DAFTAR TABEL HALAMAN. iii

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAFTAR TABEL HALAMAN. iii"

Transkripsi

1

2

3 DAFTAR ISI HALAMAN KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... v BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Tujuan dan Sasaran... 3 I.3 Sumber Data... 4 I.4 Sistematika Penulisan... 5 BAB II Metodologi Konsep Pembangunan Manusia Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia... 7 BAB III GAMBARAN UMUM Profil Kabupaten Ponorogo Gambaran Umum Sosial Ekonomi Kabupaten Ponorogo Bidang Pendidikan Bidang Kesehatan Masyarakat Bidang Perekonomian Bidang Ketenagakerjaan Bidang Perumahan BAB IV STATUS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN PONOROGO Perkembangan IPM Kabupaten Ponorogo Perkembangan Komponen IPM Indeks Kesehatan Indeks Pendidikan Indeks Daya Beli Pertumbuhan BAB V KESIMPULAN ii

4 DAFTAR TABEL HALAMAN Tabel 1 Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM Tabel 2 Tingkatan Status Nilai IPM Tabel 3 Pengelompokkan Jenjang Pendidikan Yang Pernah/Sedang Diduduki 14 Tabel 4 Pengelompokkan Ijazah/STTB Tertinggi Yang Dimiliki Tabel 5 Ijazah dan Konversi Tahun Lama Sekolah Tabel 6 Jumlah Penduduk Kabupaten Ponorogo Menurut Kecamatan Tahun Tabel 7 Persentase Penduduk Kabupaten Ponorogo Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Tabel 8 Rasio Murid-Guru & Murid-Sekolah Kabupaten Ponorogo Tahun Ajaran 2014/ Tabel 9 Persentase Balita Menurut Penolong Kelahiran di Kabupaten Ponorogo Tahun Tabel 10 Persentase Penduduk Menurut Keluhan Kesehatan di Kabupaten Ponorogo Tahun Tabel 11 Banyaknya Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Ponorogo Tahun Tabel 12 PDRB Per Kapita (ADHB) Kabupaten Ponorogo Tahun Tabel 13 Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Variabel Ketenagakerjaan di Kabupaten Ponorogo Tahun Tabel 14 Angka Harapan Hidup Kabupaten/Kota se-eks Karesidenan Madiun Tahun Tabel 15 Indeks Kesehatan Kabupaten/Kota se-eks Karesidenan Madiun Tahun Tabel 16 Angka Harapan Lama Sekolah (Tahun) Kabupaten/Kota se-eks Karesidenan Madiun Tahun Tabel 17 Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten/Kota se-eks Karesidenan Madiun Tahun iii

5 Tabel 18 Indeks Pendidikan Kabupaten/Kota se-eks Karesidenan Madiun Tahun Tabel 19 Pengeluaran Riil Perkapita Disesuaikan se-eks Karesidenan Madiun dan Provinsi Jawa Timur Tahun (Ribu rupiah) Tabel 20 Indeks Daya Beli Kabupaten/Kota se-eks Karesidenan Madiun Tahun iv

6 DAFTAR GAMBAR HALAMAN Gambar 1 Diagram Penghitungan IPM... 9 Gambar 2 Peta Kabupaten Ponorogo Gambar 3 Luas Wilayah Per Kecamatan Gambar 4 Angka Melek Huruf Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas Kabupaten Ponorogo Tahun Gambar 5 Angka Partisipasi Sekolah Menurut Jenjang Pendidikan Di Kabupaten Ponorogo Tahun Gambar 6 Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Usia 25 Tahun Ke Atas Tahun Gambar 7 Angka Kematian Bayi Per 1000 Kelahiran Hidup Kabupaten Ponorogo Tahun Gambar 8 Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum Di Kabupaten Ponorogo Tahun Gambar 9 Persentase Rumah Tangga Menurut Kepemilikan Telepon Seluler dan Akses Internet di Kabupaten Ponorogo Tahun Gambar 10 Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Lantai Terluas di Kabupaten Ponorogo Tahun Gambar 11 Persentase Rumah Tangga Menurut Fasilitas Tempat Buang Air Besar di Kabupaten Ponorogo Tahun Gambar 12 Perkembangan IPM Kabupaten Ponorogo Tahun Gambar 13 IPM Kabupaten/Kota se-eks Karesidenan Madiun Tahun Tahun Gambar 14 Perkembangan Angka Harapan Hidup Kabupaten Ponorogo Tahun (Tahun) Gambar 15 Perkembangan Angka Harapan Lama Sekolah (Tahun) Kabupaten Ponorogo Tahun Gambar 16 Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten Ponorogo Tahun Gambar 17 Pertumbuhan IPM Kabupaten Ponorogo Tahun v

7 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor penting yang perlu menjadi prioritas dalam perencanaan pembangunan. SDM yang berkualitas akan menjadi potensi suatu wilayah. Sebaliknya bila SDM tidak berkualitas maka akan menjadi beban dalam pembangunan. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya, oleh karena itu rancangan pembangunan manusia yang sesungguhnya adalah menempatkan manusia sebagai tujuan akhir dari pembangunan. Kualitas manusia (SDM yang tangguh) di suatu wilayah memiliki andil besar dalam menentukan keberhasilan pengelolaan pembangunan di wilayahnya. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah mensejahterakan seluruh penduduk. Bertitik tolak dari tujuan ini maka manusia ditempatkan sebagai titik sentral dalam pembangunan yang mempunyai ciri dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah berupaya meningkatkan kualitas penduduk sebagai kekayaan sumber daya baik dari aspek kesehatan, pendidikan, kesejahteraan ekonomi, serta aspek moralitas (iman dan ketaqwaan). Hal ini merupakan suatu kenyataan yang sederhana, namun seringkali terlupakan oleh kesibukan jangka pendek yang berorientasi pada hal-hal yang bersifat materi. Berbagai ukuran telah banyak digunakan untuk menilai kinerja pembangunan, namun tidak semua ukuran yang dibuat dapat digunakan sebagai ukuran standar yang dapat dibandingkan antar daerah. Oleh karena itu sejak tahun 1990 United Nation Development Programme (UNDP) menetapkan suatu ukuran standar pembangunan 1

8 BAB II METODOLOGI 2.1. Konsep Pembangunan Manusia Dalam konsep pembangunan manusia, pembangunan seharusnya dianalisis serta dipahami dari sudut manusianya, bukan hanya dari pertumbuhan ekonominya. Pembangunan manusia memperhatikan bukan hanya pada upaya meningkatkan kemampuan (kapabilitas) manusia, tetapi juga pada upaya-upaya memanfaatkan kemampuan manusia tersebut secara optimal. Paradigma pembangunan lama menekankan pada pertumbuhan ekonomi yang menempatkan pendapatan sebagai acuan, dan yang menjadi alat ukurnya adalah GNP atau GDP per kapita. Alat ukur ini dirasa kurang komprehensip karena hanya melihat satu sisi kehidupan manusia. Sejak tahun 1990, UNDP mengadopsi suatu paradigma baru mengenai pembangunan. Paradigma ini melihat manusia dari sisi yang lebih baik dan komprehensip karena disamping memperhitungkan keberhasilan pembangunan manusia dari aspek ekonomi, juga memperhitungkan keberhasilan pembangunan manusia dari aspek non-ekonomi. Paradigma pembangunan yang dimaksud tersebut mengandung empat komponen utama yaitu : a. Produktivitas. Manusia harus berkemampuan untuk meningkatkan produktivitasnya dan berpartisipasi penuh dalam mencari penghasilan dan lapangan kerja. Oleh karena itu pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan manusia. b. Pemerataan. Setiap orang harus memiliki kesempatan yang sama. Semua hambatan terhadap peluang ekonomi dan politik harus dihapuskan, 6

9 sehingga semua orang dapat berpartisipasi dan mendapat keuntungan dari peluang yang sama. c. Berkelanjutan. Akses terhadap peluang/kesempatan harus tersedia bukan hanya untuk generasi sekarang tetapi juga untuk generasi yang akan datang. Semua sumber daya harus dapat diperbaharui. d. Pemberdayaan. Semua orang diharapkan berpartisipasi penuh dalam pengambilan keputusan dalam proses aktivitasnya. Penyertaan konsep pembangunan manusia dalam kebijakan-kebijakan pembangunan sama sekali tidak berarti meninggalkan berbagai strategi pembangunan terdahulu, antara lain mempercepat pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan, dan mencegah perusakan lingkungan. Namun perbedaannya adalah bahwa dari sudut pandang pembangunan manusia, semua tujuan tersebut diletakkan dalam kerangka untuk memperluas pilihan-pilihan bagi manusia Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah variabel tak bebas yang bersifat state, yaitu suatu variabel yang perubahannya berlangsung lambat dan akan meningkat/menurun sedikit demi sedikit sebagai respon terhadap perubahan berbagai kondisi fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan. Agar mudah dipahami, maka variabelvariabel sosial dan ekonomi tersebut disusun menjadi indeks komposit yang digabung menjadi indeks tunggal. Angka IPM sangat penting untuk melihat sampai seberapa jauh pertumbuhan dan pemerataan hasil pembangunan mampu secara nyata memberikan output berupa 7

10 peningkatan kebutuhan fisik dasar manusia dan perluasan kemampuan manusia untuk melakukan pilihan-pilihan. Mulai tahun 2014 dilakukan penyempurnaan metodologi penghitungan IPM. Beberapa alasan yang dijadikan dasar perubahan metodologi penghitungan IPM antara lain : Beberapa indikator sudah tidak tepat untuk digunakan dalam penghitungan IPM. Angka melek huruf sudah tidak relevan dalam mengukur pendidikan secara utuh karena tidak dapat menggambarkan kualitas pendidikan. Selain itu, karena angka melek huruf di sebagian besar daerah sudah tinggi, sehingga tidak dapat membedakan tingkat pendidikan antar daerah dengan baik. PDB per kapita tidak dapat menggambarkan pendapatan masyarakat pada suatu wilayah. Penggunaan rumus rata-rata aritmatik dalam penghitungan IPM menggambarkan bahwa capaian yang rendah di suatu dimensi dapat ditutupi oleh capaian tinggi dari dimensi lain. Dengan menggunakan indikator yang lebih tepat maka IPM metode baru dapat membedakan perkembangan IPM antar wilayah antar waktu dengan lebih baik (diskriminatif). Diagram di bawah ini menyajikan gambar indeks-indeks yang disajikan pada Indeks Pembangunan Manusia yang dihitung berdasarkan metode baru tahun 2014 dan diperlihatkan secara jelas persamaan dan perbedaan antara masing-masing indeks. 8

11 Gambar 1. Diagram Penghitungan IPM DIMENSI UMUR PANJANG DAN HIDUP SEHAT PENGETAHUAN STANDAR HIDUP LAYAK INDIKATOR Angka Harapan Hidup pada saat lahir Harapan lama Sekolah (HLS) Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Pengeluaran per Kapita Riil yang Disesuaikan (PPP Rupiah) INDEKS Indeks Kesehatan Indeks Pendidikan Indeks Daya Beli INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) Secara umum metode penghitungan IPM yang digunakan di Indonesia sama dengan metode penghitungan yang digunakan oleh UNDP. IPM di Indonesia disusun berdasarkan tiga komponen indeks, yaitu: 1) Indeks kesehatan, yang diukur berdasarkan angka harapan hidup saat lahir (rata-rata perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang sejak lahir); 2) Indeks pendidikan, yang diukur berdasarkan harapan lama sekolah (lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu (7 tahun ke atas) di masa mendatang) dan rata-rata lama sekolah (jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk (usia 25 tahun ke atas) dalam menjalani pendidikan formal); serta 3) Indeks daya beli, yang diukur dengan pengeluaran per kapita (PPP- Purchasing Power Parity / paritas daya beli dalam rupiah). 9

12 Masing-masing terlebih dahulu dihitung indeksnya sehingga bernilai 0 (buruk) dan 1 (terbaik). Untuk memudahkan analisa biasanya dikalikan 100. Teknik penyusunan indeks tersebut pada dasarnya mengikuti rumus sebagai berikut: IPM 3 I keseha tan I pendidikan I dayabeli 100 dimana I ( i) { X ( i) Min. X ( i) } { Max. X Min. X ( i) ( i) } dimana: I (i) : Indeks komponen IPM ke i (i=1,2,3) X (i) : Nilai indikator komponen IPM ke i Max.X (i) Min. X (i) : Nilai maksimum X (i) : Nilai minimum X (i) Berdasarkan nilai IPM yang diperoleh, kita dapat melakukan analisis lebih lanjut, diantaranya tingkat status pembangunan manusia dan tingkat pertumbuhan IPM. Nilai maksimum dan minimum yang digunakan dalam penghitungan IPM menurut BPS sebagai berikut: Tabel 1. Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM Indikator Komponen IPM Nilai Minimum Nilai Maksimum Catatan Angka Harapan Hidup Standar UNDP Harapan Lama Sekolah 0 18 Standar UNDP Rata-rata Lama Sekolah 0 15 Standar UNDP Pengeluaran per Kapita *) a) b) Disesuaikan Catatan * a) Daya beli minimum merupakan garis kemiskinan terendah kabupaten tahun 2010 (data empiris) yaitu di Tolikara- Papua. b) Daya beli maksimum merupakan nilai tertinggi kabupaten yang diproyeksikan hingga 2025 (akhir RPJPN) yaitu perkiraan pengeluaran per kapita Jakarta Selatan tahun

13 Hasil penghitungan IPM akan memberikan gambaran seberapa jauh suatu wilayah telah mencapai sasaran yang ditentukan. Semakin dekat nilai IPM suatu wilayah terhadap angka 100, maka semakin dekat pula wilayah tersebut dengan sasaran yang ingin dicapai. Untuk memahami makna nilai IPM, maka PBB malalui UNDP memberikan kriteria sebagai berikut: Tabel 2. Tingkatan Status dan Kriteria Nilai IPM Tingkatan Status Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Kriteria IPM < IPM < IPM < 80 IPM 80 Sedangkan tahapan untuk menghitung masing-masing komponen IPM adalah sebagai berikut : a. Angka Harapan Hidup Saat Lahir - AHH (Life Expectancy - e 0 ) Pembangunan manusia harus lebih mengupayakan agar penduduk dapat mencapai usia hidup yang panjang dan sehat. Sebenarnya banyak indikator yang dapat digunakan untuk mengukur usia hidup, tetapi dengan mempertimbangkan ketersediaan data secara global, UNDP memilih indikator angka harapan hidup saat lahir. Angka harapan hidup saat lahir adalah rata-rata perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang sejak lahir. Di Indonesia angka harapan hidup dihitung dengan metode tidak langsung. Metode ini menggunakan dua macam data dasar yaitu rata-rata anak yang dilahirkan hidup dan rata-rata anak yang masih hidup. Prosedur penghitungan angka harapan hidup yang diperoleh dengan metode tidak langsung ini merujuk pada keadaan 3-4 tahun dari tahun survei. 11

14 Besarnya nilai maksimum dan nilai minimum untuk masing-masing komponen ini merupakan nilai besaran yang telah disepakati oleh semua negara. Pada komponen ini, angka tertinggi sebagai batas atas untuk penghitungan indeks dipakai 85 tahun dan terendah adalah 20 tahun. Angka ini diambil sesuai standar UNDP. b. Rata-rata Lama Sekolah RLS (Mean Years Schooling - MYS) dan Angka Harapan Lama Sekolah - HLS (Expected Years of Schooling - EYS) Pengetahuan diakui secara luas sebagai unsur mendasar dari pembangunan manusia. Dua indikator yang digunakan untuk menghitung komponen indeks pendidikan, yaitu Harapan Lama Sekolah (EYS) dan Rata-Rata Lama Sekolah (MYS). Angka Harapan Lama Sekolah didefinisikan lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang. Diasumsikan bahwa peluang anak tersebut akan tetap bersekolah pada umur-umur berikutnya sama dengan peluang penduduk yang bersekolah per jumlah penduduk untuk umur yang sama saat ini. Angka Harapan Lama Sekolah dihitung untuk penduduk berusia 7 tahun ke atas. HLS dapat digunakan untuk mengetahui kondisi pembangunan sistem pendidikan di berbagai jenjang yang ditunjukkan dalam bentuk lamanya pendidikan (dalam tahun) yang diharapakan dapat dicapai oleh setiap anak. Langkah penghitungan EYS adalah pertama-tama menghitung jumlah penduduk menurut umur (7 tahun ke atas), kemudian menghitung jumlah penduduk yang masih sekolah menurut umur (7 tahun ke atas). Setelah itu menghitung rasio penduduk masih sekolah menurut umur (7 tahun ke atas) dan 12

15 menghitung harapan lama sekolah, yaitu dengan menjumlahkan semua rasio penduduk masih sekolah menurut umur (7 tahun ke atas) dengan formula sebagai berikut : EYS t a n i a E P t i t i di mana : t EYS a t E i t P i i : Harapan lama sekolah pada umur a di tahun t : Jumlah penduduk usia i yang bersekolah pada tahun t : Jumlah penduduk usia i pada tahun t : Usia (a, a+1,..., n) Sedangkan Rata-Rata Lama Sekolah didefinisikan sebagai jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk dalam menjalani pendidikan formal. Diasumsikan bahwa dalam kondisi normal rata-rata lama sekolah suatu wilayah tidak akan turun. Cakupan penduduk yang dihitung dalam penghitungan rata-rata lama sekolah adalah penduduk berusia 25 tahun ke atas. Untuk penghitungan indeks pendidikan ini, dua batasan dipakai sesuai kesepakatan beberapa negara. Batas maksimum untuk Angka Harapan Lama Sekolah adalah 18 tahun dengan batas minimum 0 tahun. Sementara itu batas maksimum untuk Rata-Rata Lama Sekolah (MYS) adalah 15 tahun dan batas minimum adalah 0 tahun. Batas maksimum 15 tahun mengindikasikan tingkat pendidikan maksimum yang ditargetkan adalah setara lulus Sekolah Menengah Atas. Langkah pertama penghitungan MYS adalah menyeleksi penduduk pada usia 25 tahun ke atas. Langkah kedua, mengelompokkan jenjang pendidikan yang pernah/sedang diduduki. 13

16 Tabel 3. Pengelompokkan Jenjang Pendidikan Yang Pernah/Sedang Diduduki Jenis Pendidikan SD/SDLB Madrasah Ibtidaiyah Paket A SMP/SMPLB Madrasah Tsanawiyah Paket B SMA/SMLB Madrasah Aliyah SMK Paket C Program D1/D2 Program D3/Sarjana Muda Program D4/S1 Program S2/S3 Jenjang Sekolah Dasar SMP SMA D1/D2 D3 S1 S2/S3 Langkah ketiga, mengelompokkan ijazah/sttb tertinggi yang dimiliki. Tabel 4. Pengelompokkan Ijazah/STTB Tertinggi yang Dimiliki Jenis Pendidikan Tidak punya ijazah SD SD/SDLB Madrasah Ibtidaiyah Paket A SMP/SMPLB Madrasah Tsanawiyah Paket B SMA/SMLB Madrasah Aliyah SMK Paket C Program D1/D2 Program D3/Sarjana Muda Program D4/S1 Program S2/S3 Ijazah Tidak punya ijazah SD Sekolah Dasar SMP SMA D1/D2 D3 S1 S2/S3 14

17 terakhir. Langkah keempat, mengkonversi tahun lama sekolah menurut ijazah Tabel 5. Ijazah dan Konversi Tahun Lama Sekolah No. Ijazah Konversi Tahun Lama Sekolah (Th) 1. Tidak punya ijazah 0 2. Sekolah Dasar 6 3. SMP 9 4. SMA D1/D D S1/D S2/S3 18 Langkah selanjutnya adalah menghitung lamanya bersekolah sampai kelas terakhir dan menghitung lamanya bersekolah. Setelah mendapatkan nilai EYS dan MYS, maka Indeks Pendidikan dihitung dengan rumus sebagai berikut: I c. Standar Hidup Layak pendidikan I EYS I 2 MYS Untuk mengukur indikator Standart Hidup Layak, UNDP menggunakan GDP per kapita yang telah disesuaikan (adjusted real GDP per capita). Namun dalam penghitungan IPM sub nasional (propinsi dan kabupaten/kota) tidak dapat menggunakan data PDRB per kapita yang kurang lebih setara dengan ukuran UNDP. Hal ini dikarenakan PDRB per kapita hanya mengukur produksi suatu wilayah dan tidak mampu menggambarkan daya beli riil dari masyarakat yang merupakan fokus dari IPM. Sedangkan data pengeluaran per kapita yang diperoleh 15

18 dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) merupakan pendekatan dari daya beli masyarakat lokal yang lebih baik. Untuk mengukur daya beli masyarakat antar kabupaten/kota, digunakan rata-rata konsumsi 96 komoditi terpilih dari hasil Susenas yang dianggap paling dominan dikonsumsi oleh masyarakat dan telah distandarkan agar dapat dibandingkan antar daerah dan antar waktu serta disesuaikan dengan indeks PPP. Rata-rata pengeluaran per kapita dibuat konstan/riil dengan tahun dasar 2012=100. Dari 96 komoditi terpilih tersebut, 66 komoditi diantaranya adalah jenis makanan sementara 30 komoditi lainnya adalah jenis non makanan. Metode penghitungan paritas daya beli menggunakan metode Rao. Penghitungan rata-rata pengeluaran per kapita riil yang telah disesuaikan dilakukan melalui 5 (lima) tahapan sebagai berikut : 1) Menghitung value (rupiah yang dikeluarkan) dan quantity (jumlah barang yang dikonsumsi) 96 komoditas PPP dari data Susenas Modul Konsumsi. 2) Menghitung quantity komoditi perumahan dari data Susenas Kor. 3) Menghitung harga rata-rata setiap komoditas. Harga yang tidak dapat diperoleh dari Susenas modul konsumsi diproksi dengan harga dari Indeks Harga Konsumen (IHK). 4) Menghitung relatif harga terhadap Jakarta Selatan. 5) Menghitung penyesuaian PPP (rupiah) atau rata-rata konsumsi riil dengan menggunakan formula : PPP j m i 1 p p ij ik 1 m 16

19 dimana: P (ij) P (ik) M : harga komoditas i di kab/kota j : harga komoditas i di Jakarta Selatan : jumlah komoditas 17

20 BAB III GAMBARAN UMUM 3.1. Profil Kabupaten Ponorogo Kabupaten Ponorogo merupakan salah satu kabupaten yang ada di bagian barat Provinsi Jawa Timur. Luas wilayahnya 1.371,78 km 2 yang terletak antara ' sampai dengan ' Bujur Timur dan 7 49' sampai dengan 8 20' Lintang Selatan. Kabupaten Ponorogo secara langsung berbatasan dengan Kabupaten Magetan, Kabupaten Madiun, dan Kabupaten Nganjuk di sebelah Utara. Di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Trenggalek. Di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Pacitan, sedangkan di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Wonogiri (Provinsi Jawa Tengah). Wilayah Kabupaten Ponorogo terbagi habis atas 21 Kecamatan yang terdiri dari 307 desa/kelurahan. Gambar 2. 18

21 Kondisi topografi Kabupaten Ponorogo bervariasi mulai dari dataran rendah hingga pegunungan. Sebagian besar wilayah Kabupaten Ponorogo yaitu sebesar 78,83% terletak di ketinggian kurang dari 500 meter di atas permukaan laut, 14,66% berada di antara meter, dan sisanya 6,51% berada pada ketinggian di atas 700 meter. Secara klimatologis Kabupaten Ponorogo merupakan dataran rendah dengan iklim tropis yang mengalami dua musim yaitu kemarau dan penghujan dengan suhu berkisar C. Kecamatan Ngrayun mempunyai wilayah terluas (184,76 Km 2 ) dari keseluruhan luas wilayah Kabupaten Ponorogo, sementara wilayah terkecil adalah Kecamatan Ponorogo (22,31 Km 2 ). Sumber : Ponorogo Dalam Angka 2015, BPS Berdasarkan hasil proyeksi BPS tahun 2014, jumlah penduduk Kabupaten Ponorogo sebesar jiwa, yang terdiri dari jiwa penduduk laki-laki dan jiwa penduduk perempuan dengan kepadatan penduduk mencapai 631 jiwa/km 2. Komposisi penduduk laki-laki dan perempuan di Kabupaten Ponorogo hampir seimbang. Tercatat rasio jenis kelamin (Sex Ratio) sebesar 99,85 yang berarti bahwa secara rata-rata pada setiap 100 penduduk perempuan terdapat 99 penduduk laki-laki. 19

22 Tabel 6. Jumlah Penduduk Kabupaten Ponorogo Menurut Kecamatan Tahun 2014 No Kecamatan Laki-Laki Perempuan Jumlah Sex Ratio 1 Ngrayun Slahung Bungkal Sambit Sawoo Sooko Pudak Pulung Mlarak Siman Jetis Balong Kauman Jambon Badegan Sampung Sukorejo Ponorogo Babadan Jenangan Ngebel Jumlah Sumber : Ponorogo Dalam Angka 2015, BPS Dari 21 kecamatan yang ada di Kabupaten Ponorogo, Kecamatan Ponorogo merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar, yaitu jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar jiwa/km 2, diikuti oleh Kecamatan Babadan jiwa (1.478 jiwa/km 2 ) dan Kecamatan Ngrayun jiwa (304 jiwa/km 2 ). Sementara kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit sekaligus tingkat kepadatan terendah adalah Kecamatan Pudak jiwa dengan tingkat kepadatan 190 jiwa/km 2. 20

23 Jika dilihat menurut sebaran penduduk berdasarkan kelompok umur, mayoritas penduduk Kabupaten Ponorogo merupakan penduduk produktif dengan persentase penduduk usia tahun sebesar 68,00%. Sedangkan penduduk usia di bawah 15 tahun sebesar 21,04% dan penduduk usia 65 tahun ke atas sebesar 10,96%. Dengan demikian dapat diketahui bahwa angka rasio ketergantungan di Kabupaten Ponorogo pada tahun 2014 mencapai 47,05 yang berarti secara rata-rata dari setiap 100 penduduk usia produktif harus menanggung sekitar 47 penduduk usia tidak produktif. 3.2 Gambaran Umum Sosial Ekonomi Kabupaten Ponorogo Sebagaimana paradigma pembangunan yang menempatkan manusia sebagai titik sentral dari pembangunan itu sendiri, maka upaya-upaya peningkatan kualitas manusia baik secara fisiologis, ekonomis, maupun spiritual perlu diupayakan. Dalam menggambarkan upaya-upaya pembangunan manusia tersebut biasanya digunakan indikator-indikator sosial ekonomi yang meliputi bidang pendidikan, kesehatan masyarakat, ketenagakerjaan, maupun pertumbuhan ekonomi Bidang Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam proses pengembangan pola pikir konstruktif dan kreatif sumber daya manusia, baik itu pendidikan yang diperoleh secara formal maupun informal sebagai bekal atau modal dalam menjalani interaksi sosial dalam bermasyarakat, pendidikan diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan manusia. Perencanaan yang cepat, tepat dan terarah dalam pembangunan pendidikan mutlak diperlukan. Semakin tinggi tingkat pendidikan suatu masyarakat, akan mempengaruhi kualitas sumber dayanya. Pendidikan bukan hanya merupakan 21

24 tanggung jawab pemerintah, tetapi juga masyarakat dan keluarga. Pendidikan yang memadai dapat mengoptimalkan potensi yang dimiliki setiap individu. Hal ini sejalan dengan program Pemerintah Kabupaten Ponorogo yang salah satu misinya adalah menjamin terwujudnya kepastian akses dan mutu pelayanan dasar masyarakat secara optimal yang meliputi pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur baik pedesaan maupun perkotaan, serta menjamin kepastian penyediaan pelayanan publik dengan model pelayanan yang efektif dan efisien. Pendidikan yang berbasis pengetahuan dan moral sangat dibutuhkan dalam rangka menghadapi abad globalisasi dimana berbagai pengaruh dari luar yang masuk dengan bebas ke negeri ini. Gambar 4. Angka Melek Huruf Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas Kabupaten Ponorogo Tahun ,02 89,72 91,72 91,94 85, Sumber : BPS Jawa Timur 2014 Kemampuan baca tulis adalah kemampuan dasar untuk meningkatkan kualitas manusia. Diharapkan dengan meningkatnya kemampuan baca tulis maka akan meningkat pula akses terhadap berbagai informasi, yang pada akhirnya akan meningkatkan pengetahuan secara umum. Kemampuan baca tulis tercermin dari tinggi rendahnya angka melek huruf. Dalam hal ini merupakan persentase 22

25 penduduk usia 10 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin dan huruf lainnya. Persentase angka melek huruf penduduk usia 10 tahun ke atas di Kabupaten Ponorogo terus meningkat dari tahun ke tahun hingga mencapai 95,02 persen pada tahun 2014 atau naik 3,08 persen poin dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 91,94 persen. Tingkat melek huruf yang tinggi menunjukkan adanya sebuah sistem pendidikan dasar yang efektif dan/atau program keaksaraan yang memungkinkan sebagian besar penduduk untuk memperoleh kemampuan menggunakan kata-kata tertulis dalam kehidupan sehari-hari dan melanjutkan pembelajarannya. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pencapaian program wajib belajar 9 tahun dapat dilakukan dengan cara mengakses seluruh fasilitas pendidikan yang ada bagi penduduk usia sekolah. Untuk mengetahui seberapa besar tingkat pemanfaatan atau jangkauan pendidikan, maka digunakan indikator Angka Partisipasi Sekolah (APS). Angka Partisipasi Sekolah (APS) merupakan ukuran daya serap sistem pendidikan terhadap penduduk usia sekolah. Angka partisipasi dapat menjadi indikator proses di bidang pendidikan yang menggambarkan proses partisipasi aktif penduduk usia belajar dalam proses belajar. APS yang tinggi menunjukkan terbukanya peluang yang lebih besar dalam mengakses pendidikan secara umum. Pada kelompok umur mana peluang tersebut terjadi dapat dilihat dari besarnya APS setiap kelompok umur. 23

26 Gambar 5. Angka Partisipasi Sekolah Menurut Jenjang Pendidikan di Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 Sumber : BPS Jawa Timur 2014 Dari grafik di atas diketahui bahwa Angka Partisipasi Sekolah (APS) usia 7-12 tahun yang mempresentasikan usia di tingkat sekolah dasar/sederajat mencapai 99,22 persen pada tahun APS usia tahun yang mempresentasikan usia sekolah tingkat lanjutan pertama mencapai 100,00 persen. Upaya peningkatan pendidikan dasar bagi masyarakat melalui program wajib belajar sembilan tahun (setara SLTP) telah membawa dampak meningkatnya angka partisipasi sekolah khususnya pada kelompok usia sasaran program ini hingga berada pada kisaran di atas 99 persen. Angka partisipasi sekolah kelompok usia tahun yang mempresentasikan usia sekolah tingkat lanjutan atas pada tahun 2014 juga mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Terjadi peningkatan sebesar 8,65 persen poin yaitu dari 74,52 persen pada tahun 2013 menjadi 83,17 persen pada tahun

27 Hal ini memberikan gambaran bahwa di Kabupaten Ponorogo secara ratarata pada setiap 100 anak usia 7-12 tahun (SD/MI) sekitar 1 anak diantaranya sedang tidak bersekolah, dan untuk setiap 100 anak usia tahun (SMP/MTs) seluruhnya sedang bersekolah. Sementara untuk usia tahun (SLTA sederajat) terdapat 17 anak yang sedang tidak bersekolah. Angka APS tersebut menunjukkan tren penurunan seiring dengan kenaikan usia, hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan maka semakin rendah persentase penduduk yang sedang bersekolah. No Tabel 7. Persentase Penduduk Kabupaten Ponorogo Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Tingkat Pendidikan Yang Ditamatkan Sumber : BPS Jawa Timur (Susenas ) Tidak/Belum Pernah Sekolah 5,83 7,31 4,06 2 Tidak/Belum Tamat SD 24,01 20,11 21,93 3 SD/MI sederajat 30,46 30,07 30,85 4 SLTP/MTs sederajat 19,45 19,19 18,57 5 SMU sederajat 10,79 13,11 11,51 6 SMK sederajat 4,96 5,40 7,53 7 Perguruan Tinggi 4,50 4,81 5,54 Total 100,00 100,00 100,00 Persentase pendidikan yang ditamatkan dapat digunakan sebagai bahan acuan perencanaan pembangunan terutama untuk melakukan perencanaan penawaran tenaga kerja, dengan menyesuaikan kualifikasi pendidikan angkatan kerja di suatu wilayah. Hal tersebut menunjukkan pula tingkat pendidikan pada suatu wilayah tertentu. 25

28 Apabila dilihat menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan, pada tahun 2014 hampir 49,42 persen penduduk Kabupaten Ponorogo usia 10 tahun ke atas yang telah menamatkan pendidikan tertingginya minimal setingkat SLTP sederajat. Hal yang perlu menjadi perhatian adalah masih terdapat penduduk usia 10 tahun ke atas yang tidak mempunyai ijazah atau belum sekolah yaitu sebesar 4,06 persen karena tidak sejalan dengan program pendidikan dasar selama 9 tahun yang telah lama dicanangkan oleh pemerintah dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya yang ada, meskipun persentasenya menurun dibanding tahun 2013 yang mencapai 7,31 persen. Terjadi peningkatan yang cukup berarti pada persentase penduduk yang telah menamatkan pendidikan tingkat SLTA sederajat maupun perguruan tinggi, dari 18,51 persen pada tahun 2013 menjadi 19,04 persen pada tahun 2014 untuk tingkat SLTA sederajat dan 4,81 persen pada tahun 2013 menjadi 5,54 persen pada tahun 2014 untuk tingkat perguruan tinggi. Gambar 6. Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Usia 25 Tahun ke Atas Tahun Sumber : BPS Jawa Timur

29 Angka rata-rata lama sekolah adalah rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk untuk menempuh semua jenis pendidikan formal yang pernah dijalani. Lamanya sekolah atau years of schooling adalah sebuah angka yang menunjukkan lamanya bersekolah seseorang dari masuk sekolah dasar sampai dengan tingkat pendidikan terakhir. Angka rata-rata lama sekolah merupakan kombinasi antara partisipasi sekolah, jenjang pendidikan yang sedang dijalani, kelas yang diduduki, dan pendidikan yang ditamatkan. Tetapi jumlah tahun bersekolah ini tidak mengindahkan kasus-kasus tidak naik kelas, putus sekolah yang kemudian melanjutkan kembali, dan masuk sekolah dasar di usia terlalu muda atau sebaliknya, sehingga nilai dari jumlah tahun bersekolah menjadi terlalu tinggi (overestimate) atau bahkan terlalu rendah (underestimate). Rata-rata lama sekolah penduduk usia 25 tahun ke atas di Kabupaten Ponorogo pada tahun 2014 untuk mengenyam pendidikan formal adalah 6,91 tahun. Apabila dihubungkan dengan tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan maka hal ini sejalan dengan banyaknya penduduk usia 10 tahun ke atas di Kabupaten Ponorogo yang menamatkan pendidikannya hanya sebatas SD sederajat. Selama kurun waktu tiga tahun terakhir terjadi peningkatan rata-rata lama sekolah penduduk usia 25 tahun ke atas dari 6,57 tahun pada tahun 2012 meningkat menjadi 6,91 tahun pada tahun Selain indikator mengenai angka melek huruf, angka partisipasi sekolah, pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan rata-rata lama sekolah, informasi tentang banyaknya sarana pendidikan, tenaga pengajar, kelas, perpustakaan dan lain-lain 27

30 mutlak diperlukan guna mengetahui sejauh mana ketersediaan fasilitas pendidikan yang ada. Walaupun informasi ini belum dapat mendeteksi kualitas dari sarana pendidikan tersebut. Untuk menggambarkan ketersediaan fasilitas pendidikan paling tidak digunakan dua indikator, yaitu rasio murid-guru dan rasio muridsekolah. Rasio murid guru diperoleh dari perbandingan antara jumlah murid dan jumlah guru. Angka rasio ini digunakan untuk menggambarkan beban kerja guru dalam mengajar. Sedangkan rasio murid sekolah didapat dari perbandingan jumlah murid dan jumlah sekolah, dimana angka rasio ini dapat digunakan untuk memantau daya tampung sekolah. Pada tahun ajaran 2014/2015, angka rasio murid guru di Kabupaten Ponorogo cukup rendah. Secara rata-rata setiap guru pada setiap jenjang pendidikan mengajar 10 orang murid. Melalui hal ini diharapkan pengawasan dan perhatian guru terhadap siswa didiknya dapat lebih fokus sehingga pada akhirnya mutu pengajaran di kelas akan meningkat. Tabel 8. Rasio Murid-Guru dan Murid-Sekolah Kabupaten Ponorogo Tahun Ajaran 2014/2015 Jenjang Pendidikan Rasio Rasio Murid-Guru Murid-Sekolah (1) (2) (3) SD sederajat SMP sederajat SMA sederajat Sumber : Dinas Pendidikan & Departemen Agama Kabupaten Ponorogo Sementara untuk rasio murid terhadap sekolah, semakin tinggi jenjang pendidikan semakin besar pula angka rasio murid-sekolah. Untuk SD sederajat rata-rata satu sekolah menampung 109 murid, SMP sederajat 246 murid, dan SMA 28

31 sederajat sebanyak 289 murid. Rasio murid-sekolah merupakan cerminan perhatian pemerintah dalam menyediakan sarana belajar bagi anak usia sekolah. Dengan terus bertambahnya jumlah penduduk tentunya juga harus diiringi penambahan fasilitas belajar berupa sekolah selain juga perlu diperhatikan tingkat penyebaran guru dan sekolah yang seimbang antara daerah perkotaan dan perdesaan Bidang Kesehatan Masyarakat Pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di bidang kesehatan bertujuan agar semua lapisan masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan secara merata, mudah dan murah. Kesehatan merupakan aspek mendasar yang dibutuhkan semua orang. Dengan kondisi sehat setiap orang dapat melakukan semua aktivitasnya untuk mencapai apa yang diinginkan. Tubuh yang sehat secara fisik memungkinkan seseorang untuk melakukan segala kegiatan sehingga mencapai hasil yang optimal dan mampu menjadi manusia berkualitas. Derajat atau tingkat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh faktor perilaku individu, keturunan, pelayanan kesehatan dan lingkungan. Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan antara lain ditandai oleh semakin menurunnya angka kematian bayi (AKB) dan semakin meningkatnya angka harapan hidup (AHH). Penurunan angka kematian bayi secara tidak langsung berhubungan dengan angka kemiskinan di suatu daerah. Pada daerah yang angka kemiskinannya tinggi biasanya angka kematian bayinya juga tinggi. Hal ini antara lain disebabkan pola konsumsi penduduk miskin yang belum mempertimbangkan kecukupan asupan gizi pada ibu-ibu hamil. 29

32 Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo 2015 Angka kematian bayi adalah jumlah kematian bayi usia dibawah 1 tahun dalam kurun waktu setahun per kelahiran hidup pada tahun yang sama. Kematian bayi di suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh kondisi kehamilan ibu, penolong persalinan, perawatan bayi baru lahir, tingkat gizi yang diberikan pada bayi dan kualitas tempat tinggal. Selama periode tiga tahun terakhir angka kematian bayi menunjukkan kecenderungan menurun, dari 37 kematian bayi per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2012 menjadi 24 kematian bayi per 1000 kelahiran hidup pada tahun Dalam usaha mengurangi angka kematian bayi diperlukan penanganan yang intensif baik dari faktor eksternal maupun internal, antara lain melalui keberadaan penolong persalinan yang mumpuni dan kemudahan akses ke tempat pelayanan kesehatan serta peningkatan perawatan bayi seperti pemberian asupan makanan yang cukup serta pemberian ASI dan imunisasi. 30

33 Dalam proses kelahiran faktor penolong persalinan sangat mempengaruhi keselamatan ibu dan bayi. Kekeliruan penanganan baik pada saat melahirkan maupun pasca kelahiran akan berakibat fatal bagi kesehatan dan keselamatan ibu dan bayi. Penolong persalinan yang dilakukan oleh tenaga medis atau tenaga berpengalaman yang sudah dibekali dengan pengetahuan serta kemampuan kebidanan akan membantu kelancaran proses persalinan. Tabel 8. Persentase Balita Menurut Penolong Kelahiran di Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 Tenaga Kesehatan Sumber : BPS Jawa Timur (Susenas 2014) Penolong Pertama Kelahiran Penolong Terakhir Kelahiran (1) (2) (3) Dokter 16,30 24,32 Bidan 79,49 71,99 Tenaga Medis Lain - - Dukun 4,21 3,69 Famili/Lainnya - - Jumlah 100,00 100,00 Di tahun 2014 mayoritas kelahiran di Kabupaten Ponorogo ditolong oleh tenaga kesehatan (dokter/bidan/paramedis) yaitu sebesar 95,79 persen pada awal kelahiran dan 96,31 persen pada tahap akhir kelahiran. Dapat dikatakan bahwa sebesar 4,21 persen proses kelahiran tahun 2014 yang pada tahap awal proses kelahirannya ditolong oleh tenaga non medis, sebanyak 0,52 persen diantaranya dirujuk ke tenaga medis dimungkinkan karena mengalami kesulitan pada proses persalinannya. Selain penolong kelahiran, pemeriksaan kehamilan juga merupakan hal yang penting untuk mengurangi resiko kematian ibu ataupun bayi yang dilahirkan. 31

34 Tabel 10. Persentase Penduduk Menurut Keluhan Kesehatan di Kabupaten Ponorogo Tahun Keluhan Kesehatan (1) (2) (3) (4) Tidak ada keluhan kesehatan 73,64 73,98 69,60 Ada keluhan kesehatan dan menyebabkan terganggunya pekerjaan, sekolah dan kegiatan sehari-hari Ada keluhan kesehatan tetapi tidak menyebabkan terganggunya pekerjaan, sekolah dan kegiatan sehari-hari Sumber : BPS Jawa Timur (Susenas ) 10,55 11,60 10,63 15,80 14,42 19,77 Indikator lain yang terkait dengan kesehatan masyarakat yaitu keluhan kesehatan yang dialami oleh penduduk. Berdasarkan hasil Susenas tahun 2014, sekitar 30,40 persen penduduk Kabupaten Ponorogo menyatakan bahwa sebulan yang lalu mengalami keluhan kesehatan. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya mengalami peningkatan sebesar 4,38 persen poin. Dari 30,40 persen penduduk yang menyatakan bahwa sebulan yang lalu mengalami keluhan kesehatan sebanyak 10,63 persen diantaranya mengakibatkan terganggunya kegiatan sehari-hari. Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa penduduk yang mempunyai keluhan kesehatan, sekitar 34,97 persen diantaranya mengaku keluhan kesehatan tersebut mengganggu kegiatan sehari-harinya. Peningkatan status dan derajat kesehatan masyarakat tentunya harus didukung dengan ketersediaan fasilitas kesehatan karena pelayanan kesehatan kepada masyarakat terkait erat dengan jumlah fasilitas kesehatan. Di Kabupaten Ponorogo terdapat 6 rumah sakit umum, 31 puskesmas, 57 puskesmas pembantu, 45 puskesmas keliling, posyandu dan sejumlah fasilitas kesehatan lainnya. Sementara jumlah tenaga medis yaitu dokter sebanyak 147 orang dan paramedis (perawat dan bidan) sekitar orang. 32

35 Tabel 11. Banyaknya Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 Fasilitas Kesehatan Jumlah (1) (2) Sarana Kesehatan Rumah Sakit Umum 6 Puskesmas 31 Puskesmas Pembantu 57 Puskesmas Keliling 45 Balai Pengobatan 34 Posyandu Dokter Praktek 127 Apotik 65 Tenaga Kesehatan Dokter 147 Perawat dan Bidan Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo Dengan jumlah penduduk Kabupaten Ponorogo yang mencapai jiwa, maka dapat diketahui bahwa secara rata-rata setiap puskesmas (termasuk pustu dan pusling) harus siap melayani sekitar penduduk, setiap dokter praktek melayani hampir penduduk, dan setiap apotik harus melayani sekitar penduduk. Seiring dengan peningkatan jumlah fasilitas kesehatan yang tersedia maka beban pelayanan menjadi semakin berkurang. Dengan demikian diharapkan kualitas pelayanan yang diberikan akan semakin meningkat. Yang perlu menjadi perhatian adalah tingkat penyebaran dari sarana kesehatan tersebut, karena masih terdapat beberapa kecamatan yang sama sekali tidak memiliki apotik dan dokter praktek yang ada tidak sebanding dengan jumlah penduduk yang harus dilayani. Apalagi rumah sakit yang ada seluruhnya berada di Kecamatan Ponorogo, padahal pasien yang dilayani tidak hanya berasal dari Kabupaten Ponorogo tetapi juga daerah sekitar Ponorogo. 33

36 Bidang Perekonomian Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan. Tingkat pertumbuhan ekonomi haruslah lebih besar daripada laju pertumbuhan penduduk, agar peningkatan pendapatan perkapita dapat tercapai. Menurut beberapa ahli, perekonomian daerah dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi daerah dan penciptaan lapangan kerja. Besarnya pertumbuhan ekonomi tergantung dari nilai PDRB setiap tahunnya. Sedangkan penciptaan lapangan kerja dapat dilakukan setelah terjadi akumulasi aliran modal. Aliran modal masuk akan berdampak pada tersedianya lapangan kerja yang seluasluasnya. Dengan membagi PDRB atas dasar harga berlaku dengan jumlah penduduk pertengahan tahun akan menghasilkan PDRB per kapita yang merupakan indikator dalam melihat tingkat kesejahteraan penduduk secara makro. Meskipun PDRB per kapita ini tidak dapat menggambarkan secara riil pendapatan yang diterima masyarakat, namun indikator ini masih relevan untuk mengetahui apakah secara rata-rata pendapatan masyarakat mengalami peningkatan atau tidak. Jumlah penduduk dapat dijadikan penimbang karena jumlah penduduk merupakan pelaku pembangunan yang menghasilkan output. Nilai nominal PDRB sebagai salah satu indikator makro ekonomi di Kabupaten Ponorogo dalam lima tahun terakhir ini selalu menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2014 ini perekonomian Kabupaten Ponorogo menunjukkan pertumbuhan yang sedikit lebih cepat dari tahun sebelumnya yaitu 34

37 dari 5,17 persen pada tahun 2013 menjadi 5,28 persen pada tahun Membaiknya kinerja lapangan usaha pertanian serta tumbuhnya lapangan usaha konstruksi, transportasi dan penyediaan makan minum merupakan faktor pendorong percepatan pertumbuhan PDRB Kabupaten Ponorogo tahun Tabel 12. PDRB Per Kapita (ADHB) Kabupaten Ponorogo Tahun No Uraian (1) (2) (3) (4) (5) 1 PDRB ADHB (Juta Rupiah) , , ,8 2 Penduduk Pertengahan Tahun (Jiwa) PDRB Per Kapita (Rupiah) , , ,2 Sumber : PDRB Kabupaten Ponorogo , BPS Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari tahun ke tahun PDRB per kapita penduduk Kabupaten Ponorogo mengalami kenaikan. PDRB per kapita penduduk Kabupaten Ponorogo tahun 2012 adalah 12,82 juta rupiah per penduduk per tahun dan meningkat menjadi 15,52 juta rupiah per penduduk per tahun di tahun Bila dilihat dari persentase kenaikannya, maka terdapat kenaikan sebesar 9,72 persen dari tahun 2012 ke tahun 2013, dan terdapat kenaikan sebesar 10,38 persen dari tahun 2013 dan Bidang Ketenagakerjaan Dalam tinjauan makro ekonomi, salah satu indikator pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dilihat dari sejauh mana angkatan kerja di daerah tersebut terserap ke dalam lapangan kerja yang ada. Penyerapan angkatan kerja ke dalam 35

38 lapangan kerja yang tersedia di daerah tertentu nantinya akan berhubungan dengan tingkat pengangguran di daerah tersebut. Penduduk yang termasuk dalam kategori angkatan kerja adalah penduduk yang secara ekonomis berpotensi menghasilkan output atau pendapatan, baik yang sudah bekerja maupun yang sedang mencari pekerjaan. Sedangkan pengangguran meliputi penduduk yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan, atau mempersiapkan suatu usaha, atau merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan (putus asa), atau sudah diterima bekerja namun belum mulai bekerja. Tingkat pengangguran merupakan perbandingan antara jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja. Tabel 13. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Variabel Ketenagakerjaan di Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 No Variabel Ketenagakerjaan Agustus 2014 (1) (2) (3) 1 Angkatan Kerja (Jiwa) Bekerja (Jiwa) Pengangguran (Jiwa) Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 3,66 Sumber : BPS Jawa Timur (Sakernas 2014) Dari hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) dapat diketahui bahwa jumlah angkatan kerja pada bulan Agustus 2014 di Kabupaten Ponorogo mencapai jiwa atau sebesar 57,34 persen dari total penduduk di Kabupaten Ponorogo. Sedangkan jumlah penduduk yang bekerja sebesar jiwa atau 96,34 persen dari total angkatan kerja. Tingkat pengangguran terbuka tercatat sebesar 3,66 persen, lebih tinggi dibanding tingkat pengangguran terbuka pada tahun 2013 yang mencapai 3,28 persen. 36

39 Angka tingkat pengangguran terbuka Kabupaten Ponorogo ini masih lebih rendah dibanding angka Jawa Timur yang mencapai 4,19 persen dan kabupaten/kota di wilayah Karesidenan Madiun lainnya, namun masih lebih tinggi dibanding Kabupaten Pacitan (1,08 persen). Namun kedepannya pemerintah harus terus berupaya menciptakan lapangan kerja dengan memaksimalkan dan menggunakan seefisien mungkin segala sumber daya yang ada agar angka pengangguran dapat ditekan pada level yang rendah Bidang Perumahan Rumah adalah salah satu hak dasar rakyat, oleh karena itu setiap warga negara berhak untuk bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat. Selain sebagai tempat tinggal, rumah juga berfungsi sebagai pusat pendidikan keluarga dan penyiapan generasi muda, sehingga rumah dengan lingkungan yang layak dan sehat merupakan wadah untuk pengembangan sumber daya masyarakat di masa depan. Sebagai tempat tinggal, idealnya rumah yang layak huni memiliki fasilitas kamar tidur, kamar mandi, dapur, kakus (WC) tersendiri, adanya penerangan listrik serta sumber air bersih. Ketersediaan air bersih di rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari menjadi sangat penting karena berdampak terhadap tingkat kesehatan. Semakin tinggi persentase rumah tangga yang menggunakan air bersih, semakin baik kondisi kesehatan rumah tangga di daerah tersebut. Oleh sebab itu air yang diperlukan rumahtangga harus memenuhi syarat kesehatan, yaitu mencakup fisik, kimia dan bakteriologis. 37

40 Pada tahun 2014 di Kabupaten Ponorogo terdapat sekitar 96,95 persen rumah tangga menggunakan sumber air minum yang layak, dan sekitar 3,05 persen lainnya menggunakan sumber air minum yang tidak layak. Rumahtangga yang masih menggunakan sumber air minum tidak layak perlu menjadi perhatian karena rentan terhadap masalah kesehatan di kemudian hari. Rumah tangga dikatakan memiliki sumber air minum layak apabila pada rumah tangga tersebut ada akses terhadap sumber air minum terlindungi. Sumber air minum terlindungi dapat berasal dari leding meteran atau eceran, air hujan, sumur bor/pompa/terlindung dan mata air terlindung dengan syarat jarak ke penampungan kotoran/limbah lebih dari 10 meter. Sedangkan apabila syarat jarak tidak terpenuhi tetapi rumah tangga menggunakan sumber air mandi/cuci berasal dari air terlindungi bisa dikatakan rumah tangga memiliki akses terhadap sumber air minum layak. Rumah tangga yang menggunakan sumber air minum yang berasal dari air kemasan bermerk dan air isi ulang, dikatakan tidak memiliki akses sumber air minum yang layak jika rumah tangga tersebut tidak menggunakan sumber air mandi/cuci berasal dari air terlindungi. Sebaliknya jika menggunakan sumber air mandi/cuci berasal dari air terlindungi walaupun untuk sumber air minum menggunakan air kemasan bermerk/isi ulang berarti rumah tangga tersebut memiliki akses terhadap sumber air minum yang layak. Untuk rumah tangga yang menggunakan akses sumber air minum tidak terlindungi (sumur tak terlindung, mata air tak terlindung, air sungai dan lainnya) dikatakan memiliki akses sumber air minum yang layak apabila rumah tangga tersebut juga menggunakan sumber air mandi/cuci berasal dari air terlindungi. 38

41 Gambar 8. Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum di Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 Sumber : BPS Jawa Timur (Susenas 2014) Informasi merupakan salah satu kunci kemajuan suatu wilayah. Pengelolaan sumber-sumber informasi yang baik dapat dimanfaatkan dan diolah menjadi sesuatu yang bermanfaat. Fasilitas telepon sebagai alat komunikasi di rumahtangga mencerminkan kemajuan aksesibilitas untuk menyerap berbagai informasi. Selain telepon, internet merupakan salah satu teknologi informasi yang semakin populer. Dampak penggunaan internet sangat kompleks di masyarakat. Internet sangat berguna bagi pendidikan sebagai sarana memperluas pengetahuan serta mempermudah pertukaran informasi yang dibutuhkan oleh pihak pemerintah maupun kalangan pengusaha. Saat ini penggunaan fasilitas telepon dan internet menjadi suatu kebutuhan yang sangat penting untuk mendukung aktivitas rumah tangga, baik untuk keperluan pendidikan maupun mengakses berbagai kebutuhan lain. Semakin berkembangnya sektor komunikasi akan sangat memberikan pengaruh pada perkembangan dan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ponorogo. 39

42 Gambar 9. Persentase Rumah Tangga Menurut Kepemilikan Telepon Seluler dan Akses Internet di Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 Sumber : BPS Jawa Timur (Susenas ) Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa kepemilikan telepon selular terus meningkat setiap tahunnya yaitu dari 79,56 persen pada tahun 2012 menjadi 85,43 persen pada tahun Sementara persentase rumahtangga yang pernah mengakses internet selama 3 bulan yang lalu juga menunjukkan kecenderungan yang serupa dengan kepemilikan telepon selular. Penggunanya mencapai 15,74 persen pada tahun 2014, meningkat 1,57 persen poin dibanding tahun Semakin mudahnya akses masyarakat terhadap berbagai informasi secara bebas dari seluruh sumber informasi dapat membawa dampak positif maupun negatif. Kemajuan teknologi informasi akan membawa dampak yang baik apabila penggunanya mampu memilah mana informasi yang bermanfaat dan mana informasi yang berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat. Komponen perumahan lainnya yang cukup penting untuk dilihat kaitannya dengan kesejahteraan rakyat yaitu jenis lantai terluas. Jenis lantai terluas dibedakan menjadi dua yaitu tanah dan bukan tanah. Kriteria ini dibedakan 40

43 berdasarkan syarat minimal rumah sehat. Rumah yang memiliki jenis lantai tanah dapat menyebabkan mudahnya terjangkit berbagai penyakit. Dari segi sosial ekonomi jika jenis lantai terluas adalah tanah dapat menggambarkan tingkat sosial ekonomi penghuninya lebih rendah dibandingkan penghuni rumah yang jenis lantai terluasnya bukan tanah. Gambar 10. Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Lantai Terluas Di Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 Sumber : BPS Jawa Timur (Susenas 2014) Dari gambar di atas yang menginformasikan mengenai persentase rumah tangga menurut jenis lantai terluas di Kabupaten Ponorogo, dapat diketahui bahwa sebanyak 80,15 persen rumah tangga di Kabupaten Ponorogo memiliki jenis lantai terluasnya adalah bukan tanah sedangkan rumah tangga yang lantai terluasnya tanah sebanyak 19,85 persen. Pola hidup bersih akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia. Oleh karena itu keberadaan sanitasi menjadi sangat penting di dalam setiap rumah tangga. Bahan buangan (limbah) yang dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti tinja manusia atau binatang, dapat dicegah dengan menggunakan teknologi 41

44 sederhana seperti membuat kakus dan tangki septik. Derajat kesehatan masyarakat akan meningkat bila penyediaan sarana sanitasi dibarengi dengan perbaikan perilaku masyarakat dalam memanfaatkan sanitasi tersebut. Gambar 11. Persentase Rumah Tangga Menurut Fasilitas Tempat Buang Air Besar Di Kabupaten Ponorogo Tahun Sumber : BPS Jawa Timur (Susenas ) Berdasarkan data Susenas 2014, rumah tangga di Kabupaten Ponorogo yang menggunakan fasilitas tempat buang air besar sendiri sebesar 74,99 persen. Fasilitas tempat buang air besar bersama dan rumah tangga yang tidak memiliki fasilitas tempat buang air besar mengalami penurunan masing-masing sebesar 1,29 persen dan 0,20 persen. Dengan demikian secara keseluruhan persentase rumah tinggal yang bersanitasi (mempunyai fasilitas tempat buang air besar sendiri, bersama, umum) ada peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya dari 93,49 persen tahun 2013 menjadi 93,68 persen pada tahun Peningkatan persentase rumah tangga yang bersanitasi ini tentunya akan berpengaruh positif terhadap tingkat kesehatan masyarakat. 42

45 BAB IV STATUS PEMBANGUNAN MANUSIA DI KABUPATEN PONOROGO 4.1. Perkembangan IPM Kabupaten Ponorogo Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya, IPM merupakan indeks komposit yang disusun melalui tiga dimensi dasar dengan cakupan yang sangat luas. Selanjutnya, ketiga dimensi tersebut terangkum dalam satu nilai tunggal yaitu angka IPM. Angka IPM tidak memiliki makna apabila dalam analisis tidak menyertakan angka IPM tahun sebelumnya dan dibandingkan dengan angka IPM daerah lain untuk melihat posisi relatif IPM suatu daerah dengan daerah lain. Data IPM digunakan sebagai rujukan dalam berbagai kebijakan pemerintah. Salah satunya adalah kebijakan penentuan dana perimbangan daerah melalui DAU. IPM juga dapat digunakan untuk menilai keberhasilan kinerja pembangunan manusia yang terkait dengan peningkatan kapasitas dasar penduduk yang mencakup aspek kesehatan, pendidikan, serta ekonomi. Untuk itu, pemerintah sangat berkepentingan dengan data IPM sebagai bahan perencanaan, evaluasi, dan monitoring. Berdasarkan skala internasional, capaian IPM dapat dikategorikan menjadi empat kategori yaitu kategori sangat tinggi (IPM 80), kategori tinggi (70 IPM<80), kategori sedang (60 IPM<70), dan kategori rendah (IPM<60). Jika diukur berdasarkan skala internasional, maka selama tahun IPM Kabupaten Ponorogo masuk dalam kategori sedang. 43

46 Gambar 12. Perkembangan IPM Kabupaten Ponorogo Tahun Dari grafik di atas diketahui bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Ponorogo selama tahun terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010 IPM Kabupaten Ponorogo sebesar 64,13 naik hingga mencapai 67,40 di tahun 2014 atau rata-rata tumbuh 1,25 persen per tahun. Nilai yang meningkat telah menaikkan peringkat IPM Kabupaten Ponorogo di Provinsi Jawa Timur dari peringkat 23 pada tahun 2010 menjadi peringkat 21 dari 38 kabupaten/kota pada tahun Secara umum dapat dikatakan bahwa kenaikan angka IPM menandakan pembangunan manusia di Kabupaten Ponorogo mengalami kemajuan ke arah yang lebih baik. Meskipun menunjukkan tren yang terus meningkat setiap tahunnya, namun angka IPM Kabupaten Ponorogo masih rendah bila dibandingkan dengan angka IPM Provinsi Jawa Timur. Bila dibandingkan dengan angka IPM se-karesidenan Madiun, angka IPM Kabupaten Ponorogo menempati posisi ke lima setelah Kota Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Madiun dan Kabupaten Ngawi. 44

47 Secara umum, IPM Kabupaten Ponorogo dibanding kabupaten lain se-eks Karesidenan Madiun berada di bawah kabupaten/kota lainnya, hanya berada diatas Kabupaten Pacitan dan lebih rendah daripada IPM Provinsi Jawa Timur. Hal ini mengindikasikan bahwa pembangunan manusia di Kabupaten Ponorogo masih perlu ditingkatkan dengan terus memaksimalkan segala potensi sumber daya yang ada di Kabupaten Ponorogo Perkembangan Komponen IPM Perkembangan IPM yang terjadi dipengaruhi oleh perubahan pada komponenkomponen pembentuk IPM. Perubahan tersebut dapat berupa peningkatan atau penurunan indeks dari setiap komponen penyusun IPM, yaitu indeks kesehatan, indeks pendidikan dan indeks pengeluaran. Perubahan pada komponen-komponen ini sangat dipengaruhi oleh optimalisasi terhadap sumber daya manusia dan sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu daerah. 45

48 Indeks Kesehatan Indikator penyusun indeks kesehatan adalah Angka Harapan Hidup saat lahir. Angka harapan hidup adalah perkiraan banyaknya tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang selama hidup (secara rata-rata). Angka harapan hidup merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di bidang kesehatan. Dalam usaha meningkatkan nilai indeks kesehatan ini, pemerintah daerah perlu mengupayakan kemudahan bagi masyarakat untuk dapat mengakses sarana kesehatan, peningkatan kualitas dan pembangunan sarana kesehatan yang memadai, serta aktif memberikan pembinaan kepada masyarakat untuk selalu menerapkan pola hidup sehat. Capaian komponen angka harapan hidup Kabupaten Ponorogo selama periode mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, meski tidak terlalu signifikan. Gambar 14. Perkembangan Angka Harapan Hidup Kabupaten Ponorogo Tahun (Tahun) 46

49 Dari grafik di atas terlihat bahwa angka harapan hidup Kabupaten Ponorogo mengalami peningkatan dari periode 2010 hingga Tahun 2010 tercatat angka harapan hidup Kabupaten Ponorogo adalah 71,62 tahun dan terus mengalami kenaikan menjadi 71,88 tahun pada tahun Angka ini masih jauh dibawah standar global atau selisih 13,12 tahun, dimana standar harapan hidup ideal adalah 85 tahun. Namun angka harapan hidup Kabupaten Ponorogo tahun 2014 lebih tinggi daripada angka harapan hidup Jawa Timur yang sebesar 70,45 tahun. Jika dibandingkan dengan angka harapan hidup dengan kabupaten/kota lain se-eks Karesidenan Madiun, angka harapan hidup Kabupaten Ponorogo pada tahun 2014 berada pada urutan ketiga tidak berubah dari tahun sebelumnya yaitu setelah Kota Madiun (72,41 tahun) dan Kabupaten Magetan (71,91 tahun). Namun bila dilihat secara umum, rata-rata angka harapan hidup tahun 2014 dari seluruh kabupaten/kota se-eks Karesidenan Madiun mencapai 71,34 tahun mengalami peningkatan dibanding tahun 2012 (71,22 tahun) dan 2013 (71,30 tahun). Hal ini mengindikasikan bahwa derajat kesehatan penduduk di eks Karesidenan Madiun mengalami peningkatan. Tabel 14. Angka Harapan Hidup Kabupaten/Kota se-eks Karesidenan Madiun Tahun Tahun Pacitan Ponorogo Madiun Magetan Ngawi Kota Madiun ,61 71,78 69,59 71,79 71,19 72, ,70 71,85 69,70 71,87 71,28 72, ,75 71,88 69,76 71,91 71,33 72,41 47

50 Berdasarkan nilai angka harapan hidup tersebut dapat disusun indeks kesehatan sebagai salah satu komponen dalam penghitungan IPM. Pada tahun 2014 indeks kesehatan Kabupaten Ponorogo berada pada angka 0,80, masih lebih tinggi dibanding indeks kesehatan Provinsi Jawa Timur yang sebesar 0,78. Tabel 15. Indeks Kesehatan Kabupaten/Kota se-eks Karesidenan Madiun Tahun Tahun Pacitan Ponorogo Madiun Magetan Ngawi Kota Madiun ,78 0,80 0,76 0,80 0,79 0, ,78 0,80 0,76 0,80 0,79 0, ,78 0,80 0,77 0,80 0,79 0, Indeks Pendidikan Indeks pendidikan disusun oleh komponen harapan lama sekolah dan ratarata lama sekolah. Angka harapan lama sekolah dapat digunakan untuk mengetahui kondisi pembangunan sistem pendidikan di berbagai jenjang yang ditunjukkan dalam bentuk lamanya pendidikan (dalam tahun) yang diharapkan dapat dicapai oleh setiap anak. Angka harapan sekolah dihitung untuk penduduk berusia 7 tahun ke atas. Hal ini disesuaikan dengan program wajib belajar 9 tahun yang dimulai pada usia 7 tahun. Kelemahannya tidak mencakup anak sekolah yang masuk SD pada usia 5 atau 6 tahun. 48

51 Semakin rendah angka harapan sekolah di suatu daerah menunjukkan sistem pendidikan yang tidak mendukung terhadap keberlangsungan pendidikan masyarakat, artinya semakin rendah pula harapan penduduk untuk melanjutkan proses pendidikan hingga tingkat terakhir. Gambar 15. Perkembangan Angka Harapan Lama Sekolah (Tahun) Kabupaten Ponorogo Tahun Angka Harapan Lama Sekolah Kabupaten Ponorogo mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010 angka harapan lama sekolah tercatat 12,10 tahun. Tahun 2011 mengalami kenaikan menjadi 12,33 tahun. Pada tahun 2012 dan 2013 angka ini kembali mengalami kenaikan menjadi 12,56 tahun dan 12,80 tahun serta 13,04 tahun pada tahun Hal ini berarti bahwa pada tahun 2014 penduduk memiliki harapan untuk melanjutkan pendidikannya hingga mencapai tingkat pertama perguruan tinggi (13 tahun). Namun bila dibandingkan dengan angka ideal untuk angka harapan lama sekolah, angka untuk Kabupaten Ponorogo masih dibawah standar internasional atau selisih 4,96 tahun. Standar angka harapan lama sekolah yang ideal adalah 18 tahun (tamat Strata 1 pada perguruan tinggi). 49

52 Tabel 16. Angka Harapan Lama Sekolah (Tahun) Kabupaten/Kota se-eks Karesidenan Madiun Tahun Tahun Pacitan Ponorogo Madiun Magetan Ngawi Kota Madiun ,35 12,56 12,06 12,54 11,96 12, ,41 12,80 12,53 12,57 12,18 13, ,61 13,04 12,79 12,77 12,29 13,64 Bila dibandingkan dengan angka harapan lama sekolah dengan kabupaten/kota se-eks Karesidenan Madiun pada tahun 2014, angka harapan lama sekolah untuk Kabupaten Ponorogo menduduki peringkat ke-2 setelah Kota Madiun dari 6 kabupaten yang ada. Sedangkan untuk angka melek huruf tertinggi kabupaten/kota se-eks Karesidenan Madiun adalah Kota Madiun dengan angka sebesar 13,64 tahun. Bila dibandingkan dengan angka harapan lama sekolah se- Provinsi Jawa timur yang tercatat sebesar 12,45 tahun, angka harapan lama sekolah di Kabupaten Ponorogo masih lebih tinggi. Ketersediaan dan kemudahan akses terhadap fasilitas pendidikan sangat berpengaruh terhadap angka harapan lama sekolah. Semakin sedikit dan sulit akses masyarakat terhadap fasilitas pendidikan di seluruh tingkatan pendidikan maka angka harapan lama sekolah akan semakin rendah. Demikian sebaliknya apabila fasilitas pendidikan semakin lengkap dan mudah diakses oleh masyarakat maka angka harapan lama sekolah akan semakin tinggi. SDM yang berkualitas merupakan aset paling penting bagi pembangunan. SDM yang berkualitas adalah manusia yang mempunyai kualitas intelektual, watak, moral, akhlak, dan fisik yang prima. Keadaan ini dapat terbentuk apabila 50

53 setiap warga dapat memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan yang merata dan bermutu. Rata-rata lama sekolah dapat digunakan sebagai indikator SDM yang berkualitas serta salah satu komponen penyusun IPM. Indikator ini menggambarkan rata-rata jumlah tahun yang dijalani oleh penduduk berumur 25 tahun ke atas dalam menempuh semua jenis pendidikan formal. Pada usia 25 tahun diasumsikan proses pendidikan sudah berakhir. Gambar 16. Rata-Rata Lama Sekolah Kabupaten Ponorogo Tahun (Tahun) Dari grafik di atas diketahui bahwa rata-rata lama sekolah di Kabupaten Ponorogo periode mengalami peningkatan walaupun dalam skala yang cukup kecil yaitu 6,12 tahun pada tahun 2010 hingga 6,91 tahun pada tahun Hal ini dapat dikatakan bahwa secara rata-rata tingkat pendidikan penduduk yang berumur 25 tahun ke atas di Kabupaten Ponorogo adalah selama 7 tahun atau hampir setara dengan kelas satu sekolah menengah pertama. Kondisi ini masih belum sejalan dengan program wajib belajar 9 tahun yang telah dicanangkan oleh 51

54 pemerintah. Bahkan angka ini masih sangat jauh di bawah standar rata-rata lama sekolah internasional yaitu 15 tahun. Tabel 17. Rata-Rata Lama Sekolah Kabupaten/Kota se-eks Karesidenan Madiun Tahun Tahun Pacitan Ponorogo Madiun Magetan Ngawi Kota Madiun ,21 6,57 6,74 7,33 6,23 10, ,32 6,86 6,74 7,43 6,27 10, ,43 6,91 6,89 7,55 6,52 10,90 Bila dibandingkan dengan rata-rata lama sekolah kabupaten/kota se-eks Karesidenan Madiun, angka rata-rata sekolah di Kabupaten Ponorogo pada tahun 2014 menempati posisi ketiga dengan nilai 6,91 tahun, sama seperti posisi pada tahun Sedangkan rata-rata lama sekolah se-eks Karesidenan Madiun yang tertinggi adalah Kota Madiun dengan rata-rata lama sekolah berkisar 10,90 tahun atau setara dengan kelas dua sekolah menengah atas. Namun bila dibandingkan dengan rata-rata lama sekolah Jawa Timur yang sebesar 7,05 tahun, rata-rata lama sekolah Kabupaten Ponorogo masih di bawah angka Jawa Timur. Hal ini mengindikasikan bahwa masih diperlukan kerja keras dari semua pihak untuk meningkatkan rata-rata lama sekolah di Kabupaten Ponorogo. Diperlukan pula komitmen dan kesadaran semua pihak akan pentingnya pendidikan bagi pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas yang nantinya akan membangun serta meningkatkan kesejahteraan penduduk di Kabupaten Ponorogo. 52

55 Dari kedua komponen tersebut dapat disusun indeks pendidikan, dengan besaran angka indeks pendidikan untuk Kabupaten Ponorogo pada tahun 2014 mencapai 0,59. Tabel 18. Indeks Pendidikan Kabupaten/Kota se-eks Karesidenan Madiun Tahun Tahun Pacitan Ponorogo Madiun Magetan Ngawi Kota Madiun ,52 0,57 0,56 0,59 0,54 0, ,53 0,58 0,57 0,60 0,55 0, ,54 0,59 0,58 0,61 0,56 0, Indeks Daya Beli Indeks daya beli disusun berdasarkan komponen pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan. Secara umum banyak indikator yang dapat digunakan untuk mengukur sejauh mana kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Salah satu indikator yang sering digunakan untuk melihat daya beli masyarakat adalah pengeluaran riil perkapita. Rata-rata pengeluaran riil merupakan komponen dalam penyusunan Indeks Standar Hidup. Daya beli merupakan kemampuan masyarakat dalam membelanjakan uangnya untuk barang dan jasa. Kemampuan ini sangat dipengaruhi oleh hargaharga riil antar wilayah karena nlai tukar yang digunakan dapat menaikkan atau menurunkan nilai daya beli. Dengan demikian, kemampuan daya beli masyarakat satu wilayah akan berbeda dengan wilayah lainnya. Perbedaan ini menyebabkan kemampuan daya beli masyarakat belum dapat dibedakan, sehingga diperlukan 53

56 standarisasi agar satu rupiah di satu wilayah mempunyai nilai yang sama dengan satu rupiah di wilayah yang lain. Dengan cara ini kemampuan daya beli masyarakat antar wilayah di Indonesia dapat dibandingkan. Tabel 19. Pengeluaran Riil Perkapita Disesuaikan se-eks Karesidenan Madiun dan Provinsi Jawa Timur Tahun (Ribu Rupiah) Kabupaten Pacitan 6.774, , , , ,87 Ponorogo 7.536, , , , ,80 Madiun 9.415, , , , ,45 Magetan 8.961, , , , ,50 Ngawi 9.003, , , , ,30 Kota Madiun , , , , ,42 Jawa Timur 9.002, , , , ,16 Dari tabel di atas diketahui bahwa kemampuan daya beli masyarakat Kabupaten Ponorogo dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 nilai daya beli masyarakat Kabupaten Ponorogo sebesar 7,54 juta rupiah. Kemudian nilai tersebut terus mengalami peningkatan hingga di tahun 2014 mencapai 8,38 juta rupiah. Bila dibandingkan dengan nilai daya beli masyarakat se-eks Karesidenan Madiun, nilai daya beli masyarakat Kabupaten Ponorogo dari tahun selalu menduduki peringkat ke dua terendah di atas Kabupaten Pacitan. Bahkan bila dibandingkan dengan nilai daya beli Provinsi Jawa Timur yang sebesar 10,01 juta rupiah, nilai daya beli masyarakat Kabupaten Ponorogo masih berada jauh dibawah nilai daya beli masyarakat Jawa Timur. 54

57 Tabel 20. Indeks Daya Beli Kabupaten/Kota se-eks Karesidenan Madiun Tahun Tahun Pacitan Ponorogo Madiun Magetan Ngawi Kota Madiun ,61 0,64 0,71 0,71 0,70 0, ,62 0,65 0,72 0,72 0,70 0, ,62 0,65 0,72 0,72 0,71 0, Pertumbuhan Keberhasilan pembangunan suatu daerah tidak hanya dilihat dari rangking atau urutan posisi IPM nya saja, tetapi juga dilihat dari nilai pertumbuhannya. Berdasarkan nilai pertumbuhan ini dapat dilihat seberapa besar akselerasi capaian pembangunan manusia di suatu daerah. Semakin tinggi nilai pertumbuhan IPM suatu wilayah, maka semakin cepat kenaikan IPM yang dicapai dalam suatu periode. 55

58 Dari gambar grafik di atas diketahui bahwa pertumbuhan IPM Kabupaten Ponorogo pada tahun 2014 sebesar 0,56 persen, lebih lambat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Pertumbuhan IPM selama periode lima tahun terakhir cenderung melambat. Pertumbuhan IPM tahun 2011 tercatat sebesar 1,79 persen, kemudian melambat menjadi 1,35 persen di tahun 2012 dan kembali melambat pada tahun 2013 sebesar 1,31 persen. Di antara kabupaten/kota se-karesidenan Madiun, pertumbuhan IPM Kabupaten Ponorogo pada tahun 2014 berada pada posisi terendah kedua di atas Kota Madiun (0,51 persen). Bahkan pertumbuhan IPM Kabupaten Ponorogo masih kalah cepat dengan ratarata pertumbuhan IPM Jawa Timur yang mencapai 0,88 persen. Pertumbuhan IPM tertinggi di wilayah eks Karesidenan Madiun dicapai oleh Kabupaten Madiun dan Kabupaten Ngawi yang mencapai 0,79 persen. Diperlukan upaya yang berkelanjutan dari segenap pelaku pembangunan yang ada di Kabupaten Ponorogo agar tingkat kesejahteraan masyarakat semakin membaik yang tercermin melalui peningkatan angka IPM. Utamanya peningkatan pada dimensi kesehatan dan standar hidup layak tanpa meninggalkan upaya pembangunan pada dimensi pendidikan. 56

59 BAB V KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis Penyusunan Indeks Pembangunan Manusia ini diperoleh beberapa kesimpulan, antara lain : 1. Pembangunan manusia di Kabupaten Ponorogo selama periode mengalami peningkatan yang ditunjukkan dengan naiknya nilai IPM dari tahun ke tahun. Tahun 2014 nilai IPM Kabupaten Ponorogo tercatat sebesar 67,40 meningkat dibandingkan tahun yaitu masing-masing sebesar 64,13; 65,28; 66,16 dan 67, Selama tahun 2014 IPM Kabupaten Ponorogo mengalami pertumbuhan sebesar 0,56 persen, lebih rendah dibanding pertumbuhan IPM Jawa Timur yang mencapai 0,88 persen. Melambatanya pertumbuhan IPM juga terjadi pada tingkat Jawa Timur dari 1,22 persen pada tahun 2013 menjadi 0,88 persen pada tahun Rendahnya laju indeks kesehatan dan indeks daya beli membawa pengaruh melambatnya pertumbuhan IPM Kabupaten Ponorogo pada tahun Peningkatan nilai IPM ini indikasi keberhasilan kinerja pembangunan manusia yang terkait dengan peningkatan dasar penduduk yang mencakup aspek kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. 4. Jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lain se-eks Karesidenan Madiun, pada tahun 2014 posisi IPM Kabupaten Ponorogo menempati posisi ke lima setelah Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Ponorogo 57

60 Kota Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Madiun, dan Kabupaten Ngawi. Peringkat Kabupaten Ponorogo pada lingkup kabupaten/kota se-jawa Timur mengalami peningkatan yaitu peringkat 23 pada tahun 2010 menjadi peringkat 21 pada tahun 2014 dari 38 kabupaten/kota. Namun angka IPM Kabupaten Ponorogo masih lebih rendah bila dibanding dengan angka IPM Provinsi Jawa Timur.Hal ini mengindikasikan bahwa pembangunan manusia di Kabupaten Ponorogo masih perlu lebih ditingkatkan. 5. Dari aspek pendidikan dapat dilihat bahwa angka harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah penduduk Kabupaten Ponorogo terus meningkat. Angka harapan lama sekolah tahun 2014 sebesar 13,04 tahun (setara dengan tingkat pertama perguruan tinggi) dan angka rata-rata lama sekolah sebesar 6,91 tahun (setara dengan kelas pertama pada tingkat sekolah menengah tingkat pertama). Namun di sisi lain masih harus diberikan perhatian yang lebih terhadap sarana dan prasarana sekolah baik dari segi jumlah, aksesibilitas dan pemerataannya. 6. Dari aspek ekonomi, kesejahteraan penduduk Kabupaten Ponorogo mengalami peningkatan dengan ditandai semakin tingginya daya beli masyarakat Kabupaten Ponorogo dari tahun ke tahun. Pada tahun 2014, pengeluaran per kapita riil disesuaikan masyarakat Kabupaten Ponorogo sebesar 8,38 juta rupiah meningkat dibandingkan tahun 2012 dan 2013 yang masing-masing sebesar 8,19 juta rupiah dan 8,35 juta rupiah. Namun besaran ini masih jauh lebih rendah dibanding kabupaten/kota lain di wilayah eks Karesidenan Madiun dan bahkan pada tingkat Jawa Timur. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Ponorogo 58

61 7. Dari aspek kesehatan, angka harapan hidup saat lahir penduduk Kabupaten Ponorogo semakin meningkat. Pada tahun 2014 angka harapan hidup saat lahir penduduk Kabupaten Ponorogo telah mencapai 71,88 tahun yang meningkat dibandingkan tahun 2012 dan 2013 yang masing-masing sebesar 71,78 tahun dan 71,85 tahun. Angka harapan hidup saat lahir Kabupaten Ponorogo lebih tinggi daripada angka harapan hidup saat lahir Jawa Timur tahun 2014 yang mencapai 70,45 tahun. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Ponorogo 59

62 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO JL. ALON ALON UTARA NO. 4 PONOROGO

DAFTAR TABEL HALAMAN. iii

DAFTAR TABEL HALAMAN. iii i DAFTAR ISI HALAMAN KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Tujuan dan Sasaran... 3 I.3 Sumber Data... 4 I.4 Sistematika Penulisan... 5 BAB II Metodologi...

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL HALAMAN. iii

DAFTAR TABEL HALAMAN. iii SAMBUTAN i DAFTAR ISI HALAMAN SAMBUTAN... i DAFTAR ISI... ii BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Tujuan dan Sasaran... 3 I.3 Sumber Data... 4 I.4 Sistematika Penulisan... 5 BAB II Metodologi...

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O15

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O15 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN NGADA No. 0/07/Th. VIII, 1 Juli 016 PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN 011 - O15 Selama kurun waktu 011-015, IPM Kabupaten Ngada meningkat dari

Lebih terperinci

Laporan Eksekutif Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2013 Berdasarkan Data Susenas 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR Laporan Eksekutif Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2013 Nomor Publikasi : 35522.1402

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) METODE BARU

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) METODE BARU INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) METODE BARU H.Nevi Hendri, S.Si Soreang, 1 Oktober 2015 Pendahuluan Metodologi IPM Hasil Penghitungan IPM Metode Baru Penutup Pendahuluan SEJARAH PENGHITUNGAN IPM 1990:

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O14

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O14 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN NGADA No. 02/10/Th. VII, 05 Oktober 2015 PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN 2010-2O14 (PENGHITUNGAN DENGAN MEMAKAI METODE BARU) Selama kurun

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014

ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014 ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014 (Oleh Endah Saftarina Khairiyani, S.ST) 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perkembangan era globalisasi menuntut setiap insan untuk menjadi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Syukur alhamdulilah, tahun ini buku DATA DEMOGRAFI, EKONOMI, DAN SOSIAL BUDAYA KOTA MADIUN 2017 dapat diselesaikan dengan

KATA PENGANTAR. Syukur alhamdulilah, tahun ini buku DATA DEMOGRAFI, EKONOMI, DAN SOSIAL BUDAYA KOTA MADIUN 2017 dapat diselesaikan dengan KATA PENGANTAR Syukur alhamdulilah, tahun ini buku DATA DEMOGRAFI, EKONOMI, DAN SOSIAL BUDAYA KOTA MADIUN 2017 dapat diselesaikan dengan baik. Dalam publikasi ini disajikan data-data demografi, ekonomi,

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 38/07/34/Th.XVIII, 1 Juli 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Pembangunan manusia di Daerah Istimewa Yogyakarta pada

Lebih terperinci

Katalog BPS:

Katalog BPS: Katalog BPS: 4103.1409 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT (INKESRA) KABUPATEN ROKAN HILIR TAHUN 2013 No. Katalog : 4103.1409 Ukuran Buku Jumlah Halaman Naskah Gambar Kulit dan Setting Diterbitkan Oleh Kerjasama

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepada semua pihak yang telah membantu menyusun publikasi ini kami sampaikan terima kasih. Temanggung, November 2016

KATA PENGANTAR. Kepada semua pihak yang telah membantu menyusun publikasi ini kami sampaikan terima kasih. Temanggung, November 2016 KATA PENGANTAR Semangat otonomi daerah yang digulirkan dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 dan telah direvisi dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi

Lebih terperinci

Bab IV Ulasan Ringkas Disparitas Wilayah 18

Bab IV Ulasan Ringkas Disparitas Wilayah 18 ii Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar...... ii iii v vi Bab I Pendahuluan... 1 1.1 Latar Belakang..... 2 1.2 Tujuan Penulisan...... 4 1.3 Manfaat........ 5 Bab II Konsep dan

Lebih terperinci

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK Katalog BPS : 4102004.1111 Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara Jl. T. Chik Di Tiro No. 5 Telp/Faks. (0645) 43441 Lhokseumawe 24351 e-mail : bpsacehutara@yahoo.co.id, bps1111@bps.go.id BADAN PUSAT

Lebih terperinci

INDIKATOR PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PULAU MOROTAI 2015

INDIKATOR PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PULAU MOROTAI 2015 INDIKATOR PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PULAU MOROTAI Kata Pengantar merupakan publikasi yang menyajikan data terkait indikator ekonomi, sosial, infrastruktur dan pelayanan publik, lingkungan, dan teknologi

Lebih terperinci

Harapan Lama Sekolah (HLS) didefinisikan sebagai lamanya (tahun) sekolah formal yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa me

Harapan Lama Sekolah (HLS) didefinisikan sebagai lamanya (tahun) sekolah formal yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa me BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAGELANG No.02/05/33.08/Th. I, 04 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN MAGELANG 2016 1. Perkembangan IPM Kabupaten Magelang, 2010-2016 Pembangunan manusia

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA TANGERANG SELATAN 2 0 1 4 ISSN : 2089-4619 Katalog BPS : 4102004.3674 Ukuran Buku : 25 cm x 17,6 cm Jumlah Halaman : x + 76 Halaman / pages Naskah: Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

KATA SAMBUTAN WALIKOTA MADIUN

KATA SAMBUTAN WALIKOTA MADIUN WALIKOTA MADIUN KATA SAMBUTAN Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Puji dan Syukur senantiasa kita panjatkan ke Hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa atas perkenan dan ridho-nya bahwa buku "ANALISIS

Lebih terperinci

jayapurakota.bps.go.id

jayapurakota.bps.go.id INDEKS PEMBANGUNGAN MANUSIA DAN ANALISIS SITUASI PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAYAPURA TAHUN 2015/2016 ISSN: Nomor Katalog : 2303003.9471 Nomor Publikasi : 9471.1616 Ukuran Buku Jumlah Halaman Naskah : : 16,5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

KATA SAMBUTAN BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR

KATA SAMBUTAN BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR KATA SAMBUTAN BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR Assalamualaikum Wr. Wb. Segala puji kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas perkenan dan rahmat-nya, kita telah diberi kesempatan untuk mencurahkan segenap kemampuan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2015 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 40/06/35/Th. XIV, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2015 IPM Jawa Timur Tahun 2015 Pembangunan manusia di Jawa Timur pada tahun 2015 terus mengalami

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR i ii v viii I. PENDAHULUAN 1 7 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Rasional 4 1.3. Perumusan Masalah 5 1.4. Tujuan dan Manfaat Studi 5 1.4.1.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI BANTEN

BAB IV GAMBARAN UMUM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI BANTEN BAB IV GAMBARAN UMUM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI BANTEN 4.1 Pendidikan di Banten Pemerintah Provinsi Banten sejauh ini berupaya melakukan perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat salah satunya

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2015 di Kabupaten Asmat

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2015 di Kabupaten Asmat Nomor : BRS-02/BPS-9415/Th. I, 28 Juni 2016 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2015 di Kabupaten Asmat 1. IPM pertama kali diperkenalkan oleh United Nation Development Programme (UNDP) pada tahun 1990

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG 1. Metodologi No. 03/6474/Th. VI, 07 Desember 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA BONTANG Tahun 2015 Secara nasional Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2015 berdasarkan metode baru Tahun 2010

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KOTA SUKABUMI. Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada

BAB IV GAMBARAN UMUM KOTA SUKABUMI. Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada 4.1. Profil Wilayah BAB IV GAMBARAN UMUM KOTA SUKABUMI Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 49 29 Lintang Selatan dan 6 0 50 44

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 12 IndikatorKesejahteraanRakyat,2013 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 No. ISSN : 0854-9494 No. Publikasi : 53522.1002 No. Katalog : 4102004 Ukuran Buku Jumlah Halaman N a s k a

Lebih terperinci

Kabupaten Ponorogo Data Agregat per Kecamatan

Kabupaten Ponorogo Data Agregat per Kecamatan Kabupaten Ponorogo Data Agregat per Kecamatan BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN PONOROGO Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan sejalan dengan rekomendasi

Lebih terperinci

Bab IV Ulasan Ringkas Disparitas Wilayah 18

Bab IV Ulasan Ringkas Disparitas Wilayah 18 ii Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar...... ii iii v vi Bab I Pendahuluan... 1 1.1 Latar Belakang..... 2 1.2 Tujuan Penulisan...... 4 1.3 Manfaat........ 5 Bab II Konsep dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xix BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen RPJMD

Lebih terperinci

Kata pengantar. Tanjungpinang, September 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

Kata pengantar. Tanjungpinang, September 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau Kata pengantar Publikasi Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 merupakan publikasi yang berisi data penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kesehatan, kemiskinan, dan Indeks Demokrasi Indonesia

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS Jumlah (1) (2) (3) (4) Penduduk yang Mengalami keluhan Sakit. Angka Kesakitan 23,93 21,38 22,67

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS Jumlah (1) (2) (3) (4) Penduduk yang Mengalami keluhan Sakit. Angka Kesakitan 23,93 21,38 22,67 RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS 2015 Dalam kaitan dengan upaya peningkatan kesejahteraan, meningkatnya derajat kesehatan penduduk di suatu wilayah, diharapkan dapat meningkatkan produktivitas

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 No. 25/05/15/Th.XI, 5 Mei 2017 IPM Provinsi Jambi Tahun 2016 Pembangunan manusia di Provinsi Jambi pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG A. GEOGRAFI Kota Bandung merupakan Ibu kota Propinsi Jawa Barat yang terletak diantara 107 36 Bujur Timur, 6 55 Lintang Selatan. Ketinggian tanah 791m di atas permukaan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 No. 36/06/17/II, 2 Juni 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN IPM PROVINSI BENGKULU TAHUN TERMASUK KATEGORI SEDANG Pembangunan manusia di Provinsi Bengkulu terus mengalami kemajuan yang ditandai

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 25/04/35/Th. XV, 17 April 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2016 IPM Jawa Timur Tahun 2016 Pembangunan manusia di Jawa Timur pada

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016 No. 010/06/3574/Th. IX, 14 Juni 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016 IPM Kota Probolinggo Tahun 2016 Pembangunan manusia di Kota Probolinggo pada tahun 2016 terus mengalami

Lebih terperinci

Data Pokok Pembangunan 2014 PEMBANGUNAN MANUSIA

Data Pokok Pembangunan 2014 PEMBANGUNAN MANUSIA PEMBANGUNAN MANUSIA Proses pembangunan yang sedang dilaksanakan terutama pada Negara berkembang hakikatnya adalah pembangunan terhadap manusianya. Taraf kualitas kehidupan manusia merupakan tujuan utama

Lebih terperinci

KOMPONEN IPM 5.1 INDIKATOR KESEHATAN. Keadaan kesehatan penduduk merupakan salah satu modal

KOMPONEN IPM 5.1 INDIKATOR KESEHATAN. Keadaan kesehatan penduduk merupakan salah satu modal KOMPONEN IPM Pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbanyak pilihan-pilihan yang dimiliki manusia (masyarakat). Di antara berbagai pilihan, yang terpenting yaitu berumur panjang dan sehat,

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) D.I. Yogyakarta TAHUN 2016 TERUS MENINGKAT

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) D.I. Yogyakarta TAHUN 2016 TERUS MENINGKAT BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 27/05/34/Th.XIX, 5 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) D.I. Yogyakarta TAHUN 2016 TERUS MENINGKAT Pembangunan manusia di D.I. Yogyakarta terus mengalami kemajuan

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 1413.7371 Indeks Pembangunan Manusia Kota Makassar 2014 Katalog BPS : 1413.7371 Naskah/Editor : Seksi Neraca Wilayah & Analisis Statistik Gambaran Kulit : Seksi Neraca Wilayah & Analisis

Lebih terperinci

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU 21 Analisis Gambaran Umum Kondisi Daerah 211 Aspek Geografi dan Demografi 2111 Aspek Geografi Kabupaten Ponorogo merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa

Lebih terperinci

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG IV. DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG 4.1. Provinsi Lampung 4.1.1. Gambaran Umum Provinsi Lampung meliputi wilayah seluas 35.288,35 kilometer persegi, membentang di ujung selatan pulau Sumatera, termasuk pulau-pulau

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 No. 33/05/51/Th. II, 5 Mei 2017 IPM Provinsi Bali Tahun 2016 Progres pembangunan manusia pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 No. 28/05/63/Th.XXI/5 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Kalimantan Selatan Tahun 2016 Pembangunan manusia di Kalimantan Selatan pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang ditandai

Lebih terperinci

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.7 April 2013 ANALISIS INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERIODE 2007-2011 H. Syamsuddin. HM ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kondisi Geografis Kabupaten Kubu Raya merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 84 meter diatas permukaan laut. Lokasi Kabupaten Kubu Raya terletak pada posisi

Lebih terperinci

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya INDIKATOR KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PROVINSI ACEH 2016 Nomor Publikasi : 11522.1605 Katalog BPS : 4102004.11 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : xvii + 115 Halaman Naskah Gambar Kulit Diterbitkan

Lebih terperinci

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Mamuju

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Mamuju Katalog BPS: 4102002.7604 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Mamuju Human Development Index of Mamuju Regency 2012 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAMUJU Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Mamuju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini akan dibahas mengenai latar belakang, perumusan masalah, maksud tujuan dan sasaran, ruang lingkup, serta sistematika pembahasan, yang menjadi penjelasan dasar

Lebih terperinci

Kata pengantar. Tanjungpinang, Oktober 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

Kata pengantar. Tanjungpinang, Oktober 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau Kata pengantar Publikasi Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2013 merupakan publikasi kedua yang berisi data penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan indikator keuangan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) BANTEN TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) BANTEN TAHUN 2015 No. 40/07/36/Th.X, 1 Juli 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) BANTEN TAHUN 2015 STATUS PEMBANGUNAN MANUSIA BANTEN MENINGKAT MENJADI TINGGI Pembangunan manusia di Banten pada tahun 2015 terus mengalami

Lebih terperinci

DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA

DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA 1. Gambaran Umum Demografi DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA Kondisi demografi mempunyai peranan penting terhadap perkembangan dan pertumbuhan suatu wilayah karena faktor demografi ikut mempengaruhi pemerintah

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No. 40/06/51/Th. I, 15 Juni 2016 Pembangunan manusia pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada atau membuat suatu perubahan yaitu membuat sesuatu menjadi lebih baik atau meningkat.

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 No. 33/05/Th. XI, 5 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Sulawesi Utara Tahun 2016 Pembangunan manusia di Sulawesi Utara pada tahun 2016 mengalami kemajuan yang ditandai dengan meningkatnya

Lebih terperinci

Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2012

Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2012 Kata pengantar Publikasi Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2012 merupakan publikasi perdana yang berisi data penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dan indikator keuangan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) PROVINSI NTB TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) PROVINSI NTB TAHUN 2016 BADAN PUSAT STATISTIK No. 25/04/52/th II, 17 April 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) PROVINSI NTB TAHUN 2016 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi NTB pada tahun 2016 mengalami kemajuan yang ditandai

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) PROVINSI GORONTALO 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) PROVINSI GORONTALO 2015 No. 34/06/75/Th.X, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) PROVINSI GORONTALO 2015 IPM Provinsi Gorontalo Tahun 2015 Pembangunan manusia di Provinsi Gorontalo pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA METODE BARU KABUPATEN SORONG TAHUN 2014

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA METODE BARU KABUPATEN SORONG TAHUN 2014 i ii INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA METODE BARU KABUPATEN SORONG TAHUN 2014 Katalog BPS/ BPS Catalogue : 1413.9107 ISSN : 2302-1535 Nomor Publikasi/ Publication Number : 9107.15.03 Ukuran Buku/ Book size :

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNG MAS 2017

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNG MAS 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNG MAS 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNG MAS 2017 Nomor ISBN : Ukuran Buku : 6,5 x 8,5 inchi Jumlah Halaman : vii + 38 Halaman Naskah Penanggung

Lebih terperinci

Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2013

Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2013 Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2013 INDIKATOR SOSIAL KABUPATEN PULAU MOROTAI 2013 Jumlah Halaman : ix + 77 halaman Naskah : BPS Kabupaten Pulau Morotai Diterbitkan Oleh : BAPPEDA Kabupaten Pulau

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No. 33/06/63/Th. XX/15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Kalimantan Selatan Tahun 2015 Pembangunan manusia di Kalimantan Selatan pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 1101002.6409010 Statistik Daerah Kecamatan Babulu 2015 Statistik Daerah Kecamatan Babulu No. Publikasi : 6409.550.1511 Katalog BPS : 1101002.6409010 Naskah : Seksi Statistik Neraca Wilayah

Lebih terperinci

BPS PROVINSI MALUKU INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Maluku Tahun 2015 1. Perkembangan IPM Maluku Tahun 2010-2015 No. 06/07/81/Th. I, 1 Juli 2016 Pembangunan manusia di Maluku pada tahun

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH BAB IX PENETAPAN INDIKATOR DAERAH Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau pencapaian visi dan misi bupati dan wakil bupati pada akhir periode masa jabatan, maka ditetapkanlah beberapa indikator kinerja

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 No. 29/05/72/ThXX, 05 Mei 2017 IPM Sulawesi Tengah Tahun 2016 Pembangunan manusia di Sulawesi Tengah terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan meningkatnya

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4 RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4 RPJMD KOTA LUBUKLINGGAU 2008-2013 VISI Terwujudnya Kota Lubuklinggau Sebagai Pusat Perdagangan, Industri, Jasa dan Pendidikan Melalui Kebersamaan Menuju Masyarakat

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA METODE BARU UMUR PANJANG DAN HIDUP SEHAT PENGETAHUAN STANDAR HIDUP LAYAK BADAN PUSAT STATISTIK DAFTAR ISI Pembangunan Manusia Perubahan Metodologi IPM Implementasi IPM Metode

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G /

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G / Katalog BPS : 4103.5371 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G 2 0 0 5 / 2 0 0 6 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA KUPANG INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA KUPANG 2005/2006 No. Publikasi : 5371.0612

Lebih terperinci

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Maluku Utara Tahun 2016

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Maluku Utara Tahun 2016 No. 22/04/82/Th XVI, 17 April 2017 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Maluku Utara Tahun 2016 IPM Maluku Utara Tahun 2016 Pembangunan manusia di Maluku Utara pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 PROVINSI RIAU SEBESAR 71,20

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 PROVINSI RIAU SEBESAR 71,20 No. 23/05/14/Th. XVIII, 5 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 PROVINSI RIAU SEBESAR 71,20 IPM Riau Tahun 2016 Pembangunan manusia di Riau pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) BANTEN TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) BANTEN TAHUN 2016 No. 30/05/36/Th.XI, 5 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) BANTEN TAHUN 2016 PEMBANGUNAN MANUSIA BANTEN TERUS MENGALAMI KEMAJUAN Pembangunan manusia di Banten pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kondisi Geografi dan Iklim Kota Madiun Gambar 4.1. Peta Wilayah Kota Madiun Kota Madiun berada di antara 7 o -8 o Lintang Selatan dan 111 o -112 o Bujur Timur. Kota Madiun

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) BENGKULU TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) BENGKULU TAHUN 2015 No. 38/07/17/I, 1 Juli 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) BENGKULU TAHUN 2015 IPM Bengkulu Tahun 2015 = 68,59 Pembangunan manusia di Bengkulu pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 B A D A N P U S A T S T A T I S T I K No.31/05/76/Th.XI, 5 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Sulawesi Barat Tahun 2016 Pembangunan manusia di Sulawesi Barat pada tahun 2016 terus

Lebih terperinci

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian Curah hujan Kecamatan Babulu rata-rata 242,25 mm pada tahun 2010 Kecamatan Babulu memiliki luas 399,46 km 2. Secara geografis berbatasan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Analisis kesenjangan pembangunan antara Kabupaten Lampung Barat dan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Analisis kesenjangan pembangunan antara Kabupaten Lampung Barat dan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Analisis kesenjangan pembangunan antara Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Pringsewu bisa dimulai dengan mengenal lebih dekat karakteristik kedua kabupaten. Sebelum

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 4102002.3523 Katalog BPS: 4102002.3523 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TUBAN TAHUN 2011 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN TUBAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TUBAN 2011 No. Publikasi

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 PROVINSI KEPULAUAN RIAU SEBESAR 73,75

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 PROVINSI KEPULAUAN RIAU SEBESAR 73,75 BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 PROVINSI KEPULAUAN RIAU SEBESAR 73,75 No. 48/06/21/Th. XI, 15 Juni 2016 IPM Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2015 Pembangunan manusia

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI Konsep dan Definisi. Angka Harapan Hidup 0 [AHHo]

BAB II METODOLOGI Konsep dan Definisi. Angka Harapan Hidup 0 [AHHo] BAB II METODOLOGI 2.1. Konsep dan Definisi Angka Harapan Hidup 0 [AHHo] Perkiraan rata-rata lamanya hidup sejak lahir (0 tahun) yang akan dicapai oleh sekelompok penduduk. Angka Kematian Bayi (AKB) Banyaknya

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG 2015 No Publikasi : 2171.15.27 Katalog BPS : 1102001.2171.060 Ukuran Buku : 24,5 cm x 17,5 cm Jumlah Halaman : 14 hal. Naskah

Lebih terperinci

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber I. Pendahuluan Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) dari delapan tujuan yang telah dideklarasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2000 adalah mendorong kesetaraan gender dan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA K o t a B a t a m Tahun 2015 No. Publikasi : 2171.15.07 No. Katalog BPS : 4102.002.2171 Ukuran Buku : 21 cm x 15 cm Jumlah Halaman : viii + 50 Naskah : Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

Series Data Umum Kota Semarang Data Umum Kota Semarang Tahun

Series Data Umum Kota Semarang Data Umum Kota Semarang Tahun Data Umum Kota Semarang Tahun 2007-2010 I. Data Geografis a. Letak Geografis Kota Semarang Kota Semarang merupakan kota strategis yang beradadi tengah-tengah Pulau Jawa yang terletak antara garis 6 0 50

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER IPM (INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA) KABUPATEN PASER TAHUN 2011 Pencapaian pembangunan manusia di Kabupaten Paser pada kurun 2007 2011 terus mengalami peningkatan.

Lebih terperinci

BPS KABUPATEN EMPAT LAWANG. Pembangunan manusia didefinisikan sebagai proses perluasan pilihan bagi penduduk

BPS KABUPATEN EMPAT LAWANG. Pembangunan manusia didefinisikan sebagai proses perluasan pilihan bagi penduduk BPS KABUPATEN EMPAT LAWANG No. 001/05/1611/Th.XIX, 24 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNA AN MANUSIA (IPM) TAHUN IPM Empat Lawang Tahun Pembangunan manusia di Empat Lawang pada tahun terus mengalami kemajuan yang

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 No. 27/05/62/Th. II, 5 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2016 TERUS MENINGKAT IPM Kalimantan Tengah Tahun 2016 Pembangunan manusia di Kalimantan Tengah pada

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 No. 31/05/Th.I, 5 Mei 2017 IPM Sulawesi Tenggara Tahun 2016 Pembangunan manusia di Sulawesi Tenggara pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU. 2.1 Analisis Gambaran Umum Kondisi Daerah Aspek Geografi dan Demografi

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU. 2.1 Analisis Gambaran Umum Kondisi Daerah Aspek Geografi dan Demografi BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU 21 Analisis Gambaran Umum Kondisi Daerah 211 Aspek Geografi dan Demografi 2111 Aspek Geografi Kabupaten Ponorogo merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa

Lebih terperinci

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL 2.1 Indeks Pembangunan Manusia beserta Komponennya Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu indikator untuk mengukur

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN 2015 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN 2015 Nomor ISSN : - Nomor Publikasi : 3403.16.27 Katalog BPS : 4102002.3403 Ukuran Buku : 21 x 29,7 cm Jumlah Halaman : vi rumawi + 53 halaman Naskah

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No. 30/06/14/Th. XVII, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Riau Tahun 2015 Pembangunan manusia di Riau pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus meningkatnya

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 BPS PROVINSI MALUKU No. 07/05/81/Th. II, 2 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Maluku Tahun 2016 Pembangunan manusia di Maluku pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan merupakan faktor

Lebih terperinci