MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 14/PUU-XII/2014

Transkripsi

1 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 14/PUU-XII/2014 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I) J A K A R T A RABU, 5 MARET 2014

2 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 14/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran [Pasal 66 ayat (3)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Agung Sapta Adi 2. Yadi Permana 3. Irwan Kreshnamurti 4. Eva Sridiana ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Rabu, 5 Maret 2014, Pukul WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Hamdan Zoelva (Ketua) 2) Muhammad Alim (Anggota) 3) Patrialis Akbar (Anggota) Mardian Wibowo Panitera Pengganti i

3 Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Agung Sapta Adi 2. Yadi Permana B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. M. Luthfie Hakim 2. Wirawan Adnan ii

4 SIDANG DIBUKA PUKUL WIB 1. KETUA: HAMDAN ZOELVA Sidang Panel Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 14/PUU- XII/2014 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. Saudara Pemohon, silakan perkenalkan diri dahulu siapa saja yang hadir pada hari ini? 2. KUASA HUKUM PEMOHON: M. LUTHFIE HAKIM Terima kasih, Yang Mulia. Saya memperkenalkan diri, saya M. Luthfie Hakim. Kemudian dari sebelah kiri saya adalah Saudara Wirawan Adnan, kami selaku Kuasa Hukum Pemohon. Adapun di samping kanan saya adalah dr. Agung Sapta Adi, spesialis anestesis. Kemudian di sebelah kiri saya, dr. Yadi Permana spesialis bedah onkologi dan ada kami mengajak staf kami di belakang ini. Demikian, Yang Mulia, terima kasih. 3. KETUA: HAMDAN ZOELVA KETUK PALU 3X Baik, seperti biasa sidang ini adalah sidang pendahuluan yang pertama untuk mendengarkan jawaban dari apa keterangan ya, secara lisan dari Pemohon dan juga nanti ada nasihat dari Hakim. Saya persilakan, pokok-pokok permohonannya apa. 4. KUASA HUKUM PEMOHON: M. LUTHFIE HAKIM Terima kasih, Yang Mulia. Yang pertama, kami menghadirkan Prinsipal selaku perorangan warga negara Indonesia. Yang kebetulan memiliki profesi sebagai dokter. Kemudian yang kedua, kami adalah dari Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, kemudian dua pasal lain yang sangat berkait yaitu Pasal 28B ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang berbunyi, Setiap orang berhak atas pengakuan jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Dan Pasal 28G ayat (1), Setiap orang berhak atas perlindungan diri atas pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan 1

5 dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Kemudian Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menegaskan, Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Adapun permasalahan yang kami ajukan yang mohon untuk diputuskan, Yang Mulia adalah bahwasanya di dalam praktik kedokteran itu ada beberapa situasi-situasi tertentu yang bisa saja merupakan suatu kelalaian, tetapi bukan suatu kelalaian yang layak untuk dibawa ke ranah pidana. Sedangkan ada satu pasal di dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran, yaitu Pasal 66 ayat (3) yang kami ajukan sebagai permohonan judicial review atau permohonan peninjauan di dalam persidangan ini. Yaitu pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan. Frasa pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghilangkan hak setiap orang dan seterusnya itu, menurut hemat kami terlalu luas. Dia seharusnya memberikan suatu pemahaman, suatu interpretasi yang lebih dibatasi. Mengapa? Kalau dia dibiarkan terlalu luas seperti ini akan bisa menyeret pelanggaran disiplin kedokteran yang seharusnya cukup dihukum berdasarkan pelanggaran disiplin menjadi persoalan pidana. Dan ini memperoleh buktinya dalam suatu kasus yang baru saja terangkat heboh di media massa, yaitu kasus dokter Ayu dan kawan-kawan. Di mana pada tahap pertama tidak dinyatakan bersalah, pengadilan tingkat pertama. Kemudian di Mahkamah Agung pada putusan kasasi dinyatakan bersalah. Namun alhamdulillah pada putusan peninjauan kembali dinyatakan tidak bersalah kembali. Yang Mulia, menurut hemat kami perlu ada suatu batasan atau penafsiran yang dibatasi. Jadi kami pada intinya tidak meminta supaya pasal ini dicabut atau dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum. Melainkan untuk diberikan penafsiran conditionally constitutional. Yaitu hendaknya yang dimaksudkan dengan pasal itu hanyalah terhadap suatu perbuatan dokter yang sengaja melakukan tindak pidana yang diancamkan, melakukan tindak pidana atau dolus atau opzet begitu ya, atau tindakan kedokteran yang mengandung kelalaian yang nyata (culpa lata). Tindakan di luar kedua hal itu sudah seharusnya tidak tepat dan tidak dapat dijadikan objek tindak pidana. Kemudian, Yang Mulia. Di dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran dikenal apa yang disebut sebuah lembaga Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). Ini merupakan amanat undang-undang untuk menegakkan disiplin, yaitu dokter harus menjalankan praktiknya sesuai dengan standar profesi yaitu keilmuan, 2

