MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 69/PUU-XI/2013

Transkripsi

1 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 69/PUU-XI/2013 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I) J A K A R T A RABU, 24 JULI 2013

2 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 69/PUU-XI/2013 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan[Pasal 158 ayat (3), ayat (4), Pasal 162 ayat (1) dan ayat (2)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Jazuli 2. Anam Supriyanto 3. Wariaji ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Rabu, 24 Juli 2013, Pukul WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Achmad Sodiki (Ketua) 2) Muhammad Alim (Anggota) 3) Arief Hidayat (Anggota) Fadzlun Budi S.N. Panitera Pengganti i

3 Pihak yang Hadir: A. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Jazuli ii

4 SIDANG DIBUKA PUKUL WIB 1. KETUA: ACHMAD SODIKI Sidang Perkara Nomor 69/PUU-XI/2013 dengan ini saya nyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. Baik, saya persilakan Saudara Pemohon untuk mengenalkan diri terlebih dahulu siapa yang hadir pada kesempatan ini? 2. PEMOHON: JAZULI Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera kami sampaian Yang Terhormat Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Kami dari Pemohon, nama saya Jazuli. Tempat tanggal lahir Pasuruan, 28 Oktober Agama Islam. Pekerjaan sebagai full timer Konsulat cabang FSPMI Kabupaten Pasuruan. Alamat Jl. Mergo Taruno, Nomor 1 RT 4 RW 1, Kelurahan Kebon Agung, Kota Pasuruan. Itu kami selaku serikat pekerja yang ada di Kabupaten Pasuruan dalam hal ini untuk kepentingan kami dan juga para pekerja se- Indonesia. Dan juga kami juga mohon maaf kawan kami Saudara Anam dan Wariaji belum bisa hadir. Terima kasih. 3. KETUA: ACHMAD SODIKI Baiklah, saya persilakan Anda memaparkan garis besarnya saja, ndak usah dibaca kalimat per kalimat. Apa yang menjadi inti permohonan Saudara ini? 4. PEMOHON: JAZULI KETUK PALU 3X Yang Terhormat Yang Mulia, mohon maaf kiranya ada yang perlu kami perbaiki, kami renvoi terkait dengan gugatan kami. Yang awalnya kami melakukan gugatan terhadap Pasal 158 ayat (1) dan (2), pasal... kami ulangi, Pasal 158 ayat (3), (4), dan Pasal 162 ayat (1) dan (2), hari ini kami ubah menjadi Pasal 160 ayat (3) dan (7) serta Pasal 162 ayat (1) dan (2). 1

5 5. KETUA: ACHMAD SODIKI Pasal 160 ayat? 6. PEMOHON: JAZULI (3) dan (7). 7. KETUA: ACHMAD SODIKI (3) dan (7). 8. PEMOHON: JAZULI Ya. 9. KETUA: ACHMAD SODIKI Dan pasal? 10. PEMOHON: JAZULI Pasal 162 ayat (1) dan (2). 11. KETUA: ACHMAD SODIKI Tetap itu, ya? 12. PEMOHON: JAZULI Tetap, Pak. Perlu kami sampaikan kenapa perubahan ini? Yang pertama, kami ada kekhilafan. Yang kedua, kaitannya dengan Pasal 158 sudah dilakukan judicial review pada tahun 2003 yang lalu yaitu dalam Putusannya Nomor 12/PUU/Tahun Dan juga perlu kami sampaikan latar belakang kenapa kami melakukan gugatan seperti ini? Kami adalah serikat pekerja yang sudah tercatat resmi di Kabupaten Pasuruan di pemerintahan kabupaten yang memiliki ribuan anggota dari masing-masing perusahaan yang ada di wilayah Kabupaten Pasuruan. 13. KETUA: ACHMAD SODIKI Ini ada Pasal 158 juga ini? 2

