MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 88/PUU-X/2012

Transkripsi

1

2 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 88/PUU-X/2012 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum [Pasal 1 ayat (1), ayat (3), ayat (4), ayat (6), Pasal 4 ayat (1), ayat (3), Pasal Pasal 6 ayat (2), ayat (3) huruf a, huruf b, Pasal 7 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, ayat (4), Pasal 8 ayat (1), ayat (2), Pasal 9 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, Pasal 10 huruf a, huruf c, Pasal 11, Pasal 15 ayat (5), dan Pasal 22] terhadap Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Dominggus Maurits Luitnan 2. Suhardi Somomoelyono 3. Abdurahman Tardjo, dkk. ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Jumat, 21 September 2012, Pukul WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Anwar Usman (Ketua) 2) Achmad Sodiki (Anggota) 3) Hamdan Zoelva (Anggota) Dewi Nurul Savitri Panitera Pengganti

3 Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Dominggus Maurits Luitnan 2. Abdurrahman Tardjo 3. Malkan B. 4. Tb. Mansyur Abu Bakar 5. L. Lada 6. Netiwati

4 SIDANG DIBUKA PUKUL WIB 1. KETUA: ANWAR USMAN Sidang Perkara Nomor 88/PUU-X/2012 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. Assalamualaikum wr. wb. Sidang hari ini adalah sidang pendahuluan yang pertama untuk Perkara Nomor 88/PUU-X/2012. Ya, walaupun ini ada kaitannya dengan permohonan yang lalu ya, tapi itu sudah dicabut ya. Untuk itu, dipersilakan Para Pemohon untuk memperkenalkan diri. 2. PEMOHON: DOMINGGUS MAURITS LUITNAN Terima kasih, Majelis Hakim. Kami hadir di sini ada enam orang, ada beberapa yang minta izin, yang satu orang sudah almarhum di dalam permohonan ini. Saya akan memperkenalkan yang hadir adalah saya sendiri, nama Dominggus Maurits Luitnan, S.H., kemudian yang sebelah kiri saya Mansyur Abu Bakar, sebelah kanan saya Pak Tardjo, S.H., sebelahnya lagi Pak Malkan, kami persilakan, yang di belakang saya L. Lada, satu lagi yang terakhir Nyonya Hj. Netiwati. Terima kasih. 3. KETUA: ANWAR USMAN KETUK PALU 3X Ya, baik. Selanjutnya, dipersilakan untuk menyampaikan permohonannya ya, pokok-pokoknya saja ya. Pada prinsipnya, kami sudah baca dan ini kelihatannya masih ada kaitan dengan permohonan yang lalu, yaitu Permohonan Perkara Nomor 59 ya, tahun Ya, silakan, poin-poinnya saja. 4. PEMOHON: DOMINGGUS MAURITS LUITNAN Oke. Pertama-tama, kami Tim Pemohon pengujian materiil beberapa pasal dalam Undang-Undang Bantuan Hukum, mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada kami untuk sedikit menjelaskan diberlakukannya Undang-Undang Bantuan Hukum sangat merugikan Para Pemohon dalam menjalankan tugas profesinya sebagai advokat. Kami menjelaskan beberapa objek pokok yang dimohonkan dalam Pengujian Undang-Undang Bantuan Hukum, antara lain ada konstruksi,

