Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan."

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN II-2009 BANK INDONESIA MEDAN 2009

2 Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil. Misi Bank Indonesia: Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan. Nilai-nilai Strategis Organisasi Bank Indonesia: Nilai-nilai yang menjadi dasar organisasi, manajemen dan pegawai untuk bertindak dan atau berprilaku yang terdiri atas Kompetensi, Integritas, Transparansi, Akuntabilitas dan Kebersamaan. Visi Kantor Bank Indonesia Medan: Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. Misi Kantor Bank Indonesia Medan: Berperan aktif dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah melalui peningkatan pelaksanaan tugas bidang ekonomi moneter, sistem pembayaran, pengawasan bank serta memberikan saran kepada pemerintah daerah dan lembaga terkait lainnya. Kalender Publikasi Periode Publikasi KER Triwulan I KER Triwulan II KER Triwulan III KER Triwulan IV Publikasi Pertengahan Mei Pertengahan Agustus Pertengahan November Pertengahan Februari Penerbit: Kantor Bank Indonesia Medan Jl. Balai Kota No.4 MEDAN, Indonesia Telp : psw. 1729, 1770 Fax : , Homepage : KBIMedan@bi.go.id

3 KATA PENGANTAR Kecenderungan membaiknya perekonomian global telah memberikan dampak positif terhadap kinerja perekonomian Sumatera Utara pada triwulan II Ekonomi Sumut pada triwulan II-2009 menunjukkan perkembangan yang cukup baik, sebagaimana tercermin pada laju pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan tumbuh 4,74% (yoy), lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,67% dan didominasi oleh tiga sektor ekonomi non primer, yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor keuangan dan sektor jasa-jasa. Sektor keuangan tumbuh paling pesat, yaitu sebesar 7,51% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan I-2009 (6,70%). Tingginya pertumbuhan sektor keuangan antara lain disebabkan oleh kegiatan usaha sektor riil yang kian dinamis serta meningkatnya nilai tambah sektor keuangan karena peningkatan pendapatan kotor (gross output) perbankan. Kondisi inflasi di Sumut juga cukup terkendali. Perkembangan harga barang dan jasa secara triwulanan menunjukkan deflasi 0,18% (qtq). Deflasi tersebut terjadi antara lain oleh karena melimpahnya pasokan volatile food, terutama beras dan cabe merah, serta didukung pula oleh rendahnya tekanan inflasi yang bersumber dari sisi permintaan serta membaiknya ekspektasi masyarakat terhadap inflasi. Secara tahunan (yoy), Sumut mengalami inflasi sebesar 2,52%. Sejalan dengan membaiknya perekonomian dan terkendalinya tingkat inflasi, fungsi intermediasi perbankan juga menunjukkan perkembangan positif. Penyaluran kredit/pembiayaan dan penghimpunan dana masyarakat mencatat pertumbuhan yang lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya dengan LDR tercatat sebesar 75,01%, lebih tinggi dibandingkan LDR triwulan I-2009 sebesar 73,94%. Membaiknya kinerja perekonomian Sumut tersebut juga telah mendorong penyerapan tenaga kerja Sumut. Jumlah penduduk yang bekerja pada Februari 2009, meningkat jiwa ( perempuan dan laki-laki). Peningkatan tenaga kerja terjadi khususnya di sektor pertanian (48,35%) dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran (21,21%). Pada triwulan III-2009, perekonomian Sumut diperkirakan masih tumbuh positif yang disertai dengan inflasi yang relatif stabil seiring dengan stabilnya harga-harga kebutuhan pokok. Demikian sekilas gambaran perkembangan ekonomi Sumatera Utara triwulan II-2009 yang uraiannya secara lengkap dicakup dalam buku Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Sumatera Utara Triwulan II Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Medan, Agustus 2009 BANK INDONESIA MEDAN Gatot Sugiono S. Pemimpin i

4 Daftar Isi Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran...vi Tabel Indikator Ekonomi Terpilih RINGKASAN EKSEKUTIF...viii BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Kondisi Umum Sisi Permintaan Konsumsi Investasi Ekspor dan Impor Sisi Penawaran Sektor Pertanian Sektor Industri Pengolahan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Sektor Keuangan dan Jasa Perusahaan Sektor Bangunan Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih Sektor Jasa-jasa...22 BOKS 1 Ekspor Crude Palm Oil (CPO) BOKS 2 Perkembangan Revitalisasi Perkebunan BOKS 3 Hasil Quick Survey Dampak Krisis Ekonomi Global Terhadap Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Kota Medan BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Kondisi Umum Perkembangan Inflasi Faktor-faktor yang mempengaruhi...32 BOKS 4 Pengendalian Inflasi dan Kegiatan Percontohan UMKM oleh KBI Medan BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Kondisi Umum Intermediasi Perbankan Penghimpunan Dana Masyarakat Penyaluran Kredit Kredit UMKM Stabilitas Sistem Perbankan Resiko Kredit Resiko Likuiditas Resiko Pasar Perbankan Syariah...44 ii

5 3.5. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Berkantor Pusat di Medan...47 BOKS 5 Kredit Usaha Rakyat (KUR) BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Sumut Realisasi APBD Pemerintah Provinsi Sumut Tahun BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Kegiatan Transaksi BI-RTGS Perbankan Sumatera Utara Transaksi Kliring Perkembangan Aliran Uang Kartal (Inflow dan Outflow) Temuan Uang Palsu Penyediaan Uang Yang Layak Edar Transaksi Jual Beli UKA dan TC Pada PVA Non Bank...57 BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah Perkembangan Kesejahteraan...62 BAB 7 PERKIRAAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH Perkiraan Ekonomi Perkiraan Inflasi Daerah...67 LAMPIRAN iii

6 Daftar Tabel 1.1. Pertumbuhan Sektor Ekonomi Tahunan Provinsi Sumut (%) Pertumbuhan Ekonomi Sumut Nilai Ekspor Triwulan II Nilai Impor Triwulan II Produk dan Produktivitas Padi Sumut Tingkat Penghunian Kamar Hotel di Sumut (%) Perkembangan Arus Barang di Pelabuhan Belawan (ton) Perkembangan Kegiatan Bank Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional di Bandara Polonia Jumlah Penumpang Dalam Negeri di Pelabuhan Belawan Inflasi Tahunan Sumut menurut Kelompok barang dan jasa (%) Inflasi Triwulanan Sumut menurut Kelompok barang dan jasa (%) Inflasi Tahunan Sumut menurut kota Inflasi Triwulanan Sumut menurut kota Inflasi Triwulanan Sumut menurut kota & kelompok barang & jasa Triwulan II Indikator Utama Perbankan Sumut Suku Bunga Giro, Tabungan, Deposito dan Kredit Perkembangan APBD Sumut 2009 (dalam Rupiah) Realisasi APBD Sumut tahun Transaksi BI-RTGS Perbankan di Wilayah Sumut (RpMiliar) Perkembangan Transaksi Kliring dan Cek/BG Kosong (RpMiliar) Perkembangan Aliran Kas di Wilayah Sumut (RpMiliar) Perkembangan Temuan Uang Palsu di Sumut (Satuan Lembar) Perkembangan Transaksi Jual Beli UKA dan TC (Ribu USD) Indikator Tenaga Kerja Sumut menurut Kegiatan Utama Angkatan Kerja Sumut menurut Lapangan Pekerjaan Utama Angkatan Kerja Sumut menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Pedesaan dan Perkotaan Angkatan Kerja Sumut menurut Status Pekerjaan Utama Perkembangan Nilai Tukar Petani Jumlah Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Sumut Tingkat Penghunian Kamar Hotel Berbintang...70 iv

7 Daftar Grafik 1.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Sumut Perkembangan Kegiatan Usaha di Sumut Indeks Keyakinan Konsumen Komponen Indeks Keyakinan Saat Ini Komponen Indeks Ekspektasi Pertumbuhan Penjualan Elektronik Pertumbuhan Penjualan BBM Penjualan Makanan dan Tembakau Penjualan Perlengkapan Rumah Tangga Penjualan Pakaian dan Perlengkapan Posisi Penyaluran Kredit Konsumsi oleh Bank Umum di Sumut Penyaluran Kredit Baru untuk Konsumsi oleh Bank Umum di Sumut Pengadaan Semen di Sumut Penjualan Bahan Konstruksi Posisi Penyaluran Kredit Investasi oleh Bank Umum di Sumut Perkembangan Nilai Ekspor Impor Perkembangan Volume Ekspor Impor Perkembangan Nilai Ekspor Produk Utama Volume Muat Barang di Pelabuhan Belawan Neraca Perdagangan Sumut Nilai Tukar Petani Sumut Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Pertanian Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Industri Pengolahan Nilai dan Penjualan Pedagang Besar dan Eceran Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor PHR Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Konstruksi Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Pengangkutan & Komunikasi Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Jasa-Jasa Inflasi Tahunan Sumut dan Nasional Inflasi Triwulanan Sumut dan Nasional Inflasi Bulanan Sumut dan Nasional Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan di Sumut Inflasi Triwulanan Kelompok Sandang di Sumut Inflasi Triwulanan Kelompok Pendidikan, Rekreasi & Olahraga di Sumut Inflasi Triwulanan Kelompok Makanan Jadi, minuman, rokok & Tembakau di Sumut Perkembangan Harga Barang dan Jasa Menurut Pengusaha Ekspektasi Pengusaha Terhadap Harga Barang dan Jasa Perkembangan Volume Produksi Perkembangan DPK Perkembangan Struktur DPK Perkembangan Kredit Sumut Struktur Kredit Sumut Perkembangan Kredit menurut sektor ekonomi Perkembangan Kredit UMKM Struktur Kredit UMKM Struktur Kredit Mikro, Kredit Kecil dan Kredit Menengah Perkembangan Kredit UMKM menurut sektor ekonomi...42 v

8 3.10. NPL Gross Cash Ratio Perkembangan Aset, Pembiayaan, DPK Perbankan Syariah FDR Perbankan Syariah Perkembangan Aset, Kredit, DPK BPR LDR BPR Perkembangan Aset, Kredit, DPK Bank Berkantor Pusat di Medan LDR Bank Berkantor Pusat di Medan Perkembangan Transaksi Kliring Grafik Penolakan Cek/BG kosong Perkembangan Aliran Uang Kartal Perkembangan Aliran Kas Perkembangan Jumlah PTTB di Sumut Ekspektasi Konsumen 6 bulan yad Ekspektasi Kegiatan Usaha Triwulan II Ekspektasi Pedagang Eceran terhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Medan...68 vi

9 Daftar Lampiran A. PDRB Triwulanan Provinsi Sumatera Utara Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha B. Pertumbuhan PDRB Triwulanan Provinsi Sumatera Utara Atas Dasar Harga Konstan 2000 vii

10 INDIKATOR Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II MAKRO Indeks Harga Konsumen - Medan Pematangsiantar Sibolga Padangsidempuan Laju Inflasi Tahunan (yoy %) - Medan Pematangsiantar Sibolga Padangsidempuan PDRB - harga konstan (Rp miliar) - Pertanian 6, , , , , , Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan 6, , , , , , Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan 1, , , , , , Perdagangan, Hotel, dan Restoran 4, , , , , , Pengangkutan dan Komunikasi 2, , , , , , Keuangan, Persewaan, dan Jasa 1, , , , , , Jasa-Jasa 2, , , , , , Pertumbuhan PDRB (yoy %) Nilai Ekspor Nonmigas (USD juta) Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton) Nilai Impor Nonmigas (USD juta) Volume Impor Nonmigas (ribu ton) Ket. : Data Ekspor-Impor s.d Mei 2009 TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH INFLASI DAN PDRB , , , , , , , , , , , , , , , ,

11 PERBANKAN Bank Umum : Total Aset (Rp Triliun) DPK (Rp Triliun) Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Giro (Rp Triliun) Tabungan (Rp Triliun) Deposito (Rp Triliun) Kredit (Rp Triliun) berdasarkan lokasi proyek - Modal Kerja Konsumsi Investasi LDR 76.01% 76.01% 82.33% 84.48% 79.03% 73.94% 75.01% Kredit UMKM (Rp Triliun) Kredit Mikro Kredit Modal Kerja Kredit Investasi Kredit Konsumsi Kredit Kecil Kredit Modal Kerja Kredit Investasi Kredit Konsumsi Kredit Menengah Kredit Modal Kerja Kredit Investasi Kredit Konsumsi Total Kredit MKM (Rp Triliun) NPL MKM gross (%) 3.88% 3.96% 3.57% 3.29% 2.85% 3.76% 4.05% BPR: Total Aset (Rp Triliun) DPK (Rp Triliun) Tabungan (Rp Triliun) Deposito (Rp Triliun) Kredit (Rp Triliun) Rasio NPL Gross (%) 8.49% 8.67% 7.88% 6.61% 7.26% 7.95% 7.75% LDR % % % % % % % Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Medan TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH PERBANKAN INDIKATOR 2007

12 Ringkasan Eksekutif

13 RINGKASAN EKSEKUTIF RINGKASAN EKSEKUTIF GAMBBARRAN UMUM Perekonomian Sumut triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh 4,74% (yoy). Memasuki pertengahan tahun 2009, perekonomian Sumatera Utara mengalami pertumbuhan sebesar 4,74% (yoy). Pencapaian ini menunjukkan peningkatan dibandingkan periode sebelumnya. Kondisi ini menunjukkan adanya harapan perbaikan ekonomi (recovery) ke depan, terkait dengan situasi perekonomian global yang sudah mulai mengalami proses pemulihan. Pada triwulan I- 2009, perekonomian Sumut tumbuh sebesar 4,67%. Sementara itu, pada triwulan yang sama tahun lalu (triwulan II-2008), pertumbuhan tercatat sebesar 5,50%. Laju inflasi di Sumut hingga triwulan II-2009 semakin menunjukkan penurunan. Inflasi Sumut pada triwulan II-2009 tercatat sebesar 2,52% (yoy) atau jauh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 6,58%. Angka inflasi Sumut ini masih lebih rendah dibandingkan dengan inflasi Nasional sebesar 3,65%. Sementara itu, secara triwulanan, Sumut mengalami deflasi 0,18%. Angka ini merupakan posisi terendah dari pola historisnya. Perkembangan perbankan di Sumut pada triwulan II-2009 mengindikasikan adanya peningkatan. Hal ini tercermin dari beberapa indikator utama seperti kredit, Dana Pihak Ketiga (DPK), dan LDR triwulan II-2009 yang lebih tinggi dibandingkan triwulan I Fungsi intermediasi perbankan yang salah satunya ditunjukkan melalui Loan to Deposit Ratio (LDR) juga mengalami peningkatan dari 73,94% pada triwulan I-2009 menjadi 75,01% pada triwulan II Pada Februari 2009, jumlah angkatan kerja Sumatera Utara (Sumut) mencapai jiwa, naik jiwa dibandingkan Agustus 2008 atau meningkat jiwa dibandingkan bulan yang sama tahun Penyerapan tenaga kerja Sumut selama kurun waktu setahun (Februari 2008-Februari 2009) mengalami peningkatan. Jumlah penduduk yang bekerja pada Februari meningkat jiwa ( perempuan dan laki-laki). Perekonomian Sumut triwulan III-2009, diperkirakan masih tumbuh positif meskipun terdapat kecenderungan menurun. Hal ini dapat dikonfirmasi dari hasil SKDU, dimana pada triwulan III-2009 diperkirakan indeks akan mencapai 27,62. Faktor internal yang masih menjadi kendala yang berpotensi menurunkan angka pertumbuhan antara lain adalah masalah cuaca, yang dapat mempengaruhi produksi beberapa komoditas, terutama pada tanaman perkebunan. Pada triwulan III-2009, pertumbuhan ekonomi Sumut diproyeksikan akan tumbuh pada kisaran 4,35% - 4,50% (yoy). Dengan perkembangan tersebut, laju pertumbuhan ekonomi Sumut pada viii

14 RINGKASAN EKSEKUTIF tahun 2009 diproyeksikan masih berada pada kisaran 5±1% (yoy). Laju inflasi tahunan Sumut pada triwulan III diperkirakan cenderung menurun seiring dengan makin stabilnya harga-harga kebutuhan pokok. Inflasi Sumut triwulan III-2009 diperkirakan berada pada kisaran 2,5±1% (yoy). Penurunan laju inflasi tersebut terutama akibat pengaruh sejumlah komoditas penting seperti beras belum menunjukkan kenaikan harga yang berarti meskipun sudah melewati puncak panen. Sementara itu, inflasi triwulanan diperkirakan sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yakni dari deflasi 0,18% (qtq) menjadi inflasi antara 0,50±1%. Peningkatan terutama akibat pengaruh musiman yaitu masa liburan sekolah, persiapan tahun ajaran baru dan hari raya keagamaan. PPEERRKEEMBBANGAN EEKONOMI I MAKRRO Memasuki pertengahan tahun 2009, perekonomian Sumatera Utara mengalami pertumbuhan sebesar 4,74% (yoy). Pencapaian ini menunjukkan peningkatan dibandingkan periode sebelumnya. Kondisi ini menunjukkan adanya harapan perbaikan ekonomi (recovery) ke depan, terkait dengan situasi perekonomian global yang sudah mulai mengalami proses pemulihan. Pada triwulan I- 2009, perekonomian Sumut tumbuh sebesar 4,67%. Sementara itu, pada triwulan yang sama tahun lalu (triwulan II-2008), pertumbuhan tercatat sebesar 5,50%. Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Sumut didorong oleh konsumsi pemerintah dan konsumsi rumah tangga yang masingmasing tumbuh sebesar 11,07% dan 9,91%. Selain itu, investasi juga masih tetap mengalami pertumbuhan meskipun relatif rendah, yaitu sebesar 0,60%. Dilihat dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi pada sektor keuangan dan jasa perusahaan yang mencapai 7,51%, sementara sektor pertanian sebagai sektor yang paling mendominasi pangsa perekonomian Sumut, mampu tumbuh sebesar 2,80% mengalami penurunan dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 4,08%. Sementara itu, sektor industri pengolahan yang juga memiliki pangsa cukup tinggi, mengalami pertumbuhan sebesar 4,78% lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 2,70%. Dari sisi penawaran, seiring dengan peningkatan pertumbuhan sektor industri pengolahan yang cukup signifikan, sektor jasa perusahaan sebagai pendukung, juga mengalami pertumbuhan yang relatif baik. Sub sektor bank dan lembaga keuangan lainnya mengalami pertumbuhan tertinggi, diikuti oleh sub sektor jasa perusahaan. Sektor jasa-jasa juga masih mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, terutama didorong oleh sub sektor jasa pemerintahan. Pengeluaran Pemilu dan stimulus fiskal yang lebih besar dikucurkan, telah memberikan dampak yang relatif baik terhadap pertumbuhan sub sektor ini, meskipun pertumbuhannya tidak setinggi triwulan sebelumnya. Sektor perdagangan hotel dan ix

