DINAMIKA DAN INTERAKSI SOLITON DNA MODEL PEYRARD-BISHOP-DAUXOIS SWITENIA WANA PUTRI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DINAMIKA DAN INTERAKSI SOLITON DNA MODEL PEYRARD-BISHOP-DAUXOIS SWITENIA WANA PUTRI"

Transkripsi

1 DINAMIKA DAN INTERAKSI SOLITON DNA MODEL PEYRARD-BISHOP-DAUXOIS SWITENIA WANA PUTRI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 01

2 Switenia Wana Putri. Dinamika dan Interaksi Soliton DNA Model Peyrard- Bishop-Dauxois. Dibimbing oleh : Dr. Husin Alatas. Abstrak Soliton DNA model PBD menggambarkan dinamika peregangan (denaturasi) pada ikatan hidrogen antar nukleotida dalam rantai DNA yang berbeda yang direpresentasikan oleh potensial Morse. Dengan menggunakan metode beda hingga (finite-difference) dibantu dengan interpolasi Lagrange, maka diperoleh solusi numerik dari dinamika dan interaksi soliton DNA model PBD dengan memberikan gangguan pada solusi stabilnya. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa solusi numerik dari dinamika dan interaksi soliton DNA model PBD yang diberikan efek gangguan akan menunjukkan hasil yang berbeda dengan solusi eksak tanpa gangguan. Ada tiga gangguan yang diberikan pada solusi stabil ini. Gangguan pertama dan kedua berupa gangguan pada amplitudo menunjukkan bahwa soliton DNA yang pada awalnya stabil mengalami peristiwa undulasi, dimana terjadi penyempitan soliton dan kenaikan amplitudo. Pada gangguan ketiga diberikan gangguan untuk tiga beda fase yang berbeda, dimana akan terbentuk dua soliton yang mengalami superposisi dengan interaksi antar soliton yang berbeda-beda pada setiap beda fasenya. Untuk beda fase θ=0, kedua soliton akan saling tarik menarik, lalu kedua soliton akan saling tolak menolak dengan perubahan asimetrik pada θ= π, dan saling tolak menolak dengan perubahan simetrik pada θ=π. Kata kunci: soliton DNA, PBD, denaturasi, metode beda hingga, interpolasi Lagrange..

3 Judul Nama NRP : Dinamika dan Interaksi Soliton DNA Model Peyrard-Bishop-Dauxois : Switenia Wana Putri : G Menyetujui, Pembimbing Dr. Husin Alatas NIP : Mengetahui, Ketua Departemen Fisika FMIPA IPB Dr. Akhiruddin Maddu NIP : Disetujui tanggal :

4 DINAMIKA DAN INTERAKSI SOLITON DNA MODEL PEYRARD-BISHOP-DAUXOIS Switenia Wana Putri G Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 01

5 i KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt. karena berkat rahmat, kasih sayang, dan karunia yang tak terhingga dari-nya penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan tugas akhir yang berjudul Dinamika dan Interaksi Soliton DNA Model Peyrard- Bishop-Dauxois. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Dalam skripsi ini tertuang penjelasan tentang hasil penelitian tugas akhir yang telah dilakukan oleh penulis dalam beberapa bulan ke belakang. Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan usulan penelitian ini, yaitu kepada : 1. Bapak Dr. Husin Alatas selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan semangat kepada penulis.. Ibu Mersi Kurniati, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Irmansyah selaku dosen penguji serta staf dosen Departemen Fisika FMIPA IPB lainnya yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan ilmu-ilmu yang bermanfaat selama penulis menempuh pendidikan S1 ini. 3. Mama dan papa selaku orang tua, adik Erin dan Melly, serta keluarga besar di Palembang yang selalu memberi dorongan baik secara materi maupun spiritual. 4. Izzatu Yazidah dan Dede Hermanudin sebagai partners satu topik penelitian ini, terima kasih untuk bantuan dan dukungan yang luar biasa dari kalian. 5. Keluarga di rumah kedua Arsida 4, Erna Piantari, Mery Purnamasarie, Hesti Paramita Sari, dan Rithoh Yahya. Thanks for being so lovely and take care of me here. 6. Teman-teman seperjuangan di Fisika Keluarga besar Departemen Fisika FMIPA IPB. 8. Teman-teman Ikamusi IPB, teman-teman dari TK sampai SMA, dan teman-teman IPB lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih untuk doa dan semangatnya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diperlukan bagi penulis. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semuanya. Bogor, Juli 01 Penulis

6 ii DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 16 Desember 1989 dari pasangan Isman Prabujaya dan Ilya Rosdiana. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak hingga Sekolah Menengah Atas di Sumatera Selatan, yaitu TK Tri Daqa Kartika II Sriwijaya Karang Endah, SDN 1 Karang Endah, SMP Negeri Gelumbang, dan SMA Negeri 1 Prabumulih. Pada tahun 007, penulis diterima menjadi mahasiswa IPB di Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selain aktif mengikuti kegiatan akademik, penulis juga aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan di IPB seperti di Ikatan Keluarga Mahasiswa Bumi Sriwijaya, Himpunan Mahasiswa Fisika, Komunitas Seni Budaya Masyarakat Roempoet, dan dalam kepanitiaan pada beberapa acara yang diselenggarakan oleh mahasiswa IPB. Penulis juga berkesempatan menjadi asisten praktikum mata kuliah Fisika Dasar TPB IPB dan mata kuliah Eksperimen Fisika II di Departemen Fisika IPB.

7 iii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... vi BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Perumusan Masalah Hipotesis... BAB TINJAUAN PUSTAKA....1 Deoxyribose Nucleic Acid (DNA).... Solusi Soliton DNA Model PBD Teraproksimasi... 3 BAB 3 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Peralatan Metode Penelitian Studi Pustaka Pembuatan Program Simulasi Metode Beda Hingga (Finite-Difference) Interpolasi Lagrange Skala Ulang Parameter BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Simulasi Perambatan Soliton akibat Gangguan pada Amplitudo Simulasi Interaksi Dua Buah Soliton BAB 5 KESIMPULAN SARAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 1

8 iv DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. (a) Struktur untai komplementer DNA yang membentuk DNA beruntai ganda... (b) Struktur molekul DNA. Atom karbon berwarna hitam, oksigen merah, nitrogen biru, fosfor hijau, dan hidrogen putih... Gambar. Proses replikasi DNA... 3 Gambar 3 Solusi soliton pada DNA model PBD... 4 Gambar 4. Representasi grafis model pegas sederhana untuk rantai DN... 4 Gambar 5. Kurva suatu fungsi f(x) yang dibagi sama besar berjarak h... 8 Gambar 6. Karekteristik solusi persamaan NLS soliton DNA model PBD hingga orde-3 stabil... 1 (a) profil soliton DNA dalam tiga dimensi... 1 (b) plot hubungan y n (pm) terhadap nl (pm), dimana grafik berwarna merah menunjukkan grafik pada saat T awal, dan grafik biru menunjukkan grafik pada saat T akhir... 1 Gambar 7. Karekteristik solusi persamaan NLS soliton DNA model PBD hingga orde-3 Gangguan I (a) profil soliton DNA dalam tiga dimensi (b) plot hubungan y n (pm) terhadap nl (pm), dimana grafik berwarna merah menunjukkan grafik pada saat T awal, grafik biru menunjukkan grafik pada saat T akhir, dan grafik hijau menunjukkan saat terjadinya undulasi Gambar 8. Karekteristik solusi persamaan NLS soliton DNA model PBD hingga orde-3 Gangguan II (a) profil soliton DNA dalam tiga dimensi (b) plot hubungan y n (pm) terhadap nl (pm), dimana grafik berwarna merah menunjukkan grafik pada saat T awal, dan grafik biru menunjukkan grafik pada saat T akhir Gambar 9. Karekteristik solusi persamaan NLS soliton DNA model PBD hingga orde-3 Gangguan III (a) profil soliton DNA dalam tiga dimensi untuk θ =

9 v Gambar 10. Gambar 11. (b) plot hubungan y n (pm) terhadap nl (pm), dimana grafik berwarna merah menunjukkan grafik pada saat T awal, dan grafik biru menunjukkan grafik pada saat T akhir Karekteristik solusi persamaan NLS soliton DNA model PBD hingga orde-3 Gangguan III (a) profil soliton DNA dalam tiga dimensi untuk θ = π (b) plot hubungan y n (pm) terhadap nl (pm), dimana grafik berwarna merah menunjukkan grafik pada saat T awal, dan grafik biru menunjukkan grafik pada saat T akhir Karekteristik solusi persamaan NLS soliton DNA model PBD hingga orde-3 Gangguan III (a) profil soliton DNA dalam tiga dimensi untuk θ = π (b) plot hubungan y n (pm) terhadap nl (pm), dimana grafik berwarna merah menunjukkan grafik pada saat T awal, dan grafik biru menunjukkan grafik pada saat T akhir... 17

10 vi DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran A. Diagram Alir Penelitian... Lampiran B. SkalaUlang Parameter Persamaan NLS Tahap Lampiran C. Skala Ulang Parameter Persamaan NLS Tahap... 3 Lampiran D. Source Code Program dengan software Matlab... 5

11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika transkripsi Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) adalah salah satu gejala fisis yang paling menarik dalam biofisika modern karena terkait dengan dasar kehidupan. 1 Pada tahun-tahun terakhir gagasan bahwa eksitasi nonlinier memainkan peran dalam dinamika DNA telah menjadi semakin populer, sehingga selanjutnya semakin banyak penelitianpenelitian terkait dengan dinamika soliton DNA ini sendiri, seperti penelitian Englander et al, Yomosa 3, Takeno dan Homma 4, Peyrard-Bishop 1, Peyrard- Bishop-Dauxois 5, Zhang 6 dan lain-lain. Ini merupakan suatu hal yang sangat menarik, menelisik bagaimana cetak biru ini dipandang dari sudut pandang seorang fisikawan, tidak hanya di bidang Biologi atau Biokimia. Banyak penelitian Fisika berkaitan dengan gerak internal amplitudo besar DNA sampai pada kesimpulan bahwa molekul dapat ditinjau sebagai sistem dinamika nonlinier yang terkait dengan gejala soliton. 1-6 Struktur heliks ganda DNA mengalami dinamika yang sangat kompleks. Pengetahuan tentang dinamika tersebut dapat memberikan wawasan yang dalam mengenai berbagai fenomena biologis terkait seperti transkripsi, translasi dan mutasi. Diyakini dengan pemahaman akan mekanisme organisme elementer (DNA), kelak diharapkan fenomena makroskopis organisme hidup bisa dijelaskan dan diprediksi dengan akurat dan mudah. Permasalahan utama dalam biofisika sendiri adalah bagaimana menghubungkan sifat fungsional DNA dengan struktur dan karakteristik fisik dinamik-nya. Dari sudut pandang fisikawan, molekul DNA tak lain adalah sistem yang terdiri dari banyak atom berinteraksi, tersusun dengan cara tertentu dalam ruang. 7 Sebuah hirarki dari model yang paling penting bagi dinamika nonlinier DNA disajikan oleh Yakushevich. 8 Salah satu model dinamika DNA telah diajukan oleh Peyrard dan Bishop 1 yang kemudian dikembangkan oleh Dauxois. 9,10 Selanjutnya dalam laporan tugas akhir ini, model tersebut disingkat menjadi model PBD. Model PBD terutama ditujukan untuk menggambarkan proses peregangan pasangan basa DNA (denaturasi). Berbeda dengan dua paper Peyrard-Bishop 11 sebelumnya, dalam model PBD juga diperhitungkan efek helikoidal yang menggambarkan interaksi antara dua rantai DNA akibat struktur heliks. Soliton DNA model PBD menggambarkan dinamika peregangan pada ikatan hidrogen antar nukleotida dalam rantai yang berbeda yang direpresentasikan oleh potensial Morse, yang terlokalisasi dan bersifat stabil. Dalam model pendekatan potensial Morse hingga orde 4 dikendalikan oleh persamaan Nonlinear Schrodinger (NLS). 1 Profil sebaran rapat energinya menyerupai gundukan yang terpusat dalam rentang ruang berhingga. Setiap soliton dicirikan oleh sifat tidak berubahnya topologi yang menunjukkan sifat kestabilannya. Pada penelitian ini, dilakukan analisis numerik yaitu membuat simulasi model menggunakan pemrograman MATLAB dari solusi analitik persamaan NLS yang telah diperoleh pada penelitian Hermanudin 1 sebelumnya. Untuk menentukan solusi numerik dari persamaan NLS ini, metode yang digunakan adalah metode beda hingga (finite- difference) dibantu dengan interpolasi Lagrange. 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menentukan solusi numerik dinamika dan interaksi soliton DNA model PBD yang diberi efek gangguan dengan menggunakan metode beda hingga (finitedifference) dan interpolasi Lagrange, serta menjelaskan pengertian fisis yang terjadi dari solusi numerik yang diperoleh. Dalam perhitungannya digunakan software MATLAB.

12 1.3 Perumusan Masalah Pada penelitian sebelumnya, telah diperoleh solusi analitik untuk dinamika DNA model PBD hingga orde ke-4. 1 Lalu ada penelitian ini akan ditinjau pemecahan solusi numerik persamaan soliton DNA model PBD dengan memberikan efek gangguan menggunakan metode beda hingga untuk dinamika DNA model PBD hingga orde ke Hipotesis Solusi numerik yang akan diperoleh dari dinamika dan interaksi DNA model PBD yang diberikan efek gangguan akan menunjukkan hasil yang berbeda dengan solusi eksak tanpa gangguan. BAB TINJAUAN PUSTAKA.1 Deoxyribose Nucleic Acid (DNA) DNA atau Deoxyribo Nucleic Acid merupakan substansi penurunan sifat yang erat kaitannya dengan hampir semua aktivitas biologi. DNA adalah asam nukleotida, biasanya dalam bentuk heliks ganda yang mengandung instruksi genetik yang menentukan perkembangan biologis dari seluruh bentuk kehidupan sel. DNA berbentuk polimer panjang nukleotida, mengkode barisan residu asam amino dalam protein dengan menggunakan kode genetik, sebuah kode nukleotida triplet. 13 DNA pada pengertian sempit adalah suatu cetakan untuk membuat protein. 14 DNA membawa informasi genetik sel dan terdiri dari ribuan gen. Setiap gen berfungsi sebagai cetakan untuk membangun sebuah molekul protein. Protein melakukan tugastugas penting untuk fungsi sel atau berfungsi sebagai blok bangunan. Aliran informasi dari gen ini menentukan komposisi protein dan fungsi dari sel itu sendiri. 15 DNA tersusun sebagai untai komplementer dengan ikatan hidrogen di antara mereka. Masing-masing untai DNA adalah rantai kimia batu bata penyusun, yakni nukleotida, yang terdiri dari empat tipe: Adenine (A), Cytosine (C), Guanine (G) dan Thymine (T). 13 DNA mengandung informasi genetika yang diwariskan oleh keturunan dari suatu organisme; informasi ini ditentukan oleh barisan pasangan basa. Sebuah untai DNA mengandung gen, sebagai cetak biru organisme. Rantai DNA memiliki lebar -4 Å, sementara panjang satu unit nukleotida 3,3 Å. 13 Struktur komplementer dan molekul DNA ditunjukkan oleh Gambar 1. Replikasi DNA adalah proses penggandaan rantai ganda DNA. Proses replikasi DNA ini ditunjukkan oleh Gambar. Gambar (a) (b) (a) Struktur untai komplementer DNA yang membentuk DNA beruntai ganda. (b) Struktur molekul DNA. Atom karbon berwarna hitam, oksigen merah, nitrogen biru, fosfor hijau, dan hidrogen putih.

13 3 Replikasi DNA Dua molekul DNA semikonservatif baru DNA Induk Tahap 1 Pembukaan rantai DNA Tahap Melengkapi pasangan basa Gambar. Proses Replikasi DNA. 16 Tahap 3 Pembentukan gula fosfat yang menghubungkan nukleotidanukleotida pada dua rantai baru Satu pengamatan penting yang menuntun Watson dan Crick ke penemuan terkenal dari struktur heliks ganda DNA adalah basa cenderung berpasangan melalui ikatan hidrogen dan pasangan yang terbentuk oleh purin dan pirimidin memiliki ukuran yang hampir sama sehingga pasangan-pasangan demikian membentuk struktur dua rantai nukleotida berikatan hidrogen yang sangat teratur. Barisan pasangan basa dalam DNA mengkode informasi untuk mensintesa protein, adalah polimer yang terdiri dari 0 asam amino berbeda. Ikatan hidrogen pada pasangan basa dalam DNA ini pada suatu saat dapat mengalami pemutusan yang disebut dengan proses denaturasi. Selama replikasi DNA, yang terjadi selama pembelahan sel, misalnya molekul disalin dengan cara membukanya seperti ritsleting.transkripsi DNA adalah pembacaan gen tunggal untuk mensintesa protein. 5 Pada sel, replikasi DNA terjadi sebelum pembelahan sel. Sel prokariot terus-menerus melakukan replikasi DNA, sedangkan sel eukariot waktu terjadinya replikasi DNA sangat teratur, yaitu pada fase S daur sel, sebelum mitosis atau meiosis I. Penggandaan tersebut memanfaatkan enzim DNA polimerase yang membantu pembentukan ikatan antara nukleotidanukleotida penyusun polimer DNA. Proses replikasi DNA dapat pula dilakukan in vitro dalam proses yang disebut reaksi berantai polimerase (PCR). Replikasi DNA dikatakan semikonservatif jika masing-masing strand DNA berlaku sebagai template untuk sintesa rantai baru, dua molekul DNA baru akan dihasilkan, masing-masing dengan satu rantai baru dan satu rantai lama. Proses ini disebut replikasi semikonservatif. 17. Solusi Soliton DNA Model PBD Teraproksimasi Untuk mendeskripsikan gerak internal DNA dimulai dengan memilih model aproksimasi yang bersesuaian. Biasanya pilihan model bergantung pada masalah yang ditinjau dan akurasi deskripsi yang diperlukan. 18 Dalam hal ini untuk gejala denaturasi DNA digunakan model PBD. Sedang untuk mempelajari dinamika model nonlinier DNA model PBD tersebut, diperlukan suatu algoritma yang mencakup beberapa unsur, yaitu memilih gerakan yang dominan, mengkonstruksikan persamaan diferensial parsial terkait dan mencari solusi untuk persamaan, serta menginterpretasikan solusi yang diperoleh. 8 Gejala denaturasi pada dinamika DNA ditunjukkan oleh adanya solusi soliton. Representasi grafis dari solusi persamaan gerak yang memiliki solusi soliton ditunjukkan oleh Gambar 3 yang ditafsirkan sebagai keadaan peregangan untai ganda DNA. Dalam dinamika replikasi DNA, DNA diasumsikan mengalami tiga gerakan, yaitu gerak longitudinal (searah sumbu x), gerak bending (searah sumbu y), dan gerak memutar (torsional).

14 4 yn (pm) s 1 u n-1 u n u n+1 k m Morse Potensial Gambar 3. Solusi soliton pada DNA model PBD Bentuk B-DNA dalam model Watson-Crick merupakan heliks ganda, terdiri atas dua alur s 1 dan s (Gambar 4) yang dihubungkan oleh interaksi secara harmonik dengan tetangga terdekat di sepanjang rantai. Untai dipasangkan satu sama lain oleh suatu ikatan hidrogen, yang bersesuaian untuk perpindahan transversal nukleotida. 5 Berdasarkan Gambar 4, diasumsikan bahwa massa nukleotida pada DNA sebagai m dan kopling k konstan di sepanjang untai yang sama. 5 Struktur helikoid dari untai DNA menunjukkan bahwa nukleotida dari untai yang berbeda menjadi cukup dekat, sehingga nukleotida-nukleotida tersebut dapat berinteraksi melalui filamen air, artinya bahwa nukleotida n salah satu rantai berinteraksi dengan (n+h) dan (n-h) nukleotida lainya. Nukleotida selanjutnya mengalami perpindahan gerak transversal u n dan v n dari posisi kesetimbangannya di 4 sepanjang arah ikatan hidrogen, Hamiltonian untuk rantai DNA menjadi 9,10 H = m u + v + k u n u n 1 + v n v n 1 + K u n v n+h + u n v n h + nl (pm) D e a u n v n 1... (1) dimana k adalah konstanta harmonik helicoid untuk untai yang sama; K adalah konstanta harmonik helicoid untuk untai yang berbeda; H adalah Hamiltonian potensial morse yang mendekati potensial ikatan hidrogen. D adalah kedalaman potensial morse; dan a adalah jarak antar nukleotida pada rantai yang berbeda. s Gambar 4. Representasi grafis model pegas sederhana untuk rantai DNA. 5 Dengan membuat transformasi ke koordinat pusat massa yang mewakili gerak tranversal ke dalam dan keluar, maka akan lebih mudah menggambarkan gerakan dua alur, yaitu x n = u n +v n, y n = u n v n... () Bentuk Persamaan (1) setelah di transformasi ke koordinat pusat massa Persamaan () : H x n = m x n + k x n x n 1 + K x n + x n+h + x n + x n h... (3) H y n = m y n + k y n y n 1 + K y n + y n+h + y n + y n h + D e a y n 1... (4) dari hubungan Persamaan (3) dan (4) akan diperoleh persamaan dinamika DNA yang menggambarkan gelombang linear dan non linear mx n = k x n+1 + x n 1 x n + K x n+h + x n h x n... (5) dan k my = k y n+1 + y n 1 y n K y n+h +y n h + y n ad e a y n 1 e a y n (6) Seperti dijelaskan dengan asumsi DNA bergerak dengan amplitudo sangat kecil dalam beberapa artikel dapat menerapkan transformasi y = εφ n atau Φ n = y n ; (ε 1)... (7) ε m v n v n-1 v n+1

15 5 Substitusi Persamaan (6) ke Persamaan (7) (yang artinya diasumsikan bahwa osilasi nukleotida cukup besar untuk anharmonik, tetapi masih cukup kecil sehingga partikel berosilasi di sekitar bagian bawah potensial Morse) menjadi Φ n = k m K m Φ n+1 + Φ n 1 Φ n Φ n+h + Φ n h + Φ n ω g (Φ n + εαφ n + ε βφ n 3 )... (8) dimana: ω g = 4a D, α = 3a 7a, β = (9) m 3 agar Persamaan (8) dapat dipecahkan, harus diterapkan pendekatan semi-diskrit yang artinya bahwa mencari solusi dalam bentuk gelombang soliton DNA model PBD. Φ n t = F 1 εnl, εt e iθ n + ε F 0 εnl, εt + F εnl, εt e iθ n e i3θ n +c. c + O ε 3... (10) dengan θ θ n = nql ωt,... (11) dimana l adalah jarak antara dua nukleotida tetangga pada untai yang sama; ω adalah frekuensi optik dari getaran pendekatan linier; q adalah bilangan gelombang soliton DNA; dan c.c adalah istilah conjugate-complex dari fungsi F 0. 5 Untuk memecahkan Persamaan (10), fungsi F i akan ubah ke bentuk kontinu. dengan mengambil batas nl z dan menerapkan transformasi Z = εz, T = εt... (1) sehingga menghasilkan pendekatan kontinu berikut F ε n ± h l F Z, T ± F Z Z, T εlh + 1 F ZZ(Z, T)ε l h... (13) dimana F Z dan F ZZ berarti turunan terhadap Z. Hal ini memungkinkan untuk 5 mendapatkan ekspresi baru untuk fungsi Φ n (t) : Φ n t = F 1 Z, T e iθ n + ε F 0 Z, T + F Z, T e iθ n + c. c = F 1 e iθ n + ε F 0 + F e iθ n + F 1 e iθ n + εf e iθ n... (14) Dari Persamaan (10) - (14) diperoleh keadaan untuk semua persamaan dalam Persamaan (8). Kasus kontinu dari Persamaan (8) adalah menyamakan koefisien untuk berbagai keadaan. Sebagai contoh, dengan menyamakan koefisien untuk e iθ n kemudian diperoleh hubungan dispersi ω = k 1 cos ql + K cos qhl + m m 1+ωg... (15) Selanjutnya, dengan menurunkan Persamaan (15) secara implisit terhadap q ( ω ) maka akan diperoleh kecepatan grup q V g = F = l ωm k sin(ql) K sin(qhl)... (16) Dengan cara yang sama yaitu menyamakan koefisien untuk e i0 = 1 yang artinya cos ql = cos qhl = 1, diperoleh F 0 = α dengan μ = α 1 + 4K mω g maka diperoleh hubungan 1+ 4K m ω g F 1... (17) 1 F 0 = μ F 1... (18) Asumsikan e iθ n untuk koefisien F ω g α F k m cos ql 1 K m cos qhl +1 +4ω 1... (19) dengan δ = ω g α k m cos ql 1 K cos qhl +1 +4ω m hubungannya menjadi F = δf 1... (0) Fungsi F 0 dan F kemudian dapat dinyatakan ke dalam bentuk fungsi F 1 dengan menggunakan transformasi koordinat yang baru lagi S = Z V g T atau Z = V g T + S, τ = εt... (1) Untuk koefisien e iθ n kasus kontinu