6 14. PEMOHON: JAZULI ( ) Yang ini Yang Mulia, belum kami serahkan ini Yang Mulia untuk 15. KETUA: ACHMAD SODIKI Ini Pasal 158 ikut ndak ini? 16. PEMOHON: JAZULI Oh, ndak. Ndak ikut, Yang Mulia. 17. KETUA: ACHMAD SODIKI Ndak ikut? 18. PEMOHON: JAZULI Ndak ikut, Yang Mulia. 19. KETUA: ACHMAD SODIKI Tadi kan 153 toh? 20. PEMOHON: JAZULI Awalnya 158 ( ) 21. KETUA: ACHMAD SODIKI Oh, PEMOHON: JAZULI Awalnya 158 ayat (3) dan ayat (4) serta Pasal 162 ayat (1) dan (2) kami ganti menjadi Pasal 160 ayat (3) dan ayat (7) serta Pasal 162 ayat (1) dan (2). 23. KETUA: ACHMAD SODIKI Baik, baik. Silakan. 3

7 24. PEMOHON: JAZULI Yang melatarbelakangi sebagaimana kami sebutkan di awal, dari ribuan anggota kami banyak yang mengeluh dan sangat terancam dengan keberadaan Pasal 158 ayat 160 ayat (3). Ya, 160 ayat (3), di mana dalam pasal tersebut menyatakan ( ) 25. KETUA: ACHMAD SODIKI Ini berarti di uraian sini belum ada ya 160 itu? 26. PEMOHON: JAZULI Ya, belum Majelis. Pasal 160 ayat (3) menyatakan pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja buruh yang telah yang setelah 6 bulan tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya karena dalam proses perkara pidana sebagaimana dimaksud ayat (1). Nah, inilah yang menjadi salah satu ancaman bagi kami para pekerja, di mana pekerja buruh yang masih dalam proses pidana yang belum terbukti secara hukum itu bisa di PHK tanpa putusan pengadilan. Ini bagi kami adalah merampas hak-hak buruh untuk mendapatkan pekerjaan sekaligus melanggar asas praduga tak bersalah. Ini kaitannya dengan Pasal 60 ayat (3). Yang kedua adalah Pasal 160 ayat (7) pengusaha wajib membayar pekerja buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5), uang penghargaan masa kerja 1 kali, ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4). Ini bagi kami juga telah melakukan upaya perampasan hak di mana buruh dalam Pasal 156 itu juga memiliki hak untuk mendapatkan pesangon, tetapi hanya karena di alasan pidana mereka dihilangkan itu uang pesangonnya. Bagi kami ini sudah melanggar ketentuan Undang-Undang Dasar 1945, terutama Pasal 28 huruf d dan seterusnya sebagaimana yang kami sebutkan. Berikutnya juga terkait dengan Pasal 162 ayat (1) dan (2) menyebutkan Pasal 1 ayat (1), Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri memperoleh uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat (4). Ini sudah jelas bahwa menurut kami bahwasannya pekerja buruh kalau dalam undang-undang ini yang terbukti melakukan kesalahan ringan saja itu masih diberikan hak berupa uang pesangon, uang penggantian hak, dan uang ganti rugi, tetapi kalau mundur mengundurkan diri secara baik-baik uang pesangon itu dihilangkan oleh undang-undang. Padahal kalau menurut analisa kami, uang pesangon itu identik dengan uang tabungan yang seharusnya diterima oleh pekerja buruh 4

