PENGEMBANGAN MODEL KALENDER TANAM DINAMIK SEBAGAI TEKNOLOGI ADAPTASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN MODEL KALENDER TANAM DINAMIK SEBAGAI TEKNOLOGI ADAPTASI"

Transkripsi

1 125 VII. PENGEMBANGAN MODEL KALENDER TANAM DINAMIK SEBAGAI TEKNOLOGI ADAPTASI 7.1. Pendahuluan Salah satu informasi yang dirasakan sangat penting dalam kaitan dengan penjadwalan penanaman petani adalah kalender tanam. Manfaat dari kalender tanam adalah untuk memandu petani dalam menyesuaikan waktu dan pola tanam, mengingat pentingnya jadwal penanaman, mulai dari masa persiapan tanah, penanaman, dan panen. Informasi kalender tanam sudah mulai disusun oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian sejak tahun 2007 dan semakin dikembangkan setiap tahun (Runtunuwu et al. 2009). Input awal dari kalender tanam yang telah dilakukan adalah peta kalender tanam. Peta ini menggambarkan potensi pola tanam dan waktu tanam tanaman semusim, terutama padi, berdasarkan potensi dan dinamika sumber daya iklim dan air (Las et al. 2007). Sejak tahun 2007 pula, Boer et al. merintis pengembangan model kalender tanam dinamik, yang mengakomodasi sifat dinamik perubahan variabel lain penentu sifat iklim, seperti fase SOI, decision dan bayesian network. Kegiatan ini dilanjutkan dengan kegiatan di proyek I-MHERE IPB 2-C (Boer et al. 2010), dan pada saat yang sama risetnya dikembangkan lebih jauh lagi dengan kegiatan KKP3T dengan menggunakan metode yang lebih diperluas cakupannya (Buono et al. 2010), dengan menggunakan pendekatan jejaring pengambilan keputusan (Decision Network). Decision Network (DN) dapat diaplikasikan sebagai strategi penyesuaian bentuk pola tanam dengan prakiraan musim, untuk mengatasi masalah kekeringan yang mungkin terjadi pada tanaman ke dua apabila sifat hujan di bawah normal, atau awal masuk musim hujan mengalami keterlambatan dari normal sehingga penanaman kedua mengalami kemunduran. Dalam penyusunan decision network sehingga dihasilkan pola tanam terbaik, dilakukan penggabungan fungsi utility dengan bayesian network sehingga merupakan suatu pendekatan yang lebih komprehensif. Fungsi utility yang merupakan strategi teknologi budidaya dalam hubungannya dengan produktivitas, diperoleh dari hasil bab sebelumnya (Bab VI), sedangkan dari Bayesian Network, kita dapat mengetahui peluang dari suatu peubah tertentu. Pada dasarnya

2 126 Bayesian Network merupakan model visual menggunakan graph dari distribusi bersama sejumlah peubah. Mengingat Kalender tanam dinamik pada prinsipnya merupakan sebuah model, oleh karena itu validasi yang dilakukan merupakan validasi yang digunakan untuk sebuah model. Sedangkan validasi yang sebenarnya di lapangan, tidaklah demikian, karena pada prinsipnya kalender tanam dinamik adalah sebuah decision, yang dalam validasinya berbeda dengan simulasi biasa, namun didasarkan kepada kondisi yang diperoleh sebagai hasil decision yang dikeluarkan kalender tanam dinamik, yang kemudian disesuaikan dengan kondisi sebenarnya di lapangan, sesuai skenario iklim yang terjadi. Mengingat harus dibuat skenarioskenario, untuk membedakan kondisi pada tahun-tahun Normal, tahun-tahun kering (El-Nino) dan basah (La-Nina). Namun demikian, karena tahun yang digunakan dalam penelitian terbatas, sehingga belum mampu untuk melakukan validasi pada kondisi tahun-tahun tersebut. Validasi yang dilakukan baru berupa validasi acak terhadap kondisi tahun yang digunakan sebagai data validasi. Salah satu hal lain yang kurang mendukung terhadap hal ini juga adalah kesulitan data yang diperoleh di lapangan. Padahal data tersebut merupakan data-data yang sangat diperlukan untuk mendukung akuratnya sebuah model dan validasinya Metodologi Tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut : Penyusunan jejaring bayes (Bayesian Network) Untuk penentuan pola tanam ideal, digunakan data ENSO, musim hujan, luas tanam, sifat musim dan kejadian bencana iklim. Bayesian Network merupakan suatu Directed Acyclic Graph (DAG) untuk merepresentasikan secara visual mengenai keterkaitan langsung antar peubah di atas. Tahapan dalam penyusunan Bayesian Network: a. Penentuan peubah untuk kekeringan. Dalam kajian ini, untuk menentukan tingkat kekeringan terdapat empat peubah, yaitu 1). SST Nino 4, 2). Curah Hujan Musim Kemarau (CHMK/CH bulan Mei+Juni+Juli+Agustus), 3). Panjang Musim Hujan (PMH) dalam setahun dan 4). Kejadian Kekeringan (K). Keterkaitan empat peubah tersebut adalah seperti dalam Gambar 5.1. berikut :

3 127 Bayesian Network P( I j P( I j Q) Q) = P( Q) Q queri S 1 S 2 S 3 SST NINO4 CHMK PMH C 1 C 2 C 3 P 1 P 2 P 3 K 1 K 2 K 3 K 4 K 5 KEKERINGAN I 1 I 2 I 3 I 4 I 5 Peluang akhir Gambar 7.1 Bayesian Network dengan empat peubah b. Transformasi untuk mendapatkan nilai-nilai setiap peubah kategori tersebut adalah sebagai berikut: - SST NINO 4 : diambil dari situs - CHMK (Curah Hujan) : a. Dihitung total nilai curah hujan bulan Mei,Juni, Juli dan Agustus. b. Untuk setiap bulan, nilai CHMK adalah : CH = 1 Nilai CH < 0.85*Rata-rata Total Mei-Juni-Juli-Agustus CH = *Rata-Rata Tahunan<Nilai CH<1.15*Rata-rata Total bulan Mei-Juni-Juli-Agustus CH = 3 Nilai CH>1.15*Rata-rata Total Mei-Juni-Juli-Agustus Contoh : Rata-rata CH bulan Juni adalah 21, maka jika CH bulan tersebut kurang dari 21 akan diberi kode CH=1. - PMH (Panjang Musim Hujan) : a. Panjang Musim hujan ditentukan berdasarkan berapa lama musim hujan pada satu tahun. b. Dihitung berdasar informasi Awal Musim Hujan (AMH) hingga akhir musim hujan.

4 128 Untuk ilustrasi sebagai berikut : AMH 97/98 adalah dasarian 32 ini artinya AMH pada pertengahan November th PMH = 21 Dasarian - K (Kekeringan) : Penentuan kode untuk variabel K adalah mengikuti aturan seperti berikut : Tabel 7.1 Kategori kekeringan Tingkat kekeringan Keterangan 1 Tidak ada lahan kekeringan 2 0<luas lahan kekeringan<q1 (kuartil pertama) 3 Q1<luas lahan kekeringan<q2 (kuartil kedua) 4 Q2<luas lahan kekeringan<q3 (kuartil ketiga) 5 luas lahan kekeringan>q3 Contoh teorema Bayesian : Pada sistem yang akan dikembangkan, parameter model (yang berupa tabel peluang bersyarat untuk setiap peubah dalam Bayesian Network) diformulasikan selain menggunakan data historis, juga menggunakan informasi iklim yang muncul (baik yang berasal dari data observasi maupun berdasar model prediksi), sehingga secara dinamis sistem melakukan adaptasi terhadap kondisi nyata yang sedang terjadi Penyusunan jejaring pengambilan keputusan (Decision Network) Penyusunan kalender tanam dinamik dilakukan dengan mengintegrasikan keseluruhan komponen yang dianggap menunjang terhadap keluarnya sebuah keputusan yang diharapkan lebih akurat dalam penentuan awal musim tanam, dalam suatu Decision Network (DN). Oleh karena itu terdapat kombinasi alternatif decision yang sangat beragam. Masing-masing alternatif decision dikembangkan sesuai dengan masukan dari bayesian network, fungsi utility (yang diakomodir oleh

5 129 Bayesian Network Q queri S 1 S 2 S 3 SST NINO4 CHMK PMH C 1 C 2 C 3 P 1 P 2 P 3 K 1 K 2 K 3 K 4 K 5 KEKERINGAN BAYESIAN I 1 I 2 I 3 I 4 I 5 Peluang akhir FUNGSI UTILITY Pilihan perlakuan (Waktu tanam, Irigasi, varietas dan pemupukan) DSSAT Yield hasil simulasi kg per hektar Asumsi harga gabah (Rp.) SIMULASI DSSAT INPUT (Rp.) OUTPUT (Rp.) Keuntungan /kerugian DECISON Decision Waktu tanam Irigasi Varietas Pemupukan D1 D2 D3 D4 D5 Dn T1 T2 T3 T4 T5 Tn I1 I1 I1 I1 I1 In V1 V1 V1 V1 V1 Vn P1 P1 P1 P1 P1 Pn Gambar 7.2. Decision Network

6 130 sistem inferensi fuzzy) dan hasil keluaran dari simulasi DSSAT. Pilihan yang dikeluarkan untuk pengambilan keputusan dalam suatu decision network sudah mengakomodir unsur-unsur itu, sehingga dapat diambil keputusan terbaik (pola tanam terbaik), berdasarkan pilihan yang dikeluarkan tersebut. Pola tanam terbaik adalah didasarkan kepada bukan saja memberikan hasil yang terbaik, tetapi juga memperhatikan biaya yang dikeluarkan. Sebagai ilustrasi Gambar 7.2. berikut menyajikan diagram dari suatu DN Penyusunan kalender tanam dinamik Dengan mengintegrasikan hasil survey, penyusunan jejaring bayes dan penyusunan Decision Network, yang dikaitkan dengan hasil prakiraan iklim, maka dapat dilakukan penentuan pola tanam dan onset musim tanam. Sebagai alat bantu pengambil keputusan, pengembangan dari Kalender Tanam dinamik diharapkan mampu menyediakan alternatif pola tanam atau teknologi berdasarkan prakiraan yang diberikan untuk musim tertentu dengan risiko minimum dan di sisi lain menyumbangkan hasil yang ditinjau secara ekonomi lebih tinggi. Data CH Data dinamika pola tanam petani Data luas tanam Informasi sifat hujan Penyusunan Bayesian dan Decision Network Penyusunan berbagai alternatif pola tanam Penyusunan kalender tanam dinamik Verifikasi Rekomendasi Teknologi Gambar 7.3. Model kalender tanam dinamik

7 Hasil dan Pembahasan Bayesian dan decision network Peubah dalam BN yang berpengaruh langsung adalah kekeringan yang terjadi pada pertanaman kedua. Dilakukan lima pengkategorian kekeringan. Pengkategorian ini didasarkan pada data hasil observasi lapang mengenai kejadian kekeringan, dan secara visual terlihat pada Gambar 7.4. Batas-batas kategori kekeringan berdasar gembar di atas adalah sebagai berikut : K1 : tidak ada kekeringan K2 : terjadi kekeringan rendah, yaitu 0<Kekeringan Q1 K3 : terjadi kekeringan sedang, yaitu Q1<Kekeringan Q2 K4 : terjadi kekeringan tinggi, yaitu Q2<Kekeringan Q3 K5 : terjadi kekeringan sangat tinggi, yaitu Kekeringan>Q3 Hasil yang diberikan BN merupakan peluang kekeringan, yang dapat digunakan untuk menduga potensi kekeringan di suatu daerah tertentu berdasarkan peluang yang tersedia. Luas lahan Kekeringan K2 K3 K4 K5 Gambar 7.4 Pengkategorian bencana kekeringan (Buono et al., 2011) Berdasarkan perhitungan pada SST Nino 4, diperoleh hasil bahwa dalam kurun waktu penggunaan data dari tahun 1989 hingga 2010, diketahui bahwa peluang terjadi kekeringan hingga K5 lebih banyak didominasi pada kondisi El- Nino. Sedangkan kondisi peluang K1 atau tidak terjadi kekeringan, diwakili pada kondisi tahun La-Nina, tahun Normal, dan sedikit pada tahun El-Nino. Secara umum peluang kekeringan untuk kondisi Elnino adalah lebih tinggi dibanding

8 132 kondisi Normal dan Lanina. Namun demikian, menurut Buono (2011), jika terjadi curah hujan di musim kemarau diatas normal ataupun normal, maka peluang ini mengecil. Sedangkan jika curah hujannya di bawah normal, maka peluang kekeringan langsung meningkat tajam, baik kondisi ENSO Elnino, Normal maupun Lanina. Pendapat lain dipaparkan oleh Liong et al. (2003) yang menyatakan bahwa pada saat intensitas El-Nino tinggi akan menyebabkan kekeringan di Indonesia, tetapi ketika intensitas El-Nino rendah pengaruh lain dapat menjadi dominan sehingga mungkin saja kekeringan terjadi. Seperti dipaparkan oleh Lubis et al. (2003), bahwa nilai anomali maksimum El-Nino tahun 1982/1983 > 1997/1998, akan tetapi Kekeringan yang terjadi tahun 1997/1998 > 1982/1983. Decision network merupakan gabungan bayesian network, keputusan dan fungsi utilitas. Dalam penelitian, risiko kekeringan diformulasikan dengan fungsi utilitas yang dimodelkan dengan FIS seperti pada Bab sebelumnya. Selanjutnya parameter Bayes diduga dengan data yang ada (dengan metode kemungkinan maksimum) yang digabungkan dengan pertimbangan pakar. Hal ini diperlukan mengingat data yang tersedia tidak mencukupi secara statistik untuk melakukan pendugaan terhadap semua parameter dalam model Bayes.

9 133 Arjosari Donorojo Kebonagung Peluang kekeringan Nawangan Ngadirojo Pacitan Peluang kekeringan Pringkuku Punung Tegalombo Peluang kekeringan Tulakan Peluang kekeringan La-Nina Normal El-Nino Gambar 7.5 Peluang kekeringan pada tingkat / kategori kekeringan (K1 hingga K5) di 10 kecamatan di Pacitan Kalender tanam dinamik Dalam Decision Network diintegrasikan antara Bayesian Network yang menyediakan informasi seberapa besar peluang kekeringan yang mungkin terjadi.

10 134 Sedangkan fuzzy inference system memberikan informasi potensi luas kekeringan yang mungkin terjadi. Hasil simulasi DSSAT memberikan informasi seberapa besar yield yang akan diperoleh pada kondisi iklim tertentu, pada kondisi tanah tertentu dengan pemilihan teknik budidaya tertentu. Sehingga ketiga potensi penduga ini dapat diintegrasikan untuk melengkapi satu dengan yang lain. Berdasarkan nilai-nilai simulasi DSSAT maka nilai utility untuk setiap pasangan pola tanam yang dipilih, Di, dan kejadian kekeringan Kj, dihitung dengan rumus : U(Di,Kj)=[Pi*(L-Kj)]*H-[Ci*(L-Kj)] dengan : U(Di,Kj) : perolehan rupiah kalau memilih pola Di dan terjadi kekeringan kategori Kj, dengan i=1, 2, 3,, 288, dan j=1, 2, 3, 4, 5. Pi : produktivitas lahan per hektar kalau memilih pola Di L : luas lahan yang tersedia Kj : luas lahan yang terkena kekeringan pada kategori Kj Kj merupakan perpaduan antara hasil peluang kekeringan yang diperoleh dari Bayesian network, dengan luas kekeringan yang diperoleh dari system inferensi fuzzy. H : harga produk Ci : biaya input yang harus dikeluarkan kalau memilih pola Di Misal apabila diketahui peluang kekeringan sebesar 0.7 berdasarkan Bayesian network, Peluang tersebut kemudian dikonversikan ke luas lahan yang tersedia, akan diketahui luas lahan yang berpotensi kekeringan. Potensi luas lahan kekeringan tersebut, dibandingkan dengan hasil pendugaan luas kekeringan dari system inferensi fuzzy. Dengan demikian proyeksi luas kekeringan yang diberikan diharapkan akan lebih mendekati ketepatan. Menurut Buono et al. (2011), jika hasil observasi dikaitkan dengan kekeringan, dapat memperlihatkan hasil prediksi sistem sudah tepat, yaitu jika diprediksi bahwa tahun depan terjadi kekeringan dengan peluang tinggi, maka memang benar bahwa tahun depan terjadi. Meskipun tidak menutup kemungkinan, terdapat beberapa kesalahan, namun semua kejadian kekeringan mampu diprediksi dengan peluang yang tinggi, seperti disajikan pada gambar berikut :

11 135 Gambar 7.6 Ilustrasi antara peluang terjadinya kekeringan dengan kejadian bencana kekeringan tahun 1988 hingga 2007 (Buono et al. 2011) Gambar 7.7 Tingkat/kategori kekeringan berdasarkan bayesian Kesalahan dalam penggunaan model dapat terjadi yang disebabkan beberapa hal, seperti : keterbatasan data, atau bisa juga bahwa petani telah menerapkan teknik adaptasi dengan baik, sehingga meskipun hujan rendah, maka bencana kekeringan tidak terjadi. Sehingga meskipun diprediksi peluang akan terjadi kekeringan tinggi, namun karena petani sudah menyiapkan diri, maka Kekeringan tidak terjadi.

12 136 Dari hasil Bayesian dan FIS diketahui potensi terjadi kekeringan pada luas tertentu, kemudian prediksi tersebut digabungkan dengan hasil simulasi DSSAT. Dalam hal ini, harus diketahui terlebih dahulu, produksi rata-rata/musim tanam. Keluaran dari hasil simulasi DSSAT (kg/ha), yang digabungkan dengan produktivitas lahan dan luas lahan yang tersedia, yang ditunjang dengan input biaya, akan diperoleh nilai fungsi risiko dalam rupiah Rekomendasi Teknologi Rekomendasi dilakukan untuk pilihan terbaik dari hasil DSSAT yang diperoleh sebelumnya. Hasil simulasi DSSAT dapat memberikan alternatif pilihan kombinasi tanggal tanam dengan budidaya yang akan digunakan. Berdasarkan hasil tersebut, pada umumnya tanggal tanam merupakan indikator yang sangat penting untuk diperhatikan, terutama pada pertanaman kedua, untuk menghindari risiko kekeringan (Gambar 7.8). Pada prinsipnya, rekomendasi dipilih berdasarkan opsi-opsi teknologi yang dapat dikembangkan, dan dipilih opsi teknologi yang memberi risiko minimum akibat kejadian kekeringan. Opsi tersebut sudah termasuk di dalamnya tanggal-tanggal tanam, yang memberikan hasil yang tinggi tetapi dengan risiko minimum dengan keuntungan maksimum. Risiko kekeringan pada MT 2 semakin bertambah akibat mundurya waktu tanam Gambar 7.8. Ilustrasi pertanaman berdasarkan tanggal tanam

13 137 Gambar 7.9. Contoh prediksi kehilangan hasil Hasil masing-masing kombinasi perlakuan terlihat pada jumlah kehilangan hasil. Perlakuan terbaik juga mengindikasikan perlakuan yang mempunyai kehilangan hasil yang paling minimal. Kehilangan hasil per tahun disajikan pada Gambar di bawah ini. Perlakuan yang memberikan kehilangan hasil terendah dapat digunakan sebagai acuan untuk rekomendasi teknologi budidaya pada tahun-tahun El-Nino, La-Nina dan Normal. Sebagai pewakil tahun Normal adalah tahun 1993, pewakil untuk tahun El-Nino adalah gambar dari tahun 1997, pewakil tahun La-Nina adalah tahun Pada tahun 1993, perlakuan I1V2P3 (perlakuan tanpa Irigasi, varietas IR 8 dan pupuk ditambah dengan bahan organik pupuk kandang sebanyak 2 ton/ha) merupakan yang terbaik. Sedangkan untuk tahun 1997 perlakuan terbaik adalah I2V2P3 (perlakuan dengan Irigasi, varietas IR 8 dan pupuk ditambah dengan bahan organik pupuk kandang sebanyak 2 ton/ha).

14 138 Sedangkan untuk tahun 1998, hanya dipengaruhi oleh perbedaan varietas. Berdasarkan gambaran dari kehilangan hasil tersebut juga terlihat bahwa pada tahun-tahun El-Nino, kehilangan hasil dalam rupiah mempunyai kemungkinan lebih besar daripada tahun-tahun Normal dan tahun-tahun La-Nina. Sebaliknya pada tahun-tahun La-Nina kehilangan hasil lebih rendah daripada tahun-tahun Normal dan tahun-tahun El-Nino. Perhitungan kehilangan hasil juga dilakukan dengan menggunakan persamaan dari BC Ratio, sehingga diperoleh pada tanggal kapan yang secara ekonomi layak dan memberikan keuntungan. Untuk pertanaman kedua, penanaman tanggal 1 Februari memberikan hasil yang terbaik, hal tersebut ditunjukkan dengan error yang paling rendah Simpulan Kabupaten Pacitan seperti halnya wilayah lain yang memiliki pola hujan monsunal sangat terpengaruh oleh dampak keragaman iklim, yang apabila tidak diantisipasi dengan baik, dapat menyebabkan terjadinya risiko penurunan hasil tanaman. Risiko tersebut dapat diminimalkan dengan melakukan perencanaan tanam yang baik. Untuk mendukung perencanaan tanam petani, sudah dilakukan beberapa hal terkait, diantaranya adalah aplikasi kalender tanam. Kalender tanam sebagai salah satu informasi yang dibutuhkan petani perlu selalu diupdate. Untuk mendukung hal tersebut, maka informasi mengenai decision network, yang terkait dengan bayesian network, sistem inferensi fuzzy dan penilaian fungsi risiko berdasarkan teknologi yang terkait dengan varietas, pemupukan dan irigasi yang dilakukan, dapat menjadi tambahan informasi yang diharapkan dapat melengkapi kalender tanam yang sudah tersedia. Dalam Decision Network diintegrasikan antara Bayesian Network yang menyediakan informasi seberapa besar peluang kekeringan yang mungkin terjadi. Sedangkan fuzzy inference system memberikan informasi potensi luas kekeringan yang mungkin terjadi. Hasil simulasi DSSAT memberikan informasi seberapa besar yield yang akan diperoleh pada kondisi iklim tertentu, pada kondisi tanah tertentu dengan pemilihan teknik budidaya tertentu. Sehingga ketiga potensi penduga ini dapat diintegrasikan untuk melengkapi satu dengan yang lain, sebagai unsur pendukung untuk kalender tanam dinamik.

15 139 Dalam aplikasinya, kalender tanam memerlukan keterpaduan banyak pihak, terutama sektor terkait, dalam hal ini pengambil kebijakan, petani/ kelompok tani/gapoktan, penyuluh, peneliti, LSM, lembaga yang terkait dengan keuangan dan lain-lain. Sinergi antar sektor tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani pada akhirnya, mengingat untuk meningkatkan kesejahteraan petani harus dilihat dari mulai hulu ke hilir, dari mulai penyiapan benih, subsidi pupuk, informasi tanam dan lain-lain, hingga ke pasca panen dan pemasaran. Metode ini dapat lebih dioptimalkan dengan memasukkannya ke dalam sistem yang terstruktur yang ketika suatu input dasar diterima, misalnya hasil prakiraan iklim, dapat secara cepat memperlihatkan kemungkinan output yang terjadi, sehingga informasi dapat lebih cepat disalurkan, dan bahkan pengguna dapat menggunakan langsung dengan memasukkan input dasar tersebut. Metode ini diharapkan dapat mendukung pengembangan sistem informasi Kalender Tanam Terpadu yang sudah dikembangkan oleh Kementerian Pertanian.

VI. PENGEMBANGAN DECISION NETWORK YANG DIOPTIMASI DENGAN FUZZY INFERENCE SYSTEM UNTUK PENYUSUNAN KALENDER TANAM DINAMIK

VI. PENGEMBANGAN DECISION NETWORK YANG DIOPTIMASI DENGAN FUZZY INFERENCE SYSTEM UNTUK PENYUSUNAN KALENDER TANAM DINAMIK 113 VI. PENGEMBANGAN DECISION NETWORK YANG DIOPTIMASI DENGAN FUZZY INFERENCE SYSTEM UNTUK PENYUSUNAN KALENDER TANAM DINAMIK 6.1. Pendahuluan Secara umum, prinsip utama dalam pemodelan optimisasi adalah

Lebih terperinci

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

VI. KESIMPULAN DAN SARAN VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Dalam penelitian ini telah dilakukan suatu rangkaian penelitian yang mencakup analisis pewilayahan hujan, penyusunan model prediksi curah hujan, serta pemanfaatan

Lebih terperinci

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Press Release PREDIKSI DAMPAK DINAMIKA IKLIM DAN EL-NINO 2014-2015 TERHADAP PRODUKSI PANGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN I. Prediksi Iklim hingga Akhir 2014/Awal 2015 1. Prediksi berbagai

Lebih terperinci

III. EVALUASI DAMPAK KERAGAMAN IKLIM TERHADAP KERAGAMAN HASIL TANAMAN PADA BERBAGAI TEKNOLOGI BUDIDAYA

III. EVALUASI DAMPAK KERAGAMAN IKLIM TERHADAP KERAGAMAN HASIL TANAMAN PADA BERBAGAI TEKNOLOGI BUDIDAYA 33 III. EVALUASI DAMPAK KERAGAMAN IKLIM TERHADAP KERAGAMAN HASIL TANAMAN PADA BERBAGAI TEKNOLOGI BUDIDAYA 3.1. Pendahuluan Keragaman iklim terutama curah hujan sangat besar variasinya, sesuai dengan ruang

Lebih terperinci

SINTESIS PERMASALAHAN PENGELOLAAN RISIKO IKLIM UNTUK SISTEM USAHA TANI BERBASIS PADI MELALUI PEMANFAATAN KALENDER TANAM DINAMIK

SINTESIS PERMASALAHAN PENGELOLAAN RISIKO IKLIM UNTUK SISTEM USAHA TANI BERBASIS PADI MELALUI PEMANFAATAN KALENDER TANAM DINAMIK 11 II. SINTESIS PERMASALAHAN PENGELOLAAN RISIKO IKLIM UNTUK SISTEM USAHA TANI BERBASIS PADI MELALUI PEMANFAATAN KALENDER TANAM DINAMIK 2.1. Kabupaten Pacitan Kabupaten Pacitan yang terletak di bagian paling

Lebih terperinci

PENGELOLAAN RISIKO IKLIM UNTUK SISTEM USAHA TANI BERBASIS PADI MELALUI PEMANFAATAN KALENDER TANAM DINAMIK SUCIANTINI

PENGELOLAAN RISIKO IKLIM UNTUK SISTEM USAHA TANI BERBASIS PADI MELALUI PEMANFAATAN KALENDER TANAM DINAMIK SUCIANTINI PENGELOLAAN RISIKO IKLIM UNTUK SISTEM USAHA TANI BERBASIS PADI MELALUI PEMANFAATAN KALENDER TANAM DINAMIK SUCIANTINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 22 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 kemudian akan digunakan untuk menduga sebaran keuntungan/kerugian kotor (gross margin) pada tiga kondisi (El Niño, dan ). Indikator ENSO yang digunakan dalam analisis ini adalah fase SOI. Keuntungan/kerugian

Lebih terperinci

PENENTUAN FUNGSI RISIKO PADA PENGELOLAAN RISIKO IKLIM UNTUK MENDUKUNG KALENDER TANAM DINAMIK

PENENTUAN FUNGSI RISIKO PADA PENGELOLAAN RISIKO IKLIM UNTUK MENDUKUNG KALENDER TANAM DINAMIK PENENTUAN FUNGSI RISIKO PADA PENGELOLAAN RISIKO IKLIM UNTUK MENDUKUNG KALENDER TANAM DINAMIK Determination of Risk Functions in Climate Risk Management to Support Dynamic Planting Calendar SUCIANTINI 1,

Lebih terperinci

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN Rommy Andhika Laksono Iklim merupakan komponen ekosistem dan faktor produksi yang sangat dinamis dan sulit dikendalikan. iklim dan cuaca sangat sulit dimodifikasi atau dikendalikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor - sektor ini memiliki arti yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

VI. ANALISIS HUBUNGAN CURAH HUJAN DAN PRODUKSI PADI SERTA PENYUSUNAN INDEKS IKLIM

VI. ANALISIS HUBUNGAN CURAH HUJAN DAN PRODUKSI PADI SERTA PENYUSUNAN INDEKS IKLIM VI. ANALISIS HUBUNGAN CURAH HUJAN DAN PRODUKSI PADI SERTA PENYUSUNAN INDEKS IKLIM 6.1. Pendahuluan Asuransi indeks iklim merupakan salah satu bentuk pendanaan yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim membawa dampak pada hampir semua aspek kehidupan dan aktivitas ekonomi. Dampak yang dirasakan ada yang bersifat langsung seperti pada sektor pertanian

Lebih terperinci

IV. PENETAPAN WAKTU TANAM OPTIMAL PADA WILAYAH TERKENA DAMPAK ENSO DAN IOD

IV. PENETAPAN WAKTU TANAM OPTIMAL PADA WILAYAH TERKENA DAMPAK ENSO DAN IOD IV. PENETAPAN WAKTU TANAM OPTIMAL PADA WILAYAH TERKENA DAMPAK ENSO DAN IOD 4.1. Pendahuluan Kondisi iklim dan ketersediaan air yang optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat diperlukan dalam

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN Oleh : Sumaryanto Muhammad H. Sawit Bambang Irawan Adi Setiyanto Jefferson Situmorang Muhammad Suryadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional sebagai sumber pendapatan, pembuka kesempatan kerja, pengentas kemiskinan dan peningkatan ketahanan

Lebih terperinci

V. PENGEMBANGAN KALENDER TANAM DINAMIK DI INDONESIA UNTUK PENGELOLAAN RISIKO IKLIM

V. PENGEMBANGAN KALENDER TANAM DINAMIK DI INDONESIA UNTUK PENGELOLAAN RISIKO IKLIM 87 V. PENGEMBANGAN KALENDER TANAM DINAMIK DI INDONESIA UNTUK PENGELOLAAN RISIKO IKLIM 5.1. Pendahuluan Kalender tanam pertama kali diperkenalkan kepada masyarakat tani oleh Kementerian Pertanian (Syahbuddin

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan, yang menghasilkan minyak nabati paling efisien yang produknya dapat digunakan dalam

Lebih terperinci

V. PENYUSUNAN MODEL PREDIKSI CURAH HUJAN BERDASARKAN FENOMENA ENSO DAN IOD UNTUK MENENTUKAN RENCANA TANAM

V. PENYUSUNAN MODEL PREDIKSI CURAH HUJAN BERDASARKAN FENOMENA ENSO DAN IOD UNTUK MENENTUKAN RENCANA TANAM V. PENYUSUNAN MODEL PREDIKSI CURAH HUJAN BERDASARKAN FENOMENA ENSO DAN IOD UNTUK MENENTUKAN RENCANA TANAM 5.1. Pendahuluan Curah hujan merupakan salah satu unsur iklim yang mempunyai variabilitas dan fluktuasi

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN UMUM PENGEMBANGAN ASURANSI INDEKS IKLIM PADA SISTIM USAHATANI BERBASIS PADI : Potensi dan Tantangan

VII. PEMBAHASAN UMUM PENGEMBANGAN ASURANSI INDEKS IKLIM PADA SISTIM USAHATANI BERBASIS PADI : Potensi dan Tantangan VII. PEMBAHASAN UMUM PENGEMBANGAN ASURANSI INDEKS IKLIM PADA SISTIM USAHATANI BERBASIS PADI : Potensi dan Tantangan 7.1. Pendahuluan Perubahan iklim dan dampaknya pada berbagai sektor telah menggungah

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis pengaruh ENSO dan IOD terhadap curah hujan Pola hujan di Jawa Barat adalah Monsunal dimana memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan periode musim

Lebih terperinci

Arti Penting Kalender Tanam (Katam) Padi

Arti Penting Kalender Tanam (Katam) Padi PENGEMBANGAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ADAPTASI KALENDER TANAM PADI TERHADAP ENSO IOD BERBASIS KALENDER TANAM PADI TERHADAP ENSO SUMBERDAYA IKLIM DAN AIR Mengetahui waktu dan pola tanam di daerah tertentu

Lebih terperinci

POTENSI PEMANFAATAN INFORMASI PRAKIRAAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG SISTEM USAHA TAMBAK UDANG DAN GARAM DI KABUPATEN INDRAMAYU KIKI KARTIKASARI

POTENSI PEMANFAATAN INFORMASI PRAKIRAAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG SISTEM USAHA TAMBAK UDANG DAN GARAM DI KABUPATEN INDRAMAYU KIKI KARTIKASARI POTENSI PEMANFAATAN INFORMASI PRAKIRAAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG SISTEM USAHA TAMBAK UDANG DAN GARAM DI KABUPATEN INDRAMAYU KIKI KARTIKASARI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

Kajian Validasi Sistem Informasi Kalender Tanam Dinamis Terpadu Padi Sawah di Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat

Kajian Validasi Sistem Informasi Kalender Tanam Dinamis Terpadu Padi Sawah di Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat Kajian Validasi Sistem Informasi Kalender Tanam Dinamis Terpadu Padi Sawah di Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat Dina Omayani Dewi 1, Abdul Sabur 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat

Lebih terperinci

VIII. POTENSI DAN KENDALA PENERAPAN KALENDER TANAM DALAM MENGANTISIPASI KEJADIAN IKLIM EKSTRIM

VIII. POTENSI DAN KENDALA PENERAPAN KALENDER TANAM DALAM MENGANTISIPASI KEJADIAN IKLIM EKSTRIM 141 VIII. POTENSI DAN KENDALA PENERAPAN KALENDER TANAM DALAM MENGANTISIPASI KEJADIAN IKLIM EKSTRIM Persoalan mendasar sektor pertanian menurut Tim Penyusun Road Map (2010) diantaranya adalah meningkatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia terutama terhadap pertumbuhan nasional dan sebagai penyedia lapangan pekerjaan. Sebagai negara

Lebih terperinci

8. MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI

8. MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI 8. MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI 8.1 Pendahuluan Padi merupakan makanan utama sekaligus mempunyai nilai politis yang tinggi bagi orang Indonesia, yang menyediakan pendapatan secara musiman dan tenaga kerja

Lebih terperinci

Pengantar. Kalender Tanam Terpadu: Generasi Baru Perencanaan Tanam Menghadapi Perubahan Iklim

Pengantar. Kalender Tanam Terpadu: Generasi Baru Perencanaan Tanam Menghadapi Perubahan Iklim Pengantar Kalender Tanam Terpadu: Generasi Baru Perencanaan Tanam Menghadapi Perubahan Iklim Dr. Ir. Haryono, M.Sc. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Sudah sering kita dengar, rasakan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Pada tahun 1960, Indonesia mengimpor beras sebanyak 0,6 juta ton. Impor beras mengalami peningkatan pada tahun-tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang amat subur sehingga sebagian besar penduduknya bergerak dalam sektor agraris. Indonesia memiliki iklim tropis basah, dimana iklim

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Padi adalah salah satu bahan makanan

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

Gambar 8. Pola Hubungan Curah Hujan Rata-rata Harian RegCM3(Sebelum dan Sesudah Koreksi) dengan Observasi

Gambar 8. Pola Hubungan Curah Hujan Rata-rata Harian RegCM3(Sebelum dan Sesudah Koreksi) dengan Observasi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Koreksi Bias Data Curah Hujan dan Suhu Luaran Model RegCM3 Data luaran RegCM3 merupakan hasil simulasi kondisi iklim yang memiliki resolusi spasial yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

VIII. SIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan sebagai berikut :

VIII. SIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan sebagai berikut : VIII. SIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI 8.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kejadian kekeringan di Kabupaten Indramayu merupakan penyebab utama (79.8%)

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN HUJAN EFEKTIF UNTUK PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN HUJAN EFEKTIF UNTUK PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI DSM/IP. 16 01/01/La-IRIGASI/2015 PUSLITBANG SUMBER DAYA AIR EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN HUJAN EFEKTIF UNTUK PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI DESEMBER, 2015 Pusat Litbang Sumber Daya Air 0 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

MODEL KELEMBAGAAN PERTANIAN DALAM RANGKA MENDUKUNG OPTIMASI PRODUKSI PADI

MODEL KELEMBAGAAN PERTANIAN DALAM RANGKA MENDUKUNG OPTIMASI PRODUKSI PADI 2004 Pribudiarta Nur Posted 22 June 2004 Sekolah Pasca Sarjana IPB Makalah pribadi Pengantar ke Falsafah Sains (PPS702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor Juni 2004 Dosen: Prof Dr Ir Rudy

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Indonesia umumnya dikelilingi oleh lautan yang berada antara samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Samudera ini menjadi sumber kelembaban utama uap air

Lebih terperinci

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat.

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat. 11 yang akan datang, yang cenderung mengalami perubahan dilakukan dengan memanfaatkan keluaran model iklim. Hasil antara kondisi iklim saat ini dan yang akan datang dilakukan analisis dan kemudian dilakukan

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014) No. 22/03/51/Th. IX, 2 Maret 2015 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014) PRODUKSI PADI TAHUN 2014 (ANGKA SEMENTARA) TURUN 2,74 PERSEN A. PADI Angka Sementara (ASEM) produksi padi

Lebih terperinci

PEMODELAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PREDIKSI PANJANG MUSIM HUJAN BERDASAR SEA SURFACE TEMPERATURE

PEMODELAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PREDIKSI PANJANG MUSIM HUJAN BERDASAR SEA SURFACE TEMPERATURE PEMODELAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PREDIKSI PANJANG MUSIM HUJAN BERDASAR SEA SURFACE TEMPERATURE Agus Buono 1, M. Mukhlis 1, Akhmad Faqih 2, Rizaldi Boer 2 1 Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Interaksi iklim (curah hujan) terhadap produksi tanaman pangan di Kabupaten Pacitan

Interaksi iklim (curah hujan) terhadap produksi tanaman pangan di Kabupaten Pacitan PROS SEM NAS MASY BIODIV INDON Volume 1, Nomor 2, il 215 ISSN: 247-85 Halaman: 358-365 DOI: 1.1357/psnmbi/m1232 Interaksi iklim (curah hujan) terhadap produksi tanaman pangan di Kabupaten Pacitan Relationship

Lebih terperinci

3.3. PENGEMBANGAN MODEL

3.3. PENGEMBANGAN MODEL Selain teknologi pemupukan dan OPT, mekanisasi merupakan teknologi maju yang tidak kalah penting, terutama dalam peningkatan kapasitas kerja dan menurunkan susut hasil. Urbanisasi dan industrialisasi mengakibatkan

Lebih terperinci

Impact of Climate Variability on Agriculture at NTT

Impact of Climate Variability on Agriculture at NTT Impact of Climate Variability on Agriculture at NTT PEMDA Propinsi NTT, Kupang CARE International Centre for Climate Risk and Opportunity Management, Bogor Agricultural University (IPB) International Rice

Lebih terperinci

persamaan regresi. Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan curah hujan kritis adalah sebagai berikut: CH kritis = ( 0.

persamaan regresi. Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan curah hujan kritis adalah sebagai berikut: CH kritis = ( 0. 9 a : intersep (perubahan salinitas jika tidak hujan) b : slope (kemiringan garis regresi). Koefisien determinasi (r 2 ) masing-masing kelompok berdasarkan klaster, tahun, dan lahan peminihan (A dan B)

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. [8 Januari 2006] 1 ( )

1. PENDAHULUAN. [8 Januari 2006] 1  ( ) 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Informasi ramalan curah hujan sangat berguna bagi petani dalam mengantisipasi kemungkinan kejadian-kejadian ekstrim (kekeringan akibat El- Nino dan kebanjiran akibat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP PROPINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmat Nya kami dapat menyusun laporan dan laporan Prakiraan Musim Kemarau 2016 di wilayah Propinsi Banten

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Curah hujan merupakan salah satu parameter atmosfer yang sulit untuk diprediksi karena mempunyai keragaman tinggi baik secara ruang maupun waktu. Demikian halnya dengan

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS BANTUAN SARANA PRODUKSI DALAM RANGKA ANTISIPASI DAMPAK KEKERINGAN

PEDOMAN TEKNIS BANTUAN SARANA PRODUKSI DALAM RANGKA ANTISIPASI DAMPAK KEKERINGAN PEDOMAN TEKNIS BANTUAN SARANA PRODUKSI DALAM RANGKA ANTISIPASI DAMPAK KEKERINGAN DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 KATA PENGANTAR Kejadian El Nino Tahun 2015

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh

Lebih terperinci

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI Prof. Dr. Marwoto dan Prof. Dr. Subandi Peneliti Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian MALANG Modul B Tujuan Ikhtisar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang terletak diantara Samudra Pasifik-Hindia dan Benua Asia-Australia, serta termasuk wilayah tropis yang dilewati oleh garis khatulistiwa, menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terhadap iklim secara langsung maupun tidak langsung akibat aktivitas manusia

I. PENDAHULUAN. terhadap iklim secara langsung maupun tidak langsung akibat aktivitas manusia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan proses alam yang mempengaruhi perubahan terhadap iklim secara langsung maupun tidak langsung akibat aktivitas manusia yang mengubah komposisi

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 disusun berdasarkan hasil pengamatan dari 60 stasiun dan pos hujan di wilayah Jawa

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: 1. Usahatani padi organik masih sangat sedikit dilakukan oleh petani, dimana usia petani padi organik 51

Lebih terperinci

Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi 2012

Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi 2012 X. 155 PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PRODUKSI TANAMAN PANGAN DI LAHAN KERING Dr. Ir. Yayan Apriyana, M.Sc Ir. Erni Susanti, M.Sc Ir. Suciantini, M.Si Fadhlullah

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, padi adalah komoditas strategis yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, budaya maupun politik. Hingga saat ini padi atau beras

Lebih terperinci

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014 No. 70/12/72/Th. XVII, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PER MUSIM TANAM UNTUK SATU HEKTAR LUAS PANEN PADI SAWAH PADA TAHUN 2014 SEBESAR Rp

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 71/12/ Th. XVII, Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI DAN JAGUNG TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PER MUSIM TANAM UNTUK SATU HEKTAR LUAS PANEN

Lebih terperinci

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN (RODHP) GUGUS TUGAS KALENDER TANAM TERPADU DI PROVINSI BENGKULU

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN (RODHP) GUGUS TUGAS KALENDER TANAM TERPADU DI PROVINSI BENGKULU RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN (RODHP) GUGUS TUGAS KALENDER TANAM TERPADU DI PROVINSI BENGKULU BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN INTISARI ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN INTISARI ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN INTISARI ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN i ii iii iv v vi viii xi xii xiii BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Benarkah Tahun 2002 akan Terjadi El-Niño dengan Intensitas Lemah?

Benarkah Tahun 2002 akan Terjadi El-Niño dengan Intensitas Lemah? Benarkah Tahun 2002 akan Terjadi El-Niño dengan Lemah? Oleh : Gatot Irianto Detail pertanyaan itu antara lain meliputi (1) bagaimana perkembangan indikator anomali iklim lebih lanjut dihubungkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di Indonesia salah satu tanaman pangan yang penting untuk dikonsumsi masyarakat selain padi dan jagung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

LAPORAN POTENSI HUJAN AKHIR JANUARI HINGGA AWAL FEBRUARI 2016 DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

LAPORAN POTENSI HUJAN AKHIR JANUARI HINGGA AWAL FEBRUARI 2016 DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT LAPORAN POTENSI HUJAN AKHIR JANUARI HINGGA AWAL FEBRUARI 2016 DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOSFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS I KEDIRI-MATARAM 2016 1 Stasiun Klimatologi

Lebih terperinci

Gambar 2 Sebaran Sawah Irigasi dan Tadah Hujan Jawa dan Bali

Gambar 2 Sebaran Sawah Irigasi dan Tadah Hujan Jawa dan Bali 7 Lambang p menyatakan produktivitas (ton/ha), Δp persentase penurunan produktivitas (%). Penggunaan formula linest dengan menggunakan excel diatas akan menghasilkan nilai m yang dapat diinterpretasikan

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015) No. 20/03/51/Th. X, 1 Maret 2016 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015) PRODUKSI PADI TAHUN 2015 (ANGKA SEMENTARA) TURUN 0,49 PERSEN A. PADI Angka Sementara (ASEM) produksi padi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. Wonogiri (Jawa Tengah) : Kabupaten Trenggalek (Jawa Timur)

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. Wonogiri (Jawa Tengah) : Kabupaten Trenggalek (Jawa Timur) III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Geografis 1. Batas Administrasi Kabupaten Pacitan merupakan bagian dari koridor tengah di Pantai Selatan Jawa yang wilayahnya membentang sepanjang Pantai Selatan

Lebih terperinci

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani. 85 VI. KERAGAAN USAHATANI PETANI PADI DI DAERAH PENELITIAN 6.. Karakteristik Petani Contoh Petani respoden di desa Sui Itik yang adalah peserta program Prima Tani umumnya adalah petani yang mengikuti transmigrasi

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 disusun berdasarkan hasil pengamatan dari 60 stasiun dan pos hujan di wilayah

Lebih terperinci

Analisis risiko kekeringan dengan menggunakan decision network di sentra produksi padi di Jawa Barat

Analisis risiko kekeringan dengan menggunakan decision network di sentra produksi padi di Jawa Barat PROS SEM NAS MASY BIODIV INDON Volume 3, Nomor 1, Februari 2017 ISSN: 2407-8050 Halaman: 62-68 DOI: 10.13057/psnmbi/m030111 Analisis risiko kekeringan dengan menggunakan decision network di sentra produksi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012 KATA PENGANTAR i Analisis Hujan Bulan Agustus 2012, Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2012, dan Januari 2013 Kalimantan Timur disusun berdasarkan hasil pantauan kondisi fisis atmosfer dan data yang

Lebih terperinci

Pemetaan Spasial Varietas Jagung Berdasarkan Musim Tanam di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan

Pemetaan Spasial Varietas Jagung Berdasarkan Musim Tanam di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan Pemetaan Spasial Varietas Jagung Berdasarkan Musim Tanam di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan Muhammad Aqil Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Dr. Ratulangi 274 Maros, Sulawesi Selatan Abstrak Keberhasilan

Lebih terperinci

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerentanan Produktifitas Tanaman Padi Analisis potensi kerentanan produksi tanaman padi dilakukan dengan pendekatan model neraca air tanaman dan analisis indeks kecukupan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

Gambar 3.6: Hasil simulasi model pada kondisi eksisting

Gambar 3.6: Hasil simulasi model pada kondisi eksisting Dari hasil analisi sensitivitas, maka diketahui bahwa air merupakan paremater yang paling sensitif terhadap produksi jagung, selanjutnya berturut-turut adalah benih, pupuk, penanganan pasca panen, pengendalian

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP Buletin Prakiraan Musim Kemarau 2016 i KATA PENGANTAR Penyajian prakiraan musim kemarau 2016 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diterbitkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat disamping publikasi

Lebih terperinci

SOSIALISASI KALENDER TANAM MT II TIM GUGUS KATAM BPTP Kep. Bangka Belitung

SOSIALISASI KALENDER TANAM MT II TIM GUGUS KATAM BPTP Kep. Bangka Belitung SOSIALISASI KALENDER TANAM MT II 2013 TIM GUGUS KATAM BPTP Kep. Bangka Belitung LATAR BELAKANG Keniscayaan perubahan dan dinamika iklim global serta lokal. Pilihan pola tanam bersifat spesifik lokasi dan

Lebih terperinci

Press Release Katam Terpadu MT I 2013/2014 untuk Pencapaian Swasembada Padi, Jagung dan Kedelai Jakarta, 26 September 2013

Press Release Katam Terpadu MT I 2013/2014 untuk Pencapaian Swasembada Padi, Jagung dan Kedelai Jakarta, 26 September 2013 Press Release Katam Terpadu MT I 2013/2014 untuk Pencapaian Swasembada Padi, Jagung dan Kedelai Jakarta, 26 September 2013 (1) Berdasarkan prakiraan BMKG dan beberapa lembaga penelitian lain mengindikasikan

Lebih terperinci

Ringkasan Proyeksi Produksi Minyak Sawit 2017 dari Segi Trend Kondisi Iklim Indonesia

Ringkasan Proyeksi Produksi Minyak Sawit 2017 dari Segi Trend Kondisi Iklim Indonesia Ringkasan Proyeksi Produksi Minyak Sawit 2017 dari Segi Trend Kondisi Iklim Indonesia 1 SEKILAS KETERKAITAN IKLIM (CURAH HUJAN) DAN KELAPA SAWIT Iklim merupakan given factor dalam usaha perkebunan kelapa

Lebih terperinci

LAMPIRAN: Surat No.: 0030/M.PPN/02/2011 tanggal 2 Februari 2011 B. PENJELASAN TENTANG KETAHANAN PANGAN

LAMPIRAN: Surat No.: 0030/M.PPN/02/2011 tanggal 2 Februari 2011 B. PENJELASAN TENTANG KETAHANAN PANGAN LAMPIRAN: Surat No.: 0030/M.PPN/02/2011 tanggal 2 Februari 2011 B. PENJELASAN TENTANG KETAHANAN PANGAN ahanan pangan nasional harus dipahami dari tiga aspek, yaitu ketersediaan, distribusi dan akses, serta

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Kebijakan publik adalah keputusan pemerintah yang berpengaruh terhadap

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Kebijakan publik adalah keputusan pemerintah yang berpengaruh terhadap BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Gardner (1987) menyatakan penanganan masalah perberasan memerlukan kebijakan publik yang merupakan bagian dari kebijakan pembangunan

Lebih terperinci

ADAPTASI DAN MITIGASI FENOMENA EL NIÑO DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

ADAPTASI DAN MITIGASI FENOMENA EL NIÑO DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR ADAPTASI DAN MITIGASI FENOMENA EL NIÑO DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Muhammad Husain Hasan dan Maria Floriani Mongko Jurusan Pendidikan Geografi FKIP Universitas Nusa Cendana E-mail: muhammadhusain32@yahoo.com

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teoritis 2.1.1. Sawah Tadah Hujan Lahan sawah tadah hujan merupakan lahan sawah yang dalam setahunnya minimal ditanami satu kali tanaman padi dengan pengairannya sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan

BAB I PENDAHULUAN. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan jumlah penduduk Indonesia tahun 2010-2035. Proyeksi jumlah penduduk ini berdasarkan perhitungan

Lebih terperinci

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262, Tromol Pos. 7019 / Jks KL, E-mail

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT BADAN PUSAT STATISTIK No. 66/12/32/Th.XVI, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PER MUSIM TANAM UNTUK SATU HEKTAR LUAS

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI

POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI 1 POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI (Studi Kasus H. Adul Desa Situ Daun, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Ach. Firman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara agraris yang amat subur sehingga tidak dapat dipungkiri lagi sebagian besar penduduknya bergerak dalam sektor agraris. Data dalam Badan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Keterangan : KV = risiko produksi padi σ y. = standar deviasi = rata rata produksi

2. TINJAUAN PUSTAKA. Keterangan : KV = risiko produksi padi σ y. = standar deviasi = rata rata produksi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Risiko Produktivitas Setiap aktivitas manusia selalu mengandung risiko karena ada keterbatasan dalam memprediksi hal yang akan terjadi di masa yang akan datang. Kejadian yang memiliki

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Permalan mempunyai peranan penting dalam pengambilan keputusan, untuk perlunya dilakukan tindakan atau tidak, karena peramalan adalah prakiraan atau memprediksi peristiwa

Lebih terperinci

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG 1. TINJAUAN UMUM 1.1.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... PENDAHULUAN P ada dasarnya pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu (PTT) bukanlah suatu paket teknologi, akan tetapi lebih merupakan metodologi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI KABUPATEN SRAGEN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI KABUPATEN SRAGEN 0 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI KABUPATEN SRAGEN Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Gelar Sarjana

Lebih terperinci