INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA"

Transkripsi

1 Katalog BPS: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2009 KERJASAMA BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BANDUNG DENGAN BAPPEDA KABUPATEN BANDUNG

2 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2009 ISBN Nomor Publikasi Nomor Katalog Ukuran Buku Jumlah Halaman : : : : 25,7 Cm x 18,2 Cm : 76 + xi Naskah : Seksi Statistik Sosial Gambar kulit dan seting : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung Diterbitkan : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya

3 Bupati Bandung Kata Sambutan Assalammu alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh, Segala puji kita panjatkan kehadirat Allah SWT sang pencipta alam semesta, atas perkenan dan rahmat-nya, kita telah diberi kesempatan untuk mencurahkan segenap kemampuan melalui pemikiran, gagasan, ide sebagai bahan kajian dalam perencanaan pembangunan manusia di Kabupaten Bandung. Publikasi yang berjudul INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2009, merujuk kepada gagasan UNDP dalam penyempurnaan Indeks Mutu Hidup. Sebagai indikator yang digunakan untuk memotret pembangunan manusia, indikator yang dihasilkan diharapkan dapat memberikan gambaran secara makro kondisi pembangunan manusia di Kabupaten Bandung melalui beberapa komponen yang mempengaruhinya seperti komponen pendidikan, kesehatan dan daya beli masyarakat. Dan selanjutnya data yang disajikan dapat menggambarkan keberhasilan pembangunan manusia di Kabupaten Bandung. Semoga kajian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, terutama bagi mereka yang tertarik untuk mengkaji lebih lanjut tentang pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Bandung.

4 Akhirnya semoga Allah SWT tetap memberikan rahmat-nya kepada kita semua dalam mengemban tugas mulia pembangunan Kabupaten Bandung seutuhnya. Amiin. Wassalammu alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh. Soreang, Desember BUPATI BANDUNG, H. OBAR SOBARNA, S. Ip.

5 Kata Pengantar Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan anugerah dan perkenan-nya, sehingga publikasi Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Bandung Tahun 2009 dapat disajikan. Publikasi edisi ketujuh ini diharapkan dapat memberikan gambaran makro terkini pencapaian pembangunan manusia di Kabupaten Bandung. Pencapaian IPM di Kabupaten Bandung diuraikan melalui masingmasing indikator pembentuknya. Pengukuran pencapaian di bidang kesehatan menggunakan Angka Harapan Hidup (AHH); pengukuran keberhasilan di bidang pendidikan menggunakan dua indikator, yaitu: Angka Melek Huruf (AMH) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS); dan penghitungan Komponen Daya Beli digunakan untuk mengukur pencapaian di bidang ekonomi. Publikasi IPM Kabupaten Bandung 2009 ini terwujud berkat kerjasama antara Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bandung, serta dukungan dari berbagai pihak di lingkup Pemerintah Kabupaten Bandung. Untuk itu disampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya atas dukungan yang diberikan. Disadari bahwa sajian publikasi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, tanggapan serta saran-saran dari semua pihak sangat diharapkan. Semoga publikasi ini bermanfaat bagi evaluasi dan perencanaan pembangunan di Kabupaten Bandung. Soreang, Desember KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BANDUNG, SOEGIRI SOETARDI, MA NIP IPM Kabupaten Bandung Tahun 2009 iii

6 DAFTAR ISI KATA SAMBUTAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR i iii iv vi vii BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan 1.3. Ruang Lingkup dan Sumber Data 4 5 BAB II. METODOLOGI Pengertian Indikator Indikator-indikator Pembangunan Manusia 2.3. Metode Penghitungan IPM 2.4. Rumus dan Ilustrasi Penghitungan IPM 2.5. Ukuran Perkembangan IPM 2.6. Beberapa Definisi Operasional Indikator Terkait BAB III. GAMBARAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI KABUPATEN BANDUNG Kependudukan Kesehatan 3.3. pendidikan Angka Melek Huruf Tingkat Partisipasi Sekolah Rata rata Lama Sekolah 3.4. Ketenagakerjaan BAB IV. KEMAJUAN PENCAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA DI KABUPATEN BANDUNG Kemajuan Pembangunan Manusia Periode Pencapaian Angka IPM Kecamatan BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 5.2. Saran IPM Kabupaten Bandung Tahun 2009 iv

7 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN IPM Kabupaten Bandung Tahun 2009 v

8 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Daftar Komoditi Terpilih untuk Menghitung Paritas Daya 12 Beli (PPP) Tabel 2.2. Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM 15 Tabel 3.1. Angka kematian bayi (AKB) dan Rata rata Umur 29 Parkawinan Pertama Wanita di Kabupaten Bandung tahun Tabel 3.2. Presentase Penduduk yang Mengalami Keluhan Kasehatan Menurut Jenis Kelamin di kabupaten Bandung Tahun Tabel 3.3. Presentase lamanya Sakit Penduduk Kabupaten Bandung Tahun Tabel 3.4. APK Menurut Jenis Kelamin dan Jenjang Pendidikan di Kabupaten Bandung Tahun Tabel 3.5. Presentase Penduduk Usia 10 Tahun Keatas menurut Pendidikan yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di kabupaten Bandung Tahun Tabel 3.6. Persentase Lapangan Pekerjaan Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas di Kabupaten Bandung Tahun IPM Kabupaten Bandung Tahun 2009 vi

9 DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1. Piramida Penduduk Kabupaten Bandung Tahun Gambar 3.2. Analisis Derajat Kesehatan 23 Gambar 3.3. Angka Kematian bayi (AKB) dan Angka Harapan 25 Hidup (AHH) Kabupaten Bandung Tahun Gambar 3.4. Presentase Balita Berdasarkan Penolong Pertama 28 Kelahiran di Kabupaten Bandung Tahun Gambar 3.5. Presentase Balita Berdasarkan Penolong Terakhir 28 Kelahiran di Kabupaten Bandung Tahun Gambar 3.6. Presentase Balita Menurut Lamanya diberi ASI di 30 Kabupaten Bandung tahun 2009 Gambar 3.7. APK Menurut Jenis Kelamin dan Jenjang Pendidikan di 37 Kabupaten Bandung Tahun 2009 Gambar 3.8. Perbandingan APK dan APM menurut Jenjang 39 Pendidikan di Kabupaten Bandung Tahun 2009 Gambar 3.9. APM Menurut Jenis kelamin dan Jenjang Pendidikan di 39 Kabupaten Bandung Tahun 2009 Gambar APS Menurut jenis Kelamin dan Jenjang pendidikan di 42 Kabupaten Bandung Tahun 2009 Gambar Tingkat Kesempatan kerja, Pengangguran dan TPAK 48 Menurut Jenis kelamin di Kabupaten Bandung Tahun 2009 Gambar 4.1. Pertumbuhan IPM Kabupaten Bandung Tahun Gambar 4.2. Pertumbuhan Angka Harapan Hidup (AHH) di Kabupaten Bandung Tahun Gambar 4.3. Pertumbuhan Komponen Penyusun Indeks Pendidikan di Kabupaten Bandung Tahun Gambar 4.4. Pertumbuhan komponen Daya beli (PPP) di Kabupaten Bandung Tahun Gambar 4.5. Sebaran Angka Pencapaian IPM menurut Kecamatan di Kabupaten Bandung Tahun 2009 Gambar 4.6. Peringkat Tujuh Kecamatan yang memiliki IPM Tertinggi di Kabupaten Bandung Tahun 2009 Gambar 4.7. Sebaran Pencapaian Angka AHH Menurut Kecamatan di Kabupaten Bandung Tahun IPM Kabupaten Bandung Tahun 2009 vii

10 Gambar 4.8. Sebaran Pencapaian Angka AMH Menurut Kecamatan di Kabupaten Bandung Tahun 2009 Gambar 4.9. Sebaran Pencapaian Angka RLS Menurut Kecamatan di Kabupaten Bandung Tahun 2009 Gambar Sebaran Pencapaian Angka PPP Menurut Kecamatan di Kabupaten Bandung Tahun IPM Kabupaten Bandung Tahun 2009 viii

11 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumber daya manusia dinilai menjadi upaya yang sangat mendesak terutama dalam pembangunan bidang ekonomi di Kabupaten Bandung menyongsong era perdagangan bebas. Hal tersebut sangat relevan bila melihat kondisi SDM di Kabupaten Bandung yang selama ini masih tergolong rendah, baik dibidang pendidikan, kesehatan, maupun daya beli masyarakat. Kualitas penduduk yang rendah akan mempunyai daya saing yang rendah, tidak memiliki kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang berkualitas, serta tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup layak. Pembangunan manusia atau peningkatan kualitas sumber daya manusia menjadi hal yang sangat penting. Penekananan terhadap pentingnya peningkatan SDM dalam pembangunan menjadi suatu kebutuhan, sebab kualitas manusia di suatu wilayah memiliki andil besar dalam menentukan keberhasilan pengelolaan pembangunan di suatu wilayah. Pencapaian angka IPM Kabupaten Bandung masih tertinggal dibanding kabupaten/kota sekitarnya. Beberapa tahun yang lalu Kabupaten Bandung telah berusaha untuk mengejar ketertinggalannya. Berbagai upaya akselerasi dan pendanaan telah dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan manusia (human development) yang selama ini telah dirumuskan oleh UNDP. Pendanaan tidak terbatas dari APBD II, pendanaan APBN dan APBD I juga turut menunjang upaya akselerasi tersebut. Upaya untuk mencapai umur panjang dan sehat, memiliki ilmu pengetahuan dan mempunyai akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan agar dapat hidup secara layak dilakukan melalui berbagai program terobosan. Pembangunan manusia yang dilakukan tidak terbatas kepada peningkatan kemampuan manusia dalam hal kesehatan dan pendidikan. Upaya yang dilakukan juga memperhatikan apa yang bisa dilakukan oleh manusia dengan kemampuan IPM Kabupaten Bandung Tahun

12 yang dimilikinya, untuk menikmati kehidupan, melakukan kegiatan produktif, atau ikut serta dalam berbagai kegiatan budaya, dan sosial politik. Tujuan pembangunan manusia Kabupaten Bandung harus dapat menyeimbangkan berbagai aspek tersebut, sebab tujuan utama dari pembangunan manusia adalah untuk memperbanyak pilihan-pilihan yang dimiliki manusia. Semakin tinggi pendidikan semakin banyak peluang-peluang yang bisa diraih, menggabungkan aspek produksi dan distribusi komoditas, serta peningkatan dan pemanfaatan kemampuan manusia. Pembangunan manusia merupakan paradigma pembangunan yang menempatkan manusia sebagai fokus dan sasaran akhir dari seluruh kegiatan pembangunan, yaitu tercapainya penguasaan atas sumber daya (pendapatan untuk mencapai hidup layak), peningkatan derajat kesehatan (usia hidup panjang dan sehat) dan meningkatkan pendidikan (kemampuan baca tulis dan keterampilan untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat dan kegiatan ekonomi). Pembangunan manusia melihat secara bersamaan semua isu dalam masyarakat; pertumbuhan ekonomi, perdagangan, ketenagakerjaan, kebebasan politik ataupun nilai-nilai kultural dari sudut pandang manusia. Pembangunan manusia juga mencakup isu penting lainnya, yaitu jender. Dengan demikian, pembangunan manusia tidak hanya memperhatikan sektor sosial, tetapi merupakan pendekatan yang komprehensif dari semua sektor. Menurut UNDP (1995), paradigma pembangunan manusia terdiri dari empat komponen utama, yaitu : (1) Produktifitas, masyarakat harus dapat meningkatkan produktifitas mereka dan berpartisipasi secara penuh dalam proses memperoleh penghasilan dan pekerjaan berupah. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi adalah salah satu bagian dari jenis pembangunan manusia. (2) Ekuitas, masyarakat harus punya akses untuk memperoleh kesempatan yang adil. Semua hambatan terhadap peluang ekonomi dan politik harus dihapus agar masyarakat dapat berpartisipasi di dalam dan memperoleh manfaat dari kesempatan-kesempatan ini. IPM Kabupaten Bandung Tahun

13 (3) Kesinambungan, akses untuk memperoleh kesempatan harus dipastikan tidak hanya untuk generasi sekarang tapi juga generasi yang akan datang. Segala bentuk permodalan fisik, manusia, lingkungan hidup, harus dilengkapi. (4) Pemberdayaan, pembangunan harus dilakukan oleh masyarakat dan bukan hanya untuk mereka. Masyarakat harus berpartisipasi penuh dalam mengambil keputusan dan proses-proses yang mempengaruhi kehidupan mereka. Tiga aspek yang patut menjadi perhatian dalam peningkatan SDM, yaitu peningkatan kualitas fisik (kesehatan), intelektualitas (pendidikan), maupun kemampuan ekonominya (daya beli) seluruh komponen masyarakat. Hal lainnya adalah pembinaaan aspek moral (keimanan dan ketaqwaan), sinergi pemanfaatan kemampuan fisik, kecerdasan dan daya beli merupakan perwujudan dari rasa keimanan dan ketaqwaan. Tingkat pendidikan dan kesehatan individu penduduk merupakan faktor dominan yang perlu mendapat prioritas utama dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Tingkat pendidikan dan kesehatan penduduk berpengaruh terhadap kemampuan untuk menyerap dan mengelola sumbersumber pertumbuhan ekonomi baik dalam kaitannya dengan teknologi sampai kelembagaan yang penting dalam upaya meningkatkan tingkat kesejahteraan penduduk itu sendiri yang semuanya bermuara pada aktivitas perekonomian yang maju. Kebijakan pembangunan yang tidak berorientasi kepada peningkatan kualitas manusia hanya akan membuat daerah yang bersangkutan tertinggal dari daerah lain. IPM merupakan wujud dari komitmen tujuan nasional yang ingin mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Pembangunan sumber daya manusia di Kabupaten Bandung perlu dijabarankan lebih jelas, rinci dan terarah. Untuk keperluan tersebut diperlukan sistem pemantauan dan pelaporan yang dapat mengidentifikasi kesenjangan (baik kesenjangan antar waktu maupun antar wilayah) dan keadaan (target) yang diharapkan. Pengukuran kemajuan pencapaian menuju IPM Kabupaten Bandung Tahun

14 keadaan yang diinginkan memerlukan seperangkat ukuran-ukuran atau indikator yang dapat dipantau. Sedangkan penentuan indikator yang relevan memerlukan kerangka pemikiran dan analisis yang beragam tetapi mampu menggali perbedaan potensi dan masalah yang ada di tingkat kabupaten Tujuan IPM merupakan suatu indeks yang menunjukan tentang aspek-aspek: peluang hidup panjang dan sehat, mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang memadai serta hidup layak. Secara tegas IPM tersebut merupakan kemudahan dalam memperoleh akses terhadap aspek sosial, budaya dan aspek ekonomi. IPM atau Human Development Indeks (HDI) telah dikembangkan oleh United Nations Development Program (UNDP). IPM sangat perlu dievaluasi dalam rangka pembangunan suatu daerah karena IPM dapat memberikan kontribusi positif terhadap kesejahteraan masyarakat dilihat dari aspek pendidikan, kesehatan dan kemampuan ekonominya. Pembangunan manusia harus dipahami sebagai salah satu output penting dalam suatu proses perencanaan pembangunan karena IPM merupakan urutan skala kualitas pembangunan manusia yang mengukir keberhasilan pembangunan. Dengan dibuatnya IPM Kabupaten Bandung per kecamatan akan dapat dijadikan sebagai ukuran keberhasilan pembangunan dan sebagai bahan perencanaan pembangunan dengan segenap intervensinya agar pencapaian pembangunan memiliki sinergi terhadap peningkatan kualitas masyarakatnya. Agar arah pembangunan manusia menuju arah yang lebih baik dan terspesifikasi baik secara sektoral maupun kewilayahan. Penyusunan IPM bertujuan untuk memaparkan sejauhmana perkembangan pembangunan manusia di Kabupaten Bandung dan memberi gambaran yang lebih lengkap dalam melihat sejauhmana dampak pembangunan yang dilaksanakan terhadap peningkatan kualitas penduduk. IPM Kabupaten Bandung Tahun

15 Disamping itu, dapat diperoleh pula gambaran tentang seberapa besar kemajuan IPM di masing-masing kecamatan setiap tahunnya dan bagaimana kontribusi kecamatan dalam menunjang akselerasi pencapaian IPM Kabupaten Bandung. Tersedianya informasi tersebut diharapkan akan dapat membantu pihak-pihak yang berkepentingan dalam menyusun program dan kebijakan di Kabupaten Bandung. Khususnya kebijakan yang berkaitan dengan program-program pembangunan manusia di Kabupaten Bandung Ruang Lingkup dan Sumber Data Perencanaan program pembangunan memerlukan informasi yang dapat menyajikan gambaran kondisi sebenarnya (represent reality). Semua informasi yang ada akan berguna untuk penunjang bagi analisis, monitoring dan evaluasi suatu kebijakan. Ruang lingkup penyusunan Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2009 mencakup seluruh wilayah administratif Kabupaten Bandung. Sedangkan rentang isu yang dibahas mencakup aspek kependudukan, sosial budaya, ketenagakerjaan, kesehatan, dan pendidikan. Sumber data yang digunakan dalam penulisan ini sebagian besar berasal dari hasil Survei Khusus IPM, Suseda dan Susenas. Juga dilengkapi dengan data hasil Sensus Penduduk, Sensus Ekonomi, Perhitungan PDRB dan data lain yang dikumpulkan dari berbagai dinas/instansi yang ada kaitannya dengan analisis. IPM Kabupaten Bandung Tahun

16 BAB II METODOLOGI Dalam konsep pembangunan manusia, pembangunan seharusnya dianalisis serta dipahami dari sudut manusianya, bukan hanya dari pertumbuhan ekonominya. Pembangunan yang dapat mencapai manusia yang berharga dan diakui kemanusiaanya dan pencapaiannya. Premis penting dalam pembangunan manusia diantaranya adalah: Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai pusat perhatian; Pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi penduduk, tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka; oleh karena itu, konsep pembangunan manusia harus terpusat pada penduduk secara keseluruhan, dan bukan hanya pada aspek ekonomi saja; Pembangunan manusia memperhatikan bukan hanya pada upaya meningkatkan kemampuan (kapabilitas) manusia tetapi juga pada upaya-upaya memanfaatkan kemampuan manusia tersebut secara optimal. Paradigma pembangunan lama menekankan pada pertumbuhan ekonomi yang menempatkan pendapatan sebagai acuan dan yang menjadi alat ukurnya adalah GNP atau GDP per kapita. Alat ukur ini dirasa kurang komprehensip karena hanya melihat satu sisi kehidupan manusia. Sejak tahun 1990, UNDP mengadopsi suatu paradigma baru mengenai pembangunan, yang disebut Paradigma Pembangunan Manusia (PPM). Peradigma ini melihat manusia dari sisi yang lebih komplek dan komprehensip karena disamping memperhitungkan keberhasilan pembangunan manusia dari aspek nonekonomi, juga memperhitungkan keberhasilan pembangunan manusia dari aspek ekonomi, yang diukur oleh indikator bernama IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Pembangunan manusia merupakan paradigma pembangunan yang menempatkan manusia (penduduk) sebagai fokus dan sasaran akhir dari seluruh kegiatan pembangunan, yaitu tercapainya penguasaan atas sumber IPM Kabupaten Bandung Tahun

17 daya (pendapatan untuk mencapai hidup layak), peningkatan derajat kesehatan (usia hidup panjang dan sehat) dan meningkatkan pendidikan (kemampuan baca tulis dan keterampilan untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat dan kegiatan ekonomi). IPM merupakan salah satu indikator penting yang dapat digunakan dalam perencanaan kebijakan dan evaluasi pembangunan. IPM mencakup tiga bidang pembangunan manusia yang dianggap paling mendasar, yaitu usia hidup, pengetahuan, dan hidup layak Pengertian Indikator Petunjuk yang memberikan indikasi tentang sesuatu keadaan dan merupakan refleksi dari keadaan tersebut disebut juga sebagai Indikator. Dengan kata lain, indikator merupakan variabel penolong dalam mengukur perubahan. Variabel-variabel ini terutama digunakan apabila perubahan yang akan dinilai tidak dapat diukur secara langsung. lain: Indikator yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan, antara (1) sahih (valid), indikator harus dapat mengukur sesuatu yang sebenarnya akan diukur oleh indikator tersebut. (2) objektif, untuk hal yang sama, indikator harus memberikan hasil yang sama pula, walaupun dipakai oleh orang yang berbeda dan pada waktu yang berbeda. (3) sensitif, perubahan yang kecil mampu dideteksi oleh indikator. (4) spesifik, indikator hanya mengukur perubahan situasi yang dimaksud. Namun demikian, perlu disadari bahwa tidak ada ukuran baku yang benar-benar dapat mengukur tingkat kesejahteraan seseorang atau masyarakat. Indikator bisa bersifat tunggal (indikator tunggal) yang isinya terdiri dari satu indikator, seperti Angka Kematian Bayi (AKB) dan bersifat jamak IPM Kabupaten Bandung Tahun

18 (indikator komposit) yang merupakan gabungan dari beberapa indikator, seperti Indeks Mutu Hidup (IMH) yang merupakan gabungan dari 3 indikator yaitu Angka Melek Huruf (AMH), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Harapan Hidup dari anak usia 1 tahun (e 1 ). Menurut jenisnya, indikator dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok indikator, yaitu: (a) Indikator Input, yang berkaitan dengan penunjang pelaksanaan program dan turut menentukan keberhasilan program. Seperti: rasio murid-guru, rasio murid-kelas, rasio dokter, rasio puskesmas. (b) Indikator Proses, yang menggambarkan bagaimana proses pembangunan berjalan, seperti: Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni (APM), rata-rata jumlah jam kerja, rata-rata jumlah kunjungan ke puskesmas, persentase anak balita yang ditolong dukun. (c) Indikator Output/Outcome, yang menggambarkan bagaimana hasil (output) dari suatu program kegiatan telah berjalan, seperti: persentase penduduk dengan pendidikan SLTA ke atas, AKB, Angka Harapan Hidup, TPAK dan lain-lain Indikator-Indikator Pembangunan Manusia Upaya untuk mengetahui dan mengidentifikasi seberapa besar kemajuan pembangunan yang telah dicapai suatu wilayah, tentunya diperlukan data-data yang cukup up to date dan akurat. Data-data yang disajikan diharapkan sebagai bahan evaluasi terhadap apa yang telah dilakukan oleh pemerintah tersebut. Apakah pembangunan puskesmas dan puskesmas pembantu telah secara nyata meningkatkan derajat kesehatan masyarakat? Apakah pembangunan gedung SD juga telah mampu meningkatkan tingkat partisipasi sekolah di wilayah ini? Apakah program Kejar Paket telah mampu meningkatkan kemampuan baca tulis penduduk secara umum? Dalam konteks tersebut diatas diperlukan pula ukuran-ukuran IPM Kabupaten Bandung Tahun

19 yang tepat untuk digunakan sebagai indikator. Untuk itu perlu kiranya diketengahkan mengenai berbagai ukuran-ukuran yang biasa digunakan sebagai indikator pembangunan. Berbagai program seperti pengadaan pangan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan dan peningkatan kegiatan olah raga dilaksanakan dalam upaya peningkatan taraf kualitas fisik penduduk. Namun demikian, seperti dikatakan Azwini, Karomo dan Prijono (1988:469), tolok ukur yang dapat digunakan untuk menentukan keberhasilan (pembangunan) dalam beberapa hal agak sulit ditentukan. Alat ukur yang sering digunakan untuk menilai kualitas hidup selama ini sebenarnya hanya mencakup kualitas fisik, tidak termasuk kualitas non fisik. Kesulitan muncul terutama karena untuk menilai keberhasilan pembangunan non-fisik indikatornya relatif lebih abstrak dan bersifat komposit. Salah satu pengukuran taraf kualitas fisik penduduk yang banyak digunakan adalah Indeks Mutu Hidup (IMH). Ukuran ini sebenarnya banyak mendapat kritik (Hicks and Streeten, 1979, Rat, 1982, Holidin, 1993a, dan Holidin 1993b) karena mengandung beberapa kelemahan, terutama yang menyangkut aspek statistik dari keterkaitan antar variabel yang digunakannya. Terlepas dari kelemahan tersebut, ada nilai lebih dari IMH yang membuat indikator ini banyak digunakan sebagai ukuran untuk menilai keberhasilan program pembangunan pada satu wilayah. Nilai lebih dari IMH ini adalah kesederhanaan didalam penghitungannya. Disamping itu, data yang digunakan untuk menghitung IMH ini pada umumnya sudah banyak tersedia. IMH bisa dihitung dengan mudah setiap tahun untuk setiap wilayah (nasional, propinsi, maupun kabupaten/kota), sehingga dapat dilakukan perbandingan antar wilayah. Sejalan dengan makin tingginya intensitas dalam permasalahan pembangunan, kesederhanaan IMH pada akhirnya kurang mampu untuk menjawab tuntutan perkembangan pembangunan yang semakin kompleks. Untuk itu perlu indikator lain yang lebih reprensentatif dengan tuntutan permasalahan. Dalam kaitan ini, indikator Indeks Pembangunan Manusia IPM Kabupaten Bandung Tahun

20 (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu alternatif yang bisa diajukan. Indikator ini, disampaing mengukur kualitas fisik; tercermin dari angka harapan hidup; juga mengukur kualitas non fisik (intelektualitas) melalui lamanya rata-rata penduduk bersekolah dan angka melek huruf; juga mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat di wilayah itu; tercermin dari nilai purcashing power parity index (ppp). Jadi indikator IPM terasa lebih komprehensif dibandingkan dengan IMH Metode Penghitungan IPM Perkembangan pembangunan manusia secara berkelanjutan diperlukan satu set indikator komposit yang cukup representatif. IPM adalah suatu indikator pembangunan manusia yang diperkenalkan UNDP pada tahun Pada dasarnya IPM mencakup tiga komponen yang dianggap mendasar bagi manusia dan secara operasional mudah dihitung untuk menghasilkan suatu ukuran yang merefleksikan upaya pembangunan manusia. Ketiga aspek tersebut berkaitan dengan peluang hidup (longevity), pengetahuan (knowledge), dan hidup layak (decent living). Peluang hidup dihitung berdasarkan angka harapan hidup ketika lahir; pengetahuan diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah angka melek huruf penduduk usia 15 tahun keatas dan hidup layak diukur dengan pengeluaran per kapita yang didasarkan pada purchasing power parity (paritas daya beli dalam rupiah). Usia hidup diukur dengan angka harapan hidup atau e 0 yang dihitung menggunakan metode tidak langsung (metode Brass, varian Trussel) berdasarkan variabel rata-rata anak lahir hidup dan rata-rata anak yang masih hidup. Komponen pengetahuan diukur dengan angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Sebagai catatan, UNDP dalam publikasi tahunan Human Development Report (HDR). Indikator angka melek huruf diperoleh dari variabel kemampuan membaca dan menulis, sedangkan indikator ratarata lama sekolah dihitung dengan menggunakan dua variabel secara simultan; yaitu tingkat/kelas yang sedang/pernah dijalani dan jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan. IPM Kabupaten Bandung Tahun

21 Komponen standar hidup layak diukur dengan indikator rata-rata konsumsi riil yang telah disesuaikan. Sebagai catatan, UNDP menggunakan indikator Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita riil yang telah disesuaikan (adjusted real GDP per capita) sebagai ukuran komponen tersebut karena tidak tersedia indikator lain yang lebih baik untuk keperluan perbandingan antar negara. Penghitungan indikator konsumsi riil per kapita yang telah disesuaikan dilakukan melalui tahapan pekerjaan sebagai berikut : Menghitung pengeluaran konsumsi per kapita (=A). Mendeflasikan nilai A dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) ibukota propinsi yang sesuai (=B). Menghitung daya beli per unit (=Purchasing Power Parity (PPP)/unit). Metode penghitungan sama seperti metode yang digunakan International Comparison Project (ICP) dalam menstandarkan nilai PDB suatu negara. Data dasar yang digunakan adalah data harga dan kuantum dari suatu basket komoditi yang terdiri dari nilai 27 komoditi. Membagi nilai B dengan PPP/unit (=C). Menyesuaikan nilai C dengan formula Atkinson sebagai upaya untuk memperkirakan nilai marginal utility dari C. Penghitungan PPP/unit dilakukan dengan rumus : E ( i, j ) j PPP / unit = (p ( 9, j ). q ( i,,j ) j dimana, E ( i, j ) : pengeluaran konsumsi untuk komoditi j di kabupaten ke-i P ( 9, j ) : harga komoditi j di DKI Jakarta (Jakarta Selatan) q ( i,,j ) : jumlah komoditi j (unit) yang dikonsumsi di kabupaten ke-i IPM Kabupaten Bandung Tahun

22 Tabel 2.1. Daftar Komoditi Terpilih Untuk Menghitung Paritas Daya Beli (PPP) Komoditi Unit Sumbangan thd total konsumsi (%) *) (1) (2) (3) 1. Beras lokal Kg Tepung terigu Kg Ketela pohon Kg Ikan tongkol/tuna/cakalang Kg Ikan teri Ons Daging sapi Kg Daging ayam kampung Kg Telur ayam Butir Susu kental manis 397 gram Bayam Kg Kacang panjang Kg Kacang tanah Kg Tempe Kg Jeruk Kg Pepaya Kg Kelapa Butir Gula pasir Ons Kopi bubuk Ons Garam Ons Merica/lada Ons Mie instant 80 gram Rokok kretek filter 10 batang Listrik Kwh Air minum M Bensin Liter Minyak tanah Liter Sewa rumah Unit Total Sumber : Badan Pusat Statistik Unit kuantitas rumah dihitung berdasarkan indeks kualitas rumah yang dibentuk dari tujuh komponen kualitas tempat tinggal. Ketujuh komponen kualitas yang digunakan dalam penghitungan indeks kualitas rumah diberi skor sebagai berikut : IPM Kabupaten Bandung Tahun

23 Lantai : keramik, marmer, atau granit = 1, lainnya = 0 Luas lantai per kapita : > 10 m 2 = 1, lainnya = 0 Dinding : tembok = 1, lainnya = 0 Atap : kayu/sirap, beton = 1, lainnya = 0 Fasilitas penerangan : listrik = 1, lainnya = 0 Fasilitas air minum : leding = 1, lainnya = 0 Jamban : milik sendiri = 1, lainnya = 0 Skor awal untuk setiap rumah = 1 Indeks kualitas rumah merupakan penjumlahan dari skor yang dimiliki oleh suatu rumah tinggal dan bernilai antara 1 sampai dengan 8. Kuantitas dari rumah yang dikonsumsi oleh suatu rumah tangga adalah Indeks Kualitas Rumah dibagi 8. Sebagai contoh, jika suatu rumah tangga menempati suatu rumah tinggal yang mempunyai Indeks Kualitas Rumah = 6, maka kuantitas rumah yang dikonsumsi oleh rumah tangga tersebut adalah 6/8 atau 0,75 unit. Rumus Atkinson (dikutip dari Arizal Ahnaf dkk, 1998;129) yang digunakan untuk penyesuaian rata-rata konsumsi riil secara matematis dapat dinyatakan sebaga berikut : C (i) * = C (i) jika C(i) < Z = Z + 2(C (i) Z) (1/2) jika Z < C (i) < 2Z = Z + 2(Z) (1/2) + 3(C (i) 2Z) (1/3) jika 2Z < C (i) < 3Z = Z + 2(Z) (1/2) + 3(Z) (1/3) +4(C (i) 3Z) (1/4) jika 3Z < C (i) < 4Z di mana, C (I) = Konsumsi per kapita riil yang telah disesuaikan dengan PPP/unit (hasil tahapan 5) Z = Threshold atau tingkat pendapatan tertentu yang digunakan sebagai batas kecukupan yang dalam laporan ini nilai Z ditetapkan secara arbiter sebesar Rp ,- per kapita setahun, atau Rp 1.500,- per kapita per hari. IPM Kabupaten Bandung Tahun

24 2.4. Rumus dan Ilustrasi Penghitungan IPM Rumus penghitungan IPM dikutip dari Arizal Ahnaf dkk (1998;129) dapat disajikan sebagai berikut : IPM = 1/3 (X (1) + X (2) + X (3)) Dimana, X(1) : X(2) : X(3) : Indeks harapan hidup Indeks pendidikan = 2/3 (indeks melek huruf) + 1/3 (indeks ratarata lama sekolah) Indeks standar hidup layak Masing-masing indeks komponen IPM tersebut merupakan perbandingan antara selisih nilai suatu indikator dan nilai minimumnya dengan selisih nilai maksimum dan nilai minimum indikator yang bersangkutan. Rumusnya dapat disajikan sebagai berikut : Indeks X(i) = (X(i) - X(i)min) / (X(i)maks - X(i)min) dimana, X(i) : Indikator ke-i (i = 1,2,3) X(i)maks : Nilai maksimum X(i) X(i)min : Nilai minimum X(i) Nilai maksimum dan nilai minimum indikator X(i) disajikan pada Tabel 2.2. IPM Kabupaten Bandung Tahun

25 Tabel 2.2. Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM Indikator Komponen IPM (=X(I)) Nilai maksimum Nilai Minimum Catatan (1) (2) (3) (4) Angka Harapan Hidup Sesuai standar global (UNDP) Angka Melek Huruf Sesuai standar global (UNDP) Rata-rata lama sekolah 15 0 Sesuai standar global (UNDP) Konsumsi per kapita yang disesuaikan a) b) PDB per kapita riil yang UNDP menggunakan disesuaikan Catatan: a) Proyeksi pengeluaran riil/unit/tahun untuk propinsi yang memiliki angka tertinggi (Jakarta) pada tahun 2018 setelah disesuaikan dengan formula Atkinson. Proyeksi mengasumsikan kenaikan 6,5 persen per tahun selama kurun b) Setara dengan dua kali garis kemiskinan untuk propinsi yang memiliki angka terendah tahun 1996 di Papua Ukuran Perkembangan IPM Untuk mengukur kecepatan perkembangan IPM dalam suatu kurun waktu digunakan reduksi shortfall per tahun (annual reduction in shortfall). Ukuran ini secara sederhana menunjukkan perbandingan antara capaian yang telah ditempuh dengan capaian yang masih harus ditempuh untuk mencapai titik ideal (IPM=100). Prosedur penghitungan reduksi shortfall IPM (=r) (dikutip dari Arizal Ahnaf dkk, 1998;141) dapat dirumuskan sebagai berikut : (IPM t+n IPM t ) x 100 1/n r = (IPM ideal IPM t ) IPM Kabupaten Bandung Tahun

26 dimana, IPM t : IPM pada tahun t IPM t+n : IPM pada tahun t + n IPM ideal : Beberapa Definisi Operasional Indikator Terkait Untuk bisa melihat dengan jelas dan terarah beragam permasalahan pembangunan manusia selama ini dan bagaimana mengimpelmentasikan program-program pembangunan secara baik dan terukur diperlukan ukuran atau indikator yang handal. Beberapa indikator yang sering digunakan diantaranya adalah : Rasio jenis kelamin Perbandingan antara penduduk laki-laki terhadap penduduk perempuan, dikalikan 100. Angka ketergantungan Perbandingan antara jumlah penduduk usia < 15 tahun ditambah usia > 65 tahun terhadap penduduk usia tahun, dikalikan 100. Rata-rata Lama Sekolah Angka Melek Huruf Angka Partisipasi Murni SD Angka Partisipasi Murni SLTP Angka partisipasi Murni SLTA Persentase penduduk dengan pendidikan SLTP ke atas Lama sekolah (tahun) penduduk usia 15 tahun ke atas. Proporsi penduduk usia 15 tahun ke atas yang bisa membaca dan menulis (baik huruf latin maupun huruf lainnya). Proporsi penduduk usia 7-12 tahun yang sedang bersekolah di SD. Proporsi penduduk usia tahun yang sedang bersekolah di SLTP. Proporsi pendudk usia tahun yang sedang bersekolah di SLTA. Proporsi penduduk yang menamatkan pendidikan SLTP atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi. IPM Kabupaten Bandung Tahun

27 Jumlah penduduk usia sekolah Banyaknya penduduk yang berusia antara 7 sampai 24 tahun. Bekerja Melakukan kegiatan/ pekerjaan paling sedikit 1 (satu) jam berturut-turut selama seminggu dengan maksud untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan. Pekerja keluarga yang tidak dibayar termasuk kelompok penduduk yang bekerja. Angkatan Kerja Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Angka Pengangguran Terbuka Persentase pekerja yang setengah menganggur Persentase pekerja dengan status berusaha sendiri Persentase pekerja dengan status berusaha sendiri dibantu pekerja tidak tetap Penduduk usia 10 tahun keatas yang bekerja atau mencari pekerjaan. Perbandingan angkatan kerja terhadap penduduk usia 10 tahun. Perbandingan penduduk yang mencari kerja terhadap angkatan kerja. Proporsi penduduk usia 10 tahun keatas yang bekerja kurang dari 35 jam dalam seminggu. Proporsi penduduk usia 10 tahun keatas dengan status berusaha sendiri. Proporsi penduduk usia 10 tahun keatas dengan status berusaha sendiri dibantu pekerja tak dibayar Persentase pekerja dengan status berusaha dengan buruh tetap Proporsi penduduk usia 10 tahun keatas yang berusaha dengan buruh tetap Persentase pekerja dengan status berusaha pekerja tak dibayar Proporsi penduduk usia 10 tahun ke atas dengan status pekerja keluarga. IPM Kabupaten Bandung Tahun

28 Persentase persalinan yang ditolong oleh tenaga medis Angka Harapan Hidup waktu lahir Angka Kematian Bayi Persentase rumah tangga berlantai tanah Persentase rumah tangga beratap layak Persentase rumah tangga berpenerangan listrik Persentase rumah tangga bersumber air minum leding Persentase rumah tangga bersumber air minum bersih Persentase rumah tangga berjamban dengan tangki septik Pengeluaran Gini Rasio Proporsi balita yang kelahirannya ditolong oleh tenaga medis (dokter, bidan dan tenaga medis lainnya). Perkiraan rata-rata lamanya hidup sejak lahir yang akan dicapai oleh sekelompok penduduk. Besarnya kemungkinan bayi meninggal sebelum mencapai usia satu tahun, dinyatakan dengan per seribu kelahiran hidup. Proporsi rumah tangga yang tinggal dalam rumah dengan lantai tanah. Proporsi rumah tangga yang menempati rumah dengan atap layak (atap selain dari dedaunan). Proporsi rumah tangga yang menggunakan sumber penerangan listrik. Proporsi rumah tangga dengan sumber air minum leding. Proporsi rumah tangga dengan sumber air minum pompa/sumur/mata air yang jaraknya lebih besar dari 10 meter dengan tempat penampungan limbah kotoran terdekat. Proporsi rumah tangga yang mempunyai jamban dengan tangki septik. Pengeluaran per kapita untuk makanan dan bukan makanan. Makanan mencakup seluruh jenis makanan termasuk makanan jadi, minuman, tembakau dan sirih. Bukan makanan mencakup perumahan, sandang, biaya kesehatan, pendidikan dan sebagainya. Ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Nilai Gini Rasio terletak antara 0 yang mencerminkan kemerataan sempurna dan 1 yang menggambarkan ketidak merataan sempurna. IPM Kabupaten Bandung Tahun

29 Penduduk Miskin Penduduk yang secara ekonomi tidak mampu memenuhi kebutuhan makanan setara 2100 kalori dan kebutuhan non makanan yang mendasar. Garis Kemiskinan Suatu batas dimana penduduk dengan pengeluaran kurang dari batas tersebut dikategorikan sebagai miskin. Garis kemiskinan terdiri dari dua komponen yaitu komponen batas kecukupan pangan (GKM), dan komponen batas kecukupan non makanan (GKNM). IPM Kabupaten Bandung Tahun

30 BAB III GAMBARAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI KABUPATEN BANDUNG Sebagai suatu besaran komposit yang dibangun dari berbagai indikator tunggal di bidang kesehatan, pendidikan, dan ekonomi, maka IPM baik langsung maupun tidak langsung akan dipengaruhi oleh berbagai kondisi sosial ekonomi yang ada. Karena merupakan indikator komposit, maka intervensi untuk meningkatkan angka IPM tidak dapat dilakukan langsung terhadap indikatornya, namun harus dilakukan terhadap indikator tunggal pembentuknya. Untuk indikator kesehatan dan daya beli, penghitungan yang dilakukan didasarkan kepada penghitungan teknis yang kurang operasional, sehingga akan lebih mudah melakukan intervensi tidak langsung dengan menganalisis indikator-indikator tunggal di bidang kesehatan dan ekonomi. Gambaran kondisi sosial-ekonomi masyarakat Kabupaten Bandung yang lebih detail merupakan upaya untuk mencermati kondisi kesejahteraan masarakat yang erat hubungannya dengan indikator IPM. Uraian berikut akan memaparkan hasil pembangunan manusia di Kabupaten Bandung yang mencakup berbagai bidang pembangunan, khususnya yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan indikator IPM Kependudukan Jumlah penduduk Kabupaten Bandung pada tahun 2006 = jiwa 2007 = jiwa, dan pada tahun 2008 = jiwa (pasca pemekaran wilayah berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 2007, Kabupaten Bandung dibagi menjadi dua wilayah, yaitu Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat). Laju pertumbuhan penduduk tahun 2007 sebesar 1,45 persen, dan tahun 2008 mencapai 2,93 persen. Pada tahun 2009, penduduk meningkat sebesar 1,47 persen, sehingga jumlahnya menjadi jiwa. Penduduk sejumlah tersebut mendiami wilayah seluas 1.767,93 IPM Kabupaten Bandung Tahun

31 km 2 sehingga rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten Bandung pada tahun 2009 adalah jiwa per km 2. Komposisi penduduk Kabupaten Bandung menurut struktur umur dan jenis kelamin digambarkan oleh piramida penduduk berikut ini: Gambar 3.1. Piramida Penduduk Kabupaten Bandung Tahun L P Sumber: BPS Kabupaten Bandung, Suseda 2009 Piramida penduduk menunjukkan distribusi penduduk menurut umur dan jenis kelamin, serta tingkat perkembangan penduduk pada setiap kelompok umur yang berbeda. IPM Kabupaten Bandung Tahun

32 Dari gambar piramida dapat disimpulkan bahwa penduduk Kabupaten Bandung masih termasuk golongan penduduk muda menuju transisi. Hal ini ditunjukkan oleh panjang batang piramida pada kelompok umur penduduk muda (0-9 dan tahun) yang sedikit lebih panjang (mencapai 28,48 % dari total penduduk) dari kelompok umur lainnya. Dan batang piramida untuk kelompok umur tua (60 tahun ke atas) yang cukup pendek (mencapai 7,13 % dari total penduduk). Suatu penduduk digolongkan penduduk muda apabila proporsi penduduk dibawah 15 tahun sekitar 40 persen dari total penduduk. Sedangkan apabila proporsi penduduk diatas 60 tahun mencapai 10 persen, maka digolongkan penduduk tua. Apabila upaya pengendalian penduduk terus dilakukan, dan ditunjukkan dengan terus menurunnya tingkat fertilitas. Dan dilakukan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan, maka pada masa mendatang komposisi penduduk akan didominasi oleh usia produktif. Bila mencermati perbandingan panjang batang piramida pada kelompok umur 0-4 tahun yang lebih pendek dibandingkan kelompok umur 5-9 tahun, maka dapat disimpulkan bahwa masih terjadi penurunan tingkat fertilitas selama kurun waktu lima tahun terakhir. Hal ini berarti bahwa upaya Kabupaten Bandung mengendalikan jumlah kelahiran cukup berhasil. Informasi penting lainnya yang dapat diperoleh dari piramida penduduk adalah angka beban ketergantungan (Dependency Ratio). Angka beban ketergantungan menunjukkan seberapa jauh penduduk yang berusia produktif/aktif secara ekonomi harus menanggung penduduk yang belum produktif dan pasca produktif. Angka beban ketergantungan merupakan perbandingan antara penduduk yang belum/tidak produktif (usia 0 14 tahun dan usia 65 tahun ke atas) dibanding dengan penduduk usia produktif (usia tahun). Selama kurun waktu angka beban ketergantungan ini memperlihatkan kecenderungan berfluktuatif. Pada tahun 2002 angka beban ketergantungan penduduk di Kabupaten Bandung mencapai sebesar 53,22 sedikit meningkat menjadi 55,84 pada tahun 2003 dan di tahun 2004 menurun menjadi 52,48, sedangkan pada tahun 2005 menjadi 51,78 dan sedikit naik menjadi 51,81 pada tahun 2006 dan naik kembali ditahun 2007 IPM Kabupaten Bandung Tahun

33 menjadi 51,93. Tahun 2008 angka beban ketergantungan sedikit meningkat menjadi 52,19 dan pada tahun 2009 angka beban ketergantungan kembali menurun menjadi 48,95 yang artinya pada setiap 100 penduduk usia produktif harus menanggung sebanyak 49 penduduk tidak produktif Kesehatan Tujuan dari pembangunan manusia di bidang kesehatan adalah untuk mencapai umur panjang yang sehat. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat dapat diukur dari tingkat mortalitas dan morbiditas penduduknya. Menurut Henrik L Blum, peningkatan derajat kesehatan dipengaruhi oleh empat faktor penentu, yaitu : faktor lingkungan berpengaruh sebesar 45 persen, perilaku kesehatan sebesar 30 persen, pelayanan kesehatan sebesar 20 persen dan kependudukan/keturunan berpengaruh sebesar 5 persen. Hubungan derajat kesehatan dengan keempat faktornya digambarkan sebagai berikut: Gambar 3.2. Analisis Derajat Kesehatan Lingkungan 45 persen Keturunan 5 persen DERAJAT KESEHATAN Morbiditas & mortalitas Pelayanan Kesehatan 20 persen Sumber: Depkes RI Perilaku 30 persen Berdasarkan bagan di atas, maka peningkatan kesehatan lingkungan dan pelayanan kesehatan merupakan faktor yang sangat memungkinkan untuk diintervensi dengan cepat, dan kontribusinya mencapai 65 persen. Sedangkan perubahan perilaku, meskipun dapat diintervensi, namun perubahannya memerlukan waktu yang cukup lama. IPM Kabupaten Bandung Tahun

34 Departemen Kesehatan telah mencanangkan visi pembangunan kesehatan, yaitu tercapainya penduduk dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia. Untuk mencapai visi tersebut ditetapkan arah kebijakan bidang kesehatan dan kesejahteraan sosial yang dirangkum ke dalam sembilan butir kebijakan sebagaimana dinyatakan dalam UU No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas). Kesembilan butir tersebut antara lain: meningkatkan mutu sumber daya manusia dan lingkungan yang saling mendukung dengan pendekatan paradigma sehat, memelihara dan meningkatkan mutu lembaga dan pelayanan kesehatan melalui pemberdayaan SDM, dan lain-lain. Selanjutnya kebijakan tersebut dijabarkan dalam tujuh program kesehatan pokok, antara lain: peningkatan lingkungan sehat, perilaku sehat dan pemberdayaan masyarakat, upaya kesehatan, perbaikan gizi masyarakat, peningkatan kemampuan dan pengadaan sumber daya kesehatan, dan lain-lain. Angka Harapan Hidup saat dilahirkan (AHHo) / Expectation of Life at Birth (e 0 ), Angka Kematian Bayi (AKB) / Infant Mortality Rate (IMR), angka kematian kasar, dan status gizi, merupakan indikator yang mencerminkan derajat kesehatan. Dari indikator-indikator tersebut yang disepakati digunakan sebagai acuan untuk mengukur kemajuan pembangunan manusia adalah Angka Harapan Hidup saat dilahirkan (AHHo). Gambar 3.3. memperlihatkan bahwa selama periode tahun angka harapan hidup cenderung mengalami peningkatan. Angka harapan hidup Kabupaten Bandung meningkat dari 65,40 tahun pada tahun 2003, menjadi 68,94 tahun pada tahun Seiring teori yang ada, angka harapan hidup berbanding terbalik dengan angka kematian (bayi lahir mati, kematian bayi dibawah 1 tahun, kematian anak dibawah lima tahun dan kematian ibu). Makin tinggi kualitas kesehatan menyebabkan makin rendahnya angka kematian, dan berakibat kepada meningkatnya harapan untuk hidup. IPM Kabupaten Bandung Tahun

35 Perbandingan dua indikator bidang kesehatan di kabupaten Bandung diperlihatkan pada gambar berikut: Gambar 3.3. Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Harapan Hidup (AHH) Kabupaten Bandung, Tahun AHH AKB AHH AKB Angka kematian bayi pada tahun 2003 adalah sebesar 48 bayi per 1000 kelahiran hidup. Pada tahun 2009 angka kematian bayi sudah berhasil ditekan hingga mencapai 36 bayi per 1000 kelahiran hidup. Artinya sepanjang rentang waktu enam tahun angka kematian bayi mengalami penurunan yang sangat signifikan sebagai dampak pelaksanaan pembangunan disegala bidang, termasuk didalamnya intervensi program kesehatan yang dilaksanakan di seluruh wilayah Kabupaten Bandung. Menurut "B-Pichart classification"-stan D'Souza (1984) dalam Brotowasisto (1990), Angka kematian Bayi dibagi menjadi 3 (tiga) wilayah, yaitu: IPM Kabupaten Bandung Tahun

36 1. Daerah dengan AKB diatas 100 per seribu kelahiran bayi hidup sebagai daerah soft-rock, di mana sebagian besar kejadian kematian bayi disebabkan oleh penyakit menular. 2. Daerah dengan AKB per seribu kelahiran hidup dikategorikan sebagai daerah intermediate-rock, yang memerlukan perubahan sosial untuk menurunkan AKB-nya. 3. Daerah dengan AKB di bawah 30 per seribu kelahiran bayi hidup diklasifikasikan sebagai daerah hard-rock, yaitu hanya sebagian kecil saja kematian yang disebabkan oleh penyakit menular dan sebagian besar disebabkan oleh kelahiran bawaan atau congenital. Berdasarkan kriteria diatas, maka dengan tingkat kematian bayi yang terjadi pada tahun 2009, Kabupaten Bandung masih termasuk kategori: daerah intermediate-rock, yang memerlukan perubahan sosial untuk menurunkan AKB-nya. Menurut pendapat Singarimbun (1988: vii-viii) ada beberapa faktor yang memiliki kekuatan dalam menurunkan angka kematian, khususnya kematian bayi dan anak, yaitu: a. Adanya kemajuan ekonomi dalam meningkatkan taraf hidup; b. Adanya kemajuan teknologi kesehatan; c. Adanya kesadaran perbaikan sanitasi dan higiena; dan d. Adanya peningkatan persediaan makanan dan perbaikan gizi. Kabupaten Bandung mempunyai wilayah yang cukup luas sehingga upaya peningkatan derajat kesehatan melalui penurunan angka kematian bayi secara signifikan sangat membutuhkan perhatian lebih dan kerja keras. Terutama dalam melakukan intervensi problem-problem kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan ibu, bayi dan anak. Pada daerah-daerah yang memiliki persebaran AKB yang cukup tinggi, terutama terjadi di wilayah Bandung selatan, peningkatan akses terhadap layanan kesehatan harus tetap diprioritaskan. Resiko kematian bayi lebih besar bagi bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan gizi, dibandingkan dengan ibu yang memiliki gizi cukup. IPM Kabupaten Bandung Tahun

37 Pada umumnya kekurangan gizi berkorelasi positif dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah. Penyebab tingginya angka kematian bayi selain karena masalah infeksi/penyakit dan berat bayi lahir rendah, juga berkaitan erat dengan kondisi pada fase kehamilan, pertolongan kelahiran yang aman dan perawatan bayi pada saat dilahirkan. Kondisi yang cukup menggembirakan adalah capaian pada pertolongan pertama persalinan. Kondisi menurut hasil Suseda tahun 2007, masih terdapat 45,59 persen balita yang lahir hanya mendapatkan pertolongan persalinan dari non tenaga kesehatan (non nakes) seperti dukun, dan 1,19 persen dibantu oleh non nakes lainnya. Pada tahun 2008 penanganan persalinan oleh tenaga non nakes dapat dikurangi menjadi 37,17 persen persalinan yang dibantu dukun bersalin, dan 0,41 persen oleh tenaga non nakes lainnya. Dan pada tahun 2009 persalinan oleh dukun bersalin dapat diturunkan menjadi 36,18 persen, dan oleh non nakes lainnya sebesar 0,27 persen. Pada gambar 3.4 dan 3.5 terlihat bahwa pada tiga tahun terakhir terlihat banyak terjadi kasus rujukan persalinan yang dilakukan oleh dukun bayi kepada bidan atau dokter (ditunjukkan oleh penolong persalinan pertama oleh dukun bayi pada tahun 2009 sebesar 36,18 persen, dan pertolongan terakhir menurun menjadi 34,43 persen. Sementara itu penolong terakhir persalinan oleh dokter meningkat menjadi 5,94 persen (dari penolong pertama kelahiran 5,59 persen); dan oleh bidan meningkat menjadi 59,01 persen (dari penolong pertama kelahiran 57,51 persen). Penanganan persalinan oleh non nakes memiliki peluang yang lebih besar untuk terkena infeksi atau perawatan pasca persalinan yang kurang baik dibandingkan dengan persalinan yang ditolong oleh tenaga nakes seperti dokter, bidan, maupun tenaga paramedis. Oleh karena itu, peranan tenaga medis dalam pertolongan persalinan harus terus ditingkatkan. Karena berbagai hal, masyarakat masih menggunakan bantuan dukun beranak pada proses persalinan, maka upaya untuk meningkatkan kualitas penanganan persalinan agar dilakukan, baik dengan cara pelatihan bagi dukun beranak, maupun kemitraan dukun beranak dengan nakes. IPM Kabupaten Bandung Tahun

38 Gambar 3.4. Persentase Balita Berdasarkan Penolong Pertama Kelahiran di Kabupaten Bandung, Tahun Dokter Bidan Nakes Lain Dukun Lainnya ,56 46,08 0,58 45,59 1, ,42 57,57 0,43 37,17 0, ,59 57,51 0,45 36,18 0,27 Sumber: BPS Kabupaten Bandung, Suseda Gambar 3.5. Persentase Balita Berdasarkan Penolong Terakhir Kelahiran di Kabupaten Bandung, Tahun ,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 Dokter Bidan Nakes Lain Dukun Lainnya ,60 46,59 0,52 43,18 3, ,98 60,54 0,63 31,86 1, ,94 59,01 0,45 34,43 0,17 Sumber: BPS Kabupaten Bandung, Suseda IPM Kabupaten Bandung Tahun

39 Pencapaian AHH dan AKB juga berkaitan erat dengan tingkat pendidikan keluarga terutama ibu. Usia perkawinan pertama yang semakin meningkat, akan membuat wanita semakin dewasa dalam membina rumahtangganya, termasuk dalam perilaku kesehatannya. Pada saat mempunyai keturunan, wanita dewasa dan berpendidikan cukup akan berusaha memberikan yang terbaik bagi bayinya, termasuk dalam pemberian ASI. Berdasarkan data Suseda, usia perkawinan pertama wanita di Kabupaten Bandung rata-rata diatas 22 tahun. Tabel 3.1. Angka Kematian Bayi (AKB) dan Rata-rata Umur Perkawinan Pertama Wanita di Kabupaten Bandung, Tahun Tahun AKB Rata-rata Umur Perkawinan Pertama (tahun) [1] [2] [3] ,74 22, ,37 21, ,50 22, ,18 22, , ,36 22, ,02 22,56 Sumber: BPS Kabupaten Bandung, Suseda Disamping akibat faktor penanganan pada saat persalinan dan pengaruh usia perkawinan pertama, tinggi rendahnya AKB juga dipengaruhi oleh kualitas gizi berupa pemberian air susu ibu (ASI) dan makanan, serta pemberian imunisasi. Berdasarkan data Suseda 2009 umumnya balita telah diberi ASI selama kurun waktu diatas satu tahun (82,98 persen). Dari balita yang pernah diberi ASI, sebanyak 8,61 persen diberi ASI kurang dari 6 bulan, dan 8,41 persen diberi ASI hanya sampai berumur satu tahun. Dan sebagian IPM Kabupaten Bandung Tahun

40 besar balita (42,86 persen) diberi ASI sampai berumur diatas dua tahun. Kesadaran masyarakat untuk memberikan ASI yang semakin meningkat apabila dibandingkan dengan tahun 2008, dimana yang diberi ASI sampai dengan diatas dua tahun mencapai 36,28 persen. Gambar 3.6. Persentase Balita Menurut Lamanya Diberi ASI di Kabupaten Bandung, Tahun 2009 > 24bulan 42.86% 1-5 bulan 8.61% 6-11 bulan 8.41% bulan 20.65% bulan 19.47% Pemberian ASI yang seharusnya didapat seorang anak dengan berbagai keunggulannya, mungkin saja tidak dapat dilakukan kerena bebagai alasan, seperti meninggalnya ibu pasca persalinan, ASI yang tidak keluar, atau keluar tapi volumenya tidak mencukupi kebutuhan bayi dan balita. Asupan gizi lain bisa diberikan sebagai makanan pendamping ASI. Disamping peningkatan waktu pemberian ASI, berdasarkan data hasil Suseda 2009 ditemukan indikasi bahwa dibandingkan dengan tahun 2008, balita yang diberi ASI meningkat menjadi 96,41 persen. Persentase balita lakilaki yang disusui mencapai 95,84 persen, tidak jauh berbeda dengan balita perempuan yang mencapai 96,97 persen. Kondisi tersebut menunjukkan telah bertumbuh kembangnya kesadaran para orang tua tentang pentingnya membangun kebersamaan dalam membesarkan anak-anak, tanpa adanya perbedaan perlakuan dalam pemenuhan kebutuhan gizinya atau ASI. IPM Kabupaten Bandung Tahun

41 Tubuh manusia memerlukan makanan untuk menjaga kelangsungan hidup. Kebutuhan gizi bervariasi sesuai dengan tingkatan umur. Seiring dengan perkembangan usia, semakin besar, anak membutuhkan asupan gizi yang lebih banyak. Kebutuhan gizi remaja akan berbeda dengan bayi dan balita, sama halnya dengan kebutuhan gizi dewasa akan berbeda dengan kebutuhan gizi remaja maupun orang tua. Orang yang mengalami kekurangan zat gizi berpeluang besar mengalami hambatan dalam pertumbuhan, baik itu fisik maupun mental. Secara lahiriah salah satunya dapat terlihat dari ukuran tubuh dibawah rata-rata ukuran tubuh normal, kurangnya kecerdasan, selalu lesu, mata minus, dan berbagai permasalahan akibat kurang gizi lainnya. Yang patut diperlihatkan adalah adanya peningkatan persentase penduduk yang mempunyai keluhan kesehatan pada tahun Pada tabel 3.2 terlihat bahwa penduduk yang mengalami keluhan kesehatan cenderung berkurang pada tahun 2007 dan Sedangkan pada tahun 2009 terdapat sekitar 26,6 persen penduduk mempunyai keluhan kesehatan, atau terjadi peningkatan penderita, baik laki-laki maupun perempuan. Tabel 3.2 Persentase Penduduk Yang Mengalami Keluhan Kesehatan Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Bandung Tahun Jenis Kelamin [1] [2] [3] [4] [5] Perempuan 26,54 20,24 22,09 27,84 Laki-laki 25,37 20,88 19,56 25,36 Kab. Bandung 26,31 20,56 20,81 26,60 Sumber : BPS Kabupaten Bandung, Suseda Berdasarkan hasil SUSEDA tahun 2009, persentase penduduk yang mengalami keluhan kesehatan lebih banyak dibandingkan dengan dua tahun IPM Kabupaten Bandung Tahun

42 sebelumnya. Namun apabila ditelaah lebih lanjut, terlihat bahwa proses penyembuhan dari penyakit relatif lebih cepat. Lamanya menderita sakit antara 4-7 hari menurun dari 41,10 persen pada tahun 2007, menjadi 40,01 persen pada tahun Dan menurun menjadi 36,02 persen pada tahun Kondisi pada tahun 2009, sebagian besar penduduk mengalami sakit dapat sembuh kurang dari 4 hari (52,90 persen). Tabel 3.3 Persentase Lamanya Sakit Penduduk Kabupaten Bandung, Tahun Lama Sakit [1] [2] [3] [4] =<3 Hari 37,29 47,09 52, Hari 41,10 40,01 36, Hari 10,67 5,99 6, Hari 2,95 2,94 1, Hari 7,99 3,98 3,49 Jumlah 100,00 100,00 100,00 Sumber : BPS Kabupaten Bandung, Suseda Pendidikan Sebagaimana digariskan dalam Pembukaan UUD 1945 bahwa salah satu tujuan berbangsa dan bernegara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan ini hanya akan dapat dicapai melalui pendidikan. Oleh karena itu, pada UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dinyatakan bahwa: setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, dan dalam ayat 2 ditegaskan: setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Untuk mengaktualisasikan amanah UUD 1945 tersebut, maka pemerintah Indonesia mengatur penyelenggaraan pendidikan melalui IPM Kabupaten Bandung Tahun

43 Undang-undang mengenai Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). UU No. 2 tahun 1989 dipandang tidak memadai lagi, serta perlu disempurnakan sesuai amanat perubahan UUD 45 menjadi dasar pendidikan di Indonesia diselenggarakan sesuai dengan sistem pendidikan nasional yang ditetapkan dalam UU No. 20 tahun 2003 sebagai pengganti. Pendidikan nasional adalah pendidikan berdasarkan UUD dan Pancasila yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Sisdiknas dimaksudkan sebagai arah dan strategi pembangunan nasional bidang pendidikan. Dalam menyongsong era globalisasi, Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitaslah yang akan mampu bersaing dengan SDM negara lain. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah khususnya pemerintah daerah perlu lebih mengedepankan upaya peningkatan kualitas SDM melalui program-program pembangunan yang lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pendidikan baik formal maupun non formal. Karena sudah saatnya masyarakat menyadari bahwa pendidikan merupakan kebutuhan yang penting. Dalam institusi terkecil seperti rumahtangga, pendidikan seyogyanya telah menjadi kebutuhan utama. Pemerintah seharusnya memfasilitasi hal tersebut, karena bagaimanapun juga SDM yang bermutu merupakan syarat utama bagi terbentuknya peradaban yang maju. Bila melihat kemajuan pencapaian IPM di Kabupaten Bandung selama empat tahun terakhir (periode tahun ), kontribusi pencapaian komponen indeks pendidikan masih relatif paling tinggi dibandingkan dua komponen IPM lainnya, yaitu kesehatan dan daya beli. Pencapaian IPM Kabupaten Bandung telah mencapai angka 73,39 di tahun 2009, dimana indeks pendidikan mencapai sebesar 85,61. Kondisi pendidikan jauh lebih baik jika dibandingkan dengan indeks kesehatan yang baru mencapai 73,23, maupun indeks daya beli yang mencapai sebesar 61,31. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa Pemerintah Kabupaten Bandung masih memiliki tugas besar untuk meningkatkan percepatan/akselerasi IPM Kabupaten Bandung Tahun

44 pembangunan dibidang kesehatan dan perekonomian masyarakat guna mendukung daya beli. Tingginya indeks pendidikan dibandingkan dengan dua komponen lainnya belum cukup menunjukkan bahwa kemajuan pembangunan manusia Kabupaten Bandung dibidang pendidikan sudah baik. Bila dilihat dari laju perkembangannya, terlihat adanya penurunan pertumbuhan komponen pendidikan pada periode tahun dibandingkan dengan periode tahun sebelumnya. Pembangunan di bidang pendidikan cenderung mengalami perlambatan pertumbuhan dari periode sebelumnya, meskipun secara absolute mengalami peningkatan indeks Angka Melek Huruf Indikator melek huruf menggambarkan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) yang diukur dari aspek pendidikan. Angka melek huruf yang digunakan pada bahasan berikut adalah pada penduduk dewasan (umur 15 tahun ke atas) yang dapat membaca dan menulis minimal kata-kata/kalimat sederhana aksara tertentu, baik huruf latin atau lainnya. Undang-undang mengamanahkan kepada penyelenggara negara untuk menyediakan anggaran setidaknya 20 persen untuk dialokasikan bagi pembiayaan pendidikan. Hal ini masih sulit untuk dipenuhi, karena minimnya anggaran pemerintah secara keseluruhan maka besaran 20 persen baru terpenuhi untuk keseluruhan anggaran pendidikan (termasuk gaji). Pemerintah masih harus membiayai pembangunan disektor lain yang harus dilakukan secara sejalan. Namun hal ini setidaknya menunjukkan keseriusan pemerintah terhadap arti penting pendidikan bagi warganya. Keadilan dalam memperoleh pendidikan memang belum merata. Biaya yang harus dikeluarkan untuk mengenyam pendidikan relatif dirasa mahal. Padahal kondisi tersebut akan merendahkan martabat pendidikan itu sendiri sebagai salah satu media pembebasan manusia dari cengkraman kemiskinan. Hal itu mungkin terjadi akibat komersialisasi pendidikan yang IPM Kabupaten Bandung Tahun

45 mereduksi hakikat pendidikan sehingga akan meminggirkan kalangan tidak mampu. Secara umum pembangunan pendidikan di Kabupaten Bandung relatif terus membaik. Hal ini ditunjukkan dengan semakin meningkatnya persentase penduduk yang melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Menurut data Suseda, persentase penduduk dewasa (usia 15 tahun keatas) yang melek huruf di Kabupaten Bandung mencapai 98,23 persen pada tahun 2004, meningkat menjadi 98,65 persen di tahun pada tahun 2006 menjadi 98,70 persen, dan pada tahun 2007 dan 2008 masing-masing sebesar 98,71 persen dan 98,84 persen. Pada tahun 2009 angka melek huruf mencapai 98,87 persen Tingkat Partisipasi Sekolah Pada awal tahun 1972, ketika program life long education disosialisasikan, kesadaran akan pembangunan manusia ini telah disuarakan oleh Edgar Faure, Ketua The International Commision for Education Development, yang menekankan bahwa pendidikan merupakan tugas negara yang paling penting. Hal senada oleh pemerintah telah dituangkan pada Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Bab IV (Hak Dan Kewajiban Warga Negara, Orang Tua, Masyarakat Dan Pemerintah) pasal 6 ayat 1, yang mengatakan bahwa Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, dan pasal 11 ayat 2 Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin tersedianya dana, guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun. Hal ini berarti bahwa sepatutnya sudah tidak ada lagi anak usia 7-15 tahun yang tidak bersekolah, atau tingkat partisipasi sekolahnya 100 persen. Bila kondisi tersebut dicapai, akan dapat dijadikan modal kuat untuk memperkuat daya saing dibidang pendidikan, sehingga di masa mendatang kualitas kesejahteraan masyarakat Kabupaten Bandung, utamanya dibidang pendidikan tidak hanya berbicara pada skala provinsi tetapi juga ditingkat nasional. IPM Kabupaten Bandung Tahun

46 Begitu pula pada rata-rata lama sekolah, pada tahun 2004 rata-rata lama sekolah penduduk Kabupaten Bandung baru sekitar 8,03 tahun meningkat menjadi 8,26 tahun di tahun 2005; 8,39 tahun pada tahun 2006, pada tahun 2007 menjadi 8,58, tahun 2008 mencapai 8,86 tahun. Pada tahun 2009 sedikit mengalami peningkatan menjadi 8,87 tahun. Dilihat dari mutu SDM, di daerah perkotaan cenderung relatif lebih baik dibanding daerah perdesaan, hal ini terjadi karena akses ke berbagai fasilitas dan pelayanan masyarakat, terutama yang berhubungan dengan pendidikan, lebih mudah diperoleh. Kondisi ekonomi juga cenderung lebih baik sehingga kesempatan untuk meningkatkan mutu SDM lebih terbuka bagi penduduk perkotaan. Telah ditentukan segmentasi usia yang harus mendapatkan kesempatan sekolah terletak pada selang usia 7-18 tahun, secara operasional kelompok umur tersebut dipilah menjadi tiga; yaitu usia 7-12 tahun untuk tingkat Sekolah Dasar (SD), usia tahun untuk tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan umur tahun untuk tingkat pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Pada penduduk kelompok umur 7-12 tahun, secara umum perbedaan partisipasi sekolah antara penduduk perkotaan dengan perdesaan relatif tidak mencolok. Hal ini kemungkinan karena gencarnya promosi program pendidikan dasar yang dilakukan pemerintah di berbagai daerah secara luas dengan disertai oleh bermacam penyaluran dana bantuan pendidikan, mulai dari yang hanya terbatas pada kelompok masyarakat sangat miskin (seperti: Program Keluarga Harapan), hingga yang sifatnya menyeluruh seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Setelah anggaran bidang pendidikan diperbesar, serta berbagai bantuan disalurkan, maka permasalahan putus sekolah di pendidikan dasar harus sudah dapat diselesaikan. Dengan kata lain, rata-rata lama sekolah penduduk Kabupaten Bandung harus dapat melewati angka 9 tahun. Untuk penduduk yang memiliki kemampuan secara ekonomi, harus terus didorong untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Karena memiliki ijazah SLTP saja tidak cukup untuk bersaing memperoleh IPM Kabupaten Bandung Tahun

47 lapangan pekerjaan yang lebih layak. Masalah infrastruktur pendidikan tidak dapat dijadikan alasan, karena usia diatas 15 tahun sudah dikatagorikan dewasa untuk mandiri dan mengakses pendidikan yang lokasinya mungkin cukup jauh dari tempat tinggalnya. Untuk memperoleh gambaran partisipasi penduduk Kabupaten Bandung terhadap pendidikan, ditunjukkan dengan beberapa indikator, yaitu: Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Partisipasi Sekolah (APS). Indikator-indikator tersebut menunjukkan seberapa besar anak usia menurut tingkat pendidikan tertentu berada dalam lingkup pendidikan dan penyerapan dunia pendidikan formal terhadap penduduk usia sekolah. Gambar 3.7. APK Menurut Jenis Kelamin dan Jenjang Pendidikan di Kabupaten Bandung, Tahun ,0 100,0 80,0 60,0 40,0 20,0 0,0 SD SLTP SLTA PT Laki-laki 104,18 88,95 63,72 8,25 Perempuan 107,28 87,47 55,28 8,23 Laki-laki + Perempuan 105,69 88,2 59,61 8,24 Sumber: BPS Kabupaten Bandung, Suseda 2009 Angka partisipasi kasar menunjukkan proporsi anak sekolah baik lakilaki maupun perempuan pada suatu jenjang pendidikan tertentu dalam kelompok umur yang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut. Angka ini memberikan gambaran secara umum mengenai jumlah anak yang menerima IPM Kabupaten Bandung Tahun

48 pendidikan pada jenjang tertentu, dan biasanya tidak memperhatikan umur siswa. APK suatu jenjang pendidikan mungkin saja mempunyai nilai lebih dari 100. Hal ini disebabkan oleh adanya siswa yang berusia di luar batasan usia sekolah (baik lebih muda ataupun lebih tua), namun bersekolah pada jenjang sekolah usia tersebut. Sebagai ilustrasi, pada Gambar 3.7 terlihat bahwa APK SD di Kabupaten Bandung adalah 105,69 persen (lebih dari 100 persen). Artinya masih terdapat sekitar 5,69 persen penduduk diluar usia 7-12 tahun yang berstatus murid SD, bisa berada pada pendidikan di tingkat yang lebih rendah (pendidikan pra sekolah), ataupun lebih tinggi (SLTP). Untuk mengawal bahwa seorang anak harus memperoleh pendidikan yang sesuai dengan usianya, dibutuhkan dukungan masyarakat, serta ketegasan dari institusi pendidikan. Tabel 3.4. APK Menurut Jenis Kelamin, dan Jenjang Pendidikan di Kabupaten Bandung, Tahun Jenjang Pendidikan L P L + P L P L + P [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] SD 99,35 92,97 96,18 104,18 107,28 105,69 SLTP 74,20 86,04 80,06 88,95 87,47 88,20 SLTA 45,14 43,72 40,79 63,72 55,28 59,61 PT 13,63 13,55 13,59 8,25 8,23 8,24 Sumber : BPS Kabupaten Bandung, Suseda Dari sudut kesetaraan jender, pada tingkat SLTP menurut data hasil Suseda 2009, APK murid perempuan sebesar 87,47 relatif sama dengan APK laki-laki yang mencapai 88,95 persen. Artinya tidak ada perbedaan perlakuan terhadap jenis kelamin sampai pada tingkat pendidikan dasar. Namun pada jenjang pendidikan SLTA antara APK laki-laki dibandingkan dengan APK perempuan menunjukkan perbedaan yang tinggi, yaitu sebesar 8,44 persen. IPM Kabupaten Bandung Tahun

49 Gambar 3.8. Perbandingan APK dan APM Menurut Jenjang Pendidikan di Kabupaten Bandung, Tahun ,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00 SD SLTP SLTA PT APM 93,17 72,63 43,27 6,20 APK 105,69 88,2 59,61 8,24 Sumber: BPS Kabupaten Bandung, Suseda 2009 Gambar 3.9. APM Menurut Jenis Kelamin dan Jenjang Pendidikan di Kabupaten Bandung, Tahun ,00 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 SD SLTP SLTA PT Laki-laki 92,94 72,37 45,43 6,11 Perempuan 93,41 72,89 40,99 6,30 Laki-laki + Perempuan 93,17 72,63 43,27 6,20 Sumber: BPS Kabupaten Bandung, Suseda 2009 IPM Kabupaten Bandung Tahun

50 Proporsi anak sekolah pada satu kelompok umur tertentu yang bersekolah pada tingkat yang sesuai dengan kelompok umurnya dapat ditunjukan oleh Angka Partisipasi Murni (APM). APM selalu lebih rendah dibandingkan APK karena pembilangnya lebih kecil sementara penyebutnya sama. APM membatasi usia siswa sesuai dengan usia sekolah dan jenjang pendidikan sehingga angkanya lebih kecil. APM adalah indikator yang menunjukkan proporsi penduduk yang bersekolah di suatu jenjang pendidikan dan usianya sesuai dengan usia sekolah pada jenjang pendidikan tersebut. APM yang bernilai 100 menunjukkan bahwa semua penduduk bersekolah tepat waktu, sesuai dengan usia sekolah dan jenjang pendidikannya. APM SD di Kabupaten Bandung pada tahun 2009 adalah sebesar 93,17 persen, artinya lebih dari 93 persen siswa usia sekolah SD bersekolah tepat waktu, sesuai dengan usia sekolah dan jenjang pendidikannya. Ketidaksesuaian usia dengan jenjang pendidikan yang diikuti dapat dilihat dengan jelas dari selisih antara APK dan APM. Pada jenjang pendidikan SD misalnya, capaian APK SD Kabupaten Bandung pada tahun 2009 sebesar 105,69 persen, masih relatif cukup besar disparitasnya dengan capaian APM SD yang sebesar 93,17 persen. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat sekitar 12,52 persen murid yang bersekolah di SD tidak sesuai dengan kelompok umur pendidikannya (7-12 tahun). Besarnya kesenjangan tersebut utamanya disebabkan karena sudah ada anak usia pra sekolah (di bawah usia 7 tahun) sudah sekolah di SD, dan ada siswa yang berusia 12 tahun keatas masih bersekolah di SD. Yang perlu diantisipasi adalah jangan sampai kesenjangan tersebut terjadi karena cukup banyaknya murid yang mengulang kelas. Karena hal ini erat hubungannya dengan kualitas pendidikan, dan kondisi ini dapat mengakibatkan terhambatnya pencapaian rata-rata lama sekolah dan pendidikan yang ditamatkan di masa mendatang. Pencapaian rata-rata lama sekolah di suatu daerah dewasa ini masing sangat tergantung kemajuan partisipasi murid pada pendidikan formal, utamanya pada jenjang pendidikan SLTP keatas. Dengan besaran APK pada jenjang pendidikan SLTP keatas di Kabupaten Bandung yang masih belum begitu menggembirakan, tampaknya diperlukan langkah-langkah terobosan IPM Kabupaten Bandung Tahun

51 dan akseleratif oleh segenap komponen; baik jajaran dinas pendidikan, swasta, dan masyarakat agar anak-anak usia sekolah dapat menikmati pendidikan secara baik dan berkelanjutan (sustainable). Perlu diingat, bahwa penghitungan angka rata-rata lama sekolah dihitung hanya untuk golongan usia dewasa (15 tahun keatas). Sehingga apabila partisipasi sekolahnya rendah, maka pertumbuhan angka rata-rata lama sekolahnya cenderung rendah. APM perempuan biasanya lebih rendah daripada APM laki-laki utamanya pada jenjang pendidikan SLTA keatas. Pada jenjang ini mulai terjadi perbedaan pandangan antara orang tua yang masih mengutamakan pendidikan bagi anak laki-laki daripada anak perempuannya. Kebanyakan mereka masih menganut paham laki-laki harus diutamakan dalam segala hal, karena laki-laki nantinya akan jadi pemimpin, terutama dalam lingkup paling kecil yaitu keluarga. Pendidikan yang sedang diikuti digambarkan secara umum oleh Angka Partisipasi Sekolah (APS). Gambar 3.10 memperlihatkan bahwa pada APS penduduk laki-laki relatif lebih rendah dibandingkan APS penduduk perempuan pada kelompok umur pendidikan SD dan SLTP, namun untuk kelompok umur pendidikan yang lebih tinggi, angka partisipasi laki-laki lebih tinggi. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena perempuan di Kabupaten Bandung banyak yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan berikutnya karena berbagai faktor, seperti: faktor biaya, melakukan perkawinan, ataupun karena bekerja. Selain itu masih melekatnya faktor budaya nenek moyang (terutama di perdesaan) yang menganggap bahwa kaum perempuan tidak perlu mengenyam pendidikan terlalu tinggi karena ujung-ujungnya akan ke dapur juga. Sehingga begitu mereka menamatkan SD atau SLTP, tidak perlu lagi melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sebagian mereka segera menikah dan sebagian lagi bekerja di dapur atau langsung bekerja untuk membantu mendapatkan penghasilan. Adalah tugas bersama untuk membuka wawasan masyarakat tentang pentingnya investasi di bidang pendidikan. Banyak alasan yang harus IPM Kabupaten Bandung Tahun

52 terjawab, salah satunya adalah apakah pendidikan yang lebih tinggi dapat menjanjikannya masa depan bagi putra putri mereka? Dan apakah berpendidikan tinggi akan mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang lebih layak dibandingkan dengan mereka yang tidak melanjutkan sekolah? Gambar APS Menurut Jenis Kelamin dan Jenjang Pendidikan di Kabupaten Bandung, Tahun ,00 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 SD SLTP SLTA PT Laki-laki 99,08 86,32 52,80 10,73 Perempuan 99,31 87,98 47,83 8,76 Laki-laki + Perempuan 99,20 87,16 50,38 9,77 Sumber: BPS Kabupaten Bandung, Suseda 2009 Fakta yang ada adalah dunia kerja kita masih didominasi oleh tenaga kerja berpendidikan rendah, seolah-olah menggambarkan bahwa kesempatan masuk ke dunia kerja masih terbuka lebar meskipun dengan tingkat pendidikan yang relatif terbatas. Sehingga memunculkan anggapan di masyarakat bahwa pendidikan tinggi belum menjadi jaminan kemudahan untuk mendapatkan pekerjaan. Rendahnya kesempatan kerja di Kabupaten Bandung tidak saja dirasakan oleh mereka yang berpendidikan rendah, namun juga bagi mereka yang berpendidikan tinggi. Pada akhirnya orangtua lebih memilih untuk mempekerjakan anaknya guna membantu usaha orang IPM Kabupaten Bandung Tahun

53 tua atau meringankan beban ekonomi keluarga ketimbang menyekolahkannya ke jenjang yang lebih tinggi Rata-rata Lama Sekolah Dari sisi pemerataan pendidikan khususnya bagi penduduk perempuan masih relatif rendah dibandingkan dengan penduduk laki-laki. Menurut data Suseda 2009 penduduk perempuan usia 10 tahun keatas yang mampu melanjutkan pendidikan SLTP keatas sekitar 46,41 persen, lebih tinggi dibandingkan kondisi tahun 2008 yaitu sebesar 42,41 persen. Sedangkan penduduk laki-laki selalu memiliki persentase yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Pada tahun 2009, penduduk laki-laki yang mampu menyelesaikan pendidikan SLTP keatas mencapai 52,26 persen, meningkat dibandingkan tahun 2008 yang mencapai 48,81 persen. Dari perkembangan data pendidikan yang ditamatkan, dapat terlihat bahwa sebagian besar masyarakat sudah tidak lagi mengedepankan pendidikan anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan. Hal ini ditandai oleh kondisi pada setiap jenjang pendidikan terutama sampai dengan tingkat SLTP, kesenjangan pendidikan antara penduduk laki-laki dan perempuan relatif tidak jauh berbeda. Menurut data Suseda 2009, persentase penduduk perempuan yang tamat SD mencapai 37,15 persen relatif lebih baik dibandingkan laki-laki yang hanya mencapai 33,83 persen. Pola yang sama terjadi pula pada tingkat pendidikan SLTP, persentase penduduk perempuan yang tamat SLTP mencapai 25,35 persen sedikit diatas penduduk laki-laki yang mencapai 24,83 persen. Perbedaan mulai terlihat pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Pada tingkat pendidikan SLTA, pada tahun 2009 persentase penduduk perempuan yang menamatkan pendidikan SLTA baru mencapai 17,16 persen jauh lebih rendah dibandingkan penduduk laki-laki yang mencapai 22,74 persen. Kondisi ini dapat dimaklumi, karena pada umumnya lokasi sekolah SLTA relatif lebih jauh, sehingga ada kecenderungan orang tua untuk lebih berani mengirimkan anak laki-laki dibandingkan anak perempuan untuk IPM Kabupaten Bandung Tahun

54 bersekolah ke tempat yang relatif jauh Juga karena ada pemikiran bahwa suatu saat setelah dewasa, anak laki-laki lebih berkewajiban untuk mencari nafkah bagi keluarganya, sehingga perlu bekal pendidikan yang cukup sebagai bekal untuk mencari nafkah pada saat memasuki dunia kerja. Tabel 3.5. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Keatas Menurut Pendidikan Yang Ditamatkan dan Jenis kelamin di Kabupaten Bandung, Tahun Pendidikan yang Ditamatkan L P L+P L P L+P [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] Belum /Tidak 16,32 18,23 17,27 13,91 16,44 15,17 tamat SD SD 34,87 39,36 37,11 33,83 37,15 35,48 SLTP 23,89 24,17 24,03 24,83 25,35 25,09 SLTA 21,17 15,30 18,24 22,74 17,16 19,96 Perguruan Tinggi 3,75 2,94 3,35 4,69 3,90 4,30 Sumber : BPS Kabupaten Bandung, Suseda Pendidikan merupakan elemen penting pembangunan dan perkembangan sosial-ekonomi masyarakat. Pendidikan juga berperan penting dalam meningkatkan kualitas hidup individu, masyarakat dan bangsa. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, semakin baik kualitas sumber dayanya. Pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan manusia terdidik yang bermutu dan handal sesuai dengan kebutuhan jaman. Penduduk yang berkemampuan diharapkan dapat meningkatkan partisipasinya dalam berbagai kegiatan, sehingga dimasa mendatang mereka dapat hidup lebih layak. IPM Kabupaten Bandung Tahun

55 3.4. Ketenagakerjaan Capaian kesejahteran masyarakat suatu wilayah sangat tergantung kepada potensi sumber daya yang dimiliki dan bagaimana potensi SDA yang ada dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik. Kualitas SDA akan sangat berperan untuk menciptakan dan menggerakkan aktivitas perekonomiannya. Peranan SDM dalam mengelola perekonomian suatu wilayah dapat ditunjukkan oleh indikator ketenagakerjaan. Salah satu indikator yang biasa dipakai dalam melihat atau menggambarkan tingkat perekonomian masyarakat adalah laju pertumbuhan angkatan kerja yang terserap di lapangan pekerjaan. Tingginya angkatan kerja di suatu daerah akan menggerakan perekonomian daerah tersebut. Gambaran kondisi ketenagakerjaan seperti persentase angkatan kerja yang bekerja, dan distribusi lapangan pekerjaan sangat berguna untuk melihat prospek ekonomi Kabupaten Bandung. Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat apakah benar-benar digerakan oleh produksi yang melibatkan tenaga kerja daerah atau karena pengaruh faktor lain. Banyaknya penduduk yang bekerja akan berdampak pada peningkatan kemampuan daya beli dan peningkatan pendapatan penduduk sangat menentukan untuk pemenuhan kebutuhan hidup yang layak. Secara sederhana untuk melihat kualitas pembangunan manusia dapat disandarkan kepada dua pendapat Ramirez dkk (1998): Pertama, bahwa kinerja ekonomi mempengaruhi pembanguan manusia, khususnya melalui aktivitas rumahtangga dan pemeritah, aktivitas rumahtangga yang memiliki kontribusi langsung terhadap pembangunan manusia antara lain kecenderungan rumahtangga untuk membelanjakan pendapatan bersih untuk memenuhi kebutuhan (pola konsumsi), tingkat dan distribusi pendapatan antar rumahtangga, dan makin tinggi tingkat pendidikan terutama pendidikan perempuan akan semakin positif bagi pembangunan manusia berkaitan dengan andil yang tidak kecil dalam mengatur pengeluaran rumahtangga. IPM Kabupaten Bandung Tahun

56 Kedua, pembangunan manusia yang tinggi akan mempengaruhi perekonomian melalui produktifitas dan kreatifitas masyarakat. Pendidikan dan kesehatan penduduk sangat menentukan kemampuan untuk mengelola dan menyerap sumber-sumber pertumbuhan ekonomi. Dari kedua pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa antara pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi berhubungan secara simultan, dengan kata lain tercapainya pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang disertai pemerataan distribusi pendapatan, maka tingkat daya beli, kesehatan dan pendidikan akan lebih baik. Dan pada giliranya akan memperbaiki tingkat produktifitas tenaga kerja yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Karakteristik suatu wilayah dapat pula dilihat dari aspek pendidikan, dimana tingkat pendidikan dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamatkan oleh seorang pekerja, maka pekerja tersebut akan memiliki produktivitas yang relatif lebih baik dan mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi. Target pertumbuhan ekonomi sebenarnya tidak hanya untuk mencapai tinggi angka pertumbuhan. Pertumbuhan ekonomi yang diinginkan adalah pertumbuhan yang berkualitas dan digerakkan oleh peningkatan kapasitas produksi masyarakat. Walaupun angka pertumbuhannya tidak terlalu tinggi, namun apabila kualitas capaiannya jauh lebih tinggi, maka akan mempengaruhi capaian pembangunan manusia. Pertumbuhan yang berkualitas adalah yang dapat menggerakan pendapatan perkapita, dan menyerap tenaga kerja, yang pada akhirnya dapat memperbaiki pola distribusi pendapatan antar kelompok masyarakat. Pada akhirnya, pertumbuhan ekonomi yang berkualitas mengakibatkan banyak penduduk yang memiliki cukup uang untuk memenuhi kebutuhannya untuk membiayai kebutuhan makanan, pendidikan, kesehatan dan perumahan sehingga dapat mempercepat pembangunan manusia. IPM Kabupaten Bandung Tahun

57 Pertumbuhan ekonomi merupakan sarana utama (principal means) bagi pembangunan manusia untuk dapat berlangsung secara berkesinambungan. Hal ini sejalan dengan banyak bukti empiris yang menunjukkan bahwa tidak ada suatu negara pun yang dapat membangun manusia secara berkesinambungan tanpa tingkat pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi. Walaupun demikian tidak berarti bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan syarat mutlak bagi pembangunan manusia. Antara keduanya tidak ada hubungan otomatis tetapi berlangsung melalui berbagai jalur antara lain yang penting ketenagakerjaan. Artinya, pertumbuhan ekonomi akan dapat ditransformasikan menjadi peningkatan kapabilitas manusia, jika pertumbuhan itu berdampak secara positif terhadap penciptaan lapangan kerja atau usaha. Lapangan kerja yang diciptakan pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan rumahtangga yang memungkinkannya membiayai peningkatan kualitas manusia anggota rumahtangganya. Kualitas manusia yang meningkat pada sisi lain akan berdampak pada peningkatan kualitas tenaga kerja, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat dan kualitas pertumbuhan ekonomi. Secara singkat dapat dikatakan bahwa pertumbuhan mempengaruhi ketenagakerjaan dari sisi permintaan (menciptakan lapangan kerja) dan sisi penawaran (meningkatkan kualitas tenaga kerja). Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) di Kabupaten Bandung pada tahun 2009 mencapai 52,00 persen. Jika dilihat berdasarkan perspektif jender, TPAK perempuan di Kabupaten Bandung yang mencapai 27,46 persen relatif jauh tertinggal dibandingkan dengan penduduk laki-laki yang mencapai lebih dari 76,32 persen. Terdapat ketimpangan yang sangat tajam dalam pasar kerja, dimana perempuan cenderung kurang memiliki akses untuk memasuki dunia kerja. Hal ini kemungkinan disebabkan karena sebagian besar perempuan usia produktif di kabupaten Bandung berada pada posisi sebagai ibu rumah tangga. Kondisi tersebut menunjukkan perempuan masih mengalami perlakuan tidak berimbang dengan laki-laki dalam dunia kerja, dimana laki-laki lebih diprioritaskan daripada perempuan, sehingga kesempatan kerja bagi perempuan cenderung sangat kompetitif. IPM Kabupaten Bandung Tahun

58 Gambar Tingkat Kesempatan Kerja, Pengangguran dan TPAK Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Bandung, Tahun TPAK Kesempatan Kerja Pengangguran Laki-laki 76,32 89,39 10,61 Perempuan 27,46 82,14 17,86 Laki-laki+Perempuan 52,00 87,49 12,51 Sumber: BPS Kabupaten Bandung, Suseda 2009 TPAK merupakan indikator yang menggambarkan seberapa banyak dari angkatan kerja yang aktif secara ekonomi. Pendapatan rumahtangga perlu diberi perhatian lebih, mengingat dampaknya yang luas terhadap taraf kesejahteraan terhadap kemiskinan. Kemiskinan sangat dipengaruhi oleh pendapatan rumahtangga karena hampir semua rumahtangga mengandalkan upah/gaji (bagi yang berstatus buruh/karyawan) atau keuntungan usaha (bagi yang berstatus berusaha). Dengan demikian masalah ketenagakerjaan secara langsung berkaitan dengan masalah kemiskinan. Implikasi logisnya jelas: upaya pengentasan kemiskinan yang merupakan keprihatinan nasional bahkan global (tercermin dari sasaran pertama dan utama Millenimum IPM Kabupaten Bandung Tahun

59 Development Goals, MDG) mestinya harus ditempuh melalui upaya penyelesaian masalah ketenagakerjaan. Dalam hal ini masalah ketenagakerjaan, paling tidak mengandung dua aspek pokok: penyediaan lapangan kerja/usaha dan peningkatan produktifitas tenaga kerja. Berdasarkan Suseda tahun 2009 tingkat pengangguran terbuka di Kabupaten Bandung sebesar 12,51 persen. Angka pengangguran ini terus mengalami penurunan dibandingkan kondisi tahun 2007 yang mencapai 14,64 persen dan tahun 2008 sebesar 13,19 persen. Namun demikian angka pengangguran masih tergolong tinggi, sehingga harus terus diupayakan penyediaan lapangan pekerjaan. Tingkat pengangguran terbuka masih didominasi oleh penduduk perempuan yang mencapai sebesar persen. Kondisi tersebut lebih banyak disebabkan karena lapangan kerja yang ada belum sesuai dengan ketersediaan kualitas tenaga kerja perempuan di Kabupaten Bandung. Untuk meningkatkan daya saing kaum perempuan, maka peningkatan kualitas pekerja perempuan menjadi mutlak terus dilakukan, baik melalui pendidikan formal maupun informal. Pergeseran penyerapan lapangan pekerjaan ke sektor industri dapat menjadi indikator meningkatnya kesejahteraan masyarakat suatu wilayah. Berdasarkan data pada tabel 3.6 diperlihatkan bahwa lapangan pekerjaan penduduk 10 tahun ke atas mengalami pergeseran dari sektor pertanian ke sektor industri, transportasi, dan komunikasi. Persentase lapangan usaha di sektor industri mengalami peningkatan dari tahun 2007 sebesar 23,56 persen, menjadi 27,08 persen pada tahun Kemudian pada tahun 2009 kembali meningkat menjadi 29,87 persen. Ada indikasi bahwa peningkatan pada sektor industri adalah pada usaha industri kecil dan mikro yang cukup mampu menyerap tenaga kerja. Pada tahun 2009 proporsi rumah tangga yang bekerja di sektor perdagangan mengalami masih berada pada kisaran 19 persen. Sedangkan yang bekerja di sektor jasa meningkat dibandingkan tahun 2008, menjadi 12,49 persen. Fluktuasi proporsi rumahtangga yang bekerja di sektor pertanian masih belum menunjukkan perubahan yang berarti, bahkan indikasi perpindahan lapangan usaha penduduk dari sektor pertanian ke sektor-sektor IPM Kabupaten Bandung Tahun

60 lainnya (pertambangan, listrik gas dan air, angkutan dan komukasi, koperasi dan lembaga keuangan), sehingga proporsi sektor lainnya mencapai 17,02 persen. Tabel 3.6. Persentase Lapangan Pekerjaan Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas, Tahun Lapangan Pekerjaan [1] [2] [3] [4] [5] Angkatan Kerja yang Bekerja Pertanian 25,86 25,02 20,66 21,87 Industri 26,42 23,56 27,08 29,87 Perdagangan 19,06 18,54 19,51 18,75 Jasa 10,76 21,19 10,21 12,49 Lainnya 17,90 11,69 22,54 17,02 Angkatan Kerja yang Menganggur 14,73 14,64 13,19 12,51 Sumber : BPS Kabupaten Bandung, Suseda IPM Kabupaten Bandung Tahun

61 BAB IV KEMAJUAN PENCAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA DI KABUPATEN BANDUNG Upaya untuk meningkatkan derajat manusia di Kabupaten Bandung melalui berbagai program akselerasi di berbagai bidang komponen IPM telah menunjukkan hasil yang signifikan. Hal ini dapat terlihat dari pertumbuhan IPM pada lima tahun terakhir. Adanya peningkatan kualitas hidup manusia yang cukup signifikan baik dari sisi kesehatan, pendidikan maupun ekonomi maka akan terlahir generasi-generasi penerus yang berkualitas. Hingga suatu saat nanti penduduk Kabupaten Bandung tidak lagi menjadi beban dalam pembangunan, namun dapat menjadi penggerak pembangunan. Peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan dan daya beli, satu dengan yang lain saling mempengaruhi. Sehingga capaian yang ada untuk satu komponen tidak hanya milik satu sektor, namun dipengaruhi oleh sektor lain. Pada paparan berikut akan digambarkan pencapaian IPM Kabupaten Bandung beserta komponen pembentuknya, serta pencapaian yang telah terjadi di wilayah tingkat kecamatan Kemajuan Pembangunan Manusia Periode Sebagai salah satu daerah penyangga ibukota propinsi Jawa Barat, Kabupaten Bandung memiliki peluang yang cukup besar untuk tumbuh dan mengembangkan berbagai sektor perekonomian, khususnya sektor industri, perdagangan serta jasa. Pengembangan usaha pada ketiga sektor ini dapat berimplementasi langsung terhadap meningkatnya penyerapan tenaga kerja serta pendapatan perkapita. Dengan posisi strategis serta kekayaan alam yang cukup potensial, Kabupaten Bandung cukup berpeluang menjadi kabupaten termaju. IPM Kabupaten Bandung Tahun

62 Permasalahan terbesar terletak pada kesiapan sumber daya manusia yang dimiliki Kabupaten Bandung dalam menjawab tantangan tersebut. Meskipun banyak kesempatan kerja yang diciptakan, bila kualitas SDM Kabupaten Bandung lebih rendah dan tidak dapat memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan oleh lapangan kerja yang ada, maka lambat laun peluang kerja akan diisi oleh para pendatang. Jawaban dari permasalahan tersebut adalah melalui strategi pembangunan yang berorientasi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat agar tercapai pemerataan hasil-hasil pembangunan secara lebih berkeadilan. Hal tersebut ternyata tidak mudah untuk diwujudkan pada daerah-daerah yang sedang berkembang, seperti di Kabupaten Bandung. Gambar 4.1. Pertumbuhan IPM Kabupaten Bandung, Tahun Sumber : BPS Kabupaten Bandung, IPM Fokus pembangunan yang masih berpusat pada daerah-daerah yang cepat pertumbuhan ekonominya, mengakibatkan daerah-daerah yang relatif tertinggal menjadi kurang mendapat perhatian. Karena ada pemikiran, hasil pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada daerah tertentu suatu saat IPM Kabupaten Bandung Tahun

63 diharapkan akan memberi efek tetesan ke bawah pada daerah-daerah periferal tersebut, yang pada akhirnya diharapkan berdampak kuat pada upaya pemberantasan kemiskinan (Denis A. Rondinelli dan Shahir G. Cheema : 1983). Untuk mengurangi kesenjangan tersebut, peningkatan SDM yang handal menjadi solusi dan salah satu modal utama dalam proses pembangunan. Upaya peningkatan kualitas SDM yang dalam skala luas disebut sebagai pembangunan manusia dengan upaya perbaikan derajat kesehatan, tingkat pengetahuan dan keterampilan penduduk serta kemampuan daya beli masyarakat. Pada Gambar 4.1 terlihat selama periode lima tahun terakhir, pencapaian angka IPM Kabupaten Bandung dari tahun ke tahun terlihat relatif cukup baik. Namun hal tersebut belum berarti bahwa kemajuan pembangunan manusia Kabupaten Bandung sudah optimal. Hal ini dapat dilihat dari sisi laju perkembangannya, yaitu kenaikan berkisar 0,5 poin sampai 1 poin setiap tahunnya. Pencapaian Angka Harapan Hidup sejak tahun 2003 adalah sebagai berikut: pada tahun 2003, pencapaian Angka Harapan Hidup Kabupaten Bandung sebesar 65,4 tahun meningkat sedikit menjadi 65,85 tahun (naik 0,45 poin) pada tahun 2004 dan ditahun 2005 mencapai sebesar 66,23 tahun (naik 0,38 poin) serta ditahun 2006 sebesar 66,98 (naik sebesar 0,75 poin) dan tahun ,90 (naik 0,92 poin). Kondisi pada tahun 2008 pencapaian AHH dapat ditingkatkan sebesar 0,52 poin menjadi 68,42 dan mengalami perbedaan peningkatan yang relatif sama (0,52 poin) pada tahun 2009, yaitu 68,94. Upaya perbaikan derajat kesehatan yang ditunjukkan dengan makin meningkatnya angka harapan hidup dan terus menurunnya angka kematian bayi harus tetap menjadi prioritas. Berbagai kasus kesehatan, terutama yang mewabah harus dapat ditekan perkembangannya. Penanggulangan terhadap keluhan kesehatan yang menunjukkan indikasi peningkatan pada tahun 2009 harus ditindaklanjuti sebaik-baiknya. IPM Kabupaten Bandung Tahun

64 Gambar 4.2. Pertumbuhan Komponen Angka Harapan Hidup Kab. Bandung Sumber : BPS Kabupaten Bandung, IPM Gambaran pencapaian pembangunan manusia dari komponen pendidikan diperlihatkan bahwa laju pertumbuhan komponen pendidikan yaitu AMH dan RLS terlihat seolah tidak dapat mempertahankan kemajuan yang telah dicapai pada periode sebelumnya. Pada periode , untuk komponen AMH naik 0,42 poin, periode naik 0,05 poin, dan periode naik 0,01 poin, kondisi terakhir yaitu pada periode naik sebesar 0,09 poin. Pada tahun 2009 hanya mengalami peningkatan sebesar 0,03 poin. Sedangkan untuk komponen RLS, periode naik 0,23 poin, periode naik 0,13 poin dan naik 0,14 poin. Pada periode dapat ditingkatkan sebesar 0,28 poin. Pada tahun 2009 peningkatan mencapai 0,01 poin. IPM Kabupaten Bandung Tahun

65 Gambar 4.3. Pertumbuhan Komponen Penyusun Indek Pendidikan Kabupaten Bandung, tahun ,45 0,4 0,35 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0 0,42 0,28 0,23 0,13 0,14 0,09 0,05 0,03 0,01 0, AMH RLS Sumber : BPS Kabupaten Bandung, IPM Pencapaian AMH yang relatif lambat kenaikannya setiap tahun, serta belum tercapainya bebas buta huruf, kemungkinan disebabkan oleh masih ada penduduk berusia diatas 15 tahun yang sudah berusia lanjut dan tidak bisa membaca dan menulis. Ada anggapan pada masyarakat awam, bahwa kebutuhan untuk bisa membaca dan menulis adalah dalam kaitannya untuk kepentingan bekerja. Sehingga apabila mereka sudah berumur tua dan tidak akan bekerja lagi, atau pekerjaannya tidak memerlukan kecakapan membaca dan menulis, maka mereka menganggap tidak perlu lagi untuk belajar membaca dan menulis. Untuk itu perlu kiranya disusun intervensi dengan penyuluhan kepada masyarakat, bahwa bebas buta huruf adalah untuk membuka wawasan dan tak kalah pentingnya dibandingkan kebutuhan lainnya. Sedangkan perkembangan pencapaian RLS yang belum begitu besar dan cenderung melambat laju pertumbuhannya, kemungkinan disebabkan karena masih cukup besarnya penduduk yang tingkat pendidikannya rendah. Dengan komposisi penduduk yang relatif besar diusia muda, tampaknya perlu dipersiapkan sarana penunjang pendidikan yang memadai, utamanya ditujukan bagi penduduk usia tahun. Intervensi dalam menaikkan RLS IPM Kabupaten Bandung Tahun

66 dengan program pendidikan dasar 9 tahun masih terus perlu dipacu. Disamping terus dijalankan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) seperti program paket A, B dan C untuk menanggulangi anak yang putus sekolah pada usia 15 tahun keatas. Banyak anggapan yang mengatakan bahwa hanya negara yang mempunyai SDM berkualitas sajalah yang akan mampu bersaing dengan negara lain dalam era globalisasi. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah khususnya pemerintah daerah perlu lebih mengedepankan upaya peningkatan kualitas SDM melalui program-program yang lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pendidikan baik formal maupun non formal. Karena bagaimanapun juga SDM yang bermutu merupakan syarat utama bagi terbentuknya peradaban yang baik. Begitupula sebaliknya akan melahirkan kehidupan masyarakat yang buruk. Peningkatan pencapaian angka IPM Kabupaten Bandung pada tahun 2009 sangat ditunjang oleh kontribusi dari komponen indeks kemampuan daya beli penduduk. Meskipun pencapaiannya tidak sebesar tahun 2007, namun pertumbuhan daya beli ini mampu mendongkak pertumbuhan IPM secara keseluruhan. Gambar 4.4. Pertumbuhan Komponen Daya Beli (PPP) Kabupaten Bandung Sumber : BPS Kabupaten Bandung, IPM IPM Kabupaten Bandung Tahun

67 Pasca adanya kenaikan BBM pada tahun 2008 tampaknya cukup menghambat peningkatan daya beli masyarakat Kabupaten Bandung. Peningkatan kemampuan daya beli masyarakat Kabupaten Bandung pada tahun 2009 juga masih terhambat oleh kelesuan di berbagai sektor usaha sebagai dampak dari krisis global yang terjadi pada tahun Namun stabilitas sektor moneter yang juga tercermin dari angka inflasi yang sangat rendah dibandingkan tahun sebelumnya (sekitar 3 persen), cukup membantu peningkatan daya beli. Pada tahun 2009 kemampuan daya beli penduduk Kabupaten Bandung mencapai kisaran Rp ,- (naik sebesar 7,64 poin dari kondisi tahun Laju pertumbuhannya belum mampu menyamai pertumbuhan yang pernah dicapai pada periode tahun Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Kabupaten Bandung dan masyarakatnya mampu menyikapi permasalahan perekonomian yang ditimbulkan oleh dampak krisis global, sehingga mampu mempertahankan kemampuan daya belinya. Langkah pemerintah pusat dalam menyalurkan bantuan langsung tunai, dan penyaluran beras untuk rakyat miskin mampu mempertahankan kemampuan daya beli masyarakat secara luas. Penyaluran bantuan khusus seperti PKH juga dapat membantu mendongkrak daya beli masyarakat karena bantuan-bantuan tersebut langsung dikonsumsi oleh masyarakat, dan akan tercermin dari konsumsi rumahtangga. Series data peningkatan daya beli penduduk Kabupaten Bandung mulai tahun 2005, sebesar Rp , pada tahun 2006 meningkat menjadi Rp Bila dilihat dari periode sebelumnya , komponen daya beli penduduk naik sebesar 0,50 poin, sedangkan pada periode naik cukup tajam sebesar 1,26 poin dan kembali naik pada periode sebesar 1,67 poin. Pada periode mengalami kenaikan sebesar 0,30 poin. Dan pada periode meningkat sebesar 1,77 poin. IPM Kabupaten Bandung Tahun

68 4.2. Pencapaian Angka IPM Kecamatan Seiring dengan program pembangunan yang digulirkan di seluruh wilayah Kabupaten Bandung, maka sepanjang periode telah terjadi peningkatan IPM dengan capaian yang variatif antar kecamatan. Capaian pertumbuhan pembangunan manusia menurut kecamatan sangat dipengaruhi oleh potensi dan permasalahan lokal kecamatan. Pada tahun 2009, dari 31 kecamatan di Kabupaten Bandung, tujuh kecamatan memiliki angka IPM diatas angka IPM Kabupaten Bandung, 24 kecamatan lainnya berada dibawah angka kabupaten. Kecamatan yang posisi IPM-nya berada diatas angka Kabupaten Bandung adalah Kecamatan: Cileunyi, Margahayu, Dayeuhkolot, Rancaekek, Bojongsoang, Margaasih dan Katapang. Sangat dipahami apabila ketujuh kecamatan tersebut mempunyai IPM yang cukup tinggi, karena wilayah tersebut mempunyai infrastruktur kesehatan, pendidikan, dan perekonomian yang memadai. Disamping itu, sebagai daerah urban, tingkat pendidikan masyarakatnya relatif lebih baik dibandingkan dengan kecamatan lainnya, sehingga tingkat kesadaraan akan budaya hidup sehat dan kemampuan untuk memperoleh pekerjaan yang memadai jauh lebih baik. Di Kabupaten Bandung masih terdapat sekitar 24 kecamatan yang angka pencapaian IPM-nya masih dibawah rata-rata Kabupaten Bandung. Hal ini dapat dicermati dari Gambar 4.5. Kondisi ini hendaknya memberikan informasi kepada pemegang kebijakan untuk melakukan langkah akselerasi agar ketimpangan yang terjadi antar capaian IPM kecamatan tidak terlalu besar. IPM Kabupaten Bandung Tahun

69 Gambar 4.5. Sebaran Pencapaian Angka IPM menurut Kecamatan di Kabupaten Bandung Tahun 2009 Cimenyan Cilengkrang Cileunyi Bojongsoang Dayeuhkolot Margahayu Margaasih Kutawaringin Soreang Katapang Pameungpeu k Cangkuang Banjaran Arjasari Baleendah Ciparay Solokanjeruk Majalaya Rancaekek Nagreg Cicalengka Cikancung Paseh Ibun Pacet Kertasari Pangalengan Cimaung Pasirjambu Rancabali Ciwidey Sumber : BPS Kabupaten Bandung, IPM 2009 IPM Kabupaten Bandung Tahun

70 Pencapaian IPM tujuh kecamatan yang memiliki peringkat terbaik, pada umumnya disumbang oleh pencapaian indeks kemampuan daya beli masyarakat (PPP) yang relatif tinggi dan derajat kesehatan (AHH) yang sudah cukup baik. Hal tersebut dapat dimaklumi karena pada umumnya kecamatankecamatan dimaksud merupakan daerah perkotaan yang memiliki akses terhadap pendapatan dan kesehatan yang cukup baik. Sebagai daerah perkotaan mayoritas pendidikan yang ditamatkan umumnya lebih tinggi dibandingkan kecamatan lainnya. Gambar 4.6. Peringkat Tujuh Kecamatan yang Memiliki IPM Tertinggi di Kabupaten Bandung, Tahun Sumber: BPS Kabupaten Bandung Kesenjangan antar wilayah untuk melihat disparitas IPM tiap kecamatan, ditunjukkan oleh rentang antara IPM kecamatan tertinggi dengan kecamatan terendah. Semakin besarnya disparitas pencapaian angka IPM antar kecamatan menunjukkan bahwa bahwa kesenjangan pembangunan antar kecamatan semakin melebar, utamanya pada kecamatan-kecamatan dianggap berhasil kemajuan pembangunan manusianya dengan kecamatan yang masih tergolong tertinggal. Kesenjangan antar kecamatan lebih terlihat pada pola antar daerah. Daerah yang bercorak urban seperti Kec. Cileunyi, IPM Kabupaten Bandung Tahun

2.1. Konsep dan Definisi

2.1. Konsep dan Definisi 2.1. Konsep dan Definisi Angka Harapan Hidup 0 [AHHo] Perkiraan rata-rata lamanya hidup sejak lahir (0 tahun) yang akan dicapai oleh sekelompok penduduk. Angka Kematian Bayi (AKB) Banyaknya kematian bayi

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2008 KERJASAMA:

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2008 KERJASAMA: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2008 KERJASAMA: Badan Perencanaan Daerah (Bapeda) Kabupaten Bandung Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bandung INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM)

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2011

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2011 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2011 ISBN Nomor Publikasi Nomor Katalog Ukuran Buku Jumlah Halaman : 979.486.6199 : 3204.1137 : 4716 3204 : 25,7 Cm x 18,2 Cm : 70 + vi Naskah :

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Semoga publikasi ini bermanfaat bagi evaluasi dan perencanaan pembangunan di Kota Semarang. Semarang, 2010

Kata Pengantar. Semoga publikasi ini bermanfaat bagi evaluasi dan perencanaan pembangunan di Kota Semarang. Semarang, 2010 Kata Pengantar Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT. Atas perkenannya Publikasi Indeks Pembangunan Manusia Kota Semarang 2009 dapat disajikan. Publikasi ini diharapkan dapat memberikan gambaran

Lebih terperinci

Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya

Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2012 ISBN Nomor Publikasi Nomor Katalog Ukuran Buku Jumlah Halaman : 979.486.6199 : 3204.12.70 : 1413.3204 : 25,7 Cm x 18,2 Cm : 81 + viii Naskah

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Semoga publikasi ini bermanfaat bagi evaluasi dan perencanaan pembangunan di Kota Semarang. Semarang, 2012

Kata Pengantar. Semoga publikasi ini bermanfaat bagi evaluasi dan perencanaan pembangunan di Kota Semarang. Semarang, 2012 Kata Pengantar Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas perkenannya Publikasi Indeks Pembangunan Manusia Kota Semarang 2011 dapat disajikan. Publikasi ini diharapkan dapat memberikan gambaran

Lebih terperinci

Alhamdulillahirabbil alamin, puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, atas izin dan pertolongan-nya sehingga Publikasi Data Basis

Alhamdulillahirabbil alamin, puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, atas izin dan pertolongan-nya sehingga Publikasi Data Basis Alhamdulillahirabbil alamin, puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, atas izin dan pertolongan-nya sehingga Publikasi Data Basis Pembangunan Manusia Kota Bandung Tahun 2014 ini dapat terselesaikan.

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. Analisis Pembangunan Sosial Kabupaten Bandung Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan. Analisis Pembangunan Sosial Kabupaten Bandung Latar Belakang Bab I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Informasi statistik merupakan salah satu bahan evaluasi pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah, serta sebagai bahan masukan dalam proses perumusan kebijakan perencanaan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA BANJAR TAHUN 2012

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA BANJAR TAHUN 2012 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA BANJAR TAHUN 2012 Nomor Publikasi : 3279.1103 Katalog BPS : 4102002.3279 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 16,5 cm x 21,5 cm : ix rumawi + 117 halaman Naskah : Seksi Statistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebijakan penting yang menjadi prioritas utama pemerintah Kabupaten Bandung adalah pembangunan yang seimbang antara pembangunan fisik dan pembangunan sumber

Lebih terperinci

Secara lebih sederhana tentang IPM dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Angka harapan hidup pd saat lahir (e0)

Secara lebih sederhana tentang IPM dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Angka harapan hidup pd saat lahir (e0) Lampiran 1. Penjelasan Singkat Mengenai IPM dan MDGs I. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 1 Sejak 1990, Indeks Pembangunan Manusia -IPM (Human Development Index - HDI) mengartikan definisi kesejahteraan secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi bagi suatu negara. Demi meningkatkan kelanjutan ekonomi suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi bagi suatu negara. Demi meningkatkan kelanjutan ekonomi suatu 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Manusia merupakan harta atau aset yang sangat berharga bagi kelanjutan ekonomi bagi suatu negara. Demi meningkatkan kelanjutan ekonomi suatu negara, pengembangan kualitas akan

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Semoga publikasi ini bermanfaat bagi evaluasi dan perencanaan pembangunan di Kota Semarang. Semarang, 2016

Kata Pengantar. Semoga publikasi ini bermanfaat bagi evaluasi dan perencanaan pembangunan di Kota Semarang. Semarang, 2016 Kata Pengantar Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas perkenannya Publikasi Indeks Pembangunan Manusia Kota Semarang 2015 dapat disajikan. Publikasi ini diharapkan dapat memberikan gambaran

Lebih terperinci

Penyusunan Data Basis Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Jawa Barat Tahun

Penyusunan Data Basis Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Jawa Barat Tahun Penyusunan Data Basis Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010-2011 Nomor Publikasi : 32520.1208 Katalog BPS : 4102002.32 Jumlah Halaman : 253 halaman NASKAH : Bidang Statistik Sosial

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 12 IndikatorKesejahteraanRakyat,2013 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 No. ISSN : 0854-9494 No. Publikasi : 53522.1002 No. Katalog : 4102004 Ukuran Buku Jumlah Halaman N a s k a

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN SORONG TAHUN 2010 Nomor Publikasi : 9107.11.03 Katalog BPS : 1413.9107 Ukuran Buku : 16,5 x 21,5 cm Jumlah Halaman : v rumawi + 111 halaman Naskah : Seksi Statistik

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN MANOKWARI TAHUN 2013 ISSN : No. Publikasi/Publication Number : 9105.1104 No. Katalog BPS/Catalogue Number: 1101001.9105 Ukuran Buku/Book Size : 16,5 cm x 21,5 cm Jumlah

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TUBAN 2009

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TUBAN 2009 Katalog BPS: 1413.3523 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TUBAN 2009 BADAN PUSAT STATISTIK DAN BAPPEDA KABUPATEN TUBAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TUBAN 2009 No. Publikasi : 35230.0310 Katalog

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI Konsep dan Definisi. Angka Harapan Hidup 0 [AHHo]

BAB II METODOLOGI Konsep dan Definisi. Angka Harapan Hidup 0 [AHHo] BAB II METODOLOGI 2.1. Konsep dan Definisi Angka Harapan Hidup 0 [AHHo] Perkiraan rata-rata lamanya hidup sejak lahir (0 tahun) yang akan dicapai oleh sekelompok penduduk. Angka Kematian Bayi (AKB) Banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini pembangunan bukan hanya ditujukan dalam wujud pembangunan fisik berupa sarana dan prasarana infrastruktur, tetapi dalam cakupan yang lebih luas seperti yang

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan khususnya pembangunan manusia dapat dinilai secara parsial dengan melihat seberapa besar permasalahan yang paling mendasar di masyarakat tersebut

Lebih terperinci

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.7 April 2013 ANALISIS INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERIODE 2007-2011 H. Syamsuddin. HM ABSTRACT

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 4102002.3523 Katalog BPS: 4102002.3523 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TUBAN TAHUN 2011 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN TUBAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TUBAN 2011 No. Publikasi

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL HALAMAN. iii

DAFTAR TABEL HALAMAN. iii i DAFTAR ISI HALAMAN KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Tujuan dan Sasaran... 3 I.3 Sumber Data... 4 I.4 Sistematika Penulisan... 5 BAB II Metodologi...

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER IPM (INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA) KABUPATEN PASER TAHUN 2011 Pencapaian pembangunan manusia di Kabupaten Paser pada kurun 2007 2011 terus mengalami peningkatan.

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA BOGOR

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA BOGOR INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA BOGOR Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Badan Pusat Statistik Kota Bogor Tahun Anggaran 2014 Indeks Pembangunan Manusia Kota Bogor Tahun Anggaran 2014 i Penyusunan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2009

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2009 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2009 No. Katalog BPS : 4102002.05 Ukuran Buku : 21 cm x 28 cm Jumlah Halaman : x + 70 Naskah : Badan Pusat Statistik Propinsi Kepulauan Riau

Lebih terperinci

Bupati Kepulauan Anambas

Bupati Kepulauan Anambas Bupati Kepulauan Anambas KATA SAMBUTAN Assalammulaikum Wr. Wb. Salam Sejahtera Untuk Kita Semua Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmatnya kepada kita semua dan tak lupa dihaturkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii iv ix BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

Kata Sambutan. Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Kata Sambutan. Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Bupati Bandung Kata Sambutan Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ungkapan syukur kehadirat Illahi Rabbi, atas limpahan rahmat dan hidayah-nya kita masih diberi kesempatan untuk membangun Kabupaten

Lebih terperinci

Kata pengantar. Tanjungpinang, Oktober 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

Kata pengantar. Tanjungpinang, Oktober 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau Kata pengantar Publikasi Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2013 merupakan publikasi kedua yang berisi data penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan indikator keuangan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan review dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah

Lebih terperinci

ANALISIS SITUASI PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KUDUS 2011

ANALISIS SITUASI PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KUDUS 2011 ANALISIS SITUASI PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KUDUS 2011 No. Publikasi /Publication Number : 3319.0612 Katalog BPS / BPS Catalogue : 1413.3319 Ukuran Buku/Book Size : 14.8 x 21 cm Jumlah Halaman/Number

Lebih terperinci

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya INDIKATOR KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PROVINSI ACEH 2016 Nomor Publikasi : 11522.1605 Katalog BPS : 4102004.11 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : xvii + 115 Halaman Naskah Gambar Kulit Diterbitkan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN PASER

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN PASER INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN PASER TAHUN 2012 Ukuran buku : 21 cm x 28 cm Jumlah halaman : 62 halaman Naskah : Badan Pusat Statistik Kabupaten Paser Penyunting : Badan Pusat Statistik Kabupaten

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN PASER

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN PASER Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Paser 2014 i INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN PASER TAHUN 2014 Ukuran buku : 21 cm x 28 cm Jumlah halaman : 56 halaman Naskah : Tim Penyusun Publikasi Penyunting

Lebih terperinci

BUKU SAKU DATA DAN INDIKATOR SOSIAL SUMATERA SELATAN

BUKU SAKU DATA DAN INDIKATOR SOSIAL SUMATERA SELATAN BUKU SAKU DATA DAN INDIKATOR SOSIAL SUMATERA SELATAN 2006 2010 BUKU SAKU DATA DAN INDIKATOR SOSIAL SUMATERA SELATAN 2006 2010 Nomor Publikasi: 16522.11.04 Katalog BPS: 3101017.16 Naskah: Seksi Statistik

Lebih terperinci

jayapurakota.bps.go.id

jayapurakota.bps.go.id INDEKS PEMBANGUNGAN MANUSIA DAN ANALISIS SITUASI PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAYAPURA TAHUN 2015/2016 ISSN: Nomor Katalog : 2303003.9471 Nomor Publikasi : 9471.1616 Ukuran Buku Jumlah Halaman Naskah : : 16,5

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangunan Manusia Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2007-2008 ISBN : Nomor Publikasi : Katalog : Ukuran buku Jumlah halaman : 17.6 x 25 cm : x + 100 halaman Naskah : Sub Direktorat Konsistensi Statistik Diterbitkan oleh : Badan

Lebih terperinci

Katalog BPS:

Katalog BPS: Katalog BPS: 4103.1409 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT (INKESRA) KABUPATEN ROKAN HILIR TAHUN 2013 No. Katalog : 4103.1409 Ukuran Buku Jumlah Halaman Naskah Gambar Kulit dan Setting Diterbitkan Oleh Kerjasama

Lebih terperinci

Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2012

Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2012 Kata pengantar Publikasi Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2012 merupakan publikasi perdana yang berisi data penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dan indikator keuangan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI BANTEN

BAB IV GAMBARAN UMUM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI BANTEN BAB IV GAMBARAN UMUM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI BANTEN 4.1 Pendidikan di Banten Pemerintah Provinsi Banten sejauh ini berupaya melakukan perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat salah satunya

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014

ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014 ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014 (Oleh Endah Saftarina Khairiyani, S.ST) 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perkembangan era globalisasi menuntut setiap insan untuk menjadi

Lebih terperinci

Ukuran Buku / Book Size : 16,50 cm x 21,59 cm Jumlah Halaman / Page Number : x + 56 Halaman / Page

Ukuran Buku / Book Size : 16,50 cm x 21,59 cm Jumlah Halaman / Page Number : x + 56 Halaman / Page INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAYAPURA Human Development Index Jayapura Municipality 2013 Nomor Katalog / Catalog Number : 1164.9471 Nomor Publikasi / Publication Number :9471.1303 Ukuran Buku / Book

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan suatu negara secara terus menerus dalam rangka mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf

Lebih terperinci

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 LATAR BELAKANG Sebelum tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. (Todaro dan Smith)

Lebih terperinci

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah BADAN PUSAT STATISTIK Kabupaten Bandung Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Soreang, 1 Oktober 2015 Ir. R. Basworo Wahyu Utomo Kepala BPS Kabupaten Bandung Data adalah informasi

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G /

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G / Katalog BPS : 4103.5371 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G 2 0 0 5 / 2 0 0 6 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA KUPANG INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA KUPANG 2005/2006 No. Publikasi : 5371.0612

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR i ii v viii I. PENDAHULUAN 1 7 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Rasional 4 1.3. Perumusan Masalah 5 1.4. Tujuan dan Manfaat Studi 5 1.4.1.

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012 RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 1 Halaman Daftar Isi Daftar Isi... 2 Kata Pengantar... 3 Indikator Makro Pembangunan Ekonomi... 4 Laju Pertumbuhan Penduduk...

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA. Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) yang telah

BAB II STUDI PUSTAKA. Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) yang telah BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Pengertian Indeks Pembangunan manusia Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) yang telah dikembangkan oleh United Nations for Develpment Program

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 05/01/76/Th.XI, 3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016 JUMLAH PENDUDUK MISKIN sebesar 146,90 RIBU JIWA (11,19 PERSEN) Persentase penduduk

Lebih terperinci

Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau

Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau 2013-2018 Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau i Kata Pengantar Kepala Bappeda Kabupaten Pulang Pisau iii Daftar Isi v Daftar Tabel vii Daftar Bagan

Lebih terperinci

Katalog BPS:

Katalog BPS: Katalog BPS: 4102002.1118 KERJASAMA BADAN PUSAT STATISTIK DENGAN BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PIDIE JAYA KATA SAMBUTAN Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Pidie Jaya ini disusun

Lebih terperinci

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK Katalog BPS : 4102004.1111 Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara Jl. T. Chik Di Tiro No. 5 Telp/Faks. (0645) 43441 Lhokseumawe 24351 e-mail : bpsacehutara@yahoo.co.id, bps1111@bps.go.id BADAN PUSAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA TANGERANG SELATAN 2 0 1 4 ISSN : 2089-4619 Katalog BPS : 4102004.3674 Ukuran Buku : 25 cm x 17,6 cm Jumlah Halaman : x + 76 Halaman / pages Naskah: Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2017

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2017 Tingkat Kemiskinan di DKI Jakarta Maret 2017 No. 35/07/31/Th.XIX, 17 Juli 2017 TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2017 Jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta pada bulan Maret 2017 sebesar 389,69 ribu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembangunan manusia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pada tahun 1990 UNDP (United Nations Development Programme) dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembangunan manusia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pada tahun 1990 UNDP (United Nations Development Programme) dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam bab ini diuraikan definisi dan teori pembangunan manusia, pengukuran pembangunan manusia, kajian infrastruktur yang berhubungan dengan pembangunan manusia, dan kajian empiris

Lebih terperinci

KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2012

KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2012 pidie jaya pidie jaya pidie jaya pidie jaya pidie jaya pidie jaya pidie jaya pidie jaya pidie jaya pidie jaya pidie jaya pidie jaya pidie jaya pidie jaya pidie jaya pidie jaya pidie jaya pidie jaya pidie

Lebih terperinci

Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2013

Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2013 Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2013 INDIKATOR SOSIAL KABUPATEN PULAU MOROTAI 2013 Jumlah Halaman : ix + 77 halaman Naskah : BPS Kabupaten Pulau Morotai Diterbitkan Oleh : BAPPEDA Kabupaten Pulau

Lebih terperinci

Katalog BPS : KERJASAMA BADAN PUSAT STATISTIK DENGAN BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN

Katalog BPS : KERJASAMA BADAN PUSAT STATISTIK DENGAN BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN Katalog BPS : 4102002.1404 KERJASAMA BADAN PUSAT STATISTIK DENGAN BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pelalawan Tahun 2008 ISBN : 979 484 930 8

Lebih terperinci

KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG

KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG KATALOG BPS : 4102004.3322 KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG KATALOG BPS : 4102004.3322 KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN

Lebih terperinci

ungtimurkab INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LAMPUNG TIMUR 2013 Nomor Publikasi : 18042.0828 Katalog BPS : Ukuran Buku Jumlah Halaman : 21 cm x 28 cm : 53 halaman Naskah : Seksi Statistik Sosial

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNG MAS 2017

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNG MAS 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNG MAS 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNG MAS 2017 Nomor ISBN : Ukuran Buku : 6,5 x 8,5 inchi Jumlah Halaman : vii + 38 Halaman Naskah Penanggung

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014

DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014 DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014 ISSN : No. Publikasi : Katalog BPS : Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : iii + 20 halaman Naskah: Penanggung Jawab Umum : Sindai M.O Sea, SE Penulis

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN TAMBRAUW 2009 Nomor Katalog / Catalog Number : 9105.9109 Nomor Publikasi / Publication Numbe r : 9109.10.01 Ukuran Buku / Book Size Jumlah Halaman / Page Number

Lebih terperinci

KOMPONEN IPM 5.1 INDIKATOR KESEHATAN. Keadaan kesehatan penduduk merupakan salah satu modal

KOMPONEN IPM 5.1 INDIKATOR KESEHATAN. Keadaan kesehatan penduduk merupakan salah satu modal KOMPONEN IPM Pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbanyak pilihan-pilihan yang dimiliki manusia (masyarakat). Di antara berbagai pilihan, yang terpenting yaitu berumur panjang dan sehat,

Lebih terperinci

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL 2.1 Indeks Pembangunan Manusia beserta Komponennya Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu indikator untuk mengukur

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 3205011.32 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN JAWA BARAT SEPTEMBER 2016 Katalog BPS : 3205011.32 No. Publikasi : 32520.1701 Ukuran Buku : 18,2 cm

Lebih terperinci

KATALOG DALAM TERBITAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT TAHUN 2017

KATALOG DALAM TERBITAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT TAHUN 2017 KATALOG DALAM TERBITAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT TAHUN 2017 Nomor ISBN : 979-599-884-6 Nomor Publikasi : 52085.11.08 Ukuran Buku : 18.2 x 25.7cm Jumlah Halaman : 50 Halaman Naskah : Dinas Komunikais

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2013

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2013 BADAN PUSAT STATISTIK INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2013 BPS KABUPATEN WONOSBO Visi: Pelopor Data Statistik Terpercaya Untuk Semua Nilai-nilai Inti BPS: Profesional Integritas Amanah Pelopor Data Statistik

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT 1.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta Komponennya Angka Partisipasi Kasar (APK) SLTP meningkat di tahun 2013 sebesar 1.30 persen dibandingkan pada tahun

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN JAWA BARAT SEPTEMBER 2014

TINGKAT KEMISKINAN JAWA BARAT SEPTEMBER 2014 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 05 /01/32/Th. XVII, 2 Januari 2015 TINGKAT KEMISKINAN JAWA BARAT SEPTEMBER 2014 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Jawa Barat pada bulan

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL HALAMAN. iii

DAFTAR TABEL HALAMAN. iii SAMBUTAN i DAFTAR ISI HALAMAN SAMBUTAN... i DAFTAR ISI... ii BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Tujuan dan Sasaran... 3 I.3 Sumber Data... 4 I.4 Sistematika Penulisan... 5 BAB II Metodologi...

Lebih terperinci

Kata pengantar. Tanjungpinang, September 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

Kata pengantar. Tanjungpinang, September 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau Kata pengantar Publikasi Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 merupakan publikasi yang berisi data penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kesehatan, kemiskinan, dan Indeks Demokrasi Indonesia

Lebih terperinci

PRAKIRAAN ANGKA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DI KABUPATEN BANDUNG BARAT PASCA PEMEKARAN

PRAKIRAAN ANGKA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DI KABUPATEN BANDUNG BARAT PASCA PEMEKARAN PRAKIRAAN ANGKA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DI KABUPATEN BANDUNG BARAT PASCA PEMEKARAN Oleh: Ahmad Yani Abstrak: Pemekaran Bandung Barat dari Kabupaten Bandung semakin banyak dukungan. Menurut rencana

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN PIDIE JAYA

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN PIDIE JAYA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN PIDIE JAYA 2014 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN PIDIE JAYA 2014 Katalog BPS : 4102002.1118 Ukuran Buku Book Size : 15 x 21 cm Jumlah Halaman : l + 332 Halaman

Lebih terperinci

GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014

GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014 GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN 2013 Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014 Statistik Dasar UU NO. 16 TAHUN 1997 (TENTANG STATISTIK) Statistik yang pemanfaatannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kabupaten Temanggung

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kabupaten Temanggung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang United Nation Development Program (UNDP) pada tanggal 24 Juli 2014 di Tokyo Jepang untuk pertama kalinya mempublikasikan Laporan pembangunan Manusia Tahun 2014 dengan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM Pada bab IV ini penulis akan menyajikan gambaran umum obyek/subyek yang meliputi kondisi geografis, sosial ekonomi dan kependudukan Provinsi Jawa Tengah A. Kondisi Geografis Provinsi

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2016 No. 07/01/62/Th. XI, 3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2016 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan)

Lebih terperinci

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Mamuju

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Mamuju Katalog BPS: 4102002.7604 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Mamuju Human Development Index of Mamuju Regency 2012 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAMUJU Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Mamuju

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNGKIDUL (HUMAN DEVELOPMENT INDEX)

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNGKIDUL (HUMAN DEVELOPMENT INDEX) INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNGKIDUL (HUMAN DEVELOPMENT INDEX) 2009 Kerjasama BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH dengan BPS KABUPATEN GUNUNGKIDUL INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNGKIDUL

Lebih terperinci

DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA

DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA 1. Gambaran Umum Demografi DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA Kondisi demografi mempunyai peranan penting terhadap perkembangan dan pertumbuhan suatu wilayah karena faktor demografi ikut mempengaruhi pemerintah

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan, khususnya pembangunan manusia dapat dinilai secara parsial dengan melihat seberapa besar permasalahan yang paling mendasar di masyarakat

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN BLITAR No. 01/11/Th.I, 21 November 2016 PROFIL KEMISKINAN KABUPATEN BLITAR TAHUN 2015 RINGKASAN Persentase penduduk miskin (P0) di Kabupaten Blitar pada tahun 2015

Lebih terperinci

Human Development Index ( HDI ) Salah Satu Indikator Yang Populer Untuk Mengukur Kinerja Pembangunan Manusia

Human Development Index ( HDI ) Salah Satu Indikator Yang Populer Untuk Mengukur Kinerja Pembangunan Manusia Human Development Index ( HDI ) Salah Satu Indikator Yang Populer Untuk Mengukur Kinerja Pembangunan Manusia M. Faqihudin Progdi Manajemen FE. UPS Tegal m.faqihudin@yahoo.co.id ABSTRAK Tujuan pembangunan

Lebih terperinci

Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013

Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013 Katalog BPS: 3201023 ht tp :/ /w w w.b p s. go.i d Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013 BADAN PUSAT STATISTIK Katalog BPS: 3201023 ht tp :/ /w w w.b p s. go.i d Pola Pengeluaran dan Konsumsi

Lebih terperinci

KATA SAMBUTAN BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR

KATA SAMBUTAN BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR KATA SAMBUTAN BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR Assalamualaikum Wr. Wb. Segala puji kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas perkenan dan rahmat-nya, kita telah diberi kesempatan untuk mencurahkan segenap kemampuan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GAYO LUES TAHUN 2009 BAPPEDA BEKERJASAMA DENGAN BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN GAYO LUES

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GAYO LUES TAHUN 2009 BAPPEDA BEKERJASAMA DENGAN BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN GAYO LUES INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GAYO LUES TAHUN 2009 BAPPEDA BEKERJASAMA DENGAN BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN GAYO LUES IPM Kabupaten Gayo Lues 2009 i INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GAYO LUES

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2017 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 41/07/76/Th.XI, 17 Juli 2017 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2017 JUMLAH PENDUDUK MISKIN sebesar 149,76 RIBU JIWA (11,30 PERSEN) Persentase penduduk miskin

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development)

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perencanaan pembangunan dewasa ini, pembangunan manusia senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development) dirumuskan sebagai perluasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

KATA SAMBUTAN. IPM Kabupaten Pidie Jaya 2013

KATA SAMBUTAN. IPM Kabupaten Pidie Jaya 2013 KATA SAMBUTAN Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Pidie Jaya adalah suatu indikator penting dalam suatu perencanaan pembangunan disuatu wilayah. Publikasi disusun oleh pemerintah setempat merupakan

Lebih terperinci