8 seiring dengan jumlah masa kerja yang terus semakin tambah, semakin tambah masa kerjanya maka uang pesangon itu semakin besar. Ini yang pertama itu yang kedua pasal ini cenderung mengakibatkan buruh patuh bekerja itu berbuat tidak baik dari mereka berpikir dari pada mereka bekerja yang sudah cukup lama melakukan pengunduran diri secara baik-baik tidak mendapatkan apa-apa lebih baik mereka melakukan kesalahan-kesalahan ringan yang berujung dengan Surat Peringatan I, Surat Peringatan II, Surat Peringatan III yang artinya juga di PHK itu berhak mendapatkan satu pesangon. Inilah memunculkan polemik di baik di kalangan pekerja dan pengusaha dari pada nanti mengundurkan diri secara baik-baik, tetapi tidak mendapatkan apa-apa lebih baik melakukan kegiatan yang merugikan atau pun berbuat salah, itu yang pertama. Yang kedua begitu juga Pasal 162 ayat (2) yang sama kurasa kaitannya dengan yang intinya,...bagi pekerja buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung selain menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 15 ayat (4) diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja peraturan bersama dengan perjanjian kerja bersama. Ini artinya sama dalam pasal ini telah terjadi penghilangan hak pekerja buruh baik yang berupa uang pesangon. Kaitannya dengan itulah dan juga kami mengacu kepada hukum perdata di mana bab ke I Pasal 3 yang menyatakan,...tiada suatu hukuman pun mengakibatkan kematian perdata atau kehilangan segala hak kewarganegaraan. Kami menganalogikan bahwasanya semua nara pidana walaupun dia itu divonis pidana tetapi tetap tidak bisa dihilangkan hak-hak pribadinya bahkan hak konstitusionalnya berupa hak demokrasi untuk pencoblosan pun di dalam pidana tetap diberikan. Lalu kenapa buruh yang hanya dituduh melakukan kesalahan seperti itu bisa dihilangkan bahkan buruh yang mengundurkan diri secara baik-baik dan terhormat pun hak-hak itu harus dihilangkan? Inilah kami melakukan upaya untuk meminta keadilan kepada Yang Mulia Mahkamah Konstitusi agar hak-hak buruh ini yang dinikmatinya untuk keluarga bisa dikembalikan sebagaimana mestinya. Mengingat apa... pesangon, uang penghargaan, dan uang ganti rugi bagi buruh adalah uang yang nantinya digunakan untuk pekerja dan keluarganya disaat dia pengakhir jadi pengakhiran hubungan kerja dia ada uang untuk bekal hidup dia untuk uang bekal hidup untuk mencari pekerjaan baru, tapi kalau dihilangkan seperti ini kebanyakan buruh akan semakin tidak jelas dan kesejahteraan buruh akan semakin hilang. Terima kasih, Yang Mulia. 5

9 27. KETUA: ACHMAD SODIKI Ya, baiklah. Ini Saudara, Majelis akan memberikan beberapa pandangan tentang permohonan Saudara ini yang agak krusial tadi sudah disebut perubahan pasal tadi 158 ayat (3) dan ayat (4) menjadi 160 ayat (3) dan ayat (7) ini tentunya lalu Saudara harus menyusun lagi supaya ada urutan yang jelas tentang permohonan ini. Yang kedua tentunya Saudara harus beragumentasi yang lebih baik mengapa yang katakanlah kesalahan yang kecil tetap diberikan tambahan atau bonus yang lebih baik dari pada yang kesalahan besar ini kan anu wajar saja kalau saya mempunyai kesalahan besar sampai pabriknya kopong gitu apa ya saya harus tetap diperlakukan tidak lebih berat dari pada kerugian itu? Ini supaya Saudara mempunyai pertimbangan yang proporsional kesalahan kecil ya hukumannya kecil masih mendapat macam-macam kalau kesalahan berat apa harus sama begitu? Pidana saya kira tidak tidak selalu harus meninggalkan kewajiban perdatanya. Kalau koruptor dipidana ya aset-aset yang dia miliki bisa disita. Itu perdata itu. Bisa dituntut perdata ini. Kalau Saudara... rumah Saudara dibakar orang, selain orang itu melanggar pidana, orang bisa menuntut... orang tersebut bisa dituntut pidananya supaya kerugiannya Saudara alami itu bisa dikembalikan atas kerugian rumah yang dibakar itu. Tidak berarti pidananya tidak berkorelasi dengan tuntutan perdatanya. Bisa saja. Tapi berilah sekarang argumentasi yang rasional. Mengapa kalau itu... apa... kesalahan perdata itu kalau kesalahan dengan itu, kalau mengundurkan diri, kok malah begitu, itu yang Saudara tuntut kan, kalau mengundurkan diri? Malah pesangonnya kurang gede, gitu ya? Tidak diberikan, malah, gitu ya. Ini Saudara harus... supaya nanti rasionalitas itu juga bisa diterima bahwa apa lagi prestasinya bagus, ya. Sudah lama di situ ikut membangun, ikut mengontrol atau ikut pahit-getirnya yang punya perusahaan, kemudian dia mengundurkan diri. Mengundurkan diri itu karena kesalahan berat atau mengundurkan diri setelah tidak punya kesalahan kan, lain-lain toh? 28. PEMOHON: JAZULI Jadi, undang-undang itu mengatakan, mengundurkan diri secara baik-baik itu tidak diberikan apa-apa. 29. KETUA: ACHMAD SODIKI Lha ya, kan Anda mungkin... saya salah, melakukan kesalahan berat, lalu saya mengajukan pengunduran diri. Kan, bisa saja bisa begitu. 6