15 RINGKASAN EKSEKUTIF restoran juga mengalami pertumbuhan yang relatif baik, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan III-2009, pertumbuhan ekonomi Sumut diproyeksikan akan tumbuh pada kisaran 4,35% - 4,50% (yoy). Dengan perkembangan tersebut, laju pertumbuhan ekonomi Sumut pada tahun 2009 diproyeksikan masih berada pada kisaran 5±1% (yoy). PPEERRKEEMBBANGAN INFFLLASSI I I Laju inflasi di Sumut hingga triwulan II-2009 semakin menunjukkan penurunan. Inflasi Sumut pada triwulan II-2009 tercatat sebesar 2,52% (yoy) atau jauh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 6,58%. Angka inflasi Sumut ini masih lebih rendah dibandingkan dengan inflasi Nasional yang sebesar 3,65%. Sementara itu, secara triwulanan, Sumut mengalami deflasi 0,18%. Angka ini merupakan posisi terendah dari pola historisnya. Harga barang dan jasa di Sumut pada triwulan III-2009 relatif stabil karena peningkatan tekanan dari faktor eksternal serta kenaikan harga kelompok bahan makanan dapat diimbangi dengan turunnya harga yang diatur oleh pemerintah (administered price), serta penurunan ekspektasi inflasi. Tekanan kenaikan harga di luar negeri (imported inflation) meningkat setelah melewati level terendah pada triwulan sebelumnya. Dari sisi barang yang bergejolak (volatile foods), terjadi kenaikan harga akibat belum terjadi puncak panen padi serta adanya gangguan cuaca. Sementara, pelemahan tekanan inflasi didorong oleh penurunan harga BBM dan cenderung melambatnya tekanan permintaan. Kedua faktor tersebut yang selanjutnya menyebabkan penurunan ekspektasi inflasi dibandingkan triwulan sebelumnya. Laju inflasi tahunan Sumut pada triwulan III diperkirakan cenderung menurun seiring dengan makin stabilnya harga-harga kebutuhan pokok. Inflasi Sumut triwulan III-2009 diperkirakan berada pada kisaran 2,5±1% (yoy). Penurunan laju inflasi tersebut terutama akibat pengaruh sejumlah komoditas penting seperti beras belum menunjukkan kenaikan harga yang berarti meskipun sudah melewati puncak panen. Sementara itu, inflasi triwulanan diperkirakan sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yakni dari deflasi 0,18% (qtq) menjadi inflasi antara 0,50±1%. Peningkatan terutama akibat pengaruh musiman yaitu masa liburan sekolah, persiapan tahun ajaran baru dan hari raya keagamaan. x

16 RINGKASAN EKSEKUTIF PPEERRKEEMBBANGAN PPEERRBBANKAN Perkembangan perbankan di Sumut pada triwulan II-2009 mengindikasikan adanya peningkatan. Hal ini tercermin dari beberapa indikator utama seperti kredit, Dana Pihak Ketiga (DPK), dan LDR triwulan II-2009 yang lebih tinggi dibandingkan triwulan I Fungsi intermediasi perbankan yang salah satunya ditunjukkan melalui Loan to Deposit Ratio (LDR) mengalami peningkatan dari 73,94% pada triwulan I-2009 menjadi 75,01% pada triwulan II Berbeda dengan indikator perbankan lainnya, NPL Sumut justru meningkat dari 3,63% pada triwulan I-2009 menjadi 3,86% pada triwulan II Dari sisi risiko yang dihadapi, perbankan perlu mulai mencermati risiko kredit dan risiko likuiditas, mengingat NPL dan cash ratio mengalami tren yang menurun. PPEERRKEEMBBANGAN KEEUANGAN DAEERRAH Anggaran Pendapatan Pemerintah Provinsi Sumut tahun 2009 ditetapkan sebesar Rp3,25 triliun, meningkat 0,93% (yoy) dibandingkan pendapatan pada tahun sebelumnya yang sebesar Rp3,22 triliun. Perolehan utama atas pendapatan daerah berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp2,10 triliun dengan kontribusi terbesar berasal dari pajak daerah yang diproyeksikan Rp1,95 triliun lebih. Dibanding dengan APBD 2008, alokasi pendapatan yang berasal dari PAD mengalami peningkatan sebesar 10,89%. Kenaikan tersebut diperoleh terutama dari kenaikan pajak daerah yang objek pajaknya terkait dengan keberadaan bahan bakar minyak (BBM). Hingga semester I-2009, realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) baru tercapai sebesar Rp1.503,43 miliar dari total pendapatan yang dianggarkan untuk tahun 2009 sebesar Rp3.249,00. Belanja Pemprovsu sepanjang semester I-2009 sebesar Rp583,05 miliar dari total belanja yang dianggarkan sepanjang tahun 2009 sebesar Rp3.615,98 miliar. Berdasarkan pendapatan dan belanja tersebut, Pemprovsu mengalami surplus sebesar Rp920,38 miliar. PPEERRKEEMBBANGAN SSI ISSTTEEM PPEEMBBAYARRAN Perkembangan transaksi pembayaran non tunai Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) perbankan Sumatera Utara pada triwulan II 2009 mengalami penurunan baik nilai maupun jumlah transaksi. Nilai transaksi BI-RTGS di Provinsi Sumatera Utara yang meliputi wilayah kerja KBI Medan, KBI Pematang Siantar dan KBI Sibolga pada triwulan II 2009 tercatat sebesar Rp milyar xi

17 RINGKASAN EKSEKUTIF atau turun -19,89% bila dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp milyar, dengan jumlah transaksi BI-RTGS yang juga mengalami penurunan sebesar -18,71% dari transaksi pada triwulan II 2008, menjadi transaksi. Aktivitas transaksi non tunai melalui transaksi kliring di wilayah perbankan Sumatera Utara pada triwulan II 2009 mengalami penurunan baik nilai maupun jumlah transaksi. Nilai transaksi kliring di Provinsi Sumatera Utara yang meliputi wilayah kerja KBI Medan, KBI Pematang Siantar dan KBI Sibolga pada triwulan II 2009 tercatat sebesar Rp milyar atau turun -13,81% bila dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp milyar. PPEERRKEEMBBANGAN KEETTEENAGAKEERRJJAAN DAN KEESSEEJJAHTTEERRAAN Pada Februari 2009, jumlah angkatan kerja Sumatera Utara (Sumut) mencapai jiwa, naik jiwa dibandingkan Agustus 2008 atau meningkat jiwa dibandingkan bulan yang sama tahun Penyerapan tenaga kerja Sumut selama kurun waktu setahun (Februari 2008-Februari 2009) mengalami peningkatan. Jumlah penduduk yang bekerja pada Februari meningkat jiwa ( perempuan dan laki-laki). Peningkatan jumlah penduduk yang bekerja disertai dengan penurunan jumlah pengangguran. Pada Februari 2009, jumlah pengangguran sebesar jiwa yang berarti menurun jiwa dibandingkan Agustus 2008 atau menurun jiwa dibandingkan Februari Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sumut pada Februari 2009 sebesar 69,98%, atau meningkat sebesar 2,54% dibandingkan TPAK pada Februari TPAK penduduk perempuan pada Februari 2009 sebesar 57,26%, atau meningkat signifikan dibandingkan Februari 2008 sebesar 3,96%, sedangkan TPAK penduduk laki-laki pada Februari 2009 sebesar 83,06%, hanya meningkat sebesar 0,98% dibandingkan Februari Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menurun dari 9,55% pada Februari 2008 menjadi 8,25% pada Februari TPT penduduk perempuan pada Februari 2009 sebesar 10,38% dan TPT penduduk laki-laki sebesar 6,74%. Jumlah penganggur yang berada di perkotaan sebesar 56,50%, sisanya sebesar 43,50% berada di pedesaan. PPRROSSPPEEK PPEERREEKONOMI IAN Perkiraan Ekonomi Perekonomian Sumut triwulan III-2009, diperkirakan masih tumbuh positif meskipun terdapat kecenderungan menurun. Hal ini dapat dikonfirmasi dari hasil SKDU, dimana pada triwulan III-2009 xii

18 RINGKASAN EKSEKUTIF diperkirakan indeks akan mencapai 27,62. Faktor internal yang masih menjadi kendala yang berpotensi menurunkan angka pertumbuhan antara lain adalah masalah cuaca, yang dapat mempengaruhi produksi beberap akomoditas, terutama pada tanaman perkebunan. Sebagaimana dirilis oleh Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo), produksi karet diperkirakan akan mengalami penurunan. Penurunan ini disebabkan oleh dampak perubahan iklim sehingga berpotensi menyebabkan munculnya dua kali musim gugur daun. Hal ini masih ditambah dengan adanya ancaman El Nino yang kemudian berubah menjadi La Nina dengan konsekuensi akan merusaka musim tanam dan produksi berbagai komoditas pertanian lainnya, termasuk perikanan. Di sisi lain, pada triwulan III-2009 terdapat hari raya keagamaan, sehingga diperkirakan permintaan dalam negeri juga akan banyak meningkat. Peningkatan ini terutama untuk konsumsi bahan makanan, makanan jadi, sandang dan peningkatan komunikasi serta transportasi. Pada triwulan III-2009, pertumbuhan ekonomi Sumut diproyeksikan akan tumbuh pada kisaran 4,35% - 4,50% (yoy). Dengan perkembangan tersebut, laju pertumbuhan ekonomi Sumut pada tahun 2009 diproyeksikan masih berada pada kisaran 5±1% (yoy). Perkiraan Inflasi Daerah Laju inflasi tahunan Sumut pada triwulan III diperkirakan cenderung menurun seiring dengan makin stabilnya harga-harga kebutuhan pokok. Inflasi Sumut triwulan III-2009 diperkirakan berada pada kisaran 2,5±1% (yoy). Penurunan laju inflasi tersebut terutama akibat pengaruh sejumlah komoditas penting seperti beras belum menunjukkan kenaikan harga yang berarti meskipun sudah melewati puncak panen. Sementara itu, inflasi triwulanan diperkirakan sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yakni dari deflasi 0,18% (qtq) menjadi inflasi antara 0,50±1%. Peningkatan terutama akibat pengaruh musiman yaitu masa liburan sekolah, persiapan tahun ajaran baru dan hari raya keagamaan. xiii

19 BAB I Perkembangan Ekonomi Makro Regional

20 Perkembangan Ekonomi Makro Regional BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMII MAKRO REGIIONAL 1.1. KONDISI UMUM Memasuki pertengahan tahun 2009, perekonomian Sumatera Utara mengalami pertumbuhan sebesar 4,74% (yoy). Pencapaian ini menunjukkan peningkatan dibandingkan periode sebelumnya. Kondisi ini menunjukkan adanya harapan perbaikan ekonomi (recovery) ke depan, terkait dengan situasi perekonomian global yang sudah mulai mengalami proses pemulihan. Pada triwulan I-2009, perekonomian Sumut tumbuh sebesar 4,67%. Sementara itu, pada triwulan yang sama tahun lalu (triwulan II-2008), pertumbuhan tercatat sebesar 5,50%. Perbaikan ekonomi yang pada awalnya diharapkan akan terjadi pada triwulan III atau IV 2009, nampaknya dapat tercapai lebih cepat. Meskipun demikian, berbagai tantangan dan risiko eksternal masih cukup tinggi. Kondisi ini antara lain terkait dengan fluktuasi harga komoditas ekspor, sehingga menambah resiko faktor ketidakjelasan dan ketidakpastian usaha. Selain itu, kegiatan ekonomi di negara-negara maju dan negaranegara tujuan utama ekspor Sumatera Utara juga belum pulih sepenuhnya sehingga masih memberikan tekanan pada rendahnya permintaan ekspor. Serangkaian kondisi di atas, masih menyisakan kerentanan pada sub sektor perkebunan, terutama pada komoditas karet dan kelapa sawit, sebagai komoditas andalan ekspor Sumatera Utara. Di sisi lain, harapan terang muncul dari masih baiknya pertumbuhan ekonomi beberapa negara mitra dagang di kawasan Asia, seperti India dan Cina. Dilihat dari faktor internal, perbaikan ekonomi terjadi karena masih baiknya permintaan domestik yang berimbas pada terserapnya hasil produksi. Kapasitas utilisasi manufaktur masih dapat dipertahankan pada level yang cukup baik, meskipun sempat terjadi pengurangan pada beberapa periode sebelumnya. Laju inflasi juga terus membaik, dengan sentimen penurunan yang cukup signifikan. Bahkan, terjadi tren deflasi selama beberapa bulan terakhir. Di sisi lain, tidak terdapat faktor seasonal yang cukup berarti dalam memberikan tekanan harga, sehingga pada triwulan II-2009, inflasi relatif terkendali. Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Sumut didorong oleh konsumsi pemerintah dan konsumsi rumah tangga yang masing-masing tumbuh sebesar 11,07% 1

21 Perkembangan Ekonomi Makro Regional dan 9,91%. Selain itu, investasi juga masih tetap mengalami pertumbuhan meskipun relatif rendah, yaitu sebesar 0,60%. Dilihat dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi pada sektor keuangan dan jasa perusahaan yang mencapai 7,51%, sementara sektor pertanian sebagai sektor yang paling mendominasi pangsa perekonomian Sumut, mampu tumbuh sebesar 2,80% mengalami penurunan dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 4,08%. Sementara itu, sektor industri pengolahan yang juga memiliki pangsa cukup tinggi, mengalami pertumbuhan sebesar 4,78% lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 2,70%. Grafik 1.1. Grafik 1.2. Laju Pertumbuhan Ekonomi Sumut Perkembangan Kegiatan Usaha % % I II III IV I II III IV I II I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber : BPS Sumut & KBI Medan Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), KBI Medan Kegiatan konsumsi masih menjadi penggerak utama ekonomi, dengan pangsa sebesar 73,09%. Tingginya kontribusi tersebut, saat ini menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi, di tengah masih lemahnya permintaan ekspor akibat faktor ekternal. Konsumsi terutama berupa konsumsi rumah tangga yang porsinya mencapai 63,84%. Sementara itu, konsumsi pemerintah relatif stabil pada kisaran 9%. Rendahnya laju inflasi selama triwulan I-II 2009, diharapkan akan menjadi trigger peningkatan konsumsi, terutama konsumsi rumah tangga. Hal ini menjadi salah satu pendorong utama perbaikan ekonomi. Keyakinan konsumen yang relatif membaik, juga memberikan harapan bahwa konsumsi berbagai barang tahan lama (durable goods) juga akan meningkat. Meskipun lambat, investasi masih tetap tumbuh. Terkait dengan realisasi anggaran yang masih rendah, pertumbuhan investasi pemerintah masih relatif tidak banyak mengalami 2

22 Perkembangan Ekonomi Makro Regional perubahan yang berarti. Sesuai dengan siklus anggaran, seharusnya pada pertengahan tahun realisasi investasi sudah mulai dikucurkan. Namun, nampaknya kebijakan anggaran yang diambil masih belum banyak memberikan peluang bagi realisasi yang lebih cepat. Masih terdapat hambatan struktural yang menyebabkan realisasi anggaran terkendala dan tidak merata pada setiap triwulan. Kecenderungan penumpukan realisasi pada semester II masih terus terjadi. Dari sisi penawaran, seiring dengan peningkatan pertumbuhan sektor industri pengolahan yang cukup signifikan, sektor jasa perusahaan sebagai pendukung, juga mengalami pertumbuhan yang relatif baik. Sub sektor bank dan lembaga keuangan lainnya mengalami pertumbuhan tertinggi, diikuti oleh sub sektor jasa perusahaan. Sektor jasa-jasa juga masih mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, terutama didorong oleh sub sektor jasa pemerintahan. Pengeluaran Pemilu dan stimulus fiskal yang lebih besar dikucurkan, telah memberikan dampak yang relatif baik terhadap pertumbuhan sub sektor ini, meskipun pertumbuhannya tidak setinggi triwulan sebelumnya. Sektor perdagangan hotel dan restoran juga mengalami pertumbuhan yang relatif baik, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Tabel 1.1. Pertumbuhan Sektor Ekonomi Tahunan Provinsi Sumut (%) Sumber : BPS Sumut dan KBI Medan 1.2. SISI PERMINTAAN Perekonomian Sumut pada triwulan II-2009 tumbuh sebesar 4,74%, meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (4,67%). Sumber pertumbuhan ekonomi berasal dari peningkatan konsumsi dan investasi. Kegiatan ekspor impor juga memberikan pengaruh bagi peningkatan pertumbuhan. 3

23 Perkembangan Ekonomi Makro Regional Tabel I.2. Pertumbuhan Ekonomi Sumut (% yoy) Sumber : BPS Sumut dan KBI Medan 1. Konsumsi Pada triwulan II-2009 konsumsi Sumut tumbuh 10,06%, relatif tidak jauh berbeda dibandingkan dengan triwulan sebelumnya 10,24%. Penurunan daya beli dan ekpektasi konsumsi yang sempat dialami oleh konsumen akibat sentimen gejolak keuangan global, terjawab dengan peningkatan pasokan barang dan jasa yang memadai. Bahkan terjadi berbagai skema penurunan harga yang berimbas pada terjaganya tingkat konsumsi masyarakat. Efek ini juga terlihat dari tren deflasi yang terjadi pada beberapa bulan belakangan selama semester I Saat ini, keyakinan konsumen juga terus menguat dan telah berada pada level optimis. Indeks untuk konsumsi barang-barang tahan lama, yang biasanya selalu sangat rendah, kali ini menunjukkan adanya peningkatan yang cukup berarti. Pembiayaan konsumsi yang diperoleh dalam bentuk kredit dari bank juga sedikit mengalami peningkatan dibandingkan triwulan lalu. Salah satu indikator konsumsi yang cukup menggembirakan adalah, Indeks keyakinan konsumen telah berada pada level yang optimis (nilai indeks di atas 100), sejak awal triwulan II Indeks ini terakhir kali berada pada level optimis pada bulan Mei Selama tiga bulan berturut-turut, nilai indeks adalah 102,83 di bulan April, 104,29 di bulan Mei dan 109,79 di bulan Juni. Optimisme konsumen terutama didorong oleh keyakinan akan peningkatan penghasilan, perbaikan kondisi ekonomi dan ketersediaan lapangan kerja di masa mendatang yang akan semakin memadai. Keberhasilan Pemilu legislatif yang relatif aman dan tidak menimbulkan dampak sosial luas, juga menjadi pemicu peningkatan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi yang semakin kondusif. Sementara 2 (dua) indikator lain yang masih berada pada level pesimis adalah ketepatan waktu pembelian 4

