KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

2 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2 Kupang NTT [0380] ; fax : [0380]

3 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 Kata Pengantar Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan moneter. Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan perumusan kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan dapat bermanfaat bagi eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta stakeholder lainnya. Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup Ekonomi Makro Regional, Perkembangan Inflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, Keuangan Pemerintah, Kesejahteraan serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi terkait. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran, kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang. Kupang, Agustus 2015 Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Naek Tigor Sinaga Deputi Direktur ii

4 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 iii

5 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 Daftar Isi Halaman Judul i Kata Pengantar ii Daftar Isi iii Daftar Grafik v Daftar Tabel viii Ringkasan Umum ix Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur xii BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL 1.1 Kondisi Umum Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaa Konsumsi Pembentukan Modal Tetap Bruto/Investasi Ekspor dan Impor Ekspor dan Impor Antar Daerah Ekspor dan Impor Luar Negeri Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor Sektor-Sektor Lainnya BOKS 1. Pembangunan Sumber Daya Air Untuk Mendukung Kedaulatan Pangan di Provnsi NTT BOKS 2. Penggunaan Regional Macroeconomic Model of Bank Indonesia (REMBI) dalam Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT BAB II PERKEMBANGAN INFLASI 2.1. Kondisi Umum Perkembangan Inflasi Berdasarkan Komoditas Bahan Makanan Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar Komoditas Lainnya Perkembangan Disagregasi Inflasi NTT Volatile Foods Administered Prices Inflasi Inti (Core) Inflasi NTT Berdasarkan Kota Inflasi Kota Kupang Inflasi Kota Maumere Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 3.1. Kondisi Umum Perkembangan Kinerja Bank Umum Aset dan Aktiva Produktif iv

6 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II Dana Pihak Ketiga Penyaluran Kredit Pembiayaan Kualitas Kredit Suku Bunga Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Kinerja Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau Pulau Flores Pulau Sumba Pulau Timor Sistem Pembayaran Transaksi Non Tunai a. Transaksi Kliring (SKNBI) b. Transaksi RTGS Transaksi Tunai a. Aliran Uang Masuk dan Uang Keluar b. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) c. Temuan Uang Palsu (Upal) BOKS 3. Pengungkapan Kasus Pengedaran Uang Palsu di Kabupaten Nagada Serta Penandatanganan Kesepakatan Bersama antara KPW BI Provinsi NTT dan Kepolisian Daerah NTT BAB IV KEUANGAN PEMERINTAH 4.1 Kondisi Umum Pendapatan Daerah Belanja Daerah BOKS 4. Realisasi Dana Desa Tahun 2015 di Provinsi NTT BAB V KESEJAHTERAAN DAN KETENAGAKERJAAN 5.1 Kondisi Umum Perkembangan Indeks Kebahagiaan Hidup Perkembangan Kesejahteraan Tingkat Kemiskinan Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kondisi Ketenagakerjaan Umum Kondisi Ketenagakerjaan Sektor Industri Manufaktur Besar/ Sedang Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) BAB VI OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH 6.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Sektoral Sisi Penggunaan Inflasi BOKS 5. Rencana Pembangunan Proyek MW di Provinsi NTT v

7 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 Grafik 1.1 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibandingkan Nasional Grafik 1.2 PDRB & Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT,Bali, NTB & Nasional Grafik 1.3 Indeks Riil Penjualan Eceran Triwulan II Grafik 1.4 Rincian Pertumbuhan Triwulanan Penjualan Eceran Grafik 1.5 Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga Grafik 1.6 Indeks Tendensi Konsumen Grafik 1.7 Indeks Kegiatan Dunia Usaha Grafik 1.8 Penyaluran Kredit Konsumsi Grafik 1.9 Realisasi Investasi Penanaman Modal Asing & PMDN Grafik 1.10 Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT Grafik 1.11 Perkembangan Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi Grafik 1.12 Realisasi Dana Masuk/Keluar Provinsi NTT dalam RTGS Grafik 1.13 Perkembangan Peti Kemas Grafik 1.14 Aktivitas Bongkar Muat Grafik 1.15 Ekspor Impor Antar Negara Grafik 1.16 Negara Tujuan Ekspor NTT Grafik 1.17 Perkembangan Survei Kegiatan Dunia Usaha Sektor Pertanian Grafik 1.18 Pengiriman Ternak Grafik 1.19 Perkembangan Kredit Pertanian Grafik 1.20 Perkembangan Nilai Tukar Petani Grafik 1.21 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah Grafik 1.22 Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan Grafik 1.23 Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan Grafik 1.24 Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan Grafik 1.25 Perkembangan Tamu Hotel Grafik 1.26 Perkembangan Penumpang Bandara Grafik 2.1 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional Grafik 2.2 Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan Nasional Grafik 2.3 Perbandingan Inflasi Tahunan dan Triwulanan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara Grafik 2.4 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan Grafik 2.5 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas Grafik 2.6 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan Grafik 2.7 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok Komoditas Grafik 2.8 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan Grafik 2.9 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar per Sub Kelompok Komoditas Grafik 2.10 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur Grafik 2.11 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Bulanan Provinsi Nusa Tenggara Timur Grafik 2.12 Inflasi Tahunan Kota Kupang Grafik 2.13 Inflasi Triwulanan Kota Kupang vi

8 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 Grafik 2.14 Inflasi Bulanan Kota Kupang Grafik 2.15 Inflasi Tahunan Kota Maumere Grafik 2.16 Inflasi Triwulanan Kota Maumere Grafik 2.17 Inflasi Bulanan Kota Maumere Grafik 3.1 Perkembangan Kinerja Perbankan Grafik 3.2 Perkembangan LDR & NPL Grafik 3.3 Perkembangan SKNBI Grafik 3.4 Penyumbang Aset Berdasarkan Jenis Bank Grafik 3.5 Pertumbuhan Share Deposito Berdasarkan Jangka Waktu Grafik 3.6 DPK Berdasarkan Golongan Nasabah Grafik 3.7 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) Grafik 3.8 Komposisi DPK Grafik 3.9 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 3.10 Komposisi Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 3.11 Lima Sektor Utama Pendorong Kredit Grafik 3.12 Kredit, NPL dan BI Rate Grafik 3.13 Perkembangan Kredit Berdasarkan Suku Bunga Grafik 3.14 Perkembangan UMKM Grafik 3.15 Perkembangan UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 3.16 Komposisi DPK BPR Grafik 3.17 Pertumbuhan DPK BPR Grafik 3.18 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi Grafik 3.19 NPL Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi Grafik 3.20 Perkembangan Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau Grafik 3.21 Komposisi DPK di Pulau Flores Grafik 3.22 Komposisi Kredit di Pulau Flores Grafik 3.23 Komposisi DPK di Pulau Sumba Grafik 3.24 Komposisi Kredit di Pulau Sumba Grafik 3.25 Komposisi DPK di Pulau Timor Grafik 3.26 Komposisi Kredit di Pulau Timor Grafik 3.27 Perkembangan SKNBI NTT Grafik 3.28 Perkembangan SKNBI Nasional Grafik 3.29 Perkembangan BI-RTGS Berdasarkan Volume Grafik 3.30 Perkembangan SKNBI NTT Berdasarkan Nominal Grafik 3.31 Perkembangan Transaksi Tunai Grafik 3.32 Perkembangan Arus Uang tunai (Inflow-Outflow) Grafik 3.33 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) di NTT Grafik 3.34 Perkembangan Uang Palsu (UPAL) di NTT Grafik 4.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur Grafik 4.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di Provinsi NTT 56 Grafik 4.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTT Grafik 4.4 Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD di Provinsi NTT Grafik 4.5 Realisasi Pendapatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT 57 Grafik 4.6 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Grafik 4.7 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT Grafik 4.8 Persentase Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT vii

9 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 Grafik 4.9 Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur Grafik 4.10 Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota pada Perbankan di Wilayah Nusa Tenggara Timur Grafik Boks 4.1 Mekanisme Pencairan Dana Desa Grafik 5.1 Tingkat Kepuasan Hidup Terhadap 10 Aspek Kehidupan Grafik 5.2 Perbandingan Prosentase Kemiskinan Prov. NTT dan Nasional Grafik 5.3 Sepuluh Daerah dengan Prosentase Kemiskinan Tertinggi Grafik 5.4 Perkembangan Nilai Tukar Petani di Provinsi NTT Grafik 5.5 Perkembangan Angkatan Kerja Grafik 5.6 Struktur Pekerjaan di NTT Grafik 5.7 Porsi Penyerapan Pekerja IBS Grafik 5.8 Produktivitas Pekerja IBS Grafik 5.9 Perkembangan Indikator Jumlah Karyawan Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur Grafik 6.2. Perkembangan Kegiatan Usaha Grafik 6.3. Perkembangan Harga Jual Grafik 6.4. Indeks Tendensi Konsumen Grafik 6.5. Perkembangan Survei Konsumen Grafik 6.6. Perkembangan inflasi tahunan (yoy) Grafik 6.7. Perkembangan Ekspektasi Konsumen viii

10 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 Tabel 1.1 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan II Tabel 1.2 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi TW-II Tabel Boks 2.1 Dampak Simulasi Shock 4 Triwulan Model Provinsi Nusa Tenggara Timur terhadap Perekonomian di Provinsi NTT tahun Tabel Boks 2.2 Dampak Simulasi Shock 4 Triwulan Model Provinsi Nusa Tenggara Timur terhadap Perekonomian di Provinsi NTT tahun Tabel 2.1 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT Tabel 2.2 Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT Tabel 2.3 Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas Tabel 2.4 Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas Tabel 2.5 Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas Tabel 3.1 Perkembangan BI-RTGS Tabel 3.2 Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat Tabel Boks 3.1 Ciri Ciri Keaslian Uang Rupiah Tabel Boks 3.2 Nota Kesepahaman Dalam Rangka Mendukung Tugas Bank Indonesia Tabel 4.1 Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Tabel 4.2 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tabel Boks 4.1 Proyeksi Penerimaan Dana Desa di Setiap Kabupaten/ Kota Tahun 2016/ Tabel Boks 4.2 Realisasi Pencairan Dana Desa Tahap Pertama Tabel 5.1 Indeks Ketenagakerjaan NTT Gambar Boks 1.1 Rencana Pembangunan Waduk di Nusa Tenggara Timur Gambar 2.1 Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan II 2015 dan Sebaran Pembentukan TPID Gambar 6.1 Perkiraan Curah Hujan Bulan Agustus Gambar 6.2 Perkiraan Curah Hujan Bulan September Gambar Boks 5.1. Rencana Investasi Kelistrikan Pulau Sumba Gambar Boks 5.2. Rencana Investasi Kelistrikan Pulau Flores ix

11 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 Ringkasan Umum KER Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II-2015 Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan II-2015 tumbuh sebesar 5,03% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya (4,64%-yoy). Angka pertumbuhan pada triwulan-ii 2015 ini masih lebih tinggi dibandingkan nasional yang tumbuh hanya sebesar 4,67% (yoy). Sementara itu pertumbuhan ekonomi secara triwulanan juga mengalami peningkatan. Jika pada triwulan sebelumnya pertumbuhan ekonomi tercatat minus 4,79% (qtq), maka pada triwulan laporan, perekonomian tumbuh melesat dan mencapai angka 4,24% (qtq). Peningkatan perekonomian di Provinsi NTT pada triwulan II-2015 terutama didorong oleh kenaikan realisasi belanja pemerintah, investasi dan peningkatan konsumsi masyarakat. Di sisi lain, tingginya ketergantungan terhadap impor barang antar daerah, masih menjadi penghambat utama pertumbuhan ekonomi. Dari sisi sektoral, tibanya musim panen raya dan mulai terealisasikannya kegiatan investasi menjadi pendorong utama dari tumbuhnya sektor pertanian, sektor perdagangan besar dan eceran, dan sektor konstruksi. Sementara itu, pertumbuhan di sektor real estate, terutama didorong oleh mulai dilaksanakannya pembangunan program seribu rumah. Seiring dengan itu, mulai berakhirnya musim penghujan serta adanya pelonggaran kebijakan pemerintah terhadap penyelenggaraan rapat di hotel mengakibatkan meningkatnya kinerja di sektor akomodasi dan makan minum. Di sisi lain, satu-satunya sektor ekonomi yang mengalami penurunan adalah jasa keuangan dan asuransi. Hal ini tercermin dari penurunan pendapatan sekunder yang menyebabkan turunnya nilai tambah bruto perbankan di triwulan II Perkembangan inflasi Provinsi NTT pada triwulan II 2015 tercatat sebesar 6,01% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya (5,39%). Meskipun demikian, jika dibandingkan dengan inflasi nasional (7,26%), inflasi NTT masih tetap lebih rendah. Peningkatan inflasi selama periode laporan terutama disebabkan oleh komoditas administered prices, yaitu kenaikan tarif angkutan udara seiring banyaknya long weekend dan tibanya liburan sekolah. Di samping itu, naiknya harga BBM pada bulan Maret dan April memberikan dampak lanjutan kepada pembentukan inflasi di triwulan x

12 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 laporan. Selain komoditas administered prices, inflasi juga didorong oleh naiknya harga komoditas volatile food, seperti telur dan daging ayam ras dikarenakan adanya kenaikan harga pakan ayam dan proses peremajaan ayam petelur. Dalam rangka pengendalian inflasi daerah, TPID Provinsi telah melakukan berbagai langkah pengendalian antara lain dengan melaksanakan serangkaian kegiatan rapat koordinasi di tingkat teknis, antar daerah maupun High Level Meeting (HLM) yang langsung dipimpin oleh Gubernur. Beberapa strategi pengendalian inflasi yang berhasil dirumuskan, yaitu: 1) Menjaga ketersediaan barang dan mempercepat distribusi barang, 2) Mengendalikan tarif angkutan, 3) Menyediakan informasi produksi, pasokan (stok) dan harga barang pokok, 4) Mengefektifkan TPID untuk memantau pasokan, distribusi dan harga, 5) Pengelolaan ekspektasi masyarakat, serta 6) Membentuk pos pengaduan yang menampung keluhan terkait bahan pokok dan ketersediaan BBM (Call Center). Perlambatan kinerja perbankan di Provinsi NTT pada periode Triwulan II 2015 masih berlanjut, namun tidak sedalam yang terjadi di tingkat nasional. Beberapa indikator yang mencerminkan kondisi tersebut, antara lain melambatnya pertumbuhan aset, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK), maupun penyaluran kredit. Meskipun kualitas kredit sedikit mengalami penurunan, namun masih berada dibawah ambang batas aman yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Kinerja sistem pembayaran tunai maupun non tunai di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 secara umum mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini tercermin dari meningkatnya indikator pembayaran tunai maupun transaksi non tunai (Real Time Gross Settlement-RTGS), seiring dengan peningkatan aktivitas perekonomian. Selama triwulan-ii 2015, pagu anggaran belanja Pemerintah Pusat di Provinsi NTT pada APBN-P mengalami peningkatan sebesar 28,3% (Rp 2,4 triliun) dibandingkan dengan perencanaan awal (APBN) yang sebagian besar dialokasikan untuk pengembangan sektor infrastruktur, fasilitas di PTN dan alokasi untuk dana desa. Secara total pagu belanja pemerintah (pusat dan daerah) selama tahun 2015 sebesar Rp 31,08 triliun atau meningkat 13,74% dibandingkan tahun sebelumnya. Realisasi pendapatan pemerintah (pusat dan daerah) hingga triwulan-ii 2015 mencapai angka 53,3%, terutama berasal dari realisasi Dana Alokasi Umum (DAU). Di sisi lain, realisasi belanja pemerintah masih relatif rendah, baru mencapai angka 23,9%. xi

13 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 Rendahnya realisasi ini terjadi seiring dengan adanya beberapa kendala yang muncul, seperti permasalahan numenklatur yang masih terjadi di beberapa Kementerian, masih belum selesainya proses lelang di berbagai proyek, kontraktor yang tidak mencairkan anggaran sesuai dengan termin proyek, penolakan pegawai untuk menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan permasalahan administrasi proyek yang cukup panjang. Angka kemiskinan diperkirakan sedikit meningkat yang tercermin dari penurunan indikator nilai tukar petani (NTP). Sementara itu, kondisi tenaga kerja hingga bulan Februari 2015 menunjukkan perlambatan. Hingga akhir triwulan II 2015, kondisi ketenagakerjaan diprediksi masih relatif rendah seiring dengan penurunan indeks tenaga kerja dalam SKDU dan industri manufaktur. Indeks Kebahagiaan di Provinsi NTT sebagai indikator kesejahteraan lainnya tercatat sebesar 66,22, masih dibawah nilai indeks nasional yang sebesar 68,28. Tingkat kepuasan penduduk NTT terhadap keharmonisan keluarga menjadi yang paling tinggi (78,31), sementara yang paling rendah adalah aspek pendidikan (56,05). Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada Triwulan-III 2015 diperkirakan kembali mengalami peningkatan dan tumbuh pada kisaran 5,2% - 5,6% (yoy). Secara sektoral, sumber pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh sektor Administrasi Pemerintahan, Konstruksi dan Jasa Pendidikan. Di sisi lain, ancaman kekeringan sebagai dampak El Nino diperkirakan tidak terlalu signifikan terhadap sektor pertanian mengingat sudah terlewatinya puncak musim panen. Sementara dari sisi penggunaan, dorongan pertumbuhan ekonomi diperkirakan berasal dari meningkatnya konsumsi pemerintah dan naiknya investasi. Perkembangan inflasi pada triwulan-iii 2015 diperkirakan masih mengalami peningkatan dan berada pada kisaran 6,8% - 7,2% (yoy). Naiknya angka inflasi tersebut terutama didorong oleh masih tingginya tarif angkutan udara sebagai dampak dari perayaan hari besar keagamaan (Idul Fitri) dan masa liburan sekolah. Selain itu, harga beras diperkirakan mulai merangkak naik seiring dengan berakhirnya masa panen, ditambah dengan kemungkinan semakin memburuknya persepsi terhadap dampak El Nino. dan makin gencarnya upaya pengadaan beras oleh Bulog sehingga harga bertahan pada level yang tinggi. xii

14 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 xiii

15 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR I. EKONOMI MAKRO REGIONAL INDIKATOR Q1 2015Q2 II IV I II % qtq*) %yoy**) Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku) Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku) 61, , , , , , % 5.0% Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 18, , , , , , % 3.0% Pertambangan dan Penggalian , % 5.9% Industri Pengolahan % 4.5% Pengadaan Listrik dan Gas % 6.8% Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang % 4.0% Konstruksi 6, , , , , , % 5.5% Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 6, , , , , , % 6.5% Transportasi dan Pergudangan 3, , % 5.7% Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum % 6.2% Informasi dan Komunikasi 4, , , , , , % 6.3% Jasa Keuangan dan Asuransi 2, , % 1.1% Real Estate 1, , % 4.0% Jasa Perusahaan % 5.1% Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 7, , , , , , % 7.7% Jasa Pendidikan 5, , , , , , % 5.9% Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1, , % 5.9% Jasa lainnya 1, , % 4.8% Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku) Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku) 61, , , , , , % 5.03% 1. Konsumsi Rumah Tangga 47, , , , , , % 6.5% 2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT) 1, , % -7.7% 3. Konsumsi Pemerintah 16, , , , , , % 5.6% 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 20, , , , , , % 28.3% 5. Perubahan Inventori 1, % -50.6% 6. Ekspor Luar Negeri 1, , % 27.7% 7. Impor Luar Negeri , % -58.4% 8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor) -26, , , , , , % 26.0% Data Ekspor Impor di Provinsi NTT Ekspor Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD) 21,613 18,410 4,820 4,722 4,452 6, % 36.8% Volume Ekspor Nonmigas (ton) 52,372 61,410 18,179 13,620 11,490 17, % -5.0% Impor Nilai Impor Nonmigas (ribu USD) 15,437 26,013 10,011 11, , % -68.9% Volume Impor Nonmigas (ton) 48,712 76,708 1,068 10, , % -85.9% Ket: Dalam Rp Miliar *) Pertumbuhan 2015Q2 dibandingkan 2015Q1 **) Pertumbuhan 2015Q2 dibandingkan 2014Q2 ***) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB Harga Konstan II. INFLASI INDIKATOR I II III IV I II III IV I II Indeks Harga Konsumen NTT Kota Kupang Maumere Laju Inflasi Tahunan (yoy %) NTT Kota Kupang Maumere xiv

16 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 II. PERBANKAN INDIKATOR I II III IV I II III IV I II A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain) 1. Total Aset 22,434 25,600 21,017 21,291 22,055 22,434 23,316 26,398 27,114 25,600 29,877 29, DPK 16,402 18,571 15,351 15,836 15,923 16,402 17,078 18,791 19,092 18,571 19,798 21,764 - Giro 2,917 3,717 3,781 3,999 3,903 2,917 4,137 5,516 5,091 3,717 5,474 6,379 - Tabungan 9,933 10,385 7,575 7,751 8,029 9,933 8,577 8,568 9,041 10,385 9,092 9,149 - Deposito 3,552 4,469 3,995 4,087 3,990 3,552 4,363 4,707 4,960 4,469 5,232 6, Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek 15,624 17,759 13,546 14,528 15,276 15,624 15,756 16,652 17,220 17,759 16,907 17,845 - Modal Kerja 4,447 5,316 3,480 3,949 4,269 4,447 4,439 4,881 5,122 5,316 5,011 5,392 - Investasi 1,412 1,537 1,141 1,270 1,358 1,412 1,344 1,444 1,444 1,537 1,260 1,303 - Konsumsi 9,765 10,905 8,925 9,309 9,649 9,765 9,972 10,326 10,654 10,905 10,636 11, Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang 14,918 17,094 12,844 13,862 14,568 14,918 15,071 15,947 16,532 17,094 17,226 18,198 - Modal Kerja 4,340 5,252 3,439 3,889 4,172 4,340 4,322 4,742 5,008 5,252 5,218 5,626 - Investasi 1,150 1, ,008 1,095 1,150 1,115 1,201 1,235 1,309 1,318 1,359 - Konsumsi 9,427 10,534 8,574 8,965 9,301 9,427 9,634 10,004 10,289 10,534 10,690 11,212 LDR (%) 91.0% 92.0% 83.7% 87.5% 91.5% 91.0% 88.3% 84.9% 86.6% 92.0% 87.0% 83.6% Kredit UMKM 4,007 5,162 3,294 3,741 3,889 4,007 4,185 4,753 5,000 5,162 5,234 5,611 B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain) Total Aset Dana Pihak Ketiga LDR (%) 84.3% 79.4% 81.4% 84.6% 83.9% 84.3% 82.6% 85.6% 84.1% 79.40% 80.5% 82.4% C. Grand Total (A+B) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain) 1. Total Aset 22,771 26,016 21,271 21,555 22,357 22,771 23,660 26,753 27,487 26,016 30,314 30, Dana Pihak Ketiga 16,649 18,880 15,533 16,020 16,134 16,649 17,328 19,048 19,367 18,880 20,109 22, Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang 15,174 17,413 13,025 14,074 14,810 15,174 15,341 16,241 16,838 17,413 17,556 18,547 D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total 1. Total Aset (%) 1.5% 1.6% 1.2% 1.2% 1.4% 1.5% 1.5% 1.3% 1.4% 1.6% 1.4% 1.5% 2. Dana Pihak Ketiga (%) 1.5% 1.6% 1.2% 1.1% 1.3% 1.5% 1.4% 1.4% 1.4% 1.6% 1.5% 1.5% 3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%) 1.7% 1.8% 1.4% 1.5% 1.6% 1.7% 1.8% 1.8% 1.8% 1.8% 1.9% 1.9% III. SISTEM PEMBAYARAN INDIKATOR I II III IV I II III IV I II Transaksi Tunai Inflow (Rp. Triliun) Outflow (Rp. Triliun) Uang Palsu (lembar) Transaksi Non Tunai BI-RTGS To NTT Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun) Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat) 29,516 33,747 5,687 6,142 8,209 9,478 7,809 7,868 8,776 9,294 5,984 6,086 From NTT Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun) Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat) 46,994 42,931 9,704 9,333 12,630 15,327 10,696 10,475 10,707 11,053 6, Net To-From NTT Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun) Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat) -17,478-9,184-4,017-3,191-4,421-5,849-2,887-2,607-1,931-1, Kliring Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun) Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat) 139, ,284 31,839 32,715 34,848 39,605 34,677 36,188 37,809 43,610 39,971 40,708 Cek/BG Kosong xv

