BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam uatu truktur bangunan beton bertulang khuunya pada kolom akan terjadi momen lentur dan gaya akial yang bekerja ecara berama ama. Momen - momen ini yang diakibatkan oleh adanya beban ekentri atau adanya gravitai dapat menimbulkan beban lateral eperti angin dan gempa atau bia juga diakibatkan oleh beban lantai yang tidak eimbang. Maka dari itu, etiap penampang komponen pada truktur eperti balok dan kolom haru direncanakan kuat terhadap etiap gaya internal yang terjadi, baik itu momen lentur, gaya akial, gaya geer maupun tori yang timbul ebagai repon truktur terebut terhadap pengaruh luar. Kolom yang digunakan untuk memikul beban kombinai yang bekerja ecara beramaan mempunyai kapaita daya dukung yang kecil jika terbuat dari beton murni. Maka dari itu, untuk meningkatkan kapaita daya dukung dan agar kolom menjadi daktail ecara ignifikan dapat dilakukan dengan cara menambahkan kebutuhan (raio) tulangan pada kolom dengan peryaratan penulangan minimal 1% ampai 6% ( SNI , Paal ). Untuk itu, perencana truktur memerlukan program bantu ederhana yang mudah diterapkan dalam bidang teknik ipil khuunya mengenai kebutuhan (raio) tulangan pada kolom berbentuk peregi panjang. Karena banyaknya apek yang ditinjau, eperti ukuran penampang kolom, mutu beton, mutu tulangan, beban akial dan momen yang bekerja erta code yang akan digunakan ehingga perencana truktur memerlukan waktu yang lama untuk menentukan kebutuhan (raio) tulangan pada kolom. Saat ini penggunaan komputer untuk merencanakan kebutuhan (raio) tulangan telah dikembangkan eperti PCA column yang beraal dari Amerika Serikat dan dibuat berdaarkan code ACI Sedangkan di Indoneia, perkembangan adanya program bantu untuk memudahkan perhitungan perencanaan dalam bidang teknik ipil khuunya mengenai kebutuhan (raio) tulangan pada kolom berbentuk peregi panjang maih minim jumlahnya. Oleh karena itu, ebagai perbandingan maka dalam Tuga Akhir ini akan dikembangkan program bantu teknik ipil erupa yang euai dengan code yang berlaku di Indoneia aat ini yaitu SNI mengenai Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Gedung. Selain itu, aplikai program bantu yang akan dibuat juga memuat code terbaru yaitu Unified Deign Proviion yang ada di dalam ACI Perbedaan dari kedua code terebut menyangkut faktor reduki kolom dimana SNI maih berdaarkan bearnya beban akial edangkan ACI menggunakan regangan tarik untuk menentukan bearnya faktor reduki. Namun untuk Tuga Akhir ini perencanaan kebutuhan (raio) tulangan yang dibutuhkan khuu untuk kolom berbentuk peregi panjang. Aplikai program bantu yang akan dibuat menggunakan bahaa pemrograman Viual Baic 6.0. Hal ini dikarenakan Viual Baic 6.0 tidak memerlukan pemrograman khuu untuk menampilkan jendela (window) dan cara penggunaannya juga berbai viual. Secara mendaar Viual Baic mirip dengan bahaa pemrograman yang lain. Lompatan bear Viual Baic adalah kemampuannya untuk memanfaatkan window. Selain itu, Viual Baic 6.0 adalah bahaa pemrograman yang evoluioner yaitu mengacu pada event dan berorientai objek. Viual Baic 6.0 juga dapat menciptakan aplikai dengan mudah karena hanya memerlukan edikit penulian kode kode program ehingga kegiatan pemrograman dapat difokukan pada penyeleaian problem utama dan bukan pada pembuatan antar-mukanya (uer interface). 1.2 Perumuan Maalah Perumuan maalah yang akan dibaha dalam Tuga Akhir ini adalah : 1. Bagaimana menentukan kebutuhan (raio) tulangan pada kolom penampang peregi panjang ecara langung akibat dari momen lentur dan gaya akial? 2. Bagaimana menentukan titik koordinat kombinai beban yang tepat pada diagram interaki P M kolom ehingga nantinya kebutuhan (raio) tulangan pada kolom penampang peregi panjang dapat diketahui ecara akurat? 3. Apakah nilai output aplikai program yang dibuat dapat dipertanggung jawabkan dengan menggunakan PCA Column? 1

2 1.3 Tujuan Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam tuga akhir ini antara lain : 1. Membuat uatu program bantu teknik ipil ederhana yang mudah diterapkan untuk mengetahui kebutuhan (raio) tulangan pada kolom penampang peregi panjang. 2. Mendapatkan titik koordinat kombinai beban yang tepat pada diagram interaki P-M kolom ehingga nantinya kebutuhan (raio) tulangan pada kolom penampang peregi panjang dapat dipenuhi ecara akurat. 3. Mengetahui bahwa nilai output aplikai program yang telah dibuat dapat dipertanggungjawabkan dengan memverifikainya dengan PCA Column. 1.4 Bataan Maalah Ruang lingkup permaalahan dan pembahaan pada tuga akhir ini dibatai oleh beberapa hal antara lain : 1. Studi tuga akhir ini hanya meninjau elemen truktur beton bertulang yang mengalami kombinai momen lentur dan gaya akial yaitu kolom. 2. Studi tuga akhir ini hanya meninjau kolom berpenampang peregi panjang dengan tulangan longitudinal 4 ii yang berbeda (four ide equal) dan tulangan longitudinal 2 ii (two ide equal). 3. Studi tuga akhir ini hanya meninjau kolom pendek yang mengalami beban akial dan momen uniakial tanpa knick atau faktor tekuk. 4. Studi tuga akhir ini hanya menentukan kebutuhan (raio) tulangan yang ada pada kolom dan diagram interaki P-M kolom. 5. Studi tuga akhir ini hanya menggunakan bahaa pemrograman Viual Baic Manfaat Adapun manfaat pada tuga akhir ini antara lain : 1. Dapat memudahkan perencana truktur untuk mengetahui kebutuhan (raio) tulangan akibat momen lentur dan gaya akial pada kolom penampang peregi panjang ecara langung dan akurat. 2. Dapat memudahkan perencana truktur untuk menentukan titik koordinat kombinai beban yang tepat pada diagram interaki P M kolom ehingga BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Prinip Daar Kolom Kolom merupakan elemen utama pada truktur bangunan yang umunya menerukan beban dari balok atau lantai ke ytem pondai di bawahnya. Betapa kuat dan kakunya balok atau pelat di atanya, tetapi bila kolom tidak kuat menahan beban maka truktur ecara keeluruhan akan runtuh. Oleh karena itu, perencanaan kolom perlu mendapat perhatian yang akama dan perlu diwapadai yaitu mengenai pemberian kekuatan cadangan yang lebih tinggi daripada yang dilakukan pada balok dan elemen tructural horizontal lainnya, terlebih lagi karena keruntuhan tekan tidak memberikan peringatan awal yang cukup jela. Seperti halnya pada balok, dalam analia atau deain pada kolom juga menerapkan keeraian tegangan dan regangan. Akan tetapi, diini ada uatu factor baru ( elain momen lentur ) yang turut mauk dalam perhitungan yaitu adanya gaya tekan. Karena itu perlu ada penyeuaian dalam menyuun peramaan peramaan keeimbangan penampang dengan meninjau kombinai gaya tekan dan momen lentur. Dalam hal kolom, beban akial biaanya dominan ehingga keruntuhan yang berupa keruntuhan tekan ulit untuk dihindari. Keruntuhan yang diebabkan oleh adanya retak akan banyak terjadi di eluruh tinggi kolom pada lokai lokai tulangan engkang apabila beban pada kolom bertambah. Dalam keadaan bata keruntuhan (limit tate of failure), elimut beton diluar engkang (pada kolom berengkang) atau diluar piral (pada kolom piral) akan lepa ehingga tulangan memanjangnya akan kelihatan. Apabila bebannya teru ditambah, maka akan terjadi keruntuhan dan tekuk local (local buckling) tulangan memanjang. Dapat dikatakan bahwa dalam keadaan bata keruntuhan, elimut beton lepa dahulu ebelum lekatan baja beton hilang. Adapun prinip prinip daar pada kekuatan kolom yang dapat di evaluai antara lain : Ditribui regangannya linier dieluruh tebal kolom nantinya kebutuhan (raio) tulangan pada Regangan pada baja ama dengan regangan kolom penampang peregi panjang dapat pada beton (ε = εc) diketahui ecara akurat. 2

3 3. Regangan beton makimum yang diijinkan pada keadaan gagal ( untuk perhitungan kekuatan ) adalah (εc = 0.003) 4. Kekuatan tarik beton di abaikan dan tidak digunakan dalam perhitungan. (Nawy,1985) Kekuatan Kolom Pendek dengan beban entrie Kolom tidak mengalami momen lentur akan tetapi dalam prakteknya emua kolom hendaknya direncanakan terhadap ekentriita yang diakibatkan oleh hal hal yang tidak terduga, eperti tidak tepatnya pembuatan acuan beton dan ebagainya. Suatu kolom yang lua penampang brutonya Ag dengan lebar b dan tinggi total h, bertulang baja dengan lua total At (terbagi pada emua ii kolom) maka Lua berih penampang beton adalah Ag-At. 0,85f c bukan f c karena kekuatan makimum yang dapat dipertahankan pada truktur aktual mendekati harga 0,85f c. Sehingga kapaita beban entri makimum ( P0 ) dinyatakan ebagai : P 0 = 0,85 f c (Ag At) + At.fy ( 2.1) Beban yang entri meyebabkan tegangan tekan yang merata di eluruh bagian penampang. Pada aat terjadi keruntuhan, tegangan dan regangannya terjadi ecara merata di eluruh bagian penampang. Gambar 2.2 Geometri, regangan, dan tegangan kolom (beban entri); (a) penampang melintang; (b) regangan beton; (c) tegangan (dan gaya gaya) Untuk ekentriita kecil, kuat akial beban diambil 80% dan 85% maing maing untuk engkang dan piral. Rumunya menjadi : P n(max) = 0,8 [0,85ƒ c (A g A t ) + A t ƒ y ] (2.2) untuk kolom berengkang Gambar 2.1 Hubungan tegangan-regangan pada beton dan baja (beban entri) Gambar 2.1 menjelakan tentang pembebanan pada beton dan baja pada aat beban kolom meningkat. Pada awalnya, baik beton maupun baja berperilaku elati. Pada aat regangannya mencapai ekitar 0,002 ampai 0,003, beton mencapai kekuatan makimum f c. Secara teoriti, beban makimum yang dapat dipikul oleh kolom adalah beban yang menyebabkan terjadinya tegangan f c pada beton. Penambahan beban lebih lanjut bia aja terjadi apabila train hardening pada baja terjadi ekitar regangan 0,003. Dengan demikian kapaita beban entri makimum pada kolom dapat diperoleh dengan menambah kontribui beton yaitu ( Ag-At ) 0,85f c dan kontribui baja yaitu (At.fy). Ag adalah lua bruto total penampang beton. At adalah lua total tulangan baja (At = A+A ). Yang digunakan dalam perhitungan adalah P n(max) = 0,85 [0,85ƒ c (A g A t ) + A t ƒ y ] (2.3) untuk kolom berpiral Beban nominal ini maih haru direduki lagi dengan menggunakan faktor reduki kekuatan Φ. Biaanya untuk deain, bearnya (Ag At) dapat dianggap ama dengan Ag tanpa kehilangan ketelitian Kekuatan Kolom Pendek dengan beban ekentri Kolom yang mengalami momen lentur elain juga gaya akial. Momen ini dapat di konverikan menjadi uatu beban P dengan ekentriita e. Momen lentur ini dapat berumbu tunggal (uniaxial) eperti dalam hal kolom ekterior bangunan bertingkat banyak. Kekuatan kolom yang dibebani ekentri eperti beban akial dan lentur, pada prinipnya mengenai ditribui tegangan dan blok tegangan egiempat ekuivalennya hampir ama dengan balok. 3

4 Regangan : ε = 0,003 ε = 0,003 d h Puat plati y d' A' A b Penampang melintang C Cc T h/2 (d - d') c = jarak umbu netral y = jarak puat plati e = ekentriita beban ke puat plati e = ekentriita beban ke tulangan tarik d = elimut efektif tulangan tekan d e e' Pn Puat plati d c c c ' Gambar 2.3 Tegangan dan gaya gaya pada kolom Gambar 2.3. memperlihatkan penampang melintang uatu kolom egiempat tipikal dengan diagram ditribui regangan, tegangan dan gaya padanya. Diagram ini berbeda dengan diagram yang menjelakan tentang adanya gaya nominal memanjang Pn yang bekerja pada keadaan runtuh dan mempunyai ekentriita e dari puat plati (atau bia aja puat geometri) penampang.tinggi umbu netral ini angat menentukan kekuatan kolom. Peramaan gaya dan momen dari Gambar 2.3 untuk kolom pendek dapat dinyatakan ebagai gaya tahan akial nominal dalam keadaan runtuh Pn = Cc + C T (2.4) Momen tahanan nominal Mn yaitu ebear Pn. e dapat diperoleh dengan menulikan keeimbangan momen terhadap puat plati penampang. Untuk kolom yang penulangannya imetri, puat platinya ama dengan puat geometrinya. M n = P n e = C c ( Karena Tegangan : ƒ = E ε ƒ y ƒ = E ε ƒ y a y - ) + C ( y - d ) + T (d - 2 C c = 0,85ƒ c ba C = A ƒ T = A ƒ Gaya dalam : C c = 0,85ƒ c ba C = A f T = A f y ) (2.5) P n = 0,85ƒ c ba + A ƒ - A ƒ (2.6) Mn =P ne = 0,85ƒ cba ( y - a ) + A ƒ ( y - d ) + A ƒ (d - y ) 2 (2.7) Dalam peramaan (2.6) dan (2.7) tinggi umbu netral c dianggap kurang daripada tinggi efektif d penampang, juga baja pada ii yang tertarik memang mengalami tarik. Kondii ini dapat berubah apabila ekentriita e beban P n angat kecil. Untuk ekentriita yang kecil ini yang eluruh bagian penampangnya mengalami tekan kontribui tulangan yang tertarik haru ditambahkan kepada kontribui baja dan beton yang tertekan. Suku A ƒ dalam peramaan (2.6) dan (2.7), dalam hal ini mempunyai tanda poitif karena emua tulangan baja mengalami tekan. Dalam peramaan ini juga diaumikan bahwa (ba A ) ba yaitu volume beton yang hilang akibat adanya tulangan diabaikan. Jika dalam analii atau deain digunakan komputer, olui yang lebih halu dapat diperoleh. Dengan demikian lua beton yang tergantikan oleh baja dapat ditinjau dalam olui dengan bantuan komputer. Perlu ditekankan di ini bahwa gaya akial P n tidak dapat melebihi kekuatan dengan akial makimum P n(max) yang dihitung dengan menggunakan peramaan (2.2). Tulangan tekan A atau tulangan tarik A akan mencapai kekuatan lelehnya ƒ y, bergantung pada bearnya ekentriita e. Tegangan ƒ pada baja dapat mencapai ƒ y apabila keruntuhan yang terjadi berupa hancurnya beton. Apabila keruntuhannya berupa lelehnya tulangan baja, bearan ƒ haru diubtituikan dengan ƒ y. Apabila ƒ atau ƒ lebih kecil daripada ƒ y, maka yang diubtituikan adalah tegangan aktualnya, yang dapat dihitung dengan menggunakan peramaan yang diperoleh dari egitiga yang ebangun dengan ditribui regangan di eluruh tinggi penampang (Gambar 2.5) yaitu peramaan : ƒ = E ε = E cu ( c d ' ) ƒ y (2.8) c ƒ = E ε = E cu ( d c) ƒ y (2.9) c Peramaan (2.6) dan (2.7) dapat dipakai untuk menentukan beban akial nominal P n yang dapat bekerja dengan aman pada ekentriita e untuk uatu kolom yang mengalami beban ekentri. Apabila dipelajari lebih lanjut, pada kedua peramaan terebut ada beberapa koefiien yang dapat diklaifikaikan ebagai : Peramaan (2.4) dan (2.5) dapat pula dituli ebagai : Tinggi blok tegangan ekuivalen, a. 4

5 2. Tegangan pada baja yang tertekan, f. 3. Tegangan pada baja yang tertarik, f. 4. P n untuk uatu e yang diberikan, atau ebaliknya e untuk P n yang diberikan. Tegangan f dan f dapat dinyatakan dalam tinggi umbu netral c eperti pada peramaan (2.8) dan (2.9) atau juga dalam a. Dua koefiien yang lain adalah a dan P n dapat dipecahkan dengan menggabungkan peramaan (2.6) dan (2.9) akan dihailkan peramaan pangkat tiga dengan peubah tinggi umbu netral c. Selain itu, perlu juga dicek apakah tegangan pada baja memang benar lebih kecil daripada kekuatan lelehnya, f y. Untuk uatu geometri penampang dan ekentriita e yang diberikan, aumikan bearnya jarak umbu netral c. Dengan harga c ini dapat dihitung tinggi blok tegangan ekuivalen a dengan menggunakan a = ß 1 c. Dengan menggunakan c yang diaumikan tadi, hitung bearnya beban akial nominal P n dengan menggunakan peramaan (2.8) dan (2.9). Hitung juga ekentriita untuk beban P n ini dengan menggunakan peramaan (2.7). Ekentriita ini haru ama atau cukup dekat dengan ekentriita yang diberikan emula. Apabila tidak memeuhi, maka ulangi emua langkah di ata ampai tercapai konvergeni. Apabila ekentriita yang dihitung lebih bear daripada ekentriita yang diberikan, ini berarti bahwa bearnya c (dan juga a) lebih kecil daripada harga eungguhnya. Dalam hal demikian, untuk langkah berikutnya gunakan harga c yang lebih bear. Proe coba coba dan penyeuaian ini dapat konvergen dengan cepat dan menjadi angat mudah apabila digunakan uatu program komputer Keruntuhan Kolom Keruntuhan kolom dapat terjadi apabila tulangan bajanya leleh karena tarik atau terjadinya kehancuran pada beton yang tertekan. Selain itu dapat pula kolom mengalami keruntuhan apabila terjadi kehilangan tabilita lateral, yaitu terjadi tekuk Beban Akial dan Lentur pada Kolom Kolom akan melentur akibat momen dan momen terebut akan cenderung menimbulkan tekanan pada atu ii kolom dan tarikan pada ii lainnya. Tergantung pada bear relative momen dan beban akial, banyak cara yang dapat menyebabkan rutuhnya kolom. Gambar 2.6 memperlihatkan kolom yang memikul beban Pn. Dalam beberapa bagian dari gambar, beban ditempatkan pada ekentriita yang emakin bear ehingga menghailkan momen yang emakin bear pula. Setiap kau dari keenam kau terebut dibaha ingkat ebagai berikut : a. Beban akial bear dan Momen diabaikan maka pada kondii ini keruntuhan akan terjadi oleh hancurnya beton, dengan emua tulangan dalam kolom mencapai tegangan leleh dalam tekan. b. Beban akial bear dan momen kecil ehingga eluruh penampang tertekan. Jika uatu kolom menerima momen lentur kecil (yaitu ekentriita kecil), eluruh kolom akan tertekan tetapi tekanan di atu ii akan lebih bear dari ii lainnya. Tegangan tekan makimum dalam kolom akan ebear 0,85 f c dan pada kondii ini keruntuhan akan terjadi oleh runtuhnya beton dan emua tulangan tertekan. c. Ekentriita lebih bear atau ditingkatkan dari kau ebelumnya maka gaya tarik akan mulai terjadi pada atu ii kolom dan baja tulangan pada ii terebut akan menerima gaya tarik yang lebih kecil dari tegangan leleh. Pada ii yang lain tulangan mendapat gaya tekan. d. Kondii beban berimbang. Saat ekentriita teru ditambah akan dicapai uatu kondii dimana tulangan pada ii tarik mencapai leleh dan pada aat beramaan, beton pada ii lainnya mencapai tekan makimum 0,85 f c. Kondii ini diebut kondii pada beban berimbang (balance). e. Momen bear, beban akial relative kecil. Jika ekentriita teru ditambah keruntuhan terjadi akibat tulangan meleleh ebelum hancurnya beton. f. Momen lentur bear. Pada kondii ini, keruntuhan terjadi eperti halnya pada ebuah balok. P (a ) (d ) e P (b ) (e ) e P e P (c ) (f) P e Gambar 2.4 Kolom menerima beban dengan ekentriita yang teru diperbear. M 5

6 Keruntuhan Tarik ( Under reinforced ) Keruntuhan tarik akibat momen lentur ultimate terjadi jika tulangan baja mencapai leleh lebih dahulu yaitu regangannya (ε) ama atau lebih bear dibanding regangan pada aat leleh (εy). Kondii terebut dapat terjadi jika jumlah tulangan baja (A) yang dipaang relatif edikit. Awal keadaan runtuh dalam hal ekentriita yang bear dapat terjadi dengan lelehnya tulangan baja yang tertarik. Peralihan dari keruntuhan tekan ke keruntuhan tarik terjadi pada e = e b. Jika e lebih bear daripada e b atau P n < P nb, maka keruntuhan yang terjadi adalah keruntuhan tarik yang diawali oleh lelehnya tulangan tarik. Peramaan (2.6) dan (2.7) dapat digunakan untuk analii (dan deain) dengan menubtituikan tegangan leleh ƒ y ebagai tegangan pada tulangan tarik. Tegangan ƒ pada tulangan tekan dapat lebih kecil atau ama dengan tegangan leleh baja, dan tegangan tekan aktual ƒ ini dapat dihitung dengan menggunakan peramaan (2.8). Dalam praktek biaanya digunakan penulangan yang imetri, yaitu A = A, dengan makud mencegah kekeliruan dalam penempatan tulangan tarik dan tulangan tekan. Penulangan yang imetri juga diperlukan apabila ada kemungkinan tegangan berbalik tanda, mialnya karena arah angin atau gempa yang berbalik Keruntuhan tekan ( Over reinforced ) Keruntuhan tekan terjadi jika erat deak beton εc = εcu = Sedangkan erat tarik baja ε < εy. Keruntuhan dimulai dari beton terlebih dahulu edangkan tulangan baja maih dalam bata elati ( f < fy ), jeni keruntuhan ini iftanya geta (tiba tiba) tanpa didahului oleh lendutan yang cukup bear khuunya bila beton tidak diberi tulangan pengekangan yang cukup. Agar dapat terjadi keruntuhan yang diawali dengan hancurnya beton, ekentriita e gaya normal haru lebih kecil daripada ekentriita balanced e b dan tegangan pada tulangan tariknya lebih kecil daripada tegangan leleh, yaitu ƒ < ƒ y. Dalam proe analii (maupun deain) diperlukan peramaan daar keeimbangan yaitu peramaan (2.6) dan peramaan (2.7). Selain itu, diperlukan pula proedur coba coba dan penyeuaian, dan adanya keeraian regangan di eluruh bagian penampang Keruntuhan Balanced Keruntuhan balance atau keadaan bata tercapai jika erat deak beton εcu = dan erat tarik baja ε = εy (regangan pada titik leleh yang pertama). Kondii balance digunakan ebagai acuan untuk mengetahui apakah uatu penampang mempunyai keruntuhan tarik atau keruntuhan tekan. Jika ekentriita emakin kecil, maka akan ada uatu tranii dari keruntuhan tarik utama ke keruntuhan tekan utama. Kondii keruntuhan balanced tercapai apabila tulangan tarik mengalami regangan lelehnya ε y dan pada aat itu pula beton mengalami regangan batanya (0,003) dan mulai hancur. Dari egitiga yang ebangun dapat diperoleh peramaan tinggi umbu netral pada kondii balanced, c b yaitu (Gambar 2.4) : C b (2.10) d f y E Atau dengan menggunakan E = 2 x 10 5 MPa : 600 (2.11) C b d 600 a b 1 c b 1 d 600 (2.12) 600 f y Beban akial nominal pada kondii balanced P nb dan ekentriitanya e b dapat ditentukan dengan menggunakan a b pada peramaan (2.6) dan (2.7). P nb = 0,85ƒ c ba b + A ƒ - A ƒ y (2.13) M nb = P nbe b = 0,85ƒ cba b ( y - a ) + A ƒ ( y - d ) + A ƒ y (d - y ) 2 (2.14) dimana ƒ = 0,003 E c b d ' ƒ y (2.15) c b dan y adalah jarak tepi tertekan ke puat plati atau geometri. Perlu dicatat bahwa karena Ab dan f diketahui, maka baik Pnb maupun eb dapat dihiung tanpa memerlukan uatu coba coba. Apabila A = A, maka y Kau Umum pada Kolom Bertulang pada Empat Sii Apabila uatu kolom egiempat mempunyai tulangan pada keempat iinya dan emua tulangan yang ejajar tidak imetri, maka oluinya haru dicari berdaarkan prinip prinip pertamanya. P n = 0,85ƒ c ba + A ƒ - A ƒ (2.16) f y

7 h Mn =P ne = 0,85ƒ cba ( y - a ) + A ƒ ( y - d ) + A ƒ (d - y ) 2 (2.17) Untuk itu peramaan (2.16) dan (2.17) haru dieuaikan terlebih dahulu. Kontrol keeraian regangan haru tetap dipertahankan di eluruh bagian penampang. Gambar 2.5 memperlihatkan kolom yang bertulangan pada keempat iinya. Anggapan yang digunkan diini adalah : G c = titik berat gaya tekan pada tulangan tekan G t = titik berat gaya tarik pada tulangan tarik F c = reultan gaya tekan pada tulangan = ΣA ƒ c F t = reultan gaya tarik pada tulangan = ΣA ƒ t h/2 h/2 b/2 b b/2 d' d' yc yt P u ε c = 0,003 e Puat plati c 2.4 Gambar 2.5(1) Kolom yang mempunyai tulangan pada keempat iinya : (a) penampang melintang; (b) regangan; (c) gaya gaya dengan blok tre ε 2 ε 1 ε 5 ε 3 ε 4 (a) (b) (c) c a Ft Pn 0,85 fc C F Sumbu netral Tegangan pada etiap tulangan diperoleh dengan menggunakan peramaan : ƒ i = E ε i = E ε i c i c = 600 (2.20) c c dimana ƒ i harulah ƒ y. Carilah P n untuk c yang diaumikan tadi dengan menggunakan peramaan (2.20). Subtituikan bearnya gaya normal terebut ke dalam peramaan (2.19) dan peroleh c. Apabila c ini belum cukup dekat dengan c yang diaumikan emula, lakukan coba coba berikutnya. Gaya tahanan nominal P n yang eungguhnya pada penampang ini adalah yang diperoleh pada coba coba terakhir ehubungan dengan c yang udah benar. Dalam banyak hal, diarankan untuk elalu menggunakan tulangan baja pada ii yang tegakluru terhadap umbu lentur ekalipun ecara teoriti tidak diperlukan- paling edikit 25% dari lua tulangan memanjang utamanya Diagram Interaki Kolom Beton Bertulang Kapaita penampang kolom beton bertulang dapat dinyatakan dalam bentuk diagram Interaki P M yang menunjukkan hubungan beban akial dan momen lentur pada kondii bata. Setiap titik kurva menunjukkan kombinai P dan M ebagai kapaita penampang terhadap uatu gari netral tertentu. (a) (b) (c) Gambar 2.5(2) Kolom yang mempunyai tulangan pada keempat iinya : (a) penampang melintang; (b) regangan; (c) gaya gaya dengan metode numerik Keeimbangan antara gaya gaya dalam dengan momen dan gaya luar haru terpenuhi yaitu : P n = 0.85ƒ c ba + F c - F t (2.18) h 1 P n e = 0.85ƒ c ba (-) + ( - 1c ) + Fc y c + F t y t 2 2 (2.19) Coba coba dan penyeuaian diterapkan dengan menggunakan uatu aumi tinggi gari netral c, yang berarti pula tinggi blok tegangan ekuivalen a diketahui. Bearnya regangan pada etiap lapi (layer) tulangan ditentukan dengan menggunakan ditribui regangan eperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.5 (b) untuk menjamin terpenuhinya keeraian regangan. Gambar 2.6. Ditribui regangan berkaitan dengan titik pada diagram interaki Gambar 2.6 menggambarkan beberapa eri dari ditribui regangan dan menghailkan titik titik pada diagram interaki. Ditribui regangan A dan titik A menunjukkan keadaan murni akial tekan. Titik B menunjukkan hancurnya atu muka kolom dan gaya tarik 7

8 ebear nol pada muka lainnya. Bila kuat tarik beton diabaikan pada proe perhitungan, hal ini menunjukkan terjadinya retak pada bagian bawah muka penampang. Semua titik yang berada dibawah ini pada diagram interaki menunjukkan kau dimana penampang terjadi retak pada bagian bagian tertentu. Titik C menunjukkan regangan ditribui dengan regangan tekan makimum ebear 0,003 pada atu ii penampang dan regangan tarik ε y, leleh daripada tulangan, pada tulangan tarik. Hal ini menunjukkan keruntuhan bekerja pada tiap tulangan, eperti pada Gambar 2.7 (c). Gaya pada beton dan tulangan yang ditunjukkan pada Gambar 2.7 (d) dihitung dengan mengalikan gaya dengan lua dimana gaya terebut bekerja. Akhirnya, gaya akial P n dihitung dengan menjumlahkan gaya gaya individual pada beton dan tulangan, dan momen M n dihitung dengan menjumlahkan gaya gaya ini terhadap titik puat daripada potongan penampang. Nilai P n dan M n ini menggambarkan atu titik di diagram interaki. balanced dengan terciptanya kehancuran pada 1.3. beton dan melelehnya tulangan tarik yang terjadi 2.7. Perkembangan Metode Perencanaan Elemen Struktur Beton Bertulang ecara beramaan. Titik D merupakan titik Strength Deign Method (Utimate terjauh pada diagram interaki yang Strength Deign) menunjukkan perubahan dari kegagalan tekan Strength deign method (metode untuk beban yang lebih tinggi dan kegagalan perencanaan kekuatan) ini dahulu dinamakan tarik untuk beban yang lebih kecil. ultimate trength method (metode kekuatan Diagram interaki untuk kolom umumnya dihitung dengan mengaumikan regangan yang diditribuikan dimana etiap regangan bereuaian dengan titik tertentu pada diagram interaki, dan menghitung nilai yang bereuaian dengan P dan M. Bila titik titik terebut telah dihitung, barulah hailnya ditunjukkan dengan diagram interaki. bata). Dimana dalam metode ini beban kerja dinaikkan ecukupnya dengan beberapa faktor untuk mendapatkan beban pada waktu keruntuhan dinyatakan ebagai "telah di ambang pintu (imminent)". Beban ini dinamakan ebagai beban berfaktor (factored ervice load). Struktur atau unurnya lalu diproporikan edemikian hingga mencapai kekuatannya pada aat bekerjanya beban berfaktor. Perhitungan dari kekuatan ini memperhitungkan ifat hubungan yang tidak linear antara tegangan dan regangan dari beton. Metode rencana kekuatan dapat dinyatakan ebagai berikut: Kekuatan yang teredia kekuatan yang diperlukan untuk memikul beban berfaktor Gambar 2.7 Perhitungan P n dan M n untuk kondii regangan tertentu Proe perhitungan ditunjukkan pada Gambar 2.7 untuk atu regangan tertentu. Potongan penampang digambarkan pada Gambar 2.7 (a) dan atu regangan ditribui diaumikan eperti pada Gambar 2.7 (b). Makimum regangan tekan beton diatur ebear 0,003, bereuaian dengan kegagalan kolom. Lokai gari netral dan regangan pada tiap tulangan dihitung dari ditribui regangan. Hailnya kemudian digunakan untuk menghitung bearnya blok tekanan dan bearnya gaya yang Dimana kekuatan yang teredia (eperti kekuatan momen) dihitung euai dengan peraturan dan permialan dari ifat yang ditetapkan oleh uatu peraturan bangunan, dan kekuatan yang diperlukan adalah kekuatan yang dihitung dengan menggunakan uatu analia truktur dengan menggunakan beban berfaktor. Dalam metode ini, beban berfaktor (momen, geer, gaya akial, dan lain - lain) didapat dengan jalan mengalikan beban kerja dengan faktor U edangkan kekuatan rencana diperoleh dengan jalan mengalikan kekuatan nominal dengan uatu faktor reduki kekuatan (Φ). Daktilita dicapai pada aat regangan tulangan tarik mencapai titik leleh ebelum beton mencapai regangan ultimate yaitu 0,003. Kondii terebut didefiniikan ebagai kondii regangan 8

9 eimbang. b adalah raio penulangan yang menghailkan kondii regangan eimbang. Daar dari kekuatan lentur nominal dari metode ini didahului oleh pernyataan F. Stui (1932) yang mengatakan bahwa ifat tegangan - regangan umum untuk beton memperlihatkan hubungan yang nonlinear untuk tegangan diata 0,5f c. Perhitungan kekuatan lentur M n yang didaarkan pada ditribui tegangan yang mendekati parabola dapat dilakukan dengan menggunakan peramaan - peramaan yang ditetapkan (Wang dan Salmon, 1985). Penggunaan uatu ditribui tegangan tekan pengganti yang berbentuk peregi eperti Gambar 2.9, dipakai uatu tegangan peregi dengan bear rata - rata 0,85f c dan tinggi a = β 1 c (C.S.Whitney dan Edward Cohen,1956). Dengan menggunakan tegangan peregi ekivalen, kekuatan momen nominal dapat diperoleh ebagai berikut : atau T = A f = A (E ε ) T = A f y aat ε ε y aat ε < ε y C = A f = A (E ε ) aat ε < ε y atau C = A f y aat ε ε y C c = 0.85 f c ba Gambar 2.8 Regangan dan ditribui tegangan ekivalen untuk penampang yang menerima lentur dan tekan Dari keeimbangan gaya didapatkan : Pn = C c + C T Dari keeimbangan momen di tengah penampang : h a h h M n Pn e C c ( ) C ( d ' ) T ( d ) Kekuatan nominal dicapai pada aat regangan pada erat tekan ektrim ama dengan regangan runtuh beton (ε cu ). Pada waktu itu regangan pada tulangan tarik A kemungkinan lebih bear atau lebih kecil atau ama dengan ε y = f y /E, tergantung pada perbandingan relatif dari tulangan terhadap beton. Jika jumlah tulangan cukup edikit (underreinforced), maka tulangan akan meleleh ebelum beton hancur, ini akan menghailkan uatu ragam keruntuhan yang daktail (ductile) dengan deformai yang bear. Sedangkan jika jumlah tulangan cukup banyak (overreinforced) ehingga tulangan tetap dalam keadaan elati pada aat kehancuran beton maka ini akan menghailkan uatu ragam keruntuhan yang tiba - tiba atau geta (brittle). Pada metode ini (USD) tegangan tidak proporional dengan regangannya dan proedur beban deain merupakan beban layan yang dikalikan dengan uatu faktor beban. Sedangkan pada metode WSM tegangan yang terjadi proporional dengan regangan yang terjadi dan beban deain ama bearnya dengan beban layan Metode Perencanaan Bata (Limit State Method) Perkenalan daripada teori beban ultimate untuk beton bertulang pada awalnya adalah untuk menggantikan teori yang lama yaitu teori elati, namun eiring perkembangan ilmu pengetahuan membawa etiap teori terebut ke perepektifnya maing maing dan telah menunjukkan aplikai teori teori terebut kepada konep yang lebih lua yang kemudian diatukan dalam teori limit tate. Dimana Service Ability Limit State menggunakan teori elati dan Ultimate Limit State of Colape menggunakan teori beban ultimate. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SNI aat ini menggunakan metode perencanaan bata ini (Limit State Method). Limit tate adalah ebuah kondii bata dimana ebuah tuktur menjadi tidak layak digunakan ebagaimana metinya. Tujuan daripada deain ini adalah untuk mengurangi kemungkinan terjadinya keadaan limit tate elama umur deain ampai pada tingkat yang bia diterima. Kondii - kondii bata ini dibagi menjadi dua kategori: 1. Bata limit tate ini berkaitan dengan kapaita untuk menerima beban makimum (kekuatan dari truktur). 2. Bata limit kelayanan (erviceability limit tate); ini berkaitan dengan kriteria (ketahanan) pada kondii dibawah beban normal/kerja. Deain penampang dengan metode keadaan bata memiliki aumi bahwa panampang beton bertulang dideain dalam 9

10 kondii regangan platinya. Dalam hal ini beton mencapai kekuatan tekan makimumnya dan baja mencapai leleh. Kekuatan nominal penampang terebut etelah dikalikan dengan faktor reduki kekuatan haru mampu menerima beban berfaktor. Untuk menjamin keamanan truktur, metode ini menggunakan filoofi keamanan LRFD (Load Reitance Factor Deign), yaitu : kuat rencana > kuat perlu ( R Q ), dimana : Φ = faktor reduki, R = reitance atau kekuatan nominal, = faktor beban, dan Q = beban kerja Komponen truktur lainnya Namun bila beban akial yang bekerja lebih kecil dari 0.1ƒ c Ag maka faktor reduki terebut boleh ditingkatkan hingga 0.8 ( Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SNI ) atau 0.9 (ACI ), hal ini untuk menunjukkan bahwa truktur mengalami beban akial yang kecil dan mengalami beban lentur yang bear, atau pada aat itu kolom hampir berperilaku ama dengan balok. 0.8 Kolom Bertulangan Spiral 0.1Pu f ' cag 0.7 Pada metode bata ultimate, faktor keamanan didaarkan pada uatu metode deain probabilitik dimana parameter - parameter daarnya (beban, kekuatan dari material, dimeni, db) diperlakukan ebagai uatu nilai yang acak (random). Dimana ada beberapa faktor yang dapat digolongkan didalam dua kategori umum : faktor yang berhubungan dengan pelampauan beban dan faktor yang berhubungan dengan kekurangan kekuatan. Beban berlebih dapat terjadi akibat kemingkinan perubahan dari penggunaan dari tujuan emula truktur terebut direncanakan, dapat juga akibat penakiran yang kurang dari pengaruh beban akibat terlalu diederhanakannya proedur perhitungan, dan akibat pengaruh dari urut - urutan dari metoda pelakanaan. Kekurangan kekuatan dapat diakibatkan oleh variai yang merugikan dari kekuatan bahan, pengerjaan, dimeni, pengendalian, dan pengawaan, ekalipun maih didalam tolerani yang diyaratkan. Sedangkan metode bata kelayanan bertujuan untuk melihat tingkat kelayanan elemen truktur ebagai akibat daripada adanya defleki, ketahanan atau durabilita, keruakan lokal akibat retak, belah maupun palling yang emuanya dikontrol terhadap beban kerja yang ada atau euai dengan teori elati. Ketentuan mengenai faktor reduki pada elemen truktur akibat tekan dan lentur yang ada pada Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SNI atau pada Limit State ini mengacu pada paal dimana : Akial tekan dan akial tekan dengan lentur : Komponen truktur tulangan piral yang euai dengan Akial Tarik 0 Akial Tekan Kecil Kolom Berengkang 0.1f'cA g 0.15 Pu f ' cag Gambar 2.9 Faktor reduki SNI untuk beban akial dan lentur (Limit State) Unified Deign Proviion Konep perhitungan menggunakan ketetapan unified deign (Unified Deign Proviion) ini pertama kali diperkenalkan oleh Robert F. Mat (Unified Deign Proviion for Reinforced and Pretreed Concrete Flexural and Compreion Member, ACI Journal, Maret - April 1992). Konep utama yang berubah dalam unified deign ini adalah tentang bagian lentur diganti dengan konep tenion controlled ection. Selain itu, juga dibuat atu konep tentang compreion controlled ection. Tenion dan compreion controlled ection didefiniikan dalam hubungannya dengan regangan tarik tulangan pada kekuatan nominal. Raio penulangan dalam keadaan eimbang (ρ b ) tidak lagi diperlukan. Keuntungan dari cara berpikir ini adalah memperjela perlakuan untuk bagian - bagian yang menerima beban akial yang kecil maupun yang menerima beban akial yang bear. Ketentuan tentang faktor reduki kapaita (Φ) juga diganti. Tujuan pemakaiaan faktor reduki adalah: Adanya kemungkinan variai dari kekuatan material dan dimeni. Adanya kemungkinan ketidaktelitian dalam perencanaan. Mencerminkan arti pentingnya uatu bagian dalam truktur. Diharapkan truktur mampu menerima beban yang direncanakan P 10

11 Gambar 2.10 Variai yang terjadi berdaarkan ε t yang terjadi (f y = 400Mpa) Nilai menurut unified deign proviion : Tenion Controlled Member : 0.9 Compreion Controlled Member : 0.65 atau 0.7 (untuk tulangan Spiral), dengan tranii diinterpolaikan ecara luru berdaarkan regangan yang ada. Faktor reduki yang lebih rendah diberikan untuk kondii compreion daripada kondii tenion karena kondii compreion memberikan daktilita yang lebih rendah. Kondii compreion juga lebih enitif terhadap variai dari kekuatan beton. Bagian yang menggunakan tulangan piral diberikan faktar reduki yang lebih tinggi karena mereka memiliki daktilita yang lebih tinggi.(aci ). Regangan tarik berih di ata diukur pada d ektrem (jarak dari tulangan pratekan atau non pratekan yang terjauh ke erat tekan terluar). Regangan pada d ektrem ini ebagai tanda yang baik untuk menunjukkan daktilita, potenial keretakan, maupun lebar keretakan dari elemen truktur beton. Gambar Berbagai macam kriteria regangan pada penampang beton menurut Unified Deign Proviion Jadi dengan adanya konep unified deign proviion ini perhitungan - perhitungan untuk mendeain penampang elemen beton dapat diederhanakan dengan menggunakan kondii regangan untuk menjelakan bata - bata antara kelakuan "tenion controlled ection" dan "compreion controlled ection", yaitu dengan atu perubahan dalam menentukan jarak dari erat tekan terluar ke puat tulangan tarik (d) yang nantinya digunakan untuk membuat bata - bata terebut untuk menentukan bearnya faktor reduki (Φ) dalam menghitung kapaita penampang. Dengan konep dan definii yang baru terebut berarti nantinya hanya akan ada atu bataan - untuk menghitung kapaita penampang untuk emua elemen beton. Baik itu kolom, balok, beton bertulang biaa, maupun beton pratekan. Dan hal terebut berlaku ama untuk berbagai macam bentuk penampang. Dalam menganalia penampangnya metode unified deign proviion ini menggunakan metode kekuatan bata ama eperti halnya di Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SNI BAB 3 METODOLOGI 3.1 Bagan Alir Penyeleaian Tuga Akhir Bab Metodologi menjelakan urutan pelakanaan yang diertai dengan penjelaan tahapan yang akan digunakan dalam penyuunan Tuga Akhir. Hail akhir dalam tuga akhir ini adalah berupa ebuah program bantu untuk menganalia kebutuhan (raio) tulangan pada kolom yang penampangnya berupa peregi panjang. Langkah-langkah pengerjaan tuga akhir ini digambarkan dalam ebuah flowchart eperti di bawah ini. error Start Studi Literatur Pendahuluan dan Tinjauan Putaka Algoritma dan Metode Iterai Membuat Program Running Program ok Verifikai dg PCaCOL ya Penyuunan Tuga Akhir 1. Mengumpulkan materi yang berhubungan dengan topik tuga akhir 2. Mempelajari konep tentang kolom 3. Mempelajari diagram interaki P-M kolom 4. Mempelajari bahaa pemrograman Viual Baic Membaha latar belakang, perumuan maalah, dan bataan maalah 2. Membaha daar teori yang berkaitan dengan kolom termauk tipe tipe, perilaku, dan kapaitanya ketika menerima beban akial dan 1. momen Menganalia pengaruh penampang kolom, mutu beton dan tulanganterhadap bentuk diagram interaki P-M kolom 2. Menetapkan metode iterai untuk mendapatkan raio tulangan yang paling mendekati/euai dengan titik kombinai Pu dan Mu yang bekerja 3. Membuat flowchart untuk liting program 1. Membuat tampilan (interface) program 2. Membuat liting program untuk kurva tegangan-regangan beton terkekang Mengoperaikan program dan mengecek apakah terdapat kealahan atau tidak dalam membuat liting program, ekaligu memperbaiki error jika memang terjadi kealahan Mengecek validai output program Finih Gambar 3.1 Metodologi pelakanaan tuga akhir 11

12 3.2 Studi Literatur Pada tahap ini dilakukan tudi literatur mengenai konep daar kolom termauk tipe tipe kolom, perilakunya ketika menerima beban akial dan momen lentur erta kapaita kolom yang digambarkan dalam diagram interaki P-M kolom. Literatur-literatur yang digunakan antara lain : 1. MacGregor, J.G Reinforced Concrete Mechanic and Deign, Edii kedua, Prentice Hall Inc. 2. Nawy, E.G Reinforced Concrete : A Fundamental Approach, Prentice Hall Inc. 3. McCormac, J.C Deign of Reinforced Concrete, Edii kelima, John Wiley & Son. 4. Wang, C.K. dan Salmon, C.G Reinforced Concrete Deign, Edii keempat, Harper & Row Inc. 5. Purwono, R., Tavio, Imran,I., dan Raka, I.G.P Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI ) Dilengkapi Penjelaan (S-2002). Surabaya : ITS Pre. 6. Mat, R.F. Maret-April Unified Deign Proviion for Reinforced and Pretreed Concrete Flexural and Compreion Member, ACI Structural Journal, V.89, No Dewobroto, W Aplikai Sain dan Teknik dengan Viual Baic 6.0, Jakarta : PT. Elex Media Komputindo. 8. Dewobroto, W Aplikai Rekayaa Kontruki dengan Viual Baic 6.0 (Analii dan Deain Penampang Beton Bertulang euai SNI ). Jakarta : PT. Elex Media Komputindo. 3.3 Algoritma dan Metode Interaki Penggambaran Diagram Interaki P - M Untuk mendapatkan kombinai P dan M pada diagram interaki maka olui yang dapat dilakukan adalah dengan mengadopi algoritma numerik, mekipun algoritma manual juga dapat dibuat tetapi akan cukup komplek. Untuk menentukan P dan M terebut perlu mempelajari ifat diagram interaki yang ada dengan mendapatkan minimal lima titik yaitu : 1. Beban akial tekan makimum (teori). Kolom dalam keadaan beban konentri dapat ditulikan rumu ebagai berikut : P n o = 0.85 fc (Ag At) + fy.at (3.1) 2. Beban akial tekan makimum yang diijinkan, P n mak = 0.8 P 0 M n = P n mak. e min (3.2) 3. Beban lentur dan akial pada kondii balance, nilainya ditentukan dengan mengetahui kondii regangan beton ε cu = f y 0,003 dan baja ε = ε y = E (3.3) 4. Beban lentur pada kondii beban akial nol, kondii eperti balok. 5. Beban akial tarik makimum, n P n-t = t y i1 (3.4) Kelima titik di ata adalah titik titik minimum yang haru ada pada diagram interaki. Jika perlu, ketelitian yang lebih baik dapat ditambahkan titik lain : di daerah keruntuhan tekan yaitu titik titik di antara A dan C eperti pada gambar 2.7 di daerah keruntuhan tarik yaitu titik titik di antara C dan E eperti pada gambar 2.7 Jadi, agar eimbang maka etiap penambahan titik pada kurva diperlukan dua buah titik yaitu untuk mengantiipai dua kondii keruntuhan yang terjadi. Untuk mendapatkan ketelitian yang lebih baik dapat pula menambahkan titik titik pada daerah keruntuhan tekan dan keruntuhan tarik. Oleh karena itu titik yang akan ditambahkan harulah eimbang antara dua kondii keruntuhan yang terjadi. Kemampuan kolom menerima beban tekan akial makimum dalam penggambaran diagram interaki dapat dihitung dengan menggunakan peramaan 3.1, untuk penampang yang imetri maka momen di titik itu ama dengan nol. Dalam menggambarkan diagram interaki ecara keeluruhan, akan lebih mudah bila digunakan metode perbandingan regangan, yaitu uatu metode yang menggunakan uatu faktor tertentu (Z) ebagai pengali, untuk menentukan nilai regangan tiap lapi tulangan. Potongan penampang kolom dan aumi ditribui regangan ditunjukkan oleh gambar 3.2 (a) dan 3.2 (b) berikut. Gambar 3.2 Potongan penampang kolom dengan aumi ditribui regangan dan tegangan, beerta tanda dan notai 12

13 Gambar 3.2 (a) menunjukkan ada empat lapi tulangan, lapian 1 menunjukkan regangan 1 dan lua tulangan A 1, dan eterunya. Lapian 1 merupakan tulangan tertekan dan terletak ejarak d 1 dari permukaan erat tertekan. Ditribui regangan untuk beton terkekang dan tak terkekang aumi nilai cu berbeda-beda, tergantung padan metode pengekangan yang digunakan. Karena proe coba-coba yang berulang-berulang dengan metode konvenional, maka diperlukan metode penyederhanaan. Hal ini dapat dieleaikan dengan menentukan 1 = Z y (gambar 3.2 (b)), dimana Z adalah nilai yang dipilih ecara embarang. Nilai poitif daripada Z menunjukkan nilai poitif (tekan) regangan. Sebagai contoh, bila diambil Z = -1, akan bereuaian dengan 1 = -1 y, yaitu titik leleh regangan tarik. Ditribui regangan eperti ini akan euai dengan kondii kegagalan eimbang (balanced failure). Dari Gambar 3.2 (b) didapatkan poii gari netral c dengan memakai peramaan egitiga, cu c d 1 cu Z (3.5) y dan c di i cu (3.6) c Dimana i dan d i berturut-turut adalah regangan ke-i lapian tulangan dan jarak lapian tulangan ke erat tekan terluar. Setelah nilai c dan 1, 2, 3 dan eterunya diketahui, maka gaya yang bekerja pada beton dan pada tiap lapian tulangan dapat dihitung. Untuk kondii elati maupun plati baja tulangan, bearnya gaya tekan atau tarik tulangan diberikan oleh peramaan 3.7, berdaarkan gambar 3.3. f E (3.7) i i Dengan bataan f y f i f y Gambar 3.3 Aumi bataan gaya yang bekerja pada tulangan Untuk beton terkekang dan tak terkekang, pendekatan luaan tegangan tidak memakai metode block tre, melainkan langung dihitung ecara numerik. Langkah elanjutnya ialah menghitung gaya tekan pada beton, C c, dan gaya pada tiap lapian tulangan yaitu F 1, F 2,, F 3 dan eterunya. C c untuk beton tak terkekang dapat dieleaikan dengan mengalikan gaya yang bekerja dengan lua daripada gaya yang bekerja terebut, Cc ( 0.85 f ' c )( ab) (3.8) Untuk beton terkekang, luaan Cc dapat dihitung dengan mengalikan luaan tegangannya dengan lebar penampang, b. Apabila poii a lebih bear daripada jarak d i, maka lapian tulangan terebut diperhitungkan ebagai tulangan tekan F f A (poitif tekan) (3.9) i i i Jika a lebih bear daripada d i untuk lapian tulangan tertentu, lua tulangan tekan pada beton yang termauk dalam luaan (ab) digunakan untuk menghitung C c, ebagai hailnya, perlu adanya pengurangan 0.85f c dari f i ebelum menghitung F i. Nilai F i dapat dihitung ebagai berikut : F i ( f i 0.85 f ' c ) Ai (3.10) Gaya-gaya yang bekerja pada potongan penampang eperti C c, F 1, F 2 dan eterunya ditunjukkan oleh gambar 3.4(b). Kapaita beban akial kolom (P n ) untuk ditribui regangan yang diaumikan merupakan penjumlahan dari gayagaya yang telah diebutkan ebelumnya. Rumu P n dapat dilihat eperti pada peramaan dibawah ini : P n C c n i1 F i (3.11) 13

14 Gambar 3.4 Gaya-gaya internal dan lengan momen Kapaita momen M n untuk ditribui regangan yang diaumikan dapat diperoleh dengan menjumlahkan emua momen yang terjadi terhadap centroid kolom. Momen ini diperoleh dari pengalian gaya dalam dengan panjang lengannya terhadap centroid penampang ebagai umbu (aki) untuk menganalia penampang. Pada tahun 1950-an dan 1960-an, momen kadang-kadang dihitung ekitar platic centroid, yaitu lokai daripada penjumlahan gaya pada kolom yang meregang ecara beramaan dalam kondii tekan. Centroid dan platic centroid merupakan titik yang ama pada kolom yang imetri dengan penempatan tulangan yang imetri pula. Gaya-gaya pada gambar 3.2 dan 3.4 emuanya menunjukkan gaya poitif tekan. Bearnya momen M n dihitung dari erat ata tertekan dapat dihitung dengan peramaan 3.12 dibawah ini : n h a h M n Cc Fi d i (3.12) 2 2 i1 2 Nilai P n dan M n untuk etiap aumi kondii regangan kemudian dikumpulkan dan diplot untuk menggambarkan diagram interaki akial-momen ecara utuh. Sebelumnya dengan input lua penampang kolom peregi panjang yang ditetapkan raio tulangan minimum (ρmin) 1% dan raio tulangan makimum (ρmak) 6%. Dimana lua tulangan dihitung ebagai berikut : A t min = ρmin x b x h (3.13) A t max = ρmax x b x h (3.14) Setelah pengeplotan diagram interaki dengan raio tulangan makimum dan raio tulangan minimum maka diplot juga input kombinai beban akial momen yang terjadi pada kolom. Jika diplot diagram interaki dari input yang ada tidak berada diantara raio tulangan makimum dan minimum maka diperlukan adanya perubahan penampang kolom atau diameter tulangan longitudinal. Sedangkan jika diagram interaki dengan input yang ada berada diantara raio tulangan makimum dan raio tulangan minimum maka raio tulangan yang dibutuhkan dapat dicari. Untuk mengetahui raio tulangan didapatkan ekentriita. Sebelumnya tetapkan dulu M n bata minimum dan M n bata makimum dengan ekentriita yang ama dengan ekentriita akibat beban akial dan momen input yang terjadi pada kolom. Maka untuk mengetahui berapa raio tulangan akibat pembebanan terebut memerlukan adanya metode pendekatan interpolai. Interpolai bia menggunakan dengan metode numerik bolzano. Pada metode numerik bolzano yang pertama dilakukan adalah mencari nilai tengah, ρ min max tengah 2 Jika, M n bata min (n) x M n (ρi) < 0 (3.15) (3.16) Maka dapat diketahui bahwa nilai M n bata min adalah M n (ρi) dan nilai M n bata max adalah tetap. Tetapi jika, M n bata min (n) x M n (ρi) > 0 (3.17) Maka dapat diketahui bahwa nilai M n bata min adalah ama dengan nilai M n bata max adalah M n (ρi). Interpolai ini dilakukan berulang ulang hingga tercapai, Mn bata max( n) Mn( i) Dan Mn( i) Mn bata min( n) (3.18) (3.19) Dikarenakan memerlukan waktu dan keakuraian yang tepat maka perhitungan raio tulangan dapat dilakukan dengan bantuan komputer. 14

15 Secara lebih rinci lagi, alur untuk menggambar diagram interaki P-M kolom terlihat eperti pada gambar 3.5 di bawah ini. Mulai Tulangan tarik c y c tidak ya Tulangan tekan y c c Input : fc, fy, b, h, εc, ε, d, Pu dan Mu Tetapkan : ρmin = 1% dan ρmak = 6% Hitung : At min = ρmin x b x h At mak = ρmak x b x h A dan A cb = [0.003/(0.003 ε)] x d ab = ß1. cb ; f = ε. E tidak ya Cc = 0.85 fc b.a C = A f T = A. fy Pn = Cc + C - T Pn b = 0.85 fc (Ag At) + At. fy Mn = Cc (y a/2) + C (y-d ) T (d-y) eb = Mnb / Pnb e = Mu / Pu tidak ya B Gambar 3.5 Flowchart untuk menggambar diagram interaki P-M kolom ecara manual 15

16 16

17 M e P u u min( n) 2 max( n) ya tidak tidak M bata max M batatenga h M batatenga M h Gambar 3.7 Flowchart untuk mendapatkan raio tulangan perlu (riil) bata 3.4. DESAIN PENAMPANG KOLOM BETON BERTULANG Deain yang digunakan dalam pemograman ini adalah penampang peregi panjang dengan penggam baran ditribui tulangan ebagai berikut : a. Four Side Equal min ya Gambar 3.6 Flowchart untuk menggambar diagram interaki P-M kolom ecara liting pada program Setelah mendapatkan diagram interaki P-M kolom baik untuk raio tulangan minimal dan makimal dan memerika apakah P u dan M u berada di dalamnya, maka langkah berikutnya adalah melakukan iterai untuk mendapatkan raio tulangan yang paling mendekati/euai dengan beban akial dan momen lentur yang bekerja. Untuk lebih jelanya, lihat flowchart pada Gambar 3.4. Jumlah tulangan dan jarak tulangan pada ii umbu Y, kiri dan kanan ama. Jumlah tulangan dan jarak tulangan pada ii umbu X, ata dan bawah ama. 17

18 b.two Side equal along X axi 3.5. Metode tanpa pengekangan (unconfined concrete) Metode unconfined Kent-Park (1971) Selain uulan untuk beton terkekang, Kent- Park juga mempunyai perumuan untuk beton tak terkekang, yang bia digunakan ebagai pembanding. Tulangan hanya pada ii umbu X, jumlah tulangan dan jarak tulangan kiri dan kanan ama. c.two Side equal along Y axi Tulangan hanya pada ii umbu Y, jumlah tulangan dan jarak tulangan kiri dan kanan ama. Deain penampang kolom beton bertulang yang terkekang (confined) adalah pada daerah intinya,dan pada erat luarnya tidak terkekang. Gambar 3.8. Kolom beton bertulang yang terkekang intinya Untuk c co (Acending Branch) : 2 ' 2 c c f c f c (3.20) co co dengan co = Untuk c > co (Decending Branch) : ' f f 1 Z (3.21) c c 0 dimana, 0.5 Z 0 50u co c co (3.22) ' f c 50u (3.23) ' f c 1000 Keterangan: 50u = regangan beton tak terkekang pada aat tegangan mencapai 50% tegangan puncak = regangan puncak beton tak terkekang co f = kuat tekan beton tak terkekang (dalam pi) c 3.6. Merancang Program Memakai Viual Baic 6.0 Langkah awal yang dilakukan pada tahap ini adalah mempelajari daar daar pemrograman Viual Baic 6.0. Setelah mempelajari bahaa pemrograman ini, kemudian dilanjutkan dengan membuat program ederhana mengenai raio tulangan pada kolom penampang peregi panjang. Langkah langkah pembuatan program adalah ebagai berikut : 1. Membuat liting program untuk mencari akial, momen dan ekentriita pada kolom penampang peregi panjang. 2. Membuat liting program untuk diagram interaki akial-momen. 3. Membuat rancangan tampilan program (interface). 4. Mengecek kelengkapan menu dan melengkapi tampilan. 18

19 5. Mengoperaikan program (running program) untuk mengecek apakah emua liting program bia terbaca dan dapat berjalan dengan baik. 6. Melakukan verifikai atau mengecek kebenaran hail output dari program ederhana yang telah dibuat. BAB 4 PENGOPERASIAN PROGRAM 4.1 Penjelaan Program Program bantu untuk menganalia kebutuhan raio tulangan pada kolom beton bertulang penampang peregi panjang dengan memperhitungkan pengaruh pengekangan dan tidak terkekang ini, dinamakan ITS Column v.3. Merupakan pengembangan dari program ITS Column v.1. yang menganalia kolom penampang peregi dan program ITS Column v.2 yang menganalia kolom penampang bulat. Program bantu ini dibuat dengan menggunakan bahaa pemrograman viual baic 6.0. erta dibuat dengan membagi menjadi beberapa modul dengan harapan untuk mempermudah proe debugging jika terjadi kealahan pada aat penyuunan program. 4.2 Proedur Pengoperaian Program Berikut ini merupakan langkah langkah untuk mengoperaikan program : Langkah pertama untuk memulai program, klik ITS Column.exe dua kali ehingga muncul tampilan pertama jendela utama program ITS Column eperti pada gambar 4.1. Pada tampilan jendela utama ini terdapat menu bar yang terletak di ata kiri. Adapun penjelaan mengenai mengenai menu bar terebut: Menu bar ini terdiri dari tiga buah menu, yaitu File, Input, dan Solve. File Menu File terdiri dari dua ub-menu, yaitu New dan Exit. Funginya ama dengan program-program lainnya. New, untuk memulai project baru. Sedangkan Exit untuk keluar dari program. Input Menu Input terdiri dari enam ub-menu, antara lain: ogeneral Information Sub-menu General Information terdiri dari 5 buah check-box, yang dipiahkan dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah Deign Code. Terdiri dari tiga pilihan untuk memilih tipe diagram interaki, yaitu SNI (Limit State Theory), ACI (Unified Deign Theory), dan Nominal Strength, yang merupakan diagram interaki dengan faktor reduki 1 (tanpa reduki). Kelompok kedua adalah Deign Effect. Terdiri dari dua buah metode pengekangan, dari yang lama ampai yang terbaru yaitu Conidering Confinemnt Effect dan Unconfined. Gambar 4.2 General Information o Material Propertie Gambar 4.1 Tampilan Jendela utama ITS Column. Sub-menu Material Propertie terdiri dari dua kelompok. Kelompok pertama adalah Concrete. Terdiri dari 5 buah text-box. Yang haru diii / diinput adalah text-box Strength, fc (Mpa), kemudian keempat text-box lainnya akan terii ecara otomati. Kelompok kedua adalah Reinforcing Steel. Terdiri dari 3 buah text-box. Yang haru diii / diinput adalah text-box 19

20 Strength, fy (Mpa), kemudian kedua text-box lainnya akan terii ecara otomati. Gambar 4.3 Material Propertie o Column Section Sub-menu Column Section terdiri dari atu buah text-box, merupakan text-input lebar dan panjang kolom (mm). Gambar 4.4 Column Section o Reinforcement Menu Reinforcement terdiri dari tiga buah ubmenu yaitu ide different, two ide equal x, dan two ide equal y. Sub menu reinforcement terdiri 2 option dan 5 textbox. Option terebut mengenai bataan raio tulangan bataan minimal dan makimal (pilihan pertama Baed on Minimal and Maximal Reinforcement Ratio) untuk menangkap titik komninai beban ataukah menggunakan bataan jumlah tulangan minimal dan makimal (pilihan kedua Baed on The Number of Bar). Jika uer memilih menggunakan Baed on Minimal and Maximal Reinforcement Ratio maka uer tidak perlu menginputkan data untuk n (min) dan n (max). Sebaliknya, jika uer memilih menggunakan Baed on The Number of Bar maka uer haru menginputkan eluruh data termauk n (min) dan n (max). Perlu diingat bahwa jumlah tulangan yang diinputkan haru kelipatan empat karena yang dibaha dalam tuga akhir ini hanya kolom berpenampang peregi dengan tulangan longitudinal empat ii (four ide equal). Untuk lebih jelanya, lihat pada gambar 4.5. Namun untuk ide different terdapat 2 option lagi yaitu mengenai cara pembagian tulangan di kedua ii yang mempunyai panjang yang berbeda. Option terebut (pilihan pertama Input) untuk pembagian tulangan di kedua ii yang berbeda euai yang diinginkan oleh uer (pilihan kedua Propoional) untuk pembagian tulangan berdaarkan ata panjang ii nya. Text box pertama mengenai No. of Bar min, merupakan text-input jumlah minimum tulangan logitudinal yang terdapat dalam kolom. Karena yang ditinjau adalah kolom peregi panjang, maka banyak tulangan logitudinal pada ii ata dan bawah akan ecara otomoti memiliki jumlah yang ama, edangkan pada ii kanan dan kiri akan ecara otomati memiliki jumlah yang ama pada penampang kolom. Text box kedua mengenai No. of Bar max, merupakan text-input jumlah maximum tulangan logitudinal yang terdapat dalam kolom. Kedua adalah Bar Size, merupakan textinput diameter tulangan longitudinal (mm). Ketiga adalah Decking, merupakann textinput tebal elimut beton (mm). Keempat adalah Hoop, merupakan text-input diameter tulangan tranveral / engkang (mm). Gambar 4.5 Side Different 20

21 Gambar 4.6 Two Side Equal X o Confinement Effect Confinement Effect terdiri dari dua buah ub menu yaitu, Conidering Confinement Effect dan Unconfined. Sub menu Conidering Confinement Effect terdiri ata dua kelompok, yaitu kelompok Confinement Parameter yang terdapat text-input Space of Hoop, adalah jarak antar tulangan tranveral / engkang (cm) kemudian kelompok yang kedua Numerical Integration terdapat text-input fcc (%Mpa). Pada text-box ini terdapat keterangan The Area under the Stre-Strain curve will be calculated until the tre value, makudnya diini adalah bata kekuatan tekan beton yang teria etelah kekuatan puncak terlampaui. Kemudian textinput n. Pada text-box ini terdapat keterangan Number of interval for integration, makudnya adalah input jumlah pendekatan metode numerik untuk menghitung lua diagram tre-train. Semakin bear nilainya, maka emakin akurat pula hailnya, tetapi jalannya program akan bertambah lambat. Gambar 4.9 Unconfinement Effect o Load Plotting Sub-menu Load Plotting terdiri dari dua buah text-box. Pertama text-input Axial load, adalah bear beban tekan akial pada kolom (kn). Kedua text-input X-moment, adalah bear beban momen pada kolom (knm). Jika ingin menambahkan kombinai beban, dengan cara menekan tombol add. Jika ingin menghapu kombinai beban dengan cara menekan tombol delete. Gambar 4.10 Load Plotting Gambar 4.8 Conidering Confinement Effect 21

22 Solve Menu Solve terdiri dari Execute, untuk memulai proe analia program dan hailnya adalah diagram interaki P - M. Proe running ini membutuhkan waktu agak lama karena proe iterainya terjadi ribuan kali. Output yang dihailkan berupa raio tulangan perlu, lua tulangan perlu, jumlah tulangan yang diperlukan ebenarnya, jumlah tulangan yang digunakan, lua tulangan yang digunakan, dan raio tulangan yang digunakan. Selain itu, ditampilkan pula output yang berupa gambar digram interaki kolom dan gambar penampang kolom beerta tulangan longitudinalnya (lihat gambar 4.11). progre jalannya perhitungan, bia dilihat pada akkprogrebar ini. Timer Menunjukkan waktu aat ini, ettingnya euai dengan waktu pada komputer anda. Picture Box Setelah emua input Column Section dan Reinforcement dimaukkan, maka ecara otomati pada Picture Box akan muncul gambar kala dari penampang kolom bulat yang akan dianalia. Di bagian tengah penampang terdapat angka yang menunjukkan raio tulangan longitudinal kolom terebut. Lit Box Setelah emua input dimaukkan dan kemudian dipilih Execute, maka ecara otomati Lit Box akan terii propertie dari penampang kolom yang dianalia. Ada tiga kelompok propertie, yaitu Material Propertie, Section Propertie, dan Reinforcement Propertie. Chartpace Setelah emua input dimaukkan dan kemudian dipilih Execute, maka pada Chartpace akan muncul diagram interaki axial dan moment, euai dengan pilihan aat mengii check box pada menu General Information. Kombinai beban yang dicek, yang telah diinputkan pada menu Load Plotting, akan di plot berupa tanda ilang di chartpace. Jika tanda ilang terletak di dalam area diagram interaki, itu berarti kolom maih kuat menerima kombinai beban terebut. Terdapat juga Chartpace legend ebagi keterangan nama dari maing-maing diagram interaki. akprogrebar Setelah emua input dimaukkan dan kemudian dipilih Execute, maka program mulai melakukan proe perhitungan. Untuk memantau 22

23 BAB 5 STUDI KASUS Untuk mengetahui kebenaran dan ketelitian program bantu perhitungan raio tulangan longitudinal ITS Column v.1.3 ini, maka diperlukan verifikai hail output program terebut dengan program lain eperti PCA Column. Dengan adanya program ini juga dapat dimunculkan kau-kau yang akan berhubungan dengan Confinement effect dan Unconfined pada kolom penampang peregi panjang Verifikai dengan PCA Column Kolom Kecil ( Side Different (b < h) ) Pada tudi kau yang pertama, akan dihitung raio tulangan dan jumlah tulangan longitudinal dengan data data eperti di bawah ini : 1. Dimeni kolom, b = 400mm dan h = 600mm 2. Mutu beton, ƒ c = 30 MPa 3. Mutu tulangan, ƒ y = 400 MPa 4. Diameter tulangan longitudinal, = 19 mm 5. Diameter tulangan tranveral/engkang, = 8 mm 6. Selimut beton (decking) =20 mm 7. Beban akial terfaktor, P u = 2000 kn 8. Momen terfaktor, M u = 600 knm 9. Deign Effect = Unconfined 10.Propotion = Input. Sii X = 0,25 dan Sii Y = 0,75 Kau terebut akan dieleaikan dengan menggunakan program ITS Column v.1.3 dan hailnya akan diverifikai dengan menggunakan program PCA Column. Gambar 5.1 Memerika apakah kapaita penampang kolom kuat menahan beban komninai P u = 2000 N dan M u = 600 knm dan apakah udah memenuhi peryaratan raio tulangan euai dengan AC Gambar 5.2 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh tudi kau kolom kecil Gambar 5.3 Output program PCA Column untuk contoh kau kolom kecil maka diperoleh : 1. Raio tulangan perlu (Required Reinforcement Ratio) = 0, = 4,03466 % 2. Lua tulangan perlu (Required Reinforcement Ratio) = 9683,2031 mm 2 3. Jumlah tulangan yang diperlukan (Required No. of Bar) Sii ata = Sii bawah = 4,26 buah Sii kanan = Sii kiri = 12,807 buah 4. Jumlah tulangan terpaang (No. of Bar (ued)) : Sii ata = 4 buah Sii bawah = 4 buah Sii Kanan = 13 buah Sii Kiri = 13 buah Total = 34 buah 5. Lua tulangan terpaang (Reinforcement Area (ued)) : = 9639,9770 mm 2 6. Raio tulangan terpaang (Reinforcement Ratio (ued)) : = 4,01665 % 23

24 Selanjutnya, ebagai perbandingan maka data data input pada program ITS Column v.1.2 di ata juga akan dijadikan ebagai inputan untuk program PCA Column dimana menghailkan jumlah tulangan longitudinal ebanyak 30 /D19 (Keterangan : untuk tulangan polo, D untuk tulangan berulir) ehingga lua tulangan terpaang ebear 8649,0234 mm 2, dan raio tulangan 3,5441 % eperti pada Gambar 5.8 dan Tabel 1. berikut ini : Jumlah tulanganlongitudinal Lua tulangan terpaang(mm 2 ) Raio tulangan terpaang (%) ITS Column v.1.3 PCA Column Seliih , ,59 11,613 4, ,021 0,00435 dan hailnya akan diverifikai dengan menggunakan program PCA Column. Gambar 5.4. Output program ITS Column v.1.3. untuk contoh tudi kau kolom kecil Tabel 1(a) Perbandingan output program untuk contoh tudi kau kolom kecil Dari Tabel 1(a) di ata terlihat bahwa program ITS Column v.1.3 memberikan hail yang lebih akurat daripada program PCA Column walaupun eliihnya angat kecil. Seliih hail perhitungan antara kedua program dapat dikarenakan pembulatan angka deimal di belakang koma baik untuk nilai π maupun nilai modulu elatiita baja Kolom Kecil ( Side Different ( b > h ) ) Pada tudi kau yang pertama, akan dihitung raio tulangan dan jumlah tulangan longitudinal dengan data data eperti di bawah ini : 1. Dimeni kolom, b = 600mm dan h = 400mm 2. Mutu beton, ƒ c = 30 MPa 3. Mutu tulangan, ƒ y = 400 MPa 4. Diameter tulangan longitudinal, = 20 mm 5. Diameter tulangan tranveral/engkang, = 8 mm 6. Selimut beton (decking) =25 mm 7. Beban akial terfaktor, P u = 2000 kn 8. Momen terfaktor, M u = 400 knm 9. Deign Effect = Unconfined 10.Propotion = Input. Sii X = 0,75 da Sii Y = 0,25 Kau terebut akan dieleaikan dengan menggunakan program ITS Column v.1.3 Gambar 5.5 Output program PCA Column untuk contoh kau kolom kecil maka diperoleh : 1. Raio tulangan perlu (Required Reinforcement Ratio) = 0, = 4,67919 % 2. Lua tulangan perlu (Required Reinforcement Ratio) = 11230,078 mm 2 3. Jumlah tulangan yang diperlukan (Required No. of Bar) Sii ata = Sii bawah = 4 buah Sii kanan = Sii kiri = 13 buah 4. Jumlah tulangan terpaang (No. of Bar (ued)) : Sii ata = 4 buah Sii bawah = 4 buah Sii kanan = 13 buah Sii kiri = 13 buah Total = 34 buah 5. Lua tulangan terpaang (Reinforcement Area (ued)) : = 10681,415 mm 2 24

25 6. Raio tulangan terpaang (Reinforcement Ratio (ued)) : = 4, % Selanjutnya, ebagai perbandingan maka data data input pada program ITS Column v.1.3 di ata juga akan dijadikan ebagai inputan untuk program PCA Column dimana menghailkan jumlah tulangan longitudinal ebanyak 16 /D19 (Keterangan : untuk tulangan polo, D untuk tulangan berulir) ehingga lua tulangan terpaang ebear 4536,4597 mm 2, dan raio tulangan 1, % eperti pada Gambar 5.17 dan Tabel 2. berikut ini : Jumlah tulanganlongitudinal Lua tulangan terpaang(mm 2 ) Raio tulangan terpaang (%) ITS Column v.1.2 PCA Colum n Selii h ,41 5 4, , 59 5,48 1,03 Kau terebut akan dieleaikan dengan menggunakan program ITS Column v.1.3 dan hailnya akan diverifikai dengan menggunakan program PCA Column. Gambar 5.6. Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh tudi kau kolom kecil Tabel 2 Perbandingan output program untuk contoh tudi kau kolom kecil Dari Tabel 2 di ata terlihat bahwa program ITS Column v.1.3memberikan hail yang lebih akurat daripada program PCA Column walaupun eliihnya angat kecil. Seliih hail perhitungan antara kedua program dapat dikarenakan pembulatan angka deimal di belakang koma baik untuk nilai π maupun nilai modulu elatiita baja Kolom Kecil ( Two Side X ) Pada tudi kau yang pertama, akan dihitung raio tulangan dan jumlah tulangan longitudinal dengan data data eperti di bawah ini : 1. Dimeni kolom, b = 400mm dan h = 600mm 2. Mutu beton, ƒ c = 30 MPa 3. Mutu tulangan, ƒ y = 400 MPa 4. Diameter tulangan longitudinal, = 19 mm 5. Diameter tulangan tranveral/engkang, = 8 mm 6. Selimut beton (decking) =20 mm 7. Beban akial terfaktor, P u = 2000 kn 8. Momen terfaktor, M u = 600 knm 9. Deign Effect = Unconfined Gambar 5.7 Output program PCA Column untuk contoh kau kolom kecil maka diperoleh : 1. Raio tulangan perlu (Required Reinforcement Ratio) = 0, = 1, % 2. Lua tulangan perlu (Required Reinforcement Ratio) = 4686,62109 mm 2 3. Jumlah tulangan yang diperlukan (Required No. of Bar) = Jumlah tulangan terpaang (No. of Bar (ued)) Sii ata = 8 buah Sii bawah = 8 buah Total = 16 buah 5. Lua tulangan terpaang (Reinforcement Area (ued)) = 4819, mm 2 6. Raio tulangan terpaang (Reinforcement Ratio (ued)) = 2, % Selanjutnya, ebagai perbandingan maka data data input pada program ITS Column v.1.3 di ata juga akan dijadikan ebagai inputan untuk program PCA Column dimana menghailkan jumlah tulangan longitudinal ebanyak 18 /D19 (Keterangan : untuk tulangan polo, D untuk tulangan berulir) 25

26 ehingga lua tulangan terpaang ebear 4819, mm 2, dan raio tulangan 2, %eperti pada Gambar 5.17 dan Tabel 1(b). berikut ini : Jumlah tulanganlongitudinal Lua tulangan terpaang(mm 2 ) Raio tulangan terpaang (%) ITS Column PCA Seliih v.1.2 Column , ,93 278,05 2, ,892 0,1163 Tabel 1 (b). Perbandingan output program untuk contoh tudi kau kolom kecil Dari Tabel 1 (b). di ata terlihat bahwa program ITS Column v.1.3memberikan hail yang lebih akurat daripada program PCA Column walaupun eliihnya angat kecil. Seliih hail perhitungan antara kedua program dapat dikarenakan pembulatan angka deimal di belakang koma baik untuk nilai π maupun nilai modulu elatiita baja Kolom Bear ( Side Different ( b < h )) Sama eperti pada tudi kau yang pertama, pada tudi kau yang kedua akan dihitung raio tulangan dan jumlah tulangan longitudinal untuk kolom yang lebih bear dengan data data eperti di bawah ini : 1. Dimeni kolom, b = 600 mm dan h = 800 mm 2. Mutu beton, ƒ c = 35 MPa 3. Mutu tulangan, ƒ y = 400 MPa 4. Diameter tulangan longitudinal, = 25 mm 5. Diameter tulangan tranveral/engkang, = 8 mm 6. Selimut beton (decking) = 20 mm 7. Beban akial terfaktor, P u = 5000 kn 8. Momen terfaktor, M u = 1500 knm 9. Deign Effect = Unconfined 10. Propotion = Input. Sii X = 0,25 dan Sii Y = 0,75 Kau terebut akan dieleaikan dengan menggunakan program ITS Column v.1.3 dan hailnya akan diverifikai kembali dengan menggunakan program PCA Column. Gambar 5.8 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh tudi kau kolom bear Gambar 5.9 Output program PCA Column untuk contoh kau kolom bear maka diperoleh : 1. Raio tulangan perlu (Required Reinforcement Ratio)=0, = 2,748% 2. Lua tulangan perlu (Required Reinforcement Area) = 13193,554 mm 2 3. Jumlah tulangan yang diperlukan (Required No. of Bar) = Jumlah tulangan terpaang (No. of Bar (ued)) : Sii ata = Sii bawah = 5 buah Sii kanan = Sii kiri = 9 buah Total eluruhnya = 28 buah 5. Lua tulangan terpaang (Reinforcement Area (ued)) = 13744,467 mm 2 6. Raio tulangan terpaang (Reinforcement Ratio (ued)) : = 2,8634 % Selanjutnya, ebagai perbandingan maka data data input pada program ITS Column v.1.3 di ata juga akan dijadikan ebagai inputan untuk program PCA Column dimana menghailkan jumlah tulangan longitudinal ebanyak 28 /D25 (Keterangan : untuk 26

27 tulangan polo, D untuk tulangan berulir) ehingga lua tulangan terpaang ebear 13744,467 mm 2, dan raio tulangan 2,8634 % eperti pada Gambar 5.26 dan Tabel 3. berikut ini : Jumlah tulanganlongitudinal Lua tulangan terpaang(mm 2 ) Raio tulangan terpaang (%) ITS Column v.1.2 PCA Column Seliih , ,9 526,433 2,8634 2,97 0,1066 Tabel 3(a). Perbandingan output program untuk contoh tudi kau kolom bear Gambar 5.10 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh tudi kau kolom bear Dari Tabel 3(a). di ata terlihat bahwa program ITS Column v.1.3 memberikan hail yang lebih akurat daripada program PCA Column walaupun eliihnya angat kecil. Seliih hail perhitungan antara kedua program dapat dikarenakan pembulatan angka deimal di belakang koma baik untuk nilai π maupun nilai modulu elatiita baja Kolom Bear ( Side Different ( b > h )) Sama eperti pada tudi kau yang pertama, pada tudi kau yang kedua akan dihitung raio tulangan dan jumlah tulangan longitudinal untuk kolom yang lebih bear dengan data data eperti di bawah ini : 1. Dimeni kolom, b = 700 mm dan h = 400 mm 2. Mutu beton, ƒ c = 35 MPa 3. Mutu tulangan, ƒ y = 400 MPa 4. Diameter tulangan longitudinal, = 20 mm 5. Diameter tulangan tranveral/engkang, = 8 mm 6. Selimut beton (decking) = 20 mm 7. Beban akial terfaktor, P u = 4000 kn 8. Momen terfaktor, M u = 400 knm 9. Deign Effect = Unconfined 10. Propotion = Input. Sii X = 0,75 dan ii Y = 0,25 Kau terebut akan dieleaikan dengan menggunakan program ITS Column v.1.3 dan hailnya akan diverifikai kembali dengan menggunakan program PCA Column. Gambar 5.11 Output program PCA Column untuk contoh kau kolom bear maka diperoleh : 1. Raio tulangan perlu(required Reinforcement Ratio)=0, =2,08520 % 2. Lua tulangan perlu (Required Reinforcement Area) = 5838,5742 mm 2 3. Jumlah tulangan yang diperlukan (Required No. of Bar) = Jumlah tulangan terpaang (No. of Bar (ued)) Sii ata = 7 buah Sii bawah = 7 buah Sii kanan = 2 buah Sii kiri = 2 buah Total = 18 buah 5. Lua tulangan terpaang (Reinforcement Area (ued)) = 5654,8667 mm 2 6. Raio tulangan terpaang (Reinforcement Ratio (ued)) = 2, % Selanjutnya, ebagai perbandingan maka data data input pada program ITS Column v.1.3 di ata juga akan dijadikan ebagai inputan untuk program PCA Column dimana menghailkan 27

28 jumlah tulangan longitudinal ebanyak 18 /D20 (Keterangan : untuk tulangan polo, D untuk tulangan berulir) ehingga lua tulangan terpaang ebear 5654,8667 mm 2, dan raio tulangan 2,0195 % eperti pada Gambar 5.35 dan Tabel 4. berikut ini : Jumlah tulanganlongitudinal Lua tulangan terpaang(mm 2 ) Raio tulangan terpaang (%) ITS Column v.1.2 PCA Column Seliih , ,67 545,1967 2,0195 1,825 0,1945 Gambar 5.12 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh tudi kau kolom bear Tabel 4. Perbandingan output program untuk contoh tudi kau kolom bear Dari Tabel 4. di ata terlihat bahwa program ITS Column v.1.3 memberikan hail yang lebih akurat daripada program PCA Column walaupun eliihnya angat kecil. Seliih hail perhitungan antara kedua program dapat dikarenakan pembulatan angka deimal di belakang koma baik untuk nilai π maupun nilai modulu elatiita baja Kolom Bear ( Two Side X ) Sama eperti pada tudi kau yang pertama, pada tudi kau yang kedua akan dihitung raio tulangan dan jumlah tulangan longitudinal untuk kolom yang lebih bear dengan data data eperti di bawah ini : 1.Dimeni kolom, b = 600 mm dan h = 800 mm 2.Mutu beton, ƒ c = 35 MPa 3.Mutu tulangan, ƒ y = 400 MPa 4.Diameter tulangan longitudinal, = 25 mm 5.Diameter tulangan tranveral/engkang, = 8 mm 6.Selimut beton (decking) = 25 mm 7.Beban akial terfaktor, P u = 5000 kn 8.Momen terfaktor, M u = 1500 knm 9.Deign Effect = Unconfined Kau terebut akan dieleaikan dengan menggunakan program ITS Column v.1.3 dan hailnya akan diverifikai kembali dengan menggunakan program PCA Column. Gambar 5.13 Output program PCA Column untuk contoh kau kolom bear maka diperoleh : 1. Raio tulangan perlu (Required Reinforcement Ratio) = 0, = 1, % 2. Lua tulangan perlu (Required Reinforcement Area) = 6978,95507 mm 2 3. Jumlah tulangan yang diperlukan (Required No. of Bar) = Jumlah tulangan terpaang (No. of Bar (ued)) : Sii ata = 7 buah Sii bawah = 7 buah Total = 14 buah 5. Lua tulangan terpaang (Reinforcement Area (ued)) : = 6872,23393 mm 2 6. Raio tulangan terpaang (Reinforcement Ratio (ued)) = 1, % Selanjutnya, ebagai perbandingan maka data data input pada program ITS Column v.1.3 di ata juga akan dijadikan ebagai inputan untuk program PCA Column dimana menghailkan 28

29 jumlah tulangan longitudinal ebanyak 18 /D20 (Keterangan : untuk tulangan polo, D untuk tulangan berulir) ehingga lua tulangan terpaang ebear 5654,8667 mm 2, dan raio tulangan 2,0195 % eperti pada Gambar 5.35 dan Tabel 4. berikut ini : Jumlah tulanganlongitudinal Lua tulangan terpaang(mm 2 ) Raio tulangan terpaang (%) ITS Column v.1.2 PCA Column Seliih , ,47 263,237 1, ,487 0,056 Tabel 3(b). Perbandingan output program untuk contoh tudi kau kolom bear Dari Tabel 3(b). di ata terlihat bahwa program ITS Column v.1.3 memberikan hail yang lebih akurat daripada program PCA Column walaupun eliihnya angat kecil. Seliih hail perhitungan antara kedua program dapat dikarenakan pembulatan angka deimal di belakang koma baik untuk nilai π maupun nilai modulu elatiita baja Studi Kau Confinement effect Pada kau-kau pada confinrment effect akan dipakai analia kolom dengan memperhitungkan kolom dengan pengekangan. Dimana dapat diketahui kolom dengan pengekangan mempunyai kemampuan layan lebih tinggi dibanding dengan kolom tanpa pengekangan Pengaruh Diameter Tulangan Sengkang Pengaruh diameter tulangan engkang akan dibaha pada kau1.1, kau 1.2 dan kau 1.3. Pada ketiga kau terebut akan dibedakan pada input diameter tulangan engkang yang ada. Kau 1.1 Akan dihitung raio tulangan dan jumlah tulangan longitudinal dengan data data eperti di bawah ini : 1. Mutu beton, ƒ c = 30 MPa 2. Mutu tulangan, ƒ y = 400 MPa 3. Diameter tulangan longitudinal, = 25 mm 4. Diameter tulangan tranveral/engkang, = 8 mm 5. Selimut beton (decking) = 25 mm 6. Beban akial terfaktor, P u = 4000 kn 7. Momen terfaktor, M u = 400 knm 8. Prpotional =Input. Sii X = 0,33 & Sii Y = 0,67 Untuk Side Different dengan dimeni kolom, b = 400mm & h = 600mm Gambar 5.14 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau 1.1 Untuk Side Different dengan dimeni kolom, b = 600mm & h = 400mm Gambar 5.15 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau 1.1 Untuk Two Side X dengan dimeni kolom, b = 400mm dan h = 600mm Gambar 5.16 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau 1.1 Kau 1.2 Akan dihitung raio tulangan dan jumlah tulangan longitudinal dengan data data eperti di bawah ini : 1. Mutu beton, ƒ c = 30 Mpa 2. Mutu tulangan, ƒ y = 400 Mpa 3. Diameter tulangan longitudinal, = 25 mm 29

30 4. Diameter tulangan tranveral/engkang, =9 mm 5. Selimut beton (decking) = 25 mm 6. Beban akial terfaktor, P u = 4000 kn 7. Momen terfaktor, M u = 400 knm 9. Propotion = Input. Sii X = 0,33 & ii Y = 0,67 Untuk Side Different dengan dimeni kolom, b = 400mm & h = 600mm Kau 1.3 Akan dihitung raio tulangan dan jumlah tulangan longitudinal dengan data data eperti di bawah ini : 1. Dimeni kolom, b = 400mm dan h = 600mm 2. Mutu beton, ƒ c = 30 Mpa 3. Mutu tulangan, ƒ y = 400 Mpa 4. Diameter tulangan longitudinal, = 25 mm 5. Diameter tulangan tranveral/engkang, =10 mm 6. Selimut beton (decking) = 25 mm 7. Beban akial terfaktor, P u = 4000 kn 8. Momen terfaktor, M u = 400 knm 9. Propotion = Input. Sii X = 0,33 dan Sii Y = 0,67 Untuk Side Different dengan dimeni kolom, b = 400mm & h = 600mm Gambar 5.17 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau 1.2 Untuk Side Different dengan dimeni kolom, b = 600mm & h = 400mm Gambar 5.20 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau 1.3 Untuk Side Different dengan dimeni kolom, b = 600mm & h = 400mm Gambar 5.18 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau 1.2 Untuk Two Side X dengan dimeni kolom, b = 400mm dan h = 600mm Gambar 5.21 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau 1.3 Gambar 5.19 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau

31 No Untuk Two Side X dengan dimeni kolom, b = 400mm dan h = 600mm Gambar 5.22 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau 1.3 Maka dari tudi kau di ata, hail yang ada dapat ditabelkan ebagai berikut: Keterangan Kau 1.1 Kau 1.2 Kau 1.3 b < h b > h b < h b > h b < h b > h Diameter engkang (mm) 8 mm 9 mm 10 mm Raio Tulangan perlu (%) 2,37% 4,77% 2,34% 4,62% 2,34% 4,45% Lua Tulangan perlu (mm²) 5659, ,7 5613, ,7 5605, Jumlah tulangan perlu Jumlah tulangan paang Lua tulangan terpaang (mm²) , , ,4 Raio tulangan terpaang (%) 4,91% 5,10% 4,91% 5,10% 4,91% 4,99% Tabel 5(a). Perbandingan hail diameter tulangan engkang pada confinement effect Side Different No. Keterangan Kau (b < h) 2X Seliih 1 Diameter engkang (mm) 8 mm - Raio Tulangan perlu 2 (%) 2,37% 2,05% 0,32% 3 Lua Tulangan perlu (mm²) 5659,9 4910,7 749, Jumlah tulangan perlu Jumlah tulangan paang Lua tulangan terpaang (mm²) ,7 6872, Raio tulangan terpaang (%) 4,91% 2,05% 2,86% Tabel 5(b). Perbandingan hail ii 4, ii 2X pada confinement effect Hail pada Tabel 5(a) dan 5(b) di ata adalah 1. Jika diameter engkang di perbear edangkan dimeni beton, dimeni tulangan longitudinal, mutu beton dan mutu tulangan longitudinal tetap maka raio tulangan longitudinal yang diperlukan lebih kecil. Sehingga kolom yang memakai engkang berdiameter bear memiliki jumlah tulangan longitudinal yang lebih edikit. Namun karena pembulatan maka hail yang didapat adalah memiliki jumlah yang ama banyak. 2. Jika dimeni kolom di rencanakan b < h edangkan dimeni beton, dimeni tulangan longitudinal, mutu beton dan mutu tulangan longitudinal tetap maka kebutuhan jumlah tulangan perlu lebih edikit dibanding bila direncanakan b > h. 3. Jika pemaangan tulangan dilakukan pada ke emua ii 4, kemudian dilakukan pada ii 2X aja edangkan diameter engkang, dimeni beton, dimeni tulangan longitudinal, mutu beton dan mutu tulangan longitudinal tetap maka jumlah tulangan yang dibutuhkan pada pemaangan ii 4 lebih banyak dibandingkan dengan pemaangan tulangan pada ii 2X aja Pengaruh Jarak Spai Tulangan Sengkang Pengaruh jarak tulangan engkang pada kolom terkekang akan dibaha pada kau2.1 dan kau 2.2. Pada kedua kau terebut akan dibedakan pada input jarak pai tulangan engkang yang ada. Kau 2.1 Akan dihitung raio tulangan dan jumlah tulangan longitudinal dengan data data eperti di bawah ini : 1. Mutu beton, ƒ c = 30 MPa 2. Mutu tulangan, ƒ y = 400 MPa 3. Diameter tulangan longitudinal, = 25 mm 4. Diameter tulangan tranveral/engkang, =8 mm 5. Selimut beton (decking) = 25 mm 6. Beban akial terfaktor, P u = 4000 kn 7. Momen terfaktor, M u = 500 knm 8. Spai engkang = 8 cm 9. Propotion = Input. Sii X = 0,33 & Sii Y = 0,67 31

32 Untuk Side Different dengan dimeni kolom, b = 400mm & h = 600mm 5. Selimut beton (decking) = 25 mm 6. Beban akial terfaktor, P u = 4000 kn 7. Momen terfaktor, M u = 500 knm 8. Spai engkang = 10 cm 9. Propotion = Input. Sii X = 0,33 & Sii Y = 0,67 Untuk Side Different dengan dimeni kolom, b = 400mm & h = 600mm Gambar 5.23 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau 2.1 Untuk Side Different dengan dimeni kolom, b = 600mm & h = 400mm Gambar 5.26 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau 2.2 Untuk Side Different dengan dimeni kolom, b = 600mm & h = 400mm Gambar 5.24 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau 2.1 Untuk Two Side X dengan dimeni kolom, b = 400mm dan h = 600mm Gambar 5.27 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau 2.2 Untuk Two Side X dengan dimeni kolom, b = 400mm dan h = 600mm Gambar 5.25 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau 2.1 Kau Mutu beton, ƒ c = 30 MPa 2. Mutu tulangan, ƒ y = 400 MPa 3. Diameter tulangan longitudinal, = 25 mm 4. Diameter tulangan tranveral/engkang, =8 mm 32

33 Gambar 5.28 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau 2.2 Maka dari tudi kau di ata, hail yang ada dapat ditabelkan ebagai berikut: N o Keteran Kau 2.1 Kau 2.2 Seliih gan b < h b > h b < h b > h b < h b > h Jarak antar engkan g (cm) Raio Tulanga n perlu 2,37 4,77 2,53 5,06 0,16 3,74 (%) % % % % % % Lua Tulanga n perlu (mm²) Jumlah tulangan 5695, ,7 6082, ,9 386, ,1 25 perlu Jumlah tulangan paang Lua tulangan terpaan g (mm²) Raio tulangan terpaan g (%) ,91 % ,9 5,10 % ,91 % , ,10 % 0,00 % Tabel 6 (a). Perbandingan hail jarak antar tulangan engkang pada confinement effect Side Different No ,00 % Keterangan Kau 2.1 Seliih 4 (b < h) 2X Jarak antar engkang (mm) 8 mm - Raio Tulangan perlu (%) 2,37% 2,05% 0,32% Lua Tulangan perlu (mm²) 5695,9 4910,7 785, Jumlah tulangan perlu Jumlah tulangan paang Lua tulangan terpaang (mm²) ,7 6872, Raio tulangan terpaang (%) 4,91% 2,05% 2,86% Tabel 6 (b). Perbandingan hail ii 4, ii 2X pada confinement effect dimana nilai tulangan terpaang diharukan bilangan bulat. 2. Jika dimeni kolom di rencanakan b < h edangkan dimeni beton, dimeni tulangan longitudinal, mutu beton dan mutu tulangan longitudinal tetap maka kebutuhan jumlah tulangan perlu lebih edikit dibanding bila direncanakan b > h. 3. Jika pemaangan tulangan dilakukan pada ke emua ii 4, kemudian dilakukan pada ii 2X aja atau pada ii 2Y aja edangkan diameter engkang, dimeni beton, dimeni tulangan longitudinal, mutu beton dan mutu tulangan longitudinal tetap maka jumlah tulangan yang dibutuhkan pada pemaangan ii 4 lebih edikit dibandingkan dengan pemaangan tulangan pada ii 2X aja Pengaruh Mutu Beton Pengaruh mutu beton pada kolom terkekang akan dibaha pada kau 3.1, kau 3.2 dan kau 3.3. Pada ketiga kau terebut akan dibedakan pada input mutu beton yang ada. Kau 3.1 Akan dihitung raio tulangan dan jumlah tulangan longitudinal dengan data data eperti di bawah ini : 1. Mutu beton, ƒ c = 35 MPa 2. Mutu tulangan, ƒ y = 400 MPa 3. Diameter tulangan longitudinal, = 25mm 4. Diameter tulangan tranveral/engkang, = 8 mm 5. Selimut beton (decking) = 40 mm 6. Beban akial terfaktor, P u = 4000 kn 7. Momen terfaktor, M u = 500 knm 8. Propotion = Input. Sii X = 0,33 & Sii Y = 0,67 Untuk Side Different dengan dimeni kolom, b = 400mm & h = 600mm Hail pada Tabel 6(a) dan 6(b). di ata terlihat adalah : 1. Walaupun raio tulangan terpaang ama tetapi lua tulangan perlu pada kolom yang memiliki jarak antar tualangan engkang yang lebih bear memerlukan tulangan longitudinal lebih rapat. Sedangkan raio tulangan terpaang yang memiliki nilai ama hanya dikarenakan pembulatan yang terjadi 33

34 Gambar 5.29 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau 3.1 Untuk Side Different dengan dimeni kolom, b = 600mm & h = 400mm Untuk Side Different dengan dimeni kolom, b = 400mm & h = 600mm Gambar 5.30 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau 3.1 Untuk Two Side X dengan dimeni kolom, b = 400mm dan h = 600mm Gambar 5.32 Output program ITS Column v.1.2 untuk contoh kau 3.2 Untuk Side Different dengan dimeni kolom, b = 600mm & h = 400mm Gambar 5.31 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau 3.1 Kau 3.2 Akan dihitung raio tulangan dan jumlah tulangan longitudinal dengan data data eperti di bawah ini : 1. Mutu beton, ƒ c =40 MPa 2. Mutu tulangan, ƒ y = 400 MPa 3. Diameter tulangan longitudinal, = 25mm 4. Diameter tulangan tranveral/engkang, = 8 mm 5. Selimut beton (decking) = 40 mm 6. Beban akial terfaktor, P u = 4000 kn 7. Momen terfaktor, M u = 500 knm 8. Propotion = Input. Sii X = 0,33 & Sii Y = 0,67 Gambar 5.33 Output program ITS Column v.1.2 untuk contoh kau 3.2 Untuk Two Side X dengan dimeni kolom, b = 400mm dan h = 600mm Gambar 5.34 Output program ITS Column v.1.2 untuk contoh kau 3.2 Kau

35 Akan dihitung raio tulangan dan jumlah tulangan longitudinal dengan data data eperti di bawah ini : 1. Mutu beton, ƒ c =70 MPa 2. Mutu tulangan, ƒ y = 400 MPa 3. Diameter tulangan longitudinal, = 25mm 4. Diameter tulangan tranveral/engkang, = 8 mm 5. Selimut beton (decking) = 40 mm 6. Beban akial terfaktor, P u = 4000 kn 7. Momen terfaktor, M u = 500 knm 8. Propotion = Input. Sii X = 0,33 & Sii Y = 0,67 Untuk Side Different dengan dimeni kolom, b = 400mm & h = 600mm N o Maka dari tudi kau di ata, hail yang ada dapat ditabelkan ebagai berikut: Keteran Kau 3.1 Kau 3.2 Seliih gan b < h b > h b < h b > h b < h b > h Mutu beton (Mpa) Raio Tulanga n perlu 2,50 5,65 1,67 4,76 0,83 0,89 (%) % % % % % % Lua Tulanga n perlu (mm²) Jumlah tulangan 5994, ,1 3999, ,3 1995, , 81 perlu Jumlah tulangan paang Lua tulangan terpaan g (mm²) Raio tulangan terpaan g (%) ,91 % ,9 5,15 % 7853, 98 3,27 % ,9 5,10 % 3926, 99 1,63 % Tabel 7(a). Perbandingan hail mutu beton pada confinement effect 3926, 99 0,05 % Untuk Side Different dengan dimeni kolom, b = 600mm & h = 400mm maka diperoleh : bahwa kolom dengan mutu beton 70 Mpa mempunyai kapaita terlalu bear untuk memikul beban akial 4000 kn dan momen 500 knm dikarenakan plotting beban yang ada lebih kecil dari raio minimum 1% berdaarkan peryaratan raio tulangan euai dengan SNI Paal Sehingga perlu adanya reduki penampang kolom agar plotting beban yang terjadi euai peryaratan. No. Keterangan Kau (b < h) 2X Seliih 1 Mutu beton (Mpa) 35-2 Raio Tulangan perlu (%) 2,50% 1,93% 0,57% 3 Lua Tulangan perlu (mm²) 5994,7 4629,5 1365, Jumlah tulangan perlu Jumlah tulangan paang Lua tulangan terpaang (mm²) ,9 7363, Raio tulangan terpaang (%) 4,91% 1,84% 3,07% Tabel 7(b). Perbandingan hail mutu beton dan pemaangan tulangan yang berbeda pada confinement effect Hail pada Tabel 7(a) dan 7(b) terlihat bahwa: 1. Dengan peningkatan mutu beton walaupun hanya 5 MPa tetapi dapat mereduki tulangan longitudinal yang terpakai hingga %. Sehingga dapat dikatakan emakin bear mutu beton maka emakin kecil raio tulangan terpaang pada kolom terebut. 2. Jika dimeni kolom di rencanakan b < h edangkan dimeni beton, dimeni tulangan longitudinal, mutu beton dan mutu tulangan longitudinal tetap maka kebutuhan jumlah tulangan perlu lebih edikit dibanding bila direncanakan b > h. 3. Jika pemaangan tulangan dilakukan pada ke emua ii 4, kemudian dilakukan pada ii 35

36 2X aja edangkan diameter engkang, dimeni beton, dimeni tulangan longitudinal, mutu beton dan mutu tulangan longitudinal tetap maka jumlah tulangan yang dibutuhkan pada pemaangan ii 4 lebih banyak dibandingkan dengan pemaangan tulangan pada ii 2X aja Pengaruh Dimeni Penampang Pengaruh dimeni penampang pada kolom terkekang akan dibaha pada kau 4.1 dan kau 4.2. Pada kedua kau terebut akan dibedakan pada input diameter kolom yang ada. Kau 4.1 Akan dihitung raio tulangan dan jumlah tulangan longitudinal dengan data data eperti di bawah ini : 1. Mutu beton, ƒ c = 30 MPa 2. Mutu tulangan, ƒ y = 400 MPa 3. Diameter tulangan longitudinal, = 25 mm 4. Diameter tulangan tranveral/engkang, = 8 mm 5. Selimut beton (decking) = 25 mm 6. Beban akial terfaktor, P u = 4000 kn 7. Momen terfaktor, M u = 400 knm 8. Propotion = Input. Sii X = 0,33 & Sii Y = 0,67 Untuk Side Different dengan dimeni kolom, b = 400mm & h = 600mm Gambar 5.36 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau 4.1 Untuk Two Side X dengan dimeni kolom, b = 400mm dan h = 600mm Gambar 5.37 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau 4.1 Untuk Two Side X dengan dimeni kolom, b = 600mm dan h = 400mm Gambar 5.38 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau 4.1 Gambar 5.35 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau 4.1 Untuk Side Different dengan dimeni kolom, b = 600mm & h = 400mm Kau 4.2 Akan dihitung raio tulangan dan jumlah tulangan longitudinal dengan data data eperti di bawah ini : 1. Mutu beton, ƒ c = 30 MPa 2. Mutu tulangan, ƒ y = 400 MPa 3. Diameter tulangan longitudinal, = 25 mm 4. Diameter tulangan tranveral/engkang, = 8 mm 5. Selimut beton (decking) = 25 mm 6. Beban akial terfaktor, P u = 4000 kn 7. Momen terfaktor, M u = 400 knm 8. Propotion = Input. Sii X = 0,33 & Sii Y = 0,67 36

37 Untuk Side Different dengan dimeni kolom, b = 425mm & h = 625mm Untuk Two Side X dengan dimeni kolom, b = 625mm dan h = 425mm Gambar 5.39 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau 4.2 Untuk Side Different dengan dimeni kolom, b = 625mm & h = 425mm Gambar 5.42 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau 4.2 Maka dari tudi kau di ata, hail yang ada dapat ditabelkan adalah kau 4.1 dan kau 4.2 ebagai berikut: Gambar 5.40 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau 4.2 Untuk Two Side X dengan dimeni kolom, b = 425mm dan h = 625mm No Keterangan Dimeni kolom (mm) Kau 4.1 Kau 4.2 Seliih b < h b > h b < h b > h b < h b > h 400 x 600 x 425 x 625 x Raio Tulangan perlu (%) 2,37% 4,77% 1,56% 3,29% 0,81% 1,48% Lua Tulangan perlu (mm²) 5695, ,7 4141, , , ,05 Jumlah tulangan perlu Jumlah tulangan paang Lua tulangan terpaang (mm²) ,9 7853, ,5 3926, ,49 Raio tulangan terpaang (%) 4,91% 5,10% 2,96% 5,65% 1,95% 0,55% Tabel 8(a). Perbandingan hail dimeni penampang pada confinement effect Gambar 5.41 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau 4.2 No. Keterangan Kau 4.1 Seliih ii 4 2X ii 4 2X 1 Dimeni kolom (mm) 400 x Raio Tulangan perlu (%) 2,37% 2,05% 0,32% 3 Lua Tulangan perlu (mm²) 5695,9 4910,7 785, Jumlah tulangan perlu Jumlah tulangan paang Lua tulangan terpaang (mm²) ,7 6872, Raio tulangan terpaang (%) 4,91% 2,05% 2,86% Tabel 8(b). Perbandingan hail dimeni penampang ii 4, ii 2X pada confinement effect Hail pada Tabel 8(a) dan 8(b) di ata terlihat bahwa: 37

38 1. Dengan peningkatan dimeni penampang menjadi lebih bear maka memberikan reduki pada tulangan longitudinal yang diperlukan kolom untuk menahan beban akial 400 kn dan momen 4000 knm. 2. Jika dimeni kolom di rencanakan b < h edangkan dimeni beton, dimeni tulangan longitudinal, mutu beton dan mutu tulangan longitudinal tetap maka kebutuhan jumlah tulangan perlu lebih edikit dibanding bila direncanakan b > h. 3. Dengan kondii yang ama hanya aja pemaangan tulangan dilakukan pada ii 2X dan ii 4 maka jumlah tulangan yang dibutuhkan pada ii 4 lebih banyak dibutuhkan bila dibandingkan dengan ii 2X Pengaruh Mutu Tulangan Longitudinal Pengaruh mutu tulangan longitudinal pada kolom terkekang akan dibaha pada kau 5.1 dan kau 5.2. Pada kedua kau terebut akan dibedakan pada input mutu tulangan longitudinal yang ada. Kau 5.1 Akan dihitung raio tulangan dan jumlah tulangan longitudinal dengan data data eperti di bawah ini : 1. Mutu beton, ƒ c = 30 MPa 2. Mutu tulangan, ƒ y = 450 MPa 3. Diameter tulangan longitudinal, = 25 mm 4. Diameter tulangan tranveral/engkang, =8 mm 5. Selimut beton (decking) = 25 mm 6. Beban akial terfaktor, P u = 4000 kn 7. Momen terfaktor, M u = 400 knm 8. Propotion = Input. Sii X = 0,33 & Sii Y = 0,67 Untuk Side Different dengan dimeni kolom, b = 400mm & h = 600mm Gambar 5.43 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau 5.1 Untuk Side Different dengan dimeni kolom, b = 600mm & h = 400mm Gambar 5.44 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau 5.1 Untuk Two Side X dengan dimeni kolom, b = 400mm dan h = 600mm Gambar 5.45 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau 5.1 Kau 5.2 Akan dihitung raio tulangan dan jumlah tulangan longitudinal dengan data data eperti di bawah ini : 1. Mutu beton, ƒ c = 30 MPa 2. Mutu tulangan, ƒ y = 400 MPa 3. Diameter tulangan longitudinal, = 25 mm 4. Diameter tulangan tranveral/engkang, =8 mm 5. Selimut beton (decking) = 25 mm 6. Beban akial terfaktor, P u = 4000 kn 7. Momen terfaktor, M u = 400 knm 8. Propotion = Input. Sii X = 0,33 & Sii Y = 0,67 38

39 Untuk Side Different dengan dimeni kolom, b = 400mm & h = 600mm Gambar 5.46 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau 5.2 Untuk Side Different dengan dimeni kolom, b = 600mm & h = 400mm Gambar 5.48 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau 5.2 Maka dari tudi kau di ata, hail yang ada dapat ditabelkan adalah kau 5.1 dan kau 5.2 ebagai berikut: N o Keteran Kau 5.1 Kau 5.2 Seliih gan b < h b > h b < h b > h b < h b > h Mutu tulangan (Mpa) Raio Tulanga n perlu 2,22 3,89 2,37 4,77 0,15 0,88 (%) % % % % % % Lua Tulanga n perlu (mm²) Jumlah tulangan 5288, , , ,7 407, , 45 perlu Jumlah tulangan paang Lua tulangan terpaan g (mm²) Raio tulangan terpaan g (%) ,91 % ,17 % ,91 % ,9 0 5,10 % 0,00 % ,93 % Tabel 9(a). Perbandingan hail mutu tulangan longitudinal pada confinement effect Gambar 5.47 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau 5.2 Untuk Two Side X dengan dimeni kolom, b = 400mm dan h = 600mm No. Keterangan ii 4 Kau Mutu tulangan (Mpa) 450 2X Seliih 2 Raio Tulangan perlu (%) 2,22% 1,82% 0,40% 3 Lua Tulangan perlu (mm²) 5288, ,82 634, Jumlah tulangan perlu Jumlah tulangan paang Lua tulangan terpaang (mm²) , , Raio tulangan terpaang (%) 4,91% 1,85% 3,06% Tabel 9(b). Perbandingan hail pemaangan tulangan pada ii4, ii 2X dan jika terjadi kenaikan mutu tulangan longitudinal pada confinement effect Hail pada Tabel 9(a) dan 9(b) di ata terlihat bahwa: 1. Antara dua kolom yang memiliki dimeni, mutu beton, pai engkang,diameter tulangan longitudinal yang ama dan dibebani beban yang ama tetapi memiliki mutu tulangan longitudinal yang berbeda maka akan menghailkan kebutuhan jumlah tulangan perlu yang berbeda pula. Dapat diketahui bahwa kolom yang memiliki mutu tulangan longitudinal lebih kecil memerlukan jumlah tulangan perlu lebih banyak. 39

40 2. Jika dimeni kolom di rencanakan b < h edangkan dimeni beton, dimeni tulangan longitudinal, mutu beton dan mutu tulangan longitudinal tetap maka kebutuhan jumlah tulangan perlu lebih edikit dibanding bila direncanakan b > h 3. Jika pemaangan tulangan dilakukan pada ke emua ii 4, kemudian dilakukan pada ii 2X aja edangkan diameter engkang, dimeni beton, dimeni tulangan longitudinal, mutu beton dan mutu tulangan longitudinal tetap maka jumlah tulangan yang dibutuhkan pada pemaangan ii 4 lebih banyak dibandingkan dengan pemaangan tulangan pada ii 2X aja Pengaruh Dimeter Tulangan Longitudinal Pengaruh diameter tulangan longitudinal pada kolom terkekang akan dibaha pada kau 6.1 dan kau 6.2. Pada kedua kau terebut akan dibedakan pada input diameter tulangan longitudinal yang ada. Kau 6.1 Akan dihitung raio tulangan dan jumlah tulangan longitudinal dengan data data eperti di bawah ini : 1. Mutu beton, ƒ c = 30 MPa 2. Mutu tulangan, ƒ y = 450 MPa 3. Diameter tulangan longitudinal, = 19mm 4. Diameter tulangan tranveral/engkang, = 8 mm 5. Selimut beton (decking) = 20 mm 6. Beban akial terfaktor, P u = 4000 kn 7. Momen terfaktor, M u = 500 knm 8. Propotion = Input. Sii X = 0,33 & Sii Y = 0,67 Untuk Side Different dengan dimeni kolom, b = 400mm & h = 600mm Gambar 5.49 Output program ITS Column v.1.2 untuk contoh kau 6.1 Untuk Two Side X dengan dimeni kolom, b = 400mm dan h = 600mm Gambar 5.50 Output program ITS Column v.1.2 untuk contoh kau 6.1 Kau 6.2 Akan dihitung raio tulangan dan jumlah tulangan longitudinal dengan data data eperti di bawah ini : 1. Mutu beton, ƒ c = 30 MPa 2. Mutu tulangan, ƒ y = 450 MPa 3. Diameter tulangan longitudinal, = 22 mm 4. Diameter tulangan tranveral/engkang, = 8 mm 5. Selimut beton (decking) = 20 mm 6. Beban akial terfaktor, P u = 4000 kn 7. Momen terfaktor, M u = 500 knm 8. Propotion = Input. Sii X = 0,33 & Sii Y = 0,67 Untuk Side Different dengan dimeni kolom, b = 400mm & h = 600mm Gambar 5.51 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau

41 Untuk Two Side X dengan dimeni kolom, b = 400mm dan h = 600mm Gambar 5.52 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau 6.2 Maka dari tudi kau di ata, hail yang ada dapat ditabelkan adalah kau 6.1 dan kau 6.2 ebagai berikut: No. Keterangan Kau 6.1 Kau 6.2 Seliih 1 Diameter tulangan (mm) Raio Tulangan perlu (%) 2,87% 2,96% 0,00083 Lua Tulangan perlu 3 (mm²) 6897, , , Jumlah tulangan perlu Jumlah tulangan paang Lua tulangan terpaang (mm²) 13609, ,78 75,398 7 Raio tulangan terpaang (%) 5,06% 5,70% 0,65% Tabel 10(a). Perbandingan hail diameter tulangan longitudinal pada confinement effect No. Keterangan ii 4 Kau6.1 1 Diameter tulangan (Mm) 19 2X Seliih 2 Raio Tulangan perlu (%) 2,87% 2,42% 0,46% 3 Lua Tulangan perlu (mm²) 6897, , ,703 4 Jumlah tulangan perlu Jumlah tulangan paang Lua tulangan terpaang 6 (mm²) 13609, , ,804 7 Raio tulangan terpaang (%) 5,06% 2,36% 2,69% ama tetapi memiliki diameter tulangan longitudinal yang berbeda maka akan menghailkan raio tulangan perlu yang relatif ama. Akan tetapi karena adanya perbedaan diameter tulangan longitudinal maka luaan per tulangan juga berbeda ehingga didapat jumlah tulangan terpaang yang berbeda. Dapat diketahui bahwa kolom yang memiliki diameter tulangan longitudinal lebih kecil memerlukan jumlah tulangan paang lebih banyak. 2. Jika memiliki diameter tulangan longitudinal yang berbeda dan pemaangan tulangan yang dilakukan pada emua 4 ii kolom maka tulangan yang dibutuhkan lebih banyak dibandingkan jika dipaang pada ii 2X aja Studi Kau Unconfined Pada kau-kau pada Unconfined akan dipakai analia kolom dengan memperhitungkan kolom tanpa pengekangan. Dimana analia ini digunakan untuk perbandingan dengan kolom yang memiliki tulangan engkang Pengaruh Mutu Beton Pengaruh mutu beton pada kolom terkekang akan dibaha pada kau 1.1, kau 1.2 dan kau 1.3. Pada ketiga kau terebut akan dibedakan pada input mutu beton yang ada. Kau 1.1. Akan dihitung raio tulangan dan jumlah tulangan longitudinal dengan data data eperti di bawah ini : 1. Dimeni kolom, b = 400 mm dan h = 600 mm 2. Mutu beton, ƒ c = 30 MPa 3. Mutu tulangan, ƒ y = 400 MPa 4. Diameter tulangan longitudinal, = 25mm 5. Diameter tulangan tranveral/engkang, = 8 mm 6. Selimut beton (decking) = 20 mm 7. Beban akial terfaktor, P u = 4000 kn 8. Momen terfaktor, M u = 500 knm 9. Propotion = Input. Sii X = 0,33 & Sii Y = 0,67 Tabel 10(b). Perbandingan pemaangan tulangan ii 4, ii 2X dengan diameter tulangan longitudinal yang diperbear pada confinement effect Hail pada Tabel 10(a) dan 10(b) di ata terlihat bahwa: 1. Antara dua kolom yang memiliki dimeni, mutu beton, pai engkang,mutu tulangan longitudinal yang ama dan dibebani beban yang 41

42 Untuk Side Different dengan dimeni kolom, b = 400mm & h = 600mm Untuk Side Different dengan dimeni kolom, b = 400mm & h = 600mm Gambar 5.53 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau 1.1 Untuk Two Side X dengan dimeni kolom, b = 400mm dan h = 600mm Gambar 5.55 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau 1.2 Untuk Two Side X dengan dimeni kolom, b = 400mm dan h = 600mm Gambar 5.54 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau 1.1 Kau1.2. Akan dihitung raio tulangan dan jumlah tulangan longitudinal dengan data data eperti di bawah ini : 1. Mutu beton, ƒ c = 40 MPa 2. Mutu tulangan, ƒ y = 400 MPa 3. Diameter tulangan longitudinal, = 25mm 4. Diameter tulangan tranveral/engkang, = 8 mm 5. Selimut beton (decking) = 20 mm 6. Beban akial terfaktor, P u = 4000 kn 7. Momen terfaktor, M u = 500 knm 8. Propotion = Input. Sii X = 0,33 & Sii Y = 0,67 Gambar 5.56 Output program ITS Column v.1.3 untuk contoh kau 1.2 Maka dari tudi kau di ata, hail yang ada dapat ditabelkan adalah kau 1.1 dan kau 1.2 ebagai berikut: No. Keterangan Kau 1.1 Kau 1.2 Seliih 1 Mutu beton (Mpa) Raio Tulangan perlu (%) 3,20% 2,20% 1,00% Lua Tulangan perlu 3 (mm²) 7682, , , Jumlah tulangan perlu Jumlah tulangan paang Lua tulangan terpaang (mm²) 7853, , , Raio tulangan terpaang (%) 3,27% 2,45% 0,82% Tabel 11(a). Perbandingan hail mutu beton pada unconfined 42

43 No. Keterangan Kau1.1 ii 4 2X Seliih 1 Mutu beton (Mpa) 30 2 Raio Tulangan perlu (%) 3,20% 2,05% 1,15% 3 Lua Tulangan perlu (mm²) , Jumlah tulangan perlu Jumlah tulangan paang Lua tulangan terpaang (mm²) , Raio tulangan terpaang (%) 3,27% 2,05% 1,22% Tabel 11(b). Perbandingan hail mutu beton dengan pemaangan tulangan ii4, ii 2X pada unconfined Hail pada Tabel 11(a) dan 11(b) di ata terlihat bahwa: 1. Dengan peningkatan mutu beton walaupun hanya 10 MPa tetapi dapat mereduki tulangan longitudinal yang terpaang. Sehingga dapat dikatakan emakin bear mutu beton maka emakin kecil raio tulangan terpaang pada kolom terebut. Tetapi dapat dibandingkan juga dengan kolom yang menggunakan efek engkang maka tulangan paangnya jauh lebih kecil dari kolom tanpa memperhitungkan efek pengekangan. 2. Dengan pemaangan tulangan yang berbeda didapat jumlah tulangan yang dibutuhkan lebih banyak jika pemaangan dilakukan di emua ii4 dibandingkan dengan pemaangan pada ii 2X aja Pengaruh Dimeni Penampang Pengaruh dimeni penampang pada kolom tidak terkekang akan dibaha pada kau 2.1 dan kau 2.2. Pada kedua kau terebut akan dibedakan pada input diameter kolom yang ada. Kau 2.1 Akan dihitung raio tulangan dan jumlah tulangan longitudinal dengan data data eperti di bawah ini : 1. Mutu beton, ƒ c = 30 MPa 2. Mutu tulangan, ƒ y = 400 MPa 3. Diameter tulangan longitudinal, = 25mm 4. Diameter tulangan tranveral/engkang, = 8 mm 5. Selimut beton (decking) = 20 mm 6. Beban akial terfaktor, P u = 4000 kn 7. Momen terfaktor, M u = 500 knm 8. Propotion = Input. Sii X = 0,33 & Sii Y = 0,67 Untuk Side Different dengan dimeni kolom, b = 400mm & h = 600mm Gambar 5.57 Output program ITS Column v.1.2 untuk contoh kau 2.1 Untuk Two Side X dengan dimeni kolom, b = 400mm dan h = 600mm Gambar 5.58 Output program ITS Column v.1.2 untuk contoh kau 2.1 Kau 2.2 Akan dihitung raio tulangan dan jumlah tulangan longitudinal dengan data data eperti di bawah ini : 1. Mutu beton, ƒ c = 30 MPa 2. Mutu tulangan, ƒ y = 400 MPa 3. Diameter tulangan longitudinal, = 25mm 4. Diameter tulangan tranveral/engkang, = 8 mm 5. Selimut beton (decking) = 20 mm 6. Beban akial terfaktor, P u = 4000 kn 7. Momen terfaktor, M u = 500 knm 8. Propotion = Input. Sii X = 0,33 & Sii Y = 0,67 43

44 Untuk Side Different dengan dimeni kolom, b = 425mm & h = 625mm No. Keterangan ii 4 Kau2.1 2X Seliih 1 Dimeni kolom (mm) 400 x Raio Tulangan perlu (%) 4,64% 2,94% 1,70% 3 Lua Tulangan perlu (mm²) , Jumlah tulangan perlu Jumlah tulangan paang Lua tulangan terpaang (mm²) , Raio tulangan terpaang (%) 4,50% 2,86% 1,64% Tabel 12(b). Perbandingan hail dimeni penampang dengan pemaangan tulangan yang berbeda pada unconfined Gambar 5.59 Output program ITS Column v.1.2 untuk contoh kau 2.2 Untuk Two Side X dengan dimeni kolom, b = 425mm dan h = 625mm Gambar 5.60 Output program ITS Column v.1.2 untuk contoh kau 2.2 Maka dari tudi kau di ata, hail yang ada dapat ditabelkan adalah kau 2.1 dan kau 2.2 ebagai berikut: No. Keterangan Kau 2.1 Kau 2.2 Seliih 1 Dimeni kolom 400 x x Raio Tulangan perlu (%) 4,64% 3,22% 1,42% 3 Lua Tulangan perlu (mm²) 11124, , ,236 4 Jumlah tulangan perlu Jumlah tulangan paang Lua tulangan terpaang (mm²) 10799, , ,491 7 Raio tulangan terpaang (%) 4,50% 3,33% 1,17% Tabel 12(a). Perbandingan hail dimeni penampang pada unconfined Hail pada Tabel 12(a) dan 12(b) di ata terlihat bahwa: 1. Dengan peningkatan dimeni penampang menjadi lebih bear maka memberikan reduki pada tulangan longitudinal yang diperlukan kolom untuk menahan beban akial 500 kn dan momen 4000 knm. Akan tetapi angka ini jauh lebih bear dari analia kolom yang menggunakan efek pengekangan. 2. Dengan pemaangan tulangan yang berbeda terlihat bahwa pemaangan tulangan di emua ii4 memerlukan tulangan yang lebih banyak dibanding dengan pemaangan tulangan 2X aja Pengaruh Mutu Tulangan Longitudinal Pengaruh mutu tulangan longitudinal pada kolom tidak terkekang akan dibaha pada kau 3.1 dan kau 3.2. Pada kedua kau terebut akan dibedakan pada input mutu tulangan longitudinal yang ada. Kau 3.1 Akan dihitung raio tulangan dan jumlah tulangan longitudinal dengan data data eperti di bawah ini : 1. Mutu beton, ƒ c = 30 MPa 2. Mutu tulangan, ƒ y = 400 MPa 3. Diameter tulangan longitudinal, = 20 mm 4. Diameter tulangan tranveral/engkang, = 8 mm 5. Selimut beton (decking) = 20 mm 6. Beban akial terfaktor, P u = 4000 kn 7. Momen terfaktor, M u = 500 knm 8. Propotion = Input. Sii X = 0,33 & Sii Y = 0,67 44

45 Untuk Side Different dengan dimeni kolom, b = 400mm & h = 600mm Untuk Side Different dengan dimeni kolom, b = 400mm & h = 600mm Gambar 5.61Output program ITS Column v.1.2 untuk contoh kau 3.1 Untuk Two Side X dengan dimeni kolom, b = 400mm dan h = 600mm Gambar 5.63 Output program ITS Column v.1.2 untuk contoh kau 3.2 Untuk Two Side X dengan dimeni kolom, b = 400mm dan h = 600mm Gambar 5.62 Output program ITS Column v.1.2 untuk contoh kau 3.1 Kau 3.2 Akan dihitung raio tulangan dan jumlah tulangan longitudinal dengan data data eperti di bawah ini : 1. Mutu beton, ƒ c = 30 MPa 2. Mutu tulangan, ƒ y = 450 MPa 3. Diameter tulangan longitudinal, = 20 mm 4. Diameter tulangan tranveral/engkang, = 8 mm 5. Selimut beton (decking) = 20 mm 6. Beban akial terfaktor, P u = 4000 kn 7. Momen terfaktor, M u = 500 knm 8. Propotion = Input. Sii X = 0,33 & Sii Y = 0,67 Gambar 5.64 Output program ITS Column v.1.2 untuk contoh kau 3.2 Maka dari tudi kau di ata, hail yang ada dapat ditabelkan adalah kau 3.1 dan kau 3.2 ebagai berikut: No. Keterangan Kau 3.1 Kau 3.2 Seliih 1 Mutu tulangan (Mpa) Raio Tulangan perlu (%) 4,51% 4,03% 0,48% 3 Lua Tulangan perlu (mm²) 10843, , ,875 4 Jumlah tulangan perlu Jumlah tulangan paang Lua tulangan terpaang (mm²) 10681, , ,637 7 Raio tulangan terpaang (%) 4,45% 3,93% 0,52% Tabel 13. Perbandingan hail mutu tulangan longitudinal pada Unconfined Hail pada Tabel 13. di ata terlihat bahwa, antara dua kolom yang memiliki dimeni, mutu beton, diameter tulangan longitudinal yang ama dan dibebani beban yang ama tetapi memiliki mutu tulangan longitudinal yang berbeda maka akan menghailkan 45

46 kebutuhan jumlah tulangan perlu yang berbeda pula. Dapat diketahui bahwa kolom yang memiliki mutu tulangan longitudinal lebih kecil memerlukan jumlah tulangan perlu lebih banyak Pengaruh Dimeter Tulangan Longitudinal Pengaruh diameter tulangan longitudinal pada kolom tidak terkekang akan dibaha pada kau 4.1 dan kau 4.2. Pada kedua kau terebut akan dibedakan pada input diameter tulangan longitudinal yang ada. Kau 4.1 Akan dihitung raio tulangan dan jumlah tulangan longitudinal dengan data data eperti di bawah ini : 1. Mutu beton, ƒ c = 30 MPa 2. Mutu tulangan, ƒ y = 400 MPa 3. Diameter tulangan longitudinal, = 20 mm 4. Diameter tulangan tranveral/engkang, = 8 mm 5. Selimut beton (decking) = 20 mm 6. Beban akial terfaktor, P u = 4000 kn 7. Momen terfaktor, M u = 500 knm 8. Propotion = Input. Sii X = 0,33 & Sii Y = 0,67 Untuk Side Different dengan dimeni kolom, b = 400mm & h = 600mm Gambar 5.65 Output program ITS Column v.1.2 untuk contoh kau 4.1 Kau 4.2 Akan dihitung raio tulangan dan jumlah tulangan longitudinal dengan data data eperti di bawah ini : 1. Dimeni kolom, b = 400 mm dan h = 600mm 2. Mutu beton, ƒ c = 30 MPa 3. Mutu tulangan, ƒ y = 400 MPa 4. Diameter tulangan longitudinal, = 22 mm 5. Diameter tulangan tranveral/engkang, = 8 mm 6. Selimut beton (decking) = 20 mm 7. Beban akial terfaktor, P u = 4000 kn 8. Momen terfaktor, M u = 500 knm 9. Propotion = Input. Sii X = 0,33 & Sii Y = 0,67 Gambar 5.66 Output program ITS Column v.1.2 untuk contoh kau 4.2 Maka dari tudi kau di ata, hail yang ada dapat ditabelkan adalah kau 4.1 dan kau 4.2 ebagai berikut: No. Keterangan Kau 4.1 Kau 4.2 Seliih 1 Diameter tulangan (mm) Raio Tulangan perlu (%) 4,51% 4,57% 0,06% Lua Tulangan perlu 3 (mm²) 10843, ,55 117,187 4 Jumlah tulangan perlu Jumlah tulangan paang Lua tulangan terpaang (mm²) 10681, ,72 37,7 7 Raio tulangan terpaang (%) 4,45% 4,43% 0,02% Tabel 14. Perbandingan hail diameter tulangan longitudinal pada unconfined Hail pada Tabel 14. di ata terlihat bahwa, antara dua kolom yang memiliki dimeni, mutu beton,mutu tulangan longitudinal yang ama dan dibebani beban yang ama tetapi memiliki diameter tulangan longitudinal yang berbeda maka akan menghailkan lua tulangan perlu yang relatif ama. Akan tetapi karena adanya perbedaan diameter tulangan longitudinal maka luaan per tulangan juga berbeda ehingga didapat jumlah tulangan terpaang yang berbeda pula. Dapat diketahui bahwa kolom yang memiliki diameter 46

47 tulangan longitudinal lebih kecil memerlukan jumlah tulangan paang lebih banyak Studi Kau Faktor Reduki Pada ub-bab berikut ini akan dijabarkan perbedaan pada konep Limit State Method pada SNI dengan konep Unified Deign Proviion pada ACI Oleh karena itu data kolom yang akan dianalia adalah ama tetapi menggunakan konep analia yang berbeda-beda. Sebagai perbandingan diertakan analia PCA Coloumn. Data kolom : 1. Dimeni kolom, b = 400 mm dan h = 600 mm 2. Mutu beton, ƒ c = 30 MPa 3. Mutu tulangan, ƒ y = 400 MPa 4. Diameter tulangan longitudinal, = 20 mm 5. Diameter tulangan tranveral/engkang, = 8 mm 6. Selimut beton (decking) = 20 mm 7. Beban akial terfaktor, P u = 4000 kn 8. Momen terfaktor, M u = 400 knm 9. Propotion = Input. Sii X = 0,33 & Sii Y = 0,67 Unconfined dengan analia SNI Unconfined dengan analia ACI Gambar 5.69 Kapaita kolom untuk analia menggunakan analia ACI Gambar 5.70 Output program ITS Column v.1.2 untuk analia menggunakan analia ACI Rho minimum : e SNI e ACI eliih kenaikan(%) P M P M P M P M 0, ,3 0, ,8 11,86 2,466 0,68 0,68 0, ,6 0, ,4 282,4 82,8 26,32 26,32 0, ,7 269,2 0, ,5 369,7 261,8 100,6 37,37 37,37 Gambar 5.67 Kapaita kolom untuk analia menggunakan analia SNI Paal , ,4 246,8 0, ,5 315,6 139,1 68,74 27,85 27,85 0, ,6 223,9 0, ,4 271,9 68,86 47,95 21,42 21,42 1, ,4 204,8 1, ,9 241,4 36,46 36,54 17,84 17,84 Tabel 15. Perbandingan hail analia SNI dengan ACI untuk Rho minimum Gambar 5.68 Output program ITS Column v.1.2 untuk analia menggunakan analia SNI

48 Rho maximum : e SNI e ACI eliih kenaikan(%) P M P M P M P M 0, ,3 0, ,9 11,62 5,599 0,68 0,68 2, ,2 909,1 2, , ,74 95,36 10,49 10,49 103,2 9, ,3 103,2 9, ,798 82,3 8,68 8,68 Tabel 16. Perbandingan hail analia SNI dengan ACI untuk Rho maximum Unconfined dengan analia SNI dan ACI Pada Gambar 5.68 dan Gambar.5.70 diata dapat diketahui output ebagai berikut : No. Keterangan SNI ACI Seliih 1 Raio Tulangan perlu (%) 2,52% 2,52% 0,00% Lua Tulangan perlu 2 (mm²) 6059, , Jumlah tulangan perlu Jumlah tulangan paang Lua tulangan terpaang (mm²) 6283, , Raio tulangan terpaang (%) 2,62% 2,62% 0,00% Tabel 18. Perbandingan hail analia menggunakan SNI dengan ACI Dapat diketahui hail iterai pada kedua analia diata tidak memiliki perbedaan tetapi pada daerah tarik (tenion) analia ACI (Unified Deign Proviion) memberikan kekuatan lebih bear. Gambar 5.71 Kapaita kolom untuk analia menggunakan analia SNI dan ACI Gambar 5.73 Output program PCA Column Gambar 5.72 Output program ITS Column v.1.2 untuk analia menggunakan analia SNI dan ACI Hail Iterai : e SNI ACI eliih kenaikan(%) P M P M P M P M 0, ,7 0, ,5 107,3 24,85 6,48 2,85 1, , , ,3 988, ,6 13,50 13,50 4, ,8 986,6 4, , ,52 74,39 7,54 7,54 Tabel 17. Perbandingan hail analia SNI dengan ACI untuk hail iterai Jumlah tulangan longitudinal Lua tulangan terpaang (mm 2 ) Raio tulangan terpaang (%) ITS Column PCA Column Seliih v , ,41 605,7753 2, ,366 0,25199 Tabel 19. Perbandingan output program ITS Column v.1.2 dan PCA Column Dari Tabel 19. di ata, terlihat bahwa terjadi perbedaan lua tulangan terpaang pada program ITS Column v.1.3 dan PCA Column 48

49 tetapi dapat dipatikan dalam hal keakuratan lua tulangan terpaang dan raio tulangan, program ITS Column v.1.3 lebih baik daripada PCA Column. Perbedaan atau eliih hail perhitungan antara kedua program dapat dikarenakan pembulatan angka deimal di belakang koma baik untuk nilai π maupun modulu elatiita baja tulangan. ITS Col PCA Col Seliih kenaikan(%) SNI e P M P M P M e P M SNI - PCA Col 0, ,5 0, ,8 164,5 19,47 29,56 ACI P M P M Gambar 5.75 Output program ITS Column v.1.2 untuk analia menggunakan analia SNI Confined dengan analia ACI e P M ACI - PCA Col 0, ,98 25,48 Tabel 20. Perbandingan Perbedaan P M antara ITS Column dan PCA Col pada kondii Unconfined Dari tabel diata terlihat bahwa perbedaan antara Program ITS Column (dengan menggunakan analia SNI pada kondii Unconfined) dengan Program PCA Col adalah mengalami kenaikan ebear 19,47% untuk beban akial (P) nya dan 29,56% untuk momen (M) nya. Sedangkan bila Program ITS Column (dengan analia ACI pada kondii Confined) dapat terlihat terjadi kenaikan ebear 22,98% untuk beban akial (P) nya dan 25,48% untuk momen (M) nya. Gambar 5.76 Kapaita kolom untuk analia menggunakan analia ACI Confined dengan analia SNI Gambar 5.77 Output program ITS Column v.1.2 untuk analia menggunakan analia ACI Rho minimum : e SNI ACI eliih kenaikan(%) P M P M P M P M 0, ,9 0, ,8 7,729 0,949 0,26 0,26 0, ,4 0, ,8 589,9 100,4 25,91 25,91 0, ,3 0, ,4 691,7 147,1 38,46 38,46 Gambar 5.74 Kapaita kolom untuk analia menggunakan analia SNI Paal , ,7 0, ,9 554,3 139,1 38,46 38,46 0, ,2 0, ,9 459,5 129,7 38,46 38,46 0, ,5 313,3 0, ,8 382,2 120,5 38,54 38,46 Tabel 21. Perbandingan hail analia SNI dengan ACI untuk Rho minimum 49

50 Rho maximum : e SNI e ACI eliih kenaikan(%) P M P M P M P M 0, , ,2 10 2,166 0,26 0,26 0, ,2 0, ,4 237,6 25,91 25,91 0, ,8 0, ,4 38,46 38,46 1, , , ,9 341,6 38,46 38,46 Tabel 22. Perbandingan hail analia SNI dengan ACI untuk Rho maximum Hail Iterai : e SNI ACI eliih kenaikan(%) P M P M P M P M 0, ,9 0, , ,02 5,65 5,65 0, ,6 0, ,6 430, ,91 15,91 0, , ,9 271,5 33,85 33,85 0, ,8 0, ,8 306,1 38,46 38,46 1, ,3 769,6 1, , , ,78 33,78 1, ,2 1, ,9 996, ,1 24,51 24,51 Tabel 23. Perbandingan hail analia SNI dengan ACI untuk hail iterai Confined dengan analia SNI dan ACI Gambar 5.78 Kapaita kolom untuk analia menggunakan analia SNI dan ACI Gambar 5.80 Output program PCA Column ITS Column v.1.3 PCA Column Seliih Jumlah tulangan longitudinal Lua tulangan terpaang (mm 2 ) Raio tulangan terpaang (%) , ,67 556,99 2, ,129 0,58899 Tabel 24. Perbandingan output program ITS Column v.1.3 dan PCA Column Gambar 5.79 Output program ITS Column v.1.2 untuk analia menggunakan analia SNI dan ACI Dari Tabel 24. di ata, terlihat bahwa terjadi perbedaan lua tulangan terpaang pada program ITS Column v.1.3 dan PCA Column tetapi dapat dipatikan dalam hal keakuratan lua tulangan terpaang dan raio tulangan, program ITS Column v.1.3 lebih baik daripada PCA Column. Perbedaan atau eliih hail perhitungan antara kedua program dapat dikarenakan pembulatan angka deimal di belakang koma baik untuk nilai π maupun modulu elatiita baja tulangan. 50

ANALISA RASIO TULANGAN KOLOM BETON BERPENAMPANG BULAT MENGGUNAKAN VISUAL BASIC 6.0 Indra Degree Karimah

ANALISA RASIO TULANGAN KOLOM BETON BERPENAMPANG BULAT MENGGUNAKAN VISUAL BASIC 6.0 Indra Degree Karimah ANALISA RASIO TULANGAN KOLOM BETON BERPENAMPANG BULAT MENGGUNAKAN VISUAL BASIC 6.0 Indra Degree Karimah ABSTRAK Perhitungan raio tulangan pada kolom beton angat ignifikan karena dalam perhitungan raio

Lebih terperinci

STUDI KOLOM BIAKSIAL BERPENAMPANG LINGKARAN TANPA PENGEKANGAN MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN VISUAL BASIC 6.0

STUDI KOLOM BIAKSIAL BERPENAMPANG LINGKARAN TANPA PENGEKANGAN MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN VISUAL BASIC 6.0 STUDI KOLOM BIAKSIAL BERPENAMPANG LINGKARAN TANPA PENGEKANGAN MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN VISUAL BASIC 6.0 Oleh 1.Tavio, S.T., M.T., Ph.D Doen /Staf pengajar Juruan Teknik Sipil Intitut Teknologi 10 Nopember

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konep Daar Beton Bertulang Beton bertulang adalah beton ang ditulangi dengan lua dan jumlah tulangan ang tidak kurang dari nilai minimum, ang diaratkan dengan atau tanpa

Lebih terperinci

Lentur Pada Balok Persegi

Lentur Pada Balok Persegi Integrit, Proeionalim, & Entrepreneurhip Mata Kuliah Kode SKS : Peranangan Struktur Beton : CIV-204 : 3 SKS Lentur Pada Balok Peregi Pertemuan 4,5,6,7 Integrit, Proeionalim, & Entrepreneurhip Sub Pokok

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN BALOK INDUK PORTAL MELINTANG

BAB VII PERENCANAAN BALOK INDUK PORTAL MELINTANG GROUP BAB VII PERENANAAN BALOK INDUK PORTAL MELINTANG 7. Perenanaan Balok Induk Portal Melintang Perenanaan balok induk meliputi perhitungan tulangan utama, tulangan geer/ engkang, tulangan badan, dan

Lebih terperinci

BAB III PRINSIP-PRINSIP PERENCANAAN

BAB III PRINSIP-PRINSIP PERENCANAAN BAB III PRINSIP-PRINSIP PERENCANAAN 3.1 PRINSIP PERENCANAAN Pada daarna didalam perencanaan komponen truktur ang dieani lentur, akial atau kominai ean lentur dan akial haru dipenuhi ketentuan ang tertera

Lebih terperinci

Kata engineer awam, desain balok beton itu cukup hitung dimensi dan jumlah tulangannya

Kata engineer awam, desain balok beton itu cukup hitung dimensi dan jumlah tulangannya Kata engineer awam, deain balok beton itu cukup hitung dimeni dan jumlah tulangannya aja. Eit itu memang benar menurut mereka. Tapi, ebagai orang yang lebih mengerti truktur, apakah kita langung g mengiyakan?

Lebih terperinci

ANALISA RASIO TULANGAN KOLOM BETON 6.0

ANALISA RASIO TULANGAN KOLOM BETON 6.0 ANALISA RASIO TULANGAN KOLOM BETON BERPENAMPANG BULAT MENGGUNAKAN VISUAL BASIC 6.0 Oleh : Indra Degree Karimah 3106 100 125 Dosen Pembimbing : Tavio, ST, MT, PhD. Ir. Iman Wimbadi, MS BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Dalam perencanaan uatu truktur bangunan haru memenuhi peraturanperaturan ang berlaku untuk mendapatkan uatu truktur bangunan ang aman ecara kontruki. Struktur bangunan

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU KERUNTUHAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN PENULANGAN SISTIM GRUP PADA JALUR AREA GAYA TARIK

ANALISIS PERILAKU KERUNTUHAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN PENULANGAN SISTIM GRUP PADA JALUR AREA GAYA TARIK ANALISIS PERILAKU KERUNTUHAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN PENULANGAN SISTIM GRUP PADA JALUR AREA GAYA TARIK Yenny Nurchaanah 1*, Muhammad Ujianto 1 1 Program Studi Teknik Sipil, Fakulta Teknik, Univerita

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Dalam perencanaan uatu truktur bangunan haru memenuhi peraturanperaturan ang berlaku untuk mendapatkan uatu truktur bangunan ang aman ecara kontruki. Struktur bangunan

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. tarik dan mempunyai titik pusat yang sama dengan. titik pusat tulangan tersebut, dibagi dengan

DAFTAR NOTASI. tarik dan mempunyai titik pusat yang sama dengan. titik pusat tulangan tersebut, dibagi dengan Daftar Notai hatam.an. - 1 DAFTAR NOTASI.:'#, a = bentang geer, jarak antara beban terpuat dan muka dari tumpuan. a = tinggi blok peregi tegangan tekan ekivalen. A = lua efektif beton tarik di ekitar tulangan

Lebih terperinci

BAB II TEGANGAN TINGGI IMPULS

BAB II TEGANGAN TINGGI IMPULS BAB II TEGANGAN TINGGI IMPULS 2. TEGANGAN IMPULS Tegangan Impul (impule voltage) adalah tegangan yang naik dalam waktu ingkat ekali kemudian diuul dengan penurunan yang relatif lambat menuju nol. Ada tiga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah kondii alami dengan kepadatan rendah hingga edang cenderung mengalami deformai yang bear bila dilintai beban berulang kendaraan. Untuk itu, dibutuhkan uatu truktur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. melayani kapal, dalam bongkar/muat barang dan atau menaikkan/menurunkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. melayani kapal, dalam bongkar/muat barang dan atau menaikkan/menurunkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Umum Dermaga adalah bangunan di tepi laut (ungai, danau) yang berfungi untuk melayani kapal, dalam bongkar/muat barang dan atau menaikkan/menurunkan penumpang (Aiyanto, 2008). Dermaga

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KUAT GESER KOLOM BETON BERTULANG YANG MEMIKUL BEBAN LATERAL SIKLIK

PERBANDINGAN KUAT GESER KOLOM BETON BERTULANG YANG MEMIKUL BEBAN LATERAL SIKLIK Konfereni Naional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 PERBANDINGAN KUAT GESER KOLOM BETON BERTULANG YANG MEMIKUL BEBAN LATERAL SIKLIK Johane Januar Sudjati 1 1 Program Studi Teknik Sipil,

Lebih terperinci

4 Analisis Struktur Dermaga Eksisting

4 Analisis Struktur Dermaga Eksisting Bab 4 4 Analii Struktur Dermaga Ekiting Penanganan Keruakan Dermaga Studi Kau Dermaga A I Pelabuhan Palembang 4.1 Umum Anali truktur dermaga ekiting dengan menggunakan perangkat lunak Structural Analyi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang . Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan kemajuan teknologi, ebagian bear pelaku teknik ipil memanaatkan komputer untuk menyeleaikan pekerjaan analia truktur. Dalam prakteknya pekerjaan analia

Lebih terperinci

DESAIN SISTEM KENDALI MELALUI TANGGAPAN FREKUENSI

DESAIN SISTEM KENDALI MELALUI TANGGAPAN FREKUENSI BAB VIII DESAIN SISEM ENDALI MELALUI ANGGAPAN FREUENSI Dalam bab ini akan diuraikan langkah-langkah peranangan dan kompenai dari item kendali linier maukan-tunggal keluaran-tunggal yang tidak berubah dengan

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH EKSENTRISITAS TERHADAP FAKTOR REDUKSI PADA KOLOM BETON BERTULANG BUJURSANGKAR DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM VISUAL BASIC 6.

STUDI PENGARUH EKSENTRISITAS TERHADAP FAKTOR REDUKSI PADA KOLOM BETON BERTULANG BUJURSANGKAR DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM VISUAL BASIC 6. STUDI PENGARUH EKSENTRISITAS TERHADAP FAKTOR REDUKSI PADA KOLOM BETON BERTULANG BUJURSANGKAR DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM VISUAL BASIC 6.0 RADITYA ADI PRAKOSA 3106 100 096 Bab I Pendahuluan Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB VIII METODA TEMPAT KEDUDUKAN AKAR

BAB VIII METODA TEMPAT KEDUDUKAN AKAR 6 BAB VIII METODA TEMPAT EDUDUAN AAR Dekripi : Bab ini memberikan gambaran ecara umum mengenai diagram tempat kedudukan akar dan ringkaan aturan umum untuk menggambarkan tempat kedudukan akar erta contohcontoh

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA UNTUK PERANCANGAN KOLOM BETON BERTULANG

PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA UNTUK PERANCANGAN KOLOM BETON BERTULANG Doen Pembimbing:. Tavio, ST, MS, Ph.D. Data Iranata, ST, MT, Ph.D. Ir. Iman Wimbadi, MS Ahmad Faa Ami 7 PENGEMBANGAN PERANGKAT UNAK MENGGUNAKAN METODE EEMEN HINGGA UNTUK PERANANGAN KOOM BETON BERTUANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat matematika menjadi angat penting artinya, bahkan dapat dikatakan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BETON Sifat Fisik dan Mekanik

TEKNOLOGI BETON Sifat Fisik dan Mekanik TEKNOLOGI BETON Sifat Fiik dan Mekanik Beton, ejak dulu dikenal ebagai material dengan kekuatan tekan yang memadai, mudah dibentuk, mudah diproduki ecara lokal, relatif kaku, dan ekonomi. Agar menghailkan

Lebih terperinci

TINJAUAN ULANG PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG TEMPAT EVAKUASI SEMENTARA BENCANA GEMPA DAN TSUNAMI (SHELTER) KEC. KOTO TANGAH II KOTA PADANG

TINJAUAN ULANG PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG TEMPAT EVAKUASI SEMENTARA BENCANA GEMPA DAN TSUNAMI (SHELTER) KEC. KOTO TANGAH II KOTA PADANG TINJAUAN ULANG PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG TEMPAT EVAKUASI SEMENTARA BENCANA GEMPA DAN TSUNAMI (SHELTER) KEC. KOTO TANGAH II KOTA PADANG Muhammad Radinal, Yuriman, Taufik Juruan Teknik Sipil, Fakulta Teknik

Lebih terperinci

BAB 5 PERENCANAAN STRUKTUR ATAS GEDUNG PARKIR

BAB 5 PERENCANAAN STRUKTUR ATAS GEDUNG PARKIR BB 5 PERENCNN STRUKTUR TS GEDUNG PRKIR 5.1 PENDHULUN 5.1.1 Fungi Bangunan Bangunan yang akan dideain adalah bangunan parkir kendaraan yang diperuntukkan untuk penumpang pada Bandara Internaional Jawa Barat.

Lebih terperinci

STUDI DIAGRAM INTERAKSI SHEARWALL BETON BERTULANG PENAMPANG C DENGAN BANTUAN VISUAL BASIC 9

STUDI DIAGRAM INTERAKSI SHEARWALL BETON BERTULANG PENAMPANG C DENGAN BANTUAN VISUAL BASIC 9 TUGAS AKHIR STUDI DIAGRAM INTERAKSI SHEARWALL BETON BERTULANG PENAMPANG C DENGAN BANTUAN VISUAL BASIC 9 SWANDITO PURNAIUDA 3106 100 088 Dosen Pembimbing : Ir. Iman Wimbadi, MS Tavio, ST. MT. Ph.D PENDAHULUAN

Lebih terperinci

EVALUASI PERILAKU KUAT GESER BALOK BETON BERTULANG AKIBAT VARIASI MODEL SENGKANG PENGIKAT

EVALUASI PERILAKU KUAT GESER BALOK BETON BERTULANG AKIBAT VARIASI MODEL SENGKANG PENGIKAT EVALUASI PERILAKU KUAT GESER BALOK BETON BERTULANG AKIBAT VARIASI MODEL SENGKANG PENGIKAT Ir. Krinamurti, M.T. Juruan Teknik Sipil, Fakulta Teknik, Univerita Jember Jl. Slamet Riyadi No. 62 Jember Tel

Lebih terperinci

Penentuan Jalur Terpendek Distribusi Barang di Pulau Jawa

Penentuan Jalur Terpendek Distribusi Barang di Pulau Jawa Penentuan Jalur Terpendek Ditribui Barang di Pulau Jawa Stanley Santoo /13512086 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Intitut Teknologi Bandung, Jl. Ganeha 10 Bandung

Lebih terperinci

Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No. 10/SE/M/2010. tentang

Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No. 10/SE/M/2010. tentang Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No. 10/SE/M/2010 tentang Pemberlakukan Pedoman Penyambungan Tiang Pancang Beton Pracetak Untuk Fondai Jembatan KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM Jakarta, 05 Mei 2010 Kepada

Lebih terperinci

STUDI KASUS (2) JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL dan PERENCANAAN ITS SURABAYA

STUDI KASUS (2) JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL dan PERENCANAAN ITS SURABAYA STUDI KASUS (2) Pada studi kasus yang kedua, akan dianalisa kapasitas kolom dengan data data seperti di bawah ini : Dimensi kolom, d = 500 mm Mutu beton, ƒ c = 40 MPa Mutu tulangan, ƒ y = 400 MPa Diameter

Lebih terperinci

KAJIAN TEORITIS DALAM MERANCANG TUDUNG PETROMAKS TEORETYCAL STUDY ON DESIGNING A PETROMAKS SHADE. Oleh: Gondo Puspito

KAJIAN TEORITIS DALAM MERANCANG TUDUNG PETROMAKS TEORETYCAL STUDY ON DESIGNING A PETROMAKS SHADE. Oleh: Gondo Puspito KAJIAN TEORITIS DALAM MERANCANG TUDUNG PETROMAKS TEORETYCAL STUDY ON DESIGNING A PETROMAKS SHADE Oleh: Gondo Pupito Staf Pengajar Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, PSP - IPB Abtrak Pada penelitian

Lebih terperinci

ROOT LOCUS. 5.1 Pendahuluan. Bab V:

ROOT LOCUS. 5.1 Pendahuluan. Bab V: Bab V: ROOT LOCUS Root Locu yang menggambarkan pergeeran letak pole-pole lup tertutup item dengan berubahnya nilai penguatan lup terbuka item yb memberikan gambaran lengkap tentang perubahan karakteritik

Lebih terperinci

LENTUR PADA BALOK PERSEGI ANALISIS

LENTUR PADA BALOK PERSEGI ANALISIS LENTUR PADA BALOK PERSEGI ANALISIS Ketentuan Perencanaan Pembebanan Besar beban yang bekerja pada struktur ditentukan oleh jenis dan fungsi dari struktur tersebut. Untuk itu, dalam menentukan jenis beban

Lebih terperinci

PERTEMUAN 3 PENYELESAIAN PERSOALAN PROGRAM LINIER

PERTEMUAN 3 PENYELESAIAN PERSOALAN PROGRAM LINIER PERTEMUAN PENYELESAIAN PERSOALAN PROGRAM LINIER Setelah dapat membuat Model Matematika (merumukan) peroalan Program Linier, maka untuk menentukan penyeleaian Peroalan Program Linier dapat menggunakan metode,

Lebih terperinci

Analisis Kolom Langsing Beton Mutu Tinggi Terkekang terhadap Beban Aksial Tekan Eksentris. Bambang Budiono 1)

Analisis Kolom Langsing Beton Mutu Tinggi Terkekang terhadap Beban Aksial Tekan Eksentris. Bambang Budiono 1) Budiono Vol. 1 No. 4 Oktober 3 urnal TEKNIK SIPIL Analii Kolom Langing Beton Mutu Tinggi Terkekang terhadap Beban Akial Tekan Ekentri Bambang Budiono 1) Abtrak Studi ini bertujuan untuk mengetahui perilaku

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA. perbedaan relatif antara putaran rotor dengan medan putar (rotating magnetic

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA. perbedaan relatif antara putaran rotor dengan medan putar (rotating magnetic BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA. Umum Karena keederhanaanya,kontruki yang kuat dan karakteritik kerjanya yang baik,motor induki merupakan motor ac yang paling banyak digunakan.penamaannya beraal dari kenyataan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. Deain Penelitian yaitu: Pengertian deain penelitian menurut chuman dalam Nazir (999 : 99), Deain penelitian adalah emua proe yang diperlukan dalam perencanaan dan pelakanaan

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA BAB MOTOR NDUKS TGA FASA.1 Umum Motor induki merupakan motor aru bolak balik (AC) yang paling lua digunakan dan dapat dijumpai dalam etiap aplikai indutri maupun rumah tangga. Penamaannya beraal dari kenyataan

Lebih terperinci

BAB II Dioda dan Rangkaian Dioda

BAB II Dioda dan Rangkaian Dioda BAB II Dioda dan Rangkaian Dioda 2.1. Pendahuluan Dioda adalah komponen elektronika yang teruun dari bahan emikonduktor tipe-p dan tipe-n ehingga mempunyai ifat dari bahan emikonduktor ebagai berikut.

Lebih terperinci

Desain Elemen Lentur Sesuai SNI

Desain Elemen Lentur Sesuai SNI DesainElemenLentur Sesuai SNI 03 2847 2002 2002 Balok Beton Bertulang Blkdik Balok dikenal sebagai elemen lentur, yaituelemen struktur yang dominan memikul gaya dalam berupa momen lentur dan juga geser.

Lebih terperinci

FIsika KARAKTERISTIK GELOMBANG. K e l a s. Kurikulum A. Pengertian Gelombang

FIsika KARAKTERISTIK GELOMBANG. K e l a s. Kurikulum A. Pengertian Gelombang Kurikulum 2013 FIika K e l a XI KARAKTERISTIK GELOMBANG Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami pengertian gelombang dan jeni-jeninya.

Lebih terperinci

ANALISA STRUKTUR TIKUNGAN JALAN RAYA BERBENTUK SPIRAL-SPIRAL DENGAN PENDEKATAN GEOMETRI

ANALISA STRUKTUR TIKUNGAN JALAN RAYA BERBENTUK SPIRAL-SPIRAL DENGAN PENDEKATAN GEOMETRI ANALISA STRUKTUR TIKUNGAN JALAN RAYA BERBENTUK SPIRAL-SPIRAL DENGAN PENDEKATAN GEOMETRI Edi Sutomo Program Studi Magiter Pendidikan Matematika Program Paca Sarjana Univerita Muhammadiyah Malang Jln Raya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Dalam perencanaan suatu struktur bangunan gedung bertingkat tinggi sebaiknya mengikuti peraturan-peraturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu

Lebih terperinci

DESAIN SISTEM KENDALI MELALUI ROOT LOCUS

DESAIN SISTEM KENDALI MELALUI ROOT LOCUS Bab VI: DESAIN SISEM ENDALI MELALUI OO LOCUS oot Lou dapat digunakan untuk mengamati perpindahan pole-pole (lup tertutup) dengan mengubah-ubah parameter penguatan item lup terbukanya ebagaimana telah ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HASIL PERANCANGAN

BAB V ANALISIS HASIL PERANCANGAN BAB V ANALISIS HASIL PERANCANGAN 5.1. Proe Fluidiai Salah atu faktor yang berpengaruh dalam proe fluidiai adalah kecepatan ga fluidiai (uap pengering). Dalam perancangan ini, peramaan empirik yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pembebanan Struktur Dalam perencanaan struktur bangunan harus mengikuti peraturanperaturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman. Pengertian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut : 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pembebanan Struktur Perencanaan struktur bangunan gedung harus didasarkan pada kemampuan gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam Peraturan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kolom Kolom beton murni dapat mendukung beban sangat kecil, tetapi kapasitas daya dukung bebannya akan meningkat cukup besar jika ditambahkan tulangan longitudinal. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB III DASAR-DASAR PERENCANAAN BETON BERTULANG. Beton adalah campuran pasir dan agregat yang tercampur bersama oleh bahan

BAB III DASAR-DASAR PERENCANAAN BETON BERTULANG. Beton adalah campuran pasir dan agregat yang tercampur bersama oleh bahan BAB III DASAR-DASAR PERENCANAAN BETON BERTULANG 3.1 Daar Teori Struktur Beton Beton adalah ampuran pair dan agregat ang terampur berama oleh bahan perekat ang terbuat dari emen dan air. Beton nenpunai

Lebih terperinci

MODUL 2 SISTEM KENDALI KECEPATAN

MODUL 2 SISTEM KENDALI KECEPATAN MODUL SISTEM KENDALI KECEPATAN Kurniawan Praetya Nugroho (804005) Aiten: Muhammad Luthfan Tanggal Percobaan: 30/09/06 EL35-Praktikum Sitem Kendali Laboratorium Sitem Kendali dan Komputer STEI ITB Abtrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah I.4. Batasan Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah I.4. Batasan Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Menurut SNI 1726-2002, sistem struktur utama bangunan di Indonesia dibagi dalam empat sistem, yaitu Sistem Dinding Penumpu, Sistem Rangka Gedung, Sistem Rangka Pemikul

Lebih terperinci

ANALISIS KEKUATAN KOLOM PENDEK akibat BEBAN AKSIAL DAN LENTUR

ANALISIS KEKUATAN KOLOM PENDEK akibat BEBAN AKSIAL DAN LENTUR ANALISIS KEKUATAN KOLOM PENDEK akibat BEBAN AKSIAL DAN LENTUR 1. Analisa Kolom Pendek dgn Aksial Lentur. Keruntuhan Kolom 1. Kondisi Balanced. Kondisi Tekan Menentukan 3. Kondisi Tarik Menentukan Kapasitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dekripi Data Untuk mengetahui pengaruh penggunaan media Audio Viual dengan metode Reading Aloud terhadap hail belajar iwa materi العنوان, maka penuli melakukan

Lebih terperinci

BAB III NERACA ZAT DALAM SISTIM YANG MELIBATKAN REAKSI KIMIA

BAB III NERACA ZAT DALAM SISTIM YANG MELIBATKAN REAKSI KIMIA BAB III EACA ZAT DALAM SISTIM YAG MELIBATKA EAKSI KIMIA Pada Bab II telah dibaha neraca zat dalam yang melibatkan atu atau multi unit tanpa reaki. Pada Bab ini akan dibaha neraca zat yang melibatkan reaki

Lebih terperinci

PENTINGNYA MEDIA PEMBELAJARAN LABE (LANTAI BERHITUNG) PADA PELAJARAN MATEMATIKA SISWA SD KELAS III TERHADAP HASIL BELAJAR

PENTINGNYA MEDIA PEMBELAJARAN LABE (LANTAI BERHITUNG) PADA PELAJARAN MATEMATIKA SISWA SD KELAS III TERHADAP HASIL BELAJAR Tuga Matakuliah Pengembangan Pembelajaran Matematika SD Doen Pengampu Mohammad Faizal Amir, M.Pd. S-1 PGSD Univerita Muhammadiyah Sidoarjo PENTINGNYA MEDIA PEMBELAJARAN LABE (LANTAI BERHITUNG) PADA PELAJARAN

Lebih terperinci

Ganter Bridge, 1980, Swiss STRUKTUR BETON BERTULANG

Ganter Bridge, 1980, Swiss STRUKTUR BETON BERTULANG Ganter Brige, 980, Swi STRUKTUR BETON BERTULANG Komponen Struktur Beton Bertulang Diagram Tegangan Regangan BAJA Diagram σ-ε ilinier a o ε ε ε ε oa = elati Jika : ε < ε ; = ε. E a = leleh ε ε ; = = train

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMA YP Unila

III. METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMA YP Unila III. METODE PENELITIAN A. Populai dan Sampel Populai dalam penelitian ini adalah emua iwa kela XI IPA SMA YP Unila Bandar Lampung tahun ajaran 01/013 yang berjumlah 38 iwa dan terebar dalam enam kela yang

Lebih terperinci

TINJAUAN KUAT GESER KOLOM BETON BERTULANG DENGAN VARIASI RASIO BEBAN AKSIAL DAN RASIO TULANGAN LONGITUDINAL

TINJAUAN KUAT GESER KOLOM BETON BERTULANG DENGAN VARIASI RASIO BEBAN AKSIAL DAN RASIO TULANGAN LONGITUDINAL TINJAUAN KUAT GESER KOLOM BETON BERTULANG DENGAN ARIASI RASIO BEBAN AKSIAL DAN RASIO TULANGAN LONGITUDINAL Johane Januar Sudjati 1 1 roram Studi Teknik Sipil, Univerita Atma Jaya Yoyakarta, Jl. Babarari

Lebih terperinci

Analisis Perkuatan Wire Rope

Analisis Perkuatan Wire Rope Analii Perkuatan Wire Roe dan Tulangan Konvenional Balok Beton Bertulang Tamang T Momen Negatif Menggunakan Metode Layer (Mengabaikan Tulangan Saya) Dima Langga Chandra Galuh Program Studi Teknik Siil,

Lebih terperinci

ANALISIS PENAMPANG KOLOM

ANALISIS PENAMPANG KOLOM ANALISIS PENAMPANG KOLOM ε 0,85 f e Pu Puat plati Pn = Pu/ф Mn = Pn. e k k h e Pn ε a=β1. εu =0.003 Seperti halna paa alok, analii kolom eraarkan prinip-prinip eagai erikut : 1. Kekuatan unur haru iaarkan

Lebih terperinci

Bab V Studi Kasus Studi Kasus Ketahanan Kolom Terhadap Eksentrisitas berdasarkan Kekuatan Beton Gambar 5.3 Gambar 5.4 Gambar 5.1 Gambar 5.

Bab V Studi Kasus Studi Kasus Ketahanan Kolom Terhadap Eksentrisitas berdasarkan Kekuatan Beton Gambar 5.3 Gambar 5.4 Gambar 5.1 Gambar 5. Bab V Studi Kasus Studi Kasus Ketahanan Kolom Terhadap Eksentrisitas berdasarkan Kekuatan Beton Input Data: 1. Mutu beton, ƒ c = 30 Mpa dan 40 Mpa 2. Mutu tulangan, ƒ y = 400 Mpa 3. Dimensi kolom, b =

Lebih terperinci

Nama Mahasiswa : Arjito Fajar Pamungkas NRP : : Teknik Sipil FTSP-ITS Dosen Pembimbing : Ir. Aman Subakti MS. Abstrak

Nama Mahasiswa : Arjito Fajar Pamungkas NRP : : Teknik Sipil FTSP-ITS Dosen Pembimbing : Ir. Aman Subakti MS. Abstrak STUDI PERBANDINGAN PERILAKU STRUKTUR DAN BIAYA FLAT PLATE-SHEARWALL DENGAN OPEN FRAME SRPMM PADA GEDUNG SEKOLAH TERNAG BANGSA SEMARANG DI WILAYAH GEMPA 4 Nama Mahaiwa : Arjito Fajar Pamungka NRP : 05 00

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul beban dari balok. Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang peranan penting dari

Lebih terperinci

PERILAKU HIDRAULIK FLAP GATE PADA ALIRAN BEBAS DAN ALIRAN TENGGELAM ABSTRAK

PERILAKU HIDRAULIK FLAP GATE PADA ALIRAN BEBAS DAN ALIRAN TENGGELAM ABSTRAK Konfereni Naional Teknik Sipil (KoNTekS ) Sanur-Bali, - Juni PERILAKU HIDRAULIK FLAP GATE PADA ALIRAN BEBAS DAN ALIRAN TENGGELAM Zufrimar, Budi Wignyoukarto dan Itiarto Program Studi Teknik Sipil, STT-Payakumbuh,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan BAB III LANDASAN TEORI A. Pembebanan Dalam perancangan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku sehingga diperoleh suatu struktur bangunan yang aman secara konstruksi. Struktur

Lebih terperinci

Perancangan Sliding Mode Controller Untuk Sistem Pengaturan Level Dengan Metode Decoupling Pada Plant Coupled Tanks

Perancangan Sliding Mode Controller Untuk Sistem Pengaturan Level Dengan Metode Decoupling Pada Plant Coupled Tanks JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No., (07) ISSN: 337-3539 (30-97 Print) B-4 Perancangan Sliding Mode Controller Untuk Sitem Pengaturan Level Dengan Metode Decoupling Pada Plant Coupled Tank Boby Dwi Apriyadi

Lebih terperinci

Prakata. Pd T B

Prakata. Pd T B Prakata Pedoman Perenanaan Lantai Jembatan Rangka Baja Dengan Menggunakan Corrugated Steel Plate (CSP) diperiapkan oleh Panitia Teknik Standardiai Bidang Kontruki dan Bangunan melalui Gugu Kerja Bidang

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011 Oleh : Ronald Paschalis Foudubun 3106 100 075 Dosen Pembimbing : Tavio, ST.,MT.,PhD Ir. Iman Wimbadi, MS JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

TESIS. Oleh RAHMI KAROLINA /TEKNIK SIPIL

TESIS. Oleh RAHMI KAROLINA /TEKNIK SIPIL ANALISA DAN KAJIAN EKSPERIMENTAL HUBUNGAN MOMEN - KURVATUR PADA BALOK BETON BERTULANG TESIS Oleh RAHMI KAROLINA 057016017/TEKNIK SIPIL SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Rahmi Karolina

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA 2.1 Umum Motor litrik merupakan beban litrik yang paling banyak digunakan di dunia, Motor induki tiga faa adalah uatu mein litrik yang mengubah energi litrik menjadi energi

Lebih terperinci

DESAIN BALOK ELEMEN LENTUR SESUAI SNI

DESAIN BALOK ELEMEN LENTUR SESUAI SNI DESAIN BALOK ELEMEN LENTUR SESUAI SNI 03-2847-2002 2002 Analisis Lentur Balok Beton Bertulang Balok mengalami 3 tahap sebelum runtuh: Balok mengalami 3 tahap sebelum runtuh: Sebelum retak (uncracked concrete

Lebih terperinci

DIRECT DESIGN OF LONGITUDINAL REINFORCEMENT OF SQUARE REINFORCED CONCRETE COLUMNS

DIRECT DESIGN OF LONGITUDINAL REINFORCEMENT OF SQUARE REINFORCED CONCRETE COLUMNS TUGAS AKHIR PS 1380 DESAIN LANGSUNG TULANGAN LONGITUDINAL KOLOM BETON BERTULANG BUJUR SANGKAR DIRECT DESIGN OF LONGITUDINAL REINFORCEMENT OF SQUARE REINFORCED CONCRETE COLUMNS ARDIANSYAH KUSUMA NEGARA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Berfikir Sengkang merupakan elemen penting pada kolom untuk menahan beban gempa. Selain menahan gaya geser, sengkang juga berguna untuk menahan tulangan utama dan

Lebih terperinci

DESAIN LANGSUNG TULANGAN LONGITUDINAL KOLOM BETON BERTULANG BUJUR SANGKAR

DESAIN LANGSUNG TULANGAN LONGITUDINAL KOLOM BETON BERTULANG BUJUR SANGKAR TUGAS AKHIR PS 1380 DESAIN LANGSUNG TULANGAN LONGITUDINAL KOLOM BETON BERTULANG BUJUR SANGKAR ARDIANSYAH KUSUMA NEGARA NRP 3105 100 094 Dosen Pembimbing: Tavio, ST, MT, Ph.D Ir. Iman Wimbadi, MS JURUSAN

Lebih terperinci

Perencanaan Geser SI Lihat diagram lintang dan geser dibawah ini.

Perencanaan Geser SI Lihat diagram lintang dan geser dibawah ini. Perenanaan Geer SI-311 Perilaku Balok Elatik Tanpa Retak Lihat diagram lintang dan geer dibawah ini. 1 Perilaku Balok Elatik Unraked Ditribui tegangan geer pada penampang peregi: Q τ Ib Perilaku Balok

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung kelas VII

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung kelas VII III. METODE PENELITIAN A. Populai dan Sampel Penelitian ini dilakanakan di SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung kela VII emeter genap Tahun Pelajaran 0/0, SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung memiliki jumlah

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 6.

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 6. LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan Bab 6 Penulangan Bab 6 Penulangan Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN TEOREMA DAN LEMMA YANG DIBUTUHKAN DALAM KONSTRUKSI ARITMETIK GF(5m)

BAB III PEMBAHASAN TEOREMA DAN LEMMA YANG DIBUTUHKAN DALAM KONSTRUKSI ARITMETIK GF(5m) BAB III PEMBAHASAN TEOREMA DAN LEMMA YANG DIBUTUHKAN DALAM KONSTRUKSI ARITMETIK GF5m) Teori finite field mulai diperkenalkan pada abad ke tujuh dan abad ke delapan dengan tokoh matematikanya Pierre de

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dibebani gaya tekan tertentu oleh mesin tekan.

BAB III LANDASAN TEORI. dibebani gaya tekan tertentu oleh mesin tekan. BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kuat Tekan Beton Berdasarkan SNI 03 1974 1990 kuat tekan beton merupakan besarnya beban per satuan luas, yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani gaya tekan tertentu

Lebih terperinci

STUDI DAKTILITAS DAN KUAT LENTUR BALOK BETON RINGAN DAN BETON MUTU TINGGI BERTULANG

STUDI DAKTILITAS DAN KUAT LENTUR BALOK BETON RINGAN DAN BETON MUTU TINGGI BERTULANG 9 Vol. Thn. XV April 8 ISSN: 854-847 STUDI DAKTILITAS DAN KUAT LENTUR BALOK BETON RINGAN DAN BETON MUTU TINGGI BERTULANG Ruddy Kurniawan, Pebrianti Laboratorium Material dan Struktur Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

Analisis Tegangan dan Regangan

Analisis Tegangan dan Regangan Repect, Profeionalim, & Entrepreneurhip Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 05 SKS : 3 SKS Analii Tegangan dan Regangan Pertemuan 1, 13 Repect, Profeionalim, & Entrepreneurhip TIU : Mahaiwa dapat menganalii

Lebih terperinci

BAB XIV CAHAYA DAN PEMANTULANYA

BAB XIV CAHAYA DAN PEMANTULANYA 227 BAB XIV CAHAYA DAN PEMANTULANYA. Apakah cahaya terebut? 2. Bagaimana ifat perambatan cahaya? 3. Bagaimana ifat pemantulan cahaya? 4. Bagaimana pembentukan dan ifat bayangan pada cermin? 5. Bagaimana

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jeni Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang akan dilakukan merupakan metode ekperimen dengan deain Pottet-Only Control Deign. Adapun pola deain penelitian

Lebih terperinci

BAB II DASAR-DASAR DESAIN BETON BERTULANG. Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan

BAB II DASAR-DASAR DESAIN BETON BERTULANG. Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan BAB II DASAR-DASAR DESAIN BETON BERTULANG. Umum Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan membuat suatu campuran yang mempunyai proporsi tertentudari semen, pasir, dan koral

Lebih terperinci

Transformasi Laplace dalam Mekatronika

Transformasi Laplace dalam Mekatronika Tranformai Laplace dalam Mekatronika Oleh: Purwadi Raharjo Apakah tranformai Laplace itu dan apa perlunya mempelajarinya? Acapkali pertanyaan ini muncul dari eorang pemula, apalagi begitu mendengar namanya

Lebih terperinci

ANALISIS SISTEM ANTRIAN PELAYANAN NASABAH BANK X KANTOR WILAYAH SEMARANG ABSTRACT

ANALISIS SISTEM ANTRIAN PELAYANAN NASABAH BANK X KANTOR WILAYAH SEMARANG ABSTRACT ISSN: 2339-2541 JURNAL GAUSSIAN, Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014, Halaman 791-800 Online di: http://ejournal-1.undip.ac.id/index.php/gauian ANALISIS SISTEM ANTRIAN PELAYANAN NASABAH BANK X KANTOR WILAYAH

Lebih terperinci

SET 2 KINEMATIKA - DINAMIKA: GERAK LURUS & MELINGKAR. Gerak adalah perubahan kedudukan suatu benda terhadap titik acuannya.

SET 2 KINEMATIKA - DINAMIKA: GERAK LURUS & MELINGKAR. Gerak adalah perubahan kedudukan suatu benda terhadap titik acuannya. MATERI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN TOP LEVEL - XII SMA FISIKA SET KINEMATIKA - DINAMIKA: GERAK LURUS & MELINGKAR a. Gerak Gerak adalah perubahan kedudukan uatu benda terhadap titik acuannya. B. Gerak Luru

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Teknik Instrumentasi dan Kendali. Permodelan Sistem

Laporan Praktikum Teknik Instrumentasi dan Kendali. Permodelan Sistem Laporan Praktikum Teknik Intrumentai dan Kendali Permodelan Sitem iuun Oleh : Nama :. Yudi Irwanto 0500456. Intan Nafiah 0500436 Prodi : Elektronika Intrumentai SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR BAAN TENAGA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Dalam perencaaan struktur bangunan harus mengikuti peraturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan struktur bangunan yang aman. Pengertian beban adalah

Lebih terperinci

BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN PEMBUMIAN

BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN PEMBUMIAN BAB II IMPEDANI UJA MENAA DAN PEMBUMIAN II. Umum Pada aluran tranmii, kawat-kawat penghantar ditopang oleh menara yang bentuknya dieuaikan dengan konfigurai aluran tranmii terebut. Jeni-jeni bangunan penopang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB TINJAUAN KEPUSTAKAAN.1 Perenanaan Geometrik Jalan Perenanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perenanaan jalan yang difokukan pada perenanaan bentuk fiik jalan ehingga dihailkan jalan yang dapat

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450 PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI 02-1726-2002 DAN FEMA 450 Eben Tulus NRP: 0221087 Pembimbing: Yosafat Aji Pranata, ST., MT JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan jaman yang cepat seperti sekarang ini, perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan jaman yang cepat seperti sekarang ini, perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam perkembangan jaman yang cepat eperti ekarang ini, peruahaan dituntut untuk memberikan laporan keuangan yang benar dan akurat. Laporan keuangan terebut

Lebih terperinci

Nina membeli sebuah aksesoris komputer sebagai hadiah ulang tahun. Kubus dan Balok. Bab. Di unduh dari : Bukupaket.com

Nina membeli sebuah aksesoris komputer sebagai hadiah ulang tahun. Kubus dan Balok. Bab. Di unduh dari : Bukupaket.com Bab Kubu dan Balok ujuan embelajaran etelah mempelajari bab ini iwa diharapkan mampu: Mengenal dan menyebutkan bidang, ruuk, diagonal bidang, diagonal ruang, bidang diagonal kubu dan balok; Menggambar

Lebih terperinci

MODUL KULIAH STRUKTUR BETON BERTULANG I LENTUR PADA PENAMPANG 4 PERSEGI. Oleh Dr. Ir. Resmi Bestari Muin, MS

MODUL KULIAH STRUKTUR BETON BERTULANG I LENTUR PADA PENAMPANG 4 PERSEGI. Oleh Dr. Ir. Resmi Bestari Muin, MS MODUL KULIAH STRUKTUR BETON BERTULANG I Minggu ke : 2 LENTUR PADA PENAMPANG 4 PERSEGI Oleh Dr. Ir. Resmi Bestari Muin, MS PRODI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL dan PERENCANAAN UNIVERSITAS MERCU BUANA

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. beban hidup dan beban mati pada lantai yang selanjutnya akan disalurkan ke

BAB III LANDASAN TEORI. beban hidup dan beban mati pada lantai yang selanjutnya akan disalurkan ke BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pelat Pelat beton (concrete slabs) merupakan elemen struktural yang menerima beban hidup dan beban mati pada lantai yang selanjutnya akan disalurkan ke balok dan kolom sampai

Lebih terperinci

TEORI ANTRIAN. Pertemuan Ke-12. Riani Lubis. Universitas Komputer Indonesia

TEORI ANTRIAN. Pertemuan Ke-12. Riani Lubis. Universitas Komputer Indonesia TEORI ANTRIAN MATA KULIAH RISET OPERASIONAL Pertemuan Ke-12 Riani Lubi Juruan Teknik Informatika Univerita Komputer Indoneia Pendahuluan (1) Pertamakali dipublikaikan pada tahun 1909 oleh Agner Kraup Erlang

Lebih terperinci

Simulasi Springback pada Laser Beam Bending dan Rotary Draw Bending untuk Pipa AISI 304L

Simulasi Springback pada Laser Beam Bending dan Rotary Draw Bending untuk Pipa AISI 304L F108 Simulai Springback pada Laer Beam dan Rotary Draw untuk Pipa AISI 304L Adnan Syadidan, Ma Irfan P. Hidayat, dan Wikan Jatimurti Departemen Teknik Material, Fakulta Teknologi Indutri, Intitut Teknologi

Lebih terperinci

BAB III PENGERTIAN SUSUT DAYA DAN ENERGI

BAB III PENGERTIAN SUSUT DAYA DAN ENERGI BAB III PENGERTIAN SUSUT DAYA DAN ENERGI 3.1 UMUM Parameter yang digunakan dalam mengukur tingkat penyaluran/penyampaian tenaga litrik dari penyedia tenaga litrik ke konumen adalah efiieni, efiieni yang

Lebih terperinci