24 Perkembangan Ekonomi Makro Regional barang tahan lama dan ketersediaan lapangan kerja saat ini. Meskipun demikian, kedua indikator tersebut relatif membaik dibandingkan periode sebelumnya. Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.4. Komponen Indeks Keyakinan Saat Ini Penghasilan saat ini Pembelian brg tahan lama Sumber : Survei Konsumen, KBI Medan Sementara itu, indeks ekspektasi konsumen maupun indeks kondisi perekonomian menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan posisi triwulan sebelumnya. Semenjak akhir Desember 2008 hingga Juni 2009, keyakinan konsumen akan kondisi perekonomian terkini menunjukkan optimisme yang kian menguat. Di tengah kondisi perekonomian global yang masih belum sepenuhnya pulih, kedua indikator ini menjadi kabar gembira yang diharapkan akan berimbas pada peningkatan perilaku konsumsi dan perbaikan daya beli masyarakat. Grafik 1.5. Komponen Indeks Ekspektasi Grafik 1.6. Pertumbuhan Penjualan Elektronik Rp Juta % Ekspektasi penghasilan Ekspektasi kondisi perekonomian Pertumbuhan (yoy) Penjualan Elektronik Pertumbuhan (yoy) Sumber : Survei Konsumen, KBI Medan Sumber : Survei Penjualan Eceran, KBI Medan Meskipun masih berada pada level pesimis, konsumsi barang tahan lama (durable goods) seperti elektronik masih menunjukkan pertumbuhan pada triwulan laporan. Hal ini diindikasikan oleh perkembangan penjualan elektronik di Sumut yang mulai meningkat 5

25 Perkembangan Ekonomi Makro Regional setelah mengalami penurunan pada Agustus Meskipun perkiraan penjualan elektronik pada bulan Juni 2009 mengalami penurunan dibandingkan dengan bulan Juni 2008, namun terdapat kecenderungan menguat sejak Februari Grafik I.7. Pertumbuhan Penjualan BBM Grafik I.8. Penjualan Makanan&Tembakau % Rp juta Pertumbuhan (yoy) Penjualan BBM Rp juta % Penjualan Makanan dan Tembakau Pertumbuhan (yoy) Sumber : Survei Penjualan Eceran, KBI Medan Sementara itu, konsumsi non durable goods (makanan dan non makanan) mengalami sedikit penurunan. Berdasarkan Survei Penjualan Eceran (SPE) di Kota Medan, penjualan kelompok makanan dan tembakau tumbuh -0,25% (qtq), namun jika dibandingkan tahun sebelumnya tercatat mengalami peningkatan sebesar 0,05%. Sementara, penjualan BBM dan penjualan perlengkapan rumah tangga tumbuh masing-masing sebesar 2,07% dan 0,18%. Penjualan pakaian dan perlengkapannya justru mengalami penurunan sebesar 24,48% (qtq). Hal ini terkait dengan pola seasonal, di mana peningkatan pembelian pakaian akan terjadi menjelang tahun ajaran baru dan hari raya keagamaan. Grafik I.9. Penjualan Perlengkapan RT Grafik I.10. Penjualan Pakaian&Perlengkapan % Rp Juta Rp Juta % Pertumbuhan (yoy) Penjualan Perlengkapan RT Penjualan Pakaian & Perlengkapannya Pertumbuhan (yoy) Sumber : Survei Penjualan Eceran, KBI Medan 6

26 Perkembangan Ekonomi Makro Regional Dari sisi sumber pembiayaan yang berasal dari bank umum di Sumut, penyaluran kredit baru untuk jenis penggunaan konsumsi pada triwulan II-2009 mencapai Rp893,46 miliar, atau turun sekitar 29,97% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Meskipun demikian, nilai outstanding kredit konsumsi tetap meningkat, saat ini tercatat sebesar Rp17,14 triliun. Grafik I.11. Posisi Penyaluran Kredit Konsumsi oleh Bank Umum di Sumut Rp Triliun % I II III IV I II III IV I II posisi kredit Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Medan - Grafik I.12. Penyaluran Kredit Baru untuk konsumsi oleh Bank Umum di Sumut jumlah kredit pertumbuhan (yoy) Rp Miliar I II III IV I II III IV I II III IV I II % 1,400 1,200 1, Investasi Total investasi pada triwulan II-2009 tumbuh 0,60% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan I-2009 sebesar 6,48% (yoy). Berdasarkan data dari Badan Promosi dan Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi dalam bentuk Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar USD127,3 juta dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp382,7 milyar. Sementara, pada triwulan laporan (data sampai dengan Februari) realisasi PMA tercatat sebesar USD1,8 juta dan PMDN sebesar Rp14,4 milyar. Rencana diterapkannya layanan terpadu satu pintu diharapkan akan menjadi daya tarik tersendiri sekaligus meningkatkan daya saing Sumut dalam menggaet investasi, baik domestik maupun asing. Selama ini, telah banyak keluahan yang timbul akibat prosedur yang cenderung berbelit dan membutuhkan waktu serta biaya yang tidak sedikit dalam pengurusan investasi. 7

27 Perkembangan Ekonomi Makro Regional Grafik I.13. Pengadaan Semen di Sumut % Ribu Ton Pengadaan Semen (kanan) Pertumbuhan (yoy) Sumber : Asosiasi Semen Indonesia Grafik I.14. Penjualan Bahan Konstruksi Penjualan Bahan Konstruksi Pertumbuhan (yoy) Rp Juta Sumber : Survei Penjualan Eceran, KBI Medan % Investasi pada sektor bangunan terlihat mengalami peningkatan, antara lain tercermin pada penjualan semen di Sumut selama triwulan II-2009 yang mencapai 591 ribu ton, atau meningkat 7,93% (qtq). Hal tersebut juga terkonfirmasi melalui Survei Penjualan Eceran, di mana indeks penjualan bahan konstruksi mengalami peningkatan. Faktor yang menyebabkan peningkatan penjualan semen antara lain adalah makin tingginya kegiatan konstruksi dan properti di pertengahan tahun. Realisasi belanja pembangunan yang dianggarkan oleh pemerintah juga mengalami peningkatan, sehingga mulai memberikan pengaruh terhadap peningkatan permintaan bahan-bahan konstruksi. Grafik I.15. Posisi Penyaluran Kredit Investasi oleh Bank Umum di Sumut Rp Triliun posisi kredit pertumbuhan (yoy) I II III IV I II III IV I II % Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Medan 8

28 Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sementara itu, investasi yang saat ini menjadi perhatian Pemerintah Sumut ialah pembangunan bandara sekaligus jalan tol Kualanamu yang diharapkan dapat diselesaikan secara tepat waktu pada pertengahan Investasi lain yang sedang dilirik adalah pembangunan pembangkit listrik guna mengatasi defisit daya yang masih terus terjadi. 3. Ekspor Impor Perlambatan laju perekonomian dunia, berimbas antara lain terhadap laju perdagangan internasional. Penurunan daya beli masyarakat negara-negara maju, menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi pola ekspor impor negara-negara berkembang, sebagaimana Indonesia. Penurunan daya beli tersebut, juga berimbas pada permintaan komoditas asal Sumut. Pada tahun 2008, nilai ekspor Sumut mampu tumbuh 31,51%, namun pada triwulan II diperkirakan mengalami kontraksi sampai dengan -31,76% (yoy). Pencapaian tersebut membaik dibandingkan triwulan I-2009 sebesar -46,14%. Di sisi lain, volume ekspor triwulan II-2009 justru mengalami peningkatan sebesar 14,54% (yoy) dari 1,19 ribu ton menjadi 1,36 ribu ton. Memperhatikan kondisi tersebut, kinerja ekspor Sumut dapat dinilai relatif membaik meskipun masih terkendala oleh harga berbagai komoditas yang sangat fluktuatif yang berdampak pada nilai ekspor. Sebagaimana periode-periode sebelumnya, ekspor terbesar disumbangkan oleh produk minyak hewan, nabati dan Crude Palm Oil (CPO), dengan nilai mencapai USD518,96 juta (50,28% dari total ekspor), diikuti oleh ekspor karet yang mencapai USD139,53 juta atau 13,52% dari total ekspor. Komoditas lainnya seperti kelompok aluminium, kelompok kopi, teh dan rempah serta kelompok kayu masing-masing memberikan sumbangan sebesar 3,96%, 3,26% dan 3,01% terhadap total nilai ekspor Sumut. Mulai membaiknya kinerja ekspor, meskipun masih lebih lambat dibandingkan kinerja tahun lalu, disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia yang masih belum sepenuhnya pulih. Salah satu produk yang masih mengalami tekanan cukup besar adalah produk-produk manufaktur. Meskipun kapasitas utilisasi semakin ditingkatkan, namun belum mencapai maksimum. Kendala permintaan yang belum sepenuhnya normal, harga bahan baku impor dan persaingan usaha merupakan rangkaian kendala yang dominan dihadapi. Menyikapi hal tersebut maka industri manufaktur telah 9

29 Perkembangan Ekonomi Makro Regional menerapkan berbagai efisiensi dan sangat terbantu dengan harga BBM yang tidak mengalami kenaikan. Di sisi lain, isu PHK dan perumahan karyawan yang sempat merebak beberapa waktu lalu, tidak lagi terjadi. Grafik I.16. Perkembangan Nilai Ekspor & Impor USD Nilai Ekspor Nilai Impor 1,000,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, Sumber : BI Grafik I.17. Perkembangan Volume Ekspor & Impor Kg Volume Ekspor Volume Impor 1,000,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, Produk utama ekspor masih didominasi oleh produk manufaktur dengan pangsa hingga 82,92% dari total nilai ekspor. Komoditas ekspor produk manufaktur yang utama tetap berupa produk makanan dan minuman (pangsa 54,94%), diikuti produk-produk kimia (pangsa 10,04%). Grafik I.18. Perkembangan Nilai Ekspor Produk Utama Tabel I.3. Nilai Ekspor Triwulan II-2009* USD 600,000, ,000, ,000, ,000,000 Mnyk hwn,nabati,cpo Karet Alumunium Kayu Kopi,Teh,Rempah 200,000, ,000, Sumber : BI *data s/d Mei 2009 Impor Sumut mengalami penurunan terkait dengan menurunnya impor bahan baku industri manufaktur. Nilai impor Sumut triwulan II-2009 (April-Mei 2009) mencapai 10

30 Perkembangan Ekonomi Makro Regional USD332,33 juta, atau menurun -35,49% (yoy). Impor Sumut didominasi oleh impor barang modal/bahan baku dengan nilai mencapai USD298,30 juta. Bahan baku yang diimpor terutama yang berguna untuk mendukung kegiatan produksi dengan komponen impor tinggi seperti industri kimia dan industri barang dari logam. Sebagaimana periode-periode sebelumnya, maka produk-produk yang mendominasi impor Sumut pada triwulan II-2009 ini yaitu Kimia dan Bahan dari Kimia (pangsa 19,32%), Logam Dasar (pangsa 11,80%) dan Produk Makanan dan Minuman (pangsa 16,86%). Sementara itu, nilai impor produk-produk pertanian Sumut periode April-Mei 2009 tercatat sebesar USD22,51 juta atau setara dengan 8,46% dari total impor. Di sisi lain, impor dari barang-barang tambang relatif cukup kecil dengan nilai sebesar USD5,78 juta setara dengan 1,78% dari total impor Sumut. Tabel I.4. Nilai Impor Triwulan II-2009* Sumber : BI *data sampai dengan Februari 2009 Selain penurunan nilai, volume impor juga mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun Menyikapi kondisi perdagangan internasional saat ini, sudah saatnya Sumut melakukan pembenahan internal terhadap rantai produksi, terutama untuk produk-produk unggulan. Selain perubahan pada orientasi pemasaran, diperlukan juga perubahan struktural dan mendasar pada aspek kualitas dan jaminan ketersediaan produk. Sebagaimana diketahui, Sumut memiliki keunggulan dalam produk-produk setengah jadi yang berasal dari perkebunan, misalnya karet dan produk olahan dari kelapa sawit. 11

31 Perkembangan Ekonomi Makro Regional Untuk itu, perlu dilakukan upaya peningkatan nilai tambah dengan melakukan peningkatan standar produk dan pengolahan lebih lanjut menjadi barang jadi. Ancaman persaingan dari kawasan regional semakin menguat, misalnya pada produk kelapa sawit, di mana saat ini Malaysia dan Vietnam juga tengah gencar melakukan pengembangan komoditas kelapa sawit. Jika tidak dilakukan program pengembangan perkebunan terpadu maka daya saing produk sawit asal Sumut akan menurun dan kalah bersaing dengan produk-produk negara tetangga tersebut. Pengembangan dapat dilakukan dalam skema revitalisasi perkebunan (revbun) yang diharapkan akan berdampak luas pada peremajaan tanaman dan perbaikan struktur bisnis. Meskipun dengan kecenderungan penurunan baik pada komponen ekspor maupun impor, neraca perdagangan (trade balance) Sumut masih berada dalam kondisi surplus. Nilai neraca perdagangan pada Maret 2009 tercatat sebesar USD324,4 juta, sementara pada Mei 2009 tercatat sebesar USD375,50 juta. Grafik I.19. Volume Muat Barang di Pelabuhan Belawan Grafik I.20. Neraca Perdagangan Sumut 800, , , , , , , , , ,000 80,000 60,000 40,000 20,000 Bongkar Muat (Axis kanan) 0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr May Juta USD Sumber : BPS Sumut dan BI SISI PENAWARAN Perekonomian Sumut triwulan II-2009 pada sisi penawaran masih didominasi oleh tiga sektor non primer yaitu sektor jasa keuangan, sektor jasa-jasa, sektor pengangkutan dan komunikasi yang masing-masing tumbuh 7,51%, 6,40% dan 5,56 % (yoy). Sementara itu, sektor dengan pangsa tertinggi yaitu sektor pertanian pada triwulan laporan menunjukkan penurunan pertumbuhan menjadi sebesar 2,80% (yoy). 12

32 Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sektor lainnya tumbuh cukup variatif, seperti sektor perdagangan, hotel dan restoran yang tumbuh sebesar 6,14%, sektor Listrik Gas dan Air (LGA) tumbuh 5,28% serta sektor industri pengolahan tumbuh sebesar 4,78%. Sejalan dengan sektor pertambangan dan penggalian yang terkontraksi, pertumbuhan sub sektor industri migas juga mengalami kontraksi sebesar -1,82%. Sementara sub sektor industri non migas masih mampu tumbuh sebesar 4,81%. Dari sub sektor industri non migas, pertumbuhan masih bersumber dari pertumbuhan industri kertas dan barang cetakan, terkait dengan pelaksanaan kampanye dan Pemilu Industri tekstil dan sablon juga mengalami peningkatan yang diakibatkan oleh kegiatan tersebut. Sementara itu, sektor yang mengalami pertumbuhan negatif adalah sektor pertambangan dan penggalian, yaitu sebesar -1,74%. Penyebab utamanya adalah penurunan pada sub sektor minyak dan gas bumi. 1. Sektor Pertanian Pertumbuhan sektor pertanian mengalami perlambatan, yaitu menjadi 2,80%, setelah pada periode sebelumnya mencapai 4,08%. Sebagaimana triwulan sebelumnya, kinerja sub sektor peternakan masih yang tertinggi, dengan pertumbuhan mencapai 6,23%. Sementara itu, subsektor perkebunan juga mengalami pertumbuhan meskipun hanya sebesar 1,48%.Harga jual tandan buah segar (TBS) kelapa sawit dan karet mentah yang masih cukup fluktuatif menyebabkan sub sektor ini masih belum mampu menunjukkan pertumbuhan yang optimal. Di sub sektor tanaman bahan makanan, berakhirnya masa panen raya padi menyebabkan pertumbuhan secara triwulanan terkontraksi -12,38%. Meskipun demikian, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, sub sektor ini masih mampu tumbuh sebesar 2,34%. Masih tingginya curah hujan di Sumut berakibat pada bergesernya musim tanam serta meningkatnya serangan berbagai hama penyakit. Meningkatnya pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan II-2009, mulai diikuti dengan peningkatan tingkat kesejahteraan petani, yang tercermin dalam nilai tukar petani (NTP). NTP digunakan sebagai salah satu pendekatan mengukur kesejahteraan 13

33 Perkembangan Ekonomi Makro Regional petani. NTP pada bulan Mei 2009 tercatat sebesar 100,96 yang merupakan pencapaian tertinggi sepanjang tahun Grafik I.21. Nilai Tukar Petani Sumut % Nilai TukarPetani (axis kanan) Pertumbuhan (yoy) Sumber : BPS, Sumut Berdasarkan sub kelompoknya, NTP pada pertanian hortikultura masih merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 109,70 diikuti perikanan sebesar 102,71 serta perkebunan rakyat sebesar 101,98. Sementara, sub sektor lainnya masih berada di bawah 100, seperti tanaman pangan (97,21) dan peternakan (99,48). Berdasarkan Angka Ramalan (ARAM) II 2009, produktivitas padi diperkirakan akan mengalami kenaikan dari 4,46 ton per hektar menjadi 4,48 ton per hektar. Di sisi lain, luas lahan pertanian padi juga mengalami peningkatan dari 748 ribu hektar menjadi 772 ribu hektar. Di seluruh wilayah Sumatera, lahan pertanian di Sumut adalah yang terluas, mencapai 22,39% dari total lahan. Dengan peningkatan luas lahan sekaligus produktivitas hasil tanaman, maka pada tahun 2009 diperkirakan produksi tanaman padi Sumut akan mencapai 3,46 juta ton atau mengalami peningkatan sebesar 3,71% dibandingkan tahun Angka ini sama dengan angka pertumbuhan nasional yang diperkirakan sebesar 3,71%. Meningkatnya produksi beras tahun 2009, akan menjadikan jaminan adanya surplus beras di Sumut, mengingat kebutuhan seluruh penduduk Sumut diperkirakan hanya sebesar 1,78 juta ton (dengan asumsi kebutuhan 136,74 kg/kapita/tahun). 14

34 Perkembangan Ekonomi Makro Regional Tabel I.5. Produk dan Produktivitas Padi Sumut 2009 : Angka Ramalan II Sumber : BPS Pertumbuhan sektor pertanian juga sejalan dengan penyaluran kredit perbankan ke sektor ini yang meningkat 7,37% (yoy). Nilai kredit ke sektor pertanian mencapai Rp9,76 triliun, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp9,09 triliun. Grafik I.22. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Pertanian % Rp Triliun posisi kredit pertumbuhan (yoy) I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Medan Sektor Industri Pengolahan Pada triwulan II-2009, sektor industri tumbuh 4,78% (yoy), meningkat dibandingkan dengan triwulan I-2009 (2,70%). Beberapa faktor yang diyakini berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan di sektor industri, antara lain adalah mulai membaiknya perekonomian internasional, yang berimbas pada peningkatan permintaan produk industri dan manufaktur Sumut. Situasi dalam negeri juga tidak seburuk yang diprediksi sebelumnya, bahkan telah nampak adanya perbaikan pertumbuhan yang cukup signifikan. Meskipun kapasitas utilisasi belum mencapai 100%, namun tanda-tanda perbaikan ekonomi terus berlanjut. Bahkan, pada beberapa industri telah merencanakan untuk 15

35 Perkembangan Ekonomi Makro Regional menambah investasi berupa mesin dan peralatan guna meningkatkan kapasitas produksinya. Nuansa ini jelas sangat berbeda dibandingkan dengan triwulan IV-2008 maupun triwulan I-2009, di mana sebagian industri justru berencana untuk melakukan pengurangan karyawan, meskipun tidak secara masif. Pertumbuhan pada sektor industri terutama disumbangkan oleh sub sektor industri non migas, yang mencapai 4,81%, sementara indutri migas justru terkontraksi sebesar 1,82%. Kontraksi ini sejalan dengan pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian yang juga terkontraksi. Pemilu Legislatif dan persiapan Pemilu Presiden 2009, telah memberikan efek meningkatnya permintaan barang-barang cetakan dan tekstil, seperti pamflet, poster, baliho, kaos dan lain-lain. Industri kertas dan barang cetakan, serta industri tekstil menjadi penyumbang terbesar pertumbuhan sub sektor industri non migas. Rp Triliun Grafik I.23. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Industri Pengolahan % posisi kredit pertumbuhan (yoy) I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Medan Meskipun sektor industri pengolahan mengalami pertumbuhan yang cukup baik, namun pada posisi triwulan II-2009, kredit bagi sektor industri pengolahan justru mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebeklumnya, dari Rp17,08 triliun menjadi Rp16,08 triliun. Penurunan ini, diyakini hanya bersifat sementara, mengingat beberapa industri masih mengutamakan konsolidasi berupa pembenahan internal dan efisiensi produksi, guna mencapai efisiensi. Ekspansi usaha masih bersifat terbatas dan penggunaan sumberdaya dan bahan baku cadangan lebih diutamakan. 16

36 Perkembangan Ekonomi Makro Regional 3. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Meskipun secara triwulanan sektor PHR pada triwulan II-2009 diperkirakan mengalami kontraksi sebesar 0,90% (qtq), namun secara tahunan sektor ini mampu tumbuh sebesar 6,14% (yoy). Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sub sektor restoran yang mencapai 12,67%. Sementara sub sektor hotel mencapai 7,76% diikuti sub sektor perdagangan 5,40%. Maraknya pembukaan restoran-restoran baru dan wisata kuliner, menjadi pemicu pertumbuhan sub sektor hotel melesat dibandingkan sub sektor lainnya. Fenomena ini telah terjadi sejak akhir tahun 2008, bahkan pada triwulan I-2009 pun, sub sektor restoran mengalami pertumbuhan sebesar 11,50% (yoy). Tingkat hunian hotel rata-rata (hotel bintang) di Sumut selama bulan April-Juni 2009 berkisar antara 31,77% - 39,65%. Menurunnya tingkat hunian, disebabkan faktor musiman, di mana tidak terdapat hari raya keagamaan yang cenderung akan meningkatkan tingkat hunian hotel. Diperkirakan mulai triwulan III sampai dengan triwulan IV, tingkat hunian akan kembali membaik, seiring dengan kegiatan-kegiatan pertemuan, konvensi maupun eksibisi yang akan kembali marak. Selain itu, tingkat persaingan antar hotel yang semakin ketat juga menyebabkan tingkat hunian untuk sementara akan menurun. Pertumbuhan sub sektor perdagangan dan eceran sebesar 5,40%, mengalami peningkatan dibandingkan periode sebelumnya sebesar 4,12%. Hasil Survei Penjualan eceran (SPE) menunjukkan bahwa pada triwulan II-2009 penjualan pedagang besar dan eceran meningkat sekitar 36,27% (yoy) atau mencapai Rp48,65 miliar. Tabel I.6. Tingkat Penghunian Kamar Hotel di Sumut (%) Sumber : BPS, Sumut 17

37 Perkembangan Ekonomi Makro Regional Grafik I.24. Nilai Penjualan Pedagang Besar dan Eceran Rp Juta 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 0 % Penjualan PedagangBesar & Eceran Pertumbuhan (% yoy) Grafik I.25. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor PHR % Rp Triliun I II III IV I II III IV I II III IV I II posisi kredit pertumbuhan (yoy) Sumber : Survei Penjualan Eceran, KBI Medan Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Medan Dari sisi pembiayaan, penyaluran kredit ke sektor perdagangan, hotel, dan restoran tumbuh 18,89% (yoy), masih lebih rendah jika dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I-2009 dan triwulan IV-2008 yang masing-masing sebesar 34,12% dan 39,80%. Posisi kredit bank umum di Sumut ke sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada Juni 2009 mencapai Rp16,87 triliun yang didominasi oleh kredit ke subsektor perdagangan eceran. Tabel I.7. Perkembangan Arus Barang di Pelabuhan Belawan (Ton) Sumber : BPS Sumut 4. Sektor Keuangan Pada triwulan II-2009, sektor keuangan mengalami pertumbuhan sebesar 7,51% (yoy), meningkat dibandingkan dengan triwulan I-2009 (6,70%). Beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan di sektor ini adalah kegiatan usaha sektor riil yang kian dinamis serta meningkatnya nilai tambah sektor keuangan karena peningkatan pendapatan kotor (gross output). Di sisi lain, fungsi intermediasi perbankan relatif juga 18

38 Perkembangan Ekonomi Makro Regional membaik, sekaligus diikuti dengan penurunan kredit bermasalah (Non Performing Loans/NPL ). Tabel I.8. Perkembangan Kegiatan Bank Uraian I II III IV I* DPK Rp Triliun Pertumbuhan (% yoy) Kredit Rp Triliun Pertumbuhan (% yoy) UMKM Rp Triliun Pertumbuhan (% yoy) LDR % NPL % Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum, KBI Medan Sistem keuangan di Sumut sampai saat ini relatif stabil, aman dan terjaga. Aset perbankan yang terus meningkat, diikuti dengan peningkatan dana pihak ketiga (DPK) sekaligus kredit, membuktikan bahwa kondisi perbankan sebagai tulang punggung sistem keuangan di Sumut terus membaik. Bahkan, DPK yang berhasil dihimpun oleh perbankan Sumut, merupakan yang terbesar di luar Pulau Jawa. 5. Sektor Bangunan Pada triwulan I-2009, sektor bangunan tercatat mengalami pertumbuhan 2,49% (yoy). Sementara, pada triwulan I-2009 sektor ini mampu tumbuh 3,78% (yoy) dan pertumbuhan secara triwulanan mencapai 0,57%. Pertumbuhan sektor bangunan yang relatif melambat, merupakan konsekuensi dari masih belum berjalannya ataupun tertundanya beberapa proyek konstruksi skala besar. Meskipun demikian, pengadaan semen untuk wilayah Sumut mengalami peningkatan 4,42% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Proyek pengembangan properti-properti baru, juga masih relatif sedikit, sampai dengan triwulan II Diperkirakan, setelah Pemilu legislatif dan presiden, sektor properti akan kembali marak seiring dengan keyakinan konsumen akan semakin stabilnya ekonomi. 19

39 Perkembangan Ekonomi Makro Regional Grafik I.26. Penyaluran Kredit Oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Konstruksi % Rp Triliun posisi kredit pertumbuhan (yoy) I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum, KBI Medan Sejalan dengan perkembangan di atas, pembiayaan yang dilakukan oleh bank umum di Sumut ke sektor bangunan dan konstruksi meningkat dari Rp1,90 triliun pada triwulan I menjadi Rp2,14 triliun pada triwulan laporan. Sementara menurut peruntukannya, sebagian besar kredit masih disalurkan kepada subsektor konstruksi lainnya dan subsektor perumahan sederhana. 6. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh sebesar 5,56% (yoy), sementara triwulan I-2009 sektor ini tumbuh sebesar 6,01%. Pertumbuhan sub sektor pengangkutan sebesar 5,71%, sementara sub sektor komunikasi tumbuh 4,94%. Terjadinya peningkatan angkutan udara, angkutan jalan raya (antar kota dalam dan luar provinsi) dan angkutan laut, mempengaruhi pertumbuhan pada sub sektor pengangkutan. Sementara, pada sub sektor komunikasi, mulai nampak adanya perlambatan, yang disebabkan oleh menurunnya investasi pada pembangunan sarana dan prasarana komunikasi. Perlambatan pada sub sektor pengangkutan antara lain disebabkan dari pengurangan jumlah penerbangan, mengikuti menurunnya jumlah penumpang. Untuk tujuan domestik, jumlah kedatangan penumpang menurun hingga 7,78%, sedang keberangkatan penumpang menurun hingga 4,69% (yoy). Demikian juga untuk tujuan 20

40 Perkembangan Ekonomi Makro Regional internasional, kedatangan berkurang hingga 8,32% (yoy) dan keberangkatan berkurang hingga 9,37%. Tabel I.9. Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional Di Bandara Polonia Sumber : BPS, Sumut Sementara, arus penumpang melalui pelabuhan Belawan tetap mengalami kenaikan, meskipun jumlah kedatangan kapal berkurang. Kedatangan penumpang meningkat hingga 4,72% dan keberangkatan penumpang meningkat hingga 9,86%. Tabel I.10. Jumlah Penumpang Dalam Negeri Di Pelabuhan Belawan Sumber : BPS, Sumut Dari sisi pembiayaan, penyaluran kredit ke sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh signifikan yakni sebesar 25,56% (yoy). Nilai kredit sektor ini mencapai Rp1,13 triliun, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp0,90 triliun. Penyaluran kredit terbesar diperkirakan terutama terjadi di subsektor komunikasi. 21

41 Perkembangan Ekonomi Makro Regional Grafik I.27. Penyaluran Kredit Oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Pengangkutan & Komunikasi % Rp Triliun posisi kredit pertumbuhan (yoy) I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum, KBI Medan 7. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih Pertumbuhan sebesar 5,28% (yoy) dicapai oleh sektor Listrik, Gas, dan Air bersih (LGA) pada triwulan II Sementara, triwulan sebelumnya sektor LGA tumbuh sebesar 8,89%. Pertumbuhan kinerja sektor ini tidak lepas dari pertumbuhan di semua subsektor, terutama sub sektor gas kota. Sub sektor listrik tumbuh 3,70% (yoy), sub sektor gas kota tumbuh 17,49% (yoy) serta sub sektor air bersih tumbuh sebesar 5,87% (yoy). 8. Sektor Jasa-Jasa Sektor jasa-jasa pada triwulan II-2009 tumbuh 6,40% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I-2009 (8,25%). Jika dilihat trennya, maka sektor jasa-jasa selalu memberikan pertumbuhan yang relatif tinggi di antara sektor-sektor lainnya. Subsektor jasa pemerintahan dan subsektor jasa sosial dan kemasyarakatan masih mendominasi pertumbuhan sektor ini. Faktor yang mempengaruhinya antara lain adalah pelaksanaan Pemilu legislatif dan persiapan Pemilu presiden, sekaligus dikucurkannya stimulus fiskal sebagai upaya antisipasi imbas gejolak perekonomian global, telah menyebabkan sub sektor jasa pemerintahan tumbuh relatif baik, yaitu sebesar 6,67% (yoy). Sementara pertumbuhan sub sektor jasa swasta sebesar 5,88%, dengan sumber pertumbuhan berasal dari pertumbuhan hiburan dan rekreasi, sosial dan kemasyarakatan serta perorangan dan rumah tangga. 22

42 Perkembangan Ekonomi Makro Regional Grafik I.28. Penyaluran Kredit Oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Jasa-Jasa 70 % Rp Triliun posisi kredit pertumbuhan (yoy) I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum, KBI Medan Meskipun terjadi pertumbuhan pada sektor ini, namun penyaluran kredit ke sektor jasajasa justru terkontraksi sebesar 0,49% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Meskipun demikian, jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maka telah terjadi peningkatan penyaluran, dari Rp4,03 triliun menjadi Rp4,04 triliun. 23

43 KRISIS INDUSTRI PERKAYUAN DI SUMATERA UTARABOKS 5 BOKS 1 EKSPOR CRUDE PALM OIL (CPO) Bantuan Benih Padi Gratis Sebanyak ton di Sumut Sebagai salah satu wilayah yang memiliki lahan perkebunan kelapa sawit terluas di Indonesia, Sumut juga menjadikan produk-produk berbasis kelapa sawit sebagai salah satu komoditas andalan ekspor. Pangsa ekspor CPO terus mengalam peningkatan dari tahun ke tahun. Jika pada tahun 2006, pangsanya mencapai 34,75%, maka pada triwulan I-2009 ekspor CPO kembali mendominasi, dengan pangsa sebesar 47,36%. Grafik. Harga, Volume dan Nilai Ekspor CPO Grafik. Pangsa Ekspor CPO Sebagai daerah yang memiliki keunggulan dalam komoditas tersebut, sudah selayaknya Sumut berkonsentrasi dalam pengembangan kelapa sawit dan komoditaskomoditas turunan lainnya. Selama ini hanya ekspor dalam bentuk CPO yang diutamakan. Pergerakan harga yang relatif fluktuatif, akan mengakibatkan ketidakpastian hingga ke level petani. Sebagaimana terlihat dalam grafik, pergerakan harga CPO di pasar internasional sangat emmpengaruhi tidak hanya nilai ekspor, tetapi juga volume ekspornya. Untuk mengatasi hal tersebut, sudah seharusnya Sumut memiliki cetak biru (blue print) pengembangan bisnis kelapa sawit berikut produk-produk turunan lainnya. Tidak cukup hanya industri hulu yang dikembangkan, namun juga diarahkan pada pengembangan industri hilir yang berbahan dasar kelapa sawit, seperti sabun, kosmetik, maupun produk-prouk lainnya yang memiliki nilai tambah tinggi.

44 KRISIS INDUSTRI PERKAYUAN DI SUMATERA UTARABOKS 5 BOKS 2 Bantuan Benih Padi Gratis Sebanyak ton di Sumut PERKEMBANGAN REVITALISASI PERKEBUNAN Revitalisasi perkebunan merupakan program pemerintah yang memanfaatkan dana perbankan untuk mendorong pemberdayaan para petani yang memiliki lahan namun pemanfaatannya belum maksimal. Target pengembangan secara nasional, seluas 2 juta hektar sampai tahun 2010 untuk program perluasan, peremajaan dan rehabilitasi (kelapa sawit ha, karet ha dan kakao ha). Pembiayaan yang diberikan kepada petani adalah mulai dari pembelian bibit sampai dengan pasca panen, termasuk biaya pengurusan sertifikat lahan. Subsidi bunga dari pemerintah sebesar 3 s.d 4%, dimana petani hanya membayar bunga kredit 10% selama masa grace period, (sawit dan kakao 5 tahun, karet 7 tahun), besarnya bunga setelah masa tenggang adalah sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bank. Sasaran dari setiap komoditi secara nasional adalah sebagai berikut : Di Sumut, program revbun melibatkan 4 bank, diantaranya: Bank Sumut, BPD Aceh, BNI dan Bank Mandiri. Komoditi yang dikembangkan Kelapa Sawit dengan sistem kemitraan serta Karet dan Kakao dengan sistem non mitra komoditi. Realisasi program yang telah dilaksanakan sampai dengan Mei 2009 adalah sebagai berikut: 1. Realisasi untuk kemitraan (Kelapa Sawit)

45 2. Realisasi Program Revbun Non Mitra (Karet & Kakao) Note : Berdasarkan data dari Bank Sumut Mei 2009 Tim koordinasi dalam program revitalisasi perkebunan terdiri dari 2 bagian, yaitu: Tim Pembina Pengembangan Perkebunan Provinsi (TP3P) yang dibentuk oleh Gubernur melalui Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 525/079/K/TAHUN/ 2007 tanggal 26 Januari Anggota dari TP3P dari pihak perbankan adalah : Pimpinan Bank Indonesia Medan Pimpinan Wilayah BRI Medan Direktur Utama Bank Sumut Pimpinan Wilayah Bank Mandiri Pimpinan Cabang Bank Bukopin a. Tugas Tim TP3P Sumatera Utara Membimbing dan membantu penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan dan pembiayaan program revitalisasi perkebunan Mengkoordinasikan dan menyelaraskan langkah-langkah kegiatan dari instansi yang terkait dengan program revitalisasi perkebunan Menampung dan mencari solusi penyelesaian, pemasalahan yang timbul dalam pelaksanaan program revitalisasi perkebunan Melaksanakan pembinaan kegiatan revitalisasi perkebunan Memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan fisik lapangan serta pembiayaan.

46 Tim Pembina Pengembangan Perkebunan Kabupaten (TP3K) dibentuk oleh Bupati/Walikota. Usulan Petani dalam Program Revitalisasi Perkebunan di Sumatera Utara adalah di 13 Kabupaten : 1. Kabupaten Tapanuli Selatan 2. Kabupaten Tapanuli Tengah 3. Kabupaten Mandailing Natal 4. Kabupaten Simalungun 5. Kabupaten Asahan 6. Kabupaten Pakpak Barat 7. Kabupaten Padang Lawas 8. Kabupaten Labuhan Batu 9. Kabupaten Deli Serdang 10. Kabupaten Karo 11. Kabupaten Langkat 12. Kabupaten Serdang Bedagai 13. Kabupaten Nias Program revitalisasi ini rencananya akan dilanjutkan di wilayah Aceh. Tim sedang mempersiapkan pelaksanaannya di Kabupaten Aceh Utara dan Aceh Tamiang dimana telah dibentuk TP3K.

47 BOKS 3 HASIL QUICK SURVEY DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) DI KOTA MEDAN Krisis keuangan global dirasakan sudah mulai berimbas terhadap perekonomian daerah, antara lain melalui pelemahan daya beli masyarakat di negara-negara utama tujuan ekspor. Permintaan luar negeri yang merosot menyebabkan penumpukan stok hasil produksi dan memaksa pengusaha untuk mengurangi bahkan menunda produksinya. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh krisis keuangan global terhadap perekonomian daerah, khususnya Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), KBI Medan melakukan survei kepada 61 pelaku UMKM di Kota Medan. 1. Informasi Umum Responden yang menjadi (sampel) dalam survei ini adalah sebanyak 61 (enam puluh satu) responden, yang berasal dari 4 (empat) sektor yaitu sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor transportasi/komunikasi. Dilihat menurut omset penjualan tahunan, 49,18% responden memiliki omset sampai dengan Rp300 juta, 40,99% ber omset antara Rp300 juta - Rp2,5 miliar dan selebihnya memiliki omset antara Rp2,5 miliar Rp50 miliar. Dilihat dari komoditas utamanya, maka sebagian besar responden adalah penghasil barang setangah jadi (50,82%), diikuti barang jadi (34,42%) dan sisanya adalah penghasil barang mentah (14,76%). 2. Persepsi Terhadap Krisis Global Terkait dengan krisis global saat ini, maka sebagain besar responden berpendapat bahwa krisis ekonomi saat ini telah berlangsung sejak 7-12 bulan yang lalu (42,62%0 dan hanya 9,84% responden yang beranggapan bahwa krisis telah berlangsung sejak 1-3 bulan yang lalu. Menurut sebagian besar responden, krisis masih akan berlangsung cukup lama, antara 1-2 tahun lagi (40,98%), bahkan masih terdapat 22,95% responden yang memperkirakan krisis masih akan berlangsung lebih dari 2 tahun ke depan. Meskipun demikian, 68,85% responden optimis bahwa akan terjadi pemulihan ekonomi ke depan, bahkan 14,75% responden menyatakan sangat optimis bahwa perekonomian akan

48 mengalami recovery. Faktor-faktor yang diyakini mampu menjadi pencetus pemulihan ekonomi antara lain adalah : pendapatan masyarakat yang masih cukup baik, keyakikan akan keberhasilan kebijakan pemerintah serta suku bunga kredit yang cenderung menurun. 3. Dampak Krisis Global Krisis global yang tengah mendera, juga dirasakan memberikan efek negatif terhadap kegiatan usaha. Hal ini terkonfirmasi dari menurunya rata-rata omzet penjualan maupun rata-rata keuntungan. Meskipun demikian, usaha untuk mempertahankan kapasitas produksi masih tetap dilakukan dan denganmelakukan rasionalisasi pada jumlah tenaga kerja. Tidak terjadi PHK secara massif, namun dilakukan melalui perumahan karyawan maupun tidak tidak memperpanjang karyawan kontrak. 1. Krisis Terjadi Sejak sektor LAMPIRAN krisis terjadi sejak 1-3 bln 4-6 bln 7-12 bln > 1 thn Total Pertanian Industri PHR Transportasi TOTAL Krisis Terjadi Sampai sektor Lama Krisis 1-6 bln 7-12 bln 1-2 thn > 2 thn Total Pertanian Industri PHR Transportasi TOTAL Krisis yang lebih besar sektor Dampak Krisis yg lebih besar 1997 sekarang tdk tahu Total Pertanian Industri PHR Transportasi TOTAL

49 4. Akses Pinjaman Bank sektor Akses Pembiayaan Bank Sulit Mudah Tetap Total Pertanian Industri PHR Transportasi TOTAL PHK sektor Rencana PHK Ya Tidak Total Pertanian Industri PHR Transportasi TOTAL Kesulitan Pelunasan Pinjaman Bank sektor Kesulitan Bayar Ya Tidak Total Pertanian Industri PHR Transportasi TOTAL Rencana Investasi sektor Rencana Investasi Ya Tidak Total Pertanian Industri PHR Transportasi TOTAL Tingkat Keyakinan Pemulihan Ekonomi sektor Akses Pembiayaan Bank Optimis Kurang Optimis Sangat Optimis Total Pertanian Industri PHR Transportasi TOTAL

50 BAB II Perkembangan Inflasi Daerah

51 Perkembangan Inflasi Daerah BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 2.1. KONDISI UMUM Laju inflasi di Sumut hingga triwulan II-2009 semakin menunjukkan penurunan. Inflasi Sumut pada triwulan II-2009 tercatat sebesar 2,52% (yoy) atau jauh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 6,58%. Angka inflasi Sumut ini masih lebih rendah dibandingkan dengan inflasi Nasional yang sebesar 3,65%. Sementara itu, secara triwulanan, Sumut mengalami deflasi 0,18%. Angka ini merupakan posisi terendah dari pola historisnya. Pada bulan Juni 2009 Sumut mengalami inflasi 0%, dimana Sumut tidak mengalami perubahan harga barang/jasa dibanding bulan Mei 2009 sebesar 0,26%. Harga barang dan jasa di Sumut pada triwulan II-2009 relatif stabil karena peningkatan tekanan dari faktor eksternal serta kenaikan harga kelompok bahan makanan dapat diimbangi dengan turunnya harga yang diatur oleh pemerintah (administered price), serta penurunan ekspektasi inflasi. Dari sisi barang yang bergejolak (volatile foods), tidak terjadi kenaikan harga akibat terjadinya panen raya padi serta sehingga stok pangan masih tercukupi. Sementara, pelemahan tekanan inflasi didorong oleh penurunan harga BBM dan cenderung melambatnya tekanan permintaan masyarakat. Kedua faktor tersebut yang selanjutnya menyebabkan penurunan ekspektasi inflasi dibandingkan triwulan sebelumnya Sumut Nasional Grafik 2.1 Grafik 2.2 Inflasi Tahunan Inflasi Triwulanan Sumut dan Nasional Sumut dan Nasional Sumut Nasional I II III IV I II III IV I II Sumber : BPS, Sumut 2.2. PERKEMBANGAN INFLASI 24

52 Perkembangan Inflasi Daerah Pada triwulan II-2009, laju inflasi menunjukkan penurunan tajam dari 6,58% (yoy) pada triwulan I-2009 menjadi 2,52%. Pelemahan tekanan inflasi terjadi pada semua kelompok pembentuk inflasi. Penurunan laju inflasi tertinggi dialami oleh kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan akibat dampak penurunan harga BBM. Sementara, dampak tidak langsung penurunan harga BBM tercermin dari penurunan tarif angkutan dalam dan luar kota. Inflasi kelompok bahan makanan menurun karena berkurangnya pengaruh kenaikan harga komoditas strategis di pasar internasional pada triwulan yang sama tahun sebelumnya (baseline effect) serta masuknya musim panen raya yang mengakibatkan berlimpahnya pasokan. Sementara itu, inflasi kelompok sandang meskipun mengalami penurunan namun masih pada level yang cukup tinggi, disumbang oleh persiapan memasuki tahun ajaran baru (pembelian seragam sekolah,dll), kenaikan harga emas. Masih tingginya harga emas, disebabkan oleh naiknya tingkat persepsi risiko di pasar keuangan akibat krisis keuangan global sehingga pelaku pasar beralih kepada investasi emas. Secara triwulanan, tren penurunan inflasi yang telah terjadi sejak triwulan III-2008 berlanjut hingga triwulan II Harga barang dan jasa yang cukup stabil pada triwulan ini disebabkan oleh besarnya pengaruh penurunan harga BBM. Beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga cukup besar selama triwulan II-2009, antara lain beras dan cabe merah, sedangkan komoditas yang mengalami kenaikan harga antara lain emas perhiasan, bawang merah, ikan mas, telur ayam ras, daging ayam ras dan gula pasir. Meskipun secara triwulanan, inflasi Sumut cenderung menurun, secara bulanan inflasi Sumut tidak menunjukkan perubahan. Pada bulan Juni 2009, Sumut mengalami inflasi sebesar 0% (mtm) akibat tidak adanya kenaikan harga barang dan jasa. Grafik 2.3 Inflasi Bulanan Sumut dan Nasional Sumut Nasional

53 Perkembangan Inflasi Daerah 1. INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA Inflasi Tahunan Berdasarkan kelompok barang dan jasa, semua kelompok barang mengalami penurunan laju inflasi tahunan. Kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami penurunan terbesar, yakni dari 2,51% (yoy) pada triwulan I-2009 menjadi deflasi 6,53% pada triwulan II-2009 akibat penurunan harga BBM serta tarif angkutan dalam dan luar kota. Penurunan laju inflasi terbesar berikutnya terjadi pada kelompok bahan makanan akibat berkurangnya pengaruh eksternal (penurunan harga komoditas di pasar internasional) serta pengaruh musim panen raya di beberapa daerah lumbung beras di Sumut. Sementara itu, meskipun mengalami penurunan, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau serta kelompok sandang masih berada pada inflasi yang relatif tinggi yaitu 8,77% dan 8,39%. Tabel 2.1 Inflasi Tahunan Sumut Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) Kelompok Des Mar Jun Sep Des Mar Jun BAHAN MAKANAN MAKANAN JADI,MINUMAN,ROKOK & TEMBAKAU PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BHN BAKAR SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAHRAGA TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN Umum Kelompok bahan makanan; kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau; serta kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar menyumbangkan inflasi yang relatif tinggi, yakni mencapai lebih dari 1%. Besarnya inflasi tahunan kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau disebabkan oleh bobot IHK yang kedua terbesar setelah kelompok bahan makanan. Sementara, pada triwulan II-2009 kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan adalah satu-satunya kelompok yang mengalami deflasi, yakni sebesar -6,53%. Setelah peningkatan harga komoditas bahan makanan di pasar internasional pada tahun 2008, sejak triwulan I-2009 pengaruh eksternal tersebut terhadap kelompok bahan makanan telah mereda. Pelemahan tekanan inflasi terjadi akibat menurunnya permintaan dunia sehingga pengaruh food inflation yang terjadi pada hampir semua negara berkembang telah mereda dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Sementara itu, kelompok sandang adalah satu-satunya kelompok yang 26

54 Perkembangan Inflasi Daerah mengalami peningkatan inflasi akibat kenaikan harga emas perhiasan. Kenaikan harga emas disebabkan oleh peningkatan permintaan investor luar negeri terhadap emas di pasar internasional. Kondisi tersebut kemudian menyebabkan ekspektasi peningkatan harga emas perhiasan oleh pedagang di pasar domestik. Inflasi Triwulanan Secara triwulanan, kelompok bahan makanan, sandang dan pendidikan, rekreasi dan olahraga merupakan penyumbang deflasi Sumut. Kelompok bahan makanan mengalami deflasi sebesar 0,97% (qtq) atau lebih rendah dibandingkan deflasi triwulan sebelumnya yang sebesar 3,92% dan deflasi triwulanan tertinggi berasal dari kelompok sandang yang tercatat sebesar 3,20%. Sementara itu, inflasi tertinggi terjadi pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau sebesar 1,81%. Tabel 2.2 Inflasi Triwulanan Sumut Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) Kelompok Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II BAHAN MAKANAN MAKANAN JADI,MINUMAN,ROKOK & TEMBAKAU PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BHN BAKAR SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAHRAGA TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN Umum Pada triwulan II-2009, sumbangan inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau dapat diimbangi oleh deflasi kelompok sandang. Adapun inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 1,81%. Berdasarkan komoditas, dampak langsung dan tidak langsung penurunan harga BBM mampu menstabilkan harga barang dan jasa secara umum di Sumut. Beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga, antara lain bensin, angkutan dalam kota, dan cabe merah, sedangkan beberapa harga komoditas meningkat, antara lain bawang merah, daging ayam ras dan gula pasir. a. Kelompok Bahan Makanan Deflasi kelompok bahan makanan menurun menjadi 0,97% pada triwulan II-2009, setelah melalui titik terendahnya pada triwulan sebelumnya. Dari sebelas subkelompok pada kelompok bahan makanan, deflasi subkelompok sayur-sayuran merupakan yang tertinggi sekaligus menyumbang andil terbesar. Komoditas dalam subkelompok sayur- 27

55 Perkembangan Inflasi Daerah sayuran yang mengalami penurunan harga antara lain bayam, kacang panjang dan daun bawang. Sementara itu, komoditas yang mengalami kenaikan harga yaitu komoditas ikan segar karena pasokan ikan air tawar dan asin yang terganggu cuaca. Subkelompok padipadian, umbi-umbian, dan hasil-hasilnya serta subkelompok bumbu-bumbuan sempat mengalami laju inflasi yang cukup tinggi pada triwulan IV-2008, namun sejak bulan Maret 2009 menurun karena telah memasuki musim panen. Grafik 2.4 Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan di Sumut Des Mar Jun Sep Des Mar Jun b. Kelompok Sandang Kelompok sandang mengalami deflasi tertinggi sejak Juni 2008, yakni sebesar 3,20% terutama disebabkan oleh menurunnya harga emas perhiasan pada akhir bulan Mei 2009 setelah sebelumnya pada triwulan I-2009, inflasi kelompok sandang mengalami peningkatan yang cukup tinggi sebesar 7,47% dari 3,64% pada triwulan IV Grafik 2.5 Inflasi Triwulanan Kelompok Sandang di Sumut Des Mar Jun Sep Des Mar Jun

56 Perkembangan Inflasi Daerah c. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mengalami deflasi sebesar 0,05% terutama disebabkan oleh menurunnya kegiatan di sektor hiburan dan rekreasi. Setelah pada triwulan sebelumnya kelompok ini mengalami deflasi yang cukup rendah sebesar 0,01%). Diperkirakan kelompok ini akan mengalami kenaikan harga pada triwulan berikutnya diakibatkan masuknya liburan sekolah dan persiapan tahun ajaran baru. Grafik 2.6 Inflasi Triwulanan Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga di Sumut Des Mar Jun Sep Des Mar Jun d. Kelompok Makanan Jadi Laju inflasi triwulanan kelompok makanan jadi mengalami penurunan dari 2,04% pada triwulan sebelumnya menjadi 1,81% akibat penurunan tekanan inflasi pada semua subkelompok. Adapun, penurunan harga produk makanan seperti mie serta ayam goreng disebabkan oleh menurunnya harga bahan makanannya. Grafik 2.6 Inflasi Triwulanan Kelompok Makanan Jadi di Sumut Des Mar Jun Sep Des Mar Jun

57 Perkembangan Inflasi Daerah 2. INFLASI MENURUT KOTA Inflasi Tahunan Berdasarkan kota, inflasi tahunan di empat kota di Sumut mengalami penurunan. Namun demikian, inflasi di Kota Sibolga dan Pematangsiantar lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi Sumut. Kota Sibolga mengalami inflasi tertinggi, yakni sebesar 4,80% (yoy), sedangkan inflasi Kota Padangsidempuan terendah sebesar 1,73%. Kota Padangsidempuan mengalami penurunan laju inflasi yang sangat cepat dari 8,50% pada triwulan I-2009 menjadi 1,73% pada triwulan II No. Kota Tabel 2.3 Inflasi Tahunan di Sumut Menurut Kota (%) Des Mar Jun Sep Des Mar Jun 1 Medan Pematang Siantar Padang Sidempuan Sibolga Gabungan Berdasarkan sumbangannya terhadap inflasi Sumut, Kota Medan dan Pematangsiantar merupakan penyumbang inflasi yang cukup tinggi, namun pada triwulan laporan Kota Sibolga dan Kota Pematangsiantar merupakan kota dengan inflasi tertinggi. Hal ini disebabkan oleh bobot IHK kedua kota tersebut yang lebih dari 50% dalam perhitungan inflasi gabungan empat kota. Inflasi Triwulanan Sementara itu, secara triwulanan, tiga dari empat kota mengalami deflasi. Satusatunya kota yang mengalami inflasi adalah Kota Pematangsiantar, yakni sebesar 0,10% (qtq). Deflasi tertinggi dialami oleh Kota Padangsidempuan dengan deflasi triwulanan sebesar 1,07%, sedangkan deflasi terendah dialami Kota Sibolga sebesar 0,01%.. Tabel 2.4 Inflasi Triwulanan di Sumut Menurut Kota (%) No. Kota Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 1 Medan Pematang Siantar Padang Sidempuan Sibolga Gabungan Andil deflasi Kota Padangsidempuan mampu menahan tekanan deflasi di Sumut yang berasal dari tiga kota lainnya sehingga secara keseluruhan deflasi Sumut sebesar 0,18%. Sumbangan deflasi terbesar berasal dari Kota Padangsidempuan, yakni 0,09%, 30

58 Perkembangan Inflasi Daerah diikuti oleh Kota Medan sebesar 0,07%. Pada triwulan II-2009, hanya Kota Pematangsiantar yang mengalami inflasi, sementara harga barang dan jasa di kota lainnya tetap stabil dan cenderung menurun. Deflasi pada kota Padangsidempuan terutama disebabkan oleh deflasi pada kelompok bahan makanan, yakni sebesar 4,09% (qtq). Deflasi pada subkelompok padipadian terjadi sepanjang triwulan II-2009 terutama karena masuknya musim panen, yang menyebabkan penurunan harga komoditas bahan makanan di Kota Padangsidempuan yang juga merupakan salah satu daerah lumbung beras di Sumut. Selain itu, deflasi juga terjadi pada kelompok sandang yakni sebesar 2,87%. Tabel 2.5. Inflasi Triwulanan di Sumut Menurut Kota & Kelompok Barang dan Jasa Triwulan II-2009 (qtq,%) Kelompok Kota Mdn Pms Pds Sbg Gabungan BAHAN MAKANAN MAKANAN JADI,MINUMAN,ROKOK & TEMBAKAU PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BHN BAKAR SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAHRAGA TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN Umum Deflasi terbesar berikutnya dialami Kota Medan yakni sebesar 0,17%. Terjadinya deflasi di Kota Medan didorong oleh penurunan harga sandang. Sementara itu, jika dibandingkan dengan tiga kota lainnya, inflasi pada Kota Pematangsiantar terutama disumbang oleh kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau, yakni sebesar 4,39% FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI Pada triwulan I-2009, Sumut tidak mengalami inflasi secara triwulanan sehingga menurunkan laju inflasi tahunan. Stabilnya harga di Sumut secara triwulanan disebabkan oleh dampak penurunan harga barang dan jasa yang diatur oleh pemerintah, ekspektasi inflasi yang menurun, inflasi negara mitra dagang yang menurun, cukupnya ketersediaan bahan makanan akibat puncak panen raya di Sumut serta tekanan permintaan yang cenderung melemah, sedangkan inflasi tahunan yang sudah semakin menurun masih dipengaruhi oleh peningkatan harga komoditas-komoditas di pasar internasional. 31

59 Perkembangan Inflasi Daerah 1. Ekspektasi Inflasi Para pelaku ekonomi (khususnya pengusaha, pedagang eceran, dan konsumen) di Sumut memiliki ekspektasi inflasi yang sejalan dengan perkembangan inflasi yang cenderung menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Perkembangan ekspektasi tersebut diindikasikan oleh hasil beberapa survei yang dilakukan oleh KBI Medan, yaitu Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), Survei Penjualan Eceran (SPE) dan Survei Konsumen (SK). Grafik 2.7. Perkembangan Harga Barang dan Jasa Menurut Pengusaha di Sumut SBT (SKDU) 30 % (inflasi) 5 SBT hasil SKDU Inflasi (qtq) Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II* SBT (SKDU) Grafik 2.8. Ekspektasi Pengusaha Terhadap Harga Barang dan Jasa di Sumut % (inflasi) SBT hasil SKDU Inflasi (qtq) Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II* Kalangan pengusaha (responden SKDU) memprediksi bahwa masih terjadi penurunan harga jual/tarif barang/jasa pada triwulan II-2009, seperti yang diindikasikan oleh penurunan angka SBT (saldo bersih tertimbang) hasil survei dari 2,58 menjadi 2,32. Sementara itu, penurunan ekspektasi harga jual/tarif barang/jasa diperkirakan terjadi pada subsektor ekonomi tanaman pangan, angkutan jalan raya, serta makanan, minuman, dan tembakau. Penurunan tersebut disebabkan oleh efek musim panen raya padi serta penurunan harga BBM. 2. Tekanan Eksternal Tekanan inflasi eksternal relatif berkurang akibat penurunan laju inflasi negaranegara mitra dagang. Penurunan imported inflation Sumut terutama disebabkan oleh penurunan laju inflasi negara mitra dagang akibat dampak krisis keuangan global. 32

60 Perkembangan Inflasi Daerah Namun demikian, beberapa komoditas strategis seperti gula pasir, emas, CPO dan kedelai mulai menunjukkan peningkatan setelah mencapai titik terendah pada triwulan sebelumnya. Pengaruh kenaikan harga komoditas di pasar internasional terutama dirasakan pengaruhnya pada Sumut untuk komoditas emas dan gula. Pedagang emas perhiasan di Sumut menaikkan harga sejalan dengan kenaikan harga emas yang cukup tinggi. Kenaikan harga emas di pasar internasional dari USD797,17/troy ons menjadi USD910,45/troy ons disebabkan oleh meningkatnya preferensi spekulan terhadap emas. Sementara itu, kenaikan harga gula di pasar internasional dari USD12,72/pon menjadi USD13,61/pon serta belum tibanya musim panen tebu dimanfaatkan oleh pedagang besar untuk berspekulasi. 3. Permintaan dan Penawaran Permintaan yang cenderung tumbuh melambat dan penawaran yang relatif stabil menyebabkan kesenjangan output menurun sehingga melonggarkan tekanan inflasi Sumut. Penurunan permintaan diakibatkan pelemahan daya beli masyarakat. Permintaan yang menurun terlihat dari penurunan volume impor. Sementara itu, dari sisi penawaran, kapasitas produksi industri Sumut masih mencukupi untuk mengatasi lonjakan permintaan. Daya beli masyarakat Sumut mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Sepanjang triwulan II-2009 indikator penghasilan konsumen di Kota Medan menurun dari SBT sebesar 105,33, 96,67, dan 95,33. Dari sisi penawaran, industri di Sumut masih memiliki kapasitas untuk meningkatkan produksinya. Hal ini diindikasikan oleh hasil SKDU yang menunjukkan tingkat kapasitas terpakai industri di Sumut baru sebesar 65%. Kapasitas industri di Sumut masih memiliki ruang sehingga penawaran dapat ditingkatkan jika terjadi lonjakan permintaan.. Mayoritas pengusaha responden SKDU menyatakan bahwa penurunan kapasitas terpakai terutama disebabkan oleh penurunan permintaan domestik. 33

61 Perkembangan Inflasi Daerah Grafik Perkembangan Volume Produksi SBT hasil SKDU II III IV I II III IV* I II Pengaruh Harga Administered Price Faktor utama pendorong deflasi sejak bulan Maret 2009 adalah penurunan harga BBM dan tarif angkutan dalam kota dan luar kota. Dampak langsung dan tidak langsung penurunan harga BBM menyebabkan deflasi yang cukup besar pada triwulan II Namun demikian, tekanan inflasi administered price yang relatif kecil masih ada yang berasal dari kenaikan cukai rokok pada bulan Februari Penurunan harga BBM terutama disebabkan oleh melemahnya tekanan harga minyak bumi (West Texas Intermediate) di pasar internasional. Tren penurunan harga minyak bumi dari USD58,14/barrel menjadi USD42,89/barrel yang dimulai sejak triwulan IV-2008 mendorong pemerintah untuk menurunkan harga BBM di dalam negeri. Pada tanggal 15 Januari 2009 pemerintah kembali menurunkan harga premium sebesar Rp500 menjadi Rp4.500/liter dan solar sebesar Rp300 menjadi Rp4.500/liter kembali sama dengan harga BBM sebelum terjadi kenaikan pada bulan Mei Pemerintah Provinsi Sumut merespon penurunan harga BBM dengan memperbarui tarif angkutan dalam kota sehingga rata-rata turun sebesar 8%. Sejak tanggal 26 Januari 2009, tarif bus angkutan kota dalam provinsi (AKDP) diturunkan sebesar 8%. Di tengah penurunan harga BBM dan tarif angkutan, pemerintah menetapkan kenaikan cukai rokok yang berlaku sejak tanggal 1 Februari Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.203/PMK.011/2008 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau tanggal 9 Desember 2008, pemerintah menaikkan tarif dasar cukai rokok sehingga rata-rata beban cukai rokok meningkat rata-rata sebesar 7%. Namun demikian, peningkatan cukai rokok tersebut berdampak minimal terhadap inflasi Sumut. 34

62 Perkembangan Inflasi Daerah 5. Pengaruh harga Volatile Foods Hasil Survei Pemantauan Harga Mingguan (SPHM) oleh KBI Medan di Kota Medan menunjukkan bahwa harga sebagian besar komoditas cenderung stabil, meskipun harga beberapa komoditas seperti beras, minyak goreng, jeruk, dan cabe merah menunjukkan tren penurunan pada akhir triwulan II Penurunan disebabkan efek masa panen beberapa komoditas dan kembali normalnya distribusi barang setelah berlalunya musim hujan. Namun demikian, daging ayam ras, telur ayam ras, dan bawang merah menunjukkan tren peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Penyerapan beras bulog menunjukkan peningkatan yang cukup tinggi akibat beberapa daerah yang telah panen. Bulog Sumut optimis penyaluran beras raskin untuk tahun 2009 meningkat 100% juga dikarenakan distribusi yang lancar. Sampai dengan akhir Mei 2009 penyaluran raskin di Sumut mencapai ton atau 78,55% dari total alokasi raskin bulan Mei. Penerima raskin di 28 kabupaten/kota Sumut tahun 2009 bertambah dari RTS menjadi RTS dengan total beras selama satu tahun adalah 168,79 ribu ton dengan perhitungan per RTS menerima 15kg/bulan. Stok beras bulog hingga Mei 2009 mencapai ton yang mencukupi untuk kebutuhan dua bulan dan sebagai cadangan. Stok ini akan ditambah dari dua kapal di Pelabuhan Belawan yang akan menambah beras ton dari Jawa Timur. 35

63 KRISIS INDUSTRI PERKAYUAN DI SUMATERA UTARABOKS 5 BOKS 4 PENGENDALIAN INFLASI DAN Bantuan KEGIATAN Benih Padi PERCONTOHAN Gratis Sebanyak UMKM OLEH ton di KBI Sumut MEDAN *) Sesuai dengan mandatnya, Bank Indonesia bukanlah lembaga teknis. Sebagai bank sentral tugas pokoknya adalah menjaga kondisi inflasi, mengawasi perbankan dan mengedarkan uang. Bila secara nasional Bank Indonesia lebih fokus pada pengendalian inflasi dari sisi demand, yaitu melalui kebijakan moneter, di daerah pelaksanaannya dilakukan melalui berbagai pendekatan termasuk memfasilitasi pengendalian inflasi dari sisi Supply. Pengendalian inflasi melalui pendekatan regional ini menjadi sangat penting artinya mengingat sejak pemberlakukan otonomi daerah, peran daerah terhadap inflasi mencapai lebih dari 70%. Pengalaman Bank Indonesia Medan sejak awal 2007 menunjukkan bahwa Kantor Bank Indonesia (KBI) di daerah dapat berperan mempengaruhi inflasi secara signifikan dari sisi supply dengan mencontohkan berbagai terobosan. Disamping itu, dengan bersungguh mendorong perbankan masuk ke dunia UKM dan membuat berbagai percontohan program dengan berbagai terobosan, kehadiran Bank Indonesia di daerah terasa lebih bermakna. Bank sentral tidak hanya duduk di menara gading mengendalikan inflasi. Tapi turun ke lapangan, menjalani kerjasama dengan berbagai pihak dan secara langsung pula berhubungan dengan masyarakat pada semua tingkatan. Tugas menjangkau rakyat ini telah dilakukan melalui pendekatan konsep Dalihan Natolu (Golden Triangle) dalam mendorong peningkatan jumlah dan kualitas UKM. Ketiga pihak itu adalah Perbankan, Pengusaha dan Pemda. Alasannya adalah bahwa ketiga unsur ini harus bersinergi untuk menciptakan hasil yang lebih optimal. Namun dibutuhkan terobosan-terobosan dalam pengelolaan UKM agar perbankan menjadi tertarik. Harus diakui bahwa tidak banyak bank yang tertarik dengan UMK, kecuali bank BUMN dan BPD serta segelintir bank nasional. Bank milik asing apa lagi bank-bank asing sama sekali mengasingkan diri dari ekonomi kerakyatan. Mereka lebih tertarik dengan usaha-usaha besar dan akhir-akhir ini malah merusak ekspor Sumut dengan mangajak para ekspotir bermain derivative khususnya Callable Forward Option dan Dual Currency Account.

64 Di Sumatera Utara, untuk membuat perbankan menjadi tertarik membiayai UKM, bekerjasama dengan berbagai pihak, Bank Indonesia Medan melakukan beberapa strategi secara bersungguh. Pertama, membuat kesepakatan dengan seluruh perbankan di Sumut melalui rapat BMPD (Badan Musyawarah Perbankan Daerah), dimana Pemimpin BI Medan bertindak sebagai Ketua, untuk lebih bersungguh meningkatkan LDR (Loan to Deposit Ratio) perbankan. LDR Perbankan Sumut 100 LDR (%) (Mei) Kedua, rasio kredit UKM ditargetkan mencapai minimum 25% pertahunnya. Sejak tahun 2007, target ini selalu tercapai bahkan meningkat sampai 35%. Target ini bisa tercapai karena ada beberapa bank nasional yang juga masuk ke ranah UKM dengan sistem yang lebih canggih. Ketiga, Bank Indonesia Medan melakukan berbagai Program Percontohan yang dibiayai oleh bank shariah dan bank konvensional. Kelayakan program dinilai dan ditentukan oleh bank yang akan membiayai. Tujuannya adalah untuk memberikan contoh dan juga mendorong bank untuk tertarik dengan UKM. Beberapa diantaranya adalah seperti Linkage antara BPR/S dengan Bank Umum, Percontohan Usaha Opak dengan pendekatan klaster di Kabupaten Sergai, Kebun Sawit untuk rakyat di Kabupaten Mandailing Natal, Kebon Karet dan Kakao milik rakyat di berbagai kabupaten, Rumah Sederhana Sehat di Kabupaten Deli Serdang, pembinaan hampir 100 BMT di berbagai kabupaten/ kota, shariah masuk pasar di kota Medan, yaitu mendekatkan perbankan shariah dengan pasar tradisional, Klaster sapi (dalam persiapan) di Langkat dan berbagai terobosan lainnya.

65 Keempat, bersama ASBISINDO merancang strategi dan langkah-langkah untuk lebih memerankan perbankan shariah untuk UKM. Upaya ini menghasilkan peningkatan rasio aset perbankan Shariah di Sumut dari hanya 1,27% di tahun 2006 menjadi 3,10% per Mei Kelima, bersama PERBARINDO mendorong penyehatan BPR/S dan mendorong terbentuknya BPR/S baru di Sumut dan NAD. Dari 62 BPR/S yang pada tahun 2007 hampir separuhnya Tidak Sehat dan Kurang Sehat, sekarang hanya tinggal 5 yang masih berstatus Kurang Sehat. Keenam, bekerjasama dengan MES (Masyarakat EKonomi Shariah) memfasilitasi pembinaan BMT untuk pembiayaan sektor informal serta membuat program-program percontohan usaha secara shariah. Ketujuh, bersama Gubernur Sumut mencanangkan Program Mencetak 1000 Wirausaha. Program ini akan sangat penting artinya bagi Sumut mengingat seperti diuraikan di atas minat tamatan perguruan tinggi sangat rendah untuk menjadi wirausaha. Padahal ekonomi membutuhkan pelaku bisnis yang berpendidikan lebih tinggi. Industri kreatif yang didengung-dengungkan oleh pemerintah akan sulit terlaksana bila perguruan tinggi tidak dijadikan sebagai basisnya. Kedelapan, BI Medan bekerjasama dengan berbagai pihak termasuk Lembaga Certif dari Jakarta, membangun sistem pengembangan (pelatihan dan pembinaan) terhadap calon direksi dan /atau karyawan BPR/S, BMT, unit-unit mikro dari bank umum dan juga calon-calon Wirausaha. *) Disarikan dari Buku Bersungguh Menjangkau Rakyat yang disusun DR. Romeo Rissal Pandjialam serta Tim KER, UKM & Perbankan Shariah Bank Indonesia Medan, Juli 2009.

66 BAB III Perkembangan Perbankan Daerah

67 Perkembangan Perbankan Daerah BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH 3.1. KONDISI UMUM Perkembangan perbankan di Sumut pada triwulan II-2009 mengindikasikan adanya peningkatan. Hal ini tercermin dari beberapa indikator utama seperti kredit, Dana Pihak Ketiga (DPK), dan LDR triwulan II-2009 yang lebih tinggi dibandingkan triwulan I Fungsi intermediasi perbankan yang salah satunya ditunjukkan melalui Loan to Deposit Ratio (LDR) mengalami peningkatan dari 73,94% pada triwulan I-2009 menjadi 75,01% pada triwulan II Hal yang perlu dicermati dunia perbankan adalah meningkatnya NPL Sumut dari 3,63% pada triwulan I-2009 menjadi 3,86% pada triwulan II Tabel 3. 1 Indikator Utama Perbankan Kredit yang bersifat produktif (kredit modal kerja dan kredit investasi) mengalami penurunan, namun kredit konsumsi justru meningkat dibandingkan triwulan I Dari sisi risiko yang dihadapi, perbankan perlu mulai mencermati risiko kredit dan risiko likuiditas, mengingat terjadi peningkatan NPL dan penurunan cash ratio. 37

68 Perkembangan Perbankan Daerah 3.2. INTERMEDIASI PERBANKAN Penghimpunan Dana Masyarakat Penghimpunan dana pihak ketiga Sumut hingga triwulan II-2009 mencapai Rp89,56 triliun, meningkat 0,83% dibandingkan triwulan sebelumnya atau meningkat 18,51% bila dibandingkan triwulan II Grafik 3. 1 Perkembangan DPK Sumatera Utara Ditinjau dari strukturnya, DPK Sumut didominasi oleh jenis simpanan deposito yang nilainya mencapai Rp40,55 triliun atau 45,28% dari total DPK. Sementara itu, tabungan dan giro masing-masing nilainya Rp31,97 triliun (35,70% dari total DPK) dan Rp17,04 triliun (19,03% dari total DPK). Struktur dana pihak ketiga yang didominasi oleh deposito ini cenderung tetap setiap triwulannya. Grafik 3. 2 Struktur DPK Sumatera Utara Jenis simpanan deposito triwulan II-2009 mengalami penurunan sebesar 2,27% dibandingkan triwulan I Di sisi lain, tabungan dan giro masing-masing mengalami peningkatan 2,86% dan 4,86% dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara tahunan, deposito, tabungan, dan giro masing-masing tetap tumbuh masing-masing sebesar 32,00%, 11,78%, dan 5,90%. 38

69 Perkembangan Perbankan Daerah Penyaluran Kredit Kredit Sumut triwulan II-2009 sebesar Rp67,18 triliun, mengalami peningkatan 2,11% dibandingkan triwulan I-2009 atau 7,76% dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Grafik 3. 3 Perkembangan Kredit Sumatera Utara Ditinjau dari strukturnya, kredit Sumut didominasi oleh kredit modal kerja (52,25%), sedangkan pangsa kredit konsumsi dan investasi masing-masing sebesar 25,51% dan 22,24%. Realisasi kredit modal kerja mengalami peningkatan 1,77% (qtq), namun menurun 4,33% bila dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan juga terjadi pada kredit investasi dan kredit konsumsi, yaitu masing-masing sebesar 0,81% (qtq) atau 33,75% (yoy) dan 4,00% (qtq) atau 18,37% (yoy). Grafik 3. 4 Struktur Kredit Sumatera Utara Secara sektoral kredit yang disalurkan perbankan Sumut didominasi oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran dan sektor lainnya. Kredit yang disalurkan untuk sektor lainnya mencapai Rp17,05 triliun, sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar Rp16,87 triliun, sektor industri pengolahan sebesar Rp16,08 triliun, dan sektor pertanian sebesar Rp9,76 triliun. 39

70 Perkembangan Perbankan Daerah Penyaluran kredit menurut sektor cenderung meningkat bila dibandingkan triwulan I-2009, kecuali sektor industri pengolahan dan sektor jasa dunia usaha. Kredit sektor industri pengolahan menurun 5,85% dari Rp17,08 triliun pada triwulan I-2009 menjadi Rp16,08 triliun pada triwulan II Kredit sektor jasa dunia usaha menurun 1,12% dari Rp3,56 triliun pada triwulan I menjadi Rp3,52 triliun pada triwulan II Grafik 3. 5 Perkembangan Kredit menurut Sektor Ekonomi Kredit UMKM Penyaluran kredit mikro, kecil, dan menengah (MKM) pada triwulan II-2009 sebesar Rp31,36 triliun atau mengalami peningkatan 4,46% dibandingkan triwulan I-2009 atau 11,92% dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu. Grafik 3. 6 Perkembangan Kredit UMKM Struktur kredit UMKM didominasi oleh kredit menengah yang nilainya mencapai Rp18,67 triliun atau 59,53% dari total kredit UMKM. Sementara itu kredit kecil nilainya mencapai Rp10,98 triliun atau 35,01% dari total kredit UMKM dan kredit mikro sebesar Rp1,71 triliun atau 5,45% dari total kredit UMKM. Bila ditelaah lebih lanjut, meskipun proporsi kredit mikro paling kecil 40

71 Perkembangan Perbankan Daerah namun pertumbuhannya dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu paling tinggi atau sebesar 33,59% (yoy). Kredit kecil dan kredit menengah masingmasing meningkat 14,85% (yoy) dan 8,67% (yoy). Grafik 3. 7 Struktur Kredit UMKM Bila ditinjau lebih jauh, struktur kredit menengah didominasi oleh kredit modal kerja, kontradiktif dengan kredit mikro dan kecil yang justru didominasi oleh kredit konsumsi. Kredit mikro yang digunakan untuk konsumsi nilainya mencapai Rp1,06 triliun atau 61,99% dari total kredit mikro, kredit mikro yang digunakan untuk modal kerja sebesar Rp0,46 triliun (26,90% dari total kredit mikro), dan kredit mikro yang ditujukan untuk investasi sebesar Rp0,19 triliun (11,11% dari total kredit mikro). Kredit kecil yang digunakan untuk konsumsi sebesar Rp5,34 triliun atau 48,63% dari total kredit kecil. Kredit kecil yang digunakan untuk modal kerja sebesar Rp4,25 triliun (38,71% dari total kredit kecil). Kredit kecil yang ditujukan untuk investasi sebesar Rp1,39 triliun (12,66% dari total kredit kecil). Kredit menengah yang digunakan untuk modal kerja sebesar Rp11,06 triliun atau 59% dari total kredit menengah. Kredit menengah untuk kredit konsumsi sebesar Rp5,03 triliun (26,94% dari total kredit menengah). Kredit menengah yang ditujukan untuk investasi sebesar Rp2,58 triliun (13,82% dari total kredit menengah). 41

