INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA BANJAR TAHUN 2012

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA BANJAR TAHUN 2012"

Transkripsi

1

2

3 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA BANJAR TAHUN 2012 Nomor Publikasi : Katalog BPS : Ukuran Buku Jumlah Halaman : 16,5 cm x 21,5 cm : ix rumawi halaman Naskah : Seksi Statistik Sosial Badan Pusat Statistik Kota Banjar Gambar Kulit : Seksi Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik Kota Banjar Diterbitkan oleh : Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Banjar dan Badan Pusat Statistik Kota Banjar Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya.

4

5

6

7 SAMBUTAN KEPALA BAPPEDA KOTA BANJAR Alhamdulillah, kami panjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat-nya sehingga Buku Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Banjar Tahun 2012 ini dapat diterbitkan. Buku ini merupakan publikasi hasil kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Banjar dengan Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Banjar. Ketersediaan data yang akurat dan memadai akan sangat memudahkan para perencana kebijakan dalam menyusun programprogram pembangunan yang berorientasi menyentuh masyarakat secara langsung. Tidak dapat dipungkiri, perencanaan kebijakan tanpa disertai sajian data yang baik akan menghasilkan program pembangunan yang jauh dari keinginan masyarakat dan tidak akan mampu menyelesaikan akar masalah pembangunan yang sebenarnya. Buku ini diharapkan mampu menjawab kebutuhan akan data dan informasi hasil-hasil pembangunan yang akurat dan realiable. Kepada semua pihak yang telah banyak membantu terbitnya publikasi ini kami sampaikan penghargaan setinggi-tingginya dan terima kasih atas bantuannya. Banjar, Juli 2013 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Banjar Ir. H. Tommy Subagja, MM NIP i

8

9 KATA PENGANTAR Seraya memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT, dengan perkenan dan Ridho-Nya, buku Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Banjar Tahun 2012 akhirnya dapat diselesaikan. Buku ini merupakan hasil kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Banjar dengan Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Banjar. Buku ini disusun sebagai salah satu upaya untuk menyajikan data perencanaan untuk program-program pembangunan. Semua informasi yang ada tersebut berguna sebagai penunjang bagi analisis, monitoring dan evaluasi suatu kebijakan. Terbitnya buku Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjar Tahun 2012 diharapkan menjadi salah satu pembuka cakrawala informasi yang akurat dan up to date, utamanya yang berkaitan dengan isu utama pembangunan manusia. Publikasi ini diharapkan dapat berhasil guna dan bermanfaat bagi perencanaan pembangunan dan sebagai bahan evaluasi diri atas berbagai kemajuan pembangunan yang dihasilkan. Akhirnya kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan publikasi ini. Kritik dan saran yang membangun dari pengguna data sangat kami harapkan. Banjar, Juli 2013 Badan Pusat Statistik Kota Banjar Kepala, Dra. Hj. Enung Asih Gandirum, MP NIP ii

10

11 Daftar Isi Sambutan Kepala Bappeda Kota Banjar Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar i ii iii v vii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Ruang Lingkup dan Sumber Data 8 BAB II METODOLOGI Pengertian Indikator Pengertian IPM Rumus dan Ilustrasi Penghitungan IPM Ukuran Perkembangan IPM Beberapa Pembentuk Komponen IPM Definisi Operasional Indikator Terpilih 25 iii

12

13 BAB III GAMBARAN UMUM PEMBANGUNAN 33 MANUSIA KOTA BANJAR 3.1. Kependudukan Kesehatan Pendidikan PDRB per Kapita 82 BAB IV PENCAPAIAN INDEKS PEMBANGUNAN 89 MANUSIA KOTA BANJAR 4.1. Perkembangan Kesehatan Perkembangan Pendidikan Perkembangan Paritas Daya Beli Perkembangan IPM Kota Banjar 98 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran 105 DAFTAR PUSTAKA 111 LAMPIRAN 117 iv ii

14

15 Daftar Tabel Tabel 2.1. Daftar Komoditi Terpilih Untuk Menghitung 19 Paritas Daya Beli (PPP) Tabel 2.2. Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM 21 Tabel 2.3. Pembentuk Indeks Kesehatan 23 Tabel 2.4. Pembentuk Indeks Pendidikan 24 Tabel 2.5. Pembentuk Indeks Daya Beli 24 Tabel 3.1. Karakteristik Penduduk Kota Banjar Tahun Tabel 3.2. Rasio Fasilitas dan Tenaga Kesehatan terhadap 44 Penduduk di Kota Banjar Tahun Tabel 3.3. Angka Kematian Bayi (AKB) dan Rata-rata Usia 47 Perkawinan Pertama Wanita di Kota Banjar Tahun Tabel 3.4. Persentase Balita menurut Jenis Imunisasi 57 yang Diberikan di Kota Banjar Tahun 2012 Tabel 3.5. Persentase Cara Pengobatan Penduduk yang 62 Mengalami Keluhan Kesehatan di Kota Banjar Tahun 2012 Tabel 3.6. Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Jenis Kelamin di Kota Banjar Tahun ii v

16

17 Tabel 3.7. Tabel 3.8. Tabel 3.9. Angka Partisipasi Kasar (APK) menurut Jenis Kelamin di Kota Banjar Tahun Angka Partisipasi Murni (APM) menurut Jenis Kelamin di Kota Banjar Tahun PDRB per Kapita dan Laju Pertumbuhan PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan 2000 di Kota Banjar Tahun vi ii

18

19 Daftar Gambar Gambar 2.1. Dimensi, Indikator dan Indeks 15 Pembangunan Manusia Gambar 3.1. Piramida Penduduk Kota Banjar Tahun Gambar 3.2. Persentase Penduduk menurut Kelompok Rasio Ketergantungan di Kota Banjar Tahun Gambar 3.3. Persentase Penolong Pertama dan Terakhir Kelahiran di Kota Banjar Tahun 2012 Gambar 3.4. Persentase Penolong Terakhir Kelahiran Balita di Kota Banjar Tahun Gambar 3.5. Persentase Pemberian ASI kepada Balita di Kota Banjar Tahun 2012 Gambar 3.6. Persentase Lama Pemberian ASI kepada Balita di Kota Banjar Tahun 2012 Gambar 3.7. Persentase Penduduk yang Mengalami Keluhan Kesehatan di Kota Banjar Tahun Gambar 3.8. Persentase Lamanya Penduduk Mengalami Keluhan Kesehatan di Kota Banjar Tahun 2012 Gambar 3.9. Persentase Penggunaan Fasilitas Air Minum di Kota Banjar Tahun vii

20

21 Gambar Persentase Penggunaan Fasilitas Tempat Buang Air Besar di Kota Banjar Tahun Gambar Persentase Tempat Pembuangan Akhir Tinja di Kota Banjar Tahun Gambar Persentase Angka Melek Huruf di Kota Banjar Tahun Gambar Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas di Kota Banjar Tahun Gambar Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan di Kota Banjar Tahun Gambar Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Kota Banjar Tahun 2012 Gambar Persentase Rata-rata Pengeluaran Makanan dan Non Makanan di Kota Banjar Tahun Gambar 4.1. Angka Harapan Hidup, Indeks Harapan Hidup Beserta Perubahannya di Kota Banjar Tahun viii

22

23 Gambar 4.2. Indeks Pendidikan Beserta Indeks Pembentuknya di Kota Banjar Tahun Gambar 4.3. Indeks Daya Beli dan Perubahannya di Kota Banjar Tahun Gambar 4.4. IPM, Peningkatan IPM dan Reduksi Shortfall IPM di Kota Banjar Tahun ix ii

24

25

26

27 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketersediaan data statistik dengan berbagai indikatornya telah menjadi kebutuhan pokok dalam era otonomi daerah sekarang ini. Tuntutan dimana setiap daerah harus mampu melakukan perencanaan pembangunan sendiri, tentunya harus didukung oleh ketersediaan data yang akurat, reliable dan komprehensif. Hal tersebut bukan hanya untuk perencanaan, melainkan juga pelaksanaan dan monitoring program pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan. Tuntutan transparansi sebagai wujud pemerintahan yang baik (good governance), kinerja pemerintahan di tingkat daerah dituntut untuk lebih jelas menunjukkan semua program pembangunan yang akan dilakukan dan program yang telah dicapai kepada masyarakat dalam bentuk data statistik. Data statistik tersebut menggambarkan seluruh proses program pembangunan secara jelas dalam hal input, proses, output dan juga dampak program pembangunan kepada masyarakat. Sehingga penilaian kinerja masing-masing institusi di tingkat 3

28 kabupaten/kota dapat terlihat secara objektif. Diharapkan adanya kritik serta saran yang konstruktif dari masyarakat sebagai wujud pemerintahan yang lebih terbuka dengan menampung seluruh aspirasi masyarakat seluas-luasnya. Dalam perjalanannya sebagai kota yang baru berdiri pada tahun 2002, Kota Banjar memerlukan data statistik sebagai indikator pembangunan di daerahnya. Salah satu indikator yang cukup komprehensif dalam mengukur kinerja suatu daerah adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Di mana indikator tersebut dapat digunakan sebagai bahan perencanaan, evaluasi, maupun monitoring berbagai program yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang pertama kali diperkenalkan pada tahun 1990, menempatkan fokus pencapaiannya pada manusia sebagai titik sentralnya. Sehingga pembangunan manusia merupakan salah satu output penting dalam proses perencanaan pembangunan. Pembangunan manusia ini terbagi dalam beberapa aspek, yaitu kesehatan, pendidikan dan pendapatan. Dimana ketiga aspek tersebut menurut United Nation Development Program (UNDP), merupakan indikator yang dapat menunjukkan tingkat pembangunan manusia suatu wilayah melalui pengukuran keadaan penduduk yang sehat dan berumur panjang, 4

29 berpendidikan dan berketrampilan, serta mempunyai pendapatan yang dapat memenuhi standar hidup layak. Kegiatan pembangunan di Kota Banjar menunjukkan peningkatan positif. Beragam kebijakan pemerintah kota telah dilaksanakan. Diantaranya kebijakan di bidang kesehatan dan pendidikan. Dimana saat ini penduduk Kota Banjar terutama penduduk miskin, dapat mengakses fasilitas pengobatan secara gratis, baik di puskesmas ataupun rumah sakit. Di bidang pendidikan kegiatan pendidikan anak usia dini (PAUD) juga telah banyak didirikan sampai tingkat desa/kelurahan bahkan Rukun Warga (RW). Sehingga diharapkan dari usia dini, anak-anak sudah mulai teredukasi dengan baik. Rata-rata lama sekolah yang terus mengalami peningkatan tiap tahunnya menunjukkan perkembangan pembangunan pendidikan yang menggembirakan. Partisipasi sekolah untuk jenjang usia pendidikan 9 tahun cukup tinggi. Namun partisipasi sekolah untuk jenjang usia pendidikan menengah dan tinggi masih perlu ditingkatkan. Program beasiswa dan orang tua asuh perlu digencarkan untuk mendorong peningkatan SDM di bidang pendidikan. Perhatian Pemerintah Kota Banjar terhadap pencapaian IPM sangat logis karena penguatan perekonomian Kota Banjar harus dibuktikan melalui kesejahteraan masyarakat daerahnya. Perhatian ini menjadi semakin besar ketika melihat 5

30 kecenderungan historis yang menunjukkan bahwa terdapat banyak sekali kendala yang dihadapi daerah dalam merealisasikan pencapaian IPM. Untuk itu Pemerintah Kota Banjar berupaya memaksimalkan berbagai upaya untuk meningkatkan kinerja semua sektor layanan publik sehingga berkinerja optimal serta meningkatkan kerjasama dan partisipasi nyata dari masyarakat, swasta, perguruan tinggi, atau lembaga pendidikan setempat, untuk keberhasilan pencapaian IPM di masa mendatang. Satu keberhasilan mendasar telah dicapai Kota Banjar, yang dengan berani menetapkan Indeks Pembangunan Manusia sebagai tolok ukur kemajuan pembangunan. Dalam beberapa tahun terakhir setidaknya terbangun komitmen kuat dan terjalin sinergitas yang tinggi antar berbagai stakeholder untuk menggiatkan kembali gairah pembangunan yang sempat terpuruk ketika krisis ekonomi melanda Indonesia satu dekade yang lalu. Pencapaian IPM bukanlah sesuatu yang mutlak, tetapi yang lebih penting adalah terwujudnya masyarakat Kota Banjar yang sejahtera dan makmur (gemah ripah), serta cageur, bageur, pinter, bener tur singer. Untuk mendukung berbagai upaya akselerasi IPM di Kota Banjar, perlu disusun data dan indikator penunjang akselerasi IPM. Data dan indikator yang akan disajikan dapat menggambarkan bagaimana kekurangan/deprivasi pembangunan 6

31 manusia yang telah dilaksanakan selama ini. Dengan demikian diharapkan data yang dihasilkan akan bermanfaat bagi kepentingan perencanaan, pemantauan dan penilaian pembangunan di Kota Banjar pada masa yang akan datang Tujuan IPM merupakan suatu indeks yang menunjukan tentang aspek-aspek: peluang hidup panjang dan sehat, mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang memadai, serta hidup layak. Secara tegas IPM tersebut merupakan kemudahan dalam memperoleh akses terhadap aspek sosial, budaya dan aspek ekonomi. Pembangunan manusia harus dipahami sebagai salah satu output penting dalam suatu proses perencanaan pembangunan karena IPM merupakan urutan skala kualitas pembangunan manusia yang mengukur keberhasilan pembangunan. Dengan dibuatnya IPM Kota Banjar dapat dijadikan sebagai ukuran keberhasilan pembangunan dan sebagai bahan perencanaan pembangunan dengan segenap intervensinya agar pencapaian pembangunan memiliki sinergi terhadap peningkatan kualitas masyarakatnya. Agar arah pembangunan manusia menuju arah yang lebih baik dan terspesifikasi baik secara sektoral maupun kewilayahan. 7

32 1.3. Ruang Lingkup dan Sumber Data Perencanaan bagi program-program pelaksanaan pembangunan memerlukan informasi yang dapat menyajikan gambaran sebenarnya di lapangan (represent reality). Semua informasi yang ada tersebut berguna sebagai penunjang bagi analisis, monitoring dan evaluasi suatu kebijakan. Dari sini dapat dilihat pentingnya pemanfaatan data yang relevan dengan kualitas yang baik dan dari sumber yang terpercaya dikarenakan kecermatan dan konsistensi data sangat diperlukan untuk mencegah kekeliruan kesimpulan yang dapat terjadi di kemudian hari secara dini. Ruang lingkup Analisis Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2012 ini adalah mencakup berbagai isu utama pembangunan manusia, yang coba disajikan secara utuh dan bersifat makro. Sedangkan rentang isu yang dibahas mencakup aspek kependudukan, sosial budaya, ketenagakerjaan, kesehatan, pendidikan, dan lingkungan perumahan. Sumber data yang digunakan dalam penyusunan Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2012 adalah: Susenas Tahun 2012 baik KOR maupun modul konsumsi sebagai dasar penghitungan komponen-komponen IPM dan indikator pendukung lainnya; Kota Banjar Dalam Angka; dan PDRB Kota Banjar 2012 untuk melihat gambaran pembangunan perekonomian. 8

33

34

35 BAB II METODOLOGI Menurut UNDP (1990:1), pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi manusia ( a process of enlarging people s choices ). Dari definisi ini dapat ditarik kesimpulan bahwa fokus pembangunan suatu negara adalah penduduk karena penduduk adalah kekayaan nyata suatu negara. Konsep atau definisi pembangunan manusia tersebut pada dasarnya mencakup dimensi pembangunan yang sangat luas. Definisi ini lebih luas dari definisi pembangunan yang hanya menekankan pada pertumbuhan ekonomi. Dalam konsep pembangunan manusia, pembangunan seharusnya dianalisis serta dipahami dari sudut manusianya, bukan hanya dari pertumbuhan ekonominya. Sebagaimana dikutip dari UNDP (1995:118), sejumlah premis penting dalam pembangunan manusia diantaranya adalah: Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai pusat perhatian; Pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi penduduk, tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka. Oleh karena itu, konsep pembangunan manusia harus terpusat pada penduduk secara keseluruhan, dan bukan hanya pada aspek ekonomi saja; 11

36 Pembangunan manusia memperhatikan bukan hanya pada upaya meningkatkan kemampuan (kapabilitas) manusia tetapi juga pada upaya-upaya memanfaatkan kemampuan manusia tersebut secara optimal. Pembangunan manusia didukung empat pilar pokok, yaitu produktifitas, pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan. Sehingga pembangunan manusia menjadi dasar dalam penentuan tujuan pembangunan dan dalam menganalisis pilihan-pilihan untuk mencapainya Pengertian Indikator Petunjuk yang memberikan indikasi tentang sesuatu keadaan dan merupakan refleksi dari keadaan tersebut disebut juga sebagai Indikator. Dengan kata lain, indikator merupakan variabel penolong dalam mengukur perubahan. Variabel-variabel ini terutama digunakan apabila perubahan yang akan dinilai tidak dapat diukur secara langsung. Indikator yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain: (1) sahih (valid), indikator harus dapat mengukur sesuatu yang sebenarnya akan diukur oleh indikator tersebut; (2) objektif, untuk hal yang sama, indikator harus memberikan hasil yang sama pula, walaupun dipakai oleh orang yang berbeda dan pada waktu yang berbeda; (3) sensitif, perubahan yang kecil mampu dideteksi oleh indikator; (4) spesifik, indikator hanya mengukur perubahan situasi yang 12

37 dimaksud. Namun demikian perlu disadari bahwa tidak ada ukuran baku yang benar-benar dapat mengukur tingkat kesejahteraan seseorang atau masyarakat. Indikator bisa bersifat tunggal (indikator tunggal) yang isinya terdiri dari satu indikator, seperti Angka Kematian Bayi (AKB) dan bersifat jamak (indikator komposit) yang merupakan gabungan dari beberapa indikator, seperti Indeks Mutu Hidup (IMH) yang merupakan gabungan dari 3 indikator yaitu angka melek huruf (AMH), angka kematian bayi (AKB) dan angka harapan hidup dari anak usia 1 tahun (e 1 ). Menurut jenisnya, indikator dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok indikator, yaitu: (a) Indikator Input, yang berkaitan dengan penunjang pelaksanaan program dan turut menentukan keberhasilan program, seperti: rasio murid-guru, rasio murid-kelas, rasio dokter, rasio puskesmas. (b) Indikator Proses, yang menggambarkan bagaimana proses pembangunan berjalan, seperti: Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni (APM), rata-rata jumlah jam kerja, rata-rata jumlah kunjungan ke puskesmas, persentase anak balita yang ditolong dukun. (c) Indikator Output/Outcome, yang menggambarkan bagaimana hasil (output) dari suatu program kegiatan telah 13

38 berjalan, seperti: persentase penduduk dengan pendidikan SMTA ke atas, AKB, angka harapan hidup, TPAK, dan lain-lain Pengertian IPM Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) yang diperkenalkan UNDP pada tahun 1990 merupakan suatu indeks komposit yang mengukur pencapaian keseluruhan dari suatu wilayah dalam tiga dimensi dasar pembangunan manusia yaitu usia hidup (longevity), pengetahuan (knowledge) dan standard hidup layak (decent living). Ketiganya diukur dengan angka harapan hidup, pencapaian pendidikan dan pendapatan perkapita yang telah disesuaikan menjadi paritas daya beli. Indeks Pembangunan Manusia adalah suatu ringkasan dan bukan suatu ukuran mutlak yang komprehensif dari pembangunan manusia. Usia hidup diukur dengan angka harapan hidup atau e 0 yang dihitung menggunakan metode tidak langsung (metode Brass, varian Trussel) berdasarkan variabel rata-rata anak lahir hidup dan rata-rata anak yang masih hidup. Komponen pengetahuan diukur dengan angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah yang dihitung berdasarkan data Susenas. Sebagai catatan, UNDP dalam publikasi tahunan Human Development Report (HDR). Indikator angka melek huruf diperoleh dari variabel 14

39 kemampuan membaca dan menulis, sedangkan indikator rata-rata lama sekolah dihitung dengan menggunakan dua variabel secara simultan; yaitu tingkat/kelas yang sedang/pernah dijalani dan jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Gambar 2.1. Dimensi, Indikator dan Indeks Pembangunan Manusia Komponen standar hidup layak diukur dengan indikator rata-rata konsumsi riil yang telah disesuaikan. Sebagai catatan, UNDP menggunakan indikator Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita riil yang telah disesuaikan (adjusted real GDP per capita) sebagai ukuran komponen tersebut karena tidak tersedia indikator lain yang lebih baik untuk keperluan perbandingan antar negara. 15

40 Penghitungan indikator konsumsi riil per kapita yang telah disesuaikan dilakukan melalui tahapan pekerjaan sebagai berikut : Menghitung pengeluaran konsumsi per kapita dari Susenas Modul (=A). Mendeflasikan nilai A dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) ibukota propinsi yang sesuai (=B). Menghitung daya beli per unit (=Purchasing Power Parity (PPP)/unit). Metode penghitungan sama seperti metode yang digunakan International Comparison Project (ICP) dalam menstandarkan nilai PDB suatu negara. Data dasar yang digunakan adalah data harga dan kuantum dari suatu basket komoditi yang terdiri dari nilai 27 komoditi yang diperoleh dari Susenas Modul Konsumsi (Tabel 2.2). Membagi nilai B dengan PPP/unit (=C). Menyesuaikan nilai C dengan formula Atkinson sebagai upaya untuk memperkirakan nilai marginal utility dari C. Unit kuantitas rumah dihitung berdasarkan indeks kualitas rumah yang dibentuk dari tujuh komponen kualitas tempat tinggal yang diperoleh dari Susenas. Ketujuh komponen kualitas yang digunakan dalam penghitungan indeks kualitas rumah diberi skor sebagai berikut : 16

41 Lantai : keramik, marmer, atau granit = 1, lainnya = 0 Luas lantai per kapita : > 10 m 2 = 1, lainnya = 0 Dinding : tembok = 1, lainnya = 0 Atap : kayu/sirap, beton = 1, lainnya = 0 Fasilitas penerangan : listrik = 1, lainnya = 0 Fasilitas air minum : leding = 1, lainnya = 0 Jamban : milik sendiri = 1, lainnya = 0 Skor awal untuk setiap rumah = 1 Indeks kualitas rumah merupakan penjumlahan dari skor yang dimiliki oleh suatu rumah tinggal dan bernilai antara 1 sampai dengan 8. Kuantitas dari rumah yang dikonsumsi oleh suatu rumah tangga adalah Indeks Kualitas Rumah dibagi 8. Sebagai contoh, jika suatu rumah tangga menempati suatu rumah tinggal yang mempunyai Indeks Kualitas Rumah = 6, maka kuantitas rumah yang dikonsumsi oleh rumah tangga tersebut adalah 6/8 atau 0,75 unit. Penghitungan PPP/unit dilakukan dengan rumus : PPP per unit = 27 j =1 E ij 27 j =1 P 9,j.Q i,j 17

42 dimana, E ( i, j ) : pengeluaran konsumsi untuk komoditi j di kabupaten ke-i P ( 9, j ) : harga komoditi j di DKI Jakarta (Jakarta Selatan) q ( i,,j ) : jumlah komoditi j (unit) yang dikonsumsi di kabupaten ke-i Rumus Atkinson (dikutip dari Arizal Ahnaf dkk, 1998;129) yang digunakan untuk penyesuaian rata-rata konsumsi riil secara matematis dapat dinyatakan sebaga berikut : C * i C jika C Z i i 12 Z 2 C jika 2 i Z Z C i Z Z Z C jika 2 3 i Z Z C i Z Z 2 Z 3 Z 4 C 3Z jika 3Z C 4Z i i di mana, C (I) = Konsumsi per kapita riil yang telah disesuaikan dengan PPP/unit Z = Threshold atau tingkat pendapatan tertentu yang digunakan sebagai batas kecukupan. Dalam laporan ini nilai Z ditetapkan secara arbiter sebesar Rp ,- per kapita setahun, atau Rp 1.500,- per kapita per hari. 18

43 Tabel 2.1. Daftar Komoditi Terpilih untuk Menghitung Paritas Daya Beli (PPP) Catatan: Berdasarkan data Susenas 1996, Badan Pusat Statistik 19

44 2.3. Rumus dan Ilustrasi Penghitungan IPM Rumus penghitungan IPM dikutip dari Arizal Ahnaf dkk (1998;129) dapat disajikan sebagai berikut : Dimana, X (1) : X (2) : X (3) : Indeks harapan hidup Indeks pendidikan, didapatkan dari rumus: 2/3 (indeks melek huruf) + 1/3 (indeks rata-rata lama sekolah) Indeks standar hidup layak Masing-masing indeks komponen IPM tersebut merupakan perbandingan antara selisih nilai suatu indikator dan nilai minimumnya dengan selisih nilai maksimum dan nilai minimum indikator yang bersangkutan. Rumusnya dapat disajikan sebagai berikut : 20

45 Dimana, X (i) : Indikator ke-i (i= 1, 2, 3) X (i)maks X (i)min : Nilai maksimum X (i) : Nilai minimum X (i) pada Tabel 2.3. Nilai maksimum dan nilai minimum indikator X (i) disajikan Tabel 2.2. Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM 21

46 2.4. Ukuran Perkembangan IPM Untuk mengukur kecepatan perkembangan IPM dalam suatu kurun waktu digunakan reduksi shortfall per tahun (annual reduction in shortfall). Ukuran ini secara sederhana menunjukkan perbandingan antara capaian yang telah ditempuh dengan capaian yang masih harus ditempuh untuk mencapai titik ideal (IPM=100). Prosedur penghitungan reduksi shortfall IPM (=r) (dikutip dari Arizal Ahnaf dkk, 1998;141) dapat dirumuskan sebagai berikut : dimana, IPM t : IPM pada tahun t IPM t+n : IPM pada tahun t + n IPM ideal : Beberapa Pembentuk Komponen IPM Beberapa variabel yang mempengaruhi indikator pembentuk komponen IPM bisa dijabarkan dalam tabel-tabel di bawah ini. Variabel tersebut dikelompokkan berdasarkan tiga dimensi. Dimesi pertama di pengaruh variable terhadap 22

47 komponen IPM yaitu langsung, tidak langsung dan mendasar. Dimensi kedua terdiri dari input, proses dan output. Segala kegiatan apapun dipastikan melalui ketiga tahap di atas. Sementara dimensi terakhir merupakan pembagian prioritas, prioritas pertama-kedua-ketiga, untuk melakukan aksi terhadap peningkatan komponen IPM. Tabel 2.3. Pembentuk Indeks Kesehatan 23

48 Tabel 2.4. Pembentuk Indeks Pendidikan Tabel 2.5. Pembentuk Indeks Daya Beli 24

49 2.6. Definisi Operasional Indikator Terpilih Untuk bisa melihat dengan jelas dan terarah beragam permasalahan pembangunan manusia selama ini dan bagaimana mengimplementasikan program-program pembangunan secara baik dan terukur diperlukan ukuran atau indikator yang handal. Beberapa indikator yang sering digunakan diantaranya adalah : Rasio jenis kelamin Perbandingan penduduk laki-laki terhadap penduduk perempuan, dikalikan 100 Angka ketergantungan Perbandingan antara jumlah penduduk usia < 15 tahun ditambah usia > 65 tahun terhadap penduduk usia tahun, dikalikan 100 Rata-rata Lama Sekolah Lama sekolah (tahun) penduduk usia 15 tahun ke atas Angka Melek Huruf penduduk dewasa Proporsi penduduk usia 15 tahun ke atas yang bisa membaca dan menulis (baik huruf latin maupun huruf lainnya) Angka Partisipasi Murni Proporsi penduduk usia 7-12 SD tahun sedang bersekolah di SD 25

50 Angka Partisipasi Murni SLTP Angka Partisipasi Murni SLTA Persentase penduduk dengan pendidikan SLTP ke atas Rasio murid guru Rasio murid kelas Jumlah penduduk usia sekolah Bekerja Proporsi penduduk usia tahun yang sedang bersekolah di SLTP Proporsi penduduk usia tahun yang sedang bersekolah di SLTA Proporsi penduduk yang menamatkan pendidikan SLTP atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi Perbandingan jumlah murid pada jenjang pendidikan tertentu dengan jumlah guru pada jenjang pendidikan yang sama Perbandingan jumlah murid pada jenjang pendidikan tertentu dengan jumlah kelas pada jenjang pendidikan yang sama Banyaknya penduduk yang berusia antara 7 sampai 24 tahun Melakukan kegiatan/ pekerjaan paling sedikit 1 (satu) jam 26

51 berturut-turut selama seminggu dengan maksud untuk Angkatan Kerja Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Angka Pengangguran Terbuka Persentase pekerja yang setengah menganggur Persentase pekerja dengan status berusaha sendiri memperoleh pendapatan atau keuntungan. Pekerja keluarga yang tidak dibayar termasuk kelompok penduduk yang bekerja Penduduk usia 10 tahun ke atas yang bekerja atau mencari pekerjaan Perbandingan angkatan kerja terhadap penduduk usia 10 tahun ke atas Perbandingan penduduk yang mencari kerja terhadap angkatan kerja Proporsi penduduk usia 10 tahun ke atas yang bekerja kurang dari 35 jam dalam seminggu Proporsi penduduk usia 10 tahun keatas dengan status berusaha sendiri 27

52 Persentase pekerja dengan status berusaha sendiri dibantu pekerja tidak tetap Persentase pekerja dengan status berusaha dengan buruh tetap Proporsi penduduk usia 10 tahun ke atas dengan status berusaha sendiri dibantu pekerja tak dibayar Proporsi penduduk usia 10 tahun keatas yang berusaha dengan buruh tetap Persentase pekerja dengan status berusaha pekerja tak dibayar Proporsi penduduk usia 10 tahun ke atas dengan status pekerja keluarga Persentase persalinan Proporsi balita yang kelahirannya yang ditolong oleh ditolong oleh tenaga medis tenaga medis (dokter, bidan, dan tenaga medis lainnya) Angka Harapan Hidup Perkiraan rata-rata lamanya waktu lahir hidup sejak lahir yang akan dicapai oleh sekelompok penduduk Angka Kematian Bayi Besarnya kemungkinan bayi meninggal sebelum mencapai usia satu tahun, dinyatakan 28

53 dengan per seribu kelahiran hidup. Rata-rata lama sakit Rasio antara orang hari sakit dengan jumlah penduduk yang sakit Persentase bayi diberi ASI Perbandingan jumlah bayi yang mendapat ASI selama 6-11 bulan dengan jumlah anak usia kurang dari 1 tahun dalam persen Persentase rumah tangga Proporsi rumah tangga yang berlantai tanah tinggal dalam rumah dengan lantai tanah Persentase rumah tangga Proporsi rumah tangga yang beratap layak menempati rumah dengan atap layak (atap selain dedaunan ). Persentase rumah tangga Proporsi rumah tangga yang berpenerangan Listrik menggunakan listrik sebagai sumber penerangan Persentase rumah tangga Proporsi rumah tangga dengan bersumber air minum sumber air minum ledeng leding Persentase rumah tangga Proporsi rumah tangga dengan 29

54 bersumber air minum bersih sumber air minum pompa / sumur / mata air yang jaraknya lebih besar dari 10 meter dengan tempat penampungan limbah / kotoran terdekat Persentase rumah tangga Proporsi rumah tangga yang berjamban dengan tangki mempunyai jamban dengan septik tangki septic Pengeluaran Pengeluaran per kapita untuk makanan dan bukan makanan. Makanan mencakup seluruh jenis makanan termasuk makanan jadi, minuman, tembakau, dan sirih. Bukan makanan mencakup perumahan, sandang, biaya kesehatan, pendidikan dan sebagainya. 30

55

56

57 BAB III GAMBARAN UMUM PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA BANJAR Sejak ditetapkan dengan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2002 dan diresmikan pada tanggal 21 Februari 2003 oleh Mendagri, Kota Banjar mengalami perkembangan pesat di segala bidang. Indikator sosial ekonomi terus mengalami pertumbuhan positif tiap tahunnya. Peningkatan selaras antara indikator sosial dan ekonomi menunjukkan bahwa keberhasilan pembangunan Kota Banjar tidak hanya dititikberatkan pada pencapaian pembangunan ekonomi, pembangunan manusia pun turut menjadi prioritas utama. Pada tahun 2011 dan 2012 pemeritah Kota Banjar meraih beberapa penghargaan bergengsi. Penghargaan tersebut antara lain penghargaan Innovative Government Award (IGA) di bidang peningkatan pelayanan publik melalui pembentukan kampung keluarga berencana (KB) pada tahun 2011 serta penghargaan capaian MDG s di bidang kesehatan ibu dan anak pada tahun Penghargaan yang didapatkan merupakan pengakuan atas keberhasilan dan bukti nyata pelaksanaan komitmen pemerintah 33

58 Kota Banjar dalam rangka pencapaian target pembangunan manusia. Gambaran mengenai keadaan pembangunan manusia Kota Banjar setiap tahun diperlukan guna menjadi dasar serta arah pengambilan kebijakan pembangunan manusia untuk masa selanjutnya Kependudukan Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Banjar Tahun 2012, penduduk Kota Banjar mencapai jiwa. Dengan wilayah seluas 131,97 km 2 maka kepadatan penduduk Kota Banjar mencapai 1.541,99 jiwa/km 2. Jumlah penduduk di atas terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak jiwa dan penduduk wanita sebanyak jiwa. Dibandingkan dengan penduduk tahun sebelumnya, jumlah penduduk Kota Banjar mengalami peningkatan sebesar 3,08 persen. Pertumbuhan penduduk antara perempuan dan laki-laki cenderung seimbang pada kisaran angka 3 persen. Namun pertumbuhan penduduk perempuan relative sedikit lebih tinggi dibandingkan penduduk laki-laki. Keadaan ini bisa terlihat dari penurunan sex rasio Kota Banjar dari 100,80 pada tahun 2011 menjadi 100,75 pada Penurunan tersebut semakin menunjukkan bahwa komposisi penduduk Kota Banjar sedang 34

59 menuju titik keseimbangan. Artinya bukan sesuatu yang mustahil apabila pada suatu saat, diantara setiap 100 orang laki-laki di Kota Banjar terdapat 100 perempuan juga. Apabila jumlah penduduk di atas dirinci menurut kecamatan maka terlihat jumlah penduduk terbesar berada di Kecamatan Pataruman yaitu jiwa atau 30,68 persen. Jumlah penduduk terkecil berada di Kecamatan Purwaharja yaitu jiwa atau 11,86 persen. Dilihat dari laju pertumbuhan penduduk antar kecamatan, Kecamatan Pataruman mengalami pertumbuhan tertinggi dengan laju 3,51 persen. Disusul kemudian Kecamatan Purwaharja dengan laju 3,38 persen, Kecamatan Banjar dengan laju 3,18 persen dan laju terendah sebesar 2,42 persen terjadi di Kecamatan Langensari. Dari sisi sex rasio, secara total di Kota Banjar memang menunjukkan penurunan. Namun bila dilihat di tiap kecamatan terdapat dua keadaan berbeda. Kecamatan Banjar dan Purwaharja mengalami penurunan sex rasio. Penurunan terbesar terjadi di Kecamatan Purwaharja, mencapai 1,07 poin dari 104,91 pada tahun 2011 menjadi 103,84 pada tahun Hal ini berarti peningkatan penduduk Kecamatan Purwaharja didominasi oleh penduduk perempuan baik dari sisi kelahiran maupun migrasi. Sementara penurunan sex rasio di Kecamatan Banjar hanya mencapai 0,19 poin. Sementara peningkatan sex rasio terjadi di 35

60 Kecamatan Pataruman dan Kecamatan Langensari. Sex rasio di kedua kecamatan tersebut masing-masing meningkat sebesar 0,16 poin dan 0,28 poin sehingga dirasa kurang signifikan untuk mempertahankan keadaan sex rasio secara keseluruhan. Tabel 3.1. Karakteristik Penduduk Kota Banjar Tahun Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Banjar Rasio ketergantungan Kota Banjar mencapai 45,41 persen. Sementara pada tahun 2011 rasio ketergantungan mencapai 45,72 persen. Sehingga rasio ketergantungan Kota Banjar 36

61 mengalami penurunan sebesar 0,31 poin. Penurunan tersebut tidak berarti negatif. Justru penurunan tersebut mengindikasikan keadaan positif dalam hal potensi ketenagakerjaan. Penurunan tersebut memberikan sinyal bahwa jumlah penduduk usia produktif di Kota Banjar mengalami peningkatan lebih tinggi dibandingkan peningkatan penduduk usia non produktif. Rasio 45,41 berarti 100 orang usia produktif harus menanggung beban hidup sekitar 45 orang usia non produktif. Dengan demikian perlu diingat bahwa semakin tinggi rasio ketergantungan menunjukkan keadaan negatif yang berarti semakin bertambah pula beban tanggungan usia produktif (umur tahun) atas usia non produktif (umur 0-14 tahun dan 65 tahun ke atas). Secara rinci, rasio ketergantungan Kota Banjar didapatkan berdasarkan rasio ketergantungan di tiap kecamatan. Dan keadaan di atas memang didukung oleh penurunan rasio ketergantungan di tingkat kecamatan. Penurunan terbesar terjadi di Kecamatan Langensari yang mencapai 0,83 poin. Disusul penurunan di Kecamatan Pataruman sebesar 0,20 poin dan penurunan di Kecamatan Purwaharja sebesar 0,19 poin. Hanya rasio ketergantungan di Kecamatan Banjar yang mengalami peningkatan sebesar 0,07 poin dan merupakan kecamatan dengan rasio ketergantungan terbesar yang mencapai 46,17 persen. 37

62 Gambar 3.1. Piramida Penduduk Kota Banjar Tahun 2012 Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Banjar Komposisi penduduk Kota Banjar menurut struktur umur serta jenis kelamin tergambar jelas di piramida penduduk Kota Banjar. Penduduk Kota Banjar didominasi oleh penduduk usia produktif yang mencapai 68,77 persen dari total. Median umur Kota Banjar berada pada usia 29,58 tahun, termasuk dalam struktur penduduk intermediet. Dalam buku The Methods and Material of Demography (Jacob S.Siegel dan David A Swanson), 38

63 struktur penduduk dikatakan sebagai penduduk dewasa/intermediet jika memiliki median umur antara 20 tahun sampai 29 tahun. Walaupun median umur Kota Banjar lebih dari 29 tahun tetap belum bisa dikatakan penduduk tua karena syarat dikatakan penduduk tua adalah median umur 30 tahun ke atas. Ditambah syarat penduduk tua untuk proporsi penduduk 65 tahun ke atas adalah di atas 10 persen. Kecenderungan tingkat kelahiran Kota Banjar secara umum juga bisa dilihat pada piramida tersebut. Terlihat pada panjang batang kelompok umur 0-4 tahun lebih pendek dibandingkan panjang batang kelompok umur 5-9 tahun. Hal ini mencerminkan jumlah kelahiran yang stabil bahkan cenderung menurun. Hal ini berkaitan dengan program pengendalian jumlah penduduk Kota Banjar. Keadaan sex rasio di tiap kelompok umur pun menarik untuk dilihat. Dari panjang batang tiap kelompok umur piramida penduduk di atas menunjukkan bahwa pada kelompok umur muda (di bawah 40 tahun) jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan sehingga sex rasio yang terjadi melebihi 100 persen. Sementara jumlah penduduk perempuan pada kelompok umur di atas 40 tahun cenderung lebih tinggi dibandingkan jumlah penduduk laki-laki yang menyebabkan sex rasio kurang dari 100 persen. Angka ini juga 39

64 bisa diartikan bahwa perempuan di Kota Banjar memiliki angka harapan hidup yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Sebelumnya telah diketahui rasio ketergantungan Kota Banjar mengalami penurunan yang berarti bahwa peningkatan usia produktif lebih tinggi dibandingkan usia non produktif. Hal ini menunjukkan peningkatan potensi ketenagakerjaan Kota Banjar. Namun perlu dilihat lebih cermat apakah peningkatan tersebut terjadi pada penduduk laki-laki atau penduduk perempuan. Hal ini perlu dilakukan karena apabila peningkatan terbesar ternyata terjadi pada penduduk perempuan maka peningkatan potensi tersebut kurang maksimal. Pernyataan tersebut bukan bermaksud mengecilkan peran perempuan dalam bekerja. Namun kita juga menyadari bahwa apabila perempuan produktif telah memasuki jenjang perkawinan, sebagian besar dari perempuan tersebut hanya akan mengurus rumah tangga sehingga tidak termasuk angkatan kerja. Berdasarkan data kependudukan didapatkan bahwa komposisi usia produktif pada tahun 2012 meningkat 0,14 poin dibandingkan keadaan tahun Peningkatan tersebut lebih didorong oleh peningkatan usia produktif penduduk laki-laki yang mencapai 0,26 poin. Sementara peningkatan usia produktif penduduk perempuan hanya mencapai 0,03 poin. Peningkatan pada usia produktif tentu saja berdampak pada penurunan 40

65 komposisi usia non produktif. Namun ternyata penurunan tersebut didominasi oleh komposisi usia tua. Tentu saja hal ini sangat menggembirakan karena penurunan komposisi usia muda tidak terlalu besar dan akan mendongkrak komposisi usia produktif pada tahun-tahun mendatang. Gambar 3.2. Persentase Penduduk menurut Kelompok Rasio Katergantungan di Kota Banjar Tahun 2011 dan Tahun 2012 Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Banjar Pada tahun 2012, komposisi usia tua mengalami penurunan sebesar 0,12 poin yang ditunjang penurunan 41

66 komposisi usia tua penduduk laki-laki sebesar 0,18 poin dan penduduk perempuan sebesar 0,06 poin. Sementara penurunan komposisi penduduk usia muda hanya mencapai 0,02 poin. Penurunan tersebut sangat rendah dan lebih dipengaruhi penurunan komposisi usia muda penduduk laki-laki yang mencapai 0,07 poin. Sementara komposisi usia muda penduduk perempuan justru mengalami peningkatan sebesar 0,03 poin Kesehatan Tolak ukur pembangunan manusia di bidang kesehatan dapat dilihat dari penyediaan fasilitas dan tenaga kesehatan yang memadai baik kualitas maupun kuantitasnya. Selain itu, indikator tentang keadaan kesehatan manusia sebagai objek pembangunan juga mencerminkan hasil pembangunan manusia. Misalnya jumlah keluhan kesehatan, angka kematian bayi, penolong kelahiran bayi, dan sarana perumahan penunjang kesehatan Fasilitas dan Tenaga Kesehatan Dalam rangka pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat diperlukan berbagai sarana pendukung untuk pelayanan kebutuhan tersebut. Beberapa sarana kesehatan yang terdapat di Kota Banjar antara lain puskesmas, puskesmas 42

67 pembantu, posyandu, pusling, poskesdes, RB dan balai pengobatan. Fasilitas kesehatan terdekat yang dapat digunakan untuk melayani kebutuhan masyarakat adalah puskesmas. Fungsi fasilitas tersebut harus didukung oleh tenaga kesehatan yang memadai untuk memberikan pelayanan kesehatan terbaik untuk masyarakat. Pelayanan ideal kebutuhan masyarakat bisa tercapai jika rasio ideal fasilitas dan tenaga kesehatan terhadap penduduk yang dicanangkan dalam Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat dipenuhi. Idealnya, satu puskesmas melayani penduduk, satu puskesmas memiliki minimal tiga dokter, satu dokter melayani penduduk dan seorang bidan melayani penduduk. Keseluruhan rasio puskesmas terhadap penduduk di Kota Banjar sudah termasuk ideal baik secara agregat maupun menurut kecamatan. Rasio puskesmas terhadap penduduk Kota Banjar sebesar 1: yang berarti setiap puskesmas rata-rata melayani penduduk. Jika dilihat per kecamatan, rasio terbaik berada di Kecamatan Purwaharja dimana setiap puskesmas melayani penduduk. Sementara rasio terendah berada di Kecamatan Langensari dimana setiap puskesmas melayani penduduk. 43

68 Rasio dokter terhadap penduduk Kota Banjar pada tahun 2012 mengalami peningkatan yang sangat signifikan dibandingkan keadaan tahun Hal ini disebabkan karena terjadi penambahan dokter yang mencapai 30 persen. Rasio dokter terhadap penduduk di Kota Banjar sangat ideal 1:3.700, dimana rata-rata satu dokter hanya melayani penduduk. Jika dilihat menurut kecamatan, rasio dokter terhadap penduduk terbaik berada di Kecamatan Purwaharja dimana satu dokter melayani penduduk. Sementara rasio terendah berada di Kecamatan Langensari, satu orang dokter melayani penduduk. Tabel 3.2. Rasio Fasilitas dan Tenaga Kesehatan terhadap Penduduk di Kota Banjar Tahun Sumber: Dinas Kesehatan Kota Banjar Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Banjar 44

69 Pada tahun 2012 terdapat penambahan bidan yang mencapai 26,79 persen. Hal ini tentu saja membuat rasio bidan terhadap penduduk menjadi jauh lebih baik dibandingkan keadaan tahun Namun, tetap saja rasio yang tercipta masih jauh dari ideal. Padahal bidan merupakan ujung tombak dalam pemberian pelayanan menolong proses kelahiran pada masyarakat. Rasio bidan di Kota Banjar adalah 1:2.866 yang berarti satu bidan harus melayani penduduk. Kecamatan Purwaharja memiliki rasio bidan terbaik dimana satu bidan melayani penduduk. Kecamatan Langensari memiliki rasio bidan terendah, satu bidan melayani penduduk Angka Kematian Bayi Keberhasilan pembangunan manusia di bidang kesehatan bisa diukur melalui indikator yang dihitung berdasarkan keadaan kesehatan masyarakat. Salah satu indikator dimaksud adalah angka kematian bayi. Angka Kematian Bayi (AKB) menunjukkan tingkat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Penghitungan angka ini didasarkan pada jumlah kematian bayi di bawah satu tahun terhadap jumlah kelahiran selama satu tahun pada tahun yang sama. 45

70 Menurut "B-Pichart classification"-stan D'Souza (1984) dalam Brotowasisto (1990), Angka kematian Bayi dibagi menjadi 3 (tiga) wilayah, yaitu: 1. Daerah dengan AKB diatas 100 per seribu kelahiran bayi hidup sebagai daerah soft-rock, di mana sebagian besar kejadian kematian bayi disebabkan oleh penyakit menular. 2. Daerah dengan AKB per seribu kelahiran hidup dikategorikan sebagai daerah intermediate-rock, yang memerlukan perubahan sosial untuk menurunkan AKB-nya. 3. Daerah dengan AKB di bawah 30 per seribu kelahiran bayi hidup diklasifikasikan sebagai daerah hard-rock, yaitu hanya sebagian kecil saja kematian yang disebabkan oleh penyakit menular dan sebagian besar disebabkan oleh kelahiran bawaan atau congenital. Perkembangan AKB di Kota Banjar menunjukkan trend positif setiap tahun. Keadaan tersebut tersaji baik penghitungan secara statistik maupun perhitungan riil di lapangan. Walaupun nilai nominal kedua penghitungan tersebut berbeda namun arah dan tingkat perkembangannya serupa. Pendataan Dinas Kesehatan Kota Banjar pada tahun 2012 mendapatkan AKB sebesar 14,06. Artinya pada tahun 2012 terjadi sebanyak 14 kematian bayi diantara 1000 kelahiran bayi. Sementara nilai AKB 46

71 pada tahun 2011 sebesar 16,92. Sehingga terjadi penurunan AKB sebesar 16,16 persen. Dari sisi penghitungan statistik, nilai perhitungan AKB sebesar 22,67. AKB pada tahun sebelumnya 27,33 sehingga terjadi penurunan sebesar 17,05 persen. Dengan demikian terbukti arah dan besaran perkembangannya serupa. Tabel 3.3. Angka Kematian Bayi (AKB) dan Rata-rata Umur Perkawinan Pertama Wanita di Kota Banjar Tahun Sumber: *Dinas Kesehatan Kota Banjar Susenas 2007, , Badan Pusat Statistik Suseda , Bappeda dan BPS Provinsi Jawa Barat Selama tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa angka kematian bayi berada di bawah 30 per seribu kelahiran hidup sehingga masuk klasifikasi daerah hardrock. Dalam lima tahun terakhir kedua angka tersebut juga memberikan informasi angka kematian bayi yang semakin kecil tiap tahunnya. Angka kematian 47

72 bayi yang semakin kecil mengindikasikan tingkat kesehatan bayi yang meningkat. Sementara tingkat kesehatan bayi sangat dipengaruhi oleh tingkat kesejahteraan dan kesadaran orang tua terhadap arti penting kesehatan itu sendiri. Dengan demikian juga bisa diartikan bahwa tingkat kesejahteraan dan pengetahuan masyarakat meningkat pula. Penurunan angka kematian bayi juga diindikasikan sangat berkorelasi dengan umur perkawinan pertama. Semakin tinggi umur perkawinan pertama maka tingkat kematian bayi semakin kecil. Dengan logika bahwa semakin dewasa seseorang maka semakin siap secara fisik dan mental untuk melahirkan, semakin tinggi pula pemahamannya terhadap informasi penting mengenai segala hal terkait perawatan bayi. Dengan demikian kesehatan bayi akan lebih diperhatikan. Rata-rata umur perkawinan pertama Kota Banjar selama kurun waktu lima tahun terakhir berada di kisaran umur 20 tahun ke atas, menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan umur perkawinan pertama. Sehingga diperkirakan usia ibu melahirkan juga berada di kisaran umur tersebut. Usia tersebut merupakan usia ideal melahirkan sesuai dengan usia melahirkan menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yaitu umur tahun. 48

73 Penolong Kelahiran Perkembangan kesehatan ibu dan anak berpengaruh terhadap perkembangan nilai IPM. Hal itu dikarenakan salah satu pembentuk nilai IPM, AHH, dibangun oleh keadaan kesehatan ibu dan anak. Angka yang digunakan adalah rata-rata anak lahir hidup dan rata-rata anak masih hidup. Semakin tinggi kualitas kesehatan ibu dan anak akan memperbesar peluang hidup keduanya. Dan pada akhirnya akan memperkecil AKB yang terjadi. AKB juga dipengaruhi oleh penanganan saat proses kelahiran. Tentunya peluang hidup ibu dan bayi akan lebih besar jika saat persalinan dibantu oleh tenaga medis yang berkompeten seperti dokter ahli kandungan dan bidan. Dokter dan bidan sangat memperhatikan keadaan pasien sebelum, saat dan setelah melahirkan sesuai SOP penanganan persalinan sehingga antisipasi terhadap keadaan tidak terduga bisa cepat. Hal tersebut yang tidak bisa dipenuhi jika persalinan dilakukan oleh dukun bayi atapun lainnya. Seperti tahun-tahun sebelumnya mayoritas proses persalinan sudah ditangani oleh dokter dan bidan, mencapai 86,14 persen. Persalinan yang ditangani bidan sebesar 69,34 persen dan sisanya sebesar 16,80 persen ditangani oleh dokter. Berdasarkan fakta tersebut maka bidan merupakan motor utama di lapangan dalam proses kelahiran. 49

74 Gambar 3.3. Persentase Penolong Pertama dan Terakhir Kelahiran Balita di Kota Banjar Tahun 2012 Sumber: Susenas 2012, Badan Pusat Statistik Perbandingan antara penolong pertama dan terakhir menunjukkan kecenderungan pasien dalam memilih penolong kelahiran. Pasien yang datang dan langsung ditangani oleh dokter sebanyak 9,84 persen. Artinya pasien langsung memilih agar proses persalinan ditangani dokter. Namun terlihat dokter sebagai penolong terakhir mengalami peningkatan hampir dua kali lipat. Selisih tersebut memiliki arti pada saat persalinan pasien memiliki keadaan khusus yang penanganannya harus dilakukan oleh dokter 50

75 ahli. Sementara mayoritas pasien yang datang ke bidan, proses kelahirannya berjalan dengan lancar. Hal yang menarik bahwa masih ada masyarakat yang tetap memilih dukun bayi sebagai rujukan untuk melahirkan. Sebanyak 18,04 persen yang datang ke dukun bayi dan 11,89 persen yang tertangani. Sementara sisanya kemungkinan besar dirujuk/ditangani bidan atau dokter. Program jampersal digulirkan untuk meniadakan kendala biaya bagi masyarakat kurang mampu sehingga setiap proses persalinan akan ditangani oleh dokter/bidan. Proses persalinan pada tahun 2012 yang ditangani langsung oleh dokter mengalami peningkatan hampir 100 persen, dari 8,7 persen pada tahun 2011 menjadi 16,8 persen. Hal ini menyiratkan peningkatan kepedulian orang tua terhadap perkembangan anak. Peningkatan tersebut secara langsung mempengaruhi jumlah persalinan yang ditangani bidan. Persalinan yang ditangani bidan hanya mencapai 69,3 persen. Sementara pada tahun sebelumnya persentase tersebut mencapai 83,9 persen. Dan persalinan yang dilakukan tenaga kesehatan lainnya hanya dua persen. Memang mayoritas persalinan ditangani oleh tenaga kesehatan yang berkompeten. Namun pada kenyataannya tetap saja ada masyarakat yang meminta bantuan kepada dukun bayi dalam proses persalinannya. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang program jampersal bisa menjadi penyebabnya. 51

76 Diharapkan peran proaktif bagi instansi terkait sehingga persalinan di dukun bayi bisa diminimalisir. Faktor jarak dan hal lain yang bersifat situasional juga bisa menyebabkan proses persalinan dilakukan oleh dukun bayi. Gambar 3.4. Persentase Penolong Terakhir Kelahiran Balita di Kota Banjar Tahun Sumber: Susenas , Badan Pusat Statistik Pada tahun 2012, sebanyak 11,9 persen persalinan dibantu oleh dukun bayi. Padahal pada tahun sebelumnya kelahiran yang ditangani dukun bayi sempat turun, hanya 6 52

77 persen. Perlu diperhatikan bahwa data di atas memperlihatkan penolong utama kelahiran balita. Diharapkan perkembangan jumlah kelahiran yang ditangani tenaga kesehatan semakin meningkat setiap tahun. Di sisi lain, kelahiran yang ditangani oleh dukun bayi semakin turun. Apabila ternyata kelahiran yang ditangani dukun bayi meningkat, walapun relatif kecil, perlu perhatian serius dari instansi terkait Lama Pemberian Asi Menurut WHO, asupan gizi bayi yang paling utama adalah Air Susu Ibu (ASI) terlebih pada umur 6 bulan pertama. Adanya program ASI eksklusif, pemberian asi tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada bayi berumur 0-6 bulan, menunjukkan kandungan asi yang luar biasa sehingga kebutuhan energi bayi sudah tercukupi. Beberapa kajian pun menyatakan bahwa kandungan ASI menyesuaikan kebutuhan bayi sesuai perkembangannya. Dari tahun ke tahun terlihat adanya peningkatan kesadaran ibu terhadap pentingnya pemberian ASI kepada bayi. Hanya sebagian kecil balita yang tidak pernah merasakan manfaat ASI. Pada tahun 2012 sebanyak 98,89 persen balita telah diberi ASI. Sisanya, 1,11 persen, tidak diberi ASI. Dimungkinkan keadaan tersebut terjadi bukan disengaja melainkan dikarenakan kematian 53

78 ibu saat melahirkan, tidak keluar ASI, bekerja atau sebab-sebab lain yang sifatnya urgen. Gambar 3.5. Persentase Pemberian ASI kepada Balita di Kota Banjar Tahun 2012 Sumber: Susenas 2012, Badan Pusat Statistik Dari jumlah balita yang diberi ASI, sebanyak 57,3 persen diberi asi sampai umur kurang dari dua tahun. Dengan rincian: 32,1 persen diberi ASI bulan; 16,8 persen diberi ASI bulan; 2,9 persen diberi ASI 6-11 bulan; dan 5,6 persen diberi ASI di bawah 6 bulan. Dari data tersebut terlihat bahwa semakin lama periode pemberian ASI semakin tinggi pula persentase balita yang diberi ASI. Kecenderungan tersebut merupakan sinyal positif mengenai peningkatan kesadaran masyarakat akan arti penting 54

79 ASI. Sementara sisanya sebanyak 42,7 persen diberi ASI sampai umur di atas 2 tahun. Gambar 3.6. Persentase Lama Pemberian ASI kepada Balita di Kota Banjar Tahun 2012 Sumber: Susenas 2012, Badan Pusat Statistik Masih banyak balita yang diberi ASI hanya sampai 17 bulan. Padahal idealnya pemberian ASI terhadap balita bisa sampai 24 bulan. Sosialisasi serta dorongan kepada masyarakat mengenai manfaat pemberian ASI harus terus ditingkatkan. Tentu saja semua itu memiliki tantangan. Gencarnya promosi susu formula di segala media merupakan tantangan utama. Pola pikir serta kesadaran yang telah tertanam tentang manfaat ASI jangan 55

80 sampai tergantikan oleh produk-produk yang sebenarnya hanya untuk pendamping ASI Imunisasi Balita masih sangat rentan terserang suatu penyakit karena belum mempunyai sistem kekebalan tubuh. Sementara kekebalan tubuh terbentuk pada saat tubuh terserang penyakit. Oleh karena itu tubuh perlu dirangsang dengan vaksin, bibit penyakit yang dilemahkan, sehingga memicu terbentuknya sistem kekebalan tersebut. Proses vaksinasi ini dikenal dengan imunisasi. Imunisasi yang diberikan yaitu BCG, DPT, Polio, Campak/Morbili dan Hepatitis B. Pemberian imunisasi disesuaikan dengan umur bayi. Hepatitis B (1) diberikan pada saat bayi berumur 0-7 hari. Sementara hepatitis B (2) dan B (3) diberikan saat bayi berumur 2 dan 3 bulan. BCG diberikan pada bayi berumur kurang dari satu bulan. Polio (1), Polio (2), dan Polio (3) diberikan pada umur 2, 3, dan 4 bulan. Jadwal pemberian DPT (1), DPT (2), dan DPT (3) sama dengan Polio (1), Polio (2), dan Polio (3). Sementara pada umur 9 bulan, bayi diberi imunisasi campak/morbili dan Polio (4). Tabel 3.4. menyajikan persentase balita yang mendapatkan imunisasi sesuai dengan jadwal pemberian imunisasi. Sebagai contoh penghitungan pada jenis imunisasi 56

81 campak/morbili, balita yang masuk hitungan adalah balita yang berumur 9 bulan ke atas. Sementara untuk imunisasi yang diberikan berulang kali seperti polio, umur dihitung mulai saat pertama kali balita harus menerima imunisasi tersebut. Perlu diketahui juga bahwa persentase di atas tidak menampilkan pemberian imunisasi lengkap, hanya menampilkan persentase balita yang pernah mendapat imunisasi sesuai jenisnya. Tabel 3.4. Persentase Balita menurut Jenis Imunisasi yang Diberikan di Kota Banjar Tahun 2012 Sumber: Susenas 2012, Badan Pusat Statistik Pada tahun 2012 mayoritas balita telah mendapatkan imunisasi. Secara rata-rata, balita yang telah diimunisasi mencapai lebih dari 90 persen. Imunisasi tertinggi merupakan pemberian imunisasi BCG yang mencapai 97,15 persen. Sementara 57

82 pemberian imunisasi Campak dan Hepatitis B menempati angka terendah dengan 91,98 persen. Apabila dilihat menurut jenis kelamin, pemberian imunisasi pada balita perempuan terlihat cenderung lebih tinggi dibandingkan pemberian pada balita lakilaki Keluhan Kesehatan Persentase keluhan kesehatan yang dialami masyarakat menunjukkan derajat kesehatan. Keduanya memiliki hubungan yang berlawanan. Semakin tinggi persentase keluhan kesehatan menunjukkan semakin rendah derajat kesehatan. Keluhan kesehatan yang ditampilkan lebih dikhususkan kepada penyakitpenyakit yang sering diderita masyarakat. Sementara penyakitpenyakit khusus/berat tidak bisa ditampilkan secara spesifik. Keluhan kesehatan di atas masuk ke dalam pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat. Masyarakat bisa mendapatkan pelayanan kesehatan dasar secara medis apabila pengobatannya dilakukan di sarana kesehatan milik pemerintah seperti puskesmas, puskesmas pembantu, dan sarana kesehatan lainnya. Berdasarkan persentase keluhan kesehatan yang diderita, instansi terkait bisa memperkirakan persediaan-persediaan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat 58

83 tersebut antara lain stok obat-obatan, tenaga kesehatan yang diperlukan dan lainnya. Gambar 3.7. Persentase Penduduk yang Mengalami Keluhan Kesehatan di Kota Banjar Tahun Sumber: Susenas , Badan Pusat Statistik Panas, batuk dan pilek merupakan penyakit-penyakit yang paling sering dialami masyarakat. Jumlah penderita ketiga penyakit tersebut cenderung meningkat pada tahun Penderita penyakit batuk mengalami peningkatan tertinggi, disusul oleh penderita penyakit pilek dan penderita penyakit 59

84 panas. Walaupun tidak disebutkan secara terperinci, yang perlu diperhatikan adalah peningkatan jumlah penderita penyakit lainnya yang lebih tinggi daripada peningkatan penderita penyakit batuk. Jangan sampai peningkatan yang terjadi berasal dari peningkatan penderita penyakit-penyakit berat seperti stroke, jantung, diabetes dan lainnya. Sebagian besar masyarakat yang terganggu kesehatannya hanya menderita penyakit yang bisa dikatakan ringan. Dalam arti, penanganan penyakit tersebut mudah dan periode waktunya pun relatif singkat. Pernyataan tersebut tergambarkan oleh seberapa lama masyarakat merasa terganggu aktivitas kesehariannya akibat penyakit dan proses penyembuhannya. Lebih dari setengah, tepatnya 52,89 persen, dari total masyarakat yang mengalami keluhan kesehatan hanya membutuhkan waktu tiga hari bahkan kurang untuk penyembuhannya. Sementara 26,59 persen membutuhkan waktu empat sampai 7 hari untuk sembuh. Apabila digabungkan maka sebanyak 79,48 persen membutuhkan waktu seminggu atau kurang untuk sembuh. Sisanya diduga penderita penyakit berat karena waktu penyembuhan yang diperlukan lebih dari seminggu. 60

85 Gambar 3.8. Persentase Lamanya Penduduk Mengalami Keluhan Kesehatan di Kota Banjar Tahun 2012 Sumber: Susenas 2011, Badan Pusat Statistik Manusia sudah selayaknyalah berusaha dan berdoa untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Begitu pula tatkala mendapatkan musibah mengalami keluhan kesehatan. Penanganan yang tepat sangat diperlukan agar keluhan kesehatan tersebut dapat segera teratasi. Cara penanganan tersebut bisa dilakukan sendiri maupun dibantu oleh dokter. Pengobatan sendiri dilakukan dengan cara mengkonsumsi obat sesuai jenis 61

86 penyakitnya tanpa resep dokter. Pembelian obat bisa di apotik maupun warung biasa. Tabel 3.5. Persentase Cara Pengobatan Penduduk yang Mengalami Keluhan Kesehatan di Kota Banjar Tahun 2012 Sumber: Susenas 2012, Badan Pusat Statistik Pada tahun 2012 ada sebanyak 70,07 persen masyarakat yang mengobati sendiri penyakitnya. 48,36 persen diantaranya berhasil sembuh. Sementara 21,71 persen, setelah mencoba mengobati sendiri namun tidak sembuh juga, harus berkonsultasi dengan tenaga kesehatan untuk mendapatkan kesembuhannya. Hanya sebanyak 24,58 persen masyarakat yang langsung menemui tenaga kesehatan untuk berobat. Namun ada juga masyarakat yang membiarkan atau hanya berharap penyakitnya 62

87 sembuh dengan sendirinya. Sejumlah 5,36 persen masyarakat tidak melakukan pengobatan terhadap penyakit yang dideritanya. Bisa saja karena penyakit tersebut merupakan penyakit ringan yang biasa diderita. Bisa juga penyakit berat dibiarkan tanpa penyembuhan karena faktor biaya atau sudah berusaha diobati namun tak kunjung sembuh yang pada akhirnya dibiarkan begitu saja Pola Hidup Sehat Pola hidup masyarakat bisa berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat. Pola hidup merupakan kebiasaan dalam beraktivitas sehari-hari. Pola hidup yang bersih dan sehat tentunya lebih dapat menjamin kesehatan jika dibandingkan dengan pola hidup yang tidak bersih. Pola hidup didekati melalui indikator penggunaan fasilitas air minum, penggunaan tempat buang air besar dan jenis tempat pembuangan akhir tinja. Penggunaan fasilitas di atas dibedakan menjadi penggunaan sendiri, bersama, dan umum. Penggunaan sendiri dan bersama ditekankan pada akses terbatas bagi rumah tangga tertentu untuk menggunakan fasilitas dimaksud. Sementara penggunaan umum tidak ada batasan. Rumah tangga mana pun bisa mengakses fasilitas tersebut. Sehingga rumah tangga pengguna fasilitas umum lebih rentan terjangkit bibit penyakit. 63

88 Sementara pada penggunaan sendiri dan bersama, kalaupun ada anggota rumah tangga yang sakit maka penyebarannya hanya seputar rumah tangga tersebut. Gambar 3.9. Persentase Penggunaan Fasilitas Air Minum di Kota Banjar Tahun Sumber: Susenas , Badan Pusat Statistik Hasil Susenas 2012 menunjukkan bahwa rumah tangga yang memiliki fasilitas air minum sendiri mencapai 87,25 persen; 7,46 persen digunakan bersama; 3.59 persen digunakan umum; dan 1,70 tidak mempunyai fasilitas air minum. Bila dibandingkan dengan keadaan pada tahun 2011, keadaan di atas mengalami 64

89 perbaikan kualitas. Hal ini terlihat dari peningkatan fasilitas air minum sendiri. Ditunjang penurunan pada penggunaan fasilitas air minum umum. Namun rumah tangga yang tidak memiliki fasilitas air minum sedikit mengalami peningkatan. Gambar Persentase Penggunaan Fasilitas Tempat Buang Air Besar di Kota Banjar Tahun Sumber: Susenas , Badan Pusat Statistik Peningkatan juga terjadi pada penggunaan sendiri fasilitas tempat buang air besar, dari 73,70 persen di tahun 2011 menjadi 74,52 persen. Penggunaan fasilitas tempat buang air besar secara umum dan tidak ada fasilitas mengalami penurunan. Keadaan 65

90 tersebut memberikan sinyal positif mengenai penggunaan fasilitas buang air besar. Hal yang perlu perhatian adalah adanya peningkatan jumlah rumah tangga yang tidak memiliki fasilitas. Gambar Persentase Tempat Pembuangan Akhir Tinja di Kota Banjar Tahun Sumber: Susenas , Badan Pusat Statistik Tempat pembuangan akhir tinja mengalami peningkatan kualitas sejalan dengan peningkatan kualitas penggunaan fasilitas tempat buang air besar. Tempat pembuangan akhir tinja berupa tangki/spal dan lubang tanah mengalami peningkatan. Pembuangan akhir tinja berupa tangki/spal pada tahun

91 sebesar 74,10 persen dan pada tahun 2012 menjadi 77,83 persen. Sementara pembuangan akhir tinja di kolam/sawah dan sungai/danau/laut mengalami peningkatan. Keadaan tersebut sejalan dengan persentase penggunaan fasilitas buang air besar. Pembuangan tinja tersebut termasuk tidak sehat karena kotoran tersebut masih berhubungan dengan air dan udara sehingga bisa mencemari lingkungan sekitar Pendidikan Sebagaimana digariskan dalam Pembukaan UUD 1945 bahwa salah satu tujuan berbangsa dan bernegara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan ini hanya akan dapat dicapai melalui pendidikan. Oleh karena itu pada UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dinyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan pada ayat 2 ditegaskan setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Untuk mengaktualisasikan amanah UUD 1945 tersebut, maka pemerintah Indonesia mengatur penyelenggaraan pendidikan melalui Undang-undang mengenai Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). UU No. 2 tahun 1989 dipandang tidak memadai lagi serta perlu disempurnakan sesuai amanat perubahan UUD 45 menjadi dasar Pendidikan di Indonesia diselenggarakan sesuai dengan sistem pendidikan nasional yang 67

92 ditetapkan dalam UU No. 20 tahun 2003 sebagai pengganti. Pendidikan nasional adalah pendidikan berdasarkan UUD dan Pancasila yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Sisdiknas dimaksudkan sebagai arah dan strategi pembangunan nasional bidang pendidikan. Perkembangan pembangunan pendidikan dapat terlihat dari indikator angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, tingkat partisipasi sekolah, tingkat pendidikan yang ditamatkan Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah Angka Melek Huruf (AMH) merupakan angka yang memperlihatkan kemampuan penduduk dalam membaca dan menulis. Kemampuan membaca dan menulis merupakan bekal paling dasar yang harus dimiliki untuk dapat menambah serta mengasah ilmu pengetahuan. Cakupan penghitungan angka melek huruf disini adalah bagi penduduk usia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin dan atau huruf lainnya. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir angka melek huruf Kota Banjar mengalami perkembangan positif. Angka melek huruf pada tahun 2012 mencapai 99,05 persen. Adanya peralihan dari 68

93 penduduk usia sekolah 14 tahun menjadi 15 tahun mendorong peningkatan AMH tersebut. Disisi lain, penduduk buta huruf pada usia lanjut merupakan penghambat peningkatan AMH. Gambar Persentase Angka Melek Huruf di Kota Banjar Tahun Sumber: Susenas , Badan Pusat Statistik Suseda , Bappeda dan BPS Provinsi Jawa Barat Sejalan dengan capaian AMH, rata-rata lama sekolah di Kota Banjar juga mengalami perkembangan positif. Rata-rata lama sekolah Kota Banjar pada tahun 2012 adalah 8,07. Hal ini berarti bahwa rata-rata penduduk Kota Banjar usia 15 tahun ke atas hanya menempuh pendidikan sampai kelas 2 SLTP. Keadaan 69

94 tersebut masih jauh dari target program pendidikan dasar 9 tahun. Program kejar paket A dan B harus terus digalakkan untuk mencapai target tersebut. Kesabaran dan keuletan sangat dibutukan untuk memotivasi dan menumbuhkan kembali minat belajar penduduk usia lanjut. Gambar Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas di Kota Banjar Tahun Sumber: Susenas , Badan Pusat Statistik Suseda , Bappeda dan BPS Provinsi Jawa Barat 70

95 Angka Partisipasi Sekolah Angka Partisipasi Sekolah (APS) menunjukkan tingkat partisipasi penduduk yang bersekolah. Biasanya APS disajikan menurut kelompok umur sekolah yaitu usia 7-12 tahun untuk tingkat SD sederajat, usia tahun untuk SLTP sederajat, umur tahun untuk SMA sederajat dan usia untuk tingkat akademi/perguruan tinggi. APS 100 persen merupakan kondisi ideal yang ingin dicapai, terutama untuk pendidikan dasar 9 tahun (SD dan SLTP). Apabila APS kurang dari 100 persen maka selisih angka tersebut menunjukkan persentase penduduk yang tidak bersekolah pada setiap kelompok umur. Tabel 3.6. Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Jenis Kelamin di Kota Banjar Tahun Sumber: Susenas , Badan Pusat Statistik 71

96 Secara umum APS pada tahun 2012 mengalami peningkatan dibandingkan APS tahun 2011 di semua kelompok umur sekolah. Peningkatan APS tertinggi berada di kelompok usia tahun yang mencapai 6,15 poin. Sementara peningkatan terendah, 0,47 poin, berada di kelompok usia 7-12 tahun. Hal ini wajar karena APS di kelompok tersebut sudah tinggi. Peningkatan tersebut juga berarti bahwa penduduk usia sekolah yang tidak bersekolah menjadi semakin kecil. Sebagai contoh pada kelompok umur 7-12 tahun: APS pada tahun 2011 mencapai 98,46 persen yang berarti bahwa sebanyak 1,54 persen dari penduduk usia 7-12 tahun tidak/belum bersekolah. Sementara APS tahun 2012 menjadi 98,94 persen sehingga penduduk usia 7-12 tahun yang tidak bersekolah menjadi 1,06 persen. Apabila dilihat menurut jenis kelamin, peningkatan APS tersebut hampir terjadi di semua kelompok usia sekolah. Bahkan APS penduduk perempuan pada kelompok usia 7-12 tahun mencapai kondisi ideal 100 persen. Sementara APS penduduk lakilaki pada kelompok usia 7-12 tahun mengalami penurunan namun tidak signifikan. Secara garis besar terlihat bahwa APS pada penduduk laki-laki lebih tinggi dibandingkan pada penduduk perempuan. Namun pada penduduk perempuan terlihat peningkatan APS di semua kelompok usia. Dengan demikian 72

97 kesempatan perempuan Kota Banjar untuk menimba semakin tinggi. Semakin tinggi kelompok usia sekolah semakin rendah nilai APS yang tercipta. Dengan kata lain semakin tinggi kelompok usia sekolah semakin tinggi pula jumlah siswa yang tidak bersekolah. Hal ini sangat wajar mengingat semakin tinggi jenjang sekolah semakin tinggi pula biaya sekolah yang dibutuhkan. Apalagi adanya kendala pada keadaan ekonomi keluarga yang memaksa penduduk usia sekolah untuk ikut bekerja. Untuk memperkecil tingkat putus sekolah terutama pada sekolah lanjutan atas dan sekolah tinggi, berbagai program pendidikan baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah digulirkan. Namun faktor daya tampung sekolah turut mempengaruhi tingkat partisipasi sekolah. Semakin tinggi jenjang pendidikan semakin sedikit sarana pendidikan yang tersedia. Disamping ada alasan lainnya yang menyebabkan tidak melanjutkan sekolah. APS hanya menunjukkan partisipasi sekolah secara umum berdasarkan kelompok usia sekolah. Tidak menutup kemungkinan adanya penduduk yang bersekolah tidak sesuai dengan jenjang sekolah yang seharusnya ditempuh. Keadaan ini bisa terlihat dari Angka Partisipasi Kasar (APK). APK menyajikan partisipasi sekolah sesuai jenjang pendidikan yang sedang ditempuh. Apabila APK bernilai lebih dari 100 persen bisa 73

98 dipastikan banyak penduduk bersekolah di luar kelompok usia yang seharusnya. Sebagai contoh umur 6 tahun sudah sekolah SD. Padahal sesuai ketentuan yang bersekolah pada jenjang SD adalah penduduk berusia 7-12 tahun. Dimungkinkan juga umur 12 tahun sudah bersekolah SLTP. Ada juga umur 13 tahun yang masih duduk di SD. Sebaliknya jika APK bernilai kurang dari 100 persen jangan diartikan bahwa penduduk yang bersekolah pada jenjang sekolah tersebut sudah sesuai dengan kelompok usia sekolahnya. Untuk melihat perkiraan persentase penduduk kelompok usia tersebut yang bersekolah di luar jenjang pendidikan yang bersesuaian, nilai APK bisa dikombinasikan dengan APS. Selisih tersebut masih bersifat perkiraan karena tidak menutup kemungkinan adanya kelompok usia lain yang bersekolah pada jenjang dimaksud. Apabila APK>APS berarti banyak kelompok usia lain yang bersekolah pada jenjang pendidikan dimaksud. Sementara kalau APK<APS berarti penduduk kelompok usia tersebut banyak yang bersekolah di luar jenjang pendidikan dimaksud. Selaras dengan APS, semakin tinggi jenjang pendidikan semakin kecil pula nilai APK. Pada jenjang SD, rata-rata nilai APK berada di atas 100 persen. APK tersebut jauh di atas APS usia SD (7-12 tahun). Keadaan tersebut terjadi pada nilai APK laki-laki 74

99 maupun perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa ternyata penduduk di luar kelompok usia SD banyak yang bersekolah di SD. Tabel 3.7. Angka Partisipasi Kasar (APK) menurut Jenis Kelamin di Kota Banjar Tahun Sumber: Susenas , Badan Pusat Statistik Sementara pada jenjang SLTP, nilai APK cenderung lebih kecil dibandingkan nilai APS yang berarti bahwa cukup banyak penduduk kelompok usia SLTP (13-15 tahun) yang bersekolah di luar jenjang pendidikan SLTP. Analisa tersebut berlaku juga untuk jenjang pendidikan lainnya yang memiliki keadaan serupa. Perbandingan APK antar tahun memperlihatkan perkembangan persentase penduduk yang bersekolah di setiap jenjang pendidikan. Persentase penduduk yang bersekolah di jenjang SD mengalami peningkatan pada tahun 2012 dari 100,63 75

100 persen menjadi 104,38 persen. Peningkatan tersebut terjadi baik pada penduduk laki-laki maupun perempuan. Peningkatan tersebut juga terjadi di jenjang SMA. Peningkatan tersebut didorong oleh peningkatan penduduk perempuan yang bersekolah di SMA. Sementara penduduk laki-laki yang bersekolah di SMA mengalami penurunan. Pada jenjang SLTP dan PT terjadi keadaan yang sebaliknya. Penurunan pada jenjang SLTP disebabkan penurunan penduduk perempuan. Sementara pada jenjang PT, penurunan disebabkan oleh penduduk laki-laki. Pada bahasan APK disebutkan bahwa APK dibawah 100 persen bukan berarti penduduk yang bersekolah pada jenjang pendidikan tertentu sudah sesuai dengan kelompok usia pendidikan di jenjang tersebut. Jumlah penduduk bersekolah yang sesuai dengan kelompok usia dan jenjang sekolah terlihat pada Angka Partisipasi Murni (APM). Dengan demikian APM memperlihat penduduk usia 7-12 tahun bersekolah di SD, penduduk usia tahun bersekolah di SLTP dan penduduk usia tahun bersekolah di SMA. Perkembangan APM serupa dengan perkembangan APK. Semakin tinggi jenjang pendidikan semakin kecil nilai APM yang terbentuk. Pada tahun 2012, APM SD dan APM SMA mengalami peningkatan. Sementara APM SLTP dan APM PT mengalami penurunan. 76

101 Tabel 3.8. Angka Partisipasi Murni (APM) menurut Jenis Kelamin di Kota Banjar Tahun Sumber: Susenas , Badan Pusat Statistik APM SD pada tahun 2012 mencapai 94,59 persen. APM SD sebesar 94,59 persen berarti hanya sekitar 95 dari 100 penduduk berusia 7-12 tahun yang bersekolah di SD. Sementara sisanya sudah menginjak jenjang pendidikan SMP atau belum bersekolah, putus sekolah dan alasan lainya yang menyebabkan mereka tidak bersekolah. Keadaan tersebut mengalami peningkatan sebesar 1,70 poin dibandingkan APM SD tahun Peningkatan tersebut didorong oleh peningkatan APM SD penduduk perempuan. Sementara APM SD laki-laki justru mengalami sedikit penurunan. Nilai APM yang terus meningkat semakin menunjukkan ketaatan pengelola sekolah mengenai pelaksanaan peraturan usia minimum masuk SD, yaitu 7 tahun. Apabila hal ini 77

102 terus meningkat maka di tahun mendatang, usia sekolah di jenjang pendidikan selanjutnya akan sesuai dengan kelompok usia yang seharusnya terkecuali adanya siswa yang telat usia masuk sekolah SD atau siswa yang mengulang. Makna APM diatas dapat menggambarkan ketersediaan tempat/daya tampung sarana pendidikan yang diisi oleh kelompok usia pada jenjang pendidikan yang bersesuaian. Hal ini bisa dilihat dengan membandingkan angka APM dengan APS dan APK. Sebagai contoh keadaan tahun 2012 pada jenjang SMA yang bersesuaian dengan kelompok usia tahun: Nilai APS 66,07 persen, APK 75,57 persen dan nilai APM 60,15 persen. Nilai APK didapat dari perbandingan jumlah siswa yang bersekolah di SMA dengan jumlah penduduk usia tahun. Sehingga bisa diartikan sebagai daya tampung maksimal untuk jenjang pendidikan SMA. Daya tampung tersebut hanya diisi sebanyak 60,15 persen oleh kelompok usia tahun. Sehingga sisa daya tampung sebanyak 15,42 persen diisi oleh kelompok usia lainnya. Sebaliknya ada sekitar 5,92 persen kelompok usia tahun yang masih bersekolah di jenjang SLTP atau bahkan sudah kuliah. Program pendidikan gratis untuk jenjang pendidikan dasar belum bisa dinikmati secara merata. Hal ini terlihat dari partisipasi sekolah usia 15 tahun ke bawah. Pada kelompok usia SD masih terdapat satu persen penduduk yang belum bersekolah. Artinya 78

103 satu diantara 100 penduduk usia 7-12 tahun tidak bersekolah. Jangan sampai daya tampung sekolah menjadi alasannya. Mengingat nilai APK SD yang lebih dari 100 persen. Artinya ketersediaan kursi di jenjang SD bisa menampung seluruh penduduk usia 7-12 tahun. Sementara pada usia tahun masih ada 5 dari 100 penduduk usia tersebut yang belum mengenyam pendidikan Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan Kualitas sumber daya manusia terlihat dari tingkat pendidikan yang dimiliki. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamatkan maka semakin baik pula kualitas pendidikan manusianya dan semakin baik sumber daya manusia yang dimiliki. Namun dalam kenyataannya semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin sedikit pula persentase penduduk yang tamat pada jenjang pendidikan tersebut. Indikator yang digunakan untuk melihat keadaan di atas adalah ijazah tertinggi yang ditamatkan penduduk usia 10 tahun ke atas. Mayoritas penduduk usia 10 tahun ke atas berpendidikan SD ke bawah, lebih dari 55 persen, baik pada tahun 2011 maupun Perkembangan positif diperlihatkan pada jenjang SLTP dan Perguruan Tinggi. Persentase penduduk yang tamat SLTP dan akademi/pt meningkat. Penduduk yang tamat SLTP sekitar 20,39 79

104 persen pada tahun 2012, sedikit lebih baik dibandingkan keadaan tahun 2011 yang hanya 20,05 persen. Sementara penduduk yang tamat akademi/pt meningkat dari 5,50 persen pada tahun 2011 menjadi 6,65 persen pada tahun Namun lulusan SMA justru mengalami sedikit penurunan dari 17,45 persen pada tahun 2011 menjadi 17,17 persen pada tahun Gambar Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan di Kota Banjar Tahun Sumber: Susenas , Badan Pusat Statistik 80

105 Apabila dilihat berdasarkan gender, penduduk perempuan yang tidak/belum memiliki ijasah SD lebih banyak daripada penduduk laki-laki. Keadaan tersebut juga terjadi pada lulusan SLTP dan Akademi/PT. Hanya pada lulusan SD dan lulusan SMA sajalah penduduk perempuan lebih sedikit dibandingkan penduduk laki-laki. Masih banyaknya penduduk yang hanya lulusan SD ke bawah menandakan bahwa program-program yang digulirkan pemerintah belum berjalan maksimal untuk mencapai target pendidikan dasar 9 tahun. Gambar Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Kota Banjar Tahun 2012 Sumber: Susenas 2012, Badan Pusat Statistik 81

106 3.4. PDRB per Kapita PDRB per Kapita merupakan ukuran kesejateraan penduduk secara makro ekonomi. Ukuran tersebut biasanya digunakan untuk membandingkan tingkat kesejahteraan antar wilayah dengan keterbatasan yang ada. PDRB per Kapita didapatkan dari nilai PDRB suatu wilayah dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun wilayah tersebut. Sementara PDRB sendiri merupakan produk/barang dan jasa yang dihasilkan suatu wilayah dalam periode tertentu tanpa memandang apakah faktor produksi tersebut merupakan sumber daya wilayah tersebut. Dengan demikian sangat dimungkinkan terdapat produk/barang dan jasa yang dimiliki penduduk wilayah lain tetapi tetap dihitung sebagai produk wilayah bersangkutan. Sebenarnya ukuran yang tepat adalah Disposable Income, pendapatan yang dapat dibelanjakan secara langsung. Tetapi penghitungan untuk mendapatkan indikator tersebut sangat sulit sehingga PDRB per Kapita tetap digunakan secara umum untuk mengetahui tingkat kesejahteraan. PDRB tersebut merupakan total nilai tambah bruto yang tercipta dari seluruh kegiatan ekonomi. Nilai tambah bruto dibentuk dari upah/gaji, bunga, sewa dan surplus usaha yang kesemuanya merupakan pendapatan bagi penduduk. Upah/gaji merupakan pendapatan bagi tenaga kerja. Bunga, sewa dan 82

107 surplus usaha merupakan pendapatan dari pemilik modal, tanah dan keuntungan wirausaha. Sehingga pada akhirnya pendapatan tersebut akan dibelanjakan kembali oleh penduduk dalam bentuk barang dan jasa untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Tabel 3.9. PDRB per Kapita dan Laju Pertumbuhan PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan 2000 di Kota Banjar Tahun Sumber: PDRB Kota Banjar , Badan Pusat Statistik PDRB per Kapita Kota Banjar menunjukan perkembangan positif tiap tahunnya. Pada tahun 2012 PDRB per Kapita Kota Banjar atas dasar harga berlaku mencapai Rp 11,87 juta rupiah. Nilai tersebut mengalami peningkatan sebesar 8,59 persen dibandingkan keadaan tahun Secara rata-rata, peningkatan 83

108 PDRB per Kapita atas dasar harga berlaku berada di atas 8 persen pada kurun waktu lima tahun terakhir. Peningkatan tersebut terbilang tinggi karena masih dipengaruhi faktor kenaikan harga pada tahun bersangkutan. Eliminasi pengaruh kenaikan harga terlihat pada PDRB per Kapita atas dasar harga konstan tahun 2000 sehingga PDRB per Kapita tersebut mencerminkan kondisi riil. Pada tahun 2012 PDRB per Kapita atas dasar harga konstan tahun 2000 mencapai Rp 4,62 juta atau meningkat sebesar 4,25 persen dibandingkan keadaan tahun Dari series di atas terlihat bahwa dalam tiga tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang semakin tinggi. Hal ini tentunya didorong oleh iklim usaha yang semakin kondusif. Penduduk dengan pendapatan rendah cenderung memprioritaskan pengeluarannya pada pemenuhan kebutuhan makanan daripada kebutuhan non makanan. Dan seiring dengan peningkatan pendapatan maka sedikit demi sedikit pengeluaran kebutuhan non makanan akan ditingkatkan. Sebaliknya bagi penduduk dengan golongan pendapatan tinggi, pengeluaran kebutuhan non makanan cenderung lebih tinggi daripada kebutuhan makanan. Keadaan tersebut terjadi karena konsumsi makanan mengikuti fungsi eksponensial. Dengan asumsi setiap peningkatan pendapatan akan memacu peningkatan konsumsi makanan, tetapi pada suatu saat (titik jenuh) konsumsi tersebut 84

109 akan stabil dan cenderung mulai turun. Pada saat bersamaan peningkatan pendapatan yang ada akan dialihkan untuk konsumsi non makanan, tabungan dan investasi. Gambar Persentase Rata-rata Pengeluaran Makanan dan Non Makanan di Kota Banjar Tahun Sumber: Susenas , Badan Pusat Statistik Suseda , Bappeda dan BPS Provinsi Jawa Barat Dalam kurun lima tahun terakhir, trend pengeluaran makanan menunjukan penurunan. Sebaliknya, trend pengeluaran non makanan perlahan-lahan meningkat setiap tahunnya. Walaupun porsi pengeluaran makanan masih terlihat lebih besar dibandingkan pengeluaran non makan. Terlebih pada tahun 2012, 85

110 porsi pengeluaran makanan mencapai 53,41 persen. Porsi tersebut lebih besar dibandingkan porsi pengeluaran makanan pada tahun 2011 yang mencapai 50,56 persen. Sementara porsi pengeluaran non makanan pada tahun 2012, sebesar 46,59 persen, mengalami penurunan jika dibandingkan keadaan tahun 2011 yang mencapai 49,44 persen atau turun 2,85 poin. Peningkatan porsi pengeluaran makanan pada tahun 2012 tentu saja mengakibatkan turunnya konsumsi selain makanan seperti investasi, tabungan, pendidikan, kesehatan dan kebutuhan lainnya. Jangan sampai penurunan pemenuhan kebutuhan tersebut berakibat pada penurunan kualitas hidup masyarakat Kota Banjar. 86

111

112

113 BAB IV PENCAPAIAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA BANJAR Indeks Pembangunan Manusia terbentuk dari tiga aspek mendasar pembangunan manusia yang meliputi aspek kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Aspek kesehatan mengacu pada umur panjang sehingga indikator harapan hidup sangat tepat untuk mewakili. Aspek pendidikan direpresentasikan oleh indikator melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Sementara aspek ekonomi yang menggambarkan kehidupan layak diwakili oleh kemampuan daya beli. Pembangunan manusia pada hakekatnya merupakan suatu proses investasi. Maka peningkatan pembangunan manusia sangat dipengaruhi oleh sejauh mana upaya pemerintah dalam rangka memacu peningkatan ketiga aspek di atas. Hasil pencapaian tersebut belum tentu dapat langsung dirasakan pada periode selanjutnya tergantung periode investasi yang dilakukan. Sebagai contoh program kejar paket A ditujukan kepada penduduk berusia 15 tahun ke atas yang buta huruf. Hasil program tersebut bisa langsung dirasakan pada periode selanjutnya. Sementara hasil program sekolah SD gratis akan dapat dinikmati saat siswa bersangkutan berumur 15 tahun ke 89

114 atas. Batasan umur 15 tahun merupakan batas untuk diikutsertakan dalam penghitungan indikator pembentuk IPM. Upaya pemerintah Kota Banjar dalam rangka peningkatan pembangunan manusia harus selaras dengan upaya peningkatan pembangunan ekonomi. Peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan akan berpengaruh langsung terhadap produktifitas pekerja, yang akhirnya akan menunjang akselerasi perekonomian. Sebaliknya, kegagalan pembangunan manusia dapat mengakibatkan ketidakstabilan sosial dan politik, dan konseksuensinya berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Pencapaian Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjar beserta perkembangan komponen-komponen pembentuknya akan dipaparkan berikut ini: 4.1. Perkembangan Kesehatan Kemajuan di bidang kesehatan seringkali dilihat dari perkembangan indikator angka harapan hidup. Angka harapan hidup adalah perkiraan rata-rata banyaknya tahun yang dapat ditempuh seseorang selama hidup. Angka harapan hidup yang tinggi merupakan target pemerintah. Namun untuk mencapai target tersebut diperlukan usaha menyeluruh terhadap peningkatan kualitas kesehatan dan pola hidup masyarakat. 90

115 Angka harapan hidup penduduk Kota Banjar pada tahun 2012 mencapai 71,09 tahun. Artinya bayi yang dilahirkan pada tahun 2012 di Kota Banjar berpeluang dapat menjalani hidup lebih dari 71 tahun. Bila dibandingkan dengan keadaan tahun 2011, angka harapan hidup Kota Banjar mengalami kemajuan 0,16 poin selama satu tahun. Peningkatan tersebut lebih tinggi dibandingkan peningkatan pada tahun 2011 yang hanya 0,10 poin. Perlu diketahui bahwa semakin tinggi angka harapan hidup maka perubahan/kemajuan yang dicapai akan semakin rendah. Sehingga peningkatan yang terjadi walaupun sedikit demi sedikit merupakan suatu prestasi. Gerak indeks angka harapan hidup sejalan dengan gerak angka harapan hidup. Hal ini ditunjukkan oleh grafik angka harapan hidup dan indeks angka harapan hidup. Namun jika diamati perubahannya, secara umum menunjukkan trend perubahan yang melambat. Hal ini sesuai dengan pernyataan sebelumnya bahwa semakin tinggi angka harapan hidup maka perubahan/kemajuan yang dicapai akan cenderung semakin rendah. Perubahan indeks angka harapan hidup pada tahun 2012 mencapai 0,27 poin, terjadi peningkatan lebih dari 50 persen dibandingkan perubahan pada tahun

116 Gambar 4.1. Angka Harapan Hidup, Indeks Angka Harapan Hidup Beserta Perubahannya di Kota Banjar Tahun Peningkatan angka harapan hidup pada tahun 2012 didukung data penurunan angka kematian bayi, peningkatan kualitas pada penanganan proses persalinan, pemberian ASI. Hal ini dikarenakan data penghitungan angka harapan hidup berdasarkan rata-rata anak lahir hidup dan masih hidup. Sehingga program dan kegiatan untuk peningkatan kualitas kesehatan bayi dan anak sangat tepat untuk mendongkrak capaian angka harapan hidup. 92

117 4.2. Perkembangan Pendidikan Perkembangan komponen pendidikan dipengaruhi oleh perkembangan angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Karena komponen pendidikan dibentuk oleh dua per tiga bagian angka melek huruf dan sepertiga bagian rata-rata lama sekolah. Angka melek huruf menggambarkan persentase penduduk umur 15 tahun keatas yang dapat membaca dan menulis huruf latin atau huruf lainnya. Rata-rata lama sekolah menggambarkan ratarata jumlah tahun yang dijalani oleh penduduk untuk menempuh pendidikan formal. Perkembangan indeks melek huruf menunjukkan peningkatan positif. Selama periode , peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2011 yang mencapai 0,29 poin, dari 98,75 pada tahun 2010 menjadi 99,04 pada tahun Peningkatan terendah terjadi pada tahun 2012, dari 99,04 pada tahun 2011 menjadi 99,05 pada tahun 2012 atau hanya meningkat 0,01 poin. Peningkatan AMH yang relatif lambat setiap tahun serta belum tercapainya bebas buta huruf, kemungkinan disebabkan oleh penduduk berusia diatas 15 tahun yang sudah berusia lanjut yang tidak bisa membaca dan menulis. Dan apabila ada penduduk usia muda yang belum bisa membaca dan menulis maka perlu 93

118 penanganan secepatnya, disesuaikan keadaan penduduk bersangkutan. Secara umum perkembangan indeks rata-rata lama sekolah mengalami peningkatan pada lima tahun terakhir. Selama periode , peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2011 yang mencapai 0,27 poin, dari 53,53 pada tahun 2010 menjadi 53,80 pada tahun Sementara indeks rata-rata lama sekolah pada tahun 2012 sama seperti pada tahun 2011 yaitu 53,80. Peningkatan indeks rata-rata lama sekolah yang belum begitu besar kemungkinan disebabkan oleh masih cukup besar penduduk usia 15 tahun ke atas yang berpendidikan SD maupun yang tidak sekolah. Berdasarkan rata-rata lama sekolah pada tahun 2012 yang hanya 8,07 terlihat bahwa mayoritas pendidikan penduduk Kota Banjar hanya sampai SLTP kelas 2. Keadaan ini diperlihatkan oleh APS usia sekolah SLTP dan APS usia sekolah SMA. APS usia SLTP pada tahun 2012 sebesar 94,59, sedangkan APS usia SMA hanya 66,07. Terjadi penurunan APS yang sangat besar antara kedua APS tersebut, hampir mencapai 30 persen. Besarnya kesenjangan tersebut mengindikasikan banyaknya siswa yang putus sekolah pada jenjang SMA atau hanya bersekolah sampai tingkat SLTP saja. Perlu kajian mendalam mengenai penyebab/alasan tingginya tingkat putus sekolah tersebut. Faktor ekonomi keluarga yang mengharuskan siswa 94

119 bersangkutan bekerja, tidak ada biaya sekolah atau daya tampung SMA yang kurang memadai bisa menjadi alasan dimaksud di atas. Dengan keadaan seperti itu maka pendidikan luar sekolah semacam program paket A, B dan C bagi siswa putus sekolah perlu ditingkatkan. Selain itu, program beasiswa maupun orang tua asuh bagi siswa miskin yang berprestasi juga perlu digencarkan. Gambar 4.2. Indeks Pendidikan Beserta Indeks Pembentuknya di Kota Banjar Tahun Sumber: Susenas , Badan Pusat Statistik Suseda , Bappeda dan BPS Provinsi Jawa Barat Peningkatan indeks pendidikan hanya ditunjang oleh peningkatan indeks melek huruf. Selama periode , 95

120 peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2011 yang mencapai 0,28 poin, dari 83,68 pada tahun 2010 menjadi 83,96 pada tahun Peningkatan terendah terjadi pada tahun 2012, hanya 0,01 poin, dari 83,96 pada tahun 2011 menjadi 83,97 pada tahun Perkembangan Paritas Daya Beli Komponen terakhir yang digunakan untuk penghitungan IPM adalah dimensi ekonomi yaitu kemampuan untuk hidup layak. Komponen ini digambarkan dengan paritas daya beli. Daya beli merupakan kemampuan masyarakat dalam membelanjakan uang untuk barang dan jasa. Kemampuan ini sangat dipengaruhi oleh harga-harga riil antar wilayah karena nilai tukar yang digunakan dapat menaikkan atau menurunkan daya beli. Untuk itu dalam penghitungan daya beli ini telah menggunakan harga yang telah distandarkan dengan kondisi Jakarta Selatan sebagai rujukannya. Penggunaan standar harga ini untuk mengeliminasi perbedaan harga antar wilayah sehingga perbedaan kemampuan daya beli masyarakat antar wilayah dapat diperbandingkan. Hasil penghitungan paritas daya beli ini juga telah dideflate dengan IHK tahun 1989, jadi nilai paritas daya beli sebenarnya jauh lebih besar dibandingkan paritas daya beli seperti yang ditampilkan. Penggunaan IHK 1989 ditujukan untuk 96

121 menjaga konsistensi dan kesamaan metodologi dengan tahuntahun sebelumnya mulai dari pertama kali IPM dihitung oleh BPS, sehingga dapat diperbandingkan antar waktu meskipun tahun dasar penghitungan inflasi terbaru menggunakan tahun dasar tahun Tujuan dari pendeflasian harga adalah supaya daya beli ini tidak terpengaruh oleh perubahan harga, sehingga harus dihitung berdasarkan harga konstan pada tahun dasar tertentu. Paritas daya beli Kota Banjar tahun 2012 adalah sebesar Rp ,- meningkat seiring dengan semakin tingginya kebutuhan hidup dibandingkan tahun 2011 yang mencatat paritas daya beli sebesar Rp ,-. Kenaikan paritas daya beli ini diperkirakan dipengaruhi oleh semakin membaiknya kondisi ekonomi penduduk. Keadaan tersebut sudah selaras dengan peningkatan riil PDRB per Kapita. Semakin baik keadaan ekonomi masyarakat maka kualitas hidup masyarakat pun akan terdorong meningkat. Gerak indeks daya beli yang tercipta mengikuti nilai paritas daya beli. Selama periode , peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2009 yang mencapai 0,78 poin, dari 62,18 pada tahun 2008 menjadi 62,96 pada tahun Peningkatan terendah terjadi pada tahun 2011, yang meningkat 0,61 poin. Sementara pada tahun 2012 terjadi peningkatan 97

122 sebesar 0,62 poin dari 64,33 pada tahun 2011 menjadi 64,95 pada tahun Gambar 4.3. Indeks Daya Beli dan Perubahannya di Kota Banjar Tahun Sumber: Susenas , Badan Pusat Statistik Suseda , Bappeda dan BPS Provinsi Jawa Barat 4.4. Perkembangan IPM Kota Banjar Secara umum perkembangan IPM Kota Banjar cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Namun jika dilihat dari trend perubahan nilai IPM, perubahan IPM Kota Banjar cenderung mengalami perlambatan. Nilai IPM Kota Banjar yang berada di 98

123 kisaran 50,00-79,99 menandakan bahwa IPM Kota Banjar termasuk IPM skala menengah. IPM Kota Banjar pada tahun 2012 sebesar 75,24. Kondisi tersebut mengalami peningkatan sebesar 0,29 poin selama setahun dibandingkan keadaan tahun Peningkatan tertinggi sebesar 1,04 poin setahun terjadi pada tahun 2008 dibandingkan tahun Besar kemajuan atau kemunduran dari pencapaian sasaran pembangunan manusia di suatu daerah selama kurun waktu tertentu dapat dilihat melalui reduksi shortfall. Dengan kata lain, melalui reduksi shortfall ini dapat dilihat kecepatan perkembangan IPM suatu daerah. Terdapat sebuah kecenderungan dalam pencapaian IPM, jika nilai IPM semakin mendekati nilai maksimumnya (100 persen), maka pertumbuhannya akan semakin lambat. Sebaliknya jika angka capaian IPM masih berada pada level yang rendah maka kemampuan untuk memacu pertumbuhan yang tinggi dalam capaian IPM akan lebih mudah. Reduksi shortfall Kota Banjar mencapai 1,18 pada tahun Reduksi shortfall tersebut lebih tinggi dibandingkan keadaan pada tahun Keadaan tersebut berarti usaha-usaha yang dilakukan pemerintah Kota Banjar untuk meningkatkan capaian nilai IPM pada tahun 2012 lebih besar pengaruhnya dibandingkan usaha pada tahun Bila dilihat dalam kurun waktu lima tahun 99

124 terakhir, pencapaian reduksi shortfall terbesar terjadi pada tahun 2009, mencapai 3,77. Gambar 4.4. IPM, Peningkatan IPM dan Reduksi Shortfall IPM Kota Banjar Tahun Sumber: Susenas , Badan Pusat Statistik Suseda , Bappeda dan BPS Provinsi Jawa Barat 100

125

126

127 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dalam Bab III dan Bab IV dapat diambil beberapa kesimpulan sesuai ketiga aspek pembangunan manusia, yaitu: a. Aspek Kesehatan 1) Angka harapan hidup Kota Banjar selama periode terus mengalami peningkatan. Angka harapan hidup pada tahun 2012 sebesar 71,09 tahun. 2) Indeks angka harapan hidup yang mewakili derajat kesehatan Kota Banjar mencapai 76,82 pada tahun b. Aspek Pendidikan 1) Angka melek huruf Kota Banjar terus mengalami peningkatan selama periode Pada tahun 2012 angka melek huruf mencapai 99,05. 2) Secara trend rata-rata lama sekolah juga terus mengalami peningkatan selama periode Namun pada tahun 2012 rata-rata lama sekolah mencapai 8,07 tahun, sama pada tahun 2012, yang berarti rata-rata pendidikan 103

128 penduduk Kota Banjar usia 15 tahun ke atas hanya mencapai kelas 2 SLTP. 3) Berdasarkan komponen angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah didapatkan indeks pendidikan Kota Banjar sebesar 83,97 pada tahun c. Aspek Ekonomi 1) Paritas daya beli di Kota Banjar pada tahun 2012 sebesar Rp ,- 2) Indeks paritas daya beli tahun 2012 sebesar 64,95. d. Pencapaian IPM Kota Banjar 1) IPM Kota Banjar Tahun 2012 mencapai 75,24. 2) Peningkatan yang terjadi didorong oleh peningkatan semua komponen penyusunnya; indeks kesehatan, indeks pendidikan dan indeks daya beli. 3) IPM Kota Banjar termasuk skala menengah atas, kisaran 50,00-79,99. 4) Reduksi shortfall tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 1,18 persen. Nilai tersebut mengalami percepatan bila dibandingkan reduksi shortfall tahun 2011 yang mencapai 1,11 persen. 104

129 5.2. Saran Berikut beberapa saran yang bisa diupayakan pemerintah daerah dalam rangka memajukan pencapaian pembangunan manusia: a. Untuk mencapai target peningkatan derajat kesehatan masyarakat maka saran yang dapat direkomendasikan: 1) Sosialisasi mengenai pola hidup sehat terus digalakkan baik mengenai sanitasi, pemberian ASI, penanganan proses kelahiran, dan lain-lain. Khusus penanganan proses kelahiran pada balita, terjadi peningkatan kelahiran oleh dukun. Perlu mendapatkan perhatian serius. 2) Program pelayanan gratis atas pemenuhan kebutuhan kesehatan dasar masyarakat dan jampersal tetap dilestarikan. 3) Perlu dilaksanakan suatu program khusus yang ditujukan kepada ibu dan anak balita dalam rangka meningkatkan kesehatan bagi ibu dan anak. Pencapaian prestasi MDG s di bidang kesehatan ibu dan anak perlu dipertahankan dan ditingkatkan. 105

130 b. Untuk mencapai target peningkatan pendidikan masyarakat maka saran yang dapat direkomendasikan adalah: 1) Mayoritas penduduk berpendidikan SLTP ke bawah. Padahal program-program yang menyasar kelompok usia sekolah sangat banyak dan bisa dikatakan gratis biaya sekolah. Perlu dorongan kuat terhadap penduduk usia 15 tahun ke atas agar termotivasi melanjutkan sekolah, bisa melalui program paket belajar atau program lainnya. 2) Diusahakan agar siswa yang sedang bersekolah agar dipertahankan dan dihindari putus sekolah. Data menunjukkan angka putus sekolah cukup tinggi terutama di sekolah swasta. 3) Daya tampung pada sekolah lanjutan perlu ditambah. Penambahan tersebut dapat berupa pembangunan ruang kelas atau pembangunan sekolah. Hal ini ditujukan agar penyebab angka putus sekolah/tidak melanjutkan dari sisi ketersedian kursi bisa dihindari. c. Untuk mencapai target peningkatan daya beli masyarakat maka saran yang direkomendasikan: 1) Peningkatan pendapatan masyarakat melalui proyekproyek pemerintah yang bersifat padat karya. Masih banyak sarana prasarana yang perlu ditingkatkan. Sebagai 106

131 contoh keadaan jalan desa, fasilitas sanitasi yang kurang baik terutama di daerah pedesaan. 2) Daya beli masyarakat diusahakan dapat meningkat atau minimal dipertahankan dengan cara menjaga kestabilan tingkat harga. Apabila melihat geografis Kota Banjar serta didasarkan pada potensi utama perekonomian Kota Banjar adalah perdagangan maka Kota Banjar sangat bergantung pada wilayah lain dalam mencukupi kebutuhan masyarakat. Dengan demikian, selain tingkat harga yang dijaga, ketersediaan pasokan barang/jasa serta kelancaran distribusinya perlu dijaga agar tidak ada pengaruh negatif terhadap harga. 3) Perlu mendorong kelompok-kelompok usaha serta kegiatan usaha yang baru dan disertai pembinan/pelatihan sehingga usaha yang dirintis membuahkan hasil yang maksimal. Tidak lupa pula diberikan jalan/arah untuk pemasaran produk yang dihasilkan. 107

132

133

134

135 DAFTAR PUSTAKA Bappenas, UNDP dan BPS, 2001, Menuju Indonesia Baru, Jakarta: Bappenas Bappeda Jawa Barat - BPS, 2003, Penyusunan Data Sosial Ekonomi Daerah (Suseda) 2003 Jawa Barat, Bandung: Bapeda dan BPS Provinsi Jawa Barat , 2003, Gambaran Pembangunan Manusia di Provinsi Jawa Barat Tahun 2003, Bandung: Bapeda dan BPS Provinsi Jawa Barat , 2004, Penyusunan Data Sosial Ekonomi Daerah (Suseda) 2004 Jawa Barat, Bandung: Bapeda dan BPS Provinsi Jawa Barat Bappeda dan BPS Kabupaten Bandung, Indeks Pembangunan Manusia(IPM) Kabupaten Bandung Tahun 2008, Bandung: Bappeda dan BPS Kabupaten Bandung Bappeda dan BPS Kota Banjar, Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjar Tahun 2009, Bajar: Bapeda dan BPS Kota Banjar 111

136 , Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjar Tahun 2010, Bajar: Bapeda dan BPS Kota Banjar , Kota Banjar dalam Angka tahun 2012, Bajar: Bapeda dan BPS Kota Banjar , Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tahun 2012, Bajar: Bapeda dan BPS Kota Banjar BPS, 2003, Indikator Kesejahteraan Rakyat, Jakarta: Badan Pusat Statistik , 2005, Indeks Disparitas Tingkat Hidup Antar Provinsi, Jakarta: Badan Pusat Statistik , Indikator Statistik Bidang Sosial Menurut Jenis dan Penggunaannya. Jakarta: Badan Pusat Statistik , 2011, Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia, Disampaikan pada Pelatihan Teknis Pengolahan IPM, Sub Direktorat Konsistensi Statistik, Jakarta 8 Juli 2011 BPS Provinsi Jawa Barat, 2006, Gambaran Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Provinsi Jawa Barat (Ringkasan Eksekutif Hasil Suseda 2005), Bandung: BPS Provinsi Jawa Barat 112

137 BPS Provinsi Papua Barat, 2011, Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2010, Manokwari: BPS Provinsi Papua Barat Depkes RI, 2003, Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat, Jakarta: Pusat Data dan Informasi Depkes Jousairi Hasbullah, 1998, Pemanfaatan Data Statistik Dalam Penelitian, Bandung: BPS Provinsi Jawa Barat 113

138

139

140

141 117

142

2.1. Konsep dan Definisi

2.1. Konsep dan Definisi 2.1. Konsep dan Definisi Angka Harapan Hidup 0 [AHHo] Perkiraan rata-rata lamanya hidup sejak lahir (0 tahun) yang akan dicapai oleh sekelompok penduduk. Angka Kematian Bayi (AKB) Banyaknya kematian bayi

Lebih terperinci

Alhamdulillahirabbil alamin, puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, atas izin dan pertolongan-nya sehingga Publikasi Data Basis

Alhamdulillahirabbil alamin, puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, atas izin dan pertolongan-nya sehingga Publikasi Data Basis Alhamdulillahirabbil alamin, puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, atas izin dan pertolongan-nya sehingga Publikasi Data Basis Pembangunan Manusia Kota Bandung Tahun 2014 ini dapat terselesaikan.

Lebih terperinci

Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya

Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2012 ISBN Nomor Publikasi Nomor Katalog Ukuran Buku Jumlah Halaman : 979.486.6199 : 3204.12.70 : 1413.3204 : 25,7 Cm x 18,2 Cm : 81 + viii Naskah

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2011

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2011 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2011 ISBN Nomor Publikasi Nomor Katalog Ukuran Buku Jumlah Halaman : 979.486.6199 : 3204.1137 : 4716 3204 : 25,7 Cm x 18,2 Cm : 70 + vi Naskah :

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA Katalog BPS: 1413.3204 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2009 KERJASAMA BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BANDUNG DENGAN BAPPEDA KABUPATEN BANDUNG INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2008 KERJASAMA:

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2008 KERJASAMA: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2008 KERJASAMA: Badan Perencanaan Daerah (Bapeda) Kabupaten Bandung Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bandung INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM)

Lebih terperinci

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya INDIKATOR KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PROVINSI ACEH 2016 Nomor Publikasi : 11522.1605 Katalog BPS : 4102004.11 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : xvii + 115 Halaman Naskah Gambar Kulit Diterbitkan

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. Analisis Pembangunan Sosial Kabupaten Bandung Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan. Analisis Pembangunan Sosial Kabupaten Bandung Latar Belakang Bab I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Informasi statistik merupakan salah satu bahan evaluasi pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah, serta sebagai bahan masukan dalam proses perumusan kebijakan perencanaan

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Semoga publikasi ini bermanfaat bagi evaluasi dan perencanaan pembangunan di Kota Semarang. Semarang, 2010

Kata Pengantar. Semoga publikasi ini bermanfaat bagi evaluasi dan perencanaan pembangunan di Kota Semarang. Semarang, 2010 Kata Pengantar Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT. Atas perkenannya Publikasi Indeks Pembangunan Manusia Kota Semarang 2009 dapat disajikan. Publikasi ini diharapkan dapat memberikan gambaran

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 12 IndikatorKesejahteraanRakyat,2013 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 No. ISSN : 0854-9494 No. Publikasi : 53522.1002 No. Katalog : 4102004 Ukuran Buku Jumlah Halaman N a s k a

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN SORONG TAHUN 2010 Nomor Publikasi : 9107.11.03 Katalog BPS : 1413.9107 Ukuran Buku : 16,5 x 21,5 cm Jumlah Halaman : v rumawi + 111 halaman Naskah : Seksi Statistik

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii iv ix BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Semoga publikasi ini bermanfaat bagi evaluasi dan perencanaan pembangunan di Kota Semarang. Semarang, 2012

Kata Pengantar. Semoga publikasi ini bermanfaat bagi evaluasi dan perencanaan pembangunan di Kota Semarang. Semarang, 2012 Kata Pengantar Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas perkenannya Publikasi Indeks Pembangunan Manusia Kota Semarang 2011 dapat disajikan. Publikasi ini diharapkan dapat memberikan gambaran

Lebih terperinci

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK Katalog BPS : 4102004.1111 Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara Jl. T. Chik Di Tiro No. 5 Telp/Faks. (0645) 43441 Lhokseumawe 24351 e-mail : bpsacehutara@yahoo.co.id, bps1111@bps.go.id BADAN PUSAT

Lebih terperinci

BUKU SAKU DATA DAN INDIKATOR SOSIAL SUMATERA SELATAN

BUKU SAKU DATA DAN INDIKATOR SOSIAL SUMATERA SELATAN BUKU SAKU DATA DAN INDIKATOR SOSIAL SUMATERA SELATAN 2006 2010 BUKU SAKU DATA DAN INDIKATOR SOSIAL SUMATERA SELATAN 2006 2010 Nomor Publikasi: 16522.11.04 Katalog BPS: 3101017.16 Naskah: Seksi Statistik

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G /

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G / Katalog BPS : 4103.5371 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G 2 0 0 5 / 2 0 0 6 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA KUPANG INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA KUPANG 2005/2006 No. Publikasi : 5371.0612

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR i ii v viii I. PENDAHULUAN 1 7 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Rasional 4 1.3. Perumusan Masalah 5 1.4. Tujuan dan Manfaat Studi 5 1.4.1.

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA BOGOR

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA BOGOR INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA BOGOR Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Badan Pusat Statistik Kota Bogor Tahun Anggaran 2014 Indeks Pembangunan Manusia Kota Bogor Tahun Anggaran 2014 i Penyusunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebijakan penting yang menjadi prioritas utama pemerintah Kabupaten Bandung adalah pembangunan yang seimbang antara pembangunan fisik dan pembangunan sumber

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS Jumlah (1) (2) (3) (4) Penduduk yang Mengalami keluhan Sakit. Angka Kesakitan 23,93 21,38 22,67

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS Jumlah (1) (2) (3) (4) Penduduk yang Mengalami keluhan Sakit. Angka Kesakitan 23,93 21,38 22,67 RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS 2015 Dalam kaitan dengan upaya peningkatan kesejahteraan, meningkatnya derajat kesehatan penduduk di suatu wilayah, diharapkan dapat meningkatkan produktivitas

Lebih terperinci

Penyusunan Data Basis Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Jawa Barat Tahun

Penyusunan Data Basis Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Jawa Barat Tahun Penyusunan Data Basis Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010-2011 Nomor Publikasi : 32520.1208 Katalog BPS : 4102002.32 Jumlah Halaman : 253 halaman NASKAH : Bidang Statistik Sosial

Lebih terperinci

KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2012

KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2012 pidie jaya pidie jaya pidie jaya pidie jaya pidie jaya pidie jaya pidie jaya pidie jaya pidie jaya pidie jaya pidie jaya pidie jaya pidie jaya pidie jaya pidie jaya pidie jaya pidie jaya pidie jaya pidie

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA TANGERANG SELATAN 2 0 1 4 ISSN : 2089-4619 Katalog BPS : 4102004.3674 Ukuran Buku : 25 cm x 17,6 cm Jumlah Halaman : x + 76 Halaman / pages Naskah: Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI Konsep dan Definisi. Angka Harapan Hidup 0 [AHHo]

BAB II METODOLOGI Konsep dan Definisi. Angka Harapan Hidup 0 [AHHo] BAB II METODOLOGI 2.1. Konsep dan Definisi Angka Harapan Hidup 0 [AHHo] Perkiraan rata-rata lamanya hidup sejak lahir (0 tahun) yang akan dicapai oleh sekelompok penduduk. Angka Kematian Bayi (AKB) Banyaknya

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL HALAMAN. iii

DAFTAR TABEL HALAMAN. iii i DAFTAR ISI HALAMAN KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Tujuan dan Sasaran... 3 I.3 Sumber Data... 4 I.4 Sistematika Penulisan... 5 BAB II Metodologi...

Lebih terperinci

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.7 April 2013 ANALISIS INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERIODE 2007-2011 H. Syamsuddin. HM ABSTRACT

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN MANOKWARI TAHUN 2013 ISSN : No. Publikasi/Publication Number : 9105.1104 No. Katalog BPS/Catalogue Number: 1101001.9105 Ukuran Buku/Book Size : 16,5 cm x 21,5 cm Jumlah

Lebih terperinci

KATALOG DALAM TERBITAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT TAHUN 2017

KATALOG DALAM TERBITAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT TAHUN 2017 KATALOG DALAM TERBITAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT TAHUN 2017 Nomor ISBN : 979-599-884-6 Nomor Publikasi : 52085.11.08 Ukuran Buku : 18.2 x 25.7cm Jumlah Halaman : 50 Halaman Naskah : Dinas Komunikais

Lebih terperinci

KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG

KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG KATALOG BPS : 4102004.3322 KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG KATALOG BPS : 4102004.3322 KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN

Lebih terperinci

Katalog BPS:

Katalog BPS: Katalog BPS: 4103.1409 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT (INKESRA) KABUPATEN ROKAN HILIR TAHUN 2013 No. Katalog : 4103.1409 Ukuran Buku Jumlah Halaman Naskah Gambar Kulit dan Setting Diterbitkan Oleh Kerjasama

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan review dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN LEMBEH UTARA

STATISTIK DAERAH KECAMATAN LEMBEH UTARA STATISTIK DAERAH KECAMATAN LEMBEH UTARA 2016 B A D A N P U S AT S TAT I S T I K KO TA B I T U N G Statistik Kecamatan Lembeh Utara 2016 Statistik Kecamatan Lembeh Utara 2016 No. Publikasi : 7172.1616 Katalog

Lebih terperinci

Katalog BPS:

Katalog BPS: Katalog BPS: 4102002.1118 KERJASAMA BADAN PUSAT STATISTIK DENGAN BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PIDIE JAYA KATA SAMBUTAN Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Pidie Jaya ini disusun

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 4102002.3523 Katalog BPS: 4102002.3523 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TUBAN TAHUN 2011 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN TUBAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TUBAN 2011 No. Publikasi

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TUBAN 2009

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TUBAN 2009 Katalog BPS: 1413.3523 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TUBAN 2009 BADAN PUSAT STATISTIK DAN BAPPEDA KABUPATEN TUBAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TUBAN 2009 No. Publikasi : 35230.0310 Katalog

Lebih terperinci

Bupati Kepulauan Anambas

Bupati Kepulauan Anambas Bupati Kepulauan Anambas KATA SAMBUTAN Assalammulaikum Wr. Wb. Salam Sejahtera Untuk Kita Semua Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmatnya kepada kita semua dan tak lupa dihaturkan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI BANTEN

BAB IV GAMBARAN UMUM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI BANTEN BAB IV GAMBARAN UMUM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI BANTEN 4.1 Pendidikan di Banten Pemerintah Provinsi Banten sejauh ini berupaya melakukan perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat salah satunya

Lebih terperinci

Ukuran Buku / Book Size : 16,50 cm x 21,59 cm Jumlah Halaman / Page Number : x + 56 Halaman / Page

Ukuran Buku / Book Size : 16,50 cm x 21,59 cm Jumlah Halaman / Page Number : x + 56 Halaman / Page INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAYAPURA Human Development Index Jayapura Municipality 2013 Nomor Katalog / Catalog Number : 1164.9471 Nomor Publikasi / Publication Number :9471.1303 Ukuran Buku / Book

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan masyarakat merupakan hal yang harus dicapai dalam pembangunan. Adapun salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan dalam pembangunan adalah

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2009

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2009 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2009 No. Katalog BPS : 4102002.05 Ukuran Buku : 21 cm x 28 cm Jumlah Halaman : x + 70 Naskah : Badan Pusat Statistik Propinsi Kepulauan Riau

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembangunan manusia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pada tahun 1990 UNDP (United Nations Development Programme) dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembangunan manusia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pada tahun 1990 UNDP (United Nations Development Programme) dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam bab ini diuraikan definisi dan teori pembangunan manusia, pengukuran pembangunan manusia, kajian infrastruktur yang berhubungan dengan pembangunan manusia, dan kajian empiris

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN PIDIE JAYA

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN PIDIE JAYA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN PIDIE JAYA 2014 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN PIDIE JAYA 2014 Katalog BPS : 4102002.1118 Ukuran Buku Book Size : 15 x 21 cm Jumlah Halaman : l + 332 Halaman

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN PASER

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN PASER INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN PASER TAHUN 2012 Ukuran buku : 21 cm x 28 cm Jumlah halaman : 62 halaman Naskah : Badan Pusat Statistik Kabupaten Paser Penyunting : Badan Pusat Statistik Kabupaten

Lebih terperinci

Human Development Index ( HDI ) Salah Satu Indikator Yang Populer Untuk Mengukur Kinerja Pembangunan Manusia

Human Development Index ( HDI ) Salah Satu Indikator Yang Populer Untuk Mengukur Kinerja Pembangunan Manusia Human Development Index ( HDI ) Salah Satu Indikator Yang Populer Untuk Mengukur Kinerja Pembangunan Manusia M. Faqihudin Progdi Manajemen FE. UPS Tegal m.faqihudin@yahoo.co.id ABSTRAK Tujuan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini pembangunan bukan hanya ditujukan dalam wujud pembangunan fisik berupa sarana dan prasarana infrastruktur, tetapi dalam cakupan yang lebih luas seperti yang

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012 RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 1 Halaman Daftar Isi Daftar Isi... 2 Kata Pengantar... 3 Indikator Makro Pembangunan Ekonomi... 4 Laju Pertumbuhan Penduduk...

Lebih terperinci

KATA SAMBUTAN. IPM Kabupaten Pidie Jaya 2013

KATA SAMBUTAN. IPM Kabupaten Pidie Jaya 2013 KATA SAMBUTAN Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Pidie Jaya adalah suatu indikator penting dalam suatu perencanaan pembangunan disuatu wilayah. Publikasi disusun oleh pemerintah setempat merupakan

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA

DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA 1. Gambaran Umum Demografi DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA Kondisi demografi mempunyai peranan penting terhadap perkembangan dan pertumbuhan suatu wilayah karena faktor demografi ikut mempengaruhi pemerintah

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN PASER TAHUN : Bappeda Kabupaten Paser bekerjasama dengan. Badan Pusat Statistik Kabupaten Paser

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN PASER TAHUN : Bappeda Kabupaten Paser bekerjasama dengan. Badan Pusat Statistik Kabupaten Paser INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN PASER TAHUN 2012 Ukuran buku : 21 cm x 29,7 cm Jumlah halaman : 60 + ix halaman Naskah : Badan Pusat Statistik Kabupaten Paser Penyunting : Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2013

Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2013 Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2013 INDIKATOR SOSIAL KABUPATEN PULAU MOROTAI 2013 Jumlah Halaman : ix + 77 halaman Naskah : BPS Kabupaten Pulau Morotai Diterbitkan Oleh : BAPPEDA Kabupaten Pulau

Lebih terperinci

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada tim penyusun, yang sudah bekerja. Jakarta, 2010 Kepala Pusat Data dan Informasi. dr.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada tim penyusun, yang sudah bekerja. Jakarta, 2010 Kepala Pusat Data dan Informasi. dr. KATA PENGANTAR Dalam rangka meningkatkan pelayanan data dan informasi baik untuk jajaran manajemen kesehatan maupun untuk masyarakat umum perlu disediakan suatu paket data/informasi kesehatan yang ringkas

Lebih terperinci

Katalog BPS : KERJASAMA BADAN PUSAT STATISTIK DENGAN BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN

Katalog BPS : KERJASAMA BADAN PUSAT STATISTIK DENGAN BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN Katalog BPS : 4102002.1404 KERJASAMA BADAN PUSAT STATISTIK DENGAN BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pelalawan Tahun 2008 ISBN : 979 484 930 8

Lebih terperinci

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 LATAR BELAKANG Sebelum tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. (Todaro dan Smith)

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KOTA SUKABUMI. Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada

BAB IV GAMBARAN UMUM KOTA SUKABUMI. Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada 4.1. Profil Wilayah BAB IV GAMBARAN UMUM KOTA SUKABUMI Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 49 29 Lintang Selatan dan 6 0 50 44

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BENGKONG

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BENGKONG STATISTIK DAERAH KECAMATAN BENGKONG 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BENGKONG 2015 No Publikasi : 2171.15.31 Katalog BPS : 1102001.2171.081 Ukuran Buku : 24,5 cm x 17,5 cm Jumlah Halaman : 11 hal. Naskah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xix BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen RPJMD

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN PASER

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN PASER Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Paser 2014 i INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN PASER TAHUN 2014 Ukuran buku : 21 cm x 28 cm Jumlah halaman : 56 halaman Naskah : Tim Penyusun Publikasi Penyunting

Lebih terperinci

KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA (TINJAUAN IPM) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN

KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA (TINJAUAN IPM) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA (TINJAUAN IPM) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2005-2013 KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA (TINJAUAN IPM) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2005-2013 Ukuran Buku

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014

ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014 ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014 (Oleh Endah Saftarina Khairiyani, S.ST) 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perkembangan era globalisasi menuntut setiap insan untuk menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan salah satu kebijakan pengembangan wilayah yang mencoba merubah sistem sentralistik menjadi desentralistik. Melalui kebijakan ini, diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kabupaten Temanggung

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kabupaten Temanggung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang United Nation Development Program (UNDP) pada tanggal 24 Juli 2014 di Tokyo Jepang untuk pertama kalinya mempublikasikan Laporan pembangunan Manusia Tahun 2014 dengan

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG 2015 No Publikasi : 2171.15.27 Katalog BPS : 1102001.2171.060 Ukuran Buku : 24,5 cm x 17,5 cm Jumlah Halaman : 14 hal. Naskah

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA. Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) yang telah

BAB II STUDI PUSTAKA. Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) yang telah BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Pengertian Indeks Pembangunan manusia Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) yang telah dikembangkan oleh United Nations for Develpment Program

Lebih terperinci

ANALISIS SITUASI PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KUDUS 2011

ANALISIS SITUASI PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KUDUS 2011 ANALISIS SITUASI PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KUDUS 2011 No. Publikasi /Publication Number : 3319.0612 Katalog BPS / BPS Catalogue : 1413.3319 Ukuran Buku/Book Size : 14.8 x 21 cm Jumlah Halaman/Number

Lebih terperinci

Kata Sambutan. Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Kata Sambutan. Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Bupati Bandung Kata Sambutan Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ungkapan syukur kehadirat Illahi Rabbi, atas limpahan rahmat dan hidayah-nya kita masih diberi kesempatan untuk membangun Kabupaten

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4 RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4 RPJMD KOTA LUBUKLINGGAU 2008-2013 VISI Terwujudnya Kota Lubuklinggau Sebagai Pusat Perdagangan, Industri, Jasa dan Pendidikan Melalui Kebersamaan Menuju Masyarakat

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH. Kecamatan Sukajadi Kota Bandung Tahun 2015 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BANDUNG. Katalog BPS nomor :

STATISTIK DAERAH. Kecamatan Sukajadi Kota Bandung Tahun 2015 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BANDUNG. Katalog BPS nomor : Katalog BPS nomor : 9213.3273.240 RSUP HASAN SADIKIN BANDUNG KECAMATAN SUKAJADI MAJU STATISTIK DAERAH Kecamatan Sukajadi Kota Bandung Tahun 2015 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BANDUNG STATISTIK DAERAH KECAMATAN

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GAYO LUES TAHUN 2009 BAPPEDA BEKERJASAMA DENGAN BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN GAYO LUES

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GAYO LUES TAHUN 2009 BAPPEDA BEKERJASAMA DENGAN BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN GAYO LUES INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GAYO LUES TAHUN 2009 BAPPEDA BEKERJASAMA DENGAN BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN GAYO LUES IPM Kabupaten Gayo Lues 2009 i INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GAYO LUES

Lebih terperinci

jayapurakota.bps.go.id

jayapurakota.bps.go.id INDEKS PEMBANGUNGAN MANUSIA DAN ANALISIS SITUASI PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAYAPURA TAHUN 2015/2016 ISSN: Nomor Katalog : 2303003.9471 Nomor Publikasi : 9471.1616 Ukuran Buku Jumlah Halaman Naskah : : 16,5

Lebih terperinci

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Mamuju

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Mamuju Katalog BPS: 4102002.7604 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Mamuju Human Development Index of Mamuju Regency 2012 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAMUJU Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Mamuju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan, khususnya pembangunan manusia dapat dinilai secara parsial dengan melihat seberapa besar permasalahan yang paling mendasar di masyarakat

Lebih terperinci

Kata pengantar. Tanjungpinang, September 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

Kata pengantar. Tanjungpinang, September 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau Kata pengantar Publikasi Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 merupakan publikasi yang berisi data penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kesehatan, kemiskinan, dan Indeks Demokrasi Indonesia

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT.

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT. STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Statistik Daerah Kecamatan Air Dikit 214 Halaman ii STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Nomor ISSN : - Nomor Publikasi

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN RAJA AMPAT

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN RAJA AMPAT INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN RAJA AMPAT 2011 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN RAJA AMPAT 2011 Nomor Katalog / Catalog Number : 4102002.9108 Nomor Publikasi / Publication Numbe r : 91080.12.28

Lebih terperinci

PROFIL KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013

PROFIL KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 i PROFIL KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 ii KATA PENGANTAR Profil Kesejahteraan Rakyat Kota Palangka Raya Tahun 2013 ini adalah merupakan publikasi yang diterbitkan oleh Badan Pusat

Lebih terperinci

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah BADAN PUSAT STATISTIK Kabupaten Bandung Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Soreang, 1 Oktober 2015 Ir. R. Basworo Wahyu Utomo Kepala BPS Kabupaten Bandung Data adalah informasi

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI. masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya angka IPM. Penggunaan APBD

BAB III. METODOLOGI. masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya angka IPM. Penggunaan APBD 22 BAB III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Peningkatan APBD idealnya dapat menghasilkan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya angka IPM. Penggunaan APBD untuk meningkatkan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KAUR 2012

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KAUR 2012 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KAUR 2012 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kaur 2012 Halaman i INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KAUR 2012 Nomor Publikasi : 1704.1335 Katalog BPS : 4102002.1704

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA KUPANG 2011

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA KUPANG 2011 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA KUPANG 2011 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA KUPANG 2011 No. Publikasi : 5371.1012 Katalog BPS : 4103.5371 Ukuran Buku : 15 cm x 21 cm Jumlah Halaman : 122 Halaman

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Syukur alhamdulilah, tahun ini buku DATA DEMOGRAFI, EKONOMI, DAN SOSIAL BUDAYA KOTA MADIUN 2017 dapat diselesaikan dengan

KATA PENGANTAR. Syukur alhamdulilah, tahun ini buku DATA DEMOGRAFI, EKONOMI, DAN SOSIAL BUDAYA KOTA MADIUN 2017 dapat diselesaikan dengan KATA PENGANTAR Syukur alhamdulilah, tahun ini buku DATA DEMOGRAFI, EKONOMI, DAN SOSIAL BUDAYA KOTA MADIUN 2017 dapat diselesaikan dengan baik. Dalam publikasi ini disajikan data-data demografi, ekonomi,

Lebih terperinci

Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau

Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau 2013-2018 Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau i Kata Pengantar Kepala Bappeda Kabupaten Pulang Pisau iii Daftar Isi v Daftar Tabel vii Daftar Bagan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. iii. Alfatah Sibua, S.Ag, M.Hum. Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2015

KATA PENGANTAR. iii. Alfatah Sibua, S.Ag, M.Hum. Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2015 KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, atas kehendaknya Publikasi tahunan Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2015 dapat diselesaikan dengan baik. Publikasi ini mencakup informasi

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL HALAMAN. iii

DAFTAR TABEL HALAMAN. iii DAFTAR ISI HALAMAN KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... v BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Tujuan dan Sasaran... 3 I.3 Sumber Data... 4 I.4 Sistematika

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATAM KOTA

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATAM KOTA STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATAM KOTA 2015 Statistik Daerah Kecamatan Batam Kota Kota Batam 2014 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATAM KOTA 2015 No Publikasi : 2171.14.26 Katalog BPS : 1102001.2171.051 Ukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber I. Pendahuluan Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) dari delapan tujuan yang telah dideklarasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2000 adalah mendorong kesetaraan gender dan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semarang, BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA SEMARANG K e p a l a, BADAN PUSAT STATISTIK KOTA SEMARANG.

KATA PENGANTAR. Semarang, BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA SEMARANG K e p a l a, BADAN PUSAT STATISTIK KOTA SEMARANG. KATA PENGANTAR Disadari bahwa istilah kesejahteraan sebenarnya mencakup bidang - bidang kehidupan yang sangat luas yang tidak semua aspeknya dapat diukur. Isi dari publikasi ini hanya mencakup pada aspek-aspek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013

STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013 Katalog BPS : 1101002.6271012 STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013 STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2007-2008 ISBN : Nomor Publikasi : Katalog : Ukuran buku Jumlah halaman : 17.6 x 25 cm : x + 100 halaman Naskah : Sub Direktorat Konsistensi Statistik Diterbitkan oleh : Badan

Lebih terperinci

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2015 di Kabupaten Asmat

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2015 di Kabupaten Asmat Nomor : BRS-02/BPS-9415/Th. I, 28 Juni 2016 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2015 di Kabupaten Asmat 1. IPM pertama kali diperkenalkan oleh United Nation Development Programme (UNDP) pada tahun 1990

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER IPM (INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA) KABUPATEN PASER TAHUN 2011 Pencapaian pembangunan manusia di Kabupaten Paser pada kurun 2007 2011 terus mengalami peningkatan.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2015 Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2015 Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2014 dapat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2015 dapat

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA METODE BARU KABUPATEN SORONG TAHUN 2014

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA METODE BARU KABUPATEN SORONG TAHUN 2014 i ii INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA METODE BARU KABUPATEN SORONG TAHUN 2014 Katalog BPS/ BPS Catalogue : 1413.9107 ISSN : 2302-1535 Nomor Publikasi/ Publication Number : 9107.15.03 Ukuran Buku/ Book size :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development)

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perencanaan pembangunan dewasa ini, pembangunan manusia senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development) dirumuskan sebagai perluasan

Lebih terperinci