KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur. Triwulan I Foto Cover : Joni Trisongko

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur. Triwulan I Foto Cover : Joni Trisongko"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan I 2016 Foto Cover : Joni Trisongko

2 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2 Kupang NTT [0380] ; fax : [0380]

3 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN I 2016 Kata Pengantar Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan moneter. Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan perumusan kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan dapat bermanfaat bagi eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta stakeholder lainnya. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup Ekonomi Makro Regional, Perkembangan Inflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, Keuangan Pemerintah, Kesejahteraan serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi terkait. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran, kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang. Kupang, Mei 2016 Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Naek Tigor Sinaga Deputi Direktur ii

4

5 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN I 2016 iii

6 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN I 2016 iv

7 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN I 2016 v

8 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN I 2016 vi

9 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN I 2016 vii

10 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN I 2016 viii

11 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN I 2016 ix

12 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN I 2016 x

13 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN I 2016 xi

14 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN I 2016 I. EKONOMI MAKRO REGIONAL INDIKATOR %yoy*) I IV I % qtq**) %yoy***) Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku) Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku) 68, , , , , Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 20, , , , , Pertambangan dan Penggalian 1, , Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang Konstruksi 7, , , , , Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7, , , , , Transportasi dan Pergudangan 3, , , , Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi 5, , , , , Jasa Keuangan dan Asuransi 2, , Real Estate 1, , Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 8, , , , , Jasa Pendidikan 6, , , , , Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1, , Jasa lainnya 1, , Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku) Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku) 68, , , , , Konsumsi Rumah Tangga 50, , , , , Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT) 2, , Konsumsi Pemerintah 20, , , , , Pembentukan Modal Tetap Bruto 26, , , , , Perubahan Inventori 1, Ekspor Luar Negeri 1, , Impor Luar Negeri Net Ekspor Antar Daerah (Impor) -33, , , , , Data Ekspor Impor di Provinsi NTT Ekspor Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD) 18,410 24, ,453 6,616 5, Volume Ekspor Nonmigas (ton) 61,410 83, ,490 26,423 20, Impor Nilai Impor Nonmigas (ribu USD) 26,013 5, ,439 8, Volume Impor Nonmigas (ton) 76,708 3, , Ket: Dalam Rp Miliar (ADHB) *) Total Pertumbuhan 2015 dibandingkan 2014 **) Pertumbuhan Q dibandingkan Q ***) Pertumbuhan Q dibandingkan Q ****) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB Harga Konstan II. INFLASI INDIKATOR I II III IV I II III IV I II III IV I Indeks Harga Konsumen NTT Kota Kupang Maumere Laju Inflasi Tahunan (yoy %) NTT Kota Kupang Maumere xii

15 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN I 2016 II. PERBANKAN INDIKATOR I II III IV I II III IV I A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain) 1. Total Aset 25,600 28,602 23,316 26,398 27,114 25,600 29,877 32,778 32,750 28,602 30, DPK 18,571 21,478 17,078 18,791 19,092 18,571 19,798 21,764 22,341 21,478 21,945 - Giro 3,717 4,372 4,137 5,516 5,091 3,717 5,474 6,379 6,537 4,372 5,604 - Tabungan 10,385 11,933 8,577 8,568 9,041 10,385 9,092 9,149 9,644 11,933 10,449 - Deposito 4,469 5,173 4,363 4,707 4,960 4,469 5,232 6,236 6,159 5,173 5, Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek 17,759 20,284 15,756 16,652 17,220 17,759 16,907 17,845 18,552 20,284 20,525 - Modal Kerja 5,316 6,110 4,439 4,881 5,122 5,316 5,011 5,392 5,618 6,110 6,127 - Investasi 1,537 1,650 1,344 1,444 1,444 1,537 1,260 1,303 1,286 1,650 1,567 - Konsumsi 10,905 12,524 9,972 10,326 10,654 10,905 10,636 11,150 11,648 12,524 12, Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang 17,094 19,483 15,071 15,947 16,532 17,094 17,226 18,198 18,897 19,492 19,546 - Modal Kerja 5,252 5,917 4,322 4,742 5,008 5,252 5,218 5,626 5,848 5,922 5,742 - Investasi 1,309 1,381 1,115 1,201 1,235 1,309 1,318 1,359 1,338 1,381 1,317 - Konsumsi 10,534 12,185 9,634 10,004 10,289 10,534 10,690 11,212 11,710 12,189 12,487 LDR (%) 92.0% 90.7% 88.3% 84.9% 86.6% 92.0% 87.0% 83.6% 83.7% 89.9% 88.3% Kredit UMKM 5,162 6,075 4,185 4,753 5,000 5,162 5,234 5,611 5,996 6,080 6,188 B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain) Total Aset Dana Pihak Ketiga Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang LDR (%) 79.4% 76.7% 82.6% 85.6% 84.1% 79.4% 80.5% 82.4% 80.5% 76.70% 77.6% C. Grand Total (A+B) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain) 1. Total Aset 26,016 29,112 23,660 26,753 27,487 26,016 30,314 33,232 33,232 29,115 31, Dana Pihak Ketiga 18,880 21,859 17,328 19,048 19,367 18,880 20,109 22,095 22,694 21,860 22, Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang 17,413 19,849 15,341 16,241 16,838 17,413 17,556 18,547 19,250 19,861 19,914 D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total 1. Total Aset (%) 1.6% 1.8% 1.5% 1.3% 1.4% 1.6% 1.4% 1.4% 1.4% 1.8% 1.7% 2. Dana Pihak Ketiga (%) 1.6% 1.7% 1.4% 1.4% 1.4% 1.6% 1.5% 1.5% 1.6% 1.7% 1.8% 3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%) 1.8% 1.8% 1.8% 1.8% 1.8% 1.8% 1.9% 1.9% 1.8% 1.9% 1.8% III. SISTEM PEMBAYARAN INDIKATOR I II III IV I II III IV I Transaksi Tunai Inflow (Rp. Triliun) Outflow (Rp. Triliun) Uang Palsu (lembar) Transaksi Non Tunai BI-RTGS To NTT Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun) Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat) 33,747 21,758 7,809 7,868 8,776 9,294 5,984 6,086 5,877 3, Kliring Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun) Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat) 152, ,975 34,677 36,188 37,809 43,610 39,971 40,708 48,453 72,843 67,315 Cek/BG Kosong 897 1, xiii

16

17 EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-i 2016 mengalami pertumbuhan yang sedikit melambat apabila dibandingkan triwulan-iv Namun mengalami kenaikan apabila dibandingkan triwulan I Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan I-2016 mencapai 5,06% (yoy) cenderung melambat dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar 5,13% (yoy), namun meningkat cukup signifikan dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang hanya tumbuh sebesar 4,64% (yoy). Pertumbuhan ekonomi NTT tersebut juga tercatat lebih tinggi apabila dibandingkan nasional yang sebesar 4,92% (yoy). Pertumbuhan ekonomi NTT triwulan I terutama didorong oleh sektor Administrasi Pemerintahan dan sektor konstruksi. 1.1 Kondisi Umum Nilai Nominal Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT pada triwulan I-2016 mencapai Rp 19,69 triliun dengan pertumbuhan tahunan sebesar 5,06% (yoy). Dari sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh PMTB/Investasi yang tumbuh sebesar 9,3% (yoy) serta pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 5,6% (yoy). Sementara itu, dari sisi sektoral pertumbuhan terutama ditopang oleh sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib serta Sektor Konstruksi. Peningkatan pada sektor Administrasi pemerintahan diperkirakan didorong oleh realisasi belanja pemerintah (pegawai, barang dan jasa, hibah serta bantuan keuangan) yang meningkat cukup tinggi dibandingkan dengan adanya larangan rapat di hotel pada periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara pertumbuhan sektor konstruksi didorong oleh adanya proyek multiyear (bendungan, sarana publik dan gedung pemerintahan), investasi swasta maupun penyelesaian proyek pemerintah yang diperpanjang hari. Di sisi lain secara triwulanan (qtq) pertumbuhan ekonomi NTT mengalami penurunan sebesar -4,88% (qtq). Dari sisi penggunaan, seluruh komponen (konsumsi, investasi dan ekspor-impor) mengalami penurunan, sementara secara sektoral hanya sektor pertanian serta sektor pengadaan listrik dan gas yang mengalami pertumbuhan. Hal ini merupakan siklus tahunan yang selalu terjadi di NTT, dimana pertumbuhan akan tumbuh tinggi di akhir tahun seiring realisasi belanja dan kegiatan belanja pemerintah serta momen keagamaan dan liburan sekolah yang mendorong peningkatan konsumsi masyarakat secara umum. Bab I - Ekonomi Makro Regional 1

18 Apabila dibandingkan dengan nasional, pertumbuhan ekonomi NTT triwulan-i sebesar 5,06% (yoy) masih lebih tinggi dibandingkan nasional yang sebesar 4,92% (yoy). Rendahnya pertumbuhan ekonomi secara nasional terutama disebabkan oleh pertumbuhan konsumsi pemerintah dan investasi yang masih terbatas, harga komoditas dunia yang masih tergolong rendah serta adanya pergeseran masa panen. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi NTT masih lebih rendah apabila dibandingkan Provinsi NTB yang sebesar 9,97% (yoy) dan Provinsi Bali sebesar 6,04% (yoy). Pertumbuhan ekonomi NTB secara tahunan masih didorong oleh komoditas tambang seiring produksi PT. Newmont Nusa Tenggara (NNT) sementara perekonomian bali ditopang oleh positifnya pertumbuhan sektor akomodasi dan makan minum serta sektor pedagangan besar seiring adanya perayaan libur imlek yang mendorong peningkatan kunjungan Wisatawan asal Tiongkok serta perayaan keagamaan seperti paskah, nyepi dan galungan. Grafik 1.1. PDRB (ADHB) dan Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibanding Nasional Grafik 1.2. PDRB dan Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT, Bali, NTB dan Nasional Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali. Pertumbuhan ekonomi triwulanan Provinsi NTT mengalami penurunan sebesar -4,88% (qtq) pada triwulan I Kondisi penurunan juga terjadi pada Provinsi Bali sebesar -1,48% (qtq) dan Nasional sebesar -0,34% (qtq) yang secara umum disebabkan oleh perlambatan realisasi belanja dan proyek-proyek pemerintah di awal tahun. Sementara itu, provinsi NTB mengalami pertumbuhan triwulanan sebesar 2,24% (qtq) yang terutama didorong oleh peningkatan produksi tambang dan mulai adanya panen padi di beberapa daerah. 1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan Pada triwulan I 2016 pertumbuhan investasi/pmtb menjadi pendorong utama yang juga ditopang konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah yang tumbuh positif dibandingkan periode yang sama tahun Bab I - Ekonomi Makro Regional 2

19 Pertumbuhan investasi/pmtb tercatat sebesar 9,3% (yoy) atau meningkat Rp 1,34 triliun dibandingkan tw-i Peningkatan terutama terjadi dari pembangunan proyek-proyek multiyears dan didorong pula adanya dispensasi selama 50 dan 90 hari untuk keterlambatan penyelesaian proyek pada tahun 2015 serta Proyek-proyek swasta seperti hotel, restoran, sarana kelistrikan dan komunikasi. Dari sisi konsumsi rumah tangga, terjadi pertumbuhan sebesar 5,6% (yoy) yang diperkirakan ditunjang oleh konsumsi masyarakat seiring perayaan paskah. Di sisi lain, net impor antar daerah yang tumbuh sebesar 8,55% (yoy) masih menjadi salah satu penghambat dalam mendorong perekonomian NTT tumbuh lebih tinggi. Dalam menganalisis dampak adanya pola siklikal (musiman) dalam pembentukan PDRB Provinsi NTT, dilakukan pula analisis secara triwulanan (qtq) yaitu membandingkan total PDRB triwulan IV-2015 (harga konstan) dibandingkan triwulan-i 2016 (harga konstan). Berdasarkan analisis triwulanan, PDRB NTT mengalami penurunan sebesar -4,88% (qtq), siklus penurunan ini selalu terjadi pada periode yang sama di beberapa tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa dampak musiman selalu terjadi di NTT. Penurunan tertinggi terjadi pada komponen konsumsi pemerintah yang turun hingga -60,29% (qtq) pada triwulan-i 2016 seiring melambatnya kegiatan pemerintah di awal tahun dan tingginya realisasi anggaran di akhir tahun Penurunan juga terjadi pada komponen PMTB/Investasi yang didorong oleh perlambatan kegiatan proyek-proyek swasta dan pemerintah serta konsumsi rumah tangga seiring telah lewatnya akhir tahun anggaran. Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan I-2016 Uraian YOY TW I TW IV TW I Bobot qtq yoy 1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 50,952,750 56,027,892 12,967,693 15,532,810 14,712, Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2,323,762 2,539, , , , Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 20,592,320 23,705,393 2,805,822 8,049,633 3,151, Pembentukan Modal Tetap Bruto 26,693,029 32,505,797 6,850,598 9,043,274 8,187, Perubahan Inventori 1,024, ,562 48, ,370 23, Ekspor Luar Negeri 1,382,328 1,608, , , , Impor Luar Negeri 527, ,549 38,655 72,579 47, Net Ekspor Antar Daerah (33,842,869) (40,660,869) (6,062,539) (13,621,813) (7,223,156) P D R B 68,598,500 76,432,477 18,055,203 20,371,177 19,693, Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah) Konsumsi Secara umum, pengeluaran konsumsi pada triwulan I menunjukkan pertumbuhan sebesar 5,52% (yoy) cenderung melambat apabila dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar 11,17% (yoy). Perlambatan terutama terjadi pada komponen konsumsi pemerintah. Sementara itu, konsumsi rumah tangga cenderung Bab I - Ekonomi Makro Regional 3

20 meningkat diperkirakan terjadi karena adanya dorongan pada konsumsi pemerintah dan konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) pada triwulan-i Upaya percepatan realisasi belanja pemerintah dan berkurangnya masalah numenklatur kementerian mampu mendorong pertumbuhan konsumsi. Konsumsi rumah tangga pada triwulan-i juga menunjukkan pertumbuhan positif secara tahunan sebesar 5,60% (yoy) lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan IV-2015 yang sebesar 4,77% (yoy). Tingginya pertumbuhan pada triwulan I-2016 diperkirakan terjadi seiring adanya perbaikan daya beli masyarakat dan ditunjang banyaknya momen liburan long weekend sehingga mendorong konsumsi untuk kegiatan belanja maupun berlibur ke daerah lain. Di sisi lain, pola konsumsi rumah tangga triwulan IV-2015 yang lebih rendah disebabkan oleh perayaan natal dan tahun baru yang relatif tidak semeriah tahun 2014 terkait dengan larangan konvoi dan pembatasan pesta di akhir tahun. Tingginya pertumbuhan pada triwulan-i 2016 terlihat dari pertumbuhan Survei Penjualan Eceran (SPE) yang menunjukkan pertumbuhan 16,5% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan IV-2015 yang mencatat minus 7,76% (yoy). Pertumbuhan terutama berasal dari kelompok perlengkapan rumah tangga, pakaian dan perlengkapannya serta bahan bakar. Hal ini menjadi penguat indikator adanya perbaikan daya beli masyarakat pada tahun Grafik 1.3. Survei Penjualan Eceran Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Sementara itu, adanya pola siklikal terhadap penurunan secara triwulanan ditunjukkan dari angka Indeks Tendensi Konsumen (ITK) yang menurun. Penurunan ITK juga ditunjukkan dengan komponen pendapatan rumah tangga yang menurun. Hal ini mengindikasikan bahwa pendapatan rumah tangga masyarakat di triwulan I 2016 cenderung melambat apabila dibandingkan triwulan IV Perlambatan juga terlihat dari konsumsi listrik yang sedikit menurun secara triwulanan sebesar -0,02% (qtq) walaupun apabila dilihat secara tahunan terjadi pertumbuhan sebesar 10,67%(yoy) yang diperkirakan lebih disebabkan oleh adanya Bab I - Ekonomi Makro Regional 4

21 penambahan kapasitas tenaga listrik di NTT. Perlambatan secara triwulanan juga terlihat dari Survei Kegiatan Dunia Usaha yang menunjukkan penurunan indikator kegiatan usaha, harga jual dan tenaga kerja. Sementara itu indikator penyaluran kredit konsumsi pada triwulan I mencapai Rp 12,61 triliun atau tumbuh sebesar 2,5% (qtq) melambat dibandingkan triwulan IV 2015 yang sebesar 4,1% (qtq) dan secara tahunan tumbuh sebesar 16,7% (yoy). Grafik 1.4. Indeks Tendensi Konsumen Grafik 1.5. Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga Sumber : BPS, diolah Grafik 1.6. Indeks Kegiatan Dunia Usaha Sumber : PT PLN, diolah Grafik 1.7. Penyaluran Kredit Konsumsi Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Komponen Konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) tumbuh 3,92% (yoy) melambat dibandingkan triwulan IV 2015 yang sebesar 20,92% (yoy). Perlambatan terjadi seiring telah lewatnya masa Pilkada serentak 9 Kabupaten/Kota di Provinsi NTT pada tahun Komponen Konsumsi Pemerintah pada triwulan I-2016 tumbuh sebesar 5,44% (yoy) melambat dibandingkan triwulan IV-2015 yang tumbuh 26,43% (yoy) namun meningkat dibandingkan triwulan I-2015 sebesar 3,97% (yoy). Peningkatan realisasi pemerintah pada akhir tahun 2015 yang mencapai 23,6% (yoy) dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 menjadi pendorong tingginya pertumbuhan konsumsi pemerintah pada triwulan IV Di sisi lain, pertumbuhan pada triwulan-i 2016 cenderung mengalami penurunan karena dampak penurunan kegiatan pemerintah di awal tahun. Namun, apabila dibandingkan triwulan-i 2016, terjadi pertumbuhan positif yang terlihat dari data realisasi konsumsi pemerintah (Pusat, Kabupaten/Kota, Provinsi) di NTT yang mengalami kenaikan sebesar 17,81% Bab I - Ekonomi Makro Regional 5

22 dari Rp 2,42 triliun (Tw-I 2015) menjadi Rp 2,85 triliun (Tw-I 2016). Peningkatan didorong oleh belanja konsumsi pegawai sebagai komponen utama yang tumbuh cukup tinggi sebesar 11,98%. Adanya upaya percepatan realisasi anggaran melalui penetapan target realisasi nasional sebesar minimal 90% di akhir tahun dan pengiriman surat edaran dari Sekretaris Daerah kepada instansi terkait diperkirakan turut menjadi pendorong kenaikan realisasi secara tahunan. Sementara itu, secara triwulanan konsumsi pemerintah cenderung turun sebesar -60,59% (qtq). Hal tersebut lebih disebabkan oleh adanya penumpukan realisasi anggaran di tahun Adanya masalah numenklatur, penerapan e- catalogue dan peraturan baru penganggaran menyebabkan realisasi 2015 cenderung sedikit lebih lambat dan menumpuk di akhir tahun Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ Investasi Pertumbuhan investasi/pmtb di NTT pada triwulan I-2016 mengalami pertumbuhan sebesar 9,33% (yoy). Pertumbuhan diperkirakan turut dipengaruhi oleh adanya proyek mutiyears pemerintah, seperti bendungan raknamo, bendungan rotiklot, gedung Pemerintahan dan sarana publik lainnya. Hal ini terlihat dari realisasi belanja modal pemerintah di Provinsi NTT hingga akhir Maret 2016 yang mengalami kenaikan sebesar 140,48% (yoy) dibandingkan triwulan I-2015 atau dari Rp 100,34 miliar (tw-i 2015) menjadi Rp 241,29 miliar (tw I-2016). Peningkatan juga diperkirakan berasal dari investasi swasta melalui pembangunan jaringan listrik, sarana komunikasi, serta restoran dan hotel. Data realisasi investasi BKPM dan Penjualan Semen menunjukkan adanya indikasi peningkatan investasi di NTT. Berdasarkan data BKPM, pada triwulan-i 2016 telah terealisasi Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar US$ 24,77 juta atau meningkat 79,5% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun Dari indikator penjualan semen, terlihat pula peningkatan penjualan semen secara tahunan sebesar 37,9% (yoy) yang mengindikasikan adanya peningkatan kegiatan proyek pada triwulan-i 2016 dibandingkan periode yang sama tahun Bab I - Ekonomi Makro Regional 6

23 Grafik 1.8. Realisasi Investasi Modal Asing & Penanaman Modal Dalam Negeri Grafik 1.9. Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT Sumber : BKPM, diolah Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah Dari data sistem pembayaran non tunai terlihat adanya pertumbuhan perputaran uang. Data kliring menunjukkan adanya perputaran uang mencapai Rp 3,1 triliun pada triwulan I 2016 atau meningkat 170% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu dari indikator perbankan, pertumbuhan kredit modal kerja masih tumbuh sebesar 10,4% (yoy) walaupun untuk kredit investasi terjadi penurunan sebesar -0,05% (yoy). Penurunan kredit investasi mengkonfirmasi bahwa dorongan PMTB/Investasi terutama berasal dari investasi pemerintah maupun swasta dari luar NTT. Grafik Perkembangan Kliring Grafik Perkembangan Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi Sumber : Bank Indonesia, diolah Sumber : Bank Indonesia, diolah Ekspor Impor Ekspor-Impor Antar Daerah Pertumbuhan net impor antar daerah pada triwulan I-2016 mencapai 8,55% (yoy) yang terindikasi pula pada aktivitas bongkar muat di pelabuhan. Di Di sisi lain, secara triwulanan net impor mengalami perlambatan penurunan sebesar -42,41% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini juga terkonfirmasi dari peningkatan kegiatan peti kemas yang mencapai teus atau tumbuh sebesar 32,5% (yoy) walaupun secara triwulanan turun sebesar -6,7% (qtq). Alur pertumbuhan secara tahunan dan perlambatan secara triwulanan juga searah Bab I - Ekonomi Makro Regional 7