5 ada kewenangan Mahkamah Konstitusi, kedudukan Para Pemohon ( legal standing), alasan Para Pemohon, dan terakhir adalah permohonan. Kami tidak menjelaskan secara panjang lebar masalah kewenangan Mahkamah Konstitusi karena sudah ada dijelaskan dalam permohonan kami. Kemudian, kedudukan ( legal standing) sudah kami juga jelaskan secara... cuma kami akan sedikit ada beberapa objek masalah yang kami memohonkan di dalam pengujian beberapa pasal dalam Undang-Undang Bantuan Hukum yang sangat merugikan Para Pemohon selaku advokat, antara lain tentang kalimat bantuan hukum yang menjalankan tugas profesinya menyangkut pemberi dan penerima bantuan hukum. Para Pemohon masing-masing selaku advokat telah dijamin dan dilindungi oleh Undang-Undang Advokat. Namun, muncul Undang-Undang tentang Bantuan Hukum yang di dalam... yang dalam menjalankan tugas profesinya sama dengan Undang-Undang Bantuan Hukum... Undang- Undang Advokat, sehingga muncul dua produk hukum yang saling tumpang-tindih. Sebab kata bantuan hukum sama dengan penasihat hukum yang dikenal sejak berlakunya KUHAP Pasal 56 ayat (2). Kemudian, kata penasihat hukum ditingkatkan menjadi advokat, termuat dalam Pasal 32 ayat (1) Undang -Undang Advokat. Oleh karena itu, kata bantuan hukum sama saja dengan advokat karena memang tugas advokat merupakan kewajibannya diatur dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Advokat, kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 Pasal 2 dan Pasal 1 ayat (3). Di perkataan lain, pemberi bantuan hukum adalah advokat, serta penerima bantuan hukum adalah pencari keadilan yang mampu, maupun yang tidak mampu. Permasalahan pemberi dan pengguna bantuan hukum terdapat di dalam beberapa pasal yang dimuat di dalam Undang-Undang Bantuan Hukum, menimbulkan ketidakpastian hukum bertentangan dengan Pasal 28 ayat... Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun Penyelenggaraan bantuan hukum. Kalau kita memperhatikan beberapa pasal, terutama Pasal 1 ayat (5) Undang -Undang Bantuan Hukum, mengatur mengenai standar bantuan hukum adalah pedoman pelaksanaan pemberian hukum yang ditetapkan oleh menteri dengan persyaratan... dengan beberapa persyaratan bantuan hukum... berbadan hukum sesuai dengan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Bantuan Hukum. Ketentuan seperti ini menyangkut kewenangan yang sangat bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 086/PUU-II/2008, tanggal 14 Februari 2005 mengenai pembatalan kewenangan Mahkamah Agung dan Pemerintah, termasuk Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang terdapat dalam Pasal 36 Undang-Undang tentang Mahkamah Agung. Hal seperti ini sangat merugikan hak-hak konstitusional Para Pemohon selaku advokat. Artinya, diberlakukannya Undang-Undang Bantuan Hukum sangat merugikan kebebasan advokat dalam menjalankan tugas profesinya bertentangan dengan Pasal 16 Undang-Undang Advokat.

6 Padahal di dalam Pasal 16 ini ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008, standar bantuan hukum ditetapkan oleh organisasi profesi advokat yang disebut dengan KKI atau Komite Kerja Advokat Indonesia, sebab membentuk ulangi, yang membentuk lembaga bantuan hukum untuk melaksanakan bantuan hukum adalah organisasi profesi KKI sesuai dengan Pasal 15 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun Pelaksanaan bantuan hukum. Di dalam pelaksanaan bantuan hukum, dengan memperhatikan diberlakukannya Undang-Undang Bantuan Hukum ternyata dosen, mahasiswa fakultas hukum, maupun LSM dapat diberikan kewenangan untuk bisa beracara di dalam dan di luar pengadilan. Hal seperti ini sangat merugikan hak-hak konstitusional Para Pemohon selaku advokat yang telah memenuhi syarat sesuai dengan petunjuk Undang-Undang Advokat. Bahkan menteri dapat mengawasi Para Pemohon selaku advokat yang sangat bertentangan dengan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Advokat yang seharusnya Para Pemohon diawasi oleh organisasi profesi advokat. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bantuan hukum. Bahwa diberlakukannya Undang-Undang Bantuan Hukum terdapat dualisme pengawasan terhadap Para Pemohon selaku advokat baik oleh pemerintah maupun oleh organisasi profesi advokat. Begitu pula mengenai pendidikan bantuan hukum juga, terdapat dualisme. Di satu sisi dilaksanakan oleh pemerintah dan di sisi lain dilaksanakan oleh organisasi advokat, sebagaimana Pasal 20 Pasal 2 ayat (1) Undang -Undang Advokat. Hal ini menunjukkan ketidakpastian hukum serta bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Mengenai dana bantuan hukum. Kalau kita perhatikan ketentuan Pasal 56 Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman bahwa para pencari keadilan yang terdapat yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum. Negara menanggung biaya perkara bagi para pencari keadilan yang tidak mampu. Hal seperti ini perlu kami selaku advokat mempertanyakan siapa sesungguhnya yang dapat diberikan kewenangan menerima anggara negara tersebut untuk dikelola secara transparan, agar para pencari keadilan yang tidak mampu dapat mengelola anggaran tersebut? Dengan memperhatikan Pasal 22 ayat (1) Undang -Undang Advokat juncto Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 adalah merupakan kewajiban advokat. Karena menurut Pasal 12 ayat (1) PP tahun 83 Tahun 2008, advokat dilarang menolak permohonan bantuan hukum secara cuma-cuma. Oleh karena itu, sebaiknya anggaran negara tersebut dikelola oleh organisasi profesi advokat, yaitu KKI yang lahir dari Pasal 24 ayat (3) Undang -Undang Dasar 1945, bukan dikelola oleh Kementerian Hukum dan HAM. Sebab KKI merupakan lembaga negara atau badan, atau institusi organisasi profesi advokat yang mengangkat advokat sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 38 Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman. Bahwa yang dimaksud dengan

