KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA (TINJAUAN IPM) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA (TINJAUAN IPM) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN"

Transkripsi

1

2

3 KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA (TINJAUAN IPM) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN

4 KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA (TINJAUAN IPM) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN Ukuran Buku Jumlah Halaman Penanggung Jawab Penulis : 21 x 29,7 cm : xiii halaman : Drs. Dumangar Hutauruk, M.Si. : Aldizah Dajustia Hutami, S.ST. M. Risqal, S.Si., M.Si. Darma Endrawati, S.ST. Dian Ariyanti Lifi Ana, S.ST., S.E., M.Si. Editor : Ir. Zunadi, M.NatResEcon. Visual Design : Eling Kusnandar H.

5 KATA PENGANTAR Dewasa ini persoalan mengenai capaian pembangunan manusia telah menjadi perhatian para penyelenggara pemerintahan. Berbagai ukuran pembangunan manusia dibuat, salah satunya adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dihitung oleh Badan Pusat Statistik (BPS). IPM dibangun oleh indikator-indikator yang merepresentasikan bidang ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Kajian dan Analisis Sumber Daya Manusia (Tinjauan IPM) Provinsi Kepulauan Riau Tahun ini merupakan jawaban atas perhatian penyelenggara pemerintah Provinsi Kepulaun Riau dalam rangka mewujudkan masyarakat yang berkualitas. Kajian dan analisis disajikan baik secara umum dalam lingkup provinsi maupun secara spasial. Dengan demikian, publikasi ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam merumuskan permasalahan strategis yang paling mendesak dan sangat dibutuhkan dalam upaya untuk meningkatkan kinerja pembangunan manusia serta masukan bagi pemerintah daerah sebagai alat bantu perencanaan (planning tool) pembangunan yang lebih mengakomodasi dimensi pembangunan manusia. Ucapan terima kasih disampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun. Tanjungpinang, Agustus 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau Drs. Dumangar Hutauruk, M.Si. i

6 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR.... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii v x BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dasar Pelaksanaan Ruang Lingkup Maksud dan Tujuan Sasaran dan Keluaran Pembiayaan BAB 2 PENCAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2.1. Gambaran Pencapaian Pembangunan Manusia di Provinsi Kepulauan Riau Gambaran Capaian Pembangunan Manusia Level Kabupaten/Kota Disparitas IPM Antarkabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Riau BAB 3 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG PENDIDIKAN 3.1. Gambaran Pencapaian Bidang Pendidikan di Provinsi Kepulauan Riau Tantangan Bidang Pendidikan di Provinsi Kepulauan Riau ii

7 BAB 4 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG KESEHATAN 4.1. Gambaran Pencapaian Bidang Kesehatan di Provinsi Kepulauan Riau Tantangan Bidang Kesehatan di Provinsi Kepulauan Riau BAB 5 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG EKONOMI 5.1. Gambaran Pencapaian Bidang Ekonomi di Provinsi Kepulauan Riau Tantangan Bidang Ekonomi di Provinsi Kepulauan Riau BAB 6 PENUTUP 6.1. Kesimpulan Rekomendasi DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN CATATAN TEKNIS DEFINISI ISTILAH STATISTIK iii

8 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota se-provinsi Kepulauan Riau Tabel 3.1. Perbandingan Angka Melek Huruf Provinsi se-sumatera dan Indonesia Tahun (Persen) Tabel 3.2. Perbandingan Angka Melek Huruf Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun (Persen) Tabel 3.3. Perbandingan Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun (Persen) Tabel 3.4. Perbandingan Rata-rata Lama Sekolah Provinsi se-sumatera dan Indonesia Tahun (Persen) Tabel 3.5. Perbandingan Angka Partisipasi Sekolah Berdasarkan Kelompok Umur Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2005 dan 2013 (Persen) Tabel 3.6. Perbandingan Rasio Murid Guru Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun Tabel 3.7. Banyaknya Murid Putus Sekolah Menurut Status Sekolah Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2013 (Orang) Tabel 4.1. Perbandingan Angka Harapan Hidup Provinsi se-sumatera Tahun 2005, 2009 dan 2013 (tahun) Tabel 4.2 Reduksi Shortfall Angka Harapan Hidup Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun (Tahun) Tabel 4.3 Angka Kematian Ibu (AKI) Provinsi Kepulauan Riau Tahun Tabel 4.4 Persentase Rumahtangga yang Menghuni Rumah Berlantai Tanah Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2006 dan Tabel 4.5 Persentase Rumah Tangga yang Mempunyai Akses Terhadap Air Bersih dan Sanitasi Sehat Menurut Status Miskin, Provinsi Kepulauan Riau Tahun Tabel 4.6 Indikator Kesehatan Menurut Tempat Tinggal Provinsi Kepulauan Riau, Tahun iv

9 Tabel 4.7 Indikator Ketersediaan Berbagai Sarana Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau, Tahun Tabel 4.8 Banyaknya Desa Menurut Ketersediaan Layanan Kesehatan Desa Provinsi Kepulauan Riau, Tahun Tabel 4.9 Banyaknya Desa Menurut Keberadaan Penampungan Sampah Sementara dan Pemukiman Kumuh Provinsi Kepulauan Riau, Tahun Tabel 5.1 Purchasing Power Parity (PPP) dan PDRB Perkapita Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau, Tahun 2011, 2012, dan 2013 (Ribu Rp) Tabel 5.2 Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun Tabel 5.3 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin menurut Kabupaten Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun Tabel 5.4 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Rau Tahun Tabel 5.5 Persebaran Penduduk Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun Tabel 5.6 Banyaknya Desa Menurut Keberadaan Jaringan Listrik di Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun v

10 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Kepulauan Riau Tahun Gambar 2.2. Indeks Pembangunan Manusia Regional Sumatera Tahun Gambar 2.3 Indeks Pembangunan Manusia Regional Sumatera Tahun Gambar 2.4 Reduksi Shortfall per Komponen Pembentuk IPM Provinsi Kepulauan Riau 15 Gambar 2.5 Reduksi Shorfall IPM Provinsi di Regional Sumatera Selama Kurun Waktu Gambar 2.6 Indeks Komposit Pembentuk Angka IPM Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2013 (Persen) Gambar 2.7 Reduksi Shortfall IPM Kabupaten/Kota Selama Kurun Waktu Gambar 2.8 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Karimun Gambar 2.9 Indeks Komposit Pembentuk Angka IPM Kabupaten Karimun Tahun 2013 (persen) Gambar 2.10 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Bintan Gambar 2.11 Indeks Komposit Pembentuk Angka IPM Kabupaten Bintan Tahun 2013 (Persen) Gambar 2.12 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Natuna Gambar 2.13 Indeks Komposit Pembentuk Angka IPM Kabupaten Natuna Tahun 2013 (Persen) Gambar 2.14 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Lingga Gambar 2.15 Indeks Komposit Pembentuk Angka IPM Kabupaten Lingga Tahun 2013 (Persen) Gambar 2.16 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kepulauan Anambas Gambar 2.17 Indeks Komposit Pembentuk Angka IPM Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun 2013 (Persen) Gambar 2.18 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kota Batam Gambar 2.19 Indeks Komposit Pembentuk Angka IPM Kota Batam Tahun 2013 (Persen) 28 Gambar 2.20 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kota Tanjungpinang vi

11 Gambar 2.21 Indeks Komposit Pembentuk Angka IPM Kota Tanjungpinang Tahun 2013 (Persen) Gambar 2.22 Disparitas Capaian Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau (Persen) Gambar 2.23 Disparitas Capaian Angka Harapan Hidup Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau (Persen) Gambar 2.24 Disparitas Capaian Angka Melek Huruf Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau (Persen) Gambar 2.25 Disparitas Capaian Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau (Persen) Gambar 2.26 Disparitas Capaian Daya Beli Perkapita Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau (Persen) Gambar 3.1 Perbandingan Angka Melek Huruf Provinsi se-sumatera dan Indonesia Tahun (Persen) Gambar 3.2 Perbandingan Angka Melek Huruf Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun (Persen) Gambar 3.3 Reduksi Shortfall AMH Provinsi Kepulauan Riau Tahun (Persen) 40 Gambar 3.4 Reduksi Shortfall AMH Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun (Persen) Gambar 3.5 Perbandingan Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun (Persen) Gambar 3.6 Reduksi Shortfall MYS Provinsi Kepulauan Riau Tahun (Persen). 45 Gambar 3.7 Reduksi Shortfall MYS Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun (Persen) Gambar 3.8 Perbandingan Rata-rata Lama Sekolah Provinsi se-sumatera dan Indonesia Tahun (Persen) Gambar 3.9 Perbandingan APS Menurut Kelompok Umur Provinsi Kepulauan Riau Tahun (Persen) vii

12 Gambar 3.10 Perbandingan APS Menurut Kelompok Umur 7-12 Tahun Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun (Persen) Gambar 3.11 Perbandingan APS Menurut Kelompok Umur Tahun Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun (Persen) Gambar 3.12 Perbandingan APS Menurut Kelompok Umur Tahun Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun (Persen) Gambar 3.13 Perbandingan Rasio Murid Sekolah Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2013 (Persen) Gambar 3.14 Persentase Angka Putus Sekolah Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2013 (Persen) Gambar 3.15 Jumlah Perguruan Tinggi di Provinsi Kepulauan Riau dan Sebarannya Tahun 2013 (Lembaga) Gambar 3.16 Jumlah Kondisi Gedung Sekolah di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2013 (Gedung) Gambar 4.1 Perkembangan Angka Harapan Hidup di Indonesia dan Provinsi Kepulauan Riau Tahun (Tahun) Gambar 4.2 Perkembangan Angka Harapan Hidup Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2005 dan 2013 (Tahun) Gambar 4.3 Reduksi Shortfall Angka Harapan Hidup (AHH) Provinsi Kepulauan Riau Tahun Gambar 4.4 Perkembangan Angka Kesakitan Provinsi Kepulauan Riau Tahun (Persen) Gambar 4.5 Perkembangan Rata-rata Lamanya Sakit Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2005 dan Gambar 4.6 Perkembangan Angka Kesakitan Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2005 dan 2012 (Persen) Gambar 4.7 Perkembangan Rata-rata Lamanya Sakit Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2005 dan 2013 (Hari) viii

13 Gambar 4.8 Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia dan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2007 dan Gambar 4.9 Angka Kematian Ibu (AKI yang dilaporkan) Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2008 dan Gambar 4.10 Persentase Kelahiran Ditolong Tenaga Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Tahun Gambar 4.11 Persentase Kelahiran Ditolong Tenaga Kesehatan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2005 dan Gambar 4.12 Perkembangan Fasilitas Perumahan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2005, 2009 dan 2013 (Persen) Gambar 4.13 Persentase Rumahtangga Tanpa Air Minum Layak Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2005 dan Gambar 4.14 Persentase Rumahtangga Tanpa Santasi Layak Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2006 dan Gambar 4.15 Persentase Balita 0-4 Tahun yang Tidak Pernah Disusui Provinsi Kepulauan Riau Tahun Gambar 4.16 Persentase Balita 0-4 Tahun yang Mendapat ASI Eksklusif Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau Tahun Gambar 4.17 Persentase Balita 0-4 Tahun yang Pernah Diimunisasi di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2005, 2011, dan Gambar 4.18 Persentase Balita 0-4 Tahun yang Mendapat Imunisasi Lengkap Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau Tahun Gambar 4.19 Rata-rata Lama (bulan) Balita Disusui Menurut Daerah Tempat Tinggal Provinsi Kepulauan Riau Tahun Gambar 5.1 Purchasing Power Parity (PPP) Provinsi Kepulauan Riau Tahun (Ribu Rp) Gambar 5.2 PDRB Perkapita Provinsi Kepulauan Riau Tahun (Juta Rp) Gambar 5.3 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan Provinsi Kepulauan Riau Tahun ix

14 Gambar 5.4 Jumlah Penduduk Miskin Provinsi Kepulauan Riau Tahun (Ribu Jiwa) Gambar 5.5 Persentase Penduduk Miskin Provinsi Kepulauan Riau Tahun Gambar 5.6 Jumlah Pengangguran Provinsi Kepulauan Riau Tahun (Jiwa) Gambar 5.7 Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Kepulauan Riau Tahun x

15 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Indeks Pembangunan Manusia Provinsi dan Nasional, Lampiran 2. Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Kepulauan Riau, Lampiran 3. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Karimun, Lampiran 4. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Bintan, Lampiran 5. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Natuna, Lampiran 6. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Lingga, Lampiran 7. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kepulauan Anambas, Lampiran 8. Indeks Pembangunan Manusia Kota Batam, Lampiran 9. Indeks Pembangunan Manusia Kota Tanjungpinang, Lampiran 10. Angka Melek Huruf Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun Lampiran 11. Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun Lampiran 12. Angka Partisipasi Sekolah Kelompok Usia 7-12 Tahun Menurut Kabupaten/ Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun Lampiran 13. Angka Partisipasi Sekolah Kelompok Usia Tahun Menurut Kabupaten/ Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun Lampiran 14. Angka Partisipasi Sekolah Kelompok Usia Tahun Menurut Kabupaten/ Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun Lampiran 15. Persentase Buta Huruf Usia 10 Tahun ke Atas Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun Lampiran 16. Angka Partisipasi Kasar Kelompok Usia 7-12 Tahun Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun xi

16 Lampiran 17. Angka Partisipasi Kasar Kelompok Usia Tahun Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun Lampiran 18. Angka Partisipasi Kelompok Usia Tahun Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun Lampiran 19. Angka Partisipasi Murni Kelompok Usia 7-12 Tahun Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun Lampiran 20. Angka Partisipasi Murni Kelompok Usia Tahun Menurut Kabupaten/ Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun Lampiran 21. Angka Partisipasi Murni Kelompok Usia Tahun Menurut Kabupaten/ Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun Lampiran 22. Perkembangan Angka Harapan Hidup (AHH) Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun Lampiran 23. Persentase Penduduk yang Sakit Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun Lampiran 24. Rata-rata Lama Sakit Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun (hari) Lampiran 25. Persentase Kelahiran Ditolong Oleh Tenaga Medis Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun Lampiran 26. Persentase Rumah Tangga yang Mempunyai Akses ke Sumber Air Minum Bersih Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun Lampiran 27. Persentase Rumah Tangga yang Menghuni Rumah Berlantai Tanah Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun Lampiran 28. Persentase Rumah Tangga Tanpa Akses Terhadap Sanitasi Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun xii

17 Lampiran 29. Purchasing Power Parity (PPP) Disesuaikan Provinsi Kepulauan Riau Tahun Lampiran 30. Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun (Ribu Jiwa) Lampiran 31. Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun xiii

18 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama pemerintah Provinsi Kepulauan Riau adalah mencapai pembangunan manusia Kepulauan Riau seutuhnya dan pembangunan masyarakat Kepulauan Riau seluruhnya. Hal ini diwujudkan dengan memfokuskan perhatian pembangunan daerah Kepulauan Riau pada manusia sebagai titik sentral yang bercorak dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dengan kata lain, rakyat harus diikutsertakan dalam seluruh proses pembangunan. Artinya, rakyat bukan hanya sebagai alat untuk mencapai hasil akhir pembangunan, tetapi sebagai tujuan akhir dari pembangunan itu sendiri. Untuk dapat ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan daerah Provinsi

19 BAB I PENDAHULUAN Kepulauan Riau, tentunya dibutuhkan masyarakat yang tidak hanya unggul dari segi kuantitas, tetapi juga maju dari segi kualitas. Pemerintah daerah telah melakukan berbagai upaya serius dalam rangka meningkatkan kualitas manusia, baik dari aspek fisik (kesehatan), aspek intelektualitas (pendidikan), aspek kesejahteraan ekonomi (berdaya beli), maupun aspek moralitas (iman dan takwa). Seluruh upaya pemerintah daerah tersebut merupakan prasyarat penting untuk mencapai masyarakat Kepulauan Riau yang berkualitas. Sebelum tahun 1970-an, keberhasilan pembangunan semata mata hanya diukur dari tingkat pertumbuhan GDP/GNP, baik secara keseluruhan maupun perkapita. Namun, fakta menunjukkan banyak negara-negara Dunia Ketiga berhasil mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi gagal memperbaiki taraf hidup penduduknya. Oleh karena itu, para pakar merumuskan konsep baru dalam mengukur pembangunan suatu negara yang berorientasi pada manusia. Konsep ini mengukur keberhasilan pembangunan suatu negara tidak hanya ditandai oleh tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi tetapi mencakup pula kualitas manusianya. lnilah tantangan yang harus dihadapi, yaitu bagaimana pertumbuhan ekonomi mampu dirasakan seluruh lapisan masyarakat dan mampu meningkatkan kualitas mereka sebagai manusia. Dalam menghadapi perdagangan bebas, diperlukan iklim investasi yang kondusif serta peningkatan kualitas manusia yang mampu bersaing di era globalisasi. Regulasi pembangunan yang memegang teguh prinsip dan konsep pembangunan manusia mutlak diperlukan dimana manusia ditempatkan sebagai tujuan akhir pembangunan. Cara pandang yang lebih luas ini memungkinkan pemerintah daerah dapat memenuhi hak-hak setiap warganya serta dapat menjamin pertumbuhan ekonomi daerah yang kuat dan mantap dalam jangka panjang. KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEPULAUAN RIAU

20 BAB I PENDAHULUAN Keberhasilan pembangunan khususnya pembangunan manusia dapat dinilai secara parsial dengan melihat seberapa besar permasalahan yang paling mendasar di masyarakat tersebut dapat teratasi. Permasalahan-permasalahan tersebut diantaranya adalah kemiskinan, pengangguran, buta huruf, ketahanan pangan, dan penegakan demokrasi. Namun persoalannya adalah capaian pembangunan manusia secara parsial sangat bervariasi dimana beberapa aspek pembangunan tertentu berhasil dan beberapa aspek pembangunan lainnya gagal. Selanjutnya bagaimana menilai keberhasilan pembangunan manusia secara keseluruhan? Dewasa ini persoalan mengenai capaian pembangunan manusia telah menjadi perhatian para penyelenggara pemerintahan. Berbagai ukuran pembangunan manusia dibuat namun tidak semuanya dapat digunakan sebagai ukuran standar yang dapat dibandingkan antar wilayah ataudaerah Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan suatu ukuran standar pembangunan manusia yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI). Indeks ini dibentuk berdasarkan empat indikator yaitu angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah dan kemampuan daya beli. Indikator angka harapan hidup merepresentasikan dimensi umur panjang dan tingkat kesehatan. Selanjutnya, angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah mengukur tingkat pendidikan. Sedangkan indikator kemampuan daya beli digunakan untuk mengukurstandar hidup layak. Modal manusia (human capital) merupakan salah satu faktor penting dalam proses pertumbuhan ekonomi (teori Cobb-Douglas). Dengan modal manusia yang berkualitas kinerja ekonomi diyakini akan lebih baik. Kualitas modal manusia ini dapat diamati dari aspek tingkat pendidikan, kesehatan dan tingkat kemiskinan. Demi KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEPULAUAN RIAU

21 BAB I PENDAHULUAN memacu pertumbuhan ekonomi yang berkualitas perlu pula dilakukan pembangunan manusia. Untuk itu dibutuhkan suatu kebijakan pemerintah yang mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Luasnya cakupan pembangunan manusia menjadikan peningkatan IPM sebagai manifestasi dari pembangunan manusia yang dapat ditafsirkan juga sebagai keberhasilan dalam meningkatkan kemampuan dalam memperluas pilihan-pilihan (enlarging the choices of the people). Seperti diketahui, beberapa faktor penting dalam pembangunan yang sangat efektif bagi pembangunan manusia adalah pendidikan dan kesehatan. Dua faktor penting ini merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu dimiliki agar mampu meningkatkan potensinya. Untuk meningkatkan IPM semata-mata tidak hanya melihat pada peningkatan pertumbuhan ekonomi karena pertumbuhan ekonomi baru merupakan syarat perlu. Agar pertumbuhan ekonomi suatu daerah sejalan dengan pembangunan manusia, maka pertumbuhan ekonomi daerah itu harus disertai dengan syarat cukup yaitu pemerataan pembangunan daerah. Dengan pemerataan pembangunan daerah terdapat jaminan bahwa semua penduduk dapat menikmati hasil-hasil pembangunan daerah. Saat ini tampaknya pemerintah daerah sangat perhatian dengan issue pembangunan manusia. Hal ini ditandai dengan diikutkannya IPM sebagai salah satu alokator dana alokasi umum (DAU) untuk mengatasi kesenjangan keuangan wilayah (fiscal gap). Alokator lainnya adalah luas wilayah, jumlah penduduk, produk domestik regional bruto dan indeks kemahalan konstruksi. Seyogianya, wilayah dengan IPM rendah secara perlahan dapat mengejar ketertinggalannya karena memperoleh alokasi dana yang berlebih. Meskipun demikian, hal itu masih sangat tergantung dengan strategi pembangunan yang dijalankan oleh wilayah tersebut. Dengan demikian, cukup KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEPULAUAN RIAU

22 BAB I PENDAHULUAN menarik untuk melihat pencapaian pembangunan manusia yang telah dilakukan selama ini khususnya selama tahun Selain itu, menarik pula untuk dilihat perkembangan masing-masing komponen IPM dalam memberikan kontribusi terhadap peningkatan IPM. Terkait dengan pelaksanaan desentralisasi pemerintahan, barangkali perlu dilihat hasil-hasil pemerataan pembangunan manusia antar wilayah, khususnya pada levelprovinsi dan kabupaten/kota. Dengan meningkatnya kesadaran akan demokrasi, desentralisasi menjadi salah satu pilihan dalam upaya menggerakkan roda pembangunan. Proses desentralisasi tampaknya telah membuka potensi potensi wilayah untuk berkembang secara aktif dan mandiri. Kompetisi antar wilayah makin dinamis sebagai ajang adu kebijakan pembangunan manusia yang efektif dan efisien sehingga mampu mengurangi kesenjangan capaian pembangunan manusia antar kota dan kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau. Wilayah perkotaan yang sarat dengan fasilitas pembangunan memiliki capaian pembangunan manusia yang lebih tinggi dibanding daerah-daerah di sekitarnya. Daya tarik kota membawa dampak pada berpindahnya penduduk yang lebih berkualitas ke kota. Sebagai dampaknya, daerah-daerah penyangga dan wilayah kabupaten memiliki capaian pembangunan yang relatif rendah. Melalui otonomi daerah, diharapkan masing-masing daerah mampu mengembangkan program-program yang spesifik disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing daerah sehingga kualitas pembangunan manusianya dapat ditingkatkan. Tinggi rendahnya nilai IPM tidak dapat dilepaskan dari program pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Namun perubahan atau peningkatan angka IPM tidak bisa terjadi dalam waktu singkat. Pembangunan manusia merupakan sebuah KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEPULAUAN RIAU

23 BAB I PENDAHULUAN proses yang diukur dalam waktu yang panjang. Berbeda dengan pembangunan ekonomi pada umumnya, hasil pembangunan pendidikan dan kesehatan tidak bisa dilihat dalam jangka pendek. Untuk itu, dalam rangka melihat kemajuan pembangunan daerah dalam jangka menengah, publikasi ini dilengkapi dengan analisis mengenai capaian dan kemajuan IPM dan komponen IPM dari tahun Secara umum, publikasi ini akan menyajikan data dan analisis mengenai capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) baik levelprovinsi maupun kabupaten/kota, serta disparitasnya di Provinsi Kepulauan Riau selama tahun Publikasi ini diharapkandapat menjadi acuan dalam merumuskan permasalahan strategis yang paling mendesak dan sangat dibutuhkan dalam upaya untuk meningkatkan kinerja pembangunan manusia serta masukan bagi pemerintah daerah sebagai alat bantu perencanaan (planning tool) pembangunan yang lebih mengakomodasi dimensi pembangunan manusia. Misalnya melalui peningkatan anggaran pada sektor-sektor yang berhubungan langsung dengan pembangunan manusia, seperti pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat pra sejahtera agar dapat mandiri secara ekonomi. 1.2 Dasar Pelaksanaan a) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik; b) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor III); KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEPULAUAN RIAU

24 BAB I PENDAHULUAN c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104); d) Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Nomor 5 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Inspektorat, Lembaga Teknis Daerah, Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Kepulauan Riau (Lembaga Daerah Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2011 Nomor 5, Tambahan (Lembaran Daerah Provinsi Kepulauan Riau Nomor 15); e) Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Nomor 9 Tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Kepulauan Riau Tahun Anggaran 2014 (Lembaran Daerah Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2013 Nomor 9); f) Peraturan Gubernur Provinsi Kepulauan Riau Nomor 38 Tahun 2013 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Kepulauan Riau Tahun Anggaran 2014 (Berita Daerah Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2013 Nomor 199); g) Peraturan Gubernur Provinsi Kepulauan Riau Nomor 42 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan Provinsi Kepulauan Riau Tahun Anggaran 2014; h) Keputusan Gubernur Kepulauan Riau Nomor 1031 Tahun 2013 tentang Penetapan Pengguna Anggaran pada Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Kepulauan Riau Tahun Anggaran 2014; i) Keputusan Gubernur Kepulauan Riau Nomor 3 Tahun 2014 tentang Penetapan Kuasa Pengguna Anggaran Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEPULAUAN RIAU

25 BAB I PENDAHULUAN Kepulauan Riau pada Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Kepulauan Riau Tahun Anggaran 2014; j) Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja (DPA-SK) BAPPEDA Provinsi Kepulauan Riau Nomor tanggal 02 januari Ruang Lingkup Lingkup materi Lingkup kegiatan Kajian dan Analisis Sumber Daya Manusia (Tinjauan IPM) Provinsi Kepulauan Riau Tahun meliputi: 1. IPM dan komponennya baik level provinsi maupun kabupaten/kota 2. Tahun data referensi Lingkup Wilayah Penyusunan Kajian dan Analisis Sumber Daya Manusia (Tinjauan IPM) Provinsi Kepulauan Riau Tahun mencakup seluruh kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Riau. 1.4 Maksud dan Tujuan Maksud Maksud dari penyusunan publikasi Kajian dan Analisis Sumber Daya Manusia (Tinjauan IPM) Provinsi Kepulauan Riau Tahun adalah untuk menyediakan hasil analisis sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah dalam perencanaan pembangunan sumber daya manusia Provinsi Kepulauan Riau. KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEPULAUAN RIAU

26 BAB I PENDAHULUAN Tujuan 1. Menyediakan data IPM dan komponennya untuk level provinsi dan kabupaten/kota untuk periode Mengidentifikasi capaian dan tantangan pembangunan sumber daya manusia dari aspek pendidikan. 3. Mengidentifikasi capaian dan tantangan pembangunan sumber daya manusia dari aspek kesehatan. 4. Mengidentifikasi capaian dan tantangan pembangunan sumber daya manusia dari aspek pembangunan ekonomi. 5. Menyediakan rekomendasi sebagai bahan kebijakan dan perencanaan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dalam rangka meningkatkan pemerataan pertumbuhan ekonomi di Kepulauan Riau. 1.5 Sasaran dan Keluaran Sasaran Tersusunnya dokumen publikasi Kajian dan Analisis Sumber Daya Manusia (Tinjauan IPM) Provinsi Kepulauan Riau Tahun Keluaran Dokumen hasil Kajian dan Analisis Sumber Daya Manusia (Tinjauan IPM) Provinsi Kepulauan Riau Tahun , mencakup data IPM dan komponennya untuk level provinsi dan kabupaten/kota pada periode waktu Rekomendasi sebagai bahan kebijakan pemerintah daerah dalam rangka menigkatkan sumber daya manusia yang berkualitas di Provinsi Kepulauan Riau. KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEPULAUAN RIAU

27 BAB I PENDAHULUAN 1.6 Pembiayaan Sumber dana pelaksanaan pekerjaan Kajian dan Analisis Sumber Daya Manusia (Tinjauan IPM) Provinsi Kepulauan Riau Tahun dibebankan pada APBD Provinsi Kepulauan Riau Tahun Anggaran 2014 (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kepulauan Riau). KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEPULAUAN RIAU

28 BAB 2 PENCAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI KEPULAUAN RIAU Suatu ukuran yang lazim digunakan untuk mengukur pencapaian pembangunan manusia baik dari segi ekonomi maupun sosial adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM memberikan suatu ukuran gabungan tiga dimensi tentang pembangunan manusia yakni panjang umur dan menjalani hidup sehat (diukur dari usia harapan hidup), terdidik (diukur dari tingkat kemampuan baca tulis orang dewasa dan tingkat pendaftaran di sekolah dasar, lanjutan dan tinggi dan memiliki standar hidup yang layak (diukur dari paritas daya beli/purchasing power parity-ppp, penghasilan).

29 BAB 2 PENCAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI KEPULAUAN RIAU Pencapaian pendapatan yang tinggi ternyata tidak selalu diimbangi dengan kesehatan dan pendidikan yang baik, artinya bila suatu negara/wilayah mempunyai pendapatan yang tinggi belum tentu masyarakatnya sejahtera. IPM dianggap sebagai indeks komprehensif yang mampu menggambarkan kesejahteraan masyarakat di wilayah tertentu. Sebagai negara yang menganut sistem pemerintahan desentralisasi dimana pemerintah daerah diberi kewenangan mutlak untuk mengatur daerah yang dipimpinnya untuk beberapa urusan tertentu, maka diperlukan suatu mekanisme agar tercapai kemakmuran yang merata antar daerah. Salah satu mekanismenya melalui Dana Alokasi Umum (DAU). IPM merupakan salah satu komponen dalam penghitungan formula DAU. Oleh karena itu, IPM ini menjadi perhatian penyelenggara pemerintahan daerah terutama kepala daerah untuk melihat sejauh mana pembangunan manusia di daerahnya selama kurun waktu tertentu. 2.1 Gambaran Pencapaian Pembangunan Manusia di Provinsi Kepulauan Riau Selama kurun waktu delapan tahun, dari tahun , IPM Provinsi Kepulauan Riau meningkat 4,33 persen. Posisi IPM terakhir tahun 2013 berada pada level 76,56; sedangkan level pada tahun 2005 adalah pada level 72,23. Peningkatan nilai IPM tersebut menandakan bahwa pembangunan manusia di Provinsi Kepulauan Riau dari segi kesehatan (umur harapan hidup), pendidikan dan ekonomi (pendapatan per kapita) semakin membaik dari waktu ke waktu. Desentralisasi pemerintahan di wilayah Indonesia ini membawa dampak positif bagi masyarakat. Hal positif tersebut dikaitkan dengan pembangunan manusia yang semakin membaik dari waktu ke waktu. Persaingan pemerintah daerah dalam KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

30 BAB 2 PENCAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI KEPULAUAN RIAU rangka membawa masyarakatnya mencapai kemakmuran tidak dapat diragukan keabsahannya. IPM sebagai tolak ukur pembangunan manusia dapat dijadikan acuan untuk melihat sejauh mana pembangunan manusia di suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lain. Gambar 2.1 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Kepulauan Riau Tahun Sumber: BPS, diolah. Peringkat IPM Provinsi Kepulauan Riau meningkat dari sebelumnya berada pada peringkat ke-7 seluruh Indonesia pada tahun 2005, menjadi peringkat ke-6 pada tahun Di lingkup regional Sumatera, peringkat IPM Provinsi Kepulauan Riau tetap berada di posisi kedua. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar 2.2 dan 2.3. Berdasarkan skala internasional, capaian IPM dikategorikan menjadi kategori tinggi (IPM 80), kategori menengah atas (66 IPM 80), kategori menengah bawah (50 IPM 66), dan kategori rendah (IPM < 50). Angka IPM Provinsi Kepulauan Riau dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2013 termasuk dalam kategori menengah atas. Terlihat pada diagram 2.2 dan gambar 2.3, angka IPM Provinsi Kepulauan Riau dan sebagian besar provinsi di Regional Sumatera berada di atas IPM Nasional. Capaian KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

31 BAB 2 PENCAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI KEPULAUAN RIAU IPM tersebut harus diupayakan lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang berarti bahwa pembangunan manusia semakin membaik antar waktu. Gambar 2.2 Indeks Pembangunan Manusia Regional Sumatera Tahun 2005 Gambar 2.3 Indeks Pembangunan Manusia Regional Sumatera Tahun 2013 Riau Riau Kepulauan Riau Kepulauan Riau Sumatera Utara Sumatera Utara Sumatera Barat Sumatera Barat Bengkulu Bengkulu Jambi Sumatera Selatan Kep. Babel Jambi Sumatera Selatan Kep. Babel INDONESIA INDONESIA Aceh Aceh Lampung Lampung Sumber: BPS, diolah. Sumber: BPS, diolah. Pencapaian pembangunan manusia yang tercermin melalui IPM bukan semata-mata hanya diukur dari tingginya capaian IPM saja. Namun juga perlu dikaji lebih dalam lagi sejauh mana kecepatan pembangunan manusia pada suatu periode tertentu. Proses pencapaian pembangunan manusia inilah yang menjadi poin penting karena secara filosofi untuk mencapai suatu rangking atau posisi yang baik diperlukan effort lebih. Oleh karena itu berkaitan dengan IPM, tidak hanya dihitung posisinya saja tetapi juga dihitung kecepatan pencapaian IPM atau biasa disebut reduksi shortfall. Reduksi shortfall menunjukkan perbandingan antara capaian yang telah ditempuh dengan capaian yang harus ditempuh untuk mencapai titik IPM ideal. Selama periode tahun , seluruh komponen pembentuk IPM tumbuh positif (gambar 2.4). Komponen rata-rata lama sekolah (MYS) adalah komponen pembentuk IPM yang pertumbuhannya paling tinggi diantara komponen lainnya. KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

32 BAB 2 PENCAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI KEPULAUAN RIAU Walaupun trend reduksi shortfall tumbuh positif, namun perlu ditingkatkan lagi terutama untuk komponen angka harapan hidup (AHH) dan angka melek huruf (AMH). Gambar 2.4 Reduksi Shortfall per Komponen Pembentuk IPM Provinsi Kepulauan Riau AHH AMH MYS PPP Sumber: BPS, diolah. Gambar 2.5 Reduksi Shorfall IPM Provinsi di Regional Sumatera Selama Kurun Waktu Sumber: BPS, diolah. KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

33 BAB 2 PENCAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI KEPULAUAN RIAU Gambar 2.5 di atas menunjukkan perbandingan kecepatan IPM selama kurun waktu tahun provinsi-provinsi di Regional Sumatera. Provinsi Kepulauan Riau menempati posisi teratas untuk kecepatan pembangunan manusia di regional Sumatera dengan nilai reduksi shortfall sebesar 15,60. Hal tersebut dapat diartikan bahwa pembangunan manusia yang meliputi bidang kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan penduduk semakin meningkat dari tahun Kecepatan peningkatan tersebut di atas kecepatan nasional dan paling tinggi di regional Sumatera. Dalam menganalisis IPM tidak dapat dipisahkan dari tiga komponen pembentuknya yaitu aspek kesehatan, aspek pendidikan dan aspek ekonomi. Selama kurun waktu tahun , ketiga aspek pembentuk IPM Provinsi Kepulauan Riau tersebut terus meningkat dan akan terus meningkat sampai kondisi idealnya tercapai. Capaian pembangunan manusia Provinsi Kepulauan Riau tahun 2013 dapat dilihat melalui indeks komposit pada gambar 2.6. Dari gambar 2.6 dapat diketahui bahwa pembangunan manusia di bidang pendidikan yang direpresentasikan oleh komponen angka melek huruf (AMH) di Provinsi Kepulauan Riau sudah mendekati keadaan idealnya (indeks mendekati 100 persen). Namun di sisi lain, pembangunan di bidang pendidikan yang direpresentasikan oleh komponen rata-rata lama sekolah masih cukup jauh dari keadaan idealnya. Untuk ke depannya, pemerintah daerah perlu lebih memperhatikan program-program yang berkaitan dengan bidang pendidikan terutama menyangkut lama sekolah peserta didik. Program tersebut dapat dilaksanakan dengan mengoptimalkan anggaran pendidikan sebesar 20 persen seperti yang diarahkan oleh pemerintah pusat. KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

34 BAB 2 PENCAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI KEPULAUAN RIAU Pembangunan di bidang ekonomi (daya beli) dan kesehatan (angka harapan hidup) cukup baik, terlihat dari capaian indeks komposit yang mendekati 80 persen. Namun masih bisa ditingkatkan lagi untuk periode selanjutnya dengan memusatkan perhatian pembangunan manusia pada bidang ekonomi dan kesehatan. Sehingga diharapkan pembangunan manusia Provinsi Kepulauan Riau dapat tercapai di segala bidang. Gambar 2.6 Indeks Komposit Pembentuk Angka IPM Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2013 (Persen) Daya Beli (PPP) Angka Harapan Hidup (AHH) Angka Melek Huruf (AMH) Rata-rata Lama Sekolah (MYS) Sumber: BPS, diolah. 2.2 Gambaran Capaian Pembangunan Manusia Level Kabupaten/Kota Pembangunan manusia di level kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Riau bervariasi. Variasi tersebut tentunya disebabkan oleh faktor sumber daya (alam dan manusia) dan kebijakan pemerintah daerah yang berbeda. Capaian pembangunan manusia yang tercermin dari angka IPM perlu terus ditingkatkan dan diawasi agar pembangunan manusia dapat terlaksana dengan baik dan merata. KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

35 BAB 2 PENCAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI KEPULAUAN RIAU IPM pada level kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Riau ditunjukkan pada tabel 2.1. Secara kasat mata, IPM kabupaten/kota terus meningkat dalam kurum waktu tahun , namun peringkat IPM tetap sama dari tahun ke tahun. Kota Batam menempati peringkat pertama se-provinsi Kepulauan Riau, sedangkan Kabupaten Kepulauan Anambas menempati peringkat terbawah. Sedangkan untuk peringkat kedua sampai peringkat keenam berturut-turut diduduki oleh Kota Tanjungpinang, Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Lingga dan Kabupaten Natuna. Tabel 2.1 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota se-provinsi Kepulauan Riau Angka IPM Peringkat IPM Kabupaten (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Karimun 71,71 73,15 74, Bintan 70,90 73,66 76, Natuna 68,40 70,11 72, Lingga 69,39 70,15 72, Kepulauan Anambas - 67,94 70, Kota Batam 76,55 77,51 78, Kota Tanjungpinang 72,69 74,31 76, KEPULAUAN RIAU 72,23 74,54 76,56 Sumber: BPS, diolah. Kota Batam merupakan kota terbesar di Provinsi Kepulauan Riau sekaligus sebagai motor penggerak utama roda perekonomian Provinsi Kepulauan Riau. Sedangkan Kabupaten Anambas adalah kabupaten termuda di Provinsi Kepulauan Riau yang merupakan pecahan dari induk Kabupaten Natuna. Tidak mengherankan jika Kota Batam menduduki peringkat teratas dan Kabupaten Kepulauan Anambas menempati posisi terbawah. Namun demikian, semua kabupaten/kota di Provinsi KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

36 BAB 2 PENCAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI KEPULAUAN RIAU Kepulauan Riau terus berupaya meningkatkan pembangunan manusianya dari tahun ke tahun. Selain capaian IPM, keberhasilan pembangunan manusia di suatu wilayah juga dilihat berdasarkan kecepatan pergerakan IPM menuju nilai ideal yang direpresentasikan melalui reduksi shortfall. Reduksi shortfall IPM Provinsi Kepulauan Riau selama kurun waktu secara rata-rata sebesar 15,60 persen atau 1,95 persen per tahunnya. Kecepatan pergerakan IPM selama kurun waktu yang paling tinggi adalah Kabupaten Bintan yaitu sebesar 17,89 persen, diikuti oleh Kota Tanjungpinang, Kabupaten Natuna, Kabupaten Karimun, Kabupaten Lingga, Kabupaten Kepulauan Anambas dan yang terakhir adalah Kota Batam (gambar 2.7). Gambar 2.7 Reduksi Shortfall IPM Kabupaten/Kota Selama Kurun Waktu Keterangan: *) Reduksi shortfall selama kurun waktu Sumber: BPS, diolah. Reduksi shortfall Kota Batam ternyata yang paling rendah jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Provinsi Kepulauan Riau walaupun capaian angka IPMnya yang paling tinggi. Capaian angka IPM yang sudah tinggi atau mendekati angka KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

37 BAB 2 PENCAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI KEPULAUAN RIAU ideal membuat reduksi shortfall-nya semakin menurun. Namun demikian, reduksi shortfall yang bernilai positif perlu diapresiasi karena setidaknya ada upaya pemerintah untuk selalu meningkatkan pembangunan manusia di wilayahnya. Capaian Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Karimun Capaian IPM Kabupaten Karimun terus meningkat dari tahun ke tahun (gambar 2.8) dengan kecepatan pergerakan IPM per tahun sebesar 0,40 persen. Seluruh komponen pembentuk IPM tumbuh berkisar antara 0,48 5,87 persen per tahun (lampiran), dimana paling tinggi adalah komponen angka melek huruf (AMH) dan paling rendah adalah komponen angka harapan hidup (AHH). Angka IPM Kabupaten Karimun selengkapnya dapat dilihat pada gambar 2.8. Gambar 2.8 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Karimun IPM AHH (Tahun) AMH (Persen) MYS (Tahun) PPP (0000 Rp) Sumber: BPS, diolah. Dari gambar 2.9 dapat diketahui bahwa pembangunan manusia Kabupaten Karimun di bidang pendidikan (angka melek huruf) adalah capaian komponen pembentuk IPM yang paling bagus karena sudah hampir mendekati kondisi idealnya KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

38 BAB 2 PENCAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI KEPULAUAN RIAU (100 persen). Sedangkan komponen angka harapan hidup dan daya beli perlu ditingkatkan lagi untuk ke depannya. Untuk komponen rata-rata lama sekolah diperlukan effort yang lebih agar bisa mencapai kondisi idealnya karena masih di bawah 60 persen. Gambar 2.9 Indeks Komposit Pembentuk Angka IPM Kabupaten Karimun Tahun 2013 (persen) Daya Beli (PPP) Angka Harapan Hidup (AHH) Angka Melek Huruf (AMH) Rata-rata Lama Sekolah (MYS) Sumber: BPS, diolah. Capaian Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Bintan Seperti halnya Kabupaten Karimun, capaian IPM Kabupaten Bintan juga semakin meningkat dari tahun ke tahun (gambar 2.10) dengan kecepatan pergerakan IPM per tahun sebesar 2,23 persen. Reduksi shortfall paling tinggi terjadi pada komponen angka melek huruf yakni 7,78 persen per tahun (lampiran). Angka IPM Kabupaten Bintan selengkapnya dapat dilihat pada gambar Dari gambar 2.11 diketahui bahwa capaian komponen pembentuk IPM yang paling bagus adalah angka melek huruf karena sudah hampir mendekati kondisi idealnya. Sedangkan komponen lainnya masih jauh dari kondisi idealnya. Untuk itu ke KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

39 BAB 2 PENCAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI KEPULAUAN RIAU depan, pembangunan manusia harus difokuskan pada komponen rata-rata lama sekolah, angka harapan hidup dan daya beli masyarakat. Gambar 2.10 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Bintan IPM AHH (Tahun) AMH (Persen) MYS (Tahun) PPP (0000 Rp) Sumber: BPS, diolah. Gambar 2.11 Indeks Komposit Pembentuk Angka IPM Kabupaten Bintan Tahun 2013 (Persen) Daya Beli (PPP) Angka Harapan Hidup (AHH) Angka Melek Huruf (AMH) Sumber: BPS, diolah. Rata-rata Lama KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

40 BAB 2 PENCAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI KEPULAUAN RIAU Capaian Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Natuna Capaian IPM Kabupaten Natuna semakin meningkat dari tahun ke tahun (gambar 2.12) dengan kecepatan pergerakan IPM per tahun sebesar 1,52 persen. Reduksi shortfall paling tinggi terjadi pada komponen angka melek huruf yakni 5,10 persen per tahun. Sedangkan komponen lainnya bervariasi antara 0,77 5,10 persen per tahun (lampiran). Angka IPM Kabupaten Natuna selengkapnya dapat dilihat pada gambar Gambar 2.12 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Natuna IPM AHH (Tahun) AMH (Persen) MYS (Tahun) PPP (0000 Rp) Sumber: BPS, diolah. Dari gambar 2.13 diketahui bahwa capaian komponen pembentuk IPM yang paling bagus adalah angka melek huruf karena sudah hampir mendekati kondisi idealnya, sama seperti pada Kabupaten Karimun dan Kabupaten Bintan. Komponen angka harapan hidup dan daya beli perlu ditingkatkan lagi untuk ke depannya. Sementara untuk komponen rata-rata lama sekolah diperlukan effort yang lebih agar bisa mencapai kondisi idealnya. KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

41 BAB 2 PENCAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI KEPULAUAN RIAU Gambar 2.13 Indeks Komposit Pembentuk Angka IPM Kabupaten Natuna Tahun 2013 (Persen) Daya Beli (PPP) Angka Harapan Hidup (AHH) Angka Melek Huruf (AMH) Sumber: BPS, diolah. Rata-rata Lama Sekolah (MYS) Capaian Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Lingga Capaian IPM Kabupaten Lingga semakin meningkat dari tahun ke tahun (gambar 2.14) dengan kecepatan pergerakan IPM per tahun sebesar 1,23 persen. Reduksi shortfall paling tinggi terjadi pada komponen daya beli masyarakat yakni 2,48 persen per tahun. Pertumbuhan Produk Dometik Bruto (PDRB) Kabupaten Lingga berpengaruh terhadap pembangunan manusia di bidang ekonomi. Hal tersebut terlihat dari reduksi shortfall tertinggi terjadi pada komponen daya beli. Angka IPM Kabupaten Lingga selengkapnya dapat dilihat pada gambar Dari gambar 2.15 diketahui bahwa capaian komponen pembentuk IPM yang paling bagus adalah angka melek huruf. Sedangkan komponen angka harapan hidup, daya beli dan terutama rata-rata lama sekolah masih jauh dari nilai idealnya. Sehingga ke depan perhatian pemerintah daerah harus difokuskan pada ketiga komponen tersebut. Secara rinci, pembahasan mengenai IPM Kabupaten Lingga dan komponen pembentuknya akan diulas pada bab selanjutnya. KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

42 BAB 2 PENCAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI KEPULAUAN RIAU Gambar 2.14 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Lingga IPM AHH (Tahun) AMH (Persen) MYS (Tahun) PPP (0000 Rp) Sumber: BPS, diolah. Gambar 2.15 Indeks Komposit Pembentuk Angka IPM Kabupaten Lingga Tahun 2013 (Persen) Daya Beli (PPP) Angka Harapan Hidup (AHH) Angka Melek Huruf (AMH) Sumber: BPS, diolah. Rata-rata Lama Sekolah (MYS) KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

43 BAB 2 PENCAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI KEPULAUAN RIAU Capaian Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kepulauan Anambas Seperti yang terlihat pada gambar 2.16, IPM Kabupaten Kepulauan Anambas semakin meingkat dari tahun ke tahun sejak berdirinya Kabupaten Anambas pada tahun Kecepatan pergerakan IPM per tahun sebesar 1,87 persen dan paling tinggi terjadi pada angka melek huruf yakni 4,70 persen per tahun. Gambar 2.16 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kepulauan Anambas IPM AHH (Tahun) AMH (Persen) MYS (Tahun) PPP (0000 Rp) Sumber: BPS, diolah. Sebagai kabupaten termuda di Provinsi Kepulauan Riau, Kabupaten Anambas nampaknya perlu terus meningkatkan pembangunan manusianya agar dapat mengejar ketertinggalannya dengan kabupaten/kota lain. Untuk mengetahui capaian komponen IPM Kabupaten Kepulauan Anambas dibandingkan dengan kondisi idealnya dapat dilihat pada gambar KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

44 BAB 2 PENCAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI KEPULAUAN RIAU Gambar 2.17 Indeks Komposit Pembentuk Angka IPM Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun 2013 (Persen) Daya Beli (PPP) Angka Harapan Hidup (AHH) Angka Melek Huruf (AMH) Rata-rata Lama Sekolah (MYS) Sumber: BPS, diolah Capaian Indeks Pembangunan Manusia Kota Batam Batam merupakan kota terbesar di Provinsi Kepulauan Riau. Batam dihuni oleh penduduk yang heterogen, sehingga Batam layak disebut sebagai kota metropolitan. Batam sebagai motor utama penggerak roda perekonomian Provinsi Kepulauan Riau. Dengan demikian sebagian besar PDRB Provinsi Kepulauan Riau bersumber dari Kota Batam. Selain fokus pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi, perhatian pemerintah daerah juga tidak luput dari upaya untuk meningkatkan pembangunan manusianya. Capaian pembangunan manusia Kota Batam semakin meningkat dari tahun ke tahun (gambar 2.18). Kecepatan pergerakan IPM per tahun sebesar 1,16 persen (lampiran). Angka tersebut relatif kecil dibandingkan dengan kabupaten lain yang sudah dibahas pada poin sebelumnya. Reduksi shortfall Kota Batam yang kecil mungkin disebabkan oleh capaian IPM Kota Batam yang sudah cukup tinggi sehingga pergerakannya KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

45 BAB 2 PENCAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI KEPULAUAN RIAU semakin lambat untuk menuju kondisi idealnya. Jika dilihat per komponen, capaian angka melek huruf Kota Batam adalah yang paling baik diantara komponen lainnya (gambar 2.19). Gambar 2.18 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kota Batam Sumber: BPS, diolah IPM AHH (Tahun) AMH (Persen) MYS (Tahun) PPP (0000 Rp) Gambar 2.19 Indeks Komposit Pembentuk Angka IPM Kota Batam Tahun 2013 (Persen) Daya Beli (PPP) Angka Harapan Hidup (AHH) Angka Melek Huruf (AMH) Rata-rata Lama Sekolah (MYS) Sumber: BPS, diolah. KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

46 BAB 2 PENCAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI KEPULAUAN RIAU Capaian Indeks Pembangunan Manusia Kota Tanjungpinang Capaian IPM Kota Tanjungpinang semakin meningkat dari (gambar 2.20). Kecepatan pergerakan IPM per tahun sebesar 1,60 persen. Reduksi shortfall paling tinggi terjadi pada komponen angka melek huruf yakni 6,65 persen per tahun. Angka IPM Kota Tanjungpinang selengkapnya dapat dilihat pada gambar Gambar 2.20 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kota Tanjungpinang IPM Sumber: BPS, diolah. AHH (Tahun) AMH (Persen) MYS (Tahun) PPP (0000 Rp) Pola capaian IPM menurut komponen sama di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Riau. Sama halnya dengan kabupaten/kota lainnya, capaian IPM menurut komponen pembentuknya yang paling tinggi adalah pada komponen angka melek huruf, sedangkan yang paling rendah adalah rata-rata lama sekolah (gambar 2.21). KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

47 BAB 2 PENCAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI KEPULAUAN RIAU Gambar 2.21 Indeks Komposit Pembentuk Angka IPM Kota Tanjungpinang Tahun 2013 (Persen) Daya Beli (PPP) Angka Harapan Hidup (AHH) Angka Melek Huruf (AMH) Rata-rata Lama Sekolah (MYS) Sumber: BPS, diolah. 2.3 Disparitas IPM Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau Pembangunan daerah bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat di daerah, melalui pembangunan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan, baik antar sektor maupun antar pembangunan sektoral dengan perencanaan pembangunan oleh daerah yang efisien dan efektif menuju kemandirian daerah dan kemajuan yang merata. Namun pada kenyataanya selama ini pembangunan hanya ditujukan untuk pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi, bukan peningkatan taraf hidup masyarakatnya. Artinya tingkat pertumbuhan yang tinggi tidak diimbangi dengan tingkat pemerataan distribusi hasil pembangunannya. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi dikatakan berhasil apabila suatu daerah/wilayah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan taraf hidup masyarakat secara merata. KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

48 BAB 2 PENCAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI KEPULAUAN RIAU Pada kenyataannya, capaian IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau cukup bervariasi dengan rentang sebesar 8,25 persen antara Kabupaten/Kota yang menduduki peringkat IPM teratas dengan Kabupaten/Kota yang menduduki peringkat IPM terbawah pada tahun 2013 (gambar 2.22). Gambar 2.22 Disparitas Capaian Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau (Persen) Sumber: BPS, diolah. Ketimpangan terjadi akibat tingginya capaian pembangunan manusia di Kota Batam (78,73) dibandingkan dengan Kabupaten Kepulauan Anambas sebagai kabupaten dengan capaian pembangunan manusia yang paling rendah yaitu 70,48. Rentang sebesar 8,25 persen tersebut ternyata masih lebih baik dibandingkan dengan tahun 2008 (pada awal Kabupaten Kepulauan Anambas terbentuk) atau dengan kata lain kesenjangan pembangunan manusia antar kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Riau semakin menyempit. Perbedaan capaian dan pergerakan IPM Kabupaten/Kota ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya perbedaan sumber daya yang dimiliki serta adanya KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

49 BAB 2 PENCAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI KEPULAUAN RIAU kecenderungan pemilik modal (investor) memilih daerah perkotaan atau daerah yang memiliki fasilitas seperti prasarana perhubungan, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, perbankan, asuransi dan tenaga yang terampil. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa disparitas capaian IPM kabupaten/kota se-provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2013 sebesar 8,25 persen. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2008 dimana pada tahun tersebut terjadi pemekaran Kabupaten Natuna menjadi Kabupaten Kepulauan Anambas. Capaian angka IPM Kabupaten Kepulauan Anambas pada tahun 2008 adalah 67,44 yaitu yang paling rendah se-provinsi Kepulauan Riau. Hal ini menyebabkan disparitas IPM pada tahun tersebut semakin jauh dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Namun demikian perlu diapresiasi usaha pemerintah daerah dalam rangka mengurangi kesenjangan pembangunan manusia selama lima tahun terakhir ini. Gambar 2.23 Disparitas Capaian Angka Harapan Hidup Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau (Persen) Gambar 2.24 Disparitas Capaian Angka Melek Huruf Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau (Persen) Sumber: BPS, diolah. Sumber: BPS, diolah. Analisis lebih dalam dapat dilakukan dengan mengkaji disparitas komponen pembentuk IPM antarkabupaten/kota. Disparitas angka harapan hidup (AHH) KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

50 BAB 2 PENCAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI KEPULAUAN RIAU kabupaten/kota se-provinsi Kepulauan Riau semakin menurun dari tahun ke tahun. Sempat terjadi lonjakan disparitas AHH pada tahun 2008 dari 2,66 persen pada tahun 2007 menjadi 3,63 persen pada tahun 2008 (gambar 2.23). Hal tersebut disebabkan oleh adanya pemekaran Kabupaten Kepulauan Anambas dari Kabupaten Natuna. Kecepatan penyempitan kesenjangan/disparitas AHH kabupaten/kota rata-rata sebesar -3,4 persen per tahun. Tentunya kecepatan penyempitan kesenjangan tersebut membanggakan dan harus terus ditingkatkan untuk mencapai pemerataan bidang kesehatan di seluruh kabupaten/kota se-provinsi Kepulauan Riau. Disparitas capaian angka melek huruf kabupaten/kota tampaknya tidak seperti angka harapan hidup yang berkecenderungan menyempit dari tahun ke tahun. Disparitas angka melek huruf berfluktuatif dengan kesenjangan paling rendah yakni sebesar 3,09 persen selama kurun waktu (gambar 2.24). Pemekaran Kabupaten Kepulauan Anambas pada tahun 2008 ternyata membawa dampak semakin lebarnya kesenjangan antara Kota Batam (capaian AMH paling tinggi) dengan Kabupaten Kepulauan Anambas itu sendiri. Pekerjaan rumah bagi pemerintah provinsi untuk mempersempit kesenjangan pembangunan di bidang pendidikan terutama yang terkait dengan angka melek huruf. Di antara komponen pembentuk IPM lainnya, daya beli perkapita (PPP) adalah komponen yang mempunyai kesenjangan paling tinggi. Terlihat pada gambar 2.26 bahwa selama kurun waktu kesenjangan kesenjangan daya beli perkapita paling rendah sebesar 21,78 persen pada tahun 2009, sedangkan yang paling tinggi terjadi pada tahun 2005 yakni sebesar 36,22 persen. KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

51 BAB 2 PENCAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI KEPULAUAN RIAU Gambar 2.25 Disparitas Capaian Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau (Persen) Gambar 2.26 Disparitas Capaian Daya Beli Perkapita Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau (Persen) Sumber: BPS, diolah. Sumber: BPS, diolah. Disparitas yang rendah antar wilayah merupakan tujuan utama pemerintah daerah di samping pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pemerintah boleh saja bekerja keras untuk terus meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Namun tidak boleh lupa bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi tanpa adanya pemerataan di dalamnya akan menyebabkan munculnya berbagai masalah karena pada hakikatnya pembangunan manusia bertujuan untuk memperluas pilihan-pilihan manusia, bukan hanya pada aspek ekonomi saja. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi bukan satusatunya alat mencapai pembangunan manusia (BPS, 2012). Melihat analisis yang telah dibahas di atas maka ke depan program-program pemerintah perlu diarahkan untuk menyelaraskan pertumbuhan pembangunan manusia dengan pemerataan di segala bidang dan wilayah. KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

52 BAB 3 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG PENDIDIKAN 3.1. Gambaran Pencapaian Bidang Pendidikan Kepulauan Riau Salah satu sarana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah melalui pendidikan. Empat kebijakan pokok dalam pembangunan pendidikan adalah memperoleh kesempatan pendidikan, peningkatan mutu pendidikan, efisiensi manajemen pendidikan dan peningkatan relevansi pendidikan mulai anak usia dini sampai dengan usia lanjut. Program wajib belajar sembilan tahun masih terus berjalan hingga saat ini sebagai salah satu usaha pemerintah untuk meningkatkan kualitas SDM. Dengan adanya program wajib belajar ini diharapkan dapat meningkatkan angka partisipasi sekolah baik di jenjang pendidikan dasar maupun menengah.

53 BAB 3 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG PENDIDIKAN Namun demikian, pembangunan pendidikan di wilayah Provinsi Kepulauan Riau masih terdapat kesenjangan. Hal ini dapat dimengerti karena membangun pendidikan melibatkan banyak aspek, seperti sarana dan prasarana pendidikan, kualitas tenaga pendidik, dan dukungan keluarga. Selain itu, kesadaran untuk mencapai pendidikan yang lebjih tinggi juga tergantung pada pendidikan dan pendapatan keluarga. Sebagai contoh, pada keluaraga miskin orang tua dihadapkan pada pilihan menyekolahkan anak atau berhenti sekolah untuk bekerja membantu meringankan beban orang tua. Oleh karena itu program wajib belajar ini harus diikuti dengan pemenuhan sarana prasarana bangunan sekolah yang memadai. Melalui program Bantuan Operasional Sekolah (BOS), diharapkan dapat mengurangi angka putus sekolah terutama bagi anak yang kurang mampu sehingga mempunyai kesempatan yang sama dalam pendidikan. Pembangunan sumber daya manusia tidak bisa lepas dari pembangunan bidang pendidikan. Dengan SDM terdidik maka pengetahuan dan keterampilannya akan meningkat, produktivitasnya meningkat, dan pada gilirannya pendapatannya akan meningkat. Besarnya investasi di bidang pendidikan sangat menentukan berhasil tidaknya pembangunan khususnya bidang SDM. Amanat Undang-Undang, alokasi anggaran untuk pendidikan adalah sebesar 20 persen. Indikator pendidikan yang menggambarkan dimensi pengetahuan dalam IPM adalah angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Kedua indikator ini dapat dimaknai sebagai ukuran kualitas sumber daya manusia dari aspek pendidikan. Angka melek huruf menggambarkan persentase penduduk umur 15 tahun keatas yang mampu baca tulis. Sedangkan indikator rata-rata lama sekolah menggambarkan rata- KAJIAN DAN ANALIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEPRI

54 BAB 3 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG PENDIDIKAN rata jumlah tahun yang dijalani oleh penduduk usia 15 tahun ke atas untuk menempuh semua jenis pendidikan formal Angka Melek Huruf (AMH) Dari tabel 3.1 dapat terlihat selama kurun waktu angka melek huruf nasional dan provinsi-provinsi di Pulau Sumatera menunjukkan trend yang terus meningkat. Untuk Provinsi Kepulauan Riau, AMH meningkat dari 96 persen pada tahun 2005 menjadi 98,07 persen pada tahun Dari sisi pencapaian pada tahun 2013, AMH Provinsi Kepulauan Riau yang sebesar 98,07 telah melampaui capaian rata-rata nasional yaitu sebesar 94,14. Di kawasan Pulau Sumatera capaian AMH cukup membanggakan yaitu menempati urutan kedua setelah Provinsi Riau. Provinsi dengan karakteristik yang hampir sama, yaitu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung angka AMH-nya hanya sebesar 96,44 atau menempati urutan kedua terbawah di kawasan in. Keberhasilan ini tentu saja didukung oleh semua stakeholder Yang terkait dengan bidang pendidikan baik di level provinsi maupun kabupaten/kota. Prestasi ini perlu mendapatkan apresiasi yang tinggi karena tidak mudah untuk memberantas buta huruf terutama untuk golongan umur yang sudah tua. Tabel 3.1. Perbandingan Angka Melek Huruf Provinsi se Sumatera dan Indonesia Tahun (Persen) Provinsi NAD Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Babel Kepri Indonesia Sumber: Susenas KAJIAN DAN ANALIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEPRI

55 BAB 3 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG PENDIDIKAN Sumber: Susenas Tabel 3.2. Perbandingan Angka Melek Huruf Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun (Persen) Provinsi Karimun Bintan Natuna Lingga Kep. Anambas Batam Tanjungpinang KEPRI Sumber: Susenas, Jika dilihat menurut kabupaten/kota, angka melek huruf tertinggi sepanjang tahun adalah Kota Batam dimana pada tahun 2005 mencapai 98,40 persen dan terus meningkat menjadi 99,30 persen pada tahun Berikutnya Kota Tanjungpinang dengan angka melek huruf tertinggi kedua mencapai 98,74 persen KAJIAN DAN ANALIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEPRI

56 Persen BAB 3 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG PENDIDIKAN pada tahun Fenomena tingginya AMH di Kota Batam dan Kota Tanjungpinangini mudah difahami karena di dua kota ini jumlah maupun akses ke fasilitas pendidikan lebih memadai. Pencapaian tertinggi AMH berikutnya adalah Kabupaten Karimun, Bintan, dan Natuna yang memiliki angka melek huruf yang hampir sama yaitu mencapai angka diatas 97persen di tahun 2013 (Tabel 3.2). 100 Gambar 3.2. Perbandingan Angka Melek Huruf Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun (Persen) Karimun Bintan Natuna Lingga Kep. Anambas Batam Tanjungpinang KEPRI Sumber : Susenas, Selanjutnya, kabupaten dengan angka melek huruf terendah adalah di Kabupaten Kepulauan Anambas dan Kabupten Lingga dengan persentase AMH 92,14 persen dan 91,86 persen. Kedua kabupaten ini angka melek huruf nya paling rendah di Provinsi Kepulauan Riau dan dibawah angka nasional. Angka melek huruf di kedua kabupaten ini rendah dikarenakan masih ada desa/kelurahan yang sulit untuk mengakses sekolah dan tempat belajar, serta masih minimnya kesadaran orangtua untuk menyekolahkan anak-anak mereka meskipun ada program pemerintah wajib belajar 9 tahun (sekolah gratis namun pakaian dan perlengkapan sekolah lainnya serta KAJIAN DAN ANALIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEPRI

57 Persen BAB 3 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG PENDIDIKAN akses transportasi menuju ke sekolah tidak gratis), masih kurangnya kesadaran dari anak-anak usia sekolah untuk bersekolah, mereka lebih memilih untuk bekerja membantu orang tuanya bekerja mencari nafkah Gambar 3.3. Reduksi Shortfall AMH Provinsi Kepulauan Riau Tahun (Persen) Sumber : Susenas, Dalam menilai capaian indikator tertentu selain angka indikator itu sendiri, hal yang tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah reduksi shortfall. Reduksi Shortfall digunakan untuk mengukur kecepatan perkembangan IPM dan indikator-indikator pembentuknya dalam suatu kurun waktu tertentu. Reduksi shortfallamh di Provinsi Kepulauan Riau selama kurun waktu 2005 sampai dengan 2013 menunjukkan percepatan (Gambar 3.3). Semakin besar angka reduksi shortfall menunjukkan semakin pendek waktu yang diperlukan untuk mencapai AMH kondisi ideal. Dengan kata lain, reduksi shortfall menunjukkan perbandingan antara capaian yang telah ditempuh dengan capaian yang harus ditempuh untuk mencapai angka ideal. Kecepatan Provinsi Kepulauan Riau untuk mencapai angka AMH yang ideal selama periode waktu tiga tahunan, yaitu tahun , dan terus mengalami percepatan. KAJIAN DAN ANALIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEPRI

58 Persen BAB 3 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG PENDIDIKAN Di lihat secara spasial, secara selama periode waktu tiga tahunan, yaitu tahun tahun , dan , hampir semua kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Riau mengalami percepatan untuk menuju AMH yang ideal. Pada periode , tiga kabupaten/kota tercepat dalam meningkatkan AMH adalah Kota Tanjungpinang, Kota Batam dan Kabupaten Karimun. Sebaliknya, Kabupaten Lingga merupakan kabupaten terlambat dalam meningkatkan AMH selama kurun waktu tiga tahun terakhir. Keadaan ini penting untuk diperhatikan bagi para pemangku kepentingan, bagi daerah yang mempunyai reduksi shortfall tinggi berarti upaya-upaya peningkatan AMH yang dilakukan selama ini sudah tepat dan perlu untuk terus ditingkatkan. Sedangkan bagi daerah yang reduksi shortfall-nya masih rendah berarti diperlukan upaya yang lebih keras dan program-program yang lebih efisien dan efektif untuk meningkatkan AMH. Gambar 3.4. Reduksi Shortfall AMH Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun (Persen) Karimun Bintan Natuna Lingga Kep. Anambas * Batam Tanjungpinang Sumber : Susenas, Secara spasial dari tujuh kabupaten/kota di Kepulauan Riau, pencapaian AMH dan reduksi shortfall AMH yang terendah terjadi di Kabupaten Lingga ini tentu saja KAJIAN DAN ANALIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEPRI

59 BAB 3 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG PENDIDIKAN membutuhkan peran ekstra pemerintah daerah Provinsi Kepulauan Riau umumnya dan pemerintah Kabupaten Lingga pada khususnya untuk terus memajukan pendidikan di kabupaten ini agar tingkat pendidikan di kabupaten ini tidak mengalami ketertinggalan jika dibandingkan dengan kabupaten/kota yang lain Rata-rata Lama Sekolah (MYS) Indikator pendidikan lain yang merupakan komponen IPM adalah rata-rata lama sekolah. Selama periode , rata-rata lama sekolah tertinggi dalam kurun waktu terjadi di Kota Batam, nilainya diatas rata-rata lama sekolah Provinsi Kepulauan Riau dan rata-rata lama sekolah nasional. Selama kurun waktu , rata-rata lama sekolah di Kota Batam terus mengalami peningkatan dari 10,65 tahun meningkat menjadi 10,90 tahun pada 2013, yang artinya rata-rata lama sekolah di Kota Batam setara SLTA kelas 2. Berikutnya Kota Tanjungpinang dengan rata-rata lama sekolah pada tahun 2005 adalah 9,20 tahun, dan terus meningkat pada tahun 2012 menjadi 10,18 tahun. Pada Kota ini rata-rata mengenyam pendidikan selama 10 tahun yang berarti setara SLTA kelas 1. Tabel 3.3. Perbandingan Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun (Persen) Provinsi Karimun Bintan , Natuna Lingga Kep. Anambas Batam Tanjungpinang KEPRI Sumber : Susenas, KAJIAN DAN ANALIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEPRI

60 BAB 3 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG PENDIDIKAN Berikutnya Kabupaten Bintan dengan rata-rata lama sekolah pada tahun 2005 sebesar 7,28 tahun dan meningkat pada tahun 2013 menjadi 9,01 tahun, dengan kata lain di Kabupaten Bintan rata-rata lama sekolah pada tahun 2013 setara dengan SLTP kelas 3. Kabupaten Karimun rata-rata lama sekolah pada tahun 2005 selama 7,80 tahun terus naik pada tahun 2013 menjadi 8,22 tahun yang artinya di Kabupaten Karimun rata-rata mengenyam pendidikan selama 8 tahun yang artinya setara dengan SLTP kelas 2. Kabupaten Natuna pada tahun 2005 rata-rata lama sekolah 6,70 tahun dan meningkat pada tahun 2013menjadi 7,94 tahun dengan kata lain setara dengan SLTP kelas 2. Kabupaten Lingga rata-rata lama sekolah sepanjang tahun dari 7,10 tahun terus naik menjadi 7,31 tahun di 2013, dengan kata lain setara dengan SLTP kelas 1. Untuk Kabupaten Lingga selama kurun waktu terjadi kenaikan rata-rata lama sekolah hanya 0,31 tahun, hal ini menunjukkan bahwa tidak mudah bagi pemerintah untuk meningkatkan rata-rata lama sekolah penduduk. Terakhir Kabupaten Kepulauan Anambas dengan rata-rata lama sekolah 5,25 tahun pada tahun 2008 meningkat menjadi 6,68 tahun pada tahun 2013, artinya pada tahun 2005 rata-rata lama sekolah setara dengan SD kelas 5 namun terus meningkat pada tahun 2013 menjadi rata-rata lama sekolah setara dengan SLTP kelas 1. Secara keseluruhan Provinsi Kepulauan Riau selama kurun waktu terus mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2005 rata-rata lama sekolah di Provinsi Kepulauan Riau 8,10 tahun terus meningkat pada tahun 2013 menjadi 9,91 tahun dengan kata lain secara umum di Provinsi Kepulauan Riau rata-rata lama sekolah setara dengan SLTA kelas 1.Sama halnya dengan Kabupaten Lingga dan Kabupaten Anambas, memiliki rata-rata lama sekolah yang relative sangat rendah sehingga membutuhkan perhatian khusus dari pemerintah setempat untuk terus memacu KAJIAN DAN ANALIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEPRI

61 BAB 3 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG PENDIDIKAN penduduknya untuk terus bersekolah dan pemerintah juga harus melengkapi fasilitas penunjang pendidikan. Gambar 3.5. Perbandingan Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun (Persen) P e r s e n Karimun Bintan Natuna Lingga Kep. Anambas Batam Tanjungpinang KEPRI Sumber : Susenas, Untuk Rata-rata Lama Sekolah (MYS) Provinsi Kepulauan Riau jika kita hitung reduksi shortfall-nya (lihat gambar 3.6), semakin tinggi kecepatan peningkatan MYS Provinsi Kepulauan Riau, semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk mencapai MYS yang ideal karena reduksi shortfall merupakan gambaran laju perkembangan AMH yang ideal untuk mencapai nilai idealnya yaitu 15. Dengan kata lain, reduksi shortfall menunjukkan perbandingan antara capaian yang telah ditempuh dengan capaian yang harus ditempuh untuk mencapai angka ideal. Untuk MYS, kecepatan Provinsi Kepulauan Riau untuk mencapai angka yang ideal selama periode waktu tiga tahunan sempat mengalami perlambatan di periode tahun , namun Provinsi Kepulauan Riau kembali mengejar ketertinggalannya di tahun dengan reduksi shortfall12,84 persen. KAJIAN DAN ANALIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEPRI

62 Persen BAB 3 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG PENDIDIKAN Gambar 3.6. Reduksi Shortfall MYS Provinsi Kepulauan Riau Tahun (Persen) Sumber : Susenas, Gambar 3.7. Reduksi Shortfall MYS Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun (Persen) (0.42) Karimun Bintan Natuna Lingga Kep. Anambas * Batam Tanjungpinang Sumber : Susenas Dilihat secara spasial, kecepatan kabupaten/kota untuk mencapai angka MYS yang ideal selama periode waktu tiga tahunan, yaitu tahun , dan terus mengalami percepatan (Gambar 3.7). Hampir semua kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Riau yang mengalami percepatan untuk menuju MYS yang ideal. Kota Tanjungpinang dengan reduksi shortfall tertinggi dalam kurun waktu tiga tahun terakhir jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Provinsi Kepulauan Riau KAJIAN DAN ANALIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEPRI

63 BAB 3 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG PENDIDIKAN meskipun pada kurun waktu sempat mengalami perlambatan dalam mencapai angka MYS yang ideal. Kabupaten Bintan pada kurun waktu tiga tahun terakhir mengalami perlambatan pergerakan menuju ke MYS yang ideal, hal ini tentu saja membutuhkan peran ekstra pemerintah daerah Provinsi Kepulauan Riau umumnya dan pemerintah Kabupaten Bintan pada khususnya untuk terus memajukan pendidikan di kabupaten ini agar tingkat pendidikan di Kabupaten ini tidak mengalami ketertinggalan jika dibandingkan dengan kabupaten/kota yang lain. Sedangkan Kota Tanjungpinang terus mengalami percepatan MYS selama kurun waktu Tabel 3.4. Perbandingan Rata-rata Lama Sekolah Provinsi se Sumatera dan Indonesia Tahun (Persen) Provinsi NAD Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Babel Kepri Indonesia Sumber : Susenas, Pada tahun 2013, rata-rata lama sekolah Provinsi Kepulauan Riau yang tertinggi jika dibandingkan dengan Provinsi lain se-sumatera dengan rata-rata lama sekolah 9,91 tahun setara dengan kelas 1 SLTA. Rata-rata lama sekolah Provinsi Kepulauan Riau diatas nasional. Berikutnya Provinsi Sumatera Utara dimana pada tahun 2013, rata-rata lama sekolah 9,13 tahun setara dengan lulus SMP. Pada posisi KAJIAN DAN ANALIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEPRI

64 BAB 3 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG PENDIDIKAN berikutnya adalah Provinsi Aceh dengan rata-rata lama sekolah tahun 2013selama 9,02 tahun, Provinsi Riau dengan rata-rata lama sekolah selama 8,78 tahun, Provinsi Sumatera Barat 8,63 tahun dan Provinsi Bengkulu selama 8,55 tahun. Provinsi dengan rata-rata lama sekolah menduduki peringkat empat terbawah di wilayah Sumatera adalah Jambi, Sumatera Selatan, Lampung dan Bangka Belitung dengan masing-masing rata-rata lama sekolah pada tahun 2013 adalah 8,32 tahun, 8,04 tahun, 7,89 tahun dan 7,73 tahun Gambar 3.8. Perbandingan Rata-rata Lama Sekolah Provinsi se Sumatera dan Nasional Tahun (Persen) P e r s e n NAD Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Babel Kepri Indonesia Sumber : Susenas, Berdasarkan capaian rata-rata lama sekolah dikaitkan dengan target yang diusulkan oleh United Nation for Development Programs, maka rata-rata pendidikan penduduk di Provinsi se-sumatera relatif tertinggal. Masih perlu kerja keras pemerintah untuk mengejar ketertinggalan sampai batas minimal pendidikan yang diusulkan UNDP (15 tahun atau setara sekolah menengah). Perlunya komitmen pemerintah dan kesadaran masyarakat akan pentingnya bersekolah perlu terus KAJIAN DAN ANALIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEPRI

65 BAB 3 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG PENDIDIKAN digalakkan dan disosialisasikan agar dalam jangka panjang terwujud SDM yang berkualitas.selai itu, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau perlu meningkatkan pendidikan denganmengalokasikan anggaran pendidikan lebih besar lagi melalui Dinas Pendidikan maupun melalui satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait Angka Partisipasi Sekolah (APS) Angka Partisipasi Sekolah (APS) merupakan indikator yang mengukur pemerataan akses terhadap pendidikan. Secara umum APS Provinsi Kepulauan Riau mengalami peningkatan dari tahun pada setiap kelompok umur sekolah, dimana capaian APS 7-12 tahun sudah cukup tinggi. Namun demikian, APS 7-12 tahun dalam kurun waktu mengalami sedikit penurunan, sebesar 1,15 persen. Hal lain yang patut dicermati yaitu belum semua penduduk pada kelompok umur 7-12 tahun dan tahun yang merupakan kelompok umur wajib belajar 9 tahun dapat berpartisipasi dalam pendidikan formal. Selain itu angka APS menunjukkan kecenderungan yang semakin rendah untuk kelompok umur tahun atau setara dengan partisipasi sekolah untuk SLTA. Pada tahun 2013 APS untuk kelompok umur tahun sebesar 68,21 persen meningkat cukup signifikan dibanding APS kelompok umur tersebut pada tahun 2005 (Tabel 3.5). KAJIAN DAN ANALIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEPRI

66 BAB 3 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG PENDIDIKAN Tabel 3.5. Perbandingan Angka Partipasi Sekolah Berdasarkan Kelompok Umur Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2005 dan 2013 (Persen) Kelompok Umur (Tahun) Provinsi Karimun Bintan Natuna Lingga Kep. Anambas * Batam Tanjungpinang KEPRI Sumber : Susenas * Untuk Kabupaten Kepulauan Anambas data yang digunakan tahun Gambar 3.9. Perbandingan APS Menurut Kelompok Umur Provinsi Kepulauan Riau Tahun (Persen) P e r s e n Sumber : Susenas, Kecenderungan yang sama terlihat untuk level kabupaten/kota. Angka Partisipasi Sekolah (APS)kurun waktu pada kelompok umur 7-12 tahun dan tahun sangat tinggi. Namun pada kelompok umur tahun APS Kabupaten/Kotanya sangat bervariatif. Sebagai contoh, pada tahun 2013 APS KAJIAN DAN ANALIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEPRI

67 BAB 3 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG PENDIDIKAN Kabupaten Natuna untuk kelompok umur tahun mencapai 91,45 persen sedangkan Kabupaten Karimun, Lingga dan Kota Batam APS untuk kelompok umur tersebut hanya kurang dari 70 persen. Untuk kelompok umur 7-12 tahun, Kabupaten Karimun adalah Kabupaten dengan APS tertinggi pada tahun 2013 sebesar 99,72 persen, terjadi peningkatan 0,22 persen dibandingkan tahun Berikutnya Kabupaten Natuna dengan APS tertinggi kedua sebesar 99,62 persen pada tahun 2013 atau naik 3,52 persen dibandingkan tahun Kabupaten Kepulauan Anambas dengan APS tertinggi ketiga sebesar 99,42 persen. Kabupaten Bintan dengan APS sebesar 99,05 persen pada 2013 naik 2,15 persen dibandingkan tahun Kota Batam pada kelompok umur ini APS nya 98,57 persen pada tahun 2013 naik 1,77 persen dibandingkan tahun Kelima Kabupaten/Kota ini nilai APS nya diatas nilai APS Provinsi Kepulauan Riau. Sebaliknya Kota Tanjungpinang, terjadi penurunan nilai APS dimana pada tahun 2013 APS Kota Tanjungpinang sebesar 96,33 persen turun jika dibandingkan tahun 2005 sebesar 98,10 persen. APS terendah pada kelompok umur ini adalah di Kabupaten Lingga dengan APS terendah pada tahun 2013 yaitu 94,39 persen turun 3,41 persen dibandingkan tahun Dari fenomena ini dapat disimpulkan masih perlunya peran pemerintah dalam bidang pendidikan terutama untuk usia sekolah SD, agar semua anak dalam usia sekolah ini dapat dengan mudah mengenyam pendidikan dasar. KAJIAN DAN ANALIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEPRI

68 Persen BAB 3 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG PENDIDIKAN Gambar Perbandingan APS Menurut Kelompok Umur 7-12 tahun Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun (Persen) Sumber : Susenas, APS tertinggi untuk kelompok umur tahun terjadi di Kota Tanjungpinang, dengan persentase APS tahun 2013 mencapai 100 persen, naik 3,10 persen dibandingkan tahun Peringkat kedua adalah Kabupaten Karimun dengan persentase APS 98,60 persen pada tahun 2013, naik 10,50 persen dibandingkan tahun Berikutnya Kabupaten Natuna dengan persentase APS 96,20 persen naik 3,90 persen jika dibandingkan tahun Ketiga Kabupaten ini APS nya diatas APS Provinsi Kepulauan Riau. Kabupaten Lingga masih menjadi Kabupaten dengan APS terendah pada kelompok umur tahun ini dengan capaian 84,89 persen, meskipun perkembangannya cukup baik jika dibandingkan dengan tahun 2005 dengan APS 70,00 persen atau naik 14,89 persen dalam kurun waktu delapan tahun. (Gambar 3.11) KAJIAN DAN ANALIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEPRI

69 Persen BAB 3 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG PENDIDIKAN Gambar Perbandingan APS Menurut Kelompok Umur tahun Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun (Persen) Sumber : Susenas, Capaian APS pada kelompok umur tahuntertinggi pada Kabupaten Natuna pada tahun 2013 sebesar 91,45 persen naik lebih dari 29 persen dibandingkan tahun 2005, dan nilainya jauh diatas APS Provinsi Kepulauan Riau. Berikutnya APS Kota Tanjungpinang tahun 2013 sebesar 77,87 persen atau naik 3,47 persen dibandingkan tahun 2005, diikuti APS Kabupaten Kepulauan Anambas pada tahun 2013 sebesar 77,16 persen, Kabupaten Bintan dengan nilai APS pada tahun 2013 sebesar 70,48 persen naik 12,18 persen jika dibandingkan dengan tahun Jika diamati lebih jauh, terjadi disparitas yang mencolok untuk APS kelompok umur ini. APS Kabupaten Natuna pada tahun 2013 mencapai lebih dari 90 persen sedangkan APS tiga kabupaten/kota terendah APSnya kurang dari 70 persen yaitu Kabupaten Karimun, Lingga dan Kota Batam. Untuk hal ini masih diperlukan peran aktif pemerintah untuk terus memajukan pendidikan terutama di Kota Batam dimana Kota Batam merupakan kota penggerak perekonomian Kepulauan Riau. (Gambar 3.12.) KAJIAN DAN ANALIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEPRI

70 BAB 3 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG PENDIDIKAN Gambar Perbandingan APS Menurut Kelompok Umur tahun Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun (Persen) P e r s e n Karimun Bintan Natuna Lingga Kep. Anambas * Sumber : Susenas Batam Tanjungpinang 3.2. Tantangan Bidang Pendidikan Kepulauan Riau Pendidikan merupakan salah satu komponen dalam peningkatan SDM, karenanya kualitas dan mutu pendidikan di provinsi ini harus terus ditingkatkan dan harus terus mendapat perhatian khusus dari pemerintah agar kualitas SDM di provinsi ini dapat dibanggakan dan dapat bersaing dengan SDM dari provinsi dan negara lainnya. Dalam hal pendidikan berkaitan erat dengan masalah bangunan fisik dari gedung/fasilitas pendidikan yaitu sekolah. Pada tahun 2013 ini, di Provinsi Kepulauan Riau gedung sekolah baik dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi memang terkonsentrasi di Kota Batam. Hal ini tentu saja disatu sisi menguntungkan bagi masyarakat Kota Batam dengan mudahnya mereka dapat mengakses pendidikan yang terbaik.sedangkan di sisi lainnya bagi masyarakat kabupaten seperti Lingga, Natuna dan Kepulauan Anambas, ketiga kabupaten ini masih harus terus mendapatkan perhatian khusus dari Pemerintah setempat untuk terus memajukan dan membangun fasilitas pendidikan, memudahkan akses menuju sekolah, pemberian bantuan atau KAJIAN DAN ANALIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEPRI

71 BAB 3 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG PENDIDIKAN beasiswa bagi siswa berpresetasi dan bagi siswa yang kurang mampu, serta penyediaan asrama-asrama gratis bagi siswa yang bersekolah jauh dari tempat tinggal mereka. Hal ini tentu saja membutuhkan waktu yang tidak sedikit, perlu banyak waktu yang dibutuhkan pemerintah untuk perbaikan dalam segala hal di sektor pendidikan Rasio Murid Guru Pada tahun 2013, dapat dilihat bahwa rasio jumlah murid guru SD/MI di Provinsi Kepulauan Riau secara keseluruhan 14 dan 12, dengan kata lain tiap guru SD dapat mendidik/mengajar rata-rata 14 orang murid untuk SD dan 12 orang murid untuk MI. Kota batam dengan rasio murid guru SD tertinggi pada tahun 2013, sebesar 25, yang artinya satu orang guru SD mendidik/mengajar rata-rata 25 orang murid SD dan ratio murid guru terendah di Kabupaten Lingga dimana satu orang guru SD mendidik/mengajar rata-rata 7 orang murid saja. Untuk Kabupaten Lingga sendiri terdapat orang guru SD sedangkan jumlah murid SD pada tahun 2013 di Kabupaten ini hanya orang sehingga terjadi ketidakseimbangan antara jumlah guru dengan peserta didik. Pada tahun 2013, dapat dilihat bahwa rasio jumlah murid guru SD/MI di Provinsi Kepulauan Riau secara keseluruhan 14 dan 12, dengan kata lain tiap guru SD dapat mendidik/mengajar rata-rata 14 orang murid untuk SD dan 12 orang murid untuk MI. Kota batam dengan rasio murid guru SD tertinggi pada tahun 2013, sebesar 25, yang artinya satu orang guru SD mendidik/mengajar rata-rata 25 orang murid SD dan ratio murid guru terendah di Kabupaten Lingga dimana satu orang guru SD mendidik/mengajar rata-rata 7 orang murid saja. Untuk Kabupaten Lingga sendiri KAJIAN DAN ANALIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEPRI

72 BAB 3 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG PENDIDIKAN terdapat orang guru SD sedangkan jumlah murid SD pada tahun 2013 di Kabupaten ini hanya orang sehingga terjadi ketidakseimbangan antara jumlah guru dengan peserta didik. Tabel 3.6. Perbandingan Rasio Murid Guru Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan RiauTahun 2013 Kabupaten/Kota SD MI SMP MTS SMA MA Karimun Bintan Natuna Lingga Kep. Anambas Batam Tanjungpinang KEPRI Sumber : Dinas Pendidikan Prov Kepri, 2013 Untuk tingkat SMP, ratio murid guru tertinggi di Kabupaten Karimun, dimana satu orang guru mendidik/mengajar rata-rata 21 orang murid SMP dan terendah di Kabupaten Kepulauan Anambas dan Kabupaten Natuna dimana satu guru hanya mengajar 11 orang murid saja. Sama halnya untuk tingkat SMP, ratio murid guru tertinggi di Kabupaten Bintan dimana satu orang guru mendidik 25 orang murid, di Kabupaten ini juga terjadi ketidakseimbangan jumlah murid dan guru dimana pada tahun 2013 sebanyak orang murid dididik/diajar oleh 233 orang guru. Sedangkan ratio murid guru terendah di Kabupaten Natuna dimana satu orang guru mendidik 8 orang murid dimana pada tahun 2013 guru SMA di Kabupaten Natuna sebanyak 279 orang dengan peserta didik sebanyak orang. Jika dilihat dari jumlah yang tidak seimbang ini seharusnya pemerintah dapat mengambil tindakan yang tepat dalam pola recruitment tenaga KAJIAN DAN ANALIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEPRI

73 BAB 3 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG PENDIDIKAN pengajar. Bagi kabupaten/kota yang sudah cukup/berlebih tenaga pengajarnya bisa dilakukan moratorium. Sedangkan untuk kabupaten/kota yang masih kekurangan tenaga pengajar perlu segera dipenuhi Rasio Murid Sekolah Pada tahun 2013, dapat dilihat bahwa rasio jumlah murid sekolah pada tingkat SD di Provinsi Kepulauan Riau sebesar 198 orang murid per sekolah. Rasio tertinggi di Kota Batam dimana rata-rata satu sekolah menampung 369 orang murid. Sedangkan rasio terendah di Kabupaten Lingga dimana rata-rata satu sekolah hanya menampung 85 orang murid saja, yg artinya jika dibagi rata menjadi 6 kelas maka di Kabupaten Lingga hanya terdapat 14 orang murid saja setiap kelas. P e r s e n Gambar Perbandingan Rasio Murid Sekolah Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2013 (Persen) - SD MI SMP MTS SMA MA Karimun Bintan Natuna Lingga Kep. Anambas Batam Tanjungpinang KEPRI Sumber : Dinas Pendidikan Prov. Kepri, 2013 Berikutnya untuk tingkat SMP, rasio murid sekolah tertinggi terjadi di Kota Tanjungpinang dimana rata-rata satu sekolah menampung 357 orang murid, dimana tiap tingkat terdapat 119 orang murid. Di Kota Tanjungpinang jumlah muridnya lebih KAJIAN DAN ANALIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEPRI

74 BAB 3 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG PENDIDIKAN banyak jika dibandingkan dengan daerah lain dikarenakan Kota Tanjungpinang adalah Kota tujuan bagi murid-murid dari daerah Kabupaten Lingga, Natuna dan Kepulauan Anambas untuk melanjutkan sekolah, dikarenakan biaya pendidikan dan biaya hidup di Kota Tanjungpinang lebih murah jika dibandingkan dengan Kota Batam. Kabupaten Kepulauan Anambas rata-rata satu sekolah SMP hanya terdapat 90 orang murid saja. Demikian juga untuk tingkat SMA, rasio murid sekolah tertinggi terjadi di Kota Tanjungpinang, dimana satu sekolah menampung 425 orang murid, pertambahan murid ini terjadi dikarenakan banyak anak-anak dari daerah terpencil yang melanjutkan pendidikan tingkat atasnya di Kota Tanjungpinang, kebanyakan dari murid-murid yang merantau ini berencana akan kembali melanjutkan pendidikan ke bangku univesitas yang ada di Kota Tanjungpinang. Disini perlunya peran pemerintah untuk membangun sekolah-sekolah yang lebih baik di Kabupaten Lingga, Natuna dan Kepulauan Anambas agar para siswa di daerah tersebut dapat mengenyam pendidikan dengan kualitas dan mutu, sarana dan prasarana yang lebih baik dan dapat dengan mudah diakses untuk dapat menuju ke sekolah-sekolah yang ada Angka Putus Sekolah Jumlah siswa SD yang putus sekolah di Provinsi Kepulauan Riau cukup tinggi, terdapat 207 orang siswa. Dimana angka putus sekolah tertinggi di Kota Batam sebanyak 87 orang siswa, angka ini jika dibiarkan akan terus bertambah tiap tahunnya. Untuk tingkat SMP/MTs jumlah anak putus sekolah di Provinsi Kepulauan Riau sebanyak 113 orang, tidak sebanyak jumlah angka putus sekolah tingkat SD. Namun hal ini tentu saja tetap menjadi perhatian pemerintah mengingat program KAJIAN DAN ANALIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEPRI

75 BAB 3 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG PENDIDIKAN pemerintah wajib belajar 9 tahun. Kabupaten Lingga dengan jumlah angka putus sekolah terbanyak sebanyak 38 orang siswa. Untuk tingkat SMA/SMK/MA, terdapat 223 orang siswa putus sekolah di Provinsi ini dengan angka putus sekolah terbanyak di Kabupaten Karimun sebanyak 87 orang siswa. Tabel 3.7. Banyaknya Murid Putus Sekolah Menurut Status Sekolah Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2013 (Orang) Kabupaten/Kota SD SMP MTs SMA SMK MA Karimun Bintan Natuna Lingga Kep. Anambas Batam Tanjungpinang KEPRI Sumber : Dinas Pendidikan Prov. Kepri Kejadian putus sekolah di Provinsi Kepulauan Riau ini disebabkan beberapa faktor, antara lain: pernikahan dini, banyaknya pendatang dari luar daerah yang menetap di Provinsi Kepulauan Riau yang memang sudah putus sekolah saat datang, serta mereka yang berhenti sekolah karena keterbatasan ekonomi dan tuntutan bagi anak-anak usia sekolah untuk bekerja mencari nafkah membantu ekonomi keluarganya. Dalam hal ini pemerintah harus terus berperan aktif untuk terus meningkatkan pelaksanaan paket-paket A,B dan C dengan gratis agar anak-anak putus sekolah dapat kembali melanjutkan pendidikan meskipun sambil bekerja mencari nafkah, agar kelak mereka dapat mendapatkan pekerjaan yang lebih baik lagi dengan modal pendidikan yang lebih baik. KAJIAN DAN ANALIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEPRI

76 BAB 3 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG PENDIDIKAN Gambar Persentase Angka Putus Sekolah Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2013 (Persen) SD SMP MTs SMK SMA MA Sumber : Dinas Pendidikan Prov. Kepri, Jumlah Perguruan Tinggi Jumlah perguruan tinggi di Provinsi Kepulauan Riau masih terbilang relatif sedikit hanya terdapat 36 perguruan tinggi, dimana hanya terdapat 1 saja perguruan tinggi negeri dan sisanya perguruan tinggi swasta. Jurusan yang ditawarkan juga masih terbatas, hal ini yang membuat anak-anak sekolah lebih memilih melanjutkan pendidikan kuliahnya di luar provinsi ini. Pencapaian akreditasi juga masih menjadi masalah di Provinsi ini, baru terdapat dua perguruan tinggi yang berakreditasi B. Perlu adanya peran pemerintah dan perguruan tinggi untuk bekerjasama memajukan dunia pendidikan tinggi di provinsi ini, agar di bumi segantang lada ini memiliki lulusan-lusan sarjana yang berkualitas yang berasal dari daerahnya sendiri. KAJIAN DAN ANALIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEPRI

77 BAB 3 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG PENDIDIKAN Gambar Jumlah Perguruan Tinggi di Provinsi Kepulauan Riau dan Sebarannya Tahun 2013 (Lembaga) Negeri Swasta Karimun Bintan Natuna Lingga Kep. Anambas Batam Tanjungpinang Sumber : Dinas Pendidikan Prov. Kepri, Kondisi Gedung Sekolah Rusak Secara keseluruhan jumlah bangunan sekolah yang rusak ringan di Provinsi Kepulauan Riau sebanyak 517 gedung, dimana kerusakan terbanyak terdapat di Kota Batam (137 gedung), dan 197 gedung yang mengalami rusak berat dimana kerusakan terbanyak di Kota Batam juga (63 gedung) (Gambar 3.16.) Jika kita melihat besaran anggaran pemerintah untuk bidang pendidikan dari anggaran APBD Provinsi Kepulauan Riau yang hanya 14 persen saja, tidak sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku dimana anggaran untuk bidang pendidikan sebesar 20 persen. Harusnya pemerintah lebih peduli dan cepat tanggap untuk masalah pendidikan, dengan memaksimalkan anggaran yang ada pemerintah dapat secara bertahap memperbaiki bangunan fisik gedung sekolah yang ada agar para siswa dapat dengan nyaman dan aman belajar di sekolah. KAJIAN DAN ANALIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEPRI

78 BAB 3 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG PENDIDIKAN Pemerintah juga harus terus berperan aktif dalam sektor pendidikan dengan pemenuhan sarana dan prasarana fisik yang mendukung kegiatan belajar mengajar seperti didirikannya sekolah-sekolah baru di pelosok-pelosok desa, dibangunnya bangunan/bangunan kelas baru, perbaikan pada gedung sekolah yang mengalami kerusakan, membangunan sarana penunjang pendidikan seperti perpustakaan, menyediakan mobil perpustakaan keliling, memberikan bantuan pendidikan seperti beasiswa bagi siswa berprestasi dan siswa yang tidak mampu Gambar Jumlah Kondisi Gedung Sekolah di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2013 (Gedung) Kep. Tanjungpi Karimun Bintan Natuna Lingga Batam Anambas nang Rusak Ringan Rusak Berat Sumber : Dinas Pendidikan Prov. Kepri, 2013 KAJIAN DAN ANALIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEPRI

79 BAB 4 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG KESEHATAN Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan pelayanan kesehatan.pembangunan kesehatan juga harus dipandang sebagai suatu investasi dalam kaitannya untuk mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pembangunan ekonomi, serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan.

80 BAB 4 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG KESEHATAN 4.1. Gambaran Pencapaian Bidang Kesehatan di Provinsi Kepulauan Riau Pembangunan kesehatan merupakan fokus utama pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat disamping pengembangan ekonomi kerakyatan dan pembangunan pendidikan. Tujuan pembangunan di bidang kesehatan adalah tercapainya masyarakat yang sehat, sejahtera, memiliki aksesbilitas dan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas, merata, berkeadilan, dan secara bertahap masyarakat diharapkan dapat mandiri serta memiliki derajat kesehatan yang optimal. Selama periode tahun 2005 sampai dengan 2013 berbagai capaian yang menggambarkan derajat kesehatan masyarakat Provinsi Kepulauan Riau dapat digambarkan melalui dua indikator yaitu indikator sehat dan indikator perilaku sehat Indikator Sehat Indikator sehat diartikan sebagai variabel yang dapat digunakan untuk mengukur perubahan kualitas kesehatan masyarakat. Beberapai variabel dapat menggambarkan indikator sehat adalah Angka Harapan Hidup (AHH), angka morbiditas (angka kesakitan), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) Angka harapan hidup (AHH) adalah perkiraan jumlah tahun hidup/umur penduduk di suatu negara atau wilayah tertentu. Peningkatan usia harapan hidup penduduk dari suatu wilayah merupakan efek keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial ekonomi di daerah tersebut. Meningkatnya pelayanan dan akses terhadap fasilitas kesehatan yang diikuti perbaikan ekonomi dan KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

81 AHH (Tahun) BAB 4 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG KESEHATAN pendidikan masyarakat pada gilirannya akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan memperpanjang usia harapan hidupnya. Pada tahun 2005 angka harapan hidup Provinsi Kepulauan Riau sebesar 69,50 tahun dan secara gradual meningkat hingga mencapai 69,97 tahun pada tahun Angka 69,97 mengindikasikan bahwa secara rata-rata perkiraan umur penduduk Provinsi Kepulauan Riau sekitar 70 tahun. Tingkat harapan hidup Provinsi Kepulauan Riau berada di bawah rata-rata nasional yang senilai 70,07 tahun.secara series tahunan perbandingan angka harapan hidup antara nasional dan Provinsi Kepulauan Riau menunjukkan pola yang berbeda.di tingkat nasional pergerakan kenaikan angka harapan hidup sangat terlihat jelas, namun di tingkat Provinsi Kepulauan Riau pergerakannya cenderung moderat. Gambar 4.1 Perkembangan Angka Harapan Hidup di Indonesia dan Provinsi Kepulauan Riau Tahun (tahun) AHH Provinsi AHH Nasional Sumber: BPS, diolah KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

82 BAB 4 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG KESEHATAN Tabel 4.1.Perbandingan Angka Harapan Hidup Provinsi se-sumatera Tahun 2005, 2009 dan 2013 (tahun) Angka Harapan Hidup (tahun) Propinsi (1) (2) (3) (4) NANGGROE ACEH DARUSSALAM SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT RIAU JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU Sumber : BPS, diolah KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

83 BAB 4 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG KESEHATAN Capaian Angka Harapan Hidup Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2005 dan 2009 berada di posisi ke dua dibandingkan wilayah lain di Sumatera. Provinsi Riau menempati posisi angka harapan hidup tertinggi di seluruh Sumatera.Namun pada kurun waktu terjadi percepatan perubahan angka harapan hidup di Provinsi Bengkulu, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Lampung, dan Provinsi Kepulauan Riau berada di posisi ke empat. Perubahan posisi angka harapan hidup ini menunjukkan akselerasi provinsi lain dalam mempercepat perbaikan kualitas kesehatan penduduknya lebih tinggi dibanding Provinsi Kepulauan Riau. Gambar 4.2 Perkembangan Angka Harapan Hidup Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2005 dan 2013 (tahun) Kepri Tj Pinang Batam Kep. Anambas Lingga Natuna Bintan Karimun AHH (Tahun) Sumber: BPS, diolah Secara spasial menurut kabupaten/kota menunjukkan bahwa angka harapan hidup tertinggi di Kota Batam pada kisaran 70 sampai dengan 80 tahun sedangkan yang terendah di Kabupaten Kepulauan Anambas pada kisaran 67 dan 68 tahun. KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

84 BAB 4 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG KESEHATAN Rendahnya angka harapan hidup di Kabupaten Kepulauan Anambas yang merupakan kabupaten termuda lebih disebabkan masih belum maksimalnya layanan kesehatan di wilayah ini.pengelompokan angka harapan hidup per kabupaten/kota yang dibandingkan terhadap angka harapan hidup provinsi menunjukkan bahwa level Kabupaten Karimun, Kabupaten Lingga, dan Kota Batam berada di atas provinsi. Kesimpulannya, derajat kesehatan di tiga wilayah tersebut sudah memadai. Di sisi lain, perbandingan rentang antara capaian angka harapan hidup tertinggi dan terendah di kabupaten/kota Provinsi Kepulauan Riau semakin menyempit yang menunjukkan semakin berkurangnya kesenjangan antar wilayah. Pada tahun 2005 selisih angka harapan hidup tertinggi dan terendah sebesar 2,97 point kemudian kesenjangannya menyempit di tahun 2013 menjadi 2,39 point. Gambar 4.3 Reduksi Shortfall Angka Harapan Hidup (AHH) Provinsi Kepulauan Riau Tahun (persen) Sumber: BPS, diolah Berdasarkan penghitungan reduksi shortfall angka harapan hidup, kecepatan Provinsi Kepulauan Riau dalam mencapai target ideal yaitu 85 tahun cenderung mengalami penurunan. Dalam jangka waktu tiga tahunan yaitu reduksi shortfall mencapai KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

85 BAB 4 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG KESEHATAN 4,46 persen. Namun dalam periode tiga tahunan berikutnya yaitu dan besaran reduksi shortfall dibawah 1,50 persen. Kondisi ini menunjukkan telah terjadi perlambatan kecepatan dalam pencapaian angka harapan hidup ideal yang berimbas pada menurunnya peringkat angka harapan hidup Provinsi Kepulauan Riau. Kecepatan pembangunan kesehatan level kabupaten/kota yang direpresentasikan oleh besaran reduksi shortfall bervariasi di tiap periodenya. Pada periode tahun semua kabupaten/kota mampu memacu diri sehingga kecepatannya dalam mencapai batas ideal AHH (85 tahun) di atas 3 persen.hal ini disebabkan pada periode ini adalah periode awal terbentuknya Provinsi Kepulauan Riau dimana berbagai usaha peningkatan kualitas kesehatan sedang gencar digalakkan.pada periode ini Kabupaten Natuna dan Kabupaten Lingga mencatat kecepatan capaian AHH paling tinggi pada kisaran 4 dan 5.Pada periode berikutnya secara berlahan terjadi penurunan kecepatan.kabupaten Bintan dan Karimun pada kurun waktu tercatat sebagai daerah dengan reduksi shortfall terendah, sementara Kabupaten Natuna dan Lingga masih tetap tertinggi capaian reduksi shortfallnya.selanjutnya, pada kurun waktu reduksi shortfall tertinggi adalah Kabupaten Kepulauan Anambas dan terendah Kota Tanjung Pinang. Meskipun secara absolut raihan angka harapan hidup Kabupaten Kepulauan Anambas di bawah rata-rata provinsi namun capaian reduksi shortfall yang cukup tinggi mengindikasikan bahwa daerah ini sedang giat berupaya meningkatkan kualitas kesehatan penduduknya. KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

86 BAB 4 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG KESEHATAN Tabel 4.2. Reduksi Shortfall Angka Harapan Hidup Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun (tahun) Kabupaten/Kota (1) (2) (3) (4) Karimun 3,54 0,98 1,32 Bintan 3,56 0,91 1,32 Natuna 5,33 2,05 1,58 Lingga 4,97 3,01 2,12 Kep. Anambas n.a. n.a. 2,26 Batam 3,49 1,32 1,08 Tanjungpinang 3,70 1,41 0,87 Kepulauan Riau 4,76 1,30 1,12 Sumber : BPS, diolah Penduduk yang mengalami morbiditas adalah penduduk yang mengalami keluhan kesehatan dan menyebabkan terganggunya kegiatan sehari-hari. Angka morbiditas (kesakitan) level Provinsi Kepulauan Riau mengalami fluktuasi sepanjang tahun 2005 sampai dengan Diawali pada tahun 2005 persentase penduduk yang mengalami keluhan kesehatan dan merasa terganggu aktivitas sehari-harinya sebesar 15,4 persen dan selanjutnya angka kesakitan Provinsi Kepulauan Riau mengalami variasi dengan angka tertinggi pada tahun 2009 yang mencapai 21,35 persen dan terendah tahun 2011 sebesar 11,36 persen. Pada tahun 2012 angka morbiditas mencapai 13,51 persen yang berarti dari setiap 100 penduduk Provinsi Kepulauan Riau sekitar 14 orang diantaranya mengaku mengalami keluhan kesehatan yang menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari. Memasuki tahun 2013 terjadi kenaikan yang cukup tinggi pada angka kesakitan yaitu 24,39 persen. Diantara penduduk yang terganggu kesehatannya, rata-rata lamanya sakit penduduk Provinsi Kepulauan Riau pada kisaran 3 sampai 6 hari.namun demikian terlihat adanya kecenderungan rata-rata lamanya hari sakit sepanjang adalah 4 hari. KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

87 Angka Kesakitan (persen) Rata-rata Lamanya Sakit (hari) BAB 4 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG KESEHATAN Gambar 4.4. Perkembangan Angka Kesakitan Provinsi Kepulauan Riau, Tahun (persen) Gambar 4.5. Perkembangan Rata-rata Lamanya Sakit Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2005 dan Tahun Angka Kesakitan Sumber: BPS, diolah Kualitas kesehatan yang ditinjau dari angka kesakitan (morbiditas) dan ratarata lamanyasakit menurut kabupaten/kota menunjukkan pola yang beragam. Angka kesakitan di Kabupaten Karimun sepanjang tahun 2005 sampai 2013 paling rendah diantara kabupaten/kota lain di Provinsi Kepulauan Riau yaitu di bawah 15 persen. Kabupaten Bintan dan Natuna mempunyai kecenderungan angka kesakitan dengan batas atas 30 persen.level angka kesakitan tertingi terjadi di Kabupaten Lingga dengan batas atas mendekati 38 persen. Sementara Angka morbiditas Kabupaten Anambas, Kota Batam dan Tanjung Pinang mempunyai batas atas 25 persen. Rata-rata lamanya sakit tertinggi terjadi di Kabupaten Natuna dengan kisaran jumlah hari sakit 4 sampai dengan 7 hari. Sementara itu kabupaten/kota lainnya kisaran jumlah hari sakitnya lebih rendah yaitu 3 sampai 6 hari. KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

88 BAB 4 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG KESEHATAN Dengan membandingkan antara data angka kesakitan dan angka rata-rata lamanya hari sakit dapat diambil kesimpulan bahwa angka kesakitan dalam periode 2005 sampai dengan 2013 mengalami peningkatan yang diikuti oleh kenaikan ratarata lama sakit. Gambar 4.6. Perkembangan Angka Kesakitan Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2005 dan 2013 (persen) Gambar 4.7. Perkembangan Rata-rata Lamanya Sakit Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2005 dan 2013 (hari) Kepri 24.4 Kepri 4.3 Tj Pinang 13.7 Tj Pinang 5.4 Batam 14.6 Batam 3.6 Kep. Anambas 15 Kep. Anambas 4.4 Lingga 17.3 Lingga 6.1 Natuna 13.3 Natuna 4.8 Bintan 13.9 Bintan 5.5 Karimun 6.1 Karimun Angka Kesakitan (persen) Sumber: BPS, diolah Rata-rata Lama Sakit (hari) Angka Kematian Bayi (AKB) menunjukkan banyaknya kematian bayi usia 0 tahun dari setiap 1000 kelahiran hidup pada tahun tertentu atau dapat dikatakan juga sebagai probabilitas bayi meninggal sebelum mencapai usia satu tahun (dinyatakan dengan per seribu kelahiran hidup). Angka kematian bayi merupakan indikator yang penting untuk mencerminkan keadaan derajat kesehatan di suatu masyarakat, karena bayi yang baru lahir sangat sensitif terhadap keadaan lingkungan tempat orang tua si bayi tinggal dan sangat erat kaitannya dengan status sosial orang tua si bayi. KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

89 AKB AKI (yg dilaporkan) BAB 4 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG KESEHATAN Kemajuan yang dicapai dalam bidang pencegahan dan pemberantasan berbagai penyakit penyebab kematian akan tercermin secara jelas dengan menurunnya tingkat Angka Kematian Bayi. Yang dimaksud dengan Kematian Ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi bukan karena sebabsebab lain per kelahiran hidup. Gambar 4.8. Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia dan Provinsi Kepulauan Riau, Tahun 2007 dan 2012 Gambar 4.9. Angka Kematian Ibu (AKI yang dilaporkan) Provinsi Kepulauan Riau, Tahun 2008 dan Tahun Tahun 2012 AKB Provinsi AKB Nasional AKI (yg dilaporkan) Kepri Sumber: BPS, diolah Sumber: Departemen Kesehatan Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007 AKB Provinsi Kepulauan Riau mencapai 37 kematian bayi 0 tahun dari 1000 kelahiran hidup. Angka ini di atas nasional yang besarannya 34. Di tahun 2012 KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

90 BAB 4 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG KESEHATAN Provinsi Kepulauan Riau mampu sedikit menekan AKB di level 35 sementara untuk nasional di level 32. Untuk pencapaian Angka Kematian Bayi, Provinsi Kepulauan Riau masih jauh dari target Milenium Development Goal s (MDG s) yang sebesar 23 kematian bayi 0 tahun per kelahiran hidup tahun Angka Kematian Ibu untuk level Indonesia masih sangat tinggi. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2007 mencapai 228 per kelahiran hidup dan meningkat sangat drastis menjadi 359 per kelahiran hidup pada tahun Sebagai perbandingan, berikut disajikan angka kematian ibu di Provinsi Kepulauan Riau berdasarkan data registrasi kematian yang dilaporkan. Tabel 4.3. Angka Kematian Ibu (AKI) Provinsi Kepulauan Riau Tahun Tahun Angka Kematian Ibu (AKI) (1) (2) Sumber : Profil Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau 2012 Ket : Angka kematian (dilaporkan) belum tentu menggambarkan AKI yang sebenarnya di populasi Pada tahun 2008 berdasarkan pelaporan data kematian ibu, terjadi 82/ kelahiran hidup kemudian meningkat hingga 183/ kelahiran hidup di tahun 2010.Selanjutnya mengalami penurunan namun sedikit meningkat pada tahun 2012 di titik 110/ kelahiran hidup.meskipun data AKI berdasarkan pelaporan kurang mencerminkan kondisi sebenarnya, tetapi bisa dijadikan acuan KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

91 BAB 4 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG KESEHATAN bahwa jika tidak dilakukan upaya peningkatan kualitas dan kuantitas kesehatan ibu hamil secara komprehensif ada kecenderungan AKI meningkat. Salah satu data pendukung untuk mengukur kualitas kesehatan adalah banyaknya kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan.data ini bermanfaat untuk mengukur tingkat kesadaran masyarakat terhadap persalinan yang sehat serta menakar kualitas dan akses layanan kesehatan utamanya layanan kesehatan yang berhubungan langsung dengan tingkat kematian ibu dan anak. Secara rata-rata tingkat kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan di Provinsi Kepulauan Riau di atas 85 persen, yang berarti dari 100 kelahiran yang terjadi masih ada 15 proses kelahiran yang ditolong bukan oleh tenaga kesehatan. Seiring usaha pemerintah dan kesadaran masyarakat yang semakin tinggi sepanjang tahun 2009 sampai dengan 2013 terjadi peningkatan persalinan yang sehat. Meskipun secara rata-rata kondisi persalinan di Provinsi Kepulauan Riau membaik, tetapi terjadi kesenjangan yang cukup tajam di Kabupaten Kepulauan Anambas dan Natuna.Tingkat persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan di kedua daerah ini masih sekitar 80 persen.kondisi ini disebabkan masih kurangnya fasilitas kesehatan dan sulitnya aksesbilitas ke layanan kesehatan. Sementara itu tingkat pemanfaatan tenaga kesehatan dalam proses melahirkan tertinggi di Kota Tanjung Pinang, Kota Batam, dan Kabupaten Bintan. KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

92 Kelahiran Ditolong Tenaga Kesehatan (persen) BAB 4 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG KESEHATAN 100 Gambar Persentase Kelahiran Ditolong Tenaga Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Tahun Gambar Persentase Kelahiran Ditolong Tenaga Kesehatan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2005 dan 2013 Kepri Tj Pinang Batam Kep. Anambas Lingga 91.8 Natuna Bintan 98.2 Karimun Sumber : BPS, diolah Kelahiran Ditolong Tenaga Kesehatan (persen) Indikator Perilaku Sehat Indikator perilaku sehat diartikan sebagai variabel yang dapat digunakan untuk mengukur perilaku proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit, serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat.faktor terbesar yang mempengaruhi derajat kesehatan seseorang adalah faktor lingkungan. Lingkungan yang baik akan mendorong secara langsung peningkatan derajat kesehatan dan secara tidak langsung berhubungan dengan kesadaran terhadap perilaku sehat dan pemanfaatan fasilitas kesehatan. Berikut disampaikan ulasan mengenai kondisi lingkungan di Provinsi Kepulauan Riau yang berkaitan erat dengan derajat kesehatan masyarakat. KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

93 BAB 4 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG KESEHATAN Berdasarkan data SUSENAS terlihat bahwa kondisi lingkungan masyarakat Kepulauan Riau semakin mengarah pada kondisi sehat. Persentase rumahtangga di Provinsi Kepulauan Riau yang mengkonsumsi air minum tidak layak sebesar 40,2 persen pada tahun 2005, kemudian menurun di tahun 2009 menjadi 15,3 persen namun sedikit meningkat pada tahun 2013 di level 18,0. Kondisi 2013 mengindikasikan bahwa dari 100 rumahtangga di Provinsi Kepulauan Riau 18 diantaranya masih mengkonsumsi air tidak layak. Pada indikator jenis lantai tercatat pada tahun 2005 masih terdapat 5 persen rumahtangga yang menggunakan jenis lantai rumah tanah. Kondisi ini mengalami penurunan cukup drastis pada tahun 2009 dan 2013 yang tercatat masing masing 2,2 persen dan 0,4 persen. Sanitasi yang layak adalah fasilitas sanitasi yang memenuhi syarat kesehatan, yaitu dilengkapi dengan kloset leher angsa dan dengan tempat pembuangan tangki septik.pada tahun 2005 separuh lebih rumahtangga di Provinsi Kepulauan Riau kondisi sanitasinya tidak layak. Namun dengan berbagai upaya dari pemerintah dan berbagai pihak kondisi ini bisa diperbaiki hingga pada tahun 2009 tinggal 31,8 persen rumahtangga yang fasilitas sanitasinya tidak layak. Capaian ini terus berlanjut di 2013 yang tercatat 16,8 persen rumahtangga masih memanfaatkan fasilitas sanitasi yang buruk. KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

94 persen BAB 4 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG KESEHATAN Gambar Perkembangan Fasilitas Perumahan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2005, 2009 dan 2013 (persen) Air tdk layak Lantai Tanah Sanitasi tdk layak Sumber: BPS, diolah. Kondisi fasilitas perumahan di tiap-tiap kabupaten/kota secara umum menunjukkan kondisi perbaikan meskipun masih banyak kekurangan terutama dalam hal akses air minum bersih. Wilayah dengan fasilitas kesehatan paling sehat adalah Kota Batam dan Kota Tanjungpinang.Berikut disajikan analisis fasilitas perumahan menurut kabupaten/kota. Untuk fasilitas air minum bersih, jika dilakukan perbandingan kondisi tahun 2013 dengan tahun 2005 terlihat adanya perbaikan di Kabupaten Karimun, Bintan, Batam dan Tanjungpinang. Sampai dengan tahun 2013, persentase rumahtangga yang mengkonsumsi air minum tidak layak mencapai 65 persen.sebagai kabupaten termuda di Provinsi Kepulauan Riau kendala infrastuktur dan sulitnya akses ke wilayah ini menjadi kendala dalam pengembangan ketersediaan air minum bersih.sementara dua kabupaten lainnya yaitu Kabupaten Natuna dan Lingga mengalami peningkatan jumlah rumahtangga yang mengkonsumsi air minum tidak layak.kondisi ini perlu mendapat perhatian serius. KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

95 BAB 4 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG KESEHATAN Gambar Persentase Rumahtangga Tanpa Air Minum Layak Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2005 dan 2013 Kepri Tj Pinang Batam Kep. Anambas Lingga Natuna Bintan Karimun Rumahtangga tanpa air minum layak (persen) Sumber: BPS, diolah. Terkait dengan sanitasi yang memenuhi standar kesehatan pemerintah beserta masyarakat Provinsi Kepulauan Riau telah melakukan berbagai upaya perbaikan dan terlihat adanya hasil yang memuaskan.kondisi ini tercermin dari penurunan yang cukup tajam pada persentase jumlah rumahtangga yang menggunakan sanitasi tidak layak.penurunan terbesar terjadi di Kabupaten Bintan dan Natuna.Pada tahun 2006 di kedua daerah ini persentase rumahtangga tanpa akses sanitasi masing-masing sebesar 80 dan 90 persen.namun pada tahun 2013 persentase rumahtangga tanpa akses sanitasi masing-masing menurun menjadi 14 dan 26 persen. KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

96 BAB 4 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG KESEHATAN Kepri Tj Pinang Batam Kep. Anambas Lingga Gambar Persentase Rumahtangga Tanpa Sanitasi Layak Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2006 dan Natuna Bintan Karimun RT tanpa akses sanitasi layak (persen) Sumber: BPS, diolah Diantara indikator lingkungan sehat, capaian rumahtangga yang bertempat tinggal layak dengan ditandai oleh jenis lantai bukan tanah adalah yang paling tinggi diantara indikator lainnya. Persentase rumahtangga yang berlantai tanah di Kota Batam dan Kabupaten Bintan pada tahun 2006 di atas 10 persen, sementara kabupaten/kota lain berada pada kisaran 3-9 persen. Namun di tahun 2013 semua kabupaten/kota berhasil menurunkannya hingga di bawah 1 persen. Kondisi ini tentu saja akan membawa dampak perbaikan kualitas kesehatan. KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

97 BAB 4 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG KESEHATAN Tabel 4.4. Persentase Rumahtangga Yang Menghuni Rumah Berlantai Tanah Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2006 dan 2013 Kabupaten/Kota RT berlantai tanah (persen) (1) (2) (3) Karimun 6,72 0,14 Bintan 10,03 0,86 Natuna 3,30 0,58 Lingga 9,40 0,08 Kep. Anambas n.a. 0,21 Batam 14,44 0,40 Tanjungpinang 8,10 0,28 Kepulauan Riau 11,18 0,38 Sumber: BPS, diolah Faktor berikutnya dari indikator perilaku sehat adalah tingkat kesadaran masyarakat terhadap kesehatan.salah satu variabel yang digunakan untuk mengukur kesadaran masyarakat terhadap kesehatan adalah kesadaran untuk menyusui dan imunisasi. Dalam kurun waktu 2011 sampai dengan 2013 persentase balita 0-4 tahun yang tidak pernah disusui di bawah 20 persen. Namun demikian kesadaran untuk menyusui ini belum diikuti dengan kesadaran dalam pemberian ASI eksklusif. Ratarata lama pemberian ASI eksklusif di Provinsi Kepulauan Riau masih di bawah 6 bulan yaitu 5,23 bulan dengan cakupan sekitar 50 persen. KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

98 Balita 0-4 tahun yang tdk pernah disusui (persen) BAB 4 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG KESEHATAN Gambar Persentase Balita 0-4 Tahun Yang Tidak Pernah Disusui Provinsi Kepulauan Riau Tahun Gambar Persentase Balita 0-4 yang Mendapat ASI Eksklusif Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau Tahun Kepri Tj Pinang Batam Kep. Anambas Lingga Natuna Bintan Karimun Balita mendapat ASI Eksklusif (persen) Sumber: BPS, diolah Di level kabupaten/kota kesadaran pemberian ASI eksklusif dalam artian hanya diberikan ASI saja tanpa makanan tambahan selama 6 bulan, tertinggi di Kabupaten Bintan, Kota Batam dan Kota Tanjung Pinang. Daerah yang perlu mendapat perhatian serius mengenai manfaat ASI eksklusif adalah Kabupaten Natuna, Lingga dan Kabupaten Kepulauan Anambas.Cakupan ASI eksklusif di wilayah ini masih di bawah 30 persen. Sementara untuk kesadaran terhadap imunisasi sudah cukup tinggi yang ditunjukkan oleh persentase balita yang pernah diimunisasi yang mendekati 100 persen, tetapi belum diikuti kesadaran untuk imunisasi lengkap. Pada tahun 2013 persentase anak 0-4 tahun yang mendapat imunisasi lengkap sebesar 75,76 persen. Diantara jenis imunisasi yang harus diberikan terhadap balita, capaian imunisasi KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

99 Balita 0-4 tahun yang pernah diimunisasi (persen) BAB 4 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG KESEHATAN campak berada pada posisi paling rendah dengan cakupan 82,73 persen. Sedangkan jenis imunisasi yang lain cakupannya di atas 90 persen. Imunisasi lengkap menjadi kendala untuk dilaksanakan di daerah-daerah dengan akses yang sulit.fenomena ini tergambarkan dari hasil SUSENAS 2013 yang menunjukkan perbedaan yang cukup mencolok. Cakupan imunisasi lengkap di Kabupaten Bintan mencapai 91,02 persen sedangkan di Kabupaten Kepulauan Anambas baru mencapai 42,90 persen. Gambar Persentase Balita 0-4 Tahun Yang Pernah Diimunisasi Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2005, 2011 dan 2013 Gambar Persentase Balita 0-4 yang Mendapat Imunisasi Lengkap Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau Tahun Kepri Tj Pinang Batam Kep. Anambas Lingga Natuna Bintan Karimun Balita mendapat Imunisasi Lengkap (persen) Sumber: BPS, diolah KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

100 BAB 4 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG KESEHATAN 4.2. Tantangan Bidang Kesehatan di Provinsi Kepulauan Riau Provinsi Kepulauan Riau telah mengalami kemajuan penting dalam meningkatkan kualitas kesehatan penduduk.namun demikian, masih banyak masalah yang harus dipecahkan dan tantangan baru muncul sebagai akibat perubahan sosial ekonomi agar masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas. Tantangan tersebut antara lain : Terjadinya disparitas status kesehatan. Meskipun secara umum kualitas kesehatan masyarakat telah meningkat, akan tetapi disparitas status kesehatan antar tingkat sosial ekonomi dan antar perkotaan-perdesaan masih cukup tinggi. Kemiskinan adalah akar persoalan kesehatan. Masyarakat miskin identik dengan lingkungan tempat tinggal yang tidak sehat, perilaku dan kesadaran hidup sehat yang rendah, serta terbatasnya akses ke layanan kesehatan. Tabel 4.5. Persentase Rumah Tangga Yang Mempunyai Akses Terhadap Air Bersih dan Sanitasi Sehat Menurut Status Miskin, Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2012 Indikator Status Miskin Miskin Tidak Miskin Total (1) (2) (3) (4) Akses Air Bersih 73,93 85,13 84,57 Akses Sanitasi Sehat (sendiri dan bersama) Sumber : BPS, diolah 86,51 95,25 94,82 Pada tahun 2012 akses rumahtangga miskin terhadap air bersih dan sanitasi sehat lebih rendah dibanding rumahtangga tidak miskin. Dari 100 rumahtangga miskin masih terdapat 26 rumahtangga yang menggunakan air tidak layak.sedangkan dari 100 rumahtangga tidak miskin sekitar 15 rumahtangga yang tidak mempunyai akses terhadap air bersih.demikian juga untuk fasilitas sanitasi, setiap 100 rumahtangga KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

101 BAB 4 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG KESEHATAN miskin 13 rumahtangga diantaranya tidak memiliki fasilitas sanitasi yang baik.sementara dari 100 rumahtangga tidak miskin, 5 diantaranya fasilitas sanitasinya tidak baik. Disparitas tingkat kesehatan juga terjadi antara perkotaan dan pedesaan. Angka kesakitan tahun 2012 di perkotaan lebih tinggi daripada di perdesaan masingmasing 13,7 persen dan 12,8 persen. Namun, dari segi rata-rata lama sakit penduduk yang tinggal di perdesaan lebih tinggi yaitu 5 hari sedangkan di perkotaan 4 hari.hal ini disebabkan masih terbatasnya akses terhadap fasilitas kesehatan untuk berobat di perdesaan. Demikian juga mengenai kesadaran masyarakat akan pentingnya imunisasi di perkotaan sedikit di atas perdesaan. Cakupan balita yang diimunisasi di perkotaan hampir 99 persen yang berarti dari 100 balita 1 balita tidak diimunisasi. Cakupan balita yang diimunisasi di perdesaan di kisaran 96 persen, artinya dari 100 balita 4 balita diantaranya tidak diimunisasi. Perihal penolong persalinan juga perlu mendapat perhatian. Persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan akan mengurangi angka kematian ibu dan angka kematian bayi. Sekitar 1 persalinan dari 100 persalinan di perkotaan tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan, sedangkan di perdesaan 9 persalinan dari 100 persalinan tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan. KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

102 BAB 4 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG KESEHATAN Tabel 4.6. Indikator Kesehatan Menurut Tempat Tinggal Provinsi Kepulauan Riau, Tahun 2012 Indikator Perkotaan Perdesaan Total (1) (2) (3) (4) Angka Kesakitan (persen) 13,7 12,8 13,5 Rata-rata Lama Sakit (hari) 4,1 5,2 4,3 Persentase Balita Diimunisasi (%) 98,9 95,6 98,3 Persentase Penolong Persalinan oleh tenaga kesehatan (%) 98,5 90,5 97,3 Sumber : BPS, diolah Ketersediaan, kualitas, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang belum memadai.pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan angka harapan hidup membawa konsekuensi pada peningkatan kebutuhan akan layanan kesehatan. Selain itu, penurunan kualitas kesehatan dapat dicegah dengan intervensi yang dilakukan oleh layanan dari fasilitas kesehatan yang terjangkau dan sederhana. Mengenai ketersediaan layanan kesehatan di Provinsi Kepulauan Riau menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah ketersediaan dokter. Terjadi lonjakan jumlah dokter pada tahun Rasio dokter per penduduk selama periode cenderung menurun, namun meningkat cukup tinggi pada tahun 2013 hingga 7,89. Rasio ini berarti tiap penduduk dilayani oleh lebih kurang 8 orang dokter. Di sisi lain meskipun jumlah puskesmas menurun namun terjadi peningkatan kuantitas rumah sakit dan jumlah tempat tidur yang mengindikasikan peningkatan ketersediaan fasilitas kesehatan. Permasalahan ketersediaan layanan kesehatan selain jumlah juga pemerataan. KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

103 BAB 4 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG KESEHATAN Tabel 4.7. Indikator Ketersediaan Berbagai Sarana Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau, Tahun Indikator (1) (2) (3) (4) (5) Jumlah Dokter Jumlah Dokter per penduduk 5,90 3,98 3,77 7,89 Jumlah Puskesmas Jumlah Rumah Sakit Jumlah Tempat Tidur Rumah Sakit Jumlah Tempat Tidur per penduduk Sumber : BPS, diolah ,8 11,98 11,67 11,91 Salah satu garda terdepan dalam layanan kesehatan masyarakat adalah puskesmas, puskesmas pembantu, poskesdes dan polindes. Berdasarkan data PODES 2011 tercatat bahwa jumlah layanan kesehatan tingkat desa di Kabupaten Natuna dan Kepulauan Anambas masih belum ideal yang ditandai dengan belum seimbangnya antara jumlah desa dan jumlah layanan kesehatan desa. Tabel 4.8. Banyaknya Desa Menurut Ketersediaan Layanan Kesehatan Desa Provinsi Kepulauan Riau, Tahun 2011 Kabupaten/Kota Jumlah Puskes Puskesmas Poskes Desa mas Pembantu des Polindes Total (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Karimun Bintan Natuna Lingga Kep. Anambas Batam Tanjungpinang Kepulauan Riau Sumber: BPS, diolah KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

104 BAB 4 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG KESEHATAN Perilaku masyarakat yang kurang mendukung pola hidup bersih dan sehat.perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat merupakan salah satu faktor penting untuk mendukung peningkatan status kesehatan. Beberapa perilaku masyarakat yang kurang sehat antara lain rendahnya pemberian ASI eksklusif, keberadaan pemukiman yang tidak sehat, rendahnya ketersediaan tempat penampungan sampah. Gambar Rata-Rata Lama (bulan) Balita Disusui Menurut Daerah Tempat Tinggal Provinsi Kepulauan Riau, Tahun Perkotaan Perdesaan Total Sumber : BPS, diolah Tanpa Makanan Tambahan Dg makanan tambahan Secara rata-rata balita di Provinsi Kepulauan Riau memperoleh ASI selama 14,59 bulan. Namun pemberian ASI tersebut tidak memenuhi kriteria ASI eksklusif karena rata-rata lama bulan disusui tanpa makanan tambahan kurang dari 6 bulan yaitu 5,23 bulan. Kesadaran akan pentingnya ASI di perkotaan sedikit lebih tinggi daripada di perdesaan. Kondisi ini harus mendapatkan perhatian serius mengingat peran ASI dalam meningkatkan kualitas kesehatan balita sangatlah dominan. Faktor lingkungan yang bersih akan meningkatkan derajat kesehatan. Berdasarkan data Podes 2011 dari 353 jumlah desa/kelurahan di Provinsi Kepulauan KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

105 BAB 4 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG KESEHATAN Riau, hanya 111 desa/kelurahan yang memiliki tempat penampungan sampah sementara atau 31,4 persen, dan 61 desa/kelurahan termasuk kategori pemukiman kumuh atau 17,3 persen. Keberadaan penampungan sampah dan lokasi pemukiman yang layak dan sehat harus menjadi prioritas perbaikan ke depan. Tabel 4.9. Banyaknya Desa Menurut Keberadaan Penampungan Sampah Sementara dan Pemukiman Kumuh Provinsi Kepulauan Riau, Tahun 2011 Kabupaten/Kota Jumlah Desa Penampungan Sampah Sementara Pemukiman Kumuh (1) (2) (3) (4) Karimun Bintan Natuna Lingga Kep. Anambas Batam Tanjungpinang Kepulauan Riau Sumber: BPS, diolah KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

106 BAB 5 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG EKONOMI Tujuan pembangunan secara umum adalah menciptakan kesejahteraan yang berkesinambungan dan pada akhirnya akan membawa pada kualitas sumber daya manusia yang lebih baik. Dalam hal ini manusia berperan sebagai subjek dan objek pembangunan.indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur kualitas sumber daya manusia berdasarkan tiga aspek yaitu kesehatan, perekonomian dan ekonomi.diantara ketiga aspek tersebut aspek ekonomi memegang peranan penting. Pembangunan di bidang kesehatan dan pendidikan akan berkelanjutan apabila didukung pembangunan ekonomi.

107 PPP (000 Rp) PDRB perkapita (juta Rp) BAB 5 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG EKONOMI 5.1. Gambaran Pencapaian Bidang Ekonomi Provinsi di Kepulauan Riau Provinsi Kepulauan Riau yang resmi menjadi provinsi ke 32 pada tanggal 1 Juli 2004 berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2002 merupakan provinsi yang sarat dengan potensi ekonomi. Pembangunan di wilayah ini difokuskan pada delapan aspek yaitu pendidikan, kesehatan, kelautan, pariwisata, UKM, perhubungan, infrastruktur, serta bidang pengentasan kemiskinan. Keberhasilan pembangunan ekonomi di provinsi ini dapat ditinjau dari dua indikator yaitu indikator moneter dan indikator non moneter. Gambar 5.1. Purchasing Power Parity (PPP) Provinsi Kepulauan Riau Tahun (Ribu Rp) Gambar 5.2. PDRB Perkapita Provinsi Kepulauan Riau Tahun (Juta Rp) Sumber: BPS, diolah Indikator Moneter KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

108 BAB 5 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG EKONOMI Berbagai usaha pembangunan yang dilakukan pemerintah Provinsi Kepulauan Riau berdampak pada perbaikan bidang ekonomi yang tercermin pada meningkatnya indikator moneter yaitu variabel yang menggambarkan uang atau tingkat pendapatan yang diterima masyarakat.indikator moneter meliputi Purchasing Power Parity (PPP, paritas daya beli), PDRB perkapita dan pertumbuhan ekonomi. Purchasing Power Parity (PPP) merupakan suatu ukuran untuk menilai daya beli relatif suatu wiilayah dengan wilayah lainnya dengan asumsi barang-barang dan jasa-jasa di kedua wilayah tersebut berbiaya sama. Dalam penghitungan PPP digunakan teknik penyesuaian terhadap pengeluan perkapita.sedangkan Pendapatan perkapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk suatu wilayah.indikator ini didapatkan dari pembagian antara besaran PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) dengan jumlah penduduk.kelemahan dari indikator pendapatan perkapita adalah tidak mencerminkan pemerataan pendapatan serta tidak mencerminkan daya beli dari pendapatan tersebut. Pada tahun 2004 paritas daya beli di Provinsi Kepulauan Riau sebesar Rp. 621,87 ribu dan mengalami peningkatan secara bertahap hingga tahun 2013 mencapai Rp. 651,37 ribu, yang berarti meningkat sebesar Rp. 29,50 ribu. Sepanjang waktu tersebut peningkatan PPP tertinggi terjadi pada tahun 2007 (Rp. 6,4 ribu) dan terendah pada tahun 2010 (Rp. 1,4 ribu). Pada periode 2010 sampai dengan 2013 PDRB perkapita juga mengalami lonjakan cukup signifikan. Diawali pada tahun 2010 PDRB perkapita mencapai Rp. 42,30 juta dan pada tahun 2013 meningkat hingga 27,39 persen menjadi Rp. 53,89 juta. Peningkatan di kedua indikator di atas mengindikasikan adanya perbaikan taraf kehidupan masyarakat Provinsi Kepulauan Riau. KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

109 BAB 5 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG EKONOMI Tingkat daya beli di wilayah kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Riau sepanjang tahun berada pada kisaran Rp. 600 ribu sampai Rp. 650 ribu, dengan variasi yang berbeda-beda di tiap wilayah dan tahun. Untuk membandingkan kemampuan perekonomian kabupaten/kota terkini di Provinsi Kepulauan Riau berikut disajikan data PPP yang disandingkan dengan PDRB perkapita periode Tabel 5.1.Purchasing Power Parity (PPP) dan PDRB Perkapita Menurut Kabupaten/KotaProvinsi Kepulauan Riau, Tahun 2011, 2012, dan 2013 (Ribu Rp) Kabupaten/Kota PPP (Ribu Rp) PDRB/kapita (Juta Rp) PPP (Ribu Rp) PDRB/ka pita (Juta Rp) PPP (Ribu Rp) PDRB/kapita (Juta Rp) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Karimun 640,24 22,27 644,56 24,86 647,71 27,66 Bintan 650,00 33,61 653,63 36,01 656,68 39,05 Natuna 620,14 64,13 624,33 69,21 626,93 73,54 Lingga 629,65 13,05 633,85 14,44 636,68 16,43 Kep. Anambas 629,07 75,54 633,29 81,62 636,19 87,34 Batam 653,07 52,59 656,71 55,03 659,27 59,89 Tanjungpinang 636,87 30,11 641,10 32,58 643,61 33,36 Kepulauan Riau 644,96 45,88 648,92 50, ,89 Sumber : BPS, diolah Dengan melakukan analisa kuadran terhadap PPP dan PDRB perkapita maka kabupaten/kota yang dibandingkan dengan PPP dan PDRB perkapita level propinsi dibagi menjadi 3 kategori yaitu : Wilayah dengan PPP dan PDRB perkapita tinggi.daerah yang termasuk kategori ini adalah Kota Batam dan Tanjung Pinang.Tingkat daya beli di Kota Batam KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

110 BAB 5 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG EKONOMI selalu menduduki peringkat pertama.kondisi ini disebabkan wilayah Batam merupakan penopang utama perekonomian Provinsi Kepulauan Riau. Kota ini memberikan kontribusi PDRB terbesar yang berarti juga perputaran uang serta pendapatan di kota ini paling dominan dibanding kabupaten/kota lainnya. Sementara Kabupaten Bintan secara nilai PDRB di wilayah ini masih di bawah Kota Tanjungpinang.Namun dengan jumlah penduduk yang lebih sedikit menyebabkan PDRB perkapita di daerah ini lebih tinggi dan berimbas pula pada lebih tingginya tingkat daya beli. Wilayah dengan PPP rendah dan PDRB perkapita tinggi.kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas termasuk dalam kategori ini.secara potensi ekonomi, kedua wilayah ini sangat potensial karena penggerak perekonomiannnya adalah sektor pertambangan yang menciptakan nilai tambah besar.namun penciptaan nilai tambah dari sektor pertambangan tidak secara langsung mempengaruhi pendapatan masyarakat luas apalagi sektor ini lebih berorientasi ekspor.hal ini berdampak pada pendapatan riil yang diterima masyarakat tidak sebesar PDRB perkapita yang tercipta. Selain itu kondisi alam dan infrastruktur di kedua kabupaten ini terbilang sulit sehingga mempengaruhi tingkat harga-harga yang pada akhirnya menekan tingkat daya beli masyarakat. Wilayah dengan PPP rendah dan PDRB perkapita rendah.kategori ini teridentifikasi di Kota Tanjung Pinang, Kabupaten Karimun dan Kabupaten Lingga.Kota Tanjungpinang dan Kabupaten Karimun dalam kemampuan perekonomian menduduki peringkat kedua dan keempat. Permasalahan persebaran penduduk yang tidak merata menyebabkan PDRB perkapita sebagai cerminan pendapatan masyarakat di wilayah ini lebih kecil, yang berimbas pada kemampuan daya beli KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

111 BAB 5 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG EKONOMI masyarakat. Sedangkan Kabupaten Lingga menduduki peringkat terakhir dalam pencapain PDRB. Secara kuadaran sebenarnya masih ada kategori wilayah dengan PPP tinggi namun PDRB perkapita rendah. Kategori ini secara praktek jarang ditemui karena antara variabel PPP dan PDRB perkapita terdapat hubungan kausalitas bahwa daya beli akan disebabkan oleh PDRB perkapita, dan bukan sebaliknya. Pertumbuhan ekonomi sering digunakan sebagai alat ukur keberhasilan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian. Perekonomian Provinsi Kepulauan Riau dalam kurun waktu berada pada kisaran 6-7 persen dengan pertumbuhan tertinggi pada tahun 2010 yang sebesar 7,19 persen dan terendah pada saat krisis tahun 2009 yang pertumbuhannya sebesar 4,94 persen. Sebagai wilayah yang sangat ditopang oleh kegiatan industri dari sisi supply dan kegiatan ekspor dan impor dari sisi demand menyebabkan gejolak perekonomian global berupa ketidakstabilan kurs, fluktuasi harga minyak dunia, dan faktor eksternal lainnya sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Kondisi tidak stabil tersebut terjadi dalam rentang waktu Perekonomian Provinsi Kepulauan Riau cenderung berfluktuasi dengan perlambatan cukup dalam dari 6,82 persen tahun 2012 menjadi 6,13 persen pada tahun Jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional, level pertumbuhan di Provinsi Kepulauan Riau selalu berada diatas capaian nasional. KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