24 dengan kondisi konsumsi dan investasi yang meningkat secara tahunan namun menurun secara triwulanan seiring dampak musiman penurunan kegiatan proyek pemerintah dan konsumsi di awal tahun. Sementara itu, aktivitas bongkar muat menunjukkan pertumbuhan net bongkar (net impor) yang mencapai 97,8% (yoy). Terbatasnya industri dan tingginya kebutuhan sumber daya pangan di NTT masih menjadi penyebab ketergantungan NTT dengan daerah lain. Grafik Perkembangan Peti Kemas Grafik Aktivitas Bongkar Muat Sumber : Pelindo III, diolah Sumber : Pelindo III, diolah Ekspor-Impor Luar Negeri Aktivitas ekspor luar negeri NTT pada triwulan I 2016 cenderung mengalami penurunan secara tahunan maupun triwulanan. Penurunan net ekspor secara tahunan mencapai -26,3% (yoy) dan secara triwulan mencapai -10,5% (qtq). Berdasarkan data ekspor-impor Bank Indonesia, pada triwulan-i 2016 Provinsi NTT cenderung mengalami net impor sebesar US$ 2,7 juta. Impor terbesar NTT terutama beras yang berasal dari Thailand. Sementara itu ekspor NTT terutama semen dan kendaraan serta suku cadangnya ke negara Timor Leste. Grafik 1.14.Perkembangan Ekspor dan Impor Grafik Negara Tujuan Ekspor Sumber : Pelindo III, diolah Sumber : Pelindo III, diolah 1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi triwulan I-2016 didorong oleh sektor Administrasi Pemerintahan dan sektor Konstruksi. Peningkatan sektor administrasi pemerintah diperkirakan terjadi seiring percepatan upaya penyerapan Bab I - Ekonomi Makro Regional 8

25 anggaran oleh pemerintah. Sementara itu, peningkatan sektor konstruksi diperkirakan didorong oleh adanya proyek-proyek multiyear pemerintah dan pengerjaan lanjutan kegiatan proyek yang belum selesai di tahun Secara triwulanan, dari 17 sektor dalam komponen PDRB hanya sektor Pertanian serta sektor pengadaan listrik dan gas yang memiliki pertumbuhan positif. Sektor pertanian diperkirakan turut dipengaruhi oleh adanya pengiriman sapi melalui kapal ternak, sementara sektor pengadaan listrik terbantu oleh penambahan kapasitas jaringan melalui mesin sewa dan pembangunan Pembangkit Listrik Mikro Hidro. Tabel 1.2. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan I 2016 Kategori Uraian YOY TW I TW IV TW I Bobot qtq yoy A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 20,447,428 22,665,673 5,364,288 5,545,220 5,836, B Pertambangan dan Penggalian 1,070,349 1,307, , , , C Industri Pengolahan 843, , , , , D Pengadaan Listrik dan Gas 31,840 40,001 9,001 12,466 12, E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 45,529 47,150 11,004 12,305 11, F Konstruksi 7,095,979 7,908,227 1,712,765 2,243,992 2,048, G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7,296,703 8,273,959 1,883,337 2,219,097 2,098, H Transportasi dan Pergudangan 3,566,950 3,975, ,222 1,101,475 1,056, I Penyediaan Akomodasi dan Makan 422, , , , , J Informasi dan Komunikasi 5,134,426 5,477,449 1,276,364 1,462,281 1,383, K Jasa Keuangan dan Asuransi 2,698,906 2,995, , , , L Real Estate 1,860,878 2,054, , , , M,N Jasa Perusahaan 210, ,528 54,403 62,344 59, O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan 8,392,732 9,399,572 2,091,003 2,653,426 2,469, P Jasa Pendidikan 6,568,193 7,367,666 1,645,854 2,079,834 1,897, Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,414,584 1,616, , , , R,S,T,U Jasa lainnya 1,496,973 1,639, , , , PDRB 68,598,500 76,432,477 17,470,789 20,371,177 19,693, Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah) *Dalam Juta Rp Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Secara tahunan, pertumbuhan sektor pertanian mengalami perlambatan apabila dibandingkan triwulan IV-2015 maupun triwulan I Secara tahunan pertumbuhan sektor pertanian hanya sebesar 1,81% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar 2,59% (yoy) dan triwulan I-2015 yang sebesar 3,10% (yoy). Perlambatan diperkirakan dipengaruhi oleh dampak penurunan harga beberapa komoditas seperti jambu mete, kakao dan rumput laut di tingkat global. Terjadinya penurunan produksi komoditas seperti kakao dan padi akibat serangan hama dan pohon yang sudah menua dan adanya pergeseran kembali musim panen menjadi permasalahan lain yang mendorong perlambatan. Namun demikian, perlambatan produksi pertanian tersebut dapat tertahan oleh adanya peningkatan produksi beberapa komoditas seperti garam di Sabu Raijua dan pengiriman sapi melalui kapal ternak. Bab I - Ekonomi Makro Regional 9

26 Sementara itu, secara triwulanan, sektor pertanian justru mengalami peningkatan sebesar 2,6% (qtq). Peningkatan diperkirakan terjadi seiring adanya pengiriman ternak melalui kapal ternak dan produksi garam di triwulan-i. Berdasarkan data Pelindo III, pada triwulan-i pengiriman ternak dari pelabuhan Tenau mencapai ekor sedikit meningkat dibandingkan triwulan IV yang hanya sebesar ekor. Sementara itu, pengiriman komoditas pertanian dan perkebunan juga diperkirakan turut terbantu oleh adanya beberapa kapal penghubung tol laut seperti KM. Caraka Niaga dan beberapa kapal perintis. Di sisi lain, indikasi perlambatan juga terlihat pada indeks nilai tukar petani (NTP) yang menurun dari 103,19 (Tw-IV 2015) menjadi 101,18 (Tw-I 2016). Penurunan terjadi akibat adanya peningkatan pada indeks yang dibayar, sementara indeks diterima cenderung tetap. Hal ini mengindikasikan bahwa biaya hidup dan keperluan produksi pertanian di pedesaan cenderung meningkat, sementara produksi tidak mengalami perkembangan signifikan. Dari sisi sektoral penurunan indeks terutama terjadi pada sektor Tanaman Perkebunan Rakyat sebagai akibat turunnya indeks yang diterima (IT) sementara indeks yang dibayar (IB) tertinggi pada sektor tanaman padi-palawija yaitu kenaikan harga obat-obatan dan pupuk. Grafik Data Pengiriman Ternak Grafik Perkembangan Nilai Tukar Petani Sumber : Pelindo III, diolah Sumber : BPS, diolah Di sisi lain, hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) di sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan menunjukkan adanya perlambatan kegiatan usaha pada triwulan-i Hal ini terlihat dari adanya penurunan nilai indeks kegiatan usaha dan harga jual. Sementara itu penurunan indeks harga jual diperkirakan disebabkan pula oleh adanya penurunan harga komoditas, terutama perkebunan (jambu mete dan kakao) di tingkat global. Dari data perbankan, indikator kredit pertanian menunjukkan adanya pertumbuhan sebesar 10,1% (qtq) yang diperkirakan terjadi sebagai dampak pinjaman petani untuk persiapan masa tanam Bab I - Ekonomi Makro Regional 10

27 dan panen. Namun, pertumbuhan kredit tahunan yang rendah, hanya sebesar 1,4% (yoy) menimbulkan pula opini adanya kendala produksi (baik pergeseran masa tanam, curah hujan ataupun rendahnya harga komoditas) yang menyebabkan petani cenderung tidak mau berspekulasi untuk meminjam uang di Bank. Grafik Perkembangan SKDU Pertanian Grafik Perkembangan Kredit Pertanian Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Beberapa permasalahan sektor pertanian yang teridentifikasi pada tahun 2016 terutama adanya kemungkinan kerawanan pangan dan La Nina. Rendahnya curah hujan akibat el nino dan serangan hama di beberapa daerah penghasil padi dan jagung menyebabkan beberapa areal persawahan menjadi gagal tanam yang berpotensi menurunkan angka produksi padi. Sementara itu, adanya potensi La Nina pada triwulan III dapat menjadi peluang untuk melakukan penanaman padi kembali, walaupun di sisi lain berpotensi menurunkan produksi perikanan karena curah hujan yang meningkat. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian di tahun 2016, Pemerintah bekerja sama dengan TNI telah melakukan program kerjasama untuk melakukan percetakan sawah baru Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Secara tahunan, pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib pada triwulan I 2016 tumbuh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015, namun sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan-iv Pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan pada triwulan-i 2016 mencapai 7,42% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan-i 2015 yang sebesar 5,97% (yoy). Untuk periode tahunan, peningkatan turut didorong oleh tumbuhnya belanja konsumsi pemerintah secara nominal sebesar Rp 430,8 miliar atau 17,81% (yoy). Peningkatan tersebut didorong pula oleh realisasi belanja hibah yang meningkat sebesar 37,7% (yoy) serta belanja barang dan jasa sebesar 37,2% (yoy). Peningkatan belanja hibah diperkirakan dipergunakan untuk Bab I - Ekonomi Makro Regional 11

28 program pemberdayaan masyarakat seperti Desa Mandiri Anggur Merah maupun dana Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (PEM) di Kota Kupang. Serta bantuan sarana dan prasarana produksi pertanian dan perikanan, seperti alat tangkap, kapal, traktor dan bibit. Kegiatan Rapat-rapat koordinasi dan percepatan proses lelang diawal tahun oleh pemerintah turut pula mendorong pertumbuhan sektor ini. Di sisi lain, secara triwulanan pertumbuhan tercatat menurun -8,87% (qtq). Hal ini didorong oleh dampak menumpuknya realisasi anggaran di akhir tahun 2015 sehingga terkesan terjadi penurunan realisasi belanja yang cukup besar di triwulan I Secara historis, realisasi penyerapan anggaran pemerintah juga cenderung rendah diawal tahun seiring proses konsolidasi yang baru dilakukan dan baru akan meningkat pada triwulan III dan triwulan IV Sementara itu, indikator simpanan pemerintah di perbankan mengalami kenaikan hingga mencapai 113,5 % (qtq) pada triwulan I-2016 atau sebesar Rp 5,64 triliun dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar Rp 2,64 triliun. Peningkatan ini disebabkan oleh realisasi penyaluran dana transfer oleh pemerintah pusat yang belum digunakan secara maksimal di awal tahun. Grafik Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah Grafik Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan Sumber: DJPBN dan Biro Keuangan, diolah Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor pada triwulan-i 2016 cenderung mengalami perlambatan. Pertumbuhan tercatat 4,14% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar 7,59% (yoy) ataupun triwulan I-2015 yang sebesar 5,27% (yoy). Pergeseran musim panen dan penurunan kegiatan proyek diperkirakan menjadi beberapa faktor penyebab perlambatan dibandingkan triwulan IV Namun melambatnya pertumbuhan pada triwulan-i 2016 dibandingkan triwulan-i 2015 tidak diprediksi sebelumnya karena indikator ekonomi yang cenderung menunjukan Bab I - Ekonomi Makro Regional 12

29 perbaikan seperti kenaikan penyerapan tenaga kerja, daya beli masyarakat serta perpanjangan kegiatan beberapa proyek. Selain itu, sentimen terhadap permasalahan pajak pada tahun lalu yang mulai berkurang di 2016 juga menjadi indikasi pertumbuhan. Di sisi lain, secara triwulanan pertumbuhan ekonomi NTT cenderung menurun sebesar 7,25% (qtq) yang didorong oleh penurunan belanja masyarakat paska perayaan hari natal, tahun baru dan masa liburan sekolah di akhir tahun Perlambatan secara triwulanan juga terlihat dari Indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) dan Survei Konsumen (SK). Indikator SKDU berupa indeks kegiatan usaha, harga jual dan tenaga kerja menunjukkan penurunan yang mengindikasikan perlambatan kegiatan perdagangan di awal tahun. Indikasi yang sama juga terlihat pada Survei Konsumen-Bank Indonesia yang menunjukkan penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) walaupun dengan angka masih diatas 100 yang menunjukkan masih adanya optimisme konsumen. Dari sisi kredit, kredit perdagangan hingga akhir triwulan I-2016 mencapai Rp 5,09 triliun atau tumbuh sebesar 12,1% (yoy). Sementara secara triwulanan, kredit perdagangan hanya tumbuh sebesar 0,1% (qtq) dibandingkan triwulan IV 2015 yang mengindikasikan pula perlambatan kegiatan perdagangan. Grafik Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan Grafik Perkembangan Survei Konsumen Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sumber : SK-Bank Indonesia, diolah Grafik Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Bab I - Ekonomi Makro Regional 13

30 1.3.4 Sektor-sektor Lainnya Sektor konstruksi memiliki pertumbuhan sebesar 8,69% (yoy) dan menjadi salah satu sektor tumbuh cukup tinggi pada triwulan I Adanya penambahan frekuensi kegiatan proyek pemerintah, melalui proyek multiyears sepanjang 2016 seperti proyek bendungan raknamo dan rotiklot, serta pembangunan gedung pemerintahan dan sarana publik (rumah sakit) menjadi pendorong peningkatan pertumbuhan sektor ini pada awal tahun Selain itu, adanya dispensasi penyelesaian proyek tahun 2015 selama 50 hingga 90 hari di tahun 2016 juga menjadi pendorong lainnya. Pertumbuhan konstruksi juga berasal dari pihak swasta melalui pembangunan jaringan listrik, hotel, sarana belanja dan sarana pendidikan. Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum pada triwulan-i 2016 mengalami pertumbuhan sebesar 6,75% (yoy) meningkat dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang hanya tumbuh 3,07% (yoy). Peningkatan sektor ini terlihat dari perkembangan tamu hotel yang meningkat hingga 70,8% (yoy) adanya beberapa kegiatan di awal tahun, seperti Rapat Koordinasi Pusat dan Daerah di Kora Kupang, serta penyelenggaraan rapat-rapat koordinasi pemerintah di berbagai daerah seperti Kota Kupang dan Labuan Bajo menjadi pendorong meningkatnya okupansi hotel pada awal tahun Hal ini juga terlihat dari peningkatan jumlah penumpang bandara yang mencapai 44,2% (yoy). Grafik 1.25 Perkembangan Tamu Hotel Grafik Perkembangan Penumpang Bandara Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sektor transportasi dan pergudangan tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 8,55% (yoy). Peningkatan terlihat dari adanya penambahan rute pesawat Lion Air dan Sriwijaya Air, serta adanya pelayanan kapal perintis yang melayani penyeberangan ke beberapa pulau, serta kapal pengangkut komoditas ke Sabu Raijua-Waingapu-Surabaya. Dari angkutan darat, mulai beroperasinya taksi argo di Kota Kupang dan bantuan 16 unit bus dari Kementerian Perhubungan untuk Bab I - Ekonomi Makro Regional 14

31 Pemerintah Daerah di NTT menjadi faktor pendorong lainnya bagi sektor ini. Dari sektor industri pengolahan, teridentifikasi beberapa kegiatan pendorong industri pada triwulan-i, diantaranya pendirian industri pengolahan tepung ikan di Lembata dengan mengekspor hasil olahannya ke Thailand dan Jepang. Dari sektor pengadaan listrik dan gas terjadi pertumbuhan sebesar 12,29% (yoy) yang ditunjang pula oleh penambahan kapasitas daya listrik melalui mesin sewa sebanyak 13 MW dari total pengadaan mesin sewa sebanyak 17 MW di jaringan Kupang. Selain itu, telah pula dilakukan penambahan daya di berbagai wilayah di NTT melalui Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya. Bab I - Ekonomi Makro Regional 15

32 Permasalahan Utama Struktur Ekonomi di NTT dan Pengembangan Potensi Ekonomi Karakter struktur ekonomi NTT cukup unik bila dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia. Walaupun terdapat 18 provinsi yang memiliki neraca perdagangan negatif dengan daerah/ negara lain, namun tidak ada provinsi yang memiliki rasio neraca perdagangan negatif sebesar NTT. Saat ini, net impor NTT terhadap total PDRB mencapai 51,44% PDRB. Dari total 115,7 triliun konsumsi dan investasi yang dilakukan di NTT, senilai 39,3 triliun kebutuhan barangnya dipenuhi dari luar NTT, sehingga net PDRB yang dihasilkan hanya sebesar 76,4 triliun rupiah. Provinsi lain yang juga memiliki net impor besar antara lain Provinsi Maluku (45,99%), Bengkulu (28,18%), Aceh (22,39%), dan Sulawesi Tengah (17,85%). Berdasarkan pendekatan PDRB sektoral dapat dikatakan bahwa terdapat terdapat 39,3 triliun rupiah yang nilai tambah/ manfaatnya tidak dirasakan oleh masyarakat di NTT dikarenakan pemenuhan barang langsung dilakukan oleh pelaku usaha di luar NTT. Namun demikian, apabila terdapat bagian yang bisa dipenuhi oleh masyarakat NTT, maka manfaat ekonomi atas konsumsi dan investasi yang dilakukan dapat lebih dirasakan oleh masyarakat. Grafik Boks 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Penggunaan Grafik Boks 1.2. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektoral Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Kegiatan ekspor-impor antar daerah/ Negara memang tidak dapat dihindari dalam suatu wilayah. Suatu daerah tidak mungkin dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Hal ini lebih disebabkan oleh faktor daya saing produksi yang tiap daerah cenderung berbeda. Untuk menjaga kondisi neraca perdagangan daerah, dibutuhkan kejelian pemerintah dan seluruh stake holder dalam mengenali potensi maupun kekurangan suatu daerah. Dengan memanfaatkan potensi daerah yang ada, maka defisit perdagangan dapat dikurangi dengan ekspor komoditas unggulan yang dapat dihasilkan di daerah atau NTT pada khususnya. Berdasarkan data pertumbuhan ekonomi NTT terlihat bahwa total konsumsi dan investasi di Provinsi NTT sebenarnya cukup tinggi. pada tahun 2014, total pertumbuhan konsumsi dan investasi mencapai 15,08% (yoy) dan di tahun 2015 juga mampu mencapai 14,38% (yoy). Namun demikian, dikarenakan tidak adanya bahan baku investasi maupun bahan siap konsumsi pada beberapa komoditas menyebabkan pemenuhan investasi dan konsumsi diambil dari daerah lain yang terlihat dari peningkatan net impor pada periode Boks 1. Permasalahan Utama Struktur Ekonomi NTT 16

33 tersebut. Akibatnya adalah net pertumbuhan ekonomi cenderung tetap di angka 5% dan cenderung melambat. Apabila terdapat beberapa komoditas bahan baku investasi atau konsumsi yang bisa kita penuhi sendiri, ataupun terdapat peningkatan ekspor komoditas unggulan NTT, maka perlambatan ekonomi tidak akan terjadi. Berdasarkan komoditas impor utama, terlihat bahwa banyak dari komoditas tersebut tidak dapat dipenuhi oleh Provinsi NTT baik karena tidak terdapat industri terkait ataupun menjadi tidak berdaya saing apabila diproduksi di NTT dikarenakan skala ekonomi yang relatif kecil. Beberapa komoditas utama impor antara lain BBM, aspal, beras, semen, bahan bangunan, mobil, makanan jadi, minuman dan tembakau, elektronik, mesin, pupuk dan penunjang pertanian, sandang maupun kebutuhan perumahan. Selain itu, jasa-jasa yang juga masih diimpor antara lain jasa tenaga ahli dalam bidang pendidikan, kesehatan dan konstruksi, jasa angkutan, transportasi dan komunikasi serta jasa keuangan. Sebagian besar komoditas tersebut memang tidak dapat kita produksi atau relatif kurang berdaya saing apabila kita produksi sendiri. Namun demikian, beberapa komoditas terlihat masih bisa kita produksi sendiri seperti produksi beras, semen dan turunannya, serta penyediaan tenaga kerja. Selain mengurangi neraca impor antar daerah, maka dalam menyeimbangkan neraca perdagangan juga dapat dilakukan dengan meningkatkan ekspor komoditas unggulan ke daerah lain. Untuk itu, pemahaman akan keunggulan komparatif daerah perlu dimiliki. Grafik Boks 1.3. Potensi dan Realisasi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Berdasarkan Penggunaan Gambar Boks 1.1. Neraca Perdagangan Antar Daerah/Negara di NTT Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah Untuk meningkatkan daya saing produksi, diperlukan peningkatan infrastruktur dasar agar biaya usaha dapat diminimalisir. Berdasarkan data investasi 2015, arah investasi sudah menunjukkan jalur yang tepat yang ditandai oleh tingginya investasi infrastruktur dan usaha meliputi investasi kelistrikan, pariwisata dan pembangunan infrastruktur sumber daya air dan perhubungan baik darat, laut dan udara. Investasi kelistrikan dan perhubungan dapat meningkatkan daya saing daerah, sedangkan investasi sumber daya air dapat membantu meningkatkan produksi pangan yang berdampak pada penurunan impor pangan NTT. Investasi Pariwisata dapat membantu meningkatkan ekspor jasa pariwisata, baik dalam negeri maupun luar negeri. Pembangunan infrastruktur tidak akan bernilai tambah apabila tidak diikuti dengan kegiatan ekonomi yang dilakukan. Dalam rangka percepatan ekonomi NTT, diusulkan untuk melakukan perluasan kegiatan ekonomi yang berpusat pada keunggulan komparatif daerah. Berdasarkan hasil analisa, beberapa komoditas utama yang dapat segera dikembangkan antara lain beras, semen, garam, ikan, rumput laut, babi, sapi, pariwisata, Boks 1. Permasalahan Utama Struktur Ekonomi NTT 17

34 maupun pembangunan pabrik gula. Beberapa produk unggulan daerah lainnya antara lain produksi jagung, perkebunan mete, kelapa, kopi dan kakao, ketela pohon dan tanaman tahan kering lainnya seperti sorgum dan kacang-kacangan sebagaimana gambar di bawah. Gambar Boks 1.2. Peta Komoditas Unggulan di NTT Sumber : BPS, Kementrian Pertanian, Kementrian Kelautan, diolah Percepatan pembangunan Pabrik Semen Kupang Tiga tidak hanya mengurangi impor semen yang mencapai lebih dari 600 ribu ton per tahun, namun berpotensi untuk meningkatkan ekspor semen hingga lebih dari 600 ribu ton di tahun Peningkatan produksi beras juga mampu mengurangi impor beras yang saat ini mencapai lebih dari 100 ribu ton per tahun atau setara satu triliun rupiah. NTT juga berpotensi menjadi sentra produksi garam nasional seiring dengan keunggulan cuaca kering yang mencapai 8 bulan setahun. Kondisi cuaca yang ekstrim tersebut bisa disiasati dengan strategi dalam bertani yang lebih memprioritaskan tanaman tahan kering seperti ketela pohon yang saat ini juga ada yang dipenuhi dari impor, maupun kedelai yang pemenuhannya sebagian besar diimpor dari Amerika. Tingginya intensitas sinar matahari juga bagus untuk pengembangan rumput laut. Bahkan dari sisi kualitas, rumput laut NTT dikenal memiliki kualitas terbaik di Indonesia seiring dengan tingginya rendeman rumput laut asal NTT. Pengembangan sapi perlu tetap dilakukan sebagaimana inisiatif ILO yang telah menyusun grand design pengembangan peternakan sapi di Kabupaten Kupang. Namun demikian, komoditas ternak lainnya yang secara potensi bisa jauh lebih menghasilkan seperti babi juga perlu lebih dikembangkan. Wacana pengembangan gula di Sumba dan Malaka patut untuk didukung penuh karena berpotensi menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Namun demikian, yang patut diperhatikan adalah jangan sampai pengembangan lahan tebu justru mengurangi lahan produktif yang digunakan untuk penanaman padi. Untuk itu, pemerintah perlu berperan aktif dalam pengaturan lahan pertanian agar tidak menggganggu produktifitas pertanian lainnya. Salah satu harapan pengembangan ekonomi utama NTT ke depan adalah Pariwisata. Pemerintah dan swasta saat ini relatif gencar dalam melakukan pembangunan infrastruktur dan investasi perhotelan yang terlihat dari realisasi investasi PMA dan PMDN yang berfokus pada investasi perhotelan. Adanya investasi tersebut akan berpotensi meningkatkan kunjungan wisata ke depan. Yang menjadi tugas pemerintah adalah memastikan tidak terjadi bottleneck dalam pelayanan pariwisata seperti peningkatan rute angkutan udara, penyediaan sarana akomodasi wisata maupun jasa-jasa penunjang. Semua rencana pembangunan ataupun penambahan nilai tambah komoditas tidak akan dapat berjalan apabila kekurangan pasokan listrik masih terjadi di NTT. Dengan tingkat elektrifikasi yang hanya menempati urutan kedua terbawah di Indonesia, hanya sedikit di Boks 1. Permasalahan Utama Struktur Ekonomi NTT 18

35 atas Papua dan rata-rata konsumsi listrik per kapita terendah di Indonesia, membuat kebutuhan peningkatan pasokan listrik menjadi hal utama yang harus diperhatikan. Pembangunan jaringan listrik terintegrasi trans Timor dan trans Flores patut diapresiasi. Namun demikian, peningkatan kapasitas daya listrik menjadi hal mutlak yang perlu disegerakan pemenuhannya. Boks 1. Permasalahan Utama Struktur Ekonomi NTT 19

36

37 Inflasi Provinsi NTT pada triwulan I 2016 mengalami penurunan cukup besar yang disebabkan oleh kembali normalnya harga komoditas setelah mengalami kenaikan tinggi di akhir tahun Penurunan harga BBM dan listrik serta adanya impor beras dan membaiknya cuaca mampu memberikan sentimen positif terhadap pengendalian inflasi. Kembali normalnya permintaan juga membuat tekanan harga berkurang. Penurunan harga terlihat dari inflasi triwulan I 2016 yang mengalami deflasi 0,36% (qtq). Namun demikian, harga belum sepenuhnya pulih yang terlihat dari inflasi tahunan yang mencapai 5,04% (yoy). Adanya El Nino, cuaca buruk dan gelombang tinggi, kenaikan cukai rokok, perpanjangan penyelesaian proyek infrastruktur, hari raya paskah dan Libur Imlek serta even nasional rakor pusat dan daerah menjadi faktor pendorong inflasi di triwulan I Kelompok komoditas transportasi dan bahan makanan menjadi penyumbang utama deflasi di triwulan I 2016 seiring dengan kembali normalnya harga beberapa komoditas bahan makanan dan angkutan udara Kelompok komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau menjadi penekan inflasi utama di NTT terutama dikarenakan oleh meningkatnya tarif cukai rokok dan tembakau. Baik Kota Kupang maupun Kota Maumere pada triwulan I 2016 mengalami deflasi Kondisi Umum Pada triwulan I 2016, Provinsi NTT mengalami deflasi hingga sebesar 0,36% (qtq). Penurunan inflasi tersebut lebih disebabkan oleh kembali normalnya harga komoditas seiring dengan kembali normalnya permintaan masyarakat. Penurunan tarif angkutan udara menjadi penyumbang utama deflasi, diikuti oleh kembali normalnya harga bahan makanan. Namun demikian secara tahunan, inflasi masih menunjukkan nilai yang cukup tinggi yaitu sebesar 5,04% (yoy), lebih tinggi dibanding inflasi nasional yang sebesar 4,45% (yoy). Masih relatif tingginya inflasi lebih disebabkan oleh tingginya kenaikan harga di bulan Desember 2015, sehingga walaupun sudah mulai menunjukkan normalisasi harga, namun harga tetap belum kembali seperti semula. Normalisasi harga terlihat dari besaran inflasi triwulan I 2016 yang mengalami deflasi sebesar 0,36% (qtq). Deflasi ini menjadikan NTT sebagai provinsi dengan deflasi terbesar ke-4 setelah Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat. Nilai deflasi tersebut jauh lebih rendah dibanding capaian nasional di triwulan I 2016 yang mengalami inflasi sebesar 0,62% (qtq). Deflasi NTT terjadi karena harga kembali menurun setelah mengalami kenaikan tinggi di akhir tahun Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 20 20

38 Grafik 2.1. Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional Grafik 2.2. Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan Nasional Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Komoditas angkutan udara menjadi komoditas dengan sumbangan deflasi terbesar yang disebabkan oleh penurunan tarif penerbangan hingga 14,55% (qtq). Kembali normalnya permintaan menjadi penyebab utama kembali normalnya harga-harga komoditas bahan makanan. Adanya penurunan harga minyak dunia juga berdampak terhadap penurunan harga bensin dan tarif listrik. Secara triwulanan, harga semen juga mengalami penurunan setelah mengalami kenaikan tinggi di akhir tahun Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Triwulanan di Provinsi NTT komoditas Inflasi qtq sum sum komoditas Deflasi qtq qtq qtq Bawang Merah Angkutan Udara (14.55) (0.40) Tongkol Daging Ayam Ras (16.51) (0.21) Rokok Kretek Filter Bensin (4.85) (0.14) Nasi dengan Lauk Tarip Listrik (2.81) (0.08) Cabai Rawit Semen (2.83) (0.07) Tomat Sayur Daun Singkong (37.33) (0.06) Tahu Mentah Bunga Pepaya (43.56) (0.05) Bawang Putih Beras (0.64) (0.04) Upah Pembantu RT Kangkung (7.19) (0.04) Kembung Wortel (23.12) (0.04) Sumber : BPS, diolah Adapun kenaikan harga komoditas yang terjadi seperti bawang merah, tomat sayur, dan bawang putih lebih disebabkan oleh terbatasnya pasokan. Kenaikan harga cabe rawit lebih disebabkan oleh kembali ke harga normal setelah mengalami penurunan harga yang cukup besar di tahun sebelumnya. Kenaikan harga tongkol dan ikan-ikanan lebih disebabkan oleh kondisi cuaca yang buruk dan gelombang tinggi Inflasi Tahunan Secara tahunan, Inflasi di Provinsi NTT mencapai 5,04%, lebih tinggi dibanding inflasi nasional yang sebesar 4,45%. Tingginya inflasi bahan makanan serta makanan jadi, minuman dan tembakau menjadi penyebab utama tingginya Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 21 21

39 inflasi secara tahunan di NTT. Di saat harga komoditas lainnya cenderung mengalami penurunan, harga beberapa komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau justru mengalami kenaikan di triwulan I 2016 dengan penyumbang utama kenaikan harga adalah inflasi pada komoditas nasi dengan lauk dan rokok kretek filter. Adanya kenaikan tarif cukai rokok dan bahan baku tembakau membuat harga harus dinaikkan secara bertahap di tiap bulannya. Nasi dengan lauk juga mengalami kenaikan hingga 8,23% (yoy) selama 1 tahun walaupun di sisi lain terjadi penurunan harga listrik dan BBM. Tingginya inflasi daging ayam ras, kembung, sawi putih, beras, bawang merah dan telur ayam ras membuat harga makanan jadi juga berangsur mengalami kenaikan. Dari total 10 komoditas penyumbang inflasi utama tahunan, 6 komoditas bahan makanan di atas menjadi penyumbang utama inflasi sepanjang tahun. Hanya ikan kembung dan bawang merah yang naik pada triwulan ini, sedangkan 4 komoditas lainnya sudah mengalami kenaikan terlebih di akhir tahun Kenaikan harga semen lebih disebabkan oleh adanya gangguan produksi semen di akhir tahun yang bersamaan dengan tingginya permintaan proyek yang masih dilakukan hingga bulan Februari Adapun komoditas yang mengalami penurunan harga antara lain besi beton, seng dan batako yang kemungkinan disebabkan oleh peningkatan pasokan karena peningkatan persaingan dan turunnya harga komoditas. Komoditas minyak goreng dan solar turun lebih dikarenakan penurunan harga komoditas. Penurunan harga cabai rawit dan cabai merah disebabkan oleh berjalannya program gerakan tanam cabai di musim kemarau, sehingga pada musim hujan pasokan cabe tetap terjaga. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT komoditas Inflasi Sumber : BPS, diolah yoy sum yoy komoditas Deflasi yoy sum yoy Sawi Putih Besi Beton (12.61) (0.10) Daging Ayam Ras Seng (10.39) (0.10) Kembung Bayam (25.04) (0.07) Beras Cabai Rawit (34.45) (0.06) Rokok Kretek Filter Cabai Merah (26.23) (0.06) Semen Batako (12.00) (0.05) Bawang Merah Laptop/Notebook (9.27) (0.04) Nasi dengan Lauk Daun Singkong (23.21) (0.04) Telur Ayam Ras Minyak Goreng (3.40) (0.04) Kontrak Rumah Solar (12.61) (0.03) Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 22 22

40 2.1.2 Inflasi Bulanan Secara bulanan, Provinsi NTT masih mengalami inflasi pada bulan Januari 2016 yang disebabkan oleh kondisi cuaca yang buruk, sehingga pasokan bahan pangan relatif berkurang. Pada bulan Februari dan Maret 2016 terjadi penurunan harga yang lebih disebabkan oleh kembali normalnya pasokan dan penurunan permintaan. Pada bulan Januari 2016, NTT masih mengalami inflasi 0,74% (mtm) terutama disebabkan oleh masih tingginya harga daging ayam ras karena berkurangnya pasokan ayam imbas dari kematian lebih dari tiga puluh persen ayam akibat dari adanya pergantian cuaca. Harga ikan juga cenderung naik karena adanya gelombang tinggi sehingga banyak nelayan tidak melaut. Harga cabai mengalami kenaikan tinggi yang lebih disebabkan oleh turunnya harga di bulan sebelumnya. Angkutan udara dan bensin menjadi penahan inflasi utama bulan Januari yang disebabkan oleh turunnya aktivitas masyarakat dan penurunan harga BBM. Tabel 2.3. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT Januari Februari Maret Komoditas Inflasi Andil Inflasi Andil Komoditas (%) (%) (%) (%) Komoditas Inflasi (% ) Andil (%) Daging Ayam Ras Tongkol/Ambu-ambu Kangkung Cabai Rawit Rokok Kretek Filter Sawi Putih Kembung Sawi Hijau Rokok Kretek Filter Cabai Merah Nasi dengan Lauk Tempe Bawang Merah Bayam Bawang Putih Semen Tomat Sayur Pisang Nasi dengan Lauk Buah Pinang Lengkuas Tomat Sayur Kentang Mie Sawi Putih Celana Panjang Jeans Minuman Ringan Kentang Rokok Putih Ikan Bakar Sumber : BPS, diolah Adanya musim angin masih membuat hasil tangkapan ikan berkurang di bulan Februari Produsen rokok juga mulai kembali menaikkan harga jual seiring dengan adanya kenaikan cukai rokok. Kembali normalnya pasokan daging ayam ras mampu menahan laju inflasi di Provinsi NTT. Batas akhir penyelesaian proyek pemerintah yang selesai di tanggal 20 Februari mampu menurunkan harga semen, besi beton dan seng. Penurunan 12 tarif listrik juga berkontribusi positif dalam menahan laju inflasi. Harga cabai juga kembali menurun setelah mengalami kenaikan signifikan di bulan Januari secara keseluruhan, pada bulan Februari 2016, NTT mengalami deflasi hingga - 0,34% (mtm) dibanding bulan sebelumnya. Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 23 23

41 Sumber : BPS, diolah Tabel 2.4. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT Januari Februari Maret Deflasi Andil Deflasi Andil Komoditas Komoditas Komoditas Deflasi (%) Andil (%) (%) (%) (%) (%) Angkutan Udara (11.27) (0.34) Daging Ayam Ras (14.89) (0.22) Daging Ayam Ras (12.02) (0.15) Bensin (4.15) (0.13) Semen (6.13) (0.17) Angkutan Udara (4.36) (0.12) Kangkung (14.87) (0.10) Sawi Putih (17.08) (0.15) Kembung (6.61) (0.11) Bunga Pepaya (27.95) (0.05) Tarip Listrik (3.63) (0.10) Kentang (34.16) (0.10) Bayam (17.02) (0.05) Cabai Rawit (30.21) (0.08) Cabai Merah (37.88) (0.08) Daun Singkong (18.11) (0.04) Cabai Merah (15.26) (0.04) Telur Ayam Ras (5.75) (0.05) Solar (13.64) (0.04) Besi Beton (3.52) (0.03) Pepaya Muda (34.08) (0.05) Batako (7.37) (0.03) Seng (3.12) (0.03) Tomat Sayur (10.22) (0.04) Buncis (24.75) (0.03) Daun Singkong (13.92) (0.03) Tarip Listrik (1.31) (0.04) Layang/Benggol (15.42) (0.02) Beras (0.36) (0.02) Labu Siam/Jipang (34.20) (0.03) Provinsi NTT justru mengalami deflasi yang lebih tinggi hingga sebesar -0,76% (mtm) di saat secara nasional justru mengalami inflasi sebesar 0,19% (mtm) pada bulan Maret Kembali stabilnya pasokan ayam, penurunan tarif angkutan udara, maupun membaiknya cuaca membuat pemenuhan pasokan pangan membaik dan harga-harga dapat kembali normal. Adanya kenaikan harga kangkung lebih dikarenakan kembali ke harga normal. Kenaikan harga rokok karena kenaikan cukai rokok, sementara tempe dan bawang putih lebih disebabkan oleh kenaikan harga komoditas kedelai dan bawang putih dunia. Grafik 2.3. Perbandingan Inflasi 5 regional di Indonesia Grafik 2.4. Perbandingan Inflasi di Wilayah Balinusra Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Berdasarkan wilayah, inflasi di wilayah Balinusra masih cenderung stabil baik secara tahunan maupun triwulanan. Di wilayah Balinusra, inflasi tahunan NTT masih menjadi yang tertinggi dibanding Bali yang mengalami inflasi sebesar 3,66% (yoy) dan NTB yang mengalami inflasi sebesar 4,34% (yoy). Namun demikian, perbedaan inflasi dapat dikurangi seiring dengan deflasi yang terjadi di NTT pada triwulan I 2016, sedangkan Bali dan NTB justru mengalami inflasi. Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 24 24

42 2.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok Komoditas Secara tahunan, Komoditas bahan makanan masih menjadi penyumbang utama inflasi di NTT. Tingginya kenaikan harga bahan makanan berpengaruh terhadap tingginya inflasi makanan jadi. Secara triwulanan, inflasi makanan jadi bahkan menjadi penyumbang utama inflasi di Provinsi NTT. Kembali lancarnya pasokan barang dan normalnya permintaan membuat secara triwulanan, NTT mengalami deflasi yang didorong oleh penurunan harga bahan makanan dan transportasi. Tiga kelompok komoditas mengalami deflasi dan empat lainnya mengalami inflasi. Penurunan harga dan tarif rata-rata terjadi pada kelompok komoditas bahan makanan, pendidikan dan transportasi. Kelompok komoditas yang mengalami inflasi antara lain makanan jadi, minuman dan tembakau, perumahan, sandang dan kesehatan. Hanya kelompok komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau yang mengalami kenaikan cukup tinggi yang disebabkan oleh kenaikan makanan jadi karena kenaikan harga bahan makanan dan ongkos pegawai, serta kenaikan cukai rokok dan tembakau. Tabel 2.5. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas Komoditi IHK 2016 MTM YOY QTQ Jan Feb Mar Jan Feb Mar INFLASI UMUM (0.36) 0.74 (0.34) (0.76) Bahan Makanan (1.09) 2.99 (1.13) (2.86) Makanan Jadi, Minuman dan Perumahan, Air, Listrik, Gas d (1.10) (0.04) Sandang (0.38) Kesehatan (0.09) Pendidikan, Rekreasi dan Ola (0.15) 0.11 (0.06) (0.21) Transportasi, Komunikasi dan (3.24) (2.74) 0.06 (0.57) Sumber : BPS, diolah Bahan Makanan Inflasi komoditas bahan makanan secara tahunan masih mengalami kenaikan tinggi sebesar 8,14% (yoy). Tingginya inflasi tahunan bahan makanan lebih disebabkan oleh tingginya inflasi daging dan hasil-hasilnya, sayur-sayuran, beras dan ikan yang mengalami kenaikan tinggi di akhir tahun 2015 dan masih berdampak hingga sekarang. Secara triwulanan, harga-harga komoditas bahan makanan sudah berangsur pulih yang terlihat dari adanya deflasi sebesar 1,09% (qtq). Penurunan harga daging ayam ras dan 19 komoditas sayur-sayuran menjadi pendorong utama deflasi di triwulan Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 25 25

43 I Namun demikian, tingginya kenaikan harga bumbu-bumbuan terutama bawang merah dan bawang putih menghambat tercapainya penurunan harga yang lebih tinggi. Grafik Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan Grafik 2.6. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Secara bulanan, penurunan harga kelompok komoditas bahan makanan terjadi pada bulan Februari dan Maret setelah pada bulan Desember 2015 dan Januari 2016 mengalami kenaikan yang sangat tinggi Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan di triwulan I 2016 menjadi penyumbang deflasi utama di Provinsi NTT. Adanya penurunan harga BBM, dan turunnya kebutuhan angkutan udara menjadi penyebab utama deflasi di triwulan I Grafik Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan Grafik 2.8. Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok Komoditas Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Secara tahunan, kelompok komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan masih mengalami inflasi walaupun cukup rendah. Kenaikan tarif angkutan Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 26 26

44 udara sebesar 4,08% menjadi penyebab utama inflasi, sedangkan penurunan harga solar terutama di triwulan I 2016 menjadi penahan utama laju inflasi komoditas. Secara bulanan, laju inflasi kelompok komoditas transportasi mengalami penurunan seiring dengan penurunan kebutuhan transportasi pada bulan Januari 2016 dan penurunan harga BBM bersubsidi. Permintaan transportasi kembali meningkat di bulan Februari seiring dengan adanya rapat koordinasi nasional antara pusat dan daerah. Pada bulan Maret 2016, kembali terjadi deflasi seiring dengan kembali menurunnya kebutuhan angkutan udara Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau Kelompok komoditas Makanan jadi, Minuman dan Tembakau pada triwulan I 2016 mengalami inflasi tinggi baik secara triwulanan maupun tahunan. Inflasi tahunan kelompok komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau mencapai 9,61% (yoy) dan inflasi triwulanan mencapai 3,21% (qtq), menjadi penyumbang utama inflasi triwulan I Sejak akhir 2014 hingga triwulan I 2016, komoditas ini selalu mengalami inflasi terutama disebabkan oleh adanya kenaikan cukai rokok yang berdampak pada kenaikan harga rokok dan tembakau secara bertahap. Harga makanan jadi juga menunjukkan kenaikan yang cukup tinggi yang disebabkan oleh kenaikan harga bahan makanan. Grafik Inflasi Kelompok Komoditas Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan Grafik Inflasi Kelompok Komoditas Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau per Sub Kelompok Komoditas Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Harga minuman juga menunjukkan adanya kenaikan harga yang konstan. Kenaikan harga minuman lebih disebabkan oleh kenaikan dari pabrikan yang sebagian besar berasal dari Jawa. Kenaikan harga makanan jadi secara struktural lebih disebabkan oleh keterbatasan bahan baku, kenaikan harga bahan makanan maupun terbatasnya pelaku usaha makanan jadi, sehingga persaingan harga relatif rendah di NTT. Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 27 27

45 2.2.4 Komoditas Lainnya Inflasi komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar relatif rendah baik secara tahunan maupun triwulanan. Biaya bahan bakar dan tempat tinggal relatif stabil. Inflasi terutama terjadi pada komoditas penyelenggaraan rumah tangga dan perlengkapan rumah tangga yang disebabkan oleh kenaikan upah pembantu rumah tangga maupun kenaikan harga gelas, kasur dan barang elektronik seperti kulkas, mesin cuci dan dispenser. Inflasi pada kelompok komoditas sandang pada triwulan I 2016 sebesar 5,95 (yoy) meningkat dibanding inflasi di triwulan IV 2015 yang sebesar 5,71% (yoy). Peningkatan inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan harga sandang anak-anak yang mengalami kenaikan sebesar 11,38% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Inflasi komoditas pendidikan, rekreasi dan olah raga secara triwulanan mengalami deflasi sebesar -0,15% (qtq). Secara triwulanan, komoditas ini mengalami inflasi 3,49% dengan pendorong utama inflasi adalah kenaikan biaya pendidikan yang mengalami inflasi 4,18% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Inflasi komoditas jasa kesehatan cenderung melambat dibanding akhir tahun Secara triwulanan, pergerakan harga juga cenderung stabil dengan kenaikan pada jasa kesehatan dan obat-obatan, sedangkan komoditas perawatan jasmani dan kosmetika justru mengalami deflasi dibanding triwulan sebelumnya Disagregasi Inflasi Berdasarkan disagregasi inflasi, administered prices dan volatile food mampu menjadi penyebab utama terjadinya deflasi di triwulan I Komoditas inflasi inti masih mengalami inflasi dengan pendorong utama kenaikan harga pada komoditas makanan jadi, kenaikan gaji asisten rumah tangga, minuman, perlengkapan rumah tangga dan sandang anak. Penurunan inflasi administered prices dan volatile food terutama disebabkan oleh kembali normalnya aktivitas ekonomi, sehingga permintaan produk mengalami penurunan. Hal ini terlihat dari penurunan tarif angkutan udara dan sebagian besar bahan makanan. Membaiknya cuaca dan kembali normalnya pasokan juga menjadi penyebab turunnya harga komoditas. Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 28 28