7 badan-badan lain antara lain kepolisian, kejaksaan, advokat, dan lembaga pemasyarakatan. Padahal advokat adalah penegak hukum, sama dengan polisi, jaksa, dan hakim, dimana advokat tidak dibayar oleh negara akan tetapi polisi, jaksa, dan hakim dibayar oleh Negara. Namun dana bantuan dari negara dikelola oleh Kementerian Hukum dan HAM. Hal ini advokat sebagai warga negara Indonesia melaksanakan tugas harusnya mendapatkan imbalan jasa, namun tidak dapat (suara tidak terdengar jelas) diskriminasi, merugikan Para Pemohon, bertentangan dengan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Dasar Selanjutnya dengan memperhatikan beberapa pasal di atas, pasal dan ayat telah dimohonkan untuk diuji melalui Mahkamah Konstitusi, maka Para Pemohon selaku advokat memohon sebagai berikut. 1. Mengabulkan dalil Pemohon Para Pemohon untuk seluruhnya. 2. Menyatakan materi muatan Pasal 1 ayat (1), (3), (5), (6), Pasal 4 ayat (1), (3), Pasal 6 ayat (2), (3) huruf a, b, Pasal 7 ayat (1) huruf a, b, c, d, ayat (4), Pasal 8 ayat (1), ayat (2), Pasal 9 huruf a, b, c, d, f, g, Pasal 10F huruf a, c, Pasal 11, Pasal 15 ayat (5), dan Pasal 22 Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), (2) Undang-Undang Dasar Menyatakan materi muatan Pasal 1 ayat (1), (3), (5), (6), Pasal 4 ayat (1), (3), Pasal 6 ayat (2), (3) huruf a, b, Pasal 7 ayat (1) a, b, c, d, ayat (4), Pasal 8 ayat (1), (2), Pa sal 9 huruf a, b, c, d, e, f, g, Pasal 10F huruf a, c, Pasal 11, Pasal 15 ayat (5), dan Pasal 22 Undang -Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 4. Memerintahkan muatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. 5. Apabila Mejelis Hakim Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya. Terima kasih. 5. KETUA: ANWAR USMAN Ya, baik. Sebagaimana persidangan pendahuluan yang pertama itu, Majelis Panel berkewajiban untuk menyampaikan masukan saran terkait dengan permohonan Para Pemohon. Untuk itu dari saya ya, yang pertama, Para Pemohon supaya melihat kembali cara penulisan ya, ada beberapa ya, tulisan pasal, ayat itu diperhatikan! Termasuk yang terkait dengan penulisan sebuah undang-undang itu ada kekeliruan, misalnya di halaman 2, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 itu bukan tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Jadi, Undang-Undang 48 Tahun 2009 itu tentang Kekuasaan Kehakiman. Jadi, bukan berubah itu. Itu contohnya. Kemudian yang terkait dengan substansi alasan-alasan ya, supaya Para Pemohon lebih fokus, apakah dengan berlakunya beberapa pasal

8 yang diuji ini merugikan Pemohon? Jadi, di mana kerugian Para Pemohon ketika pasal ini diberlakukan atau paling tidak potensial merugikan Para Pemohon, atau memang hanya sekedar masalah penafsiran? Saya lihat ini, saya perhatikan analisis uraian yang disampaikan dalam permohonan ini lebih banyak terkait dengan masalah penafsiran bantuan hukum, pemberi bantuan hukum termasuk penerima bantuan hukum. Selanjutnya masukan nasihat dari Yang Mulia. 6. HAKIM ANGGOTA: HAMDAN ZOELVA Saudara Pemohon, pertama-tama secara keseluruhan sistematika permohonan dan cara penulisan sudah sudah cukup bagus, ya. Yang kedua, ini permohonan ini luar biasa kalau dikabulkan habis itu undangundang, kira-kira begitu bayangan saya. Ya hampir sebagian sebagian besar undang-undang dan substansinya. Jantungnya undang-undang itu sudah masuk dalam permohonan ini dan kalau jantungnya itu dicopot undang-undang menjadi tidak bernyawa, begitulah kira-kira ya. Ini sekedar untuk renungan ya dan untuk Saudara pikiran. Saya melihat ada tiga inti persoalan. Hubungan antara advokat dan pemberi bantuan hukum, kemudian yang kedua hubungan antara advokat dan menteri, kemudian yang ketiga adalah masalah mahasiswa dan dosen yang menurut saya tidak masuk dalam kategori badan-badan lain yang dimaksud oleh Pasal 24 ayat (3). Ya, kira -kira itu ya saya membaca inti dari permohonan Saudara. Saudara mengambil batu uji dengan Pasal 28D ayat (1), hanya 1 pasal Undang-Undang Dasar saja? Saya mau konfirmasi dulu, hanya Pasal 28 28D ayat (1) saja? Ayat (1) Pasal 28? 7. PEMOHON: DOMINGGUS MAURITS LUITNAN Pasal 28D ayat (1) dan (2). 8. HAKIM ANGGOTA: HAMDAN ZOELVA Tidak, saya tidak melihat ayat (2) yang dalam permohonan Saudara. Memangnya ada? Pasal 28D oh, Setiap orang berhak berkerja dan oh ya, selaku advokat yang mendapat honorarium, itu maksudnya? Pasal 24 ayat (3) Undang -Undang Dasar enggak masuk sebagai batu uji, ya? Enggak masuk? Ya, soalnya tadi sepintas saya mendengar bahwa dosen dan mahasiswa itu tidak masuk dalam kategori badan-badan lain, yang dimaksud Pasal 24 ayat (3), sehingga harus dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Apa salah? Pendengaran saya apa salah? Ada? Belum masuk, ya. Kalau itu maksud Saudara, itu bisa dimasukkan. Kalau itu maksudnya, ya.

9 Pertanyaan saya pokok, advokat dan pemberian bantuan hukum cuma-cuma yang dikenal dengan istilah legal aid, di mana-mana seluruh dunia ada. Apa bukan dua entitas yang berbeda? Ini contoh. Ya ini untuk renungan saja, saya sarankan dalam dalam mendalami permohonan ini. Apa dua entitas yang berbeda? Satu, Undang-Undang Advokat memang memungkinkan juga pemberian bantuan hukum cuma-cuma, tapi itu di bawah rezim entitas advokat entitas adokat, ya. Bantuan hukum cumacuma di bawah rezim itu, yang Saudara kalau menundukkan diri pada Undang-Undang Advokat karena ada apa tanggung jawab sukarela untuk memberikan bantuan hukum cuma-cuma, tentu Saudara tidak akan di bawah pengawasan menteri karena Saudara bertanggung jawab sendiri. Kecuali kalau Saudara masuk ke rezim pemberi bantuan hukum penghasil undang-undang ini, tentu pasti di bawah pengawasan menteri karena menteri yang punya uang, menteri yang mengontrol, menteri yang membuat standar, apa tidak atau apa apa itu tidak wajar? Ini ini untuk nanti nanti untuk Saudara renungkan, apa itu tidak hal yang sahsah saja? Gitu. Kemudian yang kedua, mahasiswa dan dosen tidak masuk dalam kategori badan-badan lain, ya. Tapi, apakah pemberi bantuan hukum itu yang disahkan oleh menteri itu tidak bisa masuk pada pemberi bantuan hukum lain? Pada lembaga badan-badan lain, yang masuk dalam Pasal 24C. Jadi bukan personnya, tapi LBH yang memberikan penyelenggaraan bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberikan bantuan hukum, yang mengasuh pada undang-undang ini itu adalah pelaku kekuasaan kehakiman, badan-badan lain yang merupakan salah satu pelaku kekuasaan Kehakiman, apa tidak bisa dikonstruksi seperti itu? Jadi, kira-kira tiga inti pertanyaan itu saya kira menusuk jantung permohonan ini juga yang bisa Saudara pikirkan. Terima kasih. 9. HAKIM ANGGOTA: ACHMAD SODIKI Ya, memang ada semacam kekhawatiran begitu ya atau mungkin kalau dahulu itu memang ada fakultas-fakultas hukum itu menyelenggarakan semacam apa yang disebut dengan clinical legal education, jadi klinik bantuan hukum, yang tidak menarik apa pun atau dilarang untuk mengambil keuntungan dari praktik-praktik semacam itu, ya. Itu dianalogikan kalau fakultas kedokteran saja itu boleh kalau melakukan suatu apa ini, klinik pendidikan klinik ya, di rumah-rumah sakit. Tapi kalau perguruan tinggi, rumah sakitnya ya pengadilan itu. Saya kira begitu. Jadi, mungkin itu untuk menajamkan atau memberikan pengalaman-pengalaman empiris agar supaya tidak seperti lulusan fakultas hukum yang sering disebut fakultas sastra, begitu, jadi hanya tahu hukumnya tapi ndak tahu praktiknya, begitu. Ini sebenarnya hanya keluhan dari Prof. Mochtar Kusumaatmadja, dahulu setelah dia lulus juga