10 Ada di kantor-kantor itu orang yang mencuri. Daripada dituntut pidana, Anda mengundurkan diri, kan ada gitu. Jadi, Anda bisa bedakan itu. Apakah murni karena tidak punya kesalahan berat, apakah memang punya kesalahan? Jadi, dia mundur, gitu lho. Mungkin variasinya ada juga, begitu ya. Yang ketiga adalah mengenai petitum Saudara itu, Saudara antara lain minta supaya Mahkamah menambah-nambah, gitu ya. Menambah... ini masih tetap Pasal 58 ayat (4) ini kan, mesti harus diganti, gitu toh. 30. PEMOHON: JAZULI Ya, Yang Mulia, ini sudah kami siapkan. 31. KETUA: ACHMAD SODIKI Sudah disiapkan? Kok, enggak diserahkan tadi? 32. PEMOHON: JAZULI Mohon maaf, Yang Mulia. 33. KETUA: ACHMAD SODIKI Ya sudah, kalau gitu, kami persilakan Pak Arief Hidayat. 34. HAKIM ANGGOTA: ARIEF HIDAYAT Yang Mulia Ketua, Saudara Pemohon, mulai dari beberapa hal yang formal yang harus dipenuhi, sesuai dengan BMK Nomor 06/2005. Ini nanti coba Anda kembali baca Pasal 5 BMK Nomor 06/2005 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang. Itu ada format dan struktur yang harus dipenuhi karena nanti juga harus diperbaiki, ini diikuti, ya. Jadi, nanti dimulai dari identitas Pemohon, kemudian kewenangan Mahkamah, kedudukan hukum, pokok permohonan, dan petitum, nanti formatnya diikuti itu. Itu yang pertama. Kemudian juga, dasar kewenangan Mahkamah itu, Anda juga harus mencantumkan ada perubahan undang-undang MK diikuti itu. Jadi, coba dilihat di dasar kewenangan MK untuk melakukan pengujian itu, Anda harus menambahkan ada undang-undang yang harus ditambahkan di situ, adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 24 Tahun Itu karena yang terbaru dasar hukum kewenangan MK itu ada di undang-undang itu, ya. Kemudian juga, di kedudukan hukum (legal standing) Pemohon. Di sini, kalau dibaca, di halaman 1, kemudian masuk awal halaman 2, 7

11 dari 10 halaman itu, Anda itu mengatakan bahwa ini Pemohon ini adalah perorangan, yang juga sekaligus sekelompok yang disebut badan hukum publik. Itu punya konsekuensi yang berbeda dalam narasi. Kenapa perorangan punya kedudukan hukum, punya legal standing, dan badan hukum itu punya? Di sini Anda mencantumkan baik secara perorangan maupun sebagai badan hukum. Itu konsekuensinya beda. Kalau kesulitan ya, perorangan saja, sebagai buruh. Itu nanti tapi kalau mau dicantumkan dua-duanya Anda perorangan juga tergabung di badan hukum publik, ya berarti ada narasi yang bisa menjelaskan bahwa kedua itu adalah ya, sekaligus perorangan dan badan hukum. Ini di sini enggak ada uraian tentang itu. Kemudian yang berikutnya, nanti tolong itu kerugian konstitusional apa yang dialami, baik oleh Pemohon secara perorangan maupun badan hukum publik itu dinarasikan lebih baik, sehingga kita bisa menilai bahwa betul ada kerugian konstitusional yang dialami oleh Pemohon, baik dari kacamata perorangan maupun kacamata badan hukum publik. Kemudian yang berikutnya, kalau tadi dicabut, diubah berkenaan dengan Pasal 158, apakah saudara juga sudah pernah membaca Putusan Mahkamah Nomor 61? Kalau tadi itu berkenaan dengan putusan Mahkamah yang lain, yaitu Nomor 12 Tahun 2003 kan, yang 158? Tapi yang Pasal 162 ayat (1) itu juga pernah dengan Putusan Mahkamah Nomor 61 PUU Tahun 2010, tapi berkenaan dengan Pasal 162 ayat (1), sedangkan ayat (2) nya belum. Tetapi ada perbedaan batu ujinya. Kalau dulu putusan itu batu ujinya adalah Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, sedangkan Anda menggunakan batu uji Pasal 28D ayat (1), Pasal 28I ayat (2), dan seterusnya itu. Nah, ini nanti kan berarti kan memang tidak nebis in idem karena batu ujinya beda. Tapi coba nanti dinarasikan supaya lebih tajam argumentasinya untuk memberikan keyakinan bahwa itu memang bertentangan dengan pasal batu uji yang Anda sebutkan tadi. Itu dari saya supaya nanti di dalam permohonan ini bisa betulbetul meyakinkan pada Mahkamah bahwa ini tidak nebis in idem, ya dan juga ini memang bertentangan dengan pasal-pasal apa Undang- Undang Dasar Tahun 1945 yang sudah Anda sebutkan di sini yang berbeda dengan yang pada perkara yang sudah diputus MK pada tahun 2010, yaitu 61/PUU-VIII/2010, itu tadi. Terima kasih, Yang Mulia Ketua, saya kembalikan. 35. HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Terima kasih, Pak Ketua. Saudara Pemohon, mungkin barangkali perlu dicatat ya, jadi di dalam suatu permohonan pengujian undangundang itu, nomor satu seperti dikatakan oleh Yang Mulia tadi adalah identitas para Pemohon, oke sudah ada. Kemudian kewenangan 8