17 EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT mengalami kenaikan seiring dengan meningkatnya penyerapan anggaran pemerintah, walaupun masih relatif rendah. Proyek pembangunan juga sudah mulai berjalan serta terjadi peningkatan daya beli. Tingginya ketergantungan pemenuhan barang dari daerah lain masih menjadi penghambat utama pertumbuhan ekonomi di Provinsi NTT Pertumbuhan Ekonomi NTT pada triwulan II-2015 mencapai 5,03% (yoy) meningkat dibanding pertumbuhan ekonomi di triwulan sebelumnya. Dibanding nasional, pertumbuhan ekonomi NTT masih relatif lebih tinggi seiring dengan tingginya peningkatan pagu belanja pemerintah hingga 13,74%. Secara triwulanan, pertumbuhan ekonomi terlihat dari peningkatan aktivitas ekonomi. Penyerapan anggaran pemerintah sudah mulai menunjukkan peningkatan walaupun masih relatif rendah dikarenakan masalah numenklatur yang belum selesai sepenuhnya. 1.1 Kondisi Umum Kondisi ekonomi Provinsi NTT pada triwulan II 2015 mulai menunjukkan adanya peningkatan pertumbuhan. Daya beli masyarakat sudah mulai menunjukkan perbaikan, setelah cenderung melemah di triwulan sebelumnya. Penyerapan realisasi belanja pemerintah juga mulai meningkat setelah terhambat oleh permasalahan numenklatur yang hingga saat ini masih belum sepenuhnya selesai. Proyek investasi terus menunjukkan peningkatan terutama didorong oleh investasi pemerintah pusat yang meningkat hingga 54,81% dibanding tahun sebelumnya. Dengan semangat percepatan realisasi investasi pemerintah yang menitik beratkan pada permasalahan sumber daya air dan konektivitas, maka setidaknya di tahun 2016, hasil dari investasi sudah dapat kita rasakan dari perluasan area tanam pertanian, maupun kemudahan transportasi dan logistik yang ada. Permasalahan yang masih dirasakan adalah besarnya ketergantungan Provinsi NTT terhadap pemenuhan kebutuhan hidup dan pembangunan dari luar NTT. Dengan total net impor antar daerah yang mencapai Rp 9 triliun di triwulan II 2015, maka manfaat atas tingginya pertumbuhan investasi tidak dapat sepenuhnya dirasakan karena pemenuhan kebutuhan investasi yang sebagian besar berasal dari Luar NTT. Adanya rencana pembangunan pabrik semen kupang tiga dengan kapasitas mencapai 1,5 juta ton per tahun patut menjadi perhatian dan Bab I - Ekonomi Makro Regional 1

18 dikawal sepenuhnya, agar impor semen yang tiap tahun mencapai lebih dari satu triliun rupiah dapat berkurang. Peningkatan produksi semen juga dapat meningkatkan ekspor NTT dikarenakan potensi kelebihan pasokan yang terjadi. Adanya penambahan pusat perbelanjaan baru akan meningkatkan kinerja sektor perdagangan. Namun demikian, pemenuhan barang yang sebagian besar berasal dari Luar NTT akan berdampak kurang bagus terhadap perekonomian karena meningkatkan impor antar daerah. Penguatan sektor sekunder yang diikuti dengan kebijakan yang pro usaha lokal perlu diperkuat, agar masyarakat NTT tidak hanya menjadi obyek pasar tetapi juga subyek dan pelaku ekonomi di daerahnya. Grafik 1.1. PDRB (ADHB dan Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibanding Nasional Grafik 1.2. PDRB dan Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT, Bali, NTB dan Nasional Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan II 2015 mencapai 5,03%, lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 4,67%. Adanya perbaikan daya beli dan mulai berjalannya investasi menjadi penyebab utama peningkatan pertumbuhan ekonomi. Total PDRB pada triwulan II 2015 mencapai Rp 18,48 triliun. Dibanding Bali dan NTB, Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT secara tahunan masih menjadi yang terendah dengan pertumbuhan sebesar 5,03%. Struktur ekonomi yang masih mengandalkan pertanian konvensional dan tingginya ketergantungan impor dari daerah lain menjadi penghambat utama pertumbuhan ekonomi NTT. Provinsi NTB pada triwulan II 2015 mencapai pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia sebesar 16,9% (yoy) yang terutama disebabkan oleh meningkatnya kinerja tambang setelah di tahun sebelumnya masih terkena dampak larangan ekspor komoditas tambang. Provinsi Bali masih mampu tumbuh sebesar 6% (yoy) walaupun relatif melambat dibanding pertumbuhan ekonomi dalam dua tahun terakhir. Perlambatan pertumbuhan ekonomi lebih disebabkan oleh melemahnya perekonomian daerah asal wisatawan yang masuk ke Provinsi Bali. Bab I - Ekonomi Makro Regional 2

19 Secara fundamental, pertumbuhan ekonomi masih relatif tinggi seiring dengan masih cukup tingginya kunjungan wisata dan pembangunan fisik hotel serta sarana penunjang wisata. Sektor pertanian juga mampu tumbuh cukup tinggi seiring dengan cukup berhasilnya pengembangan di sektor pertanian. Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi di NTT mampu tumbuh paling tinggi dibanding Provinsi NTB dan Bali. Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan II 2015 sebesar 4,2% (qtq), lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB yang sebesar 3,8% (qtq) dan Provinsi Bali yang sebesar 2,9% (qtq). Kondisi ekonomi mulai mengalami kenaikan seiring dengan mulai terealisasinya pembangunan konstruksi dan real estate, peningkatan kinerja perdagangan serta meningkatnya okupansi hotel setelah mengalami penurunan yang cukup besar di triwulan I Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan Kondisi ekonomi pada triwulan II 2015 mulai menunjukkan adanya peningkatan. Hampir semua pengeluaran mengalami kenaikan kecuali kinerja ekspor luar negeri yang sedikit melambat. Peningkatan kinerja terbesar terjadi pada pengeluaran konsumsi pemerintah yang mampu tumbuh hingga 89,92% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya. Penyerapan anggaran pada semester II 2015 diperkirakan akan meningkat lebih tinggi seiring dengan masih rendahnya realisasi penyerapan belanja konsumsi pemerintah yang hanya sebesar 29,69% atau sebesar Rp 6,51 triliun.. Secara tahunan, kinerja investasi menunjukkan pertumbuhan tertinggi dalam 3 tahun terakhir. Tingginya kenaikan belanja modal pemerintah hingga 27,07% (yoy) mampu mendorong peningkatan investasi di NTT. Tingginya investasi pemerintah pusat seharusnya juga dapat direspon oleh peningkatan investasi pemerintah kabupaten yang hanya tumbuh 3,21% (yoy) dibanding pagu anggaran tahun sebelumnya. Walaupun penyerapan anggaran investasi pemerintah secara total baru terealisasi 10,15%, penandatanganan proyek sebagian besar sudah dilakukan dan sudah mulai dilakukan pembangunan fisik bangunan. Namun demikian, tingginya investasi tersebut tidak sepenuhnya dapat dinikmati oleh pelaku ekonomi lokal yang terlihat dari meningkatnya impor antar daerah seiring dengan peningkatan investasi yang terjadi. Bab I - Ekonomi Makro Regional 3

20 Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan II 2015 YOY Uraian Bobot qtq yoy ctc Tw II Tw I Tw II 1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 47,368,797 51,246,857 12,616,513 13,140,531 13,758, Pengeluaran Konsumsi LNPRT 1,868,305 2,323, , , , Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 16,889,933 19,250,737 4,914,204 2,544,018 4,922, Pembentukan Modal Tetap Bruto 20,586,330 26,336,089 5,355,657 7,156,110 7,841, Perubahan Inventori 946,724 2,934, ,380 48, , Ekspor Luar Negeri 1,196,294 1,453, , , , Impor Luar Negeri 3,733, , ,475 51, , Net Ekspor Antar Daerah (23,797,857) (34,296,733) (7,091,928) (6,267,884) (9,030,414) P D R B 61,325,467 68,602,633 16,648,747 17,469,202 18,483, Konsumsi Pengeluaran konsumsi pada triwulan II mulai menunjukkan kenaikan yang cukup besar. Kenaikan daya beli lebih disebabkan oleh mulai optimisnya masyarakat seiring dengan datangnya masa panen komoditas pertanian, berjalannya proyek-proyek pemerintah, musim liburan sekolah dan bulan Ramadhan. Konsumsi rumah tangga mengalami kenaikan hingga 7,53% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Datangnya panen mampu meningkatkan daya beli masyarakat yang terlihat dari indeks riil penjualan eceran yang mengalami peningkatan. Berdasarkan rincian komoditas, hampir semua komoditas menunjukkan adanya perbaikan dan peningkatan penjualan. Grafik 1.3. Indeks Riil Penjualan Eceran Triwulan II 2015 Grafik 1.4. Rincian Pertumbuhan Triwulanan Penjualan Eceran Sumber : SPE Bank Indonesia, diolah Sumber : SPE Bank Indonesia, diolah Konsumsi lembaga non profit juga menunjukkan adanya peningkatan walaupun dibanding tahun sebelumnya masih mengalami penurunan. Relatif rendahnya realisasi belanja lembaga non profit lebih disebabkan oleh adanya pemilihan legislative dan pilpres di tahun 2014, sehingga pengeluaran untuk kebutuhan kampanye mengalami peningkatan signifikan. Pada tahun 2015, belanja lembaga non profit diperkirakan baru akan mengalami kenaikan pada akhir tahun 2015 seiring dengan adanya pelaksanaan pilkada serentak di 9 Kabupaten yang Bab I - Ekonomi Makro Regional 4

21 membutuhkan anggaran hingga Rp 144 miliar untuk penyelenggara pemilu, belum termasuk belanja oleh partai politik yang terlibat dalam pelaksanaan pilkada. Konsumsi pemerintah menunjukkan adanya peningkatan di triwulan-ii Namun demikian, dengan pertumbuhan realisasi belanja tahunan yang baru sebesar 5,65% (yoy), peluang pertumbuhan konsumsi pemerintah pada semester II akan jauh lebih besar. Dengan peningkatan pagu anggaran tahun 2015 yang mencapai 8,96%, serta realisasi belanja konsumsi pemerintah yang masih sebesar 29,69% pada triwulan II, maka pada semester dua pemerintah diperkirakan lebih intensif dalam merealisasikan anggaran belanja yang direncanakan. Peningkatan anggaran konsumsi pemerintah yang cukup besar terjadi pada belanja hibah pemerintah Kabupaten/Kota yang mencapai 106,33% (yoy). Peningkatan terbesar terutama terjadi pada 8 Kabupaten pelaksana pilkada serentak di tahun Untuk Kabupaten Sabu Raijua, pertumbuhan anggaran belanja hibah masih relatif normal. Grafik 1.5. Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga Grafik 1.6. Indeks Tendensi Konsumen Sumber : PT PLN, diolah Sumber : BPS, diolah Kenaikan konsumsi masyarakat terlihat dari indikator konsumsi yang juga menunjukkan adanya peningkatan. Konsumsi listrik kembali menunjukkan kenaikan setelah mengalami penurunan di triwulan I Penggunaan listrik kembali meningkat setelah permasalahan kekurangan pasokan listrik dapat berangsur diatasi. Tingkat kepercayaan masyarakat menunjukkan peningkatan yang terlihat dari Indeks Tendensi Konsumen (ITK) yang mengalami kenaikan. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia juga menunjukkan adanya peningkatan kegiatan dunia usaha. Kenaikan harga jual berangsur melambat setelah terjadi kestabilan harga BBM di triwulan II Namun demikian, yang patut diwaspadai adalah relatif tidak adanya penambahan tenaga kerja yang berpotensi Bab I - Ekonomi Makro Regional 5

22 meningkatkan angka pengangguran. Penyaluran kredit konsumsi juga menunjukkan adanya peningkatan setelah cenderung melambat di triwulan sebelumnya. Grafik 1.7. Indeks Kegiatan Dunia Usaha Grafik 1.8. Penyaluran Kredit Konsumsi Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ Investasi Kinerja investasi di Provinsi NTT pada triwulan II 2015 mengalami kenaikan yang signifikan. Kenaikan investasi terutama berasal dari realisasi investasi pemerintah yang sudah mulai berjalan, walaupun berdasarkan penyerapan anggaran investasi pemerintah baru terealisasi 10,15%. Beberapa proyek besar yang berasal dari APBN yang sedang dikerjakan antara lain pembangunan dan pemeliharaan jalan serta pendukungnya dengan total anggaran lebih dari Rp 1,7 triliun. Selain itu juga terdapat pembangunan sumber daya air dengan total anggaran mencapai lebih dari Rp 650 miliar, pengembangan 13 bandara di NTT dengan total anggaran lebih dari Rp 500 miliar, dan pengembangan 9 pelabuhan/dermaga dengan total anggaran mencapai Rp 380 miliar. Di bidang pendidikan, pemerintah pusat merencanakan untuk melakukan pembangunan fisik gedung untuk Politeknik Negeri Kupang, Politeknik Pertanian Negeri Kupang dan Universitas Nusa Cendana dengan total anggaran mencapai Rp 273 miliar. Di bidang kesehatan, pemerintah pusat berencana membangun gedung serta menyediakan alat kesehatan dan kendaraan dengan nilai mencapai Rp 149 miliar. Selain itu, pemerintah kabupaten/kota dan provinsi juga memiliki anggaran modal yang mencapai Rp 4,2 triliun, sehingga total belanja modal pemerintah tahun 2015 mencapai Rp 9,18 triliun.. Rendahnya realisasi belanja modal selain dikarenakan oleh permasalahan numenklatur juga disebabkan oleh permasalahan spesifik di beberapa dinas terkait. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah masih belum selesainya permasalahan numenklatur pada Kementerian Riset dan Dikti, sehingga Bab I - Ekonomi Makro Regional 6

23 belum ada belanja modal yang terealisasi. Pada Dinas Perhubungan saat ini masih terkendala penyelesaian AMDAL dan masterplan proyek sehingga penyerapan masih cukup rendah. Beberapa permasalahan lainnya antara lain tidak adanya barang penunjang dalam E-Catalogue, sehingga proses pengadaan barang tidak dapat dilakukan dalam satu kali proses. Waktu tunggu pengadaan alat pertanian juga relatif lama dikarenakan terbatasnya pilihan produsen penyedia alat pertanian. Permasalahan lahan juga masih menjadi masalah utama dalam pembangunan infrastruktur seperti pembangunan Bendungan Kolhua yang tidak dapat segera dilaksanakan karena belum selesainya masalah pembebasan lahan. Selain Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi, permasalahan numenklatur sudah dapat diselesaikan sehingga pada Semester 2 akan diupayakan percepatan realisasi proyek yang sudah direncanakan. Selain proyek pemerintah, beberapa proyek swasta juga sudah dilakukan diantaranya pembangunan beberapa hotel berbintang dan pusat perbelanjaan. Selain itu juga ada beberapa investasi non pariwisata seperti pembangunan kelistrikan oleh PT. PLN (Persero) yang cukup besar, pembangunan Base Transceiver Station (BTS) terutama untuk daerah strategis, maupun pengembangan ubi kayu di Rote Ndao. Sementara itu, proyek strategis pembangunan investasi garam hingga saat ini masih berjalan lambat dikarenakan belum selesainya masalah pembebasan lahan. Sulitnya pembebasan lahan terutama disebabkan oleh banyaknya tanah ulayat, sehingga adanya peraturan daerah terkait penggunaan lahan menjadi hal mendesak yang harus segera dibuat agar permasalahan tersebut dapat teratasi. Di sisi lain, adanya penyewaan lahan seperti di Taman Nasional Komodo sekiranya dapat ditanggapi positif sebagai peluang untuk menggerakkan wisata di pintu masuk pariwisata NTT. Hal yang perlu diatur lebih jauh adalah masalah biaya sewa serta perlu dibentuk peraturan daerah terkait tugas dan fungsi investor untuk turut serta menjalankan kebijakan konservasi alam di wilayah aktivitasnya. Bab I - Ekonomi Makro Regional 7

24 Grafik 1.9. Realisasi Investasi Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri Grafik Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT Sumber : BKPM, diolah Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah Peningkatan investasi terlihat dari meningkatnya permintaan semen yang cukup tinggi pada triwulan II 2015 yang menunjukkan adanya percepatan realisasi proyek pembangunan. Di sisi lain, penurunan realisasi ijin investasi menunjukkan adanya ancaman investasi ke depan yang harus segera diselesaikan seperti sulitnya pembebasan tanah dan kemudahan berinvestasi di wilayah NTT. Grafik Perkembangan Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi Grafik Realisasi Dana Masuk/ Keluar Provinsi NTT dalam RTGS Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Sumber : Bank Indonesia, diolah Pertumbuhan kredit modal kerja dan investasi masih cukup tinggi namun dalam pola yang melambat. Hal ini menunjukkan adanya pelambatan pertumbuhan kegiatan produktif oleh pihak swasta di Provinsi NTT. Namun demikian, investasi baru masih mampu tumbuh tinggi yang terlihat dari pertumbuhan pengiriman uang melalui RTGS yang hingga semester satu tumbuh 187,7% dibanding tahun sebelumnya. Total dana yang masuk NTT pada triwulan II 2015 sebesar Rp 43,7 triliun dan net transaksi RTGS yang masuk ke Provinsi NTT mencapai Rp 3,7 triliun. Hingga semester 1, total dana bersih yang masuk ke Provinsi NTT mencapai Rp 6,6 triliun, berbeda dibanding posisi tahun sebelumnya yang justru keluar NTT sebesar Rp 10,5 triliun. Bab I - Ekonomi Makro Regional 8

25 1.2.3 Ekspor Impor Ekspor-Impor Antar Daerah Peningkatan aktivitas ekonomi juga terlihat dari adanya peningkatan aktivitas bongkar muat di Pelabuhan. Dikarenakan Provinsi NTT merupakan provinsi kepulauan, maka semua aktivitas ekonomi dapat diamati melalui seberapa besar aktivitas ekonomi melalui perhubungan laut. Net ekspor antar daerah tumbuh sebesar 34,7% (yoy) dibanding tahun sebelumnya atau tumbuh sebesar 34,03% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya mengikuti peningkatan ekonomi dan investasi yang terjadi. Tingginya net impor juga terlihat dari aktivitas peti kemas bongkar maupun bongkar muat curah yang menunjukkan defisit masuk NTT yang cukup besar. Hal ini menunjukkan besarnya kebutuhan NTT yang masih harus dipenuhi dari luar daerah. Peningkatan aktivitas ekonomi terlihat dari meningkatnya kegiatan bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tenau. Grafik Perkembangan Peti Kemas Grafik Aktivitas Bongkar Muat Sumber : Pelindo III, diolah Sumber : Pelindo III, diolah Ekspor-Impor Luar Negeri Aktivitas ekspor bersih ke luar negeri Provinsi NTT pada triwulan II sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan ekspor yang tidak sebesar peningkatan impor yang terjadi. Timor leste masih menjadi tujuan ekspor utama Provinsi NTT yang lebih disebabkan oleh adanya kedekatan wilayah. Sedangkan komoditas impor utama provinsi NTT adalah peralatan kelistrikan yang digunakan untuk pembangunan pembangkit listrik yang sedang gencar dilakukan oleh PLN. Negara asal impor sebagian besar dari China. Bab I - Ekonomi Makro Regional 9

26 Grafik Ekspor Impor Antar Negara Grafik Negara Tujuan Ekspor NTT Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Sumber : Bank Indonesia, diolah 1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2015 mulai mengalami peningkatan. Adanya panen raya dan mulai berjalannya aktivitas investasi terlihat dari peningkatan pertumbuhan ekonomi pada sektor pertanian, perdagangan besar dan eceran, serta sektor konstruksi. Mulai berjalannya pembangunan program seribu rumah juga meningkatkan pertumbuhan ekonomi sektor real estate dan adanya pelonggaran kebijakan rapat di hotel mampu meningkatkan kunjungan hotel dan restoran di triwulan II Satu-satunya penurunan ekonomi terjadi pada sektor jasa keuangan dan asuransi dikarenakan oleh menurunnya Nilai Tambah Bruto (NTB) di triwulan II 2015 karena penurunan pendapatan sekunder perbankan. Sedangkan NTB lembaga keuangan non bank masih mengalami peningkatan. Tabel 1.2. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan II 2015 YOY Kategori Uraian Bobot qtq yoy ctc Tw II Tw I Tw II A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 18,272,369 20,446,913 5,119,950 5,367,777 5,695, B Pertambangan dan Penggalian 894,152 1,070, , , , C Industri Pengolahan 758, , , , , D Pengadaan Listrik dan Gas 23,603 31,539 7,725 8,897 9, E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 41,818 45,529 10,988 11,004 11, F Konstruksi 6,344,808 7,095,979 1,712,031 1,700,526 1,898, G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 6,570,524 7,285,709 1,785,873 1,872,522 1,998, H Transportasi dan Pergudangan 3,195,325 3,566, , , , I Penyediaan Akomodasi dan Makan 367, , , , , J Informasi dan Komunikasi 4,660,243 5,134,426 1,254,297 1,276,364 1,322, K Jasa Keuangan dan Asuransi 2,389,329 2,714, , , , L Real Estate 1,705,495 1,860, , , , M,N Jasa Perusahaan 188, ,879 51,291 54,403 57, O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan 7,592,137 8,392,732 1,940,911 2,091,003 2,161, P Jasa Pendidikan 5,679,554 6,568,193 1,518,721 1,650,525 1,707, Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,279,704 1,414, , , , R,S,T,U Jasa lainnya 1,361,281 1,496, , , , Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah) PDRB 61,325,467 68,602,633 16,648,747 17,469,202 18,483, Bab I - Ekonomi Makro Regional 10

27 1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Pertumbuhan ekonomi pada sektor pertanian mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya maupun triwulan sebelumnya. Peningkatan produksi pertanian lebih disebabkan oleh datangnya panen raya tanaman pangan dan beberapa komoditas perkebunan serta membaiknya cuaca yang mampu meningkatkan tangkapan ikan. Sektor pertanian pada triwulan II 2015 mengalami kenaikan sebesar 3,00% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan pertumbuhan ekonomi lebih disebabkan oleh bertambahnya luas panen komoditas tanaman pangan. Walaupun demikian, pertumbuhan ekonomi sektor pertanian secara triwulan tidak sebesar triwulan yang sama tahun sebelumnya. Adanya hama tanaman serta curah hujan yang tinggi di beberapa daerah menyebabkan penurunan produktifitas padi. Di sisi lain, beberapa daerah berhasil meningkatkan panen seperti di Rote Ndao, dan beberapa daerah di Manggarai Timur optimis bisa panen 3 kali dalam setahun. Tanaman jagung juga mengalami peningkatan produksi. Namun demikian, dikarenakan kurangnya pasar, harga jagung di Nagekeo jatuh menjadi hanya Rp 2.000/kglebih rendah dari penetapan harga jagung yang sebesar Rp 2.700/Kg. Kondisi perikanan mengalami peningkatan seiring dengan membaiknya cuaca. Adanya pemberantasan illegal fishing juga berdampak positif terhadap peningkatan hasil ikan tangkap.. Pengiriman ternak juga menunjukkan adanya kenaikan cukup tinggi setelah di triwulan sebelumnya relatif sangat minim karena masalah cuaca. Untuk meningkatkan produksi pertanian, Dinas Pertanian telah mendapatkan tambahan alokasi APBN sebesar Rp 319 miliar untuk pengadaan alat mesin pertanian (alsintan) serta sarana produksi (saprodi) pertanian. Grafik Perkembangan SKDU Sektor Pertanian Grafik Pengiriman Ternak Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sumber : PT Pelindo III, diolah Hasil SKDU menunjukkan adanya peningkatan produksi pertanian di triwulan II Harga hasil pertanian menunjukkan adanya pelambatan walaupun Bab I - Ekonomi Makro Regional 11

28 masih relatif tinggi terutama harga beras yang tetap bertahan tinggi. Kredit pertanian pada triwulan II 2015 justru menunjukkan adanya penurunan yang terutama disebabkan oleh keengganan Bank untuk menyalurkan kredit seiring kualitas kredit yang rendah. Nilai tukar petani masih positif walaupun cenderung tetap dibanding triwulan sebelumnya. Grafik Perkembangan Kredit Pertanian Grafik Perkembangan Nilai Tukar Petani Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Sumber : BPS, diolah Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Secara tahunan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib mengalami pertumbuhan 7,71% (yoy) meningkat dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya. Mulai selesainya permasalahan numenklatur membuat penyerapan dana pemerintahmengalami peningkatan walaupun realisasi penyerapan anggaran masih relatif rendah. Realisasi penyerapan anggaran belanja pemerintah di triwulan II masih sebesar 23,92%. Dibanding tahun sebelumnya, belanja pemerintah mengalami kenaikan 13,74% (yoy). Dengan kumulatif pertumbuhan sektor administrasi pemerintah, pertahanan dan jaminan sosial wajib yang sebesar 6,84% (ctc), pertumbuhan ekonomi di sektor tersebut berpotensi tumbuh lebih tinggi pada semester-ii Adapun penyerapan anggaran yang relatif besar dilakukan oleh kepolisian yang sudah terealisasi sebesar 45,14%. Peningkatan belanja pemerintah juga tampak dari adanya penurunan pertumbuhan simpanan masyarakat di perbankan. Walaupun pertumbuhan penghimpunan dana masih cukup tinggi, tren penambahan dana relatif melambat dibanding triwulan sebelumnya. Hingga bulan Juni 2015, total dana pemerintah yang disimpan di perbankan di NTT mencapai Rp 7,21 triliun. Adanya percepatan Bab I - Ekonomi Makro Regional 12

29 realisasi belanja pemerintah dapat membantu mempercepat pertumbuhan ekonomi NTT yang saat ini masih dibayangi perlambatan ekonomi nasional. Grafik Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah Grafik Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan Sumber : Biro Keuangan dan Kanwil Ditjen Perbendaharaan, diolah Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor mengalami pertumbuhan cukup besar seiring dengan adanya peningkatan konsumsi masyarakat paska panen, liburan sekolah, menjelang puasa dan mulai terealisasinya belanja barang dan jasa pemerintah. Pertumbuhan sektor perdagangan pada triwulan II 2015 mencapai 6,48% (yoy) dibanding tahun sebelumnya, lebih besar dibanding pertumbuhan ekonomi triwulan sebelumnya (5,33%-yoy) maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya (3,57%- yoy). Pertumbuhan ekonomi secara triwulanan juga mengalami kenaikan cukup tinggi (5,27%-qtq) selain disebabkan oleh rendahnya pertumbuhan ekonomi di triwulan sebelumnya, juga disebabkan oleh peningkatan daya beli. Grafik Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan Grafik Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Hasil survei SKDU di triwulan II 2015 masih menunjukkan adanya penurunan namun membaik dibanding triwulan sebelumnya. Perlambatan Bab I - Ekonomi Makro Regional 13

30 permintaan di tingkat pemain besar ini selain disebabkan oleh perlambatan daya beli juga adanya permasalahan terkait pengetatan penindakan pajak yang berlaku surut. Adanya libur sekolah dan bulan ramadhan cukup membantu penjualan yang berdasarkan hasil liaison menunjukkan kenaikan permintaan di bulan Juni Sektor-sektor Lainnya Sektor konstruksi mampu tumbuh tinggi baik secara triwulanan maupun tahunan seiring dengan mulai terealisasinya proyek investasi. Begitu pula dengan pertumbuhan real estate yang tumbuh cukup besar seiring dengan mulai terealisasinya pembangunan program rumah dalam rangka mendukung program sejuta rumah pemerintah. Penyediaan akomodasi dan makan minum di triwulan II 2015 mengalami pertumbuhan hingga 8,67% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya. Adanya pelonggaran kebijakan larangan rapat di hotel oleh pemerintah, penyelenggaraan beberapa even pariwisata seperti semana santa di larantuka, serta membaiknya cuaca membuat kunjungan pariwisata di triwulan II 2015 mengalami peningkatan. Besarnya kenaikan kunjungan juga disebabkan oleh penurunan yang cukup dalam di triwulan sebelumnya. Dibandingkan tahun sebelumnya, pertumbuhan ekonomi di sektor penyediaan akomodasi dan makan minum tumbuh sebesar 6,23% (yoy) masih lebih rendah dibanding pertumbuhan di triwulan yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 7,19% (yoy) seiring dengan masih adanya dampak sail komodo yang mampu meningkatkan kunjungan wisata dalam jumlah yang signifikan. Adanya event pariwisata sekiranya dapat terus diadakan agar mampu membantu peningkatan kunjungan pariwisata. Peningkatan kunjungan juga terlihat dari tingginya peningkatan okupansi dan tamu hotel yang menginap di wilayah Provinsi NTT. Jumlah penumpang yang terbang dari dan menuju NTT juga menunjukkan penambahan yang cukup signifikan.. Peningkatan kunjungan wisata disebabkan oleh membaiknya cuaca.. Kondisi cuaca sangat mempengaruhi wisata unggulan NTT yang lebih bersifat eco tourism. Bab I - Ekonomi Makro Regional 14

31 Grafik Perkembangan Tamu Hotel Grafik Perkembangan Penumpang Bandara Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sektor komunikasi dan informasi masih bertumbuh positif, namun relatif melambat dibanding triwulan-triwulan sebelumnya. Sektor pertambangan mengalami kenaikan tinggi di triwulan II 2015 seiring dengan membaiknya cuaca. Jasa pendidikan tumbuh lebih tinggi dibanding rata-rata pertumbuhan ekonomi tahunan NTT. Namun demikian, peningkatan pertumbuhan ekonomi dari sektor pendidikan seharusnya dapat meningkat jauh lebih tinggi seiring dengan adanya pemisahan numenklatur pendidikan dasar dan pendidikan tinggi yang berdampak pada peningkatan anggaran pendidikan di Provinsi NTT hingga 119,47% (yoy). Setelah permasalahan numenklatur selesai, penyerapan anggaran pendidikan diperkirakan akan mampu jauh lebih tinggi dibanding saat ini. Bab I - Ekonomi Makro Regional 15

32 BOKS 1. PEMBANGUNAN SUMBER DAYA AIR UNTUK MENDUKUNG KEDAULATAN PANGAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Seberapa besar luas lahan yang mampu dipanen dan ditanam sangat tergantung dari kualitas sumber daya air yang dimiliki. Daerah dengan lahan irigasi yang besar cenderung akan memiliki luas tanam/ panen yang lebih besar pula. Dengan luas lahan yang ada, daerah tersebut dapat melakukan penanaman hingga 2-3 kali dalam waktu satu tahun. Hal ini berbeda dengan daerah yang tidak memiliki fasilitas irigasi, yang hanya mampu melakukan penanaman satu kali pada musim hujan saja, sehingga pemanfaatan lahan pertanian menjadi kurang optimal. Luas lahan irigasi di NTT saat ini sebesar 126 ribu ha 1 atau setara dengan hanya 1,75% dari total jaringan irigasi di Indonesia yang sebesar 7,23 juta ha 2. Dengan kondisi musim yang hanya mengalami 4 bulan musim penghujan dan 8 bulan musim kemarau, serta topografi wilayah yang memiliki tingkat kemiringan yang cukup besar, maka Provinsi NTT sangat rawan mengalami bencana banjir dan kekeringan. Pengendalian sumber daya air memerlukan satu usaha untuk menampung kelebihan air yang ada pada musim penghujan, untuk kemudian dapat digunakan untuk mengatasi kekeringan yang terjadi selama musim kemarau. Oleh karena itu, pemerintah pusat melalui Balai Wilayah Sungai saat ini gencar melakukan pembangunan jaringan sumber daya air, agar pemenuhan kebutuhan air irigasi pertanian maupun kebutuhan air baku untuk PDAM dapat tercukupi. Pada akhir tahun 2014, BWS sudah membangun 910 buah embung kecil, 32 buah embung irigasi dan 1 buah bendungan/waduk. Pada tahun 2015 ini, sedang dilakukan pembangunan lebih dari 100 embung untuk mengatasi kekurangan air irigasi dan air baku di seluruh kabupaten di Provinsi NTT serta ground breaking pembangunan waduk rotiklot di Belu. Sebelumnya, pemerintah juga sudah melakukan ground breaking pembangunan Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang tahun 2014 yang kemungkinan akan selesai pada tahun Hingga akhir tahun 2019, diharapkan telah dilakukan ground breaking pembangunan 7 buah waduk baru dan pengoperasian setidaknya 3 waduk baru yaitu Bendungan Raknamo, Rotiklot dan Kolhua. Pemerintah pusat secara total akan membangun 7 buah waduk dengan anggaran diperkirakan lebih dari 6 triliun rupiah. Pembangunan bendungan tersebut diharapkan dapat menambah lahan irigasi dengan luas lebih dari 13 ribu hektar, dan dapat digunakan sebagai sumber air minum untuk lebih dari 288 ribu orang warga. Berdasarkan luas area, biaya, daya tampung air dan potensi irigasi, bendungan temef di Kabupaten Timor Tengah Selatan akan menjadi bendungan terbesar yang dibangun oleh pemerintah, diikuti oleh pembangunan bendungan Mbay di Nagekeo, Bendungan Manikin dan Raknamo di Kabupaten Kupang, Bendungan Kolhua di Kota Kupang, Bendungan Napunggete di Kabupaten Sikka dan Bendungan Rotiklot di Belu. Bendungan Rotiklot, temef dan Raknamo juga akan digunakan sebagai pembangkit listrik tenaga air dengan total daya terpasang sebesar 2,55 MW. Renstra Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II Renstra Kementrian Pertanian Republik Indonesia Boks 1 Pembangunan Sumber Daya Air 16

33 Grafik Boks 1. Rencana Pembangunan Waduk di Nusa Tenggara Timur Sumber : Balai Wilayah Sungai II Provinsi Nusa Tenggara Timur Adanya pembangunan jaringan irigasi baru tersebut harus diikuti peningkatan pemanfaatan terlebih dalam mendukung ketahanan pangan. Total luas lahan yang ditanami padi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sebesar 200 ribu ha 3, dengan 120 ribu ha berupa lahan irigasi dan selebihnya merupakan lahan tadah hujan. Dari total 120 ribu ha lahan irigasi tersebut, hanya sekitar 58 ribu ha yang mampu dilakukan penanaman padi lebih dari sekali setahun atau hanya kurang dari 50% yang mampu dimanfaatkan secara optimal, sedangkan selebihnya hanya satu kali tanam. Kabupaten Manggarai menjadi kabupaten dengan pemanfaatan lahan irigasi terbaik dengan pemanfaatan lahan irigasi mencapai 88,60% dari total lahan irigasi yang dimiliki, diikuti oleh Kabupaten Sumba Barat (85,03%), Manggarai Barat (73,76%), Nagekeo (70,84%), dan Manggarai Timur (67,39%). Daerah irigasi yang cukup besar namun pemanfaatan relatif kurang antara lain di Kabupaten Timor Tengah Utara (20,14%), Sumba Timur (21,18%), dan Kabupaten Kupang (22,82%). Dengan adanya pengembangan jaringan irigasi yang cukup besar, dan disertai dengan peningkatan efektivitas penggunaan jaringan irigasi, maka produksi pangan diyakini akan meningkat cukup besar. Pemerintah diharapkan dapat memaksimalkan penggunaan jaringan irigasi yang ada. Apabila masing-masing kabupaten dapat mengefektifkan penggunaan jaringan irigasi hanya minimal sebesar 50% dari jaringan yang ada untuk melakukan penanaman dua kali setahun, maka defisit padi akan berkurang setidaknya hingga 50 ribu ton beras, atau setara dengan mengurangi impor padi NTT sebesar 400 miliar rupiah per tahun. Produksi padi masih akan meningkat apabila pekerjaan bendungan telah selesai, yang diperkirakan mampu menambah produksi padi hingga 43 ribu ton. Peningkatan produksi ini belum termasuk dari peningkatan produktifitas padi yang tentunya akan meningkatkan hasil produksi lebih besar lagi. Apabila semua usaha tersebut dapat dilakukan secara simultan, maka kedaulatan pangan di Provinsi NTT bukan lagi sebuah keniscayaan dan diyakini dapat tercapai dalam kurun waktu yang relatif cepat. 3 Nusa Tenggara Timur dalam angka 2014, BPS Provinsi NTT Boks 1 Pembangunan Sumber Daya Air 17

34 BOKS 2. PENGGUNAAN REGIONAL MACROECONOMIC MODEL OF BANK INDONESIA (REMBI) DALAM PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT Dalam rangka mendukung peran advisory kepada Pemerintah Daerah, Bank Indonesia mengembangkan suatu Model makroekonomi regional yang selanjutnya dinamakan dengan REMBI (Regional Macroeconomic Model of Bank Indonesia). REMBI merupakan suatu tools untuk Forecasting and Policy Analysis System (FPAS) yang dapat menjadi alat/sistem bagi Kantor Perwakilan Bank Indonesia di daerah guna menilai kondisi perekonomian daerah di wilayah kerjanya saat ini dalam satu sampai dua tahun mendatang. REMBI merupakan suatu model makroekonomi regional skala kecil, yang terdiri dari 5 blok yaitu blok PDRB sisi permintaan, PDRB sisi penawaran, blok moneter, fiskal, dan harga. Penggunaan REMBI di Provinsi NTT telah mencapai tahapan simulasi gejolak (shock). Adapun indikator-indikator yang digunakan untuk simulasi meliputi pelemahan pertumbuhan ekonomi dunia sebesar 1%, potensi kenaikan ekspor ikan sebesar 10%, pelemahan nilai tukar rupiah sebesar 10%, adanya peningkatan inflasi volatile food sebesar 1%, peningkatan inflasi administered price sebesar 1%, peningkatan suku bunga kredit sebesar 1% maupun asumsi kenaikan konsumsi pemerintah di daerah sebesar 10%. Masing-masing indikator diuji secara terpisah untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi maupun inflasi. Dari hasil uji tersebut diperoleh hasil: Tabel Boks 2.1. Dampak Simulasi Shock 4 Triwulan Model Provinsi Nusa Tenggara Timur terhadap Perekonomian di Provinsi NTT tahun Tabel Dampak Shocks ke Komponen PDRB dan Inflasi (selama Tahun 2015) Baseline (Proyeksi 2016) Pertumbuhan Ekonomi Dunia (turun 1%) Ekspor Ikan (Naik 10%) Nilai Tukar (Melemah 10%) Inflasi Volatile (Naik 1%) Inflasi Administ ered (Naik 1%) Suku Bunga Kredit (Naik 1%) Konsumsi Pemerintah (Naik 10%) PDRB ad. Harga Konstan % yoy KONSUMSI RUMAH TANGGA % yoy KONSUMSI PEMERINTAH % yoy TOTAL INVESTASI % yoy EKSPOR BARANG DAN JASA % yoy IMPOR BARANG DAN JASA % yoy INFLASI IHK % yoy INFLASI INTI % yoy INFLASI ADM. PRICES % yoy INFLASI VOLATILE FOOD % yoy Tabel Boks 2.2. Dampak Simulasi Shock 4 Triwulan Model Provinsi Nusa Tenggara Timur terhadap Perekonomian di Provinsi NTT tahun 2016 Berdasarkan hasil analisa di atas, didapatkan bahwa peningkatan ekspor, pelemahan nilai tukar dan kenaikan konsumsi pemerintah berdampak positif terhadap PDRB. Hal ini berarti Boks 2 Penggunaan REMBI dalam Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 18

35 apabila di tahun 2015 terjadi kenaikan ekspor perikanan sebesar 10%, maka PDRB akan meningkat sebesar 0,38% dari pertumbuhan PDRB normal. Dampak dari simulasi kenaikan ekspor masih dirasakan hingga tahun 2016 yang terlihat dari hasil peramalan yang menunjukkan adanya kenaikan PDRB sebesar 0,45%. Besarnya pengaruh ekspor perikanan lebih disebabkan kontribusi ekspor ikan NTT yang cukup besar terhadap perekonomian. Masih besarnya pengaruh terhadap perekonomian di tahun 2016 menunjukkan adanya perputaran uang dan peningkatan daya beli yang juga dirasakan oleh nelayan dan lingkungan, sehingga menimbulkan efek berantai terhadap perekonomian. Simulasi pelemahan nilai tukar sebesar 10% juga berkorelasi positif dengan nilai mencapai 0,62% terhadap perekonomian. Hal ini berarti adanya pelemahan nilai tukar cukup berkontribusi positif terhadap perekonomian NTT yang disebabkan oleh adanya keuntungan valuta atas ekspor yang sudah dilakukan maupun menjadi relatif rendahnya biaya wisata di NTT yang berdampak pada terjadinya peningkatan kunjungan wisatawan di NTT. Di tahun 2016, pelemahan nilai tukar masih berdampak positif terhadap perekonomian namun tidak sebesar tahun 2015 dikarenakan adanya permintaan penyesuaian harga dari Negara tujuan ekspor dikarenakan adanya penyesuaian pelemahan nilai tukar. Dari sisi pariwisata diperkirakan masih akan tetap meningkatkan kunjungan, namun pertumbuhan kunjungan tidak sebesar tahun sebelumnya dikarenakan relatif kembali tetapnya nilai tukar di tahun Kenaikan konsumsi pemerintah sebesar 10% ternyata berdampak positif terhadap kenaikan PDRB hingga sebesar 0,55% di tahun 2015 dan meningkat menjadi 0,72% di tahun Tingginya pengaruh penyerapan anggaran tersebut menunjukkan besarnya pemanfaatan belanja konsumsi pemerintah bagi masyarakat NTT. Peningkatan pertumbuhan dinilai wajar seiring besarnya pengaruh belanja pemerintah terhadap perekonomian di NTT. Oleh karena itu, tingginya realisasi belanja pemerintah diharapkan dapat terlaksana agar daya ungkit terhadap perekonomian dapat semakin dirasakan. Beberapa hal yang menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi NTT berdasarkan hasil simulasi antara lain pelemahan PDB dunia, peningkatan inflasi volatile food maupun inflasi administered price, dan kenaikan suku bunga. Pelemahan ekonomi dunia memberikan dampak negatif terhadap perekonomian namun tidak terlalu besar. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh negara yang mengalami pelemahan ekonomi bukan merupakan negara asal wisatawan utama yang berkunjung di NTT. Inflasi menjadi penyebab utama perlambatan ekonomi yang terlihat dari hasil simulasi kenaikan harga bahan makanan sebesar 1% yang akan menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,26% maupun kenaikan inflasi administered prices seperti kenaikan angkutan udara, BBM dan angkutan dalam kota serta penyeberangan yang berdampak pada penurunan PDRB hingga sebesar 0,71%. Berdasarkan besaran pengaruh terhadap perekonomian terlihat bahwa kenaikan administered prices berdampak terbesar terhadap penurunan PDRB. Oleh karena itu, penguatan konektivitas antar wilayah di NTT dirasa menjadi keharusan dan mutlak dilakukan agar pertumbuhan ekonomi dapat mengalami kenaikan. Contoh dari pengaruh permasalahan konektivitas adalah mahalnya biaya bahan makanan maupun bahan penunjang kehidupan dikarenakan mahalnya ongkos angkut antar daerah yang ada di Provinsi NTT. Dengan perbaikan yang menyeluruh terhadap permasalahan angkutan maupun peningkatan produksi tanaman pangan, maka pertumbuhan ekonomi diperkirakan dapat meningkat seiring dengan stabilnya distribusi dan pasokan. Boks 2 Penggunaan REMBI dalam Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 19

36

37 PERKEMBANGAN INFLASI Inflasi Provinsi NTT pada triwulan II 2015 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan terutama disebabkan oleh komoditas administered prices, yaitu kenaikan tarif angkutan udara seiring libur long weekend dan masa liburan sekolah, serta dampak lanjutan kenaikan harga BBM pada akhir bulan Maret. Kelompok administered prices menjadi pendorong utama inflasi pada triwulan II 2015.Inflasi juga didorong oleh kenaikan harga komoditas volatile food, seperti Daging Ayam Ras dan Telur Ayam Ras. Kenaikan harga pakan ayam dan proses peremajaan ayam petelur menyebabkan kenaikan harga komoditas tersebut. Dalam rangka pengendalian inflasi di daerah, TPID telah melakukan langkah-langkah pengendalian melalui kegiatan rapat koordinasi, diantaranya: rapat teknis, rapat koordinasi daerah dan High Level Meeting (HLM) yang menghasilkan beberapa langkah strategis pengendalian inflasi. 2.1 Kondisi Umum Pada triwulan II 20115, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengalami inflasi dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan Tarif Angkutan Udara dan harga BBM. Komoditas tarif angkutan udara menjadi komoditas pendorong utama inflasi pada bulan Mei dan Juni, serta pendorong utama ke-2 setelah bensin pada bulan April. Dibandingkan capaian inflasi nasional, inflasi Provinsi NTT relatif lebih rendah, baik secara triwulanan maupun tahunan. Inflasi tahunan Provinsi NTT pada triwulan II 2015 tercatat sebesar 6,01% (yoy) lebih rendah dibandingkan nasional yang sebesar 7,26% (yoy). Secara triwulanan, Provinsi NTT mengalami inflasi sebesar 1,25% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Angka tersebut masih lebih rendah dibandingkan nasional yang sebesar 1,40% (qtq)melanjutkan pencapaian trend pada triwulan sebelumnya. Apabila dibandingkan dengan Provinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB), pencapaian inflasi provinsi NTT secara tahunan (6,01%-yoy) tercatat paling rendah dibanding inflasi tahunan Bali yang sebesar 6,97% (yoy) dan NTB sebesar 6,04% (yoy). Namun secara triwulanan, Inflasi Provinsi NTT sebesar 1,25% (qtq) tercatat lebih tinggi dibandingkan inflasi Bali yang sebesar 0,87% (qtq) maupun NTB sebesar 0,30% (qtq). Bab II - Perkembangan Inflasi 20

38 Grafik 2.1. Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional Grafik 2.2. Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan Nasional Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Grafik 2.3. Perbandingan Inflasi Tahunan dan Triwulanan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara Sumber : BPS, diolah Secara tahunan, inflasi Provinsi NTT mengalami kenaikan dari 5,39% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 6,01% (yoy) pada triwulan II Kenaikan disebabkan oleh dampak lanjutan kenaikan harga BBM pada akhir bulan Maret 2015 dan kenaikan tarif angkutan udara seiring adanya momen libur long weekend, serta musim liburan sekolah. Kenaikan inflasi juga didorong oleh komoditas daging ayam ras dan telur ayam ras dikarenakan adanya kenaikan harga pakan ayam dan masa peremajaan ayam petelur. Selain itu, komoditas ayam hidup juga menjadi pendorong inflasi tersendiri di kota Maumere. Salah satu faktor penyebabnya adalah adanya SK Gubernur Provinsi NTT Nomor: 274/KEP/HK/2014 yang hanya menetapkan 2 perusahaan pemasok bibit ayam/ Day Old Chick (DOC) ke Provinsi NTT. Kemampuan kedua perusahaan tersebut yang hanya dapat memasok bibit ayam hingga Kupang dan tidak sampai wilayah Flores menimbulkan kelangkaaan pasokan bibit ayam hidup. Secara triwulanan, Provinsi NTT mengalami inflasi sebesar 1,25% (qtq), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang mengalami deflasi -0,47% (qtq). Inflasi pada triwulan II terutama disumbang oleh komoditas transportasi serta daging Bab II - Perkembangan Inflasi 21

