Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Mamuju

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Mamuju"

Transkripsi

1

2 Katalog BPS: Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Mamuju Human Development Index of Mamuju Regency 2012 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAMUJU

3 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Mamuju 2012 No. Publikasi : Katalog BPS : Ukuran buku Jumlah Halaman Naskah/Editor Diterbitkan oleh : 21 Cm x 27 Cm : ix + 48 Halaman : Seksi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik : Badan Pusat Statistik Kabupaten Mamuju Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya. May be cited with reference to source

4 SAMBUTAN BUPATI MAMUJU Kebutuhan data statistik untuk mendukung setiap perencanaan pembangunan menjadi sesuatu hal yang mutlak dan semakin kompleks. Salah satu data yang dimaksud adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pembangunan yang telah dilaksanakan. Publikasi IPM Kabupaten Mamuju 2012 ini dapat diwujudkan atas kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Mamuju dengan Badan Pusat Statistik Kabupaten Mamuju. Publikasi ini memberikan gambaran mengenai tingkat kesehatan, pendidikan, dan daya beli masyarakat untuk mengukur pencapaian keberhasilan pembangunan manusia di Kabupaten Mamuju. Buku ini diharapkan dapat memberi manfaat, terutama untuk melihat perkembangan dari berbagai kegiatan pembangunan manusia yang telah dicapai selama ini dan yang akan dilaksanakan di masa mendatang. Mamuju, September 2013 BUPATI Drs. H. SUHARDI DUKA, MM iii

5 KATA PENGANTAR Kebutuhan konsumen data akan data statistik semakin kompleks, khususnya data sosial. Untuk memenuhi kebutuhan data tersebut Badan Pusat Statistik Kabupaten Mamuju bekerja sama dengan Bappeda Kabupaten Mamuju telah menerbitkan publikasi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Publikasi ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai tingkat kesejahteraan rakyat dan indikator yang berfungsi sebagai ukuran pencapaian keberhasilan Pembangunan di Kabupaten Mamuju. Data yang digunakan untuk menganalisa dua hal tersebut di atas adalah hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2011 dan 2012, serta data sekunder yang berkaitan dengan pembangunan manusia. Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi sehingga terbitnya publikasi ini diucapkan banyak terima kasih. Saran dan kritik sangat kami harapkan untuk perbaikan publikasi IPM selanjutnya. Mamuju, September 2013 BAPPEDA KABUPATEN MAMUJU K e p a l a, BPS KABUPATEN MAMUJU K e p a l a, RAKHMAT THOHIR, ST. M.Si NIP MARKUS UDA, SE NIP iv

6 DAFTAR ISI SAMBUTAN BUPATI MAMUJU... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GRAFIK...viii DAFTAR LAMPIRAN... ix BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penulisan Sistematika Penulisan... 4 BAB II. METODOLOGI Konsep dan Definisi: Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Angka Harapan Hidup (e 0) Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah Purchasing Power Parity (PPP) Sumber Data BAB III. GAMBARAN UMUM Letak Geografis Kependudukan Ekonomi ( PDRB ) Potensi dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam BAB IV. POSISI PEMBANGUNAN MANUSIA Komponen-Komponen Indeks Pembangunan Manusia Indeks Kesehatan Indeks Pendidikan Indeks Paritas Daya Beli Indeks Pembangunan Manusia BAB V. KESEHATAN Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup Pemerataan Pelayanan Kesehatan Status Kesehatan Masyarakat v

7 BAB VI. PENDIDIKAN Sarana dan Prasarana Pendidikan Tingkat Pendidikan Angka Melek Huruf Rata Rata Lama Sekolah Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Tingkat Partisipasi Sekolah BAB VII. KETENAGAKERJAAN Angkatan Kerja Lapangan Pekerjaan Utama Sektor Informal Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) BAB VIII. P E N U T U P Kesimpulan Implikasi Kebijakan vi

8 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Tabel 2.2. Tabel 3.1. Tabel 4.1. Tabel 6.1. Tabel 6.2. Tabel 7.1. Tabel 7.2. Halaman Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM yang Digunakan dalam Penghitungan... 7 Jenjang Pendidikan dan Skor yang Digunakan untuk Menghitung Rata-rata Lama Sekolah... 9 Perkembangan dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Mamuju Tahun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Beberapa Wilayah di Sulawesi Barat Tahun 2011 dan Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas Menurut Jenjang Pendidikan Tertinggi yang ditamatkan di Kabupaten Mamuju Tahun 2011 dan Angka Partisipasi Sekolah Menurut Usia Sekolah (7-24 Tahun), Kabupaten Mamuju Tahun 2011 dan Jumlah Penduduk dan Persentase Angkatan Kerja Kabupaten Mamuju Tahun 2011 dan Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan di Kabupaten Mamuju Tahun 2011 dan vii

9 DAFTAR GRAFIK Halaman Grafik 5.1. AKB dan AHH Kabupaten Mamuju Tahun 2011 dan Grafik 5.2. Persentase Penduduk yang Mengeluh Sakit Menurut wilayah di Kabupaten Mamuju Tahun Grafik 6.1. Angka Melek Huruf di Kabupaten Mamuju Tahun 2011 dan Grafik 7.1. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Mamuju Tahun viii

10 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5a. Tabel 5b. Tabel 6. Indikator Kependudukan Kabupaten Mamuju Tahun 2011 dan Beberapa Indikator Dasar Kependudukan Kabupaten Mamuju Tahun 2011 dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Komponen IPM Kabupaten Mamuju Tahun 2011 dan Beberapa Indikator Kesehatan Kabupaten Mamuju Tahun 2011 dan Beberapa Indikator Pendidikan Kabupaten Mamuju Tahun 2011 dan Beberapa Indikator Pendidikan Kabupaten Mamuju Tahun 2011 dan Beberapa Indikator Ketenagakerjaan Kabupaten Mamuju Tahun 2011 dan ix

11 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu mengenai pembangunan manusia di Indonesia, sebenarnya bukan hal yang baru. Isu tersebut secara eksplisit maupun implisit menempati posisi sangat penting dalam falsafah negara Pancasila dan dokumen-dokumen kenegaraan lainnya yang strategis seperti UUD 1945, GBHN dan Repelita. Walaupun demikian, karena masalah prioritas, aksentuasinya baru dimulai dalam GBHN 1993 dan dijabarkan dalam Repelita VI. Tampaknya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Concern mengenai pembangunan manusia sejak awal telah melandasi mainstrem model pembangunan Indonesia paling tidak pada tataran ideal atau normatif. Pada tahun 60-an banyak negara melaporkan bahwa di satu sisi berhasil mencapai pendapatan perkapita tinggi, namun di sisi lain penduduk miskin makin bertambah jumlahnya. Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa pembangunan yang hanya mengejar pertumbuhan ekonomi akan sulit mencapai masyarakat yang makmur, aman dan terbebas dari tekanan hidup yang merupakan tujuan pembangunan itu sendiri. Pada hakekatnya keberhasilan pembangunan tidak dapat diukur dari berhasilnya membangun sarana dan prasarana/infrastruktur serta jalan-jalan yang mulus akan tetapi harus diukur dari keberhasilan mengangkat harkat dan martabat rakyat ke tempat yang lebih tinggi. Ini berarti pembangunan harus difokuskan pada manusia sebagai titik sentralnya. Model-model alternatif pembangunan yang ditawarkan adalah pembangunan sumber daya manusia, kebutuhan 1

12 dasar, dan kesejahteraan manusia, akan tetapi ketiga model pembangunan ini dinilai masih bersifat parsial belum bersifat holistik. Pembangunan sumber daya manusia memandang manusia sebagai input dalam proses produksi, seperti halnya dengan faktor-faktor produksi lainnya yaitu, tanah, modal dan mesin. Manusia diperalat untuk mengejar tingkat output yang tinggi namun dalam proses ini manusia bukan sebagai pewaris dari apa yang dihasilkan. Pembangunan yang mempunyai pendekatan kebutuhan dasar hanya berorientasi pada kebutuhan dasar manusia agar dapat keluar dari kemelut kemiskinan. Model ini telah mengiring manusia terpasung hingga tidak memiliki pilihan-pilihan lain. Sedangkan pembangunan dengan kesejahteraan manusia memandang manusia dalam proses pembangunan sebagai penerima bukan sebagai peserta yang berpartisipasi aktif atau dengan perkataan lain manusia tidak mengambil bagian untuk berperan dalam pembangunan. Dengan demikian, pada tahun 1990 UNDP dalam laporannya Global Human Development Report memperkenalkan konsep Pembangunan Manusia (Human Development), sebagai paradigma baru model pembangunan. Konsep ini lebih komprehensif dan bersifat holistik yang mencakup ketiga model sebelumnya. Berbagai pergeseran dalam kebijaksanaan pembangunan menyebabkan pengukuran terhadap hasil-hasil pembangunan yang ada harus disesuaikan. Kebutuhan untuk melihat fenomena atau masalah dalam perspektif waktu dan tempat sering menuntut adanya ukuran baku. Upaya untuk mengangkat manusia sebagai tujuan utama pembangunan, sebenarnya telah muncul dengan lahirnya konsep basic need development. Paradigma ini mengukur keberhasilan pembangunan dengan menggunakan Indeks Mutu Hidup (Physical Quality of Life Index), yang memiliki tiga parameter yaitu angka kematian bayi, angka harapan hidup waktu lahir dan tingkat melek huruf. 2