12 Mahkamah, oke nomor dua. Nomor tiga itu legal standing atau kedudukan hukum Pemohon. Kemudian keempat itu pokok permohonan atau disebut biasa dalam perkara perdata posita. Jadi, apa yang Saudara kemudian nomor lima itu petitum, ya. Jadi, itu harus ada, identitas oke sudah ada di sini, kewenangan Mahkamah sudah ada juga, tapi meskipun barangkali disempurnakan. Legal standing, nomor tiga. Keempat, pokok permohonan atau uraian tentang apa yang menyebabkan Saudara merasa dirugikan atau disebut posita. Dan yang kelima adalah petitum. Itu dulu. Nah, sehubungan dengan yang Saudara kemukakan tadi, saya jelaskan di sini. Di halaman tiga sebelah atas itu, angka II, kedudukan hukum atau legal standing dan kepentingan Pemohon. Enggak usah ditambah kepentingan, kedudukan hukum atau legal standing pemohon saja karena ini tidak hanya satu Pemohon, jadi para Pemohon, ya. Nanti kalau salah, ini Saudara punya permohonan dinyatakan tidak dapat diterima, jadi perhatikan. Kemudian karena Saudara ada mengubah tadi, itu di halaman lima, angka III, argumentasi alasan Pemohon. Ini yang disebut posita ini. Nah, ini karena Saudara menunjuk Pasal 158 yang tulisan yang lama yang kami terima, ya harus diganti dong. Pasal 160 ayat (3) dan ayat (7), jadi begini kalau menulis ayat itu tidak boleh dengan koma, ya. Ayat (3) adalah ayat dalam kurung tiga, ayat dalam kurung tujuh. Jadi, tidak boleh langsung dalam kurung tujuh saja. Itu harus mesti begitu, itu di halaman lima. Nah, kemudian halaman enam itu, angka 23 permohonan Anda, ini kan masih yang lama Pasal 158, jadi mesti juga lain-lain dia punya redaksi, kan? Ini kan berubah ini total karena dahulu 158, ini kok 160 sekarang, kan begitu? Jadi angka 23 permohonan Saudara ini mesti diperbaiki di situ. Kemudian angka 25 itu kan masih menunjuk kepada Pasal 158, oke. Kemudian angka 28 itu masih menunjuk Pasal 158 itu harus berubah juga. Kemudian angka 37 di halaman sembilan itu kan Anda masih menyebut angka 158, itu kan tidak benar itu karena sudah berubah Pasal 160 ayat (3) dan ayat (7). Lalu, di petitum angka 1 betul mengabulkan. Jadi nomor duanya itu menyatakan Pasal ini. Nah, sedikit dahulu saya memberitahukan kepada Saudara. Jadi di dalam pengujian undang-undang, itu di dalam petitum itu dikatakan saja mengabulkan seluruhnya, oke. Kemudian menyatakan pasal dua dua pasal itu lho yang Saudara uji. Itu Pasal 160 ayat (3) dan ayat (7), dan Pasal 162 dan ayat berapa, dan ayat berapa itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun Tidak usah lagi disebutkan pasal mana karena sudah ada diuraikan di sana tadi apa pasal-pasal yang dianggap bertentangan. Jadi itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun Kemudian yang kedua itu kalau dia sudah bertentangan, mengulangi lagi, menyebutkan menyatakan pasal ini, ini, ini. Tidak 9