112 Pertumbuhan Ekonomi (%) BAB 5 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG EKONOMI Gambar 5.3. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan Provinsi Kepulauan Riau Tahun (%) Sumber : BPS, diolah Tabel 5.2. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun (%) Kab/Kota (1) (2) (3) (4) (5) Karimun 6,56 7,05 7,26 7,14 Bintan 5,56 6,18 6,02 6,97 Natuna 2,10 2,47 6,62 3,47 Lingga 6,60 6,64 6,66 6,68 Anambas 2,27 2,41 2,66 2,77 Batam 7,77 7,20 6,78 5,83 Tanjungpinang 7,08 7,06 7,08 6,70 Kepulauan Riau 7,19 6,66 6,82 6,13 Sumber : BPS, diolah Sesuai karakteristik perekonomian masing-masing daerah, trend pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi mempunyai pola yang beragam.kabupaten Karimun dan Kabupaten Lingga perekonomiannya didominasi oleh sektor pertanian terutama perikanan mempunyai pola pertumbuhan yang KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

113 BAB 5 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG EKONOMI cenderung moderat. Sementara Kabupaten Natuna dan Kabupaten Kepulauan Anambas yang didominasi sektor pertambangan pola pertumbuhannya cenderung lebih kecil dan terlihat adanya fluktuasi. Terakhir, Kota Batam, Kota Tanjungpinang dan Kabupaten Bintan dengan dominasi sektor industri serta sektor perdagangan, hotel dan restoral terlihat lebih berflluktuasi perubahan pertumbuhannya. Bahkan Kota Batam selama 4 tahun dari 2010 sampai dengan 2013 terus mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini disebabkan ketergantungan sektor industri pengolahan terhadap impor luar negeri baik impor bahan baku, maupun impor baramg modal. Sehingga, gejolah perekonomian global akan sangat berdampak pada capaian pertumbuhan ekonomi Indikator Non Moneter Indikator non moneter untuk mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi adalah tingkat kemiskinan dan pengangguran.penduduk dikategorikan miskin jika tidak memiliki kemampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Penduduk diklasifikasikan pengangguran adalah penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) yang sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, merasa tidak mungkin lagi mendapatkan pekerjaan dan sudah mendapatkan pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

114 Penduduk Miskin (Ribu Jiwa) Penduduk Miskin (%) BAB 5 CAPAIAN DAN TANTANGAN BIDANG EKONOMI Gambar 5.4. Jumlah Penduduk Miskin Provinsi Kepulauan Riau Tahun (Ribu jiwa) Gambar 5.5. Persentase Penduduk Miskin Provinsi Kepulauan Riau Tahun Sumber : BPS, diolah Pada tahun 2006 penduduk Provinsi Kepulauan Riau yang dikategorikan miskin berjumlah 163 ribu jiwa atau setara dengan 12,16 persen dari total penduduk. Dengan berbagai upaya pemerintah dan berbagai pihak terkait, tingkat kemiskinan di provinsi ini bisa ditekan hingga pada tahun 2013 jumlah penduduk miskin sebanyak 119,1 ribu jiwa (6,35 persen). Analisa runtun waktu sepanjang tahun 2006 sampai dengan 2013 memperlihatkan bahwa besaran penduduk miskin baik secara absolut maupun persentase mengalami fluktuasi. Secara trend terjadi penurunan namun pada tahun tertentu terjadi sedikit kenaikan yaitu pada tahun 2010 dan 2012.Fenomena ini perlu mendapat perhatian serius karena program penanggulangan kemiskinan bersifat jangka panjang dan berkelanjutan. KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA PROVINSI KEP. RIAU

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai upaya dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah semata-sama

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai upaya dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah semata-sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan yang diharapkan oleh setiap daerah tidak terkecuali bagi kabupaten/kota yang ada di Provinsi Bali. Berbagai upaya

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014

ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014 ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014 (Oleh Endah Saftarina Khairiyani, S.ST) 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perkembangan era globalisasi menuntut setiap insan untuk menjadi

Lebih terperinci

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 LATAR BELAKANG Sebelum tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. (Todaro dan Smith)

Lebih terperinci

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL 2.1 Indeks Pembangunan Manusia beserta Komponennya Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu indikator untuk mengukur

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii iv ix BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI BANTEN

BAB IV GAMBARAN UMUM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI BANTEN BAB IV GAMBARAN UMUM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI BANTEN 4.1 Pendidikan di Banten Pemerintah Provinsi Banten sejauh ini berupaya melakukan perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program pencapaian pembangunan. Dalam skala internasional dikenal tujuan pembangunan milenium (Millenium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan masyarakat merupakan hal yang harus dicapai dalam pembangunan. Adapun salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan dalam pembangunan adalah

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 PROVINSI KEPULAUAN RIAU SEBESAR 73,75

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 PROVINSI KEPULAUAN RIAU SEBESAR 73,75 BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 PROVINSI KEPULAUAN RIAU SEBESAR 73,75 No. 48/06/21/Th. XI, 15 Juni 2016 IPM Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2015 Pembangunan manusia

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 PROVINSI KEPULAUAN RIAU SEBESAR 73,99

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 PROVINSI KEPULAUAN RIAU SEBESAR 73,99 BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 PROVINSI KEPULAUAN RIAU SEBESAR 73,99 No. 29/04/21/Th. XII, 17 April 2017 IPM Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2016 Pembangunan manusia

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam V. GAMBARAN UMUM Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam penelitian ini dimaksudkan agar diketahui kondisi awal dan pola prilaku masingmasing variabel di provinsi yang berbeda maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2013

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2013 REPUBLIK INDONESIA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2013 BADAN PUSAT STATISTIK INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2013 2013 : Badan Pusat Statistik Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya ISSN : 2086-2369 Nomor Publikasi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan

Lebih terperinci

Kata pengantar. Tanjungpinang, September 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

Kata pengantar. Tanjungpinang, September 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau Kata pengantar Publikasi Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 merupakan publikasi yang berisi data penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kesehatan, kemiskinan, dan Indeks Demokrasi Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Development Programme) sejak tahun 1996 dalam seri laporan

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Development Programme) sejak tahun 1996 dalam seri laporan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuat dan dipopulerkan oleh UNDP (United Nations Development Programme) sejak tahun 1996 dalam seri laporan tahunan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kultural, dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa secara

BAB I PENDAHULUAN. kultural, dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan yang mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat, termasuk aspek sosial, ekonomi, politik dan kultural, dengan tujuan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER IPM (INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA) KABUPATEN PASER TAHUN 2011 Pencapaian pembangunan manusia di Kabupaten Paser pada kurun 2007 2011 terus mengalami peningkatan.

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 12 IndikatorKesejahteraanRakyat,2013 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 No. ISSN : 0854-9494 No. Publikasi : 53522.1002 No. Katalog : 4102004 Ukuran Buku Jumlah Halaman N a s k a

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang berkeadilan, berdaya saing, maju, dan sejahtera dalam wadah. rupa sehingga setiap tahap semakin mendekati tujuan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang berkeadilan, berdaya saing, maju, dan sejahtera dalam wadah. rupa sehingga setiap tahap semakin mendekati tujuan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan adalah suatu proses perubahan menuju ke arah yang lebih baik dan terus menerus untuk mencapai tujuan yakni mewujudkan masyarakat Indonesia yang berkeadilan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam memperkuat suatu perekonomian agar dapat berkelanjutan perlu adanya suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu negara sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk pola

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada akhirnya melakukan perbaikan perbaikan untuk mencapai taraf hidup dan

BAB I PENDAHULUAN. pada akhirnya melakukan perbaikan perbaikan untuk mencapai taraf hidup dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945 yaitu memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan

Lebih terperinci

Kata pengantar. Tanjungpinang, Oktober 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

Kata pengantar. Tanjungpinang, Oktober 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau Kata pengantar Publikasi Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2013 merupakan publikasi kedua yang berisi data penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan indikator keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional dikenal adanya tujuan posisi manusia sebagai central dalam

BAB I PENDAHULUAN. internasional dikenal adanya tujuan posisi manusia sebagai central dalam BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah objek utama dalam perabadan dunia. Dalam skala internasional dikenal adanya tujuan posisi manusia sebagai central dalam pembangunan dan peradaban,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR i ii v viii I. PENDAHULUAN 1 7 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Rasional 4 1.3. Perumusan Masalah 5 1.4. Tujuan dan Manfaat Studi 5 1.4.1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses untuk melakukan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 17 Tahun 2015 Tanggal : 29 Mei 2015 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan suatu alat yang digunakan untuk mencapai tujuan negara, dimana pembangunan mengarah pada proses untuk melakukan perubahan kearah yang lebih baik.

Lebih terperinci

BAB III PROYEKSI PENDUDUK PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB III PROYEKSI PENDUDUK PROVINSI KEPULAUAN RIAU BAB III PROYEKSI PENDUDUK PROVINSI KEPULAUAN RIAU Penduduk yang besar dan berkualitas akan menjadi aset yang sangat bermanfaat bagi pembangunan, namun sebaliknya penduduk yang besar tapi rendah kualitasnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai modal dasar

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai modal dasar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai modal dasar pembangunan. Tujuan dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2007-2008 ISBN : Nomor Publikasi : Katalog : Ukuran buku Jumlah halaman : 17.6 x 25 cm : x + 100 halaman Naskah : Sub Direktorat Konsistensi Statistik Diterbitkan oleh : Badan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012 RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 1 Halaman Daftar Isi Daftar Isi... 2 Kata Pengantar... 3 Indikator Makro Pembangunan Ekonomi... 4 Laju Pertumbuhan Penduduk...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada atau membuat suatu perubahan yaitu membuat sesuatu menjadi lebih baik atau meningkat.

Lebih terperinci

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.7 April 2013 ANALISIS INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERIODE 2007-2011 H. Syamsuddin. HM ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara, maka dibutuhkan pembangunan. Pada September tahun 2000, mulai dijalankannya Millennium Development

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai inti untuk memahami pembangunan yang paling hakiki antara lain

BAB I PENDAHULUAN. nilai inti untuk memahami pembangunan yang paling hakiki antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan semua proses yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana. Pada intinya pembangunan merupakan sebuah upaya atau proses

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP KESIMPULAN

BAB VII PENUTUP KESIMPULAN BAB VII PENUTUP KESIMPULAN Pencapaian kinerja pembangunan Kabupaten Bogor pada tahun anggaran 2012 telah menunjukkan hasil yang menggembirakan. Hal ini terlihat dari sejumlah capaian kinerja dari indikator

Lebih terperinci

Data Pokok Pembangunan 2014 PEMBANGUNAN MANUSIA

Data Pokok Pembangunan 2014 PEMBANGUNAN MANUSIA PEMBANGUNAN MANUSIA Proses pembangunan yang sedang dilaksanakan terutama pada Negara berkembang hakikatnya adalah pembangunan terhadap manusianya. Taraf kualitas kehidupan manusia merupakan tujuan utama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Konsep pengembangan wilayah mengandung prinsip pelaksanaan kebijakan desentralisasi dalam rangka peningkatan pelaksanaan pembangunan untuk mencapai sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O15

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O15 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN NGADA No. 0/07/Th. VIII, 1 Juli 016 PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN 011 - O15 Selama kurun waktu 011-015, IPM Kabupaten Ngada meningkat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang terintegrasi dan komprehensif dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang tidak terpisahkan. Di samping mengandalkan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI No. 220/12/21/Th. V, 1 Desember 20 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN AGUSTUS 20 TINGKAT PENGANGGURAN KEPRI SEMAKIN TURUN Jumlah angkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan pertumbuhan ekonomi yang terjadi.

Lebih terperinci

RPJMD KABUPATEN LINGGA DAFTAR ISI. Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar

RPJMD KABUPATEN LINGGA DAFTAR ISI. Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar i ii vii Bab I PENDAHULUAN I-1 1.1 Latar Belakang I-1 1.2 Dasar Hukum I-2 1.3 Hubungan Antar Dokumen 1-4 1.4 Sistematika Penulisan 1-6 1.5 Maksud dan Tujuan 1-7 Bab

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI. masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya angka IPM. Penggunaan APBD

BAB III. METODOLOGI. masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya angka IPM. Penggunaan APBD 22 BAB III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Peningkatan APBD idealnya dapat menghasilkan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya angka IPM. Penggunaan APBD untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT 1.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta Komponennya Angka Partisipasi Kasar (APK) SLTP meningkat di tahun 2013 sebesar 1.30 persen dibandingkan pada tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sampai 2015 menunjukkan kenaikan setiap tahun. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017 GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah

Lebih terperinci

PROFIL PEMBANGUNAN KEPULAUAN RIAU

PROFIL PEMBANGUNAN KEPULAUAN RIAU 1 PROFIL PEMBANGUNAN KEPULAUAN RIAU A. GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI WILAYAH Kepulauan Riau terletak pada posisi 1º10' LS - 5º10' LU102º 50' - 109º 20' BT. Luas Gambar 1 wilayah Kepulauan Riau 252.601 km2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Definisi

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA Republik Indonesia INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2010-2011 BADAN PUSAT STATISTIK INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2010-2011 ISSN : 2086-2369 Nomor Publikasi : Katalog : 4102002 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 17,6

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama awal perkembangan literatur pembagunan, kesuksesan

BAB I PENDAHULUAN. Selama awal perkembangan literatur pembagunan, kesuksesan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama awal perkembangan literatur pembagunan, kesuksesan pembangunan diindikasikan dengan peningkatan pendapatan per kapita dengan anggapan bahwa peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Disampaikan dalam Acara: Musrenbang RKPD Provinsi Kepulauan Riau 2015 Tanjung

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR ROADMAP PENINGKATAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI LAMPUNG TAHUN B ADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG

LAPORAN AKHIR ROADMAP PENINGKATAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI LAMPUNG TAHUN B ADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG LAPORAN AKHIR ROADMAP PENINGKATAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2015-2025 B ADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Program pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang merupakan permasalahan yang

BAB I PENDAHULUAN. dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang merupakan permasalahan yang A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh

Lebih terperinci

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 143 2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 2.2.1 Evaluasi Indikator Kinerja Utama Pembangunan Daerah Kinerja pembangunan Jawa Timur tahun 2013 diukur

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2009

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2009 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2009 No. Katalog BPS : 4102002.05 Ukuran Buku : 21 cm x 28 cm Jumlah Halaman : x + 70 Naskah : Badan Pusat Statistik Propinsi Kepulauan Riau

Lebih terperinci

Bupati Kepulauan Anambas

Bupati Kepulauan Anambas Bupati Kepulauan Anambas KATA SAMBUTAN Assalammulaikum Wr. Wb. Salam Sejahtera Untuk Kita Semua Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmatnya kepada kita semua dan tak lupa dihaturkan

Lebih terperinci

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 1 indikator kesejahteraan DAERAH provinsi kepulauan riau sekretariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia Jl. Kebon Sirih No. 14 Jakarta Pusat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan.

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan adalah kondisi dimana ketidakmampuan seseorang atau sekelompok orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan. Masalah kemiskinan

Lebih terperinci

Sebagai sebuah instansi sektor publik, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah

Sebagai sebuah instansi sektor publik, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah BAB. 3 AKUNTABILITAS KINERJA A. PENGUATAN IMPLEMENTASI SAKIP PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Sebagai sebuah instansi sektor publik, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah mempunyai rencana strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disertai dengan pembiayaan yang besarnya sesuai dengan beban kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. disertai dengan pembiayaan yang besarnya sesuai dengan beban kewenangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aspek yang sangat krusial dalam desentralisasi (otonomi daerah) adalah permasalahan desentralisasi fiskal. Secara konseptual, desentralisasi fiskal mensyaratkan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 32 METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengambil lokasi di seluruh kabupaten dan kota yang berada di Provinsi Banten, yaitu Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang bersifat multidimensional yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah dalam pembangunan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemiskinan adalah masalah bagi negara-negara di dunia terutama pada negara yang

I. PENDAHULUAN. Kemiskinan adalah masalah bagi negara-negara di dunia terutama pada negara yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan adalah masalah bagi negara-negara di dunia terutama pada negara yang sedang berkembang. Bagi Indonesia yang merupakan salah satu negara berkembang yang ada di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem desentralistik atau otonomi daerah merupakan salah satu keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut dilatarbelakangi oleh pelaksanaan

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan. Gambar 1.1 Peta Dunia Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (2004). menengah. tinggi. data ( ) rendah (

Bab 1 Pendahuluan. Gambar 1.1 Peta Dunia Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (2004). menengah. tinggi. data ( ) rendah ( Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2013 BADAN PUSAT STATISTIK INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2013 2013 : Badan Pusat Statistik Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya ISSN : 2086-2369 Nomor Publikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan, khususnya pembangunan manusia dapat dinilai secara parsial dengan melihat seberapa besar permasalahan yang paling mendasar di masyarakat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi menunjukkan proses pembangunan yang terjadi di suatu daerah. Pengukuran pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dilihat pada besaran Pendapatan Domestik

Lebih terperinci

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang dalam. yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang dalam. yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang dalam pengelompokkan negara berdasarkan taraf kesejahteraan masyarakat, dimana salah satu permasalahan yang dihadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sementara pada waktu yang sama mengalami pertumbuhan penduduk yang cepat.

BAB I PENDAHULUAN. sementara pada waktu yang sama mengalami pertumbuhan penduduk yang cepat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk yang besar akan menguntungkan bila diikuti dengan kualitas yang memadai. Artinya aspek kualitas penduduk menjadi sangat penting agar jumlah yang besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk merupakan suatu hal yang penting karena merupakan modal dasar dalam pembangunan suatu wilayah. Sukirno (2006) mengatakan penduduk dapat menjadi faktor pendorong

Lebih terperinci

EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I-2016 TUMBUH 4,58 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN I-2015

EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I-2016 TUMBUH 4,58 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN I-2015 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 38/05/21/Th.XI, 4 Mei 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I-2016 EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I-2016 TUMBUH 4,58 PERSEN MELAMBAT DIBANDING

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di segala bidang yang dilakukan pemerintah bersama

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di segala bidang yang dilakukan pemerintah bersama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan di segala bidang yang dilakukan pemerintah bersama masyarakat melalui tahapan pelita demi pelita telah banyak membawa kemajuan bagi bangsa Indonesia. Namun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan merupakan suatu masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian di setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau berkembang adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan daerah lain di pulau Jawa yang merupakan pusat dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan daerah lain di pulau Jawa yang merupakan pusat dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sejarah perjalanan sistem kepemerintahannya, Indonesia sempat mengalami masa-masa dimana sistem pemerintahan yang sentralistik pernah diterapkan. Di bawah rezim

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH Penetapan indikator kinerja daerah bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai ukuran keberhasilan pencapaian visi dan misi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O14

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O14 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN NGADA No. 02/10/Th. VII, 05 Oktober 2015 PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN 2010-2O14 (PENGHITUNGAN DENGAN MEMAKAI METODE BARU) Selama kurun

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 15 Tahun 2014 Tanggal : 30 Mei 2014 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dokumen perencanaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Indeks Pembangunan Manusia Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Pembangunan manusia menempatkan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2012 Nomor ISSN : 2089-1660 Nomor Publikasi : 91300.13.04 Katalog BPS : 4102002.91 Ukuran Buku : 16,5 x 21,5 cm Jumlah Halaman : xviii + 109 Naskah

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Proses pembangunan sebenarnya adalah merupakan suatu perubahan sosial

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Proses pembangunan sebenarnya adalah merupakan suatu perubahan sosial BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Proses pembangunan sebenarnya adalah merupakan suatu perubahan sosial budaya. Pembangunan agar

Lebih terperinci