PERANCANGAN TATA LETAK SEL UNTUK MEMINIMASI VARIASI BEBAN SEL DAN MAKESPAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

PEMBENTUKAN SEL-SEL MESIN UNTUK MENDAPATKAN PENGURANGAN JARAK DAN BIAYA MATERIAL HANDLING DENGAN METODE HEURISTIK DI PT. BENGKEL COKRO BERSAUDARA

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Penjadwalan Pekerjaan pada No-Wait Flowshop dengan Pembatas Common Due-Date

PERBANDINGAN KINERJA ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA HEURISTIK RAJENDRAN UNTUK PENJADUALAN PRODUKSI JENIS FLOW SHOP

PENJUMLAHAN MOMENTUM SUDUT

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembekuan

BAB 2 LANDASAN TEORI

Penyelesaian Algortima Pattern Generation dengan Model Arc-Flow pada Cutting Stock Problem (CSP) Satu Dimensi

TERMODINAMIKA TEKNIK II

BAB III PEMODELAN SISTEM DINAMIK PLANT. terbuat dari acrylic tembus pandang. Saluran masukan udara panas ditandai dengan

USULAN PERBAIKAN RANCANGAN TATA LETAK MESIN MENGGUNAKAN GROUP TECHNOLOGY DENGAN METODE RANK ORDER CLUSTERING 2 (ROC2) (STUDI KASUS DI PT.

Sistem Linear Max-Plus Interval Waktu Invariant

Penentuan Akar-Akar Sistem Persamaan Tak Linier dengan Kombinasi Differential Evolution dan Clustering

MATRIKS DALAM LABORATORIUM oleh : Sugata Pikatan

BAB III METODE BEDA HINGGA CRANK-NICOLSON

ABSTRAK. Keywords: Economic Quantity Production, Nasution, A.H, Perencanaan dan Pengendalian Persediaan. ABSTRACT

RANCANGAN ALAT SISTEM PEMIPAAN DENGAN CARA TEORITIS UNTUK UJI POMPA SKALA LABORATORIUM. Oleh : Aprizal (1)

(R.4) PENGUJIAN DAN PEMODELAN ASOSIASI DUA VARIABEL KATEGORIK MULTI-RESPON DENGAN METODE BOOTSTRAP DAN ALGORITMA GANGE

BAB 3 ANALISIS DAN SIMULASI MODEL HODGKIN-HUXLEY

BAB I PENDAHULUAN. dalam skala prioritas pembangunan nasional dan daerah di Indonesia

Implementasi Histogram Thresholding Fuzzy C-Means untuk Segmentasi Citra Berwarna

INSTANTON. Casmika Saputra Institut Teknologi Bandung

Pertemuan ke-3 Persamaan Non-Linier: Metode ½ Interval (Bisection) 27 September 2012

ANALISIS ALGORITMA LOCALLY OPTIMAL HARD HANDOFF TERHADAP KECEPATAN DAN KORELASI JARAK

PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL

BAB I PENDAHULUAN. segi kuantitas dan kualitasnya. Penambahan jumlah konsumen yang tidak di ikuti

Perbandingan Mean Squared Error (MSE) Metode Prasad-Rao dan Jiang-Lahiri-Wan Pada Pendugaan Area Kecil

BAB III ANALISA TEORETIK

APLIKASI INTEGER LINEAR PROGRAMMING UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA PEMINDAHAN BARANG DI PT RST

BAB IV ANALISIS HASIL PENGUKURAN

BAB III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Indikator/ Indikasi Penelitian

Algoritma Pencarian A* dengan Fungsi Heuristik Jarak Manhattan

BAHASAN ALGORITME ARITMETIK GF(3 ) Telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam mengonstruksi field GF(3 )

Penerapan Metode Simpleks Untuk Optimalisasi Produksi Pada UKM Gerabah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang-bidang lain, seperti sosial, politik, dan budaya. perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin.

PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI BERAT SEMEN PT. SEMEN PADANG DENGAN BAGAN KENDALI SHEWHART DAN ROBUST

IV. METODE PENELITIAN

GERAK SATU DIMENSI. Sugiyanto, Wahyu Hardyanto, Isa Akhlis

REVIEW GERAK HARMONIS SEDERHANA

KESEIMBANGAN LINTASAN TIPE U- LINE ASSEMBLY PADA PERAKITAN POMPA AIR

Analisis Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Line Suction Terhadap Performansi Mesin Pendingin 1)

BENTUK NORMAL SMITH DAN MATRIKS BAIK KIRI/KANAN

Simulasi dan Analisis Kinerja Prediktor Smith pada Kontrol Proses yang Disertai Tundaan Waktu

MODUL PERTEMUAN KE 6 MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN

Studi Eksperimen Pengaruh Alur Permukaan Sirip pada Sistem Pendingin Mesin Kendaraan Bermotor

Persamaan Schrödinger dalam Matriks dan Uraian Fungsi Basis

BAB III ESTIMASI PARAMETER PADA MODEL REGRESI LOGISTIK 2-LEVEL. Model hirarki 2-level merupakan model statistik yang digunakan untuk

ANALISIS PENGARUH GANGGUAN HEAT TRANSFER KONDENSOR TERHADAP PERFORMANSI AIR CONDITIONING. Puji Saksono 1) ABSTRAK

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Proses produksi di bidang pertanian secara umum merupakan kegiatan

KONSTRUKSI KODE CROSS BIFIX BEBAS TERNAIR BERPANJANG GENAP UNTUK MENGATASI MASALAH SINKRONISASI FRAME

BAB III METODE ANALISIS

ANALISIS ANTRIAN TIPE M/M/c DENGAN SISTEM PELAYANAN FASE CEPAT DAN FASE LAMBAT

OPTIMISASI SISTEM TRANSPORTASI MINYAK TITIK TUANG TINGGI: STUDI KASUS LAPANGAN X

Perbandingan Bilangan Dominasi Jarak Satu dan Dua pada Graf Hasil Operasi Comb

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2013 TINGKAT PROPINSI

Konstruksi Kode Cross Bifix Bebas Ternair Untuk Panjang Ganjil

ANALISA PENGGUNAAN GENEATOR INDUKSI TIGA FASA PENGUATAN SENDIRI UNTUK SUPLAI SISTEM SATU FASA

Pengendalian Kualitas Proses Produksi Teh Hitam di PT. Perkebunan Nusantara XII Unit Sirah Kencong

BAB 4 KAJI PARAMETRIK

PEMILIHAN PERINGKAT TERBAIK FESTIVAL KOOR MENGGUNAKAN METODE TOPSIS

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, Indonesia

I. PENDAHULUAN. Konsep teori graf diperkenalkan pertama kali oleh seorang matematikawan Swiss,

APLIKASI SIMULATED ANNEALING UNTUK PENENTUAN TATA LETAK MESIN

PETUNJUK UMUM Pengerjaan Soal Tahap Final Diponegoro Physics Competititon Tingkat SMA

FAMILI BARU DARI METODE ITERASI ORDE TIGA UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR DENGAN AKAR GANDA ABSTRACT

Estimasi Sinyal Quantitative Ultrasound QUS dengan Algoritma Space Alternate Generalized Expectation (SAGE)

BAHAN KUIS PRA-UTS MEKANIKA, Oktober 2011

Jurnal Teknologi Informasi, Volume 6 Nomor 1, April 2010, ISSN

PENANGANAN MASALAH COLD START DAN DIVERSITY REKOMENDASI MENGGUNAKAN ITEM-BASED CLUSTERING HYBRID METHOD

ANALISIS HOMOTOPI DALAM PENYELESAIAN SUATU MASALAH TAKLINEAR

BAB I PENDAHULUAN. daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi, dan

Studi Eksperimen Pengaruh Dimensi Pipa Kapiler Pada Sistem Air Conditioning Dengan Pre-Cooling

SISTEM PENYUSUNAN KEPEGAWAIAN PADA MANAJEMEN CALL CENTER DENGAN MULTI-CLASS PELANGGAN DAN MULTI-POOL SERVER

1 1. POLA RADIASI. P r Dengan : = ½ (1) E = (resultan dari magnitude medan listrik) : komponen medan listrik. : komponen medan listrik

BAB 2 LANDASAN TEORI

Model Produksi dan Distribusi Energi

JSIKA Vol. 5, No. 5. Tahun 2016 ISSN X

Penentuan Jumlah, Lokasi dan Cakupan Distribusi Gudang Produk Air Minum Dalam Kemasan Jenis Gelas (Studi Kasus di PT. Dzakiya Tirta Utama)

PENGARUH POSISI BEBAN DAN MOMEN INERSIA TERHADAP PUTARAN KRITIS PADA MODEL POROS MESIN KAPAL

Kriptografi Visual Menggunakan Algoritma Berbasiskan XOR dengan Menyisipkan pada K-bit LSB Gambar Sampul

Laporan akhir fenomena dasar mesin BAB I PENDAHULUAN

ISSN WAHANA Volume 67, Nomer 2, 1 Desember 2016

Pelabelan Total Super (a,d) - Sisi Antimagic Pada Graf Crown String (Super (a,d)-edge Antimagic Total Labeling of Crown String Graph )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN METODE ZILLMER, FULL PRELIMINARY TERM, DAN PREMIUM SUFFICIENCY DALAM MENENTUKAN CADANGAN PREMI PADA ASURANSI JIWA DWIGUNA

DISTRIBUSI DUA PEUBAH ACAK

PERFORMANSI MESIN REFRIGERASI KOMPRESI UAP TERHADAP MASSA REFRIGERAN OPTIMUM MENGGUNAKAN REFRIGERAN HIDROKARBON

Tuning Parameter Linear Quadratic Tracking Menggunakan Algoritma Genetika untuk Pengendalian Gerak Lateral Quadcopter

MODEL MATEMATIKA SISTEM PERMUKAAN ZAT CAIR

THE CAUSALITY AVAILABILITY OF FOOD AND ECONOMIC GROWTH IN CENTRAL JAVA

STUDI SIMULASI BIAS ESTIMATOR GPH PADA DATA SKIP SAMPLING

PENYEARAH TERKENDALI SATU FASA BERUMPAN BALIK DENGAN PERUBAHAN GAIN PENGENDALI PI (PROPORSIONAL INTEGRAL)

BAB 2 LANDASAN TEORI

KAJIAN PERBANDINGAN KINERJA GRAFIK PENGENDALI CUMULATIVE SUM

BENTUK GELOMBANG AC SINUSOIDAL

MODUL 3 SISTEM KENDALI POSISI

HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN, VOLUME DAN KEPADATAN LALU LINTAS RUAS JALAN SILIWANGI SEMARANG

STUDI KARAKTERISTIK PENDINGINAN MODEL SUNGKUP APWR DENGAN LAMINAR SUBCOOLED WATER FILM

Transkripsi:

PERANCANGAN TATA LETAK SEL UNTUK MEMINIMASI VARIASI BEBAN SEL DAN MAKESPAN Agus Ristono Teknik Industri UPN Veteran Yogyakarta Jl. Babarsari 02 Tabakbayan Yogyakarta Indonesia 55281 Phone: + 62 274 485 363, Fax: + 62 274 486 256 Eail: agus_ristono@lycos.co, agus_ristono@yahoo.co ABSTRACT This paper presents a siulated annealing (SA) approach to the cell layout proble with ultiple objectives: iniizing ake-span and the total load variation within cell. This approach efficiently yields good solutions and tends to be sensitive to using the teperature and cooling ratio. The results indicate that the proposed procedure perfors very well in ters of both iniizing ake-span and total load variation. It is shown that this procedure is extendable to other layout and aterial handling syste design probles. Keywords: siulated annealing, total load variation, ake-span, cell layout PENDAHULUAN Group Technology (GT) adalah suatu etode anajeen organisasi yang rasional berdasarkan pada prinsip yang enyatakan bahwa hal-hal yang serupa harus dikelopokkan atau dilakukan secara bersaa-saa [1]. Dala konteks produksi, halhal tersebut eliputi desain produk, proses perencanaan, pebuatan, perakitan, pengendalian, dan lain-lain. Dala desain produk dan perencanaan proses, penggunaan siste pengkodean koponen dan perencanaan uu untuk berbagai gabungan odel eungkinkan adanya perkebangan lebih lanjut bagi desain-desain koponen yang baru serta dapat enghindari perkebangan bagian-bagian yang tidak penting. Cellular Manufacturing (CM) erupakan suatu cara untuk dapat diiipleentasikannya konsep GT pada job-shop [2]. Mesin-esin yang berbeda dikelopokkan secara bersaa-saa untuk ebentuk sebuah sel yang digunakan untuk eproduksi satu atau beberapa koponen. Beberapa koponen tersebut dinaakan part faily. Idealnya, sel-sel disusun dengan seua esin dan alat yang dibutuhkan untuk eproduksi seluruh bagian dari part faily tersebut. Karena adanya pola perintaan yang berubah-ubah dan adanya alasan yang lain, aka sebuah sel dapat eproduksi lebih dari satu part faily. Proses pebentukan sel tersebut dapat dilakukan dengan berdasarkan pada salah satu atau dua ukuran atau tujuan, yakni einiasi variasi beban sel dan iniasi akespan. Ukuran iniasi terhadap variasi beban sel dala sebuah cellular anufacturing systes (CMS) telah diusulkan oleh Venugopal and Narendran [3], sedangkan penelitian dari Süer and Dagli [4] tentang pebentukan CMS enggunakan ukuran iniasi ake-span. Süer and Tualuri [5] engebangkan etodologi baru yang terdiri dari tiga fase secara bertahap untuk ebentuk sebuah sel. Meskipun penelitian ini lebih engacu kepada level keahlian operator untuk tiap pengerjaan produk berdasarkan pada waktu operasi standar, akan tetapi dala perancangan CMS-nya enggunakan ukuran iniasi akespan dan ditabah dengan batasan ukuran sel.

Penelitian yang berkaitan dengan iniasi akespan dala CMS, juga dilakukan oleh Alhawari [6] tetapi pendekatan yang digunakannya adalah odel Max- Min dan Max. Penelitian tersebut adalah encari seberapa besar pengaruh dari kedua pendekatan tersebut terhadap level keahlian operator, ake-span dan total waktu proses dala sebuah sel. Dapak ini ditinjau dala beberapa kondisi yang berbeda karena perubahan product ix dan waktu proses operasi. Makalah ini engusulkan pendekatan yang lain dala ebentuk sel dengan dua ukuran atau tujuan yang telah dibahas oleh penelitian-penelitian yang sebelunya. Pendekatan yang digunakan adalah dengan enggunakan salah satu algorita etaheuristik yang terkenal, yakni siulated anneling (SA). Algorita siulated annealing adalah sebuah teknik yang pertaa kali digunakan oleh iluwan fisika. Algorita ini berdasarkan pada ide dari ekanika statistik dan diotivasi oleh analogi terhadap perilaku siste fisika yang ada pada kaar peanas. Ini adalah pendekatan baru yang digunakan untuk eecahkan berbagai asalah kobinasi seperti asalah quadratic assignent proble (QAP), asalah travelling salesan proble (TSP) dan lain-lain. Proses SA dianalogikan dari sebuah cara pebentukan kristal. Telah diketahui bahwa jika suatu cairan dipanaskan hingga suhu tinggi dan didinginkan secara bertahap, aka kondisi akhir yang tercapai atau kristal akhir yang dihasilkan lebih superior dengan elalui pendinginan secara cepat. Deikian pula, algorita SA adalah sebuah algorita yang bertujuan untuk eperoleh solusi akhir lebih baik secara bertahap dari satu solusi kepada solusi yang berikutnya. Meskipun deikian, kadangkala algorita tersebut dapat saja eneria solusi yang inferior. MODEL MATEMATIKA Miniasi Make-Span Dala Sel Make-span adalah aksiu waktu penyelesaian dari seua sel-sel yang ada. Persaaan (1) e rupakan fungsi tujuan, yakni iniasi ake-span. Persaaan (2) enunjukkan bahwa total waktu proses dala tiap sel harus saa dengan atau lebih besar dari ake-span. Persaaan (3) eyakinkan bahwa tiap part atau produk harus sudah dibebankan ke dala salah satu sel untuk diproses. Persaaan (4) dijadikan sebagai batasan tanda untuk variabel keputusan yang ada. Fungsi tujuan: Min Z MS.... (1) Fungsi pebatas: n MS pij xij 0 ;1 j c i1. (2) c xij 1 ;1 i n j1.(3) x ij [0,1]......(4) diana, xij = 1 jika part i dikerjakan oleh sel j, = 0 jika tidak pij = Waktu proses untuk part i dala sel j c = Julah sel n = Julah part A-3-2

Pengurutan pengerjaan part biasanya dilakukan setelah proses peuatan sel atau pebagian part-part kedala asing-asing sel atau part faily sudah selesai dikerjakan. Dala penelitian ini, rata-rata flow tie dijadikan sebagai ukuran dan pengurutannya enggunakan shortest processing tie technique (SPT). Miniasi Variasi Pebebanan Sel Model yang digunakan untuk einiasi variasi pebebanan sel didasarkan pada odel yang diusulkan oleh Venugopal dan Narendran (1992). Dala odel ini, didefinisikan bahwa sebagai julah esin, k sebagai julah sel dan n sebagai julah part. W = [wij] adalah atriks part-esin berukuran x n, diana wij erupakan beban pada esin i yang dipengaruhi oleh part j. Matriks X = [xij] adalah atriks yang berukuran x k yang dinaakan sebagai atriks keanggotaan, diana x ij { 1 jika esin berada dala sel i = 0 jika tidak Matriks M = [ij] adalah sebuah atriks yang berukuran k x n yang erupakan rata-rata beban sel, diana: jl = x il i1 i1 x w il lj Total beban sel i dipengaruhi oleh part j yang dinyatakan sebagai x w il lj x il i1 dala sel i dinyatakan sebagai: Forulasi odel ateatikanya adalah: i1. Julah esin Fungsi tujuan: z Miniize i Fungsi pebatas: k n 2 1 ( w ij ij ) 1 i1 i1 k l1 x il 1 i (5) (6) i1 x il 1 l 2 ( w ij ij ) Pernyataan ateatika dari i1 i1 i1 adalah fungsi tujuannya. Persaaan (5) berfungsi untuk enjulahkan seua beban pada esin i dala sel l yang dipengaruhi oleh seua part yang dikerjakan oleh esin i saja. Fungsi tujuan z1 akan enjulahkan secara bersaa-saa dari ukuran tersebut untuk seua esin dan sel yang ada. Persaaan (6) digunakan untuk eastikan bahwa untuk esin i hanya ditugaskan untuk satu sel saja. Persaaan (7) sebagai batasan agar tidak ada sel yang kosong. k n (7) A-3-3

SIMULATED ANNEALING Konsep Dasar Dala SA, diperkenalkan konsep teperatur. Teperatur engarah pada keadaan diana algorita SA elewati pencarian solusi terbaiknya. Pencarian solusi akan diulai dengan teperatur awal, keudian berpindah ke teperatur yang selanjutnya apabila keadaan ebeku telah tercapai. Keadaan ebeku dapat tercapai apabila salah satu dari dua kondisi berikut ini terpenuhi, aka keadaan ebeku telah tercapai: 1. Julah solusi yang diteliti elebihi nilai yang ditetapkan sebelunya. 2. Julah solusi baru yang diteria elebihi nilai yang ditetapkan sebelunya. Ketika keadaan ebeku tercapai, aka teperatur tersebut dikurangi dengan faktor pendingin r (0 < r < 1), dan prosedur tersebut diulangi hingga sejulah langkah teperatur tertentu (yang telah ditetap kan sebelunya) sudah terlaksana. Notasi yang digunakan dala algorita tersebut disajikan berikut ini: n julah esin dala asalah tata letak T teperatur awal r faktor pendingin ITEMP julah waktu teperatur T enurun. NOVER julah solusi aksiu yang dievaluasi pada setiap teperatur NLIMIT julah solusi baru aksiu yang diteria pada setiap teperatur perbedaan dala solusi terbaik yang sebelunya dengan solusi sekarang. OFV nilai solusi yang diperoleh Langkah Algorita SA Langkah-langkah yang biasanya digunakan dala SA adalah sebagai berikut: Langkah 0 Tetapkan S = solusi awal yang dapat dikerjakan; z = OFV yang sesuai; T = 999; r = 0,9; ITEMP = 0; NLIMIT = 10n; NOVER = 100n; dan (p,q) = julah esin aksiun yang diijinkan dala (baris, kolo) apapun. Langkah 1 Ulangi langkah 2 NOVER kali atau hingga julah solusi baru yang berhasil saa dengan NLIMIT. Langkah 2 Pilih sepasang esin secara acak dan tukar posisinya. Jika pertukaran posisi kedua esin tersebut enghasilkan keadaan saling tupang tindih pada beberapa pasang esin, aka odifikasi koordinat pusat dari esin-esin tersebut untuk eastikan bahwa tidak ada keadaan saling tupang tindih. Jika solusi S o yang dihasilkan eiliki OFV z, aka tetapkan S = S dan z = OFV yang sesuai. Kalau tidak, hitung = perbedaan antara z dan OFV pada solusi S' dan tetapkan S = S dengan probabilitas e -/T. Langkah 3 Tetapkan T = rt dan ITEMP = ITEMP + 1. Jika ITEMP 100, kebali ke langkah 1. Kalau tidak, berhentilah. Cara Menghindari Optial Lokal Untuk setiap solusi baru, algorita SA enentukan perbedaan ( ) antara nilai fungsi tujuan pada solusi terbaik sebelunya dengan solusi yang baru. Jika perbedaan tersebut enguntungkan (lebih kecil dibandingkan solusi terbaik sebelunya), aka solusi sebelunya dibuang dan solusi yang baru digunakan. Jika perbedaan tersebut tidak enguntungkan, aka solusi baru diteria dengan probabilitas tertentu. A-3-4

Probabilitas peneriaan solusi baru yang lebih buruk tergantung pada nilai. Seakin besar nilai, seakin besar probabilitas nilai solusi baru ditolak. Jadi, algorita SA juga encari solusi dala arah yang enurun. Inilah engapa algorita ini undur dari optiu lokal dan encari solusi yang lebih baik dala wilayah sekitarnya. Hal ini dilakukan untuk enghidari solusi yang diperoleh adalah optial lokal. Strategi Yang Digunakan Nilai teperatur T awal ditetapkan sehingga nilainya lebih besar dari terbesar yang dialai secara noral. Ini eungkinkan sejulah besar solusi inferior dapat diteria di bagian awal pencarian. Faktor pendingin r ditetapkan 0,90, NOVER 100n, dan NLIMIT 10n, n adalah julah esin dala asalah tata letak. Dala langkah 1 dan 2, algorita ini eneliti pertukaran posisi secara acak pada kedua esin tersebut. Jika pertukaran enghasilkan sebuah solusi dengan OFV lebih rendah, aka solusi baru tersebut diteria. Kalau tidak, aka dihitung. Probabilitas peneriaan solusi ini adalah e -/T, dengan kata lain, seakin besar nilai, seakin besar probabilitas solusi ini diteria. Langkah 2 ini diulangi sebanyak NOVER kali atau hingga julah solusi baru yang diteria saa dengan NLIMIT. PEMBAHASAN Contoh nuerik digunakan untuk eberikan penjelasan lebih lanjut berkaitan dengan algorita yang telah dibahas. Data hipotetik yang digunakan adalah data yang diabilkan dari irani dan huang [7] seperti yang terlihat pada tabel 1. Inisialisasi Dala asalah perancangan tata letak ini, esin-esin dianggap eiliki ukuran yang saa. Julah sel aksuu yang diperbolehkan sebanyak 5 buah, selain itu ditetapkan juga julah esin aksiu yang diijinkan dala setiap baris dan kolo yang dala penelitian ini adalah sebanyak 5 esin. Dengan enggunakan inforasi yang berfokus pada julah esin aksiu dala setiap baris dan kolo, aka dapat disusun tata letak dengan udah. Untuk eudahkan, lokasi esin diberi noor dengan urutan naik dari kiri ke kanan dan dari bawah ke atas. Diasusikan bahwa esin-esin tersebut diatur posisinya sehingga tepi atas esin-esin dala sebuah baris tersebut lurus secara horisontal, dan tepi kiri lurus secara vertikal. Tabel 1. Perencanaan proses dan volue produksi [7] Part Sequence Total batch tie (inute) Part per batch 1 1,4,8,9 96-36-36-72 2 2 1,4,7,4,8,7 36-120-20-120-24-20 3 3 1,2,4,7,8,9 96-48-36-120-36-72 1 4 1,4,7,9 96-36-120-72 3 5 1,6,10,7,9 96-72-200-120-72 2 6 6,10,7,8,9 36-120-60-24-36 1 A-3-5

7 6,4,8,9 72-36-48-48 2 8 3,5,2,6,4,8,9 144-120-48-72-36-48-48 1 9 3,5,6,4,8,9 144-120-72-36-48-48 1 10 4,7,4,8 120-20-120-24 2 11 6 72 3 12 11,7,12 192-150-80 1 13 11,12 192-60 1 14 11,7,10 288-180-360 3 15 1,7,11,10,11,12 15-70-54-45-54-30 1 16 1,7,11,10,11,12 15-70-54-45-54-30 2 17 11,7,12 192-150-80 1 18 6,7,10 108-180-360 3 19 12 60 2 Langkah 1 pada algorita sa adalah langkah inisialisasi, yakni pebangkitan solusi awal dengan ofv yang sesuai, keudian ditetapkan paraeter itep, nliit dan nover, serta nilai untuk p (baris) dan q (kolo) yang tersedia. Meskipun solusi awal dapat sebarang, naun yang terudah adalah dengan cara enetapkan esin 1 untuk lokasi 1, esin 2 untuk lokasi 2, dan seterusnya. Dengan kata lain, solusi awal adalah esin 1 diletakan di posisi kiri pada baris pertaa (yang paling bawah), esin 2 diletakan di sebelah kanan esin 1, dan seterusnya. Setelah dibangkitkan solusi awal, aka keudian dilakukan proses pertukaran dan dihitung nilai ofv yang terdiri dari dua jenis, yakni persaaan (1) dan persaaan (5). Peilihan solusi dilakukan secara bertahap. Pertaa apabila nilai ofv dengan persaaan ( 2) untuk solusi baru lebih kecil dibandingkan dengan solusi yang sebelunya aka dilakukan pengecekan untuk persaaan (1). Jika keduanya terpenuhi aka solusi yang baru dijadikan sebagai solusi awal untuk pencarian solusi yang berikutnya, deikian seterusnya. Apabila tidak terpenuhi persyaratan pada perbaikan nilai ofv jika enggunakan persaaan ( 2), aka solusi tersebut tidak dibuang, elainkan diteria dengan probabilitas e -/t, diana paraeter suhu t tergantung dari iterasinya, sedangkan nilai diabilkan dari selisih pengurangan nilai ofv dengan persaaan yang bersangkutan (persaaan (1) dan bukan persaaan (2)). Pengaruh Peilihan Paraeter Teperatur Apabila dilakukan perubahan terhadap teperatur yang digunakan, aka akan diperoleh hasil seperti pada gabar 1. Berdasarkan pada gabar tersebut, dapat dikatakan bahwa apabila teperatur yang digunakan seakin kecil, aka solusi yang diperoleh akan seakin jauh dari nilai optial. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dengan eberikan nilai teperatur yang rendah, aka akan engakibatkan ada beberapa solusi yang sebenarnya lebih baik dan bahkan bisa saja optial tidak asuk dala perhitungan, sehingga dikatakan bahwa algorita tersebut terjebak dala optial lokal. Akan tetapi jika diberikan nilai teperatur yang terlalu besar (dala kasus ini, jika t > 100), aka hasil yang diperoleh tidak enunjukkan perubahan yang berarti atau dapat dikatakan engalai kondisi steady state. Hal ini dapat dijelaskan bahwa peningkatan teperatur akan berakibat pada banyaknya solusi yang layak tetapi tidak lebih baik dari yang sudah diperoleh asuk dala daftar yang tetap harus dipertibangkan, sehingga engakibatkan waktu koputasi seakin laa tetapi solusi yang diperoleh tidak berubah. A-3-6

Pencapaian solusi dengan T berbeda solusi 580 570 560 550 540 530 520 510 500 490 480 470 460 450 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 Teperatur (T) Solusi SA Gabar 1. Pencapaian Solusi Dari SA Untuk T Yang Berbeda Oleh sebab itu, perlu ditentukan teperatur yang optial sebelu ditentukan nilai atau solusi yang optial, yang dala kasus ini nilai t yang optial adalah 100. Selain itu, nilai paraeter teperatur t yang ditetapkan itu eberikan keungkinan terhadap adanya lebih banyak solusi yang bisa diteria ketika t tinggi dan lebih sedikit solusi yang diteria jika t rendah. Karena nilai t berkurang secara bertahap (lihat langkah 3), aka ini engiplikasikan bahwa diinginkan lebih banyak solusi lebih buruk yang diteria dala perulaan, dan lebih sedikit solusi yang lebih buruk di akhir iterasi. Dasar peikiran untuk hal ini adalah agar enghindari perangkap kedala optiu lokal di bagian awal pencarian. Menetapkan nilai t yang terlalu kecil akan ebuat algorita sa berperilaku seperti 2-opt (karena gerakan naik yang sangat sedikit sudah langsung akan diteria) dan enjebaknya dala optiu lokal inferior. Pengaruh Peilihan Faktor Pendingin Rencana pendinginan yang digunakan dala algorita sa adalah cara sederhana naun berpengaruh besar untuk enjain bahwa teperatur tersebut berkurang secara bertahap setelah keadaan ebeku atau keseibangan tercapai pada keadaan atau teperatur tertentu. Meskipun dipilih faktor pendingin 0,9, naun nilai apapun ulai dari 0,8 hingga 0,99 dapat digunakan, seperti yang terlihat pada gabar 2. Dari tabel tersebut terlihat bahwa seakin besar nilai r, aka solusi yang diperoleh seakin baik pula. Hal ini dapat dijelaskan bahwa peilihan nilai yang lebih tinggi (endekati 0,99) untuk faktor pendingin r akan berarti bahwa lopatan dari satu keadaan ke keadaan lainnya bersifat pelan dan bertahap. Nilai yang endekati 0,8 akan berarti bahwa penurunan teperatur lebih signifikan, dan terkadang enyebabkan sa berhenti dengan cepat, sehingga banyak alternatif solusi yang ungkin lebih baik tetapi tidak ikut dipertibangkan karena lopatan tadi. Oleh sebab itu, dilakukan eksperien untuk enentukan faktor pendingin yang tepat yang dala kasus ini nilai r yang optial adalah 0,9. Selain itu, disaping enggunakan rencana pendingin sederhana ti+1 = rti seperti yang tapak dala langkah 3, terkadang digunakan pula ti+1 = d/log(t), diana d adalah konstanta positif. A-3-7

Pencapaian solusi dengan r berbeda untuk T=100 solusi 580 570 560 550 540 530 520 510 500 490 480 470 460 450 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45 0,5 0,55 0,6 0,65 0,7 0,75 0,8 0,85 0,9 0,95 0,99 Cooling Ratio (r) Solusi SA Gabar 2. Pencapaian Solusi Dari SA Untuk Cooling Ratio (R) Yang Berbeda Dengan Teperatur Yang Saa (T=100) Perancangan Tata Letak Sel Sebelu dilakukan pebentukan sel dan penepatan tata letak esin-esinnya aka terlebih dahulu ditentukan julah asing-asing jenis esin (esin 1, 2, 3 12) sehingga kapasitasnya encukupi untuk eproduksi part-part seperti yang ditunjukkan pada tabel 1. Setelah itu, baru dirancang penepatan esin dengan enggunakan sa. Untuk rancangan tata letak pertaa, hanya diasukkan fungsi tujuan iniasi variasi beban sel sehingga diperoleh tata letak seperti pada gabar 3. Rancangan tata letak kedua ditunjukkan pada gabar 4, diana hasil tata letak tersebut sudah easukkan kedua fungsi tujuan secara sekaligus. Dari kedua gabar tersebut, dapat dilihat bahwa dengan hanya eperkecil nilai variasi beban sel aka hasil tata letaknya eiliki julah pergerakan antar sel (inter-cell oveent) lebih sedikit, sehingga biaya aterial handling antar sel ( intercell) akan lebih kecil pula. Sebaliknya, apabila kedua fungsi tujuan diasukkan seua, aka tata letak yang dihasilkan eiliki pergerakan antar sel yang lebih banyak, sehingga akan eperbesar pula biaya aterial handling antar selnya. Hal ini dapat dikarenakan bahwa dengan easukkan fungsi tujuan iniasi ake-span, aka untuk tiap sel yang terbentuk akan eiliki ake-span yang lebih kecil dibandingkan dengan tata letak yang sebelunya, tetapi akibatnya seakin banyak pula sel yang ternbentuk. Dengan seakin banyaknya sel yang terbentuk, aka akan seakin banyak pula pergerakan aterial antar selnya akan tetapi akan seakin sedikit pergerakan aterial dala sel ( intra-cell oveent). Akibat yang lain dari banyaknya sel adalah akan seakin banyak esin yang digunakan secara bersaa-saa oleh beberapa sel yang terbentuk seperti tapak pada gabar 4, jika dibandingkan dengan tata letak sebelunya (gabar 3). A-3-8

Gabar 3. Tata Letak Dari SA Untuk Meiniasi Variasi Beban Sel Gabar 4. Tata Letak Dari SA Dengan Menggunakan Dua Fungsi Tujuan KESIMPULAN Solusi yang dihasilkan dari SA sangat tergantung dari beberapa paraeter, yakni besarnya teperatur dan laju pendinginan. Seakin besar teperatur sapai dengan titik tertentu (disebut titik teperatur yang optial), aka akan seakin baik pula hasil yang diperoleh. Deikian pula dengan laju pendinginan, jika endekati angka 0,99 aka hasil yang diperoleh akan jauh lebih baik. Perancangan tata letak sel dengan SA berdasarkan pada satu tujuan saja yakni iniasi total variasi beban sel akan enghasilkan tata letak yang berbeda dengan SA yang didasarkan pada dua fungsi tujuan sekaligus, yakni iniasi ake-span dan iniasi total variasi beban sel. Perbedaan tersebut berkaitan dengan julah sel dan banyaknya aliran aterial antar sel, yang selanjutnya akan berakibat pada perbedaan ongkos aterial handling antar sel. DAFTAR PUSTAKA Heragu, S.S., 1997, Facilities Design, Mc.Graw Hill Singh, N. dan Rajaani, D.,1996, Cellular Manufacturing Systes : Design, planning and control, Chapan & Hall. Venugopal, V. dan Narendran, T. T. 1992. A genetic algorith approach to the achining grouping proble with ultiple objectives. Coputers and Industrial Engineering, 22 (4), 469-480. A-3-9

Süer, G. A., dan Dagli, C. 2005. Intra-cell anpower transfers and cell loading in laborintensive anufacturing cells. Coputers & Industrial Engineering, 48(3), 643-655. Süer, G. A. dan Tualuri, R. 2008. Multi period operator assignent considering skills, learning and forgetting in labour-intensive cells. International Journal of Production Research, 2, 1-25. Alhawari, O. I. 2008. Operator Assignent Decisions in a Highly Dynaic Cellular Environent. Thesis Report, Departent of Industrial and Systes Engineering, faculty of the Russ College of Engineering and Technology, Ohio State University, USA. Irani, S. A. dan Huang, H. 2000. Custo design of facility layouts for ulti-product facilities using layout odules. IEEE Transactions on Robotics and Autoation, 16(3) 259-267. Chen, D. S., Wang, Q. dan Chen, H. C., 2001, Linear sequencing for achine layouts by a odiwed siulated annealing, International journal of production research, vol. 39, no. 8, 1721-1732 A-3-10