4 HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TEORI DASAR. Definisi Grup G disebut grup komutatif atau grup abel jika berlaku hukum

PERTEMUAN 13. VEKTOR dalam R 3

6. Pencacahan Lanjut. Relasi Rekurensi. Pemodelan dengan Relasi Rekurensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. DERET TAKHINGGA, DERET PANGKAT

LIMIT. = δ. A R, jika dan hanya jika ada barisan. , sedemikian hingga Lim( a n

Secara umum, suatu barisan dapat dinyatakan sebagai susunan terurut dari bilangan-bilangan real:

Definisi Integral Tentu

PENERAPAN TEOREMA TITIK TETAP UNTUK MENUNJUKKAN ADANYA PENYELESAIAN PADA SISTEM PERSAMAAN LINEAR

Mata Kuliah : Matematika Diskrit Program Studi : Teknik Informatika Minggu ke : 4

BAB III RUANG HAUSDORFF. Pada bab ini akan dibahas mengenai ruang Hausdorff, kekompakan pada

PENERAPAN TEOREMA TITIK TETAP UNTUK MENUNJUKKAN ADANYA PENYELESAIAN PADA SISTEM PERSAMAAN LINEAR

II. LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan diberikan beberapa istilah, definisi serta konsep-konsep yang

B a b 1 I s y a r a t

) didefinisikan sebagai persamaan yang dapat dinyatakan dalam bentuk: a x a x a x b... b adalah suatu urutan bilangan dari bilangan s1, s2,...

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Setelah mempelajari modul ini Anda diharapkan dapat: a. memeriksa apakah suatu pemetaan merupakan operasi;

2 BARISAN BILANGAN REAL

terurut dari bilangan bulat, misalnya (7,2) (notasi lain 2

Bab III Metoda Taguchi

BAB I PENDAHULUAN. , membentuk struktur ring terhadap operasi penjumlahan matriks dan operasi pergandaan matriks baku. Himpunan bagian dari

PENENTUAN SOLUSI RELASI REKUREN DARI BILANGAN FIBONACCI DAN BILANGAN LUCAS DENGAN MENGGUNAKAN FUNGSI PEMBANGKIT

REGRESI LINIER DAN KORELASI. Variabel bebas atau variabel prediktor -> variabel yang mudah didapat atau tersedia. Dapat dinyatakan

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam tugas akhir ini akan dibahas mengenai penaksiran besarnya

BAB III PEMBAHASAN. Pada BAB III ini akan dibahas mengenai bentuk program linear fuzzy

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ruang Vektor. Definisi (Darmawijaya, 2007) Diketahui (V, +) grup komutatif dan (F,,. ) lapangan dengan elemen identitas

MAKALAH ALJABAR LINEAR SUB RUANG VEKTOR. Dosen Pengampu : Darmadi, S.Si, M.Pd

JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol. 7. No. 1, 31-41, April 2004, ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. Integral adalah salah satu konsep penting dalam Matematika yang

1 Persamaan rekursif linier non homogen koefisien konstan tingkat satu

RUANG BASIS SOLUSI. Ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah. Aljabar Linier DISUSUN OLEH : DONNA SEPTIAN CAHYA RINI (08411.

Distribusi Pendekatan (Limiting Distributions)

JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol. 6. No. 2, , Agustus 2003, ISSN : METODE PENENTUAN BENTUK PERSAMAAN RUANG KEADAAN WAKTU DISKRIT

III PEMBAHASAN. λ = 0. Ly = 0, maka solusi umum dari persamaan diferensial (3.3) adalah

Program Perkuliahan Dasar Umum Sekolah Tinggi Teknologi Telkom. Barisan dan Deret

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum apabila a bilangan bulat dan b bilangan bulat positif, maka ada tepat = +, 0 <

Kestabilan Rangkaian Tertutup Waktu Kontinu Menggunakan Metode Transformasi Ke Bentuk Kanonik Terkendali

Kompleksitas dari Algoritma-Algoritma untuk Menghitung Bilangan Fibonacci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian dilakukan di Provinsi Sumatera Barat yang terhitung

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bagian ini akan dibahas tentang teori-teori dasar yang. digunakan untuk dalam mengestimasi parameter model.

BAB II LANDASAN TEORI. matematika secara numerik dan menggunakan alat bantu komputer, yaitu:

Pendekatan Nilai Logaritma dan Inversnya Secara Manual

EKSPANSI MULTINOMIAL, KOMBINASI, DAN PERMUTASI

HALAMAN Dengan definisi limit barisan buktikan limit berikut ini : = 0. a. lim PENYELESAIAN : jadi terbukti bahwa lim = 0 = 5. b.

III BAB BARISAN DAN DERET. Tujuan Pembelajaran. Pengantar

Pendugaan Selang: Metode Pivotal Langkah-langkahnya 1. Andaikan X1, X

BAB 1 PENDAHULUAN. dimana f(x) adalah fungsi tujuan dan h(x) adalah fungsi pembatas.

Kompleksitas Waktu untuk Algoritma Rekursif. ZK Abdurahman Baizal

BAB VIII KONSEP DASAR PROBABILITAS

,n N. Jelas barisan ini terbatas pada dengan batas M =: 1, dan. barisan ini kovergen ke 0.

LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar (pengertian) yang akan digunakan dalam. pembahasan penelitian. 2.

LANDASAN TEORI. Secara umum, himpunan kejadian A i ; i I dikatakan saling bebas jika: Ruang Contoh, Kejadian, dan Peluang

BARISAN DAN DERET. Nurdinintya Athari (NDT)

DERET TAK HINGGA (INFITITE SERIES)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Fungsi Kompleks. (Pertemuan XXVII - XXX) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Barisan Aritmetika dan deret aritmetika

Bab 3 Metode Interpolasi

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan suatu ilmu yang mempunyai obyek kajian

BAB 2 LANDASAN TEORI

Range atau jangkauan suatu kelompok data didefinisikan sebagai selisih antara nilai terbesar dan nilai terkecil, yaitu

ISIAN SINGKAT! 1. Diberikan hasil kali digit digit dari n harus sama dengan 25

Semigrup Matriks Admitting Struktur Ring

Hendra Gunawan. 12 Februari 2014

TUGAS ANALISIS REAL LANJUT. a b < a + A. b + B < A B.

Solusi Soal OSN 2012 Matematika SMA/MA Hari Pertama

KONSTRUKSI ALGORITME GREEDY SVP LLL SAIFUL KHAIR

BARISAN FIBONACCI DAN BILANGAN PHI

BAB II CICILAN DAN BUNGA MAJEMUK

TEOREMA WEYL UNTUK OPERATOR HYPONORMAL

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

i adalah indeks penjumlahan, 1 adalah batas bawah, dan n adalah batas atas.

3. Rangkaian Logika Kombinasional dan Sequensial 3.1. Rangkaian Logika Kombinasional Enkoder

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian

ANALISIS RIIL I. Disusun oleh Bambang Hendriya Guswanto, S.Si., M.Si. Siti Rahmah Nurshiami, S.Si., M.Si.

JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol. 6. No. 2, 77-85, Agustus 2003, ISSN : DISTRIBUSI WAKTU BERHENTI PADA PROSES PEMBAHARUAN

Himpunan Kritis Pada Graph Caterpillar

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1 Matematika STKIP Tuanku Tambusai Bangkinang 5. DERET

Beberapa Sifat Semigrup Matriks Atas Daerah Integral Admitting Struktur Ring 1

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III TAKSIRAN KOEFISIEN KORELASI POLYCHORIC DUA TAHAP. Permasalahan dalam tugas akhir ini dibatasi hanya pada penaksiran

JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol. 6. No. 1, 41-48, April 2003, ISSN : MATRIKS STOKASTIK GANDA DAN SIFAT-SIFATNYA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 8 Teknik Pengintegralan

4.7 TRANSFORMASI UNTUK MENDEKATI KENORMALAN

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi suatu ring serta

Deret Fourier. Modul 1 PENDAHULUAN

Barisan. Barisan Tak Hingga Kekonvergenan barisan tak hingga Sifat sifat barisan Barisan Monoton. 19/02/2016 Matematika 2 1

Bab IV Metode Alternating Projection

mempunyai sebaran yang mendekati sebaran normal. Dalam hal ini adalah PKM (penduga kemungkinan maksimum) bagi, ˆ ˆ adalah simpangan baku dari.

BAB 2 LANDASAN TEORI

PEMBUKTIAN SIFAT RUANG BANACH PADA B 1/4 (K) Malahayati

BAB 2 LANDASAN TEORI

MATEMATIKA BISNIS. OLEH: SRI NURMI LUBIS, S.Si GICI BUSSINESS SCHOOL BATAM

ARTIKEL. Menentukan rumus Jumlah Suatu Deret dengan Operator Beda. Markaban Maret 2015 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Gambar 4 Kompleksitas tahapan pada fungsi CG sekuensial.

Bab IV. Penderetan Fungsi Kompleks

PETA KONSEP RETURN dan RISIKO PORTOFOLIO

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Variabel-variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah:

Prestasi itu diraih bukan didapat!!! SOLUSI SOAL

Transkripsi:

7 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Studi Pedahulua Salah satu bahasa dalam aljabar liier yag merupaka kuci petig dalam latis adalah proses ortogoalisasi Gram-Schmidt. Proses ii aka mejadi ide utama dalam pembetuka algoritme LLL. Berikut ii defiisi proses ortogoalisasi Gram-Schmidt. Ortogoalisasi Gram-Schmidt Misalka B = {b 1, b,, b } adalah himpua vektor bebas liier dalam ruag vektor R m. Maka dapat dikostruksi barisa bagia dari vektor yag salig ortogoal B = {b 1, b,, b } dimaa b 1 = b 1, dega j =, 3,, da b j = b j μ j,i μ j,i = b j. b i b i. b. i Jika himpua B = {b 1, b,, b } adalah bebas liier, maka B merupaka basis utuk B = { x j b j /x j R}, da jika B = {b 1, b,, b } adalah hasil ortogoalisasi Gram-Schmidt dari B, maka B juga merupaka basis utuk B. Namu hal ii tidak berlaku secara umum dalam latis, jika B adalah basis utuk latis yag dibagkitka oleh B, tidak harus B merupaka basis utuk latis tersebut. Kompleksitas Gram-Schmidt Dalam ortogoalisasi Gram-Schmidt terlihat bahwa bayakya operasi aritmetik yag dilibatka dalam proses tersebut adalah O( 3 ). Namu, belum dapat disimpulka bahwa waktu eksekusi (ruig time) pada ortogoalisasi Gram-Schmidt adalah poliomial. Diasumsika bahwa matriks B yag diguaka adalah matriks bilaga bulat. Perhatika bahwa lagkah ke-j dari ortogoalisasi Gram-Schmidt dapat dirumuska ulag sebagai b i b j = b j + υ ji b i (1) utuk suatu υ ji R. Karea b j ortogoal ke b t utuk setiap t < j maka diperoleh b t. b j = ( b t. b j ) + b t. υ ji 0 = ( b t. b j ) + b t. υ ji b i b i

8 b t. υ ji b i = ( b t. b j ). () Utuk t = 1,,, j 1, persamaa tersebut dapat dituliska dalam betuk matriks b 1. υ ji b i b 1. b j b. υ ji b i b =. b j. ( b. υ ji b i) ( b. b j) Jika didefiisika matriks B = (b 1 b b ) da matriks υ j1 υ j u j = ( ), υ j, maka persamaa () dapat ditulis sebagai b 1. (B u j ) b 1. b j b. (B u j ) b =. b j ( b. (B u j ) ( b ). b j) B T (B u j ) = B T b j (B T B )u j = B T b j. (3) Persamaa (3) merupaka SPL dega matriks koefisie B T B da vektor B T b j adalah bilaga bulat. Dega demikia, utuk s = 1,,, j 1 berdasarka atura Cramer diperoleh Z υ js det(b T B ) = Z det (L(B )). Hasil ii diguaka utuk memberi batas pada koefisie pada koefisie μ ji. Misalka D = det(b T B ) da dikalika ilaiya dega kedua ruas dari persamaa (1) maka diperoleh D b j = D b j + (D υ ji ) merupaka persamaa yag semua koefisie vektorya adalah bilaga bulat. Ii berarti semua peyebut dari bilaga dalam vektor b j adalah faktor D. Kemudia μ j,i = b j. b i b i. b i = D i 1(b j. b i ) D i 1 (b i. b i ) b i

b j (D i 1. b i ) = ( i 1 s=1 b s ) b i Z. D i Hasil ii meujukka bahwa peyebut dari μ ji harus membagi D i. Uraia diatas membuktika bahwa bilaga-bilaga yag ada di dalam vektor b i da μ ji mempuyai peyebut palig bayak max k D k b k. Akhirya, besarya bilaga poliomial karea b j b j. Dega demikia, secara keseluruha ortogoalisasi Gram-Schmidt mempuyai kompleksitas waktu poliomial. Hal ii bermafaat utuk megaalisis algoritme LLL yag aka direkostruksi, dimaa cara kerja algoritme ii berdasarka atas proses ortogoalisasi Gram-Schmidt. i=k Rekostruksi Algoritme LLL Seperti yag telah dijelaska dalam pedahulua bahwa latis merupaka obyek geometrik dalam ruag berdimesi- yag dapat diilustrasika sebagai himpua titik-titik yag teratur da periodik. Defiisi latis secara formal adalah sebagai berikut. Defiisi 4.1 Misalka B = {b 1, b,, b } adalah himpua vektor bebas liier dalam ruag vektor R m. Latis yag dibagkitka oleh B adalah himpua L(B) = { x j b j /x j Z} yag beraggotaka semua kombiasi liier bilaga bulat dari B. Dalam hal ii, B merupaka basis utuk L(B). Notasi / dibaca sebagai dega. Seperti dalam ruag vektor, basis B utuk latis L(B) dapat direpresetasika sebagai matriks B berukura m yag kolom-kolomya merupaka vektor b j : B = (b 1 b b ), sehigga L(B) dapat dituliska sebagai perkalia matriks L(B) = {Bx/x Z }. Dalam hal ii, B merupaka betuk matriks dari B. Terdapat kemiripa atara pegertia latis yag dibagkitka oleh B dega pegertia subruag vektor dalam R m yag diretag oleh B: B = { x j b j /x j R}. Perbedaaya haya terdapat pada bilaga yag diguaka pada kombiasi liier. Pada latis L(B), kombiasi liier megguaka koefisie dalam retag bilaga bulat (Z R). Sedagka pada B, koefisie pada kombiasi liier yag diguaka adalah retag bilaga real (R), sehigga dapat disimpulka bahwa jika B adalah basis utuk L(B), maka B juga merupaka basis utuk B. Namu hal ii tidak berlaku sebalikya, jika B adalah basis utuk B, belum 9

10 tetu B juga basis utuk L(B). Misalka dipilih basis B 1 = {(1,0), (0,1)} yag merupaka basis baku utuk R, maka L(B 1 ) = {x(1,0) + y(0,1)/x, y Z} = {(x, y)/x, y Z} = Z. Latis Z beserta basis diilustrasika pada Gambar 1. Seperti pada ruag vektor, basis suatu latis tidak tuggal. Pada Gambar, diilustrasika bahwa Z dapat dibagkitka oleh latis basis B = {(,1), (3,1)}. Sedagka pada Gambar 3 merupaka cotoh basis B 3 = {(1,), (4,1)} yag buka merupaka basis utuk Z walaupu mempuyai rak peuh dalam R. Selajutya Gambar 4 merupaka sebuah cotoh bahwa basis B 4 = {(1,1)} yag membetuk latis L(B 4 ) walaupu B 4 tidak memiliki rak peuh di dalam R. Gambar 1 Latis dega basis {(1,0),(0,1)} Gambar Latis dega basis {(,1),(3,1)} Gambar 3 Latis dega basis {(1,),(4,1)} Gambar 4 Latis dega basis {(1,1)}

Defiisi 4. Dua basis A da B dikataka ekivale, diotasika dega A ~ B, jika da haya jika A da B membagkitka latis yag sama, yaitu L(A) = L(B). Defiisi 4.3 Matriks U berukura disebut uimodular jika U Z da det(u) = ±1. 1 3 7 Cotoh matriks uimodular: U = ( 0 1 ) dega det(u) = 1. 1 0 Proposisi 4.1 Ivers dari matriks uimodular juga merupaka matriks uimodular. Bukti: Misalka U = (u ij ) adalah matriks uimodular berukura dari asumsi diperoleh u ij Z da det(u) = ±1. Berdasarka rumus matriks ivers, maka U 1 = 1 (μ det(u) ij) T, (4) dimaa μ ij adalah kofaktor dari u ij. Karea u ij Z, dari defiisi kofaktor, jelas bahwa μ ij Z sehigga (μ ij ) T Z. Disampig itu, U 1 U = I det(u 1 U) = det(i) det(u 1 )det(u) = det(i) det(u 1 ) = 1 det (U). Karea det(u) = ±1, maka det(u 1 1 ) = ±1 da Z. (5) det (U) Dari (4) da (5) dapat disimpulka bahwa matriks U 1 merupaka matriks uimodular. Bukti legkap. Proposisi 4. Misalka A = {a 1, a,, a } adalah basis utuk L(A) da B = {b 1, b,, b } adalah basis utuk L(B). Maka A ~ B jika da haya jika adalah matriks uimodular U Z sehigga B = AU, dimaa A da B adalah betuk matriks A = (a 1 a a ) da B = (b 1 b b ). Bukti: ( ) Misalka L(A) = L(B). Dari asumsi ii, berarti utuk setiap j = 1,, utuk b j L(A). Dari pegertia L(A) maka ada (u 1j u 1j u 1j ) Z sehigga u j = 11 b j = u ij a j. (6)

1 Dega demikia, dapat didefiisika matriks U Z yag kolom-kolomya adalah vektor u j, yaitu u 11 u 1 u 1 u U = (u 1 u u 1 u u ) = ( ). u 1 u u Dari persamaa (6) diperoleh persamaa matriks (b 1 b b ) = (a 1 a a )(u 1 u u ) B = AU. (7) Dega lagkah yag sama, dapat diperoleh matriks V Z sehigga A = BV. (8) Dari persamaa (7) da (8), A = BV = AUV det(a) = det(auv) det(u) det(v) = 1. Disampig itu, karea U da V adalah matriks bilaga bulat, maka determiaya juga bilaga bulat. Dega demikia, dapat disimpulka bahwa det(u) = ±1. ( ) Misalka B = AU dega U uimodular. Dari asumsi ii, berarti utuk setiap j = 1,,,, b j L(A), dega kata lai, b j merupaka kombiasi liier bilaga bulat dari A. Selajutya bahwa karea setiap x L(B) merupaka kombiasi liier dari {b 1 b b }, maka dapat disimpulka bahwa x juga merupaka kombiasi liier bilaga bulat dari A (artiya x L(A)). Dega demikia, diperoleh L(B) L(A). Sekarag tiggal ditujukka L(A) L(B). Perhatika bahwa, dari asumsi juga diperoleh A = BU 1 dega U 1 adalah uimodular (Proposisi 4.1). Akhirya dega lagkah yag sama dega sebelumya diperoleh L(A) L(B). Bukti legkap. Cara yag lebih praktis utuk meetuka dua basis yag ekivale adalah dega meerapka operasi kolom iteger (iteger colum operatio). Defiisi 4.4 Operasi Kolom Iteger (OKI) pada matriks B memiliki 3 jeis berikut: 1. K jk (B) meyataka matriks hasil operasi yag meukar kolom ke-j da kolom ke-k pada matriks B.. K j( 1) (B) meyataka matriks hasil operasi yag megalika kolom ke-j dega skalar -1 pada matriks B. 3. K jk(λ) (B) meyataka matriks hasil operasi yag meambahka kolom ke-j dega λ Z kali kolom ke-k pada matriks B. OKI hampir sama dega Operasi Kolom Dasar (OKD) yag biasaya diterapka pada ruag vektor. Hal yag membedaka haya terdapat pada jeis kedua. Pada OKD, pegali yag diguaka adalah sembarag bilaga real takol sedagka pada OKI pegali yag diguaka adalah -1. Kemudia, misalka I adalah matriks idetitas da K adalah seragkaia OKI yag diterapka pada suatu matriks B da meghasilka matriks C, maka berlaku K(B) = C B. K(I) = C. Seragkaia OKI yag diterapka pada I pasti aka meghasilka matriks bilaga bulat, sehigga K(I) merupaka matriks bilaga bulat. Disampig itu,

karea det(i) = 1, OKI jeis pertama da kedua bersifat megubah tada determia, da OKI jeis ketiga bersifat tidak megubah ilai determia, sehigga didapatka det(k(i)) = ±1. Dega demikia dapat disimpulka bahwa K(I) merupaka matriks uimodular, sehigga didapatka proposisi berikut. Proposisi 4.3 Dua basis dikataka ekivale jika da haya jika yag satu merupaka hasil seragkaia OKI dari yag lai. Fugsi Proyeksi da Determia Latis Defiisi 4.5 Utuk j = 1,,, fugsi proyeksi π j dari ruag vektor V = B = B ke subruag vektor {b j, b j+1,, b } didefiisika sebagai π j (v) = ( v. b i b i. b ) b i. i Jika diambil ilai v = b k, k = 1,,, maka diperoleh 0 π j (b k ) = ( v. b i b i. b ) b i = k 1 i=j i b k + μ ki b i { i=j Selajutya perhatika defiisi berikut. i=j b k jika k < j jika k = j jika k > j. Defiisi 4.6 Misalka Λ = L(B) adalah latis yag dibagkitka oleh basis B = {b 1, b,, b }, maka dapat didefiisika himpua P(B) = { x j b j /x j R, 0 x j < 1}, dimaa P(B) merupaka bagu geometrik yag disebut parallelepiped dasar atau daerah fudametal (fudametal regio). Berikut ilustrasi dari P(B). 13 Gambar 5 Parallelepiped dega B = {(,3), (3,)}

14 Dari Gambar 5 terlihat bahwa pada latis dalam R, P(B) digambarka sebagai daerah arsir jajara gejag. Hasil dari luas jajara gejag pada Gambar 5 disebut vol(p(b)). Pada sembarag latis Λ, dapat didefiisika ilai mutlak dari determia latis dari Λ, diotasika dega det(λ), yag merupaka ilai dari vol(p(b)). Dari ilustrasi Gambar 5, maka defiisi tersebut dapat diyataka sebagai berikut. Defiisi 4.7 Misalka Λ = L(B) adalah latis yag dibagkitka oleh basis B = {b 1, b,, b } da B = {b 1, b,, b } adalah hasil ortogoalisasi Gram- Schmidt dari B. Determia dari Λ didefiisika sebagai det(λ) = b i. Cara meetuka determia suatu latis tapa megguaka ortogoalisasi Gram-Schmidt aka dijelaska oleh proposisi setelah lema berikut ii. Lema 4.1 Jika matriks B = (b 1 b b ) adalah matriks hasil ortogoalisasi Gram-Schmidt dari matriks B = (b 1 b b ), maka ada matriks U dega usur diagoal adalah 1 sehigga B = B U. Bukti: Perhatika bahwa rumus ortogoalisasi Gram-Schmidt dapat diubah mejadi b 1 = b 1 b = b + μ 1 b 1 b 3 = b 3 + (μ 31 b 1 + μ 3 b ) 1 b = b + μ,i b i. Hal ii meujukka bahwa trasformasi balik dari ortogoalisasi Gram-Schmidt dari B ke B merupaka seragkaia OKD yag dilakuka pada matriks B, yaitu B = K(B ) B = B K(I). Dega demikia dapat didefiisika suatu matriks U = K(I), dimaa 1 μ 1 μ 1 0 1 μ K(I) = ( ). 0 0 1 1 Bukti legkap. Proposisi 4.4 Jika Λ = L(B) adalah latis yag dibagkitka oleh basis B = {b 1, b,, b }, maka det(λ) = det (B T B), dimaa B adalah betuk matriks dari B.

Bukti: Misalka B = (b 1 b b ) adalah matriks ortogoalisasi dari matriks B = (b 1 b b ). Meurut Lema 4.1, terdapat sebuah matriks U yag usur diagoalya adalah 1 sehigga B = B U. Dega demikia diperoleh B T B = (B U) T (B U) B T B = U T ((B ) T B )U det (B T B) = det(u T ((B ) T B )U) det (B T B) = det((b ) T B ) Bukti legkap. det (B T B) = ( b i ) b i = det (B T B) det(λ) = det (B T B). Berikut ii merupaka proposisi yag mejelaska bahwa determia suatu latis tidak bergatug pada suatu basis. Proposisi 4.5 Jika A ~ B, maka det (L(A)) = det(l(b)). Bukti: Misalka A ~ B dega A da B adalah betuk matriks dari A da B. Berdasarka Proposisi 4. terdapat sebuah matriks uimodular U sehigga A = BU. Dega demikia, det (L(A)) = det (A T A) = det ((BU) T (BU)) 15 Bukti legkap. = det (U T (B T B)U) = det (B T B) = det(l(b)). Permasalaha dalam Latis Berikut merupaka pegertia jarak miimum da pajag vektor miimum dari suatu latis.

16 Defiisi 4.8 Jarak miimum atara sebarag dua titik di dalam latis Λ, diotasika dega λ(λ), didefiisika sebagai λ(λ) = if( x y x, y Λ, x y ). Defiisi 4.9 Pajag vektor miimum di atara titik-titik di dalam latis Λ, diotasika dega π(λ), didefiisika sebagai π(λ) = if( x x Λ, x 0 ). Dua pegertia diatas memiliki arti yag ekivale. Hal tersebut diyataka dalam proposisi berikut. Proposisi 4.5 Utuk sembarag latis Λ, berlaku λ(λ) = π(λ). Bukti: Karea Λ adalah grup, maka berlaku λ(λ) = if( x y x, y Λ, x y ) = if( z /z = x y Λ, x y) = if( z /z Λ, z 0) = π(λ). Bukti legkap. Berikut ii merupaka batas bawah dari λ. Teorema 4.1 Jika Jika Λ = L(B) adalah latis yag dibagkitka oleh basis B = {b 1, b,, b } da B = {b 1, b,, b } adalah hasil ortogoalisasi dari B maka mi j I b j λ(λ), I = {1,,, }. Bukti: Ambil sembarag v L(B) dega v 0, maka ada vektor x Z dega x 0 sehigga v = Bx dega B adalah matriks bilaga bulat dari B. Misalka x = {x 1, x,, x } da k adalah ideks terbesar dari kompoe x sehigga x k 0, karea utuk setiap j < k, b k ortogoal ke b j da juga ortogoal ke b j, maka v. b k = (Bx). b k da Dega demikia diperoleh k = ( x j b j ). b k = x k (b k. b k ) k 1 b k. b k = (b k μ kj b j ). b k = b k. b k. v. b k = x k (b k. b k )

17 = x k b k. Berdasarka ketaksamaa Cauchy-Schwartz, maka diperoleh v. b k v b k x k b k v b k x k b k v. Karea x k 1, utuk I = {1,,, } diperoleh mi j I b j λ(λ). Bukti legkap. Selajutya didefiisika masalah yag palig medasar dalam latis, yaitu SVP (Shortest Vector Problem). Berikut merupaka varia dari SVP. Problem 4.1 (Pelacaka SVP) Diberika sebuah latis dega basis B, bagaimaa meetuka x L(B) sehigga x = λ(l(b)). Problem 4. (Optimisasi SVP) Diberika sebuah latis dega basis B, bagaimaa meetuka λ(l(b)). Problem 4.3 (Pelacaka SVP) Diberika sebuah latis dega basis B da bilaga rasioal q Q, bagaimaa meetuka apakah λ(l(b)) q atau λ(l(b)) > q. Problem 4.4 (Pelacaka SVP) Diberika sebuah latis dega basis B da γ 1, bagaimaa meetuka x L(B) dega x 0 sehigga x γλ(l(b)). Problem 4.5 (Pelacaka SVP) Diberika sebuah latis dega basis B da γ 1, bagaimaa meetuka d sehigga d λ(l(b)) γd. Algoritme LLL Pegertia Basis Tereduksi Berikut ii merupaka defiisi dari basis tereduksi δ. Defiisi 4.10 Suatu basis B = [b 1, b,, b ] dalam R m disebut tereduksi LLL dega parameter δ jika memeuhi 1. μ ji 1, utuk setiap bilaga bulat i, j dega 1 i < j <,. δ π j (b j ) π j (b j+1 ), utuk j = 1,,, 1, dimaa δ merupaka parameter reduksi yag berilai real dega 1 < δ < 1. 4 Syarat pertama dalam defiisi di atas disebut dega reduksi ukura. Syarat pertama megataka bahwa basis tereduksi δ harus hampir ortogoal da dalam

18 komputasiya syarat ii mudah dicapai dega megguaka ortogoalisasi Gram-Schmidt. Pembahasa megeai syarat ii aka dibahas pada subbab berikutya. Sedagka pada syarat kedua dari defiisi di atas disebut syarat pertukara, atau disebut juga kodisi Lovasz, yag dapat ditulis ulag sebagai δ b j b j+1 + μ j+1,j b j δ b j b j+1 δ b j b j+1 + μ j+1,j b j b j+1 + μ j+1,j b j + μ j+1,j b j. b j+1 + μ j+1,j b j δ b j b j+1 +μ j+1,j b j (δ μ j+1,j ) b j b j+1. Ketaksamaa diatas meyataka bahwa vektor-vektor Gram-Schmidt dari basis tereduksi LLL harus terurut turu dega faktor peurua sebesar δ μ j+1,j. Jika terdapat pasaga vektor (b j, b j+1 ) yag tidak memeuhi kodisi Lovasz, maka dapat dilakuka pertukara atara vektor tersebut kemudia proses ortogoalisasi kembali dilakuka. Selajutya dega meerapka syarat-syarat yag terdapat pada Defiisi 4.10, maka diperoleh batas atas utuk b 1 dari basis tereduksi δ. Teorema 4. Jika B = [b 1, b,, b ] dalam R m adalah basis tereduksi δ, maka berlaku b 1 α 1 λ(λ) dega α = 1. δ 1 4 Bukti: Misalka B = [b 1, b,, b ] dalam R m adalah basis tereduksi δ, meurut defiisi diperoleh δ b j b j+1 + μ j+1,j b j (δ μ j+1,j ) b j b j+1 (δ 1 4 ) b j b j+1 1 α b j b j+1 b j α b j+1. (9) Dega meerapka pertidaksamaa (9) secara berulag diperoleh b 1 α b b α b 3 b 3 α b 4 b 1 α b α b 3 α 1 b. Dega kata lai, secara umum utuk setiap j I = {1,,, }, maka b 1 α b j b 1 α b j b 1 α b j. Karea berlaku utuk setiap j I, maka b 1 (α ) (mi b j ). (10) j I

Misalka B = [b 1, b,, b ] dalam R m adalah basis tereduksi LLL utuk latis Λ = L(B), meurut Teorema 4.1 diperoleh mi j I b j λ(λ) da ketaksamaa persamaa (10) mejadi b 1 (α ) λ(λ). Bukti legkap. Teorema 4. meyataka bahwa vektor pertama pada basis tereduksi δ merupaka jawaba dari Problem 4.4 dega ilai γ = α. Reduksi Ukura Sebagaimaa telah diyataka dalam subbab sebelumya bahwa syarat reduksi ukura yaitu μ j,i 1 mudah dicapai dega megguaka prosedur Gram-Schmidt. Pada subbab ii aka dibahas melalui iterpretasi geometrik. Utuk itu perlu pegertia tetag daerah fudametal (parallelepiped) yag lai dari P(B), yaitu daerah fudametal dasar terpusat yag didefiisika sebagai berikut. Defiisi 4.11 Misalka Λ = L(B) adalah latis yag dibagkitka oleh basis B = [b 1, b,, b ] dalam ruag vektor R m. Daerah fudametal terpusat (cetered fudametal regio) dari Λ, diotasika dega C(B), didefiisika sebagai himpua C(B) = { x j b j /x j R, 1 x j < 1 }. C(B) juga disebut parallelepiped dasar terpusat (cetered fudametal regio). Proposisi 4.6 Jika Λ = L(B) adalah latis yag dibagkitka oleh basis B = [b 1, b,, b ] dalam ruag vektor R m, maka utuk setiap vektor w B, ada tepat satu vektor t C(B) sehigga dapat dituliska w = v + t. Bukti: Karea B merupaka basis utuk Λ, maka B juga merupaka basis utuk ruag vektor B, da karea w B, berarti ada tepat satu (w 1, w,, w ) R sehigga w = w j b j. Kemudia, karea w j R maka ada bilaga bulat w j Z (pembulata ke bilaga bulat terdekat (roud) dari w j sehigga Selajutya, w j = w j + t j dega 1 t j < 1. 19

0 w = w j b j = ( w j + t j )b j Bukti legkap. = w j b j + t j b j = v + t. Lema 4. Misalka B = [b 1, b,, b ] adalah hasil proses ortogoalisasi Gram- Schmidt dari himpua bebas liier B = [b 1, b,, b ] da diberika sebarag w B. Jika w = Bukti: Perhatika bahwa w j b j, maka w. b = ( w j b j ). b = w j w = w. b b. b. (b j. b ) = w (b. b ) w = w. b b. b. Bukti selesai setelah ditujukka bahwa b. b = b. b sebagai berikut Bukti legkap. 1 b. b = (b + μ,i b i ). b 1 = b. b + μ,i (b i. b ) 1 = b. b + μ,i (0) = b. b. Proposisi 4.7 Jika B = [b 1, b,, b ] adalah hasil proses ortogoalisasi Gram-Schmidt dari himpua bebas liier B = [b 1, b,, b ], maka C(B ) juga merupaka daerah fudametal utuk L(B). Artiya, utuk setiap w B, ada tepat satu vektor latis w L(B) da ada tepat satu vektor t C(B ) sehigga dapat dituliska w = v + t. Bukti: Demi kepetiga bagaimaa meetuka v da t secara algoritmik, proposisi ii aka dibuktika secara istruktif. Kemudia, agar lebih mudah dibayagka, tapa meguragi keumumaya, diambil utuk kasus = 3 sebagai berikut.

1. Defiisika w 3 = w, karea w 3 {b 1, b, b 3 }, berarti ada tepat satu (x 1, x, x 3 ) R 3 sehigga 3 w 3 = x j b j da berdasarka Lema 4. dapat dituliska w 3 = x j b j + = x j b j + w 3. b 3 b 3. b 3 b 3 da dalam hal ii, 1 t 3 < 1. Selajutya, w 3 = x j b j + ( w 3. b 3 b 3. b 3 + t 3) b 3 w 3. b 3 b 3. b 3 b 3 + t 3 b 3 1 = x j b j + w 3. b 3 b 3. b b 3 + t 3 (b 3 + μ 3,i b i ) 3 w 3 ( w 3. b 3 b 3. b b 3 + t 3 b 3 ) = x j b j + t 3 μ 3,i b i. 3 (11). Defiisika w = w 3 ( w 3. b 3 b 3. b b 3 + t 3 b 3 ). 3 Dari persamaa (11) da karea {b 1, b } = {b 1, b }, maka w {b 1, b } dega tepat satu (x 1, x ) R sehigga w = x 1 b 1 + x b da berdasarka Lema 4., dapat dituliska w = x 1 b 1 + w. b b. b b = x 1 b 1 + ( w. b b. b + t ) b da dalam hal ii, 1 t < 1. Selajutya, w = x 1 b 1 + w. b b. b b + t b = x 1 b 1 + w. b b. b b + t (b + μ,1 b 1 ) w ( w. b b. b b + t b ) = x 1 b 1 + t μ,1 b 1. (1) 3. Defiisika

w 1 = w ( w. b b. b b + t b ). Dari persamaa (1), maka w 1 {b 1 } da ada x 1 R sehigga w 1 = x 1 b 1. Berdasara Lema 4. dapat dituliska w 1 = w 1. b 1 b 1. b b 1 = ( w 1. b 1 1 b 1. b + t 1b 1 ) 1 da dalam hal ii, 1 t 1 < 1. Maka w = v + t dimaa v = w 1. b 1 b 1. b b 1 + w. b 1 b. b b + w 3. b 3 b 3. b b 3 3 da t = t 1 b 1 + t b + t 3 b 3. Dega mudah dilihat bahwa v L(B) da t C(B ). Bukti legkap. Bukti dari proposisi sekaligus merupaka bukti kebeara dari algoritme berikut. Algoritme 4.1 Iput: B = [b 1, b,, b ] basis utuk L(B) da w B. Output: Vektor latis v L(B) da t C(B ). 1. Dega algoritme Gram-Schmidt, hitug [b 1, b,, b ] dega megguaka iput B = [b 1, b,, b ].. Iisialisasi v 0 da t 0. 3. Utuk i =, 1,,1 hitug: a) x i w.b i b i.b i b) v i x i c) v v + v i b i d) t i x i v i e) t t + t i b i f) w w (v i b i + t i b i ) 4. retur(v da t). Algoritme 4. (Meetuka Vektor Terdekat) Iput: B = [b 1, b,, b ] basis utuk L(B) da w B. Output: Vektor latis v L(B). 1. Dega algoritme Gram-Schmidt, hitug [b 1, b,, b ] dega megguaka iput B = [b 1, b,, b ].. Iisialisasi v 0. 3. Utuk i =, 1,,1 hitug: a) x i w.b i b i.b i b) v i x i c) v v + v i b i

3 d) t i x i v i e) w w (v i b i + t i b i ) 4. retur(v). Akibat dari Proposisi 4.7 diberika dalam teorema berikut ii. Teorema 4.3 Jika B = [b 1, b,, b ] adalah hasil proses ortogoalisasi Gram-Schmidt dari himpua bebas liier B = [b 1, b,, b ], maka B dapat ditrasformasika mejadi B = [b 1, b,, b ] yag juga merupaka basis utuk L(B) da B juga merupaka hasil ortogoalisasi Gram-Schmidt B. Dalam hal ii, b 1 = b 1 b j = b j μ j,i utuk j =, 3,, r dega μ j,i = b j.b i b i.b da μ j,i 1. i Bukti: Utuk memudahka pemahama, trasformasi dari B ke B dilakuka secara istruktif sebagai berikut 1. Defiisika b 1 = b 1. Dalam hal ii, didapatka subruag vektor berdimesi satu, yaitu S 1 = {b 1 } = {b 1 } = {b 1 }.. Dari proses ortogoalisasi dari b ke b berlaku hubuga b = b p 1 dega p 1 = μ,1 b 1 = b.b 1 b 1.b b 1 adalah vektor proyeksi dari b pada S 1. Hal 1 ii berarti p 1 S 1. Dega demikia, berdasarka Proposisi 4.7 bahwa ada vektor latis v 1 L {b 1 } da vektor t 1 C({b 1 }), sehigga p 1 = v 1 + t 1 da akibatya diperoleh b = b (v 1 + t 1 ) = (b v 1 ) t 1. Kemudia dari persamaa ii dapat didefiisika b = b v 1 sehigga jelas (karea latis adalah grup) bahwa b L(B), da diperoleh persamaa b = b t 1. Hasil ii meujukka bahwa ortogoalisasi {b 1, b } juga meghasilka {b 1, b } dega vektor proyeksi b pada S 1 adalah b i, t 1 = μ,1 b 1 = b. b 1 b 1. b b 1 1 da dalam hali ii μ,1 = μ,1 μ,1 sehigga μ,1 1. Selajutya utuk meghitug b berarti cukup meghitug v 1 dega megguaka Algoritme 4. da b 3 = b v 1.

4 Sebelum ke lagkah berikutya, diotasika dahulu subruag vektor berdimesi dua yaitu S 1 = {b 1, b } = {b 1, b } = {b 1, b }. 3. Dari proses ortogoalisasi dari berlaku hubuga b 3 = b 3 p dega p = μ 3,1 b 1 + μ 3, b = b 3.b 1 b 1.b b 1 + b 3.b 1 b.b b adalah vektor proyeksi dari b 3 pada S. Hal ii berarti p S. Dega demikia, berdasarka Proposisi 4.7 bahwa ada vektor latis v L {b 1, b } da vektor t C({b 1, b }) sehigga p = v + t da akibatya diperoleh b 3 = b 3 (v + t ) = (b 3 v ) t. Kemudia dari persamaa ii dapat didefiisika b 3 = b 3 v sehigga jelas (karea latis adalah grup) bahwa b 3 L(B), da diperoleh persamaa b 3 = b 3 t. Hasil ii meujukka bahwa ortogoalisasi b 3 juga meghasilka b 3 dega vektor proyeksi b 3 pada S adalah t = μ 3,1 b 1 + μ 3, b = b 3. b 1 b 1. b b 1 + b 3. b 1 b. b b da dalam hali ii utuk i = 1, berlaku μ 3,i = μ 3,i μ 3,i sehigga μ 3,1 < 1. Selajutya utuk meghitug b 3 berarti cukup meghitug v dega megguaka Algoritme 4. da b 3 = b 3 v. Demikia seterusya, dari Lagkah 3 tersebut secara rekursif bila dilajutka sampai ke Lagkah ke- utuk memperoleh basis B hasil trasformasi dari basis latis B. Bukti legkap. Perhatika bahwa maka geometrik dari trasformasi B ke B dalam Teorema 4.3 beserta buktiya adalah memperkecil pajag vektor basis yaitu j = 1,,, berlaku b j b j. Hal ii terlihat dari vektor proyeksi p i 1, hasil proyeksi dari b i ke subruag S i 1 utuk i = 1,,, ditrasformasika ke vektor proyeksi t i 1, hasil proyeksi dari b i ke subruag S i 1. Jika p i 1 C({b 1, b,, b i 1 }), maka b i = b i tetapi jika p i 1 C({b 1, b,, b i 1 }), maka b i bias ditrasformasika b i dega vektor proyeksi pada S i 1 adalah t C({b 1, b,, b i 1 }) sehigga b i b i. Dega demikia, Teorema 4.3 beserta buktiya merupaka ladasa teori yag diguaka utuk meyusu algoritme reduksi ukura dari algoritme LLL berikut ii. Algoritme 4.3 (Algoritme Reduksi Ukura) Iput: B = [b 1, b,, b ] basis utuk L(B). Output: B = [b 1, b,, b ] adalah hasil proses ortogoalisasi Gram- Schmidt dari B da B = [b 1, b,, b ] adalah hasil reduksi ukura dari B.

1. Iisialisasi b 1 b 1 da b 1 = b 1.. Utuk j =, 3,, hitug: a) p 0 b) Utuk j = 1,,, j 1 hitug i. μ j,i = b j.b i b i.b i ii. p p + μ j,i b i c) b j b j p d) Guaka Algoritme 4. utuk meghitug vektor v dega iput B = [b 1, b,, b ] da B = [b 1, b,, b ] serta p. e) b j b j v 3. retur([b 1, b,, b ] da [b 1, b,, b ]). Berikut ii lagkah-lagkah ilustratif peyusua algoritme reduksi ukura LLL yag sifatya rekursif tapa memaggil Algoritme 4.. 1. Utuk j = 1, defiisika lagsug b 1 = b 1 da b 1 = b 1.. Utuk j =, perhatika bahwa p 1 = μ,1 b 1, berdasarka Algoritme 4. maka v 1 = p. b 1 b 1. b b 1 = μ,1 b 1. 1 Jadi utuk meghitug b da b cukup meghitug dahulu μ,1, kemudia b = b p 1 = b μ,1 b 1 da b = b v 1 = b μ,1 b 1. 3. Utuk j = 3, perhatika bahwa p = μ 3,1 b 1 + μ 3, b, berdasarka Algoritme 4. yataka v = v, + v,1 sehigga v, = p. b b. b b = μ 3, b da v,1 = (p μ 3, b μ 3, b )b 1 b b 1. b 1 1 = μ 3,1 μ 3, (μ,1 ) b 1. Jadi utuk meghitug b 3 da b 3 dapat dilakuka secara rekursif sebagai berikut. a) Utuk i =, hitug μ 3,, kemudia b 3 = b 3 μ 3, b da b 3 = b 3 v, = b 3 μ 3, b b) Utuk i = 1, hitug μ 3,1, kemudia b 3 = b 3 μ 3,1 b 1 da b 3 = b 3 v,1 = b 3 μ 3,1 μ 3, (μ,1 ) b 1. 5

6 4. Utuk j = 4, perhatika bahwa p 3 = μ 4,1 b 1 + μ 4, b + μ 4,3 b 3 berdasarka Algoritme 4. yataka v 3 = v 3,3 + v 3, + v 3,1 sehigga v 3,3 = p 3. b 3 b 3. b b 3 = (μ 4,3b 3 ). b 3 3 b b 3. b 3 = μ 4,3 b 3 3 da v 3, = (p ( μ 4,3 b 3 + μ 4,3 b 3 )) b b b. b = μ 4, μ 4,3 (μ 3, ) b v 3,1 = (p ( μ 4,3 b 3 + μ 4,3 b 3 ) ( μ 4, b + μ 4, b )) b 1 b b 1. b 1 1 = μ 4,1 μ 4,3 μ 3,1 μ 4, μ,1 b 1. Jadi utuk meghitug b 4 da b 4 dapat dilakuka secara rekursif sebagai berikut. a) Utuk i = 3, hitug μ 4,3, kemudia b 4 = b 4 μ 4,3 b 3 da b 4 = b 4 μ 4,3 b 3. b) Utuk i =, hitug μ 4,, kemudia b 4 = b 4 μ 4, b da b 4 = b 4 μ 4, μ 4,3 (μ 3, ) b. c) Utuk i = 1, hitug μ 4,1, kemudia b 4 = b 4 μ 4,1 b 1 da b 4 = b 4 μ 4,1 μ 4,3 μ 3,1 μ 4, μ,1. Berdasarka pola Lagkah 4 tersebut, berikut ii diberika algoritme reduksi ukura yag sifatya rekursif. Algoritme 4.4 (Reduksi Ukura LLL) Iput: B = [b 1, b,, b ] basis utuk L(B). Output: B = [b 1, b,, b ] adalah hasil proses ortogoalisasi Gram- Schmidt dari B da B = [b 1, b,, b ] adalah hasil reduksi ukura dari B. 1. b 1 b 1. b 1 = b 1 3. μ 1 b.b 1 b 1.b 1 4. b b 1 μ 1 b 1 5. b b μ 1 b 1 6. Utuk j = 3,4,, lakuka: a) b j b j b) b j b j

7 c) μ j, b j.b b.b d) b j b j μ j, b e) b j b j μ j, b f) Utuk i = j, j 3,, 1 lakuka: i. μ j,i = b j.b i b i.b i ii. b j b j μ j,i b i iii. c μ j,i iv. Utuk k = i, i + 1,, j lakuka: c c μ j,k+1 μ k+1,i v. b j b j c b i 7. retur([b 1, b,, b ] da [b 1, b,, b ]). Berikut ii merupaka lagkah-lagkah ilustratif peyusua algoritme reduksi ukura LLL dega megguaka rumus rekursif yag lebih sederhaa. 1. Utuk j = 1 defiisika lagsug b 1 = b 1 da b 1 = b 1.. Utuk j =, perhatika bahwa p 1 = μ,1 b 1, berdasarka Algoritme 4. maka v 1 = p 1. b 1 b 1. b 1 b 1 = μ,1 b 1. Jadi, utuk meghitug b da b, cukup meghitug dahulu μ,1, kemudia b = b p 1 = b μ,1 b 1 da b = b v 1 = b μ,1 b 1. 3. Utuk j = 3, dari uraia sebelumya, b 3 = (b 3 μ 3, b ) μ 3,1 μ 3, (μ,1 ) b 1 = (b 3 μ 3, b ) (b 3 μ 3, b ). b 1 b 1. b 1 b 1 = x y x = (b 3 μ 3, (b + μ,1 b 1 )) y = (b 3 μ 3, (b + μ,1 b 1 )).b 1 b 1.b 1 b 1 x = b 3 μ 3, b μ 3, μ,1 b 1 y = (b 3 μ 3, b μ 3, μ,1 b 1 ). b 1 b 1. b 1 b 1 = (b 3 μ 3, b. b 1 ). b 1 b 1. b 1 μ 3, μ,1 b 1 = (b 3 μ 3, b. b 1 ). b 1 b 1. b 1 b 1 μ 3, μ,1 b 1. Dega demikia, diperoleh

8 b 3 = (b 3 μ 3, b ) (b 3 μ 3, b ). b 1 b 1. b 1 b 1. Jadi utuk meghitug b 3 da b 3, dapat dilakuka secara rekursif sebagai berikut. (a) Utuk i =, hitug μ 3, kemudia b 3 = b 3 μ 3, b da b 3 = b 3 μ 3, b. (b) Utuk i = 1, hitug μ 3,1 kemudia b 3 = b 3 μ 3,1 b 1 da b 3 = b 3 b 3. b 1 b 1. b 1 b 1. Berdasarka pola dari 3 lagkah tersebut, berikut ii diberika algoritme reduksi ukura yag sifatya rekursif. Algoritme 4.5 (Reduksi ukura LLL) Iput: B = [b 1, b,, b ] basis utuk L(B). Output: B = [b 1, b,, b ] adalah hasil proses ortogoalisasi Gram- Schmidt dari B da B = [b 1, b,, b ] adalah hasil reduksi ukura dari B. 1. b 1 b 1. b 1 = b 1 3. Utuk j =, 3,, lakuka: a) Utuk i = j 1, j,,1 lakuka: i. μ j,i b j.b i b i.b i ii. b j b j μ j,i b i iii. μ j,i b j.b i b i.b i iv. b j b j μ j,i b i 4. retur([b 1, b,, b ] da [b 1, b,, b ]). Algoritme LLL da Aalisisya Iti dari algoritme LLL adalah metrasformasika basis latis ke basis latis B yag tereduksi LLL sebagaimaa diyataka dalam Defiisi 4.11. Dega demikia, hal pertama yag harus dilakuka adalah mereduksi ukura dari B dega megguaka algoritme reduksi ukura. Kemudia, ketika ada ideks ke-j sehigga syarat kedua dari Defiisi 4.11 tidak terpeuhi yaitu δ π j (b j ) > π j (b j+1 ) (δ (μ j+1,j ) ) b j > b j+1, maka uruta b j da b j+1 ditukar da reduksi ukura diulag. Jika ada beberapa pasag (b j, b j+1 ) yag tidak memeuhi syarat kedua tersebut, tidak ada masalah maa yag harus dipilih utuk ditukar. Bahka, dapat dipilih beberapa pasag vektor yag salig bebas utuk ditukar bersamaa, ii megarah pada varia algoritme LLL paralel. Algoritme LLL asliya pasaga ilai yag dipilih adalah ilai j terkecil. Berikut ii diberika secara garis besar deskripsi algoritme LLL.

1. (Lagkah Reduksi Ukura) terapka algoritme reduksi ukura pada B.. (Lagkah Peukara) jika ada j {, 3,, } sehigga (δ (μ j, ) ) b > b j maka tukar b da b j, kemudia kembali ke Lagkah 1. 3. Jika tidak, algoritme selesai. Sedagka betuk praktis algoritme LLL diberika berikut ii. Algoritme 4.6 Iput: B = [b 1, b,, b ] basis utuk L(B) da 1 < δ < 1. 4 Output: B = [b 1, b,, b ] adalah adalah basis tereduksi LLL utuk L(B) da B = [b 1, b,, b ] adalah hasil proses ortogoalisasi Gram-Schmidt dari B. 1. b 1 b 1. j 3. Reduksi Ukura. Ketika j, lakuka: (a) b j b j (b) Utuk i = j 1, j,,1 lakuka: i. μ j,i b j.b i b i.b i ii. b j b j μ j,i b i iii. b j b j μ j,i b i (c) Peukara. Jika (δ (μ j, ) ) b > b j maka i. Jika j =, Tukar b 1 da b b 1 b ii. Jika j >, Tukar b da b j j j 1 Selaiya, j j + 1 4. retur([b 1, b,, b ] da [b 1, b,, b ]). Membatasi bayakya iterasi Diasumsika dahulu bahwa basis latisya adalah bilaga bulat, artiya B Z. Kemudia, dapat diamati bahwa algoritme LLL cepat selesai jika tidak terlalu bayak terjadiya iterasi yag diidikasika di dalam lagkah peukara. Oleh karea itu, hal pertama yag perlu diperhatika dalam megaalisis algoritme LLL adalah seberapa besar jumlah maksimum terjadiya peukara. Dega demikia, perlu didefiisika suatu bilaga bulat positif yag terkait dega matriks basis B berikut ii. Igat kembali determia latis sebagai berikut. j det (L([b 1, b,, b j ])) = b i det (L(B j )) = det(b T j B j ), dimaa matriks B j = [b 1 b b j ]. 9

30 Dari asumsi B j adalah matriks bilaga bulat, jelas bahwa [det (L(B j ))] Z. Dega demikia, dapat didefiisika bilaga bulat positif D yag terkait dega matriks basis B yaitu D = [det (L([b 1, b,, b j ]))] = [det (L(B j ))] da berlaku sifat dalam proposisi berikut ii. Proposisi 4.8 Lagkah reduksi ukura tidak megubah ilai D, tetapi setiap terjadi peukara, megakibatka ilai D meuru, dega faktor δ. Bukti: Berdasarka Teorema 4.3, perhatika dahulu bahwa lagkah reduksi ukura tidak dapat megubah ilai D. Dega demikia, tiggal ditujukka bahwa setiap terjadi pertukara, ilai D meuru dega faktor δ. Misalka terjadi peukara b j da b j+1, misalka pula bilaga bulat positif D terkait dega B sebelum terjadiya peukara, da D terkait dega B setelah b j da b j+1 ditukar. Perhatika bahwa, i < j maka basis [b 1, b,, b i ] tidak berubah oleh terjadiya peukara sehigga jelas bahwa [det(l(b i ))] = [det(l(b i ))]. Ketika i > j maka basis [b 1, b,, b i ], vektor b j da b j+1 ditukar (meukar sepasag vektor kolom pada B 1 ) sehigga L(B i ) = L(B i ) [det(l(b i ))] = [det(l(b i ))]. Di lai pihak, utuk i = j maka basis B j = [b 1, b,, b, b j ] berubah mejadi B j = [b 1, b,, b, b j+1 ] sehigga j [det (L(B j ))] = b i = ( b i ) ( b j ). Karea syarat pertukara (δ (μ j+1,j ) ) b j > b j+1 maka berlaku Akhirya, [det (L(B j ))] > ( b i 1 ) ( (δ (μ j+1,j ) ) ) b j+1 1 > ( (δ (μ j+1,j ) ) ) ( b i ) b j+1 > 1 δ [det (L(B j))] [det (L(B j))] [det (L(B j ))] < δ.

31 D D = [det (L(B j))] [det (L(B j))] = [det (L(B j))] [det (L(B j ))] D < δ. D D > 1 δ D D 1 δ D. Berdasarka proposisi tersebut, sekarag dimisalka k meyataka iterasi dalam algoritme LLL da D (j) D pada iterasi ke j maka D δ 1 D (1) δ D () δ k D (k). Karea utuk setiap j ilai D (j) adalah bilaga bulat positif, maka D (k) 1 D δ k D ( 1 k δ ) k log1 D. δ Hal ii meujukka bahwa bayakya iterasi terbatas ke atas pada fugsi yag ilaiya bergatug pada ilai awal D. Karea meghitug j D = ( b i ) ( b i ) membutuhka waktur poliomial, maka dapat disimpulka bayakya iterasi dalam algoritme LLL juga terbatas secara poliomial dalam ukura iput. Bukti legkap. j Membatasi besarya bilaga yag terlibat Telah ditujukka bahwa bayakya iterasi dalam algoritme LLL terbatas secara poliomial dalam ukura iput. Namu demikia, hal ii belum cukup utuk meyimpulka bahwa algoritme LLL mempuyai ruig time poliomial. Masih perlu utuk memastika bahwa ukura bilaga yag dilibatka dalam keseluruha komputasi juga terbatas secara poliomial. Algoritme LLL megguaka aritmatika bilaga rasioal, sehigga perlu membatasi baik presisiya maupu besaraya. Perhatika bahwa lagkah ke-j dari proses Gram-Schmidt dapat dirumuska ulag sebagai < δ b j = b j + υ ji b i (13) utuk suatu υ ji R. Karea b j ortogoal ke b t utuk setiap t < j maka diperoleh b t. b j = ( b t. b j ) + b t. υ ji 0 = ( b t. b j ) + b t. υ ji b t. υ ji b i = ( b t. b j ). (14) Utuk t = 1,,, j 1, persamaa tersebut dapat dituliska dalam betuk matriks b i b i

3 b 1. b. ( b. υ ji b i υ ji b i υ ji = b 1. b j b. b j. b i) ( b. b j) Jika didefiisika matriks B = (b 1 b b ) da matriks υ j1 υ j u j = ( ), υ j, maka persamaa (14) dapat ditulis sebagai b 1. (B u j ) b 1. b j b. (B u j ) b =. b j ( b. (B u j ) ( b ). b j) B T (B u j ) = B T b j (B T B )u j = B T b j. (15) Persamaa (15) merupaka SPL dega matriks koefisie B T B da vektor B T b j adalah bilaga bulat. Dega demikia, utuk s = 1,,, j 1, berdasarka atura Cramer diperoleh Z υ js det(b T B ) = Z det (L(B )). Hasil ii aka diguaka utuk memberi batas pada koefisie μ j,i. Perhatika lagi defiisi D sebagai D = [det (L(B j))] (B T j B j ) D = D j dega D j = det(b T j B j ). Kemudia, dihitug = det(b B ) da dikalika kedua ruas dari persamaa (13) maka diperoleh D b j = D b j + (D υ ji ) da karea D υ ji Z maka D b j Z. Ii berarti semua peyebut dari bilaga dalam vektor b j adalah faktor D. Sekarag dihitug μ ji = b j. b i b i. b = D i 1(b j. b i ) i D i 1 (b i. b i ) = b j (D i 1. b i ) ( i 1 s=1 b s ) b i Z. D i Hasil ii meujukka bahwa peyebut dari μ ji harus membagi D i. Oleh karea itu, bilaga rasioal yag ada didalam vektor b j = b j μ j,i b i T b i

da μ j,i dapat dituliska dega peyebut D (igat bahwa D adalah kelipata setiap D i ). Karea μ j,i 1, maka ukura bit yag diguaka terbatas pada log D. Kemudia dari diperoleh akhirya b j = b j = b j + μ j,i j D j = b s s=1 D j D D j D b j D + (j 1) ( 1 4 ) D D + ( ) D D. 4 Dega demikia semua pembilag da peyebut dari bilaga rasioal yag terjadi di dalam eksekusi algoritme LLL mempuyai ukura bit yag terbatas secara poliomial dalam log D. Memperbaiki algoritme LLL Seperti terlihat pada aalisis algoritmeya, kecepata da ketepata hasil (output) algoritme LLL lebih domia ditetuka oleh bayakya lagkah peukara yag terjadi. Memberi ilai δ yag lebih besar, algoritme aka megeluarka hasil yag lebih baik, tetapi ii harus dibayar dega meigkatya bayakya lagkah peukara (meuruya kecepata), demikia pula sebalikya. Jadi, yag dimaksud dega memperbaiki algoritme LLL umumya adalah bagaimaa meigkatka kecepata dega keluara yag lebih baik. Pada bagia ii aka dibahas varia yag pertama dari algoritme LLL yaitu metode peyisipa dalam (deep isertio). Algoritme LLL Peyisipa Dalam Jika di dalam algoritme LLL, uji terjadiya peukara secara terurut lagkah demi lagkah (b j dega b ) maka dega metode peyisipa dalam (Deep Isertio), uji terjadiya peukara bisa dilakuka lagsug ke dalam (b j dega b k utuk k = 1,,, j 1. Hal ii dijelaska berikut ii. Misalka pada suatu tahap komputasi diperoleh basis latis terurut seperti ii b 1, b,, b k 1, b k, b k+1,, b, b j, b j+1,, b, maka prosedur ortogoalisasi Gram-Schmidt dirumuska sebagai b j = b j μ j,i b i utuk j = 1,,, b j = b j + μ j,i b i utuk j = 1,,,. 33

34 Kemudia, karea b 1, b,, b j ortogoal, diperoleh b j = b j + μ j,i b i. Jika disisipka b j ke b k, maka basis latis terurut mejadi b 1, b,, b k 1, b j, b k, b k+1,, b, b j+1,, b. Dega vektor-vektor b 1, b,, b k 1 tetap, sedagka prosedur ortogoalisasi Gram-Schmidt utuk b k diperbaharui yaitu kemudia b j = b k + μ j,i k 1 b k = b j μ j,i b i b j = b k + μ j,i b i, k 1 k 1 k 1 b i b k = b j μ j,i Sekarag tijau persamaa terakhir utuk kasus k = j 1, maka j b = b j μ j,i b = b j μ j,i b i = b j μ j,i b i j μ j,i j b i μ j,i b i. (16) b i b i = b j + μ j, b. Hal ii meujukka bahwa utuk kasus k = j 1 syarat peukara metode peyisipa dalam sama dega syarat peukara algoritme LLL, yaitu jika b < δ b, maka b j ditukar dega b. Secara umum, ketika ditijau utuk ilai k = 1,,3,, j 1 maka persamaa (16) diperoleh b = b 1 j b = b j μ j,1 b 1 b 3 = b j μ j,1 b 1 μ j, b b = b j μ j,1 b 1 μ j, b 1 μ j,j b j. Persamaa-persamaa tersebut dapat diguaka utuk meetapka ilai k sehigga b j dapat disisipka ke b k. Dalam hal ii terjadi ketika b k < δ b k da yag megutugka adalah bahwa b dapat dihitug secara rekursif dega pejelasa sebagai berikut. Didefiisika iisial C = b j da k = 1, secara rekursif hitug C = C μ j,k b k da k k + 1 da proses berheti ketika C < δ b k b k < δ b k.

35 Betuk praktis algoritme LLL peyisipa dalam diberika berikut ii. Algoritme 4.7 (Algoritme LLL peyisipa dalam) Iput: B = [b 1, b,, b ] basis utuk L(B) da 1 < δ < 1. 4 Output: B = [b 1, b,, b ] adalah adalah basis tereduksi LLL utuk L(B) da B = [b 1, b,, b ] adalah hasil proses ortogoalisasi Gram-Schmidt dari B. 1. b 1 b 1. j 3. Reduksi Ukura. Semetara j hitug: (a) b j b j (b) Utuk i = j 1, j,,1 hitug: i. N i b i. b i ii. μ j,i b j.b i N i iii. b j = b j μ j,i b i iv. μ j,i b j.b i N i b i v. b j b j μ j,i (c) Peyisipa Dalam Hitug C = b j. b j Defiisika k 1 Semetara k < j, hitug: i. h b k. b k ii. Jika C < δh, maka Jika k = 1, maka (Sisipka b j ke posisi-1): b j, b 1, b, b, b j+1,, b b 1 b j Jika tidak, maka (Sisipka b j ke posisi-k): b 1, b,, b k 1, b j, b k+1,, b, b j+1,, b (Hitug vektor ortogoal pada posisi ke-k): b k b j Utuk i k 1, k,,1 hitug N i b i. b i μ k,i b k.b i N i b k b k μ k,i Break (Stop loop) iii. Jika tidak, maka z b j. b k C C z h k k + 1 (d) j k + 1 b i

36 4. retur(b = [b 1, b,, b ] da B = [b 1, b,, b ]). Algoritme Greedy SVP LLL Ide dasar metode greedy adalah sebagai berikut. Jika vektor terkecil sudah di posisi pertama, maka peyisipa haya aka terjadi di posisi kedua atau lebih; jika dua vektor terkecil sudah di posisi pertama da kedua, maka peyisipa haya aka terjadi di posisi ketiga atau lebih, demikia juga seterusya. Kemudia, semaki cepat diperoleh vektor-vektor terkecil secara terurut, maka algoritme semaki cepat selesai. Dega ide dasar ii, diharapka bahwa vektorvektor terkecil tersebut bisa diperoleh secara greedy. Algoritme pecaria vektor terpedek secara greedy yag aka dikostruksi disebut algoritme greedy SVP LLL. Pada algoritme ii syarat peukara (peyisipa) tidak didasarka perbadiga vektor proyeksi pada kompleme ortogoal [b 1, b,, b k 1 ] setelah reduksi ke-j (metode peyisipa dalam), melaika peyisipa dilakuka muri dega membadigka pajag vektor latis b j dega pajag vektor latis b i utuk i = 1,,3, j 1 Disampig itu, peyisipaya dilakuka secara greedy. Berikut ii secara garis besar cara kerja algoritmeya. 1. Utuk [b 1 ], defiisika b 1 = b 1, cari vektor b j hasil reduksi [b 1 ] da [b 1 ] terhadap [b, b 3,, b ] dega pajag terkecil. Jika b j < b 1, sisipka b j, b 1, b, b, b j+1,, b diperoleh b 1 = b j yag baru da proses diulag lagi. Tetapi jika b 1 b j maka disisipka b 1, b j, b, b, b j+1,, b, sehigga diperoleh [b 1, b ] baru yag terurut dega ukura terkecil dalam barisa tersebut. Kemudia, hitug b dari iput b da b 1 sehigga diperoleh barisa [b 1, b ] da lajut ke Lagkah.. Dari [b 1, b ] da [b 1, b ], cari vektor b j hasil reduksi [b 1, b ] terhadap [b 3, b 4,, b ] dega pajag terkecil. Jika b j < b 1, sisipka b j, b 1, b, b, b j+1,, b atau jika b 1 b j < b, sisipka b 1, b j, b, b, b j+1,, b kemudia kembali ke Lagkah 1. Tetapi jika b b j disisipka b 1, b, b j, b 3, b, b j+1,, b, sehigga diperoleh [b 1, b, b 3 ] baru yag terurut dega ukura terkecil dalam barisa tersebut. Kemudia hitug b 3 dari iput b 3 da [b 1, b ] sehigga diperoleh barisa [b 1, b, b 3 ] da lajut ke Lagkah 3. 3. Secara umum, lagkah ke-k dari [b 1, b,, b k ] da [b 1, b,, b k ], cari vektor b j sebagai vektor hasil reduksi [b 1, b,, b k ] terhadap [b k+1, b k+,, b ] dega pajag terkecil. Kemudia disisipka b j ke [b 1, b,, b ]. Jika formasi peyisipa b j, b 1, b,, b k atau b 1, b j, b,, b k, maka kembali ke Lagkah 1, da jika format peyisipa

37 b 1, b,, b i 1, b j, b i,, b k diperoleh [b 1, b,, b i ] yag baru, kemudia dari b i da [b 1, b,, b i 1 hitug b i utuk medapatka [b 1, b,, b i ] baru, maka kembali ke lagkah i. tetapi jika formasi peyisipa b 1, b,, b k, b j, maka diperoleh [b 1, b,, b k+1 ] baru yag terurut dega ukura terkecil dalam barisa tersebut. Kemudia, hitug b k+1 dari iput b k+1 da [b 1, b,, b k ] sehigga diperoleh barisa [b 1, b,, b k+1 ] da lajut ke lagkah-(k+1). 4. Demikia seterusya, da proses berakhir ketika k =. Betuk praktis algoritme greedy SVP LLL diberika berikut ii. Algoritme 4.8 Iput: B = [b 1, b,, b ] basis utuk L(B). Output: B = [b 1, b,, b ] adalah adalah basis tereduksi LLL utuk L(B) da B = [b 1, b,, b ] adalah hasil proses ortogoalisasi Gram-Schmidt dari B. 1. b 1 b 1. k 1 3. Semetara k < lakuka: 4. Iisialisasi [b 1,, b k ] da [b k+1,, b ] 5. Semetara k lakuka: 6. b y b k+1 7. Utuk l = k, k 1,,1 lakuka 8. μ y,l b y.b l b l.b l 9. b y b y μ y,l b l 10. Hitug b y 11. Defiisika i 1 1. Utuk j =, 3,, k lakuka: 13. Defiisika b j 14. Utuk l = k, k 1, 1 lakuka 15. μ j,l b j.b l b l.b l 16. b j b j μ j,l b l 17. Hitug b j 18. Jika b j < b y maka 19. b y b j 0. b y b j 1. i j. Defiisika [b k+,, b ] 3. Defiisika m k 1 4. Defiisika b k + 1 5. Utuk z = 1,,, k lakuka 6. Hitug b z 7. Jika b y < b z maka 8. b z (Posisi vektor b y ditukar dega posisi vektor b z ) ]

38 9. Break (Stop loop) 30. Jika posisi b y b k maka 31. Jika b = 1 maka 3. Defiisika k 1 33. b y, b 1, b,, b k 34. b y b 1 35. Jika tidak, maka 36. b 1,, b z 1, b y, b z+1,, b k 37. Defiisika b y 38. Utuk l = k, k 1,,1 39. μ y,l b y.b l b l.b l 40. b y b y μ y,l b l 41. Perbarui b y, b z+1,, b k 4. Defiisika k b 43. Break (Stop loop) 44. Perbarui [b 1, b,, b k, b y ] 45. Defiiska b y 46. Utuk l = k, k 1,,1 lakuka 47. μ y,l b y.b l b l.b l 48. b y b y μ y,l b l 49. Perbarui b 1, b,, b y 50. Perbarui b 1, b,, b 51. k k + 1 5. Perbarui [b 1,, b k, b k+1,, b ] 53. retur(b = [b 1, b,, b ] da B = [b 1, b,, b ]). Aalisis Algoritme Greedy SVP LLL Aalisis di sii adalah meghitug bayakya operasi aritmetik dalam algoritme greedy SVP LLL yag telah dikostruksi. Algoritme dimulai dega iisialisasi vektor pertama sebagai vektor ortogoal, dilajutka dega operasi assigmet pada ilai k 1. Kemudia, dilakuka iisialisasi pada variabel utuk membagi vektor kolom yag ada di dalam matriks atas ilai assigmet k. Proses iisialisasi pada Lagkah 4 ii dimaksudka utuk membadigka satu persatu vektor yag ada di dalam variabel. Kemudia, masuk dalam loopig while yag aka diulagi sebayak k, dega ilai adalah dimesi matriks iput. Selajutya dalam algoritme aka dihitug bayakya operasi yag terlibat dalam proses reduksi ukura. Bayakya operasi yag ada pada Lagkah 6 higga Lagkah 9 (proses reduksi ukura) yaitu sebagai berikut: 1) Sebuah operasi assigmet sebagai stateme awal utuk vektor ke-y yag igi di reduksi. ) Ada sebuah blok stateme for yag diulag sebayak k a) Ada operasi assigmet

b) Ada 3 operasi perkalia vektor, 1 operasi peguraga, 1 operasi pembagia, da 1 operasi pembulata ke bilaga bulat terdekat. Setelah blok ii, dihitug orm dari vektor yag telah direduksi yag diberika dalam variabel tertetu, kemudia diiisialisasi suatu variabel i. Pada Lagkah 1 higga Lagkah 1, blok stateme di awali dega loopig reduksi ukura vektor-vektor ke-k + higga vektor ke-. Bayakya operasi yag terlibat dalam blok ii adalah: 1) Blok stateme proses reduksi ukura yag megguaka operasi yag sama dega Lagkah 6 higga Lagkah 9. ) Meghitug setiap orm yag telah direduksi dega vektor-vektor yag telah diisialisasi dalam variabel k. Kemudia ada percabaga pada blok ii, dimaa ada 1 tada perbadiga utuk membadigka pajag vektor yag yag telah direduksi pada Lagkah 6, utuk medapatka yag vektor dega orm terpedek. Dalam blok ii ada 3 iisialisasi, masig-masig utuk peukara posisi vektor dega orm terpedek. Pada Lagkah higga Lagkah 4, operasi assigmet utuk vektor ke k + higga, da variabel m da b yag meyataka posisi vektor. Selajutya, pada Lagkah 5 higga Lagkah 9 merupaka loopig utuk meghitug orm dari vektor posisi pertama higga ke vektor ke-k da didalamya ada stateme if dimaa vektor terpedek hasil reduksi pada Lagkah 1 dibadigka pajagya. Jika kodisi ii terpeuhi, maka posisi vektor aka ditukar di posisi vektor ke-k. Dalam Lagkah 30 higga Lagkah 44, terdapat blok percabaga yag memugkika peyisipa vektor dega orm terpedek utuk meempati posisi pertama, atau posisi vektor yag disisipka atara vektor pertama da vektor ke- k. Jika kodisi ii terpeuhi, barisa yag megadug vektor terpedek dihitug ilai vektor ortogoalya dega megguaka ortogoalisasi Gram-Schmidt. Pada Lagkah 45 higga Lagkah 48, di awali dega iisialisasi vektor yag tidak masuk dalam kodisi percabaga, utuk dihitug ilai vektor ortogoalya. Ricia bayakya operasi dalam blok stateme for ii adalah: 1) operasi iisialisasi ) 1 operasi pembagia, 3 operasi perkalia vektor, da 1 operasi peguraga. Lagkah terakhir adalah peambaha ideks k kemudia kembali ke Lagkah 3. Proses aka berakhir jika ilai k. Pegujia Eksperimetal da Perbadiga Ruig Time masig-masig Algoritme dega Output Sama Selai dihitug bayakya operasi aritmetik dalam algoritme, juga dilakuka pegujia terhadap algoritme LLL, algoritme LLL peyisipa dalam, da algoritme greedy SVP LLL. Pegujia dilakuka dega cara memasukka matriks latis bilaga bulat berukura ( = 10, 0, 80) dega δ = 3 4. Output dari program adalah matriks bilaga bulat tereduksi LLL berukura da matriks hasil ortogoalisasi Gram-Schimdt. Pegujia ii bertujua utuk melihat maa diatara ketiga program yag lebih cepat waktu eksekusiya. Utuk memperoleh ruig time, waktu eksekusi setiap ukura matriks diambil sebayak 5 kali, kemudia diambil ilai rata-rataya. 39

40 Tabel 1 Ukura matriks versus ruig time (detik) dega δ = 3/4 Jeis Algoritme Ukura matriks 10 x 10 0 x 0 30 x 30 40 x 40 50 x 50 60 x 60 70 x 70 80 x 80 LLL 0.059 1.07 8.34 13.104 33.71 83.034 93.544 388.099 Peyisipa Dalam 0.07 1.763 13.65 64.659 136.485 401.16 651.058 16.497 Greedy SVP LLL 0.044 1.061 7.13 7.6 17.634 34.617 83.408 139.385 Berdasarka Tabel 1 di atas, dega meigkatya ukura matriks, ruig time eksekusi ketiga program megalami peigkata. Hal ii terjadi karea semaki besar ukura iput matriks maka ukura iterasi proses yag dilakuka pu aka semaki besar. Utuk algoritme greedy SVP LLL yag merupaka varia baru yag telah dibuat, dalam percobaa yag telah dilakuka utuk ukura matriks yag berbeda, megugguli tiga algoritme lai dalam segi kecepata. Utuk melihat feomea ii, berikut diberika grafik perbadiga ruig time versus ukura matriks sebagai masukkaya. 500 000 LLL DI Greedy SVP LLL Ruig Time (detik) 1500 1000 500 0 10 x 10 0 x 0 30 x 30 40 x 40 50 x 50 60 x 60 70 x 70 80 x 80 Ukura Matriks ( x ) Gambar 6 Perbadiga ruig time (detik) versus ukura matriks