1 1. POLA RADIASI. P r Dengan : = ½ (1) E = (resultan dari magnitude medan listrik) : komponen medan listrik. : komponen medan listrik

Transkripsi

1 1 1. POLA RADIASI Pola radiasi (radiation pattern) suatu antena : pernyataan grafis yang enggabarkan sifat radiasi suatu antena pada edan jauh sebagai fungsi arah. pola edan (field pattern) apabila yang digabarkan adalah kuat edan dan disebut pola daya (power pattern) apabila yang digabarkan poynting vektor. Untuk dapat enggabarkan pola radias : terlebih dahulu harus diteukan potensial dala koordinat bola, edan listrik E dan edan agnet H telah diketahui, keduanya eiliki koponen vetor dan dari edan listrik & edan agnet Sedangkan poynting vektornya dala koordiant ini hanya epunyai koponen radial saja. Besarnya koponen radial dari poynting vektor ini adalah : P r Dengan : = ½ E 2 (1) E = E E (resultan dari agnitude edan listrik) E E : koponen edan listrik : koponen edan listrik : ipedansi intrinsik ruang bebas (377 ). Untuk enyatakan pola radiasi secara grafis, pola tersebut dapat digabarkan dala bentuk absolut atau dala bentuk relatif. Maksud bentuk realtif adalah bentuk pola yang sudah dinoralisasikan, yaitu setiap harga dari pola radiasi tersebut telah dibandingkan dengan harga aksiunya. Sehingga pola radiasi edan, apabila dinyatakan didala pola yang ternoralisasi :

2 F ( ) = E P,, ax ( 2 ) Karena poynting vektor hanya epunyai koponen radiasi yang sebenarnya berbanding lurus dengan kuadrat agnitudo kuat edannya, aka untuk pola daya apabila dinyatakan dala pola ternoralisasi, tidak lain saa dengan kuadrat dari pola edan yang sudah dinoralisasikan itu. P ( ) = F ( ) 2 ( 3 ) Seringkali juga pola radiasi suatu antena digabarkan dengan satuan decibel (db). Intensitas edan dala decibel didefinisikan sebagai : F ( ) db = 20 log F ( ) (db) ( 4 ) Sedangkan untuk pola dayanya didala decibel adalah : P ( ) db = 10 log P ( ) = 20 log F ( ) ( 5 ) Dala decibel, pola daya saa dengan pola edannya. Seua pola radiasi yang dibicarakan adalah pola radiasi untuk kondisi edan jauh. Pada pengukuran pola radiasi, faktor jarak adalah faktor yang aat penting guna eperoleh hasil pengukuran yang baik dan teliti. Seakin jauh jarak pengukuran pola radiasi yang digunakan tentu seakin baik hasil yang akan diperoleh. Naun untuk elakukan pengukuran pola radiasi pada jarak yang benar-benar tak terhingga adalah suatu hal yang tak ungkin. Untuk keperluan pengukuran ini, ada suatu daerah di ana edan yang diradiasikan oleh antena

3 sudah dapat dianggap sebagai tepat edan jauh apabila jarak antara suber radiasi dengan antena yang diukur eenuhi ketentuan berikut : r > 2 2D ( 6 ) r >> D dan r.>> Diana : r D : jarak pengukuran : diensi antena yang terpanjang : panjang gelobang yang dipancarkan suber. Side Lobe Level Suatu contoh pola daya antena digabarkan dengan koordinat polar : Lobe utaa (ain lobe) adalah lobe yang epunyai arah dengan pola radiasi aksiu. Biasanya juga ada lobe-lobe yang lebih kecil dibandingkan dengan ain lobe yang disebut dengan inor lobe. Lobe sisi (side lobe) adalah lobe-lobe selain yang diaksud. Secara praktis disebut juga inor lobe. Side lobe dapat berharga positif ataupun negatif. Pada kenyataannya suatu pola epunyai harga kopleks. Sehingga digunakan agnitudo dari pola edan F() atau pola daya P() Ukuran yang enyatakan seberapa besar daya yang terkonsentrasi pada side lobe dibanding dengan ain lobe disebut Side Lobe Level (SLL), yang erupakan rasio dari besar puncak dari side lobe terbesar dengan harga aksiuu dari ain lobe. Side Lobe Level (SLL) dinyatakan dala decibel (db), dan ditulis dengan ruus sebagai berikut : F SLL SLL = 20 log F aks db ( 7 ) Dengan : F (SLL) F (aks) : nilai puncak dari side lobe terbesar : nilai aksiu dari ain lobe

4 Untuk noralisasi, F (aks) epunyai harga = 1 (satu). Half Power Bea Width (HPBW) HPBW adalah sudut dari selisih titik-titik pada setengah pola daya dala ain lobe, yang dapat dinyatakan dala ruus sebagai berikut : HPBW= HPBW left - HPBW right ( 8 ) Dengan HPBW left dan HPBW right : titik-titik pada kiri dan kanan dari ain lobe diana pola daya epunyai harga ½. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gabar8. Seringkali dibutuhkan antena yang epunyai pola radiasi broad side atau end fire. * antena broad side antena diana pancaran utaa aksiu dala arah noral terhadap bidang diana antena berada. * antena end fire adalah antena yang pancaran utaa aksiu dala arah paralel terhadap bidang utaa diana antena berada. Ada juga antena yang epunyai pola radiasi di ana arah aksiu ain lobe berada diantara bentuk broad side dan end fire yang disebut dengan interediate. Antena yang epnyai pola radiasi interediate banyak dijupai pada phased array antenna. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gabar 9.

5 a) BROAD SIDE a) BROAD SIDE b) INTERMEDIATE c) END FIRE GAMBAR 9 MODEL POLA RADIASI 2. DIREKTIVITAS DAN GAIN Satu gabaran penting dari suatu antena adalah seberapa besar antena apu engkonsentrasikan energi pada suatu arah yang diinginkan, dibandingkan dengan radiasi pada arah yang lain. Karakteristik dari antena tersebut dinaakan direktivitas (directivity) dan power gain. Biasanya power gain dinyatakan relatif terhadap suatu referensi tertentu, seperti suber isotropis atau dipole ½. Intensitas radiasi : daya yang diradiasikan pada suatu arah per unit sudut dan epunyai satuan watt per steradian. Intensitas radiasi, dapat dinyatakan sebagai berikut : U() = ½ Re (E x H * ) r 2 = P r r 2 ( 9 ) U() = U F() 2 ( 10 ) Diana : P r U = kerapatan daya := intensitas aksiu F() 2 = agnitudo pola edan noralisasi

6 Intensitas radiasi dari suber isotropis adalah tetap untuk seluruh ruangan pada suatu harga U(). Dan untuk suber non isotropis, intensitas radiasinya tidak tetap pada seluruh ruangan tetapi suatu daya rata-rata per steradian, dapat dinyatakan sbb : 1 P U. d T 4 4 U ave = ( 11 ) Dengan : d = sin d d P T : kerapatan daya total Direktivitas Antena Directive gain : perbandingan dari intensitas radiasi pada suatu arah tertentu dengan intensitas radiasi rata-rata, yang dinyatakan sebagai berikut : U. Uave D() = ( 12 ) Diana : U() = intensitas radiasi U ave = intensitas radiasi rata-rata Jika pebilang dan penyebut dibagi dengan r 2 aka akan diperoleh rasio kerapatan daya dengan kerapatan daya rata-rata. Dengan easukkan persaaan 10 dan 11 kedala persaaan 12 aka akan diperoleh persaaan sebagai berikut : Dengan : U 4 D, F 4 4, d A = F. 2 d 2, F, 2 A ( 13 ) ( 14 ) Sedangkan direktivitas erupakan harga aksiu dari directive gain, yang dapat dinyatakan dengan :

7 U U D = are 4 1 ( 15 ) Gain Antena Ketika antena digunakan pada suatu siste, biasanya lebih tertarik pada bagaiana efisien suatu antena untuk eindahkan daya yang terdapat pada terinal input enjadi daya radiasi. Untuk enyatakan ini, power gain (atau gain saja) didefinisikan sebagai 4 kali rasio dari intensitas pada suatu arah dengan daya yang diteria antena, dinyatakan dengan : U. G() = 4 P ( 16 ) Definisi ini tidak terasuk losses yang disebabkan oleh ketidaksesuaian ipedansi (ipedance issatch ) atau polarisasi. Harga aksiu dari gain : harga aksiu dari intensitas radiasi atau harga aksiu dari persaaan ( 17 ), sehingga dapat dinyatakan kebali : U P G = 4 ( 17 ) Jadi gain dapat dinyatakan sebagai suatu fungsi dari dan, dan juga dapat dnyatakan sebagai suatu harga pada suatu arah tertentu. Jika tidak ada arah yang ditentukan dan harga power gain tidak dinyatakan sebagai suatu fungsi dari dan, diasusikan sebagai gain aksiu. U Pr Direktivatas dapat ditulis sebagai D = 4, jika dibandingakn dengan persaaan ( 17 ) aka akan terlihat bahwa perbedaan gain aksiu dengan direktivitas hanya terletak pada julah daya yang digunakan. Direktivitas dapat enyatakan gain suatu antena jika seluruh daya input enjadi daya radiasi. Dan hal ini tidak ungkin terjadi karena adanya losses pada daya input. Bagian daya input (P in ) yang tidak uncul sebagai daya radiasi diserap oleh antena dan struktur yang dekat dengannya. Hal tersebut enibulkan suatu definisi baru, yaitu yang disebut dengan efisiensi radiasi, dapat dinyatakan dala persaaan sebagai berikut :

8 e Pr P = ( 18 ) dengan catatan bahwa harga e diantara nol dan satu ( 0 < e < 1) atau ( 0 < e < 100%). Sehingga gain aksiu suatu antena saa dengan direktivitas dikalikan dengan efisiensi dari antena, yang dapat dinyatakan sebagai berikut : G = e D ( 19 ) Peersaaan di atas adalah persaaan yang secara teoritis bisa digunakan untuk enghitung gain suatu antena. Naun dala prakteknya jarang gain antena dihitung berdasarkan direktivitas (directivity) dan efisiensi yang diilikinya, karena untuk endapatkan directivity antena eang diperlukan perhitungan yang tidak udah. Sehingga pada uunya orang lebih suka enyatakan gain aksiu suatu antena dengan cara ebandingkannya dengan antena lain yang dianggap sebagai antena standard (dengan etode pengukuran). Salah satu etode pengukuran power gain aksiu terlihat seperti pada gabar 1.5. Sebuah antena sebagai suber radiasi, dicatu dengan daya tetap oleh transitter sebesar P in. Mula-ula antena standard dengan power gain aksiu yang sudah diketahui (G s ) digunakan sebagai antena peneria seperti terlihat pada gabar 1.5a. Kedua antena ini keudian saling diarahkan sedeikian sehingga diperoleh daya output P s yang aksiu pada antena peneria. Selanjutnya dala posisi yang saa antena standard diganti dengan antena yang hendak dicari power gain-nya, sebagaiana terlihat pada gabar 1.5b. Dala posisi ini antena peneria harus epunyai polarisasi yang saadengan antena standard dan selanjutnya diarahkan sedeikian rupa agar diperoleh daya out put P t yang aksiu. Apabila pada antena standard sudah diketahui gain aksiunya, aka dari pengukuran di atas gain aksiu antena yang dicari dapat dihitung dengan : G t = P 1 P s Atau jika dinyatakan dala decibel adalah : G s ( 20 )

9 G t (db) = P t (db) - P s (db) + G s (db) ( 21 ) P in P s G s (a) P in P t G t (b) GAMBAR 1.5 METODE PENGUKURAN GAIN ANTENA DENGAN ANTENA STANDARD (a) PENGUKURAN DAYA OUTPUT YANG DITERIMA OLEH ANTENA STANDARD (P S) (b) PENGUKURAN DAYA OUTPUT YANG DITERIMA OLEH ANTENA YANG DI TEST (P t)