KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI REGIONAL"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan I Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur

2 KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan moneter. Secara triwulanan KPwBI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan perumusan kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan dapat bermanfaat bagi eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, serta masyarakat lainnya. Kajian ini mencakup Makro Ekonomi Regional, Perkembangan Inflasi, Perkembangan Perbankan, Sistem Pembayaran Regional, serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data baik yang berasal dari intern Bank Indonesia maupun dari ekstern, dalam hal ini dinas/instansi terkait. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran, kritik dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang. Kupang, Mei 2012 Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Lukdir Gultom Deputi Direktur Kajian Ekonomi Regional NTT ii

3 DAFTAR ISII I Halaman Judul Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Grafik Daftar Tabel Ringkasan Umum i ii iii v vii ix BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL 1.1 Sisi Permintaan Sisi Penawaran BAB II PERKEMBANGAN INFLASI 2.1 Kondisi Umum Inflasi Kota Kupang Inflasi Kota Maumere BOKS 1. PREFERENSI DAN PENGARUH KEBIJAKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 3.1 Perkembangan Bank Umum Kondisi Umum Intermediasi Perbankan Kredit UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) Perkembangan BPR Sistem Pembayaran Kondisi Umum Transaksi Non Tunai Transaksi Tunai BOKS 2. LOAN TO VALUE (LTV) KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH (KPR) DAN DOWN PAYMENT (DP) KREDIT KENDARAAN BERMOTOR (KKB) 40 BOKS 3. PANDUAN PENUKARAN UANG LAYAK EDAR BAB IV KEUANGAN PEMERINTAH 4.1 Kondisi Umum Pendapatan Daerah Belanja Daerah Kajian Ekonomi Regional NTT iii

4 BAB V KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 5.1 Kondisi Umum Perkembangan Ketenagakerjaan Perkembangan Kesejahteraan BAB VI PROSPEK PEREKONOMIAN 6.1 Pertumbuhan Ekonomi Inflasi BOKS 4. REVISI INFLASI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2012 ; KETIDAKPASTIAN KEBIJAKAN BBM BERSUBSIDI DAN EKSPEKTASI INFLASI Kajian Ekonomi Regional NTT iv

5 DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1 Perkembangan PDRB NTT Grafik 1.2 Perkembangan Struktur PDRB NTT Grafik 1.3 Struktur Sisi Permintaan Grafik 1.4 Struktur Sisi Penawaran Grafik 1.5 Sumbangan Pertumbuhan Sisi Permintaan Grafik 1.6 Konsumsi Listrik Sektor Bisnis Grafik 1.7 Nilai Tukar Petani Grafik 1.8 Kredit Konsumsi Grafik 1.9 Perkembangan IKE Grafik 1.10 Kredit Investasi Grafik 1.11 Konsumsi Semen NTT Grafik 1.12 Pelanggan Listrik Sektor Industri Grafik 1.13 PDRB Ekspor-Impor Grafik 1.14 Perkembangan Bongkar Muat Grafik 1.15 Negara Tujuan Ekspor Grafik 1.16 Pengiriman Ternak Grafik 1.17 Perkembangan Penjualan Eceran Grafik 1.18 Kredit Sektor PHR Grafik 1.19 Perkembangan Arus Bongkar Grafik 1.20 Jumlah Tamu Hotel Grafik 1.21 Penumpang Angkutan Laut Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi di NTT Grafik 2.2 Inflasi Triwulanan NTT Grafik 2.3 Inflasi Bulanan Tw NTT Grafik 2.4 Inflasi NTT dan Nasional Grafik 2.5 Struktur Inflasi Bulanan NTT Grafik 2.6 Perkembangan Inflasi Kupang Grafik 2.7 Inflasi Triwulanan Kupang Grafik 2.8 Disagregasi Inflasi Kupang Grafik 2.9 Perkembangan Inflasi Maumere Grafik 2.10 Inflasi Triwulanan Maumere Grafik 3.1 Komposisi DPK Grafik 3.2 DPK Menurut Golongan Pemilik Kajian Ekonomi Regional NTT v

6 Grafik 3.3 Komposisi Kredit Grafik 3.4 Perkembangan Suku Bunga Grafik 3.5 Perkembangan LDR Grafik 3.6 Perkembangan Undisbursed Loan Grafik 3.7 Perkembangan NPL Grafik 3.8 NPL Konsumsi dan Modal Kerja Grafik 3.9 Perkembangan Transaksi Kliring Grafik 3.10 Perkembangan Cek/BG Kosong Grafik 3.11 Perkembangan Transaksi Tunai Grafik 4.1 APBD Provinsi NTT Grafik 4.2 Pertumbuhan APBD Provinsi NTT Grafik 4.3 Realisasi Pendapatan Tahun Grafik 4.4 Realisasi Belanja Tahun Grafik 5.1 Perkembangan Tenaga Kerja NTT Grafik 5.2 Perkembangan UMP NTT Grafik 5.3 Perkembangan NTP NTT Grafik 6.1 Harga Emas di Pasar Internasional Grafik 6.2 Minyak WTI di Pasar Internasional Kajian Ekonomi Regional NTT vi

7 DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Kinerja Perbankan NTT Tabel 1.2 Perkembangan PDRB Sisi Penawaran Tabel 1.3 Pertumbuhan Tahunan PDRB Sisi Penawaran Tabel 1.4 Perkembangan PDRB Sisi Permintaan Tabel 1.5 Pertumbuhan Tahunan PDRB Sisi Permintaan Tabel 2.1 Perkembangan Inflasi di NTT Tabel 2.2 Inflasi NTT per Kelompok Tabel 2.3 Inflasi Kupang per Kelompok Tabel 2.4 Inflasi Maumere per Kelompok Tabel 3.1 Perkembangan Kinerja Perbankan Tabel 3.2 Jumlah Bank per Kabupaten Tabel 3.3 Perkembangan Komponen DPK Tabel 3.4 Pertumbuhan Dana Tabungan (yoy) Tabel 3.5 Perkembangan Kredit Tabel 3.6 Pertumbuhan Penyaluran Kredit Perbankan per Kabupaten (yoy) 27 Tabel 3.7 Perkembangan Penyaluran Kredit Sektoral Tabel 3.8 Perkembangan Komponen Kredit UMKM Tabel 3.9 Perkembangan Kredit UMKM Sektoral Tabel 3.10 Perkembangan Usaha BPR Tabel 3.11 Perkembangan Kredit BPR Tabel 3.12 Perkembangan Kredit Sektoral BPR Tabel 3.13 Perkembangan Transaksi Tunai Tabel 3.14 Perkembangan Transaksi Non Tunai Tabel 3.15 Perkembangan Indikator Sistem Pembayaran Lain Tabel 4.1 Realisasi dan Rencana Tahun Anggaran Tabel 5.1 Perkembangan Ketenagakerjaan Tabel 5.2 Struktur Ketenagakerjaan NTT Tabel 5.3 Perkembangan IPM NTT Tabel 5.4 Penduduk Miskin NTT Tabel 6.1 Ringkasan Leading Economic Indicator Kondisi Usaha Provinsi Nusa Tenggara Timur Tabel 1. Realisasi dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Kajian Ekonomi Regional NTT vii

8 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Kelompok Kajian, Statistik dan Survei KBI Kupang Jl. Tom Pello No. 2 Kupang NTT [0380] ; fax : [0380] Kajian Ekonomi Regional NTT viii

9 Ringkasan Umum Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan I-2012 EEKONOMI I MAKRRO RREEGI IONALL Laju pertumbuhan ekonomi triwulan I-2012 tercatat sebesar 5,42% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 4,53% (yoy). Struktur perekonomian NTT masih tetap belum mengalami perubahan, didominasi oleh sektor pertanian, sector perdagangan, hotel dan restoran (PHR), serta sektor jasa-jasa. Ketiga sektor tersebut memberikan kontribusi hingga 80,13% angka PDRB periode laporan. Sementara dari sisi penggunaan, konsumsi masih sangat dominan, terutama konsumsi rumah tangga dan pemerintah. Secara triwulanan, perekonomian NTT menurun 5,10% (qtq) dibandingkan kondisi triwulan sebelumnya. Penurunan pertumbuhan ekonomi paling tinggi terjadi pada sektor keuangan yang mencapai 12,08% (qtq), kemudian diikuti oleh sektor jasa-jasa 9,57% (qtq) dan sektor listrik dan air dengan 9,30% (qtq). Dari sisi penggunaan, pertumbuhan paling tinggi terjadi pada kegiatan konsumsi pemerintah yakni sebesar 28,68% (qtq), dan investasi sebesar 19,47% (qtq). PPEERRKEEMBBANGAN INFFLLASSI I I RREEGI IONALL Pergerakan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) di NTT turun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Inflasi tahunan Kota Kupang pada akhir triwulan I-2012 sebesar 3,11% (yoy), sementara inflasi Maumere berada pada level 6,21% (yoy) sehingga pada akhir triwulan I-2012 inflasi Provinsi Nusa Tenggara Timur berada pada level 3,60% (yoy). Tekanan inflasi selama triwulan laporan paling tinggi terjadi pada bulan Januari. Pada Januari 2012, inflasi month to month tercatat sebesar 0,59%, sementara bulan Februari dan Maret masing-masing sebesar 0,19% dan 0,26%. Tekanan inflasi pada bulan Januari disebabkan oleh tekanan harga pada komoditi sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan sebagai dampak dari tingginya curah hujan di Kota Kupang pada awal tahun. Sementara bulan Februari, pergerakan harga pada hampir semua kelompok barang relatif stabil, kecuali kelompok perumahan. Sedangkan pada bulan Maret harga barang terkoreksi khususnya pada kelompok sandang, dimana pada pada bulan April terdapat momen paskah sehingga pada Maret harga sandang sudah mulai terkoreksi. Kajian Ekonomi Regional NTT ix

10 PPEERRKEEMBBANGAN PPEERRBBANKAN DAN SSI ISSTTEEM PPEEMBBAYARRAN Perkembangan kinerja perbankan NTT pada triwulan awal tahun 2012 mengalami peningkatan yang positif. Perkembangan indikator utama perbankan yaitu asset, dana masyarakat dan kredit mengalami peningkatan signifikan. Total asset perbankan NTT pada triwulan I-2012 mengalami peningkatan sebesar 28,60% dengan nominal asset mencapai Rp 17,77 triliun. Penghimpunan DPK oleh perbankan umum tercatat sebesar Rp 13,43 triliun atau meningkat 24,45% dibandingkan dengan posisi yang sama tahun 2011 (yoy). Selain disebabkan oleh penambahan jumlah bank maupun pembukaan kantor bank, peningkatan penghimpunan DPK secara umum merupakan indikasi dari meningkatnya kesadaran masyarakat NTT terhadap perbankan. Pertumbuhan penyaluran kredit perbankan NTT posisi awal tahun 2012 meningkat sebesar 27,52% (yoy). Pertumbuhan kredit perbankan NTT baik kredit produktif berjenis modal kerja dan investasi maupun kredit non produktif berjenis kredit konsumsi meningkat signifikan dibandingkan tahun Kebutuhan uang kartal menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Melambatnya aktivitas ekonomi masyarakat NTT pada triwulan I yang merupakan pola cyclical tercermin dari aktivitas sistem pembayaran tunai. Pada triwulan I-2012 terlihat bahwa di NTT terjadi net inflow dimana jumlah uang yang masuk ke Bank Indonesia lebih besar dibandingkan dengan jumlah uang yang keluar dari Bank Indonesia. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kebutuhan uang di Provinsi NTT pada triwulan laporan relatif berkurang dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kondisi tersebut merefleksikan aktivitas ekonomi NTT yang cenderung melambat pada awal tahun. KEEUANGAN PPEEMEERRI INTTAH Rencana anggaran tahun 2012 mengalami peningkatan yang cukup sigfikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Rencana Belanja anggaran tahun 2012 tercatat sebesar Rp 2,15 triliun, mengalami kenaikan yang sangat signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp 1,35 triliun. Kenaikan rencana anggaran tahun 2012 mencapai 59,4% dibandingkan tahun sebelumnya. Selain rencana belanja, pos pendapatan diperkirakan juga mengalami kenaikan yang sangat tinggi, yaitu sebesar 71,02% dari Rp 1,29 triliun pada tahun 2011 menjadi Rp 2,21 triliun pada tahun KEETTEENAGAKEERRJJAAN DAN KEESSEEJJAHTTEERRAAN Pertumbuhan aktivitas ekonomi di wilayah NTT yang menunjukkan tren meningkat membawa dampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Pada Februari 2012 tingkat pengangguran di Kajian Ekonomi Regional NTT x

11 wilayah NTT mengalami penurunan dibandingkan Februari Secara struktural, dominasi sektor pertanian terhadap pembentukan PDRB juga tercermin dari kemampuan sektor tersebut dalam memberikan kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja. PPRROSSPPEEK PPEERREEKONOMI IAN Ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan II 2012 diperkirakan akan tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi tahunan pada triwulan II 2012 diperkirakan akan berada pada kisaran 4,2 ± 1% (yoy). Di sisi lain, secara triwulanan pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 4,0 ± 1% (qtq). Pertumbuhan ekonomi akan lebih didorong oleh permintaan domestik, khususnya investasi dan konsumsi pemerintah. Investasi diyakini akan mengalami peningkatan kinerja melengkapi konsumsi yang tetap menjadi penopang utama pertumbuhan. Dari sisi penawaran, sektor jasa-jasa dan sektor pertanian diperkirakan akan cukup berkontribusi seiring memasuki musim panen tabama. Pada triwulan II 2012, tekanan inflasi dari faktor musiman akan meningkat. Inflasi tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan II 2012 diperkirakan akan berada pada kisaran 3,92±1% (yoy) setelah pada triwulan I 2012 berada pada tingkat 3,60% (yoy). Seiring musim panen tabama pada triwulan II 2012, harga bahan makanan lokal diproyeksikan akan mengalami penurunan. Namun demikian, pada akhir periode triwulan akan terdapat masa liburan sekolah yang dapat meningkatkan permintaan atas beberapa barang dan jasa. Kajian Ekonomi Regional NTT xi

12 INFLASI DAN PDRB TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR INDIKATOR Tw.I-11 Tw.II-11 Tw.III-11 Tw.IV-11 Tw.I-12 Laju Inflasi Tahunan (yoy;%) - NTT Kupang Maumere PDRB - Harga Konstan (miliar Rp) 3,122 3,284 3,375 3,468 - Pertanian 1,171 1,200 1,187 1,204 1,203 - Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Jasa Pertumbuhan PDRB (yoy;%) Ekspor - Impor* Nilai Ekspor Nonmigas (USD Juta) Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton) Nilai Impor Nonmigas (USD juta) Volume Impor Nonmigas (ribu ton) Sistem Pembayaran Inflow (miliar Rp) , Outflow (miliar Rp) Netflow (miliar Rp) , MRUK (miliar Rp) Uang Palsu (ribu Rp) 2,930 5,710 3,750 2,450 1,950 Nominal Kliring (miliar Rp) Sumber : Berbagai sumber (diolah) Keterangan : 1) LPE (Laju Pertumbuhan Ekonomi) PDRB atas dasar harga konstan ) (y-o-y) = year on year, thn dasar 2002 Kajian Ekonomi Regional NTT xii

13 PERBANKAN TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR INDIKATOR Tw.I-11 Tw.II-11 Tw.III-11 Tw.IV-11 Tw.I-12 Bank Umum Total Aset (Rp Triliun) DPK (Rp Triliun) Tabungan (Rp Triliun) Giro (Rp Triliun) Deposito (Rp Triliun) Kredit (Rp Triliun) Modal Kerja Konsumsi Investasi LDR 76.14% 78.55% 81.91% 79.87% 78.02% NPLs 2.34% 2.33% 2.04% 1.42% 1.66% Kredit UMKM (Triliun Rp) BPR Total Aset (Rp Miliar) DPK (Rp Miliar) Tabungan (Rp Miliar) Deposito (Rp Miliar) Kredit (Rp Miliar) Modal Kerja Konsumsi Investasi Kredit UMKM (Rp Miliar) Rasio NPL Gross 4.74% 4.13% 4.54% 3.66% 5.28% LDR % % % % % Sumber : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. NTT (diolah) Kajian Ekonomi Regional NTT xiii

14 B A B II EKONOMII MAKRO REGIIONAL Laju perekonomian tahunan NTT pada triwulan laporan secara umum meningkat dibandingkan periode sebelumnya. Laju pertumbuhan ekonomi triwulan I-2012 tercatat sebesar 5,42% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 4,53% (yoy). Struktur perekonomian NTT masih tetap belum Grafik 1.1 Perkembangan PDRB NTT Sumber : BPS Provinsi NTT diolah mengalami perubahan, didominasi oleh sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR), serta sektor jasa-jasa. Ketiga sektor tersebut memberikan kontribusi hingga 80,13% angka PDRB periode laporan. Sementara dari sisi penggunaan, konsumsi masih sangat dominan, terutama konsumsi rumah tangga dan pemerintah. Grafik 1.2 Perkembangan Struktur PDRB NTT 100% Jasa Keu, Sewa, dan Jasa 75% Angk & Kom PHR 50% Bangunan Listrik dan Air 25% Industri Tambang 0% Pertanian I II III IV I Sumber : BPS Provinsi NTT diolah Dari total pertumbuhan ekonomi triwulan I 2012 yang sebesar 5,42% (yoy), 31,55% disumbangkan oleh sektor jasa (mencapai 1,71%), kemudian 22,80% atau sebesar 1,24% disumbangkan oleh sektor PHR, dan disusul sektor pertanian dengan 19,00% atau menyumbang 1,03% angka pertumbuhan. Dari sisi penggunaan, total aktivitas konsumsi di NTT (rumah tangga, pemerintah, swasta) masih mendominasi sumbangan angka pertumbuhan, sedangkan ekspor mulai menunjukkan peningkatan peranannya. Adapun investasi relatif kecil peranannya dalam menyumbang angka pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, impor masih memberikan sumbangan negatif yang cukup besar, Kajian Ekonomi Regional NTT 1

15 mengingat sebagian besar barang yang dikonsumsi bukan berasal dari produksi NTT. Secara triwulanan, perekonomian NTT menurun 5,10% (qtq) dibandingkan kondisi triwulan sebelumnya. Penurunan pertumbuhan ekonomi paling tinggi terjadi pada sektor keuangan yang mencapai 12,08% (qtq), kemudian diikuti oleh sektor jasa-jasa 9,57% (qtq) dan sektor listrik dan air dengan 9,30% (qtq). Dari sisi penggunaan, pertumbuhan paling tinggi terjadi pada kegiatan konsumsi pemerintah yakni sebesar 28,68% (qtq), dan investasi sebesar 19,47% (qtq). Grafik 1.3 Struktur Sisi Permintaan Net ekspor -20,70% Investasi 13,99% Pemerintah 17,94% Rmh tangga 82,43% Swasta 4,22% Sumber : BPS Provinsi NTT diolah Grafik 1.4 Struktur Sisi Penawaran Keuangan dan Persewaan 3,75% Transp & Kom 7,61% Jasa jasa 25,38% PHR 17,41% Bangunan (konstruksi) 6,13% Sumber : BPS Provinsi NTT diolah Pertanian 36,56% Pertambangan 1,31% Industri Pengolahan 1,41% Listrik,Gas dan Air 0,44% 1.1 Sisi Permintaan Konsumsi masih menjadi sumber utama penopang pertumbuhan. Laju pertumbuhan konsumsi secara tahunan pun tercatat mengalami peningkatan. Besarnya andil konsumsi seiring dengan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,25% dan Nilai Tukar Petani (NTP) yang Grafik 1.5 Sumbangan Pertumbuhan Sisi Permintaan 6,09% Perubahan stok 2,51% Impor Ekspor Investasi Konsumsi terus meningkat dibandingkan kondisi yang Sumber : BPS Provinsi NTT diolah sama pada tahun sebelumnya. Sementara itu, investasi tetap menunjukan perkembangan positif dengan andil sebesar 1,67%. 1,75% 1,67% 5,58% Kajian Ekonomi Regional NTT 2

16 1. Konsumsi Laju pertumbuhan konsumsi tumbuh lebih tinggi dibandingkan kinerja tahunan triwulan sebelumnya. Konsumsi secara total pada periode laporan tumbuh sebesar 5,33% (yoy), mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 2,48% (yoy). Meningkatnya konsumsi terutama didorong oleh meningkatnya konsumsi rumah seiring Nilai Tukar Petani (NTP) yang terus mengalami peningkatan. Hasil Survei Konsumen juga menggambarkan bahwa pada triwulan I 2012 merupakan saat yang tepat untuk mengkonsumsi barang. Mayoritas responden survei berpendapat bahwa kondisi ekonomi pada periode laporan lebih baik dibandingkan periode sebelumnya (Sumber : Survei Konsumen Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur). Grafik 1.6 Konsumsi Listrik Sektor Bisnis Grafik 1.7 Nilai Tukar Petani Konsumsi (ribu kwh) Jml Pelanggan Indeks yang Diterima Petani Indeks yang Dibayar Petani NTP (axis kanan) II III IV I II III IV I ribu kwh Sumber : PLN Wilayah NTT Sumber : BPS Provinsi NTT diolah Grafik 1.8 Kredit Konsumsi Grafik 1.9 Perkembangan IKE Kredit Konsumsi (Miliar) Growth YoY (Aksis Kanan) I II III IV I II III IV I 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% Indeks Ekonomi Saat Ini Indeks Ketepatan Waktu Pembelian Indeks Penghasilan Saat Ini Indeks Ketersediaan Kerja Sumber : KPw BI Prov. NTT Sumber : KPw BI Prov. NTT Kajian Ekonomi Regional NTT 3

17 Konsumsi yang cukup masih juga dilakukan oleh sektor swasta seiring tumbuhnya investasi. Hal tersebut ditandai dengan meningkatnya konsumsi listrik sektor bisnis di seluruh NTT pada triwulan laporan sebesar 8,69% (yoy) dibandingkan tahun lalu. Di sisi lain, outstanding pembiayaan kredit konsumtif perbankan di NTT tumbuh 25,99% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. 2. Investasi Investasi menunjukkan kinerja yang cukup terjaga. Investasi di NTT pada triwulan laporan tumbuh 12,73% (yoy), sedikit mengalami perlambatan dibandingkan triwulan Sebelumnya yang mencapai 15,99% (yoy). Andil investasi sedikit menurun dari 2,38% pada triwulan lalu menjadi 1,67%. Namun demikian, apabila melihat pertumbuhan secara triwulanan, terjadi penurunan investasi sebesar 19,47% (qtq). Grafik 1.10 Kredit Investasi Grafik 1.11 Konsumsi Semen NTT iolah Kredit Investasi (Miliar) Growth YoY (Aksis Kanan) I II III IV I II III IV I % 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Ton konsumsi semen I II III IV I II III IV I Sumber : KPw BI Prov. NTT Sumber : Asosiasi Semen Indonesia Relatif melambatnya investasi di NTT pada periode laporan merupakan dampak dari turunnya realisasi belanja modal pemerintah dan swasta. Hal ini sejalan dengan selesainya realisasi beberapa proyek infrastruktur yang merupakan bagian dari belanja modal. Sesuai siklusnya, realisasi proyek pada awal tahun relatif rendah. Andil sektor swasta dalam investasi awal tahun cukup menonjol yang diindikasikan dengan peningkatan pembiayaan investasi dari perbankan. Outstanding kredit investasi pada akhir Maret 2012 tercatat tumbuh 61,17% (yoy) atau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 54,39% (yoy). Dari sektor bangunan juga diperoleh informasi terjadinya peningkatan konsumsi semen sebesar 38,87% (yoy) dibandingkan konsumsi tahun Kajian Ekonomi Regional NTT 4

18 lalu. Indikasi peningkatan investasi juga terkonfirmasi dari peningkatan konsumsi pada sektor industri sebagaimana data yang diperoleh dari PT PLN Wilayah Nusa Tenggara Timur. Grafik 1.12 Pelanggan Listrik Sektor Industri Konsumsi (ribu kwh) Jml Pelanggan ribu kwh *) Proyeksi Sumber : PLN Wilayah NTT 3. Net Ekspor Kinerja ekspor-impor NTT masih diwarnai dengan angka defisit yang cukup signifikan. Pada triwulan laporan, angka defisit ekspor-impor NTT mencapai Rp 681,28 miliar. Jumlah tersebut meningkat 16,35% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya Rp 814,53 miliar. Secara umum hal tersebut terjadi karena pengaruh peningkatan konsumsi masyarakat NTT dan pertumbuhan kegiatan investasi. Selama beberapa tahun terakhir, tingkat pertumbuhan ekspor PDRB NTT selalu lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan impor. Ketimpangan kinerja ekspor dan impor di NTT tercermin dari kinerja di pelabuhan yang lebih diwarnai kegiatan unloading (bongkar muatan). Grafik 1.13 PDRB Ekspor - Impor Grafik 1.14 Perkembangan Bongkar Muat Impor Ekspor Net Ekspor (axis kanan) I II III IV I II III IV I Unloading Loading Net Loading I II III IV I Rp miliar Rp miliar (ton) (ton) Sumber : BPS Provinsi NTT diolah Sumber : PT Pelindo Tenau Kajian Ekonomi Regional NTT 5

19 Khusus untuk ekspor luar negeri, ekspor pada triwulan I 2012 sebagian besar masih ditujukan ke negara Timor Leste dengan komoditas yang dominan adalah kebutuhan sehari-hari. Sedangkan negara berikutnya adalah negara Cina, dimana komoditi ekspor yang dominan adalah hasil tambang bahan galian c, berupa batu-batu (marmer, batu hias) dan biji mangan mentah. Pengiriman dilakukan melalui pelabuhan Tenau ataupun langsung menuju Pelabuhan Atapupu. Volume ekspor luar negeri NTT pada triwulan I 2012 mencapai 7,69 ribu ton atau mengalami penurunan dibandingkan triwulan Grafik 1.15 Negara Tujuan Ekspor EUROPE AUSTRALIA ASIA AMERICA AFRICA 100% 80% 60% 40% 20% 0% I II III IV I II III IV I Sumber : KPw BI Prov. NTT sebelumnya yang mencapai 26,16 ribu ton. Dari total jumlah tersebut, 49,85% ditujukan ke Timor Leste. 1.2 Sisi Penawaran Dari sisi penawaran, kontribusi tiga sektor utama relatif masih dominan. Tiga sektor utama yang menjadi penggerak roda ekonomi NTT pada periode laporan adalah sektor jasa-jasa, sektor perdagangan, hotel & restoran, serta sektor pertanian. 1. Pertanian Kinerja sektor pertanian sedikit terakselerasi dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya. Perbaikan kinerja sektor pertanian pasca kontraksi selama semester I 2011 terus berlanjut. Kinerja sektor pertanian pada periode laporan tercatat sebesar 2,74% (yoy), sedikit meningkat dibanding kinerja triwulan sebelumnya yang hanya 2,68% (yoy). Penyebab utama membaiknya kinerja sektor pertanian adalah subsektor perikanan seiring dengan cuaca yang kondusif. Sementara itu, subsektor peternakan sedikit mengalami penurunan kinerja yang terindikasi dari menurunnya jumlah pengiriman hewan keluar NTT yang dilakukan lewat jalur laut sebesar 12,11% (yoy) dibandingkan kondisi tahun lalu. Kajian Ekonomi Regional NTT 6

20 Ekor Grafik 1.16 Pengiriman Ternak Loading Ternak I II III IV I II III IV I Sumber : PT.Pelindo diolah 2. Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) Kinerja sektor PHR terus membaik. Pada triwulan laporan, sektor PHR tumbuh 7,22% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 6,43% (yoy). Hal ini terutama dikarenakan meningkatnya laju pertumbuhan seluruh subsektor PHR, kecuali subsektor restoran. Subsektor perdagangan meningkat dari 6,43% (yoy) menjadi 7,23% (yoy). Meningkatnya kinerja sektor PHR juga terkonfirmasi oleh meningkatnya pertumbuhan tahunan outstanding penyaluran kredit perbankan kepada sektor PHR. Peningkatan penyaluran kredit sektor PHR pada periode laporan tercatat sebesar tercatat 19,78% (yoy) atau mengalami peningkatan dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya yang mencapai sebesar 13,90% (yoy). Perbaikan kinerja subsektor perdagangan besar dan eceran pun terkonfirmasi oleh membaiknya omset penjualan eceran sebagaimana diperoleh dari hasil Survei Penjualan Eceran yang dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur. Grafik 1.17 Perkembangan Penjualan Eceran Grafik 1.18 Kredit Sektor PHR (Rp Juta) barang kerajinan bahan kimia alt tulis bahan bakar pakaian makanan Alt Rmh Tangga suku cadang konstruksi Kredit PHR (Miliar) Growth YoY (Aksis Kanan) I II III IV I II III IV I % 50% 40% 30% 20% 10% 0% 10% 20% 30% 40% Sumber : SPE, KPw BI Prov. NTT Sumber : KPw BI Prov. NTT Kajian Ekonomi Regional NTT 7

21 Grafik 1.19 Perkembangan Arus Bongkar Unloading Ton I II III IV I II III IV I s Sumber : PT.Pelindo diolah Grafik 1.20 Jumlah Tamu Hotel Jumlah Tamu I II III IV I Sumber : BPS Provinsi NTT Walaupun sektor perdagangan mengalami pertumbuhan, hal tersebut tidak diiringi dengan peningkatan volume impor (unloading). Sementara itu, membaiknya kinerja sektor pariwisata menjadi pendorong kinerja perhotelan. Data BPS menunjukkan jumlah wisatawan/tamu hotel yang mencapai orang pada triwulan laporan atau mengalami peningkatan sebesar 0,67% (yoy). 3. Jasa-jasa dan sektor lainnya Kinerja sektor jasa-jasa masih ditopang oleh jasa pemerintahan. Kegiatan jasa pemerintahan pada triwulan laporan meningkat hingga 7,12% (yoy). Kinerja tersebut mengalami peningkatan jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,77% (yoy). Penopang utama subsektor jasa pemerintahan umum adalah realisasi belanja dan gaji pemerintahan pada triwulan laporan. Selain tiga sektor utama tersebut, sektor bangunan juga mencatatkan pertumbuhan cukup baik pada periode laporan. Sektor bangunan tercatat meningkat sebesar 8,52% (yoy) yang diperkirakan sebagai dampak dari meningkatnya konsumsi swasta. Kinerja sektor transportasi pada triwulan I 2012 juga mengalami peningkatan. Sektor transportasi mencatat pertumbuhan sebesar 6,82% (yoy) atau mengalami akselerasi dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya yang mencapai 4,87% (yoy). Meningkatnya sektor transportasi tercermin dari perkembangan jumlah penumpang kapal selama triwulan laporan yang naik 11,15% (yoy). Kajian Ekonomi Regional NTT 8

22 Grafik 1.21 Penumpang Angkutan Laut Orang Jumlah Penumpang I II III IV I II III IV I Sumber : PT Pelindo Tenau Kinerja sektor industri selama periode laporan sedikit mengalami pertumbuhan. Bila pada triwulan sebelumnya tercatat sebesar 4,63% (yoy), maka pada triwulan laporan tercatat menjadi 4,96%. Sumber utama peningkatan tersebut adalah berasal dari industri makanan dan minuman. Lebih dari 78% kinerja sektor industri NTT ditentukan oleh industri makanan dan minuman. Kinerja sektor keuangan sangat bergantung pada lembaga perbankan. Intermediasi perbankan pada triwulan I 2012 mengalami sedikit penurunan dibandingkan periode sebelumnya, yaitu dari 79,87% menjadi 78,02%. Laju pertumbuhan penghimpunan dana masyarakat sedikit melambat dari 24,95% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 24,45% (yoy). Demikian pula penyaluran kredit, tumbuh 27,52% (yoy) dari sebelumnya 29,29% (yoy). Kondisi diatas mendorong pertumbuhan sektor keuangan sebesar 6,52% (yoy) pada periode laporan. Tabel 1.1 Kinerja Perbankan NTT Sumber : Laporan Bank Umum, KPw BI Prov. NTT Kajian Ekonomi Regional NTT 9

23 Tabel 1.2 Perkembangan PDRB Sisi Penawaran Sumber : BPS Provinsi NTT Tabel 1.3 Pertumbuhan Tahunan PDRB Sisi Penawaran Sumber : BPS Provinsi NTT Tabel 1.4 Perkembangan PDRB Sisi Permintaan Sumber : BPS Provinsi NTT Tabel 1.5 Pertumbuhan Tahunan PDRB Sisi Permintaan Sumber : BPS Provinsi NTT Kajian Ekonomi Regional NTT 10

24 B A B II II PERKEMBANGAN IINFLASII 2.1 Kondisi Umum Pergerakan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) di NTT turun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan inflasi terjadi pada 2 (dua) kota penghitungan inflasi yaitu Kupang dan Maumere. Inflasi tahunan Kota Kupang pada akhir triwulan I-2012 sebesar 3,11% (yoy), sementara inflasi Maumere berada pada level 6,21% Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi di NTT 16% 14% 12% yoy NTT 10% mtm ntt 8% 6% 4% 2% 0% % Sumber : BPS diolah (yoy) sehingga pada akhir triwulan I-2012 inflasi Provinsi Nusa Tenggara Timur berada pada level 3,60% (yoy). Grafik 2.2 Inflasi Triwulanan NTT Grafik 2.3 Inflasi Bulanan Tw NTT TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA K 1.03% 0.59% PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA KESEHATAN SANDANG PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU BAHAN MAKANAN 0.69% 0.30% 1.23% 1.25% 1.77% 2.74% 0.19% 0.26% 2% 1% 0% 1% 2% 3% Sumber : BPS diolah Jan 12 Feb 12 Mar 12 Sumber : BPS diolah Secara triwulanan, NTT mengalami inflasi sebesar 1,03% (qtq), lebih rendah dibandingkan dengan inflasi quartalan pada triwulan IV-2012 yaitu 1,29%. Inflasi tertinggi terdapat pada kelompok sandang sebesar 2,74%, diikuti dengan bahan makanan dan makanan jadi dengan inflasi quartalan masing-masing sebesar Kajian Ekonomi Regional NTT 11

25 1,77% dan 1,25%. Berbeda dengan 6 (enam) kelompok inflasi lainnya, inflasi pada kelompok transpor bernilai negatif atau mengalami deflasi sebesar 1,03%. Tekanan inflasi selama triwulan laporan paling tinggi terjadi pada bulan Januari. Pada Januari 2012, inflasi month to month tercatat sebesar 0,59%, sementara bulan Februari dan Maret masing-masing sebesar 0,19% dan 0,26%. Tekanan inflasi pada bulan Januari disebabkan oleh tekanan harga pada komoditi sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan sebagai dampak dari tingginya curah hujan di Kota Kupang pada awal tahun. Sementara bulan Februari, pergerakan harga pada hampir semua kelompok barang relatif stabil, kecuali kelompok perumahan. Sedangkan pada bulan Maret harga barang terkoreksi khususnya pada kelompok sandang, dimana pada pada bulan April terdapat momen paskah sehingga pada Maret harga sandang sudah mulai terkoreksi. Tabel 2.1 Perkembangan Inflasi di NTT Inflasi I II III IV I II III IV I year on year Nasional 3.43% 5.05% 5.80% 6.96% 6.65% 5.54% 4.61% 3.79% 3.97% NTT 8.70% 10.67% 10.86% 9.72% 8.68% 6.55% 4.37% 4.68% 3.60% Kupang 9.03% 11.08% 11.42% 9.97% 8.98% 6.66% 4.25% 4.32% 3.11% Maumere 7.02% 8.52% 8.05% 8.48% 7.15% 6.00% 5.00% 6.59% 6.21% year to date Nasional 0.99% 2.42% 5.28% 6.96% 0.70% 1.06% 2.97% 3.79% 0.88% NTT 3.06% 5.42% 8.65% 9.72% 2.09% 2.37% 3.35% 4.68% 1.03% Kupang 3.25% 5.56% 8.81% 9.97% 2.32% 2.39% 3.16% 4.32% 1.13% Maumere 2.11% 4.68% 7.84% 8.48% 0.86% 2.29% 4.37% 6.59% 0.49% Sumber : BPS diolah Inflasi NTT pada triwulan I lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional. Secara umum, tingkat inflasi kota-kota di NTT termasuk kategori kota yang tergolong memiliki persistensi yang cukup tinggi. Namun pada triwulan I-2012, justru inflasi nasional diatas inflasi NTT. Besarnya bobot inflasi Kota Kupang dalam perhitungan inflasi NTT terlihat Grafik 2.4 Inflasi NTT dan Nasional 16% 14% yoy Nasional yoy kupang 12% yoy Maumere 10% 8% 6% 4% 2% 0% Sumber : BPS diolah Kajian Ekonomi Regional NTT 12

26 dari rendahnya inflasi Kota Kupang dibandingkan dengan inflasi nasional pada triwulan laporan, sedangkan inflasi Kota Maumere masih persisten tinggi diatas inflasi nasional. Pergerakan tarif angkutan udara dari Kupang pada awal tahun yang turun cukup tajam dibandingkan dengan akhir tahun 2011 menjadi penyebab utama rendahnya pencapaian inflasi selama triwulan laporan. Grafik 2.5 Struktur Inflasi Bulanan NTT 2.10% 1.80% 1.50% 1.20% 0.90% 0.60% 0.30% 0.00% 0.30% 0.60% 0.90% 1.95% 0.87% 0.54% 0.59% 0.23% 0.46% 0.21% 0.27% 0.19% 0.26% 0.01% feb mar apr may jun jul aug sep oct nov dec jan feb mar 0.37% % 0.66% TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA KESEHATAN SANDANG PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU BAHAN MAKANAN UMUM Sumber : BPS diolah Tingginya tingkat fluktuasi inflasi di Kupang, tidak terlepas dari kondisi geografis yang dikelilingi oleh laut, ketergantungan pada kelancaran jalur pelayaran akan sangat menentukan. Kemudian, hampir seluruh barang kebutuhan konsumsi masyarakat NTT berasal dari provinsi lain, Jawa Timur, NTB, dan Sulawesi Selatan. Oleh karena tingkat ketergantungan kepada daerah-daerah tersebut cukup tinggi, menyebabkan kedua kota di NTT rentan terhadap fluktuasi harga. Selain itu, fluktuasi tarif angkutan udara akibat faktor seasonal menjadi driver inflasi di NTT. Disamping tekanan secara regional, sumber tekanan inflasi tahun 2012 secara nasional adalah kebijakan kenaikan atau pembatasan BBM bersubsidi (boks 1) Tabel 2.2 Inflasi NTT per Kelompok Komoditi I II III IV I UMUM 8.68% 6.55% 4.37% 4.68% 3.60% BAHAN MAKANAN 14.01% 9.84% 4.07% 0.49% -1.71% MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU 7.74% 7.27% 4.99% 4.83% 3.82% PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB 5.06% 5.45% 4.48% 4.64% 4.17% SANDANG 4.88% 6.67% 9.39% 11.60% 14.49% KESEHATAN 6.32% 5.94% 6.31% 5.41% 4.22% PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA 3.49% 4.34% 5.46% 2.79% 4.07% TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA K 7.69% 1.55% 1.86% 11.42% 10.08% Sumber : BPS diolah Kajian Ekonomi Regional NTT 13

27 2.2 Inflasi Kota Kupang Pergerakan harga di Kota Kupang cenderung menurun pada awal tahun Inflasi Kota Kupang pada akhir triwulan I-2012 sebesar 3,11% (yoy). Laju inflasi tahunan jauh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan I-2011 yang mencapai 8,98% (yoy). Rendahnya pencapaian inflasi pada triwulan laporan bersumber pada deflasi yang Grafik 2.6 Perkembangan Inflasi Kupang 16% 14% yoy Kupang 12% mtm Kupang 10% 8% 6% 4% 2% 0% % Sumber : BPS diolah terjadi pada kelompok bahan makanan selama triwulan laporan. Inflasi tahunan paling tinggi terjadi pada kelompok sandang yang mencapai 15,59% diikuti dengan kelompok transpor yang mencatatkan inflasi tahunan sebesar 11,49%. Inflasi kelompok transportasi paling tinggi dialami oleh tarif angkutan udara, kemudian untuk kelompok sandang disumbangkan oleh kenaikan harga emas. Kelompok bahan makanan mengalami deflasi sebesar 3,72%. Penurunan harga paling signifikan terjadi pada komoditi ikan segar, sayuran dan bumbu-bumbuan. Sedangkan khusus untuk beras, memasuki awal tahun mengalami kenaikan harga walaupun kenaikan tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya. Fenomena kenaikan harga beras bukan hanya terjadi di Kupang. Harga beras di Makasar dan NTB juga sudah mulai merangkak naik akibat meningkatnya permintaan beras dari Jawa (Sumber : Rakorwil TPID Balnustra). Sehingga untuk mencukupi kebutuhan beras di Jawa, para pedagang besar harus mengambil dari luar daerah. Kajian Ekonomi Regional NTT 14

28 Grafik 2.7 Inflasi Triwulanan Kupang transpor,komunikasi,jasa pendidikan,rekreasi,olah raga kesehatan 1.17% 0.04% 0.56% sandang 2.50% perumahan,listrik,air makanan jadi,rokok,tembakau 1.32% 1.22% bahan makanan 2.23% umum 1.13% Sumber : BPS diolah 4% 2% 0% 2% 4% Selama triwulan I-2012 terjadi perubahan indeks IHK sebesar 1,13% (qtq), turun bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya atau bahkan bila dibandingkan dengan triwulan I Tekanan inflasi tertinggi selama triwulan I terjadi pada kelompok sandang dengan perubahan indeks sebesar 2,50% diikuti dengan kelompok bahan makanan yang mengalami perubahan indeks sebesar 2,23%. Tekanan harga pada komoditi bumbu-bumbuan menjadi salah satu penyumbang terbesar pada inflasi bahan makanan selain komoditi beras. Pada triwulan laporan terjadi deflasi pada kelompok transport dengan perubahan indeks sebesar 1,17%. Penurunan tarif angkutan udara dengan pemberlakuan tarid promo menjadi sumber utama terjadinya deflasi pada kelompok transpor. Tekanan inflasi Kota Kupang yang tertinggi terjadi pada bulan Januari dengan inflasi bulanan mencapai 0,54%, dan kemudian melemah pada dua bulan setelahnya. Tingginya inflasi pada Januari 2012, bersumber pada kenaikan harga komoditi sayuran dan bumbu seperti sawi putih dan cabe rawit. Komoditi beras mengalami tekanan harga walaupun kenaikannya tidak signifikan. Sementara pada bulan Februari tekanan inflasi bersumber pada kelompok perumahan khususnya pada tarif sewa rumah dan kenaikan harga semen. Sedangkan pada bulan Maret. Pada kelompok volatile food (VF) selama triwulan I-2012, tekanan inflasi tertinggi disumbangkan oleh kelompok sayur-sayuran terutama komoditi wortel, sawi putih, bayam dan tomat sayur dengan sumbangan masing-masing komoditi sebesar 0,20%, 0,19%, 0,11% dan 0,11%. Tekanan harga pada komoditi jenis sayuran disebabkan curah hujan di Kota Kupang pada awal tahun relatif tinggi Kajian Ekonomi Regional NTT 15

29 sehingga komoditi yang rentan terhadap cuaca mengalami penurunan produksi yang membuat harga terkoreksi cukup tinggi. Komoditi beras yang biasanya mengalami kenaikan cukup tinggi diawal tahun, pergerakannya cukup stabil walaupun terjadi kenaikan namun tidak terlalu signifikan. Grafik 2.8 Disagregasi Inflasi Kupang %,yoy Inflasi IHK (yoy) Core Adm Price Volatile Foods (2) %,yoy Adm Price Volatile Food Core Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan sub kelompok) Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan sub kelompok) Inflasi kelompok administered prices selama triwulan I-2012 tercatat minus atau deflasi. Hal ini kelompok transpor pada triwulan laporan memberikan sumbangan deflasi, yang disebabkan adanya penurunan tarif angkutan udara dan pemberian harga promo untuk menarik penumpang, karena pada bulan-bulan awal tahun biasanya terjadi penurunan permintaan untuk jenis angkutan udara. Tekanan harga pada komoditi rokok putih dan bahan bakar rumah tangga yang tidak berdampak signifikan untuk mengkoreksi angka deflasi pada kelompok administered price. Sementara tekanan core inflation paling tinggi dipengaruhi oleh inflasi kelompok perumahan. Kenaikan harga komoditi semen pada awal tahun pada kisaran 10% menyumbangkan inflasi pada triwulan I-2012 sebesar 0,26%. Sementara itu, pemberlakuan tarif sewa rumah yang baru pada awal tahun memicu terjadinya inflasi yang cukup tinggi pada tarif sewa rumah dengan sumbangan sebesar 0,10%. Tabel 2.3 Inflasi Kupang per Kelompok KOMODITI I II III IV I UMUM 8.98% 6.66% 4.25% 4.32% 3.11% BAHAN MAKANAN 14.69% 10.42% 3.97% -1.13% -3.72% MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU 7.19% 6.68% 4.51% 4.62% 3.97% PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB 5.27% 5.56% 4.26% 4.50% 4.34% SANDANG 4.87% 7.15% 10.23% 12.76% 15.59% KESEHATAN 7.28% 6.38% 6.94% 5.86% 4.27% PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA 3.88% 4.96% 5.65% 2.46% 3.52% TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA K 8.83% 1.68% 1.99% 13.30% 11.49% Sumber : BPS diolah Kajian Ekonomi Regional NTT 16

30 2.3 Inflasi Kota Maumere Searah dengan pergerakan inflasi Kota Kupang, tekanan harga di Maumere pada triwulan laporan cenderung melemah. Grafik 2.9 Perkembangan Inflasi Maumere 10% 8% 6% Inflasi tahunan Maumere pada akhir triwulan laporan sebesar 6,21% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan I yang mencapai 7,15% (yoy) dan akhir tahun 2011 yang mencapai 6,59% (yoy). Kelompok barang yang 4% yoy Maumere mtm Maumere 2% 0% % Sumber : BPS diolah mengalami inflasi tertinggi pada akhir triwulan I-2012 adalah kelompok bahan makanan dengan inflasi tahunan sebesar 10,12% (yoy) diikuti dengan kelompok sandang yang mengalami inflasi tahunan sebesar 8,43% (yoy). Grafik 2.10 Inflasi Triwulanan Maumere transpor,komunikasi,jasa 0.09% pendidikan,rekreasi,olah kesehatan 1.35% 1.78% sandang 4.21% perumahan,listrik,air makanan bahan makanan umum 0.79% 1.43% 0.51% 0.49% 4% 2% 0% 2% 4% 6% Sumber : BPS diolah Secara triwulanan, tekanan inflasi tertinggi terjadi pada kelompok sandang dengan inflasi triwulanan sebesar 4,21% (qtq) sedangkan untuk inflasi pada kelompok bahan makanan tercatat negatif atau mengalami deflasi sebesar 0,51% (qtq). Selama triwulan I-2012, tekanan inflasi tertinggi terjadi pada bulan Januari dengan inflasi bulanan sebesar 0,82% (mtm) sementara bulan Februari tekanan harga melemah dengan inflasi sebesar 0,09% (mtm). Bahkan pada bulan Maret Kajian Ekonomi Regional NTT 17

31 2012, Kota Maumere mengalami deflasi yang cukup rendah mencapai 0,41% (mtm). Berbeda dengan Kota Kupang, tekanan inflasi Kota Maumere pada bulan Januari disumbang oleh kenaikan harga komoditi beras. Sumbangan komoditi beras dalam inflasi bulan Januari sebesar 2,01% (mtm). Sementara pemicu terjadi deflasi yang cukup rendah di bulan Maret adalah turunnya harga komoditi ikan segar, dimana komoditi ikan segar mempunyai pengaruh yang cukup tinggi dalam menggerakkan inflasi di Kota Maumere. Tabel 2.4 Inflasi Maumere per Kelompok (yoy) KOMODITI I II III IV I UMUM 7.15% 6.00% 5.00% 6.59% 6.21% BAHAN MAKANAN 10.13% 6.69% 4.56% 9.47% 10.12% MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU 10.82% 10.62% 7.78% 6.06% 3.05% PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB 4.04% 4.94% 5.60% 5.35% 3.30% SANDANG 4.95% 4.01% 4.67% 5.08% 8.43% KESEHATAN 1.27% 3.59% 2.80% 2.85% 3.93% PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA 1.42% 1.03% 4.49% 4.60% 7.05% TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA K 1.32% 0.75% 1.16% 0.37% 1.75% Kajian Ekonomi Regional NTT 18

32 BOKS 1 PREFERENSI DAN PENGARUH KEBIJAKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu barang penunjang yang sangat mempengaruhi gejolak ekonomi, khususnya fluktuasi harga komoditi. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa pergerakan harga premium berdampak pada pergerakan inflasi Kota Kupang. Kenaikan harga premium pada tahun 2005 dan 2008 mendorong inflasi pada level yang lebih tinggi. Dampak kebijakan kenaikan harga BBM Grafik 1. Perkembangan Harga Premium dan Inflasi Kota Kupang 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 direspon secara langsung (first round effect) dengan adanya lonjakan inflasi pada bulan yang bersangkutan. Bahkan dampak lanjutannya (second round effect) terlihat sampai dengan beberapa bulan setelahnya. Wacana untuk menaikkan atau melakukan pembatasan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi pada awal tahun 2012 menyebabkan banyak kekhawatiran dari semua kalangan. Untuk mengetahui preferensi masyarakat NTT, khususnya Kota Kupang terhadap beberapa opsi kebijakan BBM, maka dilakukan survei dengan mengambil 200 sampel dari 200 rumah tangga di Kota Kupang pada bulan Maret Dari 200 sampel rumah tangga di Grafik 2. Penggunaan Moda Transportasi Kota Kupang, sebagian besar responden Kend. Mobil Umum (78,05%) menggunakan sepeda motor 15.50% 6.00% untuk aktivitas sehari-hari, sementara Sepeda 15,5% menggunakan mobil pribadi dan Motor 78.50% sisanya sebesar 6,00% menggunakan angkutan umum untuk mobilitas seharihari. Jarak tempuh yang relatif pendek Sumber : BPS diolah harga premium inflasi kupang yoy 2007 Sumber : Data Primer % 18% 16% 14% 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0% Kajian Ekonomi Regional NTT 19

33 serta tingkat kemacetan yang sangat rendah di Kota Kupang menyebabkan orang lebih memilih penggunaan kendaraan roda dua sebagai moda transportasinya dibandingkan dengan kendaraan umum. Penggunaan BBM Grafik 3. Pengeluaran untuk BBM per bulan bersubsidi masih mendominasi 1.58% 0.53% 3.68% di Kota Kupang. Berdasarkan < Rp 100 rb hasil survei sebanyak 93,5% 15.26% 20.53% responden masih menggunakan Rp 500rb Rp 1jt Rp 1jt Rp 1,5jt premium dan solar (5,4%) untuk 58.42% Rp 1,5jt Rp 2jt bahan bakar kendaraan > Rp 2jt bermotornya. Pengguna BBM non subsidi jenis pertamax hanya sebesar 1,1% dari total Sumber : Data Primer responden. Ironisnya, dari responden pengguna mobil pribadi tidak ada satupun yang menggunakan pertamax. Total pengeluaran untuk pembelian BBM perbulan masyarakat Kota Kupang sebagian besar pada di kisaran Rp Rp (58,42%) diikuti dengan total pengeluaran sebesar kurang dari Rp ,00 per bulan (20,53%) dan sisanya menyebutkan bahwa memerlukan uang lebih dari Rp ,00 per bulan yang dialokasikan untuk pembelian BBM. Biaya yang dialokasikan untuk pembelian BBM tergolong cukup tinggi untuk wilayah Kota Kupang yang rata-rata pendapatan per kapita tahun 2009 yang sebesar Rp ,00 per tahun atau Rp ,00 per bulan. Dengan besarnya alokasi BBM dalam biaya rumah tangga, maka jika ada kebijakan kenaikan atau pembatasan BBM bersubsidi, sebanyak 42,00% rumah tangga akan melakukan penyesuaian pengeluaran pada kelompok konsumsi lainnya. Prioritas pertama yang disesuaikan adalah pengeluaran pada kelompok bahan makanan dan makanan jadi, diikuti dengan penyesuaian pengeluaran pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga. Pemilihan kelompok bahan makanan dan makanan jadi sebagai prioritas pertama karena kebutuhan rumah tangga paling besar terdapat pada kelompok dimaksud. Sementara untuk kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga dinilai sebagai kebutuhan tersier atau pelengkap. Apabila secara terpaksa pemerintah akan membuat kebijakan terkait dengan BBM bersubsidi dan menawarkan tiga opsi kebijakan BBM maka sebagian besar responden (67,88%) lebih memilih opsi kenaikan harga BBM (premium dan solar) Rp 100rb Rp 500rb Kajian Ekonomi Regional NTT 20

34 menjadi Rp 6.000,00 per liter. Diikuti dengan pembatasan BBM bersubsidi (beralih ke pertamax) sebesar 22,28% responden dan sisanya sebesar 9,84% memilih harga BBM (premium dan solar) disesuaikan dengan harga pasar dan disubsidi Rp 2.000,00 per liter. Pemilihan opsi kenaikan harga Grafik 4. Preferensi kebijakan BBM BBM menjadi Rp 6.000,00 dinilai Pembatasan paling memungkinkan dan paling BBM bersubsidi 22.28% tidak memberatkan secara ekonomi BBM sesuai harga pasar dgn subsidi Rp Kenaikan harga dibandingkan dengan dua opsi lainnya BBM menjadi Rp % 67.88% karena pada tahun 2008, harga BBM jenis premium sempat dinaikkan menjadi Rp 6.000,00 per liter pada saat harga minyak dunia sangat Sumber : Data Primer tinggi, jauh melebihi asumsi harga minyak dunia dalam APBN. Namun, seiring dengan pelemahan harga minyak dunia maka dilakukan koreksi harga BBM secara bertahap sehingga pada bulan Mei 2009 harga kembali pada level Rp 4.500,00 per liter dan bertahan sampai dengan saat ini. Kebijakan BBM yang sampai saat ini masih ditahan menunggu pergerakan harga minyak dunia belum berpengaruh terhadap tekanan inflasi di NTT. Inflasi di NTT secara dominan masih digerakkan oleh komponen volatile food. Namun apabila ada opsi kenaikan harga BBM menjadi Rp 6.000,00 diperkirakan hal tersebut akan memicu inflasi pada level yang lebih tinggi dengan sumbangan inflasi first round effect sebesar 0,88% dan second round effect sebesar 0,90%. Tabel 1. Proyeksi Inflasi NTT dan Dampak Kenaikan Harga BBM Bersubsidi Sumber : KPwBI Prov NTT Kajian Ekonomi Regional NTT 21

35 B A B IIIIII PERBANKAN DAN SIISTEM PEMBAYARAN 3.1 PERKEMBANGAN BANK UMUM Kondisi Umum Perkembangan kinerja perbankan NTT pada triwulan awal tahun 2012 mengalami peningkatan yang positif. Perkembangan indikator utama perbankan yaitu asset, dana masyarakat dan kredit mengalami peningkatan signifikan. Total asset perbankan NTT pada triwulan I-2012 mengalami peningkatan sebesar 28,60% dengan nominal asset mencapai Rp 17,77 triliun. Sejalan dengan peningkatan total asset, penghimpunan dana masyarakat melalui rekening Tabungan, Deposito dan Giro mengalami peningkatan yang signifikan sebesar 24,45%. Indikator lainnya, yaitu penyaluran kredit perbankan NTT pada awal tahun 2012 menunjukkan peningkatan yang positif dengan kenaikan sebesar 27,52% dengan outstanding kredit mencapai Rp 10,48 triliun. Tabel 3.1 Perkembangan Kinerja Perbankan indikator utama I II III IV I II III IV I Aset (miliar) 11, , , , , , , , , y-o-y 23.15% 18.48% 13.88% 12.87% 16.73% 22.35% 29.17% 25.91% 28.60% Kredit (miliar) 6, , , , , , , , , y-o-y 25.95% 26.73% 25.80% 18.26% 18.10% 16.85% 19.12% 29.29% 27.52% DPK (miliar) 9, , , , , , , , , y-o-y 11.63% 10.69% 9.05% 11.94% 16.91% 16.95% 20.33% 24.95% 24.45% LDR 75.38% 78.61% 82.73% 77.19% 76.14% 78.55% 81.90% 79.87% 78.02% NPL 1.96% 1.87% 1.86% 1.95% 2.34% 2.33% 2.04% 1.42% 1.66% Sumber : KPwBI Prov. NTT Meningkatnya jumlah bank yang beroperasi di wilayah NTT merupakan pendorong tren peningkatan kinerja perbankan pada level yang relatif tinggi. Selama tahun 2011 terdapat dua bank baru yang beroperasi di wilayah NTT yaitu Bank CIMB Niaga pada bulan Mei 2011 dan Bank Pundi pada bulan Juni Sehingga sampai dengan akhir tahun 2011, jumlah bank yang beroperasi di NTT berjumlah 26 bank, yang terdiri dari 17 Bank Umum dan 9 Kajian Ekonomi Regional NTT 22

36 Bank Perkreditan Rakyat dengan rincian per kabupaten sebagaimana tabel dibawah. Tabel 3.2 Jumlah Bank Per Kabupaten Daerah JUMLAH PERBANKAN Daerah BUMN Swasta 1. Provinsi Nusa Tenggara Timur Kota/Kabupaten Kota/Kabupaten Kupang Kabupaten Sumba Barat Kabupaten Sumba Timur Kabupaten TTS Kabupaten TTU Kabupaten Belu Kabupaten Alor Kabupaten Lembata Kabupaten Flores Timur Kabupaten Sikka Kabupaten Sabu Raijua Kabupaten Ende Kabupaten Ngada Kabupaten Manggarai Kabupaten Rote Ndao Kabupaten Manggarai Barat Kabupaten Sumba Barat Daya Kabupaten Sumba Tengah Kabupaten Nagekeo Kabupaten Manggarai Timur Sumber : KPwBI Prov. NTT Intermediasi Perbankan Pertumbuhan penghimpunan dana pada rekening giro, deposito maupun tabungan yang meningkat signifikan berdampak pada peningkatan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan umum NTT. Pada triwulan laporan, penghimpunan DPK oleh perbankan umum tercatat sebesar Rp 13,43 triliun atau meningkat 24,45% dibandingkan dengan posisi yang sama tahun 2011 (yoy). Selain disebabkan oleh penambahan jumlah bank maupun pembukaan kantor bank, peningkatan penghimpunan DPK secara umum merupakan indikasi dari meningkatnya kesadaran masyarakat NTT terhadap perbankan. Kajian Ekonomi Regional NTT 23

37 Tabel 3.3 Perkembangan Komponen DPK DPK (miliar) I II III IV I II III IV I DPK 9, , , , , , , , , y-o-y 11.63% 10.69% 9.05% 11.94% 16.91% 16.95% 20.33% 24.95% 24.45% Giro 2, , , , , , , , , y-o-y -1.63% 3.33% 3.34% -3.22% 16.69% 2.91% 0.71% 29.33% 16.52% Deposito 2, , , , , , , , , y-o-y 17.70% 14.07% 8.56% 32.98% 23.11% 36.86% 46.03% 16.25% 36.40% Tabungan 4, , , , , , , , , y-o-y 17.42% 14.16% 13.03% 9.93% 13.91% 15.97% 19.75% 27.43% 22.50% Sumber : KPwBI Prov. NTT Penghimpunan dana pada rekening giro mengalami kenaikan sebesar 16,52% (yoy). Kenaikan dana pada rekening giro selain bersumber dari peningkatan dana pemerintah yang berasal dari dana APBN maupun dana APBD untuk tahun anggaran 2012 juga berasal kepemilikan dana pihak swasta. Peningkatan kepemilikan giro oleh swasta mengalami kenaikan mencapai 39,26%, sementara penempatan giro oleh pemerintah meningkat sebesar 13,06%. Peningkatan penempatan giro oleh pihak swasta yang cukup tinggi belum mampu merubah struktur kepemilikan giro yang masih didominasi oleh penempatan pemerintah dengan porsi sebesar 79,05% sementara pihak swasta sebesar 9,46%, sedangkan untuk perseorangan dan lain-lain sebesar 11,49%. Pertumbuhan dana pada rekening tabungan meningkat sebesar 22,50% (yoy). Dana masyarakat yang ditempatkan dalam rekening tabungan pada triwulan I-2012 mencapai Rp 6,25 triliun, meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Secara triwulanan terjadi penurunan penempatan dana pada rekening tabungan sebesar 13,14%, shifting sebagian dana pemerintah dari rekening tabungan ke rekening deposito dan tabungan untuk karena baru permulaan tahun dan realisasi anggaran pemerintah masih minim menjadi faktor pendorong menurunnya pertumbuhan dana tabungan. Secara perseorangan, penurunan dana tabungan merupakan dampak dari tingginya konsumsi masyarakat pada akhir tahun 2011 sebagai dampak dari perayaan Natal dan Tahun Baru. Sebagian masyarakat menggunakan dana dari tabungannya untuk mencukupi kebutuhan konsumsi pada akhir tahun. Kondisi serupa terjadi pada semua Kajian Ekonomi Regional NTT 24

38 kabupaten di wilayah NTT, dengan penurunan penempatan dana tabungan terbesar di Kabupaten Lembata (-31,88%) diikuti Kabupaten TTU (-21,66%). Tabel 3.4 Pertumbuhan Dana Tabungan (yoy) WILAYAH 2011 (yoy) TW I-2012 I II III IV yoy qtq Kab. Timor-Tengah Selatan 12.15% 9.53% 30.63% 25.52% 16.16% % Kab. Timor-Tengah Utara -2.37% 8.68% 15.77% 25.51% 22.29% % Kab. Belu 12.10% 5.65% 6.36% 50.20% 32.49% % Kab. Alor 12.51% 20.89% 22.07% 34.35% 31.69% % Kab. Flores Timur -1.23% 5.75% 8.73% 16.46% 14.12% -7.39% Kab. Sikka 8.69% 17.54% 23.37% 23.81% 19.33% % Kab. Ende 10.54% 9.73% 15.91% 22.74% 15.58% % Kab. Ngada 1.24% 10.35% 18.10% 25.28% 20.70% % Kab. Manggarai 6.79% 6.62% 10.02% 8.91% 9.46% % Kab. Sumba Timur 12.37% 27.30% 27.02% 40.72% 36.03% % Kab. Sumba Barat 2.73% 16.91% 17.94% 25.89% 28.43% % Kab. Lembata 48.69% 46.97% % 17.80% 10.10% % Kab. Rote 65.43% 79.48% 57.71% 26.78% 38.52% % Kab. Manggarai Barat -5.04% 36.49% 22.38% 71.10% 68.84% % Kota Kupang 22.09% 19.93% 21.61% 30.73% 24.85% % TOTAL 13.91% 15.97% 19.75% 27.43% 22.50% % Sumber : KPwBI Prov. NTT Dibandingkan kedua rekening lain, penempatan dana pada rekening deposito mengalami kenaikan yang paling tinggi. Secara tahunan (yoy) penempatan dana pada rekening deposito mengalami kenaikan mencapai 36,40%, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan akhir tahun 2011 yang hanya sebesar 16,25%. Peningkatan dana tertinggi adalah pada golongan pemilik pemerintah dengan kenaikan mencapai 58,93%, sementara golongan perseorangan mengalami peningkatan sebesar 23,43%. Imbal jasa yang relatif besar dibandingkan dengan kedua rekening yang lain diperkirakan menjadi salah satu pertimbangan masyarakat dalam menempatkan excess liquidity-nya pada rekening deposito. Komposisi penghimpunan DPK perbankan NTT masih didominasi oleh penghimpunan dana pada rekening tabungan. Pada triwulan laporan, komposisi dana tabungan mencapai 46,55%, sementara dana pada rekening giro sebesar 25,31% dan deposito sebesar 28,15%. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, komposisi penempatan dana pada rekening tabungan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan akselerasi pertumbuhan pada masing-masing rekening berbeda signifikan. Akselerasi pertumbuhan Kajian Ekonomi Regional NTT 25

39 tertinggi pada rekening deposito sehingga share deposito dalam pembentukan DPK Perbankan NTT meningkat cukup signifikan. Grafik 3.1 Komposisi DPK Grafik 3.2 DPK Menurut Golongan Pemilik Tabungan; 46.55% Giro; 25.31% Perorangan, 60.51% lainnya, 0.5 0% Pemerintah, 32.46% Deposito; 28.15% Swasta, 6.5 3% Sumber : KPwBI Prov. NTT Sumber : KPwBI Prov. NTT Pertumbuhan penyaluran kredit perbankan NTT posisi awal tahun 2012 meningkat sebesar 27,52% (yoy). Pertumbuhan kredit perbankan NTT baik kredit produktif berjenis modal kerja dan investasi maupun kredit non produktif berjenis kredit konsumsi meningkat signifikan dibandingkan tahun Secara sektoral, penyaluran kredit di semua sektor ekonomi tumbuh positif, peningkatan suku bunga kredit untuk jenis modal kerja dan investasi tidak menjadi faktor penghalang dalam penyaluran kredit. Peningkatan pertumbuhan kredit pada awal tahun 2012 tidak berdampak pada performa kredit perbankan NTT yang masih terjaga pada level 1,66%. Tabel 3.5 Perkembangan Kredit Kredit (miliar) I II III IV I II III IV I Kredit 6, , , , , , , , , y-o-y kredit 25.95% 26.73% 25.80% 18.26% 18.10% 16.85% 19.12% 29.29% 27.52% Modal kerja 1, , , , , , , , , y-o-y modal kerja 16.57% 14.03% 17.00% 21.63% 25.22% 24.12% 25.37% 24.52% 25.36% Investasi y-o-y investasi 80.47% 77.79% 66.90% 63.34% 33.84% 24.12% 33.08% 54.39% 61.17% Konsumsi 4, , , , , , , , , y-o-y konsumsi 27.21% 29.31% 27.31% 14.64% 14.67% 13.84% 15.92% 29.39% 25.99% Sumber : KPwBI Prov. NTT Peningkatan kegiatan ekonomi di NTT diperkirakan merupakan salah satu faktor peningkatan kredit, khususnya kredit produktif yaitu kredit modal kerja dan investasi. Peningkatan kredit modal kerja didorong oleh meningkatnya permintaan kredit pada sektor perdagangan besar dan eceran Kajian Ekonomi Regional NTT 26

40 sebesar 12,66% (yoy), dengan porsi sektor tersebut dalam penyaluran kredit modal kerja sebesar 56,38% serta peningkatan kredit pada sektor industri pengolahan yang mencapai 870,07% dengan porsi sebesar 5,05% dari total kredit modal kerja. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sektor perdagangan terus berekspansi untuk meningkatkan size usahanya terkait dengan peningkatan kegiatan konsumsi masyarakat NTT. Namun diperkirakan laju pertumbuhan kredit konsumsi akan sedikit tertahan dengan adanya ketentuan Bank Indonesia yang baru yang mengatur tentang Loan To Value dan Down Payment (boks.2) Pertumbuhan investasi di NTT masih menunjukkan tren peningkatan yang positif. Laju pertumbuhan kredit investasi perbankan umum NTT mengalami kenaikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan tersebut bersumber dari peningkatan kredit investasi pada sektor transportasi, penyediaan akomodasi makan minum, perdagangan besar serta konstruksi dengan kenaikan masing-masing sebesar 376,15%, 85,00%, 74,08% dan 21,12% (yoy). Hal tersebut terkait pembangunan beberapa hotel dan restoran di wilayah NTT. Hal tersebut mengindikasikan bahwa wilayah NTT masih sangat potensial untuk pengembangan usaha dalam jangka panjang. Tabel 3.6 Pertumbuhan Penyaluran Kredit Perbankan per Kabupaten (yoy) 2011 (yoy) Triwulan I-2012 Wilayah I II III IV yoy share Kab. Timor-Tengah Selatan 4.80% 5.97% 6.89% 17.34% 18.37% 4.02% Kab. Timor-Tengah Utara 0.48% 1.22% 2.86% 23.05% 20.63% 4.09% Kab. Belu 3.12% 0.49% 1.57% 15.55% 12.06% 6.82% Kab. Alor 13.23% 11.91% 14.66% 24.13% 19.99% 3.77% Kab. Flores Timur 14.97% 15.50% 14.51% 23.92% 17.72% 5.28% Kab. Sikka 9.99% 10.24% 13.56% 21.21% 18.36% 6.65% Kab. Ende 11.88% 10.74% 15.85% 24.09% 23.73% 6.60% Kab. Ngada -1.21% 22.82% 23.29% 31.06% 24.45% 3.47% Kab. Manggarai 11.65% -4.19% -5.45% -5.63% -8.62% 5.75% Kab. Sumba Timur 20.44% 37.63% 40.50% 52.13% 45.21% 5.94% Kab. Sumba Barat 6.17% 29.48% 24.80% 24.50% 17.30% 4.24% Kab. Lembata -6.64% -1.52% 12.11% 45.76% 48.04% 1.68% Kab. Rote % -9.16% 0.81% 57.97% 50.65% 0.96% Kab. Manggarai Barat 2.83% 8.89% 18.28% 26.99% 31.47% 1.08% Kota Kupang 42.95% 31.42% 33.75% 42.74% 43.72% 39.65% TOTAL 18.10% 16.85% 19.12% 29.29% 27.52% % Sumber : KPwBI Prov. NTT Kajian Ekonomi Regional NTT 27

41 Secara geografis, penyebaran penyaluran kredit masih terkonsentrasi di Kota Kupang. Share penyaluran kredit di Kota Kupang mencapai 39,65%. Banyaknya jumlah bank yang beroperasi di Kota Kupang serta size ekonomi Kupang yang paling besar di wilayah NTT menjadi penyebab utama besarnya share penyaluran kredit oleh perbankan di Kota Kupang. Namun, laju pertumbuhan kredit terbesar pada triwulan laporan terdapat di Kabupaten Rote dan Lembata dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 50,65% dan 48,04% (yoy). Hal ini karena outstanding kredit kedua wilayah tersebut masih relatif kecil sehingga kenaikan outstanding kredit akan berdampak signifikan. Grafik 3.3 Komposisi Kredit Grafik 3.4 Perkembangan Suku bunga 20% 15% Konsumsi; 68.13% Modal kerja; 25.78% 10% 5% Investasi; 6.09% 0% Modal Kerja Investasi Konsumsi BI Rate I II III IV I II III IV I Sumber : KPwBI Prov. NTT Sumber : KPwBI Prov. NTT Secara struktural, komposisi penyaluran kredit perbankan NTT masih belum berubah. Penyaluran kredit perbankan NTT masih didominasi kredit konsumsi dengan proporsi sebesar 68,13% dari total kredit. Laju pertumbuhan kredit modal kerja dan investasi yang melebihi kredit konsumsi meningkatkan proporsi kredit, namun tidak mengubah struktur pembentukan kredit secara signifikan. Tren penurunan BI rate yang berlanjut pada triwulan I-2012 belum berdampak pada penurunan suku bunga kredit. Bank Indonesia pada tanggal 9 Februari 2012 menetapkan penurunan BI rate dari 6,00% menjadi 5,75%. Namun, sampai dengan akhir triwulan I-2012 suku bunga tertimbang kredit perbankan NTT masih tinggi, bahkan mengalami kenaikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kajian Ekonomi Regional NTT 28

42 Secara sektoral, porsi penyaluran kredit perbankan NTT terbesar untuk sektor produktif masih pada sektor perdagangan besar dan eceran. Proporsi sektor perdagangan besar dan eceran mencapai 16,27% dari total penyaluran kredit NTT. Penyaluran kredit pada sektor tersebut tumbuh sebesar 17,06% (yoy). Sementara untuk sektor pertanian tumbuh sebesar 56,13% dan sektor perikanan sebesar 37,50%. Laju pertumbuhan penyaluran kredit di sektor pertanian dan perikanan yang relatif meningkat dibandingkan sebelumnya mengindikasikan bahwa perbankan mulai concern dalam membiayai sektor produktif penyumbang ekonomi terbesar Provinsi NTT. Tabel 3.7 Perkembangan Penyaluran Kredit Sektoral Kredit per sektor (miliar) I II III IV I Pertanian, Perburuan Dan Kehutanan Perikanan Pertambangan Dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas Dan Air Konstruksi Perdagangan Besar Dan Eceran 1, , , , , Penyediaan Akomodasi Dan Penyediaan Makan M Transportasi, Pergudangan Dan Komunikasi Perantara Keuangan Real Estate, Usaha Persewaan, Dan Jasa Perusaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan Dan Jamin Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan Dan Kegiatan Sosial Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan Dan Jasa Perorangan Yang Melayani Rumah Tangga Badan Internasional Dan Badan Ekstra Internasiona Kegiatan Yang Belum Jelas Batasannya Penerima Kredit Bukan Lapangan Usaha 5, , , , , Total 8, , , , , Sumber : KPwBI Prov. NTT Fungsi intermediasi perbankan pada triwulan I-2012 sedikit turun dibandingkan triwulan sebelumnya. Rasio penyaluran kredit terhadap penghimpunan dana masyarakat (Loan to Deposit Ratio LDR) perbankan NTT tahun 2011 sebesar 78,02%. Perkembangan penyaluran kredit perbankan NTT yang terus bergerak positif namun tidak sebesar laju pertumbuhan penghimpunan DPK menyebabkan LDR perbankan NTT relative menurun. Upaya perbankan untuk memaksimalkan pemanfaatan penyerapan dana masyarakat melalui penyaluran kredit dan meminimalkan dana idle terlihat dari rasio undisbursed loan terhadap kredit yang hanya sebesar 6,02%. Kajian Ekonomi Regional NTT 29

43 Grafik 3.5 Perkembangan LDR Grafik 3.6 Perkembangan Undisbursed Loan 16,000 14,000 12,000 Kredit DPK LDR 100% 80% nominal rasio thd kredit 10% 8% 10,000 8,000 6,000 60% 40% % 4% 4,000 2,000 20% % Rp miliar - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I % 0 Rp miliar I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I % Sumber : KPwBI Prov. NTT Sumber : KPwBI Prov. NTT Resiko penyaluran kredit perbankan NTT (Non Performing Loan NPL) terkendali di level 1,66%. Rasio NPL perbankan NTT meningkat dibandingkan dengan akhir tahun 2011 yang sebesar 1,42%. Dari sisi penggunaan, meskipun outstanding kredit modal kerja jauh lebih kecil dibandingkan kredit konsumsi rasio NPL untuk kredit modal kerja lebih tinggi (3,91%) dibandingkan kredit konsumsi (0,66%). Hal ini disebabkan sebagian kredit konsumsi yang disalurkan oleh perbankan di NTT ditujukan kepada pegawai negeri, sehingga tingkat resiko akan lebih kecil. Kondisi tersebut tercermin juga pada kualitas kredit secara sektoral. Sektor penerima kredit bukan lapangan usaha memiliki rasio NPL yang rendah (0,66%) dibandingkan dengan NPL kredit pada sektor pertanian, perikanan dan penyediaan akomodasi yang masing-masing sebesar 10,10%, 34,09% dan 10,16%. Grafik 3.7 Perkembangan NPL Grafik 3.8 NPL Konsumsi dan Modal Kerja 240, % % 200,000 nominal rasio NPL 2.0% % 6.00% 160, % % 120, % 80, % % 2.00% 40, % % Rp juta - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I % Rp juta % I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I nominal modal kerja nominal investasi % modal kerja % investasi Sumber : KPwBI Prov. NTT Sumber : KPwBI Prov. NTT Kajian Ekonomi Regional NTT 30

44 Kredit UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) Penyaluran kredit kepada usaha mikro kecil menengah (UMKM) meningkat sebesar 22,97% (yoy). Laju penyaluran kredit UMKM pada triwulan I-2012 lebih rendah dibandingkan dengan laju penyaluran total kredit perbankan NTT. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pada triwulan laporan, sebagian besar penyaluran kredit masih didominasi oleh penyaluran kredit berjenis konsumsi, bukan kredit produktif. Tabel 3.8 Perkembangan Komponen Kredit UMKM KREDIT (miliar) I II III IV I II III IV I TOTAL KREDIT 6,958 7,678 8,131 7,880 8,217 8,973 9,686 10,188 10,478 yoy 25.95% 26.73% 25.80% 18.26% 18.10% 16.85% 19.12% 29.29% 27.52% KREDIT UMKM 1,696 2,017 2,064 2,164 2,142 2,275 2,497 2,570 2,634 yoy 6.96% 11.80% 7.56% 11.48% 26.30% 12.82% 21.01% 18.75% 22.97% MIKRO yoy 18.79% 22.42% 16.77% 17.71% 38.62% 35.59% 44.16% 40.72% 29.18% KECIL 1,191 1,438 1,406 1,491 1,449 1,517 1,590 1,592 1,621 yoy 93.77% % 97.31% % 21.67% 5.49% 13.04% 6.75% 11.88% MENENGAH yoy 66.18% 66.48% 61.06% 63.09% 35.86% 26.87% 33.47% 49.07% 62.76% Ratio thd total kredit 24.37% 26.26% 25.38% 27.46% 26.06% 25.36% 25.78% 25.22% 25.13% Sumber : KPwBI Prov. NTT Penyaluran kredit untuk UMKM jenis menengah tumbuh signifikan sebesar 62,76% dengan outstanding kredit mencapai Rp 571 miliar dan jumlah debitur sebanyak 873 unit usaha. Penggunaan kredit untuk usaha menengah didominasi untuk keperluan modal kerja (80,42%) dibandingkan dengan penggunaan untuk investasi (19,58%). Sedangkan penyaluran kredit pada usaha jenis kecil mengalami kenaikan sebesar 11,88% dengan outstanding kredit sebesar Rp 1,62 triliun dan jumlah debitur mencapai unit usaha. Penggunaan kredit sebagian digunakan untuk kebutuhan modal kerja (83,91%) dan investasi (16,09%). Penyaluran kredit pada usaha jenis mikro mengalami kenaikan sebesar 29,18% dengan outstanding kredit sebesar Rp 442 triliun dan jumlah debitur sebesar unit usaha. Penggunaan kredit sebagian digunakan untuk kebutuhan modal kerja (84,85%) dan investasi (15,15%). Kajian Ekonomi Regional NTT 31

45 Secara sektoral, sektor yang dominan dibiayai oleh perbankan adalah sektor perdagangan besar dan eceran dengan proporsi sebesar 54,82% dari total penyaluran kredit UMKM. Sementara untuk sektor pertanian dan sektor perikanan hanya sebesar sebesar 0,79% dan 0,27%. Resiko penyaluran kredit (NPLs) kepada UMKM pada triwulan laporan terjaga pada level 4,43%. Tabel 3.9 Perkembangan Kredit UMKM Sektoral KREDIT SEKTORAL (miliar) I II III IV I Pertanian, Perburuan Dan Kehutanan Perikanan Pertambangan Dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas Dan Air Konstruksi Perdagangan Besar Dan Eceran 1,327 1,379 1,418 1,476 1,444 Penyediaan Akomodasi Dan Penyediaan Makan Minum Transportasi, Pergudangan Dan Komunikasi Perantara Keuangan Real Estate, Usaha Persewaan, Dan Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan Dan Jaminan So Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan Dan Kegiatan Sosial Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan Dan Peror Jasa Perorangan Yang Melayani Rumah Tangga Badan Internasional Dan Badan Ekstra Internasional Lain Kegiatan Yang Belum Jelas Batasannya Penerima Kredit Bukan Lapangan Usaha 0 KREDIT UMKM 2,142 2,275 2,497 2,570 2,634 Sumber : KPwBI Prov. NTT 3.2 Perkembangan BPR Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) NTT masih tumbuh positif walaupun tren pertumbuhan melambat. Indikator total aset BPR NTT tumbuh positif walaupun menunjukkan kecenderungan melambat dalam beberapa tahun terakhir. Pertumbuhan total aset BPR tercatat sebesar 28,22%, Sejalan dengan hal tersebut, pertumbuhan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) ikut melambat dengan kenaikan sebesar 28,29%. Sementara pertumbuhan penyaluran kredit oleh BPR NTT pada tahun 2011 tercatat sebesar 24,01% dengan outstanding mencapai Rp 153,79 miliar. Fungsi intermediasi perbankan meningkat, namun masih melebihi batas yang dipersyaratkan oleh Bank Indonesia. Loan to Deposit Ratio (LDR) BPR NTT masih diatas 100% yaitu sebesar 105,53%. Sementara kualitas penyaluran Kajian Ekonomi Regional NTT 32

46 kredit oleh BPR (NPLs) sebesar 5,28% atau berada diatas level yang dipersyaratkan. Tabel 3.10 Perkembangan Usaha BPR Indikator (juta) I II III IV I II III IV I Aset 118, , , , , , , , ,230 y-o-y aset 57.94% 54.66% 34.09% 38.06% 33.63% 25.46% 29.39% 31.43% 28.22% DPK 81,937 87,083 95, , , , , , ,731 y-o-y DPK 84.38% 67.22% 40.84% 49.46% 38.64% 35.23% 32.41% 33.79% 28.29% Kredit 93, , , , , , , , ,795 y-o-y kredit 58.72% 52.12% 46.43% 36.65% 32.18% 27.39% 24.62% 24.65% 24.01% LDR % % % % % % % % % NPLs (nominal) 4,668 4,560 4,301 4,663 5,875 5,438 6,582 5,458 8,116 NPLs 4.98% 4.41% 3.70% 3.90% 4.74% 4.13% 4.54% 3.66% 5.28% Sumber : KPwBI Prov. NTT Penyaluran kredit BPR masih didominasi oleh sektor produktif. Pertumbuhan kredit investasi mencapai 43,13% (yoy) dengan outstanding kredit mencapai Rp 24,51 miliar. Pertumbuhan kredit jenis investasi masih mengalami kenaikan yang signifikan walaupun cenderung melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan I-2012, pertumbuhan kredit modal kerja mencapai 28,69% dengan outstanding kredit sebesar Rp 70,47 miliar. Penyaluran untuk kedua jenis kredit produktif tersebut memiliki share sebesar 61,76% dari total penyaluran kredit BPR NTT. Hal ini merupakan indikator yang positif bagi perekonomian, dimana pelaku usaha banyak melakukan investasi untuk pengembangan usaha jangka panjang serta penambahan modal untuk memperbesar kapasitas usahanya. Tabel 3.11 Perkembangan Kredit BPR Indikator (juta) I II III IV I II III IV I PENGGUNAAN 92,085 MODAL KERJA 41,555 47,036 54,369 54,983 54,763 63,929 78,577 67,521 70,474 y-o-y 28.90% 26.71% 27.86% 26.98% 31.78% 35.91% 44.53% 22.80% 28.69% INVESTASI 9,551 10,818 13,159 14,717 17,126 18,429 17,004 24,565 24,512 y-o-y % % % % 79.31% 70.35% 29.21% 66.91% 43.13% KONSUMSI 42,716 45,544 48,848 50,003 52,129 49,365 49,443 57,125 58,810 y-o-y 77.90% 69.54% 53.20% 31.64% 22.04% 8.39% 1.22% 14.24% 12.82% Sumber : KPwBI Prov. NTT Penyaluran kredit secara sektoral masih didominasi penyaluran kredit pada sektor perdagangan besar dan eceran. Pembagian sektor ekonomi kredit BPR yang semula 5 (lima) sektor utama di-breakdown menjadi Kajian Ekonomi Regional NTT 33

47 19 sektor ekonomi mulai data triwulan IV Berdasarkan pembagian 19 sektor, penyaluran kredit pada sektor perdagangan besar dan eceran mencapai 22,89% dari total kredit BPR. Sementara sektor pertanian masih mendapatkan proporsi kecil dalam penyaluran kredit, yaitu sebesar 2,32%. Sedangkan penyaluran kredit pada sektor perikanan hanya sebesar 0,27% dari total penyaluran kredit BPR NTT. Tabel 3.12 Perkembangan Kredit Sektoral BPR Sektor (juta) IV I II III IV I Pertanian, Perburuan dan Kehutanan 4,249 4,831 5,253 3,989 2,938 3,574 Perikanan Pertambangan dan Penggalian 699 1,264 1,417 1,629 1,109 1,085 Industri Pengolahan ,094 1,304 Listrik, Gas dan Air Konstruksi 11,362 9,741 9,575 12,475 21,107 13,232 Perdagangan Besar dan Eceran 24,366 27,799 34,858 35,201 28,999 35,208 Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan-minum 6,928 6,354 5,707 6,776 5,946 6,226 Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi 11,141 11,968 15,175 14,498 15,162 17,887 Perantara Keuangan Real Estate ,119 3,524 Administrasi Pemerintahan, Pertanahan & Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,467 1, Jasa Kemasyarakatan, SosBud, Hiburan & Perseorangan lainnya ,369 1,105 2,551 2,329 Jasa Perorangan yang melayani Rumah Tangga Kegiatan Usaha yang Belum Jelas Batasannya 6,410 5,849 5,334 17,360 8,776 8,053 Bukan Lapangan Usaha - Rumah Tangga 10,910 17,050 14,437 14,810 18,394 18,124 Bukan Lapangan Usaha - Lainnya 39,093 35,079 34,928 34,633 38,732 40,686 TOTAL 119, , , , , ,795 Sumber : KPwBI Prov. NTT Rasio penyaluran kredit terhadap penyerapan dana masyarakat (LDR) BPR NTT pada triwulan laporan sebesar 105,53%. Loan to Deposit Ratio (LDR) yang berada diatas 100% mengindikasikan bahwa sumber penyaluran kredit BPR tidak hanya berasal dari penghimpunan dana, tetapi juga dari modal BPR. Peningkatan kredit BPR berdampak signifikan terhadap performance kredit BPR. Tercermin dari rasio NPLs pada triwulan laporan yang masih berada diatas level 5,00% atau sebesar 5,28%. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan BPR dalam melakukan assesment terhadap pengajuan kredit relatif baik. Kajian Ekonomi Regional NTT 34

48 3.3 SISTEM PEMBAYARAN Kondisi Umum Kegiatan sistem pembayaran pada awal tahun 2012 masih menunjukkan perkembangan positif. Melambatnya aktivitas ekonomi masyarakat NTT pada triwulan I-2012 yang merupakan pola cyclical tercermin dari aktivitas sistem pembayaran tunai. Pada triwulan I-2012 terlihat bahwa di NTT terjadi net inflow dimana jumlah uang yang masuk ke Bank Indonesia lebih besar dibandingkan dengan jumlah uang yang keluar dari Bank Indonesia. Pada awal tahun, data inflow yang tercatat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT sebesar Rp 1,13 triliun meningkat 67,63% dibandingkan triwulan I-2011 (yoy) sementara data outflow sebesar Rp 286,81 miliar sehingga net inflow pada triwulan laporan sebesar Rp 844,15 miliar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kebutuhan uang di Provinsi NTT pada triwulan laporan relatif berkurang dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kondisi tersebut merefleksikan aktivitas ekonomi NTT yang cenderung melambat pada awal tahun. Kondisi berbeda terlihat pada aktivitas sistem pembayaran non tunai. Pada awal tahun 2012, kinerja sistem pembayaran non tunai relatif stabil bahkan cenderung meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini diindikasikan dari jumlah warkat kliring yang dilakukan melalui SNKBI. Berdasarkan data KBI Kupang, jumlah warkat transaksi selama triwulan laporan yang tercatat sebanyak 16,78 ribu lembar warkat atau naik 19,50% dibandingkan triwulan I-2011 yang mencapai 14,04 ribu lembar warkat. Demikian pula dari nominal transaksinya meningkat sebesar 6,57% dibandingkan tahun sebelumnya (yoy). Tabel 3.13 Perkembangan Transaksi Tunai Pembayaran Tunai (miliar) I II III IV I II III IV I Inflow y-o-y -1.85% % 28.44% 19.47% 12.36% -2.68% 31.17% 31.22% 67.63% Outflow y-o-y -2.65% 22.03% 80.30% 31.31% 58.10% 7.84% 32.29% 21.66% 3.75% Net Inflow y-o-y -1.51% % % 36.26% -6.43% 33.51% 33.39% 18.16% % Sumber : KPwBI Prov. NTT Kajian Ekonomi Regional NTT 35

49 Tabel 3.14 Perkembangan Transaksi Non Tunai Pembayaran Non Tunai (Juta) I II III IV I II III IV I Kliring 397, , , , , , , , ,787 y-o-y -0.20% 13.09% 14.93% 8.92% 2.22% 2.45% -6.14% % 6.57% Cek/BG Kosong 3,096 4,658 10,323 11,078 7,098 7,416 6,321 8,117 6,844 y-o-y % 6.78% % % % 59.19% % % -3.58% Ratio Cek/BG Kosong thd Kliring 0.78% 1.10% 2.23% 2.14% 1.75% 1.72% 1.46% 2.27% 1.58% Sumber : KPwBI Prov. NTT Transaksi Non Tunai Melambatnya aktivitas ekonomi NTT tidak berpengaruh terhadap aktivitas transaksi tunai melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). Transaksi kliring yang tercatat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT selama triwulan I-2011 secara nominal mengalami kenaikan sebesar 6,57%. Pada triwulan laporan jumlah warkat kliring mencapai 16,78 ribu lembar warkat dengan nominal senilai Rp 432,79 miliar. Grafik 3.9 Perkembangan Transaksi Kliring Grafik 3.10 Perkembangan Cek/BG Kosong 600,000 nominal lembar , , ,000 nominal lembar , , , ,000 6,000 4, , , (Rp juta) 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I lembar (Rp juta) 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber : KPwBI Prov. NTT Sumber : KPwBI Prov. NTT Kualitas transaksi melalui SNKBI mengalami peningkatan pada triwulan laporan. Kenaikan nominal transaksi kliring tidak berpengaruh terhadap kualitas transaksi. Pada triwulan laporan, nominal cek/bg kosong di wilayah KBI Kupang menurun sebesar 3,58% (yoy) dibandingkan triwulan I- 2011, demikian pula bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, cek/bg kosong mengalami penurunan yang cukup signifikan. Rasio cek/bg kosong Kajian Ekonomi Regional NTT 36

50 terhadap aktivitas kliring pada triwulan laporan sebesar 1,58% atau menurun signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,27% Transaksi Tunai Kebutuhan uang kartal pada triwulan laporan menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Diindikasikan dari jumlah uang yang masuk ke Bank Indonesia lebih besar dibandingkan dengan uang yang keluar. Setoran uang dari perbankan pada triwulan laporan mencapai Rp 1,10 triliun atau meningkat 72,98% dibandingkan dengan tahun sebelumnya (yoy). Sementara jumlah bayaran dari perbankan hanya sebesar Rp 254,59 miliar atau meningkat 7,44% (yoy). Jumlah outflow pada akhir tahun 2011 yang relatif besar serta tingginya jumlah setoran pada awal tahun 2012 menyebabkan terjadinya net inflow pada triwulan laporan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pada triwulan laporan terjadi penurunan kebutuhan uang kartal di masyarakat. Kondisi tersebut merupakan suatu pola cyclical dimana pada awal tahun terjadi penurunan aktivitas konsumsi baik masyarakat maupun pemerintah. Pada masyarakat, berlalunya momen Natal dan Tahun Baru menyebabkan masyarakat menahan aktivitas konsumsinya kembali ke level normal. Sedangkan bagi pihak pemerintah, awal tahun merupakan rentang waktu penyusunan program kegiatan untuk tahun anggaran berjalan sehingga realisasi anggaran masih minim. Momen pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Kupang yang diselenggarakan pada 1 Mei 2012 tidak berdampak signifikan terhadap kebutuhan uang kartal pada triwulan laporan. Kajian Ekonomi Regional NTT 37

51 Grafik 3.11 Perkembangan Transaksi Tunai % inflow growth inflow (%) outflow growth outflow (yoy) 120% % % 400 0% 200 (miliar) 0 I II III IV I II III IV I % Sumber : KPwBI Prov. NTT Volume pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Pada triwulan laporan, jumlah UTLE yang terserap di wilayah NTT mencapai Rp 345,72 miliar atau meningkat 15,24% dibandingkan tahun sebelumnya (yoy). Setoran dari perbankan masih diharapkan menjadi sarana utama dalam menjaring UTLE di masyarakat. Selain itu, peningkatan kegiatan kas keliling merupakan salah satu upaya dalam menjaring UTLE di masyarakat agar terwujud clean money policy di Provinsi NTT. Namun, hal tersebut belum optimal karena geografis wilayah NTT yang berpulau-pulau menjadi kendala dalam menekan jumlah UTLE di masyarakat. Tabel 3.15 Perkembangan Indikator Sistem Pembayaran Lain Indikator (miliar) I II III IV I MRUK y-o-y 29.79% % % 61.61% 15.24% penukaran loket y-o-y 56.87% 13.08% -5.86% 0.93% -2.20% kas keliling Uang Palsu (ribu) 2,930 5,710 3,750 2,450 1,950 Ratio thd uang beredar % % % % % Sumber : KPwBI Prov. NTT Kajian Ekonomi Regional NTT 38

52 Jumlah uang palsu yang terjaring di Bank Indonesia Kupang pada triwulan laporan sebesar Rp 1,95 juta. Jumlah tersebut turun sebesar 2,20% (y-o-y) dibandingkan dengan triwulan I Jumlah uang palsu yang terjaring pada triwulan laporan masih didominasi oleh uang dengan nominal besar yaitu denominasi Rp ,00 dan Rp ,00. Bank Indonesia terus berusaha menekan jumlah uang palsu yang beredar di masyarakat dengan memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah dengan metode 3D (Dilihat Diraba Diterawang) serta mengeluarkan desain uang baru denominasi Rp , Rp dan Rp dengan penambahan features pengaman. Kajian Ekonomi Regional NTT 39

53 BOKS 2 LOAN TO VALUE (LTV) KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH (KPR) DAN DOWN PAYMENT (DP) KREDIT KENDARAAN BERMOTOR (KKB) Dalam rangka meningkatkan kehati-hatian Bank dalam pemberian KPR dan KKB serta untuk memperkuat ketahanan sektor keuangan, Bank Indonesia mengatur besaran Loan To Value (LTV) untuk Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dan Down Payment (DP) untuk Kredit Kendaraan Bermotor (KKB). Ketentuan ini tertuang dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.14/10/DPNP tanggal 15 Maret 2012 tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor. Rasio LTV, yakni angka rasio antara nilai kredit yang dapat diberikan oleh Bank terhadap nilai agunan pada saat awal pemberian kredit, ditetapkan maksimal 70%. Ruang lingkup KPR yang dimakud meliputi kredit konsumsi kepemilikan rumah tinggal, termasuk rumah susun atau apartemen namun tidak termasuk rumah kantor dan rumah toko, dengan tipe bangunan lebih dari 70 m2 (tujuh puluh meter persegi). Pengaturan mengenai LTV dikecualikan terhadap KPR dalam rangka pelaksanaan program perumahan pemerintah. Sementara itu, untuk DP bagi KKB ditetapkan sebagai berikut : (i) Untuk Roda Dua minimal DP sebesar 25%, (ii) Roda Empat minimal DP 30%, (iii) Roda Empat atau lebih untuk keperluan produktif minimal DP 20%. Penjelasan untuk keperluan produktif sesuai pengaturan Surat Edaran, adalah, bila memenuhi salah satu syarat sebagai berikut a) Merupakan kendaraan angkutan orang atau barang yang memiliki izin yang dikeluarkan oleh pihak berwenang untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, atau b) diajukan oleh perorangan atau badan hukum yang memiliki izin usaha tertentu yang dikeluarkan oleh pihak berwenang dan digunakan untuk mendukung kegiatan operasional dari usaha yang dimiliki. Penetapan DP lebih rendah untuk kendaraan bermotor yang bersifat produktif bertujuan untuk mewujudkan keberpihakan kepada pihak-pihak yang Kajian Ekonomi Regional NTT 40

54 memanfaatkan kredit kendaraan bermotor yang secara resmi digunakan untuk kegiatan produktif namun tetap mempertimbangkan aspek prudential. LTV atau DP yang dipersyaratkan dihitung berdasarkan nilai perikatan agunan. Besaran LTV untuk KPR maupun DP untuk KKB tersebut, akan disesuaikan dari waktu ke waktu dengan memperhatikan kondisi perekonomian terkini. Terhitung sejak penetapan ketentuan, Bank Indonesia memberikan masa transisi ketentuan selama 3 (tiga) bulan. Waktu tersebut dianggap memadai bagi Bank untuk melakukan penyesuaian Standard Operating Procedures (SOP), sosialisasi, serta penyesuaian pelaporan ke Bank Indonesia. Setelah masa transisi, seluruh KPR dan KKB harus diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pengenaan sanksi diberikan kepada bank yang melanggar ketentuan tersebut di atas berupa pengenaan sanksi adminsitratif sebagaimana tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.11/25/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009 mengenai Penerapan Manajemen Risiko. Kajian Ekonomi Regional NTT 41

55 PANDUAN PENUKARAN UANG TIDAK LAYAK EDAR BOKS 3 Masyarakat dapat menukarkan uang tidak layak edar dengan Uang Rupiah yang layak edar di kantor Bank Indonesia setempat atau pada waktu kegiatan kas keliling Bank Indonesia, dan di kantor pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia atau pada waktu kegiatan kas keliling pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia. Uang tidak layak edar meliputi uang lusuh, uang cacat, uang rusak, dan uang yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran. a. Uang Lusuh atau Uang Cacat Bank Indonesia memberikan penggantian sebesar nilai nominal kepada masyarakat yang menukarkan uang lusuh atau uang cacat sepanjang dapat dikenali keasliannya. b. Uang yang dicabut dan ditarik dari peredaran Bank Indonesia memberikan penggantian sebesar nilai nominal kepada masyarakat yang menukarkan uang yang dicabut dan ditarik dari peredaran sepanjang dapat dikenali keasliannya dan masih dalam jangka waktu 10 tahun sejak tanggal pencabutan. c. Uang Rusak Bank Indonesia dan/atau pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia memberikan penggantian kepada masyarakat yang menukarkan Uang Rusak diatur sebagai berikut: Apabila uang rusak dapat dikenali ciri-ciri keasliannya dan memenuhi kriteria penggantian uang rusak, bank wajib menukar uang rusak tersebut dengan uang layak edar sejumlah uang rusak yang ditukarkan. Apabila ciri-ciri keasliannya sulit diketahui, penukar wajib mengisi formulir permintaan penelitian uang rusak untuk penelitian selanjutnya. Uang rusak yang ciri-ciri keasliannya sulit dikenali dapat dikirimkan dalam kemasan yang layak ke Bank Indonesia. Hasil penelitian dan besarnya penggantian akan diberitahukan pada kesempatan pertama. A. Uang Rusak yang diberi penggantian sesuai dengan nilai nominal 1) Fisik Uang Kertas > 2/3 (lebih besar dari dua pertiga) ukuran aslinya dan ciri uang dapat dikenali keasliannya. Kajian Ekonomi Regional NTT 42

56 2) Uang Rusak masih merupakan suatu kesatuan dengan atau tanpa nomor seri yang lengkap dan > 2/3 (lebih besar dari dua pertiga) ukuran aslinya serta ciri uang dapat dikenali keasliannya. 3) Uang Rusak tidak merupakan satu kesatuan, tetapi terbagi menjadi paling banyak 2 (dua) bagian terpisah dan kedua nomor seri pada Uang Rusak tersebut lengkap dan sama serta > 2/3 (lebih besar dari dua pertiga) ukuran aslinya dan ciri uang dapat dikenal keasliannya. B. Uang Rusak yang tidak diberi penggantian 1) Fisik Uang Kertas 2/3 (kurang dari atau sama dengan dua pertiga) ukuran aslinya. 2) Uang Rusak tidak merupakan satu kesatuan, tetapi terbagi menjadi paling banyak 2 (dua) bagian terpisah dan kedua nomor seri Uang Rusak tersebut beda. C. Uang tidak layak edar karena rusak Uang kertas dianggap tidak layak edar apabila memiliki salah satu kriteria jenis kerusakan sebagaimana ilustrasi berikut. Kajian Ekonomi Regional NTT 43

57 B A B IIV KEUANGAN PEMERIINTAH 4.1. Kondisi Umum Kebijakan fiskal bagi provinsi NTT memiliki kontribusi yang penting bagi pendorong (stimulus) pertumbuhan ekonomi. Ketergantungan sektor swasta terhadap anggaran belanja pemerintah, baik provinsi maupun pemerintah pusat belum menunjukan perubahan yang signifikan. Peran anggaran pemerintah terhadap perekonomian NTT tercermin dari share konsumsi pemerintah terhadap pembentukan PDRB. Melalui alokasi belanja modal, belanja barang dan jasa yang disalurkan oleh berbagai instansi terkait, anggaran pemerintah ditransmisikan kepada sektor-sektor usaha sebagai salah satu trigger aktivitas perekonomian. Grafik 4.1 APBD Provinsi NTT 2,500 2,000 Rcn Belanja Rcn Pendapatan Real Belanja Real Pendapatan 1,500 1, Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT Rencana anggaran tahun 2012 mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Rencana Belanja anggaran tahun 2012 tercatat sebesar Rp 2,15 triliun, mengalami kenaikan yang sangat signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp 1,35 triliun. Kenaikan rencana anggaran tahun 2012 mencapai 59,4% dibandingkan tahun sebelumnya. Selain rencana belanja, pos pendapatan Kajian Ekonomi Regional NTT 44

58 diperkirakan juga mengalami kenaikan yang sangat tinggi, yaitu sebesar 71,02% dari Rp 1,29 triliun pada tahun 2011 menjadi Rp 2,21 triliun pada tahun Kenaikan tersebut disebabkan penyaluran dana BOS sebesar Rp 714 miliar yang ditempatkan pada pos dana otonomi khusus dan dana penyesuaian. Pada tahun 2011, penyaluran dana BOS langsung dialokasikan pada masing-masing kabupaten/kota namun pada tahun 2012 penyalurannya disentralisasi pada APBD Provinsi. Grafik 4.2 Pertumbuhan APBD Provinsi NTT 80% 70% 60% 50% 40% yoy Pendapatan yoy Belanja 71.02% 59.04% 30% 20% 10% 0% 19.98% 10.50% 8.44% 5.65% 7.38% 2.20% 7.98% 9.97% Sumber : Biro Keuangan Provinsi 4.2. Pendapatan Daerah Struktur rencana penerimaan APBD tahun 2012 mengalami perubahan dibandingkan tahun sebelumnya. Dari rencana pendapatan tahun 2012 sebesar Rp 2,21triliun, sebagian besar masih berasal dari pos dana perimbangan sebesar Rp 1,10 triliun atau 50% dari sumber pendapatan tahun Secara khusus, sumber pendapatan berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) yang berjumlah Rp 940,65 miliar. Sementara dari pos Pendapatan Asli Daerah (PAD) diperkirakan mampu menyumbangkan Rp 389,66 miliar atau 17,7% dari total pendapatan. Jumlah tersebut mengalami kenaikan sebesar 9,6% dibandingkan dengan realisasi PAD tahun Sedikit berbeda dibandingkan tahun sebelumnya, pada tahun anggaran 2012 terdapat peningkatan yang sangat signifikan pada pos dana penyesuaian dan otonomi khusus. Pada tahun anggaran 2012, pendapatan yang bersumber dari pos Kajian Ekonomi Regional NTT 45

59 tersebut berjumlah Rp 714,54 miliar atau meningkat sebesar 1.589% dibandingkan dengan tahun 2011 yang hanya berjumlah Rp 42,3 miliar. Penambahan dana dari pos tersebut secara langsung meningkatkan rencana pendapatan Provinsi NTT secara drastis dibandingkan dengan posisi tahun sebelumnya. Realisasi pendapatan pada triwulan I-2012 mencapai 29,49%. Pencapaian tersebut merupakan pencapaian tertinggi selama sejak tahun Secara keseluruhan, realisasi pendapatan pada triwulan laporan mencapai Rp 650,85 miliar. Tingkat realisasi tertinggi berasal dari dana Grafik 4.3 Realisasi Pendapatan Tahun ,500 2,000 1,500 1,000 Rp miliar 500 perimbangan yaitu sebesar Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT 32,09% atau setara dengan Rp 353,92 miliar. Sementara untuk Pendapatan Asli Daerah pada triwulan laporan telah terealisasi sebesar Rp 88, 34 miliar atau sebesar 22,67% dari rencana tahun Sumbangan realisasi pendapatan terbesar berasal dari pos pendapatan pajak daerah sebesar Rp 61,46 miliar atau terealisasi 25,01% dari rencana tahun Ketergantungan sumber penerimaan daerah terhadap bantuan pemerintah pusat relatif sangat tinggi. Kontribusi dana perimbangan untuk mengisi celah fiskal (fiscal gap) dalam share pos pendapatan daerah terlihat cukup dominan. Dalam era otonomisasi daerah, hal ini mengindikasikan bahwa pada daerah-daerah atau provinsi tertentu dukungan pemerintah pusat masih mutlak diperlukan % Pendapatan Realisasi tw I 23.03% 29.06% 28.75% , % 1, % 2, Belanja Daerah Sejalan dengan kenaikan rencana pendapatan daerah dalam APBD 2012, rencana anggaran belanja tahun anggaran 2012 juga mengalami kenaikan yang signifikan. Rencana anggaran belanja tahun anggaran 2012 mengalami kenaikan sebesar 59,04% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Total rencana belanja dalam APBD 2012 mencapai Rp 2,15 triliun. Kenaikan 46 Kajian Ekonomi Regional NTT

60 pendapatan pada pos dana penyesuaian dan otonomi daerah berimplikasi pada kenaikan pada pos belanja tidak langsung khususnya pada pos belanja hibah yang mengalami kenaikan sebesar 11693% dari Rp 6,75 miliar pada tahun 2011 menjadi Rp 796,01 miliar untuk tahun anggaran Kenaikan anggaran belanja pegawai sebagai dampak kenaikan gaji PNS, pengaruhnya diperkirakan tidak bersifat sustainable (berkelanjutan) meskipun efeknya bisa langsung dirasakan dalam jangka waktu yang relatif pendek. Kenaikan gaji PNS secara otomatis umumnya akan mengangkat kinerja konsumsi. Berbanding terbalik dengan pos belanja tidak langsung yang mengalami kenaikan sangat signifikan, pos belanja langsung khususnya belanja modal yang memiliki multiplier effect paling besar dalam menggerakkan perekonomian dalam jangka panjang (long term). Realisasi belanja APBD pada triwulan I-2012 sebesar 14,56%. Realisasi pada triwulan Grafik 4.4 Realisasi Belanja Tahun ,500 2,000 laporan merupakan pencapaian realisasi tertinggi dari tahun , % 9.79% Secara nominal, realisasi belanja 7.39% 13.05% 9.60% 1,000 triwulan I-2012 sebesar Rp 312,60 miliar. Dari total realisasi tersebut, 500 sebesar Rp 107,11 miliar atau sebesar Rp 34,26% digunakan untuk keperluan rutin pembayaran Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT gaji pegawai. Sementara untuk belanja modal, dari rencana sebesar Rp 205,56 miliar realisasi pada triwulan I masih 0% atau belum ada realisasi sama sekali. Salah satu faktor penyebab rendahnya realisasi belanja modal adalah dampak dari isu kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada awal tahun Dengan ketidakpastian ekonomi, pemerintah daerah menahan tender proyek pemerintah sampai ada kejelasan kebijakan dari pemerintah terkait harga BBM. Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya lonjakan harga yang tidak termasuk dalam perhitungan harga satuan proyek. Rp miliar 1, Belanja Realisasi tw I 1, , , , % 2, Kajian Ekonomi Regional NTT 47

61 Tabel 4.1 Realisasi dan Rencana Tahun Anggaran 2012 URAIAN Rencana Tw I PENDAPATAN 2,207,178,663, ,853,581,647 PENDAPATAN ASLI DAERAH 389,646,773,526 88,337,951,876 Pendapatan Pajak Daerah 245,797,392,000 61,463,153,876 Pendapatan Retribusi Daerah 9,410,667,382 1,733,377,958 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 38,030,160,000 - Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 96,408,554,144 25,141,420,042 PENDAPATAN TRANSFER 1,817,531,889, ,515,629,771 Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan 1,102,993,489, ,919,644,771 Dana Bagi Hasil Pajak 105,257,775,474 23,244,039,771 Dana Alokasi Umum 940,646,764, ,548,920,000 Dana Alokasi Khusus 57,088,950,000 17,126,685,000 Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya 714,538,400, ,595,985,000 Dana Otonomi Khusus & Dana Penyesuaian 714,538,400, ,595,985,000 BELANJA 2,147,354,663, ,600,224,454 BELANJA OPERASI 1,830,843,958, ,017,184,634 Belanja Pegawai 583,656,672, ,112,377,115 Belanja Barang 382,864,396,235 28,224,638,819 Belanja Hibah 796,088,400, ,140,168,700 Belanja Bantuan Sosial 52,421,990,000 6,540,000,000 Belanja Bantuan Keuangan 15,812,500,000 - BELANJA MODAL 205,556,100,595 3,583,039,820 BELANJA TIDAK TERDUGA 10,000,000,000 - Belanja Tidak Terduga 10,000,000,000 - TRANSFER 100,954,604,059 - Bagi Hasil Pajak 100,954,604,059 - Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT Kajian Ekonomi Regional NTT 48

62 B A B V KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN 5.1. Kondisi Umum Pertumbuhan aktivitas ekonomi di wilayah NTT yang menunjukkan tren meningkat membawa dampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Beberapa indikator kesejahteraan masyarakat menunjukkan peningkatan walaupun perubahannya tidak signifikan. Daya serap sektor riil terhadap tenaga kerja mengalami peningkatan, terlihat dari tingkat pengangguran yang relatif turun. Pada Februari 2012 tingkat pengangguran di wilayah NTT mengalami penurunan dibandingkan Februari Secara struktural, dominasi sektor pertanian terhadap pembentukan PDRB juga tercermin dari kemampuan sektor tersebut dalam memberikan kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja. Beberapa kebijakan pemerintah terkait dengan pengupahan dan harga pembelian mulai memberikan efek peningkatan daya beli masyarakat. Pada awal tahun, angka penjualan riil mengalami peningkatan dibandingkan dengan posisi akhir tahun (sumber : Survei Penjualan Eceran). Membaiknya angka nilai tukar petani (NTP) memberikan insentif bagi kegiatan konsumsi masyarakat khususnya level menengah ke bawah Perkembangan Ketenagakerjaan Pada bulan Februari 2012 tingkat pengangguran terbuka mengalami perbaikan. Data ketenagakerjaan menyebutkan bahwa pada bulan Februari 2012 tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 2,39% lebih rendah dibandingkan dengan TPT bulan Februari 2011 yang sebesar 2,67%. Hal itu berarti dari jumlah angkatan kerja di Provinsi NTT sebesar 2,27 juta jiwa terdapat 54,14 ribu jiwa orang yang berstatus penganggur. Namun, dari jumlah orang yang bekerja di NTT, sebagian besar masih bergerak di sektor informal. Kajian Ekonomi Regional NTT 49

63 Grafik 5.1 Perkembangan Tenaga Kerja NTT 2,500 2,000 Bekerja Penganggur TPT 6% 5% 1,500 1, % 3% 2% 1% FebAgstFebAgstFebAgstFebAgstFebAgstFebAgstFeb % Sumber : BPS diolah Sektor usaha informal pada dasarnya cenderung relatif rentan terhadap gejolak (shock) ekonomi yang terjadi. Tingkat turn over yang mungkin terjadi relatif besar. Hal ini dikarenakan usaha-usaha informal umumnya belum mapan. Namun demikian ditengah kondisi gejolak ekonomi global saat ini usaha-usaha secara umum tersebut justru relatif lebih mampu bertahan, meskipun pada sektor tertentu tetap terkena dampaknya. Jenis usaha informal umumnya berskala UMKM dan segmen pasarnya masih untuk konsumsi lokal, sehingga sangat bergantung pada daya beli masyarakat NTT sendiri untuk menciptakan domestic consumption. Dengan kondisi kualitas sumber daya manusia yang sebagian besar masih terbatas, sektor usaha informal memang menjadi penyelamat, karena relatif lebih mudah dimasuki angkatan kerja baru (free entry). Tabel 5.1 Perkembangan Ketenagakerjaan KEGIATAN UTAMA Feb Agst Feb Agst Feb Penduduk 15+ 3,167,275 2,930,406 2,976,070 3,003,516 3,030,527 Angkatan Kerja 2,388,096 2,132,381 2,234,887 2,154,258 2,266,005 Kerja 2,304,772 2,061,229 2,175,232 2,096,259 2,211,869 Penganggur 83,324 71,152 59,655 57,999 54,136 Bukan Angkatan Kerja 779, , , , ,522 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja % 75.40% 72.77% 75.10% 71.72% 74.77% Tingkatan Pengangguran Terbuka % 3.49% 3.34% 2.67% 2.69% 2.39% Bekerja Tidak Penuh 1,064, , ,460 1,000,991 1,026,991 Setengah Penganggur 401, , , , ,265 Pekerja Paruh Waktu 662, , , , ,726 Sumber : BPS Prov. Nusa Tenggara Timur Kajian Ekonomi Regional NTT 50

64 Secara struktural, sektor pertanian masih menjadi sektor penyerap tenaga kerja terbesar di provinsi Nusa Tenggara Timur. Besarnya peranan sektor pertanian dalam membentuk perekonomian NTT sejalan dengan kemampuan sektor tersebut dalam menyerap tenaga kerja. Sistem pertanian NTT yang masih bersifat tradisional berimbas pada pola kerja yang padat karya. Jumlah tenaga kerja yang bergerak dalam sektor pertanian sebanyak 1,51 juta tenaga kerja atau 68,16% dari total angkatan kerja di NTT. Jumlah ini mengalami kenaikan dibandingkan dengan posisi Februari 2011 sebesar 2,99%. Dibandingkan dengan Agustus 2011, jumlah tenaga kerja pada sektor ini mengalami kenaikan, hal ini disebabkan adanya pengaruh musim tanam dan musim panen komoditi tertentu yang diperkirakan menyerap tenaga kerja yang relatif besar. Sektor lain yang menyerap tenaga kerja cukup besar adalah sektor jasa dan perdagangan dengan masing-masing 258,38 ribu jiwa dan 149,66 ribu jiwa. Tiga sektor utama penyerap tenaga kerja terbesar mencerminkan peranan tiga sektor dimaksud dalam perekonomian NTT. Tabel 5.2 Struktur Ketenagakerjaan NTT LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA Feb Agustus Feb Agustus Feb PERTANIAN 1,642,550 1,333,638 1,463,896 1,360,265 1,507,644 INDUSTRI 102, , , ,697 95,283 PERTAMBANGAN 38,321 30,166 27,415 23,627 28,554 LISTRIK dan AIR 1,882 1,731 2,860 2,420 2,690 KONSTRUKSI 46,138 62,472 61,375 59,405 46,150 PERDAGANGAN 128, , , , ,656 TRANSP,PERGUDANGAN & KOMUNIKASI 93,099 98,318 84,759 87,407 97,622 KEUANGAN 4,028 9,766 11,511 20,810 4,028 JASA KEMASYARAKATAN 249, , , , ,377 Total 2,304,772 2,061,229 2,175,232 2,096,259 2,190, Perkembangan Kesejahteraan Kesejahteraan masyarakat NTT diperkirakan mulai menunjukkan perkembangan positif, meskipun belum signifikan. Pada awal tahun 2012, Pemerintah Provinsi NTT berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat NTT, dengan menaikkan menaikkan standart Upah Minimum Regional (UMP). Sesuai dengan kesepakatan Dewan Pengupahan NTT pada tahun 2012 UMP mengalami kenaikan 8,82% dibandingkan tahun 2011, yaitu dari Rp ,00 per bulan menjadi Rp per bulan. Adapun standart KHL Kajian Ekonomi Regional NTT 51

65 yang ditetapkan diatas Rp per bulan. Dalam standart KHL terdapat 7 kelompok penentu UMP adalah makanan dan minuman (pangan), sandang (pakaian), perumahan, pendidikan, kesehatan, transportasi, rekreasi serta tabungan. Upah minimum merupakan upah bulanan terendah yang terdiri atas upah pokok dan tunjangan tetap dan hanya berlaku bagi pekerja yang mempunyai masa kerja kurang dari 1 tahun. Sebagian pekerja di NTT telah mendapatkan upah di atas UMP yang ditetapkan pemerintah, khususnya pekerja formal yang bergerak di sektor keuangan, angkutan dan komunikasi serta bangunan. Sementara untuk sektor informal seperti pertanian yang menyerap tenaga kerja paling besar, upah yang diterima masih dibawah UMP Provinsi NTT (sumber : survei kegiatan dunia usaha). Namun, pemberian upah dibawah UMP tersebut disebabkan karena sebagian besar dari tenaga kerja tersebut merupakan tenaga kerja non terampil, selain itu pemberi usaha juga memberikan fasilitas lain dalam bentuk natura berupa makan, rokok dan tempat tinggal sehingga apabila ditotal dalam sebulan nilainya hampir sama bahkan diatas UMP yang ditetapkan oleh pemerintah. Grafik 5.2 Perkembangan UMP NTT 1,400 1,200 1, Rp ribu KHL ,164 UMP Sumber : BPS Prov NTT Kemudian perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat NTT, yang didominasi oleh pekerja sektor pertanian, juga tercermin dari indeks nilai tukar petani (NTP). Pada triwulan I-2012, terlihat adanya perbaikan indeks NTP bila dibandingkan dengan triwulan I Selama awal tahun 2012, pada Januari indeks NTP sempat melonjak pada level 103,5, namun pada bulan Februari dan Maret trennya kembali menurun. Namun, bila dibandingkan dengan posisi tahun 2011, NTP meningkat walaupun tidak signifikan. Meningkatnya NTP pada bulan Kajian Ekonomi Regional NTT 52

66 Januari diperkirakan karena pada bulan tersebut terjadi paceklik hasil pertanian sehingga harga yang diterima oleh petani lebih besar. Grafik 5.3 Perkembangan NTP NTT NTP - axis kanan Indeks yang dibayar Indeks yang diterima Sumber : Indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas hidup masyarakat secara umum adalah indeks pembangunan manusia (IPM). Pergerakan angka IPM NTT terus mengalami pertumbuhan meskipun secara nasional peringkat Provinsi NTT masih belum mengalami peningkatan dimana sampai dengan tahun 2010 NTT masih menduduki peringkat ke 31 dari 33 provinsi, diatas Nusa Tenggara Timur dan Papua. Angka IPM pada tahun 2010 tercatat sebesar 67,26 sedangkan tahun 2009 lalu 66,60. Tabel 5.3 Perkembangan IPM NTT Keterangan *) IPM Angka Harapan Hidup (tahun) Rata-rata Lama Sekolah (tahun) Angka Melek Huruf (persen) Pengeluaran Riil/Kapita disesuaikan - (Rp.000) Sumber : Membaiknya tingkat kesejahteraan masyarakat juga berdampak terhadap perkembangan tingkat kemiskinan di NTT. Jumlah penduduk miskin Kajian Ekonomi Regional NTT 53

67 relatif mengalami penurunan dibandingkan tahun 2010 lalu. Pada tahun 2011, jumlah penduduk miskin tercatat berjumlah 1,01 juta jiwa yang terkonsentrasi di wilayah pedesaan sebesar 895,87 ribu jiwa, sisanya di perkotaan. Secara prosentase, jumlah penduduk miskin di NTT sebesar 21,23%, turun dari tahun 2010 yang mencapai 23,03%. Besarnya jumlah penduduk miskin di daerah pedesaan, mengandung implikasi bahwa pemerataan pertumbuhan ekonomi belum berjalan sebagaimanamestinya. Tabel 5.4 Penduduk Miskin NTT Tahun Jumlah Penduduk Miskin (000) Persentase Penduduk Miskin Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa , , , , , , Sumber:Diolah dari data survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Kajian Ekonomi Regional NTT 54

68 Triwulan I 2012 B A B VII PROSPEK PEREKONOMIIAN 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan II 2012 diperkirakan akan tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan data historis, kondisi ekonomi terkini dan prediksi shock yang akan terjadi di masa depan, diperkirakan pertumbuhan ekonomi tahunan pada triwulan II 2012 akan berada pada kisaran 4,2 ± 1% (yoy). Di sisi lain, secara triwulanan pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 4,0 ± 1% (qtq). Investasi diyakini akan mengalami peningkatan kinerja melengkapi konsumsi yang tetap menjadi penopang utama pertumbuhan. Dari sisi penawaran, sektor jasa-jasa dan sektor pertanian diperkirakan akan cukup berkontribusi seiring memasuki musim panen tabama. Tabel 6.1 Ringkasan Leading Economic Indicator Kondisi Usaha Provinsi Nusa Tenggara Timur Aspek Pertumbuhan Triwulan I Penyebab Pertumbuhan Ekspektasi triwulan mendatang Keterangan Ekspektasi Kegiatan Usaha (umum) Melambat Turunnya permintaan eksternal Meningkat Permintaan domestic dan eksternal Volume produksi Meningkat Kondisi cuaca yang lebih mendukung Meningkat Kondisi cuaca yang kondusif Nilai penjualan Menurun Penurunan harga komoditas unggulan Meningkat Peningkatan harga komoditas unggulan Kapasitas produksi Menurun Prospek permintaan yang memburuk Meningkat Prospek permintaan yang membaik Tenaga kerja Tetap Faktor musiman Sedikit meningkat Faktor musiman (proyek) Volume pesanan Harga jual komoditas unggulan Kondisi keuangan Akses kredit Sedikit melambat Menurun Sedikit terganggu Melambat Menurunnya harga komoditas dan prospek ekonomi dunia Menurunnya permintaan dari negara maju dan berkembang Turunnya penjualan ke pasar global Koreksi prospek usaha dalam jangka pendek, terkait penurunan permintaan komoditas Sedikit meningkat Tetap Membaik Meningkat Membaiknya prospek ekonomi dunia Stabilnya permintaan dari negara maju dan berkembang Dampak kenaikan harga Prospek permintaan membaik Situasi bisnis Sedikit melambat Menurunnya permintaan dari negara maju dan berkembang Membaik Prospek permintaan membaik Sumber : SKDU KPw BI NTT, Analisa Kelompok Kajian, Statistik & Survei Kajian Ekonomi Regional NTT 55

69 Triwulan I 2012 Pertumbuhan ekonomi akan lebih didorong oleh permintaan domestik, khususnya investasi dan konsumsi pemerintah. Permintaan domestik diprediksi akan mendominasi pertumbuhan ekonomi, walaupun secara negatif sudah terpengaruh oleh penurunan harga komoditas unggulan sejak pertengahan tahun. Ekspor diperkirakan melambat karena kondisi dan prospek permintaan eksternal yang semakin memburuk. Dari sisi permintaan, investasi diperkirakan akan meningkat karena pelaku usaha masih optimis atas prospek jangka menengah-panjang walaupun permintaan eksternal masih dibayangi lemahnya pemulihan perekonomian global, serta ditunjang oleh pemberian predikat investment grade untuk Indonesia. Pelaku usaha masih terlihat optimis untuk meningkatkan kinerja dari sisi volume. Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) triwulan I 2012, secara umum kegiatan usaha diperkirakan tumbuh cukup baik. Faktor musiman dan dukungan iklim yang cukup baik menunjang pertumbuhan volume produksi, namun dari sisi permintaan masih terkendala pertumbuhan ekonomi global masih lemah dan permintaan domestik yang tertahan kemungkinan adanya shock biaya energi. Meskipun demikian, investasi diperkirakan masih berlanjut pada triwulan II Pertumbuhan ekonomi negara tujuan ekspor diperkirakan melemah. Proyeksi pertumbuhan ekonomi negara tujuan ekspor untuk tahun 2012 menurun. International Monetary Fund (IMF) memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2012, hanya sebesar 3,5%, turun dari tahun 2011 yang sebesar 3,9%. Pertumbuhan ekonomi Cina diperkirakan melambat dari 9,2% di tahun 2011 menjadi 8,2% di tahun India diperkirakan mengalami perlambatan dari 7,2% menjadi 6,9%, dan Malaysia dari 5,1% menjadi 4,4% Inflasi Inflasi tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan II 2012 diperkirakan akan berada pada kisaran 3,92±1% (yoy) setelah pada triwulan I 2012 berada pada tingkat 3,60% (yoy). Selain dipengaruhi tekanan inflasi yang bersifat fundamental, kenaikan inflasi tahunan juga disebabkan oleh efek tahun dasar (base year effect). Adapun dampak kebijakan pembatasan subsidi BBM setidaknya akan menambah inflasi NTT sedikitnya sebesar 1,78%. Kajian Ekonomi Regional NTT 56

70 Triwulan I 2012 Terdapat kemungkinan kenaikan harga administered prices. Setelah penundaan kenaikan harga BBM pada 1 April lalu, pemerintah masih mewacanakan untuk melakukan kebijakan terkait BBM bersubsidi sebagai cara untuk memperbaiki kondisi fiskal. Salah satu opsi kebijakan tersebut adalah pembatasan BBM bersubsidi untuk mobil pribadi dengan kapasitas mesin tertentu. Jika pembatasan tersebut diperhitungkan dalam keranjang konsumsi perhitungan inflasi, maka akan terdapat dampak langsung dari kebijakan tersebut berupa kenaikan nilai konsumsi pada bensin, sehingga akan menyebabkan kenaikan harga secara umum. Terlepas dari jadi tidaknya pemerintah membatasi BBM, ekspektasi terhadap hal tersebut telah berimplikasi pada kenaikan harga. Pada triwulan II 2012, tekanan inflasi dari faktor musiman akan meningkat. Seiring musim panen tabama pada triwulan II 2012, harga bahan makanan lokal diproyeksikan akan mengalami penurunan. Namun demikian, pada akhir periode triewulan akan terdapat masa liburan sekolah yang dapat meningkatkan permintaan atas beberapa barang dan jasa. Grafik 6.1 Harga Emas di Pasar Internasional USD/OZ , , , , , I II III IV I Grafik 6.2 Minyak WTI di Pasar Internasional USD/Barrel 102, , ,93 94,01 89, I II III IV I Sumber : Bloomberg Sumber : Bloomberg Kajian Ekonomi Regional NTT 57

71 Triwulan I 2012 BOKS 4 REVISI INFLASI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2012 ; KETIDAKPASTIAN KEBIJAKAN BBM BERSUBSIDI DAN EKSPEKTASI INFLASI Berganti-gantinya skema kebijakan pemerintah terkait Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi memberikan dampak terhadap proyeksi inflasi Nusa Tenggara Timur. Proyeksi awal base inflasi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2012 sebagaimana dijelaskan pada Laporan Kajian Ekonomi Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV 2011 diperkirakan sebesar 5,94%. Namun demikian, seiring dengan batalnya berbagai skema kebijakan BBM bersubsidi untuk masyarakat sedikit menekan ekspektasi inflasi, khususnya bagi masyarakat Kota Kupang. Inflasi Kota Kupang pada tahun 2012 diproyeksikan berada pada kisaran 5,19% ± 1% (yoy), sementara inflasi Kota Maumere diproyeksikan masih tinggi di kisaran 6,96% ± 1% (yoy). Berdasarkan perhitungan bobot masing-masing kota, maka inflasi Provinsi Nusa Tenggara Timur yang merupakan gabungan kedua kota tersebut akan berada pada kisaran 5,48% ± 1% (yoy). Tabel 1. Realisasi dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Pertumbuhan Inflasi Periode Ekonomi (% yoy) (% yoy) 2011 Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV Triwulan I Triwulan II * Triwulan III * Triwulan IV * * *) Forecast Sumber : BPS Provinsi NTT, diolah Hal yang perlu menjadi catatan, bahwa besaran inflasi tersebut di atas merupakan proyeksi inflasi dasar tanpa memperhitungkan dampak kebijakan pemerintah terhadap BBM bersubsidi (base inflation). Jika kebijakan tersebut diterapkan maka akan mendorong tingkat inflasi sesuai skenario yang diambil pemerintah. Kajian Ekonomi Regional NTT 58

72 Triwulan I 2012 Saat ini beberapa skema kebijakan BBM bersubsidi yang diwacanakan pemerintah adalah : (1) Kenaikan harga BBM bersubsidi, sesuai amanat UU APBN-P pasal 7 ayat 6A yang memberikan ruang bagi pemerintah untuk mengubah harga BBM dengan catatan jika harga minyak mentah Indonesia (ICP) selama 6 bulan terakhir mengalami kenaikan atau penurunan sebesar 15 persen dari asumsi USD105 per barel, dan (2) Pembatasan penggunaan BBM bersubsidi untuk kendaraan dengan kapasitas silinder tertentu. Terkait dengan wacana kenaikan harga BBM, beberapa komponen masyarakat menilai bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi (jika memang memenuhi persyaratan pasal 7 ayat 6A UU APBN-P) yang ideal adalah sebesar Rp1.500,00 atau harga BBM bersubsidi menjadi Rp6.000,00 sebagaimana sebelum diturunkan harganya pada 1 Desember Jika opsi ini yang diambil pemerintah, maka berdasarkan asessment yang dilakukan akan menambah inflasi NTT pada kisaran 1,78% (lihat tabel 2. Proyeksi Inflasi NTT dan Dampak Kenaikan Harga BBM Bersubsidi). Tabel 2. Proyeksi Inflasi NTT dan Dampak Kenaikan Harga BBM Bersubsidi Sumber : KPw BI Prov. NTT Adapun jika kebijakan pembatasan penggunaan BBM bersubsidi diterapkan, maka secara kalkulasi sederhana akan menyebabkan masyarakat yang terkena dampak kebijakan tersebut terpaksa mengkonsumsi BBM nonsubsidi yang harganya lebih dari dua kali lipatnya harga BBM bersubsidi. Dalam hal ini terjadi, pemerintah dipastikan akan menerapkannya terlebih dahulu di wilayah Jawa-Bali. Namun demikian, tekanan inflasi di NTT dipastikan akan lebih tinggi lagi karena ketergantungan NTT terhadap barang-barang dari Pulau Jawa yang begitu tinggi. Kajian Ekonomi Regional NTT 59

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II - 2014

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Kupang KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Bank Indonesia (KBI) di

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2010 Kantor Bank Indonesia Kupang KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Bank Indonesia (KBI) di

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan I 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan I - 2014

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan I - 2011 Kantor Bank Indonesia Kupang KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Bank Indonesia (KBI) di daerah

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014 Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL (www.bi.go.id) KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur triwulan I 2015 FOTO : PULAU KOMODO Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan I - 2010 Kantor Bank Indonesia Kupang KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Bank Indonesia (KBI) di daerah

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-I 2013 halaman ini sengaja dikosongkan iv Triwulan I-2013 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Daftar Isi KATA PENGANTAR... III DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

ii Triwulan I 2012

ii Triwulan I 2012 ii Triwulan I 2012 iii iv Triwulan I 2012 v vi Triwulan I 2012 vii viii Triwulan I 2012 ix Indikator 2010 2011 Total I II III IV Total I 2012 Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2009 Kantor Bank Indonesia Kupang KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Bank Indonesia (KBI) di

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Papua Barat (Pabar) periode triwulan IV-2014 ini dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur November 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kendari, 9 Agustus 2011 BANK INDONESIA KENDARI. Sabil Deputi Pemimpin

KATA PENGANTAR. Kendari, 9 Agustus 2011 BANK INDONESIA KENDARI. Sabil Deputi Pemimpin KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Tenggara menyajikan kajian mengenai perkembangan ekonomi Sulawesi Tenggara yang meliputi perkembangan ekonomi makro, perkembangan inflasi daerah,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2009 Kantor Bank Indonesia Kupang KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Bank Indonesia (KBI) di

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan III-2012 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan III-2012 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian Misi Bank Indonesia kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-III 2013 halaman ini sengaja dikosongkan Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Triwulan III-2013 iii Kata Pengantar Bank Indonesia memiliki tujuan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perkembangan Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH 38 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2-2013 Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74 i ii ii 1.1. Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran... 3 1.1.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan... 4 1.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian... 6 1.1.3. Sektor Industri Pengolahan... 8 1.1.4. Sektor

Lebih terperinci

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN II 2014

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN II 2014 BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN II 2014 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 1 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Agustus 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2 Kupang

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Asnawati Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN IV-2013

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN IV-2013 BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN IV-213 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan IV-213 1 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Triwulan I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Di sisi penawaran, hampir keseluruhan sektor mengalami perlambatan. Dua sektor utama yang menekan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2012 adalah sektor pertanian dan sektor jasa-jasa mengingat

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang NTT (38) 832-364 / 827-916 ; fax : [38] 822-13 www.bi.go.id Daftar Isi

Lebih terperinci

i

i i 2 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Indeks 250 200 150 100 50 0 Indeks SPE Growth mtm (%) Growth yoy (%)

Lebih terperinci

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Krisis finansial global semakin berpengaruh terhadap pertumbuhan industri dan ekspor Kepulauan Riau di triwulan IV-2008. Laju pertumbuhan ekonomi (y-o-y) kembali terkoreksi

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau pada triwulan II-2010 diestimasi sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan II-2013 KATA PENGANTAR

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan II-2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii ... 48... 49... 56... 57... 59... 59... 60 iii iv DAFTAR TABEL v DAFTAR GRAFIK vi vii viii RINGKASAN UU ix x xi xii BAB 1 EKONOI AKRO REGIONAL Pada triwulan II-2013, ekonomi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2009 Kantor Bank Indonesia Kupang KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Bank Indonesia (KBI) di

Lebih terperinci

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 1.1. KONDISI UMUM Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan II-2013,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian suatu negara dapat ditinjau dari variabelvariabel makroekonomi yang mampu melihat perekonomian dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Variabelvariabel

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-211 Kantor Bank Indonesia Bandung KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2010 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Triwulan III212 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Neva Andina Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Triwulan I - 2009 Kantor Bank Indonesia Palembang KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2011 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Triwulan IV iii

Triwulan IV iii ii Triwulan IV 2012 iii iv Triwulan IV 2012 v vi Triwulan IV 2012 vii viii Triwulan IV 2012 Indikator 2010 2011 2012 Total I II III IV Total I II III IV Total Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN III-2013 Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Bali Triwulan III-2013 1 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Asesmen Ekonomi

Lebih terperinci

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 EKONOMI NASIONAL KONDISI EKONOMI NASIONAL TRIWULAN II 2016 INFLASI=2,79% GROWTH RIIL : 2,4% Ekonomi Nasional dapat tumbuh lebih dari 5,0% (yoy) pada triwulan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan II tahun 2013 tumbuh sebesar 3,89% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,79% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2011 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Visi, Misi Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Lampung Triwulan IV - 2008 Kantor Bank Indonesia Bandar Lampung i Visi, Misi Bank Indonesia Visi, Misi Bank Indonesia Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan V2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Perekonomian Gorontalo pada triwulan II-2013 tumbuh 7,74% (y.o.y) relatif lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,63% (y.o.y). Angka tersebut

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah II Kalimantan Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2010 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga Kajian

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan II - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci