PENYELESAIAN PERSAMAAN PANAS DENGAN ANALITIK DAN METODE VOLUME HINGGA HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENYELESAIAN PERSAMAAN PANAS DENGAN ANALITIK DAN METODE VOLUME HINGGA HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR SKRIPSI"

Transkripsi

1 PENYELESAIAN PERSAMAAN PANAS DENGAN ANALITIK DAN METODE VOLUME HINGGA HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains Oleh : Ardila Dewi Setyarsi NIM PROGRAM STUDI MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 217 i

2 PENYELESAIAN PERSAMAAN PANAS DENGAN ANALITIK DAN METODE VOLUME HINGGA Oleh: Ardila Dewi Setyarsi NIM ABSTRAK Pada umumnya masalah persamaan differensial parsial terlalu rumit apabila diselesaikan secara analitik, salah satunya adalah kasus pada persamaan panas dimensi satu. Pada kasus ini, akan diketahui bagaimana memodelkan persamaan panas dimensi satu, yang selanjutnya persamaan panas dimensi satu akan diselesaikan secara analitik menggunakan separasi variabel dan syarat batas robin. Selain penyelesaian analitik, persamaan panas dimensi satu akan diselesaikan secara numerik menggunakan metode volume hingga dengan syarat batas robin. Dari kedua penyelesaian yang telah diperoleh akan dilihat bagaimana perbandingan antara kedua penyelesaian tersebut. Penyelesaian analitik dari persamaan panas diperoleh dengan menggunakan teknik separasi variabel dan menerapkan syarat batas robin. Sedangkan penyelesaian numerik untuk persamaan panas dimensi satu diperoleh menggunakan metode volume hingga dimana persamaan panas dimensi satu akan diintegralkan terhadap kontrol volume dan waktu. Persamaan panas yang telah diintegralkan menghasilkan sistem persamaan aljabar untuk selanjutnya diperoleh suhu pada masing-masing kontrol volume. Hasil akhir dari penelitian ini adalah metode volume hingga dapat mendekati penyelesaian analitik dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil perbandingan suhu kedua penyelesaian tersebut yang berupa grafik. Perbandingan yang disajikan dalam bentuk grafik menunjukkan nilai awal dari kedua penyelesaian sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu W(x, ) = 5. Suhu di setiap x pada saat t dari kedua metode tersebut hasilnya saling beriringan. Kemudian penyelesaian analitik dan penyelesaian numerik berakhir pada suhu nol di x =.1. Kata Kunci : persamaan panas dimensi satu, separasi variabel, syarat batas robin, penyelesaian numerik, metode volume hingga. ii

3 HALAMANPERNYATAAN Saya, yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Ardila Dewi Setyarsi NIM Program Studi Matematika Judul TAS PENYELESAIAN PERSAMAAN PANAS DENGAN ANALITIK DAN METODE VOLUME HINGGA menyatakan bahwa Skripsi ini benar-benar karya saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya, tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau lipublikasikan orang lain kecuali pada bagian-bagian tertentu yang diambil - bagai acuan atau kutipan dengan mengikuu tata penulisan karya ilmiah yang elah lazim. Apabila ternyata terbukti pernyataan saya ini tidak benar, maka sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya, dan saya bersedia menerima sanksi - suai ketentuan yang berlaku. Yogyakarta, April 217 Yang Menyatakan, Ardila Dewi Setyarsi NIM

4 HALAMAN PERSETUJUAN Tugas Akhir Skripsi dengan Judul "PENYELESAIAN PERSAMAAN PANAS DENGAN ANALITIK DAN METODE VOLUME HINGGA" Disusun oleh: Ardila Dewi Setyarsi NIM ]2 - ah memenuhi syarat dan disetujui oleh Dosen Pembimbing untuk dilaksanakan Ujian Akhir Tugas Akhir Skripsi bagi yang bersangkutan. Yogyakarta, April 217 _ engetahui, Program Studi Matematika, Disetujui, Dosen Pembimbing, ~lws Maman Abadi ~ _ Fitriana Yuli Saptaningtyas, M.Si. NIP ] 2 3 IV

5 > HALAMAN PENGESAHAN Tugas Akhir Skripsi PENYELESAIAN PERSAMAAN PANAS DENGAN ANALITIK DAN METODE VOLUME HINGGA Disusun oleh: Ardila Dewi Setyarsi ~ Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Tugas Akhir Skripsi Program Studi Matematika Fakultas Matematika dan llmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta Pada tanggal 28 April 217! DEWAN PENGUJI NAMA JABATAN TANDA TANGGAL TANGAN...Ai) Fitriana Yuli S, M.Si I~ Ketua Penguji Husna 'Arifah, M.Se. ~ Sekretaris Penguji "" " 7 ~JU)t7 Nikenasih Binatari, M.Si. Penguji I (Utama) ~.... Eminugroho R. S, M.Si. Penguji II q~8j.oli (pendamping)... v

6 MOTTO Tak ada yang tidak mungkin selagi masih ada niat, usaha dan do a. Do a tanpa usaha adalah bohong. Usaha tanpa do a adalah sombong. (anonym) Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (Q.S. Al-Baqarah : 286) Selalu ada kekuatan dari belakang, ketika uluran tangan tak mampu melawan. (AFAYR) vi

7 PERSEMBAHAN Teruntuk Bapak dan Ibuk tersayang, yang selalu memberi semangat dan do a tanpa henti. Kalian alasanku bertahan, kalian alasanku berjuang. Mas Dian dan Mbak Garin, saudara dan ipar yang Tuhan berikan untukku. Putri, Asnay, Kanthy, Fulan, Ebby, Ryan, Desi Tuparman Orang-orang yang telah menemaniku membuat kenangan di setiap sudut Jogja. Keluarga Jodoh Pasti Bertamu Yang membuat ku merasa memiliki keluarga baru di Jogja. Keluarga besar LIMUNY Tempat lain dimana aku bisa pulang. Keluarga MATSUB 212 Terimakasih untuk kebersamaan dan kerjasamanya Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu selesainya skripsi ini. Kalian gula dalam segelas espresso ku, membuat semua pahitku menjadi sesuatu yang manis. Terimakasih vii

8 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, berkat rahmat dan karunia- Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi yang berjudul PENYELESAIAN PERSAMAAN PANAS DENGAN ANALITIK DAN METODE VOLUME HINGGA. Tugas Akhir Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan guna meraih gelar Sarjana Sains pada Program Studi Matematika di FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Skripsi ini tidak dapat selesai tanpa bantuan dan bimbingan dari beberapa pihak. Penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Dr. Hartono, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta, 2. Bapak Dr. Ali Mahmudi, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta, 3. Bapak Dr. Agus Maman Abadi, selaku Ketua Program Studi Matematika Universitas Negeri Yogyakarta, 4. Ibu Fitriana Yuli Saptaningtyas, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan serta motivasi kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini, 5. Ibu Himmawati Puji L., M.Si. selaku Penasehat Akademik penulis yang telah membimbing dan memotivasi penulis dalam menempuh dan menyelesaikan studi, viii

9 6. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ilmu kepada penulis. 7. Orangtua dan keluarga yang selalu memberi semangat dan doa yang tak pernah putus, 8. Teman-teman Matematika Subsidi 212 yang telah memberi semangat dan motivasi kepada penulis, 9. Teman-teman operator LIMUNY atas kebersamaan dan kerjasamanya 1. Seluruh pihak yang telah memberi dukungan, motivasi dan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis sadar akan adanya kekurangan dan kesalahan dalam penulisan tugas akhir skripsi ini. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga penulisan tugas akhir skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak yang terkait. Yogyakarta, April 217 Penulis Ardila Dewi Setyarsi ix

10 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i ABSTRAK... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii HALAMAN PERSETUJUAN... iv HALAMAN PENGESAHAN... v MOTTO... vi PERSEMBAHAN... vii KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv DAFTAR SIMBOL... xv BAB I PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. IDENTIFIKASI MASALAH... 4 C. PEMBATASAN MASALAH... 5 D. RUMUSAN MASALAH... 6 E. TUJUAN... 6 F. MANFAAT... 7 BAB II KAJIAN TEORI... 8 A. PERPINDAHAN PANAS... 8 B. PERSAMAAN DIFERENSIAL C. NILAI RATA-RATA INTEGRAL D. PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL E. METODE VOLUME HINGGA... 3 x

11 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENURUNAN PERSAMAAN PANAS DIMENSI SATU B. PENYELESAIAN ANALITIK PERSAMAAN PANAS DIMENSI SATU C. PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN PANAS DIMENSI SATU DENGAN METODE VOLUME HINGGA D. PERBANDINGAN PENYELESAIAN ANALITIK DAN PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN PANAS DIMENSI SATU BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

12 DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Hasil penyelesaian analitik persamaan panas dimensi satu dengan metode separasi variabel Tabel 3.2 Hasil penyelesaian numerik persamaan panas dimensi satu dengan metode volume hingga Tabel 3.3 Hasil penyelesaian analitik dan numerik persamaan panas dimensi satu saat t = Tabel 3.4 Hasil penyelesaian analitik dan numerik persamaan panas dimensi satu saat t = Tabel 3.5 Hasil penyelesaian analitik dan numerik persamaan panas dimensi satu saat t = Tabel 3.6 Hasil penyelesaian analitik dan numerik persamaan panas dimensi satu saat t = xii

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Aliran panas melalui penampang logam Gambar 2.2 Bagan alur metode volume hingga Gambar 3.1 Batang logam dengan energi panas yang mengalir searah sumbu-x 35 Gambar 3.2 Ilustrasi syarat batas Robin (Campuran) pada penampang logam Gambar 3.3 Distribusi suhu terhadap sumbu-x... 4 Gambar 3.4 Grafik penyelesaian analitik persamaan panas dimensi satu... 5 Gambar 3.5 Ilustrasi kontrol volume pada batang logam Gambar 3.6 Kontrol volume pada batang logam Gambar 3.7 Grafik penyelesaian numerik persamaan panas dimensi satu Gambar 3.8 Grafik perbandingan penyelesaian analitik dan numerik persamaan panas dimensi satu saat t = Gambar 3.9 Grafik perbandingan penyelesaian analitik dan numerik persamaan panas dimensi satu saat t = Gambar 3.1 Grafik perbandingan penyelesaian analitik dan numerik persamaan panas dimensi satu saat t = Gambar 3.11 Grafik perbandingan penyelesaian analitik dan numerik persamaan panas dimensi satu saat t = xiii

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Tabel perhitungan dari sistem persamaan aljabar Lampiran 2. M-script untuk mendeskripsikan Persamaan (3.33)... 8 Lampiran 3. M-Script penyelesaian persamaan panas dimensi satu... 8 xiv

15 DAFTAR SIMBOL w K W(x, t) l λ e(x, t) Q(t) V c ρ t x θ A m X (x) T (t) : Besar aliran panas : Konduktivitas panas : Suhu di x pada waktu t : Panjang logam : Konstanta pemisah : Jumlah energi panas per satuan volume : Total energi panas : Volume : Panas jenis : Kerapatan massa : Waktu : Simbol untuk posisi di sepanjang batang logam : Simbol untuk aproksimasi : Luas penampang : Massa logam : Turunan kedua fungsi X terhadap x : Turunan pertaman fungsi T terhadap waktu k 2 : Difusi termal ( k 2 = K ρc ) x i : Posisi pada x di titik i i : Titik pusat kontrol volume dengan i = 1,2,3,, 1 W i : Suhu di i pada waktu t + t xv

16 W i x : Suhu di i pada waktu t : Panjang kontrol volume xvi

17 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ilmu termodinamika merupakan ilmu yang berupaya untuk memprediksi perpindahan energi yang mungkin terjadi antara material atau benda sebagai akibat dari perbedaan suhu (Holman, 21 : 1). Ilmu termodinamika mengajarkan bahwa transfer energi yang dimaksud didefinisikan sebagai panas. Ilmu perpindahan panas tidak hanya menjelaskan bagaimana energi panas dapat ditransfer, akan tetapi juga untuk memprediksi tingkat dimana pertukaran berlangsung di bawah kondisi tertentu. Menurut jenis perambatannya, perpindahan panas digolongkan menjadi tiga yaitu perpindahan panas secara konduksi, konveksi dan radiasi. Adakalanya energi panas diisolasi agar dapat digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu, misalnya pada mesin pembakaran internal kendaraan bermotor yang menghasilkan panas dalam jumlah besar selama siklus pembakaran. Hal tersebut memberi efek negatif apabila sampai pada komponen yang peka terhadap panas, maka dari itu isolasi energi panas diperlukan supaya panas tidak sampai pada komponen-komponen tersebut. Contoh lain pemanfaatan energi panas dalam kehidupan sehari-hari adalah pada setrika listrik. Setrika dipanaskan oleh sumber panas berupa kumparan yang dialiri arus listrik. Kumparan akan memanaskan logam setrika secara konduksi. Selain itu pemanfaatan perpindahan panas dalam dunia industri salah satunya pada tungku boiler, oven dan pada pembangkit listrik tenaga uap, dimana pemanfaatan perpindahan panas digunakan untuk menghasilkan 1

18 energi listrik. Bahan bakar yang diubah menjadi energi panas dalam bentuk uap bertekanan dan bersuhu tinggi, energi panas tersebut diubah menjadi energi mekanik dalam bentuk putaran, dari energi panas yang diubah menjadi energi mekanik tersebut dihasilkan energi listrik. Pada kebanyakan kasus, untuk menggambarkan keadaan fisis dari perpindahan panas digunakan model matematika yang disebut dengan persamaan diferensial dimana besaran-besarannya berubah terhadap ruang dan waktu. Pada salah satu kasus persamaan untuk perpindahan panas disebut dengan persamaan panas. Definisi dari persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat turunan dari satu atau lebih variabel terikat (Dependent Variable) terhadap satu atau lebih dari variabel bebas (Independent Variable). (Zill, Wright, & Cullen, 212 : 2) Persamaan diferensial digolongkan menjadi dua yaitu persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial. Untuk menyelesaikan persamaan diferensial dapat dilakukan secara analitik maupun secara numerik. Dalam menyelesaikan persamaan panas secara analitik terdapat 3 jenis syarat batas yaitu syarat batas Dirichlet, Neumann dan Robin. Ketiga syarat batas tersebut masingmasing memiliki kondisi suhu di titik awal dan titik akhir yang berbeda. Sebelumnya telah dilakukan penelitian oleh Ahmadi (216) tentang bagaimana penyelesaian analitik dari persamaan panas dimensi satu menggunakan teknik separasi variabel dengan menerapkan tiga jenis kondisi syarat batas. Hasil dari penelitian tersebut adalah diperoleh penyelesaian dari persamaan panas dimensi satu berdasarkan masing-masing kondisi syarat batas yang diterapkan dan penyelesaian digambarkan dalam bentuk grafik dua dimensi. Berdasarkan 2

19 penelitian tersebut, penyelesaian analitik dari persamaan panas dimensi satu yang telah diteliti akan dihampiri menggunakan metode numerik. Persamaan dimensi satu menarik untuk menjadi bahan yang akan diteliti karena persamaan panas dimensi satu merupakan persamaan panas dengan dimensi paling dasar, sebelum meneliti lebih lanjut ke persamaan panas dengan dimensi lebih tinggi. Metode numerik adalah teknik yang digunakan untuk memformulasikan persoalan matematika sehingga dapat dipecahkan dengan operasi perhitungan atau aritmetika biasa (tambah, kurang, kali, dan bagi) (Munir, Rinaldi, 21 : 5). Terdapat beberapa metode numerik untuk menyelesaikan persamaan panas antara lain Finite Difference Methods, Finite Element Methods, dan Finite Volume Methods (Metode Volume Hingga). Secara garis besar metode volume hingga menggunakan bentuk integral dari persamaan. Penyelesaian yang diperoleh dibagi kedalam sejumlah kontrol volume yang berhingga, dan persamaan umum yang telah terintegral terhadap kontrol volume dan waktu akan diaplikasikan pada tiap kontrol volume. Dalam proses penyelesaian persamaan panas dimensi satu dengan metode volume hingga terdapat beberapa skema yang dapat digunakan antara lain UDS (Upwind Difference Scheme), CDS (Central Difference Scheme), LUDS (Linier Upwind Difference Scheme), QUICK (Quadratic Upwind Difference Scheme). Metode volume hingga tidak hanya diaplikasikan pada persamaan panas saja, telah banyak peneliti yang mengaplikasikan metode volume hingga untuk menyelesaikan permasalahan fisis lainnya. Beberapa contoh peneliti yang mengaplikasikan metode volume hingga adalah Novian Nur Fatihah (215) yang 3

20 mengkaji tentang pola sebaran air panas dari spray pond dengan metode volume hingga untuk mengetahui suhu air yang berada pada spray pond apakah dapat dialirkan ke sungai tanpa mengganggu biota sungai. Hasil dari penelitian tersebut adalah dibutuhkan tekanan air yang tinggi agar proses penurunan suhu air panas yang dikeluarkan dari spray pond semakin banyak dan penyebaran air semakin luas. Selain itu peneliti lain yang membahas tentang metode volume hingga adalah Setyo Budi Utami (28) yang membahas bagaimana penyelesaian persamaan matematika dari distribusi panas dengan metode volume hingga dan diperoleh perubahan konsentrasi distribusi aliran panas dipengaruhi oleh kecepatan, panjang penampang dan lebar penampang. Penambahan rata-rata kecepatan menyebabkan semakin pendek daerah penyebaran panas serta penambahan lebar penampang dan panjang penampang menyebabkan adanya kenaikan konsentrasi penyebaran panas. Berdasarkan latar belakang dan penelitian-penelitian yang telah dilakukan, pada Tugas Akhir Skripsi ini penulis mengambil judul PENYELESAIAN PERSAMAAN PANAS DENGAN ANALITIK DAN METODE VOLUME HINGGA. B. IDENTIFIKASI MASALAH Dari penjabaran latar belakang, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut: 1. Penyelesaian masalah fisika yang terlebih dahulu harus dimodelkan secara matematis hingga mendapat suatu persamaan secara matematis. 4

21 2. Persamaan matematis dari masalah fisika mayoritas berupa persamaan diferensial parsial. 3. Penyelesaian persamaan diferensial parsial dapat diperoleh secara analitik, namun langkah-langkah yang cukup rumit dapat menjadi hambatan. 4. Penyelesaian analitik yang berupa fungsi matematika masih harus dihitung lagi untuk mendapatkan hasil akhir. 5. Terdapat beberapa metode numerik yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persamaan dari permasalahan fisika tersebut namun dengan langkah-langkah yang cukup panjang juga. C. PEMBATASAN MASALAH Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Jenis perpindahan panas yang akan dibahas adalah perpindahan panas secara konduksi, 2. Persamaan panas yang akan dibahas adalah persamaan panas dimensi satu, 3. Penyelesaian panas secara analitik dan numerik hanya mengambil satu syarat batas yaitu syarat batas Robin (campuran), 4. Skema yang digunakan dalam proses pendiskritan adalah Central Difference Scheme (CDS). 5

22 D. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah dijabarkan di atas, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana model matematika persamaan panas dimensi satu? 2. Bagaimana penyelesaian analitik persamaan panas dimensi satu dengan metode separasi variabel? 3. Bagaimana penyelesaian numerik persamaan panas dimensi satu dengan metode volume hingga? 4. Bagaimana perbandingan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerik dari persamaan panas dimensi satu? E. TUJUAN Berdasarkan penjabaran latar belakang hingga RUMUSAN masalah, maka diperoleh tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Memodelkan persamaan panas dimensi satu, 2. Menyelesaikan persamaan panas dimensi satu secara analitik menggunakan metode separasi variabel, 3. Menyelesaikan persamaan panas dimensi satu secara numerik menggunakan metode volume hingga, 4. Mengetahui perbandingan antara penyelesaian analitik dan penyelesaian numerik dari persamaan panas dimensi satu. 6

23 F. MANFAAT Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat atau kegunaan sebagai berikut: 1. Bagi Mahasiswa a) Menambah pengetahuan tentang penurunan model panas dimensi satu, b) Dapat menyelesaikan persamaan panas dimensi satu secara analitik dengan nilai awal dan syarat batas yang telah ditentukan, c) Dapat menyelesaikan persamaan panas dimensi satu secara numerik dengan metode volume hingga, d) Menambah pengetahuan tentang bagaimana perbandingan dari penyelesaian analitik dan penyelesaian numerik dalam menyelesaikan persamaan panas dimensi satu. 2. Bagi Universitas a) Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menambah bahan referensi bagi Universitas Negeri Yogyakarta, khususnya untuk jurusan Pendidikan Matematika tentang penyelesaian analitik dan numerik dari persamaan panas dimensi satu. 3. Bagi Pembaca a) Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian lebih lanjut tentang persamaan panas dimensi satu, dan aplikasi dari metode volume hingga. 7

24 BAB II KAJIAN TEORI Pada bab II akan dibahas beberapa teori yang menjadi landasan dalam pembahasan pada bab III. Teori teori dan beberapa kajian matematika yang akan dirangkum pada bab ini antara lain tentang perpindahan panas, persamaan diferensial yang terdiri dari persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial, teorema integral rata-rata, penyelesaian persamaan diferensial parsial dan metode volume hingga untuk menyelesaikan persamaan panas dimensi satu secara numerik. Berikut adalah penjelasan lebih lanjutnya. A. PERPINDAHAN PANAS Definisi 2.1 PERPINDAHAN PANAS Ilmu termodinamika adalah ilmu yang berupaya untuk memprediksi perpindahan energi yang mungkin terjadi antara material atau benda sebagai akibat dari perbedaan suhu. (Holman, 21 : 1) Ilmu termodinamika berusaha untuk tidak hanya menjelaskan bagaimana energi panas dapat ditransfer, tetapi juga untuk memprediksi tingkat dimana pertukaran panas akan berlangsung dibawah kondisi tertentu. Terdapat tiga jenis mekanisme yang berbeda dimana panas dapat mengalir dari sumber panas menuju ke penerima panas. Ketiga jenis mekanisme perambatan panas tersebut adalah radiasi, konveksi dan konduksi. Dari ketiga jenis perpindahan panas tersebut, hanya perpindahan panas secara konduksi yang akan dibahas lebih dalam. 8

25 Definisi 2.2 PERPINDAHAN PANAS SECARA KONDUKSI Perpindahan panas secara konduksi adalah perpindahan panas dari suhu yang tinggi menuju suhu yang lebih rendah karena interaksi antar partikel. (Bergman, Lavine, Incropera, & Dewitt, 211 : 3) Konduksi merupakan perpindahan panas melalui materi tetap seperti penampang logam yang diilustrasikan pada Gambar 2.1. Panas merambat atau berpindah dari suhu yang tinggi menuju suhu yang lebih rendah tanpa diikuti perpindahan partikel-partikel. Menurut Hukum Fourier atau juga yang sering disebut dengan Hukum Konduksi Panas menyatakan bahwa besar aliran panas pada saat melalui suatu material adalah sebanding dengan negatif dari perubahan suhu dan ketebalan benda. Dengan kata lain besar aliran panas menurut Hukum Fourier dapat dituliskan sebagai berikut. w = AK ( W x ) (2.1) dimana w menunjukkan besar aliran panas, W menunjukkan suhu, x adalah panjang penampang logam yang dilalui panas, A luas penampang logam dan K merupakan konduktifitas panas. 9

26 Penampang logam Arah aliran panas W x x = x = l Gambar 2.1 Aliran panas melalui penampang logam Konduktifitas panas pada benda padat memiliki berbagai nilai numerik, hal tersebut tergantung pada jenis material padat tersebut apakah merupakan konduktor yang relatif baik dalam menerima panas atau berfungsi sebagai isolator. Menurut Holman (21), terdapat beberapa sifat dalam proses perambatan panas. Sifat-sifat tersebut antara lain sebagai berikut. 1. Panas hanya mengalir dari suhu yang tinggi menuju suhu yang lebih rendah, 2. Kecepatan perambatan panas dipengaruhi oleh konduktifitas bahan penyusunnya, 3. Kecepatan perambatan panas juga dipengaruhi oleh ketebalan batang logam, luas penampang, panjang bahan dan volume bahan. 1

27 B. PERSAMAAN DIFERENSIAL Definisi 2.3 PERSAMAAN DIFERENSIAL Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat satu atau lebih turunan fungsi dari variabel terikat terhadap satu atau lebih variabel bebas. (Zill, Wright, & Cullen, 212 : 2) Berdasarkan jenisnya, persamaan diferensial dibedakan menjadi dua yaitu persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial. Definisi dari kedua jenis persamaan diferensial tersebut adalah sebagai berikut. Definisi 2.4 PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA Persamaan diferensial parsial adalah persamaan diferensial yang memuat turunan biasa dari satu atau lebih variabel terikat terhadap satu variabel bebas. (Zill, Wright, & Cullen, 212 : 2) Definisi 2.5 PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL Persamaan diferensial parsial adalah persamaan diferensial yang memuat turunan parsial dari satu atau lebih variabel terikat terhadap dua atau lebih variabel bebas. (Zill, Wright, & Cullen, 212 : 2) Berikut adalah beberapa contoh untuk persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial biasa. Contoh 2.1 dy dx + y = 3 (2. 2) du dt + d2 v = 3u + v (2. 3) dt2 11

28 2 u t 2 = 2 u c2 (2. 4) x2 Dari Contoh 2.1 serta mengacu pada Definisi 2.4 dan Definisi 2.5, Persamaan (2.2) dan Persamaan (2.3) termasuk kedalam jenis persamaan diferensial biasa. Pada Persamaan (2.2), terdapat satu variabel tak bebas y dan satu variabel bebas x. Begitu pula pada Persamaan (2.3), terdapat dua variabel tak bebas yaitu u dan v serta satu variabel bebas yaitu t. Sedangkan untuk Persamaan (2.4) termasuk kedalam jenis persamaan diferensial parsial dengan variabel tak bebas u dan variabel bebas t dan x. Persamaan diferensial juga dibedakan berdasarkan ordernya, berikut adalah pejelasannya. Definisi 2.6 ORDER DARI PERSAMAAN DIFERENSIAL Urutan (order) persamaan diferensial (baik ODE atau PDE) adalah urutan turunan tertinggi dalam persamaan. (Zill, Wright, & Cullen, 212 : 3) Secara umum persamaan diferensial orde pertama dapat ditulis sebagai berikut. M(x, y)dx N(x, y)dy = (2. 5) Begitu pula untuk persamaan diferensial orde-n, secara umum ditulis sebagai berikut. F(x, y, y,..., y n ) = (2. 6) dengan y (n) menyatakan turunan y terhadap x yang ke-n. Berikut adalah beberapa contoh persamaan dengan orde yang berbeda. Contoh 2.2 dy dx + y = 3 (2. 7) 12

29 du dt + d2 v dt 2 = ex (2. 8) d 2 y dx 2 4y = (2. 9) berdasarkan Definisi (2.6), Persamaan (2.7) merupakan persamaan diferensial orde satu. Persamaan (2.7) dan Persamaan (2.8) merupakan persamaan diferensial orde dua. Klasifikasi persamaan diferensial selanjutnya adalah berdasarkan linieritasnya. Klasifikasi berdasarkan kelinieran suatu persamaan diferensial adalah sebagai berikut. Definisi 2.7 PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER Persamaan diferensial biasa orde-n dikatakan linier jika F adalah linier di y, y,, y n. Dengan kata lain bentuk umum persamaan diferensial linier orde n adalah sebagai berikut. atau, a n (x)y n + a n 1 (x)y n a 1 (x)y + a (x)y g(x) = (2. 1) a n (x) dn y dx n + a n 1(x) dn 1 y dx n a 1(x) dy dx + a (x)y = g(x) (2. 11) Dimana variabel terikat y dan semua turunan y, y,, y n merupakan derajat pertama. Koefisien a, a 1, a 2,, a n dari y, y,, y n bergantung pada variabel bebas x. (Zill, Wright, & Cullen, 212 : 4) Berikut adalah beberapa contoh persamaan diferensial linier. Contoh (2.3) (y x)dx + 4x dy = (2. 12) 13

30 y" 2y + y = (2. 13) d 3 y dy + x dx3 dx 5y = ee (2. 14) berdasarkan definisi (2.7), Persamaan (2.12) Merupakan persamaan linier orde pertama. Persamaan (2.13) merupakan persamaan linier orde kedua dan Persamaan (2.14) merupakan persamaan diferensial linier orde 2. C. TEOREMA NILAI RATA-RATA INTEGRAL Teorema nilai rata-rata integral pada kasus ini akan digunakan untuk menentukan integral dari titik pusat kontrol volume. TEOREMA (2.1) TEOREMA NILAI RATA-RATA INTEGRAL Jika fungsi f kontinu pada interval [a, b] dengan c [a, b], maka, F(c) = b f(x)dx a b a (2. 15) (Varberg, Purcell, & Rigdon, 27:253) D. PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL Penyelesaian dari persamaan diferensial parsial akan dicari dengan menerapkan syarat batas tertentu dan menggunakan beberapa teori yang dipakai hingga mendapat penyelesaian umumnya. 1. MASALAH NILAI AWAL DAN SYARAT BATAS Untuk memahami apa itu masalah nilai awal, misal diberikan suatu lempengan logam dengan panjang l. Sehingga diperoleh interval untuk x yaitu 14

31 x l. Diberikan W(x, ) yang merupakan suhu di seluruh posisi x pada saat t sama dengan nol, hal tersebut dikatakan sebagai nilai awal. Selanjutnya akan dibahas tentang masalah syarat batas. Menurut (Humi & Miller, 1992 : 42), untuk persamaan diferensial parsial orde 2 terdapat 3 syarat batas yang dapat digunakan yaitu sebagai berikut : a) Syarat batas Dirichlet Syarat batas dirichlet merupakan nilai-nilai yang tidak diketahui dari suatu fungsi u pada bagian perbatasan. Dengan kata lain, syarat batas dirichlet adalah mempertahankan suhu pada posisi x = dan posisi x = l supaya tetap nol derajat celcius. Apabila diberikan W(x, t) merupakan suhu di x pada saat t, maka syarat batas dirichlet secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut. dengan t >. b) Syarat batas Neumann W(, t) = W(l, t) = Syarat batas Neumann merupakan syarat batas yang nilai-nilai perubahan suhu pada posisi x = dan posisi x = l dipertahankan nol. Apabila diberikan W(x, t) merupakan suhu di x pada saat t, maka syarat batas neumann secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut. dengan t >. c) Syarat batas Robin W(, t) = x W(l, t) x = Syarat batas robin merupakan syarat batas dimana perubahan suhu pada x = dipertahankan nol, sedangkan suhu pada posisi x = l dipertahankan nol. Apabila 15

32 diberikan W(x, t) merupakan suhu di x pada saat t, maka syarat batas robin secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut. W(, t) = W(l, t) = x dengan t >. 2. MASALAH STURM-LIOUVILLE Definisi 2.9 Diberikan persamaan diferensial orde dua sebagai berikut, [r(x)y (x)] + [p(x) + λs(x)]y(x) = (2. 16) dengan syarat batas, a 1 y(a) + ay (b) = (2. 17) b 1 y(a) + b 2 y (b) = (2. 18) untuk r, p, s adalah terdiferensial kontinu di [a, b], dengan r(x) > dan s(x) > pada [a, b], sedangkan a 1, a 2, b 1, b 2 adalah konstanta riil. Salah satu dari a 1 atau a 2 tidak nol dan salah satu dari b 1 atau b 2 tidak nol. (Humi & Miller, 1992:148) Persamaan (2.16) dengan syarat batas Persamaan (2.17) dan syarat batas Persamaan (2.18) disebut dengan Masalah Sturm-Liouville Reguler. Menyelesaikan Masalah Sturm-Liouville Reguler artinya mencari nilai dari λ yang disebut sebagai Nilai Eigen. Nilai dari λ yang sesuai penyelesaian nontrivial disebut dengan Fungsi Eigen. (Agarwal & O'Regan, 29 : 145) Secara umum, akar-akar karakteristik dari suatu persamaan diferensial linier orde 2 dibedakan menjadi 3, yaitu: 1. Akar karakteristik riil berbeda 16

33 Dimisalkan akar dari persamaan karakteristik pada Persamaan (2.16) adalah a dan b, maka penyelesaian umum dari Persamaan (2.16) sebagai berikut. 2. Akar karakteristik riil sama/kembar y = Acosh(ax) + Bsinh(bx) Dimisalkan akar dari persamaan karakteristik pada Persamaan (2.16) adalah a, maka penyelesaian umum dari Persamaan (2.16) sebagai berikut. y = Ae ax + Bxe ax 3. Akar karakteristik bilangan kompleks Dimisalkan akar dari persamaan karakteristik pada Persamaan (2.16) adalah a + ib dan a ib, maka penyelesaian umum dari Persamaan (2.16) sebagai berikut. (Ross, 24) Contoh 2.3 y = Acos(bx) + Bsin(bx) Akan dicari penyelesaian umum dari masalah Sturm Liouville pada pada persamaan berikut ini. X (x) + k 2 X(x) = (2. 19) Persamaan karakterisktik dari Persamaan (2.19) adalah, m 2 + k 2 = (2. 2) dengan menggunakan rumus m 1,2 = b± b2 4ac, diperoleh. 2a m 1,2 = b ± b2 4ac 2a 17

34 m 1,2 = ± 4(1)(k2 ) 2(1) m 1,2 = ± 4k2 2 m 1,2 = ±2ki 2 m 1,2 = ±ki Akar-akar dari Persamaan Karakteristik (2.2) adalah m 1 = ki dan m 2 = ki, dimana m 1 dan m 2 merupakan bilangan kompleks. Sehingga diperoleh penyelesaian umum dari Persamaan (2.19) adalah. Contoh 2.4 X(x) = Acos(kx) + Bsin(kx) Akan dicari penyelesaian umum dari masalah Sturm Liouville pada persamaan berikut ini. X (x) k 2 X(x) = (2. 21) Persamaan karakterisktik dari Persamaan (2.21) adalah. m 2 k 2 = (2. 22) (m k)(m + k) = m 1 = k dan m 2 = k Akar-akar dari Persamaan Karakteristik (2.22) adalah m 1 = k dan m 2 = k, dimana m 1 dan m 2 merupakan bilangan riil. Sehingga diperoleh penyelesaian umum dari Persamaan (2.21) adalah. Contoh 2.5 X(x) = Acosh(kx) + Bsinh(kx) 18

35 Akan dicari penyelesaian umum dari masalah Sturm Liouville pada persamaan berikut ini. X (x) + 6kX (x) + 9k 2 X(x) = (2. 23) Persamaan karakterisktik dari Persamaan (2.23) adalah. m 2 + 6kx + 9k 2 = (2. 24) (m + 3k)(m + 3k) = m 1 = 3k dan m 2 = 3k Akar-akar dari Persamaan Karakteristik (2.24) adalah m 1 = 3k dan m 2 = 3k, dimana m 1 dan m 2 merupakan bilangan riil yang sama besar. Sehingga diperoleh penyelesaian umum dari Persamaan (2.23) adalah. X(x) = Ae 3x + Bxe 3x ) 3. METODE SEPARASI VARIABEL Definisi 2.1 Diberikan perasamaan diferensial, dy dx = f(x, y) (2. 25) dengan fungsi f pada Persamaan (2.25) dapat dipisah menjadi fungsi dalam x dikalikan fungsi dalam y, atau dapat dituliskan sebagai berikut. dy dx = g(x)h(x) (2. 26) Hal tersebut disebut dengan separasi variabel. (Zill, Wright, & Cullen, 212 : 433) 19

36 Langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu persamaan dengan menggunakan metode separasi variabel menurut (Humi & Miller, 1992:113) sebagai berikut. 1. Menentukan penyelesaian dari persamaan diferensial dalam bentuk T(x, t) = X(x)T(t). Dimana variabel x hanya muncul dalam fungsi X, sedangkan T merupakan fungsi dari t saja. 2. Menentukan konstanta pemisah misalnya λ, dengan λ merupakan bilangan riil. 3. Akan diselesaikan terlebih dahulu masalah nilai eigen dimana persamaan memiliki dua kondisi batas. Namun, karena nilai dari konstanta pemisah variabel (λ) belum diketahui dan ditentukan bahwa λ harus riil maka masalah nilai eigen akan dicari dengan melihat kondisi dari konstanta λ yaitu λ <, λ =, λ >. 4. Menentukan nilai eigen dan fungsi eigen. 5. Menyelesaikan persamaan untuk variabel yang lain dnegan menggunakan nilai eigen yang diperoleh pada langkah sebelumnya. 6. Untuk mendapatkan penyelesaian akhir, setelah diperoleh X(x)dan T(t) maka X(x) akan dikalikan dengan T(t). Hal ini terjadi karena pada langkah 1 telah diasumsikan bahwa penyelesaian dari persamaan yang diselesaikan adalah T(x, t) = X(x)T(t). Berikut adalah contoh separasi variabel untuk menyelesaikan persamaan Laplace. Contoh 2.6 2

37 2 u x u = (2. 27) y2 Dengan syarat batas, u(x, ) = (2.28) u(x, b) = (2.29) u(, y) = (2.3) u(a, y) = (2.31) Langkah penyelesaian. 1. Menentukan penyelesaian dari persamaan diferensial dalam bentuk U(x, y) = X(x)Y(y). Dimana variabel x hanya muncul dalam fungsi X, sedangkan Y merupakan fungsi dari y saja. Diberikan penyelesaian untuk u(x, y) = X(x)Y(y), apabila disubstitusikan pada Persamaan (2.27) maka diperoleh bentuk sebagai berikut. X (x)y(y) + X(x)Y (y) = (2.32) Apabila Persamaan (2.32) dikelompokkan sesuai variabelnya, maka diperoleh bentuk sebagai berikut. X (x) X(x) = Y (y) Y(y) (2.33) 2. Menentukan konstanta pemisah misalnya λ, dengan λ merupakan bilangan riil. Diambil konstanta pemisah λ, sehingga Persamaan (2.33) menjadi. X (x) X(x) = Y (y) = λ (2.34) Y(y) Dari Persamaan (2.34) diperoleh masalah Sturm Liouville sebagai berikut. 21

38 X (x) λx(x) = (2.35) Y (y) + λy(y) = (2.36) 3. Akan diselesaikan terlebih dahulu masalah nilai eigen dimana persamaan memiliki dua kondisi batas. Namun, karena nilai dari konstanta pemisah variabel (λ) belum diketahui dan ditentukan bahwa λ harus riil maka masalah nilai eigen akan dicari dengan melihat kondisi dari konstanta λ yaitu λ <, λ =, λ >. Dari Persamaan (2.35) akan dicari kemungkinan nilai λ yang memenuhi sebagai berikut. Kemungkinan I untuk nilai λ = k 2 >, sehingga Persamaan (2.35) menjadi, X (x) k 2 X(x) = (2.37) Penyelesaian umum dari Persamaan (2.37) adalah. X(x) = c 1 cosh(kx) + c 2 sinh(kx) Dengan syarat batas, X() = X(x) = c 1 cosh(kx) + c 2 sinh(kx) X() = c 1 cosh() + c 2 sinh() = c 1 X(a) = X(x) = c 1 cosh(kx) + c 2 sinh(kx) X(a) = + c 2 sinh(ka) = c 2 Karena c 1 = c 2 =, maka untuk nilai λ = k 2 > diperoleh penyelesaian trivial. Kemungkinan II untuk nilai λ =, sehingga Persamaan (2.35) menjadi. 22

39 X (x) = (2.38) Apabila kedua ruas pada Persamaan (2.38) diintegralkan, maka diperoleh hasil sebagai berikut. X (x) dx = dx X (x) = C 1 X (x) dx = C 1 dx dengan syarat batas, X(x) = C 1 x + C 2 X() = X(x) = C 1 x + C 2 X() = C 1 () + C 2 = c 2 X(a) = X(x) = C 1 x + C 2 X(a) = C 1 (a) + = c 1 Karena c 1 = c 2 =, maka untuk nilai λ = diperoleh penyelesaian trivial. Kemungkinan III untuk nilai λ = k 2 <, sehingga Persamaan (2.35) menjadi, X (x) + k 2 X(x) = (2.39) Penyelesaian umum dari Persamaan (2.39) adalah, X(x) = c 1 cos(kx) + c 2 sin(kx) dengan syarat batas, X() = X(x) = c 1 cos(kx) + c 2 sin(kx) 23

40 X() = c 1 cos() + c 2 sin() = c 1 X(a) = X(x) = c 1 cos(kx) + c 2 sin(kx) X(a) = + c 2 sin(ka) = c 2 sin(ka) Agar diperoleh penyelesaian non-trivial maka c 2, sehingga nilai sin(ka) =. sin(ka) = sin(ka) = sin(nπ) ka = nπ, n = 1,2,3, (2.4) 4. Menentukan nilai eigen dan fungsi eigen. Nilai dari k pada Persamaan (2.4) bergantung pada n, sehingga k = k n. Sehingga. k n a = nπ k n = nπ a Karena nilai dari X(x) = c 1 cos(kx) + c 2 sin(kx), dengan = c 1. Sehingga X(x) = c 2 sin(kx). Karena nilai k bergantung pada n, hal ini berakibat pada nilai X(x) yang juga bergantung pada n. Sehingga diperoleh fungsi eigen sebagai berikut. X n (x) = C 2 sin ( nπx ) dengan n = 1,2,3,4. (2.41) a 24

41 5. Menyelesaikan persamaan untuk variabel yang lain dengan menggunakan nilai eigen yang diperoleh pada langkah sebelumnya. Dengan menggunakan nilai dari konstanta pemisah yang telah diperoleh, maka Persamaan (2.36) dapat ditulis sebagai berikut. Y (y) + λy(y) = Y (y) k 2 Y(y) = (2.42) Penyelesaian umum dari Persamaan (2.47) adalah, Y(y) = c 1 cos(kx) + c 2 sin(kx) (2.43) dengan syarat batas, Y() = Y(y) = c 1 cosh(kx) + c 2 sinh(kx) Y() = c 1 cosh() + c 2 sinh() = c 1 Y(a) = Y(y) = c 1 cosh(kx) + c 2 sinh(kx) Y(a) = + c 2 sinh(ka) = c 2 sinh(ka) Agar diperoleh penyelesaian non-trivial maka c 2, sehingga nilai sin(ka) =. sinh(ka) = sinh(ka) = sinh(nπ) ka = nπ, n = 1,2,3, (2.44) Nilai dari k pada Persamaan (2.44) bergantung pada n, sehingga k = k n. Sehingga dapat ditulis sebagai berikut. 25

42 k n a = nπ k n = nπ a Karena nilai dari Y(y) = c 1 cosh(kx) + c 2 sinh(kx), dengan = c 1. Sehingga Y(y) = c 2 sinh(kx). Karena nilai k bergantung pada n, hal ini berakibat pada nilai Y(y) yang juga bergantung pada n. Sehingga diperoleh fungsi eigen sebagai berikut. Y n (y) = C 2 sinh ( nπ a x) dengan n = 1,2,3,4. (2.45) 6. Untuk mendapatkan penyelesaian akhir, setelah diperoleh X(x) dan Y(y) maka X(x) akan dikalikan dengan Y(y). Hal ini terjadi karena pada langkah 1 telah diasumsikan bahwa penyelesaian dari persamaan yang diselesaikan adalah U(x, y) = X(x)Y(y). Nilai X(x) dan Y(y) yang bergantung pada n berakibat pada penyelesaian U(x, y) yang bergantung pula pada n, sehingga: U n (x, y) = X n (x)y n (y). Dimana X(x) = C 2 sin ( nπ a x) dan Y(y) = C 2 sinh ( nπ a x), maka diperoleh hasil sebagai berikut. U n (x, t) = C n sin ( nπ a x) sinh (nπ a x) dengan n = 1,2,3,. U(x, t) = C n sin ( nπ n=1 x) sinh a (nπ x) (2.46) a 4. DERET FOURIER Definisi 2.11 Diberikan deret fourier dari fungsi f yang terdefinisi pada interval ( L, L) adalah, 26

43 Dimana, a + {a 2 n cos nπx + b L n sin nπx n=1 } (2.47) L a n = 1 L b n = 1 L L a = 1 L f(x)dx L L nπx f(x) cos L dx L L nπx f(x) sin L dx L Deret fourier untuk fungsi f tidak secara otomatis menjamin bahwa rangkaian tersebut benar-benar konvergen pada f(x). Jika f kontinu pada x maka deret fourier konvergen pada pada f(x ). Sebaliknya, apabila f diskontinu di x maka deret fourier konvergen pada. dimana. (Humi & Miller, 1992:75). Contoh 2.7 f(x + ) + f(x ) 2 f(x + ) = lim x x f(x), dengan x > x f(x ) = lim x x f(x), dengan x < x Akan ditentukan deret Fourier dari f(x) = { 1 < x < π 2 π < x < 2π Berdasarkan Definisi 2.17 diperoleh penyelesaian sebagai berikut. 27

44 2π a = 1 π f(x)dx π 2π a = 1 ( 1 dx + 2 dx) π π a = 1 π ([x] π + [2x] π 2π ) a = 1 π (3π) 2π a = 3 a n = 1 f(x) cos (nπx π π ) dx π a n = 1 ( 1 cos (nπx) dx + 2 cos (nπx π π π ) dx ) π a n = 1 ( 1 cos(nx) dx + 2 cos(nx) dx) π a n = 1 π ((1 n sin(nx)) + ( 2 n sin(nx)) ) π π 2π π 2π π 2π π 2π a n = 1 π ((1 n sin(nx)) + ( 2 n sin(nx)) ) π 2π a n = b n = 1 f(t) sin (nπt π π ) dx b n = 1 ( 1 sin (nπt) dx + 2 sin (nπt π π π ) dx ) π 2π π 28

45 π 2π b n = 1 ( 1 sin(nx) dx + 2 sin(nx) dx) π π π b n = 1 π (( 1 n cos(nx)) + ( 2 n cos(nx)) ) π 2π π 2π b n = 1 π (( 1 n cos(nx)) + ( 2 n cos(nx)) ) π b n = 1 π (( 1 n cos(nπ)) ( 1 n cos()) + ( 2 n cos(2nπ)) ( 2 n cos(nπ))) b n = 1 π (1 n 2 n + (1 n cos(nπ))) b n = 1 π ( 1 n + (1 n ( 1)n )) b n = 1 nπ + ( 1)n nπ dengan n = 1, 2, 3,. dan b n = apabila n genap. Setelah diketahui hasil dari a, a n dan b n. Maka deret Fourier dari f(x) adalah. f(x) = a 2 + a n n=1 cos ( nπt π ) + b n sin ( nπx π ) f(x) = nπ + ( 1)n sin (nπx nπ π ) n=1 f(x) = π 1 n + ( 1)n sin(nx) n n=1 f(x) = π ( 1)n 1 sin(nx) n n=1 29

46 E. METODE VOLUME HINGGA Metode volume hingga merupakan salah satu metode numerik untuk menyelesaikan persamaan diferensial parsial pada masalah-masalah fisis. Pada dasarnya metode volume hingga adalah mengubah masalah persamaan diferensial menjadi sebuah sistem dalam persamaan aljabar. Metode volume hingga sering digunakan untuk mencari pendekatan terhadap penyelesaian analitik dari suatu persamaan diferensial parsial. Dibandingkan dengan metode beda hingga, metode volume hingga memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut : 1. Diskritisasi terhadap ruang yang fleksibel. Apabila terdapat suatu bidang yang akan didiskritisasi, maka bidang tersebut dipartisi ke dalam ukuran lebih kecil yang sering disebut dengan kontrol volume. Partisi tersebut dapat berbentuk tidak beraturan untuk mengurangi kesalahan geometri dan partisi dapat dibuat lebih rinci untuk mendapat penyelesaian yang mendekati penyelesaian analitik. 2. Persamaan ditulis dalam bentuk integral yang seringkali berasal dari hukumhukum fisika. 3. Dari Nomor (2), kelebihan selanjutnya dari metode volume hingga adalah tidak ada kebutuhan untuk variabel dependent untuk menjadi terdiferensial. 3

47 Langkah-langkah dalam menyelesaikan suatu persamaan diferensial parsial dengan metode volume hingga hampir mirip dengan finite difference method ataupun finite element method. Menurut (Moukalled, et al : 216), adapun tahaptahap dalam menyelesaikan persamaan diferensial parsial dengan metode volume hingga secara garis besar dapat dilihat dari Gambar 2.2 berikut. Objek fisik Fenomena fisika Membangun persamaan dari permasalahan fisika yang terjadi pada objek Diskritisasi objek Diskritisasi persamaan Sistem persamaan aljabar Perhitungan aljabar Penyelesaian numerik Gambar 2.2 Bagan alur metode volume hingga Langkah awal dalam metode volume hingga adalah menurunkan persamaan matematik untuk fenomena fisika yang dialami oleh suatu objek. Setelah ditentukan persamaan matematik (dalam hal ini persamaan matematik yang dimaksud adalah 31

48 persamaan diferensial parsial) untuk permasalahan fisika tersebut, lalu dilakukan diskritisasi terhadap objek (benda). Benda akan dibagi menjadi beberapa kontrol volume (dipartisi menjadi beberapa bagian dengan panjang yang sama). Sehingga akan terdapat beberapa titik yang mewakili tiap kontrol volume tersebut. Langkah selanjutnya setelah menentukan kontrol volume adalah melakukan diskritisasi terhadap persamaan matematik yang telah diperoleh. Kedua ruas persamaan matematik diintegralkan terhadap waktu dan terhadap kontrol volume. Hingga diperoleh suatu sistem persamaan aljabar. Dengan diperoleh sistem persamaan aljabar maka akan diperoleh juga matrik dari sistem persamaan aljabar. Untuk mendapat penyelesaian numerik maka dilakukan penyelesaian terhadap matrik untuk mendapat nilai dari variabel terikat. Beberapa cara untuk memperoleh hasil dari matrik tersebut adalah dengan metode Jacobi, eliminasi sistem Gauss-Jordan, Forward Elimination, Backward Subtitution. 32

49 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas penurunan model persamaan panas dimensi satu. Setelah itu akan ditentukan penyelesaian persamaan panas dimensi satu secara analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari persamaan panas dimensi satu akan dihampiri dengan penyelesaian numerik menggunakan metode volume hingga. Berikut penjelasan lebih lanjut. A. PENURUNAN PERSAMAAN PANAS DIMENSI SATU Ilmu termodinamika merupakan salah satu bidang ilmu yang banyak digunakan di industri-industri dalam perencanaan macam-macam alat seperti boiler, heater dan ruang bakar. Terdapat tiga jenis perambatan panas yaitu perambatan panas secara konduksi, konveksi dan radiasi. Perambatan panas secara konduksi yaitu perpindahan panas dari suhu yang tinggi menuju suhu yang lebih rendah tanpa disertai dengan perpindahan partikel-partikelnya. Sedangkan perpindahan panas secara konveksi yaitu perpindahan panas yang terjadi antara permukaan padat dengan fluida dimana proses perpindahan panas melalui perpindahan massa fluida. Selanjutnya perpindahan panas secara radiasi yaitu perpindahan panas tanpa melalui zat perantara, artinya panas dipancarkan oleh sumber panas dan terpancar ke segala arah. Menurut ketiga jenis perambatan panas yang telah disebutkan, persamaan panas dimensi satu termasuk dalam jenis perpindahan panas secara konduksi karena panas mengalir dari suhu yang tinggi menuju suhu yang lebih rendah tanpa disertai 33

50 perpindahan partikel-partikelnya. Pada sub-bab ini, akan dibahas bagaimana penurunan persamaan panas dimensi satu secara konduksi yang terjadi pada benda padat. Diberikan sebuah batang logam dengan panjang l terbentang disepanjang sumbu x seperti pada Gambar (3.1). Batang logam dipartisi menjadi beberapa bagian kecil dan dipilih satu bagian kecil yang akan mewakili sebagai kontrol volume. Dalam proses penurunan persamaan panas dimensi satu, akan diasumsikan beberapa hal sebagai berikut. 1. Luas penampang batang logam (A) adalah konstan, 2. Jumlah kalor pada seluruh bagian A adalah konstan, 3. Batang logam terbuat dari bahan yang homogen, 4. Batang logam terisolasi sempurna diseluruh permukaannya, sehingga tidak ada kalor yang dapat melewati permukaan batang logam, 5. Aliran panas merambat dari suhu yang tinggi menuju suhu yang lebih rendah, Panas jenis dan konduksi termal adalah konstan. W(x, t) W(x + x, t) A x = x x + x x= l Gambar 3.1 Batang logam dengan energi panas yang mengalir searah sumbu-x Selanjutnya, akan ditinjau partisi batang logam sebesar x. Diberikan Q(t) merupakan total energi panas dan e(x, t) yaitu jumlah energi panas per satuan 34

51 volume yang selanjutnya disebut dengan massa jenis panas. Apabila massa jenis panas adalah konstan di seluruh volume dari batang logam, maka jumlah energi panas pada x merupakan hasil dari massa jenis panas dan volume. Sehingga secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut. dengan V = A x, sehingga. e(x, t) = Q(t) V e(x, t) = Q(t) A x Q(t) = e(x, t)a x (3.1) Perubahan panas pada interval [x, x + x] terjadi apabila terdapat aliran panas di sepanjang titik x hingga x + x. Berdasarkan Hukum Konservasi Panas, dasar proses aliran panas adalah laju perubahan panas sama dengan energi panas yang mengalir per satuan waktu ditambah energi panas yang dihasilkan dari dalam batang logam per satuan waktu. Karena batang logam bersifat homogen dan terisolasi diseluruh permukaannya maka tidak ada panas yang dihasilkan dari dalam batang logam. Sehingga diperoleh rumusan laju perubahan panas sebagai berikut. t (e(x, t)a x) (3.2) Pada Gambar (3.1) perambatan panas pada batang logam terdapat perbedaan suhu antara kedua ujung batang logam, yaitu W(x, t) dan W(x + x, t) dengan W(x, t) > W(x + x, t). Sehingga untuk energi panas yang merambat pada potongan logam per satuan waktu adalah sebagai berikut. w = W(x, t)a W(x + x, t)a (3.3) 35

52 Selanjutnya akan dicari hubungan antara laju perubahan panas dan energi panas yang merambat pada potongan logam. Menurut Holman (21), laju difusi diberikan oleh Hukum Fick, yang menyatakan bahwa fluks berbanding lurus dengan laju perubahan panas. Sehingga diperoleh rumusan sebagai berikut. (e(x, t)a x) = w t A (e(x, t) x) = w (3.4) t Apabila Persamaan (3.4) dibagi dengan A, maka akan menjadi seperti berikut. x t (e(x, t)) = w A (3.5) Selanjutnya, apabila Persamaan (3.5) dibagi dengan x, maka diperoleh. t (e(x, t)) = w A x (3.6) Karena x sangat kecil, maka nilai limitnya mendekati nol. Sehingga Persamaan (3.6) menjadi. w (e(x, t)) = lim t x A x e = 1 w t A x (3.7) Diketahui c merupakan panas jenis yaitu energi panas yang harus disuplai untuk satu satuan massa sebuah zat untuk menaikan suhunya satu unit. Karena telah diasumsikan bahwa batang logam terbuat dari bahan yang homogen maka c bernilai konstan, sehingga energi panas per satuan massa diberikan oleh cw(x, y). Kemudian diberikan ρ yang merupakan kerapatan massa yaitu massa per unit volume, karena batang logam bersifat homogen maka total massa pada potongan 36

53 logam adalah m. Sehingga total energi panas pada potongan logam dapat ditulis V sebagai. Q = mc W (3.8) karena ρ = m V dan V = A x, sehingga Persamaan (3.8) dapat ditulis menjadi. Q = ρa xcw(x, t) (3.9) Kemudian, apabila Persamaan (3.1) dan Persamaan (3.9) disederhanakan, diperoleh hasil sebagai berikut. e(x, t)a x = ρa xcw(x, t) e(x, t) = ρa xcw(x, t) A x e(x, t) = ρcw(x, t) (3.1) Apabila Persamaan (3.1) disubstitusikan pada Persamaan (3.7) diperoleh hasil. w t ρcw(x, t) = 1 A x (3.11) Menurut Hukum Fourier, laju perambatan panas yang melewati permukaan bidang berbanding lurus dengan perubahan suhu yang melewati potongan logam dan ketebalan dinding. Dengan kata lain dapat dituliskan sebagai berikut. w = KA W(x,t) x (3.12) Pada Persamaan (3.12), K merupakan konduktivitas termal. Dengan pendekatan x maka Persamaan (3.12) berubah menjadi. W(x, t) w = lim KA x x w = KA lim x W(x, t) x w = KA W(x,t) x (3.13) 37

54 diperoleh. Apabila Persamaan (3.13) disubstitusikan pada Persamaan (3.11) maka ρc W(x, t) t = 1 A x W(x, t) ( KA ) x W(x, t) ρc = K 2 W(x, t) t x 2 W(x,t) t = ( K ρ c ) 2 W(x,t) x 2 (3.14) Misalkan k 2 = K, sehingga Persamaan (3.13) dapat ditulis menjadi. ρc W(x,t) t = k 2 2 W(x,t) x 2 (3.15) Kemudian Persamaan (3.15) disebut Persamaan Panas Dimensi Satu.. B. PENYELESAIAN ANALITIK PERSAMAAN PANAS DIMENSI SATU Diberikan sebuah lilin dan batang logam homogen dengan panjang l. Lilin diletakkan di bawah batang logam di posisi sebelah kiri, setelah itu lilin dinyalakan beberapa waktu lalu dimatikan. Dalam kasus ini, perubahan suhu pada posisi x = dipertahankan nol derajat dan suhu pada posisi x = l dipertahankan nol derajat. Untuk ilustrasi lebih jelasnya tampak pada Gambar (3.2). 38

55 W x (, t) = W(l, t) = Gambar 3.2 Ilustrasi syarat batas Robin (Campuran) pada penampang logam Gambar 3.2 apabila diilustrasikan pada bidang koordinat kartesius dengan pembanding suhu terhadap sumbu x, maka akan tampak pada Gambar 3.3. W(x, t) W(, t) X = W(l, t) = x Gambar 3.3 Distribusi suhu terhadap sumbu-x Selanjutnya akan ditentukan penyelesaian dari persamaan panas dimensi satu menggunakan metode separasi variabel. Diberikan persamaan panas dimensi satu sebagai berikut. W(x,t) t = k 2 2 W(x,t) x 2, x l dengan t > (3.16) 39

56 dengan nilai awal, W(x, ) = 5 ; x l (3.16a) syarat batas, W x (, t) =, t > W(l, t) =, t > (3.16b) (3.16c) diperoleh. Diambil substitusi W(x, t) = X(x)T(t) terhadap Persamaan (3.16), (W(x,t)) t = X(x)T (t) (3.17) k 2 ( ( (W(x,t)) x x ) ) = k 2 (X (x)t(t)) (3.18) Apabila Persamaan (3.17) dan Persamaan (3.18) disubstitusikan pada Persamaan (3.16) maka diperoleh. X(x)T (t) = k 2 (X (x)t(t)) (3.19) Akan dilakukan pemisahan variabel, dimana persamaan yang mengandung variabel x dikelompokkan pada ruas kanan dan persamaan yang mengandung variabel t akan dikelompokkan pada ruas kiri. T (t) = X (x) k 2 T(t) X(x) (3.2) ditentukan konstanta pemisah riil yaitu negatif λ, sehingga Persamaan (3.2) menjadi. T (t) = X (x) = λ (3.21) k 2 T(t) X(x) dari Persamaan (3.21) diperoleh masalah Sturm-Liouville sebagai berikut. T (t) k 2 T(t) = X (x) X(x) = λ 4

57 T (t) k 2 T(t) = λ (3.22) X (x) X(x) = λ (3.23) Kemudian akan diselesaikan terlebih dahulu untuk Persamaan (3.22). X (x) X(x) = λ X (x) = λx(x) X (x) + λx(x) = (3.24) karena nilai dari konstanta pemisah (λ) belum diketahui dan ditentukan bahwa λ harus riil. Maka akan ditinjau 3 kemungkinan nilai untuk λ. Kemungkinan I. Untuk nilai λ = α 2 <, sehingga Persamaan (3.24) menjadi. X (x) α 2 X(x) = (3.25) Penyelesaian umum dari Persamaan (3.25) adalah. X(x) = A cosh(αx) + Bsinh (αx) Dengan syarat batas X () =, diperoleh. X (x) = αa sinh(αx) + αbcosh (αx) X () = αa sinh() + αbcosh () = αb cosh() = αb 1 Karena α, sehingga berakibat pada nilai B =. Untuk syarat batas X(l) =, diperoleh. X(l) = A cosh(αl) + Bsinh (αl) = A cosh(αl) + sinh (αl) = A cosh(αl) 41

58 A cosh(αl) = Karena α dan l maka nilai cosh(αl), hal tersebut berakibat pada nilai A =. Sehingga untuk λ = α 2 < diperoleh penyelesaian trivial. Kemungkinan II. Untuk nilai λ =, sehingga Persamaan (3.24) menjadi. X (x) = (3.26) Penyelesaian umum dari Persamaan (3.26) adalah. X(x) = A + Bx Dengan syarat batas X () =, diperoleh. X (x) = B X () = B B = Untuk syarat batas X(l) =, diperoleh. X(l) = A + B(l) X(l) = A + (l) = A Karena nilai A = dan B = sehingga diperoleh penyelesaian trivial. Kemungkinan III. Untuk nilai λ = α 2 >, sehingga Persamaan (3.24) menjadi. X (x) + α 2 X(x) = (3.27) Penyelesaian umum dari Persamaan (3.27) adalah. X(x) = A cos(αx) + B sin(αx) Dengan syarat batas X () =, diperoleh. X (x) = αa sin(αx) + αb cos(αx) X () = αa sin() + αb cos() 42

59 αb = Karena nilai α maka berakibat pada nilai B =. Dengan syarat batas X(l) =, diperoleh. X(x) = A cos(αx) + B sin(αx) X(l) = A cos(αl) + sin(αl) = A cos(αl) + A cos(αl) = Supaya diperoleh penyelesaian non-trivial, maka. cos(αl) = cos(αl) = cos ( 2n 1 π), dengan n = 1, 2, 3,... 2 α = 2n 1 π, dengan n = 1, 2, 3,... (3.28) 2l Karena nilai α bergantung pada n, maka α = α n. Sehingga Persamaan (3.28) dapat ditulis sebagai berikut. α n = 2n 1 π, n = 1, 2, 3,... (3.29) 2l Karena diperoleh nilai B =, maka penyelesaian dari Persamaan (3.24) adalah X(x) = B cos(αx). Kemudian, diketahui jika nilai α bergantung pada n maka berakibat pada nilai X(x) juga bergantung pada n. Sehingga, fungsi eigen dari Persamaan (3.24) adalah. X n (x) = Acos ( 2n 1 πx), dengan n=1, 2, 3,... (3.3) 2l Selanjutnya, akan dicari penyelesaian dari Persamaan (3.22). Telah diketahui bahwa nilai α bergantung pada n, maka berakibat pada nilai T(t) yang juga bergantung pada n. Sehingga dari Persamaan (3.22) diperoleh hasil sebagai berikut. 43

60 T n (t) k 2 T n (t) = λ T n (t) k 2 T n (t) = (2n 1 2 π) 2l T n (t) k 2 T n (t) = (2n 1 2 π) 2l T n (t) = ( 2n 1 2 π) k 2 T 2l n (t) T n (t) = ( 2n 1 2 π) k 2 T 2l n (t) d(t n (t)) dt d(t n (t)) T n (t) = ( 2n 1 2 π) k 2 T 2l n (t) = ( 2n 1 2 π) k 2 dt 2l Kedua ruas akan diintegralkan, dan diperoleh hasil sebagai berikut, 1 T n (t) d(t n(t)) = ( 2n 1 2 π) k 2 dt 2l ln T n (t) = ( 2n 1 2 π) k 2 t + c 2l T n (t) = e (2n 1 π) 2 k 2l 2 t+c T n (t) = e (2n 1 2 π) k 2l 2t e c T n (t) = e (2n 1 2 π) k 2l 2t D T n (t) = De (2n 1 π) 2 k 2 t 2l (3.31) dengan D suatu konstanta. 44

61 Karena nilai X n (x) dan T n (t) bergantung pada n, hal tersebut berakibat pada nilai W(x, t) yang juga bergantung pada n. Sehingga penyelesaian dari W(x, t) dapat ditulis sebagai berikut. dengan A n = f(x)cos(2n 1 2l W n (x, t) = A n cos ( 2n 1 2l 2 πx) e (2n 1 π) k 2l 2 t W(x, t) = A n cos ( 2n 1 πx) e (2n 1 π) 2 k 2l 2 t 2l n=1 l πx)dx. 1 cos 2 ( 2n 1 πx) dx 2l Selanjutnya akan dicari penyelesaian dari f(x)cos ( 2n 1 πx) dx. l l 5cos ( 2n 1 πx) dx 2l l = 5 cos ( 2n 1 πx) dx 2l 2l = 5 2n 1 πsin (2n 1 2l 2l l πx)] 2l 1 = (5 πsin (2n π)) 2n 1 2 = 1l (2n 1)π 1 sin (2n π) 2 Karena nilaisin ( 2n 1 π) = ( 1) n+1, sehingga diperoleh hasil. 2 l 5cos ( 2n 1 πx) dx = 1l( 1)n+1 2l (2n 1)π Kemudian akan dicari hasil dari cos 2 ( 2n 1 πx) dx. l 2l 45

62 l l cos 2 ( 2n 1 πx) 2l = cos ( 2n 1 πx) cos ( 2n 1 πx) dx 2l 2l Dengan menggunakan sifat cosacosb = 1 (cos(a + B) + cos (A B)), diperoleh 2 bentuk sebagai berikut. l = 1 2 = (cos ( 2n 1 πx) + cos()) dx l l = 1 2 2l (2n 1)π 1 cos (2n πx) l dx 1 sin (2n πx) + 1 l l 2 x] 2l = ( (2n 1)π sin((2n 1)π) + l 2 ) ( 2l sin() + ) (2n 1)π = l 2 Sehingga hasil dari A n = f(x)cos(2n 1 2l l πx)dx 1 cos 2 ( 2n 1 πx) dx 2l adalah. A n = 1l( 1) n+1 (2n 1)π l 2 A n = 1l( 1)n+1 (2n 1)π A n = 2( 1)n+1 (2n 1)π Setelah diketahui A n maka penyelesaian dari Persamaan (3.16) adalah. 2 l 46

63 W(x, t) = 2( 1)n+1 (2n 1)π n=1 W(x, t) = 2 cos (2n 1 2l ( 1) n+1 cos (2n 1 π (2n 1) 2l πx) e (2n 1 π) 2 k 2l 2 t π) 2 k 2 t πx) e (2n 1 n=1 2l (3.32) Diketahui panjang logam adalah.1 meter, maka Persamaan (3.32) menjadi sebagai berikut. W(x, t) = 2 ( 1) n+1 2n 1 cos (2n 1 πx) e (.2 π)2 k 2 t π (2n 1).2 n=1 (3.33) dengan W(x, t) adalah suhu di x pada waktu t, nilai dari W(x, t) bergantung pada posisi dan waktu yang diinginkan. Dari Persamaan (3.33), selanjutnya akan diambil sampel perambatan panas pada t =,4, 8, 12, 16, 2. Hasil suhu pada t yang telah ditentukan dapat dilihat pada Tabel

64 Tabel 3.1 Hasil penyelesaian analitik persamaan panas dimensi satu dengan metode separasi variabel TITIK TIME t = t = 4 t = 8 t = 12 t = 16 t =

65 Apabila penyelesaian analitik diplot dalam bentuk grafik, maka hasilnya sebagai berikut. suhu Keterangan : Suhu saat t = Suhu saat t = 4 Suhu saat t = 8 Suhu saat t = 12 Suhu saat t = 16 Suhu saat t = 2 x Gambar 3.4 Grafik penyelesaian analitik persamaan panas dimensi satu Dari Gambar 3.4 dapat dilihat bahwa suhu di sebarang x pada saat t = berkisar pada angka 5, hal tersebut sesuai dengan nilai awal yang diterapkan pada kasus ini. Pada saat t > suhu mulai mengalami penurunan secara bertahap hingga mencapai di titik x =.1. hal tersebut juga sesuai dengan syarat batas yaitu W(.1, t) = dengan t >. C. PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN PANAS DIMENSI SATU DENGAN METODE VOLUME HINGGA 1. PROSES DALAM METODE VOLUME HINGGA Diberikan sebuah lilin dan batang logam homogen dengan panjang.1 m. Lilin diletakkan di bawah batang logam di posisi sebelah kiri, setelah itu lilin 49

66 dinyalakan beberapa waktu lalu dimatikan. Dalam kasus ini, perubahan suhu pada posisi x = dipertahankan nol derajat dan suhu pada posisi x =.1 dipertahankan nol derajat, panas hanya mengalir dari suhu tinggi menuju suhu yang lebih rendah. Akan ditentukan penyelesaian dari persamaan panas dimensi satu pada batang logam menggunakan metode volume hingga. Diberikan persamaan panas dimensi satu sebagai berikut. W(x,t) t = k 2 2 W(x,t) x 2, x.1 dengan t > (3.34) dengan nilai awal. W(x, ) = 5 ; x.1 (3.34a) dan syarat batas, W x (, t) =, t > W(.1, t) =, t > (3.34b) (3.34c) Batang logam terbentang disepanjang x, dipartisi sebesar x dan akan dipilih partisi pada interval [x i, x i + Δx] dengan i =,1,2 n yang selanjutnya disebut sebagai kontrol volume. Ilustrasi dari partisi tersebut dapat dilihat sebagai berikut. 5

67 t x i.1 x i + x Gambar 3.5 Ilustrasi kontrol volume pada batang logam x Diasumsikan t merupakan waktu perambatan panas dari x i menuju x i + x. Sehingga interval waktu perambatan panas pada kontrol volume adalah [t, t + t]. Dari Gambar 3.5 akan ditunjukkan sistem kontrol volume yang lebih detail sebagai berikut. x =.1 i 1 i i + 1 x x i x i + x Gambar 3.6 Kontrol volume Selanjutnya, karena W(x, t) merupakan fungsi atas x dan t yang dalam hal ini x sebagai posisi dan t sebagai waktu. Apabila Persamaan 3.33 diintegralkan terhadap x dengan interval [x i, x i + x], sehingga Persamaan (3.33) menjadi. 51

68 x i + x x i + x 2 W ρc W t x = K x 2 x (3.35) x i x i Apabila Persamaan (3.35) diintegralkan terhadap t dengan interval [t, t + t], sehingga Persamaan (3.35) menjadi. t+ t t x e ( (ρc x w W(x, t) t t+ t x e ) dx) dt = ( (K 2 W(x, t) x 2 ) dx t x w ) dt (3.36) Apabila diasumsikan besar suhu pada titik i merupakan besar suhu pada seluruh kontrol volume i. Maka ruas kiri dari Persamaan (3.36) dapat diselesaikan sebagai berikut. t+ t x i + x ( ρc W t v t x i ) x e t+ t t = ρc W t x (3.37) t x w t Persamaan (3.37) terlebih dahulu akan diintegralkan terhadap waktu, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut. x e t+ t x w t x i + x ρc W t x t = ρcw(x, t)] t t+ t x x i x i + x = ρcw(x, t + t) ρcw(x, t) x (3.38) x i Proses pengintegralan berlanjut dengan mengintegralkan Persamaan 3.38 terhadap kontrol volume dan diperoleh hasil sebagai berikut. x i + x = ρc(w t+ t W t ) x x i 52

69 x = ρc(w t+ t W t )x] i + x xi = ρc(w t+ t W t )(x i + x) ρc(w t+ t W t )x i = ρc(w t+ t W t )(x i + x x i ) = ρc(w t+ t W t ) x = ρc(w i W i ) x (3.39) Dari Persamaan 3.39, W i merupakan suhu di i pada waktu t + t dan W i merupakan suhu di i pada waktu t. Setelah diperoleh hasil integral dari ruas kiri Persamaan 3.36, selanjutnya akan ditentukan hasil integral dari ruas kanan Persamaan 3.36 sebagai berikut. t+ t t+ t x i + x K 2 W x 2 v t t x i t+ t x i + x = K 2 W x 2 w t t x i t+ t x i + x = K x t x i t+ t = K W x ] x i = K W(x i + x, t) (x i + x) t t+ t t W x x i + x x t t K W(x i, t) x i = K ( W(x i + x, t) W(x i, t) ) t (3.4) (x i + x) x i t t 53

70 Teorema integral rata-rata digunakan untuk memperoleh hasil dari W dan W x x i, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut. W x = W i+1 W i x i + x x W x = W i W i 1 x i x x x i + x dengan W i+1 merupakan suhu di i + 1 pada waktu t, W i merupakan suhu di i pada waktu t dan W i 1 merupakan suhu di i 1 pada waktu t. Sehingga hasil integral Persamaan 3.4 adalah sebagai berikut. t+ t x i + x K 2 W x 2 v t = t x i t+ t t K ( W i+1 W i x W i W i 1 x ) t (3.41) Apabila Persamaan 3.39 dan Persamaan 3.41 disubstitusikan pada Persamaan 3.33 maka diperoleh hasil sebagai berikut. t+ t ρc(w i W i ) x = t K ( W i+1 W i x W i W i 1 x ) t (3.42) Kedua ruas dari Persamaan 3,42 apabila dibagi dengan t akan diperoleh hasil sebagai berikut. ρc (W i W i ) x t t+ t = K (W i+1 W i t x t W i W i 1 x ) t (3.43) Untuk mendapat hasil integral terhadap waktu yang terdapat di ruas kanan Persamaan (3.4), perlu diberikan suatu asumsi untuk W i+1, W i dan W i 1. Menurut (Versteeg & Malalasekera, 1995 : 17), untuk menghitung integral terhadap waktu pada ruas kanan Persaman (3.4) dapat digunakan suhu pada saat t atau suhu pada 54

71 saat t + t, atau bisa juga dengan menggunakan kombinasi suhu pada saat t dan t + t. Selanjutnya dilakukan aproksimasi menggunakan parameter θ dimana θ 1. Sehingga diperoleh asumsi integral suhu terhadap waktu sebagai berikut. dimana, t+ t I t = W i dt = [θw i + (1 θ)w i ] t (3.44) t θ I T W i t 1 2 (W i + W i ) t W i t Dengan mengaplikasikan Persamaan 3.44 ke dalam Persamaan 3.43 diperoleh hasil sebagai berikut. = (θ (K W i+1 W i x K W i W i 1 x ρc (W i W i ) x t ) + (1 θ) (K W i+1 t ρc (W i W i ) x t W i x K W i W i 1 x )) t = (θ (K W i+1 W i x K W i W i 1 ) + (1 x (3.345) θ) (K W i+1 W i x K W i W i 1 )) x 55

72 2. PENYELESAIAN KASUS PERSAMAAN PANAS DIMENSI SATU DENGAN METODE VOLUME HINGGA Diberikan suatu permasalahan, sebuah batang logam dengan panjang.1 meter. Batang logam dipartisi menjadi 1 kontrol volume, dengan jarak antar titik pusat kontrol volume ( x) =.1. Dalam kasus ini diketahui persamaan panas dimensi satu sesuai dengan Persamaan (3.33), dengan nilai awal W(x, ) = 5. Syarat batas dari kasus ini adalah W x (, t) = dan W(.1, t) =. Telah diketahui pula bahwa ρc = dan K = 1. Dengan menggunakan Explicit Method untuk teknik diskritisasi, maka nilai untuk θ adalah θ = sehingga diperoleh hasil persamaan umum dari solusi kasus ini sebagai berikut. ρc (W i W i ) x t = K W i+1 W i x K W i W i 1 x (3.46) Menurut (Versteeg & Malalasekera, 1995 : 175), untuk menentukan time step pada metode eksplisit harus memenuhi aturan sebagai berikut. t < ρc( x)2 2k (3.47) Dari Pertidaksamaan (3.47) maka diperoleh batas untuk time step sebagai berikut. t < ρc( x)2 2k t < 1 16 (.1) t < 5s Setelah diperoleh batas untuk time step, maka untuk kasus ini akan diambil time step sebesar t = 2s. Selanjutnya, akan dihitung nilai dari konstanta pada Persamaan 3.46 untuk memudahkan perhitungan selanjutnya sebagai berikut. 56

73 ρc x t = = 5 K x = 1.1 = 1 K x = 1.1 = 1 Untuk mengetahui suhu pada masing-masing kontrol volume, akan dicari persamaan aljabar untuk masing-masing titik pusat kontrol volume dengan menggunakan persamaan awal yaitu Persamaan (3.46). 1. Titik pusat kontrol volume 1, dengan x =.5. dengan, ρc (W 1 W 1 ) x t sehingga diperoleh, = K W 2 W 1 x K W 1 W x 2 ρc x t = = 5 K x = 1.1 = 1 5(W i W i ) = 1(W i+1 W i ) 5W 1 = 5W 1 1W 1 + 1W 2 5W 1 = 49W 1 + W 2 (3.48) 2. Titik pusat kontrol volume 2, dengan x =.15. dengan, ρc (W 2 W 2 ) x t = K W 3 W 2 x K W 2 W 1 x 57

74 sehingga diperoleh. ρc x t = = 5 K x = 1.1 = 1 5(W 2 W 2 ) = 1(W 3 W 2 ) 1(W 2 W 1 ) 5W 2 5W 2 = 1W 3 1W 2 1W 2 + 1W 1 5W 2 = 1W 3 1W 2 1W 2 + 5W 2 + 1W 1 5W 2 = 1W W 2 + 1W 3 5W 2 = W W 2 + W 3 (3.49) 3. Titik pusat kontrol volume 3, dengan x =.25. dengan, ρc (W 3 W 3 ) x t sehingga diperoleh, = K W 4 W 3 x K W 3 W 2 x ρc x t = = 5 K x = 1.1 = 1 5(W 3 W 3 ) = 1(W 4 W 3 ) 1(W 3 W 2 ) 5W 3 5W 3 = 1W 4 1W 3 1W 3 + 1W 2 5W 3 = 1W 4 1W 3 1W 3 + 5W 3 + 1W 2 5W 3 = 1W W 3 + 1W 4 5W 3 = W W 3 + W 2 (3.5) 4. Titik pusat kontrol volume 4, dengan x =

75 ρc (W 4 W 4 ) x t = K W 5 W 4 x K W 4 W 3 x dengan, sehingga diperoleh, ρc x t = = 5 K x = 1.1 = 1 5W 4 5W 4 = 1W 5 1W 4 1W 4 + 1W 3 5W 4 = 1W 5 1W 4 1W 4 + 5W 4 + 1W 3 5W 4 = 1W W 4 + 1W 3 5W 4 = W W 4 + W 3 (3.51) 5. Titik pusat kontrol volume 5, dengan x =.45. dengan, sehingga diperoleh, ρc (W 5 W 5 ) x t = K W 6 W 5 x K W 5 W 4 x ρc x t = = 5 K x = 1.1 = 1 5W 5 5W 5 = 1W 6 1W 5 1W 5 + 1W 4 5W 5 = 1W 6 1W 5 1W 5 + 5W 5 + 1W 4 5W 5 = 1W W 5 + 1W 4 5W 5 = W W 5 + W 4 (3.52) 59

76 6. Titik pusat kontrol volume 6, dengan x =.55. dengan, sehingga diperoleh, ρc (W 6 W 6 ) x t = K W 7 W 6 x K W 6 W 5 x ρc x t = = 5 K x = 1.1 = 1 5W 6 5W 6 = 1W 7 1W 6 1W 6 + 1W 5 5W 6 = 1W 7 1W 6 1W 6 + 5W 6 + 1W 5 5W 6 = 1W W 6 + 1W 5 5W 5 = W W 5 + W 4 (3.53) 7. Titik pusat kontrol volume 7, dengan x =.65. dengan, sehingga diperoleh, ρc (W 7 W 7 ) x t = K W 8 W 7 x K W 7 W 6 x ρc x t = = 5 K x = 1.1 = 1 5W 7 5W 7 = 1W 8 1W 7 1W 7 + 1W 6 5W 7 = 1W 8 1W 7 1W 7 + 5W 7 + 1W 6 5W 7 = 1W W 7 + 1W 6 6

77 5W 7 = W W 6 + W 5 (3.54) 8. Titik pusat kontrol volume 8, dengan x =.75. dengan, sehingga diperoleh, ρc (W 8 W 8 ) x t = K W 9 W 8 x K W 8 W 7 x ρc x t = = 5 K x = 1.1 = 1 5W 8 5W 8 = 1W 9 1W 8 1W 8 + 1W 7 5W 8 = 1W 9 1W 8 1W 8 + 5W 8 + 1W 7 5W 8 = 1W W 8 + 1W 7 5W 8 = W W 8 + W 7 (3.55) 9. Titik pusat kontrol volume 9, dengan x =.85. dengan, sehingga diperoleh, ρc (W 9 W 9 ) x t = K W 1 W 9 K W 9 W 8 x x ρc x t = = 5 K x = 1.1 = 1 5W 9 5W 9 = 1W 1 1W 9 1W 9 + 1W 8 5W 9 = 1W 1 1W 9 1W 9 + 5W 9 + 1W 8 61

78 5W 9 = 1W W 9 + 1W 8 5W 9 = W W 9 + W 8 (3.56) 1. Titik pusat kontrol volume 9, dengan x =.85. ρc (W 1 W 1 ) x t = K W.1 W 1 x 2 K W 1 W 9 x dengan, sehingga diperoleh, ρc x t = = 5 K x = 1.1 = 1 5(W 1 W 1 ) = 2(W.1 W 1 ) 1(W 1 W 9 ) 5(W 1 W 1 ) = 2( W 1 ) 1(W 1 W 9 ) 5W 1 5W 1 = 2W 1 1W 1 + 1W 9 5W 1 = 5W 1 2W 1 1W 1 + 1W 9 5W 1 = 47W 1 + 1W 9 5W 1 = W W 1 (3.57) Dari persamaan yang telang diperoleh, akan dihitung suhu pada masingmasing titik di setiap waktu t, proses perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 75. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, akan diambil penyelesaian numerik pada saat t =, 4, 8, 12, 16, 2. Hasil penyelesaian numerik pada t yang telah ditentukan dapat dilihat pada Tabel

79 Tabel 3.2 Hasil penyelesaian numerik persamaan panas dimensi satu dengan metode volume hingga TITIK TIME t = t = 4 t = 8 t = 12 t = 16 t = Apabila hasil penyelesaian numerik ditampilkan dalam bentuk grafik, maka dapat dilihat sebagai berikut. 63

80 suhu Keterangan : Suhu saat t = Suhu saat t = 4 Suhu saat t = 8 Suhu saat t = 12 Suhu saat t = 16 Suhu saat t = 2 x Gambar 3.7 Grafik penyelesaian numerik persamaan panas dimensi satu Dari Gambar 3.7 dapat dilihat bahwa suhu di sebarang x pada saat t = adalah 5, hal tersebut sesuai dengan nilai awal yang diterapkan pada kasus ini. Pada saat t > suhu mulai mengalami penurunan secara bertahap hingga mencapai di titik x =.1. Hal tersebut juga sesuai dengan syarat batas yaitu W(.1, t) = dengan t >. 64

81 D. PERBANDINGAN PENYELESAIAN ANALITIK DAN PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN PANAS DIMENSI SATU Setelah diperoleh penyelesaian analitik dan penyelesaian numerik dari persamaan panas dimensi satu, selanjutnya akan dilihat bagaimana perbandingan dari kedua penyelesaian tersebut. Perbandingan akan ditampilkan dalam bentuk grafik pada t yang telah dipilih, selain itu akan dihitung pula rata-rata error relatif pada masing-masing t. Menurut (Rinaldi Munir, 21 : 24), error relatif berasosiasi dengan seberapa dekat solusi hampiran terhadap solusi sejatinya. Error relatif dapat diperoleh dengan rumusan sebagai berikut : ε R = a a a (3.49) dimana ε R merupakan error relatif, a merupakan nilai dari solusi analitik dan a merupakan nilai hampiran (nilai dari solusi numerik). Hasil dari perbandingan solusi analitik dan numerik adalah sebagai berikut. 1. Perbandingan solusi analitik dan solusi numerik persamaan panas dimensi satu saat t =. Hasil dari penyelesaian analitik dan numerik pada saat t = dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3.3 Hasil penyelesaian analitik dan numerik persamaan panas dimensi satu saat t = Titik Analitik Numerik Error relatif

82 Rata-rata error.185 Berdasarkan Tabel 3.3 akan dilihat perbandingan dari kedua penyelesaian berupa grafik dua dimensi sebagai berikut. suhu Keterangan : Solusi analitik Solusi numerik Gambar 3.8 Grafik perbandingan penyelesaian analitik dan numerik persamaan panas dimensi satu saat t = x Berdasarkan Gambar 3.8 dapat dilihat bahwa suhu di sebarang x pada saat t = berkisar pada angka 5 dengan rata-rata error relatif sebesar.185. Hal ini sesuai dengan nilai awal yang ditentukan pada kasus ini. Penyelesaian secara analitik dan numerik tidak dapat memberikan hasil yang sama, akan tetapi metode numerik dapat mendekati hasil perhitungan dari metode 66

83 analitik. Maka dari itu, terdapat beberapa perbedaan bentuk grafik dari kedua solusi karena hasil penyelesaian yang memang tidak sama persis. 2. Perbandingan solusi analitik dan solusi numerik persamaan panas dimensi satu saat t = 8. Hasil dari penyelesaian analitik dan numerik pada saat t = 8 dapat dilihat pada Tabel 3.4. Tabel 3.4 Hasil penyelesaian analitik dan numerik persamaan panas dimensi satu saat t = 8 Titik Analitik Numerik Error relatif Rata-rata error.193 Berdasarkan Tabel 3.4 akan dilihat perbandingan dari kedua penyelesaian berupa grafik pada Gambar

84 suhu Keterangan : Solusi analitik Solusi numerik Gambar 3.9 Grafik perbandingan penyelesaian analitik dan numerik persamaan panas dimensi satu saat t = 8 x Berdasarkan Gambar 3.9 batang logam mulai mengalami penurunan suhu, hal ini dapat dilihat dari grafik yang menuju ke nol dengan rata-rata error.193. Rata-rata error relatif mengalami kenaikan sebesar.8 dikarenakan sistem yang telah berjalan pada saat t >, sedangkan pada saat t = sistem belum berjalan dan masih menggunakan nilai awal. Grafik untuk t = 4 menunjukkan hal yang sesuai dengan syarat batas W(.1, t) =. Pada x >.6, terjadi perbedaan suhu antara solusi analitik dan solusi numerik, namun dari perbedaan tersebut kedua solusi tersebut sama-sama menuju ke nol pada x =.1. 68

85 3. Perbandingan solusi analitik dan solusi numerik persamaan panas dimensi satu saat t = 16. Hasil dari penyelesaian analitik dan numerik pada saat t = 8 dapat dilihat pada Tabel 3.5. Tabel 3.5 Hasil penyelesaian analitik dan numerik persamaan panas dimensi satu saat t = 16 Titik Analitik Numerik Error relatif Rata-rata error.89 Berdasarkan Tabel 3.5 akan dilihat perbandingan dari kedua penyelesaian berupa grafik pada Gambar

86 suhu Keterangan : Solusi analitik Solusi numerik x Gambar 3.1 Grafik perbandingan penyelesaian analitik dan numerik persamaan panas dimensi satu saat t = 16 Berdasarkan Gambar 3.1 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan solusi dari kedua penyelesaian, namun tidak sebesar pada saat t = 8. Rata-rata error relatif saat t = 16 adalah.89, rata-rata error mengalami penurunan sebesar.15. Keseluruhan dari kedua solusi hampir sama, dengan memenuhi syarat batas yang telah ditentukan. 4. Perbandingan solusi analitik dan solusi numerik persamaan panas dimensi satu saat t = 2. Hasil dari penyelesaian analitik dan numerik pada saat t = 8 dapat dilihat pada Tabel

87 Tabel 3.6 Hasil penyelesaian analitik dan numerik persamaan panas dimensi satu saat t = 2 Titik Analitik Numerik Error relatif Rata-rata error.77 suhu Berdasarkan Tabel 3.6 akan dilihat perbandingan dari kedua penyelesaian berupa grafik dua dimensi sebagai berikut. Keterangan : Solusi analitik Solusi numerik Gambar 3.11 Grafik perbandingan penyelesaian analitik dan numerik persamaan panas dimensi satu saat t = 2 x 71

88 Berdasarkan Gambar 3.11 dapat dilihat apabila penyelesaian dari kedua metode memiliki hasil yang hampir sama pada t = 2 dan rata-rata error sebesar.7. Rata-rata error relatif mengalami penurunan sebesar.11 dari rata-rata error pada t sebelumnya. Tidak terlihat adanya jarak antara dua grafik garis masing-masing solusi. Suhu pada saat t = 32 mulai mengalami penurunan di x >.2, hingga mencapai nol pada x =.1. Setelah melihat 4 contoh grafik penyelesaian analitik dan numerik persamaan panas dimensi satu, dapat dilihat bahwa metode numerik dengan volume hingga dapat digunakan untuk mendekati solusi analitik dengan baik. Selain itu terpenuhi juga nilai awal dan syarat batas dengan 2 metode yang berbeda. 72

89 BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Dari hasil pembahasan pada BAB III, maka penulis dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Model persamaan panas dimensi satu adalah sebagai berikut. W(x, t) t = k 2 2 W(x, t) x 2 dimana x menggambarkan posisi titik antara hingga l. W(x, t) merupakan suhu pada posisi x saaat waktu t. k 2 merupakan difusi thermal. 2. Penyelesaian analitik persamaan panas dimensi satu dengan nilai awal syarat batas robin adalah sebagai berikut. W(x, t) = 2 π ( 1)n+1 (2n 1) n= n 1 cos (2n πx) e (.2 π) k 2 t.2 3. Langkah-langkah metode volume hingga dalam menyelesaikan persamaan panas dimensi satu adalah: a. Membagi objek ke dalam beberap kontrol volume. b. Melakukan diskritisasi pada persamaan dengan mengintegralkan kedua ruas persamaan terhadap kontrol volume dan terhadap waktu. c. Diperoleh sistem persamaan aljabar. d. Menyelesaikan sistem persamaan aljabar yang telah diperoleh dengan membentuknya sebagai matriks atau dapat diselesaikan dengan metode lain yang telah dipilih. 73

90 Dari persamaan panas dimensi satu dengan nilai awal 5, sistem persamaan aljabar yang diperoleh sebagai berikut. 5W 1 = 49W 1 + W 2 5W 2 = 48W 2 + W 3 + W 1 5W 3 = 48W 3 + W 4 + W 2 5W 4 = 48W 4 + W 5 + W 3 5W 1 = 47W 1 + W Setelah melihat 4 contoh grafik penyelesaian analitik dan numerik persamaan panas dimensi satu, dapat dilihat bahwa metode numerik dengan volume hingga dapat digunakan untuk mendekati solusi analitik dengan baik. Grafik juga menunjukkan apabila penyelesaian memenuhi nilai awal yaitu W(x, ) = 5, serta memenuhi syarat batas pula yaitu W x (, t) = dan W(.1, t) =. B. SARAN Dalam Tugas Akhir Skripsi ini hanya dibahas bagaimana penyelesaian analitik dan penyelesaian numerik dari persamaan panas dimensi satu. Diharapkan pada penelitian-penelitian selanjutnya dapat dibahas bagaimana perbandingan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerik pada persamaan panas dimensi dua, tiga atau pada permasalahan fisis lainnya. Selain itu, diharapkan pula untuk penelitian selanjutnya dapat dibahas lebih akurat lagi tentang perbandingan dari 74

91 penyelesaian analitik dan penyelesaian numerik dalam menyelesaikan suatu masalah. 75

92 DAFTAR PUSTAKA Agarwal, R. P., & O'Regan, D. (29). Ordinary and Partial Differential Equations. New York: Springer Science+Business Media. Ahmadi. (216). Tinjauan Kasus Persamaan Panas Dimensi Satu Secara Analitik. Skripsi. Yogyakarta. Bergman, T. L., Lavine, A. S., Incropera, F. P., et al. (211). Fundamental of Heat and Mass Transfer 7th Edition. Jefferson City: John Wiley and Sons Inc. Budi Utami, Setyo. (28). Analisa Distribusi Aliran Panas pada Sebuah Pelat Besi dengan Menggunakan Metode Volume Hingga. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Fatihah, Novian Nur. (215). Pemodelan Sebaran Air Panas Spray Pond di Pabrik Gula Menggunakan Metode Volume Hingga. Jember: Digital Repository UNEJ. Humi, M., & Miller, W. B. (1991). Boundary Value Problems and Partial Differential Equations. Boston: PWS-Kent. Holman, J. P. (21). Heat Transfer 1th edition. New York: McGraw-Hill. Moukalled, F., Mangani, L., & Darwish, M. (216). The Finite Volume Method in Computational Fluid Dynamics. Fluid Mechanics and Its Applications. Switzerland: Springeer International Publishing. Munir, Rinaldi. (21). METODE NUMERIK. Bandung: Informatika. Ross, S. L. (24). Differential Equation (third edition). New York: John Wiley&Sons Inc. Varberg, D., Purcell, E., & Rigdon, S. (27). Calculus (9th Edition). New Jersey: Prentice Hall. Versteeg, H., & Malalasekera, W. (1995). An Introduction to Computational Fluid Dynamics the Finite Volume Method. New York: John Wiley and Sons, Inc. Zill, D. G., Wright, W. S., & Cullen, M. R. (212). Differential Equation with Boundary-Value Problems 8th Edition. Boston: Richard Stratton. 76

93 LAMPIRAN 77

94 Lampiran 1. Tabel perhitungan dari sistem persamaan aljabar 79

BAB I PENDAHULUAN. perpindahan energi yang mungkin terjadi antara material atau benda sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. perpindahan energi yang mungkin terjadi antara material atau benda sebagai akibat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ilmu termodinamika merupakan ilmu yang berupaya untuk memprediksi perpindahan energi yang mungkin terjadi antara material atau benda sebagai akibat dari perbedaan suhu

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas penurunan model persamaan panas dimensi satu. Setelah itu akan ditentukan penyelesaian persamaan panas dimensi satu secara analitik dengan metode

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dalam penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema,

BAB II KAJIAN TEORI. dalam penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang beberapa hal yang menjadi landasan dalam penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan beberapa kajian matematika,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan beberapa kajian matematika,

Lebih terperinci

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan Pada bagian ini akan dipelajari tiga jenis persamaan diferensial parsial (PDP) linear orde dua yang biasa dijumpai pada masalah-masalah dunia nyata, yaitu persamaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda

BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang beberapa teori dasar yang digunakan sebagai landasan pembahasan pada bab III. Beberapa teori dasar yang dibahas, diantaranya teori umum tentang persamaan

Lebih terperinci

BAB III KONDUKSI ALIRAN STEDI - DIMENSI BANYAK

BAB III KONDUKSI ALIRAN STEDI - DIMENSI BANYAK BAB III KONDUKSI ALIRAN SEDI - DIMENSI BANYAK Untuk aliran stedi tanpa pembangkitan panas, persamaan Laplacenya adalah: + y 0 (6-) Aliran kalor pada arah dan y bisa dihitung dengan persamaan Fourier: q

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpindahan Kalor Kalor adalah energi yang diterima oleh benda sehingga suhu benda atau wujudnya berubah. Ukuran jumlah kalor dinyatakan dalam satuan joule (J). Kalor disebut

Lebih terperinci

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) A-13 Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga Vimala Rachmawati dan Kamiran Jurusan

Lebih terperinci

TINJAUAN KASUS PERSAMAAN PANAS DIMENSI SATU SECARA ANALITIK

TINJAUAN KASUS PERSAMAAN PANAS DIMENSI SATU SECARA ANALITIK TINJAUAN KASUS PERSAMAAN PANAS DIMENSI SATU SECARA ANALITIK ANALYTICALLY REVIEW ON ONE-DIMENSIONAL HEAT EQUATION Oleh: Ahmadi 1), Hartono 2), Nikenasih Binatari 3) Program Studi Matematika, Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

Aplikasi Persamaan Bessel Orde Nol Pada Persamaan Panas Dua dimensi

Aplikasi Persamaan Bessel Orde Nol Pada Persamaan Panas Dua dimensi JURNAL FOURIER Oktober 2013, Vol. 2, No. 2, 113-123 ISSN 2252-763X Aplikasi Persamaan Bessel Orde Nol Pada Persamaan Panas Dua dimensi Annisa Eki Mulyati dan Sugiyanto Program Studi Matematika Fakultas

Lebih terperinci

PENENTUAN LAJU DISTRIBUSI SUHU DAN ENERGI PANAS PADA SEBUAH BALOK BESI MENGGUNAKAN PENDEKATAN DIFFUSION EQUATION DENGAN DEFINITE ELEMENT METHOD

PENENTUAN LAJU DISTRIBUSI SUHU DAN ENERGI PANAS PADA SEBUAH BALOK BESI MENGGUNAKAN PENDEKATAN DIFFUSION EQUATION DENGAN DEFINITE ELEMENT METHOD PENENTUAN LAJU DISTRIBUSI SUHU DAN ENERGI PANAS PADA SEBUAH BALOK BESI MENGGUNAKAN PENDEKATAN DIFFUSION EQUATION DENGAN DEFINITE ELEMENT METHOD SKRIPSI Oleh: Ido Hilka Zirahya NIM. 090210102056 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga

Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga Wafha Fardiah 1), Joko Sampurno 1), Irfana Diah Faryuni 1), Apriansyah 1) 1) Program Studi Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN

PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN IRMA ISLAMIYAH 1105 100 056 FISIKA FMIPA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari banyak permasalahan yang muncul di lingkungan sekitar. Hal tersebut yang memicu kreatifitas berpikir manusia untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk

Lebih terperinci

Konduksi Mantap 2-D. Shinta Rosalia Dewi

Konduksi Mantap 2-D. Shinta Rosalia Dewi Konduksi Mantap 2-D Shinta Rosalia Dewi SILABUS Pendahuluan (Mekanisme perpindahan panas, konduksi, konveksi, radiasi) Pengenalan Konduksi (Hukum Fourier) Pengenalan Konduksi (Resistensi ermal) Konduksi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Perpindahan panas adalah perpindahan energi yang terjadi pada benda atau material yang bersuhu tinggi ke benda atau material yang bersuhu rendah, hingga tercapainya kesetimbangan

Lebih terperinci

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Model Aliran Panas

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Model Aliran Panas Bab 2 TEORI DASAR 2.1 Model Aliran Panas Perpindahan panas adalah energi yang dipindahkan karena adanya perbedaan temperatur. Terdapat tiga cara atau metode bagiamana panas dipindahkan: Konduksi Konduksi

Lebih terperinci

Keep running VEKTOR. 3/8/2007 Fisika I 1

Keep running VEKTOR. 3/8/2007 Fisika I 1 VEKTOR 3/8/007 Fisika I 1 BAB I : VEKTOR Besaran vektor adalah besaran yang terdiri dari dua variabel, yaitu besar dan arah. Sebagai contoh dari besaran vektor adalah perpindahan. Sebuah besaran vektor

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Berikut adalah diagram alir penelitian konduksi pada arah radial dari pembangkit energy berbentuk silinder. Gambar 3.1 diagram alir penelitian konduksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transformasi Laplace Salah satu cara untuk menganalisis gejala peralihan (transien) adalah menggunakan transformasi Laplace, yaitu pengubahan suatu fungsi waktu f(t) menjadi

Lebih terperinci

SIMULASI NUMERIK POLA DISTRIBUSI SUHU PADA PLAT LOGAM DENGAN METODE BEDA HINGGA

SIMULASI NUMERIK POLA DISTRIBUSI SUHU PADA PLAT LOGAM DENGAN METODE BEDA HINGGA SIMULASI NUMERIK POLA DISTRIBUSI SUHU PADA PLAT LOGAM DENGAN METODE BEDA HINGGA SKRIPSI oleh RO SIL QOHHAR L W NIM 080210192046 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MIPA FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A

PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1 By : Suthami A MATEMATIKA TEKNIK 1??? MATEMATIKA TEKNIK 1??? MATEMATIKA TEKNIK Matematika sebagai ilmu dasar yang digunakan sebagai alat pemecahan masalah di bidang keteknikan

Lebih terperinci

steady/tunak ( 0 ) tidak dipengaruhi waktu unsteady/tidak tunak ( 0) dipengaruhi waktu

steady/tunak ( 0 ) tidak dipengaruhi waktu unsteady/tidak tunak ( 0) dipengaruhi waktu Konduksi Tunak-Tak Tunak, Persamaan Fourier, Konduktivitas Termal, Sistem Konduksi-Konveksi dan Koefisien Perpindahan Kalor Menyeluruh Marina, 006773263, Kelompok Kalor dapat berpindah dari satu tempat

Lebih terperinci

SISTEM PERSAMAAN LENGKAP UNTUK PEMODELAN MATEMATIKA ALIRAN FLUIDA SATU DIMENSI PADA PIPA JUDUL SKRIPSI. Oleh Nur Endah Ardiyanti

SISTEM PERSAMAAN LENGKAP UNTUK PEMODELAN MATEMATIKA ALIRAN FLUIDA SATU DIMENSI PADA PIPA JUDUL SKRIPSI. Oleh Nur Endah Ardiyanti SISTEM PERSAMAAN LENGKAP UNTUK PEMODELAN MATEMATIKA ALIRAN FLUIDA SATU DIMENSI PADA PIPA JUDUL SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bakteri, sedangkan dalam bidang teknik yaitu pemodelan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bakteri, sedangkan dalam bidang teknik yaitu pemodelan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persamaan Diferensial merupakan salah satu topik dalam matematika yang cukup menarik untuk dikaji lebih lanjut. Hal itu karena banyak permasalahan kehidupan

Lebih terperinci

Perpindahan Panas. Perpindahan Panas Secara Konduksi MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 02

Perpindahan Panas. Perpindahan Panas Secara Konduksi MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 02 MODUL PERKULIAHAN Perpindahan Panas Secara Konduksi Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Teknik Teknik Mesin 02 13029 Abstract Salah satu mekanisme perpindahan panas adalah perpindahan

Lebih terperinci

Kalkulus II. Institut Teknologi Kalimantan

Kalkulus II. Institut Teknologi Kalimantan Tim Dosen Kalkulus II Tahun Persiapan Bersama Institut Kalkulus Teknologi II Kalimantan January 31, () 2018 1 / 71 Kalkulus II Tim Dosen Kalkulus II Tahun Persiapan Bersama Institut Teknologi Kalimantan

Lebih terperinci

PROPOSAL TUGAS AKHIR PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN OLEH : IRMA ISLAMIYAH

PROPOSAL TUGAS AKHIR PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN OLEH : IRMA ISLAMIYAH PROPOSAL TUGAS AKHIR PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN OLEH : IRMA ISLAMIYAH 1105 100 056 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan. Persamaan diferensial parsial memegang peranan penting di dalam

TINJAUAN PUSTAKA. diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan. Persamaan diferensial parsial memegang peranan penting di dalam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persamaan Diferensial Parsial Persamaan yang mengandung satu atau lebih turunan parsial suatu fungsi (yang diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan diferensial

Lebih terperinci

ANALISIS PENYEBARAN PENYAKIT DIARE SEBAGAI SALAH SATU PENYEBAB KEMATIAN PADA BALITA MENGGUNAKAN MODEL MATEMATIKA SIS

ANALISIS PENYEBARAN PENYAKIT DIARE SEBAGAI SALAH SATU PENYEBAB KEMATIAN PADA BALITA MENGGUNAKAN MODEL MATEMATIKA SIS ANALISIS PENYEBARAN PENYAKIT DIARE SEBAGAI SALAH SATU PENYEBAB KEMATIAN PADA BALITA MENGGUNAKAN MODEL MATEMATIKA SIS (SUSCEPTIBLE-INFECTED-SUSCEPTIBLE) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 STUDI PERBANDINGAN PERPINDAHAN PANAS MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA DAN CRANK-NICHOLSON COMPARATIVE STUDY OF HEAT TRANSFER USING FINITE DIFFERENCE AND CRANK-NICHOLSON METHOD

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA 009 DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA Disusun : ASYARI DARAMI YUNUS Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini dibahas tentang dasar-dasar teori yang digunakan untuk mengetahui kecepatan perambatan panas pada proses pasteurisasi pengalengan susu. Dasar-dasar teori tersebut meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persamaan Diferensial merupakan ilmu matematika yang dapat digunakan untuk masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya dalam ilmu kesehatan yaitu

Lebih terperinci

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik Bab 3 Pemodelan Matematika dan Metode Numerik 3.1 Model Keadaan Tunak Model keadaan tunak hanya tergantung pada jarak saja. Oleh karena itu, distribusi temperatur gas sepanjang pipa sebagai fungsi dari

Lebih terperinci

Catatan Kuliah MA1123 KALKULUS ELEMENTER I BAB III. TURUNAN

Catatan Kuliah MA1123 KALKULUS ELEMENTER I BAB III. TURUNAN BAB III. TURUNAN Kecepatan Sesaat dan Gradien Garis Singgung Turunan dan Hubungannya dengan Kekontinuan Aturan Dasar Turunan Notasi Leibniz dan Turunan Tingkat Tinggi Penurunan Implisit Laju yang Berkaitan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 1 - I

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 1 - I PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 1 - I 1. Pendahuluan Pengertian Persamaan Diferensial Metoda Penyelesaian -contoh Aplikasi 1 1.1. Pengertian Persamaan Differensial Secara Garis Besar Persamaan

Lebih terperinci

Persamaan Difusi. Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M. Jamhuri. April 7, UIN Malang. M. Jamhuri Persamaan Difusi

Persamaan Difusi. Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M. Jamhuri. April 7, UIN Malang. M. Jamhuri Persamaan Difusi Persamaan Difusi Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M Jamhuri UIN Malang April 7, 2013 Penurunan Persamaan Difusi Misalkan u(x, t) menyatakan konsentrasi dari zat pada posisi

Lebih terperinci

DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA

DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA Matakuliah: Fisika Matematika DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA Di S U S U N Oleh : Kelompok VI DEWI RATNA PERTIWI SITEPU (8176175004) RIFKA ANNISA GIRSANG (8176175014) PENDIDIKAN FISIKA REGULER

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH DIAMETER RONGGA PENAMPANG KONDUKTOR TERHADAP PERUBAHAN SUHU

STUDI PENGARUH DIAMETER RONGGA PENAMPANG KONDUKTOR TERHADAP PERUBAHAN SUHU STUDI PENGARUH DIAMETER RONGGA PENAMPANG KONDUKTOR TERHADAP PERUBAHAN SUHU SKRIPSI Oleh Dewi Puspitasari NIM 080210102054 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MIPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Latar Belakang Historis Fondasi dari integral pertama kali dideklarasikan oleh Cavalieri, seorang ahli matematika berkebangsaan Italia pada tahun 1635. Cavalieri menemukan bahwa

Lebih terperinci

BAB III PERSAMAAN DIFUSI, PERSAMAAN KONVEKSI DIFUSI, DAN METODE PEMISAHAN VARIABEL

BAB III PERSAMAAN DIFUSI, PERSAMAAN KONVEKSI DIFUSI, DAN METODE PEMISAHAN VARIABEL BAB III PERSAMAAN DIFUSI, PERSAMAAN KONVEKSI DIFUSI, DAN METODE PEMISAHAN VARIABEL Dalam menyelesaikan persamaan pada tugas akhir ini terdapat beberapa teori dasar yang digunakan. Oleh karena itu, pada

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut.

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut. BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas tentang penurunan model persamaan gelombang satu dimensi. Setelah itu akan ditentukan persamaan gelombang satu dimensi dengan menggunakan penyelesaian analitik

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL SEII T (SUSCEPTIBLE-EXPOSED-ILL- ILL WITH TREATMENT) PADA PENYAKIT DIABETES MELLITUS TUGAS AKHIR SKRIPSI

ANALISIS KESTABILAN MODEL SEII T (SUSCEPTIBLE-EXPOSED-ILL- ILL WITH TREATMENT) PADA PENYAKIT DIABETES MELLITUS TUGAS AKHIR SKRIPSI ANALISIS KESTABILAN MODEL SEII T (SUSCEPTIBLE-EXPOSED-ILL- ILL WITH TREATMENT) PADA PENYAKIT DIABETES MELLITUS TUGAS AKHIR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

5.1 Fungsi periodik, fungsi genap, fungsi ganjil

5.1 Fungsi periodik, fungsi genap, fungsi ganjil Bab 5 DERET FOURIER Pada Bab sebelumnya kita telah membahas deret Taylor. Syarat fungsi agar dapat diekspansi ke dalam deret Taylor adalah fungsi tersebut harus terdiferensial pada setiap tingkat. Untuk

Lebih terperinci

SOLUSI PENYEBARAN PANAS PADA BATANG KONDUKTOR MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICHOLSON

SOLUSI PENYEBARAN PANAS PADA BATANG KONDUKTOR MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICHOLSON SOLUSI PENYEBARAN PANAS PADA BATANG KONDUKTOR MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICHOLSON Viska Noviantri Mathematics & Statistics Department, School of Computer Science, Binus University Jl. K.H. Syahdan No. 9,

Lebih terperinci

TINJAUAN KASUS PERSAMAAN GELOMBANG DIMENSI SATU DENGAN BERBAGAI NILAI AWAL DAN SYARAT BATAS

TINJAUAN KASUS PERSAMAAN GELOMBANG DIMENSI SATU DENGAN BERBAGAI NILAI AWAL DAN SYARAT BATAS Tinjauan kasus persamaan... (Agus Supratama) 67 TINJAUAN KASUS PERSAMAAN GELOMBANG DIMENSI SATU DENGAN BERBAGAI NILAI AWAL DAN SYARAT BATAS ANALITICALLY REVIEW WAVE EQUATIONS IN ONE-DIMENSIONAL WITH VARIOUS

Lebih terperinci

ANALISIS DURASI NYALA LAMPU LALU LINTAS PADA PERSIMPANGAN BERDEKATAN DENGAN PENERAPAN ALJABAR MAX-PLUS HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR SKRIPSI

ANALISIS DURASI NYALA LAMPU LALU LINTAS PADA PERSIMPANGAN BERDEKATAN DENGAN PENERAPAN ALJABAR MAX-PLUS HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR SKRIPSI ANALISIS DURASI NYALA LAMPU LALU LINTAS PADA PERSIMPANGAN BERDEKATAN DENGAN PENERAPAN ALJABAR MAX-PLUS HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika adalah salah satu ilmu pengetahuan yang mempunyai peranan sangat besar dalam kehidupan nyata. Salah satu bagian dari matematika adalah persamaan

Lebih terperinci

DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG h Bab 3 DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG 3.1 Persamaan Gelombang untuk Dasar Sinusoidal Dasar laut berbentuk sinusoidal adalah salah satu bentuk dasar laut tak rata yang berupa fungsi sinus

Lebih terperinci

INTISARI KALKULUS 2. Penyusun: Drs. Warsoma Djohan M.Si. Open Source. Not For Commercial Use

INTISARI KALKULUS 2. Penyusun: Drs. Warsoma Djohan M.Si. Open Source. Not For Commercial Use INTISARI KALKULUS 2 Penyusun: Drs. Warsoma Djohan M.Si. Program Studi Matematika - FMIPA Institut Teknologi Bandung Januari 200 Pengantar Kalkulus & 2 merupakan matakuliah wajib tingkat pertama bagi semua

Lebih terperinci

PERCOBAAN PENENTUAN KONDUKTIVITAS TERMAL BERBAGAI LOGAM DENGAN METODE GANDENGAN

PERCOBAAN PENENTUAN KONDUKTIVITAS TERMAL BERBAGAI LOGAM DENGAN METODE GANDENGAN PERCOBAAN PENENTUAN KONDUKTIVITAS TERMA BERBAGAI OGAM DENGAN METODE GANDENGAN A. Tujuan Percobaan. Memahami konsep konduktivitas termal. 2. Menentukan nilai konduktivitas termal berbagai logam dengan metode

Lebih terperinci

BAB VIII PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL

BAB VIII PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL BAB VIII PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL 1. Pendahuluan : Pemodelan Arus Panas Satu Dimensi Y Bahan penyekat (insulator) A Batang 0 L X Z Misalkan bila ada batang yang dapat menghantarkan panas. Batang tersebut

Lebih terperinci

Pertemuan Minggu ke Keterdiferensialan 2. Derivatif berarah dan gradien 3. Aturan rantai

Pertemuan Minggu ke Keterdiferensialan 2. Derivatif berarah dan gradien 3. Aturan rantai Pertemuan Minggu ke-10 1. Keterdiferensialan 2. Derivatif berarah dan gradien 3. Aturan rantai 1. Keterdiferensialan Pada fungsi satu peubah, keterdiferensialan f di x berarti keujudan derivatif f (x).

Lebih terperinci

Solusi Problem Dirichlet pada Daerah Persegi dengan Metode Pemisahan Variabel

Solusi Problem Dirichlet pada Daerah Persegi dengan Metode Pemisahan Variabel Vol.14, No., 180-186, Januari 018 Solusi Problem Dirichlet pada Daerah Persegi Metode Pemisahan Variabel M. Saleh AF Abstrak Dalam keadaan distribusi temperatur setimbang (tidak tergantung pada waktu)

Lebih terperinci

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA SWEEP PADA PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM (CVRP) UNTUK OPTIMASI PENDISTRIBUSIAN GULA

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA SWEEP PADA PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM (CVRP) UNTUK OPTIMASI PENDISTRIBUSIAN GULA PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA SWEEP PADA PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM (CVRP) UNTUK OPTIMASI PENDISTRIBUSIAN GULA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1. Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1. Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang ingkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang Perhatikan fungsi z = f(x, y) pada = {(x, y) : a x b, c y d} Bentuk partisi P atas daerah berupa n buah persegipanjang

Lebih terperinci

Soal-Soal dan Pembahasan Matematika IPA SNMPTN 2012 Tanggal Ujian: 13 Juni 2012

Soal-Soal dan Pembahasan Matematika IPA SNMPTN 2012 Tanggal Ujian: 13 Juni 2012 Soal-Soal dan Pembahasan Matematika IPA SNMPTN 01 Tanggal Ujian: 13 Juni 01 1. Lingkaran (x + 6) + (y + 1) 5 menyinggung garis y 4 di titik... A. ( -6, 4 ). ( -1, 4 ) E. ( 5, 4 ) B. ( 6, 4) D. ( 1, 4 )

Lebih terperinci

SOLUSI PERSAMAAN LAPLACE MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICHOLSON SKRIPSI

SOLUSI PERSAMAAN LAPLACE MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICHOLSON SKRIPSI SOLUSI PERSAMAAN LAPLACE MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICHOLSON SKRIPSI Oleh Titis Miranti NIM 101810101012 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2014 HALAMAN

Lebih terperinci

DERET FOURIER. n = bilangan asli (1,2,3,4,5,.) L = pertemuan titik. Bilangan-bilangan untuk,,,, disebut koefisien fourier dari f(x) dalam (-L,L)

DERET FOURIER. n = bilangan asli (1,2,3,4,5,.) L = pertemuan titik. Bilangan-bilangan untuk,,,, disebut koefisien fourier dari f(x) dalam (-L,L) DERET FOURIER Bila f adalah fungsi periodic yang berperioda p, maka f adalah fungsi periodic. Berperiode n, dimana n adalah bilangan asli positif (+). Untuk setiap bilangan asli positif fungsi yang didefinisikan

Lebih terperinci

Integral yang berhubungan dengan kepentingan fisika

Integral yang berhubungan dengan kepentingan fisika Integral yang berhubungan dengan kepentingan fisika 14.1 APLIKASI INTEGRAL A. Usaha Dan Energi Hampir semua ilmu mekanika ditemukan oleh Issac newton kecuali konsep energi. Energi dapat muncul dalam berbagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Turunan Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya sebarang bilangan c adalah : f (c) = ( ) ( ) Asalkan limit ini ada. Jika limit ini memang

Lebih terperinci

PEMBUATAN ALAT UKUR KONDUKTIVITAS PANAS BAHAN PADAT UNTUK MEDIA PRAKTEK PEMBELAJARAN KEILMUAN FISIKA

PEMBUATAN ALAT UKUR KONDUKTIVITAS PANAS BAHAN PADAT UNTUK MEDIA PRAKTEK PEMBELAJARAN KEILMUAN FISIKA Edu Physic Vol. 3, Tahun 2012 PEMBUATAN ALAT UKUR KONDUKTIVITAS PANAS BAHAN PADAT UNTUK MEDIA PRAKTEK PEMBELAJARAN KEILMUAN FISIKA Vandri Ahmad Isnaini, S.Si., M.Si Program Studi Pendidikan Fisika IAIN

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE)

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE) Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dibahas mengenai Persamaan Air Dangkal dan dasar-dasar teori mengenai metode beda hingga untuk menghampiri solusi dari persamaan diferensial parsial. 2.1 Persamaan

Lebih terperinci

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut : 1.1 Pengertian Persamaan Differensial Banyak sekali masalah terapan (dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, kimia, sosial, dan lain-lain), yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk persamaan

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan pertumbuhan kebutuhan dan intensifikasi penggunaan air, masalah kualitas air menjadi faktor yang penting dalam pengembangan sumberdaya air di berbagai belahan bumi. Walaupun

Lebih terperinci

Menentukan Distribusi Temperatur dengan Menggunakan Metode Crank Nicholson

Menentukan Distribusi Temperatur dengan Menggunakan Metode Crank Nicholson Jurnal Penelitian Sains Volume 13 Nomer 2(B) 13204 Menentukan Distribusi Temperatur dengan Menggunakan Metode Crank Nicholson Siti Sailah Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Sriwijaya, Sumatera Selatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang memiliki banyak manfaat, diantaranya sebagai salah satu ilmu bantu yang sangat penting dalam kehidupan

Lebih terperinci

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan. Definisi. Barisan tak hingga adalah suatu fungsi dengan daerah asalnya himpunan bilangan bulat positif dan daerah kawannya himpunan bilangan real. Notasi untuk

Lebih terperinci

BAB 2 PERSAMAAN DIFFERENSIAL BIASA

BAB 2 PERSAMAAN DIFFERENSIAL BIASA BAB 2 BIASA 2.1. KONSEP DASAR Persamaan Diferensial (PD) Biasa adalah persamaan yang mengandung satu atau beberapa penurunan y (varibel terikat) terhadap x (variabel bebas) yang tidak spesifik dan ditentukan

Lebih terperinci

BAB III Diferensial. Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia

BAB III Diferensial. Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia BAB III Diferensial Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia BAB III. TURUNAN Kecepatan Sesaat dan Gradien Garis Singgung Turunan dan Hubungannya dengan Kekontinuan Aturan Dasar Turunan Notasi Leibniz

Lebih terperinci

Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang

Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

Matematika I: Turunan. Dadang Amir Hamzah. Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I / 75

Matematika I: Turunan. Dadang Amir Hamzah. Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I / 75 Matematika I: Turunan Dadang Amir Hamzah 2015 Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I 2015 1 / 75 Outline 1 Garis Singgung Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I 2015 2 / 75 Outline 1 Garis Singgung

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu fungsi (dasar). Sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron PENDAHUUAN Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron bebas dalam satu dimensi dan elektron bebas dalam tiga dimensi. Oleh karena itu, sebelum mempelajari modul

Lebih terperinci

STUDI PERPINDAHAN PANAS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOORDINAT SEGITIGA

STUDI PERPINDAHAN PANAS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOORDINAT SEGITIGA STUDI PERPINDAHAN PANAS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOORDINAT SEGITIGA Oleh : Farda Nur Pristiana 1208 100 059 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH

Lebih terperinci

ANALISIS SISTEM ANTREAN PADA PELAYANAN TELLER DI PT BANK BPD DIY KANTOR CABANG SLEMAN TUGAS AKHIR SKRIPSI

ANALISIS SISTEM ANTREAN PADA PELAYANAN TELLER DI PT BANK BPD DIY KANTOR CABANG SLEMAN TUGAS AKHIR SKRIPSI ANALISIS SISTEM ANTREAN PADA PELAYANAN TELLER DI PT BANK BPD DIY KANTOR CABANG SLEMAN TUGAS AKHIR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN DARI SISTEM DINAMIK MODEL SEIR PADA PENYEBARAN PENYAKIT CACAR AIR (VARICELLA) DENGAN PENGARUH VAKSINASI SKRIPSI

ANALISIS KESTABILAN DARI SISTEM DINAMIK MODEL SEIR PADA PENYEBARAN PENYAKIT CACAR AIR (VARICELLA) DENGAN PENGARUH VAKSINASI SKRIPSI ANALISIS KESTABILAN DARI SISTEM DINAMIK MODEL SEIR PADA PENYEBARAN PENYAKIT CACAR AIR (VARICELLA) DENGAN PENGARUH VAKSINASI SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

MASALAH STRUM-LIOUVILLE SINGULAR DAN APLIKASINYA SKRIPSI. Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Yogyakarta

MASALAH STRUM-LIOUVILLE SINGULAR DAN APLIKASINYA SKRIPSI. Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Yogyakarta MASALAH STRUM-LIOUVILLE SINGULAR DAN APLIKASINYA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu

Lebih terperinci

MODIFIKASI METODE RUNGE-KUTTA ORDE-4 KUTTA BERDASARKAN RATA-RATA HARMONIK TUGAS AKHIR. Oleh : EKA PUTRI ARDIANTI

MODIFIKASI METODE RUNGE-KUTTA ORDE-4 KUTTA BERDASARKAN RATA-RATA HARMONIK TUGAS AKHIR. Oleh : EKA PUTRI ARDIANTI MODIFIKASI METODE RUNGE-KUTTA ORDE-4 KUTTA BERDASARKAN RATA-RATA HARMONIK TUGAS AKHIR Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains pada Jurusan Matematika Oleh : EKA PUTRI ARDIANTI

Lebih terperinci

OPTIMASI BIAYA PRODUKSI PADA HOME INDUSTRY SUSU KEDELAI MENGGUNAKAN PENDEKATAN PENGALI LAGRANGE DAN PEMROGRAMAN KUADRATIK TUGAS AKHIR SKRIPSI

OPTIMASI BIAYA PRODUKSI PADA HOME INDUSTRY SUSU KEDELAI MENGGUNAKAN PENDEKATAN PENGALI LAGRANGE DAN PEMROGRAMAN KUADRATIK TUGAS AKHIR SKRIPSI OPTIMASI BIAYA PRODUKSI PADA HOME INDUSTRY SUSU KEDELAI MENGGUNAKAN PENDEKATAN PENGALI LAGRANGE DAN PEMROGRAMAN KUADRATIK TUGAS AKHIR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai dasar laut sinusoidal sebagai reflektor gelombang. Persamaan yang digunakan untuk memodelkan masalah dasar

Lebih terperinci

Ilustrasi Persoalan Matematika

Ilustrasi Persoalan Matematika Pendahuluan Persoalan yang melibatkan model matematika banyak muncul dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan, seperti dalam bidang fisika, kimia, ekonomi, atau pada persoalan rekayasa (engineering), seperti

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema

Lebih terperinci

ANALISIS DERET FOURIER UNTUK MENENTUKAN PERSAMAAN FUNGSI GELOMBANG SINUSOIDAL ARUS AC PADA OSILOSKOP

ANALISIS DERET FOURIER UNTUK MENENTUKAN PERSAMAAN FUNGSI GELOMBANG SINUSOIDAL ARUS AC PADA OSILOSKOP ANAISIS DERE FOURIER UNUK MENENUKAN PERSAMAAN FUNGSI GEOMBANG SINUSOIDA ARUS AC PADA OSIOSKOP 1.Dian Sandi,.Imas R.E, Malinda Pendidikan Fisika UHAMKA Jakarta Email 1.diansandi@gmail.com.iye1@yahoo.com

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ALIRAN PANAS DALAM LOGAM PENGHANTAR LISTRIK THE CHARACTERISTICS OF HEAT FLOW IN AN ELECTRICAL METAL CONDUCTOR

KARAKTERISTIK ALIRAN PANAS DALAM LOGAM PENGHANTAR LISTRIK THE CHARACTERISTICS OF HEAT FLOW IN AN ELECTRICAL METAL CONDUCTOR UJIAN TUGAS AKHIR KARAKTERISTIK ALIRAN PANAS DALAM LOGAM PENGHANTAR LISTRIK THE CHARACTERISTICS OF HEAT FLOW IN AN ELECTRICAL METAL CONDUCTOR Diusulkan oleh : Mudmainnah Farah Dita NRP. 1209 100 008 Dosen

Lebih terperinci

Catatan Kuliah KALKULUS II BAB V. INTEGRAL

Catatan Kuliah KALKULUS II BAB V. INTEGRAL BAB V. INTEGRAL Anti-turunan dan Integral TakTentu Persamaan Diferensial Sederhana Notasi Sigma dan Luas Daerah di Bawah Kurva Integral Tentu Teorema Dasar Kalkulus Sifat-sifat Integral Tentu Lebih Lanjut

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1 Model LWR Pada skripsi ini, model yang akan digunakan untuk memodelkan kepadatan lalu lintas secara makroskopik adalah model LWR yang dikembangkan oleh Lighthill dan William

Lebih terperinci

Simulasi Konduktivitas Panas pada Balok dengan Metode Beda Hingga The Simulation of Thermal Conductivity on Shaped Beam with Finite Difference Method

Simulasi Konduktivitas Panas pada Balok dengan Metode Beda Hingga The Simulation of Thermal Conductivity on Shaped Beam with Finite Difference Method Prosiding Matematika ISSN: 2460-6464 Simulasi Konduktivitas Panas pada Balok dengan Metode Beda Hingga The Simulation of Thermal Conductivity on Shaped Beam with Finite Difference Method 1 Maulana Yusri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang sering disebut sebagai induk dari ilmu-ilmu pengetahuan yang lain. Hal ini karena, matematika banyak diterapkan

Lebih terperinci

MACLAURIN S SERIES. Ghifari Eka

MACLAURIN S SERIES. Ghifari Eka MACLAURIN S SERIES Ghifari Eka Taylor Series Sebelum membahas mengenai Maclaurin s series alangkah lebih baiknya apabila kita mengetahui terlebih dahulu mengenai Taylor series. Misalkan terdapat fungsi

Lebih terperinci

BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1.

BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menentukan solusi persamaan gerak jatuh bebas berdasarkan pendekatan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1. Hot Water Heater Pemanasan bahan bakar dibagi menjadi dua cara, pemanasan yang di ambil dari Sistem pendinginan mesin yaitu radiator, panasnya di ambil dari saluran

Lebih terperinci