KONSTRUKSI ALGORITME ARITMETIK GF(3 m ) DENGAN OPERASI DIBANGKITKAN DARI SIFAT GRUP SIKLIK I L H A M

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONSTRUKSI ALGORITME ARITMETIK GF(3 m ) DENGAN OPERASI DIBANGKITKAN DARI SIFAT GRUP SIKLIK I L H A M"

Transkripsi

1 KONSTRUKSI ALGORITME ARITMETIK GF(3 ) DENGAN OPERASI DIBANGKITKAN DARI SIFAT GRUP SIKLIK I L H A M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya enyatakan bahwa tesis dengan judul Konstruksi Algorite Aritetik GF(3 ) dengan Operasi Dibangkitkan dari Sifat Grup Siklik adalah karya saya sendiri dengan arahan dari koisi pebibing dan belu diajukan dala bentuk apapun kepada perguruan tinggi ana pun. Suber inforasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan aupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dala teks dan dicantukan dala daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2009 I L H A M NRP G

3 ABSTRACT ILHAM. The Construction of Arithetic Algorith GF(3 ) with Operation Generated fro Cyclic Group. Supervised by SUGI GURITMAN and NUR ALIATININGTYAS. To construct a cryptographic algorith, any arithetic concepts are needed. ElGaal encryption for exaple, can be defined over cyclic group, the usual arithetic concept. If the use of this arithetic is associated with security aspect, then it requires large coputational work. This thesis ais to construct arithetic algorith as an alternative arithetic to apply in any cryptographic schee, especially public key schee. This algorith is generated fro finite field GF (3 ). Thus, the procedures to construct arithetic algorith as follows. Firstly, take the priitive polynoial p( x) [ x] as the iniu polynoial of degrees with as a root. Secondly, 3 represent all eleents of GF(3 ) as vectors in -diensional vector space over 3. The resulted arithetic algoriths are coputational procedures for standard operation in GF (3 ), i.e. addition, ultiplication, division, invertion, and exponentiation. Asyptotically, coplexity of the algoriths is the sae as the previous one, which is constructed by irreducible polynoial. However, for a sall value of the resulted algoriths are better because soe operations can be reduced using priitive polynoial or cyclic group properties. Keywords: arithetic, cyclic group, priitive polynoial, cryptography. p

4 RINGKASAN ILHAM. Konstruksi Algorite Aritetik GF(3 ) dengan Operasi Dibangkitkan dari Sifat Grup Siklik. Dibibing oleh SUGI GURITMAN and NUR ALIATININGTYAS. Perkebangan teknologi inforasi eudahkan seseorang untuk endapatkan inforasi yang dibutuhkan. Untuk engaankan inforasi yang sifatnya rahasia diperlukan suatu teknik pengaanan. Teknik tersebut dapat dilakukan dengan engaankan baik secara fisik aupun non fisik. Salah satu pengaanan secara non fisik adalah dengan engenkripsi inforasi rahasia enggunakan teknik kriptografi. Terdapat dua tipe uu dari algorite yang berbasis kunci, yaitu Algorite Sietrik dan Algorite Asietrik (kunci publik) (Schneier 1996). Kriptografi sietrik disebut juga kriptografi konvensional, yaitu kunci enkripsi dapat dihitung dari kunci deskripsi atau sebaliknya, karena kunci yang digunakan adalah saa. Kriptografi sietrik tergantung pada kerahasiaan kunci yang digunakan. Kriptografi asietrik disebut juga kriptografi kunci publik yang didesain bahwa yang digunakan untuk enkripsi berbeda dengan kunci yang digunakan untuk deskripsi. Kriptografi kunci publik terdiri atas dua buah kunci yaitu kunci publik dan kunci pribadi. Kunci publik digunakan untuk engenkripsi suatu pesan kedala siferteks sedangkan kunci pribadi digunakan untuk endekripsi siferteks enjadi pesan asli. Salah satu contoh penyandian dengan enggunakan kunci publik adalah penyandian kunci publik ElGaal dengan aritetik odular atas dasar sifat grup siklik yang pertaa kali diperkenalkan oleh Taher ElGaal pada tahun 1985 dan sapai p saat ini asih dipercaya sebagai etode penyandian. Kunci publik yang digunakan a dala penyandian ElGaal ini adalah (,, od p) diana kunci pribadinya adalah a. Dengan deikian, untuk keaanan penyandian ElGaal ini dibuatlah p dengan eilih p yang sangat besar dala proses kalkulasi aritetik untuk ebangkitkan kunci yang digunakan (Menezes 1997). Jika penggunaan aritetik pada penyandian ElGaal dikaitkan dengan aspek keaanan, aka eerlukan beban koputasi yang cukup besar sehingga dala dekade terakhir diperlukan aritetik alternatif sebagai pengganti aritetik odular. Aritetik-aritetik pengganti tersebut di antaranya adalah aritetik yang dibangkitkan dari srtuktur field berhingga GF (3 ), kurva eliptik, atau kurva hipereliptik. Dala peneltian ini, penulis enitikberatkan pada pebahasan aritetik yang dibangkitkan dari struktur field berhingga GF(3 ) sebagai perluasan dari field 3. Atas dasar inilah, aka penelitian ini bertujuan untuk engkonstruksi field berhingga GF(3 ) dari 3 berdasarkan sifat perluasan field, engonstruksi algorite aritetik GF(3 ) seperti operasi penjulahan, operasi perkalian, operasi invers, operasi pebagian, dan operasi exponensial, dan engukur kinerja algorite yang dihasilkan berdasarkan kopleksitas. Untuk engonstruksi algorite aritetik GF(3 ) dala penelitian ini dilakukan dengan prosedur sebagai berikut. p

5 Pertaa, engabil polinoial priitif berderajat atas 3 yang erupakan polinoial iniu ( x) a0 a1x... ax diana erupakan akar priitifnya sedeikian sehingga ( ) 0. Pengabilan polinoial priitif ini dilakukan secara koputasi dengan langkah-langkah sebagai berikut. Tes apakah polinoial ( x) adalah irreducible, tes apakah polinoial irreducible adalah priitif, selanjutnya eilih polinoial priitif yang bersuku kecil, yaitu dari polinoial priitif yang bersuku dua, polinoial priitif yang bersuku tiga, atau polinoial priitif yang bersuku epat. Kedua, representasikan seua eleen dari GF(3 ) sebagai vektor dala ruang vektor berdiensi- atas 3. Untuk kepentingan koputasi, eleen GF(3 ) dapat direpresentasikan sebagai vektor terner dari derajat terkecil ke derajat terbesar dala bentuk [ a0, a1,..., a 1]. Algorite aritetik GF(3 ) yang dihasilkan dikonstruksi dari polinoial priitif bersuku kecil yang terdiri atas algorite operasi penjulahan, algorite operasi perkalian, algorite operasi invers, algorite operasi pebagian, dan algorite operasi eksponensial. Secara uu, algorite yang dihasilkan secara asiptotik epunyai kinerja yang saa dengan algorite sebelunya yang didasarkan pada pengabilan polinoial irreducible. Dengan deikian, secara rata-rata algorite yang dihasilkan enjadi lebih baik karena beberapa operasi dapat direduksi enggunakan polinoial priitif atau sifat dari grup siklik. Kata kunci: aritetik, grup siklik, polinoial priitif, kriptografi.

6 Hak Cipta Milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta Dilindungi Undang-undang 1. Dilarang engutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa encantukan atau enyebutkan suber a. Pengutipan hanya boleh untuk kepentingan pendidikan penelitian, penulisan karya iliah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu asalah. b. Pengutipan tidak erugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang enguukan dan eperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dala bentuk laporan apapun tanpa ijin IPB.

7 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan hidayahnya sehingga karya iliah berjudul Konstruksi Algorite Aritetik GF(3 ) dengan Operasi Dibangkitkan dari Sifat Grup Siklik berhasil diselesaikan. Teria kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Sugi Guritan dan Ibu Dra. Nur Aliatiningtyas, M. Si. yang telah ebibing penulis selaa elakukan penelitian dan banyak eberikan asukan dan saran, serta Ibu Dr. Ir. Sri Nurdiati, M. Sc. selaku penguji luar koisi pada ujian tesis yang telah eberikan asukan dan saran. Tak lupa penulis sapaikan penghargaan atas segala kerjasaa dan dukungan dari Ibu Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, MS. selaku Ketua Progra Studi Mateatika Terapan, Ibu Dr. Berlian Setiawaty selaku Ketua Departeen Mateatika, dan Departeen Agaa Republik Indonesia yang telah eberikan beasiswa kepada penulis selaa enepuh studi di Institut Pertanian Bogor. Akhirnya, ucapan teria kasih yang tak terhingga penulis berikan kepada ayah, ibu, istri, dan putra-putri tercinta atas segala pengorbanan dan dukungannya selaa penulis enyelesaikan studi. Seoga karya iliah ini dapat beranfaat bagi keajuan ilu pengetahuan dan teknologi di asa endatang. Bogor, Agustus 2009 I L H A M

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Desa Risa Kecaatan Woha Kabupaten Bia pada tanggal 20 Oktober 1971 dari Bapak Usan Zakaria dan Ibu Sitti Hawa H. Bahari. Penulis erupakan putra kedua dari ena bersaudara. Tahun 1990 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Woha Kabupaten Bia dan elanjutkan studi pada IAIN Alauddin Makassar dengan eilih Progra Studi Tadris Mateatika Fakultas Tarbiyah dan lulus pada tahun Penulis endapatkan kesepatan untuk elanjutkan studi ke progra agister pada Progra Studi Mateatika Terapan Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 dengan endapatkan beasiswa pendidikan dari Departeen Agaa Republik Indonesia. Saat ini penulis telah enikah dengan Faridah, S. Ag dan dikaruniai satu orang putra yang bernaa Muhaad Farid berusia 12 tahun dan dua orang putri, yang asing-asing bernaa Dewi Arifah berusia 11 tahun, dan Berlian Setiawati berusia 1 tahun 2 bulan. Tahun 2001 penulis diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Departeen Agaa Republik Indonesia dan engajar Bidang Studi Mateatika pada Madrasah Aliyah Korleko Kabupaten Lobok Tiur Nusa Tenggara Barat. Keudian pada tahun 2003 penulis diutasikan pada Madrasah Tsanawiyah Negeri Kandai II Kabupaten Dopu Nusa Tenggara Barat sebagai Guru Mateatika sapai sekarang.

9 KONSTRUKSI ALGORITME ARITMETIK GF(3 ) DENGAN OPERASI DIBANGKITKAN DARI SIFAT GRUP SIKLIK I L H A M Tesis Sebagai salah satu syarat untuk eperoleh gelar Magister Sains pada Progra Studi Mateatika Terapan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

10 Penguji Luar Koisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Sri Nurdiati, M. Sc.

11 Judul Tesis : Konstruksi Algorite Aritetik GF(3 ) dari Sifat Grup Siklik Naa : I l h a NRP : G dengan Operasi Dibangkitkan Disetujui Koisi Pebibing Dr. Sugi Guritan Ketua Dra. Nur Aliatiningtyas, M. Si. Anggota Diketahui Ketua Proga Studi Mateatika Terapan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S. Tanggal Ujian: 12 Agustus 2009 Tanggal Lulus:

12 DAFTAR ISI Halaan DAFTAR ALGORITME.... iv BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 3 BAB II LANDASAN TEORI Grup dan Subgrup Grup Siklik Hooorfisa Grup dan Isoorfisa Grup Faktor dan Subgrup Noral Ring Ring Polinoial Ruang Vektor Perluasan Field Kopleksitas Koputasi BAB III BAHASAN KONSTRUKSI GF (3 ) BAB IV BAHASAN ALGORITME ARITMETIK GF (3 ) Operasi Penjulahan Operasi Perkalian Operasi Invers Operasi Pebagian Operasi Exponen BAB V PENERAPAN ARITMETIK GF(3 ) PADA ALGORITME DIFFIE-HELLMAN KEY EXCHANGE BAB VI SIMPULAN DAN SARAN Sipulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 52

13 DAFTAR ALGORITME Algorite Halaan 3.1 Prosedur untuk engubah desial ke vektor terner Prosedur untuk ebangkitkan vektor terner berdiensi dengan eleen pertaa tak-nol secara acak Prosedur untuk pengecekan Vektor Irreducible atau tidak Prosedur untuk eeriksa apakah Vektor Irreducible adalah Priitif Prosedur untuk ebangkitkan Vektor Priitif bersuku dua Prosedur untuk ebangkitkan Vektor Priitif bersuku tiga Prosedur untuk ebangkitkan Vektor Priitif bersuku epat Prosedur untuk ereduksi nol Operasi Penjulahan Prosedur untuk engalikan kelipatan vektor Prosedur untuk enggeser satu langkah Operasi Perkalian Prosedur untuk ebagi vektor tanpa odulo Operasi Invers Operasi Pebagian Prosedur untuk enghitung a od dala rentang negatif Operasi Exponen Prosedur untuk pebangkitan Pria Relatif secara acak Prosedur untuk pebangkitan eleen Priitif Acak Prosedur untuk Diffie-Hellan Key Exchange... 48

14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dala perkebangan teknologi inforasi, disadari atau tidak orang sudah banyak engenal tentang kriptografi dan banyak algorite yang digunakan untuk engaankan inforasi rahasia. Kriptografi adalah ilu dan seni untuk enjaga kerahasiaan pesan dengan cara enyandikan isi inforasi enjadi suatu kode-kode yang yang tidak dapat diengerti sehingga apabila disadap aka si penyadap akan kesulitan untuk engetahui isi inforasi yang sebenarnya (Schneier 1996). Metode penyandian ini enitikberatkan pada kerahasiaan suatu algorite yang digunakan. Karena penggunaan etode ini tidak efisien aka algorite rahasia ulai ditinggalkan dan eperkenalkan suatu etode baru yang disebut dengan algorite kunci. Metode ini tidak enitikberatkan pada keaanan suatu algorite, tetapi pada kerahasiaan kunci yang digunakan pada proses penyandian. Menezes (1997) endefinisikan kriptografi sebagai studi teknik ateatika yang berhubungan dengan aspek keaanan inforasi seperti kerahasiaan, integritas data, otentikasi, dan non-repudiasi. Algorite kriptografi adalah suatu fungsi ateatika yang digunakan untuk enkripsi dan deskripsi (Schneier 1996). Terdapat dua tipe uu dari algorite yang berbasis kunci, yaitu Algorite Sietrik dan Algorite Asietrik (kunci publik) (Schneier 1996). Kriptografi sietrik disebut juga kriptografi konvensional, yaitu kunci enkripsi dapat dihitung dari kunci deskripsi atau sebaliknya, karena kunci yang digunakan adalah saa. Kriptografi sietrik tergantung pada kekuatan kunci yang digunakan. Kriptografi asietrik disebut juga kriptografi kunci publik yang didesain bahwa yang digunakan untuk enkripsi berbeda dengan kunci yang digunakan untuk deskripsi. Kriptografi kunci publik terdiri atas dua buah kunci yaitu kunci publik dan kunci pribadi. Kunci publik digunakan untuk engenkripsi suatu pesan ke dala siferteks sedangkan kunci pribadi digunakan untuk endekripsi siferteks enjadi pesan asli.

15 2 Salah satu contoh penyandian dengan enggunakan kunci publik adalah penyandian kunci publik ElGaal dengan aritetik odular atas dasar sifat grup siklik p yang pertaa kali diperkenalkan oleh Taher ElGaal pada tahun 1985 dan sapai saat ini asih dipercaya sebagai etode penyandian. Kunci publik yang digunakan a dala penyandian ElGaal ini adalah (,, od p) p diana kunci pribadinya adalah a. Keaanan algorite ini sangat tergantung pada peilihan bilangan pria p yang sangat besar dala proses kalkulasi aritetik untuk ebangkitkan sebuah kunci. yang digunakan (Menezes 1997). Jika penggunaan aritetik pada penyandian ElGaal ini dikaitkan dengan aspek keaanan, aka diperlukan beban koputasi yang cukup besar sehingga dala dekade terakhir diperlukan aritetik alternatif sebagai pengganti aritetik odular. Aritetik-aritetik pengganti tersebut di antaranya adalah aritetik yang dibangkitkan dari srtuktur field berhingga GF (3 ), kurva eliptik, atau kurva hipereliptik. Beberapa penelitian yang engarah pada konsep aritetik yang dibangkitkan dari srtuktur field berhingga di antaranya adalah Bertoni et al. (2003) dala papernya yang berjudul Efficient GF( p ) Arithetic Architectures for Cryptographic Applications yang eberikan kontribusi dala ebangun aritetik GF( p ) diana p adalah bilangan pria yang direduksi dari polinoial irreducible. Adapun Truong et al. (1988) dala papernya yang berjudul Efficient Multiplication Algorith Over the Finite Field GF( q ) where q = 3, 5. Oran et al. (2007) dala papernya berjudul Software Ipleentation of Arithetic in ultiplikatif cepat dala basis noral gaussian. 3 ebangun algorite 3 dengan enggunakan representasi basis polinoial dan Dla peneltian ini, penulis enitikberatkan pada pebahasan aritetik yang dibangkitkan dari struktur field berhingga GF(3 ) sebagai perluasan dari field 3 yang didasarkan pada sifat grup siklik bahwa setiap eleen GF( p ) eenuhi polinoial p dan selalu epunyai akar sebagai eleen pebangun GF( p ) (Menezes 1997). Atas dasar inilah, penulis encoba untuk engonstruksi algorite

16 3 aritetik GF(3 ) dengan engabil polinoial priitif berderajat atas 3 yang erupakan polinoial iniu ( x) a0 a1x... ax diana erupakan akar priitifnya sedeikian sehingga ( ) 0. Selanjutnya, seua eleen GF(3 ) direpresentasikan sebagai ruang vektor berdiensi- atas 3 dari derajat terkecil ke derajat terbesar dala bentuk [ a0, a1,..., a 1]. 1.2 Tujuan Penelitian 1. Mengonstruksi field berhingga GF(3 ) dari 3 berdasarkan sifat perluasan field. 2. Mengonstruksi algorite aritetik GF(3 ) seperti operasi penjulahan, operasi perkalian, operasi invers, operasi pebagian, dan operasi exponensial. 3. Mengipleentasikan algorite-algorite yang dihasilkan pada Software MAPLE 11 dengan epertibangkan kecepatan operasinya. 1.3 Manfaat Penelitian Manfaat dari aritetik yang dihasilkan dala penelitian ini adalah sebagai kajian akadeik yang engarah pada perkebangan cabang ateatika diskret, sebagai aritetik alternatif untuk diterapkan pada algorite kriptografi, dan untuk konstruksi Error Correcting Codes, serta diharapkan dapat diaplikasikan pada pengebangan yang lebih luas khususnya pada teknologi inforasi.

17 BAB II LANDASAN TEORI Untuk encapai tujuan penelitian, diperlukan beberapa pengertian dan teori yang relevan dengan pebahasan. Dala bab ini akan diberikan beberapa teori berupa definisi, teorea, aupun lea yang berkaitan dengan konsep struktur aljabar. 2.1 Grup dan Subgrup Definisi 2.1 Grup G adalah sebuah siste aljabar yang terdiri atas suatu hipunan tak kosong G dan suatu operasi biner ( * ) yang didefinisikan dala G serta eenuhi aksioa-aksioa berikut ini: (1) Operasi * bersifat assosiatif, yaitu a * ( b * c) = (a * b) * c, untuk setiap a, b, c G. (2) Terdapat eleen identitas eg sedeikian sehingga a e e a a, untuk setiap a G. (3) Untuk setiap a G, terdapat eleen 1 a G sedeikian sehingga 1 1 a a a a e. Sebuah Grup G disebut sebagai grup koutatif atau grup abelian jika operasi * bersifat koutatif yang eenuhi aksioa: (4) a * b = b * a, untuk setiap a, b G (Fraleigh 2003). Jika sebuah grup G eiliki julah eleen yang berhingga aka disebut grup berhingga (finite group) dan jika julah eleen dari suatu grup G tak berhingga aka disebut grup tak berhingga (infinite group). Order dari sebuah grup G saa dengan banyaknya eleen dala grup G yang dinotasikan dengan G (Guritan 2004). Contoh grup yang tidak asing lagi adalah bilangan bulat terhadap operasi penjulahan. Misalkan, erupakan hipunan bilangan bulat {..., 3, 2, 1,0,1,2,3,...}. (, ) erupakan suatu grup, karena untuk setiap a, b aka ( a b). Bila a, b, c aka a ( b c) a ( b c) juga eleen (eenuhi sifat assosiatif). 0 dan untuk setiap a aka 0 a a 0 0 (0 eleen identitas. Bila a aka terdapat a sedeikian sehingga a ( a) ( a) a 0 ( a karena a b b a. eleen invers). Grup ini juga erupakan grup koutatif,

18 5 Misalkan grup G dan S sebarang hipunan bagian tidak kosong dari G, aka berikut erupakan definisi subgrup yang saling ekuivalen, yaitu sebuah hipunan bagian S dari grup G disebut subgrup dari G jika S sendiri ebentuk grup di bawah operasi yang saa dengan yang diiliki G (Aliatiningtyas 2002). Sebagai contoh,, dan erupakan subgrup dari terhadap operasi penjulahan. Tentu saja dan asing-asing erupakan grup terhadap operasi yang saa yaitu penjulahan. Misalkan S adalah hipunan bagian dari sebuah grup G. S dikatakan subgrup dari G jika dan hanya jika eenuhi sifat berikut ini. i). S tertutup dala operasi dala G, yaitu jika a, bs aka ab S. ii). S tertutup terhadap inversnya, yaitu a S aka 1 a S (Aliatiningtyas 2002). Bilangan bulat adalah grup terhadap operasi penjulahan. Misalkan S adalah hipunan bagian dari yang terdiri atas seluruh perkalian bilangan bulat positif, yaitu S {..., 2,, 0,, 2,...}. Dengan enggunakan sifat di atas, aka dapat ditunjukkan bahwa S adalah subgrup dari G. Hubungan antara grup dan subgrupnya dapat ditabahkan dengan satu definisi yang disebut dengan koset. Definisi 2.2 Misalkan S adalah subgrup dari grup G. Untuk setiap a G, aka hipunan yang dinotasikan dengan as { as s S} disebut koset kiri dari S yang euat a dan S a { sa s S} disebut koset kanan dari S yang euat a (Aliatiningtyas 2002). Teorea 2.3 (Teorea Lagrange) Misalkan G yaitu grup berhingga dan S yaitu subgrup dari G, aka order dari S ebagi order dari G (Aliatiningtyas 2002). Jika S erupakan subgrup dari grup G, aka indeks dari S di dala G dapat diartikan sebagai banyaknya koset dari S di dala G, dinotasikan (G : S) (Aliatiningtyas 2002).

19 6 Misalkan adalah sebuah grup bilangan bulat dala penjulahan dan subgrup 3 {..., -6, -3, 0, 3, 6,...} terdiri atas kelipatan 3. Terdapat tiga koset kiri yang berbeda dari 3 dala, yaitu = 3 = {..., -6, -3, 0, 3, 6,...}, = {..., -5, -2, 1, 4, 7,...}, = {..., -4, -1, 2, 5, 8,...}. Meskipun dan 3 keduanya tak berhingga, indeks dari 3 dala adalah berhingga, yaitu ( :3 ) = 3 adalah banyaknya koset. 2.2 Grup Siklik Sebelu endefinisikan tentang grup siklik, aka berikut ini diberikan beberapa definisi yang terkait dengan order suatu unsur grup. Misalkan G adalah sebarang grup, a G dan bilangan bulat positif, aka a : aa... a, kali a : a a... a, dan a 0 : kali e (Guritan 2004). Jadi, jika G adalah suatu grup dan a G positif dan n berlaku huku eksponen berikut ini., aka untuk seua bilangan bulat 1). a a n n a 2). ( a ) a n n 3). 1 1 a ( a ) ( a ). Misalkan G grup, dan a G. Order dari eleen a dinotasikan O( a) didefinisikan sebagai bilangan bulat positif terkecil sehingga a e. Jika tidak ada bilangan deikian, aka dikatakan order tak hingga (infinity) atau nol (Aliatiningtyas 2002). Teorea 2.4 1). Jika O( a), aka ada tepat kuasa dari a (power of a) yang asing-asing berbeda, yaitu a e, a, a,..., a. 2). Jika O( a) tak hingga, aka seua kuasa dari a berbeda. Artinya, jika r dan s adalah dua bilangan bulat yang berbeda

20 7 aka a O a r s a. 3). Misalkan a adalah unsur dari grup G dan ( ), aka t a e jika dan hanya jika t adalah kelipatan dari (t kelipatan, artinya ada bilangan bulat q sehingga t q ) (Aliatiningtyas 2002). Definisi 2.5 Sebuah grup G dan sebuah eleen a G (a disebut eleen pebangun). Jika G a { a } aka G disebut grup siklis (cyclic group). Jika G berhingga dan berorder, aka dapat ditunjukkan G a a e a a a {,,,..., }. Jika G adalah grup aditif, aka dapat ditunjukkan G a { a } dan jika berorder, aka dapat ditunjukkan G a {0a 0, a, 2 a,..., (-1) a} (Guritan 2004). 2.3 Hooorfisa Grup dan Isoorfisa Definisi 2.6 Diberikan grup G dan H. Suatu hooorfisa grup dari G ke H adalah suatu fungsi f : G H sedeikian sehingga untuk sebarang a dan b di dala G, berlaku f ( ab) f ( a) f ( b) (Fraleigh 2003). Terkait dengan jenis fungsi, aka terdapat epat jenis hooorfisa f, yaitu: 1). Jika f bersifat injektif, aka f disebut onoorfisa. 2). Jika f bersifat surjektif, aka f disebut epiorfisa. Dala hal ini, H disebut iej hooorfik dari G oleh f. 3). Jika f bersifat bijektif, aka f disebut isoorfisa. Dala hal ini, G dan H dikatakan isoorfik.

21 8 4). Jika f bersifat bijektif dan GH, aka f disebut autoorfise (Aliatiningtyas 2002). Definisi 2.7 Kernel dari f, ditulis Ker( f ) adalah hipunan dari eleen G yang iagenya adalah eleen identitas e dari H, yaitu Ker ( f ) { a G : f ( a) e}. Sedangkan Bayangan (Iage) dari f, ditulis f(g) atau I( f ) terdiri dari iage-iage dari eleen-eleen G dala f, yaitu I ( f ) { b H : b f ( a)}, untuk beberapa a G (Guritan 2004). Sebagai contoh, diberikan fungsi f : 6, 3, dengan f ( x) x(od 3), x 6 aka f erupakan hooorfisa, sebab x1, x2 6 berlaku f(x 1 +x 2 ) = (x 1 + x 2 ) od 3 = (x 1 od 3) + (x 2 od 3) = f(x 1 ) + f(x 2 ) dan ker( f ) { x 6 f ( x) 0} { x x(od 3) 0} 6 {0, 3}. Dengan deikian, 3 disebut bayangan hooorfik dari G oleh f. Teorea 2.8 Misalkan G dan H adalah grup. Suatu fungsi f : G H adalah hooorfisa, aka sifat-sifat berikut dipenuhi. 1). f ( e) e (secara iplisit bahwa e pada ruas kiri adalah unsur identitas G dan e pada ruas kanan adalah unsur identitas H). 2). 1 1 f ( a ) [ f ( a)] untuk setiap a G. 3). I( f ) erupakan subgrup dari H. 4). Ker( f ) erupakan subgrup dari G (Guritan 2004). Selanjutnya, dua grup G dan Hdikatakan isoorfik (dinotasikan G H ), jika ada suatu isoorfisa dari G ke H. Sifat penting yang terkandung dari akna isoorfik adalah walaupun secara fisik kedua grup tersebut berbeda, tetapi dari segi struktur adalah

22 9 saa. Kesaaan struktur eegang peranan penting dala ateatika secara uu, karena tibulnya konsep ateatika berangkat dari konsep abstraksi. Jika kita epelajari bangun segitiga, aka kita tidak akan epertanyakan segitiga itu terbuat dari apa, naun bagaiana sifat-sifat dan struktur segitiga itu. Dari akna ini, jika G H (walaupun ungkin eleen dan operasi dari keduanya berbeda), aka sifat-sifat yang terkait dengan eleen dan operasinya saa. Hal ini dapat disajikan dala teorea berikut ini. Teorea 2.9 Sifat-sifat isoorfik 1). Untuk grup berhingga, aka G H 2). G abelian jika dan hanya jika H abelian. 3). G siklik jika dan hanya jika H siklik. 4). G dibangkitkan oleh dua unsur jika dan hanya jika H dibangkitkan oleh dua unsur. 5). Julah unsur yang epunyai invers dirinya sendiri di dala GdanH adalah saa (Guritan 2004). Misalkan G adalah grup bilangan real dala penjulahan dan H adalah grup dari bilangan positif real dala perkalian dengan peetaan f : G H yang didefinisikan oleh f ( a) 3 a, aka peetaan f erupakan hooorfisa karena ab a b f ( a b) f ( a) f ( b). Selanjutnya, f adalah injektif karena f ( a) f ( b) a b 3 3 a b dan f adalah surjektif karena untuk setiap 3 a H terdapat a G sedeikian sehingga f ( a) 3 a. Dengan deikian, aka f adalah sebuah isoorfisa. 2.4 Grup Faktor dan Subgrup Noral Definisi 2.10 Misalkan G grup dan S subgrup dari G. Maka S disebut subgrup noral dari G jika untuk setiap g G, s S, 1 gsg S (Aliatiningtyas 2002). Teorea 2.11 Misalkan G grup, S subgrup dari G, aka S subgrup noral dari G jika dan hanya jika gs = Sg untuk setiap g G (Aliatiningtyas 2002).

23 10 Jika S adalah subgrup noral dari grup G, aka koset dari S dala G ebentuk sebuah grup G / S di bawah operasi ( as)( bs) abs. Grup ini disebut grup faktor (quotient) dari G dan S. Pernyataan ini dapat disajikan dala teorea berikut. Teorea 2.12 Misalkan S adalah subgrup noral dari grup G. Koset dari S dala G ebentuk sebuah grup G / S berorder G : S (Fraleigh 2003). Misalkan adalah grup bilangan bulat dala operasi penjulahan dan isalkan 3 adalah subgrup dari grup yang terdiri atas perkalian 3, aka 3 adalah subgrup noral dari karena adalah grup koutatif. Misalkan 0, 1, dan 2 berturut-turut enyatakan 3 koset yaitu: {..., 3,0,3,6,...} {..., 2,1,4,7,...} {..., 1,2,5,8,...} aka grup faktor / 3 adalah {0, 1, 2}. Grup ini biasa disebut dengan Bilangan Bulat Modulo 3 dan dinyatakan dengan 3. Dengan cara yang saa, untuk setiap bilangan bulat positif, terdapat grup faktor yang disebut dengan bilangan bulat odulo. Terkait dengan definisi grup di atas, aka berikut ini diberikan konsep tentang grup bilangan bulat odulo. Misalkan adalah bilangan bulat positif. Untuk sebarang bilangan bulat x, x odulo dinotasikan dengan x od, yaitu sisa dari x dibagi oleh. Aturan julah odulo (digunakan notasi uu + ) pada bilangan bulat diartikan sebagai x y z z ( x y) od, sedangkan aturan kali odulo (digunakan notasi kali pada uunya) pada integer diartikan sebagai xy z z ( xy) od (Guritan 2004). Misalkan {0, 1, 2,..., ( 1)}. Julah odulo erupakan operasi pada, dan dapat ditunjukkan bahwa erupakan grup abelian yang selanjutnya disebut dengan grup bilangan bulat odulo. Dala hal ini, 0 adalah eleen identitas, jika a aka invers dari a adalah a. Di sisi lain, kali odulo erupakan operasi pada

24 11 yang bersifat asosiatif, koutatif dan 1 adalah eleen identitas. Naun tidak seua eleen epunyai invers, khususnya 0. Apapun nilai aka eleen 0 tidak epunyai invers (tidak ada eleen jika dikalikan 0 enghasilkan 1). Jelas bahwa bukan grup terhadap operasi kali odulo. Dengan deikian, cukup beralasan jika endefinisikan hipunan {0}. Pertanyaannya, apakah * * akan enjadi grup terhadap kali odulo?. Jawabannya bisa ya dan bisa juga tidak, hal ini tergantung pada nilai. Proposisi berikut erupakan dasar dari konsep ini. Proposisi 2.13 * adalah bilangan pria (Guritan 2004). akan erupakan grup terhadap operasi kali jika dan hanya jika * 6 * Sebagai contoh, isalkan 6 {1, 2, 3, 4, 5}. Hal ini dapat ditunjukkan bahwa bukan erupakan grup karena 2 dan 3 tidak epunyai invers. Selanjutnya jika p adalah pria, aka * p kali odulo p dan jika sx 1 od p. {1, 2, 3,..., p 1} erupakan grup abelian terhadap operasi * s p aka invers dari s erupakan solusi dari persaaan Teorea 2.14 Misalkan f : G H adalah epiorfisa dengan S = Ker( f ), aka H G / S (Herstein 1964). Teorea 2.14 disebut dengan Teorea Fundaental Hooorfisa yang enyatakan bahwa setiap iej hooorfik dari G adalah isoorfik dengan grup faktor dari G. Sebagai contoh, jika diberikan f : 6 3 dengan f ( x) 2x untuk setiap x 6. Fungsi f adalah epiorfisa, karena untuk setiap 2x 3 terdapat x 6 sehingga f ( x) 2x. Di sisi lain, ker( f ) S { x 6 f ( x) 0} { x 2x 0} 6 {0, 3}. Berdasarkan Teorea 2.14, aka 6 S 3.

25 Ring Definisi 2.15 Ring R adalah sebuah siste aljabar yang dibentuk oleh suatu hipunan tak kosong R dengan dua operasi biner yaitu penjulahan (+) dan perkalian (.) yang didefinisikan dala R, dan eenuhi sifat berikut: 1) (R, +) adalah grup abelian. 2) Operasi perkalian bersifat asosiatif, yaitu a.(b.c) = (a.b).c untuk seua a, b, c R. 3) Operasi perkalian bersifat distributif terhadap penjulahan. Untuk setiap a, b, c R eenuhi : Huku distributif kiri, yaitu a. (b + c) = (a. b) + (a. c), dan Huku distributif kanan, yaitu : (b + c). a = (b. a) + (c. a) (Fraleigh 2003). Jenis-jenis ring didefinisikan dengan enabahkan beberapa sifat operasi perkalian yang lain pada Definisi 2.15 (2). Misalnya, jika operasi perkalian bersifat koutatif pada ring R, aka R disebut dengan ring koutatif. Jika R epunyai unsur identitas di bawah operasi perkalian (dinotasikan 1) dan x x x, x R, aka R disebut dengan unsur kesatuan. Suatu ring yang hanya epunyai satu unsur yaitu 0 aka disebut dengan ring trivial, sedangkan ring yang lebih dari satu unsur disebut dengan ring nontrivial. Beberapa contoh ring yang tidak asing lagi adalah,,, dan. Keepat contoh tersebut erupakan ring tak-hingga dan ring koutatif dengan unsur kesatuan 1, sedangkan untuk ring berhingga dapat diabil dengan operasi penjulahan odulo, dan operasi perkalian odulo. Definisi 2.16 Misalkan R adalah ring koutatif, a R, a 0. Unsur a disebut pebagi nol jika ada b 0, b R sehingga ab 0. Selanjutnya, suatu ring R dikatakan tidak euat pebagi nol jika dan hanya jika ab 0, aka a 0 atau b ). (Aliatiningtyas Jika R adalah ring dengan unsur kesatuan 1 dan a R yang eenuhi aa a a 1 untuk setiap a R, aka a disebut berinvers (invertible) dan a 1 disebut invers dari a. Untuk 0 yang erupakan identitas dari R terhadap operasi

26 13 penjulahan tidak berinvers karena andaikata berinvers aka ada 1 a R sedeikian sehingga 1 0a Definisi 2.17 Suatu ring yang koutatif dengan unsur kesatuan 1 dan tidak euat pebagi nol disebut daerah integral (Aliatiningtyas 2002). Misalkan, 6 euat pebagi nol. Abil 2,36 aka 2 dan 3 disebut euat pebagi nol dala 6, karena 2.3 = 0 (perkalian dala odulo 6). Jadi 6 bukan daerah integral. 5 tidak euat pebagi nol, karena setiap eleen tak-nol dala 5 epunyai invers, yaitu 1.1 = 1, 2.3 = 1, 3.2 = 1 dan 4.4 = 1. Jadi 5 erupakan daerah integral. Definisi 2.18 Bilangan disebut karakteristik dari ring R jika adalah bilangan bulat positif terkecil sehingga. a 0 untuk setiap a R. Jika tidak ada bilangan seperti ini aka dikatakan berkarakteristik 0 (Aliatiningtyas 2002). Ring berkarakteristik 0, sebab tidak ada bilangan bulat sehingga. a 0 untuk setiap a. Pada hanya untuk 0 sehingga 0. a 0 untuk setiap a. Sedangkan epunyai karakteristik. Teorea 2.19 Di dala suatu daerah integral D dengan karakteristik tidak nol, aka karakteristiknya pasti bilangan pria (Gallian 1990). Teorea 2.20 Di dala suatu daerah integral D dengan karakteristik bilangan pria p, aka ( ) p p p untuk setiap eleen, D (Guritan 2004). Definisi 2.21 Suatu ring koutatif ada unsur kesatuan 1 dan setiap unsur tak nolnya epunyai invers disebut field (Menezes, 1997). Dari Definisi 2.21, dapat diaati bahwa definisi field diperoleh dari engganti sifat (2) pada Definisi 2.15 dengan pernyataan bahwa R\ 0 adalah grup koutatif terhadap operasi perkalian. Dengan deikian, isalkan R adalah suatu ring yang koutatif aka,,. disebut field jika eenuhi sifat, adalah grup koutatif,

27 14 {0},. adalah grup koutatif, dan sifat distributif berlaku a( b c) ab ac dan ( a b) c ac bc. Contoh field tak-hingga di antaranya adalah, dan. Sedangkan contoh field berhingga dapat diabil. Dari contoh sebelunya bahwa 5 tidak auat pebagi nol, aka 5 erupakan daerah integral. Selanjutnya, karena setiap eleen tak-nol dala 5 epunyai invers, yaitu 1.1 = 1, 2.3 = 1, 3.2 = 1 dan 4.4 = 1 aka 5 juga erupakan field. Hal ini enunjukkan bahwa untuk setiap daerah integral berhingga berkarakteristik bilangan pria adalah field dan setiap field adalah daerah integral. Hal ini dapat disajikan dala teorea berikut. Teorea 2.22 p adalah field jika dan hanya jika p adalah bilangan pria (Menezes 1997). Sebagaiana di dala bahasan tentang subgrup, suatu hipunan tak-kosong S di dala ring R disebut subring jika S sendiri erupakan ring terhadap operasi yang diiliki oleh R. Dala pebahasan ring secara keseluruhan, sub ring tidak begitu berperan dibandingkan dengan ideal. Jadi disini lebih enekankan penggunaan ideal dari pada subring. Definisi 2.23 Suatu hipunan bagian tak-kosong I dari ring R disebut ideal jika eenuhi aksioa-aksioa berikut ini. a. Tertutup terhadap pengurangan, yaitu a, b I ( a b) I. b. I enyerap produk di dala R, yaitu a I dan r R ar I dan ra I (Guritan 2004). Misalkan adalah ring dan didefinisikan hipunan seua bilangan bulat genap, aka adalah sebuah ideal dari. Hal ini dapat ditunjukkan dengan enggunakan definisi Jelas 0. Misalkan x, y, aka terdapat k, l sehingga x k dan y l diperoleh x y k l ( k l). Jadi ( k l). Selanjutnya, untuk setiap r, aka x. r ( k) r ( kr) juga eleen dari. Dengan deikian, adalah sebuah ideal dari.

28 15 Definisi 2.24 Misalkan R adalah ring koutatif dengan unsur kesatuan 1 dan a R. Suatu hipunan, dilabangkan a, didefinisikan sebagai a { ra r R} erupakan ideal. Ideal yang deikian disebut ideal utaa (Principal Ideal) yang dibangun oleh a (Guritan 2004). Contoh, isalkan adalah ring. Ideal dari adalah hipunan seua bilangan bulat genap yang dibangun oleh 6 adalah 6 {..., 18, 12, 6, 0, 6,12,18,...} dan erupakan ideal utaa. Definisi 2.25 Suatu hooorfisa dari ring R ke ring ' R adalah suatu fungsi ' f : R R yang eenuhi: a. f ( a b) f ( a) f ( b), dan b. f ( ab) f ( a) f ( b), untuk setiap a, b R. Jika f surjektif, aka ' R disebut bayangan hooorfik dari R. Kernel dari f didefinisikan Ker( f ) { x R f ( x) 0}, dan Range dari f didefinisikan Ran( f ) { f ( x) x R}. Jika f adalah hooorfisa yang bijektif, aka f disebut isoorfisa. Dala hal ini R dan (Guritan 2004). ' R dikatakan isoorfik, dinotasikan R R ' Sebagai ilustrasi, untuk setiap integer kita dapat endefinisikan sebuah fungsi f : oleh f ( x) x(od ). Fungsi f erupakan hooorfisa ring, isalkan a, b aka f ( a b) ( a b)(od ) a(od ) b(od ) f ( a) f ( b) dan f ( ab) ( ab)(od ) a(od ). b(od ) f ( a) f ( b) Di sisi lain, kernel dari hooorfisa f adalah

29 16 ker( f ) { a f ( a) 0} { a a(od ) 0} { a a k., k }. =. Teorea 2.26 Misalkan f : R R ' hooorfisa ring, aka ker( f ) { x R f ( x) 0} erupakan ideal dari R (Gallian 1990). Definisi 2.27 Misalkan R ring dan I ideal dari R. Untuk a R, I a { i a i I} disebut koset dari I di dala R. Operasi penjulahan dan perkalian pada koset-koset didefinisikan sebagai ( I a) ( I b) I ( a b) dan ( I a)( I b) I ab (Guritan 2004). Dari contoh sebelunya bahwa 6 {..., 18, 12, 6, 0, 6,12,18,...} adalah ideal utaa dengan koset-kosetnya adalah 6 0 {..., 18, 12, 6,0,6,12,18,...} 0, 6 1 {..., 17, 11, 5,1,7,13,19,...} {..., 16, 10, 4, 2,8,14, 20,...} {..., 15, 9, 3,3,9,15, 21,...} {..., 14, 8, 2, 4,10,16, 22,...} {..., 13, 7, 1,5,11,17,23,...} 5 Jadi hipunan koset-koset yang dibangun oleh 6 adalah 6 {0, 1, 2, 3, 4, 5}. Teorea 2.28 R I dengan operasi penjulahan dan operasi perkalian erupakan ring dan disebut ring faktor dari R oleh I (Guritan 2004).

30 17 Teorea 2.29 Jika I adalah ideal dari ring R, aka fungsi R I adalah ring dan erupakan bayangan hooorfisa dari R (Herstein 1964). Teorea 2.30 Misalkan R dan ' R adalah asing-asing ring dan ' f : R R adalah epiorfisa dengan K adalah kernel dari f, aka R ' R K (Aliatiningtyas 2002). Misalkan adalah ring seperti pada contoh sebelunya, ker( f ) 6 adalah ideal, dan / 6 adalah ring faktor (quosen), aka / 6 isoorfik dengan 6. Definisi 2.31 Suatu ideal utaa I dari suatu ring R dikatakan ideal aksial jika tidak ada ideal T dari R sedeikian sehingga I T (Guritan 2004). Teorea 2.32 Misalkan R adalah ring koutatif dengan unsur kesatuan dan I adalah ideal dari R, aka I adalah ideal aksial jika dan hanya jika ring faktor R I adalah field (Gallian 1990). 2.6 Ring Polinoial Misalkan R adalah ring koutatif dengan unsur kesatuan 1 dan x erupakan sibol yang tak tetap, aka setiap ekspresi dari a a x... a x a x disebut polinoial dala x dengan koefisien ai R atau lebih sederhana disebut polinoial dala x atas R. Ekspresi dari i0 a x i i disebut terinologi dari polinoial. Misalkan Polinoial dala x diodelkan dengan sibol a( x), b( x), f ( x ), dan lain-lain. 1 1 i i i0 f ( x) a a x... a x a x a x erupakan sebarang polinoial. Derajat dari polinoial f ( x) yaitu bilangan terbesar sehingga koefisien dari x bukan nol dan dinotasikan dengan deg f ( x ). Polinoial 1 1 f ( x) 0 0 x... 0 x... yang seua koefisiennya nol disebut polinoial nol, dinotasikan dengan f ( x) 0, dan disebut polinoial tak berderajat. Jika polinoial tak nol f ( x) a a x... a x a x epunyai derajat, aka a disebut

31 18 koefisien depan. Jika polinoial f ( x) a0, aka f ( x) berderajat nol dan disebut polinoial konstan. Sebarang polinoial yang koefisien depannya saa dengan 1 disebut polinoial onik. Misalkan f ( x) a a x... a x a x berderajat dan g x b b x b x 1 n ( ) n berderajat n, aka f ( x) g( x) jika dan hanya jika n dan a i b untuk setiap k 0,1,...,. Operasi penjulahan dan perkalian dala ring i polinoial sistenya saa seperti dala aljabar eleenter. Misalkan fungsi f x a a x a x 1 ( ) dan didefinisikan g x b b x b x 1 n ( ) n, aka operasi penjulahan f x g x c c x c x 1 k ( ) ( ) k, dengan c i a i b i untuk setiap i. Operasi perkalian didefinisikan f x g x c c x c x 1 ( ) ( ) i diana ci akbi k a0bi a1b i1... ai 1b1 aib0 k 0. n n Definisi 2.33 Misalkan R adalah ring koutatif, ring polinoial R[ x] adalah ring yang dibentuk oleh hipunan dari seua polinoial-polinoial dala x yang koefisiennya ada dala R dengan operasi penjulahan polinoial dan operasi perkalian polinoial (Menezes 1997). Sebagai contoh, x 0 x..., x 0 x..., x x x , 2 2 x 0 0x 1 x..., dan sebagainya. Dengan deikian, R[ x] dapat dinyatakan secara 2 unik sebagai { a0 a1 x a2x... a x } diana a i R. Teorea 2.34 Jika R ring koutatif, aka R[ x] juga erupakan ring koutatif dan jika R eiliki unsur kesatuan 1 aka 1 juga erupakan unsur kesatuan dala R[ x ]. Teorea 2.35 Jika D adalah daerah integral, aka D[ x] juga daerah integral.

32 19 Teorea 2.36 Jika adalah field, aka [ x] daerah integral. Karena adalah daerah integral aka [ x] adalah daerah integral dan karena adalah field aka [ x] 5 5 adalah daerah integral. Teorea 2.37 Misalkan adalah field dan ring polinoial [ x]. Jika f ( x), g( x) [ x] dengan g( x) 0, aka ada polinoial unik q( x), r( x) [ x] sehingga f ( x) q( x) g( x) r( x) dengan r( x) 0 atau derajat r( x) derajat g( x) (Fraleigh 2003). Akibat 2.38 Misalkan adalah field. Eleen c dala adalah dari f ( x) [ x] jika dan hanya jika x c adalah faktor dari f ( x) dala [ x] (Gilbert 2004). Akibat 2.39 Sebuah polinoial berderajat atas field epunyai paling banyak akar dala (Gilbert 2004). Definisi 2.40 Misalkan g( x), h( x) [ x] keduanya tidak nol, aka Greatest Coon Divisor dari g( x) dan h( x) dinotasikan gcd( g( x), h( x)) adalah polinoial onik berderajat terbesar dala [ x] diana keduanya ebagi g( x) dan h( x ) (Menezes 1997). Definisi 2.41 Suatu polinoial non-konstanta f ( x) [ x] dikatakan irreducible atas [ x] jika f ( x) tidak dapat dinyatakan sebagai perkalian g( x) h( x) diana g( x) dan h( x) adalah dua polinoial dala [ x] yang keduanya berderajat lebih rendah dari derajat f ( x ) (Fraleigh 2003). Teorea 2.42 Misalkan adalah field dan f ( x) [ x]. Setiap ideal dala [ x] adalah ideal utaa dan ideal f ( x) adalah ideal aksial jika dan hanya jika f ( x) adalah irreducible atas (Gallian 1990).

33 Ruang Vektor Definisi 2.43 Misalkan adalah field dan isalkan sebarang hipunan V didefinisikan aturan julah dan aturan perkalian skalar. V disebut ruang vektor atas jika eenuhi 10 sifat-sifat berikut: 1. Untuk setiap u, v V aka terdapat tunggal wv operasi penjulahan: u v w. yang sehingga tertutup terhadap 2. Untuk setiap u, v, wv berlaku sifat assosiatif: ( u v) w u ( v w). 3. Untuk setiap u V, terdapat tunggal identitas 0V sehingga 0 u u 0 u. 4. Untuk setiap u V, terdapat tunggal invers v V sehingga u v u v 0 ( v u ). 5. Untuk setiap u, v, wv berlaku sifat koutatif: u v v u. 6. Untuk setiap k, dan setiap u V aka terdapat tunggal v V terhadap operasi perkalian ku v. 7. Untuk setiap k, dan setiap u, v V aka k( u v) ku kv. sehingga tertututp 8. Untuk setiap k, l, dan setiap u V aka ( k l) u ku lu. 9. Untuk setiap k, l, dan setiap u V aka ( kl) u k( lu). 10. Untuk setiap u V aka 1u u, diana 1 adalah unsur identitas dari (,.). Unsur dari V disebut vektor dan unsur dari disebut skalar (Guritan 2005). Definisi 2.44 Misalkan V adalah vektor atas field. 1. Vektor v1, v2,..., v dala ruang vektor V disebut bebas linear atas field jika c1v 1 c2v2... cv 0 engakibatkan seua skalar c1, c2,..., c harus saa dengan nol. 2. Vektor v1, v2,..., v dala ruang vektor V disebut bergantung linear atas field jika terdapat skalar c1, c2,..., c yang tidak seuanya nol sehingga c1v 1 c2v2... cv 0 (Guritan 2005). Vektor-vektor v1, v2,..., v akan ebentuk basis untuk ruang vektor V jika dan hanya jika v 1, v 2,..., v bebas linear dan erentang V.

34 Perluasan Field Definisi 2.45 Field disebut suatu perluasan dari field jika euat subfield (Fraleigh 2003). Definisi 2.46 Suatu eleen c dari perluasan field dari field adalah algebraic atas jika f ( c) 0 untuk beberapa polinoial tidak-nol f ( x) [ x]. Jika c bukan algebraic atas, aka c disebut dengan transendental atas (Fraleigh 2003). Misalkan adalah subfield dari field, dan c adalah eleen dala. Didefinisikan : [ x] dengan aturan peetaan c( f ( x)) f ( c), diana 0 1 c f ( x) a a x... a x berderajat dan a 0 dala [ x]. Dengan enggunakan Definisi 2.25, aka dapat ditunjukkan bahwa c erupakan hooorfisa. Bagaiana dengan Kernel dari c? Ker( ) { f ( x) [ x] ( f ( x)) 0} c = { f ( x) [ x] f ( c) 0} = 0 1 c { f ( x) [ x] a a c... a c 0} Jadi Ker( c) adalah hipunan seua polinoial-polinoial f ( x) atas [ x] dan epunyai akar c. Berdasarkan Teorea 2.26, Ker( c) adalah ideal dari [ x] dan setiap ideal dala [ x] adalah ideal utaa, terdapat p( x) [ x] Ker( ) p( x) c = h( x). p( x) h( x) [ x], diana p( x) sehingga adalah polinoial non konstanta berderajat terkecil, irreducible dan onik diana c erupakan akar dari p( x ). Selanjutnya akan dicari bayangan dari c. I( c ) { c( f ( x)), f ( x) [ x]} { f ( c), f ( x) [ x]}

35 22 { a a c... a c, f ( x) [ x]} ( c) 0 1 Dengan deikian, diperoleh c : [ x] ( c) adalah epiorfisa dengan ker( ) p( x), diana p( x) c adalah polinoial berderajat terkecil aka berdasarkan Teorea 2.30 berlaku [ x] f ( x) ( c). Karena p( x) adalah polinoial irreducible, aka berdasarkan Teorea 2.42 p( x) adalah ideal aksial. Selanjutnya, berdasarkan Teorea 2.32 aka ring faktor [ x] p( x) adalah field. Karena isoorfik, akibatnya ( c) juga field. Dari uraian di atas, diperoleh teorea berikut ini. Teorea 2.47 Misalkan adalah field dan p( x) [ x] adalah polinoial irreducible atas. Jika c erupakan akar dari p( x) dala beberapa perluasan aka [ x] p( x) [ c] adalah field (Gallian 1990). Selanjutnya, jika akar c, aka ( c). Sebaliknya jika c dan c adalah algebraic aka ( c) erupakan perluasan field dari. Karena [ x] p( x) ( c), aka [ x] p( x) juga erupakan perluasan field dari. Definisi 2.48 Misalkan perluasan field dari field. Jika berdiensi berhingga sebagai ruang vektor atas, aka disebut perluasan berhingga berderajat atas (Rosdiana 2009). Definisi 2.49 Suatu perluasan field dari field disebut perluasan tunggal jika ( c) untuk suatu c (Rosdiana 2009). Teorea 2.50 Misalkan ( c) dengan c algebraic atas. Misalkan derajat dari perluasan yaitu 1, aka setiap eleen dari ( c) dapat dinyatakan secara unik dala bentuk b b c... b c diana b [ x] (Fraleigh 2003) i

36 23 Teorea 2.51 Misalkan perluasan field dari field dan c algebraic atas. Jika derajat dari perluasannya, aka ( c) dengan basis { c, c, c,..., c } (Fraleigh 2003). adalah ruang vektor atas berdiensi- Sebagai contoh, bilangan rasional erupakan field tak hingga, dan 2. 2 bukan erupakan akar dari sebarang polinoial onik berderajat 1 atas, karena polinoial x 2 [ x]. Tetapi 2 erupakan akar dari polinoial 2 x 2, aka 2 adalah eleen algebraic atas. Karena 2 adalah eleen algebraic atas, aka polinoial 2 x 2 erupakan polinoial iniu atas. Jadi derajat dari perluasan adalah ( 2) 2 dengan basisnya {1, 2}. Dengan deikian, setiap eleen dala ( 2) erupakan kobinasi linear dari 1 dan 2 yang berbentuk a b 2 diana a, b, dinotasikan dengan ( 2) { a b 2 a, b}. Teorea 2.52 (Eksistensi dan kekhasan finite field) 1. Jika adalah finite field aka terdiri dari pria dengan 1. p eleen dengan p adalah bilangan 2. Untuk setiap pria berorder dinotasikan dengan GF( p ) p, terdapat finite field yang khas berorder (Menezes 1997). p. Field ini Teorea 2.53 Misalkan f ( x) [ x] adalah polinoial irreducible berderajat, p aka p[ x] f ( x) adalah finite field berorder p. Operasi penjulahan polinoial dan operasi perkalian polinoial dilakukan dala odulo f ( x ) (Menezes 1997). Dua teorea berikut ini erupakan dasar dari algorite untuk pengecekan apakah polinoial f ( x) irreducible atau tidak, dan pengecekan apakah polinoial irreducible f ( x) adalah priitif atau tidak. Teorea 2.54 Jika p adalah bilangan pria dan adalah integer positif, aka berlaku: 1). Produk dari seua polinoial irreducible onik dala [ x ] ebagi atau faktor dari saa dengan p x x. p yang derajatnya

37 24 2). Misalkan f ( x) adalah polinoial berderajat dala [ x ], aka f ( x) p irreducible atas [ x i p p ] jika dan hanya jika gcd( f ( x), x x) 1, untuk setiap 1 i 2. Teorea 2.55 Misalkan p adalah bilangan pria dan isalkan epunyai faktor-faktor pria yang berbeda dari p 1 adalah r1, r2,..., r t, aka polinoial ireducible f ( x) [ x] adalah priitif jika dan hanya jika untuk setiap 1 i t p berlaku x ( p 1) / r i 1(od f ( x)). Definisi 2.56 Misalkan GF( p ) adalah finite field berkarakteristik p, dan isalkan c GF( p ). Polinoial iniu dari c atas p adalah polinoial onik berderajat terkecil atas [ x ] dengan c sebagai akarnya (Menezes 1997). p Teorea 2.57 Jika c adalah algebraic atas, aka polinoial iniu ( x) atas p epunyai sifat: 1. ( x) adalah polnoial irreducible atas [ x ]. 2. Derajat dari ( x) adalah pebagi dari. 3. Misalkan t adalah bilangan bulat terkecil sedeikian sehingga t1 p ( x) ( x c i ) (Menezes 1997). i0 p t p c c, aka 2.9 Kopleksitas Koputasi Algorite aritetik yang dihasilkan dapat dianalisis dari segi fungsi kopleksitas waktu (tie-coplexity function), yaitu sebagai fungsi untuk engukur banyaknya operasi dala suatu algorite yang epunyai variabel input n. Yang diaksud dengan banyaknya operasi adalah banyaknya operasi dasar (julah, kurang, kali dan bagi) ditabahkan dengan assignent dan perbandingan (ekspresi logika). Setelah endefinisikan fungsi f ( n) untuk suatu algorite, keudian dengan Tabel O- Besar kita tentukan order dari f sebagai ukuran efisiensi algorite yang bersangkutan (Guritan 2004). Naun deikian, algorite aritetik yang dihasilkan dala penelitian

38 25 ini tidak terlalu ebutuhkan inforasi berapa julah operasi dasar tersebut, akan tetapi yang dibutuhkan adalah perkiraan kasar kebutuhan waktu algorite dan seberapa cepat fungsi kebutuhan waktu itu tubuh. Kinerja algorite akan tapak untuk n yang sangat besar, bukan pada n yang berukuran kecil. Untuk n yang berukuran kecil aka perbedaan kecepatannya tidak akan terlihat. Tetapi, bila algorite tersebut diterapkan untuk n yang berukuran lebih besar aka perbedaan kecepatannya akan terlihat sangat berarti.

39 BAB III BAHASAN KONSTRUKSI GF(3 ) Untuk engonstruksi GF(3 ) engacu pada konsep perluasan filed pada Bab II bagian 2.8. dala penelitian ini dapat dilakukan dengan Karena 3 adalah bilangan pria, aka berdasarkan Teorea adalah field berhingga yang hipunan eleennya {0, 1, 2} dengan operasi penjulahan dan operasi perkalian dilakukan dala odulo 3 dan erupakan ring koutatif. Karena 3 adalah ring koutatif, aka berdasarkan Teorea 2.34 [ x] 3 adalah hipunan dari seua polinoial dala x atas 3 dengan operasi penjulahan dan perkalian polinoial erupakan ring koutatif yang dinyatakan sebagai [ x] { a a x... a x a x a }. Operasi penjulahan pada [ x] i 3 bersifat asosiatif, terdapat eleen identitas yaitu polinoial nol, setiap polinoial a( x) [ x] terdapat polinoial a( x) 3 sebagai eleen invers, dan erupakan grup koutatif. Di lain pihak, operasi perkalian pada [ x] 3 bersifat asosiatif, distributif terhadap operasi penjulahan. Misalkan p( x) 3[ x] adalah polinoial irreducible berderajat, jika ada akar c sehingga p( c) 0, aka hipunan seua polinoial yang dibangun oleh p( x) erupakan ideal utaa p( x) dan dapat dibentuk ring faktor 3[ x] p( x). Karena p( x) adalah polinoial irreducible berderajat, aka berdasarkan Teorea 2.42 p( x) erupakan ideal aksial. Dengan engacu pada Teorea 2.32, aka 3[ x] p( x) adalah field. Berdasarkan Teorea 2.47, 3[ x] p( x) 3[ c] erupakan perluasan dari field 3. Selanjutnya berdasarkan Teorea 2.50, eleen-eleen [ c] 3 dapat dinyatakan secara unik dala bentuk { b b c... b c b }. Di lain i 3 pihak, berdasarkan Teorea 2.51, [ c] erupakan ruang vektor berdiensi- atas 3 3. Untuk kepentingan koputasi, aka eleen [ c] 3 dapat direpresentasikan sebagai vektor terner dari derajat terkecil ke derajat terbesar dala bentuk [ a0, a1,..., a 1].

KONSTRUKSI ALGORITME ARITMETIK GF(3 m ) DENGAN OPERASI DIBANGKITKAN DARI SIFAT GRUP SIKLIK I L H A M

KONSTRUKSI ALGORITME ARITMETIK GF(3 m ) DENGAN OPERASI DIBANGKITKAN DARI SIFAT GRUP SIKLIK I L H A M KONSTRUKSI ALGORITME ARITMETIK GF(3 ) DENGAN OPERASI DIBANGKITKAN DARI SIFAT GRUP SIKLIK I L H A M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB III m BAHASAN KONSTRUKSI GF(3 ) dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan mengacu pada konsep perluasan filed pada Bab II bagian 2.8.

BAB III m BAHASAN KONSTRUKSI GF(3 ) dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan mengacu pada konsep perluasan filed pada Bab II bagian 2.8. BAB III BAHASAN KONSTRUKSI GF( ) Untuk engonstruksi GF( ) dala penelitian ini dapat dilakukan dengan engacu pada konsep perluasan filed pada Bab II bagian 28 Karena adalah bilangan pria, aka berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Untuk encaai tujuan enelitian, dierlukan beberaa engertian dan teori yang relevan dengan ebahasan. Dala bab ini akan diberikan beberaa teori berua definisi, teorea, auun lea yang

Lebih terperinci

BAHASAN ALGORITME ARITMETIK GF(3 ) Telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam mengonstruksi field GF(3 )

BAHASAN ALGORITME ARITMETIK GF(3 ) Telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam mengonstruksi field GF(3 ) BAB IV BAHASAN ALGORITME ARITMETIK GF(3 ) Telah dijelaskan sebelunya bahwa dala engonstruksi field GF(3 ) diperoleh dari perluasan field 3 dengan eilih polinoial priitif berderajat atas 3 yang dala hal

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Konstruksi Algoritme Aritmetik (5 ) Dengan Operasi Dibangkitkan Dari Sifat Grup siklik adalah karya saya dengan arahan

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Konstruksi Algoritme Aritmetik (5 ) Dengan Operasi Dibangkitkan Dari Sifat Grup siklik adalah karya saya dengan arahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Untuk mencapai tujuan penulisan penelitian diperlukan beberapa pengertian dan teori yang berkaitan dengan pembahasan. Dalam subbab ini akan diberikan beberapa teori berupa definisi,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2. Graf Graf G= (V G,E G ) adalah suatu siste yang terdiri dari hipunan berhingga tak kosong V G dari objek yang dinaakan titik (ertex) dan hipunan E G, pasangan tak berurut dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dituliskan beberapa aspek teoritis berupa definisi teorema sifat-sifat yang berhubungan dengan teori bilangan integer modulo aljabar abstrak masalah logaritma diskret

Lebih terperinci

Bab III S, TORUS, Sebelum mempelajari perbedaan pada grup fundamental., dan figure eight terlebih dahulu akan dipelajari sifat dari grup

Bab III S, TORUS, Sebelum mempelajari perbedaan pada grup fundamental., dan figure eight terlebih dahulu akan dipelajari sifat dari grup GRUP FUNDAMENTAL PADA Bab III S, TORUS, P dan FIGURE EIGHT Sebelu epelajari perbedaan pada grup fundaental S, Torus, P, dan figure eight terlebih dahulu akan dipelajari sifat dari grup fundaental asing-asing

Lebih terperinci

BENTUK NORMAL SMITH DAN MATRIKS BAIK KIRI/KANAN

BENTUK NORMAL SMITH DAN MATRIKS BAIK KIRI/KANAN BENTUK NORMAL SMITH DAN MATRIKS BAIK KIRI/KANAN Yuiati (yui@ail.ut.ac.id) Universitas Terbuka ABSTRACT The Sith noral for and left good atrix have been known in atrix theore. Any atrix over the principal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dituliskan beberapa aspek teoritis sebagai landasan teori dalam penelitian ini yaitu teori bilangan, bilangan bulat modulo?, struktur aljabar dan masalah logaritma

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT OPERASI ARITMATIKA, DETERMINAN DAN INVERS PADA MATRIKS INTERVAL TUGAS AKHIR. Oleh : NURSUKAISIH

SIFAT-SIFAT OPERASI ARITMATIKA, DETERMINAN DAN INVERS PADA MATRIKS INTERVAL TUGAS AKHIR. Oleh : NURSUKAISIH SIFAT-SIFAT OPERASI ARITMATIKA DETERMINAN DAN INVERS PADA MATRIKS INTERVAL TUGAS AKHIR Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meperoleh Gelar Sarjana Sains pada Jurusan Mateatika Oleh : NURSUKAISIH 0854003938

Lebih terperinci

EKSPLORASI MASALAH LOGARITMA DISKRET PADA FINITE FIELD ( ) Y A N A

EKSPLORASI MASALAH LOGARITMA DISKRET PADA FINITE FIELD ( ) Y A N A EKSPLORASI MASALAH LOGARITMA DISKRET PADA FINITE FIELD ( ) Y A N A SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

KEBERADAAN SOLUSI PERSAMAAN DIOPHANTIN MATRIKS POLINOMIAL DAN PENYELESAIANNYA MENGGUNAKAN TITIK-TITIK INTERPOLASI

KEBERADAAN SOLUSI PERSAMAAN DIOPHANTIN MATRIKS POLINOMIAL DAN PENYELESAIANNYA MENGGUNAKAN TITIK-TITIK INTERPOLASI KEBERADAAN SOLUSI PERSAMAAN DIOPHANTIN MATRIKS POLINOMIAL DAN PENYELESAIANNYA MENGGUNAKAN TITIK-TITIK INTERPOLASI Laila Istiani R. Heri Soelistyo Utoo 2, 2 Progra Studi Mateatika Jurusan Mateatika FMIPA

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN EFISIENSI ALGORITME ARITMETIK ( ) DENGAN OPERASI DIBANGKITKAN DARI SIFAT GRUP SIKLIK PADA KRIPTOGRAFI KURVA ELIPTIK

LAPORAN PENELITIAN EFISIENSI ALGORITME ARITMETIK ( ) DENGAN OPERASI DIBANGKITKAN DARI SIFAT GRUP SIKLIK PADA KRIPTOGRAFI KURVA ELIPTIK LAPORAN PENELITIAN EFISIENSI ALGORITME ARITMETIK ( ) DENGAN OPERASI DIBANGKITKAN DARI SIFAT GRUP SIKLIK PADA KRIPTOGRAFI KURVA ELIPTIK Oleh : Dra. Eleonora Dwi W., M.Pd Ahmadi, M.Si FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Konstruksi Algoritme Aritmetik (5 ) Dengan Operasi Dibangkitkan Dari Sifat Grup siklik adalah karya saya dengan arahan

Lebih terperinci

STRUKTUR ALJABAR: RING

STRUKTUR ALJABAR: RING STRUKTUR ALJABAR: RING BAHAN AJAR Oleh: Rippi Maya Program Studi Magister Pendidikan Matematika Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) SILIWANGI - Bandung 2016 1 Pada grup telah dipelajari

Lebih terperinci

Pelabelan Total Super (a,d) - Sisi Antimagic Pada Graf Crown String (Super (a,d)-edge Antimagic Total Labeling of Crown String Graph )

Pelabelan Total Super (a,d) - Sisi Antimagic Pada Graf Crown String (Super (a,d)-edge Antimagic Total Labeling of Crown String Graph ) 1 Pelabelan Total Super (a,d) - Sisi Antiagic Pada Graf Crown String (Super (a,d)-edge Antiagic Total Labeling of Crown String Graph ) Enin Lutfi Sundari, Dafik, Slain Pendidikan Mateatika, Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

0,1,2,3,4. (e) Perhatikan jawabmu pada (a) (d). Tuliskan kembali sifat-sifat yang kamu temukan dalam. 5. a b c d

0,1,2,3,4. (e) Perhatikan jawabmu pada (a) (d). Tuliskan kembali sifat-sifat yang kamu temukan dalam. 5. a b c d 1 Pada grup telah dipelajari himpunan dengan satu operasi. Sekarang akan dipelajari himpunan dengan dua operasi. Ilustrasi 1.1 Perhatikan himpunan 0,1,2,3,4. (a) Apakah grup terhadap operasi penjumlahan?

Lebih terperinci

Perbandingan Bilangan Dominasi Jarak Satu dan Dua pada Graf Hasil Operasi Comb

Perbandingan Bilangan Dominasi Jarak Satu dan Dua pada Graf Hasil Operasi Comb Perbandingan Bilangan Doinasi Jarak Satu dan Dua pada Graf Hasil Operasi Cob Reni Uilasari 1) 1) Jurusan Teknik Inforatika, Fakultas Teknik, Universitas Muhaadiyah Jeber Eail : 1) reniuilasari@gailco ABSTRAK

Lebih terperinci

Diberikan sebarang relasi R dari himpunan A ke B. Invers dari R yang dinotasikan dengan R adalah relasi dari B ke A sedemikian sehingga

Diberikan sebarang relasi R dari himpunan A ke B. Invers dari R yang dinotasikan dengan R adalah relasi dari B ke A sedemikian sehingga Departent of Matheatics FMIPA UNS Lecture 3: Relation C A. Universal, Epty, and Equality Relations Diberikan sebarang hipunan A. Maka A A dan erupakan subset dari A A dan berturut-turut disebut relasi

Lebih terperinci

MATHunesa (Volume 3 No 3) 2014

MATHunesa (Volume 3 No 3) 2014 MATHunesa (Volue 3 No 3) 014 KODE SSRS (SUBSPACE SUBCODES OF REED-SOLOMON) Afifatus Sholihah Jurusan Mateatika Fakultas Mateatika dan Ilu Pengetahuan Ala Universitas Negeri Surabaya e-ail: afif165@yail.co

Lebih terperinci

Implementasi Sistem Keamanan Data dengan Menggunakan Teknik Steganografi End of File (EOF) dan Rabin Public Key Cryptosystem

Implementasi Sistem Keamanan Data dengan Menggunakan Teknik Steganografi End of File (EOF) dan Rabin Public Key Cryptosystem Ipleentasi Siste Keaanan Data dengan Menggunakan Teknik Steganografi End of File (EOF) dan Rabin Public Key Cryptosyste Henny Wandani 1, Muhaad Andri Budian, S.T, M.Cop.Sc, MEM 2, Aer Sharif. S.Si, M.Ko

Lebih terperinci

BILANGAN PRIMA : PERKEMBANGAN DAN APLIKASINYA

BILANGAN PRIMA : PERKEMBANGAN DAN APLIKASINYA J. J. Siang BILANGAN PRIMA : PERKEMBANGAN DAN APLIKASINYA Intisari Dala tulisan ini dipaparkan engenai sejarah peneuan bilangan pria, pengujian bilangan pria besar, serta salah satu aplikasinya dala kriptografi

Lebih terperinci

Definisi 3.3: RUANG SAMPEL KONTINU Ruang sampel kontinu adalah ruang sampel yang anggotanya merupakan interval pada garis bilangan real.

Definisi 3.3: RUANG SAMPEL KONTINU Ruang sampel kontinu adalah ruang sampel yang anggotanya merupakan interval pada garis bilangan real. 0 RUANG SAMPEL Kita akan eperoleh ruang sapel, jika kita elakukan suatu eksperien atau percobaan. Eksperien disini erupakan eksperien acak. Misalnya kita elakukan suatu eksperien yang diulang beberapa

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG MASALAH... 1 B. PEMBATASAN MASALAH... 2 C.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Fungsi Definisi A.1 Diberikan A dan B adalah dua himpunan yang tidak kosong. Suatu cara atau aturan yang memasangkan atau mengaitkan setiap elemen dari himpunan A dengan tepat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Data dan Variabel 2.1.1 Data Pengertian data enurut Webster New World Dictionary adalah things known or assued, yang berarti bahwa data itu sesuatu yang diketahui atau dianggap.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Struktur aljabar merupakan suatu himpunan tidak kosong yang dilengkapi

BAB I PENDAHULUAN. Struktur aljabar merupakan suatu himpunan tidak kosong yang dilengkapi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur aljabar merupakan suatu himpunan tidak kosong yang dilengkapi dengan aksioma dan suatu operasi biner. Teori grup dan ring merupakan konsep yang memegang

Lebih terperinci

Kriptografi Visual Menggunakan Algoritma Berbasiskan XOR dengan Menyisipkan pada K-bit LSB Gambar Sampul

Kriptografi Visual Menggunakan Algoritma Berbasiskan XOR dengan Menyisipkan pada K-bit LSB Gambar Sampul Kriptografi Visual Menggunakan Algorita Berbasiskan XOR dengan Menyisipkan pada K-bit LSB Gabar Sapul Yusuf Rahatullah Progra Studi Teknik Inforatika Institut Teknologi Bandung Bandung, Indonesia 13512040@std.stei.itb.a.id

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengkajian pertama, diulas tentang definisi grup yang merupakan bentuk dasar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengkajian pertama, diulas tentang definisi grup yang merupakan bentuk dasar II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Grup Pengkajian pertama, diulas tentang definisi grup yang merupakan bentuk dasar dari suatu ring dan modul. Definisi 2.1.1 Diberikan himpunan dan operasi biner disebut grup yang

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL

PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL JAHARUDDIN Departeen Mateatika Fakultas Mateatika Ilu Pengetahuan Ala Institut Pertanian Bogor Jl Meranti, Kapus IPB Daraga, Bogor

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Dasar Graph Sebelu sapai pada pendefinisian asalah network flow, terlebih dahulu pada bagian ini akan diuraikan engenai konsep-konsep dasar dari odel graph dan representasinya

Lebih terperinci

EKSPLORASI MASALAH LOGARITMA DISKRET PADA FINITE FIELD ( ) Y A N A

EKSPLORASI MASALAH LOGARITMA DISKRET PADA FINITE FIELD ( ) Y A N A EKSPLORASI MASALAH LOGARITMA DISKRET PADA FINITE FIELD ( ) Y A N A SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI

SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

ALJABAR MAX-PLUS BILANGAN KABUR (Fuzzy Number Max-Plus Algebra) INTISARI ABSTRACT

ALJABAR MAX-PLUS BILANGAN KABUR (Fuzzy Number Max-Plus Algebra) INTISARI ABSTRACT M. And Rhudito, dkk., Aljabar Max-Plus Bilangan Kabur ALJABAR MAX-PLUS BILANGAN KABUR (Fuzz Nuber Max-Plus Algebra) M. And Rudhito, Sri Wahuni 2, Ari Suparwanto 2 dan F. Susilo 3 Jurusan Pendidikan Mateatika

Lebih terperinci

Model Produksi dan Distribusi Energi

Model Produksi dan Distribusi Energi Model Produksi dan Distribusi Energi Yayat Priyatna Jurusan Mateatika FMIPA UNPAD Jl. Raya Jatinangor Bdg Sd K 11 E ail : yatpriyatna@yahoo.co Abstrak Salah satu tujuan utaa proses produksi dan distribusi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna, 3 II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna, square free, keterbagian bilangan bulat, modulo, bilangan prima, ideal, daerah integral, ring quadratic.

Lebih terperinci

Sistem Linear Max-Plus Interval Waktu Invariant

Sistem Linear Max-Plus Interval Waktu Invariant Siste Linear Max-Plus Interval Waktu Invariant A 11 M. Andy udhito Progra Studi Pendidikan Mateatika FKIP Universitas Sanata Dhara Paingan Maguwoharjo Yogyakarta eail: arudhito@yahoo.co.id Abstrak elah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan mengenai konsep teori grup, teorema lagrange dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan mengenai konsep teori grup, teorema lagrange dan II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan mengenai konsep teori grup, teorema lagrange dan autokomutator yang akan digunakan dalam penelitian. Pada bagian pertama ini akan dibahas tentang teori

Lebih terperinci

KAJIAN METODE ZILLMER, FULL PRELIMINARY TERM, DAN PREMIUM SUFFICIENCY DALAM MENENTUKAN CADANGAN PREMI PADA ASURANSI JIWA DWIGUNA

KAJIAN METODE ZILLMER, FULL PRELIMINARY TERM, DAN PREMIUM SUFFICIENCY DALAM MENENTUKAN CADANGAN PREMI PADA ASURANSI JIWA DWIGUNA Jurnal Mateatika UNAND Vol. 3 No. 4 Hal. 160 167 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Mateatika FMIPA UNAND KAJIAN METODE ZILLMER, FULL PRELIMINARY TERM, DAN PREMIUM SUFFICIENCY DALAM MENENTUKAN CADANGAN PREMI PADA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Konsep teori graf diperkenalkan pertama kali oleh seorang matematikawan Swiss,

I. PENDAHULUAN. Konsep teori graf diperkenalkan pertama kali oleh seorang matematikawan Swiss, I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Konsep teori graf diperkenalkan pertaa kali oleh seorang ateatikawan Swiss, Leonard Euler pada tahun 736, dala perasalahan jebatan Konigsberg. Teori graf erupakan salah satu

Lebih terperinci

III PEMBAHASAN. enkripsi didefinisikan oleh mod dan menghasilkan siferteks c.

III PEMBAHASAN. enkripsi didefinisikan oleh mod dan menghasilkan siferteks c. enkripsi didefinisikan oleh mod dan menghasilkan siferteks c 3 Algoritme 3 Dekripsi Untuk menemukan kembali m dari c, B harus melakukan hal-hal berikut a Menggunakan kunci pribadi a untuk menghitung mod

Lebih terperinci

EKSPLORASI MASALAH LOGARITMA DISKRET PADA FINITE FIELD?????? SALAMIA

EKSPLORASI MASALAH LOGARITMA DISKRET PADA FINITE FIELD?????? SALAMIA EKSPLORASI MASALAH LOGARITMA DISKRET PADA FINITE FIELD SALAMIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis

Lebih terperinci

PERHITUNGAN INTEGRAL FUNGSI REAL MENGGUNAKAN TEKNIK RESIDU

PERHITUNGAN INTEGRAL FUNGSI REAL MENGGUNAKAN TEKNIK RESIDU PERHITUNGAN INTEGRAL FUNGSI REAL MENGGUNAKAN TEKNIK RESIDU Warsito (warsito@ail.ut.ac.id) Universitas Terbuka ABSTRAT A function f ( x) ( is bounded and continuous in (, ), so the iproper integral of rational

Lebih terperinci

PENJUMLAHAN MOMENTUM SUDUT

PENJUMLAHAN MOMENTUM SUDUT PENJUMAHAN MOMENTUM SUDUT A. Penjulahan Moentu Sudut = + Gabar.9. Penjulahan oentu angular secara klasik. Dua vektor oentu angular dan dijulahkan enghasilkan Jika oentu angular elektron pertaa adalah dan

Lebih terperinci

II. KONSEP DASAR GRUP. abstrak (abstract algebra). Sistem aljabar (algebraic system) terdiri dari suatu

II. KONSEP DASAR GRUP. abstrak (abstract algebra). Sistem aljabar (algebraic system) terdiri dari suatu II KONSEP DASAR GRUP Suatu cabang matematika yang mempelajari struktur aljabar dinamakan aljabar abstrak abstract algebra Sistem aljabar algebraic system terdiri dari suatu himpunan obyek satu atau lebih

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Pada bagian ini akan dikaji konsep operasi biner dan ring yang akan digunakan

II. LANDASAN TEORI. Pada bagian ini akan dikaji konsep operasi biner dan ring yang akan digunakan II. LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dikaji konsep operasi biner dan ring yang akan digunakan dalam pembahasan penelitian ini. Untuk lebih mudah memahami, akan diberikan beberapa contoh. Berikut ini

Lebih terperinci

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

SEKILAS TENTANG KONSEP. dengan grup faktor, dan masih banyak lagi. Oleh karenanya sebelum

SEKILAS TENTANG KONSEP. dengan grup faktor, dan masih banyak lagi. Oleh karenanya sebelum Bab I. Sekilas Tentang Konsep Dasar Grup antonius cp 2 1. Tertutup, yakni jika diambil sebarang dua elemen dalam G maka hasil operasinya juga akan merupakan elemen G dan hasil tersebut adalah tunggal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang-bidang lain, seperti sosial, politik, dan budaya. perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang-bidang lain, seperti sosial, politik, dan budaya. perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pebangunan ekonoi erupakan asalah penting bagi suatu negara, untuk itu sejak awal pebangunan ekonoi endapat tepat penting dala skala prioritas pebangunan nasional

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

BAB IV GENERATOR BILANGAN RANDOM

BAB IV GENERATOR BILANGAN RANDOM BAB IV GENERATOR BILANGAN RANDOM 4.1. Generator Bilangan Rando dan Fungsi Distribusi Pada siulasi seringkali dibutuhkan bilangan-bilangan yang ewakili keadaan siste yang disiulasikan. Biasanya, kegiatan

Lebih terperinci

Konstruksi Kode Cross Bifix Bebas Ternair Untuk Panjang Ganjil

Konstruksi Kode Cross Bifix Bebas Ternair Untuk Panjang Ganjil Prosiding SI MaNIs (Seinar Nasional Integrasi Mateatika dan Nilai Islai) Vol.1, No.1, Juli 017, Hal. 1-5 p-issn: 580-4596; e-issn: 580-460X Halaan 1 Konstruksi Kode Cross Bifix Bebas Ternair Untuk Panjang

Lebih terperinci

2-EKSPONEN DIGRAPH DWIWARNA ASIMETRIK DENGAN DUA CYCLE YANG BERSINGGUNGAN

2-EKSPONEN DIGRAPH DWIWARNA ASIMETRIK DENGAN DUA CYCLE YANG BERSINGGUNGAN Bulletin of Matheatics Vol. 03 No. 0 (20) pp. 39 48. 2-EKSPONEN DIGRAPH DWIWARNA ASIMETRIK DENGAN DUA CYCLE YANG BERSINGGUNGAN Mardiningsih Saib Suwilo dan Indra Syahputra Abstract. Let D asyetric two-coloured-digraph

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE

PERBANDINGAN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE PERBANDINGANN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE DAN APLIKASINYA PADA DATAA KEMATIAN INDONESIA VANI RIALITA SUPONO SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

ANALISIS HOMOTOPI DALAM PENYELESAIAN SUATU MASALAH TAKLINEAR

ANALISIS HOMOTOPI DALAM PENYELESAIAN SUATU MASALAH TAKLINEAR ANALISIS HOMOTOPI DALAM PENYELESAIAN SUATU MASALAH TAKLINEAR JAHARUDDIN Departeen Mateatika, Fakultas Mateatika dan Iu Pengetahuan Ala, Institut Pertanian Bogor Jln. Meranti, Kapus IPB Draaga, Bogor 1668,

Lebih terperinci

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

BAB III. Standard Kompetensi. 3. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian homomorfisma ring dan menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari.

BAB III. Standard Kompetensi. 3. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian homomorfisma ring dan menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. BAB III Standard Kompetensi 3. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian homomorfisma ring menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Kompetensi Dasar: Mahasiswa diharapkan dapat 3.1 Menyebutkan definisi

Lebih terperinci

PENGERTIAN RING. A. Pendahuluan

PENGERTIAN RING. A. Pendahuluan Pertemuan 13 PENGERTIAN RING A. Pendahuluan Target yang diharapkan dalam pertemuan ke 13 ini (pertemuan pertama tentang teori ring) adalah mahasiswa dapat : a. membedakan suatu struktur aljabar merupakan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT Tirta Ala Seesta. Perusahaan tersebut berlokasi di Desa Ciburayut, Kecaatan Cigobong, Kabupaten Bogor. Peilihan objek

Lebih terperinci

MATRIKS DALAM LABORATORIUM oleh : Sugata Pikatan

MATRIKS DALAM LABORATORIUM oleh : Sugata Pikatan Kristal no.12/april/1995 1 MATRIKS DALAM LABORATORIUM oleh : Sugata Pikatan Di dala ateatika anda pasti sudah pernah berhadapan dengan sebuah siste persaaan linier. Cacah persaaan yang berada di dala siste

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI. Latar Belakang Berawal dari definisi grup periodik yaitu misalkan grup, jika terdapat unsur (nonidentitas)

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI. Latar Belakang Berawal dari definisi grup periodik yaitu misalkan grup, jika terdapat unsur (nonidentitas) I PENDAHULUAN Latar Belakang Berawal dari definisi grup periodik yaitu misalkan grup, jika terdapat unsur (nonidentitas) di sehingga., maka disebut grup periodik dan disebut periode dari. Serta fakta bahwa

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DUA PEUBAH ACAK

DISTRIBUSI DUA PEUBAH ACAK 0 DISTRIBUSI DUA PEUBAH ACAK Dala hal ini akan dibahas aca-aca fungsi peluang atau fungsi densitas ang berkaitan dengan dua peubah acak, aitu distribusi gabungan, distribusi arginal, distribusi bersarat,

Lebih terperinci

matematika K-13 PEMBAGIAN HORNER DAN TEOREMA SISA K e l a s

matematika K-13 PEMBAGIAN HORNER DAN TEOREMA SISA K e l a s i K- ateatika K e l a s XI PEMBAGIAN HORNER DAN TEOREMA SISA Tujuan Peelajaran Setelah epelajari ateri ini, kau diharapkan eiliki keapuan erikut.. Menguasai konsep peagian suku anyak dengan etode Horner..

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam skala prioritas pembangunan nasional dan daerah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam skala prioritas pembangunan nasional dan daerah di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pebangunan ekonoi erupakan asalah penting bagi suatu negara, untuk itu sejak awal pebangunan ekonoi endapat tepat penting dala skala prioritas pebangunan nasional

Lebih terperinci

STRUKTUR ALJABAR. Sistem aljabar (S, ) merupakan semigrup, jika 1. Himpunan S tertutup terhadap operasi. 2. Operasi bersifat asosiatif.

STRUKTUR ALJABAR. Sistem aljabar (S, ) merupakan semigrup, jika 1. Himpunan S tertutup terhadap operasi. 2. Operasi bersifat asosiatif. STRUKTUR ALJABAR SEMIGRUP Sistem aljabar (S, ) merupakan semigrup, jika 1. Himpunan S tertutup terhadap operasi. 2. Operasi bersifat asosiatif. Contoh 1 (Z, +) merupakan sebuah semigrup. Contoh 2 Misalkan

Lebih terperinci

1 1. POLA RADIASI. P r Dengan : = ½ (1) E = (resultan dari magnitude medan listrik) : komponen medan listrik. : komponen medan listrik

1 1. POLA RADIASI. P r Dengan : = ½ (1) E = (resultan dari magnitude medan listrik) : komponen medan listrik. : komponen medan listrik 1 1. POLA RADIASI Pola radiasi (radiation pattern) suatu antena : pernyataan grafis yang enggabarkan sifat radiasi suatu antena pada edan jauh sebagai fungsi arah. pola edan (field pattern) apabila yang

Lebih terperinci

STRUKTUR ALJABAR 1. Kristiana Wijaya

STRUKTUR ALJABAR 1. Kristiana Wijaya STRUKTUR ALJABAR 1 Kristiana Wijaya i ii Daftar Isi Judul Daftar Isi i iii 1 Himpunan 1 2 Partisi dan Relasi Ekuivalen 3 3 Grup 6 4 Koset Dan Teorema Lagrange, Homomorphisma Grup Dan Grup Faktor 11 Indeks

Lebih terperinci

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan.

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan. 2. Grup Definisi 1.3 Suatu grup < G, > adalah himpunan tak-kosong G bersama-sama dengan operasi biner pada G sehingga memenuhi aksioma- aksioma berikut: a. operasi biner bersifat asosiatif, yaitu a, b,

Lebih terperinci

III HASIL DAN PEMBAHASAN

III HASIL DAN PEMBAHASAN 7 III HASIL DAN PEMBAHASAN 3. Analisis Metode Dala penelitian ini akan digunakan etode hootopi untuk enyelesaikan persaaan Whitha-Broer-Koup (WBK), yaitu persaaan gerak bagi perabatan gelobang pada perairan

Lebih terperinci

Soal-Soal dan Pembahasan Matematika IPA SBMPTN/SNMPTN 2008

Soal-Soal dan Pembahasan Matematika IPA SBMPTN/SNMPTN 2008 Soal-Soal dan Pebahasan Mateatika IPA SBMPTN/SNMPTN 008. Diketahui fungsi-fungsi f dan g dengan f(x) g(x) x - x untuk setiap bilangan real x. Jika g(), f ' () f(), dan g ' () f(), aka g ' () A. C. 0 E.

Lebih terperinci

PENENTUAN BESAR CADANGAN PADA ASURANSI JIWA BERSAMA DWIGUNA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ILLINOIS

PENENTUAN BESAR CADANGAN PADA ASURANSI JIWA BERSAMA DWIGUNA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ILLINOIS Jurnal Mateatika UNAND Vol. 5 No. 3 Hal. 85 91 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Mateatika FMIPA UNAND PENENTUAN BESAR CADANGAN PADA ASURANSI JIWA BERSAMA DWIGUNA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ILLINOIS FERDY NOVRI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. definisi mengenai grup, ring, dan lapangan serta teori-teori pengkodean yang

BAB II KAJIAN TEORI. definisi mengenai grup, ring, dan lapangan serta teori-teori pengkodean yang BAB II KAJIAN TEORI Pada Bab II ini berisi kajian teori. Di bab ini akan dijelaskan beberapa definisi mengenai grup, ring, dan lapangan serta teori-teori pengkodean yang mendasari teori kode BCH. A. Grup

Lebih terperinci

KONSTRUKSI KODE CROSS BIFIX BEBAS TERNAIR BERPANJANG GENAP UNTUK MENGATASI MASALAH SINKRONISASI FRAME

KONSTRUKSI KODE CROSS BIFIX BEBAS TERNAIR BERPANJANG GENAP UNTUK MENGATASI MASALAH SINKRONISASI FRAME KONSTRUKSI KODE CROSS BIFIX BEBAS TERNAIR BERPANJANG GENAP UNTUK MENGATASI MASALAH SINKRONISASI FRAME Moh. Affaf 1, Zaiful Ulu 1, STKIP PGRI Bangkalan, ohaffaf@stkippgri-bkl.ac.id, zaifululu@stkippgri-bkl.ac.id

Lebih terperinci

Penggunaan Media Manik-Manik Untuk Meningkatkan Kemampuan Belajar Matematika Anak Tunagrahita. Maman Abdurahman SR dan Hayatin Nufus

Penggunaan Media Manik-Manik Untuk Meningkatkan Kemampuan Belajar Matematika Anak Tunagrahita. Maman Abdurahman SR dan Hayatin Nufus Riset PenggunaanMedia Manik-Manik* Maan Abdurahan SR HayatinNufus Penggunaan Media Manik-Manik Untuk Meningkatkan Keapuan Belajar Mateatika Anak Tunagrahita Maan Abdurahan SR Hayatin Nufus Universitas

Lebih terperinci

FAMILI BARU DARI METODE ITERASI ORDE TIGA UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR DENGAN AKAR GANDA ABSTRACT

FAMILI BARU DARI METODE ITERASI ORDE TIGA UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR DENGAN AKAR GANDA ABSTRACT FAMILI BARU DARI METODE ITERASI ORDE TIGA UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR DENGAN AKAR GANDA Elvi Syahriah 1, Khozin Mu taar 2 1,2 Progra Studi S1 Mateatika Jurusan Mateatika Fakultas Mateatika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini dipaparkan dasar-dasar yang akan digunakan pada bagian pembahasan dari skripsi ini. Tinjauan yang dilakukan dengan memaparkan definisi mengenai himpunan fuzzy, struktur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. modul yang akan digunakan dalam pembahasan hasil penelitian.

II. TINJAUAN PUSTAKA. modul yang akan digunakan dalam pembahasan hasil penelitian. II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang grup, ring, dan modul yang akan digunakan dalam pembahasan hasil penelitian. 2.1 Ring Sebelum didefinisikan pengertian

Lebih terperinci

Penentuan Akar-Akar Sistem Persamaan Tak Linier dengan Kombinasi Differential Evolution dan Clustering

Penentuan Akar-Akar Sistem Persamaan Tak Linier dengan Kombinasi Differential Evolution dan Clustering Jurnal Kubik, Volue No. ISSN : 338-0896 Penentuan Akar-Akar Siste Persaaan Tak Linier dengan Kobinasi Differential Evolution dan Clustering Jaaliatul Badriyah Jurusan Mateatika, Universitas Negeri Malang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar:

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar: UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Gedung Jurusan Matematika, Yogyakarta - 55281 Bahan Ajar: BAB POKOK BAHASAN

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab ini dibahas landasan teori yang akan digunakan untuk menentukan ciri-ciri dari polinomial permutasi atas finite field.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab ini dibahas landasan teori yang akan digunakan untuk menentukan ciri-ciri dari polinomial permutasi atas finite field. BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini dibahas landasan teori yang akan digunakan untuk menentukan ciri-ciri dari polinomial permutasi atas finite field. Hal ini dimulai dengan memberikan pengertian dari group

Lebih terperinci

Persamaan Schrödinger dalam Matriks dan Uraian Fungsi Basis

Persamaan Schrödinger dalam Matriks dan Uraian Fungsi Basis Bab 2 Persaaan Schrödinger dala Matriks dan Uraian Fungsi Basis 2.1 Matriks Hailtonian dan Fungsi Basis Tingkat-tingkat energi yang diizinkan untuk sebuah elektron dala pengaruh operator Hailtonian Ĥ dapat

Lebih terperinci

PENGENALAN KONSEP-KONSEP DALAM RING MELALUI PENGAMATAN Disampaikan dalam Lecture Series on Algebra Universitas Andalas Padang, 29 September 2017

PENGENALAN KONSEP-KONSEP DALAM RING MELALUI PENGAMATAN Disampaikan dalam Lecture Series on Algebra Universitas Andalas Padang, 29 September 2017 PENGENALAN KONSEP-KONSEP DALAM RING MELALUI PENGAMATAN Disampaikan dalam Lecture Series on Algebra Universitas Andalas Padang, 29 September 2017 Indah Emilia Wijayanti Departemen Matematika FMIPA Universitas

Lebih terperinci

STRUKTUR ALJABAR II. Materi : 1. Ring 2. Sub Ring, Ideal, Ring Faktor 3. Daerah Integral, dan Field.

STRUKTUR ALJABAR II. Materi : 1. Ring 2. Sub Ring, Ideal, Ring Faktor 3. Daerah Integral, dan Field. STRUKTUR ALJABAR II Materi : 1. Ring 2. Sub Ring, Ideal, Ring Faktor 3. Daerah Integral, dan Field RING (GELANGGANG) Ring adalah himpunan G yang tidak kosong dan berlaku dua oprasi biner (penjumlahan dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi teori pendukung dalam proses

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi teori pendukung dalam proses II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi teori pendukung dalam proses penelitian untuk penyelesaian persamaan Diophantine dengan relasi kongruensi modulo m mengenai aljabar dan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar:

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar: UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Gedung Jurusan Matematika, Yogyakarta - 55281 Bahan Ajar: BAB POKOK BAHASAN

Lebih terperinci

Elliptic Curve Digital Signature Algorithm (ECDSA) Departemen Teknik Informatika ITB

Elliptic Curve Digital Signature Algorithm (ECDSA) Departemen Teknik Informatika ITB Elliptic Curve Digital Algorith (ECDSA) Departeen Teknik Inforatika ITB And Triwinarko Laboratoriu Ilu dan Rekaasa Koputasi Departeen Teknik Inforatika, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 0, Bandung

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN

PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH

MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

PROTOKOL PERTUKARAN KUNCI BERBASIS KRIPTOSISTEM KUNCI PUBLIK ELGAMAL RESTU AULIYA

PROTOKOL PERTUKARAN KUNCI BERBASIS KRIPTOSISTEM KUNCI PUBLIK ELGAMAL RESTU AULIYA PROTOKOL PERTUKARAN KUNCI BERBASIS KRIPTOSISTEM KUNCI PUBLIK ELGAMAL RESTU AULIYA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna, II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna, square free, keterbagian bilangan bulat, modulo, bilangan prima, daerah integral, ring bilangan bulat

Lebih terperinci

Membelajarkan Geometri dengan Program GeoGebra

Membelajarkan Geometri dengan Program GeoGebra Mebelajarkan Geoetri dengan Progra GeoGebra Oleh : Jurusan Pendidikan Mateatika FMIPA UNY Yogyakarta Eail: ali_uny73@yahoo.co ABSTRAK Peanfaatan teknologi koputer dengan berbagai progranya dala pebelajaran

Lebih terperinci

BENTUK GELOMBANG AC SINUSOIDAL

BENTUK GELOMBANG AC SINUSOIDAL BENTUK GELOMBANG AC SINUSOIDAL. PENDAHULUAN Pada bab sebelunya telah dibahas rangkaian resistif dengan tegangan dan arus dc. Bab ini akan eperkenalkan analisis rangkaian ac diana isyarat listriknya berubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segi kuantitas dan kualitasnya. Penambahan jumlah konsumen yang tidak di ikuti

BAB I PENDAHULUAN. segi kuantitas dan kualitasnya. Penambahan jumlah konsumen yang tidak di ikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air erupakan kebutuhan yang penting bagi kehidupan anusia. Manusia tidak dapat elanjutkan kehidupannya tanpa penyediaan air yang cukup dala segi kuantitas dan kualitasnya.

Lebih terperinci

J M A. Jurnal Matematika dan Aplikasinya. Journal of Mathematics and Its Applications. Volume 7, No. 1 Juli 2008 ISSN : X

J M A. Jurnal Matematika dan Aplikasinya. Journal of Mathematics and Its Applications. Volume 7, No. 1 Juli 2008 ISSN : X DEPARTEMEN MATEMATIKA F MIPA - INSTITUT PERTANIAN BOGOR ISSN : 1412-677X Journal of Matheatics and Its Applications J M A Jurnal Mateatika dan Aplikasinya Volue 7, No. 1 Juli 28 Alaat Redaksi : Departeen

Lebih terperinci

Kriteria Struktur Aljabar Modul Noetherian dan Gelanggang Noetherian

Kriteria Struktur Aljabar Modul Noetherian dan Gelanggang Noetherian Kriteria Struktur Aljabar Modul Noetherian dan Gelanggang Noetherian Rio Yohanes 1, Nora Hariadi 2, Kiki Ariyanti Sugeng 3 Departemen Matematika, FMIPA UI, Kampus UI Depok, 16424, Indonesia rio.yohanes@sci.ui.ac.id,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaan i iii I PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN 11 Latar Belakang 1 12 Fungsi Pengawas dan Peeriksa 2 13 Pengawasan 2 14 Peeriksaan 3 II PEMERIKSAAN ISIAN DAFTAR VIMK14-L2

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar:

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar: UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Gedung Jurusan Matematika, Yogyakarta - 55281 Bahan Ajar: BAB / POKOK BAHASAN

Lebih terperinci