46 Grafik Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur Grafik Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Bulanan Provinsi Nusa Tenggara Timur Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Kelompok Volatile Food Inflasi komoditas yang bergejolak (volatile food) pada triwulan I 2016 masih menjadi penyumbang utama inflasi di Provinsi NTT. Namun demikian, laju inflasi mengalami penurunan dibanding triwulan IV Secara bulanan, volatile food mengalami deflasi di bulan Februari dan Maret Sepanjang triwulan I 2016, inflasi triwulanan kelompok volatile food mengalami deflasi -0,74% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya. Tingginya inflasi tahunan volatile food disebabkan oleh masih tingginya kenaikan harga daging ayam ras yang sempat mengalami kekurangan pasokan di akhir tahun Walaupun pasokan sudah berangsur normal, harga belum bisa kembali ke posisi harga sebelumnya dikarenakan adanya kenaikan harga pakan. Tingginya harga sayur-sayuran di akhir tahun 2015 juga belum kembali ke posisi semula yang masih menunjukkan adanya inflasi sebesar 15,39% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Komoditas lain yang juga menjadi penyumbang utama inflasi antara lain kenaikan harga beras, bawang merah dan bawang putih, ikan segar, telur dan kacang kedelai. Penurunan harga sebenarnya sudah terjadi yang terlihat dari deflasi kelompok volatile food di triwulan I sebesar -0,74% (qtq). Komoditas sayur-sayuran, daging dan hasil-hasilnya serta padi-padian telah menunjukkan adanya penurunan. Namun demikian, dikarenakan besar penurunan yang tidak sebesar kenaikan yang terjadi, inflasi volatile food secara tahunan tetap tinggi. Kurangnya pasokan bawang merah dan bawang putih serta kenaikan harga kacang kedelai dunia dan kurangnya pasokan ikan membuat deflasi yang terjadi tidak sebesar yang diharapkan. Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 29 29

47 2.3.2 Kelompok Administered Prices Secara triwulanan, Inflasi administered price menjadi penyumbang terbesar deflasi pada triwulan I Kembali normalnya tarif angkutan udara dan penurunan harga BBM dan tarif listrik menjadi penyebab utama deflasi administered prices. Di sisi lain, kenaikan cukai rokok masih menjadi penghambat utama deflasi di triwulan I Secara tahunan, inflasi administered prices masih relatif stabil. Kenaikan inflasi hanya terjadi pada komoditas tembakau dan minuman beralkohol yang mengalami inflasi sebesar 14,87%, sedangkan komoditas bahan bakar dan transportasi cenderung tetap. Secara bulanan, inflasi administered prices hanya terjadi pada bulan Februari 2016 yang disebabkan oleh kenaikan cukai rokok dan naiknya tarif angkutan udara seiring dengan adanya acara rapat koordinasi pusat dan daerah. Minimnya frekuensi angkutan udara membuat setiap adanya kegiatan bertaraf nasional atau yang mendatangkan banyak orang membuat tarif angkutan juga mengalami kenaikan. Pada bulan Januari dan Maret 2016, kelompok administered prices mengalami deflasi yang disebabkan oleh kembali normalnya permintaan angkutan udara dan penurunan subsidi BBM dan listrik Kelompok Inti (core) Di saat kelompok administered prices dan volatile food mengalami deflasi, kelompok inti justru mengalami inflasi di triwulan I 2016 sebesar 0,90% (qtq). Kenaikan harga makanan jadi, gaji asisten rumah tangga dan minuman yang tidak beralkohol menjadi penyebab utama inflasi pada kelompok inti. Secara tahunan, inflasi core inflation sebesar 4,63% (yoy) dengan kenaikan harga makanan jadi, biaya tempat tinggal, minuman yang tidak beralkohol dan biaya pendidikan menjadi penyumbang utama inflasi. Secara bulanan, Inflasi inti mengalami inflasi pada bulan Januari seiring dengan kenaikan harga makanan jadi dan biaya asisten rumah tangga, mengalami deflasi di bulan Februari seiring dengan turunnya biaya tempat tinggal dan kembali mengalami inflasi di bulan Maret 2016 terutama disebabkan oleh meningkatnya harga makanan jadi, minuman tak beralkohol, sandang anak dan biaya perawatan jasmani dan kosmetika. Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 30 30

48 Grafik Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 bulan ke Depan Sumber : Bank Indonesia, diolah 2.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota Inflasi Kota Kupang Inflasi Kota Kupang pada triwulan I 2016 mengalami penurunan sebesar 0,40% (qtq) lebih besar dibanding inflasi NTT yang sebesar 0,36% (qtq). Besarnya penurunan inflasi Kota Kupang lebih disebabkan oleh tingginya inflasi di tahun 2015, sehingga harga kembali melakukan normalisasi dengan penurunan yang lebih besar. Besarnya inflasi Kota Kupang terlihat dari nilai inflasi tahunan yang mencapai 5,16% (yoy) lebih besar dibanding inflasi Provinsi NTT yang sebesar 5,04% (yoy). Pergerakan inflasi bulanan cenderung identik dengan inflasi bulanan Provinsi NTT lebih disebabkan oleh besarnya bobot Kota Kupang yang mencapai 87% dari total bobot inflasi di NTT. Grafik Inflasi Tahunan Kota Kupang Grafik Inflasi Triwulanan Kota Kupang Grafik Inflasi Bulanan Kota Kupang Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Inflasi komoditas bahan makanan masih menjadi penyumbang utama inflasi di Kota Kupang terutama disebabkan oleh tingginya inflasi sayur-sayuran, daging dan hasil-hasilnya, ikan segar dan padi-padian. Komoditas makanan jadi menjadi penyumbang inflasi terbesar kedua yang disebabkan oleh inflasi semua unsur pembentuknya. Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 31 31

49 Deflasi yang terjadi pada triwulan I 2016 lebih disebabkan oleh kembali turunnya tarif angkutan udara setelah di akhir tahun 2015 mengalami kenaikan tinggi seiring dengan adanya even HKSN dan natal bersama yang dipusatkan di Kupang. Kenaikan harga terjadi pada komoditas makanan jadi seiring dengan kenaikan cukai rokok dan harga makanan jadi dan minuman. Adapun harga komoditas lainnya tidak mengalami perubahan yang berarti. Secara bulanan, inflasi masih terjadi di bulan Januari pada bulan Februari dan Maret 2016, Kota Kupang mengalami deflasi dengan deflasi bahan makanan dan transportasi sebagai penyebab utama penurunan harga. Sumber : BPS, diolah Tabel 2.6. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas Komoditi IHK 2016 MTM YOY QTQ Jan Feb Mar Jan Feb Mar INFLASI UMUM (0.40) 0.78 (0.42) (0.76) Bahan Makanan (0.72) 3.61 (1.32) (2.89) Makanan Jadi, Minuman dan Perumahan, Air, Listrik, Gas d (0.35) 1.00 (1.27) (0.07) Sandang (0.52) Kesehatan (0.16) Pendidikan, Rekreasi dan Ola (0.18) 0.13 (0.07) (0.25) Transportasi, Komunikasi dan (3.24) (2.85) 0.08 (0.48) Inflasi Kota Maumere Inflasi Kota Maumere secara tahunan sebesar 4,16% (yoy), masih lebih rendah dibanding inflasi NTT yang sebesar 5,04% (yoy). Namun demikian, gap inflasi mengalami penurunan seiring dengan deflasi triwulan I 2016 yang hanya sebesar 0,09% (qtq), lebih rendah dibanding deflasi NTT. Rendahnya deflasi terutama disebabkan oleh kondisi inflasi di bulan Februari yang masih mengalami inflasi, dan di saat yang sama Kota Kupang justru mengalami deflasi. Grafik Inflasi Tahunan Kota Maumere Grafik Inflasi Triwulanan Kota Maumere Grafik Inflasi Bulanan Kota Maumere Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 32 32

50 Cukup rendahnya inflasi di Kota Maumere membuat penurunan harga juga tidak terjadi secara signifikan. Secara tahunan, inflasi Kota Maumere lebih disebabkan oleh kenaikan harga bahan makanan, makanan jadi, minuman dan tembakau serta kenaikan biaya tempat tinggal. Berdasarkan bahan makanan, kenaikan terbesar justru terjadi pada kenaikan harga ayam kampung hidup yang naik hingga 72,23% (yoy) dan menyumbang inflasi hingga 2,16% (sum-yoy). Adanya pembatasan supplier pembelian DOC di awal tahun 2015 masih menjadi penyebab utama melambungnya harga ayam hidup. Ikan selar diawetkan juga mengalami kenaikan signifikan hingga 213,49% (yoy) dibanding tahun sebelumnya yang menyumbang inflasi bahan makanan hingga 0,33% (sum-yoy). Di sisi lain, turunnya harga sayur-sayuran dan ikan segar mampu menahan laju inflasi bahan makanan. Kenaikan harga makanan jadi, minuman dan tembakau lebih disebabkan oleh kenaikan cukai rokok yang cukup besar, sehingga harga jual meningkat hingga 7,06% (qtq) dan berkontribusi terhadap inflasi hingga 0,36% (sum-qtq). Adapun kenaikan harga makanan jadi lebih disebabkan oleh kenaikan harga yang telah terjadi di bulan Juli-Agustus Biaya tempat tinggal pada komoditas perumahan menjadi komoditas penyumbang inflasi terbesar lainnya, sedangkan komoditas lainnya cenderung stabil. Secara triwulanan, hanya komoditas bahan makanan dan transportasi yang mengalami deflasi. Namun demikian, dikarenakan sumbangan terhadap total konsumsi yang cukup besar, kedua kelompok komoditas tersebut mampu menurunkan inflasi di Kota Maumere. Kembali normalnya permintaan dan penurunan penumpang diperkirakan menjadi penyebab utama deflasi pada kedua kelompok komoditas tersebut. Tabel 2.7. Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas IHK 2016 MTM YOY Komoditi QTQ Jan Feb Mar Jan Feb Mar INFLASI UMUM (0.09) (0.77) Bahan Makanan (3.84) (1.57) 0.34 (2.64) Makanan Jadi, Minuman dan Perumahan, Air, Listrik, Gas d Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olah (0.01) Transportasi, Komunikasi dan (1.14) (3.24) (1.89) (0.08) (1.30) Sumber : BPS, diolah Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 33 33

51 2.5. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID Selama triwulan I 2016, TPID tidak melakukan rapat baik teknis maupun HLM. Hal ini lebih disebabkan oleh karakter inflasi di NTT yang memang cenderung mengalami penurunan di awal tahun, sehingga langkah-langkah aksi dan mitigasi dinilai belum terlalu diperlukan. Dalam rangka mengantisipasi adanya potensi kerawanan pangan, TPID baru melakukan perencanaan yang diadakan pada bulan April 2016 melalui rapat teknis. Gambar 2.1. Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan I 2016 dan Sebaran Pembentukan TPID Sumber : Sekretariat TPID, diolah Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 34 34

52 Perkembangan kondisi potensi rawan pangan di NTT menunjukkan kondisi yang membaik. Walaupun total gagal tanam meningkat menjadi 59,7 ribu ha dibanding posisi Januari 2016 yang sebesar 34,8 ribu ha, namun dibanding total luas lahan tanam, prosentase gagal tanam mengalami penurunan menjadi hanya 11,71% dibanding bulan Januari yang mencapai 30,5%. Total luas tanam tanaman pangan hingga posisi bulan April 2016 mencapai 509,72 ribu ha, dengan penanaman terbesar pada komoditas padi dengan total luas tanam sebesar 247 ribu ha, disusul oleh tanaman jagung yang seluas 232 ribu ha, ubi kayu seluas 26 ribu ha dan ubi jalar dengan total tanam seluas 5 ribu ha. Kabupaten Sikka menjadi Kabupaten yang paling berpotensi mengalami rawan pangan yang disebabkan oleh kegagalan tanam 66,0% total tanaman pangan yang ditanam. Dari total 13 ribu ha lahan tanaman pangan, seluas 8,6 ribu ha mengalami gagal tanam. Kabupaten Timor Tengah Utara, Alor, dan Lembata juga menjadi daerah dengan prosentase gagal tanam yang lebih dari 30% dari total luas tanam. Daerah dengan kegagalan tanam cukup tinggi lainnya adalah Flores Timur dan Ende. Dari total 22 kabupaten/kota, terdapat 11 Kabupaten/kota yang relatif rendah prosentase gagal tanam yang dialami. Untungnya, sebagian besar daerah yang relatif aman dari gagal tanam merupakan kantong produksi, sehingga secara total, gangguan produksi relatif terjaga. Permasalahan yang timbul saat ini lebih dikarenakan adanya penyakit tanaman yang membuat produktifitas mengalami penurunan. Gambar Boks 2.1. Peta Daerah dengan Potensi kerusakan tanam Posisi 29 April 2016 Sumber : Badan Ketahanan Pangan Provinsi NTT, diolah Berdasarkan komoditas, potensi gagal tanam tertinggi dialami oleh tanaman jagung yang mencapai 15,93% dari total luas tanam atau sebesar 37 ribu ha. Tanaman padi mengalami gagal tanam yang cukup besar hingga 20 ribu ha atau setara dengan 8,23% dari total luas tanam. Ubi kayu dan Ubi jalar juga mengalami gagal tanam namun tidak terlalu besar dikarenakan luas tanam yang juga relatif kecil. Dari total lahan yang gagal tanam tersebut, petani berpotensi mengalami kerugian lebih kurang setara dengan 700 miliar rupiah. Boks 2. El Nino dan Potensi Rawan Pangan di NTT 35

53 Gambar Boks 2.2. Total Luas Tanam dan Gagal Tanam pada Tanaman Pangan di NTT Grafik Boks 2.1. Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan Produktivitas Padi Sumber : Badan Ketahanan Pangan Provinsi NTT, diolah Sumber : Dinas Pertanian dan BPS, diolah Untuk meminimalisir potensi kerugian yang ada, maka peningkatan produktifitas pada lahan yang tidak terdampak gagal tanam diharapkan dapat menjadi fokus utama. Berdasarkan data perbandingan penyaluran alokasi pupuk subsidi per ha lahan dengan produktifitas menunjukkan adanya korelasi positif antara keduanya. Semakin banyak pemupukan lahan per ha, maka produktifitas juga cenderung meningkat. Berdasarkan data tersebut juga terlihat ada permasalahan terkait rendahnya produktifitas padi di NTT yang salah satunya juga disebabkan oleh alokasi pupuk subsidi per ha lahan yang relatif minim. Grafik Boks 2.2. Prakiraan Curah Hujan Bulan Mei 2016 Grafik Boks 2.3. Prakiraan Curah Hujan Bulan Juni 2016 Grafik Boks 2.4. Prakiraan Curah Hujan Bulan Juli 2016 Sumber : BMKG Sumber : BMKG Sumber : BMKG Estimasi cuaca 3 bulan ke depan menunjukkan adanya potensi kemarau terutama mulai bulan Juni 2016 di NTT. Adanya hujan beberapa hari di bulan Mei 2016 lebih disebabkan oleh adanya anomali cuaca dan akan segera berakhir. Berdasarkan prakiraan cuaca BMKG, terlihat bahwa potensi kering atau curah hujan rendah terjadi di Bulan Juli 2016, bahkan terendah dibanding provinsi lain. Dengan kondisi kering tersebut, maka potensi gagal tanam/panen untuk tanaman pangan yang masih ada juga akan cukup besar. Walaupun menteri pertanian telah menyampaikan bahwa pada bulan Juli September berpotensi terjadi La Nina, namun BMKG belum menyampaikan rilis resmi terkait hal tersebut. Walaupun 90% total luas tanaman pangan sudah ditanam, namun potensi kerawanan pangan harus tetap diperhatikan hingga musim hujan kembali tiba. Untuk meminimalisir potensi rawan pangan tersebut, maka pemerintah kabupaten/kota mengalokasikan bantuan pangan dari cadangan beras kabupaten/kota sebanyak 100 ton, pemerintah provinsi memiliki cadangan beras sebanyak 200 ton dan BULOG masih memiliki cadangan beras lebih dari 30 ribu ton. Bahkan saat ini terdapat rencana untuk kembali mendatangkan beras dari Jawa. Boks 2. El Nino dan Potensi Rawan Pangan di NTT 36

54

55 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN Kinerja perbankan dan sistem pembayaran mengalami perlambatan yang terlihat dari perlambatan aset perbankan, DPK dan net inflow sistem pembayaran Indikator kinerja perbankan secara year-on-year (yoy) mengalami perlambatan, sementara itu secara triwulanan (qtq) tumbuh lebih baik dari periode sebelumnya. Seiring dengan melambatnya kinerja perbankan, indikator peredaran uang tunai juga menunjukkan adanya perlambatan. Sementara itu, transaksi kliring mengalami peningkatan lebih dikarenakan kenaikan plafon penggunaan kliring hingga 500 juta rupiah. Kesehatan perbankan masih menunjukkan kondisi perbankan yang sehat yang terlihat dari nilai NPL sebesar 1,8% di bawah 5% KONDISI UMUM Kinerja perbankan di Provinsi NTT secara year-on-year pada triwulan I 2016 masih mengalami perlambatan. Hal ini tercermin dari beberapa indikator kinerja perbankan, seperti Aset pada triwulan ini hanya mampu tumbuh sebesar 3,80% (yoy) atau mencapai Rp.31,47 triliun. Dana Pihak Ketiga (DPK) juga melambat 12,09% (yoy) atau dengan nominal mencapai Rp.22,54 triliun. Namun demikian, pertumbuhan penyaluran kredit perbankan di NTT secara umum menunjukkan peningkatan. Selain itu, angka rasio likuiditas atau Loan to Deposit Ratio (LDR) pada triwulan I 2016 sebesar 88,35% lebih rendah dari triwulan IV 2015 yang mencapai 89,98%. Kondisi NPL juga masih menunjukkan kondisi perbankan yang sehat walaupun terjadi kenaikan dibanding triwulan sebelumnya. Grafik 3.1. Perkembangan Kinerja Perbankan ,00% ,00% ,00% ,00% ,00% ,00% 0 0,00% I II III IV I II III IV I II III IV I Aset (miliar) Kredit (miliar) DPK (miliar) y-o-y aset y-o-y kredit y-o-y DPK Sumber: Bank Indonesia Diolah Grafik 3.2. Perkembangan LDR dan NPL 94% 92% 90% 88% 86% 84% 82% 80% 78% I II III IV I II III IV I II III IV I LDR NPL Sumber: Bank Indonesia Diolah 2,5% 2,0% 1,5% 1,0% 0,5% 0,0% Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 37

56 Secara umum perkembangan sistem pembayaran di provinsi NTT pada triwulan I 2016 menunjukkan perlambatan. Hal ini didorong oleh melambatnya sistem pembayaran tunai, dan non tunai dalam hal ini BI-RTGS. Sementara itu, SKNBI hingga triwulan I 2016 mengalami perkembangan yang signifkan. Sistem Pembayaran Tunai mengalami net-inflow atau jumlah uang masuk di Bank Indonesia lebih besar daripada uang yang beredar. Net-inflow Sistem Pembayaran Tunai di NTT pada triwulan ini sebesar Rp.1,50 triliun atau 3,50% (yoy) lebih rendah dibandingkan dengan tahun lalu pada periode yang sama. Besarnya Net inflow pada periode ini merupakan pola pergerakan sistem pembayaran tunai setiap awal tahun. Selain itu, terjadi faktor siklikal di awal tahun karena adanya arus balik dana perbankan dan masyarakat ke Bank Indonesia pasca tingginya kebutuhan uang kartal pada periode Natal dan Liburan akhir tahun Pada triwulan I 2016 uang palsu yang ditemukan atau dilaporkan di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT menurun dibanding triwulan sebelumnya. Pada triwulan ini uang palsu yang dilaporkan sebanyak 25 lembar. Adanya laporan uang palsu di Bank Indonesia, mencerminkan semakin bertambahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat serta perbankan tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah. Sistem Pembayaran Non Tunai fasilitas Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) di NTT pada triwulan I 2016 dari sisi volume maupun nominal mengalami peningkatan. Selain itu, pertumbuhan transaksi SKNBI di NTT juga masih tetap berada di atas pertumbuhan Nasional. Peningkatan volume dan nominal transaksi pembayaran melalui SKNBI merupakan dampak diimplementasikannya sistem BI-RTGS Gen II pada tanggal 16 November 2015 dimana batasan transaksi pembayaran dengan menggunakan sistem BI-RTGS yaitu minimal Rp.100 juta, sementara sampai dengan 30 Juni 2016 tidak terdapat batasan transfer dana dengan menggunakan SKNBI. Sementara itu, transaksi BI-RTGS pada triwulan I 2016 mencapai Rp.8,69 triliun, masih terus mengalami penurunan bila dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Untuk diketahui bahwa penurunan transaksi pembayaran melalui BI-RTGS disebabkan oleh perubahan ketentuan tentang BI-RTGS dan SKNBI. Hal ini sejalan dengan arah pengembangan sistem BI-RTGS untuk transaksi yang bersifat high value. Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 38

57 Grafik 3.3. Perkembangan SKNBI 40,00% 30,00% 20,00% 10,00% 0,00% -10,00% -20,00% Y-o-Y 500,00% 400,00% 300,00% 200,00% 100,00% 0,00% -30,00% -100,00% Sumber: Bank Indonesia Diolah Volume Kliring Nominal Kliring Volume Cek/BG Kosong Nominal Cek/BG Kosong 3.2. PERKEMBANGAN KINERJA BANK UMUM Pada Triwulan I 2016 perkembangan kinerja (year-on-year) bank umum secara Nasional maupun di Provinsi NTT mengalami perlambatan. Perlambatan kinerja perbankan di NTT didorong oleh melambatnya komponen Aset sebesar 3,53% (yoy) dan penghimpunan DPK sebesar 11,84% (yoy). Sementara itu, penyaluran Kredit bank umum di NTT berdasarkan lokasi proyek mengalami peningkatan sebesar 15,03% (yoy), lebih tinggi dari triwulan IV 2015 sebesar 14,61% (yoy) Aset dan Aktiva Produktif Perkembangan Aset Bank Umum di NTT maupun secara Nasional pada triwulan I 2016 mengalami perlambatan. Aset Bank Umum di NTT pada triwulan I 2016 mencapai Rp.30,93 triliun, masih menunjukkan perlambatan bila dibandingkan dengan periode sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan Aset Bank Pemerintah dan Bank Swasta. Aset Bank Pemerintah pada triwulan ini mengalami perlambatan paling besar yakni dari 12,18% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi 3,11% (yoy). Sementara itu, Aset Bank Swasta juga melambat sebesar 6,94% (yoy) pada triwulan I 2016, atau lebih rendah dari triwulan IV 2015 yang sebesar 8,69% (yoy). Selain itu, perlambatan Aset perbankan di NTT juga disebabkan oleh menurunnya aset antar kantor dan penempatan pada bank lain. Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 39

58 Grafik 3.4. Komposisi Aset Berdasarkan Kelompok Bank 11,39% BANK PEMERINTAH BANK SWASTA NASIONAL 88,61% Sumber: Bank Indonesia Diolah Dana Pihak Ketiga Pada triwulan I 2016 penghimpunan DPK di NTT mencapai Rp.22,14 triliun atau tumbuh melambat. Walaupun melambat, pertumbuhan DPK di NTT masih berada di atas pertumbuhan DPK Nasional. Pertumbuhan DPK Bank Umum pada periode ini mengalami perlambatan sebesar 11,84% (yoy), lebih rendah bila dibandingkan triwulan IV 2015 yang mencapai 16,84% (yoy). Perlambatan tersebut didorong oleh melambatnya komponen Giro sebesar 4,42% (yoy) dan Deposito sebesar 13,41% (yoy), lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan IV Sementara itu, komponen Tabungan pada periode ini hanya mengalami sedikit perlambatan. Berdasarkan golongan pemilik, golongan Perorangan memiliki bagian terbesar dalam DPK, diikuti oleh golongan Pemerintah, Swasta dan Lainnya. Berdasarkan pertumbuhannya, golongan Swasta mengalami pertumbuhan paling melambat dibandingkan golongan Lainnya. Grafik 3.6. Komposisi DPK Berdasarkan Golongan Grafik 3.5. Share Deposito Berdasarkan Jangka Waktu Nasabah 70,00% 60,00% (RP M ILIAR) Giro Deposito Tabungan ,00% 40,00% 30,00% ,00% ,00% ,00% <=1 BULAN <=3 BULAN <=6 BULAN <=12 BULAN >12 BULAN PEMERINTAH SWASTA PERORANGAN LAINNYA Sumber: Bank Indonesia Diolah PEMERINTAH SWASTA PERORANGAN LAINNYA Sumber: Bank Indonesia Diolah Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 40

59 Kelompok Tabungan masih memiliki porsi yang paling besar yakni sebesar 47,39%, diikuti oleh Deposito sebesar 26,80% dan Giro 25,81%. Komponen Tabungan masih didominasi oleh golongan Perorangan sebesar 88,82%, Swasta 9,68%, Pemerintah 1,43%, dan Lainnya 0,07%. Berdasarkan komposisi Deposito pada triwulan I 2016, golongan Perorangan mendapat share terbesar dibandingkan golongan Pemerintah, Swasta, dan Lainnya. Pertumbuhan golongan Pemerintah pada triwulan ini mengalami perlambatan yang paling tinggi yaitu sebesar 12,30% (yoy), kemudian Lainnya 5,31% (yoy). Sementara itu, golongan Swasta meningkat menjadi 8,56% (yoy) dan Perorangan 13,72% (yoy) lebih tinggi dari triwulan IV Pada triwulan I 2016, andil terbesar pada komponen Giro adalah golongan Pemerintah, selanjutnya Perorangan, Swasta dan Lainnya. Namun demikian, golongan Swasta dan Perorangan menjadi pendorong melambatnya Giro pada triwulan ini. Sementara itu, pertumbuhan Giro golongan Lainnya dan Pemerintah masing-masing tumbuh sebesar 13,51% (yoy) dan 0,59% (yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% Grafik 3.7. Pertumbuhan DPK 0% IV-2013 I-2014 II-2014 III-2014 IV-2014 I-2015 II-2015 III-2015 IV-2015 I-2016 Giro (yoy) Deposito (yoy) Tabungan (yoy) Sumber: Bank Indonesia Diolah 100% Grafik 3.8. Komposisi DPK Share 90% 80% 50,2% 45,6% 47,4% 55,9% 45,9% 42,0% 43,0% 70% 55,3% 47,4% 60% 50% 40% 25,5% 25,0% 26,0% 26,4% 28,7% 27,6% 30% 24,1% 24,1% 26,8% 20% 10% 24,2% 29,4% 26,7% 20,0% 27,6% 29,3% 29,4% 20,7% 25,8% 0% I-2014 II-2014 III-2014 IV-2014 I-2015 II-2015 III-2015 IV-2015 I-2016 Giro Deposito Tabungan DPK (yoy) Sumber: Bank Indonesia Diolah 25% 20% 15% 10% 5% 0% Ditinjau dari suku bunga, pada triwulan I 2016 rata-rata suku bunga simpanan mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan IV Rata-rata suku bunga simpanan pada triwulan I 2016 sebesar 3,40%, sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2015 yang mencapai 3,42%. Penurunan suku bunga tidak terlalu berdampak terhadap jumlah nasabah yang melakukan simpanan pada triwulan ini yang meningkat 13,02% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2015 yang hanya mencapai 8,66% (yoy). Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 41

60 Grafik 3.9. Suku Bunga Simpanan 9,00% 8,00% 7,00% 6,00% 5,00% 4,00% 3,00% 2,00% 1,00% 0,00% IV-2013 I-2014 II-2014 III-2014 IV-2014 I-2015 II-2015 III-2015 IV-2015 I-2016 Suku Bunga Giro Suku Bunga Deposito Suku Bunga Tabungan Sumber: Bank Indonesia Diolah Penyaluran Kredit / Pembiayaan Pada triwulan I 2016 penyaluran kredit perbankan berdasarkan lokasi proyek di NTT mencapai Rp.20,52 triliun atau mengalami peningkatan, sementara secara Nasional mengalami perlambatan. Pertumbuhan kredit yang meningkat pada triwulan I 2016 didorong oleh pertumbuhan kredit Modal Kerja dan Konsumsi. Namun demikian, kredit Investasi mengalami perlambatan. Peningkatan kredit Modal Kerja dan Konsumsi menggambarkan adanya gairah pengembangan usaha dan semakin tingginya daya beli masyarakat di NTT. Grafik Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik Komposisi Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan 60,00% 25,00% 50,00% 20,00% 40,00% 30,00% 15,00% Modal Kerja; 29,85% 20,00% 10,00% 0,00% I II III IV I II III IV I II III IV I 10,00% 5,00% 0,00% Investasi; 7,64% Konsumsi; 62,51% y-o-y kredit y-o-y modal kerja y-o-y investasi y-o-y konsumsi Sumber: Bank Indonesia Diolah Sumber: Bank Indonesia Diolah Berdasarkan Sektor Ekonomi, pada triwulan I 2016 terdapat beberapa sektor yang mendorong meningkatnya penyaluran Kredit, diantaranya Kredit Sektor Industri Pengolahan yang meningkat sebesar 144,34% (yoy), sektor Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum juga mengalami peningkatan sebesar 61,27% (yoy). Kemudian Sektor Perikanan meningkat sebesar 58,61% (yoy) lebih tinggi dari triwulan IV Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 42

61 Grafik Komposisi Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi 63,89% 25,63% 2,66% 2,19% 1,01% Penerima Kredit Bukan Lapangan Usaha Perdagangan Besar Dan Eceran Konstruksi Penyediaan Akomodasi Dan Penyediaan Makan Minum Pertanian, Perburuan Dan Kehutanan Sumber: Bank Indonesia Diolah Berdasarkan sektor usaha, pangsa penyaluran kredit terbesar pada triwulan I 2016 di Provinsi NTT adalah sektor penerima kredit bukan lapangan usaha (konsumsi), kemudian sektor perdagangan besar dan eceran, serta sektor konstruksi. Secara spasial, Kota Kupang mendapat penyaluran kredit terbesar dengan pangsa 23,41%, diikuti oleh Kabupaten Kupang 9,82%, Kabupaten Belu 8,09%, Kabupaten Sikka 6,52%, dan Kabupaten Ende 5,62%. Sementara itu, berdasarkan pertumbuhan kredit, Kabupaten/Kota yang menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit di NTT adalah Kabupaten Ngada, Timor Tengah Utara dan Manggarai Suku Bunga Pada triwulan I 2016 rata-rata suku bunga kredit Bank Umum di NTT mengalami penurunan. Berdasarkan jenis penggunaan, suku bunga Kredit Investasi mengalami penurunan yang terbesar, kemudian diikuti oleh suku bunga Kredit Modal Kerja. Namun demkian, pada triwulan ini suku bunga Kredit Konsumsi mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan Triwulan IV Berdasarkan nilai suku bunga, kredit Konsumsi juga memiliki suku bunga tertinggi dibandingkan suku bunga kredit yang lain. Dengan adanya penurunan suku bunga Kredit Investasi dan Modal Kerja ini, diharapkan dapat mendorong laju pertumbuhan kredit terutama dalam penggunaan Modal Kerja dan Investasi, sehingga masyarakat semakin tertarik untuk berinvestasi serta dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi NTT. Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 43

62 Grafik Perkembangan Kredit, NPL dan BI Rate 25,00% 20,00% 15,00% 10,00% 5,00% 0,00% I II III IV I II III IV I II III IV I Kredit (yoy) Ratio NPL BI Rate Sumber: Bank Indonesia Diolah Grafik Perkembangan Kredit Berdasarkan Suku Bunga 18,00% 16% 16,00% 14% 14,00% 12% 12,00% 10% 10,00% 8% 8,00% 6,00% 6% 4,00% 4% 2,00% 2% 0,00% 0% I II III IV I II III IV I II III IV I Modal Kerja Investasi Konsumsi Rata-rata BI Rate Sumber: Bank Indonesia Diolah Kredit Usaha Mikro Kecil Menengah Penyaluran kredit UMKM di NTT pada triwulan I 2016 mengalami peningkatan 18,22% (yoy) atau dengan nominal sebesar Rp.6,19 triliun. Selain itu, pertumbuhan kredit UMKM di NTT pada triwulan ini juga masih berada di atas pertumbuhan Nasional. Rasio kredit UMKM dibandingkan dengan total kredit yang disalurkan Bank Umum di NTT pada triwulan I 2016 mencapai 31,64%, sedikit lebih tinggi dibanding triwulan IV Peningkatan pertumbuhan Kredit UMKM pada triwulan I 2016 didorong oleh meningkatnya penyaluran Kredit Kecil sebesar 12,19% (yoy) dan Kredit Mikro sebesar 17,15% (yoy) lebih tinggi dari triwulan IV Sementara itu, Kredit Menengah pada triwulan ini mengalami perlambatan sebesar 28,60% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2015 yang mencapai 40,71% (yoy). Grafik Share Kredit UMKM Berdasarkan Grafik Komposisi Kredit UMKM Sektor Ekonomi MIKRO 26,08% MENENGAH 31,35% KECIL 42,57% Perdagangan Besar Dan Eceran; 73,41% Konstruksi; 7,09% Penyediaan Akomodasi Dan Makan Minum; 3,10% Perta nian, Perburuan Dan Kehutanan; 2,74% Real Estate, Usaha Persewaan, Dan Jasa Perusahaan; 2,70% Sumber: Bank Indonesia Diolah Sumber: Bank Indonesia Diolah Berdasarkan penggunaan, Kredit UMKM untuk Modal Kerja dan Investasi pada periode ini sama-sama mengalami peningkatan lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 44

63 Sementara itu, dilihat dari sisi sektor ekonomi pertumbuhan Kredit UMKM didorong oleh sektor Listrik, Gas dan Air, sektor Perikanan, dan Konstruksi. Grafik Perkembangan UMKM Berdasarkan Grafik Perkembangan UMKM Jenis Penggunaan 7.000,00 35,00% 60,00% ,00 30,00% 50,00% , , ,00 25,00% 20,00% 15,00% 40,00% 30,00% ,00 10,00% 20,00% ,00 5,00% 10,00% ,00% I II III IV I II III IV I II III IV I KREDIT UMKM NPL Kredit UMKM Kredit UMKM (yoy) Ratio NPL UMKM Sumber: Bank Indonesia Diolah 0,00% - I II III IV I II III IV I II III IV I MODAL KERJA INVESTASI MODAL KERJA (YOY) INVESTASI (YOY) Sumber: Bank Indonesia Diolah Berdasarkan komposisi kredit UMKM, Kredit Modal Kerja (KMK) mendominasi penyaluran kredit ini dengan porsi sebesar 83,84% dari total kredit UMKM. Sementara itu, kredit Investasi hanya sebesar 16,16% dari total kredit UMKM Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Pada triwulan I 2016 pertumbuhan kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) juga mengalami perlambatan. Perlambatan tersebut didorong oleh melambatnya Aset dan Kredit BPR, sementara itu DPK BPR mengalami peningkatan. Sementara itu, penyaluran Kredit BPR juga mengalami perlambatan terutama disebabkan oleh melambatnya kredit Modal Kerja dan Investasi. Tabel 3.1.Perkembangan Kinerja BPR Indikator Utama I II III IV I Aset (miliar) 336,87 415,26 436,99 454,41 481,56 509,90 534,58 y-o-y aset 34,35% 23,27% 27,30% 26,50% 28,90% 22,79% 22,33% Kredit (miliar) 255,73 318,54 330,21 348,80 353,59 365,85 368,21 y-o-y kredit 45,80% 24,56% 22,27% 18,59% 15,45% 14,85% 11,51% DPK (miliar) 247,60 308,97 311,39 330,86 352,91 381,16 402,54 y-o-y DPK 33,00% 24,79% 24,45% 28,69% 28,43% 23,36% 29,27% LDR 84,26% 79,40% 80,46% 82,38% 80,52% 76,70% 77,55% NPL 4,45% 4,76% 5,46% 5,71% 6,05% 5,40% 6,16% Walaupun beberapa indikator kinerja BPR mengalami perlambatan, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) oleh BPR pada triwulan ini mengalami peningkatan. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya kelompok Deposito dan Tabungan yang masing-masing sebesar 39,76% (yoy) dan 8,20% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan IV Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 45

64 Grafik Komposisi DPK BPR Tabungan 30,64% De posito 69,36% 300,00 250,00 200,00 150,00 100,00 50,00 - Grafik Pertumbuhan DPK BPR I II III IV I II III IV I II III IV I Deposito Tabungan y-o-y deposito y-o-y tabungan 45,00% 40,00% 35,00% 30,00% 25,00% 20,00% 15,00% 10,00% 5,00% 0,00% Sumber: Bank Indonesia Diolah Sumber: Bank Indonesia Diolah Berdasarkan pangsa kredit, Penyaluran Kredit Modal Kerja mengambil porsi terbesar dari total Kredit BPR yakni sebesar 51,29% (yoy), kemudian Kredit Konsumsi sebesar 32,94% dan Kredit Investasi 15,77%. Grafik Share Kredit dan NPL Berdasarkan Grafik Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi Sektor Ekonomi Bukan Lapangan Usaha - Lainnya 31,86% Perdagangan Besar dan Eceran 21,21% Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi 9,98% Konstruksi 9,48% Jasa Kemasyarakatan, SosBud, Hiburan & Perseorangan 7,87% Kegiatan Usaha yang Belum Jelas Batasannya 4,92% Jasa Perorangan yang melayani Rumah Tangga 3,81% Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan-minum 2,57% Perantara Keuangan 1,25% Administrasi Pemerintahan, Pertanahan & Jaminan 1,21% Pertanian, Perburuan dan Kehutanan 1,10% Bukan Lapangan Usaha - Rumah Tangga 1,09% Jasa Pendidikan 0,98% Perikanan 0,93% Real Estate 0,77% Industri Pengolahan 0,53% Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,24% Pertambangan dan Penggalian 0,10% Listrik, Gas dan Air 0,09% 0,00% 5,00% 10,00% 15,00% 20,00% 25,00% 30,00% 35,00% Sumber: Bank Indonesia Diolah 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% Pertanian, Perburuan Perikanan Pertambangan dan Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Konstruksi Perdagangan Besar Penyediaan Transportasi, Perantara Keuangan Real Estate Administrasi Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Jasa Kemasyarakatan, Jasa Perorangan yang Kegiatan Usaha Yang Rumah Tangga Bukan Lapangan Sumber: Bank Indonesia Diolah Share thd NPL Share thd Kredit 50% 45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% 3.4. Kinerja Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau Perkembangan perbankan berdasarkan sebaran pulau dibagi menjadi tiga pulau, yaitu pulau Flores, Sumba dan Timor. Pada triwulan I 2016 pertumbuhan Aset di pulau Flores mencatat pertumbuhan yang terbaik diantara pulau Sumba dan Timor. Sementara itu, berdasarkan penghimpunan DPK, pertumbuhan pulau Timor yang terbaik dibandingkan pulau Flores dan Sumba. Kemudian apabila dilihat berdasarkan penyaluran Kredit, pulau Flores sedikit lebih baik dibandingkan Sumba dan Timor. Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 46

65 Grafik Perkembangan Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau 18,00% 16,00% 14,00% 12,00% 10,00% 8,00% 6,00% 4,00% 2,00% 0,00% Sumber: Bank Indonesia Diolah Timor Flores Sumba Asset DPK Kredit NPL 1,95% 1,90% 1,85% 1,80% 1,75% 1,70% 1,65% 1,60% 1,55% 1,50% 1,45% Pulau Flores Kinerja perbankan di pulau Flores pada triwulan I 2016 relatif melambat. Hal ini tercermin dari pertumbuhan Aset perbankan di pulau Flores yang tumbuh melambat sebesar 7,09% (yoy) atau sebesar Rp.9,12 triliun lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada triwulan IV Penghimpunan DPK pada triwulan I 2016 juga melambat 5,19% (yoy) atau dengan nominal sebesar Rp.7,84 triliun. Sementara itu, penyaluran kredit di Pulau Flores pada triwulan I 2016 sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Angka rasio kredit macet (NPL) di Pulau Flores pada triwulan I 2016 mengalami peningkatan, dari 1,39% pada triwulan IV 2015 menjadi 1,90% pada triwulan I Selain itu, rasio likuiditas di Pulau Flores pada triwulan I 2016 juga meningkat sebesar 93,33% lebih tinggi dari triwulan IV 2015 yang hanya sebesar 92,15%. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Grafik Komposisi DPK di Pulau Flores 2,06% 0,09% 20,03% 10,67% 87,17% 1,12% 79,94% 4,27% 74,58% 6,45% 0,66% 12,95% PEMERINTAH PERORANGAN SWASTA LAINNYA GIRO DEPOSITO TABUNGAN Grafik Komposisi Kredit di Pulau Flores 1 MODAL KERJA; 32,15% 2 INVESTASI; 4,24% 3 KONSUMSI; 63,60% Sumber: Bank Indonesia Diolah Sumber: Bank Indonesia Diolah Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 47

66 Pulau Sumba Kinerja perbankan di Pulau Sumba pada triwulan I 2016 juga ikut melambat. Pertumbuhan Aset pada triwulan I 2016 melambat sebesar 5,61% (yoy) atau mencapai Rp.2,37 triliun lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya. Sementara itu, penghimpunan DPK di Pulau Sumba tercatat sebesar Rp.1,91 triliun, ikut mengalami perlambatan sebesar 0,67% (yoy) lebih rendah dari triwulan IV Penyaluran kredit juga melambat 12,92% (yoy) atau sebesar Rp.2,00 triliun pada triwulan I Adapun angka rasio likuiditas meningkat dari 101,47% menjadi 104,72%. Hal ini disebabkan oleh tingginya penyaluran kredit yang tidak sebanding atau lebih besar dari penghimpunan DPK di Pulau Sumba. Grafik Komposisi DPK di Pulau Sumba Grafik Komposisi Kredit di Pulau Sumba Sumber: Bank Indonesia Diolah Sumber: Bank Indonesia Diolah Pulau Timor Pada triwulan I 2016 kinerja perbankan di pulau Timor melambat. Aset perbankan di pulau Timor pada triwulan I 2016 mencapai Rp.19,44 triliun atau melambat sebesar 1,70% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan IV Seiring dengan perlambatan Aset perbankan pada triwulan I 2016, pertumbuhan DPK dan penyaluran Kredit juga ikut melambat. Penghimpunan DPK perbankan dipulau Timor pada triwulan I 2016 mencapai Rp.12,20 triliun atau mencapai 16,73% (yoy), sementara itu penyaluran Kredit mencapai Rp.10,01 triliun atau tumbuh sebesar 12,60% (yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya. Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 48

67 Grafik Komposisi DPK di Pulau Timor Grafik Komposisi Kredit di Pulau Timor Sumber: Bank Indonesia Diolah Sumber: Bank Indonesia Diolah 3.5. Sistem Pembayaran Transaksi Non Tunai Transaksi Kliring (SKNBI) Sistem Kliring Nasional Bank Indonsia (SKNBI) di provinsi NTT pada triwulan I 2016 masih mengalami peningkatan dan jauh di atas Nasional. Penggunaan fasilitas Kliring di NTT sampai dengan triwulan I 2016 berdasarkan nominal mencapai Rp.3,11 triliun atau tumbuh 213,76% (yoy) dan volume mencapai lembar warkat atau meningkat 68,41% (yoy) lebih tinggi dari triwulan IV Peningkatan transaksi yang signifikan ini disebabkan oleh adanya perubahan ketentuan dan kegiatan SKNBI serta perlindungan nasabah. Saat ini, settlement layanan Transfer Dana ditambah menjadi 5 (lima) kali, yaitu pada pukul 09.00, 11.00, 13.00, 15.00, dan WIB sedangkan Layanan Kliring Warkat Debit saat ini dibagi menjadi 4 zona. Dibandingkan transfer melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI- RTGS), terdapat beberapa perbedaan transfer melalui SKNBI, yaitu pertama, proses setelmen SKNBI dilakukan secara periodik (netting) sedangkan RTGS, proses setelmen dilakukan secara individual (gross). Kedua, dari segi batasan nominal, transaksi transfer dana nasabah yang dapat diproses melalui SKNBI sampai dengan 30 Juni 2016 tidak terdapat batasan maksimal, sedangkan transaksi nasabah melalui BI-RTGS minimal sebesar Rp ,00 per transaksi. Ketiga, biaya yang dikenakan Bank Indonesia kepada Peserta untuk SKNBI lebih murah, yaitu sebesar Rp.750,00 per transaksi dan maksimal biaya transfer dana yang dapat dikenakan peserta kepada nasabahnya adalah Rp.5.000,00, sedangkan biaya transaksi BI-RTGS yang dikenakan Bank Indonesia kepada peserta adalah sebesar Rp ,00 dan maksimal biaya transfer dana yang dapat dikenakan peserta kepada nasabahnya adalah sebesar Rp ,00. Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 49

68 Grafik Perkembangan SKNBI NTT Grafik 3.31 Perkembangan SKNBI Nasional NTT Nasional Ribu lembar Nilai (Rp.Miliar) Sumber: Bank Indonesia Diolah Volume (lbr) Nilai (Rp.Miliar) Sumber: Bank Indonesia Diolah Volume (lbr) Berdasarkan komposisi peserta pengirim, transaksi kliring Provinsi NTT pada triwulan I 2016 paling besar adalah Bank Swasta Nasional dengan porsi sebesar 59,83%, kemudian Bank Pemerintah 36,76%, Bank Pembangunan Daerah sebesar 1,59%, Bank Syariah 1,51%, dan Bank Campuran 0,30%. Grafik Share SKNBI Berdasarkan Kelompok Bank Bank Swasta Nasional 59,83% Bank Pemerintah 36,76% Bank Pembangunan Daerah 1,59% Bank Syariah 1,51% Bank Campuran 0,30% Sumber: Bank Indonesia Diolah Transaksi RTGS Transaksi BI-RTGS pada triwulan I 2016 dari sisi nominal maupun volume mengalami penurunan. Penurunan tersebut disebabkan oleh pengalihan transaksi besar (high value) ke Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 50

69 Grafik Perkembangan BI-RTGS , , , , ,00 0, , , , , , ,00% 1000,00% 500,00% 0,00% -500,00% -1000,00% -1500,00% Volume Nominal (In/Out) Volume (yoy) Nominal (yoy) Sumber: Bank Indonesia Diolah Transaksi Tunai Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia tercermin dari beberapa kegiatan, diantaranya jumlah aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke stakeholder (outflow), jumlah aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), dan kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE), serta temuan uang palsu (UPAL) Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (outflow) Pada triwulan I 2016 aliran uang yang masuk ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT mengalami peningkatan dibandingkan uang yang beredar di masyarakat atau perbankan. Aliran outflow atau uang yang beredar pada triwulan I 2016 mencapai Rp.0,33 triliun, tumbuh -6,14% (yoy) lebih rendah dibandingkan dengan triwulan IV 2015 yang mencapai 25,31% (yoy). Selain itu, inflow atau uang yang disetor di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT juga mengalami perlambatan 1,60% (yoy) atau sebesar Rp.1,83 triliun, lebih rendah dari triwulan IV 2015 yang tumbuh 3,67% (yoy). Hal ini merupakan pola setiap awal tahun pasca tingginya kebutuhan uang realisasi proyek dan konsumsi masyarakat di akhir tahun. Selain itu, hal ini juga sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Penggunaan Pengeluaran Konsumsi yang juga melambat pada triwulan I Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 51

70 Grafik Perkembangan Transaksi Tunai Grafik Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow- Outflow) 2000,00 700% 3.000,00 80,00% 1500, ,00 600% 500% 2.500,00 500,00 0,00-500, , ,00 Tw1-11 Tw2-11 Tw3-11 Tw4-11 Tw1-12 Tw2-12 Tw3-12 Tw4-12 Tw1-13 Tw2-13 Tw3-13 Tw4-13 Tw1-14 Tw2-14 Tw3-14 Tw4-14 Tw1-15 Tw2-15 Tw3-15 Tw4-15 Tw % 300% 200% 100% 0% -100% 2.000, , ,00 500,00 0,00% -2000, ,00-200% -300% 0,00-80,00% Net In/Out (Rp. Miliar) qtq yoy Sumber: Bank Indonesia Diolah Inflow (Rp. Miliar) Outflow (Rp. Miliar) yoy inflow yoy outflow Sumber: Bank Indonesia Diolah Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang telah dimusnahkan di NTT hingga triwulan I 2016 mencapai Rp.509,70 miliar atau meningkat 56,72% (yoy). Hal ini dapat digambarkan oleh jumlah setoran UTLE di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan I 2016 tercatat sebesar Rp.716,63 miliar, atau meningkat sebesar 50,22% (yoy) bila dibandingkan dengan triwulan IV Sementara itu, rasio pemusnahan UTLE di Provinsi NTT dibandingkan Nasional pada triwulan I 2016 yaitu sebesar 0,89% sedikit meningkat bila dibandingkan triwulan IV Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT terus mengupayakan untuk menekan laju pertumbuhan UTLE di NTT dengan cara melakukan sosialisasi bagaimana memperlakukan uang rupiah dengan baik ke pasar-pasar, perbankan, serta akademisi dan pelajar Temuan Uang Palsu Temuan uang palsu yang tercatat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan I 2016 mengalami penurunan. Jumlah lembar uang palsu menurun dari 53 lembar menjadi 25 lembar pada triwulan laporan. Uang palsu yang ditemukan pada triwulan ini umumnya uang kertas pecahan Rp ,-, pecahan Rp ,- dan Rp ,-. Jumlah uang palsu yang ditemukan berkurang, hal ini menggambarkan bahwa kegiatan pengenalan ciri-ciri keaslian uang rupiah berdampak positif dan terus diperlukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat. Peningkatan pemahaman masyarakat terhadap temuan uang palsu juga menjadi alasan yang tinggi uang palsu tersebut dilaporkan. Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 52

71 Grafik Perkembangan UTLE di Provinsi NTT 3.000, ,00% 1400,00% 2.500, ,00% 2.000, ,00% 800,00% 1.500,00 600,00% 1.000,00 400,00% 200,00% 500,00 0,00% 0,00-200,00% Tw1-12 Tw2-12 Tw3-12 Tw4-12 Tw1-13 Tw2-13 Tw3-13 Tw4-13 Tw1-14 Tw2-14 Tw3-14 Tw4-14 Tw1-15 Tw2-15 Tw3-15 Tw4-15 Tw1-16 Inflow (Rp. Miliar) Outflow (Rp. Miliar) UTLE QtQ UTLE YoY UTLE Sumber: Bank Indonesia Diolah Grafik Perkembangan UPAL di Provinsi NTT 1200 Lbr UPAL Tw1-12 Tw2-12 Tw3-12 Tw4-12 Tw1-13 Tw2-13 Tw3-13 Tw4-13 Tw1-14 Tw2-14 Tw3-14 Tw4-14 Tw1-15 Tw2-15 Tw3-15 Tw4-16 Tw1-16 Sumber: Bank Indonesia Diolah Upaya penanggulangan uang palsu secara represif telah dilaksanakan oleh Kepolisian dengan menangkap dan menuntut pembuat maupun pengedar uang palsu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 53

72 Stabilitas Sistem Keuangan di Provinsi NTT Kondisi Intermediasi dan Resiko Perbankan Kelompok Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) memiliki porsi pendanaan dari induk perusahaan cukup besar dibandingkan dengan Bank Pemerintah Daerah (BPD) dan Bank Persero (BUMN). Kendati BUSN melakukan pengumpulan DPK dari masyarakat, porsi dana dari induk bank dapat dikategorikan relatif besar. Tercatat bahwa dalam kurun waktu 2015 s.d. triwulan I 2016, porsi pendanaan dari induk perusahaan konsisten berada pada angka 35% - 40% dari total keseluruhan dana. Sementara itu, perolehan dana BPD dan Bank Persero didominasi oleh DPK dengan porsi pada triwulan I sebesar 79,16%. Kondisi tersebut secara tidak langsung juga mempengaruhi kondisi Loan to Deposit Ratio (LDR). Pada triwulan I 2016 BPD dan Bank Persero tercatat memiliki LDR sebesar 86,01% sedangkan BUSN tercatat lebih tinggi yakni sebesar 107,74%. Hal ini menunjukkan bahwa DPK BUSN tidak dapat mengakomodasi seluruh penyaluran kredit yang ada sehingga pendanaan dari sumber lain/ induk perusahaan sangat diperlukan. Grafik Boks 3.1. Pangsa DPK Perbankan NTT Grafik Boks 3.2. NPL Berdasarkan Penggunaan Sumber : Bank Indonesia, diolah Dari sisi kredit, pertumbuhan kredit konsumsi menahan perlambatan pertumbuhan kredit secara keseluruhan. Walaupun tumbuh sebesar 13,63% (yoy) di triwulan I 2016, keseluruhan kredit mengalami perlambatan dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 14,37% (yoy). Hal ini disebabkan karena terjadinya penurunan kredit investasi dan perlambatan pada kredit modal kerja. Namun demikian, pertumbuhan kredit konsumsi sebesar 16,85% (yoy) dengan pangsa terbesar yakni 63,89% dapat menahan laju perlambatan pertumbuhan kredit secara keseluruhan. Pertumbuhan kredit konsumsi didukung pula dengan rasio NPL yang senantiasa terjaga di bawah level 1%. Secara umum, kondisi kesehatan perbankan relatif aman yang terlihat dari NPL perbankan yang sebesar 1,82%, jauh dari batas nilai NPL maksimal yang sebesar 5%. 54

73 Berbeda halnya dengan kredit konsumsi, kredit modal kerja dan investasi memiliki rasio NPL hampir mendekati 5%. Apabila dibandingkan dengan triwulan IV 2015, rasio NPL kredit modal kerja dan investasi triwulan I 2016 tercatat lebih tinggi. Hal ini terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) triwulan I 2016, dimana hanya sebesar 33,80% dari seluruh responden menyatakan bahwa kondisi likuiditas berada pada kategori baik atau lebih rendah dibandingkan dengan hasil SKDU triwulan IV 2015 dimana sebanyak 40,30% responden menyatakan memiliki kondisi likuiditas yang baik. Hal ini secara tidak langsung mempengaruhi kemampuan membayar hutang pelaku usaha di triwulan I 2016 yang menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Tabel Boks 3.1. Kondisi Kredit Berdasarkan Sektor Sektor PANGSA NPL Pertumbuhan tw I (yoy) Penerima Kredit Bukan Lapangan Usaha/ Konsumsi 63.89% 0.8% 16.85% Perdagangan Besar Dan Eceran 25.63% 2.5% 12.16% Konstruksi 2.66% 16.02% 12.13% Penyediaan Akomodasi, Makan, & Minum 2.19% 1.5% 58.34% Pertanian, Perburuan Dan Kehutanan 1.01% 2.0% 2.14% Real Estate Dan Jasa Perusahaan 0.89% 3.7% 17.95% Transportasi, Pergudangan Dan Komunikasi 0.88% 3.9% % Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan 0.87% 2.6% % Industri Pengolahan 0.81% 2.6% % Perikanan 0.30% 3.4% 59.01% Listrik, Gas Dan Air 0.29% 20.76% 28.20% Jasa Kesehatan Dan Kegiatan Sosial 0.16% 0.2% 4.93% Perantara Keuangan 0.14% 21.77% % Jasa Pendidikan 0.14% 2.3% 11.59% Jasa Perorangan Yang Melayani Rt 0.08% 3.0% % Pertambangan Dan Penggalian 0.06% 5.5% 0.38% Administrasi Pemerintahan 0.00% 0.0% % Kegiatan Yang Belum Jelas Batasannya 0.00% 1.9% % Badan Internasional 0.00% 0.0% % Sumber : Bank Indonesia, diolah Di lihat dari sisi sektoral untuk kredit modal kerja dan investasi, terdapat beberapa sektor yang perlu mendapatkan perhatian khusus salah satunya adalah sektor konstruksi. Pada triwulan I 2016 kredit pada sektor konstruksi mengalami kenaikan kredit yang cukup signifikan yakni sebesar 12,13% (yoy) lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,13% (yoy). Namun, kenaikan tersebut tidak didukung dengan kondisi rasio NPL yang baik yakni sebesar 16,02% sehingga dikhawatirkan akan mengganggu kondisi stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan. Kemudian, rasio NPL kredit pada sektor listrik, gas, dan air serta sektor perantara keuangan terpantau perlu juga mendapatkan perhatian khusus meski kedua sektor tersebut tidak memiliki andil yang besar untuk keseluruhan kredit di Provinsi NTT. Di samping itu, perlu dilakukan pemantauan untuk NPL di sektor pertambangan dan penggalian, perikanan, real estate, dan transportasi. Untuk dua sektor dengan pangsa terbesar yaitu: sektor penerima kredit bukan lapangan usaha/ konsumsi dan perdagangan besar dan eceran terpantau masih dalam kondisi aman karena rasio NPL kedua sektor tersebut jauh di bawah 5%. 55

74 Pangsa DPK dan Kredit Secara industri BPD dan Bank Persero mendominasi pangsa pengumpulan DPK. Dari keseluruhan DPK yang ada di Provinsi NTT, BPD dan Bank Persero menguasai 98,24% dari total giro di triwulan I Sedangkan untuk tabungan dan deposito, BPD dan Bank Persero menguasai masing-masing sebesar 88,18% dan 83,41%. Selain itu, penguasaan pangsa DPK tersebut didukung dengan aset BPD dan Bank Persero yang juga mendominasi industri sebesar 88,31% pada triwulan I Grafik Boks 3.3. Pangsa DPK Perbankan NTT Grafik Boks 3.4. Pangsa Kredit Perbankan NTT Sumber : Bank Indonesia, diolah Sumber : Bank Indonesia, diolah Sementara itu dari sisi kredit, BPD dan Bank Persero menguasai pangsa kredit baik modal kerja, investasi, dan konsumsi. Terdapat hal yang menarik untuk porsi kredit investasi dimana BUSN memiliki persentase lebih tinggi dibandingkan kredit modal kerja dan kredit konsumsinya. 56

75 KEUANGAN DAERAH Realisasi pendapatan pemerintah pada triwulan I-2016 mencapai Rp 5,17 triliun (20,91%) dari pagu rencana pendapatan sebesar Rp 24,7 triliun. Sementara itu, realisasi belanja pemerintah tercatat masih cukup rendah yaitu Rp 3,09 triliun (8,88%) dibandingkan pagu belanja sebesar Rp 34,81 triliun. Namun masih lebih tinggi apabila dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun Kondisi Umum Pada tahun 2016 terjadi peningkatan pagu pendapatan pemerintah daerah di Provinsi NTT sebesar 18,3% (yoy) dari Rp 20,88 triliun pada tahun 2015 menjadi Rp 24,70 triliun (2016). Target kenaikan pendapatan untuk Pemerintah Provinsi mencapai 18,1% sementara untuk Pemerintah Kab/Kota sebesar 19,3%. Dari sisi belanja, peningkatan pagu hanya sebesar 0,9% dari Rp 34,51 triliun pada tahun 2015 menjadi Rp 34,81 triliun pada tahun Perlambatan peningkatan belanja terutama disebabkan oleh menurunnya rencana belanja APBN seiring dengan telah selesainya beberapa proyek infrastruktur strategis di tahun sebelumnya. Berdasarkan struktur pagu belanja 2016, terdapat penurunan pada belanja APBN, namun demikian, pagu belanja diperkirakan masih akan meningkat terutama berasal dari revisi belanja APBN seiring adanya kemungkinan tambahan alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur bendungan (Raknamo dan Rotiklot) ataupun pelabuhan Tenau, Ippi dan Lauren Say yang belum dialokasikan. Grafik 4.1. Perbandingan Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2015 dan 2016 Pagu Pendapatan dan Belanja Triliun Rp * % 0.9% Pendapatan Belanja Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Dari sisi realisasi pendapatan dan belanja hingga triwulan-i 2016, realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT telah mencapai Rp 5,17 triliun atau 20,91% dari total rencana pendapatan 2016 sebesar Rp 24,7 triliun. Pendapatan Bab IV Keuangan Daerah 57

76 APBN Pemerintah Pusat mencapai 184,6% dari target. Tingginya realisasi pendapatan lebih disebabkan oleh tingginya pencapaian realisasi Pajak Penghasilan (PPh) yang tidak termasuk dalam rencana pendapatan namun merupakan pendapatan utama dalam struktur APBN di daerah. Sementara itu, realisasi belanja pemerintah baru mencapai 8,88% atau Rp 3,09 triliun dari total pagu belanja sebesar Rp 34,81 triliun. Namun, realisasi belanja tersebut tercatat lebih tinggi apabila dibandingkan triwulan-i 2015 yang sebesar Rp 2,5 triliun atau 7,30% dari total pagu belanja Persentase realisasi belanja tertinggi untuk triwulan I dimiliki oleh Pemerintah Provinsi sebesar 13,78%. Grafik 4.2. Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur Triliun Rp Anggaran Realisasi Pendapatan % 19% 16% 1% 83% 72% APBN KAB PROV APBN KAB PROV Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah 4.2 Pendapatan Daerah Total Pendapatan Pemerintah di Provinsi NTT pada Triwulan-I 2016 mencapai Rp 5,17 triliun atau 20,91% dari rencana pendapatan tahun Apabila dibagi berdasarkan level pemerintahan, pendapatan APBN di Provinsi NTT tercatat sebesar Rp 465,52 miliar atau 184,61% dari total rencana pendapatan sebesar Rp 252,17 miliar. Porsi pendapatan terbesar APBN terutama berasal dari Pajak Penghasilan sebesar Rp 182,86 miliar (39,28%) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (Pendidikan, jasa, iuran denda, lainnya) sebesar Rp 155,89 miliar (33,49%). Sementara itu di tingkat Pemerintah Provinsi realisasi pendapatan telah mencapai Rp 975,51 miliar atau 25,17% dari total rencana pendapatan sebesar Rp 3,88 triliun. Pendapatan tertinggi Pemerintah Provinsi berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 445,70 miliar (45,7%) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp 367,77 miliar (37,7%). Selanjutnya, pendapatan Pemerintah Kabupaten/Kota yang telah mencapai Rp 3,72 triliun (18,1%) didominasi oleh Dana Alokasi Umum sebesar Rp 3,28 triliun atau 87,9%. Tingginya porsi pendapatan dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) menunjukkan masih tingginya ketergantungan pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota pada dana subsidi dari Bab IV Keuangan Daerah 58

77 Pemerintah Pusat. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui upaya pembenahan fasilitas pendukung bagi sektor potensial seperti pariwisata dan industri sehingga dapat meningkatkan investasi swasta di Provinsi NTT. Grafik 4.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBN Grafik 4.4 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBD Provinsi/ Kab-Kota 37.7% 2.1% 14.5% 2.2% 1.8% 5.1% 2.9% Kab/Kota 87.9% 45.7% Provinsi PAD DAU DAK Otsus Lainnya Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT Dari sisi spasial, kota Kupang memperoleh pencapaian target pendapatan tertinggi pada triwulan I-2016 yaitu sebesar 25,10% atau Rp 295,28 miliar dari target sebesar Rp 1,18 triliun. Pendapatan tertinggi yang didapat juga berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 220,38 miliar atau 74,64% dari total realisasi pendapatan. Realisasi pendapatan yang cukup tinggi (>20%) juga terdapat di Kab. Timor Tengah Utara (23,46%), Kab. Rote Ndao (22,99%), Kab. Timor Tengah Selatan (22,83%), Kab. Manggarai Barat (22,72%), Kab. Sumba Barat (22,57%), Kab. Sumba Timur (22,05%), Kab. Sabu Raijua (21,56%), Kab. Malaka (21,53%), Kab. Flores Timur (21,46%) dan Kab. Ende (20,09%). 4.3 Belanja Daerah Realisasi anggaran belanja APBN dan APBD Pemerintah di Provinsi NTT hingga triwulan-i tahun 2016 mencapai Rp 3,09 triliun atau 8,88% dari total pagu belanja tahun 2016 sebesar Rp 34,81 triliun. Apabila dilihat secara historis, pencapaian realisasi belanja ini cenderung lebih tinggi apabila dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang hanya 7,3% atau Rp 2,52 triliun dari pagu 2015 yang sebesar Rp 34,51 triliun. Sementara, berdasarkan kewenangan pemerintahan, realisasi belanja Pemerintah Provinsi menjadi yang tertinggi sebesar 13,8%. Namun, apabila dilihat dari belanja modal, realisasi belanja APBN menjadi yang tertinggi sebesar 4,8% lebih baik dibandingkan pencapaian tahun 2015 yang Bab IV Keuangan Daerah 59

78 hanya 0,9%. Perbaikan realisasi belanja modal pada APBN diperkirakan turut didorong oleh adanya proyek multiyear seperti bendungan (Raknamo dan Rotiklot), adanya dispensasi kegiatan proyek yang belum selesai pada tahun 2015 selama 90 hari di tahun 2016, serta berkurangnya permasalahan numenklatur yang menjadi kendala di tahun Untuk mempercepat realisasi anggaran, pemerintah telah melakukan beberapa upaya kebijakan, diantaranya: 1) Adanya surat dari Sekretaris Daerah kepada SKPD untuk mempercepat realisasi anggaran, 2) Adanya sanksi bagi Kepala Deaerah yang penyerapannya rendah, serta 3) Adanya target realisasi belanja di tingkat nasional, yaitu 15% (Tw-I), 40% (Tw-II), 60% (TW-III) dan 90% (TW-IV). Dari sisi hambatan terdapat beberapa hal yang berpotensi menghambat penyerapan anggaran secara maksimal, yaitu: 1) Revisi anggaran dari SKPD yang memerlukan waktu cukup lama, 2) Blokir terhadap beberapa mata anggaran, 3) Uang muka yang tidak diambil oleh pihak ketiga, 4) UPT di daerah yang belum memiliki akses online untuk pengurusan ijin dan tata usaha, serta masalah RTRW dan pembebasan lahan bagi upaya pembangunan 7 (tujuh) waduk di Provinsi NTT. Grafik 4.5 Perkembangan Realisasi Belanja Grafik 4.6 Perkembangan Realisasi Belanja Modal Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan Secara umum pada triwulan I-2016 realisasi tertinggi berada pada belanja konsumsi yang mencapai 11,38%, sementara belanja modal baru mencapai 2,51%. Porsi belanja konsumsi tertinggi berada pada belanja pegawai sebesar 65,25% atau Rp 2,02 triliun. Dari tingkat kewenangan, realisasi belanja konsumsi tertinggi berada pada Pemerintah Provinsi sebesar 16,2% yang terutama dipergunakan bagi belanja hibah sebesar Rp 319,8 miliar. Belanja hibah tersebut digunakan bagi program Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Desa Mandiri Anggur Merah serta pengadaan bantuan alat-alat untuk kegiatan produksi masyarakat, seperti kapal, alat tangkap, mesin kapal, serta alat produksi pertanian. Bab IV Keuangan Daerah 60

79 Di sisi lain, belanja modal di tingkat kabupaten masih tergolong sangat rendah sebesar 0,92%. Proses koordinasi dan konsolidasi seiring pergantian Kepala Daerah paska pemilu serentak 9 Kab/Kota pada tahun 2015 diperkirakan menjadi salah satu penyebab rendahnya penyerapan belanja modal. Grafik 4.7 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Tabel 4.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Rp miliar URAIAN REALISASI PANGSA RENCANA Nominal % (%) BELANJA DAERAH 34, , Belanja Modal 9, Belanja Konsumsi 25, , Belanja Pegawai 12, , Belanja Barang dan Jasa 7, Belanja Hibah 1, Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Bantuan Keuangan 2, Konsumsi Lainnya Belanja Lainnya Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Selanjutnya, apabila dibagi berdasarkan porsi realisasi belanja, realisasi belanja APBN mayoritas dipergunakan untuk belanja konsumsi sebesar Rp 468,58 miliar atau 54,19% dari total realisasi belanja triwulan-i. Hal yang sama juga terjadi pada belanja kabupaten/kota yang mayoritas dipergunakan bagi belanja pegawai sebesar Rp 1,43 triliun atau 84,92% dari total realisasi belanja kabupaten/kota pada triwulan I. Hal yang berbeda justru terjadi pada Pemerintah Provinsi yang mayoritas melakukan kegiatan belanja hibah (59,52%). Dari sisi besaran persentase realisasi belanja terhadap pagu belanja 2016, realisasi belanja APBN terbesar berada pada belanja pegawai (19,3%). Belanja pegawai Kabupaten/Kota yang sebesar 15,6% juga menjadi yang tertinggi. Sementara itu, realisasi belanja tertinggi Pemerintah Provinsi adalah bantuan keuangan sebesar 42,4%. Secara umum, komponen belanja pemerintah di NTT yang memiliki realisasi terbesar adalah belanja hibah sebesar 20,5%. Bab IV Keuangan Daerah 61

80 Grafik 4.8 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota Grafik 4.9 Persentase Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kab/Kota di NTT Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Secara spasial, presentase realisasi belanja pemerintah di tiap Kabupaten/Kota pada periode triwulan-i 2016 mencapai rata-rata 7,66%, sementara untuk belanja modal hanya sebesar 1,06%. Presentase realisasi tertinggi berada di Kabupaten Flores Timur dengan realisasi belanja 13,4% dan belanja modal 10,1%. Sementara presentase belanja terendah ada di Kab. Sabu Raijua sebesar 4,7% dan realisasi belanja modal terendah ada di Kab. Malaka sebesar 0%. Masuknya Kab. Sabu Raijua dan Kab. Malaka sebagai Kabupaten dengan realisasi belanja terendah di NTT menguatkan pula hipotesa sebelumnya bahwa masih diperlukan waktu untuk koordinasi dan konsolidasi bagi kegiatan belanja pemerintah mengingat kabupaten-kabupaten tersebut baru saja melakukan pilkada pada tahun Grafik Realisasi Belanja dan Belanja Modal Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur Belanja Daerah Belanja Modal % Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah Berdasarkan data perbankan pada bulan Triwulan I-2016, tercatat Dana Pihak Ketiga (DPK) Pemerintah dalam bentuk simpanan pada lembaga perbankan sebesar Rp 5,56 triliun. DPK tersebut meningkat 103,3% (qtq) apabila dibandingkan triwulan IV yang sebesar Rp 2,74 triliun. Peningkatan tersebut selaras dengan masih Bab IV Keuangan Daerah 62

81 minimnya realisasi anggaran pemerintah di awal tahun. Total DPK pemerintah sendiri paling banyak berada pada komponen Giro sebesar Rp 4,62 triliun. Grafik 4.11 Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota pada Perbankan di Wilayah Nusa Tenggara Timur Sumber : Bank Indonesia, diolah Tabel 4.2 Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Rp miliar PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK PUSAT PROVINSI KOTA KABUPATEN 3, , TOTAL 4, , Sumber : Bank Indonesia, diolah Lampiran: Tabel 4.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur Rp jutaan APBN/APBD REALISASI APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL PENDAPATAN DAERAH 252,169 20,571,686 3,876,020 24,699, ,525 3,724, ,514 5,165,340 BELANJA DAERAH 9,184,434 21,725,751 3,898,591 34,808, ,645 1,689, ,331 3,091,282 Belanja Modal 3,564,306 5,496, ,136 9,622, ,739 50,796 17, ,294 Belanja Konsumsi 5,620,128 16,229,491 3,202,708 25,052, ,906 1,638, ,572 2,849,988 Belanja Pegawai 2,423,251 9,202, ,780 12,299, ,578 1,434, ,953 2,017,172 Belanja Barang dan Jasa 3,175,721 3,869, ,806 7,701, , ,880 75, ,249 Belanja Hibah - 147,693 1,458,914 1,606,606-9, , ,861 Belanja Bantuan Sosial 21,156 41,932 21,830 84,918 (1) 5, ,098 Belanja Bagi Hasil - 309, , , Bantuan Keuangan - 2,590,659 24,679 2,615,338-23,499 10,458 33,957 Konsumsi Lainnya - 67,305 10,000 77,305-2,274-2,274 Belanja Lainnya , , SURPLUS/DEFISIT (8,932,265) (1,154,065) (22,570) (10,108,901) (399,121) 2,034, ,183 2,074,058 PEMBIAYAAN DAERAH Penerimaan 1,242,474 82,570 1,325, , , ,228 SILPA Tahun Lalu 1,224,789 75,000 1,299, , , ,541 Lainnya 17,684 7,570 25, ,557 1,688 Pengeluaran 102, ,285 20,000-20,000 Penyertaan Modal 96,200-96,200 20,000-20,000 Lainnya 6,085-6, PEMBIAYAAN NETTO 1,140,189 82,570 1,222, , , ,228 SILPA SEKARANG (13,877) 60,000 46,123 2,572, ,038 3,169,406 Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Bab IV Keuangan Daerah 63

82 Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Total rencana anggaran pendapatan dan belanja 22 Kabupaten/ Kota pada tahun 2016 telah mencapai lebih dari 20 triliun rupiah. Rencana pendapatan daerah mencapai 20,57 triliun, meningkat 19,04% (yoy) dibanding total rencana pendapatan daerah tahun 2015 yang sebesar 17,24 triliun. Demikian pula, rencana belanja daerah tahun 2016 mencapai 21,72 triliun meningkat 10,61% (yoy) dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 19,64 triliun. Walaupun pertumbuhan belanja terkesan melambat di tahun 2016, rencana belanja diperkirakan mengalami kenaikan lebih besar pada APBD-P. Grafik Boks 4.1. Perkembangan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Total Kabupaten/Kota di NTT Gambar Boks 4.1. Perubahan Postur Transfer ke Daerah dan Dana Desa Sumber : DJPK Kemenkeu RI, Biro Keuangan NTT, diolah Sumber : DJPK Kemenkeu RI, diolah Peningkatan pendapatan daerah lebih didorong oleh peningkatan dana desa yang mengalami kenaikan dari 3% APBN tahun 2015 menjadi sebesar 6% dari APBN atau bertambah lebih dari 1 triliun rupiah. Beberapa perubahan lainnya antara lain terkait pemberian dana insentif bagi daerah yang berprestasi dalam manajemen anggaran, reformulasi alokasi DAU dan DAK dalam upaya meningkatkan pemerataan dan pencapaian prioritas nasional. Gambar Boks 4.2. Postur Rencana Pendapatan Total Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Gambar Boks 4.3. Postur Rencana Belanja Total Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Sumber : Biro Keuangan NTT, diolah Sumber : Biro Keuangan NTT, diolah Boks IV Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kabupaten/Kota 64

83 Berdasarkan pangsa pendapatan, 79,7% pendapatan daerah diperoleh dari dana perimbangan terutama berasal dari dana alokasi umum (56,7%) dan dana alokasi khusus (21,6%). Selain itu terdapat pula dana transfer dalam pendapatan lain-lain berupa dana penyesuaian dan otonomi khusus sebesar 2,32 triliun atau setara 11,28% dari total APBD. Adapun total pendapatan asli daerah yang dapat diperoleh hanya sebesar 6,1% dari total pendapatan daerah. Hal ini menunjukkan tingginya ketergantungan daerah terhadap dana transfer dari pusat/apbn. Belanja tidak langsung masih mendominasi belanja kabupaten/kota terutama digunakan untuk belanja pegawai yang secara rata-rata mencapai 37,5% dari total biaya. Peningkatan cukup besar terjadi pada alokasi belanja bantuan keuangan yang terutama disebabkan oleh peningkatan dana desa dari 813 miliar di tahun 2015 menjadi miliar di tahun Alokasi belanja modal meningkat 10,28% dibanding tahun sebelumnya. Adapun pangsa belanja modal terhadap total belanja daerah mencapai 25,30% yang berarti 5,5 triliun dari total 21,7 triliun belanja di daerah digunakan untuk pembangunan. Grafik Boks 4.2. Postur Rencana Belanja per Masing-Masing Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Grafik Boks 4.3. Realisasi Belanja per Masing- Masing Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Triwulan I 2016 Sumber : Biro Keuangan NTT, diolah Sumber : Biro Keuangan NTT, diolah Berdasarkan rincian kabupaten kota, Kota Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Utara tercatat sebagai daerah dengan alokasi belanja pegawai terbesar hingga lebih dari 50%, diikuti oleh Kabupaten Belu (47,25%), Timor Tengah Selatan (46,14%), Sikka (45,12%) dan Flores Timur (44,87%). Adapun Kabupaten dengan belanja pegawai terendah antara lain Kabupaten Sumba Tengah (34,08%), Nagekeo (34,63%), Mabar (35,44%), Sabu Raijua (35,51%) dan Sumba Barat Daya (35,63%). Berdasarkan pola data dapat diketahui bahwa semakin tinggi belanja pegawai, maka belanja modal akan cenderung semakin kecil karena anggaran banyak terserap untuk belanja pegawai. Akibatnya adalah anggaran untuk pembangunan infrastruktur Boks IV Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kabupaten/Kota 65

84 relatif berkurang yang berdampak pada kurang terpenuhinya kebutuhan fasilitas umum yang layak bagi masyarakat. Berdasarkan pencapaian realisasi belanja, terlihat bahwa kabupaten dengan pangsa belanja pegawai yang besar cenderung memiliki realisasi belanja yang lebih besar. Hal ini dikarenakan oleh adanya gaji pegawai yang harus dibayarkan di tiap bulannya. Kabupaten Sabu Raijua menjadi Kabupaten dengan realisasi anggaran terendah dibanding kabupaten lainnya. Hal ini lebih disebabkan oleh struktur belanja yang didominasi oleh belanja modal, sehingga adanya kegiatan investasi belum bisa langsung dijadikan laporan realisasi penyerapan anggaran yang seakan-akan membuat penyerapan anggaran relatif rendah. Adapun Kabupaten yang perlu diapresiasi adalah Kabupaten Rote Ndao yang telah melakukan realisasi belanja modal sebesar 5,74% dan belanja barang sebesar 10,74% dari rencana belanja daerah. Walaupun relatif kecil dari target penyerapan anggaran yang sebesar 15% di triwulan I 2016, namun nilai tersebut merupakan realisasi penyerapan anggaran terbesar dibanding kabupaten lainnya. Adanya moratorium pengangkatan PNS di NTT dinilai sebagai langkah maju dalam memperbaiki kualitas belanja pemerintah ke arah yang lebih produktif. Boks IV Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kabupaten/Kota 66

85 KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN Perkembangan sektor ketenagakerjaan dan kesejahteraan menunjukkan kondisi perlambatan pada awal tahun Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan Februari 2016 mencatat angka 3,59% atau 87,69 ribu Jiwa dari total angkatan kerja, meningkat dibandingkan Februari 2016 yang sebesar 3,12% atau 75,1 ribu jiwa. Dari sisi sektoral, terjadi trend penurunan jumlah tenaga kerja sektor pertanian di bulan Februari yang terutama disebabkan pergeseran masa panen. Sementara itu, indikator kesejahteraan masyarakat pedesaan melalui Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan-i 2016 menunjukkan adanya penurunan apabila dibandingkan triwulan-iv Kondisi Umum Pada bulan Februari, kondisi kesejahteraan masyarakat NTT yang ditunjukkan pada kondisi ketenagakerjaan menunjukkan kondisi perlambatan 1. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi NTT pada bulan Februari 2016 adalah 3,59% ( jiwa) atau meningkat dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang mencatat TPT 3,12% ( jiwa). Peningkatan ini terutama disebabkan oleh adanya perlambatan penyerapan tenaga kerja sektor Pertanian sebagai sektor utama di Provinsi NTT sebesar -5% (yoy) yang disinyalir terjadi akibat adanya pergeseran masa tanam. Hasil tersebut sesuai dengan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan-i 2016 yang menunjukkan penurunan indeks ketenagakerjaan 2 (SBT -4.99). Sektor yang mengalami penurunan di SKDU terutama adalah sektor bangunan dan pertanian. Sementara itu, tingkat kesejahteraan masyarakat pedesaan yang ditunjukkan oleh Nilai Tukar Petani (NTP) juga menurun dari 102,69 (Triwulan IV-2015) menjadi 100,73 (Triwulan I-2016). 5.2 Perkembangan Ketenagakerjaan Kondisi Ketenagakerjaan Umum Jumlah angkatan kerja yang tercatat pada bulan Februari 2016 di Provinsi NTT sebanyak 2,44 juta jiwa atau meningkat 1,6% (yoy) apabila dibandingkan periode 1 Analisa kesejahteraan pada bab ini akan selalu berbeda penekanan tergantung ketersediaan data terbaru yang ada waktu dilakukan analisa. 2 angka indeks dihitung dengan metode SBT (Saldo Bersih Tertimbang) yang merupakan selisih dari prosentase jawaban naik dengan jawaban turun disesuaikan dengan bobot masing-masing sektor. Bab V Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 67 67

86 yang sama tahun 2015 sebesar 2,4 juta jiwa. Namun di sisi lain, terjadi Peningkatan jumlah pengangguran dari jiwa pada bulan Februari 2015 menjadi pada Februari Peningkatan ini juga berdampak pada Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang menunjukkan penurunan dari 72,95% (Februari 2015) menjadi 72,63% (Februari 2016). Angka ini menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja cenderung mengalami penuruan pada awal tahun Hal ini juga terkonfirmasi dari hasil analisa data historis tenaga kerja di NTT. Pada periode Februari 2015 dan 2016 pertumbuhan angkatan kerja cenderung berbalik lebih rendah dibandingkan pertumbuhan jumlah orang yang bekerja yang berdampak tingkat pengangguran yang meningkat cukup tinggi. Pada Februari 2016 tercatat pertumbuhan angkatan kerja sebesar 1,65% (yoy) sementara jumlah orang yang bekerja hanya sebesar 1,16% (yoy). Adanya fenomena el nino menyebabkan pergeseran masa tanam yang berakibat pada rendahnya pertumbuhan jumlah pekerja pada tahun 2015 dan 2016 terutama di sektor pertanian yang merupakan sektor unggulan di Provinsi NTT. Grafik 5.1. Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka Grafik 5.2. Perkembangan Pengangguran Sesuai Tingkat Pendidikan Ribu Jiwa Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Kondisi Ketenagakerjaan Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama Pada periode Februari 2016, mayoritas tenaga kerja di Provinsi NTT berada di sektor pertanian dengan jumlah 1,4 juta jiwa atau 59,4% dari total tenaga kerja dan diikuti oleh sektor Jasa Kemasyarakatan sebanyak jiwa (14,3%) dan sektor perdagangan sebanyak jiwa (10,5%). Namun, dari data historis yang ada terlihat bahwa pergerakan tenaga kerja sektor pertanian cenderung mengalami penurunan sejak bulan Februari Penurunan diperkirakan turut disebabkan oleh adanya pergeseran musim tanam di Provinsi NTT dalam beberapa tahun terakhir. Selain itu, penggunaan teknologi pertanian juga menurunkan penggunaan tenaga kerja seiring dengan efisiensi produksi yang terjadi. Penurunan juga terjadi pada Bab V Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 68 68

87 sektor tambang yang diperkirakan disebabkan oleh masih rendahnya harga komoditas tambang (mangan) sehingga banyak perusahaan yang tidak beroperasi. Di sisi lain, sektor jasa kemasyarakatan menunjukkan trend peningkatan yang mengindikasikan tingginya pekerjaan proyek pemberdayaan pemerintah sehingga kebutuhan tenaga kerja juga mengalami peningkatan. Peningkatan juga terjadi pada sektor perdagangan yang mengindikasikan masih tumbuhnya perekonomian di NTT. Grafik 5.3. Struktur Tenaga Kerja di NTT Bulan Februari 2016 Grafik 5.4. Perkembangan Tenaga Kerja menurut Lapangan Usaha Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Kondisi Ketenagakerjaan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Berdasarkan jenis pendidikan tertinggi yang ditamatkan, pengangguran terbanyak Februari 2016 berada pada tingkat pendidikan SMA/SMK sebanyak jiwa tetapi apabila dilihat dari Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 3, presentasi TPT terbesar ada pada tingkat universitas (10,15%) dan diikuti oleh Diploma I/II/III (9,97%). Berdasarkan perkembangan Angkatan Kerja dan jumlah orang yang bekerja, terdapat hal yang menarik yaitu berkurangnya pertumbuhan angkatan kerja Diploma I/II/III sebesar -26,9% (yoy) yang ditengarai terjadi akibat tingginya minat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (Universitas). Sementara itu, berdasarkan perbandingan pertumbuhan angkatan kerja dan pendidikan, terlihat bahwa mayoritas tingkat pendidikan memiliki pertumbuhan penyerapan tenaga kerja yang lebih rendah dibandingkan angkatan kerja yang tersedia. Satu-satunya tingkat pendidikan yang memiliki penyerapan tenaga kerja lebih tinggi adalah SMP (-0,2%- yoy) dibandingkan pertumbuhan yang -1,2% (yoy). Tingginya penyerapan pada tenaga kerja SMP sesuai dengan sektor utama pendorong ekonomi di Provinsi NTT yaitu sektor pertanian yang tidak terlalu membutuhkan tenaga kerja berpendidikan tinggi. Di samping itu, tingginya pertumbuhan tenaga kerja terdidik, seperti tingkat Universitas 3 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT): Jumlah Pengangguran dibagi Jumlah Angkatan Kerja Bab V Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 69 69

88 sebesar 17,7% (yoy) memerlukan adanya usaha bersama dalam perluasan lapangan kerja, baik melalui pendidikan dan kemudahan dalam kegiatan wirausaha serta usaha untuk dapat menarik investor terutama di sektor industri yang dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah cukup banyak. Grafik 5.5. Perkembangan Pengangguran Sesuai Tingkat Pendidikan Grafik 5.6. Perkembangan Angkatan kerja (AK) dan Pekerja sesuai Tingkat Pendidikan Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Status Pekerjaan Struktur tenaga kerja di Provinsi NTT pada rentang Februari 2015 dan Februari 2016 cenderung tidak berubah secara signifikan dan masih didominasi oleh pekerja di sektor informal dengan kisaran angka 77%. Sementara itu, status pekerjaan masyarakat pada Februari 2016 didominasi oleh pekerja yang berusaha dibantu buruh tidak tetap sebanyak jiwa (29,8%). Struktur tenaga kerja berdasarkan status pekerjaan mengalami perubahan dibandingkan Februari 2015 yang didominasi oleh Pekerja Tak Dibayar/Pekerja Keluarga. Hal ini juga mengkonfirmasi dampak dari pergeseran masa tanam, sehingga banyak petani dan keluarganya yang tidak bisa menggarap lahan persawahan miliknya. Sementara itu kenaikan jumlah pekerja yang berusaha dibantu buruh tidak tetap diperkirakan terjadi seiring adanya keterlambatan kegiatan proyek pemerintah dan proyek multiyear yang menyebabkan masih berjalannya kegiatan proyek di awal tahun. Grafik 5.7. Perkembangan Struktur Tenaga Kerja Sesuai Status Pekerjaan Grafik 5.8. Perkembangan Status Pekerjaan Masyarakat Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Bab V Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 70 70

89 71

90 Grafik Perkembangan Indeks Tenaga Kerja SKDU Sumber : SKDU-BI, diolah 5.3 Perkembangan Kesejahteraan Perkembangan Nilai Tukar Petani Tingkat kesejahteraan Pedesaan Provinsi NTT yang digambarkan oleh Nilai Tukar Petani (NTP) menunjukkan adanya penurunan dari 102,69 (Triwulan IV-2015) menjadi 100,73 (Triwulan I-2016). Penurunan disebabkan oleh turunnya indeks yang diterima (IT) dan terjadi kenaikan pada indeks yang dibayar (IB). Dari sisi sektoral, penurunan indeks terutama terjadi pada sektor Tanaman Perkebunan Rakyat sebagai akibat turunnya indeks yang diterima (IT) dan disinyalir terjadi karena berkurangnya produksi komoditas perkebunan masyarakat seperti kakao dan jambu mete, serta diikuti oleh anjloknya harga komoditas tersebut di tingkat global. Sementara itu, untuk indeks yang dibayar (IB) tertinggi ada pada sektor tanaman padi-palawija yang didorong kenaikan harga obat-obatan dan pupuk. Grafik Perkembangan Nilai Tukar Petani Grafik Perkembangan NTP Per-Sektor Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Perkembangan Survei Konsumen Sementara itu, berdasarkan hasil survei konsumen (SK) yang dilakukan oleh Bank Indonesia, ditemukan pula adanya indikasi penurunan pada pendapatan mayarakat di NTT. Berdasarkan hasil SK, Indeks Penghasilan Saat Ini Bab V Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 72 72

91 Masyarakat NTT dibandingkan 6 bulan yang lalu menunjukkan penurunan dari 146 (triwulan IV-2015) menjadi 123,50 (triwulan I-2016). Perlambatan produksi komoditas pertanian dan menurunnya kegiatan proyek dibandingkan periode sebelumnya disinyalir menjadi penyebab utama. Grafik Indeks Penghasilan Saat Ini Dibanding 6 Bulan Lalu Sumber : SK-BI, Diolah Bab V Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 73 73

92

93 OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan II-2016 diperkirakan akan meningkat dan berada pada rentang 5-5.4% (yoy) dan prediksi sepanjang tahun 2016 diperkirakan masih berada pada proyeksi sebelumnya sebesar 5,1-5,5% (yoy). Di sisi lain, inflasi triwulan II diperkirakan berada pada kisaran 4,7-5,2% (yoy) dengan prediksi akhir tahun sebesar 4-4,5% (yoy). Peningkatan investasi dan realisasi anggaran pemerintah diperkirakan masih menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi pada triwulan II dan sepanjang tahun Khusus untuk triwulan II, pertumbuhan ekonomi juga ditopang oleh pencairan dana desa tahap pertama dan kemungkinan realisasi gaji ke-13. Sementara itu, tekanan inflasi pada triwulan II diperkirakan terjadi seiring peningkatan konsumsi masyarakat menjelang libur sekolah pada bulan Juni dan adanya peningkatan harga menjelang perayaan Idul Fitri. Sementara itu, tekanan inflasi sepanjang tahun 2016 diperkirakan masih berasal dari komoditas volatile food dan tarif angkutan udara. 6.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2016 Berdasarkan perkembangan pada triwulan I-2016, Perekonomian NTT sepanjang tahun 2016 diperkirakan masih berada pada rentang 5,1 5,5% (yoy). Tingginya realisasi pertumbuhan ekonomi di triwulan I yang mencapai 5,06% (yoy) menjadi salah satu dasar optimisme. Pertumbuhan ekonomi 2016 sendiri diperkirakan didorong oleh investasi dan konsumsi pemerintah. Dari sisi investasi, pembangunan Waduk Raknamo yang telah memasuki tahap konstruksi (progress mencapai 45% di bulan Mei), Waduk Rotiklot, embung, serta proyek lainnya seperti jalur sabuk perbatasan dan pos lintas batas negara diharapkan menjadi faktor pendorong. Sementara dari sisi konsumsi pemerintah, optimisme muncul dari adanya peningkatan dana desa sebesar 128% dari Rp 812 miliar (2015) menjadi Rp 1,849 triliun (2016) yang akan disalurkan kepada 2995 desa di 21 kabupaten dengan besaran Rp 565 juta/desa serta adanya gaji ke-13 Pegawai Negeri Sipil. Dari sisi konsumsi rumah tangga, optimisme muncul dari peningkatan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebanyak 16% dari Rp ,- (2015) menjadi Rp ,- (2016). Namun, terdapat pula potensi penghambat pertumbuhan Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 74

94 ekonomi tahun 2016, diantaranya adalah potensi penurunan produksi pertanian seiring el nino dan serangan hama pada awal tahun 2016, serta kemungkinan penurunan produksi perikanan seiring La Nina yang diperkirakan terjadi mulai triwulan III Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan II-2016 Sementara itu, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2016 diperkirakan berada pada rentang 5-5,4% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan I yang sebesar 5,06% (yoy). Peningkatan terutama didorong oleh sektor konsumsi pemerintah dan produksi pertanian masyarakat seiring masa panen. Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan I Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah) Pertumbuhan Sisi Penggunaan Dari sisi penggunaan, komponen konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat yang tercermin pada angka Indeks Tendensi Konsumen (ITK) dan Survei Konsumen. Peningkatan juga terlihat dari indeks proyeksi pendapatan rumah tangga dan rencana pembelian barang tahan lama. Sementara dari Survei Konsumen, terlihat peningkatan indeks keyakinan konsumen, indeks ekspektasi konsumen, ekspektasi penghasilan 6 bulan yang akan datang dan kondisi ekonomi 6 bulan yang akan datang. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan optimisme masyarakat terhadap pendapatan yang akan datang dan hal tersebut terkait dengan adanya panen dan rencana gaji ke-13 pada triwulan yang akan datang. Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 75

95 6.2. Indeks Tendensi Konsumen 6.3. Survei Konsumen Sumber : BPS (diolah) Sumber :Bank Indonesia diolah) Kinerja investasi diperkirakan tumbuh sedikit melambat pada triwulan-ii. Pertumbuhan investasi secara tahunan di triwulan-ii diperkirakan akan sedikit melambat dibandingkan periode triwulan-i Hal ini lebih disebabkan dampak base effect tingginya pertumbuhan investasi pada triwulan II Pertumbuhan investasi sendiri diperkirakan masih berasal dari investasi pemerintah, terutama kelanjutan pembangunan bendungan, gedung pemerintahan, sarana publik (rumah sakit dan sarana pendidikan) serta fasilitas perhubungan (jalan, dermaga dan bandara). Di sisi swasta, terdapat sinyalemen rencana investasi swasta melalui pembangunan pabrik es balok dan garam. Kinerja net ekspor antar daerah dan luar negeri NTT pada triwulan II juga diperkirakan akan tetap melambat. Provinsi NTT diperkirakan masih akan mengalami net impor pada triwulan II-2016, hal ini terjadi karena masih terbatasnya produk asli daerah dan diiringi trend penurunan harga komoditas (kakao, jambu mete dan rumput laut) serta masih tingginya kebutuhan impor bahan modal (kendaraan dan bahan bangunan) serta pangan (beras). Di sisi lain, peningkatan pengiriman kapal ternak untuk memenuhi kebutuhan daging sapi menjelang hari raya Idul Fitri di pulau Jawa diharapkan dapat menghambat angka net impor Pertumbuhan Sisi Sektoral Dari sisi sektoral, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan-ii 2016 diperkirakan mengalami perlambatan dibandingkan triwulan-i. Perlambatan diperkirakan terjadi seiring adanya gagal tanam dan gagal panen untuk komoditas padi di beberapa daerah NTT, seperti Kab. Manggarai, Kab. Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 76

96 Manggarai Barat, Kab. Kupang dan Rote. Penyebab hal tersebut diantaranya adalah curah hujan yang rendah akibat el nino dan serangan hama. Selain itu, produksi perikanan juga diperkirakan tidak setinggi tahun sebelumnya sebagai akibat dari adanya pola migrasi dan gelombang bawah laut yang menyebabkan tangkapan nelayan menjadi berkurang. Di sisi lain, sektor pertanian diperkirakan masih dapat tumbuh seiring pengiriman sapi melalui kapal ternak dan usaha indusri garam yang berkembang, terutama di Kab. Sabu Raijua. Namun, patut diwaspadai potensi terhambatnya pengiriman akibat angin kencang dan gelombang tinggi yang mulai muncul di perairan NTT. Berdasarkan data BMKG, curah hujan dan sifat hujan untuk mayoritas daerah Provinsi NTT pada bulan Mei 2016 berada pada kisaran rendah atau dibawah normal. Curah hujan menengah atau kondisi sifat hujan cukup normal hanya terdapat di daerah sebagian Flores (Manggarai Barat, Manggarai dan Sikka), serta sebagian Kab. Kupang. Namun, adanya potensi anomali cuaca juga dapat terjadi mengingat seringkalinya Kota Kupang diguyur hujan pada bulan Mei. Gambar 6.1. Ramalan Curah Hujan di Provinsi NTT pada Bulan Mei 2016 Gambar 6.2. Ramalan Sifat Hujan di Provinsi NTT pada Bulan Mei 2016 Sumber: BMKG Stakum Lasiana Sumber: BMKG Stakum Lasiana Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib diperkirakan mengalami peningkatan. Peningkatan disebabkan oleh adanya potensi penyaluran gaji ke-13 PNS, 60% anggaran dana desa ke daerah (sekitar Rp 1,1 triliun) serta adanya upaya percepatan penyerapan anggaran oleh pemerintah dengan target realisasi triwulan II mencapai 40% dari total anggaran. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor diperkirakan mengalami peningkatan pada Triwulan-II. Peningkatan terutama didorong oleh adanya peningkatan pendapatan masyarakat seiring gaji ke-13 dan pendapatan paska panen. Selain itu, adanya liburan sekolah dan Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 77

97 menjelang hari raya Idul Fitri diperkirakan dapat pula mendorong hasrat masyarakat untuk melakukan belanja. Hal ini terindikasi pula pada hasil Suvei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)-Bank Indonesia yang menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan yang terlihat dari indeks harga jual dan kegiatan usaha yang meningkat. Grafik 6.4. Survei Kegiatan Dunia Usaha Sumber : Bank Indonesia (diolah) Sektor konstruksi diperkirakan mengalami perlambatan di triwulan-ii. Perlambatan lebih disebabkan oleh dampak base effect tingginya pertumbuhan ekonomi sektor konstruksi pada triwulan II Pertumbuhan sektor konstruksi pada triwulan-ii diperkirakan masih ditopang oleh proyek-proyek pemerintah, termasuk proyek multiyear seperti bendungan dan gedung pemerintahan. 6.2 Inflasi Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2016 diperkirakan berada pada kisaran 4-4,5% (yoy) sementara untuk triwulan-ii 2016 inflasi berada pada kisaran 4,7-5,2% (yoy). Pendorong inflasi pada tahun 2016 diperkirakan berasal dari komoditas volatile food. Adanya potensi penurunan produksi beras seiring kekeringan dan serangan hama pada musim tanam-i 2016 serta fluktuasi harga komoditas ikan, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan yang disebabkan oleh kondisi anomali cuaca yang seringkali terjadi menjadi potensi penyebab lainnya. Potensi inflasi juga berasal dari momen-momen libur keagamaan dan libur sekolah yang dapat mendorong peningkatan tarif angkutan udara. Sementara itu, potensi penahan inflasi pada tahun 2016 diperkirakan berasal dari stabilnya harga bahan bakar minyak (BBM) seiring harga minyak dunia yang cenderung rendah. Di sisi lain, inflasi tahunan pada triwulan II 2016 tercatat lebih rendah apabila dibandingkan triwulan-i, namun secara triwulanan inflasi cenderung lebih tinggi. Turunnya inflasi secara tahunan (yoy) lebih disebabkan oleh dampak Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 78

98 base effect tingginya inflasi pada periode yang sama tahun 2015 sehingga mendorong pencapaian inflasi secara tahunan yang tinggi di awal tahun. Apabila dilihat secara triwulanan (qtq) inflasi diprediksi tercatat cukup tinggi sebesar 0,8-1,1% (qtq) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan I yang sebesar -0,4% (qtq). Sumbangan inflasi triwulan II diperkirakan terjadi karena dorongan konsumsi masyarakat seiring peningkatan pendapatan paska panen dan momen liburan sekolah. Selain itu, momen idul fitri juga dapat menyebabkan harga komoditas dari daerah lain menjadi naik. Di sisi lain, penurunan produksi beras akibat kekeringan dan serangan hama dapat menjadi faktor pendorong inflasi lainnya. Indikasi kenaikan harga juga terlihat dari hasil survei konsumen Bank Indonesia yang menunjukkan adanya ekspektasi kenaikan harga dan penghasilan pada rentang triwulan II Grafik 6.5. Hasil Survei Konsumen Grafik 6.6. Prediksi Inflasi Triwulan-II 2016 Sumber: Survei Konsumen-Bank Indonesia Sumber: BPS & BI (diolah) Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 79

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur. Triwulan I Foto Cover : Joni Trisongko

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur. Triwulan I Foto Cover : Joni Trisongko KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Triwulan I Foto Cover : Joni Trisongko 0I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur triwulan I 2015 FOTO : PULAU KOMODO Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan Jl. Tom Pello No. 2 Kupang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Agustus 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2 Kupang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Mei KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pulau Padar, Taman Nasional Komodo Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi

Lebih terperinci

Ekonomi Makro Regional

Ekonomi Makro Regional 1 Ekonomi Makro Regional Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulani mengalami pertumbuhan yang sedikit melambat apabila dibandingkan triwulaniv. Namun mengalami kenaikan apabila dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur November 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2

Lebih terperinci

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang NTT (38) 832-364 / 827-916 ; fax : [38] 822-13 www.bi.go.id Daftar Isi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Kantor Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur Menyongsong Pembangunan di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang Berkualitas Februari 2017 Untuk

Lebih terperinci

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pantai Walakiri - Waingapu Foto By: Misha NR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 73/11/52/X/2016, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 TUMBUH 3,47 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II - 2014

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 51/11/Th.XIX, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III - EKONOMI ACEH TRIWULAN III TAHUN DENGAN MIGAS TUMBUH 2,22 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 3,31 PERSEN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016 No. 12/02/51/Th. XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN EKONOMI BALI TAHUN TUMBUH 6,24 PERSEN MENINGKAT JIKA DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN SEBELUMNYA. Perekonomian Bali tahun yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 63/11/34/Th.XVIII, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 4,68 PERSEN, LEBIH LAMBAT

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 09/02/18 Tahun XVIII, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016 EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016 TUMBUH 5,15 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TAHUN SEBELUMNYA Perekonomian Lampung

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 13/02/52/Th.IX, 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 TUMBUH 5,06 PERSEN Perekonomian Provinsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Tari Caci - Manggarai Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 11/02/35/Th.XV, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 TUMBUH 5,55 PERSEN MEMBAIK DIBANDING TAHUN 2015 Perekonomian Jawa Timur

Lebih terperinci

November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN 2015 Halaman Ini Sengaja Di Kosongkan 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Penerbit : KANTOR

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2015 FOTO : DANAU KELIMUTU Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 TUMBUH 5,21 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 TUMBUH 5,21 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2015 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 09/08/Th.XVII, 5 Agustus 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 TUMBUH 5,21 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2015 Perekonomian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Februari. pegunungan flores

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Februari. pegunungan flores Februari 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR pegunungan flores Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2017 No. 74/08/71/Th. XI, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2017 PEREKONOMIAN SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2017 TUMBUH 5,80 PERSEN Perekonomian Sulawesi Utara Triwulan II-2017 yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA TAHUN 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA No. 10/02/94/Th. X, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA TAHUN 2016 EKONOMI PAPUA TAHUN 2016 TUMBUH 9,21 PERSEN TUMBUH LEBIH CEPAT DIBANDING TAHUN LALU Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017 No. 31/05/51/Th. XI, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017 EKONOMI BALI TRIWULAN I-2017 TUMBUH SEBESAR 5,75% (Y-ON-Y) NAMUN MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR 1,34% (Q-TO-Q) Total perekonomian Bali

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2014 No. 05/11/Th.IX, 5 Februari 2015 No. 11/02/63/Th.XIX/ 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2014 EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2014 TUMBUH 4,85 PERSEN MELAMBAT SEJAK TIGA TAHUN

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Di sisi penawaran, hampir keseluruhan sektor mengalami perlambatan. Dua sektor utama yang menekan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2012 adalah sektor pertanian dan sektor jasa-jasa mengingat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2016 No. 32/05/51/Th. X, 4 Mei 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2016 EKONOMI BALI TRIWULAN I-2016 TUMBUH SEBESAR 6,04% (Y-ON-Y) NAMUN MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR 1,46% (Q-TO-Q) Total perekonomian Bali

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 09/02/Th.XX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH EKONOMI ACEH SELAMA TAHUN DENGAN MIGAS TUMBUH 3,31 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 4,31 PERSEN. Perekonomian Aceh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Kajian Triwulanan Periode Agustus 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Agustus 2016 KANTOR PERWAKILAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 12/02/52/Th.X, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT PADA TRIWULAN IV 2015 TUMBUH 11,98 PERSEN Sampai dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan II tahun 2013 tumbuh sebesar 3,89% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,79% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Perekonomian Gorontalo triwulan I-2013 tumbuh 7,63% (y.o.y) lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,57% (y.o.y.) Pencapaian tersebut masih

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TAHUN 2015 No. 13/02/71/Th. X, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TAHUN 2015 PEREKONOMIAN SULAWESI UTARA TAHUN 2015 TUMBUH 6,12 PERSEN Perekonomian Sulawesi Utara tahun 2015 yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TAHUN 2016 No. 13/02/71/Th. XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TAHUN 2016 PEREKONOMIAN SULAWESI UTARA TAHUN 2016 TUMBUH 6,17 PERSEN Perekonomian Sulawesi Utara tahun 2016 yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No.11/02/34/Th.XIX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2016 TUMBUH 5,05 PERSEN LEBIH TINGGI DIBANDING TAHUN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 31/05/52/Th XI, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017 EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017 MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 52/08/35/Th.XV, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 TUMBUH 5,03 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN II-2016 Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN I 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN I 2017 No. 35/05/71/Th. XI, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN I 2017 PEREKONOMIAN SULAWESI UTARA TRIWULAN I 2017 TUMBUH 6,43 PERSEN Perekonomian Sulawesi Utara Triwulan I 2017 yang diukur

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2015 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 47/08/34/Th.XVII, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2015 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II 2015 MENGALAMI KONTRAKSI 0,09 PERSEN,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 09/05/18/Th.XVII, 4 Mei 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 EKONOMI LAMPUNG TUMBUH 5,05 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN I-2015 Perekonomian Lampung triwulan I-2016

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2015 2 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 29/05/34/Th.XVII, 5 Mei 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2015 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I 2015 TUMBUH 0,16 PERSEN MELAMBAT DIBANDING

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2016 No. 1/0/33/Th.XI, 6 Februari 017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN TUMBUH 5,8 PERSEN MELAMBAT DIBANDINGKAN PERTUMBUHAN TAHUN SEBELUMNYA 17 1 A. PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014 Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL (www.bi.go.id) KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 12/02/52/Th.X, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2016 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TUMBUH 5,82 PERSEN Sampai dengan triwulan IV-2016 perekonomian

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 72/11/35/Th.XIV, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III 2016 TUMBUH 5,61 PERSEN MENINGKAT DIBANDING TRIWULAN III-2015

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2014 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 12/02/61/Th.XVIII, 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN TUMBUH 5,02 PERSEN MELAMBAT DIBANDINGKAN TAHUN 2013 Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2017 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 31/05/35/Th.XV, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2017 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I 2017 TUMBUH 5,37 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN I-2016 Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2015 No. 13/02/51/Th. X, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN EKONOMI BALI TAHUN TUMBUH 6,04 PERSEN LEBIH LAMBAT JIKA DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN SEBELUMNYA. Perekonomian Bali tahun yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2016 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 10/02/61/Th.XX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN IV- TUMBUH 3,77 PERSEN TERENDAH SELAMA TAHUN EKONOMI KALIMANTAN

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2016 I-12 II-12 III-12 IV-12 I-13 II-13 III-13 IV-13 I-14 II-14 III-14 IV-14 I-15 II-15 III-15 IV-15 I-16 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 31/05/52/Th X, 4 Mei 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 No. 78/11/71/Th. IX, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 PEREKONOMIAN SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 TUMBUH 6,28 PERSEN Perekonomian Sulawesi Utara Triwulan III-2015 yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 07/02/53/Th.XIX, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2015 EKONOMI NTT TAHUN 2015 TUMBUH 5,02 PERSEN Perekonomian NTT tahun 2015 yang diukur berdasarkan Produk Domestik

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA TRIWULAN I-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA TRIWULAN I-2016 Pertanian, Kehutanan, dan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Konstruksi Perdagangan Besar dan Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2015 No. 56/08/71/Th. IX, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2015 PEREKONOMIAN SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2015 TUMBUH 6,27 PERSEN Perekonomian Sulawesi Utara Triwulan II-2015 yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2015 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No.34/05/52/Th. IX, 5 Mei 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2015 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2015 TUMBUH 1,21 PERSEN Perekonomian Provinsi

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Banten Triwulan III-2017

Pertumbuhan Ekonomi Banten Triwulan III-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI BANTEN Pertumbuhan Ekonomi Banten Triwulan III- Ekonomi Banten Triwulan III- Tumbuh, Persen Perekonomian Banten berdasarkan besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN I TAHUN 2016 PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN I TAHUN 2016 PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN I TAHUN 2016 PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG EKONOMI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN I-2016 TUMBUH 3,30 PERSEN, MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN I- No. 32/05/19/Th.X,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2015 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 34/05/35/Th.XIII, 5 Mei 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2015 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I 2015 TUMBUH 5,18 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN I-2014 Perekonomian

Lebih terperinci

Bila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan

Bila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan Laju Pertumbuhan (persen) PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN II-2017 EKONOMI RIAU TRIWULAN II-2017 TUMBUH 2,41 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN II-2016 No. 37/08/14/Th. XVIII, 7 Agustus 2017 Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017 No. 54/08/19/Th.XI, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017 EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II-2017 TUMBUH 1,70 PERSEN MENINGKAT DIBANDING PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH SEMESTER I

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH SEMESTER I BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 37/08/Th.XX, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH SEMESTER I - 2017 EKONOMI ACEH SEMESTER I-2017 DENGAN MIGAS NAIK 3,67 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 3,54 PERSEN

Lebih terperinci

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga.

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga. No. 064/11/63/Th.XVIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2014 Perekonomian Kalimantan Selatan pada triwulan III-2014 tumbuh sebesar 6,19 persen, lebih lambat dibandingkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2015 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 65/11/34/Th.XVII, 5 November PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 5,57 PERSEN, LEBIH TINGGI

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN I/2016

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN I/2016 Laju Pertumbuhan (persen) PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN I/2016 EKONOMI RIAU TRIWULAN I/2016 TUMBUH 2,34 PERSEN MEMBAIK DIBANDING TRIWULAN I/2015 No. 24/05/14/Th. XVII, 4 Mei 2016 Perekonomian Riau

Lebih terperinci

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara No. 063/11/63/Th.XVII, 6 November 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2013 Secara umum pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan triwulan III-2013 terjadi perlambatan. Kontribusi terbesar

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan IV-217 No. 16/2/Th.XXI, Februari 218 BERITA RESMI STATISTIK Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan IV-217 Ekonomi Indonesia Triwulan IV-217 Tumbuh,19 Persen Perekonomian

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

Berita Resmi Statistik

Berita Resmi Statistik 6 November 2017 2 Pelopor Data Statistik Terpercaya Untuk Semua Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (Produk Domestik Bruto) Berita Resmi Statistik 6 November 2017 Indeks Tendensi Bisnis dan Indeks Tendensi Konsumen

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Gorontalo Triwulan III-2017

Pertumbuhan Ekonomi Gorontalo Triwulan III-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI GORONTALO Pertumbuhan Ekonomi Gorontalo Triwulan III-217 Ekonomi Gorontalo Triwulan III- 217 tumbuh 5,29 persen Perekonomian Gorontalo berdasarkan besaran Produk Domestik

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2015 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 11/02/61/Th.XIX, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2015 EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2015 TUMBUH 4,81 PERSEN MELAMBAT DIBANDINGKAN TAHUN 2014

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2016 No. 76/XI/71/Th. X, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2016 PEREKONOMIAN SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2016 TUMBUH 6,01 PERSEN Perekonomian Sulawesi Utara Triwulan III-2016 yang

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 32/05/35/Th. XI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2013 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,62

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA No. 5/5/Th. IX, Mei 1 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA EKONOMI SULAWESI TENGGARA TRIW. I-1 TUMBUH 5,1 PERSEN (YEAR ON YEAR) Perekonomian Sulawesi Tenggara triwulan I-1 yang diukur berdasarkan Produk

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan IV 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci