Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No. 10/SE/M/2010. tentang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No. 10/SE/M/2010. tentang"

Transkripsi

1 Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No. 10/SE/M/2010 tentang Pemberlakukan Pedoman Penyambungan Tiang Pancang Beton Pracetak Untuk Fondai Jembatan KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

2 Jakarta, 05 Mei 2010 Kepada yang terhormat, 1) Gubernur di eluruh Indoneia 2) Bupati dan Walikota di eluruh Indoneia 3) Pejabat Eelon I dan Pejabat Eelon II di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum Perihal : Pemberlakuan Pedoman penyambungan tiang pancang beton pracetak untuk fondai jembatan SURAT EDARAN Nomor : 10/SE/M/2010 Dalam rangka melakanakan Paal 78, Peraturan Pemerintah Republik Indoneia Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan, dan berdaarkan hail konenu Panitia Tekni Bahan Kontruki Bangunan dan Rekayaa Sipil perlu pemberlakuan Pedoman penyelenggaraan jalan mengenai penyambungan tiang pancang beton pracetak untuk fondai jembatan, dengan ketentuan ebagai berikut: I. UMUM Surat Edaran ini diterbitkan ebagai acuan bagi pelakana dalam tata cara penyambungan tiang pancang beton pracetak untuk fondai jembatan. Tujuan ditetapkan pedoman agar penyambungan tiang pancang beton pracetak untuk fondai jembatan memenuhi peryaratan truktur ambungan. Pemberlakuan Surat Edaran ini bagi Pejabat Eelon I dan Eelon II di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum untuk digunakan ebagaimana metinya, edangkan bagi Gubernur dan Bupati/Walikota di eluruh Indoneia agar dapat digunakan ebagai acuan euai kebutuhan. II. MATERI MUATAN Pedoman penyambungan tiang pancang beton pracetak untuk fondai jembatan memuat tata cara penyambungan tiang pancang beton pracetak dengan epoki atau la untuk fondai jembatan, peryaratan truktur ambungan, dan cara penyambungan tiang pancang beton pracetak untuk fondai jembatan. 1

3 Terdapat peryaratan bahan yang haru dipenuhi dalam pelakanaan penyambungan tiang pancang beton pracetak, di antaranya yaitu: 1. mutu beton yang digunakan haru mempunyai kekuatan minimum f c = 25 MPa ( bk = 300 kgf/cm 2 ); 2. baja tulangan untuk ambungan tiang pancang beton pracetak haru mempunyai tegangan leleh minimum 410 MPa (BJ 55), beba koroi dan kotoran yang menempel pada baja; 3. epoki euai dengan AASHTO M 235M; dan 4. bahan la haru euai dengan bahan daar elemen truktur baja yang akan diambung (eperti BJ 32, BJ 51 atau BJ 52) untuk mematikan bahwa ambungan dapat dipertanggungjawabkan dan merupakan kawat la berelaput hidrogen rendah. Untuk penyambungan tiang pancang beton pracetak peregi dengan epoki dilakanakan pada truktur ambungan, elubung baja dan ujung-ujung tiang yang diambung, edangkan penyambungan dengan la hanya pada truktur ambungannya aja. Penyambungan tiang pancang beton pracetak peregi dengan epoki dilakukan melalui tahap pemerikaan terhadap kondii tiang, elubung baja, bahan epoki, tulangan penyambung; tahap pemancangan tiang awal; tahap penyambungan; dan tahap pemancangan tiang lanjutan. Untuk penyambungan dengan la dilakukan melalui tahap periapan penyambungan, tahap pelakanaan di lapangan dan tahap pemerikaan viual. Pedoman penyambungan tiang pancang beton pracetak untuk fondai jembatan ecara rinci tercantum dalam Lampiran, dan merupakan bagian yang tidak terpiahkan dengan Surat Edaran Menteri ini. Demikian ata perhatian Saudara kami ucapkan terima kaih. 2

4 LAMPIRAN SURAT EDARAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 10/SE/M/2010 TANGGAL: 05 Mei 2010 PEDOMAN PENYAMBUNGAN TIANG PANCANG BETON PRACETAK UNTUK FONDASI JEMBATAN

5 Daftar ii Daftar ii... i Prakata...iii Pendahuluan... iv 1 Ruang lingkup Acuan normatif Itilah dan definii Syarat umum Syarat ambungan Beban yang ditahan ambungan Pengujian Syarat bahan Beton Baja Epoki La Penyambungan tiang pancang beton pracetak peregi dengan epoki Struktur Selubung baja Ujung-ujung tiang yang diambung Pelakanaan Penyambungan tiang pancang beton pracetak bundar dan peregi dengan la Struktur Pelakanaan Lampiran A (informatif) Perhitungan kapaita lentur tiang pancang beton pracetak penampang peregi dengan kondii bata ultimit Lampiran B (informatif) Perhitungan kapaita lentur tiang pancang beton pracetak penampang peregi dengan kondii bata layan Lampiran C (informatif) Perhitungan panjang ambungan tiang pancang beton pracetak penampang peregi Lampiran D (informatif) Deviai tekni dan keterangan Bibliografi Gambar 1 Poii l 1 dan l Gambar 2 Rongga bagian dalam elubung... 7 Gambar 3 Skema pemaangan elubung... 8 Gambar 4 Diameter tulangan dan diameter lubang... 9 i

6 Gambar 5 Kontruki ambungan tiang pancang bundar dan peregi dengan la Tabel 1 - Perkiraan awal propori takaran campuran... 4 Tabel 2 - Sifat mekani baja truktural... 4 Tabel 3 - Ukuran tulangan penyambung dan momen kapaita ambungan... 7 Tabel 4 - Dimeni elubung baja... 8 Tabel 5 - Ukuran lubang untuk tulangan... 8 Tabel 6 - Ukuran elubung baja bundar Tabel 7 - Ukuran elubung baja peregi ii

7 Prakata Pedoman tentang Penyambungan tiang pancang beton pracetak untuk fondai jembatan adalah revii dari SNI , Tata cara penyambungan tiang pancang beton pracetak penampang peregi dengan item monolit bahan epoxy, yang dilengkapi dengan tata cara penyambungan tiang pancang beton pracetak dengan la dengan beberapa perubahan yang diuraikan pada deviai tekni. Pedoman ini diuun oleh Panitia Tekni Bahan Kontruki Bangunan dan Rekayaa Sipil melalui Gugu Kerja Jembatan dan Bangunan Pelengkap Jalan pada Subpanitia Tekni Rekayaa Jalan dan Jembatan. Tata cara penulian diuun mengikuti Pedoman Standardiai Naional (PSN) Nomor 8 Tahun 2007 dan dibaha dalam forum konenu tanggal 19 Deember 2007 di Bandung, yang melibatkan para naraumber, pakar dan lembaga terkait. iii

8 Pendahuluan Pedoman ini membaha tentang yarat umum ambungan tiang pancang beton, yarat bahan penyambungan tiang pancang beton yang terdiri dari beton, baja, bahan perekat epoki dan la erta cara penyambungan tiang pancang beton pracetak dengan epoki dan penyambungan tiang pancang beton pracetak dengan la, periapan pelakanaan dan pelakanaan penyambungan. Pedoman ini juga dilengkapi dengan contoh perhitungan kapaita lentur ambungan (metode beban kerja dan beban layan) erta perhitungan panjang ambungan tiang pancang. iv

9 Penyambungan tiang pancang beton pracetak untuk fondai jembatan 1 Ruang lingkup Tata cara ini meliputi penyambungan tiang pancang beton pracetak dengan epoki atau la untuk fondai jembatan, peryaratan truktur ambungan, dan cara penyambungan tiang pancang beton pracetak untuk fondai jembatan. Pedoman ini tidak mencantumkan ketentuan keehatan dan keelamatan kerja. Ketentuanketentuan terebut haru diadopi oleh pelakana pekerjaan dalam proedur pekerjaan ecara menyeluruh untuk etiap tahapan pekerjaan. 2 Acuan normatif Dokumen refereni yang terkait dengan pedoman ini: SNI , Metode pengujian kuat tekan beton. SNI , Metode pengujian kuat tarik baja beton. SNI , Speifikai tiang pancang beton pracetak untuk pondai jembatan, ukuran (30x30, 35x35, 40x40) cm 2 panjang meter dengan baja tulangan BJ 24 dan BJ 40. SNI , Tata cara pembuatan rencana campuran beton normal. AASHTO M 235M, Epoxy rein adheive. AASHTO M 270M-04, Carbon and high-trength low-alloy tructural teel hape, plate, and bar and quenched-and tempered alloy tructural teel plate for bridge. ASTM A 36, Standard pecification for carbon tructural teel. 3 Itilah dan definii Itilah dan definii yang digunakan dalam pedoman ini ebagai berikut: 3.1 epoki bahan perekat yang digunakan untuk menyambung beton pada item ambungan yang mampu menahan beban 3.2 fondai bagian dari truktur yang berfungi memikul eluruh beban yang bekerja pada pilar atau kepala jembatan dan gaya-gaya lainnya erta melimpahkannya ke lapian tanah pendukung 3.3 fondai tiang alah atu jeni fondai untuk melimpahkan eluruh beban yang bekerja pada pilar atau kepala jembatan dan gaya-gaya lainnya ke lapian tanah pendukung menggunakan truktur tiang 1 dari 20

10 3.4 jembatan bangunan pelengkap jalan yang berfungi ebagai penghubung uatu rua jalan yang terputu akibat adanya hambatan berupa ungai, lembah, aluran, perilangan ata, dan lain-lain 3.5 kepala jembatan bangunan bawah yang terletak pada kedua ujung jembatan, berfungi ebagai pemikul eluruh beban pada ujung luar bentang pinggir dan gaya-gaya lainnya, erta melimpahkannya ke fondai 3.6 la uatu cara untuk menyambungkan logam dengan cara mencairkan bahan la melalui pemanaan 3.7 pilar jembatan bangunan bawah yang terletak di antara kedua kepala jembatan, berfungi ebagai pemikul eluruh beban pada ujung-ujung bentang dan gaya-gaya lainnya erta melimpahkannya ke fondai 3.8 ambungan tiang pancang beton pracetak truktur ambungan dua komponen tiang beton pracetak yang mempunyai bentuk dan ukuran penampang yang ama 3.9 tiang komponen bangunan yang berbentuk ilinder atau prima dengan raio panjang dibagi lebar atau diameter lebih bear dari tiang pancang beton bertulang pracetak tiang beton bertulang yang dibuat di pabrik atau di lokai jembatan, mempunyai dimeni dan mutu tertentu yang pemaangannya dilakukan dengan alat penumbuk, atau alat penekan 3.11 tiang pancang beton prategang pracetak tiang beton prategang yang dibuat di pabrik yang mempunyai dimeni dan mutu tertentu yang pemaangannya dilakukan dengan alat penumbuk atau alat penekan 2 dari 20

11 4 Syarat umum 4.1 Syarat ambungan Jeni ambungan tiang pancang beton pracetak dengan tipe truktur monolit hanya dapat digunakan dengan peryaratan ebagai berikut: a) Kedua komponen tiang beton pracetak yang akan diambung mempunyai bentuk dan ukuran penampang yang ama; b) Ujung-ujung komponen yang akan diambung telah diiapkan pada waktu pelakanaan pembuatan tiang pancang, euai dengan peifikai yang berlaku; c) Kedua komponen tiang yang akan diambung mempunyai mutu beton dan baja tulangan yang ama; d) Kedua komponen tiang yang akan diambung haru dalam keadaan luru dan tidak bengkok. 4.2 Beban yang ditahan ambungan Struktur ambungan tiang pancang beton pracetak tipe monolit haru kuat memikul beban dan gaya-gaya, baik dalam arah vertikal maupun lateral akibat: a) Beban dan gaya-gaya yang bekerja pada pilar atau kepala jembatan; b) Pemancangan; c) Deformai lateral dan vertikal; d) Gaya lateral akibat timbunan pada oprit; e) Gaya geek negatif. 4.3 Pengujian Semua pengujian haru dilakanakan di laboratorium yang telah terakreditai. 5 Syarat bahan 5.1 Beton a) Mutu beton yang digunakan untuk tiang pancang beton haru mempunyai kekuatan minimum f c = 25 MPa ( bk = 300 kgf/cm 2 ), euai SNI ; b) Setiap pembuatan tiang haru didaarkan kepada rencana campuran dengan menggunakan komponen bahan yang memenuhi ketentuan yang berlaku dan elama pelakanaan pengecoran beton haru diikuti dengan pengendalian mutu. Untuk perkiraan awal propori takaran campuran dapat digunakan Tabel 1. 3 dari 20

12 Tabel 1 - Perkiraan awal propori takaran campuran Jeni Mutu beton Ukuran agregat Raio air / Kadar emen min. beton f c bk makimum emen mak. (kg/m 3 dari campuran) (MPa) ( kgf/cm 2 ) (mm) (terhadap berat) , , , , Mutu 37 0, tinggi , , , , , , , Mutu 19 0, edang 37 0, , , Baja a) Baja tulangan untuk ambungan tiang pancang beton pracetak haru mempunyai tegangan leleh minimum 410 MPa (BJ 55), beba dari koroi dan kotoran yang menempel pada baja; b) Selubung untuk ambungan tiang dibuat dari baja yang mempunyai tegangan leleh minimum 210 MPa (BJ 34); c) Untuk menjamin tercapainya mutu baja yang diyaratkan, ebelum digunakan baja haru diuji mutunya euai dengan SNI d) Mutu baja dieuaikan dengan peifikai AASHTO M yang dapat dilihat pada Tabel Epoki Jeni baja Tabel 2 - Sifat mekani baja truktural Tegangan putu minimum, f u (MPa) Tegangan leleh minimum, f y (MPa) Peregangan minimum (%) BJ BJ BJ BJ BJ Untuk menjamin kuat ikat antara beton dan epoki erta baja dan epoki, maka epoki yang digunakan haru memenuhi ketentuan yang berlaku yaitu: 4 dari 20

13 a) Bahan perekat yang digunakan haru mempunyai daya rekat yang angat baik dan dapat merekatkan dengan empurna truktur beton; b) Bahan perekat haru dapat berpenetrai ampai kedalaman retak yang paling kecil yang terjadi pada truktur dengan empurna dan untuk itu haru mempunyai uatu kekentalan tertentu eperti diyaratkan pada peifikai ini; c) Mempunyai ifat flekibilita yang dapat menahan vibrai yang mungkin terjadi di dalam retakan; d) Tidak boleh menyuut pada waktu mengering; e) Tahan terhadap air hujan, CO 2, aam, dan bahan kimia lainnya; f) Peryaratan bahan euai dengan AASHTO M 235M ebagai berikut: 1) Vikoita minimum 2,0 Pa. 2) Waktu pengikatan awal minimum 30 menit 3) Kuat leleh tekan (pada umur 7 hari) minimum 70 MPa 4) Modulu elatiita tekan minimum 1400 MPa 5) Tegangan tarik (pada umur 7 hari) minimum 50 MPa g) Sebelum digunakan haru dilakukan pengujian mutu epoki euai dengan peryaratan yang berlaku. 5.4 La a) Bahan la yang digunakan haru euai dengan bahan daar elemen truktur baja yang akan diambung (eperti BJ 32, BJ 51 atau BJ 52) untuk mematikan bahwa ambungan dapat dipertanggungjawabkan dan merupakan kawat la berelaput hidrogen rendah. b) Bahan la (kawat la) haru diimpan dalam keadaan kering di dalam tempat yang tertutup. Jika kaleng atau tempat telah dibuka, maka kawat la haru egera digunakan. c) Pada penyambungan tiang pancang dibutuhkan kawat la yang euai agar dapat berfungi ebagaimana metinya. Elektroda E 60XX digunakan untuk mengela baja karbon yang mengandung unur karbon hingga 0,3% (yang termauk baja ini adalah baja-baja truktur eperti baja-baja profil, baja batangan dan baja pelat). Elektroda E 70XX aplikainya lebih lua dari eri E 60XX. 6 Penyambungan tiang pancang beton pracetak peregi dengan epoki 6.1 Struktur a) Kontruki ambungan tiang haru diperkuat dengan tulangan penyambung dan elubung baja. b) Tulangan penyambung: 1) pemaangan tulangan penyambung dan pembuatan lubang untuk tulangan penyambung haru dibuat berama dengan pembuatan tiang, eperti tampak pada Gambar 1; 2) bahan pembantu untuk membuat lubang haru diberihkan ebelum penyambungan agar pengikatan epoki dengan beton menjadi empurna; 3) tulangan penyambung terbuat dari baja tulangan ulir yang mempunyai tegangan leleh ama dengan tegangan leleh tulangan utama; 5 dari 20

14 4) panjang tulangan penyambung adalah ebagai berikut: (a) epanjang l 1 = 25 d; (b) epanjang l 2 = 25 d. dengan pengertian: l 1 adalah panjang tulangan yang mauk ke ujung tiang ata (mm); l 2 adalah panjang tulangan yang mauk ke ujung tiang bawah (mm); d adalah diameter tulangan (mm). 5) tulangan penyambung diletakkan pada jarak 0,25 B dari ii-ii tiang; dengan pengertian: B adalah ukuran penampang tiang (mm) 6) diameter tulangan penyambung tergantung dari ukuran penampang tiang, yaitu : (a) ukuran tiang 300 mm x 300 mm, diameter tulangan = 25 mm; (b) ukuran tiang 350 mm x 350 mm, diameter tulangan = 28 mm; (c) ukuran tiang 400 mm x 400 mm, diameter tulangan = 32 mm. 7) ukuran tulangan penyambung untuk penampang tiang peregi tercantum pada Tabel 3; 8) kapaita momen ambungan ekurang-kurangnya ama dengan kapaita tiang. Gambar 1 Poii l 1 dan l 2 6 dari 20

15 Tabel 3 - Ukuran tulangan penyambung dan momen kapaita ambungan Ukuran tiang Tulangan penyambung Sambungan B x B Diameter (d) l 1 l 2 Jumlah Momen kapaita mm 2 (mm) (mm) (mm) Bata layan Bata ultimit (kn.m) (kn.m) 300 X ,75 77, X ,84 120, X ,86 188,7 Momen kapaita dihitung dengan mutu beton f c = 30 MPa ( bk = 350 kgf/cm 2 ). Jika digunakan mutu beton yang berbeda maka kapaita ambungan haru dihitung ulang. 6.2 Selubung baja a) Selubung baja dibuat dari pelat baja etebal 5 mm, mempunyai bentuk penampang peregi yang udut-udutnya dila litrik eperti tampak pada Gambar 2. Selubung baja dipaang dengan kema eperti tampak pada Gambar 3; b) Rongga bagian dalam elubung mempunyai lebar ebear 12 mm lebih kecil dari lebar tiang, B; c) Dimeni elubung baja untuk tiang penampang peregi tercantum pada Tabel 4; d) Baja yang digunakan untuk elubung haru mempunyai tegangan leleh minimum 210 MPa (BJ 34); e) Untuk tipe tiang pancang tahanan ujung, elubung tidak perlu ditanam dalam celah. (a). Selubung baja (b). Potongan memanjang Gambar 2 Rongga bagian dalam elubung 7 dari 20

16 Ukuran tiang (mm 2 ) 300 X X X 400 Tabel 4 - Dimeni elubung baja Ukuran elubung Rongga dalam (R) Panjang (mm) (mm) R = (B 12) mm L 1 L 1 = B L 2 L 2 = B 288 X X X Gambar 3 Skema pemaangan elubung 6.3 Ujung-ujung tiang yang diambung a) Kedua ujung tiang yang akan diambung haru udah diiapkan pada waktu pelakanaan pembuatan tiang: Maing-maing 4 buah lubang untuk menempatkan tulangan penyambung dengan ukuran eperti tercantum pada Tabel 5 dan Gambar 4. b) Lubang tempat tulangan haru dibuat luru, ehingga etelah dipaang tulangan penyambung dalam poii akial. Tabel 5 - Ukuran lubang untuk tulangan Ukuran tiang (mm x mm) 300 X X X 400 Ukuran lubang Diameter (mm) Panjang (mm) dari 20

17 diameter lubang = (diameter tulangan + 2) mm Gambar 4 Diameter tulangan dan diameter lubang 6.4 Pelakanaan Sebelum pelakanaan pekerjaan penyambungan tiang dimulai, lakukan hal-hal ebagai berikut: a) Perika kondii tiang yang akan diambung dan tiang penyambung, meliputi : 1) mutu tiang haru memenuhi peryaratan menurut SNI ; 2) tiang dalam keadaan luru, tidak boleh melengkung; 3) poii dan dimeni lubang untuk penulangan penyambung haru tepat eperti yang telah ditentukan. b) Perika kondii elubung baja yang meliputi: 1) dimeni haru tepat euai ketentuan; 2) la penyambung pada udut-udutnya haru baik dan memenuhi ketentuan; 3) elubung baja haru luru dan rongga bagian dalam mempunyai celah antara elubung baja dan tiang beton ebear 1 (atu) mm di ekeliling tiang. c) Perika bahan epoki yang akan digunakan, apakah telah memenuhi peifikai euai ketentuan yang berlaku, dan hal ini haru dibuktikan dari hail pengujian; d) Perika tulangan penyambung. Tulangan penyambung haru mempunyai dimeni dan mutu euai yang telah ditentukan. Maukkan tiang pancang yang akan diambung ke dalam tanah pada lokai yang telah ditetapkan, dengan cara dipancang atau ditekan euai ketentuan yang berlaku. a) Siakan bagian ata tiang menonjol di ata permukaan tanah epanjang ambungan ditambah 200 mm; b) Kaarkan dan keringkan permukaan beton yang akan diambung dan berihkan lubang tempat tulangan penyambung untuk menjamin epoki dapat menyambung dengan kuat; c) Lakukan penyambungan dengan urutan kerja ebagai berikut : (1) olei ecara merata eluruh permukaan beton kepala tiang, bagian dalam elubung baja dan tulangan penyambung dengan epoki dengan ketebalan 1,0 mm ampai dengan 1,5 mm; (2) paang elubung baja di kepala tiang. Celah antara bagian dalam elubung baja dan permukaan tiang haru epenuhnya terii epoki; 9 dari 20

18 (3) olei ecara merata di eluruh permukaan beton pada ujung tiang penyambung erta lubang-lubang tempat tulangan ambungan dengan epoki etebal 1,0 mm ampai dengan 1,5 mm; (4) angkat tiang penyambung euai proedur yang berlaku, kemudian ujung bawah tiang dimaukkan ke dalam elubung baja dengan memperhatikan: a) poii tiang haru entri terhadap tiang yang diambung; b) maukkan tulangan penyambung ke dalam lubang-lubang; c) epoki haru dapat menutup celah antara bagian dalam elubung dan permukaan beton; d) tambahkan epoki jika maih terdapat rongga, dan dimaukkan ke dalam elubung melalui celah pada keempat iinya; e) tutup bagian bawah eluruh baja dengan penjepit baja yang dapat dibuka kembali etelah epoki mengera, agar epoki tidak meleleh ke luar. Lanjutkan pemancangan atau penekanan tiang, etelah epoki mengera dengan kuat tekan minimal ama dengan kuat tekan beton yang akan diambung dan didaarkan pada hail pengujian laboratorium. 7 Penyambungan tiang pancang beton pracetak bundar dan peregi dengan la 7.1 Struktur a) Kontruki ambungan tiang terdiri dari bagian kepala (ata) dan bagian bawah, eperti tampak pada Gambar 5. b) Pada bagian kepala dan bagian bawah tiang pancang diberi elubung baja yang dibuat ecara terfabrikai. c) Ukuran elubung baja didaarkan pada dimeni tiang pancang eperti pada Tabel 6 untuk penampang bundar dan eperti pada Tabel 7 untuk penampang peregi. d) Selubung baja haru tahan terhadap pukulan elama proe pemancangan. e) Selubung tiang bawah dan ata haru dibuat edemikian rupa ehingga terdapat alur untuk pengelaan. f) Alur pengelaan haru cukup lebar ehingga lebar dan tebal la mampu menghailkan kapaita ambungan yang ekurang-kurangnya ama dengan kapaita tiang. g) Dimeni elubung baja tiang pancang bawah dan ata haru ama. Tabel 6 - Ukuran elubung baja bundar D (mm) T (mm) H (mm) a (mm) D adalah diameter tiang pancang (mm) T adalah tebal elubung baja bundar (mm) H adalah tinggi elubung baja bundar (mm) a adalah tebal pengelaan (mm) 10 dari 20

19 Tabel 7 - Ukuran elubung baja peregi B (mm) T (mm) H (mm) a (mm) B adalah lebar tiang pancang (mm) T adalah tebal elubung baja peregi (mm) H adalah tinggi elubung baja peregi (mm) a adalah tebal pengelaan (mm) Gambar 5 Kontruki ambungan tiang pancang bundar dan peregi dengan la 11 dari 20

20 7.2 Pelakanaan a) Periapan penyambungan; 1) Selubung bagian ata dan bawah haru diberihkan ebelum penyambungan dilakukan; 2) Tiang pancang ata haru terletak dalam atu gari luru dan entri dengan tiang pancang yang diambungnya; 3) Setelah elubung baja terpaang dengan baik kemudian tiang bagian kepala dan bagian bawah diatukan menggunakan la; 4) Sitem pengelaan dilakukan euai dengan ASTM A 514. b) Pelakanaan di lapangan; 1) Permukaan baja yang akan dila haru diberihkan dari koroi dan lapian cat dengan ikat kawat baja dan ikat bulu; 2) Untuk lapian pertama digunakan kawat la berelaput hidrogen rendah (low hidrogen) dengan Ø 3,25 mm, edangkan untuk lapian kedua dan elanjutnya digunakan kawat la berelaput hidrogen rendah Ø 4 mm; 3) Pada etiap tahapan lapian la, permukaan la haru diberihkan dari terak dengan cara digerinda, diberihkan dengan ikat kawat baja, dan diberihkan dengan ikat bulu; 4) Pengelaan dengan poii horizontal merupakan poii yang ulit ehingga kawat la haru digerakan agak ke ata untuk menahan lelehnya cairan la ke bawah. c) Pemerikaan viual. Jeni pemerikaan ecara viual digunakan untuk mendeteki cacat yang cukup bear di permukaan. Untuk cacat yang relatif kecil pemerikaan viual dapat dilakukan dengan menggunakan alat bantu, mialnya kaca pembear dan kadang-kadang memerlukan alat bantu lain, mialnya lampu untuk menyinari bagian-bagian yang akan diperika. Pemerikaan viual meliputi: 1) La haru beba dari cacat retak; 2) Permukaan la haru cukup halu; 3) Sambungan la haru terbeba dari kerak. 12 dari 20

21 Lampiran A (informatif) Perhitungan kapaita lentur tiang pancang beton pracetak penampang peregi dengan kondii bata ultimit Untuk ukuran tiang 30 cm x 30 cm = 300 mm x 300 mm dengan diameter tulangan penyambung = 25 mm dan jumlah tulangan = 4 buah. Data tambahan yang digunakan dalam perhitungan ini : d = d = 75 mm d = h d = 300 mm 75 mm = 225 mm f c = 30 MPa f y = 400 MPa Maka : 1 2 x x x d x x x 25 mm 4 Lua tulangan penyambung = A = A = 2 2 Cc 0,85 fc ' β 1 = 981,748 mm 2 c b 0, ,85 c ,5 c Tulangan tekan belum leleh, ε < ε y C A ' f ' f ' ε ' E E = MPa 0,003 c d' ε ' c Jadi, 0,003 c c f' (A.1) c c Maukkan peramaan (1) ke dalam rumu C C 600c ,8 c A ' f ' 981,748 (A.2) c c 13 dari 20

22 T A f y 981, ,2 kn T = C c + C ,2 = 6502,5 c ,8 c c ,2 c = 6502,5 c ,c ,5 c ,6 c = 0 Diperoleh nilai c 1 = 67,328 mm dan c 2 = - 97,524 mm Nilai c yang memenuhi adalah 67,328 mm. Karena nilai c < d maka emua tulangan mengalami tarik (tidak ada tulangan tekan) Menentukan nilai M 1 M 1 = T Z1 = d 0,5 β c 6502,5 67, ,5 0,85 67,328 T 1 M 1 = N.mm Menentukan nilai M 2 M 2 = C. Z 2 = 0,5 β c C 1 - d' ,8.67, ,328 M 2 = 0,5 0,85 67, = N.mm Jadi, M n = M 1 + M 2 = N.mm N.mm = N.mm = 80,234 kn.m Untuk keperluan prakti, kontribui tulangan tekan dapat diabaikan. 14 dari 20

23 Lampiran B (informatif) Perhitungan kapaita lentur tiang pancang beton pracetak penampang peregi dengan kondii bata layan Untuk ukuran tiang 300 mm x 300 mm dengan diameter tulangan penyambung = 25 mm dan jumlah tulangan = 4 buah A =A = 2 x π d 2 x π 25 mm 981,748 mm Nilai f c diambil = 0,40 f c = 0,40 x 30 MPa = 12,0 MPa C C c f diambil = 0,5 f y = 0,5 x 400 MPa = 200 MPa 0,5 f c kd b 0,5 12 k k 2 A ' f ' f ' ε ' E. (B.1) E = MPa E c 4700 f ε c ' E c Jadi, f c ' MPa kd d' kd f c kd d' (225k 75) f' 2 10 (B.2) E kd k c Maukkan peramaan (1) dan peramaan (2) ke dalam rumu C C T 406,79(225k 75) A ' f '... (B.3) k A f y 981, ,6 kn T = C c + C ,6 = k k ,85 c 30509,25 = 0 406,79(225k 75) k Diperoleh nilai k 1 = 0,433 dan k 2 = - 0,174 Nilai k yang memenuhi adalah 0, dari 20

24 Menentukan nilai M 1 M 1 = C c Z1 = k d 0,5k.d/ , ,5 0, /3 M 1 = N.mm Menentukan nilai M 2 406,79(225k 75) k M 2 = C. Z 2 = d - d' 406,79(225. 0, ) 0,43285 M 2 = = N.mm Menghitung nilai M M = M 1 + M 2 = N.mm N.mm = N.mm = 36,91 kn.m Untuk keperluan prakti, kontribui tulangan tekan dapat diabaikan. E n = ,769 8 E c 4700 f c ' Menghitung nilai Momen retak (M cr ) E n = ,769 8 E c 4700 f c ' Tegangan ijin lentur tarik (f cf ) ' cf 0.6 f c f = 3,286 MPa Momen ineria penampang beton bertulang I ek ,748(n 1)(75).2 = mm 4 12 Momen retak Mcr f.iek / y = 3, / 150 = Nmm cf = 16,48 knm Keterangan: y adalah jarak erat terluar penampang 16 dari 20

25 Lampiran C (informatif) Perhitungan panjang ambungan tiang pancang beton pracetak penampang peregi Untuk menghitung panjang ambungan tiang pancang digunakan peramaan ebagai berikut: I d 3 fy db 40 fc ' c K... (C.1) tr d b Keterangan: adalah faktor lokai penulangan Tulangan horizontal ditempatkan lebih dari 12 inci dari beton egar yang dicor dibawah penambahan panjang atau ambungan = 1,3 Penulangan lainnya = 1,0 adalah faktor elubung Selubung batang epoki atau tulangan dengan elimut kurang dari 3 db, atau jarak berih kurang dari 6 db = 1,5 Seluruh elubung batang epoki atau tulangan = 1,2 Penulangan tidak berelubung = 1,0 adalah faktor ukuran tulangan Diameter 19 mm dan batang lebih kecil dan kabel ulir = 0,8 Diameter 22 mm dan batang lebih bear = 1,0 adalah faktor beton agregat 6, (C.2) f ct c adalah jarak atau dimeni elimut (inci) A tr fyt K tr adalah indek tulangan melintang =. Ktr = 0 dapat diizinkan dengan makud 1500 n penyederhanaan mekipun ada penulangan tranveral. f ct f gt adalah rata-rata tegangan tarik-belah beton dengan agregat ringan bila digunakan agregat normal, maka f ct = 1,0 adalah tegangan leleh tulangan tranveral (pi) A tr adalah lua total tulangan tranveral (in 2 ) c d b adalah tebal elimut beton (in) adalah diameter batang atau tulangan (in) 17 dari 20

26 n adalah jumlah tulangan adalah jarak makimum dari titik berat ke titik berat tulangan tranveral (in) Contoh perhitungan untuk ukuran tiang (300 x 300) mm = (11,811 x 11,811) in = 1,0 A = 490,874 mm 2 = 0,761 in 2 = 1,0 f y = 400 MPa = 58015,080 pi = 1,0 f c = 30 MPa = 4351,131 pi = 1,0 dipakai diameter tulangan d b = 25 mm = 0,984 in c = 30 mm = 1,181 in c K tr 1,181 in 0 cek yarat : 1, 200 < 2,5.. digunakan 1,200 d 0,984 in b I d ,080 1,0 1,0 1,0 1,0 0,984 54,090 in 4351,131 1,200 Untuk 4 tulangan, l d = 13,53 in (343,47 mm) Jadi, panjang ambungan tiang pancang yang diperlukan adalah 343,47 mm < 600 mm. 18 dari 20

27 Lampiran D (informatif) Deviai tekni dan keterangan Hal Sebelum direvii Seudah direvii Jeni tiang pancang yang diambung Beton bertulang pracetak peregi Beton bertulang pracetak dan beton prategang pracetak dengan penampang peregi dan bundar Bahan ambungan Epoki Epoki dan la Mutu beton dan baja Hanya mencantumkan yarat minimal Peryaratan mutu beton dan baja dinyatakan ecara jela Mutu epoki Tidak diatur Peryaratan mutu epoki dinyatakan ecara jela Gambar keta penyambungan Tidak ada Terdapat keta ederhana penyambungan Perhitungan kapaita lentur dan panjang ambungan Tidak ada Terdapat lampiran untuk perhitungan ederhana kapaita lentur dan panjang ambungan 19 dari 20

28 Bibliografi ACI , Building code requirement for tructural concrete. ASTM A 514, Standard pecification for high-yield-trength quenched and tempered alloy teel plate, uitable for welding. ASTM A 588/ A 588 M, Standard pecification for high-trength low-alloy tructural teel, up to 50 ki (345 MPa) minimum yield point, with atmopheric corroion reitance. 20 dari 20

Lentur Pada Balok Persegi

Lentur Pada Balok Persegi Integrit, Proeionalim, & Entrepreneurhip Mata Kuliah Kode SKS : Peranangan Struktur Beton : CIV-204 : 3 SKS Lentur Pada Balok Peregi Pertemuan 4,5,6,7 Integrit, Proeionalim, & Entrepreneurhip Sub Pokok

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Dalam perencanaan uatu truktur bangunan haru memenuhi peraturanperaturan ang berlaku untuk mendapatkan uatu truktur bangunan ang aman ecara kontruki. Struktur bangunan

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN BALOK INDUK PORTAL MELINTANG

BAB VII PERENCANAAN BALOK INDUK PORTAL MELINTANG GROUP BAB VII PERENANAAN BALOK INDUK PORTAL MELINTANG 7. Perenanaan Balok Induk Portal Melintang Perenanaan balok induk meliputi perhitungan tulangan utama, tulangan geer/ engkang, tulangan badan, dan

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. tarik dan mempunyai titik pusat yang sama dengan. titik pusat tulangan tersebut, dibagi dengan

DAFTAR NOTASI. tarik dan mempunyai titik pusat yang sama dengan. titik pusat tulangan tersebut, dibagi dengan Daftar Notai hatam.an. - 1 DAFTAR NOTASI.:'#, a = bentang geer, jarak antara beban terpuat dan muka dari tumpuan. a = tinggi blok peregi tegangan tekan ekivalen. A = lua efektif beton tarik di ekitar tulangan

Lebih terperinci

Kata engineer awam, desain balok beton itu cukup hitung dimensi dan jumlah tulangannya

Kata engineer awam, desain balok beton itu cukup hitung dimensi dan jumlah tulangannya Kata engineer awam, deain balok beton itu cukup hitung dimeni dan jumlah tulangannya aja. Eit itu memang benar menurut mereka. Tapi, ebagai orang yang lebih mengerti truktur, apakah kita langung g mengiyakan?

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Dalam perencanaan uatu truktur bangunan haru memenuhi peraturanperaturan ang berlaku untuk mendapatkan uatu truktur bangunan ang aman ecara kontruki. Struktur bangunan

Lebih terperinci

BAB VIII METODA TEMPAT KEDUDUKAN AKAR

BAB VIII METODA TEMPAT KEDUDUKAN AKAR 6 BAB VIII METODA TEMPAT EDUDUAN AAR Dekripi : Bab ini memberikan gambaran ecara umum mengenai diagram tempat kedudukan akar dan ringkaan aturan umum untuk menggambarkan tempat kedudukan akar erta contohcontoh

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU KERUNTUHAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN PENULANGAN SISTIM GRUP PADA JALUR AREA GAYA TARIK

ANALISIS PERILAKU KERUNTUHAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN PENULANGAN SISTIM GRUP PADA JALUR AREA GAYA TARIK ANALISIS PERILAKU KERUNTUHAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN PENULANGAN SISTIM GRUP PADA JALUR AREA GAYA TARIK Yenny Nurchaanah 1*, Muhammad Ujianto 1 1 Program Studi Teknik Sipil, Fakulta Teknik, Univerita

Lebih terperinci

BAB 5 PERENCANAAN STRUKTUR ATAS GEDUNG PARKIR

BAB 5 PERENCANAAN STRUKTUR ATAS GEDUNG PARKIR BB 5 PERENCNN STRUKTUR TS GEDUNG PRKIR 5.1 PENDHULUN 5.1.1 Fungi Bangunan Bangunan yang akan dideain adalah bangunan parkir kendaraan yang diperuntukkan untuk penumpang pada Bandara Internaional Jawa Barat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah kondii alami dengan kepadatan rendah hingga edang cenderung mengalami deformai yang bear bila dilintai beban berulang kendaraan. Untuk itu, dibutuhkan uatu truktur

Lebih terperinci

Prakata. Pd T B

Prakata. Pd T B Prakata Pedoman Perenanaan Lantai Jembatan Rangka Baja Dengan Menggunakan Corrugated Steel Plate (CSP) diperiapkan oleh Panitia Teknik Standardiai Bidang Kontruki dan Bangunan melalui Gugu Kerja Bidang

Lebih terperinci

BAB II TEGANGAN TINGGI IMPULS

BAB II TEGANGAN TINGGI IMPULS BAB II TEGANGAN TINGGI IMPULS 2. TEGANGAN IMPULS Tegangan Impul (impule voltage) adalah tegangan yang naik dalam waktu ingkat ekali kemudian diuul dengan penurunan yang relatif lambat menuju nol. Ada tiga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konep Daar Beton Bertulang Beton bertulang adalah beton ang ditulangi dengan lua dan jumlah tulangan ang tidak kurang dari nilai minimum, ang diaratkan dengan atau tanpa

Lebih terperinci

Spesifikasi batang baja mutu tinggi tanpa pelapis untuk beton prategang

Spesifikasi batang baja mutu tinggi tanpa pelapis untuk beton prategang Standar Nasional Indonesia Spesifikasi batang baja mutu tinggi tanpa pelapis untuk beton prategang ICS 91.100.30; 77.140.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... 1 Daftar tabel... Error!

Lebih terperinci

BAB III PRINSIP-PRINSIP PERENCANAAN

BAB III PRINSIP-PRINSIP PERENCANAAN BAB III PRINSIP-PRINSIP PERENCANAAN 3.1 PRINSIP PERENCANAAN Pada daarna didalam perencanaan komponen truktur ang dieani lentur, akial atau kominai ean lentur dan akial haru dipenuhi ketentuan ang tertera

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BETON Sifat Fisik dan Mekanik

TEKNOLOGI BETON Sifat Fisik dan Mekanik TEKNOLOGI BETON Sifat Fiik dan Mekanik Beton, ejak dulu dikenal ebagai material dengan kekuatan tekan yang memadai, mudah dibentuk, mudah diproduki ecara lokal, relatif kaku, dan ekonomi. Agar menghailkan

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH VARIASI FRAKSI VOLUME TERHADAP DENSITAS DAN KEKUATAN TARIK SERAT PELEPAH PISANG EPOKSI

ANALISA PENGARUH VARIASI FRAKSI VOLUME TERHADAP DENSITAS DAN KEKUATAN TARIK SERAT PELEPAH PISANG EPOKSI ANALISA PENGARUH VARIASI FRAKSI VOLUME TERHADAP DENSITAS DAN KEKUATAN TARIK SERAT PELEPAH PISANG EPOKSI Nanang Endriatno Staf Pengajar Program Studi Teknik Mein Fakulta Teknik Univerita Halu Oleo, Kendari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. melayani kapal, dalam bongkar/muat barang dan atau menaikkan/menurunkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. melayani kapal, dalam bongkar/muat barang dan atau menaikkan/menurunkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Umum Dermaga adalah bangunan di tepi laut (ungai, danau) yang berfungi untuk melayani kapal, dalam bongkar/muat barang dan atau menaikkan/menurunkan penumpang (Aiyanto, 2008). Dermaga

Lebih terperinci

BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN PEMBUMIAN

BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN PEMBUMIAN BAB II IMPEDANI UJA MENAA DAN PEMBUMIAN II. Umum Pada aluran tranmii, kawat-kawat penghantar ditopang oleh menara yang bentuknya dieuaikan dengan konfigurai aluran tranmii terebut. Jeni-jeni bangunan penopang

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA BAB MOTOR NDUKS TGA FASA.1 Umum Motor induki merupakan motor aru bolak balik (AC) yang paling lua digunakan dan dapat dijumpai dalam etiap aplikai indutri maupun rumah tangga. Penamaannya beraal dari kenyataan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. Deain Penelitian yaitu: Pengertian deain penelitian menurut chuman dalam Nazir (999 : 99), Deain penelitian adalah emua proe yang diperlukan dalam perencanaan dan pelakanaan

Lebih terperinci

KAJIAN TEORITIS DALAM MERANCANG TUDUNG PETROMAKS TEORETYCAL STUDY ON DESIGNING A PETROMAKS SHADE. Oleh: Gondo Puspito

KAJIAN TEORITIS DALAM MERANCANG TUDUNG PETROMAKS TEORETYCAL STUDY ON DESIGNING A PETROMAKS SHADE. Oleh: Gondo Puspito KAJIAN TEORITIS DALAM MERANCANG TUDUNG PETROMAKS TEORETYCAL STUDY ON DESIGNING A PETROMAKS SHADE Oleh: Gondo Pupito Staf Pengajar Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, PSP - IPB Abtrak Pada penelitian

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HASIL PERANCANGAN

BAB V ANALISIS HASIL PERANCANGAN BAB V ANALISIS HASIL PERANCANGAN 5.1. Proe Fluidiai Salah atu faktor yang berpengaruh dalam proe fluidiai adalah kecepatan ga fluidiai (uap pengering). Dalam perancangan ini, peramaan empirik yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III NERACA ZAT DALAM SISTIM YANG MELIBATKAN REAKSI KIMIA

BAB III NERACA ZAT DALAM SISTIM YANG MELIBATKAN REAKSI KIMIA BAB III EACA ZAT DALAM SISTIM YAG MELIBATKA EAKSI KIMIA Pada Bab II telah dibaha neraca zat dalam yang melibatkan atu atau multi unit tanpa reaki. Pada Bab ini akan dibaha neraca zat yang melibatkan reaki

Lebih terperinci

EVALUASI PERILAKU KUAT GESER BALOK BETON BERTULANG AKIBAT VARIASI MODEL SENGKANG PENGIKAT

EVALUASI PERILAKU KUAT GESER BALOK BETON BERTULANG AKIBAT VARIASI MODEL SENGKANG PENGIKAT EVALUASI PERILAKU KUAT GESER BALOK BETON BERTULANG AKIBAT VARIASI MODEL SENGKANG PENGIKAT Ir. Krinamurti, M.T. Juruan Teknik Sipil, Fakulta Teknik, Univerita Jember Jl. Slamet Riyadi No. 62 Jember Tel

Lebih terperinci

KAJIAN PERILAKU LENTUR PELAT KERAMIK BETON (KERATON) (064M)

KAJIAN PERILAKU LENTUR PELAT KERAMIK BETON (KERATON) (064M) KAJIAN PERILAKU LENTUR PELAT KERAMIK BETON (KERATON) (064M) Hazairin 1, Bernardinus Herbudiman 2 dan Mukhammad Abduh Arrasyid 3 1 Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional (Itenas), Jl. PHH. Mustofa

Lebih terperinci

TINJAUAN ULANG PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG TEMPAT EVAKUASI SEMENTARA BENCANA GEMPA DAN TSUNAMI (SHELTER) KEC. KOTO TANGAH II KOTA PADANG

TINJAUAN ULANG PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG TEMPAT EVAKUASI SEMENTARA BENCANA GEMPA DAN TSUNAMI (SHELTER) KEC. KOTO TANGAH II KOTA PADANG TINJAUAN ULANG PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG TEMPAT EVAKUASI SEMENTARA BENCANA GEMPA DAN TSUNAMI (SHELTER) KEC. KOTO TANGAH II KOTA PADANG Muhammad Radinal, Yuriman, Taufik Juruan Teknik Sipil, Fakulta Teknik

Lebih terperinci

FIsika KARAKTERISTIK GELOMBANG. K e l a s. Kurikulum A. Pengertian Gelombang

FIsika KARAKTERISTIK GELOMBANG. K e l a s. Kurikulum A. Pengertian Gelombang Kurikulum 2013 FIika K e l a XI KARAKTERISTIK GELOMBANG Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami pengertian gelombang dan jeni-jeninya.

Lebih terperinci

PERILAKU HIDRAULIK FLAP GATE PADA ALIRAN BEBAS DAN ALIRAN TENGGELAM ABSTRAK

PERILAKU HIDRAULIK FLAP GATE PADA ALIRAN BEBAS DAN ALIRAN TENGGELAM ABSTRAK Konfereni Naional Teknik Sipil (KoNTekS ) Sanur-Bali, - Juni PERILAKU HIDRAULIK FLAP GATE PADA ALIRAN BEBAS DAN ALIRAN TENGGELAM Zufrimar, Budi Wignyoukarto dan Itiarto Program Studi Teknik Sipil, STT-Payakumbuh,

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Tinjauan Umum Menurut Supriyadi dan Muntohar (2007) dalam Perencanaan Jembatan Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan mengumpulkan data dan informasi

Lebih terperinci

PERANCANGAN BEBAN DORONG PADA BOX UNDERPASS

PERANCANGAN BEBAN DORONG PADA BOX UNDERPASS PERNCNGN BEBN DORONG PD BOX UNDERPSS 1 Sigit Dwi Praeto Email: igitdepe@gmail.com JuruanTeknikSipil, FakultaTeknikSipildanPerencanaan UniveritaGunadarma, Jakarta Sulardi Email: lardiardi@ahoo.com : ardi@atff.gunadarma.ac.id

Lebih terperinci

PERTEMUAN 3 PENYELESAIAN PERSOALAN PROGRAM LINIER

PERTEMUAN 3 PENYELESAIAN PERSOALAN PROGRAM LINIER PERTEMUAN PENYELESAIAN PERSOALAN PROGRAM LINIER Setelah dapat membuat Model Matematika (merumukan) peroalan Program Linier, maka untuk menentukan penyeleaian Peroalan Program Linier dapat menggunakan metode,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu pengujian mekanik beton, pengujian benda uji balok beton bertulang, analisis hasil pengujian, perhitungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam uatu truktur bangunan beton bertulang khuunya pada kolom akan terjadi momen lentur dan gaya akial yang bekerja ecara berama ama. Momen - momen ini yang diakibatkan

Lebih terperinci

BAB III PENGERTIAN SUSUT DAYA DAN ENERGI

BAB III PENGERTIAN SUSUT DAYA DAN ENERGI BAB III PENGERTIAN SUSUT DAYA DAN ENERGI 3.1 UMUM Parameter yang digunakan dalam mengukur tingkat penyaluran/penyampaian tenaga litrik dari penyedia tenaga litrik ke konumen adalah efiieni, efiieni yang

Lebih terperinci

Kata Kunci : beton, baja tulangan, panjang lewatan, Sikadur -31 CF Normal

Kata Kunci : beton, baja tulangan, panjang lewatan, Sikadur -31 CF Normal ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beban yang mampu diterima serta pola kegagalan pengangkuran pada balok dengan beton menggunakan dan tanpa menggunakan bahan perekat Sikadur -31 CF Normal

Lebih terperinci

ROOT LOCUS. 5.1 Pendahuluan. Bab V:

ROOT LOCUS. 5.1 Pendahuluan. Bab V: Bab V: ROOT LOCUS Root Locu yang menggambarkan pergeeran letak pole-pole lup tertutup item dengan berubahnya nilai penguatan lup terbuka item yb memberikan gambaran lengkap tentang perubahan karakteritik

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA. perbedaan relatif antara putaran rotor dengan medan putar (rotating magnetic

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA. perbedaan relatif antara putaran rotor dengan medan putar (rotating magnetic BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA. Umum Karena keederhanaanya,kontruki yang kuat dan karakteritik kerjanya yang baik,motor induki merupakan motor ac yang paling banyak digunakan.penamaannya beraal dari kenyataan

Lebih terperinci

DESAIN SISTEM KENDALI MELALUI TANGGAPAN FREKUENSI

DESAIN SISTEM KENDALI MELALUI TANGGAPAN FREKUENSI BAB VIII DESAIN SISEM ENDALI MELALUI ANGGAPAN FREUENSI Dalam bab ini akan diuraikan langkah-langkah peranangan dan kompenai dari item kendali linier maukan-tunggal keluaran-tunggal yang tidak berubah dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jeni Penelitian Jeni penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan ekperimental. Deain penelitian ini adalah Pottet-Only Control Deign. Dalam deain ini terdapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jeni Penelitian Jeni penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan ekperimental. Deain penelitian ini adalah Pottet-Only Control Deign. Dalam deain ini terdapat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMA YP Unila

III. METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMA YP Unila III. METODE PENELITIAN A. Populai dan Sampel Populai dalam penelitian ini adalah emua iwa kela XI IPA SMA YP Unila Bandar Lampung tahun ajaran 01/013 yang berjumlah 38 iwa dan terebar dalam enam kela yang

Lebih terperinci

Penentuan Jalur Terpendek Distribusi Barang di Pulau Jawa

Penentuan Jalur Terpendek Distribusi Barang di Pulau Jawa Penentuan Jalur Terpendek Ditribui Barang di Pulau Jawa Stanley Santoo /13512086 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Intitut Teknologi Bandung, Jl. Ganeha 10 Bandung

Lebih terperinci

Nina membeli sebuah aksesoris komputer sebagai hadiah ulang tahun. Kubus dan Balok. Bab. Di unduh dari : Bukupaket.com

Nina membeli sebuah aksesoris komputer sebagai hadiah ulang tahun. Kubus dan Balok. Bab. Di unduh dari : Bukupaket.com Bab Kubu dan Balok ujuan embelajaran etelah mempelajari bab ini iwa diharapkan mampu: Mengenal dan menyebutkan bidang, ruuk, diagonal bidang, diagonal ruang, bidang diagonal kubu dan balok; Menggambar

Lebih terperinci

PERANCANGAN BEBAN DORONG PADA BOX UNDERPASS. Sulardi 1 Sigit Dwi Prasetyo 2

PERANCANGAN BEBAN DORONG PADA BOX UNDERPASS. Sulardi 1 Sigit Dwi Prasetyo 2 PERNCNGN BEBN DORONG PD BOX UNDERPSS Sulardi 1 Sigit Dwi Praeto 1, Juruan Teknik Sipil, Fakulta Teknik Sipil & Perencanaan, Univerita Gunadarma 1, Jalan ke Kelapa Dua Kampu G Univerita Gunadarma Depok

Lebih terperinci

ANALISA STRUKTUR TIKUNGAN JALAN RAYA BERBENTUK SPIRAL-SPIRAL DENGAN PENDEKATAN GEOMETRI

ANALISA STRUKTUR TIKUNGAN JALAN RAYA BERBENTUK SPIRAL-SPIRAL DENGAN PENDEKATAN GEOMETRI ANALISA STRUKTUR TIKUNGAN JALAN RAYA BERBENTUK SPIRAL-SPIRAL DENGAN PENDEKATAN GEOMETRI Edi Sutomo Program Studi Magiter Pendidikan Matematika Program Paca Sarjana Univerita Muhammadiyah Malang Jln Raya

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Pada bab ini akan dibaha mengenai perancangan dan realiai dari kripi meliputi gambaran alat, cara kerja ytem dan modul yang digunakan. Gambar 3.1 merupakan diagram cara kerja

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jeni Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang akan dilakukan merupakan metode ekperimen dengan deain Pottet-Only Control Deign. Adapun pola deain penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan jaman yang cepat seperti sekarang ini, perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan jaman yang cepat seperti sekarang ini, perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam perkembangan jaman yang cepat eperti ekarang ini, peruahaan dituntut untuk memberikan laporan keuangan yang benar dan akurat. Laporan keuangan terebut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB TINJAUAN KEPUSTAKAAN.1 Perenanaan Geometrik Jalan Perenanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perenanaan jalan yang difokukan pada perenanaan bentuk fiik jalan ehingga dihailkan jalan yang dapat

Lebih terperinci

DESAIN SISTEM KENDALI MELALUI ROOT LOCUS

DESAIN SISTEM KENDALI MELALUI ROOT LOCUS Bab VI: DESAIN SISEM ENDALI MELALUI OO LOCUS oot Lou dapat digunakan untuk mengamati perpindahan pole-pole (lup tertutup) dengan mengubah-ubah parameter penguatan item lup terbukanya ebagaimana telah ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA 2.1 Umum Motor litrik merupakan beban litrik yang paling banyak digunakan di dunia, Motor induki tiga faa adalah uatu mein litrik yang mengubah energi litrik menjadi energi

Lebih terperinci

X. ANTENA. Z 0 : Impedansi karakteristik saluran. Transformator. Gbr.X-1 : Rangkaian ekivalen dari suatu antena pancar.

X. ANTENA. Z 0 : Impedansi karakteristik saluran. Transformator. Gbr.X-1 : Rangkaian ekivalen dari suatu antena pancar. X. ANTENA X.1 PENDAHULUAN Dalam hubungan radio, baik pada pemancar maupun pada penerima elalu dijumpai antena. Antena adalah uatu item / truktur tranii antara gelombang yang dibimbing ( guided wave ) dan

Lebih terperinci

ANALISA RASIO TULANGAN KOLOM BETON BERPENAMPANG BULAT MENGGUNAKAN VISUAL BASIC 6.0 Indra Degree Karimah

ANALISA RASIO TULANGAN KOLOM BETON BERPENAMPANG BULAT MENGGUNAKAN VISUAL BASIC 6.0 Indra Degree Karimah ANALISA RASIO TULANGAN KOLOM BETON BERPENAMPANG BULAT MENGGUNAKAN VISUAL BASIC 6.0 Indra Degree Karimah ABSTRAK Perhitungan raio tulangan pada kolom beton angat ignifikan karena dalam perhitungan raio

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lebar Jalan Rel Lebar jalan rel adalah jarak minimum kedua ii kepala rel yang diukur pada 0-14 mm dibawah permukaan terata rel. Berdaarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KUAT GESER KOLOM BETON BERTULANG YANG MEMIKUL BEBAN LATERAL SIKLIK

PERBANDINGAN KUAT GESER KOLOM BETON BERTULANG YANG MEMIKUL BEBAN LATERAL SIKLIK Konfereni Naional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 PERBANDINGAN KUAT GESER KOLOM BETON BERTULANG YANG MEMIKUL BEBAN LATERAL SIKLIK Johane Januar Sudjati 1 1 Program Studi Teknik Sipil,

Lebih terperinci

Modul 3 Akuisisi data gravitasi

Modul 3 Akuisisi data gravitasi Modul 3 Akuiii data gravitai 1. Lua Daerah Survey Lua daerah urvey dieuaikan dengan target yang diinginkan. Bila target anomaly berukuran lokal (cukup kecil), maka daerah urvey tidak perlu terlalu lua,

Lebih terperinci

TRANSPOR SEDIMEN: DEGRADASI DASAR SUNGAI

TRANSPOR SEDIMEN: DEGRADASI DASAR SUNGAI Univerita Gadja Mada TRANSPOR SEDIMEN: DEGRADASI DASAR SUNGAI SOAL A Suatu ungai (tampang dianggap berbentuk egiempat) dengan lebar B = 5 m. Di uatu tempat di ungai tb, terdapat daar ungai yang berupa

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI LUAS PIPA PADA ELEMEN BALOK BETON BERTULANG TERHADAP KUAT LENTUR

PENGARUH VARIASI LUAS PIPA PADA ELEMEN BALOK BETON BERTULANG TERHADAP KUAT LENTUR PENGARUH VARIASI LUAS PIPA PADA ELEMEN BALOK BETON BERTULANG TERHADAP KUAT LENTUR Million Tandiono H. Manalip, Steenie E. Wallah Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Email : tan.million8@gmail.com

Lebih terperinci

Nama Mahasiswa : Arjito Fajar Pamungkas NRP : : Teknik Sipil FTSP-ITS Dosen Pembimbing : Ir. Aman Subakti MS. Abstrak

Nama Mahasiswa : Arjito Fajar Pamungkas NRP : : Teknik Sipil FTSP-ITS Dosen Pembimbing : Ir. Aman Subakti MS. Abstrak STUDI PERBANDINGAN PERILAKU STRUKTUR DAN BIAYA FLAT PLATE-SHEARWALL DENGAN OPEN FRAME SRPMM PADA GEDUNG SEKOLAH TERNAG BANGSA SEMARANG DI WILAYAH GEMPA 4 Nama Mahaiwa : Arjito Fajar Pamungka NRP : 05 00

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA. Motor induksi adalah motor listrik arus bolak-balik yang putaran rotornya

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA. Motor induksi adalah motor listrik arus bolak-balik yang putaran rotornya BAB MOTOR NDUKS TGA PHASA.1 Umum Motor induki adalah motor litrik aru bolak-balik yang putaran rotornya tidak ama dengan putaran medan tator, dengan kata lain putaran rotor dengan putaran medan pada tator

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat matematika menjadi angat penting artinya, bahkan dapat dikatakan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan

Lebih terperinci

Analisis Perkuatan Wire Rope

Analisis Perkuatan Wire Rope Analii Perkuatan Wire Roe dan Tulangan Konvenional Balok Beton Bertulang Tamang T Momen Negatif Menggunakan Metode Layer (Mengabaikan Tulangan Saya) Dima Langga Chandra Galuh Program Studi Teknik Siil,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN i ii iii iv vii xiii xiv xvii xviii BAB

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kotabangun sebagai salah satu Kecamatan di Kabupaten Kutai Kartanegara mempunyai peranan yang penting mengingat letaknya yang strategis dalam menghubungkan Ibukota

Lebih terperinci

SAMBUNGAN PADA RANGKA BATANG BETON PRACETAK

SAMBUNGAN PADA RANGKA BATANG BETON PRACETAK SAMBUNGAN PADA RANGKA BATANG BETON PRACETAK Fx. Nurwadji Wibowo ABSTRAKSI Ereksi beton pracetak memerlukan alat berat. Guna mengurangi beratnya perlu dibagi menjadi beberapa komponen, tetapi memerlukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. penelitian quasi experimental. Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi

METODE PENELITIAN. penelitian quasi experimental. Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode penelitian quai experimental. Deain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Kuat Tekan Beton Sifat utama beton adalah memiliki kuat tekan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kuat tariknya. Kekuatan tekan beton adalah kemampuan beton untuk menerima

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan BAB III LANDASAN TEORI A. Pembebanan Dalam perancangan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku sehingga diperoleh suatu struktur bangunan yang aman secara konstruksi. Struktur

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN ELEMEN PRACETAK

BAB IV PERHITUNGAN ELEMEN PRACETAK BAB IV PERHITUNGAN ELEMEN PRACETAK 4. PERHITUNGAN PELAT PRACETAK Elemen pelat direncanakan menggunakan beton pracetak prategang dengan peifikai f c40 Mpa untuk beton pracetak dan baja tulangan dengan fy

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Dekripi Data Kegiatan penelitian dilakanakan pada tanggal ampai dengan 4 April 03 di Madraah Ibtidaiyah Infarul Ghoy Plamonganari Pedurungan Semarang. Dalam penelitian

Lebih terperinci

TESIS. Oleh RAHMI KAROLINA /TEKNIK SIPIL

TESIS. Oleh RAHMI KAROLINA /TEKNIK SIPIL ANALISA DAN KAJIAN EKSPERIMENTAL HUBUNGAN MOMEN - KURVATUR PADA BALOK BETON BERTULANG TESIS Oleh RAHMI KAROLINA 057016017/TEKNIK SIPIL SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Rahmi Karolina

Lebih terperinci

BAB II Dioda dan Rangkaian Dioda

BAB II Dioda dan Rangkaian Dioda BAB II Dioda dan Rangkaian Dioda 2.1. Pendahuluan Dioda adalah komponen elektronika yang teruun dari bahan emikonduktor tipe-p dan tipe-n ehingga mempunyai ifat dari bahan emikonduktor ebagai berikut.

Lebih terperinci

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN Diajukan oleh : ABDUL MUIS 09.11.1001.7311.046 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

a home base to excellence Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 Pondasi Pertemuan - 5

a home base to excellence Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 Pondasi Pertemuan - 5 Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 SKS : 3 SKS Pondasi Pertemuan - 5 TIU : Mahasiswa dapat mendesain berbagai elemen struktur beton bertulang TIK : Mahasiswa dapat mendesain pondasi telapak

Lebih terperinci

3. PENETAPAN BERAT VOLUME TANAH

3. PENETAPAN BERAT VOLUME TANAH Penetapan Berat Volume Tanah 25 3. PENETAPAN BERAT VOLUME TANAH Fahmuddin Agu, Rahmah Dewi Yutika, dan Umi Haryati 1. PENDAHULUAN Berat volume tanah merupakan alah atu ifat fiik tanah yang paling ering

Lebih terperinci

Baja profil kanal U proses canai panas (Bj P kanal U)

Baja profil kanal U proses canai panas (Bj P kanal U) Standar Nasional Indonesia Baja profil kanal U proses canai panas (Bj P kanal U) ICS 77.140.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian. Waktu Penelitian Penelitian dilakanakan pada 4 Februari 5 Maret 0.. Tempat Penelitian Tempat penelitian ini dilakanakan di SMP Ilam Al-Kautar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dekripi Data Untuk mengetahui pengaruh penggunaan media Audio Viual dengan metode Reading Aloud terhadap hail belajar iwa materi العنوان, maka penuli melakukan

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN BELITAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI TIGA FASA PADA SAAT PENGGUNAAN TAP CHANGER (Aplikasi pada PT.MORAWA ELEKTRIK TRANSBUANA)

STUDI PERBANDINGAN BELITAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI TIGA FASA PADA SAAT PENGGUNAAN TAP CHANGER (Aplikasi pada PT.MORAWA ELEKTRIK TRANSBUANA) STUDI PERBADIGA BELITA TRASFORMATOR DISTRIBUSI TIGA FASA PADA SAAT PEGGUAA TAP CHAGER (Aplikai pada PT.MORAWA ELEKTRIK TRASBUAA) Bayu T. Sianipar, Ir. Panuur S.M. L.Tobing Konentrai Teknik Energi Litrik,

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Dekripi Data Penelitian ini menggunakan penelitian ekperimen. Subyek penelitiannya dibedakan menjadi kela ekperimen dan kela kontrol. Kela ekperimen diberi perlakuan

Lebih terperinci

SIMULASI SISTEM PEGAS MASSA

SIMULASI SISTEM PEGAS MASSA SIMULASI SISTEM PEGAS MASSA TESIS Diajukan guna melengkapi tuga akhir dan memenuhi alah atu yarat untuk menyeleaikan Program Studi Magiter Matematika dan mencapai gelar Magiter Sain oleh DWI CANDRA VITALOKA

Lebih terperinci

4 Analisis Struktur Dermaga Eksisting

4 Analisis Struktur Dermaga Eksisting Bab 4 4 Analii Struktur Dermaga Ekiting Penanganan Keruakan Dermaga Studi Kau Dermaga A I Pelabuhan Palembang 4.1 Umum Anali truktur dermaga ekiting dengan menggunakan perangkat lunak Structural Analyi

Lebih terperinci

STRUKTUR JEMBATAN BAJA KOMPOSIT

STRUKTUR JEMBATAN BAJA KOMPOSIT STRUKTUR JEMBATAN BAJA KOMPOSIT WORKSHOP/PELATIHAN - 2015 Sebuah jembatan komposit dengan perletakan sederhana, mutu beton, K-300, panjang bentang, L = 12 meter. Tebal lantai beton hc = 20 cm, jarak antara

Lebih terperinci

Baja tulangan beton SNI 2052:2014

Baja tulangan beton SNI 2052:2014 Standar Nasional Indonesia Baja tulangan beton ICS 77.140.15 Badan Standardisasi Nasional BSN 2014 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen

Lebih terperinci

Cara uji berat isi, volume produksi campuran dan kadar udara beton

Cara uji berat isi, volume produksi campuran dan kadar udara beton Standar Nasional Indonesia Cara uji berat isi, volume produksi campuran dan kadar udara beton ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang

Lebih terperinci

BAB XIV CAHAYA DAN PEMANTULANYA

BAB XIV CAHAYA DAN PEMANTULANYA 227 BAB XIV CAHAYA DAN PEMANTULANYA. Apakah cahaya terebut? 2. Bagaimana ifat perambatan cahaya? 3. Bagaimana ifat pemantulan cahaya? 4. Bagaimana pembentukan dan ifat bayangan pada cermin? 5. Bagaimana

Lebih terperinci

Cara uji kuat lentur beton normal dengan dua titik pembebanan

Cara uji kuat lentur beton normal dengan dua titik pembebanan Standar Nasional Indonesia ICS 91.100.30 Cara uji kuat lentur beton normal dengan dua titik pembebanan Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH TEGANGAN INJEKSI TERHADAP KINERJA MOTOR INDUKSI TIGA FASA ROTOR BELITAN (Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

ANALISIS PENGARUH TEGANGAN INJEKSI TERHADAP KINERJA MOTOR INDUKSI TIGA FASA ROTOR BELITAN (Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU) ANALISIS PENGARUH TEGANGAN INJEKSI TERHADAP KINERJA MOTOR INDUKSI TIGA FASA ROTOR BELITAN (Aplikai pada Laboratorium Konveri Energi Litrik FT-USU) Tondy Zulfadly Ritonga, Syamul Amien Konentrai Teknik

Lebih terperinci

Transformasi Laplace dalam Mekatronika

Transformasi Laplace dalam Mekatronika Tranformai Laplace dalam Mekatronika Oleh: Purwadi Raharjo Apakah tranformai Laplace itu dan apa perlunya mempelajarinya? Acapkali pertanyaan ini muncul dari eorang pemula, apalagi begitu mendengar namanya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA semester genap SMA

III. METODOLOGI PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA semester genap SMA III. METODOLOGI PENELITIAN A. Populai dan Sampel Penelitian Populai dalam penelitian ini adalah iwa kela XI IPA emeter genap SMA Negeri 0 Bandar Lampung tahun pelajaran 04/05 yang berjumlah 5 iwa. Kemampuan

Lebih terperinci

DAYA LAYAN UJI GEOLISTRIK UNTUK MENDAPATKAN SUMBER AIR TANAH

DAYA LAYAN UJI GEOLISTRIK UNTUK MENDAPATKAN SUMBER AIR TANAH Konfereni Naional Teknik Sipil Univerita Tarumanagara, 26-27 Oktober 207 DAYA LAYAN UJI GEOLISTRIK UNTUK MENDAPATKAN SUMBER AIR TANAH I Wayan Redana, I Nengah Simpen 2, dan Kadek Suardika 3 Program Studi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung kelas VII

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung kelas VII III. METODE PENELITIAN A. Populai dan Sampel Penelitian ini dilakanakan di SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung kela VII emeter genap Tahun Pelajaran 0/0, SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung memiliki jumlah

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI PUTARAN CETAKAN, INOKULAN TI-B PADA CENTRIFUGAL CASTING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADUAN ALUMINIUM A356.

PENGARUH VARIASI PUTARAN CETAKAN, INOKULAN TI-B PADA CENTRIFUGAL CASTING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADUAN ALUMINIUM A356. PENGARUH VARIASI PUTARAN CETAKAN, INOKULAN TI-B PADA CENTRIFUGAL CASTING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADUAN ALUMINIUM A356. Eko Nugroho 1), Yulian hudawan 2) Juruan Teknik Mein Fakulta Teknik

Lebih terperinci

Simulasi Springback pada Laser Beam Bending dan Rotary Draw Bending untuk Pipa AISI 304L

Simulasi Springback pada Laser Beam Bending dan Rotary Draw Bending untuk Pipa AISI 304L F108 Simulai Springback pada Laer Beam dan Rotary Draw untuk Pipa AISI 304L Adnan Syadidan, Ma Irfan P. Hidayat, dan Wikan Jatimurti Departemen Teknik Material, Fakulta Teknologi Indutri, Intitut Teknologi

Lebih terperinci

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR 3.1. ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR PELAT Struktur bangunan gedung pada umumnya tersusun atas komponen pelat lantai, balok anak, balok induk, dan kolom yang merupakan

Lebih terperinci

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Sambungan Baut Pertemuan - 12

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Sambungan Baut Pertemuan - 12 Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 SKS : 3 SKS Sambungan Baut Pertemuan - 12 TIU : Mahasiswa dapat merencanakan kekuatan elemen struktur baja beserta alat sambungnya TIK : Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN TEOREMA DAN LEMMA YANG DIBUTUHKAN DALAM KONSTRUKSI ARITMETIK GF(5m)

BAB III PEMBAHASAN TEOREMA DAN LEMMA YANG DIBUTUHKAN DALAM KONSTRUKSI ARITMETIK GF(5m) BAB III PEMBAHASAN TEOREMA DAN LEMMA YANG DIBUTUHKAN DALAM KONSTRUKSI ARITMETIK GF5m) Teori finite field mulai diperkenalkan pada abad ke tujuh dan abad ke delapan dengan tokoh matematikanya Pierre de

Lebih terperinci

BAB III DASAR-DASAR PERENCANAAN BETON BERTULANG. Beton adalah campuran pasir dan agregat yang tercampur bersama oleh bahan

BAB III DASAR-DASAR PERENCANAAN BETON BERTULANG. Beton adalah campuran pasir dan agregat yang tercampur bersama oleh bahan BAB III DASAR-DASAR PERENCANAAN BETON BERTULANG 3.1 Daar Teori Struktur Beton Beton adalah ampuran pair dan agregat ang terampur berama oleh bahan perekat ang terbuat dari emen dan air. Beton nenpunai

Lebih terperinci