PENDEKATAN SISTEM INPUT PROSES OUTPUT
|
|
- Susanti Tanuwidjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENDEKATAN SISTEM Persoalan perancangan model pengukuran sistem kinerja untuk sebuah klaster agroindustri hasil laut merupakan kumpulan aktivitas yang melibatkan berbagai disiplin, di samping itu bahasan sistem klaster yang cukup kompleks dalam interaksi antar elemen di dalamnya membutuhkan studi dengan pendekatan sistem. Beberapa tahapan dalam pendekatan sistem di antaranya adalah karakterisasi sistem hingga pemodelan sistemnya baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Berdasarkan dari studi pendahuluan melalui kajian pustaka dan observasi pendahuluan yang telah dilakukan maka dapat diuraikan hasil sementara dari tahapan pendekatan sistem di atas secara sistematis. Menurut Austin (1981), agroindustri merupakan suatu usaha yang mengolah hasil pertanian baik tanaman maupun hewan. Proses pengolahan dapat dilakukan dalam bentuk pengolahan fisik, kimia maupun biologi. Perubahan dan pengawetan adalah contoh bentuk pengolahan yang dilakukan berdasarkan tujuan yang diinginkan. Agroindustri khususnya di Indonesia dapat diklasifikasikan menurut jenis bahan baku yang diolah, disamping itu juga dapat diklasifikasikan berdasarkan skala industri dari agroindustri tersebut. Untuk bisa melakukan studi/kajian mendalam terhadap Agroindustri, maka harus terlebih dahulu dipahami secara menyeluruh karakteristik dari agroindustri tersebut. Agroindustri berdasarkan jenis bahan baku yang diolah dapat diklasifikasikan menjadi enam kelompok yaitu agroindustri dengan bahan baku tanaman keras (hasil perkebunan), tanaman pangan, tanaman holtikultura, hasil laut (Ikan), hasil ternak dan hasil hutan. Sementara itu berdasarkan skala industrinya, agroindustri dapat dikategorikan dalam tiga kelompok besar yaitu industri besar, industri menengah dan industri kecil. Dengan menggunakan pola berpikir sistem, maka identifikasi terhadap karakteristik agroindustri dapat dilakukan dengan memandang agroindustri sebagai sebuah sistem. Kerangka berpikir sistem diperoleh dengan melihat permasalahan agroindustri sesuai skema sistem berikut : INPUT PROSES OUTPUT Manejemen Umpan balik Gambar 25 Kerangka Sistem (Eriyatno, 2000)
2 60 Industri hasil laut merupakan salah satu industri sub sektor pertanian yang mendapatkan prioritas untuk dikembangkan secara nasional dan selanjutnya sebagai ruang lingkup penelitian ini. Berikutnya akan diuraikan secara terstruktur gambaran dari sebuah sistem agroindustri hasil laut. Deskripsi Sistem Klaster Agroindustri Hasil Laut Agroindustri Hasil Laut merupakan salah satu industri inti yang menjadi prioritas pembangunan oleh pemerintah, hal ini dinyatakan secara eksplisit dalam arah kebijakan pembangunan industri nasional mengacu kepada agenda dan prioritas pembangunan nasional Kabinet Indonesia Bersatu dalam kerangka Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun (Peraturan Presiden No.7 Tahun 2005). Dalam kerangka tersebut juga dinyatakan pokok-pokok kebijakan pengembangan industri prioritas di Indonesia, di mana telah ditetapkan 10 (sepuluh) jenis industri yang diprioritaskan untuk dikembangkan dengan berbasis klaster industri. Kesepuluh jenis industri tersebut di antaranya adalah sebagai berikut : 1. Industri Makanan dan Minuman yang meliputi : Industri Pengolahan Cacao Industri Pengolahan Buah Industri Pengolahan Kelapa Industri Pengolahan Kelapa Industri Pengolahan Kopi Industri Pengolahan Gula Industri Pengolahan Tembakau 2. Industri Pengolahan Hasil Laut 3. Industri Tekstil dan Produk Tekstil 4. Industri Alas Kaki 5. Industri Turunan Minyak Kelapa Sawit 6. Industri Pengolahan Kayu (termasuk Rotan dan Bambu) 7. Industri Pengolahan Karet dan Barang Karet 8. Industri Pulp dan Kertas 9. Industri Mesin Listrik dan Peralatan Listrik 10. Industri Petrokimia Dalam pelaksanaannya pengembangan kesepuluh industri di atas dengan pendekatan klaster harus didukung oleh penguatan beberapa industri manufaktur yang secara detail telah diuraikan dalam kerangka kebijakan pengembangan industri
3 61 pada Bab 18, RPJMN tahun Pengembangan klaster industri hasil laut menempati prioritas kedua dalam kerangka kebijakan nasional, oleh karena itu adanya perangkat yang dapat menjadi acuan dalam mengevaluasi dan mengelola sebuah klaster agroindustri hasil laut menjadi sangat strategis untuk direalisasikan. Model Pengukuran Kinerja Komprehensif pada Sistem Klaster Agroindustri Hasil Laut menjadi kebutuhan mendesak untuk keberlanjutan sebuah klaster agroindustri hasil laut tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh dari Pusat Informasi Departemen Perindustrian (2005) diperoleh satu gambaran distribusi industri pengolahan hasil laut di Indonesia berdasarkan jumlahnya yang dapat dilihat pada Gambar 26 berikut : Proporsi jumlah industri 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Sumatra Jawa Bali & Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku Irian Jaya Gambar 26 Distribusi pelaku agroindustri hasil laut di Indonesia Sementara itu secara detail produk yang dihasilkan oleh industri hasil laut di masingmasing wilayah propinsi di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2 Distribusi jumlah perusahaan agroindustri hasil laut di Indonesia No Propinsi Jumlah Perusahaan Persentase dari total (%) 1 Sumatra Utara Produk Masakan Kaleng, Ikan, Ikan Rebus, Ikan Asin, Ikan Teri, Udang Beku, Kerang, Tepung Ikan dan Terasi 2 Riau Ikan Asin, Terasi, Ikan Beku 3 Sumatra Selatan Ikan Asin, Paha Kodok, Udang Beku 4 Lampung Udang Beku 5 Bangka 8 Ikan Beku, Ikan Fillet, Udang Beku, Biota Laut 1.60 Belitung Beku 6 DKI Jakarta Ikan Kaleng, Ubur-ubur, Udang Beku, Ikan Beku, Daging Kepiting, Kerang Hijau 7 Jawa Barat Makanan Kaleng, Rajungan, Udang Beku, Teri
4 Tabel 2. Lanjutan 62 Nasi Kering 8 Jawa Tengah 102 Ikan Asin, Ikan Kering, Rajungan, Ikan Pindang,Teri Nasi, Teri Nasi Kering, Fillet Ikan, Ikan Beku, Udang Beku, Winter Gloves, Bandeng Presto, Daging Rajungan, Ikan Olahan, Tepung Ikan 9 DI Yogyakarta Pengepakan Udang Ikan Kaleng, Sarden, Ikan Tuna Kaleng, Udang Kaleng, Tepung Rumput Laut, Ikan Asin, Ikan Kering, Ikan Laut Kering, Ikan Pindang,Teri Nasi, Teri, Teri Nasi Kering, Teri 10 Jawa Timur 184 Nasi Masak, Tripang, Bekicot Beku, Daging Ikan & Udang, Ikan Beku, Katak Beku, Pakan Udang, Udang Kupas, Udang Beku, Rajungan, Sirip Hiu Beku dan Kerang, Surimi, Tuna Fillet, Kodok, Ikan Pindang, Tuna Beku, Olahan Ikan, Petis, Seafood Value Added, Tepung Ikan. 11 Banten Udang Windu Beku 12 Bali Ikan Kaleng, Sarden, Tepung Ikan 13 Nusa Tenggara Ikan Asap, Ikan Beku 14 Kalimantan Barat Udang Beku 15 Kalimantan Tengah Udang Laut 16 Kalimantan Selatan Udang Beku 17 Kalimantan Timur Udang Beku 18 Sulawesi Utara Ikan Kayu, Ikan Kaleng, Ikan Beku 19 Sulawesi Selatan Kepiting Kaleng dan Daging, Fillet Ikan, Ikan Beku, Pembekuan Hasil Laut, Kepiting, Udang Beku, Udang Kupas, Abon Ikan, Rumput Laut Ikan Teri Kering, Daging Kepiting, Ikan Kayu, Ikan Beku, Rajungan, Daging Olahan 20 Sulawesi Tenggara 21 Gorontalo Ikan Beku, Ikan Kaleng 22 Maluku Pengawetan Ikan, Pembekuan Ikan, Cold Storage 23 Irian Jaya 9 Ikan Kaleng, Ikan Beku, Udang Beku, Ikan 1.80 Barat Kayu 24 Irian Jaya Timur Pengalengan Ikan 25 Irian Jaya Selatan Udang Beku, Ikan Beku Dari Tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa proporsi jumlah industri hasil laut terbanyak ada di Propinsi Jawa Timur (36.73 %), oleh karena itu dalam penelitian ini studi
5 63 kasus pada agroindustri hasil laut sebagai dasar perancangan model pengukuran kinerja komprehensif untuk klaster agroindustri hasil laut dilakukan di Propinsi Jawa Timur. Karakteristik industri hasil laut sangat bervariasi tergantung pada jenis produk yang dihasilkan dan juga orientasi pasar yang hendak dituju. Karakteristik kualitas yang harus dipenuhi untuk produk ekspor dan pasar domestik sangat berbeda, demikian juga antara industri udang beku dan pengeringan ikan. Oleh karena itu untuk lebih memfokuskan lagi hasil rancangan model pengukuran kinerja komprehensif sehingga diperoleh model Sistem Pengukuran Kinerja pada Klaster Agroindustri Hasil Laut, maka dari 32 jenis produk yang dihasilkan pada agroindustri hasil laut di Jawa Timur dipilih satu jenis produk yang diproduksi oleh sebagian besar perusahaan agroindustri hasil laut di Jawa Timur. Berdasarkan rekapitulasi dari data Industri Hasil Laut di Jawa Timur dari Deperin (2004) jenis produk yang dihasilkan, maka terdapat 26 perusahaan di bidang Teri Nasi yang selanjutnya dipilih sebagai studi kasus untuk produk ekspor. Perusahaan yang dimaksud merupakan jumlah kumulatif dari Industri Besar, Industri Menengah dan Industri Kecil. Perusahaan yang bergerak di bidang teri nasi di Indonesia sebagian besar berada di Jawa Timur, hal ini semakin memperkuat alasan dipilihnya agroindustri hasil laut produk teri nasi di Jawa Timur sebagai studi kasus. Adapun distribusi jumlah perusahaan teri nasi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3. berikut : Tabel 3 Distribusi jumlah perusahaan teri nasi di Indonesia Jumlah Prosentase dari No Propinsi Perusahaan total (%) 1 Sumatra Utara Ikan Teri Produk 2 Jawa Barat Teri Nasi Kering 3 Jawa Tengah Teri Nasi, Teri Nasi Kering 4 Jawa Timur Teri Nasi, Teri, Teri Nasi Kering, Teri Nasi Masak 5 Sulawesi Tenggara Ikan Teri Kering Komposisi pada tabel d iatas, menunjukkan bahwa sebagian besar industri teri nasi terdistribusi di Jawa Timur dengan sebaran daerah Tuban, Lamongan, Situbondo, Pamekasan, Sumenep dll. Selanjutnya industri ini akan menjadi studi kasus dalam perancangan model pengukuran kinerja komprehensif untuk klaster industri hasil
6 64 laut, yang nantinya dapat digunakan untuk produk ekspor pada industri hasil laut di Indonesia. Di samping industri teri nasi, model juga akan diverifikasi pada industri yang masih belum dominan namun memiliki potensi untuk dikembangkan yaitu industri rumput laut. Selanjutnya secara detail deskripsi sistem kedua jenis industri tersebut akan diuraikan pada bagian selanjutnya. Model Stakeholder Klaster Agroindustri Hasil Laut Keterkaitan antara pelaku inti dan pelaku lainnya dalam klaster dapat digambarkan dalam bentuk model stakeholder klaster. Berdasarkan model stakeholder yang diperoleh berdasarkan identifikasi pelaku dan keterhubungan satu sama lain dapat dielaborasi lebih lanjut fungsi dan peran masing-masing seharusnya untuk dapat memperkuat klaster industri khususnya klaster agroindustri hasil laut. Secara umum dapat digambarkan suatu model stakeholder klaster agroindustri hasil laut yang ideal seperti pada Gambar 27. Lembaga Penelitian dan Informasi Industri/Usaha Pendukung : Usaha penangkapan, budidaya, lepas pantai/ pasca panen dan Industri pendukung lainnya Pelaku Inti : Industri Pengolahan hasil laut Lembaga Keuangan Lembaga Pelatihan dan Pengembangan SDM Perguruan Tinggi (Disiplin ilmu yang relevan) Instansi Pemerintah (Deperin, DKP, Dep Perdagangan, DepKeu, Gambar 27 Model stakeholder agroindustri hasil laut nasional Dari gambar di atas dapat dilihat interaksi dari masing-masing komponen klaster agroindustri hasil laut, di mana seluruh elemen pendukung secara serentak
7 65 sesuai peran dan fungsinya memberikan dukungan pada pelaku inti. Interaksi bersifat timbal balik yang berarti kebutuhan datang dari kedua belah pihak. Harmonisasi antar seluruh komponen klaster akan menentukan keberhasilan klaster industri yang dilihat berdasarkan capaian kinerja peningkatan nilai tambah dan keunggulan kompetetif yang berkelanjutan secara jangka panjang. Oleh karena itu perlu diciptakan satu komunikasi yang efektif sehingga kebutuhan dari industri inti dapat ditangkap oleh institusi pendukung dan sebaliknya fasilitas yang telah dan dapat disediakan oleh elemen pendukung dapat diakses secara optimal oleh industri inti. Mekanisme ini dapat terjadi jika ada media komunikasi untuk itu dan salah satu alternatifnya adalah dengan adanya sebuah forum komunikasi non formal yang disepakati bersama oleh seluruh stakeholder dengan tujuan untuk meningkatkan efektivitas fungsional masing-masing stakeholder klaster. Model Berlian Porter Pada Agroindustri Hasil Laut Di Indonesia Analisa dinamik klaster dapat dilakukan berdasarkan hasil observasi awal, elaborasi sistem maupun kajian pustaka yang telah diuraikan di depan. Observasi dilakukan melalui brainstorming yang dilakukan dengan beberapa stakeholder klaster agroindustri hasil laut di antaranya adalah pemerintah (kebijakan dan institusi pendukung), pelaku industri (dari nelayan hingga industri hilir), pengamat dan peneliti. Berdasarkan informasi yang diperoleh maka dapat dipetakan kondisi empat faktor kunci yang mengacu pada konsep berlian Porter yang sekaligus bisa menggambarkan struktur analisa dinamik klaster agroindustri hasil laut di Indonesia pada umumnya. Gambaran model berlian Porter selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 28.
