BAB III. METODOLOGI. masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya angka IPM. Penggunaan APBD

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III. METODOLOGI. masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya angka IPM. Penggunaan APBD"

Transkripsi

1 22 BAB III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Peningkatan APBD idealnya dapat menghasilkan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya angka IPM. Penggunaan APBD untuk meningkatkan IPM secara optimal salah satunya ditentukan oleh alokasi APBD untuk kepentingan pelayanan publik terutama untuk pelayanan pendidikan, kesehatan dan perekonomian. Oleh karena itu hal utama yang harus diketahui adalah pengaruh alokasi APBD terutama belanja aparatur dan belanja publik terhadap kenaikan IPM. Kajian terdahulu yang dilakukan Cardiman (2006) memperlihatkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari alokasi belanja publik dan belanja aparatur dalam APBD dengan angka IPM di Kota Bekasi. Pengaruh belanja publik dan belanja aparatur terhadap angka IPM bersifat positif. Kajian pembangunan daerah ini disusun untuk mengetahui pengaruh alokasi belanja publik dan belanja aparatur dalam APBD terhadap kenaikan angka IPM Kab. Bogor. Setelah kita mengetahui pengaruh alokasi APBD terhadap IPM, maka hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah bagaimana alokasi APBD tersebut digunakan. Jika alokasi untuk sektor kesehatan, pendidikan dan perekonomian digunakan untuk membiayai program-program yang berdampak langsung terhadap angka IPM, maka kenaikan IPM dapat optimal. Angka IPM sangat dipengaruhi oleh angka rata-rata lama sekolah (RLS), angka melek huruf (AMH), angka harapan hidup (AHH) dan daya beli per kapita. Menurut Bappeda Kab. Bogor (2006), banyak faktor yang berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap perubahan angka IPM. Faktorfaktor tersebut dapat diuraikan berdasarkan masing-masing indeks pendidikan, 22

2 23 kesehatan dan daya beli. Selain penyebab langsung, terdapat juga penyebab tidak langsung level 1 dan level 2 serta penyebab mendasar. Jika pengaruh masing-masing faktor terhadap masing-masing komponen IPM dapat diketahui, maka pembiayaan program-program APBD yang berkaitan langsung dengan hal tersebut dapat meningkatkan angka IPM secara optimal. Gambaran mengenai faktor-faktor penyebab langsung maupun tidak langsung terhadap perubahan derajat pendidikan, derajat kesehatan dan daya beli serta kerangka pemikiran yang digunakan dalam kajian ini dapat dilihat pada Gambar 5, Gambar 6, dan Gambar 7. IPM DERAJAT PENDIDIKAN INDIKATOR RATA-RATA LAMA SEKOLAH ANGKA MELEK HURUF PENYEBAB LANGSUNG PENYEBAB TIDAK LANGSUNG LEVEL 1 PARTISIPASI PENDIDIKAN (SD, SMP, SMA) KUANTITAS GURU DROP OUT KUALITAS GURU PENYEBAB TIDAK LANGSUNG LEVEL 2 KUALITAS KUANTITAS BIAYA AKSESIBILITAS SARANA DAN SARANA DAN PENDIDIKAN (JARAK/JALAN) PRASARANA PRASARANA PENDIDIKAN PENDIDIKAN PENEYBAB MENDASAR DAYA BELI MOTIVASI KELEMBAGAAN ALOKASI (KEMISKINAN) DUKUNGAN MASYARAKAT ANGGARAN KELUARGA Gambar 5. Penyebab langsung dan tidak langsung perubahan derajat pendidikan (Bappeda Kab. Bogor, 2006). Berdasarkan Gambar 5 dapat diketahui bahwa indikator peningkatan derajat pendidikan adalah rata-rata lama sekolah (RLS) dan angka melek huruf. (AMH). Besar kecilnya angka rata-rata lama sekolah dipengaruhi langsung oleh tingkat 23

3 24 partisipasi masyarakat dalam pendidikan formal (jenjang SD, SLTP dan SLTA). Ukuran yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat partisipasi sekolah adalah angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni (APM). 2 Angka melek huruf dipengaruhi secara langsung oleh banyaknya siswa yang putus sekolah dan juga banyaknya jumlah penduduk buta huruf. Secara umum penyebab tidak langsung yang mempengaruhi RLS dan AMH adalah kuantitas dan kualitas guru. Semakin baik kuantitas dan kualitas guru maka akan semakin meningkatkan partisipasi dan menurunkan jumlah putus sekolah. Penyebab tidak langsung yang lain adalah kuantitas dan kualitas sarana pendidikan, biaya pendidikan dan kemudahan menjangkau sarana pendidikan. Faktor kuantitas dan kualitas sarana pendidikan menentukan dalam hal ketersediaan daya tampung sekolah. Semakin banyak dan semakin baik sarana pendidikan akan meningkatkan partisipasi sekolah dan mengurangi angka putus sekolah. Hal yang sama juga terjadi pada faktor kemudahan menjangkau sarana sekolah. Semakin mudah sarana sekolah dijangkau oleh masyarakat akan semakin meningkatkan partisipasi sekolah dan menurunkan angka putus sekolah. Penyebab mendasar yang mempengaruhi RLS dan AMH adalah daya beli, dukungan keluarga, kelembagaan di masyarakat dan alokasi anggaran pendidikan. Penyebab mendasar daya beli mempengaruhi tingkat partisipasi sekolah terutama dalam hal biaya pendidikan dan kemudahan menjangkau sarana pendidikan. 2) Ada tiga jenis APK yaitu APK SD, APK SLTP dan APK SLTA. APK SD adalah rasio jumlah murid sekolah SD semua umur dengan jumlah anak umur 7-12 tahun, APK SLTP adalah rasio jumlah murid SLTP semua umur dengan jumlah anak umur SD dan APK SLTA adalah rasio jumlah murid SLTA semua umur dengan jumlah anak umur tahun. Angka partisipasi murni juga ada tiga yaitu APM SD, APM SLTP dan APM SLTA. APM SD adalah rasio jumlah murid SD umur 7-12 tahun dengan jumlah anak umur 7-12 tahun, APM SLTP adalah rasio jumlah murid SLTP umur tahun dengan jumlah anak umur tahun, dan APM SLTA adalah jumlah murid SLTA umur tahun dengan jumlah anak umur tahun. 24

4 25 Masyarakat yang memiliki daya beli rendah tidak mampu menyediakan biaya pendidikan yang memadai dan biaya transportasi untuk sekolah anak-anaknya. Faktor dukungan keluarga berkaitan erat dengan faktor daya beli. Dukungan keluarga yang lemah dalam menyekolahkan anak-anaknya umumnya terjadi pada keluarga yang memiliki daya beli rendah. Mereka lebih menginginkan anak-anaknya bekerja dari pada menempuh pendidikan. Pada keluarga yang memilik daya beli relatif baik, motivasi keluarga untuk menyekolahkan anak-anaknya relatif tinggi. Adapun faktor kelembagaan masyarakat lebih berkaitan dengan penyediaan pendidikan non formal untuk menampung siswa yang putus sekolah. Semakin baik kelembagaan di masyarakat akan semakin meningkatkan partisipasi sekolah dan menekan buta huruf. Kelembagaan yang dimaksud dalam hal ini adalah sejenis partisipasi masyarakat untuk membantu sektor pendidikan terutama untuk menyelenggarakan berbagai macam jenis pendidikan non formal seperti pendidikan buta aksara, SLTP terbuka dan lain sebagainya. Penyebab mendasar alokasi anggaran pemerintah berkaitan dengan kemampuan pemerintah menyediakan sarana pendidikan yang memadai bagi masyarakat baik kuantitas maupun kualitasnya. Semakin besar alokasi anggaran pembangunan untuk sektor pendidikan maka akan semakin meningkatkan partisipasi sekolah dan menurunkan angka buta huruf. Alokasi anggaran yang dimaksud bukan hanya untuk penyediaan sarana pendidikan tetapi juga untuk perbaikan kesejahteraan guru termasuk penyediaan subsidi bagi siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu. 25

5 26 IPM DERAJAT KESEHATAN INDIKATOR ANGKA HARAPAN HIDUP ANGKA KEMATIAN BAYI ANGKA KEMATIAN IBU PENYEBAB LANGSUNG GIZI BALITA GIZI IBU PENYEBAB TIDAK LANGSUNG LEVEL 1 PENYEBAB TIDAK LANGSUNG LEVEL 2 KUANTITAS PELAYANAN KONSUMSI PENYAKIT INFEKSI PERSALINAN DIBANTU MEDIS MAKANAN BERGIZI IKUTAN TENAGA KESEHATAN JUMLAH TENAGA DISTRIBUSI SARANA DAN PRASARANA KEMAMPUAN MEMBIAYAI MEDIS DAN NON KESEHATAN KESEHATAN PENEYBAB MENDASAR KONDISI SANITASI KESADARAN KEMISKINAN KELEMBAGAAN AKSESIBILITAS LINGKUNGAN PERILAKU HIDUP MASYARAKAT THD SARANA BERSIH DAN SEHAT KESEHATAN HORIZONTAL CAUSALITY Gambar 6. Penyebab langsung dan penyebab tidak langsung perubahan derajat kesehatan (Bappeda Kab. Bogor, 2006). Berdasarkan Gambar 6 dapat diketahui bahwa derajat kesehatan memiliki indikator tunggal yaitu angka harapan hidup (AHH). Angka harapan hidup yang dimaksud dalam hal ini adalah angka harapan hidup waktu lahir yaitu perkiraan ratarata lamanya hidup sejak lahir yang akan dicapai oleh sekelompok penduduk. Besaran AHH dipengaruhi oleh angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian ibu saat melahirkan (AKI). Angka kematian bayi adalah besarnya kemungkinan bayi meninggal sebelum mencapai usia satu tahun yang dinyatakan per seribu kelahiran hidup. Penyebab langsung yang mempengaruhi AKB antara lain adalah tingkat gizi balita sedangkan penyebab yang mempengaruhi AKI adalah tingkat gizi ibu saat mengandung. Semakin baik tingkat gizi dipastikan akan semakin mengurangi AKB 26

6 27 dan AKI. Penyebab tidak langsung yang mempengaruhi AKB dan AKI adalah jumlah pelayanan medis, pelayanan gizi, penanggulangan penyakit dan penanganan persalinan. Semakin baik berbagai pelayanan kesehatan yang diperlukan akan semakin menekan AKB dan AKI. Penyebab tidak langsung lain yang mempengaruhi AKB dan AKI adalah ketersediaan tenaga medis, sebaran sarana dan prasarana kesehatan serta kemampuan masyarakat untuk membiayai layanan kesehatan. Faktor ketersediaan tenaga medis yang memadai dan sebaran sarana kesehatan yang merata ke setiap wilayah akan semakin mengurangi AKB dan AKI. Adapun faktor kemampuan membiayai kesehatan adalah juga faktor yang sangat penting. Semakin baik daya beli masyarakat maka akan semakin mudah membiayai pelayanan kesehatan yang diperlukan. Penyebab mendasar dari semua hal yang mempengaruhi derajat kesehatan sebenarnya adalah budaya hidup sehat dan kesadaran menjaga kesehatan lingkungan tempat tinggal. Penyebab mendasar lainnya adalah kemiskinan, kelembagaan masyarakat dan kemudahan menjangkau fasilitas kesehatan. Kemiskinan dan budaya hidup sehat saling mempengaruhi satu sama lain. Semakin tinggi kemiskinan akan semakin sulit budaya hidup sehat diterapkan. Penyebab mendasar kelembagaan di masyarakat sebetulnya berkaitan erat dengan budaya hidup sehat. Pada masyarakat yang budaya hidup sehatnya baik, kelembagaan masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan akan mudah terbentuk. Nilai-nilai seperti kewajiban menjaga kebersihan, membuang sampah pada tempatnya hingga pembentukan lembaga sosial yang mengurusi soal kesehatan adalah contoh kelembagaan kesehatan yang ada di masyarakat. 27

7 28 IPM DAYA BELI INDIKATOR KONSUMSI PER KAPITA PENYEBAB LANGSUNG TINGKAT PENDAPATAN) SERAPAN TENAGA KERJA PENYEBAB TIDAK LANGSUNG LEVEL 1 PERTUMBUHAN EKONOMI KUALITAS SDM DISTRIBUSI PENDAPATAN PENYEBAB TIDAK LANGSUNG LEVEL 2 PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKLIM INVESTASI LAJU INVESTASI ALAM PENEYBAB MENDASAR KEMISKINAN KUALITAS KELEMBAGAAN ENTREPRENEURSHIP AKSES THD INFRASTRUKTUR EKONOMI LEMBAGA WILAYAH MASYARAKAT EKONOMI KONDISI MAKRO NASIONAL Gambar 7. Penyebab langsung dan penyebab tidak langsung perubahan daya beli (Bappeda Kab. Bogor, 2006). Berdasarkan Gambar 7 diketahui bahwa daya beli memiliki indikator tunggal berupa konsumsi per kapita. Semakin tingginya konsumsi per kapita semakin memperlihatkan tingginya daya beli. Penyebab langsung yang mempengaruhi daya beli adalah besarnya tingkat pendapatan masyarakat dan serapan tenaga kerja. Masyarakat yang memiliki tingkat pendapatan memadai akan meningkatkan jumlah konsumsi per kapita. Hal yang sama juga terjadi pada penyebab berupa serapan tenaga kerja. Semakin banyak tenaga kerja yang diserap oleh sektor industri akan semakin meningkatkan jumlah masyarakat yang berpenghasilan sehingga otomatis akan berpeluang meningkatkan jumlah konsumsi per kapita. Penyebab tidak langsung yang mempengaruhi konsumsi per kapita adalah pertumbuhan ekonomi, kualitas sumber daya manusia dan distribusi pendapatan. Pertumbuhan ekonomi sangat berkaitan erat dengan konsumsi per kapita. Adanya 28

8 29 pertumbuhan ekonomi berarti adanya kenaikan angka Produk Domestik Bruto (PDB). Salah satu komponen pembentuk PDB adalah konsumsi masyarakat di samping terdapat komponen lain seperti belanja pemerintah, investasi swasta dan selisih ekspor-impor. Penyebab tidak langsung kualitas sumber daya manusia berkaitan erat dengan peluang serapan tenaga kerja. Semakin baik kualitas SDM yang ada akan semakin meningkatkan serapan tenaga kerja. Penyebab berupa distribusi pendapatan berperan dalam meningkatkan pemerataan pendapatan yang terjadi akibat pertumbuhan ekonomi. Semakin baik distribusi pendapatan akan berpeluang meningkatkan konsumsi per kapita. Jika distribusi pendapatan kurang baik maka ada kecenderungan pada masyarakat berpenghasilan tinggi untuk menabung dari pada mengeluarkan konsumsi. Penyebab tidak langsug lainnya yang mempengaruhi konsumsi per kapita adalah pemanfaatan sumber daya alam (SDA), tingkat investasi. Pemanfaatan SDA berkaitan erat dengan upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Semakin baik pemanfaatan SDA akan semakin meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal yang sama juga terjadi pada penyebab berupa tingkat investasi. Semakin baik iklim investasi maka akan semakin meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Penyebab mendasar yang mempengaruhi konsumsi per kapita adalah kemiskinan, kualitas infrastruktur wilayah, kelembagaan ekonomi masyarakat dan kewirausahaan masyarakat serta kemudahan menjangkau permodalan. Kemiskinan yang tinggi dipastikan akan menyebabkan rendahnya konsumsi per kapita. Rendahnya kualtias dan kuantitas infrastruktur wilayah seperti jalan dan jembatan juga akan menyebabkan rendahnya daya beli masyarakat. Kualitas dan kuantitas infrastruktur yang baik akan memperlancar arus barang dan jasa yang berarti juga 29

9 30 meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Penyebab berupa kelembagaan masyarakat di sektor ekonomi, motivasi kewirausahaan di masayarakt dan kemudahan menjangkau permodalan sangat berkaitan erat. Motivasi wirausaha akan lahir jika kelembagaan ekonomi di masyarakat berjalan dengan baik dan juga adanya kemudahan menjangkau permodalan yang diperlukan dalam wirausaha. Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat pendidikan, kesehatan dan daya beli di atas adalah faktor-faktor yang akan dibahas dalam penelitian ini. Setelah faktor-faktor penting yang mempengaruhi masing-masing komponen dalam IPM diketahui, maka kajian dilanjutkan dengan menentukan prioritas program pembangunan untuk masing-masing sektor. Hasil akhir dari kajian yang dilakukan adalah rekomendasi program pembangunan yang dapat dibiayai oleh APBD. Secara umum kerangka pemikiran yang digunakan dalam kajian ini adalah seperti Gambar 8. APBD Kesehatan Pendidikan Perekonomian Lainnya AHH AMH RLS PPP Gizi buruk Tkt. Imunisasi Kemiskinan, dll PKBM Peserta PKBM Kemiskinan, dll Daya tampung Tkt. Kelulusan Kemiskinan, dll Lapangan Kerja Tkt. Kemiskinan Tkt. Investasi, dll Strategi Perancangan APBD dengan AHP (Analytical Hierarchy Process) APBD berorientasi IPM Gambar 8. Kerangka Pemikiran Pemanfaatan APBD Untuk Meningkatkan IPM 30

10 Metode Penelitian Dan Kajian Metode yang digunakan dalam kajian pembangunan daerah ini meliputi metode pengumpulan data, metode pengolahan dan analisis data serta metode perancangan program. Hasil akhir dari kajian pembangunan daerah ini adalah berupa rekomendasi program dan kebijakan yang dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah terutama berkaitan dengan strategi perancangan APBD yang dapat mengoptimalkan peningkatan kualitas pembangunan manusia. Ukuran yang digunakan untuk menilai kualitas pembangunan manusia dalam hal ini adalah indeks pembangunan manusia (IPM) Lokasi Penelitian dan Kajian Lokasi pelaksanaan penelitian dan kajian ini adalah di wilayah Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kajian ini dilaksanakan selama kurang lebih 4 bulan. Adapun unit analisis yang menjadi sasaran penelitian adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor. Aspek yang dikaji adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sejak tahun 1997 sampai 2006 dan pertumbuhan angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sejak tahun 1997 sampai Metode Pengolahan Dan Analisis Data Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data sekunder yang berasal dari BPS Kab. Bogor, Pemda Kab. Bogor dan BAPPEDA Kab. Bogor serta instansi teknis yang ada di Kabupaten Bogor seperti Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Bagian Perekonomian Kab. Bogor. Untuk mengetahui pengaruh APBD terhadap IPM digunakan metode analisis regresi 31

11 32 berganda (multiple regression). Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan IPM digunakan metode reduksi Shortfall yang ditetapkan oleh United Nation Development Program (UNDP). Adapun untuk mengetahui pengaruh beberapa faktor dugaan terhadap indeks kesehatan, indeks pendidikan dan daya beli, dilakukan metode penyajian menggunakan statistika deskriptif Metode Analisis Regresi Berganda Analisis regresi berganda adalah analisis regresi yang digunakan untuk menduga nilai variabel terikat (dependent) dengan menggunakan lebih dari satu variabel bebas (independent). Parameter penting yang dihasilkan dari analisis regresi berganda yang bermanfaat untuk mengambil kesimpulan adalah : (1) koefisien determinasi yang menggambarkan persentase keragaman variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas di mana nilai koefisien determinasi semakin mendekati 100% berarti semakin baik, (2) selang kepercayaan model yang menggambarkan tingkat perbedaan nyata (signifikan) dari persamaan yang digunakan yang nilainya biasanya adalah 90 95% (alfa : 0,1 atau alfa : 0,05), (3) nilai intersep dan nilai koefisien model beserta selang kepercayaannya masing-masing yang menggambarkan berapa nilai intersep dan nilai koefisien masing-masing variabel bebas beserta selang kepercayaannya di mana nilai-nilai ini kemudian dapat disusun menjadi sebuah persamaan regresi berganda. Untuk mengetahui pengaruh realisasi belanja publik dan belanja aparatur dalam APBD terhadap IPM dilakukan analisis regresi berganda dengan variabel terikat angka IPM dan variabel bebasnya adalah realisasi belanja publik dan realisasi belanja aparatur dalam APBD. Angka realisasi belanja publik dan belanja aparatur dalam APBD yang digunakan adalah angka realisasi belanja yang sudah dihilangkan pengaruh inflasinya. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut : 32

12 33 Y(t) = ßo + ß1 A(t) + ß2 B(t) + ε(t).... ( 1) Di mana : Y(t) A(t) B(t) ßo ßi, i = 1,2,3 ε(t) : Indeks Pembangunan Manusia Tahun ke-t : Realisasi Belanja Aparatur Tahun ke-t : Realisasi Belanja Publik Tahun ke-t : Koefisien Intersep : Parameter Regresi : Error term Metode Reduksi Shortfall Untuk mengukur kecepatan perkembangan IPM dalam suatu kurun waktu digunakan reduksi Shortfall per tahun. Ukuran ini secara sederhana menujukkan perbandingan antara capaian yang telah ditempuh dengan capaian yang masih harus ditempuh untuk mencapai titik ideal yaitu IPM = 100 (BPS Kab. Bogor, 2005). Prosedur perhitungan reduksi Shortfall dirumuskan sebagai berikut : (IPM t+n IPM t) x 100 1/n R =... (IPM ideal IPM t) (2) Di mana : IPM t : IPM pada tahun t IPM t+n : IPM pada tahun t+n IPM ideal : 100 Untuk menentukan klasifikasi pertumbuhan IPM, UNDP telah menetapkan tiga klasifikasi. Klasifikasi tersebut terdiri dari klasifikasi pertumbuhan IPM cepat, pertumbuhan IPM sedang dan pertumbuhan IPM lambat. Rincian ketentuan mengenai klasifikasi pertumbuhan IPM yang ditetapkan oleh UNDP dapat dilihat pada Tabel 6. 33

13 34 Tabel 6. Klasifikasi Pertumbuhan IPM Menurut UNDP Klasifikasi Pertumbuhan IPM Angka Reduksi Shortfall Cepat R > 1,70 Sedang 1,50 < R < 1,70 Lambat R < 1,50 Sumber : BPS Kab. Bogor (2005) Metode Statistika Deskriptif Metode statistika deskriptif dalam kajian ini digunaka untuk menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi IPM baik sektor pendidikan, kesehatan maupun perekonomian. Statistika deskriptif adalah metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang bermanfaat (Walpole, 1992). Beberapa metode statistika deskriptif yang digunakan adalah : penyajian data dalam bentuk grafik, penentuan nilai rata-rata, penentuan trend atau kemiringan data, dan beberapa metode statistika deskriptif lainnya Metode Perancangan Program Perancangan program merupakan tahap penyampaian hasil kajian kepada para stakeholder pembangunan daerah yang meliputi unsur pemerintahan, masayarakat dan pihak swasta. Respon dari para stakeholder dihimpun sedemikian rupa sehingga menjadi strategi penerapan hasil kajian. Respon para stakeholder juga diperlukan untuk menentukan prioritas program pembangunan daerah yang akan disusun dalam kajian. Pemaparan atau sosialisasi program disampaikan kepada beberapa pihak di lingkungan Pemda Kab. Bogor dan juga masyarakat untuk mendapat tanggapan. Jumlah responden yang digunakan adalah sebanyak 12 orang terdiri dari unsur 34

14 35 Pemerintah Kab. Bogor terutama dari BAPPEDA, anggota DPRD Kab. Bogor terutama pimpinan komisi, masyarakat terutama akademisi dan pihak swasta terutama kontraktor dan perusahaan swasta.. Data respon para stakeholder ini kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis SWOT untuk menentukan strategi perencanaan pembangunan dan Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk menyusun prioritas program pembangunan daerah yang dapat dibiayai oleh APBD Metode Analisis SWOT Metode analisis SWOT pertama kali dikembangkan oleh Albert Humphrey dari Stanfrod University AS pada tahun Metode analisis SWOT merupakan metode yang ditujukan untuk menyusun strategi perencanaan (strategic planning) bagi program dan kegiatan organisasi yang sesuai dengan kondisi internal dan eksternal organisasi yang bersangkutan. Kondisi internal organisasi dikelompokkan dalam kategori S (strength atau kekuatan) dan W (weakness atau kelemahan). Kondisi eksternal organisasi dikelompokkan dalam kategori O (opportunity atau peluang) dan T (threat atau ancaman). Metode analisis SWOT terdiri dari beberapa tahap pengerjaan yaitu tahap pengumpulan data, tahap analisis dan tahap pengambilan keputusan. Tahap pengumpulan data yang merupakan tahap sangat penting dalam analisis. Semakin akurat data yang digunakan maka akan semakin tepat keputusan yang akan dibuat. Data yang dikumpulkan diusahakan berkaitan dengan data keadaan internal organisasi dan juga keadaan eksternal yang berpengaruh terhadap organisasi. Data yang terkumpul kemudian dikelompokkan dalam matriks faktor strategi internal dan matriks faktor strategi eksternal. Bentuk matriks adalah sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 7. 35

15 36 Tabel 7. Faktor Strategi Eksternal dan Faktor Strategi Internal Faktor Strategi Internal Bobot Rating Bobot x Rating Kekuatan Total Kekuatan Kelemahan Total Kelemahan TOTAL FAKTOR INTERNAL 1,0 Faktor Strategi Eksternal Bobot Rating Bobot x Rating Peluang Total Peluang Ancaman Total Ancaman TOTAL FAKTOR EKSTERNAL 1,0 Sumber : Rangkuti (2001) Pengisian matrik dimulai dengan mengisi kolom faktor strategi internal dan eksternal yang disesuaikan dengan kelompok kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman. Bobot masing-masing faktor ditetapkan dengan skala 1,0 (paling penting) sampai 0,0 (tidak penting) berdasarkan tingkat pengaruh faktor tersebut terhadap posisi strategis organisasi. Semua penjumlahan angka bobot tidak boleh melebihi 1,0 pada faktor internal (kekuatan dan kelemahan) maupun faktor eksternal (peluang dan ancaman). Pengisian rating masing-masing faktor ditetapkan dengan skala 4 (sangat baik) sampai 1 (buruk) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi organisasi. 36

16 37 Tahap analisis dimulai dengan menghitung perkalian bobot dengan rating dari faktor-faktor internal dan eksternal. Berdasarkan nilai perkalian tersebut dapat ditentukan komponen yang paling besar nilainya pada faktor internal dan faktor eksternal. Masing-masing komponen yang memiliki nilai terbesar tersebut dijadikan sebagai komponen yang paling berpengaruh dalam organisasi. Tahap pengambilan keputusan dilakukan dengan membuat matrik strategi SWOT dan menetapkan pilihan strategi berdasarkan komponen yang paling berpengaruh baik dari faktor internal maupun eksternal. Matriks strategi SWOT dapat dilihat pada Gambar 9. Faktor Eksternal Faktor Internal Opportunities (O) atau Peluang Threats (T) atau Ancaman Sumber : Rangkuti (2001) Strengts (S) atau Kekuatan Strategi S-O atau Progresif menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang Strategi S-T atau Diversifikasi menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman Weakness (W) atau Kelemahan Strategi W-O atau Korektif mengatasi kelemahan untuk memanfaatkan peluang Strategi W-T atau Defensif mengatasi kelemahan untuk menghindari ancaman Gambar 9. Matriks Pilihan Strategi Dalam Analisis SWOT Metode Analytical Hierarchy Process Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah metode analisa yang digunakan untuk mengambil keputusan yang komplek dengan menggunakan pendekatan matematika dan psikologi atau persepsi manusia. Metode ini dikembangkan oleh Thomas L. 37

17 38 Saaty pada tahun Beberapa keunggulan dari AHP antara lain : (1) melibatkan persepsi seorang ahli yang mengerti persoalan sebagai bahan masukan, (2) mampu memecahkan masalah yang memiliki banyak tujuan (multi objectives) dan banyak kriteria (multi criterias), (3) mampu memecahkan persoalan yang kompeks dan tidak terkerangka akibat dari data yang minim. Adapun kelemahan AHP yang sebenarnya juga dapat berarti kelebihan adalah bahwa metode penyelesaian sederhana sehingga bagi beberapa orang sering dianggap kurang meyakinkan. Beberapa tahapan yang harus dilakukan dalam menerapkan AHP adalah : 1. menentukan hirarki yaitu merumuskan persoalan dalam bentuk struktur berupa diagram pohon yang terdiri dari tujuan, kriteria dan alternatif. 2. tahap menetapkan prioritas yaitu menentukan prioritas dari masing-masing kriteria atau sub kriteria dengan membandingkannya satu sama lain. Untuk melakukan pembandingan digunakan skala banding seperti pada Tabel 8. Tabel 8. Skala Banding Secara Berpasangan Dalam AHP Intensitas Keterangan 1 Kedua elemen sama pentingnya 3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dibanding elemen lainnya 5 Elemen yang satu lebih penting dibanding elemen lainnya 7 Elemen yang satu jelas lebih penting dibanding elemen lainnya 9 Elemen yang satu mutlak lebih penting dibanding elemen lainnya 2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan Sumber : Saaty (1988) 3. tahap sintesis yaitu penyatuan keputusan dengan cara pembobotan dan penjumlahan untuk menghasilkan satu bilangan tunggal yang menunjukkan prioritas tiap elemen. 4. tahap mempertimbangkan konsistensi untuk menjamin semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkat secara konsisten sesuai dengan kriteria yang logis. 38

18 39 Metode AHP dalam kajian ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak EXPERT CHIOICE 2000 yang dibuat oleh Expert Choice Inc. Pengambilan keputusan dalam kajian ini dilakukan untuk tiga sektor yaitu sektor pendidikan, kesehatan dan ekonomi atau daya beli. Hasil akhir dari keputusan yang dibuat dengan AHP adalah rekomendasi program APBD yang menjadi prioritas untuk masing-masing sektor. Hirarki pemilihan program pembangunan yang digunakan dalam kajian ini dapat dilihat pada Gambar 10. Program Pembangunan Daerah Di Kab. Bogor Pelaku Pemerintahan Swasta Masyarakat Pembangunan Daerah Kendala Aspek Aspek Aspek Aspek Aspek Pembangunan Biaya Kebijakan Aparatur Manfaat Partisipasi Alternatif Program Program Program Pembangunan Bid. Pendidikan Bid. Kesehatan Bid. Ekonomi Gambar 10. Hirarki Pemilihan Program Pembangunan Di Kabupaten Bogor 39

BAB VI. PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB VI. PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH 91 BAB VI. PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH 6.1. Strategi Perancangan Kebijakan Umum APBD Kebijakan umum APBD merupakan gambaran umum mengenai kebijakan pembangunan yang akan dijalankan dengan menggunakan APBD

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, dengan batasan waktu data dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Pertimbangan pemilihan lokasi kajian antar

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN 47 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Meningkatnya aktivitas perkotaan seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi masyarakat yang kemudian diikuti dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk akan

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN. Data kajian ini dikumpulkan dengan mengambil sampel. Kabupaten Bogor yang mewakili kota besar, dari bulan Mei sampai November

III. METODE KAJIAN. Data kajian ini dikumpulkan dengan mengambil sampel. Kabupaten Bogor yang mewakili kota besar, dari bulan Mei sampai November III. METODE KAJIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Data kajian ini dikumpulkan dengan mengambil sampel pemerintah kabupaten/kota, secara purposif yaitu Kota Bogor yang mewakili kota kecil dan Kabupaten Bogor yang

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT,

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT, GUBERNUR KALIMANTAN BARAT KEPUTUSAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT NOMOR : 678/ OR / 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT NOMOR 396/OR/2014 TENTANG PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012 RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 1 Halaman Daftar Isi Daftar Isi... 2 Kata Pengantar... 3 Indikator Makro Pembangunan Ekonomi... 4 Laju Pertumbuhan Penduduk...

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 17 Tahun 2015 Tanggal : 29 Mei 2015 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah

Lebih terperinci

B. Identifikasi Kelemahan (Weakness). Sedangkan beberapa kelemahan yang ada saat ini diidentifikasikan sebagai berikut: Sektor air limbah belum

B. Identifikasi Kelemahan (Weakness). Sedangkan beberapa kelemahan yang ada saat ini diidentifikasikan sebagai berikut: Sektor air limbah belum B. Identifikasi Kelemahan (Weakness). Sedangkan beberapa kelemahan yang ada saat ini diidentifikasikan sebagai berikut: Sektor air limbah belum menjadi prioritas. Belum ada strategi pengelolaan air limbah

Lebih terperinci

3.1 Kerangka Pemikiran Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di era otonomi daerah terdiri dari: (1) Pendapatan; (2) Belanja; dan

3.1 Kerangka Pemikiran Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di era otonomi daerah terdiri dari: (1) Pendapatan; (2) Belanja; dan III. METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di era otonomi daerah terdiri dari: (1) Pendapatan; (2) Belanja; dan (3) Pembiayaan. Pendapatan daerah adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017 GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KOTA SUKABUMI. Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada

BAB IV GAMBARAN UMUM KOTA SUKABUMI. Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada 4.1. Profil Wilayah BAB IV GAMBARAN UMUM KOTA SUKABUMI Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 49 29 Lintang Selatan dan 6 0 50 44

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER IPM (INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA) KABUPATEN PASER TAHUN 2011 Pencapaian pembangunan manusia di Kabupaten Paser pada kurun 2007 2011 terus mengalami peningkatan.

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 15 Tahun 2014 Tanggal : 30 Mei 2014 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dokumen perencanaan

Lebih terperinci

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT 1.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta Komponennya Angka Partisipasi Kasar (APK) SLTP meningkat di tahun 2013 sebesar 1.30 persen dibandingkan pada tahun

Lebih terperinci

III. METODOLOGI KAJIAN

III. METODOLOGI KAJIAN III. METODOLOGI KAJIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Kajian Penelitian Kajian dilakukan di Kabupaten Indramayu. Dasar pemikiran dipilihnya daerah ini karena Kabupaten Indramayu merupakan daerah penghasil minyak

Lebih terperinci

BAB VIII STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN

BAB VIII STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN 111 BAB VIII STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN Sekalipun pelaksanaan P2FM-BLPS di Kabupaten Bogor mengalami berbagai kendala, namun program tersebut sangat mendukung kebijakan pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB VII KETERCAPAIAN INDIKATOR PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI KOTA SUKABUMI DAN ANALISIS KESENJANGAN

BAB VII KETERCAPAIAN INDIKATOR PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI KOTA SUKABUMI DAN ANALISIS KESENJANGAN 138 BAB VII KETERCAPAIAN INDIKATOR PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI KOTA SUKABUMI DAN ANALISIS KESENJANGAN Pada bab ini akan dibahas tentang ketercapaian indikator pembangunan berkelanjutan di Kota Sukabumi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tidak terlepas

Lebih terperinci

Dalam rangka. akuntabel serta. Nama. Jabatan BARAT. lampiran. perjanjiann. ini, tanggungg. jawab kami. Pontianak, Maret 2016 P O N T I A N A K

Dalam rangka. akuntabel serta. Nama. Jabatan BARAT. lampiran. perjanjiann. ini, tanggungg. jawab kami. Pontianak, Maret 2016 P O N T I A N A K GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERJANJIANN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahann yang efektif, transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan merupakan rangkaian kegiatan dari programprogram

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan merupakan rangkaian kegiatan dari programprogram I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan merupakan rangkaian kegiatan dari programprogram di segala bidang secara menyeluruh, terarah, terpadu, dan berlangsung secara terus menerus dalam

Lebih terperinci

2.1. Konsep dan Definisi

2.1. Konsep dan Definisi 2.1. Konsep dan Definisi Angka Harapan Hidup 0 [AHHo] Perkiraan rata-rata lamanya hidup sejak lahir (0 tahun) yang akan dicapai oleh sekelompok penduduk. Angka Kematian Bayi (AKB) Banyaknya kematian bayi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data-data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan gabungan antara data primer dan data sekunder. Data primer mencakup hasil penggalian pendapat atau

Lebih terperinci

PERUMUSAN STRATEGI KORPORAT PERUSAHAAN CHEMICAL

PERUMUSAN STRATEGI KORPORAT PERUSAHAAN CHEMICAL PERUMUSAN STRATEGI KORPORAT PERUSAHAAN CHEMICAL Mochammad Taufiqurrochman 1) dan Buana Ma ruf 2) Manajemen Industri Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Lebih terperinci

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT 5.1 Analisis Model Regresi Data Panel Persamaan regresi data panel digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB VII P E N U T U P

BAB VII P E N U T U P BAB VII P E N U T U P Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati Akhir Tahun 2012 diharapkan dapat memberikan gambaran tentang berbagai capaian kinerja, baik makro maupun mikro dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4 RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4 RPJMD KOTA LUBUKLINGGAU 2008-2013 VISI Terwujudnya Kota Lubuklinggau Sebagai Pusat Perdagangan, Industri, Jasa dan Pendidikan Melalui Kebersamaan Menuju Masyarakat

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau pencapaian visi dan misi walikota dan wakil walikota pada akhir periode masa jabatan, maka ditetapkanlah beberapa indikator

Lebih terperinci

LAMPIRAN II HASIL ANALISA SWOT

LAMPIRAN II HASIL ANALISA SWOT LAMPIRAN II HASIL ANALISA SWOT Lampiran II. ANALISA SWOT Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities),

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2015 dapat

Lebih terperinci

Data Pokok Pembangunan 2014 PEMBANGUNAN MANUSIA

Data Pokok Pembangunan 2014 PEMBANGUNAN MANUSIA PEMBANGUNAN MANUSIA Proses pembangunan yang sedang dilaksanakan terutama pada Negara berkembang hakikatnya adalah pembangunan terhadap manusianya. Taraf kualitas kehidupan manusia merupakan tujuan utama

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PERWAL... DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... ii DAFTAR GAMBAR... v

DAFTAR ISI. PERWAL... DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... ii DAFTAR GAMBAR... v i DAFTAR ISI PERWAL... DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... ii DAFTAR GAMBAR... v BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... 3 1.3. Maksud dan Tujuan... 4 1.4. Hubungan antar

Lebih terperinci

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL 2.1 Indeks Pembangunan Manusia beserta Komponennya Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu indikator untuk mengukur

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 14 TAHUN 2013 SERI E.10 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 14 TAHUN 2013 SERI E.10 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 14 TAHUN 2013 SERI E.10 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) KABUPATEN CIREBON TAHUN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. (BPS) dan instansi terkait lainnya. Data yang digunakan adalah PDRB atas dasar

BAB III METODOLOGI. (BPS) dan instansi terkait lainnya. Data yang digunakan adalah PDRB atas dasar BAB III METODOLOGI 3.1 Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian ini digunakan data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan instansi terkait lainnya. Data yang digunakan adalah PDRB atas dasar harga

Lebih terperinci

BAB V RELEVANSI DAN EFEKTIVITAS APBD

BAB V RELEVANSI DAN EFEKTIVITAS APBD BAB V RELEVANSI DAN EFEKTIVITAS APBD 5.1. Evaluasi APBD Pendapatan Daerah yang tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di Kota Solok diperoleh dari berbagai sumber, diantaranya berasal

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii iv ix BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH BAB IX PENETAPAN INDIKATOR DAERAH Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau pencapaian visi dan misi bupati dan wakil bupati pada akhir periode masa jabatan, maka ditetapkanlah beberapa indikator kinerja

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI Dalam membuat strategi pengembangan sanitasi di Kabupaten Grobogan, digunakan metode SWOT. Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi

Lebih terperinci

2 METODE PENELITIAN. Kerangka Pemikiran

2 METODE PENELITIAN. Kerangka Pemikiran di Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Kota Surakarta meliputi: 1. Strategi Pemasaran (Relation Marketing) dilaksanakan dengan fokus terhadap pelayanan masyarakat pengguna, sosialisasi kepada masyarakat

Lebih terperinci

Daftar Tabel. Halaman

Daftar Tabel. Halaman Daftar Tabel Halaman Tabel 3.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kab. Sumedang Tahun 2008... 34 Tabel 3.2 Kelompok Ketinggian Menurut Kecamatan di Kabupaten Sumedang Tahun 2008... 36 Tabel 3.3 Curah Hujan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xix BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen RPJMD

Lebih terperinci

KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA (TINJAUAN IPM) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN

KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA (TINJAUAN IPM) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA (TINJAUAN IPM) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2005-2013 KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA (TINJAUAN IPM) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2005-2013 Ukuran Buku

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. keripik pisang Kondang Jaya binaan koperasi BMT Al-Ikhlaas. yang terletak di

BAB IV METODE PENELITIAN. keripik pisang Kondang Jaya binaan koperasi BMT Al-Ikhlaas. yang terletak di 135 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian merupakan studi kasus yang dilakukan pada suatu usaha kecil keripik pisang Kondang Jaya binaan koperasi BMT Al-Ikhlaas. yang terletak

Lebih terperinci

Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bangka Barat Tahun 2014 DAFTAR ISI

Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bangka Barat Tahun 2014 DAFTAR ISI DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ------------------------------------------------------------------------------------------------------ i DAFTAR ISI ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Metode Pengambilan Sampel

IV. METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Metode Pengambilan Sampel 14 IV. METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Maret-April 2009. Tempat penelitian berlokasi di Kota Sabang, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 4.2 Metode Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2015 Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2015 Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2014 dapat

Lebih terperinci

Grafik 3.2 Angka Transisi (Angka Melanjutkan)

Grafik 3.2 Angka Transisi (Angka Melanjutkan) Grafik 3.2 Angka Transisi (Angka Melanjutkan) Grafik 3.2 memperlihatkan angka transisi atau angka melanjutkan ke SMP/sederajat dan ke SMA/sederajat dalam kurun waktu 7 tahun terakhir. Sebagaimana angka

Lebih terperinci

IV METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan satuan kasus adalah sektor perikanan dan kelautan di Kabupaten Kendal. Studi kasus adalah metode

Lebih terperinci

DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA

DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA 1. Gambaran Umum Demografi DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA Kondisi demografi mempunyai peranan penting terhadap perkembangan dan pertumbuhan suatu wilayah karena faktor demografi ikut mempengaruhi pemerintah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2014 Bupati Bogor, RACHMAT YASIN

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2014 Bupati Bogor, RACHMAT YASIN KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan review dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI Dalam membuat strategi pengembangan sanitasi di Kabupaten Kendal, digunakan metode SWOT. Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT i DAFTAR ISI PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL i ii viii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Dasar Hukum 3 1.3 Hubungan Antar Dokumen 4 1.4 Sistimatika Dokumen

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI BANTEN

BAB IV GAMBARAN UMUM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI BANTEN BAB IV GAMBARAN UMUM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI BANTEN 4.1 Pendidikan di Banten Pemerintah Provinsi Banten sejauh ini berupaya melakukan perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Grafik Daftar Tabel

Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Grafik Daftar Tabel Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Grafik Daftar Tabel DAFTAR ISI i ii iii v BAB I PENDAHULUAN I-1 1.1. Acuan Kebijakan I-1 1.2. Pendekatan Kebijakan Nasional I-4 1.3. Pokok Strategi Penanggulangan Kemiskinan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17

DAFTAR TABEL. Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17 DAFTAR TABEL Taks Halaman Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17 Tabel 2.2 Posisi dan Tinggi Wilayah Diatas Permukaan Laut (DPL) Menurut Kecamatan di Kabupaten Mamasa... 26 Tabel

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah di 45 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah di Provinsi Lampung yaitu Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Lampung,

Lebih terperinci

BLORA SELAYANG PANDANG TAHUN 2015

BLORA SELAYANG PANDANG TAHUN 2015 BLORA SELAYANG PANDANG TAHUN 2015 1. Letak Geografis : antara 1110 16 s/d 1110 338 Bujur Timur dan 60 528 s/d 70 248 Lintang Selatan 1. Letak Geografis : antara 1110 16 s/d 1110 338 Bujur Timur dan 60

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015 Oleh: BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KABUPATEN MALANG Malang, 30 Mei 2014 Pendahuluan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004

Lebih terperinci

Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa

Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa Rizal Afriansyah Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Email : rizaldi_87@yahoo.co.id Abstrak - Transportasi mempunyai

Lebih terperinci

Series Data Umum Kota Semarang Data Umum Kota Semarang Tahun

Series Data Umum Kota Semarang Data Umum Kota Semarang Tahun Data Umum Kota Semarang Tahun 2007-2010 I. Data Geografis a. Letak Geografis Kota Semarang Kota Semarang merupakan kota strategis yang beradadi tengah-tengah Pulau Jawa yang terletak antara garis 6 0 50

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 1) Miskin sekali: Apabila tingkat pendapatan per kapita per tahun lebih rendah 75% dari total pengeluaran 9 bahan pokok 2) Miskin: Apabila tingkat pendapatan per kapita per tahun berkisar antara 75-125%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang terintegrasi dan komprehensif dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang tidak terpisahkan. Di samping mengandalkan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. BPK-RI Perwakilan Provinsi Lampung didirikan pada tanggal 7 Juni 2006, berdasarkan Surat

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. BPK-RI Perwakilan Provinsi Lampung didirikan pada tanggal 7 Juni 2006, berdasarkan Surat BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Gambaran Umum BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung BPK-RI Perwakilan Provinsi Lampung didirikan pada tanggal 7 Juni 2006, berdasarkan Surat Keputusan BPK RI Nomor 23/SK/

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... Halaman PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2016-2021... 1 BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kerangka yang digunakan untuk mengukur efektivitas pengelolaan penerimaan daerah dari sumber-sumber kapasitas fiskal. Kapasitas fiskal dalam kajian ini dibatasi

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI...

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI... DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1.1. Latar Belakang... 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... 1.3. Hubungan Antar Dokumen... 1.4. Sistematika Penulisan... 1.5. Maksud dan Tujuan... BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam V. GAMBARAN UMUM Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam penelitian ini dimaksudkan agar diketahui kondisi awal dan pola prilaku masingmasing variabel di provinsi yang berbeda maupun

Lebih terperinci

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN Prioritas dan sasaran merupakan penetapan target atau hasil yang diharapkan dari program dan kegiatan yang direncanakan, terintegrasi, dan konsisten terhadap pencapaian

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Regresi Hubungan antara variabel terikat Y dengan variabel bebas biasanya dilukiskan dalam sebuah garis, yang disebut dengan garis regresi. Garis regresi ada yang berbentuk

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH DAN ISU STRATEGIS... II-1

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH DAN ISU STRATEGIS... II-1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1 LATAR BELAKANG... I-1 2.1 MAKSUD DAN TUJUAN... I-2 1.2.1 MAKSUD... I-2 1.2.2 TUJUAN... I-2 1.3 LANDASAN PENYUSUNAN...

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok, 98 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Mandailing Natal Tahun

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Mandailing Natal Tahun VIII-1VIII-1 Komitmen Bupati Mandailing Natal yang akhirnya menjadi visi daerah adalah terwujudnya masyarakat Kabupaten Mandailing Natal yang yang Religius, Mandiri, Sehat dan Sejahtera melalui Peningkatan

Lebih terperinci

1. Seluruh Komponen Pelaku Pembangunan dalam rangka Penyelenggaraan Tugas Umum Pemerintahan Penyelenggaraan Tugas Pembangunan Daerah

1. Seluruh Komponen Pelaku Pembangunan dalam rangka Penyelenggaraan Tugas Umum Pemerintahan Penyelenggaraan Tugas Pembangunan Daerah PAPARAN MUSYAWARAH RENCANA PEMBANGUNAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA BEKASI TAHUN 2014 Bekasi, 18 Maret 2013 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA BEKASI PENDAHULUAN RENCANA KERJA PEMERINTAH

Lebih terperinci

PARTISIPASI KASAR ( APK ) MENURUT JENJANG PENDIDIKAN, JENIS KELAMIN DAN KECAMATAN DI KABUPATEN KULON PROGO TAHUN

PARTISIPASI KASAR ( APK ) MENURUT JENJANG PENDIDIKAN, JENIS KELAMIN DAN KECAMATAN DI KABUPATEN KULON PROGO TAHUN No III. BIDANG PENDIDIKAN TABEL 3.1.a ANGKA PARTISIPASI KASAR ( APK ) MENURUT JENJANG PENDIDIKAN, JENIS KELAMIN DAN KECAMATAN TAHUN 2015 KECAMATAN SD SLTP SLTA L P L + P L P L+P L P L+P 1.365 1.191 2.556

Lebih terperinci

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kajian Usaha pengolahan pindang ikan dipengaruhi 2 (dua) faktor penting yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi aspek produksi, manajerial,

Lebih terperinci

BAB 6 PENUTUP. 122 Universitas Indonesia

BAB 6 PENUTUP. 122 Universitas Indonesia BAB 6 PENUTUP 6.1. Kesimpulan Hasil penelitian terhadap penilaian kuisioner SWOT oleh para responden yang dianggap ahli, dapat dirumuskan hal-hal sebagai berikut: Faktor Kekuatan Faktor Kekuatan (Strength)

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Pemerintah. Kabupaten Gowa ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Pemerintah. Kabupaten Gowa ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Pemerintah Kabupaten Gowa ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor: 3 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk pola

Lebih terperinci

BAB VI TUJUAN DAN SASARAN

BAB VI TUJUAN DAN SASARAN BAB VI TUJUAN DAN SASARAN Penetapan tujuan dan sasaran organisasi di dasarkan pada faktor-faktor kunci keberhasilan yang dilakukan setelah penetapan visi dan misi. Tujuan dan sasaran dirumuskan dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Visi merupakan cara pandang ke depan tentang kemana Pemerintah Kabupaten Belitung akan dibawa, diarahkan dan apa yang diinginkan untuk dicapai dalam kurun

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur tahun 2013 tidak terlepas dari arah kebijakan ekonomi

Lebih terperinci

Indikator Kinerja Utama Kabupaten CilacapPeriode

Indikator Kinerja Utama Kabupaten CilacapPeriode Indikator Kinerja Utama Kabupaten CilacapPeriode 2013-2017 No Tujuan Indikator Tujuan Target Sasaran Strategis 1 IPM 74.43 1 indeks Kualitas SDM pembangunan manusia Indikator Kinerja Utama Satuan Keterangan

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA PEMBANGUNANN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KOTABARU TAHUN

RANCANGAN RENCANA PEMBANGUNANN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KOTABARU TAHUN RANCANGAN RENCANA PEMBANGUNANN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KOTABARU TAHUN 2016-2021 PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU 2016 Bab I Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... ix PENDAHULUAN I-1

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan. Gambar 1.1 Peta Dunia Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (2004). menengah. tinggi. data ( ) rendah (

Bab 1 Pendahuluan. Gambar 1.1 Peta Dunia Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (2004). menengah. tinggi. data ( ) rendah ( Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk

Lebih terperinci

gizi buruk. Ketenagakerjaan meliputi rasio penduduk yang bekerja. Secara jelas digambarkan dalam uraian berikut ini.

gizi buruk. Ketenagakerjaan meliputi rasio penduduk yang bekerja. Secara jelas digambarkan dalam uraian berikut ini. gizi buruk. Ketenagakerjaan meliputi rasio penduduk yang bekerja. Secara jelas digambarkan dalam uraian berikut ini. a. Urusan Pendidikan 1) Angka Melek Huruf Angka melek huruf merupakan tolok ukur capaian

Lebih terperinci

Daftar Tabel Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD ) Kab. Jeneponto Tahun 2016

Daftar Tabel Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD ) Kab. Jeneponto Tahun 2016 Daftar Tabel Tabel 2.1 Luas Wialayah menurut Kecamatan di Kabupaten Jeneponto... II-2 Tabel 2.2 Daerah Aliran Sungai (DAS) di Wilayah Kabupaten Jeneponto berdasarkan BPS... II-5 Tabel 2.3 Daerah Aliran

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR ISI. PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii DAFTAR ISI PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... 2 1.3. Hubungan Antar Dokumen...

Lebih terperinci

IKU Pemerintah Provinsi Jambi

IKU Pemerintah Provinsi Jambi Pemerintah Provinsi Jambi dalam menjalankan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan senantiasa memperhatikan visi, misi, strategi dan arah kebijakan pembangunan. Untuk itu, dalam mewujudkan capaian keberhasilan

Lebih terperinci

Tahun Penduduk menurut Kecamatan dan Agama Kabupaten Jeneponto

Tahun Penduduk menurut Kecamatan dan Agama Kabupaten Jeneponto DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Luas Wilayah menurut Kecamatan di Kabupaten Jeneponto... II-2 Tabel 2.2 Jenis Kebencanaan dan Sebarannya... II-7 Tabel 2.3 Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Jeneponto Tahun 2008-2012...

Lebih terperinci

3.2. Analisis Perubahan RSB Astanaanyar Menjadi RS Khusus Ibu dan Anak Astanaanyar

3.2. Analisis Perubahan RSB Astanaanyar Menjadi RS Khusus Ibu dan Anak Astanaanyar DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI i DAFTAR TABEL ii DAFTAR DIAGRAM vi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I-1 1.2. Visi I-2 1.3. Misi I-2 1.4. Tujuan I-3 1.5. Ruang Lingkup Studi Kelayakan I-3 1.6.

Lebih terperinci