuhan ini sedikit lebih tinggi dibanding Triwulan II 2015 yang mencapai 14,11% (yoy). Rasio kredit macet Non Performing Loan (NPL) pada triwulan ini juga menunjukkan adanya perbaikan yang terlihat dari penurunan nilai dari 2,01% menjadi sebesar 1,93% pada Triwulan Selain itu, angka rasio likuiditas perbankan Loan to Deposit Ratio (LDR) Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan 2015 juga sedikit meningkat dari sebesar 83,61% pada Triwulan II 2015, menjadi 83,73%. 28 Triwulan 2015

55 Aset dan Aktiva Produktif Perkembangan Aset Bank Umum baik di Provinsi NTT maupun secara Nasional pada Triwulan 2015 mengalami perlambatan. Namun demikian, pertumbuhan Aset di Provinsi NTT masih tetap berada di atas Nasional. Perlambatan aset perbankan ini disebabkan oleh melambatnya aset bank pemerintah. Walaupun demikian, aset bank swasta pada triwulan ini masih mengalami peningkatan. Adapun perlambatan aset bank pemerintah yakni dari 25,52% (yoy) pada Triwulan II 2015 menjadi 21,12% (yoy) di Triwulan Sementara itu, pada Triwulan 2015 Aset bank Swasta Nasional mengalami peningkatan sebesar 18,34% (yoy) dari 14,30% (yoy) pada Triwulan II Walaupun aset bank pemerintah mengalami perlambatan, bila dilihat berdasarkan kelompok bank penyumbang Aset terbesar, pada Triwulan 2015 Bank Pemerintah masih menjadi penyumbang aset terbesar yaitu 88,30%, sementara Bank Swasta Nasional sebesar 11,70%. Grafik 3.4. Komposisi Aset Berdasarkan Kelompok Bank 11,70% 88,30% BANK PEMERINTAH BANK SWASTA NASIONAL Dana Pihak Ketiga Pada Triwulan 2015 penghimpunan DPK oleh Bank Umum di Provinsi NTT mengalami peningkatan dan masih berada di atas pertumbuhan Nasional. Peningkatan penghimpunan DPK oleh perbankan dipicu oleh meningkatnya simpanan Giro dan Tabungan, sementara itu simpanan Deposito mengalami perlambatan. Peningkatan giro lebih disebabkan oleh adanya peningkatan dana transfer pemerintah yang belum dibelanjakan. Perlambatan deposito diduga disebabkan oleh adanya pengalihan dana ke rekening giro sebagai persiapan pelaksanaan aktivitas proyek di triwulan IV Pertumbuhan Giro pada Triwulan 2015 mencapai 30,56% (yoy), dari 15,64% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Demikian juga dengan Tabungan yang mengalami peningkatan sebesar 7,34% (yoy) pada Triwulan 2015, lebih tinggi dibanding Triwulan II 2015 yang hanya sebesar 6,78% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan Deposito pada triwulan ini melambat sebesar 25,34% (yoy), lebih rendah dibanding Triwulan II 2015 yang berhasil mencapai 32,49% (yoy). Grafik 3.5. Share Deposito Berdasarkan Jangka Waktu Grafik 3.6. DPK Berdasarkan Golongan Nasabah 70% 60% 50% 40% (RP MILIAR) 5, , % 20% 2, , % 0% <=1 BULAN <=3BULAN <=6 BULAN <=12 BULAN >12 BULAN , PEMERINTAH SWASTA PERORANGAN LAINNYA PEMERINTAH SWASTA PERORANGAN LAINNYA GIRO DEPOSITO TABUNGAN Triwulan

56 Berdasarkan komposisi, Giro Pemerintah pada Triwulan 2015 memiliki porsi paling besar, kemudian diikuti oleh swasta dan perorangan. Selain itu, peningkatan giro yang besar pada Triwulan 2015 juga disebabkan oleh meningkatnya giro pemerintah sebesar 32,88% (yoy), giro perorangan 34,26% (yoy), dan giro lainnya 17,77% (yoy) serta giro swasta naik 6,11% (yoy). Komposisi dana tabungan pada triwulan ini masih dikuasai oleh kelompok perorangan, kemudian swasta dan pemerintah. Pada Triwulan 2015 kelompok Tabungan juga ikut meningkat, hal ini disebabkan oleh meningkatnya tabungan perorangan sebesar 6,71% (yoy), tabungan swasta 12,92% (yoy), dan tabungan pemerintah sebesar 9,77% (yoy). Sementara itu, tabungan lainnya mengalami penurunan sebesar 12,27% (yoy). Pada kelompok dana Deposito, triwulan ini mengalami perlambatan karena melambatnya deposito perorangan menjadi 17,34% (yoy), deposito pemerintah sebesar 36,56% (yoy) dan deposito swasta 19,99% (yoy) serta deposito kelompok lainnya yang melambat sebesar 12,57% (yoy). Hal ini juga diperkirakan karena adanya perpindahan preferensi simpanan dari deposito menjadi giro yang menunjukkan adanya indikasi penggunaan dana untuk kegiatan ekonomi dalam jangka pendek. Grafik 3.7.Pertumbuhan DPK Grafik 3.8.Komposisi DPK 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% IV I II IV I 2015 II 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 50.23% 25.55% 24.23% 45.60% 25.05% 29.35% 47.35% 25.98% 26.67% Share 55.92% 24.07% 20.02% I II IV % 42.04% 26.43% 28.65% 27.65% 29.31% I II % 20% 15% 10% 5% 0% GIRO (YOY) DEPOSITO (YOY) TABUNGAN (YOY) GIRO DEPOSITO TABUNGAN DPK (YOY) Penyaluran Kredit / Pembiayaan Penyaluran kredit oleh Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan 2015 sedikit meningkat bila dibandingkan dengan Triwulan II 2015, dan masih tetap berada di atas pertumbuhan Nasional. Pertumbuhan kredit yang sedikit meningkat karena pertumbuhan kredit Konsumsi yang meningkat selama libur sekolah dan perayaan Hari Raya Idul Fitri sebesar 13,81% (yoy), lebih tinggi dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 12,08% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan kredit modal kerja dan investasi relatif dijaga untuk menjaga tingkat kesehatan kredit yang disalurkan. Kredit Modal Kerja pada Triwulan 2015 mengalami perlambatan sebesar 16,78%(yoy) dibandingkan Triwulan II 2015 yang mencapai 18,64% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit juga terjadi pada Kredit Investasi, yang Grafik 3.9.Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 3.10.Komposisi Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan KONSUMSI 61,97% 7,08% INVESTASI 0 IV I II IV I II IV 2014 I II ,95% MODAL KERJA YOY KREDIT YOY MODAL KERJA YOY INVESTASI YOY KONSUMSI 30 Triwulan 2015

57 mengalami pertumbuhan sebesar 8,35% (yoy) di Triwulan 2015, lebih rendah bila dibanding Triwulan II 2015 yang mencapai 13,20% (yoy). Peningkatan pertumbuhan Kredit Konsumsi pada triwulan ini antara lain terjadi pada sektor rumah tangga untuk keperluan multiguna yang tumbuh sebesar 52,06% (yoy), sedikit lebih rendah dari Triwulan II 2015 yang mencapai 52,90% (yoy). Sektor rumah tangga untuk pemilikan rumah toko (ruko) atau rumah kantor (rukan) juga tumbuh 24,94% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang sebesar 8,27% (yoy). Sektor rumah tangga untuk pemilikan rumah tinggal tipe 22 s.d 70 pada triwulan ini hanya mampu tumbuh sebesar 15,12% (yoy), lebih rendah dibandingkan Triwulan II 2015 yang tumbuh mencapai 19,15% (yoy). Sementara itu, perlambatan Kredit Modal Kerja di Triwulan 2015 terjadi pada sektor pertanian, perburuan dan kehutanan, sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi serta sektor konstruksi. Perlambatan Kredit Investasi dipicu oleh melambatnya Kredit Investasi pada sektor listrik, gas dan air, sektor kemasyarakatan, sosial budaya, hiburan dan perorangan lainnya, serta sektor pertanian, perburuan dan kehutanan. Berdasarkan sektor usaha, pangsa terbesar penyaluran kredit pada Triwulan 2015 di Provinsi NTT adalah sektor penerima kredit bukan lapangan usaha (konsumsi), kemudian sektor pedagang besar dan eceran, serta sektor konstruksi. Grafik 3.11.Lima Sektor Utama Pendorong Kredit 65,51% 26,79% 4,39% 1.66% 1.66% PENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHA PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN KONSTRUKSI JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL BUDAYA, HIBURAN DAN PERORANGAN LAINNYA PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUM Kualitas Kredit Total kredit bermasalah (Non Performing Loan;NPL) Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan 2015 mencapai Rp.364,17 miliar atau dengan rasio sebesar 1,93%, lebih rendah dibanding Triwulan II 2015 yang mencapai 2,02%. Penurunan rasio kredit macet (NPL) terutama didorong oleh penurunan kredit bermasalah pada kredit konsumsi serta perbaikan kinerja kredit modal kerja. Sedangkan kinerja kredit investasi masih relatif kurang, terlihat dari kualitas kredit macet yang mengalami peningkatan. Grafik Perkembangan NPL Berdasarkan Jenis Penggunaan 5.00% 4.50% 4.00% 3.50% 3.00% 2.50% 2.00% 1.50% 1.00% 0.50% 0.00% I II IV I II NPL MODAL KERJA NPL INVESTASI NPL KONSUMSI NPL KREDIT Triwulan

58 Berdasarkan sektor ekonomi penyaluran kredit, maka kredit di sektor Listrik, Gas dan Air menjadi pendorong utama rasio kredit macet dengan rasio sebesar 19,56%, diikuti sektor konstruksi dengan rasio sebesar 10,51%, dan sektor Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi sebesar 3,25% Suku Bunga Pada Triwulan 2015 rata-rata suku bunga kredit Bank Umum di Provinsi NTT sedikit meningkat. Berdasarkan jenis penggunaan, suku bunga kredit Investasi mengalami peningkatan paling besar, diikuti oleh peningkatan suku bunga kredit modal kerja dan kredit konsumsi. Berdasarkan nilai suku bunga, kredit investasi juga memiliki suku bunga tertinggi dibandingkan suku bunga kredit konsumsi dan modal kerja. Hal ini membuat nasabah kurang tertarik meminjam kredit investasi yang terlihat dari nilai kredit yang relatif rendah. Adanya peningkatan suku bunga dinilai justru akan menghambat investasi walaupun dapat dipahami bahwa kenaikan suku bunga saat ini lebih disebabkan oleh adanya kenaikan bunga DPK dan ketidak pastian ekonomi dunia. Suku bunga kredit investasi pada Triwulan 2015 mencapai 15,17% sedikit meningkat dari triwulan sebelumnya yang mencapai 14,91%. Kemudian suku bunga kredit Modal Kerja pada triwulan ini juga mengalami sedikit peningkatan yaitu sebesar 14,13%, lebih tinggi dibanding Triwulan II 2015 yang hanya sebesar 13,99%. Suku bunga kredit Konsumsi pada Triwulan 2015 juga ikut naik menjadi 14,62% dari 14,51% pada Triwulan II Grafik Perkembangan Kredit, NPL dan BI Rate Grafik Perkembangan Kredit Berdasarkan Suku Bunga 25,00% 20,00% 15,00% 10,00% 5,00% 0,00% IV I II IV I II IV I II 18.00% 16.00% 14.00% 12.00% 10.00% 8.00% 6.00% 4.00% 2.00% 0.00% IV I II IV I II IV I II 16% 14% 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0% KREDIT (YOY) RATIO NPL BI RATE MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI RATA-RATA BI RATE Kredit Usaha Mikro Kecil Menengah Penyaluran kredit UMKM pada Triwulan 2015 mencapai Rp. 6 triliun atau naik 19,91% (yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 18,04% (yoy). Selain itu, pertumbuhan UMKM di Provinsi NTT juga berada jauh di atas Nasional, pada Triwulan 2015 yang hanya tumbuh sebesar 7,41% (yoy). Sementara itu, rasio kredit UMKM dibandingkan dengan total kredit yang disalurkan Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan 2015 mencapai 31,73%, meningkat dibanding Triwulan II 2015 yang hanya sebesar 30,83%. Grafik Komposisi Kredit UMKM Grafik Share Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi KECIL 43,89% 32,18% MENENGAH 23,93% MIKRO 70,01% 9,51% 4,86% 2,80% 2,74% PENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHA PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN KONSTRUKSI JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL BUDAYA, HIBURAN DAN PERORANGAN LAINNYA PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUM 32 Triwulan 2015

59 Meningkatnya pertumbuhan kredit UMKM pada Triwulan 2015 didorong oleh meningkatnya pertumbuhan kredit Kecil dan Menengah dengan pertumbuhan masing-masing 13,64%(yoy) dan 34,97% (yoy). Sementara itu, kredit Mikro pada triwulan ini mengalami perlambatan pertumbuhan sebesar 14,32% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan Triwulan II 2015 yang sebesar 19,21% (yoy). Berdasarkan jenis penggunaan, baik kredit Modal Kerja maupun Investasi pada Triwulan 2015 mengalami peningkatan. Kredit UMKM yang digunakan untuk Modal Kerja pada Triwulan 2015 mencapai Rp 5,01 triliun atau naik 21,10% (yoy), lebih tinggi dibanding Triwulan II 2015 yang hanya tumbuh 19,32% (yoy). Sementara itu, kredit UMKM yang digunakan untuk Investasi pada triwulan ini mencapai Rp 0,99 triliun, tumbuh 14,22% (yoy) lebih tinggi dibanding Triwulan II 2015 yang hanya mencapai 12,08% (yoy). Risiko kredit macet (NPL) UMKM pada Triwulan 2015 juga menunjukkan perbaikan kinerja yang ditunjukkan oleh penurunan NPL menjadi sebesar 3,83% menurun dibanding Triwulan II 2015 yang mencapai 4,06%. Rasio kredit macet di Provinsi NTT juga relatif lebih rendah dibanding nasional yang mencapai 4,78%. Penurunan rasio kredit macet (NPL) UMKM di Provinsi NTT didorong oleh menurunnya NPL Kredit Mikro dari 3,10% pada Triwulan II 2015 menjadi 2,55% pada Triwulan Selain itu, NPL Kredit Menengah pada Triwulan 2015 juga mengalami penurunan yang mencapai 4,53%, lebih rendah dari Triwulan II 2015 yang sebesar 5,34%. Sementara itu, NPL Kredit Kecil mengalami sedikit peningkatan yaitu dari 3,72% pada Triwulan II 2015 menjadi 4,02% di Triwulan Kredit UMKM pada triwulan ini menunjukkan peningkatan yang menggambarkan peningkatan kinerja di sektor produktif sebagai pendorong utama ekonomi di Provinsi NTT. Grafik Perkembangan UMKM Grafik Perkembangan UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan 7, ,00% 60.00% 6,000 6, , ,00% 25,00% 50.00% 5,000 4, ,00% 40.00% 4,000 3, , , IV I II IV I II IV 2014 I II 2015 KREDIT UMKM NPL KREDIT UMKM KREDIT UMKM (YOY) RATIO NPL UMKM 15,00% 10,00% 5,00% 0,00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00% IV I II IV I II IV I II MODAL KERJA INVESTASI MODAL KERJA (YOY) INVESTASI (YOY) 3,000 2,000 1,000 0 Berdasarkan komposisi kredit UMKM, Kredit Modal Kerja (KMK) mendominasi penyaluran kredit ini dengan porsi sebesar 83,51% dari total kredit UMKM. Sementara itu, kredit Investasi hanya sebesar 16,49% dari total kredit UMKM PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) Sampai dengan Triwulan 2015 pertumbuhan kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) mengalami perlambatan. Perlambatan pertumbuhan terjadi pada pertumbuhan penyaluran kredit dan penghimpunan DPK. Kondisi aset masih menunjukkan adanya peningkatan. Walaupun terjadi perlambatan, secara umum kinerja BPR masih relatif lebih baik dibanding kinerja bank umum. Triwulan

60 Tabel 3.2 Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan Indikator Utama 2012 IV 2013 I II IV 2014 I II IV I 2015 II Aset (miliar) 250,74 253,67 263,47 302,54 336,87 343,28 355,19 373, y-o-y aset 26,62% 24,82% 23,40% 36,44% 34,35% 35,32% 34,81% 23,48% 23.27% 27.30% 26.50% 28.90% Kredit (miliar) 175,40 180,85 212,00 242,30 255,73 270,06 294,39 306, y-o-y kredit 17,55% 17,59% 27,15% 42,07% 45,80% 49,33% 38,87% 26,41% 24.56% 22.27% 18.59% 15.45% DPK (miliar) 186,17 181,93 183,85 211,41 247,60 250,20 323,64 274, y-o-y DPK 30,26% 24,84% 17,67% 30,29% 33,00% 37,53% 76,04% 29,98% 24.79% 24.45% 28.69% 28.43% LDR 94,21% 99,41% 115,31% 114,61% 84,26% 82,57% 85,60% 84,13% 79.40% 80.46% 82.38% 80.52% NPL 4,26% 7,38% 5,71% 4,33% 2,49% 6,63% 7,34% 8,49% 4.76% 5.46% 5.71% 6.05% Perlambatan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) didorong oleh melambatnya pertumbuhan Deposito. Di sisi lain, kinerja tabungan justru menunjukkan adanya perbaikan walaupun besar pertumbuhan penghimpunan tabungan tidak sebesar pertumbuhan deposito. Grafik Komposisi DPK BPR Grafik Pertumbuhan DPK BPR 33,53% 66,47% DEPOSITO TABUNGAN I II IV 2013 I II IV 2014 DEPOSITO TABUNGAN YOY DEPOSITO YOY TABUNGAN I II ,00% 40,00% 35,00% 30,00% 25,00% 20,00% 15,00% 10,00% 5,00% 0,00% Perlambatan penyaluran kredit oleh BPR terutama didorong oleh melambatnya pertumbuhan kredit Investasi dan konsumsi. Kredit modal kerja masih dapat mengalami kenaikan walaupun hanya sedikit meningkat sebesar 20,65% (yoy) dari 20,15% (yoy) pada Triwulan II Peningkatan penghimpunan dana yang lebih tinggi dibanding penyaluran kredit membuat rasio likuiditas perbankan atau Loan to Deposit Ratio (LDR) pada Triwulan 2015 mengalami penurunan menjadi 80,52% dari 82,38% pada Triwulan II Sementara itu, rasio kredit bermasalah (NPL) pada triwulan laporan mencapai 6,05%, meningkat dibanding NPL triwulan II 2015 yang sebesar 5,71%. Hal ini menunjukkan adanya penurunan kualitas kredit yang disalurkan. Grafik Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi Grafik Share Kredit dan NPL Berdasarkan Sektor Ekonomi Bukan Lapangan Usaha - Lainnya Perdagangan Besar dan Eceran Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi 10.54% Konstruksi 9.02% Jasa Kemasyarakatan, SosBud, Hiburan & Perseorangan 5.93% Kegiatan Usaha yang Belum Jelas Batasannya 5.35% Jasa Perorangan yang melayani Rumah Tangga 3.12% Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan-minum 2.65% Pertanian, Perburuan dan Kehutanan 1.61% Administrasi Pemerintahan, Pertanahan & Jaminan Sosial 1.46% Bukan Lapangan Usaha - Rumah Tangga 1.36% Perantara Keuangan 1.26% Jasa Pendidikan 0.96% Perikanan 0.89% Real Estate 0.66% Industri Pengolahan 0.50% Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0.23% Listrik, Gas dan Air 0.08% Pertambangan dan Penggalian 0.02% 31.65% 60% 22.71% 35.00% 30.00% 50% 25.00% 40% 20.00% 30% 15.00% 20% 10.00% 5.00% 10% 0.00% 0% Pertanian, Perburuan... Perikanan Pertambangan dan... Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Konstruksi Perdaganan Besar Penyediaan... Transportasi,.. Perantara Keuangan Real Estate Adsminitrasi Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan... Jasa Jasa Perorangan yang... Kegiatan usaha yang... Rumah Tangga Bukan Lapangan % 5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00% 30.00% 35.00% SHARE THD NPL SHARE THD KREDIT Untuk menekan angka rasio kredit macet, perlu adanya kerja sama yang baik antara Otoritas Jasa Keuangan Provinsi NTT selaku pengawas lembaga keuangan dan BPR sendiri sebagai lembaga penyalur kredit dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian serta selektif terhadap debitur. 34 Triwulan 2015

61 3.4. KINERJA PERBANKAN BERDASARKAN SEBARAN PULAU Perkembangan perbankan berdasarkan sebaran pulau dibagi menjadi tiga pulau, yaitu pulau flores, sumba dan timor. Dilihat dari sisi pertumbuhan baik itu Asset, Penghimpunan DPK, Penyaluran Kredit dan Rasio NPL, Pulau Sumba pada triwulan ini tumbuh paling tinggi dari Pulau Flores dan Pulau Timor. Grafik Perkembangan Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau 35.00% 30.00% 25.00% 20.00% 15.00% 10.00% 5.00% 0.00% TIMOR FLORES SUMBA ASSET DPK KREDIT NPL 2.50% 2.00% 1.50% 1.00% 0.50% 0.00% Pulau Flores Pada Triwulan 2015 pertumbuhan kinerja perbankan di pulau Flores mengalami perlambatan. Hal ini tercermin dari pertumbuhan Aset perbankan di pulau Flores yang hanya sebesar 18,60% (yoy) melambat dibanding pertumbuhan pada triwulan II 2015 yang mencapai sebesar 32,55% (yoy). Penghimpunan DPK dan penyaluran kredit juga mengalami perlambatan pertumbuhan. Sementara itu, angka rasio kredit macet (NPL) di pulau flores pada Triwulan 2015 mengalami penurunan dari periode sebelumnya, dari 1,83% pada Triwulan II 2015 menjadi 1,80% pada Triwulan Grafik Komposisi DPK di Pulau Flores Grafik Komposisi Kredit di Pulau Flores 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 2.80% 0.14% 40.94% 11.24% 85.82% 0.85% 82.32% 3.34% 54.87% 6.18% 0.55% 10.95% PEMERINTAH PERORANGAN SWASTA LAINNYA KONSUMSI 62,57% MODAL KERJA 33,62% INVESTASI 3,81% GIRO DEPOSITO TABUNGAN Pulau Sumba Kinerja perbankan di pulau Sumba pada Triwulan 2015 juga mengalami perlambatan. Perlambatan pertumbuhan kemungkinan disebabkan oleh relatif tingginya pertumbuhan kredit di periode-periode sebelumnya, sehingga pertumbuhan kredit terkesan melambat bila dibandingkan dengan tingginya pertumbuhan di waktu sebelumnya. Aset pada Triwulan 2015 masih tumbuh sebesar 28,20% (yoy) atau Rp.2,42 triliun walaupun melambat dibanding pertumbuhan triwulan II yang sebesar 52,91% (yoy). Perlambatan tersebut juga diikuti oleh melambatnya pertumbuhan DPK dan kredit dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 30,64% (yoy) dan 11,90% (yoy). Sementara itu, rasio kredit macet di pulau Sumba relatif mengalami penurunan dari 1,01% pada Triwulan II 2915 menjadi 0,83% di triwulan Triwulan

62 Grafik Komposisi DPK di Pulau Sumba Grafik Komposisi Kredit di Pulau Sumba 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 2.09% 49.18% 13.75% 84.15% % 90.04% 1.37% 49.45% 4.61% 0.00% 5.35% 0.00% PEMERINTAH PERORANGAN SWASTA LAINNYA KONSUMSI 71,83% MODAL KERJA 26,11% INVESTASI 2,06% GIRO DEPOSITO TABUNGAN Pulau Timor Pada Triwulan 2015 kinerja perbankan di pulau Timor malah tumbuh meningkat. Aset perbankan di pulau Timor pada triwulan ini mengalami peningkatan sebesar 31,63% (yoy) atau sebesar Rp.22,19 triliun lebih tinggi dibanding Triwulan II 2015 yang mencapai 19,28% (yoy). Penghimpunan DPK juga meningkat dari 2,32% (yoy) pada Triwulan II 2015 menjadi 16,51% (yoy) pada Triwulan Sementara itu, penyaluran kredit pada Triwulan 2015 mengalami peningkatan sebesar 9,70% (yoy) lebih tinggi dari Triwulan II 2015 yang mencapai 4,72% (yoy). Rasio kredit macet di pulau Timor juga menunjukkan adanya penurunan sebesar, dari 2,30% pada Triwulan II 2015 menjadi 2,19% di triwulan Grafik Komposisi DPK di Pulau Timor Grafik Komposisi Kredit di Pulau Timor 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 1.44% 0.09% 45.63% 9.66% 88.81% 4.87% 0.67% 83.82% 8.50% 48.83% 7.64% 0.05% PEMERINTAH PERORANGAN SWASTA LAINNYA GIRO DEPOSITO TABUNGAN KONSUMSI 59,94% MODAL KERJA 30,15% INVESTASI 9,91% 3.5. SISTEM PEMBAYARAN Transaksi Non Tunai Transaksi Kliring (SKNBI) Sistem Kliring Nasional Bank Indonsia (SKNBI) di Provinsi NTT Pada Triwulan 2015 mengalami peningkatan. Pertumbuhan kliring di Provinsi NTT pada Triwulan 2015 dari sisi nominal mencapai Rp.1.383,80 miliar, tumbuh 52,03% (yoy) lebih tinggi dibandingkan Triwulan II 2015 yang hanya mencapai 9,77% (yoy). Sementara itu, dari sisi volume pada Triwulan 2015 naik 28,15% (yoy) atau mencapai lembar warkat dari 12,49% (yoy) pada Triwulan II Berdasarkan komposisi peserta pengirim, transaksi kliring Provinsi NTT pada Triwulan 2015 didorong oleh Bank Swasta Nasional dengan porsi sebesar 42%, kemudian Bank Pembangunan Daerah sebesar 31%, dan Bank Pemerintah sebesar 27%. 36 Triwulan 2015

63 Grafik Perkembangan SKNBI NTT Grafik Perkembangan SKNBI Nasional NTT IV I II IV I II IV I II Nasional IV I II NILAI (RP.MILIAR) VOLUME (LBR) NILAI (RP.MILIAR) VOLUME (LBR) Grafik Perkembangan SKNBI Berdasarkan Kelompok Bank 41.85% BANK SWASTA NASIONAL BANK PEMBANGUNAN DAERAH 31.07% BANK PEMERINTAH 27.08% Transaksi RTGS Transaksi BI-RTGS pada Triwulan 2015 mengalami peningkatan. Tingginya net inflow RTGS di Provinsi NTT menggambarkan adanya aliran dana segar atau investasi ke Provinsi NTT, serta tingginya dana transfer pemerintah dalam rangka penambahan APBN dan persiapan pembayaran gaji ke 13. Transfer masuk (inflow) menggunakan BI-RTGS ke Provinsi NTT pada Triwulan 2015 tercatat sebesar Rp ,64 miliar, tumbuh melambat sebesar 37,82% (yoy) dari 235,18% (yoy) pada Triwulan II Total Nett-Inflow pada triwulan Grafik Perkembangan BI-RTGS Berdasarkan Volume Grafik Perkembangan BI-RTGS Berdasarkan Nominal I II 2014 IV I II I II 2014 IV I II 2015 FROM NTT TO NTT FROM NTT TO NTT Transaksi Tunai Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia tercermin dari beberapa kegiatan, diantaranya jumlah aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke stakeholder (outflow), jumlah aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), dan kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE), serta temuan uang palsu (UPAL). Triwulan

64 Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (outflow) Perkembangan uang tunai di Provinsi NTT mengalami peningkatan. Hal ini didorong oleh peningkatan outflow sebesar Rp.1.687,20 miliar yang tumbuh sebesar 25,56% (yoy) pada Triwulan 2015, naik bila dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 12,83% (yoy). Sementara itu, aliran inflow pada Triwulan 2015 mencapai Rp.840,86 miliar, naik 9,65% (yoy) dibandingkan dengan Triwulan II 2015 yang mengalami penurunan sebesar 33,34% (yoy). Hal ini menunjukkan adanya peningkatan aktivitas ekonomi di Provinsi NTT. Grafik Perkembangan Transaksi Tunai Grafik Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-Outflow) I II IV 2011 I II IV 2012 I II IV 2013 I II IV 2014 I II % 600% 500% 400% 300% 200% 100% 0% -100% -200% -300% 2,500 2,000 1,500 1, I II IV I II IV I II IV 2014 I II % 400% 320% 240% 160% 80% 0% -80% NET IN/OUT (RP. MILIAR) QTQ YOY INFLOW (RP. MILIAR) OUTFLOW (RP. MILIAR) YOY INFLOW YOY OUTFLOW Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Uang Tidak Layak Edar (UTLE) pada Triwulan 2015 mengalami penurunan. Hal ini dapat digambarkan oleh jumlah setoran UTLE di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT Pada Triwulan 2015 tercatat sebesar Rp. 380,04 miliar, menurun 17,06% (yoy) bila dibandingkan dengan Triwulan II 2015 yang mencapai 15,68% (yoy). Sementara itu, rasio pemusnahan UTLE di Provinsi NTT dibandingkan Nasional pada Triwulan 2015 yaitu sebesar 0,38%. Penurunan UTLE ini disebabkan oleh meningkatnya pemahaman masyarakat dalam menjaga kualitas uang yang dimiliki Temuan Uang Palsu Temuan uang palsu yang tercatat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada Triwulan 2015 mengalami penurunan. Jumlah lembar uang palsu turun dari 966 lembar menjadi 52 lembar pada triwulan laporan. Uang palsu yang ditemukan umumnya uang kertas pecahan Rp ,- dan pecahan Rp ,-. Walaupun jumlah uang palsu yang ditemukan menurun namun kegiatan pengenalan ciri-ciri keaslian uang rupiah masih tetap diperlukan. Peningkatan pemahaman masyarakat terhadap temuan uang palsu juga menjadi alasan tingginya uang palsu yang dilaporkan. Grafik Perkembangan UTLE di Provinsi NTT Grafik Perkembangan UPAL di Provinsi NTT 2, % , , , % % % % % % I II IV 2012 I II IV 2013 I II 2014 IV I II % 0.00% % I II IV I II IV I II IV I II INFLOW (RP. MILIAR) OUTFLOW (RP. MILIAR) UTLE QTQ UTLE YOY UTLE LEMBAR UPAL Upaya penanggulangan uang palsu secara represif telah dilaksanakan oleh Kepolisian dengan menangkap dan menuntut pembuat maupun pengedar uang palsu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 38 Triwulan 2015

65 03 Gerakan Cinta Rupiah di Perbatasan Atambua Kab. Belu NTT Jumat, 16 Oktober 2015 di Lapangan Simpang Lima Atambua, pagelaran Tari Tebe Masal dalam rangka Gerakan Cinta Rupiah dan Menuju Satu Abad Kota Atambua berhasil memecahkan rekor baru MURI. Tercatat sebanyak orang ikut terlibat dalam tarian khas Kabupaten Belu tersebut. Ribuan penari mengawali pagelaran tari dengan membentuk formasi barisan cinta Rupiah yang disimbolkan dengan bentuk hati ( ) dan Rp lengkap dengan pertunjukan Brazilian Wave di setiap barisan. Pagelaran Tari Tebe Masal sekaligus pencatatan Rekor MURI yang pertama kalinya di tanah Belu, diharapkan dapat menguatkan memorabilia kebanggaan warga perbatasan terhadap Rupiah sebagai simbol kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini sangat relevan, mengingat masih adanya masyarakat di perbatasan yang menggunakan mata uang asing dalam bertransaksi. Gambar Boks 3.1. Formasi Tari Tebe Dilihat dari Ketinggian Mengawali acara, Bupati Belu, Wilhelmus Foni, menyampaikan sekapur sirih berpesan kepada seluruh masyarakat yang hadir untuk selalu menanamkan Cinta Rupiah dalam benak mereka. Selain itu dirinya juga mengajak masyarakat untuk mensyukuri perayaan HUT Kota Atambua yang ke-99. Kita patut berbangga karena kota ini telah melalui perjalanan panjang, hampir satu abad lamanya dan menjadi wilayah terdepan NKRI yang berbatasan dengan Republik Demokratis Timor Leste (RDTL). Oleh karena itu, sebagai warga perbatasan kita harus bangga dengan Rupiah, bukan dollar ujarnya. Kepala Perwakilan BI Provinsi NTT, Naek Tigor Sinaga, dalam sambutannya, mengajak warga untuk selalu menggunakan rupiah sebagai alat untuk melakukan transaksi. Rupiah merupakan alat pembayaran yang sah sehingga wajib digunakan dalam kegiatan perekonomian di wilayah NKRI. Bagi yang menolak Rupiah untuk pembayaran akan dihukum dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak 200 juta rupiah tegas Sinaga. Selain itu, dirinya mengimbau masyarakat mewaspadai penggunaan mata uang asing di perbatasan, seperti di Kota Atambua yang berbatasan langsung dengan Timor Leste, karena rawan infiltrasi berupa serangan mata uang asing. Gambar Boks 3.2. Sanksi atas Penggunaan Mata Uang Asing di Wilayah Indonesia SANKSI PELANGGARAN Kewajiban Penggunaan Rupiah TUNAI NON TUNAI Sanksi Pidana UU Mata uang (Kurungan Maksimal 1 Tahun & Denda Maksimal 200 juta) BI bewenang mengenakan sanksi administratif: - Teguran tertulis; - Denda berupa kewajiban membayar 1% dari nilai transaksi - maksimal 1 milyar; dan/ atau - Larangan untuk ikut dalam lalu lintas pembayaran Triwulan

66 Dalam kesempatan yang sama, Direktur Departemen Pengelolaan Uang, Luctor E. Tapiheru, mengatakan bahwa Rupiah merupakan simbol NKRI dan merupakan alat tukar yang mempersatukan bangsa. Saat ini dollar AS menguat karena kita kurang cinta Rupiah untuk transaksi, maka diharapkan masyarakat menggunakan Rupiah dalam bertransaksi di Indonesia. Di wilayah perbatasan yang rentan dengan penggunaan mata uang asing, harus selalu siaga dan tetap menggunakan Rupiah untuk bertransaksi agar orang hormat terhadap Rupiah ujar Luctor. Wakapolda NTT, Kombespol Sumartono Johana, menambahkan bahwa pihak Polda akan terus berkoordinasi bersama BI mengawal pelaksanaan ketentuan yang berlaku terkait uang Rupiah. Rangkaian pembukaan Gerakan Cinta Rupiah dan Menuju Satu Abad Kota Atambua diakhiri oleh sambutan Wakil Gubernur NTT, Benny Litelnoni, yang sangat mengapresiasi pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan acara. Saya ucapkan terima kasih kepada panitia dari Bank Indonesia yang telah menyelenggarakan acara ini. Tidak lupa pula kepada Bupati Belu yang telah berbuat baik bagi Kab. Belu selama ini katanya. Selain itu Benny juga berpesan kepada masyarakat untuk mencintai Rupiah dengan sepenuh hati karena dengan Rupiah yang kuat, bangsa akan bermartabat. Selain balutan budaya melalui pagelaran Tari Tebe massal, tidak lupa dilakukan sosialisasi ketentuan terkait uang Rupiah khususnya ciri-ciri keaslian uang rupiah dan kewajiban penggunaan uang Rupiah serta edukasi keuangan yang disambut antusias peserta. Di samping itu, kas keliling pun digelar untuk memfasilitasi masyarakat yang ingin melakukan penukaran uang kecil, lusuh, maupun rusak. Acara sosialisasi juga diramaikan dengan kuis-kuis berhadiah yang menambah semangat peserta untuk lebih memahami materi sosialisasi. Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan peran Bank Indonesia menggerakkan perekonomian perbatasan, disaksikan oleh Kepala Badan Pengelola Perbatasan Provinsi NTT, Paulus B. Manehat, dilakukan penyerahan secara simbolis Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) dalam bentuk bantuan dana pembangunan rumah tenun kepada Kelompok Tenun Ikat Suka Maju di Desa Batnes, Kecamatan Musi, Kabupaten Timor Tengah Utara, yang juga merupakan wilayah perbatasan RI-RDTL. Acara diakhiri dengan hiburan artis lokal dan nasional yang menambah semarak Gerakan Cinta Rupiah di Perbatasan. Kuatlah Rupiah, majulah daerah perbatasan, jayalah NKRI yang berdaulat dan bermartabat!!! 40 Triwulan 2015

67 04 Layanan Keuangan Digital (LKD) Di Provinsi NTT Sektor jasa keuangan merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian suatu wilayah. Keberadaan bank dan lembaga keuangan akan menopang aktivitas ekonomi masyarakat, serta memudahkan masyarakat untuk menjangkau sumber modal dan pada akhirnya sektor produktif dapat lebih berkembang. Di Indonesia keterbatasan infrastruktur dan kondisi alam yang berupa kepulauan, termasuk NTT, menjadi kendala bagi bank dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama yang berada di daerah terpencil maupun pedesaaan. Keterbatasan layanan perbankan ini juga tidak lepas dari perhitungan skala ekonomis operasional bank di suatu daerah tersebut dan pertimbangan bank mengenai distribusi penduduk di suatu daerah yang akan dijangkau oleh layanan kantor cabang bank. Akibatnya, terdapat disparitas layanan perbankan dalam menjangkau seluruh daerah administrasi pemerintahan baik di tingkat provinsi, kabupaten dan terutama kecamatan. Sementara itu di NTT, perbandingan jumlah penduduk dewasa dengan jumlah rekening tabungan yang dimiliki oleh masyarakatnya sudah tergolong besar, yaitu dengan tingkat penetrasi 105%. Namun demikian, tingginya tingkat penetrasi tersebut lebih dikarenakan oleh adanya kepemilikan rekening tabungan lebih dari 1 rekening oleh 1 penduduk dewasa di suatu daerah. Kemudian jika dilihat dari persebarannya, masih terdapat perbedaan yang signifikan khususnya pada Kabupaten yang baru berkembang. Tabel Boks 4.1. Tingkat Penetrasi Tabungan di Provinsi NTT Kabupaten dengan Penetrasi Terendah Kabupaten dengan Penetrasi Tertinggi Kabupaten/Kota Tingkat Penetrasi Kabupaten/Kota Tingkat Penetrasi Manggarai Timur Sumba Barat Daya Nagekeo 17,65 35,46 43,68 Kupang Kota Kupang Sumba Barat 168,10 196,37 209,19 Salah satu penyebab dari rendahnya tingkat penetrasi oleh Kabupaten yang baru berkembang adalah karena masih minimnya dukungan infrastruktur di daerah. sehingga, sebagian besar perbankan baru dapat menjangkau daerah ibu kota Kabupaten. Oleh karena itu, dalam rangka memperluas jangkauan layanan keuangan, khususnya bagi masyarakat unbanked dan underbanked, Bank Indonesia melakukan inovasi dengan menyelenggarakan Layanan Keuangan Digital (LKD) yang dahulu disebut branchless banking. LKD akan memberikan kesempatan kepada masyarakat marjinal untuk mendapatkan layanan keuangan dengan aman dan biaya terjangkau, serta tanpa menggunakan kantor cabang bank tradisional. LKD merupakan salah satu bagian dari Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang telah dicanangkan oleh Bank Indonesia pada tanggal 14 Agustus GNNT sendiri ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan instrumen non tunai, sehingga berangsur-angsur terbentuk suatu komunitas atau masyarakat yang lebih menggunakan instrumen non tunai (Less Cash Society/LCS) khususnya dalam melakukan transaksi atas kegiatan ekonominya. Selain LKD, bagian lain dari GNNT adalah: Elektronifikasi keuangan, berupa perubahan metode pembayaran di lingkup pemerintah yang awalnya tunai menjadi non tunai. Pada saat ini, tengah dilakukan migrasi pembayaran gaji PNS dari tunai menjadi non tunai yang dimulai dari beberapa SKPD Uang Elektronik, merupakan alat pembayaran yang saldonya tersimpan secara chip based maupun server based. Adapun bentuk implementasi dari uang elektronik berupa penyaluran beasiswa kepada mahasiswa Universitas Nusa Cendana dengan menggunakan uang elektronik serta bantuan yang diberikan oleh Kementrian Sosial kepada masyarakat dalam Program Keluarga Harapan (PKH) Triwulan

68 Gambar Boks 4. 1 Bank dan Agen yang sudah menyalurkan LKD di Provinsi NTT Tabel Boks 4.2 Hasil Identifikasi Kabupaten yang Berpotensi untuk Penerapan LKD No Kabupaten TIMOR TENGAH SELATAN SUMBA BARAT DAYA MANGGARAI TIMUR NAGEKEO MABGGARAI BARAT TIMOR TENGAH UTARA SABU RAIJUA SUMBA TENGAH Dengan diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia No. 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No. 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 16/12/DPAU tentang Penyelenggaraan LKD dalam rangka Keuangan Inklusif Melalui Agen LKD Individu, maka diatur bahwa penyelenggaraan LKD dapat dilakukan bank dengan agen LKD badan hukum dan agen LKD individu. Program pemerintahan Jokowi (Nawacita) menargetkan kedaulatan keuangan melalui inklusi keuangan mencapai 50% penduduk Indonesia. Oleh karena itu, agar akses terhadap layanan keuangan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat di Indonesia, maka LKD harus dapat dilakukan di seluruh daerah, termasuk Provinsi NTT. Untuk mewujudkan hal tersebut, Bank Indonesia telah melakukan Identifikasi Potensi Layanan Keuangan Digital (LKD) di Provinsi NTT untuk memperoleh prioritas daerah yang membutuhkan, sehingga perluasan layanan oleh pihak penyelenggara LKD dapat tepat sasaran dan lebih optimal. Tabel Boks 4. 3 Indikator Penilaian dalam Kajian Identifikasi Potensi LKD di Provinsi NTT Unbanked people : Underbanked people : people adalah masyarakat yang belum terhubung dengan bank. adalah masyarakat yang sudah menjadi nasabah bank, namun dalam layanan yang terbatas, contohnya hanya sebagai nasabah tabungan, belum dapat menikmati layanan kredit, internet banking atau layanan perbankan lainnya secara optimal. 42 Triwulan 2015

69 04 Keuangan Daerah Realisasi pendapatan pemerintah hingga triwulan mencapai 80,9% (Rp16,04 triliun) dari pagu rencana pendapatan sebesar Rp19,82 triliun. Realisasi anggaran belanja daerah pemerintah di Provinsi NTT pada triwulan laporan masih rendah yaitu hanya sebesar 46,8% dari total anggaran belanja.

70

71 4.1. KONDISI UMUM Secara akumulatif, anggaran belanja Pemerintah (Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota) di Provinsi NTT hingga triwulan laporan mencapai Rp32,07 triliun atau meningkat Rp0,98 triliun (3,15%) dibanding triwulan sebelumnya. Peningkatan alokasi anggaran belanja tersebut seiring dengan telah disahkannya APBD-P di beberapa kabupaten/ kota. Adanya peningkatan rencana belanja pemerintah pusat sebesar Rp.30 miliar lebih disebabkan oleh sudah dibukanya alokasi anggaran yang sebelumnya masih dalam pembahasan. Alokasi anggaran belanja terbesar pada pos belanja konsumsi sebesar 69,91% dan alokasi untuk belanja modal sebesar 30,09%. Persentase realisasi belanja daerah di Provinsi NTT hingga triwulan 2015 tercatat 46,8% atau sebesar Rp15,02 triliun dari total pagu anggaran belanja daerah yang sebesar Rp32,07 triliun. Rendahnya penyerapan anggaran belanja daerah tersebut disebabkan oleh beberapa permasalahan antara lain : belum terlaksananya proyek pembangunan infrastruktur daerah seperti pembangunan sejumlah rumah sakit umum di Provinsi NTT (RS Johannes, RSUD Ruteng, RSUD Kota Kupang, RSUD Atambua), pembangunan gedung tiga universitas di kota Kupang dan beberapa proyek pembangunan infrastruktur daerah masih dalam proses pengerjaan. Realisasi anggaran pendapatan daerah untuk pemerintah di provinsi NTT mencapai 80,90% dari rencana pendapatan APBN dan APBD tahun Realisasi pendapatan tertinggi pada Dana Alokasi Umum (DAU) kepada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebesar Rp9,38 triliun (77,96%), realisasi Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus sebesar Rp1,69 triliun (77,04%) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) pada triwulan 2015 sebesar Rp1,48 triliun (70,31% ). Grafik 4.1. Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Total Pendapatan dan Belanja Pemerintah Realisasi Pendapatan Pemerintah Realisasi Belanja Pemerintah ANGGARAN REALISASI 19,82 16,04 32,07 15,02 Triliun ANGGARAN REALISASI 16,24 12,14 16,6% 1,5% 15,75% 8,59% PAGU REALISASI 81,90% 75,66% APBN KAB PROV PORSI REALISASI PENDAPATAN Triliun ANGGARAN REALISASI 11,04 17,74 10,3% 34,4% 13,6% 31,1% PAGU REALISASI 55,3% 55,3% APBN KAB PROV PORSI REALISASI BELANJA 8,30 80,9% 46,8% PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH ,31 APBN 1,38 KAB 3,28 2,53 PROV ,67 3,29 2,05 APBN KAB PROV Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah 4.2. PENDAPATAN DAERAH Pajak Penghasilan (PPh) merupakan salah satu sumber pendapatan utama APBN di Provinsi NTT. Hal ini tercermin dari data realisasi pendapatan atas PPh mencapai Rp721,6 milyar hingga posisi triwulan Pendapatan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) berada diurutan kedua dengan realisasi sebesar Rp360,75 milyar atau 32,59% dari total penerimaan sektor perpajakan, sedangkan porsi pendapatan atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Pajak Lainnya masih dibawah 2,5%. Realisasi dana transfer dari pemerintah pusat untuk provinsi dan kabupaten di NTT hingga triwulan laporan mencapai 76,63% atau sebesar Rp11,14 triliun. Nilai ini memiliki pangsa sebesar 75,94% dari total pendapatan pemerintah daerah. Adapun komponen pendapatan lain-lain daerah yang sah berada pada urutan kedua dengan pangsa 15,65% (realisasi 75,39%). Hal ini mencerminkan bahwa anggaran pendapatan dan keuangan daerah NTT masih sangat bergantung pada bantuan dana transfer dari pemerintah pusat dengan pangsa sebesar 85,62%. Triwulan

72 Grafik 4.2. Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di Provinsi NTT Grafik 4.3. Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTT kabupaten/kota PROPINSI 68,4% 65,18% 32,59% 0,03% 2,21% PAJAK PENGHASILAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PENDAPATAN PAJAK LAINNYA 5,2% 11,6% 8,1% 6,7% 23,6% 42,9% PAD DAU DAK OTSUS LAINNYA 2,9% 28,0% 2,6% Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT, diolah Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Tabel 4.1 : Realisasi Pendapatan Daerah URAIAN RENCANA REALISASI Nominal % Pangsa (%) PENDAPATAN DAERAH 19,520 14, PENDAPATAN ASLI DAERAH 1,940 1, DANA PERIMBANGAN 14,534 11, DANA BAGI HASIL DANA ALOKASI UMUM (DAU) 12,035 9, DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) 2,106 1, LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YG SAH 3,045 2, DANA HIBAH DANA DARURAT " DANA HASIL PAJAK DARI PROV. DAN PEMERINTAH DAERAH LAINNYA" DANA PENYESUAIAN DAN OTSUS 2,199 1, PENDAPATAN DARI PIHAK KETIGA BANTUAN KEUANGAN PENDAPATAN LAINNYA Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Persentase realisasi pendapatan utama APBD di Provinsi NTT hingga triwulan berjalan masing-masing DAU mencapai 78,00%, Dana Penyesuaian dan Otonomi khusus mencapai 77,00%, realisasi DAK sebesar 70,30%,PAD sebesar 63,50% dan pendapatan lainnya sebesar 70,70%. Grafik 4.4. Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD di Provinsi NTT Grafik 4.5. Realisasi Pendapatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT 100 % ,9 70,7 58,3 PAD DAU DAK OTSUS LAINNYA PROVINSI KABUPATEN KAB+PROV NAGEKEO TTS LEMBATA SUMBA TIMUR FLOTIM RONDA SUMBA BARAT ALOR PROV. NTT MALAKA KOTA KUPANG MATIM ENDE MANGGARAI MABAR SBD BELU TTU NGADA KAB. KUPANG SIKKA SABURAIJUA SUMBA TENGAH 48,26 64,17 82,33 81,77 80,11 78,90 78,75 77,63 76,98 76,47 76,17 75,12 74,49 73,98 73,60 71,22 70,69 69,41 69,39 68,06 68,04 88,17 87,09 % Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Serapan Dana Penyesuaian dan Otsus di tingkat provinsi dipicu oleh adanya pencairan dana peningkatan kualitas pendidikan di daerah (a.l : Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahap- 2015, alokasi tunjangan guru PNS di daerah). Jumlah PAD Provinsi NTT memiliki pangsa 23,60% (Rp596,4 milyar) dari total pendapatan daerah. Pada tingkat kabupaten/kota, PAD memiliki pangsa 5,20% dari total pendapatan daerah, selebihnya berasal dari DAU dengan pangsa mencapai 68,40% (Rp8,3 triliun), dan realisasi DAK dengan pangsa 11,60%. Hal ini menunjukkan tingkat ketergantungan pemerintah kabupaten/ kota yang jauh lebih tinggi dibanding provinsi dikarenakan realisasi pendapatan asli daerah yang sangat kecil bila dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan kabupaten/kota per tahunnya. 44 Triwulan 2015

73 Persentase realisasi pendapatan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi NTT secara rata-rata mencapai 74,27%. Kabupaten dengan realisasi pendapatan tertinggi yaitu Kabupaten Nagekeo dengan realisasi mencapai 88,17% yang didorong oleh adanya peningkatan realisasi transfer dana perimbangan pemerintah ke kabupaten ini BELANJA DAERAH Realisasi anggaran belanja APBN dan APBD pemerintah di Provinsi NTT hingga triwulan 2015 masih rendah yaitu 46,84% atau baru direalisasikan sebesar Rp15,02 triliun dari total anggaran belanja daerah yang sebesar Rp32,07 triliun. Rendahnya realisasi belanja di daerah pada triwulan laporan terutama disebabkan oleh rendahnya belanja modal yang baru terealisasi sebesar 29,74% atau Rp2,87 triliun dari total 9,65 triliun yang telah dialokasikan. Dengan waktu penyerapan anggaran hanya tersisa 2 bulan anggaran, maka percepatan penyerapan anggaran modal dirasa sudah sangat mendesak untuk dimonitor perkembangannya. Percepatan realisasi belanja modal pemerintah pusat yang mencapai lebih dari lima triliun rupiah dinilai perlu monitoring ekstra ketat. Berbeda dengan karakter penyerapan anggaran di APBD yang dapat dijadikan SILPA di tahun berikutnya, anggarap APBN yang tidak terserap akan otomatis kembali ke kas Negara. Oleh karena itu, akan sangat disayangkan apabila anggaran yang besar tersebut tidak termanfaatkan secara maksimal. Serapan anggaran belanja konsumsi saat ini sudah mencapai 54,20% atau Rp12,15 triliun. Realisasi belanja pegawai menjadi pencapaian realisasi belanja tertinggi kedua yang lebih disebabkan oleh sifat pembayaran gaji yang memang secara rutin dibayarkan secara bulanan, sehingga tidak memungkinkan adanya penundaan pembayaran. Realisasi pencapaian belanja konsumsi tertinggi pada belanja hibah terutama pemerintah provinsi yang hingga triwulan 2014 sudah terealisasi sebesar 75,06% dari total belanja hibah yang sebesar 1,38 triliun. Berdasarkan jenis pemerintahan, realisasi belanja daerah tertinggi sebesar 62,24% (Rp2,05 triliun) pada pemerintah provinsi NTT yang didominasi oleh realisasi belanja konsumsi sebesar 66,02% (Rp1,8 triliun) dan realisasi belaja modal sebesar 43,90% (Rp246,60 milyar). % Grafik 4.6. Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT 42,3 32,8 50,3 46,8 23,9 53,6 62,2 43,9 66,0 46,8 APBN KAB PROV TOTAL BELANJA DAERAH BELANJA MODAL BELANJA KONSUMSI 29,7 Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah 54,2 Tabel 4.2 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT URAIAN BELANJA DAERAH BELANJA MODAL BELANJA KONSUMSI BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG DAN JASA BELANJA HIBAH BELANJA BANTUAN SOSIAL BELANJA BAGI HASIL BANTUAN KEUANGAN KONSUMSI LAINNYA BELANJA LAINNYA RENCANA 32,066 9,648 22,418 11,753 6,924 1, , REALISASI Nominal % 15,021 2,870 12,152 7,345 2,580 1, Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Pangsa (%) Realisasi belanja daerah pemerintah kabupaten di provinsi NTT mencapai 46,81% (Rp8,30 triliun) dari total anggaran belanja sebesar Rp17,73 triliun. Belanja modal pemerintah kabupaten/kota yang rendah hanya sebesar 23,94% menjadi penyebab utama rendahnya total belanja pemerintah kabupaten/kota. Lambatnya realisasi belanja modal berpotensi menghambat pencapaian pertumbuhan ekonomi di kabupaten. Selain itu, masih banyaknya kabupaten yang menerapkan standar akuntansi menggunakan cash basis membuat proyek pembangunan infrastruktur di daerah yang masih dalam proses pengerjaan tidak tercatat sebagai realisasi belanja modal hingga proyek tersebut sudah selesai dikerjakan. Hal ini pula yang membuat selalu terjadi lonjakan penyerapan anggaran di akhir tahun yang juga disebabkan oleh karakter kontraktor yang hanya mau menarik anggaran setelah proyek selesai. Penarikan anggaran sesuai termin pembayaran sekiranya dapat selalu ditekankan agar progress pembangunan infrastruktur dapat diketahui dengan lebih baik. Triwulan

74 Grafik 4.7. Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota Grafik 4.8. Persentase Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT ,78 8,51 7, ,59 43,44 35,17 63,67 14,67 35,40 20,32 11,67 12,05 APBN KAB PROV KONSUMSI LAINNYA BANTUAN KEUANGAN BELANJA BAGI HASIL BELANJA BANTUAN SOSIAL BELANJA HIBAH BELANJA BARANG DAN JASA BELANJA PEGAWAI BELANJA MODAL % 67,7 62,5 60,6 69,2 38,2 37,3 33,9 51,7 73,1 64,6 77,1 39,8 39,1 34,0 Belanja Belanja Belanja Belanja Belanja Bagi Bantuan Konsumsi Pegawai Barang dan Hibah Bantuan Hasil Keuangan Lainnya Jasa Sosial APBN KAB PROV TOTAL 42,8 0 49,5 32,2 49,9 59,1 59,0 61,5 26,9 27,8 14,0 0 Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Pangsa realisasi belanja modal pemerintah pusat di Provinsi NTT mencapai 35,40% dan belanja pegawai sebesar 35,17%. Adapun alokasi belanja konsumsi pemerintah provinsi untuk belanja hibah menjadi alokasi belanja terbesar pemprov dengan pangsa sebesar 43,44%, diikuti belanja pegawai dengan pangsa sebesar 20,32%. Sedangkan pada pemerintah kabupaten/kota belanja pegawai memiliki pangsa yang tinggi hingga sebesar 63,67%, diikuti alokasi belanja barang dan jasa sebesar 13,59% dan alokasi belanja modal sebesar 11,67%. Secara persentase, realisasi belanja hibah menjadi komponen tertinggi di tingkat kabupten dan provinsi NTT dengan total 75,10%, di ikuti oleh belanja pegawai dengan total realisasi sebesar 62,50%. Pada pemerintah Provinsi NTT, alokasi belanja konsumsi terbesar pada komponen belanja hibah dengan realisasi tertinggi sebesar 77,10% dan belanja pegawai 69,20%. Di lingkup pemerintah kabupaten, belanja hibah juga menunjukkan realisasi belanja paling tinggi dengan persentase realisasi 64,60% dan belanja pegawai sebesar 60,60% Secara spasial, persentase realisasi belanja pemerintah di tiap Kabupaten/Kota periode laporan mencapai rata-rata 46,40%, dengan persentase realisasi tertinggi pada Pemerintah Kab. Flores Timur sebesar 61,30% sedangkan Kab. Sumba Tengah menjadi yang terendah dengan realisasi hanya sebesar 29,80%. Belanja modal rata-rata di tingkat kabupaten baru mencapai 24,10%. Realisasi tertinggi pada kabupaten Sabu Raijua dengan realisasi 55,20% dan realisasi terendah pada Kab. Malaka dengan realisasi hanya sebesar 4,80%. Grafik 4.9. Realisasi Belanja dan Belanja Modal Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di PROV. NTT FLOTIM SAKKA SABU RAIJUA SUMTIM RONDA KOTA KUPANG MABAR BELU TTS NGADA LEMBATA MATIM SBD ALOR NAGEKEO TTU KAB. KUPANG MANGGARAI ENDE SUMBAR MALAKA SUMTENG BELANJA DAERAH BELANJA MODAL Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah Berdasarkan data perbankan pada bulan September 2015 tercatat Dana Pihak Ketiga (DPK) pemerintah dalam bentuk simpanan pada lembaga perbankan sebesar Rp7,48 triliun. DPK tersebut meningkat sebesar Rp1,91 triliun atau 34,29% (yoy) dibandingkan posisi yang sama tahun Peningkatan DPK tersebut mencerminkan realisasi belanja pemerintah masih belum terserap secara optimal. Instrumen utama penempatan dana pemerintah di perbankan, terutama dalam bentuk giro yang mencapai Rp5,49 triliun, sementara sisanya sebesar Rp1,98 triliun ditempatkan dalam bentuk deposito dan tabungan. 46 Triwulan 2015

75 Grafik Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota pada Perbankan di Wilayah Nusa Tenggara Timur Tabel 4.3. Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT ,48 PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK 5 4 PUSAT PROVINSI KOTA I II IV I II IV I II IV I II 2015 KABUPATEN PUSAT PROVINSI PEMKOT PEMKAB TOTAL Sumber : Bank Indonesia, diolah Sumber : Bank Indonesia, diolah PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH Belanja Modal Belanja Konsumsi Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Bantuan Keuangan Konsumsi Lainnya Belanja Lainnya SURPLUS/DEFISIT PEMBIAYAAN DAERAH Penerimaan SILPA Tahun Lalu Lainnya Pengeluaran Penyertaan Modal Lainnya PEMBIAYAAN NETTO SILPA SEKARANG Tabel 4.4. Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di 305,312 11,041,473 5,039,259 6,002,214 2,427,634 3,013, , (10,736,161) Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah APBN / APBD 16,237,021 17,735,604 4,046,694 13,688,911 8,724,438 3,329, , ,089 7,772 1,197, ,185 - (1,498,583) 1,710,240 1,592, , , ,400 11,000 1,590,840 92,257 3,282,665 3,289, ,136 2,726, , ,066 1,152,778 28, ,449 35,903 7,500 - (6,461) 61,161 53,779 7,382 54,700 50,000 4,700 6,461-19,824,999 32,066,204 9,648,089 22,418,115 11,753,028 6,923,812 1,380, , ,221 1,233, ,685 - (12,241,205) 1,771,402 1,646, , , ,400 15,700 1,597,302 92,257 1,377,575 4,672,419 1,654,115 3,018,304 1,643,253 1,151, , (3,294,844) - 12,138,823 REALISASI APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL 8,301, ,855 7,332,954 5,285,813 1,128, ,474 34,071 2, ,530 28,140-3,837,013 1,499,397 1,423,405 75,992 71,250 69,250 2,000 1,428,147 5,265,160 2,526,935 2,047, ,596 1,800, , , ,149 12, ,848 22,098 1, , , ,609 5,384 53,526 50,000 3, , ,369 16,043,333 15,021,262 2,869,566 12,151,695 7,345,008 2,580,162 1,036, , , ,628 29,193-1,022,071 1,430,700 1,357,626 73,074 99,163 97,500 1,663 1,331,537 5,648,453 Triwulan

76

77 05 Ketenagakerjaan & Kesejahteraan Perkembangan sektor ketenagakerjaan dan kesejahteraan menunjukkan kondisi perlambatan pada akhir Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan Agustus 2015 mencatat angka 3,83% atau 88,4 ribu Jiwa dari total angkatan kerja, meningkat dibandingkan Februari 2015 sebesar 3,12% atau 75,1 ribu jiwa. Jumlah penduduk miskin di NTT hingga Maret 2015 mencapai 22,61% dari total penduduk meningkat dibandingkan periode September 2014 sebesar 19,60%. Di sisi lain, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTT pada tahun 2014 mencatatkan angka 62,26 meningkat dibandingkan 2013 sebesar 61,68.

78

79 5.1. KONDISI UMUM Pada triwulan 2015, kesejahteraan masyarakat NTT yang ditunjukkan pada ketenagakerjaan dan 1 kemiskinan menunjukkan perlambatan. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi NTT pada bulan Agustus 2015 adalah 3,83% ( jiwa) meningkat dibandingkan Agustus 2014 sebesar 3,26%( jiwa). Hasil tersebut sesuai dengan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan KPw BI Provinsi NTT pada triwulan I-2015 yang 2 menunjukkan penurunan indeks ketenagakerjaan (SBT -5.55). Hal ini menunjukkan adanya penurunan penyerapan tenaga kerja pada periode laporan. Dari indikator kesejahteraan yang lain, angka kemiskinan menunjukkan peningkatan yang terlihat dari meningkatnya angka presentasi penduduk miskin menjadi 22,61% atau 1,15 juta jiwa pada bulan Maret Hal ini juga ditunjukkan oleh Nilai Tukar Petani (NTP) pada bulan Maret 2015 yang mengalami perlambatan dibandingkan September Perlambatan terutama didorong oleh meningkatnya biaya hidup petani di pedesaan, terutama biaya transportasi dan bahan makanan. Kenaikan harga BBM pada akhir Maret 2015 diperkirakan menjadi salah satu penyebab PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN Kondisi Ketenagakerjaan Umum Hingga Agustus 2015, perkembangan tenaga kerja di Provinsi NTT menunjukkan perlambatan yang ditunjukkan dengan peningkatan rasio penduduk menganggur atau yang disebut Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Namun angka TPT NTT tercatat masih lebih rendah dibandingkan nasional yang sebesar 6,18%. Di sisi lain, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) menunjukkan peningkatan dari 68,91% (Agustus 2014) menjadi 69,25% pada Agustus Grafik 5.1. Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka 2,350,000 2,300,000 2,250,000 2,200,000 2,150,000 2,100,000 2,050,000 2,000,000 1,950,000 1,900,000 88,446 74,727 73,210 66,875 70,664 57,999 AGUST 2010 AGUST 2011 AGUST 2012 AGUST 2013 AGUST 2014 AGUST ,000 90,000 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 - ANGKATAN KERJA KERJA PENGANGGUR Sumber : BPS, diolah Dilihat dari jenis pendidikan tertinggi yang ditamatkan, terjadi peningkatan Angkatan Kerja terdidik untuk tingkat SMP hingga Universitas, sementara tenaga kerja tingkat SD cenderung menurun. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kesadaran masyarakat NTT untuk bersekolah. Namun, peningkatan jumlah tenaga kerja terdidik tersebut tidak dibarengi peningkatan lapangan kerja yang cukup. Hal ini terlihat dari tingkat pengangguran terdidik yang cukup tinggi. Menurut data BPS, pengangguran tingkat universitas, SMP, SMK dan SMA cenderung naik, sementara untuk tingkat SD dan Diploma cenderung turun. Hal ini dimungkinkan terjadi karena masih terbatasnya lapangan pekerjaan sektor formal dan industri di Provinsi NTT yang membutuhkan pekerja terdidik. Struktur ekonomi NTT yang masih tergantung pada sektor pertanian membuat penciptaan lapangan kerja lebih menyukai penggunaan tenaga kerja tidak terdidik dikarenakan oleh upah buruh yang lebih murah. Sementara untuk diploma, kebutuhan perusahaan akan pegawai siap kerja dengan gaji dibawah strata S1 diperkirakan menjadi salah satu penyebab penyerapan pegawai di tingkat ini cenderung lebih baik. 1. Analisa kesejahteraan pada bab ini akan selalu berbeda penekanan tergantung ketersediaan data terbaru yang ada waktu dilakukan analisa. 2. Angka indeks dihitung dengan metode SBT (Saldo Bersih Tertimbang) yang merupakan selisih dari prosentase jawaban "naik" dengan jawaban "turun" disesuaikan dengan bobot masing-masing sektor Triwulan

80 Grafik 5.2. Perkembangan Angkatan Kerja Sesuai Tingkat Pendidikan Grafik 5.3. Perkembangan Pengangguran Sesuai Tingkat Pendidikan 1600 ribu ANGKATAN KERJA jiwa PENGANGGUR SD SMP SMA SMK DIPLOMA UNIVERSITAS 0 SD SMP SMA SMK DIPLOMA UNIVERSITAS AGUSTUS 2014 AGUSTUS 2015 AGUSTUS 2014 AGUSTUS 2015 Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Kondisi Ketenagakerjaan Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama Pada rentang Agustus 2014 dan Agustus 2015 terjadi pergeseran struktur tenaga kerja di Provinsi NTT. Sektor Pertanian dan jasa-jasa mengalami peningkatan, sedangkan sektor industri mengalami penurunan. Semua sub sektor yang termasuk dalam kelompok sektor industri, yaitu industri, pertambangan, listrik, gas dan air serta konstruksi mengalami penurunan. Beberapa permasalahan yang teridentifikasi, diantaranya adanya pabrik pengolahan mangan yang berhenti beroperasi seiring kebijakan moratorium tambang mangan di beberapa Kabupaten/kota di NTT. Sementara untuk kelompok sektor jasa-jasa, peningkatan terutama berasal dari sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi, sektor keuangan serta perdagangan. Pembukaan beberapa pusat perbelanjaan baru di Provinsi NTT, pengembangan infrastruktur telekomunikasi dan sarana perhubungan diperkirakan menjadi beberapa penyebab peningkatan. Grafik 5.4. Struktur Tenaga Kerja di NTT Agustus 2014 dan 2015 Grafik 5.5. Struktur Tenaga Kerja di NTT Bulan Agustus ,600,000 1,400,000 1,200,000 1,000, , , ,000 62% 1% 6% 0% 3% 9% 5% 1% 13% PERTANIAN PERTAMBANGAN INDUSTRI LISTRIK, GAS DAN AIR KONSTRUKSI PERDAGANGAN 200,000 - PERTANIAN INDUSTRI JASA-JASA AGUSTUS 2014 AGUSTUS 2015 TRANS, PERGUDANGAN & KOMUNIKASI KEUANGAN JASA KEMASYARAKATAN Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Status Pekerjaan Struktur pekerja di NTT berdasarkan status pekerjaan tidak menunjukkan adanya perubahan signfikan pada rentang Agustus 2014 dan Agustus Porsi pegawai formal pada periode tersebut masih tetap berada pada kisaran 21%, sementara pegawai informal masih menjadi mayoritas dengan porsi 79%. Hal menarik dalam pertumbuhan status pekerjaan adalah tingginya peningkatan jumlah pekerja yang tidak dibayar sebesar jiwa atau tumbuh sebesar 9% (yoy). Hal ini menunjukkan terjadinya penurunan kualitas lapangan pekerjaan di Provinsi NTT. Grafik 5.6. Perkembangan Struktur Tenaga Kerja Sesuai Status Pekerjaan Grafik 5.7. Perkembangan Status Pekerjaan Masyarakat 2,000, ,000 jiwa AGUSTUS 2014 AGUSTUS ,800, ,000 1,600,000 1,400,000 1,200,000 1,000, , , , , , , , , ,000 0 FORMAL INFORMAL 100,000 0 Berusaha Sendiri Berusaha dibantu buruh tidak tetap Pekerja bebas Pekerja Tak Dibayar Berusaha dibantu buruh tetap Buruh/Karyawan SERIES 1 SERIES 2 INFORMAL FORMAL Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah 50 Triwulan 2015

81 5.2.4 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang Dari data survei Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS) BPS Provinsi NTT Triwulan 2015, diketahui bahwa penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh sektor minuman (39,66%) namun menurun dibandingkan triwulan-ii yang sebesar 44,86%. Di sisi lain, produktivitas tenaga kerja sebesar Rp 6,70 juta/tenaga kerja atau menurun dibandingkan triwulan yang sebesar Rp 10,87 juta/tenaga kerja. Penurunan produktivitas terjadi pada seluruh sektor industri, baik makanan, minuman maupun furnitur. Dari sisi pendorong produktivitas, sektor furnitur menjadi yang tertinggi sebesar Rp 8,37 juta/ tenaga kerja. Sementara industri makanan menjadi terendah sebesar Rp 5,13 juta/tenaga kerja. Grafik 5.8. Perkembangan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Besar dan Sedang Grafik 5.9. Perkembangan Produktivitas Industri Manufaktur Besar dan Sedang % I II IV I II IV I II ,66 32,03 28,31 II I II IV I II IV I II , INDUSTRI MAKANAN INDUSTRI MINUMAN INDUSTRI FURNITURE INDUSTRI MAKANAN INDUSTRI MINUMAN INDUSTRI FURNITUR TOTAL Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Dari hasil SKDU di wilayah NTT, terlihat bahwa indikator ketenagakerjaan menunjukkan penurunan pada triwulan Hal ini menunjukkan adanya penurunan dalam penggunaan tenaga kerja di beberapa sektor ekonomi di Provinsi NTT. Berdasarkan hasil survei, sektor utama yang mengalami penurunan adalah sektor pertanian. Sementara itu, sektor bangunan/konstruksi serta pengangkutan dan komunikasi mengalami peningkatan di triwulan. Untuk periode triwulan IV 2015, penyerapan tenaga kerja diperkirakan mengalami peningkatan yang terlihat dari peningkatan indeks proyeksi penggunaan tenaga kerja yang meningkat. Grafik Perkembangan Indeks Tenaga Kerja SKDU % SBT INDEKS I II IV I II IV I II IV I II *Perkiraan INDEKS PROYEKSI TENEGA KERJA INDEKS JUMLAH TENAGA KERJA IV* Sumber: BPS (diolah) 5.3 PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN Kondisi Kesejahteraan Umum Kondisi kesejahteraan di Provinsi NTT pada periode Maret 2015 tercatat melambat. Hal ini terindikasi dari peningkatan jumlah penduduk miskin serta penurunan pada Nilai Tukar Petani (NTP) pada Bulan triwulan-i Hingga Maret 2015, presentasi jumlah penduduk miskin di NTT mencapai 22,61% meningkat dibandingkan periode September 2014 yang sebesar 19,60%. Peningkatan jumlah penduduk miskin diperkirakan terjadi seiring Triwulan

82 Grafik Perkembangan Nilai Tukar Petani I II IV I II IV I II NTP - AXIS KANAN IT IB Sumber: BPS (diolah) perlambatan ekonomi yang terjadi di Indonesia. Hal ini terindikasi dari penurunan Nilai Tukar Petani pada bulan Maret 2015 dibandingkan September 2014 yang disebabkan oleh peningkatan indeks harga yang dibayar petani, terutama dari komponen sandang, bahan makanan dan transportasi Tingkat Kemiskinan Jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT hingga Maret 2015 mencapai 1,15 juta jiwa, meningkat sebanyak 167,9 ribu jiwa atau 16,9% dibandingkan bulan September Berdasarkan data histroris jumlah penduduk miskin, trend peningkatan jumlah penduduk miskin juga terjadi di tingkat nasional walaupun tidak setinggi di Provinsi NTT. Prosentase jumlah penduduk miskin di NTT mencapai 22,61% lebih tinggi dibandingkan nasional yang sebesar 11,22%. Berdasarkan rangking prosentase penduduk miskin di Indonesia, Provinsi NTT berada di peringkat ke-3 terbawah dan hanya berada di atas Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua. Oleh karena itu, usaha-usaha peningkatan taraf hidup masyarakat melalui program pengembangan pendidikan dan pembukaan lapangan usaha baru perlu terus dilakukan guna memperbaiki posisi perekonomian NTT di tingkat nasional. Grafik 5.12 Perbandingan Prosentase Kemiskinan Provinsi NTT dan Nasional % MAR 12 SEPT 12 MAR 13 SEPT 13 MAR 14 SEPT 14 MAR 15 Grafik 5.13 Sepuluh Provinsi dengan Jumlah Prosentase Penduduk Miskin Tertinggi % 14,66 14,91 17,08 17,10 17,88 18,32 19,51 22,61 25,82 28,17 NTT Nasional Lampung DIY Aceh NTB Bengkulu Gorontalo Maluku NTT Papua Barat Papua Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Dari sisi komposisi, mayoritas penduduk miskin di NTT berada di pedesaan dengan jumlah mencapai 1,04 juta jiwa atau 21,78% dari total penduduk di pedesaan. Sementara jumlah penduduk miskin di perkotaan hanya sebesar 116,16 ribu (11,28% dari total penduduk di perkotaan). Berdasarkan pertumbuhannya, jumlah penduduk miskin di pedesaan pada bulan Maret 2015 meningkat 17,8% dibandingkan September 2014, sementara peningkatan penduduk miskin di perkotaan hanya sebesar 9,9%. Adanya inflasi yang tinggi berpotensi menurunkan daya beli dan meningkatkan kemiskinan. Hal ini terlihat dari peningkatan Garis Kemiskinan (GK) yang mencapai Rp ,-/kapita atau meningkat 10,92% dari bulan September 2014 yang sebesar Rp ,-/kapita. Peningkatan terutama berasal dari komponen bahan makanan yang mencapai 11,6%, sementara non bahan makanan hanya sebesar 8,3%. Data Nilai Tukar Petani (NTP) pada bulan Maret 2015 juga 52 Triwulan 2015

83 Grafik Presentase Penduduk Miskin di NTT Perkembangan Garis Kemiskinan 1,200 Ribu 1, % 1, RIBU MAR 12 SEPT 12 MAR 13 SEPT 13 MAR 14 SEPT 14 MAR MAR 12 SEPT 12 MAR 13 SEPT 13 MAR 14 SEPT 14 MAR 15 PERKOTAAN PEDESAAN KOTA+DESA %PERKOTAAN %PEDESAAN %KOTA+DESA MAKANAN BUKAN MAKANAN GARIS KEMISKINAN Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah mendukung hal tersebut dengan adanya peningkatan pada indeks yang dibayar (IB) Petani, terutama dari biaya bahan makanan, sandang dan transportasi. Peningkatan biaya hidup yang tidak dibarengi dengan peningkatan pendapatan masyarakat di NTT menjadi penyebab naiknya jumlah penduduk miskin. Mayoritas penduduk yang masih bekerja di sektor informal (buruh tani) dengan pendapatan yang cukup terbatas menyebabkan peningkatan jumlah masyarakat yang tidak mampu hidup secara layak. Indikator lain yang dapat dipergunakan dalam menggambarkan kondisi kemiskinan, diantaranya adalah indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2). Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin. Semakin tinggi nilai indeks ini maka semakin besar rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan atau dengan kata lain semakin tinggi nilai indeks menunjukkan kehidupan ekonomi penduduk miskin semakin terpuruk. Sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin, dan dapat juga digunakan untuk mengetahui intensitas kemiskinan. Indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan di NTT pada Maret 2015 (P1: 4,06 dan P2: 1,07) tercatat meningkat dibandingkan September 2014 (P1: 3,25 dan P2: 1,07). Peningkatan keduanya mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin menjauhi garis kemiskinan dan kesenjangan pengeluaran juga semakin melebar. Grafik Indeks Kedalaman Kemiskinan Grafik Indeks Keparahan Kemiskinan MAR 12 SEPT 12 MAR 13 SEPT 13 MAR 14 SEPT 14 MAR MAR 12 SEPT 12 MAR 13 SEPT 13 MAR 14 SEPT 14 MAR 15 KOTA DESA KOTA+DESA KOTA DESA KOTA+DESA Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Pada tahun 2015, Badan Pusat Statistik (BPS) mengimplementasikan metode baru untuk perhitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sesuai dengan perubahan metode yang diberlakukan oleh United Nations Development Programme (UNDP). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perhitungan beau adalah: 1) Indikator kesehatan yang masih menggunakan Angka Harapan Hidup Saat Lahir (AHH), 2) Perubahan pada indikator pendidikan, yaitu penggunaan Harapan Lama Sekolah (HLS) menggantikan Angka Melek Huruf (AMH), sementara komponen rata-rata lama sekolah Triwulan

84 (RLS) masih digunakan, 3) Perubahan indikator standar hidup yang awalnya menggunakan PDB perkapita menjadi PNB perkapita, serta 4) Perubahan Agregasi Indeks menjadi rata-rata ukur/geometrik. Berdasarkan perhitungan angka IPM baru tersebut, IPM NTT tahun 2014 adalah 62,26 berada pada peringkat ke-31 dari 34 Provinsi di Indonesia, diatas Papua (56,75), Papua Barat (61,28) dan Sulawesi Barat (62,24). IPM NTT tersebut meningkat dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 61,68. Besaran indikator pembentuk IPM di NTT adalah: Angka Harapan Hidup (AHH): 65,91 tahun, Angka Harapan Lama Sekolah (AHLS): 12,65 tahun, Rata-Rata Lama Sekolah (RLS): 6,85 tahun dan Pengeluaran Per Kapita (PPK) mencapai Rp ,-. Apabila dilihat secara spasial, angka IPM Kota Kupang (77,58) menjadi yang tertinggi, sementara Kab. Sabu Raijua (52,51) menjadi yang terendah. Dari 22 Kab/Kota di Provinsi NTT, hanya Kota Kupang yang memiliki IPM >70, sementara 11 kabupaten berada pada rentang dan 10 Kabupaten berada di bawah 60. Dari indikator pembentuk IPM, indikator AHH, AHLS,RLS dan PPK tertinggi berada di Kota Kupang, sementara untuk kategori terendah: AHH, RLS dan PPK ada di Kab. Sabu Raijua, sementara AHLS di Kab. Manggarai Timur dan Kab. Manggarai Barat. Grafik 5.8. Sepuluh Provinsi dengan Angka IPM terendah Gambar 5.1. IPM Kabupaten/Kota di NTT 66,43 66,42 65,18 66,17 64,89 64,31 62,26 62,24 61,28 56,75 Sulawesi Tengah Lampung Maluku Utara Gorontalo KALBAR NTB NTT Sulawesi Papua Barat Papua Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah 54 Triwulan 2015

85 06 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Dan Inflasi Di Daerah Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan-iv 2015 diperkirakan meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Secara tahunan, perekonomian NTT juga diperkirakan akan sedikit lebih tinggi dibanding Di sisi lain, pertumbuhan inflasi pada akhir 2015 diperkirakan lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan-iv diperkirakan didorong oleh percepatan belanja pemerintah, peningkatan kinerja pertanian seiring musim panen padi ke-2, serta dorongan konsumsi seiring perayaan hari raya natal dan tahun baru. Sementara, peningkatan kinerja perekonomian secara tahunan pada 2015 terutama berasal dari peningkatan belanja pemerintah, akselerasi sektor perdagangan dan sektor konstruksi. Perkembangan inflasi secara triwulan diperkirakan mengalami peningkatan seiring peningkatan konsumsi masyarakat di waktu natal dan menjelang tahun baru. Di sisi lain, inflasi secara tahunan diperkirakan lebih rendah dibanding Stabilnya harga komoditas administered prices (bahan bakar minyak) menjadi penyebab utama.

86

87 6.1 PERTUMBUHAN EKONOMI Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada Triwulan-IV 2015 diperkirakan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Optimisme peningkatan didasarkan oleh berbagai indikator survei dan liaison yang dilakukan. Proyeksi pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV diperkirakan berada pada rentang 5,0 5,4% (yoy), sehingga proyeksi pertumbuhan ekonomi NTT sepanjang tahun 2015 diperkirakan berada pada rentang 4,9 5,3 (yoy) diatas proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional yang berada pada rentang 4,7 5,1% (yoy). Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib serta sektor konstruksi menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi di Provinsi NTT. Pertumbuhan kedua sektor tersebut diperkirakan menjadi pendorong ekonomi NTT, baik di Triwulan IV maupun secara keseluruhan pada tahun Percepatan belanja pemerintah, realisasi belanja dana desa dan realisasi proyek-proyek pada triwulan IV diperkirakan menjadi pendorong utama. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi untuk triwulan IV juga terbantu oleh sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan seiring masa panen ke-2 untuk padi irigasi, serta peningkatan sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor seiring perayaan natal dan tahun baru di akhir tahun. Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan IV-2015 Grafik 6.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun ,40 5,20 5,00 4,80 4,60 4,40 4,20 % II I II IV* % ,80 5,70 5,60 5,50 5,40 5,30 5,20 5,10 5,00 4,90 4,80 4,70 % II I II % PDRB (YOY) PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY) ADMINITRASI PEMERINTAH (YOY) PDRB (YOY) PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY) ADMINITRASI PEMERINTAH (YOY) PEDAGANG BESAR & ECERAN (YOY) KONSTRUKSI JASA PENDIDIKAN (YOY) PEDAGANG BESAR & ECERAN (YOY) KONSTRUKSI JASA PENDIDIKAN (YOY) Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah) Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah) Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan IV Pertumbuhan Sisi Sektoral Dari sisi sektoral, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan IV diperkirakan mengalami peningkatan. Peningkatan terutama didorong oleh masa panen padi ke-2 untuk sawah irigasi. Beberapa sentra produksi padi di NTT, seperti Lembor, Kab. Manggarai Barat juga telah memasuki musim panen pada bulan November. Sementara itu, musim hujan diperkirakan akan secara merata tiba pada bulan Desember, sehingga bertepatan dengan selesainya panen raya padi dan persiapan masa tanam. Angka ramalan sementara produksi padi sendiri pada musim panen I sebesar ton, proyeksi BPS untuk 2015 angka produksi padi mencapai ton Gambar 6.1 Perkiraan Curah Hujan Bulan November Gambar 6.2 Perkiraan Curah Hujan Bulan Desember Sumber: BMKG Stakum Lasiana Sumber: BMKG Stakum Lasiana Triwulan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan Jl. Tom Pello No. 2 Kupang

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur triwulan I 2015 FOTO : PULAU KOMODO Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Agustus 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2 Kupang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur. Triwulan I Foto Cover : Joni Trisongko

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur. Triwulan I Foto Cover : Joni Trisongko KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Triwulan I Foto Cover : Joni Trisongko 0I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Kantor Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur Menyongsong Pembangunan di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang Berkualitas Februari 2017 Untuk

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur November 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2

Lebih terperinci

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang NTT (38) 832-364 / 827-916 ; fax : [38] 822-13 www.bi.go.id Daftar Isi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Mei KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pulau Padar, Taman Nasional Komodo Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pantai Walakiri - Waingapu Foto By: Misha NR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2015 FOTO : DANAU KELIMUTU Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK

Lebih terperinci

November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Februari. pegunungan flores

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Februari. pegunungan flores Februari 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR pegunungan flores Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II - 2014

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Tari Caci - Manggarai Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl.

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur. Triwulan I Foto Cover : Joni Trisongko

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur. Triwulan I Foto Cover : Joni Trisongko KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan I 2016 Foto Cover : Joni Trisongko Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 73/11/52/X/2016, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 TUMBUH 3,47 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74 i ii ii 1.1. Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran... 3 1.1.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan... 4 1.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian... 6 1.1.3. Sektor Industri Pengolahan... 8 1.1.4. Sektor

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL No. Sektor 2006 2007 2008. 1 Pertanian 3.90% 4.01% 3.77% 0.31% 2.43% 3.29% 2.57% 8.18% 5.37% 4.23% 2.69% -0.49% 2 Pertambangan dan Penggalian -3.24% 77.11% 8.98%

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

... V... VII... XIII... XIII... XIII... 1 BAB I. PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI REGIONAL... 5 1.1 Perkembangan Makro Ekonomi Provinsi Maluku... 5 1.2. Perkembangan PDRB Sisi Permintaan... 7 1.3. PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Kajian Triwulanan Periode Agustus 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Agustus 2016 KANTOR PERWAKILAN

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 12/02/52/Th.X, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2016 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TUMBUH 5,82 PERSEN Sampai dengan triwulan IV-2016 perekonomian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 No. 78/11/71/Th. IX, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 PEREKONOMIAN SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 TUMBUH 6,28 PERSEN Perekonomian Sulawesi Utara Triwulan III-2015 yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI MALUKU UTARA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA TRIWULAN II 2015 KATA PENGANTAR Tugas Bank Indonesia berdasarkan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 EKONOMI NASIONAL KONDISI EKONOMI NASIONAL TRIWULAN II 2016 INFLASI=2,79% GROWTH RIIL : 2,4% Ekonomi Nasional dapat tumbuh lebih dari 5,0% (yoy) pada triwulan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016 No. 12/02/51/Th. XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN EKONOMI BALI TAHUN TUMBUH 6,24 PERSEN MENINGKAT JIKA DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN SEBELUMNYA. Perekonomian Bali tahun yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental.

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental. NOVEMBER 2017 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... xi Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xiii Ringkasan Eksekutif... xvii Bab 1 Perkembangan Ekonomi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 11/02/35/Th.XV, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 TUMBUH 5,55 PERSEN MEMBAIK DIBANDING TAHUN 2015 Perekonomian Jawa Timur

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 31/05/52/Th XI, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017 EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017 MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perkembangan Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH 34 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 1-2012 Perbankan Aceh Kinerja perbankan di

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR i Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 52/08/52/Th. XI, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2017 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2017 MENGALAMI KONTRAKSI 1,96 PERSEN

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan IV 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 13/02/52/Th.IX, 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 TUMBUH 5,06 PERSEN Perekonomian Provinsi

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Mei 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN UTARA AGUSTUS 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Utara Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III - 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR i Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017 No. 31/05/51/Th. XI, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017 EKONOMI BALI TRIWULAN I-2017 TUMBUH SEBESAR 5,75% (Y-ON-Y) NAMUN MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR 1,34% (Q-TO-Q) Total perekonomian Bali

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 72/11/35/Th.XIV, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III 2016 TUMBUH 5,61 PERSEN MENINGKAT DIBANDING TRIWULAN III-2015

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 63/11/34/Th.XVIII, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 4,68 PERSEN, LEBIH LAMBAT

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah Triwulan I-2015 Kantor Perwakilan Provinsi Kalimantan Tengah KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2015 No. 56/08/71/Th. IX, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2015 PEREKONOMIAN SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2015 TUMBUH 6,27 PERSEN Perekonomian Sulawesi Utara Triwulan II-2015 yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Tim

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 52/08/35/Th.XV, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 TUMBUH 5,03 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN II-2016 Perekonomian

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perkembangan Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH 38 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2-2013 Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 51/11/Th.XIX, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III - EKONOMI ACEH TRIWULAN III TAHUN DENGAN MIGAS TUMBUH 2,22 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 3,31 PERSEN

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014 Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL (www.bi.go.id) KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan PDRB SEKTORAL Berdasarkan Harga Berlaku (Rp Miliar) No. Sektor 2006 2007 1 Pertanian 431.31 447.38 465.09 459.18 462.01 491.83 511.76 547.49 521.88 537.38 2 Pertambangan dan Penggalian 11.48 11.44 11.80

Lebih terperinci

Tim Penulis: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPw BI Provinsi Kaltara CP. dan

Tim Penulis: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPw BI Provinsi Kaltara CP. dan Edisi Agustus 217 Buku Kajian Ekonomi dan Regional ini Diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Utara Jl. Mulawarman No. 123, Kota Tarakan 77117 No. Telp: 551-38 7777. Fax:

Lebih terperinci