6 skill, dan juga sesuai dengan berbagai standar pelayanan yang sudah ditetapkan. Dalam suatu tindakan yang melanggar disiplin, Yang Mulia... dalam suatu tindakan yang melanggar pidana, Yang Mulia, pasti dia itu melanggar disiplin. Disiplin itu setelah kami sebutkan di angka 18, Yang Mulia, dari A sampai PB ya, dari halaman 7 sampai halaman 9, bentukbentuk pelanggaran disiplin itu. Sekali lagi, Yang Mulia. Kalau seseorang dokter melanggar pidana, pasti dia melanggar disiplin, Yang Mulia. Tetapi tidak sebaliknya, kalau dia melanggar disiplin, belum tentu itu merupakan perbuatan pidana. Permasalahan timbul, Yang Mulia, boleh jadi dia diperiksa oleh MKDKI, dinyatakan tidak ada kelalaian, tidak ada pelanggaran disiplin. Tetapi karena Pasal 26 ayat (3) menyatakan, Seseorang berhak untuk tetap mengadukan kepada pihak yang berwenang, maka bisa saja dia diproses melalaui proses pidana dari sejak penyidikan, penuntutan, sampai ke pengadilan, dan kemudian dinyatakan bersalah. Yang ini berarti akan menimbulkan ketidakpastian hukum, Yang Mulia. Akan menimbulkan ketakutan untuk melakukan praktik, Yang Mulia, dan berakibat apa yang kami sebut sebagai defensive medicine, yaitu suatu sikap dari kalangan dokter yang terlalu berhati-hati dalam menangani pasien dengan berbagai cara, termasuk antara lain adalah menolak pasien berisiko tinggi, mencoba memberikan berbagai bentuk pemeriksaan-pemeriksaan tambahan, pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yang mungkin sebetulnya tidak terlalu dibutuhkan oleh pasien demi melindungi profesinya. Dalam hal ini, dari aspek kedokteran dari aspek pelayanan kedokteran, tentu pasien dirugikan. Bagi dokternya, tentu masalahnya menyangkut kredibilitas dan integritas dia sebagai dokter yang terancam apabila dia tidak memberikan suatu pemeriksaan yang mendalam. Demikianlah oleh karena itu, Yang Mulia, juga merujuk bagaimana Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Di dalam Undang- Undang Perlindungan Konsumen itu disebutkan, Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), sebagaimana dimaksud pada ayat 3 merupakan bukti (suara tidak terdengar jelas) yang cukup bagi penyidik untuk melakukan penyidikan. Ini merupakan suatu bukti bahwa suatu badan seperti halnya BPSK, demikian halnya MKDKI sudah selayaknya dipercaya untuk menangani terlebih dahulu setiap kasus yang akan dibawa ke ranah hukum. Di dalam pemeriksa di MKDKI itu, Yang Mulia, di situ tidak hanya dokter, Yang Mulia, beda dengan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran, itu semuanya dokter. Tapi kalau pelanggaran disiplin, sebagaimana mandat Undang-Undang Praktik Kedokteran, Yang Mulia, ada tokoh masyarakat di situ. Ada perwakilan dari dokter, ada juga perwakilan dari ahli hukum, dan pemeriksaannya sangatlah komprehensif sejauh yang selama ini telah kita lihat, begitu. 3