16 6 ε F 1TT iωεf 1T ω F 1 = k m {F 1 cos ql 1 + iεlf 1Z sin ql + ε l F 1ZZ cos ql }e iθ n K m {F 1 cos qhl iεlh F 1Z sin qhl + ε l h F 1ZZ cos(qhl)}e iθ n ω g F 1 + ε α μ + δ + 3β F 1 1 F 1 e iθ n... () Berdasarkan Persamaan () maka persamaan NLS dapat ditulis if 1τ + 1 l k cos ql K ω m h cos(qhl) VgF1SS ωgωαμ+δ+3βf11f1=0... (3) dengan koefisien dispersi P = 1 ω l m k cos ql K h cos(qhl) Vg... (4) Q = ω g ω α μ + δ + 3β... (5) Maka persamaan NLS pada Persamaan (3) dapat ditulis menjadi5 if 1τ + PF 1SS + Q F 1 F 1 = 0... (6) Untuk menyelesaikan Persamaan (6) harus menggunakan ansatz (tebakan), sehingga dapat diperoleh solusi eksak soliton DNA. Persamaan ansatz dari persamaan NLS tersebut diberikan F 1 S, τ = u(s)e iστ... (7) dengan σ merupakan frekuensi gelombang soliton DNA yang berperan sebagai variabel bebas dan u(s) merupakan fungsi real. Kemudian Persamaan (7) disubstitusikan ke Persamaan (6) σu + P u S + Qu3 = 0... (8) Selanjutnya Persamaan (8) dikali dengan du ds, diperoleh σu du + P d u du du + ds ds Qu3 = 0... (9) ds ds Persamaan (9) dapat dituliskan kembali dalam bentuk 1 d ds σu + P du ds yang mengindikasikan bahwa σu + P du ds + Q u4 = 0... (30) + Q u4 = c... (31) dimana c merupakan sebuah konstanta. Selanjutnya kembali akan diberikan batasan pada solusi yang memiliki kondisi du 0 dan u 0 pada S ± dan ds mengimplikasikan c = 0. Dari hasil ini dapat ditulis kembali Persamaan (31) menjadi atau du ds = 1 P σu Q u4... (3a) du = ds σ u Q u P/Q... (3b) Misalkan u = σ sin ψ dan Q du = σ Q cos ψ dψ, maka ruas kanan Persamaan (3b) dalam variable ψ dapat ditulis menjadi du σ u Q u dψ... (33) σ Q sin ψ Integrasikan ruas kanan Persamaan (33) terhadap variable ψ, diperoleh dψ = σ Q sin ψ 1 ln 1 cos ψ σ sinψ sin ψ Q... (34) Ruas kanan Persamaan (34) dalam variabel u dapat dinyatakan 1 σ Q ln 1 cos ψ sinψ sin ψ = 1 ln σ Q σ Q 1 1 u Q σ u... (35)

17 Sedangkan integrasi ruas kanan untuk Persamaan (3b) diperoleh ds P/Q = S P Q... (36) Dengan demikian pesamaan yang harus dipecahkan adalah ln σ Q 1 1 u Q σ u = S σ P (37) Dari Persamaan (37) diperoleh persamaan untuk u u S = σ Q exp S σ P 1+exp S σ P... (38) Bentuk solusi Persamaan (38) dapat diubah menjadi bentuk trigonometri berikut u S = σ Q sech S σ P... (39) Substitusi Persamaan (39) ke Persamaan (7) maka diperoleh F 1 S, τ = σ Q sech S σ P eiστ (40) Solusi eksak untuk Φ n (t) dalam ekspresi F 1 berdasarkan Persamaan (14), (18) dan (0) adalah Φ n t = F 1 e iθ n + ε μ F 1 + δf 1 e iθ n + c. c... (41) Substitusi Persamaan (38) ke Persamaan (39) Φ n t = Φ n t = σεμ σ Q sech S σ P ei στ +θ n + sech S σ + Q P σεδ sech S σ e i(στ +θ n ) + Q P c. c... (4a) σ Q sech S σ P θ n + σεδ Q σεδ Q sech S σ P cos στ + sech S σ P cos (στ + θ n )... (4b) dengan F = σ Q sech S σ P, maka substitusi Persamaan (4b) ke Persamaan (7) diperoleh 1 y n = εf cos στ + θ n + ε F μ + δ cos (στ + θ n ) (43) Penurunan untuk solusi analitik ini diperoleh dan dapat dilihat secara lengkap pada penelitian Hermanudin 1. Dalam perhitungan pada penelitian ini juga, digunakan nilai variabel-variabel karakteristik DNA, yaitu sebagai berikut k = 3K = 4 N/m, l = 3,4 x m, m = 5,1 x 10 5 kg, a = x m 1, D = 0,1 ev. Massa yang digunakan dalam hal ini merupakan massa rata-rata untuk empat buah nukleotida (h = 4). 9,10 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Teori dan Komputasi, Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor dari bulan Februari 011 sampai dengan Januari Peralatan Peralatan yang digunakan adalah perangkat komputer dengan software yang digunakan MATLAB R010b dan Microsoft Office 007. Sebagai pendukung penulis menggunakan sumber literatur, yaitu jurnal-jurnal ilmiah, bukubuku, dan sumber-sumber lain yang terkait. 3.3 Metode Penelitian Metode penelitian ini adalah mencari solusi numerik dari dinamika gangguan soliton DNA model Peyrard-Bishop- Dauxois (PBD) orde ke-3 dengan menggunakan metode finite-difference

18 8 dibantu dengan interpolasi Lagrange. Langkah-langkah yang dilakukan secara garis besar adalah studi pustaka dan pembuatan program simulasi Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan dengan membaca dan memahami jurnal-jurnal dan buku-buku yang berkaitan dengan penelitian ini. Studi pustaka juga membantu dalam menganalisis hasil simulasi yang dilakukan Pembuatan Program Simulasi Membuat sintak simulasi dengan bantuan software MATLAB menggunakan interpolasi Lagrange dan metode finite-difference. Termasuk dengan mengubah persamaan dinamika DNA model PBD ke dalam persamaan finite-difference dan interpolasi Lagrange Metode Beda Hingga (Finite Difference) Sebuah aplikasi penting dari persamaan diferensial adalah dalam analisis numerik, terutama dalam persamaan diferensial numerik, tujuannya untuk menentukan solusi numerik dari persamaan diferensial biasa dan parsial. Idenya adalah dengan menggantikan turunan yang muncul dalam persamaan diferensial dengan persamaan finitedifference yang teraproksimasi. Metode yang dihasilkan kemudian disebut metode beda hingga. 19 Atau dalam kata lain, metode beda hingga (finite-difference) diterapkan untuk persamaan diferensial dengan melibatkan pergantian semua turunan dengan formula perbedaan (difference). 0 Metode ini digunakan untuk membantu dalam menentukan solusi numerik dari Persamaan NLS (6) sebelumnya [halaman 11]. Persamaan tersebut kemudian dapat diubah ke dalam bentuk persamaan differensial biasa, menjadi i F t + P F x + Q F F = 0... (44) Maka persamaan tersebut dapat diselesaikan dengan melakukan pendekatan numerik beda hingga untuk masing-masing turunan parsial. Untuk melakukannya pertama kali pilih angka integer sembarang yaitu N dimana N > 0 dan membagi interval [a, b] dengan (N + 1) sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 5, sedemikan rupa sehingga h = b a... (45) N+1 Dengan demikian maka titik-titik x yang merupakan sub-interval antara a dan b dapat dinyatakan sebagai 1 x n = a + nh, n = 0,1,, N (46) Karena Persamaan (44) dibangun oleh dua parameter x dan t, maka selanjutnya parameter t juga dapat dituliskan sebagai t m = a + mh, m = 0,1,, N (47) dimana h dapat pula dideskripsikan sebagai Δx dan Δt (h = Δx = Δt) dengan menyesuaikan parameter yang dimaksud. Selanjutnya Persamaan (44) akan diubah ke dalam bentuk formula metode beda hingga. Pencarian solusi persamaan diferensial melalui pendekatan numerik dilakukan dengan memanfaatkan polinomial Taylor yang dapat dituliskan F x n + x = F x n + x F x xn + x F + x 3 3 F x x n 3! + x 3 x n... (48) Gambar 5. Kurva suatu fungsi f(x) yang dibagi sama besar berjarak h. 0

19 9 sedangkan polinomial Taylor untuk F n+1 dan F n 1 dapat dinyatakan F n+1 = F x n + x F + x F + x x n x x n x 3 3! 3 F x 3 x n +... (49) F n 1 = F x n x F + x F + x x n x x n x 3 3! 3 F x 3 x n +... (50) Jika Persamaan (49) dikurangi dengan Persamaan (50) maka F n+1 F n 1 = x F x x n + ( x) 3 3! 3 F x 3 x n +... (51) Turunan F x n terhadap x adalah F = F n +1 F n 1 ( x)3 3 F + x x n x 3! x 3 x n... (5a) atau F F n +1 F n 1 ( x)3 3 F + x x n x 3! x 3 x n... (5b) Selanjutnya ruas kanan pada Persamaan (5b) dapat dikatakan sebagai error dari Persamaan (51) yang artinya nilainya dapat diabaikan dengan memberikan notasi O. Sehingga Persamaan (51) dapat dituliskan kembali menjadi F = F n +1 F n 1 + O( x)... (53) x x n x Kemudian jika Persamaan (49) dijumlahkan dengan Persamaan (50), maka F n+1 + F n 1 = F x n + ( x) F + x x n ( x) 4 4! 4 F x 4 x n +... (54) Turunan kedua dari F x n terhadap x adalah F x x n = F n +1 F n +F n 1 x atau + ( x) 4 F 1 x 4 x n (55a) F = F n +1 F n +F n 1 + O( x )... (55b) x x n x Selanjutnya dilakukan aproksimasi turunan waktu ( F ) pada Persamaan (44) t berdasarkan Persamaan (53). Dimana dapat dituliskan persamaannya F = F m n +1 +Fm n ( t)... (56) t t m +1,x n t Sementara aproksimasi untuk turunan kedua terhadap jarak ( F x ) pada Persamaan (44) berdasarkan Persamaan (55b) dalam iterasi waktu ke-m dapat dituliskan persamaannya F = F n m 1+F m n F m n 1 + O( x )... (57) x x n x Kemudian Persamaan (56) dan (57) disubstitusikan ke Persamaan (44) maka i F x n,t m +1 F(x n,t m 1 ) + P F x n +1,t m F x n,t m + F(x n 1,t m ) + Q F F = 0 Δt Δx F x n, t m +1 F x n, t m 1 = i Δt P(F x Δx n+1, t m F x n, t m + F x n 1, t m ) + Q F(x n, t m ) F(x n, t m ) F x n, t m +1 = i Δt P(F x Δx n+1, t m F x n, t m + F x n 1, t m ) + Q F(x n, t m ) F(x n, t m ) + F x n, t m 1... (58) Persamaan (58) inilah yang selanjutnya diubah ke dalam bahasa pemrograman MATLAB Interpolasi Lagrange Pada metode finite-difference sebelumnya telah diuraikan bahwa untuk menentukan solusi numerik, cara pertama dengan memilih angka integer sembarang yaitu N dimana N > 0 dan membagi

20 10 interval [a, b]. Sebelum menentukan nilai a dan b, harus diketahui terlebih dahulu nilai titik-titik sebelum a dan nilai titiktitik setelah b, agar mempermudah dalam menentukan nilai a dan b yang dimaksud. Untuk itu digunakanlah interpolasi Lagrange dalam menentukan titik-titik tersebut. Interpolasi Lagrange diterapkan untuk mendapatkan fungsi polinomial P(x) berderajat tertentu yang melewati sejumlah titik data. Misalnya, untuk mendapatkan fungsi polinomial berderajat satu yang melewati dua buah titik yaitu (x 0, y 0 ) dan (x 1, y 1 ). 1 Langkah pertama yang dilakukan adalah mendefinisikan fungsi berikut 10 dan L 0 x = x x 1 x 0 x 1... (59a) L 1 x = x x 0 x 1 x 0... (59b) kemudian definisikan fungsi polinomial sebagai berikut P x = L 0 x y 0 + L 1 (x)y 1... (60) Substitusi Persamaan (59a) dan (59b) ke Persamaan (60), maka akan didapat P x = x x 1 x 0 x 1 y 0 + x x o x 1 x 0 y 1... (61) dan ketika x=x 0 P x 0 = x 0 x 1 x 0 x 1 y 0 + x 0 x o x 1 x 0 y 1 = y 0... (6a) dan pada saat x=x 1 P x 1 = x 1 x 1 x 0 x 1 y 0 + x 1 x o x 1 x 0 y 1 = y 1...(6b) Dari persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa Persamaan (61) benarbenar melewati titik (x o, y o ) dan (x 1, y 1 ). Persamaan (61) dinamakan interpolasi Lagrange derajat 1. Nama interpolasi ini diambil dari nama penemunya, yaitu Joseph Louis Lagrange yang berkebangsaan Perancis. Bentuk umum interpolasi Lagrange derajat n untuk (n+1) titik berbeda adalah P x = n i=0 y i dengan i = 0, 1,,..., n dan L i x = n j =0 j i L i x = y 0 L 0 x + y 1 L 1 x + + y n L n. (63) x x j x i x j = x x 0 x x 1 x x i 1 x x i+1 x x n (64) (x i x) x i x i x i x i 1 x i x i+1 (x i x n ) Mudah dibuktikan bahwa: L i x j = 1, i = j 0, i j dan polinom interpolasi P(x) melalui setiap titik data. 3 Jika terdapat N data yang terdiri dari titik-titik x 0, x 1, x, x 3, dan seterusnya, x 1 x x 3 x x 0 x 4 N h h h h h dan jarak antara titik satu dengan lainnya adalah h, maka Persamaan (63) dapat ditulis untuk tiga titik terdekat (x 0, x 1, x, x 3 ) P x = x x 1 (x x ) x 0 x 1 (x 0 x ) y 0 + x x 0 (x x ) x 1 x 0 (x 1 x ) y 1 + x x 0 (x x 1 ) x x 0 (x x 1 ) y P x = h ( 3h) h ( h) y 0 + h ( 3h) h( h) y 1 + h ( h) y h (h) P x = 3y 0 3y 1 +y... (65)

21 11 Persamaan (65) kemudian dibuat dalam bentuk algoritma dengan menggunakan bahasa MATLAB Skala Ulang Parameter Dalam pengerjaannya, nilai variabelvariabel yang digunakan pada persamaan NLS ini masih mengalami masalah dalam perhitungan numeriknya, dimana nilai yang digunakan masih terlalu besar untuk cakupan numerik pada software MATLAB sehingga error yang dihasilkan juga menjadi cukup besar. Untuk mengatasi masalah ini, maka dilakukanlah skala ulang terhadap nilai parameter pendukung. Skala ulang parameter ini tidak mengubah persamaan, tetapi dilakukan dengan cara memasukkan variabel pengali lain yang nilainya kecil yang dapat ditentukan sendiri, ke dalam parameter t, x, dan F, sehingga nilai ketiga parameter tersebut menjadi lebih kecil (penurunan lengkap dapat dilihat pada Lampiran B dan C) t t ; x x P σ σ ; dan F ψf σ φ Q... (66) dimana φ dan ψ merupakan variabel skala ulang yang dimaksud. Nilai kedua variabel ini harus disesuaikan dengan parameter t, x, dan F agar diperoleh hasil yang tepat. Dalam hal ini nilai variabel φ dan ψ berturut-turut digunakan nilai 0,0005 dan 0,03 untuk gangguan pertama dan kedua, serta 0,001 dan 0,03 untuk gangguan ketiga. Nilai ini diperoleh dari hasil trial and error yang dilakukan selama penelitian. Parameter t, x, dan F yang telah diskala ulang, kemudian disubstitusi ke Persamaan (58), sehingga persamaannya menjadi: F x n, t m +1 = iφ Δt Δx (F x n+1, t m F x n, t m + F x n 1, t m ) + ψ Δt Q F 1 F 1 + F x n, t m... (67) Selain persamaan utama, persamaan anzats yang digunakan juga mengalami perubahan. Dengan cara yang sama variabel t, x, dan F yang telah diskala ulang dan disubstitusi ke Persamaan (40) [halaman 7], sehingga diperoleh hasil F = ψ sech x φ... (68) Dalam penelitian ini, solusi numerik dari persamaan NLS stabil diberikan tiga kasus gangguan. Hal ini dengan cara memberikan variabel tambahan pada persamaan ansatz, sehingga dapat diamati perubahan dari masing-masing keadaan setelah diberi gangguan. Ketiga persamaan tersebut adalah F x n, t m = ψ sech x φ F x n, t m = ψ sech 1 + ε x φ 1 + ε... (69a) 1 + ε... (69b) F x n, t m = (sech x i+x 0 ψ φ sech x i x 0 φ + e iθ )... (69c) Persamaan (69a), (69b), dan (69c) selanjutnya digunakan untuk menggantikan Persamaan ansatz (68) solusi stabil. Sama seperti Persamaan (68) persamaan-persamaan tersebut digunakan untuk menentukan solusi baru dari persamaan NLS soliton DNA yang digunakan. Dari ketiga persamaan ini akan dihasilkan solusi baru yang berbeda dengan solusi stabilnya. Persamaan-persamaan yang telah diubah ke dalam bentuk persamaan metode beda hingga dan interpolasi Lagrange, serta telah dilakukan skala ulang kemudian disusun dalam bahasa pemrograman MATLAB [Lampiran D]. Dari program simulasi ini akan ditampilkan output berupa grafik tiga dimensi yang merupakan hasil solusi numerik dari soliton DNA model PBD ini. Solusi numerik yang telah diperoleh ini selanjutnya diamati dan dianalisa, sehingga dapat dijelaskan fenomena yang terjadi.

22 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Melalui penerapan metode bedahingga dengan interpolasi Lagrange sebagai syarat batas terkait, maka solusi numerik dari dinamika dan interaksi soliton DNA model PBD dapat dicari dan disajikan dalam bentuk grafik tiga dimensi. Hasil perhitungan dibagi menjadi empat keadaan, yaitu keadaan tanpa gangguan kecil, dengan gangguan kecil, serta interaksi antara dua buah solusi soliton. Untuk solusi numerik pada kondisi stabil (tanpa gangguan), dihasilkan solusi soliton yang memiliki karakteristik stabil sejak waktu awal (T = 0) hingga waktu akhirnya. Hasil solusi numerik pada kondisi stabil ini ditunjukkan oleh Gambar 6. Dari Gambar 6 tampak bahwa dari solusi yang diperoleh membentuk profil soliton dengan amplitudo yang cukup stabil yaitu 1,189 pm. Dari hasil ini, seperti pada penelitian Hermanudin 13, maka dapat dikatakan persamaan ansatz (tebakan) yang digunakan sudah tepat. Dari gambar juga tampak gambaran umum dari proses replikasi (denaturasi) DNA yang bergerak dominan ke arah u n. yn (pm) nl (pm) (a) T (s) yn (pm) nl (pm) (b) Gambar 6. Karekteristik solusi persamaan NLS soliton DNA model PBD hingga orde-3 stabil. (a) profil soliton DNA dalam tiga dimensi. (b) plot hubungan y n (pm) terhadap nl (pm), dimana grafik berwarna merah menunjukkan grafik pada saat T awal, dan grafik biru menunjukkan grafik pada saat T akhir.

23 Simulasi Perambatan Soliton Akibat Gangguan pada Amplitudo Setelah diperoleh solusi untuk persamaan NLS kubik soliton DNA model PBD yang stabil, selanjutnya, solusi stabil tersebut diberikan gangguan kecil terhadap amplitudo yaitu dengan cara mengalikan Persamaan (68) yang stabil dengan suatu nilai 1 + ε [lihat Persamaan (69a) pada halaman 11]. Dalam hal ini digunakan nilai ε = 0,5. Pada kasus pertama ini, tampak terjadi perubahan dari solusi stabil (Gambar 6) sebelumnya setelah diberikan gangguan. Soliton DNA yang terbentuk mengalami undulasi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7(a). Pada saat undulasi terjadi penyempitan yang diiringi dengan kenaikan amplitudo, yang pada waktu awal amplitudo sebesar 1,495 pm, sedangkan pada puncak undulasinya amplitudo mencapai,87 pm. Pada Gambar 7(b) juga ditunjukkan bahwa amplitudo untuk solusi gangguan pertama ini lebih tinggi daripada solusi stabilnya. Hal ini menunjukkan bahwa gangguan yang diberikan pada ansatz akan mempengaruhi amplitudo dari soliton. Dengan memberikan gangguan pada solusi stabilnya, artinya akan mengubah profil soliton sendiri. Selain mengalami perubahan amplitudo, tampak pula pada Gambar 7(b), soliton mengalami dispersi yang lebih besar daripada solusi stabilnya (Gambar 6(b)). yn (pm) yn (pm) nl (pm) (a) T (s) nl (pm) (b) Gambar 7. Karekteristik solusi persamaan NLS soliton DNA model PBD hingga orde-3 Gangguan I. (a) profil soliton DNA dalam tiga dimensi. (b) plot hubungan y n (pm) terhadap nl (pm), dimana grafik berwarna merah menunjukkan grafik pada saat T awal, grafik biru menunjukkan grafik pada saat T akhir, dan grafik hijau menunjukkan saat terjadinya undulasi.

24 14 Artinya, gangguan yang diberikan juga mempengaruhi hubungan dispersi pada persamaan Hamiltoniannya. Selanjutnya, gangguan kecil kembali diberikan pada persamaan ansatz untuk solusi stabil dengan cara mengubah Persamaan (68) dengan Persamaan (69b) [lihat halaman 11]. Untuk gangguan kedua ini digunakan ε = 0,5. Profil yang ditunjukkan pada solusi gangguan kedua ini hampir sama dengan gangguan kecil sebelumnya, tetapi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8(a), undulasi yang terjadi tampak lebih lebar dibandingkan dengan gangguan ε = 0,5, namun amplitudo undulasi yang terbentuk lebih kecil, yaitu,437 pm. Dari Gambar 8(b) juga terlihat bahwa amplitudo soliton ini lebih tinggi daripada solusi stabilnya. Dispersi yang terjadi pada kasus dengan gangguan ε = 0,5 lebih besar dan sama seperti kasus ε = 0,5 dimana undulasi pada kasus dengan ε = 0,5 tersebut juga mengakibatkan pengurangan jumlah nukleotida dalam proses denaturasi, hanya saja pada kasus ini, nukleotida yang berkurang lebih sedikit daripada kasus dengan ε = 0,5. Dari hasil simulasi gangguan dengan dua nilai ε berbeda tersebut tampak bahwa pada keduanya terjadi peristiwa undulasi. yn (pm) yn (pm) nl (pm) (a) T (s) nl (pm) (b) Gambar 8. Karekteristik solusi persamaan NLS soliton DNA model PBD hingga orde-3 Gangguan II. (a) profil soliton DNA dalam tiga dimensi. (b) plot hubungan y n (pm) terhadap nl (pm), dimana grafik berwarna merah menunjukkan grafik pada saat T awal, dan grafik biru menunjukkan grafik pada saat T akhir.

25 15 Ketika terjadi penyempitan pada soliton atau dalam kata lain terjadi undulasi, efek nonlinier mengalami ketidakstabilan yang lebih dominan daripada efek dispersinya. Setiap terjadi undulasi menunjukkan terjadinya pengurangan jumlah eksitasi nukleotida yang terlibat dalam proses denaturasi, dimana nukleotida yang pada awalnya dapat meregang terhalangi oleh efek nonlinier ini. 4.. Simulasi Interaksi Dua Buah Soliton Pada simulasi ini, ditinjau propagasi dua soliton yang memiliki jarak x diantara keduanya. Persamaan modifikasi yang digunakan adalah Persamaan (69c), [lihat halaman 11] dengan membuat variasi pada nilai θ, yaitu θ = 0, θ= π, dan θ = π. Hasil simulasi untuk θ = 0 ditunjukkan oleh Gambar 9. Gambar 9(a) menunjukkan bahwa untuk kasus dengan θ = 0 ini, akan terbentuk dua buah soliton yang kemudian mengalami superposisi dengan memberikan kondisi x = 0,03 pm dan θ = 0. Artinya diberikan jarak antara soliton satu dengan yang lain adalah 0,03 pm dengan beda fase 0. Pada gangguan ini tampak pada gambar, kedua soliton yang awalnya terpisah dengan jarak 0,03 pm yn (pm) yn (pm) nl (pm) (a) T (s) nl (pm) (b) Gambar 9. Karekteristik solusi persamaan NLS soliton DNA model PBD hingga orde-3 Gangguan III. (a) profil soliton DNA dalam tiga dimensi untuk θ = 0. (b) plot hubungan y n (pm) terhadap nl (pm), dimana grafik berwarna merah menunjukkan grafik pada saat T awal, dan grafik biru menunjukkan grafik pada saat T akhir.

26 16 menjalar dengan bentuk dan kecepatan yang sama, namun pada T = 1,37 x s kedua soliton semakin mendekat dan keduanya berangsur-angsur bergabung menjadi satu soliton (mengalami superposisi). Sebelum terjadi superposisi, masing-masing soliton memiliki amplitudo sebesar 0,6594 pm. Amplitudo terus menurun hingga 0.44 pm pada T = 1,37 x s, kemudian seiring bertambahnya waktu terjadi superposisi dan amplitudo berangsur-angsur kembali meningkat seperti amplitudo awalnya. Jika iterasi diteruskan (T diperpanjang) kedua gelombang terpisah kembali dengan bentuk dan kecepatan yang sama dengan sebelum terjadinya superposisi. Jelas bahwa kondisi ini menggambarkan keadaan tarik-menarik antar kedua soliton. Perubahan ini tampak jelas pada Gambar 9(b), dimana pada grafik berwarna merah yang menunjukkan kondisi pada T = 0, masih terdapat dua buah profil soliton yang terpisah, tetapi kemudian pada grafik biru yang menunjukkan kondisi pada T akhir, hanya terdapat satu profil soliton. Dua soliton yang terbentuk menunjukkan bahwa nukleotida yang terlibat dalam proses denaturasi terlokalisasi dalam dua ruang. Artinya, ketika terjadi superposisi, nukleotida-nukleotida yang terlokalisasi dalam dua ruang menyatu kembali. yn (pm) yn (pm) nl (pm) (a) T (s) nl (pm) (b) Gambar 10. Karekteristik solusi persamaan NLS soliton DNA model PBD hingga orde-3 Gangguan III. (a) profil soliton DNA dalam tiga dimensi untuk θ= π. (b) plot hubungan y n (pm) terhadap nl (pm), dimana grafik berwarna merah menunjukkan grafik pada saat T awal, dan grafik biru menunjukkan grafik pada saat T akhir.

27 17 Sementara itu untuk kondisi θ= π, hasil simulasi ditunjukkan oleh Gambar 10. Pada Gambar 10(a) tampak bahwa, pada awalnya terbentuk dua buah soliton yang terpisah dengan jarak 0,03 pm dengan amplitudo dan kecepatan yang sama, namun kemudian amplitudo berangsurangsur mengecil seiring pertambahan waktu dari keadaan awal amplitudo 0,637 pm, kemudian pada saat T = 1,35 x s hingga waktu akhir amplitudo salah satu soliton kembali meningkat, namun pada soliton yang lain, amplitudo mengalami penurunan. Artinya, terjadi perbedaan amplitudo dari kedua soliton, yang satu meningkat sementara yang lain menurun. Hal ini menunjukkan kedua soliton saling tolak menolak dan mengalami perubahan yang asimetrik. Dapat terlihat jelas juga dari grafik hubungan y n (pm) dan nl (pm) pada Gambar 10(b), awalnya profil amplitudo dua soliton sama (grafik merah), namun kemudian di T akhir, kedua soliton memiliki amplitudo yang berbeda dari sebelumnya, selain itu terjadi pula dispersi yang cukup signifikan dari kondisi awalnya (grafik berwarna biru). Untuk θ = π, profil soliton yang terbentuk ditunjukkan oleh Gambar 11. Dari Gambar 11(a), tampak dua soliton yang terbentuk awalnya memiliki profil yang sama dengan amplitudo yang semakin menurun hingga saat T = 1,35 x s. yn (pm) yn (pm) nl (pm) (a) T (s) nl (pm) (b) Gambar 11. Karekteristik solusi persamaan NLS soliton DNA model PBD hingga orde-3 Gangguan III. (a) profil soliton DNA dalam tiga dimensi untuk θ = π. (b) plot hubungan y n (pm) terhadap nl (pm), dimana grafik berwarna merah menunjukkan grafik pada saat T awal, dan grafik biru menunjukkan grafik pada saat T akhir.

28 Kemudian amplitudo soliton kembali meningkat (meskipun tidak signifikan) seiring dengan pertambahan waktu hingga iterasi akhir. Jarak antara kedua soliton tersebut juga semakin melebar dari kondisi awalnya (Gambar 11(b)). Pada waktu awal, amplitudo masing-masing soliton adalah 0,564 pm, sedangkan di akhir amplitudo menurun menjadi 0,454 pm. Berbeda dengan kondisi sebelumnya (θ = π ), masing-masing soliton mengalami perubahan yang sama, atau dapat dikatakan kedua soliton saling tolak menolak tetapi dengan perubahan yang simetrik. Dari ketiga kasus interaksi dua soliton yang diamati, tampak bahwa dinamika soliton DNA model PBD bergantung pada fase awal yang cukup memberikan dampak yang signifikan pada dinamikanya. Terlihat bahwa soliton mengalami undulasi, kenaikan dan penurunan amplitudo, serta dispersi yang semakin meningkat. BAB 5 KESIMPULAN Pada penelitian sebelumnya, telah diperoleh solusi analitik untuk persamaan NLS kubik DNA model PBD. 1 Selanjutya, berdasarkan solusi analitik yang telah diperoleh, dikembangkan kembali penelitian untuk mencari solusi numerik persamaan NLS kubik DNA model PBD dengan menggunakan metode beda hingga dan interpolasi Lagrange. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa solusi antara solusi analitik dan solusi numerik sudah sesuai. DNA model PBD yang digunakan pada penelitian ini menunjukkan perilaku dinamika DNA pada saat proses denaturasi replikasi DNA. Hasil dari solusi numerik yang dilakukan diperolehlah profil soliton dinamika terkait. DNA mengalami dinamika yang cukup stabil dari proses awal hingga akhirnya. Hasil ini juga menunjukkan bahwa persamaan ansatz yang diperoleh dari solusi analitik sudah tepat. Dalam penelitian ini, persamaan ansatz yang diperoleh dari solusi analtik persamaan NLS kubik DNA model PBD, diberikan gangguan. Dilakukan sebanyak tiga gangguan pada solusi stabil persamaan NLS DNA model PBD ini. Masing-masing hasil solusi numerik dari beberapa kasus gangguan yang ditinjau menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Untuk gangguan yang relatif kecil diperoleh hasil bahwa terjadi peristiwa undulasi pada soliton yang awalnya stabil. Undulasi ini mengakibatkan soliton semakin menyempit dan mengalami kenaikan amplitudo. Hasil ini menunjukkan bahwa pada saat undulasi, terjadi pengurangan jumlah nukleotida yang terlibat dalam proses denaturasi pada rantai DNA. Selain itu, gangguan ini juga menyebabkan efek pada koefisien dispersinya, sehingga tampak terjadi dispersi pada solusi numeriknya. Untuk gangguan yang lebih besar, diperoleh hasil yang hampir sama dengan kasus gangguan sebelumnya. Perbedaannya, pada gangguan yang lebih besar undulasi yang terjadi lebih lebar dan amplitudo puncak undulasinya lebih rendah jika dibandingkan dengan gangguan yang lebih kecil. Artinya, pengurangan jumlah nukleotida yang terlibat dalam proses denaturasi pada rantai DNA lebih sedikit. Selain itu, dispersi yang terjadi tampak lebih besar untuk gangguan yang lebih besar. Peristiwa undulasi yang terjadi pada kedua gangguan tersebut ini menunjukkan bahwa efek nonlinier mengalami ketidakstabilan yang lebih besar daripada efek dispersinya, yang menyebabkan soliton mengalami penyempitan. Efek dispersi lebih dominan ketidakstabilannya pada saat soliton tidak mengalami undulasi (keadaan sebaliknya). Berbeda dengan kasus gangguan kecil, pada interaksi dua soliton dengan jarak x, pada proses denaturasinya, nukleotida terlokalisasi dalam dua ruang. Telah ditinjau kasus tiga kondisi fase awal yaitu dengan membuat variasi pada beda fase antara kedua soliton, pada saat θ = 0, π, dan π. Pada saat θ = 0, kedua soliton saling tarik menarik, pada awalnya dua

29 soliton bergerak dengan amplitudo yang sama yang nilainya terus menurun, kemudian saat T = 1,37 x s, kedua soliton mengalami superposisi, sehingga terbentuklah satu soliton. Soliton ini kemudian bergerak dengan mengalami peningkatan amplitudo hingga waktu akhir. Dinamika ini akan berlanjut, dimana soliton akan kembali terpisah pada T tertentu kemudian mengalami superposisi kembali, begitu pula seterusnya. Untuk beda fase θ = π, kedua soliton saling tolak menolak dan mengalami perubahan yang asimetrik. Pada selang waktu T = 0 s hingga T = 1,35 x s soliton bergerak dengan amplitudo yang sama yang nilainya terus menurun. Kemudian pada T > 1,35 x s hingga akhir iterasi waktu, jarak antar kedua soliton semakin melebar, lalu salah satu soliton bergerak dengan mengalami peningkatan amplitudo, sedangkan soliton yang lain terus bergerak dengan amplitudo yang semakin menurun dari kondisi awalnya. Dan untuk beda fase θ = π, kedua soliton tolak menolak tetapi dengan perubahan yang simetrik. Pada selang waktu T = 0 s hingga T = 1,35 x s dua soliton bergerak dengan amplitudo yang sama yang nilainya terus menurun, selanjutnya pada saat T > 1,35 x s hingga akhir iterasi waktu, jarak antar kedua soliton semakin melebar, kemudian amplitudo kedua soliton kembali meningkat (walaupun tidak terlalu signifikan) dan terus bergerak stabil hingga T akhir. Dari hasil yang diperpoleh ini, dapat disimpulkan pula bahwa hasil solusi numerik yang diperoleh dari dinamika DNA model PBD yang diberikan efek gangguan akan menunjukkan hasil yang berbeda dengan solusi eksak tanpa gangguan. SARAN SARAN Penelitian tentang dinamika permodelan DNA merupakan salah satu hal yang menarik untuk dilakukan. Untuk pengembangan selanjutnya, diharapkan dapat melakukan beberapa hal, diantaranya dengan menggunakan metode numerik yang memiliki tingkat akurasi yang lebih baik lagi, sehingga dapat dilakukan perhitungan dengan lebih cepat dan tepat. Selain itu, dapat pula dilakukan (baik numerik maupun analitik) ekspansi potensial morse dengan orde yang lebih tinggi. Dengan mengambil ekspansi hingga orde yang lebih tinggi diharapkan akan diperoleh hasil yang lebih akurat seperti keadaan sebenarnya. Pada penelitian ini, permodelan yang digunakan masih bersifat ideal, dalam artian mengabaikan pengaruh-pengaruh luar yang bersifat mengganggu. Selanjutnya mungkin dapat dilakukan penelitian dengan memperhitungkan pengaruhpengaruh luar tersebut. Dalam permodelan DNA sendiri ada banyak sekali model yang terus dikembangkan, yang mungkin dapat diteliti selain daripada model PBD ini. DAFTAR PUSTAKA 1. Peyrard, M. dan Bishop, A.R. (1989). Statistical mechanics of a nonlinear model for DNA denaturation. Phys. Rev. Lett. 6, Englander, S.W. et al. (1980). Nature of the open state in long polynucleotide double helices: possibility of soliton excitations. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 77, Yomosa, S. (1984). Solitary excitations in deoxyribonucleic acid (DNA) double helices. Phys. Rev. A 30, Homma, S. dan Takeno, S. (1984). A coupled base-rotator model for structure and dynamics of DNA, Prog. Theor. Phys. 7, Zdravković, S., Tuszyński, J.A. dan Satarić, M.V. (005). Peyrard-Bishop- Dauxois model of DNA dynamics and impact of viscosity. Journal of Computational and Theoretical Nanoscience Vol.: Zhang, Ch.T. (1989). Harmonic and subharmonic resonances of microwave

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Melalui penerapan metode bedahingga dengan interpolasi Lagrange sebagai syarat batas terkait, maka solusi numerik dari dinamika dan interaksi soliton DNA model PBD dapat dicari

Lebih terperinci

BAB 4 BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN METODE PENELITIAN. 3.2 Peralatan

BAB 4 BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN METODE PENELITIAN. 3.2 Peralatan 4 3.2 Peralatan..(9) dimana,, dan.(10) substitusi persamaan (10) ke persamaan (9) maka diperoleh persamaan gelombang soliton DNA model PBD...(11) agar persamaan (11) dapat dipecahkan sehingga harus diterapkan

Lebih terperinci

DINAMIKA DAN INTERAKSI SOLITON DNA MODEL PEYRARD-BISHOP-DAUXOIS DENGAN APROKSIMASI POTENSIAL MORSE ORDE LIMA IZZATU YAZIDAH

DINAMIKA DAN INTERAKSI SOLITON DNA MODEL PEYRARD-BISHOP-DAUXOIS DENGAN APROKSIMASI POTENSIAL MORSE ORDE LIMA IZZATU YAZIDAH DINAMIKA DAN INTERAKSI SOLITON DNA MODEL PEYRARD-BISHOP-DAUXOIS DENGAN APROKSIMASI POTENSIAL MORSE ORDE LIMA IZZATU YAZIDAH DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