72 Perkembangan Perbankan Daerah Grafik 3. 8 Struktur Kredit Mikro, Kredit Kecil, dan Kredit Menengah Grafik 3.9 Perkembangan Kredit UMKM menurut Sektor Ekonomi Ditinjau dari sisi sektoral, kredit UMKM didominasi oleh sektor lainnya dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Pada triwulan II-2009 sektor lainnya mencapai Rp11,39 triliun atau 36,32% dari total kredit UMKM sebesar Rp31,36 triliun. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran mencapai Rp10,72 triliun atau 34,18% dari total kredit UMKM STABILITAS SISTEM PERBANKAN Risiko Kredit Risiko kredit perbankan yang tercermin dari Non Performing Loan (NPL) pada triwulan II-2009 sebesar 3,86% atau meningkat sejak triwulan I Pada triwulan IV-2008, NPL gross Sumut sebesar 2,81%, triwulan I-2009 beranjak naik pada level 3,63%, triwulan II-2009 menjadi 3,86%, namun masih dalam batas aman karena nilainya di bawah 5,00%. 42

73 Perkembangan Perbankan Daerah Grafik NPL Gross Meskipun demikian tren kenaikan NPL gross Sumut perlu dicermati dunia perbankan sebagai peningkatan risiko penyaluran kredit. Perbankan perlu memperketat dan meningkatkan kehati-hatian dalam penyaluran kredit kepada nasabahnya Risiko Likuiditas Likuiditas perbankan Sumut semakin ketat seperti terlihat dari indikator cash ratio triwulan II-2009 yang menurun dibandingkan triwulan I-2009 dari 5,99% menjadi 5,44%. Grafik Cash Ratio Masih belum pulihnya likuiditas global ditengarai menjadi pemicu ketatnya likuiditas perbankan Sumut. Komposisi DPK yang terkonsentrasi pada dana jangka pendek dan kredit yang justru disalurkan untuk jangka menengah dan panjang juga berpotensi menurunkan cash ratio Risiko Pasar Risiko pasar perbankan tercermin dari suku bunga dan nilai tukar. Bagi perbankan Sumut, risiko pasar didekati dengan suku bunga. Suku bunga 43

74 Perkembangan Perbankan Daerah penghimpunan dan penyaluran dana perbankan mengalami kecenderungan menurun, kecuali suku bunga giro. Tabel 3. 2 Suku Bunga Giro, Tabungan, Deposito, dan Kredit Pada akhir triwulan laporan suku bunga giro, tabungan, deposito, kredit masing-masing sebesar 2,34%, 3,05%, 7,88%, dan 13,20%. Kecenderungan penurunan suku bunga perbankan ini sejalan atau dipicu oleh tren penurunan BI rate. Sepanjang triwulan II-2009, BI rate telah diturunkan 3 kali. Penetapan BI rate sebesar 7,50% pada 3 April 2009, diikuti dengan penurunan pada tanggal 5 Mei 2009 menjadi 7,25% dan kembali diturunkan menjadi 7,00% pada 3 Juni Perkembangan terakhir menunjukkan BI rate menjadi 6,75% pada 3 Juli Penurunan BI rate diharapkan akan dapat lebih memfasilitasi percepatan pemberian kredit di tengah-tengah stabilitas makro yang tetap terkendali dengan baik dengan tetap memperhatikan kualitas kredit yang dikucurkan PERBANKAN SYARIAH Kinerja perbankan syariah pada triwulan II-2009 cenderung stabil atau relatif sama dengan triwulan I Aset perbankan syariah triwulan II-2009 sebesar Rp3,79 triliun meningkat 13,47% dibandingkan triwulan I Pembiayaan perbankan syariah triwulan II-2009 sebesar Rp3,99 triliun meningkat 14,00% dibandingkan 44

75 Perkembangan Perbankan Daerah triwulan I DPK perbankan syariah triwulan II-2009 sebesar Rp2,28 triliun atau meningkat 16,33% dibandingkan triwulan I Bila dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu, aset, pembiayaan, dan DPK perbankan syariah masing-masing meningkat 55,97%, 41,49%, dan 48,05%. Grafik Perkembangan Aset, Pembiayaan, dan DPK Bank Syariah Financing to Deposit Ratio (FDR) yang mencerminkan fungsi intermediasi perbankan syariah mencapai 175,00%, menurun 2,02% bila dibandingkan triwulan I-2009, atau menurun 4,43% (yoy). Perbankan syariah perlu memperhatikan struktur pembiayaan dan mengedepankan prinsip kehati-hatian mengingat FDR yang terlalu tinggi juga mengandung risiko. Grafik FDR Bank Syariah 45

76 Perkembangan Perbankan Daerah 3.5. BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) Secara umum, BPR Sumut menunjukkan peningkatan. Aset BPR Sumut triwulan II mencapai Rp0,53 triliun meningkat 3,92% dibandingkan triwulan I-2009 atau 23,26% (yoy). Kredit BPR Sumut triwulan II-2009 sebesar Rp0,40 triliun, meningkat 2,56% dibandingkan triwulan I-2009 atau 21,21% (yoy). DPK BPR Sumut sebesar Rp0,39 triliun atau mengalami pertumbuhan 5,41% dibandingkan triwulan I-2009 atau 25,81% (yoy). Grafik Perkembangan Aset, Kredit, dan DPK BPR Fungsi intermediasi BPR triwulan II-2009 mengalami sedikit perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. LDR BPR sebesar 102,56% menurun bila dibandingkan triwulan I-2009 sebesar 105,41%. Grafik Loan to Deposit Ratio (LDR) BPR 46

77 Perkembangan Perbankan Daerah 3.6. BANK BERKANTOR PUSAT DI MEDAN Perkembangan kinerja 2 (dua) bank yang berkantor pusat di Medan menunjukkan adanya peningkatan. Indikasi ini terlihat dari meningkatnya 3 (tiga) indikator utama perbankan, yaitu: aset, kredit dan DPK. Grafik Perkembangan Aset, Kredit, dan DPK Bank Berkantor Pusat di Medan Total aset bank berkantor pusat di Medan meningkat dari Rp16,08 triliun pada triwulan I-2009 menjadi Rp16,70 triliun pada triwulan II Total kredit bank berkantor pusat di Medan meningkat dari Rp10,40 triliun menjadi Rp11,37 triliun. Total DPK bank berkantor pusat di Medan meningkat dari Rp12,90 triliun pada triwulan I-2009 menjadi Rp13,10 triliun pada triwulan II Grafik LDR Bank Berkantor Pusat di Medan LDR kedua bank tersebut sebesar 86,74% atau meningkat dibandingkan triwulan I sebesar 80,58%. 47

78 KRISIS INDUSTRI PERKAYUAN DI SUMATERA UTARABOKS 5 Bantuan BOKS Benih 5 Kredit Usaha Rakyat (KUR) Padi Gratis Sebanyak ton di Sumut Realisasi KUR nasional hingga Juni 2009 melalui 6 bank pelaksana mencapai Rp14,88 triliun kepada 2,03 juta debitur. Sumut menduduki peringkat keempat dari 33 provinsi di Indonesia setelah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat atau tertinggi di luar Jawa. Ditinjau menurut sektor ekonomi, kebanyakan debitur KUR bergerak di sektor perdagangan, restoran, dan hotel (55,47%) dengan nilai kredit sebesar Rp8,18 triliun. KUR tertinggi berikutnya disalurkan untuk debitur yang bergerak di bidang pertanian (30,31%) dengan nilai kredit sebesar Rp3,96 triliun dan debitur yang bergerak di sektor lain-lain (9,81%) dengan nilai kredit sebesar Rp1,39 triliun.

79 Pelaksanaan KUR di Sumut berdasarkan MoU mengenai Penjaminan Kredit atau Pembiayaan kepada UMKM dan Koperasi antara Departemen Teknis Pelaksana Program 1 dengan Lembaga Penjamin Kredit (LPK) 2 dan Bank Pelaksana 3 pada tanggal 9 Oktober Di Sumut, KUR yang tersalurkan hingga Juni 2009 mencapai Rp864,71 miliar kepada debitur. Berdasarkan penggunaannya KUR lebih banyak untuk kredit modal kerja (76,34%) selebihnya merupakan kredit investasi. Sesuai dengan addendum I terhadap MoU tanggal 9 Oktober 2007 pada tanggal 14 Mei 2008 antara Departemen Teknis Pelaksana dengan Lembaga Penjamin Kredit (LPK) dan Bank Pelaksana, Bank dapat memberikan KUR Mikro dengan jumlah setinggi-tingginya Rp5 juta dengan suku bunga atau bagi hasil efektif maksimal 24%. Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia Medan berperan sebagai: Counterpart dari Komite Kebijakan Membantu melakukan monitoring perkreditan melalui Sistem Informasi Debitur (SID). Memfasilitasi perbankan dan instansi terkait antara lain berupa pertemuan/ koordinasi dalam hal adanya permasalahan atau kendala khususnya yang terkait dengan ketentuan perkreditan oleh perbankan. 1 Departemen Keuangan, Departemen Pertanian, Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Perindustrian, dan Kementrian Negara Koperasi dan UKM. 2 Perum Sarana Pengembangan Usaha dan PT. Askrindo. 3 BRI, Bank Mandiri, BNI, BTN, Bank Bukopin, dan Bank Syariah Mandiri.

80 Kantor Bank Indonesia Medan senantiasa memfasilitasi KUR dan menghimbau perbankan untuk memperhatikan penyaluran KUR yang tepat sasaran sehingga prestasi KUR Sumut dapat dipertahankan dan ditingkatkan. Mengingat KUR dijamin oleh pemerintah maka hendaknya penyaluran KUR lebih diarahkan untuk kredit investasi atau kredit modal kerja.

81 BAB IV Perkembangan Keuangan Daerah

82 Perkembangan Keuangan Daerah BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Anggaran Pendapatan Pemerintah Provinsi Sumut tahun 2009 ditetapkan sebesar Rp3,25 triliun, meningkat 0,93% (yoy) dibandingkan pendapatan pada tahun sebelumnya yang sebesar Rp3,22 triliun. Perolehan utama atas pendapatan daerah berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp2,10 triliun lebih dengan kontribusi terbesar berasal dari pajak daerah yang diproyeksikan Rp1,95 triliun lebih. Dibandingkan dengan APBD 2008, alokasi pendapatan yang berasal dari PAD mengalami peningkatan sebesar 10,89%. Kenaikan tersebut diperoleh terutama dari kenaikan pajak daerah yang objek pajaknya terkait dengan keberadaan bahan bakar minyak (BBM). Sementara itu sumber PAD lainnya yang berasal dari retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan maupun PAD yang sah lainnya juga mengalami kenaikan meski tidak sebesar kenaikan pajak daerah. Sumber pendapatan daerah lainnya berasal dari dana perimbangan yang merupakan dana transfer dari pemerintah pusat yang jumlahnya diproyeksikan sebesar Rp1,11 triliun lebih dan terdiri atas bagi hasil pajak sebesar Rp316 miliar, bagi hasil bukan pajak Rp1,37 miliar dan dana alokasi umum Rp800,70 miliar serta sumber pendapatan daerah lainnya berasal dari lain-lain pendapatan yang sah yang jumlahnya lebih kecil, yakni Rp26,73 miliar lebih. Penyampaian Nota Keuangan dan R-APBD 2009 Sumut tergolong cepat seiring dengan diterbitkannya Permendagri No. 59 Tahun 2007 yang menyederhanakan tahapan pembahasan R-APBD. Sementara itu, dari sisi belanja peningkatan volume APBD 2009 antara lain didorong oleh peningkatan pada alokasi belanja langsung yaitu sekitar 65%, sedangkan alokasi belanja tidak langsung meningkat sebesar 25%. Kebijakan APBD tahun 2009 ditujukan untuk mewujudkan 8 (delapan) common goals. Ke delapan common goals tersebut adalah peningkatan kualitas dan produktivitas sumberdaya manusia, ketahanan pangan, peningkatan daya beli masyarakat, peningkatan kinerja aparatur, penanganan pengelolaan bencana, pengendalian dan pemulihan kualitas lingkungan, pengembangan infrastruktur wilayah, serta kemandirian energi dan kecukupan air baku. 48

83 Perkembangan Keuangan Daerah 1. APBD PEMERINTAH PROVINSI SUMUT TAHUN 2009 APBD Pemerintah Provinsi Sumut ditetapkan lebih cepat dibandingkan penetapan pada tahun-tahun sebelumnya, yang biasa terjadi pada bulan Februari-Maret. Percepatan dimaksudkan agar proses pembangunan dapat lebih awal dilaksanakan, serta diharapkan dapat menjadi stimulus dalam menghadapi dampak krisis keuangan global yang sedang terjadi saat ini. Belanja langsung yang terkait dengan kegiatan pembangunan dan investasi pemerintah daerah diharapkan dapat menjadi penopang kegiatan perekonomian daerah serta mampu menyerap tenaga kerja ditengah lesunya kegiatan ekonomi di sektor swasta, sebagai akibat krisis keuangan global. Tabel 4. 1 Perkembangan APBD Sumut 2009 (dalam Rupiah) URAIAN * Pendapatan 2,685,787,990, ,225,852,852, ,248,999,615, Pendapatan Asli Daerah 1,693,846,304, ,181,311,128, ,104,202,616, Pendapatan Transfer/ Dana Perimbangan 969,081,298, ,039,335,523, ,118,068,902, Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 22,860,387, ,206,199, ,728,097, Belanja 2,560,723,359, ,967,350,329, ,615,975,755, Belanja Operasi 1,332,801,241, ,703,929,920, ,124,108,262, Belanja Modal 686,133,765, ,740,663, ,514,349, Belanja Tak Terduga 7,448,006, ,822, ,900,000, Transfer Bagi Hasil ke Kab./ Kota/Desa 534,340,346, ,336,923, ,453,144, SURPLUS/DEFISIT 125,064,631, ,502,522, ,976,140, Pembiayaan Penerimaan Daerah 289,362,661, ,258,829, ,149,725, Pengeluaran daerah 20,168,463, ,170,400, ,173,585, PEMBIAYAAN NETTO 269,194,197, ,088,429, ,976,140, SILPA 394,258,829, ,590,951, *Anggaran Sumber: Laporan Realisasi APBD, Lampiran I Peraturan Daerah No.1 tahun 2009, diolah Krisis ekonomi global yang terjadi sejak akhir tahun 2008 merupakan salah satu asumsi faktor eksternal yang mendasari penetapan APBD Provinsi Sumut tahun Beberapa asumsi kondisi eksternal lainnya adalah harga minyak dunia tahun 2009 sebesar 80 dolar AS, pemerintah tidak akan menaikkan Tarif Dasar Listrik (TDL), serta laju pertumbuhan ekonomi sebesar 6,0%. Sementara itu, kondisi internal yang diperkirakan berdampak terhadap APBD Provinsi Sumut tahun 2009 diantaranya adalah laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,6%-1,7%, tingkat inflasi sebesar 10% 12%, jumlah penduduk miskin menjadi pada kisaran 13%-14%, serta angka pengangguran berkisar 9%-10%. Namun demikian, asumsi yang digunakan tersebut masih dimungkinkan berubah mengikuti perkembangan terkini. 49

84 Perkembangan Keuangan Daerah Berdasarkan asumsi-asumsi yang ada, serta tantangan dan peluang ke depan, kebijakan APBD Tahun 2009 ditujukan untuk mewujudkan 8 (delapan) common goals. Ke delapan common goals tersebut adalah peningkatan kualitas dan produktivitas sumberdaya manusia, ketahanan pangan, peningkatan daya beli masyarakat, peningkatan kinerja aparatur, penanganan pengelolaan bencana, pengendalian dan pemulihan kualitas lingkungan, pengembangan infrastruktur wilayah, serta kemandirian energi dan kecukupan air baku. Peningkatan kualitas dan produktivitas sumberdaya manusia melalui peningkatan di bidang pendidikan menjadi prioritas utama alokasi APBD tahun 2009, yaitu sebesar Rp1,62 triliun, atau 20,26% dari total belanja daerah. Bidang pendidikan diarahkan pada peningkatan indeks pendidikan, yaitu angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah diantaranya melalui penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dan rintisan wajib belajar 12 tahun dengan program utama: Bantuan Operasional Sekolah (BOS) provinsi mulai dari jenjang SD/MI sampai SMA/SMK/MA, pengadaan buku paket pelajaran untuk mata pelajaran yang diujinasionalkan dari kelas 1 hingga kelas 12, peningkatan kesejahteraan guru khususnya di daerah terpencil, daerah perbatasan dan guru Madrasah serta penuntasan buta aksara. 2. REALISASI APBD PEMERINTAH PROVINSI SUMUT TAHUN 2009 Hingga semester I-2009, realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) baru tercapai sebesar Rp1.503,43 miliar dari total pendapatan yang dianggarkan untuk tahun 2009 sebesar Rp3.249,00. Belanja Pemprovsu sepanjang semester I-2009 sebesar Rp583,05 miliar dari total belanja yang dianggarkan sepanjang tahun 2009 sebesar Rp3.615,98 miliar. Berdasarkan pendapatan dan belanja tersebut, pemprovsu mengalami surplus sebesar Rp920,38 miliar. Penerimaan dan pengeluaran daerah masing-masing sebesar Rp399,15 miliar dan Rp32,17 miliar. Penerimaan daerah bersumber dari akun penerimaan pembiayaan daerah (sisa lebih perhitungan anggaran-tahun anggaran sebelumnya). Pengeluaran daerah berupa pengeluaran pembiayaan daerah meliputi penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah dan pembayaran pokok utang, nilainya masing-masing sebesar Rp32,00 miliar dan Rp0,17 miliar. 50