13 mempunyai kekuatan hukum mengikat, oke. Ini kalau yang Saudara punya petitum ini aduh, kok nomor satu bahasa Indonesianya tidak benar, ini mohon maaf ya. Anda tulis merubah, enggak ada bahasa Indonesia merubah. Kalau berubah, diubah, mengubah mestinya dan oleh Hakim Yang Mulia Hakim Ketua tadi dikatakan bahwa kok mengutik-utik mau mengubah-ubah perbuatannya ini, legislatif ini. Nah, tapi walaupun demikian silakan. Jadi kita di sini hanya menyatakan tidak mengikat apa bertentangan dan kemudian tidak mengikat. Lalu kalau itu dikabulkan, tidak bertentangan dan tidak mengikat, itu dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Jadi seperti membatalkan angka tujuh itu enggak ada, di sini enggak membatalkan. Sekedar mohon maaf, saya tidak menggurui. Jadi begini, kalau undang-undanga atau hukum itu. Kalau dia dicabut, itu oleh yang mengeluarkan aturan itu. Jadi misalnya DPR mencabut kembali aturannya itu, itu namanya mencabut. Kalau membatalkan itu harus atasan, di sini Mahkamah Konstitusi bukan atasannya DPR dan bukan atasannya presiden. Kan DPR dan presiden sama-sama membuat undang-undang. Di sini bukan atasannya, jadi tidak boleh membatalkan. Dia hanya mengatakan bertentangan, lalu mengatakan tidak mengikat. Tidak boleh dia katakan, Mahkamah Konstitusi mengatakan membatalkan, tidak bisa. Itu jadi membatalkan itu hanya atasan kepada bawahan. Misalnya, putusan pengadilan negeri dibatalkan oleh pengadilan tinggi itu oke karena dia atasannya. Keputusan camat dibatalkan oleh bupati, oke itu bisa. Tetapi kalau camat sendiri menarik kembali keputusannya, itu namanya dicabut. Jadi di sini enggak ada kata-kata membatalkan. Tidak pernah Mahkamah Konstitusi membatalkan suatu undang-undang, hanya menyatakan bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Tahun 1945 dan karena itu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Nanti yang menarik kembali, memperbaikinya itu adalah DPR sendiri. Jadi angka tujuh itu sama sekali tidak bisa. Kalau angka delapan itulah, kalau dikabulkan memerintahkan pemuatan putusan ini dengan menempatkannya di dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Itu kalau yang yang delapan ini sudah betul itu, kalau ini dikabulkan itu ditempatkan. Tetapi mungkin sudah tidak menjadi delapan karena saya katakan tadi, kita tidak berhak mengubah ya. Kecuali konstitusional bersyarat, itu lain pula bahwa ini tidak konstitusional kecuali di mana begininya, nah itu lain. Buat saya sementara Pak Ketua, terima kasih. 10

14 36. KETUA: ACHMAD SODIKI Ya itulah beberapa pandangan atau saran perbaikan ini. Cukup banyak karena Saudara mengganti pasal, tentunya uraiannya juga berubah juga. Jadi tolong diperbaiki. Saudara mempunyai waktu 14 hari sejak hari ini dan jika Saudara menyerahkan perbaikan lewat waktu 14 hari maka yang akan digunakan adalah permohonan yang ini, yang sekarang sedang dibahas ini ya. Jadi begitu, Saudara diberi waktu 14 hari. Ada hal-hal yang perlu disampaikan? Cukup. 37. PEMOHON: JAZULI Cukup. 38. KETUA: ACHMAD SODIKI Cukup, dengan demikian sidang saya nyatakan selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL WIB Jakarta, 24 Juli 2013 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya. 11