PENERAPAN FORMULASI HIROTA UNTUK PERSAMAAN UMUM MODUS TERGANDENG PADA KISI BRAGG DALAM NONLINIER DENGAN DIFRAKSI

PENERAPAN FORMULASI HIROTA UNTUK PERSAMAAN UMUM MODUS TERGANDENG PADA KISI BRAGG DALAM NONLINIER DENGAN DIFRAKSI PENERAPAN FORMULASI HIROTA UNTUK PERSAMAAN UMUM MODUS TERGANDENG PADA KISI BRAGG DALAM NONLINIER DENGAN DIFRAKSI Oleh: ALETTA ANGGRAINI KANDI G74102025 PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transformasi Laplace Salah satu cara untuk menganalisis gejala peralihan (transien) adalah menggunakan transformasi Laplace, yaitu pengubahan suatu fungsi waktu f(t) menjadi

Lebih terperinci

MAKALAH BIOLOGI PERBEDAAN DNA DAN RNA

MAKALAH BIOLOGI PERBEDAAN DNA DAN RNA MAKALAH BIOLOGI PERBEDAAN DNA DAN RNA Oleh: Nama : Nur Amalina Fauziyah NIM : 141810401041 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2014 PEMBAHASAN Asam nukleat

Lebih terperinci

FUNGSI GELOMBANG DAN RAPAT PROBABILITAS PARTIKEL BEBAS 1D DENGAN MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICOLSON

FUNGSI GELOMBANG DAN RAPAT PROBABILITAS PARTIKEL BEBAS 1D DENGAN MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICOLSON FUNGSI GELOMBANG DAN RAPAT PROBABILITAS PARTIKEL BEBAS 1D DENGAN MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICOLSON Rif ati Dina Handayani 1 ) Abstract: Suatu partikel yang bergerak dengan momentum p, menurut hipotesa

Lebih terperinci

C.1 OSILASI GANDENG PEGAS

C.1 OSILASI GANDENG PEGAS Mata Kuliah GELOMBANG-OPTIK OPTIK TOPIK I SUB TOPIK OSILASI GANDENG C. SISTEM OSILASI DUA DERAJAT KEBEBASAN:OSILASI GANDENG Satu derajat kebebasan: Misalkan: pegas yang memiliki satu simpangan Dua derajat

Lebih terperinci

Catatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi

Catatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi Catatan Kuliah FI111 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi Agus Suroso update: 4 November 17 Osilasi atau getaran adalah gerak bolak-balik suatu benda melalui titik kesetimbangan. Gerak bolak-balik tersebut

Lebih terperinci

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Pada bab ini akan dibahas pengaruh dasar laut tak rata terhadap perambatan gelombang permukaan secara analitik. Pengaruh dasar tak rata ini akan ditinjau melalui simpangan

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan pertumbuhan kebutuhan dan intensifikasi penggunaan air, masalah kualitas air menjadi faktor yang penting dalam pengembangan sumberdaya air di berbagai belahan bumi. Walaupun

Lebih terperinci

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai dasar laut sinusoidal sebagai reflektor gelombang. Persamaan yang digunakan untuk memodelkan masalah dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk

Lebih terperinci

adalah proses DNA yang mengarahkan sintesis protein. ekspresi gen yang mengodekan protein mencakup dua tahap : transkripsi dan translasi.

adalah proses DNA yang mengarahkan sintesis protein. ekspresi gen yang mengodekan protein mencakup dua tahap : transkripsi dan translasi. bergerak sepanjang molekul DNA, mengurai dan meluruskan heliks. Dalam pemanjangan, nukleotida ditambahkan secara kovalen pada ujung 3 molekul RNA yang baru terbentuk. Misalnya nukleotida DNA cetakan A,

Lebih terperinci

Triyana Muliawati, S.Si., M.Si.

Triyana Muliawati, S.Si., M.Si. SI 2201 - METODE NUMERIK Triyana Muliawati, S.Si., M.Si. Prodi Matematika Institut Teknologi Sumatera Lampung Selatan 35365 Hp. +6282260066546, Email. triyana.muliawati@ma.itera.ac.id 1. Pengenalan Metode

Lebih terperinci

DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG h Bab 3 DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG 3.1 Persamaan Gelombang untuk Dasar Sinusoidal Dasar laut berbentuk sinusoidal adalah salah satu bentuk dasar laut tak rata yang berupa fungsi sinus

Lebih terperinci

Ada 2 kelompok basa nitrogen yang berikatan pada DNA yaitu

Ada 2 kelompok basa nitrogen yang berikatan pada DNA yaitu DNA DNA adalah rantai doble heliks berpilin yang terdiri atas polinukleotida. Berfungsi sebagi pewaris sifat dan sintesis protein. Struktur DNA (deoxyribosenucleic acid) yaitu: 1. gula 5 karbon (deoksiribosa)

Lebih terperinci

Polimerase DNA : enzim yang berfungsi mempolimerisasi nukleotidanukleotida. Ligase DNA : enzim yang berperan menyambung DNA utas lagging

Polimerase DNA : enzim yang berfungsi mempolimerisasi nukleotidanukleotida. Ligase DNA : enzim yang berperan menyambung DNA utas lagging DNA membawa informasi genetik dan bagian DNA yang membawa ciri khas yang diturunkan disebut gen. Perubahan yang terjadi pada gen akan menyebabkan terjadinya perubahan pada produk gen tersebut. Gen sering

Lebih terperinci

( t) TINJAUAN PUSTAKA. x dengan nilai fungsi dari: x

( t) TINJAUAN PUSTAKA. x dengan nilai fungsi dari: x Berawal dari apa yang telah disampaikan sebelumnya, pada skripsi kali ini akan dipelajari bagaimana perilaku trayektori solusi soliton sistem optik periodik melalui pendekatan analisis sistem dinamik yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Gelombang dan klasifikasinya. Gelombang adalah suatu gangguan menjalar dalam suatu medium ataupun tanpa medium. Dalam klasifikasinya gelombang terbagi menjadi yaitu :. Gelombang

Lebih terperinci

DINAMIKA ORDE PERTAMA SISTEM NONLINIER TERKOPEL DENGAN RELASI PREDASI, MUTUAL, DAN SIKLIK (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi)

DINAMIKA ORDE PERTAMA SISTEM NONLINIER TERKOPEL DENGAN RELASI PREDASI, MUTUAL, DAN SIKLIK (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi) 1 DINAMIKA ORDE PERTAMA SISTEM NONLINIER TERKOPEL DENGAN RELASI PREDASI, MUTUAL, DAN SIKLIK (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi) Oleh: MADA SANJAYA WS G74103018 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

replikasi akan bergerak melebar dari ori menuju dua arah yang berlawanan hingga tercapai suatu ujung (terminus).

replikasi akan bergerak melebar dari ori menuju dua arah yang berlawanan hingga tercapai suatu ujung (terminus). Secara sederhana: Mula-mula, heliks ganda DNA (merah) dibuka menjadi dua untai tunggal oleh enzim helikase (9) dengan bantuan topoisomerase (11) yang mengurangi tegangan untai DNA. Untaian DNA tunggal

Lebih terperinci

III PEMBAHASAN. 3.1 Analisis Metode. dan (2.52) masing-masing merupakan penyelesaian dari persamaan

III PEMBAHASAN. 3.1 Analisis Metode. dan (2.52) masing-masing merupakan penyelesaian dari persamaan 6, 1 (2.52) Berdasarkan persamaan (2.52), maka untuk 0 1 masing-masing memberikan persamaan berikut:, 0,0, 0, 1,1, 1. Sehingga menurut persamaan (2.51) persamaan (2.52) diperoleh bahwa fungsi, 0, 1 masing-masing

Lebih terperinci

SINTESIS PROTEIN. Yessy Andriani Siti Mawardah Tessa Devitya

SINTESIS PROTEIN. Yessy Andriani Siti Mawardah Tessa Devitya SINTESIS PROTEIN Yessy Andriani Siti Mawardah Tessa Devitya Sintesis Protein Proses dimana kode genetik yang dibawa oleh gen diterjemahkan menjadi urutan asam amino SINTESIS PROTEIN EKSPRESI GEN Asam nukleat

Lebih terperinci

PERHITUNGAN NUMERIK DALAM MENENTUKAN KESTABILAN SOLITON CERAH ONSITE PADA PERSAMAAN SCHRÖDINGER NONLINIER DISKRIT DENGAN PENAMBAHAN POTENSIAL LINIER

PERHITUNGAN NUMERIK DALAM MENENTUKAN KESTABILAN SOLITON CERAH ONSITE PADA PERSAMAAN SCHRÖDINGER NONLINIER DISKRIT DENGAN PENAMBAHAN POTENSIAL LINIER Jurnal Matematika UNAND Vol 3 No 3 Hal 68 75 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND PERHITUNGAN NUMERIK DALAM MENENTUKAN KESTABILAN SOLITON CERAH ONSITE PADA PERSAMAAN SCHRÖDINGER NONLINIER

Lebih terperinci

RANCANGAN SOFTWARE UNTUK DESAIN KRISTAL FOTONIK SATU DIMENSI BERBASIS GRAPHICAL USER INTERFACE DICKY ARDIYANTO WIBOWO

RANCANGAN SOFTWARE UNTUK DESAIN KRISTAL FOTONIK SATU DIMENSI BERBASIS GRAPHICAL USER INTERFACE DICKY ARDIYANTO WIBOWO RANCANGAN SOFTWARE UNTUK DESAIN KRISTAL FOTONIK SATU DIMENSI BERBASIS GRAPHICAL USER INTERFACE DICKY ARDIYANTO WIBOWO DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Adalah asam nukleat yang mengandung informasi genetik yang terdapat dalam semua makluk hidup kecuali virus.

Adalah asam nukleat yang mengandung informasi genetik yang terdapat dalam semua makluk hidup kecuali virus. DNA DAN RNA Adalah asam nukleat yang mengandung informasi genetik yang terdapat dalam semua makluk hidup kecuali virus. ADN merupakan blue print yang berisi instruksi yang diperlukan untuk membangun komponen-komponen

Lebih terperinci

Bab I. Bilangan Kompleks

Bab I. Bilangan Kompleks Bab I Bilangan Kompleks Himpunan bilangan yang terbesar di dalam matematika adalah himpunan bilangan kompleks. Himpunan bilangan real yang kita pakai sehari-hari merupakan himpunan bagian dari himpunan

Lebih terperinci

SOLUSI EKSAK GELOMBANG SOLITON: PERSAMAAN SCHRODINGER NONLINEAR NONLOKAL (NNLS)

SOLUSI EKSAK GELOMBANG SOLITON: PERSAMAAN SCHRODINGER NONLINEAR NONLOKAL (NNLS) Solusi Eksak Gelombang Soliton: Persamaan Schrodinger Nonlinier Nonlokal SOLUSI EKSAK GELOMBANG SOLITON: PERSAMAAN SCHRODINGER NONLINEAR NONLOKAL (NNLS) Riski Nur Istiqomah Dinnullah Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. Besaran merupakan frekuensi sudut, merupakan amplitudo, merupakan konstanta fase, dan, merupakan konstanta sembarang.

II LANDASAN TEORI. Besaran merupakan frekuensi sudut, merupakan amplitudo, merupakan konstanta fase, dan, merupakan konstanta sembarang. 2 II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas teori-teori yang digunakan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Teori-teori tersebut meliputi osilasi harmonik sederhana yang disarikan dari [Halliday,1987],

Lebih terperinci

(2) dengan adalah komponen normal dari suatu kecepatan partikel yang berhubungan langsung dengan tekanan yang diakibatkan oleh suara dengan persamaan

(2) dengan adalah komponen normal dari suatu kecepatan partikel yang berhubungan langsung dengan tekanan yang diakibatkan oleh suara dengan persamaan Getaran Teredam Dalam Rongga Tertutup pada Sembarang Bentuk Dari hasil beberapa uji peredaman getaran pada pipa tertutup membuktikan bahwa getaran teredam di dalam rongga tertutup dapat dianalisa tidak

Lebih terperinci

PENYAJIAN SECARA GEOMETRI HIMPUNAN PEMBENTUK DNA

PENYAJIAN SECARA GEOMETRI HIMPUNAN PEMBENTUK DNA PENYAJIAN SECARA GEOMETRI HIMPUNAN PEMBENTUK DNA Isah Aisah, Departemen Matematika FMIPA UNPAD, Jatinangor, isah.aisah@unpad.ac.id Abstrak Kode genetik adalah satu set instruksi untuk mentransfer data

Lebih terperinci

APLIKASI BASIS L 2 LAGUERRE PADA INTERAKSI TOLAK MENOLAK ANTARA ATOM TARGET HIDROGEN DAN POSITRON. Ade S. Dwitama

APLIKASI BASIS L 2 LAGUERRE PADA INTERAKSI TOLAK MENOLAK ANTARA ATOM TARGET HIDROGEN DAN POSITRON. Ade S. Dwitama APLIKASI BASIS L 2 LAGUERRE PADA INTERAKSI TOLAK MENOLAK ANTARA ATOM TARGET HIDROGEN DAN POSITRON Ade S. Dwitama PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini: Getaran dan Gelombang Bunyi

Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini: Getaran dan Gelombang Bunyi Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini: Getaran dan Gelombang Bunyi Getaran dan Gelombang Hukum Hooke F s = - k x F s adalah gaya pegas k adalah konstanta pegas Konstanta pegas adalah ukuran kekakuan dari

Lebih terperinci

DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA

DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA Matakuliah: Fisika Matematika DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA Di S U S U N Oleh : Kelompok VI DEWI RATNA PERTIWI SITEPU (8176175004) RIFKA ANNISA GIRSANG (8176175014) PENDIDIKAN FISIKA REGULER

Lebih terperinci

TUGAS KOMPUTASI SISTEM FISIS 2015/2016. Pendahuluan. Identitas Tugas. Disusun oleh : Latar Belakang. Tujuan

TUGAS KOMPUTASI SISTEM FISIS 2015/2016. Pendahuluan. Identitas Tugas. Disusun oleh : Latar Belakang. Tujuan TUGAS KOMPUTASI SISTEM FISIS 2015/2016 Identitas Tugas Program Mencari Titik Nol/Titik Potong Dari Suatu Sistem 27 Oktober 2015 Disusun oleh : Zulfikar Lazuardi Maulana (10212034) Ridho Muhammad Akbar

Lebih terperinci

Ciri Khas Materi Genetik

Ciri Khas Materi Genetik KIMIA DARI GEN Ciri Khas Materi Genetik 1. Replikasi: digandakan, diturunkan kepada sel anak 2. Penyimpan informasi 3. Meng ekspresi kan informasi: Dimulai dengan transkripsi DNA sehingga dihasilkan RNA,

Lebih terperinci

Simulasi Struktur Energi Elektronik Atom, Molekul, dan Nanomaterial dengan Metode Ikatan Terkuat

Simulasi Struktur Energi Elektronik Atom, Molekul, dan Nanomaterial dengan Metode Ikatan Terkuat Simulasi Struktur Energi Elektronik Atom, Molekul, dan Nanomaterial dengan Metode Ikatan Terkuat Ahmad Ridwan Tresna Nugraha (NIM: 10204001), Pembimbing: Sukirno, Ph.D KK FisMatEl, Institut Teknologi Bandung

Lebih terperinci

Modul Praktikum Analisis Numerik

Modul Praktikum Analisis Numerik Modul Praktikum Analisis Numerik (Versi Beta 1.2) Mohammad Jamhuri UIN Malang December 2, 2013 Mohammad Jamhuri (UIN Malang) Modul Praktikum Analisis Numerik December 2, 2013 1 / 18 Praktikum 1: Deret

Lebih terperinci

KISI KISI PENULISAN SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER GANJIL TAHUN PELAJARAN 2009/2010

KISI KISI PENULISAN SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER GANJIL TAHUN PELAJARAN 2009/2010 Mata Pelajaran : Biologi Kelas/Program : XII/IPA Semester : 1 KISI KISI PENULISAN SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER GANJIL TAHUN PELAJARAN 2009/2010 Standar Kompetensi Kompetensi dasar Uraian Materi Indikator

Lebih terperinci

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut : 1.1 Pengertian Persamaan Differensial Banyak sekali masalah terapan (dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, kimia, sosial, dan lain-lain), yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk persamaan

Lebih terperinci

Implementasi Metode Jumlah Riemann untuk Mendekati Luas Daerah di Bawah Kurva Suatu Fungsi Polinom dengan Divide and Conquer

Implementasi Metode Jumlah Riemann untuk Mendekati Luas Daerah di Bawah Kurva Suatu Fungsi Polinom dengan Divide and Conquer Implementasi Metode Jumlah Riemann untuk Mendekati Luas Daerah di Bawah Kurva Suatu Fungsi Polinom dengan Divide and Conquer Dewita Sonya Tarabunga - 13515021 Program Studi Tenik Informatika Sekolah Teknik

Lebih terperinci

BANK SOAL METODE KOMPUTASI

BANK SOAL METODE KOMPUTASI BANK SOAL METODE KOMPUTASI 006 iv DAFTAR ISI Halaman Bio Data Singkat Penulis.. Kata Pengantar Daftar Isi i iii iv Pengantar... Kesalahan Bilangan Pendekatan... 6 Akar-akar Persamaan Tidak Linier.....

Lebih terperinci

Fisika Dasar I (FI-321)

Fisika Dasar I (FI-321) Fisika Dasar I (FI-31) Topik hari ini Getaran dan Gelombang Getaran 1. Getaran dan Besaran-besarannya. Gerak harmonik sederhana 3. Tipe-tipe getaran (1) Getaran dan besaran-besarannya besarannya Getaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengukuran kemiripan profil DNA manusia yang dibangun didesain untuk mengukur kemiripan profil DNA manusia antara profil DNA seseorang dengan data-data profil DNA yang tersimpan

Lebih terperinci

ANALISIS SIMULASI GEJALA CHAOS PADA GERAK PENDULUM NONLINIER. Oleh: Supardi. Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Negeri Yogyakarta

ANALISIS SIMULASI GEJALA CHAOS PADA GERAK PENDULUM NONLINIER. Oleh: Supardi. Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Negeri Yogyakarta ANALISIS SIMULASI GEJALA CHAOS PADA GERAK PENDULUM NONLINIER Oleh: Supardi Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Negeri Yogyakarta Penelitian tentang gejala chaos pada pendulum nonlinier telah dilakukan.

Lebih terperinci

PENGENALAN BIOINFORMATIKA

PENGENALAN BIOINFORMATIKA PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) PENGENALAN BIOINFORMATIKA Oleh: Syubbanul Wathon, S.Si., M.Si. Pokok Bahasan Sejarah Bioinformatika Istilah-istilah biologi Pangkalan data Tools Bioinformatika

Lebih terperinci

Lampiran A. Diagram Alir Penelitian. Mulai. Penelusuran literatur. Sudah siap. Penurunan solusi soliton DNA model PBD. Aplikasi maple 11 dan MATLAB

Lampiran A. Diagram Alir Penelitian. Mulai. Penelusuran literatur. Sudah siap. Penurunan solusi soliton DNA model PBD. Aplikasi maple 11 dan MATLAB LAMPIRAN 15 16 Lampiran A. Diagram Alir Penelitian Mulai Penelusuran literatur Sudah siap Penurunan solusi soliton DNA model PBD Aplikasi maple 11 dan MATLAB Analisa hasil perhitungan solusi soliton DNA

Lebih terperinci

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) A-13 Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga Vimala Rachmawati dan Kamiran Jurusan

Lebih terperinci

APROKSIMASI VARIASIONAL UNTUK SOLUSI SOLITON PADA PERSAMAAN SCHRÖDINGER NONLINIER DISKRIT NONLOKAL

APROKSIMASI VARIASIONAL UNTUK SOLUSI SOLITON PADA PERSAMAAN SCHRÖDINGER NONLINIER DISKRIT NONLOKAL Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. 3 Hal. 40 46 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND APROKSIMASI VARIASIONAL UNTUK SOLUSI SOLITON PADA PERSAMAAN SCHRÖDINGER NONLINIER DISKRIT NONLOKAL GUSRIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan energi (energy state) dari sebuah sistem potensial sumur berhingga. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. keadaan energi (energy state) dari sebuah sistem potensial sumur berhingga. Diantara BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Ada beberapa metode numerik yang dapat diimplementasikan untuk mengkaji keadaan energi (energy state) dari sebuah sistem potensial sumur berhingga. Diantara metode-metode

Lebih terperinci

MAKALAH BIOLOGI PERBEDAAN ANTARA DNA dengan RNA

MAKALAH BIOLOGI PERBEDAAN ANTARA DNA dengan RNA MAKALAH BIOLOGI PERBEDAAN ANTARA DNA dengan RNA Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Biologi Oleh: Aria Fransisca Bashori Sukma 141810401023 Dosen Pembimbing Eva Tyas Utami, S.Si, M.Si NIP. 197306012000032001

Lebih terperinci

PROJEK 2 PENCARIAN ENERGI TERIKAT SISTEM DI BAWAH PENGARUH POTENSIAL SUMUR BERHINGGA

PROJEK 2 PENCARIAN ENERGI TERIKAT SISTEM DI BAWAH PENGARUH POTENSIAL SUMUR BERHINGGA PROJEK PENCARIAN ENERGI TERIKAT SISTEM DI BAWAH PENGARUH POTENSIAL SUMUR BERHINGGA A. PENDAHULUAN Ada beberapa metode numerik yang dapat diimplementasikan untuk mengkaji keadaan energi terikat (bonding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diskrit nonlinier yang paling fundamental karena persamaan ini mendeskripsikan

BAB I PENDAHULUAN. diskrit nonlinier yang paling fundamental karena persamaan ini mendeskripsikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persamaan Schrödinger nonlinier diskrit (SNLD) merupakan model diskrit nonlinier yang paling fundamental karena persamaan ini mendeskripsikan banyak fenomena penting

Lebih terperinci

PENDAHULUAN METODE NUMERIK

PENDAHULUAN METODE NUMERIK PENDAHULUAN METODE NUMERIK TATA TERTIB KULIAH 1. Bobot Kuliah 3 SKS 2. Keterlambatan masuk kuliah maksimal 30 menit dari jam masuk kuliah 3. Selama kuliah tertib dan taat aturan 4. Dilarang makan dan minum

Lebih terperinci

BAB IV OSILATOR HARMONIS

BAB IV OSILATOR HARMONIS Tinjauan Secara Mekanika Klasik BAB IV OSILATOR HARMONIS Osilator harmonis terjadi manakala sebuah partikel ditarik oleh gaya yang besarnya sebanding dengan perpindahan posisi partikel tersebut. F () =

Lebih terperinci

Mata Kuliah GELOMBANG OPTIK TOPIK I OSILASI. andhysetiawan

Mata Kuliah GELOMBANG OPTIK TOPIK I OSILASI. andhysetiawan Mata Kuliah GELOMBANG OPTIK TOPIK I OSILASI HARMONIK PENDAHULUAN Gerak dapat dikelompokan menjadi: Gerak di sekitar suatu tempat contoh: ayunan bandul, getaran senar dll. Gerak yang berpindah tempat contoh:

Lebih terperinci

MATERI PERKULIAHAN. Gambar 1. Potensial tangga

MATERI PERKULIAHAN. Gambar 1. Potensial tangga MATERI PERKULIAHAN 3. Potensial Tangga Tinjau suatu partikel bermassa m, bergerak dari kiri ke kanan pada suatu daerah dengan potensial berbentuk tangga, seperti pada Gambar 1. Pada daerah < potensialnya

Lebih terperinci

Bimbingan Olimpiade SMA. Paramita Cahyaningrum Kuswandi ( FMIPA UNY 2012

Bimbingan Olimpiade SMA. Paramita Cahyaningrum Kuswandi (  FMIPA UNY 2012 Bimbingan Olimpiade SMA Paramita Cahyaningrum Kuswandi (email : paramita@uny.ac.id) FMIPA UNY 2012 Genetika : ilmu yang memperlajari tentang pewarisan sifat (hereditas = heredity) Ilmu genetika mulai berkembang

Lebih terperinci

PAM 252 Metode Numerik Bab 4 Pencocokan Kurva

PAM 252 Metode Numerik Bab 4 Pencocokan Kurva PAM 252 Metode Numerik Bab 4 Pencocokan Kurva Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas Semester Genap 2013/2014 1 Mahdhivan Syafwan Metode Numerik: Pencocokan Kurva Permasalahan dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah Penelusuran tentang fenomena belalang merupakan bahasan yang baik untuk dipelajari karena belalang dikenal suka berkelompok dan berpindah. Dalam kelompok,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persamaan diferensial adalah suatu persamaan diantara derivatif-derivatif yang dispesifikasikan pada suatu fungsi yang tidak diketahui nilainya dan diketahui jumlah

Lebih terperinci

GETARAN DAN GELOMBANG

GETARAN DAN GELOMBANG 1/19 Kuliah Fisika Dasar Teknik Sipil 2007 GETARAN DAN GELOMBANG Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id GETARAN Getaran adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

Reflektor Gelombang 1 balok

Reflektor Gelombang 1 balok Bab 3 Reflektor Gelombang 1 balok Setelah diperoleh persamaan yang menggambarkan gerak gelombang air setiap saat yaitu SWE, maka pada bab ini akan dielaskan mengenai pengaruh 1 balok terendam sebagai reflektor

Lebih terperinci

METODE ITERASI BARU BERTIPE SECANT DENGAN KEKONVERGENAN SUPER-LINEAR. Rino Martino 1 ABSTRACT

METODE ITERASI BARU BERTIPE SECANT DENGAN KEKONVERGENAN SUPER-LINEAR. Rino Martino 1 ABSTRACT METODE ITERASI BARU BERTIPE SECANT DENGAN KEKONVERGENAN SUPER-LINEAR Rino Martino 1 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Binawidya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah ini adalah

BAB II KAJIAN TEORI. homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah ini adalah BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas suatu jenis persamaan differensial parsial tak homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah

Lebih terperinci

MODIFIKASI METODE RUNGE-KUTTA ORDE-4 KUTTA BERDASARKAN RATA-RATA HARMONIK TUGAS AKHIR. Oleh : EKA PUTRI ARDIANTI

MODIFIKASI METODE RUNGE-KUTTA ORDE-4 KUTTA BERDASARKAN RATA-RATA HARMONIK TUGAS AKHIR. Oleh : EKA PUTRI ARDIANTI MODIFIKASI METODE RUNGE-KUTTA ORDE-4 KUTTA BERDASARKAN RATA-RATA HARMONIK TUGAS AKHIR Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains pada Jurusan Matematika Oleh : EKA PUTRI ARDIANTI

Lebih terperinci

Karakteristik Gerak Harmonik Sederhana

Karakteristik Gerak Harmonik Sederhana Pertemuan GEARAN HARMONIK Kelas XI IPA Karakteristik Gerak Harmonik Sederhana Rasdiana Riang, (5B0809), Pendidikan Fisika PPS UNM Makassar 06 Beberapa parameter yang menentukan karaktersitik getaran: Amplitudo

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab II ini dibahas teori-teori pendukung yang digunakan untuk pembahasan selanjutnya yaitu tentang Persamaan Nonlinier, Metode Newton, Aturan Trapesium, Rata-rata Aritmatik dan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK GERAK HARMONIK SEDERHANA

KARAKTERISTIK GERAK HARMONIK SEDERHANA KARAKTERISTIK GERAK HARMONIK SEDERHANA Pertemuan 2 GETARAN HARMONIK Kelas XI IPA Karakteristik Gerak Harmonik Sederhana Rasdiana Riang, (15B08019), Pendidikan Fisika PPS UNM Makassar 2016 Beberapa parameter

Lebih terperinci

GETARAN DAN GELOMBANG

GETARAN DAN GELOMBANG GEARAN DAN GELOMBANG Getaran dapat diartikan sebagai gerak bolak balik sebuah benda terhadap titik kesetimbangan dalam selang waktu yang periodik. Dua besaran yang penting dalam getaran yaitu periode getaran

Lebih terperinci

METODE PSEUDOSPEKTRAL CHEBYSHEV PADA APROKSIMASI TURUNAN FUNGSI

METODE PSEUDOSPEKTRAL CHEBYSHEV PADA APROKSIMASI TURUNAN FUNGSI Jurnal Matematika UNAND Vol. VI No. 1 Hal. 50 57 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND METODE PSEUDOSPEKTRAL CHEBYSHEV PADA APROKSIMASI TURUNAN FUNGSI ILHAM FEBRI RAMADHAN Program Studi Matematika

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation)

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation) Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai Persamaan Air Dangkal linier (Linear Shallow Water Equation), metode beda hingga, metode ekspansi asimtotik biasa, dan metode ekspansi asimtotik

Lebih terperinci

Gejala Gelombang. gejala gelombang. Sumber:

Gejala Gelombang. gejala gelombang. Sumber: Gejala Gelombang B a b B a b 1 gejala gelombang Sumber: www.alam-leoniko.or.id Jika kalian pergi ke pantai maka akan melihat ombak air laut. Ombak itu berupa puncak dan lembah dari getaran air laut yang

Lebih terperinci

Estimasi Solusi Model Pertumbuhan Logistik dengan Metode Ensemble Kalman Filter

Estimasi Solusi Model Pertumbuhan Logistik dengan Metode Ensemble Kalman Filter Jurnal ILMU DASAR, Vol.14, No,2, Juli 2013 : 85-90 85 Estimasi Solusi Model Pertumbuhan Logistik dengan Metode Ensemble Kalman Filter Solution Estimation of Logistic Growth Model with Ensemble Kalman Filter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai gambaran umum keseluruhan penelitian yang telah dilakukan. Penjelasan mengenai latar belakang, tujuan, ruang lingkup penelitian dan metodologi penelitian.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.4. Hipotesis 1. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki perbedaan mulai kisaran energi 0.3 sampai 1.0. 2. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki kesamaan pada kisaran energi

Lebih terperinci

Modul Praktikum Analisis Numerik

Modul Praktikum Analisis Numerik Modul Praktikum Analisis Numerik (Versi Beta 1.2) Mohammad Jamhuri UIN Malang September 27, 2013 Mohammad Jamhuri (UIN Malang) Modul Praktikum Analisis Numerik September 27, 2013 1 / 12 Praktikum 1: Deret

Lebih terperinci

BAB IV SIMULASI NUMERIK

BAB IV SIMULASI NUMERIK BAB IV SIMULASI NUMERIK Pada bab ini kita bandingkan perilaku solusi KdV yang telah dibahas dengan hasil numerik serta solusi numerik untuk persamaan fkdv. Solusi persamaan KdV yang disimulasikan pada

Lebih terperinci

BIOTEKNOLOGI. Perubahan Genetik, Replikasi DNA, dan Ekspresi Gen

BIOTEKNOLOGI. Perubahan Genetik, Replikasi DNA, dan Ekspresi Gen BIOTEKNOLOGI Perubahan Genetik, Replikasi DNA, dan Ekspresi Gen Sekilas tentang Gen dan Kromosom 1882, Walther Flemming menemukan kromosom adalah bagian dari sel yang ditemukan oleh Mendel 1887, Edouard-Joseph-Louis-Marie

Lebih terperinci

PERBANDINGAN BEBERAPA METODE NUMERIK DALAM MENGHITUNG NILAI PI

PERBANDINGAN BEBERAPA METODE NUMERIK DALAM MENGHITUNG NILAI PI PERBANDINGAN BEBERAPA METODE NUMERIK DALAM MENGHITUNG NILAI PI Perbandingan Beberapa Metode Numerik dalam Menghitung Nilai Pi Aditya Agung Putra (13510010)1 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik

Lebih terperinci

BAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK

BAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK BAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK Dalam bab ini, kita akan mengamati perambatan gelombang pada fluida ideal dengan dasar rata. Perhatikan gambar di bawah ini. Gambar 3.1 Aliran Fluida pada Dasar

Lebih terperinci

Aulia Dwita Pangestika A2A Fakultas Kesehatan Masyarakat. DNA dan RNA

Aulia Dwita Pangestika A2A Fakultas Kesehatan Masyarakat. DNA dan RNA Aulia Dwita Pangestika A2A014018 Fakultas Kesehatan Masyarakat DNA dan RNA DNA sebagai senyawa penting yang hanya ada di mahkluk hidup. Di mahkluk hidup senyawa ini sebagai master kehidupan untuk penentuan

Lebih terperinci

LIMIT DAN KEKONTINUAN

LIMIT DAN KEKONTINUAN LIMIT DAN KEKONTINUAN Departemen Matematika FMIPA IPB Bogor, 2012 (Departemen Matematika FMIPA IPB) Kalkulus I Bogor, 2012 1 / 37 Topik Bahasan 1 Limit Fungsi 2 Hukum Limit 3 Kekontinuan Fungsi (Departemen

Lebih terperinci

PENENTUAN PROBABILITAS DAN ENERGI PARTIKEL DALAM KOTAK 3 DIMENSI DENGAN TEORI PERTURBASI PADA BILANGAN KUANTUM n 5

PENENTUAN PROBABILITAS DAN ENERGI PARTIKEL DALAM KOTAK 3 DIMENSI DENGAN TEORI PERTURBASI PADA BILANGAN KUANTUM n 5 PENENTUAN PROBABILITAS DAN ENERGI PARTIKEL DALAM KOTAK 3 DIMENSI DENGAN TEORI PERTURBASI PADA BILANGAN KUANTUM n 5 SKRIPSI Oleh Indah Kharismawati Nim. 070210102106 PROGAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN

Lebih terperinci

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal Bab 2 TEORI DASAR 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal Persamaan air dangkal merupakan persamaan untuk gelombang permukaan air yang dipengaruhi oleh kedalaman air tersebut. Kedalaman air dapat dikatakan

Lebih terperinci

SOLUSI GELOMBANG BERJALAN UNTUK PERSAMAAN SCHRÖDINGER DENGAN PENUNDAAN TERDISTRIBUSI

SOLUSI GELOMBANG BERJALAN UNTUK PERSAMAAN SCHRÖDINGER DENGAN PENUNDAAN TERDISTRIBUSI SOLUSI GELOMBANG BERJALAN UNTUK PERSAMAAN SCHRÖDINGER DENGAN PENUNDAAN TERDISTRIBUSI (Traveling wave solutions for Schrödinger equation with distributed delay) Oleh : ACHMAD SUBEQAN NRP: 1206 100 062 Dosen

Lebih terperinci

Gelombang FIS 3 A. PENDAHULUAN C. GELOMBANG BERJALAN B. ISTILAH GELOMBANG. θ = 2π ( t T + x λ ) Δφ = x GELOMBANG. materi78.co.nr

Gelombang FIS 3 A. PENDAHULUAN C. GELOMBANG BERJALAN B. ISTILAH GELOMBANG. θ = 2π ( t T + x λ ) Δφ = x GELOMBANG. materi78.co.nr Gelombang A. PENDAHULUAN Gelombang adalah getaran yang merambat. Gelombang merambat getaran tanpa memindahkan partikel. Partikel hanya bergerak di sekitar titik kesetimbangan. Gelombang berdasarkan medium

Lebih terperinci

BAB II PEMODELAN MATEMATIS SISTEM INVERTED PENDULUM

BAB II PEMODELAN MATEMATIS SISTEM INVERTED PENDULUM BAB II PEMODELAN MATEMATIS SISTEM INVERTED PENDULUM Model matematis diturunkan dari hubungan fisis sistem. Model tersebut harus dapat menggambarkan karakteristik dinamis sistem secara memadai. Tujuannya

Lebih terperinci

Akar-Akar Persamaan. Definisi akar :

Akar-Akar Persamaan. Definisi akar : Akar-Akar Persamaan Definisi akar : Suatu akar dari persamaan f(x) = 0 adalah suatu nilai dari x yang bilamana nilai tersebut dimasukkan dalam persamaan memberikan identitas 0 = 0 pada fungsi f(x) X 1

Lebih terperinci

BAB IV APLIKASI MODEL HIDDEN MARKOV DISKRET PADA DNA

BAB IV APLIKASI MODEL HIDDEN MARKOV DISKRET PADA DNA 50 BAB IV APLIKASI MODEL HIDDEN MARKOV DISKRET PADA DNA Pada Bab ini dijelaskan mengenai DNA cendawan pada spesies Aspergillus niger [http://www.ncbi.nlm.gov/ 06/05/2009] sebagai data input yang digunakan

Lebih terperinci

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013 Soal-Jawab Fisika Teori OSN 0 andung, 4 September 0. (7 poin) Dua manik-manik masing-masing bermassa m dan dianggap benda titik terletak di atas lingkaran kawat licin bermassa M dan berjari-jari. Kawat

Lebih terperinci

dy dx B. Tujuan Adapun tujuan dari praktikum ini adalah

dy dx B. Tujuan Adapun tujuan dari praktikum ini adalah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Persamaan diferensial berperang penting di alam, sebab kebanyakan fenomena alam dirumuskan dalam bentuk diferensial. Persamaan diferensial sering digunakan sebagai model

Lebih terperinci

Bab 4 Diskretisasi Numerik dan Simulasi Berbagai Kasus Pantai

Bab 4 Diskretisasi Numerik dan Simulasi Berbagai Kasus Pantai Bab 4 Diskretisasi Numerik dan Simulasi Berbagai Kasus Pantai Pada bab ini sistem persamaan (3.3.9-10) akan diselesaikan secara numerik dengan menggunakan metoda beda hingga. Kemudian simulasi numerik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gelombang Gelombang adalah gangguan yang terjadi secara terus menerus pada suatu medium dan merambat dengan kecepatan konstan (Griffiths D.J, 1999). Pada gambar 2.1. adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembahasan tentang persamaan diferensial parsial terus berkembang baik secara teori maupun aplikasi. Dalam pemodelan matematika pada permasalahan di bidang

Lebih terperinci

R DNA (3.1.1) k 1. DNA NTP k 3. k 2

R DNA (3.1.1) k 1. DNA NTP k 3. k 2 Bab 3 MODEL DAN ANALISA MATEMATIKA 3.1 Model Matematika Pada bab ini akan dimodelkan proses ekspresi gen dengan kontrol yang dilakukan oleh protein repressor. Kemudian kita analisis model yang diperoleh

Lebih terperinci