PENGEMBANGAN MODEL. Identifikasi kebutuhan stakeholder klaster agroindustri hasil laut

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN MODEL. Identifikasi kebutuhan stakeholder klaster agroindustri hasil laut"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN MODEL Pembangunan model pengukuran kinerja komprehensif sebuah sistem klaster agroindustri hasil laut dilakukan mengikuti beberapa tahapan yang sistematis. Secara skematis kerangka kerja logis model sistem pengukuran kinerja yang dikembangkan dapat ditampilkan seperti pada Gambar 37. Identifikasi kebutuhan stakeholder klaster agroindustri hasil laut Informasi tentang kebutuhan stakeholder klaster industri sangat diperlukan dalam perancangan model pengukuran kinerja komprehensif, sehingga model dapat dirumuskan sesuai kebutuhan dari seluruh pemangku kepentingan sebuah klaster agroindustri hasil laut. Stakeholder adalah seluruh elemen pemangku kepentingan sebuah klaster agroindustri hasil laut yang terdiri dari pelaku industri baik inti maupun pendukung dan institusi terkait lainnya, termasuk di dalamnya adalah pemerintah sebagai pengambil kebijakan. Pada penelitian ini identifikasi kebutuhan stakeholder dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang ditujukan pada sejumlah pakar baik di bidang praktisi, akademisi maupun pemerintahan. Pakar dalam konteks adalah individu yang mempunyai komitmen, kompetensi dan kapasitas secara substansi yang diharapkan dapat merepresentasikan pandangan/jawaban dari seluruh stakeholder klaster agroindustri hasil laut. Pendekatan klaster industri dalam pengembangan agroindustri hasil laut di Indonesia mengacu pada tujuan akhir yaitu terjadinya keunggulan kompetitif dan komparatif yang berkelanjutan (Sustainable Comparative & Competetive Advantage). Di samping itu ada sejumlah kebutuhan yang diinginkan oleh stakeholder, hal ini didasarkan pada hasil kuesioner yang telah diisi oleh para pakar klaster industri di antaranya adalah : 1. Terjalinnya rantai nilai yang kokoh di antara pelaku dari hulu ke hilir yang dapat menjamin terjadinya keberlanjutan industri (38.46%) 2. Keunggulan kompetitif dan komparatif industri yang berkelanjutan (23.08%) 3. Terjadinya pertumbuhan industri hasil laut yang lebih baik (15.38%) 4. Terjadinya peningkatan keuntungan bagi semua pelaku dalam klaster (15.38%) 5. Peningkatan kemampuan dan kemudahan dalam berinovasi (7.70%)

2 77 Karakteristik Klaster Agroindustri Tabel karakteristik Agroindustri berdasarkan jenis agroindustri Sistem Pengukuran Kinerja IPMS Balance Scorecard SMART OMAX Target Kinerja KPI 1 Keuntungan 8% KPI 2 Deviasi Keuntungan 0.05% KPI n Karakteristik Sistem Diagram lingkar sebab akibat Diagram Input Output Diagram sebab akibat Model Pembobotan Proses Hirarki Analitik (PHA) Fuzzy Electre II Identifikasi IKK Kumpulan Indikator Kinerja Kunci (IKK) untuk mengukur kinerja komprehensif Klaster Agroindustri Pembobotan KPI Model Sistem Pengukuran Kinerja Komprehensif Klaster Agroindustri Indikator Kinerja Kunci terpilih Metode dan alat pengukuran KPI Model perhitungan KPI Kinerja Klaster Agroindustri Status kinerja klaster (bentuk scoring board) Pengaruhnya terhadap beberapa perubahan kebijakan dan lingkungan bisnis sbg multiplier effect berklaster Model Scoring OMAX SMART Diagram Hirarki KPI yang telah terbobot Sistem Scoring Scoring ukuran kinerja Klaster Agroindustri What if analysis Pencapaian Kinerja KPI 1 =.. KPI 2 =... KPI n =.. Gambar 37 Kerangka kerja rancangan model pengukuran kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut

3 78 Sejumlah kebutuhan dari stakeholder yang dikemukakan oleh pakar tersebut di atas, menunjukkan adanya suatu harapan yang tinggi terhadap bangunan klaster industri dan diperlukannya peningkatan kompetensi baik secara individu maupun sistem klaster (komprehensif) sehingga dapat dipenuhi di masa mendatang. Berdasarkan kebutuhan di atas, maka dilakukan elaborasi lebih lanjut terhadap kriteria-kriteria yang menentukan keberhasilan klaster agroindustri hasil laut. Proses elaborasi diawali dengan pandangan bahwa sebuah sistem industri haruslah memperhatikan beberapa aspek generik dan senantiasa meningkatkan kinerja pada aspek tersebut. Terdapat empat aspek dalam sistem industri dengan berbasis klaster yaitu : 1. Aspek Sosial 2. Aspek Lingkungan 3. Aspek Ekonomi 4. Aspek Teknik (Proses Bisnis Internal) Kinerja dari setiap aspek klaster industri di atas dapat dilihat berdasarkan capaian beberapa indikator kinerja yang diturunkan melalui beberapa kriteria dan sub kriteria yang ditentukan sebelumnya. Proses eksplorasi kriteria dan penentuan alternatif indikator kunci dari setiap aspek klaster di atas akan diuraikan secara bertahap pada bagian selanjutnya. Pada akhirnya nilai kinerja komprehensif sebuah klaster agroindustri hasil laut dapat diperlihatkan sebagai fungsi dari nilai kinerja keempat aspek di atas. Cp Cp c ( Sp, Ecp, Ep, Tp ) = f..(26) = 1 Sp + c 2 Ecp keterangan : Cp = nilai kinerja komprehensif Sp = nilai kinerja sosial Ecp = nilai kinerja ekonomi Ep = nilai kinerja lingkungan Tp = nilai kinerja proses bisnis internal c1 = nilai bobot agregat kinerja sosial c 2 = nilai bobot agregat kinerja lingkungan c 3 = nilai bobot agregat kinerja ekonomi c 4 = nilai bobot agregat kinerja proses bisnis internal + c 3 Ep + c 4 Tp..(27)

4 79 Nilai kinerja dari setiap aspek klaster industri diperoleh dari agregasi sejumlah kriteria dan sub kriteria serta indikator-indikator kinerja yang membentuknya. Proses eksplorasi untuk mendapatkan kriteria dan sub kriteria keberhasilan klaster industri akan dilakukan melalui proses penurunan (derivasi) keempat aspek tersebut yang secara detail akan diuraikan pada bagian selanjutnya. Eksplorasi Kriteria Keberhasilan Klaster Agroindustri Keberhasilan atau kinerja sebuah klaster industri dapat diukur berdasarkan beberapa kriteria yang selanjutnya bisa diderivasikan menjadi beberapa sub kriteria. Dalam perancangan model pengukuran kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut, eksplorasi kriteria-kriteria tersebut perlu dilakukan secara akurat. Pada penelitian ini eksplorasi kriteria dilakukan dengan elisitasi pengetahuan pakar baik melalui kajian pustaka, brainstorming dengan pakar maupun dengan mengajukan beberapa pertanyaan pada pakar dalam bentuk kuesioner semi terbuka. Pakar yang dilibatkan dalam proses elisitasi sebanyak 15 orang pakar yang terdiri dari 5 orang praktisi agroindustri hasil laut, 7 orang dari pemerintah dan 3 orang akademisi. Identifikasi kriteria kinerja klaster tidak sepenuhnya berdasarkan pengetahuan dari pakar, melainkan juga dari hasil kajian dan analisa yang telah dilakukan sebelumnya. Brainstroming dan elisitasi pendapat dari pakar diperlukan untuk mengklarifikasi, memverifikasi dan sekaligus memberikan masukan tambahan kriteria yang masih belum teridentifikasi. Oleh karena itu penyusunan kuesioner tahap I untuk pakar didasarkan pada hirarki kriteria. Selanjutnya berdasarkan hirarki kriteria tersebut disusun sebuah kuesioner (terlampir) yang diperuntukkan para pakar untuk memberikan masukan dan penilaian terhadap beberapa kriteria dan sub kriteria yang telah didefinisikan. Dalam perancangan kuesioner khususnya untuk menentukan kriteria keberhasilan klaster yang menentukan kinerja klaster secara komprehensif digunakan alat bantu berupa diagram sebab akibat (cause & effect) Elisitasi pendapat pakar dengan menggunakan kuesioner tahap I menghasilkan sejumlah informasi tentang prioritas awal kriteria keberhasilan klaster industri yang dihasilkan oleh pemilihan pakar, di samping itu juga diperoleh tambahan kriteria dan penilaian seperti ditampilkan pada Tabel 5. Disain kuesioner pada tahap ini hanya diperuntukkan dalam pemilihan sejumlah kriteria

5 80 keberhasilan klaster industri yang diajukan dan penambahan kriteria yang dianggap perlu oleh pakar, tidak untuk kebutuhan pembobotan kriteria secara komprehensif. Namun demikian, dari isian kuesioner pakar tahap I ini dapat dilakukan pengolahan sederhana untuk menghitung bobot relatif masing-masing sub kriteria terhadap kriteria utama. Jumlah responden pakar yang memilih alternatif kriteria tertentu dibandingkan dengan total alternatif responden yang ada, sehingga diperoleh persen relatif dari masing-masing alternatif kriteria. Nilai persen relatif setiap alternatif kriteria ini selanjutnya dinormalkan sehingga diperoleh nilai total dari setiap level pertanyaan sebesar 100 %. Normalisasi nilai dilakukan dengan operasi matematis berikut : P i = n x i = 1 i p i...(28) keterangan : P i p i n = prosentase normal untuk alternatif kriteria i = prosentase alternatif kriteria i sebelum dinormalkan (persen relatif) = jumlah alternatif kriteria pada setiap pertanyaan Tabel 5 Rekapitulasi hasil eksplorasi kriteria keberhasilan klaster industri No Kriteria dan Sub Kriteria Bobot relatif I II III LEVEL HARAPAN 1 Harapan/keinginan dan manfaat klaster industri bagi pelaku : 1.1 Keunggulan kompetetif industri yang berkelanjutan 23.1% 2 Terjadinya pertumbuhan industri hasil laut yang lebih baik (2) 15.4% 2.9 Peningkatan kemampuan dan kemudahan dalam berinovasi 7.7% 3.8 Terjadinya peningkatan keuntungan bagi semua pelaku dalam klaster 15.4% Terjalinnya rantai nilai yang kokoh diantara pelaku dari hulu ke hilir yang dapat 4.7 menjamin terjadinya sustainabilitas industri 38.5% LEVEL KRITERIA UTAMA Kriteria Utama keberhasilan klaster industri 1 Aspek Finansial 38.5% 2 Aspek Kelembagaan 15.4% 3 Aspek Sosial 30.8% 4 Aspek Lingkungan 15.4% LEVEL SUB KRITERIA 3.1 Kriteria efektivitas kelembagaan klaster 1 Kelengkapan komponen klaster 23.1% 2 Terjadinya interaksi antar pelaku klaster yang optimal (fungsional klaster) 38.5% 3 Terciptanya nilai tambah pelaku klaster 7.7% 4 Partisipasi aktif dari pelaku-pelaku dalam klaster 7.7% 5 Komitmen pelaku klaster (berfungsi sesuai fungsinya). 7.7% 6 Terdapat Visi dan Misi bersama 7.7% 7 Adanya insentif dari otoritas 7.7%

6 81 Tabel 5 Lanjutan No Kriteria dan Sub Kriteria Bobot relatif Kriteria kelengkapan komponen dalam sebuah klaster 1 Kelembagaan klaster industri 8.3% 2 Keterwakilan industri inti 41.7% 3 Keterwakilan industri pendukung 25.0% 4 Keterwakilan institusi pendukung 16.7% 5 Kelengkapan industri hulu ke hilir di wilayah (propinsi) 8.3% Kriteria efektivitas fungsional klaster industri 1 Adanya mekanisme koordinasi yang terstruktur 9.1% Terjadinya kolaborasi dan aliansi strategis antar pelaku klaster industri dalam 2 meningkatkan kompetensi inti 36.4% 3 Tersedianya sebuah sistem monitoring dan evaluasi yang akurat 27.3% 4 Keterbukaan (beban kerja, beban biaya dan waktu) 9.1% 5 Pasrtisipasi kontrol secara aktif dari pelaku klaster 9.1% 6 Tersedianya standar kompetensi terkait insentif yang diberikan 9.1% Kriteria Finansial 1 Besarnya keuntungan (profit margin ) dari masing-masing pelaku klaster industri 30.8% 2 Keseimbangan keuntungan di antara seluruh pelaku klaster industri 23.1% 3 Keadilan yang proporsional sesuai peran masing-masing 7.7% 4 Kestabilan harga jual 15.4% 5 Kepastian pasar 7.7% 6 Adanya saling memberi positif diantara pelaku klaster 7.7% 7 Besarnya nilai tambah yang dihasilkan oleh masing-masing pelaku 7.7% Kriteria internal proses bisnis 1 Peningkatan permintaan produk dari sebuah klaster industri 18.8% 2 Peningkatan kapasitas produksi sebuah klaster industri 18.8% 3 Pertumbuhan industri di dalam sebuhan klaster industri 31.3% 4 Pertumbuhan industri secara keseluruhan 12.5% 5 Kepastian pasar 6.3% 6 Kepastian harga jual 6.3% 7 Dukungan infrastruktur yang memadai 6.3% 3.3 Kriteria aspek sosial 1 Hubungan dengan masyarakat sekitar 26.7% 2 Bersifat ramah lingkungan 20.0% 3 Pengaruhnya terhadap ketenagakerjaan secara nasional maupun regional 33.3% 4 Pengaruh positif terhadap pemberdayaan ekonomis masyarakat sekitar 6.7% 5 Semakin baiknya piramida/struktur pendidikan masyarakat sekitar 6.7% 6 Meningkatnya kesejahteraan penduduk sekitar 6.7% Kriteria terjalin hubungan baik dengan masyarakat sekitar 1 Keterlibatan masyarakat sekitar dalam kegiatan industri 33.3% 2 Tersedianya program-program perusahaan dalam klaster industri yang bisa diakses masyarakat sekitar 25.0% 3 Apresiasi masyarakat terhadap pelaku klaster industri 33.3% 4 Peningkatan pendidikan bagi masyarakat sehingga mampu meningkatkanan taraf hidup 8.3%

7 82 Tabel 5 Lanjutan No Kriteria dan Sub Kriteria Bobot relatif Kriteria klaster industri yang ramah lingkungan 1 Seluruh proses produksi berorientasi pada ramah lingkungan 44.4% Ketersediaan green area (wilayah hijau) yang melindungi masyarakat dari segala 2 bentuk peluang gangguan lingkungan. 33.3% 3 Menghasilkan produk samping bermanfaat bagi masyarakat 11.1% 4 Membaiknya indeks lingkungan hidup yang ditetapkan KLH 11.1% Kriteria dampak terhadap ketenagakerjaan 1 Penyerapan tenaga kerja 30.8% 2 Peningkatan Kualitas SDM 30.8% 3 Tersedianya sarana peningkatan kualitas SDM yang memadai 23.1% 4 Peningkatan program secara kontinyu untuk peningkatan pendapatan dan taraf hidup 7.7% 5 Peningkatan profesionalisme dan daya kompetetif 7.7% Hasil pengolahan data akuisisi pengetahuan pakar menunjukkan adanya variasi pengetahuan. Variasi ini di antaranya dikarenakan latar belakang dan pengalaman yang berbeda. Namun demikian kepakaran responden tetap bisa dijadikan sebagai bahan masukan untuk dipertimbangkan pada penyusunan model pengukuran kinerja klaster industri. Berdasarkan pengetahuan pakar dari kuesioner tahap 1 dan hasil observasi pada beberapa proses pembangunan klaster industri, maka dapat dilakukan elaborasi lebih mendalam dengan bantuan diagram sebab akibat untuk memetakan dan mengidentifikasi peluang munculnya kriteria baru yang relevan yang pada level 1 dan 2 dapat dilihat pada gambar berikut : Gambar 38 Aspek dan kriteria penentu kinerja klaster agroindustri hasil laut

8 83 Setiap aspek yang berkontribusi pada kinerja klaster dapat direpresentasikan oleh sejumlah kriteria seperti tampak pada gambar di atas. Pada beberapa aspek penggalian lebih dilakukan berdasarkan hasil pengolahan kuesioner tahap I dan referensi lain untuk mengidentifikasi lebih detail apakah masih ada sub-sub kriteria yang bisa di turunkan dari setiap kriteria yang sudah diidentifikasi. Beberapa kriteria ternyata masih bisa di turunkan dalam bentuk subsub kriteria sehingga akan lebih memudahkan dalam identifikasi alternatif indikator kinerja yang dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan dari sudut aspek sosial ini. Adapun hasil elaborasi diagram sebab akibat untuk aspek sosial dapat ditampilkan dilihat pada Gambar 39. Gambar 39 Kriteria dan sub kriteria kinerja sosial klaster agroindustri hasil laut Sementara itu untuk aspek lingkungan, terdapat beberapa kriteria dan sub kriteria derivasinya yang merupakan faktor penentu kinerja lingkungan sebuah klaster industri hasil laut seperti tampak pada gambar berikut :

9 84 Gambar 40 Kriteria dan sub kriteria penentu kinerja lingkungan klaster agroindustri hasil laut Kinerja ekonomi yang merupakan gambaran kondisi finansial dan pertumbuhan ternyata juga dipengaruhi oleh faktor pembentuk kinerja aspek sosial yaitu ketenagakerjaan dan kelembagaan. Hal ini diperoleh dari hasil analisa berdasarkan diagram sebab akibat, sehingga secara agregat kriteria dan sub kriteria pembentuk kinerja aspek ekonomi klaster industri hasil laut dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 41 Kriteria dan sub kriteria penentu kinerja ekonomi klaster agroindustri hasil laut

10 85 Penguatan kelembagaan klaster industri perlu dilakukan untuk menjaga keberlanjutan klaster itu sendiri, oleh karena itu elaborasi pada kriteria ini harus dilakukan dengan teliti dan terinci. Berdasarkan hasil brainstorming dan kajian logis, maka dapat diperoleh derivasi dari kinerja kelembagaan klaster seperti dapat dilihat pada gambar berikut : Kelengkapan komponen klaster Keterwakilan industri inti Ketewakilan industri pendukung Keterwakilan institusi pendukung Kinerja kelembagaan Kualitas sistem monitoring & evaluasi Kolaborasi antar pelaku klaster Mekanisme koordinasi Efektifitas fungsional klaster Gambar 42 Kriteria dan sub kriteria penentu kinerja ekonomi klaster agroindustri hasil laut Berdasarkan hasil elaborasi lanjutan dari kuesioner tahap I dan brainstorming pada pakar terbatas serta kajian literatur maka secara lengkap struktur hirarki kriteria yang menentukan kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut dapat dirumuskan seperti pada Gambar 43. Pada setiap level tujuan akan berkontribusi sejumlah aspek kinerja klaster yang dapat diderivasi menjadi beberapa kriteria. Beberapa kriteria dapat diderivasi lagi ke dalam sub kriteria atau sub-sub kriteria. Derivasi akan dihentikan jika dipandang telah diperoleh satu kriteria yang unik yang dapat diwakili oleh beberapa indikator kinerja terukur yang memenuhi kaidah SMART (Specific, Measurable, Agreed, Realistic dan Timebound). Pada level terakhir ini dilakukan eksplorasi beberapa alternatif indikator kinerja kunci (IKK) melalui brainstorming dan kajian literatur yang relevan. Berdasarkan hasil eksplorasi ini, selanjutnya didisain kuesioner pakar bagian dua dengan tujuan untuk mendapatkan nilai bobot dari masing-masing alternatif indikator kinerja kunci yang telah diperoleh. Secara lengkap proses eksplorasi IKK klaster agroindustri hasil laut akan diuraikan pada bagian setelah ini.

11 Gambar 43 Struktur hirarki kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut 86

12 87 Pada struktur hirarki di atas dapat dilihat bahwa pembangunan sebuah klaster agroindustri hasil laut didasarkan pada lima tujuan yang terdiri dari (1) terciptanya keunggulan komparatif dan kompetitif yang berkelanjutan, (2) terwujudnya pertumbuhan industri hasil laut, (3) peningkatan kemampuan dalam berinovasi, (4) terjadinya peningkatan kesejahteraan pelaku seluruh anggota klaster dan (5) terjadinya rantai nilai yang kokoh dari hulu sampai dengan hilir. Pencapaian dari masing-masing tujuan tersebut dapat dilihat dari kinerja beberapa aspek klaster agroindustri hasil laut yaitu (1) aspek sosial, (2) aspek lingkungan, (3) aspek ekonomi dan (4) aspek teknis (proses bisnis internal). Kinerja dari masing-masing aspek klaster industri hasil laut ditentukan oleh beberapa kriteria yang selanjutnya dapat diderivasi lebih rinci menjadi sub-sub kriteria. Pada level terakhir sebuah hirarki kriteria barulah alternatif-alternatif indikator kinerja kunci dapat dieksplorasi. Seluruh kriteria dan sub kriteria yang berhasil diderivasi seperti tampak pada gambar memiliki prioritas yang berbeda di dalam penentuan kinerja klaster agroindustri hasil laut tergantung persepsi dari pakar. Oleh karena itu perlu dilakukan satu langkah pembobotan pada setiap elemen di masing-masing level hirarki, sehingga secara kuantitatif dapat ditentukan bobot masing-masing kriteria dan sub kriteria yang diidentifikasi. Penilaian berpasangan terhadap kriteria dan sub kriteria akan dilakukan oleh pakar yang telah ditentukan dengan menggunakan kaidah-kaidah ilmiah sesuai dengan metode Proses Hirarki Analitik (PHA) atau Analytic Hierarchy Process (AHP) dan hasil penilaiannya akan diolah dengan menggunakan bantuan perangkat lunak Expert Choice Elisitasi pendapat pakar dilakukan melalui pengisian kuesioner tahap II yang didisain berdasarkan struktur hirarki kinerja klaster agroindustri hasil laut. Kuesioner pakar tahap II terdiri dari dua bagian di mana bagian I merupakan penilaian pakar melalui perbandingan berpasangan dari setiap level hirarki kriteria dan bagian II merupakan kuesioner untuk mendapatkan penilaian pakar terhadap sejumlah alternatif indikator kinerja kunci. Bagian I bertujuan untuk mendapatkan prioritas berdasarkan nilai bobot dari masing-masing kriteria dan sub kriteria yang dinilai, sementara itu bagian pada bagian dua dilakukan penilaian terhadap alternatif indikator kinerja kunci menggunakan skala likert 1 (satu) sampai dengan 5 (lima). Nilai 1 menunjukkan bahwa IKK dinilai sangat tidak penting yang artinya sangat tidak dipentingkan untuk menilai kinerja dari sebuah klaster agroindustri

13 88 hasil laut, sementara 2 sampai 5 berturut-turut adalah tidak penting, cukup penting, penting dan sangat penting. Eksplorasi Indikator Kinerja Kunci (IKK) Kinerja sebuah klaster industri hasil laut akan dapat diukur berdasarkan beberapa tolok ukur yang memenuhi kriteria SMART (Specific, Measurable, Agreed, Realistic dan Timebound). Pengertian dari masing-masing kriteria dari Indikator kinerja kunci tersebut adalagh (1) Specific (spesifik), yang artinya sebuah indikator kinerja harus terdefinisi dengan jelas, tidak ambisius, langsung dan bisa dimengerti, (2) Measurable (terukur), sebuah indikator kinerja kunci harus dapat diukur baik kuantitas, kualitas, waktu maupun nilai uangnya, (3) Agreed (sepakat) berarti Indikator kinerja harus merupakan kesepakatan antara individu dan manajer dalam sebuah organisasi, atau oleh setiap individu dalam sebuah sistem, (4) Realistic (realistik), berarti indikator kinerja haruslah berada dalam kendali dan kemampuan individu yang diukur, dan (5) Timebound (batasan waktu), harus berada dalam skala waktu tertentu. Identifikasi IKK dilakukan dengan mengacu pada setiap kriteria dan sub kriteria yang telah dirumuskan pada level terakhir berdasarkan struktur hirarki. Eksplorasi dilakukan berbasis pada pemikiran logis dengan memperhatikan aspek SMART, kajian literatur dan brainstorming dengan pakar terbatas. Hasil identifikasi alternatif IKK dapat disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Daftar alternatif Indikator Kinerja Kunci klaster agroindustri hasil laut Kriteria / Sub kriteria Indikator Kinerja Kunci (IKK) Penyerapan Tenaga 1 Jumlah tenaga kerja lokal (%) Kerja 2 Jumlah tenaga kerja penduduk sekitar pabrik/usaha (kelurahan/desa) (%) 3 Turn over tenaga kerja Kualitas SDM 1 Jumlah SDM berpendidikan >= S1 (%) 2 Jumlah SDM berpendidikan D3 (%) 3 Jumlah SDM berpendidikan <=SMA (%) Sarana Peningkatan 1 Jumlah perguruan tinggi dengan disiplin ilmu yang relevan di Jatim kualitas SDM 2 Jumlah lembaga pendidikan lain khusus kelautan dan perikanan di Jatim 3 Jumlah lembaga dan balai pelatihan hasil laut di Jatim 4 Jumlah lembaga penelitian kelautan dan perikanan di Jatim Keterwakilan Industri 1 Jumlah usaha pada industri hasil laut yang tergabung dalam klaster Inti 2 Jumlah industri hasil laut yang bergabung dalam Klaster Keterwakilan Industri 1 Jumlah usaha pemasok bahan baku utama yang menjadi anggota klaster

14 Tabel 6 Lanjutan Kriteria / Sub kriteria Pendukung Keterwakilan Institusi pendukung Mekanisme koordinasi Kolaborasi antar pelaku klaster Kualitas sistem evaluasi Keterlibatan masyarakat dl industri Ketersediaan program masyarakat Tingkat keluhan masyarakat Proses produksi ramah lingkungan Ketersediaan green area (wilayah hijau) (wilayah hijau) Pemenuhan persyaratan teknis KLH Keuntungan klaster Indikator Kinerja Kunci (IKK) 2 Jumlah usaha pendukung lain (kapal nelayan, peralatan dll) 3 Jumlah nelayan yang terlibat pada klaster 1 Jumlah institusi pemerintah yang berdedikasi terhadap klaster 2 Jumlah institusi penelitian yang berdedikasi terhadap klaster 1 Jumlah pertemuan kelompok kerja klaster industri (Forum Koordinasi) 2 Prosentase kehadiran anggota forum koordinasi klaster 1 Jumlah pelaku yang bekerjasama dalam pengadaan bahan baku 2 Jumlah pelaku yang bekerjasama dalam proses produksi 3 Jumlah pelaku yang bekerjasama dalam pemasaran 4 Jumlah pelaku yang bekerjasama dalam peningkatan kompetensi SDM 1 Jumlah pertemuan untuk mengevaluasi klaster dalam satu tahun 2 Rata-rata pelaku yang hadir dalam pertemuan 3 Jumlah indikator kinerja yang dijadikan alat ukur keberhasilan klaster 4 Prosentase rencana kerja klaster yang terealisasi per tahun 1 Persentase penduduk sekitar (desa) yang terlibat aktif dalam program per tahun (%) 2 Jumlah saran yang masuk dari penduduk sekitar terhadap suatu penyelenggaraan program 1 Jumlah program pemberdayaan masyarakat yang diselenggarakan per tahun 2 Jumlah program pendidikan untuk masyarakat sekitar 1 Jumlah keluhan berdasarkan tingkat keseriusannya 2 Perubahan tingkat keluhan berdasarkan waktu 1 Jumlah keluhan atas produk per thn 2 Jumlah keluhan masyarakat per thn 3 Jumlah pelaku yang memiliki dokumen amdal dan tersertifikasi (%) 1 Jarak dengan pemukiman penduduk (m) 2 Jumlah pohon per luas areal (unit/m2) 1 Jumlah indeks KLH yang dipenuhi 2 Jumlah penghargaan KLH yang diperoleh dalam satu tahun 3 Ada tidaknya sarana pengolahan limbah 1 Rata-rata keuntungan pelaku klaster (%) 2 Deviasi keuntungan anggota klaster (%) 3 Jumlah penjualan domestik 4 Total penjualan 5 Pangsa Pasar 89

15 Tabel 6 Lanjutan Kriteria / Sub kriteria Pertumbuhan Klaster Kontribusi pada devisa negara Pengadaan Bahan Baku Indikator Kinerja Kunci (IKK) 1 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) 2 Indeks RCA (Revealed Comparative Advantage) 3 Peningkatan investasi dalam klaster industri hasil laut 1 Besarnya kontribusi pada devisa negara (%) 1 Jumlah bahan baku yang diperoleh dalam satu kali tangkapan (untuk ikan dan udang) 2 Jumlah bahan baku yang diperoleh dalam satu kali panen (rumput laut) 3 Biaya yang dikeluarkan dalam sekali melaut (untuk ikan & udang) 4 Biaya yang dikeluarkan dalam sekali musim tanam (untuk rumput laut) 5 Harga jual produk/bahan baku 6 Nilai rendemen bahan baku (%) Penanganan Bahan 1 Nilai rendemen setelah penanganan awal oleh pemasok Baku 2 Harga jual ke pabrik 90 Pengolahan Pendisribusian hasil olahan (produk jadi) 1 Output standar 2 Nilai rendemen setelah pengolahan 3 Banyaknya produk yang cacat (kg/hari) 1 Jumlah keluhan keterlambatan pengiriman produk jadi ke distributor (domestik) 2 Jumlah keluhan keterlambatan pengiriman produk ke negara tujuan (ekspor) 3 Jumlah produk yang rusak dalam perjalanan distribusi 4 Jumlah keluhan kerusakan oleh konsumen Daftar indikator kinerja (IK) yang telah diidentifikasi seperti pada tabel di atas merupakan daftar alternatif yang masih perlu dipilih berdasarkan nilai kepentingan masing-masing IK. Oleh karena itu perlu dilakukan penilaian terhadap masingmasing IKK oleh sejumlah pakar yang telah memenuhi kriteria untuk melakukan penilaian. Hasil penilaian pakar dapat memberikan nilai kepentingan yang dijadikan dasar dalam memilih indikator kinerja yang akan digunakan dalam model sistem pengukuran kinerja. Pengolahan hasil penilaian tingkat kepentingan pada sejumlah alternatif IKK tersebut akan dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Electre II.

16 Pembobotan Kriteria, Sub Kriteria Dan Indikator Kinerja Kunci (IKK) 91 Kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut ditentukan oleh beberapa aspek, kriteria dan sub kriteria yang masing-masing memiliki bobot dalam menentukan kinerja tersebut. Pembobotan dilakukan terhadap masing-masing komponen pada setiap level hirarki seperti digambarkan pada struktur hirarki dengan menggunakan teknik perbandingan berpasangan yang diolah dengan bantuan perangkat lunak expert choice Secara agregat tujuan yang paling dipentingkan pada klaster agroindustri hasil laut adalah terjadinya peningkatan kesejahteraan pelaku klaster (0.216). Sementara itu nilai bobot kepentingan tujuan kedua sampai dengan ke lima berturut-turut berturut-turut adalah terjadinya pertumbuhan industri hasil laut dan kemampuan berinovasi (0.200), terbangunnya rantai nilai yang kokoh pada agroindustri hasil laut di Indonesia (0.199), keunggulan komparatif dan kompetitif yang berkelanjutan (0.184). Secara grafis urutan prioritas dari masing-masing tujuan klaster industri dapat dilihat pada Gambar Keunggulan komparatif dan kompetetif Pertumbuhan industri Nilai Bobot Kemampuan inovasi Kesejahteraan pelaku 0.17 Rantai nilai 0.16 Tujuan Klaster Gambar 44 Prioritas tujuan di dalam sistem klaster agroindustri hasil laut Nilai bobot pada masing-masing tujuan sekaligus menunjukkan prioritas arah pengembangan dari klaster industri hasil laut, di mana peningkatan kesejahteraan pelaku klaster menjadi prioritas. Hal ini juga menunjukkan bahwa semangat kebersamaan dalam sebuah klaster merupakan prioritas, di sisi lain situasi ini juga menunjukkan bahwa diperlukan adanya pemerataan keuntungan di antara pelaku sehingga kesejahteraan dalam ditingkatkan tidak hanya pada pelaku tertentu

17 92 tetapi pada seluruh pelaku klaster. Pertumbuhan industri hasil laut dan kemampuan inovasi merupakan dua tujuan yang saling mendukung. Jika kemampuan inovasi bertambah, maka peluang untuk mendirikan usaha baru sebagai bentuk diversifikasi produk maupun efisiensi proses juga akan meningkat. Sementara itu tujuan terbangunnya rantai nilai yang kokoh juga merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam pengembangan klaster industri hasil laut kedepan. Rantai nilai yang kokoh hanya akan bisa dicapai jika terjadi hubungan sinergis dalam rantai produksi dari hulu sampai dengan hilir yang juga merupakan konsep dasar dari pendekatan klaster industri. Namun demikian untuk menuju arah keberhasilan klaster masih perlu ditingkatkan dedikasi dari institusi pendukung lainnya dalam mendukung efektivitas klaster industri hasil laut sehingga tujuan sistem klaster dapat tercapai. Terdapat empat aspek yang dinilai sangat berperan dalam keberhasilan sebuah klaster industri hasil laut di antaranya adalah aspek sosial, aspek lingkungan, aspek ekonomi dan aspek proses bisnis internal. Keempat aspek tersebut memiliki kontribusi yang berbeda dalam pencapaian kelima tujuan yang diprioritaskan dalam klaster industri. Dalam mewujudkan kesejahteraan pelaku klaster, maka aspek ekonomi merupakan kriteria yang diutamakan dengan nilai bobot relatif 0.44 dan selanjutnya diikuti oleh tiga aspek lainnya secara berturutturut aspek sosial (0.243), aspek proses bisnis internal (0.230) dan aspek lingkungan (0.087). Perbedaan tersebut secara lebih jelas dapat dilihat pada gambar 45 berikut : Nilai Bobot Aspek Sosial Aspek Lingkungan Aspek Ekonomi Aspek Proses Bisnis Internal Gambar 45 Kontribusi empat aspek di dalam pencapaian tujuan peningkatan kesejahteraan pelaku klaster

18 93 Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa tingkat kesejahteraan pelaku klaster agroindustri hasil laut sangat dipengaruhi oleh kinerja ekonomi. Kinerja ekonomi secara hirarki ditentukan oleh beberapa kriteria di antaranya adalah kelembagaan klaster agroindustri hasil laut, finansial dan pertumbuhan ekonomi. Setelah dilakukan penilaian berpasangan oleh sejumlah responden pakar, maka dapat dilihat tiga tampilan secara berturut-turut yang menggambarkan tingkat pengaruh dari masing-masing kriteria yang dinilai Nilai Bobot Kelengkapan Komponen Kriteria kelembagaan Efektivitas Fungsional Gambar 46 Distribusi bobot sub kriteria di dalam kriteria kelembagaan klaster Dalam kelembagaan klaster seperti tampak pada gambar di atas, dapat dilihat bahwa efektivitas fungsional klaster dengan nilai bobot lebih menjadi penentu keberhasilan atau kinerja klaster agroindustri hasil laut dibanding dengan sekedar jumlah keanggotaan klaster (jumlah komponen) yang mempunyai bobot Hal ini menunjukkan bahwa penguatan interaksi, kolaborasi melalui aliansi strategis dan bentuk kolaborasi lainnya diharapkan akan lebih efektif dalam peningkatan keberhasilan klaster industri sekaligus dalam peningkatan daya saing global.

19 Nilai Bobot Keuntungan Klaster Kriteria Finansial Penjualan Klaster Gambar 47 Distribusi bobot sub kriteria di dalam kriteria finansial Sejalan dengan konsep bisnis pada umumnya, secara finansial keuntungan klaster lebih menjadi prioritas dibanding penjualan di tingkat klaster itu sendiri. Di sini dapat diartikan bahwa tingkat penjualan tidaklah menjamin adanya tingkat keuntungan yang baik, faktor harga merupakan satu komponen yang sangat menentukan apakah terjadinya peningkatan jumlah penjualan akan secara otomatis memberikan keuntungan yang baik. Efisiensi proses produksi yang dielaborasi dalam aspek proses bisnis internal juga merupakan salah satu komponen yang akan bisa meningkatkan keuntungan klaster jika dioptimalkan Nilai Bobot Pertumbuhan Klaster Kriteria Pertumbuhan Ekonomi Kontribusi Devisa Negara Gambar 48 Distribusi bobot sub kriteria di dalam kriteria pertumbuhan ekonomi

20 95 Sementara itu secara lengkap perbedaan kontribusi dari keempat aspek yang diteliti terhadap pencapaian tujuan terjadinya pertumbuhan industri hasil laut di Jawa Timur khususnya dan di Indonesia pada umumnya yang merupakan prioritas kedua di dalam sebuah sistem klaster agroindustri hasil laut dapat dilihat pada gambaran berikut : Gambar 49 Nilai bobot relatif aspek terhadap tujuan klaster industri

21 96 Berdasarkan struktur hirarki kriteria seperti yang digambarkan sebelumnya, kinerja klaster industri dapat ditentukan oleh pencapaian lima tujuan yang diprioritaskan. Pencapaian dari masing-masing tujuan tersebut ditentukan oleh empat aspek klaster industri yang selanjutnya dapat di turunkan kedalam kriteria dan sub kriteria. Hasil penilaian seluruh kriteria dan sub kriteria yang menentukan kinerja komprehensif dari sebuah sistem klaster agroindustri hasil laut dapat dilihat pada Tabel 7 sampai dengan Tabel 11: Tabel 7 Nilai bobot kriteria dan sub kriteria pada pencapaian keunggulan komparatif dan kompetitif klaster Deskripsi kriteria dan sub kriteria pada setiap aspek klaster Bobot 1. Aspek Sosial Ketenagakerjaan Penyerapan tenaga kerja Kualitas sumber daya manusia Ketersediaan sarana pelatihan SDM Kelembagaan klaster industri Kelengkapan komponen klaster industri Keterwakilan industri inti Keterwakilan industri pendukung Keterwakilan institusi pendukung Efektivitas fungsional Mekanisme koordinasi Kolaborasi Proses Monitoring dan Evaluasi Penerimaan lingkungan sosial (Social Acceptability) Keterlibatan masyarakat dalam program sosial kemasyarakatan yang diselenggarakan industri Ketersediaan program Keluhan masyarakat tentang lingkungan Aspek Lingkungan Penerimaan lingkungan sosial (Social Acceptability) Keterlibatan masyarakat dalam program sosial kemasyarakatan yang diselenggarakan industri Ketersediaan program Keluhan masyarakat tentang lingkungan Penerimaan lingkungan secara teknik (Technical Acceptability) Produksi yang ramah lingkungan Ketersediaan green area (wilayah hijau) Pemenuhan terhadap persyaratan legal KLH 0.183

22 Tabel 7 Lanjutan Deskripsi kriteria dan sub kriteria pada setiap aspek klaster Bobot 3. Aspek Ekonomi Ketenagakerjaan Penyerapan tenaga kerja Kualitas sumber daya manusia Ketersediaan sarana pelatihan SDM Kelembagaan klaster industri Kelengkapan komponen klaster industri Efektivitas fungsional Finansial Keuntungan Klaster Penjualan Klaster Industri Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan klaster industri Kontribusi pada devisa negara Aspek Proses Bisnis Internal Pengadaan bahan baku Penanganan bahan baku Pengolahan Distribusi produk jadi Tabel di atas menunjukkan bahwa untuk pencapaian tujuan terjadinya peningkatan keunggulan komparatif dan kompetitif klaster yang berkelanjutan di masa datang ternyata yang memiliki kontribusi terbesar adalah aspek ekonomi sebesar diikuti oleh aspek proses bisnis internal, aspek lingkungan dan aspek sosial berturut-turut dengan nilai 0.229, dan Hal ini menunjukkan bahwa keunggulan komparatif dan kompetitif sangat ditentukan oleh kinerja ekonomi sebuah klaster industri baru kemudian dipertimbangkan tiga kinerja aspek lainnya secara proporsional. Sementara itu distribusi nilai bobot pada setiap kiriteria dan sub kriteria untuk pencapaian pertumbuhan industri hasil laut di industri hasil laut Berdasarkan hasil pengolahan dengan metode AHP, pertumbuhan hasil laut juga sangat ditentukan oleh kinerja aspek ekonomi. Nilai bobot kriteria yang diturunkan dari aspek ekonomi adalah sama, meskipun nilai bobot dari sub kriteria turunannya memiliki variasi yang cukup signifikan dengan bobot relatif tertinggi diperoleh oleh kriteria pertumbuhan klaster (0.771) dan keuntungan klaster (0.646). Secara lengkap hasil pembobotan kriteria dan sub kriteria untuk pencapaian tujuan pertumbuhan industri hasil laut yang optimal dapat dilihat pada Tabel 8.

23 98 Tabel 8 Nilai bobot kriteria dan sub kriteria pada pencapaian pertumbuhan industri hasil laut Deskripsi kriteria dan sub kriteria pada setiap aspek klaster Bobot 1. Aspek Sosial Ketenagakerjaan Penyerapan tenaga kerja Kualitas sumber daya manusia Ketersediaan sarana pelatihan SDM Kelembagaan klaster industri Kelengkapan komponen klaster industri Keterwakilan industri inti Keterwakilan industri pendukung Keterwakilan institusi pendukung Efektivitas fungsional Mekanisme koordinasi Kolaborasi Proses Monitoring dan Evaluasi Penerimaan lingkungan sosial (Social Acceptability) Keterlibatan masyarakat dalam program sosial kemasyarakatan yang diselenggarakan industri Ketersediaan program Keluhan masyarakat tentang lingkungan Aspek Lingkungan Penerimaan lingkungan sosial (Social Acceptability) Keterlibatan masyarakat dalam program sosial kemasyarakatan yang diselenggarakan industri Ketersediaan program Keluhan masyarakat tentang lingkungan Penerimaan lingkungan secara teknik (Technical Acceptability) Produksi yang ramah lingkungan Ketersediaan green area (wilayah hijau) Pemenuhan terhadap persyaratan legal KLH Aspek Ekonomi Ketenagakerjaan Penyerapan tenaga kerja Kualitas sumber daya manusia Ketersediaan sarana pelatihan SDM Kelembagaan klaster industri Kelengkapan komponen klaster industri Efektivitas fungsional 0.655

24 Tabel 8 Lanjutan 99 Deskripsi kriteria dan sub kriteria pada setiap aspek klaster Bobot 3.3 Finansial Keuntungan Klaster Penjualan Klaster Industri Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan klaster industri Kontribusi pada devisa negara Aspek Proses Bisnis Internal Pengadaan bahan baku Penanganan bahan baku Pengolahan Distribusi produk jadi Salah satu tujuan dilakukannya pendekatan klaster adalah untuk mempermudah terjadinya difusi pengetahuan dan teknologi sehingga tumbuh kemampuan inovasi dari klaster industri tersebut. Dari hasil pengolahan pendapat pakar yang direkam dalam sebuah kuesioner, maka aspek yang dianggap paling menentukan pencapaian tingkat kemampuan inovasi pada klaster agroindustri hasil laut adalah aspek proses bisnis internal dengan nilai bobot sebesar dan aspek lingkungan dinyatakan sebagai aspek yang paling kecil pengaruhnya dengan bobot Pada Tabel 9 dapat dilihat distribusi dari nilai pembobotan pada kriteria dan sub kriteria yang harus diperhatikan untuk tumbuhnya kemampuan inovasi di lingkungan klaster agroindustri hasil laut. Tabel 9 Nilai bobot kriteria dan sub kriteria pada pencapaian kemampuan inovasi yang lebih baik Deskripsi kriteria dan sub kriteria pada setiap aspek klaster Bobot 1. Aspek Sosial Ketenagakerjaan Penyerapan tenaga kerja Kualitas sumber daya manusia Ketersediaan sarana pelatihan SDM Kelembagaan klaster industri Kelengkapan komponen klaster industri Keterwakilan industri inti Keterwakilan industri pendukung Keterwakilan institusi pendukung 0.215

25 Tabel 9 Lanjutan 100 Deskripsi kriteria dan sub kriteria pada setiap aspek klaster Bobot Efektivitas fungsional Mekanisme koordinasi Kolaborasi Proses Monitoring dan Evaluasi Penerimaan lingkungan sosial (Social Acceptability) Keterlibatan masyarakat dalam program sosial kemasyarakatan yang diselenggarakan industri Ketersediaan program Keluhan masyarakat tentang lingkungan Aspek Lingkungan Penerimaan lingkungan sosial (Social Acceptability) Keterlibatan masyarakat dalam program sosial kemasyarakatan yang diselenggarakan industri Ketersediaan program Keluhan masyarakat tentang lingkungan Penerimaan lingkungan secara teknik (Technical Acceptability) Produksi yang ramah lingkungan Ketersediaan green area (wilayah hijau) Pemenuhan terhadap persyaratan legal KLH Aspek Ekonomi Ketenagakerjaan Penyerapan tenaga kerja Kualitas sumber daya manusia Ketersediaan sarana pelatihan SDM Kelembagaan klaster industri Kelengkapan komponen klaster industri Efektivitas fungsional Finansial Keuntungan laster Penjualan klaster industri Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan klaster industri Kontribusi pada devisa negara Aspek Proses Bisnis Internal Pengadaan bahan baku Penanganan bahan baku Pengolahan Distribusi produk jadi Sementara itu pada pencapaian tujuan peningkatan kesejahteraan pelaku klaster agroindustri hasil sangat ditentukan oleh kinerja aspek ekonomi (0.440) yang terdistribusi merata pada empat kriteria pembentuk masing-masing dengan nilai

26 101 bobot Hasil pembobotan kriteria dan sub kriteria yang perlu diperhatikan dalam rangka peningkatan kesejahteraan seluruh pelaku klaster agroindustri hasil laut disajikan dalam bentuk tabel berikut : Tabel 10 Nilai bobot kriteria dan sub kriteria terjadinya peningkatan kesejahteraan pelaku klaster agroindustri hasil laut Deskripsi kriteria dan sub kriteria pada setiap aspek klaster Bobot 1. Aspek Sosial Ketenagakerjaan Penyerapan tenaga kerja Kualitas sumber daya manusia Ketersediaan sarana pelatihan SDM Kelembagaan klaster industri Kelengkapan komponen klaster industri Keterwakilan industri inti Keterwakilan industri pendukung Keterwakilan institusi pendukung Efektivitas fungsional Mekanisme koordinasi Kolaborasi Proses monitoring dan evaluasi Penerimaan lingkungan sosial (Social Acceptability) Keterlibatan masyarakat dalam program sosial kemasyarakatan yang diselenggarakan industri Ketersediaan program Keluhan masyarakat tentang lingkungan Aspek Lingkungan Penerimaan lingkungan sosial (Social Acceptability) Keterlibatan masyarakat dalam program sosial kemasyarakatan yang diselenggarakan industri Ketersediaan program Keluhan masyarakat tentang lingkungan Penerimaan lingkungan secara teknik (Technical Acceptability) Produksi yang ramah lingkungan Ketersediaan green area (wilayah hijau) Pemenuhan terhadap persyaratan legal KLH Aspek Ekonomi Ketenagakerjaan Penyerapan tenaga kerja Kualitas sumber daya manusia Ketersediaan sarana pelatihan SDM 0.269

27 Tabel 10 Lanjutan 102 Deskripsi kriteria dan sub kriteria pada setiap aspek klaster Bobot 3.2 Kelembagaan klaster industri Kelengkapan komponen klaster industri Efektivitas fungsional Finansial Keuntungan Klaster Penjualan Klaster Industri Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan klaster industri Kontribusi pada devisa negara Aspek Proses Bisnis Internal Pengadaan bahan baku Penanganan bahan baku Pengolahan Distribusi produk jadi Rantai nilai yang kokoh baik secara vertikal maupun horisontal pada sebuah sistem industri merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai dari suatu pendekatan klaster. Pada sistem klaster agroindustri hasil laut tujuan ini akan tercapai jika dengan memperhatikan sejumlah kriterian dan sub kriteri yang telah berhasil diderivasi dari sejumlah aspek klaster yang menentukan keberhasilan sebuah klaster industri. Aspek proses bisnis internal dalam sebuah klaster dinilai oleh pakar merupakan aspek yang paling menentukan tingkat pencapaian tujuan ini dengan nilai bobot Hasil pembobotan kriteria dan sub kriteria pada tujuan pencapaian rantai nilai yang kokoh pada klaster agroindustri hasil laut dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Nilai bobot kriteria dan sub kriteria pada terbentuknya rantai nilai yang kokoh Deskripsi kriteria dan sub kriteria pada setiap aspek klaster Bobot 1. Aspek Sosial Ketenagakerjaan Penyerapan tenaga kerja Kualitas sumber daya manusia Ketersediaan sarana pelatihan SDM Kelembagaan klaster industri Kelengkapan komponen klaster industri Keterwakilan industri inti Keterwakilan industri pendukung 0.263

28 Tabel 11 Lanjutan 103 Deskripsi kriteria dan sub kriteria pada setiap aspek klaster Bobot Keterwakilan institusi pendukung Efektivitas fungsional Mekanisme koordinasi Kolaborasi Proses Monitoring dan Evaluasi Penerimaan lingkungan sosial (Social Acceptability) Keterlibatan masyarakat dalam program sosial kemasyarakatan yang diselenggarakan industri Ketersediaan program Keluhan masyarakat tentang lingkungan Aspek Lingkungan Penerimaan lingkungan sosial (Social Acceptability) Keterlibatan masyarakat dalam program sosial kemasyarakatan yang diselenggarakan industri Ketersediaan program Keluhan masyarakat tentang lingkungan Penerimaan lingkungan secara teknik (Technical Acceptability) Produksi yang ramah lingkungan Ketersediaan green area (wilayah hijau) Pemenuhan terhadap persyaratan legal KLH Aspek Ekonomi Ketenagakerjaan Penyerapan tenaga kerja Kualitas sumber daya manusia Ketersediaan sarana pelatihan SDM Kelembagaan klaster industri Kelengkapan komponen klaster industri Efektivitas fungsional Finansial Keuntungan klaster Penjualank Klaster industri Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan klaster industri Kontribusi pada devisa negara Aspek Proses Bisnis Internal Pengadaan bahan baku Penanganan bahan baku Pengolahan Distribusi produk jadi Penilaian yang dilakukan pakar di atas bersifat statis pada saat dilakukan penilaian, oleh karena itu perlu dilakukan analisa sensitifitas untuk bisa

29 104 mengetahui tingkat perubahan sub kriteria tertentu jika terjadi perubahan nilai bobot komponen pada level di atasnya. Analisa sensitifitas dilakukan dengan bantuan perangkat Expert Choice 2000 yang merupakan rangkaian dari pengolahan hasil kuesioner pakar dengan menggunakan metode PHA seperti telah diuraikan sebelumnya. Berdasarkan hasil analisa sensitifitas tingkat pengaruh dari masing-masing kriteria dan sub kriteria terhadap kinerja klaster agroindustri hasil laut, maka dapat dieksplorasi lebih lanjut kriteria-kriteria yang sensitif, kurang sensitif atau tidak sensitif memberikan pengaruh pada kinerja klaster secara komprehensif. Salah satu contoh tampilan analisa di layar komputer yang menunjukkan pengaruh perubahan prioritas tujuan terhadap masing-masing kepentingan kriteria dan sub kriteria kinerja klaster industri hasil laut dapat dilihat pada gambar berikut : Gambar 50 Contoh tampilan sensitifitas perubahan prioritas tujuan terhadap kritera dan sub kriteria Tampilan secara lengkap dan interaktif dalam komputer bisa menunjukkan semua perubahan prioritas terhadap nilai bobot semua kriteria dan sub kriteria pembentuknya. Informasi ini membantu pengambil keputusan dalam menentukan prioritas perubahan yang mungkin dilakukan, dengan mempertimbangkan dampak dari setiap keputusan untuk melakukan perubahan tertentu. Pada tampilan SPK bagian sub model akan dapat dilakukan pengamatan perubahan nilai tujuan terhadap setiap kriteria dan sub kriteria pembangun kinerja

30 105 komprehensif klaster. Dari sini dapat dilihat kriteria-kriteria mana yang sangat sensitif terhadap perubahan prioritas tujuan dan sebaliknya. Misalnya masih pada kasus di atas, dilakukan perubahan nilai prioritas tujuan tertentu maka secara otomatis akan merubah nilai-nilai bobot kriteria dan sub kriteria, salah satu contoh dapat diperlihatkan pada Gambar 51 dan Gambar 52 secara berturut-turut. Gambar 51 Nilai awal prioritas tujuan dan kriteria pembentuk kinerja Gambar 51 menunjukkan kondisi awal sesuai dengan hasil pengolahan elisitasi pendapat pakar terhadap sejumlah kriteria dan sub kriteria yang didasarkan pada struktur hirarki kriteria pembentuk kinerja komprehensif klaster. Kemudian pada tahap berikutnya dicoba untuk dilakukan sensitifitas analisis dengan mengubah nilai prioritas tujuan peningkatan kesejahteraan pelaku dari 21.6 % menjadi 53.8%, maka dapat dilihat pada Gambar 52 bahwa semua nilai prioritas tujuan akan berubah dan sekaligus menggerakkan nilai bobot dari setiap kriteria dan sub kriteria kinerja dengan tingkat perubahan tertentu.

31 106 Gambar 52 Perubahan nilai prioritas terhadap nilai bobot dari sejumlah kriteria dan sub kriteria Alternatif indikator kinerja kunci (IKK) yang dijadikan sebagai tolok ukur keberhasilan dan kinerja sebuah sistem klaster agroindustri hasil laut yang telah diidentifikasi seperti pada tabel sebelumnya, selanjutnya diajukan kepada responden pakar untuk dilakukan penilaian berdasarkan tingkat kepentingan relatif dari setiap alternatif IKK terhadap setiap kriteria atau sub kriteria yang direpresentasikan. Hasil penilaian kepentingan tersebut selanjutnya diolah dengan bantuan perangkat lunak Electre II untuk mendapatkan bobot relatif terhadap kriteria atau sub kriteria tertentu. Adapun hasil eksplorasi IKK dan hasil pembobotannya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 12 Rekapitulasi nilai bobot Indikator Kinerja Kunci klaster agroindustri hasil laut No Kriteria / Sub kriteria 1 Penyerapan Tenaga Kerja 2 Kualitas SDM 3 Sarana Peningkatan Indikator Kinerja Kunci (IKK) Bobot 1 Jumlah tenaga kerja lokal (%) Jumlah tenaga kerja penduduk sekitar pabrik/usaha (kelurahan/desa) (%) Turn over tenaga kerja Jumlah SDM berpendidikan >= S1 (%) Jumlah SDM berpendidikan D3 (%) Jumlah SDM berpendidikan <=SMA (%) Jumlah perguruan tinggi dengan disiplin ilmu yang relevan di Jatim

32 Tabel 12 Lanjutan 107 No Kriteria / Sub kriteria kualitas SDM 4 Keterwakilan Industri Inti 5 Keterwakilan Industri Pendukung 6 Keterwakilan Institusi 7 Mekanisme koordinasi Indikator Kinerja Kunci (IKK) 2 Jumlah lembaga pendidikan lain khusus kelautan dan perikanan di Jatim Bobot Jumlah lembaga dan balai pelatihan hasil laut di Jatim Jumlah lembaga penelitian kelautan dan perikanan di Jatim 1 Prosentase jumlah usaha pada industri hasil laut yang 0.50 tergabung dalam klaster 2 Jumlah industri hasil laut yang bergabung dalam Klaster Jumlah usaha pemasok bahan baku utama yang menjadi anggota klaster 2 Jumlah usaha pendukung lain (kapal nelayan, peralatan dll) Jumlah nelayan yang terlibat pada klaster Jumlah institusi pemerintah yang berdedikasi terhadap klaster pendukung 2 Jumlah institusi penelitian yang berdedikasi terhadap klaster 1 Jumlah pertemuan kelompok Kerja Klaster Industri 0.50 (Forum Koordinasi) 2 Prosentase kehadiran anggota forum koordinasi klaster Jumlah pelaku yang bekerjasama dalam pengadaan bahan baku 8 Kolaborasi antar pelaku klaster 9 Kualitas sistem evaluasi 10 Keterlibatan masyarakat dl 2 Jumlah pelaku yang bekerjasama dalam proses produksi Jumlah pelaku yang bekerjasama dalam pemasaran Jumlah pelaku yang bekerjasama dalam peningkatan kompetensi SDM 1 Jumlah pertemuan untuk mengevaluasi klaster dalam satu tahun 2 Rata-rata pelaku yang hadir dalam pertemuan Jumlah indikator kenerja yang dijadikan alat ukur keberhasilan klaster Prosentase rencana kerja klaster yang terealisasi per tahun 1 Persentase penduduk sekitar (desa) yang terlibat aktif dalam program per tahun (%) industri 2 Jumlah saran yang masuk dari penduduk sekitar terhadap suatu penyelenggaraan program Ketersediaan program masyarakat 1 2 Jumlah program pemberdayaan masyarakat yang diselenggarakan per tahun Jumlah program pendidikan untuk masyarakat sekitar Tingkat keluhan 1 Jumlah keluhan berdasarkan tingkat keluhan masyarakat 2 Perubahan tingkat keluhan berdasarkan waktu 0.500

33 Tabel 12. Lanjutan 108 No Kriteria / Sub kriteria 13 Proses produksi ramah Indikator Kinerja Kunci (IKK) Bobot 1 Jumlah keluhan atas produk per tahun Jumlah keluhan masyarakat per tahun lingkungan 3 Jumlah pelaku yang memiliki dokumen amdal dan tersertifikasi (%) 14 Ketersediaan green area (wilayah hijau) 15 Pemenuhan persyaratan teknis KLH 16 Keuntungan klaster 17 Penjualan klaster 18 Pertumbuhan klaster 19 Kontribusi pada devisa negara 20 Pengadaan bahan baku 1 Jarak dengan pemukiman penduduk (m) Jumlah pohon per luas areal (unit/m2) Jumlah indeks KLH yang dipenuhi Jumlah penghargaan KLH yang diperoleh dalam satu tahun Ada tidaknya sarana pengolahan limbah Rata-rata keuntungan pelaku klaster (%) Deviasi keuntungan anggota klaster (%) Jumlah produk yang di ekspor (ton/th) Jumlah penjualan domestik Total penjualan Pangsa pasar Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) Indeks RCA (Revealed Comparative Advantage) Peningkatan investasi dalam klaster industri hasil laut Besarnya kontribusi pada devisa negara (%) Jumlah bahan baku yang diperoleh dalam satu kali 0.25 tangkapan (untuk ikan dan udang) 2 Jumlah bahan baku yang diperoleh dalam satu kali panen (rumput laut) 3 Biaya yang dikeluarkan dalam sekali melaut (untuk ikan & 0.25 udang) 4 Biaya yang dikeluarkan dalam sekali musim tanam (untuk rumput laut) 5 Harga jual produk/bahan baku Nilai rendemen bahan baku (%) Penanganan 1 Nilai rendemen setelah handling bahan baku 2 Harga jual ke pabrik Pengolahan 23 Pendisribusian hasil olahan 1 Output standar Nilai rendemen Jumlah produk yang tidak digunakan lebih lanjut (reject) Jumlah keluhan keterlambatan pengiriman produk jadi ke distributor (domestik)

34 Tabel 12 Lanjutan No Kriteria / Sub kriteria (produk jadi) Indikator Kinerja Kunci (IKK) 2 Jumlah keluhan keterlambatan pengiriman produk ke negara tujuan (ekspor) 109 Bobot Jumlah produk yang rusak dalam perjalanan distribusi Jumlah keluhan kerusakan oleh konsumen Model pengukuran kinerja komprehensif dibangun berdasarkan sejumlah indikator kinerja terukur hasil eksplorasi seperti pada tabel di atas, sehingga bisa diperoleh satu nilai kuantitafif yang dapat merepresentasikan kinerja sebuah klaster agroindustri hasil laut. Hasil penilaian di atas selanjutnya akan digunakan sebagai basis untuk menghitung nilai bobot absolut setiap indikator kinerja terhadap kinerja komprehensif sebuah klaster industri. Berdasarkan nilai bobot absolut tersebut di atas, maka dilakukan pemilihan terhadap sejumlah IKK yang memiliki nilai signifikan untuk dijadikan sebagai ukuran yang secara agregat menentukan kinerja komprehensif sebuah sistem klaster agroindustri hasil laut. Pemilihan IKK dilakukan sebagai bentuk penyederhanaan sehingga lebih memudahkan implementasi pengukuran kinerjanya. Hal ini dilakukan karena indikator-indikator kunci tersebut akan diukur secara periodik sebagai dasar penentuan keberhasilan klaster dan penentuan nilai kinerja komprehensif dari klaster, sehingga jika terlalu banyak secara aplikatif sulit untuk dilakukan. Terdapat beberapa alternatif pemilihan IKK yang dapat dilakukan, di antaranya adalah dengan cara : 1) menghitung bobot absolut dari setiap alternatif IKK terhadap kinerja klaster dan memilih sejumlah indikator dengan bobot terbesar, 2) menggunakan cara pertama namun dengan mempertimbangkan keterwakilan dari seluruh aspek kinerja klaster yang telah ditentukan yaitu aspek sosial, aspek lingkungan, aspek ekonomi dan aspek teknis (proses bisnis internal) 3) menghitung bobot absolut kemudian melihat keterwakilannya pada dua sudut secara serentak yaitu aspek kinerja klaster dan aktor klaster agroindustri hasil laut. Berdasarkan cara yang pertama maka dapat dihitung dengan menggunakan aturan multiplikatif dan peluang bersyarat nilai bobot absolut yang menggambarkan nilai indikator kinerja secara agregat terhadap kinerja

35 110 komprehensif klaster. Pada Tabel 13 dapat dilihat 25 (duapuluh lima) indikator kinerja dengan nilai tertinggi dan mencakup sebesar % dari total keseluruhan nilai kinerja (100%), artinya jika cara ini digunakan dalam menentukan IKK maka dapat mewakili % dari keseluruhan kinerja klaster agroindustri hasil laut. Ranking Tabel 13 Alternatif IKK berdasarkan bobot absolut Alternatif Indikator Kinerja Kunci Bobot relatif Bobot absolut 1 Persentase penduduk sekitar (desa) yang terlibat aktif dalam program per tahun (%) Jumlah tenaga kerja penduduk sekitar pabrik/usaha (kelurahan/desa) (%) Rata-rata keuntungan pelaku klaster (%) Jumlah saran yang masuk dari penduduk sekitar terhadap suatu penyelenggaraan program Output standar Jumlah komplain keterlambatan pengiriman produk ke negara tujuan (ekspor) Jumlah produk yang rusak dalam perjalanan distribusi Nilai rendemen setelah penanganan Harga jual ke pabrik Jumlah bahan baku yang diperoleh dalam satu kali tangkapan (untuk ikan dan udang) Biaya yang dikeluarkan dalam sekali melaut (untuk ikan & udang) Harga jual produk/bahan baku Nilai rendemen bahan baku (%) Jumlah program pemberdayaan masyarakat yang diselenggarakan per tahun Jumlah program pendidikan untuk masyarakat sekitar Indeks RCA (Revealed Comparative Advantage ) Jumlah komplain kerusakan oleh end user Jumlah tenaga kerja lokal (%) Deviasi keuntungan anggota klaster (%) Jumlah keluhan atas produk per thn Jumlah keluhan masyarakat per thn Jumlah pelaku yang memiliki dokumen amdal dan tersertifikasi (%) Nilai rendemen Jumlah produk yang tidak bisa dipakai lagi (reject) Peningkatan investasi dalam klaster industri hasil laut Bobot yang terwakili Keduapuluh lima IKK terpilih meskipun memiliki nilai bobot tertinggi, namun setelah dievaluasi lebih dalam ternyata kurang mampu menjelaskan secara merata kontribusi masing-masing aspek maupun pelaku dari sebuah klaster agroindustri hasil laut, bahkan aspek lingkungan hanya terwakili oleh satu jenis IKK saja, sementara aspek proses bisnis internal diwakili oleh mayoritas yaitu

36 111 sebanyak 13 jenis IKK (50%). Jika hal ini diteruskan maka pengelolaan kinerja melalui aspek lainnya menjadi sulit untuk dilakukan, oleh karena itu perlu dilakukan pertimbangan khusus untuk memilih alternatif yang lain. Alternatif pemilihan yang kedua adalah dengan melihat keterwakilan dari seluruh aspek yang dipertimbangkan dalam kinerja komprehensif klaster industri hasil laut. Masing-masing aspek ditentukan diwakili oleh lima jenis indikator kinerja kunci dengan nilai bobot tertinggi seperti dapat ditampilkan pada tabel berikut : Aspek Sosial Lingkungan Ekonomi Proses Bisnis Internal Tabel 14. IKK terpilih berdasarkan keterwakilan terhadap aspek klaster Alternatif Indikator Kinerja Kunci Bobot absolut Persentase penduduk sekitar (desa) yang terlibat aktif dalam program per tahun (%) Jumlah tenaga kerja penduduk sekitar pabrik/usaha (kelurahan/desa) (%) Jumlah saran yang masuk dari penduduk sekitar terhadap suatu penyelenggaraan program Jumlah program pemberdayaan masyarakat yang diselenggarakan per tahun Jumlah program pendidikan untuk masyarakat sekitar Jumlah keluhan atas produk per thn Jumlah keluhan masyarakat per thn Jumlah pelaku yang memiliki dokumen amdal dan tersertifikasi (%) Jarak dengan pemukiman penduduk (m) Jumlah pohon per luas areal (unit/m2) Rata-rata keuntungan pelaku klaster (%) Indeks RCA (Revealed Comparative Advantage ) Deviasi keuntungan anggota klaster (%) Peningkatan investasi dalam klaster industri hasil laut Besarnya kontribusi pada devisa negara (%) Output standar Jumlah keluhan keterlambatan pengiriman produk ke negara tujuan (ekspor) Jumlah produk yang rusak dalam perjalanan distribusi Nilai rendemen setelah penanganan Harga jual ke pabrik Total Nilai Bobot Dari hasil pemilihan indikator dengan cara di atas diperoleh 25 indikator kinerja yang terdistribusi masing-masing 5 untuk setiap aspek klaster dengan nilai bobot yang dicapai dari total. Hal ini berarti indikator-indikator yang terpilih hanya mampu merepresentasikan % dari total kinerja (komprehensif) klaster industri. Cara perumusan di atas belum menjamin bahwa setiap pelaku klaster

37 112 dapat terwakili karena hanya didasarkan pada nilai bobot tertinggi pada masingmasing aspek yang diteliti, oleh karena itu perlu dibuat sebuah matriks yang dapat memperlihatkan indikator kinerja kunci berdasarkan dari dua sudut pandang sekaligus yaitu aspek klaster dan pelaku klaster. Dengan cara ini diharapkan IKK terpilih akan mampu merepresentasikan kinerja komprehensif dari sebuah klaster agroindustri hasil laut. Tabel 15. Aktor Aspek Matriks IKK terpilih berdasarkan keterwakilan terhadap aspek klaster dan pelaku klaster agroindustri hasil laut Sistem Industri Pemasok Nelayan Indikator Kinerja Indikator Kinerja Indikator Kinerja Indikator Kinerja Sosial Persentase penduduk sekitar (desa) yang terlibat aktif dalam program per tahun (%) Persentase penduduk sekitar (desa) yang terlibat aktif dalam program per tahun (%) Persentase penduduk sekitar (desa) yang terlibat aktif dalam program per tahun (%) Jumlah tenaga kerja Jumlah tenaga kerja penduduk sekitar penduduk sekitar pabrik/usaha (kelurahan/desa) pabrik/usaha (%) (kelurahan/desa) (%) Jumlah saran yang masuk dari penduduk sekitar terhadap suatu penyelenggaraan program Jumlah saran yang masuk dari penduduk sekitar terhadap suatu penyelenggaraan program Jumlah tenaga kerja lokal (%) Jumlah tenaga kerja lokal (%) Jumlah tenaga kerja lokal (%) Jumlah perguruan tinggi dengan disiplin ilmu yang relevan di Jatim Persentase penduduk sekitar (desa) yang terlibat aktif dalam program per tahun (%) Jumlah tenaga kerja penduduk sekitar pabrik/usaha (kelurahan/desa) (%) Jumlah saran yang masuk dari penduduk sekitar terhadap suatu penyelenggaraan program Jumlah tenaga kerja lokal (%) Lingkungan Ekonomi Proses bisnis Internal Jumlah industri hasil laut yang bergabung dalam Klaster Jumlah pelaku yang memiliki dokumen amdal dan tersertifikasi (%) Rata-rata keuntungan pelaku klaster (%) Indeks RCA (Revealed Comparative Advantage) Deviasi keuntungan anggota klaster (%) Peningkatan investasi dalam klaster industri hasil laut Besarnya kontribusi pada devisa negara (%) Pangsa Pasar Total Penjualan per tahun Jumlah keluhan atas produk per thn Kepemilikan dokumen amdal dan tersertifikasi Jumlah keluhan masyarakat per thn Rata-rata keuntungan pelaku klaster (%) Deviasi keuntungan anggota klaster (%) Total Penjualan per tahun Output standar Jumlah komplain keterlambatan pengiriman produk ke negara tujuan (ekspor) Jumlah produk yang rusak dalam perjalanan distribusi Jumlah keluhan atas produk per thn Kepemilikan dokumen amdal dan tersertifikasi Jumlah keluhan masyarakat per thn Rata-rata keuntungan pelaku klaster (%) Deviasi keuntungan anggota klaster (%) Nilai rendemen setelah handling Harga jual ke pabrik Jumlah keluhan atas produk per thn Kepemilikan dokumen amdal dan tersertifikasi Jumlah keluhan masyarakat per thn Rata-rata keuntungan pelaku klaster (%) Deviasi keuntungan anggota klaster (%) Jumlah bahan baku yang diperoleh dalam satu kali tangkapan (untuk ikan dan udang) Biaya yang dikeluarkan dalam sekali melaut (untuk ikan & udang) Harga jual produk/bahan baku Nilai rendemen bahan baku (%)

38 113 Penentuan IKK terpilih dengan metode di atas di mana tidak hanya didasarkan pada bobot absolut, namun juga mempertimbangkan keterwakilan dan prioritas didasarkan pada aspek dan pelaku klaster menghasilkan IKK terpilih sebanyak 26 IKK dari 66 alternatif IKK. Ke duapuluh enam IKK tersebut terdistribusi pada aspek sosial (20%), aspek lingkungan (12%), aspek ekonomi (28%) dan aspek proses bisnis internal (32%). Sementara itu IKK merepresentasikan kinerja pelaku yang terdistribusi merata pada setiap pelaku yang dikaji di antaranya ; sistem (pemerintah) sebanyak 12 IKK, industri hasil laut (13 IKK), pemasok bahan baku (11 IKK) dan nelayan (13 IKK). Nilai bobot keseluruhan IKK yang terpilih telah mencakup sebanyak 62% dari keseluruhan IKK dinilai yang berarti dapat mewakili 62 % dari kinerja klaster secara keseluruhan. Pemodelan Scoring Board Pengukuran Kinerja Klaster Hasil pengukuran kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut yang nantinya dilakukan akan ditampilkan dalam bentuk scoring board. Selain untuk menampilkan capaian dari setiap indikator kinerja kunci klaster yang telah ditetapkan seperti diuraikan pada bagian sebelumnya juga akan dijadikan acuan dalam mengevaluasi kinerja klaster sehingga bisa diberikan rekomendasi perbaikan. Scoring board akan terdiri dari beberapa komponen yaitu IKK terpilih berikut bobot masing-masing, nilai capaian IKK pada saat ini, nilai target IKK yaitu satu nilai yang harus dicapai sehingga kinerja dikatakan baik serta perhitungan skor nilai akhir dan status masing-masing IKK. Komponen indikator kinerja kunci (IKK) adalah semua IKK terpilih berdasarkan masing-masing aspek klaster yang diteliti. Secara komprehensif aspek klaster mempunyai bobot dari hasil penilaian pakar, nilai ini selanjutnya akan disertakan dalam scoring board untuk menghitung skor absolut dari masingmasing IKK maupun aspek kinerja. Pencapaian nilai IKK terpilih merupakan indikasi kinerja komprehensif dari klaster agroindustri hasil laut yang sebelumnya harus diukur dengan menggunakan alat ukur baik berupa kuesioner maupun berupa lembar check list yang telah disiapkan. Penetapan nilai target dari setiap indikator kinerja kunci mutlak diperlukan untuk menentukan status capaian dari masing-masing indikator. Oleh karena itu perlu dilakukan strategi penentuan nilai target yang dalam penelitian ini telah dilakukan berdasarkan beberapa referensi dan pendapat pakar. Nilai target

39 114 didasarkan pada rekaman atau referensi sebuah indikator tertentu dikatakan dapat dicapai dengan baik, untuk beberapa indikator yang nilai targetnya dapat dirujuk dari hasil penelitian dan referensi lain maka cukup diambil data sekunder, namun untuk beberapa yang belum pernah ada maka harus dilakukan penggalian data primer melalui elisitasi pendapat pakar. Selanjutnya nilai skor dari setiap indikator dan agregatnya dalam aspek tertentu dapat dihitung berdasarkan bobot, nilai capaian IKK dan nilai target masing-masing IKK. Matriks scoring board pengukuran kinerja klaster agroindustri hasil laut dapat ditampilkan pada Tabel 16. Tabel 16 Model scoring board pengukuran kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut Indikator Kinerja Kunci Klaster Agroindustri Hasil Laut Bobot relatif Bobot Normal Target Aspek Sosial Prosentase penduduk sekitar (desa) yang terlibat aktif dalam program industri Higher is better Jumlah tenaga kerja penduduk sekitar pabrik/usaha (kelurahan/desa) (%) Higher is better Jumlah tenaga kerja lokal (%) Higher is better Jumlah perguruan tinggi dengan disiplin ilmu yang relevan di Jatim Higher is better Jumlah industri hasil laut yang bergabung dalam Klaster Higher is better Aspek Lingkungan Jumlah keluhan atas produk per tahun Jumlah keluhan dari masyarakat per tahun Lower is better Jumlah pelaku yang memiliki dokumen amdal dan tersertifikasi (%) Higher is better Aspek Ekonomi Rata-rata keuntungan pelaku klaster (%) Higher is better Indeks RCA (Revealed Comparative Advantage) Higher is better Deviasi keuntungan anggota klaster (%) Lower is better Pangsa Pasar Higher is better Total Penjualan per tahun Higher is better Aspek Proses Bisnis Internal Output standar Higher is better Jumlah penolakan pengiriman oleh pembeli (eksportir) Lower is better Jumlah produk yang rusak dalam perjalanan distribusi Lower is better Nilai rendemen setelah penanganan Higher is better Harga jual ke pabrik Higher is better Jumlah bahan baku yang diperoleh dalam satu kali tangkapan (untuk ikan dan udang) Higher is better Biaya yang dikeluarkan dalam sekali melaut (untuk ikan & udang) Lower is better Harga jual produk/bahan baku Higher is better Nilai rendemen bahan baku (%) Higher is better Unit Capaian Sistem Scoring Skor Relatif Absolut Status Pada scoring board di atas ditampilkan sebanyak 22 IK yang berarti mereduksi 3 IK dari cara ketiga dalam pemilihan IK dengan pertimbangan efisiensi implementasi.

40 115 Penentuan status kinerja klaster agroindustri hasil laut berdasarkan masingmasing IKK terpilih dilakukan dengan mengolah hasil capaian dan target menjadi satu nilai skor tertentu. Nilai skor ini kemudian dievaluasi berdasarkan beberapa argumentasi logika sehingga dapat dinyatakan status kinerja capaiannya. Nilai status menggunakan tiga ketentuan penilaian yaitu higher is better, lower is better atau must be zero. Model scoring board tersebut untuk selanjutnya akan digunakan sebagai sistem pengukuran kinerja klaster sebagai bahan informasi capaian saat ini baik nilai skor maupun status. Disamping itu juga menjadi bahan evaluasi untuk upaya peningkatan kinerja klaster agroindustri hasil laut yang diukur pada periode berikutnya. Perancangan Sistem Penunjang Keputusan Model pengukuran kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut yang telah dibangun dan direpresentasikan dalam model scoring board selanjutnya akan diimplementasikan pada dua buah sistem klaster agroindustri hasil laut yang mempunyai potensi cukup bagus di wilayah Jawa Timur. Untuk alasan efektivitas dan efisiensi maka dirancang sebuah Sistem Penunjang Keputusan model Pengukuran Kinerja Komprehensif Klaster Agroindustri Hasil Laut terkomputerisasi. Komputerisasi akan membantu sistem bisa diakses lebih cepat dan mudah dengan hasil informasi yang lebih akurat dan terbarukan. Sistem Penunjang Keputusan (SPK) dibangun dengan bahasa pemrograman berbasis web PHP dengan database MySQL. Pemilihan bahasa web PHP berdasarkan pertimbangan bahwa perangkat lunak ini akan digunakan oleh multi user dan dengan lokasi yang tidak harus berdekatan secara geografis, oleh karena itu diperlukan bahasa fleksibel yang memungkinkan pengguna mengakses secara on line melalui internet yang bisa di install pada lokasi geografis yang berbeda secara on line. Di samping itu bahasa web PHP juga memberikan ruang untuk melakukan kreativitas tampilan multimedia dan animasi serta fiture tertentu sehingga menarik untuk dikunjungi dan mudah untuk diakses. SPK yang dirancang terbangun dari tiga komponen utama yaitu Data Base Management System (DBMS), Knowledge Base Management System (KBMS), Model Base Management System (MBMS) serta Dialog Management System (DMS). Model SPK dibangun mengacu pada konfigurasi SPK yang telah ditampilkan pada bagian sebelumnya. Sementara itu untuk operasionalisasi, maka SPK dilengkapi dengan manajemen dialog sehingga memudahkan pengguna

41 116 dalam mengakses sistem. Model dialog di sini berupaya untuk menghubungkan model pengolahan yang dipakai dengan data yang diperlukan yang terdapat dalam database dan informasi yang berasal dari knowledge based model untuk dihasilkan sejumlah informasi untuk mendukung pengambilan keputusan dalam pengelolaan kinerja klaster agroindustri hasil laut. Sesuai dengan fungsinya rancangan SPK berbasis komputer ini diberi nama C-PROMEAS (Comprehensive Performance Measurement System). Tampilan pada menu utama memberikan lima pilihan yaitu database, model, knowledge based, scoring board dan simulasi (what if analysis). Gambar 53. Tampilan menu utama SPK pengukuran kinerja klaster Model SPK C-PROMEAS dibangun untuk tujuan membantu pangambil keputusan dalam setiap elemen yang ada dalam klaster industri hasil laut dengan otoritas yang berbeda-beda. Pemeliharaan model SPK ini ada pada otoritas kantor klaster yang telah ditentukan sebelumnya dalam pertemuan antar seluruh stakeholder. Dalam klaster adanya manajer kantor sebagai pengelola klaster ini akan menjaga keberlanjutan SPK dan secara sistem klaster menjadi pengelola klaster misalnya mengatur waktu pertemuan dan tema antara kelompok kerja (working group) maupun antara seluruh anggota klaster. Seperti telah diuraikan di depan, kelembagaan klaster merupakan kriteria yang penting dalam pencapaian

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Penelitian perancangan model pengukuran kinerja pada sistem klaster agroindustri hasil laut di Indonesia ini dilakukan berdasarkan sebuah kerangka berpikir logis. Gambaran kerangka

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Penelitian perancangan model pengukuran kinerja sebuah sistem klaster agroindustri hasil laut dilakukan dengan berbagai dasar dan harapan dapat dijadikan sebagai perangkat bantuan untuk pengelolaan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Efisiensi Pengolahan Data melalui Integrasi Metode Electre II dengan Proses Hirarki Analitik (PHA)

PEMBAHASAN. Efisiensi Pengolahan Data melalui Integrasi Metode Electre II dengan Proses Hirarki Analitik (PHA) PEMBAHASAN Pada bagian ini akan dilakukan pembahasan terhadap beberapa hal penting yang dijumpai selama proses penelitian hingga direkomendasikannya sebuah model pengukuran kinerja komprehensif dalam bentuk

Lebih terperinci

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI 8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI Pengembangan agroindustri terintegrasi, seperti dikemukakan oleh Djamhari (2004) yakni ada keterkaitan usaha antara sektor hulu dan hilir secara sinergis dan produktif

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 66 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian perancangan model pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri dilakukan berdasarkan sebuah kerangka berpikir logis. Gambaran kerangka

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI MODEL PENGUKURAN KINERJA KOMPREHENSIF

IMPLEMENTASI MODEL PENGUKURAN KINERJA KOMPREHENSIF IMPLEMENTASI MODEL PENGUKURAN KINERJA KOMPREHENSIF Keakuratan sebuah model ditentukan oleh proses pembangunan model tersebut. Sebelum sebuah model diimplementasikan, maka perlu dilakukan dua tahapan yaitu

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN 76 VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN Sistem pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara terdiri atas sistem lokasi unggulan, industri inti unggulan, produk unggulan,

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rekayasa sistem kelembagaan penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 5 BAB METODOLOGI PENELITIAN.1 Kerangka Pemikiran Rancang bangun model peningkatan kinerja agroindustri kelapa sawit P dipandang sebagai suatu sistem karena adanya interaksi antara elemen dan dirancang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran Konseptual

METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran Konseptual METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Bertolak dari kondisi, potensi, dan prospek usaha mikro dan kecil makanan ringan, maka penelitian ini diarahkan untuk menghasilkan model untuk mengevaluasi

Lebih terperinci

PERANCANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA KOMPREHENSIF PADA SISTEM KLASTER AGROINDUSTRI HASIL LAUT SRI GUNANI PARTIWI

PERANCANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA KOMPREHENSIF PADA SISTEM KLASTER AGROINDUSTRI HASIL LAUT SRI GUNANI PARTIWI PERANCANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA KOMPREHENSIF PADA SISTEM KLASTER AGROINDUSTRI HASIL LAUT SRI GUNANI PARTIWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL

PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL VI. PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Pengembangan Agroindustri Manggis dirancang dan dikembangkan dalam suatu paket perangkat lunak ng diberi nama mangosteen

Lebih terperinci

BAB 5 RANCANG BANGUN MODEL

BAB 5 RANCANG BANGUN MODEL 71 BAB 5 RANCANG BANGUN MODEL 5.1 Konfigurasi Model Rancang bangun model peningkatan kinerja agroindustri kelapa sawit PBUMN dibangun dalam bentuk perangkat lunak dengan nama Pin-KK dengan tiga komponen

Lebih terperinci

PERANCANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA KOMPREHENSIF PADA SISTEM KLASTER AGROINDUSTRI HASIL LAUT SRI GUNANI PARTIWI

PERANCANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA KOMPREHENSIF PADA SISTEM KLASTER AGROINDUSTRI HASIL LAUT SRI GUNANI PARTIWI PERANCANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA KOMPREHENSIF PADA SISTEM KLASTER AGROINDUSTRI HASIL LAUT SRI GUNANI PARTIWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

Lebih terperinci

2 METODE PENELITIAN. Kerangka Pemikiran

2 METODE PENELITIAN. Kerangka Pemikiran di Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Kota Surakarta meliputi: 1. Strategi Pemasaran (Relation Marketing) dilaksanakan dengan fokus terhadap pelayanan masyarakat pengguna, sosialisasi kepada masyarakat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ilmiah memerlukan suatu kerangka penelitian sebelum pelaksanaannya. Kerangka penelitian tersebut harus disusun secara sistematis dan terarah, berdasarkan permasalahan

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA PERUSAHAAN MENGGUNAKAN METODE BALANCED SCORECARD (BSC) DENGAN PEMBOBOTAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DI PT.

PENGUKURAN KINERJA PERUSAHAAN MENGGUNAKAN METODE BALANCED SCORECARD (BSC) DENGAN PEMBOBOTAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DI PT. PENGUKURAN KINERJA PERUSAHAAN MENGGUNAKAN METODE BALANCED SCORECARD (BSC) DENGAN PEMBOBOTAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DI PT. ABC, TBK Andreas Tri Panudju, Andi Hasryningsih Asfar, Fitri Fauziah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Penelitian ini dilakukan berdasarkan pendekatan ilmiah dengan kerangka berfikir logis. Pemodelan sistem kelembagaan pasokan bahan baku agroindustri

Lebih terperinci

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE 257 11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE 11.1 Pendahuluan Perikanan tangkap merupakan salah satu aktivitas ekonomi yang sangat kompleks, sehingga tantangan untuk memelihara

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN

BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN 4.1. Objek Pengambilan Keputusan Dalam bidang manajemen operasi, fleksibilitas manufaktur telah ditetapkan sebagai sebuah prioritas daya saing utama dalam sistem

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 67 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Kakao merupakan komoditas ekspor unggulan non-migas yang bernilai ekonomi tinggi dan tercatat sebagai penyumbang devisa bagi perekonomian nasional. Ekspor produk

Lebih terperinci

ICT STRATEGIC INITIATIVES BERBASIS PENGUKURAN KINERJA TI MENGGUNAKAN METODE IT SCORECARD

ICT STRATEGIC INITIATIVES BERBASIS PENGUKURAN KINERJA TI MENGGUNAKAN METODE IT SCORECARD TESIS ICT STRATEGIC INITIATIVES BERBASIS PENGUKURAN KINERJA TI MENGGUNAKAN METODE IT SCORECARD Prof. Ir.Gamantyo Hendrantoro,M.Eng.,Ph.D Naning Wessiani, ST.,MM IKE HARUM DIANTI [2210 206 717] Program

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah merupakan tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan wilayah tersebut dengan meningkatkan pemanfaatan

Lebih terperinci

8. PRIORITAS PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEMERSAL YANG BERKELANJUTAN DENGAN ANALISIS HIRARKI PROSES

8. PRIORITAS PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEMERSAL YANG BERKELANJUTAN DENGAN ANALISIS HIRARKI PROSES 8. PRIORITAS PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEMERSAL YANG BERKELANJUTAN DENGAN ANALISIS HIRARKI PROSES 8.1 Pendahuluan Untuk dapat memahami persoalan dalam pemanfaatan dan pengelolaan

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN Peningkatan luas lahan perkebunan kelapa sawit telah mampu meningkatkan kuantitas produksi minyak sawit mentah dan minyak inti sawit dan menempatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sangat terkait erat dengan pembangunan sosial masyarakatnya. Pada awalnya pembangunan ekonomi lebih diprioritaskan pada pertumbuhannya saja, sedangkan

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA PERUSAHAAN MENGGUNAKAN METODE BALANCED SCORECARD (BSC) DENGAN PEMBOBOTAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DI PT.

PENGUKURAN KINERJA PERUSAHAAN MENGGUNAKAN METODE BALANCED SCORECARD (BSC) DENGAN PEMBOBOTAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DI PT. JISI : JURNAL INTEGRASI SISTEM INDUSTRI VOLUME 3 NO. 2 AGUSTUS 2016 PENGUKURAN KINERJA PERUSAHAAN MENGGUNAKAN METODE BALANCED SCORECARD (BSC) DENGAN PEMBOBOTAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DI PT.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Selain sebagai sumber utama minyak nabati, kelapa sawit

Lebih terperinci

ANALISIS KENDALA INVESTASI BAGI PENANAM MODAL UNTUK INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN ORIENTASI EKSPOR FEBRINA AULIA PRASASTI

ANALISIS KENDALA INVESTASI BAGI PENANAM MODAL UNTUK INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN ORIENTASI EKSPOR FEBRINA AULIA PRASASTI ANALISIS KENDALA INVESTASI BAGI PENANAM MODAL UNTUK INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN ORIENTASI EKSPOR FEBRINA AULIA PRASASTI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 61 HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem manajemen ahli model SPK agroindustri biodiesel berbasis kelapa sawit terdiri dari tiga komponen utama yaitu sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis pengetahuan

Lebih terperinci

A. KERANGKA PEMIKIRAN

A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Agroindustri sutera alam terutama untuk produk turunannnya berupa kokon, benang sutera, dan kain merupakan suatu usaha yang menjanjikan. Walaupun iklim dan kondisi

Lebih terperinci

IV.C.6. Urusan Pilihan Perindustrian

IV.C.6. Urusan Pilihan Perindustrian 6. URUSAN PERINDUSTRIAN Urusan perindustrian mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi yaitu sebagai pemicu kegiatan ekonomi lain yang berdampak ekspansif atau meluas ke berbagai sektor

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran

METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sistem pasokan bahan baku dalam suatu agroindustri merupakan salah satu faktor yang penting untuk menjaga kelangsungan proses produksi. Sistem pasokan ini merupakan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN

IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN PG-122 IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN Fauziyah 1,, Khairul Saleh 2, Hadi 3, Freddy Supriyadi 4 1 PS Ilmu Kelautan Universitas Sriwijaya

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran 3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Perencanaan produksi sebagai suatu keputusan awal yang mempengaruhi aktifitas pada kegiatan lainnya memiliki peran penting untuk mengantisipasi terjadinya inefisiensi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN xvi xviii xix I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah.. 9 1.3. Tujuan Penelitian... 10 1.4 Manfaat Penelitian. 10 1.5. Ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis telah memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan. Dampak

BAB I PENDAHULUAN. bisnis telah memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan. Dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan industri yang melibatkan berbagai aktivitas dan operasi bisnis telah memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan. Dampak lingkungan yang ditimbulkan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok, 98 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

SISTEM PENGUKURAN KINERJA DENGAN METODE INTEGRATED PERFORMANCE MEASUREMENT SYSTEMS

SISTEM PENGUKURAN KINERJA DENGAN METODE INTEGRATED PERFORMANCE MEASUREMENT SYSTEMS EMBRYO VOL. 8 NO. 2 DESEMBER 2011 ISSN 0216-0188 SISTEM PENGUKURAN KINERJA DENGAN METODE INTEGRATED PERFORMANCE MEASUREMENT SYSTEMS (Studi Kasus : Usahatani dan Industri Kecil Penyulingan dalam Klaster

Lebih terperinci

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5.1 Kinerja Rantai Pasok Kinerja rantai pasok merupakan ukuran kinerja secara keseluruhan rantai pasok tersebut (Chopra

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PEMILIHAN PERANGKAT LUNAK PENGOLAH CITRA DENGAN MENGGUNAKAN EXPERT CHOICE

EFEKTIFITAS PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PEMILIHAN PERANGKAT LUNAK PENGOLAH CITRA DENGAN MENGGUNAKAN EXPERT CHOICE 34 EFEKTIFITAS PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PEMILIHAN PERANGKAT LUNAK PENGOLAH CITRA DENGAN MENGGUNAKAN EXPERT CHOICE Faisal piliang 1,Sri marini 2 Faisal_piliang@yahoo.co.id,

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR KEBERHASILAN AGROINDUSTRI KAKAO BERKELANJUTAN DI SUMATERA BARAT MENGGUNAKAN PENDEKATAN FUZZY AHP

ANALISIS FAKTOR KEBERHASILAN AGROINDUSTRI KAKAO BERKELANJUTAN DI SUMATERA BARAT MENGGUNAKAN PENDEKATAN FUZZY AHP ANALISIS FAKTOR KEBERHASILAN AGROINDUSTRI KAKAO BERKELANJUTAN DI SUMATERA BARAT MENGGUNAKAN PENDEKATAN FUZZY AHP Universitas Dharma Andalas Email: dewi.a@unidha.ac.id ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

REKAYASA SISTEM PENUNJANG MANAJEMEN PRODUKSI BERSIH AGROINDUSTRI KARET REMAH. Konfigurasi Model

REKAYASA SISTEM PENUNJANG MANAJEMEN PRODUKSI BERSIH AGROINDUSTRI KARET REMAH. Konfigurasi Model 97 REKAYASA SISTEM PENUNJANG MANAJEMEN PRODUKSI BERSIH AGROINDUSTRI KARET REMAH Konfigurasi Model Model untuk sistem penunjang manajemen produksi bersih agroindustri karet remah dirancang dalam satu paket

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, dengan batasan waktu data dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Pertimbangan pemilihan lokasi kajian antar

Lebih terperinci

STANDAR EVALUASI DAN PELAPORAN

STANDAR EVALUASI DAN PELAPORAN STANDAR EVALUASI DAN PELAPORAN A. Latar Belakang B. Norma dan Dasar Hukum C. Definisi Global dan Detail Standar D. Maksud dan Tujuan E. Kebutuhan Sumber Daya Manusia F. Kebutuhan Sarana dan Prasarana G.

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL KELEMBAGAAN KLASTER INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL LAUT ABSTRAK

PENGEMBANGAN MODEL KELEMBAGAAN KLASTER INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL LAUT ABSTRAK PENGEMBANGAN MODEL KELEMBAGAAN KLASTER INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL LAUT Nurul Hudaningsi 1), Nurhadi Siswanto 2) dan Sri Gunani Partiwi 3) 1) Program Studi Teknik Industri, Pascasarjana Teknik Industri,

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 20 3. METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian Pengembangan agroindustri udang merupakan hal yang sangat penting dalam siklus rantai komoditas udang. Pentingnya keberadaan agroindustri udang

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

BAB VIII STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN

BAB VIII STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN 111 BAB VIII STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN Sekalipun pelaksanaan P2FM-BLPS di Kabupaten Bogor mengalami berbagai kendala, namun program tersebut sangat mendukung kebijakan pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam melakukan suatu penelitian, metodologi penelitian merupakan suatu proses berpikir yang sistematis atau tahap-tahap penelitian yang diawali dengan mengidentifikasi masalah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang plastic packaging berbahan baku

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang plastic packaging berbahan baku 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama ini, diasumsikan bahwa perbaikan dan perubahan organisasi tergantung pada analisis internal dan eksternal, gambaran proses bisnis, persiapan program

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus di Frida Agro yang terletak di Lembang, Kabupaten Bandung. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan

Lebih terperinci

PENGARUH METODE EVALUASI PENAWARAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP HASIL PEKERJAAN DENGAN PENDEKATAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

PENGARUH METODE EVALUASI PENAWARAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP HASIL PEKERJAAN DENGAN PENDEKATAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS PENGARUH METODE EVALUASI PENAWARAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP HASIL PEKERJAAN DENGAN PENDEKATAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS ( Studi Kasus di Pemerintah Kabupaten Temanggung ) RINGKASAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran PT NIC merupakan perusahaan yang memproduksi roti tawar spesial (RTS). Permintaan RTS menunjukkan bahwa dari tahun 2009 ke tahun 2010 meningkat sebanyak

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data-data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan gabungan antara data primer dan data sekunder. Data primer mencakup hasil penggalian pendapat atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan. Pada lingkungan yang sangat kompetitif, tidak mungkin bagi suatu

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan. Pada lingkungan yang sangat kompetitif, tidak mungkin bagi suatu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan bahan baku berkualitas memegang peranan sangat penting dari seluruh rangkaian kegiatan produksi suatu perusahaan industri terutama untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Bappeda Kabupaten Lahat dalam mewujudkan pencapaian tata pemerintahan yang baik (good gavernance) dan memenuhi tuntutan serta harapan masyarakat atas

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Dayasaing Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. memiliki daya saing yang relatif baik sehingga dinilai belum mampu

BAB l PENDAHULUAN. memiliki daya saing yang relatif baik sehingga dinilai belum mampu BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan agroindustri di lndonesia pada umumnya belum memiliki daya saing yang relatif baik sehingga dinilai belum mampu memanfaatkan berbagai peluang yang muncul

Lebih terperinci

BAB 2 PEMASOK SUSTAINABEL

BAB 2 PEMASOK SUSTAINABEL BAB 2 PEMASOK SUSTAINABEL Pemilihan pemasok merupakan proses penting dan diperhatikan karena hasilnya mempengaruhi kualitas produk, performa perusahaan dan rantai pasok. Karena pasar yang kompetitif pada

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pemetaan strategi salah satu unit bisnis utama di bank DKI yaitu unit GKK (Grup Komersial dan Korporasi).Pentingnya penyusunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar1.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar1.1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem manajemen kinerja merupakan suatu pendekatan sistemik untuk memperbaiki kinerja melalui proses berkelanjutan dan berjangka panjang yang meliputi kegiatan penetapan

Lebih terperinci

Tidak terjadi perubahan kebijakan pada saat penelitian dilakukan RUANG LINGKUP PENELITIAN

Tidak terjadi perubahan kebijakan pada saat penelitian dilakukan RUANG LINGKUP PENELITIAN Tidak terjadi perubahan kebijakan pada saat penelitian dilakukan RUANG LINGKUP PENELITIAN Software Vensim Simulasi Daya Saing Rantai Nilai Sistem Dinamik Pemodelan Sistem Klaster Industri Makro ergonomi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian ini dilakukan dengan tujuan merancang suatu sistem pengukuran kinerja dengan menggunakan metode balanced scorecard yang sesuai dengan visi dan misi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 49 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Dalam penelitian ini dipelajari upaya-upaya agar agroindustri halal di Indonesia mampu bersaing secara global dan mampu memenuhi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran 62 BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Agroindustri sutera alam merupakan industri pengolahan yang mentransformasikan bahan baku kokon (hasil pemeliharaan ulat sutera) menjadi benang, kain sutera,

Lebih terperinci

RANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH

RANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH RANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH TUGAS AKHIR DISUSUN OLEH: HENDRA YUDHO PRAKOSO L2D 004 318 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014 INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014 INTEGRASI MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI, DAN BLUE ECONOMY

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

6. URUSAN PERINDUSTRIAN

6. URUSAN PERINDUSTRIAN 6. URUSAN PERINDUSTRIAN Pembangunan perindustrian mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan dan merupakan salah satu pilar pertumbuhan ekonomi. Sektor industri memegang peranan penting dalam peningkatan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Flow Chart Metodologi Penelitian Sumber: Data Hasil Pribadi Gambar 3.1 Flowchart MetodePenelitian 40 41 1 Penerjemahan Visi dan Misi ke dalam empat perspektif Analisis SWOT

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Persaingan perusahaan-perusahaan sangat ketat dalam era globalisasi ini yang menghendaki perdagangan bebas. Persaingan yang sengit dalam pasar global sekarang ini,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran

III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran Perbaikan kualitas udang melalui rantai pengendalian mutu perlu melibatkan unit pengadaan bahan baku, unit penyediaan bahan baku, unit pengolahan, dan laboratorium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta pembangunan seluruh aspek kehidupan masyarakat. Hakikat pembangunan ini mengandung makna bahwa pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan nasional Negara Indonesia adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, diantaranya melalui pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Manajemen risiko rantai pasok melalui pendekatan distribusi risiko (Risk Sharing) merupakan proses yang kompleks. Kompleksitas lingkungan tempat keputusan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang penting dalam perekonomian Indonesia, baik karena banyaknya penduduk yang bekerja di sektor pertanian, maupun karena kontribusinya yang

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN TEKNOLOGI TERHADAP PERKEMBANGAN KLASTER PADI ORGANIK KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: A. ARU HADI EKA SAYOGA L2D

PENGARUH PERUBAHAN TEKNOLOGI TERHADAP PERKEMBANGAN KLASTER PADI ORGANIK KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: A. ARU HADI EKA SAYOGA L2D PENGARUH PERUBAHAN TEKNOLOGI TERHADAP PERKEMBANGAN KLASTER PADI ORGANIK KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: A. ARU HADI EKA SAYOGA L2D 003 322 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral dari sektor pertanian memberikan kontribusi penting pada proses industrialisasi di wilayah

Lebih terperinci

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT 7.1. Kinerja Lembaga Penunjang Pengembangkan budidaya rumput laut di Kecamatan Mangarabombang membutuhkan suatu wadah sebagai

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.146, 2015 Sumber Daya Industri. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5708). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 Tahun 2015

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran

3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran 65 3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Permasalahan utama yang dihadapi industri gula nasional yaitu rendahnya kinerja khususnya produktivitas dan efisiensi pabrik gula. Untuk menyelesaikan permasalahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia mempunyai keunggulan komparatif (comparative advantage) sebagai negara agraris dan maritim. Keunggulan tersebut merupakan fundamental perekonomian

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas laut mencapai 5,8 juta km 2 dan panjang garis pantai mencapai 95.181 km, serta jumlah pulau sebanyak 17.504 pulau (KKP 2009).

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi,

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi, BAB VI. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif dan efisien.

Lebih terperinci

IX STRATEGI PENGELOLAAN USDT BERKELANJUTAN

IX STRATEGI PENGELOLAAN USDT BERKELANJUTAN 185 IX STRATEGI PENGELOLAAN USDT BERKELANJUTAN 9.1 Karakteristik Responden Dalam rangka pengambilan keputusan maka perlu dilakukan Analytical Hierarchy Process (AHP) Pengelolaan Usahatani Sayuran Dataran

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 18 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan September-November 2010 di Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Pemerintahan Aceh

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PENGEMBANGAN MODEL

BAB III ANALISIS DAN PENGEMBANGAN MODEL BAB III ANALISIS DAN PENGEMBANGAN MODEL Pada bab ini dijelaskan mengenai analisis penerapan sistem pengukuran kinerja menggunakan Metode Prism dan pengembangan model pengukuran kinerja tersebut pada unit

Lebih terperinci

repository.unisba.ac.id DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

repository.unisba.ac.id DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iv viii xv xvi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1 1.2 Perumusan Masalah...

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: pengukuran kinerja, stakeholder, kpi

ABSTRAK. Kata kunci: pengukuran kinerja, stakeholder, kpi ABSTRAK Perusahaan belum pernah menerapkan pengukuran kinerja terhadap pihakpihak yang berhubungan dengan perusahaan.. Melihat hal tersebut penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengukuran kinerja.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI XIX XX XX XXI XXIII 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 6 Tujuan Penelitian 7 Ruang Lingkup Penelitian 7 Manfaat

Lebih terperinci

Perencanaan dan Perjanjian Kerja

Perencanaan dan Perjanjian Kerja BAB II Perencanaan dan Perjanjian Kerja 2.1 Rencana Strategis Renstra Bappeda Litbang disusun adalah dalam rangka mewujudkan visi dan misi daerah sebagaimana telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan

Lebih terperinci