8 66 Gambar 28 Model berlian Porter klaster agroindustri hasil laut Berdasarkan gambaran model berlian Porter di atas, dapat dilihat bahwa terdapat beberapa kekuatan dalam sistem industri hasil laut di Indonesia, namun demikian juga masih banyak kelemahan yang masih perlu ditingkatkan sebagai upaya penguatan industri hasil laut yang berbasis pada klaster industri. Kekuatan pasar luar negeri dan potensi pasar domestik merupakan salah satu faktor kunci untuk terjadinya keberlanjutan daya saing. Hal ini harus diimbangi dengan dukungan dari seluruh stakeholder klaster sehingga potensi yang ada dapat dimanfaatkan dengan adanya dukungan infrastruktur baik ekonomi dan teknologi yang memadai dari pemerintah maupun institusi dan industri pendukung lainnya. Deskripsi Industri Teri Nasi dan Rumput Laut sebagai Contoh Klaster Industri Hasil Laut di Jawa Timur Perkembangan industri teri nasi di Jawa Timur bersifat sangat dinamis, pada tahun 2004 sampai dengan sekarang tercatat hanya ada 5 perusahaan yang masih beroperasi sementara yang lainnya terpaksa menutup operasi untuk produk teri
9 67 nasinya karena dipandang tidak efisien. Sementara itu dari sisi permintaan, masih terbuka peluang yang cukup besar dengan jumlah permintaan pasar luar negeri 3000 ton teri nasi per tahunnya baru terpenuhi sekitar 80%, di mana Indonesia merupakan eksportir utama yang semua produknya dapat terserap karena mempunyai kualitas yang lebih baik dibandingkan 3 pesaingnya yaitu Korea, Cina dan Taiwan. Oleh karena itu pemantapan struktur industri hasil laut dengan pendekatan klaster industri khususnya untuk produk teri nasi perlu segera dilakukan. Hal inilah yang melatarbelakangi dipilihnya industri teri nasi sebagai obyek verifikasi model pengukuran kinerja komprehensif agroindustri hasil laut di Indonesia, yang diharapkan dapat dikembangkan lebih lanjut untuk klaster industri produk hasil laut lainnya. Berdasarkan data industri yang dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian (2004) terdapat 12 perusahaan yang bergerak di bidang produksi teri nasi di Jawa Timur, namun setelah diklarifikasi ternyata hanya terdapat 5 perusahaan yang sampai sekarang masih beroperasi yaitu PT. Kelola Mina Laut, PT. Indorasa Sentral Coop Sea Food (ICS), PT. MMM, PT. Madura Prima Internal (MPI) dan PT. Mahera. Sehingga jika digambarkan rantai produksi dari hulu ke hilir seperti Gambar 29 berikut : Usaha Penangkapan Ikan (Nelayan) Usaha Pasca Panen (Agroindustri level I) Agroindustri level II dan III (Industri Pengolahan) PT. MPI PT.Mahera PT.ICS PT.MMM PT.KML Pasar Luar Negeri Pasar Dalam Negeri Gambar 29 Rantai produksi dan pelaku agroindustri teri nasi di Jawa Timur Kondisi hubungan antara pelaku dalam klaster industri hasil laut khususnya teri nasi saat ini masih kuat dalam kelompok hulu ke hilir pada satu industri tertentu, sehingga peningkatan kinerja klaster ke depan dapat diarahkan terciptanya suatu interaksi yang positif antara seluruh pelaku klaster industri teri nasi. Gambaran interaksi antar pelaku dari nelayan sampai pada industri hilir tertentu dapat dilihat pada gambar berikut :
10 68 PT X Unit Pabrik-1 Unit Pabrik-2 Unit Pabrik-n usaha pasca panen-1 usaha pasca panen -2 usaha pasca panen-m Usaha penangkapan ikan Nelayan-1 Usaha penangkapan ikan Nelayan-2 Usaha penangkapan ikan Nelayan-l Gambar 30 Interaksi antara pelaku industri teri nasi dalam satu kelompok Mengacu pada konsep klaster yang telah diuraikan di bab-bab terdahulu, klaster industri teri nasi terdiri dari pelaku inti yaitu perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan teri nasi, pelaku pendukung yang terdiri dari industri/usaha pendukung dan institusi pendukung. Yang termasuk dalam kelompok industri/usaha pendukung adalah usaha penangkapan ikan, usaha lepas pantai maupun pemasok mesin peralatan pabrik serta pemasok lainnya sedangkan kelompok institusi pendukung di antaranya adalah pemerintah, lembaga keuangan, institusi pendidikan, lembaga pelatihan, balai latihan kerja, dan institusi lain yang ikut berkontribusi terhadap keberlanjutan sebuah sistem klaster industri. Produk teri nasi merupakan salah satu produk unggulan khususnya untuk pasar ekspor dengan kapasitas produksi rata-rata 200 ton per bulan yang diproduksi di 25 unit pabrik yang tersebar di pantai Jawa Utara dan Madura (PT KML), 9 Unit Pabrik yang tersebar pada daerah sama untuk PT ICS, unit-unit pabrik lain yang juga dimiliki oleh industri teri nasi lainnya. Sebagai ilustrasi produk olahan ini dapat dilihat pada Gambar 31. Sementara itu daya saing industri hasil laut pada umumnya dan teri nasi khususnya sangat ditentukan oleh kualitas produk yang dihasilkan. Kualitas produk ini sangat ditentukan oleh kualitas proses bisnis internal yang meliputi kualitas pengadaan bahan baku, penanganan bahan baku dan proses pengolahannya yang bisa dikelola dengan memperhatikan setiap rantai produksi yang salah satunya adalah aktifitas proses produksi dalam industri pengolahan.
11 69 Gambar 31 Produk dried baby anchovy (teri nasi) Produk teri nasi cukup mudah dalam sisi pengadaan maupun proses produksinya, sehingga permintaan bisa terpenuhi dengan baik selama ini. Bahan baku neri diperoleh dari beberapa lokasi tempat penangkapan ikan terdekat dengan masing-masing pabrik unit, yang selanjutnya diolah terlebih dahulu oleh pabrik unit. Secara singkat proses pengolahan produk teri nasi pada level industri dapat ditampilkan dalam bentuk diagram alir seperti pada Gambar 32 berikut : Teri Nasi basah Pencucian dengan air mengalir Pemasakan Penjemuran (pengeringan) Pemisahan dari ikan jenis lain yg ada Pengelompokan berdasarkan ukuran Ikan jenis lain Limbah padat Pemisahan dari ikan lain atau benda lain yang tidak diinginkan Pengemasan Penyimpanan dalam cold storage Gambar 32 Diagram alir proses pengolahan dried baby anchovy (teri nasi)
12 70 Industri rumput laut di Jawa Timur saat ini sedang berkembang dan mempunyai potensi pasar ekspor maupun domestik yang cukup tinggi. Nilai rata-rata ekspor per tahun ini sebesar 300 ton. Pelaku industri rumput laut di Jawa Timur cukup dominan menguasai pasar di Indonesia, hal ini ditunjukkan oleh tingkat produksi dan penjualan yang cukup tinggi. Rumput laut atau sea weeds dikenal sebagai alga atau ganggang. Terdapat beberapa jenis rumput laut yang masing-masing memiliki potensi untuk diolah menjadi agar-agar, karaginan dan alginat. Agar-agar dan karaginan dihasilkan dari ganggang merah (rhodophyceae) sedangkan aglinat dapat dihasilkan dari ganggang coklat (sargassum) yang jumlahnya masih sedikit di Indonesia sementara kebutuhan pasar sangat tinggi, hal ini menjadi peluang bagi dikembangkannya budidaya rumput laut jenis ini sekaligus membuka peluang investasi dan lapangan kerja. Di perairan Indonesia telah diidentifikasi terdapat 555 jenis rumput laut, 23 jenis telah dimanfaatkan untuk sayuran dan makanan dan 55 jenis lain dimanfaatkan untuk makanan sekaligus obat-obatan (Poncomulyo, et al, 2006). Industri rumput laut atau industri yang berbasis bahan baku rumput laut memiliki rantai produksi dari hulu ke hilir yang kesemuanya akan mempengaruhi kualitas produk akhir. Oleh karena itu pendekatan klaster industri dengan mengutamakan jaringan kerja dan kolaborasi serta optimasi fungsi dan peran dari seluruh stakeholder untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing menjadi sangat diperlukan. Rantai produksi industri rumput laut dapat dilihat gambar berikut : Usaha budidaya rumput laut (petambak) Usaha pasca panen (Agroindustri level I Agroindustri level II dan III (Pengolahan) Pasar Luar Negeri Pasar Dalam Negeri Gambar 33 Rantai produksi dan pelaku industri rumput laut Sementara itu untuk meningkatkan kualitas produk hasil olahan rumput laut, maka perlu dilakukan perhatian dan optimasi perlakuan setiap tahapan proses berikut pengolahan rumput laut yang salah satunya adalah untuk menghasilkan bubuk agar sebagai berikut :
13 71 Asam sulfat encer Rumput laut bersih Asam cuka Perendaman sambil diaduk Kaporit 0.25%, 4-6 jam Pencucian dan perendaman air tawar, 1-2 jam Perendaman sambil diaduk Kaporit 0.25%, 4-6 jam Ampas (pakan ternak) 0.5% Pengadukan sampai lunak 15 menit Pemasakan sambil diaduk sampai menjadi bubur C, ph 5-6, 4-8 jam Penyaringan Filtrat Pendinginan Filtrat sampai beku (7 jam) Pemotongan (tebal 1 cm) & penumpukan sd 50 cm Pengepresan Vanili atau tambahan aroma lain Penjemuran (1-2 hari) Penghancuran (milling) lembaran kering, 5x5 mm Bubuk agar-agar Gambar 34 Proses pembuatan agar-agar bubuk Karakterisasi Sistem Klaser Agroindustri Hasil Laut Karakteristik agroindustri hasil laut sangat bervariasi tergantung pada jenis produk yang dihasilkan, sehingga untuk memfokuskan rancangan model pengukuran kinerja yang akan didisain perlu dilakukan pembatasan lebih spesifik sebagai basis bangunan model generik pengukuran kinerja agroindustri hasil laut. Perancangan model ini didasarkan pada perilaku klaster industri hasil laut baik yang berorientasi ekspor maupun yang berorientasi pasar domestik. Model ini diharapkan dapat diaplikasikan juga untuk semua jenis industri pengolahan hasil laut dengan melakukan beberapa modifikasi terlebih dahulu.
14 72 Karakteristik agroindustri hasil laut di atas diperlukan untuk memahami lebih jauh sifat-sifat spesifik dari industri hasil laut khususnya di Indonesia, sehingga rekomendasi korektif yang diberikan dalam perbaikan serta analisa lainnya selalu mengacu pada karakteristik yang dimiliki oleh industri hasil laut tersebut. Lebih jauh lagi klaster industri hasil laut yang terdiri dari sekumpulan pelaku yang saling berinteraksi dalam peningkatan daya saing juga memiliki karakteristik tertentu dan informasi ini sangat diperlukan dalam perancangan sebuah sistem pengukuran kinerja komprehensif yang akan dibangun. Pada bagian selanjutnya uraian akan lebih spesifik membahas tentang klaster agroindustri hasil laut. Identifikasi kebutuhan sistem diawali dengan melakukan karakteristik sistem secara lengkap di antaranya entiti dan atribut dari masing-masing. Sistem yang menjadi kajian adalah sistem klaster agroindustri hasil laut yang selanjutnya akan dijadikan basis dalam perancangan model sistem pengukuran kinerja secara komprehensif. Sebuah sistem klaster agroindustri hasil laut terdiri dari beberapa elemen pembentuk sebagai berikut : 1. Pelaku Inti yaitu industri-industri yang mengolah bahan baku hasil laut menjadi bahan jadi. Beberapa kriteria yang diutamakan dalam operasionalnya adalah : Keuntungan Industri Kesejahteraan karyawan/pekerja Keberlanjutan produksi 2. Pelaku Pendukung adalah anggota klaster lainnya yang bersifat mendukung proses produksi dari pelaku inti baik dalam memasok bahan baku, memasarkan produk hasil olahan maupun melakukan pengembangan-pengembangan lainnya. (1) Industri pendukung, diantaranya adalah pemasok bahan baku utama (usaha penangkapan ikan dan budidaya, usaha lepas pantai dan pasca panen) dan bahan baku pendukung lainnya. Kinerja dari kelompok ini sangat ditentukan oleh beberapa kriteria berikut : Keuntungan Industri/Usaha Kesejahteraan karyawan/pekerja termasuk pekebun dari sumber penyedia bahan baku utama pertanian. Keberlanjutan Usaha (2) Pemerintah, adalah institusi yang menjadi katalisator bagi perkembangan klaster agroindustri. Beberapa kriteria yang akan menentukan keberhasilan dukungannya terhadap kualitas klaster agroindustri antara lain : Kebijakan Pemerintah (Ketersediaan Infrastruktur dll) Peningkatan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah
15 73 Peningkatan minat investor pengembang Peningkatan lapangan kerja (3) Institusi pendukung lainnya selain pemerintah, di antaranya adalah lembaga keuangan, lembaga pelatihan, lembaga penelitian dan pengembangan dan lain-lain. Beberapa aspek yang menjadi kriteria keberhasilan dari komponenkomponen ini antara lain : Faktor tangible di antaranya adalah keuntungan finansial Faktor Intangible, salah satu di antaranya adalah manfaat sosial. (4) Masyarakat sekitar Klaster Agroindustri, dampak aktivitas dan perkembangan klaster agroindustri pasti dirasakan juga oleh masyarakat sekitar lokasi. Beberapa kriteria yang membuat sebuah klaster dikatakan baik jika masyarakat sekitar memiliki beberapa indikasi berikut : Adanya kebanggaan dan rasa memiliki Peningkatan peluang usaha Peningkatan kesejahteraan Di sampin g karakteristik ditinjau dari unsur pelaku yang ada, klaster industri juga memiliki karakteristik fungsional yang berbeda dengan jenis kumpulan industri lainnya. Salah satu contoh perbedaan dapat dilihat pada Tabel 4. yang menyajikan perbedaan mendasar antara klaster industri dengan sentra industri. Tabel 4 Perbandingan antara Klaster Industri dengan Sentra Industri (Taufik, 2001) Faktor Klaster Industri Sentra Industri Batasan Himpunan para pelaku dalam konteks Himpunan para pelaku Industri tertentu baik pelaku industri tertentu (produsen) di bidang usaha yang berperan sebagai industri inti industri tertentu yang serupa. (core industries), pemasok kepada Catatan : untuk beberapa pelaku industri inti, industri sentra industri, telah terdapat pendukung bagi industri inti, UPT (Unit Pelayanan Teknis) pihak/lembaga yang memberikan jasa layanan kepada pelaku industri inti Faktor penting yang menjadi pertimbangan Keterkaitan antara keduanya Nilai tambah dan daya saing serta hal positif lain yang terbentuk atas rangkaian rantai nilai keseluruhan industri Dalam suatu klaster industri, suatu sentra bisa ditempatkan sebagai salah satu sub sistem dalam rangkaian rantai nilai sistem industri tertentu Hal positif yang diperoleh karena aglomerasi fisik pada pelaku usaha Sentra industri bisa menjadi salah satu himpunan simpul (sub grup) dari suatu klaster industri, baik sebagai industri inti, pemasok, atau pendukung. Suatu sentra mungkin saja tidak/belum menjadi bagian dari klaster industri tertentu
16 Tabel 4. Lanjutan 74 Faktor Klaster Industri Sentra Industri Batasan lokasi/wilayah Dimungkinkan terbentuknya klaster industri yang bersifat lintas batas (cross-border) dalam konteks batasan kewilayahan tertentu Sentra industri tertentu hanya ada di suatu lokasi (desa/kelurahan) tertentu Diagram Lingkar Sebab Akibat Pendekatan sistem diawali dengan melakukan analisa kebutuhan melalui karakterisasi sistem sehingga dapat diketahui elemen sistem, atribut-atribut dan variable-variabel yang diduga berpengaruh dalam kinerja sistem baik yang sifatnya tangible maupun intangible. Interaksi yang terjadi antar elemen pembentuk klaster secara fisik adalah interaksi elemen itu sendiri, namun interaksi yang sebenarnya yaitu interaksi yang berbasis nilai adalah interaksi yang terjadi antar atribut ataupun variabel yang dipentingkan oleh elemen-elemen tersebut. Gambaran hubungan atribut atau variabel yang dipentingkan dari elemen pembentuk klaster agroindustri dapat digambarkan dalam bentuk diagram sebab akibat. Diagram ini sekaligus dapat digunakan sebagai acuan dalam melihat kinerja klaster agroindustri hasil laut secara dinamis pada masa mendatang melalui kajian sistem dinamis yang di dalam penelitian ini masih belum menjadi fokus. Adapun gambaran dinamis tersebut dapat dilihat pada Gambar 35. Pendapatan pemerintah Minat investasi Jumlah pelaku industri Kolaborasi pelaku klaster Keuntungan Pelaku klaster agroindustri hasil laut Keberlanjutan industri Kebijakan pemerintah Keuntungan Klaster (Komprehensif) Kesejahteraan masyarakat sekitar Peluang kerja baru Gambar 35 Diagram sebab akibat sistem klaster agroindustri hasil laut
17 75 Diagram Input Output Sistem Klaster Agroindustri Hasil Laut D eskripsi skematis bangunan sistem input dan output yang dihasilkan untuk sebuah perancangan Model Pengukuran Kinerja Komprehensif dari sebuah sistem Klaster Agroindustri Hasil Laut akan memberikan informasi berharga untuk dihasilkannya sebuah sistem pengukuran kinerja yang efektif. Berdasarkan dari gambaran diagram sebab akibat dan kajian lain yang relevan maka dapat digambarkan diagram Input Output berikut : Input Tak Terkendali Sumber hasil laut Harga pasar Nilai tukar rupiah terhadap dollar Musim Input Terkendali Pelaku klaster Teknologi Informasi Teknologi Proses Kapasitas produksi Harga jual produk hasil laut Teknologi penangkapan Lingkungan Kebijakan p emerintah dan Iklim usaha Sistem Klaster Agroindustri Hasil Laut Manajemen pengendalian klaster agroindustri hasil laut Output dikehendaki Keuntungan proporsional pada seluruh pelaku klaster Pertumbuhan usaha/industri Terjadinya kolaborasi Peningkatan kapasitas Peningkatan jumlah Tenaga kerja Peningkatan omset klaster Daya saing berkelanjutan Output tak dikehendaki Konflik antar pelaku klaster Penurunan keuntungan Pencemaran lingkungan Gambar 36 Diagram input-output sistem klaster agroindustri hasil laut Pengendalian sistem klaster agroindustri hasil laut untuk meminimasi output yang tidak dikehendaki dan memaksimumkan output yang dikehendaki dapat dilakukan dengan penerapan sebuah model pengukuran kinerja komprehensif sehingga kinerja dapat dimonitor, dievaluasi dan diperbaiki. Sebagai langkah awal perancangan model pengukuran kinerja klaster agroindustri hasil laut ini adalah melakukan identifikasi kebutuhan stakeholder untuk keberhasilan klaster di masa mendatang.
V. ANALISA SISTEM. 5.1 Agroindustri Nasional Saat Ini
V. ANALISA SISTEM 5. Agroindustri Nasional Saat Ini Kebijakan pembangunan industri nasional yang disusun oleh Departemen Perindustrian (5) dalam rangka mewujudkan visi: Indonesia menjadi Negara Industri
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA
KELOMPOK I KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA TOPIK : PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO DAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN KLASTER KELOMPOK INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN, KIMIA HULU DAN
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Penelitian perancangan model pengukuran kinerja sebuah sistem klaster agroindustri hasil laut dilakukan dengan berbagai dasar dan harapan dapat dijadikan sebagai perangkat bantuan untuk pengelolaan
Lebih terperinciBOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)
BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) IRIO memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa analisa. Kemampuan
Lebih terperinciMENINGKATKAN NILAI TAMBAH IKM MELALUI SISTEM PEMBINAAN YANG TEPAT DAN KOORDINASI YANG EFEKTIF (RENCANA KERJA
MENINGKATKAN NILAI TAMBAH IKM MELALUI SISTEM PEMBINAAN YANG TEPAT DAN KOORDINASI YANG EFEKTIF (RENCANA KERJA 2010) Oleh : Dirjen Industri Kecil dan Menengah Disampaikan ik pada acara : Rapat Kerja Departemen
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teori strategi akhir-akhir ini menunjukkan bahwa sumber daya yang tak terlihat (intangible resources) seperti pengetahuan, keahlian, motivasi, budaya, teknologi, kompetensi
Lebih terperinciKata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2)
Kata Pengantar KATA PENGANTAR Buku 2 Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) ini disusun untuk melengkapi buku 1 Nesparnas, terutama dalam hal penyajian data yang lebih lengkap dan terperinci. Tersedianya
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Kata Pengantar
Kata Pengantar KATA PENGANTAR Buku 2 Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) ini disusun untuk melengkapi buku 1 Nesparnas, terutama dalam hal penyajian data yang lebih lengkap dan terperinci. Tersedianya
Lebih terperinciV. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani
V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam
1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral dari sektor pertanian memberikan kontribusi penting pada proses industrialisasi di wilayah
Lebih terperinciRingkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional
Ringkasan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan, dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN
Lebih terperinciVII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN
76 VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN Sistem pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara terdiri atas sistem lokasi unggulan, industri inti unggulan, produk unggulan,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciKementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016
Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016 BIRO PERENCANAAN 2016 Formulir C Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2006 Tanggal
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas
Lebih terperinciIndustrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015
Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Kementerian Perindustrian 2015 I. LATAR BELAKANG 2 INDUSTRI AGRO Industri Agro dikelompokkan dalam 4 kelompok, yaitu
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8/KEPMEN -KP/2014 TENTANG PEMBERLAKUAN PENERAPAN STANDAR INDONESIA PRODUK PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan
Lebih terperinciBIDANG USAHA TERTENTU DAN DAERAH TERTENTU
BIDANG TERTENTU DAN DAERAH TERTENTU LAMPIRAN II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2008 TANGGAL 23 SEPTEMBER 2008 BIDANG 1. Pengembangan tanaman pangan a. Pertanian Padi 01111 Industri
Lebih terperinciFormulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksana Rencana Pembangunan Triwulan III Berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2014
Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA Formulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksana Rencana Pembangunan Triwulan III Berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2014 Kementerian Perindustrian
Lebih terperinciMENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMEN-KP/2015 TENTANG KRITERIA DAN/ATAU PERSYARATAN PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA
Lebih terperinci4. ANALISIS SITUASIONAL
29 4. ANALISIS SITUASIONAL Kinerja Sistem Komoditas Udang Komoditas udang Indonesia pernah mencatat masa keemasan sekitar tahun 1980 an, ditandai dengan komoditas udang windu menjadi primadona ekspor yang
Lebih terperinciGambar 1.1 Persentase konsumsi pangan di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan sebagian besar hasil bumi merupakan hasil pertanian dan perkebunan. Hasil bumi tersebut merupakan salah satu faktor penting
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agroindustri suatu daerah diarahkan untuk menjamin pemanfaatan hasil pertanian secara optimal dengan memberikan nilai tambah melalui keterkaitan antara budidaya,
Lebih terperinciSistem konektivitas pelabuhan perikanan untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan ikan
Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Sistem konektivitas pelabuhan perikanan untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan ikan Iin Solihin 1, Sugeng Hari Wisudo 1, Joko Susanto 2 1 Departemen
Lebih terperinciTabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel
54 ANALISIS SISTEM Sistem pengembangan agroindustri biodiesel berbasis kelapa seperti halnya agroindustri lainnya memiliki hubungan antar elemen yang relatif kompleks dan saling ketergantungan dalam pengelolaannya.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi. Selain Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur menempati posisi tertinggi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas perairan yang di dalamnya terdapat beraneka kekayaan laut yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 buah dan panjang garis pantai mencapai 104.000 km (Putra,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas laut mencapai 5,8 juta km 2 dan panjang garis pantai mencapai 95.181 km, serta jumlah pulau sebanyak 17.504 pulau (KKP 2009).
Lebih terperinciKEGIATAN PRIORITAS PENGEMBANGAN PERKEBUNAN TAHUN Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 31 Mei 2016
KEGIATAN PRIORITAS PENGEMBANGAN PERKEBUNAN TAHUN 2017 Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 31 Mei 2016 PERKEMBANGAN SERAPAN ANGGARAN DITJEN. PERKEBUNAN TAHUN
Lebih terperinci- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas.
- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA KELOLA PRODUK-PRODUK UNGGULAN PERTANIAN DAN PERIKANAN DI JAWA TIMUR I. UMUM Wilayah Provinsi Jawa Timur yang luasnya
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi perikanan. Artinya, kurang lebih 70 persen dari wilayah Indonesia terdiri
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sektor perikanan Indonesia cukup besar. Indonesia memiliki perairan laut seluas 5,8 juta km 2 (perairan nusantara dan teritorial 3,1 juta km 2, perairan ZEE
Lebih terperinciXI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU
XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU Ubi kayu menjadi salah satu fokus kebijakan pembangunan pertanian 2015 2019, karena memiliki beragam produk turunan yang sangat prospektif dan berkelanjutan sebagai
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah seyogyanya bertumpuh pada sumberdaya lokal yang dimiliki dan aktivitas ekonomi yang mampu melibatkan dan menghidupi sebagian besar penduduk. Pemanfaatan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG
PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciLAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan
Lebih terperinciPEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan lele (Clarias sp) adalah salah satu satu komoditas perikanan yang memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan komoditas unggulan. Dikatakan
Lebih terperinciPENGERTIAN EKONOMI POLITIK
PENGERTIAN EKONOMI POLITIK CAPORASO DAN LEVINE, 1992 :31 INTERELASI DIANTARA ASPEK, PROSES DAN INSTITUSI POLITIK DENGAN KEGIATAN EKONOMI (PRODUKSI, INVESTASI, PENCIPTAAN HARGA, PERDAGANGAN, KONSUMSI DAN
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perikanan tangkap pada hakekatnya ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan, sekaligus untuk menjaga kelestarian
Lebih terperinci13 FEBRUARI 2004 TENTANG KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2004 MENTERI PERTANIAN
KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 106/Kpts/SR.130/2/2004 TANGGAL 13 FEBRUARI 2004 TENTANG KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN MENTERI PERTANIAN Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciBIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN DAERAH-DAERAH TERTENTU PADA SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : 17/PERMEN-KP/2015 TENTANG : KRITERIA DAN/ATAU PERSYARATAN PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA
Lebih terperinciBBP4BKP. Pengolahan Pindang Ikan Air Tawar. Unit Eselon I Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan
BBP4BKP Pengolahan Pindang Ikan Air Tawar Kontak Person Dra Theresia Dwi Suryaningrum, MS theresiadwi@yahoo.com Syamdidi SPi, MAppSc didibangka@yahoo.com Unit Eselon I Badan Penelitian dan Pengembangan
Lebih terperinciDISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI
DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI I. KINERJA AGRO TAHUN 2012 II. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGRO III. ISU-ISU STRATEGIS
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat kaya hasil alam terlebih hasil perairan. Salah satunya rumput laut yang merupakan komoditas potensial dengan nilai ekonomis tinggi
Lebih terperinciMATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011
I PROGRAM DUKUNGAN MANAJEMEN DAN PELAKSANAAN TUGAS TEKNIS LAINNYA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 250,0 275,0 320,0 360,0 1 Peningkatan Pengelolaan Pelayanan Publik 2 Pengembangan SDM Industri Tersebarnya informasi,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara dengan berbagai potensi besar yang dimilikinya baik potensi alam, sumberdaya manusia, maupun teknologi tentunya memiliki berbagai
Lebih terperinciIX. KESIMPULAN DAN SARAN
IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1) Penelitian yang dilakukan dengan pendekatan sistem menghasilkan Model Strategi Pengembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki luas daerah perairan seluas 5.800.000 km2, dimana angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah perairan tersebut wajar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang berarti negara yang mengandalkan sektor pertanian baik sebagai sumber mata pencaharian maupun sebagai penopang pembangunan.
Lebih terperinci3. METODOLOGI PENELITIAN
20 3. METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian Pengembangan agroindustri udang merupakan hal yang sangat penting dalam siklus rantai komoditas udang. Pentingnya keberadaan agroindustri udang
Lebih terperinciNILAI TUKAR PETANI PROVINSI LAMPUNG NAIK 0,61 PERSEN
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI LAMPUNG NILAI TUKAR PETANI PROVINSI LAMPUNG NAIK 0,61 PERSEN Nilai Tukar Petani Subsektor Peternakan Merupakan NTP tertinggi, dengan Angka 116,18 NTP Provinsi Lampung Oktober
Lebih terperinciBAB IV ANALISA SISTEM
71 BAB IV ANALISA SISTEM 4.1. Analisa Situasional Agroindustri Sutera Agroindustri sutera merupakan industri pengolahan yang menghasilkan sutera dengan menggunakan bahan baku kokon yaitu kepompong dari
Lebih terperinciKULIAH KE 10: AGROBISNIS DAN
KULIAH KE 10: AGROBISNIS DAN AGROINDUSTRI TIK: Setelah mempelajari kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan agrobisnis dan agroindustri Catatan: Di akhir kuliah mohon dilengkapi 15 menit pemutan video Padamu
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 99/M-IND/PER/8/2010 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPULAUAN RIAU APRIL 2015
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI No. 37/05/21/Th. X, 4 Mei PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPULAUAN RIAU APRIL Pada April NTP di Provinsi Kepulauan Riau tercatat 98,69 mengalami penurunan sebesar
Lebih terperinciV. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA
59 V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA 5.1. Perkembangan Rumput Laut Dunia Rumput laut merupakan salah satu komoditas budidaya laut yang dapat diandalkan, mudah dibudidayakan dan mempunyai prospek
Lebih terperinciV. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM
V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM Hingga tahun 2010, berdasarkan ketersediaan teknologi produksi yang telah ada (varietas unggul dan budidaya), upaya mempertahankan laju peningkatan produksi sebesar
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENINGKATAN NILAI TAMBAH MELALUI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENINGKATAN NILAI TAMBAH MELALUI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI Oleh : Supriyati Adi Setiyanto Erma Suryani Herlina Tarigan PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
B A B BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berbagai upaya ditempuh untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran, kemiskinan dan kesenjangan antarwilayah Dalam konteks pembanguan saat ini,
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumput laut merupakan salah satu komoditas yang paling potensial dikembangkan di Indonesia dan juga merupakan salah satu produk unggulan pemerintah dalam mencapai visi pembangunan
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
18 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan ekonomi Nasional yang bertumpu pada upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur seperti
Lebih terperinciDISAMPAIKAN PADA RAPAT KOORDINASI DAN SINKRONISASI PENYUSUNAN PROGRAM KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO TAHUN 2013 Oleh : SEKRETARIS DIREKTORAT
DISAMPAIKAN PADA RAPAT KOORDINASI DAN SINKRONISASI PENYUSUNAN PROGRAM KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO TAHUN 2013 Oleh : SEKRETARIS DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO JAKARTA, 7 FEBRUARI 2013 DAFTAR
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian
1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berbasis pada sektor pertanian, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting bagi
Lebih terperinciAKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian
AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat memiliki potensi cukup besar di bidang perkebunan, karena didukung oleh lahan yang cukup luas dan iklim yang sesuai untuk komoditi perkebunan. Beberapa
Lebih terperinciPENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN Kementerian Pertanian Seminar Nasional Agribisnis, Universitas Galuh Ciamis, 1 April 2017 Pendahuluan Isi Paparan Kinerja dan permasalahan Posisi
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPULAUAN RIAU JANUARI 2016
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI No. 12/02/21/Th. XI, 1 Februari PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPULAUAN RIAU JANUARI Pada Januari NTP di Provinsi Kepulauan Riau tercatat sebesar 0,11 persen dibanding
Lebih terperinciKONDISI TERKINI BUDIDAYA IKAN BANDENG DI KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH
Kondisi terkini budidaya ikan bandeng di Kabupaten Pati, Jawa Tengah (Septyan Andriyanto) KONDISI TERKINI BUDIDAYA IKAN BANDENG DI KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH Septyan Andriyanto Pusat Penelitian dan Pengembangan
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan potensial untuk dikembangkan menjadi andalan ekspor. Menurut ICCO (2012) pada tahun 2011, Indonesia merupakan produsen biji
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa , , ,16
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industrialisasi (agroindustri) dapat menjadi salah satu pilihan strategis dalam menghadapi masalah dalam upaya peningkatan perekonomian masyarakat di pedesaan serta mampu
Lebih terperinciPENGEMBANGAN MODEL. Identifikasi kebutuhan stakeholder klaster agroindustri hasil laut
PENGEMBANGAN MODEL Pembangunan model pengukuran kinerja komprehensif sebuah sistem klaster agroindustri hasil laut dilakukan mengikuti beberapa tahapan yang sistematis. Secara skematis kerangka kerja logis
Lebih terperinciFORUM KOORDINASI DEWAN RISET DAERAH SE-SUMATERA Periode Tahun
FORUM KOORDINASI DEWAN RISET DAERAH SE-SUMATERA Periode Tahun 2017-2020 SK KETUA DEWAN RISET NASIONAL NOMOR: 27/Ka.DRN/X/2017 TENTANG PEMBENTUKAN FORUM KOORDINASI DEWAN RISET DAERAH SE-SUMATERA PERIODE
Lebih terperinciVIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN
185 VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN Ketersediaan produk perikanan secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam usaha mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan yang dimaksud adalah kondisi tersedianya
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian adalah salah satu sektor yang memegang peranan penting di Indonesia, yang notabene adalah negara agraris. Hal ini dikarenakan sektor pertanian menyumbang pendapatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. agribisnis, agroindustri adalah salah satu subsistem yang bersama-sama dengan
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya tanaman obat adalah salah satu cara penglolaan tanaman obat untuk mendatangkan keuntungan. Pembangunan ekonomi Indonesia bertumpu pada bidang pertanian dan
Lebih terperinciTOPIK 12 AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI
TOPIK 12 AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI AGRIBISNIS SEBAGAI SUATU SISTEM Sistem agribisnis : Rangkaian kegiatan dari beberapa subsistem yg saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain Sub-sistem agribisnis
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam perkembangan ekonomi suatu negara, sering sektor pertanian
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Dalam perkembangan ekonomi suatu negara, sering sektor pertanian diusahakan menjadi sektor tangguh yang mampu mendukung sektor industri. Dukungan pertanian pada sektor
Lebih terperinciMODEL AGROINDUSTRI TEPUNG SAGU (Metroxylon sp) MENDUKUNG KEMANDIRIAN PANGAN DI MALUKU UTARA
Disampaikan pada SEMILOKA SAGU 2016 Bogor, 9-10 November 2016 MODEL AGROINDUSTRI TEPUNG SAGU (Metroxylon sp) MENDUKUNG KEMANDIRIAN PANGAN DI MALUKU UTARA Oleh : Muhammad Assagaf 1, Chris Sugihono 1, Yopi
Lebih terperinciIDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN
PG-122 IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN Fauziyah 1,, Khairul Saleh 2, Hadi 3, Freddy Supriyadi 4 1 PS Ilmu Kelautan Universitas Sriwijaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki luas lahan dan agroklimat yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai usaha pertanian. Indonesia juga sejak lama dikenal
Lebih terperinci5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis
5Kebijakan Terpadu Pengembangan Agribisnis Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan kondisi yang makin seimbang. Persentase sumbangan sektor pertanian yang pada awal Pelita I sangat
Lebih terperinciKementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2017
Kementerian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2017 BIRO PERENCANAAN 2017 Formulir C Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2006 Tanggal 29 Nopember 2006
Lebih terperinciPerkembangan Nilai Tukar Petani Dan Harga Produsen Gabah Jawa Tengah
No. 74/10/33/Th.XI, 01 November 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH Perkembangan Nilai Tukar Petani Dan Harga Produsen Gabah Jawa Tengah Nilai Tukar Petani (NTP) Oktober 2017 sebesar 102,97
Lebih terperinciANALISIS PERKEMBANGAN INDUSTRI MIKRO DAN KECIL DI INDONESIA
ANALISIS PERKEMBANGAN INDUSTRI MIKRO DAN KECIL DI INDONESIA Oleh : Azwar Harahap Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
Lebih terperinci5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT
27 5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit yang menjadi salah satu tanaman unggulan
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 87/Permentan/SR.130/12/2011 /Permentan/SR.130/8/2010 man/ot. /.../2009 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK
Lebih terperinciCUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 66/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG
CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 66/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2007 DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciDAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)
DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN
Lebih terperinciDinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja
Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Oleh: Putri Amelia 2508.100.020 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Budisantoso
Lebih terperincirovinsi alam ngka 2011
Buku Statistik P D A rovinsi alam ngka 2011 Pusat Data Statistik dan Informasi Kementerian Kelautan dan Perikanan 2012 1 2 DAFTAR ISI Daftar Isi... i Statistilk Provinsi Dalam Angka Provinsi Aceh... 1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas
I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Berbagai studi menunjukkan bahwa sub-sektor perkebunan memang memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia sebagai sumber pertumbuhan ekonomi dan
Lebih terperinci