39 dan hasil-hasilnya. Sementara penahan laju inflasi terutama berasal dari komoditas ikan segar seiring cuaca yang mendukung pada triwulan II. Berdasarkan pergerakan inflasi bulanan, Inflasi cukup tinggi terjadi pada bulan Juni 2015, dengan nilai inflasi sebesar 0,59% (mtm). Inflasi pada bulan Juni terutama didorong oleh kenaikan tarif angkutan udara dan komoditas ayam (daging ayam ras, telur ayam ras, ayam hidup dan ayam goreng). Pada bulan April, Provinsi NTT mengalami inflasi sebesar 0,21% (mtm) yang terutama disebabkan oleh komoditas transportasi seiring dampak lanjutan kenaikan harga BBM pada akhir Maret Selain pengaruh kenaikan harga BBM, inflasi pada bulan April juga didorong oleh kenaikan tarif angkutan udara. Adanya libur long weekend, seperti perayaan Paskah diperkirakan menjadi salah satu pendorong meningkatnya permintaan tiket pesawat. Sementara adanya kebijakan pembatasan pasokan bibit ayam/ Day Old Chick (DOC) mulai mendorong kenaikan harga ayam hidup,terutama di Kota Maumere. Pada Bulan Mei, Provinsi NTT kembali mengalami inflasi sebesar 0,45% (mtm). Komoditas Angkutan Udara menjadi pendorong utama terciptanya inflasi. Permintaan angkutan udara yang masih tinggi menjadi salah satu pendorong tingginya inflasi pada bulan Mei. Sementara, komoditas bawang merah menjadi penyumbang utama dari kelompok volatile food. Belum tibanya musim panen bawang merah dari sentra utama yaitu Bima, NTB dan Pulau Jawa, serta baru masuknya musim tanam bawang merah di Semau dan Rote turut mendorong kenaikan harga bawang merah. Di sisi lain, komoditas ayam (daging ayam ras dan telur ayam ras) mulai meningkat seiring berkurangnya pasokan ayam dan masa peremajaan ayam petelur di kota Kupang. Tabel 2.1. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT April Mei Juni Komoditas Inflasi (%) Andil (%) Komoditas Inflasi (%) Andil (%) Komoditas Inflasi (%) Andil (%) BENSIN 6,30 0,19 ANGKUTAN UDARA 6,60 0,18 ANGKUTAN UDARA ANGKUTAN UDARA 4,59 0,12 BAWANG MERAH 50,94 0,15 DAGING AYAM RAS KANGKUNG 9,96 0,06 DAGING AYAM RAS 8,47 0,07 TELUR AYAM RAS AYAM HIDUP 26,00 0,06 SAWI PUTIH 9,73 0,05 KANGKUNG BAWANG MERAH 12,59 0,03 TELUR AYAM RAS 7,32 0,05 AYAM HIDUP BUNCIS 47,05 0,03 CABAI MERAH 27,94 0,04 GULA PASIR GULA PASIR 2,93 0,02 BAWANG PUTIH 12,78 0,03 AYAM GORENG SOLAR 6,72 0,02 TEMBANG 19,04 0,03 TEMPE UPAH PEMBANTU RT 2,27 0,02 KANGKUNG 3,86 0,03 UPAH PEMBANTU RT JAGUNG MANIS 26,76 0,02 SEPATU 13,31 0,03 BUNGA PEPAYA Sumber : BPS, diolah Komoditas angkutan udara dan kangkung menjadi komoditas yang secara persisten menyumbang inflasi di triwulan II Selain itu, komoditas bawang Bab II - Perkembangan Inflasi 22

40 merah, daging ayam ras dan telur ayam ras masing-masing menjadi penyumbang pada 2 periode bulan. Sedangkan komoditas lainnya mengalami kenaikan di satu bulan dan kembali normal di bulan selanjutnya. Tabel 2.2. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT April Mei Juni Komoditas Deflasi (%) Andil (%) Komoditas Deflasi (%) Andil (%) Komoditas Deflasi (%) Andil (%) KEMBUNG/GEMBUNG -9,25-0,12 KEMBUNG/GEMBUNG -23,93-0,28 CABAI RAWIT TONGKOL/AMBU-AMBU -10,74-0,06 BESI BETON -3,44-0,03 BAWANG MERAH CABAI RAWIT -17,96-0,05 SEMEN -1,07-0,02 SENG DAGING AYAM RAS -5,16-0,04 AYAM HIDUP -3,22-0,02 SAWI PUTIH CABAI MERAH -21,75-0,04 SELAR/TUDE -16,09-0,02 DAUN SINGKONG TELUR AYAM RAS -5,74-0,04 TAHU MENTAH -5,29-0,02 TOMAT SAYUR SELAR/TUDE -24,02-0,04 CABAI RAWIT -7,59-0,02 SELAR/TUDE BERAS -0,42-0,03 KENTANG -7,08-0,01 BUNCIS EKOR KUNING -10,32-0,02 JERUK -8,75-0,01 PEPAYA DAUN SINGKONG -9,00-0,02 BERAS -0,17-0,01 PEPAYA MUDA Sumber : BPS, diolah Komoditas cabai rawit dan ikan selar/tude menjadi komoditas yang secara persisten menyumbang deflasi pada triwulan II Sementara ikan kembung menjadi penyumbang deflasi utama pada bulan Apri dan Mei. Mulai membaiknya cuaca pada periode tersebut, mendorong peningkatan produksi ikan. Komoditas lain yang menyumbang deflasi selama 2 periode diantaranya beras, seiring meningkatnya pasokan saat panen. 2.2 Inflasi Berdasarkan Komoditas Berdasarkan komoditas penyumbang inflasi secara tahunan, komoditas transportasi, komunikasi dan jasa, pendidikan, rekreasi dan olah raga serta komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau masih menjadi penyumbang inflasi terbesar. Sedangkan komoditas bahan makanan, Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar mampu menjadi komoditas penahan inflasi secara tahunan. Tabel 2.3. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas Komoditi IHK 2015 MTM YOY QTQ Apr Mei Jun Apr Mei Jun INFLASI UMUM % 1.25% 0.21% 0.45% 0.59% Bahan Makanan % 0.53% -1.18% 0.62% 1.11% Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau % 2.27% 0.67% 0.64% 0.94% Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar % 0.07% 0.12% -0.08% 0.02% Sandang % 1.89% 0.53% 0.75% 0.60% Kesehatan % 1.22% 0.16% 0.39% 0.67% Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga % 0.28% 0.14% 0.17% -0.04% Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan % 3.48% 1.81% 0.93% 0.71% Sumber : BPS, diolah Inflasi bahan makanan menunjukkan nilai terendah dibanding komoditas lainnya dengan pertumbuhan inflasi tahunan hanya sebesar Bab II - Perkembangan Inflasi 23

41 3,73% (yoy). Secara triwulanan, inflasi terendah dicapai oleh Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar (0,07%-qtq). Di sisi lain, komoditas transportasi, komunikasi dan Jasa Keuangan mengalami inflasi tertinggi hingga 8,92% (yoy) dibanding tahun sebelumnya, begitu pula secara triwulan yang mencapai 3,48% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya Bahan Makanan Pada triwulan II 2015, Komoditas bahan makanan mengalami inflasi yang lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya, namun secara tahunan cenderung lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan inflasi cukup tinggi terutama terjadi pada bulan Juni 2015 seiring kenaikan harga komoditas daging dan hasil-hasilnya. Sementara, pada bulan April dan Mei, komoditas bahan makanan cenderung mengalami deflasi seiring peningkatan pasokan komoditas ikan segar dan sayur-sayuran yang didukung oleh membaiknya kondisi cuaca. Grafik Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan Grafik 2.5. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Apabila dilihat secara tahunan, sub kelompok bahan makanan hanya mengalami inflasi sebesar 3,73% (yoy) lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2014 (6,47%-yoy), sementara secara triwulan mencapai 0,53% (qtq) meningkat dibanding triwulan I yang mengalami deflasi sebesar -0,36% (qtq). Komoditas beras menjadi salah satu pendorong inflasi yang cukup tinggi dengan kenaikan hingga 18% (yoy). Namun secara triwulan beras mengalami deflasi sebesar -1,3% (qtq). Penurunan secara triwulanan disebabkan oleh mulai masuknya musim panen pada triwulan II-2015 selain sudah tingginya posisi harga di triwulan sebelumnya. Selain beras, komoditas lain dari sub kelompok padi-padian, umbiumbian dan hasilnya yang mencatat inflasi secara tahunan cukup tinggi adalah beras Bab II - Perkembangan Inflasi 24

42 jagung sebesar 50% (yoy). Di sisi lain, sub kelompok ikan segar menjadi penahan laju inflasi utama dengan andil deflasi mencapai -23,68% (yoy) dan secara triwulanan sebesar -15,46% (qtq). Penurunan harga terutama berasal dari komoditas ikan kembung, ikan selar/tude dan ikan ekor kuning yang disebabkan oleh kenaikan pasokan seiring kondisi cuaca yang mendukung Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Secara tahunan, komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan II 2015 mengalami kenaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara triwulanan, komoditas tersebut mengalami inflasi sebesar 3,48% (qtq). Adanya dampak lanjutan kenaikan harga BBM pada akhir Maret 2015 dan tingginya tarif angkutan udara menjadi penyebab peningkatan inflasi di triwulan II. Namun demikian, secara tahunan, inflasi triwulan II sebesar 8,92% (yoy) sedikit lebih rendah dibanding inflasi di triwulan sebelumnya yang sebesar 9,02% (yoy). Kenaikan subsektor transportasi yang tidak setinggi tahun sebelumnya menjadi penyebab utama perlambatan inflasi. Grafik Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan Grafik 2.7. Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok Komoditas Sumbe Sumber: BPS, diolah SumbeSumber: BPS, diolah Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Sub Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar merupakan salah satu komoditas yang memiliki bobot cukup besar dalam pengeluaran konsumsi di Provinsi NTT. Pada triwulan II 2015, inflasi Sub Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar tercatat menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi tahunan tercatat sebesar 4,90% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan I yang sebesar 5,01% (yoy), sementara secara triwulanan tercatat sebesar 0,07% (qtq) lebih rendah dibandingkan triwulan I yang sebesar Bab II - Perkembangan Inflasi 25

43 0,36% (qtq). Secara bulanan inflasi komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar juga tercatat cukup rendah dengan pencapaian deflasi pada bulan Mei Grafik Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan Grafik 2.9. Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar per Sub Kelompok Komoditas Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Rendahnya inflasi pada subkelompok perumahan, terutama didorong oleh komoditas biaya tempat tinggal yang mengalami deflasi pada bulan Mei dan Juni. seiring penurunan permintaan perumahan pada triwulan II Sementara itu, biaya penyelenggaraan rumah tangga menjadi komoditas yang 2 kali mendorong inflasi, yaitu pada bulan April dan Juni, terutama disebabkan oleh peningkatan upah pembantu rumah tangga Komoditas Lainnya Secara tahunan, sub kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau menjadi pendorong inflasi terbesar kedua dengan nilai inflasi sebesar 8,78% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 7,30% (yoy). Secara triwulanan, sub kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau mengalami kenaikan sebesar 2,27% (qtq). Dari kelompok ini, komoditas minuman yang tidak beralkohol mengalami inflasi tertinggi dengan angka 4,53% (qtq). Kenaikan ini didorong oleh harga gula pasir dikarenakan kurangnya pasokan dari Sulawesi Selatan dan Jawa Timur. Pendidikan, rekreasi dan olah raga menjadi sub kelompok dengan nilai inflasi tahunan terbesar ketiga setelah sub kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau. Nilai inflasi pada triwulan II 2015 sebesar 7,52% (yoy), lebih besar dibanding capaian triwulan sebelumnya yang sebesar 7,45% (yoy). Secara triwulanan, inflasi mencapai 0,28% (qtq) terutama disebabkan oleh adanya kenaikan komoditas rekreasi seiring dengan mulai tibanya musim lburan sekolah. Bab II - Perkembangan Inflasi 26

44 Sementara itu, inflasi subkelompok sandang dan kesehatan menunjukkan kenaikan baik secara triwulanan maupun tahunan. Kenaikan inflasi dari subkelompok Sandang disebabkan oleh Sandang Anak-Anak. seiring tibanya musim liburan sekolah. Sementara itu kenaikan Subkelompok Kesehatan didorong oleh komoditas Perawatan Jasmani dan Kosmetika. 2.3 Disagregasi Inflasi Apabila dilihat berdasarkan disagregasi inflasi, peningkatan inflasi tahunan pada bulan Juni disebabkan oleh kenaikan inflasi administered prices dan trend kenaikan inflasi volatile food. Sementara, inflasi inti (core) tercatat masih cukup stabil. Berdasarkan sumbangan inflasi, sumbangan inflasi komoditas inti masih menjadi penyumbang inflasi terbesar disusul oleh komoditas administered prices, dan komoditas volatile food. Secara bulanan, inflasi volatile food mengalami penurunan pada bulan April namun cenderung meningkat pada bulan Mei dan Juni karena adanya gangguan pasokan dan penyesuaian harga beberapa komoditas. Inflasi inti masih cenderung melandai hingga bulan Juni. Inflasi administered prices mengalami peningkatan pada bulan April akibat adanya penyesuaian harga BBM, namun sedikit menurun pada bulan Mei dan Juni. Grafik Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur Grafik Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Bulanan Provinsi Nusa Tenggara Timur Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Kelompok Volatile Food Inflasi komoditas volatile food pada triwulan II mengalami peningkatan dibanding triwulani Secara tahunan, inflasi volatile food mencapai 3,59% (yoy) relatif lebih tinggi dibanding inflasi tahunan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 2,24% (yoy). Inflasi volatile food sempat mengalami Bab II - Perkembangan Inflasi 27

45 penurunan pada bulan April dikarenakan adanya penurunan harga pada komoditas ikan segar yang disebabkan oleh peningkatan pasokan. Namun demikian, kelompok volatile food menunjukkan kecenderungan kenaikan inflasi pada bulan Mei dan Juni. Kenaikan inflasi disebabkan oleh penyesuaian harga komoditas bawang merah dan kenaikan harga komoditas ayam (daging ayam ras dan telur ayam ras). Kurangnya pasokan komoditas kangkung juga turut mendorong kenaikan inflasi pada kelompok volatile food Kelompok Administered Prices Kenaikan inflasi administered price terutama bensin terjadi pada bulan April seiring dengan adanya peningkatan harga BBM di akhir bulan Maret, sementara komoditas angkutan udara menjadi faktor pendorong lainnya. Kenaikan tarif angkutan udara disebabkan oleh adanya peningkatan permintaan tiket pesawat yang mendorong maskapai untuk memberlakukan kenaikan harga pada rentang April s.d. Juni Adanya masa libur sekolah dan libur long weekend perayaan hari besar keagamaan serta hari buruh menjadi penyebab naiknya permintaan. Sementara, kenaikan harga BBM kembali menjadi penyebab utama inflasi pada bulan April. Secara tahunan, inflasi administered prices masih sebesar 11,37% (yoy) sedikit meningkat dibanding inflasi tahunan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 11,25% (yoy) Kelompok Inti (core) Inflasi kelompok inti pada triwulan II 2015 sebesar 5,08% (yoy),sedikit meningkat dibanding inflasi tahunan di triwulan I yang sebesar 4,59% (yoy). Kenaikan inflasi terutama disebabkan oleh adanya kenaikan harga pada subkelompok penyelenggaraan rumah tangga, bahan bakar, penerangan dan air. Kenaikan Upah Pembantu Rumah Tangga diperkirakan menjadi salah satu penyebab utama pada subkelompok penyelenggaraan rumah tangga di bulan April dan Juni. 2.4 Inflasi NTT Berdasarkan Kota Inflasi Kota Kupang Pola Inflasi Kota Kupang pada triwulan II 2015 searah dengan inflasi Provinsi NTT. Secara tahunan, inflasi Kota Kupang sebesar 6,57%, lebih besar dibanding inflasi tahunan Provinsi NTT yang sebesar 6,01% (yoy). Secara triwulanan, inflasi Kota Kupang sedikit lebih tinggi dibandingkan Provinsi NTT yaitu sebesar Bab II - Perkembangan Inflasi 28

46 1,36% (qtq) dibandingkan Provinsi NTT yang sebesar 1,25% (qtq). Secara bulanan, inflasi kota Kupang mengalami penurunan di bulan April sebesar 0,18% (mtm), kemudian mengalami trend kenaikan pada bulan Februari sebesar 0,50% (mtm) dan 0,67% (mtm) di bulan Juni Grafik Inflasi Tahunan Kota Kupang Grafik Inflasi Triwulanan Kota Kupang Grafik Inflasi Bulanan Kota Kupang Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Inflasi subkelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan, subkelompok makanan jadi, minuman dan tembakau, serta subkelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga menjadi pendorong utama inflasi di Kota Kupang. Inflasi tersebut dikarenakan adanya kenaikan harga BBM, kenaikan tarif angkutan udara, kenaikan harga minuman tidak beralkohol, termasuk gula pasir dan peningkatan biaya pendidikan seiring pengeluaran kursus menjelang ujian. Di sisi lain, pasokan ikan segar yang cukup berlimpah serta meningkatnya pasokan beras dan cabe rawit paska panen menjadi penahan laju inflasi utama kota Kupang pada triwulan II Tabel 2.4. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas Komoditi IHK 2015 MTM YOY QTQ Apr Mei Jun Apr Mei Jun INFLASI UMUM % 1.36% 0.18% 0.50% 0.67% Bahan Makanan % 0.64% -1.40% 0.77% 1.29% Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau % 2.48% 0.78% 0.64% 1.03% Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar % 0.07% 0.10% -0.07% 0.05% Sandang % 2.02% 0.61% 0.75% 0.66% Kesehatan % 1.19% 0.17% 0.39% 0.62% Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga % 0.27% 0.16% 0.17% -0.06% Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan % 3.58% 1.79% 0.99% 0.76% Sumber : BPS, diolah Inflasi Kota Maumere Inflasi Kota Maumere kembali menunjukkan penurunan pada triwulan II 2015 yang hanya sebesar 2,24% (yoy) dibanding tahun sebelumnya, jauh lebih rendah dibanding inflasi Provinsi NTT yang sebesar 6,01% (yoy). Secara tahunan, pencapaian inflasi pada triwulan-ii 2015 di Kota Maumere didorong oleh komoditas Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau yang mencatat inflasi Bab II - Perkembangan Inflasi 29

47 sebesar 10,65% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. Namun apabila dilihat secara triwulanan, inflasi tertinggi disebabkan oleh sub kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga yang mencatat inflasi sebesar 4,82% (qtq). Sementara itu, inflasi subkelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan tercatat sebesar 8,48% (yoy) dan 1,83% (qtq) lebih rendah dibanding Kota Kupang yang sebesar 8,98% (yoy) dan 3,58% (qtq). Di sisi lain, relatif rendahnya pencapaian inflasi di Kota Mamumere juga didorong oleh pencapaian deflasi komoditas bahan makanan. Secara tahunan deflasi bahan makanan mencapai -6,35% (yoy), sementara secara triwulanan mencapai -0,33% (qtq) lebih rendah dibandingkan provinsi NTT yang mencatat inflasi 0,53% (qtq). Berdasarkan data bulanan, inflasi tertinggi di kota Maumere terjadi pada bulan April sebesar 0,43% (mtm), kemudian menurun pada bulan Mei yang sebesar 0,06%(mtm) dan kembali menurun pada bulan Juni yang sebesar 0,05% (mtm). Grafik Inflasi Tahunan Kota Maumere Grafik Inflasi Triwulanan Kota Maumere Grafik Inflasi Bulanan Kota Maumere Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Dilihat dari sumbangan inflasi setiap bulan pada triwulan II 2015, Inflasi di kota Maumere terutama disebabkan oleh komoditas Ayam Hidup yang selalu menjadi pendorong utama inflasi pada bulan April, Mei dan Juni. Andil tertinggi inflasi komoditas Ayam Hidup berada pada bulan April sebesar 0,46% (mtm) lebih tinggi dari inflasi Kota Maumere yang sebesar 0,43% (mtm). Tingginya angka inflasi tersebut diperkirakan terjadi karena adanya keterbatasan pasokan ayam seiring adanya SK Gubernur yang hanya menetapkan dua perusahaan pemasok bibit ayam ke NTT. Perusahaan tersebut hanya mampu mengirimkan bibit ayam hingga ke kota Kupang dan tidak sampai wilayah Flores. komoditas penyumbang inflasi lainnya adalah komoditas sate, mie dan kue kering.. Di sisi lain, inflasi yang terjadi dapat ditahan oleh pencapaian deflasi pada komoditas bahan makanan di Kota Maumere, yang terutama Bab II - Perkembangan Inflasi 30

48 disumbangkan oleh komoditas ikan segar dengan pencapaian deflasi mencapai -42% (yoy) dan -11,65% (qtq) pada triwulan II Peningkatan pasokan ikan disebabkan oleh cuaca yang membaik. Tabel 2.5. Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas Komoditi IHK 2015 MTM YOY QTQ Apr Mei Jun Apr Mei Jun INFLASI UMUM % 0.54% 0.43% 0.06% 0.05% Bahan Makanan % -0.33% 0.37% -0.47% -0.23% Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau % 0.99% -0.04% 0.65% 0.38% Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar % 0.02% 0.29% -0.12% -0.15% Sandang % 0.97% 0.02% 0.75% 0.20% Kesehatan % 1.40% 0.06% 0.33% 1.00% Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga % 0.29% 0.01% 0.19% 0.10% Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan % 2.76% 2.02% 0.42% 0.30% Sumber : BPS, diolah 2.5 Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID Sepanjang triwulan II 2015, telah dilakukan 6 kali kegiatan koordinasi maupun langkah pengendalian inflasi di Provinsi NTT. Berdasarkan kegiatan yang dilakukan, telah dilakukan koordinasi dalam lingkup Nasional, Provinsi maupun Kota Kupang. Pada lingkup Nasional, TPID Provinsi NTT menghadiri Kegiatan Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas TPID) tanggal 27 Mei 2015 di Jakarta. Pada kegiatan tersebut, TPID Provinsi NTT memperoleh penghargaan TPID terbaik di Kawasan Timur Indonesia (KTI) atas pencapaian dan program-program kerja terkait pengendalian inflasi di Tahun Sementara dalam lingkup Provinsi, TPID telah melakukan 1 kali Rapat Teknis dan 1 kali rapat Tim Kecil dalam rangka persiapan Pokjanas dan pembahasan RoadMap TPID Provinsi NTT. Selain itu, telah pula dilaksanakan 1 kali Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) yang dihadiri oleh 18 Kab/Kota pada tanggal 22 Mei Dalam rangka menyusun program dan strategi pengendalian harga menjelang Hari Raya Idul Fitri 1436 H, telah dilakukan pula 1 kali rapat teknis pada tanggal 5 Juni 2015 dan dilanjutkan dengan Rapat High Level Meeting (HLM) tanggal 22 Juni 2015 yang dipimpin langsung oleh Gubernur NTT, serta menghasilkan 6 langkah pengendalian inflasi, yaitu: 1) Menjaga Ketersediaan Barang dan Mempercepat Distribusi Barang, 2) Mengendalikan Tarif Angkutan, 3) Menyediakan Informasi Produksi, Pasokan (Stok) dan Harga Barang Pokok, 4) Mengefektifkan TPID untuk Memantau Pasokan, Distribusi dan Harga, 5) Pengelolaan Ekspektasi Masyarakat, serta 6) Membentuk Pos Pengaduan yang Menampung Keluhan Terkait Bahan Pokok dan Ketersediaan BBM (Call Center). Bab II - Perkembangan Inflasi 31

49 Selain itu, BULOG juga terus melakukan kegiatan operasi pasar dan penyaluran raskin di Provinsi NTT. Gambar 2.1. Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan II 2015 dan Sebaran Pembentukan TPID Sumber : Bank Indonesia Berdasarkan perkembangan pembentukan TPID di Provinsi NTT, hingga triwulan II 2015, sudah terbentuk 19 TPID di Provinsi NTT dengan rincian 1 TPID Provinsi NTT, 1 TPID Kota Kupang dan 17 TPID Kabupaten di NTT. Di tahun 2015, terdapat tambahan 6 TPID baru yaitu pembentukan TPID Kabupaten Sumba Barat Daya, TPID Kabupaten Flores Timur, TPID Kabupaten Timor Tengah Utara, Kaabupaten Sabu Raijua, Kabupaten Nagekeo dan Kabupaten Lembata. Sementara 4 Kabupaten yang belum membentuk TPID antara lain kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Malaka dan Kabupaten Ngada. Keempat kabupaten tersebut akan menjadi fokus dalam pengembangan kelembagaan TPID ke depan. Bab II - Perkembangan Inflasi 32

50

51 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN Kinerja perbankan masih mengalami pertumbuhan namun cenderung melambat. Di sisi lain, sistem pembayaran mengalami peningkatan yang signifikan seiring dengan adanya peningkatan daya beli masyarakat dan realisasi proyek pemerintah. Indikator kinerja perbankan mengalami perlambatan secara year-on-year (yoy), namun demikian perkembangan triwulanan (qtq) masih mengalami peningkatan dan berada di atas pertumbuhan Nasional. Sementara itu, Sistem Pembayaran mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini dapat menggambarkan adanya perkembangan ekonomi yang positif. 3.1 Kondisi Umum Perkembangan kinerja perbankan di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 baik Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat mengalami perlambatan, namun demikian masih di atas kinerja perbankan Nasional. Perlambatan tersebut tercermin oleh beberapa indikator perbankan. Aset perbankan di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 tercatat sebesar Rp. 33,23 triliun tumbuh sebesar 24,20% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai 28,13% (yoy). Sementara itu, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Triwulan II 2015 tercatat sebesar Rp. 22,10 triliun mengalami perlambatan dengan pertumbuhan sebesar 15,99% (yoy) lebih rendah dari Triwulan I 2015 yang mencapai 16,05% (yoy). Seiring perlambatan Aset dan DPK Perbankan, penyaluran Kredit di Provinsi NTT juga sedikit melambat. Penyaluran kredit oleh perbankan sampai dengan triwulan II 2015 tercatat sebesar Rp. 18,55 triliun atau 14,20% (yoy) sedikit lebih rendah dari Triwulan I 2015 yang mencapai 14,44% (yoy). Selain itu, rasio kredit macet/non Performing Loan (NPL) Gross perbankan di Provinsi NTT sedikit meningkat, dari 1,70% pada Triwulan I 2015 menjadi 2,09% di Triwulan II Namun demikian, angka tersebut masih berada pada level aman yakni dibawah batas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu NPL Nett sebesar 5%. Angka rasio likuiditas atau Loan to Deposit Ratio (LDR) pada Triwulan II 2015 sebesar 83,94% lebih rendah dari Triwulan I 2015 yang mencapai 87,30%. Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 33

52 Grafik 3.1.Perkembangan Kinerja Perbankan Grafik 3.2.Perkembangan LDR dan NPL Secara umum perkembangan sistem pembayaran di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 meningkat signifikan, baik tunai maupun non tunai. Pada Triwulan II 2015 uang yang masuk (cash inflow) pada Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT tercatat sebesar Rp. 492,09 miliar atau sebesar -33,34% (yoy) lebih rendah dari Triwulan I 2015 yang mencapai 31,50% (yoy). Sementara itu, uang yang beredar dimasyarakat (cash outflow) mengalami kenaikandari 10,37% (yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi 13,48% (yoy) pada Triwulan II 2015, atau dengan nominal mencapai Rp. 926,21 miliar. Outflow yang lebih besar dari Inflow menyebabkan Nett Outflow sebesar Rp. 434,12 miliar atau meningkat 456,88% (yoy) dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang mengalami pertumbuhan Nett Inflow sebesar 37,99% (yoy), artinya pada Triwulan II 2015 uang yang beredar di masyarakat lebih banyak dari uang yang dihimpun oleh perbankan atau disetor pada Bank Indonesia (Nett Outflow). Hal ini karena adanya peningkatan kebutuhan uang tunai di masyarakat, pembayaran termin proyek-proyek pemerintah dan realisasi belanja konsumsi pemerintah. Temuan Uang Palsu yang dilaporkan dan tercatat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 mencapai 22 lembar, lebih sedikit apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 27 lembar. Temuan uang palsu tersebut disebabkan karena semakin membaiknya tingkat kepatuhan perbankan dan tingkat kesadaran masyarakat dalam melaporkan uang yang diragukan keasliannya kepada Bank Indonesia, serta pengungkapan kasus tindak pidana uang palsu oleh kepolisian. Pada Triwulan II 2015 transaksi non tunai rata-rata mengalami peningkatan. Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dari sisi volume maupun nominal pada triwulan ini sedikit melambat, namun demikian masih berada di atas pertumbuhan Nasional. Secara nominal, SKNBI tumbuh sebesar Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 34

53 9,77% (yoy) dibanding 17,93% (yoy) pada Triwulan I Sementara itu, transaksi BI-RTGS pada Triwulan II 2015 secara umum menunjukkan peningkatan yang signifikan, peningkatan ini tercermin dari tingginya pertumbuhan transaksi yang masuk ke NTT daripada yang keluar dari NTT. Tingginya peningkatan tersebut menyebabkan Nett-To-NTT sebesar Rp. 3,71 triliun atau tumbuh sebesar 149,16% (yoy) pada Triwulan II 2015, lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 197,21% (yoy). Walaupun demikian pertumbuhan tersebut juga masih berada di atas pertumbuhan Nasional. Aliran dana yang masuk ke NTT (Nett To NTT ) pada Triwulan II 2015, diperkirakan adalah transfer dana pemerintah sebagai persiapan pembayaran gaji ke-13 serta peningkatan aktivitas konsumsi dan investasi masyarakat. Grafik 3.3.Perkembangan SKNBI From NTT To NTT From-To NTT Net From (To) NTT INDIKATOR Tabel 3.1.Perkembangan BI-RTGS 2013 TW1-14 TW2-14 TW3-14 TW TW1-15 TW2-15 Nominal (Rp.Miliar) 90, , , , , , , , Volume (Lbr Warkat) 51,895 10,696 10,475 10,900 11,053 43,124 6,013 6,567 Growth Nominal 14.73% % -5.85% 17.73% 5.23% -1.95% 84.39% 94.40% Growth Volume 1.80% % % % % % % % Nominal (Rp.Miliar) 80, , , , , , , , Volume (Lbr Warkat) 33,361 7,809 7,868 8,965 9,294 33,936 5,984 6,086 Growth Nominal 22.75% 6.58% % 69.58% 36.00% 16.23% % % Growth Volume 2.55% 4.90% -4.40% 9.21% -1.94% 1.72% % % Nominal (Rp.Miliar) 22, , , , , , , , Volume (Lbr Warkat) 5,379 1,393 1,231 1,567 1,746 5,937 1,106 1,188 Growth Nominal % % % % % 86.55% % % Growth Volume 17.27% 12.61% -9.95% 20.45% 18.45% 10.37% % -3.49% Nominal (Rp.Miliar) 10, , , , , , , , Volume (Lbr Warkat) 18,534 2,887 2,607 1,935 1,759 9, Growth Nominal % % % % % % % % Growth Volume 0.47% % % % % % % % Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 35

54 3.2 Perkembangan Kinerja Bank Umum Kinerja Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 sedikit melambat. Walaupun demikian, berdasarkan pertumbuhan semesteran dan triwulanan masih menunjukkan peningkatan. Total Aset pada Triwulan II 2015 tumbuh sebesar 14,17% (yoy) lebih rendah dari Triwulan I 2015 yang mencapai 28,14% (yoy), Dana Pihak Ketiga pada Triwulan II 2015 tumbuh sebesar 15,82% (yoy) sedikit lebih rendah bila dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang mencapai 15,93% (yoy), dan total kredit triwulan ini juga mengalami pertumbuhan yang sedikit melambat yaitu 14,11% (yoy) dari Triwulan I 2015 yang mencapai 14,30% (yoy). Angka rasio likuiditas perbankan Loan to Deposit Ratio (LDR) Bank Umum di Provinsi NTT dari sebesar 87,01% pada Triwulan I 2015, turun menjadi 83,61% pada Triwulan II Sementara itu, rasio kredit macet (NPL) pada Triwulan II 2015 mencapai 2,02% lebih tinggi dibandingkan Triwulan I 2015 yang hanya sebesar 1,63%. Meningkatnya angka NPL ini didorong oleh tingginya NPL pada jenis penggunaan Kredit Investasi. Namun, apabila dilihat dari sisi penyaluran kredit, meningkatnya NPL disebabkan oleh tingginya NPL pada sektor konstruksi, sektor real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan serta sektor perdagangan besar dan eceran Aset dan Aktiva Produktif Sampai dengan Triwulan II 2015 perkembangan Aset Bank Umum di NTT masih relatif baik. Pertumbuhan aset Bank Umum secara Nasional mengalami perlambatan, demikian juga di alami oleh Provinsi NTT yang tumbuh melambat pada Triwulan II Namun demikian pertumbuhannya masih berada di atas Nasional. Total aset Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 mencapai Rp. 32,78 triliun atau tumbuh sebesar 24,17% (yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai 28,14% (yoy). Berdasarkan kelompok bank penyumbang terbesar Aset pada Triwulan II 2015 adalah Bank Swasta Nasional dengan porsi sebesar 54,63%, kemudian diikuti oleh Bank Pemerintah yang mendapat porsi sebesar 45,37%. Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 36

55 Grafik 3.4.Penyumbang Aset Berdasarkan Jenis Bank Dana Pihak Ketiga Pada Triwulan II 2015 penghimpunan DPK oleh Bank Umum di Provinsi NTT sedikit lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sampai dengan triwulan ini, penghimpunan DPK yang berhasil dihimpun oleh Bank Umum sebesar Rp. 21,76 triliun atau tumbuh sebesar 15,82% (yoy) sedikit melambat dari triwulan sebelumnya yang mencapai 15,93% (yoy). Pertumbuhan DPK yang sedikit melambat pada Triwulan II 2015 didorong oleh melambatnya pertumbuhan Giro yang mencapai 15,64% (yoy), dari 32,32% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Namun demikian, pertumbuhan Deposito pada triwulan ini mengalami peningkatan yang signifikan yakni sebesar 32,49% (yoy), dari triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 19,92% (yoy). Bahkan pertumbuhan Tabungan pada Triwulan II 2015 juga sedikit meningkat sebesar 6,78% (yoy), dari 6,00% (yoy) pada Triwulan I Pertumbuhan deposito yang meningkat pada Triwulan II 2015 didorong oleh peningkatan Deposito golongan Pemerintah yang naik signifikan sebesar 51,73% (yoy) lebih tinggi dari Triwulan I 2015 yang hanya mencapai 12,24% (yoy), kemudian golongan perorangan sebesar 20,35% (yoy). Sementara itu, peningkatan tabungan dipicu oleh golongan perorangan sebesar 5,48% (yoy) pada Triwulan II 2015, lebih tinggi dibandingkan Triwulan I 2015 yang hanya mencapai 4,16% (yoy), diikuti oleh golongan swasta sebesar 21,34% (yoy) melambat bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 27,23% (yoy). Namun demikian, peningkatan tersebut tidak terjadi pada kelompok Giro yang sedikit melambat. Perlambatan Giro pada triwulan ini disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan Giro Pemerintah yang hanya tumbuh sebesar 14,15% (yoy) dari 41,12% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 37

56 Meningkatnya pertumbuhan Deposito dan melambatnya pertumbuhan Giro Pemerintah, diperkirakan karena adanya perubahan preferensi simpanan dari giro menjadi deposito. Kelompok deposito berdasarkan golongan pada Triwulan II 2015 didominasi oleh kelompok perorangan dan pemerintah dengan share masing-masing sebesar 49,33% dan 45,99%. Grafik 3.5. Share Deposito Berdasarkan Jangka Waktu Grafik 3.6. DPK Berdasarkan Golongan Nasabah Penghimpunan DPK di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 masih didominasi oleh komponen Tabungan dengan nominal sebesar Rp.9,15 triliun atau dengan porsi terhadap total DPK sebesar 42,04%, giro dan deposito di triwulan ini memperoleh porsi yang lebih kecil yaitu masing-masing 29,31%, dan 28,65%. Grafik 3.7.Pertumbuhan DPK Grafik 3.8.Komposisi DPK Pada Triwulan II 2015 nasabah perorangan memiliki andil terbesar dari total penghimpunan dana oleh Bank Umum di NTT yaitu mencapai 53,44%, diikuti oleh golongan pemerintah sebesar 38,95%, kemudian golongan swasta 7,34% dan lainnya sebesar 0,27% Penyaluran Kredit / Pembiayaan Pada Triwulan II 2015 penyaluran kredit oleh Bank Umum baik Nasional maupun di Provinsi NTT sedikit melambat dibandingkan dengan Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 38

57 triwulan sebelumnya. Kredit yang disalurkan di Provinsi NTT mencapai Rp.18,20 triliun atau tumbuh sebesar 14,11% (yoy). Pertumbuhan tersebut sedikit melambat apabila dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang mencapai 14,30% (yoy). Namun demikian, lebih tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan penyaluran kredit secara Nasional. Penyaluran kredit Nasional pada Triwulan II 2015 sedikit melambat 10,48% (yoy) dibandingkan Triwulan I 2015 yang mencapai 11,38%. Penyaluran kredit yang sedikit melambat di Provinsi NTT didorong oleh melambatnya kredit Investasi dan Modal Kerja. Pertumbuhan kredit Investasi pada Triwulan II 2015 mencapai 13,20% (yoy) lebih rendah bila dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang tumbuh sebesar 18,15% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan kredit Modal Kerja pada triwulan ini tumbuh sebesar 18,64% (yoy) juga lebih rendah bila dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang mencapai 20,72% (yoy). Namun demikian, perlambatan tersebut tidak dialami oleh kredit Konsumsi yang pada Triwulan II 2015 tumbuh sebesar 12,08% (yoy) lebih tinggi dari Triwulan I 2015 yang hanya mencapai 10,97% (yoy). Peningkatan kredit konsumsi didorong oleh pertumbuhan penyaluran kredit sektor Rumah Tangga Untuk Keperluan Multiguna sebesar 52,90% (yoy), sektor Rumah Tangga Untuk Keperluan Rumah Tinggal Tipe 22 s.d 70 sebesar 19,15% (yoy) dan sektor Rumah Tangga Untuk Keperluan Rumah Tinggal s.d Tipe 21 sebesar 19,37% (yoy). Berdasarkan jenis penggunaan kredit, kredit Konsumsi masih mengambil bagian terbesar yakni 61,61% dari total kredit, selanjutnya kredit Modal Kerja dengan porsi sebesar 30,92%, dan kredit Investasi sebesar 7,47%. Besarnya penyaluran kredit konsumsi pada triwulan ini didorong oleh besarnya penyaluran kredit sektor rumah tangga untuk keperluan multiguna dengan bagian sebesar 53,56% dan sektor bukan lapangan usaha lainnya sebesar 33,65%. Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 39

58 Grafik 3.9.Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 3.10.Komposisi Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 3.11.Lima Sektor Utama Pendorong Kredit Kualitas Kredit Total kredit macet bila dibandingkan dengan total kredit (Non Performing Loan;NPL) Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 mengalami sedikit peningkatan sebesar 2,02% dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang hanya mencapai 1,63%. Rasio kredit macet yang sedikit meningkat pada triwulan ini, didorong oleh beberapa jenis kredit diantaranya kredit Investasi yang mencapai 4,55% lebih tinggi bila dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang hanya mencapai 2,95%. Kemudian kredit Modal Kerja yang sedikit meningkat pada Triwulan II 2015 sebesar 3,85% dari 3,12% pada Triwulan I Sementara itu, rasio kredit macet penggunaan Konsumsi juga mengalami sedikit peningkatan pada Triwulan II 2015 yakni sebesar 0,80% dari 0,74% pada triwulan sebelumnya. Apabila rasio kredit macet dilihat berdasarkan sektor ekonomi penyaluran kredit, maka sektor konstruksi menjadi pendorong utama peningkatan rasio kredit macet atau sebesar 12,34%, kemudian diikuti oleh sektor Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa perusahaan sebesar 4,10% dan sektor Perikanan sebesar 4,03%. Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 40

59 3.2.5 Suku Bunga Pada Triwulan II 2015 rata-rata suku bunga kredit Bank Umum di Provinsi NTT mengalami penurunan. Berdasarkan jenis penggunaan, suku bunga kredit Modal kerja pada triwulan ini menurun sebesar 13,99% lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 14,06%. Selanjutnya suku bunga kredit Konsumsi pada Triwulan II 2015 juga mengalami penurunan sebesar 14,51% dari 14,53% pada Triwulan I 2015, diikuti oleh suku bunga kredit Investasi yang pada Triwulan II 2015 sebesar 14,91% lebih rendah dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang mencapai 15,33%. Penurunan suku bunga ini masih menunjukkan dampak dari penurunan suku bunga Bank Indonesia atau BI-Rate dalam upaya mendorong aktifitas ekonomi Indonesia yang saat ini sedang lesu. Grafik 3.12.Kredit, NPL dan BI Rate Grafik 3.13.Perkembangan Kredit Berdasarkan Suku Bunga Kredit Usaha Mikro Kecil Menengah Penyaluran kredit UMKM pada Triwulan II 2015 mencapai Rp. 5,61 triliun atau sebesar 18,04% (yoy) tumbuh melambat dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai 25,08% (yoy). walaupun demikian, bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya pada tahun yang sama, kredit UMKM mengalami peningkatan sebesar 7,20% (qtq) lebih tinggi dari Triwulan I 2015 yang hanya tumbuh 1,40% (qtq). Selain itu, pertumbuhan UMKM di Provinsi NTT juga berada jauh di atas Nasional yang hanya mampu tumbuh sebesar 6,78% (yoy). Adapun rasio kredit UMKM dibandingkan dengan total kredit pada Triwulan II 2015 mencapai 30,83%. Melambatnya kredit UMKM secara year-on-year disebabkan oleh melambatnya penyaluran kredit usaha Mikro dari 40,92% (yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi 19,21% (yoy) pada Triwulan II Sementara itu, untuk kredit usaha Kecil pada triwulan ini juga mengalami perlambatan dengan pertumbuhan Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 41

60 sebesar 13,23% (yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai 16,78% (yoy). Kemudian diikuti oleh kredit usaha menengah yang tumbuh melambat sebesar 24,70% (yoy) pada Triwulan II 2015 dari 26,08% (yoy) pada Triwulan I Berdasarkan jenis penggunaan, baik itu kredit Modal Kerja maupun Investasi pada triwulan laporan juga mengalami pertumbuhan yang melambat masingmasing 19,32% (yoy) dari 25,97% (yoy) pada Triwulan I 2015 serta 12,08% (yoy) dari 21,11%(yoy) pada triwulan sebelumnya. Risiko kredit macet (NPL) UMKM sebesar 4,06% pada Triwulan II 2015 lebih tinggi bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 3,38%. Namun demikian secara Nasional angka rasio kredit UMKM yang macet masih lebih tinggi dibandingkan Provinsi NTT atau mencapai 4,65%.Selain itu, NPL UMKM Kredit Modal Kerja juga mengalami peningkatan, dari 3,30% pada Triwulan I 2015 menjadi 3,63% pada Triwulan II Walaupun demikian, kredit UMKM masih terus menunjukkan peningkatan dan menggambarkan peningkatan kinerja di sektor produktif sebagai pendorong utama ekonomi di Provinsi NTT. Grafik 3.14.Perkembangan UMKM Grafik 3.15.Perkembangan UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan Berdasarkan komposisi kredit UMKM, Kredit Modal Kerja (KMK) mendominasi penyaluran kredit ini dengan porsi sebesar 83,21% dari total kredit UMKM. Sementara itu, kredit Investasi mendapat bagian sebesar 16,79% dari total kredit. 3.3 Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Sampai dengan Triwulan II 2015 kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) rata-rata tumbuh melambat. Secara umum walaupun terjadi pelambatan, kinerja BPR masih relatif lebih baik dibanding kinerja bank umum. Melambatnya Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 42

61 pertumbuhan kinerja BPR disebabkan oleh melambatnya beberapa indikator kinerja BPR, diantaranya Aset pada Triwulan II 2015 tercatat sebesar Rp.454,41 miliar atau tumbuh 26,50% lebih kecil dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang mencapai 27,30% (yoy). Begitu juga dengan penyaluran Kredit pada Triwulan II 2015 yang mencapai Rp. 348,80 miliar atau tumbuh melambat sebesar 18,59% (yoy) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 22,27% (yoy). penghimpunan DPK mencapai Rp. 330,86 miliar atau meningkat dari 24,45% (yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi 28,69% (yoy) pada Triwulan II Loan to Deposit Ratio (LDR) pada Triwulan II 2015 yang masih mengalami peningkatan sebesar 82,38% dari 80,46% pada Triwulan I Sementara itu, rasio kredit macet Non Performing Loan (NPL) pada triwulan laporan juga mengalami peningkatan sebesar 5,71% dari 5,46 pada Triwulan I Kualitas kredit yang rendah diperkirakan karena ada perlambatan ekonomi secara keseluruhan. Tabel 3.2 Perkembangan Kinerja BPR Indikator Utama I II III IV I II Aset (miliar) y-o-y aset 34.35% 35.32% 34.81% 23.48% 23.27% 27.30% 26.50% Kredit (miliar) y-o-y kredit 45.80% 49.33% 38.87% 26.41% 24.56% 22.27% 18.59% DPK (miliar) y-o-y DPK 33.00% 37.53% 76.04% 29.98% 24.79% 24.45% 28.69% LDR 84.26% 82.57% 85.60% 84.13% 79.40% 80.46% 82.38% NPL 4.45% 4.96% 5.08% 5.30% 4.76% 5.46% 5.71% Peningkatan DPK pada Triwulan II 2015 didorong oleh meningkatnya Deposito sebesar 40,59% (yoy) dari 29,52% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, komponen Tabungan pada Triwulan II 2015 tumbuh melambat 9,84% lebih rendah dari Triwulan I 2015 yang mencapai 16,31% (yoy). Apabila dilihat berdasarkan komposisi Dana Pihak Ketiga (DPK) pada triwulan ini masih didominasi oleh kelompok deposito yang mencapai 66,97%, sementara Tabungan memperoleh porsi yang lebih kecil yaitu sebesar 33,03% dari total DPK. Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 43

62 Grafik 3.16 Komposisi DPK Grafik 3.17 Pertumbuhan DPK Secara umum kredit yang disalurkan oleh BPR pada Triwulan II 2015 tumbuh melambat. Perlambatan tersebut didorong oleh kredit Investasi yang mengalami perlambatan sebesar 17,34% (yoy) lebih rendah dari Triwulan I 2015 sebesar 35,79% (yoy). Kredit Konsumsi juga mengalami perlambatan dari 17,34% (yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi 16,72% (yoy) pada Triwulan II Sementara itu, komponen kredit Modal Kerja pada Triwulan II 2015 sedikit melambat sebesar 20,15% (yoy) dari 20,99% (yoy) pada Triwulan I Berdasarkan komposisi kredit, kredit Modal Kerja mengambil porsi terbesar dengan persentase sebesar 48,76%, diikuti oleh kredit Konsumsi sebesar 33,09% dan 18,14% oleh kredit Investasi. Berdasarkan sektor ekonomi, maka sektor bukan lapangan usaha lainnya merupakan sektor Utama penyaluran kredit atau dengan share 31,67%, selanjutnya perdagangan besar dan eceran sebesar 21,88%, dan Transportasi pergudangan dan komunikasi sebesar 10,37%. Grafik 3.18 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi Grafik 3.19 NPL Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi Pada triwulan II 2015 angka rasio kredit macet Non Performing Loan BPR mengalami sedikit peningkatan. Peningkatan tersebut didorong oleh rasio kredit macet pada kredit Modal Kerja sebesar 11,54% dari 9,94% pada Triwulan I Kemudian kredit Investasi pada Triwulan II 2015 sebesar 7,46% lebih tinggi Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 44