10 tidak bisa membuat surat kuasa, begitu saja tidak bisa. Ini sesuatu hal sebetulnya bukan sangat ideal, ya. Jadi, ini sebetulnya jadi, kalau itu kalau itu bantuan hukum dan tidak boleh itu, apakah Saudara sudah bisa berpikir bahwa nanti tidak malah menjadikan lulusan-lulusan itu lulusan yang tidak mengerti praktik hukum sama sekali, tentu di situ ada batas-batas, tidak seperti advokat yang memang sudah sangat berpengalaman. Barangkali di situ bantuan hukumnya hanya mungkin konsultasi, tidak maju ke pengadilan, atau mungkin hanya sebagai observer atau sebagai pengawas me apa itu melakukan suatu laporan-laporan tentang bagaimana pendidikan hukum itu dibuat ya, memang itu sangat diperlukan di fakultas-fakultas hukum. Oleh sebab itu, maka sebetulnya apa ini Pasal 1 ayat (1) ini juga mempunyai dampak yang penting bagi apa yang disebut dengan clinical legal education itu, ya. Hanya Saudara keberatan, kalau keberatan itu supaya pihak-pihak lain tidak dirugikan, lalu kira-kira rumusannya bagaimana ini? Ya, inilah karena bantuan hukum memang seperti konsideran di dalam undang-undang ini memang... terutama sekali memang ditujukan kepada warga negara yang... atau orang-orang miskin dalam pertimbangan hukumnya, ya. Jadi tidak diperbolehkan untuk mereka yang memang kuat atau mampu untuk memberikan imbalan kepada para pemberi jasa yang... profesi yang telah digeluti ya. Saya kira kerugian-kerugian konstitusional kalau bantuan hukum ini diberikan pada orang miskin itu, apa ini... apa yang menjadi kerugian bagi mereka? Karena di sini memang... lalu pengertiannya luas, ini memberi wadah kepada fakultas-fakultas hukum itu. Kemudian hal-hal lain saya kira... oleh sebab itu, maka tentunya kalau demikian halnya, tentunya juga di dalam penulisan-penulisan ini supaya Saudara perhatikan. Bahwa di dalam petitum Saudara ini tulisannya kurang benar, tulisannya Pasal 6 ayat (2), (3) huruf a, b. Tidak ada di sana huruf a, b tidak ada. Huruf a atau huruf b, ini supaya nanti kecermatan di dalam menulis a, b, c, d itu juga tidak ada. Yang ada a, b, atau c, atau yang biasa supaya tidak menimbulkan kekacauan ditulis lengkap saja. Ayat (2), ayat (3) huruf b... huruf a atau huruf b, begitu ya, di dalam penulisan tentang kecermatan memberikan suatu penulisan hukum. Saya kira itu saja yang bisa saya berikan. Terima kasih. 10. KETUA: ANWAR USMAN Ya, cukup banyak nasihat, masukan dari Majelis Panel. Namun semuanya kembali, ya terserah Para Pemohon apakah mau menerima seluruhnya atau sebagian, atau bahkan tidak sama sekali, artinya Pemohon tetap dengan permohonannya semula. Namun yang pasti Mahkamah memberi waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonan Para Pemohon, tetapi sekiranya dalam waktu secepatnya bisa, ya sebelum 14

11 hari tentunya ya lebih baik, ya. Sebelum sidang ditutup apa ada hal yang ingin disampaikan? Silakan. 11. PEMOHON: DOMINGGUS MAURITS LUITNAN Terima kasih atas nasihat dari Majelis Hakim. Kami akan mungkin sedikit ada pembaharuan, ada kata-kata yang mungkin nanti kita perbaiki, mungkin kita akan mempertajam lagi. Di samping itu mungkin saya ada memberikan kesempatan kepada rekan-rekan, mungkin ada masukan, kami silakan. Ya, kita sudah sepakat, sudah cukup dan jelas. Terima kasih. 12. KETUA: ANWAR USMAN Baik, dengan demikian sidang dinyatakan selesai dan selanjutnya sidang ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL WIB Jakarta, 21 September 2012 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.