7 Dengan demikian, tidak terjadi kemungkinan suatu perbedaan hukuman apabila MKDKI sudah menyatakan bersalah, ini bisa menjadi bukti permulaan yang cukup untuk dibawa ke penyidik, seperti halnya BPSK tadi itu. Tetapi, Yang Mulia, kalau seperti ini saja, sekarang ini yang berlangsung bisa saja tidak dinyatakan bersalah di MKDKI, tetapi bersalah dipidana, menimbulkan ketidakpastian hukum, kasihan sekali para dokter ini. Sudah dia merasa bebas, tidak melakukan pelanggaran apa pun, ternyata (suara tidak terdengar jelas) dinyatakan bersalah. Kasus dokter Ayu itu, Yang Mulia, dia tidak pernah dibawa ke MKDKI, langsung dibawa ke penyidik, akibatnya seperti itu. Olah karena itu, Yang Mulia, kami hanya memohon suatu penafsiran dari Majelis dari Mahkamah Konstitusi, yaitu Pasal 66 ayat (3) yang berbunyi, Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, kecuali dimaknai bahwa dugaan tindak pidana ini hanya berlaku terhadap tindakan kedokteran dalam dua kondisi saja, yaitu tindakan kedokteran yang mengandung kesengajaan (dolus opzet) atas akibat yang diancamkan pidana, atau tindakan kedokteran yang mengandung kelalaian nyata berat (culpa lata), dan telah dinyatakan terbukti demikian terlebih dahulu dalam persidangan MKDKI sehingga frasa tersebut harus dibaca. (Suara tidak terdengar jelas) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya tindak pidana kepada pihak yang berwenang sebatas hanya berlaku terhadap tindakan kedokteran dalam dua kondisi saja, yaitu tindakan kedokteran yang mengandung kesengajaan (dolus opzet) atas akibat yang diancamkan pidana, atau tindakan kedokteran yang mengandung kelalaian nyata berat (culpa lata), dan telah dinyatakan terbukti demikian terlebih dahulu dalam persidangan MKDKI. Demikianlah, Yang Mulia, barangkali dari rekan kami akan ada yang mau ditambahkan? Cukup dari kami, Yang Mulia. Terima kasih. 5. KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik, terima kasih. Saya kira sudah cukup jelas ya, apa yang menjadi maksud dan isi permohonan ini. Saya mau klarifikasi saja untuk Saudara pikirkan. Ini kan Pasal 66 ini kan hak setiap orang kan untuk mengadukan ya, untuk pengaduan, ya. Pertama, tentu dengan ke dewan kehormatan, ya. Apa majelis kehormatan istilahnya? Ya, MKDKI ya, MKDKI. Kalau ini MK nasional yang ini. Jadi, MK ya, MKDKI, ya? 4

8 6. KUASA HUKUM PEMOHON: M. LUTHFIE HAKIM MK internasional. 7. KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya. Jadi, maksudnya begini, bagaimana masyarakat bisa membedakan itu delik dolus atau opzet, dan delik culpa lata? Kan enggak ngerti masyarakat itu? Coba, gimana gimana me apa mengonstruksikan ini? Kan ndak mungkin masyarakat masyarakat, Ah, masyarakat harus pilih dulu ini, hanya yang opzet saja yang bisa dilaporkannya. Bagaimana masyarakat bisa tahu opzet dan itu culpa lata? Kan enggak ngerti masyarakat? Jadi, gimana mengonstruksikan? Apa apa apa benar itu? Apa tepat itu? Jadi, saya kira ini untuk untuk Saudara apa coba pikirkan, ya? Pikirkan dengan ( ) 8. KUASA HUKUM PEMOHON: M. LUTHFIE HAKIM Boleh ( ) 9. KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya. 10. KUASA HUKUM PEMOHON: M. LUTHFIE HAKIM Sedikit menanggapi, Yang Mulia? Boleh mungkin? 11. KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, mungkin ada dari anu dulu ada dari Hakim dulu, atau duluan? Ya, silakan. Coba. 12. KUASA HUKUM PEMOHON: M. LUTHFIE HAKIM Baik, Yang Mulia. Kalau masyarakat mungkin dilepas begitu saja boleh jadi seperti Yang Mulia sampaikan tadi itu, tetapi fokusnya nanti akan ada pada MKDKI itu sendiri, Yang Mulia. Dia akan memiliki pegangan sekarang. Sebetulnya ini sudah dijalankan, gitu ya. Jadi dalam satu kasus dilaporkan oleh warga masyarakat, MKDKI dalam putusannya menyatakan bersalah, dia menyebutkan tingkat kesalahan itu apa? Apakah sampai suatu kelalaian atau tidak, itu sebetulnya sudah sampai ke sana, Yang Mulia. Sudah berjalan hal itu, gitu. 5

9 13. KETUA: HAMDAN ZOELVA Ndak, masalah ini kan Saudara minta ayat (3)-nya, ayat (3)-nya yang di kondisional ya. 14. KUASA HUKUM PEMOHON: M. LUTHFIE HAKIM Betul. 15. KETUA: HAMDAN ZOELVA Artinya masyarakat boleh lapor kalau dibatasi hanya untuk delik opzet dan delik culpa lata. Pertanyaan saya, bagaimana masyarakat bisa membedakan dulu ini delik opzet atau culpa lata? Kalau dilarang melaporkan, begitu. Ini kan berarti dilarang melaporkan kecuali ada kondisi itu. Ini yang ini coba Saudara pertimbangkan, Saudara pikirkan, apa tepat begitu atau ada pasal lain atau bagaimana rumusannya, begitu kira-kira. 16. KUASA HUKUM PEMOHON: M. LUTHFIE HAKIM Ya. Jadi ada dua hal di situ, Yang Mulia. Ini kan tidak hanya untuk masyarakat tapi juga untuk kepolisian, penyidik, begitu kan, Yang Mulia. Jadi di situlah nanti penyidik akan mengerti batasan itu juga. Masyarakat tetap bebas, Yang Mulia. 17. KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, ndak apa-apa. Terserah saja, ini hanya untuk Saudara pikir, terserah saja. Jadi kalau memang itu anunya, itu yang kita jadi pegangan, gitu. Tapi saya perlu sampaikan bahwa tolong coba dipikirkan, apa betul. Saya kira itu. Silakan,Pak Alim. 18. KUASA HUKUM PEMOHON: M. LUTHFIE HAKIM Baik. 19. KETUA: HAMDAN ZOELVA Saya kira itu. Silakan, Pak Alim. 20. HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Terima kasih, Yang Mulia. Saudara Pemohon, ini Anda sudah paham bahwa dalam pemeriksaan pendahuluan ini kami wajib memberi 6

10 saran-saran atau nasihat. Apa Anda terima atau tidak, itu urusan Anda. Jadi yang baku di dalam setiap permohonan itu, itu sesudah identitasnya dan tanggalnya itu, itu adalah kewenangan mahkamah. Di dalam permohonan Anda di halaman 2, Anda memakai istilah dasar hukum permohonan. Kalau dasar hukum permohonan itu, itu yang dimaksud kewenangan Mahkamah angka 1 ini. Jadi tolong dikonstruksi kembali di kewenangan Mahkamah adalah menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 di antaranya. Kebetulan ini kan undangundang mau diuji terhadap Undang-Undang Dasar Itu mungkin yang angka Romawi I, angka Arab ١. Itu yang termasuk kewenangan Mahkamah. Jadi itu sudah identitas dan tanggalnya itu kewenangan Mahkamah. Kedua itu adalah kedudukan hukum atau legal standing Pemohon, itu ada di permohonan Anda itu di halaman... di angka Romawi II halaman 3, ya kan di atas itu? Jadi itu bagaimana kedudukan hukumnya Para Pemohon karena beberapa orang Pemohon... Para Pemohon. Itu yang kedua. Kemudian sesudah itu baru alasan-alasan permohonan. Ini di permohonan Anda itu di III halaman 5. Itu kan alasan-alasan permohonan. Nah, di sini yang Anda harus bagi. Jadi sesudah Pasal 66 ayat (3) Anda tulis di sini di angka 10 itu lho, itu baru Saudara mengemukakan mengapa itu Anda menguji itu karena bertentangan dengan pasal ini. Itu yang disebut dasar pengujian atau orang biasa yang disebut orang batu uji. Jadi apa yang tertera di angka 2, 3, dan 4 di halaman 2 itu Anda tulis sesudah apa... Pasal 66 ayat (3) itu. Ini lho pasalnya yang saya uji, saya mau... ini bertentangan dengan ini. Itu umpanya atau konstitusional dengan ini. Itu yang Anda mesti masukkan. Kemudian, sesudah kedudukan hukum itu adalah alasan-alasan permohonan, itu yang biasa Anda kenal dengan nama posita. Jadi alasan-alasan, mengapa, mengapa, mengapa, mengapa, dan seterusnya. Kemudian, sesudah itu kan apa yang Anda minta atau petitum. Saya lihat petitumnya sudah bagus tetapi barangkali seperti yang dikemukakan oleh pihak Yang Mulia Pak Ketua tadi, barangkali perlu diperhitungkan, baru kan penutupnya. Ada sedikit yang barangkali mungkin sebagai kita orang yang beriman, mungkin keliru ini kalimat ini. Halaman 6 angka 13, Anda mengatakan bahwa kondisi serupa ini tentu menimbulkan suasana tidak nyaman, menakutkan dan menekan kepercayaan diri para dokter setiap menghadapi kasus serius, terlebih-lebih dalam keadaan gawat darurat yang gilirannya secara kontraproduktif justru dapat membahayakan keselamatan jiwa pasien atau jiwa pasien yang seharusnya masih dapat terselamatkan. Jangan Anda mengira Anda yang menyelamatkan, Anda hanya berusaha ya, yang menyelamatkan itu hanya Tuhan, kalau menurut 7

11 saya, lho. Kalau Anda menganggap itu, berarti Anda tidak percaya ada Tuhan, mohon maaf ya. Kalimat ini mungkin diperbaiki. Kalau saya, Masih dapat diupayakan untuk terselamatkan, kita upaya saja ya. Apa dia selamat atau tidak, itu urusan Tuhan, ya kan? Ini mohon maaf. Kemudian, menjadi tidak ada upaya untuk menyelamatkan, kan begitu. Jadi, kita berupaya menyelamatkan. Apakah selamat atau tidak, itu urusan Allah itu, ya? jadi, mohon diperhatikan baik-baik. Terima kasih, Pak Ketua. Itu ya, saran saya. 21. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Ya. Pemohon, saya juga ingin sumbang saran. Ini kan, kalau Pak Luthfie sama Pak Adnan ini sudah senior ini. Jadi, untuk kesempurnaan dari apa namanya permohonan ini, saya lihat ini Para Pemohon ini ada lima orang dokter, belum pernah jadi masalah, kan? Belum pernah dihukum, kan? Makanya di sini perlu ditekankan bahwa sebetulnya lima orang dokter yang menjadi Pemohon ini, hak konstitusionalnya itu belum pernah dirugikan walaupun tekanannya tadi adalah kepada persoalan kepastian hukum. Tapi yang penting lagi adalah bahwa Para Pemohon ini punya potensi. Jadi, ada potensial untuk dirugikan kalau pasal ini tetap diberlakukan. Jadi kan, Pemohon di dalam MK ini, itu kan, berkaitan dengan persoalan kerugian konstitusional atau potensi dirugikan, ya. Potensi dirugikan. Jadi, itu mesti dikaitkan sebab kalau dokter Ayu cs mungkin di sini dia dirugikan. Kalau memang pasal ini yang jadi masalah, gitu. Itu satu, ya. Yang kedua, untuk menyempurnakan saja barangkali, nanti diikuti saja format berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi eh peraturan Mahkamah Konstitusi maksud saya, Nomor 06/2005, bagaimana format pengajuan permohonan di Mahkamah ini. Yang terakhir itu berkenaan dengan petitum, ya. Ini kalau saya baca petitumnya ini, mungkin agak lebih disistematiskan saja, disistematiskan saja modelnya karena di sini kan, diminta itu kan, adalah konstitusional bersyarat tadi, ya. Jadi artinya kan, dimaknai ya, dimaknai. Kemudian di sini juga diambil kesimpulan harus dibaca. Tapi kalau sudah dimaknai itu kan, kan Saudara sudah merumuskan di atas bahwa pasal ini dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum kecuali dimaknai. Nah, kalau dimaknai itu kan, sudah sempurna kalimatnya ke bawah yang diinginkan, meskipun ini ada tambahan-tambahan kalimat, sebetulnya. Nah, tambahan kalimat itu kalau kita baca dari Pasal 66 itu kan, ada beberapa tambahan itu. Kecuali dilakukan oleh dua hal, itu kan, panjang itu. Nah, bagaimana tambahan-tambahan kalimat itu juga bisa diyakinkan lagi di dalam permohonan bahwa kalimat itu memang sudah seharusnya ditambahkan, gitu. Diyakinkan. Tidak hanya diyakinkan di 8

12 dalam permohonan ini, tapi nanti juga oleh keterangan Ahli atau saksi fakta yang mengalami kerugian-kerugian ini. Itu saja, saya kira. Terima kasih. 22. KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya. Ada komentar atau ada yang mau disampaikan? Silakan. 23. PEMOHON: AGUNG SAPTA ADI Terima kasih, Yang Mulia. Mungkin saya bicara sebagai profesi dalam hal ini, tadi sudah dijelaskan bahwa kebetulan kami yang mengajukan ini tidak pernah terlibat secara hukum dalam hal kasuskasus seperti ini, tapi potensi saya yakin bahwa semua dokter, dalam hal ini dokter yang baru lulus bahkan residen seperti halnya dokter Ayu dan kawan-kawan yang mereka yang baru belajar untuk menjadi spesialis tersebut bisa tersangkut dalam kasus hukum. Dan kasus Ayu ini membuka wacana bahwa ternyata memang peluang itu ada. Jadi, peluang kesalahan dalam menganalisa hukum. Jadi, seperti halnya profesi yang lain, tentu dokter memiliki suatu aturan-aturan tertentu, prosedur medis yang harus dijalankan, dan dalam banyak kasus MKDKI telah banyak kalau kita bilang mengadili, menghukum, menyatakan bersalah dokter dan itu memang tidak terekspose oleh media. Tapi dampaknya kasus Ayu yang tidak diadili atau tidak diproses oleh MKDKI adalah eksesnya luar biasa dan ini banyak merugikan masyarakat. Tapi moga-moga ini menjadi kasus yang pertama dan terakhir bahwa semua kasus-kasus yang akan katakanlah punya potensi hukum seperti ini, mestinya harus ada proses di MKDKI dahulu, kemudian dinyatakan bersalah atau tidak, kemudian baru menyangkut masalah apakah ini layak menjadi kasus hukum, baik perdata ataupun pidana. Tapi kalau tidak, maka seperti halnya kasus Ayu ini tidak merupakan ancaman tidak hanya bagi profesi dokter tetapi bagi masyarakat. Ketika dokter lebih berhati-hati sehingga dia memproteksi diri untuk tidak melakukan pertolongan yang sifatnya memiliki resiko tinggi, resiko medis tinggi maka yang dirugikan adalah masyarakat. Dan tentunya bagi dokter sendiri, ini yang kita alami sekarang, bagi mereka yang sudah tersangkut dalam kasus seperti ini walaupun dinyatakan pada akhirnya dinyatakan tidak bersalah, tetapi secara mental, secara moril bahkan secara pekerjaan, mereka sangat dirugikan, bahkan dari tiga tiga orang ini ada di antara mereka yang sampai sekarang belum bisa bekerja lagi, seperti ini, padahal sudah dinyatakan tidak bersalah. Dan diharapkan pemulihan nama baik. Jadi kami harapkan bahwa kepentingan Undang-Undang Praktik Kedokteran tidak hanya melindungi dokter tapi juga masyarakat dan 9

13 dalam hal ini harus proporsional secara hukum. Mungkin itu tambahan kami. Terima kasih, Yang Mulia. 24. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Saya mau minta klarifikasi ya, Pak Dokter apa? 25. PEMOHON: AGUNG SAPTA ADI Dr. Agung. 26. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Dr. Agung ya. Apa semua laporan masyarakat yang melaporkan terjadinya satu kesalahan dilakukan oleh dokter, baik sengaja maupun itu culpa, itu apa selalu diproses oleh MKDKI? Atau memang mereka yang mengambil inisiatif, atau memang ada yang, Ya sudahlah, enggak diperiksa walaupun ada laporan? 27. PEMOHON: AGUNG SAPTA ADI Mungkin ini bagi kami adalah kelemahannya, jadi MKDKI bersifat pasif, jadi dia hanya menerima pengaduan. Ada MKEK, MKEK itu mungkin hanya bersifat profesi dari dokter di bawah IDI. Sedangkan MKDKI adalah lembaga yang sifatnya independent, memang keberadaannya dia menangani semua kasus yang ada di Indonesia, tapi kenyataannya karena keterbatasan mungkin personil ya, jangkauan wilayah dan sebagainya sehingga tidak semua kasus tertangani seperti ini, dan ini adalah merugikan. Memang banyak pengaduan masyarakat langsung ke polisi, beberapa waktu lalu ada kerja sama antara IDI dengan Polisi, akhirnya setiap kasus yang pengaduan menyangkut sengketa medik mestinya harus dibicarakan dahulu, tidak langsung diproses secara hukum, seperti itu. Kemudian keberadaan MKDKI ternyata sebenarnya menguntungkan bagi masyarakat kerena dia menjebatani antara profesi dokter yang dengan segala macam bahasa, dengan segala macam risiko yang tidak dipahami oleh masyarakat, ini bisa dipahami. Dia menjebatani seperti ini, dan ini sebenarnya adalah peluang yang baik. Sayangnya dalam kasus Ayu ini kecolongan kita, dan ini yang dirugikan adalah kita semua masyarakat, padahal banyak kasus MKDKI telah menangani dengan baik, artinya menyatakan mana yang bersalah dan mana yang tidak bersalah seperti ini. 10

14 28. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Oke. Ini ada soal juga di sini ternyata, ini bisa juga nanti disempurnakan di dalam permohonannya kalau MKDKI juga tidak aktif di dalam memberikan satu respons terhadap pengaduan masyarakat, berarti permohonan yang diajukan oleh Pemohon setelah diputus oleh MKDKI, ini ada soal juga kan? Nah, jadi barangkali coba nanti di-create sedemikan rupa, di satu sisi kepastian hukum oleh dokter untuk berpraktik itu bisa nyaman dan tenang karena dokter berobat juga kepada dokter, jadi bukan hanya untuk masyarakat. Dokter sama dokter juga, itu satu sisi. Tapi di sisi lain pengaduan masyarakat, kalau itu betul tentu kan juga enggak bisa dibiarkan. Nah, barangkali ini di-create sedemikian rupa dalam permohonannya. 29. KUASA HUKUM PEMOHON: M. LUTHFIE HAKIM Baik, Yang Mulia. Boleh kami berikan tanggapan terakhir barangkali terhadap masukan yang kami terima. 30. KETUA: HAMDAN ZOELVA Sebentar-sebentar saya mau tanya dahulu. 31. KUASA HUKUM PEMOHON: M. LUTHFIE HAKIM Ya. 32. KETUA: HAMDAN ZOELVA Itu kan, ini berapa sekarang MKDKI ini sudah terbentuk? 33. KUASA HUKUM PEMOHON: M. LUTHFIE HAKIM Yang sudah diperiksa? 34. KETUA: HAMDAN ZOELVA Yang sudah terbentuk MKDKI. 35. KUASA HUKUM PEMOHON: M. LUTHFIE HAKIM Jadi begini, Yang Mulia. MKDKI itu memang dalam undangundangnya dapat membentuk MKDKI Provinsi. 11

15 36. KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, he em, ada enggak itu? 37. KUASA HUKUM PEMOHON: M. LUTHFIE HAKIM Nah yang sudah berjalan ada di Jawa Tengah satu, tetapi dalam praktik itu masih cukup bisa tertangani oleh MKDKI Pusat, dalam praktiknya seperti itu, dan MKDKI Pusat itu Yang Mulia, sudah dalam kurun waktu dari 2006 sampai 2012, sudah memeriksa lebih dari 200 kasus, dan dari 200-an kasus itu 60% dinyatakan bersalah orangnya, sebagian besar kena pencabutan Surat Izin Praktik atau Surat Tanda Registrasi, Yang Mulia. Kalau orang sudah dicabut enam bulan saja gitu, Yang Mulia ya, sudah dia praktik lagi sudah susah dia itu dapat pekerjaanya cari cari klien itu, cari pasien itu, Yang Mulia. 38. KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, okelah. Okelah itu saja. Ada hal lain yang mau disampaikan? 39. KUASA HUKUM PEMOHON: M. LUTHFIE HAKIM Ya, baik Yang Mulia. Jadi yang pertama, terima kasih pada Yang Mulia Hakim Anggota. Pak Alim tadi yang koreksi yang pertama tentang halaman 6 tadi itu, ya maaf kami, ya kami minta maaflah. Saya kira itu sangat menyentuh ya, seolah-olah begitu karena kita ini berkuasa atas keselamatan seseorang. Kemudian nanti akan kami koreksi juga tentang tata urutan apa romawi demi romawi. Kemudian Yang Mulia Hakim Anggota berkaitan dengan apa itu petitum tadi Bapak Patrialis Akbar, kami akan perbaiki juga tadi tentang itu, tapi yang perlu kami tambahkan MKDKI itu seperti Majelis Hakim gitu ya, tentu tidak mungkin bersifat aktif. Jadi kalau menurut hemat saya bukan satu kelemahan, ya memang begitulah dia sifatnya kan tentu menerima. Kemudian, ada mekanisme seperti mekanisme di PTUN gitu, ya. Ada apa namanya itu... dismissal gitu, ya. Jadi ada pemanggilan seperti ini juga begitu ya, sebelum apa... sidang utamanya begitu, ada seperti itu. Yang kira-kira kurang kuat, yang kira-kira itu tentu disuruh melengkapi dan sebagainya, begitu. Jadi menurut hemat saya kalau dari kekuatan MKDKI itu sangat kuat gitu, ya. Karena dia dibentuk oleh undang-undang dan dia itu menjalankan praktiknya itu tidak semata-mata dari kacamata hukum, tapi juga ada orang-orang professional kedokteran. 12

16 40. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Ya, saya minta klarifikasi sedikit saja Pak Dr. Agung. Dokter Ayu gimana? Diproses enggak di MKDKI? 41. PEMOHON: AGUNG SAPTA ADI Tidak. Itu contoh kasus yang paling sederhana. Jadi ini kita pembelajaran untuk ke depan seperti ini. 42. KUASA HUKUM PEMOHON: M. LUTHFIE HAKIM Baik, kemudian insya Allah nanti apabila persidangan Pleno sudah dibuka, kami akan menghadirkan juga dari MKDKI untuk bisa didengarkan keterangannya begitu, Yang Mulia. Terakhir, kalau saya boleh mohon kepada Hakim Ketua, mungkin bisa Yang Mulia sekalian sampaikan seperti apa sebaiknya, supaya kami bisa lebih baik lagi, saran tadi itu tentang dolus tadi itu, kalimatnya mungkin bisa dibantu sekalian dalam kesempatan ini begitu, ya. Supaya kami bisa memperbaiki dan lebih sempurna begitu, Yang Mulia. 43. KETUA: HAMDAN ZOELVA Enggak bisa saya kasih langsung apa... tapi... jadi gini. Tolong Saudara pikirkan, saya sih... ini masalahnya serius, masalahnya sangat penting gitu lho. Karena tidak mungkin masyarakat dihambat untuk melapor, untuk... masyarakat tidak mungkin memverifikasi dulu ini delik dulu soal culpa lata, jadi tidak mungkin. Coba saja bayangkan masyarakat yang melapor atau polisilah, penyidiklah yang terima laporan. Ini, Ah, ini ditolak ini, bukan culpa lata ini, bukan dolus. Kan enggak mungkin. Jadi coba apa... yang mana sebenarnya pasal yang disasar terkait dengan kasus itu, coba, Saudara pikirkan. 44. KUASA HUKUM PEMOHON: M. LUTHFIE HAKIM Kalau masalahnya... pokoknya harus diperiksa terlebih dahulu di MKDKI gitu, kan masih mungkin. 45. KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, makanya cari saja rumusannya. 13

17 46. KUASA HUKUM PEMOHON: M. LUTHFIE HAKIM Oke (...) 47. KETUA: HAMDAN ZOELVA Cari saja (...) 48. KUASA HUKUM PEMOHON: M. LUTHFIE HAKIM Saya paham maksudnya. Paham maksudnya. 49. KETUA: HAMDAN ZOELVA Cari saja itunya, ya. Baik, jadi Saudara punya waktu paling lama 14 hari untuk memperbaiki permohonan, lebih cepat lebih baik ya, untuk (...) 50. KUASA HUKUM PEMOHON: M. LUTHFIE HAKIM Termasuk, Yang Mulia, boleh lebih memberikan nuansa tentang MKDKI itu sendiri ya, barangkali (...) 51. KETUA: HAMDAN ZOELVA Boleh, boleh, ya silakan saja. 52. KUASA HUKUM PEMOHON: M. LUTHFIE HAKIM Baik, terima kasih, Yang Mulia. 53. KETUA: HAMDAN ZOELVA Dalam perbaikan boleh, ya. 54. KUASA HUKUM PEMOHON: M. LUTHFIE HAKIM Terima kasih, Yang Mulia. 14

18 55. KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, termasuk amarnya apa... boleh, ya. Baik, dengan demikian sidang pendahuluan ini selesai dan sidang dinyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL WIB Jakarta, 5 Maret 2014 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya. 15