VII. IMPLEMENTASI MODEL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VII. IMPLEMENTASI MODEL"

Transkripsi

1 VII. IMPLEMENTASI MODEL A. HASIL SIMULASI Simulasi model dilakukan dengan menggunakan data hipotetik berdasarkan hasil survey, pencarian data sekunder, dan wawancara di lapangan. Namun dengan tetap mempertimbangkan lingkup penelitian yang diambil, yaitu simulasi usaha dengan batasan investasi untuk usaha skala Usaha Kecil dan Menengah (UKM), sehingga total investasi keseluruhan proyek yang disimulasikan adalah minimal 00 juta dan maksimal 0 milyar rupiah (UU No. 0 Tahun 008).. Usaha Tambak Udang Vaname Usaha tambak udang sampai dengan saat ini masih belum termasuk usaha yang diportofoliokan untuk dibiayai secara syariah, dikarenakan tingkat resiko usaha udang yang masih relatif tinggi. Berdasarkan kondisi tersebut, maka simulasi usaha untuk tambak udang vaname digunakan asumsi pembiayaan dengan batasan skala UKM paling rendah yaitu dengan total investasi keseluruhan minimal mendekati 00 juta rupiah. Dikarenakan usaha ini merupakan usaha yang relatif beresiko tinggi, maka ditetapkan angka harapan keuntungan usaha yang dipakai adalah sebesar 0% per tahun. Dari hasil simulasi dengan menggunakan data hipotetik berdasakan hasil survey di lapangan, wawancara, dan literatur data sekunder, didapatkan bahwa dengan skema pembiayaan 00 juta rupiah atau tepatnya Rp ,00 didapatkan usaha tambak udang vaname sebanyak kolam dengan luas kolam masing-masing m. Teknologi semi intensif memungkinkan budidaya udang dengan padat tebar 50 ekor/m dan survival rate 80%. Asumsi jadwal penebaran dilakukan bersamaan setiap 4 bulan sekali. Dari asumsi tersebut, didapatkan dengan produktivitas 00%, produksi udang vaname dapat mencapai kg per sekali panen, dengan total omzet Rp ,00. Jika diasumsikan produktifitas tahun pertama sampai dengan tahun keempat berturut 70%, 80%, 90%, dan 00%, didapat total omzet selama 4 tahun adalah sebesar Rp ,00 dengan profit margin rata-rata per siklus sebesar 5,86% atau Rp ,00. Dengan harga jual ratarata Rp.000,00 /kg, diperoleh Break Event Point (BEP) produksi selama empat tahun sebesar 8.06 kg dan BEP rupiah sebesar Rp ,00. 66

2 Tingkat Resiko yang dihasilkan untuk usaha tambak merupakan tingkat resiko yang bersifat hipotetik, dikarenakan data-data yang didapatkan untuk mengukur parameter hanya menggunakan asumsi dan penilaian yang bukan berasal dari pakar melainkan dari pengamatan langsung ketika melakukan survey dan wawancara di lapangan. Survey dan observasi dilakukan di daerah Sukabumi. Berikut hasil dari evaluasi resiko usaha tambak udang vaname : ) Resiko Ketersediaan Benih Tabel 7. Resiko Ketersediaan Benih Tambak Udang a. Kualitas benih yang digunakan b. Kondisi ekologi lahan tambak c. Kondisi teknologi pembesaran d. Kondisi serangan hama dan penyakit e. Jarak tambak dengan tempat pengolahan pasca panen/ pengolahan ke tempat pembelian f. Tingkat persaingan mendapatkan bahan baku Rata-rata resiko ketersediaan bahan baku,5 ) Resiko Budidaya Tabel 8. Resiko Budidaya Tambak Udang Vaname a. Kondisi penanganan pasca panen produk b. Kualitas tenaga kerja pengolah c. Perawatan alat dan ketersediaan utilitas d. Kondisi bahan bakar Rata-rata resiko budidaya,75 Hasil evaluasi resiko harga bahan baku menunjukan resiko pada tingkat sedang dengan skor,5. Hasil evaluasi resiko budidaya menunjukan resiko pada tingkat sedang dengan skor,75. ) Resiko Pemasaran Tabel 9. Resiko Pemasaran Tambak Udang a. Biaya transportasi ke pengolahan/ ke pembeli b. Kondisi jangka waktu pembayaran hasil penjualan c. Kondisi posisi tawar pengusaha Rata-rata resiko pemasaran, 67

3 4) Resiko Pengusaha dan Mitra Usaha Tabel 0. Resiko Pengusaha dan Mitra Usaha Tambak Udang a. Pengalaman pengusaha dalam usaha b. Porsi investasi pengusaha mitra terhadap total investasi usaha 4 c. Hubungan pengusaha dengan pemasok bahan baku d. Hubungan pengusaha dengan pembeli Rata-rata resiko mitra usaha,5 Hasil evaluasi pemasaran menunjukan resiko pada tingkat sedang dengan skor,. Dan resiko pengusaha mitra usaha sedang dengan skor,5. 5) Resiko Permintaan dan Penawaran Produk Tabel. Resiko Permintaan dan Penawaran Produk Tambak Udang a. Kondisi kesetimbangan permintaan dan penawaran udang vanami b. Kondisi keamanan pasar udang hasil panen 4 Rata-rata resiko permintaan dan penawaran produk,5 6) Resiko Harga Bahan Baku Tabel. Resiko Harga Bahan Baku Tambak Udang a. Kondisi harga beli bahan baku b. Kondisi fluktuasi harga bahan baku dalam satu tahun terakhir 4 Rata-rata resiko harga bahan baku,5 7) Resiko Harga Produk Tabel. Resiko Harga Produk Tambak Udang a. Kondisi harga jual produk udang dibandingkan harga pokok produksi udang b. Kondisi fluktuasi harga udang dalam satu tahun terakhir 4 Rata-rata resiko harga produk,5 Hasil evaluasi permintaan dan penawaran produk menunjukan resiko pada tingkat sedang dengan skor,5, resiko harga bahan baku sedang dengan skor,5, dan resiko harga produk memiliki resiko yang sedang dengan skor,5. Berikut hasil rekap evaluasi tingkat resiko pembiayaan setelah dikalikan dengan bobot tiap parameter resiko yang diambil dari pakar : 68

4 Tabel 4. Rekap Evaluasi Tingkat Resiko (TRP) Parameter Resiko Bobot Nilai Resiko Usaha Ketersediaan Bahan Baku Pengolahan Pemasaran Pengusaha Mitra Usaha Resiko Industri Permintaan dan Penawaran Produk Harga Bahan Baku Harga Produk,5,75,,5 0,6 0,66 0,090 0, 0,84 0,456 0, 0,87,5,5,5 0,054 0,099 0,80 0,89 0,46 0,6 Total Resiko,000,859 Hasil evaluasi resiko keseluruhan menunjukan bahwa Tingkat Resiko usaha tambak udang vaname sedang dengan skor,859. Rata-rata nilai SWBI berdasarkan nilai bulan terakhir dari Bank Indonesia ( sebesar 6,4%. (Lampiran 0). Sedangkan rata-rata Harapan Keuntungan Usaha (HKU) per tahun untuk usaha tambak udang vaname adalah sebesar 0%. Tingkat resiko pembiayaan untuk usaha tambak berada pada tingkat sedang, sehingga nilai yang dipakai untuk tambak adalah 0,6. Dari data-data tersebut, maka diperoleh nilai target keuntungan minimal LKS untuk usaha tambak adalah : TKS Tambak = 6,4% + (0% - 6,4%) x 0,6 = 8,57% Nisbah bagi hasil antara LKS dan Pengusaha sangat dipengaruhi oleh bagian investasi yang dibiayai dan jangka waktu pembiayaan, target keuntungan minimal LKS dari sejumlah pembiayaan yang dikeluarkan, dan laba operasional yang didapat. Dari hasil simulasi yang dilakukan pada Vanamest.Org berdasarkan asumsi yang dimasukan di analisis finansial, didapat bahwa laba operasional rata-rata yang dihasilkan oleh usaha tambak udang vaname adalah sekitar Rp ,00 /siklus, satu siklus sama dengan 4 bulan. Berikut hasil simulasi nisbah bagi hasil optimal yang didapat dengan mengasumsikan beberapa kondisi jumlah pembiayan atau bagian investasi LKS. 69

5 Tabel 5. Analisis Nisbah Bagi Hasil Syariah Tambak Udang Vaname Investasi Nisbah Bagi Hasil Rata/rata keuntungan/bulan (juta rupiah) LKS Pengusaha LKS Pengusaha 95% 5,04% 74,96% 4,56 58,54 85%,4% 77,59%,65 59,45 75% 9,77% 80,%,85 60,6 65% 7,4% 8,86%,4 60,97 55% 4,50% 85,50%,5 6,58 Keuntungan untuk LKS maupun pengusaha dipengaruhi oleh laba opersional usaha yang dicapai dan nisbah bagi hasil yang digunakan. Keuntungan usaha yang didapatkan LKS minimal harus sama dengan target keuntungan minimal yang sudah dihitung sebelumnya di sub model analisis target keuntungan LKS. Keuntungan yang didapatkan pengusaha minimal harus sama dengan rata-rata beban pengembalian pembiayaan tiap bulannya. Dengan menggunakan data yang diperoleh oleh modelmodel sebelumnya, maka tingkat kelayakan keuntungan usaha untuk pengusaha dan LKS dari masing-masing usaha yang disimulasikan adalah sebagai berikut : Tabel 6. Analisis Keuntungan Usaha Syariah Tambak Udang Vaname Investasi Target Keuntungan LKS /bulan (juta) Pengembalian pengusaha/bulan (juta) Peluang Keuntungan LKS > Target Keuntungan LKS (%) Peluang Keuntungan Pengusaha> Beban Pengembalian (%) Kelayakan Keuntungan LKS Pengusaha 95% 6,5 6,98 64% 67% Baik Baik 85% 5,5 5,9 60% 69% Cukup Baik 75% 4,86,4 58% 74% Cukup Sangat Baik 65% 4,,6 5% 77% Cukup Sangat Baik 55%,56 9,8 44% 79% Tidak Layak Sangat Baik Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat keuntungan usaha terbaik dan paling optimal untuk LKS dan pengusaha adalah pada pembiayaan LKS sebesar 95%. Dengan proporsi pembiayaan tersebut, peluang keuntungan LKS lebih dari target keuntungan minimal 64% dan peluang keuntungan pengusaha lebih dari beban pengembalian pembiayaan bulanan 67%. Sub model evaluasi tingkat keuntungan pembiayaan untuk tambak diperoleh sebagai berikut : 70

6 Tabel 7. Analisis Tingkat Keuntungan Usaha Tambak Udang Vaname Keuntungan Untuk Investasi LKS Pengusaha Keputusan TKP 95% Baik Baik Sedang 85% Cukup Baik Rendah 75% Cukup Sangat Baik Rendah 65% Cukup Sangat Baik Rendah 55% Tidak Layak Sangat Baik Tidak Layak Dari tabel di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat keuntungan pembiayaan (TKP) untuk usaha tambak udang vaname masih cukup memberikan keuntungan dengan proporsi pembiayaan di atas atau sama dengan 65%, namun tingkat keuntungan tertinggi yang paling optimal untuk kedua belah pihak baik pengusaha maupun LKS adalah pembiayaan dengan proporsi 95% dari total keseluruhan investasi. Berdasarkan Tingkat Resiko (TRP) dan Tingkat Keuntungan (TKP), ditentukan Kelayakan Syariah usaha tambak : Tabel 8. Hasil Analisis Kelayakan Syariah Tambak Udang Vaname Investasi Keputusan Kelayakan 95% Layak- 85% Tidak Layak 75% Tidak Layak 65% Tidak Layak 55% Tidak Layak Dari hasil evaluasi kelayakan pembiayaan syariah dapat disimpulkan bahwa pembiayaan usaha tambak udang vaname dengan TRP sedang, baru dikatakan layak jika dilakukan dengan proporsi pembiayaan lebih dari atau sama dengan 95%.. Agroindustri Udang Beku Agroindustri udang beku merupakan salah satu pelaku usaha dalam mata rantai perdagangan udang vaname yang memiliki margin paling tinggi dibandingkan dengan pelaku usaha udang vaname yang lainnya, sehingga usaha ini cukup prospektif untuk dibiayai oleh bank syariah. Berdasarkan kondisi tersebut, maka dalam simulasi akan digunakan batasan maksimal 0 milyar rupiah dalam membiayai keseluruhan total investasi. 7

7 Namun berdasarkan wawancara dengan praktisi industri udang beku di daerah gersik, untuk membangun industri cold storage berbasis ekspor tidak cukup hanya dengan biaya 0 milayar, walaupun itu di luar tanah dan bangunan. Produk yang diperdagangkan secara ekspor harus mempunyai modal awal lebih dari 0 milyar rupiah. Hal ini dikarenakan tuntutan pasar ekspor yang lebih mementingkan kualitas dan mutu produk yang dijual, serta jumlah kapasitas yang dapat memenuhi permintaan dalam skala yang rata-rata besar di setiap tahunnya. Berdasarkan kondisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa usaha agroindustri udang beku sampai dengan saat ini masih belum bisa masuk dalam kategori usaha kecil dan menengah, namun sudah merupakan perusahaan dengan kapasitas produksi besar dan dengan menggunakan teknologi yang tinggi. Perusahan cold storage seperti Kelola Mina Laut mempunyai kapasitas produksi rata-rata 474 ton per bulan pada tahun 009, dengan menggunakan mesin pembeku (IQF) sebanyak unit. Satu unit berkapasitas 7 ton per hari dan unit lainnya berkapasitas ton per hari. Kapasitas mesin adalah kapasitas maksimal, sedangkan dalam kenyataannya jumlah produksi per hari disesuaikan dengan jumlah pasokan udang dari pemasok yang berfluktuasi sepanjang tahun. Dalam simulasi pembiayaan pada Vanamest.Org, akhirnya ditetapkan bahwa untuk industri udang beku, jumlah kapasitas produksinya yaitu 485 ton per bulan atau dengan jumlah total keseluruhan investasi Rp ,00. Dikarenakan usaha ini cukup prospektif, maka angka harapan keuntungan yang ditetapkan adalah sebesar 5% per tahun. Dengan kapasitas produksi 485 ton per bulan dan efisiensi 70%, maka dengan produktivitas 00% didapatkan jumlah produksi kg per bulan dengan total omzet Rp ,00. Dengan asumsi produktivitas dari tahun pertama sampai dengan tahun kelima berturut-turut adalah 80%, 85%, 90%, 95%, dan 00%, didapat total omzet selama 0 tahun adalah sebesar Rp ,00. Udang yang diproduksi oleh agroindustri udang beku sangat bervariasi mulai dari ukuran 6-0 ekor/kg sampai dengan 7-90 ekor per kg. Jenis produknya pun bervariasi, mulai dari frozen shrimp IQF, Cooked and Peeled, dan Peeled and Deveined Blocks. Dengan menggunakan data hipotetik berdasarkan hasil survey, literatur dan wawancara penulis, diperoleh harga jual rata-rata keseluruhan ekspor udang beku adalah Rp 0.900,00 /kg. Dari harga rata-rata tersebut diperoleh BEP produksi selama sepuluh tahun sebesar kg dan BEP rupiah sebesar Rp ,00. 7

8 Evaluasi resiko agroindustri udang beku dilakukan dengan menggunakan data hasil wawancara dengan responden yang pernah melakukan praktek lapang dan penelitian di industri udang beku. Berikut hasil dari evaluasi resiko untuk agroindustri udang beku : ) Resiko Ketersediaan Bahan Baku Tabel 9. Resiko Ketersediaan Bahan Baku Industri Udang Beku a. Kualitas bahan baku yang digunakan b. Kondisi ekologi pabrik c. Kondisi teknologi pembesaran dari pemasok d. Kondisi serangan hama dan penyakit e. Jarak pemasok dengan pabrik agroindustri udang beku f. Tingkat persaingan mendapatkan bahan baku Rata-rata resiko ketersediaan bahan baku,67 ) Resiko Pengolahan Tabel 0. Resiko Pengolahan Industri Udang Beku a. Kondisi pengolahan udang di dalam pabrik b. Kualitas tenaga kerja pengolah c. Perawatan alat dan ketersediaan utilitas d. Kondisi bahan bakar mesin pengolah Rata-rata resiko pengolahan,75 ) Resiko Pemasaran Tabel. Resiko Pemasaran Industri Udang Beku a. Biaya transportasi dari pabrik ke konsumen b. Kondisi jangka waktu pembayaran hasil penjualan c. Kondisi posisi tawar pengusaha Rata-rata resiko pemasaran,67 4) Resiko Pengusaha dan Mitra Usaha Tabel. Resiko Pengusaha dan Mitra Industri Udang Beku a. Pengalaman pengusaha dalam usaha udang beku b. Porsi investasi pengusaha mitra terhadap total investasi usaha c. Hubungan pengusaha dengan pemasok bahan baku d. Hubungan pengusaha dengan pembeli/konsumen Rata-rata resiko mitra usaha,75 7

9 Hasil evaluasi resiko harga bahan baku menunjukan resiko pada tingkat rendah dengan skor,67. Hasil evaluasi resiko pengolahan menunjukan resiko pada tingkat rendah dengan skor,75. Hasil evaluasi pemasaran menunjukan resiko pada tingkat rendah dengan skor,67. Resiko pengusaha mitra usaha rendah dengan skor,75. 5) Resiko Permintaan dan Penawaran Produk Tabel. Resiko Permintaan dan Penawaran Produk Industri Udang Beku a. Kondisi kesetimbangan permintaan dan penawaran udang beku vaname b. Kondisi keamanan pasar ekspor produk udang beku Rata-rata resiko permintaan dan penawaran produk,5 6) Resiko Harga Bahan Baku Tabel 4. Resiko Harga Bahan Baku Industri Udang Beku a. Kondisi harga beli bahan baku b. Kondisi fluktuasi harga bahan baku dalam satu tahun terakhir Rata-rata resiko harga bahan baku 7) Resiko Harga Produk Tabel 5. Resiko Harga Produk Industri Udang Beku a. Kondisi harga jual produk udang dibandingkan harga pokok produksi udang b. Kondisi fluktuasi harga udang dalam satu tahun terakhir 4 Rata-rata resiko harga produk Hasil evaluasi permintaan dan penawaran produk menunjukan resiko pada tingkat rendah dengan skor,5, resiko harga bahan baku rendah dengan skor, dan resiko harga produk memiliki resiko yang sedang dengan skor. 74

10 Tabel 6. Rekap Evalaluasi Tingkat Resiko (TRP) Parameter Resiko Bobot Nilai Resiko Usaha Ketersediaan Bahan Baku Pengolahan Pemasaran Pengusaha Mitra Usaha Resiko Industri Permintaan dan Penawaran Produk Harga Bahan Baku Harga Produk,67,75,67,75 0,6 0,66 0,090 0, 0,56 0,90 0,50 0,,5 0,054 0,099 0,80 0,08 0,98 0,540 Total Resiko,000,95 Hasil rekap evaluasi tingkat resiko pembiayaan dapat dilihat di tabel 0. Hasil evaluasi resiko keseluruhan menunjukan bahwa Tingkat Resiko usaha agroindustri udang beku adalah rendah dengan skor resiko,95. Tingkat resiko pembiayaan untuk agroindustri udang beku berada pada tingkat rendah, sehingga nilai yang dipakai adalah 0,. Angka HKU ditetapkan sebesar 5%.Dari data-data tersebut, maka diperoleh nilai target keuntungan minimal LKS untuk agroindustri udang beku adalah : TKS Udang Beku = 6,4% + (5% - 6,4%) x 0, =,00% Dari hasil simulasi yang dilakukan pada Vanamest.Org didapat bahwa laba operasional rata-rata yang dihasilkan oleh agroindustri udang beku adalah Rp ,00 /bulan. Berikut hasil simulasi nisbah bagi hasil optimal yang didapat dengan mengasumsikan beberapa kondisi jumlah pembiayan atau bagian investasi LKS. Tabel 7. Analisis Nisbah Bagi Hasil Syariah Agroindustri Udang Beku Investasi Nisbah Bagi Hasil Rata/rata keuntungan/bulan (juta rupiah) LKS Pengusaha LKS Pengusaha 95% 8,74% 8,6% 640,00.66,55 85% 6,77% 8,% 5,6.764,0 75% 4,80% 85,0% 98,89.877,66 65%,8% 87,8% 99,6.976,94 55% 0,85% 89,5% 4,5.06,04 75

11 Dengan menggunakan data yang diperoleh oleh model-model sebelumnya, maka tingkat kelayakan keuntungan usaha untuk pengusaha dan LKS dari masingmasing usaha yang disimulasikan adalah sebagai berikut : Tabel 8. Analisis Keuntungan Usaha Syariah Agroindustri Udang Beku Investasi Target Keuntungan LKS /bulan (juta) Pengembalian pengusaha/bulan (juta) Peluang Keuntungan LKS > Target Keuntungan LKS (%) Peluang Keuntungan Pengusaha> Beban Pengembalian (%) Kelayakan Keuntungan LKS Pengusaha 95% 9,58 474,59 6% 9% Baik Sangat Baik 85% 85, 44,6 59% 95% Cukup Sangat Baik 75% 77,0 74,68 56% 96% Cukup Sangat Baik 65% 68,76 4,7 5% 97% Cukup Sangat Baik 55% 540,49 74,76 45% 98% Tidak Layak Sangat Baik Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat keuntungan usaha terbaik dan paling optimal untuk LKS dan pengusaha adalah pada pembiayaan dengan proporsi bagian investasi LKS sebesar 95%. Dimana peluang keuntungan LKS lebih dari target keuntungan minimal 6% dan peluang keuntungan pengusaha lebih dari beban pengembalian pembiayaan bulanan 9%. Berdasarkan hasi dari sub model hasil keuntungan usaha di atas, maka diperoleh tingkat keuntungan pembiayaan untuk udang beku sebagai berikut ; Tabel 9. Analisis Tingkat Keuntungan Agroindustri Udang Beku Keuntungan Untuk Investasi LKS Pengusaha Keputusan TKP 95% Baik Sangat Baik Tinggi 85% Cukup Sangat Baik Rendah 75% Cukup Sangat Baik Rendah 65% Cukup Sangat Baik Rendah 55% Tidak Layak Sangat Baik Tidak Layak Dari tabel di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pembiayaan untuk agroindustri udang beku masih bisa dilakukan dengan proporsi pembiayaan di atas atau sama dengan 65%, namun tingkat keuntungan optimal untuk kedua belah pihak adalah pembiayaan dengan proporsi 95% dari total keseluruhan investasi. 76

12 Dari hasil evaluasi kelayakan pembiayaan syariah dapat disimpulkan bahwa pembiayaan usaha agroindustri udang beku dengan TRP rendah, baru dikatakan layak jika dilakukan dengan proporsi pembiayaan lebih dari atau sama dengan 65%. Berikut hasil simulasi yang dilakukan : Tabel 0. Hasil Analisis Kelayakan Syariah Agroindustri Udang Beku Investasi Keputusan Kelayakan 95% Layak- 85% Layak- 75% Layak- 65% Layak- 55% Tidak Layak B. KELEBIHAN DAN KETERBATASAN MODEL Kelebihan dari model sistem penunjang keputusan kelayakan investasi agroindustri udang vaname ini diantaranya sebagai berikut : ) Model ini dapat melakukan evaluasi kelayakan pembiayaan syariah usaha tambak udang vaname dan agroindustri udang beku, dimana di dalamnya user dapat mengetahui nisbah bagi hasil pembiayaan paling optimal, hasil keuntungan usaha untuk LKS atau LKS dan hasil keuntungan usaha untuk pengusaha, tingkat keuntungan pembiayaan, dan penetapan kelayakan pembiayaan syariah atas usaha yang disimulasikan berdasarkan parameterparameter yang dimasukan. ) Model ini dapat mengevaluasi tingkat resiko pembiayaan yang dilakukan berdasarkan kondisi usaha yang disimulasikan, sehingga menjadi pertimbangan tersendiri bagi user dalam menilai hasil simulasi usahanya. ) Data data yang dimasukan bersifat fleksibel, user dapat mengubah atau mengedit data yang dimasukannya, dan mendapatkan hasil simulasi yang paling optimal 4) Model ini merupakan perangkat lunak aplikasi berbasis website, sehingga user dari aplikasi ini dapat dengan mudah mengakses model dimana pun dan kapan pun, serta dapat melakukan simulasi usaha tambak dan agroindustri udang vaname. 77

13 Keterbatasan dari model adalah : ) Dalam model ini belum ada fasillitas sistem pakar yang dapat memudahkan user berkonsultasi dengan sistem, terutama mengenai masalah pengendalian tingkat resiko dan keuntungan pembiayaan yang didapatkan dari usaha yang disimulasikan. ) Fluktuasi harga udang sangat dinamis, sehingga diperlukan metode perkiraan harga produk dan harga bahan baku. Model ini belum bisa mendukung aktivitas perkiraan ini. Model ini hanya bisa melakukan analisis sensitivitas melalui pengaturan asumsi biaya, modal tetap, dan biaya operasional di input data finansial. ) Dalam Vanamest.Org belum terdapat fasilitas yang dapat mempertemukan antara pengusaha yang melakukan simulasi dan LKS yang mencari hasil simulasi yang layak dibiayai. Hal ini terkait dengan basic skill penulis yang masih terbatas dalam pemrogran website. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian lebih lanjut agar proses tersebut dapat dilakukan, sehingga penentuan keputusan pembiayaan pun menjadi semakin mudah dan interaktif. 78

VI. PEMODELAN SISTEM B. SISTEM MANAJEMEN BASIS PENGETAHUAN

VI. PEMODELAN SISTEM B. SISTEM MANAJEMEN BASIS PENGETAHUAN VI. PEMODELAN SISTEM A. KONFIGURASI MODEL Model aplikasi sistem penunjang keputusan Vanamest.Org dibangun dalam bentuk website. Aplikasi ini dibangun dengan tujuan utama untuk membantu para calon pengusaha

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Pada pembiayaan investasi pola musyarakah, hasil laba operasional usaha dibagi antar investor dengan menggunakan nisbah tertentu. Ketidakpastian tingkat hasil laba

Lebih terperinci

RANCANGAN IMPLEMENTASI

RANCANGAN IMPLEMENTASI RNCNGN IMPLEMENTSI Kelebihan dan Keterbatasan Model Perekayasaan suatu model tentunya memiliki kelebihan dan kelemahan. Model Ekpama-Syariah memiliki kelebihan dalam implementasi sebagai berikut: 1. Model

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Sistem Manajemen Basis Pengetahuan Evaluasi resiko usaha

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Sistem Manajemen Basis Pengetahuan Evaluasi resiko usaha PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Model evaluasi kelayakan pembiayaan agroindustri minyak atsiri dengan pola syariah dirancang dalam suatu perangkat lunak komputer sistem manajemen ahli (SMA), dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 61 HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem manajemen ahli model SPK agroindustri biodiesel berbasis kelapa sawit terdiri dari tiga komponen utama yaitu sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis pengetahuan

Lebih terperinci

ANALISA SISTEM. Analisa Situasional

ANALISA SISTEM. Analisa Situasional ANALISA SISTEM Metodologi sistem didasari oleh tiga pola pikir dasar keilmuan tentang sistem, yaitu (1) sibernetik, atau berorientasi pada tujuan. Pendekatan sistem dimulai dengan penetapan tujuan melalui

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL

PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL VI. PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Pengembangan Agroindustri Manggis dirancang dan dikembangkan dalam suatu paket perangkat lunak ng diberi nama mangosteen

Lebih terperinci

ANALISIS PROFITABILITAS USAHA BUDIDAYA IKAN BANDENG (Chanos-chanos) DI TAMBAK, KECAMATAN SEDATI, SIDOARJO, JATIM 1

ANALISIS PROFITABILITAS USAHA BUDIDAYA IKAN BANDENG (Chanos-chanos) DI TAMBAK, KECAMATAN SEDATI, SIDOARJO, JATIM 1 1 Abstrak ANALISIS PROFITABILITAS USAHA BUDIDAYA IKAN BANDENG (Chanos-chanos) DI TAMBAK, KECAMATAN SEDATI, SIDOARJO, JATIM 1 Zainal Abidin 2 Sosial Ekonomi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari penelitian Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan Agroindustri

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari penelitian Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan Agroindustri BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dari penelitian Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan Agroindustri Perikanan Lele Lahan Kering didapatkan kesimpulan, bahwa: 1. Penelitian ini telah menghasilkan

Lebih terperinci

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN VII. HASIL DAN PEMBAHASAN 7.1 PROGRAM UTAMA mangosteen 1.0 Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Pengembangan Agroindustri Manggis dirancang dalam sebuah paket program bernaman mangosteen 1.0. Model mangosteen

Lebih terperinci

Melihat kondisi harga udang beku yang sangat fluktuatif maka PT. OPK mencoba mendiversifikasikan produk yang dihasilkan serta pasar yang akan dituju.

Melihat kondisi harga udang beku yang sangat fluktuatif maka PT. OPK mencoba mendiversifikasikan produk yang dihasilkan serta pasar yang akan dituju. RINGKASAN EKSEKCPTIF Victoria Simanungkalit. Analisis Harga Pokok Produksi dan portfolio Aktiva Produk Udang - Studi Kasus di PT. OPK (Bimbingan -Panggabean Sitorus, A.J. Rajino dan Arif Imam Soeroso).

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI

ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI Oleh : FAUZI PANDJI IRAWAN NPM.0624310041 FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli

III. METODE PENELITIAN. Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian pendirian agroindustri berbasis ikan dilaksanakan di Kabupaten Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan

Lebih terperinci

KOMODITAS LOBSTER PASIR

KOMODITAS LOBSTER PASIR PORTOFOLIO KOMODITAS LOBSTER PASIR PT. SAY GROW INDONESIA Platform Investasi Perikanan dan Kelautan - International financial center tower II Lantai 33, Jakarta - Jl. Simokalangan, simomulyo, Suko Manunggal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang strategis. Dilihat dari posisinya, negara Indonesia terletak antara dua samudera dan dua benua yang membuat Indonesia menjadi negara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Obyek dan Lokasi Penelitian Obyek penelitian yang akan diangkat pada penelitian ini adalah Perencanaan budidaya ikan lele yang akan berlokasi di Desa Slogohimo, Wonogiri.

Lebih terperinci

Tabel 5.1 Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Pembangunan Daerah Tahun

Tabel 5.1 Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Pembangunan Daerah Tahun Tabel 5. Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Pembangunan Daerah Tahun 3-8 VISI MISI TUJUAN SASARAN INDIKATOR SATUAN AWAL TARGET INDIKATOR 3 4 5 6 7 8 8 3 4 5 6 7 8 9 3 4 TERWUJUDNYA TEMANGGUNG

Lebih terperinci

PROSIDING ISSN: E-ISSN:

PROSIDING ISSN: E-ISSN: PRODUKSI IKAN PATIN SUPER Dwi Puji Hartono* 1, Nur Indariyanti 2, Dian Febriani 3 1,2,3 Program Studi Budidaya Perikanan Politeknik Negeri Lampung Unit IbIKK Produksi Ikan Patin Super Politeknik Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis merupakan serangkaian kegiatan yang terkait dengan upaya

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis merupakan serangkaian kegiatan yang terkait dengan upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis merupakan serangkaian kegiatan yang terkait dengan upaya peningkatan nilai tambah kekayaan sumber daya alam hayati, yang dulu lebih berorientasi kepada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN dan HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Tinjauan teknologi pengolahan sagu Teknologi merupakan sumberdaya buatan manusia yang kompetitif dan selalu

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xii xiv xvi xvii I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 5 1.3. Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel 54 ANALISIS SISTEM Sistem pengembangan agroindustri biodiesel berbasis kelapa seperti halnya agroindustri lainnya memiliki hubungan antar elemen yang relatif kompleks dan saling ketergantungan dalam pengelolaannya.

Lebih terperinci

PORTOFOLIO KOMODITAS LOBSTER PASIR PT. SAY GROW INDONESIA

PORTOFOLIO KOMODITAS LOBSTER PASIR PT. SAY GROW INDONESIA PORTOFOLIO KOMODITAS LOBSTER PASIR PT. SAY GROW INDONESIA Platform Investasi Perikanan dan Kelautan - International financial center tower II Lantai 33, Jakarta - Jl. Simokalangan, simomulyo, Suko Manunggal,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat besar dalam pertumbuhan ekonomi negara terutama negara yang bercorak agraris seperti Indonesia. Salah satu subsektor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar yang ada di wilayah Asia Tenggara.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar yang ada di wilayah Asia Tenggara. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan sektor kelautan Indonesia yang cukup signifikan dan Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas yang dikelilingi oleh perairan dan Indonesia

Lebih terperinci

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren.

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren. 44 V. PEMODELAN SISTEM Dalam analisis sistem perencanaan pengembangan agroindustri aren di Sulawesi Utara menunjukkan bahwa terdapat berbagai pihak yang terlibat dan berperan didalam sistem tersebut. Pihak-pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. beraneka jenis ikan hidup di perairan tersebut. Hal ini menjadi potensi alam yang

I. PENDAHULUAN. beraneka jenis ikan hidup di perairan tersebut. Hal ini menjadi potensi alam yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perairan Indonesia saat ini memiliki luas 14 juta ha, dengan luas sungai dan rawa 11,95 juta ha, danau alam 1,78 juta ha, serta danau buatan 0,03 juta ha; beraneka jenis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering ditemukan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering ditemukan bahwa 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Agribisnis Semakin bergemanya kata agribisnis ternyata belum diikuti dengan pemahaman yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pantai mencapai km dengan luas wilayah laut sebesar 7,7 juta km 2

BAB I PENDAHULUAN. pantai mencapai km dengan luas wilayah laut sebesar 7,7 juta km 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki panjang garis pantai mencapai 104.000 km dengan luas wilayah laut sebesar 7,7 juta km 2 (Pusat Data, Statistik dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor perikanan pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Potensi sektor perikanan tangkap Indonesia diperkirakan mencapai 6,4

Lebih terperinci

4. ANALISIS SITUASIONAL

4. ANALISIS SITUASIONAL 29 4. ANALISIS SITUASIONAL Kinerja Sistem Komoditas Udang Komoditas udang Indonesia pernah mencatat masa keemasan sekitar tahun 1980 an, ditandai dengan komoditas udang windu menjadi primadona ekspor yang

Lebih terperinci

PORTOFOLIO PEMBIAYAAN OPERASIONAL PEMBESARAN UDANG VANAME UNIT 11 ROI

PORTOFOLIO PEMBIAYAAN OPERASIONAL PEMBESARAN UDANG VANAME UNIT 11 ROI PORTOFOLIO PEMBIAYAAN OPERASIONAL PEMBESARAN UDANG VANAME UNIT 11 ROI (75-80%)/ kontrak (2 tahun) PT. SAY GROW INDONESIA Platform Investasi Perikanan dan Kelautan - International financial center tower

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris didukung oleh sumber daya alamnya yang melimpah memiliki kemampuan untuk mengembangkan sektor pertanian. Indonesia memiliki

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Operasional Didalam melakukan proses produksi diperlukan sekali manajemen yang baik, hal ini bertujuan untuk melakukan ataupun pengawasan proses produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu dari negara yang menjadi produsen utama akuakultur dunia. Sampai tahun 2009, Indonesia menempati urutan keempat terbesar sebagai produsen

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rekayasa sistem kelembagaan penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 227.779.100 orang dan akan

Lebih terperinci

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran dan Lembaga Tataniaga Dalam menjalankan kegiatan tataniaga, diperlukannya saluran tataniaga yang saling tergantung dimana terdiri dari sub-sub sistem atau fungsi-fungsi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

PORTOFOLIO PEMBESARAN UDANG VANAME UNIT 16 ROI

PORTOFOLIO PEMBESARAN UDANG VANAME UNIT 16 ROI PORTOFOLIO PEMBESARAN UDANG VANAME UNIT 16 ROI (83-88%)/ kontrak (2 tahun) PT. SAY GROW INDONESIA Platform Investasi Perikanan dan Kelautan - International financial center tower II Lantai 33, Jakarta

Lebih terperinci

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU Ubi kayu menjadi salah satu fokus kebijakan pembangunan pertanian 2015 2019, karena memiliki beragam produk turunan yang sangat prospektif dan berkelanjutan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan kesejahteraan, kelestarian ekosistem, serta persatuan dan kesatuan. Sedangkan

Lebih terperinci

C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN

C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabe berasal dari Amerika Tengah dan saat ini merupakan komoditas penting dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Hampir semua rumah tangga

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian 36 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian dipilih secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat mendukung untuk pengembangan usaha perikanan baik perikanan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat mendukung untuk pengembangan usaha perikanan baik perikanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu Negara yang memiliki kawasan perairan yang hampir 1/3 dari seluruh kawasannya, baik perairan laut maupun perairan tawar yang sangat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 kemudian akan digunakan untuk menduga sebaran keuntungan/kerugian kotor (gross margin) pada tiga kondisi (El Niño, dan ). Indikator ENSO yang digunakan dalam analisis ini adalah fase SOI. Keuntungan/kerugian

Lebih terperinci

47. Kriteria Kelayakan Investasi Kompos & Listrik Akibat Penurunan

47. Kriteria Kelayakan Investasi Kompos & Listrik Akibat Penurunan DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Karakteristik Air Limbah Pabrik Kelapa Sawit... 10 2. Baku Mutu Air Limbah Industri Minyak Kelapa Sawit... 11 3. Konversi Energi Biogas... 15 4. Produksi Kelapa Sawit Indonesia

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi

III. METODOLOGI. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi 23 III METODOLOGI Penelitian ini dilakukan dalam empat tahapan penelitian yaitu tahap pengumpulan data dan informasi, tahap pengkajian pengembangan produk, tahap pengkajian teknologi, tahap uji coba dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasokan ikan nasional saat ini sebagian besar berasal dari hasil penangkapan ikan di laut, namun pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap disejumlah negara dan perairan

Lebih terperinci

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG LAMPIRAN 83 Lampiran 1. Kuesioner kelayakan usaha KUESIONER PENELITIAN KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN.... xiv xviii xix I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. 1 1.2. Identifikasi Masalah. 7 1.3. Rumusan Masalah... 9 1.4. Tujuan Penelitian. 9 1.5. Manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas (Qu/Ha)

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas (Qu/Ha) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi sumber daya yang sangat mendukung untuk sektor usaha pertanian. Iklim tropis yang ada di Indonesia mendukung berkembangnya sektor pertanian

Lebih terperinci

PEMBESARAN BANDENG DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

PEMBESARAN BANDENG DI KERAMBA JARING APUNG (KJA) PEMBESARAN BANDENG DI KERAMBA JARING APUNG (KJA) Usaha pembesaran bandeng banyak diminati oleh orang dan budidaya pun tergolong cukup mudah terutama di keramba jaring apung (KJA). Kemudahan budidaya bandeng

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN 8.1. Pengaruh Perubahan Harga Output dan Harga Input terhadap Penawaran Output dan Permintaan

Lebih terperinci

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS Formatted: Swedish (Sweden) Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 menunjukkan bahwa sistem kemitraan setara usaha agroindustri

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.126, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Sistem Logistik. Nasional. Ikan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/PERMEN-KP/2014 TENTANG SISTEM LOGISTIK IKAN

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Evaluasi teknis budidaya Hasil dari teknologi budidaya penggunaan pakan sepenuhnya pada kolam air tenang dan teknologi budidaya penggunaan pakan pengganti limbah

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA TAMBAK UDANG

ANALISIS KELAYAKAN USAHA TAMBAK UDANG ANALISIS KELAYAKAN USAHA TAMBAK UDANG (Studi Kasus : Desa Sei Meran, Kec. Pangkalan Susu, Kab. Langkat ) Rizky Hermawan Pulungan *), Lily Fauzia ** ), Emalisa ** ) * ) Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung merupakan jenis tanaman serealia yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian nasional, mengingat fungsinya yang multiguna. Jagung dapat dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Fungsi pokok bank sebagai lembaga intermediasi sangat membantu dalam siklus aliran dana dalam perekonomian suatu negara. Sektor perbankan berperan sebagai penghimpun dana

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/PERMEN-KP/2014 TENTANG SISTEM LOGISTIK IKAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/PERMEN-KP/2014 TENTANG SISTEM LOGISTIK IKAN NASIONAL PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/PERMEN-KP/2014 TENTANG SISTEM LOGISTIK IKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

5 PENGEMBANGAN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN

5 PENGEMBANGAN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN 5 PENGEMBANGAN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN 5.1 Pola Distribusi Hasil Tangkapan Hampir seluruh hasil tangkapan ikan dari Nunukan didistribusikan dan dipasarkan ke daerah Tawau Malaysia. Pola pendistribusian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perikanan menjadi bagian yang sangat penting dalam pembangunan nasional mengingat potensi perairan Indonesia yang sangat besar, terutama dalam penyediaan bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luas dan garis pantai yang panjang menjadi daya dukung yang sangat baik untuk

I. PENDAHULUAN. luas dan garis pantai yang panjang menjadi daya dukung yang sangat baik untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perikanan adalah sektor yang prospektif di Indonesia. Laut yang luas dan garis pantai yang panjang menjadi daya dukung yang sangat baik untuk pengembangan sektor

Lebih terperinci

Gambar 3.6: Hasil simulasi model pada kondisi eksisting

Gambar 3.6: Hasil simulasi model pada kondisi eksisting Dari hasil analisi sensitivitas, maka diketahui bahwa air merupakan paremater yang paling sensitif terhadap produksi jagung, selanjutnya berturut-turut adalah benih, pupuk, penanganan pasca panen, pengendalian

Lebih terperinci

PORTOFOLIO KOMODITAS GURAMI PT. SAY GROW INDONESIA

PORTOFOLIO KOMODITAS GURAMI PT. SAY GROW INDONESIA PORTOFOLIO KOMODITAS GURAMI PT. SAY GROW INDONESIA Platform Investasi Perikanan dan Kelautan - International financial center tower II Lantai 33, Jakarta - Jl. Simokalangan, simomulyo, Suko Manunggal,

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM. Konfigurasi Model. Data Pengetahuan Model. Perumusan Strategi Bauran Pemasaran MEKANISME INFERENSI SISTEM PENGOLAHAN TERPUSAT

PEMODELAN SISTEM. Konfigurasi Model. Data Pengetahuan Model. Perumusan Strategi Bauran Pemasaran MEKANISME INFERENSI SISTEM PENGOLAHAN TERPUSAT PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rancang bangun model pengembangan industri kecil jamu dirancang dalam bentuk paket program komputer sistem manajemen ahli yang terdiri dari komponen : sistem manajemen

Lebih terperinci

Agribisnis merupakan serangkaian kegiatan yang terkait dengan

Agribisnis merupakan serangkaian kegiatan yang terkait dengan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agribisnis merupakan serangkaian kegiatan yang terkait dengan upaya peningkatan nilai tambah kekayaan sumber daya alam hayati, yang dulu lebih berorientasi kepada bentuk

Lebih terperinci

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO Pendahuluan Perkembangan perekonomian NTT tidak dapat hanya digerakkan oleh kegiatan perekonomian di Kota Kupang saja. Hal tersebut mengindikasikan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Ringkas PT. Agung Sumatera Samudera Abadi

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Ringkas PT. Agung Sumatera Samudera Abadi BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Ringkas PT. Agung Sumatera Samudera Abadi PT. Agung Sumatera Samudera Abadi secara legalitas berdiri pada tanggal 25 Januari 1997 sesuai dengan akta pendirian perseroan

Lebih terperinci

II. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN II. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan kumpulan teori yang digunakan dalam penelitian. Teori-teori ini berkaitan erat dengan permasalahan yang ada

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang dilakukan di Perusahaan Parakbada, Katulampa, Kota Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 227.779.100 orang dan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN Lidah buaya adalah tanaman yang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan tubuh maupun perawatan kulit manusia. Tanaman ini juga memiliki kecocokan hidup dan dapat

Lebih terperinci

PENGANTAR AGRIBISNIS

PENGANTAR AGRIBISNIS PENGANTAR AGRIBISNIS PENGANTAR AGRIBISNIS I. PEMAHAMAN TENTANG AGRIBISNIS 1. EVOLUSI PERTANIAN MENUJU AGRIBISNIS Berburu dan Meramu budidaya pertanian (farming) ekstensif untuk memenuhi kebutuhan rumah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

PT. SAY GROW INDONESIA

PT. SAY GROW INDONESIA GROWPAL adalah aquaculture investment digital platform pertama di Indonesia yang mempertemukan antara Backers (pemilik modal/investor/sponsor), pemilik lahan, petani/ peternak perikanan dan pembeli hasil

Lebih terperinci

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN 94 SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN Konfigurasi Model Hasil analisis sistem menunjukkan bahwa sistem pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri bersifat kompleks, dinamis, dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

PT. SAY GROW INDONESIA

PT. SAY GROW INDONESIA GROWPAL adalah aquaculture investment digital platform pertama di Indonesia yang mempertemukan antara Backers (pemilik modal/investor/sponsor), pemilik lahan, petani/ peternak perikanan dan pembeli hasil

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS PERBENIHAN DAN KULTUR JARINGAN TANAMAN BAB XI PENGELOLAAN KEGIATAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS PERBENIHAN DAN KULTUR JARINGAN TANAMAN BAB XI PENGELOLAAN KEGIATAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS PERBENIHAN DAN KULTUR JARINGAN TANAMAN BAB XI PENGELOLAAN KEGIATAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA PADA USAHA TAMBAK UDANG WINDU BERKAT YAKIN DI DESA PENAMPI KABUPATEN BENGKALIS

ANALISIS USAHA PADA USAHA TAMBAK UDANG WINDU BERKAT YAKIN DI DESA PENAMPI KABUPATEN BENGKALIS 1 ANALISIS USAHA PADA USAHA TAMBAK UDANG WINDU BERKAT YAKIN DI DESA PENAMPI KABUPATEN BENGKALIS Kartika Sari 1, Makhdalena 2, Hendripides 3 Email : Skartika948@gmail.com No. Hp : 081275033536 Program Studi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sejarah Kelompok Budi Daya Mitra Gemah Ripah merupakan salah satu kelompok usaha kecil menengah bidang perikanan darat yaitu budi daya udang galah. Kelompok usaha tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah mendapat prioritas utama dalam pembangunan nasional karena. pembangunan ekonomi diharapkan dapat menjadi motor penggerak

BAB I PENDAHULUAN. telah mendapat prioritas utama dalam pembangunan nasional karena. pembangunan ekonomi diharapkan dapat menjadi motor penggerak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan penduduk, kebutuhan masyarakat semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pembangunan Bangsa Indonesia bidang ekonomi telah mendapat prioritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang hal-hal yang mendasari penelitian diantaranya yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN * 2009 ** Kenaikan ratarata(%)

I. PENDAHULUAN * 2009 ** Kenaikan ratarata(%) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara bahari dan kepulauan yang dikelilingi oleh perairan laut dan perairan tawar yang sangat luas, yaitu 5,8 juta km 2 atau meliputi sekitar

Lebih terperinci

ANALISIS BREAK EVENT POINT (TITIK IMPAS) SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PABRIK TAHU SUMEDANG

ANALISIS BREAK EVENT POINT (TITIK IMPAS) SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PABRIK TAHU SUMEDANG ANALISIS BREAK EVENT POINT (TITIK IMPAS) SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PABRIK TAHU SUMEDANG Muhamad Febriyadi 28211203 Pembimbing : Suryandari Sedyo Utami, SE., MM Latarbelakang Masalah Persaingan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 15 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber lapangan kerja, komoditas ini juga memberikan kontribusi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan strategis dari Food and Agriculture Organization (FAO) yaitu mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. tujuan strategis dari Food and Agriculture Organization (FAO) yaitu mengurangi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perikanan tangkap dan budidaya berperan penting dalam pencapaian tujuan strategis dari Food and Agriculture Organization (FAO) yaitu mengurangi tingkat kelaparan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data strategis Kabupaten Semarang tahun 2013, produk sayuran yang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data strategis Kabupaten Semarang tahun 2013, produk sayuran yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Semarang memiliki potensi yang besar dari sektor pertanian untuk komoditas sayuran. Keadaan topografi daerah yang berbukit dan bergunung membuat Kabupaten

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran

METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sistem pasokan bahan baku dalam suatu agroindustri merupakan salah satu faktor yang penting untuk menjaga kelangsungan proses produksi. Sistem pasokan ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak diminati masyarakat untuk dikonsumsi. Usaha budidaya ikan lele dibedakan

BAB I PENDAHULUAN. banyak diminati masyarakat untuk dikonsumsi. Usaha budidaya ikan lele dibedakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele (clarias sp.) salah satu komoditas ikan air tawar yang sangat mudah dibudidayakan. Ikan lele merupakan ikan yang memiliki beberapa keistimewaan dan banyak

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis aspek finansial bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi dalam upaya pemulihan dan pertumbuhan ekonomi. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi dalam upaya pemulihan dan pertumbuhan ekonomi. Salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian khususnya tanaman hortikultura selama ini mempunyai peluang yang besar, tidak hanya sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk Indonesia yang saat

Lebih terperinci