85 Perkembangan Keuangan Daerah Tabel 4. 2 Realisasi APBD Provinsi Sumut tahun 2009 Jumlah (Rp miliar) Bertambah/(Berkurang) No. Urut Uraian Anggaran Semula Realisasi Rp miliar % 4 PENDAPATAN DAERAH 3, , (1,745.57) Pendapatan Asli Daerah 2, (1,162.64) Hasil Pajak Daerah 1, (1,073.76) Hasil Retribusi Daerah (11.43) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan (91.62) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Dana Perimbangan 1, (581.11) Bagi Hasil Pajak/ Bagi Hasil Bukan Pajak (238.24) Dana Alokasi Umum (310.42) Dana Alokasi Khusus (32.41) Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah (1.82) Pendapatan Hibah (1.22) Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus (0.59) JUMLAH PENDAPATAN 3, , (1,745.57) BELANJA DAERAH 3, (3,032.93) Belanja Tidak Langsung 2, (1,743.88) Belanja Pegawai (465.83) Belanja Hibah (109.37) Belanja Bantuan Sosial (57.58) Belanja Bagi Hasil kepada Provinsi/Kabupaten/Kota (684.80) Belanja Bantuan Keuangan kepada Provinsi/Kabupaten/Kota (371.16) Belanja Tidak Terduga (55.13) Belanja Langsung 1, (1,289.05) Belanja Pegawai (150.22) Belanja Barang dan Jasa (446.93) Belanja Modal (691.89) JUMLAH BELANJA 3, (3,032.93) JUMLAH SURPLUS/ DEFISIT (366.98) , Penerimaan Pembiayaan Daerah (399.15) Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya (399.15) JUMLAH PENERIMAAN DAERAH (399.15) Pengeluaran Pembiayaan Daerah (5.08) Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah (5.00) Pembayaran Pokok Utang JUMLAH PENGELUARAN DAERAH (5.08) JUMLAH PEMBIAYAAN (27.09) (394.07) SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN (SILPA)

86 BAB V Perkembangan Sistem Pembayaran

87 Perkembangan Sistem Pembayaran BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 5.1. Kegiatan Transaksi BI-RTGS Perbankan Sumatera Utara Perkembangan transaksi pembayaran non tunai Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) perbankan Sumatera Utara pada triwulan II 2009 mengalami penurunan baik nilai maupun jumlah transaksi. Nilai transaksi BI-RTGS di Provinsi Sumatera Utara yang meliputi wilayah kerja KBI Medan, KBI Pematang Siantar dan KBI Sibolga pada triwulan II 2009 tercatat sebesar Rp milyar atau turun -19,89% bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp milyar, dengan jumlah transaksi BI-RTGS yang juga mengalami penurunan sebesar -18,71% dari transaksi pada triwulan II 2008, menjadi transaksi. Dibandingkan periode triwulan sebelumnya, nilai transaksi BI-RTGS perbankan Sumatera Utara juga mengalami penurunan, baik nilai maupun jumlah transaksi masingmasing sebesar -27,95% dan -50,81%. Pada triwulan I 2009 jumlah BI-RTGS tercatat sebesar Rp milyar dengan transaksi. Belanja barang dan jasa masyarakat untuk keperluan kegiatan kampanye pemilihan calon anggota legislatif (caleg) pada Pemilu 2009 ditengarai sebagai salah satu faktor besarnya transaksi BI-RTGS pada triwulan I Pada triwulan II 2009 transaksi BI-RTGS kembali normal. Hal lain yang mempengaruhi penurunan transaksi BI-RTGS adalah dampak dari imbas krisis keuangan yang saat ini masih mempengaruhi perekonomian dunia. Besaran rata-rata per hari nilai transaksi BI-RTGS pada triwulan II 2009 adalah sebesar Rp1.783 miliar, dengan rata-rata sebanyak transaksi per hari. Data perkembangan transaksi BI-RTGS terlihat pada tabel 5.1 dibawah ini. Tabel 5.1. Transaksi BI-RTGS Perbankan di Wilayah Sumatera Utara Meliputi wilayah kerja KBI Medan, KBI Pematang Siantar dan KBI Sibolga. 52

88 Perkembangan Sistem Pembayaran 5.2. Transaksi Kliring Aktivitas transaksi non tunai melalui transaksi kliring di wilayah perbankan Sumatera Utara pada triwulan II 2009 mengalami penurunan baik nilai maupun jumlah transaksi. Nilai transaksi kliring di Provinsi Sumatera Utara yang meliputi wilayah kerja KBI Medan, KBI Pematang Siantar dan KBI Sibolga pada triwulan II 2009 tercatat sebesar Rp milyar atau turun -13,81% bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp milyar. Jumlah transaksi kliring juga mengalami penurunan sebesar -6,22% dari warkat pada triwulan II 2008, menjadi warkat. Penurunan nilai transaksi kliring pada triwulan II 2009 dipengaruhi oleh menurunnya jumlah warkat kliring dan adanya alternatif pilihan masyarakat dalam transaksi non tunai antara lain melalui BI-RTGS dengan waktu pelayanan yang lebih cepat serta perlambatan pada kegiatan dunia usaha yang ditengarai sebagai imbas krisis keuangan. Dibandingkan triwulan sebelumnya, nilai transaksi kliring pada triwulan II 2009 mengalami peningkatan yang cukup besar yaitu sebesar 5,13% dari Rp milyar pada triwulan I 2009 menjadi Rp milyar. Namun jumlah warkat mengalami penurunan sebesar 19,62% yaitu dari warkat menjadi warkat. Nilai transaksi kliring per hari pada triwulan II 2009 adalah sebesar Rp438 miliar, dengan rata-rata jumlah warkat yang diproses sebanyak warkat per hari. Perkembangan transaksi kliring dapat dilihat pada grafik 5.1 dibawah. Grafik 5.1 Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi Kliring Grafik Penolakan Cek/BG Kosong Sementara itu, perkembangan jumlah penolakan Cek dan Bilyet Giro Kosong di wilayah perbankan Sumatera Utara tercatat sebesar Rp316 milyar atau meningkat cukup signifikan yaitu sebesar 44,95% dibandingkan triwulan II 2008, yang tercatat sebesar Rp218 milyar dengan jumlah warkat yang juga meningkat yaitu sebesar 4,08% dari warkat menjadi warkat. Dibandingkan periode triwulan sebelumnya, jumlah penolakan Cek dan Bilyet Giro Kosong juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan 53

89 Perkembangan Sistem Pembayaran yaitu sebesar 23,92% dengan jumlah warkat yang sedikit mengalami penurunan yaitu sebesar 12,40%. Meningkatnya jumlah penolakan cek dan bilyet giro kosong akibat kurangnya pemahaman dan ketaatan masyarakat pengguna terhadap fungsi dan tanggungjawab dalam penarikan cek maupun bilyet giro serta pemahaman petugas bank dalam pengelolaan administrasi penggunaan cek dan bilyet giro nasabahnya. Data perkembangan nilai transaksi kliring pada tabel 5.2 dibawah ini. Tabel 5.2. Perkembangan Transaksi Kliring dan Cek/BG Kosong 5.3. Perkembangan Aliran Uang Kartal (Inflow dan Outflow) Pada triwulan II-2009, aliran uang kartal di wilayah kerja KBI Medan, KBI Pematang Siantar dan KBI Sibolga menunjukkan posisi Netinflow atau jumlah uang kartal yang masuk (Inflow) ke Bank Indonesia lebih besar dibandingkan jumlah uang kartal yang keluar (Outflow). Posisi netinflow tercatat sebesar Rp927 miliar atau 68,87% lebih kecil dari periode sebelumnya yang tercatat sebesar Rp2.978 milyar. Hal ini dipengaruhi oleh arus uang kartal yang kembali ke Bank Indonesia pada periode triwulan II 2009 jauh lebih kecilnya dibanding periode triwulan I 2009 sementara itu jumlah uang kartal yang keluar dari Bank Indonesia pada kedua perioide relatif sama. Jumlah Inflow pada triwulan II 2009 tercatat sebesar Rp2.563 milyar atau mengalami penurunan sebesar 44,12% dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat sebesar Rp Berbeda halnya dengan aliran uang keluar (Outflow), pada triwulan II 2009 tercatat sebesar Rp1.636 milyar atau sedikit mengalami kenaikan sebesar 1,68% 54

90 Perkembangan Sistem Pembayaran dari Rp1.609 milyar pada triwulan I Penurunan Inflow pada triwulan II 2009 di Sumatera Utara dipengaruhi oleh meningkatnya penyediaan likuiditas uang kartal perbankan seiring dengan meningkatnya kebutuhan transaksi perekonomian masyarakat pada kegiatan pra/ pasca kampanye pemilihan calon anggota legislatif. Sementara itu stabilnya jumlah Outflow pada triwulan I 2009 di Sumatera Utara mencerminkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan uang kartal di Bank Indonesia serta optimalisasi manajemen kas perbankan di Sumatera Utara. Perkembangan aliran uang kartal di KBI Medan dan KBI Sibolga sebagaimana grafik dibawah ini. Grafik 5.3. Perkembangan Aliran Uang Kartal Meliputi wilayah kerja KBI Medan, KBI Pematang Siantar dan KBI Sibolga. Rata-rata per hari jumlah aliran uang kartal inflow pada triwulan II 2009 mencapai Rp70,2 miliar atau turun 10,83% dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp.78,7 miliar, sedangkan rata-rata per hari jumlah outflow mencapai Rp37,4 miliar atau naik 24,90% dibandingkan rata-rata triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp29,9 milyar. Tabel 5.3. Perkembangan Aliran Kas Posisi Kas Bank Indonesia yang tercatat di KBI Medan, KBI Pematang Siantar dan KBI Sibolga sampai dengan akhir periode triwulan II-2009 tercatat sebesar Rp7.097 miliar atau lebih besar dibandingkan posisi kas pada periode sebelumnya yang tercatat sebesar Rp6.676 milyar. Perkembangan aliran kas di KBI Medan dan KBI Sibolga sebagaimana tabel 5.3 diatas. 55

91 Perkembangan Sistem Pembayaran 5.4. Temuan Uang Palsu Jumlah temuan uang rupiah palsu yang tercatat di KBI Medan pada triwulan II 2009 tercatat sebanyak 163 lembar dengan nilai nominal sebesar Rp atau ratarata temuan sebanyak 3 lembar per hari kerja. Jumlah temuan mengalami penurunan baik jumlah lembar (30%) maupun nilai nominal (40%) dibandingkan triwulan I 2009 yang tercatat sebanyak 231 lembar dengan nilai nominal sebesar Rp Berdasarkan sumber penerimaan atau laporan temuan uang palsu pada periode laporan, sebagian besar berdasarkan laporan bank ke KBI Medan. Sama dengan periode sebelumnya, denominasi pecahan Rupiah yang paling banyak dipalsukan adalah pecahan Rp ,- yang tercatat sebanyak 66 bilyet atau 40% dari total temuan uang palsu, diikuti pecahan Rp ,- (29%), pecahan Rp ,- (25%), pecahan Rp ,- (4%), pecahan Rp.5.000,- (2%) sedangkan uang pecahan Rp.1.000,- hanya ditemukan 1 (satu) lembar. Sementara itu dari KBI Pematang Siantar dan KBI Sibolga tidak terdapat laporan temuan uang palsu pada periode laporan. Data perkembangan temuan uang rupiah palsu di wilayah Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel 5.4. Tabel 5.4. Data Temuan Uang Palsu di Kantor Bank Indonesia (Satuan Lembar) Jenis Pecahan 2007 I II III IV Jumlah I II Jumlah Rp Rp Rp Rp Rp Rp Jumlah lembar Nominal dlm ribuan Rp Untuk menekan jumlah beredarnya uang palsu di wilayah Sumatera Utara, Bank Indonesia tetap melakukan upaya penanggulangan secara kontinyu, baik preventif maupun represif. Langkah preventif dimaksud antara lain meningkatkan pemahaman masyarakat dengan melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang Rupiah kepada kalangan pelajar, mahasiswa, akademisi, masyarakat, pelaku usaha, pegawai negeri, kepolisian serta penyebaran informasi kepada perbankan di wilayah Sumatera Utara. Upaya represif yang dilakukan adalah dengan meningkatkan koordinasi dengan pihak-pihak instansi pemerintah yang berwenang. 56

92 Perkembangan Sistem Pembayaran 5.5. Penyediaan Uang Yang Layak Edar Salah satu tujuan kebijakan Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran yaitu memenuhi kebutuhan masyarakat akan uang kartal baik dari jumlah maupun kualitas yang layak edar. Berkaitan dengan hal tersebut, Bank Indonesia senantiasa memantau dan menghitung jumlah uang yang berada di masyarakat dan perbankan. Selain itu, Bank Indonesia secara periodik dan berkesinambungan melakukan penyortiran dan peracikan uang kartal yang tidak memenuhi persyaratan uang yang layak edar. Uang yang termasuk dalam kategori tidak layak edar (lusuh/rusak) dan uang dengan emisi yang telah ditarik dari peredaran, kemudian dicatat sebagai Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB), yang selanjutnya dilakukan pemusnahan. Grafik 5.5. Perkembangan Jumlah PTTB di Sumatera Utara Jumlah uang kartal yang telah dicatat sebagai PTTB pada periode triwulan laporan tercatat Rp134 milyar atau 3,03% dari jumlah inflow. Jumlah tersebut mengalami penurunan sebesar 47,45% dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat Rp255 milyar. Penurunan ini mencerminkan tingkat kesadaran dan pemahaman masyarakat telah cukup baik dalam menggunakan uang kertas untuk transaksi tunai Transaksi Jual Beli UKA dan TC Pada PVA Non Bank Jumlah transaksi jual beli Uang Kertas Asing (UKA) dan Traveller Cheque (TC) pedagang valuta asing (PVA) non bank di Provinsi Sumatera Utara pada triwulan I 2009 menunjukan penurunan baik jumlah penjualan maupun pembelian. Nilai penjualan UKA dan TC tercatat sebesar US$10.7 juta atau menurun sebesar 11,57% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar US$12.1 juta. Sementara itu nilai pembelian UKA dan TC tercatat sebesar US$10.6 juta atau menurun sebesar 13,11% dari US$12,2 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya. Dibanding triwulan sebelumnya, nilai penjualan UKA dan TC mengalami penurunan sebesar 3,60% dari US$11,1 juta menjadi US$10,7 juta. Sedangkan nilai pembelian UKA dan TC menurun cukup signifikan 57

93 Perkembangan Sistem Pembayaran sebesar 39,77% dari US$17,6 juta menjadi US$10,6 juta. Imbas dari krisis keuangan global saat ini ditengarai mempengaruhi transaksi dari pedagangan valuta asing, yang berdampak terhadap penurunan jumlah penjualan dan pembelian UKA dan TC pada PVA bukan bank. Data perkembangan transaksi pada tabel 5.5 dibawah. Tabel 5.5. Perkembangan Transaksi Jual Beli UKA dan TC Jenis valuta yang paling dominan dalam transaksi penjualan maupun pembelian UKA dan TC pada perdagangan PVA adalah jenis valuta MYR, US$, SGD. Kegiatan ekonomi yang mendukung perdagangan UKA dan TC melalui PVA adalah kegiatan penukaran yang dilakukan oleh wisatawan mancanegara (wisman) khususnya yang berasal dari negara-negara ASEAN, remitansi Tenaga Kerja Indonesia (TKI), keperluan medis (pemeriksaan kesehatan) dengan negara tujuan utama adalah Malaysia dan Singapura, pendidikan, menunaikan ibadah haji, wisata rohani ke luar negeri dan perdagangan. 58

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2011

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2011 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2011 BANK INDONESIA MEDAN 2011 Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2010

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2010 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2010 BANK INDONESIA MEDAN 2010 Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian suatu negara dapat ditinjau dari variabelvariabel makroekonomi yang mampu melihat perekonomian dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Variabelvariabel

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN II-2011

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN II-2011 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN II-2011 BANK INDONESIA MEDAN 2011 Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

i

i i 2 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Indeks 250 200 150 100 50 0 Indeks SPE Growth mtm (%) Growth yoy (%)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2009

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2009 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2009 BANK INDONESIA MEDAN 2009 Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan II-2013 KATA PENGANTAR

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan II-2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii ... 48... 49... 56... 57... 59... 59... 60 iii iv DAFTAR TABEL v DAFTAR GRAFIK vi vii viii RINGKASAN UU ix x xi xii BAB 1 EKONOI AKRO REGIONAL Pada triwulan II-2013, ekonomi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2010 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga Kajian

Lebih terperinci

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 1 Triwulan III 212 Halaman ini sengaja dikosongkan 2 Triwulan III 212 KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 29 Kantor Triwulan I-29 BANK INDONESIA PADANG KELOMPOK KAJIAN EKONOMI Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp. 751-317 Fax. 751-27313 Penerbit

Lebih terperinci

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik B O K S Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-29 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Zona Sumbagteng terus

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-211 Kantor Bank Indonesia Bandung KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan IV2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 29 Kantor Ringkasan Eksekutif KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan anugerah-nya sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Neva Andina Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II - 2014

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Visi, Misi Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Lampung Triwulan IV - 2008 Kantor Bank Indonesia Bandar Lampung i Visi, Misi Bank Indonesia Visi, Misi Bank Indonesia Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2010 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

ii Triwulan I 2012

ii Triwulan I 2012 ii Triwulan I 2012 iii iv Triwulan I 2012 v vi Triwulan I 2012 vii viii Triwulan I 2012 ix Indikator 2010 2011 Total I II III IV Total I 2012 Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan V2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan II - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kendari, 9 Agustus 2011 BANK INDONESIA KENDARI. Sabil Deputi Pemimpin

KATA PENGANTAR. Kendari, 9 Agustus 2011 BANK INDONESIA KENDARI. Sabil Deputi Pemimpin KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Tenggara menyajikan kajian mengenai perkembangan ekonomi Sulawesi Tenggara yang meliputi perkembangan ekonomi makro, perkembangan inflasi daerah,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-29 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2004 185 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2004, Bank Indonesia

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Di sisi penawaran, hampir keseluruhan sektor mengalami perlambatan. Dua sektor utama yang menekan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2012 adalah sektor pertanian dan sektor jasa-jasa mengingat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN IV 21 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Kelompok Kajian Ekonomi Bank Indonesia Denpasar Jl. Letda Tantular No. 4 Denpasar Bali,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

Triwulan IV iii

Triwulan IV iii ii Triwulan IV 2012 iii iv Triwulan IV 2012 v vi Triwulan IV 2012 vii viii Triwulan IV 2012 Indikator 2010 2011 2012 Total I II III IV Total I II III IV Total Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008 YOGYAKARTA VISI BANK INDONESIA Menjadi KBI yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Halaman ini sengaja dikosongkan This

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-I 2013 halaman ini sengaja dikosongkan iv Triwulan I-2013 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Daftar Isi KATA PENGANTAR... III DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2014 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Asnawati Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Papua Barat (Pabar) periode triwulan IV-2014 ini dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I - 2009 Kantor Bank Indonesia Palembang Daftar Isi KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN III 211 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Kelompok Kajian Ekonomi Bank Indonesia Denpasar Jl. Letda Tantular No. 4 Denpasar Bali,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah II Kalimantan Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah Triwulan I-2015 Kantor Perwakilan Provinsi Kalimantan Tengah KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2-2009 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 1-2009 3 4 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2-2009 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Triwulan III - 2008 Kantor Bank Indonesia Palembang Daftar Isi KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Triwulan I - 2009 Kantor Bank Indonesia Palembang KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan

Lebih terperinci