BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Graf Suatu graf G adalah suatu pasangan himpunan (V(G),E(G)), dimana V(G) = { v 1, v 2,.. v n } adalah himpunan tak kosong berhingga yang terdiri dari titik-titik disebut verteks dan suatu himpunan E(G) = { e 1, e 2,.. e n } dengan garis-garis yang menghubungkan verteks-verteks disebut sisi (Chartrand dan Oellerman, 1993). Penulisan yang tepat untuk menyatakan sisi adalah e=(v 1 v 2 ) atau e=(v 2 v 1 ). Jika e=(v 1 v 2 ) adalah suatu sisi dari graf G, maka dikatakan v 1 dan v 2 bersisian (adjacent). G : v 1 e 1 v 2 v 6 e 7 e 2 e 5 e 6 e 3 v 5 e 4 v 4 v3 Gambar 2.1. Graf G Pada gambar 2.1, G adalah graf dengan : V(G) = { v 1, v 2, v 3, v 4, v 5, v 6, } dan E(G) = { e 1, e 2, e 3, e 4, e 5, e 6, e 7, }, dimana e 1 = (v 1 v 2 ), e 2 = (v 1 v 3 ), e 3 = (v 3 v 4 ), e 4 = (v 4 v 5 ), e 5 = (v 4 v 6 ), e 6 = (v 1 v 4 ), dan e 7 = (v 3 v 7 ). Suatu gelang ( loop) pada suatu graf G adalah suatu sisi yang verteks awalnya sama dengan verteks akhir yaitu e=(v 1 v 1 ). Dua verteks yang dihubungkan lebih dari satu sisi maka disebut sisi paralel. Suatu graf G disebut graf sederhana jika tidak memuat sisi paralel dan gelang.

2 G: v 1 e 1 v 3 e 2 e4 e 5 e 6 v 2 e 3 Gambar 2.2 Graf Tidak Sederhana Graf G pada gambar 2.2, sisi e4 dan e5 merupakan sisi paralel dan sisi e3 merupakan gelang. Banyaknya verteks dari suatu graf G disebut ordo (orde) dengan notasi p dan banyaknya sisi dari suatu graf G disebut ukuran (size) dengan notasi q. Suatu graf G dengan ordo p dan ukuran q dinotasikan (p,q) graf. Suatu graf G, jika v V(G), derajat dari v dinotasikan dengan d(v) yaitu banyaknya sisi yang bertemu di v (Narsingh, 1986). Derajat terkecil dari suatu verteks-verteks di G disebut derajat minimal dengan notasi (G) dan derajat terbesar dari suatu verteks-verteks di G disebut derajat maksimal dengan notasi Δ G. Suatu verteks yang berderajat 0 disebut verteks isolasi dan suatu verteks yang derajat 1 disebut verteks ujung (pendant) serta suatu verteks yang memuat gelang dianggap verteks yang berderajat 2 (Fletcher, 1991). G: u t w v z y x Gambar 2.3. Graf dengan derajat minimal dan maksimal

3 Graf G pada gambar 2.3, d(u) = 4, d(v) = 4, d(w) = 3, d(x) = 2, d(y) = 2, d(z) = 1 dan d(t) = 0 maka Δ(G) = 4 dan (G) = Keterhubungan graf Suatu jalan (walk) dalam suatu graf G adalah barisan berganti-ganti W : v 0, e 1, v 1, e 2, v 2,, v n-1, e n, v n (n 0) dari verteks-verteks dan sisi-sisi yang diawali dan diakhiri dengan verteks-verteks, sehingga e i = v i-1 v i untuk I = 1, 2,, n. Karena jalan W diawali dengan v 0 dan diakhiri dengan v n, dinyatakan sebagai suatu jalan v 0 v n (a v 0 v n walk) (Harary, 1994). Suatu sikel (cycle) adalaj suatu jalan v 0, e 1, e 2,, v n-1, e n, v n dimana n 3, v 0 =v n dan n verteks v 0,v 1, v n tanpa pengulangan, dinotasikan C n. suatu sikel disebut genap jika panjangnya genap. Suatu sikel disebut ganjil jika panjangnya ganjil. Graf pada gambar 2.4, memuat C 3, C 4 dan C 5. c 3 c 4 c 5 Gambar 2.4. Sikel Suatu graf G sendiri adalah terhubung (connected) jika u terhubungkan ke v untuk setiap pasangan u,v dari verteks-verteks di G.Suatu graf G yang tidak terhubung dikatakan terputus (disconnected) Subgraf dan graf bipartit Graf G 1 disebut subgraf dari G jika V 1 adalah himpunan bagian dari V(G) dan E 1 adalah himpunan bagian dari E(G) dari G 1 sendiri merupakan suatu graf. Graf pada gambar 2.5, G 1 dan G 2 adalah subgraf di G (Lipschutz, 2002).

4 G : G 1 : G 2 : v w v w v u x y x y u x y Gambar 2.5. Dua subgragf (G 1 dan G 2 ) dari suatu graf G Jika v suatu verteks di G, maka G-v adalah suatu subgraf G yang dihasilkan dengan menghilangkan v dan semua sisi yang bersisian di v. Gambar 2.6 merupakan suatu graf G dengan graf G-v. G : G-v : x u x u y w y w z v Gambar 2.6. Graf G-v z Jika e suatu sisi di G, maka G-e adalah suatu subgraf G yang dihasilkan dengan menghilangkan suatu sisi e di G (Liu, 1995). Gambar 2.7 merupakan suatu graf G dengan G-e. G : G-e e Gambar 2.7. Graf G-e Suatu bagian G disebut graf bipartit jika V(G) dapat dipartisi menjadi dua himpunan bagian V 1 dan V 2 sedemikian sehingga V(G) = V 1 V 2 yaitu setiap sisi di G terhubungkan dengan suatu verteks di V 1 dan V 2.

5 Graf G gambar 2.8(a) adalah graf bipartit karena V(G) dapat dipartisi menjadi dua himpunan bagian V 1 = {v 1,v 6 } dan V 2 = {v 2, v 3, v 4, v 5 } dimana setiap sisi di G terhubungkan dengan verteks di V 1 dan V 2. Setelah digambar ulang, jelas G adalah graf bipartit, seperti pda gambar 2.8(b). G : v 1 v 2 v 1 v 6 v 3 v 4 v 5 v 6 (a) Gambar 2.8. Graf bipartit v 4 v 2 v 3 v 5 (b) Suatu graf tidak trivial G adalah bipartit jika dan hanya jika G tidak memuat sikel ganjil. Suatu graf G disebut graf lengkap jika setiap pasang verteksnya bersisian. Graf lengkap dengan ordo p dinotasikan dengan K p. Graf pada gambar 2.9 adalah K p untuk setiap p = 1, 2, 3, 4, 5. K 1 K 2 K 3 K 4 K 5 Gambar 2.9. Graf lengkap 2.2. Pewarnaan Graf Suatu pewarnaan dari graf G adalah proses pemberian warna-warna pada verteks - verteks di G, satu warna untuk setiap verteks (Gross & Yellen, 1999). Seharusnya, setiap perwarnaan G, menggunakan x warna, partisi himpunan V(G) verteks ke dalam himpunan x, disebut sebagai kelas warna, sehingga setiap verteks dari kelas

6 warna tertentu akan mendapatkan warna yang sama (West, 2001). Jika x warna yang digunakan untuk mewarnai (coloring), pewarnaan ini disebut sebagai x- coloring G. Pada masalah pewarnaan graf klasik adalah bahwa kelas warna harus menjadi himpunan independen dan jenis pewarnaan ini disebut sebagai pewarnaan yang tepat, yaitu, pewarnaan yang tepat dari G adalah pemberian warna pada verteks - verteks sedemikian sehingga tidak ada dua verteks yang bersisian (adjacent) di G mempunyai warna yang sama (Wallis, 2000). Jika ada kemungkinan untuk menemukan pewarnaan yang tepat dari graf G, dengan menggunakan x warna, maka G dikatakan x-colorable. Suatu graf adalah x- colorable jika dan hanya jika graf nya adalah x-partite. Khususnya, graf 2- colorable adalah graf yang sama dengan graf bipartit (Clark & Holton, 1991). Bilangan kromatik, χ G, dari graf G adalah bilangan bulat terkecil x dimana G adalah x-colorable (West, 2001). Ini sama dengan, χ G adalah bilangan bulat terkecil x dimana G adalah graf x-partit. Suatu graf G dengan bilangan kromatik x disebut sebagai x-kromatik dan G dikatakan akan χ G -colorable, seperi pewarnaan yang optimal disebut χ G -coloring G (Chatrand & Oellermann, 1993). Untuk pewarnaan derajat maksimum dengan syarat bahwa untuk setiap kelas warna C, C d, dimana d N 0. Suatu x-coloring dari graf G memenuhi persyaratan disebut sebagai d, x -coloring di G, yaitu d, x - coloring graf G adalah d-admissible pewarnaan di G yang berkaitan dengan parameter. Suatu graf d, x -colorable jika d, x -coloring dari graf yang ada. Bilangan bulat positif terkecil x yang ada d, x -coloring di G (Untuk beberapa nilai tetap d N 0 ) disebut d -chromatic number G, dinotasikan Δ dengan χ d G, dan seperti pewarnaan yang optimal disebut χ Δ d -coloring G. Akhirnya, suatu graf G dengan d -chromatic number x disebut sebagai d, x - chromatic,dan graf dikatakan χ Δ d -colorable. Diketahui bahwa perumusan awal oleh Harary( 1985), sifat graf dari pewarnaan derajat maksimum adalah bahwa kelas warna harus K 1,n -free, dimana n = d + 1 untuk pilihan tertentu pada perumusan diatas.

7 2.3. Metode Heuristik Metode Heuristik adalah teknik yang dirancang untuk memecahkan masalah yang mengabaikan apakah solusi dapat dibuktikan benar, tapi yang biasanya menghasilkan solusi yang baik atau memecahkan masalah yang lebih sederhana yang mengandung atau memotong dengan pemecahan masalah yang lebih kompleks. Metode Heuristik ini bertujuan untuk mendapatkan performa komputasi atau penyederhanaan konseptual, berpotensi pada biaya keakuratan atau presisi. Metode heuristik ada dua jenis yakni metode heuristik sederhana dan metaheuristik. Metaheuristik pada sebenarnya adalah metode pendekatan yang didasarkan pada metode heuristik. Sehingga tidak heran bahwa metode heuristik sering kali diintegrasikan di dalam metode metaheuristik. Perbedaan utama dari metode heuristik dan metaheuristik adalah : metode heuristik bersifat problem dependent sedangkan metode metaheuristik bersifat problem independent. Problem dependent artinya bergantung pada permasalahan, jadi metode heuristik itu hanya bisa dipakai untuk jenis permasalahan terntentu. Misalnya, metode nearest neighborhood (NN) termasuk metode heuristik. Metode hanya bisa dipakai pada permasalahan yang mengenal konsep neighborhood (tetangga), misalnya pada pewarnaan graf, Traveling Salesman Problem maupaun Vehicle Routing Problems. Sedangkan problem independent berarti tidak bergantung pada jenis permasalahan. Jadi penerapan metode metaheuristik tidak bergantung pada jenis permasalahan, alias bisa dipakai untuk berbagai jenis permasalahan. Contoh dari metode metaheuristik adalah algoritma genetik (GA), particle swam optimization (PSO), Ant Colony Optimization (ACO) Tabu Search Tabu search berasal dari Tongan, suatu bahasa Polinesia yang digunakan oleh suku Aborigin pulau Tonga untuk mengindikasikan suatu hal yang tidak boleh "disentuh" karena sakralnya. Menurut kasus Webster, tabu berarti larangan yang

8 dipaksakan oleh kebudayaan social sebagai suatu tindakan pencegahan atau sesuatu yang dilarang karena berbahaya. Bahaya yang harus dihindari dalam tabu search adalah penjadwalan yang tidak layak, dan terjebak tanpa ada jalan keluar. Dalam konteks lebih luas, larangan perlindungan dapat diganti jika terjadi tuntutan yang mendadak(glover, 1995). Tabu search adalah sebuah metode optimasi yang berbasis pada local search. Proses pencarian bergerak dari satu solusi ke solusi berikutnya, dengan cara memilih solusi terbaik neighbourhood sekarang (current) yang tidak tergolong solusi terlarang (tabu). Ide dasar dari algoritma tabu search adalah mencegah proses pencarian dari local search agar tidak melakukan pencarian ulang pada ruang solusi yang sudah pernah ditelusuri, dengan memanfaatkan suatu struktur memori yang mencatat sebagian jejak proses pencarian yang telah dilakukan. Struktur memori fundamental dalam tabu search dinamakan tabu list. Tabu list menyimpan atribut dari sebagian move (transisi solusi) yang telah diterapkan pada iterasi-iterasi sebelumnya. Tabu search menggunakan tabu list untuk menolak solusi-solusi yang memenuhi atribut tertentu guna mencegah proses pencarian mengalami cycling pada daerah solusi yang sama, dan menuntun proses pencarian menelusuri daerah solusi yang belum dikunjungi. Tanpa mengunakan strategi ini, local search yang sudah menemukan solusi optimum lokal dapat terjebak pada daerah solusi optimum local tersebut pada iterasi-iterasi berikutnya. List ini mengikuti aturan LIFO dan biasanya sangat pendek (panjangnya biasanya sebesar O( N ), dimana N adalah jumlah total dari operasi). Setiap saat ada langkah itu akan ditempatkan dalam tabu list. Perekaman solusi secara lengkap dalam sebuah forbidden list dan pengecekan apakah sebuah kandidat solusi tercatat dalam list tersebut merupakan cara yang mahal, baik dari sisi kebutuhan memori maupun kebutuhan waktu komputasi. Jadi, tabu list hanya menyimpan langkah transisi (move) yang merupakan lawan satu kebalikan dari langkah yang telah digunakan dalam iterasi sebelumnya untuk bergerak dari satu solusi ke solusi berikutnya. Dengan kata lain tabu list berisi langkah-langkah yang membalikan solusi yang baru ke solusi

9 yang lama. Pada tiap iterasi, dipilih solusi baru yang merupakan solusi terbaik dalam neighbourhood dan tidak tergolong sebagai tabu. Kualitas solusi baru ini tidak harus lebih baik dari kualitas solusi sekarang. Apabila solusi baru ini memiliki nilai fungsi objektif lebih baik dibandingkan solusi terbaik yang telah dicapai sebelumnya, maka solusi baru ini dicatat sebagai solusi terbaik yang baru. Sebagai tambahan dari tabu list, dikenal adanya kriteria aspirasi, yaitu suatu Penanganan khusus terhadap move yang dinilai dapat menghasilkan solusi yang dinilai dapat menghasilkan solusi yang baik namun move tersebut berstatus tabu. Dalam hal ini, jika move tersebut memenuhi criteria aspirasi yang telah ditetapkan sebelumnya, maka move tersebut dapat digunakan utnuk membentuk solusi berikutnya (status tabunya dibatalkan) Algoritma Dsatur (Derajat Warna Heuristik) Menurut Brelaz ( 1979) bahwa derajat warna suatu verteks v pada graf G, dinotasikan dengan coldeg G (v), yaitu banyaknya verteks-verteks yang berbeda warna yang bersisian, tanpa memperhatikan sudah berapa banyak suatu verteks yang bersisian identik dengan verteks-verteks yang diwarnai. Algoritma derajat warna heuristik, merupakan algoritma greedy, karena hanya jumlah warna yang berbeda pada Neighbourhood N(v) dari verteks v tertentu yang dijelajah, sedangkan masing-masing kelas warna diinduksi derajat dari verteks-verteks yang diwarnai pada N(v) tidak dianggap. Selanjutnya, pada setiap iterasi verteks selanjutnya yang akan diwarnai, dipilih dan diwarnai sesuai yang tampak sebagai verteks yang terbaik dipilih dan diwarnai dengan warna terbaik titik eksekusi algoritma tanpa melihat ke depan untuk memperhatikan apakah bisa atau tidak menjadi pilihan yang baik lebih lanjut pada saat implementasi. Berikut pseudocode algoritma derajat warna heuristik, kita sebut sebagai algoritma 1.

10 Algoritma 1 dsatur (Derajat warna heuristik) input : Suatu graf G dengan order dan suatu nilai d yang mana bilangan kromatik harus ditentukan. output : batas atas x pada d, x -coloring G 1: L v i deg G v i = (G) 2: Pilih v ϵ L dan misalkan C i C 1 v 3: x 1 4: untuk semua i= 2,..., n do 5: Tentukan coldeg G v j j = 1,, n, v j C k, k = 1,, x 6 T v i v i C k, k = 1,, x dan coldeg G v i coldeg G v j v j C k, k = 1,, x 7: if T > 1 then 8: Tentukan G' sedmikian sehingga V G = V G C 1 C 2 C x 9: v suatu verteks di T sehingga deg G v deg G v j v j ϵ T 10: else T = 1 11: v hanya verteks di T 12: end if 13: C j C j v dimana j jumlah warna terkecil sehingga C j v d 14: if j > x maka 15: x = j 16: end if 17: end for 18: return x, s = C 1,, C x Algoritma 1 dimulai dari langkah 1, dengan mendaftarkan semua vaerteksverteks dengan derajat maksimum pada suatu list L, diikuti langkah 2 dengan mewarnai salah satu verteks di L menggunakan warna 1. Parameter x (pada langkah 13 dan 15) terus melacak jumlah warna yang akan digunakan. Pada saat loop spanning langkah 4 hingga 17, setiap n-1 verteks lainnya, akan diwarnai pada gilirannya. Hal ini dapat dicapai dengan terlebih dahulu menentukan derajat warna pada semua verteks-verteks yang belum diwarnai pada langkah 5. Semua verteks-verteks yang belum diwarnai dengan derajat warna maksimum didaftarkan di list T, pada langkah 6. Jika list T memuat hanya satu verteks (langkah 10 dan 11), verteks ini akan diwarnai berikutnya, jika verteks dari T dipilih, menurut pada langkah 7-9 algoritma. Pilih suatu verteks dari T, subgraf G' dan G diinduksi. Verteks pada list T dengan derajat terbesar di G' diantara

11 semua verteks-verteks di T, kemudian dipilih diberikann warna selanjutnya, menurut langkah 9. Jika mengikat masih terjadi, setiap verteks dapat dipilih. Akhirnya, pilihlah verteks v yang diperoleh dengan kemungkinan jumlah warna terkecil, yang dialokasikan pada langkah 13, dan parameter x, diperbaharui pada langkah 15 jika perlu Algoritma Pewarnaan Heuristik Tabu Search Hertz dan De Werra (1987) mengimplementasikan teknik tabu search untuk mendapatkan pewarnaan yang tepat pada suatu graf. Ide mereka akan diadaptasi dan di implementasikan pada konteks pewarnaan dalam algoritma pewarnaan heuristik tabu search (Nieuwoudt, 2007). Algoritma pewarnaan heuristik tabu search diberikan dalam pseudo-code berikut, yang kita sebut sebagai algoritma 2, yaitu : Algoritma 2 Pewarnaan heuristik tabu search input : Suatu graf G dengan order n dan suatu nilai d yang mana untuk menentukanδ(d)-chromatic number, tabu tenure, t, size dari candidate list, l, dan jumlah maksimum dari iterasi, maxit. output : Batas atas χ d Δ pada χ d Δ (G) sama artinya Δ d, χ d Δ -coloringg. 1: x (Δ G + 1)/(d + 1) 2: χ d Δ -1 3: STOP false 4: while not STOP do 5: itcounter 0; EMPTY false 6: Generate random initial colorings = C 1,, C x 7: f s max 1 j x C j 8: A(0) 0 9: A z z 1 z = 1,, (G) 10: while (f s > d and itcounter < maxit and not EMPTY) do 11: count 1; NOMORE false 12: while count < l + 1 and not NOMORE do 13: Pilih suatu verteks v C i dengan deg C i v = C i untuk sebarang i dengan kelas warna terbesar di induksi derajat maksimum 14: pilih suatu warna j i untuk sebarang jdengan kelas warna terbesar diinduksi derajat maksimum

12 15: C i C i v, C j C j v, C k C j k = 1,, x, k i, j 16: s = C 1,, C x 17: if v, j T or f s if v, j T then 18: L L s 19: count count : end if 21: if jika semua kemungkinan pada langkah 13 dan 14 telah dipertimbangkan then 22: NOMORE true 23: end if 24: end while 25: ifl = then 26: EMPTY true 27: else 28: s suatu kandidat di L sedemikan sehingga f s f s i s i L 29: if f s Af s then 30: Af s f s 1 31: end if 32: T T v, i, where v C i di s dan v C i dis 33: if T > tthen 34: Hapus entri terlama di T 35: end if 36: s s ; f s f s 37: itcount itcount : end if 39: end while 40: iff s dthen 41: χ d Δ x 42: s d s 43: x x : else f s d 45: STOP true 46: end if 47: end while 48: return χ d Δ, s d = C 1,, C Δ χd Gagasan utama dari algoritma diatas adalah upaya untuk menentukan suatu Δ d, x coloring dari suatu graf G dengan menggunakan bilangan tetap x

13 sebagai warna-warna. Dimulai dari suatu initial random x-coloring G yang paling mungkin, dari suatuδ d, x coloring yang invalid. Strategi ini kemudian berulang menurunkan x dan mencoba mencari Δ d, x -coloring yang valid pada suatu graf G menggunakan bilangan terkecil sebagai warna, sehingga diperoleh. Dengan demikian batas atas x pada Δ d chromatic number direduksi sampai algoritma menemukan Δ d, x -coloring tidak valid untuk batas atas terkecil. Jika himpunan verteks dipartisi menjadi suatu bilangan tetap c dari himpunan bagian (kelas warna), menghasilkan suatu pewarnaan dengan kelas warna s = (C 1,, C x ), tujuannya adalah untuk meminimalkan kelas warna terbesar yang diinduksi derajat maksimum, yaitu untuk minimize f s = max 1 j x Δ C j. Jelas, bahwa f s d, untuk nilai d yang telah ditentukan, dimana Δ d chromatic number dari graf G, harus ditentukan, Δ d, x -coloring yang valid telah diperoleh. Oleh karena itu, ini adalah yang pertama dari tiga stopping kriteria yang diterapkan pada algoritma. Stopping kriteria kedua adalah ketika algoritma melakukan sebelum ditentukan jumlah maksimum dari iterasi, maxit, dimana tidak ada solusi (coloring), s, dimana f s d diperoleh, sehingga Δ d, x coloring G tidak valid diperoleh. Stopping kriteria yang terakhir adalah ketika tidak ada candidate solution yang dibangkitkan (generated). Pada penerapan tabu search, oleh Hertz dan De Werra (1987) untuk pewarnaan graf yang tepat, setiap candidate solution dibangkitkan dengan cara memilih current solution, s, sebarang verteks v, dengan derajat tak nol dalam hal ini kelas warna khusus diinduksi subgraf, dan kemudian recoloring v dengan warna yang berbeda, dipilih secara acak dari warna - warna lain yang digunakan di s. Agar menjadi benar, sifat deterministik asli dari teknik tabu seach. Setiap candidate solution, s *, pada algoritma 2 di bangkitkan dengan memilih dari current solution, s, suatu kelas warna i, dimana kelas warna diinduksi derajat maksimum untuk s. Verteks v kemudian diwarnakan kemudian diwarnakan dengan warna yang berbeda, j, dari warna - warna lain yang digunakan di s, dimana j adalah warna dengan kelas warna terkecil di induksi derajat maksimum untuk s. Candidate solution dibangkitkan dengan langkah berurutan melalui semua kelas warna dengan kelas warna terbesar diinduksi derajat maksimum

14 untuk s, semua verteks - verteks v dalam kelas warna dengan kelas warna diinduksi derajat sama dengan kelas warna terbesar diinduksi derajat maksimum dan semua kelas warna dengan kelas warna terkecil diinduksi derajat maksimum digunakan sebagai warna baru untuk v, sampai total dari candidate solution l dibangkitkan dan disimpan di candidate list. Jika semua kemungkinan candidate solution dapat dibangkitkan, seperti dijelaskan diatas, dan jumlah candidate solution adalah lebih kecil dari pada l, maka proses pembangkitan candidate solution diatas diulang untuk suatu verteks u dengan kelas warna diinduksi derajat sama dengan kelas warna terbesar kedua diinduksi derajat maksimum, dimana u juga dalam kelas warna dengan kelas warna diinduksi derajat maksimum sama dengan kelas warna terbesar diinduksi derajat maksimum untuk s. Akhirnya, jika diinginkan, prosedur diatas dapat diulang sekali lagi dimana warna j dengan memilih verteks v yang akan diwarnai, jika sekarang suatu warna dengan kelas warna terkecil kedua diinduksi derajat maksimum untuk s. Jika kekardinalan dari candidate list, adalah masih terkecil daripada l, maka pembangkit dari candidate solution berakhir. Dari candidate list (jika ini tidak kosong), candidate solution, s, dengan nilai fungsi objektif terkecil yang dipilih, yang dapat atau tidak dapat sesuai untuk nilai fungsi objektif terkecil, maka didapat current solution s, sebagai solusi selanjutnya untuk bergerak (move). Ini sangat kontras dengan tabu search proper coloring algorithm oleh Hertz dan De Werra (1987) dimana, candidate solution, s,dipilih secara acak diantara candidate solution dengan nilai maksimum untuk f(s ), jika suatu hubungan terjadi selama eksekusi pada Δ d, x coloring heuristic, satu dengan jumlah terkecil dari kelas warna dengan suatu kelas warna diinduksi derajat maksimum lebih besar dari d maka dipilih. Bilamana suatu verteks v di kelas warna C i pada current solution, s, bergerak ke kelas warna C j pada solusi selanjutnya, s,diantara (v,i) menjadi tabu dan dimasukkan ke dalam tabu list, T. Kemudian, verteks v tidak dapat dikembalikan ke kelas warna C i untuk menentukan jumlah iterasi dari algoritma diatas. Jika size dari tabu list T sesudah disisipkan diantara (v,i) kedalam T, adalah lebih besar dari pada tabu tenure, t, entri yang terlama di T dihilangkan. Suatu kriteria aspirasi dari suatu tabu bertransisi sebagai fungsi A(z) yang

15 didefinisikan sebagai berikut : Jika suatu tabu diantara (v,i) dimasukkan kedalam solusi yang berdekatan, s, current solution, s, dan nilai fungsi objektif, f(s ), solusi yang berdekatan s lebih besar atau sama dengan nilai fungsi aspirasi, A f s, nilai fungsi objektif dari current solution, s, maka status tabu dari (v,i) ditolak, dan solusi yang berdekatan s dimasukkan ke kandidat list. Pada awalnya kriteria aspirasi, A(z), untuk setiap nilai z, ditetapkan sebagai z 1.Kemudian, jika suatu solusi s memenuhi f(s ) A f s yang dipilih dari candidate list, A f s ditetapkan sebagai f s -1 Berikut rincian bagaimana aspek diatas diimplementasikan pada algoritma, Δ Langkah 1 algoritma, suatu batas atas x pada χ d G graf G, diberikan sebagai derajat d. Jika Δ d, x coloring G layak untuk batas atas ini maka tercapai, sehingga Δ d, x coloring layak disimpan ( langkah 41 dan 42 pada algoritma) Δ dan batas atas x pada χ d G dikurangi dengan 1, pada langkah 43. Iterasi langkah 4-47, dieksekusi menggunakan nilai terbaru dari x. Iterasi ini berlanjut sampai Δ d, x coloring tidak layak, diperoleh, dimana kasus variabel boolean STOP Δ pada langkah 45, maka ditetapkan benar. Pada point ini ditetapkan batas atas χ d Δ (langkah 41) pada χ d G didapat dari algoritma diatas yaitu x + 1, dimana x adalah batas atas pertama yang mana Δ d, x coloring yang valid, diperoleh. Kemungkinan algoritma diatas tidak menghasilkan suatu Δ Δ d, x coloring G yang layak, untuk batas atas pertama pada χ d G menggunakan x = (Δ G + 1)/(d + 1) warna. Batas atas χ Δ Δ d pada χ d G ditetapkan tak layak dengan nilai 1 pada langkah 2. Jika pada akhir eksekusi algoritma, nilai χ Δ d diberikan 1, ini jelas bahwa algoritma tidak dapat menetukan solusi yang layak untuk masalah Δ d, x coloring. Untuk suatu nilai x dengan batas atas di χ Δ d, pewarnaan awal pada verteks - verteks didapat pada langkah 6 algoritma, dimana nilai fungsi objectif untuk pewarnaan ditentukan pada langkah 7. Pencarian untuk suatu Δ d, x coloring yang layak di G di jalankan pada langkah Suatu candidate list dari size l dibangkitkan pada langkah (12-24). Pada langkah 28, solusi selanjutnya dipilih

16 dari candidate list asal saja bahwa candidate list tidak kosong (langkah 27), dan kriteria aspirasi di perbaharui pada langkah 30, jika perlu. Akhirnya, tabu list di perbaharui pada langkah (32-35). Jika candidate list kosong (langkah 25) maka variabel boolean EMPTY pada langkah 26 ditetapkan benar dan pencarian untuk suatu Δ d, x coloring G yang layak, berakhir Riset Terkait A Hertz et, al. (1987) dalam jurnalnya menyatakan dimana teknik tabu search digunakan untuk menuju nilai minimum fungsi. Suatu tabu list yang gerakannya diperbaharui selama iterasi untuk menghindari perputaran dan terjebak dalam minimum lokal. Teknik tersebut disesuaikan dengan masalah pewarnaan graf. Chams et, al. (1987) dalam jurnalnya bereksperimen dengan mengkombinasikan dua algoritma yaitu algoritma dsatur dan algoritma RLF (Recursive Largest First) yang digunakan dalam dua tahap pada graf yang sama. Raphael Dorne et, al. (1998) dalam jurnalnya menyatakan dimana tabu search disajikan untuk tiga masalah pewarnaan, yaitu pewarnaan graf, t- pewarnaan dan himpunan t-pewarnaan. Algoritma tabu search disini mengintegrasikan fitur penting seperti solusi regenerasi dan tabu tenure dinamis. Galinier et, al. (2008) dalam jurnalnya mengadaptasi metode AMA (Adapted Memory Algorithm) untuk masalah pewarnaan graf yang dinamakan metode AMACOL. Kemudian hasil pewarnaan graf yang didapat dengan metode AMACOL dibandingkan dengan algoritma GLS (Genetic Local Search). Jan Olav Hajduk (2010) dalam tesisnya membahas dan menganalisa tabu tenure pada algoritma tabu search untuk masalah pewarnaan graf Kontribusi Riset Penulis berharap penelitian ini dapat digunakan sebagai wawasan pengetahuan dan pembanding tentang pewarnaan graf dan metode heuristik serta dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 4 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tabu search Tabu Search berasal dari Tongan, suatu bahasa Polinesia yang digunakan oleh suku Aborigin Pulau tonga untuk mengindikasikan suatu hal yang tidak boleh "disentuh"

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI. Teori Graf Teori graf merupakan pokok bahasan yang sudah tua usianya namun memiliki banyak terapan sampai saat ini. Graf digunakan untuk merepresentasikan objek-objek diskrit dan hubungan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 17 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Permasalahan Optimasi Optimasi adalah proses memaksimasi atau meminimasi suatu fungsi tujuan dengan tetap memperhatikan pembatas yang ada. Optimasi memegang peranan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Seiring perkembangan zaman, maka perkembangan ilmu pengetahuan berkembang pesat, begitu pula dengan ilmu matematika. Salah satu cabang ilmu matematika yang memiliki

Lebih terperinci

1. Pendahuluan Selama ini penjadwalan pelajaran hampir di semua sekolah yang meliputi jadwal mata pelajaran dan pembagian guru di setiap kelas yang

1. Pendahuluan Selama ini penjadwalan pelajaran hampir di semua sekolah yang meliputi jadwal mata pelajaran dan pembagian guru di setiap kelas yang 1. Pendahuluan Selama ini penjadwalan pelajaran hampir di semua sekolah yang meliputi jadwal mata pelajaran dan pembagian guru di setiap kelas yang ada masih menggunakan cara manual yaitu pihak Tata Usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kromatik lokasi sebagai landasan teori dari penelitian ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kromatik lokasi sebagai landasan teori dari penelitian ini. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar teori graf dan bilangan kromatik lokasi sebagai landasan teori dari penelitian ini. 2.1 Konsep Dasar Graf Beberapa konsep dasar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori pada penelitian ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori pada penelitian ini 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf, graf pohon dan bilangan kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori pada penelitian ini 2.1 KONSEP DASAR GRAF Konsep

Lebih terperinci

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Graf

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Graf Bab 2 TEORI DASAR Pada bab ini akan dipaparkan beberapa definisi dasar dalam Teori Graf yang kemudian dilanjutkan dengan definisi bilangan kromatik lokasi, serta menyertakan beberapa hasil penelitian sebelumnya.

Lebih terperinci

ALTERNATIF PEMBUKTIAN DAN PENERAPAN TEOREMA BONDY. Hasmawati Jurusan Matematika, Fakultas Mipa Universitas Hasanuddin

ALTERNATIF PEMBUKTIAN DAN PENERAPAN TEOREMA BONDY. Hasmawati Jurusan Matematika, Fakultas Mipa Universitas Hasanuddin ALTERNATIF PEMBUKTIAN DAN PENERAPAN TEOREMA BONDY Hasmawati Jurusan Matematika, Fakultas Mipa Universitas Hasanuddin hasma_ba@yahoo.com Abstract Graf yang memuat semua siklus dari yang terkecil sampai

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Chartrand dan Zhang (2005) yaitu sebagai berikut: himpunan tak kosong dan berhingga dari objek-objek yang disebut titik

2. TINJAUAN PUSTAKA. Chartrand dan Zhang (2005) yaitu sebagai berikut: himpunan tak kosong dan berhingga dari objek-objek yang disebut titik 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Graf Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf yang diambil dari buku Chartrand dan Zhang (2005) yaitu sebagai berikut: Suatu Graf G adalah suatu pasangan himpunan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori penelitian ini. 2. Konsep Dasar Graf Teori dasar mengenai graf

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar teori graf dan bilangan. kromatik lokasi sebagai landasan teori pada penelitian ini.

LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar teori graf dan bilangan. kromatik lokasi sebagai landasan teori pada penelitian ini. 6 II. LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar teori graf dan bilangan kromatik lokasi sebagai landasan teori pada penelitian ini. 2.1 Konsep Dasar Graf Pada sub bab ini akan diberikan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN WAKTU EKSEKUSI ALGORITMA DSATUR

PERBANDINGAN WAKTU EKSEKUSI ALGORITMA DSATUR PERBANDINGAN WAKTU EKSEKUSI ALGORITMA DSATUR DAN ALGORITMA PEWARNAAN HEURISTIK TABU SEARCH PADA PEWARNAAN GRAF TESIS JUNIDAR 117038020 PROGRAM STUDI S2 TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar dalam teori graf dan teknik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar dalam teori graf dan teknik II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar dalam teori graf dan teknik pencacahan dalam bentuk definisi dan teorema yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. 2.1

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dijelaskan tentang definisi serta konsep-konsep yang mendukung

II.TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dijelaskan tentang definisi serta konsep-konsep yang mendukung II.TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan tentang definisi serta konsep-konsep yang mendukung dalam penelitian ini. 2.1. Konsep Dasar Teori Graf Graf G didefinisikan sebagai pasangan himpunan terurut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini dipaparkan beberapa hasil penelitian yang dilakukan para peneliti sebelumnya, pengertian dasar graf, operasi-operasi pada graf, kelas-kelas graf dan dimensi partisi

Lebih terperinci

Bab 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Definisi Graf

Bab 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Definisi Graf Bab 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Graf Suatu graf G terdiri dari himpunan tak kosong terbatas dari objek yang dinamakan titik dan himpunan pasangan (boleh kosong) dari titik G yang dinamakan sisi. Himpunan

Lebih terperinci

MA3051 Pengantar Teori Graf. Semester /2014 Pengajar: Hilda Assiyatun

MA3051 Pengantar Teori Graf. Semester /2014 Pengajar: Hilda Assiyatun MA3051 Pengantar Teori Graf Semester 1 2013/2014 Pengajar: Hilda Assiyatun Bab 1: Graf dan subgraf Graf G : tripel terurut VG, E G, ψ G ) V G himpunan titik (vertex) E G himpunan sisi (edge) ψ G fungsi

Lebih terperinci

Suatu graf G adalah pasangan himpunan (V, E), dimana V adalah himpunan titik

Suatu graf G adalah pasangan himpunan (V, E), dimana V adalah himpunan titik BAB II DASAR TEORI 2.1 Teori Dasar Graf 2.1.1 Graf dan Graf Sederhana Suatu graf G adalah pasangan himpunan (V, E), dimana V adalah himpunan titik yang tak kosong dan E adalah himpunan sisi. Untuk selanjutnya,

Lebih terperinci

Penggunaan Algoritma Greedy dalam Membangun Pohon Merentang Minimum

Penggunaan Algoritma Greedy dalam Membangun Pohon Merentang Minimum Penggunaan Algoritma Greedy dalam Membangun Pohon Merentang Minimum Gerard Edwin Theodorus - 13507079 Jurusan Teknik Informatika ITB, Bandung, email: if17079@students.if.itb.ac.id Abstract Makalah ini

Lebih terperinci

Matematika dan Statistika

Matematika dan Statistika ISSN 1411-6669 MAJALAH ILMIAH Matematika dan Statistika DITERBITKAN OLEH: JURUSAN MATEMATIKA FMIPA UNIVERSITAS JEMBER Majalah Ilmiah Matematika dan Statistika APLIKASI ALGORITMA SEMUT DAN ALGORITMA CHEAPEST

Lebih terperinci

PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM DENGAN METODE TABU SEARCH

PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM DENGAN METODE TABU SEARCH Buletin Ilmiah Mat. Stat. Dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No. 1 (2015), hal 17 24. PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM DENGAN METODE TABU SEARCH Fatmawati, Bayu Prihandono, Evi Noviani INTISARI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Logika Fuzzy Logika fuzzy pertama kali dikembangkan oleh Prof. Lotfi A. Zadeh, seorang peneliti dari Universitas California, pada tahun 1960-an. Logika fuzzy dikembangkan dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Graf (Graph) Graf G didefinisikan sebagai pasangan himpunan (V, E) yang dinotasikan dalam bentuk G = {V(G), E(G)}, dimana V(G) adalah himpunan vertex (simpul) yang tidak kosong

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Graf Definisi 2.1.1 Sebuah graf didefinisikan sebagai pasangan terurut himpunan dimana: 1. adalah sebuah himpunan tidak kosong yang berhingga yang anggotaanggotanya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab kajian pustaka berikut ini akan dibahas beberapa materi yang meliputi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab kajian pustaka berikut ini akan dibahas beberapa materi yang meliputi BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab kajian pustaka berikut ini akan dibahas beberapa materi yang meliputi graf, permasalahan optimasi, model matematika dari objek wisata di Yogyakarta, dan algoritma genetika

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Graf 2.1.1 Defenisi Graf Suatu graf G adalah suatu himpunan berhingga tak kosong dari objek-objek yang disebut verteks (titik/simpul) dengan suatu himpunan yang anggotanya

Lebih terperinci

v 3 e 2 e 4 e 6 e 3 v 4

v 3 e 2 e 4 e 6 e 3 v 4 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar teori graf dan dimensi partisi graf sebagai landasan teori dari penelitian ini... Konsep Dasar Graf Pada bagian ini akan diberikan

Lebih terperinci

Penerapan Teorema Bondy pada Penentuan Bilangan Ramsey Graf Bintang Terhadap Graf Roda

Penerapan Teorema Bondy pada Penentuan Bilangan Ramsey Graf Bintang Terhadap Graf Roda Vol. 9, No.2, 114-122, Januari 2013 Penerapan Teorema Bondy pada Penentuan Bilangan Ramsey Graf Bintang Terhadap Graf Roda Hasmawati 1 Abstrak Graf yang memuat semua siklus dari yang terkecil sampai ke

Lebih terperinci

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK JOIN DARI DUA GRAF

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK JOIN DARI DUA GRAF Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 1 Hal. 23 31 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK JOIN DARI DUA GRAF YULI ERITA Program Studi Matematika, Pascasarjana Fakultas

Lebih terperinci

Graf dan Operasi graf

Graf dan Operasi graf 6 Bab II Graf dan Operasi graf Dalam subbab ini akan diberikan konsep dasar, definisi dan notasi pada teori graf yang dipergunakan dalam penulisan disertasi ini. Konsep dasar tersebut ditulis sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB 2 GRAF PRIMITIF. 2.1 Definisi Graf

BAB 2 GRAF PRIMITIF. 2.1 Definisi Graf BAB 2 GRAF PRIMITIF Pada Bagian ini akan dijelaskan beberapa definisi dan teorema terkait graf, matriks adjency, terhubung, primitifitas, dan scrambling index sebagai landasan teori yang menjadi acuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sepasang titik. Himpunan titik di G dinotasikan dengan V(G) dan himpunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sepasang titik. Himpunan titik di G dinotasikan dengan V(G) dan himpunan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Graf 1. Dasar-dasar Graf Graf G didefinisikan sebagai pasangan himpunan (V, E) ditulis dengan notasi G = (V, E), dimana V adalah himpunan titik yang tidak kosong (vertex)

Lebih terperinci

Bab 2. Teori Dasar. 2.1 Definisi Graf

Bab 2. Teori Dasar. 2.1 Definisi Graf Bab 2 Teori Dasar Pada bagian ini diberikan definisi-definisi dasar dalam teori graf berikut penjabaran mengenai kompleksitas algoritma beserta contohnya yang akan digunakan dalam tugas akhir ini. Berikut

Lebih terperinci

III. BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF. Bilangan kromatik lokasi graf pertama kali dikaji oleh Chartrand dkk.(2002). = ( ) {1,2,3,, } dengan syarat

III. BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF. Bilangan kromatik lokasi graf pertama kali dikaji oleh Chartrand dkk.(2002). = ( ) {1,2,3,, } dengan syarat III. BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF Bilangan kromatik lokasi graf pertama kali dikaji oleh Chartrand dkk.00). Konsep ini merupakan pengembangan dari konsep dimensi partisi dan pewarnaan graf. Pewarnaan

Lebih terperinci

III. BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF. ini merupakan pengembangan dari konsep dimensi partisi dan pewarnaan graf.

III. BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF. ini merupakan pengembangan dari konsep dimensi partisi dan pewarnaan graf. III BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF Bilangan kromatik lokasi graf pertama kali dikaji oleh Chartrand dkk 00) Konsep ini merupakan pengembangan dari konsep dimensi partisi pewarnaan graf Pewarnaan titik pada

Lebih terperinci

Konsep Dasar dan Tinjauan Pustaka

Konsep Dasar dan Tinjauan Pustaka Bab II Konsep Dasar dan Tinjauan Pustaka Pembahasan bilangan Ramsey pada bab-bab berikutnya menggunakan definisi, notasi, dan konsep dasar teori graf yang sesuai dengan rujukan Chartrand dan Lesniak (1996),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah penjadwalan secara umum adalah aktifitas penugasan yang berhubungan dengan sejumlah kendala, sejumlah kejadian yang dapat terjadi pada suatu periode waktu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar teori graf dan dimensi partisi

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar teori graf dan dimensi partisi II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar teori graf dan dimensi partisi pada suatu graf sebagai landasan teori pada penelitian ini.. Konsep Dasar Graf Pada bagian ini akan

Lebih terperinci

APLIKASI PEWARNAAN SIMPUL GRAF UNTUK MENGATASI KONFLIK PENJADWALAN MATA KULIAH DI FMIPA UNY

APLIKASI PEWARNAAN SIMPUL GRAF UNTUK MENGATASI KONFLIK PENJADWALAN MATA KULIAH DI FMIPA UNY APLIKASI PEWARNAAN SIMPUL GRAF UNTUK MENGATASI KONFLIK PENJADWALAN MATA KULIAH DI FMIPA UNY Latar belakang Masalah Pada setiap awal semester bagian pendidikan fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Universitas

Lebih terperinci

KLASIFIKASI GRAF PETERSEN BERBILANGAN KROMATIK LOKASI EMPAT ATAU LIMA

KLASIFIKASI GRAF PETERSEN BERBILANGAN KROMATIK LOKASI EMPAT ATAU LIMA KLASIFIKASI GRAF PETERSEN BERBILANGAN KROMATIK LOKASI EMPAT ATAU LIMA (Tesis) Oleh : Devriyadi Saputra S NPM. 1427031001 MAGISTER MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

Lebih terperinci

Sebuah graf sederhana G adalah pasangan terurut G = (V, E) dengan V adalah

Sebuah graf sederhana G adalah pasangan terurut G = (V, E) dengan V adalah BAB II KAJIAN TEORI II.1 Teori-teori Dasar Graf II.1.1 Definisi Graf Sebuah graf sederhana G adalah pasangan terurut G = (V, E) dengan V adalah himpunan tak kosong dari titik graf G, dan E, himpunan sisi

Lebih terperinci

Analisa dan Perancangan Algoritma. Ahmad Sabri, Dr Sesi 1: 9 Mei 2016

Analisa dan Perancangan Algoritma. Ahmad Sabri, Dr Sesi 1: 9 Mei 2016 Analisa dan Perancangan Algoritma Ahmad Sabri, Dr Sesi 1: 9 Mei 2016 Apakah algoritma itu? Asal istilah: Al Khwarizmi (± 800 M), matematikawan dan astronomer Persia. Pengertian umum: "suatu urutan langkah-langkah

Lebih terperinci

Misalkan dipunyai graf G, H, dan K berikut.

Misalkan dipunyai graf G, H, dan K berikut. . Pewarnaan Graf a. Pewarnaan Titik (Vertex Colouring) Misalkan G graf tanpa loop. Suatu pewarnaan-k (k-colouring) untuk graf G adalah suatu penggunaan sebagian atau semua k warna untuk mewarnai semua

Lebih terperinci

APLIKASI PEWARNAAN GRAPH PADA PEMBUATAN JADWAL

APLIKASI PEWARNAAN GRAPH PADA PEMBUATAN JADWAL APLIKASI PEWARNAAN GRAPH PADA PEMBUATAN JADWAL Aplikasi Pewarnaan Graph pada Pembuatan Jadwal Janice Laksana / 13510035 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut

Lebih terperinci

BAB 2 DEGREE CONSTRAINED MINIMUM SPANNING TREE. Pada bab ini diberikan beberapa konsep dasar seperti beberapa definisi dan teorema

BAB 2 DEGREE CONSTRAINED MINIMUM SPANNING TREE. Pada bab ini diberikan beberapa konsep dasar seperti beberapa definisi dan teorema BAB 2 DEGREE CONSTRAINED MINIMUM SPANNING TREE Pada bab ini diberikan beberapa konsep dasar seperti beberapa definisi dan teorema sebagai landasan berfikir dalam melakukan penelitian ini dan akan mempermudah

Lebih terperinci

BAB III PELABELAN KOMBINASI

BAB III PELABELAN KOMBINASI 1 BAB III PELABELAN KOMBINASI 3.1 Konsep Pelabelan Kombinasi Pelabelan kombinasi dari suatu graf dengan titik dan sisi,, graf G, disebut graf kombinasi jika terdapat fungsi bijektif dari ( himpunan titik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI.. Definisi Graf Secara matematis, graf G didefinisikan sebagai pasangan himpunan (V,E) ditulis dengan notasi G = (V, E), yang dalam hal ini: V = himpunan tidak-kosong dari simpul-simpul

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Graf adalah salah satu metode yang sering digunakan untuk mencari solusi dari permasalahan diskrit dalam dunia nyata. Dalam kehidupan sehari-hari, graf digunakan untuk

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Konsep Dasar

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Konsep Dasar Bab 2 Landasan Teori Pada bab ini akan diuraikan konsep dasar dan teori graf yang berhubungan dengan topik penelitian ini, termasuk didalamnya mengenai pelabelan total tak teratur titik dan total vertex

Lebih terperinci

Penggunaan Algoritma Greedy untuk menyelesaikan Permainan Othello

Penggunaan Algoritma Greedy untuk menyelesaikan Permainan Othello Penggunaan Algoritma Greedy untuk menyelesaikan Permainan Othello Annisa Muzdalifa - 13515090 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha

Lebih terperinci

Pemanfaatan Algoritma Sequential Search dalam Pewarnaan Graf untuk Alokasi Memori Komputer

Pemanfaatan Algoritma Sequential Search dalam Pewarnaan Graf untuk Alokasi Memori Komputer Pemanfaatan Algoritma Sequential Search dalam Pewarnaan Graf untuk Alokasi Memori Komputer Vivi Lieyanda - 13509073 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi

Lebih terperinci

KARAKTERISASI GRAF POHON DENGAN BILANGAN KROMATIK LOKASI 3

KARAKTERISASI GRAF POHON DENGAN BILANGAN KROMATIK LOKASI 3 Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. 2 Hal. 71 77 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND KARAKTERISASI GRAF POHON DENGAN BILANGAN KROMATIK LOKASI 3 FAIZAH, NARWEN Program Studi Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

Aplikasi Pewarnaan Graph pada Pembuatan Jadwal

Aplikasi Pewarnaan Graph pada Pembuatan Jadwal Aplikasi Pewarnaan Graph pada Pembuatan Jadwal Janice Laksana / 13510035 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132,

Lebih terperinci

Pewarnaan Total Pada Graf Outerplanar

Pewarnaan Total Pada Graf Outerplanar JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 Pewarnaan Total Pada Graf Outerplanar Prihasto.B Sumarno Jurusan Matematika, Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah perkotaan atau city development memiliki beberapa aspek penting salah satunya adalah logistik perkotaan atau city logistics. Alasan mengapa city

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Bab Konsep Dasar Graf. Definisi Graf

LANDASAN TEORI. Bab Konsep Dasar Graf. Definisi Graf Bab 2 LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Dasar Graf Definisi Graf Suatu graf G terdiri atas himpunan yang tidak kosong dari elemen elemen yang disebut titik atau simpul (vertex), dan suatu daftar pasangan vertex

Lebih terperinci

Bab 3 HASIL UTAMA. 3.1 Penyusunan Algoritma

Bab 3 HASIL UTAMA. 3.1 Penyusunan Algoritma Bab 3 HASIL UTAMA Pada Bab ini, disajikan hasil utama dari pengerjaan tugas akhir ini, yakni algoritma untuk mengkonstruksi pewarnaan sisi-f pada graf roda, graf kipas dan graf dengan degeneracy, arboricity

Lebih terperinci

Oleh : Rindi Eka Widyasari NRP Dosen pembimbing : Dr. Darmaji, S.Si., M.T.

Oleh : Rindi Eka Widyasari NRP Dosen pembimbing : Dr. Darmaji, S.Si., M.T. Study of Total Chromatic Number of -free and Windmill Graphs Oleh : Rindi Eka Widyasari NRP 1208100024 Dosen pembimbing : Dr. Darmaji, S.Si., M.T. JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika adalah salah satu ilmu yang banyak memberikan dasar bagi berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Seiring dengan kemajuan dan perkembangan teknologi,

Lebih terperinci

merupakan himpunan sisi-sisi tidak berarah pada. (Yaoyuenyong et al. 2002)

merupakan himpunan sisi-sisi tidak berarah pada. (Yaoyuenyong et al. 2002) dari elemen graf yang disebut verteks (node, point), sedangkan, atau biasa disebut (), adalah himpunan pasangan tak terurut yang menghubungkan dua elemen subset dari yang disebut sisi (edge, line). Setiap

Lebih terperinci

KONSEP DASAR GRAF DAN GRAF POHON. Pada bab ini akan dijabarkan teori graf dan bilangan kromatik lokasi pada suatu graf

KONSEP DASAR GRAF DAN GRAF POHON. Pada bab ini akan dijabarkan teori graf dan bilangan kromatik lokasi pada suatu graf II. KONSEP DASAR GRAF DAN GRAF POHON Pada bab ini akan dijabarkan teori graf dan bilangan kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori pada penelitian ini. 2.1 Konsep Dasar Graf Pada bagian ini

Lebih terperinci

BILANGAN KROMATIK LOKASI DARI GRAF ULAT

BILANGAN KROMATIK LOKASI DARI GRAF ULAT Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. 1 Hal. 1 6 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND BILANGAN KROMATIK LOKASI DARI GRAF ULAT AIDILLA DARMAWAHYUNI, NARWEN Program Studi Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

II. KONSEP DASAR GRAF DAN GRAF POHON. Graf G adalah himpunan terurut ( V(G), E(G)), dengan V(G) menyatakan

II. KONSEP DASAR GRAF DAN GRAF POHON. Graf G adalah himpunan terurut ( V(G), E(G)), dengan V(G) menyatakan II. KONSEP DASAR GRAF DAN GRAF POHON 2.1 Konsep Dasar Graf Teori dasar mengenai graf yang akan digunakan dalam penelitian ini diambil dari Deo (1989). Graf G adalah himpunan terurut ( V(G), E(G)), dengan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI ALGORITMA TABU SEARCH UNTUK MENGOPTIMASI PENJADWALAN PREVENTIVE MAINTENANCE (STUDI KASUS PT XYZ)

IMPLEMENTASI ALGORITMA TABU SEARCH UNTUK MENGOPTIMASI PENJADWALAN PREVENTIVE MAINTENANCE (STUDI KASUS PT XYZ) IMPLEMENTASI ALGORITMA TABU SEARCH UNTUK MENGOPTIMASI PENJADWALAN PREVENTIVE MAINTENANCE (STUDI KASUS PT XYZ) Miswanto 1, Nova Tri Romadloni 2, Sapriyanti 3, Windu Gata 4 Jurusan Ilmu Komputer, Program

Lebih terperinci

BAB 2 GRAF PRIMITIF. Gambar 2.1. Contoh Graf

BAB 2 GRAF PRIMITIF. Gambar 2.1. Contoh Graf BAB 2 GRAF PRIMITIF Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai definisi graf, istilah-istilah dalam graf, matriks ketetanggaan, graf terhubung, primitivitas graf, dan scrambling index. 2.1 Definisi Graf

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar yang berkaitan dengan permasalahan, seperti definisi dan teorema yang dijadikan landasan dalam penelitian ini. 2.1 Graf Graf

Lebih terperinci

SWARM GENETIC ALGORITHM, SUATU HIBRIDA DARI ALGORITMA GENETIKA DAN PARTICLE SWARM OPTIMIZATION. Taufan Mahardhika 1

SWARM GENETIC ALGORITHM, SUATU HIBRIDA DARI ALGORITMA GENETIKA DAN PARTICLE SWARM OPTIMIZATION. Taufan Mahardhika 1 SWARM GENETIC ALGORITHM, SUATU HIBRIDA DARI ALGORITMA GENETIKA DAN PARTICLE SWARM OPTIMIZATION Taufan Mahardhika 1 1 Prodi S1 Kimia, Sekolah Tinggi Analis Bakti Asih 1 taufansensei@yahoo.com Abstrak Swarm

Lebih terperinci

Penerapan Algoritma Backtracking pada Pewarnaan Graf

Penerapan Algoritma Backtracking pada Pewarnaan Graf Penerapan Algoritma Backtracking pada Pewarnaan Graf Deasy Ramadiyan Sari 1, Wulan Widyasari 2, Eunice Sherta Ria 3 Laboratorium Ilmu Rekayasa dan Komputasi Departemen Teknik Informatika, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Teori Graph 2.1.1 Graph Tak Berarah dan Digraph Suatu Graph Tak Berarah (Undirected Graph) merupakan kumpulan dari titik yang disebut verteks dan segmen garis yang

Lebih terperinci

`BAB II LANDASAN TEORI

`BAB II LANDASAN TEORI `BAB II LANDASAN TEORI Landasan teori yang digunakan sebagai materi pendukung untuk menyelesaikan permasalahan yang dibahas dalam Bab IV adalah teori graf, subgraf, subgraf komplit, graf terhubung, graf

Lebih terperinci

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF POHON n-ary LENGKAP

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF POHON n-ary LENGKAP Jurnal Matematika UNAND Vol. VI No. 1 Hal. 90 96 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF POHON n-ary LENGKAP AFIFAH DWI PUTRI, NARWEN Program Studi Matematika,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Informasi Geografis (SIG) Sistem Informasi Geografis atau Geographic Information System (GIS) merupakan suatu sistem informasi yang berbasis komputer, dirancang untuk bekerja

Lebih terperinci

SISTEM ALOKASI PENYIMPANAN BARANG PADA GUDANG

SISTEM ALOKASI PENYIMPANAN BARANG PADA GUDANG SISTEM ALOKASI PENYIMPANAN BARANG PADA GUDANG Achmad Hambali Jurusan Teknik Informatika PENS-ITS Kampus PENS-ITS Keputih Sukolilo Surabaya 60 Telp (+6)3-59780, 596, Fax. (+6)3-596 Email : lo7thdrag@ymail.co.id

Lebih terperinci

Kata Kunci: Rute, Jadwal, Optimasi, Vehicle Roting Problem, Algoritma Tabu Search, Model

Kata Kunci: Rute, Jadwal, Optimasi, Vehicle Roting Problem, Algoritma Tabu Search, Model Perancangan Model Rute dan Jadwal Pengisian Bahan Bakar Unit Loader yang Optimal Menggunakan Algoritma Tabu Search (Studi Kasus Pada PT Pamapersada Nusantara) Amar Rachman 1, Febri Vabiono P 2 Departemen

Lebih terperinci

PENYELESAIAN VEHICLE ROUTING PROBLEM WITH SIMULTANEOUS PICK-UP AND DELIVERY SERVICE MENGGUNAKAN ALGORITME TABU SEARCH SYUKRIO IDAMAN

PENYELESAIAN VEHICLE ROUTING PROBLEM WITH SIMULTANEOUS PICK-UP AND DELIVERY SERVICE MENGGUNAKAN ALGORITME TABU SEARCH SYUKRIO IDAMAN PENYELESAIAN VEHICLE ROUTING PROBLEM WITH SIMULTANEOUS PICK-UP AND DELIVERY SERVICE MENGGUNAKAN ALGORITME TABU SEARCH SYUKRIO IDAMAN DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Graf 2.1.1 Defenisi Graf Graf G didefenisikan sebagai pasangan himpunan (V,E), ditulis dengan notasi G = (V,E), yang dalam hal ini V adalah himpunan tidak kosong dari simpul-simpul

Lebih terperinci

Penyelesaian Masalah Travelling Salesman Problem Menggunakan Ant Colony Optimization (ACO)

Penyelesaian Masalah Travelling Salesman Problem Menggunakan Ant Colony Optimization (ACO) Penyelesaian Masalah Travelling Salesman Problem Menggunakan Ant Colony Optimization (ACO) Anna Maria 1, Elfira Yolanda Sinaga 2, Maria Helena Iwo 3 Laboratorium Ilmu dan Rekayasa Komputasi Departemen

Lebih terperinci

Gambar 6. Graf lengkap K n

Gambar 6. Graf lengkap K n . Jenis-jenis Graf Tertentu Ada beberapa graf khusus yang sering dijumpai. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut. a. Graf Lengkap (Graf Komplit) Graf lengkap ialah graf sederhana yang setiap titiknya

Lebih terperinci

BILANGAN KROMATIK GRAF HASIL AMALGAMASI DUA BUAH GRAF TERHUBUNG

BILANGAN KROMATIK GRAF HASIL AMALGAMASI DUA BUAH GRAF TERHUBUNG BILANGAN KROMATIK GRAF HASIL AMALGAMASI DUA BUAH GRAF TERHUBUNG CHROMATIC NUMBER OF AMALGAMATION OF TWO CONNECTED GRAPHS Ridwan Ardiyansah (1209 100 057) Pembimbing: Dr. Darmaji, S.Si, MT. Jurusan Matematika

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR RAINBOW CONNECTION PADA GRAF 1-CONNECTED VOENID DASTI ( )

SEMINAR TUGAS AKHIR RAINBOW CONNECTION PADA GRAF 1-CONNECTED VOENID DASTI ( ) SEMINAR TUGAS AKHIR RAINBOW CONNECTION PADA GRAF 1-CONNECTED VOENID DASTI 08103201 Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas Jumu ah 26 APRIL 2013 List of Contents

Lebih terperinci

Aplikasi Graf pada Penentuan Jadwal dan Jalur Penerbangan

Aplikasi Graf pada Penentuan Jadwal dan Jalur Penerbangan Aplikasi Graf pada Penentuan Jadwal dan Jalur Penerbangan Hishshah Ghassani - 13514056 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10

Lebih terperinci

3.1 Beberapa Nilai Dimensi Partisi pada Suatu Graf. Dalam dimensi partisi suatu graf, terdapat kelas graf yang nilai dimensi partisinya

3.1 Beberapa Nilai Dimensi Partisi pada Suatu Graf. Dalam dimensi partisi suatu graf, terdapat kelas graf yang nilai dimensi partisinya BAB III DIMENSI PARTISI n 1 3.1 Beberapa Nilai Dimensi Partisi pada Suatu Graf Dalam dimensi partisi suatu graf, terdapat kelas graf yang nilai dimensi partisinya cukup mudah atau sederhana. Kelas graf

Lebih terperinci

Bilangan Kromatik Graf Hasil Amalgamasi Dua Buah Graf

Bilangan Kromatik Graf Hasil Amalgamasi Dua Buah Graf JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) 1 Bilangan Kromatik Graf Hasil Amalgamasi Dua Buah Graf Ridwan Ardiyansah dan Darmaji Jurusan Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

v 2 v 5 v 3 Gambar 3 Graf G 1 dengan 7 simpul dan 10 sisi.

v 2 v 5 v 3 Gambar 3 Graf G 1 dengan 7 simpul dan 10 sisi. Contoh Dari graf G pada Gambar 1 didapat e 1 incident dengan simpul dan, e incident dengan simpul dan, e 3 tidak incident dengan simpul, v, dan. Definisi 3 (Adjacent) Jika e={p,q} E, maka simpul p dikatakan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERMASALAHAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM MENGGUNAKAN ALGORITMA DIFFERENTIAL EVOLUTION

PENYELESAIAN PERMASALAHAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM MENGGUNAKAN ALGORITMA DIFFERENTIAL EVOLUTION PENYELESAIAN PERMASALAHAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM MENGGUNAKAN ALGORITMA DIFFERENTIAL EVOLUTION Heri Awalul Ilhamsah Jurusan Teknik Industri Universitas Trunojoyo Email: hilhamsah@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Persoalan lintasan terpanjang (longest path) merupakan persoalan dalam mencari

BAB 1 PENDAHULUAN. Persoalan lintasan terpanjang (longest path) merupakan persoalan dalam mencari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persoalan lintasan terpanjang (longest path) merupakan persoalan dalam mencari lintasan sederhana terpanjang maksimum dalam suatu graph yang diberikan. Lintasan terpanjang

Lebih terperinci

LOGIKA DAN ALGORITMA

LOGIKA DAN ALGORITMA LOGIKA DAN ALGORITMA DASAR DASAR TEORI GRAF Kelahiran Teori Graf Sejarah Graf : masalah jembatan Königsberg (tahun 736) C A D B Gbr. Masalah Jembatan Königsberg Graf yang merepresentasikan jembatan Königsberg

Lebih terperinci

NASKAH UJIAN UTAMA. JENJANG/PROG. STUDI : DIPLOMA TIGA / MANAJEMEN INFORMATIKA HARI / TANGGAL : Kamis / 18 FEBRUARI 2016

NASKAH UJIAN UTAMA. JENJANG/PROG. STUDI : DIPLOMA TIGA / MANAJEMEN INFORMATIKA HARI / TANGGAL : Kamis / 18 FEBRUARI 2016 NASKAH UJIAN UTAMA MATA UJIAN : LOGIKA DAN ALGORITMA JENJANG/PROG. STUDI : DIPLOMA TIGA / MANAJEMEN INFORMATIKA HARI / TANGGAL : Kamis / 18 FEBRUARI 2016 NASKAH UJIAN INI TERDIRI DARI 80 SOAL PILIHAN GANDA

Lebih terperinci

ANALISIS ALOKASI KANAL DINAMIK PADA KOMUNIKASI SELULER DENGAN ALGORITMA TABU SEARCH

ANALISIS ALOKASI KANAL DINAMIK PADA KOMUNIKASI SELULER DENGAN ALGORITMA TABU SEARCH ANALISIS ALOKASI KANAL DINAMIK PADA KOMUNIKASI SELULER DENGAN ALGORITMA TABU SEARCH Isywalsyah Lani Putri, Rahmad Fauzi Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan himpunan dan beberapa definisi yang berkaitan dengan himpunan, serta konsep dasar dan teori graf yang akan digunakan pada bab selanjutnya. 2.1 Himpunan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Graph 2.1.1 Definisi Graph Menurut Dasgupta dkk (2008), graph merupakan himpunan tak kosong titik-titik yang disebut vertex (juga disebut dengan node) dan himpunan garis-garis

Lebih terperinci

ALGORITMA PENCARIAN (HEURISTIC)

ALGORITMA PENCARIAN (HEURISTIC) ALGORITMA PENCARIAN (HEURISTIC) Farah Zakiyah Rahmanti, M.T Diperbarui 2016 Overview Pengertian Pencarian Heuristik Generate and Test Hill Climbing Best First Searching Latihan Pencarian Heuristik Merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Graf G adalah suatu struktur (V,E) dengan V(G) = {v 1, v 2, v 3,.., v n } himpunan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Graf G adalah suatu struktur (V,E) dengan V(G) = {v 1, v 2, v 3,.., v n } himpunan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Definisi 2.1 Graf (Deo,1989) Graf G adalah suatu struktur (V,E) dengan V(G) = {v 1, v 2, v 3,.., v n } himpunan tak kosong dengan elemen-elemennya disebut vertex, sedangkan E(G)

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Sebelum memulai pembahasan lebih lanjut, pertama-tama haruslah dijelaskan apa yang dimaksud dengan traveling salesman problem atau dalam bahasa Indonesia disebut sebagai persoalan

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Fokus dalam bidang teknologi saat ini tidak hanya berada pada proses pengembangan yang disesuaikan dengan permasalahan yang dapat membantu manusia

Lebih terperinci

BILANGAN KROMATIK LOKASI DARI GRAF P m P n, K m P n, DAN K m K n

BILANGAN KROMATIK LOKASI DARI GRAF P m P n, K m P n, DAN K m K n Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 1 Hal. 14 22 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND BILANGAN KROMATIK LOKASI DARI GRAF P m P n, K m P n, DAN K m K n MARIZA WENNI Program Studi Matematika,

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Ide Leonard Euler di tahun 1736 untuk menyelesaikan masalah jembatan

II. LANDASAN TEORI. Ide Leonard Euler di tahun 1736 untuk menyelesaikan masalah jembatan 4 II. LANDASAN TEORI Ide Leonard Euler di tahun 1736 untuk menyelesaikan masalah jembatan Konisberg yang kemudian menghasilkan konsep graf Eulerian merupakan awal dari lahirnya teori graf. Euler mengilustrasikan

Lebih terperinci

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF AMALGAMASI BINTANG

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF AMALGAMASI BINTANG Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 1 Hal. 6 13 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF AMALGAMASI BINTANG FADHILAH SYAMSI Program Studi Matematika, Pascasarjana

Lebih terperinci

Algoritma Tabu Search dan Penggunaannya dalam Penyelesaian Job Shop Scheduling Problem

Algoritma Tabu Search dan Penggunaannya dalam Penyelesaian Job Shop Scheduling Problem Algoritma Tabu Search dan Penggunaannya dalam Penyelesaian Job Shop Scheduling Problem M. Noversada 1, Fitri Meiriza 2, Dyah Ayuni Wijayanti 3 Laboratorium Ilmu dan Rekayasa Komputasi Departemen Teknik

Lebih terperinci