IMPLEMENTASI MODEL PENGUKURAN KINERJA KOMPREHENSIF

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IMPLEMENTASI MODEL PENGUKURAN KINERJA KOMPREHENSIF"

Transkripsi

1 IMPLEMENTASI MODEL PENGUKURAN KINERJA KOMPREHENSIF Keakuratan sebuah model ditentukan oleh proses pembangunan model tersebut. Sebelum sebuah model diimplementasikan, maka perlu dilakukan dua tahapan yaitu verifikasi dan validasi. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan kebutuhan lainnya, maka verifikasi dan validasi dikembangkan menjadi sebuah langkah sistematis yang berupaya untuk memberikan umpan balik pada model konseptual sehingga dapat dilakukan perbaikan sebelum diimplementasikan (Anderson, 1972; Chatergy and Pooch, 1977: Mc Carl dan Apland, 1986 ; Eriyatno, 2006). Verifikasi dan validasi juga dilakukan pada model pengukuran kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut yang dirancang. Selanjutnya tahapan proses dan hasil verifikasi serta validasi model akan diuraikan secara sistematis pada bagian ini. Verifikasi Model pada Klaster Industri Verifikasi dilakukan untuk menguji apakah logika model memiliki kesesuaian yang cukup baik dengan situasi riil di mana model akan diterapkan. Untuk itu dipilih dua klaster industri hasil laut untuk keperluan verifikasi model pengukuran kinerja komprehensif yaitu klaster agroindustri teri nasi dan rumput laut di wilayah Jawa Timur. Kedua klaster ini dipilih karena produk ini memiliki potensi yang sangat baik, baik dari sisi ekspor maupun domestik. Produk teri nasi lebih dominan di pasar ekspor, permintaan terus meningkat namun pasokan terbatas dikarenakan dukungan hasil tangkapan (nelayan) yang masih terbatas, di mana rata-rata kemampuan pasokan adalah 300 ton per tahun. Peluang pasar domestik juga sangat menjanjikan karena kandungan gizi yang sangat tinggi kandungan 100 gram teri nasi ekivalen dengan satu gelas susu Anlene (BLPMHP, 2005). Sementara itu produk rumput laut di samping kandungan serat yang sangat dibutuhkan untuk kesehatan juga mempunyai derivasi produk hilir yang sangat beragam dan masih terus dikembangkan. Oleh karenanya dibutuhkan penguatan struktur industri sehingga dapat terus meningkatkan daya saing baik di pasar global. Model pengukuran kinerja berisi sejumlah indikator kinerja yang mewakili baik dari sisi aspek klaster maupun pelaku klaster yang telah ditentukan berdasarkan hasil penilaian pakar dan pertimbangan logis. Terdapat 22 indikator

2 119 kinerja kunci yang mewakili empat aspek kinerja klaster dan empat stakeholder yang dikaji seperti telah dikemukakan di bagian terdahulu. Verifikasi model diawali dengan menyusun alat pengukuran berupa form-form penilaian berdasarkan jenis indikator yang akan diukur capaiannya. Verifikasi dilakukan untuk melihat apakah sejumlah indikator kinerja kunci yang telah dipilih secara logika dapat diterima untuk sebuah sistem klaster industri dan akan mampu diimplementasikan dengan baik serta mudah dalam operasionalisasinya. Verifikasi pada sektor hulu dilakukan melalui Diskusi Kelompok Terpadu (DKT) dengan sejumlah usaha penangkapan lepas panen ikan teri nasi (nelayan) dan usaha pasca panen di Jawa Timur dalam dua kelompok dan sesi yang berbeda. Pada DKT tersebut dilakukan eksplorasi data yang terkait dengan model serta capaian ukuran beberapa indikator kinerja kunci pada saat ini. Di samping juga dilakukan penggalian harapan dan persoalan yang dihadapi oleh komponen tersebut pada klaster agroindustri hasil laut. Berdasarkan hasil verifikasi model pengukuran kinerja yang dilakukan, logika model telah cukup sesuai dengan kondisi di lapangan, hal ini ditunjukkan oleh dapat diukurnya semua ukuran secara mudah dan tepat dalam pengisian. Semua indikator kinerja kunci yang terpilih untuk merepresentasikan kinerja komprehensif klaster industri hasil laut dapat diukur di lapangan dengan upaya-upaya klarifikasi yang intensif. Validasi Model Pengukuran Kinerja Komprehensif Perancangan model pengukuran kinerja komprehensif pada sistem klaster agroindustri hasil laut dilakukan dengan menggunakan pendekatan sistem. Studi perilaku sistem yang kompleks pada sistem klaster industri hasil laut menuntut adanya suatu pendekatan yang bersifat holistik dengan tetap mengacu pada efektivitas hasil. Kajian yang dilakukan pada penelitian ini sebagian besar berbasis pada pengetahun pakar melalui akuisisi dan elisitasi pendapat pakar, oleh karenanya di dalam ilmu sistem kajian ini masuk dalam kategori soft system yang relatif tidak terstruktur. Pada model-model dengan pendekatan soft system methodology validasi tidak bisa sepenuhnya dilakukan secara matematis, namun cukup dengan pengujian untuk mendapat pengakuan secara intelektual yang bisa dilakukan melalui pendekatan expert judgment (Checkland, 1995 ; Eriyatno, 2006).

3 120 Selanjutnya metode ini akan digunakan pada validasi model pengukuran kinerja yang telah dilakukan pada kedua contoh klaster industri di atas. Validasi model pada situasi ini tidak untuk mencari pembuktian valid atau tidak, namun lebih untuk memperbaiki tingkat keyakinan bahwa berdasarkan kondisi yang diasumsikan model yang dikembangkan bisa mewakili sistem yang sebenarnya (Naylor dan Finger, 1967; Gass, 1983). Validasi meliputi validasi penyusunan dan validasi hasil. Proses penyusunan model harus dijamin validitasnya mulai dari asumsi yang mendasari, pengumpulan data sampai dengan proses pengolahannya, sementara secara hasil juga harus dijamin keakuratnnya bahwa hasil dari model benar-benar merepresentasikan kondisi riil. Validitas konstruksi model ditentukan oleh ketepatan pemilihan pakar dalam penelitian. Pakar yang dipilih berasal dari tiga komponen yang relevan yaitu praktisi industri hasil laut, pengambil kebijakan (Departemen Perindustrian (Deprin) dan Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP)) dan akademisi dengan tingkat kepakaran yang dibuktikan berdasarkan pengalaman dan kapasitas keilmuan. Empat pakar praktisi industri yang dilibatkan adalah tingkat General Manager dan Direktur Perusahaan, dari pengambil kebijakan adalah 6 pakar di tingkat Direktur di lingkungan DKP dan Deprin. Sementara itu dari pihak akademisi ikut berkontribusi sebagai pakar adalah 5 pakar yang terdiri dari seorang guru besar yang memiliki keilmuan Teknologi Industri Pertanian dan mempunyai pengalaman praktis dan penelitian di bidang kelautan dan perikanan, 3 orang doktor masing-masing di bidang Sistem Dinamik,Teknik Perkapalan dan Ilmu Wilayah serta satu orang calon Doktor di bidang Ekonomi Internasional. Berdasarkan dari kompetensi seluruh pakar yang dilibatkan pada penilaian sejumlah kriteria dan indikator kinerja klaster industri diharapkan dapat dipertanggungjawabkan validitasnya. Penentuan validitas hasil dari model dilakukan melalui expert judgment pada dua Diskusi Kelompok Terarah (DKT) di dua kelompok terpisah yaitu di kelompok praktisi industri hasil laut (teri nasi) dan kelompok di lingkungan pemerintahan. Hasil rancangan model pengukuran kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut dipresentasikan pada dua kelompok tersebut dalam waktu dan tempat terpisah. Secara umum kedua kelompok pakar menyatakan bahwa model sudah merepresentasikan sistem klaster agroindustri hasil laut, namun demikian dalam proses dialog dan diskusi yang terjadi terdapat beberapa masukan yang diharapkan bisa ditindaklanjuti.

4 121 Validasi model secara kuantitatif dilakukan pada penentuan model peramalan untuk indikator total penjualan klaster industri teri nasi. Model ini diperlukan untuk meramalkan omset klaster industri teri nasi beberapa periode mendatang. Hal ini diperlukan untuk merencanakan strategi klaster industri teri nasi agar terus dapat bertahan dan bahkan meningkatkan kinerjanya. Di samping itu berdasarkan hasil identifikasi indikator kinerja kunci yang telah dilakukan indikator total penjualan klaster merupakan salah satu indikator penting yang harus selalu dimonitor dan dievaluasi, hal ini untuk melihat apakah secara eksternal sistem ada kondisi kedepan yang kondusif untuk peningkatan kinerja. Validasi model dilakukan dengan mencoba beberapa model peramalan deret waktu untuk memprediksi total penjualan teri nasi di Jawa Timur dalam 12 periode bulan ke depan. Dari pemeriksaan karakteristik pola data awal di mana data bersifat fluktuatif dengan pola tertentu, maka diduga terdapat tiga jenis model yang mampu merepresentasikan sesuai kondisi riilnya yaitu model pemulusan eksponensial tunggal, pemulusan eksponensial ganda dan dekomposisi. Dengan hasil ramalan dan rekaman indikator ketepatan model seperti ditampilkan secara berturut-turut pada Gambar Pada Gambar 54 dapat dilihat hasil peramalan dengan menggunakan model pemulusan eksponensial tunggal yang memiliki beberapa parameter keakuratan hasil (MAPE, MAD dan MSD) seperti tampak pada sisi kanan gambar grafik berikut : C Actual Predicted Forecast Actual Predicted Forecast Smoothing Constant Alpha: MA PE: MA D: MSD: E Time Gambar 54 Prediksi total penjualan dengan model pemulusan eksponensial tunggal

5 122 Selanjutnya sebagai perbandingan dilakukan peramalan dengan model dekomposisi yang memberikan hasil ramalan penjualan dalam bentuk grafik sebagai berikut : Kilogram/bulan C2 Kilogram/bulan C Time MA PE: MA D: MSD: Actual Predicted Forecast Actual Predicted Forecast Gambar 55 Prediksi total penjualan dengan model dekomposisi E+09 Kemudian sebagai alternatif pembanding lainnya dilakukan uji coba peramalan total penjualan klaster dengan menggunakan model pemulusan eksponensial ganda, dengan hasil seperti tampak pada Gambar Time Actual Predicted Forecast Actual Predicted Forecast Smoothing Constants Alpha (level): Gamma (trend): MAPE: MAD: MSD: E+09 Gambar 56 Prediksi total penjualan dengan model pemulusan eksponensial ganda

6 123 Model peramalan deret waktu dipilih atas dasar pendugaan awal bahwa omset penjualan ditentukan oleh periode waktu, disamping alasan ketersediaan data. Adapun rekapitulasi nilai akurasi model dari ketiga model yang diuji di atas dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 17. Nilai akurasi tiga alternatif model peramalan total penjualan teri nasi No Jenis model Parameter keakuratan model MAPE MAD MSD 1 Pemulusan eksponensial E+09 tunggal 2 Dekomposisi E+09 3 Pemulusan eksponensial E+09 ganda Berdasarkan ketiga parameter keakuratan model seperti pada tabel, maka dapat dilihat bahwa model dekomposisi memiliki keakuratan yang terbaik yang ditunjukkan dengan nilai ketiga parameter paling kecil dibandingkan semua model yang diuji. Hal ini memberikan arti bahwa model dekomposisi akan memberikan kesalahan dalam peramalan paling kecil dibanding dua model lainnya, sehingga dari sini dapat disimpulkan bahwa model dekomposisi merupakan model yang representatif untuk menggambarkan pola data sekaligus menghasilkan prediksi yang paling mendekati hasil yang sebenarnya. Implementasi Model Setelah melalui tahap verifikasi dan validasi di atas, maka rancangan model pengukuran kinerja komprehensif pada klaster agroindustri hasil laut dapat diimplementasikan. Implementasi dilakukan pada dua klaster industri hasil laut sebagai percontohan yaitu klaster industri teri nasi dan klaster industri rumput laut di Jawa Timur. Proses pengukuran kinerja dilakukan dengan menggunakan bantuan lembar periksa dan dilaksanakan dengan metode interview dengan pihak industri dan pelaku lain untuk mendapatkan informasi capaian indikator kinerja kunci seperti yang telah ditentukan dalam model. Gambaran sistem klaster industri teri nasi di Jawa Timur dan keterkaitannya dapat dilihat pada gambar berikut :

7 124 Industri Mesin dan Peralatan - Mesin Diesel - Jaring ikan - Peralatan lainnya (Blung dll) INDUSTRI PENDUKUNG Industri/Usaha Pemasok Bahan Baku Penolong -PLN (Listrik) -PDAM (Air) -Es Batu Pemerintah Pusat - Departemen Perindustrian - Departemen Kelautan dan Perikanan - Departemen Keuangan - Departemen Perdagangan - Departemen Pertanian PT KML PELAKU INTI Dukun gan hasil tangkapan dan usaha lepas pantai (nelayan dan agroindustri level I) PT MMM (Industri Pengolahan Teri Nasi) PT MPI PT ICS CV Mahera Lembaga Penelitian 1. Perguruan Tinggi (Penelitian dan Pengembangan SDM). 2. BLPMHP Pemerintah Daerah - Dinas Perikanan - Dinas Perindustrian dan Perdagangan Asosiasi 1. APIKI 2. GAPMMI INSTITUSI PENDUKUNG Lembaga Keuangan - Bank - Non Bank (Koperasi) Gambar 57 Struktur pelaku klaster industri teri nasi di Jawa Timur Sementara itu gambaran kategori agroindustri teri nasi berdasarkan level proses transfor masi menurut Austin (1981) dapat dilihat pada Lampiran 4 da n hasil implementasi model pengukuran kinerja pada sistem klaster agroindustri teri nasi dapat ditampilkan dalam bentuk scoring board seperti pada Tabel 18. Dari hasil verifikasi dapat dilihat bahwa nilai kinerja parsial untuk indikator lokalitas masuk dalam kategori baik, yaitu untuk indikator jumlah tenaga kerja sekitar desa dan jumlah tenaga kerja lokal berturut-turut 105% d an 100 %. Capa ian ini sekaligus menunjukkan bahwa lokalitas dari industri hasil laut di Jawa Timur sangat tinggi sehingga dapat diharapkan akan menjadi lapangan kerja yang potensial bagi masyarakat sekitar. Sementara itu beberapa indikator kinerja kunci yang pencapaiannya kurang di antaranya adalah kepemilikan dokumen sertifikasi lingkungan dan jumlah komplain dari konsumen atas produk yang dihasilkan, masing-masing dengan nilai kinerja nol.

8 125 Tabel 18 Hasil pengukuran kinerja klaster industri teri nasi di Jawa Timur Indikator Kinerja Kunci Klaster Agroindustri Hasil Laut Bobot relatif Bobot Normal Target Unit Capaian Sistem Scoring Relatif Absolut Kinerja Komprehensif Klaster 55.61% Kinerja Sosial % 52.25% Persentase penduduk sekitar (desa) yang terlibat aktif dalam program per tahun (%) % orang 0.50% Higher is better 7.90% 16.67% Kurang Jumlah tenaga kerja penduduk sekitar pabrik/usaha (kelurahan/desa) (%) % kary 95% Higher is better 26.24% % Baik Jumlah tenaga kerja lokal (%) % kary 100% Higher is better 12.45% % Baik Jumlah perguruan tinggi dengan disiplin ilmu yang relevan di Jatim Inst 4 Higher is better 3.37% 40.00% Kurang Jumlah industri hasil laut yang bergabung dalam Klaster Higher is better 2.28% 33.33% Kurang Kinerja Lingkungan % 0.00% Jumlah komplain atas produk per thn Lower is better 0.00% 0 Kurang Jumlah komplain masyarakat per thn kali 1 Lower is better 0.00% 0 Kurang Jumlah pelaku yang memiliki dokumen amdal dan tersertifikasi (%) buah 0 Higher is better 0.00% 0.00% Kurang Kinerja Ekonomi % 76.74% Rata-rata keuntungan pelaku klaster (%) % % 20% Higher is better 24.38% 66.67% Cukup Indeks RCA (Revealed Comparative Advantage) Higher is better 13.27% 54.00% Cukup Deviasi keuntungan anggota klaster (%) % 10 Lower is better 27.39% % Baik Pangsa Pasar % % 30% Higher is better 8.23% 60.00% Cukup Total Penjualan per tahun ton 480 Higher is better 3.48% 50.53% Cukup Kinerja Proses Bisnis Internal % 64.57% Output standar ton 40 Higher is better 7.02% 53.33% Cukup Jumlah komplain keterlambatan pengiriman produk ke negara tujuan (ekspor) kali 1 Lower is better 0.00% 0.00% Kurang Jumlah produk yang rusak dalam perjalanan distribusi kali 2 Lower is better 0.00% 0.00% Kurang Nilai rendemen setelah handling % % 20% Higher is better 12.94% % Baik Harga jual ke pabrik rupiah Higher is better 9.16% 83.33% Baik Jumlah bahan baku yang diperoleh dalam satu kali tangkapan (untuk ikan dan udang) kg 20 Higher is better 4.95% 50.00% Kurang Biaya yang dikeluarkan dalam sekali melaut (untuk ikan & udang) rupiah Lower is better 12.39% % Baik Harga jual produk/bahan baku rupiah Higher is better 8.72% 88.00% Baik Nilai rendemen bahan baku (%) % 90 Higher is better 9.39% 94.74% Baik Skor Status Tabel scoring board hasil pengukuran kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut pada industri teri nasi di atas, terdiri atas beberapa komponen parameter ukuran yang mencerminkan karakteristik dari setiap indikator kinerja yaitu nilai bobot, nilai yang ditargetkan, nilai capaian indikator, scoring system, nilai skor serta status kinerja. Pengukuran setiap indikator kinerja yang sudah ditentukan melalui penilaian pakar dilakukan secara langsung dengan bantuan alat berupa lembar periksa (check sheet) yang telah disiapkan terlebih dahulu. Idealnya sebuah klaster, pengukuran dilakukan pada semua anggota klaster tergantung pada pelaku mana indikator kinerja yang diukur. Hasil pengukuran pada individu pelaku selanjutnya diagregasikan menjadi nilai capaian

9 126 indikator kinerja yang diukur seperti tampak pada kolom capaian di Tabel 18 di atas. Nilai skor setiap indikator kinerja yang diukur sangat ditentukan oleh target yang ditentukan oleh pengelola klaster. Pada perhitungan di atas nilai target ditentukan berdasarkan brainstorming dari pakar industri. Penentuan target ini didasarkan pada beberapa pertimbangan yang mengacu pada kriteria SMART (Specific, Measurable, Achievable, Realistic dan Timebound) yang secara detail telah diuraikan pada bagian sebelumnya. Setiap indikator kinerja yang diukur akan memiliki target yang berbeda dengan satuan yang juga bisa berbeda. Scoring system yang dilakukan seperti tabel di atas akan mampu menghilangkan satuan menjadi sebuah ukuran yang unik, di mana nilai skor dapat diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut : k ij Score ij = ( ) t ij n ij...(29) keterangan : i : indeks indikator kinerja yang diukur j : indeks kinerja parsial (aspek klaster) k ij t ij n ij : nilai capaian kinerja untuk indikator kinerja kunci ke-i pada kinerja parsial (aspek) ke-j : target yang diinginkan untuk indikator kinerja kunci ke-i pada kinerja parsial (aspek) ke-j : bobot yang telah dinormalkan untuk indikator kinerja kunci ke-i pada kinerja parsial (aspek) ke-j Sementara itu status kinerja klaster industri dikategorikan dalam tiga kelompok yaitu Baik, Sedang dan Kurang. Berdasarkan pendapat pakar maka penentuan kategori berdasarkan nilai sebagai berikut : Status Baik jika nilai skor absolut indikator kinerja 75 Status Sedang jika nilai skor absolut indikator kinerja 50% dan < 75% Status Kurang jika nilai capaian absolut indikator kinerja < 50 %

10 127 Dari hasil pengukuran kinerja pada tabel di atas, maka secara parsial dapat dilihat bahwa kinerja klaster agroindustri hasil laut (teri nasi) yang tertinggi dicapai oleh kinerja ekonomi (67.59%) dan terendah oleh kinerja lingkungan (0%). Sementara kinerja sosial dan proses bisnis internal berturut-turut dengan nilai kinerja 52.25% dan 64.57%. Selanjutnya dengan menggunakan persamaan 13 dan 14 dapat dihitung nilai kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut sebagai berikut : Cp Cp Cp = = = f c 1 ( Sp, Ecp, Ep, Tp ) Sp + c % 2 Ecp + c 3 Ep + c 4 Tp (30) (31) keterangan : Cp Sp Ecp Ep Tp c c c c = nilai kinerja komprehensif = nilai kinerja sosial = nilai kinerja ekonomi = nilai kinerja lingkungan = nilai kinerja proses bisnis internal = nilai bobot agregat kinerja sosial = nilai bobot agregat kinerja lingkungan = nilai bobot agregat kinerja ekonomi = nilai bobot agregat kinerja proses bisnis internal Nilai capaian kinerja komprehensif di atas menunjukkan suatu nilai yang sangat bagus bahwa kinerja komprehensif klaster industri teri nasi di Jawa Timur berada pada kategori Cukup dengan nilai capaian 55.61%. Oleh karena itu harus dilakukan analisa lebih lanjut untuk bisa mendapatkan rekomendasi umpan balik dari hasil pengukuran di atas yang secara detail akan diuraikan pada bagian pembahasan. Selanjutnya sebagai perbandingan model pengukuran kinerja komprehensif juga diimplementasikan pada klaster industri rumput laut, namun pengukuran terbatas masih dilakukan pada satu perusahaan inti yang mewakili industri pengolahan dan pelaku lainnya yakni petambak dan institusi pendukung. Secara lengkap sistem klaster industri rumput laut di Jawa Timur yang menggambarkan komponen dan posisinya dalam klaster dapat dilihat pada Gambar 58 berikut :

11 128 Industri Mesin dan Peralatan - Mesin Diesel - Jaring ikan - Peralatan lainnya (Blung dll) INDUSTRI PENDUKUNG Industri/Usaha Pemasok Bahan Baku Penolong -PLN (Listrik) -PDAM (Air) -Bibit rumput laut Pemerintah Pusat - Departemen Perindustrian - Departemen Kelautan dan Perikanan - Departemen Keuangan - Departemen Perdagangan - Departemen Pertanian PT ASML PELAKU INTI (Industri Pengolahan Rumput Laut) PT SKS Dukungan hasil panen dan usaha pasca panen (petambak rumput laut dan agroindustri level I) PT SS Lembaga Penelitian 1. Perguruan Tinggi (Penelitian dan Pengembangan SDM). 2. BLPMHP Pemerintah Daerah - Dinas Perikanan - Dinas Perindustrian dan Perdagangan Asosiasi INSTITUSI PENDUKUNG Lembaga Keuangan -Bank - Non Bank (Koperasi) Gambar 58 Struktur pelaku klaster industri rumput laut di Jawa Timur Adapun gambaran kategori agroindustri rumput laut berdasarkan level proses transformasi menurut Austin (1981) dapat dilihat pada Lampiran 4.2 dan hasil pengukuran kinerja komprehensif dengan menggunakan model yang dirancang secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 19. Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa nilai numerik kinerja komprehensif klaster industri rumput laut yang dihasilkan sebesar %, hal ini menunjukkan bahwa secara numerik klaster industri rumput laut hanya mampu mencapai 57.44% dari target komprehensif yang telah ditentukan. Meskipun secara komprehensif nilai numerik kinerja klaster industri rumput laut dengan kinerja komprehensfif numerik klaster industri teri nasi tidak berbeda secara signifikan, namun jika dilihat secara parsial pada setiap indikator kinerja aspek klaster maka terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada kinerja ekonomi. Status indikator kinerja rata-rata keuntungan pada klaster industri rumput laut masuk kategori Baik (120%) yang berarti melebihi 20% dari target keuntungan yang telah ditetapkan, sementara pada klaster industri teri nasi berkinerja Cukup dengan nilai 66.67%.

12 129 Kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut di Jawa Timur dengan contoh terpilih dua klaster yang telah diuraikan di atas, dengan berasumsi bahwa kedua klaster industri tersebut memiliki kepentingan sama adalah nilai rata-rata kinerja komprehensif dari kedua klaster tersebut. Sehingga secara numerik dapat dihasilkan nilai agregat 56.63%, yang berarti klaster agroindustri hasil laut di Jawa Timur memiliki kinerja komprehensif atau dengan kata lain klaster industri hasil laut di Jawa Timur hanya memenuhi 56.63% dari target yang ditentukan. Untuk itu masih perlu dilakukan upaya peningkatan kinerja di masa yang akan datang melalui program-program yang efektif. Tabel 19. Hasil pengukuran kinerja klaster industri rumput laut di Jawa Timur Indikator Kinerja Kunci Klaster Agroindustri Bobot Bobot Sistem Skor Target Unit Capaian Hasil Laut relatif Normal Scoring Relatif Absolut Status Kinerja Komprehensif Klaster 57.44% Kinerja Sosial 17% 7.59% 45.61% Kurang Persentase penduduk sekitar (desa) yang 1 terlibat aktif dalam program per tahun (%) % 2 % 0.3 Higher is better 7.11% 15.00% Kurang Jumlah tenaga kerja penduduk sekitar 2 pabrik/usaha (kelurahan/desa) (%) % 90% % 75% Higher is better 20.72% 83.33% Baik 3 Jumlah tenaga kerja lokal (%) % 100 % 100 Higher is better 12.45% % Baik Jumlah perguruan tinggi dengan disiplin ilmu 4 yang relevan di Jatim % 10 unit 4 Higher is better 3.37% 40.00% Kurang Jumlah industri rumput laut yang bergabung 5 dalam Klaster % 7 unit 2 Higher is better 1.96% 28.57% Kurang Kinerja Lingkungan 16% 0 0 Jumlah komplain masyarakat krn 1 pencemaran lingkungan % 0 kali 1 Lower is better % Kurang Jumlah pelaku yang memiliki dokumen amdal 2 dan tersertifikasi (%) % 1 unit 0 Higher is better % Kurang Kinerja Ekonomi 34% 30.51% 88.80% 1 Rata-rata keuntungan pelaku klaster (%) % Higher is better 43.89% % Baik Indeks RCA (Revealed Comparative 2 Advantage) % Higher is better 13.27% 54.00% Cukup 3 Deviasi keuntungan anggota klaster (%) % 0 0 Lower is better 18.26% % Baik 6 Pangsa Pasar % 50% 30% Higher is better 8.23% 60.00% Cukup 7 Total Penjualan per tahun % 200 ton 150 Higher is better 5.17% 75.00% Baik Kinerja Proses Bisnis Internal 32% 19.33% 60.74% 1 Output standar % 15 ton 12 Higher is better 13.14% 80.00% Baik Jumlah penolakan pengiriman oleh pembeli 2 (eksportir) % 0 0 Lower is better 0.00% 0.00% Kurang 3 Jumlah komplain atas produk yang dikirim % 0 0 Lower is better 0.00% 0.00% Kurang 4 Nilai rendemen setelah handling % Higher is better 9.14% 66.67% Cukup 5 Harga jual ke pabrik % Higher is better 12.34% 90.00% Baik Jumlah bahan baku yang diperoleh dalam 6 satu kali panen (untuk rumput laut) % 1.5 ton/ha 1 Higher is better 8.24% 66.67% Cukup Biaya yang dikeluarkan dalam sekali panen 7 (rumput laut) % Lower is better 6.18% 50.00% Kurang 9 Nilai rendemen bahan baku (%) % 95 % 90 Higher is better 11.71% 94.74% Baik Berdasarkan hasil verifikasi melalui uji coba model pada dua klaster agroindustri hasil laut terpilih, kemudian dianalisis lebih lanjut untuk menentukan apakah model sudah cukup baik berdasarkan beberapa pertimbangan atau masih

13 130 memerlukan perbaikan. Pada bagian selanjutnya akan diuraikan pertimbanganpertimbangan logis untuk mendapatkan model pengukuran kinerja komprehensif final yang siap untuk diimplementasikan secara periodik dan kontinyu. Perbaikan Model Pengukuran Kinerja Komprehensif Dalam implemetasinya, sebuah model ini di samping mempertimbangkan aspek substansi juga perlu mempertimbangkan efisiensi dan kemudahan dalam operasionalnya. Model pengukuran kinerja dalam bentuk scoring board yang telah diverifikasi dan divalidasi di atas, ternyata masih mengandung cukup banyak indikator kinerja kunci sehingga sulit untuk diingat. Hal ini juga akan mempersulit implementasi dan membuat enggan bagi pengelola klaster (kelompok kerja/working group) untuk menerapkan. Oleh karena itu perlu dilakukan penyederhanaan penampilan tanpa harus mengurangi substansi model pengukuran kinerja yang telah disepakati seperti pada scoring board sebelumnya. Proses reduksi jumlah indikator kinerja dengan tanpa merubah keterwakilan dan nilai bobot dilakukan melalui brainstorming, elaborasi dan penggalian referensi lainnya. Upaya penyederhanaan dilakukan dengan mendefinisikan beberapa indikator kinerja dalam representasi indikator kinerja yang lebih padat melalui pengelompokan sebagai berikut : 1. Kinerja Sosial direpresentasikan oleh indikator kinerja kunci : (1) Indeks CSR (Corporate Social Responsibility) yang mewakili indikator kinerja antara lain : Tingkat kepedulian industri terhadap masyarakat sekitar Jumlah tenaga kerja penduduk sekitar pabrik/usaha (kelurahan/desa) (%) Jumlah tenaga kerja lokal (%) (2) Keanggotaan klaster mencakup indikator kinerja : Jumlah perguruan tinggi dengan disiplin ilmu yang relevan di Jatim Jumlah industri hasil laut yang bergabung dalam Klaster 2. Kinerja Lingkungan diwakili oleh indikator kinerja Indeks CER (Corporate Environment Responsibility) mencakup indikator : Jumlah keluahan masyarakat karena pencemaran lingkungan Jumlah pelaku yang memiliki dokumen amdal dan tersertifikasi (%)

14 Kinerja Ekonomi terdiri dari indikator kinerja kunci berikut : (1) Keuntungan klaster meliputi : Rata-rata keuntungan pelaku klaster (%) Deviasi keuntungan anggota klaster (%) (2) Indeks RCA (Revealed Comparative Advantage) (3) Kontribusi pada devisa negara (%) (4) Kinerja pasar (Market Performance), mewakili beberapa indikator kinerja berikut : Pangsa Pasar Total Penjualan per tahun 4. Kinerja Proses Bisnis Internal diwakili oleh indikator kinerja kunci berikut : (1) Output standar (2) Nilai rendemen yang mencakup indikator : Nilai rendemen setelah handling Nilai rendemen bahan baku (%) (3) Indeks kepuasan pelanggan atas produk, representasi dari indikator berikut : Jumlah penolakan pengiriman oleh pembeli (eksportir) Jumlah komplain atas produk yang dikirim (4) Produktivitas petani/nelayan/petambak yang mencakup indikator : Jumlah bahan baku yang diperoleh dalam satu kali tangkapan (untuk ikan) atau satu kali panen (untuk rumput laut) Biaya yang dikeluarkan dalam sekali melaut (untuk ikan) atau sekali tanam (untuk rumput laut) Harga jual produk/bahan baku Hasil penyederhanaan indikator kinerja kunci di atas sekaligus mereduksi jumlah indikator kinerja yang terdahulu namun tidak merubah substansi indikator kinerja yang telah ditentukan di depan. Selanjutnya melalui penormalan nilai-nilai bobot dari masing-masing indikator kinerja yang digabungkan dapat diperoleh nilai bobot baru untuk setiap indikator kinerja yang baru. Pada perbaikan model ini juga dilakukan penyamaan sistem scoring yang semula terdiri dari tiga cara yaitu higher is better, smaller is better dan must be zero menjadi satu cara yaitu higher is better. Hasil final dari komposisi indikator kinerja kunci (IKK) yang bisa mewakili kinerja

15 132 komprehensif klaster industri hasil laut tersebut dan selanjutnya akan dijadikan model pengukuran kinerja untuk diimplementasikan dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Model final scoring board pengukuran kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut. Kinerja Kunci dan indikator kinerja Bobot relatif Bobot Normal Kinerja Komprehensif Klaster Kinerja Sosial Indeks CSR (Corporate Social Responsibility ) Keanggotaan klaster Kinerja Lingkungan Indeks CER (Corporate Environment Responsibility ) Kinerja Ekonomi Keuntungan Klaster Indeks RCA (Revealed Comparative Advantage ) Kinerja Pasar (Market Performance) Kinerja Proses Bisnis Internal Output standar Nilai Rendemen Indeks kepuasan pelanggan atas produk Produktivitas petani/nelayan/petambak Target Unit Capaian Relatif Skor Absolut Status P enentuan indikator kinerja kunci seperti pada tabel di atas dilakukan berdasarkan proses agregasi dengan memperhatikan keterkaitan antara beberapa indikator kinerja yang diagregasikan. Sebagai contoh beberapa indikator kinerja untuk aspek kepedulian sosial yang meliputi tingkat kepedulian perusahaan melalui penyelenggaraan program kemasyarakatan untuk masyarakat sekitar industri, jumlah tenaga kerja dari penduduk sekitar serta jumlah tenaga kerja lokal dapat diwakili oleh satu indikator kinerja baru yaitu indeks CSR (Corporate Social Responsibility). Hubungan antara masing-masing indikator pembentuk dengan indeks CSR dapat dinyatakan dalam formula berikut : Indeks CSR = f ( S, S, S,... S ) n.(32) = c 1 S 1 + c 2 S 2 + c 3 S c n S n.(33)

16 133 keterangan : S : nilai indikator kinerja pembentuk (disagregasi) n : jumlah indikator kinerja pembentuk Pengukuran capaian nilai indeks CSR ini tetap memperhatikan indikator kinerja disagregasinya. Hal yang sama juga terjadi pada indikator kinerja yang merepresentasikan seluruh kriteria pada aspek lingkungan yaitu indeks CER (Corporate Environment Responsibility). Indikator kinerja keuntungan klaster merupakan nilai kovarian dari rata-rata keuntungan pelaku klaster industri hasil laut dan standar deviasinya. Sementara itu semua indikasi kepuasan pelanggan yang terdiri dari jumlah penolakan dan jumlah komplain terhadap produk yang dibeli dapat diwakili oleh satu indikator kunci yaitu indeks kepuasan pelanggan. Semua kegiatan yang berkaitan dengan kemasyarakatan dalam sebuah sistem industri lebih dikenal dengan kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR). CSR merupakan suatu hal yang semakin dipandang perlu dari waktu kewaktu. Hal ini dikarenakan kelangsungan hidup perusahaan tidak hanya ditentukan oleh kemampuan pengelolaan perusahaan secara efisien, tetapi juga karena kemampuan memenuhi nilai-nilai masyarakat sekitarnya. Meskipun tidak ada definisi yang tepat tentang CSR, Waldman et al. (2006) menyatakan bahwa CSR merupakan langkah yang dilakukan oleh perusahaan lebih dari kewajiban legalnya. Langkah ini dilakukan dengan mempertimbangkan stakeholder perusahaan. Pada model ini, nilai CSR ini diwakili dari hasil pengolahan satu paket kuesioner pakar dan di konfirmasikan pada perwakilan masyarakat sekitar industri. Proses agregasi nilai capaian indikator kinerja dari model scoring board yang lama ke model scoring board yang baru dilakukan melalui perhitungan matematis yang salah satunya diperlihatkan pada formula di atas (CSR). Secara lengkap hasil transformasi dan perhitungan kinerja klaster industri teri nasi dapat dilihat pada Tabel 21. Jika dibandingkan hasil pengukuran kinerja dengan menggunakan model awal dan model final, maka terjadi perbedaan nilai skor pada aspek kinerja yang diukur. Hal tersebut terjadi karena ada perubahan representasi indikator kinerja kunci dari setiap aspeknya. Perbedaan kinerja yang paling signifikan terjadi pada aspek sosial dan aspek lingkungan, pada model awal bernilai 52.25% dan 0% menjadi 67.4% dan 25%. Sementara untuk kinerja dua aspek yang lain tidak

17 134 mengalami perubahan yang signifikan dikarenakan tidak adanya perubahan yang berarti pada indikator kinerja yang mewakili. Tabel 21 Hasil pengukuran kinerja klaster industri teri nasi di Jawa Timur dengan model scoring board final Kinerja Kunci dan indikator kinerja Bobot Bobot Skor Target Capaian relatif Normal Relatif Absolut Kinerja Komprehensif Klaster Kinerja Sosial % 67.4% 1 Indeks CSR (Corporate Social Responsibility) % 75.0% 2 Keanggotaan klaster % 25.0% Kinerja Lingkungan % 25% 1 Indeks CER (Corporate Environment Responsibility) % 25% Kinerja Ekonomi % 76.7% 1 Keuntungan Klaster % 94% 51.8% 94% 2 Indeks RCA (Revealed Comparative Advantage) % 54% 3 Market Performance % 57% 11.7% 57% Kinerja Proses Bisnis Internal % 66.0% 1 Output standar % 53% 2 Nilai Rendemen % 107% 25.1% 107% 3 Indeks kepuasan pelanggan atas produk % 75% Produktivitas 4 petani/nelayan/petambak % 35% Indikator CSR (Corporate Social Responsibility), keanggotaan klaster dan CER (Corporate Environment Responsibility) dilakukan dengan menggunakan kuesioner berskala likert. Hal ini dilakukan sebagai konsekuensi dari penyederhanaan dan perampingan indikator kinerja yang telah dilakukan untuk alasan kemudahan operasional dan implementasi model pengukuran kinerja komprehensif pada sistem klaster agroindustri hasil laut. Implementasi model final pengukuran kinerja komprehensif (hasil perbaikan) juga dilakukan pada klaster industri rumput laut di Jawa Timur. Melalui cara agregasi yang sama dapat diperoleh hasil pengukuran kinerja klaster industri rumput laut dengan menggunakan model yang telah diperbaiki seperti pada Tabel 22. Seperti halnya pengukuran kinerja pada klaster industri teri nasi, hasil pengukuran kinerja pada klaster rumput laut juga mengalami perubahan nilai skor. Perubahan terjadi sebagai konsekuensi atas perubahan indikator kinerja yang digunakan karena adanya upaya perampingan indikator kinerja kunci, khususnya pada kinerja aspek sosial dan aspek lingkungan. Sementara itu untuk aspek

18 135 ekonomi dan proses bisnis internal hanya sedikit terjadi perbedaan dari 88.8% dan 60.74% menjadi 82% dan 57.9%. Tabel 22. Hasil pengukuran kinerja klaster industri rumput laut di Jawa Timur dengan model scoring board final Kinerja Kunci dan indikator kinerja Bobot Bobot Target Capaian relatif Normal Relatif Absolut Kinerja Komprehensif Klaster Kinerja Sosial % 46.2% 1 Indeks CSR (Corporate Social Responsibility) % 50.0% 2 Keanggotaan klaster % 25.0% Kinerja Lingkungan % 25% 1 Indeks CER (Corporate Environment Responsibility) % 25% Kinerja Ekonomi % 82% 1 Keuntungan Klaster % 113% 62.1% 113% 2 Indeks RCA (Revealed Comparative Advantage) % 54.0% 3 Market Performance % 33% 6.9% 33.3% Kinerja Proses Bisnis Internal % 57.9% 1 Output standar % 53% 2 Nilai Rendemen % 80% 18.8% 80% 3 Indeks kepuasan pelanggan atas produk % 75% Produktivitas 4 petani/nelayan/petambak % 30% Dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas sebuah sistem pengukuran kinerja maka perlu dirancang sebuah Sistem Penunjang Keputusan (SPK) yang lebih fleksibel dan mudah digunakan sehingga mampu mengakomodasi kebutuhan manajerial untuk pengembangan klaster agroindustri hasil laut ke depan dalam bentuk perangkat lunak. Implementasi SPK dalam Pengukuran Kinerja Klaster SPK dirancang untuk memudahkan dalam operasionalisasi penerapan model pengukuran kinerja komprehensif klaster. Menu utama SPK terdiri dari database, model base, knowledge base, scoring board dan simulasi. Semua data dan informasi yang diperlukan disimpan dalam satu database di dalam SPK dan disediakan fasilitas untuk memperbaiki dan memperbarui data sehingga data yang digunakan selalu data terkini. Pengguna harus terlebih dulu melakukan login dengan user name dan password yang sudah diinformasikan dalam sistem, hal ini

19 136 dilakukan sebagai bentuk sekuritas sistem dan untuk mengantisipasi adanya pihak-pihak lain yang tidak berkepentingan masuk dalam sistem. Gambar 59 Proses login pada SPK C-Promeas Sistem database dirancang untuk dapat memelihara dan mengelola data dengan baik dan mudah. Sub menu database terdiri dari empat basis data yang disertai sistem perubahan yaitu ; (1) capaian indikator kinerja pelaku industri anggota klaster, (2) nilai bobot kriteria dan indikator kinerja, (3) batasan kategori/status kinerja klaster dan (4) nilai fuzzy infrastruktur. Sementara itu dua basis data lainnya adalah kumpulan informasi yang bersifat statis. Adapun tampilan sub menu database dalam SPK dapat dilihat pada Gambar 60. Gambar 60 Tampilan sub menu database interaktif dalam SPK

20 137 Data capaian indikator kinerja pelaku industri anggota klaster dapat dimasukkan dan disimpan dalam database, di samping juga disediakan fasilitas untuk mengganti data yang baru maupun menghapus data jika sudah tidak diperlukan. Perubahan ini akan langsung direspon oleh sub menu scoring board untuk serentak melakukan perubahan perhitungan skor kinerja dan penetapan status kinerja komprehensif klaster. Salah satu tampilan data nilai bobot kriteria dapat dilihat pada Gambar 61. Sub menu model base memuat beberapa model penilaian kriteria diantaranya expert choice 2000, electre II dan perhitungan logika fuzzy dengan metode center of gravity. Keberadaan model ini disiapkan untuk keperluan jika suatu saat akan ada kebutuhan untuk merubah kriteria-kriteria sehingga memerlukan penilaian pakar lagi. Sementara data hasil pengolahan dari ketiga model tersebut untuk SPK saat ini disimpan dalam sub menu database. Dalam operasionalnya penggunaan model ini lagi hanya akan dilakukan jika terjadi suatu perubahan lingkungan yang signifikan sehingga muncul kriteria-kriteria baru dalam menentukan kinerja klaster atau ada perubahan persepsi pakar terhadap kondisi yang ada. Gambar 61 Tampilan data nilai bobot sesuai dengan struktur hirarki

21 138 Beberapa informasi yang diperoleh berdasarkan penggalian pendapat pakar secara kualitatif disimpan secara rapi di dalam sub menu knowledge base. Sub menu ini mengandung sejumlah informasi yang diperoleh dari pakar untuk digunakan sebagai umpan balik maupun pertimbangan-pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Sub menu terdiri dari informasi pakar mengenai rekomendasi perbaikan kinerja klaster, model berlian Porter, diagram lingkar sebab akibat dan diagram input output. Khusus untuk sub menu rekomendasi dihubungkan dengan sub menu scoring board karena untuk menentukan umpan balik kinerja klaster yang akan diuraikan lebih lengkap pada bagian pembahasan. SPK C-Promeas juga memberikan fasilitas utama untuk pengolahan semua data empiris capaian indikator kinerja kunci dan pendapat pakar yang hasilnya ditampilkan dalam bentuk scoring board sesuai dengan nama sub menunya. Pada sub menu ini, pengguna bisa melihat hasil pengukuran kinerja secara parsial dalam bentuk skor pada setiap aspek dan indikator kinerja kunci serta dalam bentuk status atau kategori (baik, sedang dan kurang) untuk kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut yang diukur. Di samping itu, pada sub menu ini pengguna dapat melihat rekomendasi pakar terhadap capaian skor kinerja parsial dan status kinerja komprehesif berdasarkan status. Pada bagian akhir SPK ini dapat dibuka sub menu simulation yang didisain untuk melihat beberapa dampak perubahan lingkungan terhadap kinerja klaster agroindustri hasil laut. Adapun petunjuk penggunaan SPK C-Promeas dapat dilihat pada lampiran. Peramalan Indikator Kinerja Gambaran kondisi ke depan dapat menjadi deteksi dini bagi keberlanjutan sebuah sistem klaster industri hasil laut khususnya teri nasi. Keberlanjutan klaster industri di antaranya dapat dilihat dari dua sisi baik internal maupun eksternal. Sisi internal dapat diwakili oleh sejumlah indikator kinerja kunci yang dominan dipengaruhi oleh internal proses di dalam sistem klaster, sementara sisi eksternal lebih diwakili oleh beberapa indikator yang sebenarnya dominan dipengaruhi oleh faktor eksternal, misalnya kondisi pasar, nilai dolar, kebijakan pemerintah ataupun faktor lain yang berada di luar sistem klaster industri. Pada kasus sistem klaster industri hasil laut dan dengan melihat hasil eksplorasi sejumlah indikator kinerja kunci yang telah ditetapkan di atas, maka indikator total penjualan merupakan salah satu indikator kinerja kunci yang sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal. Di samping itu, untuk melihat kinerja lebih

22 139 konkrit yaitu omset penjualan klaster, maka perlu diperhatikan satu indikator lagi yang sangat berpengaruh yaitu harga jual produk. Pada penelitian ini peramalan kedua indikator kinerja di atas akan dilakukan untuk klaster industri teri nasi, yang hasilnya akan dijadikan sebagai gambaran apakah ada kemungkinan peningkatan kinerja terjadi pada kedua indikator yang sebenarnya lebih banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal sistem. Peramalan total penjualan dilakukan pada sistem klaster teri nasi khususnya untuk ekspor (karena dominasi di pasar ekspor (90%). Karena model pengukuran kinerja yang dirancang dalam format SPK (Sistem Penunjang Keputusan) tidak dilengkapi dengan fasilitas peramalan indikator kinerja karena hanya bersifat sebagai pendukung dan juga tidak semua indikator kinerja yang diukur memiliki data historis, maka peramalan dilakukan di luar sistem SPK, namun hasilnya dapat ditampilkan pada sub menu hasil simulasi pada bangunan SPK. Sesuai dengan pemilihan model peramalan yang memberikan hasil paling akurat berdasarkan data historis penjualan klaster yang dilakukan pada bagian sebelumnya, maka model dekomposisi dapat dipercaya untuk digunakan dalam peramalan total penjualan ini. Model dekomposisi ini merupakan salah satu model peramalan deret waktu yang memperhatikan beberapa faktor diantaranya kecenderungan, musiman, siklik dan tidak teratur (error). Peramalan dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Minitab versi terbaru (2005). Adapun hasil peramalan total penjualan teri nasi di Jawa Timur untuk 12 periode bulanan ke depan dapat ditampilkan pada Tabel 23. Berdasarkan hasil peramalan, dapat dilihat bahwa meskipun terjadi kenaikan total penjualan pada setiap periode berikutnya, namun tidak cukup signifikan sehingga peningkatan kinerja klaster industri teri nasi tidak bisa mengandalkan dari sisi peningkatan penjualan karena nilai yang cenderung statis. Namun demikian hal ini masih mungkin dilakukan jika diketahui bahwa ada kenaikan harga jual produk yang cukup signifikan dari sistem klaster industri teri nasi, oleh karena itu perlu dilihat kecenderungan indikator lain yang relevan dengan total penjualan.

23 Tabel 23 Hasil peramalan penjualan teri nasi di Jawa Timur dengan model dekomposisi untuk periode tahun Bulan Total Penjualan (kg) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Nilai penjualan (omset) ditentukan oleh dua indikator yaitu jumlah penjualan dan harga jual dari produk, sehingga untuk lebih lengkap informasi prediksi indikator kinerja omset penjualan perlu dilakukan prediksi harga jual teri nasi pada periode mendatang. Prediksi harga jual produk teri nasi di pasar ekspor dilakukan dengan menggunakan Jaringan Saraf Tiruan (JST) seperti telah diuraikan pada bagian sebelumnya. Metode JST ini digunakan dengan alasan karena adanya beberapa faktor yang dianggap berpengaruh tapi tidak memiliki keteraturan pola/distribusi sehingga tidak valid jika digunakan model-model time series maupun model regresi yang pada umumnya digunakan untuk peramalan. Beberapa faktor yang dianggap berpengaruh dalam me nentukan harga jual ekspor produk teri nasi, di samping jumlah produk teri nasi yang dihasilkan oleh klaster industri juga sangat dipengaruhi oleh produksi dan harga jual dari pesaing sejenis serta pola musiman yang diduga mempengaruhi jumlah produksi dan harga. Berdasarkan hasil obs ervasi di lapangan dan hasil DKT dengan sejumlah nelayan dan usaha lepas pantai (pasca panen) teri nasi diperoleh informasi bahwa bahan baku teri nasi bersifat musiman, maka diperoleh data harga jual produk teri nasi pada beberapa negara tujuan ekspor pada satu tahun terakhir (2006) dengan jenis musimnya sebagai berikut :

24 141 Tabel 24 Harga ekspor teri nasi berdasarkan faktor musiman Harga Jual (US$) Bulan Harga Jual KOR THA CHN INA Januari Peak Februari Med Maret Med April Med Mei Med Juni Med Juli Med Agustus Low September Low Oktober Low November Peak Desember Peak Sumber : Notulen FGD, 2005 ; dokumentasi PT.ICS, 2006 Dari data harga seperti yang ada pada tabel di atas dilakukan peramalan dengan menggunakan metode JST, dengan memakai parameter-parameter bulan, musim panen (peak, medium, dan low). Langkah pertama adalah proses pelatihan (training) sistem untuk mengenali pola yang terbentuk pada data historis yang dimaksud, selanjutnya setelah didapatkan pola dari data historis sistem telah siap untuk melakukan peramalan. Berikut adalah hasil dari peramalan dengan menggunakan metode JST: 10,28 US$ n Hasil peramalan da Aktual 10,08 9,88 9,68 9,48 9,28 9,08 8,88 Aktual Hasil Peramalan 8, Bulan Gambar 62 Grafik peramalan harga ekspor teri nasi untuk 12 periode ke depan dengan menggunakan Jaringan Saraf Tiruan (JST) (Tahun 2007)

25 142 Dengan menggunakan JST sebenarnya peramalan dapat dilakukan dengan tingkat akurasi tinggi jika jumlah data untuk input JST sedikitnya berjumlah tiga kali jumlah data yang akan diramal. Namun JST juga mampu meramal dengan jumlah data kurang dari batasan tersebut dengan catatan tingkat akurasi dan variasi hasil ramalan tidak sebesar jika data historisnya besar. Untuk peramalan harga teri nasi ini, hasil peramalan yang dihasilkan ternyata memiliki tingkat akurasi tinggi. Hal ini ditunjukkan dari hasil peramalan, Gambar 63 menunjukkan kesesuaian antara data aktual dengan data hasil peramalan. Yang memiliki simpangan tidak lebih dari Input Target Output Musim KOR THA CHN INA Forecast Abs. Error Rel. Error Peak % Med % Med % Med % Med % Med % Med % Low % Low % Low % Peak % Peak % Gambar 63 Hasil peramalan harga teri nasi dengan menggunakan JST Dari hasil pengolahan data dengan JST juga dapat menunjukkan parameterparameter yang berpengaruh pada pergerakan harga jual teri nasi, Gambar 62 menunjukkan tingkat kepentingan masing-masing parameter. Berdasarkan gambar tersebut, dapat dilihat bahwa dari beberapa faktor yang digunakan dalam peramalan tiga di antaranya yaitu harga jual teri nasi oleh Negara Thailand, harga jual negara Korea dan faktor musiman memiliki pengaruh terhadap hasil yang diperoleh. Dua parameter pertama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga jual teri nasi dari Indonesia secara berturut-turut adalah Thailand (53.89%) dan negara Korea (43.47%), sementara faktor musiman tidak secara signifikan berpengaruh pada harga jual teri nasi dengan nilai pengaruh 2.649%. Harga dari China tidak memberikan pengaruh karena harga dari China adalah harga statis

26 yang tidak bergerak dari waktu ke waktu. Musim panen pun demikian tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga jual teri nasi dari Indonesia. 143 Thailand Harga jual Thailand % Faktor Input Harga jual Korea % Perubahan musim Musim 2.649% 0% 20% 40% 60% 80% 100% Tingkat pengaruh Gambar 64 Tingkat pengaruh beberapa parameter pada hasil peramalan harga teri nasi Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa dari hasil peramalan harga jual dengan metode JST, menunjukkan tidak ada kecenderungan kenaikan harga jual dan harga cenderung statis.

PENGEMBANGAN MODEL. Identifikasi kebutuhan stakeholder klaster agroindustri hasil laut

PENGEMBANGAN MODEL. Identifikasi kebutuhan stakeholder klaster agroindustri hasil laut PENGEMBANGAN MODEL Pembangunan model pengukuran kinerja komprehensif sebuah sistem klaster agroindustri hasil laut dilakukan mengikuti beberapa tahapan yang sistematis. Secara skematis kerangka kerja logis

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Efisiensi Pengolahan Data melalui Integrasi Metode Electre II dengan Proses Hirarki Analitik (PHA)

PEMBAHASAN. Efisiensi Pengolahan Data melalui Integrasi Metode Electre II dengan Proses Hirarki Analitik (PHA) PEMBAHASAN Pada bagian ini akan dilakukan pembahasan terhadap beberapa hal penting yang dijumpai selama proses penelitian hingga direkomendasikannya sebuah model pengukuran kinerja komprehensif dalam bentuk

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Penelitian perancangan model pengukuran kinerja pada sistem klaster agroindustri hasil laut di Indonesia ini dilakukan berdasarkan sebuah kerangka berpikir logis. Gambaran kerangka

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Penelitian perancangan model pengukuran kinerja sebuah sistem klaster agroindustri hasil laut dilakukan dengan berbagai dasar dan harapan dapat dijadikan sebagai perangkat bantuan untuk pengelolaan

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN 76 VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN Sistem pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara terdiri atas sistem lokasi unggulan, industri inti unggulan, produk unggulan,

Lebih terperinci

SISTEM MANAJEMEN AHLI

SISTEM MANAJEMEN AHLI 201 SISTEM MANAJEMEN AHLI Konfigurasi model Pengambilan keputusan dengan pendekatan sistem berbasis pengetahuan dikenal dengan istilah sistem manajemen ahli. (Eriyatno, 2009). Didalam sistem manajemen

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran Konseptual

METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran Konseptual METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Bertolak dari kondisi, potensi, dan prospek usaha mikro dan kecil makanan ringan, maka penelitian ini diarahkan untuk menghasilkan model untuk mengevaluasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki tujuan yang sama yaitu mendapatkan keuntungan untuk kelancaraan kontinuitas usahanya dan mampu bersaing

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. dari UD. Wingko Babat Pak Moel sebagai berikut: a. Data permintaan wingko pada tahun 2016.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. dari UD. Wingko Babat Pak Moel sebagai berikut: a. Data permintaan wingko pada tahun 2016. BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan dan Pengolahan Data Untuk menganalisi permasalahan pengoptimalan produksi, diperlukan data dari UD. Wingko Babat Pak Moel sebagai berikut: a. Data permintaan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 67 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Kakao merupakan komoditas ekspor unggulan non-migas yang bernilai ekonomi tinggi dan tercatat sebagai penyumbang devisa bagi perekonomian nasional. Ekspor produk

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran

3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran 65 3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Permasalahan utama yang dihadapi industri gula nasional yaitu rendahnya kinerja khususnya produktivitas dan efisiensi pabrik gula. Untuk menyelesaikan permasalahan

Lebih terperinci

PERANCANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA KOMPREHENSIF PADA SISTEM KLASTER AGROINDUSTRI HASIL LAUT SRI GUNANI PARTIWI

PERANCANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA KOMPREHENSIF PADA SISTEM KLASTER AGROINDUSTRI HASIL LAUT SRI GUNANI PARTIWI PERANCANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA KOMPREHENSIF PADA SISTEM KLASTER AGROINDUSTRI HASIL LAUT SRI GUNANI PARTIWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 20 3. METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian Pengembangan agroindustri udang merupakan hal yang sangat penting dalam siklus rantai komoditas udang. Pentingnya keberadaan agroindustri udang

Lebih terperinci

REKAYASA SISTEM PENUNJANG MANAJEMEN PRODUKSI BERSIH AGROINDUSTRI KARET REMAH. Konfigurasi Model

REKAYASA SISTEM PENUNJANG MANAJEMEN PRODUKSI BERSIH AGROINDUSTRI KARET REMAH. Konfigurasi Model 97 REKAYASA SISTEM PENUNJANG MANAJEMEN PRODUKSI BERSIH AGROINDUSTRI KARET REMAH Konfigurasi Model Model untuk sistem penunjang manajemen produksi bersih agroindustri karet remah dirancang dalam satu paket

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 66 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian perancangan model pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri dilakukan berdasarkan sebuah kerangka berpikir logis. Gambaran kerangka

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN SISTEM

BAB IV PEMODELAN SISTEM BAB IV PEMODELAN SISTEM 4.1 ASUMSI PERHITUNGAN MODEL Model pengendalian persediaan galon menggunakan berbagai asumsi untuk memberikan batasan terhadap model yang merepresentasikan sistem sebenarnya. Asumsi-asumsi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. datang dengan waktu yang relatif lama (assaury, 1991). Secara teoritis peramalan

BAB 2 LANDASAN TEORI. datang dengan waktu yang relatif lama (assaury, 1991). Secara teoritis peramalan 18 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Ramalan Peramalan adalah kegiatan mengestimasi apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang dengan waktu yang relatif lama (assaury, 1991). Secara teoritis peramalan

Lebih terperinci

PERANCANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA KOMPREHENSIF PADA SISTEM KLASTER AGROINDUSTRI HASIL LAUT SRI GUNANI PARTIWI

PERANCANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA KOMPREHENSIF PADA SISTEM KLASTER AGROINDUSTRI HASIL LAUT SRI GUNANI PARTIWI PERANCANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA KOMPREHENSIF PADA SISTEM KLASTER AGROINDUSTRI HASIL LAUT SRI GUNANI PARTIWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TIJAUA TEORITIS 2.1 Peramalan (Forecasting) 2.1.1 Pengertian Peramalan Peramalan dapat diartikan sebagai berikut: a. Perkiraan atau dugaan mengenai terjadinya suatu kejadian atau peristiwa di waktu

Lebih terperinci

APLIKASI PERAMALAN PENGADAAN BARANG DENGAN METODE TREND PROJECTION DAN METODE SINGLE EXPONENTIAL SMOOTHING (STUDI KASUS DI TOKO PIONIR JAYA)

APLIKASI PERAMALAN PENGADAAN BARANG DENGAN METODE TREND PROJECTION DAN METODE SINGLE EXPONENTIAL SMOOTHING (STUDI KASUS DI TOKO PIONIR JAYA) APLIKASI PERAMALAN PENGADAAN BARANG DENGAN METODE TREND PROJECTION DAN METODE SINGLE EXPONENTIAL SMOOTHING (STUDI KASUS DI TOKO PIONIR JAYA) Evi Dewi Sri Mulyani 1, Egi Badar Sambani 2, Rian Cahyana 3

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Peramalan Peramalan ( forecasting) merupakan alat bantu yang penting dalam perencanaan yang efektif dan efisien khususnya dalam bidang ekonomi. Dalam organisasi modern

Lebih terperinci

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS)

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS) SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS) Mahasiswa mampu melakukan perencanaan untuk memastikan kelancaran operasi rantai pasok 1. Peramalan dalam organisasi 2. Pola permintaan 3. Metode peramalan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan mengestimasi apa yang akan terjadi pada masa yang akan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan mengestimasi apa yang akan terjadi pada masa yang akan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Peramalan Peramalan adalah kegiatan mengestimasi apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang dengan waktu yang relatif lama ( assaury, 1991). Sedangkan ramalan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III METODOLOGI 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN BAB III METODOLOGI 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN Manajemen rantai pasok merupakan salah satu alat bersaing di industri, mulai dari pasokan bahan baku, bahan tambahan, kemasan, pasokan produk akhir ke tangan konsumen

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran

III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran Perbaikan kualitas udang melalui rantai pengendalian mutu perlu melibatkan unit pengadaan bahan baku, unit penyediaan bahan baku, unit pengolahan, dan laboratorium

Lebih terperinci

BAB III PERAMALAN. Praktikum Sistem Produksi ATA 2014/2015

BAB III PERAMALAN. Praktikum Sistem Produksi ATA 2014/2015 BAB III PERAMALAN 3.1 Landasan Teori Peramalan merupakan suatu bentuk usaha untuk meramalkan keadaan di masa mendatang melalui pengujian keadaan di masa lalu. Esensi peramalan adalah perkiraan peristiwa-peristiwa

Lebih terperinci

Hasil Peramalan dengan Menggunakan Software Minitab

Hasil Peramalan dengan Menggunakan Software Minitab 71 Lampiran 1. Hasil Peramalan dengan Menggunakan Software Minitab Moving Average Data C1 Length 12 NMissing 0 Moving Average Length 4 Accuracy Measures MAPE 25 MAD 54372 MSD 4819232571 Time C1 MA Predict

Lebih terperinci

BAB III PERAMALAN 3.1 Landasan Teori Peramalan

BAB III PERAMALAN 3.1 Landasan Teori Peramalan BAB III PERAMALAN 3.1 Landasan Teori Peramalan Menurut Gaspersz (2004), aktivitas peramalan merupakan suatu fungsi bisnis yang berusaha memperkirakan permintaan dan penggunaan produk sehingga produk-produk

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LADASA TEORI 2.1 Pengertian Peramalan Peramalan adalah kegiatan mengestimasi apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang dengan waktu yang relatif lama (assaury, 1991). Sedangkan ramalan adalah

Lebih terperinci

Peramalan Deret Waktu Menggunakan S-Curve dan Quadratic Trend Model

Peramalan Deret Waktu Menggunakan S-Curve dan Quadratic Trend Model Konferensi Nasional Sistem & Informatika 2015 STMIK STIKOM Bali, 9 10 Oktober 2015 Peramalan Deret Waktu Menggunakan S-Curve dan Quadratic Trend Model Ni Kadek Sukerti STMIK STIKOM Bali Jl. Raya Puputan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Uji Kecukupan Sampel Dalam melakukan penelitian terhadap populasi yang sangat besar, kita perlu melakukan suatu penarikan sampel. Hal ini dikarenakan tidak selamanya kita dapat

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU BAJA MS DI DIREKTORAT PRODUKSI ATMI CIKARANG

PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU BAJA MS DI DIREKTORAT PRODUKSI ATMI CIKARANG PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU BAJA MS DI DIREKTORAT PRODUKSI ATMI CIKARANG Siti Rohana Nasution 1, Temotius Agung Lukito 2 1,2) Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Pancasila 1) nasutionana@yahoo.co.id,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 55 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Membangun agroindustri yang tangguh dan berdaya saing tinggi seharusnya dimulai dengan membangun sistem jaringan rantai pasokan yang tangguh dan saling menguntungkan

Lebih terperinci

PERAMALAN (FORECASTING)

PERAMALAN (FORECASTING) PERAMALAN (FORECASTING) Apakah Peramalan itu? Peramalan (forecasting) adalah seni dan ilmu untuk memperkirakan kejadian di masa depan. Dapat dilakukan dengan melibatkan pengambilan data historis dan memproyeksikannya

Lebih terperinci

MODUL MINITAB UNTUK PERAMALAN DENGAN METODE ARIMA DAN DOUBLE EXPONENTIAL

MODUL MINITAB UNTUK PERAMALAN DENGAN METODE ARIMA DAN DOUBLE EXPONENTIAL MODUL MINITAB UNTUK PERAMALAN DENGAN METODE ARIMA DAN DOUBLE EXPONENTIAL Minitab adalah program statistik yang setiap versinya terus dikembangkan. Gambar 1 memperlihatkan kepada anda aspek-aspek utama

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang penting dalam perekonomian Indonesia, baik karena banyaknya penduduk yang bekerja di sektor pertanian, maupun karena kontribusinya yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 OBSERVASI LAPANG

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 OBSERVASI LAPANG BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 OBSERVASI LAPANG Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi air minum dalam kemasan. Perusahaan memproduksi berbagai

Lebih terperinci

VII. MODEL PRAKIRAAN PERMINTAAN

VII. MODEL PRAKIRAAN PERMINTAAN VII. MODEL PRAKIRAAN PERMINTAAN A. Peramalan (Forecasting) Peramalan merupakan dugaan atau perkiraan mengenai terjadinya suatu peristiwa atau kejadian pada waktu yang akan datang, yang dapat bersifat kualitatif

Lebih terperinci

VII. IMPLEMENTASI MODEL

VII. IMPLEMENTASI MODEL VII. IMPLEMENTASI MODEL A. HASIL SIMULASI Simulasi model dilakukan dengan menggunakan data hipotetik berdasarkan hasil survey, pencarian data sekunder, dan wawancara di lapangan. Namun dengan tetap mempertimbangkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. yang akan datang. Ramalan adalah situasi dan kondisi yang diperkirakan akan terjadi

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. yang akan datang. Ramalan adalah situasi dan kondisi yang diperkirakan akan terjadi BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Peramalan Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Ramalan adalah situasi dan kondisi yang diperkirakan akan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1. Peramalan 2.1.1. Pengertian dan Kegunaan Peramalan Peramalan (forecasting) menurut Sofjan Assauri (1984) adalah kegiatan memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang

Lebih terperinci

V. IMPLEMENTASI EssDSS 01

V. IMPLEMENTASI EssDSS 01 V. IMPLEMENTASI EssDSS 01 A. Program Utama EssDSS 01 Paket program EssDss 01 merupakan paket dari sistem program yang mengintegrasikan beberapa model yang berkaitan di dalamnya. Model-model ini membantu

Lebih terperinci

BAB 5 RANCANG BANGUN MODEL

BAB 5 RANCANG BANGUN MODEL 71 BAB 5 RANCANG BANGUN MODEL 5.1 Konfigurasi Model Rancang bangun model peningkatan kinerja agroindustri kelapa sawit PBUMN dibangun dalam bentuk perangkat lunak dengan nama Pin-KK dengan tiga komponen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pasar global dewasa ini tanpa disadari telah membuat kompetisi di dalam dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. Pasar global dewasa ini tanpa disadari telah membuat kompetisi di dalam dunia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pasar global dewasa ini tanpa disadari telah membuat kompetisi di dalam dunia perindustrian menjadi hal yang lebih penting. Pasar yang dulunya pada masa Perang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Peramalan Peramalan (forecasting) merupakan upaya memperkirakan apa yang terjadi pada masa yang akan datang. Pada hakekatnya peramalan hanya merupakan suatu perkiraan (guess),

Lebih terperinci

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS Formatted: Swedish (Sweden) Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 menunjukkan bahwa sistem kemitraan setara usaha agroindustri

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan dengan luas wilayah daratan 1,9 juta km 2 dan wilayah laut 5,8 juta km 2 dan panjang garis pantai 81.290 km, Indonesia memiliki potensi sumber

Lebih terperinci

METODE KUANTITATIF, MENGGUNAKAN BERBAGAI MODEL MATEMATIS YANG MENGGUNAKAN DATA HISTORIES DAN ATAU VARIABLE-VARIABEL KAUSAL UNTUK MERAMALKAN

METODE KUANTITATIF, MENGGUNAKAN BERBAGAI MODEL MATEMATIS YANG MENGGUNAKAN DATA HISTORIES DAN ATAU VARIABLE-VARIABEL KAUSAL UNTUK MERAMALKAN METODE KUANTITATIF, MENGGUNAKAN BERBAGAI MODEL MATEMATIS YANG MENGGUNAKAN DATA HISTORIES DAN ATAU VARIABLE-VARIABEL KAUSAL UNTUK MERAMALKAN Peramalan kuantitatif hanya dapat digunakan apabila terdapat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Peramalan Peramalan (forecasting) adalah kegiatan memperkirakan atau memprediksi apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang dengan waktu yang relatif lama. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sistem informasi terdiri dari input, proses, dan output, seperti yang terlihat pada

BAB II LANDASAN TEORI. Sistem informasi terdiri dari input, proses, dan output, seperti yang terlihat pada BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Sistem Informasi Sebelum merancang sistem perlu dikaji konsep dan definisi dari sistem.. Sistem informasi terdiri dari input, proses, dan output, seperti yang terlihat

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 18 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan September-November 2010 di Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Pemerintahan Aceh

Lebih terperinci

Tujuan, jenis dan cara pengumpulan data, metode analisis, dan output yang diharapkan. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Tujuan, jenis dan cara pengumpulan data, metode analisis, dan output yang diharapkan. Jenis dan Cara Pengumpulan Data III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada pada kawasan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IV (Persero) Propinsi Sumatera Utara. PTPN IV bergerak di bidang usaha perkebunan dengan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Peramalan Peramalan sering dipandang sebagai seni dan ilmu dalam memprediksikan kejadian yang mungkin dihadapi pada masa yang akan datang. Secara teoritis peramalan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 KERANGKA PENELITIAN

III. METODOLOGI 3.1 KERANGKA PENELITIAN III. METODOLOGI 3.1 KERANGKA PENELITIAN Bahan baku merupakan salah satu faktor penting dalam keberlangsungan suatu industri. Bahan baku yang baik menjadi salah satu penentu mutu produk yang dihasilkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu, baik atas

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

KEBIJAKAN MANAGEMEN RESIKO

KEBIJAKAN MANAGEMEN RESIKO 1. Risiko Keuangan Dalam menjalankan usahanya Perseroan menghadapi risiko yang dapat mempengaruhi hasil usaha Perseroan apabila tidak di antisipasi dan dipersiapkan penanganannya dengan baik. Kebijakan

Lebih terperinci

SISTEM PERAMALAN PERSEDIAAN UNIT MOBIL MITSUBISHI PADA PT. SARDANA INDAH BERLIAN MOTOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE EXPONENTIAL SMOOTHING

SISTEM PERAMALAN PERSEDIAAN UNIT MOBIL MITSUBISHI PADA PT. SARDANA INDAH BERLIAN MOTOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE EXPONENTIAL SMOOTHING SISTEM PERAMALAN PERSEDIAAN UNIT MOBIL MITSUBISHI PADA PT. SARDANA INDAH BERLIAN MOTOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE EXPONENTIAL SMOOTHING Afni Sahara (0911011) Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daya saing merupakan salah satu kriteria yang menentukan keberhasilan suatu negara di dalam perdagangan internasional. Dalam era perdagangan bebas saat ini, daya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORITIS

BAB 2 LANDASAN TEORITIS BAB 2 LANDASAN TEORITIS 2.1 Pengertian Peramalan Peramalan (forecasting) adalah kegiatan memperkirakan atau memprediksikan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang dengan waktu yang relative lama.

Lebih terperinci

PENENTUAN METODE PERAMALAN SEBAGAI DASAR PENENTUAN TINGKAT KEBUTUHAN PERSEDIAAN PENGAMAN PADA PRODUK KARET REMAH SIR 20

PENENTUAN METODE PERAMALAN SEBAGAI DASAR PENENTUAN TINGKAT KEBUTUHAN PERSEDIAAN PENGAMAN PADA PRODUK KARET REMAH SIR 20 PENENTUAN METODE PERAMALAN SEBAGAI DASAR PENENTUAN TINGKAT KEBUTUHAN PERSEDIAAN PENGAMAN PADA PRODUK KARET REMAH SIR 20 Theresia Oshin Rosmaria Pasaribu 1 Rossi Septy Wahyuni 2 Jurusan Teknik Industri,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Harga Harga yang terjadi di pasar merupakan nilai yang harus dibayarkan konsumen untuk mendapatkan suatu produk yang diinginkannya.

Lebih terperinci

1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pasar valuta asing telah mengalami perkembangan yang tak terduga selama beberapa dekade terakhir, dunia bergerak ke konsep "desa global" dan telah menjadi salah satu pasar

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODOLOGI

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODOLOGI BAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODOLOGI 3.1 Kerangka Berpikir Kerangka berpikir Arahan Strategi Pengembangan Wilayah Berdasarkan Komoditas Unggulan yang Berdaya saing di Kabupaten Indramayu sebagai kawasan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran 3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Perencanaan produksi sebagai suatu keputusan awal yang mempengaruhi aktifitas pada kegiatan lainnya memiliki peran penting untuk mengantisipasi terjadinya inefisiensi

Lebih terperinci

PERENCANAAN JUMLAH PRODUK MENGGUNAKAN METODE FUZZY MAMDANI BERDASARKAN PREDIKSI PERMINTAAN Oleh: Norma Endah Haryati ( )

PERENCANAAN JUMLAH PRODUK MENGGUNAKAN METODE FUZZY MAMDANI BERDASARKAN PREDIKSI PERMINTAAN Oleh: Norma Endah Haryati ( ) TUGAS AKHIR PERENCANAAN JUMLAH PRODUK MENGGUNAKAN METODE FUZZY MAMDANI BERDASARKAN PREDIKSI PERMINTAAN Oleh: Norma Endah Haryati (1207 100 031) Dosen Pembimbing: Drs. I G Ngurah Rai Usadha, M.Si Dra. Nuri

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Dari uraian latar belakang masalah, penelitian ini dikategorikan ke dalam penelitian kasus dan penelitian lapangan. Menurut Rianse dan Abdi dalam Surip (2012:33)

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran

METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sistem pasokan bahan baku dalam suatu agroindustri merupakan salah satu faktor yang penting untuk menjaga kelangsungan proses produksi. Sistem pasokan ini merupakan

Lebih terperinci

A. KERANGKA PEMIKIRAN

A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Agroindustri sutera alam terutama untuk produk turunannnya berupa kokon, benang sutera, dan kain merupakan suatu usaha yang menjanjikan. Walaupun iklim dan kondisi

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Permintaan III KERANGKA PEMIKIRAN Permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

Dian Kristanti 1) 1 Prodi Pendidikan Matematika, STKIP Bina Bangsa Meulaboh.

Dian Kristanti 1) 1 Prodi Pendidikan Matematika, STKIP Bina Bangsa Meulaboh. PERAMALAN JUMLAH PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK DI PT. PERTAMINA (PERSERO) REGION III DEPOT MALANG MENGGUNAKAN METODE WINTER DAN METODE DEKOMPOSISI Dian Kristanti 1) 1 Prodi Pendidikan Matematika,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb 13 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Definisi Karet Remah (crumb rubber) Karet remah (crumb rubber) adalah karet alam yang dibuat secara khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Karet alam termasuk salah satu komoditi strategis agroindustri di Indonesia karena memberikan peranan yang cukup penting sebagai penghasil devisa negara dari sub-sektor perkebunan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran 41 3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Permasalahan adalah bagaimana ini mem menyediakan memenuhi syarat ke konsumennya. Sebagai salah satu bagian dari rantai pasok berbasis, di sangat tergantung

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data sekunder dari pihak-pihak yang terkait dengan penelitian, seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Kelautan

Lebih terperinci

ANALISA SISTEM. Analisa Situasional

ANALISA SISTEM. Analisa Situasional ANALISA SISTEM Metodologi sistem didasari oleh tiga pola pikir dasar keilmuan tentang sistem, yaitu (1) sibernetik, atau berorientasi pada tujuan. Pendekatan sistem dimulai dengan penetapan tujuan melalui

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL KALENDER TANAM DINAMIK SEBAGAI TEKNOLOGI ADAPTASI

PENGEMBANGAN MODEL KALENDER TANAM DINAMIK SEBAGAI TEKNOLOGI ADAPTASI 125 VII. PENGEMBANGAN MODEL KALENDER TANAM DINAMIK SEBAGAI TEKNOLOGI ADAPTASI 7.1. Pendahuluan Salah satu informasi yang dirasakan sangat penting dalam kaitan dengan penjadwalan penanaman petani adalah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR.. ii DAFTAR ISI.. iv DAFTAR TABEL. vi DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN. viii

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR.. ii DAFTAR ISI.. iv DAFTAR TABEL. vi DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN. viii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.. ii DAFTAR ISI.. iv DAFTAR TABEL. vi DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN. v I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 1.2 Identifikasi Masalah. 4 1.3 Rumusan Masalah 5 1.4 Tujuan Penelitian

Lebih terperinci

6 IMPLEMENTASI MODEL 6.1 Prediksi Produksi Jagung

6 IMPLEMENTASI MODEL 6.1 Prediksi Produksi Jagung 89 6 IMPLEMENTASI MODEL Rancangbangun model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri berbasis jagung ini dapat digunakan sebagai suatu model yang dapat menganalisis penyediaan tepung jagung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kondisi ekonomi dan bisnis selalu berubah setiap waktu, maka para

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kondisi ekonomi dan bisnis selalu berubah setiap waktu, maka para 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak kondisi ekonomi dan bisnis selalu berubah setiap waktu, maka para pimpinan suatu perusahaan atau para pelaku bisnis harus menemukan cara untuk terus

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Penelitian ini dilakukan berdasarkan pendekatan ilmiah dengan kerangka berfikir logis. Pemodelan sistem kelembagaan pasokan bahan baku agroindustri

Lebih terperinci

Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya Program Studi Teknik Otomasi, Jurusan Teknik Kelistrikan Kapal, Politeknik Perkapalan Negeri

Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya Program Studi Teknik Otomasi, Jurusan Teknik Kelistrikan Kapal, Politeknik Perkapalan Negeri Perbandingan Metode Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) dan Exponential Smoothing pada Peramalan Penjualan Klip (Studi Kasus PT. Indoprima Gemilang Engineering) Aditia Rizki Sudrajat 1, Renanda

Lebih terperinci

BAB 3 PENGOLAHAN DATA

BAB 3 PENGOLAHAN DATA BAB 3 PENGOLAHAN DATA 3.1 Pengertian Pengolahan Data Pengolahan data dapat diartikan sebagai penjabaran atas pengukuran data kuantitatif menjadi suatu penyajian yang lebih mudah dimengerti dan menguraikan

Lebih terperinci

PENDEKATAN SISTEM INPUT PROSES OUTPUT

PENDEKATAN SISTEM INPUT PROSES OUTPUT PENDEKATAN SISTEM Persoalan perancangan model pengukuran sistem kinerja untuk sebuah klaster agroindustri hasil laut merupakan kumpulan aktivitas yang melibatkan berbagai disiplin, di samping itu bahasan

Lebih terperinci

BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN

BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN VI.1 Proses Perancangan Kebijakan Proses perancangan kebijakan industri sari buah didasarkan pada arah kebijakan pembangunan nasional yang kemudian dijabarkan dalam visi dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 61 HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem manajemen ahli model SPK agroindustri biodiesel berbasis kelapa sawit terdiri dari tiga komponen utama yaitu sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran 62 BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Agroindustri sutera alam merupakan industri pengolahan yang mentransformasikan bahan baku kokon (hasil pemeliharaan ulat sutera) menjadi benang, kain sutera,

Lebih terperinci

SALES FORECASTING UNTUK PENGENDALIAN PERSEDIAAN

SALES FORECASTING UNTUK PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAB IV SALES FORECASTING UNTUK PENGENDALIAN PERSEDIAAN A. Identifikasi Peramalan Penjualan oleh UD. Jaya Abadi Dari hasil wawancara yang menyebutkan bahwa setiap pengambilan keputusan untuk estimasi penjualan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN

IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN PG-122 IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN Fauziyah 1,, Khairul Saleh 2, Hadi 3, Freddy Supriyadi 4 1 PS Ilmu Kelautan Universitas Sriwijaya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Peramalan 2.1.1 Pengertian dan Peranan Peramalan Aktivitas manajerial khususnya dalam proses perencanaan, seringkali membutuhkan pengetahuan tentang kondisi yang akan datang. Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL

BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL Pada bagian analisis kebijakan, terlebih dahulu akan dilakukan analisis pada model dasar, dan kemudian dilanjutkan dengan analisis penerapan skenario kebijakan yang telah

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Dayasaing Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan

Lebih terperinci

METODOLOGI Kerangka Pemikiran

METODOLOGI Kerangka Pemikiran METODOLOGI Kerangka Pemikiran Penelitian ini dilakukan dalam rangka mendorong pengembangan industri rumput laut secara berkelanjutan melalui pendekatan klaster. Penelitian ini bermaksud merancang suatu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi jagung merupakan hasil bercocok tanam, dimana dilakukan penanaman bibit

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi jagung merupakan hasil bercocok tanam, dimana dilakukan penanaman bibit BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Produksi Produksi jagung merupakan hasil bercocok tanam, dimana dilakukan penanaman bibit tanaman pada lahan yang telah disediakan, pemupukan dan perawatan sehingga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Informasi 2.1.1 Sistem Suatu sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. 2.1 Produk Domestik Regional Bruto

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. 2.1 Produk Domestik Regional Bruto 18 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Produk Domestik Regional Bruto Dalam menghitung pendapatan regional, dipakai konsep domestik. Berarti seluruh nilai tambah yang ditimbulkan oleh berbagai sektor atau lapangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang dengan giat melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang dengan giat melakukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang dengan giat melakukan pembangunan di segala sektor. Pembangunan tersebut dilakukan dengan cara bertahap dalam

Lebih terperinci

METODOLOGI Kerangka Pemikiran

METODOLOGI Kerangka Pemikiran METODOLOGI Kerangka Pemikiran Semakin berkembangnya perusahaan agroindustri membuat perusahaanperusahaan harus bersaing untuk memasarkan produknya. Salah satu cara untuk memenangkan pasar yaitu dengan

Lebih terperinci