63 dari Triwulan I 2015 yang hanya mencapai 6,74%(yoy). Diikuti oleh kredit Konsumsi sebesar 4,75% pada Triwulan II 2015 dari 3,63% pada Triwulan I Selain itu, apabila rasio kredit macet dilihat berdasarkan sektor ekonomi maka sektor penyumbang NPL terbesar adalah Pedagang Besar dan Eceran dengan persentase sebesar 39,63%, yang diikuti oleh sektor Bukan Lapangan Usaha Lainnya 17,91%, dan Transportasi, Pergudangan, dan Komunikasi sebesar 10,85%. Untuk menekan angka rasio kredit macet, perlu adanya kerja sama yang baik antara Otoritas Jasa Keuangan Provinsi NTT selaku pengawas lembaga keuangan dengan BPR dalam penyaluran kredit yang selektif serta penerapan prinsip kehatihatian terhadap debitur. 3.4 Kinerja Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau Perkembangan perbankan berdasarkan sebaran pulau dibagi menjadi tiga pulau, yaitu pulau flores, sumba dan timor. Dilihat dari sisi pertumbuhan baik itu Asset, Penghimpunan DPK, Penyaluran Kredit dan Rasio NPL, pulau sumba pada triwulan ini tumbuh paling tinggi dari pulau flores dan pulau timor. Grafik 3.20 Perkembangan Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau Pulau Flores Pada Triwulan II 2015 pertumbuhan kinerja perbankan di pulau Flores tumbuh sedikit meningkat. Hal ini tercermin dari pertumbuhan penghimpunan DPK pada triwulan ini yang mencapai 36,76% (yoy) sedikit lebih tinggi dibandingkan Triwulan I ,40% (yoy). Selain itu penyaluran kredit juga mengalami peningkatan dari 27,58% (yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi 28,20% (yoy) pada Triwulan II Aset perbankan di pulau Flores pada Triwulan II 2015 tumbuh sebesar 32,55% mengalami sedikit perlambatan dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang mencapai 32,64%(yoy). Sementara itu, angka rasio kredit macet (NPL) di pulau flores pada Triwulan II 2015 mengalami peningkatan dari periode sebelumnya Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 45

64 yaitu dari 1,72% menjadi 1,83%, namun demkian angka tersebut masih dibawah rasio kredit macet total Provinsi NTT. Grafik 3.21 Komposisi DPK di Pulau Flores Grafik 3.22 Komposisi Kredit di Pulau Flores Pulau Sumba Kinerja perbankan di pulau Sumba pada Triwulan II 2015 mengalami peningkatan signifikan. Hal ini dilihat dari pertumbuhan Aset pada Triwulan II 2015 meningkat dari 50,65% (yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi 52,91% (yoy). Peningkatan tersebut juga diikuti oleh penghimpunan DPK yang tumbuh sebesar 60,69% (yoy) pada Triwulan II 2015 sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 60,07% (yoy) pada Triwulan I Penyaluran Kredit perbankan di pulau Sumba juga mengalami peningkatan 33,75% (yoy) lebih tinggi dari Triwulan I 2015 yang sebesar 33,75% (yoy). Sementara itu, rasio kredit macet di pulau Sumba juga mengalami penurunan dari 1,03% pada Triwulan I 2915 menjadi 1,01% pada triwulan ini. Grafik 3.23 Komposisi DPK di Pulau Sumba Grafik 3.24 Komposisi Kredit di Pulau Sumba Pulau Timor Pada Triwulan II 2015 kinerja perbankan di pulau Timor tumbuh melambat. Aset perbankan di pulau Timor pada triwulan ini mengalami pertumbuhan sebesar 19,28% (yoy) lebih rendah dibandingkan Triwulan I 2015 yang mencapai 24,69% (yoy). Penghimpunan DPK juga sedikit melambat dari 2,84% (yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 46

65 2,32% (yoy) pada Triwulan II Sementara itu, penyaluran kredit pada Triwulan II 2015 tumbuh melambat sebesar 4,72% (yoy) lebih rendah dari Triwulan I 2015 yang mencapai 5,40% (yoy). Berdasarkan rasio kredit macet, pulau Timor pada triwulan ini mengalami peningkatan sebesar 2,30% dari 1,38% pada Triwulan I Grafik 3.25 Komposisi DPK di Pulau Timor Grafik 3.26 Komposisi Kredit di Pulau Timor 3.5 Sistem Pembayaran Transaksi Non Tunai Transaksi Kliring (SKNBI) Pada Triwulan II 2015 transaksi kliring atau Sistem Kliring Bank Indonsia (SKNBI) di Provinsi NTT mengalami perlambatan. Namun demikian apabila dibandingkan dengan pertumbuhan kliring Nasional pada periode yang sama, maka transaksi kliring Provinsi NTT masih tumbuh jauh di atas pertumbuhan kliring Nasional. Pada Triwulan II 2015 kliring Nasional tumbuh sebesar 5,23% (yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya yaitu mencapai 10,53% (yoy) dan dari sisi volume melambat 5,01% (yoy) dari 9,11% (yoy) pada Triwulan I Sementara itu, pertumbuhan kliring di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 dari sisi nominal mencapai Rp. 929,36 miliar atau mengalami perlambatan sebesar 9,77% (yoy) dari 17,93% (yoy) pada Triwulan I Berdasarkan volume perputaran transaksi kliring pada triwulan ini juga tumbuh melambat sebesar 12,49% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 15,27% (yoy). Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 47

66 Grafik 3.27 Perkembangan SKNBI NTT Grafik 3.28 Perkembangan SKNBI Nasional Transaksi RTGS Pada Triwulan II 2015 pertumbuhan transaksi BI-RTGS berdasarkan nominal mengalami peningkatan yang signifikan, namun dari sisi volume mengalami penurunan. Walaupun demikian, nominal yang meningkat mendorong aliran transfer masuk lebih besar dibandingkan aliran transfer yang keluar. Hal ini dapat menggambarkan adanya aliran dana segar atau investasi di Provinsi NTT, selain itu juga merupakan transfer pemerintah dalam rangka penambahan APBN dan persiapan pembayaran gaji ke 13. Transfer RTGS dari Provinsi NTT keluar (outflow) tercatat sebesar Rp. 40,04 triliun atau tumbuh sebesar 94,40% (yoy) meningkat bila dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang hanya mencapai 84,39%(yoy). Transfer RTGS yang masuk (inflow) ke Provinsi NTT pada triwulan ini tercatat sebesar Rp.43,75 triliun atau mengalami peningkatan yang signifikan dari 144,03% (yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi 235,18% (yoy) pada Triwulan II Seiring dengan peningkatan inflow NTT dari sisi nominal menyebabkan Nett-Inflow NTT sebesar Rp. 3,71 triliun atau tumbuh meningkat sebesar 149,16% (yoy) Grafik 3.29 Perkembangan BI-RTGS Berdasarkan Volume Grafik 3.30 Perkembangan SKNBI NTT Berdasarkan Nominal Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 48

67 3.5.2 Transaksi Tunai Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia tercermin dari beberapa kegiatan, jumlah aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke stakeholder (outflow), jumlah aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), dan kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE), serta temuan uang palsu (UPAL) Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (outflow) Perkembangan uang tunai di Provinsi NTT mengalami peningkatan. Meningkatnya pertumbuhan digambarkan oleh terjadinya Nett-outflow pada Triwulan II Hal ini didorong oleh peningkatan outflow sebesar Rp. 926,21 miliar atau tumbuh sebesar 13,48% (yoy) pada triwulan ini, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 10,37% (yoy). Sementara itu, aliran inflow pada Triwulan II 2015 sebesar Rp.434,12 miliar atau mengalami penurunan -33,34% (yoy) dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang mengalami pertumbuhan sebesar 31,50% (yoy). Pada triwulan ini outflow lebih besar dibandingkan dengan Inflow sehingga Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 mengalami Nett-outflow dengan pertumbuhan sebesar 456,88% (yoy) meningkat signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 167,31% (yoy). Dengan adanya Nett-outflow pada Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT berarti uang yang beredar dimasyarakat lebih banyak dan menandakan adanya pergerakan ekonomi yang positif dibandingkan dengan uang yang disetor atau disimpan di bank. Grafik 3.31 Perkembangan Transaksi Tunai Grafik 3.32 Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-Outflow) Jumlah aliran uang dari dan ke Bank Indonesia di Provinsi NTT mengikuti pola tren pergerakan triwulanannya. Di Provinsi NTT, pada awal tahun Triwulan I cenderung akan melakukan penyetoran (inflow) kemudian pada Triwulan II uang yang beredar akan selalu lebih tinggi dibandingkan dengan uang yang disetor oleh Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 49

68 perbankan di Bank Indonesia. Hal ini menggambarkan adanya perkembangan ekonomi yang positif pada Triwulan II Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Pada triwulan II 2015, jumlah pemusnahan uang di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT tercatat sebesar Rp. 276,55 miliar, meningkat sebesar 19,53% (yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 2,26% (yoy). Sementara itu, rasio pemusnahan uang Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT dibandingkan Nasional pada Triwulan II 2015 yaitu sebesar 0,83%. Peningkatan ini disebabkan oleh masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kualitas uang yang dimiliki Temuan Uang Palsu (UPAL) Pada triwulan II 2015, temuan uang palsu yang dilaporkan ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT sedikit menurun. Jumlah lembar uang palsu turun dari 27 lembar menjadi 22 lembar pada triwulan laporan. Uang palsu yang ditemukan umumnya uang kertas pecahan Rp ,- dan pecahan Rp ,-. Peningkatan jumlah uang palsu yang ditemukan salah satunya merupakan hasil dari intensifnya kegiatan pengenalan ciri-ciri keaslian uang rupiah. Selain hal itu, peningkatan pemahaman masyarakat terhadap temuan uang palsu juga menjadi alasan tingginya uang palsu yang dilaporkan. Grafik 3.33 Perkembangan UTLE di Provinsi NTT Grafik 3.34 Perkembangan UPAL di Provinsi NTT Upaya penanggulangan uang palsu secara represif dilaksanakan oleh Kepolisian dengan menangkap dan menghukum pembuat maupun pengedar uang palsu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 50

69 BOKS 3. PENGUNGKAPAN KASUS PENGEDARAN UANG PALSU DI KABUPATEN NGADA SERTA PENANDATANGANAN KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KPW BI PROVINSI NTT DAN KEPOLISIAN DAERAH NTT Pada hari Selasa tanggal 16 Juni 2015, Polres Ngada telah menemukan 938 lembar uang rupiah yang diragukan keasliannya yang terdiri atas 160 lembar pecahan Rp ,- tahun emisi 2004 dan 778 lembar pecahan Rp ,- tahun emisi 2005 di Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngada. Terungkapnya kasus ini tidak terlepas dari peran 2 (dua) orang warga setempat yang memberikan informasi kepada petugas kepolisian. Menindaklanjuti informasi dimaksud, Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi NTT melakukan koordinasi dengan Polres setempat yang dilanjutkan dengan pengiriman penyidik Polres Ngada untuk melakukan klarifikasi atas temuan dimaksud sekaligus membuat Berita Acara Pemeriksaan Saksi Ahli. Berdasarkan hasil klarifikasi, dapat dipastikan bahwa seluruh temuan uang rupiah yang diragukan keasliannya tersebut bukan merupakan uang asli yang dikeluarkan oleh BI. Adapun halhal teknis yang membuktikan bahwa uang temuan dimaksud tidak sesuai dengan ciriciri keaslian uang rupiah adalah sebagai berikut: Tabel Boks 3.1. Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah Dilihat - Warna pada permukaan uang lebih buram - OVI tidak berubah warna - Tidak terdapat benang pengaman yang tertanam dalam uang Diraba - Angka nominal dan tulisan Bank Indonesia tidak terasa kasar apabila diraba Diterawang - Logo BI (rectoverso) bagian depan dan belakang tidak presisi apabila diterawangkan ke sumber cahaya - Tidak terdapat latent image Dengan Ultra Violet (UV) - Bahan uang yang digunakan adalah bahan kertas yang tidak memendar di bawah sinar ultra violet - Tidak terdapat mikroteks Kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam mengenali uang rupiah sangat dibutuhkan untuk mencegah beredarnya uang yang diragukan keasliannya. KPw BI Provinsi NTT secara aktif dan berkelanjutan melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang Boks 3 - Pengungkapan Kasus Pengedaran Uang Palsu di Kabupaten Ngada 51

70 rupiah setiap tahunnya kepada berbagai elemen masyarakat di seluruh daerah NTT. Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan kemampuan masyarakat untuk membedakan uang rupiah asli dan palsu. Sejalan dengan momen pengungkapan uang rupiah yang diragukan keasliannya tersebut, pada hari Rabu tanggal 1 Juli 2015, yang juga bertepatan dengan HUT Bank Indonesia ke 62 dan HUT Bhayangkara ke 69, Kepala KPw BI Provinsi NTTdan Kepala Kepolisian Daerah NTT menandatangani Kesepakatan Bersama tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan Bank Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kesepakatan bersama tersebut merupakan tindak lanjut di tingkat daerah setelah ditandatanganinya Nota Kesepahaman antara Gubernur Bank Indonesia, Agus D. W. Martowardojo, dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia pada saat itu, Jendral Polisi Sutarman tanggal 1 September 2014 di Jakarta tentang Kerjasama dalam Mendukung Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan Bank Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Tabel Boks 3.2. Nota Kesepahaman Dalam Rangka Mendukung Tugas Bank Indonesia antara Bank Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia Tata cara pelaksanaan penanganan dugaan TP SP dan KUPVA Tata cara pelaksanaan penanganan dugaan pelanggaran kewajiban penggunaan uang rupiah di NKRI Tata cara pelaksanaan pengamanan BI dan pengawalan barang berharga milik negara Tata cara pelaksanaan pembinaan dan pengawasan thd Badan Usaha Jasa Pengamanan untuk kawal angkut uang dan pengelolaan uang Adapun isi Kesepakatan Bersama antara KPw BI Provinsi NTT dengan Polda NTT diantaranya adalah: Boks 3 - Pengungkapan Kasus Pengedaran Uang Palsu di Kabupaten Ngada 52

71 Evaluasi efektivitas penanganan dugaan TP SP dan KUPVA Forum Koordinasi Tingkat Daerah (FTKD) Provinsi NTT Pertemuan koordinasi minimal setahun sekali Evaluasi efektivitas pelaksanaan penanganan pelanggaran kewajiban penggunaan Rupiah KPw BI NTT dan Polda NTT melaksanakan rapat secara rutin minimal setahun sekali Evaluasi pengamanan dan pengawalan barang berharga KPw BI NTT dan Polda NTT melaksanakan rapat secara rutin minimal setahun sekali Evaluasi efektivitas koordinasi pembinaan dan pengawasan BUJP KPw BI NTT dan Polda NTT melaksanakan rapat secara rutin minimal setahun sekali Siaran Pers Dilakukan oleh KPw BI Provinsi NTT dan Kepolisian Daerah NTT berdasarkan kesepakatan bersama dan dilakukan secara selektif. Kesepakatan bersama yang telah ditandatangani sebagai bentuk sinergi antara KPw BI Provinsi NTT dan Kepolisian Daerah NTT diharapkan dapat mencegah tindak pidana tidak hanya terhadap pemalsuan uang rupiah, tetapi juga tindak pidana lainnya di bidang Sistem Pembayaran seperti: transfer dana, Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, uang elektronik, KUPVA, dan pelanggaran kewajiban penggunaan uang rupiah di wilayah NKRI. Boks 3 - Pengungkapan Kasus Pengedaran Uang Palsu di Kabupaten Ngada 53

72

73 KEUANGAN DAERAH Kinerja realisasi keuangan pemerintah pada triwulan II 2015 masih cukup rendah seiring dengan realisasi belanja yang belum optimal. Namun demikian, mulai selesainya permasalahan numenklatur Kementerian dan sebagian besar proses tender yang sudah selesai, diyakini dapat meningkatkan realisasi belanja pemerintah pada semester II. Realisasi pendapatan pemerintah hingga triwulan II 2015 relatif cukup tinggi dan telah melebihi 50% dari pagu rencana pendapatan Realisasi belanja pemerintah, terutama belanja modal relatif cukup rendah. Terdapat penambahan alokasi anggaran APBN untuk Provinsi NTT sebesar 28,31% pada triwulan-ii Adanya realisasi dana desa dan penyelenggaraan Pilkada di 9 Kabupaten berpotensi meningkatkan belanja Pemerintah. 4.1 Kondisi Umum Pada triwulan-ii 2015, terdapat kenaikan pagu anggaran belanja Pemerintah Pusat di Provinsi NTT. Peningkatan anggaran APBN sebesar 28,3% atau Rp 2,4 triliun, dari sebelumnya Rp 8,58 triliun (Tw I -2015) menjadi Rp 11,01 triliun (Tw-II 2015). Peningkatan anggaran tersebut diperuntukkan bagi pengembangan sektor infrastruktur, perguruan tinggi dan dana desa. Apabila dikumulatifkan, total pagu anggaran belanja Pemerintah (Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota) di Provinsi NTT sepanjang tahun 2015 mencapai Rp 31,08 triliun atau meningkat sebesar Rp 3,8 triliun dibandingkan tahun Pangsa alokasi belanja terbesar ada pada belanja konsumsi yang mencapai 70,5% dari pagu belanja, sementara belanja modal sebesar 29,5%. Berdasarkan komponennya, realisasi pendapatan pemerintah pada triwulan-ii 2015 mencapai 53,3% dari pagu pendapatan APBN dan APBD tahun Pendapatan tertinggi terutama berasal dari realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) kepada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang telah mencapai 55,2% atau Rp 6,6 triliun pada triwulan-ii Sementara, transfer dana desa ke rekening Pemerintah Kabupaten/Kota telah mencapai 40% atau sebesar Rp 325 miliar, namun proses pencairan sampai rekening desa masih terkendala kelengkapan administrasi di tingkat desa untuk beberapa daerah. Di sisi lain, pendapatan APBN telah mencapai 233,6% seiring dengan adanya realisasi penerimaan pajak yang tidak dikenakan target perolehan pendapatan pajak (sifat perolehan data Pajak Bab IV Keuangan Daerah 54

74 Penghasilan (PPh) yang tidak hanya dihasilkan dari penduduk di Provinsi NTT, tetapi juga ditambah dengan penduduk ber-ktp NTT yang ada di luar wilayah NTT). Grafik 4.1. Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Dari komponen belanja daerah, total realisasi belanja pemerintah hingga triwulan-ii 2015 mencapai 23,9% 1 atau Rp 7,4 triliun dari total pagu tahun 2015 sebesar Rp 31,09 triliun. Realisasi anggaran yang cukup rendah terutama berasal dari anggaran belanja Pemerintah Pusat (19,4%) dan Pemerintah Kabupaten/Kota (24,4%), sementara belanja Pemerintah Provinsi (36,6%) cenderung mengalami kenaikan apabila dibandingkan periode yang sama tahun 2014 sebesar 32,8%. Pencapaian realisasi anggaran yang masih cukup rendah terjadi seiring adanya penambahan anggaran APBN hingga sebesar Rp 2,4 triliun pada triwulan-ii dan adanya beberapa kendala yang muncul, seperti: permasalahan numenklatur yang masih terjadi di beberapa Kementerian, proses lelang yang masih berjalan, kontraktor yang tidak mencairkan anggaran sesuai termin proyek, keengganan pegawai untuk menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan permasalahan administrasi proyek yang cukup panjang. Dampak penyesuaian numenklatur dapat terlihat pada realisasi anggaran Pendidikan Dasar (Dikdas) dan Pendidikan Menengah (Dikmen) yang masih terkendala proses penggabungan. Begitupula dengan realisasi belanja Kemenristek dan Dikti yang baru mencapai 3% dikarenakan tidak dapat melakukan proses tender sampai permasalahan numenklatur selesai.. Dalam rangka 1 Data bersumber dari realisasi anggaran pendapatan dan belanja negara alokasi Provinsi Nusa Tenggara Timur serta APBD Provinsi NTT dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT. Sifat data adalah realisasi hingga akhir Juni Sifat data masih sementara karena masih terus dilakukan update di beberapa kabupaten/kota. Bab IV Keuangan Daerah 55

75 mendorong peningkatan realisasi belanja, Sekretaris Daerah Provinsi NTT telah menyampaikan surat kepada semua SKPD agar segera melakukan percepatan realisasi anggaran, selain itu terdapat pula aturan dari Gubernur bahwa Satker yang memiliki penyerapan anggaran di bawah rata-rata tidak akan mendapatkan penambahan anggaran pada APBD Perubahan Pendapatan Daerah Sumber pendapatan utama APBN di Provinsi NTT sampai dengan triwulan-ii 2015 berasal dari Pajak Penghasilan yang mencapai 54,3% atau Rp 386,8 miliar dari total pendapatan APBN di Provinsi NTT. Sementara untuk Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota sumber pendapatan utama daerah sampai dengan triwulan II berasal dari Dana alokasi Umum (DAU), dengan rincian: Pemerintah Provinsi mendapatkan anggaran Rp 758 miliar atau 45,5% dari total pendapatan Pemerintah Provinsi NTT, sementara Pemerintah Kabupaten/Kota mendapatkan Rp 5,9 triliun atau 74,1% dari total pendapatan Pemerintah Kabupaten/Kota. Selain DAU, realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota juga ditopang dari dana penyesuaian dan otonomi khusus (Otsus) yang cukup besar. Untuk Pemerintah Provinsi, pendapatan dana Otsus mencapai Rp 479 miliar atau 28,7% dari total pendapatan. Sementara dana penyesuaian untuk Pemerintah Kabupaten/Kota mencapai Rp 643 miliar atau 8,1% dari total pendapatan. Grafik 4.2. Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di Provinsi NTT Grafik 4.3. Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTT Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT, diolah Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Berdasarkan sumber pendapatan, realisasi pendapatan dari dana Otsus untuk Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota hingga triwulan-ii 2015 mencapai 50,2% Bab IV Keuangan Daerah 56

76 dari total pagu, sementara pendapatan dari Dana Alokasi Umum (DAU) mencapai 55,2%. Di sisi lain, Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berhasil dikumpulkan oleh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota mencapai 40,6%. Secara spasial, rata-rata realisasi pendapatan Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi NTT mencapai 50,18%. Realisasi pendapatan tertinggi di Provinsi NTT diperoleh oleh Kab. Manggarai Timur (Matim) yang mencapai 58%, sementara realisasi pendapatan terendah ada di Kab. Timor Tengah Utara (TTU) yang baru mencapai 40,5%. Tingginya realisasi pendapatan Kab. Matim terutama didorong oleh realisasi DAU yang telah mencapai 58,3% serta dana Otsus yang telah mencapai 70,4%. Sementara realisasi DAU untuk Kab. TTU baru mencapai 41,7% dan dana Otsus hanya mencapai 28,6%. Tingginya DAU dan Otsus menunjukkan adanya ketergantungan tinggi Provinsi NTT kepada Pemerintah Pusat, guna mengurangi hal tersebut, perlu adanya penciptaan obyek-obyek pendapatan pajak dan restribusi baru melalui peningkatan iklim investasi dan penciptaan sentra industri baru. Grafik 4.4. Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD di Provinsi NTT Grafik 4.5. Realisasi Pendapatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT 4.3 Belanja Daerah Realisasi belanja Pemerintah di Provinsi NTT hingga triwulan-ii 2015 mencapai Rp 7,4 triliun atau 23,9% dari pagu belanja tahun Realisasi belanja tertinggi berada pada Pemerintah Provinsi yang mencapai 36,6%, sementara penambahan anggaran APBN membuat realisasi anggaran pemerintah pusat baru mencapai 19,4%. Realisasi belanja pemerintah daerah di Provinsi NTT masih didominasi oleh belanja konsumsi dengan pangsa 87,5% dari total realisasi belanja pada triwulan-ii. Realisasi belanja konsumsi tertinggi terutama dipergunakan untuk belanja pegawai. Namun untuk Pemerintah Provinsi, realisasi belanja hibah menjadi Bab IV Keuangan Daerah 57