13 Kemudian dengan muncul dan berkembangnya paradigma baru pembangunan manusia, sejak tahun 1990 UNDP menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) untuk mengukur keberhasilan atau kinerja pembangunan manusia suatu negara atau wilayah. Sejalan dengan itu, perlu dilakukan pengukuran kinerja pembangunan di Kabupaten Mamuju untuk melihat kinerja pembangunan di wilayah ini Tujuan Penulisan. Laporan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Mamuju Tahun 2012 disusun dalam kerangka untuk menempatkan dimensi manusia sebagai titik sentral dalam pembangunan, dengan bercirikan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sehingga diharapkan daerah mempunyai indikator yang berfungsi sebagai ukuran pencapaian pembangunan, terutama yang terkait erat dengan upaya-upaya peningkatan kualitas hidup manusia. Disamping itu, IPM berfungsi sebagai input dalam penyusunan Rencana Strategi (Renstra) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), agar jiwa pembangunan pada era reformasi ini terimplementasi dalam dokumen perencanaan dan untuk penajaman prioritas pembangunan. Penggunaan salah satu indikator komposit (Indeks Pembangunan Manusia) dalam tulisan ini diharapkan pula dapat memberikan gambaran umum kinerja pembangunan Kabupaten Mamuju selama periode

14 1.3. Sistematika Penulisan Penulisan laporan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Mamuju disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab Pertama, menguraikan mengenai latar belakang, tujuan penulisan dan sistematika penulisan, Bab Kedua, membahas tentang metodologi, yang meliputi pengertian konsep, metode yang digunakan dan penjelasan komponenkomponen dan cara penghitungan indeks masing-masing komponen serta sumber data yang digunakan, Bab Ketiga, membahas mengenai gambaran umum Kabupaten Mamuju yang diuraikan atas letak geografis, kependudukan, ekonomi (PDRB), serta potensi dari pemanfaatan sumber daya alam, Bab Keempat, membahas mengenai posisi pembangunan manusia yang meliputi; Indeks Kesehatan, Indeks Pendidikan, dan Indeks Paritas Daya Beli serta Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Bab Kelima, membahas masalah kesehatan yang meliputi; angka kematian bayi dan harapan hidup, pelayanan kesehatan, dan status kesehatan masyarakat. Bab Keenam, membahas mengenai pendidikan yang meliputi; sarana dan prasarana pendidikan, tingkat pendidikan yang ditamatkan serta partisipasi sekolah, Bab Ketujuh, membahas mengenai ketenagakerjaan yang meliputi; angkatan kerja, lapangan pekerjaan utama dan pengangguran, dan Bab Kedelapan, adalah penutup, yang berisi kesimpulan dan saran implikasi kebijakan. 4

15 BAB II METODOLOGI Kebutuhan untuk melihat fenomena atau masalah sering menuntut adanya ukuran baku dengan menyusun indeks agregat yang memungkinkan diturunkannya satu angka yang merangkum berbagai dimensi masalah yang sedang menjadi topik bahasan. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui seberapa jauh upaya pemberdayaan yang telah dicapai masyarakat secara cepat adalah indikator komposit. Beberapa indikator komposit yang telah dikembangkan dan direkomendasi UNDP adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Jender (IPJ), Indeks Pemberdayaan Jender (IDJ), dan Indeks Kemiskinan Manusia (IKM). Indikator tersebut digunakan dalam perspektif yang berbeda, dan dalam penyajian laporan ini secara khusus hanya menyajikan IPM. IPM digunakan untuk mengukur tingkat pencapaian upaya pembangunan manusia secara keseluruhan dan bersifat agregatif. Meskipun demikian ukuran komposit ini sangat penting untuk meningkatkan kesadaran bagi para perencana pembangunan di daerah tentang kualitas pembangunan manusia yang telah dicapai selama ini. Secara umum, langkah yang ditempuh dalam menghadapi pengembangan tolak ukur fenomena yang sifatnya kuantitatif, selalu di mulai dengan memahami konsep dan definisi dan batasan baku masalah yang hendak diukur. Maka dalam laporan ini disajikan konsep dan definisi dari beberapa indikator yang digunakan serta sumber data yang dibutuhkan dalam penyusunan buku ini. 5

16 2.1. Konsep dan Definisi: Indeks Pembangunan Manusia (IPM) IPM merupakan indeks komposit yang dihitung sebagai rata-rata sederhana dari indeks harapan hidup (e 0), indeks pendidikan (melek huruf dan rata-rata lama sekolah), dan indeks standar hidup layak, yang dirumuskan sebagai berikut: IPM = 1/3 [ X(1) + X(2) + X(3) ]. (1) dimana: X(1): Indeks harapan hidup X(2): Indeks pendidikan = 2/3 (indeks melek huruf) + 1/3 (indeks rata-rata lama sekolah). X(3): Indeks paritas daya beli. Nilai indeks hasil hitungan masing-masing komponen tersebut adalah antara 0 (keadaan terburuk) dan 1 (keadaan terbaik). Dalam laporan ini indeks tersebut dinyatakan dalam ratusan (dikalikan 100) untuk mempermudahkan penafsiran, seperti yang disarankan oleh BPS (BPS- UNDP, 1996). Masing-masing indeks komponen IPM tersebut merupakan perbandingan antara selisih nilai suatu indikator dan nilai minimumnya dengan selisih nilai maksimum dan nilai minimum indikator yang bersangkutan. Rumusnya dapat disajikan sebagai berikut: Indeks X (i) = X(i) X(i) min X (i) maks X(i) min.. (2) dimana X(i) : Indikator ke-i (i=1,2,3) X(i) maks : Nilai maksimum X(i) X(i) min : Nilai minimum X(i) 6

17 Tabel 2.1 Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM yang digunakan dalam penghitungan Indikator Komponen IPM [=X(i)] Maksimum Nilai Minimum Catatan (1) (2) (3) (4) Angka Harapan Hidup Sesuai standar global (UNDP) Angka Melek Huruf Sesuai standar global (UNDP) Rata-rata lama sekolah 15 0 Sesuai standar global (UNDP) Sumber : Indonesia Human Development Report 2001-Towards a new consensus (Democrazy and Human Development in Indonesia) - BPS, BAPPENAS, UNDP Seperti dalam rekomendasi UNDP, meskipun telah muncul berbagai kritik dan masukan berkaitan dengan rumusan indikator variabel IPM, hingga saat ini masih digunakan ketiga komponen di atas, yaitu komponen kesehatan (longevity) yang diwakili dengan usia harapan hidup (life expectancy at Age 0; e 0), komponen pengetahuan atau kecerdasan diwakili oleh dua buah indikator yaitu angka melek huruf (literacy rate/ Lit) dan ratarata lama sekolah (Mean Years of Schooling/ MYS) dan indikator hidup layak (decent living) atau kemakmuran yang diwakili oleh purchasing power parity/paritas daya beli Angka Harapan Hidup (e 0) Seperti yang disebutkan dalam BPS-UNDP (1996: 8) bahwa sebenarnya agak berlebihan mengatakan variabel e 0 dapat mencerminkan lama hidup sekaligus hidup sehat, mengingat angka morbiditas tampaknya lebih valid dalam mengukur hidup sehat. Meskipun demikian, 7

18 karena keterbatasan data dan hanya sedikit negara yang memiliki data morbiditas yang dapat dipercaya maka variabel tersebut tidak digunakan untuk tujuan perbandingan. Penggunaan angka harapan hidup (AHH) didasarkan atas pertimbangan bahwa angka ini merupakan resultante dari berbagai indikator kesehatan. AHH merupakan cerminan dari ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, sanitasi lingkungan, pengetahuan ibu tentang kesehatan, gaya hidup masyarakat, pemenuhan gizi ibu dan bayi, dan lainlain. Oleh karena itu AHH benar-benar merupakan resultanse dan mewakili dari berbagai indikator yang ada Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah Angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah dihitung berdasarkan data Susenas Kor, dalam tulisan ini menggunakan penduduk 10 tahun ke atas. Indikator angka melek huruf diperoleh dari variabel kemampuan membaca dan menulis baik huruf latin maupun huruf lainnya. Penghitungan indikator rata-rata lama sekolah dilakukan dengan cara penghitungan tidak langsung. Langkah pertama adalah memberikan bobot variabel ijazah/sttb tertinggi yang dimiliki sebagaimana disajikan pada Tabel 2.2. Langkah selanjutnya menghitung rata-rata tertimbang dari variabel tersebut sesuai bobotnya. Secara sederhana prosedur penghitungan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: MYS 10 i 1 10 fi* LSi i 1 fi 8

19 dimana : MYS : rata-rata lama sekolah (dalam tahun) fi : frekuensi penduduk yang berumur 10 tahun ke atas untuk jenjang pendidikan i. Si : skor masing-masing jenjang pendidikan i. LSi : 0 (bila tidak/belum pernah sekolah) LSi : Si (bila tamat) LSi : Si + kelas yang diduduki 1 (bila masih bersekolah dan pernah tamat) LSi : kelas yang diduduki 1 (bila jenjang yang diduduki SD/SR/MI/Sederajat) i : jenjang pendidikan (1,2,3,..,10): Tabel 2.2. Jenjang Pendidikan dan Skor yang Digunakan untuk Menghitung Rata-rata Lama Sekolah (MYS) Jenjang Pendidikan Skor (1) (2) Tidak punya 0 SD/MI/Sederajat 6 SLTP/MTs/Sederajat/Kejuruan 9 SMU/MA/Sederajat/Kejuruan 12 Diploma I/II 14 Diploma III/Sarjana Muda 15 Diploma IV/S1 16 S2 18 S Purchasing Power Parity (PPP) Komponen standar hidup layak atau dikenal juga sebagai Purchasing Power Parity (PPP) yang digunakan dalam laporan ini komponen yang lebih baik yaitu dengan menggunakan konsumsi riil perkapita dari hasil Susenas Modul Konsumsi yang disesuaikan dengan 9

20 indeks PPP. Cara menghitung PPP didasarkan pada 27 komoditi dengan memperhatikan Indeks Harga Konsumen (IHK) provinsi yang bersangkutan. Adapun cara menghitung PPP dengan menggunakan rumus: PPP E( i, j) j P( i, j) Q ( i, j) j dimana: E (i,j) = pengeluaran untuk komoditi j di kabupaten i P (i,j) = harga komoditi j di Jakarta Selatan Q (i,j) = volume komoditi j (unit) yang dikonsumsi di kabupaten i 2.2. Sumber Data Pengukuran keberhasilan pembangunan suatu daerah yang disajikan dalam tulisan ini menggunakan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2011 (Susenas 2011) dan Susenas Selain data survei tersebut sebagai pembanding juga disajikan data Sensus Penduduk dan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2011 dan Yang diungkap dalam penyajian laporan ini sebagai indikator atau data basis adalah data yang dihasilkan dari kor Susenas 2011, Susenas 2012, Sakernas 2011, dan Sakernas 2012 terutama yang berkaitan dengan indikator pendukung, seperti indikator kependudukan, indikator bidang kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan dan perumahan. 10

21 BAB III GAMBARAN UMUM 3.1. Letak Geografis Luas wilayah Kabupaten Mamuju adalah sekitar 7.942,76 km 2. Daerah ini terdiri dari 16 kecamatan dengan 155 desa/kelurahan. Secara geografis daerah ini terdiri dari 3 desa atau 1,94 persen adalah daerah lembah, 62 desa atau sekitar 40 persen merupakan daerah lereng/bukit, 50 desa (32,26 persen) dataran dan 25,81 persen (40 desa) adalah daerah pantai. Kemudian berdasarkan topografinya 89 desa atau sekitar 57,42 persen adalah daerah datar dan 66 desa (42,58 persen) merupakan daerah yang berbukit - bukit. Kabupaten Mamuju yang merupakan ibukota Provinsi Sulawesi Barat terletak pada posisi antara Lintang Selatan dan Bujur Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Mamuju Utara, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Majene, Kabupaten Mamasa dan Kabupaten Tana Toraja (Provinsi Sulawesi Selatan), sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Luwu Utara (Provinsi Sulawesi Selatan) dan sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar Kependudukan Penduduk Kabupaten Mamuju pada tahun 2011 sebesar jiwa yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Menurut hasil Sensus Penduduk, angka tersebut meningkat menjadi jiwa pada tahun 2012 dengan komposisi laki-laki dan perempuan. 11

22 Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Mamuju selama kurun waktu rata-rata sebesar 3,88 persen pertahun, kemudian pada kurun waktu turun menjadi 2,56 persen. Pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi oleh banyak pihak merupakan suatu hal yang merisaukan apalagi bila tidak dibarengi pertumbuhan ekonomi yang tinggi pula. Dengan kata lain apabila pertumbuhan penduduk lebih besar dibanding dengan pertumbuhan ekonomi maka dipandang bahwa pertumbuhan penduduk akan menjadi masalah, karena masyarakat bertambah beban ekonominya. Namun, pertumbuhan penduduk juga sangat menguntungkan karena akhirnya akan memperluas pemanfaatan lahan hunian dan memperluas lahan usaha baru bagi penduduk itu sendiri yang akhirnya produksi akan meningkat. Indikator ini dapat ditujukan dari kepadatan penduduk Kabupaten Mamuju yaitu dari 44 orang/km 2 pada tahun 2011 menjadi 45 orang/km 2 pada tahun Peningkatan kepadatan penduduk tentunya akan menyulitkan pemerintah dalam penyediaan berbagai macam fasilitas. Akan tetapi jika hal tersebut diikuti dengan peningkatan potensi penduduk, terutama dari segi ekonomi, maka peningkatan kepadatan penduduk sedikit akan mengurangi masalah yang dirisaukan. Jumlah penduduk usia muda (0-14 tahun) pada tahun 2012 adalah sekitar 37,44 persen, penduduk usia tahun berjumlah 59,86 persen yang disebut dengan usia produktif dan mereka yang berusia lanjut (65 tahun lebih) sekitar 2,70 persen. Setelah dihitung maka angka beban tanggungan adalah sebesar 67,06 persen atau secara hipotesis bahwa setiap 100 penduduk usia produktif di Kabupaten Mamuju pada tahun 2012 menanggung beban ekonomi sekitar 67 orang usia tidak produktif. Angka beban tanggungan ini tidak terlalu banyak mengalami perubahan dibanding tahun

23 3.3. Ekonomi ( PDRB ) Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari besarnya nilai PDRB (atas dasar harga konstan) yang berhasil diperoleh pada tahun tertentu dibandingkan dengan nilai PDRB tahun sebelumnya. Penggunaan angka atas dasar harga konstan ini dimaksudkan untuk menghindari pengaruh perubahan harga. Perubahan yang diukur adalah perubahan produksi sehingga menggambarkan pertumbuhan riil ekonomi. Sejak Tahun 2000 pertumbuhan ekonomi baik nasional maupun regional provinsi dan kabupaten/kota dihitung dengan menggunakan harga konstan 2000 sebagai tahun dasar. Bila diperhatikan selama periode , terlihat bahwa perekonomian Kabupaten Mamuju tumbuh cukup signifikan bila dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun 2012 yaitu 11,48 persen, bila dibandingkan dengan pertumbuhan rata-rata 11,19 persen selama periode Bila dibandingkan dengan Sulawesi Barat, kinerja perekonomian Kabupaten Mamuju melaju lebih cepat. Hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan yang semakin membaik, pada tahun 2010 tumbuh sekitar 10,59 persen dan pada tahun 2012 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Mamuju tumbuh lebih cepat menjadi 11,48 persen. 13

24 Tabel Perkembangan dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Mamuju Tahun Tahun PDRB adh Berlaku (juta Rp) Perkembangan (persen) PDRB adh Konstan (Juta Rp) Pertumbuhan (persen) ( 1 ) ( 2 ) ( 3 ) ( 4 ) ( 5 ) ,64 16, ,80 10, ,02 17, ,28 11, ,80 15, ,35 11,48 Rata-rata xxx 16,35 xxx 11,19 Sumber : BPS Kabupaten Mamuju Selanjutnya struktur ekonomi Kabupaten Mamuju pada kurun waktu tahun tampaknya mulai mengalami pergeseran. Peranan sektor pertanian terhadap perekonomian daerah ini masih besar yakni sekitar 47,72 persen pada tahun 2010, kemudian menjadi 46,08 persen pada tahun Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi di luar sektor pertanian di Mamuju sudah mulai berkembang lebih pesat, walaupun demikian perekonomiannya masih mengandalkan sektor pertanian. Selain sektor pertanian, sektor lain yang mempunyai kontribusi cukup besar adalah sektor jasa-jasa dengan kontribusi sekitar 23,06 persen menyusul sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor bank & lembaga keuangan dengan kontribusi masing-masing sebesar 9,00 persen dan 7,17 persen. Sedangkan sektor yang mempunyai andil terkecil terhadap PDRB Kabupaten Mamuju adalah sektor listrik, gas dan air dengan kontribusi sebesar 0,52 persen. Setiap tahun PDRB perkapita Kabupaten Mamuju mengalami peningkatan. Dalam tiga tahun terakhir misalnya, dari rupiah 14

25 pada tahun 2010 menjadi rupiah pada tahun 2012, berarti dalam kurun waktu PDRB perkapita terjadi peningkatan yang cukup signifikan Potensi dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam Kondisi geografis Kabupaten Mamuju terdiri dari 1,94 persen merupakan daerah lembah, 40 persen daerah lereng/bukit, 32,26 persen dataran dan 25,81 persen daerah pantai. Kondisi geografis yang demikian menyimpan sumber daya alam yang melimpah. Walaupun bukan daerah lumbung beras, tetapi daerah ini merupakan daerah potensial pada subsektor pertanian tanaman pangan dengan produksi padi pada tahun 2011 sebesar ton naik menjadi ton pada tahun Selain potensi padi, subsektor perkebunan khususnya tanaman kelapa sawit dan kakao maupun subsektor hortikultura merupakan potensi andalan yang harus lebih ditingkatkan. Berdasarkan hasil Sakernas 2012 diketahui penduduk yang bekerja di sektor pertanian di Kabupaten Mamuju sekitar 63,97 persen, namun dari sisi produktivitas mereka masih tergolong rendah karena umumnya masih mengandalkan cara-cara pertanian tradisional. 15

26 BAB IV POSISI PEMBANGUNAN MANUSIA Model pembangunan masyarakat telah menempatkan manusia sebagai titik sentral pembangunan yang berarti bahwa pembangunan yang dilaksanakan adalah dari rakyat (of people), untuk rakyat (for people), dan oleh rakyat (by people). Pembangunan dari rakyat mengandung makna pemberdayaan yaitu peningkatan kapabilitas melalui pendidikan, pelatihan, pemeliharaan kesehatan yang lebih baik, perumahan layak huni dan perbaikan gizi. Pembangunan untuk rakyat berarti hasil pembangunan benar-benar diterima semua rakyat secara adil, buah pertumbuhan ekonomi harus terlihat pada kehidupan rakyat sehari-hari, tidak terjadi ketimpangan dalam masyarakat. Proses ini biasanya tidak secara otomatis tampak, akan tetapi memerlukan waktu serta manajemen kebijakan yang hati-hati. Pembangunan oleh rakyat berarti rakyat harus benar-benar ikut mengambil bagian dan berperan aktif dalam pembangunan, bukan sebagai penonton dan penerima hasil pembangunan. Dengan berperan aktif berarti ikut serta berkontribusi dalam pengambilan keputusan yang pada akhirnya akan mempengaruhi kehidupannya. Dua hal yang ditekankan pada konsep pembangunan manusia yaitu; (1) peningkatan kapabilitas atau pemberdayaan dan (2) penciptaan peluang dimana antara kapabilitas dan peluang harus imbang. Bila kapabilitas berhasil ditingkatkan melalui pembangunan SDM, namun tidak ada peluang atau sebaliknya maka akan menimbulkan pengaruh yang tidak baik. IPM dapat digunakan sebagai ukuran kebijakan khususnya upaya pemberdayaan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Namun indeks ini hanya akan 16

27 memberikan gambaran perbandingan antar waktu serta antar wilayah dengan besaran-besaran yang sifatnya relatif. Sebelum pembahasan mengenai perbandingan IPM antar waktu, perlu diuraikan terlebih dahulu mengenai gambaran masing-masing indikator (komponen) pembentuk IPM. Komponen-komponen tersebut adalah indeks kesehatan, indeks pendidikan dan indeks paritas daya beli Komponen-Komponen Indeks Pembangunan Manusia Model pembangunan merupakan model yang memiliki konsep lebih luas terkait pilihan-pilihan manusia yang tidak terbatas jumlahnya dan bahkan cenderung berubah setiap waktu. Namun, dari sejumlah pilihan tersebut, ada 3 pilihan yang sangat esensial untuk dipenuhi yaitu: (1) pilihan untuk hidup sehat dan berumur panjang; (2) pilihan untuk memiliki ilmu pengetahuan, dan (3) pilihan untuk mempunyai akses ke berbagai sumber yang diperlukan agar mampu memenuhi standar kehidupan yang layak. Apabila ketiga pilihan mendasar ini dapat terpenuhi, maka seseorang dapat dengan mudah meningkatkan kemampuannya dalam aktivitas sehari-hari serta memiliki kemampuan untuk meraih pilihan-pilihan lain yang tidak kalah pentingnya seperti pilihan berpartisipasi dalam bidang politik, kebebasan mengeluarkan pendapat dan sebagainya. Ketiga pilihan yang esensial tersebut di atas dapat tercermin dari komponen-komponen indeks pembangunan manusia sebagai berikut: Indeks Kesehatan Indeks kesehatan diwakili dengan Angka Harapan Hidup (e o) merupakan refleksi pembangunan manusia di bidang kesehatan. Pada tahun 2011 angka harapan hidup Kabupaten Mamuju baru mencapai 68,76 tahun dan mengalami peningkatan menjadi sekitar 69,02 tahun pada tahun 17

28 2012. Hal ini dapat diartikan bahwa dengan bertambahnya angka harapan hidup tersebut, kondisi kesehatan masyarakat Mamuju mengalami peningkatan yang lebih baik dari sebelumnya. Sementara itu, pada kurun waktu yang sama, angka harapan hidup Kabupaten Mamuju tahun 2012 relatif lebih tinggi dibandingkan capaian angka harapan hidup Provinsi Sulawesi Barat, dimana angka harapan hidup Sulawesi Barat sebesar 68,27. Walaupun angka harapan hidup di Kabupaten Mamuju sedikit mengalami peningkatan, masih diperlukan perhatian dari Pemerintah setempat di bidang ini Indeks Pendidikan Indeks pendidikan merupakan gabungan dari dua indikator yaitu angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Indeks pendidikan di Kabupaten Mamuju yang diwakili dua indikator tersebut selama periode mengalami peningkatan dari angka 75,06 pada tahun 2011 menjadi 76,58 di tahun Hal ini disebabkan komponen-komponen penyusun indeks pendidikan yang mengalami peningkatan. Peningkatan komponen rata-rata lama sekolah tidak terlalu signifikan dimana pada tahun 2011 sebesar 7,01 tahun dan naik menjadi 7,47 tahun pada tahun Hal tersebut menggambarkan bahwa secara rata-rata pendidikan masyarakat di Kabupaten Mamuju baru setara dengan duduk di bangku kelas dua SLTP. Untuk komponen angka melek huruf pun mengalami sedikit peningkatan dari 89,23 di tahun 2011 menjadi 89,97 pada tahun Walaupun berbagai program pendidikan termasuk pendidikan gratis terus diupayakan, sektor pendidikan di daerah ini masih perlu mendapat perhatian secara serius dan menjadi prioritas, terutama di era otonomi daerah dan era globalisasi seperti sekarang ini, kualitas pendidikan 18

29 menjadi icon tersendiri dalam menghadapi persaingan kualitas SDM dalam penyerapan tenaga kerja Indeks Paritas Daya Beli Komponen PPP (Purchasing Power Parity) atau dikenal sebagai kemampuan daya beli atau standar hidup layak, menggunakan data rumahtangga perkapita hasil Susenas Modul Konsumsi. Penggunaan data tersebut cukup ideal karena tingkat estimasi memang telah diperuntukkan sampai pada level kabupaten/kota. Data hasil Susenas khususnya pengeluaran rumah tangga mencerminkan kondisi ekonomi penduduk, serta dianggap sangat relevan untuk menggambarkan tingkat pendapatan sebagai indikator standar hidup layak. Daya beli penduduk Kabupaten Mamuju pada tahun 2011 sekitar 625,54 ribu rupiah dan pada tahun 2012 sekitar 629,76 ribu rupiah. Sementara itu, rata-rata daya beli penduduk Sulawesi Barat pada tahun 2012 sekitar 639,56 ribu rupiah. Ini menunjukkan bahwa tingkat pendapatan penduduk Kabupaten Mamuju secara umum masih berada di bawah Provinsi Sulawesi Barat. Tingkat daya beli yang meningkat tersebut berimplikasi pada indeks PPP di Kabupaten Mamuju sekitar 61,37 pada tahun 2011, dan mengalami kenaikan menjadi 62,34 pada tahun Indeks Pembangunan Manusia Perbandingan indikator-indikator (komponen-komponen IPM) pada sub bab sebelumnya) merupakan tinjauan parsial, artinya tingkat keberhasilan pembangunan baru digambarkan masing-masing komponen saja. Akan tetapi, adanya indikator tunggal IPM (Indeks Pembangunan Manusia) merupakan suatu jawaban untuk menilai tingkat kinerja pembangunan manusia secara keseluruhan menurut tingkat pencapaian pembangunan manusia. Indikator ini juga secara mudah dapat memberikan 19

30 posisi kinerja pembangunan (output pembangunan) yang dapat digambarkan oleh suatu daerah. Makin tinggi nilai IPM suatu daerah, makin tinggi pula tingkat kinerja pembangunan yang dicapai wilayah tersebut. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Mamuju pada tahun 2012 sebesar 70,76. Angka IPM tersebut sedikit lebih baik dibanding tahun 2011 sebesar 69,78. Namun, selisih peningkatan tersebut kurang signifikan mengingat posisi IPM Kabupaten Mamuju pada tahun 2012 tidak beranjak pada peringkat ke-4 seperti pada tahun Berdasarkan kriteria UNDP nilai IPM kurang dari 51 digolongkan sebagai IPM sedang, nilai IPM antara 51 sampai dengan 79 (51-79) digolongkan sebagai IPM menengah dan nilai IPM di atas 79 (> 79) digolongkan tinggi. Dengan demikian sesuai dengan kriteria tersebut, IPM Kabupaten Mamuju tergolong IPM menengah, baik pada tahun 2011 maupun pada tahun Tabel 4.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Beberapa Wilayah di Sulawesi Barat Tahun 2011 dan Kabupaten/Kota IPM Peringkat IPM Peringkat [1] [2] [3] [4] [5] 01. Mamuju 69, , Majene 71, , Polman 67, , Mamasa 71, , Mamuju Utara 70, ,79 3 Sulawesi Barat 70,11 xxx 70,73 xxx Sumber: Badan Pusat Statistik 20

31 BAB V KESEHATAN Menurut Undang-Undang Kesehatan Indonesia tahun 1992, kesehatan diartikan sebagai keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Hidup sehat merupakan kebutuhan dasar manusia dan setiap insan mempunyai hak untuk menikmati derajat kesehatan yang tinggi bagi kehidupannya. Agar dapat mencapai derajat kesehatan yang tinggi, penduduk juga harus mendapatkan hak-haknya atas kecukupan dalam memperoleh makanan, air minum, pakaian, pemukiman, pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelayanan sosial. Pemerintah mempunyai peranan penting dalam meningkatkan derajat kesehatan penduduk, karena kesehatan merupakan investasi untuk meningkatkan SDM. Disamping itu, setiap individu bertanggung jawab terhadap kesehatan dirinya, keluarganya dan lingkungannya. Kemajuan dalam pembangunan kesehatan akan mempunyai pengaruh terhadap pembangunan nasional dan pembangunan nasional akan mempunyai dampak penting terhadap derajat kesehatan penduduk. Pada hakekatnya derajat kesehatan penduduk sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor perilaku masyarakat, lingkungan hidup, pelayanan kesehatan dan faktor keturunan. Oleh sebab itu, pembangunan kesehatan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat guna mewujudkan derajat kesehatan yang tinggi perlu dijalankan antar intersektoral dengan menyertakan peran serta masyarakat dan swasta. Untuk mengetahui keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan dapat dilihat dari derajat kesehatan dan gizi penduduk, meningkatnya 21

32 pelayanan, dan bertambah baiknya lingkungan kesehatan masyarakat Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup Salah satu indikator kesejahteraan rakyat di bidang kesehatan adalah angka kematian bayi (AKB) dalam setiap seribu kelahiran hidup. Tingginya AKB merupakan indikator buruknya derajat kesehatan masyarakat secara umum, sebagai dampak dari rendahnya pelayanan kesehatan dan ketidakmampuan secara ekonomi. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Mamuju, selama dua tahun terakhir AKB di Kabupaten Mamuju menunjukkan perubahan dari 13 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2011 menjadi 18 per kelahiran hidup pada tahun 2012 (Grafik 5.1) Grafik 5.1. AKB dan AHH Kabupaten Mamuju Tahun 2011 dan AKB kesehatan tersebut AHH Dengan meningkatnya AKB, pembangunan di bidang kesehatan masih perlu mendapat perhatian khusus bagi pemerintah terutama peningkatan jumlah sarana kesehatan dan tenaga kesehatan, sehingga masyarakat dapat dengan mudah mengakses fasilitas Selanjutnya Angka Harapan Hidup (AHH) mengalami kenaikan dari 68,76 tahun 2011 menjadi 69,02 tahun pada tahun 2012 (Grafik 5.1). Sedangkan AHH Sulawesi Barat tahun 2011 sekitar 68,00 naik menjadi 68,27 pada tahun Besar kecilnya AHH dipengaruhi oleh banyak variabel baik yang bersifat endogen (kondisi bawaan) maupun eksogen (pengaruh dari luar). Khusus untuk variabel eksogen dapat dibuat daftar 22

33 yang cukup panjang diantaranya mencakup input makanan, upaya kesehatan dan kondisi lingkungan yang juga dipengaruhi oleh variabel lainnya. Pengaruh variabel-variabel tersebut dapat bersifat langsung maupun tidak langsung, dapat seketika maupun dengan tenggang waktu (time lag) tertentu. Pengaruh variabel-variabel tersebut bekerja secara tersendiri maupun bersinergi dengan variabel lain. Sementara itu, terdapat beberapa variabel yang terkait langsung dengan pelayanan kesehatan yang diperkirakan berpengaruh terhadap AHH/e 0. Secara umum diharapkan bahwa dengan semakin tingginya persentase balita yang ditolong kelahirannya oleh tenaga kesehatan akan semakin tinggi kemungkinan kelangsungan hidupnya. Tetapi hubungan tersebut dapat menyimpang jika pertolongan tenaga kesehatan digunakan untuk proses kelahiran yang abnormal dan dengan penanganan yang sudah terlambat. Persalinan yang ditolong oleh nakes/medis di Kabupaten Mamuju pada tahun 2012 hanya sekitar 42,26 persen. Peranan tenaga kesehatan (nakes)/medis sebagai penolong proses persalinan yang relatif masih rendah tersebut merupakan salah satu fakta masih relatif tingginya AKB dan berpengaruh langsung terhadap AHH. Salah satu hal yang dikhawatirkan adalah masih ada kematian bayi yang belum terlapor Pemerataan Pelayanan Kesehatan Fasilitas dan tenaga kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam upaya peningkatan dan penanggulangan kesehatan masyarakat. Fasilitas yang tersedia tanpa didukung dengan tenaga yang mengerti di bidangnya tentunya akan kurang bermakna, begitu juga sebaliknya tenaga yang tersedia tanpa fasilitas yang memadai akan mendapatkan hasil yang kurang optimal. 23

34 Dalam rangka pemerataan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat disamping telah tersedianya 2 (dua) Rumah Sakit Umum dan 1 Rumah Sakit Swasta yang berada di Kabupaten Mamuju, pada tahun 2012 terdapat sebanyak 30 Puskesmas yang tersebar di 16 kecamatan. Pada tahun 2011 rasio penduduk per puskesmas adalah sekitar orang, kemudian rasio ini mengalami penurunan menjadi sekitar orang pada tahun Hal ini menunjukkan peningkatan di bidang kesehatan karena semakin sedikit masyarakat yang harus dilayani di setiap Puskesmas(lampiran, tabel 4). Untuk menjangkau semua penduduk dalam wilayah kerja masingmasing rasanya agak sulit dilakukan oleh Puskesmas, apalagi mengingat beberapa daerah mempunyai kondisi geografis yang cukup sulit. Oleh sebab itu harus ditunjang dengan fasilitas layanan kesehatan lainnya yang setingkat di bawahnya seperti puskesmas keliling (Puskel). Pada tahun 2012, Pustu telah berubah menjadi Poskesdes dan terdapat sebanyak 173 poskesdes di seluruh wilayah Kabupaten Mamuju tahun Keberadaan poskesdes ini sangat berarti dalam rangka pemerataan pelayanan kesehatan di tengah-tengah masyarakat. Tenaga kesehatan yang selanjutnya disebut tenaga medis dan paramedis di Kabupaten Mamuju cenderung mengalami penurunan, di lain pihak kabupaten Mamuju sebagai ibu kota provinsi Sulawesi Barat masih sangat membutuhkan pelayanan kesehatan yang memadai. Untuk lebih rincinya tenaga medis dokter (dokter ahli, dokter umum dan dokter gigi) pada tahun 2011 berjumlah 36 orang, kemudian berkurang menjadi 33 orang pada tahun

35 5.3. Status Kesehatan Masyarakat Data Susenas menunjukkan bahwa persentase penduduk yang mengalami keluhan kesehatan di Kabupaten Mamuju sekitar 39,26 persen pada tahun 2011, kemudian turun menjadi 30,84 persen dari total penduduk pada tahun Penurunan ini tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sementara kalau dilihat dari wilayah perkotaan dan pedesaan, maka persentase penduduk yang memiliki keluhan kesehatan di perkotaan sekitar 33,25 persen dan penduduk yang memiliki keluhan di pedesaan sekitar 30,09 persen pada tahun Grafik 5.2 Persentase Penduduk yang Mengeluh Sakit Menurut Wilayah di Kabupaten Mamuju Tahun 2011 dan

36 BAB VI PENDIDIKAN Sumber daya manusia sangat penting peranannya dalam proses pembangunan. Untuk itu, pembangunan yang dilakukan bermuara pada pembangunan manusia. Salah satu komponen dalam pembangunan manusia adalah peningkatan di bidang pendidikan, karena merupakan suatu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan ketrampilan manusia. Berkaitan dengan hal tersebut, Kabupaten Mamuju sangat konsisten dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan. Hal ini tertuang dalam Arah Kebijakan Umum Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Mamuju yang dikenal dengan KOMITMEN LIMA. Salah satu komitmennya adalah peningkatan kesejahteraan rakyat yang menyebutkan salah satu strateginya dicapai dengan pendidikan yang murah dan maju. Sektor pendidikan merupakan salah satu sektor yang mendapat prioritas utama dalam pembangunan nasional. Hal ini disadari karena pendidikan dipandang sebagai unsur utama dalam pembentukan kualitas sumber daya manusia yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan pendidikan telah diupayakan pemerintah melalui berbagai program, di antaranya pengadaan sarana dan prasarana pendidikan, program wajib belajar, beasiswa, dan lain-lain. Program pendidikan mempunyai andil yang sangat besar terhadap kemajuan bangsa, ekonomi, dan sosial. Keberhasilan pembangunan di bidang pendidikan merupakan salah satu parameter untuk mengetahui kesejahteraan masyarakat. 26

37 6.1. Sarana dan Prasarana Pendidikan. Ketersediaan fasilitas pendidikan dan tenaga pengajar merupakan dua hal yang memegang peranan penting terhadap maju mundurnya dunia pendidikan. Salah satu hal yang selama ini masih menjadi kendala adalah kelangkaan jumlah guru pada daerah daerah terpencil. Isu yang masih sering terdengar bahwa banyaknya guru yang enggan ditempatkan pada daerah terpencil tersebut sehingga mengakibatkan menumpuknya jumlah guru di daerah-daerah perkotaan. Untuk melihat ketersediaan guru pada suatu daerah dapat dilihat dengan membandingkan jumlah guru. Walaupun belum ada angka ideal sebagai patokan namun semakin kecil angka ini maka akan menggambarkan beban seorang guru yang semakin kecil pula. Di Kabupaten Mamuju pada kurun waktu rasio murid terhadap guru SD/MI sedikit mengalami perubahan yaitu sekitar 16 di tahun 2011 dan sekitar 14 pada tahun 2012, ini berarti ada sekitar 14 murid SD yang harus ditangani oleh seorang guru pada sebuah sekolah tempat dia mengajar sehingga dapat dikatakan kegiatan belajar mengajar semakin intensif dibandingkan tahun lalu. Sementara itu, rasio murid guru SLTP/MTs tahun 2012 tidak mengalami perubahan yang berarti dibandingkan tahun 2011, yaitu sekitar 13 siswa per guru. Namun, sama halnya dengan SMA/MA, rasio murid guru SMA/MA dari tahun 2011 masih sama dengan tahun 2012 yaitu sebesar 12 siswa per guru. Untuk melihat rata-rata banyaknya murid yang bersekolah dalam setiap jenjang pendidikan dapat diketahui dengan membandingkan jumlah murid terhadap sekolah. Salah satu kegunaannya adalah untuk melihat apakah sudah waktunya pemerintah atau pihak swasta membangun sekolah baru pada suatu tempat. 27

38 Rasio murid-sekolah SD/MI di Kabupaten Mamuju pada tahun 2011 sekitar 138 murid per sekolah, dan pada tahun 2012 tidak mengalami perubahan, kemudian rasio murid SLTP/MTs sebesar 175 siswa per sekolah pada tahun 2011 dan menjadi 185 siswa per sekolah pada tahun Sedangkan rasio siswa SMA/MA dari 263 siswa per sekolah pada tahun 2011 turun menjadi sekitar 262 siswa pada tahun 2012 (lampiran, tabel 5a) Tingkat Pendidikan Angka Melek Huruf Grafik 6.1. Angka Melek Huruf di Kabupaten Mamuju Tahun 2011 dan Angka Melek Huruf (AMH) Kabupaten Mamuju pada tahun 2012 sedikit mengalami peningkatan dibandingkan tahun Hal ini terlihat pada tahun 2011 angka melek huruf sebesar 89,23 persen kemudian pada tahun 2012 mengalami kenaikan menjadi 89,97 persen. Walaupun angka melek huruf di Kabupaten Mamuju masih relatif rendah, namun menunjukkan perubahan yang membaik dari waktu ke waktu. Dengan demikian, angka buta huruf di daerah ini dapat diturunkan dari yaitu 10,77 persen pada tahun 2011 menjadi 10,03 persen pada tahun

39 Rata Rata Lama Sekolah Indikator ini dapat memberikan informasi tentang sejauh mana tingkat pendidikan yang dicapai oleh penduduk. Rata-rata lama sekolah penduduk Kabupaten Mamuju pada tahun 2011 sekitar 7,01 tahun dan naik menjadi 7,47 tahun pada tahun Dengan melihat angka tersebut maka dapat dikatakan bahwa pada tahun 2011 dan 2012 tingkat pendidikan penduduk secara rata-rata masih setara dengan kelas 2 (satu) SLTP. Hal ini dapat menjadi dorongan bahwa bidang pendidikan di Kabupaten Mamuju masih perlu mendapat prioritas Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Potensi sumber daya manusia (SDM) di suatu daerah antara lain dapat dilihat dari jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan penduduk. Peningkatan pendidikan yang ditamatkan penduduk merupakan syarat mutlak untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang selanjutnya akan meningkatkan kinerja baik dari sudut sosial maupun ekonomi. Berdasarkan data hasil Susenas 2011 penduduk Kabupaten Mamuju umur 10 tahun ke atas yang berpendidikan SLTP ke atas hanya sekitar 35,05 persen kemudian mengalami kenaikan menjadi sekitar 35,99 persen pada tahun Hal ini perlu menjadi perhatian Pemerintah setempat karena hal ini merupakan salah satu penopang pembangunan. 29

40 Tabel Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas Menurut Jenjang Pendidikan Tertinggi yang ditamatkan di Kabupaten Mamuju Tahun 2011 dan 2012 Tingkat pendidikan tertinggi ( 1 ) ( 2) ( 3 ) Tdk/Belum Tamat SD 32,53 31,96 SD/Sederajat 32,43 32,05 SLTP/Sederajat 15,49 13,72 SMU/ Sederajat 14,03 15,55 Perguruan Tinggi 5,53 6,72 Sumber : Susenas 2011 dan 2012 Pada tahun 2011 penduduk yang berpendidikan tamat SLTP/sederajat sebanyak 15,49 persen kemudian menurun menjadi 13,72 persen pada tahun 2012, SMU/sederajat dari 14,03 persen tahun 2011 menjadi 15,55 persen tahun 2012, sedangkan penduduk yang berpendidikan D-I ke atas sekitar 5,53 persen pada tahun 2011 meningkat menjadi 6,72 persen pada tahun Tingkat Partisipasi Sekolah Gambaran secara umum mengenai penduduk usia sekolah yang sedang bersekolah tanpa memandang atau tanpa memperhatikan jenjang Tabel 6.2 Angka Partisipasi Sekolah Menurut Usia Sekolah (7-24 Tahun), Kabupaten Mamuju Tahun 2011 dan 2012 Penduduk Usia Sekolah (1) (2) (3) SD (7 12) 96,99 95,36 SLTP (13 15) 79,20 80,92 SLTA (16 18) 53,74 49,02 PT (19 24) 10,58 10,96 Sumber : Susenas 2011 dan 2012 pendidikan yang sedang diikuti ditunjukkan oleh suatu indikator yang disebut Angka Partisipasi Sekolah (APS). APS Sekolah Dasar misalnya, diperoleh dengan membagi jumlah penduduk usia Sekolah Dasar (7-12) yang masih/sedang bersekolah dengan jumlah penduduk usia 30

41 Sekolah Dasar. Begitu pula perlakuan selanjutnya terhadap jenjang pendidikan di atasnya. Keberhasilan pembangunan di bidang pendidikan antara lain dapat juga dilihat dengan meningkatnya APS. APS disini adalah persentase penduduk pada kelompok umur tertentu yang masih sekolah terhadap seluruh penduduk usia tersebut. APS pada tiap jenjang usia di Kabupaten Mamuju cenderung mengalami penurunan. APS untuk usia sekolah dasar (7-12) di Kabupaten Mamuju dari 96,99 persen pada tahun 2011 menjadi 95,36 persen pada tahun Demikian halnya dengan APS Sekolah Lanjutan Tingkat Atas juga mengalami penurunan sekitar 4,72 point pada tahun 2012 dari 53,74 persen di tahun sebelumnya, sedangkan APS untuk umur tahun (D1- SI) sebesar 10,58 pada tahun 2011 menjadi 10,96 persen pada tahun Tampak bahwa dari seluruh indikator pendidikan di Kabupaten Mamuju menunjukkan hal yang konsisten bahwa tantangan di bidang pendidikan masih merupakan hal yang perlu mendapat prioritas dalam pembangunan. 31

42 BAB VII KETENAGAKERJAAN Pengukuran pembangunan manusia dikaitkan dengan bebarapa aspek, diantaranya adalah aspek daya beli masyarakat. Aspek daya beli masyarakat sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pertumbuhan ekonomi, sementara pertumbuhan ekonomi sangat erat kaitannya dengan masalah ketenagakerjaan. Masalah ketenagakerjaan bukan saja hanya pengangguran, tetapi mereka yang bekerja juga mengalami permasalahan antara lain menyangkut tingkat upah yang rendah, produktivitas yang rendah, tidak adanya jaminan sosial dan lain sebagainya. Umumnya mereka yang bekerja di sektor formal mempunyai tingkat upah, produktivitas dan jaminan sosial yang lebih baik dibanding mereka yang bekerja di sektor informal. Ketenagakerjaan merupakan aspek yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia karena mencakup dimensi ekonomi dan sosial. Setiap upaya pembangunan selalu diarahkan pada perluasan kesempatan kerja sehingga penduduk dapat memperoleh manfaat langsung dari pembangunan. Salah satu sasaran utama pembangunan terciptanya lapangan kerja baru dalam jumlah dan kualitas yang memadai sehingga dapat menyerap tambahan angkatan kerja setiap tahun. 32

43 7.1. Angkatan Kerja Secara umum penduduk dikelompokkan menjadi penduduk usia kerja dan penduduk bukan usia kerja. Penduduk usia kerja (usia 15 tahun ke atas) terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja (sekolah, Tabel Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Kabupaten Mamuju Tahun 2011 dan 2012 Tahun Jumlah Angkatan Kerja Jumlah penduduk usia kerja TPAK (1) (2) (3) (4) , ,79 Pertum-buhan 3,63 1,33 xxx Sumber : Sakernas 2011 dan 2012 mengurus rumah tangga, dll). Persentase angkatan kerja terhadap total penduduk 15 tahun ke atas disebut Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). TPAK adalah salah satu ukuran yang dapat menggambarkan partisipasi penduduk usia kerja dalam kegiatan ekonomi sehingga penduduk usia 15 tahun ke atas yang bukan angkatan kerja dianggap tidak terlibat dalam kegiatan ekonomi, yaitu penduduk yang sekolah, mengurus rumah tangga dan atau lainnya. TPAK Kabupaten Mamuju selama kurun waktu tahun mengalami peningkatan sebesar 1,64 poin, dari 72,15 persen pada tahun 2011 menjadi 73,79 persen pada tahun

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 1413.7371 Indeks Pembangunan Manusia Kota Makassar 2014 Katalog BPS : 1413.7371 Naskah/Editor : Seksi Neraca Wilayah & Analisis Statistik Gambaran Kulit : Seksi Neraca Wilayah & Analisis

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PAREPARE TAHUN 2014

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PAREPARE TAHUN 2014 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PAREPARE TAHUN 2014 ISSN : Nomor Publikasi : 73720.1412 Katalog Publikasi : 4102002.7372 Ukuran buku : 21 x 15 cm Jumlah Halaman : 85 halaman Naskah : Seksi Neraca

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA PAREPARE 2012

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA PAREPARE 2012 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA PAREPARE 2012 No. Publikasi : 7372.5.1103 Katalog BPS : 4102002.7372 Ukuran Buku Jumlah Halaman Naskah Penyunting Gambar Kulit Diterbitkan Oleh : 21 cm x 15 cm : 82 Halaman

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 12 IndikatorKesejahteraanRakyat,2013 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 No. ISSN : 0854-9494 No. Publikasi : 53522.1002 No. Katalog : 4102004 Ukuran Buku Jumlah Halaman N a s k a

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA Katalog : 4102002.7310 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2015 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BARRU Statistics of Barru Regency INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN BARRU TAHUN 2015 No.Publikasi : 73100.1624

Lebih terperinci

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya INDIKATOR KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PROVINSI ACEH 2016 Nomor Publikasi : 11522.1605 Katalog BPS : 4102004.11 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : xvii + 115 Halaman Naskah Gambar Kulit Diterbitkan

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 4102002.3523 Katalog BPS: 4102002.3523 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TUBAN TAHUN 2011 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN TUBAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TUBAN 2011 No. Publikasi

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014

ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014 ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014 (Oleh Endah Saftarina Khairiyani, S.ST) 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perkembangan era globalisasi menuntut setiap insan untuk menjadi

Lebih terperinci

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK Katalog BPS : 4102004.1111 Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara Jl. T. Chik Di Tiro No. 5 Telp/Faks. (0645) 43441 Lhokseumawe 24351 e-mail : bpsacehutara@yahoo.co.id, bps1111@bps.go.id BADAN PUSAT

Lebih terperinci

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.7 April 2013 ANALISIS INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERIODE 2007-2011 H. Syamsuddin. HM ABSTRACT

Lebih terperinci

Series Data Umum Kota Semarang Data Umum Kota Semarang Tahun

Series Data Umum Kota Semarang Data Umum Kota Semarang Tahun Data Umum Kota Semarang Tahun 2007-2010 I. Data Geografis a. Letak Geografis Kota Semarang Kota Semarang merupakan kota strategis yang beradadi tengah-tengah Pulau Jawa yang terletak antara garis 6 0 50

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 LATAR BELAKANG Sebelum tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. (Todaro dan Smith)

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN LUWU

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN LUWU . BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN LUWU INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013 Ukuran Buku Jumlah Halaman Naskah Penyunting Gambar Kulit Diterbitkan Oleh : 21 cm x 15 cm : xii +

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

Katalog BPS:

Katalog BPS: Katalog BPS: 4103.1409 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT (INKESRA) KABUPATEN ROKAN HILIR TAHUN 2013 No. Katalog : 4103.1409 Ukuran Buku Jumlah Halaman Naskah Gambar Kulit dan Setting Diterbitkan Oleh Kerjasama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu wilayah akan berkembang sesuai dengan cara alokasi pemanfaatan sumber daya yang tersedia. Sumber daya tersebut adalah sumber daya manusi (SDM) dan sumber daya modal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii iv ix BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TUBAN 2009

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TUBAN 2009 Katalog BPS: 1413.3523 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TUBAN 2009 BADAN PUSAT STATISTIK DAN BAPPEDA KABUPATEN TUBAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TUBAN 2009 No. Publikasi : 35230.0310 Katalog

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan masyarakat merupakan hal yang harus dicapai dalam pembangunan. Adapun salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan dalam pembangunan adalah

Lebih terperinci

pareparekota.bps.go.id

pareparekota.bps.go.id Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN IPM Kota Parepare Tahun 2015 3 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA PAREPARE 2015 I S S N : 2460-2442 No. Publikasi : 73720.1506 Katalog BPS : 4102002.7372 Ukuran Buku Jumlah

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL HALAMAN. iii

DAFTAR TABEL HALAMAN. iii i DAFTAR ISI HALAMAN KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Tujuan dan Sasaran... 3 I.3 Sumber Data... 4 I.4 Sistematika Penulisan... 5 BAB II Metodologi...

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI BANTEN

BAB IV GAMBARAN UMUM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI BANTEN BAB IV GAMBARAN UMUM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI BANTEN 4.1 Pendidikan di Banten Pemerintah Provinsi Banten sejauh ini berupaya melakukan perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB II ASPEK STRATEGIS

BAB II ASPEK STRATEGIS BAB II ASPEK STRATEGIS Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun 2013 II - 16 BAB II ASPEK STRATEGIS A. Sumber Daya Manusia 1. Kependudukan umlah Penduduk Kabupaten Luwu Utara pada

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER IPM (INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA) KABUPATEN PASER TAHUN 2011 Pencapaian pembangunan manusia di Kabupaten Paser pada kurun 2007 2011 terus mengalami peningkatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Apriliyah S. Napitupulu, Pengaruh Indikator Komposit Indeks

BAB I PENDAHULUAN. 1 Apriliyah S. Napitupulu, Pengaruh Indikator Komposit Indeks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

Kata pengantar. Tanjungpinang, Oktober 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

Kata pengantar. Tanjungpinang, Oktober 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau Kata pengantar Publikasi Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2013 merupakan publikasi kedua yang berisi data penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan indikator keuangan

Lebih terperinci

GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014

GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014 GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN 2013 Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014 Statistik Dasar UU NO. 16 TAHUN 1997 (TENTANG STATISTIK) Statistik yang pemanfaatannya

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA TANGERANG SELATAN 2 0 1 4 ISSN : 2089-4619 Katalog BPS : 4102004.3674 Ukuran Buku : 25 cm x 17,6 cm Jumlah Halaman : x + 76 Halaman / pages Naskah: Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang

Lebih terperinci

Indeks Pembangunan Manusia

Indeks Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia Kuliah Pengantar: Indeks Pembangunan Sub Bidang Pembangunan Perdesaan Di Program Studi Arsitektur, ITB Wiwik D Pratiwi, PhD Indeks Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kondisi Geografis Kabupaten Kubu Raya merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 84 meter diatas permukaan laut. Lokasi Kabupaten Kubu Raya terletak pada posisi

Lebih terperinci

Laporan Eksekutif Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2013 Berdasarkan Data Susenas 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR Laporan Eksekutif Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2013 Nomor Publikasi : 35522.1402

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL HALAMAN. iii

DAFTAR TABEL HALAMAN. iii DAFTAR ISI HALAMAN KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... v BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Tujuan dan Sasaran... 3 I.3 Sumber Data... 4 I.4 Sistematika

Lebih terperinci

Sebagai sebuah instansi sektor publik, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah

Sebagai sebuah instansi sektor publik, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah BAB. 3 AKUNTABILITAS KINERJA A. PENGUATAN IMPLEMENTASI SAKIP PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Sebagai sebuah instansi sektor publik, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah mempunyai rencana strategis

Lebih terperinci

Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2012

Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2012 Kata pengantar Publikasi Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2012 merupakan publikasi perdana yang berisi data penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dan indikator keuangan

Lebih terperinci

Kata pengantar. Tanjungpinang, September 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

Kata pengantar. Tanjungpinang, September 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau Kata pengantar Publikasi Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 merupakan publikasi yang berisi data penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kesehatan, kemiskinan, dan Indeks Demokrasi Indonesia

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. Analisis Pembangunan Sosial Kabupaten Bandung Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan. Analisis Pembangunan Sosial Kabupaten Bandung Latar Belakang Bab I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Informasi statistik merupakan salah satu bahan evaluasi pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah, serta sebagai bahan masukan dalam proses perumusan kebijakan perencanaan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G /

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G / Katalog BPS : 4103.5371 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G 2 0 0 5 / 2 0 0 6 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA KUPANG INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA KUPANG 2005/2006 No. Publikasi : 5371.0612

Lebih terperinci

Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau

Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau 2013-2018 Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau i Kata Pengantar Kepala Bappeda Kabupaten Pulang Pisau iii Daftar Isi v Daftar Tabel vii Daftar Bagan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN Adi Setiyanto PENDAHULUAN Tenaga kerja merupakan motor penggerak dalam pembangunan ekonomi. Tenaga kerja sebagai sumber daya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017 GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek yang sangat menonjol dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini disebabkan masalah ketenagakerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA

DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA 1. Gambaran Umum Demografi DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA Kondisi demografi mempunyai peranan penting terhadap perkembangan dan pertumbuhan suatu wilayah karena faktor demografi ikut mempengaruhi pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada atau membuat suatu perubahan yaitu membuat sesuatu menjadi lebih baik atau meningkat.

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 B A D A N P U S A T S T A T I S T I K No.31/05/76/Th.XI, 5 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Sulawesi Barat Tahun 2016 Pembangunan manusia di Sulawesi Barat pada tahun 2016 terus

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam memperkuat suatu perekonomian agar dapat berkelanjutan perlu adanya suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu negara sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang dinamis dalam mengubah dan meningkatkan kesehjateraan masyarakat. Ada tiga indikator keberhasilan suatu pembangunan dalam

Lebih terperinci

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG IV. DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG 4.1. Provinsi Lampung 4.1.1. Gambaran Umum Provinsi Lampung meliputi wilayah seluas 35.288,35 kilometer persegi, membentang di ujung selatan pulau Sumatera, termasuk pulau-pulau

Lebih terperinci

KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA (TINJAUAN IPM) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN

KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA (TINJAUAN IPM) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA (TINJAUAN IPM) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2005-2013 KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA (TINJAUAN IPM) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2005-2013 Ukuran Buku

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan review dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan, khususnya pembangunan manusia dapat dinilai secara parsial dengan melihat seberapa besar permasalahan yang paling mendasar di masyarakat

Lebih terperinci

3.1. Kualitas Sumberdaya Manusia

3.1. Kualitas Sumberdaya Manusia 3.1. Kualitas Sumberdaya Manusia Manusia pada hakekatnya merupakan mahluk Tuhan yang sangat kompleks, dimana secara hirarki penciptaan manusia dilatarbelakangi adanya asal usul manusia sebagai mahluk yang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Surakarta, Desember KEPALA BAPPEDA KOTA SURAKARTA Selaku SEKRETARIS TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN KOTA SURAKARTA

KATA PENGANTAR. Surakarta, Desember KEPALA BAPPEDA KOTA SURAKARTA Selaku SEKRETARIS TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN KOTA SURAKARTA KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD)

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012 RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 1 Halaman Daftar Isi Daftar Isi... 2 Kata Pengantar... 3 Indikator Makro Pembangunan Ekonomi... 4 Laju Pertumbuhan Penduduk...

Lebih terperinci

A. Keadaan Geografis Dan Topografi

A. Keadaan Geografis Dan Topografi BAB II GAMBARAN UMUM PROVINSI GORONTALO Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Provinsi Gorontalo di bentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 tahun 2000, maka secara administratif sudah terpisah dari Provinsi

Lebih terperinci

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA Abstrak yang berkualitas adalah pertumbuhan yang menciptakan pemerataan pendapatan,pengentasan kemiskinan dan membuka kesempatan kerja yang luas. Di

Lebih terperinci

INDIKATOR PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PULAU MOROTAI 2015

INDIKATOR PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PULAU MOROTAI 2015 INDIKATOR PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PULAU MOROTAI Kata Pengantar merupakan publikasi yang menyajikan data terkait indikator ekonomi, sosial, infrastruktur dan pelayanan publik, lingkungan, dan teknologi

Lebih terperinci

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah BADAN PUSAT STATISTIK Kabupaten Bandung Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Soreang, 1 Oktober 2015 Ir. R. Basworo Wahyu Utomo Kepala BPS Kabupaten Bandung Data adalah informasi

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNG MAS 2017

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNG MAS 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNG MAS 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNG MAS 2017 Nomor ISBN : Ukuran Buku : 6,5 x 8,5 inchi Jumlah Halaman : vii + 38 Halaman Naskah Penanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara sederhana pembangunan dapat dimaknai sebagai usaha atau proses untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Dalam pelaksanaannya, pembangunan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan

Lebih terperinci

KOMPONEN IPM 5.1 INDIKATOR KESEHATAN. Keadaan kesehatan penduduk merupakan salah satu modal

KOMPONEN IPM 5.1 INDIKATOR KESEHATAN. Keadaan kesehatan penduduk merupakan salah satu modal KOMPONEN IPM Pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbanyak pilihan-pilihan yang dimiliki manusia (masyarakat). Di antara berbagai pilihan, yang terpenting yaitu berumur panjang dan sehat,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

Data Pokok Pembangunan 2014 PEMBANGUNAN MANUSIA

Data Pokok Pembangunan 2014 PEMBANGUNAN MANUSIA PEMBANGUNAN MANUSIA Proses pembangunan yang sedang dilaksanakan terutama pada Negara berkembang hakikatnya adalah pembangunan terhadap manusianya. Taraf kualitas kehidupan manusia merupakan tujuan utama

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2013

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2013 BADAN PUSAT STATISTIK INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2013 BPS KABUPATEN WONOSBO Visi: Pelopor Data Statistik Terpercaya Untuk Semua Nilai-nilai Inti BPS: Profesional Integritas Amanah Pelopor Data Statistik

Lebih terperinci

INDIKATOR EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT 2013

INDIKATOR EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT 2013 INDIKATOR EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT 2013 INDIKATOR EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT 2013 No Katalog : 9201006.76 No. Publikasi : 76550.1307 Ukuran Buku : 25 cm x 17,5 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 143 2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 2.2.1 Evaluasi Indikator Kinerja Utama Pembangunan Daerah Kinerja pembangunan Jawa Timur tahun 2013 diukur

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR GRAFIK... xiii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan pembangunan daerah Kota Yogyakarta maka dibuat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). RPJMD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development)

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perencanaan pembangunan dewasa ini, pembangunan manusia senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development) dirumuskan sebagai perluasan

Lebih terperinci

Indikator Kinerja Utama Kabupaten CilacapPeriode

Indikator Kinerja Utama Kabupaten CilacapPeriode Indikator Kinerja Utama Kabupaten CilacapPeriode 2013-2017 No Tujuan Indikator Tujuan Target Sasaran Strategis 1 IPM 74.43 1 indeks Kualitas SDM pembangunan manusia Indikator Kinerja Utama Satuan Keterangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh program pembangunan nasional ( Propenas ) yakni di

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh program pembangunan nasional ( Propenas ) yakni di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu proses prioritas pembangunan nasional sebagaimana dimanfaatkan oleh program pembangunan nasional ( Propenas ) 2005-2009 yakni di bidang sumber daya

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN BANTAENG (HUMAN DEVELOPMENT ANALISIST BANTAENG REGENCY)

ANALISIS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN BANTAENG (HUMAN DEVELOPMENT ANALISIST BANTAENG REGENCY) ANALISIS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN BANTAENG (HUMAN DEVELOPMENT ANALISIST BANTAENG REGENCY) KERJASAMA BAPPEDA BANTAENG BPS BANTAENG KATA SAMBUTAN Kebutuhan konsumen akan data statistik semakin kompleks,

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 B A D A N P U S A T S T A T I S T I K No.36/06/76/Th.X, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Sulawesi Barat Tahun 2015 Pembangunan manusia di Sulawesi Barat pada tahun 2015 terus

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan khususnya pembangunan manusia dapat dinilai secara parsial dengan melihat seberapa besar permasalahan yang paling mendasar di masyarakat tersebut

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014

DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014 DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014 ISSN : No. Publikasi : Katalog BPS : Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : iii + 20 halaman Naskah: Penanggung Jawab Umum : Sindai M.O Sea, SE Penulis

Lebih terperinci

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL 2.1 Indeks Pembangunan Manusia beserta Komponennya Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu indikator untuk mengukur

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2009

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2009 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2009 No. Katalog BPS : 4102002.05 Ukuran Buku : 21 cm x 28 cm Jumlah Halaman : x + 70 Naskah : Badan Pusat Statistik Propinsi Kepulauan Riau

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013

DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 KATA PENGANTAR Buku Distribusi Pendapatan Penduduk Kota Palangka Raya Tahun 2013

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci