BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL"

Transkripsi

1 BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL Pada bagian analisis kebijakan, terlebih dahulu akan dilakukan analisis pada model dasar, dan kemudian dilanjutkan dengan analisis penerapan skenario kebijakan yang telah disusun, yang kemudian akan dibandingkan berdasarkan kriteria kriteria performansi sistem yang telah ditentukan. Tahap terakhir dari bagian analisis kebijakan ini adalah analisis implementasi kebijakan. V.1 Analisis Perilaku Model Dasar Pada bagian ini, analisis dilakukan terhadap perilaku variabel variabel yang menjadi performansi industri sari buah. Variabel variabel tersebut diperoleh dengan mengacu pada karakteristik industri sari buah di Indonesia. Berdasarkan karakteristik yang ada, dapat ditentukan beberapa kriteria performansi industri sari buah, yaitu : Pertumbuhan produksi yang ditandai oleh perkembangan tingkat produksi industri sari buah. Pertumbuhan penjualan domestik industri sari buah di Indonesia, yang ditandai oleh volume permintaan dan output industri untuk untuk pasar domestik. Pertumbuhan perdagangan ekspor industri sari buah di Indonesia, yang ditandai oleh volume permintaan dan output industri untuk untuk pasar ekspor. Tingkat perkembangan tenaga kerja industri sari buah, yang ditandai oleh total tenaga kerja industri, total tenaga kerja terampil, tingkat perekrutan tenaga kerja, serta tingkat pemberhentian tenaga kerja. Tingkat investasi industri sari buah, yang ditandai oleh perkembangan jumlah investasi industri sari buah. Analisis perilaku variabel pada masing masing kriteria performansi dilakukan berdasarkan asumsi bahwa struktur variabel serta parameter parameter yang ada pada model dasar tidak berubah selama tahun

2 V.1.1 Performansi Industri Ukuran performansi industri diperoleh berdasarkan visi, misi dan tujuan yang ingin dicapai oleh Direktorat Industri Minuman dan Tembakau, Departemen Perindustrian Visi dan Misi Direktorat Industri Minuman dan Tembakau Berdasarkan visi dan misi Direktorat Industri Minuman dan Tembakau adalah mewujudkan industri minuman dan tembakau yang berdaya saing dipasar global, sedangkan misi yang diemban adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan nilai tambah 2. Meningkatkan mutu, produktivitas dan efisiensi 3. Meningkatkan kualitas SDM / penguasaan teknologi 4. Perluasan dan penyebaran usaha / lapangan kerja 5. Penguasaan dan perluasan pasar ekspor Tujuan Direktorat Industri Minuman dan Tembakau Tujuan yang ingin dicapai oleh Direktorat Industri Minuman dan Tembakau dalam jangka waktu tahun adalah : 1. Memperkuat struktur industri minuman dan tembakau berdasarkan klaster industri. 2. Meningkatkan utilisasi kapasitas produksi industri minuman dan tembakau. 3. Meningkatkan penguasaan pasar produk industri minuman dan tembakau di dalam negeri dan ekspor. 4. Meningkatkan penggunaan bahan baku yang berasal dari SDA dalam negeri. 5. Meningkatkan penyebaran dan pemerataan pembangunan industri minuman dan tembakau. 6. Meningkatkan penguasaan teknologi dan kemampuan SDM untuk mewujudkan produk industri minuman dan tembakau yang memenuhi ketentuan standar keamanan, keselamatan, kesehatan dan lingkungan hidup. 7. Memperluas kesempatan kerja dan berusaha. 132

3 Berdasarkan visi, misi, serta tujuan yang tercantum dalam arah dan kebijakan pembangunan industri minuman dan tembakau, dapat dirumuskan hal hal yang ingin dicapai dalam pembangunan industri, yaitu : 1. Tingkat pertumbuhan industri yang tinggi 2. Tingkat penyerapan tenaga kerja yang tinggi 3. Penetrasi pasar baik di dalam maupun luar negeri 4. Daya saing yang tinggi baik di pasar domestik maupun ekspor Tingkat pertumbuhan yang tinggi diukur dengan indikator tingkat produksi sebagai output industri yang nantinya akan di lempar ke pasar domestik maupun ekspor. Tingkat penyerapan tenaga kerja diukur dengan jumlah tenaga kerja industri sari buah. Daya saing produk ditunjukkan oleh tingkat permintaan pasar domestik dan pasar ekspor atas produk sari buah dalam negeri. Sedangkan tingkat pertumbuhan investasi diukur dengan jumlah investasi pada industri sari buah. Sehingga pada penelitian ini ukuran performansi industri ditunjukkan oleh variabel variabel : Tingkat Produksi Tingkat permintaan pasar Tingkat Penyerapan tenaga kerja industri Tingkat Investasi Hasil simulasi model dasar berdasarkan kriteria performansi industri dapat dilihat pada Gambar V.1, V.2 dan V.3. Secara keseluruhan, keempat variabel performansi industri menunjukkan tingkat pertumbuhan. Pada awal simulasi, terjadi penurunan tingkat produksi yang disebabkan olah tingkat utilisasi kapasitas yang rendah, karena rendahnya jumlah produksi. Akibat menurunnya tingkat produksi, maka produk yang dilepas ke pasar pun menjadi sedikit, sedangkan tingkat permintaan produk sangat tinggi, sehingga pemenuhan permintaan dipenuhi oleh produk sari buah impor yang terus meningkat setiap tahunnya. 133

4 Gambar V.1 Hasil Simulasi Model Dasar Kriteria Performansi Industri 1 Tingkat produksi sari buah 2 Permintaan domestik sari buah 3 Permintaan ekspor sari buah 4 Total permintaan produk sari buah Gambar V.2 Hasil Simulasi Model Dasar Performansi Industri Kriteria Tenaga Kerja Industri 134

5 Variabel tenaga kerja industri memberikan perilaku yang fluktuatif pada awal simulasi, kerena pada proses penerimaan tenaga kerja terjadi delay, yaitu waktu untuk perekrutan tenaga kerja dan pelatihan tenaga kerja yang baru. Sedangkan variabel jumlah investasi industri juga menunjukkan perilaku fluktuatif pada awal simulasi kerena pada saat proses penambahan kapital juga terjadi delay, yaitu waktu yang dibutuhkan mulai dari proses pemesanan kapital sampai realisasi investasi kapital.. Gambar V.3 Hasil Simulasi Model Dasar Performansi Industri Kriteria Jumlah Investasi Industri V.1.2 Perkembangan Produksi Pada kriteria perkembangan produksi, analisis dilakukan pada hasil simulasi perilaku model dasar untuk tingkat produksi sari buah. Tingkat produksi merepresentasikan jumlah produk sari buah yang dihasilkan dalam memenuhi permintaan konsumen. Pada Gambar V.4 dapat dilihat bahwa secara umum variabel variabel yang menunjukkan perkembangan produksi cenderung naik dan saling berhubungan. Hal ini terjadi karena terdapat interaksi antar variabel variabel yang mempengaruhi tingkat produksi seperti yang telah dijelaskan pada bagian pengembangan diagram sub sistem. Untuk variabel permintaan total dan tingkat produksi, pada awal simulasi 135

6 sampai tahun 2005 cenderung berfluktuasi. Hal ini dapat terjadi karena kedua variabel sistem industri tersebut berubah secara dinamis. Perubahan perubahan tersebut dapat disebabkan oleh faktor faktor di dalam sistem (endogen), maupun faktor faktor eksogen yang berada di luar batas kontrol industri. Gambar V.4 Hasil Simulasi Model Dasar Terhadap Perkembangan Produksi 1 Total permintaan produk sari buah 2 Tingkat produksi sari buah 3 Kapasitas terpasang industri sari buah Pada saat tingkat produksi menurun, utilisasi kapasitas produksi juga menjadi rendah, padahal kapasitas produksi industri sari buah jauh berada di atas tingkat produksi. Hal ini terjadi karena berlebihnya tingkat persediaan produk hasil industri karena produksi terus berjalan, padahal permintaan mengalami penurunan. Akibatnya industri terpaksa menurunkan tingkat produksi aktualnya. Pada periode kedua yaitu tahun 2005 sampai tahun 2006 variabel tingkat produksi menunjukkan perilaku yang meningkat. Peningkatan yang terjadi disebabkan karena tumbuhnya industri industri baru akibat peningkatan daya saing ekspor, serta permintaan domestik yang juga meningkat, akibat kenaikan daya beli masyarakat, 136

7 serta bertambahnya jumlah populasi penduduk. Meskipun untuk meningkatkan kapasitas produksi membutuhkan delay, yaitu antara antara pemesanan kapital sampai dengan terjadinya akuisisi kapital, namun industri dapat dengan cepat merespon apabila terjadi kenaikan permintaan. Sedangkan pada periode ketiga yaitu setelah tahun 2006, perilaku variabel variabel yang mempengaruhi perkembangan produksi terus mengalami kenaikan secara konstan. Permintaan setelah tahun 2006 terus mengalami kenaikan, sehingga menggerakan industri untuk meningkatkan produksi. V.1.3 Pasar Domestik Pada kriteria perdagangan domestik, analisis dilakukan pada hasil simulasi perilaku model dasar permintaan domestik sari buah dan tingkat penjualan produk domestik sari buah. Gambar V.5 memperlihatkan perilaku dinamis dari variabel variabel pada pasar domestik. Gambar V.5 Hasil Simulasi Model Dasar Terhadap Perkembangan Pasar Domestik 1 Permintaan domestik sari buah 2 Tingkat penjualan produk sari buah domestik 137

8 Pada periode pertama yaitu tahun 2000 sampai tahun 2002 variabel permintaan domestik sedikit menurun, namun kemudian meningkat kembali. Tingkat permintaan domestik sari buah cenderung naik karena dua hal yaitu kenaikan permintaan sari buah per kapita serta penambahan populasi penduduk. Sedangkan permintaan domestik sari buah cenderung turun karena maraknya produk sari buah impor yang masuk ke dalam negeri, serta bertambahnya produk sari buah pesaing di pasar ekspor. Pada periode kedua yaitu tahun 2003 sampai tahun 2007 variabel permintaan domestik menunjukkan perilaku yang meningkat secara tajam. Peningkatan yang terjadi disebabkan karena kenaikan daya beli masyarakat, serta bertambahnya jumlah populasi penduduk. Selain itu pada tahun 2005 dilakukan penghapusan pajak pertambahan nilai barang mewah untuk komoditi sari buah oleh pemerintah melalui PP No.5/2004 tanggal 1 Januari Hal ini dilakukan karena dianggap komoditi sari buah bukan merupakan produk barang mewah, seperti halnya air minum dalam kemasan dan minuman teh dalam kemasan. Kemudian pada periode ketiga yaitu setelah tahun 2007, perilaku variabel permintaan domestik mengalami kenaikan secara konstan sehingga menggerakan industri untuk tetap meningkatkan volume produksi. Tingkat penjualan sari buah domestik berada jauh di bawah permintaan domestik. Hal ini menunjukkan bahwa industri belum mampu memenuhi permintaan pasar domestik. Selain itu, banyak produk sari buah impor yang masuk secara ilegal ke dalam negeri dengan harga yang murah, karena tidak ada bea masuk yang dikenakan terhadap produk impor ilegal tersebut. Masyarakat umumnya sangat berminat dengan produk produk murah tersebut, meskipun kualitasnya berada dibawah produk lokal. V.1.4 Pasar Ekspor Pada kriteria perdagangan ekspor, analisis dilakukan pada hasil simulasi perilaku model dasar permintaan ekspor sari buah dan tingkat penjualan produk ekspor sari buah. Permintaan ekspor sangat dipengaruhi oleh mekanisme pasar bebas, yaitu 138

9 tergantung pada daya saing produk negara pengimpor, yang di dalam model ini diwakili oleh harga dan ketersediaan produk. Gambar V.6 memperlihatkan hasil simulasi model dasar untuk kriteria perdagangan ekspor. Gambar V.6 Hasil Simulasi Model Dasar Terhadap Perkembangan Pasar Ekspor 1 Permintaan ekspor sari buah 2 Tingkat penjualan ekspor produk sari buah Pada periode awal simulasi yaitu mulai tahun 2000 sampai 2001, permintaan ekspor sari buah menunjukkan kenaikan yang sangat pesat. Mengingat cukup tajamnya gradien kenaikan pada periode tersebut sehingga industri memerlukan waktu penyesuaian untuk menambah kapasitas produksi., penyediaan tenaga kerja dan bahan baku, serta waktu pengiriman ke negara pengimpor. Kenaikan permintaan ekspor untuk peroduk sari buah Indonesia disebabkan oleh bertambahnya ukuran pasar serta daya saing ekspor produk Indonesia. Daya saing ini disebabkan oleh murahnya harga produk yang disebabkan lebih rendahnya biaya produksi sari buah di Indonesia jika dibandingkan dengan negara lain. Selain itu, produk sari buah impor ilegal belum banyak beredar di dalam negeri. Disisi lain, tingginya harga jual ekspor serta permintaan ekspor yang terus menunjukkan trend naik, membuat para investor tertarik untuk menambah tingkat pengiriman ekspornya. 139

10 Pada periode kedua yaitu tahun 2001 sampai tahun 2003, hasil simulasi menunjukkan terjadinya penurunan permintaan ekspor. Hal ini karena turunnya harga pasar internasional akibat masuknya produk produk murah dari China. Disisi lain daya saing produk Indonesia justru melemah akibat tingginya biaya produksi karena pencabutan subsidi BBM oleh pemerintah, kenaikan bahan baku produksi, kenaikan upah minimum propinsi, serta suku bunga perbankan yang tinggi. Pada periode selanjutnya yaitu tahun 2003 dan seterusnya, permintaan ekspor sari buah menunjukkan kenaikan yang konstan. Hal ini disebabkan industri sudah dapat menyesuaikan kondisi tingginya BBM dengan melakukan berbagai efisiensi untuk proses produksi. Selain itu permintaan juga berasal dari permintaan negara pengimpor terhadap produk sari buah yang hanya diproduksi di Indonesia, mengingat buah buahan di Indonesia terkenal sebagai buah eksotik, di mana di negara lain belum tentu ada. Karena volume ekspor meningkat sementara jumlah negara importir cenderung konstan, maka permintaan ekspor untuk produk sari buah Indonesia menunjukkan perilaku yang naik kembali. V.1.5 Perkembangan Tenaga Kerja Analisis perilaku model dasar untuk veriabel jumlah tenaga kerja dilakukan untuk mengetahui penyerapan tenaga kerja industri sari buah. Pada kriteria perkembangan tenaga kerja, analisis dilakukan pada hasil simulasi perilaku model dasar jumlah tenaga kerja industri dan tenaga kerja terampil pada industri sari buah. Tingkat perkembangan tenaga kerja sangat dipengaruhi oleh output potensial kapasitas produksi yang membutuhkan tenaga kerja untuk mengoperasikan barang kapital. Perkembangan jumlah tenaga kerja industri sari buah dan tenaga kerja terampil industri sari buah ditampilkan pada Gambar V

11 Gambar V.7 Hasil Simulasi Model Dasar Terhadap Perkembangan Tenaga Kerja 1 Jumlah tenaga kerja industri sari buah 2 Jumlah tenaga kerja terampil pada industri sari buah Pertumbuhan jumlah tenaga kerja terjadi karena adanya peningkatan permintaan pasar. Dari output model dapat dilihat bahwa jumlah tenaga kerja terampil industri sari buah terus meningkat tapi selalu berada dibawah jumlah tenaga kerja industri sari buah. Hal ini disebabkan karena adanya delay pada saat proses pelatihan tenaga kerja belum terampil untuk menjadi tenaga kerja terampil. Tenaga kerja yang baru direkrut memiliki produktivitas yang rendah sehingga dilakukan pelatihan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja. V.1.6 Pertumbuhan Investasi Tingkat penambahan investasi terjadi karena kebutuhan penambahan kapasitas terpasang untuk memenuhi permintaan pasar serta depresiasi kapasitas terpasang industri. Jumlah dan tingkat pertumbuhan investasi industri sari buah ditampilkan pada Gambar V

12 Gambar V.8 Hasil Simulasi Model Dasar Terhadap Jumlah dan Tingkat Pertumbuhan Investasi 1 Jumlah investasi industri sari buah 2 Tingkat pertumbuhan investasi industri sari buah Tingkat pertambahan investasi pada industri sari buah hanya sedikit yaitu antara tahun 2000 sampai 2006 tingkat pertumbuhan investasi rata rata hanya 0,3044% per tahun. Disisi lain terdapat delay antara kebutuhan penambahan investasi dengan realisasi penambahan aktualnya, hal ini terjadi karena proses pengajuan investasi kapital membutuhkan waktu delay, sehingga pertumbuhan investasi menjadi lambat. Meskipun sangat lambat, tingkat pertumbuhan investasi tetap mengalami kenaikan karena tetap ada respon investor akan prospek pasar yang terus bertambah. V.2 Analisis Sensistifitas Untuk membuat suatu model, parameter dan struktur model sangat dipengaruhi oleh subyektifitas dari pembuat model, sehingga diperlukan suatu analisis sensitivitas untuk melihat variabel variabel yang perlu menjadi perhatian utama pada proses perancangan kebijakan. Pada dasarnya semua model matenatika sensitif secara 142

13 numerik apabila dilakukan perubahan parameter model (Sterman, 2000). Oleh karena itu, berdasarkan analisis sensitivitas numerik yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan mengenai parameter yang perlu diperhatikan dalam proses estimasi parameter. Dalam analisis sensitifitas ini akan dilihat pengaruh variabel yang sensitif terhadap perilaku model. Variabel yang dipakai untuk analisis sensitifitas adalah harga produk sari buah domestik dan harga produk sari buah ekspor. Variabel ini tidak dapat dikendalikan karena bergerak sesuai teori hukum permintaan dan penawaran. Pada model akan dicoba tiga kemungkinan kondisi harga yaitu : 1. Skenario optimistik Yaitu skenario yang dibuat dengan mengasumsikan kondisi harga yang paling baik. Parameter sistem diasumsikan bernilai paling baik. 2. Skenario Normal Yaitu skenario yang dibuat dengan asumsi harga pada kondisi normal. Parameter dalam sistem diasumsikan memiliki nilai yang paling mungkin terjadi. 3. Skenario Pesimistik Yaitu skenario yang dibuat untuk memfasilitasi kondisi yang sangat tidak diharapkan. Skenario tersebut mengasumsikan kondisi terburuk dan nilai dari parameter mengambil nilai yang balik buruk. Analisis sensitifitas perilaku dilakukan dengan membandingkan output model pada variabel variabel yang menjadi ukuran performansi yaitu tingkat produksi, tingkat permintaan domestik, tingkat penyerapan tenaga kerja, dan tingkat investasi. V.2.1 Tingkat Produksi Tingkat produksi merepresentasikan jumlah produk sari buah yang dihasilkan dalam rangka memenuhi permintaan pasar. Berdasarkan hukum permintaan dan penawaran, permintaan akan naik apabila terjadi penurunan harga, sedangkan penawaran akan 143

14 naik apabila terjadi kenaikan harga. Naiknya permintaan akan menggerakkan industri untuk menaikkan jumlah produksi. Berdasarkan hasil simulasi pada Gambar V.9, tampak bahwa semakin rendah harga produk sari buah lokal, menyebabkan tingkat produksi pada industri sari buah menjadi naik secara signifikan. Sehingga terbukti bahwa rendahnya harga produk sari buah domestik membuat tingkat permintaan menjadi naik, sehingga menggerakkan industri sari buah untuk meningkatkan jumlah produksinya. Gambar V.9 Analisis Skenario Harga Produk Sari Buah Impor Terhadap Tingkat Produksi 1 Optimistik 2 Normal 3 Pesimistik V.2.2 Tingkat permintaan Domestik Permintaan merupakan ukuran kinerja industri yang sangat penting, mengingat suatu industri akan berkembang apabila permintaan terhadap industri tersebut senantiasa tumbuh. Berdasarkan grafik hasil simulasi pada Gambar V.10, tampak bahwa semakin rendah harga produk sari buah lokal, menyebabkan tingkat permintaan domestik pada industri sari buah menjadi naik secara signifikan. Hal ini terjadi 144

15 karena rendahnya harga produk sari buah domestik dapat menyaingi harga produk sari buah impor ilegal yang dijual dengan harga murah, sehingga konsumsi masyarakat beralih dari produk sari buah impor ke produk sari buah lokal. Gambar V.10 Analisis Skenario Harga Produk Sari Buah Impor Terhadap Tingkat Permintaan Domestik 1 Optimistik 2 Normal 3 Pesimistik V.2.3 Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja Tenaga kerja sangat diperlukan untuk mengoperasikan barang barang kepital dalam proses produksi. Berdasarkan grafik hasil simulasi pada Gambar V.11, tampak bahwa semakin rendah harga produk sari buah lokal, dapat menaikkan tingkat penyerapan tenaga kerja pada industri sari buah. Hal ini terjadi karena rendahnya harga produk sari buah domestik membuat tingkat permintaan menjadi naik, sehingga menggerakkan industri sari buah untuk meningkatkan jumlah produksinya. Tingginya tingkat produksi akan membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak untuk 145

16 mengoperasikan barang kapital pada proses produksi, sehingga industri sari buah menaikkan tingkat perekrutan tenaga kerja. Gambar V.11 Analisis Skenario Harga Produk Sari Buah Impor Terhadap Tingkat Penyerapan Tenaga kerja 1 Optimistik 2 Normal 3 Pesimistik V.2.4 Tingkat Investasi Untuk meningkatan produksi pada industri sari buah, maka dibutuhkan kapasitas produksi yang lebih besar, sehingga terjadi investasi kapital. Berdasarkan grafik hasil simulasi pada Gambar V.12, tampak bahwa semakin rendah harga produk sari buah lokal, dapat menaikkan tingkat investasi industri sari buah. Hal ini terjadi karena rendahnya harga produk sari buah domestik menyebabkan tingkat permintaan menjadi naik, sehingga industri sari buah harus meningkatkan jumlah produksinya agar terpenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat. Tingginya tingkat produksi akan membutuhkan kapasitas produksi yang lebih besar, sedangkan mesin mesin produksi terus mengalami depresiasi. Hal ini menyebabkan kapasitas yang tersedia 146

17 tidak mencukupi, sehingga dilakukan penambahan barang kapital, yang otomatis menambah tingkat investasi pada industri sari buah. Gambar V.12 Analisis Skenario Harga Produk Sari Buah Impor Terhadap Tingkat Investasi 1 Optimistik 2 Normal 3 Pesimistik 147

BAB V PERANCANGAN KEBIJAKAN DAN ANALISIS PERILAKU MODEL. V.1 Arah Kebijakan Direktorat Industri Alat Transportasi Darat dan Kedirgantaraan (IATDK)

BAB V PERANCANGAN KEBIJAKAN DAN ANALISIS PERILAKU MODEL. V.1 Arah Kebijakan Direktorat Industri Alat Transportasi Darat dan Kedirgantaraan (IATDK) BAB V PERANCANGAN KEBIJAKAN DAN ANALISIS PERILAKU MODEL V.1 Arah Kebijakan Direktorat Industri Alat Transportasi Darat dan Kedirgantaraan (IATDK) Perancangan kebijakan otomotif nasional diturunkan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN

BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN VI.1 Proses Perancangan Kebijakan Proses perancangan kebijakan industri sari buah didasarkan pada arah kebijakan pembangunan nasional yang kemudian dijabarkan dalam visi dan

Lebih terperinci

BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN. 6.1 Arah Kebijakan dan Proses Perancangan Kebijakan

BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN. 6.1 Arah Kebijakan dan Proses Perancangan Kebijakan BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN 6.1 Arah Kebijakan dan Proses Perancangan Kebijakan Dalam rangka untuk mencapai tujuan negara, yaitu menjadikan pertumbuhan ekonomi yang tinggi maka diperlukan berbagai kebijakan

Lebih terperinci

BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN

BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN 6.1 Proses Perancangan Kebijakan Proses perancangan kebijakan industri tepung tapioka di Propinsi Lampung pada dasarnya mengacu pada kebijakan pembangunan daerah Propinsi Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kebutuhan komponen otomotif baik untuk kendaraan baru (original equipment manufacture) dan spare parts (after market) cukup besar. Menurut data statistik jumlah populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri agro memiliki arti penting bagi perekonomian Indonesia yang ditunjukkan oleh beberapa fakta yang mendukung. Selama kurun waktu 1981 1995, industri agro telah

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA KELOMPOK I KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA TOPIK : PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO DAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN KLASTER KELOMPOK INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN, KIMIA HULU DAN

Lebih terperinci

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO Pada bab sebelumnya, telah dilakukan analisis dampak kebijakan Gernas dan penerapan bea ekspor kakao terhadap kinerja industri

Lebih terperinci

BAB IV PENGEMBANGAN MODEL

BAB IV PENGEMBANGAN MODEL BAB IV PENGEMBANGAN MODEL Pengembangan model adalah usaha untuk membangun model yang dapat mempresentasikan sektor industri yang ditinjau. Pembentukan model dimulai dari pengenalan terhadap inti permasalahan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PERILAKU MODEL DASAR

BAB V ANALISA PERILAKU MODEL DASAR BAB V ANALISA PERILAKU MODEL DASAR 5.1 Analisa Perilaku Model Dasar Pada bagian ini akan dianalisa perilaku dari variabel-variabel yang menjadi indikator kinerja sistem industri tepung tapioka. Variabel-variabel

Lebih terperinci

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Oleh: Putri Amelia 2508.100.020 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Budisantoso

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk disertai dengan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali usaha di bidang tekstil. Suatu perusahaan dituntut untuk mampu

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali usaha di bidang tekstil. Suatu perusahaan dituntut untuk mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dalam era globalisasi saat ini, persaingan dalam segala bidang usaha semakin ketat, seperti dalam bidang ekspor impor, pariwisata, pertanian, tidak terkecuali

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HARGA. Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2. Julian Adam Ridjal, SP., MP.

KEBIJAKAN HARGA. Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2. Julian Adam Ridjal, SP., MP. KEBIJAKAN HARGA Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2 Julian Adam Ridjal, SP., MP. Disampaikan pada Kuliah Kebijakan dan Peraturan Bidang Pertanian EMPAT KOMPONEN KERANGKA

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Analisis Berlian Porter Dayasaing diidentikkan dengan produktivitas atau tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan.

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi susu sapi lokal dalam

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan estimasi yang telah dilakukan maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil uji Impulse Response Function menunjukkan variabel nilai

Lebih terperinci

Skenario Kebijakan Penentuan Upah Minimum Regional (UMR) dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Industri Padat Karya di Kota Surabaya

Skenario Kebijakan Penentuan Upah Minimum Regional (UMR) dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Industri Padat Karya di Kota Surabaya Tugas Akhir- TI 9 Skenario Kebijakan Penentuan Upah Minimum Regional (UMR) dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Industri Padat Karya di Kota Surabaya Oleh : Dewi Indiana (576) Pembimbing : Prof. Dr. Ir.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, kebutuhan jagung di Indonesia mengalami peningkatan, yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering

Lebih terperinci

PROYEKSI MAKROEKONOMI INDONESIA

PROYEKSI MAKROEKONOMI INDONESIA PROYEKSI MAKROEKONOMI INDONESIA 2009-2013 Biro Riset LMFEUI Gejolak makroekonomi mulai terjadi sejalan dengan fluktuasi harga energi dan komoditas sejak semester kedua 2007. Fluktuasi tersebut disusul

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sektor riil dalam pembahasan mengenai ekonomi makro menggambarkan kondisi perekonomian dipandang dari sisi permintaan dan penawaran barang dan jasa. Oleh karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

VII. KESIMPULAN DAN SARAN VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Model Input-Output Ekonometrika Indonesia dan Aplikasinya Untuk Analisis Dampak Ekonomi dapat diperoleh beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

6. HASIL DAN PEMBAHASAN

6. HASIL DAN PEMBAHASAN 6. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas tentang kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan respon kebijakan untuk meminimisasi dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia. Mengingat sejak bulan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, persaingan di Indonesia dituntut untuk mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, persaingan di Indonesia dituntut untuk mampu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam era globalisasi ini, persaingan di Indonesia dituntut untuk mampu menghasilkan produk yang berkualitas dengan daya saing tinggi serta dengan harga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Investasi atau penanaman modal merupakan instrumen penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang ada di suatu negara atau wilayah. Karena pada dasarnya, investasi

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN ATAS HASIL ANALISIS KEBIJAKAN. VII.1 Pembahasan Hasil Analisis Kebijakan

BAB VII PEMBAHASAN ATAS HASIL ANALISIS KEBIJAKAN. VII.1 Pembahasan Hasil Analisis Kebijakan BAB VII PEMBAHASAN ATAS HASIL ANALISIS KEBIJAKAN VII.1 Pembahasan Hasil Analisis Kebijakan Berdasarkan hasil analisis kebijakan yang telah dipaparkan pada Bab VI, maka pada Bab ini dilakukan pembahasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Perdagangan Internasional Teori tentang perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang sangat maju, yaitu dimulai dengan teori klasik tentang keunggulan

Lebih terperinci

VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI

VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI Agribisnis kakao memiliki permasalahan di hulu sampai ke hilir yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didunia, termasuk Indonesia. Apabila inflasi ditekan dapat mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. didunia, termasuk Indonesia. Apabila inflasi ditekan dapat mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang sangat ditakuti oleh semua negara didunia, termasuk Indonesia. Apabila inflasi ditekan dapat mengakibatkan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sangat terkait erat dengan pembangunan sosial masyarakatnya. Pada awalnya pembangunan ekonomi lebih diprioritaskan pada pertumbuhannya saja, sedangkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia mempunyai cita cita yang luhur sebagaimana tertuang dalam Pembukuan UUD Tahun 1945 adalah untuk memajukan kesejahteraan umum menuju masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis data di atas, kesimpulan dari analisis strategi yang

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis data di atas, kesimpulan dari analisis strategi yang BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data di atas, kesimpulan dari analisis strategi yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Secara keseluruhan industri ini kurang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Indonesia memiliki potensi bahan baku industri agro, berupa buah buahan tropis yang cukup melimpah. Namun selama ini ekspor yang dilakukan masih banyak dalam bentuk buah segar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas dalam perdagangan internasional seperti ekspor dan impor sangat

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas dalam perdagangan internasional seperti ekspor dan impor sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Aktivitas dalam perdagangan internasional seperti ekspor dan impor sangat diperlukan terutama untuk negara-negara yang memiliki bentuk perekonomian terbuka.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor

I. PENDAHULUAN. Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor perdagangan di Indonesia. Istilah tekstil yang dikenal saat ini berasal dari bahasa latin, yaitu texere

Lebih terperinci

VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN. Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis

VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN. Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis simulasi beberapa alternatif kebijakan dengan tujuan untuk mengevaluasi perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri barang konsumsi atau consumer goods di Indonesia semakin tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. Industri barang konsumsi atau consumer goods di Indonesia semakin tumbuh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri barang konsumsi atau consumer goods di Indonesia semakin tumbuh positif sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini terlihat dari peningkatan nilai

Lebih terperinci

8 ANALISIS KESEIMBANGAN KAPASITAS PRODUKSI DAN PEMERATAAN DISTRIBUSI KEUNTUNGAN

8 ANALISIS KESEIMBANGAN KAPASITAS PRODUKSI DAN PEMERATAAN DISTRIBUSI KEUNTUNGAN 145 8 ANALISIS KESEIMBANGAN KAPASITAS PRODUKSI DAN PEMERATAAN DISTRIBUSI KEUNTUNGAN Agroindustri kerapu budi daya terdiri atas rangkaian kegiatan usaha yang saling bergantung satu dengan yang lainnya,

Lebih terperinci

alah satu dinamika pembangunan suatu wilayah diindikasikan dengan laju pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Oleh karena

alah satu dinamika pembangunan suatu wilayah diindikasikan dengan laju pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Oleh karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang S alah satu dinamika pembangunan suatu wilayah diindikasikan dengan laju pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Oleh karena itu semua wilayah mencanangkan laju pertumbuhan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 205/PMK.011/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 205/PMK.011/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 205/PMK.011/2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan yang berperan penting dalam perekonomian suatu negara adalah kegiatan perdagangan internasional. Sehingga perdagangan internasional harus

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Langkah-Langkah Penelitian Dalam usaha mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan, disusun suatu metodologi penelitian. Adapun langkah- langkah yang disusun adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mesin/peralatan industri tekstil dan produk tekstil menyatakan bahwa industri

BAB I PENDAHULUAN. mesin/peralatan industri tekstil dan produk tekstil menyatakan bahwa industri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indoneasia Nomor: 27/M-IND/PER/3/2007 tentang Bantuan dalam rangka pembelian mesin/peralatan industri tekstil

Lebih terperinci

KONDISI EKSISTING INDUSTRI. POTENSI Tulungagung Penghasil marmer terbesar di Indonesia (wikipedia.org) (Disperindag,2009)

KONDISI EKSISTING INDUSTRI. POTENSI Tulungagung Penghasil marmer terbesar di Indonesia (wikipedia.org) (Disperindag,2009) 8// PRESENTASI SIDANG TUGAS AKHIR Departemen Perdagangan RI LATAR BELAKANG 4 subsektor industri kreatif KONTRIBUSI SDA DAERAH NurmaAnita 56..46 Dosen Pembimbing Prof.Dr.Ir.Budisantoso Wirjodirdjo, M.Eng.

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya industri pengolahan nonmigas (manufaktur) menempati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin berkembangnya perdagangan bebas ini, persaingan bisnis global membuat masing-masing negera terdorong untuk melaksanakan perdagangan internasional. Perdagangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk salah satu negara yang sedang berkembang yang dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk salah satu negara yang sedang berkembang yang dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia termasuk salah satu negara yang sedang berkembang yang dalam proses globalnya membutuhkan sarana dan prasarana guna menunjang proses pembangunan yang seutuhnya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menyumbang devisa negara yang

Lebih terperinci

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH JAWA TENGAH

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH JAWA TENGAH BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH JAWA TENGAH Krisis finansial global yang dipicu oleh krisis perumahan di AS (sub prime mortgage) sejak pertengahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Begitu juga dengan investasi yang merupakan langkah awal

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Begitu juga dengan investasi yang merupakan langkah awal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mekanisme penanaman modal merupakan langkah awal kegiatan produksi suatu negara. Begitu juga dengan investasi yang merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi.

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya

Lebih terperinci

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan

Lebih terperinci

Skenario Kebijakan Penentuan Upah Minimum Regional (UMR) dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Industri Padat Karya

Skenario Kebijakan Penentuan Upah Minimum Regional (UMR) dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Industri Padat Karya 1 Skenario Kebijakan Penentuan Upah Minimum Regional (UMR) dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Industri Padat Karya Dewi Indiana dan Prof. Dr. Ir. Budisantoso Wirjodirdjo, M.Eng. Teknik Industri, Fakultas

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

Materi 8. deden08m.com 1

Materi 8. deden08m.com 1 Materi 8 STRATEGI BISNIS deden08m.com 1 Melihat Keuntungan Persaingan 1) Strategi biaya rendah 2) Strategi membuat perbedaan 3) Strategi berbasis kecepatan 4) Fokus Pasar deden08m.com 2 Ø Strategi Biaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan oleh adanya currency turmoil, yang melanda Thailand dan menyebar

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan oleh adanya currency turmoil, yang melanda Thailand dan menyebar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tinggi rendahnya nilai mata uang ditentukan oleh besar kecilnya jumlah penawaran dan permintaan terhadap mata uang tersebut (Hadiwinata, 2004:163). Kurs

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 75 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pemerintah Penerimaan pemerintah terdiri dari PAD dan dana perimbangan. PAD terdiri dari pajak, retribusi, laba BUMD, dan lain-lain

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PADA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN Kerangka Skenario Perubahan Harga Input dan Output

VII. ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PADA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN Kerangka Skenario Perubahan Harga Input dan Output VII. ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PADA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN 7.1. Kerangka Skenario Perubahan Harga Input dan Output Perubahan-perubahan dalam faktor eksternal maupun kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikemukakan beberapa kesimpulan: 1. Model ekonomi tanaman pangan Indonesia yang dibangun dengan pendekatan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Dayasaing Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyokong penyelenggaraan pembangunan suatu bangsa. Dalam Anggaran

I. PENDAHULUAN. menyokong penyelenggaraan pembangunan suatu bangsa. Dalam Anggaran I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang cukup berpotensi untuk menyokong penyelenggaraan pembangunan suatu bangsa. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja

Lebih terperinci

Pokok Bahasan 1 RUANG LINGKUP EKONOMI MAKRO

Pokok Bahasan 1 RUANG LINGKUP EKONOMI MAKRO Pokok Bahasan 1 RUANG LINGKUP EKONOMI MAKRO Dosen Pengasuh: Prof. Dr. H. Almasdi Syahza, SE., MP Guru Besar FKIP Universitas Riau RUANG LINGKUP EKONOMI MAKRO Teori Ekonomi Makro adalah salah satu cabang

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang. Manfaat bagi kegiatan setiap orang yakni, dapat mengakomodasi

BAB I PENDAHULUAN. orang. Manfaat bagi kegiatan setiap orang yakni, dapat mengakomodasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini aktivitas manusia yang berhubungan dengan menabung sangatlah penting, adanya tabungan masyarakat maka dana tersebut tidaklah hilang, tetapi dipinjam atau dipakai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter Bank Indonesia selaku otoritas moneter. BI Rate merupakan instrumen kebijakan utama untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan bagian penting dari pembangunan suatu negara bahkan bisa dikatakan sebagai salah satu indikator dalam menentukan keberhasilan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Luas Areal Tanaman Perkebunan Perkembangan luas areal perkebunan perkebunan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pengembangan luas areal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 49 IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 4.1 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menunjukkan aktivitas perekonomian agregat suatu negara

Lebih terperinci

ANALISIS KENDALA INVESTASI BAGI PENANAM MODAL UNTUK INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN ORIENTASI EKSPOR FEBRINA AULIA PRASASTI

ANALISIS KENDALA INVESTASI BAGI PENANAM MODAL UNTUK INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN ORIENTASI EKSPOR FEBRINA AULIA PRASASTI ANALISIS KENDALA INVESTASI BAGI PENANAM MODAL UNTUK INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN ORIENTASI EKSPOR FEBRINA AULIA PRASASTI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini ditandai dengan semakin terintegrasinya perekonomian antar negara. Indonesia mengikuti perkembangan tersebut melalui serangkaian

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tekstil merupakan industri penting sebagai penyedia kebutuhan sandang manusia. Kebutuhan sandang di dunia akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikatakan berhasil dalam strategi pengembangan pembangunan jika laju

BAB I PENDAHULUAN. dikatakan berhasil dalam strategi pengembangan pembangunan jika laju BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan ekonomi suatu negara dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari keadaan ekonomi luar negeri. Apalagi bila negara tersebut semakin terbuka, keterbukaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA SISTEM

BAB IV ANALISA SISTEM 71 BAB IV ANALISA SISTEM 4.1. Analisa Situasional Agroindustri Sutera Agroindustri sutera merupakan industri pengolahan yang menghasilkan sutera dengan menggunakan bahan baku kokon yaitu kepompong dari

Lebih terperinci

PERTEMUAN III ASPEK EKONOMI, POLITIK,

PERTEMUAN III ASPEK EKONOMI, POLITIK, Manajemen Proyek PERTEMUAN III ASPEK EKONOMI, POLITIK, SOSIAL DAN BUDAYA Aspek Politik UMUMNYA ASPEK POLITIK YANG BERKAIT DENGAN MANAJEMEN PROYEK ADALAH : A. STABILITAS POLITIK B. ARAH KEBIJAKAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter Bank Indonesia selaku otoritas moneter. BI Rate merupakan instrumen kebijakan utama untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kestabilan harga. Masalah pertumbuhan ekonomi adalah masalah klasik

BAB I PENDAHULUAN. kestabilan harga. Masalah pertumbuhan ekonomi adalah masalah klasik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan jangka panjang yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang mengacu kepada trilogi pembangunan. Demi mewujudkan

Lebih terperinci

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA 6.1 Pengujian Asumsi Gravity model aliran perdagangan ekspor komoditas kepiting Indonesia yang disusun dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria pengujian asumsi-asumsi

Lebih terperinci

ANALISIS PELUANG INTERNASIONAL

ANALISIS PELUANG INTERNASIONAL ANALISIS PELUANG INTERNASIONAL SELEKSI PASAR DAN LOKASI BISNIS INTERNASIONAL Terdapat dua tujuan penting, konsentrasi para manajer dalam proses penyeleksian pasar dan lokasi, yaitu: - Menjaga biaya-biaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. International Yearbook of Industrial Statistics 2016, industri manufaktur di

BAB 1 PENDAHULUAN. International Yearbook of Industrial Statistics 2016, industri manufaktur di 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan industri di Indonesia semakin pesat, perkembangan ini memberikan pengaruh pada persaingan di dalam industri. Salah satu cara yang dapat digunakan

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN KANTOR MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) DIREKTORAT PERENCANAAN MAKRO FEBRUARI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang hebat, yang berdampak pada semua aktivitas bisnis di sektor riil. Selama dua tiga tahun terakhir

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 147, 2001 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4157) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali di Indonesa. Peranan UMKM dalam perekonomian Indonesia diakui

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali di Indonesa. Peranan UMKM dalam perekonomian Indonesia diakui 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu bagian penting dalam membangun perekonomian suatu negara ataupun daerah, tidak terkecuali di Indonesa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak kepada ketatnya persaingan, dan cepatnya perubahan lingkungan usaha. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan sebelumnya maka dapat disimpulkan hal-hal berikut ini. 1. Faktor-faktor penyebab deindustrialisasi dari sisi

Lebih terperinci