77 komponen yang paling tinggi menyerap anggaran sampai dengan triwulan-ii Dari segi serapan anggaran belanja modal, realisasi belanja modal tertinggi oleh pemerintah Provinsi yang mencapai 20,4%, sementara realisasi terendah berada pada Pemerintah Kabupaten/Kota yang baru mencapai 5,8%. Beberapa permasalahan yang menghambat percepatan realisasi anggaran di daerah selain permasalahan numenklatur Kementerian, diantaranya adalah permasalahan administrasi, keengganan pegawai untuk menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), serta kebiasaan kontraktor untuk mencairkan termin di akhir proyek. Permasalahan administrasi terjadi pada beberapa kasus, diantaranya pencairan dana desa ke rekening desa yang memerlukan adanya kelengkapan proposal administrasi (RPJMDes, RKPDes dan APBDes), serta belum siapnya sumber daya manusia di daerah untuk menerapkan E- Catalogue. Permasalahan lainnya adalah banyaknya PPK yang tersangkut masalah hukum dalam kegiatan proyek sehingga menyebabkan keenganan para pegawai di daerah untuk menjadi PPK. Fungsi advisory dan pembinaan dari instansi hukum terkait perlu ditingkatkan guna menciptakan rasa aman bagi PPK dalam melakukan kegiatan proyek. Sementara, keengganan kontraktor untuk mengambil dana sesuai termin disebabkan oleh lokasi kontraktor yang berada di daerah dan proses administrasi yang panjang di SKPD, sehingga kontraktor lebih memilih mencairkan termin di akhir proyek. Potensi realisasi anggaran belanja pada triwulan-iii 2015 diperkirakan akan meningkat seiring selesainya permasalahan numenklatur, kegiatan lelang yang sudah berjalan di satker dan realisasi dana desa. Terkait dana desa, sampai akhir Juni 2015 telah dilakukan transfer kepada seluruh kabupaten/kota di Provinsi NTT dengan total anggaran Rp 325 miliar atau 40% dari pagu anggaran dana desa. Selanjutnya, dalam proses pencairan dan penggunaan dana desa perlu adanya agenda pengumpulan Kepala Desa untuk dilakukan bimbingan dan pengarahan, sehingga kekhawatiran terjadinya penyalahgunaan anggaran dan potensi kesalahan prosedur dapat diminimalisir. Penggunaan dana desa yang tepat sasaran dan tepat guna dapat berpengaruh positif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Bab IV Keuangan Daerah 58

78 Grafik 4.6. Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Grafik 4.7. Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Grafik 4.8 Persentase Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Dari sisi spasial, realisasi belanja pemerintah di tiap Kabupaten/Kota pada triwulan II 2015 mencapai rata-rata 23,9%. Realisasi belanja pemerintah tertinggi ada pada Pemerintah Kab. Flores Timur (31,7%), sementara realisasi terendah di Kab. Sumba Tengah sebesar 13,4%. Sementara rata-rata realisasi belanja modal di Provinsi NTT mencapai 5,6% dengan realisasi belanja modal tertinggi Kab. Sabu Raijua (26,2%) dan terendah Kab. Malaka (0%). Rendahnya realisasi belanja kiranya dapat menjadi perhatian setiap instansi di daerah, terutama belanja modal yang dapat menciptakan efek berganda pada perekonomian daerah. Adanya Pilkada diprediksi akan meningkatkan belanja konsumsi di akhir tahun Bab IV Keuangan Daerah 59

79 Grafik 4.9. Realisasi Belanja dan Belanja Modal Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah Berdasarkan data perbankan pada bulan Juni 2015 terdapat Dana Pihak Ketiga (DPK) atau simpanan pemerintah sebesar Rp 7,26 triliun. Jumlah tersebut meningkat sebesar Rp 1,27 triliun atau 21,3% (yoy) dibandingkan Juni Hal ini menunjukkan bahwa hingga triwulan-ii 2015 penyaluran realisasi belanja pemerintah masih cukup rendah. Namun besarnya potensi dana yang belum terealisasi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik pada triwulan-iii Instrumen utama penempatan dana pemerintah di perbankan, terutama berada pada giro yang mencapai Rp 5,31 triliun, sementara sisanya sebesar Rp 1,95 triliun ditempatkan pada deposito dan tabungan. Grafik Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota pada Perbankan di Wilayah Nusa Tenggara Timur Sumber : Bank Indonesia, diolah Tabel 4.1. Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK PUSAT PROVINSI KOTA KABUPATEN 4, , , TOTAL 5, , , Sumber : Bank Indonesia, diolah Bab IV Keuangan Daerah 60

80 Lampiran: Tabel 4.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur APBN/APBD REALISASI APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL PENDAPATAN DAERAH 305,290 15,776,449 3,282,665 19,364, ,085 7,938,185 1,668,777 10,320,047 BELANJA DAERAH 11,019,184 16,780,579 3,289,126 31,088,889 2,133,524 4,101,666 1,202,278 7,437,468 Belanja Modal 4,957,480 3,658, ,136 9,178, , , , ,560 Belanja Konsumsi 6,061,704 13,122,182 2,726,990 21,910,876 1,530,084 3,888,343 1,087,481 6,505,908 Belanja Pegawai 2,476,577 8,513, ,956 11,590, ,853 2,963, ,253 4,128,818 Belanja Barang dan Jasa 3,042,104 3,158, ,066 6,781, , , ,060 1,298,991 Belanja Hibah - 216,913 1,152,778 1,369,691-95, , ,639 Belanja Bantuan Sosial 543,022 95,683 28, ,042 85,196 9,097 1,148 95,440 Belanja Bagi Hasil - 7, , , ,542 76,076 Bantuan Keuangan - 1,058,542 35,903 1,094, ,601 11, ,254 Konsumsi Lainnya - 71,602 7,500 79,102-10,638 1,053 11,691 Belanja Lainnya SURPLUS/DEFISIT (10,713,894) (1,004,130) (6,461) (11,724,485) (1,420,439) 3,836, ,499 2,882,579 PEMBIAYAAN DAERAH Penerimaan 1,097, , ,158, , , ,191 SILPA Tahun Lalu 982,542 53,779 1,036, , , ,424 Lainnya 114,470 7, , ,259 1,767 Pengeluaran 92, , ,600 15, ,000 Penyertaan Modal 80, , , , ,000 Lainnya 12,500 4,700 17, PEMBIAYAAN NETTO 1,004,112 6,461 1,010, , , ,191 SILPA SEKARANG (18) - (18) 4,505, ,366 5,205,209 Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah (*dalam juta Rp) Bab IV Keuangan Daerah 61

81 BOKS 4. REALISASI DANA DESA TAHUN 2015 DI PROVINSI NTT Berdasarkan Peraturan Presiden No. 36. tanggal 17 Maret 2015, pemerintah telah mengeluarkan peraturan tentang rincian anggaran pendapatan dan belanja Negara. Dalam peraturan tersebut, pemerintah meningkatkan alokasi anggaran dana desa dari sebelumnya hanya sebesar 9 triliun menjadi sebesar 20,77 triliun rupiah. Dari anggaran tersebut, Provinsi NTT mendapatkan anggaran sebesar 812 miliar yang akan dibagi untuk desa di Provinsi NTT atau secara rata-rata, tiap desa akan mendapatkan dana sebesar 277 miliar rupiah. Untuk menjalankan aturan tersebut, maka pada tanggal 29 April 2015, pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah No. 22 tahun 2015 yang berisi tentang perubahan atas peraturan pemerintah No. 60 tahun 2014 tentang dana desa yang bersumber dari APBN. Dalam peraturan tersebut disampaikan bahwa total dana desa yang disalurkan tahun 2015 adalah sebesar minimal 3% dari APBN, dan akan meningkat menjadi minimal 6% di tahun 2016 serta meningkat lagi menjadi 10% di tahun Tahun 2018 dan seterusnya, dana desa akan dialokasikan sebesar 10% dari total APBN. Berdasarkan perhitungan tersebut, maka dana desa di tahun 2016 akan meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi sekitar 1,7 triliun dan kembali meningkat menjadi sekitar 3,1 triliun di tahun Besarnya dana yang tersalur tersebut harus diimbangi dengan peningkatan kapasitas dan kemampuan perangkat desa, agar pemanfaatan dana tersebut bisa maksimal. Semangat dari pemberian dana desa tersebut adalah agar terjadi peningkatan kegiatan ekonomi di desa, sehingga potensi urbanisasi yang selalu terjadi tiap tahun dapat dikurangi. Adanya dana desa diharapkan juga dapat menahan tenaga produktif, agar tersedia cukup tenaga kerja untuk bekerja di lahan pertanian yang saat ini mulai ditinggalkan. Berdasarkan nilai dana, Kabupaten Timor Tengah Selatan mendapatkan dana desa paling besar dengan nilai nominal mencapai 73,6 miliar dan Kabupaten Sabu Raijua mendapatkan dana desa terkecil sebesar 17,1 miliar. Besarnya jumlah dana desa lebih disebabkan oleh lebih banyaknya jumlah desa yang dimiliki oleh masing-masing kabupaten. Tabel Box 4.1. Proyeksi Penerimaan Dana Desa di Tiap Kabupaten tahun 2016 dan 2017 KABUPATEN ** 2017** KABUPATEN ** 2017** KAB. SABU RAIJUA KAB. S I K K A KAB. SUMBA BARAT KAB. MANGGARAI KAB. SUMBA TENGAH KAB. A L O R KAB. B E L U KAB. TIMOR TENGAH UTARA KAB. ROTE NDAO MANGGARAI TIMUR KAB. NAGEKEO KAB. KUPANG KAB. MALAKA KAB. MANGGARAI BARAT KAB. NGADA KAB. FLORES TIMUR KAB. SUMBA BARAT DAYA KAB. E N D E KAB. LEMBATA KAB. TIMOR TENGAH SELATA KAB. SUMBA TIMUR TOTAL , , Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Nusa Tenggara Timur Boks 4 - Realisasi Dana Desa Tahun 2015 di Provinsi NTT 62

82 Dalam prakteknya, dana desa dapat disalurkan apabila sudah memenuhi beberapa syarat, yaitu dana baru dapat dicairkan ke kabupaten apabila kabupaten telah menyusun peraturan daerah tentang keuangan desa. Demikian pula, dana dapat dicairkan ke desa apabila desa sudah menyusun RPJMDes, RKPDes dan APBDes sebagai bukti sudah dilakukan perencanaan pembangunan oleh desa. Pencairan dana desa akan dilakukan dalam tiga termin yaitu termin pertama sebesar 40% akan dicairkan mulai minggu kedua bulan April Pencairan termin kedua sebesar 40% akan dilakukan mulai minggu kedua bulan Agustus tahun 2015 dan termin ketiga akan dicairkan mulai dari minggu kedua bulan Oktober Dikarenakan syarat pencairan dana desa dari APBN ke kas daerah harus berdasarkan peraturan bupati tentang keuangan desa, maka realisasi penyaluran dari APBN ke kabupaten juga relatif tidak bersamaan. Kabupaten Kupang, Alor, Lembata, Rote Ndao, dan Kabupaten Sumba Tengah menjadi kabupaten pertama yang berhak mendapatkan penyaluran dana desa di bulan April 2015 seiring dengan telah dibuatnya perbup tentang keuangan desa di kabupaten tersebut. Pada bulan Mei menyusul Kabupaten TTS, TTU, Flores Timur, Ende, Ngada, Manggarai, Sumba Timur, Manggarai Barat, Nagekeo, Sumba Barat Daya, Manggarai Timur dan Sabu Raijua yang berhasil mendapatkan penyaluran dana desa seiring dengan telah disusunnya perbup keuangan desa. Kabupaten Belu, Sikka, Sumba Barat dan Malaka menjadi Kabupaten terakhir yang mendapatkan penyaluran dana desa di Bulan Juli Adapun total dana desa yang sudah direalisasikan ke masingmasing Kabupaten adalah sebesar 325,2 miliar, atau masing-masing kabupaten sebesar 40% dari total dana desa yang telah dialokasikan. Grafik Boks 4.1. Mekanisme Pencairan Dana Desa Sumber : PP No 22 tahun 2015 Tabel Boks 4.2. Realisasi Pencairan Dana Desa Termin Pertama KABUPATEN 2015 Realisasi KABUPATEN 2015 Realisasi KAB. SABU RAIJUA KAB. S I K K A KAB. SUMBA BARAT KAB. MANGGARAI KAB. SUMBA TENGAH KAB. A L O R KAB. B E L U KAB. TIMOR TENGAH UTARA KAB. ROTE NDAO MANGGARAI TIMUR KAB. NAGEKEO KAB. KUPANG KAB. MALAKA KAB. MANGGARAI BARAT KAB. NGADA KAB. FLORES TIMUR KAB. SUMBA BARAT DAYA KAB. E N D E KAB. LEMBATA KAB. TIMOR TENGAH SELATAN KAB. SUMBA TIMUR TOTAL PROVINSI NTT Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Nusa Tenggara Timur Secara garis besar, prioritas penggunaan dana desa untuk dua hal yaitu pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat Desa. Dengan kondisi infrastruktur yang relatif kurang memadai dan merata di semua desa di Provinsi NTT, maka alangkah baiknya penggunaan dana desa dapat lebih difokuskan untuk pembangunan desa antara lain untuk pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal maupun pemanfaatan SDA dan lingkungan secara berkelanjutan. Pembangunan sarana dan prasarana sebisa mungkin tidak bersinggungan dengan tugas pokok SKPD lainnya seperti perbaikan saluran irigasi Boks 4 - Realisasi Dana Desa Tahun 2015 di Provinsi NTT 63

83 yang seharusnya menjadi tugas dinas pertanian, ataupun penyediaan air baku yang menjadi tugas balai wilayah sungai. Fungsi pemberdayaan seperti peningkatan kualitas juga dapat dibantu oleh pemerintah kabupaten seperti yang dilakukan pemerintah Kabupaten Soe yang saat ini mengkarantina perangkat desa untuk mempercepat pembuatan RPJMDes, RKPDes dan APBDes agar dana desa dapat lebih cepat disalurkan. Percepatan penyaluran dana desa dirasa menjadi hal yang mendesak. Setelah disalurkan, dana desa tersebut harus segera dimanfaatkan dan dibuat laporan agar pencairan termin kedua yang akan dilakukan pada bulan Agustus ini dapat langsung terserap berkat adanya laporan realisasi penyerapan dana pada termin sebelumnya. Namun demikian, realisasi pembangunan menggunakan dana desa hendaknya juga sesuai dengan yang telah diamanatkan dalam peraturan menteri desa, pembangunan daerah tertinggal dan transmigrasi Nomor 5 tahun 2015, agar potensi terkena tindakan hukum atas penyelewengan penggunaan dana desa tidak terjadi. Apabila percepatan realisasi dapat dilakukan, maka penundaan penyaluran dana desa tahun 2016 ataupun pemotongan dana desa akibat adanya SILPA yang lebih dari 30% pada tahun 2017 dapat dihindari. Boks 4 - Realisasi Dana Desa Tahun 2015 di Provinsi NTT 64

84

85 KESEJAHTERAAN & KETENAGAKERJAAN Perkembangan sisi kesejahteraan dan ketenagakerjaan dapat terlihat dari data jumlah penduduk miskin, jumlah tenaga kerja, dan tingkat pengangguran terbuka (TPT). Indeks Kebahagiaan Provinsi NTT pada tahun 2014 sebesar 66,22 masih dibawah nasional yang sebesar 68,28. Tingkat kepuasan penduduk NTT terhadap keharmonisan keluarga menjadi yang paling tinggi (78,31), sementara yang paling rendah adalah aspek pendidikan (56,05). Perkembangan angka kemiskinan hingga September 2014 menunjukkan perkembangan positif walaupun belum merepresentasikan kondisi aktual pada tahun Sementara kondisi tenaga kerja hingga bulan Februari 2015 menunjukkan perlambatan baik dari sisi jumlah tenaga kerja dan TPT. 5.1 Kondisi Umum Sesuai dengan data terakhir yang dimiliki, angka kemiskinan menujukkan perkembangan yang positif, sementara kondisi ketenagakerjaan di Provinsi NTT menunjukkan angka perlambatan. Jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT hingga bulan September 2014 menunjukkan penurunan menjadi 991,8 ribu jiwa dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 1 juta jiwa. Di sisi lain, jumlah tenaga kerja mengalami penurunan dari 2,336 juta jiwa pada bulan Februari 2014 menjadi 2,33 juta jiwa pada Februari Dari sisi indeks kebahagiaan Provinsi NTT berada di peringkat ke-2 terbawah, diatas Provinsi Papua yang sebesar 60,97. Secara nasional indeks kebahagiaan masyarakat Indonesia sebesar 68, Perkembangan Indeks Kebahagiaan Hidup 1 Indeks kebahagiaan hidup merupakan indeks komposit yang disusun oleh tingkat kepuasan terhadap 10 aspek kehidupan yang esensial. Kesepuluh aspek tersebut secara substansi dan bersama-sama merefleksikan tingkat kebahagiaan yang meliputi kepuasan terhadap: 1) kesehatan, 2) pendidikan, 3) pekerjaan, 4) pendapatan rumah tangga, 5) keharmonisan keluarga, 6) ketersediaan waktu luang, 7) hubungan sosial, 8) kondisi rumah dan aset, 9) keadaan lingkungan, dan 10) kondisi keamanan. Semakin tinggi nilai indeks menunjukkan tingkat kehidupan yang semakin bahagia. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah nilai indeks maka penduduk semakin tidak bahagia. Tiga aspek kehidupan yang memiliki 1 Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Bab V - Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan 65

86 kontribusi paling tinggi di Provinsi NTT adalah pendapatan rumah tangga (13,83%), pekerjaan (12,23%), serta kondisi rumah dan aset (11,57%). Pada tahun 2014, Indeks Kebahagiaan Hidup Provinsi NTT adalah sebesar 66,22 masih dibawah indeks Nasional yang sebesar 68,28 dan berada di peringkat ke-2 terbawah di atas Prov. Papua (60,97). Tingkat kepuasan penduduk NTT terhadap keharmonisan keluarga adalah paling tinggi (78,31). Sementara itu, tingkat kepuasan yang paling rendah terjadi pada aspek pendidikan (56,05). Memperhatikan hal tersebut, perbaikan fasilitas pendidikan menjadi salah satu hal yang penting untuk dilakukan di Provinsi NTT. Grafik 5.1. Tingkat Kepuasan Hidup Terhadap 10 Aspek Kehidupan Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2014 Dari 10 indikator, Provinsi NTT memiliki 2 indikator yang lebih baik dibanding rata-rata nasional, namun 8 indikator lainnya tercatat lebih rendah. Indikator yang berada di bawah nasional, yaitu kesehatan, pendidikan, pekerjaan, pendapatan rumah tangga, keharmonisan keluarga, ketersediaan waktu luang, kondisi rumah dan aset, serta keadaan lingkungan. Kondisi kesehatan relatif rendah dikarenakan kurangnya tenaga medis dan fasilitas kesehatan yang kurang memadai, rata-rata tingkat partisipasi sekolah di Provinsi NTT juga relatif lebih rendah dibandingkan nasional, terlebih lagi apabila dilihat dari segi kualitas pendidikan yang masih jauh lebih rendah dibanding nasional. Rendahnya jumlah lapangan pekerjaan formal membuat indeks pekerjaan relatif rendah. Rencana kawasan industri bolok, maupun kemudahan prosedur investasi mutlak diperlukan agar penyerapan tenaga kerja lebih optimal. Banyaknya pekerjaan non formal di sektor pertanian menyebabkan rendahnya pendapatan perkapita Provinsi NTT apabila dibandingkan Provinsi lainnya. Rendahnya pendapatan perkapita mmbuat kondisi rumah dan aset yang dimiliki menjadi kurang layak dikarenakan keterbatasan kemampuan ekonomi masyarakat. Di sisi lain, kondisi keamanan relatif lebih baik dibandingkan nasional, Bab V - Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan 66

87 dikarenakan oleh kondisi sosial masyarakat dan lingkungan yang masih menganut rasa kekeluargaan yang kuat. Walaupun kondisi ekonomi relatif rendah, kondisi Keharmonisan keluarga masih relatif sama dengan nasional. 5.3 Perkembangan Kesejahteraan Tingkat Kemiskinan Berdasarkan data terakhir yang dimiliki, pada bulan September 2014 jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT cenderung mengalami trend penurunan. Jumlah penduduk miskin tercatat sebesar jiwa atau 19,6% dari total penduduk di Provinsi NTT yang sekitar 5,03 juta jiwa. Dari kriteria asal penduduk, penduduk miskin di Provinsi NTT didominasi oleh penduduk pedesaan sebanyak jiwa, sementara penduduk miskin perkotaan hanya jiwa. Apabila dibandingkan dengan rata-rata nasional yang sebesar 10,96% prosentase angka kemiskinan Provinsi NTT masih jauh lebih tinggi. Prosentase angka kemiskinan Provinsi NTT juga masih berada pada peringkat ke-3 terbawah nasional, dan hanya berada di atas Provinsi Papua Barat (26,26%) dan Provinsi Papua (27,80%). Terobosan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan kemampuan masyarakat di sektor pendidikan, serta upaya mengurangi hambatanhambatan dalam kegiatan investasi guna membuka lapangan kerja baru merupakan beberapa solusi guna mengurangi angka kemiskinan di Provinsi NTT. Grafik 5.2. Perbandingan Prosentase Kemiskinan Provinsi NTT dan Nasional Grafik 5.3. Sepuluh Daerah dengan Jumlah Prosentase Kemiskinan tertinggi Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Perkembangan Nilai Tukar Petani Sektor Pertanian merupakan salah satu sektor unggulan di Provinsi NTT dengan porsi PDRB mencapai 30%. Salah satu ukuran kesejahteraan petani dapat terlihat dari Nilai Tukar Petani (NTP) yang merepresentasikan tingkat kemampuan/ daya beli petani di Perdesaan. NTP di Provinsi NTT pada Tw-II 2015 tercatat Bab V - Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan 67

88 sebesar 101,05 sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 101,21. Penurunan tercatat dari Indeks yang diterima (IT) petani yang tercatat sebesar 117,29 dibandingkan TW-I sebesar Penurunan diperkirakan terjadi karena adanya penurunan harga jual di kelompok penangkapan ikan dan petani palawija. Sementara, Indeks yang dibayar (IB) tercatat sebesar 116,08 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 115,93. Peningkatan indeks yang dibayar (IB) terutama berasal dari peningkatan biaya transportasi dan komunikasi untuk konsumsi rumah tangga, serta biaya transportasi dan penambahan barang modal untuk kegiatan produksi. Kondisi panen hasil pertanian yang terganggu permasalahan pupuk, hama dan cuaca, serta gagal panen di beberapa daerah akibat kekeringan dapat menjadi indikator menurunnya pendapatan petani di pedesaan. Grafik 5.4. Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi NTT Sumber : BPS, diolah 5.4 Kondisi Ketenagakerjaan Umum Perkembangan jumlah tenaga kerja di Provinsi NTT pada bulan Februari 2015 tercatat sebesar 2,33 juta menurun dibandingkan periode yang sama pada tahun 2014 yang sebesar 2,336 juta jiwa. Sementara itu, tingkat pengangguran terbuka (TPT) juga menunjukkan kenaikan sebesar 3,12% atau jiwa dibandingkan Februari 2014 yang sebesar 1,97% ( jiwa). Beberapa permasalahan sektor pertanian seperti pergeseran musim panen dan musim tanam turut mendorong kurang maksimalnya penyerapan tenaga kerja pada bulan Februari 2015, kondisi ini ditambah dengan perlambatan penyerapan pekerja sektor perdagangan akibat lesunya omset seiring daya beli masyarakat yang menurun. Porsi sektor pekerjaan utama di Provinsi NTT sendiri adalah sektor pertanian (63%), sektor jasa kemasyarakatan (15%), dan sektor perdagangan (8,14%). Bab V - Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan 68

89 Grafik 5.5. Perkembangan Angkatan Kerja Grafik 5.6. Struktur Pekerjaan di NTT Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang Berdasarkan hasil survei Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS) BPS Provinsi NTT, diketahui bahwa pada Triwulan II-2015 penyerapan tenaga kerja IBS didominasi oleh sektor industri minuman dengan porsi 44,86%, sementara sektor furnitur dan makanan cenderung mengalami penurunan. Dari sisi produktivitas, terjadi kenaikan produktivitas sebesar 28,02% atau Rp10,37 juta pada Triwulan-II 2015 dibandingkan Triwulan-I 2015 yang sebesar Rp 8,10 juta. Peningkatan tertinggi terutama berasal dari industri makanan yang mencapai Rp 15,29 juta/ tenaga kerja, sementara industri furnitur sebesar Rp 10,61 juta/tenaga kerja dan industri minuman sebesar Rp 7,29 juta/tenaga kerja. Angka produktivitas yang rendah dibandingkan porsi pegawai yang cukup tinggi pada industri minuman dapat menunjukkan masih rendahnya tingkat produktivitas pekerja di Provinsi NTT. Grafik 5.7. Porsi Penyerapan Pekerja IBS Grafik 5.8. Produktivitas Pekerja IBS Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Bab V - Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan 69

90 5.4.2 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Dari hasil SKDU TW-II 2015 di Provinsi NTT, terlihat bahwa indikator ketenagakerjaan menunjukkan penurunan. Nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) turun menjadi 0% dibandingkan TW I-2015 yang sebesar 18,93%. Angka ini menunjukkan adanya perlambatan penggunaan tenaga kerja di beberapa sektor lapangan usaha di Provinsi NTT. Sektor yang mengalami perlambatan, diantaranya sektor Pertanian, Industri Pengolahan, Perdagangan, Hotel dan Restoran, serta Pengangkutan dan Komunikasi. Untuk Tw-III 2015, diperkirakan penyerapan tenaga kerja akan mengalami peningkatan terutama sektor pertanian, sektor bangunan/konstruksi, pengangkutan dan komunikasi serta sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran seiring dengan perbaikan kondisi perekonomian pada triwulan-iii Grafik 5.9. Perkembangan Indikator Jumlah Karyawan Sumber: SKDU Bank Indonesia Tabel 5.1. Indeks Ketenagakerjaan NTT No. Sektor I II III IV I II III IV I II III IV I II III* 1 Pertanian Pertambangan 3 Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan Jasa-jasa TOTAL SELURUH SEKTOR (9.42) Sumber: SKDU Bank Indonesia Bab V - Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan 70

91 OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH Dorongan realisasi anggaran belanja pemerintah dan peningkatan investasi diperkirakan menjadi pendorong utama peningkatan pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-iii Pertumbuhan ekonomi pada triwulan-iii 2015 diperkirakan mengalami percepatan seiring peningkatan realisasi belanja pemerintah yang mendorong pertumbuhan sektor konstruksi dan jasa pendidikan. Peningkatan investasi juga diperkirakan akan terjadi pada triwulan-iii. Secara triwulanan, tekanan Inflasi pada triwulan mendatang diperkirakan mengalami perlambatan seiring berakhirnya musim liburan sekolah dan majunya perayaan hari raya idul fitri dibanding tahun sebelumnya. 6.1 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada Triwulan-III 2015 diperkirakan mengalami pertumbuhan positif dibandingkan triwulan sebelumnya. Terjadinya peningkatan didasarkan oleh berbagai indikator ekonomi, serta hasil survei dan liasion yang menunjukkan optimisme masyarakat pada triwulan-iii dan diperkirakan akan berada pada rentang 5,2% - 5,6% (yoy) dibandingkan triwulan II-2015 yang hanya sebesar 5,03% (yoy). Namun, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT secara keseluruhan pada tahun 2015 diperkirakan mengalami perlambatan seiring menurunnya daya beli masyarakat dan diperkirakan berada pada rentang baru yaitu 5% 5,4% (yoy). Faktor penahan pertumbuhan lainnya, diantaranya adalah El Nino yang diperkirakan menurunkan produksi pertanian walaupun tidak terlalu besar dikarenakan waktu puncak El Nino yang terjadi di luar masa tanam. Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah) Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 71

92 Dari sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan didorong oleh sektor Administrasi Pemerintahan, Konstruksi dan Jasa Pendidikan. Sementara dari sisi penggunaan, dorongan pertumbuhan ekonomi terutama diperkirakan berasal dari peningkatan konsumsi pemerintah dan investasi. Namun, masih tingginya kebutuhan barang impor diperkirakan dapat menahan laju pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Sementara, berdasarkan hasil SKDUBank Indonesia terlihat bahwa terjadi peningkatan optimisme para pelaku usaha terhadap kegiatan usaha pada Triwulan-III Sisi Sektoral Di sisi sektoral, secara tahunan pertumbuhan sektor pertanian diperkirakan akan mengalami perlambatan. Kinerja sektor pertanian diperkirakan melambat seiring telah usainya musim panen perdana padi pada triwulan-ii 2015, kemarau panjang akibat pengaruh El Nino dan pengerjaan perbaikan saluran irigasi di beberapa daerah. Namun, sektor pertanian diperkirakan masih tetap tumbuh seiring panen pada beberapa komoditas seperti jambu mete, kopi dan kakao. Gambar 6.1 Perkiraan Curah Hujan Bulan Agustus Gambar 6.2 Perkiraan Curah Hujan Bulan September Sumber: BMKG Stakum Lasiana Sumber: Sumber: BMKG Stakum Lasiana Peningkatan produksi peternakan seiring kebutuhan ternak menjelang Hari Raya Idul Adha serta produksi perikanan yang meningkat sebagai dampak positif El Nino diperkirakan dapat menjadi pendorong subsektor perikanan untuk tetap tumbuh. Dari SKDU terlihat bahwa indeks ekspektasi kegiatan usaha sektor pertanian pada triwulan-iii 2015 mengalami sedikit penurunan, namun secara keseluruhan indeks untuk ekspektasi kegiatan usaha masyarakat pada triwulan III-2015 diperkirakan meningkat. Dari sisi harga jual, Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 72

93 indeks harga jual sektor pertanian diperkirakan mengalami peningkatanseiring penurunan produksi pada triwulan-iii. Grafik 6.2. Perkembangan Kegiatan Usaha Grafik 6.3. Perkembangan Harga Jual Sumber: SKDU-Bank Indonesia diolah Sumber: SKDU-Bank Indonesia diolah Sektor Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib diperkirakan akan mengalami kenaikan. Peningkatan sektor administrasi pemerintahan diperkirakan ditopang oleh pencairan gaji ke-13, pencairan dana desa, peningkatan realisasi dana bantuan hibah dari Pemerintah Daerah dan peningkatan realisasi belanja barang dan jasa seiring selesainya proses lelang pada triwulan-ii Peningkatan anggaran pemerintah yang cukup besar hingga 13,7% (yoy) dibandingkan tahun 2014 diperkirakan mendorong realisasi belanja yang meningkat pada triwulan III. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor diperkirakan mengalami peningkatan meskipun tidak setinggi triwulan sebelumnya. Peningkatan sektor perdagangan diperkirakan didorong oleh adanya momen libur sekolah, hari raya Idul Fitri dan peningkatan belanja masyarakat paska gaji ke-13. Sektor konstruksi diperkirakan meningkat seiring peningkatan kegiatan proyek pemerintah dan swasta. Peningkatan sektor konstruksi, terutama berasal dari pembangunan proyek-proyek pemerintah yang sudah mulai berjalan. Beberapa proyek tersebut diantaranya pembangunan dan rehabilitasi jalan, perbaikan dan pembangunan jaringan sumber daya air, peningkatan fasilitas bandara dan pelabuhan, serta peningkatan fasilitas pendidikan tinggi dan kesehatan. Selain itu, percepatan proyek 1000 rumah dari Real Estate Indonesia (REI) DPD Provinsi NTT, pembangunan hotel dan sarana perbelanjaan diperkirakan turut mendorong sektor konstruksi. Peningkatan sektor konstruksi juga terindikasi dari Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 73

94 peningkatan Indeks Harga Jual sektor bangunan dalam SKDU. Peningkatan ini menunjukkan adanya optimisme pelaku usaha akan meningkatnya permintaan di triwulan-iii Sektor Jasa Pendidikan diperkirakan meningkat seiring peningkatan anggaran pada Pendidikan Tinggi. Adanya peningkatan alokasi anggaran pendidikan hingga 119,47% (yoy) seiring adanya investasi pada Universitas Timor, Universitas Nusa Cendana, Politeknik Negeri Kupang, Politeknik Pertanian Negeri Kupang diperkirakan mendorong pertumbuhan sektor jasa pendidikan Sisi Penggunaan Dari sisi penggunaan, komponen konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat seiring optimisme masyarakat yang tercermin pada angka Indeks Tendensi Konsumen (ITK) dan hasil Survei Konsumen (SK). Peningkatan optimisme masyarakat diperkirakan terjadi akibat perayaan Hari Raya Idul Fitri dan masa liburan sekolah. Sementara, dorongan konsumsi pemerintah terhadap konsumsi rumah tangga dapat terlihat dari adanya pencairan gaji ke-13 pegawai negeri sipil di bulan Juli, serta harapan masyarakat akan realisasi proyekproyek pemerintah yang dapat meningkatkan lapangan pekerjaan (sebagai pekerja proyek) dan daya beli masyarakat secara umum. Grafik 6.4. Indeks Tendensi Konsumen Grafik 6.5. Perkembangan Survei Konsumen Sumber: BPS diolah Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Perkembangan kinerja komponen investasi diperkirakan mengalami peningkatan. Peningkatan dapat terlihat dari jumlah RTGS yang masuk ke Provinsi NTT pada bulan Juni 2015 sebesar Rp 14,6 triliun atau tumbuh sebesar 166% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan arus dana masuk tersebut mengindikasikan adanya peningkatan kegiatan ekonomi dan investasi ke Provinsi NTT, baik dari investasi pemerintah maupun swasta. Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 74

95 Kinerja ekspor antar daerah dan luar negeri NTT pada triwulan III 2015 diperkirakan kembali meningkat. Peningkatan pengiriman ternak seiring kenaikan kebutuhan Hari Raya Idul Adhadi Pulau Jawa, serta pengiriman hasil komoditas ke Jawa Timur, seperti Jambu Mete, kopi, kakao dan ikan tangkap diperkirakan menjadi pendorong peningkatan kinerja ekspor. Namun demikian, ekspor antar daerah diperkirakan, masih negatif seiring ketergantungan barang untuk kebutuhan konsumsi dan investasi yang masih tinggi dari daerah lain. 6.2 Inflasi Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada triwulan-iii 2015 diperkirakan mengalami peningkatan. Berdasarkan perkembangan harga terkini, inflasi NTT di triwulan-iii 2015 diperkirakan berada pada kisaran 6,8% - 7,2% (yoy). Adapun tingginya inflasi tersebut disebabkan oleh komoditas angkutan udara dan beras seiring persepsi negatif akan dampak El Nino dan tingginya kenaikan harga beras di tingkat produsen karena tingginya penyerapan beras bulog. Potensi impor secara terbatas oleh Bulog diharapkan dapat menjadi alternatif solusi untuk menekan kenaikan harga di tingkat produsen.secara triwulanan, inflasi diperkirakan mengalami perlambatan, namun masih lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang mengalami deflasi. Hingga akhir tahun 2015 diperkirakan inflasi masih berada pada rentang 4,16%±1% (yoy) seiring hilangnya pengaruh base effect di akhir tahun. Apabila dilihat dari perkembangan inflasi bulanan, inflasi pada triwulan-iii 2015 diperkirakan akan mencapai puncaknya pada bulan Juli 2015 seiring momen libur idul fitri dan liburan sekolah, namun cenderung turun pada bulan Agustus dan September. Secara triwulanan, komoditas volatile food diperkirakan mengalami perlambatan pada triwulan III. Harga komoditas padi-padian serta daging dan hasil-hasilnya diperkirakan mengalami kenaikan. Namun demikian, komoditas sayursayuran, bumbu-bumbuan dan ikan segar diperkirakan mengalami penurunan seiring kondisi cuaca yang membaik. Inflasi administered prices diperkirakan akan mengalami penurunan seiring berakhirnya masa libur idul fitri dan liburan sekolah pada bulan Juli. Normalnya permintaan tiket angkutan udara paska libur idul fitri dan liburan sekolah diperkirakan akan menurunkan angka inflasi pada akhir triwulan- III Stabilnya Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 75

96 harga BBM seiring pengkajian harga yang sedang dilakukan Pemerintah hingga bulan November diperkirakan dapat mengurangi inflasi dari kelompok administered prices. Komoditas core inflation diperkirakan mengalami penurunan seiring penurunan permintaan dan musim ajaran baru yang sudah berjalan. Inflasi pada komoditas core terutama berasal dari peningkatan permintaan sandang dan makanan jadi seiring perayaan idul fitri dan liburan sekolah pada bulan Juli, masuknya musim ajaran baru juga turut mendorong inflasi dari komoditas pendidikan. Namun, tekanan inflasi diperkirakan mengalami menurun pada bulan Agustus dan September seiring normalnya permintaan dan biaya sekolah/pendidikan. Berdasarkan hasil survei konsumen, ekspektasi harga diperkirakan menurun. Indeks Perkembangan harga 3 Bulan yang akan datang menunjukkan adanya penurunan indek dari 188,5 menjadi 178,6. Penurunan tersebut menunjukkan adanya ekspektasi konsumen bahwa harga pada triwulan III akan mengalami penurunan. Grafik 6.6. Perkembangan Inflasi Tahunan (yoy) Grafik 6.7. Perkembangan Ekspektasi Konsumen Sumber: BPS dan Proyeksi BI Sumber: SK Bank Indonesia-diolah Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 76

97 Boks 5. Lanjutan Kajian Pembangunan Proyek Kelistrikan di Nusa Tenggara Timur Proyek Pembangunan Pembangkit Listrik sebesar MW yang diresmikan pemerintah pada Mei 2015 menjadi proyek yang strategis ditengah pemadaman listrik yang masih terjadi di wilayah Indonesia khususnya wilayah Timur Indonesia. Berdasarkan data dari PT PLN (Persero), saat ini kapasitas terpasang nasional sebesar MW yang dibangun PLN beserta swasta sejak PLN berdiri. Dengan proyeksi pertumbuhan 6-7%, dalam lima tahun kedepan dibutuhkan tambahan kapasitas MW atau MW per tahun. Pembangunan pembangkit tersebut direncanakan akan dibangun oleh pengembang listrik swasta dan PT PLN (Persero). Berdasarkan sebaran pembangkit dan jaringan transmisi pada proyek MW, perencanaan pembangunan pembangkit dan transmisi di Provinsi NTT akan dilakukan oleh PT PLN (Persero). Sementara itu, progres pembangunan pembangkit saat ini (operasi dan on going) memiliki kapasitas total sebesar 408 MW dengan rencana panjang transmisi SUTT 70KV sepanjang 1234 kms serta rencana kebutuhan beban kapasitas Gardu Induk (GI) sebesar 640 MVA. Proyek yang proses pelelangan pengadaannya akan dibuka tahun ini di NTT adalah PLTU Timor 1 (2x25 MW), PLTP Mataloko (20 MW), dan PLTP Ulumbu 5 (5 MW). Sistem transmisi yang digunakan di seluruh wilayah NTT masih menggunakan sistem isolated atau tertutup. Artinya adalah belum adanya interkoneksi atau terhubungnya sistem satu dengan sistem yang lain. Dengan sistem tertutup tersebut, jika terjadi pemadaman atau kekurangan pasokan di salah satu sistem, maka pengalokasian pasokan beban masih belum dapat dilakukan. Dengan adanya permasalahan tersebut, PT PLN (Persero) sedang dan telah membangun jaringan interkoneksi berupa Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) yang menghubungkan sistem-sistem yang ada di semua pulau di Provinsi NTT. Sementara itu, di pulau Sumba telah diresmikan program Sumba Iconic Island sejak Program Sumba Iconic Island (SII) merupakan suatu program yang diinisiasi untuk pengembangan Pulau Sumba sebagai Pulau Ikonik Energi Terbarukan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan akses energi melalui pengembangan dan pemanfaatan energi baru terbarukan serta ketersediaan energi yang berasal dari energi baru terbarukan sebesar 100%. Grafik Boks 5.1. Rencana Investasi Kelistrikan Pulau Sumba Sumber : PT PLN Provinsi Nusa Tenggara Timur Boks 5 Lanjutan Kajian Pembangunan Proyek Kelistrikan di Provinsi NTT 77

98 Inisiatif tentang Pulau Ikonik Energi Terbarukan sudah dimulai sejak 2010 oleh Kementerian ESDM, bersama-sama dengan Bappenas dan Hivos, sebuah lembaga non- Pemerintah internasional. Pada November 2012, ADB turut bergabung untuk mempercepat realisasi inisiatif ini. Pada 2013, Kedutaan Norwegia untuk Indonesia pun telah turut mengambil peran dalam mendukung pelaksanaan inisiatif Sumba Iconic Island (SII).Saat ini, implementasi pengembangan EBT di Pulau Sumba dalam kerangka Program SII telah mencapai kapasitas terpasang pembangkit berbasis EBT sebesar 5,87 MW yang terdiri dari instalasi pembangkit listrik tenaga (PLT) mikrohidro, PLT Surya, solar water pumping, PLT Bayu, biomassa, biogas, tungku hemat energi dan jaringan distribusi. Sampai dengan 2014, Ditjen EBTKE juga melakukan dukungan terhadap Program SII dengan melakukan pembangunan infrastruktur EBT, yaitu: 1 unit PLT mikrohidro dengan kapasitas 32 KW; 6 unit PLTS terpusat; 464 unit PLTS tersebar; 5 unit PLTB; 1 unit PLT biomassa kapasitas 30 KW; 220 unit digester biogas; unit tungku hemat energi yang diserahkan kepada masyarakat. Kementerian ESDM pada tahun anggaran 2015 akan melakukan pembangunan infrastruktur EBT di Pulau Sumba dari dana APBN dengan total anggaran sebesar Rp ,- untuk mempercepat implementasi Program Sumba Iconic Island, diantaranya: 1. Pembangunan PLT Biomasa kapasitas 1 MW yang berlokasi di Sumba Barat; 2. Program Pengembanganan Hutan Energi 1 juta pohon kaliandra, lahan yang disediakan sekitar 100 Ha di Sumba Barat; 3. Revitalisasi digester biogas 85 unit di Sumba Barat Daya; 4. Implementasi mobil listrik di Sumba Timur; 5. PLTMH kapasitas 23 KW di Sumba Timur; 6. PLT bayu di Sumba Barat; dan 7. Penerangan Jalan Umum (PJU) cerdas di Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba Barat Daya dan Sumba Tengah. Grafik Boks 5.2. Rencana Investasi Kelistrikan Pulau Flores Sumber : PT PLN Provinsi Nusa Tenggara Timur Boks 5 Lanjutan Kajian Pembangunan Proyek Kelistrikan di Provinsi NTT 78

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur triwulan I 2015 FOTO : PULAU KOMODO Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2015 FOTO : DANAU KELIMUTU Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan Jl. Tom Pello No. 2 Kupang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Agustus 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2 Kupang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur November 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2

Lebih terperinci

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur. Triwulan I Foto Cover : Joni Trisongko

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur. Triwulan I Foto Cover : Joni Trisongko KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Triwulan I Foto Cover : Joni Trisongko 0I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN 2015 Halaman Ini Sengaja Di Kosongkan 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Penerbit : KANTOR

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Kantor Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur Menyongsong Pembangunan di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang Berkualitas Februari 2017 Untuk

Lebih terperinci

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang NTT (38) 832-364 / 827-916 ; fax : [38] 822-13 www.bi.go.id Daftar Isi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Mei KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pulau Padar, Taman Nasional Komodo Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II - 2014

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pantai Walakiri - Waingapu Foto By: Misha NR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur. Triwulan I Foto Cover : Joni Trisongko

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur. Triwulan I Foto Cover : Joni Trisongko KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan I 2016 Foto Cover : Joni Trisongko Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Februari. pegunungan flores

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Februari. pegunungan flores Februari 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR pegunungan flores Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 73/11/52/X/2016, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 TUMBUH 3,47 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016 No. 12/02/51/Th. XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN EKONOMI BALI TAHUN TUMBUH 6,24 PERSEN MENINGKAT JIKA DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN SEBELUMNYA. Perekonomian Bali tahun yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Tari Caci - Manggarai Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl.

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 63/11/34/Th.XVIII, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 4,68 PERSEN, LEBIH LAMBAT

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah Triwulan I-2015 Kantor Perwakilan Provinsi Kalimantan Tengah KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74 i ii ii 1.1. Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran... 3 1.1.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan... 4 1.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian... 6 1.1.3. Sektor Industri Pengolahan... 8 1.1.4. Sektor

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Di sisi penawaran, hampir keseluruhan sektor mengalami perlambatan. Dua sektor utama yang menekan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2012 adalah sektor pertanian dan sektor jasa-jasa mengingat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

... V... VII... XIII... XIII... XIII... 1 BAB I. PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI REGIONAL... 5 1.1 Perkembangan Makro Ekonomi Provinsi Maluku... 5 1.2. Perkembangan PDRB Sisi Permintaan... 7 1.3. PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL No. Sektor 2006 2007 2008. 1 Pertanian 3.90% 4.01% 3.77% 0.31% 2.43% 3.29% 2.57% 8.18% 5.37% 4.23% 2.69% -0.49% 2 Pertambangan dan Penggalian -3.24% 77.11% 8.98%

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 12/02/52/Th.X, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2016 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TUMBUH 5,82 PERSEN Sampai dengan triwulan IV-2016 perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 13/02/52/Th.IX, 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 TUMBUH 5,06 PERSEN Perekonomian Provinsi

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 No. 046/08/63/Th XVII, 2 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-2013 tumbuh sebesar 13,92% (q to q) dan apabila dibandingkan dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2015 No. 56/08/71/Th. IX, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2015 PEREKONOMIAN SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2015 TUMBUH 6,27 PERSEN Perekonomian Sulawesi Utara Triwulan II-2015 yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Kajian Triwulanan Periode Agustus 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Agustus 2016 KANTOR PERWAKILAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017 No. 31/05/51/Th. XI, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017 EKONOMI BALI TRIWULAN I-2017 TUMBUH SEBESAR 5,75% (Y-ON-Y) NAMUN MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR 1,34% (Q-TO-Q) Total perekonomian Bali

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 EKONOMI NASIONAL KONDISI EKONOMI NASIONAL TRIWULAN II 2016 INFLASI=2,79% GROWTH RIIL : 2,4% Ekonomi Nasional dapat tumbuh lebih dari 5,0% (yoy) pada triwulan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III - 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR i Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan IV 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan I 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan I - 2014

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI MALUKU UTARA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA TRIWULAN II 2015 KATA PENGANTAR Tugas Bank Indonesia berdasarkan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 No. 78/11/71/Th. IX, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 PEREKONOMIAN SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 TUMBUH 6,28 PERSEN Perekonomian Sulawesi Utara Triwulan III-2015 yang

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 51/11/Th.XIX, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III - EKONOMI ACEH TRIWULAN III TAHUN DENGAN MIGAS TUMBUH 2,22 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 3,31 PERSEN

Lebih terperinci

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali Inflasi pada awal tahun 2016 mengalami perlambatan dibandingkan dengan bulan lalu. Pada Januari 2016, inflasi IHK tercatat sebesar 0,51% (mtm), lebih rendah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 52/08/35/Th.XV, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 TUMBUH 5,03 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN II-2016 Perekonomian

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental.

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental. NOVEMBER 2017 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... xi Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xiii Ringkasan Eksekutif... xvii Bab 1 Perkembangan Ekonomi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 11/02/35/Th.XV, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 TUMBUH 5,55 PERSEN MEMBAIK DIBANDING TAHUN 2015 Perekonomian Jawa Timur

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 31/05/52/Th XI, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017 EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017 MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-211 Kantor Bank Indonesia Bandung KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 52/08/52/Th. XI, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2017 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2017 MENGALAMI KONTRAKSI 1,96 PERSEN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA EKONOMI PAPUA TRIWULAN II-2017 TUMBUH 4,91 PERSEN MENINGKAT DARI TAHUN SEBELUMNYA YANG BERKONTRAKSI -5,17 PERSEN

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA EKONOMI PAPUA TRIWULAN II-2017 TUMBUH 4,91 PERSEN MENINGKAT DARI TAHUN SEBELUMNYA YANG BERKONTRAKSI -5,17 PERSEN BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA 45/08/94/Th.X, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA TRIWULAN II-2017 EKONOMI PAPUA TRIWULAN II-2017 TUMBUH 4,91 PERSEN MENINGKAT DARI TAHUN SEBELUMNYA YANG BERKONTRAKSI

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I 2014

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I 2014 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung i Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717 422411.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR i Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan II tahun 2013 tumbuh sebesar 3,89% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,79% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci