KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI REGIONAL"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Lampung Triwulan I Kantor Bank Indonesia Bandar Lampung

2 Visi dan Misi Bank Indonesia Visi, Misi Bank Indonesia Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil. Misi Bank Indonesia Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan jangka panjang negara Indonesia yang berkesinambungan. Nilai-nilai Strategis Organisasi Bank Indonesia Nilai-nilai yang menjadi dasar organisasi, manajemen dan pegawai untuk bertindak atau berperilaku yaitu kompetensi, integritas, transparansi, akuntabilitas dan kebersamaan. i

3 Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Visi dan Misi Bank Indonesia... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Kata Pengantar... Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... Ringkasan Eksekutif... i ii iv v viii x xii BAB I KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Kondisi Umum Perkembangan PDRB dari Sisi Permintaan Konsumsi Investasi Ekspor Impor Perkembangan PDRB Sisi Penawaran Boks 1 : Perkembangan Usaha Provinsi Lampung selama Triwulan I Boks 2 : Penerapan Sistem Integrasi Pertanaman Padi, Azolla dan Itik 22 BAB II PERKEMBANGAN INFLASI Kondisi Umum Faktor-faktor Penyebab Inflasi Bulanan (mtm) Inflasi Triwulanan (qtq) Inflasi Tahunan (yoy) Disagregasi Inflasi Boks 3 : Mekanisme Pembentukan Harga Serta Jalur Tata Niaga Empat Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di Lampung (Hasil Penelitian) BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN Perkembangan Umum Perbankan Bank Umum Kelembagaan Bank Umum Perkembangan Aset Bank Umum Perkembangan Dana Masyarakat Bank Umum Perkembangan Penyaluran Kredit Bank Umum Kualitas Kredit Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Intermediasi Kredit Mikro, Kecil dan Menengah ( Bank Perkreditan Rakyat ii

4 Daftar Isi 4. Perkembangan Bank Syariah Asesmen Stabilitas Sistem Keuangan Daerah BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH 1. Pendapatan Daerah Belanja Daerah RAPBD Provinsi Lampung Tahun Dana Tugas Pembantuan dan Dekonsentrasi Tahun BAB V PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Perkembangan Aliran Uang Kartal Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) Penemuan Uang Palsu Perkembangan Kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS) BAB VI PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH Ketenagakerjaan Kesejahteraan Kesejahteraan Petani Indeks Pembangunan Manusia Kemiskinan BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Prospek Pertumbuhan Ekonomi Prospek Inflasi Prospek Perbankan LAMPIRAN DAFTAR ISTILAH iii

5 Daftar Tabel DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Perkembangan PDRB Sisi Permintaan... 2 Tabel 1.2 Perkembangan Ekspor Komoditas Non Migas Menurut Klasifikasi Harmonized System (HS)... 8 Tabel 1.3 Impor Lampung Berdasarkan HS 2 Digit... 9 Tabel 1.4 Pertumbuhan PDRB (%,yoy) Tabel 1.5 Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi (Sawah + Ladang), Kedelai, dan Jagung Tahun Tabel 2.1 Sumbangan Kelompok Pengeluaran terhadap Inflasi Triwulanan (%). 30 Tabel 3.1 Aset Perbankan Tabel 3.2 DPK Perbankan Tabel 3.3 Perkembangan Kredit Perbankan Tabel 3.4 Jumlah Kantor dan ATM Bank Umum di Provinsi Lampung per Maret Tabel 3.5 Indikator Bank Umum Tabel 3.6 DPK Bank Umum Tabel 3.7 Kredit Bank Umum Tabel 3.8 Penyaluran Kredit Bank Umum Berdasarkan Wilayah Kerja Tabel 3.9 Aset dan DPK BPR Tabel3.10 Indikator Perbankan Syariah Tabel 4.1 Realisasi Pendapatan dalam APBD 2010 (dalam Rupiah) Tabel 4.2 Penerimaan Negara di Provinsi Lampung Tahun Tabel 4.3 Realisasi Belanja dalam APBD 2010 (dalam Rupiah) Tabel 4.4 Belanja Negara di Provinsi Lampung Tahun 2010 (dalam Rupiah) Tabel 4.5 Belanja Negara di Provinsi Lampung Tabel 4.6 Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Lampung Tahun Tabel 4.7 Anggaran Belanja Daerah Provinsi Lampung Tahun Tabel 5.1 Perkembangan Penukaran Uang Triwulan I Tabel 5.2 Perkembangan Transaksi Kliring di Provinsi Lampung Tabel 6.1 Indikator Ketenagakerjaan di Provinsi Lampung Tabel 6.2 Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Kerja Utama Tabel 6.3 Jumlah Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Tabel 6.4 Tingkat Pengangguran Terbuka Tabel 6.5 TKI Asal Lampung Tabel 6.6 Perbandingan NTP Tiap Wilayah Tabel 6.7 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Tahun Tabel 6.8 IPM Wilayah Sumatera Tahun Tabel 6.9 Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Tabel 6.10 Garis Kemiskinan Menurut Komponen dan Daerah iv

6 Daftar Grafik Daftar Grafik Grafik 1.1 Perkembangan PDRB dan Laju Pertumbuhan Provinsi Lampung... 1 Grafik 1.2 Perkembangan Konsumsi Swasta... 2 Grafik 1.3 Grafik 1.4 Grafik 1.5 Grafik 1.6 Grafik 1.7 Grafik 1.8 Grafik 1.9 Grafik 1.10 Grafik 1.11 Grafik 1.12 Grafik 1.13 Grafik 1.14 Grafik 1.15 Grafik 1.16 Grafik 1.17 Grafik 1.18 Grafik 1.19 Grafik 1.20 Grafik 1.21 Grafik 1.22 Grafik 1.23 Grafik 1.24 Grafik 1.25 Grafik 1.26 Grafik 1.27 Grafik 1.28 Grafik 1.29 Grafik 1.30 Grafik 1.31 Grafik 1.32 Konsumsi Listrik Rumah Tangga... Perkembangan Nilai Tukar Petani... Perkembangan Upah Minimum Provinsi Lampung... Indeks Keyakinan Konsumen... Jumlah Pelanggan Rumah Tangga Air PDAM... Kredit Konsumsi... Perkembangan Konsumsi Pemerintah... Pembentukan Modal Tetap bruto... Kredit Modal Kerja... Impor Bahan Baku Penolong... Rata-rata Penjualan Semen... Perkembangan Ekspor Lampung... Kegiatan Muat Peti Kemas di Pelabuhan Panjang... Pangsa Negara Tujuan Ekspor Lampung Triwulan I Perkembangan Impor Lampung... Volume Bongkar Barang Perdagangan Luar Negeri... Porsi Negara Pengimpor... Pangsa Impor Berdasarkan BEC... Pangsa PDRB Sektoral Triwulan IV Pangsa PDRB Sektoral Triwulan I Perkembangan Kredit Sektor Pertanian... PDRB Sektor Industri Pengolahan... Impor Bahan Baku Penolong... Perkembangan Kredit Sektor Industri.... PDRB Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih... Jumlah Pelanggan PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung... Penjualan Listrik Lampung... Penyaluran Kredit Sektor Listrik... PDRB Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran... Jumlah Tamu Hotel Bintang v

7 Daftar Grafik Grafik 1.33 Grafik 1.34 Grafik 1.35 Grafik 1.36 Grafik 1.37 Grafik 1.38 Grafik 1.39 Grafik 1.40 Grafik 1.41 Grafik 1.42 Grafik 2.1 Grafik 2.2 Grafik 2.3 Grafik 2.4 Grafik 2.5 Grafik 2.6 Grafik 2.7 Grafik 3.1 Grafik 3.2 Grafik 3.3 Grafik 3.4 Grafik 3.5 Grafik 3.6 Grafik 3.7 Grafik 3.8 Grafik 3.9 Grafik 3.10 Grafik 3.11 Grafik 3.12 Grafik 3.13 Perkembangan PDRB Sektor Pengangkutan dan Komunikasi... Perkembangan Kredit Sektor Angkutan... Perkembangan Aktivitas Penyeberangan Laut... PDRB Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan... PDRB Sektor Bangunan... Perkembangan Kredit Konstruksi... Perkembangan PDRB Sektor Pertambangan dan Penggalian... Perkembangan Kredit Sektor Pertambangan... PDRB Sektor Jasa-Jasa... Perkembangan Kredit Sektor Jasa... Perkembangan Inflasi Tahunan Kota Bandar Lampung vs Nasional dan Sumatera... Sumbangan Kelompok Pengeluaran terhadap inflasi bulanan (%)... Harga Komoditas Kelompok Bahan Makanan (Rp/Kg)... Harga Komoditas Kelompok Perumahan... Inflasi Tahunan Kelompok Pengeluaran (%, yoy)... Disagregasi Inflasi (%, yoy)... Kontribusi Tiap Kelompok terhadap Inflasi Tahunan Triwulan I-2011 (%)... NPL Perbankan... LDR Perbankan di Lampung (%)... Porsi Aset Bank Umum Berdasarkan Wilayah Kerja... Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Umum Berdasarkan Wilayah Kerja... Perkembangan NPL Bank Umum... Perkembangan NPL Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah (%)... Perkembangan Suku Bunga Deposito Bank Umum (%)... Perkembangan Suku Bunga dan Spreed Suku Bunga Bank Umum... Perkembangan Intermediasi Bank Umum... Tingkat Intermediasi Bank Umum Berdasarkan Wilayah Kerja... Pertumbuhan Kredit Mikro Kecil Menengah... Penyaluran Kredit MKM Berdasarkan Wilayah kerja... Perkembangan KUR vi

8 Daftar Grafik Grafik 3.14 Grafik 3.15 Grafik 3.16 Grafik 4.1 Grafik 4.2 Grafik 5.1 Grafik 5.2 Grafik 5.3 Grafik 5.4 Grafik 6.1 Grafik 6.2 Grafik 6.3 Grafik 6.4 Grafik 6.5 Grafik 6.6 Grafik 6.7 Grafik 7.1 Grafik 7.2 Grafik 7.3 Grafik 7.4 Grafik 7.5 Perkembangan Kredit BPR... Perkembangan LDR BPR (%) Perkembangan Perbankan Syariah... Jumlah Objek PKB dan BBN-KB Porsi Komponen Pendapatan Daerah dalam APBD Perkembangan Aliran Uang Kartal... Perkembangan PTTB dan Inflow di KBI Bandar Lampung... Komposisi Penemuan Uang Palsu Triwulan I Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai Triwulan I Keyakinan Konsumen terhadap Ketersediaan Lapangan Pekerjaan... Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Lampung Per Sub Sektor... Perkembangan Harga Komoditas Hortikultura (Rp/Kg)... Perkembangan Harga Komoditas Perkebunan... IPM Provinsi Lampung Tahun Perkembangan Penduduk Miskin Provinsi Lampung... Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Provinsi Lampung... Pertumbuhan Produksi Industri Besar-Sedang (%, qtq)... Indeks Keyakinan dan Indeks Ekspektasi Konsumen... Volume Impor Bahan Baku Penolong (dalam kg)... Ekspektasi Konsumen terhadap barang dan Jasa... Ekspektasi Pelaku Usaha terhadap Harga Barang dan Jasa (Saldo Bersih dalam %) vii

9 Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Lampung Triwulan I-2011 akhirnya dapat diselesaikan. Sesuai dengan Undang-Undang No.23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 6 Tahun 2009 bahwa Bank Indonesia memiliki tujuan yang difokuskan pada pencapaian dan pemeliharaan kestabilan nilai rupiah. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia secara cermat mengamati dan memberikan assesment terhadap perkembangan ekonomi terutama yang terkait dengan sumber-sumber tekanan inflasi. Seiring dengan penerapan otonomi daerah pada tahun 2001, posisi ekonomi regional semakin memiliki peranan yang vital dalam konteks pembangunan ekonomi nasional dan upaya untuk menstabilkan harga. Perkembangan ini merupakan sesuatu yang diharapkan banyak pihak bahwa aktivitas ekonomi tidak lagi terpusat pada suatu daerah tertentu, melainkan tersebar di berbagai daerah sehingga disparitas antar daerah semakin tipis. Terkait dengan hal tersebut di atas, Bank Indonesia Bandar Lampung melakukan pengamatan serta memberikan assesment terhadap perkembangan ekonomi dan keuangan regional Lampung secara menyeluruh dan dituangkan dalam Kajian Ekonomi Regional Provinsi perkembangan ekonomi daerah Lampung dilakukan dengan berbagai pihak terutama para pembina sektor dari dinas-dinas Pemerintah Daerah, Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, serta dengan para akademisi dari Universitas Lampung. Perekonomian Lampung pada triwulan I-2011 tumbuh sebesar 6,38% (yoy), melambat dibandingkan triwulan IV-2010 yang tumbuh sebesar 6,95% (yoy). Dari sisi permintaan, seluruh komponen mengalami peningkatan kinerja, kecuali perubahan stok. Sementara dari sisi penawaran, empat sector ekonomi (sector pertanian, sector industry pengolahan, sector pengangkutan & komunikasi, dan sector keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan). Pada inflasi, tekanan harga selama triwulan I-2011 melemah dibandingkan pada triwulan IV-2010 akibat supply kebutuhan pokok yang semakin membaik. Meski demikian, sejumlah kebijakan penetapan harga baru pada pada awal tahun menyebabkan harga beberapa komoditas administered bergerak naik dan masih memberikan sumbangan inflasi sepanjang triwulan ini. viii

10 Kata Pengantar Sementara itu, kinerja perbankan Lampung secara umum menunjukkan perkembangan yang cukup baik sebagaimana tercatat dari indicator utama berupa asset, DPK, maupun kredit. Dalam kesempatan ini kami sampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu penyusunan buku ini, khususnya Pemerintah Daerah Provinsi Lampung, Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, serta berbagai instansi di Provinsi Lampung. Kami menyadari bahwa cakupan serta kualitas data dan informasi yang disajikan dalam buku ini masih perlu untuk terus disempurnakan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan segala kritik dan saran yang membangun dari semua pihak yang berkepentingan dengan buku ini, serta mengharapkan kiranya kerjasama yang baik dengan berbagai pihak selama ini dapat terus ditingkatkan dimasa yang akan datang. Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan ridha-nya dan melindungi langkah kita dalam bekerja. Bandar Lampung, Mei 2011 BANK INDONESIA BANDAR LAMPUNG I Made Subaga Wirya Pemimpin ix

11 Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI LAMPUNG a. Inflasi dan PDRB INDIKATOR MAKRO Indeks Harga Konsumen * Laju Inflasi (y-o-y) PDRB - harga konstan (miliar Rp) 9, , , , , Pertanian 3, , , , , Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan 1, , , , , Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran 1, , , , , Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, sewa & Jasa Pershn , , , Jasa-jasa Pertumbuhan PDRB (y-o-y) Nilai Ekspor Nonmigas (USD Juta) Volume Ekspor (ribu ton) 1, , , , Nilai Impor (USD Juta) Volume Impor (ribu ton) *) IHK tahun dasar 2007 (2007 = 100) I II III IV I b. Sistem Pembayaran INDIKATOR I II III IV I Posisi Kas Gabungan (Rp Triliun) Inflow (Rp Triliun) Outflow (Rp Triliun) Pemusnahan Uang (Jutaan lembar/keping) ,119,689 1,224,824 1,344,843 Nominal Transaksi RTGS (Rp Triliun) Volume Transaksi RTGS (lembar) 29,519 35,785 35,478 37,862 28,628 Rata-rata Harian Nominal Transaksi RTGS (Rp Miliar) , Rata-rata Harian Volume Transaksi RTGS (lembar) , Nominal Kliring Kredit (Rp Triliun) Volume Kliring Kredit (lembar) 22,800 25,175 24,607 20,461 23,626 Rata-rata Harian Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) Rata-rata Harian Volume Kliring Kredit (lembar) Nominal Kliring Debet (Rp Triliun) Volume Kliring Debet (lembar) 150, , , , ,343 Rata-rata Harian Nominal Kliring Debet (Rp Triliun) Rata-rata Harian Volume Kliring Debet (lembar) 2, , , , , Nominal Kliring Pengembalian (Rp Triliun) Volume Kliring Pengembalian (lembar) 2,402 2,576 2,805 2, Rata-rata Harian Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) Rata-rata Harian Volume Kliring Pengembalian (lembar) Nominal Tolakan Cek/BG Kosong (Rp Triliun) x

12 Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung c. Perbankan INDIKATOR PERBANKAN I II III IV I PERBANKAN B ank Umum : Total Aset (Triliun Rp) DPK (Triliun Rp) Giro Tabungan Deposito Kredit (Triliun Rp)- berdasarkan lokasi proyek ,39* - Modal Kerja ,44* - Investasi ,47* - Konsumsi ,48* - LDR ,61* Kredit (Triliun Rp) - berdasarkan lokasi kantor cabang) Modal Kerja Investasi Konsumsi LDR (%) Kredit UMKM (Triliun Rp) Kredit Mikro (< Rp50 Juta) (Triliun Rp) Modal Kerja Investasi Konsumsi Kredit Kecil (Rp50 Juta < X < Rp500 juta) (Triliun Rp) Modal Kerja Investasi Konsumsi Kredit Menengah (Rp500jt < X < Rp5m) (Triliun Rp) Modal Kerja Investasi Konsumsi Total Kredit MKM (Triliun Rp) NPL MKM Gross (%) BPR Total Asset (Triliun Rp) Dana Pihak Ketiga (Triliun Rp) Tabungan Simpanan Berjangka Kredit (Triliun Rp) - berdasarkan lokasi proyek * - Modal Kerja * - Investasi * - Konsumsi * Kredit UMKM (Milyar Rp) Rasio NPL Gross(%) Rasio NPL Net(%) LDR (%) Ket : *) data s.d bulan Februari 2011 xi

13 Ringkasan Eksekutif RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Triwulan I / 2011 Perkembangan Ekonomi Perekonomian Lampung tumbuh sebesar 6,38% (yoy) Pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung pada triwulan I-2011 mencapai 6,38% (yoy), melambat dibandingkan triwulan IV-2010 yang tumbuh sebesar 6,95% (yoy). Di sisi permintaan, seluruh komponen mengalami akselerasi pertumbuhan, kecuali perubahan stok. Sedangkan dari sisi penawaran, terdapat empat sektor yang mengalami pertumbuhan melambat dibandingkan triwulan IV-2010, yaitu sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor pengangkutan & komunikasi, dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. Inflasi Lampung cukup tinggi Inflasi Secara tahunan, inflasi Lampung pada triwulan I-2011 mencapai 10,99% (yoy), berada pada urutan kedua tertinggi di wilayah Sumatera dan nasional. Kelompok makanan jadi, minuman, tembakau dan kelompok bahan makanan mengalami inflasi tahunan terbesar masingmasing mencapai 14,86% (yoy) dan 17,01% (yoy). Sementara secara triwulanan, inflasi Kota Bandar Lampung pada triwulan I-2011 mencapai 1,11% (qtq), lebih tinggi dibandingkan inflasi pada periode yang sama tahun 2010 sebesar 0,15% (qtq). Kenaikan harga komoditas rokok kretek, rokok kretek filter, dan rokok putih memicu tekanan inflasi yang cukup tinggi pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau. Begitu pula dengan adanya kenaikan harga rumah dan sewa rumah pada awal tahun 2011, menjadi pemicu inflasi pada kelompok perumahan. xii

14 Ringkasan Eksekutif Aktivitas perbankan mengalami peningkatan... Perbankan Daerah Aktivitas perbankan selama triwulan laporan secara umum mengalami peningkatan, sebagaimana tercatat dari indikator utama berupa aset, DPK, maupun kredit. Kinerja yang baik ini sejalan dengan kondisi perekonomian nasional maupun Lampung yang secara umum kondusif.. Jumlah Aset meningkat dibandingkan triwulan IV-2010 maupun triwulan I-2010, menjadi Rp37,17 triliun pada triwulan laporan. Dana Pihak Ketiga tumbuh sebesar 4,33% (qtq) atau 18,44% (yoy). Penyaluran kredit juga meningkat sebesar 4,85% (qtq) atau 20,29% (yoy), meski kurang diimbangi dengan kualitas kredit yang justru menunjukkan penurunan kinerja sebagaimana tercatat pada peningkatan rasio NPL (Non Performing Loan) dari 2,88% menjadi 3,1% (qtq). Pada kredit MMK (Mikro Kecil Menengah), terjadi peningkatan baki debet sebesar 7,36% (qtq) atau 23,97% (yoy). Kredit MKM yang mengalami pertumbuhan triwulanan tertinggi adalah kredit konsumsi (10,03% qtq), sementara pertumbuhan tahunan tertinggi adalah kredit investasi (65,5% yoy). Keuangan Daerah Terjadi peningkatan pada APBD 2011 Hingga akhir tahun 2010, realisasi pendapatan daerah pada APBD-P 2010 mencapai 102% dari target sebesar Rp2,040 triliun. Sedangkan realisasi belanja daerah belum terealisasi sepenuhynya atau hanya terealisasi sebesar 94,78%. Pada ABPD Tahun 2011, terjadi peningkatan sebesar 5,97% untuk anggaran pendapatan dan 3,11% untuk anggaran belanja. Demikian juga dengan proporsi tiap komponen pembentuk APBD yang mengalami perubahan relatif kecil dibandingkan anggaran Komponen terbesar anggaran pendapatan 2011 masih berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan porsi sebesar 50,2% atau berada di atas Dana Perimbangan. Sementara dalam komponen belanja, porsi dominan diberikan pada belanja modal dengan fokus pembangunan infrastruktur sesuai dengan master plan pembangunan. xiii

15 Ringkasan Eksekutif Sistem Pembayaran Transaksi sistem pembayaran tunai mengalami net inflow.. Selama triwulan I-2011,aktivitas sistem pembayaran tunai menunjukkan net inflow. Pada system pembayaran non tunai melalui kliring terjadi peningkatan, namun transaksi melalui RTGS mengalami penurunan dibandingkan periode sebelumnya. Sementara itu, penemuan uang palsu selama triwulan I-2011 meningkat, begitu pula dengan aktivitas pemusnahan uang lusuh (PTTB) yang meningkat 9,8% (qtq) dari Rp1,22 triliun pada triwulan IV-2010 menjadi Rp1,34 triliun di triwulan laporan. Jumlah tenaga kerja meningkat... Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Jumlah penduduk usia kerja yang bekerja mengalami peningkatan sebesar 3,27% (yoy), dari 3,53 juta jiwa pada Februari 2010 menjadi 3,74 juta jiwa di triwulan laporan. Sementara itu jumlah pengangguran maupun jumlah penduduk miskin menunjukkan penurunan masingmasing sebesar 9,84% (yoy) dan 5,03% (yoy). Indikator kesejahteraan petani mengalami peningkatan, sebagaimana tercermin pada kenaikan NTP sebesar 5,22% (yoy), atau menjadi 118,24 di triwulan laporan. Nilai ini tertinggi di Indonesia, yang bermakna bahwa surplus yang diterima petani Lampung paling besar di Indonesia, meski pertumbuhan triwulanannya lebih rendah dibandingkan surplus petani secara nasional. Prospek Perekonomian Ekonomi Lampung diperkirakan tumbuh lebih tinggi... Pertumbuhan ekonomi Lampung pada triwulan II-2011 diproyeksikan berada pada kisaran 4,72% - 5,72% (yoy). Di sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi akan terdorong oleh sector pertanian karena masa panen puncak tanaman bahan makanan dan tanaman perkebunan, antara lain padi dan kopi. Sementara itu di sisi permintaan, konsumsi rumah tangga masih mendominasi pertumbuhan konsumsi, yang didukung oleh peningkatan UMP riil sejalan dengan tekanan inflasi yang cenderung menurun. Konsumsi pemerintah mengalami trend meningkat sejalan dengan proses lelang yang mulai dilakukan di triwulan II Kinerja investasi serta aktivitas ekspor juga diperikakan tetap xiv

16 Ringkasan Eksekutif menunjukkan arah positif Inflasi pada triwulan II-2011 diperkirakan berada pada kisaran 10,15%- 11,15% (yoy), namun cenderung mendekati batas bawah. Dari sisi non fundamental, tekanan harga volatile foods cenderung minimal pada periode awal triwulan II-2011 sehubungan dengan masa panen padi, cabe, serta sayuran lainnya yang masih berlangsung di daerah sentra produksi. Turunnya harga beras yang masih berlanjut akan mendorong penurunan IHK kelompok bahan makanan secara umum. Sementara itu, seperti trend pada tahun-tahun sebelumnya, harga rokok diperkirakan masih akan mengalami kenaikan pada periode ini, sehingga memberikan tekanan harga pada kelompok administered price. Dari sisi fundamental, kondisi nilai tukar yang diperkirakan cenderung stabil menyebabkan inflasi dari faktor eksternal sangat minimal. Meskipun demikian, pergerakan harga komoditas dunia yang mengalami trend peningkatan diprediksi memicu peningkatan harga komoditas lokal, terutama makanan jadi yang menggunakan bahan baku impor. Kegiatan intermediasi perbankan di Provinsi Lampung triwulan II-2011 diperkirakan tetap mengalami pertumbuhan. Hal ini terkonfirmasi melalui hasil Survei Kredit Perbankan yang menunjukkan bahwa DPK akan tumbuh karena fasilitas jasa perbankan yang meningkat dan suku bunga simpanan yang menarik. Sementara itu, penyaluran kredit akan meningkat karena permodalan bank yang cukup, kualitas portfolio kredit yang meningkat, serta prospek usaha nasabah yang membaik. xv

17 Kondisi Makro Ekonomi Regional BAB I KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL 1. KONDISI UMUM Pada triwulan I-2011, ekonomi Lampung tumbuh sebesar 6,38% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya (6,95%; yoy). Angka pertumbuhan tersebut berada diatas kisaran pertumbuhan yang diperkirakan sebelumnya. Di sisi permintaan, perlambatan hanya dialami oleh komponen perubahan stok, sementara kinerja komponen lainnya menunjukkan peningkatan. Pertumbuhan investasi selama triwulan laporan lebih tinggi dari perkiraan awal dan merupakan pertumbuhan tertinggi dalam kurun 2 tahun terakhir. Iklim investasi yang membaik sejalan dengan stabilnya kondisi perekonomian daerah dan nasional mendorong tingginya pertumbuhan investasi di Lampung. Sementara itu, kinerja ekspor yang tumbuh meningkat didorong oleh permintaan global serta membaiknya harga komoditas unggulan Lampung di pasar internasional. Kinerja konsumsi tercatat tumbuh mencapai 5,45% (yoy), dengan sumbangan tertinggi berasal dari konsumsi swasta. Grafik 1.1 Perkembangan PDRB & Laju Pertumbuhan Rp Miliar % Provinsi Lampung 12, , , , , , I II III IV I II III IV I II III IV I Nilai growth (yoy) - axis kanan growth (qtq) - axis kanan Sumber : BPS Provinsi Lampung Di sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi yang melambat dialami oleh empat sektor yaitu sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor pengangkutan dan komunikasi, serta sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. Cuaca ekstrim yang terjadi sejak pertengahan tahun 2010 berdampak pada penurunan kuantitas dan kualitas output pada sektor pertanian terutama sub sektor bahan makanan, sub sektor kehutanan, dan sub sektor perikanan. Perlambatan produksi industri manufaktur besar dan sedang di Lampung selama triwulan I-2011 yang juga terkonfirmasi oleh menurunnya impor bahan baku penolong menjadikan pertumbuhan sektor industri pengolahan melambat. Adanya hambatan arus penyeberangan Merak-Bakauheni selama triwulan laporan, menjadi indikator perlambatan pada sektor pengangkutan dan komunikasi. Bagitu pula dengan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan yang melambat akibat penurunan aktivitas sewa bangunan maupun perbankan. 1

18 Kondisi Makro Ekonomi Regional 2. PERKEMBANGAN PDRB SISI PERMINTAAN Berdasarkan sisi permintaan, semua komponen mengalami peningkatan pertumbuhan tahunan, kecuali perubahan stok yang memiliki nilai pertumbuhan negatif sebesar 74,28% (yoy) di triwulan laporan, sehingga secara umum PDRB Lampung di triwulan laporan mengalami pertumbuhan melambat. Tabel 1.1 Perkembangan PDRB Sisi Permintaan PDRB Berdasarkan Penggunaan PDRB (% yoy) IV-09 I-10 II-10 III-10 IV-10 I-11 Konsumsi Konsumsi Swasta Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Stok (41.41) (112.75) (15.76) 7.56 (74.28) Ekspor (13.27) (20.68) (13.13) Impor (36.28) (40.24) (9.35) (0.79) Produk Domestik Regional Bruto Sumber: BPS Provinsi Lampung 2.1. Konsumsi Rp Miliar 6,000 5,500 5,000 4,500 Pada komponen PDRB, konsumsi terbagi atas konsumsi swasta dan konsumsi Pemerintah. Selama triwulan I-2011, konsumsi swasta tumbuh 5,09% (yoy), meningkat dibanding triwulan IV-2010 yang sebesar 4,23% (yoy). Grafik 1.2 Perkembangan Konsumsi Swasta I II III IV I II III IV I Konsumsi Swasta growth (yoy) - rhs growth (qtq) - rhs % Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 11,4% (yoy) maupun panen komoditas bahan makanan menjadi pendorong aktivitas konsumsi selama triwulan laporan. Sumber : BPS Provinsi Lampung Peningkatan nilai konsumsi swasta selama triwulan laporan terkonfirmasi oleh sejumlah indikator antara lain peningkatan konsumsi listrik rumah tangga sebesar 53,19 % (yoy), pertumbuhan nilai tukar petani (NTP) sebesar 5,22% (yoy) yang terjadi pada subsektor padi dan palawija, hortikultura, tanaman perkebunan, dan peternakan. Indikator peningkatan aktivitas konsumsi swasta lainnya adalah hasil Survei Konsumen Bank Indonesia Bandar Lampung yang menunjukkan adanya peningkatan optimisme masyarakat sebagaimana tampak dari naiknya indeks keyakinan konsumen maupun indeks kondisi ekonomi 2

19 Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agust Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Jan-10 Feb-10 Mar-10 Trw I Apr-10 May-10 Jun-10 Trw II Jul-10 Aug-10 Sep-10 Trw III Oct-10 Nov-10 Dec-10 Trw IV Jan-11 Feb-11 Kondisi Makro Ekonomi Regional saat ini dibandingkan indeks yang sama pada triwulan I Juta KwH Grafik 1.3 Konsumsi Listrik Rumah Tangga Grafik 1.4 Perkembangan Nilai Tukar Petani I II III IV I II III IV I Tw I-10 Tw II-10 Tw III-10 Tw IV-10 Tw I Sumber : PT PLN Wilayah Lampung Sumber : BPS Provinsi Lampung Rp 900, , , , , , , , ,000 0 Grafik 1.5 Perkembangan Upah Minimum Provinsi Lampung Grafik 1.6 Indeks Keyakinan Konsumen IKK IKESI IEK Sumber : Pemerintah Provinsi Lampung Sumber : Bank Indonesia Bandar Lampung Beberapa indikator yang juga mendukung peningkatan konsumsi swasta adalah data PDAM dimana selama triwulan laporan terjadi peningkatan jumlah pelanggan sebesar 1,27% (yoy) dibanding triwulan I-2010, pajak kendaraan bermotor menunjukkan peningkatan penerimaan pajak sebesar 7,66% (yoy), begitu pula dengan kredit konsumsi yang menunjukkan pertumbuhan sebesar 10,77% (yoy), meski melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan IV sebesar 12,74% (yoy). Indikator berupa impor barang konsumsi yang meningkat 55,33% (yoy), serta adanya penyaluran raskin Januari sampai Maret 2011 serta jatah raskin April yang direalisasikan pada bulan Maret 2011, juga menjadi indikator pendorong peningkatan pada konsumsi swasta. 3

20 Jan-10 Feb-10 Mar-10 Apr-10 May-10 Jun-10 Jul-10 Aug-10 Sep-10 Oct-10 Nov-10 Dec-10 Jan-11 Feb-11 Kondisi Makro Ekonomi Regional 29,600 29,500 29,400 29,300 29,200 29,100 29,000 28,900 28,800 Grafik 1.7 Jumlah Pelanggan Rumah Tangga Air PDAM Grafik 1.8 Rp Miliar Kredit Konsumsi % 9, ,000 7,000 6,000 5, ,000 3, ,000 1, Mar Jun Sept Nov Mar Jun Sept Des Mar Kredit Konsumsi growth (yoy) - rhs Sumber : PDAM Way Rilau Sumber : LBU dan LBUS 2,000 1,800 1,600 1,400 1,200 1, Pada konsumsi pemerintah, terjadi pertumbuhan sebesar 7,56% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV-2010 yang tercatat sebesar 5,34% (yoy), sehubungan adanya peningkatan dana APBD di tahun 2011 ini. Meski demikian realisasi pengeluaran pemerintah pada triwulan I-2011 masih terbatas dan jika dibandingkan dengan triwulan IV terjadi penurunan output sebesar 45,57% (qtq). Hal ini akibat proses lelang proyek infrastruktur baru mulai dilaksanakan pada bulan Februari 2011, sehingga meskipun dana pembangunan yang berasal dari Pemerintah Pusat meningkat dari Rp11,336 triliun menjadi Rp14,695 triliun (yoy), namun belum terealisir. Masih rendahnya realisasi belanja pemerintah juga tampak pada nilai giro pemerintah daerah di perbankan yang meningkat dibandingkan akhir Grafik 1.9 Perkembangan Konsumsi Pemerintah Rp Miliar % nilai Sumber : BPS Provinsi :Lampung growth (yoy)-rhs (5) (10) (15) (20) 2.2. Investasi Kegiatan investasi sebagaimana tercermin dalam pembentukan modal tetap bruto menunjukkan pertumbuhan sebesar 13,15% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan IV-2010 sebesar 10,06% (yoy). Berdasarkan data BPMD Provinsi Lampung, realisasi 4

21 Kondisi Makro Ekonomi Regional investasi selama triwulan laporan tercatat sebesar Rp458,28 miliar, yang terdiri dari industri minuman ringan (Rp30,88 miliar), perkebunan tebu dan industri gula (Rp405 miliar), pembibitan dan budidaya ayam ras pedaging (Rp22,4 miliar). 1,600 1,500 1,400 1,300 1,200 Prompt indikator pendukung peningkatan investasi diantaranya adalah outstanding kredit investasi serta kredit modal kerja perbankan yang tumbuh masing-masing sebesar 26,00% (yoy) dan 25,83% (yoy), penjualan semen yang meningkat 42,9% (yoy), serta pertumbuhan pada impor bahan baku penolong sebesar 35,83% (yoy). Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia Bandar Lampung, diperoleh informasi bahwa pada triwulan laporan terjadi ekspansi usaha oleh para pelaku usaha di sebagian besar sektor ekonomi. Contact liaison Bank Indonesia juga mengungkapkan adanya aktivitas investasi multiyears di triwulan I-2011, pembelian kendaraan operasional, serta mesin-mesin pendukung proses produksi. Selain itu, terdapat pula proyek multiyears pemerintah seperti pembangunan Kota Baru Lampung, pengembangan Bandara Radin Inten II sebagai bandara internasional, serta pengembangan Bandara Seray Lampung Barat. Adanya upgrade kawat transfer SIS (Sistem Interkoneksi Sumatera) guna meningkatkan pasokan listrik Sumbagsel dari 220 MW menjadi 330 MW juga menjadi pendorong aktivitas investasi di triwulan laporan. Guna mendukung aktivitas investasi, belanja langsung APBD yang akan dialokasikan untuk infrastruktur jalan dan jembatan berjumlah Rp281 miliar, dengan wilayah penyebaran di seluruh Provinsi Lampung dalam bentuk pembangunan jalan, gorong-gorong, jembatan, serta pembebasan lahan untuk jalan. Grafik 1.10 Rp Miliar Pembentukan Modal Tetap Bruto % 1, I II III IV I II III IV I % Grafik 1.11 Perkembangan Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi kredit investasi (yoy) kredit modal kerja (yoy) I II III IV I II III IV I PMTB growth (yoy)-rhs Sumber : BPS Provinsi Lampung Sumber : LBU dan LBUS

22 I-09 II-09 III-09 IV-09 I-10 II-10 III-10 IV-10 I-11 Tw-I Tw-II Tw-III Tw-IV Tw-I Tw-II Tw-III Tw-IV Tw-I Kondisi Makro Ekonomi Regional US$ Ribu 200, , ,000 50,000 - Grafik 1.12 Impor Bahan Baku Penolong ton 400, , , ,000 0 Grafik 1.13 Rata-Rata Penjualan Semen 352,320 I II III IV I II III IV I Sumber : Direktorat Statistik dan Ekonomi Moneter Bank Indonesia Sumber : berbagai sumber (diolah) 2.3. Ekspor-Impor a. Ekspor Berdasarkan data PDRB, kinerja ekspor selama triwulan I-2011 menunjukkan peningkatan yang signifikan, dari 9,28% (yoy) pada triwulan IV-2010 menjadi 42,26% (yoy) di triwulan laporan. Peningkatan permintaan yang kemudian berimbas pada kenaikan harga internasional membuat beberapa komoditas unggulan Lampung seperti kopi, teh, dan rempah-rempah; lemak dan minyak hewan/nabati; ikan dan udang; serta karet dan barang dari karet mengalami peningkatan ekspor. Indikator pendukung berupa aktivitas muat peti kemas di Pelabuhan Panjang menunjukkan adanya peningkatan nilai sebesar 15,51% (yoy). Grafik 1.14 US$ Ribu Perkembangan Ekspor Lampung % 800, , , ,000 - I II III IV I II III IV I Nilai growth (qtq)-rhs growth (yoy)-rhs Grafik 1.15 Kegiatan Muat Peti Kemas di Pelabuhan Panjang (ton) 51,303 59,257 Sumber : Direktorat Statistik dan Ekonomi Moneter Bank Indonesia Sumber : Pelindo Prrovinsi Lampung 6

23 Kondisi Makro Ekonomi Regional Grafik 1.16 Pangsa Negara Tujuan Ekspor Lampung Triwulan I Afrika 5% Australia 2% Eropa 21% Asia 57% Amerika 15% Sumber : Direktorat Statistik dan Ekonomi Moneter Bank Indonesia Menurut negara tujuan ekspor Lampung, mayoritas masih ditujukan ke benua Asia, terutama India dan RRC dengan pangsa masing-masing 13,6% dan 11,76% dari total ekspor. Negara lain yang juga dominan sebagai sasaran ekspor Lampung adalah Amerika Serikat dan Jepang dimana selama triwulan laporan, kedua negara tersebut berpangsa 13,46% (Amerika Serikat) dan 11,2% (Jepang) dari total nilai ekspor. Dampak dari adanya peristiwa gempa dan tsunami Jepang pada maret 2011 menjadikan nilai ekspor ke Jepang melemah dari USD30,99 juta pada bulan Februari 2011 menjadi USD24,98 juta di bulan Maret Contact liaison Bank Indonesia di bidang industri makanan dan minuman mengatakan bahwa beberapa minggu setelah tsunami Jepang, permintaan produk mereka dari negara tersebut sempat terhenti. Meski demikian, jika dilihat agregat selama triwulan I-2011, nilai ekspor ke Jepang masih mengalami pertumbuhan sebesar 19,59% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV-2010 yang tumbuh 12,91% (yoy). Menurut klasifikasi Harmonized System (HS), komoditas yang mendominasi aktivitas ekspor Lampung selama triwulan laporan adalah lemak dan minyak hewan/nabati (CPO) dengan pangsa mencapai 24,3%, diikuti kemudian dengan kopi, teh, dan rempah-rempah sebesar 21,93%. Pada CPO, keterbatasan stok internasional di tengah meningkatnya permintaan (termasuk dari India dan China), menjadikan harga CPO naik dari 794 USD/metric ton menjadi USD/metric ton (yoy). Meskipun kuantitas ekspor CPO Provinsi Lampung turun 16,6% (yoy), namun nilai ekspor komoditas ini meningkat 38,24% (yoy). Pada kopi, peningkatan ekspor sebesar 233,08% (yoy) sejalan dengan peningkatan harga internasional kopi dari Rp9.252/kg pada triwulan I-2010 menjadi Rp16.724/kg di triwulan I Komoditas karet juga tercatat mengalami peningkatan sebesar 185,61% (yoy) akibat bertambahnya permintaan pasca penurunan pasokan dari negara pesaing (Thailand, Vietnam, dan Malaysia) yang sejalan dengan ketersediaan output. Kondisi sebaliknya terjadi pada komoditas kakao yang mengalami penurunan ekspor sebesar 21,9% (yoy) sehubungan penurunan hasil panen sebesar 30%, meskipun harga internasional komoditas ini meningkat. 7

24 Kondisi Makro Ekonomi Regional Komoditas Utama Ekspor Tabel 1.2 Perkembangan Ekspor Komoditas Non Migas Menurut Klasifikasi Harmonized System (HS) Trw I-10 Trw II-10 Trw III-10 Trw IV-10 Trw I-11 ribu US$ Pangsa (%) ribu US$ Pangsa (%) ribu US$ Pangsa (%) ribu US$ Pangsa (%) ribu US$ Pangsa (%) 1. Kopi, Teh, Rempah-rempah 46, , , , , Bubur Kayu / Pulp 58, , , , , Ikan dan Udang 28, , , , , Lemak & Minyak Hew an / Nabati 125, , , , , Bahan Bakar Mineral 70, , , , , Karet dan Barang dari Karet 12, , , , , Kayu, Barang dari Kayu 3, , , , , Hasil Penggilingan , , , Olahan dari Buah-buahan / Sayura 23, , , , , Ampas / Sisa Industri Makanan 3, , , , , Berbagai Makanan Olahan 4, , , , , Minuman 1, , , , , Berbagai Produk Kimia 2, , , , , Kaca & Barang dari Kaca Olahan dari Tepung Bahan Kimia Organik 14, , , , , Gula dan Kembang Gula 8, , , , , Kakao / Coklat 43, , , , , Buah-buahan , , Sari Bahan Samak & Celup Lak, Getah dan Damar Sayuran Sabun dan Preparat Pembersih Perekat, Enzim Mesin-mesin / Pesaw at Mekanik , , , Lain-lain 24, , , , , Total 476, , , , , Sumber : Direktorat Statistik dan Ekonomi Moneter Bank Indonesia b. Impor Selama triwulan I-2011, impor tumbuh sebesar 45,46% (yoy), meningkat sangat signifikan dibandingkan pertumbuhan triwulan IV-2010 sebesar 5,68% (yoy). Komoditas pupuk merupakan salah satu komoditas utama penyumbang akselerasi tersebut, sehubungan dengan pembelian pupuk menjelang masa tanam April-Mei Selain itu, komoditas gula rafinasi juga mengalami peningkatan impor yang tinggi hingga 551,9% (yoy) akibat kualitas yang baik dan harga beli yang cukup murah (informasi dari contact liason Bank Indonesia). Komoditas sisa industri makanan, serta biji-bijian berminyak juga mengalami peningkatan impor guna memenuhi kebutuhan bahan baku industri di Lampung. Meningkatnya impor di triwulan laporan terkonfirmasi oleh data volume bongkar barang perdagangan luar negeri di Pelabuhan Panjang dimana terjadi peningkatan volume bongkar barang hingga % (yoy). Di tengah kecenderungan umum peningkatan impor, beberapa komoditas tercatat mengalami penurunan impor, antara lain binatang hidup dan mesin-mesin industri. Impor komoditas binatang hidup yaitu sapi bakalan dari Australia turun sehubungan adanya peraturan kuota impor sapi dalam rangka mewujudkan swasembada sapi secara nasional. Begitu pula dengan mesin-mesin industri yang mulai menunjukkan penurunan impor secara signifikan pada triwulan I-2011 sebagai dampak dari pemberlakuan bea impor mesin 8

25 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sept Okt Nov Des Jan Feb Kondisi Makro Ekonomi Regional produksi yang mencapai 10%. Meskipun kedua komoditas tersebut memilki pangsa yang cukup besar, namun secara keseluruhan nilai impor Lampung tetap menunjukkan peningkatan. US$ Juta Grafik 1.17 Perkembangan Impor Lampung % Grafik 1.18 Volume Bongkar Barang Perdagangan Luar Negeri ribu ton (50) (100) - I II III IV I II III IV I Nilai growth(qtq)-rhs growth(yoy)-rhs Sumber : Direktorat Statistik dan Ekonomi Moneter Bank Indonesia Sumber : Pelindo Pelabuhan Panjang Tabel 1.3 Impor Lampung Berdasarkan HS 2 Digit Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Komoditas Utama Impor I-2010 II-2010 III-2010 IV-2010 I-2011 US$ US$ US$ US$ US$ 1. Pupuk 18,519,834 38,096,078 25,724,238 6,261,796 44,749, Binatang Hidup 57,178,301 32,780,848 36,844,836 30,558,375 27,605, Ampas / Sisa Industri Makanan 5,179,237 6,277,847 7,623,908 11,156,835 15,726, Besi dan Baja 274,233 15,352 1,449, , , Mesin-mesin / Pesawat Mekanik 25,462,277 18,985,248 17,819,629 26,042,325 9,367, Gula dan Kembang Gula 7,089,000 40,044,364 40,945,764 35,633,512 46,213, Hasil Penggilingan 2,794, ,888 3,107,027 3,691,587 4,083, Mesin / Peralatan Listik 1,936, , ,451 3,762,353 1,794, Plastik dan Barang dari Plastik 614, , , ,061 1,138, Benda-benda dari Besi dan Baja 1,622,614 1,157,525 14,570,749 1,033, , Berbagai Makanan Olahan 2,224,301 2,100,378 1,966,859 2,616,744 2,735, Garam, Belerang, Kapur 1,036,729 1,462,836 1,135,195 2,120,977 1,580, Bahan Kimia Organik 1,954,482 2,313,497 2,450,448 2,131,822 2,449, Bahan Kimia Anorganik 563, , ,926 1,172, , Berbagai Produk Kimia 361, , , , , Kain Perca 205,544 1,340,792 1,549, , , Gandum-ganduman 1,347,300 3,519,650 1,981,960 29,515,870 47,985, Berbagai Barang Logam Dasar 818, , , ,696 1,273, Bahan Bakar Mineral Biji-bijian berminyak 13,593,034 10,690,183 17,209,525 7,943,253 13,762, Kendaraan dan Bagiannya 229,250 2,323,859 1,174, , , Kaca & Barang dari Kaca 586, , , ,791 1,018, Lemak & Minyak Hewan / Nabati 114, ,700 13, , Perekat, Enzim 93, , , , , Produk Hewani ,551 99, , Lain-lain 4,875,358 2,481,658 2,882,630 4,433,023 5,219,388 Total 148,674, ,998, ,055, ,912, ,942,967 Sumber: Direktorat Statistik Dan Ekonomi Moneter Bank Indonesia (diolah) 9

26 Kondisi Makro Ekonomi Regional Menurut klasifikasi BEC, peningkatan nilai impor terjadi pada kelompok bahan baku penolong dan barang konsumsi, masing-masing sebesar 453,5% (yoy) dan 35,83% (yoy). Peningkatan impor barang konsumsi terjadi terutama pada makanan dan minuman rumah tangga sehubungan makin bervariasinya produk asing serta adanya momen perayaan keagamaan imlek. Peningkatan impor pada kelompok bahan baku penolong ternyata juga dominasi oleh sub kelompok makanan dan minuman olahan untuk industri. Contact liaison di bidang industri pengolahan pakan ternak menginformasikan bahwa pengenaan bea impor sebesar 5% pada bahan baku produksi mereka, tidak menurunkan impor perusahaan, namun kemudian berimplikasi pada kenaikan harga jual ke konsumen sebesar 4%. Negara asal, impor Lampung sebagian besar berasal dari Benua Asia (59,15%), terutama Thailand (28,69%) dan RRC (7,91%), hal ini sejalan dengan pemberlakukan kerjasama serta integrasi perdagangan di dalam ACFTA (Asean China Free Trade Area) sejak tahun Grafik 1.19 Porsi Negara Pengimpor Grafik 1.20 Pangsa Impor Komoditas Berdasarkan BEC Eropa 11.6% Afrika 1.5% Amerika 15.7% Barang konsumsi Bahan baku penolong Barang modal 3.3% Australia 12.1% 22.2% Asia 59.2% 74.4% Sumber : Direktorat Statistik dan Ekonomi Moneter Bank Indonesia 3. PERKEMBANGAN PDRB SISI PENAWARAN Dilihat dari sisi penawaran, empat sektor ekonomi yaitu sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor pengangkutan & komunikasi, dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan mengalami perlambatan pertumbuhan tahunan dibandingkan triwulan IV Meski demikian, akselerasi pertumbuhan pada lima sektor lainnya, menjadikan perekonomian Lampung selama triwulan I-2011 tumbuh cukup tinggi. 10

27 Kondisi Makro Ekonomi Regional Tabel 1.5 Pertumbuhan PDRB (%, yoy) Sektor Q I-2010 (yoy) Q IV-2010 (yoy) Q I-2011 (yoy) Q (qtq) Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-jasa PDRB dengan Migas Sumber: BPS Provinsi Lampung *) Kontribusi pertumbuhan tahunan sektor terhadap pertumbuhan ekonomi tahunan Triwulan IV-2010 Selama triwulan laporan, hanya sektor pertanian yang mengalami peningkatan pangsa, dari 31,43% pada triwulan IV-2010 menjadi 37,24% di triwulan laporan. Sementara pangsa sektor industri turun dari 17,02% menjadi 16,12%. Kedua kondisi ini mencerminkan bahwa struktur ekonomi Lampung masih bertumpu pada sektor primer. Grafik 1.21 Pangsa PDRB sektoral Triwulan IV-2010 Pengangkut an & Komunikasi 12.6% Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 7.1% Perdagangan, Hotel & Restoran 16.1% Jasa-jasa 9.3% Bangunan 3.7% Listrik, Gas & Air Bersih 0.6% Pertanian 31.4% Pertambang an & Penggalian 2.1% Industri Pengolahan 17.0% Grafik 1.22 Pangsa PDRB sektoral Triwulan I-2011 Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 6.4% Pengangkut an & Komunikasi 11.3% Perdaganga n, Hotel & Restoran 14.9% Listrik, Gas & Air Bersih 0.6% Jasa-jasa 8.1% Bangunan 3.4% Industri Pengolahan 16.1% Pertanian 37.2% Pertamban gan & Penggalian 1.9% Sumber: BPS Provinsi Lampung SEKTOR PERTANIAN Kinerja sektor pertanian mengalami perkembangan yang melambat, dari 4,19% (yoy) pada triwulan IV-2010 menjadi 3,11% (yoy) di triwulan laporan. Kondisi tersebut diakibatkan cuaca ekstrim sejak pertengahan tahun 2010 yang menjadikan nilai output terutama sub sektor tanaman bahan makanan, sub sektor kehutanan dan sub sektor perikanan tumbuh melambat. 11

28 Kondisi Makro Ekonomi Regional Subsektor perikanan mengalami penurunan produksi sehingga membuat harga ikan laut di pasaran sempat naik hingga 50% dari harga normal. Secara triwulan, sektor pertanian mengalami akselerasi dengan nilai pertumbuhan yang meningkat dari -20,24% (qtq) menjadi 27,29% (qtq). Kondisi ini tertutama disumbang oleh subsektor tanaman bahan makanan sehubungan telah dimulainya panen rendeng padi sejak Februari 2011 dan akan mencapai puncaknya pada April Meningkatnya output sektor pertanian terkonfirmasi oleh data ARA-2011 dimana terjadi pertumbuhan produksi padi sebesar 0,38% dibanding akhir tahun Indikator perbankan juga menunjukkan penurunan outstanding kredit pertanian sebesar 0,23% (qtq) sehubungan masa panen yang sedang berlangsung. Tabel 1.5 Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi (Sawah + Ladang), Kedelai, dan Jagung Tahun Perkembangan Perkembangan Uraian 2009 (Atap) 2010 (Asem) 2011 (Aram I) Absolut Persen Absolut Persen Padi (Sawah + Ladang) Luas Panen (ha) , , , Produktivitas (ku/ha) Produksi (ton) 2,622,900 2,807,791 2,818, , , Kedelai Luas Panen (ha) 13,518 6,195 6,061-7, Produktivitas (ku/ha) Produksi (ton) 16,153 7,325 7,227-8, Jagung Luas Panen (ha) 434, , ,673 12, , Produktivitas (ku/ha) Produksi (ton) 2,067,710 2,126,571 1,887,386 58, , Sumber: BPS Provinsi Lampung Grafik 1.23 Perkembangan Kredit Sektor Pertanian Rp Juta % 3, , , , , Mar Jun Sep Dec Mar Jun Sep Des Mar nilai growth (yoy)-rhs growth (qtq)-rhs Sumber: LBU dan LBUS 12

29 Trw I 09 Trw II 09 Trw III 09 Trw IV 09 Trw I-10 Trw II-10 Trw III-10 Trw IV-10 Trw I-11 Kondisi Makro Ekonomi Regional SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN Sektor ini mengalami perlambatan kinerja, dari pertumbuhan sebesar 10,19% (yoy) pada triwulan IV-2010 menjadi 9,48% (yoy) di triwulan laporan. Kondisi ini terkonfirmasi oleh rilis BPS yang menginformasikan adanya penurunan pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang di Lampung selama triwulan I-2011 sebesar 9,58%, terutama pada jenis industri makanan dan minuman serta industri kayu dan barang-barang dari kayu. Sedangkan industri karet dan barang dari karet serta barang dari plastik mengalami pertumbuhan positif sebesar 11,89%, yang membuat penurunan pertumbuhan industri manufaktur besar dan sedang tidak terlalu dalam. Perlambatan pada sektor ini searah dengan impor bahan baku penolong dimana selama triwulan laporan terjadi penurunan pertumbuhan dari 51,62% (yoy) menjadi 35,83% (yoy), terutama pada sub kelompok makanan minuman untuk industri dan suku cadang. Meski terjadi perlambatan, namun aktivitas kredit perbankan untuk sektor ini tetap menunjukkan peningkatan, sebagaimana tampak dari peningkatan pertumbuhan Outstanding kredit perbankan dari 8,99% (yoy) pada triwulan IV-2010 menjadi 31,66% (yoy) di triwulan laporan. Perusahaan contact liaison Bank Indonesia Bandar Lampung di bidang industri pengolahan pakan ternak mengungkapkan adanya peningkatan produksi pada triwulan laporan dibandingkan periode yang sama tahun 2010, akibat meningkatnya permintaan dan daya beli masyarakat. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia Bandar Lampung menunjukkan bahwa pada triwulan laporan terjadi peningkatan kegiatan usaha pada sektor industri pengolahan dengan SBT sebesar 0,3%. Faktor-faktor ini menjadikan sektor industri pengolahan tetap mengalami peningkatan output meski melambat dibandingkan pertumbuhan tahunan triwulan IV Rp Miliar 1,500 1, Grafik 1.24 PDRB Sektor Industri Pengolahan % Grafik 1.25 US$ Impor Bahan Baku Penolong % 200, , , , nilai Growth (yoy) - rhs Growth (qtq) - rhs nilai growth (yoy)-rhs Sumber: BPS Provinsi Lampung Sumber: Direktorat Statistik Dan Ekonomi Moneter (diolah) 13

30 Jan-10 Feb-10 Mar-10 Apr-10 May-10 Jun-10 Jul-10 Aug-10 Sept-10 Okt-10 Nov-10 Des-10 jan-11 Feb-11 Kondisi Makro Ekonomi Regional Rp Miliar 2,500 Grafik 1.26 Perkembangan Kredit Sektor Industri 2,000 1,500 1, Mar-09 Jun-09 Sep-09 Dec-09 Mar-10 Jun-10 Sep-10 Des-10 Mar-11 Sumber: LBU dan LBUS SEKTOR LISTRIK, AIR DAN GAS Output sektor listrik, Gas, dan air bersih (LGA) juga mengalami pertumbuhan positif sebesar 17,47% (yoy), dari 17,18% (yoy) pada triwulan IV Peningkatan jumlah pelanggan listrik sebesar 9,8% (yoy) maupun jumlah konsumsi listrik dan pelanggan PDAM masing masing sebesar 6,44% (yoy) dan 1,197% (yoy) merupakan faktor pendukung peningkatan output sektor ini. Pertumbuhan di sektor ini juga didukung oleh kinerja pembiayaan perbankan yang dikonfirmasi dengan data perbankan yang menunjukkan adanya peningkatan penyaluran kredit untuk sektor LGA sebesar 63,34% (yoy) atau lebih tinggi dibanding pertumbuhan kredit di triwulan IV-2010 yang tercatat sebesar 25,53% (yoy). Grafik 1.27 PDRB Sektor Listrik, Gas, Rp Miliar dan Air Bersih % Grafik 1.28 Jumlah Pelanggan PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung 33,800 33,700 33,600 33,500 33,400 33,300 33,200 33,100 33,000 32,900 nilai Growth (yoy)-rhs Growth (qtq)-rhs Sumber: BPS Provinsi Lampung Sumber : PDAM Way Rilau 14

31 Jan '10 Feb '10 Mar '10 Apr-10 May-10 Jun-10 Jul-10 Aug-10 Sep-10 Oct-10 Nov-10 Des-10 Jan-11 Feb-11 Mar-09 Jun-09 Sept-09 Des-09 Mar-10 Jun-10 Sept-10 Des-10 Mar-11 Kondisi Makro Ekonomi Regional Juta Kwh Grafik 1.29 Penjualan Listrik Lampung Rp Miliar Grafik 1.30 Penyaluran Kredit Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih Sumber : PT PLN Provinsi Lampung Sumber: LBU dan LBUS SEKTOR PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN (PHR) Sektor Perdagangan, hotel, dan restoran menujukkan peningkatan pertumbuhan dari 1,21% (yoy) pada triwulan IV-2010 menjadi 1,28% (yoy) di triwulan laporan. Subsektor perdagangan dan subsektor hotel menjadi penyumbang peningkatan kinerja tersebut. Meningkatnya pertumbuhan subsektor perdagangan didukung salah satunya oleh adanya momen imlek dan valentine pada bulan Februari Perusahaan contact SKDU Bank Indonesia juga mengatakan adanya peningkatan aktivitas usaha subsektor ini dengan SBT sebesar 12,23%. Sementara itu, perusahaan contact liasion di bidang perdagangan otomotif menyatakan adanya peningkatan penjualan pada triwulan laporan dibandingkan periode yang sama tahun 2010 akibat meningkatnya permintaan yang diimbangi dengan peningkatan produksi. Subsektor hotel mengalami peningkatan kinerja yang cukup besar, dari 8,87% (yoy) di triwulan IV-2010 menjadi 16,23% (yoy). Data perhotelan menunjukkan adanya peningkatan rata-rata jumlah tamu yang menginap di hotel bintang, dari orang pada triwulan IV-2010 menjadi orang. Selain itu, adanya perubahan status dua hotel dari hotel non bintang menjadi hotel bintang pada triwulan laporan diperkirakan menjadi salah satu pendorong peningkatan output subsektor hotel. Perlambatan kinerja dialami oleh subsektor restoran, sesuai dengan hasil SKDU yang menyatakan adanya penurunan kegiatan usaha subsektor restoran selama triwulan I-2011 dengan SBT -1,02%. Meski demikian, porsi subsektor perdagangan yang mendominasi, 15

32 Kondisi Makro Ekonomi Regional menjadikan output sektor perdagangan, hotel, dan restoran meningkat, searah dengan hasil SKDU Bank Indonesia dengan SBT sebesar 11,21%. Grafik 1.31 PDRB Sektor Perdagangan, Hotel, dan Rp Miliar Restoran % 1, , , , , (2) 600 (4) 400 (6) 200 (8) 0 (10) nilai Growth (yoy) - rhs Growth (qtq) - rhs orang 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 0 Grafik 1.32 Rata-rata Jumlah Tamu Menginap Di Hotel Bintang ,531 9,787 I-09 II-09 III-09 IV-09 I-10 II-10 III-10 IV-10 I-11 Sumber: BPS Provinsi Lampung SEKTOR PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI Kinerja sektor pengangkutan dan komunikasi menunjukkan penurunan dari 19,27% (yoy) menjadi 14,65% (yoy). Pada subsektor pengangkutan, kontraksi terjadi terutama pada angkutan jalan raya dan laut akibat tidak lancarnya arus penyeberangan di pelabuhan Bakauheni-Merak sejak Februari Data jumlah pengguna angkutan laut di Pelabuhan Bakauheni menunjukkan penurunan cukup signifikan sebesar 6,25% dibandingkan triwulan IV dan turun 1,43% dibandingkan periode yang sama tahun Peningkatan kinerja cukup signifikan hanya dialami oleh angkutan udara akibat peralihan moda transportasi bagi masyarakat yang menginginkan pergi ke Pulau Jawa dalam waktu singkat. Pelayanan maskapai Susi Air yang mulai beroperasi sejak 1 Januari 2011 di Way Kanan serta melayani penerbangan komersial dengan rute Way Kanan-Bandar Lampung, Way Kanan-Bengkulu, Way Kanan- Jakarta, dan Jakarta-BandarLampung diprediksi turut mendorong perkembangan angkutan udara selama triwulan laporan. Subsektor komunikasi mencatatkan pertumbuhan sedikit melambat dari 24,82% (yoy) pada triwulan IV-2010 menjadi 23,22% (yoy) di triwulan laporan. Adanya dua momen selama triwulan laporan belum mampu mengakselerasi pertumbuhan subsektor ini. Meski kinerja sektor pengangkutan dan komunikasi secara umum melambat, namun data perbankan tetap menunjukkan adanya peningkatan outstanding kredit pada sektor ini, dibanding periode lalu, yaitu dari Rp496,85 miliar menjadi Rp594,6 miliar. 16

33 Kondisi Makro Ekonomi Regional Grafik 1.33 Perkembangan PDRB Sektor Pengangkutan dan Komunikasi (Rp Miliar ) I II III IV I II III IV I Rp Miliar Grafik 1.34 Perkembangan Kredit Sektor Angkutan Mar Jun Sep Dec Mar Jun Sep Dec Mar Nilai Growth (qtq)-rhs Growth (yoy)-rhs % Sumber: BPS Provinsi Lampung Sumber : LBU dan LBUS (diolah) Grafik 1.35 Perkembangan Aktivitas Penyeberangan Unit/orang Laut 1,000, , , , ,000 0 I II III IV I Sumber: ASDP Provinsi Lampung Total penumpang kendaraan SEKTOR KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN Grafik 1.36 PDRB Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Rp Miliar % 1, (5) Nilai Growth (yoy) - axis kanan Growth (qtq) - axis kanan Sumber: BPS Provinsi Lampung Sektor ini mengalami pertumbuhan melambat dari 16,74% (yoy) pada triwulan IV-2010 menjadi 11,94% (yoy) di triwulan laporan. Seluruh subsektor menunjukkan pertumbuhan positif pada triwulan I-2011, kecuali subsektor sewa bangunan. Perlambatan pada 17

34 Kondisi Makro Ekonomi Regional subsektor bank terindikasi dari perolehan laba perbankan yang mengalami penurunan dari 174,48 miliar pada triwulan IV-2010 menjadi 56,2 miliar di triwulan I Secara umum, penurunan aktivitas usaha sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan juga searah dengan hasil SKDU (SBT -0,12%), dimana perusahaan pada subsektor jasa perusahaan menyatakan terjadi penurunan kegiatan usaha selama triwulan laporan, sementara aktivitas subsektor bank dan subsektor lembaga keuangan non bank cukup stabil. SEKTOR LAIN-LAIN Sektor bangunan mengalami peningkatan kinerja, sebagaimana tampak dari pertumbuhan yang meningkat dari 1,85% (yoy) menjadi 9,87% (yoy). Indikator berupa data SKDU menunjukkan bahwa peningkatan kegiatan usaha (SBT 4,99%) terjadi akibat meningkatnya permintaan dalam negeri serta meningkatnya kualitas konstruksi yang dihasilkan. Aktivitas kredit perbankan untuk sektor ini juga menunjukkan peningkatan signifikan dari - 14,66% (yoy) pada triwulan IV-2010 menjadi 9,05% (yoy) di triwulan laporan. Rp Miliar Grafik 1.37 PDRB Sektor Bangunan Rp Miliar Grafik 1.38 Perkembangan Kredit Konstruksi I II III IV I II III IV I Sumber: BPS Provinsi Lampung Sumber: LBU dan LBUS Kinerja sektor pertambangan pada triwulan laporan meningkat dari -1,35% (yoy) pada triwulan IV-2010 menjadi 5,25% (yoy) di triwulan laporan. Indikator berupa kredit perbankan untuk sektor ini menunjukkan adanya peningkatan penyaluran sebesar 94,71% (yoy). Adanya rencana proyek produksi batubara di Lampung Barat yang diperkirakan mampu menghasilkan sumber output baru sebesar ton/bulan dapat lebih meningkatkan output sektor pertambangan ke depan. 18

35 Mar-09 Jun-09 Sep-09 Dec-09 Mar-10 Jun-10 Sep-10 Des-10 Mar-11 Mar-09 Jun-09 Sep-09 Dec-09 Mar-10 Jun-10 Sep-10 Des-10 Mar-11 Kondisi Makro Ekonomi Regional Grafik 1.39 Perkembangan PDRB Sektor Rp Miliar Pertambangan dan Penggalian % Rp Miliar Grafik 1.40 Perkembangan Kredit Sektor Pertambangan I II III IV I II III IV I nilai growth (qtq)-rhs growth (yoy)-rhs Sumber: BPS Provinsi Lampung Sumber: LBU dan LBUS Pada sektor jasa, terjadi peningkatan kinerja dari 7,0% (yoy) pada triwulan IV-2010 menjadi 12,65% (yoy) di triwulan laporan. Alokasi kredit perbankan untuk sektor jasa meningkat secara signifikan sebesar 89,9% (yoy) dibandingkan triwulan I Rp Miliar Grafik 1.41 PDRB Sektor Jasa-Jasa I II III IV I II III IV I % Rp Miliar Grafik 1.42 Perkembangan Kredit Sektor Jasa nilai ghrowth(yo)-rhs Sumber: BPS Provinsi Lampung Sumber : LBU dan LBUS 19

36 Kondisi Makro Ekonomi Regional Boks 1 : Perkembangan Usaha Provinsi Lampung Triwulan I-2011 Berdasarkan hasil wawancara dengan para pelaku usaha di Provinsi Lampung, diperoleh informasi bahwa perkembangan kegiatan usaha pada triwulan ini secara umum mengalami perkembangan yang cukup baik sebagaimana ditunjukkan oleh meningkatnya penjualan dalam negeri dan jumlah tenaga kerja. Peningkatan kegiatan usaha terutama terjadi di sektor industri pengolahan pakan ternak, perdagangan otomotif dan perdagangan ritel. Pelaku usaha menyebutkan alasan terkait meningkatnya penjualan antara lain karena meningkatnya permintaan dan daya beli masyarakat. Untuk proyeksi ke depan, penjualan domestik secara umum diperkirakan akan mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya permintaan. Di sisi lain, pelaku usaha di sektor perdagangan ritel menyatakan bahwa meskipun dari sisi omzet mengalami peningkatan yang disebabkan kenaikan harga namun secara volume justru mengalami penurunan akibat semakin tingginya biaya dan persaingan usaha yang semakin ketat. Walaupun secara umum dunia usaha pada periode laporan mengalami peningkatan, namun tidak demikian yang terjadi pada sektor pertanian dan peternakan. Sektor pertanian dilaporkan tidak mengalami perubahan volume penjualan sementara sektor peternakan justru mengalami penurunan penjualan akibat adanya kebijakan kuota impor sapi yang ditetapkan pemerintah. Dari sisi perdagangan luar negeri, para pelaku usaha di subsektor perkebunan menginformasikan bahwa penjualan ekspor pada awal tahun 2011 mengalami penurunan seperti yang terjadi pada ekspor kopi yang disebabkan menurunnya produksi di sejumlah sentra perkebunan akibat faktor cuaca, yaitu curah hujan yang tinggi dan lama. Sementara di subsektor pertanian lainnya tidak melakukan penjualan dengan orientasi ekspor dengan pertimbangan bahwa pemasaran produk di pasar domestik lebih menguntungkan. Proyeksi tahun 2011, para eksportir kopi masih pesimis dan menilai bahwa penjualan ekspor akan mengalami penurunan akibat faktor anomali cuaca yang tidak bisa diprediksi. Sementara salah satu pelaku usaha di subsektor perkebunan menargetkan untuk kembali melakukan ekspor pada tahun ini. Lebih lanjut, pelaku usaha menginformasikan bahwa terdapat beberapa kendala yang menghambat perkembangan usaha diantaranya adalah : (1) kondisi infrastruktur yang tidak mendukung ( jalan yang kurang memadai dan dan tidak stabilnya supply listrik, (2) anomali cuaca, (3) kebijakan pembatasan impor sapi bakalan (< 300 kg), (4) keterbatasan pasokan bahan baku (5) rencana pemerintah daerah memberlakuan pajak progresif, (6) 20

37 Kondisi Makro Ekonomi Regional kurangnya perhatian pemerintah kepada sektor pertanian dan perkebunan seperti semakin jarangnya kegiatan Penyuluhan Petani Lapangan (PPL) terutama sejak berlakunya otonomi daerah. Untuk kegiatan investasi, secara umum pelaku usaha hanya melakukan yang bersifat rutin seperti perawatan peralatan, mesin-mesin dan gedung dan tidak berupa perluasan lahan atau pembelian mesin-mesin. Pelaku usaha di sektor pertanian dan peternakan beralasan bahwa lesunya produksi kopi dan kebijakan kuota impor sapi merupakan faktor utama yang membatasi investasi yang akan dilakukan. Namun demikian, dalam waktu dekat ada beberapa sektor yang berencana melakukan investasi dengan nilai cukup besar berupa penambahan gedung kantor, outlet, perluasan lahan dan pembangunan pabrik. 21

38 Kondisi Makro Ekonomi Regional Boks 2 : Penerapan Sistem Integrasi Pertanaman Padi, Azolla dan Itik (Simpatik) Solusi Budidaya Pertanian Holistic Yang Berkesinambun Provinsi Lampung dikenal sebagai salah satu lumbung padi nasional. Berdasarkan data BPS pada bulan Maret 2011 produksi padi di wilayah Lampung mengalami trend yang meningkat dengan kapasitas produksi mencapai 2,82 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) atau meningkat sebesar 10,70 ton (0,38 %) dibandingkan dengan produksi tahun Berdasarkan studi di lapangan, peningkatan kapasitas produksi padi tersebut diiringi dengan meningkatnya penggunaan saprotan berbasis bahan kimia (pupuk, herbisida, rodentisida dan lain sebagainya) sehingga dikhawatirkan dapat menganggu keragaman hayati yang terdapat di dalam tanah atau dikenal dengan istilah Bellow Ground Bio Diversity (BGBD) yang secara alamiah dapat membantu kesuburan tanah. Ketersediaan padi yang berkelanjutan mempunyai peran penting dalam ketahanan pangan dan stabilitas harga. Dalam rangka menjaga supply dan demand pasokan bahan pokok sekaligus menjaga keseimbangan ekosistem diperlukan terobosan sistem pertanian padi dengan produktivitas yang tinggi namun ramah lingkungan. Dalam rangka mengembangkan role model pertanian padi berbasis organik, Bank Indonesia Bandar Lampung mencoba untuk memperkenalkan sistem pertanian berbasis simbiosis mutualisme antara padi, azola dan itik yang dikenal dengan pola Sistem Integrasi Pertanaman Padi, Azolla dan Itik (Simpatik). Introduksi sistem pertanian secara holistic ini dilakukan melalui pembangunan demonstration plot (demplot) seluas 1 Ha di Pekon Wonosari, Kecamatan Gading Rejo, Kabupaten Pringsewu. Berdasarkan hasil studi pustaka, diperoleh informasi bahwa sistem pertanian ini telah diterapkan di beberapa negara dan terbukti mampu meningkatkan kesejahteraan petani. Di Bangladesh, Hossain et al. (2004) meneliti sistem integrasi itik dengan pertanaman padi sawah yang menghasilkan produksi padi lebih tinggi 20% dibandingkan dengan sawah tanpa itik. Tojo et al. (2007) juga melakukan penelitian serupa di Cina dan berhasil meningkatkan jumlah anakan serta meningkatkan produktivitas padi lebih tinggi dibandingkan dengan lahan tanpa itik. Tujuan pilot project Simpatik adalah untuk meningkatkan keterampilan petani dalam melakukan budidaya padi organik sehingga dapat menyediakan bahan pokok berkualitas dengan supply yang cukup. Manfaat implementasi metode Simpatik yaitu menjaga kesinambungan pemanfaatan lahan dan mengurangi petani dari perangkap pengi sehingga dapat meningkatkan nilai tambah bagi petani. Simpatik dapat memelihara 22

39 Kondisi Makro Ekonomi Regional kestabilan cash flow petani karena itik yang berumur panen ± 2 bulan dapat dijual terlebih dahulu sebelum petani melakukan panen padi dengan siklus panen selama ± 4 bulan. Dalam rangka meningkatkan intermediasi perbankan kepada sektor riil dan UMKM melalui penyediaan informasi, Bank Indonesia Bandar Lampung melakukan penelitian produktivitas dan kelayakan usaha (lending model) Simpatik. Penelitian dengan media demplot dilakukan dengan bekerjasama dengan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dan melibatkan Kelompok Tani Mekarsari. Metode pembuatan demplot dilaksanakan dengan 3 (tiga) jenis pengelolaa konvesional petani menghasilkan padi (gabah) dengan teknologi yang biasa digunakan oleh kebanyakan semi-organik tanam padinya dengan menggabungkan cara konvesional dan cara bertanam padi organik. full-organik input produksi yang berasal dari bahan kimiawi. Hasil perhitungan kelayakan keuangan penerapan metode Simpatik pada 3 (tiga) jenis pengelolaan usahatani selengkapnya pada Tabel 1 dibawah. Tabel 1. Analisis kelayakan finansial Simpatik pada berbagai tipe pengusahaan -orga memberikan tingkat kelayakan finansial yang paling optimis, yaitu dengan nilai Net Present Value (NPV) sebesar Rp ,87 dengan Internal Rate of Return (IRR) sebesar 63 persen. No. Tipe Pengusahaan Analisis Kelayakan Finasial Net B/C NPV IRR 1 Konvensional 1.06 IDR 13,851, % 2 Semi Organik 1.19 IDR 30,458, % 3 Full-organik 1.13 IDR 23,325, % Hal ini disebabkan oleh harga jual gabah organik cukup tinggi dibandingkan dengan gabar yang pengusahaannya secara konvensional. Namun berdasarkan tabel tersebut di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa pengusahaan simpatik di lahan sawah organik maupun konvensional, secara finansial layak untuk dikembangkan. Simulasi analisis sensitivitas untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi kelayakan usaha pertanian padi Simpatik dengan mengukur perubahan nilai NPV, IRR, dan Net B/C. Analisis sensitivitas dilakukan untuk menjawab ketidakpastian kondisi usaha yang berpengaruh terhadap kelayakan suatu usaha. Asumsi yang mungkin terjadi pada usaha ini 23

40 Kondisi Makro Ekonomi Regional antara lain peningkatan angka kematian itik, penurunan produksi padi kering panen dan peningkatan modal kerja masing-masing sebesar 10%. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas diperoleh informasi bahwa asumsi perubahan variabel tersebut di atas mengakibatkan nilai NPV dan IRR sangat peka (sensitif). Sebaliknya untuk nilai net B/C tidak peka terhadap perubahan-perubahan yang disebutkan di atas. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengusahaan pertanian padi dengan metode Simpatik sangat dipengaruhi oleh adanya (1) peningkatan angka kematian itik; (2) penurunan produksi gabah; dan (3) peningkatan modal kerja. Kesimpulan dari hasil penelitian penerapan usaha tani padi dengan pola Simpatik adalah: 1. Sistem integrasi pertanaman padi, azzola, dan itik (Simpatik) dapat dijadikan kegiatan pertanian produktif yang dapat memberikan penghasilan tambahan bagi petani. 2. Beternak itik di sawah mempunyai beberapa prospek peluang usaha yang cukup menjanjikan misal adanya peningkatan kebutuhan masyarakat akan bahan pangan kaya protein hewani, sebagai akibat membaiknya pendapatan dan meningkatnya pengetahuan gizi masyarakat. 3. Penerapan pola Simpatik dalam budidaya pertanian padi dapat menunda jual hasil panen padi, sehingga petani dapat memperoleh harga jual di atas harga penetapan pemerintah (HPP). 4. Metode Simpatik memberikan beberapa keuntungan misalnya: (1) pendapatan total petani bertambah dari lahan usahatani padi sawahnya; (2) berkurang biaya untuk pupuk, tenaga kerja penyiangan, dan pestisida; (3) ketahanan pangan masyarakat pedesaan tercipta; (4) terciptanya lapangan pekerjaan baru di pedesaan seperti usaha penangkaran bibit itik pedaging, industri rumah tangga pengolahan daging itik, serta usaha restoran; dan (5) ekonomi pedesaan mengalami pertumbuhan. 24

41 Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May June July August Sept Oct Nov Dec Jan Feb Mar % Perkembangan Inflasi BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI 1. KONDISI UMUM Bila dibandingkan triwulan IV-2010, tekanan harga pada triwulan I-2011 mengalami penurunan karena supply kebutuhan pokok yang semakin membaik. Namun demikian, sejumlah kebijakan penetapan harga baru yang ditetapkan pada awal tahun menyebabkan harga beberapa komoditas administered bergerak naik dan masih memberikan sumbangan inflasi sepanjang triwulan ini. Inflasi umum Kota Bandar Lampung triwulan I-2011 tercatat sebesar 10,99% (yoy), masih berada di atas inflasi nasional yang mencapai 6,65% (yoy). Sementara itu, akibat mengalami deflasi yang paling minimal, maka inflasi tahunan Kota Bandar tercatat masih berada diatas inflasi Sumatera (7,74%) dan berada pada urutan ke 2 inflasi terbesar setelah Sibolga (11,37%) Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Tahunan Kota Bandar Lampung vs Nasional dan Sumatera (%) Nasional (yoy) Bdl (yoy) Sumatera (yoy) Sumber : BPS Provinsi Lampung 2. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB 2.1. Inflasi Bulanan (mtm) Pada bulan Januari 2011 inflasi tercatat sebesar 0,83% (mtm). Sumbangan yang diberikan oleh kelompok bahan makanan merupakan yang tertinggi (0,39%), diikuti kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau (0,20%), dan kelompok perumahan (0,08%). Beberapa komoditas bahan makanan masih mengalami tekanan harga akibat supply yang 25

42 Perkembangan Inflasi belum memadai seiring faktor curah hujan yang masih tinggi, baik di daerah penghasil (provinsi lain) maupun daerah sentra lokal. Namun, pada periode ini kegiatan distribusi komoditas tidak mengalami hambatan yang berarti karena jalur lintas Sumatera tepatnya di Simpang Gayam Bakauheni Lampung Selatan yang sebelumnya ditutup karena adanya perbaikan gorong-gorong yang amblas sudah dapat dilalui kendaraan berat. Seluruh kendaraan berat pengangkut barang dan kebutuhan pokok tidak lagi mengalami peralihan jalan melalui Lintas Timur yang menimbulkan tambahan waktu distribusi selama ± 3-4 jam. Pada sub kelompok padi-padian, belum dimulainya masa panen di sejumlah daerah sentra produksi beras Lampung mengakibatkan harga beras dipasaran masih tetap tinggi, jauh diatas harga normalnya sebesar Rp5.000/kg-Rp5.500/kg. Kegiatan OP Umum 1 yang dilakukan BULOG dari tanggal 19 Desember Januari 2011 baru berdampak pada bertahannya harga beras (tidak mengalami kenaikan), namun belum mampu menurunkan harga meskipun BULOG telah melakukan penetrasi pasar dengan menjual harga beras setara IR-63 sebesar Rp6.300/kg-Rp7.000/kg pada 5 pasar tradisional 2 di Kota Bandar Lampung. Sejak bulan Desember 2010 hingga Januari 2011, harga beras asalan bertahan pada level Rp8.700/kg atau meningkat 4,82% dibandingkan akhir November 2010 (hasil Liaison ke BULOG Divre Lampung). Sementara itu, data Tim Evaluasi Harga (TEH) Provinsi Lampung menunjukkan bahwa pada sub kelompok bumbu-bumbuan, harga cabe merah dan cabe rawit juga terpantau masih bertahan tinggi. Begitu pula dengan harga bawang merah yang kembali meningkat setelah mengalami penurunan pada minggu terakhir bulan Desember Pada akhir Januari 2011, harga bawang merah kembali ke level Rp24.500/kg atau meningkat sebesar 30% (mtm). Bawang merah merupakan salah satu komoditas yang tidak dapat dipenuhi oleh produksi lokal (BKPD Provinsi Lampung), sehingga harus dipasok dari daerah lain, terutama Brebes, Jawa Tengah. Sementara itu, meskipun di daerah Brebes terdapat panen raya, namun harga tetap tinggi. Hal ini diperkirakan terjadi akibat kondisi panen yang tidak maksimal akibat curah hujan ekstrim. Pada kelompok makanan jadi, rokok dan tembakau, kenaikan harga dipicu oleh kebijakan penetapan kenaikan cukai rokok sebesar 5% pada awal tahun sesuai Peraturan Menteri Keuangan No. 190/PMK.011/2010, yang kemudian menyebabkan perubahan harga rokok kretek filter di Bandar Lampung sebesar 3,87% (mtm) atau menyumbang inflasi sebesar 0,17%. 1 OP Umum adalah operasi pasar beras pemerintah di pasaran umum dengan harga penjualan Rp500/kg- Rp700/kg dibawah harga pasar. 2 Operasi Pasar Umum dilakukan pada 5 pasar di Kota Bandar Lampung, yaitu Pasar Bambu Kuning (9,34 ton), Pasar Tugu (43 ton), Pasar Panjang (15,3 ton), Pasar Kangkung (26,75 ton), dan Pasar Way Halim (32,07 ton). 26

43 Perkembangan Inflasi Sementara itu, kenaikan harga komoditas semen dan minyak tanah memicu inflasi kelompok perumahan sebesar 0,35% (mtm). Untuk komoditas semen, Disperindag Provinsi Lampung dalam rapat Tim Teknis TPID menyatakan bahwa sebesar 70% pasokan semen di Lampung berasal dari Pulau Jawa (Holcim, Tiga Roda, dan Semen Padang), sedangkan sisanya sebesar 30% dipasok dari Sumsel (Semen Baturaja). Antrian di pelabuhan penyeberangan Merak-Bakauheni, ditambah penurunan pasokan Semen Baturaja yang diperkirakan karena diprioritaskan untuk pembangunan sarana SEA Games di Sumsel membuat kelangkaan semen di Kota Bandar Lampung pada periode ini. Menurut pantauan TEH, kenaikan harga semen di tingkat pedagang eceran mencapai ±10% (mtm) atau menjadi Rp63.000/sak Grafik 2.2 Sumbangan Kelompok Pengeluaran terhadap Inflasi Bulanan (%) Bahan Makanan Makanan, Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olra Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Jan Feb Mar Sumber : BPS Provinsi Lampung 27

44 M V I V I V I V M V I V I V I V M V M V I V I V I V M V I V I V I V M V M V I V I V I V M V I V I V I V M V M V I V I V I V M V I V I V I V M V M V I V I V I V M V I V I V I V M V I M V I V I V I V M V I V I V I V M V I Perkembangan Inflasi Grafik 2.3 Harga Komoditas Kelompok Bahan Makanan (Rp/kg) 10,000 60,000 9,000 8,000 7,000 6,000 ū = Rp6600/kg ū = Rp8845kg 50,000 40,000 ū = Rp37.154/kg 5,000 4,000 3,000 30,000 ū = Rp18.462/kg 20,000 2,000 1,000 10, Jan-10 Feb-10 Mar-10 Apr-10 Mei-10 Jun-10 Jul-10 Agt-10 Sep-10 Okt-10 Nov-10 Dec-10 Jan-11 Feb-11 Mar-11Apr-11 Jan-10Feb-10Mar-10Apr-10Mei-10 Jun-10 Jul-10 Agt-10 Sep-10Okt-10 Nov-10Dec-10Jan-11Feb-11Mar-11Apr-11 Beras Asalan Cabe Merah Keriting 30,000 25,000 ū = Rp23.769/kg 60,000 50,000 ū = Rp42.654/kg 20,000 40,000 15,000 ū = Rp12.000/kg 10,000 5,000-30,000 ū = Rp20.308/kg 20,000 10,000 - Jan-10 Feb-10 Mar-10 Apr-10 Mei-10 Jun-10 Jul-10 Agt-10 Sep-10Okt-10 Nov-10 Dec-10Jan-11 Feb-11 Mar-11 Bawang Merah Jan-10 Feb-10 Mar-10 Apr-10 Mei-10 Jun-10 Jul-10 Agt-10 Sep-10Okt-10 Nov-10 Dec-10Jan-11 Feb-11 Mar-11 Cabe Rawit Sumber : Tim Evaluasi Harga Provinsi Lampung Rp/sak 56,000 54,000 52,000 50,000 48,000 ū = Rp46.000/sak 46,000 44,000 42,000 40,000 Grafik 2.4 Harga Komoditas Kelompok Perumahan ū = Rp52.692/sak Rp/liter 10,000 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 - ū = Rp6.654/liter ū = Rp8.269/liter Jan-10 Feb-10 Mar-10 Apr-10 Mei-10 Jun-10 Jul-10 Agt-10 Sep-10Okt-10 Nov-10 Dec-10Jan-11 Feb-11 Mar-11 Jan-10 Feb-10 Mar-10 Apr-10 Mei-10 Jun-10 Jul-10 Agt-10 Sep-10 Okt-10 Nov-10 Dec-10 Jan-11 Feb-11 Mar-11 Semen Minyak Tanah Sumber : Tim Evaluasi Harga Provinsi Lampung 28

45 Perkembangan Inflasi Pada bulan Februari 2011, inflasi mencapai 0,70% (mtm). Kelompok makanan jadi, minuman, rokok, tembakau dan kelompok kesehatan memberikan sumbangan inflasi paling tinggi, yaitu masing-masing sebesar 0,215% dan 0,214%. Sementara itu, kelompok bahan makanan juga masih memberikan sumbangan inflasi yang cukup signifikan, meskipun lebih minimal dibandingkan bulan sebelumnya, yaitu sebesar 0,153%. Pada kelompok minuman, rokok, dan tembakau, 3 sub kelompok rokok (rokok kretek filter, rokok kretek, dan rokok putih) masuk kedalam 15 komoditas penyumbang terbesar bagi inflasi pada periode ini. Sementara itu, inflasi pada kelompok kesehatan terjadi karena kenaikan tarif rumah sakit yang mencapai 59,81% (mtm) atau menjadi penyumbang terbesar inflasi (0,17%). Dalam rapat TPID, BPS menyatakan bahwa tarif kamar kelas 1, 2, VIP, dan VVIP RSUD terpantau telah mengalami kenaikan pada periode ini. Kenaikan harga pada periode ini juga turut dipicu oleh masih terhambatnya lalu lintas penyeberangan dari Bakauheni menuju Merak atau sebaliknya. Dalam rapat Tim Teknis TPID, Dinas Perhubungan Provinsi Lampung menyatakan bahwa pada kondisi normal, terdapat 33 buah kapal roro yang beroperasi yang melayani 80 trip penyeberangan. Namun pada periode ini, terdapat 3 buah kapal roro yang mengalami kerusakan dan 8 kapal roro mengalami perbaikan, sehingga hanya mampu melayani 70 trip penyeberangan. Pada bulan Maret 2011, Kota Bandar Lampung mengalami deflasi sebesar 0,41% (mtm). Kelompok bahan makanan menjadi penyumbang terbesar bagi deflasi yang terjadi, yaitu mencapai -0,95%. Namun, 6 kelompok pengeluaran lainnya masih mengalami inflasi sehingga menahan laju deflasi yang lebih tinggi pada periode ini. Inflasi tertinggi terjadi pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau yang mencapai 2,39% (mtm), atau menyumbang inflasi sebesar 0,47%. Sementara itu, pantauan Tim Evaluasi Harga Provinsi Lampung menunjukkan bahwa harga beras kualitas I hingga III (asalan) pada tingkat pedagang pengecer di Kota Bandar Lampung berada pada kisaran Rp8.200/kg hingga Rp9.000/kg atau menurun sebesar 2%-6% (mtm). Berdasarkan hasil Liaison ke Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura (Distan) Provinsi Lampung, sejak bulan Januari 2011 masa panen padi mulai dilakukan pada daerah sentra produksi, dimana puncaknya akan terjadi pada bulan April mendatang. Panen padi di Provinsi Lampung periode Januari Maret 2011 diperkirakan mencapai ton padi pada luas lahan sebesar ha. Pada pertemuan Tim Teknis TPID, Dinas Pertanian juga menyatakan bahwa cuaca kering yang belakangan terjadi di Provinsi Lampung menjadi pendukung musim panen pada tahun ini. 29

46 Perkembangan Inflasi Pada periode ini BULOG Divre Lampung juga telah mendatangkan beras impor dari Vietnam hingga akhir Maret 2011 untuk mendukung ketahanan pangan lokal sejalan dengan masa panen yang belum sepenuhnya terjadi di sentra produksi. Untuk kegiatan Operasi Pasar di Kota Bandar Lampung, sejak Desember 2010 hingga akhir Februari 2011, BULOG Divre Lampung telah merealisasikan penyaluran beras sebanyak 624 ton. Sedangkan realisasi raskin per 4 Februari 2011 telah mencapai ton atau 20% dari target penyaluran Januari - Februari Selain kelompok padi-padian, komoditas bumbu-bumbuan juga mulai menunjukkan trend penurunan. Harga cabe merah dan cabe hijau mengalami penurunan sebesar ±40% dibandingkan akhir Februari lalu yang dipicu oleh masa panen cabe lokal (musim tanam bulan September/Oktober 2010). 2.2 Inflasi Triwulanan (qtq) Secara triwulanan, inflasi Kota Bandar Lampung pada triwulan I-2011 mencapai 1,11% (qtq), lebih tinggi dibandingkan inflasi pada periode yang sama tahun 2010 sebesar 0,15% (qtq). Terhadap inflasi sebesar 1,11% (qtq), kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau memberikan sumbangan yang terbesar, yaitu mencapai 0,77%, diikuti kelompok perumahan sebesar 0,29% dan kelompok kesehatan sebesar 0,27%, sedangkan kelompok bahan makanan memberikan sumbangan sebesar -0,36%. Pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau, sub kelompok tembakau mengalami inflasi terbesar yang mencapai 10,71% (qtq), atau menyumbang inflasi sebesar 0,53%. Hal ini diakibatkan oleh kenaikan harga komoditas rokok kretek, rokok kretek filter, dan rokok putih pasca penerapan tarif cukai yang baru. Sementara itu, tingginya sumbangan pada kelompok perumahan dipicu oleh inflasi pada sub kelompok biaya tempat tinggal. Pada periode ini, harga kontrak rumah dan sewa rumah terpantau mengalami kenaikan akibat penyesuaian harga yang dilakukan pada awal tahun. Sedangkan inflasi pada kelompok kesehatan terjadi akibat kenaikan tarif rumah sakit pada pertengahan triwulan laporan. Tabel 2.1 Sumbangan Kelompok Pengeluaran terhadap Inflasi Triwulanan (%) 30 Sumber: BPS Provinsi Lampung

47 Perkembangan Inflasi 2.3 Inflasi Tahunan (yoy) Secara tahunan, inflasi Kota Bandar Lampung tercatat sebesar 10,99% (yoy), berada pada urutan kedua tertinggi di wilayah sumatera dan nasional setelah Kota Sibolga yang mengalami inflasi mencapai 11,37% (yoy). Kelompok makanan jadi, minuman, tembakau dan kelompok bahan makanan mengalami inflasi tahunan terbesar masing-masing mencapai 14,86% (yoy) dan 17,01% (yoy) Grafik 2. 5 Inflasi Tahunan Kelompok Pengeluaran ( %,yoy) Mar-10 Jun-10 Sep-10 Dec-10 Mar-11 Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor Sumber : BPS Provinsi Lampung 3. DIAGREGASI INFLASI Berdasarkan disagregasi-nya, inflasi tertinggi pada triwulan I-2011 terjadi pada kelompok volatile foods yang mencapai 16,32% (yoy), diikuti kelompok inflasi inti sebesar 11, 76% (yoy), dan kelompok administered price sebesar 4,22% (yoy). Bila dibandingkan periode yang sama tahun 2010, terjadi peningkatan inflasi yang signifikan pada kelompok volatile foods dan core, sedangkan pada kelompok administered price mengalami inflasi yang lebih rendah. Namun, bila melihat kontribusi terhadap inflasi tahunan yang terjadi, sumbangan inflasi kelompok core merupakan yang terbesar. Dengan inflasi triwulan I-2011 sebesar 10,99% (yoy), core inflation memberikan sumbangan 6,97%, inflasi pada volatile foods menyumbang 3,92%, sedangkan inflasi pada administered price menyumbang 0,11%. Pada kelompok volatile foods, komoditas yang mengalami kenaikan harga yang cukup signifikan dibandingkan tahun lalu, diantaranya beras, daging sapi, minyak goreng, cabe merah, cabe rawit, bawang merah, bawang putih, dan telur ayam. Pada kelompok inflasi inti, komoditas yang mengalami kenaikan harga sangat tinggi, diantaranya tarif rumah sakit, emas perhiasan, dan semen. Sedangkan minyak tanah, tarif listrik, dan rokok memberikan tekanan harga pada kelompok administered price. 31

48 Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Perkembangan Inflasi Grafik 2.6 Disagregasi Inflasi (%, yoy) Core Volatile Foods Administered Price Grafik 2.7 Kontribusi Tiap Kelompok terhadap Inflasi Tahunan Triwulan I-2011 (%) Inflasi Umum Volatile Food Sumber : BPS Provinsi Lampung (diolah) 32

49 Perkembangan Inflasi Boks 3 : Mekanisme Pembentukan Harga Serta Jalur Tata Niaga Empat Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di Lampung (Hasil Penelitian) I. PENDAHULUAN Inflasi dapat berdampak negatif terhadap pelaksanaan pembangunan dan kepastian keadaan ekonomi di masa yang akan datang. Inflasi yang terjadi di Lampung selama tahun 2010 cukup tinggi dibanding wilayah lain dan nasional. Dengan kelompok bahan pangan menjadi salah satu penyumbang inflasi terbesar. Berdasarkan pengamatan terhadap berbagai komoditas yang diperdagangkan, terdapat beberapa komoditas bahan pangan yang cenderung secara konsisten berkontribusi besar terhadap inflasi yaitu: beras, cabai merah, telur ayam ras, dan daging sapi. Penelitian ini penting dilakukan untuk menghasilkan rekomendasi yang dapat menurunkan sumbangan inflasi keempat komoditas tersebut Tujuan Penelitian 1. Mendapatkan informasi mengenai sistem produksi empat komoditas utama penyumbang inflasi. 2. Mendapatkan informasi mengenai rantai distribusi, sistem pemasaran, dan mekanisme penentuan harga jual di setiap titik rantai tataniaga. 3. Mendapatkan informasi tentang peraturan yang mendukung dan menghambat dalam distribusi empat komoditas utama penyumbang inflasi. 4. Mendapatkan informasi tentang elastisitas transmisi harga antara pedagang pengecer dan petani/produsen. II. METODE PENELITIAN 2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di sentra produksi dan distribusi beras, cabai merah, telur ayam ras, dan daging sapi di Propinsi Lampung, dengan lokasi yang ditentukan secara sengaja (purposive) dan jangka waktu pelaksanaan selama 2,5 bulan. 33

50 Perkembangan Inflasi 2.2. Metode Penentuan Sampel Sampel responden diambil dari berbagai pihak, yaitu petani produsen, pelaku pemasaran di tingkat pasar desa, kecamatan, dan kabupaten/kota. Pengambilan sampel dilakukan secara sengaja (purposive) dan snowball sampling atas dasar jumlah pelaku produksi dan distribusi empat komoditas strategis di atas dari tingkat desa hingga ke pedagang besar dan pengecer. Jumlah sampel penelitian sebanyak 100 orang responden mulai dari hulu sampai hilir (petani/produsen hingga pedagang pengecer) Metode Pengumpulan Data Data yang dibutuhkan untuk penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Upaya yang dilakukan untuk memperoleh data primer adalah melalui wawancara dengan responden yang berpedoman pada kuesioner. III. Hasil dan Pembahasan 3.1 Sistem Produksi Beras Pola tanam yang dilakukan petani padi sawah antara lain meliputi dua pola dalam satu tahun. Luas tanam rata-rata penanaman padi di daerah penelitian adalah 0,88 ha. Total biaya produksi usaha tani padi per hektarnya mencapai Rp /ha. Komponen biaya produksi tertinggi ada pada biaya pupuk, yaitu mencapai 77,60%. Total tenaga kerja yang dibutuhkan dalam keseluruhan aktivitas usahatani padi sebesar 94 HOK (hari orang kerja). Rata-rata produksi padi yang dihasilkan petani pada musim tanam I mencapai 4.319,66 kg/0,88 ha atau 4,9 ton/ha/musim. Pada musim tanam II produksinya mencapai 3.544,19 kg/0.88 ha atau setara 4,02 ton/ha. Rata-rata pendapatan total usahatani padi sebesar Rp ,46,-/0,88 pada musim tanam I atau Rp ,84,-/ha pada musim tanam II. Masalah Sistem Produksi Padi 1. Masih rendahnya produktivitas produksi padi, sehingga penerapan teknologi baru penting untuk dilakukan 2. Petani padi umumnya belum menggunakan lahannya untuk komoditas selain pangan, sehingga alternatif sumber pendapatan petani kurang beragam dalam menghadapi 34

51 Perkembangan Inflasi resiko gagal usaha. 3. Biaya produksi usaha tani padi menjadi hambatan bagi petanidengan keterbatasan modal usaha pertanian 4. Fluktuasi dan ketidakpastian merugikan petani padi. Akses petani terhadap informasi harga jual sanagt terbatas. Kendala jalur distribusi maupun lokasi industri pengolahan yang jauh dari petani juga membuat tekanan terhadap harga di tingkat petani Cabe Modal usaha yang dibutuhkan dalam berusahatani cabe adalah berkisar antara Rp 40 juta Rp 60 juta per hektar, dengan populasi cabe berkisar antara batang. Produksi cabe yang dapat diperoleh sebesar 7-14 ton per hektar. Keuntungan yang dapat diperoleh dalam usahatani cabe tersebut sebesar Rp 30 juta Rp 80 juta per hektar. Masalah Sistem Produksi Cabe 1. Luas areal penanaman cabe merah turun akibat keterbatasan modal dan tingginya resiko usaha tani cabe merah dan ketidakpastian harga jual 2. Guna mengatasi masalah modal, petani lebih memilih mendapatkan modal dari pedagang dengan konsekwensi hasil produksi harus dijual kepada pedagang tersebut nantinya. 3. Produksi cabe memerlukan praktek budidaya yang sangat insentif dan aplikasi teknologi yang cukup tinggi 4. Cabe sangat tergantung pada cuaca, serta sangat resisten terhadap serangan hama penyakit 5. Petani tidak memiliki informasi tentang fluktuasi harga cabe di pasaran 6. Kondisi diatas membuat luas penanaman cabe menjadi tidak konsisten tiap musimnya. 35

52 Perkembangan Inflasi Daging Sapi Total Biaya produksi penggemukan sapi per satu satuan ekor sebesar Rp12,209,930. Biaya pembelian sapi bakalan kerja merupakan komponen biaya utama dalam produksi sapi mencapai 60,20% dari total biaya produksi. Setelah menjalani masa penggemukan sapi selama 106 hari dengan penambahan berat rata-rata 1 1,5 kg per hari maka diasumsikan berat rata-rata per ekor sapi mampu mencapai 500 kg. Harga jual sapi per ekor berapa pada tingkat Rp Rp30.000/kg dengan ratarata Rp , maka besarnya tingkat penerimaan satu ekor sapi Rp14,250,000. Maka 1 ekor sapi akan memberiakn pendapatan sebesar Rp2,040,070 Masalah Sistem Produksi Daging Sapi 1. Adanya batasan sapi bakalan impor, sementara pasokan sapi bakalan lokal belum memadai 2. Kemampuan breeding bakalan sapi lokal masih menghadapi persoalan peningkatan teknologi guna percepatan produksi 3. Pembatasan kuota impor membuat biaya pengadaan sapi menjadi tinggi, sehingga mempengaruhi harga jual daging sapi di pasaran 4. Adanya surat jalan yang perhitungannya sangat besar per sekali jalan membuat biaya perusahaan meningkat 5. Infrastruktur jalan yang rusak juga membuat biaya transportasi pengiriman sapi dari sentra produksi ke pemasaran menjadi tinggi Telur ayam ras Pengeluaran (biaya) dalam usaha ayam petelur meliputi pengeluaran untuk membeli sarana produksi dan upah tenaga kerja per ekornya yaitu sebesar Rp189,304,-. Biaya pembelian pakan merupakan komponen biaya utama dalam produksi ayam ras petelur mencapai 82,04% dari total biaya produksi. Besarnya biaya pakan menyebabkan usaha peternakan ayam ras petelur berbiaya tinggi dan seringkali menjadi hambatan bagi pengembangan usaha ayam ras petelur secara umum. Besarnya tingkat penerimaan usaha ayam ras petelur per ekornya adalah Rp129,737,-. 36

53 Perkembangan Inflasi Masalah Sistem Produksi Telur ayam ras 1. Biaya pakan produksi ayam ras petelur yang mencapai 82,04% menyebabkan usaha peternakan telur berbiaya tinggi dan seringkali menjadi hambatan bagi pengembangan usaha ayam ras petelur secara umum. 2. Komponen pakan berupa tepung ikan dan 24% jagung pakan masih didatangkan dari luar negeri, sehingga adanya ketidakpastian harga maupun pasokan bahan baku membuat harga bahan baku berfluktuatif yang berdampak pada harga jual telur ayam. 3. Jalan rusak membuat resiko kerusakan telur sangat tinggi dan menimbulkan kerugian mencapai sekitar 3%, dan intensitas pengiriman jadi berkurang, serta menimbulkan peningkatan biaya transportasi. 3.2 Sistem Pemasaran Saluran Pemasaran Beras: I: (62%) : Petani padi --- pedagang pengumpul desa --- pabrik penggilingan beras --- Pedagang besar beras --- pedagang pengecer beras --- konsumen akhir II: (16%) : Petani padi --- pedagang pengumpul desa --- pabrik penggilingan beras --- Pedagang besar beras --- konsumen akhir III: (7%) : Petani padi --- pedagang pengumpul desa --- pabrik penggilingan beras --- pedagang pengecer beras --- konsumen akhir IV: (15%) : Petani padi --- pabrik penggilingan beras --- Pedagang besar beras -- pedagang pengecer beras --- konsumen akhir Saluran Pemasaran Cabe: I: (78%) : Petani cabe merah --- pedagang pengumpul desa --- Pedagang besar cabe merah --- pedagang pengecer cabe merah --- konsumen akhir II: (14%) : Petani cabe merah --- pedagang pengumpul desa --- pedagang pengecer cabe merah --- konsumen akhir III: (8%) : Petani padi --- pedagang pengecer cabe merah --- konsumen akhir 37

54 Perkembangan Inflasi Saluran Pemasaran Daging Sapi: I: (94%) : Peternak sapi potong --- pedagang besar daging sapi/jagal ---pedagang pengecer daging sapi --- konsumen akhir II: (6%) : Peternak sapi potong --- pedagang pengecer daging sapi ---konsumen akhir Saluran Pemasaran Telur Ayam Ras: I: (84%) : Peternak ayam --- pedagang besar telur ayam ras --- pedagang pengecer telur ayam ras --- konsumen akhir II: (16%) : Peternak ayam --- pedagang pengecer telur ayam ras --- konsumen akhir 3.3 Peraturan yang mendukung dan menghambat Tidak ada peraturan yang secara langsung menghambat atau mendukung kegiatan pemasaran 4 komoditas penyumbang inflasi Lampung. Namun ada beberapa perda yang mendorong sektor usaha lain yang menjadi faktor penyebab terganggunya suplai 4 komoditas inflasi. Contoh : pertumbuhan rumah walet sangat cepat sekali. Kondisi ini secara langsung berdampak pada pengurangan luas lahan produktif, yang pada akhirnya dapat menurunkan suplai beras dan cabe serta tanaman lain yang berhubungan dengan pakan ternak. UU tentang Otda berimplikasi pada peralihan areal lahan sawah menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru, pengembangan industri, dan perumahan. Sehingga dikhawatirkan komoditas beras akan tetap menjadi penyumbang besar inflasi. 3.4 Elastisitas transmisi harga antara pedagang pengecer dan petani/produsen 1. Beras dan cabai merah,: nilai elastisitasnya masing-masing 1,194 dan 1,146. Artinya laju perubahan harga di tingkat konsumen lebih besar dibanding laju peningkatan harga di tingkat produsen. Kondisi ini menunjukkan bahwa sistem tataniaga beras dan cabai sudah efisien dan struktur pasarnya mengarah pada pasar persaingan sempurna. 38

55 Perkembangan Inflasi 2. Daging sapi dan telur ayam ras : nilai elastisitasnya masing-masing 0,665 dan 0,054. Artinya laju perubahan harga di tingkat konsumen lebih kecil dibanding laju peningkatan harga di tingkat produsen. Kondisi ini menunjukkan bahwa sistem tataniaga daging dan telur ayam belum efisien dan struktur pasarnya mengarah pada kekuatan monopsoni atau oligopsoni. Kondisi tersebut tercermin dari pendeknya rantai tataniaga komoditas tersebut, sehingga terdapat selisih marjin tataniaga yang cukup besar antar lembaga pemasaran IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan 1. Sistem produksi pada komoditas padi, cabe merah, sapi potong, dan telur ayam sudah berjalan secara efektif dan efisien. Tidak ada masalah utama yang menjadi kendala dalam sistem produksi di keempat komditas tersebut. Secara umum keempat komoditas yang menjadi fokus penelitian telah menerapkan teknik budidaya yang baik dan benar. 2. Masalah permodalan merupakan masalah yang utama dalam proses produksi empat komoditas penyumbang inflasi terbesar di Propinsi Lampung, khususnya untuk tanaman cabe merah. Sehingga petani cenderung menanam komoditas lain, ketika modal mereka tidak mencukupi untuk menanam cabe. 3. Rantai pemasaran komoditas sapi potong dan telur ayam sudah efisien, karena produsen dapat memasarkan secara langsung ke pedagang pengecer di pasar Bandar Lampung. Harga di tingkat konsumen ditentukan oleh harga beli oleh pedagang pengecer. 4. Rantai pemasaran komoditas padi dan cabe merah cenderung belum efisien, karena umumnya pedagang pengumpul desa di kedua komoditas tersebut memperoleh marjin pemasaran yang cukup tinggi dibandingkan dengan saluran pemasaran lainnya. 5. Persoalan alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan pengembangan ekonomi baru merupakan ancaman serius yang perlu mendapat perhatian, karena berpotensi mengurangi lahan-lahan produktif untuk tanaman padi dan cabe. 6. Pembukaan kran impor oleh pemerintah untuk sapi bakalan dan daging sapi, dapat mengurangi gairah peternak lokal untuk meningkatkan produktivitasnya. 7. Saluran pemasaran komoditas beras dan cabe lebih efisien dibandingkan saluran pemasaran daging sapi dan telur ayam ras. 8. Komoditas beras dan cabe lebih responsif terhadap perubahan harga di tingkat konsumen. 39

56 Perkembangan Inflasi 9. Struktur pasar komoditas beras dan cabe cenderung mengarah kepada pasar persaingan sempurna, sedangkan untuk komoditas daging sapid an telur ayam ras cenderung mengarah kepada pasar persaingan tidak sempurna Saran 1. Pemerintah daerah perlu memperbaiki kondisi infrastruktur jalan yang ada di seluruh wilayah Lampung. 2. Perlu ada tim pemantau produk tentang keluar masuknya empat komoditas yang berkontribusi dalam inflasi daerah. 3. Pemerintah daerah perlu memberikan bantuan permodalan bagi para produsen padi dan cabe, agar pasokan produksi dapat terjamin. 4. Pemerintah daerah perlu segera merealisasi terbentuknya terminal agribisnis dan subterminal agribisnis di wilayah-wilayah perbatasan dengan provinsi tetangga. 5. Perlu ada insentif khusus bagi petani cabe dan petani padi yang mampu memperoleh produktivitas usahanya di atas rata-rata nasional, berupa insentif harga jual, insentif sarana produksi, dan kemudahan memperoleh kredit program. 6. Mendorong produktivitas peternak sapi lokal agar mengusahakan bibit sapi betina yang berkualitas, sehingga dapat meningkatkan jumlah anak sapi yang dilahirkan. Kegitan ini bisa dilaksanakan melalui kegiatan kemitraan dengan perusahaan peternak besar, agar peternak lokal dapat memperoleh bibit sapi betina yang berkualitas. 7. Mendorong pemerintah agar mengeluarkan peraturan daerah yang melarang agar sapi betina tidak dijadikan ternak sapi potong. 40

57 Perkembangan Perbankan BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN 1. PERKEMBANGAN UMUM PERBANKAN Kinerja perbankan Lampung pada triwulan I-2011 secara umum menunjukkan perkembangan yang cukup baik, sebagaimana tercatat dari indikator utama berupa aset, DPK, maupun kredit. Kinerja yang baik ini sejalan dengan kondisi perekonomian nasional maupun Lampung yang secara umum kondusif. Jumlah aset meningkat dibandingkan triwulan lalu maupun triwulan yang sama pada tahun Kondisi serupa juga dialami oleh Dana Pihak Ketiga (DPK) yang mengalami kenaikan sebesar 4,33% (qtq) dan 18,44% (yoy). Ketiga jenis simpanan mengalami pertumbuhan tahunan yang positif, sementara dibandingkan triwulan IV-2010, peningkatan nilai dialami oleh simpanan berjenis giro dan deposito. Tabel 3.1 Aset Perbankan Trw I-2011 Trw I-2010 Trw IV-2010 Posisi No Uraian (Rp Miliar) (Rp Miliar) (Rp Miliar) Pangsa qtq yoy A Jenis Bank 24, , , ,00% 3.0% 48.8% 1 Bank Umum 21, , , % 2.8% 54.6% 2 BPR 3, , , % 4.5% 11.5% B Jenis Usaha Bank 24, , , ,00% 3.0% 48.8% 1 Konvensional 24, , , % 2.8% 47.5% 2 Syariah , , % 8.0% 93.6% Sumber: LBU dan LBUS Tabel 3.2 DPK Perbankan Trw IV 2010 (Rp Miliar) Trw I No Uraian Posisi (Rp Miliar) Pangsa qtq yoy A Jenis Bank 16, , , % 4.33% 18.44% 1 Bank Umum 14, , , % 4.21% 18.48% 2 BPR 2, , , % 5.17% 18.19% B Jenis Usaha Bank 16, , , % 4.33% 18.44% 1 Konvensional 16, , , % 4.68% 17.76% 2 Syariah % -4.97% 42.46% C Jenis Simpanan 16, , , % 4.33% 18.44% 1 Giro 3, , , % 27.02% 21.69% 2 Tabungan 7, , , % -3.69% 26.85% 3 Deposito 6, , , % 4.46% 6.92% Sumber: LBU dan LBUS Trw I 2010 (Rp Miliar) Penyaluran kredit/pembiayaan menunjukkan trend meningkat, dimana outstanding kredit meningkat sebesar 4,85% (qtq) dan 20,29% (yoy). Berdasarkan jenis penggunaan, pertumbuhan kredit tertinggi terjadi pada jenis investasi yaitu sebesar 5,67% (qtq) dan 26% (yoy). Sementara itu, berdasarkan sektor ekonomi, tujuh sektor ekonomi mengalami pertumbuhan kecuali sektor pertanian, sektor perdagangan, dan sektor jasa umum. Hasil Survei 41

58 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Jun-08 Sep-08 Dec-08 Mar-09 Jun-09 Sep-09 Dec-09 Mar-10 Jun-10 Sep-10 Dec-10 Mar-11 Perkembangan Perbankan Kredit Perbankan (SKP) menyimpulkan bahwa peningkatan kredit selama triwulan laporan dilakukan dengan alasan prospek usaha nasabah serta kondisi ekonomi yang membaik, dan adanya kecukupan modal perbankan. No Uraian Trw I 2010 (Rp Miliar) Tabel 3.3 Perkembangan Kredit Perbankan Trw IV 2010 (Rp Miliar) Posisi (Rp Miliar) Trw I Pangsa qtq % yoy % A Jenis Bank 19, , , % 4.85% 20.29% 1 Bank Umum 16, , , % 4.65% 20.38% 2 BPR 2, , , % 6.18% 19.74% Jenis B Penggunaan 19, , , % 4.85% 20.29% 1 Modal Kerja 8, , , % 4.28% 25.83% 2 Investasi 3, , , % 5.67% 26.00% 3 Konsumsi 7, , , % 5.30% 10.77% C Sektor Ekonomi 19, , , % 4.85% 20.29% 1 Pertanian 2, , , % -0.23% 1.10% 2 Pertambangan % 14.72% 94.71% 3 Industri 1, , , % 31.98% 31.66% 4 Listrik % 8.33% 63.34% 5 Konstruksi % 5.08% 9.05% 6 Perdagangan 5, , , % -1.46% 20.07% 7 Angkutan % 19.68% 67.62% 8 Jasa Umum % % 11.12% 9 Jasa Sosial % 11.83% % 10 Lain-lain 8, , , % 5.92% 14.54% Sumber: LBU dan LBUS Loan To Deposit Ratio (LDR) yang menunjukkan tingkat intermediasi perbankan meningkat dari 113,98% menjadi 114,54%. Pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibanding pertumbuhan DPK mengkonfirmasi hal tersebut. Meningkatnya aktivitas intermediasi ini ternyata tidak disertai dengan kualitas kredit, dimana selama triwulan laporan rasio Non Performing Loan (NPL) perbankan mengalami peningkatan dari 2,88% menjadi 3,1% (qtq) Grafik 3.1 NPL Perbankan (%) Grafik 3.2 LDR Perbankan di Lampung (%) Sumber: LBU dan LBUS 42

59 Perkembangan Perbankan 2. BANK UMUM 2.1. Kelembagaan Bank Umum Pada triwulan I-2011, jumlah Bank Umum yang beroperasi di wilayah kerja Bank Indonesia Bandar Lampung sebanyak 34 bank, dengan rincian 1 Bank Pembangunan Daerah, 4 Bank Persero, dan 29 Bank Umum Swasta Nasional dengan 5 diantaranya beroperasi secara syariah dan 1 bank konvensional yang memiliki kantor cabang Syariah. Selama triwulan I-2011, terdapat 49 kantor cabang (KC) bank umum di Lampung yang tersebar di Bandar Lampung (36), Metro (2), Lampung Tengah (3), Lampung Selatan (1), Lampung Utara (4), Tanggamus (1), Tulang Bawang (1), dan luar provinsi Lampung (1). Sementara itu, jumlah mesin ATM di seluruh wilayah Lampung sebanyak 320 mesin dengan 211 mesin diantaranya berada di Bandar Lampung. Tabel 3.4 Jumlah Kantor dan ATM Bank Umum di Provinsi Lampung per Maret 2011 Lokasi KP KC KCP/UNIT KK KF PP KM ATM Bandar Lampung Metro Lampung Tengah Lampung Selatan Lampung Utara Lampung Timur Lampung Barat Tanggamus Tulangbawang Way Kanan Pringsewu Pesawaran 2 Luar Provinsi Lampung 1 1 Jumlah Sumber: LBU dan LBUS 2.2 Perkembangan Aset Bank Umum Pertumbuhan total aset bank umum di Lampung pada triwulan laporan secara umum menunjukkan peningkatan sebesar 2,82% (qtq) dan 54,61% (yoy). Berdasarkan jenis bank, aset pada Bank Umum Konvensional (BUK) tercatat sebesar Rp32,17 triliun dengan pertumbuhan sebesar 2,66% (qtq) dan 53,33% (yoy), sedangkan aset Bank Umum Syariah (BUS) meningkat 43

60 Perkembangan Perbankan sebesar 7,39% (qtq) dan 98,83% (yoy), sehingga posisi aset BUS pada triwulan laporan sebesar Rp1,21 triliun. Tulang Bawang 0.29% Tanggamus 1.36% Lampung Utara 6.08% Grafik 3.3 Porsi Aset Bank Umum Berdasarkan Lampung Wilayah Kerja Lampung Tengah Selatan 3.08% 0.45% Bandar Lampung 85.21% Sumber : LBU dan LBUS Metro 3.53% Menurut wilayah kerja, aset Bank Umum di Bandar Lampung memiliki pangsa mencapai 85,21% dengan nilai sebesar Rp28,44 triliun atau meningkat dibanding triwulan IV-2010 yang bernilai 27,86 triliun. Lampung Utara memiliki aset sebesar Rp2,03 triliun atau tumbuh 2,58% (qtq). Kemudian Metro dengan nilai Rp1,18 triliun atau tumbuh 7,99% (qtq), Lampung Tengah sebesar Rp1,03 triliun atau tumbuh mencapai 18,32% (qtq), Tulang Bawang sebesar Rp97,39 miliar atau tumbuh 1,97% (qtq). Lampung Selatan tercatat mengalami pertumbuhan aset paling besar mencapai 45,97% sehingga nilainya pada triwulan I-2011 sebesar Rp150,50 miliar. Sementara di Tanggamus justru mengalami penurunan aset sebesar 3,68% atau menjadi Rp454,5 miliar. Aktiva produktif mengalami peningkatan sebesar 3,6% (qtq), dari Rp20,17 triliun menjadi Rp20,89 triliun. Kenaikan ini disumbang terutama oleh pemberian kredit yang tumbuh sebesar 4,65% (qtq) dengan pangsa 94,89%. Aktiva produktif berupa penempatan pada bank lain justru mengalami penurunan nilai sebesar 14,89% (qtq) maupun penurunan pangsa dari 5,54% pada triwulan IV-2010 menjadi 4,55% di triwulan laporan. Hasil Survei Kredit Perbankan (SKP) menunjukkan bahwa porsi kredit mendominasi penempatan aktiva produktif karena menghasilkan pendapatan bunga yang tinggi, memiliki resiko yang terukur, serta situasi bisnis yang semakin marak dengan peluang adanya usaha-usaha baru. Indikator berupa pendanaan bank umum menunjukkan kecenderungan menurun sebesar 0,65% (qtq), dari Rp18,54 triliun menjadi Rp18,41 triliun (qtq), dengan sumber utama pendanaan berasal dari Dana Pihak Ketiga yang berpangsa mencapai 94,78%. Sama halnya dengan pendanaan, indikator berupa alat likuid juga menunjukkan penurunan sebesar 17,27% (qtq), dari Rp964,04 miliar menjadi Rp797,56 miliar. Pertumbuhan negatif tersebut disumbang oleh alat likuid berupa kas maupun giro pada bank lain. Dari kedua indikator tersebut (pendanaan dan alat likuid), tercatat bahwa selama triwulan laporan terjadi penurunan rasio likuiditas dari 5,2% menjadi 4,33% (qtq), yang terindikasi dari persentase penurunan alat likuid yang melampaui penurunan pendanaan. Hal tersebut mengindikasikan rasio likuiditas bank umum di Lampung selama triwulan laporan sedikit melemah. 44

61 Perkembangan Perbankan No Posisi (Rp Miliar) Pangsa qtq A Aset 21, , , B Pendanaan 15, , , Dana Pihak Ketiga 14, , , Kewajiban kepada bank lain Pinjaman yang Diterima & Setoran Jaminan Surat Berharga yang Diterbitkan C Aktiva Produktif 17, , , Kredit yang Diberikan 16, , , Penempatan pada Bank Indonesia (SBI) Surat Berharga dan Tagihan Lainnya Penempatan pada bank lain , D Alat Likuid Kas Giro pada bank lain Tabungan pada bank lain E Laba / Rugi F Kinerja (%) Uraian Tabel 3.5 Indikator Bank Umum Trw I-2010 (Rp Miliar) Trw IV-2010 (Rp Miliar) 1 Akt.Produktif/Total Aset (%) = (C)/(A) 81.8% Rasio Likuiditas (%) = (D)/(B) 5.0% Rasio Rentabilitas (%) = (E)/(A) 2.9% LDR (%) = (C1)/(B1) 111.8% BO/PO Trw I-2011 Sumber: LBU dan LBUS (diolah) Indikator berupa laba rugi juga menunjukkan bahwa selama triwulan laporan terjadi penurunan laba sebesar 61,59% (qtq). Hal tersebut terkonfirmasi oleh Rasio BOPO yang meningkat dari 60,1% menjadi 61,15% (qtq). Hasil quick survey menunjukkan terjadi peningkatan biaya operasional untuk ekspansi usaha maupun untuk operasional kantor yang membuat rasio BOPO tersebut naik. Selain itu, kualitas kredit yang memburuk membuat nilai PPAP meningkat dan berimplikasi pada penurunan laba. Sementara itu, indikator berupa rasio rentabilitas menunjukkan adanya penurunan kemampuan bank dalam menghasilkan keuntungan, sebagaimana tampak dari penurunan return on aset (ROA) dari 2,87% menjadi 1,07% (qtq). 2.3 Perkembangan Dana Masyarakat Bank Umum Dari sisi penghimpunan dana, Dana Pihak Ketiga yang dihimpun oleh Bank Umum mengalami peningkatan sebesar 4,21% (qtq) atau 18,48% (yoy). Diantara ketiga jenis simpanan, tabungan merupakan jenis simpanan yang paling diminati oleh masyarakat, dengan pangsa sebesar 49,9% dari total DPK. Bank Umum semakin melakukan ekspansi menarik dana nasabah melalui maraknya variasi produk tabungan, meskipun secara umum terjadi penurunan rata-rata suku bunga tabungan dari 1,56% menjadi 0,97% (qtq). Jika diamati secara tahunan, seluruh jenis simpanan mengalami peningkatan, dengan 45

62 Perkembangan Perbankan pertumbuhan tertinggi terjadi pada produk tabungan. Sementara jika diamati secara triwulanan, pertumbuhan cukup besar terjadi pada simpanan berjenis giro yaitu sebesar 27,02% (qtq) akibat peningkatan yang sangat signifikan dari giro Pemerintah Daerah mencapai 184,79% (qtq). Quick survei yang telah dilakukan Bank Indonesia mengenai belanja APBD menunjukkan bahwa siklus belanja periode triwulan I masih dalam jumlah yang terbatas, sehingga dananya masih tersimpan di perbankan dalam bentuk giro. Tabel 3.6 DPK Bank Umum No Uraian Trw I 2010 (Rp Miliar) Trw IV 2010 (Rp Miliar) Posisi (Rp Miliar) Trw I-2011 Pangsa qtq % yoy % A Jenis Simpanan 14, , , % 4.21% 18.48% 1 Giro 3, , , % 27.02% 21.69% 2 Tabungan 6, , , % -4.16% 27.01% 3 Deposito 4, , , % 4.28% 2.63% B Jenis Usaha Bank 14, , , % 4.21% 18.48% 1 Konvensional 14, , , % 4.64% 17.76% 2 Syariah % -6.32% 41.95% Sumber: LBU dan LBUS Tanggamus 1.8% Grafik 3.4 Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Umum Berdasarkan Wilayah Kerja Lampung Tengah Lampung 4.4% Utara Tulang 9.1% Bawang 0.5% Lampung Selatan 0.8% Metro 4.7% Bandar Lampung 78.7% Sumber : LBU dan LBUS Berdasarkan wilayah kerja, penghimpunan DPK bank umum di Kota Bandar Lampung sebesar Rp13,74 triliun atau tumbuh 0,35% dibanding triwulan IV Pertumbuhan DPK juga terjadi di seluruh kabupaten/kota lainnya, dengan pertumbuhan tertinggi terjadi di Lampung Selatan yaitu mencapai 90,39% (qtq), meskipun pangsa DPK di Lampung Selatan hanya 0,8%. Pertumbuhan signifikan tersebut terjadi akibat penerimaan dana proyek APBD 2011 pada awal tahun anggaran. Sumber: LBU dan LBUS 46

63 Perkembangan Perbankan 2.4. Perkembangan Penyaluran Kredit Bank Umum Dari sisi penyaluran dana, terjadi peningkatan outstanding kredit sebesar 4,65% (qtq) atau 20,38% (yoy). Berdasarkan jenis penggunaannya, ketiga jenis kredit (modal kerja, investasi, konsumsi) mengalami pertumbuhan triwulanan maupun tahunan. Sementara itu jika diamati berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran kredit untuk sektor pertanian, sektor konstruksi, sektor perdagangan, serta sektor jasa umum melemah dibanding triwulan IV Sudah dimulainya musim panen selama triwulan laporan menjadikan likuiditas meningkat dan permintaan kredit pertanian berkurang. Sementara itu belum maraknya proyek pembangunan baik oleh Pemerintah maupun swasta, membuat permintaan kredit konstruksi juga rendah. Selain itu, hasil survei harga properti residensial menyimpulkan adanya kenaikan biaya bahan baku sehingga harga properti juga meningkat. Kelangkaan semen yang terjadi pada bulan Januari-Februari 2011 juga menjadi penyebab kontraksi kredit sektor tersebut. Berdasarkan lokasi wilayah kerja, seluruh kabupaten/kota mengalami peningkatan kredit dibanding triwulan IV-2010, dengan pertumbuhan kredit tertinggi terjadi di Lampung Tengah sebesar 6,89% (qtq), dan pertumbuhan kredit terendah dialami oleh Kabupaten Tulang Bawang yaitu sebesar 1,7% (qtq). Tabel 3.7 Kredit Bank Umum No Uraian Trw I 2010 (Rp Miliar) Trw IV 2010 (Rp Miliar) Posisi (Rp Miliar) Trw I-2011 Pangsa qtq yoy A Jenis Usaha Bank 16, , , % 4.65% 20.38% 1 Konvensional 15, , , % 4.39% 18.35% 2 Syariah , % 9.59% 76.92% B Jenis Penggunaan 16, , , % 4.65% 20.38% 1 Modal Kerja 8, , , % 4.03% 27.84% 2 Investasi 2, , , % 5.36% 25.88% 3 Konsumsi 5, , , % 5.33% 5.83% C Sektor Ekonomi 16, , , % 4.65% 20.38% 1 Pertanian 2, , , % -1.25% 0.76% 2 Pertambangan % 10.22% 87.07% 3 Industri 1, , , % 32.18% 31.15% 4 Listrik % 2.09% 53.93% 5 Konstruksi % -7.30% -3.80% 6 Perdagangan 4, , , % -1.81% 23.28% 7 Angkutan % 13.11% 58.43% 8 Jasa Umum % -6.25% 27.90% 9 Jasa Sosial % 3.52% % 10 Lain-lain 6, , , % 6.62% 11.32% Sumber: LBU dan LBUS 47

64 Mar-08 Jun-08 Sep-08 Dec-08 Mar-09 Jun-09 Sep-09 Dec-09 Mar-10 Jun-10 Sept-10 Des-10 Mar-11 Mar-08 Jun-08 Sep-08 Dec-08 Mar-09 Jun-09 Sep-09 Dec-09 Mar-10 Jun-10 Sept- Des-10 Mar-11 Perkembangan Perbankan Tabel 3.8 Penyaluran Kredit Bank Umum Berdasarkan Wilayah Kerja (Rp Juta) Kabupaten/Kota Nilai Bandar Lampung 16,053, Metro 967, Lampung Utara 1,434, Tulang Bawang 94, Lampung Tengah 762, Lampung Selatan 99, Tanggamus 413, TOTAL 19,826, Sumber: LBU dan LBUS (diolah) 2.5. Kualitas Kredit Peningkatan penyaluran kredit ternyata kurang diimbangi dengan perbaikan kualitas pemberiannya, sebagaimana tampak dari meningkatnya rasio Non Performing Loan (NPL) dari 3,04% pada triwulan IV-2010 menjadi 3,28% di triwulan laporan. Penurunan kualitas terjadi pada BUK maupun BUS, dimana rasio NPL BUK meningkat dari 3,11% menjadi 3,35% (qtq), dan rasio NPF BUS naik dari 1,68% menjadi 1,99% (qtq) Grafik 3.5 Perkembangan NPL Bank Umum (%) % Grafik 3.6 Perkembangan NPL Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah (%) BUK BUS Sumber: LBU dan LBUS 2.6 Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Suku bunga acuan BI rate yang nilainya stabil sebesar 6,5% selama lebih dari 1 tahun hingga periode laporan, memberikan ruang bagi perbankan untuk melakukan penurunan suku bunga, baik suku bunga simpanan maupun pinjaman. Selama triwulan I-2011, suku bunga 48

65 Perkembangan Perbankan tabungan pada bank umum menunjukkan penurunan dari 1,56% menjadi 0,97% (qtq), begitu pula pada giro yang mengalami penurunan suku bunga dari 0,73% menjadi 0,67% (qtq). Simpanan berjenis deposito 3 bulan, 12 bulan, dan 24 bulan juga turun, meski suku bunga deposito 1 bulan dan 6 bulan meningkat. Kondisi tersebut membuat rata-rata suku bunga deposito meningkat perlahan dari 5,75% menjadi 5,8% (qtq). Turunnya suku bunga simpanan secara umum, diikuti pula dengan penurunan suku bunga pinjaman, dimana selama triwulan laporan suku bunga tersebut turun dari 14,9% menjadi 13,89% (qtq). Kondisi demikian berimplikasi pada pengurangan spread suku bunga dari 8,26% pada triwulan IV-2010 menjadi 7,82%. Hal tersebut menjadi salah satu alasan berkurangnya penghimpunan laba selama triwulan laporan. Penurunan spread suku bunga ini sejalan dengan harapan Bank Indonesia melalui kebijakan mengenai pengumuman suku bunga dasar kredit (prime lending rate) bank umum ke masyarakat. Melalui kebijakan tersebut, industri perbankan diharapkan akan lebih sehat, lebih efisien dalam pelaksanaan operasionalnya Grafik 3.7 Perkembangan Suku Bunga Deposito Bank Umum (%) Grafik 3.8 Perkembangan Suku Bunga dan Spread Suku Bunga Bank Umum (%) Mar-10 Jun-10 Sep-10 Des-10 Mar-11 Rata-rata 1 bulan 3 bulan 12 bulan 6 bulan 24 bulan 0 Mar-10 Jun-10 Sep-10 Des-10 Mar-11 kredit simpanan spread Sumber: LBU dan LBUS 2.7 Intermediasi Perbankan Bank Umum: LDR dan Kredit Baru Selama triwulan I-2011, kegiatan intermediasi bank umum di Provinsi Lampung meningkat. Hal ini terindikasi dari kenaikan rasio Loan To Deposit Ratio (LDR) dari 113,12% menjadi 113,6% (qtq). Begitu juga jika dibandingkan dengan triwulan I-2010 dimana rasio LDR saat itu tercatat sebesar 111,8%. Meski LDR meningkat, namun realisasi kredit baru selama triwulan I-2011 justru turun dari Rp1,51 triliun menjadi Rp1,23 triliun. Kondisi ini terjadi sehubungan aktivitas investasi maupun pembiayaan modal kerja belum optimal selama triwulan 49

66 Mar-08 Jun-08 Sep-08 Dec-08 Mar-09 Jun-09 Sep-09 Dec-09 Mar-10 Jun-10 Sept-10 Des-10 Mar-11 Perkembangan Perbankan laporan. Adanya kebijakan Bank Indonesia terkait ketentuan GWM-LDR yang diberlakukan mulai 1 Maret 2011 diharapkan mampu menjaga rasio LDR sebagai indikator fungsi intermediasi bank. Berdasarkan lokasi wilayah kerja, kabupaten Tanggamus memiliki rasio LDR hingga 131,47%, sementara di Lampung Selatan justru memiliki LDR terkecil yaitu sebesar 71,86%. Dibandingkan triwulan IV-2010, peningkatan rasio LDR dialami oleh Kota Bandar Lampung (dari 112,1 menjadi 116,82) dan Tanggamus (dari 128,5% menjadi 131,47). Sementara 5 kabupaten/kota lainnya mengalami penurunan LDR. Grafik 3.9 Perkembangan Intermediasi Bank Umum Rp Miliar % 1,600 1,400 1,200 1, Realisasi Kredit baru LDR-rhs Sumber: LBU dan LBUS (diolah) Grafik 3.10 Tingkat Intermediasi Bank Umum Berdasarkan Wilayah Kerja (%) Metro 2.50 Bandar Lampung Tanggamus Tulang Bawang LDR Lampung Utara NPL-rhs Lampung Tengah Lampung Selatan Sumber: LBU dan LBUS (diolah) 50

67 Rp Miliar Perkembangan Perbankan 2.8. Kredit Mikro, Kecil dan Menengah (MKM) Penyaluran kredit mikro, kecil, dan menengah menunjukkan peningkatan sebesar 7,36% (qtq) atau 23,97% (yoy). Dari total outstanding kredit MKM sebesar Rp13,9 triliun, sebanyak 46,72% (Rp6,5 triliun) digunakan untuk modal kerja, 38,61% (Rp5,37 triliun) untuk konsumsi, dan 14,67% (Rp2,04 triliun) untuk investasi. Kredit MKM yang mengalami pertumbuhan triwulanan tertinggi adalah kredit konsumsi (10,03% qtq), sementara pertumbuhan tahunan tertinggi adalah kredit investasi (65,5% yoy). 16,000 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 0 Grafik 3.11 Pertumbuhan Kredit Mikro Kecil Menengah Mar 08 Jun-08 Sep-08 Dec-08 Mar-09 Jun-09 Sep-09 Dec-09 Mar-10 Jun-10 Sep-10 Dec-10 Mar-11 Konsumsi 3,430 3,802 4,130 4,029 4,300 4,663 4,856 5,034 4,700 4,750 4,257 4,884 5,374 Investasi ,012 1,087 1,216 1,234 2,019 2,222 1,932 2,042 Modal kerja 3,307 3,871 4,052 4,331 4,791 5,143 5,323 5,655 5,292 6,034 5,941 6,146 6,501 Sumber: LBU dan LBUS Grafik 3.12 Penyaluran Kredit MKM Berdasarkan 1% Wilayah Kerja 4% 6% 9% 1% Metro 3% Bandar Lampung Tanggamus Tulang Bawang Lampung Utara 76% Lampung Tengah Lampung Selatan umber : LBU dan LBUS Kredit MKM yang disalurkan mayoritas terjadi di bank umum wilayah Bandar Lampung dengan nilai Rp 876,05 miliar atau tumbuh 25,1% (qtq) dibandingkan triwulan IV Kredit modal kerja memiliki pangsa terbesar yaitu 44,4%, diikuti kemudian oleh kredit konsumsi sebesar 36,9%, dan kredit investasi sebesar 18,7%. Adapun wilayah penyaluran kredit MKM yang paling rendah adalah Kabupaten Tulang Bawang dengan pangsa sebesar 0,68% atau senilai Rp94,56 miliar. Kredit MKM berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR) mengalami peningkatan baki debet sebesar 5,35% (qtq) dan 63,93% (yoy). Berdasarkan jenis penggunaannya, mayoritas KUR 51

68 Perkembangan Perbankan digunakan untuk kebutuhan modal kerja dengan pangsa mencapai 84,15%. Sedangkan berdasarkan sektor ekonomi, KUR untuk sektor pertanian tetap mendominasi dengan pangsa sebesar 70,35% atau sedikit turun dibanding triwulan IV-2010 yang berpangsa 71,98%. Sedangkan KUR untuk sektor perdagangan mengalami peningkatan pangsa dari 23,62% menjadi 24,16% (qtq). Alokasi kredit usaha rakyat ini sebagian besar tersebar di Bandar Lampung (44,96%), diikuti kemudian oleh Metro (17,07%). Jumlah debitur KUR selama triwulan laporan meningkat 8,44% (qtq) dan 56,75% (yoy), dimana sektor perdagangan memiliki jumlah debitur terbesar yaitu orang, sedangkan sektor pertanian memiliki jumlah debitur atau merupakan kedua besar. Jumlah debitur KUR selama triwulan laporan paling banyak terdapat di Metro (31,3%) dan Lampung Utara (30,9%). Peningkatan kredit MKM terutama penyaluran KUR di Lampung kepada sektor yang produktif diharapkan mampu mendorong pembiayaan perbankan untuk pelaku UMKM yang lebih banyak dengan tetap menjaga prinsip kehati-hatian. Rp Juta 1,500,000 1,000,000 Grafik 3.13 Perkembangan KUR 1,027, ,854 orang 100,000 80,000 60, ,000 40,000 20, mar jun sept des mar Plafon Baki Debet jml debitur-rhs Sumber : Bank Indonesia 3. BANK PERKREDITAN RAKYAT Perkembangan kinerja industri BPR membaik Hal ini tampak dari indikator berupa aset, DPK, dan penyaluran kredit dimana masingmasing tumbuh sebesar 4,52% (qtq), 5,17% (qtq), dan 6,18% (qtq). Meski demikian, kualitas kredit BPR sedikit menurun, sebagaimana tampak dari peningkatan rasio NPL dari 1,8% menjadi 1,93% (qtq). 52

69 Perkembangan Perbankan Posisi BPR di Provinsi Lampung dibanding Nasional Hingga bulan Februari 2011, data Statistik Perbankan Indonesia menunjukkan bahwa total aset BPR secara nasional berjumlah Rp46,82 triliun atau tumbuh 2,35% dibanding akhir Desember Sedangkan BPR di Lampung memiliki total aktiva sebesar Rp3,66 triliun, terbesar ke-4 setelah Jawa Tengah (Rp11,05 triliun), Jawa Barat (Rp8,60 triliun), dan Jawa Timur (Rp5,67 triliun). Perkembangan Kelembagaan BPR Jumlah BPR yang beroperasi di Provinsi Lampung sebanyak 31 buah dengan lokasi kantor pusat penyebaran meliputi Bandar Lampung (13 BPR), Metro (3 BPR), Lampung Tengah (4 BPR), Lampung Selatan (2 BPR), Lampung Utara (2 BPR), Lampung Timur (4 BPR), Tanggamus (1 BPR), tulangbawang (1 BPR), dan Way Kanan (1 BPR). Pelayanan dengan mesin ATM yang dimiliki BPR berjumlah 5 buah yang masing-masing tersebar di Bandar Lampung, Metro, Lampung Tengah, Lampung Utara, dan Lampung Timur. Perkembangan Aset dan DPK BPR Pada triwulan laporan terjadi peningkatan aset sebesar 4,52% (qtq) atau 11,53% (yoy), dimana aset BPR konvensional (BPRK) dan BPR Syariah (BPRS) masing-masing tumbuh sebesar 4,22% (qtq) dan 16,57% (qtq). Indikator berupa DPK juga menunjukkan pertumbuhan sebesar 5,17% (qtq) atau 18,19% (yoy), dimana tabungan memiliki pertumbuhan triwulanan dan tahunan yang lebih tinggi dibandingkan deposito. Pangsa DPK terbesar masih berupa deposito (83,4%) yang diperkirakan akibat suku bunga deposito cukup tinggi, sehingga nasabah tertarik menyimpan dana di BPR. Tabel 3.9 Asset & DPK BPR No Uraian Trw I 2010 (miliar Rp) Trw IV 2010 (miliar Rp) Posisi (miliar Rp) Trw I-2011 qtq yoy A Asset 3, , , % 11.53% B DPK 2, , , % 18.19% 1 Konvensional 2, , , % 17.76% 2 Syariah % 50.10% B Jenis DPK 2, , , % 18.19% 1 Tabungan % 23.72% 2 Simpanan Berjangka 1, , , % 17.15% Sumber: LBU dan LBUS 53

70 Mar-08 Jun-08 Sep-08 Dec-08 Mar-09 Jun-09 Sep-09 Dec-09 Mar-10 Jun-10 Sep-10 Dec-10 Mar-11 Perkembangan Perbankan Perkembangan Kredit BPR dan Kualitas Kredit BPR Outstanding kredit BPR hingga akhir triwulan laporan sebesar Rp3,13 triliun, meningkat 6,18% (qtq) dan 19,74% (yoy). Menurut penggunaannya, sebanyak 69,82% kredit BPR atau sebesar Rp2,19 triliun masih ditujukan untuk konsumsi; 27,96% atau sejumlah Rp876 miliar untuk modal kerja; dan 2,22% atau Rp69,6 miliar untuk investasi. Ketiga jenis kredit tersebut mengalami peningkatan baik secara triwulanan maupun tahunan. Masih dominannya kredit konsumsi menunjukkan bahwa industri BPR lebih memilih nasabah konsumtif dengan alasan kemudahan dalam melakukan pengawasan karena faktor keterbatasan sumber daya manusia di instansi mereka. Secara sektoral, kredit untuk sektor lain-lain memegang 75,75% pangsa kredit BPR, dengan nilai mencapai Rp2,28 triliun. Tingginya pangsa sektor ini mengkonfirmasi dominasi pangsa kredit konsumsi. Alokasi kredit terbesar selanjutnya adalah sektor perdagangan dengan pangsa 13,96% atau berjumlah Rp437 miliar Grafik 3.14 Perkembangan Kredit BPR (Rp Miliar) Sumber: LBU dan LBUS Peningkatan penyaluran kredit BPR ternyata kurang diimbangi dengan kualitas kredit. Hal ini tampak dari rasio NPL BPR yang meningkat dari 1,8% menjadi 1,93% (qtq). Namun peningkatan ini hanya terjadi pada BPR konvensional dari 1,78% menjadi 1,92% (qtq), sedangkan Non Performing Financing (NPF) BPR Syariah turun dari 2,67% di triwulan IV-2010 menjadi 2,58% di triwulan laporan. Perkembangan LDR dan L/R Tahun Berjalan Tingkat intermediasi BPR yang terindikasi melalui rasio LDR meningkat dari 119,77% menjadi 120,93% (qtq), sehubungan dengan pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dari pertumbuhan DPK. Rasio LDR yang masih diatas 100 tersebut mengindikasikan bahwa industri BPR di Lampung terus melakukan ekspansi dalam fungsi intermediasi di masyarakat. 54

71 Mar-08 Jun-08 Sep-08 Dec-08 Mar-09 Jun-09 Sep-09 Dec-09 Mar-10 Jun-10 Sep-10 Dec-10 Mar-11 Perkembangan Perbankan Sementara itu, indikator laba/rugi menunjukkan bahwa terjadi penurunan laba yang sangat signifikan selama triwulan laporan, yaitu dari Rp174,48 miliar menjadi Rp56,2 miliar (qtq). BPR konvensional mengalami penurunan laba sebesar 68,21% (qtq), sedangkan laba BPR syariah meningkat 40,69% (qtq). Meski aset meningkat, namun cukup signifikannya penurunan laba ini menjadikan rasio perputaran aset (Return On Aset (ROA)) turun dari 4,81% menjadi 1,48% (qtq). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan aset dalam menghasilkan laba selama triwulan laporan menurun dibandingkan triwulan IV Grafik 3.15 Perkembangan LDR BPR (%) Sumber: LBU dan LBUS (diolah) 4. PERKEMBANGAN BANK SYARIAH Secara umum, kinerja perbankan syariah selama triwulan laporan belum menunjukkan peningkatan kualitas. Meskipun indikator berupa aset dan pembiayaan meningkat, namun indikator DPK dan rasio NPF menunjukkan penurunan kinerja. Pada indikator berupa aset, terjadi peningkatan baik secara triwulanan maupun tahunan. BUS dan BPRS masing-masing sebesar 7,39% (qtq) dan 16,57% (qtq), sehingga nilai aset perbankan syariah pada triwulan I-2011 sebesar Rp1,31 triliun. Dibanding triwulan I-2010, aset bank syariah yang tumbuh signifikan mencapai 93,59% (yoy), mengindikasikan perkembangan aset bank syariah di Lampung secara tahunan yang signifikan. Kinerja pembiayaan syariah di Lampung tumbuh sebesar 9,79% (qtq) atau 72,11% (yoy), dimana sektor pertambangan, industri, listrik, konstruksi, jasa sosial, dan lain-lain mengalami pertumbuhan positif. Pembiayaan untuk sektor lain-lain mengalami pertumbuhan tertinggi mencapai 70,45% sejalan dengan peningkatan pembiayaan konsumsi. Hal ini mengindikasikan bahwa perbankan syariah menjalankan fungsi intermediasi yang lebih berorientasi pada pembiayaan konsumsi, terutama pembiayaan perumahan. 55

72 Perkembangan Perbankan Grafik 3.16 Rp Miliar Perkembangan Perbankan Syariah % 1, Asset Pembiayaan DPK FDR-rhs 1,200 1, Mar-09 Jun-09 Sep-09 Dec-09 Mar-10 Jun-10 Sep-10 Des-10 Mar Sumber: LBU dan LBUS Pada indikator berupa dana pihak ketiga (DPK), terjadi penurunan nilai sebesar 4,97% (qtq), meskipun dibanding triwulan I-2010 terjadi peningkatan sebesar 42,46% (yoy). Simpanan jenis tabungan pada perbankan syariah mendominasi dengan pangsa sebesar 57,93% dan pertumbuhan sebesar 10,39% (qtq). Sedangkan simpanan jenis giro dan tabungan justru mengalami penurunan nilai dibandingkan triwulan IV Meningkatnya pembiayaan Bank Syariah ternyata kurang diimbangi dengan kualitas pemberiannya. Hal ini tampak dari meningkatnya rasio NPF dari 1,73% menjadi 2,02% (qtq). Penurunan kualitas ini terjadi pada BUS dimana NPF nya meningkat dari 1,68% menjadi 1,99% qtq), sedangkan NPF BPRS turun dari 2,67% menjadi 2,58% (qtq). Pertumbuhan pembiayaan yang melampaui penurunan pada DPK menjadikan Financing To Deposit Ratio (FDR) Bank Syariah naik dari 138,97% menjadi 160,55% (qtq). Hal ini mengindikasikan bahwa walaupun terjadi penurunan simpanan nasabah, namun perbankan syariah tetap melakukan ekspansi untuk kebutuhan pembiayaan pada nasabah dengan sumber pendanaan yang juga berasal dari kewajiban kepada bank lain, selain Dana Pihak Ketiga. 56

73 Perkembangan Perbankan Tabel 3.10 Indikator Perbankan Syariah No Uraian Trw I 2010 (miliar Rp) Trw IV 2010 (miliar Rp) Trw I 2011 Posisi (miliar Rp) Pangsa qtq yoy A Asset - Jenis Bank , , % 8.05% 93.6% 1 BUS , , % 7.39% 98.8% 2 BPRS % 16.57% 47.3% B DPK - Jenis Bank % -4.97% 42.5% 1 BUS % -6.32% 42.0% 2 BPRS % 19.61% 50.1% C Pembiayaan - Jenis Bank , % 9.79% 72.1% 1 BUS , % 9.59% 76.9% 2 BPRS % 13.34% 16.8% D Pembiayaan - Jenis Penggunaan , % 9.79% 72.1% 1 Modal Kerja % -3.54% 50.2% 2 Investasi % 0.36% 29.7% 2 Konsumsi % 47.10% 158.9% E NPF 2.41% 1.73% 2.02% F FDR % % % Sumber: LBU dan LBUS 5. ASESMEN STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAERAH Asesmen secara umum terhadap stabilitas sistem keuangan daerah dilakukan guna melihat potensi sumber-sumber risiko keuangan daerah yang dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan di daerah. Asesmen yang dilakukan menyimpulkan bahwa pada triwulan I terjadi peningkatan risiko keuangan. Asesmen Keuangan Bisnis dan Rumah Tangga Kondisi keuangan bisnis dan rumah tangga di Provinsi Lampung menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Indikator yang mencerminkan hal tersebut diantaranya adalah alokasi kredit perbankan, konsumsi swasta dalam PDRB, dan hasil SKDU. Pada kredit, terjadi pertumbuhan kredit perbankan baik secara triwulanan maupun tahunan, terutama pada kredit modal kerja dan investasi. Perkembangan konsumsi swasta dalam PDRB juga menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 5,09 % (yoy). Begitu pula dengan hasil SKDU yang menginformasikan adanya peningkatan kapasitas usaha pada triwulan I Asesmen Risiko Aktiva Produktif Bank Umum Aktiva produktif bank umum di Lampung didominasi dalam bentuk kredit (94,89%), yang diikuti kemudian oleh portfolio berbentuk penempatan pada bank lain (4,55%), penempatan pada SBI (0,33%), dan surat berharga dan tagihan lainnya (0,22%). Besarnya pangsa keempat jenis portfolio tersebut diprediksi tidak akan banyak berubah pada triwulan II- 57

74 Perkembangan Perbankan Berdasarkan kolektibilitas kredit, rasio NPLs gross bank umum meningkat, yaitu dari 3,04% menjadi 3,28% (qtq). Berdasarkan jenis penggunaan, kredit modal kerja memiliki risiko tertinggi yang tercermin dari rasio NPL sebesar 4,11%, begitu pula dengan kredit konsumsi yang memiliki rasio NPL sebesar 2,88%. Dengan rasio NPL Bank Umum ini masih dibawah 5%, kondisi portfolio aktiva produktif Bank Umum di Provinsi Lampung masih cukup terjaga. Namun, naiknya rasio NPL memberikan sinyal bank umum harus lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit nya. Asesmen Risiko Likuiditas Risiko likuiditas Bank Umum di Provinsi Lampung meningkat, dengan indikator berupa rasio likuiditas bank umum yang turun dari 5,20% menjadi 4,33% (qtq), akibat penurunan alat likuid yang lebih besar dari berkurangnya aktivitas pendanaan. Meningkatnya risiko likuiditas tersebut mencerminkan menurunnya kemampuan bank dalam menyediakan dana jangka pendek. Asesmen Risiko Rentabilitas Risiko rentabilitas Bank Umum di Provinsi Lampung meningkat. Hal ini tampak dari rasio rentabilitas (Return On Aset) yang turun dari 2,87% menjadi 1,07% (qtq) sehingga mengindikasikan melemahnya kemampuan perbankan Lampung untuk memperoleh keuntungan dari pengelolaan asetnya. 58

75 Perkembangan Keuangan Daerah BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Dalam keuangan pemerintah daerah (APBD-P) tahun 2010, realisasi pendapatan mencapai 102% dari target sebesar Rp2,040 triliun. Sementara itu, dalam keuangan pemerintah pusat di Provinsi Lampung, penerimaan negara di daerah ini mencapai Rp5,78 triliun atau melampaui target dalam DIPA revisi yang mencapai Rp1,22 triliun. Hal ini ditopang oleh realisasi pajak daerah yang cukup tinggi, berada jauh diatas target yang ditetapkan. Sementara itu, realisasi belanja negara di Provinsi Lampung telah mencapai 102,05% dari yang ditetapkan. Namun, realisasi belanja daerah yang bersumber dari APBD, hingga akhir tahun 2010 belum terealisasi sepenuhnya atau hanya terealisasi sebesar 94,78%. 1. PENDAPATAN DAERAH 2010 Hingga akhir tahun 2010, pendapatan pemerintah provinsi Lampung mencapai Rp2,084 triliun atau melampaui target pendapatan yang ditetapkan dalam APBD- Perubahan tahun 2010 sebesar Rp2,040 triliun. PAD yang memiliki porsi terbesar dalam komponen pendapatan (mencapai lebih dari 50% dari total pendapatan) mengalami realisasi melampaui target. Dalam pendapatan daerah tahun 2010, hanya komponen PAD yang melampaui target, sedangkan komponen Dana Perimbangan dan Lain-Lain Pendapatan yang Sah mengalami realisasi dibawah target. Dana Perimbangan hanya terealisasi sebesar Rp908,4 miliar atau 97,22% dari target, yang disebabkan oleh realisasi Bagi Hasil Pajak yang hanya mencapai Rp129,56 miliar atau 82,91% dari target. Bila dibandingkan tahun 2009, realisasi seluruh komponen pendapatan (PAD, Dana Perimbangan, dan Lain-Lain Pendapatan yang Sah) mengalami peningkatan sangat signifikan, dimana PAD mengalami pertumbuhan yang paling tinggi. Kondisi tersebut ditopang oleh penerimaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang terealisasi masing-masing sebesar % dan %. Hal ini tidak terlepas dari jumlah objek kendaraan yang semakin meningkat sejalan dengan aktivitas ekonomi yang terus mengalami pertumbuhan. 59

76 Perkembangan Keuangan Daerah Tabel 4.1 Realisasi Pendapatan dalam APBD 2010 (dalam Rupiah) Sumber : Biro Keuangan Provinsi Lampung Data Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Lampung menunjukkan bahwa dibandingkan tahun 2009, jumlah objek PKB dan BBN-KB mengalami peningkatan masing-masing sebesar 15,07% (yoy) dan 24,29% (yoy). Berdasarkan jenisnya, mayoritas objek pajak masih didominasi oleh jenis kendaraan roda dua yang berjumlah 1,07 juta unit atau tumbuh 15,36% dibandingkan tahun Sedangkan objek PKB jenis kendaraan roda empat berjumlah 60

77 Perkembangan Keuangan Daerah ribu atau tumbuh 11,16% dibandingkan tahun 2009, dimana alat berat, pick up, dan bus yang merupakan kendaraan untuk kegiatan usaha mengalami peningkatan yang tertinggi. Grafik 4.1 Jumlah Objek PKB dan BBN-KB Objek PKB (Unit) Jumlah Roda 2 + Roda 4 1,059,045 1,218,628 Jumlah Roda 2 931,350 1,074,454 Jumlah Roda 4 144, , ,000 1,000,000 1,500, Alat Berat Truck Objek PKB Per Jenis Kendaraan (unit) 34,005 32,812 Pick Up Bus 1,613 1,413 26,234 22,860 ST. Wagon Jeep Sedan 7,212 6,354 9,572 8,394 56,032 63, ,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000 70, Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Lampung Pada komponen PAD lainnya, hasil retribusi daerah mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan tahun Pada tahun 2009, hasil retribusi terealisasi sebesar Rp75,33 miliar, sedangkan pada tahun 2010 hanya terealisasi sebesar Rp7,08 miliar. Hal ini diakibatkan oleh beralihnya pencatatan komponen Retribusi Pelayanan Kesehatan (RSUAM) menjadi komponen Lain-lain PAD yang Sah sebagai Badan Layanan Umum Daerah. Diantara seluruh komponen PAD, Hasil Penjualan Aset Daerah yang Tidak Dipisahkan, Penerimaan Jasa Giro, dan Pendapatan Denda Pajak (PKB dan BBN-KB) memperoleh realisasi pendapatan yang sangat tinggi dibandingkan yang ditargetkan. Penerimaan Jasa Giro terealisasi 61

78 Perkembangan Keuangan Daerah sebesar 245,36%, yang berasal dari pendapatan bunga atas penempatan jasa giro kas daerah. Sementara itu, penjualan aset daerah berupa kendaraan dinas roda dua dan roda empat menyebabkan realisasi Hasil Penjualan Aset Daerah yang Tidak Dipisahkan mencapai Rp394,60 juta, jauh melampaui nominal yang ditargetkan sebesar Rp10 juta. Sementara itu, hingga akhir triwulan IV-2010, penerimaan negara di Provinsi Lampung mencapai Rp5,78 triliun atau melampaui target dalam DIPA revisi yang mencapai Rp1,22 triliun. Penerimaan negara yang terbesar diperoleh dari pendapatan pajak dalam negeri yang memiliki porsi sebesar 78,34% dari total penerimaan. Dalam penerimaan pajak dalam negeri, pendapatan terbesar berasal dari PPN yang mencapai Rp2,27 triliun dan PPh sebesar Rp1,75 triliun. Sumber penerimaan terbesar lainnya berasal dari pendapatan pajak transaksi perdagangan internasional yang mencapai Rp993,47 miliar, dengan perolehan terbesar berasal dari pendapatan bea masuk yang mencapai Rp500,62 miliar. Apabila dibandingkan triwulan III- 2010, pendapatan dari bea masuk dan bea keluar meningkat masing-masing sebesar sebesar Rp214,63 miliar dan Rp254,38 miliar. Kondisi ini tercermin dari meningkatnya transaksi ekspor dan impor Lampung. Tabel 4.2 Penerimaan Negara di Provinsi Lampung Tahun 2010 REALISASI PENDAPATAN TARGET (DIPA REVISI) s/d Trw III-2010 s/d Trw IV-2010 % Realisasi I. PENDAPATAN PAJAK DALAM NEGERI 1,037,474,455,181 3,238,604,441,254 4,532,698,049, % Pendapatan Pajak Penghasilan 1,286,143,966,912 1,755,756,324,470 Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai 1,567,367,821,822 2,270,852,414,483 Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan 322,157,440, ,737,816,953 Pendapatan BPHTB 27,311,752,010 85,585,967,119 Pendapatan Cukai 99,770, ,025,000 Pendapatan Pajak Lainnya 35,523,689,964 49,614,501,961 II. PENDAPATAN PAJAK PERDAGANGAN INTERNASIONA 0 524,453,999, ,469,292,168 Pendapatan Bea Masuk 285,992,930, ,624,129,811 Pendapatan Bea Keluar 238,461,068, ,845,162,357 III. PENERIMAAN SUMBER DAYA ALAM 27,775,823, ,309, ,079, % Pendapatan Pertambangan Umum 537,309, ,079,676 IV. PENDAPATAN PNPB LAINNYA 153,398,443, ,994,940, ,622,234, % V. PENDAPATAN BADAN LAYANAN UMUM 0 71,904,859,583 TOTAL PENDAPATAN 1,218,648,722,025 3,967,495,549,865 5,785,503,655, % Sumber : Dirjen Perbendaharaan Kanwil Lampung 62

79 Perkembangan Keuangan Daerah 2. BELANJA DAERAH 2010 Realisasi belanja daerah hingga akhir tahun 2010 mencapai Rp2,004 triliun atau sebesar 94,78% dari target sebesar Rp2,115 triliun. Belanja langsung hanya mencapai realisasi sebesar 96,09%, namun lebih tinggi dibandingkan belanja tidak langsung yang hanya terealisasi sebesar 93,41%. Seluruh komponen dalam belanja langsung maupun tidak langsung memiliki rata-rata realisasi diatas 85%. Rata-rata realisasi komponen pada belanja hibah merupakan yang tertinggi (96,03%), diikuti seluruh komponen belanja modal yang rata-rata terealisasi sebesar 95,60%. Tingginya realisasi belanja modal ini terutama untuk pembangunan infrastruktur prioritas yang dilakukan pemerintah daerah. Informasi dari Bappeda Provinsi Lampung menunjukkan bahwa pada akhir 2010, beberapa proyek pembangunan yang dilakukan diantaranya : 1. Kota Baru : Pembangunan Badan Jalan dan Pintu Gerbang 2. Bandara Radin Inten II : Perpanjangan runway, pemindahan alat bantu pendaratan, perluasan apron & taxi way, penyesuaian instrument landing system, perbaikan lighting, serta rehabilitasi terminal. 3. Bandara Seray di Lampung Barat : Pembangunan runway, kantor bandara dan pembangunan akses jalan masuk. 4. Rehabilitasi gedung sekolah : SD/MI, SMP/MTs dan SMA/SMK untuk perbaikan ruang kelas sekolah. 5. Embarkasi Haji : Pembangunan fasilitas embarkasi haji dengan kapasitas asrama untuk 918 orang. 63

80 Perkembangan Keuangan Daerah Tabel 4.3 Realisasi Belanja dalam APBD 2010 (dalam Rupiah) Sumber : Biro Keuangan Provinsi Lampung Dengan melihat realisasi pendapatan (Rp2,084 triliun) dan realisasi belanja daerah (Rp2,004), maka APBD Provinsi Lampung tahun 2010 mengalami surplus sebesar Rp79,63 miliar. Sedangkan penerimaan pembiayaan yang diperoleh dari hasil SILPA tahun 2009 dan komponen lainnya mencapai Rp78,95 miliar. Sementara itu, dengan pengeluaran pembiayaan daerah yang mencapai Rp4 miliar, maka SILPA Provinsi Lampung tahun 2010 mencapai Rp154,58 miliar. 64

81 Perkembangan Keuangan Daerah Tabel 4.4 Belanja Negara di Provinsi Lampung Tahun 2010 (dalam Rupiah) Sumber : Biro Keuangan Provinsi Lampung Di sisi lain, belanja negara di daerah sampai akhir 2010 telah mencapai Rp5,37 triliun atau 102,05% dari target dalam DIPA revisi yang mencapai Rp5,26 triliun. Realisasi belanja bantuan sosial merupakan yang terbesar, yaitu mencapai Rp1,56 triliun, dimana realisasi belanja tertinggi dalam komponen ini digunakan untuk belanja bantuan langsung (block grant) kepada sekolah/lembaga pendidikan/guru yang mencapai Rp963,70 miliar. Selanjutnya, sebagai kompensasi atas potensi pajak yang dimiliki, Provinsi Lampung memperoleh transfer DBH pajak yang mencapai Rp382, 23 miliar, dimana DBH PBB Kabupaten/Kota merupakan yang tertinggi, yaitu sebesar Rp239,84 miliar. 65

82 Perkembangan Keuangan Daerah KOMPONEN BELANJA Tabel 4.5 Belanja Negara di Provinsi Lampung TARGET (DIPA REVISI) s/d Trw III-2010 s/d Trw IV-2010 % Realisasi BELANJA NEGARA 5,264,255,339,000 3,156,776,703,696 4,989,916,331, % BELANJA PEGAWAI 1,457,966,497,000 1,066,193,331,202 1,435,449,112, % BELANJA BARANG 1,081,955,579, ,922,557, ,883,737, % BELANJA MODAL 1,046,613,459, ,322,903, ,430,558, % BELANJA PEMBAYARAN KEWAJIBAN HUTANG - 4,686,211,836 BELANJA SUBSIDI - - BELANJA HIBAH - - BELANJA BANTUAN SOSIAL 1,557,029,916, ,541,905,539 1,562,499,801, % BELANJA LAIN-LAIN 21,318,011,000 11,034,719,829 20,966,910, % TRANSFER KE DAERAH ,234,439,677 TRANSFER DANA PERIMBANGAN ,234,439,677 TOTAL BELANJA 5,264,255,339,000 3,156,776,703,696 5,372,150,771, % Sumber : Dirjen Perbendaharaan Kanwil Lampung 3. RAPBD PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2011 Pada tahun anggaran 2011, APBD Lampung tidak terlalu meningkat signifikan. Anggaran pendapatan ditetapkan sebesar Rp2,16 triliun, sedangkan anggaran belanja mencapai Rp2,18 triliun. Peningkatan APBD 2011 terhadap APBD Perubahan 2010 hanya sebesar 5,97% untuk anggaran pendapatan dan 3,11 % untuk anggaran belanja. Demikian juga dengan proporsi tiap komponen pembentuk APBD yang mengalami perubahan relatif kecil dibandingkan anggaran Komponen terbesar anggaran pendapatan 2011 masih berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan porsi sebesar 50,20% atau berada diatas Dana Perimbangan yang hanya memiliki porsi sebesar 45,69% dari total pendapatan. Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah Daerah optimis mampu memenuhi kebutuhan belanjanya dengan mengandalkan Pajak Daerah yang memiliki porsi mencapai 40,98% atau sebesar Rp1,08 triliun. Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi Lampung untuk meningkatkan perolehan pajak adalah dengan memberlakukan pajak progresif yang ditujukan kepada pemilik kendaraan lebih dari satu pada tahun 2011 sebesar 2% dan 3% dari nilai jual kendaraan bermotor untuk masing-masing kepemilikan sebanyak dua dan tiga kendaraan. Selain pemberlakuan pajak progresif tersebut, Dispenda Provinsi Lampung juga akan merencanakan pengenaan pajak terhadap kendaraan dinas (randis) yang ada di lingkungan Pemprov. Pajak randis ini akan dipatok sebesar 0,5 % dari nilai jual kendaraan tersebut. 66

83 Perkembangan Keuangan Daerah GGrafik 4.2 Porsi Komponen Pendapatan Daerah dalam APBD 2011 Dana Alokasi Khusus (DAK), 1.28 Hibah, 4.11 Pajak Daerah, Dana Alokasi Umum (DAU), Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak, Lain-lain PAD yang Sah, 8.07 Laba Perusahaan Milik Daerah, 0.84 Retribusi Daerah, 0.31 Sumber : Biro Keuangan Provinsi Lampung Tabel 4.6 Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2011 Uraian Sumber : Biro Keuangan Provinsi Lampung APBD - P 2010 APBD 2011 Perubahan (Rp) (Rp) (%) A. PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) 1,020,250,461,479 1,085,424,022, Pajak Daerah 835,310,800, ,967,000, Retribusi Daerah 6,131,012,500 6,746,202, Laba Perusahaan Milik Daerah 13,256,302,799 18,244,939, Lain-lain PAD yang Sah 165,552,346, ,465,880, B. DANA PERIMBANGAN 934,379,501, ,944,599, Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 263,057,492, ,247,769,773 (4.11) Bagi Hasil Bukan Pajak / Sumber Daya Alam - - Dana Alokasi Umum (DAU) 643,748,209, ,123,029, Dana Tambahan Guru TA Dana Alokasi Khusus (DAK) 27,573,800,000 27,573,800,000 - C LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH 85,772,761,141 88,800,000, Hibah 64,772,761,141 88,800,000, Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 21,000,000, PENDAPATAN 2,040,402,724,069 2,162,168,622, Sementara itu, komponen Dana Perimbangan tahun 2011 yang mencapai Rp987,94 miliar masih didominasi oleh DAU yang mencapai Rp708,12 miliar atau memiliki porsi sebesar 71,68% dan meningkat 10% dibandingkan Sama seperti DAU tahun 2010, data Departemen Keuangan menunjukkan bahwa Kabupaten Lampung Tengah memperoleh DAU terbesar dengan nilai mencapai Rp785,18 miliar, selanjutnya diikuti oleh Kabupaten Lampung Timur dengan DAU sebesar Rp637,84 miliar. Pada komponen Dana Perimbangan lainnya, DBH tahun 2011 ditetapkan sebesar 67

84 Perkembangan Keuangan Daerah Rp252,25 miliar atau mengalami penurunan sebesar 4,11% dibandingkan tahun Penurunan ini terjadi karena pengalihan wewenang pemungutan atau devolusi BPHTB dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan amanat UU No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Dengan demikian, sejak tanggal 1 Januari 2011 wajib pajak yang akan membayar BPHTB langsung ditangani oleh Pemerintah Kabupaten/Kota setempat, dimana sebelumnya dilakukan oleh Pemerintah Pusat melalui Kantor Pelayanan Pajak. Terkait dengan hal ini, maka DBH BPHTB tahun 2011 sebesar ±Rp12,32 miliar (mengacu pada APBD 2010) akan langsung diterima oleh Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Prinsip dasar pengalihan wewenang pemungutan ini adalah bahwa pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan suatu daerah sesuai potensinya sejalan dengan kewajibannya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat di daerah tersebut. Selanjutnya, mulai 1 Januari 2011 pelaksanaan pemungutan BPHTB sangat tergantung dari kesiapan Kabupaten/Kota. Untuk dapat melakukan pemungutan BPHTB, Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan harus terlebih dahulu memiliki Peraturan Daerah yang mengatur, dengan kata lain jika tidak memiliki Perda maka Pemerintah Daerah tidak boleh memungut BPHTB. Di Provinsi Lampung, beberapa Kabupaten/Kota sedang mempersiapkan segala sesuatunya termasuk Perda sebagai dasar hukum pemungutan. Semakin lama kesiapan suatu daerah, maka akan terjadi potensial loss bagi daerah yang bersangkutan karena masyarakat yang akan membeli properti di daerah yang belum memiliki Perda BPHTB tidak perlu membayar pajak tersebut karena Perda tidak dapat berlaku surut. Di dalam anggaran belanja daerah tahun 2011, belanja modal mendominasi dengan nilai sebesar Rp499,17 miliar atau meningkat 14,87% dibandingkan tahun Peningkatan anggaran belanja tahun 2011 difokuskan pada pembangunan infrastruktur, pendidikan dan kesehatan. Khusus untuk pembangunan infrastruktur, sesuai dengan master plan pembangunan tahun 2010 ditetapkan bahwa pemerintah daerah memiliki 12 program unggulan dan 11 program diantaranya merupakan proyek pembangunan infrastruktur daerah. 68

85 Perkembangan Keuangan Daerah Tabel 4.7 Anggaran Belanja Daerah Provinsi Lampung Tahun 2011 Uraian APBD - P 2010 APBD 2011 Perubahan (Rp) (Rp) (%) A. BELANJA TIDAK LANGSUNG 1,036,746,936,907 1,090,584,311, Belanja Pegawai 449,917,292, ,303,165, Belanja Hibah 41,642,650,000 36,172,755,120 (13.14) Belanja Bantuan Sosial 105,328,603,207 81,450,000,000 (22.67) Belanja Bagi Hasil 393,000,000, ,000,000,000 (10.18) Belanja Bantuan Keuangan 19,500,000,000 90,300,000, Belanja Tidak Terduga 27,358,391,000 22,358,391,001 (18.28) B. BELANJA LANGSUNG 1,078,607,166,798 1,090,584,311, Belanja Pegawai 83,813,011, ,213,735, Belanja Barang dan Jasa 560,240,144, ,201,592,826 (18.39) Belanja Modal 434,554,010, ,168,982, BELANJA DAERAH 2,115,354,103,705 2,181,168,622, Sumber : Biro Keuangan Provinsi Lampung Berdasarkan data dari Bappeda Provinsi Lampung, terdapat beberapa proyek infrastruktur yang akan dilanjutkan pengembangannya pada tahun 2011, diantaranya : a. Pembangunan Infrastruktur Kesehatan Mengalokasikan dana APBD 2011 sebesar Rp216 miliar (11% dari total APBD) yang difokuskan pada penambahan infrastruktur kesehatan dan pelayanan, seperti penambahan Puskesmas Rawat Inap, penambahan puskesmas pembantu dan puskesmas keliling, serta pengadaan puskesmas terapung untuk melayani penduduk di kepulauan. b. Pembangunan jalan tol ruas Terbanggi Besar-Babatan-Bakauheni Pemda akan menyiapkan dana pendamping untuk pembebasan lahan sebesar Rp30 miliar dan mendorong Kementerian PU untuk merealisasikan dana pembebasan lahan. c. Pembangunan Infrastruktur Pendidikan di Sulusuban, Lampung Tengah Pada Tahun 2011, Pemerintah Provinsi merencanakan lanjutan pembangunan fisik gedung sekolah dengan alokasi dana sebesar Rp4 miliar, pembangunan akses jalan dengan alokasi dana sebesar Rp10 miliar, serta pembangunan kompleks SMK dengan kebutuhan anggaran mencapai Rp20 miliar. d. Pembangunan Kota Baru Lampung Tahun 2011, akan dilakukan studi pengembangan Kota Baru di Gedung Wani, pembebasan lahan untuk jalan akses Way Huwi Purwotani, pembangunan jalan Way Huwi - Purwotani, pembangunan jalan utama dalam Kota Baru, pembangunan gerbang Kota Baru, serta pembangunan kantor Gubernur. 69

86 Perkembangan Keuangan Daerah e. Pengembangan Bandara Radin Inten II Rencana pembebasan lahan untuk perpanjangan run way, pemindahan dan pembangunan jalan desa yang melintas run way, review masterplan, menjajaki kerjasama dengan PT. Angkasa Pura II, perbaikan sarana terminal (lighting) serta studi kawasan keselamatan operasional penerbangan (KKOP). f. Bandara Seray Lampung Barat Rencana pembangunan badan apron, perpanjangan runway dan pelapisan runway serta pembangunan akses jalan masuk. g. Pembangunan dan Pemeliharan jalan/jembatan di sejumlah Kabupaten/Kota dengan total anggaran mencapai Rp245,09 miliar. 4. DANA TUGAS PEMBANTUAN DAN DEKONSENTRASI TAHUN 2011 Sesuai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan dalam Pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan di daerah. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, sedangkan Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada Daerah dan atau Desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, prasarana serta sumberdaya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan. Dengan kata lain, penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dibiayai atas beban pengeluaran pembangunan APBD, dimana pencatatan dan pengelolaan keuangan dalam penyelengaraannya dilakukan secara terpisah dari APBD. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan, alokasi dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan di Provinsi Lampung tahun 2011 masing-masing mencapai Rp451,77 miliar dan Rp353,37 miliar. Alokasi dana dekonsentrasi terbesar terdapat pada bidang pendidikan yang mencapai Rp348,16 miliar, sedangkan alokasi dana tugas pembantuan terbesar terdapat pada bidang pertanian yang mencapai Rp233,19 miliar. 70

87 Perkembangan Sistem Pembayaran BAB V PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Salah satu tugas Bank Indonesia adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, baik tunai maupun non tunai. Selama triwulan I-2011, aktivitas sistem pembayaran tunai antara bank umum di Lampung dengan Bank Indonesia menunjukkan net inflow. Pada sistem pembayaran non tunai melalui kliring terjadi peningkatan, namun transaksi melalui RTGS cenderung mengalami penurunan dibandingkan periode sebelumnya. 1. PERKEMBANGAN ALIRAN UANG KARTAL Jumlah uang kartal yang masuk (inflow) ke Kantor Bank Indonesia Bandar Lampung selama Triwulan I-2011 tercatat sebesar Rp1,5 triliun, atau meningkat 11,15% dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp1,35 triliun. Meski demikian, jumlah uang kartal yang keluar dari Bank Indonesia (outflow) menunjukkan penurunan sebesar 52,57% yaitu dari Rp 1,48 triliun menjadi Rp 703 miliar. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa aliran uang kartal di Bank Indonesia Bandar Lampung pada triwulan I-2011 mengalami net-inflow, sebagaimana siklus yang terjadi pada triwulan I setiap tahun. Banyaknya uang kartal yang masuk ke BI (inflow) salah satunya karena masih minimnya permintaan uang kartal untuk belanja modal APBD. Selain itu adanya peningkatan setoran hasil transaksi perdagangan oleh perusahaan ke perbankan juga memperbanyak inflow. Di sisi lain, aktivitas outflow yang terjadi selama triwulan laporan diantaranya untuk memenuhi permintaan masyarakat yang mulai menikmati masa panen meski jumlahnya belum signifikan. 2,000 Grafik 5.1 Perkembangan Aliran Uang Kartal (Rp Miliar) inflow outflow net flow 1, ,000 I II III IV I II III IV I ,000 Sumber : Bank Indonesia 71

88 Perkembangan Sistem Pembayaran Dalam rangka pemenuhan kebutuhan uang pecahan di masyarakat, Bank Indonesia senantiasa menyediakan uang kartal baik melalui kegiatan kas keliling maupun loket penukaran uang di Kantor Bank Indonesia. Pada triwulan I-2011, jumlah nominal penukaran uang tercatat sebesar Rp30,83 miliar, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp23,37 miliar. Penukaran uang pecahan Rp10.000,-, Rp5.000,-, dan Rp ,- adalah yang paling banyak diminta oleh masyarakat dengan pangsa ketiganya mencapai 82,39% atau meningkat dibandingkan pangsa pada triwulan IV-2010 sebesar 77,71%. Periode Tabel 5.1 Perkembangan Penukaran Uang Triwulan I-2011 Nominal (Rp Juta) TOTAL Oktober , , , , ,204.7 November , , , ,527.2 Desember , , , ,636.1 Total Triwulan IV , , , , , ,368.0 Januari , , , ,549.7 Februari , , , ,755.2 Maret , , , , ,520.8 Total Triwulan I , , , , , ,825.7 Sumber : Bank Indonesia 2. PEMBERIAN TANDA TIDAK BERHARGA (PTTB) Dalam bidang pengedaran uang, Bank Indonesia memiliki kebijakan untuk senantiasa berupaya memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap uang kartal dalam jumlah nominal yang cukup dengan jenis pecahan dalam kondisi layak edar (fit to circulation). Dalam pelaksanaan kebijakan clean money policy, Bank Indonesia melakukan pemilahan untuk memisahkan uang layak edar dan tidak layak edar, serta melakukan pemusnahan uang yang tidak layak edar melalui Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB). Selama triwulan I-2011, uang tidak layak edar (UTLE) yang di PTTB tercatat meningkat 9,8% (qtq), dari Rp1,22 triliun pada triwulan IV-2010 menjadi Rp1,34 triliun di triwulan laporan. Sementara jika dibandingkan dengan triwulan I-2010, terjadi peningkatan yang sangat signifikan hingga 62,4%. Peningkatan jumlah PTTB tersebut mengindikasikan tingginya perputaran uang tunai yang digunakan dalam kegiatan transaksi perdagangan di masyarakat. Meski jumlah PTTB meningkat, namun rasio PTTB terhadap uang kartal yang masuk (inflow) turun, dari 90,8% pada triwulan IV-2010 menjadi 89,7% di triwulan laporan. Hal ini terkait dengan pola musiman karena arus uang yang masuk ke Bank Indonesia Bandar Lampung selalu 72

89 Perkembangan Sistem Pembayaran mengalami tren meningkat pada triwulan I. Grafik 5.2 Rp Miliar Perkembangan PTTB dan Inflow di KBI Bandar Lampung % 1,800 1,600 1,400 1,200 1, Inflow PTTB rasio PTTB/inflow (axis kanan) Sumber : Bank Indonesia 3. PENEMUAN UANG PALSU Sepanjang triwulan I-2011, jumlah uang palsu yang ditemukan dan dilaporkan ke Kantor Bank Indonesia Bandar Lampung berjumlah Rp ,00, atau meningkat hingga 93,19% dibanding triwulan IV Begitu pula dengan jumlah bilyet uang palsu yang mengalami peningkatan sebesar 75,2%, dari 363 lembar pada triwulan IV-2010 menjadi 636 lembar. Adapun pecahan yang paling banyak dipalsukan adalah Rp ,- dan Rp50.000,- dengan pangsa mencapai 98,1%. Maraknya temuan uang palsu tersebut membuat rasio jumlah uang palsu terhadap aliran uang masuk meningkat dari % pada triwulan IV-2010 menjadi 0,003%. Dalam upaya meminimalisir tren peningkatan uang palsu di wilayah Bandar Lampung, Bank Indonesia bersama instansi berwenang senantiasa melakukan upaya penanggulangan yang bersifat preventif dan represif. Bank Indonesia Bandar Lampung melakukan upaya preventif melalui sosialisasi 3-D baik lisan maupun dalam bentuk leaflet dan banner guna meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah. Sementara itu, Kepolisian melakukan upaya penanganan proses hukum terhadap sejumlah kasus pengedaran uang palsu. 73

90 Perkembangan Sistem Pembayaran Grafik 5.3 Komposisi Penemuan Uang Palsu Trw I 2011 Rp 20, % Rp 10, % Rp 5, % Rp 50, % Rp 100, % Sumber : Bank Indonesia 4. PERKEMBANGAN KLIRING DAN REAL TIME GROSS SETTLEMENT (RTGS) Aktivitas perputaran kliring perbankan merupakan salah satu kegiatan perbankan yang mencerminkan transaksi perekonomian di suatu daerah. Dalam pelaksanaannya, kegiatan kliring di Lampung terbagi di 3 wilayah : Bandar Lampung diikuti oleh 34 kantor/bank peserta, Kotabumi dengan peserta 6 kantor/bank, dan Metro dengan peserta 8 kantor/bank. Selama triwulan I-2011, terjadi peningkatan transaksi perputaran kliring baik secara nominal maupun jumlah warkat. Nilai transaksi tumbuh sebesar 25,53% (qtq) atau menjadi Rp5,99 triliun, dengan rata-rata harian perputaran kliring sebesar Rp96,61 miliar. Sejalan dengan kenaikan tersebut, jumlah warkat yang diproses dalam penyelenggaraan kliring mengalami peningkatan sebesar 23,16% (qtq) atau menjadi lembar pada triwulan laporan, dengan rata-rata perputaran harian sebanyak lembar. Meningkatnya transaksi kliring ternyata disertai juga dengan peningkatan temuan cek dan bilyet giro (BG) kosong. Selama triwulan laporan terjadi peningkatan jumlah nominal cek dan BG kosong sebesar 11,89% (qtq) dari Rp52,09 miliar menjadi Rp58,26 miliar. Jumlah warkat juga mengalami peningkatan sebesar 23,49% (qtq) dari lembar menjadi lembar. 74

91 Perkembangan Sistem Pembayaran Tabel 5.2 Perkembangan Transaksi Kliring di Provinsi Lampung Kliring Trw I Trw II Trw III Trw IV Trw I Trw II Trw III Trw IV Trw I Perputaran Nominal (Rp Miliar) 4, , , Lembar 152, , , , , , , , ,969 Pengembalian Nominal (Rp Miliar) Lembar 2,122 2,195 2,538 2,274 2,402 2,576 2,805 2,219 2,754 Sumber : Bank Indonesia Kegiatan penyelesaian transaksi keuangan bernilai besar melalui transaksi RTGS di Lampung selama triwulan laporan mengalami penurunan, baik secara nominal maupun jumlah warkat. Transaksi tersebut meliputi transaksi masuk (incoming) dan keluar (outgoing) Lampung serta transaksi antar nasabah melalui perbankan di wilayah Lampung. Jumlah nominal transaksi RTGS turun sebesar 21,2% dari Rp37,83 triliun menjadi Rp29,8 triliun. Sejalan dengan itu, jumlah warkat juga menunjukkan penurunan sebesar 28,6% (qtq) dari lembar menjadi lembar. Penurunan RTGS ini akibat belum maraknya aktivitas investasi baik oleh Pemerintah maupun swasta, sebagaimana tren umum pada periode yang sama tahun Selain itu, contact liasion Bank Indonesia Bandar Lampung juga menyatakan bahwa selama triwulan I-2011, transaksi perusahaan yang melalui RTGS menurun. Rp Miliar 20,000 15,000 Grafik 5.4 Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai Trw I-2011 RTGS-Outgoing RTGS-Incoming RTGS From-To Kliring 10,000 5,000 0 I II III IV I II III IV I Sumber : Bank Indonesia 75

92 Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat Daerah BAB VI PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH Kesejahteraan masyarakat Lampung yang tercermin dari kondisi ketenagakerjaan dan kesejahteraan menunjukkan perbaikan. Apabila dibandingkan tahun 2010, jumlah penduduk (angkatan kerja) yang bekerja mengalami peningkatan sebesar 3,27% (yoy). Sementara itu jumlah pengangguran maupun jumlah penduduk miskin menunjukkan penurunan masingmasing sebesar 9,84% (yoy) dan 5,03% (yoy). Selain itu, daya beli petani yang tercermin melalui NTP juga mengalami peningkatan sebesar 5,22% (yoy). 1. KETENAGAKERJAAN Menurut data BPS Provinsi Lampung, jumlah penduduk usia kerja (usia 15 tahun keatas) di Lampung mencapai 5,41 juta jiwa, atau sedikit mengalami penurunan yaitu sebesar 0,24% dibandingkan Februari Dari jumlah tersebut, penduduk yang bekerja mencapai 3,65 juta jiwa (67,41%), pengangguran mencapai 201,5 ribu jiwa (3,73%), sedangkan bukan angkatan kerja (masih sekolah dan ibu rumah tangga) mencapai 1,56 juta jiwa (28,87%). Apabila dibandingkan Februari 2010, jumlah penduduk yang bekerja mengalami peningkatan sebesar 3,27%, sedangkan jumlah pengangguran dan bukan angkatan kerja turun masing-masing sebesar 9,84% dan 6,40%. Berdasarkan sektor, mayoritas penduduk Provinsi Lampung masih bekerja pada sektor pertanian, yaitu mencapai 1,94 juta jiwa atau 53,21% dari total penduduk yang bekerja. Jumlah pekerja di sektor ini mengalami penurunan 5,05% dibandingkan Februari Sejalan dengan hal tersebut, jumlah pekerja bebas di sektor pertanian juga mengalami penurunan yaitu sebesar 31,90%. Hal ini dikarenakan, sebagian penduduk yang bekerja di sektor pertanian dan perkebunan merupakan pekerja bebas (informal), yang dipekerjakan ketika menghadapi panen raya. Peningkatan penyerapan tenaga kerja tertinggi terjadi pada sektor perdagangan, rumah makan, jasa akomodasi yaitu sebesar 20,13%, dan kemudian diikuti oleh sektor jasa kemasyarakatan, sosial & perorangan (18,28%), sektor konstruksi (11,24%), sektor industri (2,01%) serta sektor transportasi, pergudangan & komunikasi (0,14%). 76

93 Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat Daerah Tabel 6.1 Indikator Ketenagakerjaan Provinsi Lampung Uraian Februari 2010 Agustus 2010 Februari 2011 Persentase Perubahan Feb'11-Agt'10 Feb'11-Feb'10 Penduduk Usia 15 tahun keatas 5, , , % -0.24% Angkatan Kerja 3, , , % 2.49% Bekerja 3, , , % 3.27% Pengangguran Terbuka % -9.84% Bukan Angkatan Kerja 1, , , % -6.40% Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) % 2.74% Tingkat Pengangguran Terbuka (%) % % Sumber : BPS Provinsi Lampung Tabel 6.2 Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Kerja Utama Uraian Februari 2010 Agustus 2010 Februari 2011 Persentase Perubahan Feb'11-Agt'10 Feb'11-Feb'10 Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perikanan 2, , , % -5.05% Industri % 2.01% Konstruksi % 11.24% Perdagangan, Rumah Makan, Jasa Akomodasi % 20.13% Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi % 0.14% Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan % 18.28% Lainnya % 61.01% Total 3, , , % 3.27% Sumber : BPS Provinsi Lampung Tabel 6.3 Jumlah Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Persentase Perubahan Februari Februari Agustus Uraian Feb'11 - Agt'10 Feb'11 - Feb'10 Berusaha sendiri % 0.86% Berusaha dibantu buruh tidak tetap % 1.14% Berusaha dibantu buruh tetap % 28.30% Buruh/karyawan % 16.71% Pekerja bebas di Pertanian % % Pekerja bebas non pertanian % -3.32% Pekerja tak dibayar % 6.12% Total 3, , , % 3.27% Sumber : BPS Provinsi Lampung Dari 14 kabupaten/kota se-provinsi Lampung, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tertinggi berada di Kota Metro, yaitu sebesar 12,46%. Angka tersebut menunjukkan bahwa dari orang angkatan kerja, sebanyak orang merupakan pengangguran. Sementara itu, TPT terendah terjadi di Mesuji, yaitu sebesar 1,17%. Relatif rendahnya tingkat 77

94 Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat Daerah pengangguran terbuka di Mesuji disebabkan mayoritas penduduk bekerja di sektor informal (perkebunan dan pertanian). Secara umum lapangan pekerjaan baik formal maupun non formal di Provinsi Lampung diperkirakan akan terus meningkat. Hal ini terkonfirmasi dari hasil SKDU bahwa pelaku usaha memperkirakan jumlah karyawan tetap akan mengalami peningkatan (SB seluruh sektor = 26,19). Sementara itu dari sisi konsumen, optimisme masyarakat Lampung secara umum terhadap ketersediaan lapangan pekerjaan juga semakin meningkat (hasil Survei Konsumen). Tingginya kebutuhan terhadap lapangan pekerjaan juga mendorong peningkatan arus tenaga kerja ke luar negeri (TKI). Data Dinas Tenaga Kerja Kependudukan dan Transmigrasi Provinsi Lampung menunjukkan bahwa sampai dengan triwulan I-2011, TKI asal Lampung mencapai orang. Hingga akhir tahun 2011, jumlah TKI diperkirakan melampaui jumlah TKI tahun 2010 yang mencapai orang. TKI Lampung sebagian besar berasal dari Kabupaten Lampung Timur, yaitu mencapai orang, disusul oleh Kabupaten Lampung Selatan yang mencapai 486 orang. Keberadaan TKI asal Lampung ini tersebar di 19 negara, dimana Taiwan merupakan negara tujuan TKI terbesar dengan porsi mencapai 44,55%, diikuti Singapura (17,80%), dan Malaysia (12,80%). Tabel 6.4 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Grafik 6.1 Keyakinan Konsumen Terhadap Ketersediaan Lapangan Pekerjaan Ketersediaan lapangan kerja saat ini Ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yad Sumber : BPS Provinsi Lampung Sumber : Survei Konsumen KBI Bdl 78

95 Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat Daerah Tabel 6.5 TKI Asal Lampung (orang) Sumber : Disnakertrans Provinsi Lampung 2. KESEJAHTERAAN 2.1. Kesejahteraan Petani Salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli masyarakat pedesaan adalah melalui Nilai Tukar Petani (NTP). NTP adalah perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayarkan petani. NTP juga menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. NTP Provinsi Lampung pada triwulan laporan mencapai 118,24 masih menjadi yang tertinggi di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa surplus yang diterima oleh petani di Lampung paling besar di Indonesia. Namun, surplus petani di Lampung pada triwulan laporan hanya tumbuh sebesar 0,12% (qtq), berada lebih rendah dibandingkan surplus petani secara nasional yang tumbuh mencapai 0,55% (qtq). Di wilayah Sumatera, pertumbuhan NTP Lampung secara triwulanan hanya berada diatas NAD dan Riau yang mengalami penurunan NTP masing-masing sebesar -0,47% (qtq) dan -0,62% (qtq). Secara tahunan, NTP Lampung tumbuh sebesar 5,22% (yoy), dimana sub sektor hortikultura tercatat masih mengalami peningkatan tahunan tertinggi dibandingkan sub sektor lainnya, yaitu sebesar 7,23% (yoy). Sementara itu, peningkatan surplus tertinggi secara triwulanan diperoleh petani Tanaman Perkebunan Rakyat (TPR), yaitu mencapai 2,93% (qtq). Hal ini seiring dengan harga komoditas perkebunan dunia yang mengalami trend peningkatan. 79

96 M V I V I V I V M V I V I V I V M V Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat Daerah Grafik 6.2 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Lampung Per Sub Sektor I II III IV I II III IV I Grafik 6.3 Perkembangan Harga Komoditas Hortikultura (Rp/kg) 55,000 45,000 35,000 25,000 15,000 5, Padi & Palawija Holtikultura TPR Peternakan Perikanan Sumber : BPS Provinsi Lampung Mar-10 Apr-10 Mei- 10 Jun-10 Jul-10 Agt-10 Sep-10Okt-10 Nov-10 Dec-10Jan-11Feb-11 Mar-11 Cabe Merah Keriting Cabe Rawit Cabe Merah Biasa Bawang Merah Sumber : Tim Evaluasi Harga Provinsi Lampung USD cent/kg Grafik 6.4 Perkembangan Harga Komoditas Perkebunan Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar USD cent/pound Karet (axis kiri) Kopi (axis kanan) Sumber : Bloomberg (diolah) Tabel 6.6 Perbandingan NTP Tiap Wilayah Wilayah Des-10 Mar-11 % (qtq) NAD Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Babel Kepri Jabar Jateng DI Yogya Jatim Banten Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sulteg Gorontalo Sulbar Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Nasional Sumber : BPS Provinsi Lampung 80

97 Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat Daerah 2.2. Indeks Pembangunan Manusia Tingkat kemajuan manusia di Provinsi Lampung menunjukkan peningkatan. IPM Provinsi Lampung pada tahun 2009 tercatat sebesar Nilai tersebut mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun 2008 yang hanya sebesar Grafik 6.5 IPM Provinsi Lampung Tahun Sumber : BPS Menurut data BPS tahun 2008, kabupaten yang memiliki IPM rendah adalah kabupaten yang memiliki tipologi wilayah gunung/bukit, pantai, serta kombinasi keduanya. Selain Kabupaten Lampung Barat, kabupaten yang memiliki IPM rendah adalah Kabupaten Lampung Selatan, Pesawaran, dan Tulang Bawang. Sedangkan Kota Bandar Lampung dan Kota Metro memiliki angka IPM yang tertinggi. Salah satu penyebabnya adalah karena kedua kota tersebut merupakan sentra pengembangan pendidikan di Provinsi Lampung. Mengenai pendidikan, ternyata Angka Partisipasi Sekolah (APS) Provinsi Lampung tergolong rendah dibandingkan provinsi lain di Sumatera. Bahkan angka partisipasi sekolah usia tahun di Lampung lebih rendah dibandingkan nasional dan berada pada urutan ke 9 dari 10 provinsi se-sumatera. Sumber : BPS Tabel 6.7 Angka Partisipasi Sekolah ( A P S ) Tahun Rank Rank Rank Rank Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat R i a u Kepulauan Riau Jambi Sumatera Selatan Kep Bangka Belitung Bengkulu Lampung Nasional Provinsi

98 Ribu Jiwa Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat Daerah Sejalan dengan aspek pendidikan, IPM Provinsi Lampung juga tergolong rendah bila dibandingkan wilayah lain. Di wilayah Sumatera, IPM Provinsi Lampung menempati urutan terendah dari 10 provinsi atau tidak mengalami perubahan dibandingkan peringkat tahun Sementara itu di tingkat nasional, bila dibandingkan 33 provinsi lainnya, IPM Provinsi Lampung menurun menjadi peringkat ke 21 dari sebelumnya peringkat ke 19. Tabel 6.8 IPM Wilayah Sumatera Tahun Provinsi IPM Ranking Lampung NAD Jambi Bengkulu Bangka Belitung Sumatera Selatan Sumatera Barat Sumatera Utara Kepulauan Riau Riau Indonesia Sumber : BPS 2.3. Kemiskinan Jumlah penduduk miskin di Provinsi Lampung terus menunjukkan trend penurunan. Berdasarkan data BPS Provinsi Lampung, jumlah penduduk miskin di Lampung pada bulan Maret 2010 mencapai 1.479, 9 ribu orang atau sebesar 18,94% dari total penduduk. Bila dibandingkan dengan bulan Maret tahun 2009, jumlah penduduk miskin menurun sebanyak 78, 4 ribu orang (5,03%). Trend penurunan jumlah penduduk miskin mulai terlihat sejak tahun Grafik 6.6 Perkembangan Penduduk Miskin Provinsi Lampung Jumlah Penduduk Miskin Sumber : BPS Provinsi Lampung % Penduduk Miskin

99 Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat Daerah Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui penyesuaian terhadap naiknya Indeks Kebutuhan Hidup Layak 2011 yang mencapai Rp , Pemerintah Daerah Provinsi Lampung melalui SK Gubernur Lampung Daerah Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Jumlah Penduduk Miskin (Ribu) Persentase Penduduk Miskin No. G/682/III.05/HK/2010 menetapkan UMP tahun 2011 sebesar Rp atau mengalami peningkatan 11,40% dibandingkan tahun Dengan adanya peraturan ini, maka sesuai Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-01/MEN/1999 tentang Upah Minimum dinyatakan bahwa seluruh perusahaan di Provinsi Lampung harus menerapkan pemberian upah sesuai UMP tersebut dan perusahaan yang telah memberikan upah lebih tinggi dari UMP yang ditetapkan dilarang untuk menurunkan upah. Penduduk miskin di Provinsi Lampung mencapai 1,48 juta jiwa atau 19,48% dari total penduduk Lampung yang mencapai 7,60 juta jiwa. Mayoritas penduduk miskin berada di wilayah pedesaan, yaitu dengan jumlah sebesar 1,2 juta jiwa atau 79,61% dari jumlah penduduk miskin. Sementara itu, jumlah penduduk miskin yang berada di perkotaan mencapai 301 ribu jiwa. Tabel 6.9 Garis kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Perkotaan 187, , , , % 17.85% 16.78% 14.30% Perdesaan 145, , , ,954 1, , , , % 22.14% 21.49% 20.65% Kota+Desa 157, , , ,414 1, , , , Sumber : BPS Provinsi Lampung 22.19% 20.98% 20.22% 18.94% Besar kecilnya penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran/kapita/bulan dibawah Garis Kemiskinan. Sementara itu, Garis Kemiskinan merupakan nilai minimum untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non makanan. Pada tahun 2010, Garis Kemiskinan di Lampung mencapai Rp /kapita/bulan, mengalami kenaikan sebesar 7,20 % dibandingkan tahun Jika dilihat dari komponen pembentuk garis kemiskinan yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM), menunjukkan bahwa komoditi makanan berperan lebih besar dibandingkan peranan komoditi non makanan. Komoditi makanan berkontribusi sebesar 76,06% (Rp /Kapita/Bln) dalam pembentukan garis kemiskinan pada tahun

100 Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat Daerah Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 75,93% (Rp /Kapita/Bln). Meningkatnya garis kemiskinan yang diiringi dengan penurunan jumlah penduduk miskin menunjukkan suatu peningkatan kesejahteraan dalam masyarakat. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kemampuan masyarakat Lampung dalam memenuhi kebutuhan mendasarnya telah meningkat. Tabel 6.10 Garis Kemiskinan menurut Komponen dan Daerah Maret 2009 Maret 2010 Daerah/Tahun Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Makanan Bukan Makanan Total Perkotaan Maret Maret Perdesaan Maret Maret Kota + Desa Maret Maret Sumber : BPS Provinsi Lampung Dimensi lain yang perlu dilihat dalam memperoleh gambaran mengenai kemiskinan adalah Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan. Kedua Indeks tersebut pada tahun 2010 menunjukkan penurunan. Indeks Kedalaman Kemiskinan pada tahun 2010 turun menjadi 2,98 dari 3,94 pada Maret Demikian pula pada Indeks Keparahan Kemiskinan yang mengalami penurunan dari 1,12 pada Maret 2009 menjadi 0,72 pada Maret Penurunan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit. Grafik 6.7 Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Provinsi Lampung Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) (axis kanan) Maret 2007 Maret 2008 Maret 2009 Maret Sumber : BPS Provinsi Lampung\ 84

101 Prospek Perekonomian Daerah BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI Pertumbuhan ekonomi Lampung pada triwulan II-2011 diproyeksikan berada pada kisaran 4.72% % (yoy). Di sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi didorong oleh sektor pertanian karena masa panen puncak tanaman bahan makanan dan tanaman perkebunan. Padi dan Kopi yang memiliki porsi cukup besar pada kedua sub sektor tersebut mengalami puncak panen pada periode April-Mei (hasil Survei Bank Indonesia). Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia Bandar Lampung pada triwulan I-2011 juga menunjukkan trend Grafik 7.1 Pertumbuhan Produksi Industri Besar-Sedang (%, qtq) Provinsi Lampung Industri Karet Industri Kayu dan Anyaman Industri Makanan Minuman 0.78 Sumber : BPS Provinsi Lampung peningkatan pada sektor lainnya, terutama sektor jasa swasta, sektor PHR, dan sektor industri pengolahan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai SB 3 positif yang tertinggi pada sektor ini, yaitu masing-masing sebesar 100%, 42,86% dan 16,67%. Selain itu, data produksi Industri Besar-Sedang (IBS) yang dirilis oleh BPS Provinsi Lampung juga menunjukkan trend pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang, terutama industri pengolahan makanan minuman akibat masih terjaganya permintaan konsumen, baik dari domestik maupun luar negeri. Hasil liaison KBI Bandar Lampung ke beberapa perusahaan juga turut mengkonfirmasi hal ini. Di sisi permintaan, konsumsi rumah tangga masih mendominasi pertumbuhan di sektor konsumsi. Daya beli masyarakat yang tercermin melalui UMP riil masih terjaga sejalan dengan tekanan inflasi yang cenderung menurun. Masa panen yang terjadi juga turut mendukung kegiatan konsumsi sebagian besar masyarakat Lampung yang mayoritas bekerja di sektor pertanian. Hal ini 3 Saldo Bersih (SB) adalah selisih antara % responden yang menjawab meningkat dikuragi % responden yang menjawab menurun (SB positif mengindikasikan peningkatan) 85

102 Prospek Perekonomian Daerah turut didukung oleh optimisme masyarakat terhadap ekonomi pada periode mendatang yang terkonfirmasi oleh hasil Survei Konsumen. Konsumsi pemerintah daerah juga mengalami trend peningkatan sejalan dengan pelaksanaan beberapa proyek pembangunan daerah yang akan dimulai pelaksanaannya pada penghujung triwulan II-2011, meskipun realisasi belanja tertinggi baru akan terjadi pada triwulan III Kinerja investasi juga diprediksi terus membaik terkait dengan trend kenaikan permintaan konsumen. Selain terindikasi melalui rencana investasi beberapa perusahaan contact liaison, peningkatan investasi juga tercermin dari meningkatnya volume impor bahan baku penolong. Kinerja ekspor juga masih tetap terjaga. Pada periode ini, ekspor kopi yang memegang pangsa sebesar ±20% ekspor Lampung diprediksi akan meningkat signifikan sejalan dengan panen di daerah sentra produksi di Lampung, Bengkulu, maupun Sumatera Selatan 4. Sementara itu, bencana Tsunami beberapa waktu lalu diperkirakan tidak akan mengganggu ekspor ke Jepang yang memiliki pangsa sebesar 10,2% dari total ekspor Lampung. Beberapa contact liaison (terutama yang bergerak pada sub sektor industri makanan dan minuman serta industri pengolahan udang/ikan) yang melakukan ekspor ke Jepang menyatakan bahwa permintaan dari Jepang tidak mengalami penurunan akibat bencana tersebut Grafik 7.2 Indeks Keyakinan dan Indeks Ekspektasi Konsumen Ambang optimis Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar ,000,000 80,000,000 60,000,000 40,000,000 20,000,000 0 Grafik 7.3 Volume Impor Bahan Baku Penolong (dalam kg) 16,000,000 14,000,000 12,000,000 10,000,000 8,000,000 6,000,000 4,000,000 2,000, Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Ekspektasi Konsumen Sumber : Survei Konsumen KBI Bdl Bahan Baku Olahan untuk Industri (axis kiri) Bahan Baku Belum Diolah untuk Industri (axis kanan) Sumber : Direktorat Statistik dan Ekonomi Moneter Bank Indonesia 2. PROSPEK INFLASI Inflasi pada triwulan II-2011 diperkirakan berada pada kisaran 10.15%-11.15% (yoy), namun cenderung mendekati batas bawah. Bila dibandingkan triwulan I-2011, inflasi cenderung menurun 4 Ekspor kopi Provinsi Bengkulu dan Sumatera Selatan sebagian besar dilakukan melalui Pelabuhan Panjang (Sumber : AEKI Lampung) 86

103 Prospek Perekonomian Daerah karena trend penurunan harga yang masih berlanjut pada awal triwulan II Dari sisi non fundamental, tekanan harga volatile foods cenderung minimal pada periode awal triwulan II-2011 sehubungan dengan masa panen padi, cabe, serta sayuran lainnya yang masih berlangsung di daerah sentra produksi. Turunnya harga beras yang masih berlanjut akan mendorong penurunan IHK kelompok bahan makanan secara umum. Sementara itu, seperti trend pada tahun-tahun sebelumnya, harga rokok diperkirakan masih akan mengalami kenaikan pada periode ini, sehingga memberikan tekanan harga pada kelompok administered price. Dari sisi fundamental, kondisi nilai tukar yang diperkirakan cenderung stabil menyebabkan inflasi dari faktor eksternal sangat minimal. Meskipun demikian, pergerakan harga komoditas dunia yang mengalami trend peningkatan diprediksi memicu peningkatan harga komoditas lokal, terutama makanan jadi yang menggunakan bahan baku impor. Hasil liaison ke beberapa pelaku usaha di sektor industri pengolahan turut mengkonfirmasi hal ini. Sementara itu, ekspektasi konsumen dan pedagang yang terkonfirmasi melalui hasil Survei Konsumen dan Survei Kegiatan Dunia Usaha juga bergerak dengan arah yang sama. Seluruh pelaku ekonomi memprediksi adanya peningkatan harga barang dan jasa pada triwulan laporan. Pencabutan subsidi pemerintah, gangguan distribusi, dan supply yang kembali menurun menjadi alasan ekspektasi kenaikan harga pada konsumen, sedangkan kenaikan permintaan dan peningkatan biaya operasional menjadi penyebab ekspektasi kenaikan harga oleh pelaku usaha. Grafik 7.4 Indeks Ekspektasi Konsumen Terhadap Barang dan Jasa % Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar PROSPEK PERBANKAN Sumber : SK dan SKDU KBI Bdl Grafik 7.5 Ekspektasi Pelaku Usaha Terhadap Harga Barang dan Jasa (Saldo Bersih dalam %) Jasa Perusahaan Perdagangan Ma-Min, Tembakau Peternakan SK Inflasi mtm Kegiatan intermediasi perbankan di Provinsi Lampung triwulan II-2011 diperkirakan tetap mengalami pertumbuhan. Hal ini terkonfirmasi melalui hasil Survei Kredit Perbankan triwulan I-2011 yang menunjukkan bahwa Penghimpunan Dana (DPK) dan Kredit akan tumbuh pada kisaran 1%-10% pada triwulan II Pelaku perbankan optimis bahwa DPK akan tumbuh

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Lampung Triwulan IV - 2010 Kantor Bank Indonesia Bandar Lampung Visi dan Misi Bank Indonesia Visi, Misi Bank Indonesia Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Lampung Triwulan III - 2010 Kantor Bank Indonesia Bandar Lampung Visi dan Misi Bank Indonesia Visi, Misi Bank Indonesia Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Lampung Triwulan I - 213 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung Visi dan Misi Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Lampung Triwulan II - 2010 Kantor Bank Indonesia Bandar Lampung Visi dan Misi Bank Indonesia Visi, Misi Bank Indonesia Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Lampung Triwulan IV - 2009 Kantor Bank Indonesia Bandar Lampung Visi dan Misi Bank Indonesia Visi, Misi Bank Indonesia Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Lampung Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Bandar Lampung Visi dan Misi Bank Indonesia Visi, Misi Bank Indonesia Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Lampung Triwulan IV - 2011 Kantor Bank Indonesia Bandar Lampung Visi dan Misi Bank Indonesia Visi, Misi Bank Indonesia Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Lampung Triwulan IV - 212 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung Visi dan Misi Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Lampung Triwulan III - 2012 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung Visi dan Misi Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Lampung Triwulan II - 2012 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung Visi dan Misi Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Visi, Misi Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Lampung Triwulan IV - 2008 Kantor Bank Indonesia Bandar Lampung i Visi, Misi Bank Indonesia Visi, Misi Bank Indonesia Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

ii Triwulan I 2012

ii Triwulan I 2012 ii Triwulan I 2012 iii iv Triwulan I 2012 v vi Triwulan I 2012 vii viii Triwulan I 2012 ix Indikator 2010 2011 Total I II III IV Total I 2012 Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Propinsi Lampung Triwulan IV - 2007 Kantor Bank Indonesia Bandar Lampung Visi, Misi Bank Indonesia Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2010 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga Kajian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan II - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Neva Andina Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-211 Kantor Bank Indonesia Bandung KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA MEI 2012

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA MEI 2012 BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 41/07/12/Th. XV, 01 Juli 2012 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA MEI 2012 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR SUMATERA UTARA BULAN MEI 2012 SEBESAR US$771,76 JUTA. Nilai

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA i BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 02/01/12/Thn. XX, 3 Januari 2017 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA I. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR SUMATERA UTARA BULAN NOVEMBER SEBESAR US$723,68 JUTA Nilai

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Asnawati Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

Triwulan IV iii

Triwulan IV iii ii Triwulan IV 2012 iii iv Triwulan IV 2012 v vi Triwulan IV 2012 vii viii Triwulan IV 2012 Indikator 2010 2011 2012 Total I II III IV Total I II III IV Total Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan IV2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan V2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA i BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 23/05/12/Thn. XX, 02 Mei PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA I. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR SUMATERA UTARA BULAN MARET SEBESAR US$831,16 JUTA Nilai ekspor melalui

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014 Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL (www.bi.go.id) KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Papua Barat (Pabar) periode triwulan IV-2014 ini dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2-2009 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 1-2009 3 4 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2-2009 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL No. Sektor 2006 2007 2008. 1 Pertanian 3.90% 4.01% 3.77% 0.31% 2.43% 3.29% 2.57% 8.18% 5.37% 4.23% 2.69% -0.49% 2 Pertambangan dan Penggalian -3.24% 77.11% 8.98%

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2008 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN IV 21 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Kelompok Kajian Ekonomi Bank Indonesia Denpasar Jl. Letda Tantular No. 4 Denpasar Bali,

Lebih terperinci

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 1 Triwulan III 212 Halaman ini sengaja dikosongkan 2 Triwulan III 212 KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Pertumbuhan ekonomi Aceh pada triwulan III tahun 212 sebesar 5,21% (yoy), mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 5,9% (yoy), namun masih lebih

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA i BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No.15/03/12/Thn. XX, 01 Maret PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA I. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR SUMATERA UTARA BULAN JANUARI SEBESAR US$707,83 JUTA Nilai ekspor melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 29/05/12/Thn.XVIII, 04 Mei PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA 1. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR SUMATERA UTARA BULAN MARET SEBESAR US$645,79 JUTA. Nilai ekspor melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan IV-2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan i BAB I 2011 2012 2013 2014 1 10.00 8.00

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kendari, 9 Agustus 2011 BANK INDONESIA KENDARI. Sabil Deputi Pemimpin

KATA PENGANTAR. Kendari, 9 Agustus 2011 BANK INDONESIA KENDARI. Sabil Deputi Pemimpin KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Tenggara menyajikan kajian mengenai perkembangan ekonomi Sulawesi Tenggara yang meliputi perkembangan ekonomi makro, perkembangan inflasi daerah,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA i BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 02/01/12/Th.XIX, 04 Januari 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA 1. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR SUMATERA UTARA BULAN NOVEMBER 2015 SEBESAR US$607,63 JUTA.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 33/06/12/Thn. XX, 02 Juni PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA I. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR SUMATERA UTARA BULAN APRIL SEBESAR US$775,84 JUTA Nilai ekspor melalui

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Pertumbuhan ekonomi Aceh dengan migas tercatat sebesar 5,11% (yoy), atau meningkat dibanding triwulan lalu yang sebesar 4,4% (yoy). Seluruh sektor ekonomi pada triwulan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA i BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 43/08/12/Thn. XX, 01 Agustus PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA I. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR SUMATERA UTARA BULAN JUNI SEBESAR US$632,13 JUTA Nilai ekspor melalui

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

Tabel 1. Neraca Perdagangan Luar Negeri Sumatera Utara Untuk Beberapa Periode Tahun

Tabel 1. Neraca Perdagangan Luar Negeri Sumatera Utara Untuk Beberapa Periode Tahun BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 18/03/12/Thn.XVIII, 02 Maret 2015 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA 1. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR SUMATERA UTARA BULAN JANUARI 2015 SEBESAR US$627,93 JUTA. Nilai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 25/04/12/Thn.XVIII, 01 April 2015 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA 1. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR SUMATERA UTARA BULAN FEBRUARI 2015 SEBESAR US$555,47 JUTA. Nilai

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Dinamika perkembangan sektoral pada triwulan III-2011 menunjukkan arah yang melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Keseluruhan sektor mengalami perlambatan yang cukup signifikan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA i BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 14/03/12/Thn. XIX, 01 Maret PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA I. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR SUMATERA UTARA BULAN JANUARI SEBESAR US$574,08 JUTA Nilai ekspor

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan IV - 2008 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2010 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-I 2013 halaman ini sengaja dikosongkan iv Triwulan I-2013 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Daftar Isi KATA PENGANTAR... III DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET 2014

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET 2014 No. 19/05/36/Th.VIII, 2 Mei 2014 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET 2014 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET 2014 NAIK 0,99 PERSEN MENJADI US$802,39 JUTA Nilai ekspor Banten pada Maret 2014 naik

Lebih terperinci

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik B O K S Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-29 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Zona Sumbagteng terus

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN III 211 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Kelompok Kajian Ekonomi Bank Indonesia Denpasar Jl. Letda Tantular No. 4 Denpasar Bali,

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN II

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN II KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II 2009 VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Triwulan I - 2009 Kantor Bank Indonesia Palembang KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan

Lebih terperinci

i

i i 2 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Indeks 250 200 150 100 50 0 Indeks SPE Growth mtm (%) Growth yoy (%)

Lebih terperinci

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74 i ii ii 1.1. Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran... 3 1.1.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan... 4 1.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian... 6 1.1.3. Sektor Industri Pengolahan... 8 1.1.4. Sektor

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci